The Planners

Page 1



1


2


3 3


4


5


Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Learn The Past, Manage The Present, Shape The Future� Oleh : Khairani Mardiah

Hai, pembaca setia The Planners! Kali ini, penulis akan mengajak pembaca untuk mengetahui lebih dalam tentang program studi Perencanaan Wilayah dan Kota yang ada di ITB. Penasaran kan? Langsung simak pembahasan berikut ini! 6


Program studi Perencanaan Wilayah dan Kota merupakan salah satu program studi yang berada dalam SAPPK ITB. Program studi yang didirikan pada 14 September 1959 ini dibentuk karena kebutuhan akan perencanaan dan ruang lingkup keilmuan yang semakin meluas serta kompleks. PWK merupakan program studi yang berkaitan dengan berbagai ilmu, baik ilmu keteknikan maupun ekonomi. Mahasiswa PWK tidak hanya belajar perencanaan wilayah dan kota saja tetapi juga belajar keseluruhan proses yang ada didalamnya., atau biasa disebut sebagai POAC: Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Hal ini sejalan dengan tujuan program studi Perencanaan Wilayah dan Kota, yaitu memberi para mahasiswa pengetahuan dan keterampilan serta membentuk pola pikir rasional, komprehensif, strategis dan analitis untuk mampu mendapatkan alternatif pemecahan persoalan pembangunan yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan moral serta disepakati oleh banyak pihak. Dalam perkuliahannya, program studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB memiliki 4 (empat) kelompok keahlian yaitu: •Perencanaan dan Perancangan Kota (PPK). PPK merupakan kelompok keahlian yang menjadi wadah bagi para dosen dan peneliti untuk mengembangkan riset dalam rangka mewujudkan kota yang manusiawi dan berkelanjutan serta mengembangkan teori-teori substansial untuk perencanaan dan perancangan kota. •Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD). PWD merupakan kelompok keahlian yang dibentuk sebagai wadah bagi para dosen dan peneliti yang berminat dalam bidang perencanaan wilayah dan perdesaan yang mengedepankan pembangunan perdesaan secara terintegrasi, seimbang dan berkelanjutan. 7


•Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota (SIWK). SIWK merupakan kelompok keahlian yang terdiri dari para dosen dan peneliti dengan minat penelitian pada bidang perencanaan dan pengelolaan infrastruktur dan transportasi serta implikasinya terhadap kebijakan pembangunan perkotaan. •Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan (P2PK). P2PK merupakan kelompok riset dan unit kerja yang dibentuk untuk mewadahi para dosen dan peneliti yang memiliki keahlian dan ketertarikan pada pengembangan, pengelolaan dan ilmu pengetahuan dalam bidang pengelolaan pembangunan serta pengembangan kebijakan. Kelompok keahlian ini memiliki spesialisasi dalam bidang analisis tata kelola pemerintahan metropolitan, dampak fiskal, preferensi lokal, dan politik perkotaan.

PWK SAPPK Apabila ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, PWK ITB juga menyediakan program magister. Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota didirikan pada tahun 1982 bekerja sama dengan Development Planning Unit, University Colledge London. Dan pada tahun 1986, PWK ITB juga membentuk Program Doktor Perencanaan Wilayah dan Kota. Tidak terbatas hanya di kampus dalam negeri, saat ini program studi Perencanaan Wilayah dan Kota menyelenggarakan program Double Degree bekerja sama dengan Rijk University Groningen (RUG-Belanda), ITC Belanda dan beberapa perguruan tinggi di Jepang (Kobe, Keio, Ritsumeikan, GRIPS, Miyazaki, dan Yamaguchi). 8


PROSPEK kerja Topik yang satu ini selalu membuat para pembaca penasaran kan? Tenang, prospek kerja para lulusan PWK ITB sangat luas. Beberapa diantaranya bekerja di instansi pemerintahan seperti Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum, BPPT, dan Dinas Tata Kota, di sektor swasta sebagai tenaga ahli konsultan, developer atau kontraktor properti, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan juga di luar keilmuan seperti lembaga keuangan dan beberapa perusahaan swasta lainnya. Prospek kerjanya luas sekali bukan?

Sekian dulu pembahasan tentang program studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Semoga program studi PWK ITB ini semakin sukses melahirkan lulusan-lulusan yang mampu membawa perencanaan dan pembangunan wilayah di Indonesia menjadi lebih baik ke depannya. Salam The Planners!

9


10


11


12


13


14


15


Aglomerasi Perusahaan Teknologi Tinggi di Teknopolis Gedebage

Tamara Qonita M Ahmad Sodiq El Husaini

16


ABSTRAK Konsep pengembangan suatu kota atau kawasan perkotaan sangat menentukan arah dan strategi pengembangan suatu kota atau kawasan perkotaan dalam mencapai tujuannya. Teknopolis sebagai salah satu konsep pengembangan kota menekankan pada kolaborasi antara academic, business dan government dalam meningkatkan perekonomian dalam suatu kawasan yang didukung dengan kedekatan spasial antara ketiga aktor tersebut. Saat ini, teknopolis digunakan sebagai konsep pengembangan kawasan Gedebage. Dalam penelitian ini, ingin diketahui bagaimana penerapan teknopolis sebagai konsep pengembangan kawasan Gedebage dan potensi dampak ekonomi dari adanya aglomerasi perusahaan pada kawasan tersebut. Penerapan konsep teknopolis pada kawasan Gedebage dapat diidentifikasi dari pola ruang pada kawasan tersebut yang menyediakan lahan untuk kegiatan pedidikan, komersil, perkantoran dan perusahan. Pada teknopolis Gedebage, kegiatan utama yang akan dikembangkan yaitu pharmaceutical, R&D Park dan IT&Telecommunication. Namun, dengan kegiatan utama tersebut belum didukung dengan kualitas SDM yang setara di kawasan tersebut. Selain itu, jika dibandingkan dengan sektor unggulan eksisting pada kawasan Gedebage, kegiatan yang dikembangkan pun kurang sesuai. Kata Kunci: teknopolis, aglomerasi ekonomi, Gedebage

17


PENDAHULUAN Dalam pengembangan suatu kota atau kawasan perkotaan, diperlukan suatu konsep yang akan menentukan arah dan strategi pengembangan. Penurunan konsep kedalam arah dan strategi pengembangan suatu kota atau kawasan perkotaan, akan menentukan bagaimana suatu kota atau kawasan perkotaan dalam mencapai tujuan pengembangannya. Salah satu konsep pengembangan kota atau kawasan perkotaan ialah konsep Teknopolis. Pada dasarnya, konsep teknopolis merupakan suatu konsep yang menekankan pada bagaimana mendorong munculnya inovasi pada suatu kota atau kawasan perkotaan melalui kolaborasi antara pendidikan tinggi, industri dan pemerintah. Inovasi ini nantinya diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan oleh kota atau kawasan perkotaan tersebut. Dengan meningkatnya nilai tambah dari produk yang dihasilkan, maka akan meningkatkan perekonomian kawasan tersebut. Untuk mempermudah proses inovasi tersebut dan meningkatkan produktivitas, maka teknopolis menekankan kedekatan spasial antara aktor-aktor tersebut. Konsep teknopolis saat ini menjadi konsep yang diterapkan dalam pengembangan kawasan Gedebage, Kota Bandung. Melalui Peraturan Daerah Kota Bandung No.10 Tahun 2015 tentang RDTR Kota Bandung, SWK Gedebage akan dikembangkan sebagai kawasan sinergi pendidikan tinggi, ekonomi kreatif, komersial dan pusat pemerintahan berkonsep Teknopolis dalam mewujudkan fungsi Pusat Pelayanan Kota (PPK). Dengan adanya aglomerasi antara pendidikan tinggi, ekonomi, komersial dan pemerintahan dalam suatu kawasan, sinergi yang diharapkan antar ketiga aktor tersebut dapat terjadi lebih mudah. Dengan diterapkan konsep tersebut, kawasan Gedebage direncanakan dapat menjadi motor penggerak ekonomi Kota Bandung. Untuk itu, perlu diidentifikasi aglomerasi perusahaan di Gedebage dan potensi dampak ekonomi yang 18


TUJUAN & SASARAN

Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi aglomerasi perusahaan teknologi tinggi di teknopolis Gedebage, Kota Bandung dan potensi dampak ekonominya. Untuk mencapai tujuan tersebut, studi ini memiliki dua sasaran yaitu: (1) mengidentifikasi konsep pengembangan teknopolis Gedebage dalam mewujudkan aglomerasi perusahaan; (2) mengidentifikasi potensi dampak ekonomi dari aglomerasi di teknopolis Gedebage.

METODO LOGI

Metodologi yang digunakan dalam studi ini adalah dengan melakukan studi literatur dokumen perencanaan terkait dan eksplorasi data dan informasi dan sumber-sumber terpercaya lainnya.

DASAR TEORI

Konsep Teknopolis Teknopolis merupakan suatu istilah yang merujuk kepada konsep pengembangan suatu kawasan baik yang berada di perkotaan, pinggiran maupun perdesaan yang didominasi oleh keberadaan industri berteknologi tinggi dengan kegiatan penilitian, pengembangan dan juga manufaktur (Castells & Hall, 1999). Ciri dari teknopolis, selain dengan adanya industriindustri berteknologi tinggi pada kawasan tersebut, namun juga perlu diiringi dengan adanya sinergi antara industri (business) tersebut, dengan akademisi dan pemerintah. Sinergi antara ketiga sektor tersebut (academicbusiness-government) merupakan

faktor kunci dari kesuksesan sebuah kawasan teknopolis, serta yang membedakan antara kawasan berkonsep teknopolis dengan kawasan lainnya. Hassink dan Berg (2014) mengidentifikasi tiga tujuan umum dari pembentukkan suatu teknopolis. Tujuan pertama yaitu untuk membantu perkembangan ekonomi, melalui peningkatan daya saing perusahaan-perusahaan yang berada di kawasan tersebut hingga akhirnya akan meningkatkan daya saing secara regional maupun nasional. Selain itu, teknopolis dapat pula digunakan sebagai upaya mengurangi ketimpangan ekonomi

19


yang sudah padat penduduknya, yang diikuti oleh pembangunan atau pemindahan pusat-pusat penelitian dan juga universitas pada kawasan tersebut, diharapkan akan menarik investor untuk juga berpindah ke kawasan

tersebut. Tujuan lainnya dari pengembangan teknopolis yaitu untuk membangun sinergi antara pendidikan tinggi, pembentukan sarana riset publik serta perusahaan untuk membantu transfer teknologi, inovasi dan

Konsep Aglomerasi Konsep Aglomerasi pertama kali dikemukakan oleh Alfred Marshall pada tahun 1890, yaitu sebuah sistem ekonomi wilayah dimana pengelompokan kegiatan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan-perusahaan yang berada dalam wilayah tersebut. Alfred Marshall (1920) dalam Lambooy (1998) mengatakan bahwa aglomerasi ekonomi adalah sebuah cara untuk mengurangi biaya transportasi dari pemindahan: 1. Bahan Baku Aglomerasi perusahaan dengan bahan baku yang kurang lebih sama akan mengurangi biaya pengangkutan bahan baku karena bahan baku bisa digunakan bersama oleh perusahaanperusahaan yang beraglomerasi tersebut. Selain itu, jika perusahaan dapat beraglomerasi mendekati sumber bahan baku maka biaya pengangkutan bahan baku dapat ditekan lebih jauh lagi.

20

2. Pekerja Aglomerasi perusahaan yang memiliki kebutuhan kompetensi tenaga kerja yang sama akan memudahkan sharing pekerja antar perusahaan, apa lagi jika berada dekat dengan ‘perusahaan’ atau lokasi pendidikan yang menghasilkan pekerja berketrampilan tinggi. Perusahaan akan dengan mudah memenuhi kebutuhannya untuk pekerja berketrampilan tinggi. 3. Ide Kedekatan secara lokasi terbukti akan mempercepat penyebaran ide, informasi, dan teknologi antar perusahaan yang terkait. Penyebaran biasanya terjadi melalui interaksi antar pekerja perusahaan di sekitar lingkungan perusahaan yang beraglomerasi tersebut. Menurut Frederic M. Scherer (1984), hasil research and development (R&D) sebuah perusahaan dapat menguntungkan perusahaan lain dimana hubungan juga dapat terjadi jika perusahaan


Menurut Lambooy (1998), faktor penghambat dari keberhasilan 4. Kurangnya dukungan dari aglomerasi ekonomi antara lain: kelembagaan yang bersangkutan (misalnya pemerintahan atau 1. Kurangnya ketersediaan bahan lembaga penelitian). baku yang fleksibel, baik pekerja Kegagalan dari aglomerasi ekonomi maupun barang. ini diharapkan dapat ditanggulangi jika terbentuk ikatan yang kuat antar 2. Kedekatan antar perusahaan perusahaan yang beraglomerasi yang lebih banyak menyebabkan dimana hubungan yang terjadi antar eksternalitas negative dibandingkan perusahaan bukanlah hubungan dengan eksternalitas positif bisnis yang saling tertutup dengan keadaan perusahaan masing-masing, 3. Munculnya kekuatan ekonomi yang melainkan hubungan yang saling memonopoli dan adanya perjanjian terbuka dimana tiap-tiap perusahaan kerjasama kartel yang menyebabkan menyadari keuntungan dari adanya mekanisme pasar tidak berjalan dan kerjasama antar perusahaan. menutup jalan bagi perusahaan baru Keadaan ini menurut Kleinknecht dan untuk dapat berkembang Ter Wengel (1998) disebut sebagai

Preseden Penerapan Konsep Teknopolis dan Aglomerasi Ekonomi

3. Mayoritas pekerja maupun pemilik perusahaan yang berasal dari latar belakang pendidikan yang sama mempermudah terjalinnya hubungan kekeluargaan antar perusahaan.

Salah satu preseden teknopolis maupun aglomerasi 4. Informasi yang didapatkan dari ekonomi yang berhasil adalah di Silicon Valley, pertukaran ide antar perusahaan California, Amerika Serikat. Beberapa karakteristik menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan penting dari Sillicon Valley adalah: kemungkinan kebocoran rahasia perusahaan. 1. Hubungan dan antar relasi yang kuat dimana antar perusahaan saling terbuka dan aktif berbagi 5. Sistem kerjasama di Sillicon Valley mengenai hasil penelitiannya sehingga terjalin rasa tetap membuka kemungkinan percaya antar perusahaan yang tinggi. bagi perusahaan baru (start up company) untuk masuk ke dalam 2. Akibat eratnya hubungan perusahaan maka pasar. pekerja seakan bekerja untuk Sillicon Valley dan bukan untuk perusahaan tertentu. Oleh sebab 6. Terdapat dukungan kerjasama itu, mudah terjadi pertukaran pekerja antara langsung dari universitas terdekat perusahaan satu dengan yang lain sesuai dengan dalam bentuk dukungan penelitian. kompetensi yang dibutuhkan oleh perusahaan pada saat itu. 21


GAMBARAN UMUM TEKNOPOLIS GEDEBAGE Teknopolis Gedebage merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada konsep pengembangan pusat primer kedua Kota Bandung. Penetapan Gedebage sebagi pusat pelayanan kota (PPK) Bandung bagian timur tercantum dalam Perda Kota Bandung No.18/2011 tentang RTRW Kota Bandung Pembentukan pusat primer kedua ini diharapkan dapat menjadi mengalihkan beban kegiatan yang berada di pusat primer pertama di kawasan Alunalun. Dengan status sebagai pusat primer, PPK Gedebage direncanakan melayani kota, PKN Cekungan Bandung, Jawa Barat dan Nasional. Berdasarkan RDTR Kota Bandung 2015-2035, tercantum bahwa SWK Gedebage akan dikembangkan sebagai kawasan yang bersinergikan antara pendidikan tinggi, ekonomi kreatif, komersial dan pusat

pemerintahan berkonsep Teknopolis. Kawasan Teknopolis Gedebage akan terbagi menjadi dua, yaitu kawasan inti dan kawasan penunjang. Kawasan inti dari Teknopolis Gedebage merupakan kawasan mixed-use dengan konsep green city, intensifikasi dan waterfront development. Kawasan inti teknopolis tersebut diarahkan untuk menjadi sebuah kawasan smart industry. Sedangkan, kawasan penunjang dalam Teknopolis Gedebage diantaranya yaitu kawasan pusat pemerintahan Kota Bandung, kawasan transit oriented development, serta kawasan RTBL Terminal Terpadu Gedebage. Kawasan Penunjang ini nantinya akan didukung dengan keberadaan monorail Bandung Raya serta kereta cepat Jakarta-Bandung.

22


Gambar 1. Delineasi Kawasan Teknopolis Gedebage

Sumber: Bappeda Kota Bandung, 2014

Kawasan inti teknopolis diarahkan untuk menjadi kawasan industri yang mampu untuk menghasilkan produk utama yang tidak memiliki pesaing di tempat lain, khususnya di Bandung/ Jawa Barat maupun di Indonesia secara umum. Untuk itu, teknopolis Gedebage direncanakan untuk menjadi kawasan smart industry. Pengembangan kawasan smart industry tersebut terdiri atas kegiatan yang kreatif dan inovatif,non polutan dan merepresentasikan produk lokal. Kegiatan industri yang direncanakan terdapat dalam kawasan inti teknopolis Gedebage yaitu biopolis, digital media, science park dan creative business core. Untuk mengembangkan kegiatankegiatan tersebut, pada kawasan teknopolis Gedebage akan diawali dengan pengembangan kegiatan-

kegiatan unggulan (anchor) yaitu Pharmaceutical, R&D Park dan IT&Telecommunication.

Gambar 2. Kegiatan Unggulan (Anchor) Kawasan Inti Teknopolis

Sumber: Bappeda Kota Bandung, 2014

23


ANALISIS Penerapan Konsep Teknopolis pada Teknopolis Gedebage Untuk mengetahui dampak ekonomi dari aglomerasi perusahaan berteknologi tinggi di kawasan Teknopolis Gedebage terutama bagi masyarakat sekitarnya, pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan meninjau kemungkinan terbentuknya aglomerasi ekonomi yang ideal seperti yang berhasil dilakukan di Silicon Valley. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan keadaan eksisting lokasi Teknopolis Gedebage dengan prasyarat terbentuknya a g l o m e r a s i ekonomi yang berhasil. Keadaan eksisting akan ditinjau dari segi ekonomi yaitu sektor unggulan dan juga ketersediaan tenaga kerja yang dapat diserap yang digambarkan oleh tingkat pendidikan masyarakat sekitar.

Location Quiotient adalah sebuah cara untuk menggambarkan sektor unggulan suatu daerah berdasarkan performanya jika dibandingkan dengan rata-rata provinsi ataupun nasional. Untuk mengetahui potensi dampak aglomerasi ekonomi perusahaan berteknologi tinggi di Gedebage terhadap kehidupan masyarakat sekitar, maka dilakukan perbandingan antara sektor ekonomi yang telah berkembang sekarang di Kawasan Teknopolis Gedebage dengan rencana sektor yang akan dikembangkan kedepannya di sana. Berdasarkan hasil analisis LQ tahun 2012, maka diketahui bahwa ke 4 kecamatan letak Teknopolis Gedebage memiliki sektor unggulan sebagai berikut.

Tabel 1. LQ Kecamatan Lokasi Teknopolis Gedebage Tahun 2012

Sumber: Revisi Laporan Akhir Teknopolis Gedebege, 2014

24


Dari hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sektor unggulan di Teknopolis Gedebage mayoritas adalah sektor bangunan, listrik, gas, dan air bersih, serta pertanian. Jika disesuaikan dengan keadaan eksisting maka rencana kawasan Teknopolis Gedebage kurang sesuai dengan potensi yang ada maupun keterampilan yang sudah berkembang di masyarakat sekitar. Jika ingin dilanjutkan dalam membentuk pusat perusahaan berteknologi tinggi maka dibutuhkan pelatihan khusus dan juga pendidikan untuk menghasilkan pekerja berkompetensi tinggi dan berasal dari wilayah sekitar. Selain dengan menggunakan metode LQ, cara lain yang digunakan adalah dengan

menggunakan analisis shiftshare dimana didapatkan bahwa keunggulan komaparatif dan kompetitif dari ke-4 kecamatan letak Teknopolis Gedebage adalah di sektor yang sama yaitu pertanian, bangunan, dan listrik, gas, serta air bersih. Dari hasil ini pun dapat terlihat bahwa keunggulan eksisting yang ada tidak sesuai dengan perkembangan perusahaan berteknologi tinggi. Selain dari sektor unggulan di kawasan Teknopolis Gedebage, perlu diketahui juga kualitas SDM di sekitar kawasan guna mengetahui kemungkinan terserapnya masyarakat sekitar menjadi pekerja dalam kawasan Teknopolis Gedebage.

25


Berdasarkan tabel di samping diketahui bahwa rata—rata 52% penduduk di kawasan Teknopolis Gedebage adalah tamatan SMP dengan prosentase terbanyak berada di Kecamatan Buahbatu. Sedangkan 48% lainnya telah menamatkan SMA hingga S3 dimana prosentase terbanyak berada di Kecamatan Rancasari. Untuk memenuhi syarat kemudahan pembagian tenaga kerja dalam satu wilayah teknopolis, maka dibutuhkan tenaga kerja ahli yang fleksibel dan mampu mengerjakan tugas yang diberikan, sehingga seharusnya minimal pendidikan yang dibutuhkan adalah S1. Oleh sebab itu, keadaan eksisting di teknopolis Gedebage belum memadai dalam menyediakan pasar tenaga kerja yang dibutuhkan oleh aglomerasi perusahaan berteknologi tinggi. Untuk mencapai kebetuhan perusahaanperusahaan tersebut maka dapat dilakukan program peningkatan pendidikan masyarakat serta pengadaan program-program pelatihan guna meningkatkan ketrampilan bagi yang belum mendapatkan ijazah. Tabel 2 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Lokasi Rencana Teknopolis Gedebage Tahun 2015

Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2015 26


Penerapan aglomerasi ekonomi perusahaan berteknologi tinggi dapat memberikan hasil yang baik di Teknopolis Gedebage jika sharing ide dan pekerja antar perusahaan dalam kawasan dapat dimaksimalkan mengingat karakteristik perusahaan yang tidak terikat pada bahan baku. Kondisi eksisting yang ada adalah bahwa sektor unggulan di kawasan Teknopolis Gedebage adalah sektor bangunan, listrik, gas, dan air bersih, dan pertanian.

Selain itu, dibutuhkan dukungan pemerintah untuk memastikan tidak terjadinya monopoli pasar oleh sebuah perusahaan dalam kawasan tersebut. Selain itu, sebagai saran studi lanjutan terkait aglomerasi ekonomi di kawasan Teknopolis Gedebage jika sudah berjalan adalah perlu dilakukan penelitian mengenai labor correlation antar perusahaan untuk mengetahui a p a k a h aglomerasi ekonomi sudah efisien dari segi pasar tenaga kerja. Dapat diukur pula keterbukaan informasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Akan tetapi, hal yang paling penting untuk didapatkan agar dapat mengukur efek aglomerasi ekonomi adalah data dengan ketelitian setingkat perusahaan. Data dengan ketelitian kecamatan, BWP, atau kota tidak akan dapat menggambarkan dampak ekonomi yang dihasilkan oleh aglomerasi ekonomi di kawasan Teknopolis Gedebage.

KESIMPULAN & Oleh sebab itu, jika SARAN yang dikembangkan adalah perusahaan berteknologi tinggi maka dibutuhkan input berupa tenaga kerja berketerampilan tinggi serta hubungan antar perusahaan yang erat dan dilandasi rasa saling percaya. Saran yang dapat diberikan untuk mencapai keadaan tersebut antara lain adalah bagi institusi pendidikan untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan di Teknopolis Gedebage dari segi lapangan kerja maupun penelitian.

27


Bandung Teknopolis dalam Konteks Sosial-Kependudukan

26


Oleh : Mery Ana Nayaka Angger Adinda Angelica Nabila Fisra

Gagasan Awal Bandung Teknopolis Bandung teknopolis merupakan rencana pembentukan kawasan terpadu yang akan dibangun di atas lahan seluas 800 hektar. Kawasan yang direncanakan ini terletak di kawasan Bandung bagian timur atau tepatnya di kawasan Gedebage. Konsep Bandung teknopolis ini sendiri pada dasarnya merupakan modifikasi dari konsep awal yang telah digagas sejak tahun 2004 di mana awalnya merupakan konsep kawasan terpadu yang bernama Kawasan Pertumbuhan Primer Gedebage. Dilansir dari jurnalbandung. com, tepatnya terrdapat delapan kelompok yang akan terlibat dalam pembangunan Bandung Teknopolis mulai dari Pemkot Bandung, Pemrov Jabar, dan empat pengembang perumahan yaitu Grup Adipura, Batu Nunggal, Providence, dan Summarecon.

27


Bandung Teknopolis sebagai Kawasan Pusat Primer Gedebage Rencana pengembangan Pusat Primer Gedebage ini merupakan salah satu rencana prioritas kebijakan pengembangan pemerintah Kota Bandung yang dituangkan dalam RTRW Kota Bandung 2004-2013. Pengembangan kawasan menjadi rencana yang sangat penting karena ditujukan untuk mendorong perkembangan wilayah Kota Bandung bagian Timur serta dapat mengurangi beban wilayah Bandung bagian barat atau Pusat Kota Primer Kota Bandung yang lama. Pengembangan kawasan ini merupakan salah satu program strategis pengembangan pemerintah Kota Bandung dengan fungsi beragam yang meliputi fungsi beragam, meliputi pengembangan

28

fungsi bisnis, komersil, olah raga, hunian maupun rekreasi. Bandung teknopolis ini merupakan sebuah konsep wilayah modern baru dimana tempat kerja, tempat tinggal dan tempat rekreasi berada dalam satu area, yaitu berada di daerah Gedebage, Bandung Timur. Rencana pembangunan kawasan ini juga memanfaatkan lahan tidak hanya untuk permukiman, tetapi juga menjadi pusat inovasi digital di mana tidak hanya akan dilakukan kontrol terhadap pembangunan di Kawasan Gedebage tetapi juga akan memanfaatkan lahan secara optimal. Adanya pembangunan infrastruktur dan pusat inovasi inilah yang kemudian dimanfaatkan pemerintah untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai salah satu daya tarik baru bagi masyarakat untuk tinggal khususnya masyarakat yang masih bertempat tinggal di Bandung Utara dan masyarakat secara umum.


Gambar 3. Prospek Pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage

Sumber: Dokumen Rencana Induk Kawasan Gedebage

Pada gambar 1. dapat dilihat bahwa terdapat beberapa prospek pengembangan kawasan yang dapat dilakukan di kawasan Gedebage. Berdasarkan RDTR Kota Bandung Tahun 2014-2034, prospek teknopolis Gedebage tersebut memiliki tujuan pembangunan sebagai pengembangan kawasan yang bersinergi antara pendidikan tinggi, industri kreatif, komersil dan pusat pemerintahan berkonsep teknopolis. Maka dari itu, untuk mewujudkan kawasan yang terpadu dan terintegrasi dalam Rencana Induk Kawasan kegiatan yang akan dikembangkan adalah terdiri dari:

c. Peribadatan (Mesjid dan rumah ibadah lainnya); d. Bina Sosial (gedung pertemuan umum); e. Kompleks olahraga dengan gelanggang olahraga, Gedung seni tradisional, Taman Kota; f. Pelayanan pemerintah, yang meliputi pusat bisnis dan perkantoran untuk swasta, kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor kodim, kantor telekomunikasi wilayah, kantor PLN Wilayah, kantor PDAM wilayah, kantor urusan agama dan pos pemadaman kebakaran; g. Perdagangan dan jasa meliputi hotel dan mall, bangunan komersil, pertokoan, pusat belanja, bank-bank, a. Pendidikan (Perguruan Tinggi dan perusahaan swasta dan jasa-jasa Perpustakaan); lainnya; b. Kesehatan (Rumah Sakit tipe B dan h. Transportasi yang meliputi stasiun rumah sakit gawat darurat); kereta api, terminal dan parkir umum. 29


Adanya rencana pengembangan dan pembangunan di kawasan Gedebage tersebut tentu akan berdampak dan mempengaruhi aspek lainnya seperti ekonomi, investasi, infrastruktur, serta aspek sosial dan kependudukan. Jika ditinjau dari aspek ekonomi, rencana pengembangan kawasan dirasa memiliki prospek yang cukup bagus karena ada kemungkinan besar akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah seiring dengan berkembangnya kegiatan perekonomian dan investasi yang mungkin terjadi secara signifikan. Selain itu, adanya kemudahan akses serta fasilitas yang ada dari sisi infrastruktur juga memiliki dampak yang cukup positif, karena dengan adanya penyediaan infrastruktur maka akan mendorong perekonomian wilayah dengan adanya peningkatan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Namun di lain sisi, bagaimana dengan aspek sosial kependudukan yang ada di wilayah tersebut? Mengingat sebagian besar wilayah masih didominasi oleh lahan pertanian atau sawah dan sebagian besar penduduk masih berprofesi sebagai buruh tani serta masih dirasa belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan yang ekstrim. Jika, teknopolis Gedebage dibangun, maka hal yang perlu diperhatikan adalah nasib dari masyarakat asli wilayah tersebut. 30

Karena dengan adanya pembangunan wilayah yang secara tiba-tiba seperti adanya pembangunan terminal induk Gedebage akan sangat memberikan dampak terhadap percepatan pengembangan wilayah gedebage dan sekitarnya. Hal tersebut dapat menyebabkan ketimpangan wilayah. Selain itu, pembangunan kawasan elit perumahan yang juga akan memakan biaya sangat besar serta memiliki harga jual tinggi juga akan memunculkan pertanyaan sebenarnya untuk siapa pembangunan kawasan tersebut? Rakyat lokal tidak mungkin mampu membeli dan mendiami jika sebagian masyarakatnya hanya bermata pencaharian sebagai buruh tani. Maka, akan sangat dimungkinkan muncul permasalahan baru seperti urban sprawl dan pertumbuhan tidak terkendali di sekitar kawasan teknopolis, selain itu juga akan muncul masalah urbanisasi di mana akan banyak orang luar bandung yang kemudian berpindah mendiami kawasan tersebut sehingga masyarakat lokal sendiri akan semakin tersingkir.


Kondisi SosialKependudukan Kawasan Berdasarkan ulasan di atas, maka sangat diperlukan adanya antisipasi dan strategi apa yang sebaiknya dilakukan agar setidaknya masyarakat lokal juga mampu bertahan dalam menghadapi rencana bandung teknopolis di wilayahnya sendiri. Sehingga, antara keinginan pemerintah (untuk mengembangkan kawasan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kegiatan di kawasan Gedebage) dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat berjalan selaras, saling menguntungkan dan adil. Berikut, akan dijelaskan bagaimana kondisi eksisting dari aspek sosial kependudukan kawasan Gedebage agar dapat dilakukan analisis apa saja kekuatan yang dapat ditingkatkan serta kelemahan yang harus diperbaiki dengan memanfaatkan strategi yang harus dilakukan sebagai usaha preventif dalam menghadapi Bandung Teknopolis. Tabel 3. Jumlah Penduduk Kawasan Perencanaan

Sumber: RIK Gedebage – Bandung dalam Angka

31


Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu. Laju pertumbuhan penduduk di sekitar kawasan pusat primer Gedebage yaitu WP Gedebage dan WP Ujungberung juga relatif tinggi (5.4% antara tahun 2000 – 2003) yang diakibatkan oleh migrasi penduduk. Dapat dibayangkan jika terjadi pengembangan kawasan secara besar-besaran maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat pesat. Adanya pengembangan kawasan permukiman dan penempatan berbagai kegiatan fungsional perkotaan pada kawasan

pengembangan secara pesat serta arus urbanisasi yang mungkin tidak terkendali akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas tampung minimal kawasan studi. Berdasarkan data Rencana Induk Kawasan didapat bahwa menurut proyeksi jumlah penduduk yang dilakukan dan kebutuhan jumlah hunian, dapat diidentifikasi bahwasanya kebutuhan hunian diprediksi akan meningkat di Kecamatan Ujungberung sebesar 15.640 rumah, sedangkan di Kecamatan Rancasari sebesar 13.544 rumah pada Tahun 2013 di mana hal tersebut akan berdampak pada kebutuhan lahan permukiman.

Gambar 4. Piramida Penduduk Kecamatan Gedebage Tahun 2014

Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Gedebage

Piramida di atas merupakan piramida Penduduk Muda (Expansive), dimana gambar tersebut menunjukkan bahwa angka kelahiran penduduk tinggi dan angka kematian yang rendah

menyebabkan penduduk yang berumur muda banyak. Artinya, kondisi penduduk sebagian besar berada pada kelompok penduduk muda, kelompok usia tua jumlahnya sedikit, kemudian tingkat kelahiran

32


tinggi maka akan menjadi modal bagi kawasan tersebut. Semakin banyak penduduk usia muda maka akan semakin banyak yang generasi muda yang masih bisa didorong untuk berpikir maju dan menjadi agent of change di kawasannya sendiri, tentunya jika bonus demografi

(sekolah-sekolah) menjadi sangat penting untuk pengembangan generasi muda di kawasan studi. Jika adanya universitas atau sekolah yang dibangun memang diperuntukkan dan diprioritaskan untuk masyarakat lokal kawasan hal tersebut akan berdampak cukup positif bagi kemajuan masyarakat lokal. Namun, jika penyediaan segala fasilitas tersebut tidak diprioritaskan untuk masyarakat lokal maka yang terjadi adalah hal sebaliknya di mana masyarakat lokal akan tersingkir dari habitatnya sendiri dan besar kemungkinan mereka akan berpindah mendiami kawasan sekitar kawasan perencanaan sehingga memunculkan fenomena permukiman liar dan masalah ketimpangan.

tersebut merupakan bibit-bibit yang bagus. Masalahnya jika bonus demografi tersebut sebagian besar merupakan beban wilayah maka hal ini akan menjadi masalah yang sangat besar. Oleh sebab itu, adanya pengembangan perguruan tinggi dan penyediaan infrastruktur yang bagus

Gambar 5. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Gedebage

Sumber: Kecamatan Gedebage dalam Angka 2013

33


Pada grafik tersebur dapat dilihat hal yang terpenting untuk dibahas adalah terkait komposisi pelajar dan petani. Di mana komposisi penduduk yang berstatus pelajar yaitu sebesar 30%. Sedangkan, untuk petani sendiri hanya sebesar 6%. Banyaknya jumlah penduduk yang berstatus pelajar merupakan suatu faktor positif. Mengingat bahwa sebagian besar penduduk berdasarkan piramida penduduk adalah masyarakat berusia muda. Artinya kawasan Gedebage memiliki bonus demografi yang cukup bagus. Sedangkan, untuk penduduk yang bermata pencaharian pertanian semakin sedikit (pada grafik di atas terbukti tahun 2013 hanya sebesar 6%), hal tersebut dikarenakan semakin sempitnya lahan pertanian akibat semakin banyaknya pengembangan kawasan seiring bertambahnya pihak swasta. Karena menurut data statistik kecamatan Gedebage, menurut warga pertanian sudah tidak terlalu menguntungkan, warga telah cenderung tertarik untuk bekerja di sektor industri, perdagangan dan jasa. Hal tersebut relevan dengan proporsi jumlah swasta pada grafik di mana menduduki posisi urutan terbesar kedua dan ketiga yaitu sebesar 16% serta lainnya sebesar 22%. Maka, jika dilakukan analisis SWOT, secara sederhana ditinjau dari aspek sosial kependudukan masyarakat kawasan gedebage dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. SWOT Sosial-Kependudukan Masyarakat

Sumber: Hasil Analisis, 2016

34


Kesimpulan Berdasarkan analisis di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum hal yang perlu diperhatikan dan dapat menjadi strategi dalam menghadapi rencana pengembangan teknoopolis agar penduduk lokal mampu bersaing dan tetap bertahan adalah dengan memanfaatkan adanya program pengembangan kawasan dengan modal sosial yang dimiliki oleh kawasan lokal. Berdasarkan data kondisi penduduk yang ada di kawasan Gedebage ini cukup berpotensi dan masih dapat dikembangkan, mengingat bahwa sebagian besar penduduk yang ada di kawasan tersebut merupakan penduduk berusia produktif dan pelajar, maka hal tersebut menjadi bonus demografi dan modal yang bagus untuk kemajuan suatu wilayah. Selain itu, didukung dengan akan dibangunnya suatu perguruan tinggi serta infrastruktur akan juga memberikan dampak positif selaras dengan banyaknya penduduk usia muda (produktif dan pelajar). Hal tersebut menjadi modal kawasan yang cukup berprospek ke depannya jika segala infrastruktur tersebut memang diprioritaskan untuk penduduk lokal. Maka, dapat dipastikan bahwa walaupun terdapat pengembangan kawasan bandung teknopolis, dengan adanya pendidikan dan masyarakat yang cerdas ke depannya masyarakat lokal akan mampu bersaing dan bertahan di tempat tinggalnya sendiri serta mampu menjadi pengelola sumberdaya dan aktor dalam usaha mengembangkan wilayah atau kawasan tersebut.

35


Identifikasi Kesiapan Gedebage dalam Rangka Pengembangan Teknopolis oleh : Afirma Kitania E Freda S Safira Elzahra Adila Muthi

PENDAHULUAN Dalam rangka mewujudkan pengembangan suatu wilayah diperlukan suatu konsep yang dapat menggerakkan perekonomian wilayah tersebut. Konsep pengembangan ini tentu didasarkan pada potensi dan juga permasalahan yang terdapat di wilayah tersebut. Beberapa macam konsep pengembangan tersebut antara lain Green city, smart city, dan teknopolis. Teknopolis merupakan salah satu konsep pengembangan yang berfokus pada pengembangan industri berbasis teknologi tinggi. Konsep teknopolis ini mengkolaborasikan antara 3 (tiga) pihak yaitu bisnis, pemerintah, dan universitas. Kolaborasi ini diperlukan untuk menciptakan inovasi dalam penciptaan produk-produk industri.

Kota Bandung memiliki potensi untuk pengembangan konsep teknopolis. Konsep tersebut akan dipusatkan di Gede Bage. Kawasan Gedebage juga direncakan sebagai pusat kedua Kota Bandung. Hal ini bertujuan untuk menjamin pemerataan pelayanan, karena selama ini pelayanan masih berpusat di Kota Bandung bagian barat. Keberadaan universitas-universitas baik negeri maupun swasta di Kota Bandung juga memberikan potensi untuk mendukung pengembangan konsep ini. Adanya penetapan kawasan Gedebage sebagai kawasan teknopolis menjadi tantangan tersendiri mengingat diperlukan penyesuaian-penyesuaian agar konsep ini layak untuk diterapkan.

36


TINJAUAN TEORI Bagian ini membahas mengenai tinjauan literatur terkait topik penelitian ini. Adapun pembahasan ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu definisi teknopolis, serta kriteria lokasi dalam pengembangan teknopolis. Berikut adalah pembahasan tersebut.

DEFINISI TEKNOPOLIS Castells, et al (1994) menjelaskan bahwa teknopolis adalah Area kota, suburban bahkan perdesaan yang didominasi oleh keberadaan teknologi tinggi dalam bentuk riset, bangunan, manufaktur atau kombinasi ketiganya. Konsep ini dapat direncanakan atau tidak direncanakan. Pembiayaannya juga dapat dilakukan melalui privat, publik, ataupun kerjasama publik dan private. Teknopolis merupakan pusat perencanaan yang fokus pada promosi industri berbasis teknologi tinggi. Konsep ini dapat dikatakan sebagai konsep yang komprehensif karena dapat diwujudkan kedalam beragam bentuk pengembangan seperti science parks, science cities, national teknopolis, dan technobelt programs.

KRITERIA LOKASI PENGEMBANGAN TEKNOPOLIS Berdasarkan Castells, et al 1994, menjelaskan bahwa untuk mengembangan konsep teknopolis diperlukan beberapa kriteria dalam penentuan lokasi pengembangan tersebut. Hal ini bertujuan agar menunjang pengembangan konsep ini. Berikut ini adalah beberapa kriteria tersebut. a. Skill labour and labor force b. Well infrastructure c. Excelent highway access d. Nearness to an international airport e. Excelent international telecomunications facilities f. Good quality housing for managers 37


Kawasan Teknopolis Gedebage bukan secara tidak sengaja di tentukan sebagai kawasan teknopolis. Beberapa kebijakan yang mendukung adanya pengembangan kawasan ini dapat dilihat pada dokumen RDTR Kota Bandung yang sudah diperdakan tahun 2015, Pengembangan Kawasan yang bersinergikan antara pedidikan tinggi, ekonomi kreatif, komersial dan pusat pemerintahan berkonsep Teknopolis, dalam mewujudkan fungsi Pusat Pelayanan Kota (PPK) Gedebage. Dalam RDTR Kota Bandung pula dijelaskan beberapa rencana pembangunan infrastruktur di kawasan Gedebage. Selain itu kawasan gedebage sudah memiliki grand design pengembangannya, tertuang dalam dokumen Rencana Induk Kawasan Gedebage yang dibuat oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Tahun 2006. Dengan visi pengembangan pusat primer Gedebage adalah “Pusat primer baru untuk kualitas hidup yang lebih baik�. Dalam rencana induk tersebut terdapat kondisi eksiting dan rencana pembangunan yang akan dilakukan di kawasan Gedebage tersebut guna menunjang Kawasan Gedebage sebagai Pusat Pelayanan Kota baru sekaligus kawasan tehcnopolis.

ANALISIS

Berdasarkan kriteria beserta tinjauan kebijakan yang telah dijelaskan, maka dapat dilakukan analisis dengan membandingkan antara kondisi eksisting dengan kriteria tersebut. Adapun hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut.

38


No

Kondisi Eksisting

Kriteria

Implikasi

1.

Masyarakat masih belum memiliki skill yang dibutuhkan. Pendidikan terakhir masyarakat di wilayah Gede bage relatif rendah ( Studio Proses Gedebage, 2016)

Pegawai yang memiliki skill

1. Perlu adanya pelatihan masyarakat lokal atau impor pegawai dari luar 2. Adanya pendidikan tinggi yang maju agar mampu berinovasi

2.

Infrastruktur belum lengkap

Infrastruktur yang baik

Perlu adanya pembangunan infrastruktur

3.

Dekat dengan jalan tol purbaleunyi (10,3km)

Akses jalan tol yang baik

Akses menuju jalan tol dekat namun di saat peak hour biasa terjadi kemacetan parah

4.

Jarak ke bandara Husein Sastranegara 20,8 km

Dekat dengan bandara Internasional

Akses menuju bandara cukup jauh

5.

Sebagian besar lahan kosong berupa persawahan, namun rawan banjir

Fasilitas permukiman yang baik

Pembangunan perumahan akan menyebabkan alih fungsi lahan, serta perlu didukung sistem drainase yang baik

Sumber : Hasil Analisis, 2016

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut ini; 1. Kawasan Gede Bage belum mampu mendukung pengembangan bandung teknopolis. 2.Bandung teknopolis perlu didukung pengembangan infrastruktur yang memadai meliputi drainase, telekomunikasi, jalan. 3. Pengembangan skill pekerja sehingga sesuai dengan kriteria .

39


PEMBANGUNAN ALA-ALA SMART Oleh : Carlos Nemesis

Salah tangkap mengenai smart

Apa yang anda ketahui tentang Smart City? Apakah Smart City merupakan program yang sedang heboh dilakukan oleh Walikota Bandung? Sebuah kota high tech dengan jaringan penyebaran informasi yang serba cepat ? Atau sebuah tujuan akhir yang telah ditetapkan dalam New Urban Agenda? Penjelasan mengenai Smart City tidak dapat dijelaskan secara dikotomi kata, dalam bahasa Indonesia kita mengenalnya sebagai Kota Pintar. Pintar seperti apa yang diharapkan? Smart City yang diutamakan dalam pembangunan kota di Indonesia menjadikan ICT (Information Communication Technology) sebagai aspek utama yang harus dikembangkan. Pengembangan jejaring pengawasan seperti Command Center di Kota Bandung memerlukan dana sebesar Rp 30 miliar. Dengan harapan segala jaringan informasi bisa diolah secara terpusat. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah : Apakah masyarakat kota Bandung cukup terdidik untuk mendukung aliran data yang diinginkan? Apakah telah tersedia jaringan infrastruktur komunikasinya? Yang menjadi kesulitan dalam pengembangan kota berbasis Smart City adalah tidak adanya konsensus definisi yang pasti. Setiap pemerintahan bisa mengartikannya masing-masing. Dalam pembahasan kali ini penulis akan memperjelas bagaimana pembangunan Smart City yang bertujuan untuk mewujudkan kota berkelanjutan melalui komponen-komponen pengembangan Smart City, studi kasus pengembangan Smart City di negara lain, dan konsep pengembangan kota yang penulis ajukan dengan tema Smart City. 40


Komponen smart city

Perkembangan kawasan permukiman t city penduduk yang berbasis urban terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada tahun 2014, 54% penduduk dunia telah tinggal di daerah perkotaan dan diproyeksikan pada tahun 2050 akan mencapai 70%. Peningkatan ini akan berdampak pada tantangan untuk menyediakan kebutuhan penduduk yang banyak pada daerah yang kecil. Kota akan dihadapkan kepada kebutuhan dalam penyediaan infrastruktur perkotaan, penyediaan fasilitas umum, penyelesaian permasalahan sosial, sampai kepada penyesuaian kerangka organisasi pemerintahan untuk mengatur semua hal tersebut. Terdapat 6 dimensi dalam 1. Public Service : mampu menyediakan pelayanan umum kepada masyarakat. Pelayanan umum yang dimaksudkan adalah pelayanan kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial. 2. Administrasi Manajemen Perkotaan : dapat melayani kebutuhan penduduk yang tinggi, pemerintah harus menyediakan serangkaian peraturan lintas administrasi, tidak terbatas hanya pada satu kota saja. Peran pemerintah lokal sangat berpengaruh dalam memanajemen warga dalam tingkat terkecil termasuk lingkup RT/RW. 3. Kebijakan & Institutsi : adanya kesinambungan antara kebijakan jangka panjang dengan kebijakan daerah terkait. (Misalnya penurunan saran pembangunan kota oleh UN Habitat harus ditindaklanjuti dengan pengeluaran peraturan daerah) 41


4. Kolaborasi Pemerintah dan Keterlibatan Masyarakat : masyarakat tidak hanya sebagai konsumen, tapi masyarakat sendiri harus self sustained dengan menggencarkan jiwa kewirausahaan. Dalam setiap perumusan kebijakan masyarakat harus benar-benar dilibatkan dalam setiap tingkatan pemerintah. 5. Human Capital : masyarakat yang cerdas, penyediaan infrastruktur teknologi tidak akan berguna jika masyarakatnya tidak mengerti bagaimana cara menggunakannya. Diperlukannya sosialisasi yang gencar untuk dapat membuat masyarakat lebih cerdas melalui pendidikan. 6. Iklim ekonomi yang baik : keterbatasan pembiayaan pemerintah menuntut adanya inovasi. Keterlibatan pihak privat dalam pembangunan kota tidak terelakkan lagi, iklim bisnis yang baik dapat menarik investasi dalam pengembangan kota, dengan catatan perlu adanya regulasi yang baik agar tidak terjadi penumpukan kapital. 7. Lingkungan terbangun/infrastruktur kota : sebagai wadah untuk mobilitas masyarakatnya. Infrastruktur yang baik membuat aliran barang dan manusia semakin efektif. 8. Pelestarian Lingkungan Alami yang Berkelanjutan : sebuah perkotaan tentu tidak boleh sangat bergantung pada daerah lain. Diperlukan ketahanan pangan untuk dapat menghidupi daerah perkotaan itu sendiri. 9. ICT : ke delapan hal diatas diakomodir dengan kehadiran teknologi informasi. Diharapkan ICT dapat meningkatkan semua daya dukung dari setiap unsur tersebut. ICT membuka banyak kemungkinan baru karena cepat, bisa diakses setiap orang, dan terdata dalam suatu data basar. 10. Data dan Informasi : setiap aliran informasi yang masuk harus disediakan dalam sistem data besar (One Big Data). Bertujuan untuk memudahkan penyeleksian data yang begitu banyak, data-data ini sangatlah beragam, mulai dari data penduduk dan transportasi, sampai data struktur pemerintah. Dengan adanya satu data besar ini masyarakat dapat mengakses untuk mengkritisinya.

42


apa yang salah dengan pengembangan Terdapat dua kesalahan yang dapat terjadi dalam pengembangan Smart City, pertama : menganggap Smart City sebagai solusi total sehingga menutup kemungkinan baru, kedua : perlibatan teknologi yang sangat besar akan menarik perhatian kita dari masalah sebenarnya yang sedang berkembang. Sehingga perlu ditekankan lagi, jangan sampai pengembangan kota di Indonesia hanya mengucurkan dana yang sangat banyak untuk pengembangan teknologi tanpa adanya pembenahan secara menyeluruh dari ke sepuluh aspek diatas.

Studi kasus smart city pengembangan kota santander

Kota Santander merupakan kota pelabuhan yang terletak di Utara Spanyol dengan jumlah penduduk sebanyak 178.465 jiwa, pendapatan utama kota ini berasal dari sektor pariwisata (Culture, Leisure, Tourism). Kota Santander memiliki visi mewujudkan Smart City dengan penekanan pada pembangunan infrastruktur perkotaan berbasis teknologi. Hal ini dilakukan dengan menamamkan 20.000 perangkat sensor mengelilingi kota yang akan mengirimkan data ke Command Center. Kota Bandung juga memiliki Command Center, namun masih sebatas pemantuan yang masih belum ada umpan balik dari para penggunanya. Kota Santander memiliki aplikasi SmartSantanderRA yang benarbenar tersebar di seluruh kota (terdapat 2700 tempat). Informasi yang dihimpun beragam mulai dari perumahan, tempat rekreasi, cuaca, kemacetan, museum, tempat olahraga yang tersedia. Berikut adalah salah satu contoh integrasi infrastruktur transportasi dengan teknologi barcode pada setiap pemberhentian bus. Dengan melakukan scan barcode yang ada, maka pengguna dapat mengetahui rute dari bus yang melintasi halte tersebut. Tidak hanya mengetahui rute, pengguna melalui aplikasi ini dapat memonitor secara real time arus transportasi pada persimpanganpersimpangan tertentu.

43


Kota berbasis Smart City tidak terlepas dari aktivitas masyarakatnya, kota Santander juga memfasilitasi warganya untuk dapat berinovasi lebih serta mendapatkan promosi lebih dengan aplikasi Pace Of The City. Pada aplikasi ini nantinya pengguna dapat mengirimkan kegiatan yang akan berlangsung, yang kemudian akan ditampilkan secara spasial. Dengan adanya akumulasi data kegiatan ini maka diharapkan setiap kegiatan dapat diketahui oleh setiap warga dan menarik warga lainnya untuk datang ke acara komunitas tersebut. Konsep stakeholder dan nilai tambah yang dihasilkan Pemerintah lokal Kota Santander tidak sendirian dalam mengembankan kotanya. Terdapat keterlibatan di luar Pemerintah, perusahaan privat (NGO), dan pihak peneliti (Universitas). Pemerintah Santander bekerja sama dengan perusahaan Telefonica untuk menyediakan perangkat keras sensor. Keterlibatan dengan pihak Universitas melibatkan para ahli untuk dapat berinovasi dalam kotanya, sehingga hasil penelitannya pun diberikan kebebasan serta didukung pemerintah. Menjadikan kota Santander sebagai laboratorium hidup bagi kaum peneliti.

Studi kasus smart ci

pengembangan queensland, australia Jika pada kota Santander menekankan kepada infrastruktur

berbasis teknologi. Contoh pengembangan negara bagian Queensland menekankan kepada partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan. Persoalan dalam suatu wilayah sangatlah beragam dan banyak, tidak dapat semua terbahas secara satu-satu. Lalu dibutuhkan yang namanya prioritas mengenai persoalan apa yang lebih melibatkan seluruh masyarakat. Untuk itulah Queensland membuat petisi online pada website pemerintahnya. 44


Persoalan yang berasal dari masyarakat kemudian dikategorikan dan ditampilkan ke dalam halaman parlemen Queensland. Setiap warga Queensland harus memasukan identitasnya lalu bisa memberi vote persoalan apa yang ingin dibahas secara bersama. Dengan adanya keterlibatan teknologi ini menghemat cost waktu dan transportasi yang harus dikeluarkan, website ini juga menggambarkan keterbukaan dan keinginan pemerintah Queensland untuk melibatkan warganya dalam merumuskan kebijakan publik.

ajuan konsep pengembangan smart city

Jika sekarang pengembangan kota menerapkan keterlibatan pihak-pihak berbasis Triple helix (pemerintah, NGO, dan universitas) maka keterlibatan pihak-pihak tersebut perlu ditingkatkan menjadi Quadriple helix (pemerintah, NGO, universitas, dan general public) seiring berkembangnya media sosial dalam proses interaksi kota. Konsep Quadriple helix ini kemudian diturunkan ke dalam pengembangan kota berbasis Living Laboratory (Laboratorium Hidup) untuk memunculkan inovasi penyelesaian masalah kota. Penekanan konsep Living Lab dan Quadriple helix berarti tidak hanya melibatkan pihak Universitas untuk berinovasi tapi masyarkat secara umum dapat menyebarkan idenya. Ide tersebut lalu didukung dengan pendanaan melalui NGO dan pembinaan oleh pemerintah. Untuk dapat mewujudkan keterlibatan masyarkat ini, pemerintah harus menyediakan manajemen administrasi dan peraturan yang jelas bagaimana mekanisme bantuan dari NGO, pembinaan dari pemerintah, dan keterlibatan Universitas yang harus dituangkan dalam peraturan lokal. Jika dalam ranah teknisnya mungkin nanti dapat dikembangkan suatu website untuk memperbanyak ide-ide yang ingin dikembangkan oleh masyarakat. Nantinya dalam website ini setiap ide maupun inovasi oleh masyarakat ditampilkan dan dipresentasikan. Ide-ide yang cemerlang bisa diapresiasi oleh masyarakat lainnya (melalui rating), ide dengan rating tertinggi kemudian mendapatkan pembinaan oleh NGO dan Universitas, yang setelah ide itu rampung barulah dilibatkan pihak pemerintah untuk dapat menjembatani program inovasi kota ke pemerintah lokal.

ity

45


Membangun Kota dari

PERSEPSI

Oleh: Hamdi Alfansuri

Kota-kota tumbuh dengan cepat, seiring pergerakan informasi yang tak mengenal batas ruang dan waktu. Persepsi-persepsi yang beredar di masyarakat merekonstruksi setiap elemen yang ada di kota: pola hidup, kebijakan, dan struktur ruang. Dewasa ini, masyarakat kita semakin disesaki dengan banyak asumsi yang distimulus oleh pemberitaanpemberitaan media yang semakin mudah diakses. Hal ini akhirnya memunculkan banyak opini-opini dan persepsi tentang banyak hal, termasuk tentang kota. Menurut Robbins (2003) persepsi itu sendiri merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui indra kemudian dianalisa dan diinterpretasikan, sehingga individu tersebut memperoleh makna. Kesan tersebut akhirnya memengaruhi pola ketertarikan dan tingkah laku individu. Ketika persepsi-persepsi tersebut berkembang menjadi persepsi bersama, maka pola perubahan tersebut akan terlihat semakin jelas. Perkembangan kota-kota saat ini seringkali diiringi 46


dengan pelabelan yang menjadi identitas masing-masing kota. Misalnya Jakarta dikenal sebagai Ibukota Negara, Yogyakarta yang dikenal dengan Kota Pendidikan, Bali dikenal dengan kota Kota Wisata dan Budaya dan lain sebagainya. Label tersebut pada awalnya muncul karena kekhasan karakteristik yang ada, hingga pada akhirnya memunculkan beragam persepsi masyarakat yang memengaruhi arus mobilitas berdasarkan motif harapan. Sehingga arah pembangunan di kota-kota secara tidak langsung difokuskan mengikuti persepsi dan harapan masyarakat. Selaras dengan isu di atas, proses pengkotaan saat ini juga cukup menarik perhatian

kita bersama. Saat ini, terdapat setidaknya sekitar 80% wilayah daratan di bumi telah mengkotakan diri menjadi desa kota baru. Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat cepatnya perkembangan teknologi secara global. Media sebagai penyampai informasi kini dapat diakses dengan mudahnya. Sehingga setiap perkembangan yang terjadi dapat diketahui dan

‘‘

Saat ini, terdapat setidaknya sekitar 80% wilayah daratan di bumi telah mengkotakan diri menjadi desa kota baru 47


diikuti di berbagai daerah lainnya. Sebagai contoh studi kasus, dapat diambil Jakarta sebagai ibukota negara. Pemberian label sebagai Ibukota telah banyak merubah persepsi masyarakat kita tentang Kota Jakarta. Terlebih sebagai pusat perkembangan dan kemajuan membuat Jakarta menjadi salah satu tujuan paling diharapkan oleh para pendatang. Selain itu hal ini juga menjadikan Jakarta sebagai acuan dalam berbagai hal seperti trend berpakaikan dan lain sebagainya. Kemunculan berbagai persepsi masyarakat tersebut yang meyakini bahwa ada banyak keistimewaan yang dimiliki oleh Jakarta yang tentunya membuat daya tarik yang sangat luar biasa. Sehingga tidak heran jika banyak masyarakat pada umumnya memilih untuk bermobilisasi menuju kota Jakarta dengan harapan dapat memperbaiki nasib dan kehidupannya. Selain itu juga tidak jarang kita temui orang-orang yang memiliki obsesi sangat besar untuk ke Jakarta hanya sekadar berkunjung, berwisata, atau mencari sesuatu.

Persepsi-persepsi masyarakat tentang kota Jakarta yang terus berkembang tentu secara tidak langsung mengubah pola tingkah laku dan struktur ruang yang ada. Jumlah pendatang yang masuk ke Kota Jakarta setiap tahunnya dapat mencapai sekitar 70.000 orang. Peningkatan jumlah penduduk secara tidak langsung tentu juga akan mempengaruhi struktur ruang yang dihuni mengingat kawasan kota Jakarta tidak mengalami pertambahan luas. Sehingga perkembangan dan kemajuan kota Jakarta mau tidak mau juga harus memperhatikan perubahan yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap suatu kota bersifat dinamis dan dapat mengubah pola tingkah laku dan struktur ruang yang ada. Tidak hanya kota Jakarta, persepsipersepsi juga telah membentuk kotakota lainnya yang ada di Indonesia. Maka siapkah kita membentuk persepsi bersama untuk membangun kota kita? Bersiaplah!

48


49


50


51



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.