Sebatas Ruang Sebatas Kesadaran
Ruang Terakhir Manusia
Menafsirkan Ruang
Lokaria Kolase #2
Hypermonocle
ISSUE TWO: RUANG
Zine Vol. #2-2019 hypemo.com
HYPERMONOCLE ISSUE TWO
2, 3, 15 4 8 12 18
Lokaria Kolase #2: Ruang Kodrat Menafsirkan Ruang Ruang Terakhir Manusia Sebatas Ruang Sebatas Kesabaran Sebuah Catatan Kaki Industri Musik Lokal
Page 2
Zine Vol. #2-2019
Konten: Dicky Firmanzah, Nenny Putri, Ryan Ka, Indrakult Konstruksi & Kolase: Indrakult Produksi & Koleksi Foto: Dicky Firmanzah Cetak Fisik Hypermonocle Volume #2 - 2019
Page 3
ISSUE TWO: RUANG
MENAFSIRKAN RUANG
Ruang adalah suatu hal yang telah banyak dikaji dan dibicarakan asal-usul dan hakikatnya. Beberapa pemikiran dari filsuf-filsuf terdahulu seperti Lao Tzu, Plato, Aristoteles, dsb telah dipakai untuk memaknai ruang dan mengaplikasikan hal tersebut di lingkungannya yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan peradaban manusia sampai saat ini. Berabad-abad manusia menginterpretasi ruang namun masih saja ada pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal tentang hal itu. Bahkan hingga saat ini tidak ada definisi yang universal tentang hakikat ruang. Kita hanya bisa mengacu pada perspektif keilmuan tertentu yang definisinya tidak jarang bertolak belakang satu sama lainnya. Sehingga sulit bagi kita untuk benar-benar memahami konsep ruang secara utuh. Mungkin ini yang dinamakan penghayatan mendahului representasi. Orang-orang menghayati ruang tetapi jika dihadapkan pada pertanyaan apa itu ruang?, mereka tidak dapat menjelaskannya. Seperti halnya pengalaman yang mendahului bahasa. Kata ruang itu sendiri berasal dari bahasa latin spatium yang secara harfiah diartikan sebagai ruangan atau luas. Dari pengartian tersebut bisa dinilai bahwa pemahaman manusia tentang ruang sangat terbatas. Dan oleh karena itu hingga saat ini, hakikat ruang masih terus diperdebatkan. Page 4
Zine Vol. #2-2019
Saya sendiri berpendapat bahwa sampai kapanpun manusia tidak akan bisa menemukan definisi yang utuh dan universal tentang ruang. Karena keterbatasan panca indra manusia, mereka hanya bisa menganggap nyata apa yang terlihat dan teraba, yang bukan metafisika. Terlebih manusia-manusia dunia barat, walaupun saat ini hampir semuanya seperti itu. Terlebih pada zaman teknologi seperti sekarang ini. Pemahaman orang-orang umum tentang ruang, saya pikir hanya terbatas pada bidang arsitektur saja seperti rumah, gedung, kamar, lemari, dll. Di Indonesia sendiri, di KBBI, arti ruang adalah : sela-sela antara dua (deret) tiang atau sela-sela antara empat tiang (di bawah kolong rumah). Baru lah pada pengartian selanjutnya, setelah merujuk pada bidang keilmuan tertentu, ruang memiliki makna lain. Jika sesuatu dinyatakan sebagai ruang apabila ia memiliki batas-batas, bagaimana dengan angkasa luar yang tanpa batas itu? Padahal terjemahan di KBBI tertulis, angkasa luar adalah : ruang di luar lapisan udara. Pada akhirnya, pemakanaan tentang ruang hanya terbatas pada kemampuan pikiran masing-masing individu. Para ilmuwan, filsuf, serta pemikir lainnya yang selama ini merumuskan tentang hakikat ruang, menurut saya adalah usaha-usaha untuk mereduksi dan mempersempit konsep ruang itu sendiri sampai pada tahap dimana nalar manusia dapat menerimanya. Mungkin hal itu dikarenakan manusia selalu merasa bahwa mereka adalah mahkluk yang superior diatas segala mahkluk lain dan karenanya, mereka harus mengetahui segala hal yang ada di dunia ini. Padahal ada banyak hal yang memang sampai saat ini tidak bisa kita mengerti dan pahami walaupun kita telah hidup berabad-abad lamanya. Ruang adalah satu dari sekian banyak hal yang tidak bisa kita definisikan secara penuh. Dan mungkin memang tidak perlu.
Written for HyperMonocle on hypemo.com FIRMANZAH, DICKY
422 words 3,053 characters
Page 5
2 minutes 20 seconds, if you average 3 words per second
ISSUE TWO: RUANG Ruang adalah sembahyangmu, ruang adalah jarak antara engkau dengan Tuhanmu.
Nikon F2 - Kodak gold 200
Page 6
Nikon F2 - Kodak vision 200T
Olympus mju zoom 105 - kodak pro image 100
Pada hakikatnya, tubuh hanyalah wadah. Ruang untuk jiwa kita.
Page 7
ISSUE TWO: RUANG
RUANG TERAKHIR MANUSIA
Di dunia ini ada satu tempat yang baik jika kau memercayainya. Namun diri ini seakan buta atas pemanis buatan semata. Membiarkan diri larut dalam aromanis semu yang kita ciptakan sendiri. Tak banyak yang menyadari, dan tak sedikit juga yang telah memperbaiki diri. Tidak lebih besar dari rumah yang disinggahi, tapi cukup untuk menampung dosa diri ini yang terlalu sempit untuk dibagi-bagi. Apa yang membuatmu betah dengan ukuran yang tak begitu lebar? Tapi sebagian tubuh lainnya merasa lapang dan tak terhimpit. Apa ada yang salah dari diri ini? Aku pernah tertawa, bahagia, merasakan hati dan pikiran dalam ruangan tak berbatas. Memberi
seluruh makanan yang diinginkan tubuh ini. Lalu seketika juga tubuh ini diterjunkan ke dalam sekat, seperti mengerat luka yang masih hangat. Hampa. Seakan tubuh ini kaku disengat, hanya ditemani lembab dan bau bangkai menyengat. Dan suara samar itu muncul, “Apa yang sudah kau perbuat dengan tubuhmu? Bau busuk itu dari tubuh yang tak pernah kau buat menghadap Tuhanmu�. Dosa apalagi yang tak sadar kuperbuat, sedangkan diri ini menolak apa yang dituduhkan suara-suara itu. Aku masih tahu Tuhanku, masih menghadap-Nya tapi mungkin dengan hitungan jari. Masih berbuat yang wajar dan tidak menyakiti perasaan apalagi membunuh nyawa orang. Kata suara itu lagi, Bukan
Page 8
Zine Vol. #2-2019
seperti itu, kau hanya lupa. Iya, Lupa. Lupa bagaimana caranya bersyukur dengan semua yang sudah diberikan kepadamu – cuma-cuma. Ah... begitulah manusia, selalu merasa kurang dengan apa yang diberikan. Bahkan ketika ‘ruangan’ itu terasa tak cukup lagi dengan badannya. Tidak ada fasilitas yang diberikan cuma-cuma, kecuali kau amalkan dengan amanah. Banyak hal yang menyedihkan di dunia ini, salah satunya ruangan kosong yang paten disiapkan nantinya. Seakan terisi penuh, dekat namun terasa jauh. Lima hitungan, lalu kau menjawab pertanyaan. “Apakah kau siap?” Sedangkan dulu, sering kali tertawa untuk menutupi jenuh. Kaya raya namun tak pernah merasa cukup waktu. Mencinta tetapi banyak mengeluh. Seluruh yang berbalas tak sampai separuh. Bertahan badan tapi jiwa semakin rapuh. Apa yang kau pertaruhkan di dunia itu?
kita siapkan? Jika dunia hanyalah tempat singgah, tak abadi, seolah singgah namun tak sungguh. Masih percayakah kau dengan ruangan yang sempit itu, jika diri belum siap dengan bekal perjalanan panjang yang ditempuh. Apa yang selama ini kau kejar hingga lupa akan habis waktumu di dunia. Bahagia tak cukup untuk menjamin diri ini masuk surga. Banyak orang sukses dengan karir diatas rata-rata, digit angka yang tak cukup ditulis di buku rekening, atau bahkan kemewahan sementara yang di-upload di sosial media. Coba tanyakan pada dirimu, berapa banyak bekal kebaikan yang kau persiapkan untuk bertemu Tuhan mu? Sudah siap kah kamu, menghuni rumah abadimu? Yang hanya berukuran 1,25m x 2,5m saja.
Kebanyakan manusia bilang, hanya ingin sukses. Tapi belum berarti sukses di ‘ruangan’ itu. Tak banyak yang merasa asing dan sendirian, tapi tak sedikit yang penuh kawan dan bersinar cerah. Apa yang harus
Written for HyperMonocle on hypemo.com PUTRI, NENNY
422 words 3,053 characters
Page 9
2 minutes 20 seconds, if you average 3 words per second
Olympus Mju Zoom 105 - Walgreens 200 expired 2015
Kita terpenjara oleh ruang yang kita bangun sendiri batas-batasnya.
Page 10
Zine Vol. #2-2019
Olympus Mju Zoom 105 - Walgreens 200 expired 2015
Ricoh 500gx - fuji superia 200 expired
Page 11
ISSUE TWO: RUANG
SEBATAS RUANG SEBATAS KESADARAN
Ruang adalah sebuah konsep dan memiliki arti yang sangat luas. Beberapa manusia terdahulu telah mendefinisikan apa arti sebuah ruang. Seperti Aristoteles yang menyatakan bahwa ruang adalah suatu yang terukur dan terlihat, dibatasi oleh kejelasan fisik, sehingga dipahami keberadaannya dengan jelas dan mudah. Sedangkan menurut Lao Tzu, ruang adalah kekosongan yang ada di sekitar obyek atau benda. Saya pribadi tidak sepenuhnya
paham pemaknaan tentang ruang. Pengertian ruang itu sendiri kemungkinan saya dapati secara tidak sadar. Seperti tentang bagaimana saya bisa bernapas, tentang bagaimana saya bisa bicara, tentang angin dan udara, serta lain-lain hal. Ketidaksadaran saya tersebut menggiring saya pada pertanyaan-pertanyaan yang berujung pada sebuah pemikiran bahwa ruang menjadi ada sebatas panca indra kita mampu merekamnya ke dalam otak kita. Selanjutnya barulah pemaknaan tentang ruang terja-
Page 12
Zine Vol. #2-2019
di. Melalui proses berpikir, ruang kemudian termaknai. Pemaknaan ruang akan menjadi berbeda-beda tergantung kapasitas pemikiran tiap-tiap manusianya. Proses tersebut sangat mungkin terjadi di alam bawah sadar kita. Secara diam-diam otak kita bekerja, memaknai, melabel-labeli, mengkategorikan dan memberi arti suatu hal tanpa kita sadari. Otak kita seperti bank data yang menyimpan berbagai informasi yang selama ini kita temui. Melalui proses berpikir, kita kemudian mengolah data mentah tersebut menjadi sebuah tafsir, pernyataan, maupun sikap. Saya merasa seperti menjalani love-hate relationship dengan otak saya. Di satu sisi dia meringankan kerja berpikir saya seperti mengatur-atur fungsi tubuh dan sebagainya. Di sisi lain saya merasa seolah-olah diambil alih olehnya. Terutama saat-saat dimana saya memaknai sesuatu, atau saat menimbang-nimbang masalah dan mengambil keputusan. Seperti dalam film animasi “Inside Out (2015)”, dimana kerja otak dikendalikan oleh perwakilan bentuk perasaan-perasaan. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang yang lain, apakah mungkin pemaknaan dan pengambilan-pengambilan keputusan itu bisa dilakukan tanpa kerja otak kita? Tanpa otak yang aktif? Saya rasa tidak. Karena walaupun kadang terpisah dari kesadaran, kerja otak adalah terus-menerus dan terhenti saat kita mati. Enough about that, sebelum melenceng lebih jauh, saya akan kembali
ke soal pemaknaan tentang ruang. Seperti yang saya katakan sebelumnya, ruang memiliki makna yang sangat luas dan beragam. Hal ini saya dapati ketika membaca soal pembagian jiwa menjadi 12 arketipe yang dicetuskan Carl Gustav Jung. Dari teori tersebut saya kemudian memiliki gambaran bahwa di dalam jiwa saya terdapat ruang-ruang yang mewadahi 12 arketipe tersebut. Seperti yang coba digambarkan dalam novel yang berjudul “24 Wajah Billy (2005)”, hasil terjemahan dari novel “The Minds of Billy Milligan (1981)” yang ditulis oleh Daniel Keyes. Novel tersebut mengisahkan tentang seseorang yang memiliki 24 kepribadian yang berbeda dalam satu tubuh. Di salah satu bab, kalau saya tidak salah ingat, penulis menceritakan salah satu kepribadian tersebut dikurung dalam sebuah sel. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka-mereka yang berkepribadian ganda maupun tidak, juga memiliki ruang-ruang dalam jiwanya. Contoh lain ada pada novel “Sherlock Holmes – A Study in Scarlet” karya Sir Arthur Conan Doyle, yang pada salah satu dialognya, Holmes menggambarkan otaknya sebagai sebuah sebuah loteng kecil yang terbatas, dan dia hanya akan mengisinya dengan informasi-informasi penting dan berguna yang akan dapat sangat membantunya dalam memecahkan kasus-kasus. Pada serial film Sherlock Holmes yang ditayangkan oleh BBC, pengandaian ruang dalam otaknya tersebut divisualkan menjadi sebuah mind palace, dimana dia
Page 13
ISSUE TWO: RUANG
bisa menghadirkan sosok-sosok tersangka dan sebagainya kemudian menanyai dan memulai analisis deduktifnya, mencari-cari apa yang luput dari ingatannya. Jadi menurutmu apakah ruang pada otak dan jiwa adalah sama? Apakah otak itu adalah jiwa kita atau sebaliknya? Dari pemikiran tersebut, makna ruang bagi saya kemudian berkembang menjadi makin luas dan sepertinya, tak terbatas. Ruang bukan lagi hanya sebatas pemaknaan filosofi arsitektur fisik belaka. Tetapi merambah sisi jiwa yang tak kasat mata.
tersebut selalu ada batasnya. Berkaitan dengan hal itu, maka pemaknaan kita akan ruang juga terbatas. Sebatas kesadaran kita masih ada. Bayangkan jika kesadaran kita, seluruh manusia, telah hilang, seperti orang gila pada umumnya, maka konsep ruang dan waktu jadi tidak berlaku. Pagi dan petang tak ada beda. Hari ini dan esok sama saja. Maka, ruang menjadi tidak ada, tak perlu arti, tak perlu dimaknai. Salam, Stay sober or go insane.
Lalu apakah masih bisa disebut ruang ketika itu tidak memiliki batas? Apakah kamu tahu batas-batas jiwamu? Seluas apakah ruang-ruang di dalammu? Dapatkah terukur dalamnya jiwamu? Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang membuat saya memiliki pemikiran bahwa ruang menjadi ada sebatas panca indra kita mampu merekamnya ke dalam otak kita. Kemampuan nalar, pengertian, dan logika masing-masing individu berbeda-beda. Namun kemampuan-kemampuan
Written for HyperMonocle on hypemo.com FIRMANZAH, DICKY
705 words 5,061 characters
Page 14
3 minutes 55 seconds, if you average 3 words per second
Zine Vol. #2-2019
Page 15
ISSUE TWO: RUANG
Canon AF-7 - Kodak vision 250D
Nikon f2 - Kodak colorplus 200
Tak segala hal di dunia ini butuh makna, ruang adalah salah satunya.
Page 16
Zine Vol. #2-2019
Nikon f2 - Kodak colorplus 200
Semesta hanyalah sebuah ruang tanpa batas waktu, dan kita manusia hanyalah debu-debu kosmik tanpa makna.
Page 17
ISSUE TWO: RUANG
SEBUAH CATATAN KAKI INDUSTRI MUSIK LOKAL Mendung yang menggoda dan dominasi panas terik mengawali hari-hari saya di Surabaya beberapa bulan ini. Suara motor yang kasar sewaktu di-start dan jalanan yang ramai seperti biasanya. Saya berpetualang berkunjung ke gig-gig yang diadakan di titik yang ada dalam wilayah Kota Surabaya maupun yang berada di kota sekitarnya. Sekilas, gig yang diadakan mungkin tidak terlalu berbeda. Namun, hasil saya mengobrol dengan beberapa teman yang hadir, saya berkesimpulan berbeda. Saya hadir dalam gig di Surabaya yang disponsori oleh rokok. Rata-rata gig yang ada di Kota Pahlawan ini memang disponsori rokok. Tadinya saya positif dengan kondisi ini. Berarti kecenderungan untuk berkembang dalam sistem industri musik sudah dimulai. Sebelumnya saya juga menghadiri sebuah talkshow dan bertemu beberapa kolega. Namun tidak terlalu intens saat membicarakan konteks industri tersebut. Seolah ada yang disimpan dan “takut ketahuan.� Saya penasaran dengan takut ketahuan ini. Tadinya saya berpikir positif bahwa ada kiat-kiat yang coba tidak diungkapkan karena takut ditiru. Tapi hal itu sirna dengan sendirinya karena di media sosial, ada seorang-dua-orang sedang sambat mengenai kondisi bandnya. Saya kepo.
Page 18
Zine Vol. #2-2019
Di gig yang berbeda, akhirnya saya mencoba mengikuti sebuah obrolan tentang pembicaraan “serius” seputar mengembangkan band. “Band-bandan buat mengungkapkan kesumpekan aja, bro. Ga usah dibikin cari uang,” dan... Saya tidak berkomentar. Saya setuju dan tidak setuju. Saya pikir memang tak ada salahnya memiliki konteks seperti itu. Namun tidak perlu hal tersebut dikemukakan kepada yang lebih muda dengan tendensi mereka akan mengikuti langkah tersebut. Tapi akhirnya saya menemukan benang merah tentang kondisi scene musik Surabaya yang selama ini menjadi hal yang misterius. Sebagian orang terjebak dengan pemikiran yang “tidak industrial.” Sebagian lainnya (yang melihat personal tadi dengan projeknya yang ramai perform di acara-acara besar bersponsor) mencoba membangun pondasi industri yang di kemudian hari akan hancur dengan sendirinya karena lingkungan personal yang tidak mendukung secara pola pikir. Seakan mereka dipaksa untuk menjadi tidak industrial. Menutup ruang-ruang yang seharusnya bisa dikembangan kemudian tenggelam di kota yang notabene adalah kota dagang/industri, Surabaya.
Written for HyperMonocle on hypemo.com
GUEST WRITER
ADITYA, FEBRIAN
1 minutes 46 seconds, if you average 3 words per second
318 words 2,290 characters
Febrian Eka Aditya atau Ryan Ka ialah superego dibalik keberadaan unit musik Mooikite, Karnivulgar dan organisasi WYIED
Page 19
Hypermonocle A photo zine with pseudo-serious write-up