19 minute read
Arsit ektur Indis: Dinamik a Hubung an an tara Daer ah Koloni deng an Me tropole pada Awal Abad 20
ARSITEK TUR INDIS Dinamika Hubung an antar a Daer ah K oloni dan Metr opole pada A wal Abad 20 ADIEY ATNA F AJRI
Dalam sebuah cat at an perjalanannya ke Hindia-Belanda, seorang arsite k te rkenal berkebangsaan Belanda, Hendrik Petrus Berlag e (1854-1934) meneg askan kembali ten tang visin ya terhadap arsit ektur masa depan di daer ah koloni dan kebutuhan terhadap satu gaya arsit ektur yang khas. Ga ya arsit ektur yang kemudian disebut sebag ai "Indis" ini me warnai perdeba tan par a arsitek di Hindia-Belanda pada kurun waktu awal abad 20. Perdeba tan tersebut tidak berlangsung dalam ruang sejar ah yang vakum. Seperti haln ya yang diungk apkan oleh Ann Laur a Stoler bah wa daer ah koloni ber sif at sang at dinamis dimana hubung an an tara etnik, maupun relasi an tara daer ah jajahan dan metropole sec ara kons tan dir ekonfigurasi.
Advertisement
Artik el ini akan membahas Arsit ektur Indis sebag ai perwujudan dialek tik a an tara daer ah koloni dan metropole dalam bingk ai politik e tis kalangan humanit arian. Pada kisar an tahun 1900-an, disiplin ilmu arsit ektur di Hindia-Belanda mengalami sebuah periode professionalisasi dan independensi dari metropole. Selain didor ong oleh kebijak an Politik Etis yang dit erapkan pemerin tah kolonial, independensi ilmu arsit ektur jug a dipeng aruhi oleh diberlak ukann ya undangundang Desen tralisasi (1903) yang memper cepa t proses urbanisasi di wila yah kota-k ot a besar di HindiaBelanda. Berdasark an pada keadaan sosial dan politik tersebut, artik el ini berusaha memberi artikulasi pada peranan Politik Etis terhadap munculn ya Arsit ektur Indis di Indonesia. Politik Etis dan Perkembangan Arsitektur
Politik Etis yang dit erapkan pemerin tah pesan mor al kepada pemerin tah Hindia-Belanda kolonial dapa t dilac ak jejakn ya pada sebuah figur terkait dengan ke bijakan politik terhadap yang mengkritisi kebijak an politik pemerin tah saa t mas yarak at pribumi. Pida to tersebut menandai itu. Adalah seorang jurnalis bernama Piete r dimulainya sebuah era baru dalam sejarah Brosshoft yang sejak tahun 1884 sec ara aktif telah pendudukan Belanda di Indonesia yakni menen tang kebijak an pemerin tah kolonial yang diberlakukannya Politik Etis. Yang dimaks ud eksploit atif melalui artikel-artik el yang diterbitk an sebag ai Politik Etis sesung guhn ya adalah usaha di koran De Locomotief . Tidak lama kemudian, pemerin tah kolonial untuk meningk atkan tar af kritikannya terhadap pemerintah mendapat hidup masyarakat pribumi melalui bidang dukung an dari C. Th. van De ven ter , seorang ahli pendidik an, pembangunan perpus takaan, kredit hukum dan ang got a parlemen di Belanda, melalui usaha pertanian, pr oyek irigasi pertanian, dan artik el yang berjudul Een eereschuld (diterbitk an pen yediaan pemukiman yang la yak bagi pribumi 5tahun 1899).Dalam artik el tersebut, van De ven ter yang bekerja pada lahan perkebunan mengungkapkan ke resahannya pada situasi pemerin tah. daerah koloni yang memprihatinkan dan Pemberlak uan Politik Etis bersamaan menuntut pemerintah di Hindia-Belanda dengan dikeluarkannya undang-undang mener apkan kebijak an berdasar asas keadilan. Desen tralisasi (1903) yang membagi wila yah di
Kritikan-kritikan tersebut mendapat daer ah koloni dalam beber apa kot a otonom sambut an dari Ratu Belanda saa t itu, Queen (gemen tee). Pada awaln ya han ya ada tig a kot a Wilhelmina, ya ng dalam pembuka an sidang yang memiliki kantor pemerintahan yaitu parlemen Belanda pada tahun 1903 men yeruk an Ba tavia, Semar ang , dan Suraba ya.
Pada tahun 1942 jumlah tersebut dialami mas yarak at pribumi yang menghuni meningk at menjadi 18 kot a di Pulau Ja wa dan 12 kampung-k ampung kumuh di ping giran kota. kot a di Luar Ja wa. Pembagian wila yah koloni ke Hal tersebut tentu sang at bert en tangan deng an dalam beberapa kota ditambah dengan spirit yang dimiliki oleh Politik Etis. pertumbuhan demografis yang sangat cepat berdampak sec ara langsung pada proses urbanisasi ideologi Arsitektur Indis yang menun tut dibangunn ya fasilit as-fasilit as yang Adanya tantangan untuk menduk ung aktivit as perk otaan, baik itu fasilit as mencipt akan sua tu gaya arsit ektur baru yang pemukiman maupun perk an toran. Kondisi tersebut lebih bernilai dan meningk atn ya kesadar an sec ara signifik an merubah wajah daer ah Hindiauntuk lebih meng apresiasi mas yarak at pribumi Belanda menjadi daerah ko loni "European melahirk an gener asi arsitek humanis yang Neighbourhood" yang menjamin kehidupan mengedepank an prinsip asosiasi dan sin tesis mas yarak at Eropa di neg ara jajahan melalui fasilit as budaya. Beberapa tokoh ternama yang sekolah, rumah sakit, pusa t perbelanjaan, sarana meskipun sanga t berbeda dalam tatara n transport asi, dsb. Seiring meningk atn ya kebutuhan pr aksisn ya, tetapi turut memben tuk ideologi terhadap gedung-gedung fasilitas penunjang, arsit ektur kolonial pada awal abad 20 an tara disiplin ilmu arsite ktur juga turut mengalami lain: Wolf f Schoemak er , Henri Maclaine Pont, perkembang an. Arsit ektur tidak lagi dipandang dan Thomas Kar sten. Ga ya arsit ektur yang sebag ai ilmu ten tang teknis pembangunan sema ta, belak angan disebut sebag ai Arsit ektur Indis tetapi lebih meng arah pada desain dan es tetika. tersebut berpeng aruh tidak han ya pada ranah Akan tetapi hal tersebut justru mendorong desain bangunan saja melainkan juga terjadin ya paradok s di daer ah koloni. Paradok s men yentuh aspek-aspek pena taan kota. pertama , di tengah meningk atn ya jumlah gedungApresiasi terhadap unsur lok al ged ung baru yang dibangu n oleh pemerint ahdalam desain bangunan di daer ah HindiaHindia-Belanda, par a arsitek men yadari keringn ya Belanda sebelum diberlak ukann ya Politik Etis nilai dalam karya-kary a tersebut. Kondisi tersebut terbilang sang at minim. Tendensi tersebut diakui oleh beberapa arsitek saat itu yang terliha t dalam beber apa kary a publik asi yang mengungkapkan betapa rendahnya mutu diterbitka n di Indies Architecture Journal bangunan-bangunan di daerah ko loni. Salah (Indisch Bouwkundig Tijdschrift) yang satun ya adalah J.E. de Meijer , Dir ektur Depart emen mengungk apkan rendahn ya kualit as arsit ektur Pekerjaan Umum, yang memberik an komen tar lokal di Hindia-Belanda saat itu. Dalam terhadap arsit ektur di Hindia-Belanda pada tahun beber apa desain bangunan, unsur-unsur lok al 1906 sebag ai berik ut: han ya berper an sec ara superfisial pada aspekThere is little of import anc e to be aspek dek or atif . Hal tersebut nampak misaln ya mentioned about the buildings (...) sinc e weigh t was pada desain ambang pintu brangk as pada merely att ached to ef ficiency and they don't gedung NHM. undert ak e endeavours to beauty , which would, due Melangkah lebih jauh dari to the demands of the climat e, [and] the nature of sekedar peng aplikasian unsur-unsur dek or atif , the materials (...) lead to disproportionat e high Henri Maclaine Pont mengusulkan co sts. Paradoks ked ua, pemb angu nan ged ung-dit erapkann ya unsur-unsur lok al dalam hal gedung baru tersebut juga menghadirkan teknik konstruksi bangunan. Meskipun kesenjangan yang semakin dalam antara argumenn ya mendapa t sang gahan dari Wolf f mas yarak at Eropa dan pribumi. Tar af kehidupan Schoemak er yang lebih mengedepank an teknik masyarakat Eropa yang semakin meningkat arsit ektur di dunia Bar at, bers ebera nga n denga n kenya taan ya ng harus 2artefak No vember 2019
, kepedulian Pont terhadap arsitektur lokal ditr ans formasik an dalam desain bangunan yang terinspirasi struktur yang dimiliki bangunan pendopo. Ia bahk an memuji konstruk si yang dimiliki pendopo sebag ai berik ut: "Contrar y to European constructions, in the pendopo the climax of spatial effect is fully ac complished. (…) I deem this an extraordinar y example of comple te unity of form and con tent, of expression and function ". Argumen tasi yang dibangun oleh Po nt ters ebut mendapat dukung an dari koleg an ya semasa kuliah di TU Delft, Thomas Kar sten. Bagi Kar sten, solusi yang dit awarkan oleh ilmu arsit ektur di dunia Bar at tidak dapa t diaplikasikan sepenuhnya di Hindia-Belanda, terutama pada desain tata ruang sebuah kota. Oleh karenan ya, Kar sten jug a men yeruk an pentingn ya untuk meliha t unsur lokal, baik itu buda ya maupun karak teris tik sosial mas yarak at di daer ah koloni dalam mendesain sebuah kary a arsit ektur .
Meskip un pada akhirn ya ket ig a arsitek tersebut tidak berhasil merumusk an satu gaya arsit ektur di daer ah koloni sec ara defintif , kary akarya yang mereka tinggalkan secara tegas mer epresen tasik an sebuah aliran gaya arsit ektur ya ng mewa kili sebuah era munculnya simpat i terhadap unsur-unsur lok al yang sejalan deng an semang at yang diba wa Politik Etis. Apresiasi tersebut tidak terba tas pada unsur dek or atif maupun adapt asi terhadap iklim lokal, namun jug a aspek konstruk si dan nilai bangunan. Salah satu con tohn ya adalah Gereja Katolik Pohsar ang yang didesain secar a eklek tik oleh Pon t pada tahun 1937 (gambar 2.). Arsit ektur Indis pada gilir ann ya jug a memben tuk (gambar 1. Hiasan kala pada ambang pin tu brangkas NHM. Sumber: W es ts teijn, "De Indische wortels van het Nederlandse modernisme", 6) sikap dan prakte k pemerinta h kolonial kare na kehadir ann ya mencermink an eksis tensi mas yarak at peng-k oloni (coloniz er) dan mas yarak at yang dikoloni (coloniz ed ) yang hidup sec ara berdamping an.
Kesimpulan
Buildings are embodimen t of culture , demikian ungkapan yang dikemuk akan oleh Chris Gosden dan Chan tal Knowles. Dalam artik el ini telah dijelask an bah wa kehadir an Arsit ektur Indis tidak mengisi ruang hampa dalam sejar ah Indonesia. Arsit ektur Indis tumbuh dan berkembang seiring deng an dinamik a hubung an an tara daer ah koloni dan metropole yang terus menerus die valuasi. Arsit ektur Indis dapa t dipandang sebag ai dampak sekaligus referensi pr ak tek Politik Etis pemerin tah kolonial. Tanpa adan ya kebijak an Politik Etis, simpa ti terhadap mas yarak at pribumi maupun unsur-unsur lok al mus tahil untuk muncul yang selanjutn ya akan menghalangi berkembangn ya independensi arsitek dalam mencipt akan gaya arsit ektur yang lebih humanis. Di sisi lain, kehadir an Arsit ektur Indis sec ara tidak langsung jug a merupak an wujud peng akuan eksis tensi mas yarak at pribumi dalam struktur mas yarak at kolonial.
(gambar 2. Gereja Pohsarang. Sumber: S V-Messie, 1937
Arsitektur Indisch Empir e Stijl ; Kemegahan yang Kini Sirna
Di seber ang halaman yang hijau- luas, deng an barisan pot yang berjajar rapi dan pohon-pohon besar , terliha t sebuah rumah yang terliha t meg ah deng an barisan kolom-k olom klasik berjejer rapi di bagian depan. Terliha t pula tig a buah pintu depan yang menjulang bag ai raksasa karena saking besarn ya. Di bagian dalam, terdapa t kamar-k amar tidur milik keluar ga pemilik rumah yang dipisahk an oleh sebuah lorong. Di dalam ruang an kamar , terliha t jendela krepy ak yang menjulang ting gi deng an kisi-kisin ya yang membua t udar a lebih mudah keluar masuk ke dalam ruang an. Ber gerak ke bagian belak ang , terdapa t sebuah serambi yang tern yata tidak kalah besarn ya dari serambi depan. Di sampingn ya, terliha t sebuah bangunan tambahan yang dihubungk an deng an bangunan utama oleh sebuah doorlop atau selasar . Di bangunan tambahan ini, terdapa t ruang-ruang seperti dapur , kamar mandi, gudang , kandang kuda, dan kamar pemban tu.
Begitulah kira-kir a gambar an meng enai rumah ber gaya arsitk etur Indisch Empir e Stijl, sebuah gaya arsitektur yang ban yak diliha t pada rumah-rumah dari masa kolonial. Menurut Handinot o, gaya arsitektur ini aslin ya berasal dari Perancis, dan diperk enalk an pertama kali oleh Napoleon Bonapart e. Ga ya arsitektur ini berusaha menonjolk an keangkuhan dan kekuasaan kekaisar an Perancis yang diperin tah oleh Napoleon. Kemudian gaya arsitektur ini diba wa ke Nusan tara oleh ba wahan Napoleon yang sang at mengagumin ya, Gubernur Jender al H. W. Daendels. Selain kary a jalur An yer –Panaruk an-n ya, Daendels jug a memba wa gaya arsitektur Empir e Style dan deng an sedikit pen yesuaian pada iklim dan buda ya se tempa t, jadilah arsitektur Indisch Empir e Stijl.
Bagaimanak ah kira-kir a kehidupan di dalam sebuah rumah ber gaya Indisch Empir e Stijl ? Untuk meng etahuin ya, putarlah jarum jam kembali ke tahun 1880an, dimana pada masa itu sedang mar ak rumahrumah ber gaya Indisch Empir e Stijl yang biasan ya dirancang oleh dinas dari zeni milit er yang ilmu arsitekturn ya masih minim. Orang-or ang yang memiliki sebuah rumah Indisch Empir e Stijl pas tin ya adalah orang-or ang yang terpandang dan memiliki kek ayaan dalam jumlah luma yan besar karena untuk membangun sebuah rumah Indisch Empir e Stijl memak an ban yak bia ya. Mer eka terdiri dari par a pejaba t pemerin tah kolonial seperti residen atau asis ten residen, jender al milit er , pemilik perkebunan, kepala pabrik gula, jur agan-jur agan Tionghoa, hing ga kalang an arsitokr at Ja wa. Di bagian beranda depan atau voor galerij, biasan ya dipak ai oleh si tuan rumah untuk menerima tamu dan biasan ya mer eka menghabisk an waktu nya di sini sambil memandang halaman depan yang luas dan hijau oleh tumbuhan dan rumput-rumput an yang dir awat oleh tukang kebun yang diba yar mur ah.
Kadang di sini terdapa t sebuah air mancur . Kadang serambi depan ini ditambahk an deng an kerai untuk mengurangi silaun ya sinar ma tahari yang masuk k e dalam. T erliha t perabotan seperti sebuah meja bundar y ang dikelilingi oleh empa t buah kursi sert a beber apa pot-pot tanaman berisi pak u suplir atau jambang an berisi bung a kana yang selalu mek ar sepanjang tahun. Pemilik rumah tidur di kamar yang meng apit sebuah selasar . Di bagian belak ang terdapa t beranda belak ang atau ach ter galerij. Bagian ini merupak an bagian priv at yang han ya boleh dimasuki ang got a keluar ga atau keraba t dek at. Di sinilah tuan rumah mak an bersama keluar ga atau bersama tamu yang dijamun ya. Di atas meja mak an terliha t sajian rijs tafel yang disiapk an oleh pemban tu di dapur yang berada di samping rumah. Ruang an seperti dapur , gudang , kamar mandi, kandang kuda, dan kamar pemban tu seng aja dipisah deng an bangunan utama karena menurut mer eka daer ah ini kotor , lembab, dan bau sehing ga harus dijauhk an dari aktivit as kehidupan san tai yang berlangsung di bangunan utama.
Bangunan T ua Mempertahankan Bangunan T ua deng an Car a Moder n -T ri AntikaPenggusur an situs cagar buda ya seringk ali membua t resah par a arkeolog dan par a peng ama t buda ya. Pasaln ya situs-situs yang dit etapkan sebag ai cagar buda ya diang gap memiliki nilai sejar ah yang penting sehing ga tidak bisa dihancurk an begitu saja. Di an tara berbag ai jenis cagar buda ya, salah satu yang paling riskan mengalami peng gusuran adalah bangunan-bangunan k olonial. Selain k arena lok asin ya yang berada di jan tung kota, le takn ya yang biasan ya terhimpit bangunan-bangunan modern membua t bangunan-bangunan tua pening galan Bangsa Eropa ini harus siap termak an kepen ting an lain apabila terjadi perluasan bangunan di sekelilingn ya. Dari hari ke hari situs c agar buda ya harus t erus bersaing deng an kebutuhan-kebutuhan manusia itu sendiri. Sebuah tan tangan untuk men yelama tkan warisan leluhur ditengah hiruk pikuk soal men yoal keuntung an. Perihal pertambahan penduduk dan kesejajar ann ya deng an kebutuhan lahan yang semakin ting gi adalah masalah utama yang menjadik an bangunan-bangunan kolonial sebag ai sasar an perluasan lahan. Selain itu bangunan-bangunan kolonial jug a diingini oleh par a pemilik saham untuk dimanf aa tkan sebag ai wila yah usahan ya karena le takn ya yang str ategis. Biasan ya fron t paling terdepan untuk membela dan men yelama tkan bangunan-bangunan tersebut adalah par a arkeolog. Tentun ya par a arkeolog akan terus menen tang penggusur an tersebut deng an berbag ai negosiasi dan argumen. Men yebutk an alasan bah wa bangunan-bangunan kolonial tersebut adalah warisan buda ya nenek moyang yang menyimpan sejar ah pahit-manis perjalanan dan iden titas bangsa yang harus dihar gai, menjadi tameng utama dalam bernegosiasi. Sert a pasal-pasal dalam Undang-Undang yang men yebutk an bah wa peles tarian cagar buda ya harus dilak ukan, menjadi senja ta untuk membua t par a pemodal mangkir . Tapi siapa sangk a kalau saa t ini mer eka sudah jauh lebih pin tar , deng an mempert an yakan guna dan manf aa t konkr et dari dipert ahank ann ya bangunan-bangunan tersebut. Para arkeolog seringk ali menjelask an makna pentingn ya bangunan-bangunan kolonial deng an nilai-nilai sejar ah yang terkandung sec ara filosofis dalam bangunan tersebut yang mungkin tidak sepenuhn ya mer eka pahami. Mak a ditengah berbag ai macam kepen ting an dan ur gensi akan timbul pert an yaan 'perluk ah bangunan kolonial dipert ahank an?'. Mer eka bisa saja akan meng atakan, bah wa peles tarian bangunan kolonial tidak perlu dilak ukan karena penc atatan dan pemotr etan sua tu bangunan cagar buda ya sebelum dihancurk an sudah cukup untuk menyimpan sua tu sejar ah. Tentu argumen ini akan membua t ma ti kutu. Apalagi bila mas yarak at berpihak pada kepen ting an lain karena ketidakpahamann ya dan kegagalan arkeolog dalam menjelask an pentingn ya bangunan-bangunan kolonial. Untuk itu dihar apkan arkeolog dapa t ber argumen lebih dari sekadar berfilosofi dan men yebutk an pasal dalam undang-undang. Apabila par a arkeolog masih merasa perlu untuk meles tarik an bangunan kolonial mak a par a arkeolog harus menghadirk an hal konkr et yang dapa t dirasak an manf aa tn ya oleh mas yarak at dalam kehidupan seharihari. Para arkeolog harus mening galkan pemikir an kuno yang selalu berk eras hati ingin meles tarik an bangunan kolonial han ya karena esensin ya. Arkeolog harus membuang jauh-jauh egoismen ya karena yang dihadapi adalah orang-or ang yang tidak meng erti makna sesung guhn ya dari bangunan-bangunan warisan leluhur tersebut. Untuk itu, arkeolog harus melak ukan hal baru untuk membua t mas yarak at per caya akan pentingn ya peles tarian sekaligus membua tn ya bang ga atas kehadir an bangunan-bangunan kolonial tersebut. Arkeolog harus tahu kedepann ya bangunan-bangunan kolonial tersebut akan menjadi apa dan bermanf aa t untuk apa sehing ga sejalan deng an kebutuhan manusia yang semakin mendesak.
Selama ini bangunan-bangunan kolonial yang selalu diargumen tasik an sebag ai hal yang penting dan memiliki nilai sejar ah nyatan ya han ya menjadi bangunan-bangunan lusuh di jantung kota.
Tri Antika Bangunan tua yang diting gal begitu saja, pintu-pin tun ya tertutup dan terkunci sehing ga tidak ada akses yang mudah untuk memasuki bangunan tersebut meski han ya sekadar melak ukan analisis arsitektur dan ornamen bangunann ya.
Memang beber apa bangunan kolonial yang besar dan masih utuh sudah dir awat oleh Balai Peles tarian Cag ar Buda ya (BPCB) atau Balai Penelitian Arkeologi (BALAR). Bangunan-bangunan lain seperti rumah-rumah indis, ben teng , pabrik gula atau pabrik-pabrik lain pening galan masa kolonial han ya menjadi pemandang an di ping gir jalan. Tak jarang bangunan-bangunan ini menjadi sasar an vandalisme. Bangunan kolonial yang dihar apkan dapa t memperbaiki mor al bangsa tern yata han ya dijadik an objek selfie dan seringk ali berbau pesing karena menjadi tempa t ban yak orang yang buang air kecil sembar angan. Sungguh ironis apabila arkeolog memak sa bangunan-bangunan kolonial itu tetap dipert ahank an tetapi tidak tahu akan digunak an untuk apa. Tentu akan terliha t men yedihk an bila melak ukan sua tu hal yang tak kit a tahu manf aa tn ya.
Bangunan kolonial biasan ya terle tak di satu kawasan deng an bangunan-bangunan yang berjejer memben tuk satu komplek s. Dalam satu komplek s tersebut biasan ya han ya satu atau dua bangunan saja yang sudah dir awat dan diles tarikan, semen tara bangunan-bangunan kolonial lain dibiark an begitu saja. Seringk ali kit a leng ah deng an han ya memberik an perha tian pada bangunan-bangunan yang besar dan utuh dan justru melupak an bangunan-bangunan kolonial lain yang ada di sekit arn ya yang merupak an bagian penyusun dari kawasan tersebut. Kit a lupa bah wa satu kawasan dapa t disebut kot a tua karena adan ya bangunan-bangunan kolonial lain yang saling men yertai. Apabila han ya satu atau dua bangunan kolonial yang diles tarik an semen tara yang lain digusur mak a kit a akan mendapa t ban yak kerugian. Untuk itu peles tarian sec ara men yeluruh di kawasan kot a tua atau komplek s bangunan kolonial perlu dilak ukan.
Kita selalu berpa tokan bah wa peles tarian suatu bangunan kolonial harus diar ahkan ke sektor wisa ta, namun tern yata ada ban yak cara lain untuk meles tarik an bangunan-bangunan kolonial. Salah satu opsi untuk meles tarik an bangunan-bangunan kolonial adalah deng an menghidupk an kembali komplek s yang ma ti tersebut. Deng an kreativit as anak-anak muda, bangunan-bangunan tua tersebut masih bisa dimanf aa tkan ditengah kehidupan sosial mas yarak at yang modern. Bangunan-bangunan kolonial tersbut dapa t disulap menjadi bengk el kesenian atau tempa t perniag aan tanpa mengubah bentuk atau merusak bangunan cagar buda ya tersebut. Buk an tidak mungkin apabila bangunan-bangunan tersebut dimanf aa tkan kembali sebag ai kafe, galeri seni, tempa t pemen tasan, sang gar kesenian atau kegia tan per ekonomian lainn ya. Sehing ga dalam satu kawasan kot a tua atau komplek s bangunan kolonial seluruhn ya menjadi hidup dan bermanf aa t bagi kehidupan masa kini.
Con tohn ya Kot a Tua Semar ang , memang beber apa bangunan kolonial sudah dimanf aa tkan sebag ai bank, museum atau tempa t pamer an. Tapi alangk ah lebih baikn ya lagi apabila semua bangunan tua yang terbengk alai dimanf aa tkan kembali, daripada han ya menjadi sasar an vandalisme. Con toh lainn ya adalah komplek s bangunan kolonial di sekit ar BAT (British Americ an Tobacc o) Cirebon. Komplek s bangunan kolonial di daer ah ini seluruhn ya mati, belum ada yang memanf aa tkan dan han ya dijadik an sebag ai objek foto. Kawasan ini menjadi sepi, mak a perlu adan ya pemanf aa tan kembali bangunan-bangunan kolonial yang berk aitan deng an sekt or kehidupan daer ahn ya masing-masing.
Hal t ersebut juga merupakan salah sa tu c ara untuk menarik or ang-or ang da tang, berin teraksi deng an bangunan-bangunan kolonial. Apabila mas yarak at sudah akrab deng an bangunan-bangunan tersebut, mak a deng an sendirin ya akan tumbuh ik atan batin terhadap bangunan cagar buda ya disekelilingn ya, akan muncul perasaan memiliki terhadap warisan buda ya dan timbul kesadar an untuk menjag a dan meles tarik an bangunanbangunan kolonial. Mak a ketik a terjadi ben turan kepen ting an deng an pihak lain, arkeolog akan mendapa t dukung an dari mas yarak at untuk mempert ahank an bangunan kolonial tersebut.
Dapa t diba yangk an apabila ada ban yak orang yang peduli dan memiliki ide cemerlang untuk memanf aa tkan kembali bangunan kolonial, mak a seluruh komplek s kolonial tersebut akan hidup, sehing ga mer eka dapa t menjalank an roda per ekonomian dan kehidupann ya, dan sec ara tidak sadar mer eka telah memban tu peles tarian bangunan cagar buda ya, pun dapa t menarik kunjung an wisa tawan asing.