Con Festivita A Solo Exhibition by Monika Ary Kartika Blue Festival, 177 x 147 cm, oil and mix media on canvas
2
3
Gelora, 155 x 197 cm, oil and mix media on canvas
Green Carnaval, 155 x 197 cm, oil and mix media on canvas
4
Black and White, 177 x 147 cm, oil and mix media on canvas
5
Con Festivita by Jim Supangkat /curator/
*Con Festivita: “raya” dalam Bahasa Latin
/Latin for “with feasts”
Studio Monika Ary Kartika terletak di kawasan pegunungan dekat Lembang, Bandung yang jauh dari kawasan perkotaan. Di sana ia bekerja, biasanya sendirian tapi ia tidak merasa kesepian. Selain pelukis, Monika hobi berdansa dan secara tetap menghadiri acara dansa pada klub-klub dansa Latin. Aneh, ketika ia hadir
pada suasana riuh ini (dansa Latin dikenal sangat festive, tercermin pada gerak tubuh dan kostumnya), Monika
Monika Ary Kartika’s studio is located in the mountainous area around Lembang, Bandung, far removed from the urban area. She works there, usually alone, but she does not feel alone. Apart from being a painter, Monika is also a dancer who regularly attends dancing events in Latin dance clubs-especially Salsa clubs. Strangely enough, it is precisely when she is in the middle
Berpangkal
of such merry events—Latin dance is
pada paradoks ini, sejak tahun 2008
known to be very festive, as evident
Monika menjelajahi rasa festive dan
in the movements and costumes—that
mengungkapkan pencarian ini melalui
Monika feels alone. It was with this
karya-karyanya.
paradox in mind that Monika set out
justru
merasa
kesepian.
in 2008 to explore the experience of Sudah
tentu
ia
mula-mula
mencoba
mengangkat suasana klub dansa Latin yang
diikutinya
secara
tetap.
Ia
festivity and express her explorations through her works.
6
membuat sejumlah foto suasana ruang-
Naturally enough, she began by pre-
ruang dansa dan foto kawan-kawannya
senting the atmosphere of the Latin
ketika
kemudian
dance clubs to which she usually
mengedit,
goes. She browsed the Internet look-
berdansa.
mengolah
Monika
foto-foto
ini,
menggabungkan, mengubah, atau menambah
ing
warna
about
melalui
proses
digital
pada
for
pictures
and
information
international
the
world.
competitions
ke atas kanvas. Ternyata Monika merasa
Monika then digitally processed the
tidak menemukan apa yang dicarinya.
pictures—edited, combined, changed
Lukisan-lukisan
them, or added some colors to them—
justru
menampilkan
yang
sepi.
terpusat
dihasilkannya
suasana
Sejumlah
pada
lengang
lukisannya
penggambaran
over
dance
komputer dan kemudian memindahkannya
yang
all
Latin
before transferring them on to her canvases.
para
pedansa dengan latar kosong. Sejumlah
It turned out that Monika did not
lagi menampilkan kerumunan pendansa
find what she was looking for. The
yang sama sekali tidak menampilkan
paintings she created turned out to
kesan festive. Warna pada lukisan-
present lonely, quaint atmosphere.
lukisan ini cenderung khromatik dan
Some of her paintings are focused on
gelap;
muram.
the dancers, with empty backgrounds.
Monika merasa seperti tertahan untuk
Others present a crowd of dancers
menampilkan warna cerah yang festive.
but with no festive atmosphere what-
menampilkan
suasana
soever. The colors tend to be dark, Maka
Monika
menjelajah
giving rise to a gloomy atmosphere.
dan
suatu
Monika felt as if she was restricted
ketika perhatiannya terpancing pada
in her effort to present festive,
Jember Fashion Carnaval di kota Jember
bright colors.
mencari
kembali
subject
matter
yang secara tetap diberitakan harian Kompas. Ia mendatangi festival ini
Monika pressed on with her explo-
dan
rations
mencoba
mendalaminya.
Perayaan
and
sought
other
subject
ini merupakan parade di mana semua
matters, and one day Jember Fash-
peserta menampilkan pakaian karnaval
ion Carnival caught her attention.
yang dirancang sendiri yang dibimbing
This
oleh
is
a
carnival
held
in
the
ini
small town of Jember in East Java,
dimulai sekitar sembilan tahun lalu
and the Indonesian news daily Kom-
dan
tahun.
pas regularly writes about it. All
menjelang
participants in this carnival show
tim
pemrakarsa.
diselenggarakan
Waktunya,
beberapa
Tradisi setiap
hari
tradisi
lavish carnival costumes that they
ini adalah perancang busana Dynand
design themselves, along with the
Fariz,
bulan
Ramadhan.
Pemrakarsa
mempunyai
designs by fashion designers from
industri fashion. Namun perayaan ini
many East Java cities. The tradi-
tidak punya tujuan komersial. Para
tion began around nine years ago and
peserta
has been held regularly every year
di
Jember
membiayai
yang
sendiri
pakaian “Ada
ever since, usually one month be-
yang sampai menjual motor untuk bisa
fore the Ramadan fasting month. The
mengikuti karnaval ini,� kata Monika
founders and initiators were sev-
mengisahkan.
eral Jember fashion designers-cum-
karnaval
yang
diperagakan.
7
entrepreneurs. The carnival, howevMonika merasa menemukan obyek lukisan
er, has no commercial objective. The
yang dicarinya. Ia membuat sejumlah
participants
besar
peserta
and fund their designs themselves.
foto
karnaval,
dari
ratusan
mewawancarai
are
self-sufficient
beberapa
“Some even went so far as selling
peserta, berkenalan, menanyakan suka-
their motorbikes to be able to take
duka mereka dan bercengkrama. Bukan
part in this carnival,” Monika said.
hanya suasana festive yang teatrikal yang ditemukannya pada perayaan ini.
Monika felt that she has found the
Dari perkenalannya dengan pemrakarsa
right object for her paintings. She
dan para peserta, Monika merasakan
took a lot of pictures and inter-
kebersamaan
penyelenggaraaan
viewed scores of participants. She
festival ini seperti kebersamaan pada
made acquaintances, asked them about
upacara-upacara di dunia tradisi. Ada
their ups and downs in the process
kegembiraan bersama yang dirasakannya
of taking part in the carnival, and
positif. Kegembiraan ini meluas ke
chatted amicably with them. Here she
semua orang yang menghadiri perayaan
does not only discover theatrical
ini, “Banyak orang luar seperti saya
festive atmosphere, but also a sense
ikut
Monika.
of camaraderie that is similar to
mereka
the sense of communality in tradi-
pada
merasakannya,”
“Terlihat
pada
ungkap
wajah-wajah
tional ceremonies. She feels that
yang antusias.”
there is a sort of shared happiness Maka pada 2009 Monika mulai mengangkat
that she finds positive. The joy
foto-foto yang dibuatnya di Jember
spreads to everyone who attends the
Fashion Carnaval ke atas kanvasnya.
carnival. “Many outsiders like me
Ia
ini
also feel the thrill,” Monika said.
dan tidak sekadar memindahkannya ke
“It’s obvious from the enthusiastic
lukisan. Didorong keinginan memperluas
looks on everyone’s face.”
kembali
mengolah
foto-foto
khazanah visual perayaan seperti ini ia melakukan browsing dan menemukan
In 2009, Monika started to trans-
Brazil Carnival yang diselenggarakan
fer the pictures she took in Jem-
di
de
ber Fashion Carnival to her can-
Janeiro dan Sao Paolo yang kemudian
vas. Again, she first processed the
dipertandingkan di Sambodromo (tempat
pictures rather than simply trans-
utama di Rio de Janeiro yang khusus
forming them into paintings. Driven
dibuat
by the desire to expand her visual
dua
kota
untuk
di
Brazil;
karnaval
Rio
pada
tahun
1984). Ia segera merasakan kesamaan
knowledge
karnaval
ini
di
she browsed the Internet and found
Jember.
Dari
browsing,
Monika
out about the Brazil Carnival held
Carnival
diikuti
in two Brazilian cities: Rio de Ja-
oleh sekolah-sekolah dansa Samba di
neiro and Sao Paolo. She immedi-
kedua kota tadi. Acara di Sambodromo
ately sensed the similarity between
diselenggarakan setiap tahun selama
the Brazilian carnivals and Jember
4 hari (sejak Sabtu-Selasa) sebelum
Fashion Carnival. From her Inter-
permulaan
agama
net research, Monika found out that
Katolik (Rabu Abu). Perayaan besar
Brazil Carnival began only in the
menemukan
dengan
Brazil
masa
puasa
karnaval
pada
about
such
festivities,
8
ini digelar mulai jam 8 malam sampai
nineties,
jam 5.30 pagi, tidak seperti Jember
of Samba dance schools in the two
Fashion Carnaval yang digelar pada
cities. The carnival is held every
siang hari. Brazil Carnival diikuti
year before the Easter celebration,
oleh ribuan peserta dan dihadiri oleh
prior to the Catholic fasting month.
through
the
initiative
ratusan ribu pengunjung. As she compared the two different Dari membandingkan kedua karnaval ini,
carnivals, Monika felt that these
Monika merasa perayaan-perayaan itu
celebrations
adalah pesta rakyat yang menunjukkan
celebrations
ikatan
ties. In societies where traditions
yang
komunal. masih
Pada
masyarakat
menjalankan
tradisi,
are
still
were
actually
revealing
strongly
folk
communal
held,
ceremo-
upacara yang mirip dengan perayaan
nies similar to such celebrations
ini menunjukkan masih kuatnya ikatan
point at the strength of the commu-
komunal.
itu
nal ties. “These carnivals, howev-
bukan tradisi seperti upacara adat di
er, are not like the traditions like
Bali, Yogyakarta, dan Solo yang sarat
in Bali or Solo,” said Monika. “The
dengan
two kinds of carnivals are new and
kata
“Tapi
keperluan Monika.
tradisi masuk
kedua
religi
“Kedua
baru
dan
karena
seperti
tertentu,”
karnaval
saya
ini
merasa
bisa
karnaval-karnaval
tradisi
pemahaman
karnaval
ini
masa
Monika
ikatan
masih
tetap
komunal.
they
porary society still needs communal
bahwa
ties. It is perhaps such needs that have given rise to the carnivals.
memerlukan
Kebutuhan
inilah
Such realization led Monika to a certain
pelbagai kota di negara mana pun.
work.
“I
feel
start
to
show
itu
contemporary.”
Monika thus felt that the contem-
yang melahirkan karnaval-karnaval di
Kesadaran
feel
ini
masyarakat dalam kehidupan masa kini sebenarnya
because
Dari
kini.” merasa
I think I am able to relate to them
idea my
stronger
for
her
paintings positive
ideas,” Monika conceded. This view
konsep mendasar dalam berkarya. “Saya
is related to the experiences she
merasa
lebih
has had during her artistic jour-
positif,”
ney. Early on in her career, Monika
berkaitan
traversed the gloomy and lonely in-
lukisan-lukisan
memperlihatkan dengan
Monika
that
ke
katanya.
membawa
fundamental
saya
pikiran
Pandangan pengalaman
ini
perjalanan
dividual spaces. At the time, her
berkaryanya. Pada awal karirnya Monika
artistic expressions showing empty
menjelajahi ruang individu yang sepi
spaces with minimal signs actual-
dan
ungkapannya
ly talked about death—she had been
menampilkan ruang kosong dengan tanda-
wrongly diagnosed as suffering from
tanda minimal mempertanyakan kematian
a fatal cancer.
muram.
Waktu
pada
itu
karena pernah diduga mengidap penyakit kanker payudara yang fatal, diagnosa
Seven paintings in this solo ex-
yang ternyata tidak benar.
hibition reflect Monika’s exploration in searching for the festive
Lukisan-lukisan pada pameran tunggalnya
soul that she believed was related
ini mencerminkan penjelajahan Monika
to positive thoughts. These paint-
9
mencari rasa festive yang diyakininya
ings do not depict the carnival that
berkaitan
positif.
she has documented in photographs.
Lukisan-lukisan ini bukan penggambaran
Rather, they show festive expres-
karnaval-karnaval
direkamnya
sions through the depictions of hu-
lewat foto. Lukisan-lukisan ini adalah
mans and through color play, orna-
ekspresi
ditampilkan
ments, brush strokes, and collage
melalui gambaran manusia, permainan
(Monika uses beads and glitters in
warna,
her paintings) in vibrant arrange-
dengan
pikiran yang
festive
yang
ornamentasi,
brush
strokes,
dan collage (Monika menerapkan payet dan
manik-manik
pada
ments.
lukisannya)
dalam susunan yang riuh.
Such
expressions
seem
to
try
to
reveal the spirit behind the fesEskpresi
mencoba
tivities where every participating
menampilkan spirit di balik perayaan
person lets go of his or her posi-
di
mana
itu
terlibat
tion as individuals, and tries to
melepaskan posisinya sebagai individu
enter a communal space. Monika does
dan memasuki sebuah ruang komunal.
not only present frenzied composi-
Komposisi riuh pada lukisan-lukisan
tions in the paintings revealing the
ini tidak cuma menampilkan kegembiraan
joy that originates from feelings
yang bermuara pada pleasure. Susunan
of pleasure, but also hints at cer-
pada lukisan-lukisan Monika terlihat
tain magical, tranquilizing space.
mencoba
ruang
Although they seem rather flat at
magis
semua
seperti orang
menampilkan yang
yang
suasana
Kendati
a glance, spaces in these paintings
sekilas terkesan datar, ruang pada
arise due to the arrangement of many
lukisan-lukisan penataan
tranquilizing. ini
lapisan
muncul
karena
different layers. Monika constructs
(layers).
Monika
the
layers
by
distinguishing
the
membangun lapisan-lapisan ini dengan
sharpness of each image and by ap-
membedakan tingkat ketajaman gambaran
plying brush strokes.
dan penerapan brush strokes. All
the
paintings
have
certain
Pada semua lukisan itu ada point of
points of interest. It is in that
interest.
central
Pada
posisi
sentral
ini
position
that
Monika
de-
Monika menampilkan wajah dan tubuh.
picts faces and bodies. She had the
Gagasan ini muncul dari kecermatannya
idea to do this after thoroughly
mengamati kedua karnaval. Ia merasa
observing the carnivals. She feels
kedua karnaval ini merayakan tubuh.
that
Pangkalnya
tentu
two
different
carnivals
untuk
are actually celebrating the body,
tampil teatrikal. “Tapi kreativitas
based certainly on the desire to
mengejutkan
appear in theatrical presentations.
pada
dorongan
the
perayaan
tubuh
ini tidak untuk menonjolkan diri,”
“The
katanya.
Pada
in
ia
this celebration of the body, however, isn’t there for self-promo-
dalam menampilkan cerita karena disain
tion,” Monika said. In the Jember
kostum
selalu
carnival, Monika observed how the
didasarkan cerita. Wajah menjadi tidak
face “merges” with the body as each
bisa dikenali lagi karena olahan make
participant
Jember
Jember
creativity
melihat wajah menyatu dengan tubuh Karnaval
Karnaval
mind-boggling
ini
tries
to
present
his
10
up. Sementara itu perayaan tubuh lebih
or her narrative, because the cos-
nyata pada Karnaval Brazil. “Selain
tumes presented in the Jember carni-
tubuh perempuan, tubuh laki-laki dan
val are invariably narrative-based.
tubuh
kata
The face becomes unrecognizable due
Monika menegaskan. “Wajah yang ceria
to the heavy make-ups, and there-
menyatu juga dengan tubuh di tengah
fore seems to disappear altogether.
kostum gemerlap yang pada kepala dan
Meanwhile, the celebration of the
tubuh sama meriahnya.”
physique is stronger in the Brazil-
waria
dirayakan
juga,”
ian carnival. “Apart from the female Persoalan tubuh memang muncul pada
body, the carnival also celebrates
pemikiran masa kini menentang totalitas
the male and the transvestite bod-
kekuasaan yang terstruktur oleh rezim
ies,” Monika said. “The happy faces
representasi
eventually
yang
dibenarkan
ilmu
‘merge’
with
the
body
pengetahuan. Dalam rezim representasi
with the use of such dazzling cos-
ini tubuh berfungsi untuk pembuktian
tumes, in which the heads and the
material
dalam
bodies are equally striking.”
manusia.
Dorongan
pemikiran tubuh
tentang (desire)
yang relatif sulit dibuktikan secara
The issue of the body indeed ap-
material dengan sengaja disingkirkan
pears in contemporary ideas against
untuk mengukuhkan kebenaran material.
the totalitarian power constructed
Karena itu filosof Michel Foucault
by the representation regime justi-
melihat
terstruktur
fied by science. In such a represen-
ini mencerminkan kedaulatan rasio dan
tation regime, the body serves as
membuat setiap orang ikut menindas
material evidence for ideas about
tubuhnya sendiri. Bagi Foucault, ini
human beings. The corporeal drives
pembunuhan vitalitas atau daya hidup
(desires) that are relatively dif-
yang tercermin pada ekspresi tubuh.
ficult to prove materially have been
---
deliberately
kekuasaan
yang
marginalized
so
that
material truths can be confirmed. The
philosopher
Michel
Foucault,
therefore, believed that structured power—reflective of the power of the ratio—oppresses the body and makes every person also repress his or her body. To Foucault, this constitutes the murder of vitality as reflected in corporeal expressions. ---
11
Monika Ary Kartika Bandung, 17 November 1982
Education
- Pameran Ilustrasi Cerpen KOMPAS 2008
Fine Arts and Design, Bandung Institute
Jakarta dan Bentara Budaya Jogjakarta,
2001-2006 Painting Studio, Faculty of
plus karya pendamping di Bentara Budaya
of Technology (Cum Laude)
Solo, dan Bentara Budaya Bali
Selected Exhibitions
- Program MOSAIC “GRIP : Young
2010
- Bazaar Art Jakarta 2010, Ballroom RitzCarlton, Pasific Place, Jakarta - Pameran keliling 6 kota Ilustrasi Cerpen KOMPAS 2009 di Bentara Budaya Jakarta, Biro Kompas Bandung, Balai Soedjatmoko Solo, Bentara Budaya Yogyakarta, Galeri ORASIS Surabaya, Bentara Budaya Bali - Pameran 95 nominee Biennale Indonesia Art Award, Galeri Nasional, Jakarta - “Space and Image”, Ciputra World Marketing Gallery, Casablanca, Jakarta - Lawang Wangi’s Inagural Exhibition, “Halimun, The Mist”, A Reflection Upon the Development of Indonesian Contemporary Art, Art Sociates, Bandung - “Veduta”, Bandung Initiative #5,
- Ilustrasi Cerpen KOMPAS 26 April 2009 Contemporary Artists from Indonesia and China”, Art Distrik 798, Vanessa Art Link, Beijing, China - “Reborn”, Grand Opening of H2 Gallery, Semarang. 2008 - “Art with an Accent”, pameran ke-6 Asosiasi A-One (Asia Art Communication), 4 negara : Jepang, Korea, China, Indonesia. Di North Shamian Street, Liwan, Guangzhou, China. - “The 13th Asian Art Biennale Bangladesh 2008”, 26 negara dari Asia, Amerika Latin, dan Eropa. Di National Museum, Dhaka, Bangladesh. - “The 19th Asian Water Colours 2008”. Di Museum Neka, Ubud, Bali.
Vanessa Art Link, Jakarta
- Ilustrasi Cerpen KOMPAS 23 November
2009
Art Room, Jakarta.
- “My Body”, 43 seniman perempuan, Grand Indonesia, penyelenggara Andi Gallery, Jakarta - Bazaar Art Festival 2009, Ballroom Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta -“Up and Hope”, d’Peak Gallery, Jakarta
- “Ini, Baru Ini”, Grand Opening Vivi Yip -“Untukmu Perempuan Indonesia”, persembahan Yayasan Kanker Indonesia. Di Gedung Arsip Nasional Indonesia, Jakarta. 2005 - Pameran Fotografi “Displaced Spaces”,
12
Selasar Sunaryo Art Space, Bandung. Pameran hasil workshop bimbingan fotografer asal Korea, Han Sung Pil. - Pameran Fotografi “Asian-Europe Art Camp”, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung. Bekerja sama dengan Common Room
Group Exhibitons 2007
- “LOVE”, The Peak, Lembang. - “Tribute to Barli”, Bale Seni Barli, Kota Baru
Parahyangan, Padalarang.
2006 - Ars Mobilis 2006 “Earthborn, Heavenbred”, Ciwalk, Bandung. - Pameran Bersama IWPI Jawa Barat (Ikatan Wanita Pelukis Indonesia), Bandung. - Pameran “Charity for Mamannoor”, Galeri Adira, Bandung 2005 - “50 x 50”, dalam Rangka Peringatan 50 tahun KAA, Galeri Kita, Bandung. - Pameran Bersama Seniman Bandung, Pendopo Walikota, Bandung. 2004 - “Steal Life”, Galeri Sumardja, FSRD ITB, Bandung. - Pameran Seni Rupa Perempuan, Galeri Soemardja, ITB, Bandung. 2002 - Pameran TPB FSRD ITB angkatan 2001 di Aula Barat ITB, Bandung.
Awards 2010
Finalis Indonesia Art Award 2004 Finalis Kompetisi Melukis Landscape, Bale Seni Barli, Padalarang 2000 Finalis Kompetisi Melukis untuk beasiswa Universitas Lim Kok Wing, Malaysia 1999 Juara II Kompetisi Melukis TIngkat Nasional, kerja sama Majalah GADIS dengan OREO 1995 - Juara I Kompetisi Melukis Tingkat Nasional, Majalah Jayabaya, Surabaya - Penghargaan dari UNESCO, lukisan dijadikan kartu pos UNESCO 1993 - Juara I Kompetisi Melukis Tingkat Nasional, KTT Non Blok, mendapat piala dari Menteri Pariwisata dan Budaya 1991 - Juara I Kompetisi Melukis se-Bandung, Gramedia Bandung 1990 - Gajah Perak dari Jerman - Medali Perak dari NHK, Jepang
13
Con Festivita, 177 x 147 cm, oil and mix media on canvas
Night Cracker, 177 x 147 cm, oil and mix media on canvas
14
Merak dan Si Bulbul,
Arak-arakan,
177 x 147 cm, oil on canvas
177 x 147 cm, oil on canvas
15
Balloon,
Ngaso,
177 x 147 cm, oil on canvas
177 x 147 cm, oil on canvas
Celebration, 177 x 147 cm, oil on canvas
catalogue for A Solo Exhibition by
designed by Gamaliel W. Budiharga
Monika Ary Kartika
Kotasis Kamar Desain 3x3x3
“CON Festivita”
www.kotasis.com
Yogyakarta, Indonesia
EDITION TRANSLATED BY
500 copies
Rani Elsanti publisheD BY 2010. vivi yip art room Jakarta, Indonesia
PRINTED IN INDONESIA