FELLOWSHIP SEPOLA#04 Serial Tulisan Populer
Nirproduksi Lahan Perhutani Di Kabupaten Tulung Agung Provinsi Jawa Timur
Rabu, 3 Februari 2021, Desa Wajak Kidul diterpa hujan deras. Air sungai meluap, membanjiri jalan hingga ke rumahrumah warga. Situasi ini tak terjadi sekali. Tiap tahun di setiap musim penghujan, banjir lalu-lalang. Kita bisa mengaksesnya lewat instagram geo_green.park, satu organ kemasyarakatan di desa tersebut, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung.
Sebaliknya, kala kemarau, sumber air justru mengering dan masyarakat di bawah perbukitan Walikukun kesulitan mengaksesnya. Selama sekian tahun, Geogreen Park dan Pelestari Kawasan Wilis (Perkawis) secara swadaya membeli dan memasang pipa-pipa kecil guna mengalirkan air ke bawah, termasuk untuk keperluan situs: kebutuhan air di makam Eyang Cokro Kusuma. Mereka pun menanam tanaman bambu di tepian aliran
1
sumber agar air tetap terjaga meski kemarau tiba.
tahun akan mati. Kalau sudah lima belas tahun lebih dibakar bawahnya, malah bagus pertumbuhannya,” jelasnya.
“Rencana awal Geogreen Park itu mengembalikan lagi mata air. Dulu waktu saya kecil, air masih melimpah, lalu banyaknya penebangan liar (illegal logging) akhirnya sumber air makin dikit. Jadi teman-teman Geogreen Park itu bergerak terutama di penanaman bambu sebagai bentuk konservasi air,” terang Mahfud, anggota Geogreen Park.
Pada Maret 2021, kami menyusuri kawasan RPH Sanggrahan. Bila dipandang dari jalan permukiman warga, tampak begitu lebat, hijau, penuh kemegahan eksotis khas alam. Lahan perbukitan tersebut disemayami aneka destinasi wisata: Goa Pasir, Goa Selomangkleng, Candi Dadi, Argo Pathok, Bukit Cilik, dan Bukit Budhek.
Kerja-kerja semacam ini cukup menguras banyak waktu dan tenaga mengingat lahan hutan yang coba mereka selamatkan ialah milik perhutani. Lahan seluas 942 hektar itu masuk kawasan Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sanggrahan, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Kalidawir, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Blitar.
Kawasan itu meliputi delapan desa: Pagersari, Betak, Junjung, Wajakkidul, Sanggrahan, Pucung, Tanggung, dan Pojok. Terdapat tujuh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang mengerjakan 72 ha lahan, yakni LMDH Wonoyoso desa Tanggung, LMDH Wonodadi desa Pojok, LMDH Sukojoyo desa Pucung Kidul, LMDH Subur Santoso desa Wajak Kidul, LMDH Asri desa Junjung, LMDH Wonobumi Rejeki, dan LMDH Wonotani Barokah.
Tahun 2019, tim kami menemukan pohon-pohon yang sengaja dibakar bagian bawahnya. Hal ini menyebabkan daun-daun berguguran sehingga lahan menjadi tandus. Berdasarkan pengakuan Mulyono, perwakilan dari BKPH Kalidawir pada diseminasi 27 Januari lalu, pohon itu sengaja dibakar agar abu sisa pembakaran bisa memupuk rerumputan untuk tumbuh subur.
Sekian luas lahan tadi hanya diurus oleh satu Mantri: Eko dan satu Mandor: Suprianto. Suprianto menjelaskan bahwa hutan produksi di sini khusus ditanami jati, sonokeling, mahoni, dan gmelina. Sedangkan tanaman yang cocok di hutan lindung adalah walikukun, cendana, jambu klutuk, tanaman jarak kepyar merah, dan kleresede,
“Ada tanda larangan (untuk tidak membakar atau menebang; red). Memang tanaman tadi bila sudah besar semakin bagus, tapi humusnya berkurang, setelah dibakar akan tumbuh rumput, intinya di situ. Kalau sudah besar enggak mati, kecuali diobat, tapi balita di bawah usia lima
Yansen, selaku ketua LMDH Subur Santoso desa Wajak Kidul mengaku bahwa lahan 21 Hektar yang digarapnya kini tidak pernah berproduksi. Mayoritas tanaman yang ada ialah pohon jati berusia 5-15 tahun 2
dan kayu putih sebagai tanaman produksi yang belum pernah dimanfaatkan. Hal demikian dirasai oleh Wakirin, warga Wajak Kidul. Lamanya jatah pembagian hasil membuatnya hanya ingin menanam ketela untuk kebutuhan hidup.
dan memberi kontribusi ekonomis bila dikelola dengan baik. Terdapat tiga titik mata air: pertama, sebelah timur Candi Dadi, semua air yang di perbukitan Walikukun berasal dari situ. Kedua, ke arah barat, arah Desa Wajakkidul, yang satu mengalir tapi tidak sampai ke bawah, ke arah Desa Junjung Ketiga, ke arah Desa Betak. Posisi ketiga mata air itu berdekatan. Semua mata air, berdasarkan keterangan Suprianto, belum berstatus Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) yang wajib dikonservasi.
“Tidak ada timbal balik yang diperoleh masyarakat. Masyarakat cenderung berinisiatif menanam bunga. Tumbuhan jati tidak bermanfaat bagi masyarakat peternak. Tumbuhan di bawah pohon Jati pun sulit untuk tumbuh,” pungkas Saidi, warga Wajak Kidul. Karena pergantian Asisten Perhutani (Asper) atau Sinder, Mantri dan Mandor yang menjanjikan seperempat hasil penanaman dan masyarakat sekarang sama-sama tidak mengetahui status perjanjian tersebut.
Hasil pemetaan kawan-kawan Perkawis menunjukkan bahwa casement area atau area tangkapan hujan dari sumber mata air seluas 240 ha. Itu yang mereka amankan sebagai area konservasi. Karena dengan kondisi mata air yang sekarang ini, bila musim kemarau air tidak sampai ke bawah. “Tutupan hutan daerah Wajak Kidul memang kurang dari 10% selama 5 tahun,” ucap Arif, pendamping Perhutani.
Gerakan untuk menanggulangi homogenitas tumbuhan yang kurang produktif muncul berupa penanaman bambu oleh Geogreen Park dan Perkawis. Mereka menanam bambu sebagai jenis tumbuhan tegakan tahunan yang bagus untuk kerapatan. Bambu mempunyai pertumbuhan yang cukup cepat. Dia bisa menyerap air hujan sebesar 90%. Sedangkan tumbuhan lain rata-rata hanya 30%-40%.
Sofyan Hadi menyampaikan bahwa serapan lahan tersebut kecil akibat monokultur satu jenis tegakan saja, mayoritas jati. “Dibutuhkan keragaman sebagai bentuk konservasi. Ada tanaman yang bersifat tahunan keras dan tanaman-tanaman yang menghasilkan, supaya nanti hasil dari tanaman tersebut dapat diusahakan masyarakat setempat,” tandasnya.
“Bambu bisa mengamankan lerenglereng terjal karena sifat akarnya, terutama di tebing-tebing dan pinggir sungai. Bambu pun bisa menyerap karbon 30% lebih tinggi daripada mayoritas rata-rata pohon lainnya,” terang Sophian Hadi, geolog di Perkawis. Bambu mampu menjadi produk alternatif berupa hasta karya yang lebih ramah terhadap lingkungan
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1994 tentang Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (P3), Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) 3
31/2014 tentang Pengenaan PBB sektor (0,17 m) x Diameter kayu (0,17 m) x Perkebunan dan Kehutanan, perhutani Koefisien (0,7845)). dengan luas lahan 942 ha atau 9.420.000 m2 diperkiraan membayar Rp Idealnya, pada Vegetasi Rapat seluas 390 239.760.000,- per tahun. ha hendaknya PSDH sebesar Rp 2.806.174.800,-. Jika jumlah total pohon Dengan perhitungan Nilai Jual Objek sebesar 197.340 dengan perhitungan Pajak (NJOP) sebesar Rp 131.880.000.000 (Luas Area (390 ) x Rata-Rata Pohon/ ha (dari harga tanah Rp 14.000 /m2 (506)) dan Kubikasinya sebesar 0,79 m3 dikalikan luas total lahan 9.420.000 m2) akan diperoleh volume sebesar dan yang Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) 155.898,6 m3 dengan rumus PSDH tadi. sebesar Rp 24.000.000 menggunakan Dari perhitungan di atas diperoleh, rumus PBB PPP = 0,5% x 40% x NJOP (Rp perkiraan potensi pendapatan dari PSDH 131.880.000.000) – NJOPTKP (Rp kayu di area vegetasi jarang/tidak ada 24.000.000). (seluas 390 ha) tegakan kayu (ha) sebesar Rp 55.598.400,-. Bila vegetasi area tersebut rapat, idealnya akan Luas 942 ha berdasarkan analisis area diperoleh PSDH sebesar Rp tersebut dapat dibagi menjadi dua 2.806.174.800,-. Sedangkan perkiraan bagian: Area Vegetasi Rapat seluas 552 hektare dengan jumlah tegakan rata-rata potensi di area vegetasi rapat (552 ha) tegakan kayu (ha) sebesar Rp per hektare 506 pohon dan Area 3.971.816.640,- di mana total potensi Vegetasi Jarang seluas 390 hektare bila vegetasi 942 ha lahan tersebut rapat dengan jumlah tegakan rata-rata per sebesar Rp 6.777.991.440,-, sedangkan hektare 72 pohon. yang bisa diperoleh dari potensi yang ada di lapangan sebesar Rp Selain membayar PBB, perhutani juga 4.027.415.040,-. Maka negara di sini membayar Provisi Sumber Daya Hutan memiliku potensi kerugian sebesar Rp PSDH mengunakan rumus Harga 2.750.576.400,- atas ketidakmaksimalan Patokan x Tarif x Volume (m3). Harga perhutani mengelola lahannya. Patokan sebesar Rp 180.000 /m3 mengacu pada PERMEN No. P.64/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 untuk Mulyono mengaku bahwa setiap tahun jenis kayu jabon, ekaliptus, dll. Tarif 10 % perhutani membayar pajak. “Karena itu dengan luas area 942 ha. Pada Kerapatan memang kewajiban, itu pasti dibayar, Vegetasi Jarang seluas 390 ha diperoleh karena ada suplay dari kph lain, 23 kph itu saling membantu,” tandasnya. PSDH sebesar Rp 55.598.400,- dengan perhitungan Harga Patokan (180.000) x Hutan hendaknya menjadi tempat hidup Tarif (10%) x Volume (3088,8 m3) dari pelbagai entitas flora dan fauna. (jumlah total pohon (28.080) x kubikasi (0,11 m3) (dengan rumus kubikasi = Bermacam simbiosis pun terjadi di Panjang kayu (5 m) x Diameter kayu dalam hutan, sehingga mereka saling mengisi dan hidup berdampingan tanpa 4
didominasi satu jenis populasi tertentu. Sehingga hutan bisa dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat untuk kepentingan mereka. Salah satu bentuk hutan yang masih terjaga keseimbangan populasinya berada di Dusun Bolu, Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung. Tri Astutik dan keluarga tetap mempertahankan aneka tumbuhan hidup tumpang sari di belakang rumah mereka. Mengambil secukupnya dan membikin mereka diuntungkan oleh alam. Bentuk keuntungan dari hal tersebut salah satunya berupa cabai yang dengan mudah mereka dapatkan, sebab cabaicabai di belakang rumah mereka tumbuh dan menyebar dengan bantuan burung kutilang. Mereka dapat memanennya setiap saat tanpa perlu repot-repot melakukan penanaman.
.
SEPOLA FELLOWSHIP adalah salah satu bagian dari Program SEPOLA (Sekolah Politik Anggaran) yang dikembangkan oleh Perkumpulan Inisiatif dengan dukungan dari Ford Foundation. Dalam kegiatan SEPOLA FELLOWSHIP ini Perkumpulan Inisiatif bekerja sama dengan NGO di empat provinsi menjalankan kajian potensi kerugian negara dari sektor sumber daya alam hutan dan kebun
5