selected writings of
INDAH MEGA ASHARI
welcome!
CONTENTS Kualitas Hidup Pedagang Nasi Kuning di Jalan Ganesha
1
Museum Konferensi Asia Afrika : Ikon Kota Bandung yang Sarat Sejarah
7
Permainan Rasa, Ruang, dan Alam
13
Harmonisasi Ruang
21
INDAH MEGA ASHARI Depok indahmega19@gmail.com 085880229562
Indah Mega Ashari //
@imegaasha
Blog : scatteredmemoriesofmine.wordpress.com
Hello, I am Indah, bachelor of architecture from Bandung Institute of Technology (ITB). I describe myself as an open-minded and hard-working person who enjoys plunging myself into a creative atmosphere! I do and learn new skillls whole-heartedly, both in a team or individual project.
Kualitas Hidup Pedagang Nasi Kuning di Jalan Ganesha Sebuah karya untuk Mata Kuliah Pengantar Penelitian Arsitekur
Nasi uduk dan nasi kuning merupakan salah satu jenis makanan yang sangat umum di Indonesia. Apabila Anda adalah mahasiswa ITB yang biasa melewati Gerbang Seni Rupa, pasti tidak asing dengan gerobak bertuliskan “Nasi Kuning dan Nasi Uduk Bu Omas�. Tulisan ini berisi tentang hasil penelitian kualitas hidup pedagang nasi kuning dan nasi uduk tersebut.
6
Subjek Pedagang kaki lima yang saya wawancara bernama Bu Sri, dengan nama lengkap Sri Mulyati. Wanita separuh baya itu lahir pada tahun 1986 di Garut, Jawa Barat. Beliau mengenyam pendidikan terakhir di SMA. Setelah pindah dari Garut, Bu Sri tinggal di daerah Cicaheum. Di rumah yang beliau tinggali sekarang, beliau hidup berempat dengan suami dan dua anaknya yang masih kecil. Anak sulungnya baru menduduki bangku Sekolah Dasar (SD) sementara anak bungsunya sedang bersekolah di Taman Kanak-Kanak (TK). Ketika berjualan nasi kuning dan nasi uduk sehari-hari, Bu Sri bersama dengan Bu Omas (mertua dari Bu Sri) melayani para pembeli dengan sangat ramah. Diawali dengan pertanyaan “Mau nasi kuning atau nasi uduk?�, Bu Sri menyiapkan nasi uduk dan kuning andalannya agar bisa segera dinikmati. Kebaikan Bu Sri tidak berhenti sampai saya selesai membeli makanannya. Beliau dengan sabar menuntun saya dan teman saya ke rumahnya yang cukup jauh, bahkan menyuguhkan makanan dan minuman di rumahnya yang sederhana. Saya merasa sangat tersentuh atas keramahan yang telah Ibu Sri berikan. Setiap pertanyaan yang saya lontarkan dijawab dengan malu-malu, sesekali tertawa atas jawaban yang beliau berikan sendiri.
7
Rumah
Privasi
Lokasi rumah Bu Sri dan keluarga terletak di daerah Cicaheum, Bandung bagian Timur . Alamat lengkap rumah tersebut yaitu Jalan Jathanda, Desa Mandalamekar, RT 4 RW 8, Bandung. Rumah yang ditinggali oleh Bu Sri dan keluarga memiliki luas sekitar 30 m2 dengan ukuran 6 x 5 m. Rumah tersebut terdiri dari 1 lantai yang dibagi menjadi lima ruangan : satu ruang keluarga yang digabung dengan ruang tamu, satu kamar tidur utama untuk Bu Sri dan suami, satu kamar tidur untuk anak, satu dapur, dan satu kamar mandi. Material yang digunakan adalah bata dengan lapisan cat berwarna biru dengan atap genting keramik.
Apabila dilihat dari segi privasi, Rumah Bu Sri sudah tergolong cukup memenuhi. Rumah mungil tersebut sudah ditutupi oleh dinding solid yang menjaga privasi keluarga Bu Sri dari gangguan luar. Privasi masing-masing anggota keluarga juga sudah cukup terjamin, karena semuanya telah memiiki ruangan di mana mereka dapat mengatakannya sebagai teritori milik sendiri. Hal yang merupakan permasalahan privasi pada rumah tersebut yaitu tidak adanya batas antara ruang tamu yang dapat diakses oleh orang luar dan ruang keluarga di mana biasanya Bu Sri dan keluarganya berkumpul. Apabila ada tamu yang datang berkunjung, keluarga yang sedang berkumpul di ruang keluarga akan merasa privasinya terganggu
Di bagian eksterior rumah terdapat teras depan dan teras samping yang dibuat agak tinggi dan dilapisi oleh material ubin. Di depan rumah terdapat halaman yang tidak terlalu luas, namun masih cukup untuk digunakan sebagai tempat memarkir motor dan area menjemur pakaian. Tanahnya sudah dilapisi oleh perkerasan semen agar tidak becek oleh tanah.
RUANG MASAK
KAMAR ANAK
KAMAR UTAMA
DAPUR
KAMAR MANDI
RUANG KELUARGA DAN RUANG TAMU
Denah rumah Bu Sri dan keluarga
8
Pencahayaan Kondisi pencahayaan di lingkungan rumah Bu Sri masih tergolong kurang. Di malam hari, suasana rumah cenderung gelap karena kurangnya nyala lampu yang dipasang di dalam rumah. Di halaman depan dan gerbang utama rumah juga sangat minim pencahayaan. Cahaya hanya datang dari arah teras rumah, sehingga dari luar halaman lingkungan terlihat cukup gelap.
Kesehatan Di lingkungan rumah Bu Sri terdapat dapur umum yang biasa digunakan oleh Bu Sri dan mertuanya untuk memasak nasi kuning dan nasi uduk. Posisi dapur umum tersebut di ruang terbuka, dibawah perpanjangan atap yang menjadi teras. Apabila hujan, atap yang bocor menyebabkan tetesan air jatuh ke area dapur. Apabila dilihat sekilas, kebersihan di area dapur tersebut masih kurang sehingga memicu munculnya bibit penyakit di lingkungan rumah. Tempat berair dapat menjadi sarang nyamuk dan bakteri yang menimbulkan penyakit seperti demam berdarah dan lain-lain.
9
Lapak Lapak nasi kuning dan nasi uduk tempat Bu Sri berjualan terletak di Jalan Ganesha, tepatnya di area pintu Gerbang Seni Rupa. Barang yang dijual di lapak selain nasi uduk dan nasi kuning adalah lauk pauk seperti telur, ayam, kentang, dan sayuran pelengkap nasi. Setiap harinya, Bu Sri berdagang bersama dengan mertuanya, Bu Omas, dibantu oleh suaminya juga. Ketika menyipkan dagangan, Bu Sri juga dibantu oleh anggota keluarganya yang lain, seperti adik dari abah, adik ipar, dan bibi. Lapak yang digunakan oleh Bu Sri cukup sederhana. Dengan gerobak berwarna cokelat dan tenda biru yang menutupinya, lapak tersebut dimanfaatkan sepenuhnya oleh Bu Sri dengan baik. Meja makan beserta kursinya diletakkan tepat di bawah tenda untuk menjaga pembeli dari teriknya matahari. Tanpa Bu Sri sadari, lapak tempatnya bekerja telah memberikan identitas tersendiri antara dagangan Bu Sri dengan penjual lainnya.
10
Kualitas Hidup Alasan Bahagia Bu Sri memiliki beberapa alasan sederhana yang membuat beliau bahagia. Alasan-alasan tersebut diperoleh melalui hasil wawancara dengan beliau. Beliau merasa amat bahagia apabila jualannya pada hari itu habis, apalagi habis dengan cepat. Beliau juga merasa bahagia apabila dirinya dapat mengurus kedua anak tersayangnya dengan baik, seperti membelikan mereka buku atau memberikan makanan yang sehat. Bu Sri juga berkata bahwa beliau akan sangat senang jika mendapat lapak jualan yang lebih baik, dari segi keamanan dan kenyamanan. Ketika seluruh hal yang membuat Bu Sri bahagia tercapai, maka nilai kualitas hidup Bu Sri akan sangat baik.
Alasan Tidak Bahagia Bu Sri mengungkapkan beberapa alasan yang membuatnya merasa tidak bahagia. Salah satunya ketika beliau berjualan namun dilakukan secara terburu-buru, sehingga membuat dirinya stress. Terutama ketika terhambat macet di perjalanan karena tempat tinggalnya cukup jauh dari Ganesha. Keterlambatan sampai di Ganesha menyebabkan dirinya dan keluarga terburu-buru menyiapkan gerobak dan barang dagangan karena terkadang sudah ada pelanggan yang ingin membeli.
Keterhubungan Kualitas Hidup dan Ruang Kegiatan Dengan melakukan analisa terhadap berbagai aspek kehidupan Bu Sri, saya menyimpulkan bahwa kecenderungan yang membuat kualitas hidup Bu Sri baik adalah hubungan sosial dengan keluarga. Hubungan sosial tersebut dapat dipicu dengan adanya ruang dan waktu yang bisa dinikmati bersama. Berdasarkan hasil wawancara, Bu Sri merasa paling puas terhadap hubungan sosialnya dengan keluarga. Hubungan sosial tersebut terjadi karena adanya interaksi sosial yang kerap kali terjadi di rumah, ketika Bu Sri dan suaminya berkumpul dengan kedua anaknya. Tanpa disadari, rumah mungil yang memaksa sebuah keluarga untuk berkumpul dalam waktu yang rutin memicu munculnya interaksi sosial yang meningkatkan hubungan dalam keluarga. Tidak adanya sekat pada ruang tengah menciptakan reaksi positif kepada interaksi antar keluarga. Ruang tengah tersebut dapat digunakan untuk berbagai fungsi, seperti makan bersama, menyetrika baju atau sekedar bermain bersama anak.
Pada aspek yang dapat mengurangi kualitas hidup, diketahui melalui hasil wawancara bahwa Bu Sri tidak suka melakukan hal secara terburu-buru karena hal tersebut dapat membuat stress. Saya menyimpulkan bahwa suasana rumah dan lapak belum cukup untuk mengurangi tingkat stress dan kelelahan yang dirasakan Bu Sri. Kedua ruang kegiatan tersebut akan sangat baik apabila diberi tambahan elemen yang dapat mereduksi tingkat stress Bu Sri, seperti warna yang lebih tenang. Dari kedua paragaf sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa ukuran rumah yang kecil dapat memicu timbulnya interaksi sosial yang lebih intens antar anggota keluarga dan hal tersebut meningkatkan kualitas hidup seorang Bu Sri. Di sisi lain, suasana rumah Bu Sri dan lapak tempatnya bekerja masih belum cukup untuk dapat mereduksi tingkat stress yang dirasakan oleh Beliau.
11
Museum Konferensi Asia Afrika : Ikon Kota Bandung yang Sarat Sejarah Sebuah karya untuk Mata Kuliah Desain Eksibisi
Konferensi Asia Afrika merupakan merupakan suatu peristiwa bersejarah yang sangat penting bagi negara kita, Indonesia. Kota Bandung patut merasa bangga karena telah menjadi tempat dilaksanakannya konferensi besar antar negara-negara di Asia dan Afrika. Untuk selalu mengenang peristiwa tersebut, pemerintah Kota Bandung membangun Museum Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, tempat yang sama peristiwa dahulu terjadi.
12
Museum KAA dalam pengelolaannya berorientasi pada beberapa hal penting, yaitu exhibiting encounters, cultural backgrounds, building heritage, dan natural solution. Museum sangat penting untuk mengacu pada keempat aspek di atas. Apabila sebuah museum telah sukses mengaplikasikannya maka museum tersebut dapat dianggap sebagai sebuah artwork dan issue identity. Pada paragraf-paragraf selanjutnya akan dijelaskan tentang aspek-aspek tersebut and bagaimana Museum KAA berorientasi padanya. Sebuah museum yang menjelaskan peristiwa bersejarah pada hakikatnya harus mampu membuat pengunjung memahami peristiwa tersebut, setidaknya secara garis besar. Akan sangat baik apabila museum itu dapat membuat pengunjungnya “tenggelam�. Yang dimaksud dengan kata tenggelam di sini adalah pengunjung terbawa dalam suasana yang diciptakan oleh elemen-elemen di musem tersebut. Misalnya, jika kita datang ke museum yang bertemakan peristiwa proklamasi, kita dapat merasakan kekhidmatan proklamasi di kala itu ketika berkeliling di dalam museum.
13
Museum KAA dalam konteks exhibiting encounters adalah bagaimana cara museum tersebut menyediakan alur bentuk yang meruang di dalam museum itu. Pada saat pengunjung masuk ke dalam musem KAA, mereka langsung disambut dengan suasana temaram dan manekin Presiden Soekarno yang berdiri di depan bendera-bendera negara Asia dan Afrika. Pengunjung kemudian dituntun untuk berkeliling museum melalui alur tertentu. Alur museum menyesuaikan urutan penyampaian informasi sejarah tentang peristiwa KAA. Alur dari pameran di ruangan pertama bentuknya mengular, untuk memaksimalkan ruangan yang ada. Setelah puas membaca infografis dan melihat benda-benda bersejarah yang dipamerkan, pengunjung bisa lanjut ke ruangan selanjutnya. Untuk menuju ke ruangan selanjutnya pengunjung harus melewati lorong yang cukup berliku, namun sesekali terdapat infografis seperti quote yang mendukung informasi bersejarah dari peristiwa Konferensi Asia Afrika sehingga pengunjung tidak bosan. Untuk pengunjung yang ingin mengunjungi perpustakaan, terdapat perpustakaan di lorong yang menghubungkan ruang pertama dengan ruang selanjutnya. Terdapat pula auditorium yang mempertunjukkan peristiwa KAA melalui media video. Setelah melalui alur yang cukup panjang, pengunjung akan tiba di ruang aula yang sangat besar. Ruangan itu merupakan tempat terjadinya peristiwa KAA. Aula besar inilah yang dijadikan daya tarik utama dari Museum KAA, sehingga segala aspek yang ada di ruangan ini diberi sentuhan spesial. Contohnya, seperti pencahayaan khusus di deretan bendera yang menjadikannya terlihat lebih bersahaja.
14
Dalam konteks cultural background, pengelola museum yang baik seharusnya menambahkan kaitan budaya setempat dengan pengaturan alur dan isi dari museum tersebut. Pada Museum KAA kaitan budaya setempat yang disematkan di dalam museumnya dapat dilihat dari penempatan manikin-manekin dan benda-benda bersejarah yang mendukung peristiwa KAA. Pada dasarnya budaya orang Indonesia adalah mengapresiasi para tokoh-tokoh penting di seluruh peristiwa bersejarah. Dengan menempatkan manekin Soekarno diharapkan budaya itu dapat tersampaikan nilainya. Konteks building heritage adalah bagaimana cara pengelola museum untuk menyatukan budaya sekitar, axial context, dan artefak yang berada di dalam museum. Caranya dilakukan dengan mengaitkan museum terhadap beberapa konteks urban dan titik-titik penting dalam kehidupan masyarakat di Kota Bandung. Museum KAA ini terletak dekat dengan tempat yang dianggap sebagai pusat Kota Bandung, yaitu Alun-Alun Bandung. Secara tidak langsung, Museum KAA yang bertempat di Gedung Merdeka memiliki peluang yang baik untuk menjadi tempat berwisata sekaligus belajar sejarah. Dengan memperindah bagian dalam museum dan melakukan pengaturan ruang, alur, pencahayaan yang baik, dan pengadaan event khusus, museum akan lebih berhasil menarik masyarakat untuk datang dan mempelajari sejarah peristiwa KAA dengan baik.
15
Untuk membahas konteks selanjutnya, yaitu natural solution, dapat dicapai dengan mengelaborasi titik pandang, analogi identitas, dan landscape yang menyatu dengan bangunan museum tersebut. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, Gedung Merdeka merupakan gedung yang sarat akan sejarah. Ketika seseorang menyebutkan peristiwa Konferensi Asia Afrika, pasti akan terbayang Gedung Merdeka, seakan-akan Gedung Merdeka merupakan identitas dari peristiwa KAA itu sendiri. Museum KAA yang terletak di dalam Gedung Merdeka juga menjadi analogi identitas dari peristiwa KAA. Gedung museum yang terletak di pusat Kota Bandung, dikelilingi oleh bangunan-bangunan bersejarah merupakan daya tarik tersendiri dari Museum KAA. Gaya art deco yang melekat pada Gedung Merdeka dan bangunan-bangunan di sekitarnya memperdalam kesan historikal dari kawasan ini. Daerah sekitar Jalan Merdeka merupakan landscape yang sangat baik untuk museum bersejarah seperti Museum KAA.
16
Seperti apa yang telah dijelaskan pada beberapa paragraf di atas, saya menarik kesimpulan bahwa Museum KAA masa kini telah berhasil dalam berorientasi kepada keempat aspek yang disebutkan di awal tulisan (exhibiting encounters, cultural backgrounds, building heritage, dan natural solution) dengan cara yang saling bersimpangan dan mendukung satu sama lain. Meski begitu, tetap diperlukan beberapa sentuhan tambahan dalam pengelolaan museum agar keberadaannya tetap jaya. Saya berharap bahwa untuk ke depannya, Museum KAA tetap menjadi salah satu tempat masyarakat Bandung dan sekitarnya untuk mempelajari sejarah, khususnya sejarah Konferensi Asia Afrika.
17
Permainan Rasa, Ruang, dan Alam Sebuah catatan perjalanan di Hakone Open-Air Museum, Jepang Dipublikasikan melalui medium. com/@imegaasha
Mengalami ruang begitu dalam, sehingga lupa akan waktu yang telah berlalu. Mengagumi hal-hal kecil yang sederhana, membutakan indra akan apa yang nyata dan tidak. Mencerna setiap makna yang berusaha disampaikan, sedikit asyik meraba-raba karena tidak pernah tahu yang sebenarnya. Itulah yang saya rasakan ketika mengunjungi sebuah museum seni di Hakone, Jepang. Tiba di stasiun terdekat, saya dan keluarga berjalan kaki melalui lingkungan kota kecil yang nyaman. Bau hujan menemani langkah kami, menenangkan. Tidak sampai 5 menit, kami telah tiba di halaman Hakone Open Air Museum.
18
Tampak depan museum tidak memamerkan unsur desain yang kuat. Agar sesuai konteks sekitar, saya menebak. Apabila melihat sekeliling, museum ini tidak tampak menonjol sendiri. Hanya lobby grande di depan yang menciptakan identitas berbeda dengan rumah dan toko di sekitar. Pintu masuk museum tidak serta merta dipamerkan begitu saja. Terlepas dari toko souvenir dan cafe yang sengaja diletakkan di depan karena sifatnya publik, pengunjung museum dipaksa berjalan lebih “dalam� untuk dapat menikmati eksibisi yang ditawarkan. Mengapa lebih dalam? Karena perjalanan selanjutnya akan turun ke bawah. Saya menuruni sebuah eskalator dengan lebar khusus untuk satu orang, dipayungi oleh atap kaca yang sedikit berbisik karena dijatuhi air hujan. Sungguh suasana yang sangat berbeda dari loket membeli tiket di atas.
19
Ruang yang menerima saya di bagian bawah merupakan pelengkap pengalaman ketika menuruni eskalator. Dengan dinding dan lantai serba abu-abu, struktur baja di atas yang dibiarkan terbuka, serta signage dengan bahan marmer, tercipta kesan “dingin� . Cukup aneh untuk sebuah welcoming space. Entahlah, mungkin memang dirancang sedemikian rupa untuk mendukung pesan dari karya pertama yang dipamerkan, apapun itu pesannya.
Berbelok sedikit, terlihat sebuah lorong yang menuju ke suatu titik cerah di ujung jalan. Semakin mendekati ujungnya, semakin jelas apa yang akan ditemui pada ruang selanjutnya. Jangan bayangkan ruang abu-abu dengan material beton lainnya, karena yang akan ditemui pada segmen selanjutnya akan sangat berbeda. Ya, hamparan ruang terbuka hijau telah menunggu di sisi lain. Wajah saya tertampar udara sejuk ketika saya keluar dari lorong abu-abu menuju ruang pamer selanjutnya, yaitu taman terbuka lebar dengan latar belakang pegunungan yang indah. Karya-karya seni yang berupa sculpture atau instalasi bertebaran di halaman luas tersebut, ditata sedemiakan rupa agar tidak saling mendistraksi satu sama lain. Mengikuti kontur yang tidak rata, jalur pejalan kaki di taman terbuka itu dibuat sangat dinamis. Naik dan turun, miring ke kanan dan ke kiri. Selagi saya menikmati karya seni yang menjadi objek pamer utama, alam berkali-kali menyapa dan mengajak bermain. Angin berhembus dan membawa bau tanah yang basah — bau hujan yang terisisa. Bunyi gemerisik daun yang terdengar seperti background music yang sengaja disajikan oleh museum tersebut. Saya sendiri bahkan berpikir bahwa pepohonan dan olahan lanskap di ruang terbuka itu adalah bagian dari karya yang dipamerkan.
20
21
Pada ruang pameran terbuka tersebut, elemen alam seringkali dimanfaatkan untuk mendukung penyampaian makna dari karya seni yang dipamerkan. Seperti ketika elemen sungai dijadikan ruang pamer tersendiri dengan meletakkan karya sedemikian rupa di atasnya. Atau ketika dahan-dahan sengaja dibiarkan tumbuh lebat sedemikian rupa agar dapat membingkai sebuah karya, yang apabila dilihat dari sudut pandang tertentu tampak seperti manusia yang sedang berteriak kepada gunung. Merupakan sebuah pengalaman ruang yang unik ketika menikmati karya-karya tersebut. Keduanya, alam dan karya seni, saling berinteraksi menciptakan jalinan yang harmonis. Pada ruang pamer terbuka inilah jantung museum berada.
22
Ruang pamer pada Hakone Open-Air Museum tidak selamanya di luar ruangan. Di area lembah yang cukup rendah, terdapat bangunan putih yang kontras dengan latar belakang sekitar yang penuh pepohonan rindang. Kehadiran bangunan tersebut cukup tersembunyi dari pandangan pengunjung ketika baru memasuki ruang terbuka. Tulisan PICASSO dalam ukuran besar menjadi elemen fasad utama dari bangunan itu. Tak lain dan tak bukan, karya yang dipamerkan adalah beberapa masterpiece dari seniman terkenal yang mendunia, Pablo Picasso. Suasana ruang dalam bangunan tersebut sangat mendukung untuk mengapresiasi karya. Dengan pencahayaan yang temaram dan spotlight khusus ke karya, pengunjung dapat lebih mendalami makna dari karya yang dipamerkan. Semakin mendekati akhir dari sekuens yang telah diatur, saya menemukan karya yang sangat tinggi menjulang ke atas — sebuah menara hitam dengan ribuan kaca warna-warni sebagai fasadnya. Menara itu adalah gardu pandang, di mana pengunjung dapat melihat sebagian kecil Hakone dari atas. Saya memberanikan diri untuk naik ke atasnya. Dari dalam menara, seberkas cahaya terbiaskan, menciptakan gugusan cahaya indah yang seakan menuntun saya ke tingkat yang lebih tinggi. Berada dalam menara itu membuat saya merasa sedang berada di dalam gereja yang dibangun pada era Arsitektur Gotik, kelam namun entah kenapa memberi harapan.
23
Setelah berkeliling sekitar hampir 1 jam 30 menit, saya sampai pada bagian akhir dari sekuens pameran, yaitu galeri temporer yang langsung terhubung dengan toko cinderamata. Sangat disayangkan, keterbatasan waktu memaksa saya untuk tidak menghabiskan waktu lama di bagian pameran temporer. Saya segera keluar, dan menemui halaman besar yang pertama kali menyapa saya ketika memasuki museum. Mengunjungi Hakone Open-Air Museum untuk pertama kalinya merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya, seorang mahasiswa arsitektur yang masih haus akan pengalaman. Pengalaman ruang yang saya rasakan, keharmonisan jalinan antara seni dan alam yang saya amati, serta kekaguman saya terhadap permainan alur yang disajikan, menjadikan museum tersebut menjadi salah satu inspirasi saya dalam berarsitektur. Bagi saya, salah satu keberhasilan perancang museum adalah ketika pengunjung merasa terinspirasi setelah berkunjung ke dalam museum, dan perancang Hakone OpenAir Museum telah sukses melakukannya kepada saya.
24
25
Harmonisasi Ruang
Arsitektur, ruang, dan manusia Sebuah pemikiran pribadi, dipublikasikan melalui medium.com/@imegaasha Ruang tercipta karena adanya jarak yang nyata. Secara visual, ruang itu ada karena dibatasi oleh bidang, objek, sesuatu benda. Ruang itu kosong, berisi, ataupun antara keduanya. Ruang itu bagian dari arsitektur, dan arsitektur adalah ruang. Ruang dapat hadir melalui beberapa elemen, diantaranya; proposi, skala, bidang, bentuk, dan bayangan. Elemen itulah yang menciptakan apa yang dinamakan ruang. Langit-langit yang tinggi, lorong sempit dengan secercah cahaya di ujungnya, kamar kosong dengan dinding penyekat di tengahnya, perkerasan yang dikelilingi kolam dan vegetasi cantik serta tempat duduk nyaman, semua itulah ruang. Kita, manusia, adalah salah satu elemen yang mengisi ruang. Mengalaminya untuk kemudian melakukan interpretasi terhadap ruang tersebut. Perancang ruang berhasil ketika gagasan utama tersampaikan dan dirasakan oleh pengisi ruang. Dan akhirnya terjadi hubungan timbal balik antara keduanya. Harmonisasi antara apa yang dirasakan manusia dengan tujuan dirancangnya ruang.
26
Ada kalanya harmonisasi tersebut tidak terjadi. Pada beberapa kasus, pengisi ruang — kita — memperlakukan ruang tersebut tidak sesuai dengan tujuan dibuatnya, karena kondisi ruang yang tidak mendukung. Seperti ruang publik yang didesain sedemikian rupa tanpa memperhatikan standar-standar pengguna dan konteks sekitar. Ruang tersebut hanya akan menjadi kosong, tidak tepat guna. Ia akan jadi tempat lalu lalang saja, tanpa ada yang mengisinya. Merancang ruang membutuhkan banyak studi dan spekulasi tepat terhadap calon pengguna. Ya, semua mengacu kepada calon pengguna. Karena itulah studi kegiatan dan pengguna sangat penting dalam proses perancangan. Merancang ruang sebagai kelas untuk anak SMA akan sangat berbeda dengan merancang ruang untuk memamerkan karya seni di museum. Ketika perancang ruang berhasil mencapai kebutuhan pengisi ruang, harmonisasi itu tercipta dan kemudian ruang tersebut akan hidup. Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada melihat ruang yang Anda rancang berhasil menghidupkan pengisinya, bukan?
27
Publikasi Arsitektur itu, Seberapa pentingnya?
Sebuah pemikiran pribadi, dipublikasikan melalui medium.com/@imegaasha Sejatinya terdapat ekosistem yang saling berhubungan dalam praktik berarsitektur yang telah berlangsung selama ini. Dunia arsitektur digerakkan oleh berbagai peran yang berbeda, mulai dari para praktisi arsitek, developer, kontraktor, tukang, pengajar teori, bahkan pengguna arsitektur itu sendiri maupun golongan yang sekadar senang ‘menikmati ruang’. Siapa yang menjembatani pihak-pihak tersebut agar semuanya saling terkait? Jawabannya bisa saja: publikasi arsitektur. Tokoh-tokoh seperti kritikus, penulis, penyelenggara pameran, serta fotografer yang memfokuskan diri di bidang arsitektur kiranya sangat banyak berkontribusi dalam mempublikasikan arsitektur ke khalayak. Terkadang, banyak sekali gagasan yang ingin disampaikan oleh sebuah karya arsitektur namun tidak mampu ditangkap begitu saja oleh indera yang dimiliki manusia. Seperti bagaimana konsep komposisi ruang di sini, kenapa bukaan harus
28
mengarah ke sana, hingga alasan digantinya atap menjadi lembaran green roof. Riset — menyelami pustaka, merasakan ruang secara langsung, maupun melaksanakan wawancara kepada sang arsitek — merupakan beberapa cara para penggiat publikasi arsitektur dalam mengungkapkan setiap gagasan yang tersembunyi tersebut. Saya sendiri berpendapat bahwa ekosistem publikasi arsitektur lahir untuk ‘memasyarakatkan arsitektur’. Bahwa arsitektur itu ada di sekitar kita, dan ia tidak hanya milik segelintir golongan saja. Arsitektur seharusnya tidak eksklusif. Biarpun penggunaannya privat, keindahan dari komposisi ruang layaknya dapat dinikmati oleh siapapun dan di mana pun— melalui media publikasi arsitektur. Singkatnya, mahakarya arsitek-arsitek terkenal mulai dari Frank Llyod Wright sampai Tadao Ando, tidak akan bisa dipelajari oleh mahasiswa arsitektur di Indonesia tanpa adanya peran seorang kritikus maupun fotografer arsitektur yang mempublikasikan pandangan mereka terhadap karyakarya tersebut.
29
Ekosistem ini pun dapat berevolusi karena berkembangnya ‘taste’ masyarakat terhadap hal yang disebut ‘indah’. Bukankah manusia memiliki sifat dasar untuk tertarik kepada keindahan dalam bentuk maupun makna? Tidak diragukan lagi, masyarakat kini lebih senang mengunjungi pameran seni, ataupun bangunan yang menurut sense estetika mereka ‘cantik’. Keindahan itu makin dicari. Kondisi tersebut mendorong kelahiran media-media yang dapat menyediakan rasa haus masyarakat terhadap estetika ruang. Bayangkan jika publikasi arsitektur hanya dipandang sebelah mata. Bisa saja gagasan dari arsitek hanya dapat dinikmati oleh golongan tertentu sehingga tidak dapat dipelajari oleh para calon arsitek mendatang. Bisa saja ide-ide brilian arsitek ketika merancang tidak sampai kepada khayalak karena hanya dikemas melalui cara yang ‘intangible’ — sulit dilihat dan dimengerti. Bisa saja aset-aset arsitektural terkait bangunan penting akan hilang dan tidak dapat ditemukan di masa depan jika tidak didokumentasikan dengan baik. Jadi, seberapa penting kah ekosistem publikasi arsitektur? Jika ingin arsitektur di Indonesia semakin berkembang, ya, sangat penting.
30
31
Hoan-House in Nha Trang Represents a Miniature Hanging Garden Diedit oleh Daniel Jiang. Dipublikasikan melalui Archinesia.com
In tropical countries, a garden filled with plants has become one feature in designing a house. VTN Architects and ICADA subtly collide a house and a garden, by designing Hoan House as a ‘hanging garden’ where nature coexists with architecture. Hoan House—included in the architect’s series of ‘house for a trees’—is located among the mountains and ocean. The shape of Hoan House responds to the shape of mountains by sloping in a staggered appearance. It also behaves to the local building code that requires the roof to be sloped. The local code also directs how fifty per cent of the roof has to be covered with grey or orange-colour tiling. The roof is finally divided into parallel bands of the green areas and the grey-tiled area, creating a rhythm between the plants and the roof.
32
The interior of Hoan House is furthermore structured by the system of parallel bands itself. Materials which are used to cover the upper roof intentionally arrange the spaces underneath it. The living room, dining room, and bedrooms are placed under the tiled roof, while the services areas are placed under the green roof, where the ceilings are lower. In order to intensify air circulation and natural lighting, there is a void and three patios inside the house. The architect also enhances the tropical ambience in Hoan House by enhancing wooden materials with wide windows. Whether as a residential building or a ‘hanging garden’, Hoan House successfully creates a space to grow plants while at the same time allowing the residents to enjoy the breath-taking view of the mountains.
Pictures cannot be displayed due to the copyright issue, kindly visit Archinesia.com
Fluid Flow in Space Within T House in Chao Samran Diedit oleh Daniel Jiang. Dipublikasikan melalui Archinesia.com
Located in the vicinity of Chao Samran Beach, Thailand, a vacation house, namely T House, stands with its unusual form. The vacation house is erected on a 260 square meter site, accommodating the owner’s big family when they are having a holiday near the beach. T House is composed of several overlapping irregular-shaped boxes. Easily distinguishable, three of the boxes which are covered with wood materials house three bedrooms. Holding these three boxes is a glass-covered mass that provides a communal space to connect the three bedrooms. With its wall’s transparency, the central mass provides an open view towards the ocean. While extensively open, the opening is positioned towards the north to prevent direct sunlight that could cause overheating.
Pictures cannot be displayed due to the copyright issue, kindly visit Archinesia.com
The house is designed to maximize its shared space. Most of the rooms are designed with foldable walls that could be opened to create openness and space connectivity, or closed whenever privacy is needed. The openness within the house blurs the room partitioning and separation so that each occupant can interact freely, as if they were within the same space. Beautiful composition of concrete, glass, and woods as the wall finish helps to emphasize the natural setting of the house location. Moreover, with the extensive use of woods on the house façade along with natural stone finish, the building could coexist peacefully among its surrounding landscape.
33
Boy Bhirawa: Restoring the Essence of Istora’s Design as a Heritage Building Diedit oleh Daniel Jiang. Dipublikasikan melalui Archinesia.com
Seminar dan Launching Buku Arsitektur Gelora Bung Karno hadir di Perpustakaan Nasional sebagai salah satu perayaan dari ARCHINESIA untuk menyambut Asian Games 2018. Dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2018, acara ini mengundang berbagai pihak yang terlibat dalam proses renovasi Kompleks Gelora Bung Karno. Boy Bhirawa, arsitek yang merenovasi Istana Olahraga atau Istora, diundang sebagai salah satu pembicara dalam seminar tersebut.
34
Boy membuka presentasi dengan menjelaskan bagaimana ia dapat masuk ke dalam tim renovasi kompleks Gelora Bung Karno sebagai arsitek. Renovasi Istora diawali dengan analisis terhadap kondisi existing dan track record fungsi bangunan, termasuk gambar teknik ketika pertama kali dibangun. Melalui proses analisis tersebut arsitek menemui tiga poin yang perlu diperhatikan dalam merenovasi Istora, yaitu venue, heritage, dan taman kota. Sebagai venue acara dan pertandingan olahraga, Istora ternyata memiliki masalah pada kebocoran udara, air, serta masalah pencahayaan. Arsitek menghadapi tantangan tersebut dengan mengatur kembali jalur utilitas pada bangunan, terutama peletakan lighting dan air conditioner. Pengaturan letak komponen air conditioner turut berdampak baik pada fasad bangunan, sehingga konsep strukturalisme berhasil ditonjolkan.
35
Sebagai bangunan heritage, arsitek ingin mempertahankan konsep ‘strukturalisme’ yang kuat pada bangunan ketika merenovasinya. Strukturalisme menampilkan kejelasan struktur pada bangunan yang memperlihatkan dengan jelas pertemuan atap dengan balok. Untuk memperkuat kesan Istora sebagai bangunan ‘masa lalu’, arsitek sengaja memilih lalang berwarna kemerahan pada desain lanskap Istora. Boy Bhirawa berpendapat bahwa ekspresi desain pada bangunan heritage harus tetap dikonservasi. Renovasi ini dilakukan untuk mengembalikan esensi desain Istora sebagaimana semestinya. Menciptakan hubungan antara Istora dengan taman di sebelahnya merupakan tantangan tersendiri, yang kemudian dijawab dengan perancangan ruang publik di sekeliling bangunan. Arsitek merancang ruang publik dengan cara membuat ruangan-ruangan multifungsi di sekeliling Istora dengan atap dak beton. Atap dari ruangan tersebut dapat dijadikan ruang interaksi pengunjung. Dengan tersedianya ruang publik yang luas, Istora diharapkan dapat menjadi tempat berkumpul masyarakat layaknya sebuah mall, terlepas dari statusnya sebagai bangunan bersejarah.
36
37
Thank you for reading!
All photo credits belong to Indah Mega Ashari
38
39
40