Forum Keadilan #1

Page 1



FORUM REDAKSI

tukang ojek bernama

T

im FORUM KEADILAN mendapatkan kesempatan wawancara dengan Komisaris Jenderal (Pol) Budi Waseso di kantornya Mabes Polri, Jl Trunojoyo No 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam sesi wawancara tersebut, terselip pengakuan perwira tinggi Polri itu terkait masa lalunya yang pernah menjadi tukang ojek. Membuktikan pernyataan seorang narasumber bagi FORUM adalah keniscayaan. Untuk itu FORUM menyambangi rumah dinas orangtua Buwas di Komplek Perwira TNI Angkatan Darat, Bulak Rantai, Jakarta Timur. Sebab, di sanalah dulu Buwas menekuni profesi sampingan sebagai tukang ojek

dari pangkat Letnan Satu (Iptu) sampai berpangkat Kapten ( AKP). Benar saja, vespa tua hijau tosca milik Buwas masih tersimpan rapi di teras depan rumah. Vespa itulah yang menjadi saksi bisu bagaimana Buwas menjalani profesi sampingan untuk menopang kebutuhan ekonomi rumah tangganya di masa lalu. Di rumah itu, selain vespa kesayangannya, ada pula barang yang sangat bersejarah bagi Buwas yaitu sebuah lemari pendingin. Kulkas itu merupakan kado perkawinan dari seorang kerabat. Saat FORUM mencoba napak tilas ke-

jadian puluhan tahun lalu, Buwas sama sekali tak canggung. Bedanya, dulu ia mengenakan jaket lusuh. Namun kini, di jaket hitam yang beliau kenakan terdapat bintang tiga di kiri kanan bagian kerah jaketnya. Seperti yang terlihat dalam foto-foto Rubrik Wawancara Edisi ini. Layaknya ojek betulan, Buwas sangat terampil mengendarai sepeda motor buatan Italy itu. Di sepanjang jalan menuju pangkalan ojek Bulak Rantai, Buwas sempat berdialog dengan warga dan pedagang di sana. Dan kini ‘Tukang Ojek’ itu telah menjadi orang pertama di Bareskrim Polri ●

SIUPP: No. 265/SK/MENPEN/D2/1990 Tanggal: 25 April 1990

Pemimpin UMUM/Pemimpin Perusahaan Kisman Latumakulita pemimpin redaksi Tony Hasyim dewan redaksi Penerus Bonar, Syamsul Mahmuddin, Genot Widjoseno, Zulkarmedi Siregar, Darmansyah Tanjung, Erwin S Purba, Adyan Soeseno, Haris Rusly, Adhie M Massardi, Agung Mattauch, FX Arief Poyuono, Ibnu Mazjah, Despen Ompusunggu, Irman Robiawan, Iwan Sumule, Luthfi Pattimura, Pontas Limbong, Putra Cahya

Zainul Arifin Siregar (Medan), Mochamad Toha (Surabaya), Djohan (Jambi), Erick Rumluan (Ambon) FOTOGRAFER Tatan Agus RST, Yosef S. Nggarang BAGIAN UMUM Ila J Syahuddin, Nurmasari, Ipang, Hamdun Pattilouw Direktur Utama Kisman Latumakulita KOMISARIS UTAMA DR. H. Rahmat Ismail Psi KOMISARIS DR. R. Benny Kosworo

PENERBIT PT Forum Adil Mandiri SIUPP: No. 265/SK/MENPEN/D2/1990 Tanggal: 25 April 1990 SIUP: 04571/P-01/1.824.271 NPWP: 1.593.126.4-013 Konsultan Hukum: DR. Margarito Kamis SH, Magdir Ismail SH, Wirawan Adnan SH, Lutfie Hakim SH MH, Hamdani Laturua SH, Petrus Salestinus SH. Rekening BANK BCA No. Rek: 065-0435761, BANK MANDIRI No. Rek: 124-0004590155,

Pratama,Ryan Bakhtiar, Salamudin Daeng, Shandy Witanto, Wahid Rahmanto, M Hatta Taliwang, Hartsa Mashirul, Edy Tambunan-

SIRKULASI/DISTRIBUSI Hendratnoto (Manager), Iwan Setiawan, Putra Cahya

BANK BNI No. Rek: 019-2568552

RUMAH KEADILAN Jalan Sungai Gerong No.12 | Jakarta Pusat (10230), Indonesia | Telp: (+62) 3901135/36/37 | Fax: (+62) 31931787 email: forum.keadilan@yahoo.com

EDISI 01, 12 Juni 2015

3

FOTO: forum/yosef s nggarang

budi waseso


foto: FORUM/ tatan agus rst

DAFTAR ISI

FORUT

06

Petral Bubar, kapan bbm turun?

Dua minggu lebih Petral (Pertamina Energy Trading Limited) dibubarkan namun harga bahan bakar minyak, baik subsidi maupun bukan, tak banyak berubah. Tetap tinggi. Sebaliknya Pemerintah dan Pertamina gembira bilang ada efisiensi selama tiga bulan terakhir. Pertamina mengklaim menghemat USD22 juta di awal tahun ini saja. Tapi rakyat banyak tidak merasakan manfaat itu. →

03

Forum Redaksi

58 Profile

(Menteri PU M.Basuki Hadimuljono)

05

Forum Pembaca

63

Mata Lensa

06

Forum Utama

64 Fokus

22 Kolom

74 Kolom

34 Kolom

24

(Haris Rusly)

(Maqdir Ismail)

36 Kasus

(Margarito Kamis)

â—?wawancara khusus

Komisaris Jenderal (Pol) Budi Waseso

56 Oase

4

EDISI 01, 12 Juni 2015


FORUM PEMBACA

Mendesak Jokowi-Jk Reformasi Pengelolaan SDA Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, kekayaan sumber daya alam dikuasai oleh negara dan harus dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Untuk mengelola kekayaan sumber daya alam tersebut, Indonesia membentuk BUMN sebagai perusahaan negara, negara juga memberikan izin dan kewenangan kepada perusahaan swasta, asing, dan penanam modal untuk ikut mengelolanya. Indonesia Energi Monitoring (INDERING) yang berperan aktif mengawal pengelolaan sumber daya alam di sektor energi mengkaji, bahwa kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia seharusnya bisa menunjang pertumbuhan perekonomian yang pesat dan bisa mempercepat kemakmuran rakyat. Namun kenyataannya, perekonomian rakyat masih rendah dan kemakmuran masih belum sesuai harapan. Menurut INDERING, permasalahan tersebut disebabkan negara Indonesia belum

Pembatasan Pengajuan Sengketa Pilkada Langgar Konstitusi Tidak seperti rezim undang-undang Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) sebelumnya yang memberikan kesempatan luas kepada para pihak yang tidak puas dengan hasil Pilkada dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Undang-Undang No. 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas UU No 1 tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang memberikan batasan secara kuantitatif sengketa Pilkada propinsi dan kabupaten/kota dapat diajukan ke MK apabila tidak melebihi 2%; 1,5%, 1%, dan 0,5% baik untuk pemilihan Gubernur, Bupati maupun Walikota sesuai dengan aturan jumlah penduduk di wilayah pemilihan tersebut. Pembatasan tersebut tertuang dalam

berdaulat, negara belum sepenuhnya menguasai kekayaan sumber daya alam, karena sistem pengaturan dan pengawasan perusahaan, penanam modal dan pengelolaan sumber daya alam masih lemah. Pendapatan negara dari hasil pengelolaan sumber daya alam juga masih rendah sehingga tidak cukup untuk mempercepat pembangunan dan kemakmuran rakyat. Maka untuk menegakan kedaulatan negara, INDERING mendesak Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla harus melakukan reformasi terhadap semua perusahaan BUMN, swasta, asing, dan penanam modal yang selama ini mengelola sumber daya alam Indonesia di sektor energi. Reformasi perusahaan dan penanam modal ini harus dilakukan, selain untuk menegakan kedaulatan negara juga untuk mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan energi nasional. Perusahaan yang harus direformasi adalah perusahaan BUMN, swasta, asing dan penanam Modal yang mengelola minyak, gas, mineral, batubara, ketenagalistrikan, energi baru dan terbarukan dan lain-lain.

INDERING mendesak Pemerintahan Jokowi-JK harus memeriksa dan mengkaji semua peraturan yang selama ini telah dibuat dan yang akan dibuat. peraturan tersebut yakni, UU, PP, Perpres, Inpres, Keppres, Permen, Kepmen, dan peraturan lain terkait BUMN, swasta, asing, dan penanam modal serta peraturan terkait sumber daya alam di sektor energi. Pemerintahan Jokowi-JK harus memeriksa dan audit semua perusahaan BUMN, swasta, asing dan penanaman modal yang mengelola sumber daya alam Indonesia terkait semua perizinan, laporan keuangan, laporan pajak, laporan kegiatan, laporan keuntungan maupun kerugian, laporan bagi hasil, kerjasama, perjanjian dan lain-lain â—?

Pasal 158 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-undang. Pasal tersebut dinilai inkonstitusional baik secara formil maupun materiil. Secara formil bertantangan dengan Pasal 5 huruf E dan Pasal 6 ayat (1) huruf G UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Adapun secara materiil bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal tersebut juga berpotensi merampas hak rakyat. Diprediksi, apabila Pasal 158 Ayat (1) dan (2) diberlakukan maka akan mengancam kehidupan demokrasi secara luas yang dapat memicu kegaduhan di republik ini. Ini juga berpotensi membuat kontestasi

Pemilukada berloma-lomba menghalalkan segala cara. Termasuk di dalamnya politik uang, pelanggaran-pelanggaran dari yang ringan sampai yang berat. Demokrasi menjadi cedera dan tidak punya makna karena dibajak di tengah jalan. Masyarakat membutuhkan kepastian hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa pemilukada yang berkeadilan termasuk menguji hasil pemilukada tanpa pembatasan-pembatasan kuantitatif yang merugikan hak asasi dalam wujudnya berupa kegiatan berdemokrasi. â—?

INDONESIA ENERGI MONITORING Zuli Hendriyanto/Direktur Eksekutif Jalan Percetakan Negara II, Komplek Maysonet, Kramat Jaya Baru I, Blok A.21, Johar Baru, Jakarta Pusat. Email: inderingcenter@gmail.com

Mustolih Siradj Ciledug, Tangerang Selatan Silahkan kirim surat pembaca anda ke alamat Jl. Sungaigerong No.12 Jakpus (10230), atau email: forum.keadilan@yahoo.com EDISI 01, 12 Juni 2015

5


FORUM UTAMA

Petral Bubar, Mafia Tetap Beredar Pemerintah dan Pertamina bilang ada efisiensi besar-besara Harga BBM masih saja tinggi.

H

ampir sebulan setelah Petral (Pertamina Energy Trading Limited) dibubarkan namun harga bahan bakar minyak (BBM) tidak berubah. Padahal sebelumnya digembar-gemborkan bahwa Petral itu adalah mafia migas. Logikanya, jika mafia dibubarkan harusnya berdampak terhadap penurunan harga. Menurut sumber FORUM diputusnya rantai pengadaan BBM nasional via Petral bisa menciptakan efisiensi sebesar Rp 70/ liter untuk Bensin. Tapi rakyat tidak merasakan manfaat itu. Lalu apa yang sebenarnya terjadi dalam fragmen ini: ada pemerintah yang gembira namun warga negaranya tidak merasakan apaapa? Sebagai perusahaan dagang dengan pangsa pasar besar dan punya reputasi internasional, proses pembubaran Petral Group unik. Diumumkan bubar 13 Mei 2015, dua hari kemudian baru diadakan rapat umum pemegang saham. Bukan RUPS Luar Biasa. Agendanya menghentikan semua transaksi atau kewajiban baru dan pengambilalihan aset dan kewajiban Petral. Audit forensik dan due dilligence pun baru dimulai tanggal itu. Hingga Jumat pekan ini, sudah lewat dua pekan, belum ada hasilnya. Badan Pemeriksa Keuangan telah mengaudit Petral dan Pertamina, dari 12 Mei sampai 25 Oktober 2014. Tentu terkait uang negara yang dipakai dua badan usaha pelat merah itu. BPK memeriksa pengadaan minyak mentah dan produk kilang Pertamina dan Petral (PES, Pertamina Energy Services) Tahun 2012, 2013 dan 2014 semester pertama

6

EDISI 01, 12 Juni 2015

di delapan tempat: Jakarta, Batam, Cilacap, Surabaya, Singapura, Hong Kong, Aljazair dan Dubai. Tujuannya menilai apakah proses pengadaannya sesuai ketentuan, menilai wajar tidaknya harga pengadaan minyak mentah dan produk kilang serta menilai apakah minyak mentah yang diimpor menghasilkan yield optimal. Ada banyak catatan yang dibuat BPK. Namun tidak ada yang dikategorikan sebagai kerugian negara atau potensi kerugian negara, melainkan hanya disebut sebagai “ketidakhematan” alias boros. Menurut sumber di BPK untuk mengetahui ada kerugian negara

harus dilakukan audit investasi atas permintaan DPR atau penyidik sehingga bisa diketah ui berapa besar kerugian dan siapa pelakunya Total jenderal, BPK menemukan kekurangan penerimaan negara yang “melebihi toleransi”. Jumlahnya USD104,923,688.99. Antara lain, ketidakhematan sebesar USD3,703,996.39 dalam pembelian minyak mentah ALC akibat pembukaan Stand By Letter of Credit (SBLC), pengadaan minyak mentah Saharan melalui Petral kurang hemat sebesar USD1,934,304.00 dibandingkan dengan pengadaan langsung oleh ISC ke NOC atau Major Shareholder produsen minyak mentah, penjualan kembali Basrah Light Crude yang diperoleh dari SOMO oleh PES ke Hyundai Oil kurang optimal senilai USD641,191,00 dan harga spot charter PES dari Direktorat Perkapalan Pertamina yang kurang kompetitif. Soal SLBC Petral, ada beberapa bank internasional penerbit, antara lain NBC, JP Morgan dan BNP Paribas. Pembukaan SBLC dikenai biaya berbedabeda sesuai dengan aturan masing-


BERAPA HARGA PREMIUM ? PER JUNI 2015

FORMULA PERTAMINA

masing bank. BPK merekomendasikan Pertamina agar melakukan negosiasi pembayaran ALC dengan TT tanpa SBLC atau mengambil langkah untuk menghemat pengeluaran biaya pembukaan SBLC dengan mencari alternatif yang terbaik dengan mempertimbangkan kepatuhan pembayaran dengan TT sesuai tanggal jatuh tempo. Hasil audit BPK ini sekarang sudah ditangan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri dan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Muluskah pemeriksaan BPK? Tidak juga. Lembaga pemeriksa uang negara yang bekerja atas mandat UndangUndang Dasar 1945 itu mengaku ada

FORMULA RUMAH KEADILAN

hambatan. Bahasa mereka dalam laporan: "Penerimaan data dan dokumen dari Pertamina pada umumnya kurang lancar dan terdapat pembatasan dokumen yang diterima dari Petral (PES) terkait kerahasiaan data pihak ketiga." BPK tak menyebut siapa saja pihak ketiga itu. Jelas, yang dimaksud itu adalah perusahaan trading, broker, shipping, produsen minyak dan lain-lain yang selama ini mencoba mengeruk keuntungan lewat arahan Petral. Jumlahnya ratusan. Pengusaha Inas Nasrullah Zubir yang sekarang jadi anggota dewan di Komisi VII tunjuk hidung. “Saya sebut nih: Verita Oil, Global Resources dan Gold Manor. Tiga perusahaan ini yang selalu dipake untuk

numpang lewat,” ungkap Inas. Inas menyebut perusahaanperusahaan yang berkantor di Singapura dan British Virgin Island itu bukan tanpa alasan. Beberapa tahun lalu ia pernah melaporkan kongkalikong Petral bersama perusahaan-perusahaan asuhan Muhammad Riza Chalid itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Apes, laporannya tidak ditindaklanjuti. Tak hanya itu. Semua perusahaan migas nasional (NOC) yang terdaftar di Petral, menurut Inas, sebenarnya tidak punya barang alias balak kosong. Mereka cuma lempar bendera saja untuk bisa ikut lelang agar dapat fee. “Semua ambil dari trader-trader yang numpang lewat itu, yang cuma ngambil keuntungan.” Ini EDISI 01, 12 Juni 2015

7


FORUM UTAMA

membuktikan peran MRC di Petral begitu dahsyat. Semua NOC, perusahaan migas swasta, trader dan broker yang terdaftar di Petral ada di bawah kendali MRC. Dia pula yang menentukan siapa saja pejabat dan orang-orang tertentu yang bakal mendapatkan potongan kue dagang minyak nasional selama ini. Cara mainnya sederhana, seperti biasa dilakukan orang tengah: rantai jual beli diperpanjang. Makin panjang rantai makin besar keuntungannya. Kalau misalnya NOC memberi untung USD15 sen per barel kepada Petral, lalu dijual ke Pertamina dapat untung sekitar 10 sampai 15 sen dolar. Jadi lewat dua perusahaan asuhan MRC itu Petral ambil untung rata-rata 30 sampai 50 sen dolar tiap barel. Belum lagi dari penjualan minyak mentah dalam negeri ke luar. Pertamina menjual ke Petral dengan harga HSFO. Selisihnya sekitar USD1-2 per barel. Lalu Petral menjualnya ke tiga perusahaan asuhnya (Verita Oil, Global Resources dan Gold Manor) juga dengan harga HSFO. Namun mereka jual, misalnya, ke Jepang dengan patokan

8

EDISI 01, 12 Juni 2015

LSOR. Patokan HSFO selalu lebih rendah dari LSOR. "Sedap kali Petral," kata Inas. Indonesia rata-rata mengimpor 600.000 barel BBM dan 400.000 barel minyak mentah per hari. Untuk kebutuhan impor tersebut, Pertamina butuh USD 60 hingga USD 75 juta saban harinya. Dan jangan lupa, tiap transaksi butuh biaya LC, rata-rata USD5 tiap barel. “Hitungan saya, USD1-1,5 yang disikat Petral tiap barelnya. Tiap tahun mereka bisa untung Rp2 triliun. Jadi sejak jadi pemain tunggal, saya taksir Petral udah ngeruk untung Rp7-8 triliun,� kata Inas. Di Hong Kong, markas Petral di 44/F Office Tower, Convention Plaza, 1 Harbour Road, Wanchai. Kantornya seluas 70 meter persegi yang disewa dari Tugu Insurance Company Ltd. Stafnya tak banyak. Sehari-hari cuma dua tiga karyawan yang ngantor. Ekonomi dunia boleh saja resesi, tapi bisnis migas nasional masih menggiurkan. Dari hulu sampai hilir, trading, pengapalan dan lain-lain, nilainya ribuan triliun. Pengadaan

minyak mentah dan produk kilang merupakan salah satu kegiatan bisnis utama Pertamina yang nilainya dahsyat. Ratusan triliun uang negara berputar tiap tahunnya. Semua sudah tahu, di situ bermain banyak kepentingan. Ada gula ada semut. Makin besar bongkahan gula makin cerdik dan ganas semutnya. Awalnya jual beli dilakukan lewat satu pintu, yakni di Divisi Niaga Direktorat Pemasaran. Kemudian dipisah dua. Pengadaan crude dan intermedia dilakukan Fungsi Pengolahan, dan pengadaan PK oleh Fungsi Niaga. Namun melalui SK Dirut Pertamina Nomor Kpts-39/C00000/2010-SO tentang Pedoman Pengelolaan Perencanaan, Pengadaan dan Penjualan Minyak Mentah dan Produk Kilang, maka proses bisnis perencanaan dilakukan secara terintegrasi dari Direktorat Pengolahan, ISC dan Direktorat Pemasaran dan Niaga. Beleid ini dinilai sebagai biang makin kokohnya Petral menjadi pemain tunggal di Pertamina. Waktu menjabat dirut Pertamina Ari H Soemarno, 2006, mencoba mengubah sistem pengadaan dengan mengenalkan model rantai pasok terpadu alias ISC. Misinya: agar mudah diawasi. Di situ ada Sudirman Said membantu Ari. Kini Sudirman menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Waktu itu banyak yang kebakaran jenggot atas inisiasi ISC ini. Tak lama abang kandung Rini Soemarno ini digeser. Termasuk Sudirman Said. 2008 ISC resmi jadi lembaga di Pertamina, tapi fungsinya nyaris tak terdengar. Petral tetap kokoh sebagai single trading arm Pertamina. Old traders never dies. Seperti prajurit sejati, pedagang pun tak pernah menyerah kalah. Ia terus bersiasat. Dalam pilpres 2014 lalu, Ari ikut menyokong Jokowi-JK dan menang. Ari ditunjuk menjadi penasihat Tim Transisi Di situlah ia merancang pembubaran Petral sembari menghidupkan ISC, proyek lama yang tersendat. Dan Sudirman Said, yang pernah membantu Ari, ditunjuk Presiden Jokowi jadi Menteri ESDM. Klop lah. Rancangan Tim Transisi Kelompok Kerja


Bidang Energi, yang dimentori Ari Soemarno, bisa mulus menjadi regulasi pemerintah. Mereka akan melakukan bersih-bersih migas nasional. Sasaran pertama Petral. Nama lain adalah Daniel Purba. Ia kini menjadi Vice President ISC Pertamina, lembaga yang mengganti penuh peran Petral setelah bubar. Sebelumnya Daniel masuk dalam Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi pimpinan Faisal Basri. Daniel yang pengusaha migas dan batubara ini dikenal dekat dengan Ari Soemarno. Ia wakil saat Ari menjabat Dirut Petral exofficio. Ini membuka analisa bahwa Tim Faisal Basri dibentuk bukan untuk memberantas mafia migas. Penunjukkan Daniel Purba merupakan skenario besar untuk mematikan fungsi Petral. Ada tangan kuat di balik itu. Terbukti memang, peran Petral kini diganti ISC. "Jadi sekarang adalah bergantinya tampuk mafia migas ke Soemarno Inc. melalui kewenangan Menteri ESDM Sudirman Said dan Daniel Purba," ungkap analis geopolitik Salamuddin Daeng. Petral, secara kelembagaan memang sudah bubar, dan seluruh stafnya ditarik kembali ke induk perusahaan, Pertamina. Tapi tak ada yang menjamin pemainnya tidak lagi turun ke lapangan. Termasuk

beberapa nama yang ditengarai sebagai ‘orang’-nya Mr Gasoline Riza Chalid. "Ada nama-nama yang sudah saya sampaikan ke Pak Dwi (Soetjipto, Dirut Pertamina) untuk tidak dilibatkan di lingkungan pengadaan Pertamina. Misalnya, Agus Bachtiar, Mulyono, Arif, Sanif, itu jangan dilibatkan. Mereka orang Pertamina yang selalu patuh pada tiga perusahaan tadi. Mereka operator di dalam," kata Inas. Agus Bachtiar sampai akhir 2014 lalu menjabat Head of Trading Pertamina Energy Services Pte Ltd. Kini dimutasi jadi staf ahli Achmad Bambang, direktur trading. "Ya podo ae (sama saja)," kata Inas. “Saya heran sama Pak Dwi, ngerti nggak masalah itu. Ini akan jadi bahasan Panja.” Pertamina masih berjalan. Terutama bagi mereka yang terindikasi masih dalam asuhan pemain lama. Inas mengaku punya bukti potensi kerugian uang negara yang disikat Petral. "Dari hasil tender Pertamina JanuariJuli, saya hitung-hitung ada 75 sen hilang per barel. Saya tanya Pak Dwi, kemana uang itu? Itu kan termasuk uang negara yang hilang. Itu potensi pidana. Ada pelanggaran didiamkan,” jelasnya. Soal ini akan jadi materi Panita Kerja Migas DPR. Nama sebenarnya Panja Mafia Migas, dihaluskan jadi Panja Migas saja. Anggota panja 25 orang diketuai Mulyadi

dari Fraksi Demokrat. Dalam pengantar rekomendasi Tim Faisal Basri menulis metafora berikut: "Kami berupaya keras membangun pagar kokoh agar “kebun” migas tidak mudah diterobos binatang liar yang tamak hendak memangsa kebun migas kita. Kami berupaya menerangi lorong migas yang selama ini gelap dan tak tersentuh (untouchable) dan melegenda. Kami menguras akuarium yang butek supaya kita bisa menikmati keindahan ikan yang berada di dalam akuarium itu sekaligus mencermati ikan buas yang siap memangsa ikan yang lemah. Tanpa senjata dan borgol, kami berharap bisa melumpuhkan para pemburu rente dengan menggunakan pendekatan kelembagaan (institutional approach)." Akuarium itu masih jauh dari bersih. Masih banyak ikan buas lagi cerdik bebas berenang. Petral bubar, ada efisiensi, due dilligence dan audit forensik Petral, kata Pertamina, masih berjalan. Tapi belum satu pun penikmat rente era ‘kerajaan’ Petral yang diminta pertanggung jawabannya. Belum ada yang diseret hukum. Ikan-ikan kecil di akuarium Faisal itu adalah kita, rakyat kebanyakan, yang masih membayar BBM dengan harga tinggi. Malah belakangan ada petinggi parpol yang kasakkusuk mendekat kekuasaan, EDISI 01, 12 Juni 2015

9


FORUM UTAMA

meminta jatah impor minyak.

FOTO: FORUM / Tatan Agus RST

Genot Widjoseno, Darman Tanjung, Irman Robian

Ratusan Triliun Dicuri Tiap Tahun Impor minyak melalui broker di Singapura pada 2012 silam diduga merugikan negara Rp164,42 triliunTawaran minyak murah Iran disia-siakan

P

etral sudah dibubarkan pemerintah. Anak peru- sahaan Pertamina yang ditugaskan secara khusus membeli minyak untuk kebutuhan dalam negeri ini kini tinggal sejarah. Namun sejarahnya sangat hitam. Lebih hitam dari Malin Kundang, cerita rakyat di Sumatera Barat. Petral tidak saja durhaka, tapi juga menghisap induknya. Tidak sulit melihat jejak hitam Petral. Tengok saja data yang dilansir SKK Migas. Pada 2012 silam, impor minyak Indonesia mencapai 700 ribu barel tiap hari. Dari data ini jika digunakan harga rata-rata minyak dunia 2012 sebesar USD88,95 tiap barel, semestinya nilai transaksinya USD62 juta tiap hari atau sekitar USD22,32 miliar sepanjang tahun itu. Namun faktanya nilai total impor minyak yang dilakukan Petral saat itu ternyata tidak selaras dengan harga minyak dunia rata-rata pada tahun itu.

10

EDISI 01, 12 Juni 2015

Lihatlah data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2014 silam saat membandingkan nilai impor migas tahun 2013 dan 2012. BPS melansir data nilai impor minyak yang dilakukan Petral pada 2012 senilai USD39,27 miliar atau USD109 juta setiap hari. Apa yang bisa dibaca dari data BPS tersebut? Secara kasat mata tentu saja terlihat bahwa Petral membeli minyak pada 2012 jauh di atas harga minyak dunia. Dampaknya, negara melalui Pertamina harus merogoh kocek lebih dalam, yaitu USD47 juta tiap hari atau USD16,95 miliar selama 2012. Bicara untung rugi, transaksi Petral ini tentu jelas sangat merugikan negara. Nilainya sekitar Rp164,42 triliun bila digunakan kurs dolar Desember 2012 senilai Rp9.700. Pertanyaannya, mengapa Petral membeli minyak dengan harga lebih mahal dari harga rata-rata minyak dunia? Dari sini lah muncul dugaan campur tangan mafia dalam transaksi Petral.

Sebuah dugaan yang menurut anggota Komisi VII dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian bisa dimaklumi. “Walau belum ada bukti secara hukum, tapi keberadaannya sebenarnya bisa dirasakan masyarakat,� ujar Ramson kepada FORUM, Rabu 3 Juni 2015. Kecurigaan ini sebenarnya masuk akal. Faktanya, anak perusahaan Pertamina yang berdiri 1978 tersebut selama ini dalam membeli minyak tidak pernah langsung kepada produsen, tapi justru kepada banyak broker dan pedagang. Salah satu nama broker yang terkenal adalah Muhammad Riza Chalid. Di Singapura, tempat beroperasi Petral, ia dijuluki ‘Gasoline Godfather’. Para broker yang memasok minyak untuk Petral ini lah yang kemudian diduga melakukan praktik penggelembungan (mark-up) harga. Selain itu mafia migas juga diduga memainkan biaya transportasi atau pengapalan minyak yang hendak diimpor oleh Petral. Sepak terjang mafia


transaksi selama setahun saja bisa mencapai angka Rp450 triliun. “Ini uang besar. Dari pada bertanya apakah bisa membeli langsung ke produsen, lebih baik Anda bertanya ke Menteri ESDM setelah Petral bubar yang akan menggantikannya siapa?” ujarnya senyum-senyum. Keraguan Ramson ihwal wacana membeli langsung minyak dari negara produsen sulit terwujud, sebenarnya masuk akal juga. Sebagaimana diketahui, wacana serupa bukanlah hal yang baru. Sudah lama dilontarkan tapi tak pernah bisa diwujudkan. Bahkan, awal April 2013 silam sampai ada tawaran langsung dari negara produsen besar di dunia, yaitu Iran. Saat itu Dubes Iran Shaban Shahidi Moaddab membawa utusan Kementerian Energi Iran dan para pejabat perusahaan minyak nasional para Mullah itu kepada Menteri BUMN yang saat itu dijabat Dahlan Iskan. Shaban kepada Dahlan menawarkan negaranya siap menjual minyak mentah dengan harga lebih murah dari harga negara produsen lain kepada Indonesia. Namun sebelum transaksi itu Iran meminta syarat. Syaratnya bukan politik seperti ikut Amerika Serikat yang menjadi musuh bebuyutan Iran sehingga Indonesia sulit memenuhinya. Namun terbilang sederhana. Yaitu, agar tidak melakukan kongkalikong soal harga minyak itu dalam jual beli itu. “Mereka (Iran) menawarkan dengan harga rendah. Namun mereka meminta syaratnya dalam jual beli tidak

ada kongkalikong,” cerita Dahlan kepada wartawan saat itu. Dahlan yang disodorkan syarat ‘unik’ itu mengaku tak berkapasitas menjawab. Ia meminta Iran menghubungi langsung PT Pertamina dan menawarkan minyak mentah. Seperti diketahui kemudian, tawaran Iran tersebut ditampik Pertamina. Direksi Pertamina saat diminta Dahlan untuk membeli langsung minyak ke negara produsen, malah mengatakan pembelian minyak harus melalui broker. Nah setelah Petral bubar, semestinya kini tidak ada lagi halangan untuk membeli langsung minyak kepada negara produsen? Ramson yang merupakan mantan politisi PDIP ini tetap tidak yakin. Ia malah berpromosikan bahwa hanya bosnya di Gerindra, Prabowo Subianto, yang mampu mewujudkannya bila kemarin terpilih menjadi Presiden RI. Sebab untuk melaksanakannya perlu dukungan penuh Presiden. “Termasuk back-up soal LC,” ujarnya. Selain itu, yang paling penting adalah Presiden dan orang-orang di lingkaran dekatnya harus tidak punya kepentingan dalam pembelian migas kebutuhan dalam negeri. “Saya tak mengatakan Presiden Jokowi dan orang dekatnya punya kepentingan. Namun saya hanya mengatakan bila Pak Prabowo jadi Presiden dipastikan beliau dan orang di dekatnya tak punya kepentingan,” pungkasnya. Nah. Syamsul Mahmuddin)

FOTO:FIMANDANI.COM

ini semakin tidak terkontrol karena operasional Petral di Singapura sulit diawasi otoritas Indonesia. Nama Riza Chalid ini juga sebenarnya pernah disebut juga oleh Faisal Basri dalam suatu diskusi di Warung Daun pada 2013. Ia mempertanyakan mengapa impor minyak tidak langsung dari negara produsen dan harus melalui Riza Chalid. Namun sayangnya, ketika selesai memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Migas, nama Riza Chalid malah tidak dimunculkan Faisal dalam laporan yang dibuat timnya. Dalam wawancaranya dengan FORUM, Ramson juga secara tersirat kecewa dengan laporan Faisal yang tidak menjelaskan soal adanya campur tangan mafia migas dalam aktivitas Petral Group. Semestinya Faisal bisa menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi persoalan utama di hilir migas ini. “Jika ada yang bermain, tim tersebut tentu bisa menjelaskan siapa saja yang bermain,” ujarnya. Terlepas dari ketidakberanian Faisal Basri menyebut nama, setidaknya ada satu sikap konsisten dari akademisi Universitas Indonesia ini soal impor migas. Dalam laporan tim yang dipimpinnya, Faisal masih merekomendasikan agar pemerintah melakukan impor langsung kepada negara produsen minyak dan tidak lagi melalui broker sebagaimana dilakukan selama bertahun-tahun ini melalui Petral Group. Pertanyaannya, apakah pemerintah melalui Pertamina bisa melakukan impor langsung ke negara-negara produsen minyak? Ramson yang ditanya FORUM soal ini mengatakan hal itu sangat sulit diwujudkan saat ini. Pasalnya, ide melakukan impor langsung minyak kepada negara produsen dipastikan akan membuat banyak pihak kehilangan sumber pendapatan. “Anda kan tahu sendiri bahwa biaya politik, termasuk di pilpres kemarin sangat tinggi,” katanya diplomatis. Sambil memencet kalkulator di handphone miliknya, Ramson lalu menerangkan betapa besarnya transaksi bisnis impor minyak. Menurut dia, dengan asumsi hargaUSD60 tiap barel saja total

EDISI 01, 12 Juni 2015

11


FORUM UTAMA

Anthony Budiawan, Rektor Kwik Kian Gie School of Business

"Pembubaran Petral Hanya Komsumsi Politik"

P

emerintah membubarkan Petral. Perannya diganti Integrated Supply Chain (ISC). Alasannya supaya lebih efisien, mata rantai dipotong. Harapannya terjadi perbaikan sistem, lebih transparan dan perseroan bisa berhemat banyak. Alasan lain, untuk memperbaiki reputasi perseroan. Apakah benar demikian? Apa sebenarnya motif pembubaran Petral? Berikut keterangan Pengamat Ekonomi Anthony Budiawan kepada Zulkarmedi Siregar dari FORUM: Petral dibubarkan, apa untung ruginya bagi rakyat Indonesia? Bagi rakyat Indonesia Petral itu sesungguhnya tidak jelas. Orang mengatakan itu sarang mafia. Tapi sejauh mana kebenarannya? Tidak ada yang tahu betul. Seperti dongeng. Kalau dikatakan mafia migas yang menyebabkan perminyakan kita amburadul, seharusnya setelah Petral dibubarkan ada tindaklanjutnya. Yang bersalah diseret. Kalau tidak, ini memang hanya untuk komsumsi politik saja. Kebenarannya kita tidak tahu. Apakah ini hanya ganti baju saja? Kalau benar, Petral yang menimbulkan inefisiensi perminyakan di Indonesia, maka ketika dibubarkan tentu ada perbaikan. Nyatanya tidak ada perbaikan. Harga minyak tidak turun. Kita tahu, mekanisme seperti saat ini, harga tetap naik dengan subsidi yang dihapus. Jadi keuntungan untuk rakyat apa? Apalagi kalau dihubungkan dengan keluarnya jenis baru minyak, Pertalite. Jenis ini hanya mengubah premium RON 88 ke RON 90. Kenapa tidak langsung saja ke Pertamax RON 92? Apa hubungan pembubaran Petral dengan munculnya Pertalite?

12

EDISI 01, 12 Juni 2015

masyarakat dan diberikan subsidi seperti yang terjadi di Malaysia. Di sana, yang tidak disubsidi RON 95 dan RON 98. Tapi kenapa, harga mereka jauh leih murah dibandingkan Indonesia? Siapa sebenarnya yang mengontrol Petral selama ini? Langsung dikontrol presiden?

Pertanyaan kita, kenapa harus dibuat RON 90? Padahal dimana-mana di dunia yang dipakai sekarang RON 92. Pertalite, secara evolutif lanjutan dari premium. Secara politik subsidi mau dihilangkan. Lalu dikatakan, Pertalite yang RON-nya tanggung-tanggung tanpa subsidi sehingga kehilangan lah kita premium. Tidak ada lagi protes-protes, karena premium sudah dibubarkan. Yang ada Pertalite yang tidak bisa diprotes lagi.

Pertamina itu kan langsung dibawah presiden. Seorang menteri saja boleh mendapat laporan dari Petral sebeum diaudit saat ini. Sayangnya, itu tidak pernah terbuka. Berapa sebenarnya harga pokok pembelian minyak impor itu? Apa yang terjadi di Pertamina tentu presiden tahu. Apa yang terjadi di Petral juga demikian. Petral pasti dikontrol oleh pejabat tinggi, termasuk presiden mengetahui tata kelola minyak.

Pembubaran Petral ada garis sambungnya dengan hadirnya Petralite? Dimana? Garis sambungnya, kenapa premium diganti Pertalite. Apa untungnya bagi pemerintah? Karena, kalau kita beli RON 88 dan RON 90 tidak ada. Yang ada RON 92. Kenapa RON yang 92 itu diproses lagi, diturunkan menjadi RON 90? Itu kan lebih mahal. Kenapa tidak RON 92 yang banyak stoknya, langsung dijual ke

Mafia migas itu juga sampai ke presiden? Itu kembali lagi, hanya kita dengar seperti dongeng. Kita tidak tahu apakah ada disekitar presiden yang bermain. Tapi yang jelas, kalau ada yang bermain, kenapa itu tidak dibongkar? Apa sulitnya membongkar itu, kecuali itu legal. Petral membeli dari pedagang. Apakah itu yang disebut mafia? Itu kan bisnis. Mafia migas itu sulit diberantas


karena dilakukan secara legal. Pembelian minyak kini ditangani ICS. Ini hanya ganti baju dari Petral? Benarkah mafia juga ada di sana? Kalau pembelian minyak mentah sebenarnya sudah terbuka. Pembelian minyak itu kan ada dua jenis, yang mentah dan yang sudah diolah. Selama ini kita beli minyak RON 92 kemudian diproses menjadi RON 88. Ternyata, prosesnya di Malaysia. Ini menjadi persoalan, melalui siapa memproses itu. Apakah Petral langsung atau melalui pedagang? Dalam proses itu ada permainan. Yang bermain sama saja. Karena tidak semua bisa masuk ke sana. Tentu yang sudah biasa bermain disitu. Pertanyaan kita, kenapa RON 92 harus diturunkan menjadi RON 90? RON 90 itu lebih mahal dari RON 92 karena ada proses lanjutan. Kecuali, kalau kita beli minyak mentah baru diubah menjadi RON 90. Dan secara bisnis itu sebenarnya merugikan. Menurunkan RON 92 menjadi 90 tentu biaya di situ. Itu melalui siapa? Itu yang harus kita perjelas. Menurut saya, pemainnya sama saja. Ini yang saya sebut, ganti baju saja. Sebenarnya, Pertalite tidak perlu diadakan karena tidak efisien. Dan itu jadi ruang bagi mafia untuk bermain. Kalau secara bisnis merugikan, kenapa itu itu dilakukan? Kecuali ada pihak-pihak yang diuntungkan dari proses perubahan dari RON 92 menjadi RON 90. Modus mafia migas itu sebenarnya seperti apa? Begini. Negara yang menghasilkan RON 92 itu sudah banyak. Kalau dibeli, kemudian itu dijual langsung ke masyarakat tidak terjadi persoalan. Di Indonesia, kita membeli RON 92, tapi itu harus diubah menjadi premium. Untuk apa? Padahal, kita tahu premium itu sangat merugikan, mencemarkan udara, lebih merusak mesin. Dan menurunkan 92 ke premium ada biaya, yang diambil dari Petral. Padahal, RON 92 itu dibeli dengan harga 100 misalnya, tapi untuk

mengubah menjadi premium itu harus keluar menjadi 105 dan itu yang dijual ke Pertamina. Dari selisih itu sebenarnya para mafia mengambil untung. Intinya, permainan itu legal tapi kolusi. Dan pemain ini disebut mafia karena mereka lah yang mengatur perdagangan itu. Faisal Basri menyebut nama Luhut Panjaitan, Aburizal Bakrie dan Surya Paloh tidak boleh masuk ke dunia migas. Kemudia ada nama Hatta Rajasa. Apa mereka yang menjadi mafia migas selama ini dan yang akan masuk? Itu hanya Pak Faisal yang tahu. Petral sudah dibubarkan, baiknya kita membeli minyak ke negara mana? Tentu melihat kualitas dan jenis minyak yang kita butuhkan. Sekarang sudah dari Iran. Yang lebih cocok memang dari Timur Tengah. RON 92 banyak disana. Dan sebenarnya itu bisa dibeli lewat negara ke negara (G to G). Pertamina memang BUMN tapi millik negara. Pertamina harusnya bisa membeli ke Aramco milik Arab Saudi. Mata rantai telah diputuskan, harga BBM subsidi sama saja. Jadi untuk apa Petral dibubarkan? Memang, seharusnya konsumen harus membeli lebih murah. Tapi, harus kita lihat ke depan. Bisa saja, Pertamina

diutungkan karena menaikkan pendapatan. Yang kemudian dimasukkan ke kas negara. Yang jelas saat ini tidak ada keuntungan langsung bagi masyarakat . Apakah mungkin harga BBM murah seperti zaman Presiden Soeharto dulu? Bisa saja. Berapa harga ideal minyak kita? Memang sangat sulit untuk menentukannya karena harga minyak dan kurs dolar fluktuatif. Tapi berkaca pada harga minyak di Amerika, harga RON 92 itu cuma Rp7.063 sebelum pajak dengan kurs Rp13.200. Ditambahkan pajak, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 5 persen tambah PPN 10 persen, total 15 persen senilai Rp 1.059 jadi Rp 8.122. Saat ini harga pertamax di Jakarta Rp 9.400. Ada perbedaan Rp1300. Itu keuntungan yang diambil SPBU. Premium kita Rp7.400, RON 92 di Amerika hanya Rp8.122. Harga kita terlalu mahal. Harga BBM kita yang mahal itu karena tidak ada yang mengontrol. Padahal konstitusi kita mengatakan, harga BBM tidak boleh ditentukan pasar. Apalagi ketika Shell masuk tidak ada yang kontrol. Lebih parah, premium ditentukan harga pasar. Seharusnya harga premium lebih mahal karena prosesnya lebih panjang dibandingkan harga Pertamax. Tapi sekarang terbalik.

EDISI 01, 12 Juni 2015

13


FORUM UTAMA

FOTO: FORUM / Tatan Agus RST

Menteri ESDM Sudirman Said

14

"Siapapun Orangnya Akan Saya Hadapi" EDISI 01, 12 Juni 2015


S

ejak lama Sudirman Said memang bertekad membersih - kan sektor migas nasional. Sasarannya banyak. Satu yang baru dimulainya pem-bubaran Petral (Pertamina Energy Services Ltd Pte). Sebenarnya bukan hal baru. Di era Presiden SBY sudah ramai terdengar wacana itu. Tak ada aksi. Cuma jadi santapan publik. Jokowi-JK, Sudirman Said dan Menteri BUMN Rini Soemarno akhirnya satu kata: Petral dibubarkan. Tapi pembubaran ‘kerajaan’ Petral masih berbuntut. Khusus kepada Sudirman muncul kecurigaan lantaran ia pernah dekat dengan beberapa nama kondang migas nasional. Antara lain, Ari Hernanto Soemarno (dirut Pertamina 2006-2009, pernah dirut Petral, penasihat Tim Transisi), Kuntoro Mangkusubroto (Menteri Pertambangan dan Energi 19981999, Kepala UKP4 era SBY) dan Arifin Panigoro (Medco), nama-nama yang disebut bakal menjadi pemain utama. Jumat dua pekan lalu, ia menjawab Tim FORUM , M Hatta Taliwang, Kisman Latumakulita, Genot Widjoseno dan fotografer Tatan Agus RST, di kantornya. Berikut petikannya:

di masyarakat tetap saja tinggi. Ini yang menurut saya yang sering digampangkan oleh elit. Benar, kalau supply efisien harga BBM murah. Tapi harga BBM kan tidak ditentukan oleh Petral atau bukan. Itu ditentukan oleh supply demand secara keseluruhan. Dan karena kita impor tentu faktor dolar juga berpengaruh. Jadi naik turun harga BBM tidak langsung berkaitan dengan bubar tidaknya Petral.

Gebrakan pembubaran Petral. Apa pertimbangan utama? Sebenarnya bukan gebrakan karena kebijakan ini sudah lama dirancang. Petral bubar itu opsi korporasi. Dan bukan soal membubarkan Petral, tapi bagaimana membuat rantai pasokan lebih efisien. Lalu mengurangi seminimal mungkin middle man. Karena arah jangka panjangnya bagaimana dealing langsung dengan produsen. Pemerintah melihat eksisitensi Petral menghambat supply yang efisien. Ada dua hal yang digendong Petral terus menerus. Nomor satu, Petral punya reputasi sebagai tempat berlangsungnya praktik-praktik yang tidak transparan. Yang kedua: network. Jaringan Petral ditengarai kurang sehat dari segi market. Jadi ketika Pertamina membubarkan Petral, pemerintah mendukung.

Menurut saya, kita selalu ditakuttakuti bayangan imajiner, seolah-olah kalau ini kita bereskan suplly akan terganggu. Common sense publik menilai: Indonesia pembeli terbesar, pasti selalu didatangi penyedia jasa. Sejak saya dulu di Pertamina, memimpin Integrated Supply Chain Unit, dan sekarang terbentuk, berdatangan produsen minyak dunia dari berbagai negara. Mereka mengaku selama ini mau dealing langsung dengan Pertamina tapi tak pernah bisa. Kemampuan Pertamina membangun kapasitas itu selalu dipotong sehingga kita sebagai pembeli besar diasingkan dari market. Dan selalu ditakut-takuti untuk direct deal. Sebetulnya kalau kita sungguhsungguh mengejar itu kita akan dapat banyak priviledge. Satu NOC yang punya ladang minyak di sini bilang: Pak Dirman, minyak mentah saya musti dibawa ke Singapura, lalu dari sana dibawa ke Cirebon. Kenapa

Katanya ada efisiensi tapi harga BBM

Sekarang stok nasional hanya 17 hari. Pasti ada dampak dengan ekonomi nasional.

"Siapa pun orangnya saya akan hadapi. Bukan karena saya sok kuat. Tapi karena negara ini tidak boleh dibajak".

tidak dari ladang saya saja langsung ke Cirebon? Itu lebih efisien. Selama ini pemerintah tak tahu soal itu? Saya harus berterus terang, kemampuan untuk membangun kapasitas itu selalu dipotong oleh middle man. Middle man-nya itu Petral cs? Bukan. Orang lain. Berapa keuntungan yang kita peroleh? Laporan dari Pertamina dan Petral, dalam tiga bulan ini, dimana Petral bukan lagi sebagai single buyer, kita bisa membukukan diskon USD1,2-1,3 per barel. Padahal itu baru beli seperlima dari kebutuhan. Itu benefit setelah ditangani ISC. Sementara kalau dilihat pembukuan Petral, selama ini diskonnya sekitar 30 sen. Jadi selama ini walau kita beli dalam jumlah sedikit sebetulnya dapat diskon besar. Apalagi beli dalam jumlah besar. Cadangan minyak kita bertahan berapa lama? Stok BBM kita selalu 18-20 hari. Itu dari dulu. Sekarang sedang kita tingkatkan tanki-tanki untuk stok. Dalam waktu dekat stok kita bisa satu bulan. Kemudian pelan-pelan kita tingkatkan cadangan strategis, meningkatkan kapasitas storage kita. Yang pertama kali dipakai storage yang nganggur, punya swasta dan BUMN, termasuk PLN, Antam, Adaro juga punya. Tahap berikutnya kita bangun storage dan kilang-kilang. Itu target tiga tahun ke depan. Negara lain punya stok nasional dua bulan atau lebih. Kita satu bulan pun tidak sampai. Siapa paling berperan dengan kondisi stok tipis selama ini? Pemerintah atau swasta? Harusnya pemerintah. Karena pemerintah yang menentukan kebijakan. Kalau kita minta Pertamina bangun, mereka bangun. Duitnya dari mana, pemerintah harus cari jalan. Saudi Aramco, Iran tawarkan bangun kilang. Gratis. Kenapa tak direspon pemerintah. Mentok dimana? EDISI 01, 12 Juni 2015

15


FOTO: FORUM / Tatan Agus RST

FORUM UTAMA

Tawaran-tawaran seperti itu tak pernah di-follow up dengan tuntas. Mentoknya sekali-kali di sini (ESDM), di DPR, di Kementerian Keuangan. Tidak ada kesatuan pandangan dari pemerintah secara nasional bahwa kita harus membangun kilang-kilang itu. Jadi kalau Anda sebut Iran, Saudi Aramco, Kuwait menawarkan, benar, tapi itu tidak pernah direspon tuntas.

Dan aman-aman saja tuh.

Jika kilang tak dibenahi, pembubaran Petral atau apapun tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Makanya saya bilang ini harus paralel. Supply crude harus aman. Harus G to G juga. Perlu langsung dengan produsen. Perlu waktu lah...

Apa jaminan Anda bahwa ini bukan cuma ganti pemain? Saya hanya bisa bilang begini: waktu yang akan membuktikan. Kalau sekarang saya bilang tidak ada pemain pengganti, nggak ada gunanya. Lihat saja nanti. Yang kedua: lihat saja prosesnya. Apakah proses sekarang memberi peluang kepada kelompok baru seperti yang lama? Apakah kesemerawutan itu berlangsung terus menerus? Tidak bisa.

Apa sih susahnya? Hehehe... Perlu duit, makan waktu. Ke depan harus jelas. Diputuskan sekarang operasionalnya juga tiga empat tahun mendatang Anda dapat tekanan di balik pembubaran Petral? Tidak. Tidak ada. Karena sudah dipersiapkan. Sekarang 70-80 persen pembelian sudah dilakukan Pertamina.

16

EDISI 01, 12 Juni 2015

Jadi tidak benar ada pemain pengganti Petral? Ini yang musti ditulis. Bangsa kita ini sering terbelenggu oleh bayanganbayangan seperti itu. Dan seperti tidak percaya pada kerja orang-orang yang tak punya interest. Selalu saja bayangannya: kalau ini bubar pasti ada yang ganti.

Anda mau menyatakan bahwa tidak ada siapa pun dibelakang Anda. Arifin Panigoro dan Ari Soemarno? Hehehe... Waktu yang akan membuktikan. Orang mengkait-kaitan saya ini orangnya siapa. Begitu kan. Begini. Umur

saya 52 tahun. Dan selama itu saya pernah berhubungan dengan banyak orang. Pernah bekerja pada Pak Ari, sama Pak Arifin, diskusi sama-sama di Jenggala, pernah bergaul sama Pak Endriartono Sutarto, pernah sama-sama Pak Kuntoro Mangkusubroto bangun Aceh. Teman saya banyak. Masa orang dicap karena berteman dengan siapa. Kok remeh banget. Kok tidak percaya bahwa tiap orang punya independensi. Apakah kebijakan, keputusan, tindakan-tindakan saya sebagai menteri menguntungkan kelompok-kelompok tertentu? Itu hanya bisa dinilai lewat waktu. Dalam soal ini saya hanya menjawab: lihat saja deh nanti... Riza dan kelompoknya, menurut Anda, trader hitam atau putih? Terserah masyarakat menilainya. Saya hanya mengatakan, mau Riza atau siapapun dia, setiap pedagang berhak berdagang. Yang tidak boleh dilakukan adalah merusak sistem. Apalagi punya pretensi bisa mengkooptasi seluruh instrumen negara. Itu yang tidak boleh. Siapa pun orangnya saya akan hadapi.


Terserah masyarakat menilainya. Saya hanya mengatakan, mau Riza atau siapapun dia, setiap pedagang berhak berdagang. Yang tidak boleh dilakukan adalah merusak sistem. Apalagi punya pretensi bisa mengkooptasi seluruh instrumen negara. yang tidak boleh. Siapa pun orangnya saya akan hadapi.

Bukan karena saya sok kuat. Tapi karena negara ini tidak boleh dibajak. Anda tidak takut risikonya? Apa sih risikonya? Memangnya negara ini sudah sebegitu rusuhnya. Jangan lagi berimajinasi dengan kekuatan uang bisa berbuat segalanya. Duit ada batasnya. Kecenderungan merusak itu ada batasnya. Petral perusahaan asing atau Indonesia? Perusahaan Indonesia, kedudukannya di Singapura. BPK, lembaga negara Indonesia, mengaku ada hambatan memeriksa dokumen Petral. Petral juga disebut menolak memberi dokumen kepada Faisal Basri dan Dirut Pertamina di sana. Bagaimana itu? Itu fiksi. Bang Faisal mendapat semua kemudahan soal dokumen dari Petral. Bagian trading Pertamina sudah bersih? Saya kira itu masih akan terus ditata. Dengan Menteri BUMN kompak?

Kalau kami tidak satu visi tentu tidak akan terjadi hal-hal seperti ini (pembubaran Petral). Nama Anda di luar makin kencang termasuk yang di-reshuffle. Ada orang-orang yang terus berkreasi. Tujuannya sama bahwa menteri ESDM tidak berfungsi. Kalau soal itu saya sudah kenyang. Sebelum dilantik saja saya sudah di-reshuffle, hehehe... Buat saya itu bukan hal baru. Selama Petral bubar, Ginandjar, Hatta Rajasa, MRC pernah komunikasi dengan Anda? Enggak. Saya kenal Pak Ginandjar lewat media, kenal Pak Hatta juga lewat media. Sama Muhammad Riza tidak kenal. Bisa menjamin pemain baru nantinya bukan Ari Soemarno, Arifin Panigoro, Kuntoro? Hehehe... Sepanjang domain kewenangan yang saya bisa kontrol, saya jamin tidak.

EDISI 01, 12 Juni 2015

17


FORUM UTAMA

Hendrajit, Analis Geopolitik Global Future Institute

FOTO: Global Future Institute

"Godfather Baru Bernama Kuntoro Mangkusubroto"

R

atusan buku tersusun rapi di rak kantor Global Future Institute (GFI) di lantai 4 Daria Building, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Satu buku yang menarik adalah sebuah jurnal. Mengupas masalah ketahanan nasional bidang energi dan pangan. Isinya membongkar seluk-beluk mafia migas. Penulisnya Hendrajit, bekas wartawan yang kini dikenal sebagai analis geopolitik. Siapa saja mafia migas yang dimaksud, berikut penuturan Hendrajit kepada Darman Tanjung dari Forum di kantornya, Jumat pekan lalu. Selengkapnya: GFI pernah mengeluarkan analisis soal mafia migas dengan menyebut “Selamat Datang Mafia Migas Baru”. Bisa dijelaskan? Cerita awalnya ketika Jokowi di Muktamar PKB menyatakan ingin memberantas mafia migas. Menurut saya berantas mafia migas itu hanya slogan. Saya tidak melihat kontra-skema Jokowi

18

EDISI 01, 12 Juni 2015

dalam memberantas mafia migas. Di migas itu ada tiga lapis mafia: mafia hulu, mafia pengadaan impor dan mafia hilir. Lapis hulu itu yang merancang sisitem tata kelola migas, yang memberi arah yang memungkinkan tiga mafia itu berkuasa, yaitu melalui UU Nomor 22 Tahun 2001 yang mengganti UU Nomor 8 Tahun 1971, sehingga melumpuhkan Pertamina sebagai pengusaha hulu-hilir migas dan menciptakan dua lembaga yakni SKK Migas dan Petral. SKK Migas yang mengawal hulu, mulai dari ekplorasi sampai eklpoitasi dengan segala dampak kebocorannya. Sedangkan Petral didirikan seakan-seakan sebagai tanggap darurat atas produksi kita yang 800 ribu barel, padahal kebutuhan kita 1,5 juta barel per hari, sehingga harus impor. Akibatnya kita jadi negara yang seumur-umur impor. Nah itu otomatis melahirkan mafia-mafia pengadaan. Mafia itu sebetulnya broker yang berkedok importir. Sarangnya di Petral. Tapi, bukan Petral-nya yang jadi masalah. Di sana ada yang namanya

Integrated Supply Chain (ISC) yang otaknya Ari Soemarno. Makanya perlu dipertanyakan juga kenapa di Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin Faisal Basri juga dimasukkan nama Daniel Purba. Padahal orang ini geng Soemarno Family yang juga sempat dipertanyakan kenapa tidak hadir waktu rapat dengan Komisi VII DPR. Dia itu termasuk mafia hilir yang membuat kacau-balau berbagai persoalan. Termasuk pencurian minyak. Dari tidak adanya skema inilah kemudian saya simpulkan: Jokowi hanya ingin mengganti mafia lama dengan mafia baru. Anda menyebut Sudirman Said, Rini Soemarno dan Ari Soemarno. Bagaimana nama-nama itu Anda munculkan? Terkait komitmen Jokowi yang ingin memberantas mafia migas, saya mempertanyakan track record calon menteri. Nama Sudirman Said sebagai calon menteri sebenarnya muncul belakangan. Sedangkan nama Ari Soemarno sempat muncul sebagai calon Menteri ESDM. Walaupun Sudirman tidak termasuk geng Soemarno, namun orang ini tak kalah potensial berbahaya juga. Mengingat geng-geng sebelumnya ini kebanyakan kan di era Mega, yang Godfather-nya bernama Purnomo Yusgiantoro. Di sisi lain ada godfather baru yaitu Kuntoro Mangkusubroto. Sudirman Said, selain pergaulannya dengan MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia), geng-geng “Save KPK” yang seolah-olah anti-korupsi, dia juga punya kedekatan dengan Kuntoro. Dimana Kuntoro merupakan Kepala UKP4 di era Pemerintahan SBY. Dan orang sering lupa, UKP4 bukan hanya tempelan, tapi ‘Perdana Menteri’. Kalau melihat fungsi dan kewenangan UKP4, selain pengawasan juga pengendali pembangunan. Karena Kuntoro begitu melekat dengan SBY sebagai ‘Perdana Menteri’, makanya ketika Sudirman naik ini mensimbolkan kesinambungan pemerintahan SBY dalam mengontrol migas dan tambang melalui Sudirman Said.


FOTO: konfrontasi.com

Tapi kenapa Sudirman Said dan SBY justru belakangan saling ‘serang’? Ada dua hal yang misterius menurut saya. Pertama, kok menyerang SBY untuk hal yang tidak begitu fundamental dalam urusan permafiaan migas? Kok cuma menyerang Petral yang sebetulnya SBY mudah memukul balik. Kedua, kenapa muncul sekarang disaat ramai-ramainya isu reshuffle? Kalau saya menyimpulkan, masuknya Sudirman Said dan adanya keterkaitan Kuntoro dengan Sudirman yang begitu erat, menandai adanya peralihan mafia permigasan di level hulu, dari Purnomo Yusgiantoro kepada Kuntoro. Dugaan saya semakin kuat ketika Sudirman meminta Jokowi untuk mencabut larangan perusahaan tambang asing ekspor bahan mentah tanpa melalui smelter. Ini orang (Sudirman Said -red) lambang dari rezim lama untuk pengawal tambang dan migas supaya tetap di tangan skema SBY juga. Bicara mafia migas di Petral, ada nama Muhammad Riza Chalid yang juga punya kedekatan dengan Hatta Rajasa. Istilah saya, Riza Chalid ini kayak di-Prabowo Subianto-kan. Kalau memakai analogi Mei 1998. Walau ada konspirasi di tentara tapi yang dikambinghitamkan dia (Prabowo-red). Nah kalau melihat fakta di Petral, ada yang namanya trading arm atau perusahaan rekanan yang jumlahnya 96. Yang terkait Riza Chalid ada lima. Tapi kenapa nama Riza Chalid selalu yang dimunculkan, padahal masih ada rekanan lain.

Memang munculnya Riza Chalid adalah konsekuensi logis dari setting-an ISC dan Petral yang kemudian memunculkan broker-broker berkedok importir. Meski begitu, tetap ada seleksi alam. Dalam dunia mafia tetap dibutuhkan karakter yang kuat. Karena impor kita tergantung kepada 16 negara yang kebanyakan dari Timur Tengah, Riza Chalid ini punya peran di mata geng Timur Tengah. Di dunia mafia bukan uang segalanya. Kadang-kadang trust yang menjadi mata air uang. Justru ini yang banyak diangkat. Spirit-nya bukan mau memberantas mafia migas sebagai bagian atau anak kandung dari kapitalisme global, tapi justru gusur menggusur pemain lama. Mengganti Chalid gampang, tapi mengganti reputasi orang seperti dia tidak gampang. Kembali ke dasar, mau Chalid atau trading arm lain yang ikut kontribusi mafia pengadaan, baik yang punya kaitan ke Daniel Purba, Soemarno family, di hilir maupun di mafia hulu yang melahirkan agen-agen kapitalisme glogal seperti Exxon, Shell, Texaco, British Petroleum, Conoco yang akhirnya berbuah UU Nomor 22 Tahun 2001. Mafia curi-mencuri minyak di hulu dan mafia pengadaan di hilir. Itu semua terjadi karena payung hukumnya ada. Harusnya Jokowi dulu jangan mewacanakan itu (memberantas mafia migas-red). Karena nggak ada satu bijipun skema yang melandasinya, sehingga malah amburadul. Seperti dibikin Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang

dipimpin Faisal Basri. Tapi, dimasukkan Daniel Purba. Akibatnya Faisal jadi kontradiktif. Satu sisi dia berkoar bubarkan Petral, tapi dia memuja-muji importir-importir lain. Yang terjadi malah confuse. Dia pikir membubarkan Petral memberantas mafia migas di level pengadaan. Dia lupa Petral itu hanya raga, rohnya kan ISC. Dulu direkturnya Ari Soemarno yang merupakan ex-officio Dirut Petral ketika masih menjabat Dirut Pertamina. Sementara yang menentukan impor minyak, harganya berapa, schedule pengiriman, semua ISC yang mengatur. Jadi yang dibabat itu raganya. Bukan blue chip-nya. Faisal Basri nggak paham atau memang pura-pura. Laporan Tim Reformasi Tata Kelola Migas sama sekali tidak menyebut siapa sebenarnya mafia migas. Tanggapan Anda? Chalid memang salah satu pemain dominan, tapi dia tidak bisa dijeblosin satu-satunya The Only Agent dari permainan ini. Oke lah itu satu soal. Dalam hal tender, memang Faisal mau dibikin satu pintu. Persoalannya dengan skema ISC ini, satu pintu bisa positif atau malah justru supaya kontrolnya satu kendali saja. Kalau begini bisa saja Faisal Basri menjadi jembatan baru atau dealdeal baru antara godfather baru yang namanya Kuntoro Mangkusubroto dengan Soemarno family. Sedangkan Purnomo dikorbankan, dan sekarang mulai diselidiki polisi. Raden Priyono juga. Yang mulai digasak ini semua jalurnya Purnomo. Raden Priyono diperiksa terkait penjualan kondesat TPPI. Inilah pertama kali dalam sejarah Raden Priyono diperiksa. KPK saja tidak mau. Mereka malah pilih Jero (Jero Wacik), Rudi (Rudi Rubiandini), sedangkan Raden nggak. Padahal, semua ini jejaringnya Purnomo. Bahkan Chalid pun, yang selama ini dibilang dekat dengan Hatta Rajasa, ternyata hanya sebatas join bisnis. Tapi ketika ada fakta bahwa Purnomo menjadi wakil keluarga pernikahan anak Chalid, ini menunjukkan bukan hanya sekadar hubungan bisnis. Ada faktor x. EDISI 01, 12 Juni 2015

19


Kolom

Singa Pergi, Harimau Datang Oleh:

Salamudin Daeng

M

asih ingat film The Lion King? Film yang dirilis oleh Walt Disney Pictures tahun 1994 mengisahkan bagaimana kedudukan Singa Si Raja Hutan sebagai pemimpin yang mengatur keseimbangan di ladang perburuhan Afrika. Diceritakan dalam film tersebut ketika singa mati terbunuh, serigala masuk memangsa seluruh isi hutan, mulai dari tikus, kelinci, sapi bahkan bangkai gajah. Ekologi hutan yang sebelumnya dalam keseimbangan, berubah menjadi rimba belantara yang mengerikan, semua habis dimangsa oleh jutaan serigala yang berkembang biak dengan sangat pesat. Singa memang ganas, tapi dia yang membuat serigala takut. Animasi yang juga dikenal dengan The story of Simba tersebut, tampaknya akan terjadi di alam nyata yakni dalam pertarungan memperebutkan pasar minyak Indonesia pasca pembubaran Petral oleh Pemerintahan Jokowi. Petral selama berpuluh tahun tidak tergantikan sebagai importir minyak ke Indonesia. Pasca pembekuan Petral, sindikat, kartel dan penguasa minyak dunia tengah memasang kuda kuda untuk merebut dan menguasai pasar minyak Indonesia. Masing masing mereka memasang antek anteknya baik di DPR, Pemerintahan, maupun di dalam Pertamina, untuk memperoleh akses ke dalam pasar minyak Indonesia yang merupakan market leader minyak di Asia Tenggara. Siapa Petral? adalah penguasa minyak Asia Tenggara. Perusahaan ini didirikan tahun 1969 sebagai perusahaan patungan antara Pertamina dan kelompok usaha dengan kepentingan Amerika Serikat (AS), mulai beroperasi perdagangan pada tahun 1972. Sebagai eksportir dan importir minyak Indonesia dan Amerika Serikat. Pada bulan September 1998, Pertamina mengakuisisi seluruh saham Perta Group dan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan tersebut. Berdasarkan persetujuan pemegang saham pada Maret 2001, perusahaan secara resmi berubah nama menjadi Pertamina Energy Trading Limited (Petral), berkantor di Singapura dan Hongkong dengan alasan pajak dan keuangan.

20

EDISI 01, 12 Juni 2015

Petral ini dikendalikan oleh Mohammad Reza Chalid atau Mohre. Para perusahaan minyak dan broker minyak internasional mengakui kehebatan Riza sebagai ‘God Father’ bisnis impor minyak Indonesia. Di Singapura, M. Reza dijuluki “Gasoline God Father”, untuk menggambarkannya sebagai the king of oil mafia dalam pasar gelap minyak Asia Tenggara. Meskipun Petral disebut sebagai mafia, namun seringkali dia menjadi tumbal pemerintah. Dalam setiap perubahan kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga BBM, Petral – tentunya bersama Pertamina - selalu menjadi sasaran tembak. Perusahaan ini dituduh melakukan mark-up harga minyak, dan mengambil keuantungan miliaran dolar setahun. Akibatnya harga BBM di Indonesia menjadi mahal dan semakin tidak terjangkau, subsidi yang dikeluarkan pemerintah juga semakin besar. Konon katanya sebagian keuantungan Petral mengalir ke Istana dan DPR. Itulah menjadi alasan Tim Rekomendasai Tata Kelola Migas (RKTM) yang dibentuk kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merekomendasikan pembubaran Petral. Tim yang dipimpin oleh Faisal Basri menuduh Petral sebagai sarang mafia dan mengaku telah melaporkan kasus korupsi Petral ke KPK. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan bahwa dalam era Pemerintahan SBY rekomendasi pembubaran Petral selalu berakhir di meja SBY. Secara implisit Menteri ESDM menuduh SBY sebagai pelindung mafia migas sepanjang masa pemerintahanya. Pada saat dibekukan oleh Pertamina, atas permintaan menteri ESDM sebagai hasil rekomendasi tim anti mafia migas, Petral memiliki asset sekitar US$ 2 miliar. Peran Petral selanjutnya digantikan oleh Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina. Senior Vice Presiden ISC dijabat oleh Daniel Purba, salah satu anggota Tim Anti Mafia Migas yang dipimpin Faisal Basri. Ketika Ari Soemarno, kakak Menteri BUMN Rini M. Soemarmo, menjabat Dirut Petral, wakilnya dijabat oleh Daniel Purba. Lalu, setelah Ari naik menjadi Dirut Pertamina, ia mengangkat Daniel Purba ke ISC. Sementara Sudirman Said yang kini jadi Menteri ESDM, waktu itu juga menjabat sebagai corporate secretary Pertamina. Pada era Karen Agustiawan


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.