DISKUSI KOMPLEKSITAS BUDAYA DAN RENESANS INDONESIA?
Rolan Mauludy Dahlan Hokky Situngkir
Rabu, 19 Oktober 2011 Pukul 19.00 – 21.00 WIB WISMA PROKLAMASI Jalan Proklamasi No 41 Jakarta Pusat
Ida I Dewa Gede Raka & Hokky Situngkir / Diskusi Sastra
Dari Kompleksitas Budaya Tradisi Ke Renesans Indonesia Rolan Mauludy Dahlan
Hokky Situngkir
[rmd@evonomics.bandungfe.net]
[hs@compsoc.bandungfe.net]
Dept. Evolutionary Economics
Dept. Computational Sociology
Bandung Fe Institute
Bandung Fe Institute
1. Latar Belakang Ketika kesadaran akan sains modern kontemporer bertemu dengan berbagai konteks interdisiplin terkait berbagai kritik konstruktif dalam wahana sistem kompleks, penghargaan yang tinggi atas diversitas dan kreativitas, dan upaya perbaikan metode observasi dan pemodelan (dan simulasi berbasis komputasi) dalam bentuk ekonofisika, sosiofisika, ekonomi evolusioner, dan sebagainya, maka berbagai pintu untuk mencapai pemahaman yang semakin baik akan sistem alam dan sosial pun terbuka lebar. Sains sosial perlahan mempertajam berbagai pengambilan keputusan di bidang kemasyarakatan. Ini merupakan sebuah tonggak penting yang mendorong berbagai upaya sinergisasi metode sains kontemporer dengan pemecahan berbagai permasalahan yang rumit seraya mampu memberikan penjelasan atas apa yang tadinya tidak bisa diterangkan secara konvensional. Tren konstruktif tersebut memiliki dampak yang menarik ketika munculnya tren filsafat sains yang mulai mengungkap berbagai kebijaksanaan yang tidak dominan di masa lalu namun dapat menjadi terjelaskan pada masa kini dengan tren sains modern yang muncul ini. Fraktal ditemukan pada bagaimana pemukiman dan desain beberapa komunitas di Afrika [1], penemuan dan eksplorasi motif batik [2], dan banyak lagi menunjukkan bahwa terdapat aspek kebudayaan dan peradaban manusia yang menyimpan kebijaksanaan yang justru ditemukan nilai “kebaruan� dan “kreativitas� yang unik di dalamnya ketika bersentuhan dengan metode sains terkontemporer (cutting edge research). Memperhatikan Indonesia sebagai sebuah lanskap diversitas yang sangat tinggi relatif terhadap banyak negeri lain, makalah ini disusun untuk memberikan proposal bagaimana kita dapat melakukan banyak hal dan mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit terkait berbagai aspek tradisi bangsa yang sangat bernilai tersebut. Sastrawan sejarah Pramoedya Ananta Toer, dalam karya monumentalnya yang berjudul / 2 /
FREEDOM INSTITUTE
“Arus Balik” [3], mendeskripsikan kisah di balik kedatangan bangsa barat di Bumi Nusantara. Peristiwa ini menandai berbaliknya arus peradaban dari “selatan ke utara” menjadi dari “utara ke selatan”. Novel dengan latar belakang sejarah tersebut meninggalkan sebuah pelajaran berharga. Kegagalan dalam mengatur kekuatan diri sendiri harus dibayar dengan kemunduran peradaban.
Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 pada hakekatnya adalah sebuah jembatan emas. Muara dari perjuangan panjang yang melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia [4,5] ini adalah membangun elemen-elemen peradaban di dalamnya. Kebijaksanaan ini tertuang secara nyata dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Peradaban adalah sebuah proses evolusi [6]. Namun berbeda dengan evolusi alam, manusia dikaruniai kemampuan untuk memproses informasi, mengaplikasikan dan meningkatkan pengetahuan serta mengubah pilihan yang diinginkan. Akumulasi pengetahuan yang tersusun melalui proses observasi dan pengolahan informasi, guna membangun sebuah penjelasan teoretikal, pada akhirnya terinstitusionalisasikan dalam sebuah badan yang disebut dengan ilmu pengetahuan. Peradaban berkaitan erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan [7]. Sains tidak hanya mengubah cara pandang manusia. Ia juga memberikan inspirasi guna meningkatkan kapasitas manusia, melalui teknologi atau upaya untuk merekayasa lingkungan di sekitarnya.
Peradaban yang berkembang sejak awal di Eropa dan Amerika Utara adalah warna yang mendominasi wajah dunia hari ini. Sebuah fakta yang sulit untuk diingkari. Namun tentu saja, kita sebaiknya tidak terjebak dalam proses penyangkalan dan inferioritas semata. Yang terpenting adalah melakukan kajian kritis atas segala kearifan yang berkembang di sana dan selanjutnya merefleksikannya sesuai dengan kondisi objektif Indonesia, sebagai sebuah Negara kepulauan. Upaya ini diharapkan mampu melahirkan sejumlah langkah strategis yang perlu dilakukan oleh Indonesia, agar dapat berkontribusi dan berperan serta aktif mewarnai wajah kemanusiaan dan peradaban dunia di masa yang akan datang.
2. Tinjauan Historis Mengapa peradaban dunia sampai hari ini masih didominasi oleh bangsa-bangsa di belahan utara khatulistiwa? Jawaban kita atas gugatan ini mengusung makna yang sangat penting dalam merumuskan jalan kebangkitan kebangkitan Indonesia. Uraian ini selanjutnya dikaji secara kritis, sesuai dengan karakteristik Indonesia, sebagai sebuah nusantara (negeri kepulauan). Adalah kodrat manusia untuk membandingkan agar kita beroleh terang kebijaksanaan yang reflektif sekaligus inspiratif. Mari kita buat perbandingan. Sekelumit tinjauan sejarah atas perkembangan Eropa berikut barangkali akan selintas menolong kita mengenali faktor-faktor berdominasinya ‘utara’ atas ‘selatan’.
Kebudayaan Eropa adalah mata air yang mengaliri sungai-sungai peradaban negara-negara di belahan utara. Memang pada awalnya runtuhnya kemaharajaan Romawi telah menggelontorkan / 3 /
Ida I Dewa Gede Raka & Hokky Situngkir / Diskusi Sastra
mereka secara beramai-ramai dalam era kegelapan. Namun mereka memutuskan untuk bangkit dari kejatuhan dan beranjak memutar balik arus tersebut. Mengapa hal ini dapat terjadi?
Sastrawan Inggris bernama John Heywood (1497-1580) pernah berkata berkata “Rome wasn’t built in a day�, maka begitu juga dengan peta jalan kebangkitan Eropa [8]. Kearifan sejarah mengajari kita bahwa kejayaan peradaban utara hari ini merupakan anak-anak yang terlahir dari rangkaian kerja cerdas (smart works) di sepanjang proses panjang yang berlangsung di Eropa selama lebih dari 8 abad [9-11]. Proses 8 abad yang bisa kita bagi menjadi 6 tonggak penanda sejarah. Tonggak penanda pertama adalah kesadaran akan pentingnya penggalian kembali tradisi yang berkembang di Yunani, Arab dan Romawi dengan mengalihbahasakan naskah-naskah kuno yang ada di masa sebelumnya. Ia dikenal sebagai proses revitalisasi budaya. Upaya ini terlihat dengan kebangkitan kembali (revival) sastra, puisi, drama, bahasa serta asas hukum Yunani dan Romawi kuno [9]. Proses, yang berlangsung pada abad 11-13, menandai tonggak awal kebangkitan peradaban Eropa dari masa kegelapan. Tonggak penanda ke dua adalah kesadaran untuk merestrukturisasi institusi pendidikan dalam upaya melakukan lompatan jauh transformasif dalam masyarakat [9]. Semangat ini terlihat dengan kemunculan gugusan universitas di Eropa, dari abad ke-11 hingga abad ke13, seperti Universitas Bologna di Italia, Universitas Sorbonne di Prancis, Universitas Oxford dan Universitas Cambridge di Inggris, Universitas Salamanca di Spanyol dan lain sebagainya. Hint lucem et pocula sacra (yang tafsiran bebasnya kira-kira ialah: dari tempat ini, kita beroleh pencerahan dan pengetahuan berharga, seperti yang tercantum sebagai motto Universitas Cambridge), adalah semangat yang mulai tumbuh di era ini.
Proses revitalisasi kebudayaan dan restrukturisasi pendidikan mau tak mau akan bermuara pada tonggak penanda ke tiga kebangkitan Eropa yang disebut renesans. Ia adalah sebuah fase peralihan dari era kegelapan menuju abad modern, yang ditandai dengan perhatian kembali kesusastraan klasik, berkembangnya kesenian dan kesusastraan baru, serta mulai dibangunnya dasar-dasar ilmu pengetahuan modern [9-10]. Seniman Eropa tidak lagi semata-mata berupaya menggali nilai-nilai yang tersimpan dalam peradaban Yunani, Arab dan Romawi, namun menumbuhkan konsep-konsep seni yang baru. Ia terjadi melalui sentuhan para jenius keindahan seperti Michelangelo Buonarroti, Leonardo da Vinci, Raffaello Santi dan lain sebagainya. Era ini berlangsung dari abad 14-16. Renesans menginspirasi cara pandang manusia Eropa di era fajar pencerahan akal budi. Seorang seniman dan ilmuwan, seperti Leonardo da Vinci, melakukan observasi dengan tidak lagi terjebak dalam sebuah penemuan spesifik, melainkan mulai menyadari pentingnya proses dalam penemuan [9-10]. Bukan cuma tentang apa yang dihasilkan, melainkan bagaimana berharganya jalan menuju penemuan itu. Terang semangat ini menginspirasi kaum cendekia Eropa dalam mengurai fenomena alam. Lahir metode ilmiah serta kesadaran akan pentingnya fakta empiris dan matematika dalam upaya untuk menjelaskan fenomena alam. Transformasi ilmiah yang terjadi pada abad 1617 berlangsung melalui sentuhan ilmuwan Polandia bernama Mikolaj Kopernik (yang lebih / 4 /
FREEDOM INSTITUTE
dikenal dengan nama versi Latin-nya Nicolas Copernicus), Andreas Vesalius, Galileo Galilei, Christiaan Huygens, Johannes Kepler, Blaise Pascal, dan Isaac Newton. Ia merupakan tonggak penanda keempat kebangkitan Eropa yang dikenal sebagai revolusi ilmu pengetahuan/sains atau revolusi Copernican.
Titik tonggak kelima adalah penataan kembali sistem politik dan kebijakan publik. Revolusi ilmu pengetahuan tidak hanya mengubah perspektif manusia terhadap alam, tetapi juga dalam memandang pranata-pranata sosial. Copernicus memberikan inspirasi akan perlawanannya terhadap dogma umum yang berlaku ketika itu. Lahirlah konsep “kebebasan berpikir” dan “kebebasan berpendapat”.
Gambar 1 Kronologi 6 tonggak penanda kebangkitan Eropa (kiri) [8].
John Locke dari Kolese Christ Church-Universitas Oxford meletakkan prinsip dasar kepemilikan individu. Charles de Montesquieu membangun konsep trias-politika. Adam Smith dari Skotlandia meletakkan dasar-dasar doktrin ekonomi pasar bebas dan kompetisi. Inspirasi ini kemudian diikuti oleh Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, Voltaire dan Thomas Jefferson. Pemikiran tersebut pada akhirnya mendorong terjadinya rangkaian revolusi 1688 di Inggris, revolusi Amerika tahun 1776 dan revolusi Perancis tahun 1789. Gelombang pasang revolusi ini / 5 /
Ida I Dewa Gede Raka & Hokky Situngkir / Diskusi Sastra
berlangsung dari abad ke-17 hingga abad ke-18 [9].
Penguasaan ras manusia atas ilmu pengetahuan telah meningkatkan kemampuan untuk rekayasa lingkungan. Penemuan mesin uap oleh James Watt telah menghasilkan transformasi sosial dan ekonomi [11] melalui diciptakannya kapal uap, kereta, mobil, dan generator listrik, yang pada akhirnya mendorong peningkatan kapasitas produksi secara dramatis. Penataan kembali sistem politik, yang memberikan kesempatan yang lebih luas bagi kekuatan ekonomi di luar kerajaan atau negara (sektor swasta), berperan serta dalam mempercepat proses tersebut. Proses transformasi sosial dan ekonomi, yang berlangsung pada abad 18-19, menjadi tonggak penanda keenam kebangkitan Eropa.
Tinjauan historis di atas, seperti terlihat pada gambar 1, menunjukkan bawa sejatinya kebangkitan Eropa adalah proses yang panjang dan berliku-ganda. Jika diringkas, kita akan mengenali 6 tonggak penanda utama dalam proses kebangkitan di atas sebagai proses revitalisasi budaya, restrukturisasi institusi pendidikan, kebangkitan kebudayaan baru (renesans), revolusi sains, restrukturisasi sistem politik dan kebijakan publik, serta transformasi sosial dan ekonomi. Apakah 6 unsur ini juga ditemukan dalam proses kebangkitan Amerika Serikat, Rusia dan Jepang [12-17], sebagai 3 peradaban besar di belahan bumi utara lainnya? Tabel 1 menunjukkan bahwa pada hakikatnya, 6 tonggak penanda kebangkitan ini juga terjadi dalam proses kebangkitan di Amerika Serikat, Rusia dan Jepang. Ada dua kebijaksanaan yang dapat dipetik dari elaborasi ini. Pertama, setengah (3 dari 6) dari tonggak penanda kebangkitan sejatinya merupakan unsur budaya murni (tidak terkait langsung dengan aspek ekonomi dan politik), seperti revitalisasi budaya, restrukturisasi institusi pendidikan, dan kebangkitan kebudayaan baru. Kedua, pada umumnya kebangkitan peradaban didahului proses revitalisasi budaya. Anomali hanya kita temukan di Amerika Serikat (AS). Hal ini cukup wajar mengingat AS adalah wilayah pendatang, yang relatif tidak memiliki budaya asli. Namun, mereka sangat menyadari pentingnya proses revitalisasi budaya yang ditandai dengan berdirinya Library of Congress tahun 1800. Institusi revitalisasi budaya tertua dan terbesar di AS ini sangat menarik, ia tidak berada di bawah kendali eksekutif, tetapi langsung berada di bawah kongres AS (legislatif). Hal ini menunjukkan kesadaran pentingnya refleksi budaya dalam merumuskan kebijakan.
Tabel 1
Titik Tonggak
6 titik tonggak kebangkitan Eropa, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang [25-33].
Eropa
Amerika Serikat
/ 6 /
Rusia
Jepang
FREEDOM INSTITUTE
Revitalisasi Budaya
Restrukturisasi Institusi Pendidikan
Kebangkitan Kebudayaan Baru (Renesans)
Revolusi Sains
Restrukturisasi Sistem Politik dan Kebijakan Publik
Transformasi Sosial dan Ekonomi
(abad 11-13)
(1800)
(1764)
(1869)
kesadaran akan pentingnya penggalian kembali tradisi yang berkembang di Yunani, Arab dan Romawi
berdirinya Library of Congress, sebuah institusi revitalisasi budaya tertua dan terbesar di AS yang berada di bawah kendali langsung kongres AS
berdirinya State Hermitage, salah satu museum tertua, terbesar dan termegah di dunia
(abad 11-13)
(1767-1780)
(1755-1803)
Restorasi Meiji: sintesa budaya tradisi dan rasionalitas Barat menjadi dasar peradaban baru, sebelumnya Jepang telah memiliki tradisi pencatatan yang baik, namun masih bersifat tradisional
Berdirinya Universitas Bologna, Universitas Sorbonne, Universitas Oxford, Universitas Cambridge, Universitas Salamanca
Berdirinya Universitas Pennsylvania, The College of William and Mary, Universitas Harvard dan Universitas Columbia
Berdirinya Universitas Negara Moskwa dan Universitas Negara Saint Petersburg
Berdirinya Universitas Tokyo
(1850an-1910)
(1870)
(1880an)
berkembangnya kesenian dan kesusastraan baru, serta mulai dibangunnya dasar-dasar ilmu pengetahuan modern
puisi post-kolonial, aliran photo-secession, dan gerakan renesans Harlem
Berkembang kesenian “manga” di Jepang dan pendefenisian karakteristik seni rupa Jepang
(abad 16-17)
(abad 18)
peredvizhniki: sejumlah seniman Rusia menolak kekangan bagi seniman, gerakan ini memicu perkembangan aliran lukis realis Rusia (abad 18)
(1870an)
menyadari akan pentingnya proses dalam penemuan tersebut, yaitu metode ilmiah
terdifusinya sains dari Eropa ke AS
terdifusinya ilmu pengetahuan dari Eropa ke Rusia, semenjak itu lahir banyak ilmuwan besar dari Rusia
menyewa lebih dari 3000 tenaga ahli dari barat untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, matematika, teknologi dan bahasa
(1776)
(1917)
(1889)
revolusi 1688 di Inggris, dan revolusi borjuis Perancis tahun 1789
revolusi kemerdekaan Amerika
revolusi oktober sosialis Rusia
(abad 18-19)
(1840-1908)
(1867-1928)
konsep ketatanegaraan baru yang bersifat dewan 2 kamar, hasil dari konstitusi Meiji, Perdana Menteri dipilih oleh anggota dewan
penemuan mesin uap dan teknologi lain yang mendorong proses mekanisasi yang memicu peningkatan kapasitas produksi
dibangunnya jalur kereta api lintas dari barat ke timur, mekanisasi proses pertanian, lahirnya industri minyak, hingga produksi masal kendaraan
Kemunculan secara masif sejumlah industri manufaktur dan pabrik-pabrik
dibangunnya jalur kereta secara masif, lahir industri tekstil, otomotif dan manufaktur lainnya
(abad 14-17)
(abad 17-18)
(1884-1950)
perpindahan ilmuwan dari Eropa ke AS (terutama karena mengamuknya fasisme/anti semitisme) yang mengaklerasi perkembangan ilmu pengetahuan di AS
(1877)
1870-1930
Kajian sejarah di atas mengajarkan pada mata telanjang kita akan arti penting budaya dalam proses kebangkitan Indonesia. Persoalannya adalah ini: jika pada masa Orde Lama berlaku doktrin “politik sebagai panglima”, kemudian pada masa Orde Baru, Soeharto memilih “ekonomi sebagai panglima”, maka pada era ke depan penulis mengusulkan agar ke depan, platform dan / 7 /
Ida I Dewa Gede Raka & Hokky Situngkir / Diskusi Sastra
jalan kebangkitan Indonesia menempatkan “budaya sebagai panglima”.
3. Neksus-Neksus Kebangkitan Indonesia 3.1. Akar Peradaban Barat Pemikiran Yunani adalah akar dari pengetahuan barat. Pertualangan pemikiran Yunani berawal dari upaya untuk mencari kosmos [18]. Konsep ini berasal dari kata Yunani “κόσμος”, yang berarti keteraturan atau harmoni, dan berlawanan dengan pengertian chaos (Χάος). Orangorang Yunani percaya bahwa kita hidup di dalam sebuah kosmos, sebuah tempat yang penuh dengan keteraturan. Tidak ada yang terjadi secara acak atau tanpa sebab yang nyata. Mereka berupaya untuk mencari penyebab dari segala kejadian. Hasrat ini terlihat dalam cerita rakyat dan legenda yang ada di sana. Dalam mitologi Yunani, Galaksi Bimasakti (dalam bahasa Inggris disebut Wilky Way) terjadi karena tumpahan susu Dewi Hera ketika menyusui Heracles. Mereka percaya bahwa kosmos akan dijumpai di semua tempat dan keteraturan tersebut akan dapat diketahui dan dipahami oleh manusia. Para filsuf dan saintis pertama berasal dari Miletus: Thales (±624–546 SM), Anaximander (±610–546 SM) dan Anaximenes (±585–525 SM). Nama Thales dihubungkan dengan bentuk elips tata surya, sekitar 585 SM [19]. Bertrand Russell, seorang logikawan kondang, pernah menyatakan bahwa filsafat berawal dari Thales. Anaximander adalah murid Thales. Ia dijuluki sebagai pembuat peta pertama atas sejumlah wilayah yang telah diketahui keberadaannya. Anaximenes adalah murid Anaximander.
Sayangnya, sangat sedikit peninggalan yang mengulas tentang keberadaan tiga tokoh ini. Namun diketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang pertama menggambarkan konsep kosmos dalam seluruh hubungan natural. Ketiganya tidak lagi berfokus pada sebuah kejadian tunggal (misalnya: apa penyebab sebuah gempa bumi) melainkan pada kejadian-kejadian umum (misalnya: apa penyebab gempa bumi). Hal ini memungkinkan mereka untuk membentuk sebuah teori umum atas sejumlah fenomena-fenomena, bukan sebuah teori spesifik yang hanya berlaku untuk satu kejadian saja. Heraclitus dari Ephesus (±535–475 SM) kemudian menyatakan bahwa kosmos berkaitan dengan logos (λόγος), yang dalam bahasa Yunani berarti kata, catatan atau proposisi. Ia menyatakan bahwa kosmos mengikuti logos. Manusia dapat secara tepat menggambarkan dan memahami kosmos melalui kata-kata. Segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita ada dalam sebuah kosmos. Ombak di pantai adalah sebuah keteraturan. Ia tidak terjadi secara acak atau tanpa sebab yang nyata, yaitu karena tiupan angin yang berhembus di permukaan air. Kosmos harus dicari melalui teori-teori, bukan mitos. Ombak tidak terjadi karena ada hembusan nafas seorang dewa, melainkan karena hembusan angin. Dengan kata-kata, baik itu dalam bentuk cerita, teks, animasi, ataupun persamaan matematika, kita akan dapat menggambarkan dan memahami keteraturan yang ada di dalamnya. Sainstis dan filsuf Yunani adalah sebuah kelompok yang sangat kecil, jauh lebih kecil dari jumlah / 8 /
FREEDOM INSTITUTE
ilmuwan yang ada di dunia saat ini. Pemahaman akan pentingnya teori hanya diresapi oleh segelintir orang. Sebagian besar masyarakatnya masih mempercayai mitologi, seperti kisah Atlas yang memikul bumi, Dewa Zeus yang dianggap bertanggung jawab terhadap petir dan Poseidon untuk gempa bumi.
Pencarian terhadap kosmos telah melahirkan sejumlah pengetahuan. Para filsuf Yunani dihinggapi penyakit “rasa ingin tahu”. Mereka dilanda penasaran melihat keragaman elemenelemen yang ada di dalam, ada yang berbentuk cair, gas dan seterusnya. Dari sini kemudian Empedocles dari Acragas (490–430 SM) memperkenalkan 4 elemen penyusun utama yaitu: bumi, air, udara dan api. Logam dikategorikan sebagai campuran antara bumi dan air karena ia berasal dari bumi dan akan mencair ketika dipanaskan.
Leucippus dari Miletus and Democritus dari Abdera (±460-370 SM) menemukan konsep atom. Pada saat kita mengiris sebuah apel dengan sebilah pisau maka apel tersebut akan terpotong. Mengapa ia bisa terbelah, karena ada ruang kosong dalam apel yang bisa dimasuki oleh alat pemotong. Jika kita memotong apel tersebut terus menerus (menjadi dua bagian, menjadi empat bagian dan seterusnya) maka kita tiba ke sebuah kondisi dimana apel tersebut tidak bisa lagi dipotong. Dari sini ia memperkenalkan konsep atom, yang dalam bahasa Yunani berarti tidak dapat dibagi. Democritus menyatakan, “dalam kenyataannya hanya ada atom dan kekosongan”.
Penjelasan yang mereka berikan ketika itu bisa jadi terlihat konyol bagi manusia yang di masa sekarang ini. Empat elemen yang dirumuskan oleh Empedocles mungkin hanya akan menjadi bahan tertawaan bagi kita yang telah mengenal tabel sistem periodek unsur (hidrogen, helium, dan seterusnya). Namun harus dipahami, hal ini terjadi karena keterbatasan mereka dalam melihat alam. Mereka menyebutkan bahwa matahari mengelilingin bumi karena itulah yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada juga penjelasan yang sangat jenius. Walaupun belum mengenal pesawat antariksa, peradaban Yunani telah mengetahui bahwa bumi itu bulat, hanya dengan memikirkan bentuk bayangan bumi yang ada di bulan. Namun setidaknya, mereka telah memulai sebuah proyek besar dalam perjalanan panjang umat manusia. Sebuah ekspedisi untuk mencari kosmos dalam seluruh aspek kehidupan. Filsuf besar selanjutnya adalah Pythagoras (580-572 SM) dan para pengikutnya atau kaum Pythagorean. Sesuai dengan petunjuk gurunya Thales dari Miletus, Pythagoras merantau ke Mesir. Di sana ia berlajar matematika, filsafat dan agama [20]. Pada saat Mesir dibanjiri oleh tentara Persia, putra Mnesarchus ini dibawa ke Babilonia bersama sejumlah pendeta Mesir. Penjelajahan itu telah mempertemukan Pythagoras dengan dua peradaban besar yang telah mengenal matematika untuk menyelesaikan sejumlah perhitungan spesifik [21], yaitu Mesir dan Babilonia. Walaupun demikian, sangat sulit untuk membuktikan pengaruh matematikawan Mesir dan Babilonia terhadap pemikiran Pythagoras, akibat tidak ditemukannya bukti yang memperkuat dugaan tersebut. Sekembalinya ke Italia, Pythagoras mengajar filsafat dan matematika. Suami dari Theano ini dengan cepat mendapatkan begitu banyak pengikut. Dalam kacamata pengetahuan yang berlaku umum saat ini, bisa jadi kita akan melihat Pythagoras sebagai sebuah sosok yang penuh dengan kontradiksi [20,24]: sangat teoretis di satu sisi, namun bersifat mistis di sisi yang lain. Ia mempercayai reinkarnasi dan perpindahan jiwa bagi manusia dan hewan [20]. Pada sebuah / 9 /
Ida I Dewa Gede Raka & Hokky Situngkir / Diskusi Sastra
kisah disebutkan bahwa ia pernah berkata ke seorang laki-laki untuk berhenti memukul seekor kucing karena ia mendengarkan jeritan, dari seorang teman yang bereinkanasi dalam tumbuh kucing tersebut [18]. Bagi Pythagoras dan pengikutnya, kaum Pythagorean, filsuf adalah seseorang yang mampu menemukan makna dan tujuan hidup untuk dirinya sendiri. Untuk menaklukan rahasia alam semesta Pythagoras menekankan pentingnya proses belajar, di atas aktivitas lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia pernah mengungkapkan, “kebanyakan laki-laki dan perempuan secara lahiriah (natural) tidak memilliki kekayaan dan kekuasaan, namun mereka memiliki kemampuan (kesempatan) untuk meningkatkan pengetahuannya” [18].
Namun perlu dicatat di sini, Pythagoras tidak meninggalkan catatan apapun. Ia dikenal melalui tulisan dari para filsuf Yunani di masa selanjutnya. Biografinya baru ditulis beberapa abad kemudian, yaitu oleh Diogenes Laertius di abad ketiga setelah masehi, dengan judul “Lives of the Eminent Philosophers”.
Pythagoras dan para pengikutnya atau kaum Pythagorean memiliki kontribusi yang sangat penting dalam perkembangan matematika dan sains secara umum. Mereka mengenal sejumlah persoalan praksis dalam kehidupan sehari-hari, kemudian membangun teori dari pengalaman tersebut. Salah satunya permasalahan praksis tersebut adalah dalam bidang geometri (γεωμετρία), cabang matematika yang membahas tentang ukuran, bentuk, posisi relatif dan propertinya di dalam ruang,yang dalam bahasa Yunani berarti ilmu ukur bumi. Dunia mengenal pria kelahiran Samos ini melalui solusi penyelesai permasalahan segitiga. Jika ada sebuah segitiga yang salah satu sudutnya berukuran 90 derajat maka dengan hanya mengetahui panjang dua sisinya makan kita akan mengetahui panjang satu sisi yang lain. Penyelesaian tersebu saat ini disebut dengan teorema Pythagoras.
Gambar 2 Teorema Pythagoras dan salah satu contoh pembuktian yang paling sederhana.
Pythagoras dan kaum Pythagorean juga dikenal dengan penemuan kosmos melalui musik. Percobaan yang dilakukan sangat sederhana. Sebuah dawai/senar akan berbunyi jika kita petik. Kemudian dawai yang lain kita bagi dengan perbandingan tertentu, hingga ia menghasilkan suara dengan alunan yang indah. Mereka menemukan fakta bahwa alunan yang indah mengikuti / 10 /
FREEDOM INSTITUTE
perbandingan dari 2 buah bilangan bulat, seperti 1:1, 1:2, 2:3, 3:4 dan seterusnya. Percobaan ini kemudian diilustrasikan kembali oleh Franchinus Gafurius, seorang musisi kondang di era renesans pada tahun 1492, dengan menggunakan alat yang berbeda-beda: seperti palu, dawai, bel, dan seruling. Penemuan inilah menjadi dasar tangga nada barat yang kita kenal hari ini, (do,re,mi,fa,so,la,si,do).
Fakta ini mengejutkan kaum Pythagorean. Jika kita bisa mengekspresikan harmoni dalam musik ke dalam angka, lalu mengapa tidak mungkin hal ini terjadi di seluruh alam semesta? Mereka menyimpulkan bahwa semua objek di dalam alam semesta memiliki karakteristik bilangan natural: 1,2,3,4,5 dan seterusnya [20]. Pemikiran ini memiliki begitu banyak pengikut. Porphyry, seorang filsuf yang hidup ±232-304M, memberika sebuah testimoni tentang Pythagoras: “ia dapat mendengarkan harmoni dalam alam semesta, memahami musik dalam bidang dan bintang yang bergerak dalam ruang konser dan tidak dapat kita dengarkan karena lemahnya sifat dasar yang kita miliki”. Sepeninggalan Pythagoras, lahirlah seorang filsuf yang sangat berpengaruh di Yunani, dialah Socrates (±469–399 SM). Ia memberikan kontribusi yang sangat besar dalam filsafat barat, yang meliputi lapangan etika (meliputi kehidupan yang baik atau konsep benar dan salah), epistemologi (karateristik natural dan batasan pengetahuan) dan logika. Bagi Socrates, kebijaksanaan, keteguhan dan keadilan adalah konsep kebajikan yang harus dipahami secara utuh [25]. Tokoh yang dijuluki sebagai pendiri filsafat barat ini membuktikannya pemikirannya. Dengan suka-rela, ia bersedia untuk dihukum mati, karena teguh mempertahankan pemikirannya yang dianggap bertentangan dengan pihak penguasa.
Democritus menyatakan bahwa sebuah benda terdiri atas atom-atom. Namun bagi Plato (±427348 SM), hal ini tidak berarti banyak [26]. Sehari-hari kita melihat benda, misalnya sebuah kuda, bukan atom. Jauh lebih mudah untuk dibayangkan. Namun pertanyaan, apakah kuda tersebut memang benar-benar ada (eksis)? Kuda itu akan menghilang jika kita menutup mata atau membakarnya. Lalu, apakah hal itu berarti bahwa kuda itu tidak ada? Plato kemudian membuat sebuah teori tentang konsep ideal. Baginya kuda tersebut hanyalah sebuah bayangan dari sebuah kuda ideal yang. Kecantikan, keadilan, kebaikan atau kuda ideal tersebut berada di surga. Manusia menyebut sesuatu itu cantik di dunia, karena ia teringat kepada bentuk kecantikan ideal yang telah dikenal sebelumnya di surga. Kecantikan yang ada di dunia hanyalah bayangan yang tidak sempurna dari kecantikan ideal yang berada di surga.
Plato begitu kagum dengan Theodorus dari Cyrene. Ia disebut-sebut belajar dari matematikawan anggota Pythagorean tersebut. Walaupun bukan seorang matematikawan [21], Putra Solon, seorang pembuat undang-undang dan puisi, ini sangat mengagumi matematika. Ia percaya bahwa hal ini sangat penting dalam mempelajari filsafat. Dalam bukunya yang sangat terkenal, “Republik”, Plato menyebutkan bahwa “matematika mutlak dalam pendidikan pemimpin negara ataupun filsuf”. Pada prasasi di depan pintu masuk sekolahnya, Akademia, terpampang sebuah tulisan yang berbunyi “jangan biarkan orang yang tidak paham geometri memasuki pintuku” [20]. Murid Socrates ini sangat terobsesi dengan angka dan geometri. Dalam bukunya yang berjudul “Timaeus”, ia pernah menyebutkan bahwa “dan itu maka segala macam benda jadi / 11 /
Ida I Dewa Gede Raka & Hokky Situngkir / Diskusi Sastra
terbukti menerima bentuk yang tertib, melalui tindakan ide dan angka�. Plato dan temanteman sejawatnya mempelajari geometri benda pada semesta obyek. Mereka berharap dapat membuktikan sebuah teorema baru. Sekumpulan filsuf ini mempelajari properti prisma, piramid, silinder dan kerucul. Dari sini, mereka mengetahui bahwa kita akan dapat menemukan 5 jenis polihedron regular (polihedron yang memiliki permukaan yang sama) [21]. Lima buah polihedron regular tersebut antara lain: tetrahedron (memiliki 4 permukaan berbentuk segitiga), kubus atau heksahedron (memiliki 6 sisi berbentuk persegi), oktahedron (memiliki 8 permukaan berbentuk segitiga), dodekahedron (memiliki 12 permukaan berbentuk segilima) dan isokahedron (memiliki 20 permukaan berbentuk segitiga).
Gambar 3 Lima buah polihedron regular.
Plato kemudian mengaitkan lima buah polihedron regular tersebut dengan konsep 4 elemen penyusun utama yang diperkenalkan oleh Empedocles [20]. Bumi direpresentasikan dengan kubus. Udara disimbolkan sebagai octahedron. Api digambarkan dengan tetrahedron. Air diilustrasikan sebagai isokahedron. Plato kemudian menambah unsur kelima, yaitu alam semesta yang direpresentasikan dengan bentuk dodekahedron. 4 elemen Empedocles dapat dijumpai dalam alam semesta. Demikian juga dengan dalam dodekahedron, kita dapat 4 polihedron regular lainnya. Hal ini cukup menjelaskan mengapa pelukis kondang Savador Dali menggambarkan dodekahedron dalan lukisan “sakramen jamuan makan terakhir�.
/ 12 /
FREEDOM INSTITUTE
Gambar 4 Lukisan “sakramen jamuan makan terakhir” oleh Savador Dali.
Perspektif ini kemudian digunakan oleh Plato untuk menjelaskan terjadinya reaksi kimia. Ketika air dipanaskan, ia akan memproduksi 2 partikel uap (udara) dan satu partikel api, sesuai ketentuan: air ó [2 x udara] + api
[air = isokahedron = 20] ó [2 x (udara = oktahedron = 8)] + [api = tetrahedron = 4] 20 ó [2 x 8] + 4 20 ó 20
Penjelasan ini bisa jadi terlalu buruk untuk diterima bagi mereka yang telah mempelajari stokiometri moderen (berkaitan dengan reaksi kimia) dan tabel sistem periodik unsur di tingkat SMP. Namun dengan segala keterbatasan di zaman itu, Plato telah menunjukkan ide fundamental di balik stokiometri moderen: bahwa reaksi kimia dapat di rumuskan dengan perbandingan bilangan natural (1,2,3,4...) dari unsur-unsur yang bereaksi di dalamnya.
Karya besar selanjutnya disumbangkan oleh Aristoteles (±384–322 SM), salah seorang murid Plato. Pemikir ulung yang lahir di Stageira, Yunani ini sepakat dengan gurunya bahwa Ilmu pengetahuan berbicara tentang sesuatu hal yang tetap dan umum. Namun berbeda dengan gurunya, Bapak logika ini memandang bahwa sesuatu yang tetap dan umum tidak berada di dunia ideal melainkan dalam benda-benda jasmani itu sendiri. Sebuah patung kuda, misalnya, terdiri atas bahan dan bentuk. Bahan adalah materi penyusunnya, misalnya kayu atau batu. Bentuk ialah gambaran atau wujud yang ditampilkan, misalnya berbentuk seekor kuda yang sedang berlari. Bahan dan bentuk adalah satu kesatuan. Kita mengetahui bahwa bentuk patung kuda setelah melihat wujud yg ditampilkan dari bahan penyusunnya tersebut.
/ 13 /