17 modul pelatihan pabrik pengolahan rotan

Page 1

02 SERI BUKU

R O TA N

Mo dul Pe lat ih a n

PABRIK PENGOLAHAN ROTAN T R A I N I NG

F OR

T R A I N E R

Penulis: Yuli Irianto | Mokhamad Ikhsan | Muhamad Khais Prayoga | Aang Kusmawan

Social Economic Development Institute



--- MODUL PELATIHAN ---

PABRIK PENGOLAHAN ROTAN


MODUL PELATIHAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN Koordinator Penyusun: Pius Widiyatmoko Tim Penulis: Yuli Irianto, Mokhamad Ikhsan, Muhamad Khais Prayoga, Aang Kusmawan Reviewer: Juandi, Budiarti Utami Putri Penyunting Bahasa: Nurdini Pamuntjak, Budiarti Utami Putri Desain dan Tata Letak: Pieter P. Setra Perpustakaan Nasional: MODUL PELATIHAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN INISIATIF - Bandung, 2017, 25x20cm; 146 hal Hak Cipta dilindungi Undaang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi manual ini tanpa seizin penerbit


KATA PENGANTAR

D

alam rangka mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, Perkumpulan Inisiatif bersama Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM), Serikat Perempuan Bonehau (SPB) dan Sande’ Institute membentuk sebuah wadah yang bernama Konsorsium Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Mamuju (PSDABM-M).

Melalui Konsorsium PSDABM-M ini, berbagai bentuk kerja sama dilakukan untuk menciptakan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, terutama diwujudkan dalam bentuk pengelolaan rotan yang tumbuh di hutan sekitar lingkungan masyarakat Desa Hinua, Bonehau dan Tamalea di Kabupaten Mamuju serta pengolahan rotan Agar masyarakat mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam hal pengelolaan rotan dan hutan yang berkelanjutan serta pengolahan rotan menjadi bahan baku atau barang jadi, maka upaya peningkatan kapasitas merupakan hal penting untuk dilakukan. Pengetahuan dan keterampilan mengelola tanaman rotan dan cara memanen yang baik serta mengolah hasilnya akan menjadi kontribusi yang positif terhadap keberlanjutan rotan dan hutan tersebut. Dalam konteks demikian, paket buku panduan dan modul ini dikembangkan oleh Konsorsium PSDABM-M. Paket buku pelatihan ini diharapkan dapat menjadi navigasi bagi konsorsium sendiri dan masyarakat sekitar dalam upaya mewujudkan pengelolaan dan pengolahan rotan yang berkelanjutan. Buku panduan dan modul ini terbagi ke dalam 3 paket besar yaitu, pembibitan, budidaya dan panen, pabrik pengolahan rotan serta industri rumahan (home industry). Ketiganya merangkum proses penanaman rotan hingga pengolahan panennya menjadi bahan baku sampai barang jadi siap pakai. Penyusunan paket buku panduan dan modul ini telah dilaksanakan dengan proses dan tahapan yang penuh dengan kehati-hatian dan sungguh-sungguh. Di awal proses penyusunan digelar lokakarya mini untuk menyamakan

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

5


pemahaman dan persepsi mengenai pengelolaan rotan yang berkelanjutan antara penulis dengan pengelolaan program. Kedua, pasca lokakarya mini yang output-nya adalah kisi-kisi penulisan paket buku modul dan panduan, kegiatan dilanjutkan dengan penulisan draft paket panduan dan modul lalu di-review melalui lokakarya pembahasan draft paket. Ketiga, agar penyusunan paket buku modul dan panduan ini tepat sasaran selanjutnya dilaksanakan pelatihan uji coba dengan peserta utama dari komunitas masyarakat di 3 desa tempat pelaksanaan program, pemerintah Kabupaten Mamuju serta reviewer proses pelatihan. Pasca ujicoba berbagai masukan diolah untuk menyempurnakan materi. Dan akhirnya setelah melalui proses yang bertahap tadi, paket buku panduan dan modul ini berhasil diselesaikan dan siap menjadi bahan peningkatan kapasitas masyarakat di 3 desa dalam hal pengelolaan rotan yang berkelanjutan. Namun demikian, walaupun paket buku panduan dan modul ini telah dibuat dengan semaksimal mungkin, kekeliruan dalam beberapa hal masih mungkin terjadi. Berdasarkan hal itu, berbagai saran, kritikan dan masukan konstruktif untuk penyempurnaan akan selalu terbuka. Terakhir, sebagai sebuah dokumen yang disusun dengan melibatkan banyak pihak tentu saja ucapan terimakasih layak ditujukan kepada mereka yang telah bersedia untuk terlibat. Kepada para penulis, reviewer, penyunting bahasa, dan masyarakat di 3 desa serta perwakilan dari Pemerintahan Kabupaten Mamuju diucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya. Dan juga pihak MCA-Indonesia yang memberikan dukungan pendanaan konsorsium. Semoga kehadiran paket buku panduan dan modul ini mampu menjadi sumbangsih yang berarti untuk menciptakan pengelolaan dan pengolahan rotan yang berkelanjutan di Indonesia.

Bandung, Maret 2017 Konsorsium Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat - Mamuju (PSDABM-M) Perkumpulan Inisiatif, Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM), Sande’ Institut, Serikat Perempuan Bonehau (SPB)

6

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


DAFTAR ISI KATA PENGANTAR -----------------------------------------------------------------------------------------------------5 Kisi-Kisi Modul Pabrik Pengolahan Rotan ---------------------------------------------------------------------- 8 Kurikulum Pelatihan Pengembangan Industri Rotan Rumahan Rotan ---------------------------------- 9 MODUL 1 - Pengantar Pelatihan (60 Menit) ------------------------------------------------------------------14 MODUL 2 - Pengenalan Pabrik Pengolahan Rotan (75 Menit) -------------------------------------------16 MODUL 3 - Pengenalan Kebutuhan Permesinan (120 Menit) --------------------------------------------38 MODUL 4 - Sumber Daya Manusia dan Manajemen Pabrik (75 Menit) --------------------------------48 MODUL 5 - Pengolahan Rotan Asalan Basah menjadi Rotan Asalan Kering (180 Menit) ---------55 MODUL 6 - Pengolahan Rotan Asalan Kering menjadi Bahan Baku (135 Menit) --------------------75 MODUL 7 - Pengelolaan Bahan Baku (75 Menit) -------------------------------------------------------------95 MODUL 8 - Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah (75 Menit) ----------------------------105 MODUL 9 - Manajemen Anggaran Pabrik Pengolahan Rotan (60 Menit) ----------------------------113 MODUL 10 - Kelembagaan dan Regulasi (90 Menit) ------------------------------------------------------125 MODUL 11 - Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut (45 Menit) -------------------------------------------139

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

7


Kisi-Kisi Modul Pabrik Pengolahan Rotan Modul 1 – Pengantar Pelatihan Modul 2 – Pengenalan Pabrik Pengolahan Rotan Modul 3 – Pengenalan Kebutuhan Permesinan Modul 4 – Sumber Daya Manusia dan Manajemen Pabrik Modul 5 – Pengolahan Rotan Asalan Basah menjadi Rotan Asalan Kering Modul 6 – Pengolahan Rotan Asalan Kering menjadi Bahan Baku Modul 7 – Pengelolaan Bahan Baku Modul 8 – Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah Modul 9 – Manajemen Anggaran Pengolahan Rotan Modul 10 – Kelembagaan dan Regulasi Modul 11 – Evaluasi dan RTL

8

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


Kurikulum Pelatihan Pengembangan Industri Rotan Rumahan No.

Modul/Topik Bahasan

Subtopik

1.

Pengantar dan Kontrak Pelatihan

• Persiapan menuju materi pelatihan

Tujuan Belajar

• Peserta dapat memahami tujuan dan agenda pelatihan dan mempersiapkan diri • Perkenalan seluruh untuk mengikutinya peserta, fasilitator, narasumber, dan panitia • Peserta mengenal satu sama lain, membangun suasana • Penentuan kontrak cair, akrab, dinamis, pelatihan dan partisipatif, sehingga dapat bekerja sama dengan baik selama dan setelah pelatihan berlangsung

Proses dan metode Belajar

Materi/Media Belajar

Waktu

PIC

• Kertas plano • Spidol

60 Menit

Fasilitator

• Pemaparan media • Power point: • Diskusi kelompok & Modul 2 presentasi Pengenalan • Lembar post-test Pabrik Pengolahan Rotan

75 Menit

Fasilitator

• Permainan perkenalan diri • Curah Pendapat • Diskusi

• Mencapai satu kesepakatan bersama terkait tata tertib pelatihan 2.

Pengenalan Pabrik Pengolahan Rotan

• Memetakan • Menggali informasi hal-hal yang tentang berbagai bertalian dengan kondisi masyarakat sumber-sumber calon pendiri pabrik pendukung pengolahan rotan pelaksanaan pabrik pengolahan • Memberikan pemaharotan man tentang pentingnya pengelolaan dan pengolahan rotan pascapanen mentah

• Lembar prettest • Bahan Bacaan 2.1 Rotan dan Pentingnya Pengolahan Rotan di Indonesia

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

9


No. 3.

Modul/Topik Bahasan Pengenalan Kebutuhan Permesinan

Subtopik • Mesin-mesin pengolahan rotan menjadi bahan baku

Tujuan Belajar • Memberikan pemahaman tentang alat-alat yang dibutuhkan dalam pengolahan rotan

Proses dan metode Belajar

Materi/Media Belajar

• Pemaparan media • Tanya jawab • Study lapangan (jika memungkinkan)

• Power point: Modul 3 – Pengenalan Kebutuhan Permesinan

Waktu

PIC

120 Menit

Fasilitator dan Narasumber

75 Menit

Fasilitator

• Lembar posttest • Bahan Bacaan 3.1 – Pengenalan Kebutuhan Permesinan Pabrik Rotan 4.

Sumber Daya Ma- • Sumber daya nusia dan Manajemanusia yang men Pabrik dibutuhkan pabrik pengolahan rotan • Struktur manajemen pabrik

10

• Memberikan pemahaman tentang manajemen pabrik dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pabrik pengolahan rotan

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

• Pemaparan media • Tanya jawab

• Power point: Modul 4 – Sumber Daya Manusia dan Manajemen Pabrik • Bahan Bacaan 4.1 – Sumber Daya Manusia dan Manajemen Pabrik


No. 5.

Modul/Topik Bahasan

Subtopik

Pengolahan Rotan • Proses pengolahan Asalan Basah rotan pascapanen menjadi Rotan menjadi bahan Asalan Kering mentah

Tujuan Belajar • Pemahaman tentang langkah mengolah rotan menjadi bahan mentah

Proses dan metode Belajar

Materi/Media Belajar

Waktu

PIC

• Pemaparan media (power point, video) • Curah pendapat • Workshop

• Power point: Modul 5 – Pengolahan Rotan Asalan Basah menjadi Rotan Asalan Kering

180 Menit

Fasilitator dan Narasumber

135 Menit

Fasilitator dan Narasumber

75 Menit

Fasilitator dan Narasumber

• Bahan Bacaan 5.1 – Pengolahan Rotan menjadi Bahan Mentah 6.

Pengolahan Rotan • Proses pengolaAsalan Kering han rotan menjadi menjadi Bahan bahan baku Baku

• Pemahaman tentang • Pemaparan media langkah pengolahan ro- • Curah pendapat tan dari barang mentah • Workshop menjadi bahan baku

• Power point: Modul 6 – Pengolahan Rotan Asalan Kering menjadi Bahan Baku • Video 6_1 Proses Pembuatan Rotan Pitrit dari Rotan Core, video 6_2 Proses Pembuatan Rotan Peel dari Rotan Sega

7.

Pengelolaan Bahan Baku

• Penyimpanan bahan baku • Pengendalian mutu rotan • Pengelolaan limbah

• Memahami halhal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan bahan baku rotan • Memahami indikator pengendalian mutu rotan

• Pemaparan media (power point, video) • Curah pendapat • Diskusi kelompok

• Power point: Modul 7 – Pengelolaan Bahan Baku • Bahan Bacaan 7.1 – Pengelolaan Bahan Baku

• Memahami pengelolaan limbah rotan

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

11


No.

Modul/Topik Bahasan

8.

Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah

Tujuan Belajar

Proses dan metode Belajar

Materi/Media Belajar

Waktu

PIC

• Memahami halhal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan

• Pemaparan media (power point, video) • Curah pendapat • Diskusi kelompok

• Power point: Modul 8 – Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah

75 Menit

Fasilitator

60 Menit

Fasilitator

90 Menit

Fasilitator

Subtopik • Pemilihan bahan bakar • Penanganan limbah

• Bahan Bacaan 8.1 – Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah

• Memahami cara-cara penanganan limbah olahan rotan

9.

10.

12

Manajemen • Pengumpulan Anggaran Pabrik data kebutuhan Pengolahan Rotan produksi • Pembuatan tabel kebutuhan produksi • Cara menghitung dengan tabel

• Pemahaman mengenai bermacam biaya yang diperlukan • Pemahaman menghitung anggaran biaya

• Pemaparan media • Demonstrasi penghitungan biaya • Curah pendapat • Latihan

Kelembagaan dan • Beberapa bentuk • Menggali informasi • Regulasi kelembagaan yang mengenai pemahaman • relevan untuk peserta tentang pengemengembangkan lolaan lembaga usaha usaha pengolahan di masyarakat calon rotan kelompok pengelola rotan • Regulasi yang • Memberikan pemamengatur kelemhaman tentang arti bagaan penting menjalankan manajemen/pengaturan sebuah usaha kecil

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

• Power point: Modul 9 Manajemen Anggaran Pabrik Pengolahan • LBB 9.1 Tabel anggaran • Bahan Bacaan 9.1 – Manajemen Anggaran Pabrik Pengolahan Rotan

Pemaparan media • Power point Diskusi kelompok : Modul 10 Kelembagaan dan Regulasi • Lembar pretest • Bahan Bacaan 10.1 Materi Kelembagaan dan Regulasi


MODUL

1

No. 11.

Modul/Topik Bahasan Evaluasi dan Tindak Lanjut

Subtopik

Tujuan Belajar

Proses dan metode Belajar

• Efektivitas Pela• Dapat menilai seberapa • Curah Pendapat tihan baik proses pelatihan • Diskusi yang telah berjalan • Rencana tindak lanjut terkait • Peserta memiliki kapan, bagaimana, kemampuan menyusun dan di mana pabrik perencanaan tindapengolahan bahan kan dalam memulai baku akan dimulai pengembangan pabrik pengolahan rotan • Tersusunnya sebuah perencanaan tindakan dalam memulai pengembangan pabrik pengolahan rotan

Materi/Media Belajar

Waktu

PIC

• Tabel Rencana Tindak Lanjut • Lembar Evaluasi

45 Menit

Fasilitator

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

13

FOTO: NET

PENGANTAR PELATIHAN


MODUL

1

PENGANTAR PELATIHAN

MODUL 1. Pengantar Pelatihan (60 Menit) Pengantar Bagian ini merupakan awal pelaksanaan pelatihan mengenai pabrik pengolahan rotan. Agar pelatihan dapat berlangsung lancar dan baik, diperlukan suasana belajar yang kondusif dan partisipatif dari semua peserta dan fasilitator pelatihan. Peserta pun tentu harus mengetahui tujuan dan agenda pelatihan. Modul ini akan menjelaskan agenda dan tujuan pelatihan, diawali dengan perkenalan antarpeserta dan fasilitator dan membuat kontrak belajar yang disepakati bersama.

Subpokok Bahasan • • •

Pemaparan tentang tujuan dan agenda Perkenalan seluruh peserta, fasilitator, narasumber, dan panitia Penentuan kontrak pelatihan

Tujuan • • •

14

Peserta memahami tujuan dan agenda penelitian Membangun suasana yang akrab, cair, terbuka, dinamis, aktif, partisipatif dan saling percaya satu sama lain sehingga memudahkan proses belajar selanjutnya Mencapai satu kesepakatan bersama terkait tata tertib pelatihan

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

1

PENGANTAR PELATIHAN

Metode Belajar

Media Belajar

• • •

• •

Permainan perkenalan diri Curah pendapat (brainstorming) Diskusi

Kertas plano Spidol

Proses Belajar No.

Rincian Kegiatan

Durasi

1.

Pembukaan kegiatan oleh panitia

5 menit

2.

Fasilitator membuka sesi dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan agenda pelatihan, serta menjelaskan pentingnya perkenalan sebagai awal dari proses pelatihan.

10 menit

3.

Fasilitator mengajak peserta berkenalan dengan cara:

25 menit

 Peserta berdiri melingkar, lalu memperkenalkan diri masing-masing.  Fasilitator meminta peserta untuk membentuk kelompok kecil secara acak dengan syarat-syarat tertentu, misalnya “harus ada tiga tangan kanan”, “wajib ada 5 telinga kiri”, dst. Setiap membentuk kelompok kecil, peserta diharuskan berkenalan satu sama lain. Fasilitator berkeliling untuk menguji apakah peserta sudah mengenal peserta lain yang menjadi anggota kelompoknya. Lakukan ini selama kurang lebih 6 kali.  Fasilitator mempersilakan peserta duduk dan sekali lagi memperkenalkan diri dengan formal. Peserta menyebutkan nama, asal daerah, lembaga yang diwakili (jika ada), dan aktivitas sehari-hari.  Fasilitator memberi catatan dan menyimpulkan hasil perkenalan 4.

Fasilitator mengajak peserta membuat kontrak pelatihan, dengan meminta pendapat peserta tentang aturan-aturan yang perlu dibuat agar proses pelatihan dapat berjalan dengan baik.

15 menit

5.

Fasilitator menutup sesi.

5 menit

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

15


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

MODUL 2. Pengenalan Pabrik Pengolahan Rotan (75 Menit) Pengantar Modul ini akan membahas mengenai pabrik pengolahan rotan, mulai dari pengertian, kegunaan, dan persiapan yang diperlukan oleh masyarakat untuk mendirikan sebuah pabrik pengolahan rotan di daerah tempat tinggalnya.

Subpokok bahasan Memetakan hal-hal yang bertalian dengan sumber-sumber pendukung pelaksanaan pabrik pengolahan rotan

Tujuan • •

Menggali informasi tentang berbagai kondisi masyarakat calon pendiri pabrik pengolahan rotan Memberikan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan dan pengolahan rotan pascapanen

Metode Belajar • •

16

Pemaparan media Diskusi kelompok & presentasi

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Media Belajar • • •

Power point: Modul 2 – Pengenalan Pabrik Pengolahan Rotan Lembar pre-test Bahan Bacaan 2.1 Rotan dan Pentingnya Pengolahan Rotan di Indonesia

Proses Belajar Sesi

No.

Rincian Kegiatan

I

1.

Pembukaan sesi pelatihan oleh fasilitator.

2.

Pengisian lembar pre-test.

Durasi 10 menit

 Fasilitator membagikan lembar pre-test kepada peserta, kemudian meminta para peserta mengisi lembar tersebut.  Fasilitator menjelaskan maksud pengisian lembar isian pre-test tersebut, yaitu untuk memetakan pemahaman para peserta terhadap materi yang akan dibahas.  Fasilitator meminta peserta mengumpulkan hasil isian pre-test tersebut. 3.

Fasilitator memaparkan materi tentang pabrik pengolahan rotan menggunakan alat bantu PPT/Modul 2.

30 menit

4.

Fasilitator meminta peserta untuk membentuk tiga kelompok dengan cara berhitung 1 – 3. Peserta dengan nomor yang sama berkumpul dalam satu kelompok.

45 menit

 Setiap kelompok mendiskusikan tentang peluang dan tantangan pengembangan pabrik pengolahan rotan di daerah mereka berdasarkan aspek-aspek yang telah disampaikan  Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lain menyimak dan memberikan tanggapan atas presentasi. 5.

Fasilitator menyimpulkan lalu menutup sesi pelatihan.

5 menit

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

17


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

BAHAN BACAAN 2.1 Rotan dan Pentingnya Pengolahan Rotan di Indonesia

R

otan merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki prospek cukup tinggi untuk dikembangkan. Secara khusus, rotan bahkan dikenal sebagai primadona HHBK asal Indonesia yang mampu memberikan sumbangan cukup berarti terhadap devisa negara (Januminro, 2000). Data Kementerian Perdagangan RI (2013) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negeri penghasil bahan baku komoditas rotan terbesar di dunia. Diperkirakan hampir setiap tahun ada sekitar 85% bahan baku rotan dari Indonesia yang diserap oleh industri rotan di berbagai belahan dunia. Dengan jumlah tersebut, Indonesia telah memberikan sumbangan sebesar 80% kebutuhan rotan dunia. Probowati & Arkeman (2011) menyebutkan bahwa ketersediaan bahan baku rotan di dalam negeri hanya sekitar 126.000 ton rotan kering. Rotan itu sebagian diekspor dalam bentuk asalan dan rotan setengah jadi, seperti rotan poles, core, fitrit, dan kulit. Ekspor bahan baku rotan pada 2010 mencapai 32.845 ton dengan nilai US$32,35 juta atau sekitar 290 miliar rupiah. Ekspor industri pengolahan tinggal US$57 juta dengan kapasitas terpasang industri di bawah 30%. Penurunan kinerja ekspor industri mebel dan kerajinan rotan dimulai pada 2006. Kinerja sektor ini mencapai US$344 juta, kemudian pada 2007 turun menjadi US$319 juta. Tahun 2008 turun lagi menjadi US$239 juta dan pada 2009 serta 2010 masing-masing turun menjadi US$168 juta dan US$138 juta. Pada bulan Juni 2011, ekspor turun menjadi US$57 juta.

18

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Menurunnya nilai ekspor rotan salah satunya disebabkan oleh rendahnya pasokan rotan yang berkualitas tinggi. Maka dari itu perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah rotan. Kegiatan peningkatan nilai tambah rotan difokuskan pada pengelolaan rotan sejak dipanen, lalu pengolahan menjadi bahan baku dan barang jadi yang siap dijual ke pasaran. Untuk kegiatan ini, perlu dibangun fasilitas pengolahan rotan. Rotan mentah/asalan diolah menjadi bahan baku atau rotan yang siap pakai.

Menentukan Lokasi Pabrik Pengolahan Rotan 1. Sarana Transportasi. Tersedianya sarana transportasi yang baik (darat maupun laut) pada suatu daerah dapat mengatasi kekurangan faktor lainnya di daerah tersebut. Ketersediaan sarana transportasi membuat ongkos angkut bahan mentah, bahan pembantu serta hasil produksi yang berupa bahan baku menjadi lebih murah, sehingga dapat menekan biaya produksi. 2. Utilitas. Setiap pabrik memerlukan utilitas yang berupa air, steam, listrik, bahan bakar, dan faktor sejenis lainnya. Manajemen sumber daya air dan energi harus diterapkan oleh industri. Di tataran teknis, biasanya manajemen energi fokus pada pengeolaan listrik dan bahan bakar agar mampu menekan penggunaan energi. Kegiatan audit energi juga tercakup dalam hal ini, yaitu penyelidikan konsumsi energi secara menyeluruh dan mendetail pada suatu kawasan, untuk menemukan peluang-peluang penghematan energi. Konservasi energi dan air merupakan upaya teknis untuk mencegah penggunan energi dan air yang berlebihan. Air yang digunakan harus memiliki standar kualitas dan kuantitas industri, serta sesuai dengan arahan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) setempat agar tidak mengganggu tata guna air lingkungan. Sementara itu penggunaan listrik menggunakan dua sumber, yaitu jaringan listrik PLN (dengan kisaran daya 10.600–50.000 Va dan didukung oleh generator untuk backup sumber energi. Biaya listrik merupakan salah satu biaya operasional paling besar setelah tenaga kerja, yaitu sekitar 7–10% dari total biaya operasional produksi.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

19


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

3. Pembangkit Tenaga. Tenaga merupakan komponen biaya utama dalam produksi, biaya tenaga ini dapat mencapai lebih dari 50% ongkos produksi (tergantung dari produksinya). Pabrik yang menghasilkan bahan bakar sebagai hasil sampingan, akan lebih menguntungkan membangun pembangkit tenaga sendiri. 4. Daerah Pemasaran. Produk yang dihasilkan dari pengolahan rotan di pabrik ini dapat digunakan sebagai bahan baku, baik oleh pabrik lain, industri rumahan (home industry) maupun diekspor. Untuk pemasaran lokal, lokasi pabrik dapat dipilih dekat dengan daerah pemasaran agar biaya transportasinya tidak besar dan tidak membebani biaya produksi. Sementara itu, untuk pemasaran ekspor diperlukan sarana transportasi yang memadai. 5. Iklim. Iklim suatu daerah berpengaruh kepada efektivitas dan efesiensi proses pengolahan rotan hasil panen menjadi bahan baku, serta memengaruhi tingkah laku pekerja dalam melaksanakan aktivitas produksi sehari-hari. 6. Potensi Pembangunan Pabrik. Pabrik biasanya dibangun dalam kapasitas tertentu dan akan diperlukan pengembangan untuk masa yang akan datang. Pembangunan pabrik akan menyebabkan pembangunan pemukiman dan harga tanah meningkat sehingga perlu diperhitungkan kemungkinan perluasan sebelum pabrik dibangun. Area perluasan paling sedikit sama luasnya dengan area proses, kurang lebih lima kali lipat area proses. Pengembangan pabrik yang berada di kota biasanya diperluas ke arah vertikal karena keterbatasan lahan yang tersedia. Sedangkan pabrik yang lokasinya jauh dari pusat kota dapat melakukan pengembangan ke arah horizontal karena lahan untuk perluasan cukup tersedia. 7. Pengendalian Pencemaran. Kegiatan pabrik berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan sekitar. Zat pencemar yang dihasilkan berupa padatan, cairan, dan gas. Oleh sebab itu, pabrik harus menyediakan fasilitas pengolahan dan pembuangan akhir limbah yang memadai agar tidak mencemari lingkungan.

20

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Sumber Daya Manusia Pabrik memerlukan tenaga kerja terdidik dan terlatih untuk pengerjaan kontruksi maupun operasi. Jumlah tenaga kerja di perkotaan yang memiliki berbagai keterampilan cukup tersedia, namun perputaran tenaga berlangsung cepat sehingga tersisa tenaga kerja dengan jenis kemampuan terbatas. Mengatasi permasalahan tenaga kerja tersebut, pabrik merekrut dan melatih tenaga kerja setempat. Berikut ini beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan dijadikan acuan dalam menghitung sumber daya manusia.

Tabel 1. Pertimbangan Sumber Daya Manusia No. 1.

Faktor Penentu

Laki-laki (%)

Jumlah Penduduk Produktif (18–50 tahun) SD

2.

Perempuan (%)

Tingkat pendidikan

3.

Tenaga terampil

4.

Upah, UMR, harian, dll

: ...........................

SD

: ...........................

SMP : ...........................

SMP : ...........................

SMA : ...........................

SMA : ...........................

PT

PT

: ...........................

: ...........................

Selain itu, manajemen perusahaan juga harus disiapkan demi menentukan jalannya perusahaan tersebut. Manajemen mengatur kegiatan produksi sehingga dapat berjalan dengan lancar. Struktur manajemen dalam perusahaan juga mengatur tugas-tugas, wewenang, serta tanggung jawab tiap bagian/divisi yang ada di

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

21


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

perusahaan (Negoro, 2004). Struktur manajemen perusahaan harus memastikan bahwa tiap divisi bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Dengan demikian masalah-masalah yang mungkin timbul yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab karyawan dapat dihindari. Struktur manajemen disusun dan ditetapkan untuk memudahkan koordinasi antar bagian. Penyusunan struktur manajemen harus mengacu pada alur kegiatan produksi yang akan dilakukan oleh perusahaan. Berikut adalah gambaran struktur manajemen perusahaan industri rotan beserta deskripsi pembagian tugas (job description) dan tanggung jawab tiap bagiannya.

Konsep Pabrik Berdasarkan klasifikasi industri rotan, pabrik pengolahan rotan merupakan manufaktur dasar, yakni mengolah bahan baku rotan asalan menjadi barang setengah jadi. Proses ini diharapkan dapat memberi nilai tambah produk rotan mentah asalan menjadi bahan baku rotan. Menurut banyaknya tenaga kerja, industri pabrik pengolahan rotan diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Industri besar, apabila mempunyai tenaga kerja sejumlah 100 orang atau lebih. 2. Industri sedang, apabila mempunyai tenaga kerja 20-99 orang. 3. Industri kecil, apabila mempunyai tenaga kerja 5-19 orang. 4. Industri rumah tangga, apabila mempunyai tenaga kerja 1-4 orang. Sesuai dengan ketentuan Departemen Perindustrian (2009), industri pengolahan rotan terdiri atas: 1. Industri pengolahan rotan hilir, yaitu industri pengolahan rotan yang menghasilkan rotan yang sudah dicuci dan di-belerang (washed and sulfurized), anyaman rotan (webbing), rotan yang sudah ditipiskan (split) dan sejenisnya. Pengerjaan produk rotan olahan ini biasanya melalui proses semi mekanis. 2. Industri furnitur rotan, yaitu industri yang menghasilkan perabotan rumah tangga dari rotan, antara lain sofa, meja, kursi, lemari, buffet, dan sejenisnya. Pengerjaan produk pada industri furnitur rotan sebagian

22

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

besar semi mekanis, sedangkan desainnya biasanya banyak terinspirasi dari muatan lokal atau berdasarkan permintaan konsumen. 3. Industri barang-barang kerajinan dari rotan, yaitu industri yang menghasilkan produk barang kerajinan rotan berdasarkan desain kearifan lokal. Pengerjaan produk pada industri ini umumnya tradisional buatan tangan (hand-made products). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pabrik pengolahan rotan termasuk jenis industri pengolahan hilir. Rotan olahan hasil industri ini diharapkan dapat diserap industri furnitur atau sentra kerajinan rotan yang ada di dalam maupun luar negeri. Ditilik dari segi sistem dan teknologi produksi, pabrik pengolahan rotan termasuk industri manufaktur dasar dengan skala kecil, yakni 5-19 tenaga kerja yang mengoperasikan pabrik dalam durasi kerja 6 jam/hari (1 shift).

Infrastruktur Pabrik Proses pengolahan rotan menjadi bahan baku memerlukan beberapa tahapan. Tahapan dimulai dari proses pengolahan pascapanen menjadi bahan mentah, kemudian diolah lagi hingga menjadi bahan baku. Oleh sebab itu, infrastruktur pabrik pun harus disiapkan untuk dapat memfasilitasi seluruh proses tersebut. Tahap awal yang harus dipertimbangkan saat mendirikan sebuah pabrik pengolahan rotan adalah bagaimana merancang gedung yang akan dibangun sehingga proses produksi dapat berjalan secara efisien dan terintegrasi dengan divisi pendukung lainnya. hal ini sejalan dengan pendapat Mayer dalam bukunya Plant Layout and Material Handling (1993: 1) yang mengatakan bahwa tata letak pabrik adalah pengorganisasian fasilitas fisik perusahaan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan peralatan, bahan, orang, dan energi. Muther (1995) menyatakan bahwa dalam merancang tata letak pabrik terdapat 6 hal dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

23


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

1. Prinsip integrasi secara total. Tata letak pabrik merupakan integrasi secara total, maka seluruh elemen produksi yang ada menjadi satu unit operasi yang besar. 2. Prinsip jarak perpindahan bahan minimal. Waktu perpindahan dapat dihemat dengan memposisikan ruang proses secara linier atau dan sedekat mungkin. 3. Prinsip aliran proses kerja. Dasar prinsip ini yaitu menghindari gerak balik (backtracking), gerak memotong (cross-movement), kemacetan (congestion), dan sedapat mungkin material bergerak terus tanpa ada gangguan. 4. Prinsip pemanfaatan ruang. Prinsip ini mempertimbangkan aspek volume (cubic space) dan aspek luas (floor space). Prinsip ini juga mempertimbangkan faktor manusia, bahan baku, dan peralatan penunjang produksi lainnya. 5. Prinsip fleksibilitas. Prinsip ini sangat diperlukan karena pada era modernisasi seperti ini perkembangan terjadi begitu pesat, sehingga tata letak yang fleksibel penting agar penyesuaian atau relayout dapat dilakukan dengan cepat dan murah ketika dibutuhkan. 6. Prinsip kepuasan dan keselamatan kerja. Keselamatan kerja jelas merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan dalam merancang tata letak pabrik. Sementara itu, faktor kepuasan kerja akan mendatangkan keuntungan jika diperhatikan dengan baik, misalnya mendorong loyalitas dan prestasi pekerja.

Prinsip Pembuatan Tata Letak 1. Activity Relationship Chart (ARC). Activity Relationship Chart (ARC) adalah peta yang menggambarkan tingkat hubungan antar bagian-bagian atau kegiatan yang terdapat dalam suatu perusahaan industri. Teknik ini dikemukakan oleh Richard Muther yang mengatakan bahwa “Hubungan antar-aktivitas ditunjukkan dengan tingkat kepentingan hubungan antar-aktivitas.�

24

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Tabel 2. Tingkat kepentingan ARC No.

Tingkat kepentingan

Kode

Warna

1.

Mutlak perlu didekatkan

A

Merah

2.

Sangat penting untuk didekatkan

E

Kuning

3.

Penting untuk didekatkan

I

Hijau

4.

Biasa

O

Biru

5.

Tidak penting

U

Putih

6.

Tidak dikehendaki berdekatan

X

Coklat

Hubungan ARC digambarkan dengan simbol warna dan huruf. Selain simbol-simbol di atas, perlu juga mencantumkan alasan atau penjelasan mengapa simbol atau warna tersebut yang digunakan. Berikut contoh alasan untuk menyatakan tingkat kepentingan.

Tabel 3. Alasan tingkat kepentingan Kode

Alasan

1.

Penggunaan catatan secara besamaan

2.

Menggunakan tenaga kerja yang sama

3.

Menggunakan space area yang ama

4.

Minimalkan material handling

5.

Urutan aliran kerja

6.

Menggunakan peralatan kerja yang sama

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

25


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Kode

Alasan

7.

Kemungkinan adanya bau yang tidak mengenakkan, ramai, dan lain-lain

8.

Derajat kontak personel yang sering

9.

Derajat kontak kertas kerja yang sering dilakukan

10.

Kemudahan akses

11.

Suara bising

Gambar 1. Contoh ARC

26

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

2. Activity Relationship Diagram (ARD). Activity Relationship Diagram (ARD) adalah diagram hubungan antar-aktivitas (departemen/mesin) berdasarkan tingkat prioritas kedekatan, dengan harapan ongkos handing minimum. Input ARD adalah ARC, dimana ketentuan penggunaan garis dan jumlah garis pada ARC digunakan pada ARD. Area pada ARD diasumsikan sama, baru pada revisi disesuaikan berdasarkan ARD lini dan areanya sesuai dengan luas dari masing-masing aktivitas yang terpencil dengan skala tertentu. Berikut contohnya. 3. Activity Template Block Diagram (ATBD). Activity Template Block Diagram (ATBD) sebenarnya tidak berbeda jauh dengan ABD, pembedanya yaitu pada ATBD ini data yang telah dikelompokkan ke lembar kerja lalu dimasukkan ke activity template. Template itu sendiri akan menjelaskan tentang departemen yang bersangkutan dan hubungan dengan aktivitas dari departemen tersebut. 4. Space Activity Relationship Diagram (SRD). Space Activity Relationship Diagram adalah langkah selanjutnya yang dilakukan setelah menentukan ATBD. SRD dibuat dengan cara menentukan luasan area yang diperlukan dan keterkaitan aktivitas antar-ruang tersebut. pada diagram hubungan ruangan dapat dilihat sebuah keterkaitan antar-kebutuhan area atau area yang diperlukan untuk penyusunan tata letak.

Gambar 2. Contoh ARD

Gambar 3. Contoh ATDB Contoh ATBD

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

27


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Pola Aliran Material Pola aliran material yang jelas dibutuhkan untuk mempermudah dan meningkatkan tingkat produktivitas produk yang dihasilkan. Berikut ini beberapa pola aliran material yang dapat diterapkan di lantai produksi, yaitu: 1. Pola Aliran Garis. Pola aliran yang paling mudah diidentifikasi karena sistem material handling yang umumnya menggunakan konveyor lurus. Pola ini biasanya digunakan pada proses produksi yang berlangsung singkat dan relatif sederhana, dimana jarak perpindahan pendek dan hanya terdiri dari beberapa komponen produksi saja. 2. Pola Aliran Bentuk U. Pola yang umumnya digunakan pada lantai kerja yang luasnya terbatas, tujuannya untuk meminimalisasi tempat. Biasanya proses awal memiliki tempat yang sama atau sejajar dengan proses akhir.

Gambar 4. Pola aliran garis

Gambar 5. Pola aliran bentuk U

3. Pola Aliran Zigzag. Pola aliran yang pada umumnya diterapkan pada kondisi lantai pabrik yang sempit tetapi proses yang dibutuhkan sebenarnya cukup panjang. Prinsip penataan dilakukan dengan membelokkan aliran produksi. Gambar 6. Pola aliran zigzag

28

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

4. Pola Aliran Lingkaran. Pola aliran yang dapat diterapkan

untuk proses produksi yang bertujuan untuk mengembalikan material atau produk pada titip awal aliran produksi. 5. Pola Aliran Tidak Tentu. Pola aliran abstrak biasa digunakan untuk memperoleh lintasan produksi yang pendek antarkelompok dari wilayah yang berdekatan. Pada umumnya proses pemindahan material dilakukan dengan sistem manual. Gambar Pola aliranlingkaran bentuk Gambar Pola aliran7. bentuk

Gambar 8. Pola aliran tidak tentu

Gambar Pola aliran tidak tentu

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

29


2

MODUL

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Selajutnya kegiatan di pabrik pengolahan rotan dapat dipetakan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Tata letak fasilitas dan lokasi pabrik bahan baku rotan No.

Nama Stasiun

Kode

B

BR

C

D

E

F

G

H

I

J

2

4

5

6

7

8

9

10

11

1

Gudang bahan baku rotan batangan

A

E

U

A

U

U

U

U

U

U

U

2

Gudang bahan kemasan, pengikat, tali

B

A

U

U

U

U

U

U

U

U

3

Bak Rendaman

Br

U

U

U

U

U

U

U

U

4

Pemotongan

C

A

U

U

U

X

U

U

5

Penipis

D

A

U

U

U

U

U

6

Polishing

E

A

U

U

U

U

7

Core

F

A

U

U

U

8

Fitrit

G

A

U

U

9

Pengeringan

K

A

U

10

Finishing/Pengepakan

L

A

11

Gudang produk jadi

M

Dengan kriteria penilaian sebagai berikut: A

E I O X U

30

= Mutlak perlu aktivitas-aktivitas tersebut didekatkan

= Sangat penting aktivitas-aktivitas tersebut berdekatan = Penting bahwa aktivitas-aktivitas tersebut berdekatan = Biasanya (kedekatannya) tidak masalah ditempatkan di mana saja = Tidak diinginkan aktivitas-aktivitas tersebut untuk berdekatan = Tidak perlu adanya keterkaitan geografis

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Gambar 9. Tingkat hubungan antar-aktivitas di pabrik pengolahan rotan

Gambar 10. Contoh gambar tata letak pabrik

Langkah Umum Pembangunan Pabrik Ketersediaan Modal 1. Modal atau kapital yang diperlukan pada awal produksi, misalnya modal pengadaan peralatan/fasilitas produksi. 2. Modal atau kapital yang diperlukan untuk pelaksanaan operasi produksi (operation costs), misal modal pengadaan bahan baku, labor costs, overhead costs, dll. 3. Modal atau kapital yang diperlukan untuk menghadapi kemungkinan perluasan atau ekspansi pabrik.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

31


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Perancangan Produk 1. Aspek fungsi (design for function). Desain produk yang baik harus dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pengguna/pelanggan. Maka dari itu kekuatan dan daya tahan (strength and wearability) dari produk dan komponen-komponennya harus benar-benar dipertimbangkan. 2. Aspek kemudahan pembuatan (design for making). Suatu produk tak terlepas dari teknologi tertentu yang dibutuhkan dalam pembuatannya, sehingga pemilihan bahan baku sampai ke peralatan pembantu (jigs and fixtures) harus pula diperhatikan.

Perencanaan Volume Penjualan 1. Sistem produksi harus dijalankan dengan mengetahui atau mempertimbangkan besarnya volume produksi yang dikehendaki konsumen. 2. Informasi atau perkiraan mengenai volume produksi ini penting untuk menentukan jumlah dan kapasitas mesin yang harus disediakan. 3. Untuk menetapkan jumlah produk yang harus dibuat, perlu dilakukan aktivitas survei pasar dengan metode peramalan produksi (forecasting) berdasarkan data penjualan yang telah lampau.

Pemilihan Proses Produksi 1. Perencanaan proses produksi berkaitan dengan perencanaan tata letak pabrik. 2. Ada beberapa pertimbangan ekonomis yang harus dibuat, yaitu penentuan macam/tipe teknologi mesin perkakas yang dibutuhkan, penentuan bahan baku terbaik, penentuan rate of return dari kapital yang ditanamkan.

32

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Analisis Buat atau Beli (Make or Buy Analysis) 1. Mengurangi biaya material dan proses produksi. 2. Mengurangi jumlah modal atau kapital yang diperlukan untuk pembelian material sebagai stok dan pengadaan mesin serta fasilitas penunjang dan proses produksi lainnya. 3. Menyederhanakan macam produk (product mix) yang harus dibuat.

Ukuran Pabrik (Plant Size) 1. Penentuan ukuran pabrik berkaitan dengan volume produk yang akan dihasilkan. 2. Poin di atas juga berkaitan dengan besar modal yang diperlukan dan siklus waktu operasi produksi.

Harga Jual Produk 1. Keputusan awal yang harus diambil oleh manajemen adalah menentukan harga jual, dengan harapan produk yang dihasilkan akan mampu bersaing dengan produk serupa yang dihasilkan oleh pabrik lain. 2. Keputusan yang diambil terkait harga jual ini terutama sekali akan memengaruhi kualitas produk yang dihasilkan dan juga proses pembuatannya.

Lokasi Pabrik (Plant Location) 1. Bangunan pabrik harus mampu melindungi (baik keamanan maupun keselamatan) segala fasilitas produksi (termasuk sumber daya manusia) yang ada di dalam pabrik. 2. Perencanaan tata letak pabrik yang baik adalah dengan terlebih dahulu mengatur segala fasilitas-fasilitas produksi yang akan dipakai, baru kemudian didirikan bangunan pabrik di sekitarnya.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

33


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Kemungkinan Diversifikasi Produk 1. Besar kemungkinan pada suatu waktu manajemen pabrik dihadapkan pada keharusan mengadakan perubahan produk. 2. Kemungkinan diversifikasi harus diantisipasi dan disikapi dengan tepat demi perkembangan pabrik itu sendiri, serta demi melihat peluang pasar yang lebih besar.

Pertumbuhan dan Perkembangan Organisasi Pabrik (Organizational Development) 1. Struktur organisasi pabrik akan digunakan juga sebagai alat analisis kelancaran proses produksi. 2. Tujuan umum perusahaan harus didefinisikan dengan jelas sejak awal, selanjutnya dijabarkan tujuan dan target-target yang lebih spesifik. Kepala Pabrik

Admin Keuangan & Akuntansi

Purchasing

Bagian Produksi 1-3 & Finishing

Quality Control

Admin Produksi

Bagian R&D

34

Manajer Produksi

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

HRD (Personalia)

Sales Marketing & Export


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

1. Kepala Pabrik. Kepala pabrik adalah orang yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelangsungan perusahaan. Kepala pabrik mempunyai wewenang atas semua urusan dalam perusahaan. Wewenang yang dimaksud berkaitan dengan kebijakan-kebijakan perusahaan dalam memutuskan permasalahan yang terjadi di perusahaan. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan petunjuk serta arahan pada seluruh staf dan karyawan.

2. Manajer Produksi. Manajer produksi bertugas mengatur, mengawasi, dan mempertanggungjawabkan seluruh aktivitas produksi yang dimulai dari penyediaan bahan mentah sampai produk jadi yang siap jual. Selain itu manager produksi mempunyai wewenang untuk merencanakan dan menyusun kapasitas produksi barang diperusahaan. Manajer produksi ini membawahi beberapa bagian sebagai berikut: •

Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Bagian ini bertugas membuat sampel-sampel baru yang diperkirakan akan menjadi tren di pasaran. serta membuat MAL sebagai acuan produksi masal barang yang akan di buat.

•

Bagian Produksi 1 sampai 3. Bagian produksi 1 bertugas melakukan proses sortasi, penggorengan, penggosokan, dan pencucian. Sortasi dilakukan untuk memisahkan rotan besar dan kecil sebelum mendapat penanganan berbeda. Bagian produksi 2 bertugas melakukan pengeringan, pengasapan, pemutihan, dan pengawetan. Bagian produksi 3 bertanggung jawab terhadap proses pelurusan, pemolesan, pengamplasan, bundling dan penempatan bahan baku di gudang penyimpanan.

•

Bagian Quality Control (QC). Quality control bertugas melakukan pengawasan, pengecekan dan pengendali kualitas rotan. Kontrol dilakukan terhadap rotan hasil panen, selama proses pengelolaan pascapanen hingga menjadi bahan baku. QC 1 bertanggung jawab mengontrol rotan asalan dan proses pengelolaan sebelum masuk ke tahap amplas atau pemolesan. QC 2 kemudian memastikan bahan baku yang sudah jadi sesuai standar mutu yang ditetapkan sebelum dipasarkan.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

35


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

•

Bagian Pengadaan Barang/Purchasing. Bagian pengadaan bertugas melakukan pengadaan rotan asalan yang akan diolah (berkoordinasi dengan petani atau pemanen rotan), bahan penunjang pengolahan rotan, bahan pengepakan, dan barang-barang lain yang diperlukan untuk operasional pabrik.

3. Administrasi Produksi. Bagian ini bertanggung jawab atas kegiatan administrasi produksi, khususnya mendata semua kebutuhan produksi (bahan mentah dan penunjang, peralatan, dll) dan merekap hasil produksi secara periodik.

4. Administrasi Keuangan dan Pembukuan. Bagian ini bertanggung jawab dalam mengatur dan mengawasi penerapan perencanaan dan penggunaan keuangan perusahaan. Pembukuan keuangan dicatatkan secara harian, mingguan, bulanan, dan dalam periode tahun perusahaan.

5. Bagian Kepegawaian (HRD). Bagian ini bertugas menangani ketenagakerjaan, seperti perekrutan karyawan, serta peningkatan keahlian dan mutu karyawan.

6. Sales Marketing. Bagian ini bertugas menangani penjualan dan pemasaran produk ke pembeli. Penjualan dan pemasaran dilakukan secara langsung-berhadapan langsung dengan pembeli-atau melalui daring (penjualan online). Selain di dalam negeri, bagian ini juga menangani penjualan dan pemasaran untuk luar negeri. Apabila terjadi transaksi pembelian, bagian ekspor akan menangani dan menyiapkan administrasi yang berkaitan dengan proses pengiriman.

36

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

2

PENGENALAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

LEMBAR PRE-TEST Modul 2 Nama

: ............................................................................................................................

Lembaga

: ............................................................................................................................

Isilah dengan jawaban paling tepat! 1. Apa yang Anda ketahui tentang: (a) pengelolaan pascapanen rotan dan (b) pengolahan rotan menjadi bahan baku? 2. Adakah pabrik pengolahan rotan di daerah Anda? 3. Pernahkan Anda terlibat dalam usaha pengolahan rotan? 4. Apa keuntungan mengelola dan mengolah rotan menjadi bahan baku? 5. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan untuk mengembangkan usaha pengolahan rotan?

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

37


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

MODUL 3. Pengenalan Kebutuhan Permesinan (120 Menit) Sesi ini akan membahas segala permesinan yang akan digunakan dalam pengolahan rotan menjadi bahan baku. Jika memungkinkan, sesi ini sebaiknya dilakukan dengan study ke pabrik pengolahan rotan terdekat agar peserta dapat melihat langsung mesin-mesin dan cara penggunaannya. Pemaparan materi dapat dilakukan dengan meminjam salah satu ruangan yang ada di pabrik tersebut, sebelum kemudian peserta berkeliling pabrik untuk melihat-lihat mesin dan penggunaannya.

Subpokok bahasan Mesin-mesin pengolahan rotan menjadi bahan baku

Tujuan Memberikan pemahaman tentang alat-alat yang dibutuhkan dalam pengolahan rotan

Metode • • •

38

Pemaparan media Tanya jawab Study lapangan (jika memungkinkan)

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

Media Belajar • • •

Power point: Modul 3 – Pengenalan Kebutuhan Permesinan Lembar post-test Bahan Bacaan 3.1 – Pengenalan Kebutuhan Permesinan Pabrik Rotan

Proses Belajar Sesi

No.

Rincian Kegiatan

Durasi

I

1.

Fasilitator membuka sesi pelatihan dan menjelaskan materi yang akan dibahas.

5 menit

2.

Fasilitator memaparkan materi tentang pengenalan mesin-mesin yang digunakan dalam pabrik pengolahan rotan dengan menggunakan power point Modul 4.

30 menit

3.

Pengisian lembar post-test.

10 menit

4.

Tour melihat pabrik dengan didampingi oleh narasumber. Narasumber menjelaskan kegunaan mesin-mesin tersebut dan mendemonstrasikan cara penggunaannya.

70 menit

5.

Fasilitator menyimpulkan lalu menutup sesi pelatihan.

5 menit

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

39


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

BAHAN BACAAN 3.1 Pengenalan Kebutuhan Permesinan Pabrik Rotan Mesin Utama Mesin utama adalah mesin yang wajib ada untuk mempermudah pekerjaan bagian produksi. Kelompok mesin utama terdiri dari: 1. Mesin Fitrit. Mesin ini berfungsi menghasilkan rotan jenis fitrit dari bahan rotan core. Setiap 1 pcs rotan core dapat menghasilkan sekitar 4 pcs rotan fitrit tergantung mata pisau yang digunakan. Harga sebuah mesin ini ditaksir senilai 45 juta rupiah.

Gambar 11. Mesin Fitrit dan Rotan Fitrit Core

40

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

2. Mesin Sandid Peel. Mesin ini berfungsi menghasilkan rotan peel dari rotan sega. Sama halnya dengan rotan core, setiap 1 pcs rotan sega dapat menghasilkan 4 pcs rotan peel. Harga sebuah mesin ini berkisar 35 juta rupiah.

Gambar 12. Mesin Sandid Peel dan Rotan Sega

3. Mesin Amplas Rotan. Mesin ini berfungsi untuk mengamplas jenis rotan batang/asalan menjadi rotan semi poles. Setelah diamplas kulit rotan batang akan menjadi lebih halus namun masih terlihat ruas bukunya. Setelah diamplas, rotan semi poles ini akan diwarnai di bagian finishing.

13. Mesin Amplas Rotan MesinGambar Amplas Rotan M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

41


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

4. Mesin Potong Rotan. Mesin ini berfungsi untuk memotong rotan batang atau rotan semi poles yang sudah ukurannya sudah sesuai untuk komponen dasar barang.

:: Mesin Pengolahan Bahan Baku a. Spesifikasi Mesin Split Rotan Ukuran 35 Power Dimensi Kapasitas/hari Fitrit Ukuran rotan Berat Mesin Penggerak Fungsi

42

: 4 HP 3 Phase 220v/ 380v : 102 x 66 x 70 cm : Core 1200 kg/ 8 jam : 400 kg/8 jam : Ăž 14 mm down, dipakai untuk rotan batang ukuran 14 mm ke bawah. : 250 Kg : Elektromotor : Memecah/menguliti rotan (core) dengan bentuk hasil pecahan sesuai keinginan. Artinya pisau pada mesin ini bisa diganti sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Hasil dari mesin ini disebut Fitrit. Mesin ini untuk ukuran rotan dengan diameter e 14mm (sama dengan/ dibawah 14 mm).

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Gambar 14. Mesin Potong Rotan Mesin Potong Rotan

Gambar 15. Mesin Split Rotan

Mesin Split Rotan


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

b. Spesifikasi Mesin Pembelah Rotan Type BRV-9 Type Jumlah roller Motor Ukuran rotan Kapasitas As roller Gear Box Pengarah rotan

Gambar 16. Mesin Pembelah Rotan Ukuran Besar

Mesin Pembelah Rotan Ukuran Besar

Pengerak pulley Dimensi mesin Berat mesin Pisau Accessories

: BRV-9 : 9 pasang : 220/ 330 V, 3 phase, 7, 5 HP, 1400 rpm : Ă˜ 12–25 mm : Core + / - 2000 kg Fitrit + / - 350400 kg : baja berkualitas tinggi : baja berkualitas tinggi : Sistem press non pegas dan sistem press dengan pegas : Fan Belt Anti Slip : 120 x 120 x 80 cm : 650 kg : Terbuat dari baja dan mempunyai nilai kekerasan = 700 kgf/mm2

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

43


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

c. Mesin Semi Poles Rotan Single Belt Sanding Fungsi : Menghaluskan permukaan batang rotan Sand belt size : 130 mm x 1850 mm Feeding Speed : 8 m/min Kapasitas : 1000 kg/8 jam Size of rattan : +10–60 mm Ukuran Amplas : 5 mm x 72 mm Dimensi : 1200 mm x 640 mm x 1350 mm Motor : 3 HP & 1 HP; (Blower) Berat : + 280 kg

Gambar Mesin Semi Poles Mesin Semi 17. Poles

d. Mesin Gergaji Rotan Fungsi Kapasitas Penggerak Diameter Dimensi Berat

Gambar Mesin Semi Poles Mesin18. Gergaji Rotan

44

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

: Memotong rotan sesuai ukuran yang diinginkan. : 200 kg/8 jam : 2 Hp 220/380V 1450rpm : 14 inch : 800 x 600 x 900 mm : 70 kg


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

e. Mesin Dowel Fungsi

: Memperkecil ukuran rotan diinginkan. Dimensi : 1200 x 1000 x 1300 mm Kapasitas : 8–12 m/menit Ukuran Rotan : Diameter 10–60 mm Motor : 3 Hp dan 1 Hp 380 V

sesuai

yang

Gambar 19. Mesin Semi Poles

Mesin Dowel

f. Mesin Pelurus Rotan Fungsi Sistem Penggerak Dimensi Berat

: Untuk meluruskan batang rotan yang bengkok sebelum di serut, diketam ataupun di poles : Menggunakan tekanan Hidroulic : Elektro motor 3 Hp 380 V : 1090 x 930 x 1250 mm : 350 kg

Gambar 20. Mesin Pelurus Rotan

Mesin Pelurus Rotan

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

45


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

g. Belanga Penggorengan Rotan Fungsi Bahan Dimensi

Gambar 21. Belangga Penggorengan Rotan

Belanga Penggorengan Rotan

46

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

: Menggoreng batang rotan agar keluar getahnya. :Â Mild Steel, tebal dinding : 2mm tebal alas 2mm, rangka siku 5x5mm : 6000 x 1100 x 1100 mm.


MODUL

3

PENGENALAN KEBUTUHAN PERMESINAN

LEMBAR PRE-TEST Nama

: ............................................................................................................................

Lembaga

: ............................................................................................................................

Isilah dengan jawaban paling tepat! •

Jelaskan spesifikasi mesin fitrit!

Mesin apa yang harus digunakan untuk memecah/menguliti rotan dengan bentuk hasil pecahan yang diinginkan?

Tuliskan nama dan kegunaan mesin pada gambar berikut ini.

Mesin Pelurus Rotan

Mesin Dowel

Mesin Gergaji Rotan

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

47


4

MODUL

SUMBER DAYA MANUSIA DAN MANAJEMEN PABRIK

MODUL 4. Sumber Daya Manusia dan Manajemen Pabrik (75 Menit) Modul ini menjelaskan tentang manajemen pabrik, khususnya sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mengelola perusahaan. Pabrik pengolahan rotan ini dikhususkan untuk masyarakat setempat, maka dari itu pelatihan tenaga kerja yang terampil perlu diperhatikan sebab pabrik tidak akan banyak mendatangkan tenaga kerja dari luar.

Subpokok bahasan • •

Sumber daya manusia yang dibutuhkan pabrik pengolahan rotan Struktur manajemen pabrik

Tujuan Memberikan pemahaman tentang manajemen pabrik dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pabrik pengolahan rotan.

48

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

4

SUMBER DAYA MANUSIA DAN MANAJEMEN PABRIK

Metode • •

Pemaparan media Tanya jawab

Media Belajar • •

Power point: Modul 4 – Sumber Daya Manusia dan Manajemen Pabrik Bahan Bacaan 4.1 – Sumber Daya Manusia dan Manajemen Pabrik

Proses Belajar Sesi

No.

Rincian Kegiatan

Durasi

I

1.

Fasilitator membuka sesi pelatihan dan menjelaskan materi yang akan dibahas.

5 menit

2.

Fasilitator memaparkan materi tentang kebutuhan sumber daya manusia dan manajemen pabrik pengolahan rotan dengan menggunakan power point Modul 4.

30 menit

3.

Fasilitator meminta peserta untuk membentuk tiga kelompok dengan cara berhitung 1 – 3. Peserta dengan nomor yang sama berkumpul dalam satu kelompok.  Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang telah disampaikan, terutama memetakan potensi sumber daya manusia yang ada dan kualifikasi seperti apakah yang belum ada di wilayah mereka.  Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lain menyimak dan memberikan tanggapan atas presentasi.

35 menit

4.

Fasilitator menyimpulkan lalu menutup sesi pelatihan.

5 menit

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

49


4

MODUL

SUMBER DAYA MANUSIA DAN MANAJEMEN PABRIK

BAHAN BACAAN 4.1 Sumber Daya Manusia dan Manajemen Pabrik

P

abrik memerlukan tenaga kerja terdidik dan terlatih untuk pengerjaan kontruksi maupun operasi. Jumlah tenaga kerja di perkotaan yang memiliki berbagai keterampilan cukup tersedia, namun perputaran tenaga berlangsung cepat sehingga tersisa tenaga kerja dengan jenis kemampuan terbatas. Mengatasi permasalahan tenaga kerja tersebut, pabrik merekrut dan melatih tenaga kerja setempat. Berikut ini beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan dijadikan acuan dalam menghitung sumber daya manusia.

Tabel 5. Pertimbangan Sumberdaya Manusia

50

No

Faktor Penentu

1.

Jumlah Penduduk Produktif (18–50 tahun)

2.

Tingkat pendidikan

3.

Tenaga terampil

4.

Upah, UMR, harian, dll

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Laki-laki (%)

SD SMP SMA PT

: ................................. : ................................. : ................................. : .................................

Perempuan (%)

SD SMP SMA PT

: ................................. : ................................. : ................................. : .................................


MODUL

4

SUMBER DAYA MANUSIA DAN MANAJEMEN PABRIK

Selain itu, manajemen perusahaan juga harus disiapkan demi menentukan jalannya perusahaan tersebut. Manajemen mengatur kegiatan produksi sehingga dapat berjalan dengan lancar. Struktur manajemen dalam perusahaan juga mengatur tugas-tugas, wewenang, serta tanggung jawab tiap bagian/divisi yang ada di perusahaan (Negoro, 2004). Struktur manajemen perusahaan harus memastikan bahwa tiap divisi bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Dengan demikian masalah-masalah yang mungkin timbul yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab karyawan dapat dihindari. Struktur manajemen disusun dan ditetapkan untuk memudahkan koordinasi antar bagian. Penyusunan struktur manajemen harus mengacu pada alur kegiatan produksi yang akan dilakukan oleh perusahaan. Berikut adalah gambaran struktur manajemen perusahaan industri rotan beserta deskripsi pembagian tugas (job description) dan tanggung jawab tiap bagiannya.

Kepala Pabrik

Admin Keuangan & Akuntansi

Manajer Produksi

Purchasing

Bagian Produksi 1-3 & Finishing

Quality Control

Admin Produksi

HRD (Personalia)

Sales Marketing & Export

Bagian R&D

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

51


MODUL

4

SUMBER DAYA MANUSIA DAN MANAJEMEN PABRIK

Kepala Pabrik Kepala pabrik adalah orang yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelangsungan perusahaan. Kepala pabrik mempunyai wewenang atas semua urusan dalam perusahaan. Wewenang yang dimaksud berkaitan dengan kebijakan-kebijakan perusahaan dalam memutuskan permasalahan yang terjadi di perusahaan. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan petunjuk serta arahan pada seluruh staf dan karyawan.

Manajer Produksi Manajer produksi bertugas mengatur, mengawasi, dan mempertanggungjawabkan seluruh aktivitas produksi yang dimulai dari penyediaan bahan mentah sampai produk jadi yang siap jual. Selain itu manager produksi mempunyai wewenang untuk merencanakan dan menyusun kapasitas produksi barang diperusahaan. Manajer produksi ini membawahi beberapa bagian sebagai berikut.

52

•

Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Bagian ini bertugas membuat sampel-sampel baru yang diperkirakan akan menjadi tren di pasaran. serta membuat MAL sebagai acuan produksi masal barang yang akan di buat.

•

Bagian Produksi 1 sampai 3. Bagian produksi 1 bertugas melakukan proses sortasi, penggorengan, penggosokan, dan pencucian. Sortasi dilakukan untuk memisahkan rotan besar dan kecil sebelum mendapat penanganan berbeda. Bagian produksi 2 bertugas melakukan pengeringan, pengasapan, pemutihan, dan pengawetan. Bagian produksi 3 bertanggung jawab terhadap proses pelurusan, pemolesan, pengamplasan, bundling dan penempatan bahan baku di gudang penyimpanan.

•

Bagian Quality Control. Quality control bertugas melakukan pengawasan, pengecekan dan pengendali kualitas rotan. Kontrol dilakukan terhadap rotan hasil panen, selama proses pengelolaan pascapanen hingga menjadi bahan baku. QC 1 bertanggung jawab mengontrol rotan asalan dan proses pengelolaan

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

4

SUMBER DAYA MANUSIA DAN MANAJEMEN PABRIK

sebelum masuk ke tahap amplas atau pemolesan. QC 2 kemudian memastikan bahan baku yang sudah jadi sesuai standar mutu yang ditetapkan sebelum dipasarkan. •

Bagian Pengadaan Barang (Purchasing). Bagian pengadaan bertugas melakukan pengadaan rotan asalan yang akan diolah (berkoordinasi dengan petani atau pemanen rotan), bahan penunjang pengolahan rotan, bahan pengepakan, dan barang-barang lain yang diperlukan untuk operasional pabrik.

Administrasi Produksi Bagian ini bertanggung jawab atas kegiatan administrasi produksi, khususnya mendata semua kebutuhan produksi (bahan mentah dan penunjang, peralatan, dll) dan merekap hasil produksi secara periodik.

Administrasi Keuangan dan Pembukuan Bagian ini bertanggung jawab dalam mengatur dan mengawasi penerapan perencanaan dan penggunaan keuangan perusahaan. Pembukuan keuangan dicatatkan secara harian, mingguan, bulanan, dan dalam periode tahun perusahaan.

Bagian Kepegawaian (HRD) Bagian ini bertugas menangani ketenagakerjaan, seperti perekrutan karyawan, serta peningkatan keahlian dan mutu karyawan.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

53


MODUL

4

SUMBER DAYA MANUSIA DAN MANAJEMEN PABRIK

Sales Marketing Bagian ini bertugas menangani penjualan dan pemasaran produk ke pembeli. Penjualan dan pemasaran dilakukan secara langsung-berhadapan langsung dengan pembeli-atau melalui daring (penjualan online). Selain di dalam negeri, bagian ini juga menangani penjualan dan pemasaran untuk luar negeri. Apabila terjadi transaksi pembelian, bagian ekspor akan menangani dan menyiapkan administrasi yang berkaitan dengan proses pengiriman.

54

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

MODUL 5. Pengolahan Rotan Asalan Basah Menjadi Rotan Asalan Kering (180 Menit) Penanganan pascapanen merupakan serangkaian proses yang cukup panjang dan memakan waktu lama. Dalam pelatihan ini, materi penanganan pascapanen dan pengolahan rotan akan dibagi menjadi tiga sesi. Modul 5 ini akan membahas penanganan pascapanen dari setelah pemanenan hingga menjadi bahan mentah.

Subpokok Bahasan Proses pengolahan rotan pascapanen menjadi bahan mentah

Tujuan Belajar Pemahaman tentang langkah mengolah rotan asalan basah menjadi rotan asalan kering (bahan mentah)

Metode Belajar • • •

Pemaparan media (power point, video) Curah pendapat Workshop

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

55


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Media Belajar • •

Power point: Modul 5 – Pengolahan Rotan Asalan Basah menjadi Rotan Asalan Kering Bahan Bacaan 5.1 – Pengolahan Rotan menjadi Bahan Mentah

Proses Belajar

56

Sesi

No.

Rincian Kegiatan

I

1.

Pembukaan sesi pelatihan oleh fasilitator.

2.

Fasilitator menjelaskan tahap pengolahan rotan menjadi bahan baku dengan menggunakan media bantu power point Modul 5.

70 menit

3.

Fasilitator meminta peserta untuk memberikan tanggapan atas materi yang disampaikan, baik berupa pertanyaan atau pendapat.

5 menit

4.

Fasilitator mengajak peserta ke lokasi workshop pengolahan rotan yang akan dipandu oleh narasumber.

10 menit

5.

Narasumber mendemonstrasikan proses penggorengan, penggosokan dan pencucian, peruntian, pengeringan, pengasapan, dan pemutihan rotan, kemudian peserta mencoba melakukan proses tersebut.

90 menit

6.

Fasilitator meminta peserta untuk memberi tanggapan atau pertanyaan atas pengalaman mengolah rotan.

7.

Fasilitator menutup sesi pelatihan.

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Durasi

5 menit


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

BAHAN BACAAN 5.1 Pengolahan Rotan menjadi Bahan Mentah 1. Rotan Besar Langkah-langkah pengolahan dari rotan asalan menjadi rotan bahan mentah. Pengolahan dilakukan untuk memperoleh bahan mentah yang berkualitas. Pengolahan rotan ini mengadopsi dan mengembangkan dari pengolahan rotan di berbagai daerah di Indonesia. Setiap tahapan proses kegiatan memiliki tujuan yang berbeda. Penggorengan bertujuan mempercepat pengeluaran air dan getah-getah dari dalam batang rotan. Penggosokan bertujuan menghilangkan kotoran dan noda dari batang rotan. Sedangkan pengasapan bertujuan untuk meningkatkan warna dan kilap batang rotan. Diagram pengolahan rotan bahan mentah untuk ukuran diamater besar (Rachman dan Jasni, 2006).

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

57


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

2. Rotan Kecil Rotan kecil mudah mengering sehingga tidak dilakukan proses penggorengan, karena alasan yang sama, waktu yang dibutuhkan untuk menjemur relatif singkat. Pengolahan ada rotan kecil dilakukan dengan 2 (dua) cara, masingmasing menghasilkan rotan kering udara. Salah satu jenisnya yaitu natural cane yang merupakan rotan batang alami baik kulit maupun warnanya. Rotan ini dapat dibuat barang jadi dengan harga yang tinggi. Diagram di bawah adalah skema pengolahan rotan asalan menjadi rotan bahan mentah menurut Rachman dan Jasni (2006).

Persiapan Tahap persiapan terdiri atas kegiatan penumpukan rotan segar, pembersihan, dan sortasi (Rachman dkk., 2000). Rotan yang diterima di tempat penumpukan adalah rotan yang berkualitas baik dan sudah cukup tua dengan ciri-ciri diameter silindris, cukup keras, tidak ada tanda-tanda keriput, dan mengandung lebih banyak warna hijau tua. Penumpukan rotan dilakukan dengan menggunakan ganjal. Sebelum digoreng, sisa kelopak dan kotoran yang

58

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

masih menempel pada batang rotan dibersihkan dengan cara digosok dengan kain perca, sabut kelapa atau karung goni. Bersama-sama dengan proses pembersihan, dilakukan pula proses sortasi dengan cara memisahkan rotan yang akan diolah lebih lanjut dari rotan yang telah pecah atau belah.

Penggorengan Penumpukan rotan segar di hutan Menurut Rachman dan Hermawan (2005), tujuan Penumpukan rotan segar di hutan (sumber Rachman & Jasni - 2013) Sumber: Rachman & Jasni (2013) penggorengan rotan adalah untuk menurunkan kadar air rotan dan mengeluarkan bahan-bahan larut minyak yang umumnya terdapat di bagian kulit (epidermis) rotan, serta dapat menghalangi proses keluarnya air dari dalam rotan. Dengan melakukan penggorengan, waktu penjemuran rotan di lapangan dapat lebih singkat, yaitu sekitar 1–2 minggu. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan serangan jamur atau serangga perusak rotan. Selain itu, warna rotan yang digoreng pun menjadi lebih cerah.

Teknologi penggorengan mengunakan peralatan sederhana yang dibuat seluruhnya dari bahan bahan lokal. Terdiri dari tungku dan kuali yang berbentuk palung dengan panjang sekitar 4 m, lebar 125 cm dan tinggi 90 cm, besi pengait untuk mengangkat rotan yang telah digoreng, ayakan kawat bertangkai untuk mengambil sisa kotoran setelah penggorengan, jerigen penampung minyak goreng, pemberat untuk menindih rotan saat digoreng, sarung tangan tahan panas, karung goni bekas serta alat pemadam kebakaran (Rachman dkk., 2000). Kuali mula-mula diisi sekitar tigaper lima volumenya dengan minyak penggoreng, lalu dipanaskan sampai mencapai suhu sekitar 80 oC. Rotan dimasukkan ke dalam kuali, lalu digoreng selama lebih kurang 30 menit. Minyak penggoreng biasanya diganti setelah digunakan untuk sekitar 40 kali penggorengan atau bila minyak

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

59


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

sudah terlihat kotor. Sisa minyak penggoreng yang ada di dalam kuali dapat digunakan setelah terlebih dahulu disaring. Konsumsi minyak penggoreng untuk tiap batang rotan adalah sekitar 0,17– 0,2 liter, tergantung efisiensi pemakaian. Jumlah potongan rotan yang dapat dimasukkan untuk setiap kali penggorengan dapat mencapai 200–300 potong. Penggorengan dilakukan selama 10– 30 menit. Rotan yang telah digoreng kemudian ditiriskan.

Tujuan penggorengan adalah sebagai berikut: •

Menurunkan kadar air rotan. Penurunan kadar air rotan sebesar 40–60% akan menurunkan berat sekitar 15–20% dan volume antara 6–12% (Maulana, 1997). Selain itu penurunan kadar air yang besar akan menghemat waktu penjemuran atau pengeringan rotan di lapangan. Waktu penjemuran yang relatif pendek setelah penggorengan (1–2 minggu) akan menghindarkan rotan dari serangan jamur dan serangga perusak rotan. Dengan demikian penggorengan bukan bukan ditujukan untuk mengawetkan rotan. Casin (1975) melaporkan, bahwa rotan yang

Gambar 22. Rotan ditindih dengan pemberat saat Rotan ditindih dengan pemberat saat digoreng digoreng Sumber: World Wide Fund for Nature (WWF)

Sumber: World Wide Fund for Nature (WWF) (2011)

Unit penggorengan rotan Gambar 23. Unit penggorengan rotan

60

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

tidak digoreng seperti yang dilakukan di Filipina pada rotan palasan (Calamus maximus Merr. dan Calamus ornatus MAR, sejenis manau atau tohiti di Indonesia) memerlukan waktu penjemuran ± 26 minggu dari basah (kadar air ± 155%) sampai kadar air ± 20% dan masih memerlukan 1 minggu untuk mencapai kadar air keseimbangan (Equilibrium Moisture Content = EMC). Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa jamur Ascomycetes (penyebab bercak biru, blue stain) tumbuh subur pada kadar air rotan sekitar 100% dan kelembaban 84%. Dengan penggorengan kondisi tersebut dilewati sewaktu rotan dalam penggorengan. •

Melarutkan getah. Bahan getah seperti gum, lilin, gelatin dan sejenisnya pada batang rotan umumnya tertimbun pada kulit bagian epidermis. Fungsinya sewaktu tanaman masih hidup adalah untuk melindungi penguapan air yang tinggi dari rongga-rongga sel di bawahnya. Fungsi ini seperti halnya pohon jati yang menggugurkan daun pada musim kemarau. Komposisi minyak penggoreng yang umum digunakan terdiri dari sebagian besar minyak bumi (minyak tanah, minyak solar). Minyak bumi ini merupakan pelarut yang baik untuk getah seperti gum, lilin dan sejenisnya. Daya melarutkan tersebut semakin cepat pada suhu penggorengan yang cukup tinggi (60–80ºC). Rotan yang getah-getahnya telah dilarutkan dalam minyak penggoreng akan mempermudah pengeluaran air dan akan memperpendek waktu penjemuran. Dengan demikian, kesempatan rotan untuk diserang jamur akan berkurang.

Pemanasan tanpa udara. Berdasarkan hasil-hasil percobaan telah dibuktikan bahwa bahan berlignoselulosa (termasuk rotan) apabila dipanaskan pada udara terbuka maka penurunan sifat kekuatannya akan terjadi dengan cepat. Potongan-potongan kayu yang dicelupkan ke dalam metal cair pada suhu 320ºC selama 1 menit, 250ºC selama 1 jam dan 160ºC selama 1 minggu menghasilkan penurunan keteguhan patah (MOR) yang hampir sama yaitu sebesar 17% dari keteguhan sebelum dipanaskan. Apabila kayu yang sama dipanaskan pada udara terbuka (ada oksigen) maka penurunan keteguhan patahnya mencapai 50% (Stam, 1964).

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

61


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Campuran minyak penggoreng yang identik dengan metal cair dalam percobaan Stam di atas dan umum ditemui adalah sebagai berikut: • • • • • • • • • •

Minyak solar + minyak kelapa Minyak solar + minyak sawit Minyak solar + minyak tanah Minyak solar + air Minyak tanah + minyak kelapa Minyak tanah + minyak sawit Minyak tanah + air Minyak tanah + oli motor (motor oil) S.A.E 20–120 Minyak tanah Minyak solar

Berdasarkan hasil percobaan Rachman (1984) pada rotan manau dan tohiti dapat diketahui pengaruh berbagai komposisi minyak penggoreng dan lama waktu penggorengan terhadap penurunan kadar air, kecerahan warna dan penurunan sifat kekuatan atau keteguhan rotan. Percobaan ini menggunakan 5 macam minyak penggoreng, yaitu: minyak tanah (MT), minyak solar (MS), campuran minyak tanah dan solar (MT.MS), campuran minyak tanah dan oli SAE-40 (MT.MO), serta campuran minyak solar dan minyak kelapa (MS.MK). Pengamatan kecerahan warna dinilai menggunakan skor 5–1, yaitu dari warna kuning terang sampai coklat kekuning-kuningan. Penurunan kadar air semakin besar dengan semakin lamanya waktu penggorengan. Penurunan kadar air tertinggi terjadi pada rotan yang digoreng dengan campuran minyak penggoreng MTMS, yaitu mencapai sekitar 70%. Selain itu, tingkat kecerahan warna juga menurun dengan meningkatnya waktu penggorengan. Sedangkan waktu penggorengan yang semakin lama akan menurunkan sifat kekuatan rotan.

62

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Hasil percobaan secara keseluruhan dapat memberikan informasi sebagai berikut: •

Pemakaian minyak tanah saja dalam penggorengan rotan memberikan nilai warna yang lebih cerah dibandingkan dengan minyak penggoreng lainnya. Akan tetapi penggorengan dengan minyak tanah harus hati-hati karena laju penurunan warna dan keteguhan sangat cepat.

•

Penggunaan minyak nabati seperti minyak kelapa atau minyak sawit dalam campuran minyak penggoreng bertujuan untuk mengurangi laju penurunan keteguhan dan kecerahan warna rotan.

Pada awalnya, hampir seluruh hasil proses penggorengan ditujukan untuk mendapatkan kulit rotan yang baik, yaitu berwarna cerah dan mengkilap. Rotan ini disebut juga sebagai natural cane, yang langsung dapat dibuat barang jadi, seperti mebel dengan harga yang tinggi. Produk seperti ini memerlukan penampilan kulit alami dan warna asli rotan. Produk semacam ini sudah sangat jarang diproduksi kecuali pesanan khusus karena harganya yang sangat mahal. Rotan oleh pengolah biasanya diklasifikasikan mutunya menjadi kualitas A, B, C dan D. Semakin banyak terdapat cacat pada kulit dan semakin berwarna buram semakin rendah kualitas rotan. Praktek di lapangan menunjukkan, bahwa penggorengan hanya menghasilkan 25–40% rotan kualitas A dan B. Sedangkan rotan berkualitas A atau yang termasuk natural cane tidak lebih dari 20%, sisanya berupa rotan yang kulitnya mengandung cacat. Bahkan, dewasa ini jumlah natural cane yang diperoleh semakin menurun. Rotan yang sudah dipilah menurut kualitasnya, selanjutnya diluruskan dengan mesin pelurus atau secara manual. Pelurusan secara manual dikerjakan dengan cara menjepit salah satu ujung rotan dengan kayu dan mendorong atau menarik ujung yang lain berulang-ulang dangan tangan sampai potongan rotan menjadi lurus. Rotan bermutu A yang sudah lurus dibuang bukunya agar berpenampilan lebih bersih. Untuk meningkatkan mutu rotan ini, biasanya dilakukan lagi pengasapan. Kelompok rotan dengan mutu yang lebih rendah dikupas kulitnya menjadi produk yang disebut sebagai rotan poles.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

63


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Mengingat sebagian besar rotan dikupas kulitnya untuk dijadikan rotan poles kasar, maka untuk menghemat penggunaan energi, seharusnya rotan yang akan dijadikan natural cane saja yang digoreng. Sisanya tidak harus digoreng, tetapi cukup dilakukan pengupasan kulit pada saat rotan masih basah, lalu rotan dijemur sampai mencapai kering udara.

Penggosokan dan Pencucian Penggosokan dilakukan pada rotan yang telah digoreng dan ditiriskan dengan menggunakan kain perca, sabut kelapa atau karung goni yang dicampurkan dengan pasir halus atau serbuk gergaji (Jasni, 2000). Penggosokan dilakukan berulang-ulang agar sis kotoran terutama getah yang masih menempel pada kulit rotan dapat dilepaskan sehingga kulit rotan menjadi bersih dan dapat diperoleh rotan dengan warna yang cerah dan mengkilap. Bersama-sama dengan penggosokan, rotan juga dapat dicuci untuk membersihkan rotan secara sempurna.

Peruntian Peruntian dilakukan untuk membuang lapisan silika yang melekat pada kulit beberapa jenis rotan kecil (Januminro, 2000). Beberapa jenis rotan yang umumnya memiliki lapisan silika pada kulit adalah rotan sega dan taman (Rachman dkk., 2000). Peruntian rotan dapat dilakukan dengan menggunakan alat khusus disebut runti jala atau dengan menarik rotan bolak-balik melalui lubang pada sepotong bambu yang diikat berdiri pada sebatang pohon. Di Indonesia, beberapa metode pengupasan (lunti atau runti) telah dikembangkan. Beberapa metode lebih efisien dan beberapa metode lebih sulit dibandingkan yang lain. Salah satu metode tradisional yang digunakan di Indonesia adalah dengan memukul rotan dan mensilifikasi batang rotan dengan kayu yang dianyam. Metode ini tidak begitu memuaskan karena hasil yang didapatkan tidak bersih. Metode yang paling mudah tapi memakan banyak waktu adalah dengan memelintir batang rotan dengan tangan dan digosok dengan menggunakan pasir halus, wol baja, sabut kelapa, atau kain karung. Metode ini

64

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

menghasilkan batang rotan yang sangat bersih. Selain memelintir menggunakan tangan, kadang kala rotan dibelitkan pada batang pohon dan digosokan dengan batang pohon dengan cara ditarik bagian ujungujungnya secara bergantian. Di beberapa wilayah India, seperti Assam dan Bengal barat, rotan dengan diameter besar digosok dengan menggunakan pasir dan kain karung untuk pengupasan. Di Papua Nugini, batang rotan digosok menggunakan wol baja halus, karung goni, atau sabut kelapa (Zieck 1976). Setelah pengupasan, batang rotan dicuci menggunakan air. Kemudian batang rotan dikeringkan dan/atau diproses lebih lanjut. Jika proses lebih lanjut tidak dilakukan maka rotan disortir berdasarkan diameter, ruas, dan tingkat kerusakan. Selanjutnya rotan ditimbang dan diikat dalam bundel. Proses lebih lanjut berupa pengasapan, pemutihan atau perlakuan dengan minyak, yang diikuti dengan pengeringan.

Pengeringan Sebagian besar hasil-hasil pertanian dikeringkan lebih dahulu sebelum dimanfaatkan atau diolah lebih lanjut. Tujuan utamanya untuk memudahkan dalam penanganan dan menghindari dari kerusakan biologis di samping kerusakan fisik. Pengeringan adalah pengeluaran air dari dalam bahan dengan bantuan energi panas ke udara terbuka sampai mencapai kadar air tertentu. Biasanya bahan dikeringkan sampai keadaan bahan mencapai kering udara atau mencapai kadar air keseimbangan. Pengeringan rotan di Indonesia sampai saat ini baik pada rotan besar maupun kecil masih seluruhnya dilakukan dengan cara alami atau penjemuran oleh sinar matahari. Ini terjadi karena sinar matahari jumlahnya sangat berlimpah di daerah tropis seperti di Indonesia. Akan tetapi teknik penjemuran yang dilakukan masih sederhana, yaitu dengan menyusun rotan secara silang-menyilang hampir vertikal bagi rotan besar dan menghamparkan rotan untuk rotan kecil. Namun kebersihan lingkungan, sistem drainase, arah susunan, arah angin, perlindungan dari kebasahan dan lain-lain belum mendapat perhatian memadai.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

65


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Untuk mendapatkan hasil pengeringan yang merata dan warna yang cerah, sewaktu-waktu rotan harus dibalik. Waktu pengeringan di musim kemarau hanya sekitar satu minggu dan di musim penghujan dapat mencapai 2–3 minggu untuk sampai pada kondisi kering udara dengan kadar air sekitar 15–18%. Penjemuran untuk rotan kecil dapat dilakukan dengan menghamparkan rotan di atas para-para setinggi pusar atau sekitar 50 cm dari tanah. Selama penjemuran, rotan dibolak-balik untuk memperoleh Pengeringan kecil secara alamikecil secara alami hasil yang baik. Apabila turun hujan, maka Gambar 24. rotan Pengeringan rotan permukaan rotan ditutup dengan plastik atau terpal. Waktu pengeringan bervariasi untuk setiap jenis rotan, tapi umumnya antara 1–2 minggu pada saat cuaca cerah (Rachman dkk., 2000). Pengeringan rotan juga dapat dilakukan dalam bangunan pengeringan tenaga surya yang dikombinasikan dengan tungku bakar untuk suplai panasnya. Bagan suhu yang dapat digunakan adalah 40–65oC. Dengan bagan tersebut, rotan balukbuk, batang, manau, semambu, dan tohiti dapat dikeringkan sampai kadar air akhir 12% selama lebih dari 3 hari dengan kualitas cukup baik (kecuali untuk rotan tohiti) (Yuniarti & Basri, 2005). Rujehan (2001) melaporkan, bahwa pengeringan alami rotan kecil, yaitu sega (Calamus caesius) mengalami susut berat sekitar 35–40% dari rotan basah. Sedangkan rotan pulut mengalami susut berat sekitar 45–50% dari berat rotan basah. Usaha-usaha untuk mendapatkan cara pengeringan rotan yang lebih baik telah dilakukan

66

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

baik dengan cara pengeringan alami (penjemuran) maupun dengan pengeringan buatan (kiln dryer). Percobaan pengeringan alami dengan memodifikasi tiga cara penjemuran sebagai berikut: •

• •

Pengeringan rotan di dalam bangunan beralas yang diberi atap dan dinding plastik tembus cahaya. Pengeringan di tempat teduh atau di bawah atap. Penjemuran di bawah matahari langsung. Gambar 25. Pengeringan di tempat teduh diatap bawah Pengeringan di tempat teduh di bawah

Tabel 6. Perlakuan pengeringan rotan dan hasilnya (Pengeringan alami dengan tiga perlakuan berbeda terhadap rotan ukuran besar yang sudah digoreng) Kelas mutu

Hasil proses pegeringan (%) Transparan

Naungan

Langsung

A

0

0

10

B

4

0

24

C

28

17

28

D

68

83

38

Jumlah

100

100

100

Sumber : Sudiwinardi (1985)

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

67


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: •

Cara pengeringan yang terbaik adalah pada lapangan terbuka dan terkena langsung oleh sinar matahari. Hal ini dibuktikan oleh jumlah rotan berkualitas A & B yang dihasilkan tertinggi.

•

Cara pengeringan di bawah naungan tanpa terkena sinar matahari langsung tidak dianjurkan karena akan memperoleh hasil pengeringan terburuk.

Usaha untuk mempercepat waktu pengeringan alami dilakukan dengan cara mengerik (scrape) rotan segar kemudian dijemur. Hasilnya disajikan seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Kecepatan pengeringan rotan kerik Kadar air (%)

RH (%)

Suhu (oF)

138,1

78,5

75,3

55,0

50,6

84,2

76,6

3

27,2

21,3

82,1

78,1

4

27,7

15,5

85,0

77,1

5

13,1

12,6

81,4

78,5

Waktu (Minggu)

Palasan

Limoran

1

102,7

2

Sumber: Cortes (1939)

Hasilnya menunjukkan bahwa rotan yang dikerik mengering lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak dikerik. Jenis rotan yang sama jika tanpa dikerik memerlukan waktu 26 minggu untuk mencapai kadar air sekitar 20%. Dengan demikian, bagi rotan segar yang mengalami cacat pada kulit seharusnya dikerik, kemudian dikeringkan, sehingga waktu pengeringan relatif cepat. Sisanya, rotan segar dengan kulit yang bersih dapat digoreng untuk mendapatkan natural cane.

68

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Rachman & Santoso (1996). Penelitian ini mempelajari perilaku penurunan kadar air rotan segar (124–220%) sampai kering udara dengan cara penimbangan berat rotan setiap hari. Contoh rotan berukuran panjang 2 meter dan diameter berkisar 18–29 mm; terdiri dari tiga jenis, yaitu: tretes (Daemonorops heteroides), omas (Calamus sp.) dan kesur (C. ornatus). Rotan dikeringkan melalui 4 macam perlakuan, yaitu: • • • •

Konvensional (Konv): rotan segar digoreng kemudian dikeringkan, setelah kering udara lalu dipoles. Alternatif I (Alt1); rotan segar dicelupkan bahan pengawet, dibiarkan sampai setengah kering, dipoles, diawetkan kembali, akhirnya dikeringkan. Alternatif II (Alt2); rotan segar dicelupkan bahan pengawet, lalu dipoles, akhirnya dikeringkan. Alternatif III (Alt3); rotan segar dipoles, dicelupkan bahan pengawet, akhirnya dikeringkan.

Cara pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan kilang pengering (kiln dryer) telah dilakukan di Filipina. Hasil percobaannya disajikan seperti tabel berikut:

Tabel 8. Pengeringan rotan dengan kilang pengering Jenis bahan

Kadar air awal (%)

Kadar air akhir (%)

Waktu pengeringan (hari)

Tumalin (berkulit)

145–117

5

10

Tumalin (dikerik)

150–119

4,6

1,5

Sumber: Casin (1975)

Pengeringan rotan dengan kiln lebih unggul jika ditilik dari kepraktisan dan produktivitas. Akan tetapi, hasil percobaan di atas juga menunjukkan bahwa pengeringan kiln menyebabkan warna rotan menjadi kurang cerah dan tidak berkilap. Padahal, kedua faktor tersebut merupakan salah satu ukuran mutu/kualitas rotan.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

69


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Tingkat kecerahan dan kilap rotan dipengaruhi oleh sinar ultraviolet dalam spektrum sinar matahari, maka dari itu cara pengeringan terbaik adalah dengan penjemuran langsung. Pengeringan dengan kiln masih berpotensi dikembangkan untuk memperoleh hasil maksimal, misalnnya dengan cara melengkapi ruang dengan fraksi sinar-sinar tertentu.

Pengasapan Untuk memperoleh rotan bulat berkualitas WS (washed and sulphurized) yang banyak diminati dalam dunia perdagangan, perlu dilakukan pengasapan terhadap rotan yang telah dijemur/dikeringkan. Pengasapan merupakan proses pengelantangan (bleaching) menggunakan asap belerang (gas SO2). Proses ini bertujuan untuk memutihkan warna kulit rotan dan meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit apabila disimpan cukup lama dalam gudang (Januminro, 2000).

Rumah asap26. Rumah Asap (Sumber: Rachman & Jasni 2013) Gambar Sumber: Rachman & Jasni (2013)

70

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Proses pengasapan biasanya dilakukan khusus untuk rotan berdiameter besar. Ruang pengasapan (biasanya berukuran 6 x 5 x 3 m) dilengkapi dengan tempat pembakaran belerang yang didesain agar uapnya masuk/ terkumpul ke ruang tersebut. Gambar di atas merupakan salah satu contoh desain rumah asap. Konstruksi rumah asap berbentuk kubah yang terbuat dari tembok dan balok kayu dengan panjang, lebar, dan tinggi masing-masing sekitar 650 x 200 x 270 cm. Tempat pembakaran belerang ada pada dasar rumah asap. Rumah asap seperti ini berkapasitas sekitar 4.000 potong rotan besar atau sekitar 6 ton rotan kecil. Saat pengasapan, rotan disusun di atas bantalan sejajar dengan arah panjang rumah asap. Setelah rumah asap penuh dengan rotan, pintu didorong sampai tertutup rapat. Tempat pembakaran kemudian diisi dengan belerang sebanyak Âą7,5 kg, lalu dibakar. Lamanya pengasapan bervariasi, mulai 12 jam, 24 jam, atau bahkan lebih lama dari itu hingga didapatkan warna yang diinginkan. Namun, proses pengasapan juga berdampak mengurangi keteguhan tarik sejajar serat.

Pemutihan Berbagai macam cara pemutihan baik untuk rotan kulit maupun rotan hati sudah banyak dilakukan orang. Beberapa teori mengemukakan bahwa rotan kulit sebaiknya diputihkan dengan larutan yang bersifat asam. Sebelum melakukan pemutihan, rotan kulit direndam dalam larutan Hidrogen Fluorida (HF). Ini dilakukan untuk mencuci sisa silicious yang terdapat pada kulit. Sedangkan untuk rotan hati sebaiknya diputihkan dengan larutan yang bersifat basa (alkalis). Hasil pemutihan, baik rotan hati dan kulit, dicuci dengan alkohol untuk menghilangkan sisa–sisa bahan pemutih (Simatupang, 1978). Berbagai cara dan bahan kimia telah dilakukan untuk pemutihan rotan. Pemutihan dengan cara pembakaran belerang dalam ruang tertutup atau disebut juga pengasapan adalah teknik pemutihan yang sudah lama dikenal orang. Pengasapan biasanya dilakukan pada rotan bahan mentah. Sedangkan istilah pemutihan untuk barang setengah jadi biasanya dilakukan dengan cara perendaman atau peleburan dalam bahan kimia.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

71


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

Natrium hipoklorit (NaClO) atau bubuk pemutih digunakan dalam proses pemutihan. Untuk pemutihan yang lebih berkualitas biasanya menggunakan hidrogen peroksida. Jika menggunakan hipoklorit, batang rotan direndam dalam larutan 1% selama satu jam. Waktu perendaman akan berbeda tergantung pada diameter rotan. Perendaman lebih lama akan ngurangi tingkat kekuatan rotan. Pemutihan juga dapat dilakukan dengan larutan Natrium klorida (NaClO2). Natrium klorida pada konsentrasi 2% bila digunakan untuk pemutihan rotan kulit akan menghasilkan rotan dengan warna yang cerah serta tidak mempengaruhi sifat mekaniknya. Natrium klorida dapat juga digunakan untuk pemutihan rotan hati. Penggunaan kaporit untuk bahan pemutih rotan belum banyak dilakukan di Indonesia. Beberapa pengusaha rotan di Tegalwangi, Cirebon telah mencoba menggunakan kaporit untuk pemutihan. Rotan yang dihasilkan menjadi bersih dan warna mengkilap. Adapun reaksi yang berlangsung pada pemutihan kaporit adalah sebagai berikut:

CaOCl2 + 2 NaOH → Ca (OH)2 + 2 NaCl + On

On akan mengoksidasi zat warna dan lignin sehingga berwarna putih bersih. Selain itu, kaporit apabila bereaksi dengan air akan membentuk asam hipoklorit yang akan mengoksidasi zat warna dan melarutkan sebagian lignin sehingga sehingga sifat kekuatan rotan dapat menurun. Hasil penelitian pemutihan dengan kaporit dan NaOH pada berbagai tingkat konsentrasi menunjukan bahwa peningkatan konsentrasi bahan pemutih akan meningkatkan nilai warna. Namun, hal ini akan menurunkan sifat kekuatan (Darma, 1987). Rachman dkk. (2000) telah menggunakan larutan perhidrol (H2O2) pada kisaran konsentrasi sekitar 10–30% untuk pemutihan rotan batang (C. ornatus) dengan cara peleburan. Larutan itu dicampur dengan larutan soda

72

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

api (NaOH) pada konsentrasi 1,5–4,5% atau air kaca (Na2SiO3) pada konsentrasi 5–15%. Mekanisme reaksi kimia yang bekerja pada proses pemutihan dengan perhidrol adalah sebagai berikut:

1. HOO- + H+ (perhidroksil ion) H2O2 2. H2O + On (oksigen radikal)

Adanya penambahan NaOH (suasana basa) atau air kaca akan membentuk perhidroksil ion dan oksigen radikal yang berfungsi sebagai oksidator untuk memutihkan rotan. Di samping mempunyai efek memutihkan rotan, oksigen radikal dapat menyerang serat selulosa dan kerusakan serat selulosa tersebut ditandai dengan pembentukan oksiselulosa (Trotman, 1968). Akibat dari penggunaan perhidrol adalah penurunan kekuatan mekanis rotan. Berdasarkan teori di atas, maka keberhasilan pemutihan dapat

Gambar 27. Hasil produk yang sudah diputihkan (Sumber: Rachman & Jasni 2013)

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

73


MODUL

5

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN BASAH MENJADI ROTAN ASALAN KERING

dinilai melalui derajat putih (JIS-Z-8741), kilap (SII 0437-81) dan kekuatan mekanis rotan, yaitu keteguhan lentur maksimum (BS 373:2957). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian perhidrol 24% dan soda api 3% memberikan hasil yang cukup memuaskan. Pada kondisi itu nilai derajat putih, kilap, dan keteguhan lentur maksimum masing-masing adalah 52,2%, 4,9% dan 442,0 kg/cm2. Namun perlu diingat bahwa peningkatan penggunaan konsentrasi perhidrol dalam pemutihan akan menurunkan kekuatan mekanik rotan tersebut. Pada konsentrasi perhidrol 30%, keteguhan lentur maksimum turun menjadi 337 kg/cm2.

74

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

MODUL 6. Pengolahan Rotan Asalan Kering menjadi Bahan Baku (135 Menit) Modul ini akan membahas pengelolaan/pengolahan pascapanen rotan dari bahan mentah menjadi bahan baku. Proses ini merupakan kelanjutan dari yang sebelumnya dibahas pada modul 5. Seperti halnya modul 5, sesi ini sebaiknya disertai dengan workshop.

Subpokok Bahasan Proses pengolahan rotan mentah menjadi bahan baku

Tujuan Belajar Pemahaman tentang langkah pengolahan rotan dari barang mentah menjadi bahan baku

Metode Belajar • • •

Pemaparan media Curah pendapat Workshop

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

75


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Media Belajar • • • •

Power point: Modul 6 – Pengolahan Rotan Asalan Kering (Bahan Mentah) menjadi Bahan Baku Video 6_1 Proses Pembuatan Rotan Pitrit dari Rotan Core Video 6_2 Proses Pembuatan Rotan Peel dari Rotan Sega Bahan Bacaan 6.1 – Pengolahan Rotan Asalan Kering menjadi Bahan Baku

Proses Belajar

76

Sesi

No.

I

1.

Pembukaan sesi pelatihan oleh fasilitator.

Rincian Kegiatan

2.

Fasilitator menjelaskan tahap pengolahan rotan menjadi bahan baku dengan menggunakan media bantu power point Modul 6

20 menit

3.

Fasilitator memutarkan video pemotongan rotan/pembuatan rotan pitrit dan core

5 menit

4.

Fasilitator meminta peserta untuk memberikan tanggapan atas materi yang disampaikan, baik berupa pertanyaan, pendapat, maupun pengalaman.

5 menit

5.

Fasilitator mengajak peserta ke lokasi workshop pengolahan rotan yang akan dipandu oleh narasumber.

10 menit

6.

Narasumber mendemonstrasikan proses pemotongan, scrapping, steaming, pemolesan, pengawetan, dan pengemasan kemudian peserta mencoba melakukan proses tersebut.

90 menit

7.

Fasilitator meminta peserta untuk memberi tanggapan atau pertanyaan atas proses mengolah rotan menjadi bahan baku.

5 menit

8.

Fasilitator menutup sesi pelatihan.

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Durasi


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

BAHAN BACAAN 6.1 Pengolahan Rotan Asalan Kering menjadi Bahan Baku Sortasi Sortasi merupakan kegiatan utama dalam usaha penanganan pascapanen hasil pertanian, baik dalam keadaan segar maupun setelah perlakuan pascapanen. Istilah sortasi dalam kamus Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah menyortir yang berarti memilah yang diperlukan dan mengeluarkan yang tidak diperlukan. Proses penanganan pascapanen tidak selalu sesuai dengan harapan. Seringkali terjadi kegagalan yang disebabkan oleh kesalahan proses, buruknya hasil panenan, serangan hama gudang, atau hal tak terduga lainnya. Oleh karena itu, proses sortasi menjadi vital dalam kegiatan pascapanen rotan. Sortasi pada rotan dilakukan setelah proses pascapanen. Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan rotan yang layak jual dengan rotan rusak. Sortasi rotan dilakukan dengan cara manual. Rotan yang berkualitas dipisahkan dengan rotan yang pecah, gembos, atau patah akibat proses pembengkokan atau pelurusan. Selain itu dipisahkan juga rotan yang terkena serangan hama seperti bubuk rotan kering/kumbang bubuk kering/ powder post beetles (Dinoderus minutes) yang mengakibatkan rotan berlubang.

Pemotongan Proses ini bertujuan memotong rotan batang atau rotan semi poles yang sudah sesuai ukurannya untuk keperluan komponen dasar barang. Mesin yang digunakan yaitu mesin potong yang berada pada stasiun pemotongan setelah penerimaan dari stasiun pengeringan.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

77


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Scrapping Scrapping bertujuan memperkecil diameter rotan dengan cara mengupas kulit luar. Rotan yang di-scrapping biasanya jenis rotan batang/asalan, agar menjadi rotan siap poles atau semi poles.

Poles Proses ini berfungsi untuk mengamplas jenis rotan batang/asalan menjadi rotan semi poles. Setelah diamplas, kulit rotan batang akan menjadi lebih halus, tetapi masih terlihat ruas bukunya. Pemolesan merupakan proses terakhir sebelum tahap finishing (pewarnaan) dilakukan.

Pembuatan Core dan Fitrit Proses ini bertujuang menghasilkan rotan jenis fitrit dan core. Setiap 1 pcs rotan core dapat menghasilkan sekitar 4 pcs rotan fitrit, tergantung mata pisau yang digunakan.

Pembuatan Peel Proses ini bertujuan menghasilkan rotan peel dari rotan sega. Setiap 1 pcs rotan sega dapat menjadi 4 pcs rotan peel.

Pengawetan Pengawetan rotan adalah proses perlakuan kimia atau fisika terhadap rotan yang bertujuan meningkatkan masa pakai rotan. Bahan kimia untuk mengawetkan rotan disebut bahan pengawet. Selain berfugsi untuk mencegah atau memperkecil kerusakan rotan akibat oganisme perusak, pengawetan juga bertujuan memperpanjang umur pakai rotan. Pengawetan mulai dilakukan saat rotan masih berdiri atau sebelum dipungut (Bucheri), pengawetan rotan setelah panen (propilaktik), dan pengawetan rotan setelah kering (permanen). Cara pengawetan seperti ini disesuaikan dengan organisme perusak rotan tersebut.

78

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Gambar 28. Pembuatan Peel. Pemotongan, scrapping, pemolesan, pembuatan core dan fitrit, pembuatan peel (dari kiri atas ke kanan bawah).

Kunci keberhasilan produksi rotan adalah bagaimana mencegah atau menghindari rotan dari serangan organisme perusak rotan yang dapat menurunkan kekuatan, keawetan, maupun kualitasnya. Serangan organisme ini dapat terjadi sejak rotan ditebang, selama pengangkutan ke tempat pengumpulan di tepi hutan atau ke desa, dalam pengangkutan ke pabrik pengolahan, di pabrik sebelum diolah, setelah diolah, setelah menjadi barang jadi, maupun setelah barang di tangan konsumen.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

79


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Organisme ini dikelompokkan menjadi jamur (fungi) dan serangga (insects) yang menyerang rotan sesuai bahan rotan dan kondisi lingkungan. Bahan pengawet yang sesuai dan teknik pengawetan yang tepat perlu diperhatikan agar pengawetan rotan menjadi efektif. Pengawetan yang efektif akan dapat menghemat penggunaan bahan baku rotan, sehingga meningkatkan kelestarian sumber daya rotan.

Organisme Perusak Rotan Pengetahuan tentang organisme perusak rotan diperlukan mengingat banyak sekali jenis organisme yang dapat menyerang rotan. Tiap jenis organisme bekerja pada kondisi lingkungan tertentu dan menimbulkan bentuk kerusakan yang berbeda. Secara sederhana, semua organisme perusak rotan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jamur (fungi) dan serangga (insects). Dilihat dari dampak kerusakan yang ditimbulkan, jamur dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu jamur pewarna, jamur pelunak dan jamur pelapuk. Sedangkan serangga dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan kondisi lingkungan rotan saat diserang, yaitu bubuk rotan basah (pin hole borer) dan bubuk rotan kering (powder post beetle). Jamur pewarna dan pelapuk berasal dari kelas Ascomycetes dan Basidiomycetes. Sesuai namanya, serangan jamur pewarna menimbulkan warna berupa bintik-bintik atau bercak-bercak kebiruan, cokelat, sindur, merah, ungu, dan sampai biru kehitaman sehingga dapat menurunkan mutu penampilan rotan. Jamur pewarna ini tidak hanya menodai permukaan (kulit), tetapi juga masuk ke dalam jaringan rotan. Dalam waktu 24 jam, hifa jamur dapat menjangkau sejauh sekitar 5,1 mm ke dalam jaringan rotan. Jamur pewarna yang sudah dijumpai pada rotan berasal dari genus Ceratocystis dan Diploida (Martono 1990). Jamur pewarna tidak menyerang selulosa dan lignin penyusun dinding sel, tetapi hidup dari zat pengisi sel, terutama sel rotan yang masih hidup (sel-sel parenkim). Oleh karena itu, jamur pewarna menyerang rotan dalam kondisi segar, terutama yang mempunyai kadar air 100% (Toni, 1976). Kadar air dalam rotan sangat erat hubungannya dengan serangan jamur pewarna. Semakin tinggi kadar air dalam rotan segar, semakin

80

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

aktif serangan jamur pewarna. Cummins (1933) dan Holtam (1966) melaporkan, pertumbuhan jamur biru ini terjadi pada kadar air 23–150% dan tumbuh baik pada kadar air 35–120% dan suhu 22–30oC. Selanjutnya Salita (1985) mengatakan bahwa pertumbuhan jamur biru tersebut terhambat pada kadar air dibawah 20% dan suhu diatas 40oC. Dua jenis jamur yang menjadi penyebab adanya pewarnaan adalah Ceratocystis filiformis dan C. minuta. Jamur C. filiformis menyebabkan pewarnaan lebih berat karena penetrasinya cukup dalam, sedangkan C. minuta menyerang di permukaan rotan (Casin, 1975). Oleh karena jamur pewarna tidak menyerang dinding sel maka serangannya tidak menurunkan kekuatan rotan seperti keteguhan lentur, kekerasan dan sifat mekanis lainnya, tetapi sangat menurunkan standar mutu rotan (Roldan, 1954). Serangan jamur pelapuk menyebabkan rotan yang diserang menjadi regas atau lapuk. Jamur pelapuk lebih sering menyerang rotan yang sudah kering, tetapi sering mengalami kebasahan. Hal ini terjadi biasanya karena penggudangan yang kurang sempurna atau dalam pemakaian sering terkena air. Jamur pelapuk dapat pula menyerang rotan segar yang ditumpuk terlalu lama dalam kondisi lembap di tempat terbuka, misalnya menunggu saat pengangkutan di hutan atau saat pengolahan di pabrik. Jamur pelapuk berasal dari kelas Basidiomycetes ini memiliki kemampuan menghancurkan selulosa dan lignin sehingga kekuatan rotan, seperti keteguhan lentur, kekerasan dan keteguhan tekan akan berkurang. Beberapa jenis jamur dari kelas ini hanya mampu merombak selulosa sehingga warna rotan berubah menjadi cokelat sesuai warna Gambar 29. Tumpukan rotan segar yang diserang jamur pewarna dan pelapuk

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

81


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

lignin yang disisakannya, atau disebut juga brown rot. Beberapa jenis lainnya menyebabkan warna rotan menjadi lebih putih dan pucat sebagai akibat perombakan lignin dan selulosa sehingga disebut white rot. Serangan brown rot biasanya lebih cepat menurunkan kekuatan rotan daripada white rot. Di antara kelompok jamur pelapuk, yang sering dijumpai menyerang rotan adalah jamur Schizophyllum commune Fr., Dacryopinax spathularia (Schw) dan Pyenoporus sanguinius (Fr) Karst. (Jasni dan Sumarni, 1999). Serangan jamur pada rotan hasil panen yang ditumpuk terlalu lama menyebabkan rotan tampak berwarna gelap, abu-abu, bahkan sampai hitam.

Gambar 30. Bubuk rotan basah/pinhole borer (Platypus cyindrus) Sumber: Jurc (2005)

Bubuk rotan basah atau disebut juga pinhole borer adalah kumbang Ambrosia yang berasal dari famili Scolytidae dan Platypdidae. Kumbang ini menyerang rotan segar, bahkan sudah dimulai dalam keadaan rotanrotan masih tumbuh berdiri sampai rotan dipanen. Serangan kumbang ini mengakibatkan rotan berlubang kecil-kecil (diameter 0,5–2,0 mm) dan berwarna kehitaman, sehingga akan menurunkan kualitas penampilan dan kekuatan rotan tersebut. Kumbang ini hanya berkembang sampai kadar air rotan turun di bawah 30%. Jika kadar air di bawah 30%, kumbang ini sulit untuk berkembang biak. Jenis yang umum ditemui adalah Arixyleborus granulifer, Platypus cylindrus dan Xyleborus perforans (Casin, 1975).

82

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Bubuk rotan kering atau disebut juga kumbang bubuk kering (powder post beetles) adalah serangga yang berasal dari famili Lyctidae dan Bostrycidae. Serangan bubuk rotan kering ditandai oleh adanya lubang gerek atau liang kembara yang dipenuhi bubuk halus (powder). Serangan dapat terjadi pada bahan baku rotan kering yang disimpan, bahan setengah jadi maupun penumpukkan komponen mebel selama beberapa bulan di gudang. Salah satu suku Lyctidae yang sering menimbulkan kerusakan pada rotan adalah Lyctus sp. yang kecepatan penyerangannya sangat tinggi. Rotan dapat hancur hanya dalam beberapa minggu. Jenis bubuk lainnya yang umumnya menyerang adalah dari genus Dinoderus (Dinoderus minutus, Dinoderus brevis dan Dinoderus ocelaris) yang banyak tersebar di Asia Tropik. Dari tiga jenis bubuk tersebut, Dinoderus minutus merupakan jenis yang paling banyak dijumpai (Jasni, 1992; Imm, 1957; Nurjito, 1985 dalam Jasni 1999). Salah satu jenis dari famili Bostrycidae yang sering ditemukan adalah Heterobostrychus aequalis yang membuat lubang pada permukaan rotan dan dari lubang itu dikeluarkan bubuk halus berwarna kekuningan (Ahmad dkk., 1985).

A

B

Gambar 31. Bubuk rotan kering

C

Keterangan: a. Bubuk rotan kering/ kumbang bubuk kering/ powder post beetles (Heterobostrychus aequalis), b. Bubuk rotan kering/ kumbang bubuk kering/ powder post beetles (Heterobostrychus aequalis), c. Bubuk rotan kering/ kumbang bubuk kering/ powder post beetles (Dinoderus minutes). Sumber: Azmi et.al (2011) Keterangan: Serangan akibat Lyctus sp dan Dinoderus sp (atas), Heterobostrychus aequalis (bawah). Sumber: Rachman & Jasni (2013)

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

83


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Bahan Pengawet Bahan pengawet adalah senyawa kimia yang mampu mencegah serangan organisme perusak rotan. Dengan demikian, istilah “bahan pengawet� selalu mengacu kepada senyawa kimia yang apabila diaplikasikan kepada rotan akan membuat rotan tidak disenangi atau repellent terhadap organisme perusak. Jumlahnya saat ini sangat banyak dan bervariasi dalam sifat, harga, efektivitas, dan kegunaannya. Namun, berdasarkan kegunaannya, secara umum bahan pengawet dapat dikelompokkan menjadi fungisida dan insektisida. Fungisida berfungsi mencegah jamur, sementara insektisida untuk mencegah serangga. Nama umum untuk kedua bahan pengawet itu adalah pestisida.

Gambar 32. Serangan bubuk rotan kering pada rotan

Pestisida dapat mengawetkan rotan karena bahan ini mampu memengaruhi fungsi biologis organisme perusak, tepatnya dengan menghambat sistem kerja enzim atau hormon dalam tubuh organisme. Gangguan pada sistem kerja enzim akan menyebabkan perubahan fisiologis sehingga mungkin mematikan organisme perusak. Perubahan terhadap hormon biasanya menghambat telur untuk menetas atau tidak mampu membentuk turunannya atau biasa juga mengubah strain menjadi tidak mampu menyerang rotan (Martono, 1990a). Namun, perlu diingat bahwa sifat racun bahan pengawet tidak hanya terhadap jamur dan serangga, tetapi juga pada binatang dan manusia. Maka dari itu, penggunaan bahan pengawet harus berhati-hati demi menghindari

84

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

bahaya yang mungkin timbul. Martono (1990) mengemukakan beberapa syarat agar penggunaan bahan pengawet untuk rotan menjadi efektif dan aman, yaitu : • • • • • • • •

Bahan pengawet sudah mendapat izin penggunaan dari Komisi Pestisida. Tidak menyebabkan perubahan warna rotan, tidak menimbulkan bau tidak sedap dan tidak bersifat korosif. Tidak menyulitkan dalam proses finishing produk rotan (cat, pelitur dan lain-lain) Tidak mengubah sifat kekuatan bahan, terutama kelenturan. Sifat fiksasi pada bahan rotan harus kuat, karena rotan selama pemakaian selalu bersinggungan dengan manusia. Masa proteksi cukup panjang. Tidak mengandung bahan yang sangat beracun bagi manusia dan ternak. Tidak bersifat persistent di alam.

Menurut Martawijaya (1988), berdasarkan pada komposisi kimia penyusunnya, bahan pengawet secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu bahan pengawet larut air (water – borne presrvatives), bahan pengawet larut minyak (oil – borne preservatives) dan minyak pengawet (preservatives oils). Kelompok bahan pengawet tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Bahan pengawet larut air Kelompok pengawet ini terbuat dari senyawa kimia dalam bentuk garam anorganik, baik tunggal atau campuran. Bahan pengawet ini selain dapat masuk ke dalam rongga sel dapat juga menembus dinding sel dengan cara difusi. Dengan adanya proses difusi ini maka rotan basah lebih disukai diawetkan menggunakan bahan pengawet ini. Larutan garam dalam pengawet ini akan menembus lebih dalam pada rotan basah ketimbang rotan kering. Pada rotan kering, bahan pengawet akan mengendap lebih cepat.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

85


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Di pasaran, bahan pengawet ini diperdagangkan dalam bentuk tepung, pasta atau larutan pekat. Dalam pemakaiannya bahan terlebih dahulu dilarutkan dalam air pada konsentrasi tertentu. Karena dilarutkan dalam air, nampaknya bahan pengawet ini mudah luntur jika kena air atau menguap bersama air. Namun tentu tidak seluruhnya luntur, tergantung jumlah yang terfiksasi di dalam rotan. Untuk meningkatkan jumlah yang terfiksasi maka penetrasi harus tinggi yang diatur melalui komposisi bahan, cara aplikasi, dan konsentrasi. Beberapa contoh bahan pengawet larut air yang termasuk garam anorganik tunggal adalah garam sublimat (HgCl2), sulfat tembaga (CuSO4), bifluorida (NH4. HF) dan campuran asam borat (H3BO3) dengan borax (Na2B4O7. 10 H2O). Sedangkan contoh garam anorganik campuran dapat digolongkan menjadi sebagai berikut: • • • • •

FCAP (campuran garam flour/chrom/arsen/phenol), dengan jenis-jenis bahan pengawet antara lain tanalth, impralit, sarmix dan lain lain CCA (campuran garam tembaga/chrom/arsen), contoh jenis bahan pengawet antara lain wolmanit, diffusol, impralit dan lain lain CCB (campuran garam tembaga/chrom/boron), CCF (campuran garam tembaga/chrom/fluor) dan BFCA (campuran garam boron/fluor/chrom/arsen) dengan jenis bahan pengawet koppers.

Bahan pengawet larut minyak dan minyak pengawet Dalam aplikasinya, bahan pengawet ini dapat masuk ke dalam rongga sel tetapi tidak dapat menembus dinding selnya. Namun, apabila bahan pengawet telah masuk ke dalam, rongga sel tidak mudah luntur dan bersifat menolak air (water repellent). Agar bahan pengawet dapat masuk ke dalam rongga sel maka rotan harus dalam keadaan kering. Pada kadar air rotan berada di atas titik jenuh serat maka air yang terdapat dalam rongga sel akan menghambat masuknya bahan pengawet ke dalam rongga.

86

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Kelompok bahan pengawet larut minyak, antara lain adalah tributulene acetat, phoxin, pyrimyphos, permetrin, sipemetrin dan lain-lain. Sedangkan minyak pengawet antara lain adalah kreosot yang terbuat dari hasil penyulingan ter batubara (coal tar). Minyak kreosot untuk pengawetan diperoleh dari fraksi-fraksi yang disuling pada suhu antara 200–400°C. Berbagai jenis bahan pengawet dapat dihasilkan dari fraksi tersebut. Kreosot kurang layak dipakai untuk pengawetan rotan karena dapat mengotori bahan yang diawetkan, berbau kurang sedap dan sukar dicat.

Teknik Pengawetan Pengawetan sementara Untuk mencegah rotan diserang organisme perusak maka pengawetan seharusnya dilakukan segera setelah panen. Pengawetan pada tahap ini disebut sebagai pengawetan sementara. Pengawetan sementara atau disebut juga pencegahan sementara (prophylactic treatment) dimaksudkan untuk menghindarkan rotan segar dari serangan organisme perusak, terutama jamur pewarna dan bubuk rotan basah atau kumbang ambrosia. Kata “sementara” berarti hasil pengawetan hanya mampu menahan serangan organisme perusak sampai rotan mencapai kadar air kering udara. Artinya, bahan pengawet akan efektif dalam selang beberapa minggu (biasanya 4 minggu) atau sampai selesainya proses pengolahan tahap awal (pascapanen). Tindakan pengawetan ini sangat tepat bila dilakukan pada rotan yang baru dipanen atau setelah pembersihan duri dan kelopak serta pemotongan batang menjadi potongan-potongan dengan panjang tertentu (3–6 m). Pengawetan bisa dilakukan dengan cara-cara sederhana dan mudah, seperti perendaman, pelaburan, dan penyemprotan. Pada dasarnya, apabila rotan segar hasil panen dapat segera diangkut ke tempat pengolahan lalu diproses dan dikeringkan maka pemberian bahan pengawet untuk pengawetan sementara tidak perlu dilakukan. Akan

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

87


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

tetapi jika waktu pengangkutan rotan dari hutan ke tempat pengumpulan cukup lama, maka pengawetan pencegahan sebaiknya dilakukan di hutan atau di tempat pengumpulan sementara di tepi hutan.

Tabel 9. Jenis bahan pengawet untuk rotan Tujuan/ Nama Dagang

Komposisi Bahan Aktif

Konsentrasi yang Dianjurkan (%)

Untuk pencegahan jamur Enblue 110 EC

Metilen bistiosianat (MBT)108 gram/liter

1,5

Enblue 100/100 EC

• •

1,0

Microcide 100 EC

Metilen bistiosianat 100 gram/liter

1,5

Basiblue 100 EC

Metilen bistiosianat 101 gram/liter

2,0

Metilen bistiosuanat 100 gram/liter 2 – tiosianometil tiobenzotianit 100 gram/liter

• • •

Metilen bistiosianat 98 gram/liter Dietil dimetil amonium chlorit 149,9 gram/liter Alkohol dimetilbenzil amonium chlorit 104,9 gram/liter

2,0

Defence 200/130 WSC

• •

Azakonisol 200 gram/liter Karbendazim 131,31 gram/liter

2,0

Borax

• •

Boraks Asam borat

10,0

Celebrite 300 WSC

Untuk pencegahan serangga Brash 25 EC

Sihalotrin 25 gram/liter

1,0

Cislin 25 EC

Deltametrin 25 gram/liter

0,5

Demone 100 EC

Permetrin 100 gram/liter

0,5

Dragnet 100 EC

Cypermetrin 300 gram/liter

0,5

Lantreks 400 EC

Chlorophyrifos 400 gram/liter

1,0

Sumber: Jasni dan Martono (1999) dan Rachman dkk. (1999)

88

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Jenis bahan pengawet yang digunakan untuk pencegahan jamur pewarna biasanya berbeda dengan bahan pengawet untuk pencegahan bubuk rotan basah atau kumbang ambrosia. Namun demikian, secara praktis, bila kedua bahan ini dapat–campur (compatible) maka dalam pelaksanaannya dapat dicampurkan. Beberapa jenis bahan pengawet yang umum digunakan dewasa ini dapat dilihat pada Tabel 5. Penelitian pengawetan sementara telah dilakukan pada rotan segar berdiameter besar jenis balukbuk (Daemonorops sp.) dengan cara perendaman selama 30 menit (Sumarni dkk., 1993). Bahan pengawet yang digunakan adalah campuran MTB (metilen bistiosianat) 108 gram/liter dan chlorphyrifos 400 gram/liter yang dilarutkan dalam air masing-masing pada konsentrasi berkisar antar 1–4%. Contoh rotan hasil pengawetan sementara sebagian disimpan di ruang terbuka di bawah atap dan sisanya digoreng, lalu disimpan di tempat yang sama. Efektivitas fungisida dinilai melalui pengamatan perubahan warna penampang lintang (bontos) contoh uji. Perubahan warna dihitung berdasarkan perbandingan luas bidang yang mengalami pewarnaan dan luas bontos dinyatakan dalam persen. Suatu fungisida dinyatakan efektif bila pewarnaan pada bontos yang diberi bahan pengawet kurang dari 5% dan pada kontrol lebih dari 20%. Untuk mengetahui masa efektif atau masa proteksi fungisida maka pengamatan dilakukan secara periodik tiap dua minggu. Berdasarkan masa proteksi ditetapkan kelas efikasi bahan pengawet seperti pada Tabel.

Tabel 10. Efikasi bahan pengawet Masa Proteksi (Minggu)

Kelas Efikasi

0–2

Kurang

2–4

Sedang

4–6

Cukup

6–8

Baik Sumber: Martono (1990)

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

89


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis bahan pengawet dapat dicampur (compatible) dan efektif menahan serangan jamur biru maupun kumbang ambrosia. Hal ini ditunjukkan oleh persentase pewarnaan pada bontos yang diawetkan (tidak digoreng dan digoreng) adalah 0% selama delapan minggu. Sedangkan, pewarnaan pada rotan yang tidak diawetkan (kontrol) dan tidak digoreng adalah 71–76% sampai dengan minggu kedua. Pewarnaan meningkat menjadi 100% pada minggu ketiga dan seterusnya. Bagi rotan kontrol yang digoreng, pewarnaan dapat dipertahankan pada 48% sampai dengan minggu kedua, tetapi meningkat menjadi 95% pada minggu keempat dan menjadi 100% pada minggu seterusnya. Dengan demikian bahan pengawet yang digunakan termasuk kelas efikasi baik.

Pengawetan permanen Pengawetan permanen dimaksudkan, terutama untuk mencegah rotan terhadap serangan bubuk rotan kering. Cara pengawetan yang umum dilakukan adalah dengan perendaman, peleburan atau penyemprotan. Bahan rotan yang diawetkan adalah rotan kering, seperti rotan bulat kering atau rotan WS, rotan poles, rotan kulit, rotan hati, komponen barang jadi atau barang jadi yang akan disimpan di gudang. Oleh karena itu, pengawetan biasanya dilakukan di industri pengolahan. Penelitian rotan poles jenis batang (Daemonorops rubusta Warb.), diameter sekitar 3 cm telah dilakukan oleh Sumarni (1994) dengan perendaman selama 20 menit dalam larutan bahan pengawet chloropyrofos 400 gram/ liter yang dilarutkan masing–masing dalam air dan minyak pada konsentrasi 1–5%. Setelah perendaman sebagian rotan dikukus (steaming) untuk memudahkan pembengkokan dan sisanya ditiriskan. Selanjutnya, rotan yang diawetkan ditulari dengan bubuk rotan kering Heterobostrychus aqualis Watt. dan dibiarkan dalam ruang pengujian selama 6 minggu. Keberhasilan pengawetan ditentukan oleh derajat proteksi dan mortalitas serangga atau bubuk rotan kering. Derajat proteksi ditetapkan dengan skala seperti pada Tabel 7. Sedangkan mortalitas serangga adalah perbandingan serangga yang mati dan jumlah serangga awal yang ditularkan, dinyatakan dalam persen.

90

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Tabel 11. Derajat proteksi bahan pengawet Kondisi contoh uji

Persentase serangan (%)

Kondisi serangan

Nilai

Hampir utuh

Tipis

≤5

100

Terserang ringan

Nyata

6–15

90

Terserang sedang

Tembus ke dalam

16–50

70

Terserang hebat

Meluas di dalam

51–90

40

Hancur

Menyeluruh

91–100

0

Catatan: Pengawetan berhasil jika derajat proteksi rotan kontrol kurang dari 70.. Sumber: Sumarni (1994)

Hasil penelitian di atas menunjukkan, bahwa bagi rotan yang tidak akan dikukus, bahan pengawet chloropyrifos harus dilarutkan dalam air untuk mengawetkan rotan tersebut, karena dengan cara ini mampu mencapai derajat proteksi 97,52% dan mortalitas 100%. Sedangkan bagi rotan yang akan dikukus bahan pengawet perlu dilarutkan dalam minyak untuk mengawetkan rotan tersebut, agar mencapai derajat proteksi 95,48% dan mortalitas 100%. Pada penelitian ini tercatat bahwa derajat proteksi rotan kontrol adalah 66. Penelitian dengan pola yang sama telah dilakukan pula dengan cara perendaman selama 30 menit dalam cairan bahan pengawet permetrin 36,8% yang dilarutkan dalam air pada konsentrasi 0,15–1,50% (Sumarni, 1994a). Setelah perendaman sebagian rotan dikukus dan sisanya ditiriskan. Selanjutnya, rotan ditulari dengan bubuk rotan kering Dinoderus minutus Febr sebanyak 50 ekor pada setiap contoh uji. Keberhasilan pengawetan dinilai melalui retensi, derajat proteksi dan mortalitas. Retensi adalah jumlah bahan pengawet yang diserap oleh rotan dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (kg/m3) atau dengan rumus: dimana, R = retensi (kg/m3) B0 = berat contoh rotan awal (g) B1 = berat rotan setelah diawetkan (g) K = konsentrasi bahan pengawet (%) V = volume bahan rotan (cm3)

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

91


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Hasil penelitian di atas melaporkan, bahwa retensi rata-rata bahan pengawet pada rotan yang tidak dikukus mencapai 0,36 kg/m3 dan pada rotan yang dikukus retensi menjadi 0,31 kg/m3 atau turun sekitar 14%. Rotan yang tidak akan dikukus dapat direndam dalam permetrin pada konsentrasi 0,15% karena mortalitas dan derajat proteksi telah mencapai 100%, sedangkan derajat proteksi kontrol 50. Rotan yang akan dikukus harus direndam dalam permetrin pada konsentrasi 0,30%. Sumarni dan Ismanto (1994) telah mengawetkan rotan untuk mencegah serangan kumbang bubuk kering dengan perendaman selama 20 menit dalam campuran bahan pengawet boraks 35,5%, asam borat 35,3% dan polibor 28,4% pada konsentrasi 1–5%. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rotan yang diawetkan dapat mencegah serangan bubuk rotan kering setelah delapan bulan pengamatan, baik rotan itu dikukus maupun tidak dikukus. Hadikusumo (1990) melaporkan bahwa untuk mencegah serangan kumbang bubuk, rotan dapat diawetkan dengan campuran prusi dan sevin masing-masing pada konsentrasi 6% dan 2–8%. Hasilnya menunjukkan bahwa selama pengamatan empat bulan tidak ditemui serangan kumbang bubuk pada rotan yang diawetkan.

Pengemasan 1. Kemasan batang poles. Rotan gelondongan batang poles maupun semi poles dengan diameter 5-10 cm dan panjang 6 meter dikemas dengan cara diikat per gelondong sebanyak 20-25 batang, kemudian dibungkus menggunakan karung plastik. 2. Kemasan fitrit dan peel. Rotan fitrit dan peel dengan diameter 1-5 cm dan panjang 10-20 meter per lembar dikemas dengan cara diikat, lalu dibungkus menggunakan karton dan bungkus karung.

Pengangkutan Potensi dan kegunaan rotan yang cukup besar mengundang munculnya industri yang mengolah rotan. Banyaknya industri yang memanfaatkan rotan tentu meningkatkan pengambilan rotan sebagai bahan baku industri. Rotan dieksploitasi secara terus-menerus oleh masyarakat tanpa diikuti proses pembudidayaan yang

92

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

Gambar 33. Cara mengemas rotan batang dibungkus

Cara mengemas rotan batang menggunakan karung plastik.

Gambar 34. Cara mengemas rotan fitrit dan peel

Cara mengemas rotan fitrit dan peel

seimbang. Untuk mengatasi pengambilan rotan yang berlebihan, maka pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pengambilan dan pengangkutan rotan. Pengambilan rotan diatur dalam Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) huruf h, bahwa setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan adalah dokumen-dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan. Jika ketentuan ini dilanggar maka diancam dengan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (Pasal 78 ayat (7) UU No. 41 tahun 1999). Pengangkutan rotan diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.8/Menhut-II/2009 memaparkan tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan negara yaitu Pasal 13 ayat (12) setiap pengangkutan HHBK

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

93


MODUL

6

PENGOLAHAN ROTAN ASALAN KERING MENJADI BAHAN BAKU

rotan asalan dan produk olahan HHBK rotan setengah jadi, menggunakan FA-HHBK, (13) setiap pengangkutan produk olahan HHBK rotan dalam bentuk barang jadi (furnitur, kerajinan tangan, aneka keranjang, lampit, saborina, dan barang jadi lainnya berbahan rotan), menggunakan nota milik perusahaan, dan ayat (14) setiap pengangkutan HHBK mentah bukan rotan menggunakan FA-HHBK, dan pengangkutan produk olahan HHBK bukan rotan menggunakan nota milik perusahaan.

94

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

MODUL 7. Pengelolaan Bahan Baku (75 Menit) Modul 7 ini merupakan akhir dari pembahasan materi pengolahan rotan pascapanen. Rotan yang telah diolah menjadi bahan baku (modul 6) perlu dikelola secara tepat dalam hal penyimpanan untuk mengendalikan mutu/kualitasnya.

Subpokok Bahasan • •

Penyimpanan bahan baku Pengendalian mutu rotan

Tujuan Belajar • •

Memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan bahan baku rotan Memahami indikator pengendalian mutu rotan

Metode Belajar • • •

Pemaparan media (power point, video) Curah pendapat Diskusi kelompok

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

95


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

Media Belajar • •

Power point: Modul 7 – Pengelolaan Bahan Baku Bahan Bacaan 7.1 – Pengelolaan Bahan Baku

Proses Belajar

96

Sesi

No.

Rincian Kegiatan

I

1.

Pembukaan sesi pelatihan oleh fasilitator.

2.

Fasilitator menjelaskan pengelolaan bahan baku dengan menggunakan media bantu power point Modul 7 .

30 menit

3.

Fasilitator meminta peserta untuk membentuk 3 kelompok dengan cara berhitung 1 sampai 3, kemudian berkumpul secara berkelompok. Fasilitator meminta peserta mendiskusikan materi yang telah disampaikan, terutama mencari cara untuk memaksimalkan penggunaan limbah rotan.

30 menit

4.

Fasilitator mengundang peserta untuk mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lain menyimak dan memberi tanggapan.

15 menit

5.

Fasilitator menutup sesi pelatihan.

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Durasi


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

BAHAN BACAAN 7.1 Pengelolaan Bahan Baku Penggolongan Hasil Rotan

S

etelah melalui tahapan pascapanen, rotan dapat digolongkan pada tiga golongan, yaitu bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan bahan jadi. Bahan mentah diperoleh dari rotan asalan yang mengalami beberapa proses, seperti pencucian, penggorengan, penjemuran, pengasapan, pembelahan, pemolesan dan pemotongan. Rotan yang telah melalui proses pengasapan disebut rotan bulat berkulit/WS, sedangkan rotan yang telah melalui proses pemotongan dan pemolesan disebut bahan mentah. Sortasi yang dihasilkan berupa rotan bulat berkulit, rotan kikis buku, rotan poles kasar dan rotan belah kasar. Pada pelaksanaannya, pengolahan rotan berdiameter besar berbeda dengan rotan berdiameter kecil (Dransfield dan Manokaran, 1996 dan Rachman dan Jasni, 2013). Pengolahan dari rotan asalan menjadi rotan bahan mentah banyak mengadopsi dan mengembangkan metode dari berbagai daerah lain di Indonesia. Setiap tahapan proses kegiatan memiliki tujuan yang berbeda. Untuk rotan besar, tahapan yang dilalui sampai diperoleh bahan mentah adalah penggorengan, penggosokan, penjemuran, dan pengasapan. Berbeda dengan rotan besar, pada rotan kecil tidak dilakukan penggorengan karena lebih mudah mengering, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjemur. Pengolahan dilakukan dengan dua cara dimana masing-masing cara menghasilkan rotan kering udara. Natural cane merupakan rotan batang yang kulit maupun warnanya alami. Natural cane dapat dibuat menjadi barang jadi dengan harga yang tinggi.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

97


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

Pengolahan bahan baku menghasilkan produk seperti rotan bulat kupasan, kulit rotan, hati rotan dan berupa komponen mebel terpisah. Sedangkan barang jadi adalah produk siap pakai yang terdiri dari mebel, tikar, lampit, keranjang, krei, lampu dan lain-lain. Pada beberapa industri, pengolahan bahan baku dan barang jadi biasanya menjadi satu, sehingga sulit membedakan tahap pengolahannya. Proses pengolahan bahan baku rotan besar dan rotan kecil berbeda sesuai dengan pemanfaatannya. Pada rotan besar proses yang dilewati meliputi: poles kasar, poles halus dan pengampelasan (mesin), kikis kulit/ scraping (mesin kupas), pemutihan (pengasapan atau bahan kimia), pembengkokan/pelengkungan (bakar/ steaming/bahan kimia). Selanjutnya barang setengah jadi dapat dibundel (bundling) untuk dikirim atau diolah agar memperoleh barang jadi. Pada rotan kecil biasanya melalui proses pembelahan, kecuali rotan natural cane pada barang jadi. Proses yang dilewati meliputi: perendaman, pembelahan, trimming kulit, pembentukan hati, pencucian, pemutihan, conditioning dan selanjutnya dapat dibundel (bundling). Secara ringkas, bahan baku rotan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis berikut ini:

98

•

Rotan Batang/Asalan. Rotan jenis ini masih memiliki struktur kulit dan ruas-ruas yang jelas dan kasar. Diameter bervariasi antara 28-30 mm, 30-32 mm. Rotan batang dipakai sebagai kerangka utama produk rotan seperti kursi atau meja. Setelah menjadi kursi atau meja, rotan batang tidak akan terlihat karena biasanya tertutup oleh anyaman.

•

Rotan Semi Poles. Rotan batang yang telah dihaluskan dengan amplas disebut rotan semi poles. Rotan semi poles selanjutnya akan diproses oleh bagian finishing. Hasilnya akan terlihat setelah rotan menjadi produk jadi.

•

Rotan Kubu Grey. Rotan kubu grey adalah rotan yang dihasilkan setelah melalui tahap perendaman di dalam kolam berlumpur selama 3 minggu. Perendaman dalam lumpur dilakukan agar rotan mendapatkan warna abu-abu natural. Bahan baku rotan kubu grey adalah rotan sega yang kulitnya berwarna kuning, yang berubah warna menjadi abu setelah direndam.

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

Rotan Slimit. Rotan slimit adalah jenis rotan yang mempunyai diameter kisaran 2–5 mm, berbentuk bulat dan masih memiliki kulit luar, serta warnanya cenderung cerah.

Rotan Fitrit. Rotan fitrit adalah jenis rotan yang mempunyai diameter kisaran 0,5–5 mm, berbentuk bulat, kotak, segitiga atau oktagon, dan merupakan bagian dari inti rotan.

Gambar 36. Rotan batang, rotan semi poles, rotan kubu grey (dari kiri ke kanan)

(dari kiri ke kanan) Rotan batang, rotan semi poles, rotan kubu grey

Penyimpanan Bahan Baku Beberapa hal yang harus dilakukan di bagian gudang penyimpanan bahan baku yakni sebagai berikut: •

Identifikasi. Identifikasi terkait dengan pencatatan dan penandaan bahan baku berdasarkan ukuran, jenis, tanggal diterima di gudang, dan berat.

Gambar 37. Rotan slimitrotan dan rotan fitrit Rotan slimit dan fitrit

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

99


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

Perawatan. Bahan baku rotan diletakkan di atas palet kayu (tidak menempel langsung pada lantai). Sirkulasi udara dan intensitas cahaya juga harus cukup sehingga bahan baku tidak cepat rusak.

Pengemasan. Proses ini dilakukan jika bahan baku rotan siap dijual/dipasarkan. Pengemasan rotan biasanya dilakukan dengan cara mengikat sesuai ukuran. Pengemasan berbeda-beda untuk penjualan skala lokal dan ekspor.

Pencatatan. Pegawai bagian penyimpanan harus melakukan pencatatan secara berkala untuk mengetahui jumlah stok bahan baku rotan dan memastikan kondisinya tetap baik.

Pengendalian Mutu Pengendalian mutu di sini merujuk pada keseluruhan proses pengelolaan pascapanen hingga rotan menjadi bahan baku. Demi menjaga mutu rotan dan/atau menghasilkan rotan olahan bermutu baik, beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan. 1. Kandungan Kimia. Komponen kimia ini memengaruhi keawetan, ketahanan terhadap serangan jamur, dan serangga bubuk. Secara garis besar komponen pokoknya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

100

Selulosa, berasal dari fotosintesis. Sel berbentuk panjang ini berjumlah 38-58% dalam rotan. Sifat selulosa yakni mudah teroksidasi.

Lignin, merupakan komponen sel terbanyak kedua setelah selulosa, yakni berkisar 18-27%. Lignin berfungsi sebagai bahan pengikat antarsel dan berperan memengaruhi keawetan rotan. Lignin rotan relatif lebih kecil dibandingkan kayu, baik kayu keras maupu kayu lunak (Chang dkk, dalam Rachman dan Jasni, 2006).

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

•

Zat ekstraktif, yaitu bahan organik dan anorganik. Zat ini pada mulanya merupakan cairan yang terdapat dalam rongga sel pada waktu-waktu masih hidup. Setelah sel-sel tua atau mati cairan tadi menempel pada dinding sel berupa getah, lilin, zat warna, gelatin, gula, mineral dan silika. Jumlah zat ekstraktif berkisar 13%.

2. Sifat Fisis dan Mekanis. Sifat fisis dan mekanis merupakan indikator penampakan, kekuatan, dan mutu rotan. Beberapa sifat fisis dan mekanis yang memengaruhi pengolahan rotan meliputi: •

Kadar air. Dalam keadaan segar cairan berada di dalam rngga sel, dinding sel dan ruang antarsel. Selanjutnya kadar air akan berkurang sampai hanya terdapat pada dinding sel. Uap air yang terdapat dalam rongga dan ruang antarsel disebut titik jenuh serat. Pada rotan olahan, keseimbangan antara kelembapan udara yaitu sekitar 14-20% berat rotan kering. Dalam praktik sehari-hari dikenal sebutan rotan segar (Ka 100%), rotan basah (Ka di bawah 100%), dan rotan kering udara (Ka 14-20%).

•

Berat jenis, yaitu perbandingan antara berat dan volume bahan dengan perbandingan berat dan volume air. Berat jenis dipengaruhi oleh kerapatan ikatan pembuluh (KIP). Semakin tinggi sebaran KIP, semakin tinggi berat jenis rotan, dan begitu sebaliknya. Berat jenis dikategorikan menjadi dua, yaitu sedang dan ringan. Berat jenis yang terlalu tinggi atau rendah tidak disukai pemakai, sebab berkaitan dengan kemudahan pengerjaan keawetan, dan mutu produk. Rotan manau dan tohiti, misalnya, sangat disukai karena berat jenisnya berkisar 0,48-0,55 (sedang).

•

Kekuatan lentur statik, yaitu ukuran kemampuan rotan menahan beban lentur yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk dan kekerasan. Hal ini ditentukan oleh tebal dinding sel.

•

Kelenturan rotan berbanding lurus dengan kekerasan rotan. Kelenturan rotan dapat diuji secara manual, yaitu dengan cara dilengkungkan dengan tangan dan dilepaskan. Ada tiga kategori: rotan keras, apabila rotan kembali ke bentuk lurus seperti semula dengan cepat. Rotan sedang, apabila

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

101


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

rotan cukup lambat kembali ke bentuk semula dan tidak sepenuhnya lurus. Rotan lunak, apabila rotan kembali ke bentuk awal tetapi retak atau pecah. •

Warna dan kilap. Rotan yang berwarna cerah (putih atau krem) lebih baik daripada rotan yang berwarna kecokelatan. Rotan yang mengkilap dan cerah juga lebih baik dari rotan yang kusam. Inilah pentingnya proses pengasapan dan pemutihan untuk meningkatkan kualitas warna dan kilap rotan. Namun, perlu diperhatikan bahwa pengasapan yang terlalu lama dapat menyebabkan berkurangnya kualitas kekuatan rotan dan pemutihan dengan bahan tertentu (misalnya hidrogen peroksida) dapat meningkatkan kadar air rotan sehingga perlu pengeringan lanjutan. Di sisi lain, ada pula ahli yang berpendapat bahwa warna gelap rotan tidak berarti mutunya buruk. Preferensi warna ini sangat relatif, bergantung pada selera konsumen atau tren.

3. Pemeriksaan Proses •

•

102

Perendaman. Durasi perendaman yang tidak tepat, misalnya karena terlalu lama, dapat menyebabkan rotan berubah warna menjadi terlalu gelap. Dalam proses sortir, produk semacam ini tidak akan masuk ke kelompok hasil berkualitas.

Gambar 38. Rotan sebelum direndam (kiri) dan rotan setelah rendaman

Rotan sebelum direndam (kiri) dan rotan setelah rendaman

Pengeringan. Untuk mendapatkan kadar air rendah hingga tingkat tertentu, rotan dapat dikeringkan melalui proses penjemuran. Penjemuran secara langsung di bawah sinar matahari perlu dilengkapi dengan prosedur perlindungan terhadap hujan. Prosedur ini misalnya penyiapan tutup plastik atau terpal yang tidak terlalu berat dan sudah tersedia di dekat lokasi penjemuran.

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

•

Jenis-jenis cacat. Penjemuran dihentikan saat batang rotan telah mencapai kadar air tertentu. Pengolah yang telah berpengalaman biasanya dapat memperkirakan kadar air dengan memukulmukul (atau mengangkat-melepas) rotan untuk menakar pengurangan berat, serta memperhatikan bunyi rotan saat dipukul atau diangkat-dilepaskan. Selain untuk mengukur kadar air, proses ini juga berpotensi menyebabkan kerusakan lain. Beberapa kasus cacat, rusak, atau penyimpangan sifat bahan yang dapat terlihat setelah proses ini yaitu rotan kulit pecah, mengelupas, api-api, parut buaya, lubang gerek, pecah ujung, dan jamur biru.

Gambar Kulit pecah, mengelupas, dan api-api (dari ke kanan). (dari kiri39. ke kanan) Kulit pecah, mengelupas, dankiri api-api

Gambar 40. Pecah ujung (kiri) dan parut buaya

Pecah ujung (kiri) dan parut buaya

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

103


MODUL

7

PENGELOLAAN BAHAN BAKU

Gambar 41. Cacat rotan jamur biru (kiri) dan lubang gerek

Cacat rotan jamur biru (kiri) dan lubang gerek

4. Baku Mutu Rotan. Baku mutu rotan ditetapkan melalui Standar Mutu Bahan Baku dengan menggunakan kriteria SNI 01-3575-1994, yaitu sebagai berikut.

Tabel 12. Mutu rotan berdasarkan ukuran panjang Panjang

104

Mutu

Rotan berdiameter besar

Rotan berdiameter kecil

≥ 2,70 m

≥ 4,00 m

P/D/T

<2,70 m – 1,00

<4,00 m – 3,00m

M

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Tabel 13. Penerapan mutu rotan berdasarkan cacat ringan Cacat ringan

Mutu

≤ 10% p >10- 25% p > 25- 50% p > 50 % p

P D T M

Tabel 14. Penerapan mutu rotan berdasarkan cacat berat Cacat ringan X X X <10 % p

Mutu P D T M


MODUL

8

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DAN PENANGANAN LIMBAH

MODUL 8. Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah (75 Menit) Modul 8 ini membahas pemilihan bahan bakar sebagai sumber energi yang biasa digunakan dalam pengolahan rotan. Dari beberapa jenis bahan bakar yang biasa digunakan, ada alternatif tertentu yang dapat dipilih sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Penanganan limbah pun perlu diperhatikan agar pengolahan rotan tidak mencemari lingkungan.

Subpokok Bahasan • •

Pemilihan bahan bakar Penanganan limbah

Tujuan Belajar • •

Memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan Memahami cara-cara penanganan limbah olahan rotan

Metode Belajar • • •

Pemaparan media (power point, video) Curah pendapat Diskusi kelompok M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

105


MODUL

8

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DAN PENANGANAN LIMBAH

Media Belajar • •

Power point: Modul 8 – Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah Bahan Bacaan 8.1 – Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah

Proses Belajar

106

Sesi

No.

Rincian Kegiatan

I

1.

Pembukaan sesi pelatihan oleh fasilitator.

2

Fasilitator menjelaskan pemilihan bahan baku dan penanganan limbah dengan menggunakan media bantu power point Modul 8.

30 menit

3.

Fasilitator meminta peserta untuk membentuk 3 kelompok dengan cara berhitung 1 sampai 3, kemudian berkumpul secara berkelompok. Fasilitator meminta peserta mendiskusikan materi yang telah disampaikan, terutama mencari cara untuk memaksimalkan penggunaan limbah rotan.

30 menit

4.

Fasilitator mengundang peserta untuk mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lain menyimak dan memberi tanggapan.

15 menit

5.

Fasilitator menutup sesi pelatihan.

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Durasi


MODUL

8

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DAN PENANGANAN LIMBAH

BAHAN BACAAN 8.1 Pemilihan Bahan Bakar dan Penanganan Limbah Pemilihan Bahan Bakar Pabrik pengolahan rotan skala menengah menggunakan bahan bakar minyak untuk operasional produksinya, seperti bahan bakar mobil atau truk dinas, mesin produksi, generator, dsb. Beberapa alternatif penggunaan bahan bakar di antaranya yaitu: •

Kayu bakar, sumber bahan bakar yang cukup murah dan banyak tersedia, akan tetapi dalam jangka panjang akan berdampak pada kelestarian hutan.

1. Gas alam, sumber bahan bakar yang banyak tersedia di pasaran. Merupakan sumber panas yang baik dan sifatnya lebih efisien, akan tetapi dalam pemakaian skala industri, gas alam akan menjadi mahal. •

Wood pellet, merupakan produk olahan limbah kayu yang diproses dengan sistem briket, dipadatkan, lalu dibakar. Sifat kalornya lebih tinggi dari kayu bakar. Wood pellet juga lebih ramah lingkungan dilihat dari pembuatannya yang memanfaatkan limbah kayu.

Meskipun begitu, pabrik pengolahan rotan harus berupaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar tersebut. Misalnya dengan mengganti dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan (pertamax atau biosolar) atau menggunakan listrik sebagai sumber energi.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

107


MODUL

8

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DAN PENANGANAN LIMBAH

1. Bahan bakar penggorengan. Penggorengan merupakan proses pengolahan yang cukup banyak membutuhkan bahan bakar. Medium pembakaran yang disarankan untuk digunakan dalam proses ini yaitu pellet kayu (wood pellet) sebagai pengganti bahan bakar minyak. Pellet kayu sebanyak 1 kg dapat memanaskan tungku selama 5-7 menit. Maka untuk untuk sebuah belanga penggorengan berkapasitas 500 kg rotan dengan masa penggorengan 2 jam (120 menit), dibutuhkan 24 kg pellet kayu (120/5 menit = 24). 2. Kebutuhan genset. Kebutuhan energi pabrik dipenuhi oleh pasokan listrik yang berasal dari jaringan PLN dan sisanya dari generator sebagai cadangan daya. Kinerja generator membutuhkan BBM dalam bentuk biosolar rata-rata 50 liter per hari per 3 fase, dengan waktu operasi 6 jam.

Tabel 15. Spesifikasi mesin yang dibantu generator No.

Nama Mesin

a.

Mesin Pembelah Rotan Dinamo motor 3,5

b.

4

PK

1450

rpm

4

hole

400

kg/h

2.984

kW

2

PK

1450

rpm

220/280

V

1.492

kW

Gergaji rotan 800x600x900 mm

108

Kapasitas

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

8

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DAN PENANGANAN LIMBAH

No.

Nama Mesin

c.

Belanga Goreng 2mm tebal, siku 5x5mm

Kapasitas 1

Ton

Pelurus

3

hp

1090x930x1250 mm

380

v

2.238

kW

1

hp

220/380

V

0.746

kW

Dowel memperkecil

3

hp

1200x1000x1300 mm

12 sd 12

mnt

380

V

2.238

kW

Poles

3

hp

sand belt 130 x 1850 mm

blower 1

hp

1200x640x1350 mm

2.238

kW

Core/belah

7.5

hp

1500x1200x1000

380

V

400 kg/hari

3

phas

6000x1100x1100 d.

e.

Penipis 400x600x1000 mm

f.

g.

amplas 5 x 72 mm Feed speed 8 m/min h.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

109


MODUL

8

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DAN PENANGANAN LIMBAH

No.

Nama Mesin

i

Kapasitas 5.595

kW

Split core fitrit < 12 mm

4

hp

8 roll karet

380

V

85x65x115 cm

3

phas

400 kg/hari

2.984

kW

Penanganan Limbah Penanganan limbah ditinjau dari setiap tahap proses atau dihitung berdasarkan jenis dan limbah di setiap stasiun kerja. Dalam pabrik pengolahan bahan baku rotan, porsi limbah lebih banyak berupa debu, tetaln, gream, dan kulit bisa digunakan untuk bahan komposit atau diolah kembali menjadi pulp.

Tabel 16. Jenis limbah berdasarkan proses Potong

Scrap

Polish

Core

Limbah Padat

Goreng x

Tetelan, kulit

Kulit, debu

debu

kulit

x

Cair

x

x

x

x

Minyak, air

Gas

x

x

x

x

Uap

Terdapat dua jenis limbah industri, yaitu limbah B3 dan limbah biasa. Limbah B3 harus ditampung terlebih dahulu sebelum dikelola oleh perusahaan yang kompeten, sementara limbah biasa (rotan,

110

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

8

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DAN PENANGANAN LIMBAH

debu pekat, atau sampah sisa kemasan) dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan bakar biomassa, misalnnya dengan diolah menjadi briket untuk bahan bakar pengeringan (oven). Proses pembelahan dan pemolesan menghasilkan debu tipis yang sangat banyak. Maka dari itu, sirkulasi udara di lokasi pembelahan dan pemolesan harus diperhatikan dengan baik. Proses pemotongan melibatkan mesin besarLimbah jenis ini dapat ditangani dengan beberapa cara, di antaranya sebagai berikut: • • •

Pengoperasian alat pengumpul debu (dust collector) Pengelolaan sirkulasi udara lokasi pembelahan dan pemolesan Pengelolaan sampah pembelahan, jika memungkinkan dimanfaatkan sebagai sumber energi biomassa Jenis limbah greamdan danchips chips dari mesin Jenis limbah gream dari mesin dowelldowell

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, total dana CSR (Corporate Social Responsibility) yang sudah dan sedang dimplementasikan untuk pengadaan rotan untuk sekolah mencapai Rp 4,3 miliar. Revitalisasi industri pengolahan di sentra industri rotan sudah ada, di antaranya pembangunan Pusat Desain Furnitur Rotan di Cirebon dan penyelenggaraan Lomba Desain Furnitur, pelaksanaan Diktat Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Desain di daerah sentra industri, serta perluasan pasar (dalam dan luar negeri). Kemenperin juga meminta kepada Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menggunakan mebel rotan di kantor-kantor pemerintah dan BUMN, serta penggunaan bangku rotan di sekolah-sekolah, khususnya di daerah sumber bahan baku (Direktorat Jendral Industri Agro, 2016).

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

111


MODUL

8

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DAN PENANGANAN LIMBAH

Terkait penanganan limbah industri, sampai saat ini limbah rotan sangat melimpah dan hanya dimanfaatkan sebagai bahan kayu bakar untuk rumahan/media pembakaran dalam proses penggorengan rotan. Karena itu, perlu inovasi untuk diversifikasi produk rotan dan pemanfaatan biomassa rotan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, harus ada suatu optimasi pemanfaatan rotan dengan suatu inovasi yang disertai dengan teknologi. Salah satunya, mengubah bentuk rotan menjadi serat berukuran short fiber, mikrofiber atau nanopartikel yang berfungsi sebagai filler komposit menggantikan filler sintetis. Serat rotan dapat dibuat dengan alat milling-shaker menghasilkan ukuran mili, mikro dan nanometer sesuai dengan kebutuhan produk hilir, kemudian dibuat granular komposit dengan matrik polimer, lalu dicetak sesuai dengan kebutuhan pasar. Cahyana (2014) menyebutkan bahwa limbah rotan dapat diolah menjadi papan partikel dengan campuran penyulingan kulit kayu gemor (Alseodaphne sp.). Nikmatin dkk. (2012) menyebutkan bahwa ketersediaan limbah kulit rotan yang berlimpah dapat direkayasa menjadi produk teknologi andalan nasional, yaitu nanokomposit. Menurut hasil inventarisasi yang dilakukan Direktorat Bina Produksi Kehutanan, dari 143 juta hektar luas hutan di Indonesia diperkirakan hutan yang ditumbuhi rotan seluas 13,20 juta hektar. Nilai ekspor rotan Indonesia setiap tahun terus meningkat dan sampai saat ini belum ada pemanfaatan pengolahan limbahnya, selain dibuang dan dibakar. Kulit rotan limbah pemanenan dapat diekstrak menjadi selulosa—yang merupakan bahan penghasil serat. Serat rotan dapat diperkecil ukurannya menjadi nanopartikel melalui proses penggilingan mekanik, pemanasan berstirer, dan ultrasonikasi. Metode ultrasonikasi merupakan salah satu metode sintesis nanopartikel yang sudah banyak digunakan oleh peneliti dan industri untuk sintesis nanomaterial. Namun proses tersebut memiliki kekurangan, dimana untuk menghasilkan ukuran < 100 nm sekaligus memecah ikatan nonselulosa dalam biomassa pada material berserat membutuhkan frekuensi tinggi dan waktu yang cukup lama. Untuk itu diperlukan proses perlakuan awal, yaitu penggilingan mekanik yang disertai dengan proses pemanasan berstirer.

112

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

MODUL 9. Manajemen Anggaran Pabrik Pengolahan Rotan (60 Menit) Anggaran merupakan faktor penting dalam menjalankan suatu usaha. Modul ini akan membahas anggaran yang dibutuhkan dalam menjalankan pabrik pengolahan rotan.

Subpokok Bahasan • • •

Pengumpulan data kebutuhan produksi Pembuatan tabel kebutuhan produksi Cara menghitung dengan tabel

Tujuan Belajar • •

Pemahaman mengenai bermacam biaya yang diperlukan Pemahaman menghitung anggaran biaya

Metode Belajar • • • •

Pemaparan media Demonstrasi penghitungan biaya Curah pendapat Latihan

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

113


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Media Belajar • • •

Power point: Modul 9 – Manajemen Anggaran Pabrik Pengolahan Rotan Lembar Bantu Belajar 9.1 Tabel Anggaran Bahan Bacaan 9.1 – Manajemen Anggaran Pabrik Pengolahan Rotan

Proses Belajar

114

Sesi

No.

Rincian Kegiatan

I

1.

Pembukaan sesi pelatihan oleh fasilitator.

2.

Fasilitator menjelaskan tentang perhitungan dan manajemen anggaran dalam pabrik pengolahan rotan dengan menggunakan media bantu power point Modul 9.

20 menit

3.

Fasilitator meminta peserta untuk memberikan tanggapan atas materi yang disampaikan, baik berupa pertanyaan, pendapat, maupun pengalaman.

5 menit

4.

Fasilitator meminta peserta berlatih melakukan perhitungan dengan menggunakan tabel post-test.

30 menit

5.

Fasilitator meminta peserta untuk memberi tanggapan atas pengalaman menganyam.

5 menit

6.

Fasilitator menutup sesi pelatihan.

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Durasi


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

BAHAN BACAAN 9.1 Manajemen Anggaran Pengolahan Rotan

B

iaya dalam pengertian ekonomi adalah semua beban yang harus dibayar produsen untuk menghasilkan suatu barang sampai barang tersebut siap dikonsumsi/diedarkan, sehingga besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada besar kecilnya barang yang diproduksi (Mubyarto, 1998). Biaya dalam klasifikasinya dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu biaya variabel, biaya tetap, biaya marjinal, biaya rata-rata, biaya total, biaya eksplisit dan biaya implisit (Hernanto, 1995). Besar kecilnya biaya produksi akan memengaruhi pendapatan yang diterima pengusaha. Industri pengolahan dikatakan berhasil bila pendapatan yang diterima pengusaha memenuhi syarat-syarat antara lain: cukup untuk membayar pembelian faktor produksi, cukup untuk membayar bunga modal dan cukup untuk membayar upah tenaga kerja dalam dan luar keluarga serta upah dalam bentuk lainnya. Di bawah ini disajikan simulasi manajemen pembiayaan atau modal pembiayaan untuk pembangunan dan operasional pabrik pengolahan rotan, dengan asumsi dan parameter yang digunakan sebagai berikut.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

115


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Tabel 17. Parameter awal perhitungan biaya URAIAN 1. Kapasitas olahan/jumlah produksi

SATUAN

- Core

kg/bulan

15,000

- Fitrit

kg/bulan

10,000

- Poles

kg/bulan

15,000

4. Kapasitas produksi

- Tahun I

50%

- Tahun II

75%

- Tahun III dst

3. Harga bahan baku

100%

- Bahan Asalan Fitrit

Rp/kg

2,000

- Bahan Asalan Core, Polish

Rp/kg

2,000

4. Kebutuhan bahan baku rotan

- Core

kg/unit

1.45

- Fitrit

kg/unit

1.60

- Poles

kg/unit

1.45

6. Harga Bahan pengikat

Rp/unit

1,500

7. Harga Bahan kemasan

Rp/unit

2,000

8. Harga Bahan bakar, listrik

Rp/unit

50,000

9. Upah

116

JUMLAH

- Core

Rp/unit

70,000

- Fitrit

Rp/unit

75,000

- Poles

Rp/unit

75,000

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

URAIAN 10. Harga jual

SATUAN

JUMLAH

- Core

Rp/unit

9,000

- Fitrit

Rp/unit

9,500

- Poles

Rp/unit

10,000

11. Bulan kerja per tahun

Bulan

12

- Modal pinjaman

Porsi

0%

- Jangka waktu pinjaman

Tahun

10

- Bunga Pinjaman

%/tahun

- Mesin dan Peralatan

per tahun

12. Kebutuhan modal kerja

2.50%

- Modal sendiri

Porsi

100%

- Modal pinjaman

Porsi

0%

- Jangka waktu pinjaman

Tahun

10

- Bunga Pinjaman 13 Nilai Tukar

%/tahun

20%

Rp/US$

13,500

1. Biaya Investasi. Pembangunan pabrik rotan membutuhkan modal investasi meliputi biaya penyiapan tanah dan studi AMDAL, pengerjaan bangunan sipil, pengadaan alat dan mesin, peralatan kantor, dan biaya pra-operasi.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

117


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Tabel 18. Biaya investasi URAIAN

HARGA SATUAN (Rp)

JUMLAH

A. Penyiapan Tanah

500

m2

-

B. Bangunan dan Pekerjaan Sipil (300m2)

1. Bangunan Produksi, gudang dan kantor

300

2. Pemasangan Listrik 5000 watt 3. Pra Investasi (Perizinan, Bisnis Plan, SOP, Kelembagaan, dll)

m2

1

paket

1

paket

TOTAL HARGA (Rp) 600,000,000

1,500,000

450,000,000

100000000

100,000,000

50000000

C. Mesin dan Peralatan

50,000,000 396,000,000

- Mesin Core

2

Unit

55,000,000

110,000,000

- Mesin Scrap

2

Unit

25,000,000

50,000,000

- Mesin Poles

2

Unit

65,000,000

130,000,000

- Hand Forklift

2

unit

5,500,000

11,000,000

- Mesin Potong

1

unit

25,000,000

25,000,000

- Bak/Belanga penggorengan

2

unit

10,000,000

20,000,000

- Genset 30 kw

1

paket

50,000,000

50,000,000

TOTAL INVESTASI

996,000,000

2. Biaya Operasional. Biaya operasional terdiri atas biaya produksi dan modal kerja. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan menjadi bahan baku. Biaya operasional dikelompokkan dalam dua komponen, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya

118

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

tetap adalah biaya yang besarnya selalu konstan tidak tergantung pada tingkat produksi pabrik. Biaya variabel adalah semua biaya yang akan mengalami perubahan dengan berubahnya tingkat produksi. Yang termasuk dalam biaya variabel dalam pabrik pengolahan rotan meliputi biaya bahan bakar, biaya bahan mentah, biaya kemasan, biaya bahan pembantu dan gaji tenaga kerja langsung.

Tabel 19. Biaya Gaji Karyawan JUMLAH (ORANG)

JABATAN A. Tenaga Kerja Tak Langsung (Staff)

GAJI /ORANG (Rp)

BIAYA GAJI / BULAN (Rp)

BIAYA GAJI / TAHUN (Rp)

1. Kepala Pabrik

1

5,000,000

5,000,000

60,000,000

2. Manajer Produksi

1

2,500,000

2,500,000

30,000,000

3. Quality Control

1

2,500,000

2,500,000

30,000,000

4. Operator Mesin Core

2

1,200,000

1,800,000

21,600,000

5. Operator Mesin Poles

2

1,200,000

1,800,000

21,600,000

6. Operator Mesin Scrap

2

1,200,000

1,800,000

21,600,000

7. Operator Mesin Pemotong

2

1,200,000

1,800,000

21,600,000

8. Operator Penggorengan/Drying

2

1,200,000

1,800,000

21,600,000

9. Sales Marketing & Export

2

1,200,000

1,800,000

21,600,000

10. HRD/ Personalia

1

1,200,000

1,800,000

21,600,000

11. Admin Keuangan dan Akuntansi

1

1,200,000

1,200,000

14,400,000

12. Security

2

1,100,000

2,200,000

26,400,000

13. Office Boy

1

1,000,000

1,000,000

12,000,000

27,000,000

324,000,000

Sub Total

20

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

119


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

JUMLAH (ORANG)

JABATAN B. Tenaga Kerja Langsung

GAJI /ORANG (Rp)

BIAYA GAJI / BULAN (Rp)

BIAYA GAJI / TAHUN (Rp)

1. Core

2

1,595,000

3,190,000

38,280,000

2. Fitrit

2

1,035,000

2,070,000

24,840,000

2

666,000

3. Poles

1,332,000

15,984,000

Sub Total

6

6,592,000

79,104,000

TOTAL

26

33,592,000

403,104,000

Tabel 20. Biaya Perawatan ASET

NILAI INVESTASI

PORSI BIAYA PERAWATAN/THN (%)

BIAYA PERAWATAN/THN (Rp)

1. Bangunan dan Pekerjaan Sipil

600,000,000

2.50%

15,000,000

2. Mesin dan Peralatan

396,000,000

2.50%

9,900,000

TOTAL

24,900,000

Tabel 21. Biaya Penyusutan UMUR ASET (Tahun)

ASET

NILAI SISA (Rp)

PENYUSUTAN PER TAHUN (Rp)

1. Bangunan dan Pekerjaan Sipil

20

600,000,000

30,000,000

28,500,000

2. Mesin dan Peralatan

10

396,000,000

39,600,000

35,640,000

TOTAL

120

NILAI AWAL (Rp)

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

64,140,000


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Tabel 22. Biaya Operasi URAIAN A. Bahan Baku

1. Bahan rotan

TOTAL BIAYA TAHUNAN (Rp)

59,500

kg/bulan

2,000

1,428,000,000

2. Bahan kemasan

595

kg/bulan

1,500

10,710,000

3. Bahan penolong

496

kg/bulan

2,000

11,900,000

Total Bahan Baku B. Biaya Utilitas

1. Biaya Listrik

1,450,610,000

1

Rp/bulan

5,000,000

60,000,000

1

Rp/tahun

24,900,000

24,900,000

3. Tenaga Kerja Langsung

1

Rp/tahun

324,000,000

324,000,000

4. Tenaga Kerja Tidak Langsung

1

Rp/tahun

79,104,000

79,104,000

2. Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Aset

HARGA SATUAN (Rp)

JUMLAH

Total Utilitas

488,004,000

Total Biaya Operasi

1,938,614,000

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

121


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Tabel 23. Biaya produksi URAIAN 1. Produksi

NILAI

- Core

unit /tahun

180,000

- Fitrit

unit /tahun

120,000

- Poles

unit /tahun

180,000

2. Harga Penjualan

- Core

Rp/unit

- Fitrit

Rp/unit

9,500

- Poles

Rp/unit

10,000

3. Total Penjualan

Rp/tahun

9,000

- Core

Rp/tahun

1,620,000,000

- Fitrit

Rp/tahun

1,140,000,000

- Poles

Rp/tahun

1,800,000,000

Rp/tahun

4,560,000,000

Total Nilai Penjualan

3. Laba Rugi. Proyeksi laba rugi merupakan ringkasan setiap periode akuntansi. Proyeksi ini memberikan waktu ke waktu. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C nilai sekarang (present value) dari net benefit yang

122

SATUAN

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

penerimaan dan pembiayaan perusahaan pencatatan kemajuan perusahaan dari Ratio) merupakan perbandingan antara positif dengan net benefit yang negatif.


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

Laba bersih merupakan nilai yang diperoleh dari pengurangan total penerimaan dengan biaya operasi, bunga pinjaman dan pajak penghasilan. Pada tahun kedua, pabrik pengolahan rotan sudah menghasilkan laba bersih positif. Hal ini menunjukan bahwa pabrik pengolahan rotan cukup menguntungkan.

Tabel 24. Proyeksi laba rugi URAIAN

TAHUN 0

A. Pendapatan

TAHUN 1

TAHUN 2

1. Core

-

810,000,000

1,215,000,000

2. Fitrit

-

570,000,000

855,000,000

3. Poles

-

900,000,000

1,350,000,000

-

2,280,000,000

3,420,000,000

Total Pendapatan B. Biaya Operasi/Produksi

1. Biaya bahan baku

-

725,305,000

1,087,957,500

2. Biaya Listrik

-

30,000,000

45,000,000

3. Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Mesin dan Alat

-

12,450,000

18,675,000

4. Tenaga Kerja Langsung

-

162,000,000

243,000,000

5. Tenaga Kerja Tidak Langsung

-

39,552,000

59,328,000

Total Biaya Operasi

C. Laba (Rugi) Operasi D. Pendapatan (Biaya) Lain-Lain

-

969,307,000

1,453,960,500

-

1,310,693,000

1,966,039,500

1. Pendapatan Lain-Lain

-

-

-

2. Biaya Lain-Lain

-

-

-

Total Pendapatan (Biaya) Lain-Lain

-

-

-

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

123


MODUL

9

MANAJEMEN ANGGARAN PABRIK PENGOLAHAN ROTAN

URAIAN

TAHUN 0

TAHUN 1

TAHUN 2

E. Laba (Rugi) Sebelum Pajak

-

1,310,693,000

1,966,039,500

F. Pajak Usaha

-

384,457,900

581,061,850

G. Laba (Rugi) Setelah Pajak

-

926,235,100

1,384,977,650

4. Analisis Finansial. Analisis finansial harus mempertimbangkan harga komponen produksi yang sering berubah (misal harga rotan asalan basah banyak dipengaruhi oleh depreseiasi rupiah terhadap dolar AS) dan juga jual produk bahan baku rotan yang cenderung fluktuatif. Analisis finansial memperhitungkan sejauh mana penurunan harga jual produk dan kenaikan biaya variabel produksi dari asumsi yang dikemukan berpengaruh terhapap kelayakan proyek yang diukur dengan perubahan NPV dan Internal rate of Return (IRR).

Tabel 25. Analisis Finansial Laba Rugi Interest Rate =

124

0%

NPV =

Rp16,188,423,183

IRR =

120.79%

B/C Ratio =

1.6167

Payback Period =

1.1688

Rata-rata

Arus Kas Usaha Bersih

(996,000,000)

828,823,933

1,449,117,650

PV Proceeds

-

2,344,140,000

3,484,140,000

Akumulasi PV Proceeds

-

2,344,140,000

5,828,280,000

PV Outlays

996,000,000

1,353,764,900

2,035,022,350

Akumulasi PV Outlays

996,000,000

2,349,764,900

4,384,787,250

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

MODUL 10. Kelembagaan dan Regulasi (90 Menit) Modul ini membahas bentuk-bentuk kelembagaan dalam mengembangkan pabrik pengolahan rotan. Meski menyinggung beberapa bentuk kelembagaan, modul ini disusun untuk fokus pada model koperasi. Dengan demikian, fasilitator diharapkan menekankan materi koperasi dengan tetap menyinggung pada bentuk kelembagaan yang lain.

Subpokok bahasan • •

Beberapa bentuk kelembagaan yang relevan untuk mengembangkan usaha pengolahan rotan Regulasi yang mengatur kelembagaan

Tujuan • •

Menggali informasi mengenai pemahaman peserta tentang pengelolaan lembaga usaha di masyarakat calon kelompok pengelola rotan Memberikan pemahaman tentang arti penting menjalankan manajemen/pengaturan sebuah usaha kecil

Metode Belajar • •

Pemaparan media Diskusi kelompok

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

125


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

Media Belajar • • •

Power point : Modul 10: Kelembagaan Bahan Bacaan 10.1 Materi Kelembagaan dan Regulasi Lembar pre-test

Proses Belajar Sesi I

126

No.

Rincian Kegiatan

Durasi

Fasilitator membuka sesi pelatihan dan menjelaskan materi yang akan dibahas.

5 menit

Pengisian lembar pre-test.  Fasilitator membagikan lembar pre-test kepada peserta, kemudian meminta para peserta mengisi lembar tersebut.  Fasilitator menjelaskan maksud pengisian lembar isian pre-test tersebut, yaitu untuk memetakan pemahaman para peserta terhadap materi yang akan dibahas.  Fasilitator meminta peserta mengumpulkan hasil isian pre-test tersebut.

10 menit

Fasilitator memaparkan materi tentang kelembagaan menggunakan alat bantu PPT/Modul 3.

40 menit

Fasilitator meminta peserta untuk membentuk tiga kelompok dengan cara berhitung 1 – 3. Peserta dengan nomor yang sama berkumpul dalam satu kelompok.  Setiap kelompok mendiskusikan dan memberi tanggapan atas materi yang telah disampaikan, kemudian dituliskan dalam kertas plano.  Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lain menyimak dan memberikan tanggapan atas presentasi.

30 menit

Fasilitator menyimpulkan lalu menutup sesi pelatihan.

5 menit

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

BAHAN BACAAN 10.1 Kelembagaan dan Regulasi Bentuk Usaha Pengolahan Rotan Pabrik pengolahan bahan baku rotan dapat dikelola oleh perorangan dalam Commanditer Vetnoscop (CV) dan Perseroan Terbatas (PT) atau dalam bentuk usaha bersama di bawah pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau koperasi. Pemaparan tentang bentuk-bentuk badan usaha tersebut adalah sebagai berikut.

Commanditaire Vennootschap (CV) Badan usaha ini dikenal dengan istilah Commanditaire Vennootschap (CV), yaitu perusahaan persekutuan dimana pendirinya terdiri dari dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan untuk melakukan kegiatan usaha guna meraih keuntungan atau laba. Anggota CV terbagi menjadi sekutu aktif (persero pengurus) dan sekutu pasif (komanditer). Sekutu aktif berkewajiban mengelola perusahaaan. Sekutu aktif ini disebut direktur atau pimpinan perusahaan, dan komisaris yang bertindak sebagai pengawas. Sedangkan sekutu pasif berperan sebagai pemodal. Modal serta pembagian keuntungan dalam CV tidak ditulis dalam akta pendirian. Poin-poin tersebut terdapat dalam kesepakatan tertulis diantara pendirinya.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

127


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

Tahapan Pembuatan CV 1. Pembuatan Akta Pendirian CV. Akta pendirian dibuat dan ditandatangani oleh notaris yang berwenang. Akta dibuat menggunakan Bahasa Indonesia. Syarat pembuatan akta, harus melampirkan fotokopi Kartu Tanda Pengenal (KTP) para pendiri. Waktu yang diperlukan dalam pembuatan akta sekitar 2-5 hari kerja. 2. Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP). Permohonan Surat Keterangan Domisili Perusahaan diajukan kepada kepala kantor kelurahan setempat sesuai dengan alamat kantor perusahaan berada, sebagai bukti keterangan/keberadaan alamat perusahaan. Persyaratan lainnya adalah fotokopi kontrak/ sewa tempat usaha untuk bukti kepemilikan tempat usaha. Surat keterangan dari pemilik gedung, apabila berdomisili di gedung perkantoran/pertokoan. Bagi perusahaan yang berdomisili di ruko atau rukan, harus melampirkan fotokopi bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir sesuai tempat tersebut. Waktu penyelesaian SKDP kurang lebih dua hari kerja terhitung setelah permohonan diajukan. 3. Nomor Pokok Wajib Pajak. Permohonan pendaftaran wajib pajak badan usaha diajukan kepada kepala kantor pelayanan pajak sesuai dengan keberadaan domisili perusahaan. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk membuat NPWP adalah sebagai berikut. • • • •

Melampirkan bukti PPN atas sewa gedung Melampirkan bukti pelunasan PBB- Pajak Bumi dan Bangunan Melampirkan bukti kepemilikan atau bukti sewa/kontrak tempat usaha. Waktu yang diperlukan untuk penyelesaian NPWP sekitar 2-3 hari kerja terhitung setelah permohonan diajukan.

4. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SP-PKP). Permohonan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak diajukan kepada kepala kantor pelayanan pajak sesuai dengan NPWP yang telah diterbitkan. Persayarat untuk mendapat surat tersebut adalah; i) melampirkan bukti PPN atas sewa gedung, ii) melampirkan bukti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), iii) melampirkan bukti kepemilikan atau

128

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

bukti sewa/kontrak tempat usaha. Proses penyelesaian berlangsung sekitar 3-5 hari kerja sejak surat diajukan. 5. Pendaftaran ke Pengadilan Negeri. Permohonan ini diajukan kepada Kantor Pengadilan Negeri setempat sesuai tempat dan kedudukan perusahaan berada. Persyaratan yang diperlukan yaitu melampirkan NPWP dan salinan akta pendirian CV. Lama proses sekitar satu hari kerja setelah permohonan diajukan. 6. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Golongan usaha menengah dan kecil mengajukan SIUP ke dinas perdagangan kota/kabupaten. Golongan usaha besar mengajukan SIUP ke dinas perdagangan provinsi setempat. Persyarata yang harus dilengkapi dalam membuat SIUP yaitu SITU/HO, untuk jenis kegiatan usaha perdagangan. Syarat SITU berdasarkan pada undang-undang gangguan. Foto direktur utama/ pimpinan perusahaan ukuran 3x4 sebanyak 2 lembar. Lama proses, 14 hari kerja untuk SIUP menengah/ kecil dan 30 hari kerja untuk SIU besar. 7. Tanda Daftar Perusahaan. Permohonan pendaftaran diajukan kepada pendaftaran perusahaan yang berada di kota/ kabupatenp, tembusan ke dinas Perdagangan. Bagi perusahaan yang telah terdaftar akan diberikan sertifikat tanda daftar perusahaan sebagai bukti bahwa perusahaan telah melakukan wajib daftar perusahaan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 37/M-DAG/PER/9/2007. Lama proses pembuatan sekitar 14 hari kerja setelah permohonan diajukan.

Perseroan Terbatas (PT) Badan usaha ini adalah suatu badan usaha yang merupakan persekutuan modal yang didirikan oleh 2 orang atau lebih. Perseroan terbatas memiliki beberapa persyaratan dalam pendiriannya (Firman&Adi R, 2010). Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

129


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

1. Pembuatan Akta Pendirian PT ke notaries serta melakukan pengecekan nama perusahaan agar tidak terjadi kesamaan nama perusahaan. 2. Pembuatan SKDP (Surat Keteragan Domisili Perusahaan) diajukan ke kantor kelurahan setempat dimana alamat perusahaan berada. 3. Pembuatan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atas nama perusahaan ke kantor pelayanan pajak. 4. Pendaftaran PT ke pengadilan negeri setempat. Empat syarat tersebut diatas merupakan syarat pokok untuk menjalankan usaha, apabila diperlukan perizinan yang lebih lengkap misalnya untuk keperluan tender, dokumen dilengkapi dengan surat-surat berikut. 1. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP). Surat ini diajukan ke kantor pelayanan pajak yang menerbitkan NPWP. 2. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) didaftarkan ke dinas perindustrian dan perdagangan (Disperindag) kota/kabupaten untuk golongan menengah dan kecil. 3. Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP) didaftarkan ke Pendaftaran Perusahaan di kota/kabupaten dengan tembusan ke dinas perdagangan.

Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna pengelolaan aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk sebesar besaranya kesejahteraan masyarakat desa. Pendirian Bumdesa dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan dan pelayanan umum di bidang ekonomi yang dikelola oleh desa atau adanya kerjasama ekonomi antardesa.

130

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

1. Tujuan Pendirian Bumdes • • • • • • • •

Meningkatkan perekonomian desa. Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa. Mengembangkan rencana kerjasama usaha antar desa dan pihak ketiga. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga. Membuka lapangan kerja. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan asli daerah.

2. Latar Belakang Pendirian Bumdes • • • • •

Inisiatif pemerintah desa dan / atau masyarakat desa. Potensi usaha ekonomi desa. Sumber daya alam di desa. Sumber daya manusia yang mampu mengelola Bumdes. Penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha Bumdes.

3. Tata Cara Pendirian Bumdes • • •

Musyawarah desa/rembug desa untuk menghasilkan kesepakatan. Hasil musyawarah berupa poin-poin berikut. Pendirian Bumdes disesuaikan dengan kondisi ekonomi, sosial dan budaya daerah setempat.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

131


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

• • • • •

Pembentukan organisasi pengelola Bumdes. Modal usaha Bumdes. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Bumdes. Menetapkan peraturan desa tentang pendirian Bumdes Bumdes bisa dijalankan.

Koperasi Pengertian Koperasi Pasal 1 UU No. 25 tahun 1992 menyatakan “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar asas kekeluargaan. Mengacu pada UU tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi mempunyai ciri ciri sebagai berikut. 1. Koperasi adalah Badan Usaha. Koperasi sebagai badan usaha perlu dikelola secara profesional dan berdasar pada prinsip-prinsip usaha yang rasional, efektif, efisien dan produktif sehingga mencapai tujuannya. 2. Koperasi beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi. Poin di atas menunjukan bahwa koperasi Indonesia bukanlah kumpulan modal, melainkan kumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. 3. Bekerja berdasarkan prinsip koperasi yang tercantum dalam pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992. Koperasi berperan sebagai badan usaha juga sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial. Dua hal tersebut diimplementasikan dalam pelaksanaan prinsip-prinsip koperasi yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dari jalannya kegiatan koperasi.

132

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

4. Tujuan koperasi di Indonesia harus merefleksikan kepentingan bersama dari anggotanya. Tujuan koperasi sebagaimana disebutkan di atas bermakna bahwa yang koperasi harus mendahulukan kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi. Hal ini sekaligus mencerminkan kepentingan perorangan anggota.

Fungsi dan Peran Koperasi Fungsi dan peran koperasi sebagaimana tertuang dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Koperasi, adalah sebagai berikut. 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. 2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. 3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya. 4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Sumber Modal Koperasi • • • • •

Simpanan Pokok, yaitu sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi, dibayarkan pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan Wajib, yaitu jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan Khusus/Simpanan Sukarela, yaitu simpanan sukarela yang bisa diambil kapan saja, misalnya simpanan qurban atau deposit berjangka. Dana Cadangan, yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil Usaha (SHU). Hibah, yaitu sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang, yang diterima dari pihak lain bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

133


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

Perangkat Organisasi Koperasi 1. Rapat Anggota. Wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Rapat anggota adalah pemegang kekuasaan tertinggi 2. Pengurus. Badan yang dibentuk oleh rapat anggota disertai dan diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi, baik dibidang organisasi maupun usaha. 3. Pengawas. Suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di rapat anggota.

Prosedur Pendirian Koperasi 1. Para anggota yang merupakan pendiri koperasi menyelenggarakan rapat pembentukan koperasi. Agenda rapat berupa pembentukan pengurus dan pengesahan yang dituangkan dalam akta pendirian. Akta mencantumkan sejumlah anggaran dasar koperasi. Rapat juga dihadiri oleh dewan koperasi. 2. Para pendiri mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian dengan melampirkan 2 rangkap akta pendirian koperasi, berita acara rapat pembentukan, surat bukti penyetoran modal dan rencana awal kegiatan usaha. 3. Pengesahan akta pendirian berlangsung dalam jangka waktu 3 bulan setelah permintaan diserahkan. 4. Pengumuman dalam berita Negara Republik Indonesia.

134

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

Izin Usaha Pengolahan Rotan Izin usaha pengolahan rotan dikenal dengan istilah Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IUIPHHBK). IUIPHHBK adalah izin mendirikan industri untuk mengolah hasil hutan bukan kayu menjadi barang setengah jadi/bahan baku atau barang jadi. Sama halnya dengan Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK), setiap perorangan yang akan melakukan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu—dalam hal ini adalah rotan—perlu memiliki surat izin yang sah. Dasar hukum yang mengatur Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IUIPHHBK) adalah sebagai berikut: •

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.36/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Hutan Alam (IUPHHBK-HA) Atau Dalam Hutan Tanaman (IUHHBK-HT) Pada Hutan Produksi.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.13/Menlhk-II/2015 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan.

Terdapat beberapa syarat untuk mendapatkan IUIPHHBK. Untuk skala kecil, nilai investasi seluruhnya sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan hanya untuk perorangan dan koperasi. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

135


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

1. Untuk perorangan •

• • • • • •

Surat dan daftar isian permohonan yang dibubuhi materai (sesuai format lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.13/Menlhk-II/2015 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan). Foto copy KTP. Surat Keterangan Tanah (milik/sewa). Foto copy NPWP. Izin/keterangan yang berkaitan dengan bangunan yang digunakan. Daftar tenaga kerja. Pertimbangan teknis dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi yang membidangi Kehutanan.

2. Untuk Koperasi •

• • • • • •

136

Surat dan daftar isian permohonan yang dibubuhi materai (sesuai format lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.13/Menlhk-II/2015 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan). Akta pendirian koperasi dan perubahannya yang telah disahkan oleh Notaris. Surat Keterangan Tanah (milik/sewa). Foto copy NPWP. Izin/keterangan yang berkaitan dengan bangunan yang digunakan. Daftar tenaga kerja. Pertimbangan teknis dari SKPD Provinsi yang membidangi Kehutanan.

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

Untuk usaha skala menengah dan skala besar persyaratan yang perlu dilengkapi dalam mengajukan IUIPHHBK adalah sebagai berikut: •

• • • •

Surat dan daftar isian permohonan yang dibubuhi materai (sesuai format lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.13/Menlhk-II/2015 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan). Akta pendirian perusahaan atau koperasi atau copy KTP untuk perorangan. Izin Lingkungan atau SPPL. NPWP. Pertimbangan teknis dari SKPD Provinsi yang membidangi Kehutanan.

Jangka waktu penyelesaian maksimal 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar, serta telah diterima rekomendasi/pertimbangan teknis dari SKPD terkait. Jangka waktu penerbitan pertimbangan teknis/rekomendasi masimal 30 (tiga puluh) hari kerja.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

137


MODUL

10

KELEMBAGAAN DAN REGULASI

LEMBAR PRE-TEST Modul 10 Nama

: ..................................................................................................

Lembaga

: ..................................................................................................

Isilah dengan jawaban paling tepat! 1. Apa yang Anda ketahui tentang kelembagaan? 2. Apa yang Anda ketahui tentang lembaga usaha? 3. Bentuk kelembagaan apa saja yang bertalian dengan usaha? 4. Apa yang Anda ketahui tentang koperasi? 5. Adakah lembaga usaha di tempat Anda? Sebutkan bentuknya! 6. Pernakah Anda ikut terlibat di dalam lembaga usaha? 7. Apa yang Anda ketahui tentang pengelolaan atau manajemen usaha? 8. Apa yang Anda ketahui tentang manajemen pengolahan rotan? 9. Apa yang menjadi prasyarat menjalankan lembaga usaha koperasi? 10. Adakah usaha pengolahan rotan di wilayah Anda?

138

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

11

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

MODUL 11. Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut (45 Menit) Sebagai bagian dari strategi pelatihan, peserta yang sudah selesai mengikuti pelatihan diharapkan melanjutkannya dengan mempraktikkan semua materi yang diperoleh selama pelatihan pengembangan industri rotan rumahan. Untuk dapat mencapai hal tersebut, dalam sesi penyusunan rencana tindak lanjut, peserta diajak untuk menyusun sebuah perencanan tentang kapan, dimana, dan bagaimana pabrik pengolahan rotan ini akan dimulai.

Subpokok Bahasan • •

Efektivitas pelatihan Rencana tindak lanjut terkait kapan, bagaimana, dan di mana pabrik pengolahan bahan baku akan dimulai

Tujuan Belajar • • •

Dapat menilai seberapa baik proses pelatihan yang telah berjalan Peserta memiliki kemampuan menyusun perencanaan tindakan dalam memulai pengembangan pabrik pengolahan rotan Tersusunnya sebuah perencanaan tindakan dalam memulai pengembangan pabrik pengolahan rotan

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

139


MODUL

11

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

Metode Belajar • •

Diskusi Curah pendapat

Media Belajar • •

Tabel Rencana Tindak Lanjut Lembar evaluasi

Proses Belajar

140

Sesi

No.

Rincian Kegiatan

I

1.

Pembukaan sesi pelatihan oleh fasilitator.

2.

Fasilitator menjelaskan maksud dari materi penyusunan rencana tindak lanjut (RTL) dari pelatihan pengembangan pabrik pengolahan rotan, dengan menekankan arti pentingnya menyusun sebuah perencanaan tindakan yang akan dilakukan pasca-pelatihan sebagai perwujudan langkah nyata untuk memulai kegiatan pengolahan rotan oleh peserta pelatihan.

5 menit

3.

Fasilitator membagikan kertas metaplan kepada masing-masing peserta. Fasilitator meminta masing-masing peserta untuk menuliskan tindakan apa yang harus dilakukan untuk memulai kegiatan industri rotan rumahan dalam kertas metaplan, kemudian dikumpulkan dan disusun dalam kertas plano. Fasilitator meminta salah seorang peserta membacakan rencana tindakan yang sudah dituliskan.

10 menit

4.

Fasilitator membantu mengelompokkan pendapat peserta yang hampir sama, kemudian membantu peserta untuk menyimpulkannya.

10 menit

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Durasi


MODUL

11

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

Sesi

No.

Rincian Kegiatan

Durasi

5.

Fasilitator meminta peserta untuk berhitung 1 sampai 3, kemudian meminta peserta yang memiliki nomor yang sama berkumpul dalam masing-masing kelompok. Setiap kelompok diminta untuk memilih simpulan pendapat sebelumnya (lihat tabel yang menjadi media belajar).

10 menit

6.

Fasilitator mengundang setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lain menyimak dan menanggapi.

10 menit

7.

Fasilitator menutup sesi pelatihan.

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

141


MODUL

11

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

Tabel 26. Rencana Tindak Lanjut

142

No.

Kegiatan

1.

Penyiapan bahan baku

Capaian

Indikator

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N

Waktu pelaksanaan : tahun ………………… Bulan

Output

Indikator

Penangung jawab


MODUL

11

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

LEMBAR EVALUASI Modul 11 Nama

: ..............................................................................................................

Lembaga

:

..............................................................................................................

Isilah pertanyaan berikut!

Menurut Anda bagaimana penyelengaraan pelatihan ini? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… Bagaimana pendapat Anda terhadap fasilitator? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

143


MODUL

11

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

Bagaimana pendapat Anda terhadap narasumber? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………

Bagaimana menurut Anda terhadap kepersertaan dalam pelatihan? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………

Bagaimana pendapat Anda terhadap materi pelatihan? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………

Bagaimana pendapat Anda terhadap lokasi dan fasilitas tempat pelatihan? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… 144

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


MODUL

11

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

Bagaimana pendapat Anda terkait metode pelatihan ? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………

Bagaimana pendapat Anda terkait media pelatihan? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………

Bagaimana pendapat Anda tentang konsumsi? …………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………

M O D UL PE L AT IH A N PA B RI K P ENGOLA HA N ROTA N

145


MODUL

11

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

146

MODUL P ELAT I HAN PABR I K P E NG O LAHAN ROTA N


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.