Judul buku:
RAKYAT PUN BISA BIKIN ATURAN Disusun oleh: Tim FPPM (Ari Nurman dan Saeful Muluk) Desain & ilustrasi: Zeni S. Nugroho Penerbit: FPPM Tahun: 2010 Atas kerjasama:
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
1
RAKYAT PUN BISA BIKIN ATURAN Panduan Menuju Penyusunan Kebijakan yang Partisipatif
2
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Pengantar Penerbit Rakyat pun bisa bikin aturan! Itu adalah inti pesan yang ingin disampaikan buku ini pada pembacanya, masyarakat umum dan concern groups yang menghendaki adanya perubahan. Selama ini aspirasi perubahan dari masyarakat hanya bisa dilakukan melalui pemilihan umum, pilkada misalnya yang hanya lima tahun sekali, melalui mimbar jalanan, atau media massa. Namun itu semua hanya bisa memberikan masyarakat peluang untuk menyampaikan aspirasi semata tanpa memberikan peluang untuk ikut menentukan perubahan sistem. Salah satu cara agar perubahan terjadi adalah menuangkan gagasan akan perubahan yang diinginkan dalam sebuah instrumen hukum yang sifatnya mengatur dan mengikat. Tentunya masyarakat selama ini biasanya hanya bisa menyaksikan kebijakan demi kebijakan dibuat oleh pemerintah. Dan selama ini masyarakat tidak pernah dilibatkan di dalamnya. Sementara masyarakat “diminta� untuk mendengar dan mentaati. Bahkan untuk kebijakan pemerintah yang mungkin merugikan masyarakat sekalipun. Memang, menurut peraturan perundangan yang ada di tingkat nasional, tidak ada ruang bagi masyarakat untuk mengusulkan atau ikut membuat kebijakan. Tapi benarkah itu? Bisa benar, bisa tidak. Bisa benar, memang tidak ada dalam prosedur tersebut masyarakat bisa mengusulkan. Yang berhak mengusulkan adalah DPRD dan Pemerintah. Tapi juga tidak berarti tertutup kemungkinan sama sekali. Dan buku ini mencoba menunjukan peluang-peluang tersebut. Untuk itu, penting sekali masyarakat untuk aktif mempengaruhi kebijakan. Dan untuk bisa mempengaruhi, masyarakat pun harus mengetahui caranya, prosedurnya, dan celah-celah yang bisa dimanfaatkan. Semoga buku tipis ini bisa membantu memudahkan jalannya.
Direktur Perkumpulan Inisiatif Lead Agency Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat Donny Setiawan
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
3
Pengantar Penulis Rakyat pun bisa bikin aturan! Judul provokatif ini bertujuan untuk menyanggah mereka yang selama ini menganggap rakyat hanya objek dari aturan, yang selalu harus diatur, yang selalu melanggar aturan. Sebaliknya, judul ini juga bertujuan untuk memberikan semangat bahwa rakyat pun bisa mengatur diri dan bikin aturan! Mengapa rakyat harus bisa mengatur diri dan membuat aturan? Sederhana saja. Dengan posisi rakyat sebagai objek peraturan, sebagaimana yang terjadi selama ini, seringkali dalam posisi lemah dan bahkan dirugikan. Dengan rakyat mulai mengadvokasi aturan sendiri, posisi rakyat bisa lebih kuat karena berkesempatan untuk menentukan substansi aturan. Buku ini tidak bertujuan untuk menjadikan rakyat menjadi ahli (expert) dalam membuat peraturan perundangan. Biarlah itu hanya menjadi domainnya para ahli hukum yang memang dididik dan dibayar untuk itu. Namun, buku ini bertujuan untuk memotivasi dan memberi jalan bagi rakyat biasa untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan publik, khususnya peraturan perundangan lokal. Buku ini dimaksudkan sebagai buku panduan sederhana, singkat, padat, sebisa mungkin menghindari ketebalan dan juga jargon-jargon yang akan sulit dimengerti pembaca. Ini karena sudah banyak buku panduan penyusunan perda yang beredar, baik yang diterbitkan oleh lembaga resmi pemerintah atau pun lembaga asing. Namun semua begitu teknis, begitu akademis, begitu tebal sampai ratusan halaman, dan pastinya sulit bagi rakyat kebanyakan untuk membacanya. Untuk itu, buku ini dicoba disusun sejelas mungkin, sesederhana mungkin, setipis mungkin tanpa mengurangi substansinya. Kemudian, juga ditambahkan ilustrasi yang diharapkan akan mempermudah buku ini untuk dicerna. Target pembaca buku ini adalah masyarakat umum, yang ingin membuat perubahan dengan mengadvokasi sebuah peraturan perundangan lokal di daerah. Lebih khusus lagi, diharapkan buku ini akan berguna bagi aktivis lembaga swadaya masyarakat dan concern groups lainnya ditingkatan masyarakat. Dari buku ini, kita akan bisa mempelajari tahapan serta tip-tip untuk mensiasati hambatan prosedural selama ini.
4
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Daftar Isi Pengantar Penerbit.............................................................3 Pengantar Penulis.............................................................. 4 Daftar Isi..........................................................................5 Bagian 1: Advokasi Dan Pelembagaan..................................6 Nomor 1. Pengertian Advokasi Dan Pentingnya Pelembagaan................................................................7 Nomor 2. Pentingnya Partisipasi Masyarakat.....................9 Bagian 2: Penyusunan Perda..............................................12 Nomor 3. Produk Hukum Daerah: Peraturan Daerah.........13 Nomor 4. Prosedur Normatif Penyusunan Peraturan Daerah.......................................................................16 Nomor 5. Keterlibatan Masyarakat Dalam Penyusunan Perda.........................................................................22 Bagian 3: Teknis Penyusunan Perda....................................26 Nomor 6. Dimana Harus Memulai?.................................27 Nomor 7. Menulis Media Advokasi..................................29 Issue Paper......................................................29 Naskah Akademik.............................................30 Daftar Isian Masalah.........................................31 Policy Brief/ Kertas Kebijakan Singkat..................33 Nomor 8. Menyuarakan Aspirasi....................................35 Petisi...............................................................35 Pers Conference Dan Media Release.....................36 Nomor 9. Membuat Legal Draft Perda.............................38 Bagian 4. Pengalaman Daerah Dalam Advokasi Perda Tertentu.... ....................................................................................41 Nomor 10. Pengalaman Daerah Dalam Advokasi Perda Tertentu.......................................................................42 Penutup..........................................................................44 Referensi........................................................................45
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
5
Bagian 1
Advokasi Dan Pelembagaan Bagian ini berisi paparan mengenai pentingnya advokasi dan posisi pelembagaan dalam advokasi, serta posisi penting partisipasi masyarakat di dalamnya.
6
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Nomor 1. Pengertian Advokasi dan Pentingnya Pelembagaan “Yuk kita advokasikan saja masalah ini!”, atau “kita harus melakukan advokasi pada bupati!”, atau “wah, ini sih harus di advokasi dinasnya!” atau “kita harus melakukan advokasi perda ini agar ada institusionalisasi, sehingga terjamin keberlanjutannya!” Kata-kata “advokasi” begitu populer di kalangan penggiat perbaikan tata kelola pemerintahan saat ini. Bahkan dikalangan birokrat pemerintah pun banyak menggunakan kata-kata ini. Tidak jarang kita temukan dalam dokumen rencana atau dokumen anggaran tahunan mereka ada program atau kegiatan dengan embel-embel “advokasi”. Apa sih advokasi? Per definisi umum yang dimaksud advokasi adalah tindakan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi kebijakan publik atau alokasi sumber daya dalam konteks politik, ekonomi, dan sistem sosial. Tindakan tersebut bisa berbagai macam motifnya, bisa masalah moral, etika, prinsip-prinsip keimanan, atau sekedar melindungi aset dan kepentingan sesaat. Ada berbagai bentuk advokasi, mulai dari kampanye, pendidikan warga, petisi, sampai demonstrasi. Lalu apa itu institusionalisasi atau pelembagaan1? Dalam pengertian umum, yang dimaksud pelembagaan dalam teori sosial 1 Akulturasi juga mirip dengan institusionalisasi. Hanya saja akulturasi terjadi melalui proses pembiasaan, sifatnya informal, namun pada akhirnya tetap mengikat sebagai bagian dari norma sehari hari masyarakat.
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
7
adalah upaya untuk “melekatkan� sesuatu berupa gagasan ideal, konsep, dan lain sebagainya, ke dalam sistem yang sudah ada berlaku dalam sebuah organisasi, sistem sosial, atau masyarakat keseluruhan. Lalu mengapa advokasi dan pelembagaan penting? Dari pengertian di atas, advokasi menjadi penting dalam konteks upaya untuk mengubah atau mempengaruhi sebuah kebijakan atau sebuah proses pengambilan keputusan publik. Dalam konteks tersebut, pada intinya, siapa pun bisa dan boleh melakukan advokasi. Tapi yang jelas, tidak ada proses advokasi pada dirinya sendiri. Lalu hasil advokasi yang telah dicapai tersebut distabilkan dan dilanggengkan melalui proses pelembagaan secara formal. ***** Dikaitkan dalam konteks advokasi, pelembagaan adalah upaya untuk menstabilkan dan melanggengkan reform yang terjadi, atau hasil-hasil upaya advokasi lainnya yang telah dilakukan. Hasil akhirnya bisa berupa produk hukum daerah yang mengikat dan memaksa semua orang.
8
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Nomor 2. Pentingnya Partisipasi Masyarakat “Kami mengharapkan peran dan partisipasi masyarakat dalam mensukseskan pelaksanaan perayaan hari kemerdekaan ini”, atau “mari kita berpartisipasi dalam pembangunan kantor desa ini”, atau “Kita harus menggerakan partisipasi masyarakat untuk membersihkan gorong-gorong ini”. Seperti juga advokasi dan pelembagaan, kata partisipasi sudah demikian populer. Ya, populer karena hampir setiap orang mengatakannya, hampir setiap dokumen peraturan menuliskannya, setiap perundangan menuntutnya, dan sepertinya, semua orang telah faham betul arti dan maknanya. Benarkah demikian? Rupanya tidak paham. Adanya yang memahami partisipasi sebagai iuran yang dipaksakan pada warga. Ada yang memahami partisipasi sebagai hadir, berkumpul, duduk, diam mendengarkan, lalu mengiyakan. Ada yang memahami partisipasi identik sebagai gotong-royong. Ada yang memaknai partisipasi sebagai hingarbingar warga turun ke jalan. Dan macam-macam lagi. Yang mana yang benar? *****
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
9
Ada berbagai macam definisi partisipasi. Namun secara umum partisipasi diindikasikan dengan adanya bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik secara fisik maupun mental, dengan alasan tertentu, dalam kegiatan yang menjadi perhatian mereka. Dalam teori, partisipasi rakyat ada tingkatan derajatnya. Ada yang menyebut tiga, lima, enam, tujuh bahkan sampai delapan. Tapi dari semua pengelompokan tingkatan tersebut, di tingkat tertinggi, partisipasi adalah kontrol2. Ya, rakyat bisa mengontrol urusan yang menjadi hajat hidupnya, hajat hidup orang banyak. Terkait dengan penyusunan kebijakan, peraturan, atau yang sejenisnya di daerah, salah satu asas Sumber: Sherry R. “A Ladder of Citizen Participation,” JAIP, Pembentukan Peraturan Vol. 35, No. 4, July 1969, pp. 216-224 Perundang-undangan yang baik adalah ”asas keterbukaan” (Pasal 5, Huruf g, UU No.10/2004). Dalam penjelasannya disebutkan 2 Originally published as Arnstein, Sherry R. “A Ladder of Citizen Participation,” JAIP, Vol. 35, No. 4, July 1969, pp. 216-224.
10
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
bahwa yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah �dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan�. Lalu pada pasal 53, UU No. 10/2004 menegaskan lagi bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Hal ini juga sejalan dengan amanat pasal 139 ayat (1) UU No.32/2004 yang menyebutkan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Dengan kata lain, singkatnya, masyarakat bisa berpartisipasi aktif dalam penyusunan peraturan di daerah. ***** Dalam konteks reformasi kebijakan publik, partisipasi diarahkan untuk mencapai tingkat tertinggi. Termasuk tujuan dari buku ini adalah bahwa masyarakat dapat berpartisipasi pada tingkat tertinggi, dimana masyarakat bisa mengontrol pembuatan, substansi dan implementasi dari kebijakan publik di daerah. Yang dalam hal ini, kontrol masyarakat tersebut dilakukan melalui partisipasi dalam pembuatan peraturan di daerahnya.
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
11
Bagian 2
Penyusunan Perda Berisi paparan mengenai prosedur dan tahapan penyusunan peraturan daerah
12
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Nomor 3. Produk Hukum Daerah: Peraturan Daerah
Mana yang lebih kuat, peraturan daerah atau peraturan kepala daerah? Mana yang harus diikuti, keputusan menteri dalam negeri atau peraturan pemerintah? Bolehkan kita mengabaikan peraturan menteri atau peraturan kepala daerah? Selama ini, jawaban atas pertanyaan pertanyaan di atas hanya segelintir orang saja yang tahu. Sementara masyarakat umum pasti sulit menjawabnya. Berdasarkan pasal 7, Undang-undang Nomor 10, Tahun 2004, hierarki peraturan perudang-undangan adalah sebagai berikut. Yang pertama dan tertinggi adalah Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia, Tahun 1945. UUD1945 adalah sumber tertinggi segala hukum formal yang berlaku di Indonesia. UUD ini disusun dan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kemudian, kedua, sebagai bentuk pelaksanaan konstitusi, UUD diturunkan kedalam berbagai Undang Undang (UU). UU ini ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan kemudian disahkan oleh Presiden. Ketiga, setingkat dengan UU, adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu). Perpu ini disusun, ditetapkan oleh presiden. Biasanya Perpu dikeluarkan sebagai bentuk reaksi atas sesuatu yang memerlukan dasar hukum undang-undang yang sifatnya mendesak. Namun begitu, Perpu ini memerlukan persetujuan DPR. Dan DPR bisa saja menolak atau menetapkannya sebagai UU.
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
13
Di bawah Perpu, keempat, adalah Peraturan Pemerintah (PP). PP disusun sebagai pelaksanaan dari amanat atau mandat UU. PP ini disusun oleh pemerintah dan ditetapkan oleh presiden. Kelima, adalah Peraturan Daerah (Perda). Perda merupakan bentuk penyelesaian tugas, kewajiban, dan hak yang merupakan kewenangan daerah. Perda ini disusun bersama oleh DPRD dan Pemerintah. Setidaknya ada tiga jenis bentuk peraturan daerah. Yang pertama adalah Peraturan Daerah Provinsi, yang ditetapkan oleh DPRD Propinsi dan disahkan oleh Gubernur. Kemudian, kedua, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang ditetapkan oleh DPRD Kabupaten/ Kota dan disahkan oleh Bupati/Walikota. Dan, terakhir, Peraturan
Desa, atau yang setingkat, yang dalam pembuatannya melibatkan Badan Perwakilan Desa/sejenisnya dan Kepala Desa/sejenisnya. Kembali ke pertanyaan di atas, jawabannya, selain kelima jenis peraturan perundangan ini, maka itu sifatnya bukan hukum yang mengikat setiap orang. Dan peraturan daerah jelas lebih kuat dari peraturan kepala daerah. Kemudian Peraturan Pemerintah wajib diikuti karena itu hukum. Sementara keputusan menteri dalam negeri bukan hukum. Dan, seharusnya, tidak ada konsekuensi hukum apapun bila kita mengabaikan peraturan menteri atau peraturan kepala daerah.
14
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Tapi apakah kita boleh begitu saja mengabaikan peraturan kepala daerah, keputusan menteri, peraturan menteri, dan lain-lainnya? Tentu saja tidak. Walaupun bukan masuk kategori hukum, selama tidak bertentangan atau melanggar dengan peraturan hukum dan perundangan, semua peraturan dan keputusan tersebut sebaiknya diikuti sebagai panduan pelaksanaan hukum. ***** Sebagai sebuah produk hukum, perda adalah bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. Landasan konstitusional perda diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945. Isi substansi yang diatur dalam peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundangundangan yang lebih tinggi (Pasal 12 UU No.10/2004). Kemudian konsekuensinya, lingkup berlakunya peraturan daerah adalah hanya terbatas di daerah yang bersangkutan. Dilihat dari sisi fungsi, perda berfungsi, pertama, sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian, kedua, Perda merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Lalu, ketiga, Perda berfungsi sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah, dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dan terakhir, sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah. *****
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
15
Nomor 4. Prosedur Normatif Penyusunan Peraturan Daerah Lalu bagaimana cara menyusun peraturan daerah? Siapa yang terlibat dan apa peran dari mereka yang terlibat? Diatur di mana prosedurnya? Setidaknya ada tiga tahapan besar dalam penyusunan peraturan daerah. Yang pertama adalah penyiapan rancangan perda. Kemudian pembahasan rancangan perda di DPRD. Dan terakhir, bila ditetapkan oleh DPRD, adalah pengesahan. Sejak disahkannya UU No.10/2004, detail prosedur untuk penyusunan peraturan daerah kemudian dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomer 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2006. Paparan tersebut terutama dapat dilihat mulai pasal 5 sampai pasal 10. Untuk mempermudah, kita bisa mengelompokan tahapan-tahapannya menjadi tiga kelompok, dengan penjabaran sebagai berikut:
A. Penyiapan Tahapan penyiapan merupakan rangkaian langkah-langkah kecil, mulai dari pendefinisian masalah dan perumusan gagasan, sampai perumusan draft raperda. Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, penyiapan ini bisa dilakukan oleh pemerintah daerah (prakarsa pemerintah) atau oleh DPRD (inisiatif dewan). Langkahnya relatif sama, hanya pelaku dan peranannya berbeda.
16
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Langkah pertama adalah penusunan naskah awal (initiatives draft, daftar isian masalah atau policy brief). Naskah awal ini biasanya untuk mengangkat isu tentang perlunya penyusunan perda sebagai respon terhadap suatu kebutuhan atau pemecahan masalah. Naskah ini banyak manfaatnya, terutama menarik perhatian pembuat kebijakan. Naskah ini bisa digunakan untuk meminta pembuat kebijakan memasukkan usulan penyusunan perda yang dimaksud dalam program legislasi daerah. Langkah kedua, adalah penyusunan naskah akademik (academic draft/white paper), dan naskah rancangan perda (legal draft). Kedua naskah ini yang kemudian diajukan untuk dibahas di DPRD. Langkah ketiga, pengajuan ke DPRD untuk dibahas. Ini adalah titik yang paling penting yang menentukan lanjut tidaknya usulan penyusunan perda ini. Untuk dapat dibahas, harus ada unsur DPRD yang bersedia untuk mengangkatnya. Unsur tersebut bisa fraksi, bisa komisi, bisa gabungan komisi, bisa juga pansus DPRD.
B. Pembahasan dan Penetapan Ini adalah tahap berikutnya. Apabila usulan raperda telah masuk ke DPRD, dan telah dijadwalkan, maka usulan tersebut kemudian dibahas untuk mendapat persetujuan. Ada beberapa langkah dalam tahapan pembahasan ini. Langkah pertama, paparan dari pengaju dalam rapat paripurna DPRD. Paparan ini bisa diajukan oleh pemda, oleh fraksi, komisi, gabungan komisi atau pansus.
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
17
INISIATIF DPRD
INISIATIF DPRD
PENYIAPAN
STAKEHOLDER/ CONCERN GROUP SIAPAPUN! GAGASAN
PEMBAHASAN & PENETAPAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PEMERINTAH DAERAH
USULAN (SESUAI PROLEGDA & TATA TERTIB DEWAN)
KEPALA DAERAH MENUNJUK SEKDA/ SKPD TERKAIT
PERUMUSAN RAPERDA
PEMBENTUKAN TIM ASISTENSI (SEKDA/ BIRO HUKUM)
RAPAT PARIPURNA 1 (PENJELASAN DARI KOMISI/ GAB. KOMISI/ PANSUS)
RAPAT FRAKSI
RAPAT PARIPURNA 2 (TANGGAPAN FRAKSI & JAWABAN DARI KOMISI/ GAB. KOMISI/ PANSUS)
STOP
SETUJU?
RAPAT FRAKSI
RAPAT KOMISI/ GABUNGAN KOMISI/ PANSUS (PEMBAHASAN DRAFT BERSAMA PEMDA DAN/ ATAU TANPA PEMDA)
RAPAT PARIPURNA 3 (LAPORAN HASIL TAHAP SEBELUMNYA, TANGGAPAN FRAKSI, PENGAMBILAN KEPUTUSAN, SAMBUTAN PEMDA)
STOP
DITETAPKAN?
PENGESAHAN & BERLAKU
DISAHKAN?
BERLAKU OTOMATIS SETELAH 15 HARI
DITANDATANGANI KEPALA DAERAH
DICATATKAN DALAM LEMBARAN DAERAH DAN DIBERITAKAN DALAM BERITA DAERAH
18
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
PRAKARSA PEMDA PRAKARSA PEMDA
STAKEHOLDER/ CONCERN GROUP SIAPAPUN!
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PEMERINTAH DAERAH BIRO HUKUM
SEKDA
PENYIAPAN
SKPD PEMRAKARSA
KEPALA DAERAH
USULAN (SESUAI PROLEGDA)
MASUKAN (DARI SKPD LAINNYA, MASYARAKAT, AHLI, AKADEMISI, DLL)
PEMBAHASAN RANCANGAN PRODUK HUKUM DAERAH (1) OBJEK YANG DIATUR, JANGKAUAN DAN ARAH PENGATURAN, (2) PARAF KOORDINASI (3) PELAPORAN KEMAJUAN DAN PERMASALAHAN PADA SEKDA
PERUBAHAN DAN PENYEMPURNAAN
KOMENTAR DAN PERSETUJUAN
PENGAJUAN USULAN KE DEWAN
PENJADWALAN
PEMBAHASAN & PENETAPAN
RAPAT PARIPURNA 1 MENGIKUTI PEMBAHASAN
(PEMAPARAN DARI PEMDA SEBAGAI PEMPRAKARSA)
RAPAT FRAKSI
RAPAT PARIPURNA 2 (TANGGAPAN FRAKSI & JAWABAN PEMDA SEBAGAI PEMRAKARSA)
STOP
SETUJU?
RAPAT FRAKSI
RAPAT KOMISI/ GABUNGAN KOMISI/ PANSUS (PEMBAHASAN DRAFT BERSAMA PEMDA DAN/ ATAU TANPA PEMDA)
RAPAT PARIPURNA 3 (LAPORAN HASIL TAHAP SEBELUMNYA, TANGGAPAN FRAKSI, PENGAMBILAN KEPUTUSAN, SAMBUTAN PEMDA)
STOP
DITETAPKAN?
PENGESAHAN & BERLAKU
DISAHKAN?
BERLAKU OTOMATIS SETELAH 15 HARI
DITANDATANGANI KEPALA DAERAH
DICATATKAN DALAM LEMBARAN DAERAH DAN DIBERITAKAN DALAM BERITA DAERAH
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
19
Langkah kedua Dari paparan tersebut, kemudian fraksi-fraksi akan membahasnya di internal fraksi. Mereka bisa menerima, bisa menolak usulan perda dan rancangannya. Langkah ketiga Diadakan rapat paripurna kedua, dimana fraksi-fraksi kemudian menyampaikan tanggapan dan pandangannya. Di akhir rapat paripurna ini akan ditentukan apakah raperda ini akan dibahas lebih lanjut atau tidak, dan kemudian substansi apa yang harus diubah atau diperbaiki. Langkah keempat Bila keputusannya akan dibahas lebih lanjut, maka fraksi membahas keputusan tersebut. Hasil pembahasan fraksi di antaranya adalah utusan fraksi dalam tim yang akan membahas dan memperbaiki draft rancangan perda. Langkah kelima Pembahasan mendalam dilakukan oleh pengaju dengan diperkaya oleh unsur dari seluruh fraksi. Pembahasan ini bisa oleh fraksi, komisi, gabungan komisi atau pansus. Dalam pembahasan ini juga biasanya didatangkan masyarakat, stakeholder terkait, pemda dan ahli yang kompeten untuk memperbaiki dan menyempurnakan draft. Langkah keenam Setelah pembahasan dianggap selesai ditingkatan pengaju, draft rancangan perda yang telah dianggap selesai tersebut dibawa kembali ke rapat paripurna. Dalam rapat paripurna ini fraksi -fraksi menyampaikan kembali pendapatnya atas draft akhir yang telah selesai. Di akhir rapat paripurna ini akan diputuskan nasib dari raperda ini, apakah diputuskan dan ditetapkan menjadi peraturan daerah atau ditolak.
C. Pengesahan dan Berlaku Bila hasil rapat paripurna terakhir memutuskan untuk ditolak, maka tidak ada tahapan ini. Tapi bila ternyata rapat paripurna terakhir itu memutuskan untuk menerima usulan raperda dan menetapkannya menjadi perda, maka ada dua skenario yang harus diperhatikan.
20
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Langkah pertama Perda yang sudah ditetapkan tersebut kemudian diserahkan kepada pemda untuk disahkan dan ditandatangani oleh bupati. Bila kemudian pemda setuju, maka bupati akan mensahkan dan menandatangani perda yang sudah ditetapkan. Tapi bila kemudian bupati, karena satu dan lain hal menolak untuk mensahkan dan menandatangani, dan bila tidak ada perubahan dan tanggapan dari DPRD, maka dalam waktu 15 hari perda tersebut secara otomatis berlaku dan sah secara hukum. Langkah kedua Agar memiliki kekuatan hukum, perda yang sudah ditetapkan, dengan atau tanpa pengesahan dari bupati, kemudian diundangkan dalam lembaran daerah, dan kemudian dikabarkan dalam berita daerah. Bila semua langkah tersebut telah dilalui, selesai sudah penyusunan perda. Dan daerah tersebut memiliki hukum yang baru. *****
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
21
Nomor 5. Keterlibatan Masyarakat Dalam Penyusunan Perda Mana saja celah yang bisa dimanfaatkan masyarakat? Atau keterlibatan masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah harus dimulai dari tahap yang paling awal yaitu menyampaikan gagasan atau proposal pembentukan peraturan daerah? Secara normatif, tidak ada peluang keterlibatan kita, sebagai masyarakat, dalam penyusunan perda selain dalam konsultasi publik semata. Tapi apakah hanya itu? Bila kita agak “kreatif�, sebetulnya setiap tahapan penyusunan bisa kita masuki.
A. Penyiapan Kita, sebagai masyarakat, memiliki peluang untuk menyampaikan gagasan atau proposal mengenai peraturan daerah apa yang perlu atau tidak perlu diterbitkan oleh pemerintah daerah. Keterlibatan melalui penyampaian proposal pembentukan peraturan daerah merupakan tahap yang paling krusial. Kalau pada tahap ini keterlibatan bisa dioptimalkan, pada tahap selanjutnya keterlibatan kita akan menjadi lebih mudah. Wujud keberhasilan keterlibatan masyarakat ini bisa diukur dengan masuknya proposal pembentukan peraturan daerah yang diusung masyarakat dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis.
22
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Kemudian, bila proposal sudah masuk, harus ada pengawalan agar prolegda ini dibahas lebih lanjut. Kita harus meyakinkan bahwa usulan yang sudah masuk agenda prolegda ini akan di tindaklanjuti. Di sini dituntut kemampuan kita untuk me-lobby pemda, agar prolegda ini ditindaklanjuti menjadi prakarsa pemda, dan/atau me-lobby dewan, agar prolegda ini menjadi inisiatif dewan. Di sini jaringan, silaturahmi, kedekatan hubungan, baik secara personal maupun dengan institusinya, menjadi sangat penting.
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
23
B. Pembahasan dan penetapan Pada tahapan ini agak berbeda. Pada tahapan ini usulan sudah masuk prolegda, dan sudah mulai ditindaklanjuti. Oleh karena itu, peran masyarakat pada tahap pembahasan dan penetapan peraturan daerah ditujukan untuk mengawal dan memastikan substansi yang akan diatur dalam peraturan daerah tersebut tetap konsisten dengan proposal yang diajukan.
Sangat penting untuk selalu kita ingat dan sadari bahwa proses pembahasan peraturan daerah merupakan proses politik. Dalam proses tersebut, akan terjadi tarik-ulur, tawar-menawar, negosiasi, dan lobi dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap peraturan daerah yang sedang disusun hingga akhirnya dicapai kesepakatan atau melalui pemungutan suara (voting). Pada tahap ini, penting sekali kita untuk mengidentifikasi, memetakan dan menjalin komunikasi yang intensif dengan para pengambil keputusan (anggota DPRD) yang berpihak atau setuju dengan proposal yang diajukan. Pada saat pembahasan dan penetapan ini berlangsung, kita juga bisa melakukan tekanan di luar gedung parlemen untuk memberikan dukungan kepada peraturan daerah yang sedang dibahas. Tapi akan jauh lebih baik lagi bila kita juga melakukan berbagai upaya yang legal untuk bisa ikut dalam pembahasan di
24
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
ruang DPRD. Kita harus melakukan lobby dengan anggot dewan atau birokrat terkait agar diikutsertakan dalam pembahasan. Setidaknya, kita punya hak bicara, walaupun tidak punya hak suara. Dengan adanya hak bicara tersebut, kita bisa ikut mempengaruhi jalannya pembahasan. Bahkan kita bisa juga mendatangkan akademisi, ahli, atau kompeten yang bicara untuk memperkuat argumen yang mendukung kita.
C. Pengesahan dan Berlaku Setelah peraturan daerah disahkan dan dicatat dalam lembaran daerah, masyarakat dapat terlibat dengan menyebarluaskan atau mensosialisasikan peraturan daerah tersebut kepada masyarakat umum melalui berbagai event, seperti seminar, diskusi publik,
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
25
Bagian 3:
Teknis Penyusunan Perda Berisi pengertian, cara-cara dan teknis penyusunan perda. Terutama yang terkait dengan pemanfaatan peluang keterlibatan masyarakat.
26
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Nomor 6. Di mana Harus Memulai? Ingin mengadvokasi perda? Mulainya dari mana? Di mana saja...ikuti prosedur saja. Itu jawabannya yang pasti. Yang penting adalah kita tahu apa yang bisa dan harus kita lakukan di setiap tahapan kita terlibat. Lalu apa yang bisa kita lakukan di setiap tahapannya? Kita bisa melakukan tindakan advokasi apapun untuk mengkomunikasikan dan mendesakkan agenda kita. Kita bisa memulainya dengan identifikasi masalah, menganalisisnya, menyusun strategi, memobilisasi massa dan dukungan, mengadakan pendidikan masyarakat, menjangkau orang-orang baru, mengatur ritme dan lainnya. Dan jangan lupa, untuk selalu menuliskan cerita pegalaman kita. Untuk hal yang lebih teknis, kita bisa membuat atau melakukan beberapa hal, yang pada intinya untuk menekan pembuat kebijakan agar mendengarkan dan mengakomodasi tuntutan kita. Tapi itu semua tidak mutlak, disesuaikan dengan kebutuhan. Kalau perlu membuat issue paper, ya kita buat issue paper. Kalau perlu mengadakan konferensi pers, ya kita adakan konferensi pers. Tapi, kalau misalnya kita tidak perlu menyusun draft legal (legal drafting), ya, tidak perlu kita buat itu.
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
27
(Alternatif Strategi Untuk Menekan Pembuat Kebijakan)
Strategi/Alat
Persiapan
Pembahasan
• Daftar isian masalah
X
X
• Issue paper
X
• Naskah akademik
X
• Policy brief
X
• Pers conference • Pers/media release
X
• Legal drafting
X
X
X
X
X
• Mobilisasi massa/ demonstrasi
X
• Hearing dan audiensi
X
• Melibatkan stakeholder yang terkait langsung dengan isu yang di usulkan dalam perda
X
X
• Petisi penggalangan dukungan
X
X
• Mendatangkan ahli/ pakar
Pengesahan & Berlaku
X
X
X
Pada langkah-langkah berikutnya, kita akan mencoba mengenali beberapa hal yang lebih teknis, terkait dengan pemanfaatan alternatif media untuk menekan pembuat kebijakan. *****
28
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Nomor 7. Menulis Media Advokasi Daftar isian masalah? Issue paper? Naskah akademik? Policy brief? Barang apalagi tuh...?? Strategi mana yang mana yang bisa kita gunakan? Pilih saja yang menurut kita paling sesuai. Tidak ada aturan baku. Namun begitu pada bagian ini kita akan diberi gambaran secara singkat tentang beberapa hal yang bisa kita gunakan sebagai bagian dari stategi advokasi. Yang disajikan di sini hanya daftar isian masalah, issue paper, naskah akademik, dan policy brief. Itu semua dipilih karena alat atau media ini sangat sering diperlukan. Selain itu, keahlian teknis ini sangat berguna untuk diketahui, walaupun kita tidak diharapkan menjadi ahli dalam pembuatannya.
Issue Paper Yang biasa disebut issue paper adalah sebuah tulisan/essay pendek mengenai topik tertentu yang ingin kita sorot secara khusus. Issue paper ini harus singkat dan padat, dengan bahasa yang sederhana, biasanya kurang dari 10 halaman. Sebagaimana tulisan pada umumnya, isi dari issue paper mencakup pengenalan, tubuh (atau cerita), dan kesimpulan. Lalu apa isi bagian perkenalan? Bagian ini ditujukan untuk memberi tahu pembaca apa yang dibahas dalam essay tersebut. Di dalamnya ada penerangan mengenai tujuan essay ini, proses yang dilakukan untuk menyusunnya, posisi kita (penulis) terhadap masalah yang dibahas, tujuan dari tulisan ini, dll. Kemudian bagian batang tubuh, kita harus memaparkan apa pikiran kita sejelas mungkin. Ini termasuk bagaimana kita men-
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
29
jelaskan situasi dan permasalahannya dari sudut pandang kita. Kemudian paparan posisi kita terhadap situasi permasalahan tersebut. Tidak lupa kita harus menyajikan argumen atas pendapat dan posisi yang kita ambil. Argumen ini bisa berupa teori yang mendukung, dasar hukum, temuan pengamatan, data dan fakta tertulis, kutipan-kutipan yang relevan, dll. Dan di bagian akhir batang tubuh ini, kita harus memaparkan apa rekomendasi kita untuk permasalahan atau issue yang diangkat sebagai upaya penyelesaiannya. Kemudian bagian kesimpulan, pada intinya kita memberikan penutupan pada pembaca dengan mengingatkan pembaca tujuan tulisan ini, posisi kita, masalah utama yang ingin diselesaikan, serta rekomendasi kita.
Naskah Akademik Naskah akademik pada dasarnya mirip dengan issue paper. Namun naskah akademik lebih menekankan sisi ilmiah dari topik yang ingin kita bahas, dan sudah fokus pada aturan yang ingin kita buat. Naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan ruang lingkup, jangkauan, objek atau arah pengaturan rancangan peraturan yang ingin dibuat. Naskah akademik setidaknya harus menelaah 3 (tiga) permasalahan substansi, yaitu: (1) menjawab pertanyaan mengapa diperlukan perda baru, (2) lingkup materi kandungan dan komponen utama perda, dan (3) proses yang akan digunakan untuk menyusun dan mengesahkan perda. Kemudian, dalam naskah akademik, penekanan lebih jauh diberikan pada dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur dalam rancangan peraturan yang ingin dibuat.
30
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Contoh pola naskah akademik NASKAH AKADEMIK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG. . . A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang 2. Tujuan dan kegunaan yang ingin dicapai 3. Metode pendekatan 4. Materi muatan 5. Inventarisasi peraturan perundang-undangan (inventarisasi hukum positif dan persoalan hukum aktual) B. RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK (MATERI YANG HENDAK DIATUR) 1. Umum a) Pengertian-pengertian b) Asas-asas 2. Materi a) Konsepsi landasan, alas hukum, & prinsip yang akan digunakan b) Hukum yang akan disusun dalam rancangan perundangan c) Pemikiran tentang norma yang dituangkan ke dalam pasalpasal 3. Sanksi 4. Peralihan 5. Penutup C. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Perlunya pengaturan 2. Jenis/bentuk pengaturan 3. Pokok-pokok materi yang perlu diatur D. LAMPIRAN 1. Daftar kepustakaan 2. Inventarisasi peraturan perundang-undangan 3. Hasil kajian atau penelitian atau makalah-makalah yang memba has materi hukum yang bersangkutan.
Daftar Isian Masalah Dari namanya pun kita sudah bisa menebak apa definisi Daftar Isian Masalah (DIM). Daftar isian masalah adalah tulisan yang berisi tanggapan kritis kita terhadap suatu fenomena, permasalahan, gagasan, atau sebuah produk. Kritisi yang kita lakukan ini dilakukan untuk menarik perhatian dan menyampaikan gagasan kita secara singkat. Pada prakteknya, kita bisa menyampaikan
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
31
Daftar isian masalah ini di semua tahapan sebagai bentuk penyikapan kita dalam proses advokasi peraturan perundangan. Pada umumnya, daftar isian masalah cukup berupa tabel yang berisi permasalahan, pelaku, penyebab, dan solusi. Dari daftar isian masalah ini juga kita bisa menentukan apakah dalam menyelesaikan permasalahan yang dimaksud kita memerlukan menyusun sebuah peraturan atau tidak. Dari tabel contoh DIM dibawah bisa kita lihat bahwa tidak semua permasalahan perlu dan bisa diselesaikan dengan perda. Permasalahan
Pelaku
Penyebab
Solusi
Banyaknya bangunan liar di bantaran sungai yang menyebabkan aliran sungai terhambat dan banjir
Masyarakat pendatang yang miskin Aparat pemerintah yang membiarkan hal tersebut terjadi
Masyarakat pendatang yang miskin melakukan urbanisasi. Namun di kota mereka tidak mempunyai tempat tinggal, sehingga membuat tempat tinggal sementara di bantaran sungai
Penyediaan tempat tinggal sementara yang aman. Pembersihan dan penertiban pinggiran sungai. Membangun desa
Usulan warga tentang kebijakan publik yang disampaikan pada pejabat tidak pernah ada yang terwujud
Pejabat pemerintah yang tidak amanah Masyarakat umum yang aktif
Proses demokrasi representatif tidak menjamin adanya keberlanjutan hubungan antara konstituen dengan wakilnya. Saat ini tidak ada ruang partisipasi bagi warga untuk ikut membuat, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan publik.
Penyusunan perda yang menjamin ruang dan mekanisme partisipasi warga sehingga warga bisa ikut membuat, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan publik. Proses fasilitasi peningkatan kapasitas warga untuk terlibat dalam ruang kebijakan publik. Proses peningkatan kapasitas pemerintah dan DPRD untuk bisa menerima proses partisipatif.
Perda yang disusun seringkali mendapatkan protes dari masyarakat karena dianggap merugikan dan tidak berpihak pada mereka
Masyarakat yang dirugikan DPRD Pemda Depdagri
Masyarakat memant tidak pernah dilibatkan karena Pasal pasal 5 sampai pasal 10 permendagri 16/ 2006 tentang prosedur penyusunan perda tidak menyediakan ruang untuk partisipasi masyarakat
Pemerintah daerah dapat menyusun perda yang menyediakan ruang bagi masyarakat (mengatur keterlibatan masyarakat dalam penyusunan produk hukum daerah mulai dari awal sampai akhir)
Pertanyaaannya, mana saja permasalahan yang bisa diselesaikan oleh penyusunan perda? Tidak ada petunjuk pasti. Biasanya peraturan daerah disusun bila: • Ada amanat dari peraturan perundangan yang lebih tinggi • Adanya persoalan yang terkait dengan norma-norma.
32
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Policy Brief/ Kertas Kebijakan Singkat Semakin pendek semakin baik‌ Apakah pembuat kebijakan, misalnya anggota DPRD atau Bupati yang sangat sibuk, mempunyai waktu untuk membaca naskah akademik yang tebal? Apakah mereka juga tertarik membaca issue paper yang kurang dari 10 halaman? Kalau jawabannya tidak, kita bisa mencoba menyajikan paparan kepentingan kita dalam bentuk policy brief. Namanya juga policy brief, atau kertas kebijakan singkat. Policy brief adalah sebuah dokumen yang memuat alternatif kebijakan dan inti dari alasan-alasan memilih alternatif kebijakan tersebut, ditujukan kepada audiens (pembaca) tertentu biasanya pengambil kebijakan, dan hanya memuat satu isu. Penyampaian policy brief ditujukan untuk meyakinkan audiens mengenai penting dan mendesaknya sebuah persoalan dan perlunya mengambil sebuah kebijakan untuk segera diimplementasikan.
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
33
Para pengambil kebijakan biasanya sangat sibuk. Karena itu, po licy brief harus disajikan seringkas dan sejelas mungkin, langsung pada inti persoalan dan tindakan yang perlu dilakukan. Biasanya policy brief tidak lebih dari 2 halaman beserta ilustrasi dan data. Bila perlu, policy brief cukup satu halaman saja. Ciri-ciri policy brief yang efektif antara lain target audiensnya spesifik dan jelas, isu disajikan secara singkat, padat, dan jelas, berisi satu masalah dan satu usulan kebijakan, didukung data yang valid dan akurat, usulan kebijakannya baru, kreatif, inovatif dan menjanjikan, menghidari berbagai jargon, mencantumkan referensi dan kontak yang bisa dihubungi. Baik issue paper, naskah akademik, adalah paparan yang cukup lengkap, dengan argumen yang jelas. Namun kelemahannya, keduanya seringkali “terlalu tebal� karena banyaknya hal yang ada dalam substansinya. Sehingga sulit untuk dibuat oleh rakyat biasa seperti kita, dan sulit dibaca oleh para pembuat kebijakan. Pilihan lain yang juga bermanfaat adalah menyusun daftar isian masalah dan policy brief. Keduanya cukup mudah untuk dibuat, dan cukup bersahabat dengan pembaca yang memiliki kesulitan membaca dengan alasan waktu, malas, kurang bisa membaca, dll.
“Hehehe.....ternyata cuma selembar syukurlah.�
34
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Nomor 8. Menyuarakan Aspirasi Sedikit-sedikit demo, sedikit-sedikit ricuh, sedikit-sedikit..... Demonstrasi memang cara paling mudah untuk menyuarakan aspirasi. Terutama bila orang yang kita tuju tidak mau mendengarkan aspirasi kita. Namun sayangnya seringkali demonstrasi menimbulkan “collateral damage� yang harganya tidak murah. Mulai dari kerusakan barang dan fasilitas publik, bahkan tidak jarang nyawa manusia melayang. Jadi kalaupun demonstrasi jadi pilihan, itu haruslah pilihan terakhir dan harus didesain dan dilaksanakan secara hati-hati. Ada beberapa pilihan yang lebih “cerdas� untuk menyuarakan aspirasi dan menarik dukungan orang. Misalnya menyusun petisi, melakukan pers release dan pers conference, meminta hearing dan audiensi, dll.
Petisi Petisi adalah bentuk penggalangan dukungan dengan menyertakan bukti dukungannya. Pengumpulan petisi biasanya dilakukan dengan memberikan penjelasan dan penerangan pada individuindividu yang kita minta dukungannya. Jadi di sini kita juga dituntut untuk menguasai secara penuh isu yang ingin kita angkat, juga piawai untuk meyakinkan orang. Apa saja yang harus diperhatikan dalam petisi? Pertama, adanya pernyataan yang jelas mengenai penyikapan dan tuntutan kita, tujuan dari tuntutan tersebut, serta orang yang ingin kita tuntut. Kedua, adanya bukti dari dukungan warga. Bukti ini berupa tandatangan, bila memungkinkan dengan bukti
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
35
ke�kependudukan�nya. Misalnya dengan memberikan nomor Kartu tanda penduduk, paspor atau bukti kependudukan lainnya. Bila tidak merepotkan, sertakan fotokopinya. Ketiga, buat even khusus untuk menyampaikannya. Misal meminta hearing atau audiensi, yang disertai juga dengan siaran media. Atau bisa juga menggelar seminar khusus tentang isu yang ingin kita angkat dengan pembicara yang kita pilih untuk mendukung kita. Atau bisa juga menggelar demonstrasi, atau cara-cara lainnya yang menarik perhatian massa.
Konferensi pers dan Media Release Siaran pers (pers conference) dibuat untuk menangkap perhatian para jurnalis media massa. Dalam pers conference biasanya dibagikan juga paparan yang berisi pernyataan kita pada media (media release). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam siaran pers dan pernyataan kita pada media. Pertama, apakah pernyataan kita layak berita? Tujuan kita melakukan siaran pers adalah untuk menginformasikan pada dunia, dan jangan menggunakan siaran pers untuk “berjualan�. Siaran pers yang baik akan menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), kapan (when), mengapa (why) dan bagaimana (how) atau 5W1H. Kemudian tidak lupa kita harus menginformasikan pada media mengenai siapa kita dan motivasi kita.
KONFERENSI PERS
36
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Kedua, buatlah menarik perhatian. Judul harus singkat, padat dan kuat. Judul dan paragraf pertama (sumary) harus sudah menceritakan keseluruhan. Sementara yang detail bisa disampaikan kemudian pada paragraf berikutnya. Total media release biasanya antara 300 sampai 800 kata. Ketiga, katakan sebenarnya secara jelas. Hindari kata-kata yang tidak perlu, kata-kata yang berlebihan, jargon, dll. Gunakan siaran pers sebagai ajang berbagi berita, bukan ajang untuk membual. Bila hal itu terjadi, itu hanya akan merugikan kita dan reputasi kita sendiri. Keempat, pilih momentum. Perhatikan waktu, perhatikan momentum, tentukan sudut pandang. Ini semua menentukan efektivitas siaran pers dan media release yang kita lakukan. Bila ada kesempatan, buatlah fitur cerita yang lebih detail yang kita sampaikan pada media. Dengan begitu, kita bisa menyampaikan pandangan kita secara lebih lengkap. *****
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
37
Nomor 9. Membuat Legal Draft Perda (salah) Bagi pihak yang dirugikan dapat mengajukan suatu tuntutan ganti kerugian. (benar) Bagi pihak yang dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian. (salah) Penuntut umum ke Pengadilan Negeri menyerahkan berkas perkara. (benar) Penuntut umum menyerahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri.
Dua contoh kalimat di atas adalah contoh penggunaan kalimat yang benar dan yang salah dalam legal draft. Namun di sini kita tidak akan mempelajari penyusunan naskah peraturan /produk hukum /legal draft sampai sedalam dan sedetail itu. Biarlah hal tersebut menjadi pekerjaan para ahli hukum yang memang terdidik dan dibayar untuk melakukan itu. Dan tidak usah kita, sebagai rakyat, menguasai sepenuhnya proses legal drafting setingkat ahli hukum. Pekerjaan menyusun peraturan daerah, seperti halnya kodifikasi hukum dan rancangan peraturan perundang-undangan, memiliki spesifikasi tertentu. Memang ini adalah domainnya ahli hukum. Namun dalam konteks advokasi, tidak ada salahnya kita mencoba mengerti sedikit bentuk legal draft dan hal-hal umum lainnya.
38
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Kerangka Secara umum, kerangka peraturan daerah adalah terdiri dari lima bagian, yaitu judul, pembukaan, batang tubuh, penutup, penjelasan dan lampiran. A. JUDUL: jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama peraturan yang bersangkutan B. PEMBUKAAN 1. Frase Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa 2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan 3. Konsiderans: Menimbang Berisi uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan, baik pokok pikiran sosiologis, filosofis dan yuridis 4. Dasar hukum: Mengingat Berisi dasar hukum yang terdiri dari (1) dasar kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan tingkat Daerah; (2) Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan peraturan tersebut; dan (3) Undang-Undang yang menjadi dasar Pembentukan Daerah yang bersangkutan 5. Diktum: kata memutuskan; kata menetapkan; nama Peraturan Daerah. C. BATANG TUBUH 1. Ketentuan Umum 2. Materi Pokok yang Diatur 3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan) 4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) 5. Ketentuan Penutup D. PENUTUP E. PENJELASAN (jika diperlukan) F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
Bahasa Secara umum, kaidah bahasa perundang-undangan adalah bahasa indonesia yang baku dan benar. Namun begitu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan karena tidak sama persis antara bahasa hukum dengan bahasa sehari-hari. Ciri-ciri bahasa perundang-undangan, antara lain: • Lugas dan eksak (pasti) karena menghindari kesamaan arti /kerancuan; • Dalam batang tubuh, satu kalimat satu gagasan; dan tidak beranak • Bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang dipakai; • Obyektif dan menekan rasa subyektif dan emosi diri; • Membakukan makna kata-kata, ungkapan, atau istilah yang
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
39
digunakan secara konsisten; • Tidak emosi dalam mengungkapkan tujuan/maksud; • Memberikan defnisi secara cermat tentang nama, sifat atau kategori hal yang didefinisikan; • Untuk tunggal dan jamak selalu dirumuskan tunggal. Misalnya “buku-buku” maka ditulis “buku”. Kemudian “murid-murid” ditulis “murid” • Penulisan nama diri, nama jenis Peraturan perundang-undangan, nama resmi institusi/lembaga pemerintahan/ketatanegaraan dan nama jabatan/atau kata yang sudah didefnisikan, dalam rumusan norma harus konsisten ditulis dengan huruf kapital tanpa kriteria berapa jumlahnya. Banyak hal yang harus kita perhatikan dalam bahasa peraturan perundangan. Untuk merumuskan norma perundangan yang baik dan benar, kita harus memperhatikan konsistensi yang menyeluruh dalam penyusunan kalimat, peristilahan, ungkapan, dan penataan. Selain itu juga harus diperhatikan penataan kalimat yang cermat dan sistematis dalam merumuskan suatu norma. Masih banyak hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam proses legal drafting, selain soal bahasa dan kerangka. Bahkan, dalam hal kerangka pun, masih banyak hal detail yang harus diperhatikan. Dan disini tugas kita sebagai rakyat adalah menjamin bahwa gagasan gagasan reform yang ingin kita tuangkan dalam rancangan peraturan perundangan tidak mengalami perubahan makna secara substansi akibat penerjemahan ke dalam bahasa hukum. Kita harus memperhatikan kata demi kata, dan segala konsekuensi dari pemilihan kata tersebut. Memang memperhatikan detail seperti itu, baik dalam hal kerangka, bahasa juga pemilihan kata-kata, harus dilakukan oleh ahlinya. Tapi jangan juga kita tergantung pada ahli, karena bukan tidak mungkin yang ahli tersebut ternyata salah menterjemahkan gagasan kita ke dalam bahasa hukum. Di sini lah kita juga harus ‘pintar’ memilih orang, ahli hukum dan legal drafting,
yang akan mendukung kita dalam menterjemahkan pesan advokasi kita. *****
40
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Bagian 4:
Pengalaman Daerah dalam Advokasi Perda Tertentu Berisi paparan yang menggambarkan pengalaman warga suatu daerah dalam seluruh tahapan prosedur dan proses penyusunan perda.
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
41
Nomor 10. Pengalaman Daerah dalam Advokasi Perda Tertentu Peraturan Daerah Nomer 10 Tahun 2009 tentang Jaminan Kesehatan Kabupaten Bandung adalah salah satu peraturan daerah yang berhasil diadvokasi oleh kelompok masyarakat sipil. Adalah Forum Diskusi Anggaran (FDA) pada tahun 2008, dengan berbekal naskah akademik dan hasil survey statistik tentang kesehatan, mendorong Pemerintah Kabupaten Bandung untuk menyelenggarakan jaminan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh penduduk Kabupaten Bandung. Namun, karena kurang mendapatkan respon yang positif dari pimpinan daerah Kabupaten Bandung, FDA kemudian melakukan mobilisasi dukungan organisasi masyarakat dan mendesak pemerintah melalui sebuah tuntutan (Petisi Antik) yang didukung oleh puluhan organisasi masyarakat sipil. Petisi ini menuntut pemerintah dan DPRD Kabupaten Bandung segera menyusun peraturan daerah tentang jaminan kesehatan. Setelah munculnya petisi tersebut, barulah pemerintah yang difasilitasi oleh Bappeda memberikan respon dan mengundang FDA berdiskusi mengenai jaminan kesehatan tersebut. Diskusi hampir mengalami kebuntuan karena masingmasing pihak (FDA dan Dinas Kesehatan) bersikukuh pada pendiriannya masing-masing mengenai konsep jaminan kesehatan.
42
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Kebuntuan mencair setelah kedua belah pihak menerima pendapat Bappeda untuk membentuk tim kerja bersama yang akan melakukan kajian mengenai berbagai konsep jaminan kesehatan yang telah diterapkan di berbagai daerah. Tim kerja ini kemudian dikukuhkan dalam Keputusan Bu pati Nomer-Tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Pengkaji Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat atau dikenal Tim JPKM. Dalam keputusan tersebut, tim ini ditugaskan untuk melakukan kajian tentang sistem jaminan kesehatan masyarakat yang cocok diterapkan di Kabupaten Bandung dan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang jaminan kesehatan Kabupaten Bandung dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Setelah bekerja selama satu tahun, akhirnya tim ini berhasil menyusun rancangan peraturan daerah tentang jaminan kesehatan Kabupaten Bandung dan ditetapkan menjadi peraturan daerah oleh DPRD Kabupaten Bandung pada Tahun 2009. *****
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
43
Penutup Apakah rakyat bisa bikin aturan? Jawabnya adalah bisa. Dan kita bisa memulai melakukan pekerjaan tersebut kapan saja, dan di tahapan mana saja. Yang penting kita tahu apa yang harus kita lakukan pada tahapan-tahapan yang sedang berjalan, dan kemudian memanfaatkan celahnya. Dalam mengadvokasi sebuah peraturan perundangan daerah, selain faktor teknis, beberapa faktor non teknis juga sangat menentukan. Misalnya faktor kapasitas personal dan interpersonal seperti ketelatenan, kesabaran dan konsistensi pelaku advokasi, kemampuan sosialisasi, negosiasi, lobby, strategi, netwoking, dll. Pengetahuan mengenai langkah, prosedur, serta teknis hanyalah salah satunya. Menyusun peraturan daerah hanyalah langkah pertama. Langkah pembuka jalan bagi advokasi selanjutnya. Yang paling penting setelah perda berhasil disusun dan diundang kan, adalah mengawal implementasinya. Perda hanyalah menyediakan ruang dan mengatur sistem serta prosedur. Dan ruang tersebut akan tetap kosong bila tidak ada yang menggunakannya. Perda hanyalah menjadi sebuah perda, dan tidak memberikan maslahat apapun, bila tidak dilaksanakan. *****
44
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
Referensi PANDUAN PRAKTIS MEMAHAMI PERANCANGAN PERATURANDAERAH, Tim Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah, Direktorat Jenderal Peraturan Perundangundangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) melalui Proyek Enhancing Communications, Advocacy and Public Participation Capacity for Legal Reforms (CAPPLER Project). Cetakan Kesatu : 10 Mei 2008. Tim editor: Sasmita, S.H., M.H.; Indro Sugianto, S.H., M.H.; Mohamad Kusadrianto, S.H., LL.M.; Widyastuti, S.H., M.H.; Andrie Amoes, S.H., M.H. <http://www.djpp.info/Files/pedoman/panduanperda.pdf> PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH, Oleh Himawan Estu Bagijo, Staf Pengajar Fakultas Hukum Unair LEGAL DRAFTING PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH, Buku Pegangan untuk DPRD, Seri Penguatan Legislatif, Local Government Support Program-USAID, Legislative Strengthening Team, November 2007 PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH, Makalah disampaikan dalam Diskusi Panel “Kajian Terhadap Kebijakan-Kebijakan Yang Perlu Dimuat Dalam Perda Dalam Rangka Mendorong Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)”di Bank Indonesia tanggal 29 Maret 2007; Oleh: Drs. S. Bambang Setyadi *****
Rakyat pun Bisa Bikin Aturan
45