Free Trade Watch

Page 1

Free Trade Watch

Edisi II - Juli 2012

Edisi II - Juli 2012

Free Trade Watch

Perjanjian CEPA

Legalisasi Penjajahan Uni Eropa


Cover:

Penaggung Jawab: Suchjar Effendi Chief of Editor: Salamuddin Daeng Reporter: Rika Febriani Rachmi Hertanti Nirmal Ilham Kontributor: Program Officer dan Staff IGJ Finansial Elsye Erna Tehnik Idris Alamat Redaksi Jl. Tebet Barat Dalam VI L No. 1 A Jakarta Selatan Telp. +62-21 83 00 784 www.igj.or.id

mengundang anda untuk menuliskan gagasan kritis, kreatif, inovatif dan visioner yang berorientasi pada tema-tema yang membangun wacana keadilan global di tengah masyarakat. Naskah 8-10 halaman kwarto, selayaknya dilengkapi dengan referensi acuan maupun pendukung. Redaksi dapat menyunting naskah tanpa mengubah maksud maupun isi.


DAF TAR I S I REDAKSI GLOBALISASI

REGIONALISME

NASIONAL

IDEOLOGI

Perjanjian CEPA; Legalisasi Penjajahan Uni Eropa

2

CEPA dan Problem Ekonomi Domestik

4

Bantuan Global Terhadap Krisis Uni Eropa Ibarat Menyiram Garam dalam Lautan

14

CEPA & Krisis Eropa

22

Bom Waktu dalam Krisis Uni Eropa

33

Gelombang Lisensi Wajib di Negara-negara Asia

37

Uni Eropa, Integrasi Regional dan Strategi Kebijakan Internasional Uni Eropa

42

Waspadai RAW Material Insiative Uni Eropa

60

Perdagangan Bebas dan Melemahnya Kontrol Negara

70

Hegemoni Kapitalisme dan Pelajaran Krisis Eropa

75

Dominasi Lembaga Pembiayaan Krisis dan Strategi Kebijakan Alternatif

79

Krisis dan Alternatif

82

CEPA Indonesia-Uni Eropa: Mengulang Kesalahan ACFTA?

88

Divestasi Saham Newmont ; “Jatuh dalam Ketamakan Korporatokrasi�

92

Resolusi Pertemuan Nasional Masyarakat Sumbawa Terkait Divestasi PT Newmont Nusa Tenggara

100

Gugatan Churchill: Indonesia Ajang Pertarungan Korporasi Raksasa

102

Mesin Pengeruk Uang Operasi Perusahaan Asuransi Uni Eropa di Indonesia

108

Back to Bandung Spirit ; Bangun Solidaritas Rakyat Indonesia dan Uni Eropa

116

KEGIATAN IGJ

122

Edisi II - Juli 2012

1


REDA K S I

Perjanjian CEPA

Legalisasi Penjajahan Uni Eropa

D

alam waktu dekat Pemerintahan SBY - Boediono akan menandatangani Free Trade Agreement (FTA) melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Eropa (EU). Suatu perjanjian perdagangan yang sifatnya menyeluruh meliputi liberalisasi perdagangan, penanaman modal, kekayaan intelektual atau Intelectual Proverty Right (IPR), infrastuktur atau Public Private Partnership (PPP) dan bahan mentah atau Raw Material Inisiatif (RMI). Perjanjian ini sebenarnya kelanjutan dari strategi penjajahan yang lakukan negara-negara Eropa selama 2 abad terakhir. Sekarang praktek ekonomi itu biasa disebut Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme), yang dicirikan oleh tiga hal. (1) Investasi berorientasi pencarian bahan mentah sebagai bagian dari kebijakan Raw Material Inisiatif (RMI) Uni Eropa. Sasaran utama investasi EU adalah pengerukan minyak, gas, perkebunan, dan hasil hutan. Investasi semacam ini sangat rakus lahan dan sumber daya alam dan potensial menimbulkan kerusakan lingkungan. (2). Ekspor bahan mentah ke EU yang dilakukan oleh perusahaan multinasional tersebut untuk kepentingan membangun industri EU. Sehingga investasi EU tidak ditujukan dalam rangka pembangunan industri Indonesia. (3) Ekspansi perdagangan dan perluasan pasar bagi produk berteknologi tinggi dari EU mulai dari kebutuhan barang konsumsi hingga pertanian, seperti pupuk, bibit, dll.

2


Dalam menyukseskan seluruh rencananya tersebut EU mengerahkan “bantuan” untuk menyusun Country Strategic Paper (CSP) yang dilakukan selama tahun 2002 – 2013. CSP ditujukan sebagai dukungan dalam rangka mengubah UU, kebijakan agar menguntungkan EU. Selain itu EU merupakan negara yang menyalurkan utang dalam jumlah besar ke Indonesia. CEPA merupakan rezim perdagangan yang akan semakin mendorong tingginya eksploitasi dan dominasi ekonomi perusahaan EU di Indonesia, Nestle, Carrefour, Total, BP, Churchill Mining, Eramet, Amro, RBS, BNP Paribas, dan 700 perusahaan lainnya. CEPA akan menjadi mesin pencari uang Uni Eropa untuk menguras sumber keuangan Indonesia melalui invasi perusahaan mutinasional EU dalam sektor perbankkan dan pasar keuangan Indonesia. Penandatanganan oleh pemerintahan SBY akan menjadikan perjanjian ini bersifat mengikat (legally binding), yang jika dilanggar akan memiliki konsekuensi gugatan arbitrase internasional. Penandatanganan CEPA adalah legalisasi kembali Kolonialisme dan Imperialisme yang bertentangan dengan semangat UUD 1945 dan Pancasila. Mestinya hubungan Indonesia EU diletakkan dalam kerangka kerjasama sejati, yang didasarkan pada spirit solidaritas, saling menguntungkan sebagaimana yang diamanatkan Spirit Bandung 1955, yang merupakan capaian tertinggi dalam perundingan internasional bagi kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan dan di muka bumi.

Salamuddin Daeng

Edisi II - Juli 2012

3


G LOBA L IS A S I

CEPA dan

Problem Ekonomi Domestik Oleh: Ahmad Erani Yustika Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Direktur Eksekutif Indef

4


I

ndonesia nampaknya terus bergerak cepat menenggelamkan dirinya dalam pusaran arus globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Banyak sekali permufakatan liberalisasi perdagangan maupun investasi yang telah disepakati oleh pemerintah sejak dekade 1990-an. Indonesia termasuk negara yang paling awal setuju bergabung dalam WTO (World Trade Organization). Setelah itu, bagai tak terbendung, Indonesia masuk dalam beberapa blik perdagangan, seperti APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), AFTA (Asean Free Trade Agreement), ACFTA (Asean – China Free Trade Agreement), dan pada 2009 lalu membangun aliansi dengan Uni Eropa berupa CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) dalam bidang perdagangan dan investasi. Namun, dengan melihat pengalaman ACFTA dan situasi perekonomian terakhir, rasanya Indonesia perlu hati-hati untuk melangkah mengingat konsekuensi dari pemberlakuan perjanjian semacam itu tidaklah ringan, khususnya bagi kepentingan penguatan ekonomi domestik.

Peran Uni Eropa Sampai sejauh ini perdagangan (ekspor) Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa masih menunjukkan kinerja yang baik (meningkat tiap tahun). Pada 2010 ekspor Indonesia ke Uni Eropa mencapai US$ 17,6 miliar dan pada 2011 sebesar US$ 20 miliar. Jerman, Belanda, Perancis, Inggris, dan lain-lain merupakan negara utama tujuan ekspor Indonesia ke Uni Eropa (Tabel 1). Kinerja ekspor ke Uni Eropa itu hanya sedikit di bawah ekspor Indonesia ke kawasan Asean. Pada 2010 nilai ekspor Indonesia ke Asean sekitar US$ 24 miliar dan 2011 mencapai US$ 29 miliar (data Januari-November, lihat Tabel 2). Deskripsi itu cukup memberikan gambaran tentang pentingnya kawasan Uni Eropa dalam perdagangan internasional. Di masa depan potensi untuk meningkatkan ekspor ke Uni Eropa juga terbuka lebar mengingat beberapa komoditas yang dipunyai Indonesia sangat dibutuhkan oleh negara di kawasan Uni Eropa. Pada titik ini, kemampuan membaca peluang itu menjadi sangat penting.

Edisi II - Juli 2012

5


Sumber: BPS, 2012

Problem terpenting dari karakter komoditas ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa (juga pasar negara lain) adalah konsentrasinya kepada barang mentah, seperti kelapa sawit, karet, kakao, coklat, dan lain-lain. Mestinya Indonesia dapat mengembangkan komoditas olahan yang memiliki nilai tambah, seperti agrobisnis. Persoalannya, pemerintah masih lemah dalam mengaitkan antara sektor hulu dan hilir terbukti dengan minimnya sektor manufaktur yang mengolah aneka produk dari sektor pertanian (dalam arti luas). Kelapa sawit merupakan contoh yang menonjol, di mana Indonesia merupakan eksportir terbesar di dunia (mengungguli Malaysia), tapi nilai ekspor tersebut tidak cukup tinggi karena hanya berwujud bahan mentah. Malaysia sudah dapat memproduksi 400 komoditas olahan yang berbahan baku kelapa sawit, sementara Indonesia baru mengembangkan 100 barang olahan berbasis kelapa sawit (Indef, 2011).

Tabel 2: Neraca Perdagangan Indonesia-Asean Ekspor Impor Surplus

2010 24,3 21,57 2,73

2011 29,69 27,19 2,5 (US$ miliar)* *) Data Januari-November Sumber: BPS, 2012

6


Secara lebih jelas gambaran neraca perdagangan Indonesia bisa dibaca pada Tabel 3, khususnya posisi perdagangan dengan Uni Eropa. Pangsa ekspor Indonesia paling besar pada 2011 menuju ke Asean (22,5%), disusul Jepang (16,7%), Eropa (11,2%), dan China (10,88%). Sementara itu, jika Eropa hanya dihitung negara yang tergabung dalam Uni Eropa, maka pangsa pasar ekspor Indonesia mencapai 10,5%, hampir sama dengan China. Pola yang sama juga terjadi pada pangsa impor Indonesia, di mana Asean pada 2011 menempati urutan pertama (33,4%), diikuti oleh China (14,4%), Jepang (12%), dan Eropa (9,4%). Jika Eropa hanya menyertakan negara yang tergabung dalam Uni Eropa, maka pangsa impor Indonesia ke Uni Eropa sebesar 7,1%. Dari deskripsi ini, urutan pangsa pasar ekspor dan impor Indonesia sebetulnya tidak terlalu berbeda, hanya memang ketergantungan impor dari Asean dan China relatif besar ketimbang negara atau kawasan lainnya.

Tabel 3: Neraca Perdagangan Indonesia Menurut Negara Negara

Impor Jan-Mar 2012

Ekspor Neraca Jan-Mar 2012 Perdagangan

Pangsa Impor

Pangsa Ekspor

11

12

11

12

1.283.634

6,00

5,47

9,16

5.400.151

878.990

9,43

10,10

4.493.940

1.397.256

7,15

6,92

208.365

1.122.719

914.354

0,39

821.223

784.360

-36.863

2,14

Amerika Serikat

2.449.278

3.732.912

Eropa

4.521.161

Uni Eropa

3.096.684

Belanda Jerman ASEAN

Pertumbuhan (yoy) Impor

Ekspor

7,74

89,75

52,41

12,08

11,20

59,34

19,44

10,55

9,32

83,66

45,12

0,47

2,33

2,33

643,03

438,82

1,84

1,80

1,63

4,86

-4,49

13.963.016

9.969.816

-3.993.200

33,40

31,21

22,51

20,67

-16,18

-28,60

Malaysia

3.213.383

2.941.677

-271.706

5,75

7,18

6,46

6,10

39,67

-8,46

Singapura

6.633.853

3.736.715

-2.897.138

17,34

14,83

8,53

7,75

-38,79

-43,67

Thailand

2.911.590

1.667.579

-1.244.011

7,07

6,51

4,03

3,46

-29,08

-42,73

Jepang

5.724.557

7.733.631

2.009.074

12,02

12,79

16,78

16,04

73,65

35,10

Korea Selatan RRC

4.320.171 7.124.969

3.976.422 5.248.581

-343.749 -1.876.388

7,55

9,66

14,58

15,92

7,89 8,85

8,25

29,96

-7,96

10,88

-24,51

-26,34

Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2012; dalam Indef, 2012

Berikutnya, realisasi investasi asing di Indonesia sebagian juga bersumber dari negara-negara Uni Eropa. Sampai saat ini Belanda selalu masuk dalam 5 besar negara terbesar yang melakukan investasi di Indonesia. Pada 2011, Belanda menduduki posisi nomor 4 negara terbesar yang melakukan investasi di Indonesia setelah Singapura, Jepang, dan AS (Gambar 1). Jika digabung dengan negara Eropa lainnya, maka Uni Eropa bisa jadi menduduki peringkat kedua. Indonesia

Edisi II - Juli 2012

7


tentu dianggap negara yang menggoda bagi tempat investasi karena mempunyai penduduk yang besar (size market), sumber daya alam yang melimpah, dan makroekonomi yang relatif stabil. Meskipun pendapatan per kapita yang tidak terlalu tinggi (sekitar US$ 3750), tapi di sini sekurangnya ada sekitar 60 juta penduduk yang punya pendapatan per kapita sebesar US$ 7000. Ini tentu pasar yang menggiurkan karena setara dua kali lipat penduduk Malaysia.

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2012

Memetakan CEPA Secara normatif konsep globalisasi lebih banyak dipahami sebagai desain ekonomi yang bertujuan meningkatkan aktivitas ekonomi domestik. Hal ini dikarenakan investasi, baik investasi greenfield maupun brownfield, akan memicu terjadinya dampak pengganda investasi yang selanjutnya diekspektasikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Keyakinan itu memang bukan tanpa dasar, karena selama kurun waktu enam tahun (1990-1996), aliran modal masuk ke negara berkembang naik enam kali lipat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya (Stiglitz, 2006:54). Peningkatan itu merupakan salah hasil konkret dari peran lembaga perdagangan internasional (WTO). Pada rentang waktu ini pula terlihat beberapa negara berkembang di Asia (termasuk Indonesia) diproyeksikan akan menjadi pemain penting ekonomi dalam beberapa dekade ke depan, misalnya

8


sampai 2050. Tetapi, keyakinan beberapa negara tersebut, terutama di Asia, mulai redup pada kuartal empat 1997, ketika terjadi instabilitas moneter di Asia Tenggara. Dikarenakan perdagangan internasional dan terintegrasinya sistem keuangan global, maka instabilitas moneter tersebut kian memicu terjadi resesi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Fakta inilah yang kemudian menjadi pijakan para kritikus globalisasi dalam menentang upaya perdagangan bebas dunia tersebut. Sungguh pun begitu, tragedi ekonomi bukan merupakan cerita akhir dari keberlanjutan globalisasi, justru krisis ekonomi merupakan pijakan awal atas implementasi perdagangan bebas secara lebih masif. Pada titik inilah, IMF dan Bank Dunia yang dulu diharapkan dapat menyelamatkan perekonomian dunia dari kehancuran memiliki andil penting dalam memosisikan beberapa negara berkembang (termasuk Indonesia) sebagai pemain dalam konsep globalisasi. Di samping itu, keyakinan hadirnya manfaat yang merata bagi semua negara atas terimplementasinya konsep globalisasi tersebut justru kian jauh. Soalnya, perkembangan globalisasi dalam beberapa tahun terakhir memberikan deskripsi telanjang bahwa tingkat kesejateraan manusia di dunia ini semakin timpang. Kenyataan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Globalisasi dengan pilar perdagangan bebas seharusnya dapat meningkatkan realisasi investasi secara signifikan dan selanjutnya terjadi pertumbuhan ekonomi. Berikutnya, pertumbuhan ekonomi itulah yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kenyataannya, mayoritas yang terjadi hanya yang pertama, yakni tumbuhnya investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi dalam negeri, misalnya investasi, ditempatkan pada sektor usaha yang minim menyerap tenaga kerja, sehingga peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi justru meningkatan ketimpangan kesejahteraan dan kuantitas pengangguran. Dengan mencermati kerangka pikir dan perkembangan tersebut, maka Indonesia perlu ekstra hati-hati dalam membuka perekonomiannya, termasuk dalam konteks CEPA. Sampai kini sekurangnya pembukaan ekonomi memiliki konsekuensi aliran bebas perekonomian dalam segi aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja (TK) terampil, dan modal. Dari kelima pilar tersebut titik kritis yang harus dicermati adalah aliran bebas jasa, TK terampil, dan modal. Sektor jasa merupakan kartu mati bagi Indonesia selama ini karena menyumbang defisit yang cukup besar dalam neraca pembayaran nasional, demikian pula aliran modal yang kerap menjadi masalah. Sementara itu, TK terampil juga harus dicamkan secara saksama karena struktur TK Indonesia dipenuhi tenaga kerja yang tidak terampil, di mana sekitar 70% TK memiliki kualifikasi cuma tamat SMP ke bawah. Jika tidak dikenali secara lebih detail pada aspek-aspek terseburt, bisa jadi hal ini akan menjadi lubang yang menggerogoti perekonomian nasional.

Edisi II - Juli 2012

9


Sumber: BPS, 2012

Secara lebih spesifik, CEPA ini tergolong progresif sebab kesepakatan yang dibuat adalah mengurangi tarif hingga tinggal 5% hanya dalam 9 tahun. Artinya, selama kurun waktu itu tarif diturunkan sebesar 95% (apabila suatu komoditas pada 2009 masih dikenai tarif 100%). Menyimak pengalaman ACFTA yang diberi waktu 10 tahun untuk menurunkan tarif dalam proporsi yang sama, maka terlihat Indonesia tidak mampu meraih keuntungan. Neraca perdagangan Indonesia – China terus berada dalam posisi defisit di pihak Indonesia. Meskipun China sekarang dianggap sebagai negara yang paling kompetitif ekonominya, namun dalam banyak komoditas lainnya (khususnya teknologi menengah dan tinggi) daya saing negara-negara Eropa masih lebih bagus daripada China. Dengan dasar ini, tentu tidak gampang bagi Indonesia menghadapi serbuan barang dari Uni Eropa tanpa perbaikan daya saing ekonomi yang memadai. Hal lainnya yang perlu serius dicermati adalah ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku atau penolong untuk tiap jenis barang olahan. Problem ini terjadi karena komoditas olahan di Indonesia tidak didasarkan keunggulan komparatif, tapi justru komoditas yang bahan baku/penolongnya berasal dari luar negeri. Grafik 1 menunjukkan angka yang terus meningkat impor bahan baku/ penolong sehingga menganggu neraca perdagangan. Dengan begitu, daya saing dari komoditas olahan itu tidak pernah bisa tinggi sebab diambil dari negara lain, yang sebagian bersumber dari ongkos transportasi. Seandainya komoditas itu bisa bersaing, maka sebagian nilai tambah juga lari ke luar negeri. Praktik ini memang

10


Tragedi ekonomi bukan merupakan cerita akhir dari keberlanjutan globalisasi, justru krisis ekonomi merupakan pijakan awal atas implementasi perdagangan bebas secara lebih masif. Pada titik inilah, IMF dan Bank Dunia yang dulu diharapkan dapat menyelamatkan perekonomian dunia dari kehancuran memiliki andil penting dalam memosisikan beberapa negara berkembang (termasuk Indonesia) sebagai pemain dalam konsep globalisasi. cukup lazim dilakukan oleh negara lain, tapi alangkah baiknya jika industri pengolahan yang dikembangkan berbasis dari bahan baku lokal. Faktor ini tentu juga ikut melemahkan posisi ekonomi nasional berhadapan dengan negara-negara lain, khususnya Uni Eropa.

Penguatan Ekonomi Domestik Sekurangnya terdapat tiga masalah serius yang menjadi mimpi buruk perekonomian nasional pada saat ini. Pertama, lokomotif perekonomian nasional yang semula bertumpu kepada sektor industri (manufaktur) dalam lima tahun terakhir justru menunjukkan kinerja yang makin menurun, baik dilihat dari tren pertumbuhan maupun kontribusinya terhadap PDB. Pada 2005 kontribusi sektor industri terhadap PDB masih di kisaran 28%, namun pada 2010 lalu melorot menjadi 24%. Subsektor industri, seperti tekstil, alas kaki, kulit, elektronika, kayu olahan, dan lain-lain mulai menurun pertumbuhannya dan tentu saja penetrasi ekspornya juga melemah. Gejala deindustrialisasi ini bermasalah tidak hanya dari aspek domestik (penurunan kesempatan kerja), tapi juga kesempatan untuk bersaing di pasar global. Jika problem ini tidak dapat diatasi dalam waktu singkat, maka Indonesia akan kehilangan peluru di pasar global. Kedua, konektivitas dan daya dukung ekonomi domestik masih rawan akibat tidak ada kebijakan yang terpadu untuk menciptakan daya saing ekonomi. Pasar ekonomi domestik masih terpecah-pecah (fragmented), yang sebagian disebabkan oleh ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai. Pergerakan barang/jasa antardaerah tidak bisa mulus karena prasarana jalan dan pelabuhan yang tidak mendukung. Realitas ini tidak hanya mengganggu proses produksi, tetapi yang lebih penting juga menyebabkan masalah distribusi. Ditambah dengan persoalan

Edisi II - Juli 2012

11


kelangkaan listrik, energi yang kian mahal, pungutan liar, dan aneka masalah lain menyebabkan ekonomi nasional dijangkiti penyakit ekonomi biaya tinggi. Seluruh kondisi itu pasti akan memberatkan produk/jasa Indonesia bersaing di pasar internasional, khususnya di Asean, jika nantinya pasar tunggal itu benarbenar direalisasikan pada 2015. Ketiga, iklim investasi di Indonesia tidak kunjung membaik karena aspekaspek penunjang terpenting dari iklim investasi tersebut, yakni pemerintahan yang bersih dan efisien, kepastian hukum, infrastruktur yang bagus, perizinan yang sederhana dan murah, pembebasan lahan yang cepat dan pasti, dan jaminan hak kepemilikan belum mengalami perbaikan yang berarti. Jaminan hak kepemilikan di Indonesia masih yang terburuk di Asia, perizinan masih mahal dan lama (di Asean hanya lebih bagus ketimbang Laos dan Filipina), korupsi terburuk di Asean, dan pembebasan lahan menjadi ganjalan serius bagi investor untuk menanamkan modalnya. Serangkaian masalah iklim investasi itu menyebabkan potensi ekonomi Indonesia yang luar biasa besar menjadi hilang begitu saja karena tertekan dengan soal-soal tersebut. Pemerintah memang sudah berjuang untuk mengatasinya, tapi hasilnya masih minim sampai hari ini. Realitas itulah yang membuat setiap upaya pembukaan ekonomi selalu menimbulkan kecemasan akibat ketidaksiapan pemerintah membereskan urusan domestik. Dalam konteks pergaulan ekonomi saat ini, terdapat dua hal pokok yang mesti diagendakan pemerintah. Pertama, menyiapkan daya saing ekonomi secara serius sehingga level kompetisi perekonomian berada dalam posisi yang tinggi. Pekerjaan ini sudah diniatkan sejak lama, tapi kemajuannya sangat lambat. Peringkat daya saing nasional tertinggal jauh dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand; sehingga pada level Asean pun posisi Indonesia tidak terlalu aman. Kedua, interaksi perdagangan antarnegara merupakan hal yang tidak dapat dihindari karena tidak mungkin suatu negara mencukupi seluruh kebutuhannya dari produksi domestik. Tapi, membuka pasar secara telanjang tanpa kalkulasi yang masak, termasuk mengabaikan daya saing tiap komoditas domestik, maka sama halnya menghancurkan perekonomian nasional. Jadi, pasar bisa dibuka secara selektif agar tidak menimbulkan kerugian ekonomi, termasuk CEPA ini. ***

12


Edisi II - Juli 2012

13


G LOBA L IS A S I Bantuan Global Terhadap Krisis Uni Eropa

Ibarat Menyiram Garam dalam Lautan

Salamuddin Daeng Indonesia for Global Justice (IGJ)

14 14


K

unjungan Direktur International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde ke Indonesia memicu kontroversi yang luas ditengah masyarakat. Sebagian besar rakyat Indonesia trauma dengan intervensi lembaga tersebut yang menyebabkan krisis ekonomi berkepanjangan hingga saat ini. Keresahan rakyat semakin memuncak ketika mengetahui bahwa IMF hendak meminta bantuan keuangan ke Indonesia dalam rangka mengatasi krisis yang melanda Uni Eropa (EU). Kunjungan IMF pada 9 Juli 2012, berkaitan dengan upaya lembaga keuangan internasional untuk meminta dukungan keuangan dari Indonesia dalam rangka menguatkan permodalan IMF. Dukungan keuangan tersebut diperlukan dalam rangka untuk menyelamatkan ekonomi global dari ancaman kebangrutan EU. Dalam pandangan IMF, Indonesia merupakan salah satu emerging countries yang dianggap memiliki kemampuan untuk membantu dana global bagi penanganan krisis. Selain itu dukungan tersebut merupakan bagian dari komitmen Indonesia sebagai anggota G20. Salah satu kesepakatan pertemuan para pemimpin G20 beberapa waktu lalu adalah mendukung agenda penyelesaian krisis termasuk memperkuat permodalan IMF. Dalam statemennya pada pertemuan G-20 Leaders’ Summit, di Los Cabos, Mexico, Ms. Christine Lagarde, Managing Director of the International Monetary Fund (IMF), menyatakan “ I would like to express my thanks to all the countries that have already announced specific contributions, which are listed below. I am also grateful to China, Russia, Brazil, India, Indonesia, Malaysia, and Thailand and other countries all of whom have indicated that they will be among the contributors. Namun dalam keterangan lainnya disebutkan bahwa dengan alasan kondisi keuangan Indonesia memerlukan konsultasi nasional untuk dapat membantu IMF.1 Dalam kerangka meminta pendapat publik itulah maka Menteri Keuangan Indonesia Agus Marto Wardoyo mengumumkan kepada Publik mengenai rencana Indonesia akan membantu IMF. Menteri Keuangan Agus Martowardoyo di DPR, Jakarta, Kamis (28/6), menyatakan pemberian pinjaman kepada IMF itu dimaksudkan agar lembaga tersebut bisa membantu negara-negara yang kini tengah dilanda kondisi krisis, dengan harapan agar krisis tersebut tidak berdampak buruh terhadap perekonomian dunia secara keseluruhan. 2 Sebagian kalangan berpendapat rencana tersebut dapat dipastikan akan ditolak oleh Parlemen, mengingat kondisi keuangan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) negara 1 2

http://www.imf.org/external/np/sec/pr/2012/pr12148.htm http://www.setkab.go.id/berita-4863-indonesia-siapkan-pinjaman-1-miliar-dollar-as-kepada-imf.html

Edisi II - Juli 2012

15


Sebagai alat dari kapitalisme global, IMF didorong untuk memburu utang dari seluruh penjuru dunia, mulai dari negara kaya hingga negara miskin. Setiap negara dipaksa iuran kepada IMF sesuai dengan kemampuan masing-masing terancam jebol dikarenakan pemerintah gagal memperoleh utang luar negeri dan menjual surat utang serta obligasi negara. Serta kegagalan pemerintah dalam mencabut subsidi BBM karena memperoleh perlawanan dari rakyat menjadi alasan APBN terancam bangkrut. Selain itu bantuan ke IMF tidak akan membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Mobilisasi dana oleh IMF hanyalah untuk menyelamatkan pemerintahan kapitalis global yang secara terus menerus menguras keuangan negara dan keuangan publik, melalui bailout, cicilan utang dan bunga utang. Ditengah pengangguran, kemiskinan yang melanda seluruh penjuru dunia, baik negara maju maupun di negara berkembang, para pemilik modal justru menerima dana talangan yang sangat besar. Skema penyelamatan krisis kapitalisme dalam kerangka G20, program IMF, hanya akan semakin memperkaya para pemilik modal besar.

Berapa Dana yang Rencana akan dikumpulkan IMF ? Krisis keuangan yang melanda Uni Eropa saat ini mendesak seluruh institusi keuangan global termasuk IMF untuk mencurahkan segenap sumber daya keuangan yang dimilikinya untuk menolong EU dari kehancuran. Benua biru tersebut saat ini tengah mengalami “demam tinggi� akibat krisis keuangan akibat utang pemerintah (sovereign debt) yang sangat tinggi. Pemerintahan negaranegara Uni Eropa membutuhkan dana talangan yang besar untuk dapat selamat dari gempuran krisis. IMF akan berupaya mngumpulkan sebanyak mungkin dana dari seluruh penjuru dunia, baik dari negara maju maupun negara miskin. Dalam Press Release No. 12/147, April 20, 2012, Ms. Christine Lagarde, menyatakan bahwa sejauh ini IMF mengusahakan sekitar USD 430 triliun, yang sumbernya akan berasal dari negara-negara sebagai berikut :

16


Estimasi Dana yang Rencana dikumpulkan IMF bagi Penyelamatan Krisis Sumber Dana Euro Area

Dalam Euro

Dalam US $

€150 billion

(about US$200 billion)

Japan

US$60 billion

Korea

US$15 billion

Saudi Arabia

US$15 billion

United Kingdom

(US$15 billion)

Sweden

at least US$10 billion

Switzerland

US10 billion

Norway

SDR 6 billion

(about US$9.3 billion)

Poland

€6.27 billion

(about US$8 billion)

US$7 billion

€5.3 billion

(about US$7 billion)

US$4 billion

€1.5 billion

(about US$2 billion)

Over US$430 billion

Australia Denmark’s Nationalbank Singapore Czech Republic TOTAL:

Sumber : website Resmi IMF

Mobilisasi dana tidak hanya dari negara-negara kaya, namun juga dari negara-negara berkembang, baik anggota G20, maupun anggota IMF. Sebagai legitimasinya adalah untuk menambah hak suara negara-negara berkembang dalam IMF. Meskipun faktanya hal semacam itu tidak akan pernah terjadi karena AS, EU dan Jepang tetaplah mayoritas di IMF. Dalam siaran pers terakhir No. 12/231 pada 19 Juni 2012, IMF menyebutkan terdapat sedikitnya 37 negara yang telah siap memberikan dukungan dana ke IMF, termasuk didalamnya negara-negara ASEAN seperti Malaysia sebesar USD 1 miliar, Philipina sebesar USD 1 miliar dan Singapura sebesar USD 4 Miliar. IMF tidak memperhitungkan Indonesia sebagai negara yang memiliki kemampuan untuk ikut berpartisipasi. Indonesia dikatakan membutuhkan konsultasi nasional (mungkin persetujuan DPR) untuk dapat memberikan iuran bagi IMF. Berapa dana yang diperlukan EU dalam mengatasi krisis? Tidak ada yang mengetahui secara pasti. Namun lima negara yang saat ini menjadi episentrum krisis yaitu Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol dan Italia mendesak untuk ditangani secara cepat. Kelima negara tersebut mengakumulasi utang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta mencapai angka € 6,4 trilun. Angka yang sangat besar dibandingkan dengan kemampuan keuangan negara-negara tersebut.

Edisi II - Juli 2012

17


Setiap tahun negara-negara yang terkena krisis tersebut harus membayar bunga utang dalam jumlah yang cukup besar. sehingga untuk dapat menyelematkan anggaran pemerintah pada tahun berikutnya membutuhkan pinjaman baru. Sumber pinjaman ada tiga yaitu 1) bersumber dari negara lain baik pemerintah maupun swasta luar negeri, 2) lembaga keuangan global dan 3) bersumber dari sumber publik dalam negeri. Ditengah mengeringnya liquiditas sebagian besar negara-negara maju maka sumber keuangan yang dapat diandalkan adalah dari IMF. Sebagai alat dari kapitalisme global, IMF didorong untuk memburu uang dari seluruh penjuru dunia,mulai dari negara kaya hingga negara miskin. Setiap negara dipaksa iuran kepada IMF sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Gambaran Krisis Utang lima Negara Eropa 2011 No

1

2.

3.

4.

5.

Negara

Utang LN

Utang Perintah

Yunani

Foreign debt: €0.4 tn, €38,073 Foreign debt per person, 252% Foreign debt to GDP

Irlandia

Foreign debt: €1.7 tn, €390,969 Foreign debt per person, 1,093% Foreign debt to GDP.

Portugal

Foreign debt: €0.4 tn, €38,081 Foreign debt per person, 251% Foreign debt to GDP

Spanyol

Foreign debt: €1.9 tn, €41,366 Foreign debt per person, 284% Foreign debt to GDP

Italia

Foreign debt: €2 tn, €32,875 121% Govt debt Foreign debt per person, to GDP 163% Foreign debt to GDP

166% Govt debt to GDP

Sumber Utang PORTUGAL: €7.5 bn, ITALY: €2.8 bn, FRANCE: €41.4 bn, GERMANY: €15.9 bn, US: €6.2 bn, UK: €9.4 bn

109% Govt debt to GDP

GERMANY: €82 bn, UK: €104.5 bn, US: €39.8 bn, FRANCE: €23.8 bn, JAPAN: €15.4 bn

106% Govt debt to GDP

SPAIN: €65.7 bn, FRANCE: €19.1 bn, GERMANY: €26.6 bn, UK: €18.9 bn, US: €3.9 bn,

67% Govt debt to GDP

GERMANY: €131.7 bn, FRANCE: €112 bn, UK: €74.9 bn, US: €49.6 bn, ITALY: €22.3 bn, JAPAN: €20 bn, PORTUGAL: €19.7 bn FRANCE: €309 bn, GERMANY: €120 bn, UK: €54.7 bn, US: €34.8 bn, JAPAN: €32.8 bn, SPAIN: €29.5 bn

Sumber : BBC 18 November 2011, Last updated at 09:20 GMT Keterangan : 1 € = Rp. Rp 11.579 dan 1 € = US $ 1,227

Krisis sesungguhnya jauh lebih besar dan tidak hanya meliputi kelima negara di atas. Negara negara-negara besar seperti Jerman, Perancis, Inggris, termasuk juga AS dan Jepang mengalami krisis yang sama. Kejatuhan dalam lima negara yang dipaparkan di atas akan segera menular ke negara-negara besar lainnya.

18


Perancis, adalah negara yang memiliki utang luar negeri yang sangat besar, lebih dari dua kali utang Spanyol. GDP perancis hanya sebesar € 1,8 triliun, sementara utang luar negerinya mencapai € 4,2 trilun, atau sebesar € 66,508 per kapita. Utang LN pemerintah mencapai 87 % GDP negara tersebut. Utang Perancis sebagian besar berasal dari AS, Inggris dan Jepang. Kejatuhan Perancis adalah bom nuklir yang besar yang akan memporak-porandakan perekonomian dunia. (BBC News, November 2011) Ambruknya ekonomi Perancis, berarti ambruknya Eropa secara keseluruhan, dan bahkan ekonomi dunia. Sumber yang sama dari BBCnews menyebutkan, Perancis memiliki utang yang sangat besar terhadap tiga negara yakni Jerman sebesar € 123,5 miliar, kepada Inggris yaitu sebesar € 227 miliar, terhadap Amerika Serikat sebesar 202,1 miliar euro, sisanya terhadap Jepang sebesar € 79,8 miliar dan terhadap Itali sebesar € 37,6 miliar. Jerman adalah tulang punggung Ekonomi Uni Eropa. Negara ini harus berjuang keras menyelamatkan uangnya yang tersebar di seantero eropa. Posisi Jerman sangat tidak aman oleh krisis Euro, mengingat besarnya investasi Jerman di Yunani, Portugal, Italy, dll. Itulah mengapa Jerman paling ngotot untuk menyelamatkan Euro. Upaya Jerman habis-habisan menyelamat utang Yunani semata-mata untuk menyelamatkan uangnya sendiri di negara tersebut. Jerman adalah pemilik dana terbesar di European Central Bank (EBC). Selain itu Bundeskbank adalah bank yang membiayai banyak invetasi di seluruh Eropa. Demikian halnya Jerman memiliki utang luar negeri yang sangat besar yakni mencapai € 4,2 triliun. Mencapai 176 persen dari PDB negara tersebut dan sebanyak 83 persen diantaranya adalah hutang pemerintah. Sebagian besar utang Jerman bersumber dari Perancis sebesar € 205,8 miliar, dari Inggris sebesar € 141 miliar, dari Amerika Serikat sebesar € 174,4 miliar dan kepada Italia sebesar € 202,7 miiar. European Central Bank (ECB), yang merupakan kreditur Athena tunggal terbesar, ambil bagian dalam obligasi swap. Sebagian besar saham dalam ECB adalah milik Jerman. Selain itu kreditur terbesar Yunani adalah Deutsche Bundesbank.Sekadar informasi, Bank Sentral Jerman ini juga memiliki piutang besar di Spanyol, Portugal, Italia, dan Irlandia.3 Inggris meski relatif aman karena memiliki aset diluar negeri yang cukup besar, namun negara ini adalah yang paling besar utang luar negerinya di Eropa. Walaupun Inggris tidak masuk dalam zona Euro, namun keuangan negara ini merupakan investor paling besar dalam Uni Eropa baik pemerintah maupun swasta. Inggris memiliki utang luar negeri € 7.3 triliun, mencapai 436 % dari PDB 3

http://m.bisnis.com/articles/analisis-ekonomi-5-detail-dalam-krisis-utang-yunani-seri-1

Edisi II - Juli 2012

19


Ditengah pengangguran, kemiskinan yang melanda seluruh penjuru dunia, baik negara maju maupun di negara berkembang, para pemilik modal justru menerima dana talangan yang sangat besar. Skema penyelamatan krisis kapitalisme dalam kerangka G20, program IMF, hanya akan semakin memperkaya para pemilik modal besar. negara tersebut. Utang luar negeri pemerintah Inggris mencapai 81 % dari PDB yang dimilinya. Sumber utang Inggris sebagian besar berasal dari AS, Jerman dan Spanyol. Sehingga Inggris akan menerima exposur paling besar atas krisis yang melanda Uni Eropa.

Menumpuk Masalah Berapa uang sesungguhnya yang diperlukan untuk menyelamatkan krisis. tidak ada satu lembaga keuangan global dan para ahli ekonomi yang mengetahui secara pasti. Sejauh ini uang yang telah digurur dalam perekonomian Eropa hanya mendinginkan krisis sesat. Namun negara yang mengalami krisis utang justru menghadapi masalah baru, yakni utang yang semakin bertumpuk. Dalam pertemuan G20 Anggela Merckel mengajukan proposal penanganan krisis senilai USD 2 triliun, dana tersebut diperkirakan akan bersumber dari berbagai negara baik kawasan EU sendiri, Anggota G20, dan negara-negara berkembang lainnya. Sementara IMF menyediakan sekitar USD 1 trilun, termasuk seluruh cadangan emas yang dimiliki oleh IMF. Keputusan KTT Uni Eropa 28-29 Juni 2012, memutuskan untuk membentuk lembaga yang fungsinya 1) Menambah modal bank sehingga setidaknya memenuhi persyaratan minimum, 2) mengambil alih serta merestrukturisasi aset bank bermasalah 3) menjamin deposito untuk menjaga kepercayaan publik pada industri perbankkan. Selanjutnya 10 Juli 2012 menteri keuangan Uni Eropa sepakat mempercepat realisasi dana talangan sebesar â‚Ź 30 miliar. Dalam hal dana pengamanan krisis European Stability Mecanism memiliki dana â‚Ź 500, EFinancial Stabiliy Fasility â‚Ź400 miliar4

4

20

Anwar Nasution, kompas, selasa 17 Juli 2012


Uang yang dimobilisasi dari seluruh penjuru dunia tersebut kembali akan disuntikkan dalam perekonomian Euro, baik dalam bentuk utang baru kepada pemerintah yang mengalami krisis utang, maupun sebagai dana talangan sektor perbankkan yang kolaps di masing-masing negara melalui tangan pemerintah nasional. Sementara pada sisi lain negara-negara pengutang secara berkelanjutan dapat mengangsur utang-utang mereka dan terpaksa harus memperketat pengeluaran untuk sektor publik mereka. Kebijakan ini pastilah akan memicu protes publik yang luas, baik di negara pemberi utang maupun negara yang menerima utang. Kesimpulannya itu skema mengguyur uang dalam ekonomi EU baik melalui European Central Bank (ECB), ESEF, ESM, IMF, dapat dipastikan tidak akan mampu mengatasi krisis utang yang sedemikian besarnya. Masalah krisis utang dijawab dengan utang baru. Masalah yang diakibatkan oleh penyatuan mata uang dijawab dengan liberalisasi financial, masalah yang ditimbulkan oleh financialisasi sektor keuangan pemerintah dijawab dengan utang baru dan masalah krisis anggaran pemerintah dijawab dengan stimulus fiscal yang dipastikan akan semakin menekan pendapatan negara. Jawaban EU, IMF dan G20 atas masalah krisis EU hanya akan menumpuk masalah yang semakin memberatkan dikemudian hari. ***

Edisi II - Juli 2012

21


G LOBA L IS A S I

Presiden SBY bertemu dengan Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barosso dan Presiden Dewan Eropa Herman Van Rompuy

CEPA &

Krisis Eropa Zely Ariane

Koord. Hubungan Internasional Partai Pembebasan Rakyat (PPR)

22


A

rtikel ini akan mencoba melihat bagaimana krisis di Eropa akan menciptakan ikatan yang jauh lebih kuat dan saling menguntungkan antar pebisnis dan negara Eropa dengan pebisnis dan negara Indonesia, sementara di saat bersamaan menghancurkan rakyat dikedua kawasan. Dan CEPA (Perjanjian Kemitraan Komprehensif Eropa), yang belum lama ini ditandatangani Uni Eropa dan pemerintah Indonesia, adalah instrumen mutakhir yang digunakan untuk menggalakkan hubungan saling menguntungkan antar kelas pemilik modal tersebut. Misi ini berada di atas dinamika keresahan sosial rakyat Eropa yang belum pernah terjadi sebelumnya, baik skala maupun kandungannya. Sehingga pesanpesan yang menjadi tuntutan keresahan tersebut amat penting didengar dan dimengerti rakyat Indonesia, agar tidak jatuh lebih dalam ke lubang penderitaan yang sama.

Pengantar Hubungan Negara Indonesia dengan Eropa telah berlangsung sejak negeri ini belum menjadi negara dan bernama Indonesia. Bila dahulu hubungan tersebut atas landasan penguasaan sumber daya alam dan penaklukan teritorial (penjajahan) secara langsung dan dengan kekerasan, sekarang melalui diplomasi dan perangkatperangkat hukum internasional yang dikemas sedemikian rupa sebagai kepentingan bersama. Banyak hal yang telah berubah di dalam hubungan-hubungan tersebut, namun satu hal yang masih sama walau dengan karakter berbeda: kerjasama yang terjadi adalah kerjasama dari oleh dan untuk keuntungan segelintir orang dan perusahaan-perusahaan pemilik kapital atas nama jutaan rakyat yang tak punya hak langsung untuk ikut menentukan arah hubungan-hubungan tersebut. Globalisasi kapital telah banyak mengubah dimensi hubungan antar manusia, di satu sisi melahirkan identitas bangsa dan negara dalam suatu kedaulatan politik nasional, dan di sisi lain meningkatkan kesalingbergantungan global yang belum pernah terjadi dalam skala sebesar ini. Selain itu, globalisasi kapital, sejak Vasco Da Gama mengelilingi dunia dan Colombus “menemukan� Amerika, hingga SPBU Exxon Mobil dapat tumbuh di tikungan jalan-jalan Kabupaten di pulau Jawa, telah menunjuk pada dirinya sendiri bahwa tanpa globalisasi pemerataan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber kemakmuran, maka globalisasi krisis, kemiskinan dan perlawanan adalah antitesisnya. Karakteristik globalisasi kapital saat ini adalah perluasan pasar, akses langsung terhadap bahan mentah dan buruh murah, sehingga reorganisasi kawasan, negara, benua hingga dunia, adalah konsekuensi bagi kepentingan tersebut. Tujuannya hanya satu bagaimana mempertahankan dan meningkatkan akumulasi

Edisi II - Juli 2012

23


(accumulation rate) serta tingkat keuntungan (profit rate) bagi kapitalis. Karena apa yang disebut sebagai krisis kapitalisme pada dasarnya adalah krisis karena jatuhnya tingkat keuntungan kapitalis akibat overproduksi dan overakumulasi1. Apa yang sekarang sedang terjadi di Eropa, setelah didahului oleh Amerika Serikat, adalah krisis periodik kapitalisme, yang kali ini, mengantam tepat di jantung ekonomi kapitalis sendiri: negara-negara Utara. Bahkan insitusi-institusi keuangan kapitalisme sendiri, seperti Bank Dunia dan IMF, telah mengatakan bahwa krisis kali ini kan berkepanjangan. Pertumbuhan ekonomi dunia berkalikali telah dikoreksi dan tidak bisa melebihi angka 3,5%--dan untuk negeri-negeri kapitalis maju hanya 1,3% saja. Tingkat pertumbuhan negara-negara maju dan berkembang dapat jatuh sama besar, bahkan lebih besar, dari yang terjadi di tahun 2008-2009. Dunia akan jatuh pada resesi yang sama atau bahkan lebih luas2. Growth of GDP

2010

2011 E

2012P

Euro Zone

1.9

1.6

-0.5

United States

3.0

1.8

1.8

Japan

4.4

-0.9

1.7

Brazil

7.5

2.9

3.0

China

10.4

9.2

8.2

India

9.9

7.4

7.0 (Source: IMF, January 2012)

Inilah krisis kapitalisme global, yang akibatnya tak saja berwujud globalisasi kemiskinan melainkan globalisasi kerusakan alam, sekaligus kehancuran fondasifondasi kemanusiaan.

Posisi CEPA, kepentingan Uni Eropa dan Indonesia Tak banyak yang tahu bahwa integrasi Eropa bermula dari Masyarakat Batubara dan Baja Eropa (EC & SC) di tahun 1951, sesaat setelah Perang Dunia ke 23. Kaum borjuis Eropa butuh mengonsolidasikan kekuasaan mereka menyusul pergolakan sosial dan radikalisasi rakyat pada masa perjuangan melawan Nazi, khususnya di Perancis dan Italia. Melalui enam Negara pendukung: Belgia, Perancis, Jerman, Belanda, Itali, dan Luxemburg, bertujuan mereorganisasi kapital Eropa Barat melawan Timur, sekaligus hendak menjaring Jerman Barat ke dalam kerangka Eropa dengan harapan terhindar dari perang Eropa. Ini lah cikal bakal yang kemudian melahirkan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan Uni Eropa (UE) saat ini.

24


Dari landasan ini saja kepentingan reorganisasi regional Eropa dapat dijelaskan: sentralisasi kapital (baik ke tangan negara dengan regulasai pasar pro kapital, maupun ke tangan kapital swasta dalam neoliberalisme pasar bebas). Atau dengan kata lain adalah kepentingan ekonomi dan bisnis para pemilik modal dengan memusatkan kapital untuk memelihara tingkat akumulasi dan tingkat profit. Untuk dapat berakumulasi dan mendapatkan profit lebih besar lagi maka kapital harus langsung menyasar syarat-syarat (sumber) yang membuatnya berkembang: tenaga kerja murah, pasar yang luas, dan bahan mentah yang berlimpah. Asia, khususnya Indonesia, adalah surga bagi semua itu. Sehingga tidak heran jika pembentukan kelembagaan ASEM (Asia Europe Meeting) di tahun 1996 bertujuan semata-mata untuk melayani semua kepentingan ini. Dan deklarasi Hanoi dengan gamblang sudah memastikan tujuan itu. “ASEM adalah mekanisme istimewa bagi penerapan kerangka kerja strategis UE4, yang bertujuan memastikan komitmen terhadap ekonomi pasar, kerjasama lebih erat antara pemerintah dan dunia bisnis, liberalisme dan regionalisme yang tidak diskriminatif, patuh pada aturan-aturan WTO, saling menghormati dan kemitraan sejajar, mengakui keragaman ekonomi di dalam dan antar Asia-Eropa.5” Kalimat seperti “saling menghormati dan kemitraan sejajar, mengakui keragaman ekonomi di dalam dan antar Asia-Eropa” hanyalah lipstick. Karena pada kenyataannya tak ada satupun mekanisme yang representatif dari rakyat dan oleh rakyat untuk dapat menentukan kebijakan tersebut secara demokratis, dan tentu saja, tak ada celah bagi keragaman ekonomi dihadapan butir-butir kebijakan liberalisasi WTO! Hubungan ekonomi semacam ini telah terjadi lama, namun demikian dalam konteks krisis kapitalisme yang sedang mengorbankan Zona Eropa saat ini, hubungan tersebut memiliki kemendesakan ekonomi yang lebih besar ketimbang sebelumnya. Bahkan dianggap bahwa Eropa adalah pusat dari krisis internasional ini dan menjadi rantainya yang paling lemah6. Tak seperti AS dengan kapasitas ekonomi yang besar—dalam wujud pasar, tenaga produktif dan sejarah hegemoni ekonomi politik dan militer—Uni Eropa, hanya sanggup menciptakan pasar dan mata uang bersama, tak bisa lebih lagi. Tak ada formasi borjuasi Eropa yang organik, tak ada kapasitas militer yang terpadu, tak ada pemerintah Eropa yang nyata dan kebijakan ekonomi dan diplomatik yang sama, tak ada negara Eropa, melainkan suatu proses integrasi negeri-negeri baru (Eropa Timur), dan perluasan Zona Eropa, yang saat ini sedang banyak

Edisi II - Juli 2012

25


mengandung persoalan. Krisis ini telah menyebabkan pembantaian sosial yang belum pernah terjadi dalam skala sebesar ini di Eropa: peningkatan pengangguran muda dan tidak adanya jaminan kerja, penggerusan perlindungan sosial di semua bidang kehidupan (kesehatan, pendidikan, berbagai pelayanan publik, dll)7. Seluruh generasi baru Eropa pasca Perang Dunia ke II menghadapi persoalan yang lebih buruk dibandingkan orang tua mereka. Ada dua alasan dibalik serangan ini: kegagalan Uni Eropa mengonsolidasikan imperlialisme Eropa yang lebih padu untuk dapat menghadapi persaingan kekuatan kapital internasional dan mengambil peluang super profit dari Selatan, serta krisis keuangan dan hutang yang dimanfaatkan secara politik untuk melegitimasi serangan neoliberal terhadap hak-hak demokratik dan sosial lebih besar lagi. Kecenderungan yang semakin tampak adalah mulai dari pengurangan hak-hak layanan publik bagi rakyat hingga penghancuran total layanan tersebut (total komersialisasi/privatisasi). Krisis ini sudah menjatuhkan Yunani, dan sedang menjatuhkan Portugal, Spanyol, dan Italia (yang secara rasis dijuluki sebagai negara-negara PIGS)8, setelah sebelumnya menjatuhkan Islandia dan Irlandia9. Apa yang sedang terjadi di Yunani10 adalah wujud dari krisis ini. Bahkan di negeri-negeri yang kebijakan neoliberalnya sedang dilawan besar-besaran di Eropa ketimpangan ekonomi terus meningkat, dimana pendapatan tertinggi 1% terus meningkat dan terkonsentrasi, sementara kemiskinan menyebar luas11. Dari krisis Eropa ini kita juga dapat melihat defisit publik dan krisis perbankan sedang ditransformasi menjadi sovereign debt12 dan metode ini semakin meluas. Bila dahulu krisis hutang luar negeri dianggap hanya terjadi di negeri-negeri Selatan (Dunia Ketiga), maka kini, situasinyapun berbalik. Public deficit or surplus (as % of GDP)

2007

2008

2010E

2011P

2012P

France

-2.7%

-3.3%

-7.1%

-5.7%

-4.5%

Germany

+0.2%

-0.1%

-4.3%

-1.2%

-1.1%

United States

-2.9%

-6.6%

-10.7%

-10%

-9.3%

Japan

-2.4%

-2.2%

-7.83%

-8.9%

-8.9%

Total OECD

-1.3%

-3.4%

-7.7%

-6.6%

-5.9%

Brazil

-2.8%

-2.0%

-2.5%

-2.7%

-2.8%

China

1.9%

0.9%

-0.6%

-1.2%

-1.5%

(Source: OECD, February 2012)

26


Gross public debt (as % of GDP)

2008

2009

2010E

2011P

2012P

France

68.3%

79%

82.4%

87%

90.7%

Germany

66.7%

74.4%

83.2%

81.5%

81.6%

United States

76.1%

89.9%

98.5%

102%

107.6%

Japan

196.2%

216.3%

219%

233.4%

241%

(Source: IMF, January 2012)

Persoalan mendesak (kapitalis) Eropa saat ini adalah bagaimana agar bisa selamat dari kajatuhan profit dan pertumbuhan yang terus melambat, di tengah iklim produksi yang sedang bergejolak dan biaya produksi yang melonjak di kawasannya. Saat ini IMF, Bank Dunia, kelompok-kelompok keuangan raksasa berada di sisi ranjang zona eropa. Dunia kapitalis sedang khawatir: “Pemulihan dunia diancam oleh peningkatan ketegangan di zona eropa dan melemahnya wilayah-wilayah lain. Kondisi keuangan sedang memburuk, prospek pertumbuhan tumbuh dengan redup, dan resiko penurunan menghebat� (IMF- World Economic Outlook, 24.01.12). IMF saat ini berasumsi, dalam skenarionya yang paling optimis, akan terjadi resesi yang “moderat� di zona eropa tahun 2012, dengan pertumbuhan rata-rata pertahun 1,5% di ekonomi-ekonomi paling maju. Resesi ini akan disebabkan oleh meningkatnya suku bunga pada surat utang negara, efek dari de-leveraging pada investasi dan dampak dari penyeimbangan ulang (re-balancing) anggaran. Untuk itulah Asia, khususnya Indonesia, menjadi sasaran penting dan mendesak bagi percepatan pemulihan ekonomi Zona Eropa. Sehingga Indonesia berada dalam posisi tawar yang besar apalagi mengingat semakin bermunculannya kapital-kapital nasional baru milik Cina dan India yang berputar di Asia termasuk Indonesia. Namun demikian Indonesia di saat bersamaan sekaligus berada pada kondisi yang tidak efisien bagi percepatan akumulasi kapital dibanding negara seperti Malaysia. Namun, diatas segalanya tenaga kerja murah, pasar yang besar dan sumber alam berlimpah adalah semata-mata yang dibutuhkan kapitalis. Efisiensi produksi, infrastuktur dan sejenisnya menjadi nomor kesekian. Dalam konteks inilah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) Uni EropaIndonesia dilakukan.

Edisi II - Juli 2012

27


CEPA bukan untuk pemerataan dan peningkatan ekonomi rakyat Pada tanggal 4 Nopember 2011, Presiden SBY bertemu dengan Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barosso dan Presiden Dewan Eropa Herman Van Rompuy, untuk memulai apa yang disebut ‘babak baru hubungan Indonesia Eropa’. Selama ini Uni Eropa adalah investor kedua terbesar di Indonesia dan rekan ekspor dengan nilai perdagangan sebesar 20 milyar Euro. Sehingga Kadin dan Apindo menyambut baik babak baru hubungan ini dengan menyetujui CEPA, sebuah rekomendasi platform kerjasama dari apa yang disebut Kelompok Visi Indonesia-Eropa13. Menyadari bahwa perjanjian semacam Persetujuan Perdagangan Bebas, layaknya CAFTA (China ASEAN Free Trade Agreement), tidak lagi populer untuk mendapatkan dukungan dari dalam negeri, CEPA direkomendasikan sedemikian rupa agar tampak sebagai solusi yang saling menguntungkan. CEPA diharapkan akan mengurangi tarif impor barang-barang dari Indonesia hingga sebesar 95%. Hal ini diharapkan akan memperbesar volume dagang Indonesia ke Eropa USD9,8 milyar dan menyumbang GDP sebesar USD 6,3 milyar. Tak sekadar memfasilitasi liberalisasi perdagangan dan investasi lainnya, CEPA juga meliputi peningkatan kapasitas dan fasilitasi perdagangan. Itulah yang mereka anggap sebagai berbeda dengan perdagangan bebas lainnya yang hanya mereduksi tarif14. Porsi Uni Eropa dalam perdagangan luar negeri Indonesia jatuh 6% dari 16% pada 10 tahun lalu menjadi 10% saat ini. UE merupakan investor kedua terbesar di Indonesia dengan sekitar memiliki 700 perusahaan yang berdiri di sini dan menciptakan 500.000 lapangan kerja. Namun ini hanya mewakili 1,6% saja investasi Eropa di keseluruhan Asia. Indonesia merupakan basis produksi bagi beberapa barang manufaktur besar Eropa, seperti komponen Airbus, farmasi, pengembangan teknologi informasi. Tak ada yang baru dari CEPA, selain bungkus dan metodenya. Utak atik tarif, fiskal dan janji peningkatan kapasitas industri dalam negeri untuk dapat lolos standar Eropa, hanyalah main-main retorika ketika di saat yang sama monopoli teknologi tetap ada di tangan Eropa, peningkatan kapasitas tidak mengatasi persoalan kapasitas paling mendasar yaitu tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat. Sehingga harapan meningkatkan ekspor Indonesia ke Eropa di dalam skema penurunan tarif impor CEPA, hanyalah harapan kosong yang pada akhirnya sekadar menguntungkan eksportir Indonesia dan importir Eropa ketimbang membangun industri yang berkelanjutan di dalam negeri untuk perluasan lapangan kerja, atau meluaskan lapangan pekerjaan bagi rakyat Eropa sendiri.

28


CEPA menunjukkan dirinya berbeda karena beberapa kepentingan. Pertama, penurunan tarif ekspor ke Eropa sebetulnya mengkonfirmasi kecenderungan bahwa pusat zona produksi atau penciptaan nilai kini mulai berpindah utamanya ke Asia. Di tahun 2011, kombinasi produksi di zona eropa dan AS baru kembali pada levelnya di tahun 2008. Pada periode yang sama, aktivitas ekonomi di negeri-negeri berkembang tumbuh sebesar 25 persen dan lebih dari 50 persen di Asia (India + Cina + ASEAN 5: Philipina, Thailand, Indonesia, Malaysia dan Singapura)15. Di tahun 2010 negeri-negeri berkembang memberi sumbangan atas 38,4 persen barang-barang ekspor, 57,8 persen cadangan modal asing. Artinya, karena produksi menjadi terlalu mahal dan tidak cukup menguntungkan dilakukan di Eropa, maka penuruan tarif bukanlah kebaikan hati, melainkan sebuah kebutuhan bagi kapital Eropa saat ini. Namun di saat bersamaan, kita sekaligus dapat melihat pengungkit ekonomi, seperti IMF dan Bank Dunia, seluruhnya masih berada di tangan kekuatan Amerika dan Eropa, dan hampir 80% kapital dalam bentuk saham masih tetap terkonsentrasi di negeri-negeri kapitalis maju (pada 50 kelompok yang memegang sebagian besar saham di kelompok-kelompok internasional lain, 24 diantaranya adalah Amerika, 8 Inggris, 5 Perancis, 4 Jepang, 2 Swiss, 2 Jerman, 2 Belanda dan hanya satu Cina). Kedua, penyediaan pengembangan kapasitas di dalam CEPA yang dinyatakan sebagai faktor pembeda dari perjanjian perdagangan bebas sebelumnya, hanya bertujuan untuk agar dapat memfasilitasi perdagangan dan investasi demi perluasan pasar. Itulah kepentingan 3 pilar CEPA. Dan kepentingan itu tidak menuntut tanggung jawab pebisnis terhadap, salah satunya, kegagalan pencapaian MDGs di Indonesia 2015, juga tak ambil pusing dengan kebangkrutan ekonomi yang dialami rakyat negeri-negeri paling dirugikan di Zona Eropa sendiri. Artinya tidak ada kepentingan, alih-alih jaminan, kebijakan ekonomi neoliberal melalui liberalisasi perdagangan dan investasi, terhadap pemerataan kapital dan kesejahteraan untuk rakyat. Dalam landasan ini pulalah kita harus curiga dan siap bereaksi atas berbagai mekanisme liberalisasi ekonomi dengan bungkus dan mekanisme baru. CEPA tak lebih dari pada kepentingan dagang dan akumulasi profit pebisnis utama di negara-negara kapitalis besar Eropa: Jerman, Belanda (dengan 20% dari total nilai perdagangan Eropa dengan Indonesia), Perancis dan akan menguntungkan kapitalis-kapitalis besar dalam negeri Indonesia.

Edisi II - Juli 2012

29


Dinamika Pergolakan rakyat Eropa Mustahil menyamaratakan Eropa/Uni Eropa secara keseluruhan karena ketidaksamaan tingkat krisis namun dampak yang saling berkombinasi. Tanpa bermaksud menjenarisasi, bagian-bagian penting Uni Eropa saat ini sedang memasuki fase baru krisis sosial dan penguatan perjuangan kelas lebih lanjut. Apa yang terjadi di Yunani adalah peringatan bagi Eropa. Pergerakan The Indignados di beberapa kota besar Spanish States yang melibatkan lebih dari datu juta orang pada 15 Mei tahun lalu dan diperingati kembali pada 15 Mei tahun ini menunjukkan tingkat kemarahan rakyat atas semua bentuk kebijakan anti kesejahteraan sosial pemerintah-pemerintah neoliberal. Hal yang serupa terjadi di Perancis dan Inggris walau dengan skala yang lebih kecil. Namun tuntutan mereka jelas: penghentian segera pemotongan subsidi publik (atau kebijakan penghematan) khususnya kesehatan, pendidikan dan layakan publik utama, menolak pembayaran hutang yang dibuat oleh para kapitalis, menolak perpanjangan usia pensiun, hak atas pekerjaan yang permanen. Karakter mobilisasi dan tuntutan yang dilakukan rakyat adalah merebut kembali hak-hak sosial dan “demokrasi sejati”. Inilah pesan dari pergolakan di Yunani, Madrid dan Barcelona, yakni mengombinasikan hak-hak sosial dan demokratik bersamaan dengan kritisisme terhadap tatanan kekuasaan dominan: melawan kebijakan neoliberal, kediktatoran finansial/pasar dan untuk “demokrasi sejati sekarang juga!” Kaum muda dan perempuan adalah komposisi terbesar dalam mobilisasi ini, karena merekalah yang paling dirugikan dalam serangan sosial krisisi di Eropa. Peningkatan pengangguran muda dan pemotongan subsidi bagi layanan pemeliharaan anak (child care) menyulitkan orang tua perempuan yang harus bekerja banting tulang. Ancaman sosial meresahkan mayoritas lapisan masyarakat menjadi bara bagi kemarahan dan perlawanan mereka. Diluar persoalan alternatif jalan keluar ekonomi politik yang belum berhasil menjadi ekspresi politik yang legitimate dari perlawanan tersebut, pesan yang dinyatakan dan ditunjukkannya antara lain: • Hak sosial dan demokrasi tak bisa diberikan oleh pemerintahan sosial demokrasi Eropa. Mobilisasi rakyat Eropa saat ini menunjukkan sekaligus kegagalan sosial demokrasi yang selama ini menjadi kebanggaan Eropa. Tidak ada jalan untuk ‘kembali ke Sosial Demokrasi (welfare state) atau keynesianisme’, yang terjadi justru percepatan neoliberal dalam menjawab seluruh keresahan rakyat. Spanyol yang dipimpin oleh Zapatero adalah pemerintah sosial demokrasi, demikian juga Yunani sebelum pemilu Juni lalu yang dipimpin oleh PASOK, partai sosial

30


demokrasi. Partai-partai sosial demokrasi Eropa telah menjadi sosial liberal yang tak berbeda banyak dengan partai liberal yang ada. • Regionalisasi ekonomi ala Uni Eropa menunjukkan kegagalannya. Penyatuan ekonomi dalam wujud pasar dan kapital, tanpa pemerataan akses kapital dan kapasitas tenaga produktif melahirkan krisis yang sedang dihadapi Eropa saat ini. Kapital negara-negara terkuat seperti Jerman menjadi bencana bagi rakyat di Yunani, sekaligus berkah bagi kapitalis Yunani. Regionalisasi semacam itu semakin mengonsentrasikan kapital ke tangan yang paling kuat—tanpa perduli kebangsaan, sementara menghancurkan sektor rakyat paling lemah—yang juga tak pilih kasih kebangsaan. Walau memang kerugian yang diderita rakyat Jerman tak sebanding dengan kehancuran kapasitas rakyat Yunani akibat krisis ini. Jika Asia, melalui ASEAN plus Cina atau plus Eropa, misalnya, hendak mencontoh regionalisasi semacam ini, maka siapa yang akan untung dan siapa yang akan buntung? • Nasionalisme versus penentuan nasib (kedaulatan ekonomi, politik, dan kemanusiaan) sendiri oleh mayoritas rakyat tertindas. Gugatan terhadap Uni Eropa akibat dampak krisis mengarah pada dua aras gagasan: nasionalisme chauvinis dan fasis, dan solidaritas kiri sosial internasional. Perimbangan kekuatan antar dua aras tersebut berbeda-beda di tiap negara, namun yang pasti suara anti imigran, anti Islam, anti Polish (orang Polandia), anti Pakistan dll mendapatkan tempat dalam wujud Partai Golden Dawn di Yunani, PVV di Belanda, La Pen di Perancis melalui peningkatan suara dalam pemilu. Situasi ini sangat mengkhawatirkan, di tengah aras kekuatan solidaritas kiri sosial internasional begitu beragam dan terfragmentasi. Penyebab krisis sudah jelas, kapital tak punya kebangsaan, namun kapital dan para kapitalis dapat menggunakan semua sentimen di dalam masyarakat untuk memecah belah kemudian menguasainya agar dampak krisis dapat mengonsolidasikan kapital. Masih untung rakyat Yunani mengatakan tidak pada Golden Dawn, dan lebih banyak mengatakan iya pada Syriza sebagai representasi kekuatan kiri solidaritas sosial, walau keduanya masih dikalahkan oleh kekuatan neoliberal pada pemilu lalu. Secara umum kedua aras gagasan tersebut masih dikalahkan oleh neoliberalisme. Konsolidasi kekuatas kiri solidaritas sosial adalah kunci dalam memberikan alternatif dari pergolakan ini, agar tidak jatuh pada nasionalisme fasis yang sedang mengendap-endap mengambil manfaat dari krisis akibat kerakusan kapital global. Dan tantangan bagi seluruh gerakan keadilan global saat ini adalah bagaimana membangun solidaritas global yang lebih radikal melawan globalisasi neoliberal

Edisi II - Juli 2012

31


di tingkat nasional melalui lebih banyak kontrol dan pemerataan terhadap kapital di tingkat nasional dan internasional. *** (Endnotes) 1

Michael Husson, seorang ekonom pada Institut de recherches economiques et sociales (IRES) di Paris menyebut krisis kapitalisme ini sebagai krisis tanpa akhir: http://www.internationalviewpoint.org/ spip.php?article2236

2 http://www.news.com.au/money/cost-of-living/world-bank-warns-of-deeper-crisis-than-theglobal-financial-crisis/story-fnagkbpv-1226247882564 3 http://www.internationalviewpoint.org/spip.php?article2578 4

Uni Eropa: “should set an overall strategic framework for our relations with Asia in the coming decade based on the core objective of strengthening the EU’s political and economic presence across the region, and raising this to a level commensurate with the growing global weight of an enlarged EU.” (“Europe and Asia: A Strategic Framework for Enhanced Partnerships”, Communication from the Commission, Brussels, 4.9.2001) http://www.europe-solidaire.org/spip.php?article39.

5

October 9, 2004 “Hanoi Declaration on Closer ASEM Economic Partnership”

6

http://www.europe-solidaire.org/spip.php?article23310

7 http://www.rt.com/news/europe-recession-imf-bailout-343/ dan http://www.thedailybeast.com/ articles/2012/03/04/italy-has-europe-s-highest-percentage-of-children-in-poverty-says-unicef.html 8 http://greekleftreview.wordpress.com/2011/07/15/seeing-like-a-pig-the-crisis-in-greece-from-adifferent-perspective/ 9 http://www.reuters.com/article/2012/02/01/us-ireland-debt-idUSTRE81018C20120201 10 http://www.internationalviewpoint.org/spip.php?article2614&var_recherche=greece... 11 http://www.europe-solidaire.org/spip.php?article23310 dan http://www.voxeu.org/index. php?q=node/4863 12 http://www.investopedia.com/terms/s/sovereign-debt.asp#ixzz1ucHGTpZG 13 INA Magazine, III/2011 hal. 4. 14 http://www.thejakartapost.com/news/2012/02/28/ri-eu-begin-negotiations-economic-partnership. html 15 http://koranpembebasan.wordpress.com/2012/05/12/laporan-situasi-internasional/

32


G L O B AL I S AS I

Bom Waktu dalam Krisis

Uni Eropa

Salamuddin Daeng Indonesia for Global Justice (IGJ)

Edisi II - Juli 2012

33


B

anyak analisis muncul dalam melihat krisis yang melanda Uni Eropa (EU) saat ini, namun belum banyak yang membongkar anatomi krisis ini dan penularannya secara struktural terhadap perekonomian Indonesia.

Krisis EU bukanlah semata-mata krisis keuangan, atau krisis utang pemerintah, atau krisis akibat pertumbuhan yang rendah, tapi krisis ekonomi yang sifatnya struktural dalam tiga dimensi krisis utama yaitu ; Pertama, kelebihan produksi barang/jasa pada tingkat EU dan global (overproduction) yang tidak dapat diserap oleh pasar (underconsumption) karena daya beli mayoritas masyarakat yang semakin rendah. Sebagai contoh over produksi pangan terjadi disaat lebih dari 1 miliar manusia di muka bumi menurut World Health Organization (WHO) mengalami kelangkaan pangan. Kedua, adanya konsentrasi uang dan capital ditangan segelintir pemain pasar keuangan, yang tidak dapat diekspansi dalam kegiatan produksi barang maupun jasa  (overaccumulation) sehingga hanya diekspansi lewat utang dan pasar keuangan (money to money) Ketiga, transaksi pasar keuangan derivatif yang besar (financial buble) yang tidak sebanding dengan produksi riil, akibat liberalisasi sektor finansial. Produk pasar keuangan derivatif global mencapai US$ 600 tiliun, sementara produksi riil barang dan jasa (PDB) dunia hanya sekitar US$ 60 tiliun. Jika melihat fundamental krisis ini, maka masalahnya menjadi jelas, bahwa ekonomi tengah berada dalam ketidakseimbangan yang dalam (unbalance). Dengan demikian para analis mestinya memperhatikan bahwa tidak mungkin meningkatkan pertumbuhan sementara ekonomi mengalamai over produksi, demikian pula dengan perluasan investasi. Sementara pasar keuangan derivatif tidak mungkin diperluas lagi karena gelembungnya telah pecah. Pisau analisis yang keliru dalam membedah krisis EU menyebabkan cara penanganannya justru semakin memperparah keadaan. Sejauh ini langkah penanganan yang dilakukan EU, bersama International Monetary Fund (IMF), seperti membenamkan bom waktu, yang nantinya cepat atau lambat akan meledak dan memporak-porandakan ekonomi EU.

Memperkaya Spekulan Skema penyelesaian krisis yang disponsori Jerman, IMF, G20, yang berkutat pada reformasi sektor keuangan sejauh ini tidak dapat mendinginkan krisis. Justru yang terjadi sebaliknya, negara-negara yang mengalami krisis malah berhadapan dengan kekacauan politik nasional berkepanjangan. Kebijakan dana talangan, bailout perbankkan, stimulus fiskal, bunga rendah,

34


austerity, justru merugikan kepentingan negara-negara krisis dan menguntungkan negara-negara pemberi utang. Sebagai contoh dari total utang Yunani sebesar â‚Ź 400 miliar (252 % dari PDB), sebagian besar berasal dari Perancis sebesar â‚Ź 41.1 miliar, Jerman sebesar â‚Ź 15.9 miliar, Inggris sebesar â‚Ź 9,4 miliar dan dari Amerika Serikat sebesar â‚Ź 6,2 miliar (BBC News, November 2011). Sehingga konteks penyelamatan yang dilakukan oleh negara besar bukan menyelamatkan Yunani tetapi menyelamatkan uang negara besar itu sendiri. Dalam rumus penyelesaian krisis EU ada tiga hal yang dihasilkan ; pertama, terkurasnya pajak rakyat dari negara-negara yang terkena krisis sebagai dana talangan bagi sektor swasta perbankkan, yang notabene adalah investasi luar negeri. Kedua, terkurasnya anggaran nasional uang dari negara-negara yang mengalami krisis ke tangan negara pemberi utang, seperti Jerman, Perancis, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang. Ketiga, terkurasnya dana rakyat dan anggaran negara dari negara-negara yang terkena krisis dan negara miskin lainnya seperti Indonesia, berpindah ke tangan sektor swasta khususnya pemain pasar keuangan. Modus pengumpulan uang melalui G20 dan IMF mengindikasikan rencana semacam itu. Dengan demikian potensi penularan krisis ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia sangat mungkin terjadi dalam jangka pendek. Ketika negara besar menarik hutang dan investasi luar negeri mereka dalam rangka menyelamatkan EU terlebih dahulu. Ketiga hal tersebut mengindikasikan bahwa krisis EU dan krisis keuangan global tidak lain adalah strategi memperkaya perusahaan swasta, pemain pasar keuangan, dan lembaga keuangan regional dan global. Sementara krisisnya dibiarkan terus bergulir sebagai mekanisme sentralisasi kapital semacam itu.

Menanam Bom Waktu Krisis EU memang akan berlangsung panjang, namun sangat bergantung pada cara pemerintahan EU menanganinya. Krisis ini juga bisa menimbulkan kebangkrutan EU dalam tempo yang sangat singkat jika skema kebijakan yang dijalankan salah, justru akan menimbulkan gejolak yang baru. Sebagai contoh kebijakan dana talangan dan kebijakan bailout perbankkan justru menimbulkan beban utang dan bunga yang semakin besar dan menjadi bom waktu dimasa depan. Demikian juga dengan stimulus fiscal dan suku bunga rendah sama sekali tidak dapat membantu pergerakan ekonomi, dikarenakan kebijakan semacam itu telah lazim dilakukan pada era sebelum krisis. Bagaimana mungkin, solusi utang yang dijawab dengan utang baru, masalah

Edisi II - Juli 2012

35


yang ditimbukan financialisasi anggaran negara dijawab dengan sentralisasi lembaga talangan dan pengawasan perbankkan pada tingkat regional atau global, serta masalah rendahnya pertumbuhan justru dijawab dengan stimulus fiskal bagi sektor swasta yang dapat menekan anggaran negara. Kesemuanya jelas merupakan solusi yang keliru. Mestinya krisis dijawab dengan formulasi anti krisis, tesa dijawab dengan anti tesa. Utang pemerintah harus dijawab dengan pemotongan utang, melalui audit terhadap utang yang bermasalah terlebih dahulu. Dengan demikian maka negaranegara anggota EU yang menjadi episentrum krisis dapat menekan pengeluaran mereka untuk cicilan utang dan bunga. Rusaknya sistem keuangan akibat penyatuan mata uang, harusnya dijawab dengan memperbaiki kembali institusi keuangan pada setiap negara, memperkuat kembali kemandirian sektor keuangan masing-masing negara sehingga tidak rentan pada gejolak regional atau global. Demikian pula halnya masalah rendahnya pertumbuhan ekonomi, tidak dapat dijawab dengan bunga rendah dan stimulus fiskal, yang justru akan semakin memperparah penerimaan negara. Kemampuan penerimaan negara harus diperbesar dengan meningkatkan pajak bagi sektor swasta, terutama transaksi keuangan, dikarenakan sektor inilah yang harus diregulasi secara ketat dengan memberi beban besar pada transaksi sektor keuangan. Strategi ini juga bisa menahan spekulasi dan arus keluar uang (capital outflow) dari suatu negara. Jadi cara pengambil kebijakan EU menjawab krisis, ibarat masalah dijawab dengan masalah baru, tesa dijawab dengan tesa yang baru. Tentu saja tidak akan menghasilkan kemajuan, namun justru akan memperparah akan menjadi bom waktu yang dapat meledak setiap saat. ***

36


G L O B AL I S AS I

Gelombang Lisensi Wajib di Negara-negara Asia Oleh: Lutfiyah Hanim

Edisi II - Juli 2012

37


S

ebuah kantor berita1 memberitakan bahwa China mengubah undang-undang patennya supaya bisa memproduksi obat yang lebih murah.

Berita yang didasarkan atas tulisan yang di muat dalam situs kantor paten China, menyebutkan pemerintah China melakukan perubahan beberapa bagian dari aturan HKI (hak kekayaan intelektualnya) untuk memungkinkan produsen obat lokal membuat versi generik dari obat yang masih dilindungi paten. Mekanisme tersebut dikenal sebagai lisensi wajib atau compulsory licence. Langkah China dilakukan hanya berbeda berapa bulan setelah pemerintah India mengeluarkan kebijakan lisensi wajib untuk memperoduksi versi generic obat kanker Sorafenib, yang versi patennya dibuat oleh Bayer. Dalam berita yang dikirimkan ke Reuters juga disebutkan bahwa ”versi revisi dari ketentuan lisesni wajib akan berlaku mulai bulaan Mei 2012”. Upaya yang dilakukan pemerintah China ternyata telah dimulai sejak sekitar 2008 – 2009, ketika kantor paten China mengundang banyak pakar dari luar negeri untuk memperlihatkan kepeda pemerintahnya, persiapan-persiapan legal untuk memanfaatkan lisensi wajib. Ini menunjukkan keseriusan China upaya memproduksi obat yang lebih terjangkau bagi rakyatnya. Sebuah situs perusahaan farmasi menyebutkan langkah pemerintah China mendapat perhatian dari berbagai perusahaan farmasi multinasional. Lisensi wajib bagi banyak perusahaan farmasi (terutama para pemilik paten obat) dainggap sebagai ancaman. Namun apa yang dilakukan oleh pemerintah China dan kantor patennya masih dalam kaidah TRIPS-WTO(perjanian HKI terkait perdagangan). Lisensi wajib merupakan salah satu fleksibilitas yang dimungkinkan dilakukan oleh negara-negara anggota WTO, yang telah mengadopsi TRIPS2. Pasal 8 TRIPS menjadi prinsip dasar dari lisensi wajib yang menyatakan ”Anggota dapat, dalam pembentukan atas perubahan hukum dan peraturan perundangan nasionalnya, menetapkan upayayang diperlukan untuk melindungi kesehatan dan gizi masyarakat dan untuk memajukan kepentingan masyarakat pada sektor yang sangat penting bagi pembangunan sosial-ekonomi dan teknologi,.....” Secara khusus, Lisensi wajib diatur dalam pasal 31F perjanjian TRIPS. Intinya, adalah digunakannya obyek yang masih dilindungi paten tanpa ijin dari pemegang haknya ketika keadaan darurat seperti saat pandemi menyerang dan bencana alam, untuk kepentingan kesehatan public.

38


TRIPS tidak mendefinisikan secara jelas mengenai ‘kondisi darurat’, ‘kesehatan publik’. Deklarasi Doha untuk Kesehatan Publik juga menyebutkan bahwa setiap negara memiliki hak untuk menentukan apa yang disebut kondisi darurat nasional atau situasi yang sangat mendesak. Deklarasi juga menyebutkan bahwa krisis dalam kesehatan public seperti penyakit tuberculosis, malasria, HIV/AIDS dan lainnya adalah termasuk dalam situasi darurat. Lisensi wajib selama ini telah banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia termasuk negara-negara berkembang. Bahkan negara maju juga dikenal banyak memanfaatkan lisensi wajib ini untuk penyediaan obat versi generik kepada yang memerlukan. Misalnya pada 2001, Amerika Serikat melalui Sekretaris (Menteri) Kesehatan (DHHS – department of health and human services Secretary), Tommy Thompson menggunakan lisensi wajib untuk mengimpor versi generik dari obat ciprofloxacin sebagai cadangan ketika para ahli kesehatan menghkawatirkan adanya wabah antrax3. Jumlah yang diperlukan jika wabah itu menyerang diperkirakan untuk 10 juta orang. Dan itu jauh melebihi kapasitas perusahaan pemilik paten ciprofloxacin, Bayer. Demikian juga pada tahun 2005, Michael Levitt, menteri Kesehatan saat itu, memberikan penjelasan kepada anggota konggres AS, bahwa dia telah memerintahkan pemillik paten obat Tamiflu yaitu roche/Gilead untuk melakukan investasi dengan membuat pabrik di Amerika Serikat. Sehingga pemerintah AS dapat memiliki akses pada obat tersebut jika harus menangani wabah flu burung yang diperkirakan berjangkit pada manusia.4 Negara berkembang juga banyak yang telah memanfaatkan lisensi wajib seperti Malaysia, Indonesia, Brazil, Zambia, Zimbabwe, Ekuador. Negara-negara tersebut mengeluarkan lisensi wajib untuk penyediaan obatobat Anti Retroviral (ARV) untuk Orang dengan HIV/AIDS. Sementara Thailand, mempelopori lisensi wajib untuk penyediaan obat lini 25 untuk AIDS, dan penderita penyakit jantung yang dilakukan sepanjang tahun 2006 dan 20076.

Mengapa lisensi wajib? Akses pada obat-obatan bagi para pasien ádalah bagian dari hak atas akses kesehatan. Dan telah menjadi isu publik terutama sejak disahkannya TRIPS WTO pada tahun 1994. terutama pada dampak perlindungan HKI (paten khususnya) pada harga obat dan monopoli ada akses pada obat-obatan.

Edisi II - Juli 2012

39


Perjanjian TRIPs telah mewajibkan negara maju dan berkembang yang menjadi anggota WTO untuk menerapkan paten atas proses dan paten atas produk, termasuk paten atas obat dalam rejim HKI. Aturan tersebut telah menempatkan perusahaan pemilik paten untuk menentukan harga. Karena jika suatu obat di patenkan di suatu atau berbegai negara maka perusahaan pemilik paten dapat memonopoli perdagangan obat tersebut. Akibatnya harga obat menjadi sangat mahal. Perusahaan pemilik paten juga bisa menentukan kepada negara mana saja, obat didistribusikan dan dijual. Monopoli itu akan berangsung selama 20 tahun sesuai perjanjian TRIPS. Karena itu, isu paten dan kepentingan pasien menjadi isu utama dalam berbagai pertemuan pemerintah mengenai kesehatan dan menjadi kajian berbagai lembaga internasional. Yang menyatakan bahwa perlindungan HKI menjadikan harga obat naik dan menjadi penghambat akses atas obat karena itu penggunaan fleksibillitas di negara berkembang menjadi krusial. Mungkin ada banyak alternatif untuk meningkatkan akses pada obat. Menjadikan obat lebih murah adalah salah satunya. Apalagi di negara berkembang dimana para pasien (dan kelaurganya) harus membayar biaya kesehatan dari kantong mereka sendiri. Karena langka atau terbatasnya sistem jaminan sosial.

Kebijakan lisensi wajib efektif menurunkan harga obat. Thailand melisensi-wajibkan ARV Lopinavir/ritonavir (LPV/r), yang patennya dipegang oleh Abott Laboratories dengan melakukan impor versi generik dari India. LPV/r diberi merek oleh Abott dengan nama Kaletra, versi yang sedikit berbeda bermerek Aluvia. Harga versi paten di Thailand 6000 baht (atau sekitar 2 juta rupiah) per bulan sementara versi generiknya hanya 1200 baht per bulan (atau sekitar 400 ribu rupiah). Obat ARV lainnya Evafirens (EVF) patennya dipegang oleh perusahaan farmasi AS, MSD dan diberi merek dagang Strorcrin. Versi generik hasil lisensi wajib berharga 280 – 650 baht per bulan atau sekitar 94 ribu – 217 ribu rupiah per bulan. Sedangkan Obat penyakit jantung yaitu clopidogrel yang patennya dimiliki Sanofi-aventis dan bermerek Plavix, versi generiknya diperoleh dengan harga 7 baht (2200 rupiah), bandingkan dengan versi patennya sekitar 73 baht (22 ribu) per kapsul. Sementara India pada Maret 20127 lalu menggunakan skema lisensi wajib yang sedikit berbeda, untuk obat kanker hati. Dimana perusahaan lokal Natco yang mengajukan produksi versi generik dari obat sorafenib yang dipatenkan oleh

40


Bayer di India. Harga sorafenib yang bermerek Nexavar milik Bayer dijual dengan 5600 dolar (sekitar 51 juta) per bulan, sementara versi generik Natco hanya 176 dolar per bulan (atau sekitar 1,6 juta rupiah). Artinya ada pengurangan lebih 90 persen dari harga versi paten. Tanpa lisensi wajib, pasien kanker di India harus menunggu paten sorafenib berakhir pada tahun 2020, yang tentu akan terlalu terlambat. Apa yang dilakukan berbagai negara berkembang dan negara maju menunjukkan bahwa lisensi wajib telah membantu jutaan pasien untuk mendapatkan akses atas obat yang diperlukan. Karena itu, apa yang dilakukan di Indonesia yaitu mengeluarkan keputusan presiden pada tahun 2004 dan 2007 untuk melakukan lisensi wajib melalui pelaksanaan paten oleh pemerintah (government use) atas 3 obat ARV menjadi langkah positif. Di masa depan dari pengalaman banyak negara dan juga Indonesia, semoga bisa mendorong perbaikan akses pada obat-obatan, tidak hanya untuk orang dengan HIV.AIDS teapi juga penyakit lainnya, seperti kanker. ***

Catatan: Berbagai tulisan mengenai TRIPS dan lisensi wajib bisa diakses pada www. twnside.org.sg dan beberapa versi bahasa Indonesia bisa diakses di www. twnindonesia.info (Endnotes) 1

http://in.reuters.com/article/2012/06/08/us-china-medicines-patents-idINBRE8570TY20120608

2

Negara-negara anggota WTO yang masuk dalam kategori LDCs (least Developed Countries) tidak wajib mengimplementasi TRIPS sampai 2016.

3

Informasi lebih lanjut bisa diperoleh dari situs www.cptech.org/ip/health/cl/cipro

4

Khor, Martin. 2009. Patents, Compulsory Licences and Access to Medicines: Some Recent Experiences. TWN. Penang. Hal. 17

5

Obat Lini dua: adalah abat ARV yang digunakan ketika obat ARV lini pertama tidak atau kurang efektif dalam mengendalikan virus HIV/AIDS.

6

Tantivess, S., Kessomboon, N., Laongbua, C. 2008. Introducing Government Use Of Patens On Essential Medicines In Thailand, 2006-2007 Policy Analysis With Key Lessons Learned And Recommendations, International Health Policy Program, Thailand.

7 . Gopakumar, K. 2012. India Issues Compulsory Licences for Anti-cancer Medicine. SUNS 7330. 15 Maret 2012

Edisi II - Juli 2012

41


REGIO NA LIS M E

Uni Eropa,

Integrasi Regional dan Strategi Kebijakan Internasional Uni Eropa

Sulistyoningsih Peneliti IGJ

42


I.

Latar Belakang Perdagangan bebas atau free trade merupakan konsep pasar tunggal untuk membentuk kemudahan ekonomi dan meliberalisasikan arus barang sehingga arus barang dan uang dapat berjalan dengan cepat. Free trade sendiri merupakan suatu kebijakan perdagangan yang dilakukan lintas negara tanpa adanya intervensi dari negara secara berlebihan. Intervensi dinilai hanya akan memperlambat arus perdagangan antar negara. Intervensi yang dimaksud meliputi subsidi, pajak, tarif, quota dan regulasi sejenis yang bertujuan untuk memproteksi produk dalam negeri. Dalam jangka panjang, free trade ini bertujuan untuk; (1) Menciptakan arus barang dan jasa tanpa ada hambatan berupa pajak, tarif dan hambatan lainnya, (2) Bebas akses untuk pasar dan informasi pasar, (3) Menghindarkan pasar dari kekuatan monopoli dan oligopoli, (4) Kemudahan arus barang dan finansial. Konsep free trade yang bebas dari intervensi pemerintah membuat perdagangan menjadi lebih seimbang dan bebas antar sesama anggota penandatangan perjanjian perdagangan bebas. Hal inilah yang berusaha diusung Uni Eropa sejak awal berdirinya. Uni Eropa semakin aggresif melakukan manuver-manuver untuk menggalang perjanjian perdagangan bebas dengan berbagai negara. Uni Eropa merupakan pengguna utama FTA dari wilayah-ke-wilayah perundingan. Hal ini terlihat dalam berbagai kategori. Ada Perjanjian Asosiasi dengan negara-negara di selatan Eropa Timur/barat Balkan dan EuroMediterranean, mitra yang sebagian besar dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan stabilitas politik di wilayah yang berdekatan dengan Uni Eropa. Ada Economic Partnership Agreements (EPAs) dengan Afrika, Karibia dan Pasific (ACP) dimana sebagian besar perjanjian ini didasari oleh tujuan kebijakan pembangunan. Untuk motivasi komersial ada perjanjian-perjanjian bilateral FTA dengan Afrika Selatan, Meksiko dan Chili. Ada banyak alasan dan motivasi yang melatarbelakangi gencarnya Uni Eropa dalam “memperjuangan’ perjanjian perdagangan bebas ini: a. Motivasi Politik Politik luar negeri dan kepentingan atas keamanan Eropa merupakan alasan yang mendominasi perjanjian antara negara-negara tetangga di wilayah bagian timur dan selatan Uni Eropa. Contohnya adalah, Kesepakatan Uni Eropa yang dinegosiasikan dengan negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Tmur sejak 1990 yang dimotivasi oleh keinginan untuk menciptakan keadaaan ekonomi dan politik Eropa yang stabil pasca Perang Dingin. Keamanan Eropa juga menjadi faktor pendorong utama di balik Perjanjian Asoasiasi dan Stabilitas yang sedang dinegosiasikan dengan negara-negara

Edisi II - Juli 2012

43


di Balkan Barat. b. Motivasi Komersial Ada tiga motivasi utama yang terangkum dalam motivasi komersial ini : pengalihan potensi perdagangan sebagai akibat dari FTA dari negaranegara dunia ketiga, menempa hubungan strategis antara negara-negara atau daerah-daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat dan menegakkan aturan perdagangan internasional. Perjanjian perdagangan bebas Uni Eropa dan Indonesia yang saat ini masih dinegosiasikan, termasuk dalam tujuan kedua. Negara-negara berkembang yang termasuk ke dalam kategori dengan pertumbuhan yang cepat adalah negara-negara Asia Tenggara (utamanya Indonesia) dan India. Selain itu, negara-negara ini memiliki pangsa pasar yang besar dengan kekayaan alam yang melimpah, FTA ini ditujukan untuk memperkuat hubungan perdagangan dan investasi dengan pasar yang akan penting bagi Uni Eropa di masa depan. Motivasi komersial ketiga adalah FTA dipandang sebagai sarana memperkuat pelaksanaan aturan perdagangan internasional seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) /Intellectual Property Right (IPR). c. Mempromosikan model integrasi Uni Eropa Uni Eropa secara eksplisit menyatakan keinginannya untuk mempromosikan integrasi regional di wilayah lain di berbagai belahan dunia. Dalam hal ini Uni Eropa telah berusaha untuk mengekspor ide mengenai keuntungan integrasi wilayah dan mendorong negara-negara mitra FTA nya untuk membentuk integrasi wilayah seperti halnya Uni Eropa1. Hal ini terlihat dari berbagai bantuan Uni Eropa yang diberikan dalam rangka integrasi regional Asia Tenggara menjadi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang diberikan sejak tahun 1974 melalui Joint ASEAN–EC (Europan Community) Study Group. Joint Study Group ini mengadakan pertemuan tiap tahun dengan maksud meningkatkan kerjasama ekonomi dan perdagangan kedua belah pihak. Melalui Joint Study Group ini pula, MEE (bentuk awal EU) ikut membiayai sejumlah kegiatan ASEAN, salah satunya proyek integrasi regional ASEAN menjadi MEA pada 2015.

1

44

Stephen Woolcock. European Union policy towards Free Trade Agreements. ECIPE Working Paper No. 03/2007. Available from : http://www.felixpena.com.ar/contenido/negociaciones/anexos/2010-09-european-union-policytowards-free-trade-agreements.pdf


II. Teori Sejarah dan Teori Investasi Uni Eropa merupakan organisasi regional yang dibentuk oleh negara-negara Eropa yang berawal dari Masyarakat Eropa (European Community/EC) . EC merupakan institusi internasional negara-negara Eropa yang terdiri dari European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic Community (EEC), dan European Atomic Energy Community (EAEC/Euratom). Negaranegara pionir yang tergabung ke dalam komunitas ini dikenal dengan sebutan The Inner Six (Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Luxemburg, dan Italia)2. Dalam pelaksanaannya, keberadaan EC mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini menyebabkan munculnya minat dari negara-negara lain di luar negara anggota untuk bergabung dengan komunitas ini, seperti Inggris, Denmark, Irlandia dan Norwegia. Metamorfosa EC menjadi European Union (EU) terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang, dan di dalamnya terdapat banyak perkembangan kebijakan-kebijakan baru melalui pertemuanpertemuan antar negara anggota yang jumlahnya senantiasa bertambah. Tujuan-tujuan utama dari Uni Eropa adalah meningkatkan kemajuan ekonomi dan sosial terutama dengan penciptaan pasar bebas, pemerataan ekonomi dan sosial serta melalui pendirian integrasi ekonomi dan moneter termasuk mata uang tunggal (EURO). Untuk hubungan eksternal keluar, tujuan utama Uni Eropa untuk lebih menonjolkan identitas ataupun peranan Uni Eropa dalam percaturan internasional, khususnya kebijakan bersama di bidang keamanan dan hubungan luar negeri termasuk pembangunan kebijakan pertahanan bersama. Titik berat organisasi Uni Eropa adalah penguatan ekonomi Uni Eropa untuk mengokohkan peran Uni Eropa dalam kancah perekonomian dunia. Hal ini terlihat dari latar belakang Uni Eropa yang berawal dari organisasi ekonomi atau yang lebih dikenal dengan European Economic Community (EEC) serta giatnya Uni Eropa memperjuangkan mata uang tunggal (Euro) yang diberlakukan untuk semua negara anggotanya. Meskipun pada awalnya tujuan dibentuknya Uni Eropa adalah kesatuan tiga aspek yakni ekonomi, luar negeri, keamanan dan kebijakan sosial. Namun dalam tataran praktiknya, tujuan luar negeri, keamanan dan kebijakan sosial cenderung sangat lambat. Urusan politik negara-negara Eropa lebih sering menyangkut masalah upaya untuk menyelesaikan pembentukan satu mata uang tunggal dan sebuah bank sentral Eropa. Pemberlakuan satu mata uang tunggal regional ini adalah suatu bentuk keseriusan ekonomi negara-negara Eropa untuk mengokohkan posisi mereka dalam percaturan ekonomi internasional. 2 http://nederindo.com/sejarah-terbentuknya-uni-eropa.html, diakses pada Mei 2012

Edisi II - Juli 2012

45


Pihak-pihak yang mendukung integrasi regional dengan pemberlakuan satu mata uang tunggal percaya bahwa integrasi ekonomi regional akan memberikan banyak manfaat ekonomi seperti adanya pengurangan biaya transaksi sebesar US$ 30 miliyar per tahun, mengurangi ketidakpastian tingkat nilai tukar dan dengan demikian membawa efisiensi bagi perdagangan dan pergerakan modal, terciptanya stabilitas mata uang sehingga akan memiliki pertahanan yang kuat dalam menghadapi inflasi, memperkuat posisi perundingan Uni Eropa dalam berhadapan dengan AS, menghapuskan risiko devaluasi, meningkatkan transparansi dalam transaksi-transaksi ekonomi, mempercepat integrasi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, terciptanya restrukturisasi korporasi dan penciptaan perusahaan-perusahaan besar Eropa yang memiliki sumber daya dan ekonomi yang besar sehingga mampu bersaing dengan perusahaanperusahaan besar dari AS dan Jepang. Pada akhirnya orang-orang yang mendukung integrasi regional Eropa percaya bahwa berbagai manfaat ekonomi yang didapat dari integrasi ekonomi regional Eropa akan mempercepat proses integrasi politik. Dalam konteks perdagangan internasional, Euro diharapkan dapat meningkatkan prospek ekonomi Eropa di pasar global. Di samping itu, Euro diharapkan menjadi standar mata uang internasional dalam investasi global. III. Landasan Kebijakan EU 3.1. Raw Material Inisiative (RMI) oleh EU Pada 2008, Komisi Eropa yang merupakan lembaga Uni Eropa yang memiliki tugas utama untuk menjamin fungsi dan perkembangan pasar bersama (common market) Uni Eropa, mengusulkan adanya Raw Material Strategy (RMI) dan sejak saat itu giat memperjuangkan hal tersebut agar bisa terimplementasi. Tiga tujuan utama dari RMI ini adalah memastikan bahwa Uni Eropa memiliki tingkat akses yang tinggi terhadap sumberdaya yang diatur dalam RMI yang terletak di negara ketiga, mendorong pasokan berkelanjutan bahan baku dari Uni Eropa dan meningkatkan efisiensi sumber daya serta mempromosikan sistem daur ulang. Namun yang menjadi tujuan utama adalah akses terhadap bahan baku dan ketersediaan pasokan berkelanjutan. Hal ini tentu saja termasuk pemberian sanksi kepada negara-negara dunia ketiga yang ingin memproteksi sumber daya ekonomi mereka dari eksploitasi Uni Eropa3. Diantara sumber daya/bahan baku yang menjadi target RMI ini adalah rare earth (mineral atau batuan yang jarang/susah ditemui yang 3 http://www.boell.eu/web/116-661.html, diakses pada Mei 2012.

46


terkandung dalam bumi misalnya scandium, yttrium, lanthanum, cerium, praseodymium, prometium, thulium, ytterbium, terbium, gadolinium, neodymium ) dari China, lithium dari Bolivia dan coltan dari Republik Rakyat Kongo. Ketiga jenis bahan baku tersebut sangat penting bagi teknologi yang digunakan dalam proteksi iklim, telekomunikasi dan senjata teknologi tinggi. Hal tersebut menjadi alasan mengapa bahan-bahan baku itu sangat penting untuk industri Eropa. Kategori bahan baku yang ditargetkan dalam RMI adalah non-energetic dan termasuk metallic minerals, industrial minerals, construction minerals, wood dan natural rubber. Perbedaan utama kelompok bahan baku yang ditargetkan ini dengan bahan baku yang lain adalah sebagian dari bahan baku itu diperdagangkan di pasar modal dan sebagian yang lain tidak. Namun, seluruh bahan baku yang disebutkan tersebut dibatasi (resricted) di pasar internasional. 3.2. Asia Europe Meeting (ASEM) Asia Europe Meeting (ASEM) merupakan sebuah proses kerjasama dan dialog informal yang beranggotakan 48 mitra, yakni 16 negara Asia terdiri dari 10 negara ASEAN ditambah 6 negara Asia lainnya yang disebut NESA (Northeast, and South Asia), yakni Jepang, Korea Selatan, China, India, Pakistan dan Mongolia serta ASEAN Secretariat, Rusia, Australia dan Selandia Baru. Keseluruhan ASEM-Asia beranggotakan 17 mitra. Sedangkan ASEM-Eropa diwakili oleh 28 mitra, terdiri dari 27 negara anggota EU ditambah Komisi Eropa. Karena menggabungan negara-negara dari dua kawasan yang berbeda, maka kerjasama informal ini bersifat inter-regional. ASEM dibentuk melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang pertama di Bangkok, Thailand pada tahun 1996. Dialog dalam kerangka ASEM bertujuan untuk meningkatkan kerjasama di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya atas dasar prinsip saling menghormati dan kemitraan yang setara. Meskipun hanya merupakan forum dialog informal, ASEM telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan diselenggarakan KTT sejak tahun 1996. Pertemuan KTT ASEM dilakukan dua tahun sekali secara bergantian di benua Asia dan benua Eropa. KTT merupakan media dialog tertinggi yang dihadiri Kepala Negara/ Pemerintahan mitra ASEM. Setelah di Bangkok (1996), KTT selanjutnya diadakan di London (1998), Seoul (2000), Copenhagen (2002), Hanoi (2004), Helsinki (2006), Beijing (2008), Brussel (2010). Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemenlu) menyatakan bahwa

Edisi II - Juli 2012

47


ASEM adalah ekses dari kecenderungan pertumbuhan ekonomi AsiaPasifik, perubahan konfigurasi peta politik dan perdagangan internasional serta meningkatnya peran Asia dalam pembangunan ekonomi kawasan. Berdirinya ASEM dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, politik dan sosial budaya. Dari faktor ekonomi, EU yang dulunya masih berbentuk Masyarakat Uni Eropa (MEE) dan ASEAN pada tahun 1974 melakukan hubungan kerjasama resmi dengan ditandatanganinya Joint ASEAN–EC (Europan Community) Study Group. Joint Study Group ini mengadakan pertemuan tiap tahun dengan maksud meningkatkan kerjasama ekonomi dan perdagangan kedua belah pihak. Melalui Joint Study Group ini pula MEE ikut membiayai sejumlah kegiatan ASEAN, seperti proyek integrasi regional, promosi perdagangan ASEAN di Eropa, seminar peningkatan investasi asing, pembangunan fasilitas pelabuhan ASEAN. Empat tahun kemudian, tepatnya tahun 1978, dengan maksud meningkatkan kerjasama kedua belah pihak, MEE dengan ASEAN sepakat mengadakan ASEAN –EC Foreign Minister Meeting yang diadakan sekali dalam dua tahun. Pada tahun 1980-an, perhatian negara-negara anggota EU terhadap ASEAN semakin meningkat pesat. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari hal ini. Pertama, kemajuan ekonomi Asia. Salah satu negara Asia yang berhasil mengembangkan perekonomian nasionalnya, dengan jalan melakukan industrialisasi, paska PD II adalah Jepang. Keberhasilan Jepang dengan strategi ”state–led export” nya, diikuti dengan keberhasilan negara –negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan, Singapura dan Hongkong, dalam membangun perekonomian nasionalnya. Bila mereka sering dijuluki sebagai ”the Newly Industrializing Countries”, maka ada lagi julukan ”the New Tigers of Asia” bagi Malaysia, Thailand, Indonesia, Philipina dan China. Dalam perkembangan selanjutnya, India juga mengalami perkembangan ekonomi yang serupa. Perkembangan ekonomi yang terjadi di banyak negara Asia ini telah menarik perhatian Eropa untuk meningkatkan hubungan di sektor perdagangan dan jasa dengan mereka perlu ditingkatkan. Kedua, kekhawatiran akan APEC. Eropa (EU) merasa terancam dengan keberadaan APEC. EU mulai khawatir akan kehadirannya di Asia yang semakin tertinggal dibanding Amerika Serikat. Karena itu EU berupaya mengokohkan pijakannya di Asia. Untuk terpenuhinya tujuan ini, EU pertama kali mendekati ASEAN yang dalam pandangannya memiliki pengaruh yang cukup penting di kalangan negara–negara Asia sebagai suatu organisasi kerjasama regional. Melalui kerjasama dengan ASEAN, EU berharap bisa memperoleh pijakan yang cukup kuat untuk

48


bekerjasama dengan negara–negara Asia lainnya. Lagi pula, dengan kerjasama itu, EU berharap dapat mencegah upaya dominasi Amerika Serikat, Jepang maupun China di benua Asia. Ketiga, penyusunan strategi baru. Pada 1994 EU menyusun strategi berjudul �Towards a New Asia Strategy�, yang memuat ramalan Bank Dunia bahwa separuh dari pertumbuhan ekonomi global berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara. Kemampuan ekonomi Asia yang meningkat secara signifikan tentu akan meningkatkan peranan mereka dalam masalah–masalah dunia. Oleh karena alasan itulah, maka Uni Eropa semenjak itu perlu memberikan prioritas yang lebih tinggi kepada Asia dari pada masa-masa sebelumnya. 3.3. Lisbon Treaty Lisbon Treaty (LT) ditandatangani oleh para kepala negara dari 27 negara anggota EU pada 13 Desember 2007 di Portugal. Lisbon Treaty juga sering disebut dengan Reform Treaty. LT merupakan draft pengganti Constitutional Treaty yang ditolak oleh Perancis dan Belanda pada forum yang sama tahun 2005. LT dimaksudkan untuk mereformasi peran dan struktur EU setelah penambahan anggota dari 15 menjadi 27 negara. Pada awalnya, Lisbon Treaty direncanakan akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2009, setelah diratifikasi oleh seluruh anggota EU. Namun dalam perkembangannya, masih ada 4 negara yang belum menyelesaikan proses ratifikasi dokumen tersebut, yaitu Jerman (masih dalam proses hukum di Mahkamah Konstitusi), Polandia dan Ceko (masih belum ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintahan), dan Irlandia (masih harus melewati proses referendum kedua pada Oktober 2009). Akhirnya, traktat ini baru berlaku mulai 1 Desember 2009. EU mengharapkan bahwa Lisbon Treaty dapat menyempurnakan institusi Uni Eropa, baik dari sisi manajemen maupun sisi mekanisme kerja. Lisbon Treaty tersebut antara lain memuat ketentuan penguatan peran Parlemen, pembentukan Presiden Dewan EU, serta penunjukan Menteri Luar Negeri EU4. Melalui Lisbon Treaty, terjadi transformasi pada struktur organisasi EU yang berpengaruh pada hubungan internal dan eksternal EU. Terdapat perubahan mendasar pada kepemimpinan di EU pada level kepala negara/ pemerintahan. EU akan memiliki seorang Presiden Tetap Dewan EU yang menduduki jabatan Presidensi selama 2,5 tahun dan dimungkinkan 4 http://www.kemlu.go.id/brussels/Pages/CountryProfile.aspx?IDP=6, diakses pada Mei 2012.

Edisi II - Juli 2012

49


perpanjangan selama 2,5 tahun lagi. Sebelum ini jabatan Presiden digilir setiap 6 bulan oleh setiap negara anggota EU. Seorang Presiden Dewan EU akan bertanggung jawab pada masalah politik, keamanan dan kebijakan luar negeri serta menyiapkan berbagai pertemuan Dewan EU. Secara internal, perubahan ini akan berpengaruh pada penyiapan setiap agenda pertemuan EU yang bisa jadi tergantung pada visi individu sang Presiden. Semua kebijakan EU dalam kurun waktu 2,5 tahun akan dikoordinasikan oleh presiden terpilih. Selain itu, Presiden Tetap EU juga akan memimpin setiap pertemuan Kepala Negara (KTT) EU, dan mewakili setiap kepentingan EU keluar. Hal ini tentu saja berbeda dengan sistem rotasi presiden sebelumnya, dimana setiap 6 bulan sekali dilakukan pergantian kepemimpinan di EU. Karenanya tiap 6 bulan berganti kepemimpinan, maka setiap 6 bulan pula fokus kebijakan EU selalu berbeda, tergantung kepentingan setiap negara yang menjabat sebagai presiden. Sementara secara eksternal, Presiden Tetap Dewan EU akan berperan dalam menentukan kebijakan dan pelaksanaan politik luar negeri EU dan mewakili EU di forum internasional. Presiden Tetap Dewan EU ini akan membawahi Menteri Luar Negeri EU yang menangani masalah hubungan luar negeri. Penunjukkan menteri luar negeri EU ini menunjukkan bahwa EU memiliki kebijakan dan politik luar negeri yang terpadu selain juga kebijakan luar negeri masing-masing negara anggotanya. Beberapa aspek penting lain dari Lisbon Treaty ini adalah adanya mekanisme voting yang menyangkut ketentuan EU terutama yang terkait dengan masalah peradilan dan keamanan, diberikannya wewenang yang lebih besar kepada Parlemen EU dalam proses pembuatan kebijakan EU, dikuranginya jabatan komisioner dari 27 menjadi 15 pada tahun 2014, serta dipersiapkannya exit clause yang memungkinkan setiap negara anggota keluar dari keanggotaan EU. Semua perubahan ini menunjukkan kesungguhan EU untuk menuntaskan proses integrasi regional baik secara internal maupun eskternal. Produk-produk hukum yang tercipta pada Lisbon Treaty diantaranya5: 1. Regulasi: mengikat bagi dan langsung diterapkan di semua negara anggota tanpa diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam hukum nasional negara anggota. Pengelolaan sehari-hari kebijakan pertanian misalnya, dilakukan berdasarkan regulasi. 5 http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/politics/8685001.stm, diakses pada Mei 2012.

50


2. Direktif: mengikat bagi negara anggota dalam kerangka hasil yang harus dicapai dan batas waktu hasil tersebut harus diraih. Cara peraihan diserahkan kepada negara anggota. Ada penundaan yang substansial antara persetujuan suatu direktif di Dewan Menteri dan implementasinya di dalam hukum nasional. Pemberlakuan di negara anggota merupakan tanggungjawab pemerintah nasional. 3. Keputusan: dapat diberikan oleh Dewan Menteri atau Komisi dan mengikat negara anggota. 4. Rekomendasi dan pendapat: tidak punya kekuatan mengikat dan dapat dikeluarkan baik oleh Dewan atau Komisi. Lisbon Treaty lebih banyak menciptakan produk-produk hukum yang diadopsi melalui co-decision procedures, yaitu bahwa baik Parlemen Eropa dan Dewan Menteri harus setuju terlebih dahulu sebelum instrumeninstrumen legislatif dapat diterima dan menjadi undang-undang UE. Di bawah Lisbon Treaty, co-decision procedure diubah menjadi “ordinary legislative procedure�, sebagai pengakuan bahwa ia akan diterapkan, kecuali apabila dinyatakan lain.

IV. Dukungan Terhadap Perubahan Kebijakan 4.1. Investasi Kondisi makroekonomi yang stabil, dukungan sistem fiskal bersama dengan tingginya pengeluaran konsumsi Indonesia telah menghasilkan rata-rata pertumbuhan ekonomi lebih dari 6% dalam dua tahun terakhir. Dalam kondisi krisis keuangan global pun, Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% dalam kuarter keempat 2009. Untuk menjaga indikator ekonomi yang ditargetkan dan menjaga pertumbuhan ini dalam jangka panjang, Indonesia telah mengidentifikasi beberapa area kunci untuk pembenahan dan reformasi lebih lanjut. Iklim invvestasi Indonesia masih lemah serta regulasi dinilai masih belum jelas, sistem birokrasi yang rumit, kendala logistik dan infrastruktur, sektor keuangan yang masih rentan telah secara bersamasama memunculkan image negatif bagi Indonesia di luar negeri. Kondisi yang seperti itu telah menyebabkan rendahnya investasi asing di Indonesia yaitu hanya 2% dari GDP, dimana nilai ini merupakan terendah di Asia Tenggara. Proses penentuan kebijakan perdagangan secara keseluruhan juga dinilai tidak kondusif dalam menciptakan prioritas yang benar guna membuka kunci “tersumbatnya� potensi perdagangan dan potensi

Edisi II - Juli 2012

51


pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi. Kesemuanya itu dinilai merupakan kesalahan dari Departemen Perdagangan khususnya bidang SDM serta kurangnya koordinasi antara pemerintah terkait dengan sektor swasta. Di samping semua hal di atas, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga sangat bergantung pada sistem teknologi informasi yang ter-upgrade secara terus menerus, namun saat ini pengeluaran Indonesia untuk penelitian dan pengembangan hal tersebut, masih sangat rendah (0.08% dari GDP), rendahnya partisipasi swasta dalam pengembangan teknologi informasi juga memunculkan risiko. Sektor energi juga memegang peranan penting untuk menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan,sementara regulasi dan kebijakan Indonesia terkait energi meliputi proses produksi, distribusi dan konsumsi dinilai masih belum konsisten. Inkonsistensi ini telah ikut serta “menghalangi” investasi swasta masuk ke sektor ini dan memiliki efek mengganggu dalam perdagangan dan iklim investasi di Indonesia. Untuk membantu Indonesia meferomasi dan memperbaiki semua kondisi buruk yang “menyumbat” investasi asing di Indonesia tersebut, pada tahun 2010 Uni Eropa bersama dengan beberapa lembaga donor seperti USAID, AusAid, JICA, The World Bank dan The Netherlands mengucurkan bantuan sebesar € 12,500,000 dengan rincian sebagai berikut : Tabel 1.3 Bantuan EU untuk Meningkatkan Iklim Investasi Indonesia Category Breakdown

EU Contributon (EUR)

Contracting authority/ paying authority

1. Services

12.500.000

1.1. Technical assistance 1.2. Evaluation

12.000.000 150.000

EU EU

100.000 250.000

EU

1.3. Auditing 1.4. Visibility activities TOTAL

12.500.000 Sumber : Action Fiche No 1 For Indonesia

4.2. Perdagangan Sebagai anggota pendiri ASEAN, Indonesia terlibat dalam dialog ASEAN-Uni Eropa yang diselenggarakan dalam pertemuan tingkat menteri pertama diantara kedua pihak pada tahun 1978 dan juga merupakan

52


salah satu penandatangan persetujuan kerjasama Uni Eropa-ASEAN pada tahun 1980, yang mencakup bidang perdagangan, kerjasama ekonomi dan pembangunan sebagai dasar untuk dialog kelembagaan6. EU memberikan arti yang sangat penting bagi Indonesia dalam peningkatan hak-hak asasi manusia, tata kelola pemerintahan yang baik, perlindungan lingkungan, dukungan pada proses demokratisasi, liberalisasi perdagangan dan penguatasan dimensi kultural dengan cara meningkatkan dialog dalam masalah politik, ekonomi dan sosial yang dilaksanakan untuk kepentingan bersama. Perubahan-perubahan dalam cakupan yang lebih luas yang terjadi di Indonesia pada tahun 1990-an telah memperdalam hubungan Uni Eropa dengan Indonesia. Pasca kemerdekaan Timor Timur menjadi semakin erat. Uni Eropa sendiri membuat beberapa kebijakan khusus yang menyangkut hubungannya dengan Indonesia. Contohnya, Komunikasi Komisi Eropa berjudul Developing Closer Relations between Indonesia and the European Union, yang dikukuhkan dalam Deklarasi Bersama Indonesia – Uni Eropa 14 Juni 2000 di Luxemburg, serta pembuatan Country Strategy Paper mengenai rekomendasi hubungan dengan Indonesia. Pada bulan Februari 2000, dialog politik dan ekonomi bilateral disegarkan kembali ketika Komisi Eropa mengeluarkan sebuah komunikasi kebijakan formal berjudul “Membina Hubungan yang Lebih Erat antara Indonesia dan Uni Eropa� Dialog tingkat menteri berlangsung antara troika Uni Eropa dengan pihak Indonesia, sedikitnya satu tahun sekali, akan tetapi pada umumnya lebih sering. Troika Uni Eropa terdiri atas tiga pihak yaitu negara anggota yang tengah memangku jabatan sebagai Kepresidenan Dewan Uni Eropa, negara anggota Uni Eropa yang akan mendapat giliran memangku jabatan Kepresidenan Dewan Uni Eropa berikutnya dan Komisi Eropa. Secara umum dalam dua dokumen itu direkomendasikan hubungan dengan Indonesia yang harus lebih diintensifkan. Cakupannya pun luas, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Salah satu cara yang ditempuh untuk itu adalah melalui dialog politik. Pasca pergantian kepemimpinan di Indonesia, dialog politik ini lebih diaktifkan lagi. Bahkan Uni Eropa telah meningkatkan status perwakilannya di Jakarta, dari Representative 6 http://www.docstoc.com/docs/20428777/Latar-Belakang-Hubungan-Perdagangan-dan-Investasi-Uni-EropaIndonesia, diakses pada 31 Mei 2012.

Edisi II - Juli 2012

53


menjadi Delegation, sejak 9 Mei 2000.7 Beberapa titik perhatian Uni Eropa ini didasarkan pada kebijakan politik yang bertujuan mengembangkan dan memajukan demokrasi, penegakan hukum, penghormatan dan perlindungan HAM, dan kebebasan fundamental. Kebijakan politik ini terkandung dalam EEC Regulation No. 443/92, 25 Februari 1992 sebagai dasar pemberian bantuan teknis dan keuangan serta kerjasama ekonomi dengan negara-negara berkembang di Asia dan Amerika Latin. Inilah dasar pelaksanaan hubungan antara UE dengan Indonesia.8 Eropa telah terbukti menjadi mitra Indonesia yang paling stabil, baik dalam bidang perdagangan maupun investasi. 4.3. Keuangan Ketika Indonesia ditimpa krisis moneter pada 1997/1998, Menteri Keuangan Indonesia saat itu mengeluarkan “White Paper� pada tahun 1998 yang menggambarkan bagaimana Indonesia sangat membutuhkan bantuan untuk mereformasi sistem manajemen keuangan publik agar sejalan dengan agenda pertumbuhan nasional pasca krisis. Untuk itu pemerintah Indonesia (Government of Indonesia/GOI) memulai usaha untuk melakukan reformasi sistem manajemen penganggaran keuangan pemerintah. Hal ini ditandai dengan berlakunya UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 tentang Kas Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Audit Keuangan Negara. Semua Undang-Undang tersebut telah menjadi landmark yang signifikan dalam usaha refromasi manajemen sistem keuangan Indonesia. Fondasi hukum dari Manajemen Keuangan Publik (Public Financial Management/PFM) yang diatur dalam semua undang-undang tersebut dilengkapi dengan Keputusan Presiden Tahun 2003 tentang Pengadaan Publik (Public Procurement), Undang-Undang No 23/33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah/Lokal, Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 1999 tentang Statistik Nasional, serta Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Agen Pelayanan Publik. Tujuan utama dari Undang-Undang dan Regulasi ini adalah menetapkan prinsip dasar dari manajemen keuangan publik yakni transparansi, akuntabilitas dan efisiensi manajemen anggaran pemerintah. 7

Kajian Dampak dan Efektifitas Bantuan/Hibah di Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, http:// ditkumham.bappenas.go.id/NEW/kajian/2009/Kajian%20Efektifitas%20Hibah_2009.pdf, diakses pada 31 Mei 2012. 8 Ibid, hlm. 46

54


Uni Eropa mendukung PFM Indonesia ini dengan pendirian Public Finance Management Trust Fund (PFM TF) yang diluncurkan pada Desember 2007. PFM TF di-manage oleh Bank Dunia dan EU ( â‚Ź 9 juta), dan sebagai kontributor ada Pemerintah Belanda (US $ 6 juta), Pemerintah Swiss ( US $ 5 juta)9. Tujuan umum dari program ini adalah mendukung Pemerintah Indonesia untuk meningkatan kontribusi sektor publik terhadap pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat Indonesia,dimana hal ini dapat tercapai dengan meningkatkan efektivitas sistem Manajemen Keuangan Publik (PFM) Indonesia. Program PFM TF ini adalah sebagai complement/ pelengkap program pinjaman penting yang lain yang diberikan oleh World Bank seperti Government Financial Management and Revenue Administration Programme (GFMRAP) dan Project for Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR). Fokus area dari PFM ini antara lain: a. b. c. d.

Persiapan dan Pelaksanaan Penganggaran Pemerintah Indonesia Administrasi Pendapatan ( Pajak dan Bea Cukai) Pengawasan Legislatif Sistem Pengadaan Barang dan Jasa, Manajemen Aset dan Reformasi Sistem Audit e. Pengembangan Kapasitas Kebijakan f. Manajemen Perubahan, SDM dan Komunikasi g. Manajemen Strategi dan Visibilitasnya 4.4. Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)/Intellectual Property Right (IPR) Hak Kekayaan Intelektual atau yang biasa dikenal dengan Intellectual Property Right (IPR) menjadi salah satu isu strategis dalam Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Uni Eropa dan Indonesia. Uni Eropa memiliki kepentingan yang sangat besar dalam isu IPR ini karena Uni Eropa merupakan salah satu partner terbesar kerjasama ekonomi Indonesia. Hal ini mengingat Uni Eropa merupakan investor asing terbesar kedua bagi Indonesia, dimana lebih dari 700 perusahaan Uni Eropa beroperasi di Indonesia. Uni Eropa adalah pasar ekspor barang terbesar kedua bagi Indonesia dengan nilai 14 milyar Euro pada tahun 201010. Specific Terms Of Reference. Evaluation of EU support to Indonesia’s Public Finance Management (PFM). Available From : http://xa.yimg.com/kq/groups/18567403/204777174/name/1017+-+ToR+-+Indonesia.pdf, diakses pada Mei 2012. 10 http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/20110615_01_id.pdf, diakses pada 03 Juni 2012. 9

Edisi II - Juli 2012

55


Selain itu, Uni Eropa juga mengalami kerugian yang besar akibat munculnya barang-barang tiruan dari industri mereka. Tercatat, pada tahun 2003, terdapat pemalsuan dan barang tiruan di Uni Eropa mencakup 5 s/d 10% dari penjualan suku cadang kendaraan kendaraan, 10% dari penjualan CD dan MC, 16% dari penjualan film (video dan DVD) dan 22% dari penjualan sepatu dan pakaian. Hal ini mengakibatkan kerugian rata-rata atas bisnis Eropa sebesar 6,4% dari omzet dan kerugian rata-rata pajak di Uni Eropa mencakup : EUR 7 581 juta – sektor pakaian dan sepatu serta sandal; EUR 3 017 juta – parfum dan kosmetik; EUR 3 731 juta – mainan dan peralatan olah raga EUR 1 554 juta - farmasi (di Inggris Raya pemalsuan telah menyebabkan berkurangnya Produk Nasional Bruto sebesar GBP 143 juta per tahun)11 Atas alasan-alasan tersebut lah, untuk mendukung Indonesia dalam isuisu ini, UE telah menyelenggarakan pengembangan kapasitas mengenai HAKI di wilayah ASEAN melalui bermacam-macam program yakni ECAP I (EU ASEAN Project on the Protection of IPR ) sampai dengan ECAP III12. ECAP (EU ASEAN Project on the Protection of IPR) dimulai tahun 1993. Tujuan utama dari program ECAP adalah membantu perkembangan perdagangan,investasi, dan pertukaran teknologi antara Eropa dan ASEAN serta mendorong dan membantu perdagangan dan investasi intra ASEAN. ECAP I membantu ASEAN memperkuat sistem untuk memproteksi IPR di bidang industri, EACP II meliputi seluruh spektrum hak kekayaan intelektual khususnya penegakan hukum bagi pelanggar IPR. Komponen ketiga, ECAP III, diluncurkan pada paruh pertama tahun 2010. ECAP III ditujukan untuk mengharmonisaikan lebih lanjut dan upgrading sistem untuk generasi IPR, proteksi, administrasi dan penegakan hukum di ASEAN termasuk di ASEAN Secretariat, yang dibangun di atas dua program sebelumnya. Ketiga program ECAP tersebut akan fokus pada lima komponen yakni penegakan hukum IPR, meningkatkan pendidikan tentang IPR,dukungan berkelanjutan dalam implementasi Geographical Indication (GI) serta akvitas-aktivitas peningkatan kesadaran akan IPR13. 11 Michael Blakeney, “Dampak Sosial dan Ekonomi Penegakan Pidana dan Perdata”. Disampaikan pada Lokakarya ECAP II Upaya Hukum Perdata Versus Upaya Hukum Pidana di Jakarta, Indonesia pada 22-23 Mei 2006. 12 Penguatan Kemitraan Indonesia-UE Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA), available from : http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/20110615_01_id.pdf, diakses pada 03 Juni 2012. 13 Invigorating The Indonesia-EU Partnership Towards a Comprehensive Government of Indonesia Ministry of Trade Economic Partnership Agreement. Available from : http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/Umum/Bilateral/ Kerjasama/Ind-EU/Invigorating%20The%20Indonesian-EU%20Partnership.pdf, diakses pada 06 Juni 2012.

56


ECAP III dilengkapi dengan program bilateral untuk Indonesia di bawah bantuan program Trade Cooperation Facility Uni Eropa senilai EUR 12,5 juta14 dan akan dimulai pada awal 2012. Tujuan dari program bantuan ini adalah meningkatkan kepastian hukum untuk investor dan pelaku bisnis serta memperbaiki kompetensi produk barang dan jasa Indonesia melalui penguatan proteksi terhadap IPR. Diusulkan bahwa proyek ini berfokus pada tiga area: i)Mendukung revisi kerangka hukum penegakan IPR sehingga harmoni dengan Traktat Internasional dan praktik terbaik, ii) Memperkuat penegakan undang-undang dan administrasi melalui koordinasi yang lebih baik antara instansi pemerintah dan prosedur administrasi yang lebih efisien, iii) Mendukung terciptanya budaya IP melalui kegiatan peningkatan kesadaran. Selain itu, ada beberapa kerjasama bilateral antara Indonesia dan Negara Anggota EU. National Institute of Intellectual Property Rights Perancis baru saja terlibat dalam dialog dengan Ditjen HKI pada Geographic Indication, diformalkan melalui perjanjian kerjasama. Kantor IP Swedia melalui SIDA menyediakan pendanaan training dasar IP,diimplementasikan oleh WIPO (World Intellectual Property Office). V. Implikasi Bagi Indonesia Berbagai bantuan dan kebijakan Uni Eropa di berbagai sektor seperti yang diuraikan di atas, secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi Indonesia. Raw Material Initiative (RMI) menjadi salah satu contohnya. RMI merupakan kebijakan perdagangan aggresif Komisi Eropa. Kebijakan itu dikeluarkan untuk mempertahankan kepentingan korporasi Eropa untuk memperoleh akses terhadap bahan mentah terutama bahan mineral pada harga yang murah, guna memastikan pertumbuhan industri dan lapangan kerja Uni Eropa. Kebijakan ini dinilai tidak sensitif bahkan gagal untuk mengatasi isu-isu strategis misalnya perubahan iklim, pembelaan hak-hak terhadap penduduk pribumi serta pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Organisasi masyarakat sipil menegaskan bahwa dorongan agresif Uni Eropa untuk menjamin akses terhadap bahan baku seperti sumber daya mineral dan bahan bakar fosil terus berdampak pada penduduk pribumi yang tinggal di daerah leluhur yang kaya akan sumber daya mineral dan batubara. Mereka menyebutkan salah satu contohnya adalah penggalian 14 The European Union allocates â‚Ź 12.5 million to support trade and investment in Indonesia,4 November 2011. Available from: http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/press_corner/all_news/news/2011/20111104_01_en.htm, diakses pada 06 Juni 2012.

Edisi II - Juli 2012

57


tambang di Borneo Kalimantan dimana penggalian batu bara hampir200 juta ton setiap tahun. Setidaknya 10 persen dari jumlah ini diekspor ke Uni Eropa dan mengakibatkan dislokasi lebih dari 100 ribu orang Dayak dan masyarakat lokal pulau itu. Para aktivis mengangkat masalah berakar dari operasi termasuk pengrusakan kawasan DAS, pembatasan untuk akses ke lahan,pelanggaran HAM dan masalah kesehatan15. Baru-baru ini Uni Eropa mempermasalahkan ketentuan yang pemerintah Indonesia mengenai kepemilikan asing (perorangan maupun perusahaan) maksimal 49% di pasar modern atau toko modern kecil dan menengah Indonesia. Peraturan ini ada dalam draf peraturan presiden (perpres) yang diinisiasi Depdag, di pasal 4 (Pasar Modern atau Toko Modern Kecil dan Menengah) ayat (2) yang menyebutkan bahwa pasar modern atau toko modern kecil dan menengah sebagaimana ayat (1) dapat dimiliki oleh perorangan warga negara asing atau perusahaan asing secara tidak langsung melalui pasar modal dengan perolehan saham setinggitingginya 49%16. Regulasi ini dikeluhkan oleh pengusaha Uni Eropa,sehingga mereka mengalihkan investasinya ke Malaysia dan Thailand. Ketua Kamar Dagang dan Industri Uni Eropa, Jacob Friis Sorensen dalam European UnionIndonesia Business Dialogue di Kuta, Bali, 14 Mei 2012 mengatakan : �Bagaimana kami mau berinvestasi kalau hanya boleh memiliki saham 49 persen17� ***

15 Asian and European Groups reject EU raw materials policy. Available from : http://www.11.be/11/dossiers/klimaat/ artikel/detail/detail/asian_and_european_groups_reject_eu_raw_materials_policy,103732, diakses pada 07 Juni 2012. 16 Linda T. Silitonga, “ Kepemilikan ritel kecil bakal kian liberal Asing bisa kuasai 49% saham� http://www.bisnis. com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL, diakses pada 12 Juli 2012. 17 Uni Eropa keluhkan regulasi berinvestasi di RI, http://jakarta.okezone.com/read/2012/05/15/452/629650/unieropa-keluhkan-regulasi-berinvestasi-di-ri, diakses pada 12 Juli 2012.

58


Edisi II - Juli 2012

59


REGIO NA LIS M E

Waspadai RAW Material Insiative Uni Eropa Ziyad Falahi Peneliti IGJ

60


K

etertarikan Uni Eropa terhadap bahan mentah dan sumber daya mineral telah menjadi sebuah kisah klasik yang sering didengar dalam pelajaran sejarah. Ketertarikan akan bahan mentah menjadi faktor yang mendorong petualangan negara Eropa pasca rennasissance dalam mencari wilayah koloni. Setelah berakhirnya era kolonial, keberlanjutan episode dari kisah tersebut tidak terhenti, dan justru sedang mengarah pada inti cerita sesungguhnya. Sebagai sebuah negara industri yang maju, kebutuhan akan bahan baku menjadi sesuatu yang tidak terelakkan bagi negara Eropa. Terlebih lagi ketika bahan mentah dalam era kontemporer menjadi semakin mahal sebagai konsekuensi dari krisis global tahun 2008. Dengan demikian, maka upaya mengantisipasi episode selanjutnya dari petualangan negara Eropa perlu untuk senantiasa diwaspadai. Indikasi mengenai adanya rencana besar tersebut terbaca setelah lahirnya raw material insiative (RMI). RMI lahir melalui perundingan antar negara negara anggota Uni Eropa di Brussel pada November tahun 2008. Perundingan tersebut menyadari perlunya sebuah strategi dalam mengamankan pasokan bahan baku yang semakin hari semakin mahal dan langka. Dengan kata lain, Uni Eropa membutuhkan sebuah strategi yang terintegrasi untuk mendapatkan pasokan akan bahan mentah sebagaimana yang juga mulai dilakukan oleh banyak negara industri lainya. Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber daya alam yang begitu besar memungkinkan untuk menjadi salah satu target dari manifestasi RMI.Oleh karena itulah tulisan ini dimaksudkan untuk menguraikan beberapa dokumen yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi incaran RMI. Dengan demikian terdapat potensi bahaya dari RMI sehingga perlu diantisipasi Indonesia untuk melindungi kekayaan alamnya.

Latar Belakang Kemunculan Raw Material Inisiative Uni Eropa mulai menciptakan sebuah terobosan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu prestasi terbaru yang dimunculkan adalah traktat Lisabon yang disepakati tahun 2007. Dengan adanya traktat Lisabon, Uni Eropa mengalami beberapa transformasi yang berkaitan dengan karakteristik institusionalisasi dari Uni Eropa sebagai sebuah organisasi regional. Kemunculan traktat lisbon tersebut mengkonsolidasi Uni Eropa sebagai sebuah kesatuan organisasional yang lebih terintegrasi menjadi satu pilar dari sebelumnya yang masih menggunakan tiga pilar. Modal integrasi tersebut diasumsikan mampu meningkatkan bargaining Eropa guna berkompetisi dalam konstelasi ekonomi politik internasional. Traktat Lisabon perlu untuk mendapat perhatian karena Uni Eropa tengah bermertamorfosa menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Apalagi Uni Eropa

Edisi II - Juli 2012

61


merupakan sebuah organisasi yang beranggotakan banyak negara-negara maju. Namun semakin besar sebuah institusi regional, maka beban yang diemban juga semakin besar. Beban tersebut adalah masalah kesenjangan ekonomi yang dialami antara negara Uni Eropa sendiri. Sebuah institusi yang besar harus bertanggung jawab untuk melakukan distribusi ekonomi antar anggotanya. Implikasinya, maka akselerasi industrialisasi menjadi perlu dan tentunya kebutuhan akan bahan baku menjadi semakin mendesak. Terlebih lagi, krisis global 2008 menjadikan nilai jual dari komoditas bahan baku semakin berkembang pesat. Secara statistik, pasca krisis keuangan global di akhir tahun 2008 mendorong permintaan pasar komoditas bahan mentah dari luar negeri terus mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari salah satunya harga karet yang cenderung meningkat secara signifikan. Setelah mencapai titik terendah pada bulan Februari 2009, harga komoditas perkebunan dunia menunjukkan tren meningkat. Khusus untuk karet, harga dunia bulan september 2009 naik 7,9% dibandingkan bulan sebelumnya, namun masih dalam posisi yang lebih rendah secara tahunan. 1 Sebagai imbas lanjutan dari krisis 2008, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa untuk pertama kalinya, China menyalip Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa sebagai negara tujuan ekspor produk-produk nonmigas Indonesia. Pada Agustus, nilai ekspor bahan baku non migas ke China mencapai USD 1,24 miliar atau lebih tinggi dibanding ke AS sebesar USD 1,14 miliar. Namun, hingga kini, negara tujuan utama ekspor non migas Indonesia masih didominasi Jepang dengan nilai transaksi USD 1,38 miliar. Total ekspor non migas Indonesia sendiri sepanjang Agustus 2010 sebesar USD 10,6 miliar.2 Penurunan tersebut diindikasikan terjadi karena krisis keuangan global yang mengakibatkan anjloknya indeks produksi industri negara maju seperti AS, Uni Eropa dan Jepang. Tercatat bahwa pada bulan Juni 2008, angka indeks produksi industri AS mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,06% dan mencapai titik terendahnya di bulan Desember 2008 sebesar 8,18%. Sementara itu, pertumbuhan indeks produksi industri Jepang dan Uni Eropa masing-masing mulai mengalami kontraksi pada bulan Agustus 2008 (4,74%) dan Mei 2008 (0,57%). Pertumbuhan indeks produksi industri Jepang dan Uni Eropa mencapai titik terendahnya di bulan Desember 2008 yaitu masing-masing sebesar 22,64% dan11,94%. 3 Dampak lanjutan krisis keuangan global mulai dirasakan di Indonesia dengan menurunnya harga komoditi ekspor utama Indonesia seperti CPO, Karet, Minyak dan kertas 1 2 3

62

“Kenaikan Harga Karet Dunia dan Manfaatnya” diakses dari http://banking.blog.gunadarma.ac.id/peraturanBI/ BOKSTRENKENAIKANHARGAKARETDUNIADANMANFAATNYA.pdf “krisis naikkan harga bahan baku Prperty” dalam http://m.inilah.com/read/detail/54293/krisis-naikkan-bahanbaku-properti “Gejolak tekanan eksternal serta melemahnya perekonomian Riau”, dalam http://www.bi.go.id/NR/ rdonlyres/5F029C05-3B8C-408D-B0B0 4C21B7679DDA/16564/boks1.pdf


di pasar internasional. Kondisi ini kemudian diperparah dari menurunnya nilai dan volume ekspor khususnya untuk komoditi ekspor utama seperti minyak dan produk pertanian mentah. Dengan demikian, maka terdapat dua keyword yang menjadi latar belakang yang mendorong perlunya Uni Eropa membentuk raw material insiative. Pertama adalah aspek internal, dimana perkembangan Uni Eropa sebagai sebuah institusi regional yang semakin integrasi. Kedua adalah aspek eksternal berkaitan dengan perkembangan harga komoditas pada tahun 2008, yang kemudian diiringi oleh adanya krsis yang dialami oleh negara maju, dimana salah satunya adalah negara Eropa.

Tujuan Raw Material Inisiative Setelah memahami latar belakang kemunculan RMI, maka sedikit banyak telah menjelaskan mengenai apa sesungguhnya tujuan dari RMI. Adanya perubahan Uni Eropa secara institusional serta didorong oleh perubahan internasional dalam sektor bahan baku merupakan push factor perlunya Eropa mengkonsolidasi terbentuknya RMI. Dari penjelasan tersebut maka pull factor atau tujuan Uni Eropa adalah mencari pasokan bahan baku sebanyak-banyaknya. Kebutuhan menjadi semakin mendesak ketika berbagai negara maju sebagaimana yang dilakukan oleh Cina dan Jepang secara agresif mulai mengedepankan diplomasi raw material untuk mendapat akses bahan mentah. Sekali lagi, RMI merupakan strategi Uni Eropa dalam menghadapi harga krisis bahan mentah yang semakin mahal. Substansi dari Raw Materials Initiative sejatinyamemiliki tiga pilar, diantaranya adalah : • Pertama, Penggunaan maksimal atas sumber daya alam domestik termasuk melalui upaya survey atas potensi mineral eropa (Maximum utilisation of domestic resources, including the thorough surveying of European minerals potential) • Kedua Menginisiasi diplomasi raw material dengan membangun hubungan saling menguntungkan dengan negara dengan ketersediaan mineral yang belum terjangkau oleh saingan global (Initiation of raw materials diplomacy, and establishing mutually beneficial economic relations with countries possessing minerals and which are as yet “unoccupied” by competing global players) • Ketiga Mengadopsi teknologi yang ekonomis dalam mengkonsumsi bahan baku, daur ulang dan berwawasan lingkungan (Adoption of technologies that are economic in material consumption, recycling, and natural resources management).4 4

“Does Europe Need its own Mineral resources policy”, 3 april 2012, diakses dari http://www.newworldresources.

Edisi II - Juli 2012

63


Menarik ketika menyimak beberapa pernyataan dari aparatur Uni Eropa dan menelusuri dokumen-dokumen terkait Raw Material Inisiative. Jelas terlihat bahwa penekanan Uni Eropa adalah untuk mengamankan akses ke komoditas raw material.. Berikut ini merupakan pernyataan negara Uni Eropa terkait tujuan adanya strategi raw material insiative. Fair and secure access to natural resources is a central concern for the European chemical industry, which must have access to raw materials and is greatly impacted by artificial price or availability distortions“5 Lebih Lanjut juga dipaparkan bagaimana raw material insiative akan diimplementasikan dengan beberapa langkah teknis, diantaranya adalah double pricing, pembatasan ekspor dan pajak ekspor. Sesungguhnya tidak ada yang spesifik saat berbicara mengenai sektor bahan mentah apa saja yang menjadi target RMI. Namun terdapat beraneka konsentrasi sektor bahan mentah yang menjadi incaran dari RMI, yakni, gas, kelapa sawit dan beberapa lainya disebutkan dalam dokumen berikut. These practices include double pricing, export restrictions and export taxes on ethylene feedstock, gas, palm oil or key minerals such as fluorspar, yellow phosphorous and rare earths,6 Data dari pemerintah secara umum menunjukkan adanya penurunan impor bahan mentah Uni eropa ke Indonesia setelah 2008. Salah satu yang menjadi sebab adalah Uni Eropa masih mengalami kesulitan ekonomi pasca krisis 2008. Namun kita perlu memikirkan kembali kebenaran mengenai apakah Uni Eropa yang sedang mengalami krisis benar-benar telah membatasi impor bahan mentah. Apakah yang terjadi bukan malah sebaliknya, krisis dapat memicu akselerasi Uni Eropa ke bahan mentah secara lebih masif. Dokumen Uni Eropa Berikut ini menjelaskan bagaimana sektor karet menjadi sektor yang mendesak untuk akselerasi industri Eropa. “Currently, natural rubber production is located in SE Asia and sourced from three countries Thailand, Indonesia & Malaysia, operating a Tri-partite Consortium on national Rubber, since 2004 – the so-called International Rubber Consortium (IRCO). Furthermore, the biggest consumers of natural rubber are also situated in Asia and their cumulated consumption is estimated to double in the coming decade”7 5 6 7

64

eu/en/media/open-mine/open-mine-01-2012/does-europe-need-its-own-mineral-resources-policy, “EU chemical trade group support push raw material acess”, Indonesia Today, http://m.theindonesiatoday.com/ news/eu-chemical-trade-group-supports-push-raw-materials-access/ “EU chemical trade group support push raw material acess”, diakses dari http://m.theindonesiatoday.com/news/ eu-chemical-trade-group-supports-push-raw-materials-access/ ibid


Kawasan Asia Tenggara memiliki potensi raw material yang sangat besar. Tidak kurang dari 90 persen ketergantungan impor karet Uni Eropa terhadap kawasan Asia Tenggara, dan salah satunya adalah Indonesia selain Malaysia dan Thailand. Kebutuhan akan karet merupakan salah satu bentuk perhatian khusus Eropa atas komoditas ini. Dan yang perlu diketahui, ide mengenai raw material insiative salah satunya dipelopori oleh European tyre and rubber association (ETRMA).

Indonesia sebagai salah satu Target Raw Material Insiative Hubungan kerjasama antara Indonesia dan negara Eropa telah terbina dalam kurun waktu yang cukup lama. Uni Eropa merupakan organisasi regional beranggotakan dua puluh tujuh negara dimana kontribusinya tidak bisa dilupakan dalam artikulasi kebijakan ekonomi di Indonesia. Telah 25 tahun Uni eropa bekerjasama dengan Indonesia dengan total nominal bantuan sebesar 200 juta euro. Bahkan dalam era kontemporer Uni Eropa adalah investor terbesar kedua untuk Indonesia. Tidak kurang dari tujuh ratus perusahaan negara negara UE beroperasi di Indonesia dan menyediakan lebih dari 500.000 lapangan pekerjaan. Angka tersebut diprediksi akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedang mengalami pertumbuhan yang pesat. Selain itu, UE adalah pasar ekspor kedua terbesar Indonesia. Ekspor Indonesia ke Eropa pada tahun 2011 sebesar 14 juta EURO tetapi diprediksi akan terus meningkat. Secara proporsi, nilai investasi UE di Indonesia masih tergolong kecil karena sebagian besar tersedot ke Cina dan India yang mencapai 30% dari total investasi UE di Asia. Ketertarikan Uni Eropa yang intensif terhadap Asia, khususnya Asia Tenggara, menjadi semakin interdependence pasca dialog Asia Europe Meeting (ASEM). Wilayah Asia menghabiskan hampir sekitar 50 persen dari total nilai investasi UE ke seluruh dunia. Kontribusi bantuan donor Uni Eropa juga cukup besar, dengan mengeluarkan rata-rata 700 juta Euro per tahun untuk Indonesia ke berbagai sektor penting bagi kemakmuran Indonesia seperti sektor pendidikan, kesehatan, perdagangan dan perubahan iklim. UE dan Negara Anggotanya mendukung inisiatif mengenai isu perubahan iklim di Indonesia dengan dukungan sebesar USD 1,5 milyar, termasuk proyek untuk mendorong konservasi dan manajemen kehutanan yang berkelanjutan. UE secara spesifik juga mendukung strategi REDD+ dan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Perlu ditekankan isu perubahan iklim sejatinya tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan Eropa akan bahan mentah dimana Eropa menyalurkan teknologi, sedangkan Indonesia menyalurkan bahan mentah.

Edisi II - Juli 2012

65


Tabel perdagangan menunjukkan jika Uni Eropa banyak mengincar perdagangan pada sektor minyak kelapa mentah Indonesia atau CPO (crude palm oil).8 Maka dari itu, Melalui perjanjian CEPA diharapkan oleh kelompok visi Indonesia agar dijelaskan mengenai tidak ada batasan ekspor CPO Indonesia karena permintaan pasar Uni Eropa terhadap CPO sangat tinggi. Konsentrasi terhadap CPO merupakan aspek yang kontradiktif dengan komitmen awal Uni Eropa. Padahal tujuan awal Uni Eropa ke Asia Tenggara adalah terkait dengan mengawal isu lingkungan. Terbukti, untuk biaya perlindungan hutan tropis di Indonesia, Uni Eropa mengucurkan tidak kurang 100 juta dolar sejak tahun 1991. Namun ternyata CPO yang merupakan salah satu pemicu bagi global warming menjadi incaran Eropa. Dalam sejarahnya UE merupakan pasar kelapa sawit terbesar kedua bagi Indonesia. Sektor Kelapa Sawit memainkan peranan krusial dimana mempekerjakan lebih dari 3,5 juta rumah tangga Indonesia dan jumlah Ekspor pun semakin menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Inilah yang menjadi bukti awal untuk mengindikasikan Indonesia sebagai salah satu incaran RMI. Uni Eropa memandang Indonesia sebagai salah satu pensupply bahan mentah karet masuk dalam target. Secara eksplisit dalam dokumen ini disebutkan nama Indonesia sebagai potensi untuk manifestasi RMI terutama yang berkaitan dengan sektor Karet. Untuk lebih jelasnya, maka perlu disimak dokumen berikut ini. Indonesia, the second largest natural rubber producer in the world must be encouraged to return as a member (Indonesia resigned due past financial constraints but should now be in a position to be able to afford the contribution). The Indonesian government needs encouragement to rejoin.9 Indonesia menempati ranking kedua dunia dalam produksi karet setelah Thailand dengan angka 2673 ton tiap tahun. Indonesia secara rata-rata memberikan kontribusi sekitar 23 persen bagi Uni Eropa tiap tahunnya.10 Uni Eropa juga mencatat melalui dokumen tersebut adanya ancaman besar ketika produksi karet Indonesia pada tahun 2009 menurun lima persen karena curah hujan yang tinggi.11 Dengan demikian, maka wajar kiranya jika Indonesia dengan segala potensinya menjadi salah satu incaran RMI. 8

Kementrian Persagangan dan Uni Eropa. “Menguatkan Kerjasama Uni Eropa-Indonesia Menuju perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif” (CEPA). 2008 9 “Contributtion to a public consultation on the raw material initiative”. Diakses dari http://www.etrma.org/ uploads/Modules/Documentsmanager/2010-09-17-tyre-and-rubber-industry%27s-contribution-to-a-publicconsultation-on-the-raw-materials-initiative.pdf, 10 ibid 11 Haans Miobroek. “Public consultation on comission raw material insiative: Cotribution of EU-peral inisaitive.”17 september 2010. diakses dari http://ec.europa.eu/enterprise/policies/raw-materials/files/pc-contributions/org100-eu-pearls-universite-de-lausanne_en.pdf

66


Global National Rubber production has grown by 3.5% per annum, on average, over the last twenty years. Production reached 9.4 million tonnes in 2006 and is dominated by Thailand, Indonesia and Malaysia, which account for close to 75% of global production and 85% of global exports.12 Kutipan tersebut memberi catatan tambahan guna memperlihatkan bahwasanya Indonesia merupakan salah satu target manifestasi RMI. Salah satu dokumen memberikan penekanan bahwasanya Indonesia dan negara Asia Tenggara memiliki potensi yang cukup besar terutama bagi sektor karet. Sektor karet merupakan sektor yang dinyatakan secara eksplisit dalam dokumen Uni Eropa kontemporer sbb: Europe is import dependent, more than 90% of production in SE Asia (70% captive), namely Thailand, Indonesia and Malaysia. 13 Selain berfungsi sebagai produsen, negara Asia Tenggara juga berfungsi sebagai konssumen. Negara Asia Tenggara disinyalir berpotensi meningkatkan akselerasi pasar insdustri Uni Eropa baik yang bergerak dalam sektor otomotif maupun manufaktur. Fenomena tersebut menunjukkan masih relevannya teori dependensia yang mengungkap bagaimana skema penjajahan Eropa selain mengeksploitasi sumber daya mineral, juga menempatkan negara berkembang sebagai pasar. Dengan demikian maka surplus value yang lebih akan selalu menempatkan negara Eropa pada posisi produsen dan negara berkembang hanya sebagai konsumensekaligus penyedia raw material sebagaimana yang diungkapkan oleh dokumen berikut: Global demand on it is significantly increasing: emerging countries in SE Asia (namely China, India and Indonesia) becoming the major consumers, also! 14 Meskipun menerapkan prinsip perdagangan bebas, UE merupakan institusi yang ketat dalam kaitanya dengan standarisasi barang Impor, dimana salah satunya adalah raw material. Oleh karena itulah banyak pihak yang pesimis kerjasama antara Indonesia-UE akan berlangsung bebas sebebas-bebasnya meskipun memiliki jumlah investasi dan transaksi yang besar. Selain itu,terdapat kekhawatiran di Indonesia mengenai kemungkinan boikot para konsumen Eropa dan dalam memastikan akses yang adil untuk preferensi perdagangan di bawah EU’s Renewable Energy Directive (Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa).15 12 European tyre and rubber manufacturer association. Brussel 20 march 2008, EC Consultation on future nonenergy raw materials policy 13 Ibid 14 Ibid 15 Kementrian Persagangan dan Uni Eropa. “Menguatkan Kerjasama Uni Eropa-Indonesia : Menuju perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif� (CEPA). 2008.

Edisi II - Juli 2012

67


Beberapa hal tersebut kiranya dapat menjadi sedikit penghambat bagi akselerasi RMI di Indonesia.

Kesimpulan Ditengah berbagai analisis mengenai rapuhnya perekonomian Uni eropa pasca krisis 2008, Eropa masihlah sebuah kekuatan yang perlu diperhitungkan keberadaanya. Upaya antisipasi perlu untuk senantiasa ditekankan guna melindungi kekayaan alam Indonesia setelah menyimak kehadiran raw material insiative. Raw material insiative merupakan sebuah strategi Uni Eropa dalam mengamankan pasokan bahan mentah. Sekalipun manifestasi dan implikasi nyata dari RMI masih belum sepenuhnya dirasakan Indonesia, namun sinyal alarm perlu digaungkan secepatnya. Apalagi dari data yang ada menekankan secara eksplisit dan jelas bahwasanya Indonesia dinyatakan sebagai salah satu target dari manifestasi RMI. Ditambah dengan ketika Indonesia kini sedang menjajaki hubungan kemitraan strategis yang semakin intensif dengan Uni Eropa melalui mekanisme CEPA. Dengan demikian, maka peran masyarakat sipil begitu penting guna mengawasi secara lebih seksama implementasi dari RMI untuk keberlangsungan sumber daya alam dan mineral di Indonesia. ***

Referensi “Does Europe need its own mineral resources policy”, diakses dari http://www.newworldresources.eu/ en/media/open-mine/open-mine-01-2012/does-europe-need-its-own-mineral-resources-policy, 3 april 2012. European tyre and rubber manufacturer association “Contributtion to a public consultation on the raw material initiative”. European tyre and rubber manufacturer association. Brussel, 20 maret 2008, “EC Consultation on future non-energy raw materials policy”. “EU chemical trade group support push raw material acess”. http://m.theindonesiatoday.com/news/euchemical-trade-group-supports-push-raw-materials-access/ Bank Indonesia, 2009. “Gejolak tekanan eksternal serta melemahnya perekonomian Riau”, Haans Miobroek. “Public consultation on comission raw material insiative: Cotribution of EU-peral inisaitive.”17 september 2010. diakses dari http://ec.europa.eu/enterprise/policies/raw-materials/ files/pc-contributions/org-100-eu-pearls-universite-de-lausanne_en.pdf “Kenaikkan harga Karet dan Manfaatnya terhadap {erekonomian” dalam http://banking.blog.gunadarma.ac.id/peraturanBI/ BOKSTRENKENAIKANHARGAKARETDUNIADANMANFAATNYATERHAD.pdf “Krisis naikkan harga bahan baku property”, diakses dari http://m.inilah.com/read/detail/54293/krisisnaikkan-bahan-baku-properti Kementrian Persagangan dan Uni Eropa. “Menguatkan Kerjasama Uni Eropa-Indonesia Menuju perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif” (CEPA). 2008

68


Edisi II - Juli 2012

69


REGIO NA LIS M E KEGIATAN IGJ

Charles Santiago

Walter Van Hatum

Imam Pambagjo

Perdagangan Bebas dan Melemahnya Kontrol Negara

Catatan dari Asia Europe People Forum Sub Regional Conference, Jakarta Indonesia

70


I

ndonesia for Global Justice (IGJ) bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat sipil dari Indonesia lainnya dari Malaysia, Philipina, mengadakan pertemuan Asia Europe People Forum Sub Regional Conference yang berlangsung tanggal 28-29 Juni 2012 di Goethe Institut, Jakarta. Konferensi ini merupakan bagian dari rangkaian pertemuan menuju Puncak dari Asia Europe People Forum ke-9 yang akan dilaksanakan secara paralel dengan pertemuan tingkat menteri dan pemerintah yang dikenal dengan Asia Europe Meeting (ASEM) yang akan berlangsung di Laos Oktober 2012 mendatang. Dalam pertemuan antar kawasan ini diharapkan aspirasi masyarakat sipil dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya dapat disampaikan kepada pengambil keputusan yang tepat. Dengan mengangkat tema “People’s Solidarity against Poverty and for Sustainable Development: Challenging Unjust and Unequal Development, Building States of Citizens for Citizens� diharapkan dapat merangkum semua aspirasi masyarakat sipil diantara dua kawasan. Berbagai isu dibicarakan dalam pertemuan ini termasuk tren kebijakan ekonomi yang terjadi di Asia Tenggara, Krisis Eropa dan bagaimana kebijakan dan kejadian ini mempengaruhi kehidupan masyarakat yang lebih luas. Jumlah peserta yang hadir sekitar 100 orang dari berbagai perwakilan organisasi masyarakat dan isu sektoral di tingkat nasional, Asia dan Eropa. Acara diskusi ini berlangsung cukup padat dengan tema-tema aktual. Hari pertama (28 Juni) diskusi terbagi dalam tiga sesi. Sesi pertama diisi oleh dialog dengan perwakilan EU dan Pemerintah Indonesia tentang update perkembangan perjanjian perdagangan Indonesia-Eropa atau yang disebut dengan CEPA. Sesi ini dimoderatori oleh Ivan Hadar (board IGJ). Sesi kedua diisi dengan diskusi mengenai Krisis Eropa dan isu-isu terbaru di Asia. Sesi kedua dimoderatori oleh Binny Buchori (Board IGJ). Dan sesi ketiga berbicara mengenai pengaruh krisis dan alternatif yang dapat diambil dalam menghadapi kebijakan keberlanjutan energi, perlindungan sosial dan layanan-layanan penting lainnya (essential services). Walter van Hattum mewakili Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan ASEAN secara khusus mengemukakan bagaimana pentingnya hubungan antara Indonesia dan Eropa di bidang perdagangan.Walter menegaskan Eropa sebagai tujuan ekspor terbesar di dunia dapat menjadi pertimbangan untuk segera mensahkan perjanjian perdagangan ini. Walaupun EU sendiri mengekspor barang seperti teknologi dan makanan tetapi juga mengimpor produk dari berbagai belahan dunia. Lebih lanjut, kerjasama ASEAN dan Eropa tidak hanya berbicara mengenai perdagangan,

Edisi II - Juli 2012

71


Berkaca dari pengalaman ASEAN sebelumnya dalam ACFTA, perusahaan besar memang bisa berkompetisi dan beradaptasi dengan cepat, tetapi bagaimana dengan usaha kecil dan menengah yang terpuruk, akibatnya adalah membanjirnya produk impor di pasaran. Ini seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi negara berkembang seperti Indonesia dalam menandatangani perjanjian perdagangan dengan Eropa.

tetapi juga berbagai hal seperti: pembangunan berkelanjutan, perubahan iklim dan perlindungan HAM. Menyangkut masalah isu kompetisi dalam CEPA, Walter menyatakan bahwa antara Indonesia dan EU tidak berkompetisi karena memiliki kesepesifikan produk yang dihasilkan dan capacity building yang dilakukan oleh EU adalah untuk membantu Indonesia dalam beradaptasi dengan standar EU. Roos van Os (SOMO), mengemukakan aspek kritis dari CEPA. EU FTA merupakan elemen terbesar dari strategi pembangunan, tetapi penting untuk dipertanyakan siapa yang mendapatkan keuntungan dari perjanjian perdagangan ini. Pada masa lalu, EU banyak berbicara mengenai WTO, tetapi pada saat sekarang ini, di saat krisis sudah mulai melanda wilayah Eropa, EU mulai mengambil pendekatan di tingkat regional seperti di ASEAN. Dalam aspek ekonomi dan perdagangan ada beberapa hal yang menguntungkan tetapi tetap penting melihat sisi kritis dan melihat kerugian potensial terhadap negara berkembang yang disebabkan oleh sistem pasar yang terbuka. Dengan dibukanya pasar, menurut Roos, negara berkembang kehilangan ruang gerak terhadap kebijakannya. Sementara itu, kontrol negara dalam membangun kebijakan menjadi sangat penting dalam menghadapi krisis financial seperti saat sekarang ini. Peraturan adalah kunci utama untuk bertahan, tetapi liberalisasi telah membuat Negara kehilangan kontrol. Dengan membuka pasar, ada kerugian potensial pendapatan melalui pengurangan tariff. Berkaca dari pengalaman ASEAN sebelumnya dalam ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA), perusahaan besar memang bisa berkompetisi dan

72


beradaptasi dengan cepat tetapi bagaimana dengan usaha kecil dan menengah yang terpuruk akibatnya membanjirnya produk impor di pasaran. Ini seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi negara berkembang seperti Indonesia dalam menandatangani perjanjian perdagangan dengan Eropa. Selanjutnya Imam Pambagjo (Kementrian Perdagangan) menjelaskan mengenai latar belakang pandangan pemerintah Indonesia dalam menegosiasikan CEPA. Pemerintah berpandangan bahwa untuk menghadapi krisis ekonomi global perlu bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing di pasar global. Beberapa negara berkembang seperti Amerika Latin telah berusaha mengkapitalisasikan pasar domestik untuk dapat bertahan dari gempuran perdagangan global tanpa harus kehilangan nasionalismenya. Hubungan Indonesia dan Eropa memang tidak sejajar, tetapi menurut pandangan pemerintah, CEPA bisa dijadikan alat untuk membuat hubungan menjadi lebih simetris. Aspek lainnya yang harus digaris bawahi menyangkut kerjasama adalah menyangkut kebijakan proteksi. Di berbagai forum, Indonesia telah mengungkapkan concernnya terhadap kebijakan proteksi. Permasalahan utamanya adalah pengertian proteksi itu sendiri; kapan negara bisa menentukan kebijakan perdagangannya dan kapan harus mengikuti peraturan internasional. Hal ini menjadikan tiap negara sangat sensitif apabila membicarakan isu proteksi. Pemerintah akan berusaha menyeimbangkan perjanjian dengan pasar global dan perlindungan terhadap industri lokal. Charles Santiago, anggota parlemen dari Malaysia melihat bahwa proses terbaru Negosiasi perjanjian perdagangan Eropa dan ASEAN bisa dilihat sebagai proses penulisan konstitusi yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Banyaknya kasus-kasus pelanggaran konstitusi di wilayah ASEAN yang dilakukan oleh perusahaan multinasional (yang mayoritas berkedudukan di Eropa) menjadikan kita untuk harus lebih berhati-hati dalam menandatangani perjanjian perdagangan baru. Perjanjian seharusnya menjadi alat untuk proses harmonisasi untuk setiap hukum dan peraturan di dua kawasan. Dan bagaimana terciptanya perjanjian ini harus diawasi secara ketat oleh masyarakat sipil. Charles memberikan contoh kasus Philip Morris yang menggugat aturan di beberapa Negara berkembang terkait dengan proteksi yang dilakukan oleh Negara. Ini memperlihatkan bahwa perusahaan swasta bisa mengatur pemerintah. Kebijakan publik bisa bersepakat dengan pengerukan laba yang sebesarnya dari perusahaan. Apabila negara kalah dalam pengadilan internasional, maka negara harus membayar sejumlah kerugian yang ditanggung oleh perusahaan terkait dengan hambatan perdagangan yang ditemui oleh perusahaan. Lantas dimana letak kedaulatan suatu Negara?

Edisi II - Juli 2012

73


Menyikapi krisis yang terjadi di Eropa, menurut Charles,masyarakat sipil harus memikirkan model terbaru pembangunan. Kita membutuhkan bisnis yang sejalan dengan kepentingan masyarakat dan bagaimana kepentingan ekonomi dapat melayani kepentingan masyarakat. Selanjutnya Riza Damanik (National Organizing Committe Indonesia) melihat CEPA hanyalah perpindahan barang, uang dan jasa tetapi tidak mempunyai ide konkret terhadap permasalahan yang terjadi di Indonesia. Masalah yang dihadapi oleh Indonesia dan juga oleh Negara-Negara ASEAN lainnya relatif sama ; petani mengalami gagal panen atau nelayan tidak bisa melaut. Perubahan iklim telah menjadikan masyarakat ini tidak dapat bertahan dan melakukan penyesuaian dengan alam. Ditambah lagi permasalahan krisis pangan dan krisis keuangan, yang terakhir adalah krisis sistematis dimana masyarakat awam berada di lapisan terbawah dari dampak yang diakibatkan dari berbagai krisis. Untuk itu masyarakat sipil di Indonesia harus menekan EU untuk bisa menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Adapun resolusi dan tuntutan yang dikeluarkan oleh masyarakat sipil di Indonesia terkait dengan CEPA ini adalah: Pertama, Keadilan iklim, dimana perusahaan harus membayar hutang ekologis dan memotong emisi oleh negara industri. Kedua, Kedaulatan pangan dan energi untuk menyediakan lahan, air dan energy untuk masyarakat. Ketiga, Kedaulatan ekonomi untuk menolak agenda pembangunan oleh perusahaan asing, dengan mengarus utamakan kepentingan rakyat. (Rika Febriani) ***

74


R E G I O NAL I S M E KEGIATAN IGJ

Indra Lubis

Julie de Reyes

Prof. Achin Vanaik

Hegemoni Kapitalisme dan Pelajaran Krisis Eropa

K

ompetisi antara pemodal sering diterjemahkan sebagai kompetisi antar Negara. Pada tingkat domestik, Negaralah yang menyediakan aturanaturan hukum dan infratruktur sebagai wadah bagi kompetisi.“Kompetisi antar negara lebih berbahaya daripada kompetisi antara modal.� Demikian dipaparkan Prof. Achin Vanaik dari Jawaharlal Nehru University, India dalam Sesi kedua Asia Europe People Forum Sub Regional Conference, 28 Juni 2012 di Jakarta. Pada tingkatan internasional, mekanisme peraturan yang terdapat pada tingkatan domestik terletak pada sistem Negara. Negara harus menyediakan system hukum yang baik, infrastruktur dan system demokrasi untuk dapat menjalankan dengan baik mekanisme stabilisasi. Tetapi sistem Negara harus memiliki beberapa

Edisi II - Juli 2012

75


mekanisme stabilisasi. Mekanisme yang paling utama adalah bagaimana setiap Negara berkoordinasi di tingkatan internasional dan bagaimana di tingkat ini menstabilkan tatanan global. Inilah yang disebut dengan stabilitas hegemonic. Menurut Vannaik, Pada zaman dahulu, Inggris adalah hegemonic stabilizer, tetapi pada saat sekarang, Amerika mengambil alih peran tersebut dalam hal perdagangan internasional. Apakah suatu negara dapat bekerja atau tidak dengan Amerika? itu adalah pilihannya. Amerika adalah tempat konsumen terbanyak di seluruh dunia. Amerika adalah polisi dunia yang mempunyai kaki tangan diseluruh lembaga multinasional dunia, dan pejabat nomor satunya terdapat di PBB untuk memastikan negara lain mengikuti aturan mainnya. “Jika suatu Negara ingin menjadi bagian dari tatanan dunia global tidak bisa dihindarkan dan posisinya harus jelas; apakah akan bekerjasama dengan Amerika atau menolak�. Jelas Vannaik. Di lain pihak, Amerika tidak akan bisa bertindak sebagai hegemonic stabilizer, ada beberapa masalah yang dihadapi oleh Amerika : pertama masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial, kedua isu ekologis, ketiga perkembangan politik budaya yang bersifat ekslusif (termasuk tidak adanya toleransi antar agama dan permasalahan nasionalisme yang sempit) dan keempat penyebaran militerisme dan nuklir. Untuk itu perlu dilihat alternatif, tetapi alternatif yang seperti apa? Apakah alternatif dalam jangka pendek ataukah jangka panjang. Pada jangka panjang kita perlu merubah system kapitalis itu sendiri. Perubahan itu haruslah berasal dari Negara-negara di luar Amerika dan perubahannya haruslah bersifat fundamental. Tapi perubahan itu tidak dapat digambarkan dan dibayangkan tanpa adanya transformasi keadaan alamiah politik dan social antar negera. Bagaimana menciptakan alternatif tersebut? Menurut Vannaik, kita harus jelas dalam tiga aspek ; pertama, harus mempunyai ide mengenai masyarakat seperti apa yang kita inginkan sebagai tujuan jangka panjang? Yang kedua, agenda dan perspektif kebijakan seperti apa yang dapat kita ciptakan untuk dapat meraih momentum yang kuat dan yang ketiga adalah dengan membangun dan menyatukan kekuatan politik dan sosial yang progresif yang dapat menekan Negara untuk mencapai kebijakan alternatif yang diinginkan. Selanjutnya Tom Kucharz (Ecologistas en Accion, Spanyol) menjelaskan mengenai keadaan krisis yang dihadapi oleh Eropa yang akan berdampak terhadap Negara-Negara lain di Asia. Menurut Tom, tidak ada solusi terhadap krisis di Eropa, EU summit tidak akan menghasilkan apa-apa karena tidak menyentuh kepada akar permasalahan krisis. Yang diperlukan sekarang adalah solidaritas global dari pergerakan social karena kita menghadapi system dan model yang sama.

76


“Kita tidak bisa membuka “kedok” yang sebenarnya dari EU karena mereka datang ke Asia dengan modal besar dan kebebasan. Dua hal yang nilainya bersifat universal dan dibutuhkan oleh Asia.” Permasalahan yang terjadi di Eropa pada saat sekarang ini menurut Tom adalah : beribu orang tidak sanggup membayar sewa dan cicilan rumah, bahkan di pusat pemerintahan Eropa sendiri : Brussel. Keadaan semakin bertambah parah di Eropa jauh dari seperti yang dibayangkan oleh para ekonom kapitalis. Krisis adalah situasi yang sebenarnya pada saat sekarang ini. Pertemuan Brussel sendiri intinya adalah kontrol terhadap modal, tidak akan ada perubahan pada sistem bank dan Eropa sendiri tidak akan merubah ekonomi pasar yang selama ini telah dijalankan. Sebanyak 130 billion euro digunakan untuk membailout infrastruktur. Investasi di dalam infrastruktur tidak akan kembali kepada rakyat tetapi lebih kepada perusahaan dan bank swasta. Krisis finansial berada pada masa krisis over produksi dan akumulasi modal. Ketika UE menghasilkan banyak uang, eropa kehilangan kontrol terhadap uang dan modalnya serta peningkatan utang. Proses finansialisasi telah berubah menjadi keuangan. Ini meningkatkan utang publik diatas banyak kasus. Isu yang menjadi penting adalah energy security dan raw material innitiative. EU memiliki perusahaan ekstraktif di Selatan dan mempunyai pasar modal baru. Melalui perjanjian perdagangan ini, Uni Eropa telah memiliki pasar baru yang bisa memberikan keuntungan finansial. Model-model lama seperti yang Uni Eropa lakukan di China dan Singapore dalam bubble ekonomi akan direplikasi di Asia Tenggara. Bukan tidak mungkin bubble ekonomi seperti di Amerika di kemudian hari dapat terjadi di wilayah Asia. Pelajaran dari Spanyol sendiri melalui solidaritas global berasal dari pengalaman Arab Spring. Pada Oktober 2011 lalu ada lebih dari 800 kota di dunia yang melakukan demonstrasi yang sama melawan kapitalisme global. Slogan yang didengungkan adalah sama : “We do not owe, we do not want to pay.” Menurut Julie Reyes dari Trans National Institute, pada saat sekarang ini, EU mempunyai satu proposal besar yaitu untuk dapat mempunyai kesatuan fiskal, bukan kebijakan budget pada umumnya tetapi kebijakan keuangan yang terintegrasi dalam suatu kerangka kebijakan ekonomi. Pada September 2010, Negara anggota EU menandatangani perjanjian tersebut yang isinya : membatasi hutang pemerintah dan defisit, sanksi semi otomatis dan keseimbangan makro ekonomi yang tercipta dengan kesatuan moneter ini. Yunani adalah contoh “sempurna”dari Negara yang telah kehilangan kontrol keuangannya. Ini memperlihatkan ada yang salah dengan kebijakan keuangan

Edisi II - Juli 2012

77


di Uni Eropa. Masyarakat sipil di Eropa sendiri sudah berusaha mendorong pemerintahnya untuk taat terhadap peraturan yang telah mereka buat. Masalah hutang adalah masalah utama yang dihadapi EU sebelum terjadinya krisis. Spanyol dan German sebenarnya tidak lebih baik dari Negara-Negara EU lainnya, bahkan apabila dibandingkan dengan Perancis. Banyaknya hutang ini disebabkan karena hutang perusahaan, misalnya pemerintah Irlandia, 75% dari uang pemerintah tersedot habis untuk meembiayai hutang perusahaan. Defisit pemerintah bukanlah akar dari krisis, krisis disebabkan karena strategi yang dijalankan oleh pemerintah itu sendiri. Seiring dengan berlanjutnya krisis, isunya kemudian tidak lagi menjadi isu ekonomi tetapi lebih kepada politis. Ketika Jerman memberikan bantuan kepada EU maka sebagai imbalannya, Jerman harus memberlakukan aturan yang ketat terhadap budget dan Negara anggota Uni Eropa harus memenuhi aturan tersebut. Negara yang tidak mematuhi peraturan prosedur hutang dan defisit tersebut bisa dibatalkan pemberian bantuannya dan diajukan kepada International Court Justice (ICJ). Dengan demikian kekuasaan Jerman terhadap Negara anggota Uni Eropa lainnya menjadi lebih besar dan ini merupakan suatu masalah tersendiri yang dihadapi oleh Uni Eropa. Proses pengetatan fiskal ini pun berlangsung cukup cepat, diwacanakan pada bulan Desember 2011 dan pada akhir Januari sudah keluar draft finalnya dan ditandatangani pada Maret 2012. Negara anggota EU pun mempertanyakan proses demokratisasi yang terjadi di dalam tubuh Uni Eropa. Kebijakan Moneter adalah sesuatu yang harus dirundingkan dengan berbagai lapisan masyarakat bukan sebaliknya malah meninggalkan masyarakat sipil. Indra Lubis dri Via Campesina menjelaskan mengenai bagaimana peran Negara Indonesia menjadi bagian dari jalan keluar krisis ini. Seperti contohnya : Indonesia dimasukkan menjadi anggota G20 lebih karena jumlah populasi rakyat Indonesia yang cukup besar. UE membutuhkan Indonesia untuk menyerap overproduksi termasuk China dan India. Dibalik krisis,kontrol kapital terhadap kesejahteraan perlu menjadi sorotan utama karena segala sesuatunya diperdagangkan sebagai komoditas, bahkan alampun bisa dijadikan sebagai komoditas. Permasalahan yang menjadi concern masyarakat sipil adalah bagaimana kita menjamin demokrasi di dalam masyarakat. Kita tidak bisa memisahkan antara ekonomi dan politik. Demokrasi rakyat tidak hanya partisipasi seperti yang terjadi di Indonesia, lebih dari itu, ini harus menjadi partisipasi masyarakat yang didasarkan kepada pilihan dan bagaimana masyarakat berkontribusi di dalam proses itu sendiri. (Rika Febriani) ***

78


R E G I O NAL I S M E KEGIATAN IGJ

Dominasi Lembaga Pembiayaan Krisis dan Strategi Kebijakan Alternatif Edisi II - Juli 2012

79


M

enguatnya peran lembaga pembiayaan internasional dalam pembiayaan krisis global patut dicurigasi sebagai strategi baru dalam melancarkan upaya dominasi dan ekploitasi ekonomi baru dan semakin menjauhkan masyarakat dari penyelesaian krisis yang sesungguhnya. Titi Soentoro (AKSI, Indonesia) berbicara mengenai akuntabilitas pembiayaan iklim dari Eropa untuk Asia. Pembiayaan iklim yang tujuan untuk mitigasi dan membuat masyarakat beradaptasi dengan perubahan iklim ternyata proses pemberian bantuan tidak semulus yang direncanakan dan penuh dengan kepentingan negara-negara berkembang. Asia dan Pasifik adalah Negara penerima pembiayaan yang paling banyak khususnya untuk mitigasi. Kebanyakan dana ini digunakan untuk hydropower, kebanyakan di India dan China. World Bank dan ADB memberikan pembiayaaan yang paling besar dengan Negara penerima yang paling besar : China, India, Turki dan Indonesia. Sebanyak 80% pembiayaan iklim datang ke Asia untuk mitigasi dan kebanyakan berasal dari REDD. Pemberian bantuan melalui REDD ini disebabkan karena hampir 20% emisi gas rumah kaca berasal dari penggundulan hutan, konversi ke padang rumput, pembangunan infrastruktur, penebangan destruktif dan kebakaran hutan. Selanjutnya Dani Setiawan (KAU, Indonesia) menambahkan pandangan mengenai keadilan iklim ini, bahwa Indonesia mendapatkan banyak bantuan melalui program-program yang dibiayai oleh Jepang, Perancis, World Bank dan ADB. Bantuan ini diatur oleh Kementrian Keuangan dan digunakan untuk memperbaiki masalah budget di Indonesia jadi bukan masalah mendasar yang dihadapi oleh masyarakat, lebih kepada perbaikan instrumen seperti : persiapan infrastruktur untuk implementasi agenda perubahan iklim di Indonesia. Marris dela Cruz (Network for Transformative Social Protection, Asia) berbicara mengenai pengaruh krisis terhadap social protection. Sebanyak 900 juta masyarakat hidup dengan penghasilan 2 dollar perhari, dan 100 juta hidup dengan 1 dolar perhari yang berarti hidup dalam keadaan sangat miskin. Pengangguran pada saat sekarang tidak hanya kita temui di Asia tetapi juga di Eropa. Tetapi di Eropa, pengangguran mendapatkan subsidi dari pemerintah, sedangkan di Asia tidak ada jaminan untuk makanan yang cukup dan layanan penting lainnya (essential services). Rumah menjadi isu besar di negara maju, orang-orang menjadi tunawisma karena tidak sanggup membayar hutang. Kebijakan struktural yang dilakukan oleh pemerintah seperti mendorong strategi pembangunan alternatif di tingkat nasional yang mengintegrasikan program perlindungan sosial ternyata tidak mencukupi untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat.

80


Pengaruh krisis terhadap social protection, sebanyak 900 juta masyarakat hidup dengan penghasilan 2 dollar perhari, dan 100 juta hidup dengan 1 dolar perhari yang berarti hidup dalam keadaan sangat miskin. Pengangguran pada saat sekarang tidak hanya kita temui di Asia tetapi juga di Eropa. Tetapi di Eropa, pengangguran mendapatkan subsidi dari pemerintah, sedangkan di Asia tidak ada jaminan untuk makanan yang cukup dan layanan penting lainnya (essential services).

Strategi pembangunan ini haruslah memenuhi elemen dasar: masyarakat memiliki kepemilikan tanah, pekerjaan, makanan dan akses terhadap essential services seperti : kesehatan, pendidikan dan dana pensiun. Hari kedua (29 Juni) diisi berbagi pengalaman oleh masyarakat sipil di bidang ketahanan pangan dan Manajemen Sumber Daya Alam yang berkelanjutan. Sementara di Sesi lainnya mendiskusikan Upah yang layak terhadap buruh dan sustainable livelihoods. Pertemuan dihari kedua menghasilkan suatu statement bersama mengenai perubahan gerakan sosial dan agenda bersama di dua kawasan. (Rika Febriani) ***

Edisi II - Juli 2012

81


REGIO NA LIS M E

KEGIATAN IGJ

Krisis dan Alternatif1

Prof. Achin Vanaik (Jawaharlal Nehru University, India)

1

82

Disampaikan dalam Asia Europe People’s Forum Subregional Conference, 28-29 Juni 2012 di Goethe Institut, Jakarta


P

ertanyaan mendasar pembahasan ini kita mulai dari : Krisis untuk siapa? Mengapa setelah semua krisis terjadi, hal ini menjadi bisnis more or less as usual? Kebanyakan krisis berhubungan dengan institusi bisnis. Dimana terdapat suatu sistem pertahanan dalam kerangka yang lebih besar. Contohnya di Yunani, kekuatan politik yang signifikan harus meletakkan alternatif yang lebih spesifik dari anti penghematan – renegosiasi hutang, pajak progresif dan redistribusi, kebijakan lapangan kerja, privatisasi, yang terus bergerak ke arah kontrol publik terhadap keuangan. Apa yang ditakutkan oleh elit Eropa adalah “pemberontakan� kelas dari bawah yang menyebar dari Yunani ke Negara Eropa lainnya yang kemudian dibantu oleh partai konservatif. Pelajaran penting yang bisa ditarik adalah perspektif politik harus dapat menerima perspektif ekonomi ; dalam melihat neo liberalisasi dan perubahanperubahan di dalamnya, khususnya penyeimbangan kekuatan kelas, yang akan menentukan alternatif kebijakan seperti apa yang akan diikuti. Jika kita membandingkan antara Eropa dan Asia, Asia Tenggara dan Asia Selatan, apa yang terjadi di Eropa adalah rangkaian perjuangan besar yang bergerak dari bawah yang “meledak� di berbagai Negara Eropa dengan mencari solidaritas sesama tetapi mengapa hal seperti ini hilang ketika berhadapan dengan Asia Tenggara, Asia Timur dan Asia Selatan? Sumber utama dari kapitalisme adalah prinsip kompetisi antara para pemodal. Proses akumulasi modal selalu tidak rata dan dikombinasikan dengan jaminan akan adanya divergensi geografis dan sosial sejalan dengan konvergensi, dan juga akan ada pembauran secara sosial,politik dan budaya (kombinasi antara yang lama dan yang baru) di segala lini diambil sejalan dengan modernitas kapitalis oleh berbagai negara dan di berbagai bagian di seluruh dunia. Fungsi kapitalis tidak bisa stabil atau bersifat kumulatif kecuali ada prinsip yang sifatnya tidak intrinsik, tetapi disediakan proses akumulasi dari luar, yang bisa diartikan sebagai prinsip regulasi dan koordinasi. Kompetisi antar modal akan selalu diterjemahkan menjadi kompetisi antar negara. Pada tingkatan domestik, negara menyediakan aturan legal dan infrastruktur yang mendukung kompetisi. Negara juga yang mengatur makro-ekonomi. Ada medium (khususnya jika berhubungan dengan demokrasi pemilihan) yang menyediakan legitimasi untuk elit penguasa. Kompetisi antar negara lebih berbahaya daripada kompetisi antar pemodal. Hal yang sama terjadi pada tingkat internasional, mekanisme yang menyediakan peraturan pada tingkatan domestik merupakan sistem negara. Tetapi sistem negara juga harus memiliki mekanisme stabilisasi. Mekanisme yang paling penting pada

Edisi II - Juli 2012

83


tingkatan internasional adalah penstabilisasian tatanan global. Inilah yang disebut dengan stabilitas hegemonic. Amerika Serikat adalah hegemonic stabilizer. Yang saya takutkan adalah bahwa kita tidak bisa menolak fakta bahwa Amerika adalah negara yang berhak menentukan kebijakan tatanan global. Pada fase neoliberal dari globalisasi kapitalis yang sudah berjalan selama lebih dari 30 tahun, dan yang ditandai oleh dominasi modal keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, maka mekanisme stabilisasi yang paling penting adalah Amerika. Apakah suatu negara akan bekerjasama dengan Amerika atau tidak, Amerika adalah penstabilisasi tatanan dunia. Amerika adalah negara dengan konsumen terbanyak. Amerika adalah bank bagi dunia dengan dollar yang berperan sebagai mata uang global. Amerika adalah polisi bagi dunia dan agen nomor satunya berada di PBB dan Uni Eropa. Jika kita bekerja dalam isu tatanan ekonomi global, kita tidak bisa meragukan hal tersebut, apakah suatu negara akan bekerjasama dengan Amerika Serikat atau tidak. Hal ini tentunya tidak mudah, tapi mungkin perlu untuk dilakukan. Untuk pertama kalinya, kapitalisme berusaha keras dalam meyakinkan atas krisis yang terjadi di dalam dirinya tidak akan berakibat fatal bagi seluruh dunia. Semenjak itu dunia menjadi tidak seimbang dalam artian pendapatan,kesejahteraan dan kekuasaan. yang telah mengikis karakter substantif demokrasi di mana-mana bahkan dalam bentuk prosedural yang telah menyebar. Erosi kedaulatan negara telah menyebar seperti mentega yang dipanaskan. Bagaimanapun Amerika tidak akan mampu menyeimbangkan tatanan dunia. Amerika tidak akan mampu menstabilkan empat masalah utama yang disebut dengan “horsemen apocalypse.� Permasalahan utamanya adalah : (i) adanya kemiskinan massal dan ketidakseimbangan (ii) issue ketidakseimbangan ekologis dari berbagai tipe. (iii) Kemunculan dan penyebaran politik ekslusivfsme budaya dari berbagai macam dan berbagai bagian dari belahan dunia. Ini mengakibatkan keterhubungan terhadap kemunculan kebencian etnis, ketidaktoleransian agama, nasionalisme yang sempit (iv) penyebaran militerisme dan nuklir. Era neoliberalisme ini tidak akan menjadi hilang, empat permasalahan ini telah beralih dengan cepat dan menutupi dasar yang lebih baru.

Bagaimana menciptakan alternatif? Jika kita menyediakan alternatif, ini harus melingkupi tiga aspek : a) mempunyai ide dari berbagai jenis masyarakat yang kita inginkan sebagai tujuan jangka panjang; b) agenda dari berbagai perspektif kebijakan dimana pencapaiannya dapat meningkatkan momentum yang lebih kuat untuk mencapai tujuan jangka

84


panjang; c) untuk membangun dan menyatukan rangkaian kekuatan politis dan social yang akan menekan Negara untuk mencapai alternatif kebijakan yang diinginkan. Bagaimana kita bersama dapat mencapai tujuan jangka panjang tersebut? Kita harus memulai perjalanan dan masuk ke dalam perjalanan tersebut. Kita tidak punya semua jawabannya, dan selama perjalanan, kita harus belajar jalan mana yang harus kita tempuh dan bagaimana melakukannya. Bahkan jika kita mempunyai peta, jangan menanyakan terlalu detail kemana arah yang akan kita tuju. Jadi ada perjalanan pendek dan panjang yang harus kita mulai. Untuk jangka panjang: kita harus melebihi kapital. Ini tidak akan mencukupi kesejahteraan bagi semua orang dan ini adalah kenyataan yang tidak bisa dibantah selama lebih dari 30 tahun terakhir. Kenneth Boulding salah seorang ekonomis ekologis pada masa pergerakan awal pernah berkata : to believe that you can have unlimited growth, you have to be either fool or economist. Kekuatan dinamis dari kapitalisme adalah pencarian keuntungan yang terlalu berlebihan. Sangat susah untuk bergerak kepada sosialisme yang adil. Untuk itu marilah kita beralih kepada suatu system yang disebut dengan demokrasi sosialisme social. Ada berbagai ide dalam reformasi struktural anti-capitalist. Ada tiga model post-kapitalisme yang bisa kita lihat sebagai alternatif; sosialisme pasar, sosialisme eletronik modern yang berdasarkan kepada teknologi informasi untuk menghasilkan koordinasi dan distribusi ; dan rencana partisipatoris dengan koordinasi sebelumnya dari skala dan pola investasi mayoritas termasuk keterhubungan industri melalui proses negosiasi yang melibatkan kepemilikan social di segala jenis tingkatan. Ketiga pendekatan tersebut bukanlah utopia. Tetapi kita perlu untuk melihat pengalaman di berbagai belahan dunia, ada pendekatan yang lebih empiris berdasarkan pengalaman actual ; dari Dewan Pekerja Yugoslavia yang mendapatkan pandangan dari Cuba (percobaan urban farming), kemudian pelajaran dari demokrasi partisipatoris dari budget partisipatori di Brazil, dan komunitas perdamaian di Kolumbia dan Komunitas Panchayat di Kerala India. Pada tingkat ekstra nasional, tatanan konstitusional yang telah ada dari globalisasi kapitalis neoliberal harus digantikan dengan motivasi agensi oleh nilai sosialis yang sama dan oleh karena itu dilaksanakan melalui distribusi kesejahteraan yang seimbang dan berkelanjutan.

Edisi II - Juli 2012

85


Harus ada Agensi Aset Global dan Investasi, Organisasi Perdagangan yang adil, dan Persatuan Kliring Internasional dengan mata uangnya sendiri sejalan dengan yang diusulkan oleh Keynes. Beberapa saran dari tuntutan dasar demokrasi sosial: 1) ketahanan pangan 2) layanan kesehatan dan pendidikan gratis, 3) transportasi massal yang efisien dan murah, 4) perumahan publik yang murah, 5) dana pensiun dll. Tetapi yang terpenting adalah kontrol publik terhadap keuangan. Kontrol publik terhadap keuangan sangat penting karena: 1) Kita mempunyai kekuasaan terhadap pergeseran hubungan kekuasaan, 2) kita bisa merenegosiasikan hutang, bahkan membatalkan sebagian dari hutang tersebut dan mentransformasikan penggunaan keuangannya dengan menjauhkannya dari spekulasi, untuk promosi investasi, produksi, pekerjaan dan permintaan pada ekonomi riil, 3) kita bisa menciptakan kontrol keuangan tidak hanya di perbatasan juga di seluruh Negara. Jangan meremehkan pentingnya perlawanan perjuangan. Di Kolumbia, transformasi terhadap kontrol air telah berubah menjadi kekuatan pembalikan kekuasaan. Kesadaran yang bisa merubah dunia. Apakah mungkin meletakkan perspektif tertentu yang sesuai dengan kepentingan pemerintah untuk menegakkan otonomi strategis yang sejalan dengan promosi kerjasama Pan Asia yang lebih luas dalam bentuk yang sederhana dan juga progresif? Ada tiga hal pandangan saya mengenai hal ini. 1. Kita harus menentang usaha Amerika untuk merancang NATO Asia yang digunakan untuk tujuan menahan China berdasarkan rentetan pangkalan militer dan berbagai bentuk kerjasama militer angkatan laut. Ini adalah titiktitik utama : Amerika,India, Australia dan Jepang dengan peran pelengkap yang ditawarkan oleh Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam. Sejalan dengan kampanye mendukung untuk melawan strategi Amerika ini juga akan menjadi pemikiran baru dari apa yang menjadi kerjasama dan promosi alternatif perdamaian arsitektur keamanan yang melibatkan kekuatan Asia itu sendiri terhadap Amerika. 2. Bahkan ketika kita mencari promosi terhadap sumber energy yang terbarukan terhadap beberapa dekade kedepan, tidak akan ada keberlanjutan kepercayaan terhadap minyak dan gas (yang terakhir adalah sumber energy yang lebih bersih) dan ini adalah ide membangun Asian Collective Energy Security Grid dengan pipa minyak dan gas beroperasi secara horizontal dan vertical sepanjang Asia dari Iran melalui Asia Tengah melewati Siberia dan

86


Rusia ke Pesisir Timur China. Tidak hanya jaringan yang dibangun akan memberi manfaat secara biaya terhadap produsen dan konsumen, tetapi juga memungkinkan transformasi geopolitik di Kawasan di setiap proses pembangunannya. Ini akan membatasi pengaruh Amerika terhadap India, Negara-negara Asia Tenggara, China, Jepang dan bahkan Eropa dengan kontrolnya terhadap Timur Tengah (dan usahanya untuk melakukan hal yang sama di Asia Tengah) dan terhadap rute laut utama untuk transportasi tank. Sedangkan untuk jalur daratan dari Asia Tengah yang akan memotong Iran dan Rusia melalui Afganistan, Pakistan dan Turki dan ke pelabuhan di Negara sekutunya. 3. Waktunya juga telah datang untuk Asian Monetary Fund menjalankan sistem yang lebih demokratis oleh pemerintah anggotanya untuk menggantikan peran dollar dan institusi neoliberal seperti : IMF dan WB di seluruh bagian di dunia. Badan seperti itu bisa menjadi regional clearing house dengan mata uang sendiri di tingkat regional (selain mata uang nasional yang ada) yang tujuannnya adalah melancarkan ketidakseimbangan perdagangan dengan cara memastikan tidak ada negara debitur dan kreditur yang permanen, sehingga landasan yang lebih kuat untuk kerjasama permanen antara Negara Asia dalam menyelesaikan konflik dan ketegangan yang bersifat lebih kepada politis-teritorial. (Rika Febriani) ***

Edisi II - Juli 2012

87


NASI ONA L

CEPA Indonesia-Uni Eropa:

Mengulang Kesalahan

ACFTA?

Rahmat Hidayat dan Mohammed Ikhwan Rahmat Hidayat adalah Staf Departemen Luar Negeri Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Muhammad Ikhwan adalah Ketua Departemen Luar Negeri Serikat Petani Indonesia (SPI)

88


P

ada tahun 2009, Vision Group yang terdiri dari pemerintah Indonesia bersama Uni Eropa merekomendasikan adanya penetapan suatu perjanjian bilateral yang ambisius antara Indonesia dan Uni Eropa. Tiga tahun kemudian, perjanjian tersebut masih tak jelas juntrungannya. Deal ini berpotensi akan mengulang kesalahan, bagai kasus perjanjian perdagangan bebas ASEANChina (ACFTA): tanda tangan dulu, merugi kemudian. Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) Indonesia - Uni Eropa memiliki garis besar yang sama dengan perjanjian perdagangan bebas dimana-mana, yakni akses pasar dan fasilitasi perdagangan. Iming-iming yang ditambahkan adalah tentang investasi dan pengembangan kapasitas. Rekomendasi yang amat khas adalah pemotongan tarif sebesar 95 persen dalam periode sembilan tahun. Ini jelas rencana yang sangat ambisius. Naga-naganya juga sama dengan sejarah ACFTA: liberalisasi ugal-ugalan, yang setelah dipraktikkan ternyata membuat industri serta usaha kecil dan menengah gulung tikar. Hal yang menarik dari dokumen CEPA adalah seksi keempat mengenai kerja sama perdagangan dan investasi. Dalam dokumen itu yang dibahas hanyalah isu teknis: sanitari dan pitosanitari, hambatan teknis perdagangan, hak kekayaan intelektual, fasilitasi perdagangan, kerja sama bea cukai, serta kebijakan persaingan dan jasa. Isu pertanian tidak dibahas secara detail—apalagi mengenai tahapan pengurangan tarif dan produk-prouduk pertanian apa yang akan dilindungi (akan diturunkan juga atau tidak, dan jika diturunkan berapa?). Bagian “pasal karet” macam ini yang berpotensi membuat CEPA lebih agresif dan liberal—bahkan dibandingkan dengan ACFTA sekalipun. Belajar dari ACFTA yang resmi diberlakukan secara penuh tahun 2010, hampir semua kalangan dan temuan data tak menyangkal bahwa ujung-ujungnya kita menderita defisit perdagangan. Terlebih dari sektor pertanian—rapor merah. Tren sebelas tahun terakhir dalam skema ACFTA adalah defisit pada perdagangan komoditas seperti kacang-kacangan, buah-buahan, kakao, gandum, sereal, daging segar, sayuran, tepung dan tembakau. Pada tahun 2011, giliran petani kentang yang meradang akibat anjloknya harga di pasaran. Sekitar 72.000 keluarga petani kentang di Dataran Tinggi Dieng mengalami kerugian besar. Kentang yang biasanya dijual Rp 5.500 hingga Rp 6.000 per kg terjun bebas hingga ke Rp 4.000 saja. Pasalnya, kentang asal Cina merajai pasaran—karena dijual hanya seharga Rp 2.500- 3.500 per kg. Bagi Uni Eropa tentunya Indonesia adalah pasar yang potensial dengan jumlah penduduk lebih dari 235 juta. Sebagai contoh, tingkat konsumsi daging nasional

Edisi II - Juli 2012

89


Belajar dari berdarah-darahnya ACFTA, CEPA jelas harus dievaluasi mendalam. Apalagi menyangkut pangan dan sektor pertanian. Pangan merupakan salah satu hak dasar manusia—setiap orang punya hak untuk menentukan pangan dan sistem pertanian, peternakan dan perikanan mereka sendiri, dan bukan menyerahkan pangan sebagai obyek kekuatan pasar internasional. adalah 1,72 kg per kapita per tahun (BPS, 2009). Walau masih jauh di bawah Malaysia (5,1 kg per kapita per tahun) atau bahkan Filipina (4,5 kg per kapita per tahun), dalam sepuluh tahun terakhir konsumsi daging sapi kita telah meningkat rata-rata 4,4 persen. Sementara produksi sapi lokal tak sanggup mengimbangi— cuma tumbuh 0,63 persen per tahun. Artinya, ada gap yang sementara harus ditutup dengan impor. Dokumen CEPA menyebutkan akan membuka peluang ekspor Indonesia ke Eropa. Dari sisi Uni Eropa, saat ini makanan olahan menjadi bagian yang semakin penting dari pembelanjaan konsumen. Khalayak Uni Eropa menghabiskan 12 persen dari pendapatannya untuk pangan olahan. Permintaan subsektor seperti buah dan sayuran olahan, produk sereal, daging olahan dan produk terkait susu memang meningkat secara drastis. Tapi harus diingat bahwa tidak mudah juga untuk melakukan ekspor ke Eropa karena adanya hambatan-hambatan keluar-masuk barang, apalagi produk pangan dan pertanian. Uni Eropa mempunyai ketentuan EU Feed & Food Safety Legislation. Ketentuan ini menjadi hambatan yang sulit bagi produsen Indonesia untuk menyuplai produk pangan dan pertanian (olahan) ke negara-negara Uni Eropa. Belum lagi pada level kebijakan pertanian ada Common Agricultural Policy (CAP)—yang terus memberikan subsidi besar pada sektor pertanian. Jika dibandingkan dengan hambatan impor, peraturan keselamatan pangan dan dukungan pemerintah untuk sektor pertanian, tentunya ada ketimpangan yang besar. Ketimpangan ini salah satunya sangat jelas: produk pangan dan pertanian Eropa mempunyai daya saing yang lebih dari produk kita. Bandingkan lagi dengan level pelakunya: korporasi pangan dan pertanian serta produsen skala besar yang jelas menang beberapa tingkat dari petani subsisten kita.

90


Belajar dari berdarah-darahnya ACFTA, CEPA jelas harus dievaluasi mendalam. Apalagi menyangkut pangan dan sektor pertanian. Pangan merupakan salah satu hak dasar manusia—setiap orang punya hak untuk menentukan pangan dan sistem pertanian, peternakan dan perikanan mereka sendiri, dan bukan menyerahkan pangan sebagai obyek kekuatan pasar internasional. Ini adalah definisi kedaulatan pangan (food sovereignty) yang dimajukan oleh gerakan petani internasional La Via Campesina. Kita (dan pemerintah) sering lupa, bahwa ada aspek-aspek utama yang lepas dari kerja sama ekonomi dan perjanjian perdagangan bebas secara umum. Sejauh ini prioritas tak diberikan pada aspek pasar lokal dan nasional, pemberdayaan keluarga-keluarga petani kecil dan ekonomi pedesaan, nelayan dan peternak serta produksi distribusi dan konsumsi pangan yang berdasarkan pada keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi. Pemerintah gencar dan agresif melakukan liberalisasi, khususnya di sektor pangan dan pertanian. Di sisi lain, ada rencana swasembada beras (2014), daging (2014), garam konsumsi (2012), jagung (2014), kedelai (2014) dan gula (2014). Jika kita mengulang tanda tangan dulu, misuh-misuh kemudian seperti kasus ACFTA, target ini akan jadi bahan tertawaan belaka. Cepat evaluasi dan membuka diri untuk masukan yang paling radikal (bahkan kemungkinan membatalkan CEPA atau FTA terkait Indonesia-Uni Eropa) adalah satu-satunya jalan. ***

Edisi II - Juli 2012

91


NASI ONA L

Divestasi Saham Newmont ;

“Jatuh dalam Ketamakan Korporatokrasi� Salamuddin Daeng Indonesia for Global Justice

92


D

ivestasi saham perusahaan asing yang dicita-citakan sebagai strategi untuk meningkatkan kontrol negara terhadap sumber daya alam bahan mentah, ternyata justru menjerumuskan kekayaan alam Indonesia ke tangan kekuasan korporasi raksasa multinasional. Atas dukungan pemerintah, kekayaan alam Indonesia jatuh kedalam korporatokrasi yang akan semakin memperdalam praktek nekolim di Indonesia. Demikain kisah sukses divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) yang dilakukan oleh Perusahaan Group Bakrie dengan pemerintah daerah Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Sumbawa Barat. Proses divestasi tersebut telah menyebabkan pupusnya harapan akan adanya kontrol negara dan rakyat terhadap kekayaan alam yang dimilikinya. Proses divestasi yang penuh dengan nuansa keserakahan oknum penguasa baik pusat maupun daerah, telah menyebabkan amanat UU untuk melakukan nasionalisasi melalui divestasi gagal dilaksanakan. Akibatnya negara gagal memperoleh andil mayoritas dalam mengontrol kekayaan emas yang sangat besar di Batu Hijau Kabupaten Sumbawa, NTB. Keragu-raguan pemerintahan SBY menjadi penyebab utama gagalnya proses divestasi sejak tahun 1996. Pemerintah beralasan bahwa negara tidak memiliki uang untuk membeli saham Newmont. Sri Mulyani yang saat itu menjabat sebagai menteri keuangan menunjukkan sikap enggan untuk mengupayakan agar negara dapat mengontrol perusahaan tambang PT NNT. Keengganan pemerintah tersebut dimanfaatkan oleh Group Bakrie untuk menguasai Newmont. Namun upaya Bakrie memperoleh perlawanan dari Newmont yang menolak untuk melakukan divestasi sebagaimana yang diwajibkan dalam kontrak karya. Newmont menawarkan skema pinjaman kepada pemerintah daerah sebagai strategi daerah memperoleh andil dalam perusahaan raksasa tersebut. Tindakan Newmont menyebabkan pemerintah mengadukan Newmont ke Arbitrase Internasional. Langkah pemerintah terkesan aneh karena sebelumnya pemerintah sendiri tidak berminat. Proses pembelian saham berlangsung alot hingga akhirnya group bakrie melalui anak perusahaannya Bumi Resourcess yaitu Multikapital dengan membentuk Multi Daerah Bersaing (MDB) bersama pemerintah daerah berhasil menguasai 24 % saham Newmont. Melihat gelagat bahwa Bakrie akan menjadi mayoritas dalam divestasi, pemerintah langsung merubah niatnya. Melalui menteri keuangan tibatiba pemerintah memutuskan untuk membeli sisa 7 % saham Newmont. Hasil ahir divestasi adalah pihak nasional gagal menjadi mayoritas pemilik saham Newmont. Saat ini pemegang saham Newmont terdiri atas Nusa Tenggara Partnership (49 %), PT Bumi Resoucess dan anak perusahaannya (24%), PT

Edisi II - Juli 2012

93


Pukuafu Indah ( 17,8%), PT Indonesia Masbaga Investama (2,2%), dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) 7%. Padahal dalam kontrak karya mestinya negara dapat menguasai 51 % saham Newmont agar memiliki kontrol terhadap perusahaan tersbut dan perusahaan tersebut dapat menjadi BUMN. Sementara pemerintah daerah tergabung dalam PT Bumi Resourcess Group, memperoleh saham yang diberikan sebesar dengan pinjaman kewajiban membayar setiap tahun melalui pemotongan deviden. Konsorsium MDB dibawah kontrol penuh dari perusahaan Bumi Resourcess melalui anak perusahannya Multicapital. Dalam laporan keuangan 31 maret 2102 disebutkan persentase kepemilikan efektif Bumi Resoucess dalam MDB adalah sebesar 65,32 %.1

Terlempar dalam pasar keuangan Jatuhnya kepemilikan saham Newmont ke tangan Bumi Resourcess menyebabkan perusahaan ini semakin terlempar jauh ke dalam pasar keuangan, Asia, Eropa dan Amerika. Secara bersamaan saham pemerintah daerah yang menjadi bagian dalam Bumi Resourcess ikut melayang dalam pasar keuangan. Sebagaimana diketahui bahwa divestasi Newmont yang dilakukan oleh PT. Multi Capital dengan membangun konsorsium bersama pemerintah daerah. PT Multi Capital Beroperasi sebagai Anak Perusahaan dari PT Bumi Resources Tbk. Perusahaan ini produsen batubara dan energy terbesar di Indonesia.2 Sejak April 2004, Bumi Resources menjadi pemilik saham di Arutmin hingga 99,99% dan tahun 2005 mengambil sebagian kepemilikannya di Kaltim Prima Coal (KPC).3 Sedangkan PT Multi Capital Beroperasi sebagai Anak Perusahaan dari PT Bumi Resources Tbk. Pada tanggal 23 November 2009, melalui PT Multi Daerah Bersaing, sebuah konsorsium yang terdiri dari Modal Anak Perusahaan Bakrie PT Multi dan tiga Nusa Tenggara Barat Pemerintah Daerah meraih kesepakatan kedua untuk mengambil 14 persen Newmont Nusa Tengarra (NNT), setelah mendapat 10 persen pada awal atau bulan itu.4 Dalam laporan keuangan Bumi resources 2012, kepemilikan dalam Multicapital sebesar 1,426 miliar. Proses divestasi tersebut didukung pinjaman dari Cina yaitu dari CIC senilai oleh USD 1.900.000.0005 yang dilakukan oleh PT Bumi Resoucess. Dengan uang tersebut konsorsium ini mengambil 7 % tambahan akan divestasi tahun depan. 1 2 3 4 5

94

Laporan Keuangan Iterim Konsolidasi, beserta laporan auditor Independen, PT Bumi Resourcess Tbk, 31 Maret 2012. http://www.bumiresources.com/index.php?option=com_content&task=view&id=8&Itemid=14 http://www.sourcewatch.org/index.php?title=Bumi_Resources#cite_note-6 http://www.thejakartaglobe.com/business/the-bakrie-group-coal-hard-cash-and-chinese-whispers/345131 China Investment Corporation (CIC) adalah lembaga investasi Didirikan sebagai perusahaan milik negara yang seluruhnya berdasarkan UU Perusahaan Republik Rakyat Cina dan berkantor pusat di Beijing.


Sementara sisa 20 % dipegang oleh perusahaan lokal PT Pukuafu Indah, yang juga rencana akan dibeli, sebagai bagian dari rencana untuk akhirnya mengakuisisi saham mayoritas di NNT. Melihat konsorsium yang dipimpin Bakrie mengalahkan mitra pilihan pemerintah pusat, negara melalui PT Aneka Tambang tiba-tiba menarik diri dari negosiasi. Multi Capital Grup Bakrie adalah 99 % dimiliki oleh pertambangan batubara andalan Bakrie, PT Bumi Resources. Pada tahun 2009, China Investment Corporation (CIC) menginvestasikan USD 1,9 miliar di Bumi dalam bentuk instrumen utang. Investasi USD 1,9 miliar terdiri dari USD 600 juta akan dilunasi dalam empat tahun, USD 600 juta lima tahun, dan Sisa USD 700 juta di tahun enam. Investasi menarik kupon tunai 12% per tahun dengan IRR sebesar 19%, saldo hutang pada saat jatuh tempo terakhir.6 Pinjaman tersebut diberikan karena komitmen Bumi resources untuk membeli sejumlah perusahaan dari perusahaan asing di Indonesia, termasuk PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, Kalimantan Selatan, Sumatera dan PT Herald Resources. Pemegang saham lainnya dari Bumi Resourcess adalah Tata Power yang telah membeli 30% saham di dua tambang batubara termal dan perusahaan perdagangan Bumi Resourcess sebesar USD 1,1 miliar pada 2007. Akuisisi didukung oleh Inggris, Barclays Bank.7 Bumi Resources saat ini adalah mitra Nathaniel Philip Rothschild di perusahaan batubara yang terdaftar di London, Bumi Plc. Rothschild adalah pengelola dana lindung nilai terkaya Inggris, dengan kekayaan diperkirakan bernilai sekitar satu miliar pound. Rothschild memiliki 10 persen saham di Bumi Plc. Bumi Plc memiliki saham 29 persen di Bumi Resources, Semua yang pada gilirannya mengontrol tambang batu bara.8 Tahun 2010 PT Bakrie Brothers Tbk (BNBR) menandatangani perjanjian jual beli dengan Vallar Plc perusahaan milik Rothschild untuk melepaskan 5,2 miliar saham BUMI di Rp 2.500 untuk mendapatkan 90,1 juta saham baru Vallar, dimana BNBR akan menerima 50,5 juta saham baru di Vallar seharga GBP 10 per saham. 9 Tahun 2012 Vallar Plc, perusahaan yang kini tercatat di Bursa London dengan nama Bumi Plc, telah menandatangani kesepakatan jual beli (sale and purchase agreement) dengan sejumlah pemegang saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) untuk meningkatkan kepemilikan di perusahaan batu bara terbesar di Indonesia 6 7 8 9

http://www.bumiresources.com/index.php?option=com_content&task=view&id=8&Itemid=14 http://articles.economictimes.indiatimes.com/2011-01-31/news/28429936_1_pt-kaltim-prima-coal-bridge-loancoal-imports http://www.thejakartaglobe.com/business/borneo-mines-lure-rothschild-into-the-wild/478133 http://finance.detik.com/read/2010/11/16/151109/1495676/6/bakrie-go-international-bersama-rothschild

Edisi II - Juli 2012

95


tersebut. Berdasarkan keterangan tertulis Vallar, Bumi Plc akan mengakuisisi 800,33 juta (3,9%) saham Bumi Resources dengan cara menukarnya dengan 88 juta saham baru yang diterbitkan Bumi Plc. Sebelumnya tahun 2011 PT Bumi Resources Tbk (Bumi) atau PT Bumi Resources Mineral (BRMS) Tbk akan mentransfer utang atau kepada Credit Suisse AG, cabang Singapura. Utang ini akan jatuh tempo pada tahun 2012 sehingga Bumi Plc akan menggantikan Bumi Resources atau Bumi Mineral sebagai pemegang saham utama jika perolehan selesai tahun ini. Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources, mengatakan perusahaan berencana untuk membayar utang senilai USD 1,85 milyar. Angka tersebut terdiri utang kedua ke China Investment Corporation (USD 1,2 miliar), penebusan atau obligasi konversi (USD 375 juta), dan utang sisa kepada Credit Suisse (USD 280 juta).10

Menuju Bencana Krisis Keuangan Perusahaan Bumi Resourcess adalah salah satu perusahaan nasional yang sangat rawan terkena dampak krisis keuangan global. Demikian pula dengan saham pemerintah daerah terancam tenggelam dalam huru hara yang tengah melanda pasar keuangan negara-negara Uni Eropa. Pada 4 Juli 2012, sebagaimana dilansir oleh Dow Jones Newswires, fakta terburuk yang dialami Bumi dari krisis keuangan zona euro dan rupiah melemah, telah menyumbang kerugian dalam pasar derivative sebesar USD 16.200.000 derivatif dan kerugian sebesar USD 8.200.000 rugi selisih kurs.11 Ada dua hal yang dapat menjadi sumber krisis Bumi Resourcess yaitu jatuhnya harga saham bumi di pasar nasional dan pasar internasional dan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Keadaan semacam itu dapat berakibat terhadap merosotnya keuntungan Bumi dan membesarnya utang yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Besarnya hutang yang dimiliki Bumi dapat memiliki implikasi terhadap anakanak perusahaannya. tersebut dapat saja dipindahkan oleh Bumi kepada anak perusahaannya seperti PT Multicapital yang tergabung dalam konsorsium bersama pemerintah daerah NTB. Kemungkinan terburuk yang akan diterima oleh Pemda akibat krisis yang melanda EU adalah bangkrut bersama dan menanggung utang. *** 10 http://en.indonesiafinancetoday.com/read/11793/Bumi-Minerals-Transfers-Debt-to-Bumi-Plc 11 http://www.foxbusiness.com/news/2012/07/04/bumi-resources-swings-to-1004-million-loss-in-1q-cites-poormarket-conditions/

96


Sumber: berbagai data, diolah

Edisi II - Juli 2012

97


NASI ONA L

Resolusi Pertemuan Nasional Masyarakat Sumbawa

Terkait Divestasi PT Newmont Nusa Tenggara

P

ertemuan nasional elemen masyarakat Sambawa (Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat) dari seluruh Indonesia pada tanggal 14 Juli 2012, di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Cikini Jakarta Pusat. Pertemuan ini dalam rangka diskusi dan dialog tentang skandal divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (PT.NNT) yang menyebabkan kerugian negara dan rakyat NTB. Diskusi ini dihadiri oleh kurang lebih 150 orang tokoh dari Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat baik dari Jakarta maupun dari daerah yang terdiri dari pejabat eksekutif, DPRD, Birokrasi, Akademisi, dan aktivis. Hasil pertemuan nasional tersebut memutuskan untuk menunjuk tim perumus beranggotakan 10 orang yaitu 1) Dr Lukman Malanuang, 2) Drs. Donny T. Rimbawan, Ak. 3) M. Salahuddin SH, 4) Poetra Adi Soerjo, S.Sos.I., MA, 5). Drs. Manimbang Kahariadi, 6) Ir. Syadaruddin, 7) Mada Gandhi, 8) Drs. M. Hatta Taliwang, 9). Salamuddin Daeng, SE, 10) Arif Hidayat, SE, MM Rumusan hasil pertemuan nasional tersebut adalah sebagai berikut :

Menyimpulkan. Telah terjadi kerugian negara dalam proses divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) yaitu sebagai berikut : 1. Negara gagal dalam mengontrol 51 % saham PT NNT sebagai mana ditetapkan di dalam Kontrak Karya (KK) antara Pemerintah Indonesia dan PT. NNT. 2. Kepemilikan saham hasil divestasi PT NNT sebagian besar telah jatuh ke tangan pihak swasta dengan komposisi yakni PT Multicapital sebesar 18% dan untuk Pemerintah Daerah melalui PT Daerah Maju Bersaing (PTDMB)

98


sebesar 6%. Keduanya merupakan anak perusahaan (subsidiary) dari PT Bumi Resources, Tbk. 3. Pembelian saham perusahaan oleh daerah melalui PT Multi Daerah Bersaing (MDB) yang didalamnya ada perusahaan patungan 3 pemerintah daerah (Pemprov NTB, Kab. Sumbawa, Kab. Sumbawa Barat) yaitu PT DMB yang menggunakan dana pinjaman dari Bumi Resouces, adalah strategi untuk mensentralisasikan seluruh kepemilikan saham sebesar 24% milik PT. NNT ke tangan PT. Bumi Resources, Tbk. 4. Saham PT MDB telah dipermainkan, digadaikan dijadikan agunan ke lembaga keuangan internasional yaitu Credit Suisse Singapore dan lembaga keuangan internasional lainnya. Dengan demikian saham milik perusahaan daerah telah jatuh ke tangan lembaga keuangan internasional (asing). Akibatnya perusahaan daerah PT DMB tersandera utang kepada lembaga keuangan internasional. 5. Pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Kabupaten Sumbawa (KS), secara sengaja mau diperalat dalam rangka mensukseskan divestasi saham PTNNT oleh PT Bumi Resorces Tbk, melalui anak perusahaanya PT Multicapital. Kepala Daerah secara sengaja telah melakukan tindakan merugikan negara dan rakyat untuk keuntungan pihak swasta dan terindikasi untuk keuntungan pribadi dan golongan. 6. Proses divestasi yang tidak transparan, tidak melibatkan DPRD Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa barat dan tidak melibatkan publik terindikasi korupsi. Proses pembelian saham, pendirian perusahaan daerah, pinjaman perusahaan daerah kepada PT. Bumi Reources Tbk tidak mendapatkan persetujuan DPRD KSB dan KS dan tidak ditetapkan melalui Perda Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat. Potensi kerugian daerah yang timbul akibat kebijakan kerjasama dengan PT Multicapital antara lain adalah: -- Tidak dibangunnya Smelter: Rp. 5.000.000.000.000 (Lima trilyun rupiah) sebagai mana tercantum dalam perjanjian PT Daerah Maju Bersaing (PTDMB) dengan PT Multicapital (PTMC) tentang kerjasama pembelian saham divestasi PTNNT bernomor 002/DMB/VII/2009 dan 005/MC/7/2009 tanggal 11 Juli 2009 . -- Selisih atas deviden yang belum dibayarkan oleh PT. Multi Capital kepada daerah (PT DMB) sebesar Rp 463,259,285,100 (empat ratus enam puluh tiga milyar dua ratus lima puluh sembilan juta dua ratus

Edisi II - Juli 2012

99


delapan puluh lima ribu seratus rupiah) sebagaimana yang termuat dalam laporan keuangan PT Bumi Resources TBK dari tahun 2009 sampai tahun 2012 tentang penerimaan deviden dari PTNNT. -- Bunga atas keterlambatan dan tertahannya pembayaran deviden kepada daerah (PT. DMB) dari PT Bumi Resources sebesar Rp. Rp.40,116,868,032 (empat puluh milyar seratus enam belas juta delapan ratus enam puluh delapan ribu tiga puluh dua rupiah). 7. Pemerintah daerah tidak menerima manfaat dalam bentuk deviden sebagaimana mestinya. Mekanisme divestasi telah menjadikan saham 24 persen sepenuhnya dibawah kendali PT. Bumi Resources Tbk dan pembagian deviden sepenuhnya dikendalikan oleh PT. Bumi Resources Tbk. 8. Sementara Beban bunga yang harus ditanggung oleh PT. MDB kepada PT. Bumi Resources Tbk sebesar 12% pertahun atau senilai Rp.960.000.000.000,- (sembilan ratus enam puluh milyar rupiah), sehingga beban bunga yang ditanggung oleh PT DMB yakni 25% x Rp.960 Milyar = Rp.240 Milyar per tahun. Selanjutnya bunga yang harus ditanggung oleh PT. MDB kepada Credit Suisse Singapore senilai LIBOR + 7 atau sama dengan 9% sebesar US$ 350.000.000 x 9% = US$ 31.500.000. maka beban bunga PT DMB kepada Credit Suisse Singapore adalah sebesar US$ 31.500.000 x 25 % = US $ 7.875.000 per tahun atau Rp. 70.875.000.000 (tujuh puluh milyar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah) per tahun. Sehingga total beban bunga yang harus ditanggung oleh PT DMB per tahun sebesar Rp. 310.875.000.000 (tiga ratus sepuluh milyar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah). Padahal penerimaan daerah dari total deviden hanya berbentuk advance deviden sebesar US$ 4 juta untuk tahun 2009 dan US$ 30 juta untuk deviden tahun 2010 dengan total hingga saat ini US$ 34 juta atau senilai Rp306 Milyar. Sehingga secara tidak langsung daerah berpotensi dirugikan guna manalangi bunga pinjaman sebesar Rp. 4.875.000.000 (empat milyar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah) untuk bunga pinjaman tahun 2010 dan Rp. 621.750.000.000 (enam ratus dua puluh satu milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) untuk bunga pinjaman tahun 2011 dan 2012 . Dari data-data diatas sehingga kuat dugaan telah terjadi indikasi korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang mengakibat kerugian negara/daerah dalam skema divestasi saham 24% antara pemerintah daerah dan PT Multi Capital.

100


Menuntut : 1. DPRD Kabupaten Sumbawa (KS) dan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mengeluarkan rekomendasi resmi untuk mendesak BPK melakukan audit investigasi terhadap pembelian saham 24%. 2. Meminta KPK untuk memeriksa seluruh pihak yang terlibat dalam proses transasksi divestasi saham 24% yaitu: 1. DR. Zainul Majdi, MA sebagai Gubernur NTB 2. DR. KH. Zulkifli Muhadli, SH. MH sebagai Bupati KSB 3. Drs. H. Djamaluddin Malik, M.Si sebagai Bupati Sumbawa 3. Mendesak DPRD Provinsi NTB untuk mencabut Perda Nomor 4 tahun 2010 tentang PT Daerah Maju Bersaing (PTDMB) yang dalam proses pembuatannya tidak sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku dan justru menguntungkan PT Multicapital sebagai mitra Pemerintah Daerah dalam mengeksekusi 24% saham PTNNT tahun 2006-2009. 4. Mendesak transparansi secara menyeluruh terhadap proses divestasi saham 24% dan besarnya deviden yang semestinya diterima oleh pemerintah daerah Sumbawa, Sumbawa Barat dan Pemprov NTB . Jakarta, 24 Juli 2012 Tertanda, Tim Perumus 1) Dr Lukman Malanuang, 2) Drs. Donny T. Rimbawan, Ak. 3) M. Salahuddin SH. 4) Poetra Adi Soerjo, S.Sos.I., MA 5). Drs. Manimbang Kahariadi, 6) Ir. Syadaruddin 7) Mada Gandhi, 8) Drs. M. Hatta Taliwang, 9). Salamuddin Daeng, SE 10) Arif Hidayat, SE, MM

Edisi II - Juli 2012

101


NASI ONA L

Gugatan Churchill

Indonesia Ajang Pertarungan Korporasi Raksasa Salamuddin daeng Indonesia for Global Justice (IGJ)

102


Latar Belakang Memiliki kekayaan alam batubara yang melimpah, telah menjadikan Indonesia sebagai ajang pertarungan investor internasional. Perusahaan Multinasional dari berbagai negara berusaha dengan berbagai macam cara untuk merebut dan menguasai sumber energi penting di dunia itu ditengah kekacauan harga minyak. Sisi lain, penandatanganan berbagai perjanjian internasional mengenai perlindungan investasi seperti Billateral Investment Treaties (BIT) yang merupakan perjanjian yang berisikan perlindungan, fasilitas, dan insentif tingkat tinggi bagi investasi internasional, semakin memberi peluang masuknya modal asing di Indonesia. Selanjutnya kebijakan pemerintah yang kurang hati-hati dan cenderung tidak memahami dengan baik konsekuensi dari apa yang biasa dilakukannya seperti pemberian ijin tambang yang tumpang tindih, kebijakan nasional yang berubahubah, dan konsekuensi terhadap banyaknya perjanjian internasional yang ditandatangani, menjadi peluang bagi modal asing menggugat pemerintah untuk mendapatkan ganti rugi. Keteledoran pemerintah semacam iu dapat menyebabkan kerugian negara. Pihak swasta nasional yang bekerjasama dengan perusahaan multinasional dapat menggunakan peluang yang ada dengan tujuan menguras keuangan negara untuk keuntungan mereka. Pengalaman Indonesia atas kekalahan Pertamina dan PLN dalam gugatan Karaha Bodas Corporation (KBC) yang menyebabkan perusahaan negara tersebut dirugikan triliunan rupiah, tidak dijadikan pelajaran berharga oleh pemerintah.1 Untuk kesekian kalinya, saat ini terjadi lagi gugatan kepada pemerintah Indonesia yang dilayangkan oleh perusahaan multinasional Churchill Mining PLC yang menuntut ganti rugi kepada pemerintah Indonesia senilai USD 2 miliar. Dalam situasi penyelenggaraan pemerintahan yang korup saat ini, gugatan tersebut terjadi akibat abuse of power oleh pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan perusahaan asing untuk menguras kekayaan dan keuangan negara.

Gugatan Churchill Mining Plc Pada 22 Juni lalu, Churchill Mining Plc, sebuah perusahaan tambang multinasional asal Inggris menyampaikan gugatan ke International Centre for 1

Arbitrase jenewa berdasarkan klausul yang termaktub dalam ESC. Dan pada akhirnya Arbitrase mengabulkan gugatan ganti rugi KBC. Isi putusan arbitrase tersebut adalah mewajibkan Pertamina dan PLN membayar ganti rugi sebesar US$ 261,000,000. http://www.negarahukum.com/hukum/pertamina-vs-karaha-bodas-corporationsuatu-tinjauan-hukum-perdata-internasional.html

Edisi II - Juli 2012

103


Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang berkantor di Washington. 2 Dasar gugatan ini adalah perjanjian Billateral Investment Treaty (BIT) antara Indonesia dengan United Kingdom (UK). BIT adalah perjanjian internasional yang bersifat legally binding atau mengikat bagi negara yang menandatanganinya. Perjanjian BIT berisikan berbagai bentuk perlindungan tingkat tinggi untuk investor, berupa insentif, fasilitas, nasionalisasi dengan kompensasasi dan mekanisme penyelesaian sengketa (dispute settlement) melalui arbitrase internasional. Dengan menggunakan dasar perjanjian BIT tersebut Churchill Mining Plc, mengadukan Bupati Kutai Timur, Presiden Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian ESDM, dan BKPN. Gugatan diajukan terkait dengan pencabutan izin Kuasa Pertambangan empat perusahaan yang diklaim sebagai milik Churchill Mining Plc. Churchill Mining Plc lalu menuntut pemerintah Republik Indonesia sebesar USD 2 miliar3 Perusahaan yang listing di bursa Inggris sejak 2005 itu menyatakan pemerintah Provinsi Kaltim menyita aset miliknya tanpa kompensasi yang layak. Kasus antara perusahaan pertambangan asing dengan pemerintah Indonesia itu berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yakni proyek eksploitasi batubara East Kutai Coal Project (EKCP). Proyek yang ditaksir memiliki kandungan batubara yang sangat besar yakni mencapai 2,73 miliar ton. Sumber lain menyebutkan bahwa, berdasarkan penemuan di tahun 2008 memperlihatkan bahwa kawasan Kutai Timur dapat menjadi pertambangan batubara terbesar ketujuh yang belum tereksplorasi di dunia, dengan potensi sebesar USD 700 juta sampai dengan USD 1 milyar pertahun dan diperkirakan bertahan hingga 20 tahun.4 Perusahaan Churcill mengaku telah memperoleh ijin dari pemerintah untuk melakukan eksploitasi batubara dan mengatakan telah menginvestasikan lebih dari USD 40 juta dalam proyek tersebut. Perusahaan merasa dirugikan sangat besar akibat pencabutan ijin yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Sebelumnya Pemda Kaltim telah memenangkan perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, 2

Dalam situs resmimya disebutkan, Chairman Churchill adalah David F Quinlivan. Dia jebolan Australian Institute of Mining and Metallurgy, serta Financial Services Institute of Australia. David juga anggota the Mining Industry Consultants Association and the Institute of Arbitrators & Mediators Australia. http://www.beritasatu.com/ ekonomi/58373-inilah-orang-orang-dibalik-churchill.html 3 http://m.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/07/06/m6qbin-kejagung-tunggu-skk-presiden-soalgugatan-churchill-mining British Mining Firm Sues Indonesia for Asset Seizure, Sara Schonhardt | June 08, 2012 4 http://www.thejakartaglobe.com/news/british-mining-firm-sues-indonesia-for-asset-seizure/523167

104


bahkan kasasi di Mahkamah Agung (MA) atas Ridlatama Group yang merupakan mitra Churchill Mining Plc.

Siapa Churchill ? Keberadaan Churchill dalam kegiatan pertambangan di Kutai Timur dimulai dari proyek East Kutai Coal Project (EKCP). Masuknya Churchill konon dimulai pada tahun 2007 dengan mengadakan kemitraan bersama Ridlatama Grup. Hanya saja Churchill diduga tidak memiliki badan hukum Indonesia. Namun pihak Ridlatama menyatakan, pada proyek East Kutai Coal Project (EKCP), Churchill menguasai sekitar 75 persen saham. Sisanya dimiliki oleh mitranya dari Indonesia yaitu PT Ridlatama Group. Dikatakan pula bahwa proyek tersebut diduga bernilai sekitar 2,7 miliar ton batubara. 5 Dalam pengembangan proyek EKCP itu, Churchill mengaku memiliki mitra strategis yaitu Spitfire Resources dengan porsi saham 15,99 persen. Perusahaan ini tengah mengembangkan proyek South Woodie Manganese Project di Australia Barat.6 Pada tingkat internasional Churchill dikatakan bergabung dengan beberapa perusahaan dalam perdagangan di London Stock Exchange Group’s markets terkait dengan operasinya di Indonesia, diantaranya adalah dengan Bumi Resourcess perusahaan milik Bakrie Group, dan perusahaan lainnya yakni MP Evans Group, Archipelago Resources, Sound Oil and Kalimantan Gold.7 Sumber lain menyebutkan awalnya Churchill masuk ke Indonesia dengan membentuk PT Indonesia Coal Development (ICD) dan PT Techno Coal Utama Prima (TCUP) ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2008 lalu. Keduanya bekerjasama dengan beberapa perusahaan milik pengusaha nasional bernama Ridlatama Group dengam kuasa pertambangan (KP) di Kabupaten Kutai Timur. Garapannya diberi nama Proyek Batu Bara Kutai Timur (East Kutai Coal Project).8 Sejumlah warga negara Indonesia bertindak sebagai non executive director Churchill seperti Faroek Basrewan9. Selanjutnya mengisi posisi non executive director adalah Rachmat Gobel. Gobel dikenal sebagai Komisaris PT Indosat Tbk and PT SMART Tbk. Dia juga menjabat Wakil Ketua Kadin Indonesia bidang 5 http://www.ridlatama.com/news/EKCP.html 6 http://m.news.viva.co.id/news/read/330828-churchill-mining--multinasional-penggugat-sby 7 http://www.mynewsdesk.com/uk/view/pressrelease/london-stock-exchange-welcomes-bumi-plc-to-the-mainmarket-656726 8 http://www.beritasatu.com/ekonomi/58373-inilah-orang-orang-dibalik-churchill.html 9 Faroek pernah menjabat sebagai staff khusus Kementerian Pertahanan dan staff khusus mantan Presiden Gus Dur

Edisi II - Juli 2012

105


industri dan komersial serta Chairman Komite kerjasama Indonesia-Jepang. Anggota Non-Executive Director lainnya adalah Fara Luwia dan Gregory Radke.10 Sedangkan Ridlatama adalah perusahaan di sektor pertambangan dan energi. Berdasarkan data Beritasatu.com, perusahaan Ridlatama bermula dari Mojokerto, Jawa Timur. Pemiliknya tergolong anak muda yakni Novi Indrayono (40) yang juga menjabat sebagai komisaris. Bertindak sebagai Presiden Direktur Ridlatama adalah Anang Mudjiantoro. Sementara komisaris lainnya adalah Soewadji Prawadina, alumnus Akademi Militer 1970.

Masalah Tumpang Tindih Perijinan Secara kronologis, rangkaian peristiwa diawali penerbitan izin Nusantara Group oleh Bupati Mahyudin. Di areal yang sama, belakangan ada dokumen izin Kuasa Pertambangan (KP) yang ditandatangani Bupati Awang Faroek. Setelah melalui audit BPK, ada indikasi tandatangan Bupati Awang dipalsukan. Namun pemalsuan itu tidak ditindaklanjuti ke ranah pidana. Sementara itu, Gubernur Kaltim yang juga mantan Bupati Kutim, Awang Faroek Ishak, menegaskan bahwa tandatangannya memang dipalsukan oleh pihak Ridlatama Group. Lahan KP batubara tersebut sebelumnya merupakan milik Nusantara Group, milik Prabowo Subiyanto, sejauh ini pihak Nusantara Group masih selalu menjalankan kewajibannya diatas lahan tersebut. 11 Akibat pencabutan izin usaha pertambangan oleh Bupati Kutai Timur tersebut Churchill mengajukan gugatan ke pengadilan nasional melalui mitranya. Namun gugatan tersebut dikalahkan. Selanjutnya Churchill membawa masalah ini ke Arbitrase internasional. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan tergugat pertama dalam kasus yang diajukan oleh Churchill Mining Plc. Gugatan tersebut diajukan pada tanggal 22 Mei 2012 di Pusat Internasional untuk Penyelesaian Perselisihan Investasi (“ICSID”) di Washington DC dan berkaitan dengan sengketa Perusahaan dengan Indonesia atas Proyek Batubara Kutai Timur (“EKCP”) yang 75 persen sahamnya dikuasai Churchill.

Potensi Kerugian Negara 10 http://www.beritasatu.com/ekonomi/58373-inilah-orang-orang-dibalik-churchill.html 11 http://kaltim.tribunnews.com/mobile/index.php/2012/07/13/bupati-kutim-yakin-indonesia-menang-diarbitrase

106


Pengajuan Churchill untuk arbitrase internasional di ICSID dan kegagalan Indonesia untuk memperbaiki masalah dijelaskan dalam dua surat kepada Presiden Indonesia. Kedua surat kepada Presiden menekankan investasi yang signifikan oleh Churchill dalam EKCP yang diidentifikasi berupa endapan batubara thermal di Kalimantan Timur. Churchill mengaku menjadi subjek dari kampanye terus menerus yang dirancang untuk melepaskan hak sah Churchill atas deposito dan pengembangan EKCP.12 Perusahaan mengatakan pihaknya mengirim surat kepada Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, menteri luar negeri dan empat kantor pemerintah lainnya pekan lalu (16 Juli, 2012). Surat itu menguraikan keluhan Churchill dan permintaan bantuan. Ini Merupakan langkah pertama menuju arbitrase internasional. Sebagai perusahaan Churchill harus menetapkan bahwa telah kehabisan cara sebelum membawa sengketa ke Internasional Jika perdamaian tersebut tidak dapat diraih, Churchill tidak akan memiliki pilihan lain selain untuk memulai arbitrase internasional terhadap Republik Indonesia, Galanthus menempatkan reputasi Indonesia sebagai negara handal untuk investasi asing pada risiko,� kata surat itu, salinan dari Semua dimuat oleh The Wall Street Journal. 13 Pertarungan antara Churchill Mining Plc dengan pemerintah Indonesia merupakan buah dari pertarungan sektor swasta dalam merebut sumber daya batubara di Kutai Timur, yakni antara kekuatan besar seperti Bumi Resources, Nusantara Group, Ridlatama Group dan Churchill. Hal ini merupakan akibat dari pertarungan politik oleh pemerintah yang kemudian menimbulkan masalahmasalah hukum. Gugatan ini dapat berakhir dengan kerugian negara dan rakyat yang kehilangan dua hal; pertama, negara akan kehilangan uang triliunan rupiah sebagai kompensasi, kedua, rakyat akan kehilangan kekayaan alam batubara yang merupakan hajat hidup bagi rakyat banyak. Kasus ini mutlak menjadi pelajaran untuk kesekian kalinya bagaimana swasta merampok kekayaan dan uang negara. ***

12 http://www.churchillmining.com/ 13 http://www.asianinfrastructure.com/news/newsasian-energy-consumption/

Edisi II - Juli 2012

107


NA S IONA L

Mesin Pengeruk Uang Operasi Perusahaan Asuransi Uni Eropa di Indonesia

Nirmal Ilham Indonesia for Global Justice (IGJ)

108


K

risis keuangan yang terjadi di Eropa telah menyebabkan berbondongbondongnya perusahaan asuransi dari negara tersebut berekspansi ke negara-negara berkembang. Bisnis asuransi yang telah mencapai titik jenuh di Eropa, sementara di negara-negara berkembang terutama Indonesia masih under-insurance, menjadi pendorong bagi perusahaan asuransi Uni Eropa untuk melakukan ekspansi ke Indonesia. Dengan nama besar dan modal yang kuat, sangat mudah bagi perusahaan asuransi asal negara Uni Eropa seperti Prudential (Inggris), Allianz (Jerman), AXA (Perancis), ING (Belanda), Zurich (Swiss) dan Generali (Italia) menjaring konsumennya di Indonesia, baik perusahaan maupun individu. Ada tiga hal yang menyebabkan perusahaan asuransi dari negara Uni Eropa tersebut datang ke Indonesia. Pertama, karena jumlah penduduk Indonesia yang besar sedangkan orang yang mempunyai asuransi sangat kecil. Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bagus dan otomatis akan mendorong kebutuhan orang terhadap asuransi. Ketiga, masyarakat Indonesia mulai sadar akan pentingnya asuransi. Selain itu, magnet lain yang menggiurkan adalah berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), pertumbuhan asuransi di Indonesia rata-rata 25 persen setiap tahun. Diprediksi pada tahun 2012 pertumbuhannya mencapai 30 persen. Ditambah lagi dengan data Bapepam-LK (nonaudit), tahun 2011, pertumbuhan premi sebesar 27%. Asuransi jiwa tumbuh 28,7%, sedangkan pertumbuhan asuransi umum 23,1%. Pertumbuhan asuransi di Indonesia ini selalu lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan asuransi dunia dan rata-rata negara berkembang. Di negara maju sendiri, pasar asuransi mengalami pertumbuhan yang tidak besar, bahkan ada yang minus. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan asuransi raksasa asing tersebut untuk mendirikan usahanya di Indonesia. Bila dilihat secara kronologis, sejak era 1980-an sudah ada beberapa perusahaan asuransi asing yang masuk ke Indonesia secara resmi, yaitu AIA (Amerika), AIG (Amerika), Sequish (Amerika), Avrist (Amerika), CIGNA (Amerika), Manulife (Kanada), Sun Life (Kanada), Aviva (Inggris), Commonwealth (Australia), dan beberapa perusahaan asuransi dari Jepang seperti Tokio Merine, Nipponkoa, Sompo Japan, Mitsui Sumitomo Metlife, dan Aioi Life. Dalam menjalankan operasinya, perusahaan multinasional tersebut membuat usaha patungan dengan mitra lokal di Indonesia. Namun setelah terjadinya krisis di Eropa, peta industri asuransi di tanah air menunjukkan sesaknya usaha asuransi dengan ekspansi perusahaan asuransi dari Uni Eropa. Mereka datang dengan menunjukkan permodalannya yang kuat.

Edisi II - Juli 2012

109


Terbukti, mereka membangun gedung-gedung tinggi yang mewah di jalanjalan utama di Jakarta. Memasang iklan produknya di setiap sudut ibukota dan menyebarkan agen-agen pemasarannya ke seluruh pintu rumah, kantor dan pertokoan. Hal sama kemudian diikuti oleh perusahaan asuransi lainnya, baik asing maupun domestik. Hanya saja perusahaan asing asal Uni Eropa tersebut lebih unggul dibandingkan perusahaan asuransi dalam negeri. Kelebihan mereka adalah memiliki nama yang telah mendunia, modal yang besar, produk yang inovatif, teknologi yang lebih maju dan kredibilitas. Berdasarkan data AAJI, pertumbuhan premi yang diperoleh perusahaan asuransi jiwa asing rata rata per tahun mencapai 38,1% sedangkan pertumbuhan perusahaan domestik hanya 17,4 %. Bila gejala ini terus berlanjut, tidaklah mengherankan kalau pangsa pasar asuransi lokal akan semakin menciut. Berikut ini adalah berbagai bukti dominasi perusahaan asuransi asing terutama asal negara Uni Eropa di Indonesia, berdasarkan data pokok laporan keuangan asuransi jiwa Indonesia tahun 2011.

PERUSAHAAN DENGAN ASET TERBESAR 2011 (dalam juta) NO

NAMA PERUSAHAAN

ASET

1

Prudential Life Assurance

Rp 25.144.633

2

AIA Financial

Rp 20.118.013

3

Bumiputera 1912

Rp 20.083.067

4

Manulife Indonesia

Rp 17.683.679

5

Allianz Life

Rp 11.711.661

6

Sinarmas

Rp 11.446.045

7

Avrist Assurance

Rp 9.532.202

8

AXA Mandiri Financial

Rp 8.488.165

9

Jiwasraya

Rp 7.234.417

10

Sequis Life

Rp 6.778.678 Sumber : Data Pokok Laporan Keuangan Asuransi Jiwa Indonesia 2011

Berdasarkan data pokok laporan keuangan asuransi jiwa Indonesia 2011, dari sepuluh perusahaan asuransi yang memiliki aset terbesar, tiga diantaranya merupakan perusahaan asuransi Uni Eropa yaitu Prudential dari Inggris yang menempati peringkat pertama, Allianz dari Jerman di urutan kelima dan AXA

110


dari Perancis diurutan delapan. Sedangkan bila dilihat berdasarkan kepemilikan, maka secara keseluruhan ada tujuh perusahaan asing yang berada dalam sepuluh besar perusahaan asuransi dengan aset terbesar di Indonesia. Sisanya hanya tiga perusahaan nasional yaitu Bumiputera 1912, Sinarmas, dan Jiwasraya. Sementara total aset industri asuransi berdasarkan data kinerja industri asuransi jiwa yang dipublikasikan oleh AAJI, pada kuartal I-2012 sebesar Rp 241,9 triliun, meningkat 28,7% dibandingkan kuartal I-2011 sejumlah Rp 188 triliun. 1

PERUSAHAAN ASURANSI DENGAN INVESTASI TERBESAR 2011 (dalam juta) NO

NAMA

JUMLAH INVESTASI

1

Prudential Life Assurance

Rp 23.346.388

2

AIA Financial

Rp 18.957.575

3

Manulife Indonesia

Rp 16.983.473

4

Allianz Life

Rp 11.300.472

5

Sinarmas

Rp 11.123.069

6

Avrist Assurance

Rp

9.291.851

7

Bumiputera 1912

Rp

9.037.319

8

AXA Mandiri Financial

Rp

8.035.481

9

Jiwasraya

Rp

6.777.135

10

Sequis Life

Rp

6.550.257

Sumber : Data Pokok Laporan Keuangan Asuransi Jiwa Indonesia 2011

Menurut Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim, minat perusahaan asuransi jiwa nasional untuk berinvestasi tetap tinggi di tengah kondisi krisis ekonomi yang melanda wilayah Eropa dan Amerika Serikat. Industri asuransi jiwa nasional membukukan hasil investasi sebesar Rp 8,3 triliun pada kuartal I-2012, tumbuh 591,6% dibandingkan kuartal I-2011 yang senilai Rp 1,2 triliun. Hasil investasi tersebut berasal dari total investasi sebesar Rp 207,9 triliun pada kuartal I-2012, meningkat 28% dibandingkan kuartal I-2011 sebesar Rp 162,4 triliun. 2

1 2

http://www.investor.co.id/home/hasil-investasi-asuransi-jiwa-tumbuh-591/40180 http://www.investor.co.id/home/hasil-investasi-asuransi-jiwa-tumbuh-591/40180

Edisi II - Juli 2012

111


PERUSAHAAN ASURANSI DENGAN PREMI NETTO TERBESAR (dalam juta) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

NAMA

PREMI NETTO

Prudential Life Assurance Sinarmas Mega Life Manulife Indonesia Allianz Life Bumiputera 1912 Indolife Pensiotama Jiwasraya AIA Financial AXA Mandiri Financial

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

9.715.331 9.282.949 6.683.478 5.820.512 4.728.805 4.690.845 4.299.907 3.498.828 3.409.881 2.771.314

Sumber : Data Pokok Laporan Keuangan Asuransi Jiwa Indonesia 2011

Dalam catatan AAJI, dijelaskan bahwa total pendapatan dari 44 perusahaan asuransi jiwa anggota AAJI pada triwulan pertama 2012 mencapai Rp 33,1 triliun atau tumbuh 37,1% dari posisi triwulan pertama tahun 2011 yang sebesar Rp 24,1 triliun. Dari angka tersebut, pendapatan premi produksi baru pada triwulan I-2012 mencapai Rp 16,6 triliun atau meningkat sebesar 12,1% jika dibandingkan dengan triwulan I-2011 yang sebesar Rp 14,8 triliun. Sedangkan premi tradisional tetap mempertahankan pertumbuhannya dengan menyumbang premi sebesar Rp 8,8 triliun meningkat hingga 58% jika dibandingkan dengan triwulan I-2011 yang sebesar Rp 5,5 triliun.3

PERUSAHAAN ASURANSI DENGAN LABA BERSIH TERBESAR (dalam juta) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

NAMA Prudential Life Assurance Sinarmas AXA Mandiri Financial AIA Financial Allianz Life Manulife Indonesia Jiwasraya Sequis Life Avrist Assurance CIGNA

LABA BERSIH Rp 2.341.375 Rp 542.496 Rp 479.938 Rp 418.822 Rp 295.735 Rp 270.829 Rp 204.470 Rp 188.053 Rp 177.088 Rp 167.038

Sumber : Data Pokok Laporan Keuangan Asuransi Jiwa Indonesia 2011 3

112

http://finance.detik.com/read/2012/07/09/120058/1960873/5/pendapatan-premi-asuransi-jiwa-capai-rp-243triliun


Ekspansifnya perusahaan asuransi asing di Indonesia tersebut didukung oleh adanya aturan perundangan yang sangat liberal. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian mengatur kepemilikan perusahaan asuransi asing pada saat pendirian maksimum 80 persen. Selanjutnya pemodal asing tersebut dibolehkan menambah modalnya terus menerus hingga kepemilikannya sampai 99,9 persen. Pendapatan industri asuransi jiwa sepanjang kuartal I 2012 tumbuh 37,1% menjadi Rp 33,1 triliun dari kuartal I 2011 sebesar Rp 24,1 triliun. Menurut data AAJI, peningkatan pendapatan ini lebih banyak dikontribusikan oleh pendapatan premi industri asuransi jiwa. Pendapatan premi industri asuransi jiwa memberikan kontribusi sebesar 73% atau Rp 24,3 triliun. Kontribusi terbesar kedua disumbangkan oleh hasil investasi perusahaan asuransi sebesar 25% atau Rp 8,3 triliun.4 Secara keseluruhan, baik dalam hal aset, investasi, perolehan premi dan keuntungan bersih, industri asuransi di Indonesia selalu mengalami peningkatan. Ini membuktikan lahan asuransi di Indonesia memang menjanjikan keuntungan yang signifikan dan berkelanjutan. Namun sayangnya yang paling menikmati keuntungan tersebut adalah perusahaan asuransi asing. Dari empat kategori diatas, praktis hanya perusahaan Sinarmas, dan Jiwasraya yang selalu masuk dalam sepuluh besar, selebihnya perusahaan asing. Sedangkan perusahaan asuransi Uni Eropa, Prudential dari Inggris selalu memimpin semua kategori tersebut, selain Allianz dari Jerman dan AXA dari Perancis yang selalu ada dalam sepuluh besar.

Regulasi yang Liberal Ekspansifnya perusahaan asuransi asing di Indonesia tersebut didukung oleh adanya aturan perundangan yang sangat liberal. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian mengatur kepemilikan perusahaan asuransi asing pada saat pendirian maksimum 80 persen. Selanjutnya pemodal asing tersebut dibolehkan menambah modalnya terus menerus hingga 4

http://www.indonesiafinancetoday.com/read/29731/Pendapatan-Asuransi-Jiwa-Naik-Tinggi

Edisi II - Juli 2012

113


kepemilikannya sampai 99,9 persen. Bebasnya kepemilikan asing dalam usaha perasuransian di Indonesia juga disebabkan oleh pemerintah yang memberlakukan aturan permodalan yang sangat tinggi. Sesuai dengan PP No 39 tahun 2008, perusahaan asuransi harus memiliki modal sendiri paling sedikit sebesar Rp 40 milyar di tahun 2008, Rp 70 milyar di tahun 2009 dan Rp 100 milyar di tahun 2010. Selanjutnya PP No 39 tahun 2008 tersebut diperbaharui dengan PP Nomor 81 tahun 2008, namun jumlah penyertaan modal perusahaan asuransi tersebut tidak diperkecil tetapi hanya tahapan jangka waktunya saja yang diperpanjang, sehingga menjadi Rp 40 milyar di tahun 2010, Rp 70 milyar di tahun 2012 dan Rp 100 milyar di tahun 2014. Kewajiban bagi perusahaan asuransi yang mengharuskan penyertaan modal sendiri yang semakin tinggi tersebut (Rp 100 milyar di tahun 2014) artinya sama dengan memberikan keleluasan bagi perusahaan asuransi asing yang sangat kuat permodalannya untuk meningkatkan sahamnya hingga kepemilikannya mencapai 99,9 persen, atau menyisakan saham perusahaan asuransi lokal yang menjadi rekanan hanya 0,01 persen. Alasan pemerintah dalam menerapkan aturan ini yaitu, demi menyelamatkan perusahaan asuransi yang belum dapat memenuhi penyertaan modal minimum, sehingga lebih baik perusahaan asuransi asing diberikan keleluasaan untuk menambah modalnya. Karena jika tidak memenuhi syarat penyertaan modal minimum, perusahaan asuransi itu akan dibekukan oleh pemerintah. Alasan ini membuktikan bagaimana keberpihakan pemerintah kepada perusahaan asuransi asing tersebut. Kini setelah serbuan perusahaan asuransi asing tidak dapat dibendung, dan keuntungan dari operasi perusahaan asuransi asing di Indonesia itu lari kenegara asalnya, pemerintah tetap tidak berniat untuk merubah regulasi demi membatasi kepemilikan asing tersebut. Industri asuransi nasional yang sangat menguntungkan ini dibiarkan menjadi lahan subur bagi negara lain untuk mengeruk keuntungan. Dan bagi perusahaan asuransi uni eropa, uang rakyat Indonesia tersebut diperuntukan untuk memperbaiki krisis dinegaranya.

Mengeruk Uang Rakyat Dengan jumlah penduduk mencapai 237,56 juta jiwa, jumlah polis asuransi yang beredar di Indonesia mencapai 16,75 juta. Berarti, perbandingan polis asuransi per populasi hanya 0,07 persen. Fakta itu cukup kontras jika membandingkannya dengan dua negara jiran Malaysia dan Singapura yang angkanya perbandingannya sudah mencapai 0,44 persen dan 2,31 persen.5 Hal inilah yang kemudian membuat 5

114

http://www.stabilitas.co.id/view_articles.php?article_id=204&article_type=0&article_category=15&md=db5e62 2c6cafc1a0605a2da2a80e17b0


perusahaan asuransi asing semakin ekspansif dalam menjaring rakyat Indonesia untuk mengikuti asuransi. Pada tahun 2010, produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar USD 706,5 miliar, sedangkan penetrasi asuransi umum di Indonesia masih rendah, yaitu hanya sekitar 0,5% dari total PDB di Indonesia. Hal tersebut menjadikan belanja asuransi umum di Indonesia hanya sekitar USD 14 per kapita, atau artinya bila diasumsikan semua penduduk Indonesia membeli polis maka pada tahun 2010 setiap satu orang di Indonesia berbelanja asuransi umum sebesar USD 14 (sekitar Rp 130.000) dari seluruh pendapatannya dalam setahun. Sangat jauh dibandingkan dengan negara terdekat Indonesia, Malaysia yang mencapai USD 118 per orang, dan Singapura sebesar USD 1.301 per orang.6 Bagi perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia, uang yang dikeluarkan setiap penduduk Indonesia ini masih terbilang sangat kecil. Untuk itu berbagai produk asuransi baru dibuat dan tenaga "komprador" marketing asuransi diimingimingi pendapatan yang besar. Kebijakan pemerintah yang memfasilitasi kemauan perusahaan asuransi asing tersebut juga memberikan keleluasaan bagi mereka untuk mengambil sebanyak mungkin uang dari rakyat Indonesia. Bisnis asuransi di Indonesia menambah lagi bukti bahwa praktek kolusi antara korporasi dan birokrasi terjadi. Monster Korporatokrasi hidup nyaman di Indonesia. ***

6 http://www.asuransi.adira.co.id/NewsTips/PressRelease/tabid/137/mid/536/newsid536/608/language/id-ID/ default.aspx

Edisi II - Juli 2012

115


IDEO L OGI

Back to Bandung Spirit ;

Bangun Solidaritas Rakyat Indonesia dan Uni Eropa

D

itengah krisis yang semakin memuncak, Uni Eropa (EU) bekerja semakin keras dalam rangka menyukseskan Free Trade Agreement (FTA) melaui Comprehensive Economic Partnershif Agreement (CEPA) dengan Indonesia. CEPA merupakan bentuk kerjasama menyeluruh dalam segala aspek yang berkaitan dengan investasi, perdagangan, keuangan dan jasa.

116


CEPA diharapkan akan menjadi kesepakatan mengikat (legally binding) bagi Indonesia dengan seluruh anggota EU. Melalui CEPA seluruh hambatan dalam perdagangan dan investasi dapat dihilangkan, sehuingga diharapkan EU dapat meningkatkan ekspansi ekonominya di Indonesia. Saat ini lebih dari 700 perusahaan EU beroperasi di Indonesia. Perjanjian CEPA mengadopsi rezim internasional World Trade Organization (WTO) yang berakar pada sistem kapitalisme dan didasari oleh prinsip persaingan bebas. Selain itu CEPA merupakan copy paste atas seluruh perjanjian Billateral Investment Treaty (BIT) yang merupakan kebijakan perlindungan investasi tingkat tinggi bagi perusahaan-perusahaan multinasional. Jika membaca seluruh dokumen joint study group antara Indonesia – EU terkait rencana CEPA, (Rekomendasinya di depan Menteri Perdagangan Indonesia Mari Pangestu dan Komis Eropa untuk Perdagangan Karel De Gucht di Jakarta, Rabu 4 Mei 2011. Ketua kelompok visi yang menyusun dokumen ini adalah Djisman Simandjuntak dari Indonesia dan Jacques Pelkmans dari Uni Eropa.) tampaknya perjanjian ini hanyalah alat dominasi baru Uni Eropa terhadap ekonomi Indonesia. Perusahaan-perusahaan EU akan mendapatkan fasilitas, insentif, yang lebih besar dalam rangka mengeruk sumber daya alam dan sumber keuangan dari negara ini. Perusahaan-perusahaan multinasional akan diberikan perlindungan pra investasi, penghapusan persyaratan local content, fasiltas dan insentif perpajakan, dan perlindungan pasca investasi, bebas dari nasionalisasi, kompensasi atas kerugian, subrogasi, kebebasan dalam melakukan transfer, serta insentif yang menguntungkan lainnya. Selain itu CEPA tidak akan membawa keuntungan bagi rakyat Uni Eropa. Korporasi multinasional baik yang berasal dari Uni Eropa maupun dari luar Uni Eropa adalah pihak yang mendapatkan keuntungan dari perjanjian perdagangan bebas tersebut. Bahkan masyarakat Uni Eropa khususnya wilayah-wilayah yang tekena krisis justru akan semakin terancam ekonominya dengan adanya perjanjian CEPA dengan Indonesia. Dengan demikian rakyat Eropa yang saat ini menjadi tengah mendapat tekanan dari pemerintah regional dan pemerintahan nasional mereka seharusnya dapat mendesak hubungan kerjasama sejati dengan negara-negara lain dalam rangka penyelesaian krisis. Kerjasama tersebut harus keluar secara total dari skema neoliberalisme sebagaimana yang diusung oleh organisasi perdagangan internasional seperti World Trade Organization (WTO), G20, dan lembaga keuangan global seperti Internatonal Monetary Fund (IMF), Europenan Central Bank (ECB). Seluruh skema yang ditawarkan oleh rezim perdagangan bebas tersebut diatas, hanya akan semakin menyengsarakan rakyat EU.

Edisi II - Juli 2012

117


Spririt Bandung sebagai Modal Sosial Pada dasarnya Indonesia memiliki modal sosial yang besar dalam membangun kerjasama internasional. Indonesia menjadi insiator dalam gerakan internasional untuk membebaskan bangsa-bangsa Asia dan Afrika dari dominasi negara-negara utara. Pencapaian tertinggi dari gerakan ini adalah Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan neokolonialisme dan imperialism (Nekolim). KAA merupakan gerakan internasional yang didasarkan oleh spirit kerjasama sejati, saling membutuhkan, interdependensi, dan solidarits dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Pertemuan ini dilatar belakangi oleh persamaan nasib bangsa-bangsa di kawasan ini, yang sebagian besar baru merdeka dan sebagian masih berada dibawah ancaman kolonialisme dan imperialisme. Tujuan utama dari KAA ini adalah membangun kerjasama diantara negaranegara yang senasib dalam meraih kesejahteraan bersama. Pertemuan ini telah menghasilkan kesepakatan komprehensif yang dirumuskan secara kongkrit dalam Dasa Sila Bandung, isinya : 1) Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuantujuan serta asas-asas yang termuat didalam piagam PBB (Persetubuhan Bangsa -Bangsa). 2) Menghormati kedaulatan dan keutuhan kawasan semua bangsa. 3) Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar mahupun kecil. 4) Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam soalansoalan dalam negeri negara lain. 5). Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian mahupun secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB. 6). Dua perkara:- a. Tidak menggunakan peraturanperaturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, b. Tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain. 7) Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi mahupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara. 8). Menyelesaikan segala pertikaian antarabangsa dengan cara damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, atau penyelesaian masalah hukum , ataupun lain-lain cara damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam PBB. 9) Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama. 10) Menghormati hukum dan kewajiban – kewajiban antara bangsa. Seluruh Kesepakatan tersebut merupakan solusi atas berbagai problem kebangsaan dan kemanusiaan yang dihadapi oleh rakyat di Asia dan Afrika dan bahkan rakyat sedunia. Dasa Sila Bandung semestinya dapat menjadi pedoman

118


bagi pemerintahan di negara-negara Asia dan Afrika saat ini untuk keluar dari dominasi negara-negara utara yang masih berlangsung sampai dengan hari ini. Bagi Indonesia sendiri, pertemuan Asia Afrika di Bandung merupakan pelaksanaan amanat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945, Pancasila dan Konstitusi UUD 1945. Dalam pembukaan UUD negara Republik Indonesia menegaskan bahwa “penjahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan� suatu penegasan tentang konsepsi anti imperialisme dan neokolonialisme yang menjadi cita-cita negara Indonesia. Itu juga berarti bahwa bangsa dan negara Indonesia memiliki tanggung jawab global untuk memperjuangkan kemerdekaan suatu bangsa dari segala bentuk penjajahan bangsa lain. Dengan landasan kemerdekaan tersebut maka kesejahteraan rakyat semua bangsa dapat diraih. Spirit Bandung merupakan anti tesa terhadap hubungan yang terjadi diantara negara maju dan negara berkembang selama ini. Hubungan antara negaranegara utara Eropa, AS, Jepang dengan negara-negara selatan adalah hubungan penindasan dan penjahan. Hubungan yang terjadi selama ini adalah hubungan eksploitasi oleh bangsa maju terhadap bangsa yang lain yang miskin atau secara lebih mendasar adalah suatu tindakan eksploitasi manusia atas manusia lainnya. Lebih jauh lagi hubungan penindasan dan eksploitasi semacam ini juga terjadi dalam EU, dimana negara-negara kuat hingga hari ini menjadi penindas dan mengeksploitasi negara-negara lemah. Sementara negara-negara lemah terus dipaksa menindas rakyatnya sendiri. Salah satu poin yang menjadi pijakan hubungan ekonomi antar negara dalam Dasa Sila Bandung adalah Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama. Memajukan kepentingan bersama tidak mungkin dapat diraih melalui persaingan atau kompetisi. Persaingan akan saling mematikan antara satu dengan yang lainnya, yang kuat mematikan yang lemah. Maka lahirlah dominasi oleh suatu bangsa atas bangsa lainnya yang terus melangengkan penindasan, penghisapan oleh negara yang kuat terhadap negara yang lemah.

Solidaritas Kerakyatan Rakyat EU dan Indonesia membutuhkan solidaritas yang kuat dalam menghadapi kerakusan korporasi multinasional yang beroperasi lintas negara. korporasi yang secara langsung mempengaruhi kebijakan negara untuk kepentingan mengeruk kekayaan ekonomi dan pajak rakyat untuk akumuasi kapital. Korporasi yang terus menuntut dana talangan dari pemerintah dan memaksa negara untuk melalukan kebijakan pengetatan anggaran, pemotongan dana kesejahteraan publik dan penghapusan subsidi.

Edisi II - Juli 2012

119


Sejauh ini perlawanan telah berlangsung secara masiv di seluruh Eropa dan juga di Indonesia. Kaum buruh petani dan kaum miskin harus dapat meningkatkan efektifitas perlawanan yang telah semakin besar dalam beberapa tahun terakhir. Sebagaimana kita ketahui bahwa di negara-negara Eropa, AS kantor pemerintahan dan parlemen setiap hari diserbu oleh ratusan ribu domonstran, mereka yang berasal dari kaum buruh, pengangguran dan para pensiunan. Mereka menolak cara-cara pemerintah yang terus mensubsidi para pengusaha pada satu sisi sementara memotong anggaran publik pada sisi yang lain. Demostrasi besar sepanjang tahun 2010 di Eropa selalu berakhir dengan kerusuhan. Di Inggris, negeri kapitalis tertua di dunia, demonstrasi besar meletus sejak akhir Maret lalu 2011. Lebih dari lima ratus ribu orang yang terdiri dari buruh, mahasiswa, guru, perawat, pensiunan, dan pengangguran memprotes pemotongan anggaran oleh pemerintah. Pemerintah Inggris berencana memotong 81 miliar poundsterling selama lima tahun untuk menanggulangi defisit anggaran. Protes ini merupakan yang terbesar sejak protes perang Irak tahun 2003. Di Spanyol adalah negara dengan eskalasi perlawanan rakyat paling tinggi. Demosntasri terbesar kembali terjadi pada Kamis 19 Juli 2012 sekitar 600 ribu orang warga Spanyol di Madrid dan kota besar lainnya menggelar unjuk rasa menolak kebijakan penghematan pemerintah. Demikian pula halnya dengan di Indonesia, gerakan penolakan atas bailout Century merupakan contoh bagaimana gerakan itu bisa dan harus terus berlanjut. Dana bantuan likuiditas Bank Indonesia pada krisis 1998 masih dipersoalkan rakyat, dikarenakan hingga hari ini APBN Indonesia masih menanggung bunga yang sangat besar akibat dana talangan sektor swasta tersebut. Hingga saat ini perlawanan rakyat terhadap kebijakan neoliberal SBY telah berlangsung secara nasional. rencana pemerintah menaikkan BBM pada awal 2012 lalu telah memicu gelombang secara masiv dan tidak kurang dari satu juta mahasiswa tumpah ke jalan-jalan. Krisis utang pemerintah yang melanda negara Uni Eropa dan meluasnya krisis kesejahteraan rakyat di Indonesia, yang keduanya akibat kebijakan pemerintahan yang neoliberal, mutlak harus digunakan secara efektif oleh gerakan sosial di kedua kawasan sebagai momentum perlawanan mengahiri rezim neoliberal dan menggantinya dengan pemerintahan yang bewatak kerakyatan. Di masa datang hubungan Indonesia-EU harus didasarkan kepada spirit kerjasama sejati diantara kedua Indonesia-EU untuk saling membantu dalam rangka mengakhiri krisis yang diakibatkan oleh kerakusan sistem kapitalisme. ***

120


Edisi II - Juli 2012

121


KEGIATA N IGJ

122


Cover:

Penaggung Jawab: Suchjar Effendi Chief of Editor: Salamuddin Daeng Reporter: Rika Febriani Rachmi Hertanti Nirmal Ilham Kontributor: Program Officer dan Staff IGJ Finansial Elsye Erna Tehnik Idris Alamat Redaksi Jl. Tebet Barat Dalam VI L No. 1 A Jakarta Selatan Telp. +62-21 83 00 784 www.igj.or.id

mengundang anda untuk menuliskan gagasan kritis, kreatif, inovatif dan visioner yang berorientasi pada tema-tema yang membangun wacana keadilan global di tengah masyarakat. Naskah 8-10 halaman kwarto, selayaknya dilengkapi dengan referensi acuan maupun pendukung. Redaksi dapat menyunting naskah tanpa mengubah maksud maupun isi.


Free Trade Watch

Edisi II - Juli 2012

Edisi II - Juli 2012

Free Trade Watch

Perjanjian CEPA

Legalisasi Penjajahan Uni Eropa


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.