FELLOWSHIP SEPOLA#01 Serial Tulisan Populer
KEBUN SAWIT BERBUAH UBI
: Potensi Kehilangan Pendapatan Negara dari Peralihan Status Lahan Hutan di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat
Pembukaan lahan oleh PT Mitra Sawit Kumala Abadi (MSKA) di Desa Semoncol, Kecamatan Balai, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) menyebabkan adanya potensi kerugian negara dari tidak terbayarkannya Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).
Julius (45) menarik gas sepeda motornya. Dua buah jeriken, yang digantung di dua sisi sepeda motor setengah butut itu tak membuatnya ragu menerjang jalan terjal berbukit di Desa Semoncol, Kecamatan Balai, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. “Ayook..,” katanya, sambil mengangkat tangan kanan ke arah depan. Memberi intruksi agar kami mengikutinya dari belakang.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut tidak mengantongi izin pemanfaatan kayu (IPK) dan merambah kawasan Hutan Produksi (HP).
Julius membawa kami ke lahan perizinan PT MSKA. Sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang diduga merambah dalam kawasan Hutan Produksi (HP). Kelak, lahan itu justru disulap jadi perkebunan singkong.
Belakangan, lahan dengan izin 11.000 hektar yang telah dibuka justru ditelantarkan begitu saja. Penelantaran lahan ini kemudian dimanfaatkan pemodal lokal untuk ditanami singkong skala besar.
1
Setelah berkendara kurang lebih 15 menit, kami berhenti di jalan setapak selebar dua meter yang membelah perkebunan singkong itu. Di lokasi itu, tepat di koordinat yang kami tandai masuk dalam izin usaha perkebunan (IUP) PT. MSKA dan tumpang tindih dengan kawasan Hutan Produksi.
singkong-singkong itu dijual dan diolah jadi tepung tapioka di pabrik tersebut. Kami kembali bergerak. Julius membawa kami berkeliling dan berhenti di dua tempat berbeda di mana berdiri kebun sawit milik dua petani setempat. Dilihat dari tingginya, kami memprediksi usia sawit itu sekitar 10 sampai 15 tahun. Kebun-kebun sawit yang ditunjuk Julius itu juga masuk dalam kawasan Hutan Produksi.
Julius berusaha mengingat-ngingat, PT. MSKA masuk dan membuka lahan di lokasi itu sekitar tahun 2009-2010. Alat berat seperti eksavator dikerahkan perusahaan. Ratusan bahkan ribuan kayu Tomo dan Jonger, begitu kata Julius, nama kampung kayu jenis cerucok yang tumbuh di lokasi itu habis dibabat.
Permasalah perkebunan kelapa sawit cukup kompleks. Mulai dari konflik dengan masyarakat terhadap lahan, perambahan lahan sampai pada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tumpah tinding dengan kawasan hutan dan tidak memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).
“Setelah dibuka, kami kira ditanam sawit. Tapi tak lama justru ditanam ubi (singkong),” kata Julius.
Hasil penulusuran kami, IUP PT. MSKA dikeluarkan pada tahun 2005 dengan luasan 11.000 hektar. Namun setelah dilakukan overlay dengan peta Status Fungsi Kawasan Hutan milik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 2.103 hektar atau 20 persen dari luasan IUP tersebut masuk dalam Kawasan Hutan Produksi.
Julius menyebut nama seseorang yang dipercayainya dan masyarakat setempat sebagai pemodal lokal sekaligus pemilik kebun singkong tersebut. Pemodal tersebut mempekerjakan masyarakat setempat, termasuk Julius untuk mengelola kebun singkong tersebut. Tak jauh dari lokasi itu, berdiri sebuah pabrik tepung milik perusahaan PT. AAA. Di perusahaan itulah hasil panen
Land clearing atau pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT. MSKA ini diduga ilegal
2
lantaran perusahaan tersebut tidak mengantongi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). IPK hanya dapat dikeluarkan apabila lahan pemegang izin pengelolaan budidaya non kehutanan berada di luar dari Kawasan hutan.
negara dari sisi PSDH dan sebesar US$ 20.412 dari DR yang hilang lantaran tidak terbayarkan. Padahal, dari dana ini bisa menjadi pemasukan daerah sebagai biaya untuk pembangunan di daerah penghasil kayu sebagai perbaikan hutan.
Berangkat dari dugaan ini, kami kemudian melakukan analisis perhitungan potensi kerugian negara dari tidak terbayarnya Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) dari PT. MSKA.
Alih-alih berkontribusi pada pendapatan, konsesi perkebunan kelapa sawit tersebut justru meninggalkan jejak investasi yang buruk. Berdasarkan kajian yang kami lakukan, dari total perizinan perkebunan kelapa sawit yang berada di Kabupaten Sanggau, setidaknya ada 20 izin perkebunan sawit berada di kawasan hutan produksi.
Sebagaimana diketahui, Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara dan atau terhadap hasil hutan yang berada pada kawasan hutan yang telah dilepas statusnya menjadi bukan kawasan hutan dan hutan negara yang dicadangkan untuk pembangunan di luar sektor kehutanan.
Apabila dikalkulasikan, total luasan kawasan Hutan Produksi yang dirambah mencapai 38.651 hektar. Data itu menunjukkan masalah konsesi sawit di Kalbar masih belum ada penyelesaian sampai sekarang.
Sedangkan Dana Reboisasi (DR) adalah dana untuk reboisasi dan rehabilitasi hutan serta kegiatan pendukungnya yang dipungut dari Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari hutan alam yang berupa kayu.
Pada Januari 2022 lalu, kami mengkonfirmasi temuan tersebut ke Pemerintah Kabupaten Sanggau. Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri Bupati Sanggau Paolus Hadi, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Sanggau Syafriansyah, Kepala KPH Sanggau Barat serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sanggau.
Perhitungannya, dengan analisis peta melihat perubahan 10 tahun terakhir tutupan lahan sejak izin perkebunan sawit itu dikeluarkan. Dari hasil analisis tersebut, kami mendapati kawasan itu memiliki tipe vegetasi hutan rawa sekunder dan primier yang berubah menjadi nonhutan seluas 57 hektar atau bila dikonversi total tegakan kayu yang hilang dari aktivitas pembukaan lahan oleh PT. MSKA itu seluas 1570,2 meter kubik.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Sanggau Syafriansyah, izin PT. MSKA telah dicabut, sekitar tahun 2009 dan diyakini tidak beroperasi hingga kini. “Setelah izin PT. MSKA dicabut, belakangan diambil alih oleh PT. HCV,” kata Syafriansyah tanpa menjelaskan detail, apakah konsesi yang diambil alih PT HCV
Dari angka itu, kami memperkirakan setidaknya Rp 565 juta lebih pendapatan 3
sama besar dengan seluruh konsisi milik PT MSKA. Sementara itu, berdasarkan peta milik Pemerintah Sanggau, konsesi perkebunan kelapa sawit hanya berjumlah 41 perusahaan, sedangkan tim menggunakan data konsesi perkebunan kelapa sawit yang berasal dari Global Forest Watch, yang menyebut total perkebunan kelapa sawit di Sanggau terdapat 66 perusahaan. Dengan begitu, terdapat perbedaan data peta. “Kenapa dalam proses kajian ini tidak melibatkan pihak Pemkab Sanggau, terutama terkait dengan penggunaan peta, agar memiliki landasan yang sama,” ujar Syafriansyah.
SEPOLA FELLOWSHIP adalah salah satu bagian dari Program SEPOLA (Sekolah Politik Anggaran) yang dikembangkan oleh Perkumpulan Inisiatif dengan dukungan dari Ford Foundation. Dalam kegiatan SEPOLA FELLOWSHIP ini Perkumpulan Inisiatif bekerja sama dengan NGO di empat provinsi menjalankan kajian potensi kerugian negara dari sektor sumber daya alam hutan dan kebun
4