Laporan Riset
Analisis Kredibilitas Anggaran Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar untuk Nelayan
Laporan Riset Analisis Kredibilitas Anggaran Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar untuk Nelayan Penulis Wulandari Reviewer Adenantera Dwicaksono Saiful Muluk Se�ng dan Layout Aang Kusmawan Credit Foto Cover Intan Roihatul Jannah Hasly Credit Foto Isi DPP KNTI Diterbitkan oleh Perkumpulan Inisia�f Jl. Suryalaya XVIII No.23, Cijagra, Kec. Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat 40265 Telepon: (022) 7331105. www.inisia�f.org
Peneli�an analisis kredibilitas anggaran BBM bersubsidi untuk nelayan ini merupakan Salah Satu komponen Program SPARK yang dijalankan Perkumpulan Inisia�f bekerja sama dengan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dan didukung oleh Interna�onal Budget Partnership (IBP).
KATA PENGANTAR Luasnya laut, panjangnya pantai, ribuan pulau-pulau kecil yang Indonesia miliki, �dak lantas berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir yang kehidupannya sangat tergantung pada sumber daya ikan. Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017 menunjukkan bahwa nelayan adalah salah satu profesi paling miskin di Indonesia. Sebanyak 11,34% orang di sektor perikanan tergolong miskin, lebih �nggi dibandingkan sektor pelayan restoran (5,56%), konstruksi bangunan (9,86%), serta pengelolaan sampah (9,62%). Menurut Badan Pusat Sta�s�k (BPS), pada tahun 2021 �ngkat kemiskinan ekstrem di Indonesia adalah 4% atau berjumlah 10,86 juta jiwa dari �ngkat angka kemiskinan nasional yang masih sebesar 10,14% atau sebanyak 27,54 juta jiwa. Dari jumlah penduduk miskin ekstrem sebesar 10,86 juta jiwa, 12,5% atau 1,3 juta jiwa diantaranya berada di wilayah pesisir. Hampir 85% nelayan di Indonesia didominasi oleh perikanan skala kecil yang beroperasi di sekitar perairan pantai. Kontribusi nelayan skala kecil sangat besar dalam produksi perikanan tangkap, namun nelayan skala kecil pada umumnya hidup dibawah garis kemiskinan. Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah salah satu komponen pen�ng dalam kegiatan usaha penangkapan ikan. Biaya yang dikeluarkan nelayan untuk BBM diperkirakan mencapai 50-70% dari total biaya operasional melaut, sehingga penyediaan BBM yang memadai, baik dari sisi kuan�tas maupun harga, sangat di butuhkan oleh nelayan kecil. Kebijakan subsidi BBM pada usaha perikanan dimaksudkan untuk membantu nelayan agar dapat membeli BBM sesuai kebutuhannya dengan harga lebih murah sehingga produk�vitas dan pendapatan nelayan meningkat. Prinsip dasar pemberian subsidi BBM kepada nelayan adalah harus tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat jumlah, sesuai dengan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Namun, nelayan kecil dan tradisional dengan bobot kapal kurang dari 30 GT masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan subsidi BBM jenis solar. Sehingga mereka membeli BBM jenis solar dari pengecer dengan harga lebih mahal, diluar harga resmi pemerintah. Hasil sosial audit yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisia�f bersama Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pada bulan April-Mei 2021, dengan jumlah responden 4.687 orang nelayan, menunjukkan bahwa 82,08% nelayan kecil �dak memiliki akses terhadap subsidi BBM. Atas kondisi itulah maka Perkumpulan Inisia�f melakukan peneli�an kredibilitas anggaran subsidi BBM solar untuk nelayan, yang merupakan �ndak lanjut dari sosial audit yang sudah dilakukan sebelumnya. Peneli�an kredibilitas anggaran mengkaji potret kuota dan realisasi BBM solar untuk nelayan, potret anggaran subsidi BBM solar untuk nelayan yang ditetapkan dengan yang direalisasikan, potret kebutuhan subsidi BBM solar berdasarkan wawancara dengan nelayan, potret jumlah nelayan, dan alur proses bisnis
Kata Pengantar dan Daftar Isi
subsidi BBM solar untuk nelayan serta peran aktor yang berwenang dalam memutuskan kebijakan subsidi BBM solar. Data peneli�an ini diambil dari tahun 2016-2020. Secara umum tujuan peneli�an ini adalah untuk menilai sejauh mana proses perencanaan, penganggaran, pendistribusian dan pengawasan subsidi BBM solar untuk nelayan telah memenuhi prinsip-prinisip transparansi, akuntabilitas dan par�sipasi dalam tata kelola Public Financial Management (PFM) serta kerangka analisis yang mengacu pada Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA). Anggaran yang kredibel mencerminkan kemampuan pemerintah untuk memberikan pelayanan publik sebagaimana tertuang dalam kebijakan pemerintah. Transparansi dan akuntabilitas adalah komponen pen�ng dari serangkaian reformasi belanja publik yang bertujuan untuk meningkatkan efek�vitas belanja publik. Perkumpulan Inisia�f berharap semoga hasil peneli�an ini mampu memberikan dorongan yang kuat kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola dalam proses perencanaan, penganggaran, pendistribusian dan pengawasan subsidi BBM solar untuk nelayan sehingga nelayan bisa mudah mengakses subsidi BBM solar. Terimakasih saya ucapkan kepada seluruh rekan-rekan di Perkumpulan Inisia�f yang telah menyelesaikan kegiatan peneli�an ini dengan maksimal. Kepada Wulandari, sebagai peneli� Perkumpulan Inisia�f memberikan apresiasi yang se�nggi-�ngginya. Kepada Adenantera Dwicaksono dan Saeful Muluk yang telah memberikan mentoring dan coaching kepada peneli� dalam peneli�an ini. Kepada Interna�onal Budget Partnership (IBP) yang telah mendukung peneli�an kredibilitas anggaran. Kepada Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) yang telah bersinergi dengan kami untuk mengkonsolidasi nelayan kecil dan tradisional dalam proses peneli�an ini dan juga kepada kawan-kawan NGO yang tergabung dalam Koalisis KUSUKA NELAYAN. Kami menyadari bahwa peneli�an ini masih membutuhkan penyempurnaan. Oleh karena itu kedepan kami akan menan�kan saran dan masukan yang membangun.
Bandung, Februari 2022
Dadan Ramdhan Sekretaris Jenderal Perkumpulan Inisia�f
DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN (1) 1.1. Latar Belakang (1) 1.2. Konsep Kredibilitas Anggaran (2) 1.3. Tujuan dan Sasaran Peneli�an (9) 1.4. Metodologi Peneli�an (9) 1.5. Responden Peneli�an (13) BAB 2 BISNIS PROSES SUBSIDI BBM JENIS BAHAN TERTENTU (JBT) SOLAR UNTUK NELAYAN (14) 2.1. Dasar Hukum (14) 2.2. Peran dan tanggung jawab lembaga yang berwenang dalam penyaluran BBM Bersubsidi (14) 2.3. Kewenangan pemerintah bidang perikanan tangkap (15) BAB 3 PROFIL DATA NELAYAN DAN JUMLAH KAPAL (19) 3.1. Definisi Nelayan (19) 3.2. Kriteria nelayan yang mendapat subsidi (20) 3.3. Data Jumlah Nelayan (20) BAB 4 POTRET KUOTA DAN REALISASI SUBSIDI BBM JENIS BAHAN TERTENTU (JBT) SOLAR UNTUK NELAYAN (24) BAB 5 POTRET ANGGARAN SUBSIDI BBM SOLAR (29) 5.1. Jenis Subsidi (29) 5.2. Potret Anggaran Subsidi (24 Jenis Subsidi) (29) 5.3. Perbandingan Realisasi Total Anggaran Subsidi dengan Realisasi Anggaran Subsidi BBM Solar Untuk Lima Sektor Berdasarkan LK-BUN Audited & LHP BPK RI Tahun 2016-2020 (30) 5.4. Perbandingan Anggaran Subsidi BBM Solar Untuk Lima Sektor Berdasarkan APBN-P VS Realisasi (31) 5.5. Potret Anggaran Subsidi BBM Solar Untuk Sektor Perikanan Periode 2016-2020 (31) 5.6. Kerangka Budget Reliability berdasarkan PEFA (35) BAB 6 KEBUTUHAN SUBSIDI BBM SOLAR UNTUK NELAYAN (38) BAB 7 KESIMPULAN (42) CATATAN KAKI DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS
01 Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu komponen pen�ng dalam kegiatan usaha
penangkapan ikan. Biaya yang dikeluarkan untuk BBM diperkirakan mencapai 50-70% dari total biaya operasional melaut1, sehingga penyediaan BBM yang memadai, baik dari sisi kuan�tas maupun harga, sangat di butuhkan oleh nelayan kecil dan tradisional. Oleh karena itulah pemerintah menerapkan kebijakan subsidi BBM. Subsidi pada hakikatnya merupakan instrumen fiskal yang bertujuan untuk memas�kan terlaksanakannya peran pemerintah dalam ak�vitas ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata2. Menurut Bappenas (2007), subsidi pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai: (1) alat pemerataan output melalui mekanisme peningkatan elas�sitas permintaan; (2) alat stabilitas harga melalui mekanisme intervensi harga; (3) alat op�malisasi output melalui mekanisme elas�sitas penawaran3. Secara umum ketentuan mengenai subsidi telah diatur dalam Pasal VI dan XVI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 dan secara khusus diatur dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM Agreement) 1994. Menurut SCM Ar�cle 1.1 huruf a dan b, subsidi merupakan bantuan keuangan dari pemerintah atau lembaga publik di wilayah negara anggota. Bentuk bantuan keuangan tersebut dibagi menjadi empat jenis, yaitu; (1) bantuan tunai langsung; (2) insen�f fiskal, seper� pemotongan pajak; (3) bantuan dalam penyediaan komoditas atau jasa, selain infrastruktur atau pembelian komoditas; dan (4) membayar beban yang harus dikompensasikan oleh lembaga swasta4. subsidi merupakan bantuan keuangan dari pemerintah atau lembaga publik di wilayah negara anggota. Bentuk bantuan keuangan tersebut dibagi menjadi empat jenis, yaitu; (1) bantuan tunai langsung; (2) insen�f fiskal, seper� pemotongan pajak; (3) bantuan dalam penyediaan komoditas atau jasa, selain infrastruktur atau pembelian komoditas; dan (4) membayar beban yang harus dikompensasikan oleh lembaga swasta. Kebijakan subsidi BBM pada usaha perikanan dimaksudkan untuk membantu nelayan agar dapat membeli BBM sesuai kebutuhannya dengan harga lebih murah sehingga produk�vitas dan pendapatan nelayan meningkat. Prinsip dasar pemberian subsidi BBM kepada nelayan adalah harus tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat jumlah sesuai dengan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
Pendahuluan
1
Namun, nelayan kecil dan tradisional dengan bobot kapal kurang dari 30 GT masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan subsidi BBM jenis solar. Sehingga mereka membeli BBM jenis solar di pengecer dengan harga lebih mahal, diluar harga resmi pemerintah5. Atas kondisi itulah maka kami dari Perkumpulan Inisia�f melakukan analisis kredibilitas anggaran subsidi BBM solar untuk nelayan. Analisis ini merupakan �ndak lanjut dari sosial audit yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisia�f pada periode April-Mei 2021. Responden nelayan dalam sosial audit berjumlah 4.687 orang. Hasil sosial audit menunjukkan bahwa 82,08% nelayan kecil �dak memiliki akses teradap subsidi BBM. Hal inilah yang ingin didalami oleh riset kredibilitas anggaran untuk mengetahui berapa kuota dan realisasi subsidi BBM solar untuk nelayan serta berapa anggaran yang ditetapkan dan yang direalisasikan untuk subsidi BBM solar untuk nelayan. Apakah nelayan kesulitan akses terhadap subsidi BBM ini karena kuota dan anggaran subsidi BBMnya sedikit atau ada faktor penyebab lainnya. 1.2.
Konsep Kredibilitas Anggaran
Salah satu bentuk penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik terefleksikan dari kredibilitas kebijakan fiskal. Hal ini pen�ng karena kredibilitas kebijakan fiskal merupakan upaya pemerintah untuk mempersempit kesenjangan (gap) antara anggaran yang direncanakan dengan realisasi anggaran. Kredibel yang dimaksud disini ialah berupa kebijakan yang mampu memberikan kualitas, kapabilitas atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan. Baxter dan Hauner et al dalam Nella (2015) kredibilitas didefinisikan sebagai ide yang �nggal dalam pelaku pasar tentang seberapa dekat hasil kebijakan akan kebijakan yang diumumkan. Ada �ga teori yang menjelasakan tentang kredibilitas kebijakan fiskal, yaitu: Pertama, teori keagenan,
menjelaskan tentang dua pelaku ekonomi yang saling
bertentangan yaitu prinsipal dan agen. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika prinsipal dan agen memiliki tujuan yang sama, maka agen akan mendukung dan melaksanakan semua yang diperintahkan oleh prinsipal. Seringkali kesulitan �mbul karena distribusi informasi yang asimetris yang menguntungkan agen termasuk dalam hal terjadinya adverse selec�on dan moral hazard. Kofman dan Lawarrée (1993) menjelaskan bahwa teori keagenan juga berlaku pada ranah perumusan kebijakan publik. Proses pengambilan keputusan dalam
2
Pendahuluan
kebijakan fiskal berwujud hubungan prinsipal-agen, dimana pemilih memberikan kekuasaan yang dimilikinya kepada poli�si terpilih. Kedua, teori signalling, teori ini �dak dapat dilepaskan dari teori prinsipal agen, di mana presiden membutuhkan kerja sama berbagai pemangku kepen�ngan untuk membiayai anggaran yang diajukannya. Para pemangku kepen�ngan di sisi lain, akan mencoba untuk mencapai tujuan pribadi atau kelompoknya dalam proses penganggaran, baik dengan memanfaatkan instrumen perpajakan dan belanja negara sebagai imbalan atas persetujuan terhadap anggaran yang telah diajukan. Dengan berbagai konflik kepen�ngan yang dihadapi, ada informasi asimetris yang memungkinkan Presiden untuk menjadi agen yang �dak mematuhi prinsipal. Presiden memiliki insen�f untuk membuat janji poli�k kepada publik yang berkaitan dengan penganggaran yang kemudian �dak dilaksanakan karena bertentangan dengan kepen�ngan pemangku kepen�ngan. Ke�ga, perspek�f prak�s, kredibilitas kebijakan fiskal dalam perspek�f prak�s dapat dilihat dari pengalihan dana yang dianggarkan dari tujuan semula. Pengalihan dana ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor sistemik dan lingkungan yang dihadapi. Pengalihan dana ini mulai dari pencurian langsung, hingga penyimpangan dana di dalam dan di antara lembaga-lembaga sektor publik, pengalihan yang �dak sah, dan intervensi antar-tahun dalam pelaksanaan anggaran oleh lembaga-lembaga pusat. Gap antara pengeluaran yang direncanakan dengan pengeluaran aktual dapat dimaknai secara posi�f maupun nega�f. Secara posi�f, gap tersebut dapat dibenarkan apabila mencerminkan reaksi lembaga-lembaga pemerintahan dalam merespons peris�wa �dak terduga selama tahun fiskal, tanpa harus mengorbankan implementasi program fiskal yang telah ditetapkan sebelumnya (Peters, 2002). Selain itu, gap pengeluaran dimaknai secara nega�f apabila disebabkan oleh kendala sistemik dalam manajamen pengeluaran. Transparansi dan akuntabilitas juga merupakan komponen pen�ng dari serangkaian reformasi belanja publik yang bertujuan untuk meningkatkan efek�vitas belanja publik6. Penger�an kredibilitas anggaran menurut Interna�onal Budget Partnership (IBP) yaitu “Whether a government meets its revenue and expenditure targets during the fiscal year. When actual spending deviates from the approved budget, we describe it as either underspent (if spending is less than what was allocated or overspent, if spending is greater than the alloca�on. The na�onal budget may be underspent or overspent in aggregate and/or within a specific area of the budget). Budget credibility describes the Pendahuluan
3
ability of governments to accurately and consistently meet their expenditure and revenue targets. At its core, budget credibility is about upholding government commitments and seeks to understand why governments deviate from these commitments”7. Selanjutnya menurut Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) “A credible budget reflects the ability of the government to deliver public services as enunciated in government policies (PEFA 2016)”8. Kredibilitas anggaran
merupakan bagian dari pembahasan Public Financial
Management (PFM). Isu tentang bagaimana mengelola PFM yang baik merupakan isu global yang kemudian menginisiasi beberapa negara dan organisasi internasional untuk membahas hal dan terbentuklah program Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) yang dimulai pada tahun 2001 oleh tujuh mitra pembangunan internasional yaitu The European Commission, Interna�onal Monetary Fund (IMF), World Bank, dan pemerintah Prancis, Norwegia, Swiss, serta Inggris. Pada tahun 2019, Kementerian Keuangan Republik Slowakia dan Kementerian Keuangan Grand Duchy of Luxembourg bergabung dengan kemitraan PEFA. Sejak tahun 2001 PEFA telah menjadi standar yang diakui untuk penilaian PFM. Lebih dari 600 laporan penilaian PFM dari 151 negara telah selesai pada 1 Oktober 2019. Pada dasarnya PEFA sebagai sarana untuk menyelaraskan penilaian PFM di seluruh organisasi mitra, menetapkan metodologi standar dan alat referensi untuk penilaian diagnos�k PFM. PEFA menyediakan kerangka kerja untuk menilai dan melaporkan kekuatan dan kelemahan PFM, menggunakan indikator kuan�ta�f untuk mengukur kinerja. Kerangka PEFA mencakup laporan yang memberikan gambaran umum tentang sistem PFM dan pengukuran berbasis buk� terhadap 31 indikator kinerja. Ini juga memberikan penilaian implikasi untuk kinerja sistem secara keseluruhan dan hasil manajemen keuangan publik yang diinginkan. Laporan PEFA menguraikan lingkungan ekonomi yang dihadapi oleh sektor publik, memeriksa sifat strategi dan perencanaan berbasis kebijakan, dan menganalisis bagaimana keputusan anggaran dilaksanakan. Penilaian PEFA memeriksa kontrol yang digunakan oleh pemerintah untuk memas�kan bahwa sumber daya diperoleh dan digunakan sebagaimana dimaksud. PEFA menyediakan kerangka kerja untuk penilaian transparansi dan akuntabilitas dalam hal akses ke informasi, pelaporan dan audit, dan dialog tentang kebijakan dan �ndakan PFM. PEFA memper�mbangkan lembaga, hukum, peraturan, dan standar yang digunakan oleh pemerintah dalam proses PFM. Kemudian 4
Pendahuluan
memeriksa hasil yang �mbul dari operasi PFM di bidang-bidang utama seper� realisasi anggaran, efek�vitas kontrol, dan ketepatan waktu pelaporan dan audit. Pemerintah menggunakan PEFA untuk mendapatkan potret dari kinerja PFM mereka sendiri. PEFA menawarkan dasar umum untuk memeriksa kinerja PFM di seluruh pemerintah nasional dan subnasional. Selain pemerintah, pengguna PEFA lainnya termasuk organisasi masyarakat sipil dan lembaga pembangunan internasional. Skor dan laporan PEFA memungkinkan semua pengguna informasi untuk mendapatkan gambaran singkat tentang kekuatan dan kelemahan sistem PFM suatu negara. Pengguna juga melihat implikasi dari hasil kinerja secara keseluruhan untuk tujuan utama disiplin fiskal, alokasi sumber daya strategis, dan pemberian layanan yang efisien. Analisis PEFA dengan demikian berkontribusi pada dialog tentang kebutuhan dan prioritas untuk reformasi PFM9. Berdasarkan kerangka PEFA budget reliability merupakan pilar pertama dengan �ga indikator dan enam dimensi, seper� dalam tabel berikut ini10: PI-1 Agregat Expenditure Ou�urn PI-1 Realisasi Pengeluaran agregat
No
Pilar
Indikator Realisasi Pengeluaran agregat
Dimensi Realisasi Pengeluaran agregat Realisasi komposisi pengeluaran berdasarkan fungsi
Realisasi komposisi pengeluaran
01 Keandalan anggaran
Realisasi komposisi pengeluaran berdasarkan jenis ekonomi Pengeluaran dari cadangan kon�ngensi
Realisasi Pendapatan Agregat Revenue ou�urn (adjusted) Realisasi pendapatan Realisasi komposisi (disesuaikan) pendapatan
Pendahuluan
5
PI-2- Expenditure Composi�on Ou�urn PI-2 Realisasi Komposisi Pengeluaran Score A
B
C
D
Minimum requirements for scores Aggregate expenditure outturn was between 95% and 105% of the approved aggregate budgeted expenditure in at least two of the last three years Realisasi pengeluaran agregat adalah antara 95% dan 105% dari pengeluaran agregat yang disetujui dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Aggregate expenditure outturn was between 90% and 110% of the approved aggregate budgeted expenditure in at least two of the last three years. Realisasi pengeluaran agregat adalah antara 90% dan 110% dari pengeluaran agregat yang disetujui dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Aggregate expenditure outturn was between 85% and 115% of the approved aggregate budgeted expenditure in at least two of the last three years. Realisasi pengeluaran agregat adalah antara 85% dan 115% dari pengeluaran agregat yang disetujui dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Performance is less than required for a C score. Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C.
2.1. Expenditure composi�on ou�urn by func�on 2.1. Realisasi komposisi pengeluaran berdasarkan fungsi
Score A
B
C
D
6
Pendahuluan
Minimum requirements for scores Variance in expenditure composition by program, administrative or functional classification was less than 5% in at least two of the last three years. Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan program, klasifikasi administratif atau fungsional kurang dari 5% dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Variance in expenditure composition by program, administrative or functional classification was less than 10% in at least two of the last three years. Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan program, klasifikasi administratif atau fungsional kurang dari 10% dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Variance in expenditure composition by program, administrative or functional classification was less than 15% in at least two of the last three years. Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan program, klasifikasi administratif atau fungsional kurang dari 15% dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Performance is less than required for a C score. Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C.
2.2. Expenditure composi�on ou�urn by economic type 2.2. Realisasi komposisi pengeluaran berdasarkan jenis ekonomi Score A
B
C
D
Minimum requirements for scores Variance in expenditure composition by economic classification was less than 5% in at least two of the last three years. Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan klasifikasi ekonomi kurang dari 5% dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Variance in expenditure composition by economic classification was less than 10% in at least two of the last three years. Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan klasifikasi ekonomi kurang dari 10% dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Variance in expenditure composition by economic classification was less than 15% in at least two of the last three years. Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan klasifikasi ekonomi kurang dari 15% dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Performance is less than required for a C score. Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C.
2.3. Expenditure from con�ngency reserves 2.3. Pengeluaran dari cadangan kon�ngensi Score A
B
C
D
Minimum requirements for scores Actual expenditure charged to a contingency vote was on average less than 3% of the original budget. Pengeluaran aktual yang dibebankan pada pemungutan suara kontingensi rata rata kurang dari 3% dari anggaran asli. Actual expenditure charged to a contingency vote was averaging between 3% and 6%, inclusive, of the original budget. Pengeluaran aktual yang dibebankan pada pemungutan suara kontingensi rata rata antara 3% dan 6%, inklusif, dari anggaran asli. Actual expenditure charged to a contingency vote was on average more than 6% but less than 10% of the original budget. Pengeluaran aktual yang dibebankan pada pemungutan suara kontingensi rata rata lebih dari 6% tetapi kurang dari 10% dari anggaran asli. Performance is less than required for a C score. Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C.
PI-3 Revenue Ou�urn (adjusted) PI-3 Realisasi pendapatan (disesuaikan) 3.1. Aggregate Revenue Ou�urn 3.1. Realisasi Pendapatan Agregat
Pendahuluan
7
Score A
B
C
D
Minimum requirements for scores Actual revenue was between 97% and 106% of budgeted revenue in at least two of the last three years. Pendapatan aktual adalah antara 97% dan 106% dari pendapatan yang dianggarkan dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Actual revenue was between 94% and 112% of budgeted revenue in at least two of the last three years. Pendapatan aktual adalah antara 94% dan 112% dari pendapatan yang dianggarkan dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Actual revenue was between 92% and 116% of budgeted revenue in at least two of the last three years. Pendapatan aktual adalah antara 92% dan 116% dari pendapatan yang dianggarkan dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Performance is less than required for a C score. Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C.
3.2. Revenue Composi�on Ou�urn 3.2. Realisasi komposisi pendapatan Score A
B
C
D
Minimum requirements for scores Variance in revenue composition was less than 5% in two of the last three years. Varian dalam komposisi pendapatan kurang dari 5% dalam dua dari tiga tahun terakhir. Variance in revenue composition was less than 10% in two of the last three years. Varian dalam komposisi pendapatan kurang dari 10% dalam dua dari tiga tahun terakhir. Variance in revenue composition was less than 15% in two of the last three years. Varian dalam komposisi pendapatan kurang dari 15% dalam dua dari tiga tahun terakhir. Performance is less than required for a C score. Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C.
Atas dasar kerangka tersebut, maka analisis kredibilitas anggaran yang dilakukan mengacu pada PEFA. Namun karena keterbatasan data, maka indikator dan dimensi yang bisa dianalsis yaitu PI-1 Realisasi Pengeluaran agregat dan PI-2 Realisasi Komposisi Pengeluaran untuk dimensi 2.1. realisasi komposisi pengeluaran berdasarkan fungsi. Beberapa data yang �dak bisa diakses yaitu: 1. Data anggaran subsidi BBM solar untuk lima sektor yaitu usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi dan pelayanan umum. Data yang tersedia dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) yaitu data belanja subsidi BBM Solar secara ageragat. 2. Data kuota dan realisasi BBM Solar Sektor Perikanan BPH Migas Tahun 2016-2018. Data yang tersedia hanya dua tahun yaitu 2019-2020, sehingga kalkulasi tahun 20168
Pendahuluan
2017 menggunakan perhitungan dari data yang diperoleh dua tahun. 1.3. Tujuan dan Sasaran Peneli�an Analisis kredibilitas anggaran bertujuan untuk menilai sejauh mana anggaran subsidi BBM solar untuk nelayan telah memenuhi prinsip-prinisip transparansi, akuntabilitas dan par�sipasi dalam tata kelola Public Financial Management (PFM) serta kerangka analisis yang mengacu pada Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA). Dari tujuan tersebut, diuraikan menjadi lima sasaran peneli�an yaitu: 1. Mengiden�fikasi alur proses bisnis BBM JBT solar untuk usaha perikanan. 2. Mengiden�fikasi data jumlah nelayan 3. Mengiden�fikasi kuota dan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan. 4. Mengiden�fikasi potret anggaran subsidi BBM JBT solar untuk nelayan, yang melipu� anggaran yang di tetapkan dengan anggaran yang direalisasikan. 5. Membandingkan kebutuhan dengan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan dalam kilo liter dan anggaran dalam rupiah. 1.4. Metodologi Untuk mencapai lima sasaran peneli�an dalam analisis kredibilitas anggaran, maka metodologi yang dilakukan yaitu: 1. Sasaran peneli�an pertama: mengiden�fikasi alur proses bisnis BBM JBT solar untuk usaha perikanan.
No
Aspek
1
Pendekatan Peneli�an
2
Metode Pengumpulan Data
Uraian Melakukan analisis regulasi tentang subsidi BBM untuk nelayan. Mengumpulkan regulasi mulai dari undang-undang,
Peraturan
Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Badan Pengatur Hilor Minyak dan Gas Bumi Menganalisis peran masing-masing aktor dalam alur proses bisnis subsidi BBM solar untuk nelayan dalam mulai perencanaan, penganggaran,
penyediaan,
pendistribusian,
pengawasan
dan
evaluasi, serta pelaporan dan pertanNoggungjawaban. Aktor-aktor
3
Metode Analisis Data
tersebut antara lain: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian ESDM, BPH Migas, Kementerian Keuangan, Komisi VII DPR RI, Pertamina, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota, Kepala Pelabuhan Perikanan (KSOP), Lembaga Penyalur (SPBN, SPDN, APMS), Pemerintah Desa, Nelayan, Organisasi Nelayan.
. Pendahuluan
9
2. Sasaran peneli�an kedua: mengiden�fikasi data jumlah nelayan No 2.1.
Aspek Pendekatan Penelitian
Uraian Melakukan
pendekatan
kuantitatif
dengan
membandingkan data sekunder tentang
jumlah
nelayan berdasarkan data KUSUKA dan data statistik kkp 2.2.
Metode Pengumpulan Data
Data jumlah nelayan dikumpulkan dari dua sumber yaitu data KUSUKA dan data statistik kkp, kemudian dilihat apakah ada perbedaan data atau tidak. Selanjutnya menentukan data mana yang akan digunakan untuk menghiting kebutuhan BBM solar untuk nelayan.
2.3.
Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara: -
menyandingkan data jumlah nelayan berdasarkan data KUSUKA dengan data statistik kkp.
-
memprosentasekan
perbedaan
jumlah
data
nelayan berdasarkan data KUSUKA dengan data statistik kkp per provinsi. -
mengidentifikasi
jumlah nelayan berdasarkan
kapasitas kapal yang digunakan oleh nelayan yang berukuran 5-10 gross ton, 10-20 gross ton dan 2030 gross ton berdasarkan jenis kapal motor, motor tempel & perahu tanpa motor. -
mengkategorikan nelayan berdasarkan nelayan tangkap laut dan nelayan perairan umum darat (PUD)
10
Pendahuluan
3. Sasaran peneli�an ke�ga: mengiden�fikasi kuota dan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan No
Aspek
3.1.
Pendekatan Penelitian
Uraian Melakukan
pendekatan
kuantitatif
dengan
membandingkan data kuota dengan realisasi subsidi BBM solar dalam kilo liter/tahun mulai dari tahun 2016-2020 3.2.
Metode Pengumpulan Data
Data kuota dan realisasi subsidi BBM solar untuk nelayan dikumpulkan berdasarkan sumber dari BPH Migas untuk periode tahun 2016-2020
3.3.
Metode Analisis Data
Data dianalisis dengan menyandingkan jumlah kuota dan realisasi subsidi BBM solar untuk nelayan kemudian dicari rerata kuota dan realisasi dari tahun 2016-2020. Setelah itu dihitung berapa prosentase realisasi subsidi BBM solar untuk nelayan dari kuota yang ditetapkan.
4. Sasaran peneli�an keempat: mengiden�fikasi potret anggaran subsidi BBM JBT solar untuk nelayan, yang melipu� anggaran yang di tetapkan dengan anggaran yang direalisasikan No
01
02
Aspek
Uraian
Pendekatan
Melakukan pendekatan kuan�ta�f dengan menganalisis
data anggaran
Peneli�an
subsidi BBM solar untuk nelayan mulai dari tahun 2016-2020 dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Laporan
Metode
Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) Mengakses data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa
Pengumpulan
Keuangan (BPK) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN)
Data
dari website BPK dan LK BUN. Kemudian mempelajari laporan tersebut dan
Metode
fokus mencari data subsidi BBM solar untuk nelayan Data dianalisis dengan cara:
Analisis Data 03
-menghitung total anggaran subsidi yang bersumber dari APBN berdasarkan APBN-P, DIPA dan realisasi anggaran dalam periode tahun 2016-2020. mengiden�fikasi jenis-jenis subsidi yang ditetapkan dalam APBN dan BBM solar hanyalah salah satu jenis subsidi yang dianggarkan dalam APBN.
Pendahuluan
11
Metode
menghitung jumlah anggaran subsidi BBM solar untuk sektor perikanan
Analisis Data
dilakukan dengan cara: menghitung kuota BBM solar dikalikan dengan harga subsidi di tahun tersebut, begitupun dengan realisasi subsidi BBM solar untuk nelayan dihitung berdasarkan realisasi di tahun tersebut dikalikan dengan jumlah harga subsidi ditahun yang bersangkutan. Dengan demikian akan bisa dihitung berapa jumlah anggaran subsidi
03
BBM solar untuk nelayan menyandingkan jumlah kuota dan realisasi anggaran subsidi BBM solar untuk nelayan kemudian dicari rerata kuota dan realisasi anggaran dari tahun 2016-2020. Setelah itu dihitung berapa prosentase anggaran realisasi subsidi BBM solar untuk nelayan dari anggaran kuota yang ditetapkan.
5. Sasaran peneli�an kelima: membandingkan kebutuhan dengan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan dalam kilo liter dan anggaran dalam rupiah No 01
Aspek
Uraian
Pendekatan
Pendekatan peneli�an yaitu kualita�f dengan menggunakan metoda
Peneli�an Metode
wawancara dengan nelayan KNTI Pertama
Pengumpulan Data
Hasil wawancara dimasukkan dalam template dengan susunan kolom A-L dengan rincian �ap kolom yaitu A. No B. Nama nelayan yang diwawancara C. Lokasi nelayan KNTI D. Indikator •
Trip/bulan
•
Trip/tahun
•
BBM Solar/liter/trip
•
BBM Solar/bulan
•
BBM Solar/tahun
E. Jenis kapal yaitu kapal motor ukuran kapal 5 GT F. Jenis kapal yaitu motor tempel ukuran kapal 5 GT G. Jenis kapal yaitu kapal motor ukuran kapal 5-10 GT H. Jenis kapal yaitu motor tempel ukuran kapal 5-10 GT I. Jenis kapal yaitu kapal motor ukuran kapal 10-20 GT J. Jenis kapal yaitu motor tempel ukuran kapal 10-20 GT K. Jenis kapal yaitu kapal motor ukuran kapal 20-30 GT L. Jenis kapal yaitu motor tempel ukuran kapal 20-30 GT
12
Pendahuluan
No
Aspek
Uraian Kedua Analisis sesuai dengan jumlah responden yang diwawancara dan per indikator, dengan template A-H A. No B. Nama responden nelayan KNTI yang diwawancara C. Lokasi nelayan KNTI D. Trip/bulan E. Trip/tahun F. BBM Solar/liter/trip G. BBM Solar/bulan H. BBM Solar/tahun Cari average (rerata) dari �ap kolom tersebut) berdasarkan ukuran kapal 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT dan 20-30 GT.
Metode Pengumpulan Data
Ke�ga Merekap seluruhnya dengan template A-M A. No B. Jenis Kapal berdasarkan ukuran kapal 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT dan 20-30 GT. C. Jumlah Kapal KUSUKA < 30 GT D. Average (rerata) Trip/bulan E. Average (rerata) Trip/tahun F. Average (rerata) BBM Solar/liter/trip G. Average (rerata) BBM Solar/bulan H. Average (rerata) BBM Solar/tahun I. Es�masi BBM Liter/Bulan J. Es�masi BBM Kilo Liter/Bulan K. Es�masi BBM Liter/Tahun L. Es�masi BBM Kilo Liter/Tahun M. Anggaran Subsidi BBM Rp 500/Liter/Tahun Keempat Membandingkan data jumlah kebutuhan BBM solar untuk nelayan berdasarkan hasil wawancara dalam kilo liter dan rupiah dengan realisasi subsidi BBM solar untuk nelayan berdasarkan data BPH Migas
1.5. Responden Peneli�an Responden peneli�an kredibilitas anggaran yaitu nelayan KNTI yang memiliki kriteria sebagai berikut: • • •
Nelayan Tangkap Laut dan Perairan Umum Darat (PUD) Menggunakan Kapal Motor dan Motor Tempel Ukuran Mesin Kapal 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT dan 20-30 GT
Pendahuluan
13
02 Bisnis Proses Subsidi BBM Jenis Bahan Tertentu (JBT) Solar untuk Nelayan
2.1.
Dasar Hukum Dasar Hukum Kebijakan Penyediaan dan Pendistribusian BBM, khususnya padakegiatan
perikanan tangkap antara lain: 1. Undang Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 2. Peraturan Pemerintah No 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. 3. Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan PP No 30 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. 4. PERPRES No 43 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Perpres No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. 5. Peraturan ESDM No 6 Tahun 2014 sebagaimana tentang Perubahan atas Permen ESDM No 18 Tahun 2013 tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Untuk Konsumen Pengguna Tertentu. 6.
Peraturan ESDM No 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Liquefied Petroleum Gas.
7. Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan pada Daerah yang belum terdapat penyalur. 8. Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.
2.2. Peran dan tanggung jawab lembaga yang berwenang dalam penyaluran BBM Bersubsidi Lembaga yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam penyaluran BBM Bersubsidi bagi nelayan dapat dilihat di tabel 1 di bawah ini
bisnis proses subsidi bbm Jenis Bahan Tertentu (JBT) solar untuk nelayan 14
Tabel 1 Peran dan tanggung jawab lembaga yang berwenang dalam penyaluran BBM Bersubsidi Lembaga Peranan Badan Pengatur Hilir Minyak - Melakukan pengaturan, pengawasan dan verifikasi dan Gas Bumi Republik terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan Indonesia (BPH Migas) pendistribusian BBM; - Dalam mengkoordinasikan pengawasan BBM subsidi, Badan Pengatur dapat bekerjasama dengan instansi terkait dan/ atau Pemerintah Daerah melalui Menteri Dalam Negeri; dan - Menetapkan alokasi volume BBM tertentu Kementerian Kelautan dan - Menentukan lokasi sentra nelayan yang membutuhkan Perikanan (KKP) BBM Subsidi - Merekomendasikan titik lokasi dan calon pengelola lembaga penyalur khusus nelayan - Mengevaluasi kebutuhan BBM berdasar data jumlah kapal dan data pendukung lainnya PT Pertamina - Memastikakan BBM subsidi tersalur dengan baik sesuai (Perusahaan Pertambangan kuota yang ditetapkan oleh lembaga penyalur yang Minyak dan Gas Bumi Negara) ditunjuk - Membentuk lembaga penyalur yang telah direkomendasikan oleh KKP Kementerian Keuangan Bersama menteri di bidang minyak gas dan bumi melakukan penyusunan perkiraan subsidi bbm dan proses penyelesaian sesuai dengan ketentuan perundangundangan
2.3.
Kewenangan pemerintah bidang perikanan tangkap Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa
bidang Kelautan dan Perikanan masuk sebagai urusan pemerintahan konkuren yang merupakan Urusan Pemerintahan Pilihan dan bukan Urusan Pemerintahan Wajib. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota yang diserahkan kepada Daerah dan menjadi dasar dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Dengan demikian, dalam urusan bidang kelautan dan perikanan dibagi antara pemerintahan, Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten.
15
bisnis proses subsidi bbm Jenis Bahan Tertentu (JBT) solar untuk nelayan
Tabel 2 Pembagian Sub Urusan Perikanan Tangkap dalam Bidang Kelautan dan Perikanan Pemerintah Pusat 1. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah laut di atas 12 mil 2. Estimasi stok ikan nasional dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) 3. Penerbitan izin usaha perikanan tangkap untuk : a. Kapal perikanan berukuran di atas 30 Gross Tonase (GT); dan b. di bawah 30 GT Gross Tonase (GT) yang menggunakan modal asing dan /atau tenaga kerja asing 4. Penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan nasional dan internasional 5. Penerbitan izin pengadaan kapal penankap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran di atas 30 GT 6. Pendaftaran kapal perikanan di atas 30 GT
1.
2.
3.
4.
5.
Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/Kota Pengelolaan penangkapan 1. Pemberdayaan ikan di wilayah laut sampai nelayan kecil dalam dengan 12 mil Daerah kabupaten/ Penerbitan surat izin kota usaha perikanan tangkap 2. Pengelolaan dan untuk kapal perikanan penyelenggaraan berukuran diatas 5 GT Tempat Pelelangan sampai dengan 30 GT Ikan (TPI) Penetapan lokasi 3. Penerbitan sertifikat pembangunan serta pendaftaran kapal pengelolaan pelabuhan penangkap kecil perikanan provinsi Penerbitan izin pengadaan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran di atas 5 GT sampai dengan 30 GT Pendaftaran kapal perikanan di atas 5 GT sampai dengan 30 GT
bisnis proses subsidi bbm Jenis Bahan Tertentu (JBT) solar untuk nelayan 16
Tabel 3. Bisnis Proses Subsidi BBM Solar Untuk Nelayan Aktor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Perencanaan
Penganggaran
Penyediaan
(1) Menentukan lokasi sentrasentra nelayan untuk pendistribusian BBM; (2) Merekomendasikan titik lokasi dan calon pengelola lembaga penyalur khusus nelayan.
Kementerian Melakukan penetapan ESDM perencanaan volume kebutuhan tahunan dan volume penjualan tahunan Jenis BBM Tertentu BPH Migas Mengajukan usulan kepada Menteri ESDM mengenai perencanaan volume kebutuhan tahunan dan volume penjualan tahunan Jenis BBM Tertentu /Subsidi. Kemenkeu Menetapkan pagu Subsidi BBM, KPA BUN mengajukan usulan penyediaan dana subsidi kepada Dirjen Anggaran dan KPA BUN menyalurkan dana subsidi kepada badan usaha (Pertamina)
Pendistribusian
Pengawasan & Evaluasi Mengevaluasi kebutuhan BBM nelayan secara akurat berdasarkan data jumlah kapal nelayan dan data pendukung lainnya.
Menetapkan volume dan kuota BBM per kabupaten/kota setiap tahunnya.
Melakukan pengawasan atas penyediaan dan pendistribusian BBM Jenis Tertentu untuk nelayan
Pelaporan & Pertanggungjawaban
Tabel 3. Bisnis Proses Subsidi BBM Solar Untuk Nelayan Aktor
Perencanaan
Komisi VII DPR
Penyediaan
Pendistribusian
Pengawasan dan Pelaporan dan Evaluasi Pertanggungjawaban
Memberikan persetujuan atas nilai subsidi dan jumlah kuota subsidi dan tambahan kuota subsidi Mengajukan Menyediakan (1) Melakukan penyaluran BBM permintaan BBM bersubsidi kepada konsumen pembayaran dana Bersubsidi pengguna dalam usaha perikanan; subsidi kepada (2) Membentuk lembaga penyalur Kementrian untuk nelayan yang Keuangan/KPA BUN direkomendasikan oleh KKP.
Pertamina
Dinas Kelautan Mengusulkan kuota dan Perikanan provinsi terkait BBM Provinsi bersubsidi Dinas Kelautan Mengusulkan kuota dan Perikanan kabupaten terkait BBM Kabupaten/Kota bersubsidi Kepala Pelabuhan Perikanan (KSOP) Pemerintah Desa Lembaga Penyalur (SPBN, SPDN, APMS) Nelayan
Organisasi Nelayan
Penganggaran
Mengusulkan kuota subsidi BBM sesuai kebutuhan nelayan yang menjadi anggota
PT Pertamina memberikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi BBM kepada KPA BUN
Menerbitkan surat rekomendasi pembelian BBM di bawah 5 GT Menerbitkan surat rekomendasi pembelian BBM di atas 5 GT
Memberikan surat rekomendasi pembelian BBM kepada pengguna Melakukan penyaluran BBM bersubsidi kepada konsumen pengguna/usaha perikanan (1) Konsumen pengguna (usaha perikanan) mengajukan surat rekomendasi. (2) Menerima subsidi sesuai dengan kriteria. (3) Nelayan melakukan pembelian BBM bersubsidi kepada lembaga penyalur. Potensi untuk mengorganisir penyaluran subsidi untuk anggota secara kolektif
Memantau penyaluran subsidi
03 Profil Nelayan dan Jumlah Kapal
3.1.
Definisi Nelayan UU No 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan
dan Petambak Garam Pasal 1 Ayat 3 menjelaskan bahwa nelayan adalah se�ap orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 26, penger�an se�ap orang itu adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang �dak berbadan hukum. Adapun penger�an penangkapan ikan berdasarkan Pasal 1 Ayat 8 adalah kegiatan untuk memperoleh Ikan di perairan yang �dak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat dan cara yang mengedepankan asas keberlanjutan dan kelestarian, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Nelayan dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan UU No 7 Tahun 2016, Pasal 1 Ayat 4,5,6,7 dan Pasal 6 yaitu :
1. Nelayan Kecil adalah Nelayan yang melakukan Penangkapan Ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang �dak menggunakan kapal penangkap Ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap Ikan berukuran paling besar 10 (sepuluh) gros ton (GT). 2. Nelayan Tradisional adalah Nelayan yang melakukan Penangkapan Ikan di perairan yang merupakan hak Perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal. 3. Nelayan Buruh adalah Nelayan yang menyediakan tenaganya yang turut serta dalam usaha Penangkapan Ikan. 4. Nelayan Pemilik adalah Nelayan yang memiliki kapal penangkap Ikan, baik dalam satu unit maupun dalam jumlah kumula�f lebih dari 10 (sepuluh) GT sampai dengan 60 (enam puluh) GT yang dipergunakan dalam usaha Penangkapan Ikan.
Jenis Usaha Perikanan
Sumber: diolah dari hasil analisis regulasi UU No 7 Tahun 2016
Profil data nelayan dan jumlah kapal 19
3.2.
Kritera nelayan yang mendapat subsidi BBM Dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan,
Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak telah memberikan kuota subsidi BBM Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) berupa minyak solar, salah satunya untuk usaha perikanan. Subsidi BBM Jenis JBT Tertentu minyak solar diperuntukan bagi:
1. Nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dengan ukuran maksimum 30 (�ga puluh) GT yang terda�ar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari Pelabuhan Perikanan atau Kepala SKPD Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. 2. Pembudidaya Ikan Skala Kecil (kincir) dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan.
Dalam analisis ini, peneli� memfokuskan menganalisis data nelayan yang layak mendapatkan subsidi BBM jenis BBM JBT minyak solar dengan kriteria sebagai berikut: 1. Nelayan adalah se�ap orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan 2. Nelayan perseorangan bukan korporasi 3. Wilayah tangkapan ikannya di laut dan perairan umum darat (PUD), sehingga disebut nelayan laut dan nelayan perairan umum darat (PUD) 4. Memiliki kapal motor dan motor tempel 5. Ukuran kapal maksimal < 30 GT 6. Tidak dalam keadaan dibudidayakan 7. Data rujukan nelayan berdasarkan Data KUSUKA 3.3.
Data Jumlah Nelayan
Pada bagian data nelayan, peneli� membandingkan data nelayan berdasarkan data h�ps:// sta�s�k.kkp.go.id/ jumlah nelayan tahun 2018 dan 2019 dengan jumlah nelayan berdasarkan Data Kusuka. Perbandingan Jumlah Nelayan Tangkap Laut dan PUD Tahun 2018 dan 2019 dengan jumlah nelayan data Kusuka dapat dilihat dibawah ini.
20
Profil data nelayan dan jumlah kapal
Sumber: Database KUSUKA, Satu Data KP, diunduh per 6 Juli 2021. PUSDATIN, KKP, 2021 dan h�ps://sta�s�k.kkp.go.id/ Jumlah Nelayan Tahun 2019
Perbandingan Jumlah Nelayan Tangkap Laut dan PUD Tahun 2018 dan 2019
Sumber: h�ps://sta�s�k.kkp.go.id/ Jumlah Nelayan Tahun 2018 dan 2019
Jumlah Kapal Nelayan Berdasarkan Ukuran Kapal < 30 GT Tahun 2021
Sumber: Database KUSUKA, Satu Data KP, diunduh per 6 Juli 2021. PUSDATIN, KKP, 2021 Diambil dari PPT Budi Sulis�yo Staf Ahli Menteri Bidang Kerjasama dan Hubungan antar lembaga Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pada acara Diskusi Publik Nasional BBM Bersubsidi Untuk Nelayan Kecil, 7 Juli 2021
Profil data nelayan dan jumlah kapal 21
Perbandingan Data Nelayan Per Provinsi Menurut Database KUSUKA dengan Sta�s�k KKP No
PROVINSI
1 2
Jawa Barat DKI Jakarta
3
Bengkulu
4
Maluku Utara
5 6
Nelayan Tangkap & Nelayan KUSUKA yang memiliki PUD (Kapal Motor, kapal < 30 GT Motor Tempel 10,395 1,137
214% 174%
4,885
3,917
125%
7,634
6,808
112%
Nusa Tenggara Barat
23,817
21,538
111%
Sumatera Selatan
13,207
11,981
110%
7
Sulawesi Barat
12,814
12,973
99%
8
938
84%
9
Daerah Istimewa Yogyaka rta Jawa Tengah
37,997
45,358
84%
10
Aceh
22,817
27,827
82%
11
Banten
8,336
10,322
81%
12
Sulawesi Selatan
50,746
62,496
81%
13
Sumatera Utara
31,770
39,469
80%
14
Riau
15,286
20,702
74%
15
Jawa Timur
43,284
59,875
72%
16
Lampung
8,190
11,506
71%
17
Sulawesi Tenggara
24,507
34,464
71%
18
Sulawesi Utara
14,270
20,397
70%
19.
Jambi
3,282
5,163
64%
20.
Gorontalo
7,321
11,595
63%
21
Bali
12,180
19,721
62%
22
Kepulauan Riau
14,512
23,380
62%
23
Kalimantan Tengah
12,513
20,180
62%
24
Sumatera Barat
9,129
14,974
61%
25
Kalimantan Utara
6,790
11,237
60%
26
Nusa Tenggara Timur
11,625
19,275
60%
27
Papua Barat
4,258
9,006
47%
28
Sulawesi Tengah
19,619
46,445
42%
29
Kalimantan Barat
9,874
24,393
40%
30
12,322
32,969
37%
31
Kepulauan Bangka Belitung Kalimantan Selatan
17,770
69,196
26%
32
Papua
2,624
10,108
26%
33
Kalimantan Timur
19,219
76,083
25%
34
Maluku
8,294
69,040
12%
Grand Total
22,240 1,983
Persentase
789
515,904
864,868
60%
Sumber: Database KUSUKA, Satu Data KP, diunduh per 6 Juli 2021. PUSDATIN, KKP, 2021 dan https://statistik.kkp.go.id/ Jumlah Nelayan Tahun 2019
Profil data nelayan dan jumlah kapal 22
Temuan Penelitian Pada Data Nelayan �
Gambaran data pada bagian 3 menunjukan bahwa adanya perbedaan data nelayan berdasarkan data KUSUKA dengan statistik KKP. Jumlah nelayan menurut data KUSUKA yang memiliki kapal < 30 GT berjumlah 515,904 (database KUSUKA, Satu Data KP, diunduh per 6 Juli 2021, PUSDATIN, KKP, 2021). Sedangkan
menurut sumber https://statistik.kkp.go.id/ tahun 2019, jumlah nelayan yaitu
864,868 jiwa. Data nelayan yang tersedia di statistik.kkp. go.id hanya ada tahun 2019 yang terakhir, sedangkan data tahun 2021 belum tersedia. Dengan demikian peneliti membandingkan data Kusuka tahun 2021 dengan data statistik kkp tahun 2019. �
Dalam sumber statistik kkp tidak ada penjelasan ukuran kapal nelayan dal am gross ton, namun dalam data KUSUKA sudah dijelaskan jumlah nelayan berdasarkan ukuran kapal dalam gross ton.
Profil data nelayan dan jumlah kapal 23
04 Potret Kuota dan Realisasi Subsidi BBM Jenis Bahan Tertentu (JBT) Solar untuk Nelayan
Mengacu pada Perpres 191 Tahun 2014, usaha perikanan mendapat bagian dari Jenis BBM Tertentu (JBT) dengan konsumen pengguna pada Usaha Perikanan, salah satunya adalah nelayan yang menggunakan kapal dengan ukuran di bawah dari 30 GT. Kuota subsidi bagi nelayan adalah sebesar 25 KL/bulan, ar�nya se�ap satu orang nelayan mendapatkan kuota subsidi BBM JBT Tertentu minyak solar sebesar 25 KL/ bulan, atau 25.000 Liter/bulan. Jika dibagi per hari ar�nya se�ap nelayan mendapatkan subsidi BBM 833,3 Liter per hari atau 0,833 KL per hari. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Untuk Usaha Perikanan Tangkap. Tertulis dalam Pasal 3 Ayat (1) Jenis BBM Tertentu untuk usaha perikanan tangkap berupa Minyak Solar (gas oil) atau dengan nama lain yang sejenis dengan standar dan mutu (spesifikasi) yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Ayat (2) Pemberian Minyak Solar (gas oil) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk se�ap kapal perikanan dengan pemakaian paling banyak 25 (dua puluh lima) kilo liter/bulan. Saat ini Permen KP Nomor 13 Tahun 2015 sudah dicabut namun hal ini bisa digunakan sebagai perbandingan. Pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 Pasal 2 Ayat (1) dijelaskan bahwa harga jual eceran minyak solar di ��k serah, untuk se�ap liter ditetapkan dengan harga dasar ditambah PPN dan PBBKB serta dikurangi subsidi paling banyak sebesar Rp 1.000 (seribu rupiah). Berdasarkan Permen ESDM No. 27 Tahun 2016, acuan nilai subsidi yang digunakan adalah Rp 500/liter untuk tahun 2016 & 2017. Kemudian berdasarkan Permen ESDM No. 40 Tahun 2018 acuan nilai subsidi Rp2.000/liter untuk tahun 2018 & 2019. Selanjutnya Rp 1.000/ liter nilai subsidi pada tahun 2020. Berdasarkan Perpres No. 191 Tahun 2014 Konsumen pengguna JBT Minyak Solar ada 5 yaitu: (1) Usaha Perikanan; (2) Usaha Pertanian; (3) Usaha Mikro; (4) Pelayanan Umum ; (5) Kendaraan. Adapun kategori penerima BBM Subsidi JBT miyak solar menurut BPH Migas yaitu:
Potret kuota dan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan 24
Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa nelayan yang layak dapat subsidi BBM JBT minyak solar yaitu: 1. Nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dengan ukuran maksimum 30 (�ga puluh) GT. 2. Nelayan terda�ar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan dengan verifikasi. 3. Nelayan yang mendapat surat rekomendasi dari Pelabuhan Perikanan atau Kepala SKPD Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. 4. Pemberian minyak solar untuk se�ap kapal perikanan dengan pemakaian paling banyak 25 (dua puluh lima) kilo liter/bulan. Data yang tersedia di BPH Migas tentang kuota subsidi BBM JBT minyak solar �dak dibagi berdasarkan kategori sebagaimana diatas, namun data yang ada bersifat keseluruhan sehingga peneli� kesulitan untuk mendapatkan data kuota subsidi BBM JBT minyak solar untuk usaha perikanan. Dalam data Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara, belanja pengelolaan subsidi BBM tertulis BA 999.07. Dalam LK BUN, subsidi BBM yang ditulis �dak ada yang spesifik untuk usaha perikanan namun bersifat keseluruhan, sehingga peneli� sulit untuk menganalisis belanja subsidi BBM JBT minyak solar untuk usaha perikanan.
Grafik Kuota dan Realisasi Subsidi BBM JBT untuk Lima Sektor
Sumber: h�ps://www.bphmigas.go.id/
25
Potret kuota dan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan
Dari gambaran data diatas maka rerata kuota subsidi BBM solar untuk lima sektor yaitu usaha perikanan, usaha pertanian, usaha mikro, pelayanan umum dan kendaraan, tahun 2016-2020 yaitu 15,51 jt kilo liter/tahun. Sedangkan rerata realisasi subsidi BBM solar untuk lima sektor yaitu 14,96 jt kilo liter/tahun. Perbandingan Kuota VS Realisasi Subsidi BBM Solar Untuk Nelayan 2016
2017
2018
2019
2020
Average
Kuota BBM Solar BPH 16,000,000 15,500,000 Migas untuk lima sektor (Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi dan Pelayanan Umum) *kilo liter/tahun
15,620,000
15,110,000
15,310,000
15,508,000
Kuota BBM Solar Sektor Perikanan (BPH Migas) *kilo liter/tahun Prosentase Kuota BBM Sektor Perikanan (kilo liter/tahun) Realisasi BBM Solar Sektor Perikanan (BPH Migas) *kilo liter/tahun Realisasi BBM Solar Sektor Perikanan (Pertamina) *kilo liter/tahun
1,920,000
1,860,000
1,874,400
1,921,155
1,909,931
1,897,097
12%
12%
12%
13%
12%
12%
499,200
483,600
487,344
494,539
529,000
498,737
289,000
334,000
369,000
426,000
529,000
389,400
Keterangan: Angka dengan warna merah adalah hasil perhitungan sendiri. Sumber: (1) https://www.bphmigas.go.id/; (2) PPT Brahmantya Satyamur�, Distribusi BBM Bersubsidi Untuk Nelayan, 7 Juli 2021, PT Pertamina (Persero). Disampaikan dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Koalisi KUSUKA.
Formula Perhitungan kuota dan realisasi subsidi BBM solar sektor perikanan Data kuota dan realisasi subsidi BBM solar sektor perikanan yang bisa diakses oleh peneli� hanya dua tahun yaitu Tahun 2019 dan 2020. Dengan demikian, peneli� menggunakan formula untuk menghitung kuota dan realisasi subsidi BBM solar untuk �ga tahun yaitu 2016-2018. Adapun cara menghitungnya sebagai berikut:
Cara menghitung kuota subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2016 – 2018 Kuota subsidi BBM Solar sektor perikanan (BPH Migas) Tahun 2019 digunakan sebagai es�masi untuk tahun sebelumnya : Average kuota subsidi BBM solar (lima sektor) tahun 2016-2020 1,921,155 : 15,508,000 = 12% (didapatkan prosentase 12%)
Potret kuota dan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan 26
Setelah mendapatkan prosentase 12%, maka langkah selanjutnya adalah: Kuota subsidi BBM solar (lima sektor) tahun 2016 X 12% 16,000,000 X 12% = 1,920,000 Kuota subsidi BBM solar (lima sektor) tahun 2017 X 12% 15,500,000 X 12% = 1,860,000 Kuota subsidi BBM solar (lima sektor) tahun 2018 X 12% 15,620,000 X 12% = 1,874,400
Cara menghitung realisasi subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2016 – 2018 Realisasi subsidi BBM Solar sektor perikanan (BPH Migas) Tahun 2019 digunakan sebagai es�masi untuk tahun sebelumnya : Average kuota subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2016-2020 494,539 : 1,897,097 = 26% (didapatkan prosentase 26%)
Setelah mendapatkan prosentase 26%, maka langkah selanjutnya adalah: Kuota subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2016 X 26% 1,920,000 X 26% = 499,200 Kuota subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2017 X 26% 1,860,000X 26% = 483,600 Kuota subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2018 X 26% 1,874,400 X 26% = 487,344
Potret Realisasi Subsidi BBM Solar untuk Nelayan
Sumber: (1) https://www.bphmigas.go.id/; (2) PPT Brahmantya Satyamur�, Distribusi BBM Bersubsidi Untuk Nelayan, 7 Juli 2021, PT Pertamina (Persero). Disampaikan dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Koalisi KUSUKA (3) Hasil perhitungan peneli� dengan menggunakan formula untuk kuota dan realisasi subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2016-2018.
27
Potret kuota dan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan
Dalam lima tahun terakhir rerata proporsi kuota solar bersubsidi untuk sektor perikanan 12% dari total subsidi solar lima sektor. Dalam 4 tahun terakhir, rerata realisasi subsidi BBM JBT solar sektor perikanan hanya mencapai 26%.
Temuan Peneli�an Pada Kuota dan Realisasi Subsidi BBM Solar untuk Nelayan � Realisasi kuota subsidi BBM solar cukup baik, mencapai 97%. Hal ini �dak sebanding dengan rendahnya penyerapan realisasi dari kuota subsidi BBM JBT solar untuk sektor usaha perikanan yang telah dialokasikan pemerintah. � Dari rata-rata kuota subsidi BBM Solar 15,5 juta kilo liter/tahun (Tahun 2016-2020), kuota untuk sektor usaha perikanan hanya 12% atau sekitar 1,9 juta kilo liter/tahun. Dari 1,9 juta kilo liter/tahun hanya 26% saja yang terserap atau sekitar 498.737 kilo liter/tahun . � Subsidi BBM solar untuk sektor usaha perikanan yang �dak terserap oleh nelayan rata-rata 1,398,360 kilo liter/tahun atau 1,678,032,000,000/Tahun (ratarata harga subsidi BBM solar per liter Rp 1.200 dari tahun 2016-2020).
Potret kuota dan realisasi subsidi BBM JBT solar untuk nelayan 28
05 Potret Anggaran Subsidi BBM Solar
5.1
Jenis Subsidi Ada 24 jenis subsidi berdasarkan LHP BPK RI dan LK-BUN Audited. Subsidi BBM Minyak
Solar hanyalah salah satu dari 24 jenis subsidi yang ditetapkan oleh pemerintah.
5.2
Jenis Subsidi
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Subsidi Premium Subsidi Minyak Solar Subsidi Minyak Tanah Subsidi Elpiji Subsidi Listrik Subsidi PPh DTP Subsidi BM-DTP Subsidi Bunga KKP dan Energi Subsidi Bungan Kredit Biofuel (KPEN-RP)
10
Subsidi Imbalan Jasa Penjamin KUR
11 12
Subsidi Risk Sharing KKP dan Energi Subsidi Bunga Pengusaha NAD dan Nias
13
Subsidi Kredit Sektor Peternakan
14
Subsidi Kredit Resi Gudang
15
Subsidi Bunga Kredit eks KLBI
16
Subsidi Benih
17
Subsidi Pupuk
18
Subsidi PT KAI
19
Subsidi/PSO PT. PELNI
20
Subsidi PSO lainnya
21
Subsidi Bunga Kredit Program Lainnya
22
Subsidi Pangan
23
Subsidi Bunga KPR
24
Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan
Potret Anggaran Subsidi (24 Jenis Subsidi)
Berdasarkan data yang diperoleh maka didapatkan rata-rata total anggaran belanja subsidi tahun 2016-2020 berdasarkan data LK-BUN Audited dan LHP BPK RI yaitu: 1) 2) 3)
184 trilyun/tahun berdasarkan APBN-P . 217 trilyun/tahun berdasarkan DIPA. 191 trilyun/ tahun berdasarkan realisasi. Potret anggaran subsidi bbm solar 29
Grafik Perbandingan Total Anggaran Subsidi Berdasarkan APBN-P-DIPA-Realisasi Dalam Trilyunan Rupiah/Tahun
Sumber: h�p://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/data-publikasi/publikasi-cetak/laporan-keuanganbendahara-umum-negara-lk-bun.html dan h�ps://www.bpk.go.id/laporan_hasil_pemeriksaan#
5.3 Perbandingan Realisasi Total Anggaran Subsidi dengan Realisasi Anggaran Subsidi BBM Solar Untuk Lima Sektor Berdasarkan LK-BUN Audited & LHP BPK RI Tahun 2016-2020
Sumber:h�p://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/data-publikasi/publikasi-cetak/laporankeuangan-bendahara-umum-negara-lk-bun.html dan h�ps://www.bpk.go.id/ laporan_hasil_pemeriksaan#
-rata total anggaran realisasi belanja subsidi dari tahun 2016-2020 yaitu 191 trilyun/ tahun. Dari realisasi total belanja subsidi, hanya 10% saja (20 trilyun/tahun) untuk belanja subsidi BBM Solar.
Potret anggaran subsidi bbm solar 30
5.4 Perbandingan Anggaran Subsidi BBM Solar Untuk Lima Sektor Berdasarkan APBN-P VS Realisasi
Sumber: Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) Tahun 2016-2020 2016
2017
2018
2019
2020
Rata-Rata
Anggaran Subsidi BBM Solar (APBN-P)
15,316,462,973,000
6,869,824,000,000
35,500,058,609,000
27,513,228,868,000
13,621,679,053,000
19,764,250,700,600
Realisasi Anggaran Subsidi BBM Solar
15,316,461,330,328
6,578,231,530,501
35,500,508,608,682
27,287,776,810,886
13,621,677,403,000
19,660,931,136,679
100%
95.76%
100%
99.18%
100%
99.48%
Prosentase
Dari grafik dan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa realisasi belanja subsidi BBM solar periode 2016-2020 untuk lima sektor yaitu (1) usaha mikro; (2) usaha perikanan; (3) usaha pertanian; (4) transportasi dan (5) pelayanan umum, reratanya adalah 99,48%. Dalam LK BUN, peneli� �dak menemukan data anggaran yang detail untuk lima sektor, namun yang ada adalah data agregat. Dengan demikian, peneli� �dak bisa mendalami pembagian alokasi anggaran subsidi BBM solar untuk lima sektor tersebut. 5.5
Potret Anggaran Subsidi BBM Solar Untuk Sektor Perikanan Periode 2016-2020 Dalam Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) dan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) BPK, peneli� �dak menemukan data anggaran subsidi BBM solar untuk sektor perikanan. Data yang ada yaitu anggaran agregat subsidi BBM Solar, ar�nya subsidi BBM solar yang dimaksud adalah subsidi BBM solar untuk lima sektor yaitu (1) usaha mikro; (2) usaha perikanan; (3) usaha pertanian; (4) transportasi dan (5) pelayanan umum. Potret anggaran subsidi bbm solar 31
Sumber: Permen ESDM No. 27 Tahun 2016, acuan nilai subsidi yang digunakan adalah Rp 500/liter untuk tahun 2016 & 2017. Kemudian berdasarkan Permen ESDM No. 40 Tahun 2018 acuan nilai subsidi Rp2.000/liter untuk tahun 2018 & 2019. Selanjutnya Rp 1.000/ liter nilai subsidi pada tahun 2020.
Oleh karena itu, cara yang digunakan untuk mengetahui jumlah anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan, peneli� mengkonversi kuota BBM solar dalam kilo liter untuk sektor perikanan kedalam rupiah dengan mengalikan kuota subsidi BBM solar kilo liter X 1000 (kilo liter ke liter) X harga subsidi di tahun tersebut (Rp), maka akan diperoleh jumlah anggaran subsidi BBM solar dalam rupiah. Cara menghitung anggaran subsidi BBM solar: Kuota subsidi BBM solar (dalam kilo liter) X Harga subsidi BBM solar di tahun bersangkutan/liter (Rupiah) X 1.000 (kilo liter ke liter) = Rp.........
Realisasi subsidi BBM solar (dalam kilo liter) X Harga subsidi BBM solar di tahun bersangkutan/liter (Rupiah) X 1.000 (kilo liter ke liter) =
Harga subsidi BBM solar rupiah/liter Tahun 2016-2020 Harga Subsidi BBM Solar (Rp)
2016 500
2017 500
2018 2000
2019 2000
2020 1000
Average 1200
Sumber: Permen ESDM No. 27 Tahun 2016, acuan nilai subsidi yang digunakan adalah Rp 500/liter untuk tahun 2016 & 2017. Kemudian berdasarkan Permen ESDM No. 40 Tahun 2018 acuan nilai subsidi Rp2.000/liter untuk tahun 2018 & 2019. Selanjutnya Rp 1.000/ liter nilai subsidi pada tahun 2020.
Potret anggaran subsidi bbm solar 32
Perhitungan konversi dari kuota dan realisasi subsidi BBM solar (dalam kilo liter) kedalam anggaran (dalam rupiah) 2016 Kuota BBM Solar Sektor Perikanan (BPH Migas) *kilo liter/tahun
2017
2018
2019
2020
Average
1,920,000
1,860,000
1,874,400
1,921,155
1,909,931
1,897,097
Anggaran subsidi BBM Solar dalam rupiah, berdasarkan kuota di sektor perikanan. Harga subsidi BBM solar Tahun 20162017 Rp 500/liter. Tahun 2018-2019 subsidi BBM solar Rp 2.000/liter. Tahun 2020, subsidi BBM solar Rp 1.000/liter
960,000,000,000
930,000,000,000
3,748,800,000,000
3,842,310,000,000
1,909,931,000,000
2,276,516,640,000
Realisasi BBM Solar Sektor Perikanan (BPH Migas) *kilo liter/tahun
499,200
529,000
498,737
Realisasi anggaran subsidi BBM Solar sektor perikanan dalam rupiah. Harga subsidi BBM solar Tahun 20162017 Rp 500/liter. Tahun 2018-2019 subsidi BBM solar Rp 2.000/liter. Tahun 2020, subsidi BBM solar Rp 1.000/liter
249,600,000,000
529,000,000,000
598,483,920,000
483,600
241,800,000,000
487,344
494,539
974,688,000,000
989,078,000,000
Potret anggaran subsidi BBM solar berdasarkan kuota VS realisasi Anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan berdasarkan kuota dari BPH Migas Realisasi anggaran subsidi BBM Solar sektor perikanan berdasarkan realisasi dari BPH Migas Prosentase
2016
2017
2018
2019
2020
Average
960,000,000,000
930,000,000,000
3,748,800,000,000
3,842,310,000,000
1,909,931,000,000
2,276,516,400,000
249,600,000,000
241,800,000,000
974,688,000,000
989,078,000,000
529,000,000,000
598,484,400,000
26%
26%
26%
26%
28%
26%
Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa realisasi anggaran subsidi sektor perikanan adalah 26%, ar�nya penyerapannya rendah. Pertanyaan yang kemudian muncul mengapa penyerapan subsidi BBM solar sektor perikanan rendah? Hal ini bisa dikaitkan dengan hasil sosial audit yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisia�f bersama KNTI pada bulan April-Mei 2021 dengan temuan sebagai berikut:
1.
Dari 4.687 nelayan, 82,08% nelayan �dak memiliki akses BBM bersubsidi.
2. Dari 4.687 nelayan, 51,55% nelayan mengetahui haknya mendapatkan BBM bersubsidi, ini Potret anggaran subsidi bbm solar 33
ar�nya 48,45% nelayan �dak mengetahui haknya mendapatkan BBM bersubsidi. 3. Dari 5.292 nelayan, 69,84% nelayan �dak memiliki iden�tas pelaku usaha perikanan yang berupa Kartu Nelayan dan Kartu KUSUKA. Selanjutnya 21,5% memiliki kartu nelayan, 4,72% memiliki Kartu KUSUKA, 3,87% memiliki kedua kartu baik Kartu Nelayan maupun Kartu KUSUKA. Iden�tas pelaku usaha perikanan menjadi syarat untuk mendapatkan BBM bersubsidi. 4. Dari 3.881 nelayan: 38,42%, nelayan �dak memiliki surat rekomendasi pembelian BBM bersubsidi, 36,20%, nelayan �dak mengetahui ada BBM bersubsidi, 22,24%, �dak ada penjual BBM bersubsidi di lingkungan sekitar dan 1,91%, nelayan selalu kehabisan BBM bersubsidi. 5. Dari 3.601 nelayan, 74% atau 2.652 nelayan �dak memiliki surat tanda kapal kurang dari 7 gross ton atau sering disebut PAS Kecil. Sedangkan PAS kecil adalah salah satu syarat untuk mendapatkan BBM bersubsidi. 6. Dari 3.601 nelayan, 87% atau 3.134 nelayan �dak memiliki Buk� Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP) yang merupakan izin yang harus dimiliki oleh seluruh badan usaha atau badan hukum untuk menangkap atau mengolah ikan, termasuk kegiatan penyimpanan, pendinginan atau pengawetan ikan untuk tujuan komersial. Jika hasil analisis kredibilitas anggaran dengan sosial audit dikaitkan maka kuat dugaan rendahnya penyerapan anggaran subsidi BBM solar disektor perikanan disebabkan karena adanya sumbatan nelayan dalam mengakses BBM bersubsidi yaitu banyak nelayan yang �dak memiliki kartu iden�tas pelaku usaha perikanan baik itu Kartu Nelayan maupun KUSUKA. Banyak nelayan yang belum memiliki Buk� Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP) dan Kartu Tanda Kapal atau yang disebut PAS Kecil. Itu semua merupakan syarat mendapatkan BBM bersubsidi. Selanjutnya adanya kesulitan nelayan dalam mendapatkan surat rekomendasi dari dinas kelautan dan perikanan. Temuan Peneli�an Pada Anggaran Subsidi BBM Solar Sektor Perikanan �Rerata realisasi anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan yaitu 26%. Prosentase itu didapat dengan cara membagi anggaran realisasi subsidi BBM solar sektor perikanan dengan anggaran subsidi BBM sektor perikanan yang ditetapkan (598,483,920,000/2,276,516,400,000=26%). �Faktor penyebab rendahnya penyerapan anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan, jika dikaitkan dengan hasil sosial audit yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisia�f dan KNTI yaitu karena adanya sumbatan nelayan dalam mengakses BBM bersubsidi. Sumbatan tersebut antara lain: banyak nelayan yang �dak memiliki kartu iden�tas pelaku usaha perikanan baik itu Kartu Nelayan maupun KUSUKA.
Potret anggaran subsidi bbm solar 34
�Banyak nelayan yang belum memiliki Buk� Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP) dan Kartu Tanda Kapal atau yang disebut PAS Kecil. Kemudian adanya kesulitan nelayan dalam mendapatkan surat rekomendasi dari dinas kelautan dan perikanan karena beberapa persyaratan �dak dimiliki (contoh kasus: belum memiliki kartu iden�tas pelaku usaha perikanan, belum memiliki BPKP dan PAS Kecil), proses pembuatan surat rekomendasi yang lama, jarak tempuh yang jauh dari kampung nelayan ke lokasi kantor pemerintah untuk mengurus surat rekomendasi. Selanjutnya untuk melihat prosentase realisasi belanja subsidi (24 jenis subsidi), realisasi belanja BBM solar (lima sektor) dan realisasi belanja BBM solar sektor perikanan, peneli� mensimulasikan realisasi anggaran subsidi tahun 2020. Kesimpulannya yaitu proporsi realisasi anggaran subsidi BBM solar untuk nelayan hanya 0,3 % atau 529 milyar dari total realisasi anggaran subsidi (24 jenis subsidi) sebesar 196,2 triliun. Kemudian realisasi anggaran subsidi BBM solar (lima sektor) sebesar 7% atau 13,6 triliun dari total realisasi anggaran subsidi (24 jenis subsidi) sebesar 196,2 triliun.
5.6 Kerangka Budget Reliability berdasarkan Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) Mengacu pada kerangka Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA), untuk pilar 1 budget reliability, indikator 1 Aggregate expenditure ou�urn (realisasi pengeluaran agregat), dimensi 1.1. Aggregate expenditure ou�urn(realisasi pengeluaran agregat) dapat disimpulkan bahwa belanja/pengeluaran
subsidi BBM solar dari tahun 2016 – 2020
adalah 99,48%
mendapatkan score A yang ar�nya realisasi pengeluaran/belanja agregat adalah antara 95% dan 105% dari pengeluaran/belanja agregat yang disetujui dalam se�daknya dua dari �ga tahun terakhir.
Potret anggaran subsidi bbm solar 35
Score A
Minimum requirements for scores Aggregate expenditure outturn was between 95% and 105% of the approved aggregate budgeted expenditure in at least two of the last three years Realisasi pengeluaran agregat adalah antara 95% dan 105% dari pengeluaran agregat yang disetujui dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Aggregate expenditure outturn was between 90% and 110% of the approved aggregate budgeted expenditure in at least two of the last three years. Realisasi pengeluaran agregat adalah antara 90% dan 110% dari pengeluaran agregat yang disetujui dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Aggregate expenditure outturn was between 85% and 115% of the approved aggregate budgeted expenditure in at least two of the last three years. Realisasi pengeluaran agregat adalah antara 85% dan 115% dari pengeluaran agregat yang disetujui dalam setidaknya dua dari tiga tahun terakhir. Performance is less than required for a C score. Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C.
B
C
D
Score A Pilar 1 Budget Reliability (Keandalan Anggaran) Indikator 1 Aggregate Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja Agregat) Dimensi 1.1. Aggregate Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja Agregat) Berdasarkan kerangka PEFA, untuk Pilar 1 Budget Reliability, Indikator 1
Aggregate
Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja Agregat), Dimensi 1.1. Aggregate Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja
Agregat), dapat disimpulkan bahwa
pengeluaran/belanja subsidi BBM solar dari tahun 2016 – 2020 adalah 99,48%. Dengan demikian untuk indikator dan dimensi ini mendapatkan score A yang ar�nya realisasi pengeluaran/belanja agregat adalah antara 95% dan 105% dari pengeluaran/belanja agregat yang disetujui dalam se�daknya dua dari �ga tahun terakhir.
PI-2- Expenditure Composi�on Ou�urn (Realisasi Komposisi Pengeluaran ) 2.1. Expenditure composi�on ou�urn by func�on (Realisasi komposisi pengeluaran berdasarkan fungsi) Score A B C D
Minimum requirements for scores Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan program, klasifikasi administra�f atau fungsional kurang dari 5% dalam se�daknya dua dari �ga tahun terakhir. Ar�nya realisasi anggaran berjumlah 95% Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan program, klasifikasi administra�f atau fungsional kurang dari 10% dalam se�daknya dua dari �ga tahun terakhir. Ar�nya realisasi anggaran berjumlah 80% Varian dalam komposisi pengeluaran berdasarkan program, klasifikasi administra�f atau fungsional kurang dari 15% dalam se�daknya dua dari �ga tahun terakhir. Ar�nya realisasi anggaran berjumlah 75% Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C.
Potret anggaran subsidi bbm solar 36
Berdasarkan indikator realisasi komposisi pengeluaran PI-2 untuk dimensi 2.1.
realisasi
komposisi berdasarkan fungsi, peneli� menganalisis bahwa realisasi anggaran subsidi BBM solar untuk sektor perikanan 26% dari anggaran yang ditetapkan. Hal ini berar� 74% anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan �dak terserap. Dengan demikian score untuk dimensi ini adalah D. Score D Pilar 1 Budget Reliability (Keandalan Anggaran) Indikator 2 Expenditure Composi�on Ou�urn (Realisasi Komposisi Pengeluaran/Belanja) Dimensi 2.1. Expenditure composi�on ou�urn by func�on (Realisasi Komposisi Pengeluaran/Belanja Berdasarkan Fungsi) Berdasarkan kerangka PEFA, untuk Pilar 1 Budget Reliability (Keandalan Anggaran), Indikator 2 Expenditure Composi�on Ou�urn (Realisasi Komposisi Pengeluaran/Belanja), Dimensi 2.1. Expenditure composi�on ou�urn by func�on (Realisasi Komposisi Pengeluaran/Belanja Berdasarkan Fungsi), dapat disimpulkan bahwa realisasi anggaran belanja subsidi BBM solar sektor perikanan dari tahun 2016 – 2020 adalah 26%, hal ini bermakna bahwa ada 74% anggaran yang �dak bisa direalisasikan. Dengan demikian untuk indikator dan dimensi ini mendapatkan score D yang ar�nya Performance is less than required for a C score (Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C).
37
Potret anggaran subsidi bbm solar
06 Kebutuhan Subsidi BBM Solar untuk Nelayan
Peneli� melakukan wawancara dengan 11 orang nelayan KNTI tentang kebutuhan subsidi BBM solar di 11 lokasi KNTI (Manggarai, Pulau Pari, Pekalongan, Tanjung Balai, Tarakan, Bintan, Semarang, Demak, Aceh, Lombok Timur, Surabaya).
Jenis Kapal
No
Jumlah Rata -Rata Rata Rata - Rata -Rata Rata -Rata Estimasi BBM Kapal Trip/bln Rata Rata BBM BBM Liter/Bln KUSUKA < Trip/thn BBM Solar/bln Solar/thn 30 GT Solar/lite r/trip
Estimasi BBM Kilo Liter/Bln
Estimasi BBM Liter/Thn
Estimasi BBM Kilo Liter/Thn
Anggaran Subsidi BBM Rp 500/Liter/Thn
1 KapalMotor 5 132,492 21 GT
211
43
754
7,693
99,957,853
99,958
1,019,305,120 1,019,305 509,652,560,000
Motor Tempel 343,003 5 21 GT
211
39
746
7,587
255,727,792 255,728
2,602,249,427 2,602,249 1,301,124,713,333
Kapal Motor- 511,923 10 GT
22
208
99
1,758
16,325
20,954,673
20,955
194,642,975
194,643
97,321,487,500
Motor Tempel- 9,017 5 10 GT
22
208
99
1,758
16,325
15,847,378
15,847
147,202,525
147,203
73,601,262,500
Kapal Motor -10 7,524 20 GT
21
213
225
2,287
22,867
17,204,880
17,205
172,048,800
172,049
86,024,400,000
Motor Tempel 2,190 10-20 GT
21
213
225
2,287
22,867
5,007,800
5,008
50,078,000
50,078
25,039,000,000
Kapal Motor -20 8,994 30 GT
15
145
551
2,826
28,260
25,417,044
25,417
254,170,440
254,170
127,085,220,000
Motor Tempel 761 20-30 GT
15
145
551
2,826
28,260
2,150,586
2,151
21,505,860
21,506
10,752,930,000
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah Kapal515,904
442,268,006 442,268
4,461,203,147 4,461,203 2,230,601,573,333
Sumber: hasil wawancara dengan nelayan KNTI yang berjumlah 11 orang nelayan di 11 lokasi KNTI (Manggarai, Pulau Pari, Pekalongan, Tanjung Balai, Tarakan, Bintan, Semarang, Demak, Aceh, Lombok Timur, Surabaya).
Formula untuk menghitung es�masi kebutuhan BBM solar untuk nelayan yaitu: 1. Menyiapkan pertanyaan wawancara. Hasil wawancara dengan nelayan KNTI di 11 lokasi dimasukkan dalam template di excel. Pertanyaan wawancara sebagai berikut •
Berapa jumlah trip/bulan nelayan melaut
•
Berapa jumlah trip/tahun nelayan melaut
•
Berapa jumlah BBM solar/liter/trip yang dibutuhkan oleh nelayan
•
Berapa jumlah BBM solar/bulan
•
Berapa jumlah BBM solar/tahun Kelima pertanyaan tersebut dikategorisasi berdasarkan:
1.
jenis kapal yaitu kapal motor dan motor tempel
2. ukuran kapal motor dan motor tempel yaitu 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT dan 20-30 GT
Kebutuhan subsidi BBM solar untuk nelayan 38
No
Nama Nelayan
Lokasi KNTI
Indikator
Kapal Motor
Motor Tempel
Kapal Motor
Motor Tempel
Kapal Motor
Motor Tempel
Kapal Motor
Motor Tempel
5 GT
5 GT
5-10 GT
5-10 GT
10-20 GT
10-20 GT
20-30 GT
20-30 GT
Trip/bulan Trip/tahun BBM Solar/liter/trip BBM Solar/bulan BBM Solar/tahun
2.
Rekap data sesuai dengan jenis kapal (kapal motor dan motor tempel) dan ukuran kapal (5
GT, 5-10 GT, 10-20 GT dan 20-30 GT) kemudian cari average dari masing-masing jenis kapal dan ukuran kapal. Rekap data: Kapal Motor Ukuran 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT Motor Tempel Ukuran 5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT Contoh: Kapal Motor Ukuran 5 GT No
Nama
Lokasi KNTI
Trip/bulan
Trip/tahun
BBM Solar/liter/trip
BBM Solar/bulan
BBM Solar/tahun
Average
Lakukan hal yang sama untuk se�ap jenis kapal dan ukuran kapal.
3.
Rekap data average berdasarkan jenis kapal (kapal motor dan motor tempel) dan ukuran
kapal (5 GT, 5-10 GT, 10-20 GT dan 20-30 GT) berdasarkan kolom trip/bulan, trip/tahun, BBM solar/liter/trip, BBM solar/bulan, BBM solar/tahun, kemudian es�masikan dengan mengalikan jumlah kapal berdasarkan data Kusuka dengan �ap kolom tersebut.
39
Kebutuhan subsidi BBM solar untuk nelayan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis Kapal
Jumlah RataKapal Rata KUSUKA Trip/ < 30 GT Bln
Kapal Motor 5 GT
132,492
Motor Tempel 5 GT
343,003
Kapal Motor -5 10 GT
11,923
Motor Tempel 5-10 GT
9,017
Kapal Motor 10-20 GT Motor Tempel 10-20 GT Kapal Motor 20-30 GT Motor Tempel 20-30 GT
Jumlah Kapal
Rata Rata Trip/ Thn
RataRata BBM Solar/ liter/trip
RataRata BBM Solar/ Bln
RataRata BBM Solar /Thn
Estimasi BBM Liter/ Bln
Estimasi BBM Kilo Liter/Bln
Estimasi Estimasi Anggaran Subsidi BBM BBM BBM Liter/ Kilo Liter/ Rp 500/ Thn Thn Liter/Thn
7,524
2,190
8,994
761
515,904
Setelah tahapan itu dilakukan maka akan bisa ditemukan berapa es�masi kebutuhan subsidi BBM solar nelayan dalam kilo liter dan anggaran yang dibutuhkan dalam rupiah. Berikut potret kebutuhan subsidi BBM solar untuk nelayan berdasarkan riset kepada nelayan KNTI. Kebutuhan Subsidi BBM JBT Solar Untuk Nelayan (Jumlah Dalam Kilo Liter dan Anggaran) Berdasarkan Riset Kepada Nelayan KNTI Uraian Estimasi Kebutuhan BBM Solar (Kilo Liter/Tahun) Berdasarkan Riset kepada Nelayan KNTI Estimasi Kebutuhan BBM Solar berdasarkan regulasi (Maksimal 25 kilo liter/bulan atau 300 kilo liter/tahun) Kuota BBM Solar tahun 2020 berdasarkan SK BPH Migas
Kilo Liter 4,4 Juta
Anggaran 2,2 Trilyun
154,7 Juta
77,4 Trilyun
1,9 Juta
950 Milyar
Sumber: hasil wawancara dengan nelayan KNTI yang berjumlah 11 orang nelayan di 11 lokasi KNTI (Manggarai, Pulau Pari, Pekalongan, Tanjung Balai, Tarakan, Bintan, Semarang, Demak, Aceh, Lombok Timur, Surabaya).
Kebutuhan subsidi BBM solar untuk nelayan 40
Temuan Peneli�an Pada Kebutuhan Subsidi BBM Solar untuk Nelayan • Kebutuhan subsidi BBM solar nelayan tahun 2021 yaitu 4,4 juta kilo liter dengan kebutuhan anggaran 2,2 Trilyun (Tahun 2021 subsidi BBM Solar Rp 500/liter). • Jika dilihat dari trend kuota BPH Migas Tahun 2016-2020, kuota subsidi BBM Solar sektor perikanan adalah 1,9 juta kilo liter/tahun. • Terdapat gap signifikan antara kebutuhan BBM Solar berdasar hasil survey lapangan dengan kuota yang disediakan BPH Migas.
41
Kebutuhan subsidi BBM solar untuk nelayan
07 Kesimpulan dan Rekomendasi
7.1 Kesimpulan Kesimpulan peneli�an kredibilitas anggaran subsidi BBM solar untuk nelayan yaitu anggaran subsidi BBM solar untuk nelayan �dak kredibel. Kesimpulan ini dilandasi oleh beberapa temuan pen�ng yaitu: 1. Adanya perbedaan data nelayan antara data Kusuka dengan statistik kkp
•
•
Jumlah nelayan menurut data KUSUKA yang memiliki kapal < 30 GT berjumlah 515,904 (database KUSUKA, Satu Data KP, diunduh per 6 Juli 2021, PUSDATIN, KKP, 2021). Sedangkan menurut sumber h�ps:// sta�s�k.kkp.go.id/ tahun 2019, jumlah nelayan yaitu 864,868 jiwa. Data nelayan yang tersedia di sta�s�k.kkp.go.id hanya ada tahun 2019 yang terakhir, sedangkan data tahun 2021 belum tersedia. Dengan demikian peneli� membandingkan data Kusuka tahun 2021 dengan data sta�s�k kkp tahun 2019. Dalam sumber sta�s�k kkp �dak ada penjelasan ukuran kapal nelayan dalam gross ton, namun dalam data KUSUKA sudah dijelaskan jumlah nelayan berdasarkan ukuran kapal dalam gross ton.
2. Rerata realisasi subsidi BBM solar lima sektor (dalam kilo liter) yaitu 97% namun realisasi subsidi BBM solar sektor perikanan (dalam kilo liter) sangat rendah yaitu 26% . •
•
•
Realisasi subsidi BBM solar cukup baik, mencapai 97%. Hal ini �dak sebanding dengan rendahnya penyerapan realisasi dari kuota subsidi BBM JBT solar untuk sektor usaha perikanan yang telah dialokasikan pemerintah. Dari rata-rata kuota subsidi BBM Solar 15,5 juta kilo liter/tahun (Tahun 2016-2020), kuota untuk sektor usaha perikanan hanya 12% atau sekitar 1,9 juta kilo liter/tahun. Dari 1,9 juta kilo liter/tahun hanya 26% saja yang terserap atau sekitar 498.737 kilo liter/tahun . Subsidi BBM solar untuk sektor usaha perikanan yang �dak terserap oleh nelayan rata-rata 1,398,360 kilo liter/tahun atau 1,678,032,000,000/ Tahun (rata-rata harga subsidi BBM solar per liter Rp 1.200 dari tahun 2016-2020).
3. Rerata realisasi anggaran subsidi BBM solar lima sektor (dalam rupiah) yaitu 97% namun realisasi anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan (dalam rupiah) sangat rendah yaitu 26% . Rerata realisasi anggaran subsidi BBM solar tahun 2016-2020 untuk lima sektor (1) usaha mikro; (2) usaha perikanan; (3) usaha pertanian; (4) transportasi dan (5) pelayanan umum, adalah 99,48%. Prosentase itu didapat dengan cara membagi anggaran realisasi subsidi BBM solar lima sektor dengan anggaran (APBN-P) subsidi BBM solar lima sektor (Rp 19,660,931,136,679/Rp 19,764,250,700,600= 99,48%). Secara agregat, realisasi subsidi BBM solar bagus yaitu 99,48%.
Kesimpulan dan Rekomendasi
42
•
•
•
Rerata realisasi anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2016-2020 yaitu 26%. Prosentase itu didapat dengan cara membagi anggaran realisasi subsidi BBM solar sektor perikanan dengan anggaran subsidi BBM sektor perikanan yang ditetapkan (Rp 598,483,920,000/Rp 2,276,516,400,000= 26%). Secara agregat realisasi subsidi BBM solar bagus yaitu 99,48%, namun ke�ka dikaji per sektor maka akan ditemukan realisasi yang rendah seper� di sektor perikanan sebesar 26%. Rerata anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan tahun 2016-2020 yang �dak terserap berjumlah Rp 1,7 triliun. Angka ini didapatkan dari (kuota subsidi BBM solar 1,897,097 kilo liter – realisasi subsidi BBM solar sektor perikanan 498,737 kilo liter = 1,398,360 kilo liter). Selanjutnya 1,398,360 kilo liter X rerata harga subsidi tahun 2016-2020 sebesar Rp 1.200/liter X 1.000 (kilo liter ke liter) = Rp 1,678,032,000,000 dibulatkan menjadi 1,7 triliun. Faktor penyebab rendahnya penyerapan anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan harus dikaji lebih dalam. Dugaan kuat rendahnya realisasi anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan berdasarkan sosial audit yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisia�f dan KNTI disebabkan karena adanya sumbatan nelayan dalam mengakses BBM bersubsidi yaitu banyak nelayan yang �dak memiliki kartu iden�tas pelaku usaha perikanan baik itu Kartu Nelayan maupun KUSUKA. Banyak nelayan yang belum memiliki Buk� Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP) dan Kartu Tanda Kapal atau yang disebut PAS Kecil. Kemudian adanya kesulitan nelayan dalam mendapatkan surat rekomendasi dari dinas kelautan dan perikanan karena beberapa persyaratan �dak dimiliki oleh nelayan (contoh kasus: belum memiliki kartu iden�tas pelaku usaha perikanan, belum memiliki BPKP dan PAS Kecil), proses pembuatan surat rekomendasi yang lama, jarak tempuh yang jauh dari kampung nelayan ke lokasi kantor pemerintah untuk mengurus surat rekomendasi.
4. Mengacu kepada kerangka Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA), untuk Dimensi 1.1. Aggregate Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja Agregat) dalam anggaran subsidi BBM solar mendapatkan Score A. Score A Pilar 1 Budget Reliability (Keandalan Anggaran) Indikator 1 Aggregate Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja Agregat) Dimensi 1.1. Aggregate Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja Agregat) •
•
43
Berdasarkan kerangka PEFA, untuk Pilar 1 Budget Reliability, Indikator 1 Aggregate Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja Agregat), Dimensi 1.1. Aggregate Expenditure Ou�urn (Realisasi Pengeluaran/Belanja Agregat), dapat disimpulkan bahwa pengeluaran/belanja subsidi BBM solar dari tahun 2016 – 2020 adalah 99,48%. Dengan demikian untuk indikator dan dimensi ini mendapatkan score A yang ar�nya realisasi pengeluaran/belanja agregat adalah antara 95% dan 105% dari pengeluaran/belanja agregat yang disetujui dalam se�daknya dua dari �ga tahun terakhir. Menurut peneli�, menilai kredibilitas anggaran �dak hanya dilihat secara agregat saja, karena bisa saja realisasi secara agregat baik namun ke�ka dikaji lebih dalam tentang kualitas belanja per sektor, per item akan ditemukan gapnya.
Kesimpulan dan Rekomendasi
5. Mengacu kepada kerangka Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA), untuk Dimensi 2.1. Expenditure composi�on ou�urn by func�on (Realisasi Komposisi Pengeluaran/Belanja Berdasarkan Fungsi) dalam anggaran subsidi BBM solar sektor perikanan mendapatkan score D. Score D Pilar 1 Budget Reliability (Keandalan Anggaran) Indikator 2 Expenditure Composi�on Ou�urn (Realisasi Komposisi Pengeluaran/ Belanja) Dimensi 2.1. Expenditure composi�on ou�urn by func�on (Realisasi Komposisi Pengeluaran/Belanja Berdasarkan Fungsi) Berdasarkan kerangka PEFA, untuk Pilar 1 Budget Reliability (Keandalan Anggaran), Indikator 2 Expenditure Composi�on Ou�urn (Realisasi Komposisi Pengeluaran/Belanja), Dimensi 2.1. Expenditure composi�on ou�urn by func�on (Realisasi Komposisi Pengeluaran/Belanja Berdasarkan Fungsi), dapat disimpulkan bahwa realisasi anggaran belanja subsidi BBM solar sektor perikanan dari tahun 2016 – 2020 adalah 26%, hal ini bermakna bahwa ada 74% anggaran yang �dak bisa direalisasikan. Dengan demikian untuk indikator dan dimensi ini mendapatkan score D yang ar�nya Performance is less than required for a C score (Kinerja kurang dari yang diperlukan untuk skor C).
6. Alokasi kuota subsidi BBM solar �dak sesuai dengan kebutuhan nelayan • • •
Kebutuhan subsidi BBM solar nelayan tahun 2021 yaitu 4,4 juta kilo liter dengan kebutuhan anggaran 2,2 Trilyun (Tahun 2021 subsidi BBM Solar Rp 500/liter). Jika dilihat dari trend kuota BPH Migas Tahun 2016-2020, kuota subsidi BBM Solar sektor perikanan adalah 1,9 juta kilo liter/tahun. Terdapat gap signifikan antara kebutuhan BBM Solar berdasar hasil survey lapangan dengan kuota yang disediakan BPH Migas.
7. Anggaran subsidi BBM solar untuk usaha perikanan pada tahun 2020 sebesar 0,3% (529 milyar) dari total realisasi anggaran subsidi 196,2 triliun (24 jenis subsidi). Sedangkan anggaran subsidi BBM solar lima sektor 7% (13,6 triliun) dari total realisasi anggaran subsidi 196,2 triliun (24 jenis subsidi).
Kesimpulan dan Rekomendasi
44
7.2 Rekomendasi Rekomendasi yang kami usulkan dalam peneli�an ini yaitu: 1. Memas�kan validasi data jumlah kapal nelayan berdasarkan kapasitas kapal yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi. 2. Memperbaiki mekanisme perhitungan kebutuhan kuota subsidi BBM bagi nelayan. 3. Perbaikan mekanisme distribusi BBM bersubsidi bagi nelayan kecil (kemudahan akses, infrastruktur). 4. Adanya keterbukaan informasi realisasi kuota subsidi bagi nelayan secara regular menurut daerah. 5. Melakukan reformasi belanja subsidi solar bagi nelayan menjadi belanja bantuan sosial langsung ke nelayan kecil.
Kesimpulan dan Rekomendasi
45
Catatan Kaki 1
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi dan Kelautan dan Perikanan, Volume 4 Nomor 2, 2014, ISSN 2089-6980, e-ISSN 2527-3280. Persepsi dan Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Isu Pencabutan Subsidi BBM, Rizki Aprilian Wijaya, Subhechanis Saptanto. Sumber: http:��ejournal-balitbang.kkp.go.id�index.php�jkse�article�view�608 2
Bisnis & Ekonomi Poli�k, Quarterly Review of the Indonesian Economy, Published by Ins�tute for Development of Economics and Finance (INDEF), Jakarta-Indonesia ISSN: 1410-2625, Volume 9, Nomor 3, Juli 2008. Refleksi Subsidi dalam Perekonomian Indonesia, Ahmad Erani Yus�ka. Sumber: h�ps://media.neli�.com/media/publica�ons/45058 ID-subsidi-dalam-perekonomian-indonesia.pdf 3
Analisis Faktor-Faktor Subsidi Bahan Bakar Minyak di Indonesia Tahun 1996-2016. Skripsi Rizki Faizatun Nikmah, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Fakultas Ekonomi (2018). Sumber: https:��dspace.uii.ac.id�bitstream�handle�123456789�12663�SKRIPSI.pdf?sequence=2&isAllowed=y 4 Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan (JESP) Wicaksono, BR (2019). Subsidi Perikanan di Indonesia dan Cina. Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan, 20 ( 2), 176-189. Sumber: h�p://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkse/ar�cle view/608 5
Hasil Survey Pendataan Usaha Perikanan Kecil dan Monitoring Bahan Bakar oleh Perkumpulan Inisia�f dan KNTI Tahun 2021 6
Jurnal Ilmiah Kredibilitas Kebijakan Fiskal dan Dampaknya Terhadap Kemiskinan (Studi Empiris pada Kabupaten Kota di Pulau Jawa) oleh Nur Farida Kurnia Arifin, Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya (2019). 7
h�ps://interna�onalbudget.org/issues-lab/budget-credibility/
8
h�ps://www.nipfp.org.in/media/medialibrary/2021/08/WP_338_2021.pdf
9
Framework for Assesing Public Financial Management,October 2019, Second Edi�on, PEFA
10
Guidance for Subna�onal Goverments PEFA Assesments (Dra�), PEFA Januarry 2020
Catatan Kaki
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Erani Yus�ka. Bisnis & Ekonomi Poli�k, Quarterly Review of the Indonesian Economy, Published by Ins�tute for Development of Economics and Finance (INDEF), JakartaIndonesia ISSN: 1410-2625, Volume 9, Nomor 3, Juli 2008. Refleksi Subsidi dalam Perekonomian Indonesia. Sumber: h�ps://media.neli�.com/media/publica�ons/45058ID-subsidi-dalam-perekonomian-indonesia.pdf Brahmantya Satyamur�, PPT tentang Distribusi BBM Bersubsidi Untuk Nelayan, 7 Juli 2021, PT Pertamina (Persero). Disampaikan dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Koalisi KUSUKA. Budi Sulis�yo, PPT tentang Pendataan KUSUKA Memperkuat Peran Negara Dalam Melindungi Nelayan Kecil Di Tengah Pandemi Covid-19, Stah Ahli Menteri Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Kelautan dan Perikanan, 7 Juli 2021. Disampaikan dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Koalisi KUSUKA. Framework for Assesing Public Financial Management,October 2019, Second Edi�on, PEFA Guidance for Subna�onal Goverments PEFA Assesments (Dra�), PEFA Januarry 2020 Nur Farida Kurnia Arifin. Jurnal Ilmiah Kredibilitas Kebijakan Fiskal dan Dampaknya Terhadap Kemiskinan (Studi Empiris pada Kabupaten Kota di Pulau Jawa), Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya (2019) Perkumpulan Inisia�f dan KNTI. Hasil Survey Pendataan Usaha Perikanan Kecil dan Monitoring Bahan Bakar oleh Tahun 2021 Rizki Aprilian Wijaya, Subhechanis Saptanto. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi dan Kelautan dan Perikanan, Volume 4 Nomor 2, 2014, ISSN 2089-6980, e-ISSN 2527-3280. Persepsi dan Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Isu Pencabutan Subsidi BBM. Sumber: http:��ejournal-balitbang.kkp.go.id�index.php�jkse�article�view�608 Rizki Faizatun Nikmah. Analisis Faktor-Faktor Subsidi Bahan Bakar Minyak di Indonesia Tahun 1996-2016. Skripsi, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Fakultas Ekonomi (2018). Sumber: https:��dspace.uii.ac.id�bitstream�handle�123456789�12663�SKRIPSI.pdf?sequence=2&i sAllowed=y Wicaksono, BR. Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan (JESP) (2019), 20 ( 2), 176-189. Subsidi Perikanan di Indonesia dan Cina. Sumber: h�p://ejournal balitbang.kkp.go.id/index.php/ jkse/ar�cle/view/608 https:��internationalbudget.org�issues-lab�budget-credibility� https:��www.nipfp.org.in�media�medialibrary�2021�08�WP_338_2021.pdf h�ps://ekonomi.bisnis.com/read/20210113/44/1342607/penyaluran-bbm-subsidi-2020-dibawah-kuota-pemerintah h�p://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/data-publikasi/publikasi-cetak/laporan-keuanganbendahara-umum-negara-lk-bun.html h�ps://www.bpk.go.id/laporan_hasil_pemeriksaan#
Daftar Pustaka
Profil Penulis Wulandari adalah Anggota Perkumpulan Inisia�f. Pada Tahun 2009 – 2012 beliau diberikan mandat sebagai Kepala Divisi Community Development Perkumpulan Inisia�f. Tahun 2012 – 2015 sebagai Kepala Divisi Pusat Pendidikan Kader (PUSDIK) Perkumpulan Inisia�f. Tahun 2016-2018 sebagai Staf Badan Otonom Pusat Pendidikan Kader Perkumpulan Inisia�f. Selanjutnya pada
Tahun 2021-2026 terpilih menjadi Anggota Dewan Pimpinan Perkumpulan Inisia�f. Beliau telah ak�f dalam organisasi masyarakat sipil untuk waktu yang cukup lama, mulai dari community organizer (CO), peneli�, dan fasilitator. Saat ini, beliau mengelola pendidikan untuk meningkatkan kapasitas literasi, par�sipasi, dan advokasi masyarakat sipil dalam tata kelola perencanaan dan penganggaran melalui Sekolah Poli�k Anggaran (SEPOLA). Kemudian, beliau juga sedang mempersiapkan pembentukan Ins�tut Kepemimpinan Kebangsaan Indonesia (IKKI). Berbagai panduan, modul, dan buku telah banyak dihasilkan oleh beliau dalam isu perencanaan dan penganggaran, pengawasan berbasis masyarakat, analisis sosial, layanan publik, serta kefasilitatoran Beliau memiliki kesempatan belajar melalui fellowship dalam program Leadership Development Ini�a�ve (LDI) yang diselenggarakan oleh Interna�onal Budget Partnership (IBP). Jenjang pendidikan Sarjana (S1) ditempuh beliau di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), lulus tahun 2002. Saat ini, beliau sedang melanjutkan studi Magister Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poli�k di Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR).