BAB 1 PENDAHULUAN
Pa n d ua n Pe l a t i ha n
Pembibitan (Nursery), Budidaya dan Panen Rotan
Bunyanun Marsus RS
Pe n u l i s : Hanifah Nuraeni Suteja
P A N D U A N
Muhamad Khais Prayoga
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
1
BAB 1 PENDAHULUAN
2
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y )
R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 1 PENDAHULUAN
Panduan Pembibitan, Budidaya dan Panen Rotan
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
3
BAB 1 PENDAHULUAN
Panduan Pembibitan, Budidaya, dan Panen Rotan REPUBLIK INDONESIA
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Isi dan materi yang ada dalam buku ini dapat direproduksi dan disebarluaskan dengan tidak mengurangi isi dan arti dari dokumen ini. Diperbolehkan untuk mengutip isi buku ini dengan menyebutkan sumbernya.
Koordinator Penyusun : Pius Widiyatmoko Penulis : Bunyanun Marsus RS, Hanifah Nuraeni Suteja, Muhamad Khais Prayoga Reviewer : Rizky A.B , Ari Nurman Penyunting bahasa: Dadan Saputra Desain cover dan tata letak: Suwendi Perpustakaan Nasional:Panduan Pembibitan, Budidaya dan Panen Rotan Inisiatif - Bandung, 2017, 107 hal. ISBN : 978-602-17870-6-9 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi manual ini tanpa seizin penerbit.
Kutipan Pasal 72, Ayat 1 dan 2, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. • Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana di maksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). • Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y )
R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
Kata Pengantar Dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, Perkumpulan Inisiatif bersama Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM) Universitas Hasanudin, Serikat Perempuan Bonehau (SPB) dan Sande’ Institute membentuk sebuah wadah yang bernama Konsorsium Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Mamuju (PSDABM‐M). Melalui Konsorsium PSDABM‐M ini, berbagai bentuk kerja sama dilakukan untuk menciptakan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, terutama diwujudkan dalam bentuk pengelolaan rotan yang tumbuh di hutan sekitar lingkungan masyarakat Desa Hinua, Bonehau dan Tamalea di Kabupaten Mamuju serta pengolahan rotan Agar masyarakat mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam hal pengelolaan rotan dan hutan yang berkelanjutan serta pengolahan rotan menjadi bahan baku atau barang jadi, maka upaya peningkatan kapasitas merupakan hal penting untuk dilakukan. Pengetahuan dan keterampilan mengelola tanaman rotan dan cara memanen yang baik serta mengolah hasilnya akan menjadi kontribusi yang positif terhadap keberlanjutan rotan dan hutan tersebut. Dalam konteks demikian, paket buku panduan dan modul ini dikembangkan oleh Konsorsium PSDABM‐M. Paket buku pelatihan ini diharapkan dapat menjadi navigasi bagi konsorsium sendiri dan masyarakat sekitar dalam upaya mewujudkan pengelolaan dan pengolahan rotan yang berkelanjutan. Buku panduan dan modul ini terbagi ke dalam 3 paket besar yaitu, pembibitan, budidaya dan panen, pabrik pengolahan rotan serta industri rumahan (home industry). Ketiganya merangkum proses penanaman rotan hingga pengolahan panennya menjadi bahan baku sampai barang jadi siap pakai. Penyusunan paket buku panduan dan modul ini telah dilaksanakan dengan proses dan tahapan yang penuh dengan kehati‐hatian dan sungguh‐ sungguh. Di awal proses penyusunan digelar lokakarya mini untuk menyamakan pemahaman dan persepsi mengenai pengelolaan rotan yang berkelanjutan antara penulis dengan pengelolaan program. Kedua, pasca lokakarya mini yang output‐nya adalah kisi‐kisi penulisan paket buku modul dan panduan, kegiatan dilanjutkan dengan penulisan draft paket panduan dan modul lalu di‐review melalui lokakarya pembahasan draft paket. Ketiga, agar penyusunan paket buku modul dan panduan ini tepat sasaran selanjutnya dilaksanakan pelatihan uji coba dengan peserta utama dari komunitas masyarakat di 3 desa tempat pelaksanaan program, pemerintah Kabupaten Mamuju serta reviewer proses pelatihan. Pasca ujicoba berbagai masukan diolah untuk menyempurnakan materi.
Dan akhirnya setelah melalui proses yang bertahap tadi, paket buku panduan dan modul ini berhasil diselesaikan dan siap menjadi bahan peningkatan kapasitas masyarakat di 3 desa dalam hal pengelolaan rotan yang berkelanjutan. Namun demikian, walaupun paket buku panduan dan modul ini telah dibuat dengan semaksimal mungkin, kekeliruan dalam beberapa hal masih mungkin terjadi. Berdasarkan hal itu, berbagai saran, kritikan dan masukan konstruktif untuk penyempurnaan akan selalu terbuka. Terakhir, sebagai sebuah dokumen yang disusun dengan melibatkan banyak pihak tentu saja ucapan terimakasih layak ditujukan kepada mereka yang telah bersedia untuk terlibat. Kepada para penulis, reviewer, penyunting bahasa, dan masyarakat di 3 desa serta perwakilan dari Pemerintahan Kabupaten Mamuju diucapkan terima kasih yang sebanyak‐banyaknya. Dan juga pihak MCA‐Indonesia yang memberikan dukungan pendanaan konsorsium. Semoga kehadiran paket buku panduan dan modul ini mampu menjadi sumbangsih yang berarti untuk menciptakan pengelolaan dan pengolahan rotan yang berkelanjutan di Indonesia. Bandung, Maret 2017 Konsorsium Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat ‐ Mamuju (PSDABM‐M) Perkumpulan Inisiatif, TLKM Universitas Hasanudin, Sande’ Institut, Serikat Perempuan Bonehau (SPB)
BAB 1 PENDAHULUAN
B UK U 1 : PA ND UA N P E MB I B I TA N , B U D I DAYA DA N PA NE N ROTA N
PEMBIBITAN ROTAN DAN MPTS (MULTY PURPOSE TREES SPECIES) RAMAH LINGKUNGAN Pendahuluan
8
Pengenalan Rumah Semai
17
Manajemen Pembibitan
23
Manajemen Rumah Semai ( Rotan dan MPTS)
37
Menghitung Variabel Biaya Kegiatan Rumah Semai Rotan dan MPTS
41
PANDUAN BUDIDAYA TANAMAN ROTAN Pendahuluan
61
Persiapan Lahan
66
Proses Penanaman
70
Pemeliharaan Tanaman
78
Analisa Biaya Usaha Budidaya Rotan per Hektar
83
PANDUAN PANEN ROTAN Pendahuluan
90
Cara Panen
94
Manajemen Panen
98
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
5
BAB 1 PENDAHULUAN
Panduan Pembibitan Rotan dan MPTS (Multy Purpose Trees Species) Ramah Lingkungan
Penulis : Bunyanun Marsus RS 6
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y )
R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
D A F T A RB AI BS I1 PENDAHULUAN
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Pengenalan Varietas a. Rotan b. MPTS 1.2 Sumber bibit a. Rotan 1) Biji 2) Anakan b. MPTS non perkebunan 1) Biji 2) Anakan /multiplikasi
8 9 9 13 14 14 14 15 15 15 16
BAB 2. PENGENALAN RUMAH SEMAI
17
2.1 Lokasi agroclimate 2.2 Bangunan 2.3 Peralatan dan bahan
17 17 19 23
BAB 3. MANAJEMEN PEMBIBITAN
3.1 Pengumpulan bibit a. Rotan 1) Biji i. Kriteria biji yang baik ii. Perlakuan biji 2) Anakan i. Kriteria anakan yang baik ii. Perlakuan anakan 3) Perbandingan biji dan anakan
23 23 23 23 24 25 25 25 26
b. MPTS (Multi Pupose Tree Species)
27
3.2 Persiapan persemaian rotan dan MPTS a. Pembuatan media tanam
P A N D U A N
27 27
1) Wadah persemaian i. Bambu/Polybag ii. Bedengan (seedbed) 2) Media tanam (tanah dan pupuk) i. Penanaman benih dari biji ii. Penanaman benih dari anakan
29 29 29 30 31 32
b. Pemeliharaan semaian rotan dan MPTS 1) Pemupukan 2) Pengairan 3) Pengendalian hama dan penyakit 4) Penyiangan (gulma)
32 32 33 33 35
c. Pindah tanam 1) Pindah tanam dari biji 2) Pindah tanam dari biji
35 35 36
BAB 4. MANAJEMEN RUMAH SEMAI (ROTAN DAN MPTS) 4.1 Organisasi dan kebutuhan SDM 4.2 Pembagian dan rencana kerja 4.3 Pengelolaan alat dan bahan (penggunaan dan perawatan) 4.4 Pencatatan (form dan dokumentasi) 4.5 Pengelolaan limbah BAB 5. MENGHITUNG VARIABEL BIAYA KEGIATAN RUMAH SEMAI ROTAN DAN MPTS 5.1 Variabel biaya kegiatan rumah semai rotan 5.2 Variabel biaya kegiatan rumah semai MPTS 5.3 Menghitung Break Event Point (BEP) DA F TA R P U STA K A
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
37 37 37 39 39 40
41 42 45 47 54
R A M A H
L I N G K U N G A N
7
BAB
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendahuluan
R
otan merupakan tanaman yang tumbuh dengan sendirinya. Rotan berada di hutan-hutan tropis dan yang khususnya di hutan-hutan yang berada di bawah garis katulistiwa (Sulawesi, Kalimantan, papua dan Sumatra). Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, rotan menjadi salah satu bahan baku hasil hutan non kayu yang banyak dibutuhkan di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun, pengambilan rotan dari hutan dalam sekala besar maupun kecil ini telah dilakukan dalam kurun waktu yang sangat lama. Dikhawatirkan produksi rotan pun akan bernasib sama dengan kayu. Sejak 30 tahun terakhir, Indonesia merupakan pemasok bahan baku rotan terbesar dunia. sekitar 70-85 % bahan baku rotan dunia berasal dari Indonesia. Hanya saja nilai jual bahan baku rotan tidak setinggi barang yang sudah jadi. Jika saja Indonesia tidak lagi mengirim bahan baku, melainkan mengirim barang jadi dari rotan, tentu akan menghasilkan devisa yang jauh lebih besar bagi negara. Selain itu, akan terjadi penambahan jumlah serapan tenaga kerja karena bertambahnya lapangan kerja pengolahan rotan.(Atlas Rotan Indonesia. 2012 jilid 1 cetakan ke 2.) Pelarangan penjualan rotan mentah, asalan dan setengah jadi, membuka peluang bagi 8
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y )
R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 1 PENDAHULUAN
para pegiat lingkungan dalam menjaga kelestarian hutan dengan segala biotanya. Hal ini sekaligus juga sebagai tantangan bagi para pegiat pemberdayaan masyarakat untuk lebih meningkatkan kegiatan usaha masyarakat yang berbasis kekayaan hutan non kayu berupa rotan. Peraturan Menteri Perdagangan N0.35/M-DAG/PER/11/2011 tentang ketentuan ekspor rotan dan produk rotan merupakan upaya dalam pemanfaatan kekayaan hutan non kayu yang berkesinambungan. Tujuannya agar tetap terjaganya ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan rotan sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ekspor produk berbahan baku rotan. 1.1 PENGENALAN VARIETAS a. Rotan Rotan merupakan kekayaan alam hutan non kayu yang sangat besar dimiliki Indonesia. Ada 13 marga (genus) rotan di dunia, 8 marga (genus) di antaranya berada di Indonesia. Dari jumlah sebesar itu, terdapat 312 species rotan terhampar hampir di seluruh hutan yang ada di Indonesia. Hutan di pulau-pulau besar seperti: Papua, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra merupakan tempat paling dominan. Dari 312 jenis tersebut sebagian telah dimanfaatkan untuk diperjualbelikan di industri kerajinan, maupun digunakan secara lokal. Di bawah ini adalah beberapa jenis rotan yang dilengkapi dengan nama umum, nama latin tumbuhan, nama-nama lokal, maupun daerah sebarannya di Indonesia : 1. Rotan balubuk (Calamus burckianus Beccari). Disebut juga sebagai howe balubuk (Sunda), rotan sepet, penjalin bakul (Jawa). Terdapat di Jawa. 2. Rotan taman (Calamus caesius Blume). Disebut juga sebagai sego (Aceh), segeu (Gayo), sego (Sumatera). Tersebar di Kalimantan dan Sumatera. 3. Rotan korod (Calamus heteroideus Blume). Disebut juga rotan lilin. Tumbuh di Jawa. 4. Rotan tohiti (Calamus inops Beccari). Disebut juga sebagai sambutan (Sulawesi, Maluku). Tersebar di Sulawesi dan Maluku.
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
9
BAB 1 PENDAHULUAN
5. Rotan lilin (Calamus javensis Blume). Tersebar di Kalimantan dan Sumatera. 6. Rotan manau (Calamus manan Miquel). Tumbuh di Sumatera dan Kalimantan. 7. Rotan buyung (Calamus optimus Becc.). Disebut juga sebagai buyung, selutup, sega bulu (Kalimantan). Daerah sebarannya meliputi Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera. 8. Rotan seuti (Calamus ornatus Blume). Disebut juga sebagai howe seuti, rotan kasur (Jawa Barat), rotan kesup (Bengkulu), rotan lambang (Sulawesi Tengah), rotan buku dalam (Sulawesi Utara), minong atau munau (Kalimantan). Daerah sebarannya antara lain Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. 9. Rotan sigisi (Calamus orthostachyus Warburg ex Beccari). Disebut juga popini, tersebar di Sulawesi. 10. Rotan sanjat (Calamus paspalanthus Beccari). Disebut juga sebagai rotan marau tunggal. Daerah sebaran meliputi Kalimantan, semenanjung Malaysia, dan Palawan. 11. Rotan inun (Calamus scabridulus Becc). Tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. 12. Rotan dandan (Calamus schistoacanthus Blume). Tersebar di Sumatera dan Kalimantan. 13. Rotan semambu (Calamus scipionum Loureiro). Daerah sebarannya antara lain Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. 14. Rotan irit (Calamus trachycoleus Becc). Tumbuhan endemik Kalimantan. 15. Rotan manau tikus (Calamus tumidus Furtado). Tumbuh di Sumatera. 16. Rotan batang (Calamus zollingeri Beccari). Disebut juga sebagai batang putih, umul (Sulawesi), rotan air, halawaku malibat (Maluku). Tumbuh di Sulawesi dan Maluku. 17. Rotan jernang besar (Daemonorops draco Blume). Disebut juga sebagai jernang, beruang (Sumatera Selatan), getik badag (Jawa Barat), getik warak (Jawa Tengah). Tersebar di Sumatera dan Semenanjung Malaysia. 18. Rotan seel (Daemonorops melanochaetes Blume). Disebut juga sebagai penjalin manis, dendek, rotan getah. Tersebar di Sumatera, Jawa, Malaysia, dan Thailand. 19. Rotan batang susu (Daemonorops robusta Warburg). Disebut juga sebagai batang susu (Sulawesi Utara), batang merah (Sulawesi Tengah), rotan bulu rusa (Seram Ambon), noko (Sulawesi Tenggara). Tumbuh di Sulawesi dan Maluku. 10
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y )
R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 1 PENDAHULUAN
20. Rotan getah (Daemonorops rubra (Reinw. ex Blume) Mart.). Disebut juga sebagai rotan leules, rotan pelah, rotan selang, rotan teretes (Sunda), rotan penjalin sepet, rotan penjalin ayam (Jawa), rotan getah (Sumatera). Tersebar di Jawa dan Sumatera. 21. Rotan udang (Korthalsia echinometra Beccari). Disebut juga sebagai rotan semut, rotan dahan, rotan meiya, uwi hurang. Tersebar di Jawa, Sumatera, Bengkulu, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. 22. Rotan kapuas (Korthalsia ferox Beccari). Rotan endemik Kalimantan. 23. Rotan dahanan (Korthalsia flagellaris Miq); Tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. 24. Rotan sampang (Korthalsia junghuhnii Blume). Disebut juga sebagai howe sampang, owe menceng. Tersebar di Jawa dan Sumatera. 25. Rotan cabang (Korthalsia rigida Blume). Disebut juga sebagai Rotan dane (Aceh), rotan cabang dan rotan simpang (Berau, Kalimantan Timur), rotan marau (Sanggau, Kalimantan Barat). Tersebar di Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Palawan, dan Thailand. 26. Rotan bubuai (Plectocomia elongata Martius ex Blume). Disebut juga sebagai hoe bubuai (Sunda), menjalin warak (Jawa). Daerah sebarannya meliputi Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. 27. Rotan langgane (Plectocomia mulleri Blume). Disebut juga sebagai rotan langgane (Kalimantan Tengah), rotan sadak, sanggau (Kalimantan Barat), berau (Kalimantan Timur). Tersebar di Kalimantan dan Semenanjung Malaysia. 28. Rotan maldo jormal (Plectocomiopsis geminiora (Griff.) Beccari). Disebut juga sebagai wimatar, rotan batu (Kalimantan), rotan gilang (Malaya), bungkulang, rotan buluh (Sumatera). Tersebar di Sumatera, Kalimantan, semenanjung Malaysia, dan Thailand selatan. 29. Rotan samare (Plectocomiopsis mira J.Dransf.). Disebut juga sebagai rotan marak, wimatar, samare (Kalimantan). Tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan semenanjung Malaysia.(Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang, 11 – 15
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
11
BAB 1 PENDAHULUAN
Maret 2016). Dari 29 jenis rotan yang tertulis di atas, jumlahnya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah spesies yang dimiliki Indonesia, yaitu sebanyak 312 jenis. (Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang2016). Dari 29 jenis yang tertulis itu saja kita disadarkan bahwa begitu besarnya keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya dalam jenis-jenis rotan.
Beberapa contoh jenis rotan yang ada di Indonesia
Batang (Calamus zollingeri) Manajemen PSDABM-M
Lambang Manajemen PSDABM-M
Anakan Rotan
Manau ( Calamus manan)
Seuti (Calamus ornatus)
Sanjat (Calamus paspalanthus)
Tohiti (Calamus inops)
Balukbuk ( Calamus burckianus)
Bubuai (Plectocomiaelongata)
Sigisi (Calamus orthostachyus)
12
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y )
R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 1 PENDAHULUAN
2. MPTS (Multi Purpose Tree Species) MPTS merupakan aneka ragam pepohonan yang menghasilkan buah maupun kayu untuk dimanfaatkan manusia dalam menjaga serta mempertahankan fungsi hutan. Penanaman pohon MPTS bisa dilakukan pada lahan hutan maupun lahan milik masyarakat dengan aneka jenis tanaman yang mempunyai kesesuaian tumbuh (agroklimat) serta bersipat naungan tanaman non perkebunan.(International Centre for Research in Agroforestry.2002 : pengelolaan benih pohon) Dengan adanya aneka ragam tanaman yang tumbuh di hutan maupun di tanah milik individu, akan semakin memperkaya pilihan masyarakat dalam memacu kehidupan ekonominya. Selain itu. aneka ragam tanaman tahunan yang dibudidayakan akan memperbanyak penghasilan oksigen yang sangat dibutuhkan manusia dan mahluk hidup lainnya. Tentu saja hal ini cukup membantu dalam penanggulangan efek rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global. 1.2 SUMBER BIBIT a. Rotan 1) Biji Biji rotan diambil dari buah yang sudah matang, pada umumnya buah rotan akan matang pada bulan Oktober dan November. buah yang sudah matang ditandai dengan keluarnya cairan seperti lendir di sekelilingnya, atau jika warna buahnya telah menguning kecoklatan. Pengambilan buah rotan dilakukan dengan menggunakan galah panjang yang ujungnya dilengkapi dengan pisau pengait. Untuk membersihkan biji dari kulit dan daging buah serta kotorannya, dilakukan perendaman dengan air dingin selama I-2 malam, kemudian dilakukan pengelupasan sampai bersih. Selanjutnya, biji yang sudah bersih disimpan di tempat yang kering dan teduh. P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
13
BAB 1 PENDAHULUAN
Penyimpanan harus dilakukan dengan baik untuk mempertahankan daya kecambah,menghindari serangan hama penyakit, dan menjaga agar benih tidak berkecambah ditempat penyimpanan. Umumnya daya pertumbuhan benih dapat dipertahankan tetap tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga stabil tidak naik-turun (suhu kamar 20-22 derajat celcius). Untuk itu diperlukan ruang khusus untuk penyimpanannya. Penyimpanan dapat dilakukan dengan menggunakan wadah yang mudah didapat tetapi cukup baik untuk penyimpanan benih, misalnya karung kain, ember, kaleng, toples kaca atau plastik. Namun perlu diingat kalau menyimpan benih dalam toples, usahakan agar toples penuh (tidak ada ruang udara). Bila toples tidak penuh, tutup dengan bahan yang bisa menyerap uap air, misalnya arang, kertas koran, atau sekam padi. Wadah ditempatkan di ruangan yang sirkulasi udaranya baik dan tidak lembab. (International Centre for Research in Agroforestry.2002 : pengelolaan benih pohon) 2) Anakan Anakan rotan merupakan hasil pengambilan dan pemilihan dari anakan rotan dewasa yang tumbuh alami, diambil dari rumpun atau anakan yang tersebar dihutan berasal dari biji. Anakan rotan diambil dengan cara di cungkil menggunakan garpu,sekop,cangkul,parang dan sejenisnya, guna menjaga kelembaban akar diusahakan pada saat mencungkil anakan rotan tanahnya tetap menempel. Pemilihan anakan rotan untuk disemaikan sangat perlu karena untuk menghasilkan bibit rotan yang berkualitas, anakan rotan yang baik untuk disemai dicirikan dengan daunnya yang berwarna hijau tidak ada bercak kuning, subur tidak kerdil dengan tinggi sudah mencapai 20 sampai 30 centi meter. (Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang,2016)
14
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y )
R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 1 PENDAHULUAN
b. MPTS (Multi Purpose Tree Species) non perkebunan 1) Biji Pengumpulan biji sebagai induk benih harus memiliki sifat genetik yang baik.Jangan mengambil bijidari pohon benih yang baik hanya karena mendapat factor lingkungan yang baik, bukan karena sifat genetiknya yang baik. Pemilihan pohon untuk diambil bijinya dilakukan pada lingkungan yang seragam, karena pada lingkungan yang seragam memudahkan untuk memilih pohon dengan sifat genetik yang baik. Pohon yang tumbuh baik memang disebabkan sifat genetik yang baik, karena semua pohon tumbuh pada lingkungan yang seragam. Sedangkan pada lingkungan yang tidak seragam sulit untuk memilih pohon yang mempunyai sifat genetik baik karena pengaruh faktor lingkungan terlalu besar (pengaruh angin, pengaruh naungan, dan pengaruh genangan air/drainase yang jelek).(International Centre for Research in Agroforestry.2002 : pengelolaan benih pohon) 2) Anakan/multiplikasi Benih yang digunakan untuk rumah semai (kebun benih) MPTS harus berasal dari sumber benih yang baik yang jelas asal usulnya. Benih yang digunakan dapat berupa benih yang berasal dari pohon yang sudah tercampur (identitas masing-masing pohon induk diabaikan) atau dari benih pohon induk yang identitas pohon induknya masih jelas diketahui. Yangpaling baik adalah benih yang identitas pohon induknya masih jelas sehingga pertanaman dapat dirancang untuk mengurangi kemungkinan perkawinan kerabat. Bila benih yang digunakan untuk kebun benih (rumah semai) adalah benih campuran dari berbagai pohon induk, maka penaburan benih dapat dilakukan pada satu bedengan tabur atau bak tabur dan penyapihan dapat dilakukan tanpa menghiraukan identitas asal
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
15
BAB 1 PENDAHULUAN
pohon induk. Akan tetapi bila kebun benih (rumah semai) akan tetap mempertahankan identitas pohon induk sebagai sumber benih, maka penaburan benih masing-masing pohon induk harus dilakukan secara terpisah (masing-masing bedengan/bak semai) sehingga identitas pohon induk tetap diketahui, dan penempatan di rumah semai juga harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak tercampur. Jika kegiatan rumah semai mengadakan bibit Multi Purpose Tree Species (MPTS) tanaman buah tahunan atau lainnya, maka perbanyakan turunan (multiplikasi) tidak selalu menggunakan induk bibit yang berasal dari biji bisa juga dilakukan dengan menggunakan teknis stek,okulasi dan cangkok, didalam mempercepat perbanyakannya (multiplikasi)selanjutnya hasil dari stek, okulasi dan cangkok dimasukan dirumah semai guna mendapat perawatan hingga siap tanam dilahan yang disiapkan. (International Centre for Research in Agroforestry.2002 : pengelolaan benih pohon).***
16
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y )
R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB
2
BAB 2
PENGENALAN RUMAH SEMAI
Pengenalan Rumah Semai
2.1 LOKASI DAN KESESUAIAN TUMBUH (AGROCLIMATE)
L
okasi persemaian, diusahakan dilakukan di atas tanah yang datar, dengan kemiringan tidak lebih dari 10 %. Kondisi tanah subur dan kaya akan bahan organik serta dekat dengan sumber air agar memudahkan dalam penyiramannya. Karena rotan muda tidak tahan terhadap cahaya penuh, maka tempat persemaian harus berada di bawah naungan/peneduh. Naungan bisa menggunakan atap penutup dari plastik paranet, alangalang, daun kelapa atau lainnya yang dapat membuat cahaya matahari tidak dapat tembus langsung. Agroclimate (Kesesuaian tumbuh) merupakan hal yang paling penting dalam menentukan pilihan varietas dan species tanaman yang akan dibudidayakan. Pendekatan agroclimate yang sangat sederhana diantaranya mengetahui keadaan suhu rata-rata siang maupun malam, kelembaban rata-rata siang maupun malam karena keadaan iklim ini akan sangat menetukan terhadap tanaman yang akan dibudidayakan sesuai dengan kondisi lingkungan tumbuhya. (Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang,2016 hal.9). 2.2 BANGUNAN Bangunan rumah semai bisa dibuat dalam bentuk permanen, semi permanen maupun tradisional (sekali pakai). Untuk bangunan permanen menggunakan bahan-bahan khusus dengan tingkat ketahanan di atas 10 (sepuluh) tahun. Untuk semi permanen menggunakan bahan-bahan yang mempunyai masa pemakaian (life time) 3 (tiga) tahun. Sedangkan untuk bangunan tradisional menggunakan bahan-bahan sederhana seperti bambu beratapkan P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
17
BAB 2 PENGENALAN RUMAH SEMAI
dedaunan yang hanya bertahan dalam satu kali pakai (life time), yakni sekitar enam bulan sampai satu tahun.
Gambar rumah semai permanen
Gambar rumah semai tradisional
Gambar rumah semai semi permanen
18
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 2 PENGENALAN RUMAH SEMAI
2.3 PERALATAN DAN BAHAN 1. Fasilitas dan media yang dibutuhkan untuk penyediaan bibit sebanyak 500.000 pohon dengan bangunan berbasis ramah lingkungan dapat dilihat pada table di bawah ini : No I
Nama Barang
Ukuran
Volume
(cm,inci,mm,Liter,Bulan)
(Ha,Kg,meter,batang, Liter, Orang)
Lahan dan bangunan
1
Lahan
2
Bangunan Saung kompos
8 x 10
80
3
Bangunan Saung meeting
4x4
16
II
10.200
Rumah semai
1
Bambu
15 x 600
550
2
Bambu
7 x 600
550
3
Atap rumbia
3 x 100
3.300
4
Bambu
15 x 600
16.670
5
Tali injuk
200
Irigasi
1
Instalasi air/pipa PPC
2
5
2
Pipa PPC
3
Pipa PPC/PE
4
Springkle kupu-kupu
5
III
1,5
2
1
2.400
0,75
40
Lem plastik asahi
Kg
10
6
Pompa Honda GX
5.5 PK
1
7
sok kran
1-0,75
40
8
Bengkokan
2
3
9
Sambungan T
1
40
10
Sambungan
2 - 0,75
1
11
Sambungan
0,75 – 1
1
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
19
BAB 2 PENGENALAN RUMAH SEMAI
No IV
Nama Barang
Ukuran
Volume
(cm,inci,mm,Liter,Bulan)
(Ha,Kg,meter,batang, Liter, Orang)
Media Tanam
1
Tanah
100
500.000
2
Pupuk Kandang/Kompos
50
250.000
Biaya Manajemen pengelola
1
Penanggung jawab
6
1
2
Harian
6
4
VI
2. Fasilitas dan media yang dibutuhkan untuk penyediaan bibit sebanyak 500.000 pohon dengan bangunan semi permanen tanpa berbasis ramah lingkungan dapat dilihat pada table di bawah : No
Nama Barang
Ukuran
Volume
(cm,inci,mm,Liter,Bulan)
(Ha,Kg,meter,batang, Liter, Orang)
Lahan dan bangunan
1
Lahan
10.200
2
Bangunan Saung kompos
80
3
Bangunan Saung meeting
16
II
Rumah semai
I
1
Tiang Kayu
2
Kawat
3
Plastik Paranet
3 x 100
35
4
Plastik Polybag
20 X 20
5.000
5
Paku
5,7,10
15
III
20
550
0,5
600
Irigasi 1
Instalasi air/pipa PPC
2
Pipa PPC
P A N D U A N
15 x 600
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
2
5
1,5
2
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 2 PENGENALAN RUMAH SEMAI
No
Nama Barang
3
Pipa PPC/PE
4
Springkle kupu-kupu
5 6
Ukuran
Volume
(cm,inci,mm,Liter,Bulan)
(Ha,Kg,meter,batang, Liter, Orang)
1
2.400
0,75
40
Lem plastik asahi
Kg
10
Pompa Honda GX
5.5 PK
1
7
sok kran
1-0,75
40
8
Bengkokan
2
3
9
Sambungan T
1
40
10
Sambungan
2 - 0,75
1
11
Sambungan
0,75 – 1
1
IV
Media Tanam
1
Tanah
100
500.000
2
Pupuk Kandang/Kompos
50
250.000
Biaya Manajemen pengelola
1
Penanggung jawab
6
1
2
Harian
6
4
VI
3. • • •
Media yang dibutuhkan : Pupuk kimia (NPK lengkap makro, mikro). Sumber benih/benih induk. Kimia lainnya (perangsang tumbuh dll.).
4. • • • • • •
Alat penunjang lainnya : Cangkul 3 buah. Garpu 3 buah. Sepatu AP Boot 6 pasang. Sarung tangan 10 pasang. Tang, gunting dan kunci-kunci 1 set. Masker 3 slop.
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
21
BAB 2 PENGENALAN RUMAH SEMAI
22
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB
3
BAB 3
M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
Manajemen Pembibitan
3.1 PENGUMPULAN BIBIT
B
ibit rotan dikumpulkan dari biji maupun dari anakan, pengumpulan bibit rotan dari biji dengan cara diambil dari buah rotan yang sudah cukup umur (tua) agar pertumbuhan di persemaian bisa baik hingga bibit rotan dapat di tanam dalam keadaan sehat, buah rotan yang sudah tua dicirikan dengan adanya lendir disekitar buah serta warnanya kuning kecoklatan. Buah rotan yang sudah dikumpulkan selanjutnya direndam dalam air dingin selama 1-2 hari agar dapat mempermudah pengelupasan kulit dan daging selanjutnya biji dibersihkan, simpan biji rotan yang sudah dibersihkan dalam tempat yang sejuk dan dingin bisa juga dengan menggunakan karung goni yang dibasahi terlebih dahulu agar biji mendapat suhu basah, penyimpanan biji dalam keadaan tersebut paling lama 24 jam selanjutnya dilakukan penyemaian. (International Centre for Research in Agroforestry.2002 : pengelolaan benih pohon hal.3-5) Bibit rotan dari anakan dikumpulkan dengan cara mencungkil anakan rotan yang tersebar di hutan, pada saat pencungkilan diusahakan agar tanah tidak lepas dari akar guna menjaga kelembaban akar hingga saat dipindahkan ke persemaian tetap dalam keadaan segar. (Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang,2016.hal 9). a. Rotan 1) Biji (i). Kriteria biji yang baik. Untuk mendapatkan bibit unggul yang berasal dari biji perlu memperhatikan hal-hal : a. Biji yang diambil merupakan hasil seleksi dari pohon yang sehat, karena genetik dari induk sangat berpengaruh terhadap bibit turunannya. P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
23
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
b. Biji di ambil dari buah yang sudah matang yang dicirikan oleh adanya lendir di sekitar buah atau kulit buah sudah berwarna kuning kecoklatan. c. Pengambilan buah dilakukan pada bulan-bulan tertentu, yitu tepatnya pada bulan oktober dan nopember, karena pada bulan-bulan tersebut rata-rata buah rotan sudah tua.
Buah rotan dan biji rotan hasil seleksi
(ii). Perlakuan biji. Untuk menjaga biji agar menghasilkan pertumbuhan/ perkecambahan yang baik perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : a. Hasil seleksi biji selanjutnya ditaburi fungisida/pestisida dengan dosis 10 gram per satu kilo gram biji rotan untuk menjaga serangan jamur serta hama bubuk jika biji akan disimpan dengan waktu agak lama untuk disemai. b. Simpanlah pada tempat yang sejuk dan kering. Dengan ventilasi udara yang baik. c. Setiap karung harus diberi label per jenis agar identitas benih tetap diketahui. d. Lantai penyimpanan harus diberi alas kayu yang berongga, agar sirkulasi/peredaran udara berjalan baik. (International Centre for Research in Agroforestry.2002 : pengelolaan benih pohon). 24
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
2) Anakan (i). Kriteria Anakan yang baik. Anakan rotan yang baik untuk disemai dicirikan dengan : a. Lingkungan induk rotan yang baik. b. Anakan harus berasal dari hasil seleksi (jenis dan turunannya) c. Anakan rotan sehat (berdaun hijau,subur tidak kerdil dan tidak ada bercak kuning). d. Tinggi anakan antara 20 sampai 30 centi meter. e. Berakar bagus dan lembab tidak kering (ii). Perlakuan anakan. Untuk menghindari kegagalan persemaian maka perlu dilakukan langkah-langkah : a. Akar rotan harus selalu dalam keadaan basah/lembab b. Gunakan garpu, sekop, atau cangkul pada saat pengambilan anakan c. Pada saat mencungkil anakan usahakan agar tanahnya tetap menempel diakar guna menjaga kelembaban akar. d. Potong sebagian daun anakan 20-30 centi meter, agar penguapan tidak terlalu banyak. e. Lakukan penyiraman secara teratur hingga tanaman tumbuh dan sehat kembali
Anakan rotan. Foto : Manajemen PSDABM-M
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
25
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
3) Perbandingan biji dan anakan Pembibitan rotan yang berasal dari biji dan anakan akan sangat berbeda dalam pertumbuhan awalnya. Walaupun belum dilakukan pengujian secara detail, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa pembibitan rotan antara biji dan anakan akan berbeda pada pertumbuhan awal. Beberapa faktor yang memengaruhi perbedaan tersebut adalah keseragaman tumbuh, aklimatisasi dengan lingkungan pertumbuhan awal, serta adaptasi dengan lingkungan pertumbuhan berikutnya. Bibit yang berasal dari biji akan mendapat keseragaman tumbuh serta keseragaman jenis/ Keseragaman bibit dapat terwujud jika beberapa proses berikut ini dilakukan; (1) seleksi awal dilakukan sejak dalam bentuk buah, (2) penyapihan di rumah semai dilakukan dengan mengambil biji yang sudah keluar kecambah berukuran 2 sampai 3 Cm, (3) media tanam penyapihan kecambah merupakan hasil pencampuran antara tanah, pupuk organik dan kimia lainnya (sterilisasi) sehingga unsur hara yang dibutuhkan sudah tersedia, (4) berada dalam rumah semai yang terjaga dari faktor penggangu hama maupun penyakit. Bibit yang berasal dari anakan tidak akan mendapat keseragaman (terutama keseragaman jenis) jika diambil dari hamparan tanah hutan yang jenis rotannya beraneka ragam. Bagi yang tidak biasa melihat perbedaan berbagai jenis rotan, akan mendapatkan rotan yang keliru ketika memilah berbagai jenis anakan rotan. Ini dapat terjadi karena pada saat masih kecil anakan rotan vigurnya hampir sama. Akibatnya, sangat memungkinkan terjadinya ketidakseragaman jenis pada saat penanaman menggunakan bibit anakan yang diambil dari hutan. Terganggunya akar pada saat pemindahan bisa mengakibatkan pelukaan serta stres yang akan mengakibatkan kematian anakan rotan setelah dipindah ke rumah semai,. Penyesuaian dari alam bebas ke rumah semai membutuhkan adaptasi/penyesuaian,
26
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
terutama pada saat penyembuhan akibat pelukaan akar sewaktu dilakukan pemindahan dari hutan ke rumah semai. Dari dua persoalan di atas, akan menentukan kualitas pertumbuhan bibit rotan pada saat berada di rumah semai. Jika proses dilakukan dengan tepat, rotan anakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat sehingga hanya membutuhkan waktu 3-4 bulan berada di rumah semai untuk siap dipindahkan ke lahan terbuka (open field). b. Multi Purpose Trees Species (MPTS) Untuk perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Karena tanaman multi purpose berasal dari berbagai tanaman yang mempunyai karakteristik berbeda maka penempatan masing-masing benih harus mudah terkontrol dengan baik. Adanya ragam karakteristik tanaman akan beragam pula teknis didalam pengurusannya. Serangan hama maupun penyakit pada masing-masing tanaman sangat berbeda sehingga penanganannya pun harus berbeda. Untuk mempercepat perbanyakan (multiplikasi), tidak semua tanaman diambil dari bijinya. Banyak juga tanaman buah-buahan yang teknis perbanyakannya menggunakan metoda stek, okulasi dan cangkok. Pembibitan tanaman hutan dan buah tahunan pada rumah semai diperlukan untuk menjaga kualitas tanaman. Karena pengelolaan rumah semai menerapkan teknik pembibitan yang tepat dan penggunaan materi dengan kualitas genetik yang baik, maka akan membangun hutan dengan aneka ragam tanaman yang memiliki kualitas bibit bergenetik baik. Kondisi ini akan menghasilkan tegakan tanaman yang baik pula, dengan hasil produksi yang tinggi. (International Centre for Research in Agroforestry.2002 : pengelolaan benih pohon).
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
27
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
3.2 PERSIAPAN PERSEMAIAN ROTAN DAN MPTS a. Pembuatan media tanam Kegiatan rumah semai dianggap sukses apabila menghasilkan bibit berkualitas. Untuk mendapatkan bibit berkualitas, perlu adanya media tanam dengan komposisi unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dan tersedia sejak penyapihan hingga bibit siap untuk ditanam di lahan terbuka (open field). Media persemaian terbagi dua, yaitu media semai perkecambahan dan media semai penyapihan. Untuk media semai perkecambahan, bisa menggunakan media pasir dan tanah dengan perbandingan 3 tanah dan 1 pasir. Media bisa juga menggunakan tanah dan serbuk gergaji dengan komposisi 3 tanah dan 1 serbuk gergaji. atau Komposisi tanah dan pupuk kandang pun bisa digunakan dengan perbandingan 3 3 tanah dan 1 pupuk kandang. (Kusdi dan Imam Muslimin Balai Penelitian Kehutanan Palembang.2008. Perkecambahan benih rotan). Media persemaian berikutnya merupakan media semai sapih yang terdiri atas campuran tanah dan bahan-bahan organik yang memiliki kandungan hara yang tinggi. Selain itu ketersediaan air dalam media tanam juga harus mencukupi sesuai tingkat kelembaban yang relatif lebih tinggi dari areal tanam biasa. Berikut cara pembuatan media semai : (i) Media untuk masa perkecambahan rotan : • Aduk pasir dan tanah dengan perbandingan 2 pasir 1 tanah. • Media yang sudah dicampur lalu disterilisasi dengan cara dipanaskan menggunakan drum perebusan hingga 80 derajat celcius atau bisa juga dengan menggunakan bahan kimia seperti klorin atau sejenisnya. (ii) Media untuk penyapihan rotan dan tanaman lainnya : 28
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
• Campurkan bagian tanah dan pupuk organik atau pupuk kompos yang sudah matang dengan perbandingan 2 bagian tanah dan 1 bagian pupuk organik atau kompos. • Setelah di campur baru kemudian dimasukkan kedalam polybag, atau pada bedengan yang sudah disiapkan. • Lakukan penyiraman hingga lembab sebelum benih dipindahkan atau ditanam pada media yang telah disiapkan. • Lakukan sterilisasi lingkungan rumah semai, dengan menggunakan kimia ramah lingkungan untuk mengusir atau membunuh inang pembawa hama yang akan menggangu tanaman pada saat penyesuaian tumbuh di rumah semai.
Gambar pengolahan pupuk/kompos dengan tanah untuk media semai
1) Wadah persemaian (i) Bambu tau polybag Potongan bambu merupakan pengganti kantong plastik polybag yang selama ini dipergunakan banyak orang untuk menanam tumbuhan terutama untuk pembibitan dalam skala besar maupun kecil. Bambu merupakan tanaman yang mempunyai rongga sangat besar sehingga sangat mudah digunakan sebagai kantong semai, tinggal dipotong-potong dengan ukuran sesuai kebutuhan, selain potongan bambu sebagai pengganti kantong plastik polybag bisa juga dengan menggunakan wadah dari rockwool dan potray yang terbuat dari tanah. P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
29
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
(ii). Bedengan (seedbed) Selain menggunakan kantong semai dari potongan bamboo atau wadah lainnya, media penanaman benih di rumah semai bisa juga menggunakan bedengan (seedbed) dengan ukuran 5 x 120 atau 10 x 120 disesuaikan dengan lahan yang tersedia, bedengan ditaburi pupuk yang sudah dicampur sesuai dengan komposisinya, selanjutnya pupuk ditimbun tanah secara merata guna menghindari penguapan unsur hara akibat panas, setelah ditutup tanah selanjutnya bedengan ditutup daun-daun yang tidak mudah busuk seperti daun ilalang dan daun kelapa atau yang sejenisnya, agar gulma tidak mudah tumbuh. 2) Media tanam (tanah dan pupuk) Tanah yang digunakan untuk media tanam persemaian diambil dari bagian atas tanah (top soil) dengan kedalaman 20 sampai 30 cm. selanjutnya tanah dicampur dengan pupuk
Contoh bedengan (seedbed) 30
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
organik (kotoran ayam, kambing, sapi) atau kompos hasil permentasi yang sudah matang dengan komposisi 2 untuk tanah 1 untuk pupuk organik atau kompos. Selain dari unsur tanah dan pupuk, media untuk persemaian bibit bisa juga menggunakan arang sekam atau cocopeat yang dicampur dengan pupuk kandang/kompos yang sudah matang dengan komposisi 1 arang sekam, 2 cocopeat dan 2 pupuk kandang/kompos. Selain pupuk dasar dari pupuk kandang atau kompos, diberikan pula pupuk tambahan berupa pupuk kimia nitrogen dengan dosis sebanyak 10 sampai 20 gram per kantong semai (wiyono and santos JR.2004. Hal.24. Rattan Plantation Establishment and Management) (i) Penanaman benih dari biji Biji disemaikan pada bedengan yang sudah disiapkan dengan ukuran bedengan 5 X 120 atau l0 X 120 cm disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Jarak antara bedengan 60-70 cm. Terdapat dua jenis bedengan yang harus disiapkan, yaitu : Bedengan untuk tempat aklimatisasi biji rotan hingga keluar kecambah sampai siap dipindah ke kantong semai dan bedengan yang disiapkan untuk pemindahan benih dari aklimatisasi ke pengembangan pertumbuhan. Dalam masa aklimatisasi, biji rotan yang relatif besar ukuranya, disimpan di atas bedengan berbentuk barisan dengan jarak antarbaris 4 cm dan jarak antarbiji dalam barisan 2 cm. Untuk biji rotan yang ukurannya kecil cukup dengan menaburkannya di atas bedengan secara acak. Penyapihan atau penanaman dilakukan setelah kecambah biji rotan sudah mencapai 2 hingga 3,5 cm, atau setelah berumur 2,5 sampai 3 bulan dan sudah memiliki 2 (dua) helai daun pertama. Penanaman pada kantong semai dapat mempermudah pemindahan ketika tanaman sudah tumbuh besar dimana kita tinggal mengatur jarak tanam dengan cara menggeserkannya. Sementara pemindahan benih pada bedengan akan lambat dalam pengerjaannya karena jarak tanam pada bedengan ukurannya harus sesuai dengan perkembangan pertumbuhan tanaman. (Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang,2016). P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
31
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
(ii) Penanaman benih dari anakan Anakan rotan yang sudah diambil selanjutnya disiram terlebih dahulu sebelum dimasukan ke dalam kantong semai yang sudah diisi tanah bercampur pupuk kandang/kompos. Pupuk kompos pun harus dalam keadaan lembab, sebagian daunnya di potong dengan menggunakan gunting untuk menjaga penguapan daun tidak terlalu besar. Kantong semai yang sudah diisi bibit anakan rotan selanjutnya disimpan dalam bedengan/ tempat yang sudah disiapkan, lakukan penyiraman 1-2 kali sehari hingga tanaman siap disebar di lapangan (open field) pada usia 2-4 bulan masa pemeliharaan di rumah semai. Persemaian harus terlindung dari sinar matahari langsung sehingga persemaian butuh naungan. Naungan persemaian dapat menggunakan daun ilalang, daun kelapa atau lainnya dengan fungsi yang sama. b. Pemeliharaan semaian rotan serta MPTS 1) Pemupukan Pertumbuhan tanaman pada rumah semai yang menggunakan kantong semai maupun bedengan (seedbed) akan dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman. Untuk menjaga ketersediaan unsur-unsur tersebut perlu dilakukan pemberian pupuk susulan yang berimbang NPK 14-14-14 dengan cara dikocor atau ditabur yang diberikan setiap 6 bulan sekali dengan dosis 10 gram per pohon. (Ahmad J.H.A, Mabong DH and Aroyo C.2004. Hal.23. Rattan Plantation Establishment and Management). 2) Pengairan Pengairan atau penyiraman yang diberikan pada tanaman yang berasal dari biji maupun
32
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
dari anakan pada dasarnya tidak ada perbedaan. Air yang digunakan harus air bersih tidak banyak mengandung garam atau kimia lain serta bakteri yang bisa menyebabkan tanaman dalam persemaian mati. Penyiraman bisa dilakukan dengan sistim irigasi tetes, di kocor atau dengan menggunakan springkle agar air bisa tersebar secara merata. 3) Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit pada persemaian rotan maupun aneka ragam tanaman lainnya dalam satu rumah semai membutuhkan ketelitian dan pengamatan yang apik. Dengan adanya aneka ragam tanaman dalam satu rumah semai akan mendatangkan beragam serangan hama maupun penyakit. setiap tanaman pun mempunyai spesifikasi serangan hama maupun penyakit. Pada umumnya hama yang menyerang permukaan tanaman berdaun muda adalah ulat, belalang, kera dan bajing yang suka memakan pucuk/umbul daun muda. Terdapat juga serangga berbentuk kutu daun sebagai inang pembawa virus yang mengakibatkan pohon menjadi kerdil. Selain dari permukaan terdapat juga serangan hama dari bawah tanah yang menyerang akar serta batang bawah berupa uret(exopholis hypoleuca) dan sejenisnya. Disamping serangan hama, ada juga penyakit yang menyerang tanaman muda berupa jamur (Pestalosia sp.) yang dapat mengakibatkan pembusukan pada daun dan,pangkal batang. (Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang,2016.hal.10). Guna mempermudah pengendalian dan penanganannya, perlu dilakukan langkah preventif (tindakan pencegahan terhadap berbagai hal yang akan mengancam tanaman), yakni dengan teknik memasang perangkap untuk mengetahui jenis hama apa saja yang datang ke rumah semai sehingga akan mempermudah tindakan berikutnya. P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
33
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
Setelah diketahui jenis OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang masuk ke rumah semai maka tindakan pertama adalah pengusiran OPT secara biologis (musuh alami). Menggunakan tindakan ini, keseimbangan lingkungan (sistim mata rantai) pun dapat terjaga Selain tindakan di atas, pengusiran juga bisa menggunakan obat dari alam (pestisida organik). Jenis OPT yang umum menyerang pada biji rotan adalah kumbang bubuk (dinoderus minotus) yang akan muncul apabila biji rotan disimpan lama. Hama yang menyerang anakan rotan berupa ulat grayak (spodoptera litura) yang akan memakan daun. sedangkan uret (exopholis hypoleuca) adalah hama penggorok akar dan batang. Pengendalian awal untuk menjaga serangan uret (exopholis hypoleuca) dapat menggunakan furadan dengan dosis 20 – 50 gram per kantong semai (wiyono and santos JR.2004. Hal.25. Rattan Plantation Establishment and Management) Gambar Organisme Penggangu Tanaman (OPT)
Kumbang bubuk/coleoptera (wikipedia/ensiklopedia bebas)
34
P A N D U A N
Uret/exopholis hypoleuca (wikipedia/ensiklopedia bebas)
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
Ulat Grayak/ spodoptera litura (wikipedia/ ensiklopedia bebas)
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
4) Penyiangan gulma (biji dan anakan) Pada umumnya gulma merupakan tanaman yang tumbuh alami di sekitar tanaman utama yang dipandang akan menggangu pertumbuhan tanaman utamanya, pada tumbuhan induk yang dipelihara di rumah semai. Gulma akan sangat mudah ditanggulangi sebab dari awal kemungkinan munculnya gulma sudah diperhitungkan. Upaya awal penanggulangan gulma melalui cara berikut: 1. Bedengan untuk penyimpanan kantong semai sebelum ditempati perlu diberi penutup dengan menggunakan dedaunan yang tidak mudah busuk ilalang,padi,daun kelapa dan sejenisnya. 2. Jika menggunakan kimiawi bedengan sebelum ditutup oleh plastik mulsa atau lainnya terlebih dulu dilakukan penyemprotan herbisida pratumbuh pada bedengan yang dipersiapkan. 3. Persemaian rotan dan tanaman keras lainnya membutuhkan waktu cukup lama sampai siap untuk ditanam, sehingga pada suatu saat gulma tetap akan tumbuh. jika itu terjadi maka penanganan pembersihan gulma cukup dengan cara mencabutnya secara berkala atau situasional (apabila pertumbuhan gulma muncul). c. Pindah Tanam 1) Pindah tanam dari biji. Penyapihan dilakukan dari bedeng semai kecambah ke kantong semai atau ke bedengan. Penyapihan dilakukan setelah kecambah berukuran 0,5-1,5 cm, atau bila sudah berumur 2,5-3 bulan dan telah berdaun pertama sebanyak 2 (dua) helai. Setelah tanaman berusia 1-5 tahun atau sudah berdaun sebanyak 5-7 helai, tanaman sudah siap dipindahtanamkan ke lahan terbuka (open field). (Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang,2016.hal 9). P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
35
BAB 3 M A N A J E M E N P E M B I B I TA N
2) Pindah tanam dari anakan. Diambil dari anakan yang sudah tumbuh berukuran tinggi 20-30 cm, dengan cara mencungkilnya kemudian dilakukan pemotongan sebagian daunnya guna menghindari penguapan daun yang lebih besar. Pada saat melakukan pengambilan anakan usahakan agar tanahnya tetap menempel pada akar guna menjaga akar agar selalu basah. Bibit anakan rotan bisa dipindah tanamkan dari rumah semai ke lapangan setelah berumur 3 bulan atau setelah tumbuh akar baru. (Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan,Palembang,2016.hal.10). ***
36
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB BAB 4
4
MANAJEMEN RUMAH SEMAI
Manajemen Rumah Semai (Rotan dan MPTS)
4.1 ORGANISASI DAN KEBUTUHAN SDM
Pengorganisasian rumah semai terdiri dari : 1. Kepala (pimpinan/koordinator/manajer/penanggungjawab) 2. Administrasi 3. Penanggungjawab bidang : a. Composting b. Pengairan c. Proteksi tanaman d. Teknisi
4.2 PEMBAGIAN DAN RENCANA KERJA 1. Penanggungjawab rumah semai Bertugas mengatur dan mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan yang terjadi dirumah semai dengan membuat perencanaan tertulis serta membuat laporan kegiatan rumah semai secara berkala (mingguan,bulanan,tahunan). 2. Penanggungjawab composting a. Bertugas mengadakan pupuk organik atau kompos matang hingga siap pakai. b. Melakukan pencampuran (mixing) media tanam antara tanah dan pupuk/ kompos. P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
37
BAB 4 MANAJEMEN RUMAH SEMAI
c. Memasukan media tanam pada kantong plastik polybag dan menyimpannya pada tempat yang disiapkan di rumah semai. 3. Penanggungjawab pengairan a. Membuat tandon air agar kebutuhan pengairan dirumah semai terpenuhi setiap saat b. Membuat sistim irigasi pengairan rumah semai agar efektif dan efisien dalam penggunaan penyiraman c. Membuat rancang bangun instalasi pengairan rumah semai agar air bisa tepat guna dan tepat sasaran d. Melakukan penyiraman bibit sesuai jadual atau sesuai kebutuhan 4. Penanggungjawab proteksi tanaman a. Melakukan proteksi terhadap gulma dengan melaksanakan penyemprotan herbisida pratumbuh disekitar rumah semai, yang selanjutnya memasang plastik mulsa atau dedaunan tidak mudah busuk pada tempat persemaian/ bedengan b. Melakukan sterilisasi media tanam dirumah semai dari OPT yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman c. Melakukan seleksi terhadap bakal benih yang akan dimasukan ke rumah semai, benih yang akan dikembangkan dirumah semai sesuai dengan kriteria yang telah disampaikan pada tulisan dihalaman sebelumnya d. Melakukan penyapihan atau pemindahan bibit yang berasal dari biji maupun dari anakan (untuk rotan) e. Melakukan penanaman atau perbanyakan (multiplayer) dari berbagai jenis tanaman yang akan dikembangkan (untuk MPTS) f. Melakukan pengamatan dari serangan hama dan penyakit dirumah semai secara berkala
38
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 4 MANAJEMEN RUMAH SEMAI
g. Membuat laporan kondisi/perkembangan tanaman yang ada dirumah semai secara berkala (mingguan,bulanan,tahunan) h. Membuat catatan (record data) penanganan dan penggunaan obat kimia maupun organik dalam penanggulangan hama dan penyakit 5. Teknisi a. Mempersiapkan mesin dan alat sesuai dengan kebutuhan rumah semai (spesifikasi) b. Setup mesin dan peralatan c. Melakukan control mesin dan peralatan secara berkala (harian,mingguan,bulanan) d. Memperbaiki mesin dan alat apabila terjadi kerusakan e. Membuat laporan berkala penggunaan dan penanganan permasalahan (harian,mingguan,bulanan) 4.3 PENGELOLAAN ALAT DAN BAHAN (PENGGUNAAN DAN PERAWATAN) 1. Membukukan satuan jumlah alat dalam buku inventaris 2. Membukukan keluar masuk bahan yang digunakan 3. Melakukan kalibrasi alat secara periodik D. PENCATATAN (FORM DAN DOKUMEN PENCATATAN) Pencatatan atau form-form yang harus tersedia dalam kegiatan rumah semai adalah : 1. Buku tamu 2. Buku daftar inventaris 3. Buku stock keluar masuk barang 4. Buku daftar hadir pelaksana/petugas 5. Buku kegiatan rumah semai
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
39
BAB 4 MANAJEMEN RUMAH SEMAI
6. Format pengamatan hama dan penyakit 7. Format pengendalian hama dan penyakit (pestcontrol) 8. Format pengamatan suhu dan kelembaban 9. Format pengamatan perkembangan tanaman 10. Format penggunaan pupuk dasar dan susulan 11. Format pengendalian dan penanganan gulma 4.4 PENGELOLAAN LIMBAH Limbah yang akan muncul dari kegiatan rumah semai ini, merupakan limbah organik. Limbah organic adalah limbah yang akan mudah mengalami pembusukan atau limbah yang mudah terurai secara biologi, sehingga penanganannya cukup dengan membuat lubang dalam tanah dan memendamnya hingga busuk, jika tidak akan digunakan sebagai pupuk kompos cukup dengan membiarkannya dalam lubang penimbunan dengan sendirinya akan habis dimakan bakteri. Jika limbah organik akan digunakan sebagai pupuk maka tinggal dilakukan proses pembuatan pupuk dengan menambahkanan bahan hijauan lain yang mudah busuk berupa potongan pohon pisang dan rumput-rumputan, guna mempercepat pembusukan bisa juga diberi bakteri pengurai dengan cara menyiramkannya dan menutup bagian atas dengan plastik atau daunan yang tidak mudah busuk.***
40
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB BAB 5 MENGHITUNG
5
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
Menghitung Variabel Biaya Kegiatan Rumah Semai Rotan dan MPTS
U
ntuk menentukan jumlah biaya dan harga jual bibit siap tanam, dibutuhkan perhitungan variabel kebutuhan biaya pada setiap item kegiatan. Dengan mengetahui biaya pada setiap item kegiatan pengelolaan rumah semai tersebut, diharapkan akan mampu menciptakan tingkat efisiensi biaya dan efektivitas kerja, sehingga hasil/laba dari penjualan bibit dapat memicu semangat pengelola kegiatan. Berikut ini merupakan pendekatan penghitungan variabel biaya kegiatan pengelolaan kegiatan rumah semai :
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
41
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
A. Variabel biaya kegiatan rumah semai Rotan RINCIAN KEGIATAN PELAKSANAAN PERSEMAIAN SEBANYAK 300.000 POHON NO
URAIAN
1
PERSEDIAAN LAHAN :
Sewa lahan
JENIS PEKERJAAN SATUAN
m2 Total Biaya
VOLUME 6.000
Rp
HARGA SATUAN
JUMLAH
KET
0
-
-
2
PERSEDIAAN PERALATAN :
Pembuatan Tungku sekam
Pengelasan
Pcs
2
250.000
500.000 sekam
Drum Plastik
Proteksi
Pcs
2
350.000
700.000 alat proteksi tanaman
Slang spray Stick Spray
Proteksi Proteksi
Roll Pcs
3 2
500.000 75.000
1.500.000 alat proteksi tanaman 150.000 alat proteksi tanaman
Drum toren
Air dan Nutrisi
Pcs
2
2.000.000
Mesin pompa Honda GX 5.5
Proteksi
Pcs
1
3.500.000
Mesin pompa Honda GX 5.5
Penyiraman
Pcs
1
3.500.000
Total biaya
Rp
3
PERSEDIAAN MEDIA SEMAI : Cocopeat
media semai
Pcs
1.300
15.000
Rice Husk/arang sekam
media semai
Pcs
7.000
5.000
Pupuk Kandang
media semai
Truk
30
Pupuk Kimia Nutrisi Total biaya PERSEDIAAN PESTISIDA DAN KIMIA LAINNYA : Furadan Proteksi Uret ZPT (Vitamax) Pengatur tumbuh
Kg
1.500
4
42
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
Rp Pcs Pcs
R A M A H
2.500.000 10.000
30 30
L I N G K U N G A N
25.000 60.000
alat membuat arang
alat penyiraman &
4.000.000 nutrisi
3.500.000 alat proteksi tanaman alat penyiram
3.500.000 tanaman 13.850.000
19.500.000 sabut kelapa
sekam padi yg telah
35.000.000 diolah
75.000.000 Kotoran ayam,dll 15.000.000 Pemupukan awal 144.500.000 750.000 Jika dalam seedbed 1.800.000 menjaga pertumbuhan
BAB 5 MENGHITUNG
NO
GA3 (Progib)
Pupuk Kimia NPK
JENIS PEKERJAAN SATUAN Perangsang Pcs tumbuh Cor/tugal Kg
Fungisida dan Pestisida
URAIAN
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
Total biaya
VOLUME 30
HARGA SATUAN 25.000
1.500
10.000
-
750.000
Rp
5
BENIH :
Rotan
Biji
300.000
100
Anakan
Pohon
300.000
-
Total biaya
Rp
6
PERSEDIAAN PENUNJANG : Cangkul Alkohol Pisau lipat/cutter Gunting stek Plastik raping
Pcs Ml Buah Buah Kg
3 3.000 6 4 15
200.000 150 25.000 50.000 10.000
Polybek
Kg
3.000
25.000
7
RUTINITAS :
Pengelolaan lahan rumah semai
Persiapan media tanam
Pengolahan media tanam
Pemasangan media semai
Penanaman benih biji
Penanaman benih ke kantong semai
Total biaya Pembukaan & olah lahan Pembuatan bedengan Pencampuran Pukan Pengisian kantong semai Penyimpanan biji/ semai Penyapihan benih
P A N D U A N
Rp
JUMLAH
KET
mempercepat 750.000 pertumbuhan 15.000.000 Pupuk susulan
500.000 sesuai serangan 18.800.000 sesuai daerah
30.000.000 pertumbuhan
30.000.000 600.000 membajak dll 450.000 sterilisasi alat 150.000 alat multiplikasi 200.000 alat multiplikasi 150.000 alat multiplikasi 75.000.000 kantong semai 76.550.000 bangunan rumah
Meter
6.000
1.000
HOK
15
65.000
HOK
60
65.000
3.900.000 media semai
HOK
200
65.000
13.000.000 media semai
HOK
30
65.000
HOK
200
65.000
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
6.000.000 semai
975.000 dalam rumah semai
1.950.000 bedengan semai benih 13.000.000 penyapihan/anakan
R A M A H
L I N G K U N G A N
43
BAB 5 MENGHITUNG
NO
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
HOK
12
HARGA SATUAN 65.000
HOK
6
65.000
HOK Bulan
510 17
Kantong
15.800
1.000
Ltr
1.020
7.000
URAIAN
JENIS PEKERJAAN SATUAN
Pupuk Susulan Cor
Proteksi Tanaman
Penyiraman Karyawan/penanggungjawab
Aplikasi pupuk Penyemprotan semaian menyiram semaian
Upah bawa sarana media
BBM
8
1 unit Total Biaya
9
OVERHEAD
Grand Total biaya
44
Total biaya
RUMAH SEMAI LENGKAP
P A N D U A N
Rp m2
65.000 1.500.000
6.000
50.000
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
VOLUME
14.085.700 Rp
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
JUMLAH
KET
780.000 Nutrisi pelengkap NPK 390.000 Jika ada serangan 33.150.000 25.500.000 operator rumah semai pikul dan bongkar
15.800.000 muat
7.140.000 penyiraman 121.585.000 300.000.000 full set 704.285.000 14.085.700 2 % dari total budget 719.370.700
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
B. Variabel biaya kegiatan rumah semai MPTS RINCIAN KEGIATAN PELAKSANAAN PERSEMAIAN SEBANYAK 200.000 POHON NO
URAIAN
1
PERSEDIAAN LAHAN :
Sewa lahan
JENIS PEKERJAAN SATUAN
m2 Total Biaya
VOLUME
HARGA SATUAN
4.000
Rp
JUMLAH
KET
0
-
-
2
PERSEDIAAN PERALATAN :
Pembuatan Tungku sekam
Pengelasan
Pcs
1
250.000
250.000 sekam
Drum Plastik
Proteksi
Pcs
1
350.000
350.000 alat proteksi tanaman
Slang spray Stick Spray
Proteksi Proteksi
Roll Pcs
1 1
500.000 75.000
1500.000 alat proteksi tanaman 75.000 alat proteksi tanaman
Drum toren
Air dan Nutrisi
Pcs
1
2.000.000
Mesin pompa Honda GX 5.5
Proteksi
Pcs
1
3.500.000
Mesin pompa Honda GX 5.5
Penyiraman
Pcs
1
3.500.000
Total biaya
Rp
3
media semai
Pcs
1.000
15.000
Rice Husk/arang sekam
media semai
Pcs
5.000
5.000
Pupuk Kandang
media semai
Truk
20
Pupuk Kimia Nutrisi Total biaya PERSEDIAAN PESTISIDA DAN KIMIA LAINNYA : Furadan Proteksi Uret ZPT (Vitamax) Pengatur tumbuh Perangsang GA3 (Progib) tumbuh
Kg
1.000
4
P A N D U A N
alat penyiraman &
2.000.000 nutrisi
3.500.000 alat proteksi tanaman alat penyiram
3.500.000 tanaman 10.175.000
PERSEDIAAN MEDIA SEMAI : Cocopeat
alat membuat arang
sekam padi yg telah
25.000.000 diolah
2.500.000
50.000.000 Kotoran ayam,dll
10.000
Rp
Pcs Pcs
20 20
25.000 60.000
Pcs
20
25.000
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
15.000.000 sabut kelapa
D A N
10.000.000 Pemupukan awal 100.000.000
M P T S
500.000 Jika dalam seedbed 1.200.000 menjaga pertumbuhan mempercepat
500.000 pertumbuhan R A M A H
L I N G K U N G A N
45
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
NO
URAIAN
JENIS PEKERJAAN SATUAN
Pupuk Kimia NPK
Cor/tugal
Fungisida dan Pestisida
Kg
VOLUME 1.000 -
Total biaya
Rp
HARGA SATUAN 10.000 500.000
JUMLAH
KET
10.000.000 Pupuk susulan 500.000 sesuai serangan 18.800.000
5
BENIH :
Sukun
pohon
100.000
Durian
Pohon
100.000
6
Total biaya PERSEDIAAN PENUNJANG : Cangkul Alkohol Pisau lipat/cutter Gunting stek
Pcs Ml Buah Buah
2 2.000 5 3
200.000 150 25.000 50.000
400.000 membajak dll 300.000 sterilisasi alat 125.000 alat multiplikasi 150.000 alat multiplikasi
Plastik raping
Kg
10
10.000
100.000 alat multiplikasi
Polybek
Kg
1.500
25.000
7
RUTINITAS :
Pengelolaan lahan rumah semai
Persiapan media tanam
Pengolahan media tanam
Pemasangan media semai
Penanaman benih biji
Penanaman benih ke kantong semai
46
P A N D U A N
Pembukaan & olah lahan Pembuatan bedengan Pencampuran Pukan Pengisian kantong semai Penyimpanan biji/ semai Penyapihan benih
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
sesuai daerah
500.000.000 pertumbuhan
15.000 1.500.000.000 2.000.000.000
Rp
Total biaya
5.000
Rp
37.500.000 kantong semai 38.575.000 bangunan rumah
Meter
4.000
1.000
HOK
10
65.000
HOK
40
65.000
2.600.000 media semai
HOK
120
65.000
7.800.000 media semai
HOK
20
65.000
1.300.000 bedengan semai benih
HOK
120
65.000
7.800.000 penyapihan/anakan
R A M A H
L I N G K U N G A N
4.000.000 semai
650.000 dalam rumah semai
BAB 5 MENGHITUNG
NO
HOK
8
HARGA SATUAN 65.000
HOK
6
65.000
HOK Bulan
180 6
Kantong
10.020
1.000
Ltr
360
7.000
URAIAN
JENIS PEKERJAAN SATUAN
Pupuk Susulan Cor
Proteksi Tanaman
Penyiraman Karyawan/penanggungjawab
Aplikasi pupuk Penyemprotan semaian menyiram semaian
Upah bawa sarana media
BBM
8
Total biaya
RUMAH SEMAI LENGKAP 1 unit
9
OVERHEAD
Grand Total biaya
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
VOLUME
65.000 1.500.000
Rp m2
4.000
50.000
KET
520.000 Nutrisi pelengkap NPK 390.000 Jika ada serangan 11.700.000 9.000.000 operator rumah semai pikul dan bongkar
10.020.000 muat
2.520.000 penyiraman 58.300.000 200.000.000 full set
2.419.250.000
Total Biaya
JUMLAH
48.385.000
48.385.000 2 % dari total budget
1.468.135.000
Rp
C. Menghitung Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) merupakan ukuran yang sering dipakai dalam menilai sukses tidaknya suatu manajemen perusahaan. Ciri BEP adalah tercapainya target penjualan, dimana laba diperoleh secara maksimal. Untuk mencapai penilaian tersebut, di pengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : biaya produksi, harga jual, dan volume penjualan. Biaya akan menentukan harga jual, harga jual akan mempengaruhi volume penjualan, volume penjualan akan mempengaruhi volume produksi, dan volume produksi akan mempengaruhi biaya. Tujuan dari sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang maksimal agar kelangsungan hidup perusahaan terus berjalan dari waktu ke waktu. Manajemen yang P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
47
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
baik dan efisien adalah manajemen yang dapat mengelola dan mengambil keputusan yang berguna bagi kelangsungan hidup perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Salah satu fungsi manajemen adalah sebagai alat dalam membantu perencanaan (planning). Salah satu pendekatan yang digunakan manajemen dalam perencanaan laba adalah analisis titik impas (break even point). Break even point /BEP adalah titik dimana Entity/company/business dalam keadaan belum memperoleh keuntungan, tetapi juga sudah tidak merugi. Break Even point atau BEP dapat diartikan sebagai suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biayabiaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit. Break Even Point/BEP dapat diartikan suatu keadaan di mana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan yang dinilai menggunakan total biaya). Tetapi analisis BEP tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan apakah mencapai titik BEP saja. analisisAnalisis BEP juga mampu memberikan informasi kepada pinjaman perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan. Fungsi Analisis BEP Rumus BEP/analisis break even point (analisis balik modal) digunakan untuk menentukan hal-hal seperti: Jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan
48
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
atau dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut. Mengukur dan menjaga agar penjualan dan tingkat produksi tidak lebih kecil dari BEP. Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok, dan besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi. Analisis terhadap BEP merupakan suatu alat perencanaan penjualan dan sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan mengetahui batas minimal produksi agar tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus memperoleh keuntungan berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP-nya (Prawirasentono : 1997). AnalisisAnalisis break even point adalah suatu teknik analisisanalisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. AnalisisAnalisis tersebut mempelajari hubungan antara biaya-keuntunganbiaya kegiatan, maka analisisanalisis tersebut sering pula disebut “Cost-Profit-volume analysis”(C.P.V.analysis). Dalam perencanaan keuntungan, analisisanalisis BEP merupakan “profit planning approach” yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (Cost) dan penghasilan penjualan (revenue). Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break even dalam perusahaan tersebut. Masalah break even baru muncul apabila suatu perusahaan disamping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi. Dalam mengadakan analisis break even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut: a. Biaya di dalam perusahaan dapat dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap.
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
49
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proposional dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama. c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan. d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisis. e. Perusahaan hanya memprodusir satu macam produk. Apabila diproduksi lebih dari satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk atau’sales mix’ nya adalah tetap konsisten. Di bawah ini rumus BEP yang dapat digunakan dalam analisis Break Even Point : Menghitung break even point yang harus diketahui adalah jumlah total biaya tetap, biaya variabel per unit atau total variabel, hasil penjualan total atau harga jual per unit. Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: 1. Break even point dalam unit. Keterangan : BEP FC VC P S
50
P A N D U A N
: Break Even Point : Fixed Cost : Variabel Cost : Price per unit : Sales Volume
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
Contoh Perincian biaya untuk menentukan harga jual per pohon pada rotan adalah : Populasi benih sebanyak : Harga jual :
300.000,- pohon Rp 2.500,00
1. Fixed Cost Biaya pegawai dan ongkos lain Over head
Rp Rp
Total FC...........Rp 2. Variable Cost Biaya bahan baku Biaya bahan baku penunjang
31.500.000,00 14.110.700,00 45.610.700,00
Rp Rp
283.550.000,00 76.550.000,00
Total VC ........ Rp
360.185.000,00
VC/unit ( VC: Populasi) = 1.201 Penjualan ( Populasi x 2.500 ...............................Rp 750.000.000,00 FC ........................................................................... Rp 45.610.700,00 VC ........................................................................... Rp 360.185.000,00 Total biaya ( FC + VC) .............................................Rp 405.795.700,00 Profit (total penjualan – total biaya) ..................Rp 344.204.300,00
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
51
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
BEP = Fixed cost/biaya tetap : Harga penjualan – Variabel per unit Rp. 45.610.700 : 2.500 – 1.201 = 18.253 Perincian biaya untuk menentukan harga jual per pohon pada MPTS adalah : 1.Populasi benih sebanyak = Harga jual
200.000,- pohon Rp 15.000,00
2. Fixed Cost Biaya pegawai dan ongkos lain Rp Over head Rp Total FC .........Rp 3. Variable Cost Biaya bahan baku Rp Biaya bahan baku penunjang Rp
2.183.575.000,00 13.000.000,00
Total VC ......... Rp
2.196.575.000,00
13.000.000,00 48.395.000,00 61.395.000,00
VC/unit ( VC: Populasi) = 10.983 Penjualan ( Populasi x 15.000 ) ......................Rp
3.000.000.000,00
FC .............................................Rp 61.395.000,00 VC .............................................Rp 2.196.575.000,00 Total biaya ( FC + VC) .........................................Rp 2.257.970.000,00
52
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
Profit (total penjualan – total biaya) ..............Rp 742.030.000,00 BEP = Fixed Cost/biaya tetap : Harga penjualan – Variabel per unit Rp. 61.395.000 : 15.000 – 10.983 = 4.096 *Disadur dari buku : Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan oleh Drs. Bambang Riyanto dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Diterbitkan oleh : Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada Yogyakarta 1981. Bab 21 Halaman 291-297. Tulisan tersebut disadur sebagai bahan bacaan.
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
53
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
DA F TA R PUS TA KA Panduan Rotan & Laporan Pelatihan Furniture Rotan . 2015.Kelompok Tani Hutan Bulian Alam Mulia Desa Pangkalan Bulian MUBA Palembang .Diakses 20 september 2016 Adinugraha, Hamdan Adma. Teknik Pembibitan Tanaman Hutan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. 2003.Yogyakarta. Mulawarman; Roshetko, JM; Sasongko,SM ; Irianto, D. Pengelolaan Benih Pohon, sumber benih, pengumpulan dan penanganan benih: pedoman lapang untuk petugas lapang dan petani. 2002. Bogor: International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan Winrock International. Hal.46. Direktorat jendral Perkebunan, Kementrian Pertanian. Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Maret 2015. Diakses 25 september 2016 Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Petunjuk teknis pembibitan rotan Nomor : 77/Kpts/V/1997 tanggal 28 Juli 1997. Diakses 25 september 2016. Balai Litbang LHK Palembang (Environment Forestry Research and Development Institute of Palembang) : Teknik Pembibitan Rotan 2016. Diakses 5 oktober 2016 Seputar Pertanian edisi artikel Perkebunan Judul Rotan. Tip Menanam Rotan dan Peluang Budidaya Rotan. Diakses pada tanggal 20 september 2016. Armando: Pallion, M.; Gregorio, F.; Santos, JR; Baja Lapis,Aida.Rattan Plantation Establisment and Management.
54
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
BAB 5 MENGHITUNG
VA R I A B E L B I AYA K E G I ATA N R U M A H S E M A I R O TA N D A N M P T S
Kusdi dan Muslimin, Imam. Perkecambahan benih rotan. .2008. Palembang: Balai Penelitian Kehutanan. Puspitojati, Triyono; Rachman, Encep; Ginoga, Kirsfianti L. 2014. Hutan Tanaman Pangan Realitas, Konsep & Pengembanga.n Kementrian Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Jakarta: Kanisius Nurhayati. 2010. Manajemen Proyek. Yogyakarta: Graha Ilmu, halaman 3-4. P Siagian, Sondang. Organisasi, kepemimpinan dan prilaku organisasi. halaman 108-135. Thoha, Miftah. Prilaku individu dalam organisasi. halaman 33-71. Riyanto, Bambang, Drs.. 1981. Pembelanjaan Perusahaan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada.
P A N D U A N
P E M B I B I T A N ( N U R S E R Y ) R O T A N
D A N
M P T S
R A M A H
L I N G K U N G A N
55
BAB 6 PENDAHULUAN
Panduan Budidaya Tanaman Rotan Penulis : Hanifah Nuraeni Suteja 56
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
D A F T A RB AI BS I6 PENDAHULUAN
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
PENDAHULUAN 6.1. Sejarah tentang rotan 6.2 Karakteristik dan syarat tumbuh rotan
61 63
PERSIAPAN LAHAN 7.1 Pemilihan dan penentuan lahan 7.2 Pengolahan lahan
66 68
PROSES PENANAMAN 8.1 Pemilihan bibit yang baik 8.2 Pembibitan rotan a. Perkecambahan b. Penyapihan c. Pembibitan 8.3 Pengaturan jarak tanam 8.4 Pembuatan lubang tanam 8.5 Pengisian pupuk dasar 8.6 Penanaman bibit
70 70 70 71 72 73 73 74 75
PEMELIHARAAN TANAMAN 9.1 Pemupukan 9.2 Penyiraman 9.3 Penyulaman/penanaman kembali 9.4 Pengendalian hama dan penyakit 9.5 Penyiangan 9.6 Perlindungan terhadap kebakaran
78 79 79 80 81 81
BAB 10 ANALISA BIAYA USAHA BUDIDAYA ROTAN PER HEKTAR
83
Daftar Pustaka
85
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
57
B AB
6
BAB 6
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Buku Panduan Budidaya Tanaman Rotan ini merupakan petunjuk untuk melaksanakan praktik budidaya rotan yang baik bagi para petani rotan. Materi yang tertuang dalam buku panduan ini merupakan rincian budidaya rotan mulai dari pemilihan lahan, kegiatan budidaya (mulai dari penyiapan bibit sampai tanam), dan kegiatan pemeliharaan yang dapat membantu menentukan keberhasilan usaha budidaya rotan. Buku ini disusun dalam rangka meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan secara berkelanjutan dan meningkatkan pembinaan budidaya rotan di kalangan petani, dengan harapan dapat menambah wawasan dan dijadikan acuan khususnya bagi para pengurus dan pendamping kelompok tani dan umumnya bagi petani. Kami menyadari bahwa dalam buku panduan ini akan dijumpai adanya kekurangankekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya masukan dari semua pihak untuk penyempurnaan buku panduan ini. Semoga buku panduan ini bermanfaat untuk mendukung kegiatan petani dalam melaksanakan usaha budidaya rotan, sehingga diperoleh hasil yang lebih berkualitas dan menguntungkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
58
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 6 PENDAHULUAN
I
ndonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumber daya alam terutama hasil hutan yang tersebar hampir di seluruh wilayah terutama di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Papua. Hutan Indonesia memiliki potensi hasil hutan bukan kayu yang cukup tinggi. Namun hasil hutan bukan kayu (HHBK) masih kurang optimal pemanfaatannnya karena selama ini hutan cenderung terorientasi pada hasil hutan kayu. Walaupun demikian, HHBK merupakan salah satu sumberdaya hutan yang memiliki keunggulan selain karena paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. Hal tersebut telah terbukti dengan adanya dampak terhadap peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan (Sumadiwangsa dan Setyawan, 2001). Beberapa jenis HHBK yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu minyak atsiri, resin, tannin, getah, tanaman obat, tanaman hias, bambu, dan rotan. Saat ini rotan dan bambu merupakan jenis HHBK yang memiliki prospek cukup tinggi untuk dikembangkan. Secara khusus rotan juga dikenal sebagai primadona HHBK asal Indonesia yang mampu memberikan dampak pada peningkatan devisa negara (Januminro, 2000). Diperkirakan 80% bahan baku rotan di dunia dipenuhi dari Indonesia, sisanya dipenuhi dari negara lain seperti Filipina, Vietnam, dan negara-negara Asia lainnya. Rotan biasa digunakan sebagai bahan baku barang-barang terutama furnitur untuk pasar nasional dan internasional. Rotan umumnya ringan, tahan lama, dan fleksibel. Fleksibilitas dan batang rotan yang panjang dan kuat menjadikannya sebagai bahan pengikat utama. Rotan dapat dianyam menjadi berbagai barang dengan ukuran dan bentuk yang berbeda, mulai dari alas tidur, keranjang, bahkan kursi (Meijaard et al., 2014). Perkembangan industri rotan yang semakin meningkat secara langsung maupun tidak langsung akan membutuhkan banyak bahan baku. Dengan demikian diperkirakan pengambilan rotan di hutan-hutan akan meningkat. Maka dari itu, usaha pembudidayaan rotan sangat diperlukan sebagai upaya untuk memenuhi bahan baku industri rotan dan
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
59
BAB 6 PENDAHULUAN
peningkatan ekspor non migas. Untuk memperoleh rotan berkualitas tinggi diperlukan proses budidaya dengan faktor produksi yang cukup serta penanganan pasca panen yang tepat dan benar. Pembudidayaan rotan di Indonesia merupakan rangkaian pemanfaatan hasil hutan non kayu yang cukup lama, karena usaha untuk melakukan pembudidayaan telah dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan yang tinggal di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan daerah lainya. Kebun rotan yang pertama kali yang ditanam dan tercatat sebagai pionir dalam kegiatan pembudidayaan rotan di Indonesia, terletak dan berada di wilayah sekitar desa Mengkatip dekat kota Buntok, dan daerah sekitar Desa Dadahup, Kapuas, keduanya berada di Provinsi Kalimantan Tengah. Kegiatan pembudidayaannya telah dilakukan berkisar tahun 1850. Kegiatan pembudidayaan rotan yang pertama dilakukan dan umum dilakukan pada saat pertama kali kegiatan di mulai adalah dengan melakukan penanaman anakan rotan yang diambil dari alam, yang penanamannya dilakukan pada sela-sela pohon hutan (Sari dan Nyimas, 2016). Budidaya rotan relatif mudah dan menguntungkan. Budidaya rotan hanya memerlukan perawatan yang sedikit, biasanya di tahun pertama dan kedua setelah tanam. Rotan akan menjalar disela-sela tajuk pohon penegaknya sampai memasuki waktu panen. Dalam budidaya rotan secara tradisional sebenarnya input teknologi maupun aspek-aspek pemeliharaan masih ala kadarnya. Umumnya kebun rotan tidak dirawat secara periodik. Berbeda dengan merawat tanaman padi atau sayur-sayuran. Bentuk perawatan yang dimaksud di kebun rotan lebih kepada kegiatan pemeliharaan batas, salah satunya untuk menjaga dari bahaya api, membersihkan dari rumput, atau pada saat panen. Saat panen adalah saat dimana petani dapat sekaligus merawat kebun rotannya. Oleh karena itu waktu pemeliharaan tidaklah terurut secara rapi. Apalagi tanaman rotan adalah tanaman jangka panjang. Panen rotan budidaya juga lebih mudah dan lebih murah dibanding mengambil rotan dari dalam hutan karena jaraknya yang tidak terlalu jauh di dalam hutan.
60
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 6 PENDAHULUAN
Maksud penulisan buku panduan ini adalah untuk membantu petani rotan dalam proses budidaya tanaman rotan. Proses budidaya rotan merupakan salah satu usaha untuk mengelola hutan secara berkelanjutan dan melestarikan hutan. Tujuan penulisan buku panduan ini adalah untuk: 1. Membantu meningkatkan kapasitas petani rotan dalam proses budidaya rotan. 2. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan petani terkait budidaya rotan. 3. Menjadi acuan dalam budidaya rotan khususnya bagi pengurus dan pendamping kelompok tani dan umumnya bagi petani, supaya ketersediaan rotan di hutan tetap terjaga. Buku panduan budidaya rotan ini diharapkan dapat bermanfaat terutama untuk para pengurus dan pendamping petani rotan secara langsung untuk memperoleh hasil panen yang lebih berkualitas dan menjadi suatu sistem yang berkelanjutan.
6.1 SEJARAH TENTANG ROTAN Rotan dalam struktur dunia tumbuh-tumbuhan termasuk Divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, class Monocotyledonae, Ordo Spacadiciflorae dan Famili/suku Palmae. Sampai saat ini sudah dikenal sebanyak 15 suku yaitu : Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepis, Calospatha, Bejaudia, Cornera, Schizospatha, Eremospatha, Ancitrophylum dan Oncocalamus. Dari jumlah suku yang telah ditemukan tersebut, telah diketahui sebanyak 9 suku dengan jumlah jenisnya, yaitu: Calamus (370 spp/jenis), Daemonorops (115 spp/jenis), Horthalsia (31 spp/jenis), Plectocomia (14 spp/jenis), Ceratolobus (6 spp/jenis), Plectocomiopsis (5 spp/jenis), Myrialepis (2 spp/jenis), Calospatha (2 spp/jenis), dan Bejaudia (1 spp/jenis). Di Indonesia sampai saat ini ditemukan sebanyak 8 jenis, yaitu Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepis, dan Calospatha.
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
61
BAB 6 PENDAHULUAN
Gambar 1. Rotan Batang
Gambar 2. Rotan Lambang
Gambar 3. Rotan Tohiti
Dari 8 suku tersebut total jenisnya di Indonesia mencapai tidak kurang dari 306 jenis penyebarannya di pulau Kalimantan sebanyak 137 jenis, Sumatera sejumlah 91 jenis, Sulawesi menyebar sebanyak 36 jenis, Jawa sejumlah 19 jenis, Irian 48 jenis, Maluku 11 jenis, Timor 1 jenis, dan Sumbawa 1 jenis. Rotan dijumpai tumbuh subur secara alami di kawasan hutan Indonesia di wilayah Lampung, Jambi, Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan, seluruh Kalimantan dan Sulawesi. Khusus di Sulawesi, rotan banyak ditemukan di Kendari, Kolaka, Tawuti, Donggala, Poso, Buol Toli-toli, Gorontalo, Palopo, Buton dan Pegunungan Latimojong (Alrasjid, 1980). Jenis rotan yang paling sering ditemui di Sulawesi adalah jenis rotan yang sangat laku di pangsa pasar, yaitu jenis rotan Batang (Calamus zollingeri / Daemonorops robustus), Lambang (Calamos sp.), Manuk (Calamus sp.), dan Tohiti (Calamus inops Becc). Di samping itu, terdapat pula jenis-jenis rotan lainnya yang dapat ditemukan di hutan alam yaitu rotan Batu (Calamus subinermis), Umbul (Calamus symphysipus Becc), Saloso (Calamus sp.), Leta (Calamus sp.), Jermasin (Calamus leicaulius), dan Tarompu (Calamus sp.). Rotan Batang (Calamus zollingeri Becc) berdasarkan hasil identifikasi di lapangan rotan batang hidup berumpun, tumbuh menjalar permukaan tanah di pinggir sungai dan
62
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 6 PENDAHULUAN
pegunungan. Kemudian memanjat dan melilit pada batang pohon di sekitarnya. Warna batang hijau tua. Pelepah daun berduri tangkai daun pada bagian pelepah daun berduri rapat makin ke atas makin jarang. Pada rotan dewasa batang terbungkus pelepah. Rotan batang bernilai ekonomi tinggi dan digunakan sebagai bahan baku meubeler (Kunut et al., 2014). Rotan Lambang (Calamus ornatus) berdasarkan hasil identifikasi di lapangan rotan lambang hidup berumpun dan dapat ditemukan di pinggir sungai dan pegunungan, permukaan batang licin, terdapat pelepah daun berduri. Warna daun hijau, pada bagian daun terdapat duri pendek berwarna putih kekuningan. Jenis rotan ini kualitasnya kurang bagus dan mengandung kadar air yang tinggi sehingga cepat kusut. Dilihat dari manfaatnya rotan ini bernilai ekonomi rendah akan tetapi masyarakat tetap memungutnya karena rotan ini banyak ditemukan di hutan lindung (Kunut et al., 2014). Rotan Tohiti (Calamus inops) berdasarkan hasil identifikasi di lapangan, rotan tohiti hidup tunggal, dapat ditemukan di pinggir sungai dan di pegunungan kemudian batang berdiameter besar, warna batang hijau tua, tumbuh ke atas kemudian melilit pada pohon di sekitarnya. Permukaan pelepah dipenuhi oleh duri yang rapat dan tidak beraturan, pelepah berduri tajam, daunnya berbulu halus. Jenis rotan ini bernilai ekonomi tinggi, dipergunakan sebagai bahan baku meubel. Rotan ini mudah di temukan di hutan lindung (Kunut et al., 2014).
6.2 KARAKTERISTIK DAN SYARAT TUMBUH ROTAN Rotan merupakan jenis tanaman berkayu yang termasuk ke dalam suku Areaceae (palmae), tumbuh merambat, sangat bergantung pada pohon yang berfungsi sebagai tegakan untuk merambat, menjaga kelembaban tanah, dan dapat mengatur intensitas cahaya. Rotan
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
63
BAB 6 PENDAHULUAN
umumnya tumbuh secara alami, menyebar mulai daerah pantai hingga pegunungan, pada elevasi 0-2900 m di atas permukaan laut. Secara ekologis rotan tumbuh dengan subur di berbagai tempat, baik dataran rendah maupun agak tinggi, terutama di daerah yang lembab. Rotan membutuhkan ketersediaan air tanah dan kelembaban udara yang cukup. Curah hujan berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun. Kebutuhan cahaya sekitar 50% kondisi terbuka. Tanaman rotan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1.400 mdpl. Setiap jenis rotan memiliki persyaratan tumbuh yang berbeda-beda. Rotan Manau (Calamus manan) umumnya tumbuh subur di daerah yang mempunyai ketinggian 300 mdpl. Rotan Sega (Calamus caesus), Rotan Semambu (Calamus scipionum) dan rotan Irit (Calamus trachycoleus) dapat tumbuh di daerah yang mempunyai ketinggian di bawah 300 mdpl. dan rotan Tohiti (Calamus inops) tumbuh baik di daerah yang ketinggiannya antara 100-800 mdpl. ***
64
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 6 PENDAHULUAN
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
65
B AB
7
BAB 7
PERSIAPAN LAHAN
Persiapan Lahan
L
ahan merupakan bukti fisik permukaan bumi berupa topografi dan penyebaran spasial mencakup pengertian sebagai sumber daya alam. Sumber daya alam yang terdapat pada lahan mencakup mikroklimat, topografi tanah, hidrologi permukaan (telaga, sungai, dan lebak), sedimentasi permukaan dan air tanah, vegetasi, tanaman, biota serta binatang, pola pemukiman penduduk, bekas fisik pengelolaan oleh manusia (masa lalu dan sekarang), drainase, dan sarana serta prasarana ekonomi. Komponen sumber daya lahan ini diorganisir dalam ekosistem dan kapasitas produksi dan lingkungan hidup (Kasryno dan Haryono, 2016).
7.1 PEMILIHAN DAN PENENTUAN LAHAN Terry et al. (2001) menyatakan bahwa pola tanam agroforestry atau campuran sangat cocok dikembangkan pada lahan milik masyarakat sebagai hutan rakyat. Pola ini memberikan manfaat ekonomi, ekologis dan sosial. Manfaat ekologis karena rotan tergolong kelompok tumbuhan perdu yang tidak parasit terhadap pohon penegak, tapi hanya memanfaatkannya untuk mencapai kondisi mikroklimat yang ideal meliputi intensitas sinar matahari, aliran udara dan kelembaban relatif, sehingga dengan membudidayakan 66
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 7 PERSIAPAN LAHAN
rotan berarti menjaga kelestarian hutan (tegakan pohon). Rotan memiliki sistem perakaran serabut dengan akar yang bergerak vertical sangat sedikit dibanding dengan akar yang bergerak sejajar dengan permukaan tanah sehingga tidak mengganggu tanaman sekitarnya. Manfaat sosialnya, dengan menanam rotan berarti melestarikan peninggalan nenek moyang (Puyang) karena rotan merupakan tumbuhan asli masyarakat. Budidaya rotan dapat dikategorikan dalam sistem agrisilvikultur dan subsistem kebun rotan. Agrisilvikultur merupakan sistem agroforestri yang mengombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Teknologi penanaman rotan yang dikombinasikan dengan tanaman keras (misalnya, karet) merupakan konsep yang berdimensi ekologis dan ekonomis. Adapun manfaat dan kemudahan yang dapat diperoleh dari teknik penanaman semacam ini adalah: 1. Petani dapat memperoleh dua keuntungan sekaligus yaitu dari hasil produksi getah karet dan hasil produksi resin. 2. Tanaman tidak membunuh batang karet seperti pada rotan manau karena memiliki batang lebih yang kecil dan tumbuh dengan lurus tegak ke atas. 3. Tanaman rotan sangat sulit dan riskan pertumbuhannya sehingga membutuhkan pengawasan yang ekstra. Melalui teknik penanaman dengan karet, pertumbuhan tanaman dapat diawasi pertumbuhannya secara intensif sambil melakukan kegiatan penyadapan. 4. Keberlanjutan. Tanaman rotan adalah jenis tanaman tua dimana usia satu batang dapat berumur 25 - 30 tahun. Selain itu dalam satu rumpun yang telah berusia 10 tahun ke atas telah memiliki anakan sekitar 10-15 batang dan ini terus berlanjut hingga pernah ditemukan dalam satu rumpun terdapat 30-40 batang.
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
67
BAB 7 PERSIAPAN LAHAN
5. Pembuatan kebun karet akan menjadi starting point dalam melestarikan tanaman rotan yang telah langka dan peningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat. Rotan dapat ditanam disela tanaman kehutanan atau perkebunan seperti karet gaharu, sempur, langsat, rumbai, dan bungur. Mulai tahun 2005, di Desa Pulau Aro Kecamatan Tabir Ulu Kabupaten Merangin Jambi, rotan ditanam di sela pohon karet dan gaharu. Masyarakat Desa Sepintun dan Lamban Sigatal Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi mulai menanam rotan pada tahun 2006 di kebun pada sela-sela tanaman karetnya. Pertumbuhan rotan per tahun dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh dan genetik. (Sinaga, 1997).
7.2 PENGOLAHAN LAHAN Lahan adalah sumber daya yang sangat terbatas, sedangkan sumber daya alam yang didukung oleh tanah bervariasi sestiap waktu, tergantung pada kondisi pengelolaan dan penggunaan. Integrasi fisik, perencanaan tata guna, dan pengolahan lahan adalah cara terbaik untuk pemanfaatan penggunaan lahan. Lahan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan tata guna lahan dengan mempertimbangkan berbagai aspek sumber daya lahan yang mencakup aspek sumber daya tanah, sumber daya genetika, sumber daya air, dan lingkungan hidup. Semua hal tersebut harus berkesinambungan dengan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Perkembangan ekonomi meningatkan permintaan terhadap komoditas dan sumber daya lahan. Hutan rakyat sudah berkembang sejak lama di kalangan masyarakat Indonesia, dan dikelola secara tradisional oleh pemiliknya. Pengelolaan hutan rakyat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri secara swadaya murni tanpa campur tangan pemerintah, baik secara monokultur maupun pola tanam campuran dengan sistem agroforestri.
68
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 7 PERSIAPAN LAHAN
Pengolahan hutan rakyat diawali dengan penyiapan lahan. Penyiapan lahan pada prinsipnya membebaskan lahan dari tumbuhan pengganggu atau komponen lain dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang akan dibudidayakan. Setelah penyiapan lahan, dilakukan pembersihan dan pengolahan tanah. Pembersihan lahan, yaitu berupa kegiatan penebasan terhadap semak belukar dan rumput. Selanjutnya ditumpuk pada tempat tertentu agar tidak mengganggu ruang tumbuh tanaman. Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara mencanggkul atau membajak (sesuai dengan kebutuhan).***
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
69
B AB
8
BAB 8
PROSES PENANAMAN
Proses Penanaman
8.1 PEMILIHAN BIBIT YANG BAIK
Bibit merupakan awal penentu keberhasilan tanaman di lapangan. Bibit yang berkualitas dapat hidup setelah ditanam dan tumbuh dengan baik. Bibit rotan memiliki persyaratan untuk siap ditanam di lapangan, sebagai berikut: a. Bibit yang berasal dari biji telah berumur berkisar 13-24 bulan dan mencapai ketinggian minimal 40 cm. Sedangkan bibit yang berasal dari anakan telah mencapai ketinggian 50 cm. b. Bibit tumbuh normal, batangnya lurus, daunnya subur hijau. c. Bibit tidak terserang oleh hama dan penyakit. d. Daun terakhir masih berbentuk kuncup atau masih belum terbuka.
8.2 PEMBIBITAN ROTAN a. Perkecambahan Buah yang digunakan sebagai benih adalah buah yang masak dan sudah tua. Buah tersebut dikupas untuk membuang kulit dan daging buah serta dicuci. Biji yang digunakan sebagai benih adalah biji yang benar-benar masak dan sehat. Biji yang baik dicirikan dengan warna coklat tua dan mengkilap serta tidak ada serangan hama/penyakit. Biji rotan ditutupi cangkang yang keras sehingga sulit ditembus air. Untuk membantu proses perkecambahan mata biji dicongkel dan direndam dalam cairan atonik (Zat pengatur tumbuh yang mengandung bahan aktif triakontanol, yang umumnya berfungsi mendorong 70
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 8 PROSES PENANAMAN
pertumbuhan, dimana dengan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman) selama 2 hari. Kemudian biji diletakkan dalam wadah yang kedap yang telah diisi media tanam. Gambar 8.1. Tahapan pertumbuhan biji tanaman rotan
b. Penyapihan Penyapihan dilakukan Âą 2,5 bulan setelah benih berkecambah, ditandai dengan tumbuhnya tunas (panjang Âą 5 cm) dan akar (minimal 3 helai akar). Penyapihan dilakukan pada polybag kecil yang berisi media cocopeat/ serbuk gergaji yang telah terdekomposisi. Serbuk gergaji merupakan bahan potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan semai karena dapat menyokong pertumbuhan akar dan mengandung unsurunsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman.
P A N D U A N
Gambar 8.2 Proses penyapihan bibit tanaman rotan
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
71
BAB 8 PROSES PENANAMAN
c. Pembibitan Daun rotan mulai mengembang setelah 1 bulan disapih dengan warna awal daun coklat kekuningan, kemudian berubah menjadi hijau setelah 1-2 minggu. Selanjutnya bibit dari polybag kecil dipindahkan ke polybag besar untuk memberikan pertumbuhan yang baik pada bibit. Banyak jenis media yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan bibit sampai siap tanam. Bibit dapat ditanam di lapangan setelah tingginya mencapai 40 – 50 cm (umur 9 sampai 12 bulan).Dengan pertimbangan keterbatasan tanah /top soil dan kemudahan dalam pengangkutan maka media dapat menggunakan limbah organik seperti serbuk gergaji/cocopeat. Serbuk gergaji/cocopeat merupakan limbah organik yang selain ringan, dapat meningkatkan aerasi dan porositas media, kapasitas pertukaran kation, dan aktivitas mikroorganisme dalam media. Mikroorganisme bertugas mengurai bahan-bahan organik menjadi ion-ion yang dapat diserap oleh akar tanaman untuk pertumbuhannya. Selain itu, pemakaian serbuk gergaji dapat menurunkan bobot media sampai 80% sehingga mempermudah pengangkutan dan menghemat biaya angkut bibit, membentuk sistem perakaran semai yang kompak dan kokoh. Pemeliharaan bibit dilakukan secara teratur yang meliputi: pembersihan gulma, penyemprotan fungisida, pemberantasan hama dan penyakit serta penyiraman. Berdasarkan pengamatan, penyakit yang menyerang bibit rotan jernang adalah bercak daun. Penyakit ini ditandai dengan adanya warna bintik hitam kecil pada daun, kemudian semakin luas menyebar dan akhirnya daun menjadi kering. Bila tidak segera ditanggulangi, bisa menyebabkan daun rontok dan bibit mati. Upaya
72
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
Gambar 8.3 Bibit tanaman rotan yang siap tanam
BAB 8 PROSES PENANAMAN
pengendalian yang dilakukan meliputi: penyemprotan fungisida Dithane-45 dengan dosis 2 g/10 ml air, memotong daun yang terkena serangan dan mengisolasinya, pengaturan kelembaban karena lingkungan yang terlalu lembab akan berpeluang terkena serangan jamur. 8.3 PENGATURAN JARAK TANAM Tanaman rotan merupakan tanaman yang membutuhkan pohon penegak, oleh karenanya jarak tanam rotan mengikuti jarak tanaman utamanya. Jarak antara rotan dan pohon penegak berkisar 1 – 1,5 m. Tanaman rotan mulai bersandar/merambat pada pohon penegaknya setelah mencapai tinggi 2 m lebih. 8.4 PEMBUATAN LUBANG TANAM Lubang tanam untuk tanaman rotan berada 1-1,5 m dari pohon penegak (tanaman utama). Saat menanam rotan, sebaiknya menghindari penanaman bibit terlalu dalam agar rotan Gambar 8.4 Contoh ukuran lubang tanam untuk rotan
(sumber: Suhardiman dkk, 2002) P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
73
BAB 8 PROSES PENANAMAN
cepat berbuah, pangkal batang harus di atas tanah. Ukuran lubang tanam yang digunakan adalah 40 x 40 x 40 cm pada kondisi tanah yang gembur. 8.5 PENGISIAN PUPUK DASAR Salah satu usaha untuk meningkatkan pertumbuhan awal rotan adalah dengan melakukan pemupukan dasar. Hal ini dilakukan supaya tanah sudah mengandung nutrisi yang cukup pada saat penanaman bibit rotan. Pemupukan awal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk organik (daun-daun yang berjatuhan atau daun-daun kering dan kotoran hewan) maupun pupuk anorganik (pupuk urea, TSP, KCL, dan lain-lain). Namun penggunaan pupuk organik lebih dianjurkan karena lebih ramah lingkungan dan tidak menyebabkan dampak lain pada lingkungan. Pengaplikasian pupuk dasar ini dapat dilakukan sesaat setelah lubang tanam dibuat maupun pada saat akan menanam. Jika menggunakan pupuk organik/alami (daun-daun atau kotoran hewan), dimasukkan ke lubang tanam sesaat setelah dibuat kemudian dibiarkan selama kurang lebih 1 bulan. Pada saat menanam bibit rotan dapat membenamkan segenggam (10 – 15 g) pupuk Urea atau dengan memberikan pupuk pospat alam sebanyak 80 g per lubang tanam. Gambar 8.5 Pengumpulan dan penggunaan daun-daun kering sebagai mulsa pada bibit rotan. 74
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
Kegiatan pemupukan juga dapat dilakukan
BAB 8 PROSES PENANAMAN
dengan pemulsaan. Daun-daun kering dikumpulkan dan disimpan diatas permukaan tanah disekeliling bibit tanaman rotan yang sudah ditanam. Manfaat dari pemulsaan ini adalah untuk menekan pertumbuhan rumput disekitar bibit rotan yang baru ditanam, menjaga kelembaban dan temperatur tanah untuk perkembangan dan pertumbuhan akar, dan dapat mengurangi erosi tanah karena ketika daun-daun kering terurai maka akan menjadi pupuk organik bagi tanaman. 8.6 PENANAMAN BIBIT Secara umum, penanaman rotan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) penanaman sistem cemplongan, dan 2) penanaman sistem jalur. Pada penanaman sistem cemplongan, bibit rotan ditanam dalam lubang pada piringan tanaman dalam satu larikan. Pembersihan lapangan dilaksanakan hanya terbatas pada piringan tanaman tiap-tiap lubang. Penanaman sistem jalur dilaksanakan seperti pada penanaman sistem cemplongan, tetapi pembersihan lapangan dilakukan sepanjang larikan yang akan ditanami rotan. Pemilihan waktu yang tepat untuk menanam sangatlah penting dalam menentukan keberhasilan kegiatan penanaman. Hampir semua jenis pohon di waktu muda peka Gambar 8.6 Cara menanam rotan sistem cemplongan
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
75
BAB 8 PROSES PENANAMAN
Gambar 8.7 Cara menanam sistem jalur
terhadap kelembaban tanah yang rendah. Oleh karena itu waktu penanaman yang terbaik adalah pada saat kelembaban tanah mencapai kapasitas lapang. Langkah-langkah yang dapat dilakukan saat penanaman yaitu: a. Bibit rotan harus diangkut dengan hati-hati supaya perakarannya tidak rusak atau terganggu. b. Sebelum dilakukan penanaman, jika bibit berjumlah banyak maka terlebih dahulu disimpan di tempat teduh dan disiram setiap pagi dan sore hari. c. Penanaman lebih baik dilakukan pada awal musim penghujan. d. Bibit rotan yang ditanam pada kantong plastik atau polibag, sebelum ditanam ke lapangan harus dibuka terlebih dahulu secara hati-hati, bisa dengan cara dipotong. e. Bibit rotan ditanam pada lubang tanam yang telah disediakan dengan kedalaman 2 – 3 cm di atas leher akar, kemudian dikubur atau diurug dengan tanah gembur (tanah bekas galian pembuatan lubang tanam) dan ditekan-tekan pelan. f. Penanaman bibit rotan harus berdiri tegak lurus, kemudian diikatkan pada pohon tegakannya dengan tali yang mudah lapuk. g. Rotan Sega atau rotan Irit berjarak 10 x 10 meter dan setiap lubang tanam berisi 2 – 4 76
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 8 PROSES PENANAMAN
bibit. Sedangkan rotan Manau jarak tanamnya 6 x 6 meter dan setiap lubang tanam berisi 1 – 2 bibit.*** Gambar 8.8 Proses penanaman bibit rotan
(sumber: Suhardiman dkk, 2002)
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
77
B AB
9
BAB 9
P E M E L I H A R A A N TA N A M A N
Pemeliharaan Tanaman
P
emeliharaan tanaman terdiri dari kegiatan pemeliharaan tahun berjalan. Kegiatan pemeliharaan ini terdiri dari kegiatan pemupukan ulang, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, dan penyiangan gulma. Kegiatan pemeliharaan dilakukan pada awal tahun berjalan yaitu pemeliharaan tahun ke-1 dan pemeliharaan tahun ke-2 dengan rincian sebagai berikut: 1. Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan sekitar 1-2 bulan setelah kegiatan penanaman selesai. 2. Pemeliharaan tahun pertama dilakukan pada tanaman yang telah berumur 1 tahun dan dilaksanakan pada musim hujan. 3. Pemeliharaan tahun ke dua dilakukan pada tanaman yang berumur 2 tahun, dilaksanakan pada awal musim hujan. 9.1 PEMUPUKAN Pemupukan dimaksudkan untuk menambah unsur hara yang diperlukan tanaman. Dari beberapa studi perlakuan pemupukan, dapat disimpulkan bahwa waktu pemupukan yang memberikan respon yang lebih baik bagi percepatan pertumbuhan tanaman adalah 78
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 9 P E M E L I H A R A A N TA N A M A N
dari saat penanaman hingga tanaman berumur kurang lebih 1 bulan. Semakin tua umur tanaman saat pemupukan dilaksanakan, maka respon tanaman akan semakin berkurang. Pemupukan tanaman dapat juga dilakukan terutama di areal yang kurang subur. Pupuk yang dapat digunakan untuk pemupukan adalah kotoran hewan atau pupuk buatan seperti NPK, KCl, dan Fosfat yang dapat diperoleh dengan cara membeli di toko pertanian. 9.2 PENYIRAMAN Penyiraman hanya dilakukan pada saat pembibitan, dengan intensitas 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Ketika tanaman telah dipindahkan ke lapangan, tanaman tidak membutuhkan penyiraman karena waktu pemindahan tanaman ke lapangan pada saat musim penghujan sehingga masa kritis tanaman akan kebutuhan air telah tercukupi. 9.3 PENYULAMAN/PENANAMAN KEMBALI Tanaman rotan sama seperti tanaman lainnya yang dapat mengalami cekaman/gangguan baik cekaman/gangguan lingkungan maupun alami. Beberapa diantaranya akan mati karena adanya gangguan tersebut. Lakukan kegiatan penyulaman atau penanaman kembali tanaman yang mati sesegera mungkin untuk mempertahankan stock/sediaan tanaman di lahan sehingga produksi akan maksimal. Kegiatan penyulaman ini biasanya bersamaan dengan kegiatan penyiangan gulma yang dijadwalkan selama dua tahun awal penanaman. Oleh karena itu, bibit rotan untuk penyulaman harus selalu tersedia di pembibitan. Di Indonesia kegiatan penyulaman rotan yang mati sudah dilakukan sejak 2 – 3 bulan setelah penanaman awal menggunakan bibit yang umurnya sama dengan bibit awal tanam. Di Malaysia, penggantian tanaman rotan yang mati atau tidak tumbuh sempurna mulai dilakukan pada tahun ketiga setelah penanaman awal, dengan target sediaan tanaman rotan panen di lapangan adalah 60% dari populasi awal. Sedangkan di Brunei Darussalam, penggantian tanaman mati/ penyulaman ini dilakukan selama kegiatan pemeliharaan pada tahun pertama.
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
79
BAB 9 P E M E L I H A R A A N TA N A M A N
9.4 PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Gambar 9.1 Kumbang tanduk (Oryctes rhinocerous (L.)) stadia larva-dewasa
TTidak banyak informasi tersedia mengenai hama dan penyakit pada pertanaman rotan. Namun, hama yang paling banyak menyerang tanaman rotan adalah hama pemakan daun yaitu belalang, ulat, dan larva kumbang. Dimana hama yang paling utama adalah kumbang tanduk atau kumbang badak, Oryctes rhinoceorus (L) (Coleoptera: Scarabaeidae). Kumbang ini menyerang pucuk rotan tanpa menghiraukan sadia/ umur tanaman rotan (Palijon et al., 2005).
Pengendalian hama yang memakan daun muda, dapat dilakukan dengan melakukan aplikasi pestisida sistemik seperti Furadan sebanyak 20 – 50 gram per lubang sebelum penanaman dan selama tahap pertumbuhan selanjutnya. Jika tingkat serangan hama cukup tinggi maka dapat dilakukan penyemprotan insektisida misalnya Basudin 5 % dengan selang waktu 2 kali seminggu pada pagi dan sore hari. Disamping itu, hama lain yang menyerang tanaman rotan dan menyebabkan kerusakan adalah kera, tupai, dan babi. Hewan-hewan tersebut menjadi hama karena merusak tanaman rotan dengan cara memakan bagian pucuk tanaman yang masih muda. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan rutin setiap pagi dan sore selama tanaman masih muda. Penyakit yang dapat menyerang tanaman rotan adalah bercak daun. Bercak daun yang berwarna cokelat dengan ukuran kecil akan semakin membesar terutama pada musim hujan. Bercak yang semakin membesar akan membuat daun berwarna cokelat dan akhirnya daun akan menjadi kering. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan membuang 80
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB 9 P E M E L I H A R A A N TA N A M A N
bagian tanaman yang terserang penyakit jika daun yang terserang belum terlalu banyak, pengaturan ligkungan misalnya memangkas ranting-ranting naungan supaya tidak terlalu lembab. 9.5 PENYIANGAN PPenyiangan dimaksudkan untuk membebaskan tanaman pokok dari persaingan gulma atau tanaman yang menganggu pertumbuhan tanaman rotan. Penyiangan dilakukan dengan cara membersihkan rumput-rumputan, tumbuhan bawah dan pemangkasan terhadap tajuk-tajuk pohon yang lebat dan mengganggu masuknya sinar matahari juga terhadap pohon yang telah tua. Penyiangan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sistem piringan berdiameter 1-3 meter atau sistem jalur dengan lebar 1-3 meter, dengan acuan tanaman pokok sebagai porosnya. Semua gulma yang ada dalam piringan atau jalur dibersihkan dengan cara dipotong/dibabad. Penyiangan areal tanam dilakukan secara rutin setiap 3 bulan sekali sampai tanaman berumur 3 tahun. 9.6 PERLINDUNGAN TERHADAP KEBAKARAN
Gambar 9.2 Peralatan sederhana pemadam kebakaran
Peristiwa kebakaran hutan dan lahan dapat menghancurkan tanaman. Bahaya kebakaran tersebut dapat dicegah sedini mungkin menjelang musim kemarau. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan membuat jalur kuning yang dikombinasikan dengan jalur hijau. Jalur kuning dibuat dengan membersihkan
(sumber: Suhardiman dkk, 2002)
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
81
BAB 9 P E M E L I H A R A A N TA N A M A N
rumput dan sisa-sisa kayu yang bisa terbakar, lebar jalur 2 m - 50 m (disesuaikan dengan kondisi lapangan) dan dibangun mengelilingi blok tanaman. Jalur hijau dibuat dengan menanam pohon tahan api (sekat bakar) dan dengan cara membersihkan jalur sekeliling tanaman dengan lebar antara 4-6 meter di sekeliling areal tanaman untuk mencegah masuk dan merambatnya api. Selain pembuatan jalur hijau dan kuning, untuk memudahkan pengawasan terhadap bahaya kebakaran juga dapat dibuat menara api di tempat yang tinggi dan strategis serta dilengkapi dengan perlengkapan tanda bahaya seperti kentongan.***
82
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
BAB
10
Analisa Biaya Usaha Budidaya Rotan per Hektar
Analisis Pembiayaan ( Untuk rincian lihat tabel halaman 84 berikut )
Penerimaan: jika diasumsikan dalam satu hektar tanaman yang tumbuh adalah 70% dengan berat minimum 1 kg/rotan maka jumlah tanaman yang dapat dipanen dalam 1 ha pada awal panen adalah 3110 pohon = 3110 kg. Jika harga 1kg rotan Rp12.000,00 maka dalam satu kali panen diperoleh penerimaan Rp. 37.320.000,00. Jika panen dapat dilakukan sampai 5 kali, maka penerimaan adalah 5 x Rp37.320.000,00 = Rp. 186.600.000,00. Pendapatan: penghasilan – biaya = Rp186.600.000,00 – Rp55.044.200,00 = Rp. 131.555.800,00. Berdasarkan perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam sekali panen petani akan memperoleh pendapatan sebesar Rp26.311.160,00/ha. Pendapatan dari usaha budidaya rotan tersebut sangat menjanjikan, sehingga diperlukan sosialisasi supaya masyarakat di sentra-sentra rotan lebih tertarik untuk membudidayakan rotan dalam skala yang lebih luas.
Total biaya produksi (jarak tanam 1.5 m x 3 m) jika menggunakan pupuk urea: = 265.200 + 1.206.000 + 11.110. 000 + 3.250.000 + 125.000 + 375.000 + 500.000 + 3.000.000 + 1.500.000 + 1.125.000 + 750.000+ 8.888.000 + 22.500.000 + 450.000 = 55.044.200 (Rp55.044.200,00)
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
83
ANALISIS BIAYA USAHA BUDIDAYA ROTAN PER HEKTAR Jarak tanam: 1.5 m X 3 m Lubang tanam: 2222 lubang
URAIAN
Harga sat (Rp)
Volume
Satuan
Pupuk urea (15 gr/ lubang)*
68
Kg
3.900
Pupuk KCL (15 gr/ lubang)*
68
Kg
Pupuk SP-36 (80 gr/ lubang)*
356
Obat-obatan: Furadan (30 gr/lubang)*
Jarak tanam: 1.5 m X 4 m Lubang tanam: 1666 lubang
Jumlah (Rp)
Harga Satuan (Rp)
Keterangan
Jumlah (Rp)
Volume
Satuan
265.200
50
Kg
3.900
195.000
3.900
265.200
50
Kg
3.900
195.000
Kg
3.600
1.281.600
267
Kg
3.600
961.200
67
Kg
18.000
1.206.000
50
Kg
18.000
900.000
Benih atau bibit (2 pohon)
4444
Pohon
2.500
11.110.000
3332
Pohon
2.500
8.330.000
Bibit untuk menyulam 30%
1300
Pohon
2.500
3.250.000
1000
Pohon
2.500
2.500.000
SARANA PRODUKSI Tanda * = pilih salah satu.tidak semua pupuk ini digunakan. Aplikasi salah satu pupuk ini dilakukan dua kali yaitu sebelum tanam dan pada saat tanaman berumur 30 HST (hari setelah tanam). Namun akan lebih baik jika menggunakan pupuk organik (pupuk kandang atau dari daun-daun kering) selain ramah lingkungan juga dapat meminimalisir biaya pengeluaran. Aplikasi furadan ini dilakukan sebagai tindakan pencegahan serangan hama. Kebutuhan bibit disesuaikan dengan lubang tanam
TENAGA KERJA Survey lahan Pengolahan lahan + lubang tanam Pemupukan+ penanaman
5
HK
25.000
125.000
5
HK
25.000
125.000
15
HK
25.000
375.000
15
HK
25.000
375.000
20
HK
25.000
500.000
15
HK
25.000
375.000
Penyiangan
12
Kali
250.000
3.000.000
12
Kali
250.000
3.000.000
Cangkul
15
Unit
100.000
1.500.000
10
Unit
100.000
1.000.000
Parang
15
Unit
75.000
1.125.000
10
Unit
75.000
750.000
Meteran
15
Unit
50.000
750.000
10
Unit
50.000
500.000
Ajir
4444
Turus
2.000
8.888.000
3332
Turus
2.000
6.664.000
Tali pengikat (Âą 4m/ pohon)
9000
Meter
2.500
22.500.000
7000
Meter
2.500
17.500.000
15
Unit
30.000
450.000
10
Unit
30.000
300.000
HK = hari kerja. Disesuaikan dengan kemampuan kerja para pekerja. Penyiangan ini dilakukan untuk membersihkan areal tanam.
PERALATAN
Ember / wadah (kapasitas 10 kg)
Jumlah peralatan yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan para pekerja.
Keterangan: tanda * = pilihan (pilih salah satu). Harga yang tercantum di atas sewaktu-waktu dapat berubah dan tergantung wilayah masing-masing. 84 P A N D U A N B U D I D A Y A T A N A M A N R O T A N
DA F TA R P U STA K A Alrasjid, H. 1989. Teknik Penanaman Rotan. Informasi Teknis No. 1. Bogor: Pusat Litbang Hutan. Januminro, CFM. 2000. Rotan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Kasryno, F., dan Haryono, S. 2016. Kerangka Perencanaan Tata Guna dan Pengelolaan Lahan Pertanian. Indonesia Kunut, A.A; Arief, S., dan Bau, T. 2014. Keanekaragaman Jenis Rotan (Calamus spp.) Di Kawasan hutan Lindung Wilayah Kecamatan Dampelas Sojol Kabupaten Donggala. Warta Rimba. 2 (2): 102 – 108. Meijaard, E; Ramadhani, A; Meilinda, W., and Andrew, T. 2014. Rattan: The Decline of A OnceImportant Non-timber Forest Product in Indonesia. Occasional Paper 101. Bogor (ID): Center of International Forestry Research (CIFOR). Nasir Muhammad. 2013. Rotan dan Tantangannya di Masa Depan (Part 2)Dapat diperoleh pada: http://mnasirnews.blogspot.co.id/2013/01/rotan-dan-tantangannya-di-masa-depan. html. Palijon, A. M; Gregorio, E. S. Jr.,and Aida, B. L. 2005. Rattan Plantation Establishment and Management. ITTO-Philippines-ASEAN Rattan Project. Pambudhi, F; Belcher, B; Levang, P and Dewi, S. 2004. Rattan (Calamus spp.) gardens of Kalimantan: Resilience and evolution in a managed non-timber forest product system. Bogor, Indonesia: In Kusters K and Belcher B, eds. Forest Products, Livelihoods and Conservation: Case Studies of Non-Timber Forest Product Systems. Vol. 1 — Asia. CIFOR. 347–64.
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
85
Peluso NL. 1993. Networking in the commons: A tragedy for rattan? Indonesia. 35:95–108. Sari, D.O, dan Nyimas, W. 2016. Panduan dan Laporan Kegiatan Pembuatan Furnitur Berbahan Dasar Rotan. Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME). Indonesia: Palembang. Sahwalita. 2014. Budidaya Rotan Jernang. Pelatihan Rotan Kabupaten Musi Banyuasin. Palembang: Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Sinaga, M., 1997. Teknik Budidaya Rotan. Aisuli Vol. I No. 2. Suhardiman, A., Anton, H., Grahame, B.A., dan Carol, J.P.C. 2002. Buku Manual Praktek Mengelola Hutan dan Lahan. Bogor (ID): Center for International Forestry Research (CIFOR). Sumadiwangsa, S. dan D. Setyawan. 2001. Konsepsi Strategi Penelitian Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia. Buletin Penelitian Hasil Hutan 2 (2). Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Terry, C. H. S., Michael, P.B.P., and Stella, A.A. 2001. Rattan Cultivation, Processing, and Transformation: New Technologies and Recent Advances in West and Central Africa. Seminar Biosciences, environment, & nouvelles technologies. Cameroon: Limbe Botanic Garden.
86
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
P A N D U A N
B U D I D A Y A
T A N A M A N
R O T A N
87
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
Panduan Panen Rotan
Penulis : Muhamad Khais Prayoga 88
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
DAFTAR ISI BAB 10 10.1 PENDAHULUAN
90 94
10.2 CARA PANEN a. Umur dan kriteria panen
94
b. Alat pemanenan
96
c. Teknik pemanenan
97 98
10.3 MANAJEMEN PANEN a. Pola Pemanenan Rotan
98
b. Analisis biaya panen rotan
99
c. Perizinan panen rotan
101
Daftar Pustaka
103
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
89
B AB
10
BAB 11
PA N D U A N PA N E N R O TA N
Panduan Panen Rotan
10.1 PENDAHULUAN
Rotan merupakan tumbuhan khas tropika yang tumbuh di kawasan hutan tropika basah yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah yang berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2.900 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh, maka rotan semakin jarang dijumpai. Rotan juga akan semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur (Januminro, 2000). Rotan tergolong ke dalam hasil hutan bukan kayu (HHBK). Sampai saat ini rotan merupakan jenis HHBK yang memiliki prospek cukup tinggi untuk dikembangkan. Secara khusus, rotan bahkan dikenal sebagai primadona HHBK asal Indonesia yang mampu memberikan sumbangan cukup berarti terhadap devisa negara (Januminro, 2000). Sebagai negara penghasil rotan terbesar, Indonesia telah memberikan sumbangan sebesar 80% kebutuhan rotan dunia. Dari jumlah tersebut, 90% rotan dihasilkan dari hutan alam yang terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10% dihasilkan dari budidaya rotan. Menurut hasil inventarisasi yang dilakukan Direktorat Bina Produksi Kehutanan, dari 143 juta hektar luas hutan di Indonesia diperkirakan hutan yang ditumbuhi rotan seluas kurang lebih 13,20 juta hektar, yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan pulaupulau lain yang memiliki hutan alam. Di Indonesia terdapat delapan ras rotan yang terdiri atas 306 jenis, namun hanya 51 jenis dari 306 jenis tersebut yang telah dimanfaatkan (Jasni dkk., 2000). Delapan ras rotan tersebut adalah Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Plectocomiopsis, 90
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
Calopspatha, Bejaudia, dan Ceratolobus (Menon, 1979 dalam Alrasjid, 1989). Dari delapan genus tersebut hanya rotan dari genus Calamus dan Daemonorops yang memiliki nilai komersial tinggi (Jasni dkk., 2000). Jenis-jenis rotan yang dikenal dan memiliki nilai ekonomi tinggi diantaranya rotan cacing (Calamus melanoloma), rotan sega (Calamus caesius), dan rotan manau (Calamus manan). Menurut Kementrian Perdagangan Republik Indoneisa (2013) Indonesia merupakan negeri penghasil bahan baku komoditas rotan terbesar di dunia. Diperkirakan hampir setiap tahun ada sekitar 85% bahan baku rotan yang diserap oleh industri rotan di berbagai belahan dunia berasal dari Indonesia. Dari jumlah itu, 90% rotan dihasilkan dari hutan tropis di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Komoditas rotan merupakan bahan baku industri yang tergolong materi ramah lingkungan, sehingga produk hasil industri olahan rotan secara langsung juga merupakan produk yang ramah lingkungan atau green product. Gambar 10.1 rotan olahan hasil panen
Rotan Cacing (Calamus melanoloma)
Rotan Sega (Calamus caesius) P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
91
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
Rotan Manau (Calamus manan)
Sumber: Direktorat Jendral Industri Agro (2016)
Tanaman rotan sudah cukup lama dikenal masyarakat Indonesia. Tanaman ini telah sejak lama pula digunakan sebagai bahan baku berbagai kerajinan tangan dan industri mebel di dalam negeri. Saat ini industri semacam itu telah turut merambah ke berbagai negara, seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Eropa. Harga jual hasil kerajinan rotan, khususnya yang dihasilkan oleh pengrajin di tanah air cukup tinggi. Mulai dari ratusan hingga ribuan dolar AS di pasar internasional, meskipun harga bahan baku awalnya mungkin hanya berkisar Rp6.000,00 per kg di sentra-sentra kerajinan. Hal tersebut menandakan bahwa potensi peningkatan nilai tambah produk yang dimiliki oleh komoditas rotan cukup besar. Batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan karena kekuatan, kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit dan teras rotan 92
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
dimanfaatkan untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan banyak spesies rotan telah digunakan untuk berbagai tujuan, seperti tali-temali, konstruksi, keranjang, atap dan tikar. Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, sedangkan akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan pun dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, serta peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat menjadi bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasanhiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya (Januminro, 2000). Di bidang konstruksi, batang rotan banyak dipakai untuk mengisi batang sepeda, alat sandaran kapal, penahan pasir di daerah gurun pasir, bahkan dapat digunakan untuk pengganti konstruksi tulangan beton. Batang rotan yang muda (umbut) dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Daerah-daerah yang banyak mengkonsumsi umbut rotan adalah Aceh, Jambi, Sulawesi, Kalimantan dan Jawa Barat. Dalam pengobatan tradisional, akar jenis rotan selain Calamus ornatus (Bl) telah lama dimanfaatkan sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit ibu yang melahirkan. Daging buah rotan jenis Daemonorop dan Calamus selain enak dikonsumsi dapat dijadikan sebagai bumbu masak juga dapat dipakai untuk mencegah diare. Getah rotan yang didapat dari pengolahan buah jernang merupakan bahan baku industri pewarna, industri farmasi, serbuk pembuatan pasta gigi, ekstrak tannin, dan sebagainya (Januminro, 2000). Probowati & Arkeman (2011) menyebutkan bahwa ketersediaan bahan baku rotan di
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
93
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
dalam negeri hanya sekitar 126.000 ton rotan kering. Rotan itu sebagian diekspor dalam bentuk asalan dan rotan setengah jadi, seperti rotan poles, core, fitrit, dan kulit. Ekspor bahan baku rotan pada 2010 mencapai 32.845 ton dengan nilai US$32,35 juta atau sekitar 290 miliar rupiah. Ekspor industri pengolahan tinggal US$57 juta dengan kapasitas terpasang industri di bawah 30%. Penurunan kinerja ekspor industri mebel dan kerajinan rotan dimulai pada 2006. Kinerja sektor ini mencapai US$344 juta, kemudian pada 2007 turun menjadi US$319 juta. Tahun 2008 turun lagi menjadi US$239 juta dan pada 2009 serta 2010 masing-masing turun menjadi US$168 juta dan US$138 juta. Pada bulan Juni 2011, ekspor turun menjadi US$57 juta. Menurunnya nilai ekspor rotan tersebut salah satunya disebabkan oleh rendahnya pasokan rotan yang berkualitas tinggi. Hal yang sangat penting dalam menjaga kualitas rotan dalam pemanfaatan hasil rotan adalah proses panen dan pascapanen. Rotan merupakan tumbuhan merambat di pohon-pohon penopang (turus) dengan bantuan duri-duri (cirus) pengait yang terdapat pada ujung tangkai daun pada pelepah daun. Rambatan rotan tidak saja hanya pada pohon penopangnya, akan tetapi juga pada pohon-pohon sekitarnya dan kadang-kadang saling berjalinan dengan cabang/ranting pohon. Keadaan tersebut kadangkadang mengakibatkan para penebang rotan akan mengalami kesulitan untuk menarik rotan secara keseluruhan dimana sebagian rotan ada yang tertinggal di atas pohon. Kegiatan panen dan pascapanen ini sangat berperan penting dalam penentuan kualitas rotan yang dihasilkan. Sehingga cara dan penanganan panen serta pascapanen rotan perlu menjadi perhatian utama. 10.2 CARA PANEN a. Umur dan Kriteria Tanaman rotan pada umumnya tumbuh berumpun dan mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Oleh karena itu, pemungutan rotan 94
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
dilakukan secara tebang pilih. Kriteria rotan yang siap dipanen adalah duri berwarna hitam, daun-daunnya kering sehingga daun mudah jatuh. Sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun. Warna tebu telah berubah dari kuning muda menjadi hijau tua. Tebu memiliki bunga daun buah, serta panjang tebu lebih dari lima meter (Januminro, 2000). Hal yang sangat penting sebelum pemanfaatan hasil rotan adalah proses cara pemungutan dan pascapanen. Rotan merupakan tumbuhan merambat di pohon-pohon penopang (turus) dengan bantuan duri-duri (cirus) pengait yang terdapat pada ujung tangkai daun pada pelepah daun. Rambatan rotan tidak saja hanya pada pohon penopangnya, akan tetapi juga pada pohon-pohon sekitarnya dan kadang-kadang saling berjalin dengan cabang atau ranting pohon. Keadaan tersebut kadang-kadang mengakibatkan para penebang rotan akan mengalami kesulitan untuk menarik rotan secara keseluruhan dimana sebagain rotan ada yang tertinggal di atas pohon. Sebagian besar rotan yang dipanen berasal dari hutan alam. Dalam 6 sampai 12 tahun, rotan mencapai usia panen atau usia matang, hal tersebut bergantung pada jenis rotan (spesies), kualitas tanah dan iklim. Usia panen rotan untuk keperluan komersial beraneka ragam, tergantung pada spesies rotan (Abd. Latif 1992). Rotan dewasa umumnya dapat mencapai panjang 20 meter. Ada juga yang mencapai 50 meter hingga 100 meter. Namun kondisi batang menjadi sangat ramping. Pemanenan biasanya dilakukan saat musim kemarau, namun banyak juga masyarakat di Malaysia memanen saat musim hujan. Memanen saat musim kemarau akan mempermudah kegiatan memroses rotan seperti saat menggunakan fungisida dan saat pengeringan. Selain itu, pemanenan rotan saat musim kemarau memudahkan dalam pemungutan rotan, karena rotan hasil pemungutan akan lebih cepat kering dan tunggak (stump) sisa tebangan tidak membusuk yang dapat merusak anakan pada rumpun rotan (rotan yang tumbuh berumpun). Kalau sekiranya harus memanen pada musim hujan, tunggak dari batang yang ditebas ditutupi untuk mencegah masuknya air. Hal ini membantu usaha pelestarian rotan dengan cara menghindari kerusakan ekosistem rumpun rotan. P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
95
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
Pemanenan rotan dilakukan dengan memotong batang 0.3 – 2 meter di atas tanah dengan menggunakan parang dan dilepaskan dari pepohonan dengan cara ditarik ke bawah. Memanen rotan merupakan pekerjaan yang berbahaya. Para pengumpul harus sangat berhati-hati saat batang yang jatuh turut membawa berbagai macam puing seperti batang pohon yang mati, serangga seperti lebah dan semut, sarang hewan, dan gundukan epifit. Jika batang rotan tersangkut di pepohonan, maka pengumpul harus memanjat pohon di dekatnya untuk melepaskannya. Jika hal tersebut tidak bisa dilakukan maka bagian rotan yang tidak bisa didapat akan ditinggalkan. b. Alat pemanenan Gambar 10.2 Alat-alat pemanenan rotan
Sumber: World Wide Fund for Nature (WWF) (2011)
96
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
c. Teknik memanen Memanen rotan dapat dilakukan dengan mengikuti teknik yang disajikan dalam gambar berikut ini.
Sumber: World Wide Fund for Nature (WWF) (2011)
Gambar 10.3 Langkah-langkah Teknik Pemanenan Rotan
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
97
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
Keterangan: 1) Identifikasi rotan untuk menghindari pemotongan yang salah, kemudian potong batang dewasa pada 10 cm di atas akar, hindari benturan dengan batang lainnya. 2) Tarik batang dari akarnya, potong lapisan bagian luar dari akar kemudian tarik kembali. Potong tangkai batang rotan sebelum menarik rotan. 3) Kelompokkan batang-batang rotan sesuai dengan ukurannya, kemudian ikat. 4) Kumpulkan daun-daun dan sampah bekas pemanenan rotan lainnya pada semaksemak untuk pemupukan rotan. 5) Daun-daun sampah sisa pemanenan dapat diolah untuk dijadikan kompos. *** 10.3
MANAJEMEN PANEN
A. Pola Pemanenan Rotan Mengingat tempat panen yang cukup jauh serta berada didalam hutan, panen rotan lebih baik dilakukan secara berkelompok,. Namun demikian, perlu digaris bawahi bahwa berkelompok pada konteks pemungutan rotan, masyarakat biasa hanya terbatas pada istilah ’pergi’ nya saja. Hal ini mengandung arti bahwa secara fisik mereka pergi ke hutan beramai-ramai (berkelompok), namun dalam pelaksanaan kegiatannya di hutan ataupun hasil yang diperoleh akan sangat tergantung pada kemampuan individu masing-masing. Sebagai langkah awal, terlebih dahulu ditentukan titik kumpul. Titik kumpul merupakan tempat dimana satu kelompok mulai berpencar mencari rotan dan bertemu kembali setelah melakukan pemanenan rotan. Selain menjadi tempat berkumpul, titik kumpul juga dijadikan sebagai tempat penampungan sementara rotan hasil panen dari hutan. Pada waktu panen seringkali terdapat dua kelompok panen atau lebih dalam satu area. Oleh karena itu, apabila lokasi rotan yang ditemukan sudah ditemukan oleh pemanen
98
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
lain, hendaknya mencari lokasi rotan yang lain. Berdasar pada kejadian tersebut alangkah baiknya apabila kelompok-kelompok pemanen rotan terstruktur dengan baik. Dalam satu desa didirikan kelompok-kelompok pemanen rotan, sehingga pemungut rotan tercatat dengan baik dan pembagian area panen bisa dilakukan dengan tepat. Pemanen rotan mesti memperhatikan masa regenerasi rumpun rotan. Panen rotan dilakukan secara tebang pilih yaitu rotan yang sudah masak tebang saja yang dipanen. Rotan yang masih muda disisakan antara 3 – 4 batang. Menurut Januminro (2000) hal tersebut dimaksudkan agar para pemanen dapat melakukan pemanenan pada periode berikutnya. Dalam kegiatan pemanenan kayu komersial dikenal istilah daur tebang atau rotasi tebang, dimana penebangan pada petak tertentu akan terulang pada rentang waktu tertentu tergantung jenis pohon yang dipanen. Hal ini pun berlaku pula pada rotan. Rotasi pemanenan perlu dilkukan supaya kelestarian rotan tetap terjaga. Pemanen rotan di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi akan kembali ke tempat pemanenan rotan setelah lebih dari tiga tahun. Hal tersebut bertujuan untuk memberi waktu kepada rumpun sisa atau permudaan alam untuk beregenerasi dan kembali dipanen setelah terdapat kembali rotan yang cukup tua dalam area tersebut. B. Analisis Biaya Panen Rotan Terdapat tiga komponen biaya dalam kegiatan panen rotan, yaitu biaya tetap, biaya tidak tetap, dan biaya produksi total. Biaya tetap adalah biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya, dan tidak mengalami perubahan. Biaya tidak tetap adalah jenis-jenis biaya yang naik turun bersama-sama dengan volume kegiatan. Biaya produksi total adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mendapatkan rotan siap jual. Biaya produksi total diperoleh dari penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap. Yang termasuk ke dalam biaya tetap adalah pemeliharaan peralatan dan perbekalan selama pemanenan. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya tidak tetap adalah biaya P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
99
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
tenaga kerja tenaga kerja selama panen dan tenaga kerja pengangkutan. Biaya tenaga kerja tergolong pada biaya tidak tetap karena pembayaran tergantung dari jumlah atau berat rotan yang ada. Tenaga kerja panen dibayar sesuai dengan kemampuannya memperoleh rotan, sedangkan tenaga kerja pengangkutan dibayar sesuai dengan kemampuan dia mengangkut rotan dan jarak tempuhnya. Keuntungan dari kegiatan pemanenan diperoleh dari hasil perhitungan pendapatan kotor dikurangi biaya produksi. Pendapatan kotor adalah pendapatan hasil dari penjualan jumlah produksi rotan basah dengan harga yang ditetapkan di pasaran. Sebagai contoh seorang petani akan memanen rotan dengan membawa satu parang dengan biaya pemeliharaan Rp10.000,00. Petani tersebut pergi selama tiga hari dengan biaya perbekalan Rp20.000,00 per hari. Selama tiga hari di hutan petani tersebut menghasilkan 1 ton rotan dengan harga rotan saat itu Rp3000,00 per kg. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut: Tabel 10.1. Analisis Biaya Panen Rotan Variable
Volume
Biaya tetap 1. Pemeliharaan peralatan 1 parang 2. Perbekalan 3 hari Total biaya tetap Biaya tidak tetap 1. Tenaga Kerja Panen 1000 kg 2. Tenaga kerja angkut/pikul 1000 kg Total biaya tidak tetap Biaya produksi (Total biaya tetap+ Total biaya tidak tetap) Pendapatan kotor 1000 kg Pendapatan bersih (pendaptan kotor – biaya total)
100
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
Harga satuan
Total
10.000 20.000
10.000 60.000 70.000
500 200
500.000 200.000 700.000 770.000 3.000.000
3000
2.230.000
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
C. Perizinan Panen Rotan Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang tumbuh di lahan lahan hutan milik negara. Oleh karena itu, dalam kegiatan pemanenan rotan diperlukan perizinan. Izin Pemungutan hasil hutan bukan kayu disingkat IPHHBK adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa bukan kayu pada hutan lindung dan/atau hutan produksi, antara lain berupa rotan, madu, buahbuahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan, untuk jangka waktu dan volume tertentu. Lokasi yang dapat digunakan untuk IPHHBK dalam Hutan Alam (IPHHBKHA) atau IPHHBK dalam Hutan Tanaman (IPHHBK-HT) atau IPHHBK dalam Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi (IPHHBK-HTR) pada Hutan Produksi adalah: 1. Hutan produksi yang tidak dibebani izin; dan atau 2. Apabila lokasi yang dimohon telah dibebani izin, harus mendapat persetujuan tertulis dari pemegang izin yang bersangkutan; 3. Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi; 4. Lokasi tersebut huruf b dapat berada dalam kawasan lindung, dan Hutan Produksi dengan Tujuan Khusus (HPTK). Adapun dasar hukum yang mengatur IPHHBK adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lampiran). Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan IPHHBK adalah sebagai berikut: 1. Surat permohonan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
101
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
Terpadu Kabupaten Sambas, sesuai dengan format blangko yang berlaku. 2. Rekomendasi dari kepala desa setempat atau pejabat yang disetarakan (pejabat yang ditunjuk untuk mewakili), yang diketahui oleh camat setempat 3. Fotokopi KTP atau identitas lain yang diketahui kepala desa setempat untuk pemohon perorangan atau akte pendirian beserta perubahan-perubahaannya untuk koperasi. 4. Sketsa lokasi area yang dimohonkan yang diketahui oleh kepala desa setempat dan ditandatangani oleh pemohon. 5. Daftar nama, tipe dan jenis peralatan yang akan dipergunakan dalam melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan. 6. Pertimbangan teknis dari instansi terkait. Sebagai mana surat izin lainnya, IPHHBK memiliki jangka waktu selama 1 tahun dan dapat diperpanjang. IPHHBK diperuntukkan untuk satu kepala keluarga. Setiap kepala keluarga yang memiliki IPHHBK maksimal memanen rotan sebanyak 20 ton dan dapat diperdagangkan. Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan ditetapkan paling lama 12 (dua bhari kerja terhitung sejak diterimanya berkas permohonan dengan lengkap dan benar. Setiap permohonan IPHHBK tidak dikenakan retribusi.***
102
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
DAFTAR P U STAKA Abd. Latif, M. 1992. Procuring of rattans. In Wan Razali, WM.; Dransfield, J.; Manokaran, N. ed., A guide to the cultivation of rattans. Kuala Lumpur, Malaysia: Malayan Forest Record No. 35, Forest Research Institute Malaysia, . pp. 239-260. Ahmad, N.Y., P.Tho and L.T.Hong. 1985. Pest and Diseases of Rattan Products in Pinumsular Malaysia. Proceeding of Rattan Seminar. Kuala Lumpur, Malaysia: Forest Research Institute ,. Alrasjid, H. 1989. Teknik Penanaman Rotan.Informasi Teknis No. 1. Bogor: Pusat Litbang Hutan. Azmi, M. S. M., F. Abood, N. A. Razi. 2011. World distribution of Heterobostrychus aequalis waterhouse (Coleoptera: Bostrychidae). Journal of Entomology, 8: 497-511. Cahyana, B. T. 2014. Papan partikel dari campuran limbah rotan dan penyulingan kulit kayu gemor (Alseodaphne spp.). Jurnal Riset Industri Hasil Hutan 6 (1). Casin, R. F. 1975. Study on the proper utilization of rattan poles. Los Banos: Progress report, project No. 13. PCAR. Ching-Feaw, T., M. Zakaria, A. Mahvudin, L. G. Kirton. 1994. Nursery Techniques for Rattan. Malaysia: Inbar and Frim. Cortes, R.T. 1939. Air seasoning of commercial rattan. Laguna: The Philipines Journal of Forestry 8(4). Cummins, J.E. 1933. Blue stain in Pinus radiate (insiquis) timber. Some premilinary exsperiments with case stock. Division of forest Products Reprint 14. p. 244 – 251. Darma,S. 1987. Pengaruh konsentrasi bahan pemutih kaporit dan kostik soda terhadap warna dan sifat mekanis beberapa jenis rotan. Bogor: Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan, IPB. Tidak diterbitkan. Direktorat Jendral Industri Agro. 2016. Industri Pengolahan Rotan – Provinsi Jawa Barat. Tersedia online http://agro.kemenperin.go.id/esiagro/komoditas/rotan-/analisis-investasi-
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
103
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
rotan/pengolah-rotan/. Diakses pada [6/10/16]. Dransfied,J dan N. Manokaran. 1996. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 6: Rotan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Bogor: PROSEA. . Hadikusumo, S. A. 1988. Properties and potensial uses of unexploited rattan in Indonesian. Final Report Rattan Indonesian Project. 1984 – 1988. Jakarta: IRDC – and Departemen. of Forestry. p. 186 – 190. Handayani, D. V. 1993. Pengaruh pengukusan, perendaman urea dan perendaman amoniak terhadap pelengkungan, dan sifat fisis mekanis rotan manau dan rotan batang. Skripsi. Bogor. Fakultas Kehutanan. IPB. Hernanto, F. 1995. Ilmu Usaha tani. Jakarta: Penebar Swadaya. Holtam, B.W. 1966. Blue stain. Its effect on the wood of home grown conifer and suggested methos of control. Forestry Commision. Leafleat No. 53: 1-3. Januminro, CFM. 2000. Rotan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Jasni, D. & G. Sumarni. 1999. Pengetahuan Sifat Keawetan dan Penyebaran Jenis Rotan. Diktat Diklat Disainer Mebel Kayu dengan Bahan rotan non Paforit. Kerjasama Pusat Penelitian Hasil Hutan dengan Pengelola Dana Hasil Hutan. Bogor: Direktorat Jenderal Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan, Jasni, D. & D Martono. 1999. Pengawetan rotan asalan. Petunjuk Teknis. Bogor: Pusat Litbang Hutbun. Jasni, D., Martono & N. Supriana. 2000. Sari Hasil Penelitian Rotan. Dalam Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Jasni, Krisdianto, T. Kalima, & Abdurachman. 2012. Atlas Rotan Indonesia Jilid 3. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Jurc, M. 2005. Pinhole borer (Platypus cylindrus). Slovenia: University of Ljubljana Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2013. Warta Ekspor. Tersedia o n l i n e - h t t p : / / d j p e n . ke m e n d a g . g o . i d / a p p _ f ro n te n d / we b ro ot / a d m i n / d o c s / publication/7351384233529.pdf. Diakses pada [1/10/16]. 104
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
Krisdianto dan Jasni. 2006. Pelengkungan dalam Industri Pengolahan Rotan. Info Hasil Hutan 12 (1). Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Krisdianto, Jasni & O. Rachman. 2007. Pelengkungan rotan dengan gelombang mikro. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 25 (2): 166-181. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Martawijaya, A. 1988. Bahan pengawet kayu. Himpunan diktat kursus Sawmill Technician, Angkatan VIII. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Tidak diterbitkan. Martono, D. 1990. Percobaan penggunaan pestisida untuk mencegah serangan jamur pewarna pad rotan. Jurnal Pen. HH. 7 ( 2 ) : 54-60. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan & Sosek. Martono, D. 1990a. Proses pengawetan rotan. Diktat kursus penguji rotan. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Tidak diterbitkan. Maulana, H. 1997. Penetuan faktor konversi dalam proses pengolahan rotan untuk bahan baku furnitur. Skripsi. Bandung: Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan, Unwim. Mubyarto. 1998. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Nikmatin, S., S. Purwanto, A. Maddu, T. Mandang, & A. Purwanto. 2012. Analisis struktur selulosa kulit rotan sebagai filler bionanokomposit dengan difraksi sinar-x. Jurnal Sains Materi Indonesia 13 (2): 97 – 102. Probowati, B.D., Y. Arkeman. 2011. Analisis Rantai Pasokan Komoditas Rotan. Embryo 8 (2): 100 – 107. Rachman, O. 1984. Pengaruh kondisi penggorengan terhadap kualitas rotan manau. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 1 (4) : 14-19. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Rachman, O. dan A. Santoso. 1996. Pengupasan dan Pengeringan Bahan Baku Rotan Segar. Bogor: Laporan Proyek Peneltian Puslitbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi. Rachman, O., S. Suhardjo & M. Suwirman. 1997. Perbaikan teknik pelengkungan rotan melalui perendaman dengan larutan Dimetil Sulfoksida. Buletin Penelitian Hasil Hutan 15 (4) : 299 – 311. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan & Sosek.
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
105
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
Rachman, O., E. Basri dan D. Martono. 2000. Pedoman Pengolahan Rotan Lepas Panen. Jakarta: Perum Perhutani. Rachman, O. dan H. Hermawan. 2005. Pedoman Penggorengan Rotan: Suatu Cara Menghasilkan Rotan Mutu Prima. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Rachman, O. dan Jasni. 2013. Rotan: Sumber Daya, Sifat dan Pengolahannya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Roldan, L.P. 1954. Stain discoloration in ratan. The Phil. Lumberman 4(32) : 12-13. Rujehan. 2001. Pendapatan petani rotan berdasarkan produk akhir di desa Muara Asa Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat. Jurnal Rimba Kalimantan 6 (2): 32 – 44. Samarinda: Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Salita, A. A. 1985. Rattan industry of the Philippines. In : proc. Rattan Seminar, Kuala lumpur: The RIC (1985) : 95 – 116. Setiaji, H. 1997. Studi tentang kerusakan rotan akibat pembengkokan pada industri mebel rotan di Mojokerto, Jawa Timur. Skripsi Jur. THH, Fahutan Universitas Winayamukti. Bandung. Simatupang, M. H. 1978. The processing of rotan, minor forest products from tropical rain forest. Voluntary paper in WFC – VIII. Jakarta: Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian. Stam, A. J. 1964. Wood an Cellulose Science. New York: The Ronald Press Company. Sumarni. 1994. Penggunaan bahan pengawet chloropyrifos sebagai pencegahan serangan kumbang bubuk pada rotan. Makalah Seminar Rotan Jakarta: FMIPA, UI. Sumarni. 1994a. Pengaruh pengukusan pada rotan yang diawetkan terhadap serangan bubuk Dinoderus minutus Febr. Makalah Seminar Rotan. Jakarta: FMIPA UI. Sumarni, & A. Ismanto. 1994. Penggunaan boraks untuk mencegah serangan pada kumbang bubuk pada rotan batang (Daemonorops robustus Warb. ). Makalah Seminar Rotan Jakarta: FMIPA UI. Toni C Lo.1976. Production and Marketing of Rattan Furniture in Indonesia. Assistance to 106
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
BAB 11 PA N D U A N PA N E N R O TA N
The National Agency for Export Development (NAFED). Indonesia: Ministry of Trade, im the field of Export Product Adaptation. IS/INS74/030. Trotman, E. R. 1968. Textile scouring and bleaching. London: Charles Griffin & Company, Ltd. World Wide Fund for Nature (WWF). 2011. Sustainable Rattan Harvesting Mini Guide. Tersedia online http://www.panda.org/rattan. Diakses pada [5/10/16] Yuniarti, K. & E. Basri. 2005. Rekayasa Alat Kontrol Suhu dan Kelembaban untuk Bangunan Pengeringan Kombinasi Tenaga Surya dan Panas Tungku. Laporan Hasil Penelitian. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan. Zieck, J.F.U. 1976. Rattan cane: preparation for furniture making and export. Boroko, Papua New Guinea: Forest Products Research Centre.
P A N D U A N
P A N E N
R O T A N
107