Modul monitoring evaluasi 2004

Page 1

PENGANTAR Selama masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan birokrasi terjerat dan terseret ke dalam putaran arus kepentingan politik rezim Soeharto. Sistem politik otoriter, hegemonik yang ditegakkan mendorong terbentuknya birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk dan demi kelanggengan kekuasaan pimpinan pemerintahan. Sehingga sistem dan struktur kerja birokrasi sering dijadikan alat untuk mendiskriminasi, memeras, dan sekaligus alat untuk merekrut dukungan/kepatuhan politik rakyat. Datangnya era reformasi yang melahirkan perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan (terutama di daerah) ke arah pemberlakuan sistem otonomi daerah, pada dasarnya memiliki latar belakang dan semangat kesejarahan untuk mereorientasi dan merubah sistem dan kultur birokrasi warisan rezim Orde Baru menjadi sebuah sistem dan kultur birokrasi baru yang lebih berorientasi pada pemberian pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Hal ini tentunya dilandasi oleh semangat dan nilai-nilai filosofi reformasi yaitu untuk mengembalikan rakyat sebagai pihak yang memegang kedaulatan, yang kepadanya pemerintah dan DPRD bekerja untuk melayani.

Prof. George Frederick Goerl dalam sebuah papernya yang berjudul “In search of the “Public Administator: Public administrator as Public Servants and Public Agent� mengatakan bahwa perubahan sistem dan kultur birokrasi ini perlu dilakukan melalui upaya-upaya untuk membangun semangat kepublikan agar menjadi roh dari setiap aturan main internal birokrasi dan pada saat yang sama dapat menjadi landasan nilai bagi pembangunan kultur aparat birokrasi pemerintahan agar dapat didorong menjadi birokrat yang profesional, yaitu birokrat yang memiliki kemampuan teknis dalam menjalankan tugas-tugasnya dan selalu berorientasi pada pemberian pelayanan terbaik kepada masyarakat. Kalau kepentingan publik adalah sentral, maka menjadikan birokrat/administrator publik sebagai profesional yang pro-aktif adalah mutlak, yaitu birorat/administrator publik yang selalu berusaha meningkatkan responsibilitas obyektif dan subyektifnya serta meningkatkan aktualisasi dirinya. Arena publik meliputi jangkauan yang begitu luas, yaitu melingkupi kebijakan, praktek-praktek administrasi, praktek-praktek birokrasi, praktek-praktek politik, sistem transformasi sosial dan sistem nilai. Sehingga dengan lingkupnya tersebut, setidak-tidaknya ada tiga tipe sistem pengelolaan urusan publik, yaitu tipe pengelolaan yang sifatnya alokasi, tipe pengelolaan yang sifatnya inovasi dan tipe pengelolaan yang sifatnya radikal.

i


Tipe pengelolaan urusan publik yang sifatnya alokasi dicirikan oleh fokusnya pada pengaturan sumber daya yang terbatas seperti dana, lahan, pekerjaan dan sebagainya. Tipe pengelolaan urusan publik inovatif dicirikan oleh fokusnya yang mengarah pada perubahan institusional pada sistem sosial. Dan tipe pengelolaan radikal dicirikan dengan semangatnya yang bergerak untuk menciptakan pengorganisasian kekuatan warga agar dapat memperkuat posisinya ke arah transformasi sosial.

yang jauh di bawah dari yang dijanjikan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pengelola langsung maupun oleh perusahan-perusahaan negara dan daerah sebagai pengelola antara. Pola pikir dan mental para pengelola pelayanan publik yang sangat berorientasi pada pemupukan keuntungan bagi kepentingan pribadi atau kelompok menjadi seringkali menjadi sumber permasalahan. Terlebih mereka dihadapkan pada kontrol masyarakat yang masih cukup rendah sehingga membuat mereka dapat melakukannya dengan leluasa.

Terlepas dari berbagai konsepsi diatas, praktek-praktek penyelenggaraan urusan publik di banyak tempat di negara kita seringkali menjadi menciut ke arena-arena teknis atau –banyak orang menyebutnya sebagai- blue print oriented yang tidak cukup sensitif terhadap normanorma kemanusiaan. Lebih dari itu, mengingat dalam realitanya, urusan-urusan publik seringkali hanya menjadi bahan lobi para elit, yang tidak jarang (hanya) terfokus pada pemenuhan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Prosesnya sendiri nyaris tidak ‘terjamah’ oleh kalangan masyarakat luas, terlebih oleh kelompok masyarakat marjinal.

Dalam kerangka untuk mendorong reformasi sistem dan kultur birokrasi pemerintahan (yang meliputi instansiinstansi di jajaran Pemerintah Kabupaten dan BUMD) agar menjadi lebih humanis, maka diperlukan treatmentreatmen yang sistematik, dan komprehensif yang digali berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan kehendak riil masyarakat., yang dilakukan secara sinergis atas kerja sama antara Pemerintah Kabupaten/Kota, DPRD dan masyarakat. Dalam hal ini, monitoring kinerja institusi publik yang dilakukan oleh masyarakat dapat menjadi alat pendukung untuk memulai langkah reformasi sistem dan kultur birokrasi tersebut.

Dampak dari praktek-praktek pengelolaan urusan publik seperti itu adalah kualitas pelayanan publik yang rendah. Hampir semua jenis pelayanan publik memiliki kualitas

Jadi jelas bahwa keterlibatan rakyat dalam proses penentuan kebijakan publik, terlebih menyangkut permasalahan yang memiliki nilai strategis bagi mereka,

ii


sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dengan demikian, hal ini menjadi tantangan bagi warga sendiri untuk meningkatkan peranannya dalam mengontrol penyelenggaraan pelayanan publik dan mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk memperkuat kontrol warga itulah panduan ini disusun.

Mengapa Harus Dilakukan Monitoring dan Pengukuran Kinerja Pelayanan Publik ? Monitoring berbasis masyarakat terhadap kinerja lembaga-lembaga publik diperlukan untuk: • Mendorong akselerasi (percepatan) bagi terwujudnya local good governance • Mendorong peningkatan kualitas pelayanan lembaga-lembaga publik kepada masyarakat • Mendorong terciptanya efektifitas dan effisiensi kinerja lembaga-lembaga publik • Mendorong terwujudnya birokrasi pemerintahan dan BUMD yang mencintai dan dicintai rakyat • Mendorong tumbuhnya partisipasi rakyat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.

APA LANDASAN HUKUM YANG DIPAKAI ? Sebagai konsumen, masyarakat berhak untuk mendapatkan layanan publik yang baik. Dalam kerangka itu, hak untuk melakukan monitoring atas kinerja dan produk layanan publik juga menjadi sesuatu yang inhern (melekat) di dalamnya. Ada beberapa landasan hukum yang menjamin hak masyarakat untuk mengawasi kualitas layanan publik, antara lain: a. UUD 1945, ps. 28 b. UU No. 24/1992 Tentang Tata Ruang c. UU No. 23/1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup d. UU No. 22/1999 Tentang Otonomi Daerah e. UU No. 25/2000 Tentang Propenas f. UU No. 28/1999 Tentang Anti KKN g. PP No. 29/1999 Tentang AMDAL h. UU Perlindungan konsumen

iii


APA KEUNTUNGAN YANG AKAN DIDAPATKAN ? Masyarakat/konsumen Dengan adanya monitoring berbasis masyarakat terhadap kinerja lembaga-lembaga publik, maka masyarakat akan dapat ikut berperan dalam mendorong terjadinya peningkatan kualitas kinerja mereka. Misalnya meningkatnya kualitas kecepatan pelayanan, meningkatnya effisiensi biaya yang harus dibayar masyarakat, meningkatnya aksesibilitas sentral pelayanan kepada lingkungan masyarakat, dan lainlain. Semakin baiknya kualitas kinerja lembaga–lembaga publik berarti semakin baiknya pelayanan yang akan diperoleh masyarakat dari mereka. Masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang cepat, murah, dekat, ramah, dan responsif. Dengan melakukan monitoring ini masyarakat berarti memiliki peran dalam mendorong terwujudnya local good governance. Karena dengan berjalannya monitoring, maka kemungkinan terjadinya manipulasi, kolusi, nepotisme, pemborosan anggaran, dan lainlain yang bertentangan dengan semangat reformasi dan otonomi daerah akan dapat dicegah.

Institusi publik Dengan adanya monitoring oleh masyarakat terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota, maka institusi ini akan terbantu dalam proses monitoring dan evaluasi internal mereka (dimana monitoring dan evaluasi ini merupakan syarat penting bagi sebuah organisasi modern). Pemerintah Kabupaten/Kota akan banyak mendapatkan informasi dan masukan tentang kekurangan, kelemahan, dan kesalahan yang terjadi sehingga dapat segera melakukan tindakan koreksi. Dengan adanya keterbukaan dan kerja sama Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mensikapi tuntutan monitoring oleh masyarakat ini, maka akan menjadi bukti di depan publik bahwa Bupati/Walikota dan jajaran Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan bagian dari organisasi yang terbuka, aspiratif, demokratis dan reformis. Monitoring dari masyarakat ini akan dapat menjadi alat bantu bagi Bupati/Walikota dan jajaran Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan perbaikan-perbaikan kinerjanya sebelum mendapatkan monitoring politis dari pihak legslatif. Pihak ketiga/enterprenuer/investor Berjalannya monitoring yang akan mendorong terwujudnya pemerintahan lokal yang bersih, akan menghasilkan dampak berupa iklim investasi dan

iv


ƒ

usaha akan lebih kondusif dan kompetitif, karena praktek-praktek KKN dapat direduksi. Efek turunannya kemudian adalah dapat berjalannya ekonomi biaya rendah yang akan dapat menjadi bola salju untuk mendorong meningkatnya gairah perekonomian lokal.

BAGAIMANABUKU PANDUAN INI DISUSUN ? Untuk pertama kali, rancangan buku panduan ini disusun oleh sejumlah tim kerja yang personil-personilnya selama ini telah bergerak dalam isu-isu pelayanan publik. Meskipun demikian, materi rancangan awal buku panduan ini tidak semata-mata mengandalkan apa yang ada di kepala para personil tim kerja tersebut, tapi juga melalui pengumpulan naskah-naskah dari berbagai lembaga dan individu lain. Naskah-naksah yang dikumpulan tersebut merupakan hasil dari rangkaian diskusi, proses penelitian dan sejumlah materi pelatihan yang telah diselenggarakan oleh lembaga atau individu yang memang memiliki perhatia dalam isu perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Setelah rancangan awal berhasil disusun, tim kerja melakukan perbaikan berkali-kali untuk menyempurnakan kelengkapan materi, membongkar

dan menyusun ulang sistematika serta pengeditan bahasa dan pengaturan tampilan. Setelah melalui proses penyempurnaan di tim kerja tersebut, lalu dilakukan putaran-putaran diskusi kecil untuk menerima masukanmasukan dar berbagai pihak bagi penyempurnaan lebih lanjut. Rancangan buku panduan yang sudah dikaji melalui rangkaian penyempurnaan tersebut kemudian dibahas dalam lokakarya 2 hari yang dihadiri oleh organisasiorganisasi warga yang selama ini menaruh perhatian pada isu-isu pelayanan publik, lembaga Ornop dan individu yang beraktivitas dalam pendampingan organisasi warga dan advokasi untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. Lokakarya tersebut juga sekaligus diposisikan sebagai media uji materi oleh pihakpihak yang akan sejak semula diposisikan sebagai pengguna buku panduan ini. Setelah dibahas dalam lokakarya tersebut, lalu tim kerja kembali melakukan penyempurnaan.

SIAPAYANG MENJADI SASARAN PEMBACA BUKU INI ? Buku panduan ini ditujukan untuk para aktivis organisasi warga yang langsung bergerak dalam upaya

v


peningkatan kualitas pelayanan publik. Secara sengaja buku panduan ini dikhususkan bagi organisasi warga karena berbagai langkah yang ditawarkan membutuhkan prasyarat kelompok-kelompok warga yang sudah terorganisir. Mengingat tingkat pendidikan dan pengalaman para aktivitis organisasi warga sangat bervariasi, maka diharapkan buku panduan ini dapat dibaca dan dimengerti mulai dari tingkat pendidikan yang paling rendah sekalipun. Meskipun demikian, aktivis-aktivis warga sebagai partikel bebas yang belum tergabung dalam sebuah organisasi warga juga dapat menggunakan buku panduan ini dengan prasyarat adanya pekerjaan pendahuluan yang tidak terwadahi dalam buku ini yaitu melakukan penguatan tali hubungan dengan kelompok-kelompok basis warga.

APA ISI BUKU INI ? Buku ini menyuguhkan sebuah panduan alternatif rangkaian aktivitas yang dapat dilakukan oleh warga untuk mengawasi dan menilai kualitas pelayanan publik yang diterimanya serta melakukan advokasi untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik

tersebut. Dengan tujuan tersebut, maka panduan ini dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: Bagian Pertama yang berisi penjelasan mengenai sistem pelayanan publik. Pada bagian ini, pengguna buku panduan ini akan disuguhi sejumlah pengetahuan atau informasi mengenai: apa yang dimaksud dengan pelayanan publik, klasifikasi-klasifikasi dalam pelayanan publik dengan berbagai contohnya, implikasi otonomi daerah terhadap system pelayanan publik, apa yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal, apa yang dimaksud pengawasan terhadap akuntabilitas publik, dan seputar pengantar mengenai akuntabilitas pelayanan publik. Bagian Kedua berisi panduan untuk melakukan penilaian atau pengukuran kinerja pelayanan publik. Di dalamnya ditampilkan mengenai pengertian-pengertian dasar mengenai kinerja dan pengukuran kinerja, manfaat atau pentingnya mengukur kinerja pelayanan publik, dan langkah-langkah pengukuran kinerja pelayanan publik mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan tahap tindak lanjut pasca pengukuran kinerja pelayanan pubik. Bagian Ketiga berisi pemaparan sejumlah alternatif cara yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi dalam upaya mendorong peningkatan kualitas pelayanan

vi


publik. Di dalamnya melingkupi pengantar mengenai kerja-kerja advokasi dan alternatif-alternatif aktivitas yang dapat dilakukan untuk melakukan advokasi pelayanan publik.

Ketiga, segera campakkan buku panduan ini jika bertentangan dengan keyakinan Anda.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH PENGGUNA BUKU PANDUAN Pertama, buku panduan ini tidak ditujukan untuk menjadi sebuah rujukan yang harus dipatuhi secara ketat. Mengingat konteks dimana pembaca buku panduan ini sangat beragam, maka tawaran-tawaran langkah dan cara membutuhkan pengadaptasian-pengadaptasian dengan konteks-konteks tersebut. Jangan pernah memaksakan untuk menyesuaikan dengan segala sesuatu yang ada di buku panduan ini jika berhadapan pada situasi-situasi yang tidak memungkinkan. Kedua, buku panduan ini belum selesai dan tidak akan pernah selesai. Pada dasarnya buku panduan ini bukan sebuah produk yang sudah jadi. Karena, pengetahuan dan pengalaman berada pada pengguna itu sendiri. Sehingga, sejalan dengan berubahnya situasi, kondisi dan tantangan yang ada, maka dengan itu pula segala sesuatu yang ada di dalam buku panduan ini akan berubah atau terus-menerus mengalami pembaharuan

PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR 1.

Pelayanan publik memiliki pengertian yang sangat luas. Dalam konteks makro, pelayanan publik sebenarnya adalah tujuan dari seluruh aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah: mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan pengendalian. Untuk memahami pelayanan publik secara lebih sederhana, jenis pelayanan publik dibagi kedalam dua kategori, yakni : 1.a Pelayanan publik dalam pengertian pelayanan akhir (final public good), selanjutnya akan disebut Pelayanan publik final. Pelayanan publik final adalah pelayanan yang langsung bisa dirasakan atau dikonsumsi oleh masyarakat; dan 1.b Pelayanan publik dalam pengertian pelayanan antara (intermediary public good, selanjutnya akan disebut Pelayanan publik antara ). Pelayanan publik antara adalah pelayanan yang sifatnya perantara

vii


bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi atau kesejahteraan sosial dan tidak bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat

3.

Contoh Pelayanan Publik Final: Pelayanan air bersih, pelayanan transportasi umum, pelayanan pendidikan, pelayanan telepon umum, pemeliharaan kebersihan kota, pelayanan kesehatan masyarakat dll. Contoh Pelayanan Publik Antara: System birokrasi, proses penyusunan Anggararan Publik (Public Expenditure), proses pembuatan aturan-aturan (regulation) yang diperlukan untuk menciptakan tertib sosial, penegakkan hukum, atau regulasi di bidang ekonomi seperti penentuan jumlah uang beredar, penentuan tingkat suku bunga, dll. 2.

Monitoring Pelayanan Publik adalah Tindakantindakan yang dilakukan dengan urutan tahapan tertentu untuk mengetahui, mengukur, dan menilai proses dan hasil penyelenggaraan pelayanan publik guna mendorong terciptanya perbaikan kinerja.

Monitoring Pelayanan Publik Partisipatif adalah pengawasan terhadap kualitas pelayanan publik yang dilakukan dengan melibatkan seluruh stakeholder yang bersangkutan seperti masyarakat sebagai konsumen pelayanan publik, institusi penyedia pelayanan, lembaga-lembaga nonpemerintah, dan lain-lain. Kadar dan tingkat keterlibatan masing-masing stakeholder bisa sangat bervariasi, tergantung dengan tahapan dan tujuan monitoring. Namun demikian, panduan monitoring pelayanan publik partisipatif yang disusun dalam buku ini lebih dimaknai sebagai bentuk monitoring yang melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama monitoring mulai dari proses awal hingga akhir. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa posisi masyarakat sebagai konsumen pelayanan publik menjadikan mereka sebagai refernsi utama dalam menjustifikasi tingkat kualitas layanan publik.

3.

Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999:2).

viii


Menurut Lembaga Administrasi Negara (2000:3) kinerja diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam menwujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. 4.

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses pengukuran untuk mengetahui apakah program yang ditetapkan sesuai dengan misinya melalui penyediaan produk, jasa pelayanan atau proses yang dilakukan. Pengukuran kinerja merupakan metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah.

ix


Bagian Satu: PENGANTAR PELAYANAN PUBLIK

1


Apa Itu Pelayanan Publik? Pelayanan publik memiliki pengertian yang sangat luas. Dalam konteks makro, pelayanan publik sebenarnya adalah tujuan dari seluruh aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan pengendalian. Pelayanan publik secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: (1) pelayanan publik dalam pengertian pelayanan akhir (final public good, selanjutnya akan disebut Pelayanan publik final ). Pelayanan publik final adalah pelayanan yang langsung bisa dirasakan atau dikonsumsi oleh masyarakat. Contoh pelayanan publik final antara lain: pelayanan air bersih, pelayanan transportasi umum, pelayanan pendidikan, pelayanan telepon umum, pemeliharaan kebersihan kota, pelayanan kesehatan masyarakat dll (2) pelayanan publik dalam pengertian pelayanan antara (intermediary public good, selanjutnya akan disebut Pelayanan publik antara ). pelayanan publik antara adalah pelayanan yang sifatnya perantara bagi terciptanya

pertumbuhan ekonomi atau kesejahteraan sosial dan tidak bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Contoh pelayanan publik antara yaitu: Sistem birokrasi, proses penyusunan Anggararan Publik (Public Expenditure), proses pembuatan aturan-aturan (regulation) yang diperlukan untuk menciptakan tertib sosial, penegakkan hukum, atau regulasi di bidang ekonomi seperti penentuan jumlah uang beredar, penentuan tingkat suku bunga, dll. Faktor-faktor Penentu Kualitas Pelayanan Publik Kualitas pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dominan, yaitu: (1) Faktor Kebijakan Publik yang akan mempengaruhi lembaga pelayanan publik dari segi kewenangan, sumber keuangan, teknologi dan sumber daya organisasi lainnya, (2) Karakteristik dan lingkungan dari masyarakat itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah, heterogenitas, dan konfigurasi penduduk serta nilai-nilai dan norma-norma yang dianut, (3) Faktor lingkungan seperti sistem politik, pers yang bebas atau tingkat kesulitan dalam mengakses lembaga layanan publik.

2


(4)

Kontrol pemerintah layanan publik

terhadap

penyedia

3


Relasi Antar-Stakeholder dalam Sistem Pelayanan Publik Modern (Masyarakat Sebagai Stakeholder)

Para Pihak dan Relasinya dalam Penyelenggaraan Urusan publik Relasi Antar-Para Pihak dalam Sistem Pelayanan Publik Konvensional (Masyarakat sebagai Konsumen)

DPRD

Kepala Daerah

DPRD

Penyedia

Kepala Daerah

Penyedia

Jenis-Jenis Pelayanan

Menyampaikan Komplain Metode Perseorangan

1

2

3

Masyarakat

Mempengaruhi Kualitas Kebijakan : Kewenangan, Pembiayaan, teknologi, sumber daya organisasi lainnya Metode : Hearing, Analisis Kebijakan, Public Opinion, Legal Drafting, dll

4

Mempengaruhi Kualitas Pelayanan : Kecepatan Pelayanan, Ketepatan Pelayanan, efesiensi pelayanan, daya tanggap terhadap keluhan kerusakan, dll Metode : Survey Kepuasan Pelanggan Periodik, Komplain yang disampaikan secara kolektif, pengawasan, dll

Jenis-Jenis Pelayanan

1

2

3

4

Masyarakat

4


Pentingnya Monitoring dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana membuat pemerintah dan unit penyedia layanan publik (public service provider) mampu bersikap lebih bertanggunjawab (akuntabel) dan responsif kepada masyarakat berkaitan dengan pelayanan yang diberikannya. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa di satu sisi penyelenggaraan pelayanan publik yang selama ini mengandalkan hanya pada peran lembagalembaga formal yang dibentuk negara dirasakan sudah tidak memadai lagi. Sementara itu, di sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik mulai meningkat. Kualitas pelayanan publik merupakan sesuatu yang sangat dipengaruhi oleh akuntabillitas yang terjadi dalam proses penyediaan pelayanan publik. Semakin baik mekanisme akuntabilitas pelayanan publik dilakukan maka asumsianya pelayanan publik tersebut akan semakin berkualitas dan sesuai dengan kehendak warganya.

Akuntabilitas pelayanan publik adalah seperangkat mekanisme yang memiliki kekuatan pengendali untuk memastikan bahwa proses produksi barang dan jasa publik yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam perkembangan mutakhir, akuntabilitas tidak hanya diartikan sebagai sebuah mekanisme pengendalian yang dilakukan secara hierarkis dari lembaga-lembaga formal seperti DPRD, Badan Pengawas Internal maupun Eksetrnal, dan lainnya, melainkan sebuah mekanisme pengawasan dan pengendalian yang juga bisa dilakukan oleh masyarakat. Pengawasan dan pengendalian masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilakukan terhadap dua jenis pelayanan publik (final dan antara). Hanya saja tentu dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Untuk memonitor kinerja birokrasi, efesiensi anggaran, atau kefektifan kebijakan, tentu akan mengalami kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan memonitor kualitas dan kuantitas air bersih, kualitas telepon umum, dll. Selain perlu keahlian tertentu untuk memahami hal-hal yang bersifat teknis, memonitor pelayanan publik antara juga memerlukan informasi yang belum tentu bisa diperoleh dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu,

5


faktor biaya (baik dalam pengertian materi maupun waktu) untuk mengumpulkan dan memproses informasi teknis sehingga bisa menghasilkan kesimpulan tentang kualitas pelayanan publik antara ini sangat tinggi sehingga menjadi kendala bagi masyarakat pada umumnya untuk melakukan monitoring. Sedangkan pelayanan publik final sangat memungkinkan dimonitor oleh masyarakat karena informasi diperoleh dari penilaian masyarakat sendiri berdasarkan pengalaman yang dirasakan. Masyarakat dengan pengalaman yang dirasakannya bisa memiliki klaim pengetahuan tentang kualitas pelayanan publik final tertentu, misalnya: masyarakat bisa dengan cepat menyampaikan keluhan ketika air bersih berhenti mengalir, atau ketika sampah menumpuk dll.

6


Bagaimana Pelayanan Publik Era Otonomi Daerah ? Dalam konteks pelayanan publik, desentralisasi berarti bahwa daerah diberi keleluasaan untuk : pertama, menentukan jenis-jenis pelayanan publik yang akan diberikan dan diprioritaskan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan yang telah dilimpahkan kepada daerah maupun kapasitas sumber daya yang dimiliki oleh daerah, kedua, melaksanaklan pelayanan publik tersebut sebaik-baiknya. Ketiga, memastikan bahwa jenis-jenis pelayanan atau urusan yang belum dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah diserahkan kembali ke Pemerintahan yang lebih atas. Artinya, pelayanan publik pada masa otonomi daerah maksudnya adalah daerah di satu sisi diberi kebebasan untuk menentukan jenis dan prioritasnya, tapi di sisi lain diberi ketentuan bahwa kebebasan tersebut hanya bisa dijalankan jika daerah sudah mampu menjalankan kewenangan wajib dan pelayanan minimalnya (sesuai dengan standar pelayanan minimal).

Apa yang Minimal ?

dimaksud

Standar

Pelayanan

Standar Pelayanan Minimal adalah tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal harus mampu menjalin terwujudnya hak-hak individu serta dapat menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar dari Pemerintah daerah sesuai patokan dan ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Standar Pelayanan Minimal bersifat dinamis dan perlu dikaji ulang dan diperbaiki dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan kebutuhan dan perkembangan kapasitas Daerah. Indikator Standar Pelayanan Minimal memberikan informasi kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib Daerah secara kualitas (seberapa berarti kemajuan yang telah dilakukan) dan secara kuantitas (seberapa banyak yang telah dilakukan) dengan mempunyai nilai bobot.

7


Indikator Standar Pelayanan Minimal Indikator Standar Pelayanan Minimal menggambarkan indikasi variable pelayanan dasar yang digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan menggambarkan keseluruhan pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu-kewaktu serta jenis pelaporan dasar kepada masyarakat terhadap kinerja unit organisasi perangkat daerah

kepuasan konsumen/masyarakat, maupun Pemerintah Daerah. e. dampak, pengaruh pelayanan terhadap kondisi secara makro berdasarkan manfaat yang dihasilkan.

Karakteristik indikator meliputi: a. masukan (bagaimana tingkat atau besaran sumberdaya yang digunakan), contoh: peralatan, perlengkapan, uang, personil dll. b. proses yang digunakan, termasuk upaya pengukurannya seperti program atau kegiatan yang dilakukan, mencakup waktu, lokasi, isi program atau kegiatan, penerapannya dan pengelolaannya. c. hasil, wujud pencapaian kinerja, termasuk pelayanan yang diberikan, persepsi publik terhadap pelayanan tersebut, perubahan perilaku publik. d. manfaat, tingkat kemanfaatan yang dirasakan sebagai nilai tambah, termasuk kualitas hidup,

8


Bagian Dua : PANDUAN MONITORING DAN MENGUKUR KINERJA PELAYANAN PUBLIK

9


Monitoring kinerja institusi pelayanan publik pada dasarnya diarahkan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kualitas pelayanan dasar yang diberikan kepada masyarakat oleh lembaga pelayan publik. Mengukur kinerja lembaga pelayan publik merupakan rangkaian kegiatan mulai dari proses pengumpulan informasi/data, menganalisa, memaknai, dan menilai keberhasilan atau kegagalan kinerja sebuah sebuah lembaga pelayan publik dalam pencapaian tujuannya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen (warga masyarakat) sesuai dengan tugas dan fungsi yang disandangnya. Evaluasi ini dikaitkan dengan tiga hal: • Input yang dapat berupa dasar hukum mengenai tugas dan fungsi lembaga pelayan publik yang bersangkutan, anggaran yang dimiliki, retribusi yang ditarik oleh lembaga yang bersangkutan dari masyarakat, sumber daya manusia yang dimiliki, dan infra-struktur pendukung lainnya seperti aset, dan fasilitas. • Proses yang berarti mekanisme dalam pemberian layanan yang menyangkut persyaratan, alur birokrasi, biaya, waktu, sikap/perilaku aparatur, dan lain-lain. • Produk yang meliputi hasil akhir dari bentuk layanan.

Apa Manfaatnya Mengukur Kinerja Pelayanan Publik ? 1. meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitasnya 2. menilai petanggungjawaban pencapaian tujuan dan sasaran oleh manajemen atas programprogram 3. mengelola program secara efisien 4. menyediakan data dalam rangka pelaksanaan fungsi pengendalian program 5. membuat kebijaksanaan anggaran 6. mengelola dan mengukur hasil program 7. umpan balik bagi manajemen dalam rangka meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan dating 8. mempertanggungjawabkan sumber daya yang telah dipercayakan kepada manajemen

10


Prinsip-prinsip Monitoring dan Pengukuran Kinerja Kesetaraan posisi antara yang dimonitor dengan yang memonitor. Memperbaiki Kinerja Institusi Pelayanan Pembelajaran bagi pihak-pihak yang terkait dalam monitoring Berkelanjutan Nalar dalam memberikan penilaian Validitas data Critical partnership Transparansi Obyektifitas

Pelaku Monitoring dan Pengukuran Kinerja Pelaku monitoring terdiri dari dua kategori; pertama individua masyarakat sebagai konsumen/user atas pelayanan publik, kedua kelompok atau organisasi masyarakat yang bertindak selaku dan atau atas nama masyarakat. Adapun peran dari dua kategori tersebut di atas adalah: a. Peran LSM 1. Fasilitator 2. Mediator

3. Katalisator b.

Peran Masyarakat 1. Pelaku aktif dalam proses monitoring 2. Turut serta dalam perumusan pelayanan publik

kebijakan

Sasaran/Subyek Monitoring dan Pengukuran Kinerja Sasaran/Subyek monitoring adalah lembaga penyedia jasa pelayanan publik, yang terdiri dari pemerintah, badan usaha milik negara Peran Lembaga yang dimonitor Sebagai sumber data obyek monitoring berperan responsif dan informatif thd kebutuhan masy akan informasi/ data

Aspek-aspek Penting Obyek Monitoring dan Pengukuran Kinerja a. Organisasi Format dan struktur organisasi lembaga pelayanan publik merupakan aspek penting dalam

11


menentukan sejuhmana kualitas produk layanan yang dapat dihasilkan. Point yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah kesesuaian antara bentuk organisasi dengan kebutuhan riil bagi penyediaan pelayanan. b. Management Pengelolaan sebuah institusi pelayanan publik juga menjadi perhatian dalam proses pengawasan monitoring nantinya, dimana bentuk pengelolaan organisasi dari waktu ke waktu memberikan perubahan terhadap layanan jasa yang diberikan dengan mengedapankan fungsi layanan yang berkeadilan dan humanis. c. Pertanggungjawaban Sistem pertanggungjawaban atau akuntabilitas lembaga pelayan publik menjadi salah satu aspek yang cukup penting untuk dimonitor, terutama bagi lembaga yang menarik dana dari masyarakat sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan. d. Perilaku Perilaku atau sikap aparatur dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayanan masyarakat juga menjadi item utama dalam proses pengawasan atau monitoring berbasiskan masyarakat baik itu secara organisasional mapuh individu.

e. Prosedur Bentuk layanan kepada masyarakat juga dipengaruhi oleh prosedur untuk memperoleh layanan maupun komplian sebagai salh satu bentuk kritik konsumen jika hak konsumen diabaikan. f. Out Put atau hasil Kemanfaatan yang dirasa oleh masyarakat merupakan hasil yang diperoleh dari layanan institusi tersebut kepada masyarakat menjadi bagian apenitn dalam penilaian/monitoring kinerjanya. g. Share benefit Beberapa institusi pemerintah yang memiliki BUMD/PERUSDA yang bisa secara langsung memberikan layanan kepada masyarakat pengguna (konsumen), perlu diadakan audit dimana keuntungan yang diambil dari bentuk eksloitasi Sumber Daya Alam (misal : PDAM) juga harus dapat paparkan kepada publik. h. Policy Kebijakan yang diambil dari dan untuk layanan juga menjadi perhatian utama dalam pengawasan atau monitoring yang dilakukan

12


masyarakat nantinya terhadap institusi publik bahkan DPRD sendiri yang memiliki fungsi legislasi. i. Waktu dan Biaya Kesesuaian antara waktu biaya yang dipungut oleh lembaga pelayanan publik dengan produk layanan menjadi satu aspek yang penting untuk dicermati. Indikator lain yang dapat digunakan di samping kesesuaian tersebut adalah rasa keadilan dan pencerminan atas kondisi umum eknomi masyarakat j. Keterjangkauan

Metode Monitoring dan Pengukuran Kinerja a). Metode Tele-polling b). Metode Survey

Kebutuhan Pendukung untuk Monitoring dan Pengukuran Kinerja a.

Adanya kesadaran masyarakat, yang dapat dibangun melalui:

b. c.

a.1 Sosialisasi Informasi dasar Kebijakan, (misalnya Data, bentuk pelayanan, dll Hasil yg dimonitoring (yg terjadi) ± a.2. Konsolidasi FW Menyamakan Visi Membangun Issu Bersama. Alat Bantu : Radio Komunikasi, posko pengaduan,dll Comitte Organizer (CO) Membentuk Opini Publik a.3. Sharing Pengalaman Antar Forum Warga melalui sarana Pertukaran CO, tukar informasi melalui surat, majalah, maupun e-mail Ketersediaan informasi dan aksesnya Ketersediaan tool monitoring

Bagaiamana sih Caranya Kinerja Pelayanan Publik?

Mengukur

Mengukur kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja suatu organisasi atau unit kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Evaluasi agar dikaitkan dengan sumber daya (inputs) yang berada dibawah wewenangnya seperti SDM, dana/keuangan,

13


sarana prasarana, metode kerja dan hal lainnya yang berkaitan.

ALUR KERJA MONITORING DAN PENGUKURAN KINERJA

TAHAP I PERENCANAAN 1. Menentukan Jenis Layanan Yang Akan dimonitor 2. Menentukan bagian kegiatan dalam lingkup pelayanan publik yang akan diamati dan diukur kinerjanya 3. Membuat Tim Kerja 4. Menetapkan indikator pencapaian tujuan 5. Menetapkan sumber dan teknik pengumpulan data 6. Menyusun instrumen pengumpulan data 7. Pemilihan Sampling

TAHAP II PELAKSANAAN 1. Pengumpulan data 2. Pengolahan data 3. Analisis data dan Penilaian 4. Pengemasan hasil

TAHAP III TINDAK LANJUT 1. Diserahkan kepada pihak penyelenggar a layanan public 2. Bahan kampanye Publik 3. Fakta-fakta advokasi 4. Dokumen publik

14


TAHAP I

PERENCANAAN

a. Menentukan Jenis Layanan Yang Akan dimonitor dan diukur kinerjanya Tahap penentuan jenis layanan yang akan dimonitor Sudah ada isu bersama yang hendak dimonitor

Belum ada isu bersama yang hendak dimonitor

Penetapan Jenis Layanan yang akan Dimonitor

Rembug Warga untuk melakukan curah pendapat/pengalaman tentang pelayanan publik

Tahap ini merupakan awal dari seluruh rangkaian monitoring. Dalam prakteknya di lapangan, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap penentuan jenis layanan yang akan dimonitor ini.

1. Masyarakat telah memiliki keluhan dari pengalaman mereka yang buruk ketika meminta dan atau mendapatkan sebuah layanan publik tertentu. Misalnya, dalam sebuah komunitas masyarakat, satu atau beberapa orang memiliki pengalaman yang sama tentang buruknya kinerja PLN. Dalam hal ini berarti, masyarakat telah memiliki keinginan bersama untuk memecahkan persoalan ini dengan cara (misalnya) melakukan monitoring kinerja PLN. Pada kasus ini, yang perlu dilakukan pada tahap pertama ini hanya sekedar memproses kehendak bersama ini menjadi sebuah konsensus (keputusan bersama) – bahwa pelayanan PLN tersebut - untuk dijadikan sebagai sasaran monitoring. Dengan kata lain, masyarakat telah dengan sendirinya membangun kesepakatan bersama (berdasarkan atas pengalaman yang sama) untuk melakukan monitoring atas kinerja sebuah lembaga tertentu. 2. Masyarakat secara bersama-sama menentukan pilihan (tanpa adanya suatu kasus terlebih dahulu) atas kinerja lembaga pelayan publik tertentu yang akan dimonitor. Dalam kondisi demikian, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk membantu proses penentuan jenis layanan yang akan dimonitor. Langkah-langkah tersebut yaitu:

15


a). Penyelenggaraan kegiatan rembug warga. Kegiatan ini merupakan kegiatan pertemuan antar warga yang diarahkan untuk mendiskusikan dan kemudian memutuskan bentuk layanan publik apa yang akan dimonitor. Dalam kegiatan rembug warga ini hendaknya diikuti oleh sebanyakbanyaknya perwakilan kelompok-kelompok masyarakat. Rembug warga ini dapat dijalankan dengan metode diskusi terfokus, yaitu sebuah metode diskusi yang dimaksudkan untuk membahas sebuah masalah tertentu dan diarahkan untuk mengambil keputusan bersama. Sebaiknya rembug warga yang menggunakan metode diskusi terfokus ini dipandu oleh seorang fasilitator yang memiliki kemampuan dalam membangun dan memotivasi munculnya partisipasi seluruh peserta diskusi. Ketika rembug warga telah dimulai, fasilitator dapat; b). Menjelaskan tujuan monitoring dan aspek-aspeknya. Penjelasan yang dilakukan oleh failitator ini dapat digunakan sebagai media untuk membangun kesepahaman tentang maksud dan batasanbatasan monitoring yang akan dilakukan bersama. Setelah fasilitator memberikan penjelasan awal tentang monitoring tersebut, selanjutnya fasilitator melakukan; c). Brain-storming atau curah pengalaman antar peserta tentang berbagai bentuk layanan publik yang mereka dapatkan sehari-hari disertai dengan

penilaian empiris mereka atas kualitas layanan tersebut (seperti keunggulan dan kegagalannya). Fasilitator perlu mendesain forum agar semua peserta dimungkinkan dapat terlibat dalam proses ini. Pada saat peserta menjelaskan pengalaman dan penilaian mereka atas layanan publik yang dirasakan, fasilitator sebaiknya membuat ringkasanringkasan berupa kata-kata kunci dari setiap gagasan peserta. Ringkasan tersebut dapat ditulis ke dalam kertas meta-plan, dengan ketentuan satu kertas meta-plan memuat satu ide/gagasan peserta. Contoh: Layanan PDAM, yang

Layanan KTP (banyak terjadi manipulasi

Layanan Kartu Keluarga

Layanan SIM (banyak terjadi manipulasi

LayanaSTN K (waktunya terlalu

Layanan imunisasi

Layanan BPKB

Kualitas Air tanah (tercemar)

Layanan Kartu Sehat (diskrimina

Layanan Puskesmas (terlalu lamban)

Setelah semua peserta mendapatkan kesempatan untuk menjelaskan pengalamannya, fasilitator dapat; d). Mengkategorisasikan gagasan-gagasan peserta secara bersama-sama. Dalam hal ini fasilitator dapat mengajak peserta untuk membaca kembali kata-

16


kata kunci yang tertulis dalam kertas meta-plan, dan kemudian diklasifikasikan mana yang memiliki kesamaan dan kemiripan, untuk kemudian dikelompokkan menjadi satu. Sedangkan gagasan yang berbeda dikelompokkan dalam cluster yang lain. Contoh: Cluster 1

Cluster 2

Cluster 3

Contoh: Layanan Air Bersih Layanan PDAM

Cluster 4

Layanan PDAM

Layanan KTP

Layanan SIM

Layanan Puskesmas

Kualitas Air tanah

Layanan Kartu Keluarga

Layanan STNK

Layanan Kartu Sehat

Layanan BPKB

Layanan imunisasi

Setelah berhasil mengelompokkan kata-kata kunci gagasan peserta di atas, fasilitator selanjutnya; e). Mengajak peserta untuk menentukan judul yang dapat mewakili isi gagasan dari masing-masing kelompok gagasan. Pemberian judul ini dimaksudkan untuk mempermudah pembacaan atas kelompok gagasan peserta, sekligus mempermudah penentuan sasaran monitoring.

Kualitas Air tanah

Setelah proses penentuan judul selesai, kemudian fasilitator; f). Mengajak peserta untuk memilih satu diantara kelompok gagasan yang akan dijadikan sasaran monitoring. Cara yang ditempuh dapat melalui musyawarah mufakat, atau voting. Kelompok gagasan yang terpilih kemudian dapat ditetapkan untuk menjadi sasaran monitoring b. Menentukan Aspek-aspek dari jenis Layanan yang Akan dimonitor Gambaran Alur Penentuan Aspek-aspek yang akan dimonitor

17


Tim Kerja Monitoring

Review atas jenis layanan dan asumsi awal masyarakat atas kualitas layanan tersebut

Analisa terhadap asumsi awal masyarakat atas kualitas layanan

Hasil analisa berupa pokok masalah

Penentuan Aspek-aspek yang akan dimonitor

Proses penentuan aspek-aspek yang akan dimonitor dari sebuah layanan publik merupakan tahapan yang sangat penting untuk dilakukan, mengingat bahwa setiap jenis layanan publik memiliki aspek yang banyak dan berbeda-beda. Kalau kita merujuk pada aspek-aspek monitoring yang telah disebutkan dalam bab II, maka setiap jenis layanan publik setidaknya

memiliki 10 aspek yang perlu dimonitor seperti organisasi, mekanisme, persyaratan, biaya, dan lainlain. Idealnya, setiap kali kita melakukan monitoring atas pelayanan publik, maka kita perlu memonitor semua aspek tersebut di atas. Namun demikian, untuk melakukan monitoring terhadap sebuah jenis layanan publik tertentu, kita bisa saja mengabaikan beberapa aspek dan memfokuskan monitoring kepada beberapa aspek saja. Penekanan kepada beberapa aspek tertentu saja dari sebuah jenis layanan publik dalam pelaksanaan monitoring dapat dilakukan dengan pertimbangan: • Adanya penilaian awal (asumsi) masyarakat atas sisi negatif atau kekurangan dari sebuah layanan publik sehingga dapat membantu mempermudah proses penentuan titik tekan aspek yang akan dimonitor. Misalnya layanan kesahatan dari puskesmas yang dianggap (diasumsikan) diskriminatif, akan sangat membantu dalam menentukan/mempersempit aspek yang akan dimonitor dari kinerja puskesmas. Dalam hal ini, aspek monitoring dapat dipersempit atau ditekankan pada aspek kebijakan, perilaku, dan kualitas SDM. Dengan demikian, beberapa aspek lain seperti pertanggungjawaban, share-benefit, dan sebagainya dapat diabaikan.

18


•

Penekanan kepada beberapa aspek monitoring saja akan mempermudah kerja monitoring yang akan dilakukan, dan sekaligus juga mempermurah biaya yang harus dikeluarkan. • Penekanan kepada beberapa aspek monitoring yang dibutuhkan, juga akan mempertajam hasil monitoring. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam proses penentuan aspek-aspek monitoring adalah: 1. Mereview (melihat kembali) jenis layanan yang telah disepakati untuk dimonitor. 2. Menganalisa jenis layanan tersebut serta asumsi/penilaian awal masyarakat atas kelemahan pelayanan yang disediakan oleh instansi terkait. Proses analisa ini dapat dilakukan dengan cara membedah masalah tersebut dengan metode pemetaan masalah. Metode bedah masalah ini meliputi; • Analisa pokok masalah • Analisa faktor penyebab munculnya masalah baik secara internal maupun eksternal • Analisa sumber munculnya masalah Gambaran Pemetaan Masalah

Klarifikasi pokok masalah

Jenis layanan publik yang akan dimonitor

3.

Asumsi awal masyarakat atas kualitas layanan publik tersebut

Analisa tentang mengapa masalah tersebut muncul

Analisa tentang siapa yang menyebabkan munculnya masalah

Menentukan aspek-aspek monitoring berdasarkan hasil bedah masalah. Setelah selesainya proses bedah masalah dan telah diketahui peta permasalahan maka berdasarkan hasil tersebut, kita dapat menjadikan beberapa point penting dari hasil tersebut sebagai rujukan untuk menentukan aspekaspek monitoring.

c. Membuat tim kerja Forum warga atau organisasi rakyat yang akan melakukan monitoring dan pengukuran kinerja di salah satu sektor pelayanan publik sebaiknya

19


membuat tim kerja khusus yang disertai dengan pembagian kerja yang jelas. Alangkah baiknya apabila tim kerja ini membuat dan menyusun rencana kerja yang akan dilakukan agar kegiatan monitoring dan pengukuran kinerja menjadi lebih terarah. Tim kerja inilah nantinya yang akan melakukan setiap tahapan kegiatan monitoring dan pengukuran kinerja yang telah disusun bersama-sana. Adapun bidangbidang kerja yang dapat dilakukan oleh tim ini antara lain: • Menyiapkan proposal monitoring • Mengumpulkan data-data awal • Memfasilitasi penyelenggaraan pertemuanpertemuan lanjutan d. Menetapkan indikator pencapaian tujuan Untuk melakukan pengukuran kinerja diperlukan indikator kinerja, yang bersifat kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang ditetapkan. Karenanya indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur untuk digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Biasanya pihak penyelenggara layanan publik di sektor tertentu memiliki indikator pencapaian tujuan

kebijakan pelayanan yang telah dibuat sebelumnya. Oleh karena itu, pihak yang akan melakukan pengukuran kinerja pelayanan publik dapat mencari data yang terkait dengan indikator pencapaian tujuan kebijakan pelayanan ini di lembaga penyedia layanan. Namun demikian, untuk mengantisipasi apabila pihak penyelenggara layanan ternyata belum menbuat indikator pencapaian tujuan pelayanan maka pihak yang akan melakukan pengukuran kinerja pelayanan public dapat membuat indikator atau tolak ukur sendiri untuk mempermudah proses pengukuran. Pertanyaan yang dapat membantu dalam menentukan indikator pencapaian tujuan kebijakan program/proyek adalah kapan dan bilamanakah suatu tujuan kebijakan program dikatakan tercapai? Jawaban atas pertanyaan ini dapat dijadikan sebagai indikator pencapaian tujuan kebijakan program/proyek. Pengetahuan tentan Standar Pelayanan yang Harus Dicapai Standar Minimal Pelayanan Kebersihan Standar Pelayanan Minimu telah diatur oleh Kepmendagri No. Asdf. Standar Pelayanan Minimum diatur untuk mengantisipasi kekosongan pelayanan di suatu daerah setelah otonomi diberlakukan. Dalam rangka mendetilkan aturan tersebut, Menkimpraswil telah membuat standar Pelayanan di Bidang Kebersihan berdasarkan Indikator “Tingkat Penangan Generasi Sampah terhadap Jumlah Penduduk

20


Kota/Perkotaan dan kualitas Penangan. Berdasarkan indikator tersebut, Menkimpraswil telah menentukan standar pelayanan secara kuantitatif dan secara kualitatif. Secara kuantitatif, Menkimpraswil menetapkan standar cakupan pelayanan harus meliputi 80 % dari jumlah penduduk kota/perkotaan dilayani olleh sistem DK/PDK dan sisanya 20 % dapat ditangani secara saniter (non-site system). Sedangkan Prioritas penanganansistem persampahan meliputi : • 100 % untuk kawasan pusat kota /CBD dan Pasar. • 100 % untuk kawasan permukiman dengan kepadatan lebih dari 100 jiwa/ha • rata-rata 80 % untuk kawasan permukiman perkotaan • 100 % untuk penangan limbah industri • 100 % untuk penangan limbah B3 atau sampah medis (medical waste) Sementara itu, secara kualitatif, pelayanan harus mencapai standar sebagai berikut : • penangan sampah on-site dilakukan secara saniter : individual composting, separasi sampah untuk diambil pemulung • Penangan sampah oleh DK/PDK dilakukan secara terintegrasi (pewadahan, pengumpulanpengangkutan/Transfer Penangan Akhir) • Tempat/Kapasitas Pewadahan tersedia • Pengumpulan dan pengangkuta sampah dilakukan secara reguler • Tidak ada penangan akhir sampah secara open dumping • Tidak ada Pembuangan sampah secara liar • Tingkat composting dan daur ulang sampah minimal 10 % • Penangan akhir sampah setidaknya dengan controlled ranfill

• Konsep 3R sudah diterapkan di industri • Medical Waste ditangani secara swakelola Catatan : Masyarakat atau Organisasi Masyarakat bisa menilai apakah Pelayanan Kebersihan sudah mampu untuk memenuhi standar Pelayanan Minimun Seperti tersebut di Atas, baik bagian per bagian maupun secara keseluruhan. Berdasarkan Standar tersebut, seorang pemantau atau penilai bisa mengemukakan penilaiannya sekaligus memberikan rekomendasi hal-hal apa yang harus diperbaiki untuk mencapai standar pelayanan di atas. Tips Karakteristik Indikator Kinerja yang Baik

terikat pada tujuan program dan menggambarkan pencapaian hasil terbatas pada hal-hal yang vital dan penting bagi pengambilan keputusan terpusat pada hal-hal yang perlu mendapat prioritas terkait dengan sistem pertanggungjawaban yang memperlihatkan hasil

Pertimbangan utama penetapannya, bahwa indikator kinerja harus : menggambarkan hasil atau usaha pencapaian hasil dapat dikontrol mempunya dampak negatif yang rendah tidak menghilangkan insentif yang sudah ada jika menghilangkan insentif, harus ada pengganti atau manfaat yang lebih besar

e. Menyusun instrumen pengumpulan data

21


Valid atau tidaknya data yang dikumpulkan salah satu faktornya adalah ketepatan dalam menggunakan instrument untuk mengumpulkan data. Desain instrument penelitian harus dirancang sedemikian rupa agar mengarah pada pencerminan pencapaian tujuan kebijakan program/proyek utama. Penyusunan instrument pengumpulan data (terutama dalam bentuk angket) harus mendasarkan diri pada indikator-indikator pencapaian tujuan kebijakan program/proyek yang telah ditetapkan. f. Menetapkan sumber dan teknik pengumpulan data Ketepatan dalam menentukan sumber data dan informasi menjadi salah satu jaminan data dan informasi yang diperlukan valid dan reliable serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam riset kebijakan publik, sumber dan sekaligus sebagai teknik pengumpulan data dan informasi dapat diperoleh melalui: 1) Wawancara 2) Kuesionair 3) Pengamatan 4) Studi dokumen Dalam menetapkan sumber dan teknik pengumpulan data sebaiknya dilakukan ceklist terlebih dahulu terhadap jenis data yang dibutuhkan, dimana data tersebut dapat diperoleh dan bagaimana cara mendapatkannya.

Contoh Ceklist Jenis Data yang Dibutuhkan Struktur dan mekanisme lembaga penyelenggara n pelayanan publik 2. Relasi DPRDPemdalembaga penyelenggara layanan 3. Rencana Anggaran 4. Prosedurprosedur : pelayanan pengaduan 5. Rencana Pengembanga n 6. Karakteristik Pengguna 7. Tarif 8. Peraturanperaturan 9. Lokasi-lokasi pelayanan 10. Data keluhan pelanggan 11. Indikatorindikator pencapaian tujuan kebijakan pelauanan publik di sektor tertentu

Sumber Data

Cara Memperoleh Data

1.

22


g. Pemilihan Lokasi Sampling Persoalan besar yang dihadapi setiap pihak yang akan melakukan pengukuran kinerja pelayanan publik di sektor tertentu adalah terbatasnya sumber daya khususnya dan dan waktu. Oleh karena itu berlaku prinsip efisiensi tanpa melemahkan arti dari penelitian itu sendiri. Cara yang lazim digunakan adalah dengan menentukan elemen dalam suatu populasi sasaran atau menentukan sampel penelitian. Berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan, sampel populasi penelitian yang sudah ditentukan nantianya harus dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi. Persoalan yang umumnya juga muncul adalah seberapa besar sampel yang harus diambil dari populasi sasaran sehingga betul-betul mewakili sasaran. - Penentuan Variabel Sampel Untuk menentukan lokasi responden yang paling tepat dalam menilai Kinerja PD. Kebersihan, maka harus ditemukan lokasi responden berdasarkarkan variabel-variabel berikut :

Contoh Variabel-variabel Penentuan Sampel Lokasi Pelayanan Kebersihan Berdasarkan Data Sekunder Tahun 2002 No.

Variabel

Data yang dibutuhkan

Sumber

Usulan Variabel dari Peneliti 1.

Variabel suplier Sampah Rumah Tangga

Jumlah rumah tangga per kecamatan tahun 2000

BPS

2.

Variabel suplier sampah non rumah tangga

Jumlah tempat keramaian, seperti pasar tradisional, pkl dll per kecamatan

Dinas Tata Kota

Jumlah volume sampah pada masing-masing tempat keramaian

PD Kebersihan

3.

Variabel suplier sampah individu

Tingkat kepadatan penduduk

Dinas Tata Kota

4.

Variabel tingkat Ketaatan rumah tangga dalam membayar retribusi

Proporsi jumlah rumah tangga terhadap total pembayar retribusi per kecamatan

PLN dan PD Kebersihan

5.

Variabel Volume Sampah

Proporsi Volume sampah terangkut terhadap total volume sampah per kecamatan

PD Kebersihan

Variabel Kapasitas Armada angkut unit kecil (gerobak sampah)

Jumlah gerobak sampah per kecamatan

PD Kebersihan

Luas wilayah kecamatan

Dinas Tata ruang

Volume sampah per kecamatan

PD Kebersihan

Jumlah TPS per kecamatan

PD Kebersihan

6.

Kapasitas Angkut TPS

23


7,

per kecamatan

PD Kebersihan

Volume sampah per kecamatan

Usulan Variabel Penelitian dari PD Kebersihan

-

8.

XXXXXXX

AAAAAAAAAAa

9.

VVVVVVV

BBBBBBBBBB

Pembuktian ketersediaan data dan Pembobotan masing-masing variabel Untuk memastikan ketersediaan data-data yang diperlukan untuk membuat variabel, maka perlu diverifikasi ketersediaan datanya kepada pihak-pihak yang disebutkan di atas. Setelah itu kemudian ditanyakan bobot kepentingan masing-masing variabel dalam mempengaruhi tingkat pelayanan kebersihan di masing-masing kecamatan. Berikut adalah tabel penilaian ketersediaan data dan penilian derajat kepentingan. Contoh Tabel Pembuktian ketersediaan Data dan Penilaian Derajat Kepentingan Variabel

N o.

Ketersedia an data Variabel

a d a

Tidak ada

Derajat Kepentingan

Usulan Variabel dari Peneliti 1.

Variabel suplier Sampah Rumah Tangga

1

2

1

2

3

4

2.

Variabel suplier sampah non rumah tangga

1

2

1

2

3

4

3.

Variabel suplier sampah individu

1

2

1

2

3

4

4.

Variabel tingkat Ketaatan rumah tangga dalam membayar retribusi

1

2

1

2

3

4

5.

Variabel Volume Sampah

1

2

1

2

3

4

Variabel Kapasitas Armada angkut unit kecil (gerobak sampah)

1

2

1

2

3

4

6.

Kapasitas Angkut TPS per kecamatan

1

2

1

2

3

4

7,

Usulan Variabel Penelitian dari PD Kebersihan 8.

1

2

1

2

3

4

9.

1

2

1

2

3

4

Keterangan : Pilih no. 1 jika Pilih no. 2 jika Pilih no. 3 jika Pilih no. 4 jika

dianggap paling penting dianggap penting dianggap kurang penting dianggap tidak penting

- Perangkingan Variabel penentuan sampel Setelah ditemukan datanya, kemudian di entri dan dirangking sehingga diperoleh kecamatan yang memperoleh nilai tertinggi (kasih angka 1) sampai

24


kecamatan yang memperoleh rangking terendah pada masing-masing variabel. Setelah itu, masingmasing rangking dikalikan dengan bobot masingmasing variabel. - Lokasi sampel atau Sasaran Advokasi Untuk menemukan lokasi sampel atau sasaran advokasi, maka ditemukan kecamatan dengan kriteria : a. Kecamatan yang memperoleh Pelayanan terbaik b. Kecamatan yang memperoleh Pelayanan menengah c. Kecamatan yang memperoleh Pelayanan terburuk

25


TAHAP II

PELAKSANAAN PENGUKURAN KINERJA Aktivitas pelaksanaan pengukuran kinerja pelayanan publik sama halnya dengan melakukan riset ilmiah lainnya. Tahapan aktivitasnya adalah : a. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam riset pengukuran kinerja pelayanan publik dapat menggunakan teknik wawancara, kuesioner, data sekunder dan pengamatan. Penggunaaan teknik ini sangat tergantung pada macam dan jenis data yang akan dikumpulkan. Contoh-contoh kuesioner dan pertanyaanpertanyaan untuk wawancara dapat dilihat dalam lampiran buku panduan ini. Tips Mengumpulkan Data Teknik pengumpulan data dalam riset evaluasi kebijakan publik dapat menggunakan teknik wawancara, kuesioner, data sekunder dan pengamatan. Penggunaaan teknik ini sangat tergantung pada macam dan jenis data yang akan dikumpulkan Ada beberapa sumber data yang dapat diakses, antara lain: 1. Catatan/Data di Pemerintahan

-

-

2.

Tersedianya catatan data tentang kualitas pelayanan oleh birokrasi publik, mulai dari prosedur biaya rendah, kerugian, program-program public, yang seirng kali atau mungkin jarang catatan-catatan birokrasi publik cukup berkaitan dengan informasi tentang kualitas pelayanan. Sungguhpun demikian tersedianya catatan pemerintah tentang informasi berikut ini diperlukan: Waktu tanggapan terhadap permintaan pelanggan Beberapa birokrasi publik barangkali mencatat tanggal permohonan pelayanan pada saat diterima, dan selanjutnya mencatat tanggal ketika pelayanan selesai. Informasi ini dapat diolah dan ditabulasikan untuk memberikan indikator dari “waktu tanggapan�, seperti rata-rata waktu pelayanan, prosesntase permohonan pelayanan yang telah selesai dilayani dalam kurun waktu periode tertentu. Daftar keluhan banyak agensi birokrasi publik yang mencatat keluhankeluhan yang mereka terima, namun mereka sering tidak mentabulasikannya dalam format tertentu yang bermanfaat karena dari tabulasi ini dpat dilihat kecenderungan dalam bebrap komplain berdasarkan karakteristik dari pelayanan tertentu. Skala Rata-Rata Prosedur Pelatihan Agen pemerintah dapat melatih staf atau sukarelawan untuk menjadi peneliti atau pengawas yang secara periodik menilai kondisi fisik tertentu dengan menggunakan skala rata-rata. Jika skala rata-rata dan prosedur latihan dikembangkan dengan tepat, pengawas berbeda yang mengawasi kondisi yang sama seharusnya memberikan rata-rata (standar) yang sama terhadap kondisi tersebut. Masing-masing standar memungkinkan pemerintah untuk mencatat setiap waktu akan berhasil mempertemukan berbagai realita dengan kondisi standard. Informasi tentang standar kondisi menjadi penting untuk melihat hasil kerja dari birokrasi publik dalam

26


menjalankan tugas, wewenang dan tanggungjawabnya. 3.

Survey Pelanggan Hampir setiap pelayanan pasti memiliki pelanggan langsung. Mereka dapat ditanya tentang rata-rata pelayanan dan memberikan informasi faktual yang dapat digunakan sebagai basis untuk indikator pelayanan publik.

b. Pengolahan Data Data yang dikumpulkan dari lapangan selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui tiga tahapan sebagai berikut : 1) Tahap Pemeriksaan, data dari lapangan dilakukan pemilahan, pengelompokan atau pengkategorian sesuai dengan jenisnya 2) Tahap Penandaan/Pengkodean, adalah tahap pemberian kode tertentu atas data yang telah dipilah, dikelompokan dan dikategorisasi 3) Tahap Tabulasi, adalah tahap dimana data yang telah diberi kode tertentu tadi disusun dan dikumpulkan jadu satu sesuai dengan jenisnya ke dalam table tabulasi c. Analisis data dan Penilaian Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka tahap berikutnya dari kegiatan monitoring ini adalah berupa pengukuran atas kualitas layanan publik

tersebut berdasarkan atas data dan informasi yang telah diperoleh. Ada beberapa metode pengukuran kualitas layanan publik yang dapat digunakan, yaitu: ƒ Membandingkan aturan dengan praktek yang terjadi di lapangan ƒ Menilai aturan yang diterapkan ƒ Menilai tingkat Kepuasan konsumen terhadap produk layanan 1.

Membandingkan Aturan dengan Praktek di Lapangan Metode ini dapat dimanfaatkan untuk menilai apakah kinerja pelayanan publik dari suatu instansi pelayanan publik tertentu itu telah sesuai dengan aturan yang ada atau tidak. Metode ini akan menghasilkan penilaian tentang adanya atau tidak adanya ketaatan kinerja instanasi pelayanan publik dengan aturan yang ada, dan belum mengarah kepada penilaian tentang apakah kualitas pelayanan instansi tersebut baik atau tidak. Metode ini dapat dijalankan dengan menggunakan alat bantu kartu laporan (Report Card). Kartu laporan ini dapat disusun sedemikian rupa, dengan mencantumkan jenis/nama instansi, jenis pelayanan, penjelasan tentang aturan yang

27


ada, kolom informasi atas praktek yang terjadi. Kartu laporan ini dapat disebarkan kepada masyarakat yang sedang berhubungan (meminta pelayanan) dari instansi yang bersangkutan, untuk diisi sesuai dengan pengalaman yang mereka dapatkan. Hasil pengisian report card ini lalu dapat dianalisa untuk kemudian disimpulkan apakah pelayanan instansi yang bersangkutan sudah taat (sesuai) dengan aturan yang ada atau tidak. Contoh sederhana dari report card untuk Perbandingan Aturan dengan Praktek adalah sebagai berikut: Report Card Perbandingan Aturan dengan Praktek

Nama Instansi

NO

2

4

: Satlantas Jenis Pelayanan : Pembuatan SIM

ITEM PENILAIAN

PERATURAN YANG BERLAKU Umur 7 tahun

Kriteria Pemohon SIM Waktu Pengurusan jam SIM Biaya Pengurusan 80 ribu rincian: SIM Kir dokter: 10000 Bank: 70000 dll

PRAKTEK KET. ? ? ?

2. Aturan yang Berlaku Metode ini dimaksudkan untuk menguji apakah aturan yang menjadi dasar bagi sebuah pelayanan publik tertentu telah ideal atau tidak. Dalam hal ini ada beberapa indikator (tolok ukur) yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menilai kelayakan atau idealitas sebuah peraturan yang ada, antara lain: a. Kesesuaian aturan tersebut dengan peraturan yang lebih tinggi. Dalam logika hukum yang berlaku di negara kita, sebuah peraturan tidak boleh bertentangan dengan peraturan sejenis yang lebih tinggi. Misalnya, apabila peraturan yang lebih tinggi menyatakan bahwa proses pembuatan SIM hanya membutuhkan persyaratan berupa kecukupan umur, KIR dokter, dan membayar biaya pembuatan SIM saja, maka apabila si sebuah kantor Satlantas membuat aturan tambahan tentang keharusan untuk membayar asuransi, maka hal tersebut dalam dimasukkan ke dalam kategori tidak sesuai dengan aturan yang lebih tinggi. b. Kesesuaian aturan dengan kebutuhan yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan publik tersebut. Maksud dari pernyataan di atas secara sederhana adalah bahwa idealnya, biaya sebuah pelayanan publik harus

28


mencerminkan kesesuaian dengan kebutuhan riil yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan tersebut. Apabila biaya tersebut lebih tinggi atau lebih rendah dari kebutuhan yang semestinya untuk menyelenggarakan pelayanan tersebut, maka hal itu dapat dianggap tidak sesuai. Contoh, kebutuhan riil untuk penyediaan pelayanan KTP adalah hanya mencakup biaya cetak formulir (misalnya per-formulir rp 100), dan biaya cetak KTP (misalnya per-KTP rp 1000). Maka, idealnya biaya pembuatan KTP yang akan dibebankan kepada masyarakat adalah sebesar Rp. 2.100. Dengan demikian, pengadaan komponen biaya lain misalnya ongkos pelayanan, tidak dapat dibenarkan, dengan alasan bahwa pegawai yang mengurus pelayanan KTP adalah pegawai negeri yang sudah mendapatkan gaji dari pemerintah. c. Kesesuaian aturan yang ada dengan kepatutan masyarakat. Adapun pelaksanaan dari metode ini akan lebih efektif bila dilakukan dalam bentuk diskusi dengan melibatkan para ahli di bidang yang bersangkutan. Kehadiran para ahli ini akan sangat membantu dalam proses pemberian informasi dan pendapat

tentang idealitas dari sebuah pelayanan publik tertentu. 3. Menilai Tingkat Kepuasan Masyarakat Metode ini dimaksudkan untuk menggali pendapat masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan publik tertentu guna menilai tingkat kepuasan mereka atas kualitas kinerja pelayanan publik tertentu. Sebagai contoh, apakah masyarakat telah puas dengan kualitas pelayanan keamanan dari instansi kepolisian ? apakah masyarakat puas dengan pelayanan PDAM ? Metode ini secara sederhana dapat dilakukan dalam bentuk polling (djajak pendapat) yang dalam prakteknya dapat dijalankan dalam bentuk penyebaran questionare (daftar pertanyaan) atau melalui telpon, kerja sama dengan media massa, dan lain-lain. Dalam menggunakan metode ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: ƒ Sasaran materi polling (yang meliputi jenis instansi pelayanan publik dan jenis pelayanannya) harus jelas ƒ Pembuatan redaksi (kalimat) pertanyaan untuk polling diusahakan singkat, dan jelas ƒ Pemilihan sasaran polling harus tepat dengan memperhatikan jenis pelayanan yang akan dipollingkan.

29


Contoh. Tabel Penilaian Kinerja Pelayanan Publik dalam Aspek Penyediaan Armada Angkutan di Tingkat Kecamatan pada Sektor Kebersihan

N o 1

Aspek Pelayanan yang Diamati Kapasitas Armada angkut unit kecil (gerobak sampah)

Data yang Dibutuhkan Jumlah gerobak sampah per kecamatan Luas wilayah kecamatan Valume sampah per kecamatan Jumlah rumah tangga per kecamatan tahun 2000 Jumlah tempat keramaian, seperti pasar tradisional, pkl dll per kecamatan Volume sampah rumah tangga terangkut per kecamatan tahun 2000 Volume sampah terangkut di tempat

Temuan 10 buah

keramaian, seperti pasar tradisional, pkl dll per kecamatan Proporsi Volume sampah terangkut terhadap total volume sampah per kecamatan

Penilaian terhadapInd ikator 4 1 2 3 B B C K

Keterangan : No.1: Kesederhanaan No.2: Kejelasan dan Kepastian No.3: Keamanan No.4: Efisiensi B : Baik C : Cukup K : Kurang Tips Untuk mengukur kinerja, maka sebelumnya kita harus menentukan indikator atau tolak ukur-tolak ukur yang akan dipakai untuk menilai kinerja pelayanan publik. Beberapa tolak ukur yang dapat digunakan antara lain: 1. Kesederahanaan; prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak terbelitbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan 2. Kejelasan dan Kepastian; prosedur/tata cara pelayanan

30


persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya jam waktu penyelesaian pelayanan Keamanan; hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hokum bagi masyarakat Keterbukaan; prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penganggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik dimin ta maupun tidak diminta Efisiensi; persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait Ekonomis; nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntuk biaya yang terlalu tinggi diluar kewajaran kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku -

3. 4.

5.

6.

7.

8. 9.

Keadilan yang Merata; cakupan dan jangkauan pelayanan harus diusahakan eluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarkat Ketepatan Waktu; pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan Kriteria Kuantitatif; jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, per bulan atau per tahun), perbandingan periode pertama dengan periode berikutnya menunjukkan adanya peningkatan atau tidak lamanya waktu pemberian pelayanan masyarakat sesuai dengan permintaan (dihitung secara rata-rata) penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan mempermudah pelayanan kepada masyarakat − frekuensi keluhan dan atau pujian dari masyarakat penerima layanan terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit kerja/kantor pelayanan yang bersangkutan

d. Pengemasan Hasil Pengukuran Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis, langkah selanjutnya adalah menyusun draft laporan hasil riset pengukuran kinerja pelayanan publik. Susunan laporan riset pengukuran kinerja pelayanan publik harus mengikuti format dan normanorma yang ditetapkan dalam laporan riset pengukuran kinerja pelayanan publik. Dalam laporan riset pengukuran kinerja pelayanan publik ini setidaknya harus memuat data, kesimpulan dan rekomendasi kebijakan.

31


32


TAHAP III

TINDAK LANJUT

Hasil pengukuran kinerja pelayanan publik dapat ditindaklanjuti dengan beberapa cara tergantung tujuan yang ingin dicapai oleh pihak yang melakukan pengukuran. Beberapa alternative langkah tindak lanjut yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Diserahkan kepada pihak penyelenggara layanan publik Laporan akhir riset pengukuran kinerja pelayanan publik kemudian diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk ditindaklanjuti, terutama untuk membuat keputusan tentang nasib dari kebijakan publik yang dievaluasi. Alternatif nasib kebijakan publik yang dievaluasi tadi antara lain meliputi : a. kebijakan program/proyek perlu diteruskan b. kebijakan program/proyek perlu diteruskan dengan suatu perbaikan c. kebijakan program/proyek perlu direplikasi ditempat lain atau memperluas berlakunya proyek d. kebijakan program/proyek harus dihentikan 2. Bahan kampanye Publik

Laporan akhir riset pengukuran kinerja pelayanan publik kemudian dipublikasikan kepada khalayak ramai melalui media massa ataupun media-media lain ditingkat warga seperti radio komunitas, buletin warga dan lain-lain dengan tujuan untuk memberikan penyadaran kepada publik melalui informasi yang disampaikan mengenai apa yang terjadi pada pelayanan publik disektor yang diamati dan diukur kinerjanya oleh pihak yang melakukan pengukuran. 3. Fakta-fakta advokasi Laporan akhir riset pengukuran kinerja pelayanan publik kemudian dijadikan bahan oleh forum warga untuk melakukan advokasi kepada pihak penyelenggara layanan publik tersebut. 4. Dokumen publik Laporan akhir riset pengukuran kinerja pelayanan publik kemudian sebagai acuan pengetahuan bagi warga tentang bagaimana penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan di sektor tersebut.

RINGKASAN Tahapan perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut diatas sesungguhnya sesuai dengan tahapan pengukuran kinerja pelayanan

33


publik dalam kerangka melihat kinerja program/proyek dan dapat dibedakan ke dalam tiga macam tahapan yaitu : Tahap Spesifikasi Spesifikasi merupakan kegiatan yang mengacu pada identifikasi tujuan-tujuan serta kriteria-kriteria yang harus dievaluasi dalam suatu proses atau kebijakan tertentu. Spesifikasi merupakan cara dimana “manfaat” harus dinilai atau dipertimbangkan. Pada tahap ini, dalam pelaksanaan studinya dilakukan kegiatan sebagai berikut : 1) mengidentifikasi tujuan dan sasaran kebijakan program/proyek 2) mengidentifikasi indikator pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan program/proyek Tahap Pengukuran Tahap pengukuran merupakan tahap pengumpulan data dan informasi yang relevan dengan tujuan kebijakan program/proyek. Dalam tahap ini kegiatan pelaksanaan studi adalah : 1) menetapkan cara pengukuran indikator pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan program/proyek 2) menetapkan model pengukuran kinerja kebijakan program/proyek 3) pengumpulan dan pengolahan data tentang indicator pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan program/proyek Tahap Analisis Analisis adalah penyerapan dan penggunaan data dan informasi yang dikumpulkan guna membuat kesimpulan. Dalam kegiatan pelaksanaan studi ini akan dilakukan : 1) melakukan simulasi model pengukuran kinerja kebijakan program/proyek 2) melakukan analisis komparatif data dan informasi yang dikumpulkan dari lapangan dengan indikator standar normatif pencapaian tujuan kebijakan program/proyek 3) merumuskan sistematika laporan hasil pengukuran kinerja kebijakan program/proyek 4) menyusun draft laporan hasil pengukuran kinerja kebijakan program/proyek 5) mendiskusikan draft laporan hasil pengukuran kinerja

kebijakan program/proyek menyusun laporan hasil pengukuran kinerja kebijakan program/proyek 7) pembuatan laporan hasil simulasi pengukuran kinerja kebijakan program/proyek Rekomendasi Rekomendasi adalah aktivitas terakhir dari pengukuran kinerja pelayanan publik, yang merupakan suatu penentuan apa yang seharusnya dilakukan selanjutnya. Pada tahap ini diajukan rekomendasi tentang nasib atau masa depan dari kebijakan publik dan proyek yang sedang dinilai kinerjanya meliputi : 1) kebijakan publik dan proyek perlu diteruskan 2) kebijakan publik dan proyek perlu diteruskan dengan revisi 3) kebijakan publik dan proyek dapat direplikasi di tempat lain 4) kebijakan publik dan proyek harus dihentikan 6)

34


Bagian Tiga: PANDUAN ADVOKASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

35


APA ITU ADVOKASI? Kerja-kerja advokasi banyak dilakukan oleh kalangan organisasi non-pemerintahan, organisasi rakyat dan organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya. . Berbagai kisah dan pengalaman advokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut menunjukan bahwa kerja-kerja advokasi memiliki cirriciri sebagai berikut: Advokasi selalu berupa serangkaian upaya untuk mendukung suatu pencapaian tujuan-tujuan yang jelas. Biasanya tujuan-tujuan tersebut melingkupi penegakan hak asasi manusia, perbaikan kehidupan kaum yang terpinggirkan, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemenuhan keselamatan hidup rakyat, kelangsungan pelayanan alam, dan peningkatan produktifitas serta kesejahteraan rakyat. Upaya-upaya yang dilakukan pada umumnya melingkupi upaya untuk merubah berbagai kebijakan publik, sistem birokrasi, merubah perilaku birokrasi yang memiliki dampak terhadap penyelenggaraan urusan publik, dan membangun atau merubah opini publik Advokasi merupakan proses yang terorganisir, sistematis dan disengaja

Advokasi merupakan kerja jangka panjang dan seringkali sangat melelahkan serta membutuhkan pengorbanan dan sumberdaya yang cukup banyak

Dengan berbagai karaktersitik tersebut, panduan ini lebih memfokuskan pada advokasi sebagai serangkaian upaya yang dilakukan oleh organisasi-organisasi warga yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di tingkat lokal.

36


Pilihan Jalan Yang Dapat Ditempuh

Kemampuan warga dalam melakukan advokasi untuk mendorong peningkatan akuntabilitas pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh dua faktor mendasar (yang juga sekaligus menjadi pilihan cara advokasi yang bisa dilakukan oleh warga), yaitu: 1. Sejauh mana warga memiliki akses terhadap alternatif jenis pelayanan publik tertentu selain yang disediakan oleh pemerintah. Dengan kata lain, apakah ada potensi atau kemungkinan bagi warga untuk keluar (exit) untuk mencari alternatif lain ketika mereka tidak puas dengan pelayanan yang ada. 2. Sejauhmana warga mampu mempengaruhi proses pengelolaan/penyelenggaraan pelayanan publik tertentu melalui berbagai bentuk partisipasi atau artikulasi protes atau umpan balik (voice) Untuk memutuskan apakah menggunakan pilihan cara keluar (exit), partisipasi/artikulasi protes (voice) atau gabungan keduanya sangat tergantung kepada dua hal, yaitu :

1. Hasil yang diharapkan dari meningkatnya akuntabilitas pelayanan publik, seperti : kualitas yang lebih baik, berkurangnya keterlambatan dan korupsi, meningkatnya kemampuan merespons asuransi masyarakat, atau hal lainnya. 2. Besarnya sumber daya yang dibutuhkan (biaya) atau resiko yang berkaitan dengan penggunaan cara Exit, Voice maupun kombinasi keduanya tadi. Biaya dari penggunaan metode Exit dan Voice ini bermacam-macam tergantung kepada tingkat kegagalan pasar yang dimiliki oleh jenis pelayanan publik. Kegagalan pasar tersebut misalnya, sifat dari barang dan jasa yang hanya bisa disediakan dengan modal besar dengan tingkat keuntungan yang kecil sehingga hanya pemerintah yang bisa menyediakannya (Monopoli natural). Atau karena adanya eksternalitas sehingga jika sektor swasta yang menyediakannya maka tidak akan diperoleh tingkat efisiensi sosial, atau alokasi sumber daya publik yang efisien.

37


Tabel 1 Faktor-Faktor Penentu Penggunaan Cara Voice dan Exit Faktor Penentu Pilihan Exit 1.

2.

3.

Skala Ekonomi (Monopoli): Jika memerlukan modal yang tinggi dengan tingkat pengembalian modal yang rendah menyebabkan tidak ada sektor swasta maupun masyarakat yang mampu untuk menyediakan pelayanan publik itu sendiri. Sehingga biaya untuk Exit sangat tinggi. Hambatan Legal (untuk Masuk) : Diciptakan oleh pemerintah untuk membatasi pihak-pihak baru masuk suatu jenis pelayanan publik. Dalam hambatan legal ini peran swasta maupun masyarakat sangat mungkin, hanya dibatasi oleh hukum atas alasan tertentu Hambatan Spasial (untuk

Faktor Penentu Pilihan Voice 1. Hambatan Legal dan Institusional : Bisa dilacak dari sistem politik atau ideologi yang dianut oleh suatu negara, apakah meungkinkan masyarakat untuk protes atau tidak. Selain itu bisa juga dari prosedur demokrasi dan proses politik 2. Informasi yang tidak Simetris : Pemerintah selalu memiliki informasi yang lebih dibandingkan masyarakat umum. Pemerintah membatasi informasi yang seharusnya diketahui publik, sehingga biaya transaksi yang ditanggung warga untuk melakukan protes akan sangat besar. Dengan informasi yang tertutup masyarakat hanya bisa bergerak memanfaatkan gejala, tanpa bisa

4.

Exit) :Melekat tidak pada jenis barang dan jasanya, melainkan pada karakteristik masyarakatnya. Misalnya lokasi yang membatasi masyarakat untuk mengakses di tempat lain Non-Excludable : Ketika tidak ada masyarakat yang bisa terlepas dari kebutuhannya untuk mengakses pelayanan tersebut, seperti pertahanan dan keamanan. Ketika masyarakat Exit maka berarti melanggar peraturan

membuktikannya secara valid 3. Non-Differentiation : Barang publik yang tidak terdiferensiasi memiliki biaya voice yang besar, karena mekanisme voice bisa menimbulkan efek negatif berupa penutupan akses terhadap pelayanan publik tanpa bisa memilih alternatif yang lain. 4. Kapasitas Masyarakat : Tingkat pendidikan, pendapatan dan kemampuan masyarakat untuk mengartikulasikan protes 5. Tingkat Urgensi Pelayanan : Apabila tingkat urgensi pelayanan rendah, maka preferensi masyarakat untuk mengeluarkan biaya melalui mekanisme voice juga rendah

38


Sejumlah Aktivitas Melakukan Advokasi

dalam

Sejumlah aktivitas yang akan disuguhkan pada panduan ini lebih dititik beratkan pada upaya-upaya organisasi warga untuk mendorong perubahan berbagai kebijakan publik; sistem birokrasi; merubah perilaku birokrasi yang memiliki dampak terhadap penyelenggaraan urusan publik (culture of law), dan membangun atau merubah opini publik. Atau dengan kata lain, pilihan jalur alternatif yang akan ditampilkan adalah jalur voice. Alternatif ini dipilih mengingat pada dasarnya alternatif exit merupakan bagian dari strategi meningkatkan daya tawar warga terhadap penyelenggara pelayanan publik ketika upaya-upaya voice mendapat hambatan yang cukup keras.

Aktivitas Satu:

ANALISIS ISU DAN MASALAH

Analisis ini dimaksudkan guna mendefinisikan secara tegas apa yang hendak kita capai dari kegiatan advokasi atau perubahan yang ingin kita capai melalui kekuatan advokasi yang kita lakukan. Analisis ini biasanya dilakukan pertama kali ketika akan memulai rangkaian aktivitas advokasi. Hal ini sangat penting untuk dilakukan terlebih dahulu meningat hasil analisis ini akan menjadi pegangan bagi langkah-langkah advokasi selanjutnya. Permasalahan dapat dianalisis melalui identifikasi terhadap: • Seberapa pentng perubahan yang kita maksud harus terjadi; dan • Membandingkan apa keuntungan potensial dan dampak buruk dari keadaan yang sedang dihadapi dengan keadaan hasil perubahan yang kita tuju. Cara untuk melakukan analisis isu dan permasalahan adalah dengan menjawab sejumlah pertanyaan sebagai berikut: ƒ Perubahan apa yang kita inginkan?

39


Apakah betul perubahan tersebut benar-benar penting bagi warga? Artinya, apakah perubahan tersebut akan benar-benar memberikan dampak pada perubahan kondisi warga, dalam hal ini meningkatkan kualitas pelayanan publik yang akan diterima oleh warga? Jelaskan! Apa yang menjadi ukuran-ukuran keberhaslian kita? Hal-hal apa saja yang akan kira-kira akan menjadi penghambat untuk mencapai keberhasilan tersebut?

ƒ

ƒ ƒ

Apabila lingkaran inti pelaku advokasi dihadapkan pada beberapa pilihan isu, maka langkah yang dapat dilakukan untuk menentukan isu yang paling strategis untuk diangkat adalah dengan mencoba membandingkan jawaban antar isu yang telah dilist sebelumnya atas sejumlah pertanyaan sebagai berikut: No

Kriteria

Isu 1 Ya

1

2

Apakah dirasakan secara luas oleh bayak orang?

Tdk

Isu 2 Ya

Tdk

Isu 3 Ya

Ket

3 4

5

6

Apakah melalui advokasi isu tersebut akan dapat memberikan kesempatan bagi warga untuk belajar dan terlibat dalam arena politik? ?

7

Apakah mudah dimenangkan? Apakah akan membuat warga menjadi solid?

8

9

Tdk Cantumk an datadata penduku ng untuk masingmasing isu

Apakah membuat orang marah dan frutasi? Apakah penanganannya sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi? Apakah akan dapat meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat?

‌

Apakah pengorbanan dan sumber daya yang dibutuhkan dapat dipenuhi? Dan seterusnya seusai dengan kebutuhan

Apakah dirasakan secara mendalam?

40


Aktivitas Dua:

MELAKUKAN PEMETAAN

Pemetaan dimaksudkan sebagai langkah untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam proses advokasi. Hal ini penting dilakukan karena pihak-pihak tersebut tersebut dapat menciptakan kesulitan-kesulitan atau sebaliknya dapat menyediakan sumber daya bagi keberhasilan advokasi yang kita lakukan. Setidak-tidaknya ada 4 pihak yang harus diidentifikasi dan dieksplorasi: 1. Kita Siapa saja individu-individu dalam lingkaran inti dari komunitas yang sama-sama mengahadapi masalah bersama, memiliki tekad untuk mengatasi masalah tersebut, dan siap untuk melakukan aksi 2. Kawan Pendukung Pihak-pihak yang tidak berada pada lingkaran inti kita dan tidak berhadapan langsung dengan persoalan utama yang dialami oleh lingkaran inti, tapi memiliki perhatian serius untuk turut menyelesaikan persoalan tersebut. 3. Umum

Warga pada umumnya yang memang belum mengerti dan merasakan dampak persoalan yang dihadapi terhadap mereka 4. Lawan Pihak ini didasarkan pada analisis isu yang dilakukan. Yaitu pihak-pihak yang menjadi penyebab munculnya persoalan yang dihadapai dan pihak-pihak yang akan menghambat proses advokasi ktia. Pihakpihak ini bisa berupa individu maupun organisasi dan bisa berasal dari pemerintahaan, swasta atau yang ada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Analisis pihak (khususnya di luar kita) termasuk pula: ƒ Mengidentifikasi apa yang menjadi kepentingan masing-masing pihak tersebut ƒ Mengidentifikasi kebiasaan, media, dan proses berkomunikai pihak-pihak tersebut ƒ Menentukan bagaimana pihak-pihak tersebut dipengaruhi dan dipengaruhi oleh siapa ƒ Mengidentifikasi argumen dan strategi yang biasa digunakan pihak-pihak tersebut ƒ Siapa saja yang menjadi kawan-kawan pendukung lawan yang kita hadapi?,

41


Seberapa kuat? apa saja sumber dayanya? dan seterusnya

Tujuan Analisis SWOT: •

Aktivitas Tiga:

MELAKUKAN ANALISIS SWOT

SWOT merupakan singkatan dari Strengths (Kekuatan), Weaknesses (Kelemahan), Opportunities (Kesempatan), Threats (Ancaman). Kekuatan dan kelemahan lebih fokus pada faktor-faktor internal, sedangkan kesempatan dan ancaman lebih fokus pada faktor-faktor lingkungan eksternal (di luar komunitas) yang berpengaruh pada komunitas bersangkutan. Yang dimaksud dengan ‘Kekuatan’ adalah potensi-potensi positif yang dimiliki oleh suatu komunitas ; ‘Kelemahan’ adalah potensi-potensi negatif yang dimiliki oleh suatu komunitas ; ‘Kesempatan’ adalah faktor eksternal yang dapat mendukung potensi positif sebuah komunitas ; ‘Ancaman” adalah faktor-faktor negatif yang datang dari luar suat komunitas yang dapat mengganggu usaha-usaha komunitas tersebut. Faktor eksternal tersebut bisa terdiri dari faktor sosio-kultur, kondsi politik, ekonomi, lingkungan dan yang lainnya. Analisis SWOT biasanya dipadukan dengan analisis institusi dan analisis pelaku (stakeholders).

Untuk mengidentifikasi Kekuatan dan Kesempatan yang dimiliki oleh suatu komunitas untuk dapat lebih dioptimalkan dan mengidentifikasi Kelemahan dan Ancaman agar komunitas tersebut dapat mempersiapkan untuk mengatasi atau menghadapinya Untuk menganalisis kemampuan komunitas untuk melakukan suatu program dan untuk menentukan pilihan-pilihan strategi supaya lebih efektif Untuk mengukur kelompok-kelompok (organisasi-organisasi) penting, aktivitas atau tempat. Misalnya : mengukur kapasitas suatu organisasi untuk memfasilitasi aktivitas-aktivitas suatu komunitaas, mengukur tempat-tempat potensial yang akan diperuntukan bagi suatu aktivitas tertentu, dan mengevaluasi keterkaitan/relevansi program-program atau aktivitas-aktivitas dengan tingkat kebutuhan komuntias tersebut. Sebagai bagian dari proses pembuatan Rencana Strategis

42


Bagaimana cara melakukannya? Sederhana saja! Perhatikan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tentukan kekuatan dan kelemahan apa yang kita miliki serta kesempatan-kesempatan dan tantangan/ancaman apa saja yang kita hadapi. 2. Berdasarkan hasil identifikasi SWOT di atas, lalu lakukan analisis dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: • Bagaimana caranya supaya ‘Kekuatan’ dapat digunakan untuk memanfaatkan ‘Kesempatan’ dan mengatasi ‘Ancaman’ ? • Bagaimana caranya ‘Kelemahan’ dapat diatasi ? • Bagaiamana caranya komunitas/organisasi/strategi aktivitas dapat mengoptimalkan ‘Kesempatan’ ? • Bagaimana caranya ‘Ancaman’ dapat diatasi ? Akan lebih mudah kalau dibuat matrik seperti dibawah ini : Dalam Kekuatan Kelemahan Luar Kesempatan Merebut Memperkuat Ancaman Melawan Bertahan

43


Aktivitas Empat:

MENGENALI ‘MEDAN’ ADVOKASI

Dalam sebuah ‘pertempuran’, hal yang sangat penting untuk kita kuasai adalah kondisi medan pertempuran yang akan dihadapi. Informasi mengenai kondisi medan ini akan memberikan inspirasi pada kita ketika menyusun strategi. Kapan dan dimana kita harus maju, harus mundur dan harus bergerak ke samping. Medan-medan pertempuran yang dimaksud antara lain: legal, ekstra legal, etik, politik, social dan ekonomi. 1. Legal: bagaimana posisi isu yang diperjuangkan dalam kerangka legal? bagaimana kondisi system peradilan saat ini? Aspek legal mana saja yang sekiranya akan menghambat atau melemahkan isu terkait?, dst 2. Ekstra Legal: jika pihak lawan lebih kuat dari kita dalam aspek legal, maka kita dapat menggunakan ruang ekstra legal. Misalnya: bagaimana dukungan konvenan-konvenan internasional terhadap isu kita?. Upaya ini akan cukup berharga untuk mengundang tekanan dunia internasional terhadap pemerintah 3. Etika/Moral: bagaimana posisi etika/moral kita dibandingkan dengan etika/moral publik secara umum dimana kita melakukan advokasi?

4. Politik: bagaimana posisi ideologis partai-partai politik terhadap isu yang diperjuangkan? Mana yang lebih sejalan, apakah partai mayoritas atau minoritas?, dst 5. Sosial: aspek sosial sangat terkait erat dengan latar belakang sejarah persoalan dari isu yang kita angkat. Jadi, bagaimana sejaran perjalanan isu terkait? bagaimana relasi sosial antar kelompok warga dalam konteks isu yang diangkat? 6. Ekonomi: bagaimana dampak isu terhadap kondisi perekonomian? Bagaiman pengaruhnya terhadap ‘dompetnya’ pihak lawan? Bagaimana dampak isu terhadap pendapat warga secara umum?, dan seterusnya Melalui analisis terhadap apek-aspek tersebut, kemudian kita dapat menentukan medan mana yang akan menjadi pilihan fokus kita. Ketika isu kita lemah dalam aspek legal, maka akan sangat riskan jika memilih jalur legal sebagai medan pertempuran. Pada intinya, gunakan medan dimana isu kita memiliki kekuatan di medan tersebut.

44


Aktivitas Lima:

LOBI DAN NEGOSIASI

Untuk mendesakan perubahan yang kita inginkan, keberhasilan dalam negosiasi menjadi bagian yang sangat penting dalam rangkaian kerja-kerja advokasi. Persiapan Negosiasi: • Menganalisis kekuatan dan kelemahan pihak lawan, seperti: bagaimana koneksi politiknya, dukungan dana, struktur dan hirarki pengambil keputusan, dukungan aspek legal dan seterusnya • Mempersiapkan argumen. Argumen adalah pernyataan (klaim) dengan alasan-alasan praktikal yang ditujukan kepada audiens tertentu. Proses menemukan dan membangun argumen pada umumnya dimulai dengan melakukan penilaian terhadap keyakinan audiens kita, dan kemudian mempertimbangkan data-data tambahan dan hubungan logis apa yang dapat disampaikan untuk mengarahkan target audien sesuai dengan yang kita inginkan. Bahan Bacaan: Argumentasi dan Sanggahan Argumen seringkali dikatakan sebagai suatu

perlawanan atau pertentangan, sesungguhnya akar dari argumen itu terletak alasan yang diberikan, dan argumen itu sendiri darpat merupakan dukungan atau pertentangan. Tipe-tipe Argumen: 1. Argumen dengan indikasi contoh: Anda kelihatan cukup percaya diri, dan saya pikir itu adalah sebuah indikasi bahwa anda akan dapat mengerjakan ujian dengan baik 2. Argumen dengan menggunakan contoh Contoh: saya dan dia dapat mengerjakan ujian dengan baik, sepertinya anda juga dapat melakukan hal yang sama 3. Argumen yang didasarkan pandangan atau pendapat pihak yang kompeten Contoh: professor X mengatakan anda akan dapat mengerjakan ujian ini dengan baik 4. Argumen sebab-akibat Contoh: karena anda belajar, anda sepertinya akan dapat mengerjakan ujian ini dengan baik 5. Argumen Deduksi Contoh: semua orang dapat mengerjakan ujian dengan baik, anda juga akan dapat mengejakan ujian ini dengan baik

45


6. Argumen dengan menggunakan analogi Contoh: Anda dapat bekerja dengan baik apda situasi yang penuh tekanan, seperti suatu konser biola, sehingga anda akan dapat mengerjakan ujian ini dengan baik Masing-masing tipe argumen ini memiliki kelemahan, yaitu: 1. Indikasi: indicator yang ada bisa jadi tidak dapat menjadi pendanda yang pasti 2. Contoh: contoh yang digunakan mungin tidak representatif 3. Kompeten: pihak yang berkompeten mungkin tidak memenuhi kualifikasi yang kita maksud 4. Sebab-akibat: mungkin ada alternatif penyebab lain atau banyak penyebab 5. Deduksi: hal-hal prinsipil yang anda deduksikan mungkin tidak dapat berlaku di semua kasus 6. Analogi: dua hal yang dibandingkan secara fundamental berbeda Ketika kita membangun argumen, kita juga harus siap untuk membangun sanggahan untuk merespon argumen dari pihak lain. Sanggahan didefinisikan sebagai tindakan reaksi terhadap argumen dari suatu kelompok target yang dilakukan secara khsusu (spesifik) dan dengan menggunakan strategi.

Sanggahan secara khusus ditujukan pada alasan-alasan yang diberikan oleh kelompok target, jadi bukan sekedar argumen balasan. Bentuk-bentuk dasar sanggahan: 1. Menyangkal Contoh: Mereka mengatakan: Kebebasan berbicara mendorong timbulnya rasisme Kita mengatakan: Hal itu tidak benar, masyarakat tidak mendapatkan masalah rasial yang berarti dengan adanya kebebasan berbicara 2. Meminimalkan Contoh: Mereka mengatakan: Kebebasan berbicara mendorong timbulnya rasisme Kita mengatakan: Mungkin itu benar, tetapi itu bukanlah sesuatu masalah besar seperti yang ada katakana 3. Memaksimalkan Contoh: Mereka mengatakan: Kebebasan berbicara mendorong timbulnya rasisme Kita mengatakan: Mungkin itu benar, tetapi kebebasan berbicara mengurangi tidak kekerasan dan itu yang lebih penting 4. Membalikkan Contoh: Mereka mengatakan: Kebebasan

46


berbicara mendorong timbulnya rasisme Kita mengatakan: Itu benar, dan itu lebih baik dikemukakan secara terbuka, dimana masalah-masalah rasial dapat dibicarakan, didiskusikan dan ditolak

• •

•

•

Argumen dipersiapkan setelah analisis SWOT dan studi terhadap fakta-fakta pendukung isu telah cukup memadai. Argumen harus focus pada apa yang diinginkan oleh konstituen advokasi dan juga harus didasarkan pada pemahaman yang matang terhadap aspek legal, konstitusi, hak-hak politik, ekonomi dan sosial komunitas yang dibela. Sebaiknya dilakukan persiapan untuk simulasi argumen dan sangahan terhadap argumen. Sehingga kita dapat memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan proses negosiasi yang akan terjadi Mengacu pada tahapan penjadwalan dan pembagian peran, tentukan seseorang atau lebih yang akan menjadi juru bicara pada saat negosiasi dan harus jelasn jupa apa saja yang harus disampaikannya. Hal ini penting agar pada saat negosiasi berlangsung tidak terjadi ‘kekisruhan’ akibat ada orang-orang yang turut bicara tapi tidak sesuai dengan yang

•

•

direncanakan. Kejadian ini sudah barang tentu selain akan mengakibatkan kontraproduktif terhadap proses negosiasi, juga akan memberikan kesan pada pihak lawan bahwa kita tidak solid Harus jelas siapa yang akan diajak negosiasi. Jangan sampai kita melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang tidak akan memberikan dampak signifikan pada perubahan yang kita inginkan. Misalnya: menurut analisi kita, negosiasi harus dilakukan dengan wali kota, jangan mau kalau dihadapkan dengan perwakilan atau bawahannya. Pilah-pilah mana poin-poin yang masih dapat dinegosiasikan dan yang sudah tidak bisa dinegosiasikan lagi. Jangan kompromi untuk poin-poin yang tidak dapat dinegosiasikan. Karena biasanya pihak lawan akan membawa kita pada poin-poin yang kabur, sehingga penting bagi kita untuk memiliki sikap yang jelas sejak dari awal Pelajari secara matang jalur-jalur birokrasi, struktur dan motif-motif politik pihak yang akan kita ajak negosiasi.

47


Pada Saat Negosiasi: • Jangan melakukan negosiasi tanpa kehadiran/keterlibatan langsung komunitas atau perwakilan yang menjadi konstituen kita. Hal ini penting untuk tetap menjaga kepercayaan antara delegasi yang diutus untuk melakukan negosiasi dengan konstituennya • Atmosfir pertemuan negosiasi sangat penting. Harus diciptakan suasana yang menunjukan posisi yang seimbang. Jangan menunjukan sikap-sikap grogi. Mulailah perbincangan-perbincangan dengan mengangkat topik-topik terkini, misalnya mengenai topik olahraga, musik, dan seterusnya. • Posisi duduk diuapayakan membuat pimpinan negosiaor berhadapan langsung dengan pimpinan pihak lawan • Ketika pembicaraan negosiasi dimulai, perhatian poin-poin krusial yang disampaikan oleh pihak lawan. Atau kalau dimulai dari kita, sampaikan secara langsung dan tegas poin-poin yang kita tuntutkan. Jangan berbicara terlalu berputar-putar agar pihak lawan dapat langsung menangkap apa yang kita inginkan. • Sebelum pembicaraan terlalu jauh, minta disepakati terlebih dahulu mengenai makna istilahistilah yang akan banyak digunakan dalam proses negosiasi. Kalau tidak, perbedaan pemaknaan

akan mengganggu flow dan tidak ‘nyambung-nya’ pembicaraan kita dengan pihak lawan Jika pihak lawan mulai menyerang secara emosional maka tanggapi dengan ramah, karena hal tersebut akan memperlemah pihak lawan sendiri. Akhirnya, setelah negosiasi dilakukan, jelaskan secara detail dan jelas mengenai jalannya diskusi pada konstituen atau partisipan. Gambarkan juga mengenai situasi-situasi emosional yang mewarnai sepanjang negosiasi.

48


Aktivitas Enam:

KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Aktivitas ini sangat penting dilakukan dalam rangkaian advokasi mengingat: ƒ Pesan dapat disampaikan kepada banyak orang di banyak tempat pada saat yang bersamaan; ƒ Pesan bisa disimpan, diklasifikasikan dan didokumentasikan sehingga menjadi bahan rujukan untuk jangka panjang Ada tiga faktor penting yang menjadi penentu keberhasilan komunikasi massa, yaitu: 1. Memanfaatkan seluruh jenis media massa. Artinya, semua jenis mendia massa yang ada harus diupayakan untuk diakses, mulai dari TV, radio (nasional dan lokal), Koran (nasional, regional dan lokal). 2. Konsistensi untuk menyampaikan informasi secara berulang-ulang.

3. Membangun efek bola salju melalui penyeragaman informasi atau pesan melalui semua jenis media. Sehingga publik akan lebih memandang bahwa informasi atau pesan yang diterima melalui berbagia media tersebut merupakan opini mayoritas. Catatan: Sampaikan informasi yang didukung oleh datadata akurat, rinci dan terbaru. Aktivitas-aktvitas yang terkait dengan aksi komunikasi massa ini antara lain: 1. Pengemasan isu, informasi atau pesan 2. Menjalin relasi dengan media massa dan menyelenggarakan konferensi pers 3. Aksi demonstrasi

Mengemas Isu Dalam proses advokasi, terutama dalam membangun opini bagi pihak lain, isu yang sama dapat dibungkus dengan bungkus atau kemasan (frame) yang berbeda-beda untuk pihak yang berbeda pula. Tetapi perbedaan pengemasan bukan berarti

49


mendistorsi/merubah/mengurangi/menambah fakta pendukung pada isu tersebut.

fakta-

Pengemasan isu dibutuhkan karena setiap pihak yang dihadapi dalam proses advokasi memiliki kepentingan, sudut pandang, pengalaman, sistem nilai, dst; yang berbeda-beda. Sehingga tidak akan efektif jika kita menggunakan kemasan yang sama untuk menghadapi pihak-pihak yang berbeda. Misalnya: untuk semakin meyakinkan pihak-pihak yang akan mendukung kita akan berbeda dengan kepentingan untuk memberikan wawasan bagi publik umum yang belum memiliki perhatian terhadap isu yang diperjuangkan. Begitupula halnya akan berbeda ketika kita ingin mempengaruhi pihak lawan. Hal ini dapat diilustrasikan dengan gambar di bawah ini:

Isu

Isu

Isu

Isu

Tips:

Berdasarkan beberapa pengalaman, disarankan jika: • Berhadapan dengan birokrasi, kita harus membungkus isu kita dalam kerangka aspek legal yang jelas. Karena mereka selalu beralasan bahwa acuan mereka bekerja ada dasar hukumnya. Persoalannya adalah jika tidak ada dasar hukum yang dapat kita pakai karena secara prinsip kerangka legalnya sendiri bermasalah atau tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan. Dalam kasus ini maka kita dapat mengacu atau menggunakan hukum-hukum internasional. Selain itu, menggugah perasaan para birokrat seringkali kurang efektif. Karena, bisa jadi mereka menyatakan simpati pada kita tapi tidak ada tindakan yang nyata terhadap apa yang kita tuntut-kan. • Berhadapan dengan media, selain menampilkan aspek-aspek legal, maka kita juga perlu membungkus isu kita dengan dilengkapi aspek-aspek histories yang dinyatakan secara naratif, photo-photo dan fakta-fakta yang sifatnya lebih emosional • Berhadapan dengan publik secara umum, kita dapat mengemas pesan kita melalui pagelasan seni tradisional, cerita lokal, lagu-lagu dan yang lainnya

50


Menyelenggarakan Pers

Konferensi

Konferensi pers membantu anda untuk menyebarluaskan informasi kepada publik. Ini pada gilirannya bisa menjadi ‘penekanan’bagi lawan adokasi. Sebuah konferensi pers yang baik harus bisa menyalurkan informasi yang lengkap dan akurat sesuai dengan tujuan advokasi. Oleh karena itu informasi ini perlu dipersiapkan dengan sungguh-sungguh dan teliti. Dalam menyiapkan konferensi pers yang perlu diingat adalah bahwa tujuan kegiatan ini adalah memasukan informasi yang anda mau ke media masa, bukan sekedar diliput oleh media masa. Sudut pandang anda mengenai isu yang diadokasikan perlu diberitakan secara positif. Tantangannya adalah bagaimana membuat informasi anda mempunyai nilai berita yang tinggi. Dalam advokasi, konferensi pers dipilih sebagai taktik hanya bila sudah ada kejelasan yang sangat pasti mengenai apa yang ingin dipublikasikan, temanya harus sudah sangat jelas, dengan argumen yang bisa dipertanggungjawabkan.

Tahap Persiapan: 1. Penyebaran Undangan Sebaiknya pada pelaku advokasi ada tim khusus yang menangani masalah komunikasi massa. Tim ini harus memiliki daftar media masa yang selalu diperbaharui. Kirimkan undangan minimal seminggu sebelum konferensi pers akan berlangsung dan sediakan satu orang purna waktu untuk mengejar konfirmasi dengan cara proaktif menelepon para redaktur media masa yang sudah diundang. Tentu orang ini harus cukup memahami isunya sehingga bisa meyakinkan para redaktur untuk mengirim wartawan guna meliput konferensi yang anda selenggarakan 2. Siapkan press-kit Bahan-bahan yang harus disiapkan antara lain stiker, poster, photo-photo penungan, buku laoran peneleitian, komentar ahli tentang isu yang diadvokasikan dan sebagainya. Lengkap bahan-bahan yang dibutuhkan sehingga wartawan akan bisa membuat berita dengan pendekatan dari berbagai sudut. 3. Menyiapkan press release

51


Press release berisi materi yang hendak dipublikasikan melalui media masa sesuai dengan perspektif dan sudut pandang kita. Tulisan atau release tersebut harus factual dan memenuhi kaidah wartawan (5W+1H-nya), singkat, akurat dan hanya memuat pokok-pokok informasi yang memang dibutuhkan oleh para jurnalis 4. Persiapan akhir Pada hari terakhir menjelang pelaksanaan, periksa semua kelengkapan ruangan. Apakah peralatanperalatan penunjang sudah cukup memadai, dan sebagainya. Tahap Pelaksanaan: 1. Pastikan bahwa daftar hadir sudah dipersiapkan dan setiap wartawan yang hadir mengisinya dengan lengkap. Ini penting supaya anda bisa melakukan re-cek setelah konferensi pers selesai untuk mengetahui undangan yang tidak hadir. Kirimi undanganyang hadir masing-masing satu press-kit yang lengkap dengna menggunakan jasa kurir sehingga bisa sampai di tangan wartawan/redaktur yang bersangkutan hari itu juga. Tindak lanjuti dengan telpon untuk menanyakan apakah sudah ditemia? Apakah masih ada yang dapat dibantu? Dan seterusnya

2. Pastikan juru bicara anda sungguh-sungguh menguasai isu. Sebisa mungkin semua pertanyaan dapat dijawab. Namun bila ada pertanyaan yang tidak dijawab secara pasti, akan lebih baik secara jujur diakui. Bla perlu catat nomor telepon/fax/hp/email wartawan yang bersangkutan dan carikan jawaban segera setelah konferensi pers selesai 3. Dalam konferensi pers sebaiknya beberapa kali juru bicara anda menekankan kembali himbauan/tuntuan/saran menyangkut isu yang diadvokasikan 4. Film pendek atau presentasi slide dapat sangat membantu proses penyempaian informasi dalam konferensi pers dengan suasa yang lebih menyegarkan Tahap Evaluasi: 1. Kliping semua berita yang dimuat sehubungan dengan konferensi pers anda. Lakukan analisis berita: apakah berita yang dimuat sesuai dengan tujuan advokasi kita? apakah mungkin justru akan berdampak negatif? bagaimana hal tersebut dapat diatasi? dst. Terkadang wartawan keliru memuat berita dan untuk kemajuan isu yang diadvokasi ini

52


perlu diluruskan melalui pengiriman surat atau menelpon langsung meja redaktur 2. Biasanya wartawan akan mencari perspektif lain untuk melengkapi beritanya. Seringkali dari pihak lawan advokasi kita. Cermati apa yang diungkapkan oleh pihak-pihak lawan kita. Apa reaksi yang harus diberikan terhadap perspektif lawan kita tersebut. Dan seringkali peliputan ini memberikan inspirasi pada kita untuk menentukan langkah apa yang sebaiknya dilakukan berikutnya.

Catatan-catatan khusus untuk press release: Untuk menulis sebuah press relesai perhatikan hal-hal sebagai beriktu: Gunakan gaya bahasa jurnalistik, dengan kalimat dan paragraph yang sarat fakta Masukan semua “W” dalam kalimat atau paragraph pertama: who? What? Why? When? Where? Sampaikan informasi esensial dalam paragraph pertama dan manfaatkan paragraph-paragraf berikutnya untuk informasi yang lebih mendalam. Paragraf seyogyanya menyajikan urutan prioritas informasi. Hindarkan pemakaian kutipan langsung dalam paragraph pertama. Sebaiknya ini dipakai untuk menyampaikan pokok berita setelah paragraph

pertama pemanfaatan kutipan yang bertanggung jawab bisa membuat press release anda lebih menarik dan berbobot. Selalu atribusikan kutipan anda pada seseorang secara jelas Upayakan selalu singkat. Sebaiknya press release anda tidak lebih dari satu halaman. Cetak releasi pada kertas yang menarik dan dilengkapi oleh logo-logo atau simbol-simbol yang menarik perhatian. Jangan ragu-ragu menekankan pada aspek controversial dari suatu kampanye. Hal ini akan membantu anda mendapatkan liputan dan menjelasan posisi anda. Cantumkan nomor telepon dan nama yang bisa dihubungi pada release anda. Pastikan orang tersebut selalu siap menjawab pertanyaan (cukup menguasai isu) dan siap untuk dihubungi. Gunakan fakta dan anga sesuai kebutuhan. Ini membuat berita anda tampil lebih solid dan amat membantu wartawan dalam menulis berita.

53


Demonstasi merupakan elemen komunikasi yang sangat penting dalam advokasi dan pada umumnya digunakan untuk mengangkat suatu isu supaya menjadi perhatian publik. Biasanya demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuatan keputusan untuk melakukan sesuatu. Suatu demonstrasi haruslah bisa mengkomunikasikan perannya melalui tema yang telah dibatasi secara jelas.

Dalam memformulasikan teman pesan yang ingin disampaikan melalui demonstrasi, kita ditantang untuk mampu menggodok isu-isu komplek menjadi sederhana dan bisa dicerna. Liputan media masa, terutama media elektronik selalu sangat singakt. Demontranharus mampu mengkomunikasikan pesannya dengan singakt dan padat. Dalam wawancara yang disajikan acara berita berbagai statsiun TV, seringk kita saksikan yang diwawancara hanya sempat menyampaikan sebagaian dari pokok pikirannya, kemudian terpotong reporter yang melanjutkan dengan membaca berita lainnya.

Tetapkan Tema dan Susun Pesan

Persiapan Demonstrasi

Acuan yang dapat digunakan untuk merencanakan tema dan pesan suatu demonstrasi adalah respon yang diharapkan dari pihak yang didemo. Ini berarti pada demonstran harus bisa membatasi secara jelas siapa target demonya, dan menyadari bahwa kemungkinan besar target ini memiliki cara berpikir yang sama sekali berbeda dengan diri mereka. Formulasi pesan yang ingin dikomunikasikan dikembangkan untuk konsumi target. Semakin lugas dan sederhana pesan yang dikomunikasikan, semakin besar kemungkinannya untuk mengenai sasaran.

Dalam mempersiapkan sebuah demontrasi, lakukan curah pendapat yang melibatkan sebanyak mungkin calon demonstran. Pada tahap ini para calon demonstran diharapkan menggunakan daya khayalnya semaksimal mungkin. Bayangkan headline berita esok hari yang diinginkan. Kemudian pikirkan bagaimana caranya agar hal tersebut dapat terwujud.

Komunikasi Demonstrasi

Massa

Melalui

Setelah tema dan pesan demonstrasi jelas, informasikan pada semua calon demonstran (setidak-tidaknya pentolan-pentolan masa

54


demonstran). Semua demonstran sebaiknya bisa mendapatkan informasi yang seragam sehingga dapat mengkomunikasikan pesan demonstrasi dengan jelas dan seirama. Kalimat yang digunakan tidak harus sama (agar tidak menjadi kaku dan membatasi), tapi harus dipertahakan pesan-pesan atau informasi-informasi pokoknya. Perhatikan bahwa dalam komunikasi massa, pengulangan pesan utama yang diperkuat dengan imagi visual merupakan kunci komunikasi yang efektif. Hal ini penting, mengingat wartawan yang meliput demontrasi sering mewawancarai peserta demonstrasi secara acak. Bila demonstran anda tidak tahu tujuan demontrasi secara jelas, kredibilitas lembaga atau gerakan dibelakang demonstrasi yang berlangsung bisa dipertanyakan. Demikian pula halnya bila jawaban demonstran yang satu sama sekali berbeda dengan demonstran yang lain.

Demonstran dapat menyajikan pesannya dalam bentuk image yang sudah selesai. Misalnya lewat photo, baner, kaos yang dikenakan, plakat, dst.

Beberapa pertanyaan dari wartawan yang bisa diantisipasi oleh demonstran antara lain: mengapa anda berada di sini? Apa yang ingin anda capai? Apakah demonstrasi ini sungung-sungguh akan menghasilkan solusi? Apakah yang bisa dilakukan oleh khalayak untuk masalah yang anda perjuangkan?

55


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.