6 minute read
The Tentacular Transforming Ghost
umat manusia sejak Revolusi Agrikultur terjadi. Lalu lintas komoditi, gagasan, dan tubuh secara cepat dan masif, mendefinisikan dunia sepanjang hampir enam abad hingga hari ini. Pencerahan menjadi modus para kolonialis yang mewujud dalam efisiensi, penyeragaman konvensi, dan pemiskinan struktural di wilayah conquistado (tertaklukkan), kalau tidak disebut eksploitasi.
Terbukanya rute laut menuju Dunia Baru dan Jalur Rempah bagi conquistador itu melahirkan eksperimen saintifik terbesar yang melayani kapital dan ego, di samping ilmu pengetahuan itu sendiri. Wilayah tropis menjadi arena pertemuan posisi geografis, topografi, biodiversitas, dan narasi manusia-manusia tropis dengan ketidakgenahan dan ambisi para kolonialis di sana. Sejarah adaptasi dan migrasi warga tropis yang mewujud dalam artefak, tubuh, hantu, dan narasi mereka, tiba-tiba diterjang mikroorganisme, mesiu, dan kesepakatankesepakatan asing yang memimpikan dunia yang esa. Pemerintahan lokal dengan segala teluh, santet, guna-guna, dan pusparagam ilmu bela diri pun tidak efektif melawan kongsi dagang yang mengantongi sejumlah tanda tangan pemilik modal. Dalam semangat pencerahan, kegiatan ini pun dengan segera dimasukkan ke dalam kompartemen birokrasi, diformalisasi dengan diberi nama yang berakar dari intensi menanam, colere, colonia, kolonialisasi.
Advertisement
Eksperimen menanam dan mencabut tanaman di wilayah koloni merevolusi sistem ilmu pengetahuan terkait klasifikasi, lahirlah stereotipe. Industrialisasi menambah akselerasi perpindahan tanaman komoditi lintas benua, lahirlah durasi kerja. Ilmu pengetahuan dan seni merekam pencapaian-pencapaian teknologis dan kapital dari masa itu dengan semangat penemuan dan turistik, lahirlah orientalisme. Dari rumah kaca ke rumah kaca yang lain menjadi tema berulang dalam kehidupan konsumsi sejak abad ke-18 hingga saat ini. Hantu modern memakan hantu lokal dan menyebabkannya bertransformasi menjadi hantu gurita yang lengannya memanjang di berbagai belahan dunia. Mengantarkan kapas Afrika ke mesin pemintal di Eropa, lalu ke toko retail di mall Asia dan kembali lagi ke Afrika mengantarkan barang reject.
Dari situ, bolehlah kita berupaya mencari kepalanya ke sebuah kota pelabuhan untuk mengetahui siasat apa yang sedang dan akan membentuk dunia ke depannya. Di mana disrupsi dalam masyarakatnya dapat dibaca sebagai perlawanan terhadap kekuatan yang lebih besar yang merasa dirinya mampu menyetir arah zaman.
Semenjak ditetapkannya Hong Kong sebagai satu-satunya koloni Eropa di perairan Asia Timur, dengan segera ia menjadi entrepot (pelabuhan transit barang tak berpajak) di tengah kekuatan besar dunia baru. Demografinya terbentuk dari Inggris si “pencerah” dan kekaisaran Tiongkok pemanggul “mandat dari surga” yang nantinya diinjak-injak oleh penggantinya, yang membawa serta masing-masing pandangan dunianya. Tapi, Inggris dan Eropa sebagai yang punya hajat, gerah dengan kedatangan para pencari suaka dari Tiongkok sehingga
mengekslusifkan bukit bagi kalangannya sendiri. Dengan kekuatan-kekuatan itulah, kontur baru dibentuk. Kontur fisik dan imajiner yang mengondisikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat konsumer hari ini dengan mengapropriasi tradisi, identitas kewarganegaraan, dan ilmu pengetahuan.
Lantas, gambar bergerak sebagai anak teknologi reproduksi mekanis lahir dan memegang kunci untuk menggugat fenomena itu, lebih dahsyat dibandingkan moda representasi lain sebelumnya. Realitas, kamera portabel, warna, montase, sound, synchronized sound, dan revolusi digital dan penyulut perkembangan bahasa sinema lainnya, mempersenjatai para navigator yang mencoba menyibak gejala zaman tempat mereka berada. Lewat pertautan ironis antara lanskap hari ini dan sejarah, filem dapat membawa kita mendedah lalu lintas gagasan dan fisik yang memungkinkan Asia dan dunia hari ini. Narasi dan representasi yang dibuat atas Asia dapat dilawan dengan montase dan narasi yang membongkar agenda segregasi dan reduksionis yang terinstitusi. Suara sekitar lanskap dapat berubah menjadi puisi liris tentang penggalian memori kolektif dan dislokasi manusiamanusia Asia.
Kuratorial ini ingin mengundang Anda untuk melihat dan mengimajinasikan makhluk bertentakel yang lahir dari usaha pemindahan tanaman dalam sekotak kaca. Tentakel itu bisa berupa crane pelabuhan yang memindahkan muatan melintasi laut, crane konstruksi yang membangun real estate di kawasan yang katanya kekurangan lahan, eskalator yang mengantar manusia melihat refleksi dirinya dengan barang dalam etalase, atau jejaring kebun raya yang memuseumkan pencapaian-pencapaian eksperimen botani ilmuwan kolonial. Apapun itu, makhluk bertentakel itu mencacah manusia ke dalam gugusgugus yang disepakati oleh nilai lama yang terus-menerus bertransformasi dan dilanggengkan secara sadar atau tidak sadar.
INTERNATIONAL COMPETITION 01
Luthfan Nur Rochman
Welcome to the era of Anthropocene! Capitalocene! Plantationocene! Cthulhucene!1
To navigate the twilight zone, we must be willing to get ourselves tangled in the chaos of those cenes. It is because after the ships of Vasco da Gama and Christopher Columbus reached the two India, the greatest jolts of humanity since
1. Anthropocene is a geological term that refers to an era in which humans are the massive geological modifiers. The term developed into a transdisciplinary discourse, primarily in ecology, which rejects human exceptionalism. Theorists criticize the use of the term Anthropocene because it is considered too broad and does not point to the main cause. Afterwards, there are terms Capitalocene (the capital network as the modifier), Plantationocene (the cash crop plantation network as the modifier), and Cthulhucene (Cthulhu = tentacular creature, Donna Haraway’s idea, to represent an era when humans and non-humans are in complex chaos so humans need to recognize non-human agencies to end this era together).
the Agricultural Revolution occured. The traffic of commodity, ideas, and bodies has grown massively and rapidly, defining the world for nearly six centuries hitherto. The colonials brought enlightenment as their reason, which took form as efficiency, convention homogenization, and structural impoverishment in the conquest territory, otherwise referred as exploitation.
The discovery of the sea route to the New World and the Spice Route for the conquistadors gave birth to the most significant scientific experiments that served, besides science itself, the interest of capital and the ego. The tropics became an arena where geographical positions, topography, biodiversity, and narratives of tropical humans met with the discomfort and ambition of the colonials. The history of tropical humans’s adaptation and migration manifested in their artifacts, bodies, ghosts, and narratives, was suddenly struck by microorganisms, munition, and foreign agreements that dreamed of a single world. The local government, with all its witchcraft and diverse martial arts, could not effectively fight against trade partnerships that had first obtained some capital owners’ signatures. In the spirit of enlightenment, this action was incorporated into the bureaucratic compartment immediately, with formalized names rooted in the intentions of planting, colere, colonia, and colonization.
Experiments to plant and uproot plants in the colony to revolutionize the system of science related to classification, hence born stereotypes. Industrialization added acceleration of commodity crops movement across continents, there born duration of work. Science and art record the technological achievements and capital of that period with the spirit of discovery and tourism, there born orientalism. From one greenhouse to another, it has been a recurring theme in consumption life since the 18th century. Modern ghosts eat local ghosts and cause them to transform into tentacular ghosts with arms extending to various parts of the world. It delivers African cotton to spinning machines in Europe, then to retail stores in Asian malls and back to Africa with rejected goods.
From there, we may attempt to find the head of this tentacular body in a port city to know the forms of tactics that shape the world today and ahead. At this point, disruptions in society can be read as resistance to a higher force that considers itself capable of driving the direction of the times.
Since Hong Kong was established as the only European colony in East Asian waters, it soon became an entrepot (a transit port for non-taxed goods) amidst the great powers of the new world. Its demographics were formed from Britain the ambassador of “the Enlightenment” and the Chinese empire the bearer of “The Mandate of Heaven” which was later trampled on by its successors, who then brought its respective worldview in. But Britain and Europe as the host were frustrated by the arrival of asylum seekers from China. Thus, they secluded the