INCUNABULAZINE Edisi 3 | Februari | 2015

Page 1

TITAH

KOMUNITAS

Perpustakaan dan Kurikulum 2013

Tak Mudah Rapuh Seperti Perdu

MEDITASI

TERAPI

Kisah Liz Millet Peraih School Librarian of the Year

Orang Orang Proyek

oleh School Library Association (SLA)


SPEAK OUT

Dalam pengantar singkat ini, narasi-narasi

silih berganti mengisi kekosongan redaksi. Salam

nya akan penuh dengan apologi. Wajar ketika

rindu untuk kamu, kamu, dan kamu yang dulu

kita menghilang beberapa saat (kira-kira 6 bulan

pernah bergulat melawan kantuk selama proses

lebih), melakukan kontemplasi, mencari wangsit

editorial terakhir sebelum esok harinya terbit

kesana kemari. Dari pohon ke pohon, batu besar

menggemparkan dunia.

ke batu besar, orang per orang, hingga mukjizat

Setelah melalui hari-hari panjang selama

menghantarkan kami pada terbitnya edisi 3 ini.

lebih dari setengah tahun, kami mencoba

Tidak terasa.

mengumpulkan serpihan semangat yang masih

Maaf jika kami menghilang, hanya ramai di

tersisa. Untuk kembali memasangkan pulut getah

media tanpa sedikitpun menyentuh majalah.

nangka pada jebakan, untuk bisa menarik

Majalah ini bermula dari hobi, dan sampai

perhatian burung perkutut, agar tetap bisa

sekarang masih juga hobi. Layaknya hobi, pasang

makan. Menyambung hidup. Menyambung

surut emosi selalu terjadi.

semangat.

Telah berlalu edisi-edisi kekanak-kanak-an

Oleh karena edisi yang terputus, semoga

kemarin, kini kita akan mencoba memasuki fase

diksinya tetap sama. Aku dan kamu bagai tiada

pertumbuhan selanjutnya. Selalu mencoba untuk

hijab memisah. Apa yang kami temukan sebagai

menjadi dewasa adalah target kita selanjutnya.

suatu perihal yang “senono�, semoga tetap

Setelah dua edisi tanpa target yang fokus, masih

membuatmu terkejut dan mengumpat sampai

terdiri dari ego-ego yang lengket dalam pulung-

esok.

pulung jebakan yang kita buat sendiri. Banyak hal kita perbaiki. Secara konten,

Hanya pengantar gombal. Pengantar tidur. Agar kamu tidak lagi termenung menungguku.

memang tak banyak, namun kemasan sedikit kami perbaharui mengingat orang-orang yang

Diberdayakan oleh: Buruh Buruh Buruh Buruh

1 2 3 4

: : : :

Fuad Maul Furqon Rekan-rekan semua yang telah mendukung

Alamat Redaksi incunabula.magazine@gmail.com incunabula literate-zine @incunabulazine incunabula.tumblr.com


COVER STORY

S

emakin kemari, kita semakin memikirkan

subjek bukan tanpa maksud, karena kelas ini lah

hal-hal yang sifatnya ironi dan sedikit

yang paling banyak merasakan dan

hiperbolis namun tak mengurangi kadar

mengharapkan pendidikan, terlebih bagi generasi

kesopanan. Dalam cover kali ini, bahasan kita

penerusnya, untuk memperbaiki martabat

semakin meluas ke ranah pendidikan, karena

keluarga, dan demi masa depan cerah.

bicara perpustakaan harusnya menginduk ke

Subjek digambarkan sedang

pendidikan sebagai pangkal visinya.

menggantungkan pakaian SD ke jemuran. Artinya

Retorika sederhana kali ini mengarah

dia menggantungkan pendidikan anak cucunya

kepada fungsi legislasi dalam hal pendidikan yang

kepada sebuah gantungan yang masih mudah

dinilai semakin seperti apa kata Taufik Ismail,

rapuh (pemerintah). Dengan segala tetek-bengek

“seperti bermain pingpong�. Perihal kurikulum

birokratif yang tidak solutif. Padahal banyak kelas

yang tak jelas kemana arah peraduannya, untuk

bawah yang masih menganggap pendidikan

siapa dan sejauh mana dapat menjangkau

sebagai suatu investasi jangka panjang, suatu

kalangan yang paling banyak merasakan dan

jenjang yang mampu merubah nasib keluarga

menggantungkan pendidikan.

baik secara ekonomi maupun sosial.

Visualisasi yang nampak pada gambar

Hanya saja sampai kapan Ibu harus

cover adalah, seorang nenek yang telah (tentu)

menggantungkan cucian baju si buah hati -buah

beruban, menjemur seragam sekolah. Merah

yang mentransformasikan satu titik ke titik lain

putih, identitas yang sedari moyang telah

yang lebih baik- ke gantungan yang semakin

ditanam dalam sebuah alat penanda bagi

kemari semakin mentiung (melengkung),

seseorang yang mengenyam pendidikan. Subjek

semakin tak mampu menanggung beban,

digambarkan sebagai (mohon maaf) kelas

overweight bahkan obesitas, tak sehat lagi.

bawah, dengan segala unsur fisik yang begitu kentara. Berpakaian seadanya, lingkungan yang cukup semrawut, dan fisik yang renta. Pemilihan

Edisi 3 | februari | 2015


TITAH

Perpustakaan

dan Kurikulum

2013 P

endidikan merupakan barang lumrah

Kurikulum pendidikan sekolah di Indonesia

sekarang ini. Siapapun bisa mengakses

semakin semrawut. Setelah pemerintah

sesuai tingkat kemampuan

memastikan kurikulum 2013 diberhentikan di

–khususnya- ekonomi. Jika menengok

akhir desember lalu, beberapa sekolah di

sejarah, jaman kolonial merupakan masa-masa

Indonesia masih tetap menggunakan kurikulum

sulit pendidikan di Indonesia, hanya kalangan

2013 dan beberapa yang lain setuju dengan

bangsawan atau sederajat saja yang mampu

memberhentikan kurikulum tersebut. Tentunya

mengaksesnya, ditambah tenaga sumber daya

rasa bingung itu dirasakan oleh masyarakat

pendidik memang belum sebanyak sekarang,

terutama guru, siswa, dan tak terkecuali oleh

sarjana pendidikan tumpah ruah, bahkan saking

profesi yang jarang dikenal, “pustakawan

banyaknya, yang menganggur tak kalah

sekolah�. Perspektif yang mungkin belum banyak

jumlahnya dengan yang telah bekerja. Faktanya,

digali. Padahal keberadaannya nyata secara

kini, siapapun bisa mengakses pendidikan formal,

struktur, namun sedikit buram secara esensi.

walaupun masih banyak lapisan masyarakat

Dalam tulisan ini kami coba mewawancarai

terutama yang ada di daerah pelosok –khususnya

seorang pustakawan sekolah untuk melihat

yang nir sentuhan pemerintah- susah dengan

secara dangkal bagaimana pustakawan

akses pendidikan dan akses kebutuhan lain.

memandang pendidikan di Indonesia.

Namun, jaman ini adalah lompatan besar dari jaman kolonial dengan segala kesusahannya. Namun, pertanyaannya, bagaimana pemangku kekuasaan melihat peluang besar ini? Fakta terkini, pendidikan justru menjadi polemik.

Edisi 3 | februari | 2015

Sebagai informasi, responden adalah Oki, Pustakawan di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta.


TITAH Apa komentar Anda tentang kurikulum pendidikan di Indonesia?

itulah perpustakaan dapat selayaknya ada dan memiliki daya tarik untuk diperhatikan.

Pendidikan selalu menjadi sorotan menarik bagi masyarakat membicarakan pemberhentian

Bagaimana guru memandang perpustakaan?

Kurikulum 2013 yang dikatakan “kurikulum

Bagi sebagian guru yang memahami pentingnya

setengah matang”. Implementasi kurikulum yang

peran perpustakaan tentunya akan memberikan

dinilai memunculkan banyak permasalahan

tugas kepada siswa untuk mencari sumber

membuat kurikulum 2013 diganti pada akhir tahun

informasi yang terpercaya di perpustakaan. Sangat

2014. Pergantian kurikulum pendidikan di

disayangkan sekali jika guru dalam aktivitas diatas

Indonesia bukanlah hal yang luar biasa, di

berhenti pada kata “menyuruh” bukan

Indonesia bisa saja setiap 4 tahun sekali bahkan

”mendampingi”. Artinya untuk mencari bahan

setiap pergantian menteri baru hal ini bisa terjadi.

pustaka guru hanya menyuruh tanpa mendampingi

masyarakat. Saat ini, hampir diseluruh kalangan

siswanya untuk mendapatkan sumber informasi di

Apakah perubahan kurikulum selalu berimbas ke perpustakaan?

perpustkaan. Dalam pemilihan sebuah informasi

Dalam setiap permasalahan yang timbul mengenai

tugas-tugas siswa, bukan dengan jargon mau

kurikulum tentu akan berimbas kepada sarana dan

dapet buku apa aja terserah asal mengerjakan.

prasarana mengajar. Perpustakaan merupakan

Hhal ini di dalam perpustakaan sering disebut

sarana yang difungsikan sebagai sumber informasi

dengan literasi, yaitu bagaimana siswa dapat

tentunya akan menyesuaikan dan mengikuti

mencari, menemukan, dan mengevalusai dengan

perubahan kurikulum yang ada. Akan tetapi, hal itu

efektif serta efisien.

yang tepat itu menentukan kualitas hasil akhir dari

tidak terealisasikan dengan baik atau dengan kata perpustakaan. Beberapa kali pergantian kurikulum

Apa harapan anda terhadap kurikulum yang baru?

pendidikan perpustakaan masih kurang

Kurikulum yang baru bisa mengoptimalkan bahkan

diperhatikan baik secara fungsi maupun kelayakan

menambah peran pustakawan dan perpustakaan.

fisik. Bahkan secara terus menerus perpustkaan

Dengan begitu pandangan remeh tentang

dicap sebagai gudang tumpukan buku.

pustakawan dan perpustakaan akan lebih baik.

Perpustakaan dan Pustakawan tidak boleh berlarut-

Dan tambahan untuk para pustakawan janganlah

larut dalam kesedihan meratapi nasib tersebut.

mengeluh dengan kondisi perpustakaan yang jauh

Terdapat banyak hal yang bisa dikerjakan seperti

dari standar plus gaji kecil. Pantaslah jika ada yang

melakukan inovasi dalam mendukung proses

bergaji kecil, karena kerjaannya hanya menata

belajar mengajar. Promosi aktif perpustakaan juga

buku (kerja kasar).

lain perubahan kurikulum tidak berimbas terhadap

sangat diperlukan untuk mengenalkan perpustakaan kepada siswa dan guru. Skill pustakawan juga harus ditingkatkan. Pustakawan harus lebih literate dalam memilih informasi yang memang dibutuhkan oleh pemustaka. Dengan hal

Edisi 3 | februari | 2015


MEDITASI

Kisah Liz Millet

Peraih School Librarian of the Year oleh School Library Association (SLA)

B

erawal dari tulisan di kompasiana berjudul

“Perpustakaan Sekolah dan Ironi Jempol Terbalik”

yang ditulis oleh akun bernama Gapey Sandy pada

Sabtu (18/10/2014), redaksi mencoba menelusur asal mula adanya hari perpustakaan sekolah. Hingga akhirnya malah menemukan sebuah acara mengenai perpustakaan sekolah, yaitu “School Library of the Year” yang diselenggarakan oleh SLA. Singkat cerita kami menemukan kontak email si peraih anugerah tersebut. Dialah Liz Milett, seorang

Pertama-tama ia bercerita mengenai

pustakawan sekolah di Weatherfiels Academy.

sekolah dimana ia bekerja.

Kami mendapatkan email Liz dari SLA, dan mulai mengirim email sejak 20 oktober melalui School Library Association, lalu tanggal 23 oktober Liz Millet membalas email ke akun kami, namun karena sedang liburan, dia berjanji menghubungi kami tanggal 3 november, dan ternyata tepat tanggal 3 november dia membalas email kami lagi. Kami mengajukan berbagai pertanyaan umum mengenai kondisi perpustakaan di sana, dan dia pun bercerita panjang (kami sangat senang), berbagai inovasi dan perjuangannya selama kurang lebih 14 tahun hingga tahun 2014 ia dinobatkan sebagai “School Library of the Year” oleh SLA.

Weatherfield Academy memiliki 117 murid, dengan usia antara 7 sampai dengan 19 tahun. Mereka semua memiliki kemampuan belajar tingkat medium termasuk juga ada yang memiliki kebutuhan khusus seperti autis, ADHD, dan down syndrome. Pendidikan di sana dibagi menjadi 4 tingkat. Tingkat pertama terdiri dari usia 7-9 tahun, terdapat 2 kelas. Tingkat kedua terdiri dari usia 9-14 tahun, terdapat 4 kelas. Tingkat ketiga terdiri dari usia 14-16 tahun, terdapat 4 kelas. Tingkat terakhir terdiri dari usia 16-19 tahun, dan terdapat 2 kelas. Setiap kelas memiliki jadwal kunjung perpustakaan masing-masing.

Edisi 3 | februari | 2015


MEDITASI Pelajaran yang diberikan kepada

Ia memiliki waktu tersendiri setiap minggu nya bersama murid yang membutuhkan privat konseling

memiliki masalah dengan membaca.

siswa juga sangatlah luas, sangat

Kepala sekolah menawarkan

berlainan dengan mata pelajaran di

kepadanya, jika tertarik bekerja

Indonesia. Pada tingkatan pertama dan

dengan anak berkebutuhan khusus,

kedua, siswa mendapat pelajaran

maka Ia boleh bekerja disana. itulah

tentang teknologi pangan, desain

kisah Liz, hingga bertahan di

teknologi, seni, dan pelajaran computer

Weartherfield selama 14 tahun.

seminggu sekali. Begitu pula sejarah

Pekerjaannya sebagai asisten

dan geografi juga didapat seminggu

guru, Ia bekerja dengan kelompok

sekali. Setiap kelas juga mendapat

kecil atau melakukannya satu per

pelajaran psikologi dua kali seminggu.

satu dengan murid secara individual

Tingkatan kedua mendapat pelajaran

(di bawah bimbingan guru). Ia

karir (careers lesson) seminggu sekali.

memiliki waktu tersendiri setiap

Semua kelas mendapat pelajaran

minggunya bersama murid yang

pendidikan agama dan personal, sosial,

membutuhkan privat konseling. Ini

kesehatan, dan pendidikan

diperuntukkan untuk siswa yang

kependudukan seminggu sekali.

mengalami masalah baik di kelas

Tingkatan ketiga juga mendapat

maupun di rumah. Selama 4 tahun Ia

kesempatan untuk belajar

menjalani “School Bereavement

pengembangan ketrampilan. Pada

Counselor� (sejenis bimbingan

tingkatan keempat, mereka belajar life

konseling untuk membantu orang-

skills dan mendapat kesempatan untuk

orang yang pernah mengalami suatu

meraih medali “Duke of Edinburgh� dan

kehilangan) dan mengikuti kursus

medali perak.

untuk membantu menangani siswa

Kemudian Ia bercerita mengenai

sehingga dapat berdamai dengan

awal mula bekerja di sekolah

keadaan.

tersebut. Dia meninggalkan sekolah saat

Lima tahun yang lalu ia mulai bekerja dengan Head of the English

berusia 16. Pada saat itu Ia tidak

Department (Pusat Bidang Bahasa

berkeinginan untuk melanjutkan

Inggris, lembaga tempat

pendidikan, sehingga Ia mulai bekerja

perpustakaan bernaung), pada saat

sebagai sales di perusahaan kertas. Ia

itu perpustakaan berisi beberapa rak

bertahan disana hingga menikah dan

buku tua dan hanya terdapat pada

memulai sebuah keluarga. Setelah dua

koridor. Mereka menawarkan kepada

anaknya duduk di sekolah setempat, Ia

Liz untuk terlibat dalam

mulai menjadi sukarelawan untuk

pembangunan perpustakaan yang

membantu dan mendengarkan siswa

rencananya akan menggunakan

membaca. Hal ini terus berlanjut

bangunan kelas tidak terpakai.

beberapa waktu dan selama itu Ia merasa tertarik dengan anak-anak yang

Edisi 3 | februari | 2015


MEDITASI Kemudian ia mulai melakukan katalogisasi dan membeli buku-buku baru. Sejak saat itu, Pusat Bidang Bahasa Inggris merekrut anggota-anggota baru sebagai staf di perpustakaan, dan Ia mendapatkan tanggungjawab yang lebih lagi, kini sebagai Koordinator Perpustakaan. Perpustakaan semakin berkembang, hingga kini terdapat 3000 buku. Sebagai koordinator perpustakaan, Ia mendapat dana setiap tahunnya dan bertanggungjawab untuk melakukan pengadaan buku-buku baru yang tidak hanya membantu

Tujuan utamanya adalah mendapatkan buku yang diinginkan siswa. Jika seorang murid tertarik dengan kereta, Ia akan mencarikan buku bergambar kereta begitupun seterusnya. Ia memiliki beberapa siswa yang tertarik dengan truk Eddie Stobart (salahsatu perusahaan infrastruktur), lalu Ia mencari buku tentangnya, dan murid-murid itu pun sangat senang. Datang ke perpustakaan, duduk, membaca buku dan seringkali menceritakan bukunya itu kepada temantemannya. Hal ini begitu membantu perkembangan kemampuan membacanya.

pelajaran siswa tetapi juga menginspirasi siswa untuk menjadi pembaca yang baik (Fluent Reader) Secara regular, Ia melakukan rapat dengan Kepala Bidang, Teacher Assistant lain dan para senior untuk menginformasikan berbagai perkembangan yang terjadi di perpustakaan, serta berdiskusi berbagai rencana untuk masa depan. Ia merasa sangat beruntung memiliki banyak dukungan, dari semua teman kerja dan semua yang merasa bahwa perpustakaan adalah tempat yang spesial dan bernilai. Ia menandaskan bahwa satu aspek penting dari pekerjaannya adalah terus menerus mencari berbagai inovasi untuk menginspirasi siswa untuk membaca. Sebagaimana Ia mendampingi siswa di kelas, sehingga menjadi tahu apa yang mereka sukai. Pada dasarnya Ia

berjuang untuk mengkorelasikan kemampuan membaca murid dengan bacaannya.

Edisi 3 | februari | 2015

Ia merasa sangat beruntung memiliki banyak dukungan, dari semua teman kerja dan semua yang merasa bahwa perpustakaan adalah tempat yang spesial dan bernilai.


MEDITASI Ia juga merasa bahwa perpustakaan

popular di kalangan semua tingkatan. Setiap

memerlukan ruangan yang membuat siswa

siswa dapat mengakses seluruh koleksi

tertarik untuk datang. Perpustakaan memiliki

perpustakaan secara bebas dan

meja dan kursi untuk menulis, area untuk tas,

mengkomunikasikannya dengan teman masing-

serta area istirahat.

masing di perpustakaan. Minat baca terbukti

Ia menaruh semua hal yang terkait dengan pelajaran siswa di dinding. Dan juga benda-

telah meningkat berkat acara ini. Di akhir wawancara, kami menanyakan

benda menarik, colorful serta eye catching yang

tentang opini publik tentang perpustakaan di

dapat menyampaikan pesan bahwa perpustakaan

negaranya. Dia menjelaskan bahwa opini publik

adalah penyemangat dan tempat yang tepat

telah berubah mengenai perpustakaan. Banyak

untuk menghabiskan waktu.

sekolah sekarang telah menggunakan internet

Perpustakaan memiliki program “Author of

untuk mengakses informasi daripada

the Month”, November lalu adalah Roald Dahl.

menggunakan buku. Dia mencoba

Baru-baru ini beberapa siswa mendapat

mempromosikan perpustakaan dan lebih dahulu

kesempatan untuk mengunjungi museum yang

di tahun ini membuat kelompok siswa, untuk

berkaitan dengan penulis, mendapatkan

mengunjungi perpustakaan. “Kita bekerja

pelajaran bahasa inggris untuk membaca dan

bersama dan kembali mempromosikan “Summer

melihat karyanya. Dari sini, dapat diperoleh

Reading Challenge” di tahun berikutnya, dimana

informasi tentang buku favorit mereka dan buku

siswa akan melanjutkan membaca buku selama

tersebut kemudian didisplay di perpustaakaan.

libur musim panas dan mendapatkan hadiah”

Perpustakaan juga menerima buku yang ditulis

tegasnya.

siswa dan memasukkannya dalam koleksi serta menempatkan siswa tersebut sebagai penulis juga. Hal ini adalah upaya untuk mengkorelasikan antara membaca dan menulis sekaligus, dan juga agar siswa mengetahui bagaimana proses buku itu dibuat. Sertifikat “membaca” akan dianugerahkan pada sebuah acara perayaan, kepada siswa yang membaca 6, 12, 20, dan 30 buku dari perpustakaan tiap bulannya. Selain itu masih ada beberapa penghargaan ataupun hadiah yang diberikan kepada siswa yang rajin ke perpustakaan. Hal ini terbukti sangat menginspirasi seluruh siswa, khususnya bagi mereka yang enggan membaca. Liz juga berinisiatif membuat program “Lunchtime Library Club” tiga tahun yang lalu. Acara ini diadakan setiap selasa dan ini sangat

Edisi 3 | februari | 2015



KAMIS BACA. Simpelnya sebuah gerakan menyuarakan pentingnya membaca dan terlebih perpustakaan. Karena kamis baca maka gerakan ini juga setia dilakukan di kamis setiap minggunya. Belum banyak narasi yang bisa kami deskripsikan mengenai #KamisBaca, karena motivasinya sederhana, “mengumpulkan orang yang sadar akan pentingnya membaca minimal sekali seminggu, yaitu di hari kamis”, itu saja. Lalu banyak yang kemudian bertanya, “Mengapa kamis? Kenapa tidak minggu karena itu akhir pekan dan kebanyakan mempunyai waktu luang untuk membaca?”, sebenernya kita susah juga untuk menjawab mengapa kamis. Karena klise. Terkadang untuk sedikit menghindar agar aman kita bilang “Oh, karena setiap kamis, kebanyakan Umat Islam banyak yang membaca yasin?” atau alasan klise lain yang saking banyaknya kita lupa. Sebenarnya kalau kita diberi kesempatan untuk menjelaskan, kamis hanyalah simbol, hanya representasi satu hari yang dipilih hampir secara acak. Meluangkan waktu satu hari dalam seminggu untuk membaca, itu pointnya. Gerakan ini kami mulai sejak November akhir tahun lalu, lupa tepatnya tanggal berapa (itu pun cuma ngelihat dari twitter). Basis dari gerakan baca ini adalah jejaring sosial Twitter, dengan tagar #KamisBaca. Kita juga posting di

page Facebook, namun basisnya tetap twitter, karena kita menganggap media ini sangat responsif dan komunikatif. Selain agar lebih tersampaikan, bukannya menggeneralisir namun sekarang siapa sih yang nggak punya twitter? Toh banyak gerakan-gerakan massal lain yang berhasil bermula dari Twitter juga. Dari berbagai “success story“ ini kita mencoba untuk melakukan gerakan dengan media ini pula. Di kamis malam juga kita mengusahakan adanya semacam meet up temu kangen rupa, ide, wacana, ngopi cupit sesama pecinta buku dan perpustakaan (walaupun belum berjalan maksimal, untuk informasi lengkapnya silahkan mention atau DM akun twitter @incunabulazine) Dalam twit-twitnya, berisi berbagai ajakan, baik kata-kata maupun visual (poster) kepada netizen (sebut saja “Nabulahood”), menanyakan apa yang sedang dibacanya, lalu meminta untuk di-twit-pict-kan. Respon dari netizen bisa dibilang lumayan, ada beberapa akun tetap yang rajin memberikan komentar serta memberikan saran bacaan untuk netizen. Harapannya, dengan #KamisBaca, mampu mendongkrak indeks baca masyarakat Indonesia yang masih rendah, dan puncaknya terciptalah masyarakat yang tanggap informasi, dan literate.



PASAR SENTHIR. Satu tempat di tengah pusat kota, tepatnya masih se komplek dengan malioboro dengan segala hingar bingar dan daya tarik wisatanya yang menawarkan segala perabot dan asesoris "lawas". Mulai dari setrika bekas sampai asesoris motor jadul. Dijual dengan harga relatif terjangkau. Roh kota lama begitu terasa. Suasana, bau nya, unsurunsur di dalam nya begitu kolosal. "sandal sepatu mangewu yo" (sandal, sepatu lima ribu-an) teriak seorang pedagang, semangat.


Pak Tanto (40), satu dari puluhan penjaja barang lawas yang memilih buku sebagai komoditasnya. 10 tahun lebih menggeluti profesi ini. Hidup dari "mayeng" (mencari kemana-mana) mencari "rongsokan" buku bekas. Namun bukan apa-apa, perspektifnya tentang perpustakaan bagaikan satire buat penguasa. "saya kadang miris melihat buku2 di perpustakaan yg tidak dirawat, kenapa tidak di restorasi atau di jual ke saya saja? Sedih juga ketika saya menjual buku langka tentang indonesia namun ternyata dibawa ke luar negeri"


KOMUNITAS

Tak Mudah Rapuh Seperti Perdu

S

etelah pada edisi sebelumnya kita telah

terbentuk melalui media online via grup facebook

mengulas ketajaman pena-nya “Pena Desa”

pada tahun 2010 dengan nama Komunitas Penulis

di Banyumas sana, kali ini kita sedikit putar

se-Ekskaresidenan Kedu. Kopdar pertamanya

arah –masih di jawa tengah- ke kota sejuta bunga

sekitar bulan Juli di tahun yang sama. Anggota

dan juga yang terkenal karena keberadaan Candi

Komunitas Perdu meliputi berbagai usia dengan

Borobudur ini. Yak, tepat sekali, Magelang. Setelah

pekerjaan dan pendidikan yang beragam, mereka-

melakukan kunjungan singkat -secara virtual pula-

meraka adalah individu-individu yang tertarik,

selalu saja kita mendapat pencerahan dari pegiat-

peduli, dan atau ingin belajar tentang buku dan

pegiat gerakan berbasis komunitas di berbagai

dunia kepenulisan. Sekitar akhir tahun 2013, Komunitas Perdu

penjuru.

menghapuskan batas teritorial dari namanya dan Nama nya komunitas “PERDU”. Kakak-kakak dari komunitas ini adalah remaja-remaja yang gemar menulis, ada nya komunitas ini juga merupakan media berbagi informasi seputar dunia tulis-menulis. Komunitas Perdu sendiri, awalnya

Edisi 3 | februari | 2015

menyusun hirarki kepengurusan. Perdu tetap dipakai, namun bukan lagi sebagai akronim. Perdu yang baru mengadopsi filosofi dari tanaman perdu itu sendiri.


KOMUNITAS

Kami melakukan wawancara singkat dengan Dian, yang telah bergabung sejak awal berdirinya komunitas ini. “Kebetulan saat ini aku adalah pembantu umum yang ngurusin semua keperluan perdu. Hahaha� jelas nya melalui media social kepada incunabula. Sekaligus ia juga menambahkan bahwa, “Kesan spesialnya banyak lah. Menyatukan banyak kepala itu enggak gampang, mencuri waktu di antara banyak kepentingan itu juga nggak gampang, tapi beberapa orang bertahan dan itu hebat. Aku kenal banyak orang dari berbagai latar belakang, belajar banyak dari mereka, menemui banyak komunitas lain, mengenal Magelang, belajar menekan ego, dan aku jadi sadar kalau potensi Indonesia itu sebenarnya besar banget. Aku juga jadi tahu kalau kehidupan itu nggak cuma hal-hal yang ada di sekitar kita doang.�

Kami berharap Komunitas Perdu bisa menjadi rumah, tempat anggotanya pulang ketika lelah. Seperti kita tahu, meski tanaman perdu itu memang berkayu, tapi dia tidak sekaku pohon: fleksibel. Pun dia tidak serapuh tanaman tak berkayu: liat. Tanaman perdu juga biasanya tumbuh rendah dekat tanah. Kami berharap Komunitas Perdu bisa menjadi rumah, tempat anggotanya pulang ketika lelah. Dengan segala keterbatasan waktu luang yang kami miliki, kami berusaha untuk tetap saling berbagi layaknya keluarga. Perdu yang baru lebih santai, namun tetap berusaha memberikan kontribusi nyata dalam kepeduliannya pada dunia literasi.

Edisi 3 | februari | 2015


WISHI-WOSHI

Apa yang Anda ketahui mengenai pekerjaan profesi Pustakawan? Harapannya kedepan seperti apa?

Rina Untari Jamik Natalia Devita Sari (lulusan pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun, 2 bulan menjadi guru di SDN Kinandang 2 Madiun | N474LY_devita@ymail.com)

Sejauh sepengetahuan saya mengenai tugas Pustakawan berhubung di lokasi tempat mengajar belum ada perpustakaan dengan yang lebih tepatnya sedang pada proses pembangunan, yakni tugas Pustakawan sekedar mengurus perpustakaan, lebih tepatnya sebatas menjaga buku.

(Mahasiswi | Lulusan Ilmu Keolahragaan dan sedang menempuh Pendidikan Jasmani di Universitas Negeri Malang | septyjamik@gmail.com)

Pustakawan harus lebih bisa membantu pendidik dalam menggunakan IT, misal membantu pendidik mencari suatu sumber belajar di internet atau dalam penggunaan komputer. Dalam membantu siswa pustakawan juga seharusnya dapat menggunakan caracara yang menarik agar mau belajar.

(Mahasiswi | Pacitan | UMS | Pendidikan B.Indonesia)

Menurut sepengetahuanku yang masih ragu akan pekerjaan pustakawan, Pustakawan merupakan orang yang bergerak di bidang perpustakaan, ahli pengelolaan perbukuan dan administrasinya.

Prihatin Suryaningtyas (Program SM-3T DIKTI | Sragen | UMS (Pendidikan Biologi) | Lokasi Mengajar : SMKN Bajawa Utara | atnsurya@gmail.com)

Muhammad Alaik Nashrullah Nor Akhmad Akhsan (Pendidikan B.Inggris Universitas Muria Kudus | guru di SMK Darul Musyawaroh Bangsri Jepara| akhmadakhsan@ymail.com)

Mengingat di Sekolah kami sudah ada perpustakaan namun belum ada Pustakawan, jadi menurut pandangan umum dari Saya bahwa Pustakawan adalah seorang yang menghandle perpustakaan, dan seharusnya memberikan fasilitas secara maksimal dalam pelayanannya.

(Pogram SM3T DIKTI | Kudus | Lulusan 2013 (Pendidikan Sejarah) | Lokasi Mengajar: SMP 6 Golewa Selatan NTT | alexmahdavicka@gmail.com)

Pustakawan pekerjaan yang berkutat dengan arsip pembukuan yang dipekerjakan dikearsipan negara atau swasta. Harapannya bisa lebih teliti dalam bidang kearsipan.

Edisi 3 | februari | 2015

Mengingat saya pernah kerja part time dan menimba ilmu dari para Pustakawannya kurang lebih selama satu tahun di Perpustakaan UMS, tentunya pekerjaan Pustakawan di tingkat Universitas dan Sekolah berbeda. Pustakawan Sekolah menurut saya identik dengan hanya satu pustakawan dan pekerjaannya hanya duduk mengawasi siswa yang datang, memperingatkan jika ada yang mengobrol, merapikan kembali buku dan bangku, serta melayani peminjaman buku. Harapannya kedepan Pustakawan Sekolah mampu membuat perpustakaan menjadi suatu sumber elemen penting yang tidak bisa dipisahkan dalam pembelajaran.


WISHI-WOSHI

Coba tebak nominal, menurut Anda berapa gaji seorang Pustakawan?

Natalia Devita Sari

Nor Akhmad Akhsan

(lulusan pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun, 2 bulan menjadi guru di SDN Kinandang 2 Madiun | N474LY_devita@ymail.com)

(Pendidikan B.Inggris Universitas Muria Kudus | guru di SMK Darul Musyawaroh Bangsri Jepara| akhmadakhsan@ymail.com)

Menurut saya sepertinya gaji Pustakawan 500 ribu di Sekolah yang berada di bawah naungan yayasan

Sejujurnya Saya pribadi kurang mengetahuinya, namun menurut pengalaman teman saya sebagai Pustakawan di suatu sekolah, beliau mendapatkan gaji kalau tidak salah hanya sebesar 100ribu.

Jamik (Mahasiswi | Lulusan Ilmu Keolahragaan dan sedang menempuh Pendidikan Jasmani di Universitas Negeri Malang | septyjamik@gmail.com)

Menurut Saya mungkin gaji Pustakawan 300ribu sebelum menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), ketika kelak sudah menjadi PNS maka gaji nominal angkanya nol lebih banyak.

Rina Untari (Mahasiswi | Pacitan | UMS | Pendidikan B.Indonesia)

Gajinya ya mungkin 2 juta

Muhammad Alaik Nashrullah Prihatin Suryaningtyas (Program SM-3T DIKTI | Sragen | UMS (Pendidikan Biologi) | Lokasi Mengajar : SMKN Bajawa Utara | atnsurya@gmail.com)

(Pogram SM3T DIKTI | Kudus | Lulusan 2013 (Pendidikan Sejarah) | Lokasi Mengajar: SMP 6 Golewa Selatan NTT | alexmahdavicka@gmail.com)

Sekitar 2jutaan. Bisa lebih jika PNS Mungkin gaji seperti honorer antara 200 ribu – 1 juta.

Edisi 3 | februari | 2015


WISHI-WOSHI

Penampilan fisik seperti apa yang Anda harapkan pada seorang Pustakawan? Harapan kedepan seperti apa?

Natalia Devita Sari

Nor Akhmad Akhsan

Jamik

(lulusan pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun, 2 bulan menjadi guru di SDN Kinandang 2 Madiun | N474LY_devita@ymail.com)

(Pendidikan B.Inggris Universitas Muria Kudus | guru di SMK Darul Musyawaroh Bangsri Jepara| akhmadakhsan@ymail.com)

(Mahasiswi | Lulusan Ilmu Keolahragaan dan sedang menempuh Pendidikan Jasmani di Universitas Negeri Malang | septyjamik@gmail.com)

Penampilan Pustakawan menurut pandangan pribadi dan umum saya dalam kategori biasa saja dengan tidak ada yang menarik, karena ya memang sudah cukup seperti itu saja. Selebihnya no coment

Penampilan seorang Pustakawan harus mencerminkan kerapian, kesopanan, dan murah senyuman.

Sebenarnya Saya masih bingung Pustakawan itu yang mana dan seperti apa bila dilihat dalam penampilan luarnya, iya memang setelah diberi sedikit penjelasan dari mas nya sepertinya mungkin identik dengan kata “kuno” dan mungkin juga penampilan demikian seharusnya di “museumkan”. Penampilan dalam sikap dan perilaku harus yang selalu berpikir positif dan kreatif.

Prihatin Suryaningtyas (Program SM-3T DIKTI | Sragen | UMS (Pendidikan Biologi) | Lokasi Mengajar : SMKN Bajawa Utara | atnsurya@gmail.com)

Muhammad Alaik Nashrullah (Pogram SM3T DIKTI | Kudus | Lulusan 2013 (Pendidikan Sejarah) | Lokasi Mengajar: SMP 6 Golewa Selatan NTT | alexmahdavicka@gmail.com)

Fisik sih yang penting rapi dan sopan saja untuk kedepannya seperti itu seperti layaknya pegawai kantor karena bekerja di wilayah yang merupakan condong ke kantoran

Dalam hal akhlak harus baik terlebih dahulu yang berbudaya senyum salam sapa. Dalam sikap seorang Pustakawan tidak boleh hanya duduk di balik meja! Harus mampu berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan siswa.

Edisi 3 | februari | 2015

Rina Untari (Mahasiswi | Pacitan | UMS | Pendidikan B.Indonesia)

Mengingat kurang mengetahui tentang apa pustakawan tersebut, jadi bingung mendefinisikannya.


WISHI-WOSHI

Penting mana, Guru atau Pustakawan? Mengapa?

Rina Untari (Mahasiswi | Pacitan | UMS | Pendidikan B.Indonesia)

Lebih penting Guru, itulah yang membuat saya mengambil jurusan pendidikan.

Nor Akhmad Akhsan

Jamik

(Pendidikan B.Inggris Universitas Muria Kudus | guru di SMK Darul Musyawaroh Bangsri Jepara| akhmadakhsan@ymail.com)

(Mahasiswi | Lulusan Ilmu Keolahragaan dan sedang menempuh Pendidikan Jasmani di Universitas Negeri Malang | septyjamik@gmail.com)

Lebih penting peran seorang guru karena tanpa seorang guru kemungkinan besar murid tidak akan mengunjungi perpus. Guru juga sebagai orang pertama yang mengajarkan cara membaca dengan baik dan benar. Guru dalam sekolah kamipun merangkap sebagai seorang “Pustakawan” dalam membantu pemanfaatan perpustakaan.

Antara Guru dan Pustakawan semua berperan penting dan harus bisa kerjasama. Menurut Saya seharusnya seluruh para pendidik, staf, dan semua komponen perlu melakukan aktifitas outbond agar pemikiran segar dalam pemikiran dan pandangan.

Muhammad Alaik Nashrullah (Pogram SM3T DIKTI | Kudus | Lulusan 2013 (Pendidikan Sejarah) | Lokasi Mengajar: SMP 6 Golewa Selatan NTT | alexmahdavicka@gmail.com) Bagi saya penting semua. Karena guru dan pustakawan bekerja sesuai dengan porsinya. Guru sebagai yang mencerdaskan generasi bangsa dan Pustakawan pada kearsipan. Dapat saling bekerjasama karena murid tidak hanya terpaku pada materi yang diberikan guru, murid diharuskan melakukan pengembangan diri secara mandiri dengan salah satunya memanfaatkan perpustakaan. Namun semua itu apabila di daerah pelosok hanya sebatas wacana yakni dibuktikan dengan di lokasi saya mengajar ini dengan sistem dan fasilitas pendidikan seadanya. Contohnya Perpustakaan SMP masih menjadi satu dengan Perpustakaan SD dan tidak ada ruangan laboratorium ipa, bahasa, maupun ips. Guru juga menjadi guru “serabutan” yakni mengajar lebih dari satu pelajaran yang diluar kemampuannya berhubung kekurangannya sumber daya manusia guru.

Prihatin Suryaningtyas

Natalia Devita Sari

(Program SM-3T DIKTI | Sragen | UMS (Pendidikan Biologi) | Lokasi Mengajar : SMKN Bajawa Utara | atnsurya@gmail.com)

(lulusan pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun, 2 bulan menjadi guru di SDN Kinandang 2 Madiun | N474LY_devita@ymail.com)

Kalau disuruh memilih tentunya lebih penting peran Guru daripada Pustakawan bila dilihat dari lokasi saya mengabdi saat ini di daerah pelosok NTT dan juga secara pandangan umum saya mengenai kondisi tersebut. Walaupun sebenarnya semua elemen tersebut penting.

Edisi 3 | februari | 2015

Peran di Sekolah menurut pandangan saya secara pribadi dan umum lebih penting Guru daripada Pustakawan. Mengingat di Sekolah kami belum ada perpustakaan dan juga berdasarkan pengalaman pribadi terhadap Pustakawan di luar lingkungan sekolah kami.


Orang Orang Proyek

TERAPI

Ahmad Tohari “Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan kepada masyarakat miskin. Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya merupakan hal yang niscahya untuk menghasilkan kemaslahatan bersama?”

S

ebelumnya, perlu disampaikan bahwa

mengidentikkan desa dengan sesuatu yang “klasik”,

penulis merupakan pembaca pemula

tidak “kekinian” dan lainnya. Ahmad tohari

Ahmad Tohari, jadi mohon maaf jika

mencoba membawa ke-desa-an ini masuk ke dalam

uraian berikut ini sangat subjektif dan

mainset kebanyakan orang yang berpikir bahwa

kurang luas. Sekali lagi mohon maaf atas

kehadiran desa tak berhubungan dengan

ketidaknyamanan ini.

modernisasi.

Kutipan diatas adalah tulisan dibalik cover

Menceritakan satu contoh (diantara

novel “Orang-orang Proyek”, karangan Ahmad

berbagai contoh dan ragam lain) pembangunan

Tohari. Sastrawan asal banyuwangi yang selalu

pada jaman orde baru. Lika-liku dan segala

mengeksplorasi hal-hal berbau desa dan kaum

intriknya, dominasi idealisme feodal yang

“bawah”. Dari diksi-diksi nya kita dapat melihat

pragmatis, elit-elit politik yang korup, sewenang-

kedekatan Ahmad Tohari dengan desa, nuansa-

wenang dan pada konteks cerita ini menjadikan

nuansa ke-desa-an, berbagai macam “sasmita

proyek pembangunan sebagai momentum

alam” yang dengan cerdik dibaca oleh Ahmad

“bancakan”, bahkan parahnya bancak an struktural,

Tohari. Dengan klise nya, seringkali kita

dari mulai elit hingga grassroot.

Edisi 3 | februari | 2015


TERAPI Keadaan tersebut dibarengi dengan perilaku rakyat

Berlatar belakang dari turunan petani miskin yang

kecil yang suka mengendus demi kepentingannya

beruntung sadar dengan pentingnya pendidikan. Ia

sendiri, sikap emoh rugi dan gemar mendewakan

“terjebak� di antara kawanan perampok uang

pemimpin tanpa sedikitpun memiliki inisiatif untuk

rakyat, tempat dimana idealisme dan kisah cinta

bersikap skeptis. Setidaknya –yang benar-benar

nya dipertaruhkan. Antonim nya adalah Dalijo

telah dibaca penulis- ada dua novel berlatar orde

Seorang mandor, merupakan antithesis dari Kabul

baru yaitu; Orang-orang Proyek dan Trilogi

yang idealis; memiliki corak plin-plan, tidak tahan

Ronggeng Dukuh Paruk (yang nyawa Srintil-nya

goda materi, pragmatis sehingga menganggap

sedikit tergantikan dengan sosok aktris ayu

segala apapun yang bisa menguntungkan,

berwajah oriental Prisia Nasution).

walaupun tidak sesuai dengan idealisme dan hati

Hanya saja pada Ronggeng Dukuh Paruk

nurani maka sah untuk diambil. Berlatar belakang

merupakan periode awal orde baru, pelengseran

dari universitas yang sama dengan Kabul,

orde lama hingga awal masa kejayaan, sedangkan

barangkali dulu juga memiliki idealisme yang sama

pada Orang-orang Proyek, settingnya pada

dengan kabul, maka pantas jika corak manusia

pertengahan hingga mendekati akhir periodisasi

seperti ini disebut sebagai “plin-plan�. Sama halnya

orde baru. Ke-duanya saling berkesinambungan,

dengan Kabul, ia juga berasal dari golongan petani

memiliki corak kehidupan yang relatif sama. Novel

miskin. Selanjutnya,

ini berlatarkan tahun 90an, tepatnya periode setelah peristiwa genosida besar di tahun 65, namun bekas-bekasnya begitu kuat terasa pada jaman ini (mungkin sampai sekarang). Pelabelan PKI masih digunakan secara efektif oleh rezim saat itu, dengan partai politik sebagai salahsatu kendaraan (selain militer, dll) untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak se-iya se-kata dengannya. Termasuk pada diri Mas Kabul, tokoh utama di novel ini, yang menjadi korban, walaupun tidak sampai pada pelabelan, namun menjurus kearahnya. Desa dan orde baru, dua variabel yang coba dihadirkan dalam novel ini, dan Ahmad Tohari juga mencoba mengisyaratkan bahwa memerlukan uraian panjang untuk mendeskripsikan sejarah gelap orde baru. Masing-masing tokoh merupakan perwakilan dari masing-masing karakter manusia pada saat itu. Kabul adalah Seorang insinyur muda, mantan aktivis, memiliki karakter kuat, idealis konsisten, memiliki empati, berpihak kepada rakyat miskin.

Edisi 3 | februari | 2015


TERAPI Pak Tarya, seorang pensiunan pegawai negeri,

dari sekitar yang begitu kuat, karena begitu

merupakan tokoh katalisator, berada di tengah

loyalnya Dalijo dan punggawa kekuatan besar

konflik, bijak (sehingga sederhana), memiliki

rezim orde baru yang begitu loyal (dan rakus).

karakter orang desa yang cukup kental (dibaca:

Namun semua godaan yang menghadang tak

suka memancing dan memainkan seruling).

ayal mampu ditepis dengan konsistensi dan

Tokoh katalisator karena ada disamping tokoh

kekuatan Kabul.

baik, selalu memberi solusi, pendengar yang baik.

Mengapa novel ini penting? Jelas karena

Perjumpaannya dengan kabul membuat Tarya

sebagai gambaran bagi anak cucu kita,

secara tidak langsung masuk ke dalam konflik.

bahwasanya orde baru diwarnai sejarah gelap,

Kades Basar, Merupakan tokoh “netral”, masuk

agar mereka (dan kita) selalu ingat siapa nenek

ke dalam lingkaran –sebutlah- “kotor”, bahkan

moyang kita sehingga dapat menjadi acuan untuk

struktural. Ia adalah Kepala Desa di kampung

bersikap. Dan tentu saja novel ini masih relevan

dimana proyek pembangunan jembatan yang di-

dengan kondisi pembangunan saat ini. Berbagai

insinyuri oleh kabul. Sebagaimana dalam

proyek negara yang terhenti pada meja hijau.

dongeng, terjadi pertemuan yang kebetulan.

Motif dan modus nya sama, bahkan dengan

Basar adalah kawan sesama aktivis dengan Kabul

didukung perangkat modernisasi semakin

ketika masih di Universitas. Motivasi awal Basar

melicinkan upaya para koruptor. Seakan semua

mau masuk ke dalam lingkaran yang disebut

hal kotor tersebut adalah latah menahun di

diatas adalah tentu mengubah sistem yang ada,

negeri ini. Lebih jauh, penulis memandang bahwa

merubah dari dalam. Wati, Perempuan, anak

novel ini bisa juga dikatakan sebagai

pejabat yang bekerja sebagai sekertaris Kabul.

“kepanjangan tangan” dari Ronggeng Dukuh

Penggambaran wanita anak kalangan terhormat.

Paruk –seperti telah disebutkan diatas- (yang

Sosok penting yang menggambarkan adanya

mana merupakan novel penting sebagai rujukan

romantisme klasik dalam sebuah miniatur rantai

penggambaran suasana kelam peristiwa 1965

makanan, satu penentuan makan atau

naas itu).

dimakannya seseorang, kegalauan nurani yang selalu coba di goyah oleh silaunya materi kala itu. Ada dua macam konflik yang terjadi

Selain itu, popularitas novel ini tidak se santer karya lain, khususnya Ronggeng Dukuh Paruk, yang eksistensi nya didongkrak oleh

dalam novel ini; konflik langsung, fisik, antara

kemunculan film “Sang Penari”. Dari segi literasi

lain; pertentangan nya dengan lingkungan yang

jelas sekali novel ini tak boleh luput oleh jaman

tak sepaham dengan idiologi nya, yang diwakili

yang kian meminggirkan bacaan penting di masa

oleh sosok Dalijo, simbol penindasan rakyat yang

lalu, khususnya orde baru.

ada dalam proyek. Namun justru konflik paling santer adalah pertentangan batin Kabul, godaan

Edisi 3 | februari | 2015


GELITIK

Pelangi Monochrome

P

endidikan dan peran perpustakaan, adalah dua macam alur yang apabila dirangkai akan jadi cerita yang unik, namun bisa saja absurd. Kedua nya tak bisa serta merta di elaborasi sedemikian sembrono nya hingga tercipta ramuan ajaib bagi kemajuan pendidikan yang dicita-citakan secara tekstual oleh negara ini. Tanpa formula-formula, doa serta santiaji sakral tak kan tercetus satu solusi berarti yang

bakalan digagas oleh para pemangku yang semoga tak pernah berpangku pada empuk nya sofa senayan (katanya). Rangkaian basa-basi ini sebenarnya adalah doa, kata orang-orang dahulu, doa yang baik adalah doa yang di lakukan dengan jalan bercerita. Tidak bermaksud merangkai cerita heroik, tidak juga ironi, hanya saja ini yang bisa kuberikan. Maaf kalau terlalu panjang, semoga kamu tidak digerogoti kebosanan membacanya. Maka jadi seperti ini.

N

amaku Rina Purwaningsih. Aku seorang

pintar-pintar menempatkan diri, harus fleksibel, agar

pustakawan di sebuah Madrasah Tsanawiah di

selalu diangap ada. Wajar saja, aku paling muda, dan

daerah Piyungan, Yogyakarta. Bukan apa-apa,

semua nya telah berkeluarga. Seringkali obrolan yang

hanya hitungan hari saja setelah ku raih gelar diplomaku,

diperbincangkan adalah obrolan keluarga, aku hanya

aku langsung diterima bekerja di sekolah ini. Selama

sesekali mengiyakan saja. Namun taka apa lah, semoga

sekitar 1,5 tahun ini, Alun-alun - Piyungan (yang mana

semua menjadi amalku. Amin.

jaraknya sekitar 15 Km) kutempuh selama enam hari

Mengenai kurikulum 13, ku anggap itu amburadul,

semingu bahkan telah menjadi seperti rumah ke-dua

bubar semua. Membuat pusing guru dan siswa. Ditambah,

bagiku. Aku merasa senang bekerja di perpustakaan,

wacananya sekarang kembali lagi ke kurikulum 2006.

karena bisa dekat dengan siswa, terkadang mereka lebih

Amburadul pokoknya. Lalu perpustakaan mau

dekat denganku. Jaringan kerja ku juga semakin banyak.

dikemanakan? Menurutku perpustakaan bisa ikut andil,

Namun aku banyak dipandang sebelah mata, orang masih

sebab perpus mempunyai peran penting di sekolah,

mengangap perpustakaan sebagai tempat “punishment�,

namun sekali lagi sekolah tetap acuh.

apalagi gaji ku saja kubilang tak sesuai dengan

Aku bukan tipe pustakawan yang merasa dibuai

pekerjaanku. Lalu aku juga bekerja sendiri, tak sebanding

dengan undang-undang mengenai perpustakaan, katanya

dengan pekerjaanku, selain itu juga aku tak bisa sharing

5% dana sekolah untuk perpus, namun aku merasa

mengenai perpustakaan. Namun, pihak sekolah seolah tak

lumrah ketika pembiayaan administrasi perpustakaan tak

mau tau.

menentu. Kemampuan tiap sekolah kan beda-beda. Ya,

Namun aku sedikit terhibur, murid-murid begitu menghargaiku, sedangkan pandangan para guru menurutku belum sesuai yang aku inginkan. Aku harus

Edisi 3 | februari | 2015

aku harus pintar-pintar me-manage anggaran perustakaan-ku.


GELITIK

N

amaku Nur Wahid, aku telah bekerja di perpustakaan selama 2 tahun. Oiya, aku bekerja di SD Rimba, di daerah Gamping, sekaligus aku juga

tinggal di sekolah, jadi menghemat biaya transport. rasanya jadi

pustakawan itu seperti gado-gado, manis, asem, pahit jadi satu. Namun aku beruntung, semangat kekeluargaan dengan seluruh warga sekolah begitu hangat. Capek so pasti, fullday ditambah sendiri di perpustakaan. Untuk tingkat SD kurasa lebih enjoy ya, asyik melihat tingkah manja anakanak, tidak monoton seperti di perustakaan perpguruan tinggi. Namun memang perlu tenaga ekstra menghadapi anak-anak. Bukan apa-apa, susah di atur. Ditambah seringkali aku merangkap pekerjaan tambahan yang mana sebenarnya bukan tugas-pokok-tujuan dan fungsi-ku sendiri. Jadi kepala perpustakaan, pelaksana, wara-wiri keliling toko buku, operator fotocopy, tukang jilid, cetak, listrik, sarpras, kebersihan, proyek-proyek sekolah, desain dan masih banyak lagi. Kamu bisa bayangkan, kan? Tentang kurikulum 13, kalo aku boleh bilang jadi “korban� nya Pak Anis Baswedan ya. Disini sudah sepakat dengan kurikulum 13, lalu di “boikot� beliau, jadinya rempong. Aku sudah bekerja membantu peng-administrasi-an buku-buku kurikulum 13, capek karena banyak, lalu kemudian ada seruan dihentikan? Lalu usahaku bagaimana? Imbasnya bayak buku-buku yang terpaksa digudangkan. Mentri sebelumnya juga, jika kurikulum 13 belum siap mengapa dipaksakan? Biaya pelatihan miliaran rupiah namun dibarengi usaha yang setengah-setengah.

Edisi 3 | februari | 2015


GELITIK

A

ku seorang pustakan di sebuah SD, sejak Juli tahun lalu. Pekerjaanku serabutan di sekolah. Terkadang aku dimintai tolong mengetik sekaligus mengedit silabus, rpp

guru, malahan terkadang harus mengajar pelajaran TIK. Oiya, Namaku Triyanto.

Pertama kali aku datang, perpustakaan masih begitu “berantakan�, buku-buku hanya

baru diberi kantong buku di bagian belakang, dan hanya di beri cap saja buku nya, belum di inventaris. Ditambah belum terorganisir, belum ada visi misi apalagi struktur pengelola. Aku membangun dari awal. Namun wajar saja, dulu sebelum aku, perpustakaan ditempati oleh seorang sarjana ekonomi. Namun dengan membangu dari awal justru ilmu ku langsung terpakai, secara, aku masih fresh graduate. Secara umum aku menikmati pekerjaan ini, seoalnya aku membangun perpustakaan hamper dari 0!. Semua masih manual, namanya juga SD dan di desa lagi. Untuk masalah anggaran memang sedikit susah menurutku. Katanya ada beberapa persen dana bos yang disalurkan untuk perpustakaan, tapi kenyataaannya? Dari juli sampai sekarang, aku belum pernah secara khusus berbincang dengan sekolah mengenai anggaran. Aku sih pengennya gerak cepat, bikin berbagai revolusi di perpus, tapi apadaya kurang di support secara materiil. Namun komunikasi dengan teman-teman guru baik, apalagi yang masih fresh sepertiku. Kurikulum 13 bagiku bagus, membuat siswa banyak ke perpus karena materi dalam bukunya masih kurang memenuhi sehingga harus mencari penunjang di perpustakaan. Lain halnya dengan KTSP yang materi nya kebanyakan telah ada dalam buku. Namun itu pun juga menurutku, yang mana aku mulai bekerja sejak kurikulum 13 dijalankan. Intinya aku menekankan peranan perpustakaan sebagai sumber belajar, seperti dalam teori nya Darmono. Kalau hubungannya sama kurikulum, perpustakaan tinggal mengikuti saja.

dailymail

Kurikulum gonta-ganti, tapi buku nya tetap bisa saja dipakai, yang penting kan informasi nya. Bukankah buku pada dasarnya tidak tergantung pada kurikulum? Sehingga aku harus tau informasi-informasi yang ada di dalamnya, sehingga ketika ada yang mencari aku dapat membantu. Tugasku utamaku adalah bagaimana membuat perpus menjadi bermanfaat, walaupun sekolah kurang peduli.

Edisi 3 | februari | 2015


GELITIK

N

amaku Restu Prasetya. Aku adalah seorang pustakawan di sebuah SD Internasional bernama Montessori. Selain sebagai pustakawan, aku juga merangkap sebagai

operator sekolah (tugasnya seperti menginput data siswa dan guru, dll). Kebetulan

perpustakaan juga belum lama ada di sekolah ini. Jadi, selama 6 bulan ini, aku membangun perpustakaan hampir dari awal. Maklum saja, sebelumnya ditempati oleh tenaga yang merangkap sebagai guru, jadi pekerjaan di perpustakaan terbengkalai. Aku harus mengolah buku lagi dari awal, memperbaiki penomoran inventaris, dan masih banyak. Tapi yang jelas semua respect terhadapku. Guru dan murid sering ke perpus, mereka menganggap perpustakaan sebagai tempat penting. Semua referensi ajar guru ada di perpustakaan, anak-anak juga kebanyakan telah memiliki minat baca yang tinggi. Didukung lagi dengan adanya jadwal library time atau jadwal kunjung perpus. Maklum lah, sekolah internasional. Karena sekolah internasional, semua koleksi nya berbahasa inggris, percakapan seharihari juga dominan bahasa inggris, padahal kemampuan bahasa inggris ku bisa dibilang kurang. Tapi tak apa-lah, aku mulai belajar dan justru memotivasiku untuk terus berlatih. Guru adalah sosok yang sangat membantu pekerjaanku, selain berkomunikasi agar kegiatan sirkulasi lancar, kami juga bersama membuat jadwal kunjung perpustakaan. Mereka

peakprosperity

juga pasti seminggu sekali meminjam buku di perpus sebagai koleksi di kelas. Karena di setiap kelas ada mini library. Mengenai kurikulum 13, aku tak banyak mengalami kendala, karena di tempatku 30% kurikulum Indonesia, sisanya berpacu pada kurikulum Eropa. Guru-guru di tempatku termasuk tak banyak mengalami hambatan dalam aplikasi kurikulum ini, karena hampir mirip dengan kurikulum yang diterapkan di sekolah kami. Benar saja, kurikulum 13 memang berpacu dari kurikulum luar negeri. Aku juga mendengar bahwa kurikulum 13 dihentikan, dan kembali ke kurikulum awal, aku juga mendengar berbagai keresahan teman-teman dari sekolah lain.

Edisi 3 | februari | 2015


GELITIK

T

emanku yang terakhir bernama Pak Santoso. Warga dusun Jambon, Sleman kelahiran tahun 1954 itu mendiami sebuah rumah kayu beralaskan tanah. Botol plastik air mineral sedikit-sedikit muncul dari sebuah goni besar. Sore itu aku menghampirinya, jalan becek

kulewati dengan lincah dan dia menghampiriku setelah membenahi sarung kusut dan memakai kaos partai nya. Sisa-sisa ekspresi riang masih kudapati dibalik gigi-gigi kusam nya. Terlihat natural. Aku bukannya menarasikan suara kaum pinggiran seperti pada acara reality show TV di TV-TV nasional perlente itu. Yang mengangkat realita kaum pinggiran, namun sama sekali tak mengulas realitas struktural penyebab keterpinggirannya. Seakan kemiskinan adalah takdir pahit jaman. Seakan kemiskinan berakar pada kedunguan otak kita? Pak Santoso, atau teman-teman muda nya dulu memanggil nya “Teges” (bahasa jawa, artinya kokoh, kuat) memiliki 2 anak, Janur dan Juwito, yang pertama kelas 3 di SMK Muhammadiyah di daerah Kentungan, mengambil jurusan Otomotif, dalam critanya, terlihat sekali ia menaruh harapan besar kepada si sulung. Si bungsu lain lagi, Juwito bersekolah di SD N Jambon, kelas 5. Selain bersekolah, ia juga kerap kali membantu pekerjaan ayahnya, bekerja jika disuruh orang pula, seperti ayahnya. Bapak yang mengaku hanya tamat SD ini kerja serabutan, jika musim kemarau pekerjaan tetap nya adalah memulung botol, namun jika musim penghujan begini, tak banyak yang ia lakukan, hanya sesekali memenuhi panggilan tetangga yang menyuruhnya memasang genteng atau, apa lah begitu. Bicara pendidikan, ia semangat sekali. “Seringkali anak saya minta dibelikan buku, yang besar kemarin minta buku pelajaran otomotif seharga 850 ribu, ya namanya orang tua, kesulitan biaya, pasti, tapi yang penting anak bisa sekolah”, dengan logat jawa nya yang halus, namun berapi-api. Ketika ku tanya mengenai kurikulum yang diganti ganti, lalu mentri pendidikan telah diganti, adakah harapan buat nya? Jawabannya sama, “saya Cuma orang bawah, nggak mau mikirin hal-hal seperti itu, bikin pusing. Yang penting saya bekerja bisa buat menanak nasi, dan anak bisa sekolah yang rajin, itu saja. Kurikulum apa, saya nggak tau”, paparnya panjang lebar.

Nah, itu tadi semua cerita teman-temanku. Ya, bisa dibilang asam manis, namun yang jelas mereka semua teman baikku. Menginspirasi dan tak kenal lelah.

Edisi 3 | februari | 2015


mum路pung adv. cak selagi; kebetulan (ada baik dsb); senyampang: -- ada uang, belilah barang yg berharga

se路la v. ada selanya; berselang; bercelah;me路nye路la v 1 terletak (tersisip dsb) di antara dua benda dsb: beberapa rumah model kuno - di antara gedung-gedung yg modern; 2 menaruh (menyisipkan dsb) sesuatu di antara dua benda dsb: tanaman kacang dapat dimanfaatkan untuk - pohon cengkih yg belum besar; 3 menyelang: - percakapan orang lain adalah perbuatan yg kurang sopan;

Mum-pung Se-la v. Kegiatan segelintir kaum pelajar yang meluangkan waktu berharga nya demi tuntutan mertua dan kesarjanaan. Dampak kelamaan tak lulus-lulus apalagi terancam lajang akut.


a few minutes ago

DIBUANGSAYANG

@incunabulazine

Like

Comment


a few minutes ago

DIBUANGSAYANG

@incunabulazine

Like

Comment


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.