2008 analisis user based survey kesehatan leni

Page 1

LAPORAN USER BASED SURVEY ON PUBLICLY PROVIDED HEALTH SERVICE (USER BASED SURVEY TENTANG PELAYANAN KESEHATAN YANG DISEDIAKAN PEMERINTAH DAERAH)

Oleh: Leni

PERKUMPULAN INISIATIF 2008


BAB I PENDAHULUAN A.

TUJUAN

Tujuan analisis masalah, persepsi dan harapan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Kabupaten Bandung ialah: upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Bandung dengan memperhatikan aspek kemampuan membayar (Willingness to Pay) masyarakat, untuk kemudian dapat dijadikan acuan penetapan kebijakan yang tertuang dalam dokumen rencana pembangunan pemerintah berupa RPJP maupun RPJM. Sasaran yang ditinjau untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ialah: 1. Teridentifikasinya karakteristik pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Bandung; 2. Teridentifikasinya persepsi masyarakat (user) terhadap kualitas pelayanan kesehatan eksisting; 3. Teridentifikasinya kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk membayar (Abbility and Willingness to Pay) biaya pelayanan kesehatan; 4. Teridentifikasinya masalah atau kendala pelayanan kesehatan pihak rumah sakit/puskesmas (provider); 5. Teridentifikasinya upaya peningkatan pelayanan kesehatan yang optimal.

B.

RUANG LINGKUP

Studi ini mencakup wilayah Kabupaten Bandung, yang terdiri dari tigapuluh kecamatan. C.

METODA SURVEY

Metoda survey yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang mampu merepresentasikan konsisi eksisting dengan validitas yang tinggi ialah: 1. Penentuan sampel menggunakan Multistage Random Sampling dengan tingkat validitas 90% (tingkat error sebesar 0,1). Perhitungan didasarkan pada jumlah pasien rata-rata dalam satu minggu di tiap puskesmas/rumah sakit. 2. Penarikan sampel dilakukan secara acak sistematis sehingga terdistribusi merata di tigapuluh kecamatan di Kabupaten Bandung. Perhitungan pada point pertama, menghasilkan 516 responden untuk mendukung studi ini. D.

METODA ANALISIS

Metoda analisis didukung dengan penggunaan software SPSS 10.0 for Windows dan Microsoft Excel untuk membantu dalam proses pembobotan. Kemudian dilakukan uji tabulasi silang untuk melihat


keterkaitan variabel dependent maupun independent

yang diasumsikan mampu mempengaruhi

upaya peningkatan kualitas kesehatan. E.

ANALISIS

1.

Analisis terhadap variable independent yaitu karakteristik responden

2.

Analisis terhadap variabel dependent yaitu harapan, persoalan, dan persepsi masyarakat

3.

Analisis tabulasi silang (crosstab) antar dua variabel

Dari point-point diatas maka diupayakan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok yang mencakup: −

Bagaimana karakteristik pengguna layanan kesehatan di Kabupaten Bandung?

Bagaimana persepsi pengguna layanan kesehatan terhadap kualitas pelayanan kesehatan saat ini?

Bagaimana Abbility to Pay dan Willingness to Pay pengguna layanan kesehatan?

Bagaimana masalah/kendala dalam operasional pelayanan kesehatan ditinjau dari sudut pandang petugas (provider)?

Pertanyaan-pertanyaan diatas diperinci lagi untuk menjawab kebutuhan analisis.


BAB II HASIL SURVEY: ANALISIS MASALAH, PERSEPSI, DAN HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN BANDUNG Hasil survey ini dapat merepresentasikan gambaran sebenarnya mengenai tingkat pelayanan kesehatan puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Bandung (dengan tingkat kepercayaan hingga 90%). 1. KETERANGAN HASIL SURVEY Survey ini berhasil mewawancarai 516 responden, pasien puskesmas ditigapuluh puskesmas yang tersebar di tigapuluh kecamatan di Kabupaten Bandung (Induk). Dari jumlah tersebut, 350 orang (68%) adalah perempuan, sedangkan sisanya sebanyak 166 orang (32%) adalah laki-laki. Nama Kecamatan Kertasari Cileunyi Ibun Solokan Jeruk Pacet Paseh Cikancung Rancaekek Baleendah Cicalengka Nagrek Margaasih Katapang Soreang Ciwidey Rancabali Banjaran Cangkuang Cimaung Pangalengan Arjasari Pameungpeuk Dayeuhkolot Bojongsoang Pasirjambu Cimenyan Cilengkrang Majalaya Ciparay Margahayu Soreang Total

Jumlah Responden 6 15 19 15 20 15 14 20 18 19 16 16 20 21 11 14 20 12 18 18 18 20 20 11 16 9 19 17 16 15 28 516

Persentase 1.2 2.9 3.7 2.9 3.9 2.9 2.7 3.9 3.5 3.7 3.1 3.1 3.9 4.1 2.1 2.7 3.9 2.3 3.5 3.5 3.5 3.9 3.9 2.1 3.1 1.7 3.7 3.3 3.1 2.9 5.4 100.0


2. KARAKTERISTIK UMUM PENGGUNA LAYANAN PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT Karakteristik masyarakat Kabupaten Bandung yang mencakup tigapuluh kecamatan, khususnya masyarakat pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit adalah sebagai berikut:

Distribusi usia pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit mulai dari 12 tahun sampai dengan 80 tahun, dengan rata-rata usia 34 tahun. Hal ini dapat dijadikan indikator karakteristik responden pengguna layanan kesehatan sebagian besar termasuk kedalam kelompok usia produktif. Artinya derajat kesehatan masyarakat yang termasuk kedalam usia produktif memerlukan pelayanan kesehatan yang beragam.

Sebesar 68% pengguna layanan kesehatan ini adalah perempuan. Aspek ini ditujukan untuk mejawab pertanyaan-pertanyaan yang akan terkait dengan issu bias gender ditinjau dari perbedaan derajat kesehatan. Adapun hasil yang dapat disimpulkan dari analisis aspek ini adalah sebagai berikut: −

Adakah perbedaan pola penggunaan jenis layanan kesehatan (puskesmas atau rumah sakit) ditinjau dari aspek gender? Hasil analisis menunjukkan proporsi penggunaan layanan kesehatan puskesmas lebih banyak dimanfaatkan oleh perempuan, lain halnya dengan proporsi pengguna rumah sakit yang jauh lebih banyak dimanfaatkan oleh laki-laki untuk kebutuhan berobat dibandingkan oleh perempuan. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah: waktu layanan puskesmas yang belum optimal. Pengguna Layanan Pengguna Layanan Puskesmas Rumah Sakit LakiPerempuan Laki-Laki Perempuan Laki Total 147 341 19 9 Responden Persentase (30%) (70%) (68%) (32%)

−

Adakah keterkaitan antara jenis kelamin dengan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan? Terdapat keterkaitan yang erat antara jenis kelamin dengan pelayanan kesehatan yang diperlukan, perempuan sebagai pengguna layanan kesehatan paling banyak, membutuhkan jenis pelayanan untuk berobat. Artinya: derajat kesehatan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki; kebutuhan untuk konsultasi/check up bukan menjadi prioritas, hal ini membuktikan kecenderungan pengguna layanan kesehatan hanya untuk berobat ketika sakit saja (belum ada upaya preventif personal); masih rendahnya angka pelayanan


Keluarga Berencana (KB), hal ini tentunya perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi beban angka tanggungan hidup. Jenis Pelayanan Kesehatan Konsultasi Pelayanan Berobat Kesehatan/Check Keluarga Lainnya Up Berencana Jenis Kelamin laki-Laki 144 12 1 6 33,3% 25,5% 5,6% 46,2% Perempuan 288 35 17 9 66,7% 74,5% 94,4% 53,8% Total 432 47 18 15 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Total 99 3 75,0% 1 25,0% 4 100,0%

166 32,2% 350 67,8% 516 100,0%

Persentase terbesar ditinjau dari tingkat pendidikan ialah sebesar 33 % dari total pengguna layanan

puskesmas memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Yang perlu

diperhatikan Adakah keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan jenis kelamin (perlu diperhatikan bias gender ditinjau dari tingkat pendidikan). Adapun analisis yang telah dilakukan menghasilkan pernyataan sebagai berikut: -

Rata-rata tingkat pendidikan terakhir pengguna layanan kesehatan adalah SD;

-

Dilihat dari hasil uji tabulasi silang, terdapat keterkaitan antara jenis kelamin dengan tingkat pendidikan pengguna layanan kesehatan, sebagian besar pengguna layanan puskesmas adalah perempuan dengan tingkat pendidikan maksimal adalah Sekolah Dasar, hal ini dapat dikaitkan dengan masih tingginya angka kematian bayi yang disebabkan BBLR, karena kondisi gizi yang buruk pada saat ibu hamil, upaya minimalisir perlu didukung oleh program pemerintah terkait dengan peningkatan kualitas kesehatan perempuan;

-

Dilihat dari hasil uji crosstab dapat dilihat keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan persepsi kondisi sarana kesehatan, yang tentunya akan mempengaruhi seberapa besar persepsi pengguna layanan kesehatan terhadap kualitas dan penting atau tidaknya perbaikan sarana kesehatan ditinjau dari aspek fisik. Kecenderungan persepsi pengguna yang memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar terhadap kualitas fisik sarana kesehatan adalah baik. Lain halnya dengan persentase pengguna layanan kesehatan yang memiliki tingkat pendidikan jauh lebih tinggi, mereka menyatakan kondisi fisik sarana kesehatan (terutama puskesmas) masih memerlukan penambahan, ditinjau dari luas bangunan, penambahan ruangan, dan perbaikan kondisi bangunan.

Pekerjaan yang paling banyak ditekuni adalah sebesar 62% dari total responden termasuk dalam cluster lainnya, yang menunjukkan distribusi karakteristik aktivitas sebagai ibu rumah tangga, buruh, petani, dan pengangguran (dapat dikaitkan dengan besarnya jumlah pendapatan dan


tingkat pendidikan). Proporsi diatas menunjukkan masih tingginya angka ketergantungan hidup. Dari kajian aspek ini maka dapat diketahuit: −

Persentase terbesar pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit adalah perempuan dengan karakteristik aktivitas sebagai ibu rumah tangga, yang diidentikkan dengan kelompok tidak produktif.

−

Adakah issue bias gender ditinjau dari jenis pekerjaan terhadap derajat kesehatan? Ditinjau dari derajat kesehatan dapat diketahui bahwa ibu rumah tangga lebih rentan terhadap penyakit (derajat kesehatan masih rendah) karena persentase terbesar kebutuhan pelayanan kesehatan adalah untuk berobat (point 3).

−

Ditinjau dari persepsi mengenai kebutuhan yang perlu ditingkatkan berdasarkan uji crosstab, diketahui bahwa 62% pengguna layanan kesehatan termasuk kedalam cluster lainnya (ibu rumah tangga, buruh, petani, dan pengangguran) menyatakan perlunya peningkatan krusial terhadap upaya penambahan waktu operasional puskesmas (139%), penambahan jumlah tenaga medis (dokter. bidan, dan perawat) 109%, upaya peningkatan keramahan pelayanan tenaga kesehatan terhadap pasien (36%), serta perlunya perbaikan gedung/sarana prasarana (21%).

−

Perlu diperhatikan: kebutuhan peningkatan pelayanan oleh karakteristik pengguna yang termasuk cluster lainnya (ibu rumah tangga, buruh, petani, pengangguran) didasarkan pada kemampuan dan kemauan penggunaan layanan puskesmas khususnya sebagai sarana kesehatan yang jauh lebih murah (keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan/biaya pengobatan dan ongkos transportasi) dibandingkan dengan penggunaan layanan kesehatan yang lain (RSPD, Rumah Sakit Swasta, ataupun DTP) jauh lebih kecil. Keterkaitan Antara Jenis Pekerjaan dengan Jenis Kelamin dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Jenis Kelamin

Jenis Pekerjaan

PNS/TNI/Polisi Wiraswasta/Pengusaha Pelajar Pegawai Swasta Lainnya 99

Laki-Laki

Perempuan

Jam Buka Diperpanjang

13 (7,8%) 47 (28,3%) 13 (7,8%) 40 (24,1%) 52 (31,3%) 1 (0,6%)

11 (3,1%) 24 (6,9%) 10 (2,9%) 34 (9,7%) 296 (76,9%) 2 (0,6%)

10 (4,5%) 26 (11,7%) 13 (5,8%) 32 (14,3%) 139 (62,3%) 3 (1,3%)

Peningkatan Pelayanan Kesehatan Penambahan Peningkatan Perbaikan Jumlah Keramahan Gedung/ Dokter, Pelayanan Sarana Bidan, dan Terhadap Prasarana Perawat Pasien 9 1 3 (5,3%) (3,2%) (4,8%) 24 3 14 (14,2%) (9,7%) (22,2%) 5 1 3 (3,0%) (3,2%) (4,8%) 22 5 7 (13,0%) (16,1%) (11,1%) 109 21 36 (64,5%) (67,7%) (57,1%)

Lainnya 1 (6,7%) 3 (20,0%) 3 (20,0%) 8 (53,3%)

99

1 (6,7%) 1 (6,7%) 5 (33,3%) 8 (53,3%)


Rata-rata jumlah anggota keluarga yang menggunakan layanan puskesmas dan rumah sakit ialah sebanyak empat orang per kepala keluarga (4 orang/KK). Hal ini akan berpengaruh pada angka ketergantungan hidup. Yang perlu diperhatikan: -

Jumlah pendapatan terkait dengan jumlah anggota keluarga dan proporsi pengeluaran per bulan;

-

Masih tingginya gap antara jumlah pendapatan dengan jumlah anggota keluarga (dengan rata-rata jumlah anggota keluarga empat orang per KK, tingkat pendapatan berkisar kurang dari Rp.500.000,-).

Jumlah Anggota Keluarga 140

120

100

80

60

Frequency

40

20 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

99

Jumlah Anggota Keluarga

Dari hasil uji tabulasi silang, dapat diketahui: −

Jumlah anggota keluarga sebanyak empat orang ditunjang dengan jumlah pendapatan kurang dari Rp. 500.000, dengan angka tanggungan 3 orang per KK;

−

Jika dikaitkan dengan jumlah pengeluaran, untuk tiap KK dengan jumlah anggota keluarga empat orang, beban pengeluaran per bulan adalah Rp. 500.000,-, artinya kemampuan saving dapat dikatakan tidak ada;

−

Terdapat keterkaitan yang cukup erat antara jumlah anggota keluarga dengan frekuensi berobat, dimana dari 285 pengguna layanan kesehatan dengan jumlah anggota keluarga empat orang, sebesar 57% nya memiliki frekuensi berobat lebih dari empat kali dalam setahun.

Rata-rata jarak tempuh dari tempat tinggal ke puskesmas dan rumah sakit adalah sejauh 1 - 2 Kilometer. Jarak tempuh tersebut masih dirasakan wajar untuk aksesibilitas puskesmas di


kecamatan, tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah ongkos transportasi dan moda angkutan yang digunakan, serta aksesibilitas ditinjau dari sistem jaringan jalan.

Moda angkutan menuju puskesmas dan rumah sakit sebagian besar menggunakan moda angkutan umum Moda angkutan yang paling banyak digunakan adalah angkutan umum/angkot (36%), berjalan kaki (21%), motor pribadi (20%), dan ojeg (18%). Perlu diperhatikan ongkos transportasi yang perlu dikeluarkan untuk tiap kali melakukan kunjungan ke puskesmas atau rumah sakit.

Dari hasil analisis tabulasi silang diketahui bahwa rata-rata jarak tempuh dari tempat tinggal ke pusat pelayanan kesehatan adalah 1 – 2 Kilometer dengan persentase penggunaan moda angkutan umum ataupun jalan kaki. Yang perlu diperhatikan: - Dengan kondisi membutuhkan pelayanan kesehatan, apakah berjalan kaki untuk memperoleh pelayanan kesehatan sejauh 1-2 km dianggap wajar?; - Ternyata dari hasil uji tabulasi silang, sebanyak 121 pengguna layanan puskesmas yang menggunakan angkutan umum perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp.1000 – Rp.2000,-; - Ditinjau dari keterkaitan antara moda angkutan yang digunakan dengan layanan kesehatan (khususnya puskesmas) yang dikunjungi untuk melihat seberapa besar aksesibiltasnya, dari hasil uji crosstab dapat diketahui bahwa: Kecamatan Kertasari, Paseh, Pasirjambu, Cimenyan, Cilengkrang adalah kecamatan dengan persentase terbesar dimana akses ke layanan puskesmas dijangkau dengan menggunakan moda angkutan ojeg, yang perlu diperhatikan: a.

Rata-rata puskesmas tersebut memiliki jarak tempuh dari tempat tinggal antara 1 – 2

Km; b.

Penggunaan moda angkutan ojeg cenderung jauh lebih mahal dibandingkan angkutan

umum. −

Kecamatan Arjasari merupakan kecamatan yang dijangkau dengan angkutan umum dan motor pribadi, jika ditinjau dari jarak tempat tinggal ke puskesmas rata-rata jarak tempuh berkisar antara 2 – 3 Km.

Sebesar 28% pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit tidak mengeluarkan biaya transportasi dengan asumsi dikarenakan menggunakan moda angkutan pribadi dan berjalan kaki. Adapun biaya yang dikeluarkan untuk biaya transportasi rata-rata sebesar Rp. 1.000 – Rp. 2.000,-.


Ditinjau dari keterkaitan antara biaya transport dengan layanan kesehatan, maka dari hasil uji crossrab dapat diketahui bahwa: −

142 pengguna layanan kesehatan berjalan kaki untuk mencapai puskesmas/rumah sakit, kecuali Puskesmas Majalaya Baru dimana tidak ada satupun responden yang berjalan kaki untuk mencapai sarana kesehatan tersebut (jarak dari rumah tinggal ke Puskesmas Majalaya Baru berkisar antara 3 – 5 Km);

103 pengguna layanan kesehatan di hampir seluruh kecamatan yang menggunakan angkutan umum mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp. 2000,-, kecuali Kecamatan Margaasih, Rancabali, dan Ciparay (jarak tempuh berkisar 1 – 5 Km lebih, cenderung lebih banyak menggunakan ojeg dan motor pribadi).

Dari hasil uji crosstab diketahui bahwa hubungan antara biaya transport dan alat transportasi terlihat pada kecenderungan ongkos transportasi dengan penggunaan angkutan umum lebih seragam, yakni berkisar antara Rp. 1.000 – Rp. 2.000, lain halnya dengan penggunaan moda transportasi lain (selain angkutan umum) yang jauh lebih variatif tergantung jarak tempuh. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah waktu tempuh, dimana kecenderungan penggunaan moda angkutan umum lebih lama.

Frekuensi berobat rata-rata adalah lebih dari empat kali dalam satu tahun, dengan kebutuhan pelayanan untuk berobat. Keterkaitan Antara Frekuensi Berobat dengan Jenis Kelamin dan JenisPelayanan Kesehatan Jenis Pekerjaan 1 kali 2 kali 3 kali Lebih dari 4 kali 99

Jenis Kelamin Laki-Laki

Perempuan

29 35,4% 28 35,0% 24 38,1% 84 29,5% 1 25,0%

53 64,6% 52 65,0% 39 61,9% 201 70,5% 3 75,0%

Berobat 69 84,1% 68 85,0% 55 87,3% 237 83,2% 1 25,0%

Konsultasi Kesehatan/Check Up 9 11,0% 9 11,3% 5 7,9% 22 7,7% 2 50,0%

Pelayanan KB 2 2,4% 1 1,3% 2 3,2% 13 4,6%

Lainnya

99

1 1,2%

1 1,2% 1 1,3%

1 1,6% 10 3,5% 1 25,0%

2 ,7%

Dari hasil analisis tabulasi silang antara frekuensi berobat dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan, dapat diketahui sebesar 237 pengguna layanan puskesmas berobat lebih dari empat kali dalam setahun dengan kebutuhan pelayanan berobat. Artinya masih perlu diupayakan peningkatan kualitas kesehatan yang terkait dengan peningkatan kinerja pelayanan termasuk pemahaman masyarakat (terutama perempuan/ibu hamil) akan pentingnya kesehatan dan upaya menjaga lingkungan.


Jumlah pendapatan per bulan adalah kurang dari Rp. 500.000 dengan rata-rata jumlah pengeluaran yang sama besarnya yakni Rp. 500.000. Hal ini perlu diintegrasikan dengan pertanyaan sebagai berikut: −

Seberapa besar prioritas pengeluaran untuk pelayanan kesehatan, dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp. 500.000,- per bulan?

−

Bagaimana dengan kemampuan saving untuk kebutuhan tak terduga (termasuk kalau sakit)?

Dari hasil uji tabulasi silang diketahui dari 247 responden dengan pendapatan kurang dari Rp. 500.000,- sebesar 31% memiliki beban pengeluaran Rp.500.000,- per bulan. Dengan rata-rata empat orang per KK, kebutuhan utama dapat dipenuhi, tetapi tidak ada kemampuan untuk saving terkait dengan kesiapan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dari 133 pengguna layanan kesehatan, sebesar 18% menganggap prioritas kesehatan ada pada urutan prioritas pengeluaran ke-enam, sedangkan sebesar 16% menganggap pengeluaran untuk kebutuhan akan pelayanan kesehatan hanya berada pada prioritas ke-delapan dan sembilan. Artinya kesadaran masyarakat sendiri pun belum optimal, hanya berobat jika sudah sakit saja.

Prioritas pengeluaran per bulan paling tinggi adalah makanan, adapun kebutuhan untuk pengeluaran biaya kesehatan berada pada prioritas ke-tiga. Item Penilaian a. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Makanan d. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Pendidikan e. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Kesehatan b. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Perumahan/Kontrakan f. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Listrik c. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Air Bersih i. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Transportasi g. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Pakaian h. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Sampah j. Tingkat Kepentingan Pengeluaran Hiburan

Standardized Score 0.9781 0.7366 0.7036 0.6401 0.6359 0.5550 0.4477 0.4234 0.1998 0.1020

Tingkat Kepentingan 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Prioritas pengeluaran untuk kebutuhan pelayanan kesehatan masih dibawah makanan dan pendidikan, hal ini menggambarkan tingkat kesejahteraan masih belum optimal, ketika kebutuhan primer masih menjadi prioritas.


3. PERSEPSI PENGGUNA LAYANAN KESEHATAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN SAAT INI 1. Jarak Tempuh

Jarak Tempuh (Km) 1,00 2,00 3,00 0,50 5,00 4,00 0,01 – 0,40 1,50 – 30,00

Persepsi (Jumlah Orang/Persentase) Jauh Tidak Jauh 42 101 29,2% 70,1% 71 47 60,2% 39,8% 27 21 56,3% 43,8% 11 33 25,0% 75,0% 23 7 74,2% 22,6% 16 1 94,1% 5,9% 6 32 12% 84% 35 8 81% 19%

Jarak tempuh dari tempat tinggal ke puskesmas akan mempengaruhi beban biaya yang dikeluarkan untuk ongkos transportasi dari tempat tinggal menuju puskesmas. Persentase mengenai persepsi pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit hampir seimbang, yang perlu diperhatikan dalam hal ini: Jarak tempuh jauh, karena biaya yang dikeluarkan cukup besar, dan akan mempengaruhi keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan berobat. Dari hasil uji tabulasi silang dapat diketahui persepsi mengenai jarak tempuh dilihat dari jarak tempat tinggal ke sarana kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) ialah: tidak jauh ketika jarak tempuh berkisar sampai dengan satu kilometer, dan jauh ketika jarak tempuh sudah lebih dari dua kilometer. Jadi kesimpulannya, rata-rata Jarak tempuh masih jauh; dan Ongkos transportasi mahal, sehingga cenderung berjalan kaki sampai dengan jarak tempuh 1 – 2 kilometer. 5. Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Kebutuhan pelayanan kesehatan sebesar 84% adalah untuk berobat, yang perlu diperhatikan dalam hal ini:

Frekuensi berobat masih tinggi (lebih dari empat kali dalam setahun);

Dengan frekuensi yang masih tinggi, kebutuhan berobat adalah yang terbanyak, artinya derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bandung masih belum optimal;


Kebutuhan pelayanan Keluarga Berencana cenderung jauh lebih sedikit (3%), hal ini akan mempengaruhi angka kelahiran bayi yang tentunya berdampak pada angka ketergantungan hidup dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung;

Jenis Pekerjaan Lainnya (Ibu Rumah Tangga, Buruh Tani, Pengangguran) Wiraswasta/Pengusaha Pegawai Swasta PNS/TNI/Polisi Pelajar

Berobat 270 62,5% 61 14,1% 60 13,9% 21 4,9% 17 3,9%

Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Konsultasi Kesehatan/ Pelayanan Check Up Keluarga Berencana 25 18 53,2% 100,0% 4 8,5% 12 25,5% 2 4,3% 4 8,5%

Lainnya 6 46,2% 4 30,8% 1 7,7% 2 15,4%

Ditinjau dari keterkaitan antara jenis pekerjaan dengan jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan, maka dari 321 pengguna layanan kesehatan yang termasuk kedalam cluster lainnya sebesar 62% memiliki keperluan untuk berobat;

Kelompok yang termasuk dalam cluster lainnya (ibu rumah tangga, buruh, petani, dan pengangguran) cenderung memiliki kualitas kesehatan yang rentan terhadap penyakit);

Dapat diasumsikan hal pada point 5 disebabkan karena: tingkat pendidikan kurang, tingkat pendapatan rendah, dan angka tanggungan hidup cukup besar.

7. Kualitas Pelayanan Kesehatan Pendidikan * Kualitas Pelayanan Kesehatan Crosstabulation Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar (SD) SLTA/SMU/Sederajat SLTP/SMP/Sederajat Perguruan Tinggi 99 Lainnya

Buruk 2 7,7% 10 38,5% 6 23,1% 7 26,9% 1 3,8%

Kualitas Pelayanan Kesehatan Baik Sangat Baik 162 4 34,5% 26,7% 146 5 31,1% 33,3% 127 5 27,1% 33,3% 27 5,8% 6 1,3% 1 1 ,2% 6,7%

Abstain/99 1 25,0% 2 50,0% 1 25,0%

Kualitas pelayanan kesehatan ditinjau dari persepsi masyrakat sebesar 90% menyatakan baik, namun yang perlu diperhatikan adalah:

Pengguna menyatakan kualitas pelayanan kesehatan Baik berdasarkan pelayanan tenaga medis dan administrasi yang cukup ramah, tepat waktu (sesuai operasional jam buka


pertama/08.00 WIB), dengan upaya mengatasi keluhan sakit yang dapat ditangani (kebutuhan hanya berobat untuk penyakit umum);

Menyatakan Baik ditinjau dari harga berobat yang murah (adanya ASKESKIN untuk masyarakat miskin khususnya);

Menyatakan Baik ditinjau dari kualitas obat yang memang memberikan pengaruh terhadap upaya penyembuhan.

8. Kelengkapan Pelayanan Kesehatan Persentase mengenai persepsi pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit terhadap kelengkapan jenis pelayanan kesehatan saat ini. Hal ini dapat dijadikan indikator jenis gangguan kesehatan yang dialami oleh masyarakat Kabupaten Bandung dengan kuantitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Adapun klasisifkasi terbesar jenis pelayanan kesehatan yang belum ada adalah pelayanan kesehatan penyakit dalam (25%), pelayanan kesehatan THT (24%), dan mata (22%), hal ini dapat diasumsikan:

Pemenuhan akan pelayanan kesehatan tersebut memerlukan rujukan ke Rumah Sakit;

Kebutuhan pengeluaran berupa biaya transportasi dan pengobatan akan jauh lebih besar;

Puskesmas belum menjalankan fungsinya secara menyeluruh dalam upaya memberikan pelayanan yang bersifat preventif terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan dasar (mata, THT, penyakit dalam).

Pelayanan Kesehatan Mata

Belum Ada Sudah Ada 99

Total Belum Ada Pelayanan Kesehatan THT

Sudah Ada 99

Tota Pelayanan Kesehatan Kulit

Belum Ada Sudah Ada 99

Total Pelayanan Kesehatan Gigi

Belum Ada Sudah Ada 99

Perguruan Tinggi 10 29,4% 16 47,1% 8 23,5% 34 100,0% 11 32,4% 15 44,1% 8 23,5% 34 100,0% 10 29,4% 16 47,1% 8 23,5% 34 100,0% 4 11,8% 22 64,7% 8

Pendidikan SLTA/SMU/ SLTP/SMP/ Sekolah Sederajat Sederajat Dasar (SD) 61 47 53 37,2% 33,6% 31,4% 67 67 72 40,9% 47,9% 42,6% 36 26 44 22,0% 18,6% 26,0% 164 140 169 100,0% 100,0% 100,0% 62 52 66 37,8% 37,1% 39,1% 66 62 59 40,2% 44,3% 34,9% 36 26 44 22,0% 18,6% 26,0% 164 140 169 100,0% 100,0% 100,0% 46 44 37 28,0% 31,4% 21,9% 82 70 88 50,0% 50,0% 52,1% 36 26 44 22,0% 18,6% 26,0% 164 140 169 100,0% 100,0% 100,0% 10 2 12 6,1% 1,4% 7,1% 118 112 113 72,0% 80,0% 66,9% 36 26 44

Total Lainnya

99

2 100,0% 2 100,0%

2 28,6% 2 28,6% 3 42,9% 7 100,0% 3 42,9% 1 14,3% 3 42,9% 7 100,0% 2 28,6% 2 28,6% 3 42,9% 7 100,0%

2

4 57,1% 3

2 100,0% 2 100,0%

2 100,0% 2 100,0%

173 33,5% 224 43,4% 119 23,1% 516 100,0% 194 37,6% 203 39,3% 119 23,1% 516 100,0% 139 26,9% 258 50,0% 119 23,1% 516 100,0% 28 5,4% 369 71,5% 119


Total Pelayanan Kesehatan Anak

Belum Ada Sudah Ada 99

Total Pelayanan kesehatan Penyakit Dalam Belum Ada Sudah Ada 99 Total Pelayanan Kesehatan Posyandu

23,5% 34 100,0% 3 8,8% 23 67,6% 8 23,5% 34 100,0% 15 44,1% 11 32,4% 8 23,5% 34 100,0%

Belum Ada Sudah Ada 99

Total

26 76,5% 8 23,5% 34 100,0%

22,0% 164 100,0% 10 6,1% 118 72,0% 36 22,0% 164 100,0% 69 42,1% 59 36,0% 36 22,0% 164 100,0% 3 1,8% 125 76,2% 36 22,0% 164 100,0%

18,6% 140 100,0% 4 2,9% 110 78,6% 26 18,6% 140 100,0% 62 44,3% 52 37,1% 26 18,6% 140 100,0% 1 ,7% 113 80,7% 26 18,6% 140 100,0%

26,0% 169 100,0% 10 6,0% 114 67,9% 44 26,2% 168 100,0% 55 32,7% 69 41,1% 44 26,2% 168 100,0% 3 1,8% 122 72,2% 44 26,0% 169 100,0%

100,0% 2 100,0%

42,9% 7 100,0%

2 100,0% 2 100,0%

4 57,1% 3 42,9% 7 100,0% 2 28,6% 2 28,6% 3 42,9% 7 100,0%

2 100,0% 2 100,0%

4 57,1% 3 42,9% 7 100,0%

2 100,0% 2 100,0%

23,1% 516 100,0% 27 5,2% 369 71,7% 119 23,1% 515 100,0% 203 39,4% 193 37,5% 119 23,1% 515 100,0% 7 1,4% 390 75,6% 119 23,1% 516 100,0%

10. Biaya Pelayanan Kesehatan Biaya pelayanan kesehatan rata-rata yang dikeluarkan untuk sekali berobat adalah Rp.2000,-. 11. Persepsi Biaya Pelayanan Kesehatan Biaya pelayanan kesehatan akan berpengaruh pada kemampuan dan kemauan membayar pengguna layanan puskesmas maupun rumah sakit. Dari hasil perhitungan dapat diketahui rata-rata biaya pelayanan yang dikenakan pada masyarakat adalah sebesar Rp. 2000,-, khusus untuk pelayanan kesehatan umum. Hal ini akan berpengaruh pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

Setiap kali berobat mengeluarkan biaya rata-rata Rp. 2000,-, bagaimana dengan frekuensi berobat per tahun yang mencapai lebih dari empat kali?

Biaya tersebut hanya untuk pengobatan saja, bagaimana dengan ongkos transportasi yang perlu dikeluarkan tiap kali berobat?

Bagaimana kaitannya dengan jumlah pendapatan yang sebagian besar dibawah Rp. 500.000,- per bulan, termasuk beban biaya per bulan (kemungkinan saving/menabung kecil) sejumlah empat orang per kepala keluarga?

12. Kemudahan Memperoleh Informasi Mengenai Kesehatan Apresiasi masyarakat pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit terhadap informasi kesehatan cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari persentase mengenai persepsi memperoleh kemudahan


informasi, dimana sebanyak 79 menyatakan sangat mudah memperoleh informasi kesehatan. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Bentuk dan Jenis pelayanan informasi kesehatan, apakah berupa pamfle dan gambar saja?

Apakah sudah ada pemberian layanan informasi yang disampaikan secara langsung kepada masyarakat? Coba kaitkan dengan angka kematian bayi karena kasus BBLR yang masih tinggi dengan asumsi kondisi gizi ibu hamil yang buruk!

16. Willingness to Pay, aspek ini perlu dikaji untuk menjawab:

Kemampuan membayar sampai pada harga berapa?

Ketidakmauan disebabkan karena apa? Apakah biaya saat ini sudah mahal, apakah tidak ada saving untuk kebutuhan mendadak (sakit)?

Kemauan membayar biaya pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kemampuan membayar biaya pelayanan puskesmas dan rumah sakit, yang tentunya akan berpengaruh pada tingkat kesehatan masyarakat. Proporsi pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit yang bersedia membayar dengan biaya saat ini hampir sama dengan pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit yang merasa keberatan jika biaya pelayanan kesehatan mengalami peningkatan. Adapun alasan yang dikemukakan bagi pengguna layanan kesehatan yang tidak keberatan jika tarif dinaikkan disebabkan karena biaya berobat saat ini masih dirasa murah, tetapi ternyata ada batasan maksimal jika tarif dinaikkan, yaitu sebesar Rp. 10.000,-. Adapun pengguna layanan kesehatan yang berkeberatan jika tarif ditingkatkan adalah karena jumlah yang sudah ada cukup dapat menjadi beban kalau dikaitkan dengan jumlah pendapatan per bulan (Rp. 500.000,-). Willingness to Pay * Jumlah Pendapatan Crosstabulation WTP Jika Biaya Pelayanan Dinaikkan 3 Kali Lipat Ya Tidak 99

0 5 2,0% 1 ,4%

Kurang dari Rp.500.000

Rp.500.000 Rp.1000.000

102 40,2% 138 56,8% 6 35,3%

76 29,9% 74 30,5% 3 17,6%

Kualitas Pelayanan Kesehatan Rp.1000.000 Rp.2000.000 Rp.3000.000 Rp.2000.000 34 7 13,4% 2,8% 13 6 5,3% 2,5% 1 5,9%

Rp.3000.000 Rp.5000.000 1 ,4% 2 ,8%

Lebih dari Rp.5000.000 3 1,2% 1 ,4%

99 26 10,2% 8 3,3% 7 41,2%

Sebesar 138 pengguna layanan puskesmas dengan jumlah pendapatan kurang dari Rp. 500.000,- per bulan menyatakan keberatan jika biaya pelayanan kesehatan dinaikkan, lain halnya dengan 121 pengguna layanan puskesmas dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp. 500.000,- bersedia jika ada peningkatan biaya pelayanan.


17. Luas Bangunan Salah satu hal untuk mengetahui kualitas pelayanan puskesmas dan rumah sakit adalah melalui persepsi dari pengguna layanan tersebut. Sebanyak 64% menyatakan luas bangunan sampai saat ini sudah cukup, yang perlu diperhatikan adalah:

Tingkat kecukupan dengan pelayanan yang dibutuhkan yakni hanya untuk berobat; tapi dari kebutuhan jenis pelayanan, perlu adanya beberapa penambahan pelayanan kesehatan seperti yang terlihat pada kajian point 8;

Tingkat kecukupan dengan jumlah tenaga medis dan jenis pelayanan yang disediakan;

Tingkat kecukupan dengan preferensi mereka terhadap pelayanan yang senantiasa didapatkan walaupun harus terjadi antrian.

18. Kondisi Bangunan Ditinjau dari kondisi bangunan puskesmas dan rumah sakit sebesar 88% pengguna menyatakan dalam kondisi baik, artinya: kondisi bangunan belum terlalu optimal, dapat dilihat pada hasil survey primer yang menunjukkan beberapa bangunan puskesmas masih memerlukan perbaikan.(contohnya: Banjaran DTP).

19. Kebutuhan Penambahan Ruangan Ditinjau dari persepsi mengenai kebutuhan penambahan ruangan, maka sebesar 61% menyatakan perlu adanya penambahan ruangan, yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah:

Asumsi ruang periksa hanya satu;

Ruang periksa sempit;

Terjadinya antrian ketika berobat;

Penambahan ruangan untuk kebutuhan pemeriksaan lain (specialis)

20. Tingkat Kecukupan Jumlah Tenaga Medis Ditinjau dari tingkat kecukupan jumlah tenaga medis, sebesar 65% menyatakan sudah cukup, perlu diperhatikan:

Tingkat kecukupan didasarkan pada pelayanan kesehatan yang sudah pasti diperoleh walaupun harus mengantri;

Tingkat kecukupan didasarkan pada kebutuhan pelayanan (sebagian besar untuk berobat=dokter umum);

Tingkat kecukupan perlu ditinjau pula dari sudut pandang provider.


21. Tingkat Pelayanan Administrasi Tingkat pelayanan kesehatan saat ini adalah memuaskan, yang perlu diperhatikan:

Sebagian besar responden menjawab memuaskan didasarkan pada pelayanan yang ramah;

Jawaban memuaskan dikarenakan biaya berobat murah;

Adapun yang menjawab tidak memuaskan disebabkan karena lebih ke personality petugas administrasi.

22. Waktu Pelayanan Puskesmas Waktu pelayanan seharusnya puskesmas adalah dimulai dari pukul 08.00 – 15.00 WIB (kecuali DTP dan Rumah Sakit). Pada kenyataannya, pelayanan puskesmas belum sesuai dengan waktu operasional yang seharusnya, yang perlu diperhatikan:

Asumsi pengguna layanan puskesmas mengetahui jam operasional puskesmas hanya sampai pukul 11 siang;

Pengguna layanan sebagian besar ibu rumah tangga, karena yang mereka ketahui jam operasional puskesmas hanya sampai pukul 11 siang, pengguna selain ibu rumah tangga merasa perlu memanfaatkan sarana kesehatan selain puskesmas (rumah sakit/DTP), yang tentunya akan mempengaruhi ongkos transportasi yang jauh lebih besar.

23. Kebutuhan Penambahan Jam Pelayanan Dilihat dari proporsi persentase diatas, dapat diketahui masih tingginya kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat diatas jam operasional puskesmas yang hanya sampai jam 11 siang:

Waktu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan jam operasional yang seharusnya;

Kaitan antara kebutuhan penambahan jam pelayanan dengan jenis layanan kesehatan yang diperlukan, dimana pengguna layanan kesehatan untuk kebutuhan berobat menyatakan sangat perlunya penambahan jam layanan kesehatan. Jenis Pelayanan Kesehatan * Penambahan Jam Pelayanan Crosstabulation Jenis Pelayanan Kesehatan Berobat Konsultasi Kesehatan/Check Up Pelayanan Keluarga Berencana Lainnya 99

Sangat Perlu 56 13,0% 5 10,6% 4 22,2%

Penambahan Jam Pelayanan Perlu Tidak Perlu 252 109 58,3% 25,2% 29 10 61,7% 21,3% 9 5 50,0% 27,8% 8 5 61,5% 38,5% 2 2 50,0% 50,0%

99 15 3,5% 3 6,4%


24. Kebutuhan Penambahan Alat Transportasi Pendukung Masih tingginya persepsi masyarakat mengenai alat transportasi pendukung disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

Masih tingginya angka rujukan pasien ke Puskesmas DTP ataupun Rumah Sakit;

Masih tingginya persepsi terhadap ongkos transportasi yang harus dikeluarkan sendiri akan jauh lebih besar jika harus dirujuk ke rumah sakit.

25. Penambahan Peralatan Kesehatan Penambahan peralatan kesehatan:Sebesar 66% pengguna layanan kesehatan menyatakan perlunya penambahan peralatan pelayanan kesehatan, yang perlu diperhatikan:

Peralatan kesehatan puskesmas masih terbatas;

Masih tingginya angka rujukan ke Puskemas DTP dan Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan yang tidak dapat disediakan di puskesmas.

26. Kemudahan Memperoleh Obat Ditinjau persepsi pengguna layanan puskesmas dan rumah sakit mengenai kemudahan memperoleh obat, maka sebesar 90% menyatakan obat mudah diperoleh di psukesmas, perlu diperhatikan ketika pengguna layanan kesehatan menyatakan hal tersebut adalah:

Obat termasuk generik;

Kemudahan memperoleh obat terkait dengan harga obat.

27. Harga Obat di Puskesmas

Persepsi Sangat Mahal Mahal Murah 99 Total

Harga Obat di Puskesmas Frequency Percent 4 .8 40 7.8 461 89.3 11 2.1 516 100.0

Harga Obat di Apotek Frequency Percent 16 3 400 77.5 73 14.1 27 5.2 516 100.0

Sebesar 89% pengguna layanan kesehatan menyatakan harga obat di puskesmas murah, yang pelru diperhatikan adalah obat yang dianjurkan adalah generik. 28. Harga Obat di Apotek Asumsi sebesar 78% pengguna layanan kesehatan menyatakan harga obat di apotek mahal karena:

Jauh lebih mahal daripada harga obat di puskesmas;

Obat yang disediakan tidak tersedia di puskesmas (bisa jadi merupakan resep obat nongenerik);


Harga Obat di Puskesmas * Harga Obat di Apotik Crosstabulation Sangat Mahal Sangat Mahal

Harga Obat di Puskesmas

Mahal Murah

5 12,5% 8 1,7%

99

Harga Obat di Apotik Mahal Murah 2 2 50,0% 50,0% 24 10 60,0% 25,0% 372 60 80,7% 13,0% 2 1 18,2% 9,1%

99 1 2,5% 18 3,9% 8 72,7%

Kemudahan Memperoleh Obat * Harga Obat di Puskesmas Crosstabulation Sangat Mahal Sangat Mudah Kemudahan Memperoleh Obat

Mudah

4 ,9%

Sulit

Harga Obat di Puskesmas Mahal Murah 1 15 6,3% 93,8% 33 430 7,0% 91,7% 6 16 26,1% 69,6%

99

99 2 ,4% 1 4,3% 8 100,0%

Kemudahan Memperoleh Obat * Harga Obat di Apotik Crosstabulation

Kemudahan Memperoleh Obat

Sangat Mudah Mudah Sulit

Sangat Mahal 1 6,3% 11 2,3% 1 4,3%

Harga Obat di Apotik Mahal Murah 10 5 62,5% 31,3% 374 64 79,7% 13,6% 16 4 69,6% 17,4%

99

99 17 3,6% 2 8,7% 8 100,0%

29. Waktu Antri sampai Memperoleh Pelayanan Sebesar 29% pengguna layanan kesehatan menyatakan waktu antri berkisar antara 10 – 15 menit. 30. Lama Waktu Pemeriksaan

Lama waktu pemeriksaan kurang dari 10 menit;

Jika dikaitkan dengan lama waktu pemeriksaan, ternyata waktu pemeriksaan jauh lebih sebentar dibandingkan dengan lama waktu antrian;

Kurangnya tenaga kesehatan mempengaruhi lama waktu antrian dan pelayanan;

Kurangnya kelengkapan fasilitas pelayanan kesehatan (ruang periksa).

Waktu Antri Sampai Memperoleh Pelayanan * Lama Waktu Pemeriksaan Crosstabulation Lama Waktu Pemeriksaan Kurang dari 10 Menit 10 Menit - 15 Menit 15 Menit - 30 Menit Lebih dari 30 Menit Waktu Antri Kurang dari 10 Menit 99 18 6 2

Total 99 1

126


Sampai Memperoleh Pelayanan

10 Menit - 15 Menit 15 Menit - 30 Menit Lebih dari 30 Menit 99

Total

86 56 87 328

52 34 31 1 136

5 8 7 1 27

2

3

7 4 15

2 4 10

148 98 134 10 516

31. Kualitas Obat

Asumsi pengguna menjawab kualitas obat baik dikarenakan obat yang diberikan mampu mengatasi keluhan;

Asumsi pengguna menjawab kualitas obat baik dikarenakan karena harga obat terjangkau.

32. Tingkat Kepuasan Pelayanan Kesehatan, yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah:

Jawaban memuaskan (apakah hanya karena setiap kali berobat dilayani)

Kualitas obat?

Biaya berobat murah?

33. Peningkatan Pelayanan Kesehatan

Waktu operasional 08.00 – 11.00 WIB menjadi 08.00 – 15.00 WIB

Penambahan jumlah tenaga medis;

Peningkatan keramahan tenaga medis maupun administrasi dalam memberikan pelayanan kepada pasien;

Perlunya perbaikan kondisi fisik bangunan puskesmas.

34. Harapan Terhadap Pelayanan Kesehatan

Biaya pelayanan masih memberatkan;

Kualitas pelayanan kesehatan ditinjau dari kondisi fisik bangunan, kuantitas tenaga medis dan administrasi masih belum optimal.

4. PERSEPSI DAN HARAPAN PETUGAS PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT 2. Kualitas Pelayanan Kesehatan yang Diberikan Kepada Pengguna Seluruh (100%) petugas layanan puskesmas dan rumah sakit menyatakan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pengguna adalah baik. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah: −

Bagaimana persepsi pengguna?

Apa indikator bahwa pelayanan kesehatan sudah baik?


4. Biaya/Tarif yang Dikenakan Terhadap Pasien Biaya yang Dikenakan Terhadap Pasien 40

30

Frequency

20

10 Std. Dev = 435,79 Mean = 1897,2 N = 37,00

0 0,0

1000,0

2000,0

Biaya yang Dikenakan Terhadap Pasien

Rata-rata biaya pelayanan kesehatan yang dikenakan kepada pasien berkisar pada nominal Rp. 2000,-. 5. Kondisi Sarana dan Prasarana Sejauh ini persepsi petugas (provider) mengenai kondisi sarana maupun prasarana adalah baik. Salah satu hal untuk mengetahui kualitas pelayanan puskesmas dan rumah sakit adalah melalui persepsi dari pengguna layanan tersebut. Sebanyak 64% menyatakan luas bangunan sampai saat ini sudah cukup, yang perlu diperhatikan adalah:

Tingkat kecukupan dengan pelayanan yang dibutuhkan yakni hanya untuk berobat; tapi dari kebutuhan jenis pelayanan, perlu adanya beberapa penambahan pelayanan kesehatan seperti yang terlihat pada kajian point 8;

Tingkat kecukupan dengan jumlah tenaga medis dan jenis pelayanan yang disediakan;

Tingkat kecukupan dengan preferensi mereka terhadap pelayanan yang senantiasa didapatkan walaupun harus terjadi antrian.

6. Jumlah Pasien


Jumlah Pasien 20

Frequency

10

Std. Dev = 72,07 Mean = 98,0 N = 37,00

0 0,0

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

Jumlah Pasien

Rata-rata pengunjung puskesmas (30 – 100 orang) dan rumah sakit (lebih dari 100 orang) tentunya berbeda, hal ini dapat dikaitkan dengan: −

Rata-rata pendapatan yang diperoleh oleh puskesmas per bulan;

Apa sinkron dengan rata-rata jumlah pendapatan operasional yang harus diserahkan pada pemerintah?

7. Kecukupan Tenaga Medis dan Administrasi (sekaligus menjwab pertanyaan point 8,9,dan 10) Dari sekian banyak kendala yang ada dalam meberikan pelayanan kepada pengguna puskesmas maupun rumah sakit, ternyata kecukupan dokter masih rendah dilihat dari persepsi petugas. Yang perlu diperhatikan: −

Rata-rata dokter tiap puskesmas (point 13)?

Apakah jumlah ini sesuai dengan standard yang ada?

11. Daya Tampung Puskesmas/Rumah Sakit dengan Jumlah Pengunjung 12. Subsidi dari Pemerintah Seluruh petugas yang mengisi kuesioner, sebanyak 30% menjawab bahwa mereka memperoleh subsidi dari pemerintah dalam bentuk uang. Adapun pertanyaan yang perlu diperhatikan adalah: −

Rata-rata subsidi yang diberikan?

Jumlah yang harus dibayarkan (hasil operasional puskesmas/rumah sakit kepada pemerintah) per tahun?

13. Jumlah Tenaga Kesehatan


Rata-rata jumlah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan adalah 2 orang, bidan 1 orang, perawat 1 – 4 orang, tenaga administrasi 1 – 2 orang, dan tenaga kesehatan lainnya (sanitarian, dll) berkisar antara 1 – 8 orang.

14. Persepsi Petugas Terhadap Kebutuhan Jumlah Tenaga Kesehatan yang Diperlukan

Persentase Kuantitas Pelayanan Tenaga Kesehatan per Puskesmas dan Rumah Sakit

17%

17% Dokter 8%

Bidan Peraw at

17%

Tenaga Administrasi Lainnya 41%

N Mean Median Std. Deviation Variance Minimum Maximum

Valid Missing

Kebutuhan Penambahan Dokter 37 0 31,70 4,00 44,42 1973,05 1 99

Kebutuhan Penambahan Bidan 37 0 45,22 9,00 47,67 2272,40 0 99

Kebutuhan Penambahan Perawat 37 0 44,95 6,00 47,86 2290,22 0 99

Kebutuhan Penambahan Kebutuhan Tenaga Administrasi Penambahan Lainnya 37 0 39,62 6,00 47,02 2211,02 0 99

37 0 58,11 99,00 47,73 2278,49 0 99


Dari hasil jawaban untuk pertanyaan kelengkapan tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidang, dll) sebagian besar menyebutkan tidak perlu penambahan, tetapi dari hasil pertanyaan ’berapa jumlah penambahan tenaga kesehatan’, maka sebagian besar pula berharap jumlah yang sudah ada perlu ditambah. 15. Kewajiban Setoran ke Pemerintah Kebijakan mengenai potensi Pendapatan Asli Daerah, yang salah satunya bersumberkan dari Biaya Pelayanan Kesehatan, menyebabkan tiap puskesmas atau rumah sakit menyerahkan hasil pendapatan operasional kepada pemerintah. Rata-rata biaya yang diserahkan pada pemerintah adalah sebesar Rp. 28.472.135,-. Jika digunakan perbandingan dengan pendapatan per tahun maka: Jumlah pasien rata-rata/hari

30 orang

Jumlah pasien/bulan

600 orang

Jumlah pasien/tahun

7200 orang

Jumlah Pendapatan/tahun

Rp. 14400000

Rata-rata yang harus diserahkan kepada pemerintah

Rp. 28472135

Jumlah Biaya yang Diserahkan ke Pemerintah 30

20

Frequency

10

Std. Dev = 63075614 Mean = 28472134,6 N = 37,00

0 0,0

100000000,0 50000000,0

200000000,0

150000000,0

250000000,0

Jumlah Biaya yang Diserahkan ke Pemerintah

16. WTP point 15 Sebesar 68% petugas (provider) menyatakan keberatan dengan jumlah biaya yang harus diserahkan kepada pemerintah, hal ini dapat disebabkan karena: jumlah pendapatan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan.

17. Masalah/Kendala dalam Memberikan Pelayanan


Kendala Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan

0% 12% 8%

20%

SDM Sarpras Obat Dana Operasional

24% 36%

Semuanya Lainnya

Kendala dalam operasional puskesmas maupun rumah sakit masih ada, terkait dengan kendala dalam hal kuantitas dan kualitas SDM tenaga kesehatan, sarana prasarana, ketersediaan obat, dana operasional, dan kendala lainnya termasuk kesadaran masyrakat akan pentingnya kesehatan baik fisik maupun lingkungan. −

Sinkronkan dengan ketersediaan tenaga kesehatan;

Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga administrasi perbandingannya: 1:100.000), tetapi masih ada puskesmas yang tidak memiliki tenaga kesehatan yang lengkap, artinya kemungkinan satu petugas merangkap tugas lain masih sangat tinggi, tentunya akan berdampak pada kinerja pelayanan kesehatan; −

Sinkron tidak dengan persepsi terhadap beban biaya yang harus diserahkan kepada pemerintah?

20. Persepsi Petugas Terhadap Kondisi Prasarana dan Sarana Persepsi Petugas Terhadap Kualitas Sarana dan Prasarana Yang Belum Optimal

4%

Jaringan Jalan

27% 42%

Aksesibilitas Air Bersih TPS Kondisi Bangunan

15% 12%


Penilaian terhadap kualitas aspek dan sarana dan prasarana sangat penting, hal ini dikarenakan akan mempengaruhi operasional puskesmas maupun rumah sakit. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa sebesar 42% petugas menyatakan kondisi prasarana jalan belum optimal, dapat dilihat dari kondisi jalan masih banyak yang rusak. Persepsi Petugas Terhadap Kondisi Sarana

Jumlah tempat tidur paling banyak hanya 2, perlu diperhatikan: −

2 tempat tidur, artinya ruang pemeriksaan hanya 1 atau 2 saja;

Berarti kebanyakan (selain DTP dan RS) tidak ada fasilitas rawat inap; Artinya pelayanan belum 24 jam, ketika memerlukan pelayanan kesehatan lebih dari waktu operasional puskesmas, perlu rujukan ke RS atau DTP, yang akan berdampak pada: waktu yang lebih lama untuk mendapatkan pengobatan, biaya yang lebih mahal karena beban ongkos transportasi jauh lebih besar.

Jumlah Ruang Rawat Inap Rata-rata jumlah ruang rawat inap di puskesmas hanya satu ruangan saja. Perlu diperhatikan:

Apakah yang tidak menjawab dikarenakan memang tidak ada fasilitas rawat inap?

Apakah fasilitas rawat inap belum terlalu krusial sehingga belum harus disediakan

Jumlah Kamar Mandi Minimal jumlah kamar mandi tiap puskesmas adalah satu, perlu diperhatikan:

Jumlah Ruang Operasi Sebesar 97% petugas tidak menjawab jumlah ruang operasi, yang perlu diperhatikan:

Belum tersedia fasilitas ruang operasi;

Pelayanan operasi belum tersedia di puskesmas;

Angka rujukan ke RS atau DTP masih tinggi untuk penanganan kasus operasi;

Jumlah Ambulance Sebesar 81% petugas tidak menjawab jumlah ambulance, hal ini bisa disebabkan: −

Belum ada ambulance di puskesmas;

Upaya rujukan ke RS menggunakan transportasi umum;

Biaya transportasi akan jauh lebih tinggi;

Upaya penanganan kasus gawat darurat belum optimal.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.