Redaksi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi menetapkan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Kebijakan itu akan berlaku mulai tanggal 3 September pukul 14.30 WIB. Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM, disebabkan telah meningkatnya subsidi hingga tiga kali lipat. "Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian dan sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, dikutip dari CNN Indonesia. Menurut Harahap dan Aslami (2022), Penyebab melonjaknya harga BBM di Indonesia yaitu diawali oleh melonjaknya harga minyak dunia yang mengakibatkan pemerintahan tidak bisa lagi menjual BBM dengan harga yang sama dengan sebelumnya kepada masyarakat.
Apabila dijual dengan harga yang sama dengan sebelumnya akan mengakibatkan pengeluaran yang tinggi dari APBN. Pemerintah seakan tak punya pilihan lain karena harga minyak mentah dunia melonjak setelah perang RusiaUkraina., Hal itu berpotensi membuat belanja subsidi energi semakin membengkak. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan subsidi energi sebesar Rp502 triliun atau naik dari rencana awal yang hanya Rp170 triliun. Sementara, harga BBM penugasan pertalite masih ditahan di level Rp7.650 per liter dan solar bersubsidi Rp5.150 per liter.
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari pengilangan minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dulu untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), yang termasuk di dalamnya adalah BBM (Dewi et al, 2022). Sektor transportasi menyerap konsumsi energi yang cukup besar, di mana lebih dari 94% penggunaan energi
pada sektor transportasi di Indonesia bersumber dari Bahan Bakar Minyak (BBM).Data konsumsi energi final menunjukkan bahwa pada tahun 2020 sebesar 43,11% konsumsi energi digunakan untuk sektor transportasi, di mana ini didominasi oleh kendaraan milik pribadi (Rifa’i et al, 2022). Kendaraan berbahan bakar fosil sendiri berjalan dengan bahan bakar yang terdiri dari sejumlah besar produk minyak bumi, yang ketika dilepaskan ke
atmosfer, menyebabkan kerusakan lingkungan. Sebagian besar dari mereka bekerja menggunaka mesin berbahan bakar bensin dan diesel, bahan bakar jenis ini disiapkan sebagai hasil dari pemurnian minyak dan tidak terbakar sepenuhnya di dalam mesin, akibatnya zat berbahaya yang sama sekali tidak mudah terbakar terdorong ke lingkungan (Shokhruh & Zokirjon, 2022). Dampak dari dilepaskannya polutan dari bahan bakar fosil utamanya bensin, dapat merusak lapisan ozon.
Beberapa polutan, terutama ozon (O3), tidak berasal langsung dari pembakaran bahan bakar fosil tetapi merupakan hasil dari proses dua langkah. Pertama, hidrokarbon dari bensin yang terbakar tidak sempurna bereaksi dengan nitrogen oksida dan oksigen atmosfer untuk membentuk ozon. Kedua, ozon bereaksi dengan gas buang knalpot mobil untuk membentuk kabut asap fotokimia. Reaksi kimia ini hanya terjadi dengan adanya sinar matahari (Desonie, 2007)
Tanpa kita sadari, ketergantungan terhadap sumber energi yang berbahan bakar fosil berdampak pada perubahan iklim, sehingga energi bersih menjadi kebutuhan sangat mendesak dalam negeri dan secara global. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan tentu saja akan berakibat buruk yang tidak hanya kita rasakan sekarang melainkan juga generasi penerus kita di masa depan. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu tindakan yang barangkali pantas untuk disebut 'gebrakan' sebagai suatu titik awal perubahan menuju keberlanjutan lingkungan.
Hal ini tentu tidak mudah dilakukan, bahkan bisa dikatakan nyaris sebagai ‘bumerang’ yang nyata menimbulkan kontroversi seperti telah disinggung sebelumnya, yaitu dengan menaikkan harga BBM. Dengan kenaikan harga BBM ini, harapannya masyarakat dapat mengalihkan minatnya menuju kendaraan berbahan bakar rendah emisi. Meningkatnya minat masyarakat ke kendaraan rendah emisi juga dapat mengurangi konsumsi BBM dan melakukan diversifikasi energi. Sehingga dapat mengurangi ketergantungan Indonesia akan harga minyak global. kenaikan BBM juga dapat mendorong lahirnya industri-industri yang ramah lingkungan dan sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).
Sejumlah kendaraan saat ini menggunakan bahan bakar dari fosil atau minyak (bensin atau solar). Padahal, simpanan bahan bakar minyak tersebut jika digunakan secara terus menerus lama lama akan habis juga. Karena itu, seringkali kita mendengar adanya sejumlah desakan agar menggantikan bahan bakar fosil dengan menggunakan bahan bakar alternatif. Semakin berkembangnya teknologi otomotif membuat para ilmuwan terus berinovasi mencari bahan bakar untuk mobil masa depan. Artinya, kita tidak lagi akan bergantung pada bensin dan bahan bakar berbasis fosil. Inovasi bahan bakar tersebut harus memilikiki emisi gas buang yang rendah sehingga ramah lingkungan. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan seperti bioetanol untuk bahan bakar nabati dan hidrogen guna mendukung transisi energi dari energi fosil ke energi bersih untuk mengurangi emisi karbon.