Kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan di kabupaten mamuju

Page 1

Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Kabupaten Mamuju LAPORAN AWAL RISET Kajian ini merupakan upaya mengidentifikasi skema dan kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan di Kabupaten Mamuju untuk menciptakan proses industrialisasi Rotan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan berbagai kondisi lapangan dan skenario.


LAPORAN AWAL RISET

Kebijakan Pengelolaan Hutan Secara Berkelanjutan di Kabupaten Mamuju

DISUSUN OLEH: Ari Nurman Anggita Clara Shinta Tim Peneliti Badan Otonom Penelitian dan Pengembangan Perkumpulan Inisiatif Juli-Agustus 2017

Photo: Bunyanun Marsus

DIDUKUNG OLEH:

1


Ringkasan

2


Kata Pengantar “Bagaimana kalau industri rotan yang digagas kita berhasil?” Pertanyaan ini yang mengantar dilakukannya studi ini. Program Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan yang dilakukan oleh Konsorsium PSDABM-M selaku penerima hibah dari MCA-Indonesia untuk proyek sentra industri rotan berkelanjutan sangat menjanjikan banyak kemanfaatan bagi warga yang terlibat didalam program. Namun tidak ada yang tahu pasti dampak sebenarnya yang akan terjadi, apakah benar yang dijanjikan itu akan terwujud atau sebaliknya. Bila program ini gagal mencapai hasilnya, mungkin tidak akan ada sesuatu yang berubah pada masyarakat juga lingkungan. Semua akan tetap sama seperti saat ini, saat tidak ada industri rotan. Namun sepertinya perubahan akan terjadi bila industri rotan berhasil berdiri. Studi ini bertujuan untuk mengkaji potensi dampak yang terjadi bila industri rotan berhasil didirikan dan berjalan sesuai rencana. Ada dua sisi yang dikaji, yang pertama sisi ”hulu” dari industri rotan. Kajian ini difokuskan pada identifikasi dampak dari penggunaan skema-skema akses hasil hutan bukan kayu – rotan terhadap keberlanjutan hutan dan lingkungan, serta hidup dan penghidupan warga yang menggantungkan diri daripadanya. Kajian yang kedua sisi ”hilir”, yang difokuskan untuk mengkaji kebijakan dan proses industrialisasi di pedesaan terkait dengan permasalahan dan keberlanjutan industri tersebut. Kedua kajian ini merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan ijin pemanfaatan hutan, sebagaimana dimandatkan pada pasal 31 ayat (1) UU41/1999 yang berbunyi “Untuk menjamin asas keadilan, pemerataan, dan lestari, maka izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha”. Studi ini, Pengelolaan Sumber Daya Hutan Non Kayu Secara Berkelanjutan di Kecamatan Bonehau, merupakan upaya untuk mengkaji sisi ”hulu” industri rotan. Dalam studi aspek keberlanjutan diperdalam lagi dari berbagai aspek, seperti ekologi dan lingkungan, ekonomi, sosial-budaya, serta sediaan input produksi rotan. Kemudian dengan memanfaatkan pemodelan system dinamis, kajian ini mencoba melihat berbagai dampak dari skenario kebijakan dan kontekstual pada berbagai alternatif skema yang diterapkan. Dan kajian ini diharap bisa memberikan masukan terkait strategi yang terbaik yang bisa menjamin keberlanjutan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Non Kayu Secara Berkelanjutan di Kecamatan Bonehau sebagaimana yang diharapkan oleh Konsorsium PSDABM-M.

3


Definisi, Istilah dan Pengertian Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. (Ps.1 angka 1, UU41/1999) Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. (Ps.1 angka 2, UU41/1999) Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. (Ps.1 angka 3, UU41/1999) Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. (Ps.1 angka 5, UU41/1999; Pasal 1 angka 11, PermenLHK No.P.83/2016) Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. (Ps.1 angka 4, UU41/1999) ► Hutan Desa yang selanjutnya disingkat HD adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. (Pasal 1 angka 2, PermenLHK No.P.83/2016). › Hak Pengelolaan Hutan Desa yang selanjutnya disingkat HPHD adalah hak pengelolaan pada kawasan hutan lindung atau hutan produksi yang diberikan kepada lembaga desa. (Pasal 1 angka 5, PermenLHK No.P.83/2016) ► Hutan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat dengan HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. (Pasal 1 angka 3, PermenLHK No.P.83/2016) › Izin Usaha Pemanfaatan HKm yang selanjutnya disingkat IUPHKm, adalah izin usaha yang diberikan kepada kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat untuk memanfaatkan hutan pada kawasan hutan lindung dan atau kawasan hutan produksi. (Pasal 1 angka 6, PermenLHK No.P.83/2016) ► Hutan Adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. (Ps.1 angka 6, UU41/1999) Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. (Pasal 1 angka 12, PermenLHK No.P.83/2016)1 Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. (Ps.1 angka 9, Pasal 6 ayat (2) huruf a, UU41/1999) 1

Peraturan aneh dan inkonsisten dengan UU41/1999 mengenai hutan adat bisa dilihat pada pasal 50 permen LH 83/2016 ini.

4


► Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. (Ps.1 angka 10, Pasal 7 huruf a, UU41/1999) ► Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. (Ps.1 angka 11, Pasal 7 huruf b, UU41/1999) ► Taman Buru adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu. (Ps.1 angka 12, Pasal 7 huruf c, UU41/1999) Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. (Pasal 1 angka 8, Pasal 6 ayat (2) huruf b, UU41/1999; Pasal 1 angka 7, PermenLHK No.P.54/2016) Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. (Pasal 1 angka 7, Pasal 6 ayat (2) huruf c, UU41/1999 ; Pasal 1 angka 6, PermenLHK No.P.54/2016; Pasal 1 angka 1, PermenLHK No.P.99/2016) ► Hutan Tanaman Hasil Kegiatan Rehabilitasi adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktifitas, dan peranannya sebagai penyangga kehidupan. (Pasal 1 angka 2, PermenLHK No.P.99/2016) ► Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. (Pasal 1 angka 4, PermenLHK No.P.83/2016) Hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. (Ps.1 angka 13, UU41/1999) Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan dalam bentuk hasil hutan kayu dan bukan kayu melalui pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran berdasarkan asas kelestarian hutan, sosial dan lingkungan dan/atau dalam bentuk pemanfaatan jasa lingkungan melalui antara lain jasa ekowisata, jasa tata air, jasa keanekaragaman hayati, jasa penyerapan/ penyimpanan karbon. (Pasal 1 angka 8, PermenLHK No.P.83/2016) Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk selanjutnya disebut HHBK adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa produk bukan kayu dengan tidak mengurangi fungsi pokoknya. (Pasal 1 angka 3, PermenLHK No.P.99/2016)

5


► Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pengayaan, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil. (Pasal 1 angka 4, PermenLHK No.P.99/2016) ► Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HT adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil. (Pasal 1 angka 5, PermenLHK No.P.99/2016) ► Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari hutan tanaman hasil kegiatan rehabilitasi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HT Hasil Kegiatan Rehabilitasi adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan bukan kayu dari tanaman hasil rehabilitasi dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya yang meliputi kegiatan : pemanenan HHBK/penyadapan, pemeliharaan tegakan, perlindungan dan pengamanan tegakan, pengayaan tegakan, dan pemasaran HHBK secara berkelanjutan. (Pasal 1 angka 6, PermenLHK No.P.99/2016) ► Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disebut IIUPH adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan. (Pasal 1 angka 12, PermenLHK No.P.99/2016) Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu. (Pasal 1 angka 1, PermenLHK No.P.54/2016) ► Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat IPHHBK adalah izin untuk mengambil hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung dan/atau hutan produksi dalam hutan alam maupun tanaman antara lain berupa rotan, madu, buah, daun, getah, kulit, tanaman obat, untuk jangka waktu dan volume tertentu. (Pasal 1 angka 3, PermenLHK No.P.54/2016) Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. (Pasal 1 angka 8, PermenLHK No.P.54/2016) Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan. (Pasal 1 angka 1, PermenLHK No.P.83/2016)

6


Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan. (Pasal 1 angka 9, PermenLHK No.P.83/2016)

7


Tumpang Tindih Status, Fungsi, Asal, Kewenangan Pengelolaan, Hutan HUTAN HAK

HUTAN NEGARA

Hutan (fungsi) KONSERVASI Hutan SUAKA ALAM Hutan PELESTARIAN ALAM

TAMAN BURU

Hutan (berasal) ALAM Hutan (berasal) TANAMAN RAKYAT Hutan (berasal) REHABILITASI

8

Hutan (dikelola dg skema) DESA

Hutan (fungsi) PRODUKSI

Hutan (dikelola dg skema) KEMASYARAKATAN

Hutan ADAT

Hutan (fungsi) LINDUNG


Daftar Isi

Ringkasan ...................................................................................................................................................... 2 Kata Pengantar.............................................................................................................................................. 3 Definisi, Istilah dan Pengertian ..................................................................................................................... 4 Daftar Isi ........................................................................................................................................................ 9 Bab I Pendahuluan ...................................................................................................................................... 11 A.

Alas Pikir .......................................................................................................................................... 11

B.

Tujuan ............................................................................................................................................. 11

C.

Luaran ............................................................................................................................................. 11

D.

Metodologi Pengumpulan Data dan Analisis .................................................................................. 12

E.

Jadwal Pelaksanaan ........................................................................................................................ 12

F.

Struktur Penyajian........................................................................................................................... 13

Bab II Kerangka Konsep............................................................................................................................... 14 A.

Apa itu keberlanjutan ..................................................................................................................... 14

B.

Keberlanjutan Lingkungan .............................................................................................................. 15

C.

Keberlanjutan Ekonomi................................................................................................................... 18

D.

Keberlanjutan Sosial Budaya ........................................................................................................... 20

E.

Keberlanjutan Industri Rotan di Mamuju ....................................................................................... 22

Bab III Kerangka Kebijakan .......................................................................................................................... 23 A.

Perundangan Tentang Hutan .......................................................................................................... 23

B.

Dasar Pengelolaan HHBK ................................................................................................................ 25

C.

Skema Perhutanan Sosial dan Kemitraan Masyarakat ................................................................... 27 Hutan Desa - Hak Pengelolaan Hutan Desa/HPHD ............................................................................. 27 Hutan Kemasyarakatan - Izin Usaha Pemanfaatan HKm/IUPHKm ..................................................... 28 Kemitraan Kehutanan ......................................................................................................................... 28 Hutan Adat .......................................................................................................................................... 29

Bab IV Temuan Lapangan............................................................................................................................ 31 A.

Gambaran Umum Wilayah.............................................................................................................. 31 Gambaran Fisik Wilayah...................................................................................................................... 31 Gambaran Ketersediaan Sarana Prasarana ........................................................................................ 33

9


Gambaran Perekonomian ................................................................................................................... 34 Gambaran Sosial Budaya .................................................................................................................... 37 B.

Pertimbangan Keberlanjutan: Aspek Lingkungan ........................................................................... 41

C.

Pertimbangan Keberlanjutan: Aspek Ekonomi ............................................................................... 45

D.

Pertimbangan Keberlanjutan: Aspek Sosial Budaya ....................................................................... 49

E.

Warga dan HHBK Rotan di Mamuju ................................................................................................ 51

Bab V Analisis Keberlanjutan ...................................................................................................................... 54 A.

Skenario .......................................................................................................................................... 54

B.

Analisis Keberlanjutan Lingkungan ................................................................................................. 58

C.

Analisis Keberlanjutan Ekonomi...................................................................................................... 62

D.

Analisis Keberlanjutan Sosial Budaya.............................................................................................. 64

E.

Analisis Keberlanjutan Industri Rotan di Mamuju .......................................................................... 67

Bab VI Penutup: Kesimpulan dan Rekomendasi ......................................................................................... 69 Kesimpulan.............................................................................................................................................. 69 Rekomendasi........................................................................................................................................... 70 LAMPIRAN ................................................................................................................................................... 72 Lampiran 1. Skenario Optimis ................................................................................................................. 73 Lampiran 2. Skenario Status Quo ............................................................................................................ 82 Lampiran 3. Skenario Pesimis ................................................................................................................. 91

10


Bab I Pendahuluan A. Alas Pikir Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (PHB) adalah pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan hutan berkelanjutan menggunakan tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan yang sangat luas. Berbagai lembaga kehutanan sekarang mencoba berbagai bentuk pengelolaan hutan berkelanjutan dengan berbagai metode dan alat-alat yang tersedia yang telah diuji dari waktu ke waktu. Memasuki kuartal keempat program Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan, Konsorsium PSDABM-M selaku penerima hibah dari MCA-Indonesia untuk proyek sentra industri rotan berkelanjutan akan memasuki persiapan opersional pemanenan hutan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku industri rotan yang akan direncanakan dibangun. Untuk itu diperlukan upaya dalam mengembangkan pengelolaan sumberdaya hutan khususnya HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) secara berkelanjutan melalui skema-skema pengelolaan hutan lestari. Salah satu bentuk pengelolaan hutan lestari adalah melalui skema Perhutanan Sosial dan Kemitraan. Berdasarkan hal tersbut diperlukan upaya untuk melakukan riset terkait pengelolaan hutan melalui skim Perhutanan Sosial dan Kemitraan dalam upaya pengembangan pengelolaan sumber daya hasil hutan non kayu (rotan) di Kecamatan Bonehau.

B. Tujuan Riset ini bertujuan untuk mengkaji dan meneliti terkait strategi Pengelolaan Sumber Daya Hutan Non Kayu Secara Berkelanjutan di Kecamatan Bonehau.

C. Luaran Hasil yang diharapkan, yakni adanya laporan tentang hasil riset terkait : a. Skema Perhutanan Sosial dalam pengelolaan HHBK-Rotan di Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju b. Skema Kemitraan dalam pengelolaan HHBK-Rotan di Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju c. Skema Pengelolaan Lainnya

11


D. Metodologi Pengumpulan Data dan Analisis Secara umum penelitian ini dibagi dalam empat tahapan besar. Pertama tahapan persiapan. Kedua tahap pengumpulan data. Ketiga, kajian dan analisis data dan informasi. Keempat, finalisasi, pengemasan dan diseminasi. Pada tahap persiapan peneliti mencoba menterjemahkan tujuan yang ingin dicapai pada rencana studi. Berbagai literature dan konsep terkait tujuan tersebut kemudian dikaji. Fokus kajian literature ini adalah soal keberlanjutan secara umum, dan keberlanjutan lingkungan, ekonomi, social budaya, serta sediaan input industry rotan secara lebih spesifik. Bermodalkan hasil kajian literature, kami merumuskan indicator-indikator keberlanjutan tersebut. Tahap berikutnya adalah mendalami indicator teserbut dan mengidentifikasi factor factor yang dapat mempengaruhi mereka. Hubungan antara indicator dan factor yang memperngaruhinya kemudian dimodelkan dalam sebuah model grafis. Dari hasil identifikasi indicator dan factor terserbut, dirumuskanlah kebutuhan dan sumber data yang harus dicari dan diterjemahkan pada desain alat pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri sumber-sumber sekunder (secondary sources) untuk mencari data tertulis yang sudah ada. Data ini bisa berupa dokumen laporan, liputan, data kuantitatif dan kualitatif, kebijakan public, serta informasi lainnya yang dianggap relevan. Selain data dari sumber sekunder, proses pengumpulan data dari sumber primer juga dilakukan, terutama untuk mendapatkan data data kualitatif. Hasil data yang diperoleh kemudian dianalisis. Analisis ini dilakukan dengan menterjemahkan model grafis yang telah dirumuskan sebelumnya menjadi model matematis. Model ini kemudian dianalisis dengan software simulasi untuk mengkaji berbagai kombinasi skema, kebijakan dengan alternative scenario yang telah dibangun sebelumnya.

E. Jadwal Pelaksanaan Secara umum, total waktu pelaksanaan kegiatan ini direncanakan selama tiga bulan (juli-september 2017). Persiapan dilakukan selama bulan juli sampai awal agustus. Proses pengumpulan data di lapangan dilakukan di Kabupaten Mamuju, selama periode 8-18 Agustus 2017. Proses analisis dan penulisan laporan berlangsung sampai akhir Nopember 2017

12


F. Struktur Penyajian Laporan ini terdiri dari tujuh bagian besar. Pertama adalah pendahuluan yang memaparkan apa saja dasar dilakukannya penelitian ini sampai struktur penyajian laporan. Dilanjutkan pada bagian kedua dengan pembahasan konsep-konsep keberlanjutan yang akan dikaji. Pada bagian ini model grafis dibangun berdasaran konsep yang telah dikaji. Selain itu pada bagian ketiga, berbagai kebijakan pemerintah yang bisa mempengaruhi proses pengelolaan HHBK-rotan di Mamuju dan keberlanjutannya. Pada bagian keempat dipaparkan hasil pengumpulan data lapangan yang dilanjutkan pada bagian kelima dengan analisis keberlanjutan. Analisis ini memasukan hasil temuan lapangan pada model dengan mempertibangkan beberapa skema dan alternative scenario. Bagian keenam merupakan paparan temuan hasil modelling berupa pemaparan kesimpulan. Dan diakhir laporan, akan dipaparkan penutup dan rekomendasi.

13


Bab II Kerangka Konsep A. Apa itu keberlanjutan Keberlanjutan (sustainability) adalah konsep yang mulai mengemuka di tahun 1987. Kata keberlanjutan ini mulai menjadi perhatian ketika muncul dan didefinisikan dalam Laporan Brundtland (the Brundtland Report) pada Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (the World Commission on Environment and Development). Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemebangunan berkelanjutan adalah “pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk juga memenuhi kebutuhan mereka� (WCED 1987, p. 43)2. Masih di laporan tersebut, disebutkan lagi bahwa “pada intinya, pembangunan yang berkelanjutan adalah proses perubahan yang mana eksploitasi sumber daya, arahan investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan institusional terjadi secara harmonis dan meningkatkan potensi mereka saat ini dan di masa depan untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia dan aspirasinya� (WCED 1987, p. 46)3. Secara bahasa, keberlanjutan (sustainability) diduga berasal dari bahasa latin, sustinere (tenere, menahan; mendukung dari bawah), sehingga berlanjut bisa berarti mempertahankan, mendukung, dan terus menerus. Selain itu, keberlanjutan (sustainability) bisa juga berasal dari dua kata dalam bahasa inggris, yaitu sustain dan ability yang artinya terus-menerus dan kemampuan. Namun keberlanjutan bukanlah sebuah kata benda; bukan berarti sebuah kondisi yang statis; kondisi masa depan yang pasti dan tidak berubah. Keberlanjutan adalah sebuah kata kerja; adalah sesuatu yang dinamis. Keberlanjutan adalah ciri suatu system yang terus menerus berubah menyesuaikan diri dan berkembang ditengah banyaknya ketidakpastian. Untuk bisa berlanjut, kita harus terus berusaha, berinovasi, dan menyesuaikan diri untuk mengantisipasi kondisi masa depan dengan berbagai cara. Maka singkat kata, ketika kita berbicara soal keberlanjutan (sustainability) maka kita berbicara mengenai pemikiran, gaya hidup, dan tindakan sebuah entitas, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, orang atau pun

2

"... development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs" (WCED 1987, p. 43) 3 "... In essence, sustainable development is a process of change in which the exploitation of resources, the direction of investments, the orientation of technological development and institutional change are all in harmony and enhance both current and future potential to meet human needs and aspirations" (ibid., p. 46).

14


institusi, dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan mengkesploitasi sesuatu tanpa mengurangi kemampuan daya dukung sesuatu tersebut di masa depan; sehingga generasi di masa depan pun bisa merasakan dan menikmatinya tanpa berkurang sedikitpun. Pada awal konsep ini digali dan diperkenalkan, keberlanjutan selalu dilihat dari berbagai dimensi (kadang disebut perspektif, aspek, domain, atau pilar). Secara umum, ada tiga dimensi utama yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu dimensi lingkungan, dimensi ekonomi, dan dimensi sosial-budaya4. Ketiganya akan dibahas satu per satu, lalu diturunkan menjadi beberapa variable dan indikator, lalu disusun dalam sebuah model grafis untuk melihat keterkaitan antara variable dan indikator didimensi yang dikaji.

B. Keberlanjutan Lingkungan Dengan mengacu pada definisi keberlanjutan yang telah dibahas sebelumnya, maka keberlanjutan lingkungan (Environmental sustainability, atau kadang ada juga yang menyebut sebagai ecological sustainability) merupakan pemikiran, gaya hidup, dan tindakan sebuah entitas, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, orang atau pun institusi, dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan mengkesploitasi sumber daya dan jasa lingungan tanpa mengurangi kemampuan daya dukung lingkungan tersebut di masa depan; sehingga generasi di masa depan pun bisa merasakan dan menikmatinya tanpa berkurang sedikitpun. Lingkungan yang sehat menyediakan barang dan layanan yang penting bagi manusia. Sehingga pengakuan terhadap keberlanjutan lingkungan ini merupakan pengakuan terhadap struktur dan fungsi ekosistem alami serta interaksinya dengan, dan manfaatnya untuk, manusia. Ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak negatif aktifitas manusia dan meningkatkan layanan lingkungan. Yang pertama adalah dengan melakukan managemen lingkungan; dan yang kedua aalah managemen kebutuhan manusia atas sumber daya alam. Dan untuk menilai keberlanjutan lingkungan, setidaknya ada tiga kriteria yang dikembangkan oleh Herman Daly, yaitu (1) untuk sumber daya alam terbarukan, konsumsi sumber daya alam yang diambil atau dipanen tidak lebih tinggi dari

4

Ketiga dimensi ini merupakan dimensi yang disepakati oleh banyak pihak. Selain dari ketiga ini, orang masih berselisih faham tentang beberapa dimensi lainnya secara terpisah, seperti dimensi politik, dimensi keuangan, dimensi penggunaan sumberdaya, dan dimensi budaya. Selain itu orang juga masih belum bersepakat apakah dimensi budaya perlu dipertimbangkan sebagai suatu dimensi terpisah atau bisa digabungkan dengan dimensi social. Untuk kepentingan kajian ini, kita hanya mempertimbangkan dimensi lingkungan, ekonomi dan social-budaya.

15


kecepatan regenerasi; (2) untuk sumber daya alam tidak terbarukan, konsumsi tidak boleh lebih cepat dari pengembangan barang penggantinya/ substitusinya, atau dengan kata lain, harus ada upaya aktif untuk terus mengembangkan substitusi sumber daya yang digunakan sebelum sumber daya tidak terbarukan tersebut habis; dan (3) produksi sampah tidak boleh melebihi kapasitas dan kemampuan lingkungan untuk mendaur-ulangnya. Dari konsep diatas, maka untuk pengembangan industri rotan di Mamuju ada setidaknya dua hal yang harus diperhitungkan. Pertama, dalam hal supply bahan baku rotan, maka pengambilan rotan di hutan tidak boleh dilakukan berlebihan, yang mana kecepatan pengambilan rotan dari hutan tidak boleh lebih cepat dari kecepatan tumbuh rotan. Yang harus kita perhatikan bahwa jumlah rotan di hutan tidak hanya ditentukan oleh pengambilan dan pengisian kembali rotan, namun juga ditentukan oleh (1) kerusakan hutan berupa hilangnya tegakan tempat rotan bersandar karena logging, (2) alih fungsi lahan karena berubah fungsi menjadi perkebunan, pertanian, atau fungsi lainnya.

KAP. AWAL Faktor Kapasitas Awal (ton)

Penambahan (ton/tahun)

PENGU RANGA N

PENAM BAHAN

Variabel Luas hutan (hektar) Jumlah rotan per satuan luas (ton/hektar)

Alami

KAP. AKHIR Variable Penjelas Jumlah rotan per satuan luas (batang/hektar) Berat rotan per batang (kilogram/batang) Jumlah rotan awal (batang) Laju pertumbuhan rotan (meter/tahun) Berat rotan per batang (kilogram/batang) Panjang rotan per batang (meter) Laju penanaman rotan (batang/tahun) Laju pertumbuhan rotan (meter/tahun) Panjang rotan per batang (meter) Berat rotan per batang (kilogram/batang)

Penanaman

16


Faktor Pengurangan (ton/tahun)

Variabel Panen (ton/tahun) Kerusakan (ton/tahun)

Variable Penjelas

Kerusakan hutan (hektar/ tahun) Jumlah rotan (ton/hektar)

Dan Kedua, dalam hal sampah yang dihasilkan oleh industri rotan Bonehau, maka sampah yang dihasilkan harus seminimal mungkin. Dari produksi rotan di bonehau, mulai dari panen sampai produk keluar dari pabrik, setidaknya ada beberapa jenis sampah yang bisa dihasilkan. Pertama, sampah hasil proses pembersihan rotan. Sampah ini berupa dedaunan, sisa potongan rotan, buku-buku rotan, duri rotan, dan kotoran lainnya yang menempel pada kulit rotan. Sampah ini dihasilkan ketika rotan dipanen. Sampah ini berupa sampah organic yang bisa terurai melalui pembusukan dan proses alami lainnya setelah beberapa waktu. Kedua, adalah sampah dari proses pembersihan kedua di tempat pengumpulan di pabrik. Selama pengangkutan rotan dari hutan ke pabrik, sampah berupa lumpur dan kotoran lainnya bisa dengan mudah menempel. Sebelum dijemur, biasanya di cuci di tempat khusus. Sampah dari pencucian ini berupa lumpur dan kotoran lainnya akan mengendap di dasar bak pecucian. Endapan ini bisa dengan mudah dibuang ke tanah terbuka tanpa menyebabkan polusi. Sementara airnya bisa kembali digunakan untuk mencuci rotan atau menyiram tanaman. Ketiga, sampah yang cukup banyak dari proses produksi rotan adalah sampah serbuk gergajian rotan, serbuk sisa pengampelasan, dan potongan-potongan pendek rotan. Sampah ini merupakan sampah organic yang bisa membusuk seiring waktu. Namun sampah ini juga bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar penggorengan rotan. Selain itu, khusus serbuk rotan, bisa diolah menjadi media tumbuh jamur. Singkat kata, sampah ini bisa seluruhnya digunakan. Sampah keempat adalah sampah minyak penggorengan. Pengurangan sampah ini tergantung dari jenis minyak yang digunakan untuk menggoreng. Bila yang digunakan adalah minyak solar, atau campuran minyak lain dengan solar, maka bisa digunakan menjadi bahan bakar penggorengan seluruhnya. Masalahnya dari proses re-use sampah minyak ini adalah tebalnya asap hitam (partikulat, karbon) yang akan timbul saat dibakar dan menimbulkan polusi udara. Untuk menguranginya, proses pembakaran harus dilakukan dengan suhu tinggi dan asap dari tungku harus melalui cerobong yang menggunakan filter.

17


Sampah terakhir, yang perlu dikhawatirkan, adalah sampah bahan kimia dan kemasannya yang digunakan dalam proses produksi rotan, seperti kemasan pestisida, cat, atau kimia lainnya. Jumlah sampah ini akan tergantung dari jumlah produksi rotan. Sampah ini tidak bisa dikurangi, digunakan ulang, atau di daur ulang. Perlakuan khusus diperlukan untuk sampah jenis ini.

Vol Kemasan

Faktor Volume Kemasan

Vol Sisa Bahan Kimia

Variabel Volume penggunaan bahan kimia

Total vol sampah

Variable Penjelas Volume produksi (ton) Rasio penggunaan bahan kimia yg dimaksud (ton kimia/ton produksi)

Volume Sisa Bahan Kimia

Volume kimia per kemasan Volume penggunaan bahan kimia

Volume produksi (ton) Rasio penggunaan bahan kimia yg dimaksud (ton kimia/ton produksi)

Efisiensi penggunaan bahan kimia

C. Keberlanjutan Ekonomi Seperti juga keberlanjutan lingkungan, keberlanjutan ekonomi merupakan pemikiran, gaya hidup, dan tindakan sebuah entitas, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, orang atau pun institusi, dalam meningkatkan nilai tambah ekonomi sumber daya tanpa mengurangi nilai ekonomi daya dukung lingkungan dan aktifitas perekonomian lain saat ini dan masa depan; sehingga pelaku ekonomi lainnya saat ini dan di masa depan pun bisa merasakan dan menikmati nilai ekonomi lingkungan tanpa berkurang sedikitpun. Jika industry rotan berdiri, maka akan terjadi perubahan dalam struktur perekonomian berupa penambahan lapangan pekerjaan dan bertambahnya jumlah penyerapan tenaga kerja, diterapkannya standar penggajian, masuknya sejumlah uang dari penjualan produk rotan, dan keluarnya sejumlah uang akibat dari pembelian input produksi. Untuk mengukur keberlanjutan ekonomi, kita akan mengukur dampak industry pada tenaga kerja, pada jumlah uang yang berputar di industry rotan Bonehau dan jumlah uang yang masuk ke Bonehau setelah ada industri

18


Faktor Pekerja hulu

Variabel Penanaman (orang)

Pemeliharaan

Pemanenan

Pekerja Industri

Pekerja Externalitas hilir

Pengeringan (orang) Penggorengan (orang) Pemolesan (orang) Pengolahan (pembuatan core/fitrit) Pengepakan (orang) Administrasi (orang) Tambahan (cleaning service, office service, etc) Pekerja Makanan

Faktor Uang Masuk Industri

Variabel Penjualan Produk rotan

Uang Keluar Industri

Biaya Input tetap Biaya Input Variable

Pembelian rotan mentah Biaya tenaga kerja

19

Variable Penjelas Kemampuan tanam (batang/orang per hari) Jumlah tanaman per hektar (batang/hektar) Luas tanam per tahun (hektar) Kemampuan memelihara (hektar/orang per hari) Luas yang harus di pelihara per tahun (hektar/tahun) Kemampuan memanen (ton/orang per minggu) Jumlah rotan yg harus dipanen (ton/minggu)

Variable Penjelas Harga rotan jadi (ton) Volume Penjualan (rupiah/ton) Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) Bahan Bakar Tungku (rupiah/bulan) Minyak Solar Penggorengan (rupiah/bulan) Pestisida (rupiah) Sewa Lahan (rupiah/bulan) Perawatan prasarana dan sarana (rupiah/bulan) Harga rotan asalan (rupiah/ton) Volume Pembelian (ton) Jumlah pekerja (orang) Upah pekerja (rupiah/orang)


Faktor Uang Masuk Bonehau

Variabel Penjualan Produk rotan

Uang Keluar Bonehau

Biaya Input tetap Biaya Input Variable

Variable Penjelas Harga rotan jadi (ton) Volume Penjualan (rupiah/ton) Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) Bahan Bakar Tungku (rupiah/bulan) Minyak Solar Penggorengan (rupiah/bulan) Pestisida (rupiah) Perawatan prasarana dan sarana (rupiah/bulan)

Selain itu akan ada juga eksternalitas ekonomi industry rotan berupa tumbuhnya penjualan barang dan jasa pendukung industry rotan, seperti industry makanan, pasar sandang dan lainnya. Eksternalitas ini tentu saja tidak terbatas di Bonehau, tapi juga di lintas daerah. Namun untuk kepentingan analisis, dampak eksternalitas yang dihitung hanyalah eksternalitas yang terjadi di Bonehau. Eksternalitas yang terjadi diluar tidak memberikan dampak positif maupun negative pada Bonehau. Faktor Eksternalitas Positif

Variabel Bertambah/berkurangnya hutan

Tumbuhnya warung makanan Eksternalitas Negatif

Sampah kemasan

Variable Penjelas Luas hutan Nilai ekonomis hutan (oksigen, karbon, dll) Keuntungan warung makan (kira kira 30% omset) Biaya pemusnahan sampah B3

D. Keberlanjutan Sosial Budaya Agak berbeda dengan keberlanjutan lingkungan dan ekonomi, keberlanjutan social-budaya mengaddress dampak dari industry rotan terhadap kondisi social budaya saat ini dan juga di masa datang. Beberapa hal yang dikaji diantaranya (1) kohesi social antar kelompok masyarakat mengingat industry rotan bisa menarik pendatang ke bonehau; (2) perubahan budaya pertanian menjadi industry yang menuntut kepastian dan ketertiban; (3) keseimbangan peran, beban, dan upah wanita dan pria yang terlibat dalam industry rotan yang dibangun; (4) perubahan budaya ditingkat rumah tangga pekerja karena berubahnya rutinitas akibat perubahan rutinitas aktifitas ekonomi dan besaran pendapatan; (5) posisi dan hubungan social antar orang yang terlibat di industry dengan mereka yang tidak terlibat; (6) perubahan pada proses pembuatan keputusan public; (7) perubahan pada kesejahteraan warga; (8)

20


perubahan gaya hidup dan pola konsumsi; (9) perubahan transportasi; dan hal lainnya. Ini semua perlu diperhitungkan dampaknya saat ini dan masa datang, agar ada jaminan keadilan distribusi sumber daya dan dampaknya, juga ada ketangguhan social (social resilience) di masa depan.

Faktor Kohesi social antar kelompok masyarakat

Variabel Kelompok masyarakat berdasar agama

Kelompok masyarakat berdasar etnis/asal daerah

Kesejahteraan warga

Pendapatan rata-rata

Gaya Hidup dan Pola Konsumsi masyarakat

Pemenuhan Konsumsi primer

Pemenuhan Konsumsi sekunder Pemenuhan Konsumsi tersier Perubahan transportasi

Lalulintas barang dan orang

Posisi dan hubungan social

antar orang yang terlibat di industry dengan mereka yang tidak terlibat

Perubahan pada proses pembuatan keputusan public

Keterlibatan di institusi desa

Perubahan budaya ditingkat rumah tangga pekerja

Karena berubahnya rutinitas akibat perubahan rutinitas aktifitas ekonomi dan besaran pendapatan

21

Variable Penjelas Proporsi masyarakat berdasar agama Proporsi pekerja rotan berdasar agama proporsi masyarakat berdasar etnis/asal daerah Proporsi pekerja rotan berdasar etnis/asal daerah Pendapatan rata-rata masyarakat saat ini Pendapatan pekerja rotan Pendapatan rata-rata masyaraat bila ada industry rotan Jumlah makanan sehari-hari Variasi makanan sehari-hari Kendaraan bermotor baru Perbaikan rumah Investasi Tambahan asset Kepadatan lalulintas Frekuensi “eksport� komoditas Frekuensi “jalan-jalan� kekota Angka kejadian konflik antara industry dengan masyarakat Jumlah event kerjasama antara warga dengan industri Jumlah kerjasama rutin/permanen Keterlibatan pekerja industry rotan di desa Keterlibatan non pekerja industry rotan di desa Perubahan jam kerja


Faktor

Keseimbangan wanita dan pria yang terlibat dalam industry rotan yang dibangun

Variabel

Peran

Beban Upah Perubahan budaya pertanian menjadi industry

Kepastian waktu Perubahan aktifitas rutin

Variable Penjelas Jumlah orang bekerja di industri rotan Pendapatan orang yang bekerja di Industri rotan. Proporsi perempuan dan laki-laki di posisi tertentu Jam kerja perempuan dan lakilaki di posisi tertentu Upah perempuan dan laki-laki di posisi tertentu Beda jam kerja di pekerjaan sebelumnya dengan diindustri Perubahan jenis rutinitas Perubahan waktu yang dihabiskan

E. Keberlanjutan Industri Rotan di Mamuju Keberadaan Industri rotan dimamuju, di Bonehau khususnya, perlu dipertimbangkan dampaknya terhadap keberlanjutan. Dari sisi kajian ini, dimana isu keberlanjutan dicoba dikaitkan dengan skema pengelolaan hasil hutan bukan kayu, semua aspek keberlanjutan akan dikaji. Namun tentu saja setiap aspek akan mendapatkan penekanan yang berbeda. Aspek lingkungan, terutama yang berada di hulu pabrik rtoan mendapa perhatan khusus. Aspek-aspek keberlanjutan terkait satu sama lain dan saling mempengaruhi. Aspek-aspek tersebut terus berubah secara dinamis, sehingga untuk bisa berlanjut, kita harus mampu mengantisipasi dinamika perubahan yang akan dan mungkn terjadi. Dan kalau pun kita tidak bisa memprediksinya, kita harus bisa terus beradaptasi terhadap perubahan karena keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan lingkungan harus terus dipertahankan.

22


Bab III Kerangka Kebijakan

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Hutan Indonesia merupakan hutan hujan terbesar kedua di dunia, dengan keanekaragaman hewan dan tumbuhan yang paling beragam. Jutaan orang menggantungkan hidup dan penghidupannya pada aktifitas di hutan. Secara legal, hutan didefinisikan sebagai “suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Pasal 1 angka 2, UU41/1999)”. Hutan adalah kekayaan yang sangat strategis, yang karenanya harus “dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. (bagian menimbang, UU41/1999)”

A. Perundangan Tentang Hutan Saat ini Negara mengatur hutan didasarkan pada Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Pada undang undang tersebut, disebutkan bahwa semua hutan didalam teritori wilayah Republik Indonesia dan kekayaan yang ada didalamnya dikuasai oleh Negara. Dengan penguasannya tersebut, Negara berwenang untuk “(a) mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; (b) menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; (c) dan mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan” (Pasal 4, UU41/1999). Hal lain yang diatur oleh Negara secara implisit dalam perundang-undangan tersebut adalah pendefinisian dan pengertian atas istilah-istilah yang digunakan didalamnya. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan terbagi menjadi hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi (Ps6, UU41/1999). Hutan konservasi kemudian terbagi lagi menjadi kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, dan taman buru (Ps7, UU41/1999). Semua kawasan hutan; kecuali pada hutan cagar alam, serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional; bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjamin keadilan dan keberlanjutan dalam pemanfaatannya (Ps23-24, UU41/1999). Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pemanfaatan adalah usaha penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan (Ps33(1),

23


UU41/1999). Kemudian pihak yang hendak memanfaatkan hutan harus meminta ijin dulu pada pemerintah, yang disesuaikan dengan usaha pemanfaatannya. Tabel Pemanfaatan Hutan, Perijinan Terkait, dan Kewajiban Pemilik Ijin Perijinan Kewajiban Lainnya 5  izin usaha  Membayar PNBP (Ps35(1), pemanfaatan kawasan UU41/1999)  Menyediakan dana investasi6 (Ps35(2), UU41/1999).  pemanfaatan  izin usaha  Membayar PNBP (Ps35(1), jasa pemanfaatan jasa UU41/1999) lingkungan lingkungan  Menyediakan dana investasi (Ps35(2), UU41/1999).  Bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat (Ps30, UU41/1999)  pemungutan  izin pemungutan hasil  Membayar PNBP7 (Ps35(3), hasil hutan hutan bukan kayu UU41/1999) bukan kayu (HHBK)  pemanfaatan  izin usaha  Membayar PNBP (Ps35(1), kawasan pemanfaatan kawasan UU41/1999)  Menyediakan dana investasi (Ps35(2), UU41/1999).  pemanfaatan  izin usaha  Membayar PNBP (Ps35(1), jasa pemanfaatan jasa UU41/1999) lingkungan lingkungan  Menyediakan dana investasi  pemanfaatan  izin usaha (Ps35(2), UU41/1999).bekerja hasil hutan pemanfaatan hasil sama dengan koperasi kayu dan hutan kayu masyarakat setempat (Ps30, bukan kayu UU41/1999)  izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu  pemungutan  izin pemungutan hasil  Membayar PNBP (Ps35(3), hasil hutan hutan kayu, UU41/1999) kayu dan  izin pemungutan hasil bukan kayu hutan bukan kayu. Hutan konservasi, diatur khusus dengan perundangan terpisah (Ps25, UU41/1999) menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya (Ps32, UU41/1999)

Pemanfaatan  pemanfaatan kawasan

Hutan Produksi (Ps28, UU41/1999)

Hutan Lindung (Ps26, UU41/1999)

Fungsi

5

PNBP: iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja untuk biaya pelestarian hutan 7 PNBP: provisi 6

24


B. Dasar Pengelolaan HHBK Rotan merupakan salah satu jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki nilai ekonomis. HHBK ini pemanfaatan dan pemungutannya diatur oleh Negara. Yang dimaksud pemanfaatan HHBK adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa produk bukan kayu dengan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Sedangkan pemungutan HHBK adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu. Berdasarkan UU41/1999, HHBK bisa diperoleh baik dari hutan lindung maupun hutan produksi. Pemanfaatan HHBK hanya diperbolehkan di hutan produksi, sementara pemungutan bisa dilakukan baik di hutan produsi maupun hutan lindung. Saat ini pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat diharuskan tunduk pada berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Peraturan perundangan yang berlaku saat ini diantaranya: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696); serta perubahannya, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814) 2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu 3. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis-Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 51) 4. Peraturan

Menteri

Lingkungan

Hidup

Dan

Kehutanan

Republik

Indonesia

Nomor

P.54/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Atau Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Negara 5. Peraturan

Menteri

Lingkungan

Hidup

Dan

Kehutanan

Republik

Indonesia

Nomor

P.66/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Dari Hutan Alam Atau Dari Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi

25


Saat ini, berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, masyarakat dan swasta bisa memungut dan/atau memanfaatkan rotan yang berada di hutan Negara, baik yang berupa hutan alam maupun hutan tanaman pada hutan produksi. Walau begitu, ternyata masyarakat/swasta tidak bisa begitu saja memungut/memanfaatkan HHBK. Berdasarkan peraturan-peraturan terbaru, ada sejumlah skema yang bisa digunakan yang berimplikasi pada jenis prosedur dan perijinan yang harus dilalui oleh warga dan juga swasta untuk bisa memungut/memanfaatkannya.

Dari flow chart diatas, bisa dilihat bahwa selama memenuhi syarat tertentu, misalnya hutannya tidak dibebani izin, maka warga bisa melakukan pemanfaatan dan pemungutan HHBK, baik dari hutan lindung maupun hutan produksi. Namun begitu, tidak berarti urusan menjadi mudah. Pada kenyataannya dilapangan, warga yang sudah bergenerasi tinggal disekitar hutan dan menggantungkan hidup dan penghidupannya dari hutan tidak bisa pindah begitu saja dari hutan tempat mereka berada selama ini ketika hutan yang mereka usahakan tiba tiba dibebani izin atau dikelola oleh instansi tertentu. Warga tidak se-mobile perusahaan yang bisa mencari alternatif hutan lain untuk diusahakan ketika hutan yang

26


dipilih sudah dikelola atau dibebani izin diatasnya. Sementara warga tidak “se-update� perusahaan kehutanan yang ketika ganti menteri, ganti kebijakan, ganti peraturan, bisa selalu mengikuti peraturan terbaru soal kehutanan. Sementara prosedur dan persyaratan yang ditetapkan untuk mendapatkan berbagai izin diatas seringkali menyulitkan, hampir tidak mungkin, untuk dipenuhi oleh warga biasa. Salah satu alternative yang ditawarkan pemerintah untuk masalah ini adalah berbagai skema pengusahaan kehutanan yang melibatkan masyarakat. Kebijakan dan aturan mengenai hal ini terus berganti, seiring dengan pergantian pengambil kebijakan ditingkat pusat sampai tingkat daerah. Salah satu peraturan terbaru ditingkat pusat adalah kebijakan mengenai perhutanan social dan kemitraan masyarakat.

C. Skema Perhutanan Sosial dan Kemitraan Masyarakat Skema perhutanan social diperkenalkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, 25 Oktober 2016 lalu. Skema ini ditujukan sebagai bagian dari pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan. Dan karena selama ini akses masyarakat terhadap hutan dilingkungan mereka sendiri yang sudah bergenerasi rupanya dianggap pemerintah sebagai tindakan illegal, maka Skema perhutanan social diperkenalkan untuk memberikan akses legal pada masyarakat terhadap hutan (lihat bagian menimbang PermenLHK 83/2016). Dan skema yang diperkenalkan berupa Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutaan. Dan dari berbagai skema ini, yang memungkinkan adanya pemungutan/pemanfaatan HHBK adalah Hutan Desa melalui Hak Pengelolaan Hutan Desa/HPHD, Hutan Kemasyarakatan melalui Izin Usaha Pemanfaatan HKm/IUPHKm, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan. Berbagai skema ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk melegalkan akses mereka pada hutan disekitar mereka; baik berstatus hutan hak, hutan adat, maupun hutan Negara; baik itu hutan yang saat ini ditetapkan fungsinya sebagai hutan konservasi, hutan lindung, maupun hutan produksi; selama areanya terdapat dalam Peta Indikasi Areal Perhutanan Sosial/PIAPS.

Hutan Desa - Hak Pengelolaan Hutan Desa/HPHD Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa (Pasal 1 angka 2 PermenLHK No.83/2016). Hutan ini bisa berstatus hutan Negara atau pun hutan adat, dan fungsinya pun bisa hutan lindung, hutan produksi yang belum diberi izin atau wilayah tertentu dalam KPH. Untuk dapat mengelola hutan ini, lembaga desa harus mengajukan Hak Pengelolaan Hutan Desa/HPHD. HPHD adalah hak pengelolaan pada kawasan hutan lindung atau hutan produksi yang diberikan kepada lembaga desa (Pasal 1 angka 5 PermenLHK No.83/2016). Lembaga desa yang di

27


maksud bisa mengajukan sendiri atau beberapa lembaga desa, dengan terlebih dahulu membentuk koperasi desa atau Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).

Hutan Kemasyarakatan - Izin Usaha Pemanfaatan HKm/IUPHKm Seperti juga HPHD, hutan Negara atau hutan adat juga bisa dimanfaatkan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat (Pasal 1 angka 3 PermenLHK No.83/2016). Untuk bisa mengelola hutan dalam skema Hutan Kemasyarakatan, masyarakat harus memiliki Izin Usaha Pemanfaatan HKm/IUPHKm. IUPHKm adalah izin usaha yang diberikan kepada kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat untuk memanfaatkan hutan pada kawasan hutan lindung dan atau kawasan hutan produksi (Pasal 1 angka 6 PermenLHK No.83/2016). Hutan produksi dan hutan lindung yang bisa digunakan dengan skema ini adalah hutan yang belum dibebani izin, atau hutan lindung yang dikelola oleh Perhutani, atau wilayah tertentu dalam KPH, bahkan yang berada di luar PIAPS (Pasal 17 PermenLHK No.83/2016). Skema hutan kemasyarakatan ini boleh diajukan oleh kelompok masyarakat, gabungan kelompok tani hutan, atau oleh koperasi.

Kemitraan Kehutanan Kemitraan kehutanan adalah kewajiban pemilik izin atau pengelola hutan (Pasal 40 PermenLHK No.83/2016). Jadi skema ini memang berbeda dengan yang lainnya karena kemitraan ini justru dilakukan di daerah yang sudah ada pengelola atau pemilik izin. Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industry primer hasil hutan (Pasal 1 angka 9 PermenLHK No.83/2016). Skema kemitraan ini ditekankan untuk dilakukan terutama di areal dimana terjadi konflik atau berpotensi konflik kehutanan. Konflik kehutanan biasanya terjadi dimana warga sudah bergenerasi hidup dan menggantungkan hidupnya pada hutan, yang tergantung pada potensi dan sumber penghidupan dari hutan yang dimaksud, namun tiba tiba hutannya ditetapkan sebagai kawasan konservasi, atau pun kawasan lindung atau kawasan produksi yang telah dibebani izin dan/atau dikelola yang berakibat pada hilangnya akses mereka pada hutan yang dimaksud. Dengan kata lain, hutan yang jadi areal kemitraan ini memang memiliki potensi dan sumber penghidupan bagi warga setempat. Dengan skema ini, warga yang tinggal di area hutan konservasi pun; seperti di zona pemanfaatan, zona tradisional, dan zona rehabilitasi pada taman nasional, atau blok pemanfaatan pada taman wisata alam atau taman hutan raya, atau area terdegradasi di kawasan konservasi; bisa memanfaatkan skema ini

28


dengan menjadi mitra konservasi. Mitra Konservasi adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi dan menjadi peserta kemitraan kehutanan konservasi sebagai bentuk kerjasama pemberdayaan masyarakat di kawasan konservasi (Pasal 1 angka 10 PermenLHK No.83/2016). Untuk warga yang tinggal di areal hutan yang sudah dibebani izin dan hutan yang dikelola, maka kemitraan kehutanan ini menuntut kerjasama dengan pemilik izin atau pengelola hutan. Untuk bisa bekerjasama menjadi mitra dalam skema kemitraan ini, mitra harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya yaitu (1) tinggal tetap didesa dan hidup di dan dari kawasan hutan yang dimaksud secara permanen, (2) bergantung pada HHBK atau garapan di lahan yang sudah dibebani izin dan dikelola.

Sumber: PIAPS 2013, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Hutan Adat Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat (Pasal 1 angka 12 PermenLHK No.83/2016). Walaupun menjadi otoritas adat, pemerintah menentukan bahwa pemanfaatan hutan pada hutan adat tidak boleh mengubah fungsi hutan dengan cara memanfaatkan dan menggunakan pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan sumber daya genetik yang ada di dalam hutan hak; dan/atau berupa hasil hutan bukan kayu/HHBK di hutan dengan fungsi konservasi, lindung maupun produksi (Pasal 51 ayat (5) PermenLHK No.83/2016). Dan pemanfaatan HHBK di hutan adat

29


harus berdasarkan kearifan lokal/pengetahuan tradisional yang diakui dan disetujui oleh lembaga adat (Pasal 52 ayat (4) PermenLHK No.83/2016). Ringkasan berbagai skema untuk mengusahakan HHBK - Rotan Skema

Siapa

Dimana

Jumlah maksimal

Berapa Lama

PEMUNGUTAN  IPHHBK-Lindung  IPHHBK-Alam

Perorangan Koperasi

Hutan Produksi  Hutan Alam  Hutan Tanaman Hutan Lindung

 IPHHBK-Tanaman

20 ton/KK

Per tahun, diperpanjang tiap 6 bulan Per 2 tahun, diperpanjang tiap 6 bulan

Tidak diatur

20 tahun, dapat diperpanjang

Tidak diatur

Per 35 tahun, diperpanjang tiap 5 tahun

PEMANFAATAN  IUPHHBK-HA  IUPHHBK-HT  IUPHHBK-HTR

Perorangan (CV/Firma) Koperasi BUM Swasta Indonesia (BUMSI) BUMNegara (BUMN) BUMDaerah (BUMD)

Hutan Produksi  Hutan Alam  Hutan Tanaman  Hutan Tanaman Rehabilitasi

PERHUTANAN SOSIAL Perhutanan Secara Umum

 HPHD

Sosial Selain Pemilik Izin dan Pengelola

 Kemitraan Kehutanan

Warga desa, lembaga desa, koperasi desa, bumdes Kelompok masyarakat, gabungan kelompok tani hutan, koperasi Warga lokal hutan, permanen

 Adat

Masyarakat adat

 HKm

Hutan Negara atau hutan adat, hutan produksi atau hutan lindung yg belum dibebani izin/dikelola, diwilayah tertentu KPH, diwilayah PIAPS Tambahan: Boleh hutan lindung dikelola perhutani Tambahan: bisa diluar PIAPS Tambahan: boleh di hutan Konservasi, atau Lindung berpengelola, Produksi berizin Tambahan: boleh di Hutan hak, hutan adat

30


Bab IV Temuan Lapangan Pada bab ini, akan dipaparan ringkasan temuan lapangan yang berkaitan dengan isu keberlanjutan. Pemaparan akan dimulai dengan gambaran umum wilayah, yang kemudian dilanjutkan pada paparan lebih detail mengenai kondisi fisik lingkungan, kondisi ekonomi dan kondisi social budaya. Di akhir bab, akan dipaparkan mengenai keadaan warga dan HHBK rotan diwilayah kajian, serta skema yang mungkin untuk digunakan untuk kepentingan investasi.

A. Gambaran Umum Wilayah Gambaran Fisik Wilayah Kondisi kecamatan Bonehau, khususnya di desa Bonehau, Tamalea dan Hinua, yang merupakan bentang alam investasi, mempunyai topografi wilayah yang berbukit. Daerah ini memiliki rentang ketinggian antara 200-500 meter diatas permukaan laut. Sebagian besar areal ini cocok untuk dijadikan areal pengembangan rotan. Tabel . Luas dan proporsinya terhadap kecamatan dan kabupaten Desa

Luas

Proporsi Terhadap Luas (%)

Kilometer persegi

Hektar

Kecamatan

Kabupaten

Bonehau

168,84

16884

17,55

2,13

Tamalea

23,69

2369

2,46

0,30

Hinua

32,62

3262

3,39

0,41

Sumber: Kecamatan Bonehau dalam angka 2016

Data Dinas Pertanian dan Sumber Daya Alam Kabupaten Mamuju Tahun 2016 menunjukan bahwa tiga desa lokasi investasi ini memiliki iklim basah dengan rata-rata curah hujan bervariasi antara 230mm1.112,5 mm/tahun per tahun. Jumlah bulan basah adalah 5 bulan, sedangkan jumlah bulan keringnya bervariasi antara 3-4 bulan. Curah hujan tahun 2016 mencapai 852mm dengan jumlah hari hujan mencapai 150 hari (BPS 2016). Nilai curah hujan tahunan >700 mm/tahun merupakan karakteristik dari hutan hujan tropika. Air hujan ini kemudian mengalir ke Sungai Bonehau, Sungai Takkesanga, Sungai Bunana, Sungai Paiyang, Sungai Hinua dan Sungai Kinatang yang mengalir di sela-sela bukit di tiga desa tersebut dan menyumbang pada setidaknya dua Daerah Aliran Sungai/DAS yaitu DAS Karama dan DAS Papalang. Luas dan kondisi DAS di ketiga desa lokasi proyek bisa dilihat pada table.

31


32


Tabel . Tingkat Kekritisan DAS di Wilayah Bentang Alam Investasi No

Nama Desa

1 2 3

Bonehau Hinua Tamalea Total Persentase (%) Sumber: Analisis Spasial, 2016

Luas per Tingkat Kekritisan DAS (ha) Agak Kritis Kritis Sangat Kritis 237,80 2.394,80 0,00 48,70 165,71 1,50 111,10 764,60 0,00 397,60 3.325,11 1,50 10,68 89,28 0,04

Total 2.632,60 215,91 875,70 3.724,21 100,00

Gambaran Ketersediaan Sarana Prasarana Saat ini akses ke kecamatan Bonehau masih mengandalkan jalan kabupaten yang kondisinya bervariasi. Jarak dari kota mamuju ke desa desa di kecamatan bonehau antara 62-104km. Desa bonehau, yang merupakan titik pusat kegiatan investasi, berjarak 97 kilometer dari kota mamuju. Akses dari mamuju ke Kecamatan bonehau sangat tergantung dengan cuaca, mengingat perjalanan dari mamuju ke bonehau harus melintasi banyak sungai tanpa ada jembatan. Di tahun 2015, panjang jalan di kecamatan Bonehau mencapai 23,35 Kilometer, dengan hanya 15,3 kilometer yang kondisinya baik. Dengan akses yang terbatas ini, tidak heran jika masih banyak rumah tinggal yang tidak didukung infrastruktur yang memadai. Di kecamatan bonehau, mayoritas warga masih menggunakan kebun dan sungai untuk membuang hajat. Selain itu, sungai juga masih menjadi tempat yang digunakan sebagai tempat mandi dan mencuci. Saat ini, rumah tinggal di kecamatan bonehau yang memiliki akses sanitasi baru mencapai 28.20 persen. Khususnya di tiga desa lokasi investasi, jumlah rumah tangga yang memiliki jamban pun masih rendah. Di desa bonehau misalnya, baru sekitar sepertiganya yang memiliki jamban. Sisanya, masih menggunakan kebun dan sungai untuk menuntaskan kebutuhannya. Tempat Buang Air Besar Sebagian Besar Rumah Tangga Dirinci Per Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa

Jamban Sendiri

Jamban Bersama

Jamban Umum

Bukan Jamban

Bonehau

151

-

-

413

Tamalea

52

-

-

63

Hinua

69

-

-

120

Kemudian sampah pun masih belum ada pengelolaannya. Sampah domestic selama ini masih tidak dikelola. Warga membuang sampah tanpa memperdulikan lebih lanjut apa yang akan terjadi dengan

33


sampah tersebut. Kadang hanya dibiarkan hanyut seiring hujan atau ditumpuk dengan sampah dedaunan dan dibakar. Saat ini kekurangan prasarana dasar sepertinya tidak dianggap jadi masalah. Tapi dimasa depan, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, absennya prasarana dasar akan jadi masalah. Untuk itu, perlu dari saat ini warga diperkenalkan dengan prasarana dasar umum dan penggunaannya.

Gambaran Perekonomian Walaupun kaya dengan sumber daya, saat ini perekonomian di kecamatan bonehau sebagian besar tergantung pada sector pertanian. Sebagian besar warga menggantungkan diri dari kebaikan alam, baik dari perkebunan, padang, hutan, juga lahan kering lainnya. Luas total lahan kering di tiga desa lokasi investasi luasnya mencapai 22515 hektar. Tabel . Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering Menurut Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 (Ha) Desa

Lahan basah 205,8 1,4 63,8

Bonehau Tamalea Hinua

Lahan Kering 16678,2 2367,6 3198,2

Jumlah 16884,0 2369,0 3262,0

Warga hidup terutama dari pertanian, dengan penghasilan sampingan/simpanan dari ternak yang dibiarkan liar. Para petani menggarap ladang di tanah tanah miring di lereng dan kaki bukit. Data tahun 2015 menunjukan jumlah total lahan kering yang dijadikan perkebunan di tiga desa mencapai 2585hektar. Kemudian, untuk peternakan, ada sekitar 1542hektar tegalan yang bisa digunakan ternak mencari makan. Guna lahan kering yang paling besar adalah hutan, dengan total luas mencapai 16530.1hektar.

34

Lainnya

Jumlah

1947 125 513

Hutan

92,4 18,3 43,2

Perkebunan

Pekarangan

Tegalan 1269 134 139

Kolam/ Tambak

168,84 23,69 32,62

Padang Rumput

Bonehau Tamalea Hinua

Luas Wilayah (km2)

Desa

Tabel . Luas Lahan Kering Menurut Penggunaan Dirinci Per Desa di Kecamatan Bonehaum, 2015 (Ha)

37,8 1,6 4,9

15,7 3,1 5,8

12404,2 1945,9 2180,6

912,1 139,7 311,7

16678,2 2367,6 3198,2


Untuk pekebunan, tanaman yang dominan adalah kemiri dan durian. Dua pohon ini yang juga rencananya akan ditanam sebagai bagian dari pengusahaan HHBK rotan. Kedua pohon ini akan ditanam sebagai MPTS di lahan-lahan kebun warga. Tabel . Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Kebun Menurut Jenisnya di Kecamatan Bonehau, 2015 Jenis Buah-Buahan Durian Kemiri

Luas Tanam (Ha) 31 5

Luas Panen (Pohon) 342

Produksi (Ton) 64,1 2,50

Pekerja pertanian dan perkebunan di tahun 2015 sudah masuk menjadi anggota koperasi. Namun bukan koperasi unit desa, melainkan koperasi kebun. Saat itu, di desa Bonehau terdapat 1122 anggota dan di desa hinua terdapat 291 anggota koperasi non KUD. Selain pertanian dan perkebunan, warga juga menjadikan peternakan sebagai sandaran hidup. Saat ini Babi menjadi ternak dominan di tiga desa lokasi investasi. Selain babi, unggas yang diternakan juga jumlahnya cukup signifikan. Tabel . Banyaknya Ternak Besar Menurut Jenisnya Dirinci Per Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa Bonehau Tamalea Hinua

Sapi 237 17 66

Kerbau 38 1 27

Babi 5824 58 1592

Kambing 21 25 -

Kuda 9 3

Tabel . Banyaknya Unggas Menurut Jenisnya Dirinci Per Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa Bonehau Tamalea Hinua

Ayam Buras 24671 2198 6329

Ayam Ras 648 39 152

Itik 591 39 211

Selain sector ekonomi primer diatas, sector ekonomi sekunder yang menjadi ciri khas urban area ada beberapa yang ditemukan di kecamatan bonehau. Di tiga desa lokasi investasi, industry rumah tangga ada sekitar 43 unit dan mempekerjakan sekitar 65 orang. Kemudian, usaha perdagangan mencapai 40 unit dengan jumlah pekerja 65 orang. Sisanya, ada sejumlah warung, rumah makan, pasar dan penggilingan padi. Tabel . Banyaknya Usaha Ekonomi Dirinci Per Desa di Kecamatan Bonehau, 2015

35


23 7 13

34 12 19

13 4 5

21 8 8

1 0 1

24 7 9

39 11 15

21 1 6

Pekerja

Warung/ Rumah Makan

Pekerja

Perdagangan

Pasar umum

Pekerja

Penggilingan padi

Pekerja

Industri rumah tangga

Desa Bonehau Tamalea Hinua

33 2 9

Sector ekonomi sekunder lainnya adalah sector transportasi. Di tahun 2015 di ketiga desa terdapat 33 unit mobil, 199 unit motor yang juga difungsikan sebagai ojek. Selain kedua jenis kendaraan tersebut ada juga sejumlah sepeda dan perahu motor tempel. Sebagai pendukung, jasa reparasi juga bermunculan di kecamatan bonehau. Saat ini terdapat sejumlah usaha reparasi sepeda motor, mobil, sepeda dan juga reparasi elektronik. Diantara jasa reparasi tersebut, jumlah reparasi sepeda motor adalah yang terbanyak Tabel . Banyaknya Sarana Angkutan Menurut Jenisnya Dirinci Per Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa Bonehau Tamalea Hinua

Mobil

Motor/Ojek

Sepeda

22 2 9

104 42 53

29 6 19

Perahu motor tempel 23 8 3

Tabel . Banyaknya Kegiatan Jasa Perseorangan servis/reparasi dan Jumlah Tenaga Kerja Dirinci Per Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa

Bonehau Tamalea Hinua

Sepeda motor Jumlah Tenaga Usaha kerja 7 12 1 1 2 3

Mobil Jumlah Tenaga Usaha kerja 4 8 0 0 1 2

Sepeda Jumlah Tenaga Usaha kerja 1 1 0 0 1 1

Radio/TV Jumlah Tenaga Usaha kerja 1 1 0 0 0 0

Selain sector yang sudah terdata di atas, kecamatan bonehau juga memiliki potensi lainnya, seperti air terjun taranusi dan air panas alam maiso, perikanan air tawar, pertambangan mineral logam, batubara, bahkan minyak dan gas. Namun sejauh ini sumber daya alam ini belum di eksploitasi.

36


Gambaran Sosial Budaya Kecamatan bonehau merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk yang cukup rendah. Berdasarkan data tahun 2015, kepadatan penduduk kecamatan bonehau hanya 10jiwa per kilometer persegi. Di ketiga desa yang menjadi lokasi investasi, jumlah penduduk hanya 3739 jiwa dari 1196 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut, persentase penduduk usia diatas 15 tahun yang bisa membaca dan menulis mencapai 93,46%. Tabel . Kependudukan Desa

Laki-laki

Perempuan

Penduduk

Bonehau 1329 1211 Tamalea 209 201 Hinua 402 387 Kecamatan Bonehau dalam angka 2016

2540 410 789

Rumah tangga 597 92 183

Kepala keluarga 796 151 249

Di tahun 2015, jumlah rumah tangga di ketiga desa adalah 872 rumah tangga. Mereka tinggal di rumah rumah yang sebagian besar masih bukan permanen, sekitar 732 dari 868 rumah masih berkonstruksi kayu. Rumah rumah tersebut sebagian besar masih mengandalkan penerangan bukan dari jaringan listrik PLN. Bahkan di desa Tamalea, seluruh rumah di tahun 2015 masih belum tersentuh listrik PLN. Bila merujuk pada data tahun sebelumnya, tahun 2014, terlihat bahwa memang kesejahteraan keluarga di kecamatan bonehau masih rendah. Masih banyak jumlah keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I.

37


Tabel . Banyaknya Bangunan Rumah Menurut Kualitas Dirinci Per Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa

Permanen 103 7 26

Bonehau Tamalea Hinua

Bukan Permanen 461 108 163

Jumlah 564 115 189

Tabel . Jumlah sambungan listrik Desa

Non-PLN (tidak berlistrik, atau menggunakan genset) 315 151 122

PLN (sambungan)

Bonehau Tamalea Hinua

481 0 127

Tabel . Hasil Pentahapan Keluarga Sejahtera di Kecamatan Bonehau, 2014 Desa Bonehau Tamalea Hinua

Keluarga Pra Sejahtera 575 82 113

Keluarga Sejahtera I

Keluarga Sejahtera II

Keluarga Sejahtera III

53 5 65

22 4 7

1 -

Keluarga Sejahtera III Plus -

Jumlah 651 91 185

Dari informasi tentang ketersediaan sambungan, disadari bahwa pembangunan industry bisa menghadapi kesulitan yang cukup berarti dari sisi supply energy. Masih banyak warga yang belum memiliki sambungan listrik, dan memanfaatkan sumber pembangkit lain seperti misalnya genset. Aspek social lainnya yang perlu diperhatikan adalah komposisi umat beragama. Di ketiga desa lokasi investasi, mayoritas warga beragama protestan. Dalam jumlah yang lebih sedikit, disusul oleh islam dan katolik. Hal ini sebanding dengan jumlah prasarana peribadatan yang berada di lokasi. Dari informasi yang didapat, keberadaan agama-agama ini tidak menjadikan daerah lokasi investasi menjadi rawan konflik. Sampai saat ini tidak terdengar ada konflik antara umat. Ditengah perbedaan, mereka memiliki kesamaan suku dan adat. Dan adat istiadat setempat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat disana telah menyatukan mereka. Tabel . Persentase penganut agama di lokasi investasi Desa Bonehau Tamalea Hinua

Islam 27% 31% 5%

Katholik 0% 18%

38

Protestan 72% 51% 95%


Tabel . Banyaknya Tempat Peribadatan Menurut Agama dan Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa Bonehau Tamalea Hinua

Masjid 3 1 -

Mushola -

Gereja 13 3 7

Pura -

Kuil/Klenteng -

Masalah social yang terlihat adalah dalam hal pendidikan. Terlepas dari kondisi prasarana, saat ini prasarana pendidikan umum sudah tersedia dari tingkat pra sekolah (PAUD) sampai tingkat sekolah menengah atas. Dari sisi komposisi/rasio murid per kelas, atau pun murid per guru pun sudah cukup memadai. Namun, kondisi ini cukup rentan mengingat bahwa sebagian besar guru yang mengajar adalah guru honor/kontrak/sukarelawan. Rasio antara jumlah murid per guru dengan jumlah murid per guru PNS terlihat sangat jauh. Banyaknya jumlah guru honorer/kontrak/sukarelawan rentan untuk pergi meninggalkan tugasnya untuk memperoleh pekerjaan atau posisi di tempat lain yang menawarkan penghasilan lebih baik. Selain itu, status sebagai honorer/kontrak/sukarelawan tidak memberikan kepastian bagi para guru, sehingga motivasi mereka mengajar akan mudah terganggu. Tabel . Rasio murid terhadap guru dan kelas untuk setiap tingkatan pendidikan Tingkatan sekolah

Rasio murid perkelas

Rasio murid per guru

Paud & TK/sederajat SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat

19 18 27 31

9 19 13 11

Rasio murid per guru PNS 37 39 49 34

Tabel . Jumlah murid dan guru di PAUD Desa Bonehau Tamalea Hinua

Murid PAUD 124 21 47

Guru 15 2 6

Tabel . Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid dan Guru TK Menurut Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa

Nama sekolah

Bonehau TK Pertiwi Bonehau TK Dw. Unit Diknas Tamalea Tamalea Hinua TK Elim Hinua

2

Murid L P 18 25

2

14

18

-

1

-

-

-

4

2

15

21

-

1

-

-

-

3

Kelas

39

Guru negeri L P 1

Kontrak L P -

Sukarela L P 3


Desa

Nama sekolah

Murid L P 47 64 111

Kelas

Total

6

Guru negeri L P 3 3

Kontrak L P 0

Sukarela L P 10 10

Tabel . Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid dan Guru SD Menurut Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa

Nama sekolah

Kelas

Bonehau SDK Takesanga SDN Talondo Kondo SDN Tamalea SD Inp Pabettengan Tamalea SD Inp TALONDO I Hinua SDN Hinua

9 6 6 6 6 6

Total

39

Murid L 48 85 56 27 47 60 323

P 59 82 53 33 50 57 334 687

Guru negeri L P 1 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 8 10 18

Kontrak L P 1 1 1 1 1 2 3 5

Sukarela L P 2 1 5 1 1 2 1 2 4 11 15

Tabel . Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid dan Guru SLTP Menurut Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa Bonehau

Tamalea Hinua

Nama sekolah SMPN 1 SMPN 4 Ibnu Athar

Kelas 9 5 3 0 5

SMPN 2 Total

22

Murid L 123 71 28 0 55 277

P 126 83 39 0 56 304 581

Guru Negeri L P 5 3 1 0 0 0 0 0 2 1 8 4 12

Honor/ kontrak L P 1 7 3 3 10 2 0 0 2 8 16 20 36

Tabel . Banyaknya Sekolah, Guru, Murid dan Rasio Murid Terhadap Guru SLTA Negeri Menurut Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa Bonehau Hinua

Nama sekolah SMAN 1 SMAN 2 Total

Kelas 9 1 10

Murid L P 127 103 32 39 159 142 301

Guru Negeri L P 6 1 2 8 1 9

Honor/ kontrak L P 8 3 5 3 13 6 19

Kondisi social budaya lainnya adalah kondisi kesehatan sumber daya manusia. Dari data yang ada,di tiga desa lokasi investasi, terdapat dua puskesmas yang berlokasi desa bonehau dan desa hinua. Selain puskesmas, terdapat juga puskesdes didesa bonehau dan tamalea. Prasarana ini didukung dengan

40


keberadaan tenaga kesehatan yang terdiri dari 1 orang dokter umum dan 9 orang perawat. Selain itu, ada juga 4 orang bidan dan dukun bayi yang siap melayani warga. Tercatat, di ketiga desa terdapat 740 pasangan usia subur. Banyaknya Tenaga Kesehatan Menurut Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa Bonehau Tamalea Hinua

Dokter umum 1

Perawat 7 1 1

Bidan 4

Dukung bayi 2 1

Banyaknya Rumah Sakit dan Puskesmas Menurut Desa di Kecamatan Bonehau, 2015 Desa Bonehau Tamalea Hinua

Rumah Sakit

Puskesmas

Poskesdes

-

1 1

1 2 -

Rumah Sakit Bersalin -

Posyandu 5 1 1

Banyaknya Pasangan Usia Subur Menurut Kelompok Umur dan Desa di Kecamatan Bonehau, 2014 Desa Bonehau Tamalea Hinua

<20 tahun 1 2 -

20-29 tahun 139 22 52

30-49 tahun 323 47 104

Jumlah 463 71 156

Budaya di mamuju adalah budaya tua dan memiliki sejarah yang panjang. Beberapa artefak budaya ini di kecamatan bonehau. Seperti adanya penyimpanan mayat (banua balanda).

B. Pertimbangan Keberlanjutan: Aspek Lingkungan Daerah kecamatan bonehau terletak di rentang ketinggian antara 200-500 meter diatas permukaan laut. Daerah ini sebagian besar berbukit, dengan kemiringan bisa mencapai 40%. Karena sebagian besar areal ini cocok untuk dijadikan areal pengembangan rotan. Rotan merupakan tanaman tropis berupa palem-paleman. Habitat rotan adalah hutan hujan dataran rendah yang terletak di ketinggian 100-800 meter diatas permukaan laut. Dari total luas ketiga desa 20.134,35 hektar, luas area yang dijadikan sebagai daerah intervensi proyek/DIP pada lokasi PIAPS di wilayah BAI (PIAPS-BAI) ialah seluas 3.734,34Ha. Dari luasan tersebut, Luas PIAPS-BAI yang memiliki

41


potensi rotan ialah sebesar 2.052,21Ha atau sekitar 54,95% dari total luas keseluruhan. Hal ini karena daerah yang berpotensi memiliki rotan hanyalah daerah yang berupa hutan. Daerah yang memiliki potensi rotan tersebut berupa hutan lahan kering primer kerapatan tinggi, hutan lahan kering primer kerapatan rendah, hutan lahan kering sekunder kerapatan tinggi, dan hutan lahan kering sekunder kerapatan rendah (lihat table). Batang rotan merambat pada pohon-pohon besar hutan yang menjadi sandarannya untuk mencapai ketinggian kanopi hutan. Jenis rotan yang mendominasi adalah rotan Batang. Dari ketiga desa tersebut, desa Bonehau memiliki potensi rotan tertinggi, mencapai 10,59ton rotan (batang, lambang, tohiti) per hektar. Total potensi rotan di bentang alam investasi mencapai 19.012,13 ton rotan basah. Tabel . Luas Sebaran Rotan Berdasarkan Penutupan Lahan diWilayah PIAPS-BAI dan potensinya

Rata rata rotan (Ton/Ha)

Luas per Kelas Penutupan Lahan (ha)

Nama Desa Hutan Lahan Kering Primer Kerapatan Tinggi Hutan Lahan Kering Primer Kerapatan Rendah Hutan Lahan Kering Sekunder Kerapatan Tinggi Hutan Lahan Kering Sekunder Kerapatan Rendah Total (Ha) Batang Lambang Tohiti Total (Ton/Ha) Total Potensi rotan di Lokasi proyek (Ton) Sumber: Analisis Spasial, 2016

Bonehau 109,31

Hinua 0,00

Tamalea 0,14

Total 109,45

378,51

0,00

259,80

638,31

565,17

44,11

22,92

632,20

483,22

80,66

108,38

672,26

1.536,2 7,53 1,87 1,56 10,95 16.821,39

124,76 2,23 1,32 1,56 5,11 637,52

391,24 2,85 1,06 0,06 3,97 1.553,22

2.052,21

19.012,13

Industri rotan yang berlanjut memerlukan supply rotan yang juga berlanjut. Potensi rotan yang bisa dipanen di lokasi proyek memang besar. Tapi besaran ini tidak berarti industry rotan yang akan dikembangkan bisa memanen rotan alam begitu saja tanpa pengendalian dan perencanaan. Untuk bisa memanfaatkan rotan secara berlanjut dan lestari, perlu ada perencanaan proses pemanenan rotan, pengisian kembali hutan melalui pertumbuhan alami dan penanaman, serta pengereman laju kerusakan hutan yang terjadi karena aktifitas lainnya. Laju pertumbuhan alami rotan tergantung jenisnya. 2-3m/tahun untuk tohiti. Rotan lain ada yang 5m/tahun (calamus trachycoleus). Ada juga yang hanya 0,2m/tahun (daemonorops gameculata). Rata-

42


rata 2 meter per tahun8. Namun bila dengan pembudidayaan, bisa rata-rata 3 meter/tahun. Rotan mulai bisa dipanen bila telah mencapai setidaknya panjang 40 meter, dengan nilai ekonomis sepanjang 27-30 meter saja, atau sekira ž nya saja dan sisanya rotan muda. Dengan asumsi bahwa rotan dipotong dengan panjang 4,5-5 meter per potong dan beratnya sekitar 6-7kg (sekitar 1,5kg/meter), maka berat batang ekonomis setidaknya 40kg, dan batang rotan asalan keseluruhan mencapai 60-62kg per pohon. Kemudian, dari dokumen LLA, diketahui bahwa ada sekitar 316-327 batang yang siap panen per hektar hutan di lokasi investasi. Ini berarti, setidaknya ada antara 18960 - 20274kg rotan per hektar yang bisa dipanen. Pada saat pemanenan ini, dihasilkan setidakya sampah yang terdiri dari batang rotan muda dan daun-daunnya. Sampah organic ini biasanya, dan bisa dengan begitu saja dibuang ditempat pemanenan tanpa harus pengolahan lebih lanjut agar membusuk secara alami dan menjadi tambahan unsur hara bagi tanah. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah volume sampah, terutama penggunaan bahan kimia dalam industri rotan, baik itu sisa bahan kimia yang tidak terpakai juga kemasannya. Tentu saja volume sampah ini akan sangat tergantung pada volume produksi pabrik rotan yang akan dibangun. Dari rencana desain, terungkap bahwa pabrik ini akan memiliki kapasitas terpasang 2 ton rotan kering asalan perhari. Namun kapasitas riil pabrik ini direncanakan hanya akan mengolah 1,2 ton rotan kering per hari. Dengan asumsi bahwa berat rotan kering setelah digoreng hanya sekitar 20-40% (tergantung jenis rotan) dari rotan basah, maka berat rotan basah yang harus disupply ke pabrik ini setidaknya 6 ton per hari.

8

Ngakan, P.O., Komarudin, H., Achmad, A., Wahyudi, Tako, A., 2006, Ketergantungan, persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap sumberdaya hayati hutan : studi kasus di dusun Pampli kabupaten Luwu utara, Sulawesi selatan, CIFOR

43


Tabel . Pertimbangan keberlanjutan hutan Faktor Kapasitas Awal (ton)

Penambahan (ton/tahun)

Variabel Luas hutan (hektar) Total potensi awal (ton) Jumlah rotan siap panen per satuan luas (ton/hektar) Jumlah batang rotan siap panen per satuan luas Alami

Penanaman

Pengurangan (ton/tahun)

Panen (ton/tahun)

Kerusakan (ton/tahun)

Variable Penjelas

Angka 2.052,21 hektar 19.012,13 ton 9,26 ton per hektar

205 batang per hektar

Jumlah rotan awal (batang) Laju pertumbuhan rotan (meter/tahun) Berat rotan per batang (kilogram/batang) Panjang rotan per batang (meter) Laju penanaman rotan (batang/tahun) Laju pertumbuhan rotan (meter/tahun) Panjang rotan per batang (meter) Panjang rotan per pohon tebang Berat rotan per batang (kilogram/batang) Kapasitas terpasang 2 ton rotan kering asalan Kapasitas operasional 1,2 ton rotan kering asalan Kerusakan hutan (hektar/ tahun) Jumlah rotan (ton/hektar)

44

2meter/tahun 7kg/batang 4.5-5meter

2meter/tahun 4,5meter 27-30meter matang, 40meter utuh 60-62kg/batang

10 ton rotan basah asalan 6 ton rotan basah asalan


Tabel . Pertimbangan produksi sampah B3 Faktor Volume Kemasan

Variabel Volume penggunaan bahan kimia

Variable Penjelas Volume produksi (ton)

Angka

Rasio penggunaan bahan kimia yg dimaksud (ton kimia/ton produksi)

Volume Sisa Bahan Kimia

Volume kimia per kemasan Volume penggunaan bahan kimia

Volume produksi (ton) Rasio penggunaan bahan kimia yg dimaksud (ton kimia/ton produksi)

Efisiensi penggunaan bahan kimia

C. Pertimbangan Keberlanjutan: Aspek Ekonomi Rencana pendirian pabrik pengolahan rotan tentu saja akan mendatangkan berbagai perubahan pada perekonomian local. Industri ini akan menjadi hal yang baru di kecamatan, khususnya di desa bonehau. Dari dokumen Kecamatan Bonehau Dalam Angka tahun 2016 terungkap bahwa hanya 198 jiwa tenaga kerja yang bergerak di sector industry. Keberadaan industry rotan yang akan didirikan ini tentu saja akan meningkatkan jumlah pekerja industry ini. Jika industry rotan berdiri, maka akan terjadi perubahan dalam struktur perekonomian berupa penambahan lapangan pekerjaan dan bertambahnya jumlah penyerapan tenaga kerja, diterapkannya standar penggajian, masuknya sejumlah uang dari penjualan produk rotan, dan keluarnya sejumlah uang akibat dari pembelian input produksi. Untuk mengukur keberlanjutan ekonomi, kita akan mengukur dampak industry pada tenaga kerja, pada jumlah uang yang berputar di industry rotan Bonehau dan jumlah uang yang masuk ke Bonehau setelah ada industri.

45


Tabel . Pertimbangan keberlanjutan perusahaan Faktor Uang Masuk Industri

Variabel Penjualan Produk rotan

Uang Keluar Industri

Biaya Input tetap Biaya Input Variable

Pembelian rotan mentah

Variable Penjelas Harga rotan jadi (ton) Volume Penjualan (rupiah/ton) Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) Bahan Bakar Tungku (rupiah/bulan) Minyak Solar Penggorengan (rupiah/bulan) Pestisida (rupiah) Sewa Lahan (rupiah/bulan) Perawatan prasarana dan sarana (rupiah/bulan) Harga rotan asalan (rupiah/ton)

46


Faktor

Variabel Biaya tenaga kerja

Variable Penjelas Volume Pembelian (ton) Jumlah pekerja (orang) Upah pekerja (rupiah/orang)

Tabel . Penyerapan tenaga kerja Faktor Pekerja hulu

Variabel Penanaman (orang)

Pemeliharaan

Pemanenan

Pekerja Industri

Pekerja Externalitas hilir

Variable Penjelas Kemampuan tanam (batang/orang per hari) Jumlah tanaman per hektar (batang/hektar) Luas tanam per tahun (hektar) Kemampuan memelihara (hektar/orang per hari) Luas yang harus di pelihara per tahun (hektar/tahun) Kemampuan memanen (ton/orang per minggu) Jumlah rotan yg harus dipanen (ton/minggu)

Pengeringan (orang) Penggorengan (orang) Pemolesan (orang) Pengolahan (pembuatan core/fitrit) Pengepakan (orang) Administrasi (orang) Tambahan (cleaning service, office service, etc) Pekerja Makanan

Tabel . pertimbangan keberlanjutan ekonomi bonehau Faktor

Variabel

Variable Penjelas

47


Faktor Uang Masuk Bonehau

Variabel Penjualan Produk rotan

Uang Keluar Bonehau

Biaya Input tetap Biaya Input Variable

Variable Penjelas Harga rotan jadi (ton) Volume Penjualan (rupiah/ton) Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) Bahan Bakar Tungku (rupiah/bulan) Minyak Solar Penggorengan (rupiah/bulan) Pestisida (rupiah) Perawatan prasarana dan sarana (rupiah/bulan)

Selain itu akan ada juga eksternalitas ekonomi industry rotan berupa tumbuhnya penjualan barang dan jasa pendukung industry rotan, seperti industry makanan, pasar sandang dan lainnya. Eksternalitas ini tentu saja tidak terbatas di Bonehau, tapi juga di lintas daerah. Namun untuk kepentingan analisis, dampak eksternalitas yang dihitung hanyalah eksternalitas yang terjadi di Bonehau. Eksternalitas yang terjadi diluar tidak memberikan dampak positif maupun negative pada Bonehau. Tabel . Pertimbangan eksternalitas Faktor Eksternalitas Positif

Variabel Variable Penjelas Bertambah/berkurangnya Luas hutan hutan

48


Faktor

Variabel

Variable Penjelas Nilai ekonomis hutan (oksigen, karbon, dll) Keuntungan warung makan (kira kira 30% omset) Biaya pemusnahan sampah B3

Tumbuhnya warung makanan Eksternalitas Negatif

Sampah kemasan

D. Pertimbangan Keberlanjutan: Aspek Sosial Budaya Beberapa kondisi budaya ini harus menjadi pertimbangan mengingat datangnya industry rotan di bonehau bisa merubah kondisi normal saat ini. Walau diproyeksikan untuk memprioritaskan orang local, bukan tidak mungkin industry rotan bisa menarik pendatang ke bonehau. Dan hal ini bisa berpotensi mengganggu kohesi social antar kelompok masyarakat; membawa perubahan budaya pertanian menjadi industry yang menuntut kepastian dan ketertiban; (3) keseimbangan peran, beban, dan upah wanita dan pria yang terlibat dalam industry rotan yang dibangun; (4) perubahan budaya ditingkat rumah tangga pekerja karena berubahnya rutinitas akibat perubahan rutinitas aktifitas ekonomi dan besaran pendapatan; (5) posisi dan hubungan social antar orang yang terlibat di industry dengan mereka yang tidak terlibat; (6) perubahan pada proses pembuatan keputusan public; (7) perubahan pada kesejahteraan warga; (8) perubahan gaya hidup dan pola konsumsi; (9) perubahan transportasi; dan hal lainnya. Ini semua perlu diperhitungkan dampaknya saat ini dan masa datang, agar ada jaminan keadilan distribusi sumber daya dan dampaknya, juga ada ketangguhan social (social resilience) di masa depan.

Faktor Kohesi social antar kelompok masyarakat

Variabel Kelompok masyarakat berdasar agama

Kelompok masyarakat berdasar etnis/asal daerah

Kesejahteraan warga

Pendapatan rata-rata

Variable Penjelas Proporsi masyarakat berdasar agama Proporsi pekerja rotan berdasar agama proporsi masyarakat berdasar etnis/asal daerah Proporsi pekerja rotan berdasar etnis/asal daerah Pendapatan rata-rata masyarakat saat ini Pendapatan pekerja

49


Faktor

Gaya Hidup dan Pola Konsumsi masyarakat

Variabel

Pemenuhan Konsumsi primer

Pemenuhan Konsumsi sekunder Pemenuhan Konsumsi tersier Perubahan transportasi

Posisi dan hubungan social

Perubahan pada proses pembuatan keputusan public

Perubahan budaya ditingkat rumah tangga pekerja

Lalulintas barang dan orang

antar orang yang terlibat di industry dengan mereka yang tidak terlibat

Keterlibatan di institusi desa

Karena berubahnya rutinitas akibat perubahan rutinitas aktifitas ekonomi dan besaran pendapatan

Variable Penjelas rotan Pendapatan rata-rata masyaraat bila ada industry rotan Jumlah makanan seharihari Variasi makanan seharihari Kendaraan bermotor baru Perbaikan rumah Investasi Tambahan asset Kepadatan lalulintas Frekuensi “eksport� komoditas Frekuensi “jalan-jalan� kekota Angka kejadian konflik antara industry dengan masyarakat Jumlah event kerjasama antara warga dengan industri Jumlah kerjasama rutin/permanen Keterlibatan pekerja industry rotan di desa Keterlibatan non pekerja industry rotan di desa Perubahan jam kerja

Jumlah orang bekerja di industri rotan Pendapatan orang yang bekerja di Industri rotan.

50


Faktor Keseimbangan wanita dan pria yang terlibat dalam industry rotan yang dibangun

Variabel Peran

Beban

Upah

Perubahan budaya pertanian menjadi industry

Kepastian waktu

Perubahan aktifitas rutin

Variable Penjelas Proporsi perempuan dan laki-laki di posisi tertentu Jam kerja perempuan dan laki-laki di posisi tertentu Upah perempuan dan laki-laki di posisi tertentu Beda jam kerja di pekerjaan sebelumnya dengan diindustri Perubahan jenis rutinitas Perubahan waktu yang dihabiskan

E. Warga dan HHBK Rotan di Mamuju Kecamatan bonehau, khususnya di tiga desa bentang investasi, kemungkinan akan mengalami perubahan ketika industry rotan telah hadir di sana. Keberadaan industry rotan bisa memberikan peluang ekonomi yang bisa meningkatkan kesejahteraan warga bila dikembangkan dan dikelola secara baik. Temuan lapangan mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan dikecamatan mamuju sangat kaya dengan rotan. Namun kekayaan ini tidak akan jadi potensi ekonomi bila tidak ter’konek’ dengan pasar. Tapi tidak mudah untuk bisa mengaitkan potensi rotan ini dengan pasar. Banyak hal yang perlu dilakukan mengingat banyaknya pertimbangan fisik lingkungan, ekonomi eksisting, dan social budaya. Dari sisi fisik lingkungan, potensi rotan yang banyak ini terletak di hutan produksi dan lindung yang berada di lereng-lereng perbukitan. Sehingga pada saat pemanenan rotan harus dipasatikan tidak ada pohon yang menjadi sandaran rotan yang ikut ditebang, sebagaimana kebiasaan selama ini. Selain itu pemanenan rotan juga harus mempertimbangkan proses regenerasi rotan dan kelestarian hutan sehingga bisa terus bisa dipanen dijangka panjang. Dari sisi ekonomi, masyarakat saat ini masih mengandalkan sector pertanian dan perkebunan sebagai sumber ekonomi. Pemanfaatan rotan saat ini hanya sebagai sampingan, ketika musim paceklik atau gagal panen atau memang ada permintaan khusus. Dengan berdirinya pabrik pengolahan rotan, dengan kapasitas produksi yang hanya 1-2 ton rotan kering per hari, sepertinya tidak akan terlalu merubah

51


konstruksi system perekonomian local karena skalanya masih kecil. Pertanian dan perkebunan masih akan menjadi andalan utama perekonomian di tiga desa lokasi investasi ini. Dan keberadaan pabrik pengolahan rotan mungkin akan memberikan sedikit pengurangan pengangguran dan peningkatan pendapatan dan juga pemasukan pada kas desa. Keberadaan pabrik rotan tentu akan sedikit banyak berpengaruh pada kondisi social budaya. Pemanenan rotan di hutan adalah proses pemanfaatan sumber daya public. Walau pun saat ini tidak banyak orang melirik rotan sebagai sumber ekonomi yang menguntungkan, keberadaan pabrik rotan akan mengubah hal tersebut. Akan terjadi komodifikasi rotan yang selama ini tidak terlalu dianggap. Dan ketika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin akan terjadi perebutan rotan dan lokasinya di hutan antara berbagai pihak. Dari sisi social, banyak hal yang bisa memicu konflik. Isu isu spesifik, seperti isu agama, isu jawa-non jawa, kesenjangan ekonomi, bisa dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggungjawab. Untuk itu, perhatian lebih harus diberikan pada isu isu tersebut, dan kalau bisa, memanfaatkan pengembangan industry rotan sebagai media untuk mengurangi potensi konflik. Hal lain yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi potensi konflik adalah budaya dan system adat yang masih kuat serta keterkaitan persaudaraan diantara mereka. Terkait dengan pemilihan skema yang akan dipertimbangkan, maka ada kriteria yang bisa kita gunakan. Yang pertama adalah tujuan program Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan dengan memanfaatkan HHBK Rotan di Mamuju. Program ini diharapkan untuk bisa mensejahterakan warga melalui pemanfaatan hasil hutan dan mempertahankan kondisi lingkungan hidup sehingga berkelanjutan. Dari harapan ini maka, setidaknya skema yang menjadi kandidat adalah skema yang paling banyak melibatkan warga yang tinggal di sekitar hutan yang selama ini tingkat kesejahteraannya rendah dan aktifitas perekonomiannya cenderung merusak lingkungan. Kemudian kriteria lain yang bisa dipertimbangkan adalah keberlanjutan. Skema yang terpilih haruslah skema yang ramah dengan lingkungan dan menghindarkan eksploitasi berlebihan. Tapi disisi lain, skema tersebut harus memungkinkan industry rotan utnuk beroperasi secara ekonomis dan terjamin keberlanjutan supply input produksinya. Kriteria lainnya, yang sempat dipertimbangkan, adalah masalah kerumitan proses perijinan. Selama ini warga mengakses hutan seringkali tanpa sepengatahuan atau tanpa izin pihak yang berwenang. Dengan

52


kata lain, dari sudut pandang pemerintahan, akses warga ke hutan selama ini adalah illegal. Dari kajian peraturan perundangan diketahui bahwa apapun skemanya, baik perhutanan social, maupun pemungutan ataupun pemanfaatan, proses perijinan yang harus dilalui sangatlah rumit, mahal, dan banyak dan berat sekali tuntutannya. Dari berbagai pertimbangan diatas perlu dipertimbangkan baik-baik skema mana yang paling bisa menjanjikan keberlanjutan tetap terjamin, dan tujuan investasi tetap tercapai. Hal ini yang akan dicoba dijawab pada bagian berikut.

53


Bab V Analisis Keberlanjutan Pada bagian sebelumnya kita sudah membahas mengenai kerangka kebijakan dan temuan lapangan. Pada bagian ini kita akan memulai melakukan analisis. Analisis dimulai dengan penyusunan scenario. Lalu dengan scenario ini kita akan memaparkan analisis perbandingan antara skema yang mungkin diambil. Kemudian yang juga diperhatikan dalam analisis, adalah aspek aspek yang memang tidak terukur. Untuk aspek aspek tersebut, maka analisis tidak dilakukan dengan simulasi. Analisis aspek aspek yang tidak ada datanya, juga yang sifatnay kualitatif, dibatasi hanya dengan perbandingan dengan teori yang ada. Dari Peta Indikasi Arahan Perhutanan Sosial 2013, terlihat bahwa bentang lokasi investasi diarahkan sebagai perhutanan social pada hutan produksi tetap. Hutan ini dikelola oleh KPH Karama, dan saat ini tidak ada perusahaan yang memiliki izin diatas hutan tersebut. Dengan begitu, pemilihan alternative skema menjadi sangat terbuka, apakah akan menggunakan perhutanan social, pemungutan, maupun pemanfaatan.

A. Skenario Tujuan utama dari program pemanfaatan HHBK-Rotan adalah meningkatkan kesejahteraan warga yang tinggal di dan sekitar hutan dengan tetap menjamin keberlanjutan lingkungan. Namun untuk mencapai tujuan ini tentusaja tidak akan mudah karena banyak hal eksternal diluar jangkauan intervensi yang bisa mengganggu rencana investasi. Hal pertama, adalah keberpihakan pemerintah. Berkaca dari alur hidup inudstri rotan di Indonesia, pemerintah sangat ingin melindungi sumberdaya dan industri rotan ini. Selama ini rotan Indonesia dijual berupa rotan asalah dan rotan setengah jadi. Keberpihakan ini kemudian diwujudkan dengan larangan eksport rotan berupa rotan asalan dan rotan setengah jadi. Namun dampak yang terjadi adalah perajin rotan dalam negeri menjadi kesulitan bahan baku industry, karena supplier rotan asalan dan rotan setengah jadi banyak yang gulung tikar. Hal ini diduga karena berkurang skala ekonominya (karena produksinya sedikit) dan mengalami kerugian. Dibulan September 2017, pemerintah kembali membuka keran ekspor rotan untuk rotan setengah jadi. Belum diketahui dampaknya pada industry rotan nasional. Bila tidak ada perubahan kebijakan lagi dalam beberapa waktu, misal 5-10 tahun, maka keberpihakan dan kebijakan pemerintahan pusat ini patut diperhitungkan dampaknya pada industry rotan, khususnya pada kelestarian hutan dan sumber bahan baku rotan. Dan ini sepertinya sangat mungkin terjadi karena pemerintah sedang memicu pendapatan

54


negara dari eksport non migas. Dengan dibukanya kerang eksport rotan setengah jadi, bukan tidak mungkin supplier bahan baku rotan akan kembali bangkit dari mati surinya. Hal ini bisa meningkatkan persaingan utnuk mendapatkan bahan baku rotan untuk diolah menjadi rotan setengah jadi. Dengan kata lain, eksploitasi rotan di hutan bisa tidak terkendali. Ini juga bisa berarti bahwa kemudian pasar kembali dibanjiri bahan baku rotan setengah jadi, dan menurunkan harga rotan setengah jadi di pasaran. Apabila ini terjadi, maka harus dipertimbangkan juga kemungkinan penurunan pendapatan pabrik pengolahan rotan yang sedang dibangun. Namun bila industry rotan yang dibangun ini terintegrasi dengan perajin rotan, maka kemungkinan meningkatnya harga rotan setengah jadi ini malah menguntungkan pabrik pengolahan rotan, dan juga perajin. Bagi pabrik rotan, keuntungannya adalah pasar menjadi terjamin. Sementara bagi perajin, supply terjamin dan harga bahan baku tetap rendah. Hal kedua yang perlu dipertimbangkan adalah aspek potensi konflik dari keberadaan pabrik rotan pasca berhentinya dukungan donor. Saat ini pabrik yang dibangun dibiayai oleh donor asing, dengan dibantu oleh konsorsiium yang beranggotakan beberapa LSM. Konsorsium ini juga sudah membentuk perusahaan, yang mengurus perijinan dan lainnya, yang saat ini mengantisipasi selesainya dukungan donor dan kemudian mengambil alih pengelolaan pabrik dan managemennya. Namun ternyata ada aturan baru yang melarang adanya pengalihan asset program pada perusahaan. Pengalihan asset hanya dibolehkan ke warga terdampak proyek. Selama ini memang sudah ada pendampingan bagi warga, dan menyiapkan warga utnuk mengambil alih pengeolaan program, termasuk didalamnya pengelolaan pabrik pengolahan rotan. Namun hal ini tidak secara otomatis menghilangkan resiko konflik karena potensi perebutan sumber daya, berupa asset pabrik dan artefak program lainnya. Dan bila konflik terjadi, maka seluruh program dijamin sulit untuk berlanjut. Untuk itu perlu dipersiapkan dari sekarang “exit strategy� yang baik, melalui pendampingan warga yang lebih intensif. Hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah soal substitusi lapangan pekerjaan dan sumber penghidupan warga. Saat ini warga sebagian besar mengandalkan pertanian dan peternakan. Hasil dari sector ini cukup pas-pasan utnuk menghidupi warga karena dieksploitasi tengkulak, harga pasar yang rendah, terjebak hutang, dll. Adanya industry rotan bisa merubah ini semua dengan memberikan alternative pekerjaan lain yang lebih menjanjikan penghasilan, tidak perlu berhutang untuk membeli input produksi sehingga terbebas dari hutang dan tekanan tengkulak, dan harga pembelian oleh pabrik sudah terjamin. Memang tidak semua warga bisa menerima manfaat ini karena keterbatasan jumlah orang yang bisa

55


bekerja di pabrik atau juga menyediakan bahan baku rotan. Tapi adanya industry rotan bisa menjadi alternative untuk meningkatkan kesejahteraan bagi warga. Namun hal ini bisa saja terganggu bila ada perubahan kondisi pasar, misalnya ada alternative substitusi pekerjaan dan sumber penghidupan warga yang lebih baik dari pada bekerja di atau untuk pabrik pengolahan rotan. Misalnya, harga hasil pertanian meningkat, atau harga rotan turun. Walau pun kecil kemungkinannya, hal ini sulit untuk tidak di perhitungkan. Hal keempat yang harus dipertimbangkan adalah adanya subsitusi rotan, berupa rotan plastic, yang membanjiri pasar local yang biasanya diimpor dari tiongkok. Keberadaan rotan import ini tentu saja akan memangkas pasar local. Namun import rotan palsu ini tidak akan berpengaruh banyak bila industry rotan yang dikembangkan berorientasi eksport. Hal terakhir, adalah bila pasar utama rotan asli di luar negeri menjadi tertutup, sebagaimana yang terjadi pada eksport hasil hutan kayu. Walaupun kecil kemungkinannya, hal ini harus dipertimbangkan. Bila pasar eksport tertutup karena kondisi pasar tidak memungkinkan, missal pelemahan daya beli, maka akan sangat mungkin memukul industry rotan yang sedang dikembangkan bila tidak ada lagi inovasi produk atau terobosan alternative pasar baru. Dari sekian banyak pertimbangan ini, factor yang akan dipertimbangkan dalam menyusun scenario adalah factor yang memang diluar control kita sebagai pelaku program. Faktor tersebut yaitu factor keberpihakan pemerintah, keberadaan substitusi berupa rotan plastic, dan terakhir, pelemahan daya beli konsumen. Sementara factor potensi konflik pasca progam dan potensi peningkatan harga hasil pertanian tidak dipertimbangkan mengingat bahwa potensi konflik sudah diantisipasi dalam desain program dan peningkatan harga hasil pertanian kecil sekali kemungkinannya mengingat program ini pun dimunculkan untuk meningkatkan pendapatan warga yang sebagian besar petani. Sehingga, beberapa scenario yang bisa kita kembangkan adalah sebagai berikut. Pertama, scenario optimis, dimana kebijakan pemerintah yang mendukung industry rotan dalam negeri dan membatasi eksport rotan tetap bertahan, harga rotan tetap tinggi dan bekeja di industry rotan tetap menarik bagi warga, pasar asing tetap terbuka dan memiliki daya beli yang tinggi, serta import rotan atau gaya hidup menggunakan rotan plastic menghilang. Alternatif scenario kedua adalah status quo, menengah, kebijakan pemerintah tetap baik, tapi harga rotan tetap tinggi, rotan plastic menggantikan sebagai subsitusi rotan asli di pasar local tetap ada, serta kondisi pasar luar negeri tetap menarik. Dan

56


alternative scenario ketiga adalah scenario pesimis, dimana pemerintah tidak lagi membela industry rotan dengan membuka eksport rotan mentah yang menyebabkan harga asalan meningkat dan meningkatkan eksploitasi hutan untuk diambil rotan, membiarkan import rotan plastic sebagai pengganti yang menyebabkan harga rotan jadi dipasar local turuh, dan pasar eksport melemah karena melemahnya daya beli. Rincian lebih detail asumsi untuk setiap scenario dapat dilihat pada table berikut.

Kapasitas (ton)

OPTIMIS 2052.21

STATUS QUO 2052.21

PESIMIS 2052.21

Total potensi awal (ton) Laju Penambahan alami (% luas)

19012.13

19012.13

19012.13

Laju pertumbuhan rotan (meter/tahun) Berat rotan per batang (kilogram/batang) Panjang rotan per batang (meter) Kapasitas penanaman rotan dan pohon sandaran (pohon per orang per hari Jumlah rotan/pohon per hektar

2

2

1

7

7

7

5

5

5

50

40

30

2000

2000

2000

2

2

2

100%

60%

40%

70

77.27%

80

Awal Luas hutan (hektar)

Rotan

Pabrik

Kapasitas terpasang (rotan kering asalan) Kapasitas operasional (persen kapasitas terpasang) Persen susut rotan basah (persen)

Hutan

Laju kerusakan hutan (persen luas per tahun)

0%

2.70%

5%

Input Produksi

Rasio penggunaan bahan kimia pengawet (liter kimia/ton produksi) Efisiensi penggunaan bahan kimia (persen) Harga Rotan mentah asalan (rupiah per kilogram)

1

1

1

100%

95%

90%

2500

2500

3000

57


Harga Pengikat (rupiah per ikatan) Harga Kemasan (rupiah per lembar) Harga Listrik (rupiah per bulan) Harga solar penggorengan (rupiah per liter) Harga bahan bakar (rupiah per kilogram batu bara) Biaya angkut (rupiah per ton) Rate kenaikan UMR (setara inflasi) dalam persen per tahun Proporsi produk rotan asalan kering (persen) Proporsi produk rotan poles (persen) Harga jual produk rotan kering asalan (rupiah per kilogram) Harga produk rotan poles (rupiah per kilogram) Kuota pungut (ton/orang pertahun) Kemampuan memanen (ton/orang perminggu) Multiplier effect pelatihan (orang per peserta pelatihan)

300

450

600

2000

2000

3000

5000000 8950

5000000 8950

7000000 10500

1300

1500

2000

20000 2%

20000 5.90%

25000 8%

50%

75.76%

90%

50%

24.24%

10%

9000

7000

5000

18000

14000

10000

20

20

20

0.5

0.3

0.2

2

0

0

Sementara selain asumsi diatas, ada beberapa asumsi umum yang digunakan: 

Jumlah hari per tahun

: 300 hari



Jumlah minggu per tahun

: 43 minggu



Jumlah penanam rotan = jumlah pemanen. Baik penanam maupun pemanen adalah orang yang sama, warga sekitar.

B. Analisis Keberlanjutan Lingkungan Apa yang akan terjadi pada keberlanjutan lingkungan bila ada industry rotan? Dalam scenario optimis, industry rotan secara umum, khususnya pengolahan rotan asalan menjadi rotan setengah jadi dan produk hasil rotan, akan kembali bergairah. Dalam scenario ini, pengambilan rotan diduga akan terkontrol, dimana orang tidak akan mengambil rotan sebanyak mungkin karena kapasitas pabrik pengolahan rotan dan industry kerajinan rotan masih terbatas. Sehingga jumlah rotan yang diambil sama dengan kebutuhan kapasitas pabrik. Produk hasil industry rotan pun akan diserap semuanya oleh

58


pasar karena jumlahnya yang memang terbatas. Harga rotan di luar dan dalam negeri pun akan tetap tinggi, namun tetap terjangkau karena kondisi ekonomi konsumen cukup baik. Dalam scenario optimis ini, pengambilan rotan secara tidak terkontrol mungkin tidak akan terjadi, karena semua pengambilan rotan akan sesuai dengan permintaan pabrik pengolahan rotan. Dengan demikian, pengambilan rotan akan menyesuaikan dengan kapasitas maksimal pabrik. Dalam skema status quo, adalah kondisi seperti saat ini terjadi. Dimana pasar rotan dalam negeri tidak terlalu bergairan. Harga produk rotan yang terjangkau hanya untuk produk kerajinan rotan sederhana, seperti keranjang parcel. Sementara untuk furniture, harga produk jadi rotan cukup tinggi dan sulit dijangkau. Disaat yang sama, produk furniture dari rotan palsu/plastic masih membanjiri pasar sebagai produk substitusi rotan asli. Dengan kondisi seperti ini, diperkirakan pabrik tidak akan beroperasi maksimal. Dengan asumsi hanya 60% dari kapasitas terpasang yang terpakai, dimana pada angka ini pabrik bisa menutupi biaya operasi walau pun untungnya tipis, maka warga masih ada insentif untuk mengusahakan rotan dan mensupply nya ke pabrik. Dalam skema pesimis, dimana pemerintah tidak berpihak pada industry rotan, maka pemerintah akan membuka keran ekspor rotan mentah. Dengan dibukanya keran ini, pengusaha akan berlomba mengambil rotan sebanyak mungkin dari hutan yang meneybabkan over eksploitasi. Namun walau pun banyak rotan asalan, kebanyak dari rotan tersebut langsung di jual/ekspor sehingga mengurangi supply ke pabrik. Pabrik harus membeli rotan asalan dengan harga tinggi karena harus bersaing dengan buyer luar negeri. Implikasinya, harga rotan setengah jadi dan rotan jadi akan naik akibat naiknya harga input produksi. Akibatnya, harga produk akhir furniture rotan asli akan jauh diatas jangkauan konsumen. Pasar rotan akan semakin berkurang, tergantikan rotan impor, baik yang asli maupun yang plastic. Implikasi skema dan scenario pada keberlanjutan lingkungan Skema Sosial

Optimis Perhutanan Pengambilan sesuai kebutuhan pabrik

Status Quo Pengambilan sesuai kebutuhan pabrik

Skema Kemitraan

Pengambilan sesuai kebutuhan pabrik

Pengambilan sesuai kebutuhan pabrik

Pemungutan (IPHHBK)

Pengambilan sesuai kebutuhan pabrik

Pengambilan sesuai kebutuhan pabrik

59

Pesimis Over eksploitasi hutan, potensi konflik dengan warga lokal Over eksploitasi hutan, potensi konflik dengan warga local dan pemilik ijin Pengambilan rotan asalan, bersaing dengan pemilik IPHHBK, over eksploitasi


Pemanfaatan (IUPHHBK)

Pengambilan sesuai kebutuhan pabrik

Pengambilan sesuai kebutuhan pabrik

Pengambilan rotan asalan, bersaing dengan pemilik IUPHHBK, over eksploitasi

Dari hasil simulasi, secara umum, setiap scenario menunjukan bahwa pada scenario pesimis maupun status quo, bahwa dalam kurun waktu 20 tahun luas hutan akan berkurang. Pengurangan ini sangat drastis pada scenario pesimis diperkirakan karena kondisi ekonomi dalam negeri yang kurang baik juga kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada industry rotan.

60


Lalu dari sisi keberlanjutan sediaan rotan, hasil simulasi memperlihatkan bahwa volume sediaan supply rotan (dalam satuan berat/ton) tidak akan mengalami kekurangan sama sekali dalam setiap scenario. Hasil simulasi menunjukan bahwa jumlah berat rotan yang tersedia di hutan akan terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan pada scenario pesimis sekali pun. Namun hal ini tidak berarti jumlah pohon rotan tidak akan berkurang.

Peningkatan jumlah rotan (berat) di hutan ini terjadi karena penanaman rotan recovery pohon rotan yang telah ditebang jauh lebih cepat dari pada laju penebangan. Tidak seperti palem-paleman lainnya, rotan yang telah ditebang akan menumbuhakn lebih banyak tunas. Jadi selama pohon sandarannya tersedia dan tidak dirusak, penebangan rotan di hutan justru akan menambah jumlah sediaan pohon rotan. Implikasinya, dengan asumsi setiap pohon yang ditebang hanya menumbuhkan satu tunas saja, jumlah rotan (berat) akan meningkat terus. Apalagi bila dalam kenyataannya ternyata jumlah tunas yang tumbuh lebih dari satu. Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah keberadaan tegakannya untuk tumbuh sandar rotan harus selalu dipelihara.

61


Yang jadi masalah dari sisi keberlanjutan adalah jumlah sampah yang timbul. Yang dimaksud adalah sampah bahan kimia yang mungkin digunakan pada proses pengolahan rotan asalan menjadi rotan setengah jadi (core, vitrit, dll). Dengan asumsi bahwa bahan kimia yang digunakan telah dibeli dalam kemasan kecil-kecil (1 literan), maka semakin banyak rotan asalan yang di oleh akan menimbulkan sampah yang juga semakin banyak. Dengan kata lain, dalam scenario optimis, maka jumlah sampah kemasannya justru akan semakin banyak. Dan ini akan terakumulasi terus. Sehingga dalam kurun waktu simulasi, selama 20 tahun, jumlahnya akan sangat signifikan.

C. Analisis Keberlanjutan Ekonomi Dalam scenario optimis, industry rotan yang akan didirikan akan berjalan sesuai dengan rencana. Implikasinya secara ekonomi, industry rotan bonehau akan bisa beroperasi secara penuh. Dengan scenario ini, pabrik rotan akan mengolah rotan kering asalan sebanyak 2 ton per hari. Sementara asumsi status quo, industry rotan akan beroperasi dengan kapasitas 60% dari kapasitas terpasang, yaitu sekitar 1,2 ton rotan kering asalan per hari. Kemudian dalam scenario pesimis, industry rotan yang dibangun akan beroperasi minimalis karena kesulitan bahan baku dan harganya tinggi. Setiap scenario ini tentu saja akan mempunyai implikasi yang berbeda, baik pada wilayah kecamatan bonehau pada umumnya, juga pada kondisi ekonomi perusahaan pengeolahan rotan yang kita dirikan pada khususnya. Hasil simulasi menunjukan bahwa dalam setiap scenario, aliran uang yang masuk ke bonehau dari penjualan rotan hasil industry jauh lebih tinggi dari uang yang mengalir keluar dari bonehau untuk pembelian input industry yang tidak ada diperoleh dari internal kecamatan bonehau.

62


Hasilnya, keberadaan industry rotan dibonehau berdampak positif, bahkan pada kondisi yang buruk sebagaimana simulasi dengan scenario pesimis. Kecuali ada kejadian besar yang lebih buruk dari yang diskenariokan dalam simulasi ini, maka keberadaan industry rotan bisa diharapkan membawa kebaikan pada bonehau, baik pada wilayah maupun warganya. Dampak ini akan lebih besar lagi, bila ada proses internalisasi eksternalitas positif dari industry pengolahan rotan ini. Misalnya, industry rumah tangga kerajinan rotan berkembang, maka jumlah uang yang beredar dan dimiliki warga bonehau akan lebih banyak lagi. Dari sisi industry, tentu saja sebagaimana tujuannya, ingin mendapatkan keuntungan dari usahanya. Hasil simulasi menunjukan bahwa dalam setiap scenario uang yang masuk ke industry pengolahan rotan jauh lebih tinggi dari uang yang keluar. Bahkan dengan scenario pesimis, dimana harga input produksi semakin tinggi, industry pengolahan rotan akan tetap untung sampai setidaknya tahun kedelapan. Setelah tahun kedelapan, biaya variable akan lebih tinggi dari uang masuk ke industry. Bila tetap beroperasi, maka pabrik pengolahan rotan beroperasi dalam kerugian. Dan bila terus bertahan, pabrik akan tetap bisa beroperasi sampai tahun ke 15, dimana setelah itu pabrik akan habis sampai modal modalnya.

63


D. Analisis Keberlanjutan Sosial Budaya Dari sisi social budaya, keberadaan industry rotan harus ada perhatian yang lebih. Hal ini mengingat aspek social budaya ini sulit untuk disimulasikan. Hasil dari simulasi sebelumnya, terlihat bahwa secara umum industry rotan akan meningkatkan perputaran uang di bonehau, memberikan peningkatan kesejahteraan sebagian warga (terutama yang terkait langsung dengan industry rotan), dan juga adanya perbaikan kondisi lingkungan (luas hutan dan berkurangnya pengrusakan hutan) dalam status optimis. Implikasi skema dan scenario pada keberlanjutan social budaya

Volume panen rotan Pemungutan (IPHHBK) dan jumlah orang yang dibutuhkan Pemanfaatan (IUPHHBK), Perhutanan social, atau kemitraan dan jumlah orang yang dibutukan

Optimis  2000 ton per tahun  20ton per orang per tahun  >100 orang  0.5 ton per orang per minggu  21.5 ton per orang per tahun  94 orang

Status Quo  1584 ton per tahun  20ton per orang per tahun  >80 orang  0.3 ton per orang per minggu  12.9 ton per orang per tahun  123 orang

64

Pesimis  1200 ton per tahun  20ton per orang per tahun  >60 orang  0.2 ton per orang per minggu 8.6 ton per orang per tahun  140 orang


Dari hasil simulasi memperlihatkan bahwa dari dua skema yang mungkin, yaitu pemungutan atau bukan pemungutan, berimplikasi pada jumlah orang yang dibutuhkan untuk mensupply rotan pada pabrik. Dengan skema pemungutan, dimana perijinan diberikan pada individu, maka setiap individu tersebut berhak memanen maksimal 20 ton rotan per tahun. Dengan asumsi mereka bisa dan mampu memanen 20 ton per tahun, maka dalam scenario optimis dibutuhkan setidaknya 100 orang pemanen rotan untuk menjamin ketersediaan supply rotan asalan dalam jumlah yang tetap bagi pabrik. Sementara dalam scenario pesimis, dimana pabrik hanya beroperasi 40% dari kapasitas terpasang, dibutuhkan setidaknya 60 orang untuk memberikan supply bahan baku. Dalam skema usaha (pemanfaatan) atau skema perhutanan social, tidak dibatasi pemanenan rotan di hutan. Namun ijin untuk panen tidak diberikan pada individu, tapi pada kelompok masyarakat, baik berbadan hokum maupun tidak. Skema-skema ini tentu saja memberikan keleluasaan lebih bagi supplier bahan baku ke pabrik. SEhingga yang diperhatikan adalah bukan hak, tapi kapasitas individu untuk memanen. Dalam scenario optimis, dimana pemanen mudah mendapatkan rotan asalan karena tidak ada persaingan dalam mendapatkannya, supply bahan baku rotan asalan ke pabrik bisa dilakukan oleh setidaknya 94 orang. Namun dalam kondisi pesimis, dimana persaingan mendapatkan rotan asalan tinggi karena kebutuhan nya tinggi, kemampuan per individu pemanen untuk mendapatkan rotan sangat terbatas. Dengan asumsi pemanen hanya mampu mendapatkan 200kg rotan per minggu, maka untuk memenuhi kebutuhan supply pabrik sebanyak 1200 ton per tahun akan dibutuhkan setidaknya 140 orang pemanen. Implikasinya, tentu saja harus ada jaminan biaya dan supply pekerja, walaupun cukup mahal dan akan membebani operasional pabrik. Bila membandingkan antara kebutuhan pekerja yang terlibat dalam investasi rotan ini, mulai dari hulu sampai hilir, setiap scenario memberikan angka keterlibatan warga bonehau kurang lebih dalam jumlah yang sama. Hanya saja dalam scenario optimis, jumlah orang akan lebih banyak dibutuhkan untuk terlibat di industry hilir (kerajinan). Sementara dalam scenario pesimis, orang akan lebih banyak terlibat di hulu, untuk memenuhi kebutuhan supply. Namun tentu saja, bila dilihat dari nilai ekonomi, akan lebih menguntungkan utnuk melibatkan lebih banyak orang di sisi hilir. Kebutuhan pekerja Jumlah Pekerja HULU (Panen dan tanam) Pemungutan

Optimis  Lebih dari 94 orang

Status Quo  Lebih dari 80 orang

Pesimis  Lebih dari 60 orang

>100 orang

65

>80 orang

>60 orang


(IPHHBK) dan jumlah orang yang dibutuhkan Pemanfaatan  (IUPHHBK), Perhutanan social, atau kemitraan INDUSTRI  PENGOLAHAN INDUSTRI KERAJINAN 

94 orang

123 orang

140 orang

27 orang

27 orang

27 orang

Multiplier 2x jumlah  Sejumlah peserta  peserta pelatihan pelatihan home home industry: kiraindustri: Setidaknya kira 348 orang 116 orang Kebutuhan tenaga kerja dalam setiap scenario, bila dibandingkan dengan angka

Kurang dari peserta pelatihan home industri: tidak lebih dari 116 orang ketersediaan tenaga

kerja, maka supply tenaga kerja akan cukup dipenuhi oleh tenaga kerja local saja. Bila local bisa memenuhi supply tenaga kerja ini, maka akan sangat baik karena datangnya pekerja dari luar daerah bisa menimbulkan friksi/gesekan dengan warga local. Dengan seluruh pekerja merupakan tenaga kerja local, maka kohesi social akan relative lebih mudah terjaga. Hal yang mungkin terjadi adalah adanya adanya kesenjangan antara mereka yang terlibat di industry rotan dengan mereka yang tidak. Untuk memaksimalkan dampak positif industry rotan di bonehau, akan lebih baik bila industry hilir rotan lebih banyak dibuka di bonehau juga. Dibukanya sentra industry kerajinan rotan akan sangat membantu peningkatan serapan tenaga kerja local. Bila hal ini terjadi, maka peningkatan kesejahteraan di bonehau akan dirasakan oleh lebih banyak orang. Hal lain yang harus diantisipasi adalah adanya: (1) perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Meningkatnya ekonomi tentu saja akan meningkatkan konsumsi. Bila tidak diantisipasi, maka uang yang masuk ke bonehau akan kembali mengalir keluar bonehau untuk memenuhi kebutuhan konsumsi local. (2) pola transportasi. Meningkatnya perekonomian seiring dengan meningkatnya produksi dan industrialisasi di bonehau akan meningkatkan kebutuhan akan perbaikan prasarana akses ke bonehau. Kondisi akses saat ini yang sangat tergantung pada kondisi cuaca harus segera diperbaiki. (3) posisi dan hubungan social. Saat ini adat masih memegang peranan yang sangat besar di bonehau. Keterbukaan dan perubahan kondisi perekonomian bukan tidak mungkin akan sangat mempengaruhi adat istiadat dan juga peranan institusi adat, secara positif maupun negative.

66


Untuk itu perlu pelibatan institusi adat dalam proses industrialisasi untuk menghindari dampak negative. (4) proses pembuatan keputusan public. Proses pembuatan kebijakan public juga harus menjadi lebih terbuka utnuk menjadikannya lebih response terhadap kebutuhan warga yang juga berubah seiring proses industrialisasi. (5) budaya ditingkat sector dan rumah tangga pekerja, dari pertanian ke industri. Masyarakat saat ini yang agraris dan mengandalkan hidup dari sector pertanian tentu saja harus diperhatikan. Munculnya industry pengolahan rotan dan kerajinan bukan tidak mungkin akan merubah orientasi pemuda untuk beralih ke sector industry. Implikasinya secara jangka panjang, bukan tidak mungkin akan mengurangi supply pekerja sector pertanian. Dan ini tentu saja buruk. Untuk itu harus ada upaya untuk mempertahankan jumlah petani dan meningkatkan konsumsi hasil pertanian local. (6) keseimbangan peran pria-wanita. Wanita biasanya mempunyai kelebihan dalam hal ketelitian, sementara laki-laki biasanya mempunyai kelebihan dalam hal tenaga fisik. Dalam pengembangan rotan ini, bisa jadi nanti laki laki akan banyak terlibat di pabrik dan penyediaan bahan baku (rotan asalan). Sementara perempuan akan lebih banyak keterlibatan di sector industry kerajinan rotan. Perbedaan keterlibatan ini harus dipertimbangan mengingat ada potensi ketimpangan upah/penghasilan diantara keduanya.

E. Analisis Keberlanjutan Industri Rotan di Mamuju Dari hasil analisis diatas, bisa disimpulkan bahwa secara umum, disemua scenario, keberadaan industry rotan akan positif, baik bagi industrinya pengolahan rotan, bagi warga, juga bagi lingkungan. Dari sisi keberlanjutan, keberlanjutan lingkungan akan terjamin selama scenario optimis yang terjadi. Tentu saja hal tersebut yang diharapkan. Tapi kalau pun scenario status quo atau scenario pesimis yang terjadi, dan apa yang diskenariokan terus berlanjut sampai bertahun-tahun, maka industry pengolahan rotan yang didirikan setidaknya bisa terus dipertahankan sampai setidaknya 8 tahun (scenario pesimis). Namun begitu kami yakin bahwa kalaupun scenario terburuk yang terjadi, hal tersebut tidak akan berlangsung lama, sehingga setelah krisis berakhir akan terjadi rebound dan keadaan akan kembali normal. Model dan hubungan antar komponen menunjukkan bahwa biaya terbesar bagi industri pengolahan rotan, selain investasi awal, adalah biaya bahan baku dan tenaga manusia (upah). Namun hal ini juga berarti bahwa uang tersebut berputar di internal bonehau, sehingga berarti positif bagi wilayah setempat.

67


Sediaan input rotan asalan basah bagi industry pengolahan rotan relative terjamin, terutama pada scenario optimis dan status quo. Apalagi dengan adanya jaminan penanaman kembali bibit bibit rotan dan recovery hasil tebangan. Skenario terburuk adalah hilangnya keberpihakan pemerintah, dengan hilangnya proteksi industry rotan dengan membuka keran ekspor rotan mentah asalan. Singkat kata industry yang didirikan ini layak dan patut optimis. Kemudian, masih dari sisi lingkungan, dengan adanya industry rotan ini akan menjadi insentif bagi warga untuk memlihara tegakan hutan. Tanpa tegakan rotan tidak akan tumbuh baik. Hutan akan terpelihara karena warga akan ikut menjaga dari kemungkinan illegal logging. Bahkan bila disertai dengan penanaman rotan, hutan akan sangat mungkin meluas dan mengembalikan lahan lahan kritis dan terlantar menjadi hutan kembali. Demikian juga dari sisi ekonomi dan social budaya juga hamper serupa, dimana kita bisa berharap dan optimis bahwa industry rotan ini akan berlanjut dan membawa kesejahteraan bagi daerah dan bagi warga bonehau.

68


Bab VI Penutup: Kesimpulan dan Rekomendasi “Bagaimana kalau industri rotan yang digagas kita berhasil?” Pertanyaan ini yang mengantar dilakukannya studi ini. Tidak ada yang tahu pasti dampak sebenarnya yang akan terjadi, apakah benar yang dijanjikan itu akan terwujud atau sebaliknya. Bila program ini gagal mencapai hasilnya, mungkin tidak akan ada sesuatu yang berubah pada masyarakat juga lingkungan. Semua akan tetap sama seperti saat ini, saat tidak ada industri rotan. Namun sepertinya perubahan akan terjadi bila industri rotan berhasil berdiri. Studi ini, Pengelolaan Sumber Daya Hutan Non Kayu Secara Berkelanjutan di Kecamatan Bonehau, adalah salah satu dari dua studi yang dilakukan untuk mengkaji potensi dampak yang terjadi bila indusri rotan ini berhasil didirikan dan berjalan sesuai rencana. Studi ini mengupas sisi ”hulu” dari industri rotan. Kajian ini difokuskan pada identifikasi dampak dari penggunaan skema-skema akses hasil hutan bukan kayu – rotan terhadap keberlanjutan hutan dan lingkungan, serta hidup dan penghidupan warga yang menggantungkan diri daripadanya.

Kesimpulan Dalam studi aspek keberlanjutan ini kita mengkaji berbagai aspek, seperti ekologi dan lingkungan, ekonomi, sosial-budaya, serta sediaan input produksi rotan. Kajian pertama dilakukan dengan mengupas konsep keberlanjutan. Dari hasil kajian literature ini pada intinya isu keberlanjutan menekankan pentingnya pemeliharaan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang menjamin generasi masa depan untuk tetap bisa menerima manfaat dari sumber daya yang ada tanpa mengurangi tingkat utilitasnya atau pun berkurang nilai kemanfaatannya. Di bagian berikutnya, kajian peraturan perundangan memberikan kesimpulan bahwa pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) rotan bisa dilakukan melalui berbagai skema, diantaranya perhutanan social (Hutan desa, kemitraan kehutanan, atau pun hutan kemasyarakatan) atau pun melalui pemungutan (IPHHBK) dan pengusahaan/pemanfaatan (IUPHHBK). Tidak ada perbedaan signifikan diantara skemaskema tersebut dalam hal prosedur, karena semua prosedurnya cukup rumit untuk difahami dan diikuti oleh warga. Yang membedakan adalah kemanfaatan dan pengelolaannya. Untuk pemungutan, hanya melihat warga sebagai individu, dimana izin diberikan pada individu atau keluarga dan pemungutan HHBK rotannya pun dibatasi (20ton per orang per tahun). Kemudian, waktu perizinan hanya berlaju untuk satu tahun saja, dan harus/dapat diperpanjang setiap tahun. Skema lainnya, memberikan kemungkinan warga secara berkelompok memanfaatkan HHBK-rotan, tanpa batasan volume dan ijin

69


yang diberikan berlaku selama 20 tahun. Dalam skema ini, mugnkin pertanyaan yang lebih relevan, apakah setelah 20 tahun rotannya masih ada? Hasil analisis menunjukan bahwa dalam berbagai scenario, jumlah rotan kemungkinan tetap banyak dan berlimpah. SElama hutan tegakan/sandarannya masih bisa digunakan rotan untuk merambat, rotan akan terus tumbuh. Masalah dan ancaman terbesar dari rotan adalah logging yang memusnahkan tegakan rotan. Tanpa adanya tegakan, rotan tidak akan tumbuh dengan baik. Dengan eksploitasi yang tidak lebih dari 2000 ton rotan pertahun, dan dibarengi dengan penanaman kembali rotan dan MTPS/sandaran, apalagi bila upaya reboisasi juga dilakukan oleh pihak pemerintah sebagaimana selama ini dilakukan, hasil simulasi menunjukkan bahwa luas hutan dan jumlah rotan akan terus meningkat. Peningkatan ini terutama pada scenario optimis.

Rekomendasi Ada beberapa rekomendasi yang bisa kami berikan, untuk menjamin keberlanjutan dan memaksimalkan kemanfaatan program ini. Rekomendasi pada berbagai pihak, adalah sebagai berikut: A. Konsorsium PSDABM 

Pastikan adanya hubungan yang baik dengan warga di lokasi investasi. Supply bahan baku industry rotan dan supply tenaga kerja akan sangat bergantung pada warga. Warga terdampak harus dipersiapkan keahliannya sehingga bisa mengerti dengan proses industry sehingga bisa mendukung sepenuhnya.



Konsorsium juga harus berupaya memperkuat hubungan social antara warga, untuk menghindari konflik atas berbagai perubahan social ekonomi yang sangat mungkin terjadi dengan datangnya industry rotan di daerah mereka.



Reboisasi hutan, penanaman MPTS, pemeliharaan tunas baru rotan dan penanaman rotan sangat penting untuk menjamin keberlanjutan supply bahan baku pabrik rotan dalam jangka panjang. Walau pun tumbuh kembang rotan cukup pesat, perlu waktu yang cukup lama hingga rotan bisa dipanen.



Perlu dipikirkan upaya untuk mengurangi volume sampah kimia dan kemasannya, sisa dari proses pengolahan rotan (pembasmian hama dan pengawetan).

70


B. Pemerintah Daerah, khususnya tingkat kabupaten dan kecamatan 

Pemerintah daerah perlu memperbaiki akses dari Ibukota kabupaten, khususnya pelabuhan, untuk mempermudah aliran barang dari dan ke bonehau. Tanpa akses yang baik, supply bahan bakar untuk pabrik rotan, juga aliran produk hasil rotan keluar bonehau bisa terhambat. Hambatan ini akan berimplikasi meningkatnya biaya angkutan bagi warga bonehau. Bagi industry rotan pun hambatan ini akan meningkatkan biaya input produksi dan pemasaran.



Pemerintah daerah perlu memfasilitasi akses ke pasar produk rotan, berupa fasilitasi pembiayaan mengikuti pameran dan promosi produk rotan baik di jawa maupun di luar negeri.

C. Pemerintahan local, khususnya desa dan masyarakat adat 

Industri rotan ini sedianya akan diserahterimakan dari konsorsium untuk diusahakan oleh masyarakat. Pemerintah local, khususnya pemerintahan adat di ketiga desa lokasi investasi, harus bisa mengambil alih dan memiliki control penuh atas sumber daya yang diserahterimakan, juga memanfaatkan pabrik dan segala investasinya untuk sebesar besar kepentingan rakyat. Jangan sampai ada golongan tertentu yang mendominasi penguasaan asset-aset tersebut untuk menghindari kemungkinan terjadinya konflik diantara warga.



Bila dikelola dengan baik, dalam scenario apapun, industri rotan besar kemungkinan akan memberikan dampak positif pada kesejahteraan warga. Namun bukan tidak mungkin dampak ikutannya akan berupa dampak negative, seperti berubahnya pola konsumsi, relasi social antar warga, perebutan asset pabrik dan sumber daya rotan, dan lain sebagainya. Pemerintah local dan masyarakat sudah sebaiknya peka terhadap berbagai perubahan ini, dan membuka komunikasi dengan pemerintahan yang lebih tinggi juga dengan berbagai pihak.

D. Pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, juga pihak donor (MCA) dan anggota konsorsium. 

Industri rotan berdiri sebagai upaya untuk menjamin keberlanjutan dan meningkatkan kesejahteraan. Industri rotan akan terus berdiri jika hasil produksinya bisa terjual di pasar. Salah satu dukungan untuk menjamin keberlanjutan industry ini adalah dengan (1) membeli hasil akhir/produk rotan untuk digunakan secara langsung di kantor masing masing dan (2) ikut mempromosikannya pada pihak lain untuk membeli dan menggunakan produk rotan hasil dari industry rotan bonehau.

71


LAMPIRAN

72


Lampiran 1. Skenario Optimis

A. B.

C.

A. B.

C.

NERACA HUTAN Luas awal hutan (hektar) Penambahan Luas Penambahan Alami Penanaman sandaran Reboisasi Pengurangan Luas TOTAL

0 2052 0 0 0 0 0 2052

1 2052 51 2 750 49 0 2104

2 2104 53 2 750 50 0 2156

3 2156 54 2 750 52 0 2210

4 2210 55 2 750 53 0 2265

5 2265 57 2 750 54 0 2322

6 2322 58 2 750 56 0 2380

7 2380 59 2 750 57 0 2439

8 2439 61 2 750 59 0 2500

9 2500 63 3 750 60 0 2563

NERACA HUTAN Luas awal hutan (hektar) Penambahan Luas Penambahan Alami Penanaman sandaran Reboisasi Pengurangan Luas TOTAL

11 2627 66 3 750 63 0 2693

12 2693 67 3 750 65 0 2760

13 2760 69 3 750 66 0 2829

14 2829 71 3 750 68 0 2900

15 2900 72 3 750 70 0 2972

16 2972 74 3 750 71 0 3047

17 3047 76 3 750 73 0 3123

18 3123 78 3 750 75 0 3201

19 3201 80 3 750 77 0 3281

20 3281 82 3 750 79 0 3363

10 2563 64 3 750 62 0 2627


NERACA ROTAN

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

19012

19012

17177

15508

18205

25270

36704

52506

72678

97222

126137

A.

Perkiraan awal jumlah rotan (ton)

B.

Penambahan

0

165

331

4697

9065

13433

17802

22172

26543

30915

35288

Penambahan Alami

0

32

64

97

132

167

202

239

277

315

355

Recovery

0

133

267

400

533

667

800

933

1067

1200

1333

Penanaman rotan

0

0

0

4200

8400

12600

16800

21000

25200

29400

33600

Pengurangan

0

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

Kerusakan

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Panen/pemungutan

0

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

19012

17177

15508

18205

25270

36704

52506

72678

97222

126137

159426

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

159426

197088

239125

285538

336328

391496

451044

514972

583281

655973

39662

44037

48413

52790

57168

61547

65928

70309

74692

79076

396

437

480

523

568

614

661

709

759

809

1467

1600

1733

1867

2000

2133

2267

2400

2533

2667

37800

42000

46200

50400

54600

58800

63000

67200

71400

75600

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

197088

239125

285538

336328

391496

451044

514972

583281

655973

733049

C.

TOTAL (ton) NERACA ROTAN A.

Perkiraan awal jumlah rotan (ton)

B.

Penambahan Penambahan Alami Recovery Penanaman rotan

C.

Pengurangan Kerusakan Panen/pemungutan TOTAL (ton)

74


VOLUME SAMPAH

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Konsumsi kimia (liter)

0

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

A.

Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter) per tahun

0

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

B.

Sisa Sampah Kimia (liter) per tahun

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

C.

Akumulasi Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter)

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

D.

Akumulasi Sisa Sampah Kimia (liter)

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

VOLUME SAMPAH

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Konsumsi kimia (liter)

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

A.

Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter) per tahun

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

2000

B.

Sisa Sampah Kimia (liter) per tahun

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

C.

Akumulasi Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter)

22000

24000

26000

28000

30000

32000

34000

36000

38000

40000

D.

Akumulasi Sisa Sampah Kimia (liter)

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

75


NERACA UANG PABRIK A.

0

1

2

3

4

5

6

Uang Masuk Industri

0

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

Penjualan asalan kering

0

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

Penjualan rotan poles

0

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

B.

Uang Keluar Industri

1.54E+09

5.92E+09

5.94E+09

5.95E+09

5.96E+09

5.97E+09

5.99E+09

B.1

Biaya Tetap

1.54E+09

0

0

0

0

0

0

Mesin (rupiah)

6.72E+08

Konstruksi (rupiah)

8.66E+08

B.2

Biaya Variabel

0

5.92E+09

5.94E+09

5.95E+09

5.96E+09

5.97E+09

5.99E+09

Biaya bahan baku

0

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

Tali pengikat

0

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

Kemasan

0

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

0

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

0

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Tenaga kerja

0

6.1E+08

6.22E+08

6.35E+08

6.48E+08

6.6E+08

6.74E+08

Solar penggorengan

0

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

0

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

Operasional

0

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

0

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

Biaya penyusutan

0

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

Pestisida/pengawet C

SALDO

-1.5E+09

1.3E+10

1.3E+10

1.3E+10

1.29E+10

1.29E+10

1.29E+10

D.

AKUMULASI

-1.5E+09

1.14E+10

2.44E+10

3.74E+10

5.03E+10

6.32E+10

7.61E+10

10

11

12

NERACA UANG PABRIK A.

Uang Masuk Industri Penjualan asalan kering Penjualan rotan poles

7 1.89E+10

8 1.89E+10

9 1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

13 1.89E+10

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

76


B.

Uang Keluar Industri

6E+09

6.01E+09

6.03E+09

6.04E+09

6.06E+09

6.07E+09

6.09E+09

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

Biaya Variabel

6E+09

6.01E+09

6.03E+09

6.04E+09

6.06E+09

6.07E+09

6.09E+09

Biaya bahan baku

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

Tali pengikat

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

Kemasan

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Tenaga kerja

6.87E+08

7.01E+08

7.15E+08

7.29E+08

7.44E+08

7.59E+08

7.74E+08

Solar penggorengan

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) B.2

Bahan bakar

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

Operasional

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

Biaya penyusutan

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

1.29E+10

1.29E+10

1.29E+10

1.29E+10

1.28E+10

1.28E+10

1.28E+10

8.9E+10

1.02E+11

1.15E+11

1.28E+11

1.4E+11

1.53E+11

1.66E+11

Pestisida/pengawet C

SALDO

D.

AKUMULASI

NERACA UANG PABRIK A.

Uang Masuk Industri

14

15

16

17

18

19

20

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

Penjualan rotan poles

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

B.

Uang Keluar Industri

6.1E+09

6.12E+09

6.13E+09

6.15E+09

6.17E+09

6.19E+09

6.2E+09

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

Penjualan asalan kering

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah)

77


B.2

Biaya Variabel

6.1E+09

6.12E+09

6.13E+09

6.15E+09

6.17E+09

6.19E+09

6.2E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

5E+09

Tali pengikat

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

Kemasan

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Tenaga kerja

7.89E+08

8.05E+08

8.21E+08

8.38E+08

8.54E+08

8.71E+08

8.89E+08

Solar penggorengan

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

Operasional

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

Biaya penyusutan

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

Biaya bahan baku

Pestisida/pengawet C

SALDO

1.28E+10

1.28E+10

1.28E+10

1.27E+10

1.27E+10

1.27E+10

1.27E+10

D.

AKUMULASI

1.79E+11

1.92E+11

2.04E+11

2.17E+11

2.3E+11

2.43E+11

2.55E+11

78


NERACA BONEHAU A.

0

1

2

3

4

5

6

Uang Masuk bonehau

0

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

Penjualan asalan kering

0

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

Penjualan rotan poles

0

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

B.

Uang Keluar bonehau

1.54E+09

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

B.1

Biaya Tetap

1.54E+09

0

0

0

0

0

0

Mesin (rupiah)

6.72E+08

Konstruksi (rupiah)

8.66E+08

B.2

Biaya Variabel

0

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

Tali pengikat

0

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

Kemasan

0

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

0

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

0

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Solar penggorengan

0

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

0

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

Biaya shipping

0

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

Pestisida/pengawet C

SALDO

-1.5E+09

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

D.

AKUMULASI

-1.5E+09

1.72E+10

3.59E+10

5.47E+10

7.34E+10

9.21E+10

1.11E+11

NERACA BONEHAU A.

Uang Masuk bonehau

7

8

9

10

11

12

13

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

Penjualan rotan poles

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

B.

Uang Keluar bonehau

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

Penjualan asalan kering

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah)

79


B.2

Biaya Variabel

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

Tali pengikat

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

Kemasan

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Biaya listrik Perbaikan dan pemeliharaan aset Solar penggorengan Bahan bakar Biaya shipping

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.3E+11

1.48E+11

1.67E+11

1.86E+11

2.04E+11

2.23E+11

2.42E+11

Pestisida/pengawet C

SALDO

D.

AKUMULASI

NERACA BONEHAU A.

Uang Masuk bonehau

14

15

16

17

18

19

20

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

1.89E+10

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

6.3E+09

Penjualan rotan poles

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

1.26E+10

B.

Uang Keluar bonehau

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

1.7E+08

Tali pengikat

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

11880000

Kemasan

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Penjualan asalan kering

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) B.2

Biaya Variabel

Solar penggorengan Bahan bakar Biaya shipping

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

9984000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

40000000

80


Pestisida/pengawet C

SALDO

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

1.87E+10

D.

AKUMULASI

2.61E+11

2.79E+11

2.98E+11

3.17E+11

3.36E+11

3.54E+11

3.73E+11

81


Lampiran 2. Skenario Status Quo

A. B.

C.

A. B.

C.

NERACA HUTAN Luas awal hutan (hektar) Penambahan Luas Penambahan Alami Penanaman sandaran Reboisasi Pengurangan Luas TOTAL

0 2052 0

2052

1 2052 51 2 475 49 55 2048

2 2048 51 2 475 49 55 2044

3 2044 51 2 475 49 55 2040

4 2040 51 2 475 49 55 2036

5 2036 51 2 475 49 55 2032

6 2032 51 2 475 49 55 2028

7 2028 51 2 475 49 55 2024

8 2024 51 2 475 49 55 2020

9 2020 50 2 475 48 55 2016

NERACA HUTAN Luas awal hutan (hektar) Penambahan Luas Penambahan Alami Penanaman sandaran Reboisasi Pengurangan Luas TOTAL

11 2012 50 2 475 48 54 2008

12 2008 50 2 475 48 54 2003

13 2003 50 2 475 48 54 1999

14 1999 50 2 475 48 54 1995

15 1995 50 2 475 48 54 1991

16 1991 50 2 475 48 54 1988

17 1988 50 2 475 48 54 1984

18 1984 50 2 475 48 54 1980

19 1980 49 2 475 48 53 1976

20 1976 49 2 475 47 53 1972

82

10 2016 50 2 475 48 54 2012


NERACA ROTAN A.

Perkiraan awal jumlah rotan (ton)

B.

C.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

19012

19012

16539

14205

14671

17937

24003

32869

44534

58999

76264

Penambahan

0

137

274

3072

5870

8668

11466

14264

17061

19859

22656

Penambahan Alami

0

32

63

95

126

158

189

220

252

283

314

Recovery

0

106

211

317

422

528

634

739

845

950

1056

Penanaman rotan

0

0

0

2661

5322

7982

10643

13304

15965

18626

21286

Pengurangan

0

2610

2608

2606

2604

2602

2600

2598

2596

2594

2592

Kerusakan

0

1027

1025

1023

1021

1018

1016

1014

1012

1010

1008

Panen/pemungutan

0

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

19012

16539

14205

14671

17937

24003

32869

44534

58999

76264

96328

TOTAL (ton) NERACA ROTAN

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

A.

Perkiraan awal jumlah rotan (ton)

96328

119192

144855

173317

204579

238639

275499

315158

357616

402873

B.

Penambahan

25454

28251

31048

33846

36643

39440

42237

45034

47831

50628

345

376

407

438

469

499

530

561

591

622

1161

1267

1373

1478

1584

1689

1795

1901

2006

2112

23947

26608

29269

31930

34590

37251

39912

42573

45234

47894

Pengurangan

2590

2588

2586

2584

2582

2580

2578

2576

2574

2572

Kerusakan

1006

1004

1002

1000

998

996

994

992

990

988

Panen/pemungutan

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

119192

144855

173317

204579

238639

275499

315158

357616

402873

450929

Penambahan Alami Recovery Penanaman rotan C.

10

TOTAL (ton)

83


VOLUME SAMPAH

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Konsumsi kimia (liter)

0

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

A.

Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter) per tahun

0

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

B.

Sisa Sampah Kimia (liter) per tahun

0

79

79

79

79

79

79

79

79

79

79

C.

Akumulasi Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter)

0

1584

3168

4751

6335

7919

9503

11087

12670

14254

15838

D.

Akumulasi Sisa Sampah Kimia (liter)

0

79

158

238

317

396

475

554

634

713

792

VOLUME SAMPAH

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Konsumsi kimia (liter)

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

A.

Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter) per tahun

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

1584

B.

Sisa Sampah Kimia (liter) per tahun

79

79

79

79

79

79

79

79

79

79

C.

Akumulasi Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter)

17422

19006

20590

22173

23757

25341

26925

28509

30092

31676

D.

Akumulasi Sisa Sampah Kimia (liter)

871

950

1029

1109

1188

1267

1346

1425

1505

1584

84


NERACA UANG PABRIK A.

0

1

2

3

4

5

6

Uang Masuk Industri

0

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

Penjualan asalan kering

0

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

Penjualan rotan poles

0

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

B.

Uang Keluar Industri

1537690024

4905872148

4943248282

4982829608

5024746233

5069135938

5116144636

B.1

Biaya Tetap

1537690024

0

0

0

0

0

0

B.2

Mesin (rupiah)

671500000

Konstruksi (rupiah)

866190024

Biaya Variabel

0

4905872148

4943248282

4982829608

5024746233

5069135938

5116144636

Biaya bahan baku

0

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

Tali pengikat

0

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

Kemasan

0

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

0

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

0

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Tenaga kerja

0

633493800

670869934

710451260

752367885

796757590

843766288

Solar penggorengan

0

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

0

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

Operasional

0

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

0

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

Biaya penyusutan

0

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

Pestisida/pengawet C

SALDO

-1537690024

5737358163

5699982029

5660400702

5618484078

5574094373

5527085675

D.

AKUMULASI

-1537690024

4199668139

9899650167

15560050870

21178534948

26752629321

32279714996

7

8

9

10

11

12

13

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

Penjualan asalan kering

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

Penjualan rotan poles

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

NERACA UANG PABRIK A.

Uang Masuk Industri

85


B.

Uang Keluar Industri

5165926847

5218646208

5274476012

5333599774

5396211838

5462518014

5532736254

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

Biaya Variabel

5165926847

5218646208

5274476012

5333599774

5396211838

5462518014

5532736254

Biaya bahan baku

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

Tali pengikat

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

Kemasan

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

893548499

946267860

1002097664

1061221426

1123833490

1190139666

1260357906

Solar penggorengan

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

Operasional

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

Biaya penyusutan

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

5477303464

5424584103

5368754299

5309630537

5247018473

5180712297

5110494056

37757018460

43181602562

48550356861

53859987398

59107005871

64287718167

69398212224

14

15

16

17

18

19

20

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

Penjualan asalan kering

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

Penjualan rotan poles

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

B.

Uang Keluar Industri

5607097371

5685845793

5769240372

5857555232

5951080668

6050124105

6155011104

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) B.2

Tenaga kerja

Pestisida/pengawet C

SALDO

D.

AKUMULASI

NERACA UANG PABRIK A.

Uang Masuk Industri

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah)

86


B.2

Biaya Variabel

5607097371

5685845793

5769240372

5857555232

5951080668

6050124105

6155011104

Biaya bahan baku

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

3959524857

Tali pengikat

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

Kemasan

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

1334719023

1413467445

1496862024

1585176884

1678702320

1777745757

1882632757

Solar penggorengan

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

Operasional

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

Biaya penyusutan

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

5036132940

4957384518

4873989938

4785675079

4692149643

4593106206

4488219206

74434345164

79391729681

84265719620

89051394699

93743544341

98336650547

102824869753

Tenaga kerja

Pestisida/pengawet C

SALDO

D.

AKUMULASI

87


NERACA BONEHAU A.

0

1

2

3

4

5

6

Uang Masuk bonehau

0

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

Penjualan asalan kering

0

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

Penjualan rotan poles

0

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

B.

Uang Keluar bonehau

1537690024

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

B.1

Biaya Tetap

1537690024

0

0

0

0

0

0

B.2

Mesin (rupiah)

671500000

Konstruksi (rupiah)

866190024

Biaya Variabel

0

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

Tali pengikat

0

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

Kemasan

0

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

0

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

0

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Solar penggorengan

0

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

0

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

Biaya shipping

0

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

Pestisida/pengawet C

SALDO

-1537690024

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

D.

AKUMULASI

-1537690024

8936686796

19411063615

29885440435

40359817255

50834194075

61308570894

NERACA BONEHAU A.

Uang Masuk bonehau

7

8

9

10

11

12

13

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

Penjualan asalan kering

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

Penjualan rotan poles

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

B.

Uang Keluar bonehau

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah)

88


B.2

Biaya Variabel

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

Tali pengikat

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

Kemasan

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

Biaya listrik

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Solar penggorengan

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

Biaya shipping

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

Pestisida/pengawet C

SALDO

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

D.

AKUMULASI

71782947714

82257324534

92731701354

103206078173

113680454993

124154831813

134629208633

17

18

19

20

NERACA BONEHAU A.

Uang Masuk bonehau

14

15

16

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

10643230311

Penjualan asalan kering

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

6490108889

Penjualan rotan poles

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

4153121422

B.

Uang Keluar bonehau

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

168853491

Tali pengikat

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

17820000

Kemasan

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

79200000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

5000000

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) B.2

Biaya Variabel

Biaya listrik Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Solar penggorengan

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

21480000

Bahan bakar

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

11520000

Biaya shipping

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

31676199

89


Pestisida/pengawet C

SALDO

D.

AKUMULASI

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

10474376820

145103585452

155577962272

166052339092

176526715912

187001092731

197475469551

207949846371

90


Lampiran 3. Skenario Pesimis

A. B.

C.

A. B.

C.

NERACA HUTAN Luas awal hutan (hektar) Penambahan Luas Penambahan Alami Penanaman sandaran Reboisasi Pengurangan Luas TOTAL

0 2052 0 0 0 0 0 2052

1 2052 51 2 270 49 103 2001

2 2001 50 2 270 48 100 1951

3 1951 49 2 270 47 98 1902

4 1902 48 2 270 46 95 1855

5 1855 46 2 270 45 93 1808

6 1808 45 2 270 43 90 1763

7 1763 44 2 270 42 88 1719

8 1719 43 2 270 41 86 1676

9 1676 42 2 270 40 84 1634

NERACA HUTAN Luas awal hutan (hektar) Penambahan Luas Penambahan Alami Penanaman sandaran Reboisasi Pengurangan Luas TOTAL

11 1593 40 2 270 38 80 1553

12 1553 39 2 270 37 78 1515

13 1515 38 2 270 36 76 1477

14 1477 37 1 270 35 74 1440

15 1440 36 1 270 35 72 1404

16 1404 35 1 270 34 70 1369

17 1369 34 1 270 33 68 1334

18 1334 33 1 270 32 67 1301

19 1301 33 1 270 31 65 1269

20 1269 32 1 270 30 63 1237

91

10 1634 41 2 270 39 82 1593


NERACA ROTAN

0

1

2

3

4

19012

19012

15967

13024

5

6

7

8

9

10

10939

9710

9336

9814

11143

13323

16352

A.

Perkiraan awal jumlah rotan (ton)

B.

Penambahan

0

56

111

922

1733

2543

3353

4163

4972

5781

6590

Penambahan Alami

0

16

31

46

61

75

89

103

116

129

142

Recovery

0

40

80

120

160

200

240

280

320

360

400

Penanaman rotan

0

0

0

756

1512

2268

3024

3780

4536

5292

6048

Pengurangan

0

3101

3054

3007

2962

2918

2875

2833

2792

2753

2714

Kerusakan

0

1901

1854

1807

1762

1718

1675

1633

1592

1553

1514

Panen/pemungutan

0

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

19012

15967

13024

10939

9710

9336

9814

11143

13323

16352

20228

12

13

15

16

17

20228

24950

30517

36927

44180

52275

61209

70983

81595

93043

7398

8206

9014

9821

10628

11435

12242

13048

13854

14660

Penambahan Alami

154

166

178

189

200

211

222

232

242

252

Recovery

440

480

520

560

600

640

680

720

760

800

Penanaman rotan

6804

7560

8316

9072

9828

10584

11340

12096

12852

13608

Pengurangan

2676

2639

2603

2568

2534

2500

2468

2436

2405

2375

Kerusakan

1476

1439

1403

1368

1334

1300

1268

1236

1205

1175

Panen/pemungutan

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

24950

30517

36927

44180

52275

61209

70983

81595

93043

105328

C.

TOTAL (ton) NERACA ROTAN A.

Perkiraan awal jumlah rotan (ton)

B.

Penambahan

C.

TOTAL (ton)

11

14

92

18

19

20


VOLUME SAMPAH

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Konsumsi kimia (liter)

0

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

A.

Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter) per tahun

0

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

B.

Sisa Sampah Kimia (liter) per tahun

0

120

120

120

120

120

120

120

120

120

120

C.

Akumulasi Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter)

0

1200

2400

3600

4800

6000

7200

8400

9600

10800

12000

D.

Akumulasi Sisa Sampah Kimia (liter)

0

120

240

360

480

600

720

840

960

1080

1200

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Konsumsi kimia (liter)

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

A.

Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter) per tahun

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

1200

B.

Sisa Sampah Kimia (liter) per tahun

120

120

120

120

120

120

120

120

120

120

C.

Akumulasi Jumlah sampah kemasan (kaleng 1 liter)

13200

14400

15600

16800

18000

19200

20400

21600

22800

24000

D.

Akumulasi Sisa Sampah Kimia (liter)

1320

1440

1560

1680

1800

1920

2040

2160

2280

2400

VOLUME SAMPAH

93


NERACA UANG PABRIK A.

0

1

2

3

4

5

6

Uang Masuk Industri

0

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

Penjualan asalan kering

0

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

Penjualan rotan poles

0

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

B.

Uang Keluar Industri

1537690024

4612333292

4664017772

4719837010

4780121788

4845229348

4915545512

B.1

Biaya Tetap

1537690024

0

0

0

0

0

0

B.2

Mesin (rupiah)

671500000

Konstruksi (rupiah)

866190024

Biaya Variabel

0

4612333292

4664017772

4719837010

4780121788

4845229348

4915545512

Biaya bahan baku

0

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

Tali pengikat

0

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

Kemasan

0

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

Biaya listrik

0

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

0

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Tenaga kerja

0

646056000

697740480

753559718

813844496

878952056

949268220

Solar penggorengan

0

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

Bahan bakar

0

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

Operasional

0

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

0

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

Biaya penyusutan

0

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

Pestisida/pengawet C

SALDO

-1537690024

667666708

615982228

560162990

499878212

434770652

364454488

D.

AKUMULASI

-1537690024

-870023316

-254041088

306121902

806000114

1240770766

1605225254

7

8

9

10

11

12

13

Uang Masuk Industri

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

Penjualan asalan kering

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

NERACA UANG PABRIK A.

Penjualan rotan poles

94


B.

Uang Keluar Industri

4991486970

5073503744

5162081860

5257746225

5361063740

5472646656

5593156205

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

Biaya Variabel

4991486970

5073503744

5162081860

5257746225

5361063740

5472646656

5593156205

Biaya bahan baku

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

Biaya listrik

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

1025209678

1107226452

1195804568

1291468933

1394786448

1506369364

1626878913

Solar penggorengan

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

Bahan bakar

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

Operasional

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

Biaya penyusutan

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

288513030

206496256

117918140

22253775

-81063740

-192646656

-313156205

1893738285

2100234541

2218152681

2240406456

2159342715

1966696060

1653539855

14

15

16

17

18

19

20

Uang Masuk Industri

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

Penjualan asalan kering

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

Penjualan rotan poles

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

B.

Uang Keluar Industri

5723306518

5863868856

6015676181

6179628092

6356696156

6547929666

6754461855

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) B.2

Tali pengikat Kemasan

Tenaga kerja

Pestisida/pengawet C

SALDO

D.

AKUMULASI

NERACA UANG PABRIK A.

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah)

95


B.2

Biaya Variabel

5723306518

5863868856

6015676181

6179628092

6356696156

6547929666

6754461855

Biaya bahan baku

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

3600000000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

Biaya listrik

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

1757029226

1897591564

2049398889

2213350800

2390418864

2581652374

2788184563

Solar penggorengan

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

Bahan bakar

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

Operasional

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

60000000

Biaya shipping

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

Biaya penyusutan

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

84000000

Tali pengikat Kemasan

Tenaga kerja

Pestisida/pengawet C

SALDO

-443306518

-583868856

-735676181

-899628092

-1076696156

-1267929666

-1474461855

D.

AKUMULASI

1210233337

626364480

-109311701

-1008939793

-2085635950

-3353565615

-4828027471

96


NERACA BONEHAU A.

0

1

2

3

4

5

6

Uang Masuk bonehau

0

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

Penjualan asalan kering

0

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

Penjualan rotan poles

0

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

B.

Uang Keluar bonehau

1537690024

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

B.1

Biaya Tetap

1537690024

0

0

0

0

0

0

B.2

Mesin (rupiah)

671500000

Konstruksi (rupiah)

866190024

Biaya Variabel

0

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

Tali pengikat

0

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

Kemasan

0

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

Biaya listrik

0

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

0

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Solar penggorengan

0

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

Bahan bakar

0

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

Biaya shipping

0

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

Pestisida/pengawet C

SALDO

-1537690024

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

D.

AKUMULASI

-1537690024

3520032684

8577755392

13635478100

18693200808

23750923516

28808646224

NERACA BONEHAU

7

8

9

10

11

12

13

Uang Masuk bonehau

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

Penjualan asalan kering

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

Penjualan rotan poles

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

B.

Uang Keluar bonehau

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

A.

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah)

97


B.2

Biaya Variabel Tali pengikat Kemasan Biaya listrik Perbaikan dan pemeliharaan aset

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Solar penggorengan

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

Bahan bakar

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

Biaya shipping

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

33866368932

38924091640

43981814348

49039537056

54097259764

59154982472

64212705180

14

15

16

17

18

19

20

Uang Masuk bonehau

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

5280000000

Penjualan asalan kering

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

4320000000

Penjualan rotan poles

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

960000000

B.

Uang Keluar bonehau

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

B.1

Biaya Tetap

0

0

0

0

0

0

0

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

222277292

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

23760000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

118800000

Biaya listrik

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

7000000

Perbaikan dan pemeliharaan aset

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

2157292

Solar penggorengan

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

25200000

Bahan bakar

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

15360000

Biaya shipping

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

30000000

Pestisida/pengawet C

SALDO

D.

AKUMULASI

NERACA BONEHAU A.

Mesin (rupiah) Konstruksi (rupiah) B.2

Biaya Variabel Tali pengikat Kemasan

98


Pestisida/pengawet C

SALDO

D.

AKUMULASI

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

5057722708

69270427888

74328150596

79385873304

84443596012

89501318720

94559041428

99616764136

99


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.