INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Majalah INOVASI ISSN: 0917-8376 Volume 7/XVIII/Juni 2006
RUBRIK dan JUDUL
Halaman No.Hal
EDITORIAL Penataan Ruang Wilayah: Perjalanan Panjang Bangsa
1
TOPIK UTAMA Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang di Indonesia Tata Ruang Nasional dan Kebutuhan Pemahaman Lintas Disipliner Paradigma Kota Kompak: Solusi Masa Depan Tata Ruang Kota Air sebagai Parameter Kendali dalam Tata Ruang
4 13 19 28
IPTEK Memahami Proses Alamiah dalam Rusaknya Lingkungan Delta Mahakam Dinamika Stok Ikan: Faktor Penyebab dan Penanggulangannya Bioteknologi di Indonesia: Kondisi dan Peluang Mengenal Teknologi Pengurangan Pencemaran Udara Nox dan Sox
31 35 39 45
INOVASI Pendekatan Konservasi Tumbuhan dengan Teknik Molekuler Elektroforesis
50
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
NASIONAL Hilangnya Ruang Publik Ancaman bagi Kapital Sosial Peranan Komisi Pemberantas Korupsi dalam Memerangi Korupsi di Indonesia Tes Berkualitas untuk PNS Berkualitas Keterpaduan Pemerintah dan Masyarakat Mengatasi Kepunahan Tumbuhan Endemik di Indonesia Impor Beras: Benarkah Merugikan Petani?; Lakukan Pemetaan Perberasan Nasional dengan Segera Melihat Potensi dari Sistem Usaha Tani Kontrak
HUMANIORA Menuliskan “Islam�: Refleksi Pemikiran Inklusif Iqbal Semangat Berhemat Energi: Belajar dari Negara Maju Menuai Dampak Kegagalan Pendidikan Nasional KESEHATAN Ada Gula Ada Kanker Antisense Oligonukleotide: Potensial Terapi dalam Penyakit Genetik Akibat Gangguan Splicing
57 59 70 73 77 80
84 88 91
94 98
KIAT Manajemen Referensi untuk Penulisan Makalah yang Effektif Hidup di Luar Negeri
102 104
LIPUTAN KHUSUS Menata Kembali Aceh Pascatsunami
106
TOKOH Duta Besar RI untuk Jepang, Abdul Irsan, SH
108
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
EDITORIAL Penataan Ruang Wilayah: Perjalanan Panjang Bangsa Haris Syahbuddin Email: harissyahbuddin@yahoo.com Menurut UU No. 24 tahun 1992, tata ruang didefinisikan sebagai wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang atau wadah, baik direncanakan maupun tidak. Untuk memberikan manfaat yang luas dan berkelanjutan terhadap suatu ruang atau wilayah diperlukan perencanaan terhadap penataan ruang, yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara. Meski secara aktual penataan terhadap ruang laut dan udara hampir tidak pernah dilakukan, namun pencantuman kedua ruang tersebut dalam UU perlu dilakukan, karena secara geopolitik ketiganya merupakan satu kesatuan geografis yg tidak dapat dipisahkan dan berkait dengan kedaulatan negara. Perencanaan tata ruang sendiri lebih terfokus pada pemanfaatan ruang daratan itu sendiri, karena di wilayah inilah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya berinterkasi menjaga keseimbangan ekosistem. Artinya perencanaan tata ruang tidak dapat dipisahkan dari usaha-usaha menjaga kelestarian lingkungan, keseimbangan ekosistem dan bermuara pada tercapainya kenyamanan hidup bagi segenap penghuninya. PBB menetapkan Human Proverty Index (HPI) yang salah satu parameternya adalah kelayakan standar hidup (a decent standard of living) yang diukur berdasarkan kelayakan akses individu terhadap seluruh peluang ekonomi. Indikator ini diukur berdasarkan prosentase jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan prosentase jumlah anak-anak yg memiliki berat badan di bawah usia normal. Digunakannya akses terhadap seluruh kesempatan ekonomi dan air sebagai indikator adalah cerminan basic need manusia untuk memiliki kesempatan mendapatkan pengetahuan, kesempatan mendapatkan pelayanan kesehatan, dan kesempatan hidup yang lebih panjang. Salah satu cara mencapai HPI yang memadai adalah melalui pemanfaatan ruang yang effektif dan effisien serta sesuai dengan potensi daya dukung lahannya. Perencanaan tata ruang sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari perencanaan dan pengaturan tempat baik secara vertikal
maupun horizontal, berskala makro maupun mikro. Indonesia dengan luas daratan sekitar 1.92 juta km2 atau memiliki ratio kepadatan penduduk 126/km2, masih memfokuskan diri pada penataan ruang secara horizontal dan skala makro. Bila pun ada pendirian bangunan secara vertikal masih terfokus pada penataan ruang vertikal ke atas. Sedangkan keseimbangan penataan ruang secara horizontal dan penataan ruang vertikal ke bawah masih belum menunjukkan hasil optimal. Secara horizontal saja, penataan ruang menyimpan banyak persoalan serius untuk dicarikan solusinya. Sedemikian komplek persoalan penataan ruang ini terkait keseimbangan antar makhluk hidup, serta kenyamanan masyarakat yg hidup di dalamnya, diperlukan ketegasan pemerintah yang kian berpihak pada kepentingan publik, untuk menegakkan peraturan yang sudah beratus jumlahnya. Sangat dirasakan betapa kepentingan ekonomi jangka pendeklah yg mengemukan dalam menata ruang. Pengalihfungsian puluhan bahkan ratusan situ di sekitar Jabodetabek, kian luas zone impermeabilitas akibat berkurangnya lahan terbuka hijau di daerah perkotaan, penutupan aliran pembuangan/sungai kecil oleh bangunan, hilangnya hak publik atas akses air bersih, klusterisasi zona industri di daerah hulu dan badan sungai yg berakibat tercemarnya air sejak hulu, pembuatan jalan tol yang memutus kebutuhan air irigasi lahan sawah potensial, atau pembuatan jalan bebas hambatan yang justru mengekspansi jalan umum, dll adalah contoh sedemikian kritis penataan ruang kita. Ujung dari seluruh jenis ketidaktaatan terhadap tata ruang dan daya dukung lahan ini adalah dirugikannya hak-hak masyarakat untuk mendapatkan kenyamanan hidup yang mereka dambakan. Hampir dapat dikatakan, negara menjadi tidak berdaya mengurus rakyatnya dalam hal pemenuhan hak-hak publik terkait pemanfaatan ruang. Semangat otonomi daerah dapat pula menjadi bumerang tersendiri bila salah dalam memahami arti bahwa sesungguhnya penataan ruang tidak mengenal batas wilayah administratif. Sebab lahan sebagai basis penataan ruang adalah bentang alam dan merupakan satu kesatuan toposequence
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
1
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Tidak dapat dibayangkan apabila sinergi penataan ruang antar wilayah tidak dilakukan, Jakarta akan selamanya mendapat kiriman banjir bandang dan sampah dari wilayah Bopunjur, atau Semarang akan selamanya menjadi kota rob. Kompensasi wilayah hilir yang umumnya menjadi pusat bisnis dan ekonomi terhadap daerah hulu perlu dipikirkan sebagai insentif terhadap sinergi pembangunan ini. Kekhawatiran terhadap kian menguatnya otonomi daerah terhadap kewenangan mengelola suatu wilayah atau kawasan dan menjaga ketahanan nasional diduga sebagai salah satu alasan perlu dilakukan revisi terhadap UU No. 24 tahun 1992 itu, di mana pembahasan RUU Penataan Ruang tersebut hingga ini masih terus dilakukan. Sebab bukan tidak mungkin kemudian terjadi bahwa suatu daerah bersikeras melakukan pengelolaan ruang darat, ruang laut dan ruang udara sebagai bagian dari zona ekonomi, sehingga pelintas batas harus membayar pajak dalam memanfaatkannya. Kita dapat belajar dari negara negara yang telah berhasil menata ruangnya dengan sangat baik dan effisien. Jepang dengan 80% wilayah terdiri dari pegunungan, dan hanya 20% dataran dengan panjang lereng yang pendek terhadap garis pantai (potensial menyebabkan erosi dan banjir), dengan jumlah pendudukan separuh negeri kita, mampu memanfaatkan ruang dengan effisien. Pengembangan zona industri di tepi laut memberi keuntungan dari sisi effisiensi transportasi serta menghindari pencemaran air sungai dan polusi udara bagi kawasan pemukiman, fasilitas ruang terbuka hijau dan taman bermain (koen) di setiap kelurahan atau kecamatan (ku/cho), yang sekaligus sebagai zone resapan air dan kolam penampung air limbah, perencanaan saluran penyalur dan pengelolaan limbah air rumah tangga dan industri (water sewage) sebelum akhirnya dialirkan ke sungai dan laut, pembangunan pusat bisnis terintegrasi dengan subway di kedalam puluhan meter di bawah permukaan tanah, ketersediaan luasan area bagi pejalan kaki (pedestrian) dan pengendara sepeda yang manusiawi, atau konsistensi pemda dalam menyiapkan lahan bagi hutan untuk seratus tahun mendatang seperti yg terdapat di kota Kobe, demikian pula konservasi kawasan lindung. Dengan demikian kenyamanan hidup menjadi lebih baik, tanpa mengurangi efektivitas dan effisiensi aktifitas penduduknya dalam
kegiatan ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Dapat dikatakan bahwa keterlambatan kerja pada iklim yang normal tidak ditemukan. Seluruh jadwal kegiatan dapat direncanakan dengan baik dan tepat waktu. Kita pun dapat belajar dari Perancis. Keberadaan subway yang sudah lebih dari 100 tahun dan konservasi arsitektur klasik setiap bangunan di seluruh kota, khususnya Paris, menunjukkan taat nya mereka terhadap peraturan yg dibuat. Keseimbangan horizontal pun tak luput dari konsep penataan kota mode dan budaya ini. Di kota Paris, kita hanya akan menemukan satu gedung menjulang tinggi yaitu menara Montparnasse, yang dalam tahap pembangunannya memerlukan diskusi lebih dari 10 tahun. Selebihnya bangunan dengan jumlah lantai tidak lebih dari lima, dikelilingi oleh ruas jalan yang tertata secara diagonal, saling bersilang rectangular. Atau bila kita ke arah Selatan Perancis, di kota Monpellier kita dapat melihat bagaimana pemerintah lokal membangun jalur kereta dalam kota (Metro) dari Mosson ke Port Marianne persis di antara barisan pohon Sycamore yang telah berusia lebih dari 50 tahun dan tetap tumbuh di sisi kanan dan kiri jalurnya. Dari contoh di atas dapat dikemukan di sini bahwa penataan ruang merupakan entry point menuju efektivitas dan effisiensi pengelolaan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat. Selain itu, nampak bahwa penataan ruang merupakan cerminan perjalanan panjang budaya suatu bangsa, dan juga cerminan konsistensi dari rencana yang telah dibuat minimal 50 tahun sebelumnya. Dikatakan sebagai perjalan budaya suatu bangsa, karena penataan ruang yang baik telah menjadi kebutuhan setiap individu. Dengan demikian kontrol terhadap pemanfaatan suatu ruang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, yang sebelumnya dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan. Sesungguhnya lah kita telah memiliki seluruh modal dasar tersebut. Masyarakat yang cinta dan butuh akan lingkungan yang terpelihara, kemudian warisan budaya baik masyarakat Sumatera, Jawa hingga Papua. Borobudur sebagai warisan budaya nenek moyang, telah memberi pelajaran bahwa dalam penataan ruang terdapat keseimbangan di dalam struktur bangunan itu sendiri, dan keseimbangan terhadap lingkungannya. Sekarang yang dibutuhkan adalah membangkitkan kembali kesadaran, idealisme dan ketaatan para pejabat publik
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
2
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
sebagai pemegang wewenang penuh pengalokasian wilayah terhadap rencana tata ruang yang telah dibuat berdasarkan daya dukung lahan, keterbukaan pemerintah terhadap rencana pemanfaatan suatu kawasan, dan kontrol terhadap pemanfaatan suatu ruang yang dilakukan oleh masyarakat, yang sejak dini dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan. Para wakil rakyat di lembaga legislatif dituntut untuk tidak segan
mempelajari dinamika peraturan dan pemanfaatan ruang wilayah di setiap kabupaten/kota, sehingga proses pengendali pemanfaatan ruang dapat dilakukan sejak dari unit terkecil penataan ruang wilayah. Sehingga di masa datang tidak ada lagi pemanfaatan ruang hanya semata berdasarkan pertimbangan ekonomi dan mengabaikan faktor lingkungan dan hak-hak publik.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
3
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
UTAMA Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang di Indonesia Dwi Nowo Martono, Surlan, Bambang Tedja Sukmana Kedeputian Penginderaan Jauh LAPAN, Jakarta Email: nowo2003@yahoo.com 1. Latar Belakang Perencanaan Tata Ruang wilayah merupakan suatu upaya mencoba merumuskan usaha pemanfaatan ruang secara optimal dan efisien serta lestari bagi kegiatan usaha manusia di wilayahnya yang berupa pembangunan sektoral, daerah, swasta dalam rangka mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Penyusunan tata ruang merupakan tugas besar dan melibatkan berbagai pihak yang dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari data spasial. Data spasial yang dibutuhkan dalam rangka membuat suatu perkiraan kebutuhan atau pengembangan ruang jangka panjang adalah bervariasi mulai dari data yang bersifat umum hingga detail. Bentuk data spasial untuk kegiataan penataan ruang umumnya berupa peta digital dan peta analog yang masing-masing mempunyai karakteristik dan spesifikasi yang berbeda, dimana jenis dan ruang lingkup serta kedetailan rencana tata ruang sangat menentukan Berkaitan dengan kesiapan data spasial untuk mendukung tata ruang, ada beberapa titik kritis yang perlu mendapatkan perhatian kaitannya dengan prosedur kerja antara lain: 1. Belum adanya format data dan skala peta dasar yang baku untuk penyusunan tata ruang dalam berbagai tingkat. Ada perbedaan format baku peta dengan format operasional, demikian juga skala peta dikaitkan dengan jenis data yang harus digunakan dan prosedur pengolahan data. 2. Pengalaman menunjukkan bahwa belum memadainya kesadaran akan pentingnya penyediaan data spasial yang akurat dari kalangan pengguna. Data spasial yang akurat tidak dilihat sebagai komoditas yang strategis untuk kepentingan jangka panjang. 3. Pembuatan atau penyusunan data spasial skala 1 : 250.000 hingga 1 : 5000 untuk tata ruang detail dilakukan dengan
anggapan peta sudah tersedia dan tidak disediakan alokasi biaya untuk pembuatan peta tersebut. Dampaknya adalah peta yang digunakan sudah kadaluarsa. 4. Pada berbagai rencana kegiatan, ketelitian peta yang dibutuhkan kadang-kadang bukan merupakan hal yang utama, yang diutamakan adalah penyebaran temanya. Informasi lokasi dan batas-batas fisik lebih diutamakan (bukan kepastian koordinat), sedangkan dalam beberapa hal misalnya infrastructure management kepastian lokasi harus dicirikan dengan ketepatan koordinat. Kelengkapan dan kebenaran (kualitas) input data spasial akan sangat berpengaruh pada hasil atau keluarannya. Tanpa adanya data spasial yang memadai dalam arti kualitas planimetris dan informasi kualitatif, maka proses pengambilan keputusan tidak dapat dilaksanakan secara benar dan bertanggung jawab. 2. Penginderaan Jauh Pengembangan Wilayah
untuk
Suatu wilayah baik di pedasaan maupun di perkotaan menampilkan wujud yang rumit, tidak teratur dan dimensi yang heterogen. Kenampakan wilayah perkotaan jauh lebih rumit dari pada kenampakan daerah pedesaan. Hal ini disebabkan persil lahan kota pada umumnya sempit, bangunannya padat, dan fungsi bangunannya beraneka. Oleh karena itu sistem penginderaan jauh yang diperlukan untuk penyusunan tata ruang harus disesuaikan dengan resolusi spasial yang sepadan. Untuk keperluan perencanan tata ruang detail, maka resolusi spasial yang tinggi akan mampu menyajikan data spasial secara rinci. Data satelit seperti Landsat TM dan SPOT dapat pula digunakan untuk keperluan penyusunan tata ruang hingga tingkat kerincian tertentu, misalnya tingkat I (membedakan kota dan bukan kota). hingga sebagian tingkat II (perumahan, industri, perdagangan, dsb.).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
4
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Sedangkan untuk tingkat III (rincian dari tingkat II, misalnya perumahan teratur dan tidak teratur) dan tingkat IV (rincian dari tingkat III, misalnya perumahan teratur yang padat, sedang, dan jarang. Welch (1982) menyatakan bahwa untuk penyusunan tata ruang perkotaan di Amerika
I
II
Serikat dengan memanfaatkan data penginderaan jauh, menggunakan konsep hubungan antara resolusi spasial data penginderaan jauh dan tingkat kerincian data yang dihasilkan, disajikan pada Gambar 1.
II
IV
Tingkat kerincian
Gambar 1. Hubungan antara resolusi spasial data penginderaan jauh dan kerincian penggunaan lahan kota di Amerika Serikat (Sumber : Welch, 1982) Gambar 1 mengisyaratkan bahwa citra Landsat ETM dengan pixel 15 m dapat digunakan untuk data penggunaan lahan kota tingkat kerincian I sampai kerincian tingkat II, atau untuk membedakan daerah yang secara fisik berupa perumahan dan non perumahan terhadap daerah sekitarnya. Untuk kerincian tingkat III diperlukan resolusi spasial sekitar 1-3 m. dan tingkat kerincian III dan IV masing-masing diperlukan resolusi spasial lebih kecil atau sama dengan 1 m. Oleh karena itu mengacu pendapat Welch, data satelit resolusi tinggi dengan resolusi spasial 0.7-1.0 m dapat digunakan untuk memperoleh sebagian data penggunaan lahan dengan tingkat kerincian III dan IV.
3. Landasan Hukum Penyusunan Tata Ruang Struktur perencanaan pembangunan nasional yang dicirikan dengan terbitnya Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tantang sistem perencanaan nasional, maka kepala daerah terpilih diharuskan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) di daerahnya masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat antara lain visi, misi, arah kebijakan dan programprogram pembangunan selama 5 (lima) tahun ke depan. Dengan demikian terkait kondisi tersebut, maka dokumen Rancana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain RTRW yang ada merupakan bagian dari terjemahan visi, misi
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
5
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Landasan hukum penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada Undang-Undang Nomer 24 tahun 1992 tentang penataan ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi tentang kewajiban setiap Propinsi, Kabupaten dan Kota untuk menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Kewajiban Daerah untuk menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindak lanjuti Undang-Undang tersebut di atas, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi a. Pedoman penyusunan RTRW propinsi. b. Pedoman Penyusunan Kembali RTRW propinsi. c. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten d. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten. e. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan. f. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan. Pedoman seperti tertulis di atas sebagai acuan bagi para penanggung jawab pengembangan wilayah propinsi, kabupaten dan kawasan perkotaan. Pedoman penyusunan RTRW meliputi kegiatan penyusunan mulai dari persiapan hingga proses legalisasi. Hal-hal teknis operasional yang belum diatur dalam keputusan Menteri ini diatur lebih lanjut oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat rinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat propinsi, kabupaten, perkotaan, desa dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, maka tata ruang nasional, propinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah
negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antar pulau dan antar propinsi. RTRW nasional disusun pada tingkat ketelitian skala 1 : 1.000.000 untuk jangka waktu selama 25 tahun RTRW propinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah propinsi yang berfokus pada keterkaitan antar kawasan/kabupaten/kota. RTRW propinsi disusun pada tingkat ketelitian skala 1 : 250.000 untuk jangka waktu 15 tahun. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasarkan perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1 : 100.000 untuk kabupaten dan 1 : 25.000 untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5-10 tahun sesuai perkembangan daerah. 4. Ruang Lingkup Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Berdasarkan landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW propinsi dan kabupaten adalah sebagai berikut : 4.1. Ruang Lingkup RTRW Propinsi a. Substansi data dan analisis - Kebijakan pembangunan - Analisis regional - Ekonomi regional - Sumberdaya manusia - Sumberdaya buatan - Sumberdaya alam - Sistem permukiman - Penggunaan lahan - Analisis kelembagaan b.
Substansi RTRW propinsi - Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang - Arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya - Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik - Arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya. - Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan - Arahan pengembangan sistem prasarana wilayah
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
6
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
- Arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan - Arahan kebijakan tata guna tanah , air, udara dan sumberdaya alam Lain. 4.2. Ruang Lingkup RTRW Kabupaten a. Substansi data dan analisis - Kebijakan pembangunan - Analisis regional - Ekonomi dan sektor unggulan - Sumberdaya manusia - Sumberdaya buatan - Sumberdaya alam - Sistem permukiman - Penggunaan lahan - Pembiayaan pembangunan - Analisis kelembagaan b.
Substansi RTRW propinsi - Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang - Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya - Rencana pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan dan tematik - Rencana sistem prasarana wilayah - Rencana penatagunaan tanah , air, udara dan sumberdaya alam Lain. - Rencana sistem kegiatan pembangunan Secara rinci penjabaran dari tiap-tiap substansi disajikan pada Tabel 1. 5. Pola Pemetaan Pemanfaatan Ruang Berwawasan Lingkungan di Indonesia
Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti Undang-Undang No 25 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai asas optimal dan lestari. Untuk menata ruang yang optimal dengan prinsip lestari perlu adanya perencanaan yang holistik antara potensi, kondisi dan kebutuhan akan sumberdaya ruang. Penyusunan tata ruang dalam konteks ini bukan sekedar mengalokasikan tempat untuk suatu kegiatan tertentu, melainkan menempatkan tiap tiap kegiatan penggunaan lahan pada bagian lahan yang berkemampuan serasi dan lestari untuk kegiatan masing-masing. Oleh karena itu hasil penyusunan tata ruang bukan tujuan, akan tetapi sarana. Yang menjadi tujuan tata ruang ialah manfaat total lahan/ruang dengan sebaik-baiknya dari kemampuan total lahan secara sinambung atau lestari.
6. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Penyusunan Tata Ruang Berdasarkan Gambar 2, peranan data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjadi semakin jelas. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin ke kanan skala yang dibutuhkan semakin besar, artinya semakin rinci pula informasi spasial yang harus dapat diidentifikasi. Hal ini tentu akan berpengaruh kepada jenis data penginderaan jauh yang digunakan. Tabel 1 menjelaskan peranan data penginderaan jauh dan SIG untuk mendukung penyusunan peta tata lingkungan, peta tata ruang, peta tata guna lahan dan peta ddesain guna lahan. 7. Langkah Langkah yang Dilakukan LAPAN Dalam Mendukung Implementasi Penyusunan Tata Ruang Penyusunan Tata Ruang tidak terlepas dari kebutuhan akan tersedianya data spasial yang akurat , periodik ( 1-5 tahun) dan rinci sesuai dengan tujuan tata ruang itu sendiri, untuk propinsi atau kabupaten. Salah satu alternatif yang paling mungkin dalam rangka tersedianya data spasial untuk tata ruang secara cepat adalah memanfaatkan teknologi satelit penginderaan jauh. Secara lebih rinci pemanfaatan data penginderaan jauh untuk tata ruang disajikan pada sub bab 6. Di Indonesia pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sudah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan, baik institusi pemerintah: LAPAN, BAKOSURTANAL, BPPT dan lain sebagainya, juga oleh kalangan perguruan tinggi dan organisasi swasta. Pada umumnya upaya upaya yang telah dilakukan untuk sosialisasi pemanfaatan data penginderaan jauh antara lain meliputi penguasaan teknologi penginderaan jauh, pengembangan model-model yang diturunkan dari data penginderaan jauh, kegiatan inventarisasi sumberdaya alam dan mengintegrasikan dengan aplikasi SIG.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
7
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Gambar 2. Pola penataan ruang berwawasan lingkungan di Indonesia Tabel 1. Peranan data penginderaan jauh untuk mendukung penyusunan tata ruang wilayah Jenis data
Tata lingkungan
Tata ruang
Tata guna lahan
1. Landsat
1.Identifikasi penggunaan Lahan dengan tingkat kerincian I
1.Identifikasi penggunaan Lahan dengan tingkat kerincian I-II
Bahan untuk orientasi wilayah secara global
2. Acuan Georeference pada skala 1 : 50.000
2. Acuan Georeference pada skala 1 : 50.000
(15–30 m)
3. Menghitung proporsi luas masing masing penggunaan lahan. 4. Data dasar spasial untuk analisis lanjutan
Desain guna lahan Bahan untuk orientasi wilayah secara global
3.Menghitung proporsi luas masing masing penggunaan lahan 4. Data dasar spasial untuk analisis lanjutan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
8
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Tabel 1. Lanjutan Jenis data Tata lingkungan 2. SPOT4 (10 m) Eros
SDA
Tata ruang SDA
Tata guna lahan
Desain guna lahan
1. Identifikasi penggunaan lahan tingkat kerincian II – III 2. Acuan Georeference sampai skala 1 : 25.000. 3. Menghitung proporsi luas penggunaan lahan tingkat kerincian II – III 4. Titik atau garis kontur dengan interval sampai 12.5 m 5.Data Dasar spasial untuk pengolahan atau analisis lanjutan
3. SPOT 5 ( 2.5 m) Ikonos, Quick Bird ( 0.7–1 m)
SDA
1.Identifikasi penggunaan lahan tingkat kerincian III -IV 2. Acuan Georeference sampai skala lebih besar 10.000 3.Menghitung proporsi luas penggunaan lahan tingkat kerincian III -IV 4. Informasi garis kontur detail 5. Data dasar spasial pengolahan atau analisis lanjutan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
9
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
LAPAN sebagai instansi pemerintah yang mempunyai kompetensi untuk menyediakan data penginderaan jauh dan memanfaatkannya dalam berbagai aplikasi dalam skala nasional, sejak tahun 2000 telah membangun dan menyusun berbagai model aplikasi untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, kehutanan, iklim, geologi, tata ruang dan lain sebagainya. Berbagai jenis data dari resolusi rendah (NOAA, GMS dan MODIS) sampai resolusi spasial tinggi baik sensor pasif maupun aktif ( SPOT-5, IKONOS, QUICK BIRD) juga digunakan untuk mengembangkan model model aplikasi yang lebih luas dan lebih dalam. Untuk aplikasi data penginderan jauh terkait tata ruang dalam rangka mendukung ketersediaan data spasial, LAPAN telah melakukan inventarisasi informasi spasial penutup lahan skala 1:100.000 seluruh Indonesia berbasis citra Landsat ETM. Demikian juga untuk berbagai wilayah prioritas telah tersedia informasi yang relatif rinci berdasarkan data citra SPOT-5, IKONOS dan QUICK BIRD. Berbagai contoh aplikasi untuk tata ruang disajikan pada Gambar Lampiran 1-3. 8. Penanganan Masalah dengan Data Spasial
yang Berkaitan
Dalam menangani masalah ketersediaan data spasial yang up to date, salah satu data spasial yang saat ini banyak digunakan sebagai data dasar untuk penyusunan tata ruang adalah informasi spasial yang diturunkan dari data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh mempunyai berbagai jenis dan tingkat ketelitian, disamping itu data penginderaan jauh juga dapat memberikan data real time serta selalu diperbaharui. Teknologi penginderaan jauh mampu menyediakan data mulai dari skala 1 : 1000.000 sampai dengan 1 : 5000. Oleh karena itu pemanfaatan informasi spasial dari data penginderaan jauh untuk tata ruang telah mencakup seluruh skala dan sangat fleksibel disesuaikan dengan tujuan penyusunan tata ruang, apakah untuk tingkat nasional, propinsi, kabupaten atau detail teknis. Tidak tersedianya informasi spasial yang ideal untuk mendukung seluruh ruang lingkup analisis penyusunan tata ruang baik dalam aspek kuantitatif dan kualitatif bagaimanapun harus ditutupi dengan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh yang
dikombinasikan dengan data spasial lainnya melalui pendekatan SIG. Salah satu pendekatan cerdas untuk mengoptimalkan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh adalah melakukan kombinasi data penginderaan jauh dengan data kontur dari Suttle Radar Topographic Mission (SRTM) dan data koordinat planimateris dari Global Positioning System (GPS) untuk memperolah informasi yang lebih akurat serta informasi morfometri (kemiringan lereng, panjang lereng dan bentuk lereng serta ketinggian relatifnya) sesuai dengan skala yang dibutuhkan. Sedangkan aspek kualitatif yang merupakan informasi penutup lahan/penggunaan lahan dapat digunakan sebagai informasi kualitatif terkini untuk mendukung perencanaan tata ruang dengan tambahan kegiatan verifikasi lapangan (ground truth). Verifikasi lapangan akan sangat efektif hasilnya jika dilakukan oleh mereka yang memahami dan menguasai kondisi wilayah bersangkutan. Hal ini akan sangat efisien dan efektif apabila terjalin pelaksanaan kerjasama antara instansi penyedia data satelit penginderaan jauh dengan instansi pengguna, khususnya pemerintah daerah guna menghasilkan informasi keruangan yang diturunkan dari citra satelit yang diverifikasi secara bersama. 9. Penutup Dimasa yang akan datang diharapkan seluruh pemangku kepentingan (stake holder) yang terlibat dalam penyusunan tata ruang, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota dapat memanfaatkan keunggulan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk mendukung penyusunan tata ruang. Dengan demikian minimnya atau ketidaktersediaan data spasial yang selama ini menjadi kendala utama dalam penyusunan tataruang dapat dengan cepat teratasi. Pustaka [1] Anonimus. 1993. Remote Sensing Note. Japan Association on Remote Sensing. University. Of Tokyo [2] Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. 2004. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Penataan Ruang. Buletin Tata Ruang. Jakarta.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
10
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
[3] Hadi Sabari.Y.. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta [4] Larz T. Anderson. 2000. Petunjuk Dalam Persiapan Perencanaan Kota. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. [5] Maskun. Soemitro. 1996. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan dalam kerangka Otonomi Daerah. Proceding. CIDES. Jakarta
[6] Nurmandi. 1999. Manajemen Perkotaan. Lingkaran Bangsa. Yogyakarta [7] Socki. B.S.. 1993. The Potential of Aerial Photos for Slum and Squatter Settlement Detection and Mapping. Asian-Pasific Remote Sensing Journal. Vol.5. No.2. Bangkok. [8] Sugeng Martopo, Tejoyuwono. 1987. Pembangunan Wilayah Berwawasan Lingkungan. Kumpulan Makalah Kursus SEPADYA. Yogyakarta.
Lampiran
Gambar Lampiran 1. Contoh aplikasi data spasial untuk mendukung tata ruang skala 1:2.500
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
11
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Gambar Lampiran 2. Contoh aplikasi data spasial untuk mendukung tata ruang skala 1:50.000
Gambar Lampiran 3. Contoh aplikasi data spasial untuk mendukung tata ruang skala 1:100.000
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
12
UTAMA
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Sistematika Tata Ruang Nasional dan Kebutuhan Pemahaman Lintas Disipliner Hengky Abiyoso Ketua Lembaga CENREDS Yayasan Pengembangan Planologi dan Arsitektur Untuk Kewiraswastaan Wilayah Tertinggal (Center for Enhancement of Entrepreneurship, Urban and Regional Development Studies). Email: cenreds@yahoo.com 1. Pendahuluan Tata ruang dengan banyak sistematika yang serba abstrak termasuk di dalamnya adalah masalah lintas bidang menyangkut kepentingan seperti pelestarian lingkungan hidup, kepentingan penataan ruang budidaya bagi kegiatan produktif pemenuhan kebutuhan hidup manusia, kepentingan tata ruang mukim dan ruang sistem mobilitas manusia, bahkan juga menyangkut masalah kepentingan kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan. Dari semua kepentingan itu, sesuatu yang terbanyak dan cukup rumit variabelnya adalah yang menyangkut sistem tata ruang mukim manusia serta sistem ruang mobilitasnya. Hal ini lebih umum disebut sebagai tata ruang sistem kota serta sistem jaringan jalan. Demikian rumit dan penting keduanya, sehingga sering citra tentang tata ruang di mata masyarakat tercermin dari ukuran tentang apa yang dapat dihasilkan oleh sistem ini bagi kesejahteraan masyarakat. 2. Sistematika Sederhana Tata Ruang Berkait masalah tata ruang nasional kita, demikian banyak pihak sangat berkepentingan, diantaranya adalah masyarakat intelektual seperti dari sains ilmu lingkungan, ilmu kehutanan, ilmu pertanian, planologi, arsitektur, dan sebagainya. Dari demikian banyak sistematika tentang tata ruang, salah satu yang paling sederhana berkait dengan prioritas tujuan adalah sistematika tata ruang menurut tujuan-tujuannya yang ‘pro-ekologi’ dan ‘pro-populasi’1). Bila yang pertama adalah untuk tujuan pelestarian dan perlindungan alam serta lingkungan, yang terakhir ini
adalah menyangkut tata ruang untuk aktivitas dan permukiman manusia serta tata ruang untuk kawasan budidaya bagi penopang kebutuhan hidup manusia. Namun demikian, tata ruang ’propopulasi’ harus tunduk dan tidaklah boleh samasekali bertentangan pelaksanaannya dengan azas ‘pro-ekologi’. Masyarakat ilmu lingkungan sangat berkepentingan untuk memastikan bahwa ruang di bumi ini dipergunakan oleh manusia tanpa terjadi perusakanperusakan yang serius di dalamnya, seperti menyangkut ancaman hilangnya species-species tertentu tanaman akibat penggundulan hutan yang akan berdampak pada hilangnya species lain karena terputusnya mata rantai makanan, atau kontrol atas polusi udara yang akan mengancam lapisan ozon dan meningkatnya suhu global, dan sebagainya. Masyarakat ilmu pertanian dan kehutanan berkepentingan atas ruang bagi budidaya pertanian serta hutan industri dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Namun dalam praktek lapangan ruang-ruang budidaya ini banyak bersinggungan bahkan bertumpang-tindih dengan ruang-ruang konservasi. Sebagai negara agraris, sebagian besar masyarakat kita berkecimpung dengan kegiatan pertanian, perkebunan serta hutan tanaman industri, dimana peningkatannya yang bersifat ekstensif dan agresif dapat mengancam upaya pelestarian lingkungan, utamanya menyangkut area-area pegunungan, tempat dimana sumber air dan kestabilan lereng-lereng dapat terancam, serta bahaya air bah dan longsor dapat menimbulkan kerugian jiwa maupun kerusakan lingkungan yang mahal.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
13
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Sementara itu ruang-ruang bagi permukiman, kegiatan serta mobilitas manusia juga memerlukan pengaturan tersendiri. Bila tidak, maka berbagai kebutuhan mukim, kegiatan serta mobilitas manusia dapat bertumpang tindih dengan kebutuhan ruang-ruang konservasi serta ruang-ruang budidaya. Ruang-ruang bagi kebutuhan konservasi alam dapat dipandang sebagai relatif permanen dan variasi jenis eksploitasi ruangnya dapat dipandang sebagai mendekati nol berkait dengan tujuan pelestariannya maka ia tak dieksploitasi. Sementara itu eksploitasi ruang-ruang budidaya bagi kebutuhan hutan industri serta kegiatan pertanian dapat dipandang sebagai intensif, namun variasi pola eksploitasi ruangnya dapat dikatakan sederhana, terbatas atau nyaris permanen. Sebuah area hutan industri yang diperuntukkan bagi budidaya hutan pinus misalnya, selama belasan atau puluhan tahun pola eksploitasinya nyaris tak akan berubah, demikian juga dengan area bagi budidaya pertanian, perkebunan, perikanan atau peternakan. Sebaliknya, variasi kebutuhan ruang bagi pemukiman, 4. aktivitas serta mobilitas manusia adalah demikian sangat kompleksnya. 3. Multi Fungsi Sistem Kota Kebutuhan mukim manusia bervariasi dari yang sangat sederhana seperti rumah di ladang, secara ekstensif berupa rumah vila di luar kota dengan pekarangan yang luas sampai yang sangat intensif berupa apartemen dengan lantai ganda di tengah kota. Kebutuhan ruang beraktivitas manusia dapat berupa ruang bagi produktivitas seperti pabrik, kantor, toko, pasar, sekolah atau studio. Kebutuhan ruang bagi pengembangan diri adalah seperti lembaga-lembaga sekolah, universitas, balai diklat dan kebutuhan akan ruang bagi waktu senggang adalah seperti taman-taman, tempat rekreasi, museum, teater, sarana olah raga dan sebagainya. Sementara itu kebutuhan ruang untuk mobilitas manusia dapat dimulai dari jalan setapak, jalan arteri, jalan bulevar, jalan simpang susun, jalan tol, bandara, terminal dan sebagainya.
Bila kebutuhan ruang bagi keperluan konservasi alam serta budidaya pertanian dan hutan seperti tak mengenal hierarkhi, tak demikian halnya dengan ruang kebutuhan mukim dan aktivitas bagi manusia. Mendekati lahan-lahan budidaya pertanian dan hutan sebagai tempat aktivitas utama atau profesinya, manusia cenderung tinggal relatif mengumpul pada satuan-satuan ruang yang disebut sebagai desa. Kemudian dari sekian banyak satuan permukiman desa akan diperlukan sebuah pusat layan yang disebut sebagai kota kecamatan. Setelah itu konstelasi sejumlah desa dan kota kecamatan itu akan membutuhkan sebuah pusat layanan yang disebut sebagai kota kabupaten. Jenjang di atasnya adalah kemudian kota menengah yang membawahi beberapa kota kabupaten, kemudian kota besar atau kota metropolis yang dapat membawahi sebuah propinsi, serta terakhir adalah kota megapolitan yang tak jarang harus melayani beberapa kota metropolitan. Aglomerasi, Tertinggal
Wilayah
Maju
dan
Sehubungan dengan pemusatanpemusatan aktivitas manusia yang cenderung mengumpul karena pertimbangan keuntungan skala ekonomi atau keuntungan dari lokasi yang saling berdekatan satu sama lain antar unit-unit ekonomi yang disebut sebagai keuntungan ‘aglomerasi’, maka kemudian kecenderungan dari permukiman manusia itu adalah serba memusat, yang kemudian disebut sebagai sistem kota. Dampaknya adalah kemudian muncul apa yang disebut sebagai ‘wilayah-wilayah maju’, tempat dimana kepadatan penduduk membentuk satuan-satuan kota besar kecil yang jaraknya serba efisien, unit-unit ekonominya saling berdekatan serta dalam jumlah yang ideal itu akan semakin menggembirakan ‘pasar’, dimana dengan itu investasi-investasi semakin dipandang sangat menguntungkan apabila diputuskan untuk diletakkan pada wilayahwilayah ‘padat’ seperti itu, dan keadaan itu lebih lanjut memicu lagi datangnya arus
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
14
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 migrasi penduduk dari wilayah-wilayah ‘miskin’.
Tata ruang sistem kota juga membutuhkan tingkat-tingkat (hirarkhi) perencanaan, seperti di tingkat nasional dibutuhkan sistem kota secara nasional menyangkut besaran dan jarak yang terpadu (national city size distribution system) yang akan mendukung sistem makro ekonomi nasional secara terpadu pula. Selanjutnya adalah kebutuhan perencanaan intraregional yang terpadu, dan di bawahnya lagi adalah keperluan perencanaan pada tingkat lokal.
Pada sisi lain dari ‘wilayah maju’ muncul pula apa yang disebut sebagai ‘wilayah tertinggal’, dimana sebaliknya, keadaannya adalah serba kepadatan penduduknya yang relatif rendah, satuansatuan sistem kotanya adalah kota-kota relatif kecil yang sangat tersebar dan dengan jarak saling berjauhan serta kurang efisien, sehingga akan kurang menguntungkan bagi investasi. Sering terjadi keputusan lokasi investasi serta 5. Kompleksitas Tata Ruang Sistem Kota keputusan bermukim dari penduduk di dan Kerjasama Lintas Sektor wilayah tertinggal itu cenderung berpindah Secara internal tata ruang sistem kota menuju ke wilayah maju karena sangat lah kompleks, demikian pula kemudahan hidup yang lebih banyak dengan masalah eksternal lainnya. didapatkan di sana daripada keadaan di Secara internal, karena tata ruang kota wilayah tertinggal itu. Keadaan seperti ini menyangkut sistem serta ketahanan sangat merugikan bagi kinerja makro perekonomian serta sistem perencanaan ekonomi nasional, karena pada wilayah kesempatan kerja nasional, ada beberapa tertinggal banyak sekali potensi-potensi hal yang menarik untuk diperhatikan yaitu: terpendam terpaksa tak dapat digali dan dimanfaatkan. Pertama, terdapat kebutuhan secara nasional akan perencanaan sistem kota Sementara sebaliknya, pada wilayah secara nasional yang integrated. sangat maju pasokan berbagai jasa sejenis sering melebihi kebutuhan, Kedua, karena perkembangan teori sehingga terjadi apa yang disebut sebagai ilmu perencanaan ruang ––dengan ‘duplikasi dan kesiasiaan’. Pada area demikian juga teori tentang sistem kota–– yang sama dapat muncul demikian banyak adalah sangat multiinterpretatif, berakibat pusat perbelanjaan, sehingga beberapa di di antara para pakar keruangan terdapat antaranya akhirnya akan tutup karena bermacam multiinterpretasi yang sangat kekurangan pengunjung. Pembangunan bervariasi atas teori keruangan serta teori jalan layang dan kemacetan lalulintas perkotaan yang sama. Hal ini terus saling berpacu, padahal mengakibatkan adanya pertentangan pembangunan itu seharusnya dapat lebih pendapat yang tajam dan menjadi salah dialokasikan pada sektor lainnya. satu faktor yang belum dapat disinergikan sebagai satu kesatuan utuh sebagai Situasi-situasi seperti itu sumbangan kemajuan ilmu tata ruang kota membutuhkan intervensi-intervensi bagi pembangunan nasional serta sistem perencanaan seperti tentang bagaimana kota secara nasional. situasi ketimpangan itu dapat diredakan, dimana perkembangan wilayah tertinggal Ketiga, dapat dikemukakan di sini dapat dirangsang agar dapat mengalir bahwa seandainya boleh menggunakan migrasi dan relokasi investasi dari wilayah pembading dengan perkembangan ilmu maju dapat terjadi. Dengan kata lain, tata lainnya, maka ilmu perencanaan ruang ruang bagi kebutuhan aktivitas, adalah ‘seperti kurang beruntung’. Tidak pemukiman serta mobilitas manusia atau jarang ilmu ini di golongkan pada ilmu-ilmu disebut kebutuhan akan ‘tata ruang sistem yang tidak begitu leluasa untuk kota’ adalah yang paling kompleks dikomersialkan. Atau dengan perkattan dibanding dengan kebutuhan akan tata lain ilmu ini lebih pantas untuk ruang bagi kebutuhan konservasi sistem disumbangkan bagi negara, bangsa dan ekologi serta budidaya pertanian dan kemanusiaan. hutan. Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
15
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Hipotesa keruangan beserta studi lengkapnya seperti tentang perlunya Indonesia memiliki countermagnet city seukuran Jabodetabek di kawasan timur Indonesia, tidak akan pernah memenuhi pangsa pasar atau terjual, dan penulisnya telah akan bersyukur bila kajian tersebut perlahan-lahan mulai dapat diterima oleh seluruh bangsa dan bersama-sama diupayakan konkretisasinya, walau untuk itu harus dilalui berbagai proses perdebatan yang cukup panjang. Ketika hasil studi ilmu perencanaan kota memiliki peluang untuk dikomersialkan, tidak dapat dipungkiri bahwa kemudian terjadi praktik praktik komersialisasi yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini kemudian menimbulkan kesan masyarakat bahwa pembangunan sistem kota di Indonesia kemudian menjadi sangat buruk. Akibat ‘salah arah’ dari segelintir para perencanaan kota tersebut, yang berakibat kurang mendukung upaya pembangunan wilayah serta sistem kota yang integrated secara nasional itu, maka selain citra pembangunan sistem kota menjadi buruk, bersama industri ia tak kurang juga kemudian ‘dimusuhi’ oleh banyak masyarakat intelektual dari bidang pertanian dan perdesaan. Kota tidak mampu memberikan kesan pusat kewiraswastaan, pusat intelektualitas serta pusat kemajuan seperti Singapura, Tokyo, New York atau Toronto. Yang terjadi kemudian munculnya ‘kota-kota baru arogan’ serta industri berorientasi Jawa sentrisme atau Jabotabek sentrisme. Kompleks perumahan di seputar kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya atau Bandung terlihat memakai tembok keliling, gerbang, satpam serta tak jarang juga gaya eksklusivisme penghuninya, dimana setiap jengkal daripada ‘kota’ milik developer itu harus dibeli atau diangsur dengan KPR. Sering lahan pertanian yang subur harus beralih fungsi untuknya, padahal kelebihan tenaga kerja pertanian di desa seharusnya dapat ditampung di kota. Akhirnya nampak bahwa perencana tentang ‘kota untuk rakyat’ belum lah mencapai titik yang diharapkan.
Strategi pemanfaatan kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian dan perdesaan seharusnya dapat dikelola dengan lebih rapi pada sektor perkotaan dan industri serta jasa, sambil terus meningkatkan kinerja sektor pertanian. Kerjasama antara masyarakat pertanian dan perkotaan seharusnya dapat lebih akrab, erat, dan bukan sebaliknya. Desa dan kota seharusnya saling tergantung dan saling membutuhkan. Tidak kalah penting adalah peranan lembaga terkait dalam mensinergikan sumberdaya antar desa dan kota. HKTI misalnya, harus mampu berbicara tentang rural development bahkan urban development bagi pengelolaan kelebihan tenaga kerja di desa, bekerjasama dengan planolog dan arsitek. Selain itu, perhatian pada wilayah perbatasan adalah sesuatu yang serius untuk tak mengulang kasus penggeseran patok batas negara di hutan Kalimantan atau lepasnya pulau Sepadan, Ligitan serta tenggelamnya beberapa pulau kecil di perbatasan dengan Singapura karena bisnis ilegal pengerukan pasir laut yang membawa resiko dampak pergeseran batas negara yang dapat merugikan Indonesia. 6. Langkah Perbaikan ke Depan
Kedepan apakah yang dapat disumbangkan oleh masyarakat pemerhati masalah tata ruang bagi perbaikan sistem serta pelaksanaannya agar tata ruang nasional dapat memberikan hasil konkrit pada kesejahteraan masyarakat? Pertama harus diingat bahwa masalah tata ruang nasional kini ditangani oleh oleh Badan Eksekutif yang disebut BKTRN 2) (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional). Berdsarkan Keppres No. 62 Th. 2000 secara terstruktur terdiri dari Ketua : Menko Perekonomian, Wakil Ketua : Menteri PU, Sekretaris : Ketua Bappenas, Anggota : Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Otonomi Daerah dan Ketua BPN. Bahwa terdapat banyak keluhan menyangkut intransparansi serta berbagai kebijakan tata ruang yang tidak tepat seperti tentang Strategi Kapet yang
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
16
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 dapat dibahas setiap hari setiap saat dianggap sebagai tidak tepat guna, secara terhormat dan setara dengan adanya usulan tata ruang terpadu BKTRN. kawasan kota megapolitan oleh Gubernur DKI dan bukan oleh BKTRN, sistem hirarkhi kota yang tak jelas, serta banyak keluhan lain, menunjukkan ketidakterpaduan pada sistem dan 1). Seperti uraiannya dapat dibaca pada kebijakan tata ruang nasional kita. artikel atau makalah “Wawasan Tata Ruang” oleh Prof. Djoko Sudjarto pada Bila eksekutif memiliki badan BKTRN, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota adakah DPR memiliki badan kontrolnya Edisi Juli 1992 terbitan Jurusan Teknik yang definitif? Para pengurus BKTRN Planologi, ITB, maka terdapat demikian masing-masing memiliki partner kerja banyak definisi tentang tata ruang, seperti Komisi di DPR 3) yang jelas sejak dari misalnya yang dikemukakan oleh Lynch Menko Perekonomian, Menteri PU, Ketua dan Rodwin (1958), Foley (1964, 1967), Bappenas yang masing-masing berpartner (Wheaton, 1967), Weber (1967), Porteous dengan Komisi Vi, V dan XI. Anggota (1977), Wetzling (1978), Rapoport (1980), BKTRN seperti Menteri Pertahanan, Chadwick (1981), I Made Sandy (1986), Menteri Dalam Negeri, Ketua BPN dan Soenaryono Danujo (1987) dan Menteri Pertanian adalah partner kerja dari sebagainya. Komisi I, II dan IV. Lalu bagaimana seharusnya rapat kerja tata ruang nasional Sejauh ini penulis belum menemukan antara eksekutif dan DPR? Adakah harus apakah sebelumnya sistematika tataruang selalu terdapat rapat gabungan Komisi I, II, sebagai ‘pro-ekologi’ dan ‘pro-populasi’ ini IV, V, VI XI dan seluruh pengurus serta telah pernah dikemukakan oleh para anggota BKTRN, atau akankah pakar sains keruangan atau belum. masalahnya disederhanakan menjadi Penulis samasekali bukan merasa dalam sekedar rapat kerja antara seorang Ketua kapasitasnya sebagai pakar, namun BKTRN Menko Perekonomian dan Komisi sekedar sebagai seorang aktivis LSM VI saja? dalam bidang pengabdian sosialisasi tataruang bagi rakyat maupun bagi dialog Dengan terkadinya perbaikan sistem lintas disiplin ilmiah selama lebih dari 10 demokrasi dan legislasi dalam sistem tahun, mendapatkan bahwa tataruang pemerintahan dan kehidupan kita, seperti bukanlah sesuatu yang mudah dipahami. dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Tak hanya oleh masyarakat awam, namun Korupsi), walau telah terdapat badan bahkan oleh banyak masyarakat badan seperti Mahkamah Agung, intelektual dari disiplin ilmiah lain seperti Kejaksaan serta Kepolisian oleh misalnya ilmu hukum, ilmu agama, teknik Pemerintah. Kemudian dibentuk pula industri, ilmu pertanian dan sebagainya. Komisi Yudisial, tempat dimana Penulis mendapatkan, bahwa semakin masyarakat dapat melaporkan batasan atau sistematika keruangan keraguannya atas kinerja badan peradilan, disajikan sesuai tatabahasa dan visi dari Komisi Kejaksaan bagi alat kontrol para pakar itu, maka ia seperti semakin Lembaga Kejaksaan, dan kelak Komisi tak mudah dipahami oleh masyarakat Kepolisian bagi alat kontrol Lembaga bahkan disiplin ilmiah lain selain daripada Kepolisian, dan sebagainya. tataruang itu sendiri. Bila kita ingin menapak kesuasana perbaikan sistem tata ruang nasional yang 2). BKTRN (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional) yang dibentuk dengan Keppres lebih konkrit, Komisi Nasional Independen No. 75 tahun 1993, adalah bentuk yang mengontrol masalah Kebijakan Tata peningkatan dari sebuah Tim Kerja yang Ruang Nasional4) kita adalah salah satu semula dinamai sebagai “Tim Kordinasi alternatif yang sudah selayaknya Pengelolaan Tata Ruang Nasional” yang diperhatikan dan dilaksanakan dengan diketuai oleh Ketua Bappenas dengan sungguh sungguh. Diperlukan forum yang beberapa Menteri terkait masalah konkrit atas masalah tataruang nasional, tataruang sebagai anggotanya (Keppres tempat dimana kapan saja masalah itu Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
17
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 No. 57 Tahun 1989). Badan ini kemudian pada masa Presiden Abdurrahman diubah susunan kepengurusannya (Keppres No. 62 Tahun 2000) seperti bila semula ketuanya adalah Ketua Bappenas, maka kini adalah Menko Perekonomian, Wakil Ketuanya adalah Menteri PU, dan Sekretaris BKTRN adalah Ketua Bappenas. Anggota-anggota BKTRN adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Pertanian, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Negara Otonomi Daerah dan Kepala Badan Pertanahan Nasional. Badan ini memiliki Tim Teknis yang diketuai oleh Menteri PU. 3).
Tentang bidang-bidang yang dibawahi oleh Komisi-Komisi di DPR serta hubungan kerjanya dengan menterimenteri kabinet terkait, susunan selengkapnya kiranya dapat diperiksa antara lain pada website Humas Sekretariat Jendral DPR-RI.
4). Komisi Nasional Independen yang mengontrol masalah Kebijakan Tata Ruang Nasional atau dapat disingkat menjadi Komisi Nasional Tata Ruang adalah pemikiran penulis tentang perlunya
dibentuk semacam Komisi ‘adhoc’ sebagaimana sebelumnya telah terdapat Komisi-Komisi seperti itu seperti Komnas HAM, Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan,. KPK dan sebagainya, dimana bidangbidang seperti itu dipandang seperti masih kurang dapat ditangani dengan lebih efektif oleh 11 Komisi-Komisi DPR yang ada, dimana bila 11 Komisi di DPR seperti lebih merupakan cerminan tempat kedudukan partai-partai politik peserta Pemilu, sedangkan Komisi adhoc atau Komisi Khusus yang umumnya lebih bersifat teknis, dimaksudkan lebih berisi pakar-pakar dibidang dimaksud. Dari demikian banyak (l.k. 45 buah) Komisi Nasional yang ada, tak semuanya dipandang bekerja efektif dan justru sering digerutui masyarakat sebagai ‘membebani anggaran negara’, sehingga dalam beberapa kesempatan penulis menyampaikan bahwa Komisi Tata Ruang bila perlu didirikan dan dikerjakan secara sukarela, atau Komisi-Komisi ad-hoc sebaiknya ‘Datang dan Pergi’ atau ‘Aktif dan Non-Aktif’ sesuai kadar urgensi atau kegawatan masalahnya, agar tak terus menerus membebani anggaran negara.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
18
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
UTAMA
Paradigma Kota Kompak: Solusi Masa Depan Tata Ruang Kota? Muhammad Sani Roychansyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, FT UGM Kolaborator Riset pada Department Architecture and Building Science, Universitas Tohoku E-mail: sani@hjogi.pln.archi.tohoku.ac.jp
1. Latar Belakang dan Perkembangan Ide Kota Kompak Dewasa ini, masalah keberlanjutan (sustainability issues) merambah di semua bidang kehidupan manusia, tak terkecuali pada “pembangunan segitiga” lingkungansosial-ekonomi kota. Seperti terlihat pada Gambar 1. tuntutan bahwa perkembangan pada sebuah kota mulai 2 dasa warsa terakhir ini harus aspiratif terhadap kebutuhan dan eksitensi masa depan ini, dijawab dengan beberapa kata kunci seperti: efisiensi, intensifikasi, konservasi, revitalisasi di dalam upaya menyelaraskan pembangunan kembali kota (sustainable urban redevelopment movement) Lingkungan maksimalisasi efisiensi energi; konservasi sumber daya alam dan habitat; minimalisasi kerusakan/bencana KOTA Positif secara keruangan Berwawasan lingkungan Efisien bagi transport Bermanfaat dari sisi sosial Vital bagi pembangunan ekonomi Sosial meningkatkan kualitas hidup; mendorong kesetaraan sosial
Ekonomi Mendorong eksistensi ekonomi lokal, ketersediaan kesempatan kerja
Gambar 1. Tujuan pembangunan berkelanjutan dan implementasinya dalam konteks kota Di sisi lain, meskipun dalam konsep operasionalnya sangat beragam, dewasa ini di dunia strategi “kota kompak” (compact city
strategy) dipandang sebagai alternatif utama ide pengimplementasian pembangunan berkelanjutan dalam sebuah kota [2][3][5]. Sebagai akibatnya, ide ini diadopsi oleh banyak kota di dunia, utamanya di negaranegara maju. Kecenderungan pengadopsian ide ini, di samping membawa efek positif pada wacana pembangunan berkelanjutan, tetapi banyak pula yang diterapkan apa adanya tanpa mempertimbangkan permasalahan kota yang ada dan kekhasan sebuah kota. Ide kota kompak ini pada awalnya adalah sebuah respon dari pembangunan kota acak (urban sprawl development), seperti ditunjukkan perbedaannya pada Tabel 1. Dan sangat mungkin ini adalah siklus berulang perkembangan kota dan tarik menarik kepentingan pada fungsi kota sejak 2 abad terakhir ini, silih berganti antara memusat dan menyebar (centrist dan de-centrist), seperti telah disinyalir oleh Breheny [1]. Pilihan kompak atau tidak kompak dalam menjawab masalah keberlanjutan dalam sebuah “organisme” kota sebenarnya sangat bergantung pada kecenderungan, perilaku, kapasitas, fleksibiltas, dan tentunya kebijakan dalam sebuah kota. Yang kiranya cukup penting adalah optimalisasi tingkat kekompakan kota (city compactness level) dalam menjawab tantangan ini (lihat Gambar 2.). Tak bisa dipungkiri, saat ini adalah era kota berkelanjutan. Sebagai contoh Inggris di mana isu sekaligus kebijakan kota kompak ini telah hampir berjalan lebih kurang 2 dasa warsa. Dari tahapan kecenderungan evolusi kota pun, kebijakan “sustainable cities” lewat program “urban renaissance” saat ini adalah reaksi dari konsep “garden cities” dan “new cities” di era “utopian planning” yang telah terbukti banyak tak sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. Begitu pula di Jepang, program “urban
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
19
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Tabel 1. Perbandingan antara pembangunan acak dan pembangunan terkendali Aspek Kepadatan Pola pertumbuhan Guna lahan Skala
Layanan komunitas Tipe komunitas Transportasi
Disain jalan
Disain bangunan Ruang publik
Biaya pembangunan Proses perencanaan
Pembangunan Acak (Sprawl Development) Kepadatan rendah Pembangunan pada peri-peri kota, ruang dan ruang hijau, melebar Homogen, terpisah-pisah Skala besar (bangunan yang lebih besar, blok, jalan lebar), kurang detil, artikulasi bagi pengendara mobil Shopping mall, perjalanan mobil, jauh, sukar untuk ditemukan Perbedaan rendah, hubungan antar anggota lemah, hilangnya ciri komunitas Transportasi yang berorientasi pada kendaraan pribadi, kurang penghargaan pada pejalan kaki, sepeda, dan transit publik Jalan didisain untuk memaksimalkan volume kendaraan dan kecepatannya (collector roads, cul de sac) Bangunan jauh terletak/ditarik ke belakang (set back), rumah tunggal yang terpencar Perujudan kepentingan pribadi (yards, shopping malls, gated communities, private clubs) Biaya yang tinggi bagi pembangunan baru dan biaya layanan publik rutin Kurang terencana, hubungan pelaku pembangunan dan aturan lemah
redevelopment” dengan salah satu kota kompak sebagai alternatif utama strateginya saat ini adalah reaksi logis dari perkembangan kota pasca Perang Dunia ke-2 sampai era menggelembungnya ekonomi Jepang di pertengahan tahun 1980-an (bubble economic) di bawah sistem “modern urban planning” mereka. tingkat kekompakan
s0
t0
F (kompak)=(internal, eksternal)
s0+1
t0+1
Factor internal: • kapasitas • fleksibilitas • kebijakan
s0+2
t0+2
s0+3
t0+3
Pembangunan Terkendali (Anti-Sprawl Development) Kepadatan tinggi Pembangunan pada ruang-ruang sisa/antara, kompak “Mixed”, cenderung menyatu Skala manusia, kaya dengan detil, artikulasi bagi pejalan kaki Main street, jalan kaki, semua fasilitas mudah ditemukan Perbedaan tinggi dengan hubungan yang erat, karakter komunitas tetap terpelihara Transportasi multi-sarana, penghargaan pada pejalan kaki, sepeda, dan transit publik Jalan didisain untuk mengakomodasikan berbagai macam kegiatan (traffic calming, grid streets) Bangunan sangat dekat dengan jalan, tipe tempat tinggal beragam Perujudan kepentingan publik (streetscapes, pedestrian environment, public park and facilities) Biaya yang rendah bagi pembangunan baru dan biaya layanan publik rutin Terencana dan hubungan pelaku pembangunan dan aturan baik (community based)
Meskipun begitu, karena ide yang masih relatif baru dan sedikitnya rujukan serta contoh nyata keberhasilannya, membuat daftar panjang perdebatan hingga kini. Beberapa klaim bahwa kota kompak akan mengurangi ketergantungan pada mobil pribadi, perlindungan pada daerah peri-peri dan daerah hijau, akses yang lebih baik kepada fasilitas dan layanan kota, dijawab dengan kekhawatiran membumbungnya harga lahan dan properti dalam kota, tergusurnya orang-orang yang mempunyai lemah akses, dan hilangnya preferensi pribadi.
Ruang Waktu
Faktor eksternal: • kecenderungan • jaringan
Gambar 2. Tingkat optimalisasi kota kompak tergantung pada “ukuran” kota
2. Atribut Kota Kompak Masalah utama yang terjadi pada penerapan ide kota kompak saat ini adalah anggapan bahwa ide ini bisa secara instan diterapkan tanpa melihat kasus per kasus permasalahan yang dihadapi oleh sebuah kota, di samping keharusan penyesuaian
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
20
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 terhadap karakter kota. Simulasi beberapa kebijakan transport dan tata guna lahan yang erat dengan ide kota kompak ini menunjukkan pentingnya melihat kondisi perkembangan kota (pola pergerakan/transport, pola tata guna lahan), selain juga optimalisasi kebijakan antara yang bersifat tarik dan tekan (pull-push policies) [8]. Tabel 2. Total konsumsi energi dari transport kota di Kota Sapporo, Jepang tahun 20002030 (ribu liter/hari) Kebijakan 2000 2015 2030 Do Nothing (DN) 352 370 377 Road Pricing (RP) 352 293 285 Transit Oriented Dev. (TOD) 352 256 248 Public Trans. Priority (PTP) 352 221 215 Urban Boundary (UB) 352 277 288 Cordon Line (CL) 352 244 228 UB+RP 352 299 311 UB+PTP 352 222 226 RP+TOD 352 231 223 RP+PTP 352 192 187 TOD+PTP 352 212 230
Tabel 2. menunjukkan bahwa kebijakankebijakan transport dan tata guna lahan yang erat dengan ide kota kompak telah menghasilkan kecenderungan pengurangan jumlah konsumsi energi dari transport kota 20% atau lebih. Bahkan bila kombinasi antar kebijakan berhasil, seperti pada kombinasi Road Pricing (bersifat tekan) dan Public Transport Priority (bersifat tarik) bisa mengurangi sekitar 50% konsumsi energi dari transport kota dalam jangka 30 tahun penerapannya. Penaikan densitas penduduk
Pengkonsentrasian kegiatan
Karakter Proses menuju kompak)
Kota Kompak
Intensifikasi Transportasi Ruang umum
Komunitasyang Berkelanjutan
Waktu Pertimbangan skala dan akses kota
Masa Lalu
Kesejahteraan sosial-ekonomi
Saat Ini
Proses
Masa Depan
Gb.3. Seting definisi kota kompak Lebih jauh untuk mengetahui bagaimana pengimplementasian kota kompak pada sebuah kota, kita perlu mengetahui atributatribut pentingnya. Seperti diilustrasikan melalui Gambar 3, kota kompak diartikan sebagai sebuah strategi kebijakan kota yang
sejalan dengan usaha perujudan pembangunan berkelanjutan untuk mencapai sebuah sinergi antara kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi pada sebuah ukuran ideal sebuah kota, pengkonsetrasian semua kegiatan kota, intensifikasi transport publik, perujudan kesejahteraan sosial-ekonomi warga kota menuju peningkatan taraf dan kualitas hidup kota. Di sini keenam atribut itu tidak bisa dipisahkan dan semestinya saling mendukung keberadaan kota kompak. Sebagai misal sebuah kota yang padat-rigid dan mempunyai besaran (skala) ideal untuk mencapai semua penjuru kotanya, tetapi memiliki ketimpangan sosial-ekonomi penduduk yang jelas dan masih sangat tergantung pada kendaraan pribadi, belumlah cukup untuk digolongkan sebagai kota kompak. Sebaliknya, kota dengan sistem transport yang maju, dengan ekonomi warga yang tinggi pula, skala kotanya pun ideal, namun pusat kota itu sendiri akan menjadi senyap di malam hari dan hari libur sebab warga kota lebih memilih tinggal di wilayah luarnya, belum bisa digolongkan ke dalam kategori kota kompak pula. Pada Gambar 4. diilustrasikan keenam atribut kota kompak ini. Usaha kenaikan kepadatan penduduk dan lingkungan tentunya terkait dengan optimalisasi lahan dan infrastruktur dalam kota. Dengan demikian, usaha ini pun akan mempunyai efek positif untuk melindungi lahan-lahan subur di luar kota. Kenaikan densitas penduduk ini perlu disertai dengan usaha penyatuan berbagai macam kegiatan dalam area yang sama (mixed use development), sehingga penduduk yang tinggal di mana pun di dalam kota akan mampu terlayani secara baik oleh sebuah sistem unit ini. Sistem transportasi umum yang intensif akan membantu dalam menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan dalam kota akibat transportasi manusia, selain mendorong berbagai kegiatan kota lebih aktif. Atribut selanjutnya yaitu pertimbangan besaran dan akses kota mutlak diperlukan. Atribut ini juga sebagai pengendali jarak maupun waktu tempuh kegiatan kota sekaligus usaha untuk memudahkan pengkoordinasian (smart urban management). Target kota kompak itu sendiri adalah atribut ke-5 yaitu kesejahteraan sosial-ekonomi setiap penduduk kota yang kian meningkat
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
21
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Penaikan penduduk dan lingkungan Kepadatan penduduk dan lingkungan binaan (bangunan) tinggi, efisiensi bagi penggunaan lahan dan infrastruktur kota
Pengkonsentrasian kegiatan Kesatuan dari banyaknya ragam kegiatan, akses makin mudah terutama bagi pejalan kaki
Intensifikasi transportasi umum Berkurangnya ketergantungan pada mobil pribadi, meningkatnya jumlah pejalan kaki dan penggunaan transportasi umum, wawasan lingkungan
Pertimbangan besaran dan akses kota Turunnya waktu tempuh, berkurangnya jarak tempuh, akses dan efektivitas dalam kota lebih baik
Target kesejahteraan sosial-ekonomi Kualitas hidup makin baik, performa hidup sehari-hari makin mudah
Proses (perbaikan) menuju kompak Masa depan kota cenderung lebih kompak, didukung oleh berbagai program yang sesuai dan dilakukan secara intensif
Gambar 4. Ilustrasi tampilan atribut kota kompak (kiri: performa yang tidak direkomendasikan, kanan: performa yang direkomendasikan)
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
22
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Tabel 3.Keuntungan dan kerugian ide kota kompak Atribut Kenaikan kepadatan penduduk dan lingkungan
Pengkonsentrasian kegiatan
Intensifikasi transportasi umum
Pertimbangan besaran dan akses kota
Target kesejahteraan sosial-ekonomi
Keuntungan Aglomerasi ekonomi, pengurangan kebutuhan perjalanan dan waktu, preservasi lahan pertanian atau lahan-lahan hijau terbuka, penanggulangan degradasi lingkungan, tata guna lahan yang hemat energi, performa untuk kegiatan ekonomi rendah Penyediaan fasilitas dan infrastruktur kota efisien, pendistribusian servis dan barang lebih merata, gaya dan budaya hidup semakin variatif, vitalitas sosial-ekonomi naik Transportasi umum yang lebih baik, energi untuk transportasi lebih hemat, pengurangan ketergantungan pada mobil pribadi, naiknya alternatif akses dan pilihan perjalanan dalam kota Skala kota yang mudah dicapai bagi semua moda transportasi, pengurangan jarak bepergian, servis dan fasilitas yang lebih mudah, kontrol pembangunan secara tepat Interaksi sosial meningkat, sedang pemisahan sosial bisa diturunkan, penurunan perbedaan kelas/sosial, penurunan angka kejahatan, interaksi sosial yang lebih baik
(better quality of life). Aspek sosial pada atribut ini pun adalah interaksi sosial yang harmonis pada semua lapisan masyarakat di tengah kota. Atribut terakhir yakni proses menuju sebuah keadaan yang lebih baik. Atribut ini didasari oleh kenyataan bahwa sebuah kota kompak adalah sebuah target kondisi yang harus dilalui tahunan karena menyangkut perubahan mendasar pada sebuah kota melalui proses panjang penerapan serangkaian kebijakan kota. Seperti telah disinggung di depan, meskipun ide dasar kota kompak ini telah menjadi sebuah model terpopuler untuk mewujudkan sebuah kota berkelanjutan dewasa ini dan berbagai upaya penerapan modelnya tengah banyak diujicobakan, di sini perlu pula disebutkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Dalam Tabel 3 di atas selain keuntungan yang telah banyak disinggung, penerapan sebuah kota kompak secara alami juga mampu mengakibatkan beberapa kerugian, seperti: bertambah mahalnya lahan di dalam kota; kekhawatiran
Kerugian Harga lahan dan properti naik, berkurangnya perumahan layak, berkurangnya beberapa ameniti kota, biaya operasi dan perawatan naik, sedikit bermasalah dalam akses ke ruang hijau Kualitas hidup masa depan masih diperdebatkan, pembangunan berbiaya tinggi jika strategi pembangunan kotanya benarbenar baru, pengurangan kualitas kesehatan, kondisi lebih “overcrowded� Kualitas dan penyesuaian lingkungan, ditengarai tetap banyak kemacetan dan tambahan polusi udara Cengkraman sentralisasi kota akan lebih kuat, rintangan pada komunikasi dan jaringan (network) Berkurangnya ruang hunian, displasi bagi kelas sosial yang lemah, menurunnya faktor privasi dalam kota
kualitas hidup yang berkurang dengan adanya upaya menaikkan kepadatan penduduk dalam kota; serta kemungkinan tergusurnya penduduk yang mempunyai akses lemah, termasuk orang berusia lanjut dan para miskin. Dengan kebijakan yang tepat dan berasas pada keadilan bagi semua warga kota, ekses merugikan tersebut tentu dapat diminimalisasi. 3. Implementasi Strategi Kota Kompak: Belajar dari Mancanegara Pada beberapa negara, terutama negaranegara maju, ide dasar kota kompak itu telah berhasil diusung ke dalam tingkat aplikasi pada sebuah atau beberapa kebijakan kota. Hal ini karena sifat responsif mereka terhadap isu-isu model pembangunan berkelanjutan (terutama gagasan wawasan lingkungan dalam kota kompak ini) dan rintangan mereka pada aspek kesejahteraan masyarakat kota relatif kecil. Selain itu, beberapa perencana
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
23
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 meyakini secara tradisional kota-kota periode terdahulu, terutama di daratan Eropa, adalah bertipe kompak. Amerika Serikat, Eropa dengan Inggris dan Belanda sebagai pelopornya, Australia, dan Jepang adalah negara-negara yang saat ini secara intensif mengaplikasikan kebijakan kota kompak dalam perencanaan ruang kotanya. Di tataran negara berkembang sejak satu dasa warsa terakhir, diskusi kota kompak pun telah berlangsung dan dicoba diaplikasikan ke dalam perencanaan kotanya. Dhaka, Delhi, Bangkok, Teheran, Kairo, Cape Town, Hongkong, Taiwan, dan banyak kota di Amerika Latin adalah banyak kota yang dilaporkan telah mengadopsi ide kota kompak melalui gerakan kembali ke pusat kota ini [2] [4] [6]. 3.1. “Urban Renaissance” di Inggris Di bawah program berjuluk “Urban Renaissance” atau pembangunan kembali kota, Pemerintah Inggris menitikberatkan ide kota kompak sebagai bagian ide dasar kebijakan yang ditempuh di dalamnya [10]. Ini berlaku aktif sejak awal tahun 1990-an, hampir berbarengan dengan program sejenis di Belanda. Pada tahun 1998, sebuah Urban Task Force di bawah arsitek terkenal, Richard Rogers, dibentuk untuk lebih mengkonsepkan beberapa strategi di dalamnya dan mensosialisasikannya secara nasional. Hasilnya diharapkan dapt terlihat 25 sampai 30 tahun kemudian. Program ini dilatarbelakangi oleh masalah depopulasi yang dikhawatirkan jika terus berlanjut akan membawa kolapnya kota-kota di Inggris. Pusat Kota
Gambat 5. Hubungan antar unit wilayah dalam sebuah kota kompak (modifikasi dari versi Inggris di Urban Task Force, [10]) Visi dasar dari program ini yaitu memberdayakan komunitas local (local community based program) yang mampu membangun komunitasnya secara atraktif (attractive community) dalam sebuah lingkungan yang terjaga dan berkelanjutan (well kept sustainable way) dan memiliki layanan lingkungan yang baik (good quality service) dengan seluruh potensi yang dimilki untuk kesejahteraan bersama (prosperity sharing). Ini juga salah satu strategi untuk menarik penduduk untuk kembali tinggal di dalam kota. Dalam konsep tata ruangnya, seperti diilustrasikan dalam Gambar 5, visi dalam sebuah komunitas lokal ini juga secara integral ditransformasikan ke dalam cakupan kota. 3.2. “Urban Redevelopment” di Jepang Di Jepang, program sejenis dengan label “Urban Redevelopment” mulai menjadi patokan pembangunan berwawasan lingkungan, terutama dijalankan melalui pembangunan kembali ke pusat kota. Secara prinsip bertujuan sama, yakni mengoptimalkan pembangunan yang dikonsentrasikan di dalam kota. Bedanya di Inggris karena bersifat nasional penerapannya hampir seragam pada semua tataran lokal. Di Jepang, program ini bersifat “kuasi-nasional” dengan interpretasi model penerapannya yang sangat beragam di berbagai kota di Jepang. Meskipun begitu, ide yang sejalan dengan perujudan kota kompak masih menjadi ide inti dari program ini.
Komunitas lokal
Distrik Kontrol
Jaringan, layanan, dll.
r=20 menit jalan kaki
Batas kota
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
24
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Kota Aomori
Kota Fukui
Tepi Air (Waterfront) Sekola h
Pusat Kota
Akses jalan
Fasilitas Umum
Fasilitas Taman Harian
Dalam
Tengah
Luar
Transport Hub
Tempat Kerja
Permukiman
Kota Kobe
Kota Sendai
Lingkungan Kesejahteraan lingkungan berbasis pembangunan komunitas lokal
Komunitas berbasis pembangunan tenaga kerja
4. Tantangan ke Depan Kota Kompak di Indonesia
Kota Kompak Ekonomi Wilayah
Komunitas
Sekarang
Densitas ekonomi berbasis promosi tempat kerja
Environment
Compact Town Environment
Regional Economic
Community Compact Town
Compact Town Compact Town
Environment
Compact Town Community
Regional Economic
Compact Town
Alternatif 1
Compact Town Community
pembangunan kembali (urban redevelopment). Di tingkat lokal wilayah melalui sistem perencanaan berbasis komunitas (machi zukuri), terminologi pengkonsentrasian kegiatan semacam kota kompak ini pun telah pula menjadi pengetahuan umum sehari-hari. Ini pula yang menyebabkan kesadaran untuk hidup lebih baik dan dukungan terhadap kebijakankebijakan pemerintah Jepang pada program ini pun terlihat positif.
Alternatif 2
Regional Economic
Gambar 6. Ragam penerapan konsep kota kompak pada beberapa kota di Jepang (modifikasi dan kompilasi dari Koide, [6] dan Kaidou, [5]) Seperti terlihat pada Gambar 6, tipe penerapan konsep kota kompak di Jepang sangat lah bervariasi. Kota Aomori di utara Pulau Honshu yang sangat bersalju pada musim dingin, menampakkan kemajuan cepat pada pengkonsentrasian kegiatan di sekitar stasiun di pusat kota kurang dari 5 tahun belakang ini [7]. Kota Fukui di daerah Hokuriku di sebelah barat lebih menitikkan perujudan kota kompak melalui kebijakan TOD (transit oriented development) yakni pembangunan hanya diperkenankan pada jalur-jalur transportasi umum. Kota Kobe selepas gempa pada tahun 1995 juga telah menyesuaikan tata ruangnya kembali terkonsentrasi di pusat kota dan kompak serta diawali dengan konsep serupa mulai dari wilayah lokalnya. Sedangkan Kota Sendai menjalankan pembangunan “kembali ke pusat kota” melalui kebijakan TOD dan kebijakan pengoptimalan transportasi umum semacam “park and ride” bagi penduduk yang datang dari wilayah peri-perinya. Di kota-kota ukuran menengah dan besar lainnya, pembangunan apartemen dan kondominium pun terlihat diprioritaskan di daerah-daerah CBD (central business district) dan beberapa kawasan (lama) yang dioptimalkan kembali melalui program revitalisasi (urban revitalization) atau
Berdasar analisis Jenks dan Burgess [4], ide kota kompak masih jauh penerapannya pada negara-negara berkembang, dikarenakan mereka masih menghadapi masalah lebih serius pada pemenuhan kebutuhan dasar hidup dan lapangan pekerjaan mereka dibanding prioritas perujudan pembangunan berkelanjutan. Hampir semua masalah yang terjadi di banyak negara berkembang ini berpangkal pada performa ekonomi mereka yang lebih rendah dari pada negara maju pada umumnya. Seperti di Kalkuta, India atau Dhaka, Bangladesh, dari segi kepadatan penduduk dan penggunaan transportasi tak bermotor sehari-hari sebenarnya telah memenuhi syarat pembangunan berkelanjutan. Tapi sayang, hal ini bukan merupakan hasil penerapan sebuah kebijakan, tapi lebih diakibatkan masalah ekonomi seperti rendahnya pendapatan per kapita mereka. Meskipun demikian, beberapa inovasi pemerintah lokal seperti yang terjadi di Bangkok dan Hongkong, serta banyak negara di Amerika Latin untuk membangun kotanya sejalan dengan isu terhangat ini menjadi catatan tersendiri bahwa kebijakan ini pun bisa secara positif memacu timbulnya peningkatan performa ekonomi di wilayahwilayah itu. Diskusi dan pengangkatan tema “pembangunan berwawasan lingkungan” ini sebenarnya sedikit banyak telah tampak di beberapa kota di Indonesia, meskipun masih jauh dari ideal, terutama pada tataran implementasi yang bersungguh-sungguh. Apalagi, pembangunan yang sebenarnya bertujuan memberi manfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat kota ini, masih saja sering menjadikan rakyat kecil sebagai pihak terakhir yang mengenyam manfaatnya, kalau
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
25
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 pun tidak boleh disebut sebagai korban atau pun tumbal pembangunan. Dari sini terlihat bahwa kota-kota di Indonesia masih jauh dalam mengantisipasi pembangunan berkelanjutan. Konsep ini seharusnya lah segera direspon dan dituangkan secara integral dan terpadu pada semacam cetak biru pembangunan (tata ruang) kota. Tentunya cara pandang terhadap pembangunan perkotaan dan tata ruang untuk saat ini juga perlu diubah sesuai fenomena global ini. Selain itu, parameter keberhasilan harus secara tegas ditentukan untuk mempercepat pencapaian target dan kesungguhan bertindak (political will), seperti: penurunan jumlah kendaraan pribadi dalam satuan waktu, penurunan konversi lahan hijau ke area perumahan per satuan waktu, peningkatan pembangunan rumah susun atau peningkatan peremajaan kampung per satuan waktu, dan sebagainya. Hal ini tentu harus diikuti pula oleh penegakan hukum yang kuat dari aparat yang berwenang. Tanpa ini, pembangunan apa pun hanya akan dirasakan oleh kalangan yang bisa memanfaatkan lemahnya aturan dan penerapan hukum. Selanjutnya yang perlu menjadi perhatian adalah pemasyarakatan budaya hidup vertikal (vertical living culture) kepada masyarakat. Adanya anggapan bahwa kurang berartinya hidup di rumah susun, apartemen, atau karena tidak terdapat kepemilikan tanah di dalamnya, perlu segera dikikis. Masyarakat lemah akses, seperti para manula dan para miskin juga harus mendapat prioritas bagi keberlangsungan hidup mereka secara lebih baik di tengah-tengah kota. Sistem pembiayaan pembangunan yang berbeda berdasar kemampuan masyarakat perlu menjadi prioritas pemikiran sebelum bertindak. 5. Penutup Paradigma pembangunan tata ruang kota berkelanjutan dengan ide utama seperti perujudan kota kompak terlihat semakin menjadi kebutuhan tak terpisahkan dalam pembangunan kota-kota di dunia dewasa ini. Hal ini bisa dilihat dari pemanfaatan ide ini yang tidak saja diterapkan di negara maju, tetapi telah pula merambah negara-negara berkembang. Namun begitu, apakah model kota ini akan menjadi solusi jitu masa depan tata ruang kota tampaknya juga memerlukan pembuktian lebih jauh, meskipun ada indikasi awal bahwa penerapan kebijakan ini relevan
bagi kota-kota yang telah mencoba menerapkannya. Hal ini disebabkan penerapan model kota kompak ini masih sangat terbatas (model availability) dan memerlukan waktu yang cukup panjang (long term observation), maka perlu kehati-hatian untuk mendiskusikan implikasi hasilnya. Penerapan kebijakan kota kompak ini pun tak bisa dipisahkan dari karakter masingmasing kota. Meskipun bertujuan sama, belum tentu kota satu dan lainnya mempunyai hasil yang sama dalam pengimplementasian sebuah kebijakan yang sama. Setiap kota adalah organisme yang spesifik dengan karakter yang spesifik pula. Upaya penerapan kebijakan ini memerlukan sebuah kajian mendalam dan panjang. Selain untuk mensimulasikan kebijakan-kebijakan yang tepat, upaya ini juga dalam rangka memperkecil dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh sebuah model kota kompak.
6. Daftar Pustaka [1] Breheny, M., (1992) The Contradictions of The Compact City: a Review, dalam Breheny M. J., ed. (1992) Sustainable Development and Urban Form, European Research in Regional Science, 2, Pion, London, 138-159. [2] De Roo, G. and Miller, D. (2000) Compact City and Sustainable Urban Development: A Critical Assessment of policies and Plans from an International Perspective, Ashgate, Aldershot. [3] Jenks, M.; Burton, E.; Williams, K., eds. (1996) The Compact City: A Sustainable Urban Form?, E & FN Spon, London [4] Jenks, M.; Burgess, R., eds. (2000) Compact Cities: Sustainable Urban Forms for Developing Countries, E & FN Spon, London. [5] Kaidou, K. (2002), Compact City: Towards an Image of Society in Sustainable City (Kompakuto Shiti, Jizokukanouna Shakai no Toshizou wo Motomete), Gakugei Publisher, Kyoto, dalam Bahasa Jepang. [6] Koide, K. (2001) Compact City as a Policy, and Its Implementation in some Japanese Cities, dalam Japanese Journal of Real Estate Sciences, 2001, Vol. 15, No. 3, 5663.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
26
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 [7] Nikkei Shinbun, April 24, 2006, Shou, Juu, Sei Machi Naka He: Konpakuto Shiti no Kasoku (Commerce, Housing, Policy, Back to the Central City: Compact City Implementation) [8] Roychansyah, M. S., Ishizaka, K., Omi, T. (2003) A Study on New Urbanism: Learning from Japanese Urban Conditions and Its Issues, dalam Proceedings of International Symposium on City Planning, Sapporo, August 2003, 1-11. [9] Roychansyah, M.S. (2005), A Study on Characterizing and Evaluating Cities
toward Implementations of Compact City Strategy (Konpakuto Shiti Senryaku no Kanten kara no Toshi Tokusei no Haaku to Hyouka ni Kansuru Kenkyuu), Disertasi Doktor di Universitas Tohoku, Sendai, tidak dipublikasikan. [10] Urban Task Force (2002) Towards an Urban Renaissance: Final Report of the Urban Task Force Chaired by Lord Rogers of Riverside, the Department of the Environment, Transport, and Regions (DoE), London.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
27
UTAMA
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Air sebagai Parameter Kendali dalam Tata Ruang Rachmat Fajar Lubis Graduate School of Science and Technology, Chiba University, Japan E-mail : fajarlubis@graduate.chiba-u.jp Perencanaan dan pengelolaan tata ruang sangatlah diperlukan sebagai pedoman bagi perencanaan pembangunan. Tujuanya agar penataan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara aman, tertib, efisien dan efektif. Dalam melaksanakan pembangunan, penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, dengan mengutamakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di samping itu harus memperhatikan pula kelestarian fungsi, keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Suatu rencana tata ruang haruslah memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, air, dan sumberdaya alam lainnya. Semua unsur itu dipadukan dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis, dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi. Karena itu, rencana tata ruang disusun melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Perilaku pembangunan yang tidak mendukung ekosistem lingkungan menyebabkan penataan ruang wilayah juga terfragmentasi dan tidak saling mendukung. Pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang tidak lagi memperhatikan rencana jangka panjang yang berwawasan lingkungan, merupakan penyebab utama kerusakan lingkungan sekitar. Pada akhirnya hal ini akan sangat berpengaruh terhadap percepatan pembangunan bangsa. Tulisan ini hanya mencoba membahas salah satu parameter kendali utama dalam perencanaan tata ruang yaitu air atau seringkali disebut sebagai sumberdaya air.
Dampak Tata Ruang terhadap Siklus Air Pengembangan tata ruang sangatlah berdampak terhadap siklus air yang ada di wilayah tersebut. Siklus air yang dimaksud dalam tulisan ini adalah siklus hidrologi, yaitu siklus kesetimbangan antara air hujan, air permukaan dan air tanah. Dampak yang secara kualitatif sudah terjadi antara lain [2]: Penataan ruang di daerah perkotaan: Perubahan fungsi lahan menjadi jalan, tempat parkir dan bangunan lainnya akan mengakibatkan perubahan nilai evapotransrasi dan pola mikroklimat. Untuk air permukaan akan mengakibatkan penambahan aliran permukaan (runoff), banjir di daerah hilir. Sedangkan untuk air tanah dapat mengurangi besaran infiltrasi air ke dalam tanah, besaran air tanah dan aliran dasar di sungai (base flow) yang berasal dari air tanah. Penataan ruang di daerah pedesaan: Peningkatan erosi dan sedimentasi yang dapat berakibat pada berkurangnya tingkat kesuburan lahan serta potensi bencana alam. Dan pencemaran dari air permukaan terhadap sungai, danau dan rawa. Penataan ruang di daerah industri dan pertambangan: Potensi terbesar adalah pada masalah pencemaran baik untuk air sungai maupun air tanah. Potensi permasalahan lainnya adalah kerusakan pada daerah aliran sungai dan kawasan resapan mata air. Penataan ruang untuk pengembangan kawasan baru: Perencanaan wilayah pemukiman baru sangat memerlukan perhitungan mengenai ketersediaan air yang akurat, secara kuantitas dan kualitas. Banyak contoh kasus ketersediaan air cukup memadai secara kuantitas tetapi tanpa didukung oleh kualitas yang baik. Akibatnya wilayah tersebut ditinggalkan dan terbengkalai.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
28
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Mengacu pada permasalahanpermasalahan di atas maka air sebagai paramater kendali dalam tata ruang sangatlah penting. Baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Paramater Kuantitas
Kendali
Kualitas
dan
yang berkesinambungan (conjunctive use). Secara sederhana berarti suatu upaya untuk memanfaatkan sekaligus mengupayakan sumber air tetap tersedia dan tidak berkurang. Model di bawah ini mencoba menggambarkan bagaimana upaya pemanfaatan sumber daya air haruslah diselaraskan dengan upaya konservasinya.
Untuk aspek kuantitas, kata kunci permasalahan utama adalah penggunaan
Gambar 1. Model penataan ruang berdasarkan upaya konservasi sumberdaya air (Modifikasi dari Department of Water Resources, California 2006)
Untuk aspek kualitas, kata kunci permasalahan utama adalah pencegahan polusi atau lebih spesifik kita sebut pencemaran air. PP no 20/1990 [1] mendefinisikan pencemaran air sebagai: "Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya� (Pasal 1, Angka 2).
sebelum aktivitas penataan ruang dilakukan, seringkali tidak didapatkan. Akibatnya, sangat sulit menyatakan bahwa sumber daya air di daerah ini tercemar atau memang secara alami memiliki komposisi seperti yang dikeluhkan setelah penataan ruang berjalan. Paramater Kendali Tata Ruang.
Hal terpenting untuk menyatakan daerah ini tercemar atau tidak adalah harus ada data dengan rentang waktu yang informatif.
Teknik penataan ruang yang lain adalah dengan cara memberi bobot atau nilai kuantifikasi terhadap sumberdaya air untuk setiap zonasi tata ruang. Cukup banyak klasifikasi yang telah diajukan. Teknik pemilihan metode klasifikasi yang tepat, perlu dilakukan dengan memperhatikan aspek kekhasan kondisi alam setempat.
Hal ini yang seringkali sulit. Data awal yang menggambarkan kondisi sumber daya air
Sebagai contoh untuk daerah yang kaya dengan sungai atau air permukaan, maka
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
29
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
air permukaan ini haruslah dijadikan sebagai bobot terbesar sehingga penataan ruang akan mengikuti pola konservasi dan eksploitasi air permukaan yang paling efisien. Sebaliknya pada daerah yang sumberdaya airnya didominasi oleh air tanah atau air hujan maka pembobotan haruslah dilakukan dengan bobot terbesar pada aspek utama tersebut. Salah satu kelemahan utama dari teknik pembobotan ini adalah skala pembobotan wilayah. Pembobotan ini akan berlangsung efektif pada skala tata ruang yang detail seperti 1:10.000 atau lebih kecil.
masing wilayah dan kepentingan budi daya manusia. Tulisan ini mencoba memberikan gambaran bahwa untuk mengintegrasikan seluruh parameter kendali harus disertai dengan pemahaman yang mendalam tentang masing-masing parameter. Daftar Pustaka [1] ‌‌, 1990 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20, tentang Pengendalian Pencemaran Air [2] Randolph J, 2004, Environtmental Land Use Planning and Management, Island Press, p 36-52.
Kesimpulan Upaya perencanaan tata ruang perlu memperhatikan parameter-parameter kendali yang berbeda-beda. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh kekhasan masing-
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
30
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
IPTEK
Memahami Proses Alamiah Degradasi Lingkungan Delta Mahakam Salahuddin Husein Anggota Mailing List Lautan-Quran@yahoogroups.com Kandidat Ph.D Geologi di Universiti Brunei Darussalam Email: shddin@yahoo.com 1. Pendahuluan Sebaran hutan mangrove di dataran Delta Mahakam, yang terletak di Propinsi Kalimantan Timur, mengalami degradasi akut. Kawasan yang memiliki arti penting bagi lingkungannya tersebut telah digantikan oleh ribuan hektar tambak udang semenjak krisis moneter di tahun 1997, yang didorong oleh harga udang eksport yang melejit. Setelah periode kemakmuran yang sangat singkat tersebut, hanya sekitar 5 tahun dan dimana sebagian besar keuntungan lari kepada investor luar, penduduk setempat kini menghadapi lingkungan yang rusak. Kualitas air minum menurun, ternak udang terkena penyakit, erosi pantai dan sungai meningkat, konflik horisontal penggunaan lahan meruncing, dan potensi perikanan di kawasan hutan mangrove merosot drastis. Ditengahtengah fokus upaya penyelamatan lingkungan di kawasan tersebut, tulisan ini mencoba melihat proses-proses alamiah yang turut berperan dalam perubahan tersebut.
habitat bagi beragam jenis biota laut. Penduduk setempat sudah lama memanfaatkan kawasan ini sebagai areal tangkapan ikan, udang, dan kepiting. Kekayaan ekosistem Delta Mahakam sangat didukung oleh lokasi delta tersebut yang terletak di tepi barat Selat Makassar, sebuah selat yang sangat penting bagi iklim dan ekonomi dunia. Melalui selat inilah, arus laut antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia mengalir dan kaya akan zat-zat nutrisi. Arus laut yang dikenal di dunia sebagai Indonesian throughflow atau Arus Lintas Indonesia (Arlindo) tersebut telah pernah dikupas di dalam majalah ini [1].
2. Peran Hutan Mangrove Delta Mahakam terbentuk dari hasil sedimentasi Sungai Mahakam, sebuah sungai terpanjang di Kalimatan Timur, selama ribuan tahun. Luas datarannya adalah sekitar 1700 km2 yang terbagi menjadi 4 zona vegetasi, yaitu: hutan tanaman keras tropis dataran rendah, hutan campuran tanaman keras dan palma dataran rendah, hutan rawa nipah dan hutan bakau (Gambar 1). Dua zona vegetasi yang terakhir, karena penyebarannya tergantung pada keberadaan air laut, seringkali disebut bersama-sama sebagai hutan mangrove, dan menutupi 60% luas dataran delta. Sistem perakaran hutan mangrove yang kokoh mampu menahan empasan ombak dan mencegah abrasi pantai, membuatnya berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone). Ekosistem
hutan
mangrove
merupakan
Gambar 1. Zonasi tumbuhan di Delta Mahakam
3. Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Luas hutan mangrove di Delta Mahakam semula diperkirakan mencapai 1000 km2, namun saat ini yang tersisa hanya 20 % [3]. Sekitar 80 % lainnya telah musnah dibabat
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
31
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
dan berganti menjadi ribuan hektar tambak udang dengan produksi sekitar 5600 ton per tahun [8] (Gambar 2 dan 3).
mangrove terhadap penurunan daya dukung fisik pesisir dapat dikategorikan menjadi 3 hal, yaitu peningkatan laju abrasi, intrusi air laut, dan penurunan potensi perikanan.
Selama ini, pengaruh pembabatan hutan
Gambar 2. Citra satelit SPOT meliputi sebagian Delta Mahakam. Warna merah mengindikasikan tutupan vegetasi, termasuk hutan mangrove. (a) Tahun 1992, tambak udang hanya meliputi 4 % dari luas hutan mangrove. (b). Tahun 1998, tambak udang telah merusak 41% dari luas hutan mangrove. (c) Inset dari daerah di dalam kotak bergaris putih pada gambar (b), menunjukkan pola tambak yang berkembang di kawasan tersebut.
sungguh mengejutkan, karena menunjukkan adanya peningkatan laju abrasi pantai sebesar 10 kali lipat akibat rusaknya hutan mangrove. Dewasa ini, penduduk di bagian hilir daerah aliran sungai (DAS) Mahakam semakin sering mengalami intrusi air laut terhadap sumur-sumur mereka dan menyebabkan air sumur menjadi berasa payau. Hampir setiap musim kemarau intrusi airlaut masuk puluhan kilometer dari garis pantai dan juga diduga menyebabkan semakin menghilangnya berbagai jenis ikan air tawar.
Gambar 3. Proses perubahan lahan secara drastis di Delta Mahakam sebagai dampak krisis moneter. Perubahan paling besar dialami oleh hutan nipah (dimodifikasi dari Bourgeois et al., [2]).
Semenjak tahun 1996, laju abrasi diperkirakan mencapai sekitar 1.4 km2 per tahun; semen-tara sebelumnya hanya sekitar 0.13 km2 per tahun [8]. Angka-angka tersebut
Kegiatan pertambakan di Delta Mahakam telah melebihi daya dukung lingkungan. Ketika luas areal mangrove yang dialihfungsikan melebihi 20%, masalah degradasi lingkungan mulai muncul yang berdampak pada kematian udang hingga kegagalan panen [6]. Diperkirakan kematian udang tersebut antara lain disebabkan oleh pencemaran pakan udang, penggunaan benih udang yang tidak bebas penyakit dan sistem sanitasi tambak yang buruk. Kegagalan panen tambak tersebut kemudian berakibat pada terpicunya konflik horisontal antara dua pelaku utama ekonomi utama daerah tersebut, yaitu petani tambak dan perusahaan industri
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
32
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
minyak dan gas bumi. Petambak mengklaim bahwa polusi dan limbah buangan dari perusahaan yang menjadi penyebabnya. Sedangkan perusahaan mengatakan telah menggunakan teknik eksploitasi dan pengelolaan limbah yang aman terhadap lingkungan. Hancurnya ekosistem mangrove juga berakibat punahnya kawasan memijah dan pembesaran untuk beragam jenis ikan di Delta Mahakam dan kawasan laut di sekitarnya. Kondisi tersebut mengakibatkan merosotnya produksi perikanan pesisir. Menurut pengakuan seorang nelayan, sebelum marak pembukaan tambak tahun 1999, mereka bisa menangkap ikan bawal sekitar 20 kilogram per hari. Namun, saat ini, untuk mendapat 10 kilogram bawal per hari sudah cukup sulit [7]. Bahkan para pencari bibit udang sudah mengeluh karena hasil perolehan bibit terus mengalami penurunan. 4. Pengaruh Proses Alamiah Secara alamiah Delta Mahakam menghadapi naiknya muka air laut yang menyebabkan pengaruh energi laut semakin kuat dan laju abrasi pantai semakin meningkat. Secara umum, proses naiknya air laut tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu pemanasan global dan penurunan geologis. Semenjak abad ke 20, diperkirakan akan terjadi kenaikan muka airlaut sebesar 3 mm/tahun akibat pemanasan global [5]. Sebelumnya, kenaikan muka air laut akibat penambahan volume air laut di kawasan tersebut diperkirakan hanya sebesar 0.8 mm/tahun [11]. Secara geologis, Delta Mahakam juga terus-menerus mengalami penurunan permukaan daratan (land subsidence) dengan kecepatan sekitar 0.5 mm/tahun [9]. Hal ini terjadi karena sekitar 80 % dari volume delta tersebut tersusun oleh endapan lumpur yang bersifat mudah terpadatkan. Selain itu, Delta Mahakam terletak pada kawasan tektonik aktif, dimana kerak bumi mengalami pergerakan secara vertikal, membuat proses penurunan daratan tersebut menjadi semakin signifikan. Hasil analisa geomorfologi dan sedimentologi menunjukkan proses penurunan geologis tersebut diperkirakan sekitar 2.7 mm/tahun [4]. Sungai Mahakam sebetulnya adalah jenis sungai pasang-surut dimana pengaruh proses pasang surut dari laut mencapai
jarak 140 km dari garis pantai ke arah hulu. Bahkan pada musim kemarau yang sangat ekstrim, seperti yang terjadi pada penghujung tahun 1982, pengaruh pasang surut tersebut mampu mencapai 360 km dari garis pantai [10]. Debit rerata air laut yang terbawa masuk ketika pasang dapat mencapai 2,5 kali lebih besar daripada debit rerata air tawar Sungai Mahakam, dan analisa dinamika arus menunjukkan bahwa transportasi sedimen pada bagian muara delta adalah bergerak ke arah daratan [4]. Data-data tersebut menunjukkan bahwa secara alamiah pengaruh laut terhadap delta dan DAS Mahakam bagian hilir adalah besar dan signifikan. Meskipun demikian, berkurangnya hutan mangrove di kawasan delta membuat pengaruh proses pasang-surut tersebut semakin dominan dan menyebabkan air laut semakin mudah masuk ke arah daratan dan membawa kembali limbah dari DAS Mahakam. Hal ini cukup mudah dipahami karena luasan hutan mangrove Delta Mahakam yang dapat menampung sementara air laut saat pasang semakin berkurang. 5. Penutup dan Saran Ternyata hilangnya zona penyangga pesisir kawasan hutan mangrove akibat industri tambak disertai oleh proses penurunan delta secara alamiah karena faktor geologis. Kombinasi faktor antropogenik dan alamiah tersebut menyebabkan degradasi kualitas lingkungan berlangsung sangat cepat. Limbah-limbah dari DAS Mahakam, yang mestinya mampu dibuang ke laut lepas, akhirnya terperangkap di kawasan delta yang semakin terbuka terhadap energi laut yang semakin menguat. Untuk itu diperlukan studi lingkungan yang integral dan multidisiplin, yang tidak hanya meliputi kawasan Delta Mahakam saja, namun juga mempelajari perubahan lingkungan di sepanjang daerah aliran Sungai Mahakam. Menghadapi rusaknya hutan mangrove, sebaiknya dilakukan langkah-langkah praktis. Diperlukan penetapan status perlindungan pada areal mangrove yang masih utuh dan dilanjutkan dengan rehabilitasi kawasan yang telah rusak. Pemerintah diharapkan menyusun kembali perencanaan tata ruang untuk kawasan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
33
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Delta Mahakam. Dalam mengatasi konflik kepenting-an, pemerintah harus berfungsi sebagai peneng-ah dan semua stakeholder dilibatkan dalam mencari solusi terbaik. Faktor sosial harus diperhatikan mengingat budidaya tambak tersebut menyangkut mata pencarian penduduk. Badan pengelola terpadu perlu diaktifkan kembali untuk mencegah kerusakan Delta Mahakam lebih lanjut. Selama ini ijin pembukaan tambak hanya diberikan oleh kepala desa tanpa wewenang dari pihak diatasnya. Secara organisasi, pelestarian kawasan delta semesti-nya dikendalikan oleh Departemen Kehutanan. Sedangkan potensi perikanan dan budidayanya ditangani oleh Departemen Kelautan dan Per-ikanan. Pemerintah pusat, melalui Program Kemitraan Bahari yang telah digulirkan beberapa tahun lalu oleh Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Universitas Mulawarman, Samarinda, berupaya mendorong pembangunan ekonomi berbasis lingkungan di wilayah tersebut. Sebetulnya bukan tidak mungkin untuk menjadikan kawasan Delta Mahakam sebagai tempat tujuan wisata, apalagi delta ini sungguh unik dari sisi geologi sebagai contoh delta modern di kawasan tropis. Dan yang paling utama demi kelestarian alam berkesinambungan adalah perlunya upaya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingya pelestarian hutan mangrove. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memasukkan materi tersebut sebagai muatan lokal di dalam kurikulum sekolah, seperti yang telah dirintis dan berhasil baik oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat di Tiwoho, Taman Laut Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Untuk itu diperlukan darma bakti para cerdikcendikia muda negeri ini. 6. Daftar Pustaka [1] Bernawis, L.I., 2005, Indonesia; Mengapa Laut Kita Istimewa Untuk Interaksi Laut-Atmosfer? Inovasi, vol.4/XVII/Agustus 2005, pp. 36-38. [2] Bourgeois R, Gouyon A, Jesus F, Levang P, Langeraar W, Rahmadani F,
Sudiono E, Sulistiadi B. 2002. A Socio Economic and Institutional Analysis of Mahakam Delta Stakeholders, Final Report. Total. 107 pp. [3] Creocean, 2000. Mahakam Delta 1999 envi-ronmental baseline survey. Total IndonĂŠsie report, 98 pp. [4] Husein, S., in prep. Modern Sediment Dynamics and Depositional Systems of the Mahakam Delta, Indonesia. Unpublished Ph.D. thesis. Universiti Brunei Darussalam. [5] IPCC, 2001. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Houghton, J.T.,Y. Ding, D.J. Griggs, M. Noguer, P.J. van der Linden, X. Dai, K. Maskell, and C.A. Johnson (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA, 881pp. [6] Kompas, 5 April 2001. Dihutankan Kembali, 60.000 Hektar Tambak di Delta Mahakam [7] Kompas, 13 November 2003. Mangrove Ditebang Nelayan Sulit Dapat Ikan. [8] Levang, P., 2002. Mangroves, shrimps and punggawa. A historical analysis of the development of the Mahakam Delta (EastKalimantan). PT Win and TotalFinaElf report, 36 p. [9] Roberts, H. and Sydow, J., 2003. Late Quaternary stratigraphy and sedimentology of the offshore Mahakam Delta, East Kalimantan (Indonesia). In: F.H. Sidi, D. Nummedal, P. Imbert, H. Darman and H.W. Posamentier (eds.). Tropical deltas of Southeast Asia: sedimentology, stratigraphy and petroleum geology. SEPM Special Publication 76, pp. 125-145. [10] Schuettrumpf, R., 1986. Hydrological monography of the Mahakam River. Technical Cooperation for Area Development, Kutai District, East Kalimatan. [11] Tjia, H.D., 1996. Sea-level changes in the tectonically stable Malay-Thai Peninsula. Quaternary International 31, pp. 95-101.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
34
IPTEK
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Dinamika stok ikan: Faktor Penyebab dan Alternatif Penanggulangannya Eko Sri Wiyono Staf pengajar FPIK IPB Bogor, kandidat doktor dari Tokyo University of Marine Science and Technology, dan anggota ISTECS chapter Jepang. E-mail: eko_ipb@yahoo.com Alimuddin Staf pengajar FPIK IPB Bogor, kandidat doktor dari Tokyo University of Marine Science and Technology, dan anggota ISTECS chapter Jepang. E-mail: alimuddin_alsani@yahoo.com Pada awal perkembangan perikanan dunia, beberapa ahli beranggapan bahwa stok ikan laut sangat besar dan memiliki daya pulih (recovery) yang cepat sehingga bisa dieksploitasi secara besar-besaran dalam jangka waktu relatif yang lama. Namun kenyataannya, hanya dalam jangka waktu sekitar 20 tahun, stok ikan laut dunia sudah berkurang sekitar 80% [1] dan saat ini kondisinya sudah mengkhawatirkan. 1. Overfishing Pada awal tahun 1950-an, FAO mencatat adanya pertumbuhan sektor perikanan yang sangat cepat, baik di belahan bumi bagian utara maupun di sepanjang pantai negaranegara yang saat ini dikenal sebagai negara berkembang. Dimana-mana penangkapan berskala industri yang umumnya menggunakan trawl (ada juga dengan purse seining dan long-lining) berkembang dan berkompetisi dengan perikanan skala kecil atau tradisional (artisanal fisheries) yang berperalatan sederhana. Persaingan yang tidak seimbang ini sangat jelas terlihat di perairan dangkal (kedalaman 10-100 m) di daerah tropis. Perikanan tradisional menjadikan ikan tangkapan mereka untuk konsumsi penduduk lokal, sedangkan perikanan skala besar menggunaan trawl dengan udang sebagai target utama untuk ekspor dan membuang hasil tangkapan yang tidak memiliki nilai ekonomis (by-catch). Dalam periode tahun 1950-an hingga 1960an, peningkatan usaha penangkapan telah meningkatkan jumlah hasil tangkapan yang sangat besar dan melebihi laju petumbuhan umat manusia [2]. Hal ini telah membuat para penyusun kebijakan dan politisi
menjadi percaya bahwa penambahan jumlah kapal yang cepat dan tak terkendali telah melipat-gandakan jumlah tangkapan dalam waktu singkat serta menurunkan hasil tangkapan dalam jangka panjang. Kegagalan perikanan tangkap pertama kali dilaporkan untuk kasus anchovy di Peru pada tahun 1971-1972. Pada awalnya, hancurnya perikanan anchovy ini sering dikaitkan dengan kejadian alam El Ni単o. Namun demikian, data yang terkumpul menunjukkan bahwa jumlah tangkapan aktual (sekitar 18 juta ton), yang telah melebihi dari apa yang dilaporkan yaitu 12 juta ton menunjukkan bukti lain. Terbukti, runtuhnya perikanan anchovy tersebut adalah lebih banyak karena pengaruh overfishing. Pada pertengahan tahun 1970-an, total tangkapan ikan di Atlantik utara juga telah menurun. Trend penurunan yang cepat lebih jelas terlihat pada akhir tahun 1980-an dan diawal tahun 1990-an sebagian besar stok ikan cod menjadi habis di New England dan Canada bagian timur. Kondisi stok ikan laut di kawasan AsiaPasifik juga tidak jauh berbeda. Kawasan Asia-Pasifik yang saat ini menjadi penyumbang terbesar produksi ikan dunia juga sudah mulai overfishing. Dalam 25 tahun terakhir, penurunan stok ikan di kawasan Asia-Pasifik sekitar 6-33% [3]. Lebih lanjut, diperkirakan bahwa stok ikan laut dunia saat ini yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tinggal hanya 24%. Sekitar 52% stok sudah termanfaatkan secara maksimal dan tidak
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
35
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
mungkin dieksploitasi lebih lanjut, dan sisanya adalah sudah overeksploitasi atau stoknya sudah menurun [4]. Salah satu jalan yang mungkin bisa ditempuh untuk membantu pemulihanan stok ikan laut akibat overfishing adalah dengan cara menurunkan kapasitas penangkapan. Disadari betul bahwa penambahan kapasitas armada penangkapan merupakan salah satu ancaman terhadap kelangsungan sumberdaya laut, dan juga penangkapan itu sendiri. Perubahan perahu skala kecil berteknologi rendah menjadi kapal besar berteknologi tinggi, subsidi pemerintah, kebijakan openacces pada beberapa wilayah perairan dunia, dan beberapa aspek ekonomi lainnya telah disadari meningkatkan kapasitas penangkapan ikan. Peningkatan kapasitas penangkapan ikan yang tak terdeteksi seperti perubahan alat bantu penangkapan seperti echosounder, GPS, dsb. juga diyakini telah mendorong tingkat overcapacity dibeberapa wilayah perairan. 2. Faktor Iklim Selain karena overcapacity, perubahan lingkungan diperkirakan menjadi salah satu penyebab penurunan drastis stok ikan di Laut Atlantik Utara atau di dunia seperti yang dilaporkan dalam pertemuan ahli biologi perikanan beberapa waktu yang lalu di London [5]. Perubahan lingkungan yang dimaksud terutama adalah peningkatan suhu permukaan laut. Ekosistem laut, khususnya di Atlantik Utara, sangat mudah terpengaruh dampak fluktuasi kondisi alam dibanding dengan yang diperkirakan sebelumnya. Projek penelitian Global Ocean Ecosystem Dynamics (GLOBEC) telah berhasil mengidentifikasi mekanisme alam yang mengatur dinamika populasi dan produktivitas laut. Mereka menduga bahwa penurunan stok ikan laut yang turun secara drastis sebagai akibat dari kesalahan mengimplementasikan ilmu ekologi dan ekonomi dalam dekade terakhir. Para ahli eko-biologi GLOBEC telah menemukan respon biologi terhadap perubahan lingkungan dalam ekosistem laut dari laut Baltik hingga Antartika. Terbukti
bahwa perubahan biologis dalam 10 tahun terakhir telah memberikan pengaruh terhadap kelimpahan sumberdaya alam. Tim juga menemukan pengaruh variasi suhu air dan kekuatan angin terhadap rantai makanan (food web) di Atlantic utara. Kepunahan dan kegagalan dalam memulihkan populasi ikan herring di laut Baltik dan stok ikan cod di Newfoundland, Canada (yang penangkapan- nya telah dihentikan) menunjukkan bahwa faktor lain selain penangkapan telah berperan besar dalam menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Okrh sebab itu, dalam mengembangkan kebijakan perikanan berkelanjutan, penentuan berapa banyak ikan yang hilang akibat penangkapan dan berapa yang diakibatkan oleh faktor lingkungan merupakan hal yang sangat penting. Sebab, bila kita salah memprediksi hal itu, akan berdampak serius terhadap masyarakat. Perubahan iklim dan faktor lingkungan, selain berdampak terhadap overfishing, juga diyakini sebagai penyebab penurunan stok ikan dunia. Telah diketahui sejak dulu bahwa variasi iklim dapat mempengaruhi restoking burayak (juvenile), khususnya ikan-ikan yang hidup di daerah sekitar pantai. Musim pemijahan dan kelimpahan burayak telah diduga setiap tahun melalui survey dan data penangkapan. Informasi ini telah terintegrasi dengan pengaruh iklim dan karenanya dapat digunakan untuk menentukan kuota penangkapan yang optimal. 3. Pengaruh Akuakultur Penggunaan ikan hasil tangkapan dari alam sebagai bahan pakan ikan budidaya menjadi tekanan langsung terhadap stok ikan di alam [6]. Budidaya ikan laut yang umumnya bersifat karnivora membutuhkan suplemen minyak ikan yang diekstraksi dari ikan laut sebagai sumber asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Akuakultur juga mungkin bisa menyebabkan hilangnya stok ikan di alam secara tidak langsung melalui perubahan kondisi lingkungan, pengumpulan benih alam, interaksi rantai makanan, introduksi jenis ikan asing dan penyakit yang menyerang populasi ikan alami, dan polusi nutrient [2]. Naylor dan kolega memberikan alternatif yang sangat bagus untuk menanggulangi
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
36
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
tantangan serius yang dihadapi akuakultur. Menurut mereka, usaha akuakultur selayaknya dilakukan dengan membudidayakan ikan dengan tingkat tropik rendah (rendah pada rantai makanan); mengurangi input tepung ikan dan minyak ikan dalam pakan; pengembangan sistem budidaya terintegrasi; dan praktek budidaya ramah lingkungan. International Centre for Living Aquatic Resources Management (ICLARM) mendukung penuh pendekaran tersebut dan menambahkan poin kelima: memberikan akses untuk konsumen miskin dan produsen skala kecil. Pengembangan pulau-pulau kecil mungkin juga bisa dijadikan sebagai penyangga rusaknya stok ikan laut yang juga bisa dijadikan tumpuan mata pencaharian masyarakat. Akuakultur dapat juga me-restocking populasi ikan terumbu karang yang nilainya mahal yang telah berkurang karena overfishing [7]. Pelepasan burayak hasil budidaya juga dapat membantu pemecahan masalah sedikitnya ikan kecil yang berhasil bertahan di area penangkapan. Cara seperti itu telah dilakukan untuk 90 jenis ikan di Jepang dalam 30 tahun terakhir ini, khususnya untuk kasus kerang-kerangan (scallop) dan bulu babi (sea urchin). Akuakultur dan pemulihan stok perlu terus dilakukan, dan melanjutkan restoking dengan pengawasan yang ketat. 4. Alternatif Penanggulangan Berdasarkan ulasan di atas, diperlukan usaha untuk membangun kembali ekosistem laut, dan kemungkinan pemulihan ekologi secara praktis untuk laut yang dapat berdampingan dengan usaha pemanfaatan sumber daya laut untuk konsumsi umat manusia. Satu hal yang perlu dicatat disini bahwa tidak ada yang bisa meyakinkan bahwa sumberdaya laut mampu memenuhi kebutuhan manusia yang populasinya terus bertambah. Pola konvensional yang digunakan untuk menganalisa sumberdaya perikanan, dan untuk mengatur jumlah tangkapan, diyakini tidak mampu untuk menghambat laju kerusakan sumberda ikan. Kapitalisasi penangkapan secara global telah berdampak pada penurunan stok secara gradual, ikan yang berumur panjang dari ekosistem laut, telah tergantikan oleh ikan dengan siklus pendek dan invertebrate, dan merubah rantai makanan menjadi lebih sederhana dan penurunan kapasitas daya
dukung seperti bentuk sebelumnya. Bila trend ini ingin dihentikan, maka dibutuhkan pengurangan penangkapan secara besar-besaran, dengan dukungan peraturan penangkapan yang efektif. Dibutuhkan suatu kemauan politik yang kuat untuk hal ini, namun dalam kenyataannya masih minim kemauan ke arah ini, sebagai akibatnya jumlah wilayah penangkap yang kolaps semakin banyak, dan ikan tangkapan terus mengalami penurunan. Tingginya ketidakpastian pengelolaan penangkapan telah menjadi salah satu penyebab hilangnya beberapa stok ikan. Karena itu disarankan untuk melakukan penutupan fishing grounds guna mencegah overeksploitasi dengan cara membuat batas maksimum volume tangkapan (upper limit on fishing mortality). Marine protected areas (MPAs), dengan kombinasi usaha kuat untuk menjaga area yang bisa dieksploitasi, telah menunjukkan hasil positif untuk mengembalikan penurunan stok (2). Pada beberapa kasus, MPAs telah berhasil digunakan untuk memproteksi spesies lokal, memulihkan biomassa, dan sedikit menjaga populasi ikan di luarnya dengan melepas ikan burayak (juvenile) atau ikan dewasa. Meskipun migrasi ikan menjadi titik kelemahan dari MPA, namun tetap akan membantu memulihkan spesies ikan dengan menghindarkan kerusakan akibat trawl, dan menurunkan kematian ikan burayak. Penggunaan zona larangan-tangkap dalam MPAs akan menjadi lebih efektif bila didukung dengan teknologi tinggi seperti monitoring dengan satelit, yang saat ini digunakan untuk meningkatkan hasil tangkapan. Lebih lanjut, MPAs yang mencakup suatu habitat laut mungkin juga akan mampu mencegah kepunahan stok ikan tertentu, mirip dengan kehutanan dan habitat darat lainnya yang telah bisa menjaga spesies liar. Hal ini akan menuntun kepada identifikasi pola reservasi yang akan menjadi contoh di daerah perikanan terdekat, dan selanjutnya mempengaruhi komunitas pantai dan masyarakat sekitarnya yang tertarik dalam reservasi sumber daya ini. Sekali lagi, bahwa ikan hasil tangkapan dan populasi alami untuk menyuplai kebutuhan penduduk dunia adalah tidak tak terbatas. Dengan demikian, sudah seharusnya usaha lain difokuskan untuk
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
37
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
mengembalikan populasi ikan alami yang turun drastis dengan melakukan restoking besar-besaran dan mengurangi total kapasitas penangkapan. Pengelolaan yang tepat terhadap ikan laut di alam akan menghasilkan kemajuan yang berarti, tetapi sayangnya, hal ini membutuhkan pre-kondisi seperti keinginan politik untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan dan membuat persetujuan antar negara untuk penggunaan laut secara bersama. 5. Penutup Dari uraian singkat di atas, jelas bahwa stok ikan dipengaruhi oleh berbagai factor baik yang berasal dari dalam maupun luar sistem perikanan. Perikanan budidaya yang diharapkan sebagai alternatif sumber produksi ikan, ternyata belum mampu memenuhi harapan. Mengingat masih besarnya ketergantungan sumber ikan dari laut, maka langkah pengelolaan perikanan ke depan harus mempertimbangkan semua aspek yang terlibat dalam sistem perikanan tersebut. Suatu metode pendekatan yang mendekati dengan tujuan tersebut adalah Marine protected areas (MPAs). MPAs yangb dilengkapi dengan indikator-indikator yang lebih mudah dipahami dan bernilai secara ekologi diharapkan akan mampu mengembalikan kerusakan ekosistem perikanan yang mengalami kerusakan selama ini.
Daftar Pustaka [1] Myers, R.A. and B. Worm, 2003, Rapid world depletion of predatory fish communities, Nature, 423, 280-283. [2] Pauly, D., V. Christensen, S. Guenette, T.J. Pitcher, U.R. Sumaila, C.J. Walters, R. Watson, and D. Zeller. 2002, Towards sustainability in world fisheries, Nature, 418, 689-695. [3] FAO, 2004. Ovefishing on the increase in Asia-Pacific seas. http://www.fao.org/newsroom/en/news/2004/ 49367/index.html [4] FAO, 2005. Depleted fish stocks require recovery efforts. http://www.fao.org/newsroom/en/news/2005/ 100095/ [5] Schiermeier, Q., 2004, Climate findings let fishermen off the hook. Nature, 428, 4. [6] Naylor, R.L., R.J. Goldburg, J.H. Primavera, N. Kautsky, M.C.M. Beveridge, J. Clay, C. Folke, J. Lubchenco, H. Mooney, and M. Troell, 2000, Effect of aquaculture on world fish supplies, Nature, 405, 1017-1024. [7] Alimuddin dan E.S. Wiyono. 2005. Domestikasi laut atau restocking? INOVASI Vol. 5/XVII/November 2005.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
38
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
IPTEK
Bioteknologi di Indonesia: Kondisi dan Peluang Arief Budi Witarto Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia E-mail: witarto@yahoo.com Kemajuan bioteknologi di dunia sangat pesat sehingga dipercaya sebagai gelombang baru ekonomi dunia setelah teknologi informasi. Bioteknologi modern lahir tahun 1970 dan mengalami revolusi karena perubahan paradigma pemanfaatan materi hayati dari tingkat seluler ke tingkat molekuler. Perkembangan mulai dari rekayasa genetika, rekayasa protein sampai rekayasa jaringan semua didasari oleh teknologi yang berdasar pada pengetahuan biologi molekuler tadi. Indonesia memulai pengembangan bioteknologi tahun 1985 dan terus berkembang sampai sekarang dengan penguasaan utama bidang pertanian. Dengan semakin banyaknya sektor industri di Indonesia yang ikut masuk ke bioteknologi selain yang sudah ada yaitu pertanian dan ditambah sekarang dengan farmasi, kosmetika dan pangan, maka peluang bioteknologi di Indonesia semakin besar di masa datang. Penyediaan SDM bioteknologi Indonesia menjadi lebih penting dirasakan oleh karena itu. 1. Pendahuluan Bioteknologi, sering didengar tapi mungkin jarang dirasakan manfaatnya di Indonesia. Bila pun pernah diketahui, produk bioteknologi modern seperti kapas transgenik tahan hama yang ditanam secara terbatas di Sulawesi Selatan beberapa tahun lalu, justru mendatangkan protes akan keselamatan lingkungannya oleh sebagian masyarakat. Sementara berita yang didengar di luar negeri, bioteknologi adalah teknologi masa depan [1]. Gelombang kedua ekonomi dunia setelah teknologi informasi. Bagaimana jadi? . 2. Memahami Bioteknologi Bioteknologi adalah ilmu tua yang menjadi muda berkat sebuah revolusi ilmu pengetahuan. Sudah sejak 8000 tahun yang lalu, bangsa Mesir kuno menggunakan sejenis mikroba yeast Saccharomyces atau ragi untuk pembuatan roti dan minuman anggur [2]. Ragi itu merubah gula dalam cairan anggur menjadi alkohol. Dalam adonan roti, gelembung gas yang dihasilkan dalam proses fermentasi, membuat roti jadi empuk sehingga enak dimakan. Penggunaan mikroba lainnya dikenal dalam pembuatan keju seperti jenis Roquefort, Gorgonzala, Brie dan yang mungkin lebih terkenal, jenis Camembert di pusat pembuatan keju dunia yaitu Swiss. Di sini mikroba mold Penicillum roqueforti atau kapang berperan merubah komposisi susu menjadi berbagai aroma dan warna. Lebih
dekat kepada kita, nenek moyang bangsa Indonesia telah menggunakan kapang yang lain yaitu Rhizopus untuk membuat tempe dari kedelai. Semua ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada tingkat sel untuk tujuan pangan. Sehingga ilmu tua bioteknologi adalah penggunaan jasad renik atau makhluk hidup secara umum pada tingkat sel atau disebut seluler [3]. Bioteknologi modern lahir pada tahun 1970an dengan munculnya teknologi DNA rekombinan. Istilah DNA rekombinan mungkin sudah pernah didengar tapi samar-samar maknanya. Ilmuwan dari Universitas Kalifornia di San Fransisco (UCSF) bernama Herbert Boyer berhasil mengembangkan teknologi canggih untuk dapat memotong rantai DNA lalu menyambungnya lagi. Tetapi karena materi DNA berukuran sangat kecil, hal ini tidak dapat dibuktikan dengan melihat langsung karena jumlahnya juga sangat sedikit. Masih dari daerah yang sama yaitu propinsi Kalifornia-AS, seorang ilmuwan lain dari Universitas Stanford bernama Stanley Cohen menemukan cara bagaimana memasukkan materi DNA berbentuk lingkaran atau plasmid ke dalam sel. Walau tinggal berjarak hanya 60 km saja, keduanya tidak pernah bisa bertemu sehingga dapat menyatukan teknologi yang dimilikinya itu. Sampai akhirnya pada tahun 1972, keduanya bertemu di sebuah pertemuan ilmiah, ribuan kilometer dari tempat mereka tinggal dan bekerja di Kalifornia, yaitu di Hawaii. DNA yang sudah disambung lagi dengan teknologi Boyer
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
39
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
dapat diperbanyak dengan memasukkan ke dalam sel bakteri dengan teknologi Cohen. Karena bakteri berkembang biak sangat cepat, DNA yang telah dimasukkan pun jadi banyak dalam waktu singkat, sehingga dapat dicek keberadaannya dengan mudah [4]. Inilah inti dari teknologi DNA rekombinan. Teknologi saja tidak bermakna ekonomi tanpa ada satu kegunaan. Biasanya bukan ilmuwan yang punya gagasan ekonomi tapi usahawan [5]. Untungnya seorang pebisnis yang juga tinggal di Kalifornia bernama Robert Swanson mendengar keberhasilan dua ilmuwan itu yang tidak pernah dipublikasikan di koran tapi hanya di jurnal ilmiah saja dan melihat peluang bisnis yang besar. Peluang bisnis apa sebenarnya yang ada? Insulin adalah hormon berbentuk protein yang sangat dibutuhkan manusia untuk mengatur kadar gula/glukosa dalam darah. Sistem pengaturan yang rusak, menyebabkan manusia menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM). Penderita DM harus secara rutin menyuntikkan insulin ke dalam tubuhnya karena sudah tidak bisa memproduksi sendiri. Dari mana datangnya insulin itu? Dari pankreas sapi. Untuk itu perusahaan farmasi dunia selama ini harus mengumpulkan ribuan sapi hanya untuk mendapatkan sekian mg insulin bagi penderita DM. Karena insulin adalah protein dan protein dibuat dengan informasi dari DNA, maka pengusaha Swanson melihat kemungkinan membuat insulin rekombinan dengan bakteri yang telah direkayasa genetika menggunakan teknologi temuan Cohen dan Boyer itu. Maka lahirlah pada tahun 1976, masih juga di Kalifornia, perusahaan bioteknologi modern pertama di dunia yaitu Genentech (singkatan dari Genetich Engineering Technology) yang memproduksi protein-protein rekombinan seperti insulin, hormon pertumbuhan, dll [6]. DNA dan protein yang kita dengar di atas adalah dua dari empat molekul biologi penyusun sel. Dua lainnya adalah karbohidrat dengan contoh yang sudah disebutkan adalah glukosa, selain itu juga sukrosa yang menjadi komponen utama gula manis dan satu lagi adalah lipid atau minyak. Pengunaan molekul-molekul biologi itu, bahkan sampai kepada kemampuan memanipulasi atau merekayasa adalah revolusi teknologi yang menyebabkan lahirnya bioteknologi modern. Jadi ada
perubahaan dalam bioteknologi tua menjadi bioteknologi modern yaitu perubahan penggunaan materi hayati dari tingkat sel atau seluler ke tingkat molekul atau molekuler. Teknologi DNA rekombinan bukanlah satusatunya tetapi memang adalah tonggak utama dari lahirnya bioteknologi modern. Beberapa tonggak penting lainnnya dimulai dari penemuan fenomena pewarisan sifat oleh Gregor Mendel (tahun 1866), keyakinan bahwa materi genetik adalah DNA oleh Oswald Avery (1944), dugaan struktur double helix DNA oleh Watson dan Crick (1953), penemuan mRNA oleh Monod dan Jacob (1961), pengungkapan kode genetik oleh Khorana dan Nirernberg (1966), inovasi teknologi hibridoma oleh Milstein dan Kohler (1974), pengembangan teknologi pembacaan sekuen DNA oleh Maxam dan Gilbert (1977) sampai penemuan teknologi penggandaan DNA, PCR oleh Karry Mullis (1983). Semua ini biasanya tercakup dalam kuliah biologi molekuler yang memang menjadi fondasi dari bioteknologi modern [7]. 3. Perkembangan Bioteknologi Perkembangan bioteknologi setelah lebih dari 30 tahun diawali dengan teknologi rekayasa genetika ini menjadi semakin cepat. Dalam dogma sentral atau pemahaman dasar ilmu biologi diketahui bahwa cetak biru kehidupan DNA menyimpan informasi yang pemanfaatannya dilakukan melalui perubahan informasi itu ke materi baru yaitu RNA. Proses ini disebut transformasi. Selanjutnya RNA juga dirubah informasinya ke dalam materi akhir yaitu protein dalam proses translasi. Dari alur informasi dalam dogma sentral itu bisa dipahami bahwa rekayasa DNA/genetika membawa implikasi pada perubahan RNA sebagai materi pertengahan maupun kepada protein sebagai produk akhir. Hanya sepuluh tahun dari lahirnya rekayasa genetika/teknologi DNA rekombinan, lahirlah teknologi baru dalam kancah bioteknologi yaitu rekayasa protein [8]. Rekayasa protein saat ini menjadi andalah bioteknologi modern karena produk-produk bioteknologi yang beredar luas di masyarakat umumnya berbentuk protein seperti obat-obat dari jenis hormon, antibodi sampai alat-alat diagnosa penyakit untuk aplikasi
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
40
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
kedokteran/ kesehatan maupun untuk aplikasi pangan seperti protein BMP/bone morphological protein dalam susu bubuk bahkan ke kosmetika seperti collagen dalam shampoo dan protease dalam pasta gigi. Penemuan bahwa RNA juga dapat memiliki aktivitas enzimatik seperti enzim yaitu ribozyme melahirkan teknologi baru dalam bioteknologi yaitu rekayasa RNA. Walaupun belum semaju teknologi rekayasa genetika dan rekayasa protein karena materi RNA umumnya mudah hancur dan berumur pendek, perkembangan teknologi rekayasa RNA semakin jadi perhatian. Misalnya penggunaan teknologi RNA interference untuk mematikan fungsi gen tertentu terbukti lebih efektif daripada pematian gen pada tingkat DNA menggunakan teknologi knock-out gen misalnya. Yang lebih menghebohkan sekarang adalah lahirnya teknologi kloning. Teknologi kloning dapat dibagi menjadi dua yaitu teknologi kloning terapi dan teknologi kloning reproduksi [9]. Teknologi kloning terapi yang legal dan didukung semua negara karena manfaatnya untuk membuat jaringan dan organ sebagai ganti dalam pencangkokan jaringan atau organ yang rusak. Sementara teknologi kloning reproduksi ditentang dunia termasuk PBB karena bertujuan membuat individu baru serupa yang berakibat sosial luas. Teknologi kloning terapi semakin menjadi kenyataan setelah ilmuwan Korea Selatan baru-baru ini berhasil membuat sel syaraf, sel pembuluh darah dan sel kulit yang dapat menggantikan sel-sel rusak seperti pada penderita Parkinson contohnya Muhammad Ali petinju dan Michael J. Fox artis film Back to the Future yang sel syaraf otaknya mati sehingga menjadi pikun dan tidak dapat beraktifitas normal [10]. Untuk kedepannya, sel-sel itu perlu dibentuk menjadi jaringan atau kumpulan sel dengan fungsi sama seperti jaringan kulit, jaringan tulang rawan dll. Cangkok jaringan ini yang sebenarnya lebih banyak diperlukan karena umumnya bagian tubuh yang berada di luar, lebih peka terhadap penolakan dalam pencangkokan. Misalnya penderita luka bakar hanya dapat menerima kulit dari tubuhnya sendiri tidak dapat dari donor lain. Rekayasa jaringan adalah teknologi dalam bioteknologi yang dimulai tahun 1987 oleh ilmuwan MIT yaitu Langer dan Vacanti untuk membuat jaringan-jaringan baru
dengan tujuan transplantasi/ pencangkokan [6]. Menggunakan polimer biodegradable dalam media pembiakkan khusus, dibuat cetakan yang mirip dengan jaringan baru yang akan dibentuk. Selanjutnya ditanamkan ke dalam cetakan itu sel-sel yang menjadi tunas lalu dibiakkan sampai menjadi jaringan yang sempurna. Menggunakan teknologi rekayasa jaringan, jaringan manusia yang paling rumit yaitu jaringan tulang rawan pembentuk telinga telah berhasil dibuat dan ditanamkan di atas punggung tikus telanjang/nude mouse yang telah dimatikan sistem kekebalannya. Telinga tersebut sama sekali tidak ditolak oleh tubuh tikus dan menempel dengan sempurna. Inilah kemenangan teknologi jaringan yang banyak dinanti pasien transplantasi, bukan untuk menyakiti hewan. 4. Perkembangan Bioteknologi sebagai Ilmu di Indonesia Kurang lebih 15 tahun yaitu tahun 1985, pemerintah Indonesia telah menjadikan bioteknologi sebagai prioritas pengembangan iptek yang dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi (RISTEK) [11]. Selanjutnya sejak tahun 1988, bioteknologi sudah masuk dalam REPELITA juga sebagai prioritas pembangunan khususnya bidang iptek. Perkembangan terbaru dari sisi kebijakan/aturan pemerintah yaitu pada tahun 2000 lalu, bioteknologi juga muncul sebagai bidang prioritas dalam Jakstra Ipteknas yang dilanjutkan dengan Renstra Ipteknas. Dalam implementasi/penerapan dari kebijakan itu, pada tahun 1990 mulai dipikirkan pembentukan SDM bioteknologi yaitu dengan pembentukan PAU atau Pusat Antar Universitas bidang bioteknologi di UGM bidang bioteknologi kedokteran, ITB bidang bioteknologi industri dan IPB bidang bioteknologi pertanian. Kerjasama antar lembaga pendidikan dan penelitian pemerintah juga mulai digesa dengan penunjukan pusat pengembangan atau center of excellence dengan tiga bidang utama yaitu bioteknologi pertanian dengan anggota PAU Bioteknologi IPB, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, bioteknologi kedokteran dengan anggota UI/Lembaga Biologi Molekul Eijkman dengan PAU Bioteknologi UGM dan bioteknologi industri dengan anggota PAU Bioteknologi ITB dan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
41
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
BPPT. PAU-PAU di universitas juga ditugaskan untuk mencetak SDM bioteknologi dengan pembentukan program studi pasca sarjana S-2 dan S-3 bioteknologi. Riset tanpa dana, menjadi tak bermakna. Maka sejak tahun 1992 dana riset kompetitif terbesar di Indonesia yaitu RUT/Riset Unggulan Terpadu yang dikoordinasi oleh RISTEK dan diemban pelaksanaan administrasinya oleh LIPI, memasukkan bioteknologi sebagai salah satu program tersendiri yang dibiayai. Selain RUT ada pula skema dana kompetitif serupa yaitu RUTI/untuk tingkat internasional dan RUK/kemitraaan untuk kerjasama lembaga riset dengan swasta. Usaha-usaha antara pemerintah menggandeng swasta ini membuahkan hasil antara lain berdirinya Konsorsium Bioteknologi Indonesia/KBI dengan anggota lembaga pemerintah, penelitian, pendidikan dan swasta industri farmasi dan pangan khususnya. Selain beberapa lembaga yang telah disebut di atas, lembaga pemerintah yang aktif mengembangkan bioteknologi lainnya adalah departemen teknis yaitu Departemen Pertanian lewat Badan Penelitian dan Pengembangannya seperti Badan Litbang Bioteknologi Pertanian dan Sumber Daya Genetik Pertanian (Balitbiogen) yang berkantor di Bogor.
bidang pertanian, perkembangan industri/bioindustri Indonesia justru sebaliknya. Seperti contoh di pendahuluan, bioteknologi pertanian dengan pemanfaatan tanaman transgenik oleh perusahaan seperti Monsanto/Monagro Kimia, banyak mendapat tantangan. Sehingga pemanfaatan bioteknologi pertanian kita masih bersandar pada bioteknologi tingkat tua yaitu pemanfaatan pada tingkat seluler bukan molekuler. Contohnya adalah industri kultur jaringan yang berkembang baik dalam industri kehutanan dengan kebutuhan penyediaan bibit tanaman untuk reboisasi maupun untuk estetika seperti bunga-buga untuk pajangan seperti anggrek, dsb. Kultur jaringan adalah pembuatan bibit dan perbanyakannya menggunakan permainan komposisi media. Yang digunakan bisa segala sumber organ tumbuhan mulai dari biji, daun, tunas, dsb jadi lebih luas dari teknologi pembibitan konvensial dengan stek. Yang dimanipulasi adalah sel penyusun organ itu untuk berubah menjadi tanaman sempurna melalui hormon-hormon dalam media yang digunakan. Jadi ini adalah bioteknologi tingkat tua, bukan bioteknologi modern.
5. Perkembangan Bioteknologi Industri/Bioindustri di Indonesia
Bioteknologi pangan, cukup berkembang dengan baik walau belum tereksploitasi secara optimal. Misalnya komposisi kecap yang membedakan rasa, warna dan bau/flavor sangat dipengaruhi oleh jenis kedelai sebagai bahan baku dan juga mikroba yang digunakan. Sementara ini semua masih dilakukan secara tradisional walau secara penelitian sudah ada yang mulai mengarah pada pemanfaatan flavornya. Demikian pula berbagai buah dan produk pertanian untuk pangan baik sebagai perasa seperti vanili maupun pewarna dan bau yang banyak dieksploitasi oleh industri flavor Eropa dan Amerika di Indonesia, juga makin merasakan pentingnya bioteknologi modern. Selain flavor, kebutuhan yang besar adalah enzim dan protein yang banyak digunakan dalam proses pembuatan produk pangan seperti enzim protease, enzim lipase, dsb. Tak terkecuali dengan pemanfaatan baru di kosmetik dan kebersihan seperti munculnya pasta gigi yang mengurangi detergen dengan mengganti protease, shampoo dengan komposisi protein collagen, dll.
Apabila perkembangan bioteknologi secara keilmuwan di Indonesia kuat khususnya di
Sektor industri yang semakin besar cakupan penggunaan bioteknologinya di
Himpunan bioteknologi juga mulai bermunculan baik yang formal atau nonformal misalnya Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, Jaringan Peneliti Bioteknologi Indonesia, dsb. Tak kurang pula jurnal-jurnal baik yang spesifik maupun yang lebih luas seperti Indonesian Journal of Biotechnology yang berkantor di PAU Bioteknologi-UGM, sekarang berganti nama menjadi Pusat Studi Bioteknologi-UGM, dsb. Upaya terakhir pemerintah untuk mendorong kemajuan bioteknologi Indonesia adalah rencana pembentukan lokasi khusus di pulau Rempang, berdekatang dengan pulau Batam, sebagai wilayah khusus pengembangan dan komersialiasasi bioteknologi farmasi dan pertanian [12,13]. Usaha ini dikenal dengan istilah bio-island.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
42
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Indonesia adalah industri farmasi. Mungkin hal ini tidak terlalu didengar karena sebagian besar komponen industri farmasi masih impor dan produk-produk obat untuk bioteknologi masih dinikmati oleh kalangan berpunya di kota besar saja. Obat-obat untuk pengobatan dan pendukung terapi kanker misalnya, seperti hormon eritropoietin, hormon growth colony, stimulting factor, antibodi spesifik, dsb adalah contoh-contoh obat yang sekali suntik sekian juta rupiah harganya. Kalau obat resep seperti disebutkan, tidak pernah diiklankan di media massa, tapi alat kedokteran untuk diagnosa bisa diamati. Misalnya alat diagnosa penyakit DM yang harus mengukur kadar gula darahnya secara teratur menggunakan alat pengukur gula darah, sudah mulai diiklankan di media massa cetak nasional sejak beberapa tahun terakhir [14]. Komponen utama dalam perangkat elektronik ini adalah enzim yang mengubah molekul glukosa menjadi sinyal elektronik. Perusahaan farmasi nasional baik yang BUMN seperti PT Kimia Farma, Tbk dan PT Kalbe Farma juga mulai melirik kebutuhan produk obat bioteknologi. PT Kimia Farma menggandeng LIPI dan lembaga riset Jerman, Fraunhofer untuk mengembangkan teknologi produksi obat-obat berbasis protein yang labih murah dengan teknologi molecular farming [15]. PT Kalbe Farma menggandeng lembaga riset Kuba dan Eropa dengan membentuk anak perusahaan bernama Innogen yang berkantor di Singapura. 6. Prospek dan Tantangan Dengan uraian di atas, prospek perkembangan bioteknologi di Indonesia terlihat semakin jelas. Pertama, untuk pendidikan S-1, bioteknologi tidak harus berarti memiliki pengalaman eksperimen rekayasa genetika. Karena fondasi bioteknologi adalah pemanfaatan molekul biologi baik DNA, protein, dst. Maka pengalaman eksperimen biokimia mulai dari isolasi protein/enzim dan karakterisasinya juga penting. Termasuk juga tingkatan bioteknologi tua seperti pemanfaatan sel untuk bioreaktor, kultur jaringan dsb juga penting. Pengalaman di tingkat S-1 bisa ditingkatkan dengan ke tingkat S-2 dan S-3 untuk penguasaan materi bioteknologi yang lebih dalam dan luas. Penelitian
bioteknologi bisa dilakukan pada umumnya di lembaga penelitian Indonesia sendiri yang sudah mengarah ke bioteknologi modern seperti LIPI, Eijkman, Balitbiogen, dan sebagainya. Dengan mulai masuknya industri farmasi ke ranah bioteknologi, maka peluang memasuki lapangan kerja dengan keahlian bioteknologi semakin besar selain yang sudah ada selama ini untuk industri pangan dan pertanian. Termasuk yang baru adalah industri kosmetika yang juga maju pesat. Lembaga pemerintah terkait produk obat dan pangan yaitu Badan POM dalam penerimaan pegawai tahun 2005 juga mulai mencari alumni bioteknologi yang menunjukkan semakin banyaknya produk obat, termasuk vaksin dan pangan yang berbasis bioteknologi Tantangan terbesar adalah penyediaan SDM terampil dan berwawasan bioteknologi luas. Umumnya bioteknologi di Indonesia berlandaskan bidang keilmuwan pertanian atau ilmu alam baik biologi atau kimia. Sedikit seperti di UI ada yang berbasis kedokteran. Di luar negeri, negara maju seperti Jepang, bioteknologi bisa saja berbasis keteknikan. Bahkan negara berkembang sekalipun seperti Malaysia, beberapa universitasnya juga memiliki departemen bioteknologi berbasis pertanian dan teknik sekaligus. Semakin besarnya kebutuhan di Indonesia belum diikuti dengan penyediaan SDM bioteknologi yang mumpuni tersebut. Saat ini tidak dipungkiri, para ilmuwan peneliti dan doktor bioteknologi Indonesia masih sebagian besar almuni LN. Jadi merupakan tantangan besar melahirkan SDM produk DN yang lebih tahu kondisi dan permasalah lokal Daftar Pustaka [1] Arief B. Witarto. 2005. Bioteknologi, sebuah gelombang ekonomi baru. Harian Bisnis Indonesia, 14 Juni 2005. [2] Informasi dari Microsoft Encarta versi 2004 [3] Arief B. Witarto. 2005. Pengantar bioteknologi. Ceramah undangan di Fakultas Peternakan-UGM, Yogyakarta, 5 Februari 2005. [4] Arief B. Witarto. 2004. Bioteknologi siapa takut? Ceramah undangan di SMA Negeri 1 Depok, Depok, 20 Februari 2004.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
43
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
[5] Arief B. Witarto. 2004. Mengenal lebih jauh bioteknologi. Ceramah undangan di Pelatihan Bioteknologi untuk Profesi Kedokteran di RS Kanker Dharmais, Jakarta, 27 September 2004. [6] Arief B. Witarto. 2003. Bioteknologi kedokteran: Dari rekayasa genetika sampai rekayasa jaringan. Ceramah undangan di Seminar Kesehatan dan Kloning di Fakultas Kesehatan Masyarakat-UI, Depok, 14 Juni 2003.
[7] Arief B. Witarto. 2004. Rekayasa genetika. Materi kuliah pasca sarjana S-2 Kimia peminatan bioteknologi di Jurusan Kimia, FMIPA-UI, Depok, semester ganjil 2004 [8] Arief B. Witarto. 2003. Bermain dengan protein. Harian Kompas, 21 November 2003. Arief B. Witarto. 2002. Kloning anak manusia dan bisnis. Harian Kompas, 21 April 2002.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
44
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
IPTEK
Mengenal Teknologi Pengurangan Pencemaran Udara NOx dan SOx Agung Sudrajad Mahasiswa Program Doktor Universitas Kobe Fakultas Maritim, Staff Pengajar Universitas Darma Persada Fakultas Teknologi Kelautan Emisi NOx dan SOx merupakan emisi utama dari kendaraan bermotor dan angkutan barang seperti kapal laut. Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya dengan judul Pencemaran Udara Suatu Pendahuluan (INOVASI Vol. 5/VVII/November 2005). Dalam tulisan ini akan dijelaskan beberapa regulasi yang diberlakukan untuk mengurangi pencemaran udara di dunia dan di Indonesia serta penjelasan teknologi terbaru dalam mengurangi kedua emisi ini. 1. Beberapa Regulasi Pencemaran Udara
Tentang
Di bawah ini dijelaskan beberapa regulasi (keputusan menteri) yang diberlakukan di Indonesia dan di beberapa Negara mengenai batasan pencemaran udara.
kg HC + NOx sebesar 0.5 gr/km, Kelas II 1250 kg <RM≤ 1700 kg HC+NOx sebesar 0.5 gr/km, dan kelas III RM.1700 kg ditetapkan HC+NOx sebesar 0.7 gr/km Kendaraan kategori M dan N berbahan bakar minyak diesel Untuk kendaraan ≤ 2.5 ton dan penumpang ≤5 ditetapkan HC + NOx sebesar 0.7 gr/km. Kendaraan penumpang > 2.5 ton dan barang ≤ 3.5 ton tempat duduk 6-8 ditetapkan sebagai berikut: Kelas I RM (Reference Mass; berat kosong kendaraan + 100 kg massa) ≤ 1250 kg HC + NOx sebesar 0.7 gr/km, Kelas II 1250 kg <RM≤ 1700 kg HC+NOx sebesar 1.0 gr/km, dan kelas III RM.1700 kg ditetapkan HC+NOx sebesar 1.2 gr/km Kendaraan kategori M, N, dan O
A. Regulasi oleh KLH Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia telah mengeluarkan beberapa regulasi dalam hal ini keputusan menteri yang berkaitan tentang baku mutu emisi di tanah air. Antaranya adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak dan Keputusan Menteri No. 141 tahun 2003 dan No. 35 tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Dalam regulasi itu dapat dicatat beberapa hal seperti dalam table di bawah ini [2]: Kendaraan kategori M dan N berbahan bakar bensin Yaitu kendaraan penumpang orang dan barang . Untuk kategori kendaraan ini ditetapkan bahwa untuk kendaraan ≤ 2.5 ton dan penumpang ≤ 5 ditetapkan HC + NOx sebesar 0.5 gr/km. Kendaraan penumpang > 2.5 ton dan barang ≤ 3.5 ton tempat duduk 6-8 ditetapkan sebagai berikut: Kelas I RM (Reference Mass; berat kosong kendaraan + 100 kg massa) ≤ 1250
Kendaraan angkutan orang > 8 orang sampai 5 ton dan angkutan barang 3.5 – 12 ton serta kendaran gandeng/penarik/tempel 3.5 ton lebih ditetapkan CO sebesar 4.0 gr/kWh, sementara HC+NOx sebesar 7.0 gr/kWh Tabel 1. Emisi gak buang kendaraan kategori L Kategori kendaraan Emisi gas buang L1 Kendaraan beroda dua, CO 1.0 gr/km kapasitas silinder HC+NOx 1.2 mesin < 50 cm3 gr/km L2 Kendaraan beroda tiga, CO 3.5 gr/km kapasitas silinder HC+NOx 1.2 mesin < 50 cm3 gr/km L3 Kendaraan CO 5.5 gr/km beroda dua, HC 1.2 gr/km kapasitas silinder > 0.3 gr/km 50 cm3 CO 5.5 gr/km L3 kapasitas silinder HC 1.0 gr/km ≥ 150 cm3 NOx 0.3 gr/km L4, L5 kendaraan beroda tiga CO 7.0 gr/km kapasitas silinder > HC 1.5 gr/km
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
45
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 50 cm3 (motor bakar cetus api) L4, L5 kendaraan beroda tiga, kapasitas silinder > 50cm3 (motor bakar penyalaan kompresi)
NOx 0.4 gr/km
CO 2.0 gr/km HC 1.0 gr/km NOx 0.65 gr/km
Nitrogen Oxide (NOx) Hydrocarbons (HC) Carbon Monoxide (CO) Particulate Matter (PM) Smoke
9.2 g/kWh 1.3 g/kWh 11.4 g/kWh 0.54 g/kWh 20/50% opacity
C. Regulasi oleh IMO
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 menjelaskan tentang emisi gas buang berasal dari sumber tidak bergerak seperti diperlihatkan di bawah ini [3]:
International Maritime Organization (IMO) mengatur standar minimum emisi NOx dan SOx dalam ANNEX VI regulasi 13 dan 14 [1]. Regulasi 13 menjelaskan batasan emisi NOx dari kapal seperti di bawah ini :
Tabel 2. Emisi gas buang dari sumber tidak bergerak Emisi gas Sumber buang SO2 750 Baku mutu Pembangkit mg/m3 listrik tenaga uap 800 NO2 berbahan bakar batubara mg/m3 800 SO2 3 Baku mutu untuk industri mg/m semen 1000 NO2 mg/m3 800 SO2 Baku mutu untuk industri mg/m3 NO2 baja 1000 mg/m3 SO2 800 Baku mutu untuk mg/m3 kegiatanindustri pulp & 1000 NO2 kertas mg/m3
Tablel 4. Standar minimum emisi NOx dan SOx NOx Limit Crankshaft speed (n) rpm (g/kWh) Less than 130 17 130-1999 4.5 x n-0.2 2000 or more 9.8
B. Regulasi oleh EPA Environmental Protection Agency (EPA) adalah badan pengawas pencemaran udara yang dibentuk oleh pemerintah Amerika Serikat. Tujuan dari organisasi ini adalah untuk menjaga agar udara dan lingkungan di negara ini menjadi bersih. Tugas badan ini adalah sebagai penyusun kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan dan juga sebagai pusat informasi dan pendidikan di bidang lingkungan. Tabel 3. di bawah ini memperlihatkan peraturan yang dikeluarkan oleh EPA untuk motor penggerak di kapal dengan daya lebih dari 560KW. Peraturan lain dapat dilihat dan dipelajari lebih lanjut dalam situs EPA di www.epa.gov [4] Tabel 3. EPA untuk Marine Engine >560KW by 2000 year Unsur Besaran
Dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Peraturan ini berlaku untuk: - Masing-masing kapal dengan daya output 130 KW yang dipasang pada kapal yang dibangun setelah 1 Januari 2000. - Setiap mesin diesel dengan daya output 130 KW yang telah dikonvensikan setelah 1 Januari 2000. 2. Peraturan ini tidak berlaku untuk: - Mesin yang dalam keadaan darurat, mesin yang dipasang pada sekoci penyelamat ataupun disemua peralatan untuk keadaan bahaya. - Mesin yang diletakkan pada kapal yang memiliki pelayaran yang terbatas, atau kapal tersebut telah memiliki bendera dari administrasi dalam mengendalikan emisi NOx. Sementara itu regulasi 14 yang berisi peraturan tentang batasan emisi SOx menjelaskan: 1. Kandungan sulfur di dalam bahan bakar yang digunakan pada kapal tidak boleh melebihi 4.5% m/m 2. Kandungan emisi SOx yang ada di kapal harus tetap dikontrol pada saat kondisi: kandungan emisi gas buang yang dikeluarkan oleh kapal tidak boleh lebih dari 1.5% m/m, dan total emisi yang dikeluarkan dari mesin hasil proses pembakaran dari setiap mesin diesel tidak boleh lebih dari 6 g
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
46
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 SOx/kWh atau lebih sedikit dari berat emisi SO2. 2. Metode Utama dalam Mengurangi Emisi NOx Di bawah ini dijelaskan beberapa teknik dalam mengurangi emisi NOx: Penggunaan Nitrogen
Bahan
Bakar
Rendah
Penurunan kadar nitrogen dalam bahan bakar akan secara otomatis mengurangi pembentukan emisi NOx. Karena tidak mudah untuk mengurangi begitu saja nilai nitrogen dalam bahan bakar, karenanya alternatif lain adalah penggunaan bahan bakar metanol yang bebas nitrogen. Emulsi Penggunaan air yang dicampurkan dalam bahan bakar saat ini telah banyak dilakukan. Penggunaan bahan bakar campuran ini dapat mengurangi emisi NOx karena terjadinya proses ledakan mikro (micro explosion) dalam proses pembakaran. Ledakan mikro ini terajdi karena perbedaan titik didih antara kedua fluida.
Humidifikasi Proses humidifikasi adalah dengan menyemprotkan air ke dalam aliran udara masuk pada motor penggerak. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menurunkan suhu udara yang masuk kedalam ruang bakar yang pada akhirnya temperature pembakaran dapat diturunkan. Teknik ini diketahui dapat menurunkan emisi NOx sampai 50%. Miller System Teknik ini dilakukan pertama kali oleh pabrik mesin Wartsila-NSD Sulzer yaitu pada saat proses langkah hisap waktu terbukanya katup hisap diatur sedemikian mungkin lebih lama agar kompresi rasio dapat diturunkan. Dengan teknik ini akan diperoleh penurunan temperatur udara dan tekanan udara saat proses pembakaran sehingga NOx dapat diturunkan. Penurunan dengan penggunaan sistem ini mencapai 20%. Sistem ini semakin populer diterapkan terutama bagi motor penggerak yang menggunakan turbocharger.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
47
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Low Nitrogen Content Oil Fuels Non Petroleum Liquid Fuel Fuel
Gas Fuels High Cetane Rating Emulsification
Exhaust Gas Recirculation Primary NOx Control Options
Charge Air
Charge Air Temp. Control Humidification Fuel Pumps & Injection System Injection Timing
Combustion
Injection Rate Shaping Miller System Direct Water Injection
Gambar 1. Diagram beberapa metode utama penurunan NOx
3. Metode Utama dalam Mengurangi Emisi SOx dari Motor Diesel
ketat dalam pengawasan pemakaian bahan bakar bagi penggerak utama.
Mengontrol batasan kandungan sulphur dalam bahan bakar
De-sulphurisation
MARPOL ANNEX VI mengamanatkan batasan kandungan sulphur dalam bahan bakar untuk penggerak di kapal dan industri sebesar 4.5% m/m. Begitu juga EU membatasi batasan sulphur bagi motor diesel di jalan raya sebesar 0.05%m/m (500 ppm). Bahkan di masa mendatang akan lebih diturunkan menjadi 350 ppm atau bahkan 50 ppm. Umumnya kandungan sulphur minyak mentah adalah antara 0.1 sampai 5 %, sehingga untuk menurunkan kandungannya akan tergantung dari sumber dan cara pengolahan minyak mentah itu sendiri. Dalam pemakaian saat ini bahan bakar residu umumnya memiliki kandungan sulphur antara 1.5-3.5% m/m. Kecuali untuk kawsan-kawasan tertentu yang lebih
De-shulpurisation adalah proses pengolahan kembali produk bahan bakar untuk mengurangi kandungan sulphurnya. Walau proses ini membutuhkan biaya yg tinggi namun ada keuntungan yang diperoleh dari proses ini yaitu didapatkannya sulphur untuk membantu proses industri terkait, misal industri detergen, pulp, kulit dan lain sebagainya. 4. Metode Sekunder Emisi NOx dan SOx
Pengurangan
Metode sekunder pengurangan emisi ini ditujukan lebih kepada memberikan efek positip kepada lingkungan secara keseluruhan. Efek positip yang diperoleh dari penurunan emisi yang dihasilkan dari metode ini tidak boleh memberikan beban kepada lingkungan lain seperti adanya
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
48
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 sampah material dari produksi /proses yang dilakukan. Kontrol emisi dengan menggunakan metode sekunder ini banyak dilakukan pada sektor industri dan juga perkapalan disebabkan oleh semakin ketatnya regulasi lingkungan. Berikut 2 macam metode sekunder yang saat ini banyak diterapkan: 1. Selective Catalytic Reduction (SCR) untuk mengurangi emisi NOx Prinsip utama sistem Selective Catalytic Reduction (SCR) adalah penggunaan urea ((NH2)2CO) atau amoniak (NH3). Bahan ini diinjeksikan ke dalam aliran gas buang, dan NOx akan berubah menjadi N2 dan uap air. Reaksi kimia yang terjadi seperti tertera di bawah ini: 2NO + 2NH3 + 1/2O2 â&#x2021; 2N2 + 3H2O 6NO2 + 8NH3 â&#x2021; 7N2 + 12H2O Efisiensi dari sistem SCR ini sangat berarti untuk mengurangi emisi NOx yaitu sebesar 90-95% dan menghasilkan nitrogen dan uap air yang tidak berbahaya bagi lingkungan. 2.Seawater Exhaust Gas Scrubber untuk mengurangi emisi SOx Prinsip utama sistem ini adalah mendinginkan gas buang sampai pada titik embun dari gas buang tersebut dan mengakibatkan terjadinya kondensasi pada SOx. Saat terjadinya pendinginan akibat kontak gas buang dengan air laut, dimana air laut adalah asam natural
dengan pH 8.1, terjadi kombinasi kerja yaitu netralisasi dan pengenceran gas buang. Sistem ini awalnya banyak digunakan sebagai sistem untuk desulphurisasi dalam industri, namun saat ini banyak digunakan untuk aplikasi penurunan SOx di kapal. Dalam suatu kasus, emisi SOx menurun dari 497 ppm menjadi 48 ppm dengan pH water scrubber menurun dari 8.01 menjadi 2.95, dari sifat basa menjadi sifat asam [5].
Daftar Pustaka [1]
[2]
[3]
[4] [5]
IMO, Annex VI MARPOL 73/78 Regulation for the Prevention of Air Pollution from Ships and NOx Technical Code. International Maritime Organization, London, 1998. Keputusan Menteri No. 35 tahun 1993, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 141 tahun 2003tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. US EPA, Control of Emissions of Air Pollution , US Code of Federal Regulation, 1998. Wright AA, Exhaust Emissions from Combustion Machinery, The Institute of Marine Engineer, London, 2000.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
49
INOVASI
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Pendekatan Konservasi Tumbuhan dengan Teknik Molekuler Elektroforesis Sudarmono Pusat Konservasi Tumbuhan Ex situ - Kebun Raya Bogor - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Program Doktor di Kebun Raya, Universitas Osaka City, Osaka, Jepang E-mail: s_darmono@yahoo.com 1. Pendahuluan Tahun 2002-2003 mungkin tahun dimana Pemerintah Indonesia ibarat `makan buah simalakama` dalam hal penentuan izin penambangan di kawasan Hutan Lindung [5]; [6], bagaimana tidak apabila Pemerintah tidak mengijinkan 22 perusahaan pertambangan maka Pemerintah dinilai melanggar kontrak yang dilakukan sebelum turun UU No. 41 th 1999. Namun pada penjelasan Pasal 38 dalam hal pelarangan pertambangan terbuka dikawasan hutan lindung dimungkinkan dapat dilakukan dengan ketentuan khusus secara selektif. Kata `selektif` mungkin bisa ditafsirkan secara subyektif seperti `analisa kami` atau `menurut kami`. Untuk mengatasi psywar atas conflict of interest mengatasi masalah penambangan di wilayah Hutan Lindung maka perlu adanya independensi ilmu pengetahuan melalui investigasi aspek kuantitatif-kualitatif banyaknya kandungan tambang dan banyaknya kandungan unsur mahluk hidup langka yang dilindungi. Untuk itu era saat ini perkembangan teknologi dan teori dasar statistik sangat cepat dan beraneka ragam teknik analisa yang ditawarkan baik yang sifatnya gratis atau bayar dengan kartu kredit via internet-internet. Selain itu berkaitan dengan kemajuan teknologi maka analisa terhadap tumbuhan lebih cenderung melalui pendekatan unsur genetik (kualitatif) daripada analisa deskriptif (berbentuk daftar tumbuhan, hewan atau mikroorganisme) yang sewaktu-waktu berubah. Sifat kualitatif memungkinkan
organisme yang kecil sekalipun seperti lumut, plankton, dll terdeteksi endemik atau langka atau akan punah. Oleh karena itu pendekatan penelitian seperti Isozim Elektroforesis [14], kromosom (faktor keturunan di dalam sel mahluk hidup), dan DNA (urutan genetik dalam kromosom), mutlak diperlukan. Perkembangan dunia molekuler pada tumbuhan semakin cepat seiring dengan cepatnya tingkat kepunahannya, sehingga di negara seperti Amerika, Jepang dan Inggris sudah mengembangkan database DNA. Begitu juga dengan pengembangan bank benih dan bank gen. Analisa kromosom meskipun termasuk dasar dari analisa organisme sudah jauh berkembang kearah analisa mikrosatelit dan poliploidi bahkan genome in situ hybridization (GISH). Akhirnya dunia molekuler modern berkembang ke sektor enzim, protein, dan DNA (deoxyribose nucleic acid) atau RNA (ribose nucleic acid) tergantung pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapainya. 2. Prinsip Dasar Modern
Penelitian
Molekuler
Apabila berbicara tentang modern tidak lepas dari alat canggih dan mahal, sehingga untuk Indonesia yang sedang tertimpa berbagai masalah seperti bencana alam, flu burung, banjir, kemiskinan, dll menjadikan penelitian sebagai kendala utama. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah efisiensi dan efektifitasnya untuk jangka panjang. Sekedar perbandingan bisa dilihat pada Tabel.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
50
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Table1. Perbandingan metode penelitian untuk biosistematik tumbuhan Metode Penelitian
Biaya **)
Tingkat keberhasilan
Sampel per hari*
murah
tinggi
25
Analisa tingkat polimorfis* -
sedang
tinggi
50
tinggi
Kromosom Enzim/ protein ISSR/micros atelit-DNA RAPD-DNA
sedang
tinggi
50
tinggi
Cukup mahal
rendah
50
RFLP-DNA
Cukup mahal
tinggi
20
AFLP-DNA SSCP-DNA Sekuens-DN A
Cukup mahal Cukup mahal
medium tinggi
50 25
menengah Rendahmenengah menengah tinggi
Mahal sekali
tinggi
20
menengah
rendah
Bahan kimia berbahaya Tdk ada
menengah
Ada
Ketrampilan*
Rendahmenengah rendah
Ada
rendah
Ada
menengah menengah
Ada Ada
tinggi
Ada
Ada
Sumber: Pengamatan pribadi dan *[4]; **) alat dan bahan kimia Analisa molekuler secara modern yaitu pemaparan bahan genetik menggunakan alat yang dikenal sebagai Elektroforesis dan ini membutuhkan kemampuan listrik dan pendingin yang memadai. Selain itu faktor bahan kimia yang dibutuhkan dan alat-alat yang dipakai beragam. Prinsip dasar elektroforesis yaitu bahwa setiap genom tumbuhan (enzim/protein dan DNA) mempunyai berat yang berbeda-beda sehingga kecepatan bergeraknya pada media gel juga berbeda-beda dan hal ini hanya dapat dilihat melalui pewarnaan (trouble shooting). Sebelum elektroforesis bahan ekstrak (biasanya daun muda bisa juga serbuk sari, rimpang atau spesimen kering herbarium) musti yang segar meskipun bisa tahan 1 minggu sampai 4 bulan bila disimpan pada suhu -40째C. Kemudian diteteskan pada wick gel untuk elektroforesis vertikal dan dengan kertas filter pada elektroforesis horisontal. Alat elektroforesis untuk enzim/protein biasa dibikin sendiri dengan fiberglas, Sistem elektroforesis yaitu penggunaan arus listrik dari arus negatif ke arus positif melalui media gel untuk menggerakkan bahan genetik (running). Namun pendeteksian alel enzim (bagian dari kromosom yang menentukan warna, bulu, rasa, dll) individu tumbuhan tidak hanya sampai running saja masih perlu dinampakkan dengan pewarna (staining). Pada isozim melalui pewarna bahan kimia sistem enzim yang terdaftar pada Sistem Penamaan Biokimia International (Enzyme Comission atau EC). Mengingat bahwa bahan
pewarna terdiri dari bermacam-macam bahan kimia maka pemakaiannya juga disesuaikan dengan kemampuan laboratorium yang ada. Selain itu juga tingkat kesesuaian spesies tumbuhan tersebut, karena pada setiap spesies terkadang berbeda-beda kecocokannya (muncul tidaknya pita alel). Apabila pita alel tampak jelas maka analisa kuantitatif menjadi mudah karena alel akan mudah terbaca (lihat Gambar 1). Untuk ekstraksi isolasi DNA berbeda dengan enzim dimana saat pemurnian DNA kondisi alat dan bahan diusahakan steril dan lingkungan tempat kerja serta sarung tangan tidak boleh terkontaminasi. Selain itu pada DNA memerlukan PCR (Polymerase Chain Reaction) sebelum elekroforesis yang berperan dalam penggabungan pasangan DNA dengan bantuan primer dan enzim bakteri pada suhu tertentu. Harganya cukup mahal, akan tetapi dengan adanya PCR maka analisa ikatan tunggal DNA bisa dilakukan dengan metode ISSR (inter-simple sequence repeat) atau mikrosatelit, RAPD (random amplified polimorphic DNA), RFLP (restriction fragment length polymorphism), dan AFLP (amplified fragment length polymorphism). Perkembangan biologi molekuler modern belakangan ini, memungkinkan para ahli taksonomi memanfaatkan data DNA sebagai "penanda molekuler" yang cukup signifikan. Dengan ISSR/mikrosatelit, RAPD, RLFP, sebagian kecil fragmen DNA dari genom tumbuhan dapat diamplifikasikan untuk mendapatkan sejumlah besar fragmen DNA, sehingga dengan teknik elektroforesis pada
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
51
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 C Aat-1 Aat-2
C
B B
A
C
A
Gambar 1. Tingginya heterozigositi pada dimerik sistim enzim AAT populasi Salvia japonica di Kisaichi. Arah arus listrik dari atas (-/katoda) ke bawah (+/anoda). Alel hitam (AA, AB, BB) sebagai lokus Aat-1 dan alel putih (AA, BB, CC, BC) sebagai lokus Aat-2. (Dokumentasi pribadi, 2004)
1 2 3 4
Gambar 2. Pita tetra (4 pita) pewarnaan perak nuclearDNA-SSCP dengan primer ITS320F/556R pada gel dg Gliserol 10 %, 300 volt selama 4 jam pada 8 spesies Salvia (Lamiaceae). Gerakan arus listrik dari atas (negative) ke bawah (positif). (Dokumentasi pribadi, 2006) gel agaros pemunculan fragmen DNA tersebut dapat dideteksi secara konsisten dan menjadi data yang dapat digunakan untuk kerja pada taksonomi tumbuhan tinggi. Perkembangan biologi molekuler modern belakangan ini, memungkinkan para ahli taksonomi memanfaatkan data DNA sebagai "penanda molekuler" yang cukup signifikan. Dengan ISSR/mikrosatelit, RAPD, RLFP, sebagian kecil fragmen DNA dari genom tumbuhan dapat diamplifikasikan untuk mendapatkan sejumlah besar fragmen DNA, sehingga dengan teknik elektroforesis pada gel agaros pemunculan fragmen DNA tersebut dapat dideteksi secara konsisten dan menjadi data yang dapat digunakan untuk kerja pada taksonomi tumbuhan tinggi. Metode SSCP pada prinsipnya sama dengan ikatan ganda pada Filogeni bedanya pada SSCP â&#x20AC;&#x153;separuh jalanâ&#x20AC;? atau hanya 1 kali PCR
pada panjang DNA sekitar 200-300 basa nukleotid dan selanjutnya dirunning (selama 3 sampai 10 jam tergantung tumbuhannya) secara vertikal dengan gel poliakrilamid kemudian baru diwarnai dengan pewarna perak (lihat Gambar 2). Namun untuk metode filogeni memerlukan alat sekuens yang mahal sekali sehingga bisa menganalisa ikatan DNA secara urutan pada ikatan Adenin (A) dengan Timin (T) dan Guanin (G) dengan C (Citosin) pada setiap mahluk hidup. 3. Beberapa Metode Penelitian dengan Elektroforesis, Teknik dan Tujuannya Akhir-akhir ini sudah berkembang berbagai macam metode penelitian atau penanda (marker) genetik sesuai dengan perkembangan teknologi modern. Beberapa metode penelitian untuk dunia tumbuhan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
52
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 sebagian besar mencoba untuk memaparkan bahan genetik seperti enzim/protein, dan DNA/RNA. Metode penelitian terhadap enzim (istilah lain isozim) atau protein dapat dilakukan dengan alat elektroforesis horizontal ataupun vertikal yang bergerak dari arus negatif (katoda) ke positif (anoda). Karena bahan genetik tersebut sensitif terhadap panas listrik maka pada saat running harus didalam pendingin (antara 4 sampai 20°C), biasanya memakan waktu 3-4 jam (250-300 volt). Untuk selanjutnya apabila menggunakan elektroforesis horizontal maka gel tepung setebal 1 cm dipotong lembaran menjadi 6 lembar (6 sistem enzim) dan di’warnai’ sehingga muncul pita sesuai denga sistem enzim yang dipakai. Prinsip pewarnaan ini sama pada elektroforesis vertikal hanya bedanya bahan kimia gelnya berbahaya terhadap tubuh karena bersifat karsinogen atau penyebab kanker (poliakrilamid). Penelitian enzim umumnya dilakukan terhadap populasi suatu tumbuhan dimana sampel yang diperlukan antara 7-50 sampel tiap populasi tergantung luasnya populasi. Oleh karena itu tujuan penelitian ini secara spesifik untuk menganalisa terjadinya perubahan variasi genetik, keragaman genetik, struktur genetik, arus gen (gene flow), bahkan hibrid antar populasi. Implikasi penelitian enzim dapat juga mengarah pada makin punahnya suatu populasi [2] atau terjadinya perkawinan antar populasi sehingga terbentuk hibrid baru [19]; [1]. Metode penelitian elektroforesis yang lainnya umumnya untuk mendeteksi DNA seperti analisa sidikjari (fingerprinting) yaitu ISSR atau mikrosatelit, RAPD, RFLP dan AFLP. Namun untuk mendeteksi adanya pita DNA musti mengikatkan DNA ikatan tunggal dengan sejumlah primer (umumnya 20 basa nukleotid ‘pemancing’ pasangan basa sampel penelitian; biasanya perusahaan bahan genetik menerima pesanan primer ini). Primer tersebut belum tentu dapat sesuai dengan sampel tumbuhan yang diteliti sehingga perlu adanya coba-coba (trial by error) yang tentunya memakan biaya dan waktu. Akhir-akhir ini yang sering dipakai yaitu ISSR/mikrosatelit dan AFLP, karena hasil dan analisa polimorfisnya (pita DNA) jelas (Tabel). Selain itu suhu dalam PCR pada saat proses pengikatan (ada 3 tahap yaitu pemecahan, pengikatan dan
pemanjangan) harus sesuai. Selanjutnya dirunning pada gel agaros (elektroforesis mini kapasitas 25 sampel pada 100 volt) selama 20-40 menit. Untuk mengetahui pita genetiknya sebelum difoto dengan alat fotografi UV (ultra violet) maka gel harus direndam terlebih dahulu pada isotop ethidium bromide (EtBr). Umumnya penggunaan metode ini untuk mengetahui adanya penyimpangan genetik, hubungan dekat secara genetik, ataupun variasi genetik yang ada. Memang hampir mirip dengan penelitian enzim hanya disini untuk setiap populasi biasanya 2-5 sampel saja. SSCP (single strand conformation polymorphism) masih berkembang dan ternyata sebagai metode yang dapat mendeteksi mutasi gen [7], hybrid, ataupun penyimpangan gen lainnya dengan hasil pita jelas dan tajam. Hampir sama dengan tekhik running dengan PCR diatas namun dilanjutkan dengan pemaparan menggunakan alat yang mirip elektroforesis pada enzim (vertikal) sehingga ikatan tunggal pada primer terpilih akan menampakkan pita tunggal (daerah DNA kloroplas RbcL), pita ganda (daerah DNA kloroplas antara TrnL-TrnF), ataupun pita tetra (Gambar 2) pada daerah DNA nuclear ITS (Pengamatan pribadi, 2006). Analisa terhadap SSCP mudah apabila hanya penampakan visual saja, akan tetapi [17] telah mencoba untuk mengetahui wilayah hibrid antara spesies Pinus (Pinaceae) dengan menggunakan rumus indeks hibrid sehingga bisa diketahui tinggi rendahnya kandungan DNA pewaris Ibu dan pewaris induk. Sekuens Filogeni-DNA menggunakan ikatan ganda (double stranded) DNA sehingga penggunaan PCR dua kali dan penampakan DNAnya akan terlihat melalui komputer yang dihubungkan dengan alat sekuens DNA atau Sequencer ABI Prism (Gambar 3). Untuk mengolah data lebih lanjut maka perlu adanya perangkal lunak (softwear) yang dapat di download gratis melalui internet seperti BioEdit, ChromasPro, dll., yang umum dipakai McClade, dan selanjutnya menggunakan Program PAUP, MrBayes, Mega, atau Treeview, dll. Hasil akhir berupa bentuk pohon filogeni yang mencerminkan keterkaitan sampel (takson) satu sama lain, apakah itu hubungan kekerabatan atau adanya kelompok/spesies/marga atau
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
53
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 bahkan keluarga (Famili) baru yang terbentuk. Seringnya berimplikasi pada revisi kekerabatan marga atau sub-marga bahkan
revisi total nama marga [16] atau nama keluarga.
.
Gambar 3. Penampakan sebagian (no. 265-289 basa nukleotid) hasil sekuens DNA Salvia pygmaea (Lamiaceae) pada komputer dimana C=cytosine warna Biru, G=guanine warna hitam, A=adenine warna hijau, dan T=thymine warna merah (Dokumentasi pribadi, 2006) 4. Prospek di Masa Datang Akhir-akhir ini para peneliti sistematik tumbuhan menerapkan pendekaan beberapa metode elektroforesis untuk mendeteksi tingkat kepunahan suatu tumbuhan bahkan mampu memprediksikan suatu kejadian pengecilan/penyusutan populasi [8] atau pengucilan/isolasi geografi [7] bahkan terjadinya suatu spesies atau marga tumbuhan baru. Hasil analisa dari dua metode atau lebih bisa lebih valid, selain itu juga efisien dengan alat elektroforesis yang sama. Prospek elektroforesis di Indonesia baru pada tahap enzim namun kini beberapa Lembaga Penelitian seperti Puslit Zoologi (LIPI), BPPT, Lembaga Eijkman, mungkin juga beberapa Universitas besar sudah memiliki Sequencer-DNA. Sehingga tidak lama lagi publikasi-publikasi tentang DNA akan bertebaran di Jurnal-jurnal. Apalagi Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi unggul dalam hal keragaman genetik sehingga potensi isolasi spesies pada tiap pulau mengarah pada pembentukan genetik baru akan terdeteksi melalui penelitian ini. Asumsi ini sudah jelas dengan ditemukannya garis Wallace yang berkaitan dengan perbedan flora dan fauna antara Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Bali sebagai wilayah Barat dan Sulawesi, Kep. Maluku dan Papua sebagai wilayah Timur. Pembuktian pola kekerabatan genetik antar pulau, spesies, populasi, atau varitas yang ada dimana kemungkinan terjadinya pergeseran genetik (genetic drift), mutasi
atau perkawinan silang membentuk hibrid ataupun introgresi dapat ditentukan dengan morfologi dan SSCP [18], morfologi dan RAPD [3], isozim dan filogeni-DNA [12]; kromosom dan DNA [15], dll. Namun begitu satu aspek penelitian dengan satu fokus famili tumbuhan akan memperdalam pengetahuan kita tentang suatu behaviour (tingkah laku) genetik tumbuhan itu, untuk skala Internasional dibutuhan saat ini. Misalnya di Negara maju seperti Amerika yang pengetahuan molekulernya begitu pesat akan mengenal Soltis dan Soltis sebagai ahli filogeni basal Angiosperm, Jeff Doyle (Fabaceae), Kathleen Pryer (Ferns), dll. [13]. Beberapa peneliti di Indonesia dikenal beberapa nama seperti Johannis Mogea (Palmae), Elizabeth (Bambu), dan Mien Rifai (Jamur). 5. Kesimpulan Bertambah dan punahnya suatu tumbuhan masih menjadi misteri alam dan ini harus ada bukti secara genetik bukan lagi hanya sekedar daftar atau deskripsi morfologi tumbuhan. Ilmu sistematika tumbuhan berkembang pesat kearah teknologi molekuler modern, beberapa metode analisis genetik tidak lagi sekedar jumlah kromosom namun sudah jauh kearah enzim, protein, alel, DNA dan RNA. Permainan teknologi tidak hanya alat atau mesin teknologi penelitian namun juga analisa data dengan komputer ataupun gabungan keduanya menjadikan penelitian sebagai sesuatu yang
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
54
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 sangat mahal. Namun sebenarnya semua itu tergantung pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai seperti pada penelitian tumbuhan apakah itu suatu penemuan baru ataukah hanya sekedar pengulangan penelitian sebelumnya. Tentunya semua itu tergantung pada peneliti sendiri dan efektifitasnya dari penelitian tersebut. Untuk itu bagi Indonesia yang merupakan nergara terkaya ke-2 dalam hal keragaman genetik di dunia tidaklah sia-sia bila penelitian molekuler modern mulai diterapkan. Bila kerjasama suatu penelitian bisa dilaksanakan antar lembaga penelitian atau Perguruan Tinggi niscaya masalah finansial bukan suatu kendala untuk maju. Daftar Pustaka [1] Aparicio, A, R.B. Albaladejo, M. Porras and G. Ceballos. 2000. Isozyme evidence for natural hybridization in Phlomis (Lamiaceae): Hybrid origin of the rare P.x margaritae. Annals of Botany 85: 7-12. [2] Ellstrand, N.C. and Elam, D.R. 1993. Population genetic consequences of small population size: Implication for plant conservation. Annual Rev. Ecol. Syst.(24): 217-237. [3] Gonzalez-Rodriguez, A. 2004. Morphological and RAPD analysis of hybridization between Quercus affinis and Q. laurina (Fagaceae), two Mexican red oaks. Am. J. of Bot. 91(3):401-409. [4] Karp, A. and K.J. Edwards. 1995. Molecular Techniques in the analysis of the extent and distribution of genetic diversity. IPGRI, CGIAR. 1-12 [5] Kompas, 29 Januari 2002; Purnomo tetap upayakan pertambangan di Hutan Lindung. [6] Kompas, 02 Juli 2003. Cacat hukum, izin penambangan di Kawasan Hutan Lindung. [7] Koch, M. and K-G. Bernhard. 2004. Comparative biogeography of the cytotypes of annual Microthlaspi perfoliatum (Brassicaceae) in Europe using isozymes and cpDNA data: refugia, diversity centers, and postglacial colonization. Am. J. of Bot., 91(1): 115-124. [8] Martin-Lopes, P., H. Zhang and R.
Koebner. 2001. Detection of single nucleotide mutations in wheat using single strand conformation polymorphism gels. Plant Mol. Biol. Reporter 19:159-162. [9] Maideliza, T. and H. Okada. 2004. Evidence of reduction of gen flow between two cytotypes of Ranunculus silerifolius Lev. (Ranunculaceae) revealed with allozyme and intersimple sequence repeat polymorphisms. Plant Species Biology 19: 23-31. [10] Ouborg, N.J. and R. van Treuren, 1994. The significance of genetic erosion in the process of extinction. IV. Inbreeding load and heterosis in relation to population size in the mint Salvia pratensis. Evolution, 48(4): 996-1008. [11] Qian, W., S. Ge, and D-Y. Hong. 2001. Genetic variation within and among populations of a wild rice Oryza granulate from China detected by RAPD and ISSR markers. [12] Riesberg, L.H., S.M. Beckstrom-Sternberg, A. Liston, and D.M. Arias, 1991. Phylogenetic and systematic inferences from chloroplast DNA and isozyme variation in Helianthus sect. Helianthus (Asteraceae). Syst. Bot., 16(1): 50-76 [13] Soltis, D.E. and P.S. Soltis, 2003. The Role of phylogenetics in comparative genetics. Plant Physiology, 132: 1790-1800. [14] Sudarmono. 2005. Konservasi tumbuhan dengan pendekatan genetik populasi. INOVASI 4(XVII):33-35. [15] Turner, M.W. 1996. Systematic study of the genus Brazoria (Lamiaceae), and Warnockia (Lamiaceae), a new genus from Texas. Pl. Syst. Evol., 203: 65-82. [16] Walker, J.B., K.J. Sytsma, J. Treutlein, and M. Wink, 2004. Salvia (Lamiaceae) is not monophyletic: implications for the systematics, radiation, and ecological specializations of Salvia and tribe Mentheae. Am. J. of Bot., 91(7): 1115-1125. [17] Watano, Y, A. Kanai, and N. Tani. 2004. Genetic structure of hybrid zones between Pinus pumila and P. parviflora var. pentaphylla (Pinaceae) revealed by molecular hybrid index analysis. Amer. J. of Bot. 91 (1): 65-72.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
55
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 [18] Watano, Y., M. Imazu and T. Shimizu. 1996. Spatial distribution of cpDNA and mtDNA haplotypes in a hybrid zone between Pinus pumila and P. parviflora var. pentaphylla (Pinaceae). J. Plant Res., 109: 403-408. [19] Wyatt, R and S.B. Broyles. 1992. Hybridization in North American
Asclepias. III. Isozyme evidence. Systematic Botany: 17(4): 640-648. [20]Yatabe, Y., D. Darnaedi and N. Murakami. 2002. Allozyme analysis of cryptic species in the Asplenium nidus complex from West Java, Indonesia. J. Plant Res., 115: 483-490.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
56
NASIONAL
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Hilangnya Ruang Publik: Ancaman bagi Kapital Sosial di Indonesia Rudy Fakultas Hukum Universitas Lampung Graduate School of International Cooperation Studies, Kobe University E-mail: rechtboy@yahoo.com 1. Pendahuluan Dalam salah satu program televisi Jepang beberapa saat yang lalu, ditayangkan beberapa usaha partisipasi masyarakat dalam mengatasi berbagai permasalahan di lingkungannya. Philadelpia dan Birmingham dijadikan fokus utama dalam acara tersebut, digambarkan usaha di dua kota menghasilkan keluaran yang berbeda-beda. Philadelpia dengan pemisahan yang begitu nyata antara lingkungan miskin dan kaya gagal melakukan suatu usaha kolektif untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi. Kegagalan tersebut juga ditandai dengan adanya konflik antara warga kulit putih yang mayoritas kaya dengan warga kulit hitam yang mayoritas miskin. Kemudian digambarkan suasana Birmingham pada 10 tahun lalu dimana taman-taman kota dipenuhi para wanita tuna susila, yang mencoretkan gambaran buram bagi masyarakat. Saat ini Birmingham mencapai keberhasilan yang menakjubkan, kesenjangan ekonomi berkurang sangat pesat dan bahkan hampir tidak dijumpai lagi wanita tuna susila yang berkeliaran di taman-taman kota. Kemajuan tersebut merupakan pencapaian luar biasa yang dicapai atas usaha masyarakat dimulai dari prakarsa sampai usaha yang dijalankan oleh masyarakat lokal. Mungkin kita bertanya-tanya mengenai kekuatan apakah yang begitu hebatnya sehingga dapat membangkitkan dan menggerakan serta membimbing mereka menuju keberhasilan dan faktor apakah yang menyebabkan kegagalan daripada usaha masyarakat lokal di Kota Philadelpia. Kekuatan tersebut tidak lain adalah kekuatan masyarakat dalam bentuk kapital sosial.
2. Kapital Sosial: Kekuatan Menggerakkan Masyarakat
yang
Kapital sosial adalah kekuatan yang menggerakkan masyarakat, terbentuk melalui berbagai interaksi sosial masyarakat dengan institusi sosial. Menurut salah satu penggagas kapital sosial, Robert Putnam, kapital sosial adalah bagian dari organisasi sosial berupa hubungan sosial dan rasa saling percaya yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama untuk kepentingan bersama [1]. Kekuatan kapital sosial ini diakui mempunyai pengaruh mulai dari peningkatan perekonomian [2], sampai dengan terciptanya masyarakat sipil (civil society) [3]. Hasil penelitian Putnam di Italia menggambarkan adanya korelasi positif antara kapital sosial dan kinerja pemerintah daerah. Putnam menyimpulkan bahwa kapital sosial mempunyai peranan penting dalam penciptaan pemerintahan daerah yang responsif dan efisien yang ditandai dengan adanya masyarakat yang kuat dan dinamis [4]. Arus balik kekuasaan dari pusat ke daerah dalam kerangka desentralisasi tidak pelak mensyaratkan partisipasi lokal dalam pembangunan daerah dan kapital sosial merupakan kekuatan tidak terlihat yang dapat mendorong keberhasilan partisipasi lokal tersebut. Dengan demikian penting sekali bagi pemerintah daerah memahami ide kapital sosial dalam implementasi kebijakan-kebijakan di daerah dalam kerangka desentralisasi. Meskipun tidak ada suatu kesepakatan mengenai definisi umum bagi kapital sosial, terdapat suatu persamaan pandangan bahwa hubungan yang mutual, kepercayaan dan norma sosial lainnya mempunyai peranan penting dalam peningkatan kapital sosial. Selain hubungan formal dalam masyarakat dan bentuk formal dari kontak sosial seperti misalnya yang terjadi melalui organisasi
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
57
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 masyarakat, kelompok spiritual dan keagamaan, partai politik, klub olahraga dan lain sebagainya, hubungan sosial informal yang terjadi di masyarakat seperti interaksi sosial antara masyarakat dalam satu lingkungan, kelompok pertemanan dan kelompok informal lainnya juga merupakan komponen penting dari kapital sosial. Kunci yang paling menentukan dalam penguatan kapital sosial adalah interaksi yang intens antar warga masyarakat, dan disinilah peran ruang publik tampil ke muka.
Karena meskipun terbuka untuk umum, mall tetap menampilkan wajah yang privat dimana di dalamnya orang yang ada di sana cenderung berasal dari kalangan ekonomi tertentu [5]. Tidak adanya kontak dan interaksi sosial sebagai prasyarat bagi penguatan kapital sosial merupakan alasan utama mengapa ruang publik tidak dapat tergantikan oleh mall atau pusat perbelanjaan.
3. Kapital Sosial dan Ruang Publik
Desentralisasi mensyaratkan adanya masyarakat sipil yang dinamis dan kapital sosial dapat dikatakan sebagai bumbu utama dari pembentukan masyarakat sipil yang dinamis tersebut. Kebijakan desentralisasi oleh pembuat dan pelaksana kebijakan di daerah harus senantiasa diarahkan bagi penguatan kapital sosial demi terciptanya masyarakat sipil yang dinamis tersebut. Keberadaan ruang publik sebagai media penguatan kapital sosial harus disadari benar oleh pembuat kebijakan dan salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menjaga dan mengarahkan kebijakan tata ruang wilayah dan perencanaan kota untuk selalu menghormati arti penting ruang publik ini.
Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis dan bermakna [3]. Responsif dalam arti ruang publik harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Sementara demokratis berarti ruang publik seharusnya dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia. Dan terakhir bermakna yang berarti ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dunia luas, dan konteks sosial. Dengan karakteristik ruang publik sebagai tempat interaksi warga masyarakat, tidak diragukan lagi arti pentingnya dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kapital sosial. Namun sayangnya, arti penting keberadaan ruang-ruang publik tersebut di Indonesia lama kelamaan diabaikan oleh pembuat dan pelaksana kebijakan tata ruang wilayah sehingga ruang yang sangat penting ini lama-kelamaan semakin berkurang. Ruang-ruang publik tersebut yang selama ini menjadi tempat warga melakukan interaksi, baik sosial, politik maupun kebudayaan tanpa dipungut biaya, seperti lapangan olah raga, taman kota, arena wisata, arena kesenian, dan lain sebagainya lama-kelamaan menghilang digantikan oleh mall, pusat-pusat perbelanjaan, ruko-ruko dan ruang-ruang bersifat privat lainnya. Mall atau pusat-pusat perbelanjaan tidak akan pernah dapat benar-benar menjadi ruang publik meski dewasa ini tempat-tempat tersebut sering dijadikan sebagai lokasi bertemu, bertukar informasi, atau sekedar tempat rekreasi melepas kepenatan seusai menghadapi berbagai rutinitas pekerjaan.
4. Kesimpulan
Pustaka [1] Putnam, R.D. 1995, 'Bowling alone: America's declining social capital', Journal of Democracy 6:1, January 1995 pp65-78 [2] Hayami, Y, 1997, Development Economic: From the Poverty to the Wealth of Nations, Oxford: Clarendon Press. [3] Putnam, R.D., 1993, Making Democracy Work, Civic Traditions in Modern Italy, Princeton University Press, New Jersey. [4] Carr, S, 1992, Public Space, Van Nostrand Reinhold Company, New York. [5] Kusumawijaya, M, (2004) Tunggang Langgang. Jakarta
Jakarta
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
58
NASIONAL
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Peranan Komisi Pemberantas Korupsi dalam Memerangi Korupsi di Indonesia Azhar Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. JSPS Fellow, Graduate School of Law, Hokkaido University., Sapporo, Japan E-mail: aazhar_2000@yahoo.com
1. Pendahuluan Perang terhadap korupsi merupakan fokus yang sangat signifikan dalam suatu negara berdasarkan hukum, bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah satu unsur yang sangat penting dari penegakan hukum dalam suatu negara adalah perang terhadap korupsi, karena korupsi merupakan penyakit kanker yang imum, meluas, permanen dan merusak semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk perekonomian serta penataan ruang wilayah Di Indonesia Korupsi dikenal dengan istilah KKN singkatan dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Korupsi secara sederhana dapat diartikan sebagai â&#x20AC;&#x153;penggunaan fasiltas publik untuk kepentingan pribadi dengan cara melawan hukumâ&#x20AC;? [3]. Berdasakan laporan tahunan dari lembaga internasional ternama, Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang bermarkas di Hongkong, Indonesia adalah negara yang terkorup nomor tiga di dunia dalam hasil surveinya tahun 2001 bersama dengan Uganda. Indonesia juga terkorup nomor 4 pada tahun 2002 bersama dengan Kenya. Sedangkan Pada tahun 2005 PERC mengemukakan bahwa Indonesia masih menjadi negara terkorup di dunia [12]. Transparansi Internasional menempatkan Indonesia sebagai negara sepuluh besar yang terkorup didunia dalam hasil surveynya (www.transparancy.org). Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama semenjak pemerintahan Suharto dari tahun 1965 hingga tahun 1997. Penyebab utamanya karena gaji pegawai negeri dibawah standar hidup sehari-hari dan sistem pengawasan yang lemah. Secara sistematik
telah diciptakan suatu kondisi, baik disadari atau tidak dimana gaji satu bulan hanya cukup untuk satu atau dua minggu. Disamping lemahnya sistem pengawasan yang ada memberi kesempatan untuk melakukan korupsi. Sehingga hal ini mendorong para pegawai negeri untuk mencari tambahan dengan memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi walau dengan cara melawan hukum Selain itu, sistem peradilan pidana Indonesia tidak berjalan efektif untuk memerangi korupsi. Sehingga pelaku korupsi terbebas dari jeratan hukum. Menurut Bank dunia bahwa korupsi di Indonesia terjadi dimana-mana diberbagai level golongan pegawai negeri sipil, tentara, polisi dan politisi bahkan sudah melanda kelembagaan seperti Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya bertugas untuk memberantas korupsi [8]. Kejadian tersebut di atas menyebabkan protes dan penolakan dari masyarakat luas terhadap pemerintahan Suharto maupun para penggantinya. Adanya korupsi dimana-mana dan timbulnya perasaan jengkel karena keadilan yang dinantikan masyarakat tak kunjung tiba, ditambah lagi keadaan ekonomi rakyat kian parah. Indonesia Corruption Watch mengemukakan bahwa hal tersebut di atas menghasilkan krisis ekonomi di Indonesia yang berujung dengan kejatuhan rezim Suharto. Reformasi nasional tahun 1998 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Suharto pada bulan Mei 1998 tidak serta merta mengeliminasi korupsi. Walaupun Presiden berikutnya setelah era Suharto berjanji untuk memerangi korupsi tetapi hanya sedikit sekali kemajuan yang dicapai untuk memerangi korupsi. Bahkan para presiden penganti Suharto telah tercemari skandal korupsi seperti pengumpulan dana politik secara melawan hukum. Banyak para pejabat negara telah terlibat dalam skandal korupsi termasuk para pejabat tinggi negara, petinggi
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
59
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Golkar, anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) [43]. Dalam kampanye pemilihan Presiden pada tahun 2004 yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusung dan berjanji untuk memerangi korupsi sebagai tujuan utamanya. Jawaban untuk memerangi korupsi merupakan harapan seluruh bangsa Indonesia minus koruptor. Hal inilah yang menarik pemilih untuk memilihnya dan berhasil mengalahkan Megawati Sebelumnya telah di bentuk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk memerangi korupsi sekaligus untuk menjawab tantangan ketidak berdayaan sistem peradilan pidana di Indonesia. KPK secara resmi dibentuk dengan adanya UU. Nomor 30 tahun 2002 dan setelah terpilihnya pimpinan dan Ketua KPK pada tanggal 16 Desember 2003 [9]. Sebelum kita membahas peranan KPK dalam memerangi korupsi di Indonesia, kita akan bahas dulu kondisi pemerintahan di Indonesia 2. Pemerintahan Pemerintahan yang baik adalah suatu pemerintahan yang berdasarkan hukum, meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas terhadap pelayanan pada masyarakat dan memerangi korupsi [2]. Pemerintahan yang baik masih merupakan suatu impian di Indonesia. Kita dapat lihat bagaimana buruknya pelayanan umum di Indonesia. Masyarakat luas dan bahkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono sendiri sepulang dari Malaysia mengaku malu dan dipermalukan disuatu forum di Kuala Lumpur karena seorang investor dari Thailand mengeluhkan aparat imigrasi Indonesia mencar-cari masalah ketika dia akan berkunjung ke Indonesia. Belum lagi Pejuang devisa (TKI danTKW) Indonesia yang berada didalam dan diluar negeri diperas dan diperdagangkan oleh aparat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta aparat Imigrasi [16]. Awal tahun 2006, terbongkarnya kasus pembobolan uang negara sebanyak Rp 150 milyar yang dilakukan pengusaha dengan cara memalsukan dokumen ekpor/faktur bekerjasama dengan Faisal Siregar, Kepala Kantor dan empat pejabat di Kantor Pelayanan Pajak dan aparat bea cukai mencairkan restitusi pajak [24]. Hal ini telah mereka lakukan puluhan tahun yang lalu
Nampaknya warisan kebobrokan dari pemerintahan Suharto masih dan mangkin akan terus berlanjut di Indonesia. Walaupun ada juga sisi positipnya pada waktu pemerintahan Suharto seperti stabilitas dan keamanan tetap terjamin pada waktu itu, tidak ada kelangkaan dan kenaikan BBM yang membuat masyarakat sekarat. Selanjutnya, kita akan membahas beberapa institusi pemerintah yang mempunyai peran penting dan tanggung jawab penuh untuk memerangi korupsi seperti Peradilan, Kepolisian, Kejaksaan, Partai Politik dan DPR/Parlemen. 2.1. Peradilan Sistem peradilan di Indonesia adalah salah satu lembaga yang terkorup yang dikenal dengan mafia peradilannya. Jadi lembaga negara ini tidak bisa diharapkan untuk memerangi korupsi. Jual beli perkara terhadap putusan telah terjadi di berbagai tingkat seperti Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT) dan bahkan terhadap benteng utama dan terakhir penjaga keadilan yaitu Mahkamah Agung (MA). Memahami kebusukan yang terjadi di peradilan, maka pada tanggal 20 Desember Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan reformasi peradilan di MA. Acara ini dihadiri oleh seluruh unsur pimpinan MA, hakim agung, seluruh ketua pengadilan tingkat pertama, banding, pejabat tinggi lainnya dan wakil dari negara sahabat. Belum lagi hilang dari ingatan gong reformasi peradilan dicanangkan, terjadi pemerasan yang dilakukan oleh Mathius B Situru, Panitia Pengganti di PN Jakarta Pusat dengan cara memperlambat pemberian salinan putusan dan meminta uang agar salinan baru bisa diberikan [26]. Kemudian, Jammes Darsan Tony dan komplotannya (Peneliti di Litbang dan staf di MA) sedangkan penitera pengganti dan hakim PN Jakarta Selatan memeras saksi dalam kasus korupsi P.T. Jamsostek [22],[25]. Kasus ini menyebabkan ditetapkan tersangka dan ditahannya panitera pengganti, Andrian Jimmy Lumanauw dan Hakim Herman Alossitandi, Ketua Majelis Hakim perkar P.T. Jamsostek [38]. Sebelumnya, penangkapan advokat Syafiudin Popon, Ramdhan Rizal dan M. Sholeh, dua panitera PT Jakarta [23]. Kasus Probo Sutedjo yang melibatkan uang miliyaran rupiah dengan tersangka pengacara Harini Wijoso, pagawai MA, jaksa, hakim bahkan melibatkan Hakim Agung [18]. Belum
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
60
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
lagi banyaknya kasus illegal loging dan hutang terhadap negara yang dikalahkan oleh pengadilan. Nampaknya transaksi uang dalam dunia peradilan menunjukkan bahwa mafia peradilan memperdagangkan hukum dan kewenangan adalah realitas yang tak perlu dibantah lagi. Hal tersebut membuat masyarakat curiga dan tidak menghormati lembaga peradilan. Sulit untuk membuat masyarakat percaya bahwa peradilan adalah tempat untuk mencari keadilan dan tidak memihak. Kalau kita lihat fakta-fakta dan khususnya terhadap korupsi yang dilakukan oleh mantan presiden Suharto, keluarga, para pejabat seperti mantan Jaksa Agung M Rachman, Ketua DPD Ginanjar Kartasasmita, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) seperti Syamsul Nursalim, Samadikun Hartono, Agus Anwar, Bambang Sutrisno, Andrian Kiki Ariawan, Eko Adi putranto, Sherny Konjongiang, David Nusa Wijaya, Sudjiono Timan dan Prayogo Pangestu. Disadari bahwa gaji para hakim pada umumnya rendah dibanding dengan kekuasaan yang mereka miliki. Sebagai contoh seorang yang baru diterima sebagai hakim hanya menerima gaji lebih kurang dua juta rupiah. Namun, dari awal yang bersangkutan memulai karir sebagai hakim, mereka didorong untuk melakukan praktek korupsi karena harus bermodal dulu untuk menjadi hakim. Bukan rahasia umum bahwa untuk diterima menjadi hakim, mereka harus memberikan uang sogokan yang besar. Bahkan dalam seleksi hakim agung pun telah beredar kabar isu suap dikalangan DPR [17]. Begitu juga halnya dengan Kejaksaan, merupakan lembaga yang sering mendapat tudingan yang sama. Disamping itu dalam hal penganan beberapa kasus Kejaksaan Agung cenderung bertindak diskriminatif, seperti Kasus Dana Abadi Umat (DAU) hanya difokuskan kepada Said Agil Husin Al Munawar (mantan Menteri Agama) diputus 5 tahun oleh pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) [40], Taufik Kami (Direktur Jenderal di Departeman Agama) dan empat auditor Badan Pemeriklasaan Keuangan (BPK) [27]. Sedangkan dalam sidang dan surat dakwaan terungkap aliran dana kepada Sekretaris Jenderal BPK, membiayai anggota Komisi VI DPR untuk memantau penyelenggaraan haji, dan pendidikan hakim agama ke Mesir tidak diusut sama sekali Berbagai reformasi telah dilakukan untuk memperbaiki sistem peradilan. Telah beberapa hal yang dilakukan untuk
mereformasi MA dan pengadilan di Jakarta dengan berbagai mutasi. Bahkan mantan Presiden Gus Dur (1999-2001), walaupun ditentang oleh DPR pada saat itu atas calon yang diusulkan untuk Ketua dan Wakil ketua MA. Reformasi di MA dengan menggantikan separuh hakim karir dengan profesional yang bersih dari korupsi [34] Untuk mengatasi masalah tersebut diatas dalam rangka mengawasi perilaku para hakim telah dibentuk Komisi Yudisial (KY) pada tanggal 8 Juni 2005 berdasarkan Undangundang Nomor 22 tahun 2004 tentang KY. Para hakim mulai diawasi oleh KY semenjak Presiden melantik tujuh anggotanya pada tanggal 2 Agustus 2005. Menurut KY bahwa kinerja para hakim masih berada pada level yang rendah [20]. Hal ini berdasarkan jumlah laporan masyarakat yang telah mencapai 400 laporan semenjak Komisi Judisial bekerja lebih kuran 3 hingga 4 bulan. Dari jumlah tersebut 37 laporan telah selesai diperiksa dan sebagaian besar telah menghasilkan rekomendasi tentang adanya pelanggaran kode etik oleh para hakim. Namun, laporan dari KY belum diperhatikan oleh MA [30]. KY juga mengusulkan untuk melakukan seleksi ulang terhadap 49 hakim agung yang ada di MA. Karena Menurut Busyro Muqodas, Ketua Mahkamah Yudisial bahwa MA merupakan puncak dari peradilan di Indonesia, sementara kasus-kasus suap yang terjadi di MA merupakan representasi dari lemahnya manajemen serta kepemimpinan di MA [21]. Nampaknya, usulan seleksi ulang hakim agung mendapat tanggapan positip dari presiden Susilo Bambang Yuoyono, bahkan telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk men-drive tentang usulan dari KY. Praktisi hukum, Adnan Buyung Nasution ikut mendukung usulan KY tersebut. Usulan KY merupakan revolusi besar di badan peradilan dan didukung oleh politisi dari Ketua DPR, Fraksi PDI-P, Partai Keadilan Sejahtera. Namun, usulan seleksi ulang hakim agung tersebut ditentang keras oleh Ikatan Hakim Indonesia dengan alasan pelecehan terhadap 49 hakim agung dan anggota DPR yang menyeleksi mereka. Penolakan seleksi ulang ini menimbulkan kecaman dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Pada saat bersamaan Wakil Ketua DPR, Zainal Maâ&#x20AC;&#x2122;arif menyarakan sebaiknya Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (PERPU) sebagai dasar untuk menyeleksi ulang 49 hakim agung [31].
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
61
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Kondisi peradilan di Indonesia betul-betul hancur dan pada titik yang paling rendah dan tidak bisa diharapkan oleh masyarakat yang ingin mencari keadilan. Ini berarti negara hukum di Indonesia hanyalah ilusi belaka, bilamana lembaga peradilan tidak dibenahi. Praktik korupsi dan mafia peradilan di Indonesia sudah dalam kondidsi yang darurat. Untuk membersihkan peradilan harus dilakukan dengan cara yang luar bisa seperti dengan PERPU untuk menyeleksi ulang hakim agung di MA. Pemberantasan teroris yang hanya menimbulkan korban 180 dilakukan dengan PERPU, maka koruptor juga perlu diatasi dengan PERPU, karena koruptor di peradilan telah meluluh lantakan citra negara hukum, memiskinkan rakyat dan menghancurkan perekonomian bangsa. Belum selesai gonjang ganjing usulan Komisi untuk menguji ulang Hakim Agung, terbongkar bahwa secara diam-diam, Bagir Manan, Ketua MA dengan SK Nomor KMA/119/SK/VI/2005 pada 20 Juni 2005, memperpanjang usia pensiun dirinya dan sembilan Hakim Agung (Susanti Adi Nugroho, Titiek Nurmala Siagian, M Bahaudin Qoudry, Parman Suparman, Kaimuddin Salle, Iskandar Kamil, Sudarno, dan German Hoediarto). Hal ini mengundang kritik dari berbagai pihak, baik dari lembaga swadaya masyarakat maupun akdemisi. Karena dalam Pasal 13 Undang-undang No 22 tahun 2004 tetang KY diatur, bahwa kewenangan KY adalah mengusulkan Hakim Agung. Selanjutnya Pasal 14 menyatakan “Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung, MA menyampaikan kepada KY daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat enam bulan sebelum berkahirnya masa jabatan tersebut.” Disamping itu dalam pertimbangan perpanjangan pensiun disebut para hakim yang diperpanjang mempunyai “prestasi kerja yang luar bisa.” Sebaiknya di uji ulang para Hakim Agung dan diganti ketua maupun wakil ketuanya. Lagi-lagi masyarakat Indonesia dikejutkan dan dikecewakan dengan putusan Hakim PN Jakarta Selatan yang memvonis bebas mantan Direksi Bank Mandiri, ECW Neloe, Iwayan Pugeg dan Sholeh Taspiran [29], yang kemudian diikuti dengan vonis bebas direksi PT CGN, yakni Edyson, Saiful Anwar, dan Diman Ponijan. Ada perkembangan terakhir menarik terhadap Tipikor yang dilantik Presiden pada bulan Juli 2004 berdasarkan UU. No 30 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor membuat gentar dan menciutkan nyali para pelaku korupsi. Beberapa terdakwa korupsi yang mencoba mencari keadilan ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi justru mendapatkan hukuman lebih berat. Sebagai contoh Abdullah Puteh, mantan Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, pada pengadilan tingkat pertama dihukum 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan serta membayar ganti rugi Rp3.687 miliar. Pada putusan banding menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dan menyebabkan tertangkap tangan Tengku Safiudin Popon, salah seorang pengacaranya dan panitera PT DKI Jakarta Ramadhan Rizal, beserta uang suap Rp250 juta. MA menjatuhkan hukuman 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan serta uang pengganti sebesar Rp 6.654 miliar. Apabila tidak dilaksanakan Jaksa penuntut umum diperintahkan menyita harta benda Puteh. Nasib yang sama dialami juga oleh Muhammad Harun Let Leta, mantan Kepala Bagian Keuangan Dirjen Hubungan Laut dan Tarsisius Walla, mantan Sekretaris Dirjen Perhubungan laut Fenomena baru ini menyebabkan terpidana korupsi yang kasusnya ditangani KPK kecut dan gentar untuk mengajukan banding terhadap vonis pengadilan Tipikor. Sehingga Mulyana W Kusuma yang telah memasukkan memori banding mengurungkan niatnya dan mencabut memori banding dari PN Jakarta Pusat. Sikap ini pun diikuti oleh Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU, Susongko Suhardjo, Pelaksana Harian Sekretaris Jenderal KPU. Hal ini dilain pihak dapat mendorong membangun keyakinan pencari keadilan, yang percaya bahwa putusan di Pengadilan Tipikor memenuhi rasa keadilan dan kinerja pengadilan korupsi baik. Tapi bukan berarti gejala ini menandai hilangnya mafia peradilan secara keseluruhan. Untuk itu diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk terus memberikan perhatian dan pengawasan pada Pengadilan Tipikor dan peradilan pada umumnya 2.2. Kepolisian Selama ini kepolisian berada dalam angkatan bersenjata, namun telah mandiri semenjak tahun 2000, dalam rangka untuk memperkuat fungsi menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat. Seperti peradilan, kepolisian mengalami krisis kepercayaan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
62
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
dimata masyarakat. Korupsi yang berkembang dilembaga kepolisian dari hal yang terkecil seperti pengurusan Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan, pelanggaran lalu lintas, hingga illegal logging, perjudian, pencurian, bisnis narkoba dan obat bius, penjambretan, perampokan, penyelundupan pasir timah, BBM, kendaraan bermotor sudah biasa dilakukan oleh aparat kepolisian dari pangkat yang paling rendah hingga pangkat yang tinggi. Masyarakat yang mengalami tindak kejahatan memilih untuk tidak melaporkan ke polisi karena adanya rasa takut dari masyarakat disebabkan prosesnya berbelit-belit, makan waktu dan bisa jadi megalami pemerasan oleh polisi Hal tersebut terjadi dilingkungan kepolisian karena para polisi yang melakukan tindak kriminal bisa berkelit dan tidak ada suatu lembaga yang mengawasi para polisi. Dengan demikian, seperti peradilan kepolisian bukanlah merupakan lembaga yang bisa diharapkan untuk memerangi korupsi karena di dalam lembaga kepolisian sendiri penuh dengan korupsi. Bahkan pada kenyataannya banyak aparat kepolisian yang terlibat dalam perjudian illegal, premanisme dan pelacuran di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi yang tidak kondusif di lingkungan kepolisian di atas mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil langkah mengganti pucuk pimpinan kepolisian, disamping karena dituntut untuk mengatasi masalah kelangkaan BBM dikarenakan ulah penyelundup, penimbun dan pengoblos [36]. Kelangkaan BBM sudah pada tingkat meresahkan masyarakat dan membuat masyarakat panik. Kemudian, Presiden dalam pidato pelantikan Jenderal Sutanto sebagai Kapolri baru menekankan tugas polisi untuk memerangi korupsi, perjudian, kejahatan jalanan serta menyelesaikan masalah-masalah didaerah. Kapolri Sutanto dalam paparannya di depan DPR mengakui wajah Polri masih jauh dari harapan masyarakat. Bahkan dia menegaskan bahwa aparat penegak keamanan yang berwatak sipil yang melindungi, mengayomi, dan melayani masyakat masih sebatas cita-cita. Dia juga menambahkan bahwa dimata masyarakat sosok polisi masih tampil arogan, senang menggunakan kekerasan, diskriminatif, tidak responsif, dan belum profesional [14]. Sehari setelah pelantikannya, dia memerintahkan jajarannya untuk melakukan razia dan penutupan
tempat-tempat perjudian dan peredaran gelap narkoba. Di bawah kepemimpinan Jenderal Sutanto, David Nusa Widjaya, terpidana delapan tahun dalam kasus pembobolan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melarikan diri ditangkap Tim Pemburu Koruptor di San Fransisco, Amerika [39]. Teroris bisa ditumpas dengan tertembaknya tokoh utama teroris Indonesia Dr. Azhari dan tertangkapnya beberapa anggota teroris. Kemudian perjudian kian menyusut di masyarakat. Begitu juga dengan premanisme kian berkurang karena sikap tegas pucuk pimpinan kepolisian. Pemberantasan Narkoba melaju dengan luar biasa dengan tertangkapnya para produsen dan tempat pembuatan narkoba di beberapa kota di Indonesia. Selanjutnya penindakan perwira dilingkungan aparat kepolisian yang nakal mampu menyentuh perwira tinggi. Dalam waktu tidak terlalu lama Kapolri melakukan pergantian terhadap pejabat Polri yang diduga bermasalah yaitu Kapolwil Bogor, Kombes Bambang Wasgito, Kombes Ciptono dan Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisari Jenderal Binarto yang diduga memberi perintah kepada Komisari Besar Toni Suhartono Kasat Polairud Polda Jatim dalam kasus pelepasan kapal tongkan pengangkut 100 ton solar selundupan [32]. Kasus yang terbaru yang terjadi yaitu keterlibatan beberapa Jenderal Markas Besar Kepolisian dalam kasus penyidikan BNI. Karena tersangka kasus pembobolan BNI seebanyak Rp1.7 triliun menyebutkan adanya tiga jenderal yang terlibat [4]. Sehingga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahannya Komisari Jenderal Suyitno Landung, mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Kabareskrim Mabes POLRI), Brigadir Jenderal Samuel Ismoko, mantan Direktur Ekonomis Khusus pada Bareskrim Mabes Polri, Komisari polisi Irman Santoso, mantan Kanit II Perbankan Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim dan 16 penyidik di Mabes Polri yang terlibat [5]. Namun, hal tersebut tidak membuat jera para polisi untuk melakukan penyimpangan dimana satu perwira pertama dan dua bintara Polisi Sektor Setiabudi Jakarta menggelapkan barang bukti sebesar 100.000 (seratus ribu) US dolar juta dari kasus yang ditanganinya, membuat geger Polisi Daerah Metro Jaya, dan polisinya sudah diproses [24]
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
63
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Walaupun demikian terobosan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap debitor nakal BLBI tanpa melalui proses hukum akan menjadi preseden buruk bagi koruptor lain. Alasan pemerintah dengan mengatakan mereka debitor kooperatif tidak bisa diterima dengan akal sehat, karena mereka melarikan uang bertahun-tahun keluar negeri dan menyebakan krisis ekonomi tahun 1998. Kedatangan ketiga debitor bernama James Januardi, Ulung Bursa dan Lukman Astanto yang mewakili Atang Latief ke Istana Presiden yang diakui oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia merupakan tanggung jawabnya menimbulkan banyak kecurigaan dan tanda tanya [40]. Menurut mantan Ketua MPR Amien Rais, dulu waktu Tommy Soeharto bertemu Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) di Hotel Borobudur saja, orang gempar. Padahal pertemuan di tempat netral. Bayangkan, sekarang tiga konglomerat hitam masuk ke pusat kekuasaan. Artinya, ada orang-orang yang menjadi fasilitator [28]. Pihak kepolisian sangat diskriminatif dalam menangani perkara korupsi. Karena koruptor kasus kecil langsung diproses hukum. Tapi, yang merugikan negara hingga triliunan rupiah bisa dimaklumi dengan alasan ada niat mengembalikan uang ke kas negara. Kalau yang kasusnya besar sampai triliunan, niat mengembalikan dulu baru proses hukum. Tapi, yang kecil-kecil langsung diproses hukum. Dengan kedatangan ketiga pengemplang BLBI yang diantar oleh pejabat Kepolisian yang berbintang itu bisa merusak citra lembaga kepresidenan. Alasan yang diberikan Jaksa Agung bahwa mekanisme penyelesaian perkara BLBI sudah jelas karena ditangani oleh tiga Presiden dan Presiden Yudhoyono hanya melanjutkan saja kebijakan yanga ada bahwa mereka yang kooperatif memperoleh Surat Keterangan Lunas (SKL) dan selanjutnya Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), adalah sangat bertententangan dengan azas hukum pidana bahwa pengembalian dana BLBI tidak menghapuskan perbuatan pidana oleh pelaku BLBI. Sebaliknya tindakan dan keberanian Jenderal Sutanto membersihkan institusi kepolisian dari pelaku korupsi sebelum menata perilaku masyarakat, merupakan suatu tindakan nyata yang patut didukung oleh segenap masyarakat yang telah lama mengimpi-impikan mempunyai aparat penegak keamanan yang berwatak sipil yang
melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Hal ini ternyata membawa angin segar dalam merebut kembali citra institusi yang dipimpinnya. Diharapakan pembenahan di kepolisian terus membersihkan, memperbaiki diri dan meningkatkan peningkatan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Usaha untuk membangun Kepala Polisi Republik Indonesia menjadi institusi penegak keamanan yang berwatak sipil, melindungi, mengayomi, dan melayani masayarakat menjadi pudar setelah terbongkarnya kasus pengintelan yang dilakukan aparat intel Polisi Daerah Metro Jaya terhadap anggota DPR-RI dari Fraksi PKS dan Fraksi PDI-F yang ingin mengawasi proses impor beras yang dilakuakn oleh pemerintah dari negara Vietnam. Hal ini merupakan cara-cara yang keji dan kotor Orde Baru dalam melibas lawan politik. Sudah barang tentu melewati dan menyalahi tugas serta kewenangan dan juga penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang serius. Sayangnya penyelesaian masalah ini hanya Kombespol Sukamto Handoko, direktur Intelkam Polda Metro Jaya, dicopot dari jabatannya. Padahal seharusnya ada pihak yang lebih tinggi perlu dimintai pertanggung jawabannya [6]. 2.3. Partai Politik dan Parlemen Partai politik dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat pada umumnya. Pada zaman Suharto, partai politik dibatasi hanya tiga partai dimana GOLKAR yang mendominasi pemilihan umum dan partai lainnya hanya sebagai pelengkap atau peramai serta tidak mempunyai peran apaapa. Dengan adanya gelombang reformasi bulan Mei 1998, maka terjadilah perubahan yang revolusioner dalam bidang ketatanegaraan dan perubahan undangundang tentang partai politik. Hal ini memberikan kebebasan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum dan mendirikan partai politik. Tingginya harapan masyarakat terhadap peranan partai politik dan meningkatnya demokrasi dilengkapi dengan transparansi, negara hukum dan akuntabilitas. Sayangnya partai yang besar anggotanya masih didominasi oleh orang-orang yang karirnya dan besarnya dari dalam lingkungan orde baru. Mereka terdiri dari mantat birokrat, mantan pengurus GOLKAR, pensiunan militer
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
64
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
dan polisi begitu juga dalam bidang bisnis dan politik. Momen reformasi yang yang berhasil mendudukkan PDI-P menjadi mayoritas di parlemen dan Ketua Umumnya, Megawati berhasil menjadi Presiden Indonesia yang ke empat tidak dimanfaatkan secara optimal untuk memerangi korupsi. Bahkan Partai Golkar yang dulunya merupakan GOLKAR telah menjadi partai terbesar yang mendapak kursi di parlemen pada pelihan umum anggota DPR tahun 2004. Partai-partai besar sudah dikenal masyarakat luas terlibat dalam money politic dari pusat hingga ke daerah. Media massa maupun Indonesian Corruption Watch telah memberitakan bahwa mayoritas anggota DPR dari berbagai partai telah menerima suap dari lembaga pemerintah dan sektor swasta untuk menentukan atau memasukkan anggaran [35]. Lebih lanjut komisi tertentu di DPR yang berhubungan dengan anggaran dan pembangunan merupakan tempat basah yang bisa terjadinya transaksi suap untuk meluluskan anggaran. Masih ingat bahwa tiga anggota DPR RI dikenai sanksi oleh Badan Kehormatan (BK) DPR karena terlibat percaloan proyek dana bencana alam yang dianggarkan pemerintah tapi mereka hanya dikenakan sanksi ditarik oleh fraksinya dari anggota Panitia Anggaran DPR [15]. Pemborosan uang rakyat yang dilakukan 15 orang anggota DPR RI yaitu melakukan kunjungan mubazir ke mesir dengan kedok studi banding tentang perjudian mencengangkan rakyat karena diberbagai tempat rakyat Indonesia sedang ditimpa musibah gempa, Tsunami yang belum selesai penanggulannya dan shock karena kenaikan BBM yang lebih dari 100 persen [1]. Dalam hasil survei yang dilakukan Gallup International yang dilansir oleh Todung Mulya Lubis, Ketua Dewan Transparancy International Indonesia, dalam rangka memperingati hari anti korupsi bahwa partai politik merupakan lembaga terkorup sedangkan parlemen/DPR di Indonesia menjadi lembaga terkorup kedua bersama polisi dan bea cukai [19]. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak kalah bersaing dalam mengikuti jejak DPR RI mela kukan money politk dan korupsi. Bahkan beberapa DPRD bersama-sama dengan pemerintah daerah menjual aset pemerintah daerah ke pihak swasta dengan harga dibawa standar (Nilai Jual Objek Pajak) begitu juga korupsi berjemaah yang dilakukan
dalam menggunakan dana operasional [33]. Jual beli suara dalam pemilihan kepala daerah telah dilakukan dari dahulu. Namun, hal ini telah berubah semenjak diadakannya pemilihan langsung terhadap kepala daerah Pada kenyataannya partai politik, DPRD dan DPRRI lembaga negara yang paling sarat dengan korupsi dan money politic dibanding dengan institusi lainnya. Hal inipun diakui oleh Jusuf Kalla, Agung Laksono yang merasa malu bahwa dua lembaga yang dipimpinnya oleh hasil survei yang dilansir Transparancy Internasinal Indonesia dinyatakan lembaga terkorup rangking satu dan dua [5]. Untuk itu diperlukan perhatian khusus oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat yang punya akuntabilitas untukk terus mengawasi dan mencemati partai politik dan parlemen. 3. Peranan Komisi Pemberantas Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam melaksakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3 [41]). Tujuan dibentuknnya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dibentuk karena institusi (Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Partai Politik dan Parlemen) yang seharusnya mencegah korupsi tidak berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan secara professional, intensif, dan berkesinambungan. Karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional. Begitu parahnya maka korupsi di Indonesia sudah dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Cara penanganan korupsi harus dengan cara yang luar biasa. Untuk itulah dibentuk KPK yang mempunya wewenang luar biasa, sehingga kalangan hukum menyebutnya sebagai suatu lembaga super (super body) Awal pembentukan KPK dengan semangat yang tinggi untuk memberantas korupsi, namun beberapa bulan terbentuk nampaknya KPK dibiarkan untuk mati suri. Hal tersebut terjadi karena kesalahan pemerintah dan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
65
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
DPR pada waktu itu yang tidak serius memfasillitasi KPK untuk membangun infra struktur yang kuat. Hal ini terbukti dengan KPK tidak punya penyidik sendiri, tidak punya pegawai, tidak punya gedung yang representatif dan tidak punya peralatan serta infra struktur untuk bergerak cepat Dalam tahun pertama menjalankan peranannya sebagai ujung tobak memerangi korupsi, KPK menghadapi beberapa kendala yang klasik antara lain keterlambatan pencairan dana dari pemerintah. Hal ini mengundang kritik miring dari berbagai pihak seperti Munarman, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bahwa KPK hanya mencari-cari alasan apabila ditagih tentang kinerja pimpinan KPK. Dia juga menambahkan bahwa sulitnya memberantas korupsi karena pemerintah khususnya pejabat-pejabat yang berwenang dalam memberantas korupsi sama sekali tidak memiliki kemauan politik (political will). Selanjutnya Satya Arinanto, dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia mengatakan tidak ada upaya KPK dalam menjalankan peranannya memberantas korupsi bukan karena faktor keterlambatan dana, karena KPK juga dapat dana dari donor luar negeri maupun bantuan asistensi dari partnership. Tidak ada kinerja KPK karena semata-mata pemimpin KPK bukan orang yang terbaik [11]. Faktor lain yang menghambat adalah kosongnya posisi Sekretaris Jendera KPK hampir delapan bulan setelah dibentuk, sehingga mengganggu jalannya roda administrasi. Sebenarnya hal ini bisa ditanggulangi dengan mengangkat Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Karena hampir setengah setahun tidak menunjukkan kinerjanya maka KPK menuai keritik tajam dari pakar hukum Prof Dr. Achmad Ali, yang juga anggota Komisi Nasional HAM dan praktisi hukum Bambang Widjayanto mengatakan bahwa KPK lebih menempatkan diri seperti akademisi, dan menjadi institusi wacana yang terlalu mengada-ada [13]. Prof Dr. Andi Hamzah menekankan bahwa dalam enam bulan pertama KPK baru mau mencari apa yang harus dikerjakan [10]. Sebenarnya untuk melakukan peranannya KPK diberikan kewenangan yang luar biasa seperti yang diatur dalam Pasal 6 butir b, c, d dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [41]
bahwa lembaga ini dapat bertindak mulai dari: 1. mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak pidana korupsi; 2. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi 3. melakukan tindakan pencegahan korupsi 4. memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam menangani kasus KPK diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan proses dalam penuntutan. Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan yaitu tugas Kepolisian dan Kejaksaan yang selama ini tidak berdaya dalam memerangi korupsi Disamping itu KPK diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik (Pasal 8 Ayat (1) [41]). Selanjutnya KPK mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan apabila: 1. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditinjaklanjuti; 2. proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada kemajuan/berlarut-larut/ tetunda tanpa alasan yang bisa dipertanggung jawabkan; 3. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya; 4. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi; 5. Adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif atau legislatif; atau 6. keadaan lain yang menurut pertimbangnan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggung jawabkan. KPK juga diberi kerwenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang (Pasal 11 [41]): 1. melibatkan aparat pengak hukum, penyelengara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat pengak hukum dan penyelengara negara; 2. mendapat perhatian dan meresahkan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
66
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
masyarakat; dan/atau 3. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana luara biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak dimiliki instititusi lain yaitu: 1. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; 2. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian keluar negeri; 3. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa; 4. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait; 5. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait; 6. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; 7. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar negeri; 8. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. Melihat kewenangan KPK, maka tidak heran kalau kalangan hukum menyebutnya sebagai lembaga super (superbody). Disamping itu, peranan KPK melebihi dari Kepolisian dan Kejaksaan dimana Kepolisian dan Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SPPP) dalam perkara tindak pidana korupsi, sebaliknya berdasarkan Pasal 40 UU No 30/2002, KPK tidak berwenang mengeluarkan SPP untuk menghindari
adanya main mata antara tersangka dan aparat KPK. Dengan kewenangan yang super tersebut KPK mampu mengeliminasi korupsi secara konseptual dan sistematis. Masyarakat tidak mau tahu akan keluh kesah KPK bekait dengan kurangya personil maupun kesendirian KPK dalam menangani tindak pidana korupsi. KPK mulai memainkan perannya dengan mebawa mantan Abdullah Puteh, mantan Gubernur Nangroe Aceh Darussalam menjadi tersangka koruspsi pengadaan helikopter. Tahun 2005 merupakan kejutan dari pelaksanaan peran KPK dalamm memerangi korupsi yaitu berhasil menangkap Mulyana Wira Kusuma, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mencoba menyuap salah seorang auditor BPK. Kasus ini sekaligus mengungkap praktik korupsi di tubuh KPU yang menyeret Nazarudin Syamsudin, Ketua, Rusadi Kantaprawira anggota KPU dan Pejabat Sekreris Jenderal KPU serta stafnya. Dalam waktu tidak beberapa lama KPK menangkap pengacara Abdulah Puteh dan panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dilanjutkan denga tindakan KPK menangkap pengacara Probosutejo dan lima pegawai MA yang terlibat transaksi penerimaan uang suap sebanyak 6 miliar. Hal ini menyebabkan KPK menggeledah dan memeriksa tiga hakim agung, termasuk ketuanya Bagir Manan. Kemudian Suratno, direktur Administrasi dan Keuangan RRI dibawa kepengadilan begitu juga dengan rekanan RRI, Fahrani Husaini Lagi-lagi masyarakat dikejutkan dengan perlakuan diskriminasi KPK sewaktu memeriksa Bagir Manan karena tidak memanggil Bagir Manan di kantor KPK tapi malah datang kekantor dan diruangan Bagir Manan di MA. Hingga kini kasusnya tidak jelas dan terkesan menguap ditelan awan. Ketua KPK mengakui dalam kata sambutan memperingati dua tahun berdirinya lembaga tersebut bahwa perang terhadap korupsi yang dilakukannya bagaikan â&#x20AC;&#x153;kesunyian dan kesendirianâ&#x20AC;? karena tidak ada kemauan yang serius ditingkat kekuasaan, kecuali kepura-puraan belaka. Bahkan beberapa kasus di atas tanpa rasa malu tak jarang koruptor dilindungi dengan kekuasaan dan cara-cara invisible hand. Dia menegaskan bahwa ditengah upaya semu perang terhadap korupsi yang dilakukan KPK, semua jadi penonton baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tetap diam terpaku mesti satu persatu fakta dipertontonkan. Tidak ada satupun instansi yang mencoba memperbaiki sistemnya [37].
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
67
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
KPK tidak akan bisa melaksanakan perannya secara optimal bilamana tidak didukung oleh keinginan dan tindakan nyata pemerintah dalam penegakan hukum, terutama perang terhadap korupsi. Hal ini terlihat bahwa perombakan kabinet yang baru-baru ini dilakukan oleh presiden sama sekali tidak menyentuh sekali bidang penegakan hukum. Bukankah untuk sudah disindir oleh Prof Dr. Azyumardi Azra bahwa ikan membusuk dari kepala, jadi untuk memerangi korupsi mulailah dari pimpinan tertinggi di lembaga atau departemen tersebut. Selama itu tidak dilakukan maka perang terhadap korupsi tak ubahnya dengan berperang melawan angin dan hanya retorika semata-mata
5. Kesimpulan
kejatuhan beberapa presiden terdahulu karena masyarakat melihat bahwa perang melawan korupsi yang dicanangkan hanya retorika belaka/angin surga sehingga hilangnya simpati masyarakat yang mengimpikan negara yang bersih, pelayan umum yang baik dan terbebas dari praktek korupsi. Hal ini mengakibatkan pil pahit dan terasa sakit bagi presiden terdahulu. Akan kah pisang berbuah dua kali? Akan kah keledai akan terperosok pada lobang yang sama untuk kedua kali ? Jawabannya dapat kita lihat langkah nyata yang akan dilakukan oleh pucuk pimpinan negara tercinta ini. Daftar Pustaka [1] [2]
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa sistem peradilan pidana Indonesia dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan gagal total memerangi korupsi dan tidak dapat diharapkan untuk memerangi korupsi. Karena mereka justru terlibat dan terbuai oleh korupsi. Korupsi sudah merupakan penyakit yang kronis hampir di setiap institusi pemerintah hingga disebut dengan extra ordinary crime. Untuk itu diperlukan suatu lembaga yang super body memerangi korupsi di Indonesia. Namun, sayangnya lembaga super body yang ada seperti KPK tidak didukung oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif sehinga kesendirian dan kesepian. Instansi yang seharusnya memerangi korupsi hanya jadi penonton belaka dan tidak berusaha memperbaiki diri. Sedangka lembaga negara lainnya masih terus terbuai dengan korupsi Dalam melaksanakan perannya memerangi korupsi, KPK masih diskriminatif karena tidak adanya kemauan di tingkat kekuasaan, kecuali kepura-puraan. Bahkan tanpa rasa malu tak jarang koruptor dilindungi dengan kekuasaan dengan cara-cara invisible hand. Di samping, tidak adanya keinginan untuk memanfaatkan momen untuk memperbaiki sistem masing-masing instansi walaupun sudah dipertontonkan fakta demi fakta oleh KPK. Hal ini terbukti tidak dilakukannya pergantian pimpinan institusi di bidang penegakan hukum. Bukankah kita dapat melihat pergantian pucuk pimpinan Kepolisian berhasil memperbaiki kinerja, citra, pengayoman, perlindungan dan pelayanan masyarakat. Dari beberapa fakta sejarah
[3]
[4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17] [18] [19]
Antara, Desember 2005, www.antara.co.id Camdessus, Michel. 1999. Good Governance: The IMFâ&#x20AC;&#x2122;s Role. www.imf.org/ Hamilton-Hart, Natasha. 2001. Anti Corruption Startegies in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies 37 (1):65:82. Jawa Pos, 29 Desember 2005, www.jawapos.com Jawa Pos, 8 Januari 2006, www.jawapos.com Jawa Pos, 12 Februari 2006, www.jawapos.com Kompas, 5 Maret. 2003, www.kompas.com Kompas, 21 Oktober 2003, www.kompas.com Kompas, 17 Desember 2003, www.kompas.com Kompas, 7 Mei. 2004, www.kompas.com Kompas, 24 Mei 2004, www.kompas.com Kompas, 19 Maret, 2005, www.kompas.com Kompas, 29 April, 2005, www.kompas.com Kompas, 4 Juli 2005, www.kompas.com Kompas, 14 Desember, 2005, www.kompas.com Kompas, 15 desember 2005., www.kompas.com Kompas, 15 Desember 2005, www.kompas.com Kompas, 21 November 2005, www.kompas.com Kompas, 23 Desember 2005,
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
68
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
www.kompas.com [20] Kompas, 30 Desember 2005, www.kompas.com [21] Kompas, 4 Januari 2006, www.kompas.com [22] Kompas, 9 Januari 2006, www.kompas.com [23] Kompas, 11 Januari 2006, www.kompas.com [24] Kompas, 13 Januari 2006, www.kompas.com [25] Kompas, 16 Januari, 2006, www.kompas.com [26] Kompas, 18 Januari 2006, www.kompas.com [27] Kompas, 23 Januari 2006, www.kompas.com [28] Kompas, 14 Pebruari 2006, www.kompas.com [29] Kompas, 20 Pebruari 2006, www.kompas.com [30] Kompas, 30 Desember 2006, www.kompas.com [31] Media Indonesia, 10 Januari 2006,
www.mediaindo.co.id [32] Republika, 9 Desember 2005 [33] Sriwijaya Post, 3 Januari 2005, www.indomedia.com [34] StraitTimes, 26 Agustus 2000, www.straitstime.asial.com.sg/ [35] StraitTimes, 29 November 2001, www.straitstime.asial.com.sg/ [36] Suara Pembaharuan, 8 Juli 2005, www.suarapembaharuan.com [37] Suara Pembaharuan, 4 Januari 2006, www.suarapembaharuan.com [38] Suara Pembaharuan, 9 Januari 2006, www.suarapembaharuan.com [39] Suara Pembaharuan, 19 Januari 2006, www.suarapembaharuan.com [40] Suara Pembaharuan, 7 Februari 2006, www.suarapembaharuan.com [41] Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. [42] Undang-undang No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. [43] Tempo, 23-29 April, 2002
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
69
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
NASIONAL
Tes Berkualitas untuk PNS Berkualitas Ida Syafrida Harahap, SH.* Email: ida.harahap@transparansi.or.id Beberapa waktu lalu penulis sempat gusar melihat huru-hara dalam tes CPNS yang dilaksanakan secara serentak di seluruh belahan nusantara. Huru-hara di sini bukan menggambarkan keributan antara para CPNS, tetapi keruwetan, kesibukan, kehebohan dan beragam makna lain dapat menggambarkan semrawutnya sistem rekruitmen para calon abdi negara tersebut. Di awali dengan serentaknya open rekruitmen dari berbagai instansi pemerintah. Informasi ini dapat diakses di media massa, situs instansi terkait, di papan pengumuman masing-masing instansi, maupun hanya melalui mailing list yang merupakan sarana komunikasi praktis saat ini. Bagi mereka yang memiliki sanak famili di lingkungan instansi pemerintah tertentu, informasi lebih cepat diperoleh. Bahkan sebelum resmi disebarluaskan, mereka sudah menyiapkan berbagai berkas-berkas yang diperlukan. Selanjutnya kesibukan beralih di kantor disnaker, kepolisian dan rumah sakit negeri atau puskesmas. Karena para calon CPNS ini disyaratkan memiliki Kartu Kuning dari disnaker setempat, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), serta surat keterangan sehat dari dokter. Ada pula beberapa instansi yang mengharuskan para pelamar memiliki sertifikat komputer dan toefl (bahasa Inggris). Hasilnya dalam waktu singkat ribuan surat keterangan dikeluarkan dengan proses super cepat. Padahal di hari-hari biasa, kita harus bolak-balik untuk melengkapi kekurangan syarat yang diberikan di instansi pemberi surat keterangan tersebut. Bahkan sertifikat komputer dan toefl secara ‘’ajaib’’ dapat diperoleh dalam waktu satu hari, tanpa kursus. Kehebohan tidak berhenti di situ saja, karena setelah syarat data pribadi dilengkapi, maka lamaran harus di antar sendiri ke instansi terkait, setelah sebelumnya pelamar mengambil formulir yang harus dilengkapi. Antrian panjang pun mewarnai berbagai kantor pemerintahan. Tak sedikit kasus saling dorong, saling sikut, bahkan ada yang pingsan karena kekurangan oksigen. Copet pun turut
meramaikan sejarah proses rekruitmen CPNS 2006 tersebut. Sesaat perjuangan ratusan ribu pelamar berhenti, karena masih menunggu panggilan apakah pelamar lolos tes administrasi atau tidak. Jika tidak lolos, artinya besarnya biaya mereka untuk mengurus berbagai persyaratan tersebut harus diikhlaskan tanpa hasil. Dulu proses penantian ini sudah sarat akan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Namun sekarang, penulis yakin masih tetap mewarnai seleksi administrasi CPNS 2006. Jika lolos administrasi barulah perjuangan untuk meraih kemenangan sebagai CPNS berlanjut. Ada sebuah produk yang unik melalui sebuah iklan online, sebagai berikut: "HEBOH !! Sebuah Produk yang akan membantu para peserta Tes Seleksi Penerimaan CPNS Periode ini. E-Book Jurus Super CPNS adalah terobosan baru dalam mengerjakan soal-soal ujian CPNS dengan metode Cerdas dan Ringkas..." ........dengan harga Rp 44.000,00. Ada pula situs khusus yang mempromosikan tentang e-book soal-soal tes CPNS. Mirisnya, situs ini memberi iming-iming sebagai berikut: • Bayangkan bagaimana rasanya jika hal ini anda alami ! • Bayangkan jika anda jadi PNS maka Anda tidak usah repot-repot ingin mengikuti tes lagi (karena jadi PNS sudah cukup nyaman dan tentram) • Bayangkan jika anda jadi PNS maka masa depan anda lebih terjamin • Bayangkan jika anda jadi PNS maka anda tidak takut akan terkena PHK (Anda pernah dengar PNS di PHK?) • Bayangkan karir anda akan benarbenar terprogram dan terjamin • Bayangkan walaupun Anda tidak bekerja pun gaji tidak dipotong, pensiun tetap digaji, bahkan sudah
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
70
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 almarhum pun ahli waris masih berhak menerima hasil jerih payah anda. Tidak salah memang, karena kesalahan ada pada sistem birokrasi kita seperti yang dinyatakan dalam situs tersebut. Membaca iklan tersebut penulis bertanyatanya, bagaimana bisa produsen menawarkan soal-soal yang belum dikeluarkan oleh instansi pemerintahan. Kesimpulannya ada dua kemungkinan. Pertama, dari tahun ke tahun soal yang dikeluarkan sama, baik secara substansi maupun jenis soalnya. Kedua, iklan ini hanya bualan semata, cari untung, tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sebenarnya ada satu kemungkinan lagi, tetapi rasanya ini seharusnya berlaku hanya untuk masa lalu, yaitu soal sudah bocor, karena ada jual beli soal dari oknum PNS yang mengetahui tentang soal tersebut. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, siapapun yang pernah tes CPNS pasti sudah bisa menggambarkan isi soal tes tersebut. Jumlahnya banyak, dikerjakan dalam waktu yang singkat, tetapi secara kualitas tidak ada korelasinya dengan tugas dari seorang PNS dikemudian hari. Untuk soal psikotest pun menurut penulis kualitasnya masih sangat rendah untuk ukuran calon PNS. Untuk kemungkinan kedua, maka pemasang iklan yang harus di mintai pertanggungjawabannya. Tapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Kemungkinan ketiga rasanya lebih masuk akal, karena KKN di negeri ini masih sangat kasat mata. Oknum pemerintah tidak malu-malu lagi untuk membisnikan rahasia negara. Tetapi sekali lagi, ini hanya kemungkinan dalam kacamata penulis. Gambaran hari H tes CPNS sudah penulis lukiskan di awal tulisan ini. Semrawut, tidak tertata, seakan tidak ada konsep untuk pelaksanaan tes ini. Panitia tidak memperhitungkan, dengan peserta yang berjumlah ratusan ribu, tentu harus tersedia sarana dan prasarana yang menunjang. Untuk waktu tes selama kurang lebih lima jam, seharusnya standar tempat pelaksanaan tes harus lebih manusiawi. Namun yang terjadi adalah, calon CPNS dibiarkan mengerjakan soal di bawah terik matahari, dengan posisi duduk yang sangat tidak nyaman. Hal ini tentu akan mengganggu konsentrasi untuk mengerjakan soal. Banyak peserta tes yang pingsan, sesak nafas, pusing dan yang pasti kepanasan. Untuk peserta di kota besar
umumnya memang memilki fasilitas ruang yang lebih memadai untuk manampung semua peserta tes. Bahkan ruangannya pun ber AC. Sehingga kondisi semrawut tersebut lebih banyak dialami di daerah yang memiliki sedikit gedung mewah. Seharusnya untuk melaksanakan sebuah program yang besar dan berdampak untuk jangka panjang, pemerintah sudah memiliki konsep dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Harus ada upaya preventif jika terdapat kesalahan dalam penerapan konsep. Namun jika melihat kejadian minggu lalu, dapat dipastikan panitia penyelenggara tidak memiliki konsep tes CPNS yang jelas dan berkualitas. Jika ditarik lebih luas, maka rekruitmen CPNS merupakan salah satu harapan baru terbentuknya sebuah sistem birokrasi yang jauh lebih baik dari pada saat ini. Secara kuantitas sudah teruji, bahwa PNS di Indonesia sangat lebih dari kata banyak. Dengan perbandingan antara SDM yang ada terhadap kinerja yang selama ini tampak, maka hasilnya adalah minus. Rekruitmen tahun ini memang memberi prioritas untuk karyawan honorer yang selama ini telah mengabdi di instansi pemerintahan. Namun panitia tetap memberi kesempatan pada banyak orang untuk mengikuti tes. Sehingga diperlukan reformasi dari berbagai sistem rekruitmen yang telah diterapkan. Pertama, jika pengumuman bisa dilakukan secara online, maka untuk efektifitas sistem, pengiriman data pribadi dapat dilakukan melalui email, berdasarkan standar form yang ada di masing-masing instansi. Untuk surat lamaran dengan tulis tangan dan bermaterai, rasanya bukan lagi syarat yang memiliki urgensi. Jika untuk kepastian hukum, maka surat pernyataan dapat diberikan pada saat pelamar memasuki tahap wawancara. Demikian halnya dengan syarat-syarat ijasah maupun keterangan lainnya. Hal ini juga akan meringankan beban panitia yang harus memeriksa semua berkas yang jumlahnya jutaan lembar. Padahal dari banyak rumor yang bisa dipercaya, subjektivitas tetap berperan dalam seleksi administrasi tersebut. Bahkan dari photo saja, seseorang dapat kehilangan kesempatan untuk menjadi calon CPNS. Kedua, panggilan calon CPNS dapat melalui email, telepon dan surat, bahkan sms, yang sebelumnya dinformasikan kepada
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
71
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 pelamar, tanpa memberatkan pelamar. Model seperti ini akan mengurangi pos anggaran untuk pengiriman surat panggilan, yang seringkali disalahgunakan. Pemanggilan ini juga disertai dengan memberikan nomor ujian serta informasi lain yang mengenai tes CPNS. Sehingga calon CPNS tidak perlu lagi berdesak-desakkan untuk mengambil nomor tes. Ketiga, soal tes harus disesuaikan dengan kualifikasi pekerjaan dan dasar keilmuwan masing-masing pelamar. Selain itu harus ada standar soal yang layak diberikan bagi seorang calon penyelenggara negara. Soal harus berkualitas dan bermanfaat bagi calon dikemudian hari, pada saat dia bekerja di instansi terkait. Jenis soal boleh sama dari tahun ke tahun, tetapi tidak dengan substansi yang sama. Keempat, pelaksanaan tes rasanya tidak efektif jika dilakukan secara serentak, dalam waktu lima jam non stop. Serentaknya pelaksanaan ini dulunya untuk menghindari satu orang melamar pada beberapa instansi pemerintahan. Kemudian dengan tes secara serentak diharapkan dapat mengurangi calocalo dari okmum PNS yang melakukan jual beli kursi di instansi mereka. Namun kenyataannya, tidak sedikit pelamar yang menggunakan joki. Sehingga di saat yang bersamaan mereka dapat mengerjakan soal di tempat lain untuk instansi yang berbeda. Jika orang yang bermodal, maka dia bisa mnggunakan beberapa joki sehingga tes CPNS layaknya sistem perjudian baru. Di sini tidak lolos, bisa jadi di lain tempat diterima. KKN ternyata tetap marak, meskipun tes dilaksanakan secara serentak. Karena bejat tetap saja bejat. Pasti ada celah di mana sistem tidak mampu melacak adanya indikasi korup. Terlebih jika konsep yang ada tidak
didasarkan pada reformasi sistem secara koheren. Tawaran penulis, tes dapat dilakukan dalam kurun waktu satu sampai dengan dua minggu secara bergantian. Hal ini guna mensiasati kekurangan sarana dan prasarana. Di samping itu sistem ini akan mengurangi anggaran untuk pengawas tes CPNS. Karena sekali lagi, ini merupakan celah untuk terjadi korupsi di instansi terkait. Untuk mencegah seseorang melamar di dua tempat sekaligus, maka sistem pendaftaran dilakukan secara on line, sehingga akan mudah bagi panitia untuk melakukan pengecekan nama pelamar. Jika ada suatu daerah yang tidak memiliki jaringan internet, maka pelamar dimungkinkan untuk menyerahkan atau mengirimkan lamaran. Kemudian instansi terkait bertanggungjawab untuk memasukkan data pelamar ke dalam standar form yang ada. Tes CPNS harus memiliki tujuan sebagai proses penjaringan para calon penyelenggara negara yang memilki integritas dan kualitas yang unggul, melalui proses rekruitmen yang transparan dan akuntabel. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, masyarakat harus dilibatkan sebagai pengawas eksternal mulai dari proses pengumuman lowongan, hingga pada tahap akhir tes. Keterlibatan masyarakat diharapkan mampu mengeliminir terjadinya praktek KKN yang seringkali mewarnai hari-hari seleksi CPNS. Konsep yang berkualitas dari para penyelenggara seleksi CPNS, akan melahirkan PNS yang berkualitas. Hasilnya, bangsa kita akan bebas dari aparat pemerintahan yang tidak memiliki etika.
* Penulis adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
72
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
NASIONAL
Perlunya Keterpaduan Pemerintah dan Masyarakat Mengatasi Kepunahan Tumbuhan Endemik di Indonesia Sudarmono Pusat Konservasi Tumbuhan Ex situ-Kebun Raya Bogor-LIPI Mahasiswa Program Doktor di Kebun Raya, Universitas Osaka City, Osaka, Jepang E-mail: s_darmono@yahoo.com 1. Pendahuluan Akhir-akhir ini hampir setiap hari pada beberapa surat kabar selalu dengan judul kerusakan hutan atau hutan di Indonesia punah, bahkan Hutan Sumatra tahun 2005 habis [5], 15 tahun lagi Hutan di Indonesia punah [4], Hutan Kalimantan rusak dalam 10 tahun [7], Kerusakan hutan di Papua terparah di Indonesia [6], hal itu juga menjadi judul yang hampir sama pada surat kabar yang lainnya seperti Indonesia alami kerusakan lingkungan tercepat di dunia [10]. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan kerusakan hutan 2,8 juta ha/tahun dan akibatnya terhadap isi hutan di Indonesia (lihat Tabel 1) Tabel 1. Nomor urut keragamannya, kisaran kekayaan dan kepunahan beberapa kategori jenis mahluk hidup penghuni hutan Indonesia di tingkat dunia* No. urut Kategori
negara
penghuni
terkaya
hutan
keragaman nya*
Kisaran kekayaan
Tingkat
nya dari
kepunahan
keseluruh
hingga 2006
an di
(spesies)
dunia
STB
7
10 %
27.500
SB
4
17 %
1.539
SM
1
12 %
515
SA 5 16 % 270 Catatan: STB: spesien tumbuhan berbunga; SB: spesies burung; SM: Spesies mamalia; SA: spesies amfibia. Sumber: [4] dan [13]*
Jurnal Nature terbitan Amerika [10], mengungkapkan 2 hotspot (Sundaland dan Wallacea) sebagai wilayah Indonesia yang termasuk wilayah dengan keanekaragaman spesiesnya menuju pada kerusakan habitat (biodiversity hotspots). Spesies yang dimaksud tentunya spesies endemik dapat berupa flora, fauna maupun mikroorganisma yang hanya terdapat di areal tertentu dan tidak terdapat di areal lainnya. Besarnya
kepunahan berkisar antara 2,9 sampai 12 spesies tumbuhan endemik setiap 100 km2. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan terhadap hutan saja masih belum terealisir apalagi tumbuhan endemik yang ada didalamnya, sangat mendesak. Tiga lokasi utama di Indonesia yang memiliki tingkat kekayaan spesies tinggi yaitu Papua (tingkat kekayaan spesiesnya tinggi, endemismenya tinggi), Sulawesi (tingkat kekayaan spesies sedang, endemismenya tinggi), dan Kalimantan (tingkat kekayaan spesiesnya tinggi, endemismenya sedang). Melihat tingkat endemisme tumbuhan di Indonesia yang begitu tinggi namun hingga kini PETA TUMBUHAN ENDEMIK masih belum ada. Meskipun begitu baru-baru ini BirdLife (LSM Internasional) menerbitkan Peta lokasi spesies yang terancam kepunahan [9]. Karena tidak adanya pemetaan yang jelas terhadap lokasi tumbuhan endemik, akibatnya tidak ada prioritas konservasi tumbuhan di Indonesia secara riil maka simpang siur mengenai usaha yang sudah dilakukan dan masih terus berlangsungnya tingkat kepunahan sebagai hal yang tragis. Konsep yang telah digulirkan Pemerintah tahun 2003 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) merupakan upaya positif menanggulangi permasalahan kerusakan hutan dan lahan [8] bahkan dengan dicanangkannya tanggal 21 Januari menjadi Hari Tanam Pohon Nasional. Namun realisasinya memang lebih berat seperti diungkapkan oleh Menteri Kehutanan [8] dimana untuk periode 2003-2007 yang rencananya hingga 2007 yg realisasi pada tahun 2004 baru 50% yang akan dilanjutkan tahun 2005. Artinya beban tahun berikutnya menjadi lebih berat belum evaluasi keberhasilanya setelah 5 tahun kemudian, mengingat faktor pemeliharaan dan perawatan juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Keberhasilan penanaman juga perlu mempertimbangkan apakah masyarakat setempat dilibatkan, apakah jenis tumbuhan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
73
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
tersebut berguna bagi masyarakat setempat, apakah tumbuhan itu sesuai untuk daerah tersebut, dll. Untuk itu perlu adanya penelitian yang melibatkan Universitas atau Lembaga Swadaya Masyarakat dan tentunya pihak Pemerintah terkait. Diperlukan pembagian tugas yang jelas dari berbagai instansi yang merasa punya kewenangan tentang hutan Indonesia sehingga diharapkan peta prioritas perlindungan kekayaan keanekaragaman hayati dapat disusun efektif dan sebagai masukan bagi Pemerintah untuk membuat konsep kebijaksanaan dimasa mendatang. Aspek penelitian untuk jenis-jenis tanaman yang hanya tumbuh di tempat tertentu (tumbuhan endemik) juga mendesak untuk dipikirkan sebelum terjadi kepunahan seiring dengan perkembangan pembukaan lahan untuk berbagai macam kepentingan seperti perkebunan, industri kayu, pertanian, pemukiman, dll. berlangsung lebih cepat daripada pertumbuhan tanaman itu sendiri 2. Lembaga-lembaga yang dengan Hutan Indonesia
Berkaitan
Pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk melindungi seutuhnya hutanhutan yang ada dari perusakan yang tidak bertanggung jawab pada wilayah yang merupakan habitat tumbuhan endemik secara serius. Lembaga Pemerintah seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Lembaga Riset yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai Scientific authority, Universitas, atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Perusahaan Industri yg mendapat manfaat dari penggunaan hutan serta masyarakat di sekitar wilayah konservasi sangat penting perannya dalam usaha perlindungan tersebut. Meskipun sudah ada badan dunia yang menangani masalah kepunahan tumbuhan seperti International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) atau World Wildlife Fund (WWF) dan International Centres of Plant Diversity and Endemism (ICPDE). Departemen Kehutanan yang mengelola hutan secara keseluruhan semestinya melindungi areal-areal habitat tumbuhan endemik. Sayangnya bahwa daftar areal tumbuhan endemik yang sangat penting masih belum jelas, yang ada hanya daftar tumbuhan berkayu (annual trees), sedangkan untuk kategori tumbuhan semusim (perennial), dua musim (biannuall) atau tumbuhan berbunga (flora of wild flowers) dan tumbuhan
tingkat rendah (jamur, ganggang dan lumut) belum ada daftarnya. Berkaitan dengan pengelolaan wilayah disekitar kawasan konservasi maka Departemen Pertanian berkewajiban membina masyarakat sekitar untuk membudidayakan tanaman dan memenuhi kebutuhan hidup sendiri sehingga tidak tergantung hanya pada hutan wilayah konservasi. Dimana saat ini perhatian terhadap masyarakat sekitar hutan masih belum optimal, akibat adanya saling lempar tanggungjawab antara Departemen Kehutanan dan Departemen Pertanian dalam hal pembinaan. Sebagai contoh yaitu pengelolaan di kawasan Zona Penyangga yang merupakan batas dari bentangan unit Kawasan Konservasi belum ada konsep yang jelas. Tanpa pembinaan pengelolaannya oleh Departemen Pertanian (Petugas Penyuluh Pertanian) yang merupakan ujung tombak pembinaan pertanian berkesinambungan maka mustahil masyarakat sekitar kawasan bisa menjadi petani yang konsisten justru sebaliknya menjadi petani subsisten atau berpindah-pindah Meskipun demikian, tanggungjawab Pemerintah terhadap usaha konservasi sudah cukup baik dengan adanya wilayah Taman Nasional, Cagar Alam [2], yang ditangani oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan di Jakarta. Hutan Lindung dan Arboretum yang ditangani oleh Pemerintah Daerah setempat. Semua areal tersebut dikategorikan sebagai areal Konservasi In situ, dimana tumbuhan dengan habitat aslinya tetap lestari. Sedangkan untuk Konservasi Ex situ dimana dengan membuat hutan buatan yang tentunya dengan tumbuhan yang diambil dari habitat aslinya dan bukan merupakan tumbuhan hasil budidaya, juga sudah dikembangkan Kebun Raya, yang salah satunya ditangani oleh LIPI melalui Pusat Konservasi Ex situ-Kebun Raya yaitu Kebun Raya Bogor dan KR Cibodas, Jawa Barat (secara berurutan untuk tumbuhan dataran rendah-basah dan dataran tinggibasah), KR Purwodadi-Malang, Jawa Timur (untuk tumbuhan dataran rendah-kering), dan KR Bedugul, Bali (untuk tumbuhan dataran tinggi-lembab) serta Kebun Botani, Papua oleh Pusat Penelitian Biologi (LIPI). Beberapa Pemprop setempat seperti Jambi dengan Kebun Raya Bukit Sari dan Jawa Tengah dengan Kebun Raya Baturraden, Purwokerto. Pihak Universitas juga tidak kalah perannya dengan membuat Hutan Percobaan seperti Haurbentes (IPB), Kebun Percobaan milik Universitas (UGM, UNS,
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
74
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Universitas Mulawarman). Tingkat kepedulian juga diperlihatkan oleh LSM atau badan swasta seperti Kebun Buah Mekar Sari, Kebun Tanaman Obat Nyonya Meneer, Kebun Tanaman Obat Rengganis, Kebun Trubus, dan lain-lain serta yang dikelola oleh perorangan. Antusias dari masyarakat pecinta tanaman (LSM) sudah cukup tinggi dan dukungan Pemerintah melalui LSM hibrid dengan masyarakat seperti Yayasan Kebun Raya Indonesia, Yayasan KEHATI, Nature Biodiversity (NBIN), dan lain-lain. LSM kerjasama Internasional seperti International Network Plant Conservation (INetPC), International Association Botanical Gardens (IABG), Conservation International (CI), World WildLife Fund (WWF), Flora and Fauna International, Forest Watch, dan lain-lain. Ada juga kalangan eksklusif seperti Komisi Nasional Plasma Nutfah (KNPN), Persatuan Biologi Indonesia (PBI), Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia, dan lainlain. Semakin banyaknya lembaga swadaya masyarakat yang berkaitan dengan kecintaan terhadap tumbuhan merupakan hal yang wajar sebagai konsekwensi dari luasnya wilayah hutan di Indonesia, yang bersama dengan 10 negara lain meliputi 60 % dari luas hutan dunia [12]. Sayangnya tenaga Penjaga Hutan (Jagawana) yang ada masih dibawah standar ideal. Seperti dikutip pada Jurna Celebes, bahwa untuk pengamanan hutan di Propinsi Sulut masih sangat terbatas, dimana jumlah Jagawana tidak mendukung dengan luas hutan, dimana satu petugas jagawana mengamankan sekitar 450 km2 hutan [3]. Pengawasan bersama oleh masyarakat dengan informasi yang baik akan menunjang kelancaran aparat kehutanan dalam menanggulangi penebangan liar (illegal logging) dan pelanggaran wilayah tebangan oleh perusahaan kayu serta oleh perorangan atas suruhan cukong-cukong kayu gelondongan. Sanksi hukum yang tegas bagi para perusak hutan dan sanksi disipliner bagi oknum aparat Pemerintah yang membantu perusakan hutan merupakan cermin dari keseriusan Pemerintah 3. Aspek Pendidikan dan Penelitian Masih Sangat Kurang Hal yang sangat penting sebenarnya tidak hanya sekedar melindungi atau mengawasi wilayah konservasi tapi juga aspek pendidikan dan penelitian mengenai isi hutan itu. Aspek penentuan kategori punah atau
terancam punahnya suatu jenis tumbuhan, implikasi pemasukan suatu spesies kedalam Daftar Kategori sudah ada ketentuannya seperti tercantum pada IUCN RED LIST Categories Book versi Indonesia [1]. Sehingga pendekatan aspek kuantitatif pada pengkategorian kepunahan suatu spesies tumbuhan menjadi jelas. Apabila hal tersebut telah dilakukan penelitian lebih lanjut baik itu aspek taksonomisnya (spesies baru), ekologisnya (kondisi habitatnya dan fragmentasinya), biosistematisnya (analisa genetik berdasarkan urutan taksonnya), dan lain-lain secara terpadu, maka tindakan selanjutnya adalah kriteria sebagai berikut: mempunyai populasi yang kecil, adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam, atau daerah penyebaran yang terbatas (endemik). Selanjutnya kriteria dari tingkat paling mendesak; punah (extinct), punah di alam (extinct in the wild), resiko kepunahan ekstrim (critically endangered), punah (endangered), langka (vulnerable), dan lower risk. Terhadap jenis tumbuhan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud tersebut wajib dilakukan upaya konservasi. 4. Kesimpulan Mengingat laju kerusakan akan lebih cepat daripada laju penghutanan kembali maka keterpaduan bersama dari Pemerintah dan masyarakat dengan pendekatan â&#x20AC;&#x153;jemput bolaâ&#x20AC;? (Pemerintah terkait terjun langsung ke masyarkat) dan berkomunikasi serta memberikan informasi kebijaksanaan sangat efektif untuk jangka panjang. Perlu ditingkatkan penelitian hutan secara kuantitatif, kualitatif dan aspiratif baik oleh Pemerintah terkait, LSM dan Perguruan Tinggi serta sosialisasi hasilnya melalui seminar-seminar juga publikasi sebagai dasar pengambilan kebijaksanaan oleh Pemerintah dalam hal RTRWN tadi. Masyarakat masih sebatas memahami isi hutan sekedar kayu yang bisa dijual padahal didalamnya terkandung kekayaan yang tidak ternilai. Antara lain, selama ini banyak spesies tumbuhan baru yang ditemukan di hutan Indonesia masih didominasi oleh peneliti asing. Hutan Indonesia bagaikan `surga` bagi para peneliti asing sebagai contoh banyak spesies baru dari Indonesia yang dipublikasikan pada Jurnal Internasional tentang spesies baru seperti Kew Bulletin, Flora Malesiana, Brittanica, Blumea, dll., namun ditulis oleh peneliti asing tanpa
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
75
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
satupun ada nama orang Indonesia. Bagaimanapun juga rasa nasionalisme yang diterjemahkan dengan kalimat cinta tanah air musti dikembangkan menjadi cinta tanah air dan tanaman Daftar Pustaka [1] Anonim, 1998. IUCN RED LIST Categories Book versi Indonesia. Kebun Raya Bogor Press.Bogor. [2] Anonim, 1997. PP NOMOR 47 TAHUN 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional/RTRWN. Dept. Kehutanan RI, Jakarta. [3] Jurnal Celebes (04 Juli 2003), Pemerintah Diminta Tinjau Izin Pertambangan di Kawan Hutan Lindung. [4] Kompas, 12 Maret 2006. 15 Tahun lagi Hutan di Indonesia akan Punah. http://kompas.com/utama/news/0603/12/1 60414.htm. [5] Kompas, 05 November 2003. Tanpa Aksi Nyata,Tahun 2005 Hutan di Sumatra Habis. http://kompas.com/utama/news/0311/05/1 50736.htm [6] Kompas, 28 Oktober 2003 Kerusakan Hutan di Papua Terparah di Indonesia http://kompas.com/utama/news/0310/28/0 45634.htm
[7] Kompas, 09 Juni 2005. Hutan Kalimantan Rusak Dalam 10 Tahun http://kompas.com/teknologi/news/0506/0 9/143514.htm [8] Kompas, 02 Juni 2005. GNRHL Efektif bila Penghacuran Hutan Dihentikan. http://kompas.com/utama/news/0401/21/1 60253.htm [9] Kompas, 13 Desember 2005. Dipetakan, habitat 800 spesies yang terancam punah. http://kompas.com/teknologi/news/0512/1 3/123145.htm [10] Myers et al. 2000, Biodiversity Hotspots for Conservation Priorities. Nature Vol. 403. 24 Febr. 2000. [11] Media Indonesia Online, 03 Maret 2006. http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id= 94019. [12] Press release 2001. http://www.indonesiamissionny.org/press/pr061801.htm. Permanent Mission of The Republic of Indonesia To the United Nation, New York, USA. [13] Primack, R., Bray, D. and Ponciano, I. (Eds). 1998. Timber, Tourists and Temples. Conservation and Development in the Maya forest of Belize, Guatemala and Mexico. Island Press, Washington, DC.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
76
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
NASIONAL
Impor Beras: Benarkah Merugikan Petani? Soekartawi Guru Besar Universitas Brawijaya Malang Email: soekartawi@yahoo.com Begitu kebijakan impor beras diumumkan Presiden 5 Januari 2006 yang lalu, maka meledaklah pemberitaan soal ini. Banyak koran memberitakannya dengan judul yang dicetak tebal. Pendapat dari berbagai kalangan pun muncul. Lebih seru lagi sumber berita justru lebih banyak dari Jakarta, apakah itu politisi, tokoh masyarakat atau lainnya. Saya sebenarnya menunggu komentar teman-teman para peneliti mikro pedesaan yang barangkali mampu menjembatani perbedaan pendapat antara impor dan tidak impor beras ini. Gemuruhnya pemberitaan soal impor beras hampir sama serunya dengan berita soal banjir. Hanya bedanya, bencana banjir disertai dengan data yang konkrit, sementara soal beras, masingmasing sumber berita mendasarkan pada datanya atau pendapatnya sendiri-sendiri, yang juga belum tentu didukung oleh fakta yang konkrit. Tak ayal, terjadilah kesimpangsiuran. Sebenarnya justru disitulah isu sebenarnya, yaitu simpang siurnya soal data perberasan nasional. Kita (pengamat) dan/atau lembaga yang terkait dengan beras mempunyai data sendiri-sendiri. Saya bahkan khawatir, jangan-jangan ibarat buah maka yang diketahui hanya kulit-kulitnya saja, sedangkan dalamnya buah itu sendiri tidak diketahui secara pasti. Karena itulah, maka dalam beberapa tulisan saya di Kompas [1],[2],[3], dan Surabaya Post [4] saya sudah menyarankan agar perorangan atau lembaga terkait yang menangani beras ini, seperti BPS, BULOG, DEPTAN dan DEPPERINDAG (atau boleh ditambah lagi dengan peneliti masalah-masalah perberasan, HKTI, PERPADI atau lainnya) agar duduk bersama. Tujuannya adalah untuk mempersatukan persepsi, kemudian tampil di hadapan mass media secara bersama untuk menjelaskan situasi perberasan nasional. Disamping itu, maksud yang lain juga agar lembaga pemerintahan tersebut, kredibilitasnya tidak menurun dimata masyakat. 1. Peringatan Peringatan soal kebijakan buka-tutup impor beras ini sebenarnya sudah banyak diketahui.
Begitu pula untung dan ruginya kalau kita mengimpor. Saya dan teman-teman dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, bekerja sama dengan PERPADI, menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya Nasional tentang â&#x20AC;&#x2122;Peran Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI) dalam Mensukseskan Ketahanan Pangan Nasionalâ&#x20AC;&#x2122; di Unibraw Malang, Maret 2003. Dalam makalah saya pada seminar tersebut telah di singgung panjang lebar isu perberasan nasional sekarang ini, yaitu: (a) Masalah fluktuasi harga, yaitu adanya jurang perbedaan (gap) antara harga dasar pembelian gabah pemerintah dengan harga yang ada di tingkat petani yang berpotensi munculnya fluktuasi harga gabah, (b) Masalah terjadinya impor beras yang bersamaan (atau hampir bersamaan) dengan saat panen raya, (c) Masalah yang berkaitan dengan kebijakan tarif, kredit dan sistim cadangan beras, dan (d) Adanya selundupan beras yang hampir tiap tahun terjadi [5]. Lebih lanjut dalam makalah tersebut juga dijelaskan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi masalah perberasan nasional, yaitu; (a) Produksi dan produktivitas gabah yang dihasilkan petani, masih relatif rendah. Hal ini bukan saja disebabkan karena rata-rata luas usahatani sawah yang semakin menyempit, tetapi penggunaan sarana produksi juga tidak efisien ditambah lagi harga input yang tinggi (mahal). Dengan demikian usatani padi di luasan yang sempit itu kurang memberikan keuntungan yang tinggi. Selanjutnya, (b) Karena 60% lebih beras diproduksi di Jawa, maka untuk memenuhi kebutuhan beras nasional, maka masalah distribusi dan pemasaran beras, juga menjadi masalah perberasan kita. Sehubungan dengan hal itu, saya sarankan untuk memberlakukan apa yang disebut dengan â&#x20AC;&#x2122;PARASâ&#x20AC;&#x2122; (Paket Agribisnis Perberasan). Uraian tentang PARAS telah dibahas secara rinci di dalam makalah tersebut [5]. Dalam PARAS diharapkan akan ada keterpaduan antara subsistem sarana produksi, usahatani, pasca
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
77
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 panen (termasuk distribusi dan pemasaran) dan subsistem pendukungnya yang lain. 2. Impor Merugikan Petani? Hampir semua pemberitaan di koran berbunyi,”...dengan kebijakan impor, maka pemerintah tidak ada kepemihakan ke petani...”, Harian Kompas, 9/1/2006, bahkan membuat judul berita ”Impor Beras Picu Konflik”, ”Kepentingan Masyarakat dan Petani Diabaikan”. Pertanyaan yang perlu dibuktikan adalah siapa yang berkonflik dan kepentingan petani yang mana. Sekitar 25-30 tahun lalu, saya bersama teman-teman IPB (Prof. Sayogyo, Prof. Gunawan Wiradi, Prof. Suntoro, Prof. Rudy Sinaga, dkk), UGM (Prof. Widodo, dkk) UNEJ (Prof. Kabul Santoso, dkk) dan Unibraw (saya, Prof. Suradi, Prof. Burhan, dkk) terlibat dalam penelitian yang sifatnya mikro (dalam kurun waktu yang relatif lama) yang disebut ’Survey Agro-Ekonomi (SAE)’ kemudian setelah selesai dilanjutkan dengan penelitian Studi Dinamika Pedesaan (SDP). Penelitian ini sangat menarik, karena mengamati secara rinci perubahan beberapa desa (dan tingkat kehidupan petani) di Pulau Jawa dari bulan ke bulan, dari musim ke musim, dan dari tahun ke tahun. Hasilnya?, terjadi perubahan yang begitu cepat, terutama di daerah penghasil utama padi. Beberapa bulan lalu, saya sempatkan singgah di satu desa yang saya teliti 25 tahun lalu tersebut. Hasilnya betul-betul menakjubkan, di mana telah terjadi perubahan dengan amat cepat. Bukan saja rata-rata pemilikan lahan sawah yang semakin menyempit, tetapi banyak petani sudah ditendang oleh kemajuan jaman. Petani berubah status menjadi buruh tani atau lari ke kota mencari penghasilan dari sumber lain. Lahan pertanian berubah fungsi menjadi bangunan. Akibatnya, kepadatan penduduk meningkat tajam, dan daya dukung pedesaan sudah tidak mampu lagi menyangga penduduk yang mendiaminya. Coba kita ambil kasus sensus pertanian 1973 yang menunjukkan jumlah petani kecil (gurem) yang rata-rata penguasaan lahan pertaniannya seluas 0,27 ha berjumlah 45,6% dari total usaha pertanian. Kini (32 thn kemudian), bisa jadi 0,27 ha itu sudah menyempit menjadi 0,10 ha saja atau bahkan kurang dari itu. Selanjutnya konsukensi terhadap petani padi adalah usahataninya tidak efisien, produksi perhektar rendah, sehingga pendapatan petani juga kecil sekali. Hasil penelitian SDP (1979) menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga petani padi gurem (di
strata desa dataran rendah persawahan) hanya Rp 153,-/jam kerja atau 7 kali lipat dibawah pendapatan rumah tangga petani yang tidak gurem yang sebesar Rp1.059,-/jam kerja. Implikasinya adalah begitu setelah panen, maka sebagian besar padi dijual semuanya oleh petani gurem. Kasus sekarang ini bisa jadi seperti itu, walaupun harga sudah naik Rp 4000/kg padahal harga beli pemerintah adalah Rp 3550/kg; namun yang menikmati bukanlah petani padi khususnya petani kecil. Lantas siapa?, jawabannya adalah para orang kaya di pedesaan atau para pedagang padi. Sehingga petani yang semula memproduksi padi lama kelamaan juga akan membeli beras dipasaran karena padinya sudah dijual. Tentunya dengan harga yang berlaku di pasar yang sudah membumbung tinggi tersebut. Kembali ke berita Kompas 9/1/2006 bahwa ”impor beras memicu konflik”?, siapa yang konflik?, tentu bukan petani, tetapi pedagang padi atau pedagang beras. Hal ini disebabkan tidak teraturnya pemasokan beras sehingga menyulitkan pedagang dalam menentukan harga jual alias kesulitan menaksir keuntungan. Menyulitkan pengusaha beras antar daerah (kecamatan, kabupaten atau propinsi) atau bahkan pengusaha beras antar pulau. Mereka pasti disibukkan oleh masalah ketidakpastian ini. Akibatnya, mereka mengambil sikap diam untuk sementara sambil menunggu kembali mapannya perberasan nasional. Karena itu, bisa dimengerti kalau harga beras sekarang membumbung tinggi. Agar bisa kembali ke keseimbangan semula, satusatunya memang harus mengimpor, khususnya untuk iron stock. Perlu dicatat, beras tidak sama dengan komoditi yang lain. Volume beras di pasar internasional hanya sekitar 5 persen saja, sehingga ekspor-impor beras menjadi lebih banyak ditangai ’G to G’ (antar pemerintah). Artinya, walaupun kita punya uang, tidak mudah untuk melakukan impor. Kalau 5 Januari 2006 diumumkan mengimpor beras, kemudian terus kita dapat beras dari Vietnam dalam waktu yang tidak lama, maka itu kemungkinannya sudah ada komitmen sebelumnya. Juga perlu dicatat bahwa Indonesia adalah produsen beras yang besar dan sekaligus merupakan konsumen beras yang juga besar. Jadi kalau orang mempermasalahkan mengapa kita melakukan impor atau tidak, maka perlu dicari alasan yang valid (sahih). Dalam teori perdagangan internasional, angka patokan yang dipakai apakah suatu negara melakukan impor atau tidak adalah menggunakan patokan yang
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
78
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 biasanya disebut ”Tingkat Proteksi Nominal” atau Nominal Protection Rate atau disingkat dengan akronim NPR. Angka ini dihitung dengan cara membandingkan antara selisih harga di dalam negeri dengan harga border (harga yang termasuk biaya asuransi dan transport atau sering disebut harga CIF), dengan harga border dikalikan 100 persen. Untuk kasus perberasan di Indonesia, maka harga di dalam negeri (yang biasa dipakai dalam perhitungan) adalah harga di pasar beras Cipinang, sedangkan harga border dipakai harga CIF (cost, insurance and freight) ditambah lima persen biaya pemasaran yang dihitung dari harga FOB (free on board) di Bangkok untuk beras 25 persen broken (setara dengan beras kualitas tiga di pasar induk Cipinang), ditambah dengan 7,5 persen biaya asuransi dan transport. Harga beras di Pasar Cipinang dijadikan barometer harga perberasan nasional karena banyaknya beras yang diperdagangkan di pasar itu. Dengan menggunakan angka patokan NPR seperti itu, dan diasumsikan tarif bea masuk impor adalah nol, maka diperoleh trend angka NPR yang unik. Kita ambil contoh yang agak ekstrim yaitu data impor beras dari bulan Januari 1998 sampai dengan September 1998. Dengan melakukan analisis NPR, maka diketahui bahwa angka NPRnya adalah negatif berkisar antara angka 15 sampai 62. Ini artinya bahwa harga beras di luar negeri adalah lebih tinggi sebesar 15-62 persen. Dengan analisa seperti ini, maka dapat dibuat justifikasi tidak melakukan impor karena harga beras di luar negeri terlalu mahal. Logikanya, baik pemerintah maupun swasta tentu tidak melakukan impor. Sebaliknya kalau menggunakan data setelah itu (Oktober 1998 sampai Mei 1999), angka NPR adalah justru positif berkisar antara 5-53 persen. Artinya harga beras di pasar luar negeri memang lebih rendah. Dengan angka patokan ini dapat diketahui, harga di pasar luar negeri, Bangkok, adalah lebih rendah sekitar 5-53 persen. Logikanya, baik pemerintah maupun swasta dapat melakukan impor beras karena mereka tugasnya memang mencari untung. Dari uraian singkat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kali ada pemikiran mengimpor beras, maka diperlukan analisa yang komplit, memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhinya termasuk faktor atau perhitungan angka NPR, FOB dan CIF.
3. Penutup Sekali lagi saya mohon lembaga yang terkait dengan perberasan termasuk mereka yang mempermasalahkannya seperti DPR, HKTI atau LSM lainnya ini agar dapat duduk bersama dan berdiskusi untuk memecahkan masalah ini. Selain itu juga diharapkan teman-teman yang mempunyai penelitian mikro soal beras ini terutama yang pengamatannya dalam waktu yang relatif lama, ikut pula bergabung. Kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka melalui televisi atau media cetak. Dalam diskusi, jangan hanya membahas masalah kuantitas beras (impor sekian ribu ton, misalnya), tetapi juga analisa NPR (Nominal Protection Rate), di mana dalam menghitung NPR biasanya sudah menggunakan harga di tingkat FOB (Free On Board) dan harga CIF (Cost, Insurance & Freight). Sebab pengalaman masa lalu (thn 1998), impor yang dilakukan bulan-bulan Januari s/d September 1998, justru angka NPRnya negatif sekitar 15-62. Ini artinya harga beras impor lebih tinggi sebesar 15-62 persen dari pada harga di dalam negeri. Daftar Pustaka [1] Soekartawi, 2000, Kebijakan Baru Perberasan Nasional, Harian Kompas 22 Maret 2000. [2] Soekartawi, 2002, Rakyat Jangan Lagi Dipaksa Makan Nasi (Beras)’. Harian Kompas 6 Juni 2002. [3] Soekartawi, 2005, Banjir Beras di Sentra Produksi (Komentar), Harian Kompas 24 September 2005. [4] Soekartawi, 2005, Menyambut Hari Pangan Oktober 2005: Upaya Membuat Petani Tangguh, Harian Surabaya Post 25 Oktober 2005. [5] Soekartawi dan N. Hanani, 2003, Menuju Paket Agribisnis Perberasan di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional dengan tema ‘Peran Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI) dalam Mensukseskan Ketahanan pangan Nasional’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di Gedung Widyaloka Malang pada 28 Februari – 1 Maret 2003.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
79
NASIONAL
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Melihat Potensi dari Sistem Usaha Tani Kontrak Kuntoro Boga Andri Staf peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian RI; Mahasiswa program Doctor di The United Graduate of Agricultural Sciences, Kagoshima University. E-mail: kuntoro_boga@hotmail.com
1. Pendahuluan Adanya liberalisasi pasar, perubahan pola konsumsi manusia serta terjadinya perubahan teknologi mengakibatkan meningkatnya produksi dan perdagangan produk-produk pertanian bernilai tinggi seperti benih, produk hortikultura, rempah-rempah dan beberapa jenis sayuran tertentu. Watts dan Goodman [5] menyebutkan hal ini sebagai lahirnya negara-negara pertanian baru dimana ekspor komoditas pertanian tradisional seperti serealia, gula dan sebagainya mengalami penurunan, sedangkan disisi lain proporsi ekspor komoditas non tradisional seperti sunkis Brazil ataupun sayuran eksotik dari negara tropis dan sejenisnya semakin meningkat. Peningkatan ekspor produk-produk bernilai tinggi tersebut diikuti pula dengan tumbuh suburnya sektor supermarket terutama di negara berkembang yang mengalami transformasi pasar bahan pangan [15]. Perkembangan pasar ekspor dan industri supermarket tersebut ternyata disebabkan oleh perkembangan pola kontrak usahatani antara perusahaan-perusahaan agribisnis dengan petani-petani kecil di negara-negara berkembang [7][15]. Keterkaitan tersebut sepertinya terus berkembang sejalan dengan berlanjutnya perkembangan liberalisasi pasar. Pada masa-masa awal komersiaslisasi pertanian dekade 70-an, masalah pokok dari para petani Indonesia adalah membawa dan menawarkan hasil produk mereka ke pasar dan belajar bagaimana memulai suatu usaha bisnis pertanian. Hal tersebut terus berkembang seiring berjalannya waktu. Saat ini yang menjadi masalah utama bagi para petani adalah kesulitan akan akses terhadap informasi pasar yang akurat disamping rendahnya harga produk pertanian [1][16]. Ditengah kondisi seperti yang dipaparkan diatas, sistem usahatani kontrak ternyata dapat berkembang sedemikian pesat, khususnya dengan kemampuan menerobos berbagai kendala yang dihadapi sektor pertanian. Meskipun pada saat yang bersamamaan masih
timbul berbagai pertanyaan, siapakah sesungguhnya yang diuntungkan dengan suksesnya sistem kerjasama usahatani ini, petanikah atau perusaahaan agribisnisnya saja [4][8][19]. 2. Usahatani Kontrak di Indonesia: Kasus Jawa Timur Dengan terciptanya suatu sistem pemasaran yang baik dimana petani khususnya pemilik modal kecil dapat memperoleh keuntungan, meskipun tidak akan menyelesaikan seluruh persoalan tapi hal tersebut tentu sangat membantu mereka. Suatu sistem pemasaran yang baik dan efisien telah terbukti membawa banyak keuntungan bagi para petani. Hal tersebut umumnya melalui upaya meminimalisasi berbagai ganguan, mengurangi jumlah pihak yang terlibat dalam transaksi, serta memastikan bahwa harga yang terbentuk benar-benar transparan [9]. Oleh sebab itu, dengan tujuan utama menghilangkan hambatan yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar serta mengurangi tingkat inefisensi, selama satu dekade terakhir ini, suatu sistem usahatani kontrak telah berkembang dengan pesatnya dan menyebar diberbagai sentra-sentra produksi pertanian kita. Hal ini berkaitan secara langsung dengan meningkatnya permintaan akan kualitas standar yang memadai bagi sektor agro-industri, para eksportir produk-produk non-tradisional, serta kebutuhan akan pemenuhan bahan mentah bagi industri pengolahan pangan. Menelaah usahatani kontrak lebih mendalam, keberadaan dari sistem ini telah memberikan harapan yang lebih baik bagi para petani khususnya dalam pemecahan beberapa kendala yang mereka hadapi mulai dari proses produksi hingga pasca panen. Karena skema ini sesungguhnya merupakan suatu proses mengintegrasikan tanpa menyatukan mulai dari sub-sistem produksi sampai dengan pascapanen termasuk prosesing dan pemasaran didalamnya. Dengan maksud agar tercipta efisiensi yang lebih baik dalam keseluruhan kegiatan agribisnis.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
80
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Pada prinsipnya, agro-industri memiliki beberapa cara untuk dapat memperoleh bahan mentah yang mereka butuhkan. Pada satu sisi ekstrim mereka bisa hanya mengandalkan pada pasar spot saja untuk membeli berbagai komodititas yang dibutuhkan dan bersandar pada mekanisme pasar. Disisi ekstrim pilihan lainnya mereka bisa secara vertikal mengintegrasi seluruh sitem yang ada, misalnya membangun suatu usaha perkebunan sendiri dimana mereka mampu memproduksi komoditi yang dibutuhkan dengan mempekerjakan para buruh upahan. Sedangkan sistem usahatatani kontrak merupakan suatu institusi yang berada ditengah-tengah atau diantara kedua sisitem tersebut, dimana diciptakan suatu skema untuk dapat membuat perjanjian atau kontrak yang dapat mengontrol unsur-unsur produksi tanpa harus saling memliliki unsur tersebut. Di Jawa Timur, usahatani kontrak telah digunakan secara luas oleh banyak industri pengolahaan dan perusahaan agribisnis untuk berproduksi atau mendapatkan suplai bahan mentah yang mereka butuhkan. Beberapa contoh yang dapat dilihat saat ini seperti misalnya dalam industri perususuan, PT Nestle telah sejak lama melakukan kontrak usaha dengan koperasi susu yang ada di wilayah ini dalam wadah GKSI. Contoh lain juga didapat dalam usahatani tanaman padi, kedelai dan jagung dimana beberapa koperasi pertanian ataupun kelompok tani secara langsung memilih mengusahakan produksinya dalam sebuah kontrak tertulis dengan beberapa perusahaan swasta. Kasus yang sama juga dapat dijumpai pada komoditas sayuran untuk memenuhi pesananan outlet supermarket. Produksi untuk beberapa jenis benih hibrida seperti jagung, padi dan tanaman hortikultura yang dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti PT PIONEER, PT BISI dll juga diperoleh melalui jalinan kontrak dengan kelompok tani dan koperasi. Selain itu beberapa contoh serupa juga ditemukan pada komoditas-komoditas yang dibutuhkan oleh sektor-sektor industri seperti tembakau, kapas, tebu dan coklat yang banyak diproduksi melalui kerjasama kontrak dengan petani lokal setempat [6][10][11][13].
Jenis komoditas • Kedelai • Ubi kayu 2. Hortikultur • Sayuran • Buah 3. Tanaman Industri • Tebu • Tembakau • Kelapa • Kapas • Coklat • Empon-empon (jamu) • Sengon dan bamboo 4. Ternak • Sapi perah • Ayam 5. Perikanan
Lokasi kabupaten dimana terdapat usahatani kontrak Pasuruan, Jember, Bondowoso
Jumlah lokasi 2 1
Pasuruan, Probolinggo, Kediri, Magetan, Jember, Sampang, Malang, Batu Pasuruan, Gresik, Pacitan, Trenggalek
8
Malang, Probolinggo, Kediri, Bondowoso, Jember Jember Pacitan, Pacitan, Kediri,
3 2 1 1 1 1
Bondowoso, Magetan
2
Bojonegoro, Malang, Pasuruan, Blitar Malang, Probolinggo Kediri, Probolinggo, Banyuwangi, Blitar
4 2 4
4
Source: Kuntoro Boga and Shiratake [10]
Berdasarkan observasi lapang yang dilakukan, pada tahun 2003, sistem usahatani kontrak antara petani dan perusahaan agribisnis dapat ditemukan di 22 kabupaten dalam wilayah Jawa Timur dari total keseluruhan 38 kabupaten/kota yang ada (Tabel 1). Kurang lebih terdapat 44 perusahan agribisnis yang beroperasi di wilayah ini tercatat melakukan kontrak usahatani dengan koperasi atau kelompok tani lokal untuk memproduksi lebih dari 28 jenis komoditas pertanian. Di wilayah ini, sistem usahatani kontrak menjadi semakin populer dan berkembang dalam satu dekade terakhir khususnya pada beberapa jenis komoditi. Secara khusus, kontrak merupakan hasil dari tiga factor rasionalisasi yang muncul yaitu masalah kualitas, waktu dan resiko. Untuk beberapa industri pengolahan, perusahaan membutuhkan kekhususan kualitas dan jenis untuk produknya, serta harus tersedia tepat waktu saat dibutuhkan. Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir salah satu perusahaan rokok terbesar Indonesia yang berlokasi di Jawa Timur, PT Gudang Garam telah melakukan kontrak usahatani dengan para petani tembakau disekitar wilayah Kediri guna menjamin kualitas dan kuantitas yang mereka butuhkan secara akurat [6]. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, industri pengolahan susu Nestle menjalin kontrak usahatani dengan koperasi susu di Jawa Timur untuk memastikan bahwa standar produk susu yang mereka butuhkan dapat terpenuhi dengan kapasitas Tabel 1. Distribusi daerah usahatani kontrak di Jawa jumlah yang stabil [11]. Beberapa pabrik gula di Timur dan komoditas yang diusahakan wilayah ini juga menjalin kontrak produksi tebu Jenis komoditas Lokasi kabupaten dimana terdapat Jumlah usahatani kontrak lokasidengan KUD-KUD untuk memastikan waktu 1. Tanaman pangan panen dan ketersediaan suplai bahan baku guna 14 • Padi Pasuruan, Malang, Gresik, Lamongan, kontinuitas produksi mereka [13]. Magetan, Tulungagung, Ngawi, Blitar, Tuban, Nganjuk, Banyuwangi, Sampang, Untuk komoditas sayuran, awalanya sistem Pamekasan, Sumenep ini hanya berlaku pada produksi beberapa • Jagung Malang, Gresik, Probolinggo, Blitar, 6 tanaman yang bernilai komersial tinggi dan Jember, Nganjuk Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
81
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
dikerjakan oleh petani dalam jumlah yang terbatas. Seperti misalnya pada beberapa jenis sayur untuk keperluan ekspor yang membutuhkan input mahal serta resiko tinggi, contohnya okra, kacang kapri, asparagus dll. Juga komoditas yang dibutuhkan oleh industri pengolahan makanan seperti cabai, wortel, daun lik ataupun bawang merah. Namun saat ini cakupan jenis komoditi usahatani kontrak nampaknya semakin meluas dan semakin umum digunakan untuk berbagai tanaman sayuran tradisional yang diserap bagi keperluan seperti outlet rumah makan, supermarket ataupun sektor lain yang berhubungan dengan produk-produk pertanian.
keuntungan dari situasi yang mungkin merugikan pihak lainnya. Misalnya, petani kecil akan berpikiran bahwa perusahaan mitranya akan menawarkan harga yang sangat rendah di pasar, atau perusahaan khawatir bahwa penjual (petani kecil) akan berkolusi yang bisa mengakibatkan naiknya harga. Kontrak secara tertulis yang menyebutkan kewajiban masing-masing pihak diharapkan bisa mengatasi permasalahan tersebut. Kekhususan aset mencerminkan resiko yang berkaitan dengan proteksi â&#x20AC;&#x2DC;biaya terluangâ&#x20AC;&#x2122; pada pabrik-pabrik pengolahan, sistem-sistem logistik atau pengembangan pasar, atau untuk petani-petani kecil merupakan biaya proteksi investasi pada permesinan dan teknologi tertentu. Dengan demikian, kedua belah pihak akan berusaha untuk memproteksi 3. Mengapa Usahatani Kontrak? investasi mereka melalui kontrak. Biaya transaksi juga terdapat dalam Usahatani kontrak antara perusahaan agribisnis besar dengan petani-petani kecil usahatani kontrak. Menurut Dietrich [2], biaya seperti yang banyak ditemukan di Jawa Timur transaksi yang terjadi dalam kontrak antara merupakan hubungan khusus antar pihak-pihak perusahaan agribisnis dan petani bisa dibedakan yang memiliki aset dan kapasitas organisasi menjadi empat kelompok yaitu : (i) biaya yang sangat berbeda. Untuk memahami model perencanaan, negosiasi dan implementasi usahatani kontrak sangat penting mengetahui kontrak, (ii) biaya-biaya yang terjadi akibat bagaiman hubungan yang khusus tersebut bisa penyimpangan pelaksanaan kontrak, (iii) biaya terjadi terutama bila dikaitkan dengan model atau operasi yang berkaitan dengan pengendalian tipe struktur pemasarannya. Pendekatan biaya pelaksanaan kontrak, dan (iv) biaya ikatan agar transaksi tampaknya bisa digunakan untuk masing-masing mematuhi kontrak. Perusahaan akan melakukan kontrak apabila biaya-biaya tujuan tersebut. Williamson [20] mengembangkan teori yang transaksi tersebut lebih rendah dari pada biaya berbasis biaya untuk memahami keputusan yang dikeluarkan untuk mendapatkan suplai di suatu perusahaan untuk melakukan transaksi. pasar biasa atau melalui model perkebunan. Menurutnya, struktur yang akan terjadi dalam Selain mempertimbangkan biaya transaksi, pemasaran adalah yang meminimumkan biaya untuk mencari mitra usaha petani kecil, transaksi bagi semua pihak yang terlibat. Dalam perusahaan juga harus mempertimbangkan teori ini, biaya transaksi merupakan fungsi dari biaya produksi. Dengan teori yang sama, pihak petani kecil tiga unsur penting dalam pemasaran yaitu : rasionalitas yang mengikat, oportunisme dan bisa memperoleh keuntungan pengurangan kekhususan aset dimana tanpa unsur-unsur biaya-biaya seperti : (i) masuk ke pasar, (ii) tersebut pemasaran hanya akan berupa sistem mendapatkan kredit, (iii) kesempatan kerja bagi tukar menukar yang tidak disertai dengan tenaga kerja dalam keluarga, (iv) menghadapi adanya kegiatan-kegiatan produktif yang resiko, dan (v) memperoleh informasi pasar dan Oleh karena itu, kontrak harus berintegrasi vertikal maupun horizontal. Dietrich teknologi. [2] menjelaskan tentang permasalahan biaya menarik bagi petani kecil yang tidak memiliki transaksi dalam pertanian yang cukup bisa akses kredit, pasar tenaga kerja dan tidak bisa memenuhi kondisi skala ekonomi dalam menjelaskan tentang aplikasi pendekatan ini. Rasionalitas yang mengikat (bounded mendapatkan informasi dan akses pasar. rationality) menjelaskan perbedaan dalam hal Petani-petani kecil tersebut juga penting bagi informasi antara calon pembeli dan calon penjual. perusahaan karena rendahnya biaya produksi, Misalnya, perusahaan agribisnis memiliki terutama dalam menghasilkan produk-produk informasi yang baik tentang pasar yang tidak bernilai tinggi yang memerlukan tenaga kerja dimiliki oleh petani kecil, dan petani kecil akan intensif. mendapatkan informasi yang merupakan peluang yang dihasilkan dari kontrak yang 4. Dampak yang Mungkin Timbul dan Isu Selanjutnya mereka buat. Oportunisme akan terjadi ketika ada peluang-peluang untuk memperoleh Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
82
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Dampak usahatani kontrak terhadap kesejahteraan petani sebenarnya masih kontroversial. Sejumlah pengamat mengatakan bahwa perusahaan agribisnis hanya mau bekerja sama dengan petani skala besar saja sehingga petani-petani kecil menjadi semakin tersingkir [12]. Dampak negatif lainnya adalah potensi “terperangkapnya” petani-petani kecil dalam kontrak, timbulnya dampak sosial yang negatif dari “cash economy”, makin sempitnya pasar lokal karena kontrak mengakibatkan produksi lokal menjadi terdesak, penyimpangan kontrak dan keprihatinan pada sikap negatif perusahaan multi nasional seperti yang banyak terjadi di negara-negara berkembang [12][17]. Lebih-lebih lagi, yang memprihatinkan adalah pengaruh kontrak terhadap sumberdaya keluarga petani, terutama dalam alokasi tenaga kerja dalam keluarga dan tingginya tingkat penggunaan bahan-bahan kimia dalam usahatani [14][18]. Segi positif dari kontrak biasanya berupa manfaat yang diperoleh petani dalam bentuk pertambahan keuntungan maupun penerimaan keuntungan baru. Pada umumnya, manfaat kontrak diperoleh dari semakin baiknya akses terhadap pemasaran, kredit, teknologi, pengelolaan resiko yang lebih baik, perbaikan ketenaga kerjaan dalam keluarga, dan yang secara tidak langsung adalah pemberdayaan wanita dan pengembangan budidaya secara komersial [3][4][8]. Daftar Pustaka [1] Azahari, D.H., 1998, Recent Developments in the Agricultural Sector in Indonesia, Paper presented at IFA Regional Conference for Asia and Pacific, Hong Kong, 7-10 December 1998. [2] Dietrich, M., 1994, Transaction Cost Economics and Beyond, Routledge, London. [3] Eaton, C. and A.W. Shepherd, 2001, Contract Farming: Partnerships for Growth, FAO Agricultural Services Bulletin 145, Food and Agricultural Organisation, Rome. [4] Glover, D. and K. Kusterer, 1990, Small Farmers, Big Business: Contract Farming and Rural Development, Macmillan, London. [5] Goodman D. and M.J. Watts (eds) , 1997, Globalising Food: Agrarian Questions and Global Restructuring, Routledge, London. [6] Hafsah, M.J, 1999, Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. [7] Jaffee, S., 1994, Exporting High Value Food Commodities, Washington, DC: World Bank. [8] Key, N. and D. Runsten, 1999, Contract farming, smallholders, and rural
development in Latin America: the organisation of agroprocessing firms and the scale of outgrower production, World Development 27(2):381-401. [9] Kohls, R. L., and Uhl, J.N, 1980, Marketing of Agricultural Products, Fifth Edition, Macmillan Publishing Co., Inc., New York. [10] Kuntoro Boga Andri and Y. Shiratake, 2003, Existence, Type and Opportunities of Contract Farming in East Java, Bulletin of the Faculty of Agriculture, Saga University, No. 88. [11] Kuntoro Boga Andri and Y. Shiratake, 2005, Empirical Study of Contract Farming System Conducted by Dairy Cooperatives in East Java, Indonesia. Review of Agricultural Economics, Journal Edited by the Kyushu Society of Agricultural Economics Vol. 55, No.2, 2005, pp. 73-84. [12] Little, P.D. and M.J. Watts (eds), 1994, Living under Contract: Contract Farming and Agrarian Transformation in Sub-Saharan Africa, Madison, University of Wisconsin Press. [13] Patrick I.W., 2004, Contract Farming in Indonesia: Smallholders and Agribusiness Working Together, ACIAR Technical Reports 54, Canberra, Australia. [14] Raynolds, L., 2002, Wages for wives: Renegotiating Gender and Production relations in contract farming in the Dominican Republic, World Development 30(5): 783-798. [15] Reardon, T. and J. Berdegué, 2002, The rapid rise of supermarkets in Latin America: challenges and opportunities for development, Development Policy Review 20(4):371-388. [16] Shepherd, A.W., and A.J.F. Schalke, 1995, An Assessment of the Indonesian Horticultural Market Information Service, AGSM Occasional Paper No. 8, FAO of the UN, Rome. [17] Singh, S., 2000, Theory and practice of contract farming: a review, Journal of Social and Economic Development 3(2):255-263. [18] Singh, S., 2002, Multi-National Corporations and Agricultural Development: A Study of Contract Farming in the Indian Punjab, Journal of International Development 14:181-194. [19] Warning, M., and W. S. Hoo, 2000, The Impact of Contract Farming on Income Distribution: Theory and Evidence, Paper Prepared for Presentation at the Western Economics Association International Annual Meetings. [20] Williamson, O.E., 1979, Transaction cost economics: the governance of our contractual relations, Journal of Law and Economics 22:233-262.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
83
HUMANIORA
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Menuliskan “Islam”: Refleksi Pemikiran Inklusif Iqbal Asiandi Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jawa Tengah, Mahasiswa S2 Asia University (THMU) Taiwan Republic of China E-mail: asiandi2004@yahoo.co.uk
Sesungguhnya sudah masanya bagi kita saat ini untuk memelihara asas-asas Islam (Muhammad Iqbal). Kalimat pembuka tulisan ini adalah himbauan Muhammad Iqbal—filsuf dan penyair Islam—yang banyak menghasilkan karya dalam bidang puisi, filsafat, hukum, pemikiran Islam dan kebudayaan. Himbauan ini dituliskan Iqbal dalam rangka menjawab pertanyaan; mungkinkah cara filsafat rasional yang murni untuk agama?[3]. Himbauan Iqbal ini dilatarbelakangi oleh kesadarannya bahwa sudah selama 500 tahun terakhir ini pemikiran dalam Islam praktis terhenti setelah masa-masa kejayaannya berlalu. Dan di saat vakum ini menyebabkan tertariknya dunia Islam ke arah Barat. Sesuatu yang menurut Iqbal tidak dapat disalahkan, karena memang kebudayaan Barat (Eropa) pada hakekatnya dari segi intelektualnya merupakan perkembangan lanjutan dari beberapa fase yang sangat penting dari kebudayaan Islam. Menurutnya, yang perlu kita khawatirkan hanyalah bahwa kulit luar kebudayaan Eropa yang menyilaukan itu dapat juga menjerat langkah kita dan boleh jadi gagal dalam mencapai intisari yang sebenar-benarnya dari kebudayaan itu. Dalam pandangan Iqbal, berabad lamanya sewaktu umat Islam dalam berada dalam kepulasan intelektual, Eropa telah benar-benar berpikir ke arah masalah-masalah besar yang sejak dahulu telah menarik perhatian filsuffilsuf dan sarjana-sarjana Islam. Eropa telah berhasil memunculkan pandangan-pandangan baru dan persoalan-persoalan lama diolah di bawah cahaya pengalaman baru, dan persoalan-persoalan baru pun bermekaran di mana-mana. Ilmu pengatahuan maju dengan pesatnya dan ini mempengaruhi angkatan muda Islam di Asia dan Afrika yang menghendaki suatu pengupasan baru tentang kepercayaan mereka. Oleh karena itu, Iqbal menegaskan perlunya menyelidiki kembali kebangkitan Islam serta menganalisis ulang apa sesungguhnya yang dipikirkan Eropa dan sampai di mana kesimpulan-kesimpulan yang telah dicapainya itu bisa membantu kita dalam mengadakan revisi, jika perlu melakukan rekonstruksi atas pikiran agama dalam Islam.
Tentu saja revisi yang dimaksudkan di sini tidak sama artinya dengan melakukan penafsiran tentang Islam yang keluar dari bingkai kaidah berpikir yang tersurat dan tersirat di dalam kandungan Al-Qur’an dan AlHadits—sehingga bertindak sekehendak hati sekedar memenuhi hasrat hawa nafsu. Revisi dimaksudkan lebih kepada upaya memperbaiki kesalahan-kesalahan kita dalam menafsirkan dan mengaplikasikan ajaran agama ke dalam sendi-sendi kehidupan, mereposisi ulang kepada jalur yang sesungguhnya dan merekonstruksikan kembali pemikiran agama yang mencerahkan bukan menyesatkan. Penjelasan ini hendak menegaskan kepada segenap kaum muslimin agar tidak menciptakan rekam jejak yang keluar jalur pemikiran Islam, tetapi sebaliknaya selalu mengarahkan pandangan dan pedomannya kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan penguasaan yang paripurna dan bukan dengan penggalan-penggalan interpretasi yang menyesatkan untuk selanjutnya menularkan ide busuk seperti kanker yang menggerogoti kesehatan tubuh. Ide yang ditularkan semestinya haruslah ide yang sehat dan mampu membangkitkn kesadaran dalam menjalankan kemurnian beragama. Ide haruslah maslahat dalam kemanfaatannya, sebab ide dalam pandangan Iqbal adalah unsur yang vital dalam agama. Sedangkan agama—dalam pandangan Prof. Whitehead seperti dikutip Iqbal—adalah suatu kebenaran umum yang membawa akibat merubah watak manusia bila benar-benar dipegang dan dipahami sepenuh-penuhnya. Karena perubahan watak dan tuntutan hidup manusia adalah tujuan pokok bagi agama, maka kebenaran umum yang dikandungnya tidak seharusnya tinggal terbengkalai. Artinya kita boleh saja berpikir dengan semangat filsafat, yang menurut Iqbal adalah semangat penelaahan secara bebas. Segala macam ketentuan diragukannya. Rekaanrekaan pikiran manusia yang tidak kritis diikuti sampai ke tempat-tempat tersembunyi, tetapi haruslah berkesudahan dengan menolak atau menerima dengan hati terbuka bahwa akal mempunyai kelemahan untuk sampai kepada kebenaran tertinggi.
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
84
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Pada tataran ini hidup kita membutuhkan satu kata “iman”. Iman adalah intisari agama yang dikatakan Iqbal seperti burung, melihat jalannya yang tak berjejak dan tak dituntun oleh intelek. Iman adalah seperti isi pikir (cognitive content) yang bergejolak dengan berbagai pandangan yang hadir dan saling bertentangan. Jika iman adalah perumpamaan isi pikir, maka tergantung kepada kita mau kita arahkan kemanakah isi pikir kita. Mengikuti jalan yang lurus ataukah jalan menyimpang yang selalu bertentangan dengan pedoman Al-Qur’an dan Al-Hadits. Prof. Withehead –seperti dikutip Iqbal-mengatakan bahwa usia iman itu memang setua usia rasionalisme. Tetapi untuk memasukkan iman ke dalam rasio tidaklah berarti mengakui keunggulan filsafat atas agama. Jadi meskipun filsafat mempunyai kuasa menilai agama, tetapi yang dinilainya itu sudah sedemikian rupa sehingga agama tidak akan dapat takluk begitu saja pada kekuasaan filsafat, kecuali atas syarat-syaratnya sendiri. Sebab agama bukanlah masalah sebagian kehidupan manusia, bukan pula sekedar pikiran, bukan hanya perasaan, bukan sekedar amalan saja; tetapi agama adalah pernyataan manusia selengkapnya dan seutuh-utuhnya. Oleh karena itulah Islam—menurut Iqbal-menolak pandangan filsafat Yunani yang telah berupaya mengaburkan pandangan ahli-ahli pikir Islam terhadap Al-Qur’an. Meskipun, sesungguhnya Islam tidak menolak filsafat, dalam pengertian selama filsafat tidak mengecilkan arti agama hanya sebatas konsepsi logika yang berakhir pada sikap negatif semata. Jadi sesungguhnya agama telah menuntun jalan iman kita kepada jalan yang sebenarnya. Maka pemahaman kita terhadap agama secara paripurna atau komprehensif akan memudahkan kita dalam memahami berbagai persoalan keimanan yang kita pilih dan kita tempuh. Sehingga dengan demikian persoalan iman dalam hal ini tidaklah dapat kita lepaskan (bebaskan) dari ikatan-ikatan keagamaan formal. Tesis ini menolak sama sekali pandangan saudara Luthfi Assyaukanie yang dimuat pada kolom Bentara Kompas (3 September 2005), yang mengatakan bahwa independensi iman adalah sesuatu yang penting sehingga membebaskannya dari ikatan-ikatan keagaamaan formal. Bahwa kedekatan dengan Tuhan atau perjumpaan dengan sesuatu yang agung tidak mesti harus lewat cara-cara yang digariskan agama tertentu [2].
Luthfi—yang adalah pengusung paham liberalisme ini—menuliskan tentang “iman kaum fideis” dalam opini yang bertajuk “Agama dalam Batas Iman Saja (Persembahan untuk Nurcholis Madjid, yang selalu Membela Iman di atas Agama dan Rasionalitas)”. Mengusung pandapat William James--seorang yang dikatakan Luthfi tak terlalu peduli dengan konsep-konsep keagamaan yang dikembangkan dalam wacana filsafat dan teologi seperti Tuhan, nabi, kitab suci, wahyu, dan lainnya—Luthfi menjelaskan “fideisme” (fideism), berasal dari kata fides yang berarti iman. Seorang fideis, katanya, tak terlalu peduli apakah imannya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional karena baginya akal sama sekali tak relevan ketika seseorang berbicara tentang iman [3]. Lebih lanjut Luthfi menuliskan bahwa kaum fideis menganggap independensi iman sebagai sesuatu yang penting, bukan hanya untuk membebaskannya dari kungkungan rasionalitas, tapi juga untuk membebaskannya dari ikatan-ikatan keagamaan formal. Bagi pemeluk fideis (yang konsisten maupun separuh-separuh), pengalaman spiritualitas melampaui identitas agama dan melampaui doktrin-doktrin yang diajarkan institusi agama formal. Kedekatan dengan Tuhan atau perjumpaan dengan sesuatu yang agung tidak mesti harus lewat cara-cara yang digariskan agama tertentu. Tidak sampai di situ Luthfi—seakan ingin menyeret kaum Muslim agar menjadi pengikut fideis—memberikan contoh bahwa seorang fideis Muslim, misalnya, bisa merasa dekat kepada Allah tanpa melewati jalur shalat karena ia bisa melakukannya lewat meditasi atau ritus-ritus lain yang biasa dilakukan dalam persemedian spiritual. Dengan demikian, pengalaman keagamaan hampir sepenuhnya independen dari aturan-aturan formal agama. Pada gilirannya, perangkat dan konsep-konsep agama seperti kitab suci, nabi, malaikat, dan lain-lain tak terlalu penting lagi karena yang lebih penting adalah bagaimana seseorang bisa menikmati spiritualitas dan mentransendenkan dirinya dalam lompatan iman yang tanpa batas. Sedemikian jauhnya pandangan dan kayakinan Luthfi Assyaukanie dalam menginfiltrasikan pandangannya—notabene kepada kaum Muslimin—dengan merasuki keyakinan beragama umat yang murni. Jelas ini merupakan suatu ekstasis (siklus diluar kontrol yang terus-menerus sehingga menghilangkan semua esensi—hampa dan tidak bermakna) dan metastasis. Menyitir pandangan Baudrillard, inilah politik sebagai budaya, di mana jika pandangan Luthfi ini
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
85
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 dipolitikkan (political) maka saat pandangan ini diproduksi dan merebak dia akan menginfiltrasi seluruh struktur dan merasuki lain-lainnya. Inilah fenomena ekstrim (hal-hal yang melampaui batas). Inilah paradoks logika yang menempatkan ide yang sangat disadari dan berlebih-lebihan. Atau mungkin juga inilah yang disebut sebagai krisis pemikiran (azmah fikriyah). Pandangan Luthfi yang mengusung keyakinan filsafat William James ini bertolak belakang dengan pandangan Iqbal. Iqbal memberikan penjelasan tentang bagaimana secara filsafat kita dapat membenarkan konsepsi Islam tentang Tuhan. Menurutnya, hasrat keagamaan lebih tinggi menjulang daripada hasrat filsafat. Agama bukan hanya sekedar konsepsi; agama berusaha mendapatkan pengetahuan yang lebih lazim tentang dan berhubungan dengan objek yang ditujunya. Menurut Iqbal cara mencapai hubungan ini adalah dengan beribadah atau shalat yang berakhir dengan pencerahan ruhaniah. Shalat dalam Islam adalah suatu ego untuk melepaskan diri dari mekanisme menuju kemerdekaan. Shalat ditentukan waktunya dalam setiap harinya, yang menurut Al-Qur’an untuk memulihkan “self-possession” (pemilikan diri sendiri) kepada ego dengan mendekatkannya kepada sumber pokok kehidupan dan kemerdekaan, adalah dimaksudkan untuk menyelamatkan ego dari akibat tidur dan kerja yang rutin. Iqbal sendiri mengutip pandangan William James (psikolog Amerika) bahwa meskipun ilmu akan berbuat sebaliknya, tampaknya manusia akan terus beribadat sampai akhir zaman, kecuali kalau kodrat mentalnya berubah dengan cara yang tak kita harapkan. Iqbal senantiasa berusaha menuliskan tentang Islam dengan mengetengahkan pandangan dan interpretasi yang inklusif (terbuka) dengan penerimaan terhadap Islam yang inklusif (terbuka) pula, bukan sebaliknya terhadap penentang-penentang Islam cenderung inklusif (terbuka) tetapi terhadap pandangan dan nilai-nilai Islam itu sendiri ekslusif (tertutup). Atau terhadap sesama muslim menyerang dengan pemikiran (paradoks logika) sementara terhadap penghujat Islam bersahabat dan tebuka atas nama toleransi tanpa batasan. Iqbal menuliskan Islam dengan kepekaan dan kepeduliannya terhadap dunia Islam tanpa harus mencelupkan dirinya ke dalam warna Barat di mana dia banyak belajar menuntut ilmu. Ilmunya diabdikannya untuk kepentingan Islam itu sendiri.
Iqbal seakan menasehati dirinya sendiri dalam bait-bait syairnya: Apa saja yang kau lakukan jadikan tujuanmu / Agar setiap saat kau dekat dengan-Nya. Maka: siapapun yang menghunus pedang tidak demi Tuhan / Pedang itu akan menusuk ke dadanya sendiri (Muhammad Iqbal: Cita-cita Islam).3 Wahai kau pencari ilmu / Kusampaikan bagimu pesan Rumi: “Jika ilmu sebatas kulit, dia jadi ular / Jika ilmu meresap sampai ke hati, dia jadi sahabat.” / Jangan kau jual agama demi sepotong roti / Bagi kau yang tergila mencari barang murahan / Tak kau sadar kegelapan matamu / Carilah inti kehidupan dari mata pedang sendiri / Peliharalah kemurnian Islam / Tapi jangan kau cari nyala cinta dari ilmu yang lain / Jangan reguk fitrah hakiki dari piala sang kafir / Jangan salah ukur kau pada lagu orang lain / Wahai, yang mengemis seiris kerak dari meja orang lain / Apakah akan kau cari bagianmu di warung orang lain? / Kita yang menjaga benteng Islam / Akan jadi kafir sebab mengabaikan panggilan Islam (Muhammad Iqbal: Pesan Bagi Kaum Muslim) [3]. Bait-bait syair ini meneguhkan keperibadian tunggalnya terhadap Islam. Iqbal tak akan menjual agamanya sebab dia memiliki martabat. Pesannya,”Peliharalah kemurnian Islam,” adalah wujud komitmennya juga atas dirinya. Sehingga jelas di sini seorang Iqbal dengan sendirinya akan menolak pernyataan Sukidi –pengusung liberalisme, mahasiswa teologi di Harvard Divinity School, Harvard University—yang menyebutkan Iqbal sebagai salah seorang yang menyerukan Protestanisme Islam (Media Inovasi, Edisi Khusus Muktamar 2005: 15). Sukidi dengan tulisannya berjudul “Muhammadiyah Sebagai Islam Protestan Refleksi Pemikiran Awal” tampaknya mencoba menarik Iqbal ke dalam aras pemikirannya yang menyerukan Protestanisme Islam [4]. Berikut kutipan Sukidi atas komentar Iqbal: “[Martin] Luther, musuh despotisme dalam agama, dan Rousseau, musuh despotisme dalam politik, harus selalu dihormati sebagai emansipator kemanusiaan Eropa dari belenggu kepausan dan absolutisme, dan pemikiran keagamaan-politik harus dipahami sebagai penolakan yang sebenarnya atas dogma Gereja teradap penistaan manusia.” Saya pribadi tidak melihat adanya pernyataan Iqbal yang menyatakan bahwa dia menyerukan Protestanisme Islam. Pernyataan Iqbal di atas tidak mencerminkan suatu pandangan apapun yang dapat dijadikan
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
86
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 justifikasi bahwa Iqbal mendukung Protestanisme Islam yang sedang diusung Sukidi –penyambung lidah Ali Shari’ati dan Hashem Aghajari di Indonesia ini. Tampaknya Sukidi berkeinginan melakukan penyesatan opini dalam hal ini. Oleh karena itu Protestanisme Islam yang diusung Sukidi, harus ditolak lebih-lebih dengan alasan: Martin Luther (1483 – 1586) adalah seorang penghujat Islam, seorang yang berpandangan bahwa setan adalah pengarang terakhir Al-Qur’an (The devil is the ultimate author of the Qur’an). Luther berpendapat bahwa setan adalah seorang pembohong dan pembunuh (a liar and murderer) dan Al-Qur’an mengajarkan kebohongan dan pembunuhan. Luther menyatakan: “Jadi ketika jiwa pembohong mengontrol Muhammad, dan setan telah membunuh jiwa-jiwa Muhammad dengan AlQur’an dan telah menghancurkan keimanan orang Kristen, setan harus terus mengambil pedang dan mulai membunuh badan-badan mereka” (Armas, 2005: 29 – 33) [1]. Rasanya nurani sejati seorang Muslim akan lebih cenderung menolak ide Sukidi yang mempropagandakan Protestanisme Islam, maupun Luthfi Assyaukanie yang mempropagandakan paham fideis. Kapan dan di mana pun mereka diperbolehkan melakukan telaah secara bebas (dengan semangat filsafat). Namun lebih penting lagi bila mereka mampu menawarkan pemikiran filsafat Islam dari khasanah Islam yang terpendam. Telah bebas seperti yang dilakukan Sukidi sangat ganjil dan aneh, sebab tidak selayaknya seorang pemuda Islam mengagung-agungkan penghujat Islam. Begitu pun ajakan Luthfi Assyaukanie yang mengajak kepada fideis. Apakah tidak ada lagi khasanah pemikiran yang layak digali dari sumber mata air keilmuan Islam sebagai alternatif pencarian dan pemikirannya? Akan lebih bijaksana kalau mereka berdua mampu menumpahkan tinta pemikirannya pada kanvas putih dan
menuliskan Islam yang murni (tanpa campuran), ketimbang menjajakan pemikirannya tentang Protestanisme Islam atau tentang fideis. Seperti kata Iqbal: Carilah inti kehidupan dari mata pedang sendiri dan peliharalah kemurnian Islam. Bagi Iqbal yang terlarang dalam filsafat adalah tidak boleh bertentangan dengan pandangan yang dimaksudkan Al-Qur’an. Tidak boleh meleset dalam melihat daya cipta Islam yang besar dan bermanfaat serta tidak membantu pertumbuhan filsafat hidup yang melemahkan, yang mengaburkan pandangan manusia tentang dirinya, tentang Tuhannya, dan tentang dunianya. Selayaknyalah kita berupaya untuk menuliskan tentang kemurnian Islam dan bukannya mereguk fitrah hakiki dari piala sang kafir. Kita yang menjaga benteng Islam. Akan jadi kafir sebab mengabaikan panggilan Islam. Wallahu a’lamu bishshawab.
Daftar Pustaka [1] Armas, A. 2005. Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an: Kajian Kritis. Jakarta: Gema Insani Press. [2] Assyaukanie, L. 3 September 2005. Agama dalam batas iman saja (Persembahan untuk Nurcholis Madjid, yang selalu membela iman di atas agama dan rasionalitas), Kolom Bentara Kompas, Nomor 8 Tahun 6, 52. [3] Iqbal, M. 2002. Rekonstruksi Pemikiran dalam Islam: Dilengkapi dengan Puisipuisi Asrar-i-Khuldi. Yogyakarta: Jalasutra. [4] Sukidi. 2005. Muhammadiyah sebagai Islam Protestan refleksi pemikiran awal, Jurnal Ilmu dan Kemanusiaan Media Inovasi, Edisi Khusus Muktamar Muhammadiyah ke-45, 14 – 17.
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
87
HUMANIORA
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Semangat Berhemat Energi: Belajar dari Negara Maju Muh. Zulkifli Mochtar Husein Graduate School Of Engineering, Infrastructure and Transportation Engineering Laboratory, Osaka City University, Japan. Email : mzulkiflymochtar@hotmail.com
1. Pendahuluan Pada tahun 1973 produksi minyak nasional masih berada pada angka 1,3 juta barel per hari dengan kondisi jumlah penduduk 120 juta jiwa. Saat ini, kita hanya mampu memproduksi sebesar 981 ribu barel perhari dengan kondisi jumlah penduduk 220 juta jiwa.Meskipun secara formil Indonesia saat ini masih menjadi anggota Asosiasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), sebetulnya Indonesia sudah masuk dalam golonga pengimpor bersih ( net importer ). Pada Agustus 2004 menunjukkan setiap hari Indonesia memang mengekspor rata-rata 400.000 barel (1 barel = 159 liter) minyak mentah, tetapi impor minyak kita lebih besar, yaitu sekitar 500.000 barrel. Kalau kita misalkan kapasitas produksi Indonesia akan tetap sebesar 0,5 milyar barrel per tahun, maka cadangan minyak negeri ini yang tinggal kurang dari 5 milyar barrel akan habis dalam jangka waktu 10 tahun. Jika tidak ada investasi baru di bidang eksplorasi minyak bumi, diperkirakan tidak lebih dari satu dekade lagi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus seluruhnya dipenuhi lewat impor. Pada tahun 2001, dari 70 trilliun kontribusi ekspor minyak mentah bagi pendapatan negara, sekitar 63 trilliun habis digunakan untuk â&#x20AC;&#x2DC;nombokâ&#x20AC;&#x2122; subsidi bahan bakar. Walaupun pengurangan subsidi bahan bakar sudah dilakukan secara bertahap, tetapi anggaran biaya negara untuk subsidi di tahun 2005 masih bertengger di angka Rp 53 trilyun. 2. Negara Boros Selain beban keuangan, banyak kalangan yang menilai harga energi yang cenderung murah telah membuat rakyat Indonesia menjadi tidak efisien. Setidaknya
ada dua parameter untuk mengetahui tingkat boros/tidaknya penggunaan energi, yaitu elastisitas dan intensitas energi. Elastisitas energi adalah perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi dengan pertumbuhan ekonomi. Semakin rendah elastisitasnya, berarti pemakaian energi semakin efisien. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, pada kurun waktu 1985-2000, Elastisitas energi Indonesia berada pada kisaran 1,04 â&#x20AC;&#x201C; 1,35, jauh lebih besar dari elastisitas energi negara-negara maju yang berada pada kisaran 0,55 â&#x20AC;&#x201C; 0,65 pada kurun yang sama. Pada kategori ini Indonesia termasuk negara yang sangat boros. Sementara intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Semakin efisien suatu negara, maka intensitasnya akan semakin kecil. Dari sisi ini juga, Intensitas energi Indonesia berada pada indeks 400,jauh di atas intensitas energi negara-negara Amerika Utara (sekitar 300), negara-negara OECD (sekitar 200),Thailand (sekitar 350),dan empat kali lebih besar dari Jepang ( 400). Unefficiency of Energy Comsumption ini juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan Indonesia. Sebuah survei tentang kualitas udara di Jakarta saat ini mengungkapkan bahwa penduduk Jakarta tahun 2004 yang lalu hanya bisa menikmati udara sehat selama 20 hari saja dalam satu tahun. Setiap 1 liter bensin yang terbakar dalam kendaraan bermotor yang kita gunakan, menghasilkan kurang lebih 2,24 kg emisi karbon. Sementara untuk 1 kWh listrik yang kita gunakan, emisinya senilai 800 gr CO2. Selain berbahaya bagi kesehatan,
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
88
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 karbon dioksida (CO2) adalah penyebab terbesar dari efek pemanasan global. 3. Belajar dari Semangat Negara-negara Maju Ada hal yang mengemuka dalam Konvensi Konservasi dan Diversifikasi Energi Internasional bulan September tahun lalu di propinsi Aichi,Jepang. Sekitar 57 negara berpartisipasi dalam konvensi yang digelar di arena ekspo lingkungan Aichi 2005 ini. Dari paparan peserta, terlihat bagaimana bersemangatnya negara-negara didunia dalam usaha diversifikasi energi dan upaya efisiensi hemat energi. Amerika misalnya, setelah mengalami oil shock kedua kali, Departemen Energi mereka segera mengambil langkah efisiensi energi melalui kebijakan kepada pengendara bermotor untuk memberlakukan speed limit 55 mph/88 km bagi seluruh kendaraan,dengan indikasi bahwa dengan batas kecepatan akan menghemat BBM sampai 20 persen. Langkah kedua yakni dengan menganjurkan kepada industri mobil untuk mendesain kendaraan dalam bentuk yang lebih kecil bermesin 4 cylinder, compact, aerodinamis dan light. Begitu gencarnya kampanye efisiensi energi oleh pemerintah, pabrik kendaraan bermotor mempunyai orientasi yang mengindikasikan good mileage yang artinya rasio penggunaan bahan bakar setiap satu gallon akan memberikan jarak tempuh yang lebih jauh dibandingkan dengan kendaraan sebelumnya yang bermesin 6 atau 8 cylinder sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi para pemakainya. Kendaraan desain baru yang berlebel ratio good mileage seperti 44 mil/gallon atau sama dengan satu liter untuk delapan belas kilometer, akan mempunyai nilai jual yang tinggi.. Para pengemudi di Amerika juga telah meninggalkan bensin yang mengandung timah. Begitu sempurnanya mereka menjauhi bensin itu sehingga sebagian besar pompa bensin tidak lagi menjualnya. Karena timah hampir hilang sebagai zat aditif bensin di Amerika Serikat, maka menurut penelitian terbaru, konsentrasi rata-rata zat ini dalam darah anak-anak
menurun hampir setengahnya. Para pengemudi di Amerika Serikat sekarang hampir tidak merasakan lagi zat bahan bakar beracun ini, walaupun mereka tahu zat tersebut pernah ada. Akhirnya, pencemaran udara di banyak kota di AS menurun sampai 15 persen dalam kurun waktu satu tahun setelah diberlakukan penjualan yang dianjurkan. Negara â&#x20AC;&#x201C; negara didunia memang begitu bersemangat untuk melakukan program efisiensi dan hemat energi.Tidak di Amerika saja, di Prancis pun kampanye efisiensi energi juga terjadi, bahkan bisa dibilang lebih ketat di mana temperatur ruangan di setiap kantor dipasang special thermometer dan tidak boleh di-setting di bawah 22 derajat Celsius selama musim panas. Setiap saat selalu ada petugas investigasi yang melakukan inspeksi mendadak. Di negara ini, emisi sulfur dioksida juga secara nasional turun sampai kira-kira 75 persen setelah jenis-jenis bahan bakar itu digantikan oleh tenaga nuklir. Sementara Jepang adalah salah satu negara yang betul â&#x20AC;&#x201C; betul bersemangat menangani konservasi energi. Keseriusannya ditunjukkan dari kepedulian menemukan cara menghemat pemakaian energi, mulai dari yang berdampak kecil hingga yang besar. Penelitian â&#x20AC;&#x201C; penelitian tentang bagaimana hemat energi terus bermunculan. Sampai masalah-masalah sepele,misalnya anjuran untuk tidak membukakulkas lebar-lebar ,cara penggunaan mesin cuci agar tdk boros listrik sampai cara memanaskan dan mematikan mobil yang tidak boros bensin. Jepang juga saat ini mulai mencoba menerapkan kebiasaan mematikan mesin pada waktu kendaraan berhenti karena lampu lalu lintas merah. Percobaannya dimulai oleh bus angkutan umum di beberapa kota besar. Walaupun cara ini masih belum popular,tetapi apa yang mereka lakukan menunjukkan bahwa apa pun mereka coba untuk menekan konsumsi BBM. Masyarakat Jepang berupaya tidak membuat acara-acara yang dapat membuat jalanan macet. Kalaupun harus membuat
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
89
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 acara di lokasi yang lalu lintasnya ramai, penyelenggara acara jauh-jauh hari sudah memberi tahu masyarakat akan kemungkinan adanya gangguan lalu lintas, bahkan juga memberi informasi jalur-jalur alternatif. 4. Penghematan sebagai Jalan Keluar Krisis
transportasi. Kalau penghematan di sisi listrik sudah menunjukkan hasil positif, selanjutnya kita menunggu kebijakan konkret untuk juga berhemat di sisi transportasi. Karena kita masih tergolong bangsa yang boros, penghematan masih bisa dan harus dilakukan. Demi kelangsungan hidup bangsa ini. Daftar Pustaka
Kembali ke kasus kita, guna mengatasi krisis minyak nasional, hanya ada tiga alternatif jalan keluar yang bisa diangkat, yaitu mencari ladang minyak baru, mengembangkan sumber energi terbaru seperti sinar matahari dan panas bumi, serta menggunakan energi dengan hemat dan efisien. Meskipun kondisi di Indonesia jauh berbeda dengan negara-negara lain, efisiensi dan penghematan minimal bisa dilakukan pada pemakaian listrik dan sektor
[1] Towards Planning and Sustainable development,J. Kozlowski, Avebury Publishing Company, 1993. [2] Menata Kelemahan Sistem Energi kita, Agus Kantono, Harian Kompas, 2004 [3] Andi Rahmah, Yayasan Pelangi, 2005.
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
90
HUMANIORA
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
_
Menuai Dampak Kegagalan Pendidikan Nasional Irwan Fadjar Tojirin Alumnus S2 bidang Hubungan Internasional UGM Yogya Email : ifadjart@yahoo.com
1. Pendahuluan Badan internasional PBB, United Nations Development Programme (UNDP) baru â&#x20AC;&#x201C; baru ini mengeluarkan laporan negara-negara menurut peringkat Human Development Index (HDI) 2004. Negara kita ada di peringkat 111 dari 175 negara. Yang memprihatinkan, kualitas manusia Indonesia benar - benar jauh lebih lebih rendah dari Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (58), Thailand (76), dan Filipina (83). Bahkan lebih rendah dari negara-negara "terbelakang" seperti Kirgistan (110), GuineaKatulistiwa (109), dan Aljazair (108). Mungkin karena masalah rendahnya mutu SDM sudah sangat sering kita dengar, pemerintah kita biasa - biasa saja dan sama sekali tidak menanggapi serius persoalan ini. 2. Dimensi Human Development Index Meski tidak seluruh data yang mendukung adalah data yang lengkap dan aktual, pada dasarnya HDI adalah satuan yang dikembangkan UNDP guna mengukur kesuksesan pembangunan suatu negara. HDI adalah angka yang diolah berdasarkan tiga dimensi; yaitu panjang usia (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup (standard of living) suatu bangsa. Secara teknis ketiga dimensi ini dijabarkan menjadi beberapa indikator; yaitu kesehatan (dan kependudukan), pendidikan, serta ekonomi. Selama ini, hanya pendapatan saja yang sering menjadi tolok ukur kesejahteraan atau kemajuan pembangunan suatu bangsa. Tetapi HDI menggabungkan ukuran-ukuran harapan hidup, pendidikan, literasi dan pendapatan, untuk melihat pembangunan suatu negara secara lebih luas. Indikator kesehatan menyangkut angka kematian bayi (infant mortality rate), angka kematian balita (under-five mortality rate), dan lainnya. Indikator kependudukan menyangkut
usia harapan hidup (life expectancy), penduduk yang tak mempunyai harapan hidup sampai usia 60 tahun (people not expected to survive to age 60), dan lainnya. Indikator pendidikan menyangkut angka melek huruf (literacy rate), anak yang berpendidikan sampai kelas lima SD (children reaching grade 5), angka partisipasi pendidikan (enrolment ratio), dan lainnya. Adapun indikator ekonomi antara lain menyangkut indeks kemiskinan (poverty index). Dari berbagai indikator itu, HDI merupakan ukuran keberhasilan pembangunan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi suatu bangsa. Logikanya, HDI yang tinggi menunjukkan keberhasilan pembangunan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Sebaliknya, HDI yang rendah menunjukkan ketidakberhasilan pembangunan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi suatu negara. Tidak sedikit negara-negara terutama negara maju yang selalu memonitor dan merespons hasil penilaian ini berkala setiap tahun. 3. Langkah Mundur Pendidikan Nasional Yang menarik dan semestinya kita garis bawahi, Berdasarkan Laporan UNDP tersebut, Human Development Indeks Indonesia terus melorot semenjak 1975. Data ini bahkan sudah dikonfirmasi dengan penghitungan Biro Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan HDI Indonesia memang mengalami kemunduran terutama sejak 1996. Kecenderungan penurunan HDI ini terutama mengenai komponen angka kematian bayi dan angka bebas buta hurup di antara penduduk dewasa. Itu berarti, dari tahun 1974 hingga kini, kualitas manusia kita tidak berkembang berkembang malah terus cenderung melorot. Jadi, apa yang kita lakukan selama ini ? Statis tanpa peningkatan selama 30 tahun, bukankah memperlihatkan betapa tidak adanya visi, pemikiran dan keseriusan
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
91
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
_ pemerintah bangsa ini untuk memperbaiki diri ? Sampai hari ini,bangsa Indonesia bisa dikata memang masih terpuruk baik secara politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Ekonom dan politikus kita menyatakan bahwa itu semua disebabkan terjadinya badai krisis di Asia yang menghantam sistem perekonomian Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu. Berawal dari sinilah selanjutnya aneka ragam krisis muncul di permukaan. Analisis seperti itu mungkin ada benarnya. Akan tetapi mendudukkan krisis ekonomi sebagai satu-satunya determinan tentulah tidak tepat. Mengapa Korea Selatan,Thailand dan Malaysia sudah bisa kembali berpacu, sementara kita belum bisa sempurna berdiri tegak ? 4. Faktor Fundamental Pendidikan Nasional
Kegagalan
Kita semestinya sepakat bahwa sebenarnya ada faktor yang lebih fundamental sebagai penyebab keterpurukan kita; yaitu ketidakberhasilan pendidikan nasional kita. Sesungguhnyalah hari ini kita sedang menuai dampak jangka panjang atas ketidakberhasilan pendidikan nasional. Kekurangtangguhan bangsa Indonesia hari ini merupakan akibat dari perjalanan buruk pendidikan 15, 20 sampai 30 tahun yang silam. Selama ini kita kurang bersungguhsungguh mengurus arah pendidikan dan hari ini kita tengah menuai dampaknya. Karena pendidikan kita tidak menghasilkan kader-kader bangsa yang berkemauan tulus dan berkemampuan profesional maka kita tidak sanggup menahan krisis; dan ketika aneka krisis sudah berkecamuk yang menghantar kita dalam keterpurukan maka kita pun sulit untuk melakukan recovery. Kita dapat belajar dari Australia, Selandia Baru, Singapura, Korea Selatan, dan sebagainya; ketika badai krisis menyerang negara-negara Asia mereka tetap saja survive. Kenapa? Karena mereka memiliki generasi yang tangguh untuk melawan krisis. Dan, ketangguhan ini merupakan dampak positif dari pelaksanaan pendidikan nasionalnya.yang terarah jauh-jauh hari sebelumnya.
Dalam soal anggaran misalnya; sejak dulu pemerintah kita tidak mau mengalokasi anggaran pendidikan dalam jumlah yang memadai. Dari tahun ke tahun rasanya belum pernah satu kali pun besarnya anggaran pendidikan kita melebihi angka 10 persen dari total anggaran negara. RAPBN hanya menganggarkan dana pendidikan sebesar 9 persen,jauh dari janji-janji 20 persen sebelumnya. Akibatnya biaya pendidikan di Indonesia terlalu mahal untuk kemampuan ekonomi masyarakat. Bukan hanya dalam perguruan tinggi, biaya pendidikan untuk sekolah dasar dan menengah masih sangat mahal bagi masyarakat kita. Biaya pendidikan yang harus ditanggung untuk memasuki sekolah sangat beragam dan jumlahnya pun sangat besar,dari uang bangunan, uang buku, uang seragam, uang ujian, belum lagi pungutan-pungutan lainnya. Dengan jumlah pengangguran tinggi dan pendapatan sebagian besar penduduk yang rendah, besarnya biaya untuk bersekolah menjadi mustahil ditanggulangi sendiri oleh masyarakat. 5. Sense of Education: Jepang dan Malaysia
Belajar
dari
Kita tak mau menengok realitas ke kanan â&#x20AC;&#x201C; kiri, Jepang misalnya. Setelah kekalahan Perang Dunia II, meski dengan anggaran belanja negara yang minim dan pas-pasan, mereka mulai menerapkan strategi pendidikan dari SD sampai Universitas yang berstrategi, mengirim banyak orang - orang mudanya belajar ke negara lain. Generasi manusia baru mereka saat itu juga bekerja keras 2.100 jam pertahun, sehingga income perkapita mereka meroket dari sekitar 6 ribu yen tahun 1946 menjadi 200 ribu Yen di tahun 60-an, selanjutnya menjadi 1 juta Yen di tahun 1970. Saat itu, mereka membelanjakan sekitar 20 persen uang negara pada bidang Education dan Science , melakukan pressing penelitian dengan mencetak banyak mahasiswamahasiwa master dan doktor. Dibidang publising, karena generasi manusia mereka gemar membaca, sampai tahun 80 - an mereka sudah sudah mencetak sekitar 1,2 trilliun copy buku - puncaknya ditahun 1997 mencapai 1,5 trilliun copy. Sirkulasi suratkabar generasi manusia Jepang tahun
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
92
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
_ 2002 mencapai 70,8 juta copy dengan perbandingan 653 copy per 1000 - tertinggi didunia, jauh melebihi Amerika yang 269 copy per 1000 penduduk. Sekitar 70 juta dari 127 juta manusia mereka adalah pengguna internet, bandingkan dengan generasi manusia kita yang hanya 2 persen. Kalau kita anggap terlalu jauh melihat ke Jepang, apa salahnya kita melihat Malaysia misalnya. Dua puluh tahun lalu Malaysia masih menjadi "murid" kita, banyak pemuda Malaysia dikirim ke Indonesia untuk menimba ilmu di berbagai perguruan tinggi kita. Di sisi lain pemerintah Malaysia juga mendatangkan banyak guru, dosen, dan peneliti kita untuk mengembangkan pendidikan nasionalnya. Para pejabat pemerintah Malaysia memiliki komitmen dan sense of education yang memadai dengan mengalokasi anggaran pendidikan secara signifikan - sangat sering mencapai angka 20 persen. Walhasil, Malaysia maju berkembang dengan dengan sumber daya manusia yang tangguh, sementara sang guru selain sudah tertinggal jauh di belakang, tetap masih saja berjalan di tempat. Menurut Human Development Report pertama tahun 1990, UNDP mengingatkan, tujuan utama pembangunan adalah kesejahteraan manusia (human welfare). Dengan ini mau ditegaskan, indikator kemajuan tidak boleh dibatasi pada pendapatan per kapita, tetapi harus mencakup kemajuan pendidikan. Bangsa yang maju adalah bangsa yang putra-putrinya cerdas dan matang. Hanya orang-orang cerdaslah yang dapat mengubah nasib mereka dan nasib sebuah bangsa
Implikasi ketidaksungguhan kita mengelola pendidikan hari ini akan semakin terasa akibatnya lima belas sampai tiga puluh tahun mendatang. Saat itu, era perdagangan bebas dunia sudah berputar dan bukan mustahil, manusia - manusia kita hanya akan menjadi tenaga - tenaga kuli dinegeri sendiri. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyudono harus segera bereaksi cepat dengan kondisi sumber daya manusia,seperti halnya bangsa Amerika yang pernah didera efek Sputnik. Itu terjadi Saat Rusia meluncurkan pesawat Sputnik keluar angkasa diakhir tahun 1957, Amerika Serikat terkejut dan merasa tertinggal dari rivalnya tersebut. Masyarakat dan Politisi AS panik, serta-merta menuding pendidikan sebagai biang keladi ketertinggalan bangsa AS dari Rusia. Presiden John F Kennedy segara menanggapi serius "rendahnya mutu" pendidikan AS saat itu dan mencanangkan program pressing mutu pendidikan. Akhirnya, tahun 1969, Neil Amstrong berhasil mendaratkan Apollo di Bulan. Inilah yang dikenal sebagai Efek Sputnik, keterkejutan atas ketertinggalan yang membawa kepada kesadaran masyarakat Amerika perlunya sebuah perubahan. Pasca efek Sputnik, pemerintah AS segera menyediakan dana tak terbatas untuk pendidikan, memberdayakan daerah dan kota guna memajukan pendidikan, dan membantu unit-unit masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan bermutu. Pemerintah kita juga harus bersepakat untuk mengelola pendidikan nasional yang terarah sesegera mungkin. Seharusnya itulah prioritas nomor satu dan yang paling wajib didahulukan tentunya.
6. Revolusi Pendidikan Nasional dan Efek Sputnik Amerika
Daftar Pustaka
Sekalipun kita meyakini bahwa laporan UNDP itu tidak 100 persen valid, apa salahnya kita merasa terkejut, terpukul dan menarik pelajaran dari publikasi itu ? 30 tahun tanpa perbaikan kualitas menunjukkan betapa ngawurnya konsentrasi,konsistensi dan arah pembangunan pendidikan nasional kita. Ini harus kita akui dan dijadikan alat pemicu dan pemacu guna perbaikan diri. Jika tidak,
[1] Kemana arah pendidikan nasional kita ? Nyoman Wahardika, PT. Indah Surabaya, 2005 [2] Perlunya Revolusi pendidikan Nasional, Lily Tarebbang, Harian Kompas, Maret 2005 [3] Antara penghematan dan keharusan, M. Iqbal Mukaddam, Harian Waspada, April 2006.
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
93
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
KESEHATAN Ada Gula Ada Kanker
Ahmad Faried Department of General Surgical Science (Surgery I), Graduate School of Medicine, Gunma University, Maebashi, Japan Email: afaried@med.gunma-u.ac.jp Leri S. Faried Department of Gynecology and Reproductive Medicine, Graduate School of Medicine, Gunma University, Maebashi, Japan Email: leri@med.gunma-u.ac.jp Pendahuluan Dimata masyarakat awam pada umumnya, istilah ‘Gula’ selalu dipersalahkan untuk masalah-masalah kegemukan (baca: berat badan), gigi berlubang dan penyakit gula (Diabetes). Pada saat kita kecilpun, kata ‘Gula’ identik dengan permen gulali, arum manis, coklat, dll., dan semua yang terasa ‘manis’ berkonotasi buruk bagi kesehatan. Banyak hal yang kita ketahui tentang ‘Gula’, tapi apa yang tidak kita ketahui lebih jauh tentang dunia ‘Gula’ ini? Misalnya, apakah hubungan antara ‘Gula’ dengan penyakit keganasan atau kanker? Gula, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah ‘Sugar’ dan dalam bahasa Yunani dikenal dengan ‘Glyco’ merupakan sumber energi utama dalam kehidupan sel-sel ditubuh kita. Gula adalah suatu gugus bangun kimia yang terdiri dari gabungan beberapa karbohidrat. Sedangkan karbohidrat itu sendiri didalam struktur bangunnya mengandung suatu gugus karbon. Sebagai contoh: enam rantai karbon disebut dengan Hexose, dan dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan nama Glukosa, Galaktosa, Fruktosa dan Mannosa. Dengan kata lain, kompleks dari beberapa karbohidrat kita sebut Gula, selanjutnya gabungan dari beberapa Gula (oligosaccharides dan polysaccharides) disebut Glycans. Bila glycans dalam perjalanannya membentuk suatu kompleks dengan protein atau lemak maka bentuk baru ini disebut dengan istilah Glycoconjugate. Didalam tubuh individu yang sehat terdapat triliunan sel-sel tubuh yang bekerja dalam simfoni keharmonisan dan kesemuannya melakukan komunikasi satu sama lain dalam bahasa yang tidak bisa kita ‘dengar’. Bahasa
antar sel-sel tadi tertulis sebagai pola gugus Gula dipermukaan sel. Disamping protein dan asam amino (contohnya seperti DNA -Deoxyribonucleic Acid-- dan RNA --Ribonucleic Acid--) yang berperan dalam kehidupan mahluk hidup, glycans juga memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya. Tidak seperti pada pembentukan DNA, RNA, atau protein, pembentukan glycans tidak tergantung oleh kode-kode genetik (genetic codes). Biosintesis dari glycans ini melibatkan banyak tahapan dan memerlukan banyak enzim dalam prosesnya. Gula dan Kanker Pada permukaan sel kanker, terdapat gugus Gula yang tidak terdapat dipermukaan sel normal, yang dikenal dengan sialyl Lewisa (NeuAc 2,3Galβ1,3[Fuc 1,4] GlcNAc) dan sialyl Lewisx (NeuAc 2,3Galβ1,4[Fuc 1,3]GlcNAc). Kedua gugus Gula ini, sialyl Lewisa --sLea-- dan sialyl Lewisx --sLex--, terbentuk karena: 1). Proses sintesis yang tidak lengkap dalam pembentukannya, 2). Terbentuknya suatu gugus karbon abnormal dalam komunikasi antar sel.1-2 ①
②
Proses pembentukan yang kurang sempurna pada sLea adalah tidak terbentuknya gugus 2→6 Sialyl (pada sel normal: 2→3, 2→6 Disialyl Lea). Sedangkan pada sLex, tidak terbentuknya GlcNAc 6-sulfat (pada sel normal: Sialyl 6Sulfo Lex).3 Terbentuknya karbon abnormal dalam keganasan dicetuskan oleh suatu enzim yang dikenal dengan Glycosyltransferases, yang akan mentransfer gugus Glukosa (GlcNAc) dan Galaktosa (Gal) dan pada fase selanjutnya akan diteruskan dengan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
94
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 perubahan sialic acid dan residu Fukosa (Fuc).3 Gula dan Aplikasi Klinis Penanda Tumor (Tumor Marker). Karbohidrat tumor marker mungkin merupakan pendeteksi kanker yang rutin digunakan diklinis, terutama di Jepang. Pemeriksaan dengan marker ini mendekati 9.710.000 tes dalam dua dekade terakhir (data tahun 2002).4 Beberapa contoh sLe-determinant marker yang dipakai: Cancer Antigen 19-9 (CA 19-9) dipakai untuk mendeteksi peningkatan carbohydrate-related cancer diserum penderita kanker pankreas, kanker kolon, kanker paru dan kanker kantung empedu. CA 125 dan CA 72-4 untuk mendeteksi kanker ovarium, CA 15-3 untuk kanker payudara dan NCC-ST-439 untuk kanker-kanker disaluran cerna. Penegakan Diagnosis. Sudah umum diketahui bahwa sel kanker memerlukan Gula sebagai sumber energinya memperbanyak diri dan melakukan penyebaran keluar lingkungannya (metastasis). Keadaan ini dapat dilihat dari metabolisme glukosa yang meningkat didaerah pertumbuhan kanker. Atas dasar inilah, dikembangkan tehnik Positron emission tomography (PET) dengan memakai 18-Ffluorodeoxyglucose (FDG) untuk mendeteksi peningkatan metabolisme Gula pada penderita kanker.5 Kami mendapatkan bahwa tehnik FDG-PET ini lebih baik dalam penentuan stadium awal pada kanker esophagus dibandingkan dengan computed tomography (CT). Bila kedua tehnik ini dikombinasikan, menjadi PET-CT, akan sangat efektif dalam menegakkan stadium pre-operative.6 FDG-PET juga terbukti sangat akurat dalam mendeteksi penyebaran kanker ke tulang, dibandingkan dengan tehnik bone scintigraphy.7 Bukan tidak mungkin, dimasa yang akan datang, PET-CT mesin untuk seluruh badan (whole-body PET-CT) akan menjadi primadona dalam pendeteksian gejala awal kanker, menentukan kekambuhannya, dan memonitor respon dari efek terapi yang diberikan. Prediksi Prognosis. Hubungan antara ekspresi sLea dan sLex dengan prognosis sudah banyak dibuktikan pada pasien-pasien
kanker. Ekspresi yang berlebihan dari Gula ini, memiliki tendeksi prognosis yang sangat buruk. Kami mendapatkan bahwa ekspresi positif dari Gula ini sangat mempengaruhi keagresifan dari kanker esophagus. Ekspresinya juga berhubungan dengan penyebaran kepembuluhpembuluh darah dan metastasis jauh. Dengan multivariate analysis, kami mendapatkan ekspresi Gula ini sebagai faktor penentu diagnosis yang independen (independent prognostic factor).8 Semakin banyak bukti klinis yang mendapatkan bahwa carbohydratedeterminant mencerminkan sifat dasar keganasan dari sel kanker dan akan berakibat pada penyebaran kepembuluh darah (catatan: pada endothelial pembuluh darah terdapat Lselecin sebagai perangsang utama Gula dipermukaan sel untuk saling berinteraksi). Terapi Kanker. Atas dasar pengetahuan tentang Gula ini, kami tim Cooperative Research Center, Gunma University bekerjasama dengan Tokushima Research Institute, Otsuka Pharmaceutical Co. Ltd. berusaha merancang suatu gugus Gula yang memiliki kemampuan untuk mengenali struktur glycans pada sel kanker, yang sangat khas terdapat dipermukaan sel kanker dan meningkat seiring dengan derajat keganasannya. Tumor glycans ini sangat menarik dan menjadi tantangan bagi kami sebagai salah satu alternatif terapi dari penyakit-penyakit keganasan yang sudah tidak mungkin dilakukan terapi pembedahan (kanker stadium lanjut). Kami menyusun beberapa gugus Gula yang kami sebut sugar-cholestanol (sugar-chol) compound.
H 3C H CH 3
CH 3 CH 3
CH 3
sugar
O
H
Cholestanol (Chol)
Gbr 1. Rumus bangun sugar-chol.9 Pada tahap selanjutnya, kami menguji kemampuan obat ini secara in vitro (di petri dish) dan in vivo (pada hewan percobaan). Senyawa ini pada dosis rendah menurunkan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
95
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 ekspresi antigen glycans dipermukaan sel kanker secara signifikan, bila ditingkatkan pemberian dosisnya akan menyebabkan kematian sel (apoptosis) dibeberapa jenis sel kanker yang kami teliti (biakan sel kanker kolon
tikus, sel kanker esophagus manusia, sel kanker gaster manusia, sel kanker kolon manusia, dan sel kanker cervix manusia).
GlcNAcGalChol
Bax colon26
Mitochondrion tBid
Bcl-xL Cytochrome c Apaf-1 Procaspase-9
Caspase-9
Procaspase-3
Caspase-3
PARP
Nucleus DNA damage
Apoptosis
Gbr 2. Jalur kematian sel (apoptosis) yang disebabkan sugar-chol compound.10
Sintesis terbaru turunan GlcNAc dengan chol sebagai aglycons terbukti memiliki potensi sebagai anti-cancer agent yang kami telusuri dengan metode cell proliferation inhibition (%) menggunakan MTT assay. Pada hewan
percobaan, Balb/c mice, kami memakai mouse model kanker kolon --colon26 cells-dengan peritoneal dissemination. Dari percobaan hewan ini kami mendapatkan bahwa tikus dengan kanker kolon stadium
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
96
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 lanjut yang diterapi dengan sugar-chol, secara signifikan mengurangi ukuran dan jumlah tumor di mesentrium, serta secara drastis meningkatkan survival rate-nya. Lebih jauh kami mengevaluasi senyawa baru ini dari aspek biomolekulernya. Kami mendapatkan bahwa sugar-chol menyebabkan hilangnya potensial membran dari mitochondria dan lepasnya cyt c kedalam cytosol, diikuti oleh aktifasi Bax-family dan meningkatnya inisiasi casp-9 yang mengaktifasi casp-3 untuk kemudian mengeksekusi kematian sel kanker dan pecahnya untaian DNA didalamnya. Jalur kematian sel ini melalui intrinsic pathway serta berbanding lurus dengan besar dan lamanya waktu pemaparan yang diberikan (dose and time-dependent manner). 9 Hal yang menarik dari senyawa ini adalah pada sel kanker kemampuannya bekerja sangat cepat (1-2 jam setelah pemberian obat), sementara pada sel normal, senyawa ini mengalami penundaan dalam aktivitasnya (10-12 jam setelah pemberian obat). Fenomena ini belum dapat kami jelaskan saat ini dan masih dalam penelitian lebih lanjut. Kami berspekulasi senyawa ini memiliki toksisitas yang rendah bila terpapar pada sel normal dan sangat toksik bila berhadapan atau mengenali jenis sel kanker.10
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Penutup Manisnya Gula dan menjanjikannya penelitian dibidang Gula ini akan semakin terfokuskan difase clinical trial pada penderita-penderita dengan penyakit keganasan ditahun-tahun mendatang. Bukan tidak mungkin pada masanya nanti, rasa manis Gula ini akan diâ&#x20AC;&#x153;semutinâ&#x20AC;? bukan hanya oleh para penelitipeneliti kelas dunia, akan tetapi juga oleh para perusahaan-perusahaan farmasi komersial. Daftar Pustaka 1.
2.
Hakomori S. Tumor-associated glycolipid antigens, their metabolism and organization. Chem Phys Lipids 1986; 42: 209-233. Hakomori S, Kannagi R. Glycosphingolipids as tumor-associated
9.
and differentiation markers. J Natl Cancer Inst. 1983; 71: 231-251. Kannagi R. Molecular mechanism for cancer-associated induction of sialyl Lewis X and sialyl Lewis A expressionThe Warburg effect revisited. Glycoconj J. 2004; 20: 353-364. Kannagi R, Izawa M, Koike T, Miyazaki K, Kimura N. Carbohydrate-mediated cell adhesion in cancer metastasis and angiogenesis. Cancer Sci. 2004; 95: 377384. Kato H, Fukuchi M, Miyazaki T, Nakajima M, Kimura H, Faried A, et al. Positron Emission Tomography in Esophageal Cancer. Esophagus 2005; 2: 111-121. Kato H, Miyazaki T, Nakajima M, Takita J, Kimura H, Faried A, et al. The incremental effect of positron emission tomography on diagnostic accuracy in the initial staging of esophageal carcinoma. Cancer 2005; 103: 148-156. Kato H, Miyazaki T, Nakajima M, Takita J, Kimura H, Faried A, et al. Comparison between whole-body positron emission tomography and bone scintigraphy in evaluating bony metastases of esophageal carcinomas. Anticancer Res. 2005; 25: 4439-4444. Faried A, Kimura A, Faried L.S, Inose T, Miyazaki T, Kato H, et al. Expression of Carbohydrate Antigens in Human Squamous Cell Carcinoma: Prognostic Application and Diagnostic Implications. Submitted: Am J Surgical Oncology 2006. Faried A, Faried L.S, Hashimoto S, Tsuboi K, Asao T, Kuwano H, Yazawa S. Evaluation of Novel Glycoconjugates Molecules as Promising Anti-Cancer Agents. Angiogenesis in Cancer and Vascular Disease 2006; 17: 38, 103 Faried A, Faried L.S, Hashimoto S, Tsuboi K, Asao T, Kuwano H, Yazawa S. Induction of Apoptotic Cell Death in Mouse and Human Cancer Cells by Novel Glycoconjugates Molecules. To be presented in 20th Int. Congress of Int. Union in Biochemistry and Molecular Biology and 11th Federation of Asian and Oceania Biochemist and Molecular Biologist Congress. June 16-23, 2006, Kyoto, Japan.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
97
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
KESEHATAN
Antisense Oligonukleotide: Potensial Terapi Penyakit Genetik Akibat Gangguan Splicing Gunadi Department of Public Health, Graduate School of Medicine, Kobe University, Japan School of Medicine, Gadjah Mada University, Indonesia E-mail:drgunadi@med.kobe-u.ac.jp 1. Pendahuluan Sampai sekarang hampir tidak ada penyakit genetik yang bisa disembuhkan. Tentu saja hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti. Salah satu penyebab penyakit genetik adalah adanya gangguan splicing saat proses ekspresi gena. Organisme, mulai dari bakteri, alga, jamur, tumbuhan, hewan dan manusia, terdiri dari sel. Semua fungsi sel tergantung dari protein. Protein mempunyai beragam fungsi yaitu mempertahankan struktur sel, mengirimkan pesan antar sel, sebagai pengikat dan transportasi zat-zat lain dalam darah seperti oksigen dan lipid. Protein juga berperan sebagai enzim, yang mengkatalisis reaksi kimia dalam tubuh. Sel-sel tertentu memproduksi protein khusus, misalnya sel otot menghasilkan protein tropomiosin dan miosin yang menyusun jaringan otot; sel islet pankreas memproduksi insulin. Protein terbentuk melalui proses ekspresi gena [1].
Dalam proses transkripsi, informasi yang dibawa DNA diterjemahkan menjadi mRNA. Sebelum menjadi mRNA, terlebih dahulu terbentuk precursor of mRNA (pre-mRNA), yang terdiri dari exon (rangkaian nukleotide yang diterjemahkan) dan intron (rangkaian nukleotide yang tidak diterjemahkan). Salah satu proses yang penting dalam pembentukan mRNA dari pre-mRNA adalah splicing. 3. Splicing Splicing merupakan proses pembuangan intron dan penggabungan exon pada premRNA untuk membentuk mRNA. Mesin splicing dinamakan spliceosome, tersusun atas lima protein small nuclear ribonucleoprotein (U1, U2, U4, U5 dan U6 snRNP) dan protein non-snRNP (U2AF65, U2AF35) [6],[20]. Secara garis besar splicing dibagi menjadi dua langkah (Gambar 1, Gambar 2A): z Pemotongan 5’ splice site. z Pemotongan 3’ splice site dan penggabungan exon [20].
2. Ekspresi Gena Ekspresi gena meliputi proses transkripsi DNA menjadi mRNA, dan translasi mRNA menjadi protein. DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan rangkaian basa/nukleotide yang membawa informasi untuk membentuk protein. Empat nukleotide penyusun DNA adalah guanin (G), sitosin (C), adenin (A) dan timin (T). DNA mempunyai dua rantai nukleotide (rantai sense dan antisense) yang berinteraksi satu sama lain, membentuk struktur double helix. Sedangkan mRNA (messenger ribonucleic acid) terdiri dari satu rantai nucleotide (rantai sense), dan timin diganti dengan urasil (U). Gena sendiri didefinisikan sebagai rangkaian nukleotide dalam DNA yang mengkode protein [1].
Gambar 1. Proses splicing secara garis besar . Garis tebal hijau: exon; garis tipis hijau: intron; GU: 5’ splice site; AG:3’ splice site[20]
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
98
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 Spliceosome bisa mengenali splice site dengan tepat karena adanya interaksi antara protein SR dengan exonic splicing enhancers (ESEs) [20]. Selain ESEs, dikenal pula intronic splicing enhancers (ISEs), exonic dan intronic splicing silencer (ESSs dan ISSs), yang juga diperlukan untuk pengenalan exon (Gambar 2B) [5].
Penggunaan splice site yang menyimpang maupun terdapatnya intron pada mRNA menyebabkan tidak berfungsinya mRNA tersebut [5]. Misalnya pada penyakit β thalasemia, b. Akibat mutasi pada splicing alternatif Mutasi ini mengakibatkan pergeseran rasio protein-protein yang dihasilkan. Ini terjadi pada penyakit FrontoTemporal Dementia and Parkinsonism linked to chromosome 17 (FTDP 17). c. Akibat mutasi yang mengganggu komponen basal splicing Misalnya Spinal Muscular Atrophy (SMA).
Gambar 2. Komponen proses splicing (n=G,A,U atau C; y=T,C; r=A,G). (A) Komponen klasik splicing: branch site, 5’ splice site, 3’ splice site; . (B) Interaksi antar komponen splicing [5].
d. Akibat mutasi yang mempengaruhi regulator splicing alternatif Terjadi pada penyakit Myotonic Dystrophy.
Splicing alternatif adalah penggabungan antara 5’ dengan 3’ splice site yg berbeda sehingga satu gena mengekspresikan lebih dari satu mRNA dan menghasilkan protein dengan fungsi beragam bahkan berlawanan [5]. Jadi, dalam splicing alternatif spliceosome mengenali lebih dari satu 5’ dan 3’ splice site dan semuanya diekspresikan menjadi protein yang berbeda-beda. Proses ini merupakan hal yang normal. Dari kira-kira 30.000 gena pada manusia, 59%nya mengalami splicing alternatif [8]. 4. Penyakit Genetik Akibat Gangguan Splicing Hampir 50% penyakit genetik disebabkan oleh mutasi yg mengganggu splicing. Mutasi adalah perubahan nukleotide pada DNA. Berdasarkan mekanismenya, penyakit genetik akibat penyimpangan splicing dibagi menjadi empat kategori (Gambar 3) [5]: a. Akibat mutasi yang menyebabkan gangguan pada splice site Sebagian besar mutasi yang mengganggu splicing berupa perubahan satu nukleotide, dalam intron atau exon pada splice site klasik. Mutasi ini menyebabkan terbuangnya exon (exon skipping), tidak terpotongnya intron atau menimbulkan splice site baru.
Gambar 3. Empat golongan penyakit genetik akibat gangguan splicing. (A) Mutasi yang merusak penggunaan splice site (B) Mutasi yang menyebabkan gangguan splicing alternatif. (C) Mutasi yang mengganggu komponen basal splicing. (D) Mutasi yang mempengaruhi regulator splicing alternatif [5].
5. Antisense Oligonukleotide Penelitian tentang antisense oligonukleotide awalnya berfokus pada kanker dan infeksi virus [18]. Sejumlah clinical trial antisense oligonukleotide untuk terapi kanker sedang
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
99
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 berjalan [4]. VitraveneR, obat yang tergolong antisense oligonukleotide, telah digunakan untuk pasien retinitis (salah satu jenis infeksi mata) karena cytomegalovirus (CMV)[17]. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan terapi penyakit lainnya, termasuk penyakit genetik yang disebabkan oleh gangguan splicing. Antisense oligonukleotide adalah rangkaian nukleotide sintetik (umumnya 15-20 nukleotide) yang mampu berikatan dengan pre-mRNA dan menghalangi ekspresi gena. Mekanisme aksi antisense oligonukleotide dalam proses splicing adalah berikatan dengan splice site spesifik dan menghambat pembentukan spliceosome pada splice site target. Jadi, antisense tidak menghambat keseluruhan proses splicing, hanya menggeser spliceosome ke splice site yang lain [13]. Proses penghambatan splicing ini terjadi di sitoplasma atau dalam inti sel (nukleus) (Gambar 4) [17].
Gambar 4. Lokasi aksi antisense oligonukleotide di dalam sel. (I) Dari luar sel, oligonukleotide berinteraksi dengan permukaan sel. (II) Kemudian oligonukleotide mengalami endositosis masuk ke dalam sitoplasma. Atau (III) langsung masuk sitoplasma tanpa proses endositosis. (IV) Oligonukleotide melepaskan diri dari endosom. Jika tidak berhasil lepas maka oligonukleotide akan dirusak oleh lisosom. (V) Setelah terbebas dalam sitoplasma, oligonukleotide secara pasif masuk ke inti sel (nukleus), dan (VI) berikatan dengan premRNA target. (VII) Oligonukleotide keluar dari nukleus, dan (VIII) bisa berikatan dengan mRNA sitoplasma. Atau (IX) lepas dari mRNA target dan mengulangi siklusnya kembali [17].
6. Peranan Antisense dalam Penyakit Genetik Akibat Gangguan Proses Splicing 6.1. β-Thalasemia β -Thalasemia merupakan penyakit darah genetik yang ditandai dengan gangguan
produksi β -globin (komponen hemoglobin) akibat adanya mutasi pada gena β -globin. Hal ini menyebabkan turunnya kemampuan sel darah merah dalam mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Mutasi pada intron 2 nukleotide ke-654, 705 atau 745 menyebabkan munculnya 5’ dan 3’ splice site baru sehingga sebagian intron tidak terbuang. Antisense oligonukleotide berperan memblok penggunaan splice site yang menyimpang tersebut oleh spliceosome, sehingga produksi β-globin kembali normal (Gb 5a) [17]. 6.2. FTDP-17 FTDP-17 adalah penyakit yang ditandai dengan demensia progresif akibat adanya mutasi pada gena tau. Demensia adalah hilangnya fungsi intelektual (seperti berpikir, mengingat dan berargumentasi) sehingga mengganggu kehidupan penderita dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Pada sel saraf (neuron) manusia yang normal tidak memiliki exon 10 karena adanya struktur tertentu pada 5’ splice site-nya. Mutasi yang merusak struktur ini menyebabkan adanya exon 10 dan bermanifestasi sebagai penyakit FTDP-17. Penelitian yang dilakukan oleh Kalbfuss et al menunjukkan bahwa antisense oligonukleotide dapat menyebabkan exon 10 terbuang (exon skipping) (Gambar 5b)[17].
Gambar 5. Peran antisense oligonukleotide dalam mempengaruhi proses splicing. (A) Oligonukleotide memblok penggunaan splice site yang menyimpang, sehingga spliceosome kembali mengenali splice site yang sebenarnya, (B) Oligonukleotide menginduksi terjadinya exon skipping [17].
6.3. Spinal Muscular Atrophy (SMA) SMA merupakan penyakit yang ditandai dengan kemunduran fungsi sel saraf motorik pada sumsum tulang belakang, mengakibatkan kelumpuhan dan pengecilan otot bagian atas yang bersifat progresif [12],[15]. Pada 95% pasien SMA tidak
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
100
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006 memiliki (delesi) gena SMN1 (Survival Motor Neuron 1). Selain gena ini terdapat gena SMN2, yang identik dengan SMN1 [ďź&#x2122;]. Gena SMN1 memproduksi protein SMN yang utuh, sedangkan SMN2 mengkode protein SMN tanpa exon 7(SMN Î&#x201D; 7). Hal ini disebabkan adanya perbedaan satu nukleotide pada exon 7 gena SMN2 [11],[16]. Perubahan nukleotide ini menyebabkan gangguan pada ESE [2], atau mengakibatkan peningkatan aktivitas splicing silencer [7]. Karena pasien SMA hanya menyisakan gena SMN2, maka terapi SMA ditujukan untuk meningkatkan ekspresi gena SMN2 yang mengandung exon 7. Salah satunya dengan antisense oligonukleotide. Lim dan Hertel [10], serta peneliti lain berhasil menunjukkan peranan antisense dalam mempengaruhi splicing SMN2 sehingga terjadi peningkatan ekspresi SMN2 dengan exon 7 (Gambar 6) [3],[14],[19].
Gambar 6. Antisense oligonukleotide mempengaruhi splicing SMN2 sehingga ekspresi gena SMN2 yang mengandung exon 7 meningkat [10].
7. Kesimpulan
potensi terapi untuk mengatasi penyakit genetik yang disebabkan oleh gangguan splicing, (2) teknologi antisense oligonukleotide memiliki relevansi klinis karena banyak penyakit genetik disebabkan adanya penyimpangan splicing.
Daftar Pustaka [1] Bradley J, Johnson D, Rubenstein D. 2001. Lecture Notes On Molecular Medicine. 2nd ed. Oxford. [2] Cartegni L, and Krainer AR. 2002, Disruption of an SF2/ASF-dependent exonic splicing enhancer in SMN2 causes spinal muscular atrophy in the absence of SMN1. Nat Genet. 30(4):377-84 [3] Cartegni L, and Krainer AR., 2003, Correction of disease-associated exon skipping by synthetic exon-specific activators. Nat Struct Biol.10(2):120-5. [4] Crooke ST, 2004, Antisense strategies. Curr Mol Med.4(5):465-87 [5] Faustino NA and Cooper TA., 2003, PremRNA splicing and human disease. Genes Dev. 17(4):419-37. [6] Hastings ML and Krainer AR. 2001. PremRNA splicing in the new millennium. Curr Opin Cell Biol. 13(3):302-9. [7] Kashima T, and Manley JL, 2003, A negative element in SMN2 exon 7 inhibits splicing in spinal muscular atrophy. Nat Genet. 34(4):460-3.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) antisense oligonukleotide mempunyai
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
101
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
KIAT Manajemen Referensi untuk Penulisan Makalah yang Efektif Sorja Koesuma Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta Mahasiswa Doktor di Kyoto University, Japan E-mail: koesuma@gmail.com
Bagi praktisi akademis, peneliti ataupun mahasiswa membaca referensi dari jurnal dan majalah ilmiah selalu terkait dengan kegiatan penelitian. Hal ini dikarenakan jurnal dan majalah ilmiah selalu menampilkan makalahmakalah yang terbaru sehingga agar penelitian kita tidak ketinggalan atau selalu bisa mengacu ke penelitian yang sudah ada untuk membuat penelitian baru, maka mau tidak mau kita harus selalu meng-up-to-date pengetahuan kita dengan membaca jurnal atau majalah ilmiah terbaru. Belajar di luar negeri khususnya negara maju memang berbeda dengan belajar di dalam negeri, dimana di luar negeri orang bisa dengan mudah mendapatkan referensi (jurnal dan majalah ilmiah) dan buku terbaru dari perpustakaan baik yang online maupun yang hardcopy. Namun terkadang begitu banyaknya referensi membuat kita bingung untuk mengatur mana yang benar-benar berhubungan dengan penelitian kita, mana yang sedikit sekali berhubungan dan mana yang hanya sekedar untuk diketahui saja. Sehingga tidak jarang kita banyak download paper-paper dari suatu jurnal tanpa kita tahu kapan kita akan baca dan gunakan. Juga penamaan mengenai referensi tersebut ketika telah kita download. Penamaan mengunakan nama pengarang tentu akan membingungkan ketika satu orang pengarang menulis di beberapa jurnal. Juga ketika mengunakan penamaan jenis riset, akan rancu ketika beberapa pengarang menulis topik yang sama, sedangkan jika menulis mengunakan judul dari paper tersebut tentu akan memakan waktu dan space serta tidak enak dilihat. Tulisan singkat ini ingin menunjukkan pada anda bagaimana me-manage referensi anda baik berupa hardcopy maupun softcopy, sehingga anda dapat dengan cepat menemukannya pada saat yang dibutuhkan. Referensi berupa hardcopy Referensi ini biasanya tidak tersedia dalam online jurnal berformat Portable Document File (PDF). Institusi atau perpustakaan biasanya berlangganan dalam bentuk buku, oleh karena itu untuk bisa mendapatkan/mempunyai
referensi ini kita referensi tersebut.
biasanya
memfotokopi
Untuk memudahkan pencarian referensi dari media fotokopi ini anda dapat mengunakan stiker kecil seperti terlihat pada gambar 1, stiker ini bisa didapat di toko buku/alat tulis. Pada stiker kecil tersebut bisa anda tuliskan kecil nama pengarang dan tahun dari jurnal tersebut.
Gambar 1. Stiker kecil menempel di media fotokopi bertuliskan nama pengarang dan tahun terbit dari jurnal.
Gambar 2. Binder 2 lubang untuk pengelompokan referensi berupa media fotokopi.
Kemudian untuk pengelompokkan dari beberapa jurnal atau sumber yang sama ini anda dapat gunakan binder 2 lubang seperti pada gambar 2. Kemudian pada tiap-tiap binder tersebut anda dapat pisahkan sesuai dengan nama jurnal, nama majalah, manual, atau makalah seminar. Atau anda dapat
______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
102
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
mengelompokkannya sesuai dengan topik atau subtopik riset anda pada masing-masing binder, dapat juga anda pisahkan material yang tidak tereferensi namun berkaitan dengan penelitian anda (misal personal communication e-mail dan lain-lain). Berikan label besar pada binder tersebut sesuai dengan isinya. Referensi berupa softcopy Manajemen referensi berupa softcopy lebih mudah dibandingkan berupa hardcopy karena untuk softcopy semuanya dilakukan dalam bentuk elektronik. Referensi jurnal berupa softcopy biasanya kita download dari penerbit yang menyediakan pelayanan online melalui institusi ataupun berlangganan pribadi. Sebelum anda mulai download paper dari suatu jurnal buatlah folder Journals pada directory My Documents atau My eBooks anda. Kemudian pada folder Journals tersebut buatlah sub-folder sesuai dengan nama jurnal yang ingin anda download. Anda dapat juga membuatnya ketika anda baru men-download suatu paper, kemudian langsung Save as pada folder jurnal yang baru dibuat tersebut. Contoh penamaan direktori jurnal dapat dilihat pada gambar 3.
• Volume-tahun-nomer halaman Misal : V25-2002-p567-890.pdf (Paper volume 25 tahun 2002 halaman 567 sampai 890) • Volume-tahun-DOI Misal : V33-2006-2005GL025247.pdf (Paper volume 33 tahun 2006 DOI 2005GL025247). Biasanya DOI number sudah otomatis tersedia ketika download sehingga kita tinggal menambahkan nomer volume dan tahun. Ini juga memudahkan ketika kita akan mencari jurnal kembali ke penerbit ketika kita mempunyai nomer DOI-nya. • Volume-tahun-DOI-first author name Misal : V32-2005-2005GL023112-Antonov.pdf (Paper volume 32 tahun 2005 DOI 2005GL023112 first author name Antonov). • Volume-tahun-SE-nomer halaman Misal : V27-2004-Jason-p345-372.pdf (Volume 27 tahun 2004 special edition Jason halaman 345 sampai 372). Anda dapat membuat sub direktori khusus (Special Edition) dibawah direktori nama jurnal tersebut. Pencarian Referensi Ketika anda membutuhkan lagi referensi anda untuk dibaca ulang, maka untuk referensi hardcopy anda dapat langsung mencari paper yang diinginkan pada binder yang sesuai dengan nama jurnalnya. Sedangkan untuk softcopy anda dapat langsung browsing di direktori Journals dan mencari referensi anda pada direktori nama jurnal yang sesuai.
Gambar 3. Sub-folder nama jurnal pada direktori Journals.
Pada saat anda download suatu paper dari jurnal dalam bentuk PDF file, tentu nama yang digunakan file tersebut adalah nama atau pengkodean yang digunakan oleh penerbit yang biasanya berbentuk Digital Object Identifier (DOI) dan masing-masing penerbit akan mengunakan pengkodean yang berbeda-beda. Apabila anda menyimpan file ini seperti apa adanya dengan nama dari penerbit tersebut tentu akan menimbulkan kebingungan ketika kita akan mencarinya lagi. Oleh karena itu anda harus menyimpan file PDF tersebut ke dalam nama lain (Save As). Berikut ini beberapa contoh penamaan file yang bisa memudahkan dalam pencarian.
Satu tips, jika anda hanya ingat nama jurnalnya namun tidak ingat paper mana yang membahas (misal) ‘teori A’ atau anda ingin mencari siapa saja yang sudah mengerjakan ‘teori A’, maka gunakan fasilitas Search pada Adobe Acrobat anda, cari pada ditektori jurnal yang dimaksud, maka paper-paper yang memuat ‘teori A’ tersebut akan muncul dan dengan mudah anda dapat memilahnya. Selain pengelompokan sesuai nama jurnal tersebut, pada referensi softcopy dapat juga dikelompokan sesuai dengan tema atau bidang risetnya. Semoga bermanfaat.
• Volume-nomer halaman Misal : V19-p1345.pdf (Paper volume 19 dengan halaman pertama 1345) ______________________________________________________________________________________________ Persatuan Pelajar Indonesia ( PPI ) Jepang : Membuka Indonesia untuk Dunia dan Membuka Dunia untuk Indonesia
103
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
KIAT Hidup di Luar Negeri Mohammad Iqbal Universitas Tenri Jurusan Bahasa Jepang Email: ikbal_unpad@yahoo.com Ketika kita mendapatkan kesempatan untuk tinggal di luar negeri, baik itu untuk bekerja atau belajar, perasaan senang dan bangga mungkin menghampiri kita. Senang bisa tinggal di luar negeri. Bangga karena status akan tinggal di luar negeri pun menempel pada diri kita. Tapi, perasaan lain bisa saja muncul, seperti cemas atau bertanya-tanya tentang kehidupan, budaya dan kebiasaan di negera setempat Memang benar tidak mudah hidup di luar negeri. Apalagi bagi kita yang sudah terbiasa dengan kebiasan di Indonesia, lalu harus beradaptasi lagi dengan kebiasaan baru. Tapi kita semua yang hidup di luar negeri, punya alasan dan tujuan yang pasti. Walaupun sebenarnya membutuhkan lebih dar sekedar tujuan. Tapi setidaknya kita sudah punya pondasi yang benar.
penerimaan yang hangat dari masyarakat sekitar. Kita akan merasa gembira dan bangga dalam memasuki suatu budaya baru. b. Tahap mendapatkan masalah I Kita akan mulai mendapatkan masalah baru, antara lain berkaitan dengan makanan, pergaulan dan bahasa. Kelelahan mental terjadi akibat tekanan yang terus-menerus untuk memahami bahasa dalam waktu yang sesingkat-singatnya di lingkungan baru ini. c. Tahap adaptasi awal Kita mendapatkan solusi dari semua masalah tentang makanan, pergaulan dan bahasa. Meskipun kita belum dapat berbicara secara fasih dan mengerti sekali tentang kebiasaan masyarakat setempat.
1. Budaya dan Kebiasaan
d. Tahap mendapatkan masalah II
Perbedaan budaya adalah perbedaan "dunia" seseorang dalam kaitannya dengan komunikasi. Kita harus mampu menengok "dunia' mereka yang berbeda dengan dunia kita, dan berkata dalam dunia mereka. Kita tidak bersikap acuh terhadap budaya negara setempat.
Seseorang yang telah jauh dari keluarga dan teman akrab dalam waktu yang lama akan merasa kesepian. Banyak yang masih merasa belum dapat menyatakan keinginannya sebaik seperti dengan bahasa aslinya. Perasaan kecewa, murung dan kadang-kadang berakibat kurang percaya diri sendiri akan timbul.
Adaptasi budaya akan berlangsung baik jika kita memiliki kepekaan kultural. Kepekaan ini dapat diasah melalui kemauan untuk berpikir dalam pola pikir mereka. Kepekaan budaya ini merupakan modal yang amat besar dalam membangun saling pengertian dengan mereka.
e. Penerimaan dan perpaduan
Pindah dari satu budaya ke budaya yang lain memerlukan penyesuaian. Secara ringkas tahapan-tahapan yang akan dilalui adalah sebagai berikut: a. Tahap awal datang Pada awalnya kita akan terpesona dengan lingkungan baru kita, dan menikmati
Hal-hal rutin telah mantap. Kita telah menerima kebiasaan, makanan dan sifat-sifat dari masyarakat dalam kebudayaan baru itu. Kita akan merasa santai bersama teman, rekan dan bahasa di negara setempat. 2. Sosialisasi Penampilan dan citra diri merupakan pintu gerbang untuk dapat diterima dan beradaptasi serta mendapat respon yang baik dalam lingkungan baru. Kita akan bertemu dengan orang-orang baru, buatlah kesan positif sehingga orang lain akan tertarik.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
104
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Cari teman untuk membantu proses adaptasi kita. Mulai dari temen se negara, untuk menukar informasi, teman dari negara lain dan yang paling penting teman di negara setempat. Saat berkenalan dengan masyarakat sekitar anda, bersikaplah ramah, hangat dan terbuka. Berikan senyum tulus dan tatapan mata yang memohon penerimaan anda. Jangan ragu untuk menggunakan kebiasan di Indonesia ketika berkenalan, seperti menjabat tangan dan membungkukkan badan sedikit. Mereka pasti akan meresponnya dengan ramah. Sebut nama anda dengan jelas, karena nama-nama di Indonesia belum tentu familiar di telinga mereka.
keuangan. Anggaran keuangan adalaha acuan membelajakan keuangan kita. Uraian nya tidak perlu terkesan terlalu rumit. Yang penting kita mengetahui secara garis besar penggunaan keuangan kita sehingga hal-hal yang harus di prioritaskan tidak terkorbankan, seperti membayar sewa apartemen, tagihan handphone dan lain-lain. Ada waktunya kita harus memutuskan apakah kali ini kita akan makan di luar atau memasak sendiri, membeli baju baru dengan diskon 50% atau memakai baju yang ada. Kita harus dapat mempertimbangkan secara bijaksana sesuai kondisi keuangan yang ada. Kita tidak akan dapat menyusun anggaran keuangan dengan benar sebelum kita dapat memisahkan antara kebutuhan dan keinginan.
3. Bahasa 6. Kuasai Daerah Sekitar Tempat Tinggal Kunci dalam beradaptasi adalah kemampuan anda berkomunikasi, dan secara lintas budaya, hal yang paling penting dalam komunikasi adalah bahasa. Jadi alangkah baik nya jika kita dapat menguasai bahasa negara setempat. Masyarakat setempat pun tidak akan ragu untuk memulai pembicaran dengan kita. Dan ingat berkomunikasi bukan hanya terbatas hanya pada komunikasi verbal, tapi juga komunikasi non verbal,sehingga kita perlu membekali diri dengan pemahaman yang baik mengenai etika negara setempat. 4. Keimanan dalam Beragama Budaya dari negara setempat lambat laun akan memberikan dampak kepada kita, kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat setempat yang unik, menimbulkan rasa keingintahuan untuk mencoba nya. Tapi tidak semua budaya atau kebiasaan memberikan dampak positif untuk kita. Keimanan dalam beragama merupakan alat penyaring yang paling ampuh untuk mencegah kita dari budaya dan kebiasaan yang berdampak negatif. Dimana pun kita berada, agama menjadi panduan yang paling universal.
Cari tahu mengenai fasilitas umum di sekiar daerah tempat tinggal kita. Bila perlu kita boleh menempel peta daerah tempat tinggal kita, dan mencoba jalan baru setiap kali kita pergi. Kita akan mengetahui di mana letak supermarket 24 jam, rumah sakit, kantor polisi dan tempat-tempat lain yang memudahan kehidupan kita.
7. Kesimpulan Mendapatkan kesempatan hidup di luar negeri merupakan hal yang sangat positif. Selain menjalan tugas utama kita, baik itu belajar atau bekerja. Kita akan banyak bertemu dangan masyarakat negara setempat. Dan untuk bisa sukses menjalankan semua tugas kita, kita di tuntut untuk memahami dan mengerti budaya dan kebiasaan mereka, mulai dari bahasa sampai etiket kerja mereka. Proses adaptasi pun terbilang singkat, jadi kita harus mempersiapkan diri kita dengan ilmu yang matang dan keimanan yang kuat.
5. Pengaturan Keuangan Cara kita mengatur keuangan seharusnya bukan merupakan hal yang bisa disepelekan. Ada baiknya kita membuat anggaran Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
105
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
LIPUTAN KHUSUS Menata Kembali Banda Aceh Pascatsunami Tim Inovasi Kontak Person: Ilham Maulana Graduate School of Sciences and Technology, Kobe University, JAPAN Email: il_maulana@yahoo.com Berdiskusi mengenai penataan wilayah, mau tidak mau membuat kita melirik pada ibu kota propinsi di ujung paling barat Indonesia. Hampir dua tahun setelah dihantam badai tsunami, kota yang dijuluki Serambi Mekah ini, masih belum mampu bangkit dari keterpurukannnya. Bahkan dalam Ujian Akhir Nasional pada tanggal 16-18 Mei 2006 yang lalu, masih ada sebagian besar siswanya yang terpaksa mengikuti ujian dibawah tendatenda darurat yang kondisinya juga sudah tidak layak. Tanpa memicingkan mata pada kondisi sebagian besar rakyat Indonesia yang juga butuh perhatian, kondisi di kota Banda Aceh yang masih terpuruk di tengah besarnya perhatian dunia membuat kita prihatin. Pasca tragedi 26 Desember 2004, hampir seluruh mata dunia tertuju pada wilayah yang hampir 30 tahun lamanya terlibat konflik bersenjata tersebut. Belasan pimpinan negara besar dunia dan organisasi internasional menjejakkan kakinya di sana. Tidak kurang puluhan LSM lokal dan internasional sampai saat ini masih membuka kantornya di Banda Aceh. Sebut saja diantaranya, UNDP, ADB, UNHCR, IRC, USAID, AusAID, CARE, JICA, TURKEY, GTZ, termasuk organisasi keagamaan seperti Muslim Aid, FPI, Catholic Relief Service (CRS), CARITAS yang berpusat di Roma, Bunda Tsuci, WALUBI dan puluhan organisasi nasional lainnya yang merasa bertanggung jawab atas nasib rakyat Aceh. Tak terkecuali berbagai organisasi mahasiswa dari dalam dan luar negeri termasuk PPI Jepang ikut mengulurkan bantuannya di kota ini. Pemerintah Indonesia juga bertindak cepat dalam mengantisipasi berbagai hal guna merehabilitasi dan merekontruksi Aceh dan Nias. Pada hari sabtu tanggal 30 April 2005, di tengah gencarnya bantuan internasional dan NGO asing yang berdatangan untuk membangun kembali puing-puing yang tersisa di Aceh, Pemerintah Republik Indonesia mendirikan sebuah lembaga bernama Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh Nias yang bertugas
mengkoordinir semua bantuan internasional yang ditujukan untuk Aceh dan Nias. â&#x20AC;&#x153;Demi Kelancaranâ&#x20AC;?, kata pemerintah saat itu. Pada hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik pejabat BRR Aceh nias, yang diketuai oleh Dr. Kuntoro Mangkusubroto, M.Sc, sosok yang dikenal bersih dan punya masa lalu yang gemilang. Dana pembangunan yang dikucurkan pemerintah sebesar Rp 15,6 Trilyun dan komitmen dunia Internasional sebesar US $ 7,1 Milyar setidaknya memberi angin segar akan berhasilnya rekontruksi di Banda Aceh, propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Merencanakan tata wilayah Banda Aceh tentu tidak sesulit menata kembali kota Jakarta yang memang sudah terlanjur padat. Menata kota ini ibarat menata kota baru dari nol. Dua pertiga dari total bangunan di Banda Aceh dan sebanyak 52,77 persen dari total luas ibu kota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam itu hancur total akibat gempa dan tsunami. Berbagai konsep tata ruang telah dibahas dalam berbagai diskusi mengenai rekontruksi Aceh dan Nias, di dalam dan luar negeri. Tidak sedikit pula pakar yang mengeluarkan konsep-konsep yang cukup asing di telinga rakyat Aceh, mulai dari pembangunan berbasis lingkungan, pembangunan berbasis ekologi, pembangunan berbasis maritim, pembangunan berbasis budaya sampai early warning system. Rakyat juga disodori berbagai quisioner, diwawancarai, diundang dalam seminar demi menyusun konsep tata wilayah atau lebih dikenal dengan istilah blue print perencanaan pembangunan kota. Namun, Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang merupakan rencana induk (masterplan) pembangunan, harus pula didukung oleh sumber daya aparatur pelaksana yang memadai. Pembangunan Aceh yang didukung oleh pendanaan komunitas internasional merupakan kesempatan kepada pemerintah Indonesia untuk menunjukkan kemampuan bangsa Indonesia dan profesionalisme aparatur pemerintahannya kepada dunia. Sangat disayangkan apabila dalam pelaksanaannya
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
106
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
masih diwarnai oleh korupsi, perencanaan yang tidak matang, inkonsistensi peraturan dan tumpang tindihnya kebijakan pejabat di tingkat lokal dan nasional. Di dalam sebuah International Workshop yang bertajuk â&#x20AC;&#x153;Sumatra Tsunami Disaster and Reconstructionâ&#x20AC;? di Contennial Hall, Kobe University, Japan. Para pembicara yang berasal dari Unsyiah Mitigation Center, Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh Nias, perwakilan PBB (UNDP), Asian Development Bank (ADB), serta peneliti dari Kobe University dan Pittsburgh University, ikut memberikan suatu konsep dalam membangun Banda Aceh. Kesimpulan dari workshop tersebut mengambil tema Gaps and Needs to Reconstructing a Save Banda Aceh, yang merupakan berbagai kajian dari pakar Kobe University dan pemateri yang semuanya terlibat dan pernah ke Aceh pasca tsunami. Dalam menata kembali Aceh dan Nias, tidak ada salahnya pemerintah Indonesia belajar kepada pemerintah kota Kobe yang punya sejarah bencana gempa yang cukup dahsyat yang ikut menghancurkan sebahagian kotanya. Dalam waktu yang cukup singkat, Kobe berhasil bangkit dan mensejajarkan dirinya dengan kota-kota lain di Jepang, bahkan dunia. Pemerintah daerah Kobe juga memiliki konsep yang cukup baik dalam membangun kembali kotanya. Sistem distribusi air dalam kota, penataan zona industri, kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, kawasan pariwisata, transportasi lokal dan pengelolaan sampah kota, semua tertata dan terlaksana dengan rapi. Hampir semua industri di Kobe terletak di pinggir laut yang jauh dari pemukiman.
Kondisi ini membuat polusi udara dari pabrik tidak sampai mencemari kota disamping pengolahan limbahnya menjadi lebih mudah, yakni dimurnikan sebelum dibuang ke laut. Selain itu pemerintah kota juga menyediakan daerah hijau dan taman di setiap sudut kota dan terus dipertahan kelestariannya di tengah pembangunan. Pemerintah kota juga menjadikan bencana gempa sebagai suatu memori yang mampu mempersatukan dan memotivasi penduduk Kobe untuk membangun daerahnya. Pelaksanaan peringatan gempa dan pembangunan tugu peringatan bukan hanya sekedar kegiatan simbolis, namun didukung dengan pendidikan yang cukup pada warganya mengenai bahaya gempa dan penanggulangannya serta menerapkan standar bencana pada setiap bangunan dan fasilitas umum. Momen pembangunan kembali Banda Aceh pasca tsunami hendaknya menjadi titik awal bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dan menunjukkan kepada dunia internasional jati diri bangsa yang besar ini. Konsep dalam membangun kota-kota di Aceh hendaknya dapat pula dijadikan pilot project dalam menata kota-kota lain di Indonesia. Namun yang lebih penting, adalah agar pembangunan ini dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Nangroe Aceh Darussalam, termasuk mantan Gerakan Aceh Merdeka yang pasca tsunami telah menghentikan perjuangan mereka selama 30 tahun dan kembali kepangkuan ibu pertiwi, bergabung bersama rakyat Indonesia yang lain untuk membangun bangsa yang tercinta ini (IM).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
107
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
TOKOH Duta Besar RI untuk Jepang: Abdul Irsan, SH
Abdul Irsan, SH dilantik sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Jepang melalui surat Kepercayaan Pemerintah Republik Indonesia yang diterima langsung oleh Kaisar Akihito pada tanggal 10 April 2003. Sebelum bertugas di Jepang, pria yang memulai karirnya di Deplu sejak tahun 1964, telah memangku berbagai jabatan penting di Deplu, antara lain sebagai Kepala Biro Perencanaan (1985), Direktur Asia Pasifik (1986-1988), Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler/Kepala Protokol Negara (19931995), dan Sekretaris Jenderal Deplu (19982002). Selain untuk Jepang, beliau juga adalah Duta Besar RI untuk Mikronesia. Bapak Abdul Irsan bukan orang baru di dunia diplomasi bilateral dan multilateral. Selama lebih dari 40 tahun pengabdiannya sebagai diplomat karir, Pak Irsan telah merambah ke berbagai negara diantaranya Bangkok, Singapura dan Hong Kong. Selain itu Dubes Irsan juga pernah menjabat sebagai Konsul Jenderal RI di Los Angeles, AS (1988-1989), Wakil Kepala Perwakilan RI di Canberra, Australia (1989-1991), Duta Besar RI di Wellington - Selandia Baru (19911993) dan terakhir Duta Besar RI di Den Haag, Belanda (1998-2002). Suatu hal yang menarik dari pria kelahiran Sampang, Madura, pada tanggal 14 Oktober 1939 dan ayah dari empat orang anak ini adalah komitmennya terhadap pendidikan di Indonesia. Penerima bintang kehormatan dari Kerajaan Thailand, Kerajaan Belanda dan Republik Federasi Jerman, tidak saja fasih berbicara mengenai tugasnya sebagai wakil pemerintah RI untuk negara
Jepang, tapi mampu pula menjabarkan berbagai kendala dunia pendidikan yang harus dipecahkan oleh para peneliti di Indonesia. Menurut Dubes Abdul Irsan, masih sangat sedikit peneliti Indonesia yang mampu mengenalkan/mempublikasikan hasil penelitiannya sehingga dikenal oleh komunitas Internasional. Hal ini sangat berbeda misalnya dengan Vietnam, yang sangat gencar mempromosikan berbagai hasil karya ilmuannya di berbagai Jurnal Internasional. Pak Irsan yang salah satu putranya merupakan salah satu dari ahli bedah tulang di Indonesia yang berkesempatan mengadakan riset di Kobe University, sangat menyayangkan kurang mendunianya riset di Indonesia. Menurutnya, paradigma ini harus diubah sehingga karya-karya ilmuan kita dikenal dan dimanfaatkan secara Internasional. Berikut petikan wawancara tim inovasi dengan alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1964 ini. Bagaimana peran Kedutaan Besar Republik Indonesia berkaitan dengan kerja sama di bidang Pendidikan? Peran KBRI pada prinsipnya adalah memonitor keadaan pendidikan di Jepang dan melaporkan mengenai sistem dan kurikulum pendidikan di Jepang kepada pemerintah Pusat. KBRI juga menjajaki kerja sama dengan pemerintah Jepang untuk menerima mahasiswa Indonesia belajar di Jepang, baik melalui program beasiswa maupun atas pembiayaan sendiri. KBRI juga menjajaki kerjasama bagi lulusan Jepang yang ingin kembali bekerja di Jepang. Terutama bagi mereka yang tidak tertampung atau belum mampu untuk menerapkan hasil pendidikannya di Indonesia karena keterbatasan fasilitas yang ada. Selain itu, KBRI juga menfasilitasi mahasiswa Jepang yang ingin belajar ke Indonesia dan pertukaran tenaga ahli antara pemerintah Indonesia dan Jepang.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
108
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Bagaimana dengan kerja sama di bidang pendidikan dasar dan menengah? Terdapat perbedaan yang sangat besar antara kurikulum pendidikan di Indonesia dan Jepang. Di Jepang sekolah dasar dan menengah belajar bagaimana menjadi problem solving, sedangkan perguruan tinggi diarahkan pada tujuan riset daripada sekedar pendidikan lanjutan. Sehingga untuk saat ini masih sulit untuk mengadakan kerja sama di bidang pendidikan dasar. Tapi yang menarik dari pendidikan dasar di Jepang, adalah cara guru di Jepang yang lebih mengedepankan pola diskusi dalam memberikan pelajaran, namun dengan tetap mempertahankan kedisiplinan. Pola ini mungkin sangat positif untuk diterapkan di Indonesia. Apakah KBRI memitoring pendidikan secara aktif? Tentu saja. Hal ini merupakan salah satu tugas dari perwakilan Republik Indonesia untuk menyampaikan reporting, dari segala informasi, termasuk pendidikan. Data yang ada akan diolah sebagai informasi yang berguna sesuai dengan kepentingan kita di Indonesia. Apakah ada tim khusus dari kedutaan dalam rangka menyerap informasi tersebut? KBRI melakukan penyerapan informasi dengan berbagai cara, karena pada dasarnya KBRI merupakan satu tim yang menyeluruh. Jadi masing-masih pihak yang bertanggung jawab melaporkan berbagai hal kepada atase pendidikan dan kebudayaan untuk kemudian disampaikan ke Jakarta melalui Kedutaan. Dalam hal ini teman-teman dari PPI juga dapat menjadi duta informasi dengan menyambaikan informasi langsung kepada lembaga-lembaga tempat mahasiswa tersebut berasal maupun kepada KBRI untuk disampaikan secara nasional kepada pihak yang berkompeten di Indonesia. Sejauh mana hubungan informal yang telah ada baik antara perguruan tinggi maupun secara personal dapat ditindak lanjuti secara formal? Hubungan formal pada tingkatan tertinggi terjalin antar negara dan pada tingkatan yang lebih rendah adalah hubungan antar universitas. Hubungan antar profesor yang
terjalin karena adanya berbagai kesamaan, termasuk almamater, juga masuk dalam tatanan hubungan formal. Oleh karena itu sangat penting untuk membina hubungan dengan berbagai pihak selama kita menempuh pendidikan di luar negeri. Sebagai contoh, koordinator perguruan tinggi di Indonesia bagian timur yang berpusat di Makasar, menghubungi KBRI untuk menanyakan bagaimana cara menjalin kerja sama di biang pendidikan dengan pemerintah Jepang. Tim dari KBRI langsung datang ke Makasar untuk memperolah informasi lebih jauh mengenai kebutuhan di daerah ini. Lalu tim tersebut menindak lanjuti dengan mencari universitas di Jepang yang mau bekerja sama di bidang-bidang yang menjadi prioritas universitas di Indonesia timur. Sehingga akhirnya terjalin kerja sama dengan tujuh universitas di Jepang. Yang menarik, ternyata koordinator tersebut tidak lain adalah atase pendidikan saya sewaktu di Belanda. Kerjasama ini berlanjut dengan diadakan riset dengan universitas Sam Ratulangi yang menghasilkan sebuah buku mengenai jenisjenis ikan yang ada di Sulawesi Utara. Bagaimana kebijakan Deplu dalam kaitannya dengan pengembangan dan transfer teknologi industri berbasis iptek Secara nasional kita memang belum mempunyai konsep terkait dengan pengembangan dan transfer teknologi industri berbasi iptek. Lebih lanjut beliau secara pribadi mengusulkan pembentukan atase khusus bidang teknologi di negara negara yg telah cukup dikenal dengan pengembangan teknologinya, seperti Jepang dan Amerika. Beliau mengharapkan transfer teknologi, yang diakui beliau, tidak semudah melakukan transfer ilmu pengetahuan (knowledge), dapat dipercepat. Bagaimana program kerja KBRI dalam menjembatani kontrak bisnis antara pengusaha Jepang dengan pengusaha Indonesia? Dalam hal ini KBRI hanya bersifat fasilisator dan siap membantu para pengusaha dalam memberikan informasi. Secara hokum ketatanegaraan KBRI sendiri punya konvensi untuk tidak bertindak sebagai badan usaha. Saya menghimbau seluruh masyarakat Indonesia yang bergerak di dunia usaha untuk mejadi katalisator bagi
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
109
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
perkembangan investasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tidak sebaliknya yg kemudian menjadi pesaing dan menutup seluruh informasi yg didapat hanya untuk kepentingan sendiri. Apakah KBRI memiliki program khusus dengan banyaknya keberedaan para kenshusei yang notabenenya adalah para pahlawan devisa? Dalam hal ini KBRI senantiasa menjalin kerjasama dengan para perusahan yang mendatangkan para kenshusei ke Jepang. Berbagai masalah yang dihadapi para kenshusei diselesaikan bekerja sama dengan perusahan pengerah tenaga kerja tersebut.dalam hal ini KBRI memberi perlindungan hokum bagi para pahlawan devisa tersebut. Pihak KBRI secara berkala juga mengutus wakilnya untuk melihat langsung keadaan para tenaga kerja asal Indonesia tersebut dan memberikan berbagai informasi termasuk masalah kekonsuleran. KBRI juga memberikan tanda penghargaan bagi para kenshusei yang telah menyelesaikan kontrak kerjanya di Jepang, yang saya tandangani sendiri.
kumpulkan sebelum saya ke Jepang, bagian kedua berisi pengalaman saya selama bertugas di Jepang, dan terakhir adalah pendapat saya pribadi yang hendaknya dijadikan renungan oleh pembaca, mengenai hubungan Jepang dengan Asia Timur dan Cina, pendidikan di Jepang dan lainnya Saya juga ingin menjelaskan bagaimana hubungan Jepang dan Indonesia pada masa menjelang kemerdekaan. Termasuk keinginan Jepang menjadikan Indonesia sebagai bagian dari kekaisaran Jepang. Juga tentang bagaimana sikap bangsa Indonesia terhadap bangsa Jepang. Buku ini juga akan dicetak dalam bahasa Indonesia.
Bagaimana tentang buku karya Bapak yang diterbitkan dalam bahasa Jepang?
Buku tersebut berjudul "Indonesia-jin Gaikokan-no Mekara Mita Nippon" (Japan through the Eyes of an Indonesian Diplomat). Dipublikasi oleh Universitas Hasanudin Sulawesi Selatan. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman beliau setelah mengkaji banyak buku sejarah Jepang, dan juga ketika mengunjungi Yasukuni Shrine sebagai museum Perang Dunia ke II tercatat bahwa Indonesia Merdeka pada tahun 1949. Dan berdasarkan temua beliau banyak masyarakat Jepang yg tidak memahami bahwa Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945. Demikian salah satu kutipan dalam wawancara beliau dengan Koran Yomiuri Shinbun pada minggu ketiga April 2006.
Buku tersebut merupakan informasi kepada bangsa Indonesia agar dapat lebih mengenal dan memahami Jepang. Saya ingin memberikan informasi lebih jauh mengenai bangsa Jepang. Buku tersebut pada dasarnya terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama merupakan informasi yang saya
Catatan: Materi tulisan tokoh dikutip dari hasil wawancara antara pengurus PPI-Jepang dengan Bapak Abdul Irsan di KBRI Tokyo, pada Hari Jumâ&#x20AC;&#x2122;at tanggal 24 Maret 2006. Sumber lainnya seperti website KBRI Tokyo (http://www.indonesian-embassy.or.jp/) dan Koran Yomiuri Shinbun.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
110
INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006
Susunan Dewan Redaksi Inovasi Penasehat:
Dr. Arif Satria Candra Darmawan
Penanggungjawab:
Ketua PPI-Jepang (Edy Marwanta)
Pemimpin Redaksi:
Haris Syahbuddin
Redaktur PJ Rubrik: 1. Rubrik Topik Utama:
Sorja Kesuma Tonang Ardiyanto
2. Rubrik Nasional:
Taruna Ikrar Ilham Maulana
3. Rubrik IPTEK dan Inovasi:
Dodik Kurniawan M. Sulaiman
4. Rubrik Kesehatan:
dr. M. Thohar Arifin
5. Rubrik Humaniora:
M. Zuklifli Mochtar Husein M. Lutfi Firdaus
6. Rubrik Kiat dan Forum:
Husnain
7. Liputan Khusus dan Tokoh: Ilham Maulana Sekretaris Redaksi:
Arif Kurniawan
PR dan Administrasi:
Husnain
Konsultan Bahasa:
Imelda
Tim Produksi: 1. Setting artikel:
Hastari Eka Anandhita Muhammad Iqbal
2. Webmaster:
Arif Kurniawan
3. Cover:
Imelda Lutfi Firdaus
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia