Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Page 1

Vol 23 No. 1 (Feb 2015) | Majalah Ilmiah Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang | ISSN : 2085-871x


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

1


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Dewan Redaksi Pembina : M. Iqbal Djawad, PhD Atase Pendidikan Kedutaan Besar Republik Indonesia, Tokyo, Jepang

Penanggung Jawab : Adiyudha Sadono Ketua Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang

Pemimpin Redaksi : Jihan Tika Aryani (Ritsumeikan APU)

Departemen / Staf Redaksi : Muhammad Rifqi (Tohoku University), Kinanti Hantiyana A. (Tohoku University), Fadhila Sanaz Arumdani (Hokkaido University), Anindya Pradipta (Ritsumeikan APU), Fransisca Callista (Chiba University), Maria Anna Dwi Handayani (Chiba University), Wentika Putri Kusuma A. (Tokyo Institute of Technology)

Desain Grafis dan Foto: Devina Fransisca (Ritsumeikan APU) & Rio Rahman Hadi (Ritsumeikan APU)

Situs : io.ppijepang.org E-mail : editor.inovasi@yahoo.com

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

2


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Kata Pengantar Inovasi Online kali ini kembali menghadirkan

terbaik diantaranya dimasukkan ke dalam proceeding

karya-karya inovasi para pelajar Indonesia yang

dan tiga orang pemenang TICA mendapatkan hadiah

dirangkai dalam acara Tokyo Tech Indonesian

berupa kesempatan mengunjungi Tokyo Institute of

Commitment Award 2014. Hasil-hasil riset dan studi

technology (Tokyo Tech). Dalam kunjungan ini, selain

terunggul dari seluruh Indonesia dikompetisikan

berwisata dan mengenal budaya Jepang secara

dalam bentuk artikel ilmiah dan 30 karya terbaik

langsung, para pemenang juga berkesempatan untuk

diantaranya tersaji dalam edisi khusus Inovasi Online

bertemu professor dan mengunjungi fasilitas riset di

kali ini. TICA merupakan lomba penulisan artikel

Tokyo Tech. Semoga kesempatan ini bisa menjadi

ilmiah yang diinisiasi oleh para pelajar di Tokyo

satu jalan untuk para memenang melanjutkan

Institute

studinya di Jepang.

of

Technology

(PPI-Tokodai)

yang

berkomitmen untuk menginspirasi, mempromosikan,

TICA

merupakan

kontribusi

nyata

para

dan mendukung karya anak bangsa di bidang sains

pelajar di Jepang, khususnya di Tokyo Tech dalam

dan teknologi. Acara TICA ini dimulai sejak 2010 dan

menjalankan peran sebagai penghubung antara

mulai dipublikasikan di Inovasi Online PPIJ sejak

Indonesia dengan Jepang. Komitmen para pelajar di

2013 lalu.

Jepang ini membuahkan wadah bagi para pelajar di

Sama seperti tahun sebelumnya topik-topik

Indonesia untuk meningkatkan kualitas riset dan

studi dan penelitian dikelompokkan ke dalam tiga

menghasilkan

bagian:

difasilitasi

1.

Ilmu & rekayasa sosial, yang meliputi ilmu

membuka peluang-peluang emas lainnya di masa

ekonomi, manajemen industri, arsitektur dan

yang akan datang.

perencanaan wilayah, teknik lingkungan, dsb.

karya

untuk

terbaiknya

berkunjung

yang ke

kemudian

Jepang

dan

Karya-karya terbaik pelajar Indonesia itu, kini

2. Teknik elektro & ilmu komputer, yang meliputi

disajikan kembali di hadapan Anda sekalian, dalam

teknik elektro, elektronika, teknik tenaga listrik,

edisi khusus Inovasi Online: Tokyo Tech Indonesian

ilmu & sistem informasi, robotika & mekatronika,

Commitment Award 2014. Selamat membaca dan

teknik kendali, ilmu komputer, dsb.

rasakan semangat inovasi dari para pelajar Indonesia!

3. Ilmu & teknologi terapan, yang meliputi teknik fisika, kimia, biologi, matematika , astronomi,

Salam inovasi,

biologi

PPIJ, Sinergi untuk Indonesia!

&

bioteknologi,

teknik

material

&

metalurgi, teknik nuklir, teknik sipil, teknik

Adiyudha Sadono,

biomedika, dsb.

Ketua Umum PPI Jepang 2014-2015

Dalam TICA kali ini diperoleh 175 karya dari 35 universitas di seluruh Indonesia. Dimana 30

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

3


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Tentang TICA M. Iqbal Djawad, Ph.D Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo Perkenankan saya sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Tokyo mengucapkan selamat dan apresiasi yang tinggi kepada seluruh peserta TICA ( Tokyo Tech Indonesian Commitment Award) yang terselenggara atas usaha keras dari para mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang Komisariat Tokodai, Tokyo. Sesuai dengan UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pem-bangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025, bahwa pemban-gunan ekonomi diarahkan kepada peningkatan daya saing dan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy). Dalam hal ini, maka penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi (Iptek) merupakan salah satu pilar penting untuk mewujud-kan hal tersebut sehingga kita bersama - sama harus mendorong proses peningkatan kualitas SDM dan Iptek ini. Indonesia adalah negara yang dikaruniai hampir semua prasyarat untuk mampu menjadi kekuatan besar dalam perekonomian dunia. Kekayaan sumberdaya alam yang beragam dan melimpah, jumlah penduduk yang besar dan keragaman budaya, serta posisi geostrategis yang mempunyai akses ke jaringan mobilitas global.

penguasaan sains dan teknologi. Untuk itu pengintegrasian beberapa elemen yang tercantum dalam Masterplan Per-cepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang didasari oleh semangat not business as usu-al, dan melibatkan seluruh stakeholder.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia memerlukan suatu transformasi ekonomi yang bisa dipercepat melalui

Maju terus TICA Award !

Salah satu point penting dalam elemen ini adalah menetapkan strategi memperkuat kemampuan SDM dan Iptek nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap Koridor Ekonomi. Point ini dapat menjadi cara untuk meningkatkan kualitas produk nasional sehingga produk dalam negri dapat bersaing dengan produk – produk dari luar dan mendorong masyarakat kita untuk lebih mencintai produk nasional. Untuk itulah TICA secara tidak langsung ikut memberikan kontribusi yang sangat kuat terhadap transformasi ekonomi yang akan membawa Indonesia ke negara yang disegani dan berada di papan atas negaranegara maju dunia pada tahun 2030. Dengan tema Future Energy toward Sustainable Development, TICA Award ini juga telah memberikan pelajaran dan membagikan ilmu pengetahuan bagaimana sebaiknya teknologi memberikan kontribusi ke pembangunan berkelanjutan di masa depan, dan yang lebih penting lagi TICA Award telah memberikan kesempatan kepada para peneliti muda dari seluruh Indonesia untuk memperlihatkan daya inovasi, kreatifitas dan kapabilitas mereka sebagai anakanak muda yang akan berperan dalam peningkatan kesejahteraan manusia umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

4


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Yuriko Sato, Ph.D.

Associate Professor International Student Center and Dept. of Environmental Science & Technology Tokyo Institute of Technology In March 2010 when Mr. Farid Triawan was the president of PPI all Japan, PPI Tokodai held a one day seminar in Tokyo Tech on “Indonesia Japan Cooper-ation to Create Innovative Human Resources for Sustainable Development” and started Tokyo Tech Indonesian Commitment Award (TICA). I was very much impressed by PPI Tokodai members’ real commitment to realize the topic of the seminar, which was Creation of Innovative Human Resources for Sustainable Development of Indonesia. But at that time I just thought that it was a special activity just for the year. However, as you know, TICA continued. And this is the 4th TICA Award Ceremony.

It is not easy for the students living in Tokyo to raise funds necessary to invite the young Indonesian students to Japan because the commodity price in Tokyo is very expen-sive. I heard that PPI Tokodai OBs and OGs donated considerable amount of money for TICA. I am very im-pressed. It shows the PPI Tokodai members’ unity and real commitment for the Development of Indonesia. Tokyo Tech’s Education Goal is to foster the scientists

and engineers, who not only master high skills and knowledge but also embrace noble spirit and take actions to contribute to the society. By knowing the continuation of TICA, I come to realize that PPI Tokodai members are embodying our educational goal. We are really proud of you. Indonesia is an emerging country. When I meet the people working in Japanese companies, many of them say that they are now looking for Indonesian students who can work for their companies. It reflects the rapid development of Indonesia and charms of the Indone-sian market for Japan. Indonesia is a leading country in ASEAN, which will establish ASEAN Economic Community in 2015. In this new development stage, the Creation of Innovative Human Resources will be further more important for Sus-tainable Development of Indonesia. I hope that the young undergraduate students who receive TICA top prize today will further make efforts to develop your abilities and contribute to your country as innovative human resources, following the good example of PPI Toko-dai members. And I also wish the further success of the present and former PPI Tokodai members in your given environment. I think you are the treasures for Indonesia, for Japan and for the world.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

5


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

PANITIA TICA 2014 Board of Advisor 1. M. Iqbal Djawad, Dr. Eng., -Education and Culture AttachĂŠ, Indonesian Embassy in Japan 2. Muhammad Aziz, Dr. Eng., (coord.), -Assistant Professor in Tokyo Institute of Technology 3. Yuriko Sato, Dr. Eng, - Associate Professor in Tokyo Institute of Technology 4. Arif Sarwo Wibowo, Dr. Eng., - Assistant Professor in Bandung Institute of Technology, JSPS Fellow at Tokyo Institute of Technology 5. Topan Setiadipura, Dr. Eng., - Researcher in BATAN, Tokyo Tech Alumni 6. Andante Hadi, D. Eng., Tokyo Tech Alumni

Steering Committee 1. Nurul Fajri, - Chairman of PPI-Tokodai 2. Ashlih Dameitry, - PPI-Tokodai 3. Irwan Liapto Simanullang, -Former TICA Chairman

Organizing Comittee Chairman

Pribadi Mumpuni Adhi

Secretary

Yuni Susanti

Treasurer

Anissa Nurdiawati

Design

Nur Safira Assyifa

Public Relation

Ilman Nuran Zaini

Logistic & Accommodations

Harish Reza Septiano

Consumption

Syifa Asatyas

Paper Competition

Sidik Soleman

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

6


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Awarding Ceremony

Eko Yuniarsyah

Reviewers 1. Aa Haeruman Azam, S.Si

19. Tirto Soenaryo, M.Eng

2. Nisrina Setyo Darmanto, S.T.

20. Ari Hamdani, M.Eng

3. Anissa Nurdiawati, S.T.

21. Muslimin, M.T.

4. Samratul Fuady, M.T.

22. Srikandi Novianti, M.Eng

5. Totok Mujiono, M.T.

23. Yuni Susanti, S.Kom

6. Adiyudha Sadono, M.Eng

24. Ashlih Dameitry, M.Eng

7. Annisa Anindita Zein, S.Mn.

25. Arif Sarwo Wibowo, D.Eng

8. Andante Hadi, D. Eng

26. Saifuddin, M.Sc

9. Natalia Maria Theresia, S.Si.

27. Ayu Dahliyanti, S.T.

10. Pribadi Mumpuni Adhi, M.Eng

28. Fadli Ondi, B.Eng

11. Sidik Soleman, S.T.

29. Syifa Asatyas, S.Si.

12. Sjaikhurrizal El Muttaqien, S.Si

30. Eko Yuniarsyah, M.T.

13. Okky Dwichandra Putra, M.Si

31. Fakhruddin, M.Eng

14. Radon Dhelika, M.Eng

32. Firman Azhari, M.T.

15. Nurul Fajri, B.Eng

33. Maulana Abdul Aziz, M.Sc

16. Ferryanto, M.T.

34. Bayu Prabowo, D.Eng

17. Bentang Arief Budiman, M.Eng

35. Sri Hastuty, D.Eng

18. Dwi Joko Suroso, M.Eng

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

7


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

Pemenang TICA 2014 Juara 1 Arif Sony Wibowo Universitas Diponegoro Terobosan Baru Pengawetan Sayur dan Buah Berbasis Fotokatalitik Nano Co-Doped ZnO untuk Mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional

Juara 2 Cynthia Widjaja Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Potensi Sekam Padi sebagai Bahan Bakar Terbaharukan dan Ramah Lingkungan Pengganti Diesel Industri

Juara 3 Nathaniel Chandra Harjanto Institut Teknologi Bandung Perancangan Sistem Antarmuka Otak-Komputer Berbasis Steady State Visual Evoked Potential untuk Kendali Navigasi Kursi Roda Elektrik

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

8


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

SINTESIS NANOKRISTAL SILIKON DARI LUMPUR SIDOARJO SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SEL SURYA SUPER EFISIEN SYNTHESIS OF SILICON NANOCRYSTALS FROM SIDOARJO MUD AS RAW MATERIALS FOR SUPEREFFICIENT SOLAR CELLS Lisna Putri Setiawan1,a, Muhibullah Abdisy Syakur Al Mubarok2,b, Maisari Utami3,c dan Wega Trisunaryanti4,d 1,2,3Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. aEmail: lisna.putri.s@gmail.com, bEmail: muhibullah.asa91@gmail.com dan cEmail: umaisari@yahoo.com 4Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. dEmail: wegatri@yahoo.com

Abstrak- Nanokristal Silikon telah disintesis melalui reduksi metalotermal dari silika dengan kemurnian tinggi yang diperoleh dari lumpur Sidoarjo. Sebuah metode sederhana menggunakan ekstraksi alkali yang diikuti oleh pengendapan asam telah dilakukan untuk menghasilkan xerogels silika yang murni dari lumpur Sidoarjo. Konsentrasi yang berbeda dari natrium hidroksida telah dipelajari dan dioptimasi selama ekstraksi silika. Silikon nanokristal disintesis pada 650 °C selama 3 jam menggunakan magnesium sebagai agen pereduksi. Produk ini kemudian dilakukan satu tahap pencucian asam. Konsentrasi maksimum silika yang dihasilkan dari ekstraksi lumpur Sidoarjo adalah 5342,9 ppm dari larutan natrium hidroksida 6 M. Produk akhir menunjukkan nanokristal silikon merupakan fase utama sedangkan Mg2Si menjadi fase minor. Material ini telah digunakan sebagai sel surya super efisien oleh beberapa peneliti. Efisiensi sel surya ini dapat mencapai lebih dari 60 %, sedangkan efisiensi sel surya terbaik saat ini baru mencapai sekitar 30 %. Hal ini karena nanokristal silikon dapat menghasilkan tiga elektron per foton sinar matahari. Efek ini menghasilkan generasi baru sel surya yang memiliki efisiensi dua kali lebih besar dari jenis sel surya yang ada. Selain itu , sel-sel surya ini juga lebih mudah dibuat dan lebih ramah lingkungan. Kata Kunci—Ekstraksi silika; Nanokristal silikon; Sel surya super efisien; Lumpur Sidarjo.

Abstract- Silicon nanocrystals was synthesized by metallothermal reduction of high purity silica obtained from Sidoarjo mud. A simple method based on alkaline extraction followed by acid precipitation is developed to produce pure silica xerogels from Sidoarjo mud. Different concentration of sodium hydroxide was studied and optimized during silica extraction. Silicon nanocrystals was synthesized at 650 °C for 3 hours using magnesium as a reducing agent. The product was then subjected to one stage of acid leaching. The maximum concentration of silica produced from the extraction of Sidoarjo mud was 5342,9 ppm from sodium hydroxide 6 M solution. The final product showed silicon nanocrystals was the major phase whereas Mg2Si was the minor phase. This material has been used as superefficient solar cells by several researcher. The efficiency of these solar cells can achieve more than 60%, whereas the efficiency of the best solar cells has only reached approximately 30%. This is because the silicon nanocrystals can produces three electrons per photon of sunlight. This effect leads to a new generation of solar cells that has more than twice the efficiency of existing solar cell types. Moreover, these solar cells are also made easier and more environmentally friendly. Keywords—Silica extraction; Silicon nanocrystals; Superefficient solar cell; Sidoarjo mud.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

9


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

I. PENDAHULUAN

Kebutuhan energi yang dapat diperbaharui dan murah saat ini sangat diperlukan di seluruh dunia. Mayoritas konsumsi energi dunia saat ini berasal dari minyak bumi dan batu bara. Sumber energi tidak terbaharui tersebut jumlahnya sangat terbatas. Pemakaian energi fosil ini diperkirakan dalam waktu 40 tahun sudah akan habis. Oleh karena itu, selain peningkatan efisiensi dalam pemakaian sumber energi, diperlukan juga pembangkit energi di masa depan yang bisa mengganti keberadaan minyak bumi dan batu bara. Saat ini berbagai alternatif energi baru terbarukan (EBT) seperti pembangkit listrik tenaga matahari (sel surya), nuklir dan fuel cell menjadi topik penelitian mulai banyak dikaji para ahli. Energi yang dipancarkan sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69%. Padahal suplai energi dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3x1024 joule pertahun, energi ini setara dengan 2x1017 Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1% saja permukaan bumi dengan divais panel surya yang memiliki efisiensi 10% sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini. Sel surya adalah alat yang digunakan untuk mengubah energi matahari menjadi energi listrik. Sel surya umumnya hanya menghasilkan satu elektron per foton sinar matahari yang masuk. Beberapa material diperkirakan menghasilkan lebih dari satu elektron per foton yang disebut dengan efek multijunction. Para peneliti di National Renewable Energy Laboratory (NREL) untuk pertama kalinya menunjukkan nanokristal silikon dapat menghasilkan tiga elektron per foton sinar matahari yang berenergi tinggi. Efek ini menghasilkan generasi baru sel surya yang aman dan dua kali lebih

EDISI KHUSUS

efisien dibandingkan sel surya yang ada saat ini (Jihun et al. [1]). Di sisi lain, permasalahan lumpur panas Sidoarjo telah menimbulkan dampak kerugian yang luar biasa, diantaranya mengakibatkan bencana luapan lumpur yang semakin banyak dan meluap ke rumah penduduk sampai menenggelamkan semua bangunan yang ada di sekitarnya. Semburan lumpur ini terjadi di lokasi pengeboran PT. Lapindo Brantas mulai tanggal 29 Mei 2006 dan diperkirakan akan berakhir 31 tahun yang akan datang. Menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Bandung, saat ini tidak ada lagi cara untuk menghentikan semburan lumpur. Padahal luas area luapan tersebut telah mencapai lebih dari 6,7 km2 dan setiap tahun terus mengalami peningkatan (Ă…kesson [2]). Peningkatan volume lumpur Sidoarjo ini memberikan dampak negatif baik untuk makhluk hidup maupun lingkungan sekitar luapan. Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi tepat guna untuk mengolah lumpur Sidoarjo menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Namun pemanfaatannya hingga saat ini masih terbatas pada pembuatan bahan bangunan yang bernilai ekonomi rendah. Fadli et al. [3] menyatakan bahwa kandungan silika pada lumpur Sidoarjo cukup besar dan mempunyai peluang besar untuk dimanfaatkan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Silika tersebut sangat berpotensi untuk diolah menjadi nanokristal silikon yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sel surya yang berfungsi mengubah energi matahari menjadi energi listrik. Pemanfaatan ini diharapkan dapat memberikan peluang yang besar bagi berkembangnya industri sel surya nasional.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

10


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

II. EKSPERIMENTAL A. Preparasi Lumpur Sidoarjo

D. Sintesis Nanokristal Silikon

Lumpur ditumbuk sampai halus kemudian direndam dengan akuades dalam gelas beker sambil diaduk selama 24 jam menggunakan pengaduk magnet pada temperatur kamar. Lumpur tersebut kemudian disaring menggunakan Buchner. Lumpur yang telah disaring dikeringkan pada temperatur 100 oC selama 12 jam. Lumpur kering kemudian ditumbuk kembali sampai halus sampai membentuk serbuk. Serbuk diayak menggunakan pengayak 150 mesh.

Nanokristal silikon disintesis menggunakan metode reduksi metalotermal. Proses reduksi dilakukan menggunakan agen pereduksi logam magnesium. Silika dari lumpur Sidoarjo dicampur dengan serbuk magnesium dengan cara ditumbuk sampai homogen. Campuran kemudian dipanaskan dalam atmosfer udara pada temperatur 650 oC selama 3 jam dengan laju pemanasan 10 oC/menit.

B. Optimasi Ekstraksi Silika Lumpur yang telah dipreparasi direfluks dengan 100 mL larutan NaOH sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam. Konsentrasi NaOH yang digunakan yaitu 2; 3; 4; 5; 6 dan 7 M. Sampel hasil refluks dipisahkan menggunakan alat sentrifuge dengan kecepatan 2100 rpm selama 10 menit. Filtrat kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman No. 1. Larutan yang diperoleh merupakan larutan natrium silikat. Jumlah silika yang terlarut dianalisis menggunakan AAS. Konsentrasi NaOH dengan jumlah silika yang terlarut paling banyak digunakan untuk menghasilkan natrium silikat sebanyak-banyaknya. C. Preparasi Nanopartikel Silika Natrium silikat hasil pelarutan dengan konsentrasi NaOH optimum dititrasi dengan HCl sedikit demi sedikit sampai pH sekitar 8. Gel yang terbentuk didiamkan selama sehari kemudian dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas whatman No. 1. Gel kemudian dicuci dengan akuabides sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama sehari pada temperatur kamar. Gel disaring kembali dan dikeringkan selama 5 jam pada temperatur 100 oC kemudian ditumbuk sampai halus hingga membentuk serbuk. Serbuk yang diperoleh merupakan nanopartikel silika.

Pemurnian produk hasil reduksi dilakukan menggunakan HCl 1,25 M dan CH3COOH 4,38 M dengan perbandingan volume 4:1. Hal ini untuk menghilangkan fase produk samping magnesium dan kotoran lainnya. Hasil pencucian tersebut dicuci dengan akuabides, disaring dengan kertas saring whatman No. 1 dan dikeringkan. Produk akhir berupa serbuk nanokristal silikon E. Karakterisasi Material Material dikarakterisasi dengan X- Ray Difraction (XRD Shimadzu 6000) menggunakan filter Cu (位= 0.15 nm) dengan kondisi operasi pada 40 kV dan 30 mA untuk mengetahui fasa kristal. Spektrofotometer serapan atom (AAS Perkin Elmer 3110) untuk mengetahui jumlah silika yang terlarut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Ekstraksi Silika Ekstraksi silika menggunakan konsentrasi NaOH tertentu dapat menghasilkan jumlah silika yang terlarut berbeda-beda. Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi larutan NaOH terhadap jumlah silika yang terlarut dari lumpur Sidoarjo. Persentase kadar silika yang terlarut tersebut dianalisis dengan menggunakan AAS. Hasil analisis AAS dari pengaruh konsentrasi NaOH pada ekstraksi silika lumpur Sidoarjo disajikan Gambar 1.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

11


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Gambar 1 menunjukkan peningkatan silika yang terlarut dengan bertambahnya konsentrasi larutan NaOH dari 2-6 M. Silika yang terlarut pada konsentrasi larutan NaOH 2 M diperoleh sebanyak 2485,7 ppm. Rendahnya konsentrasi NaOH menyebabkan larutan natrium silikat yang terbentuk masih sedikit. Hal ini dikarenakan jumlah OH- yang menyerang gugus siloksan dalam lumpur Sidoarjo masih sedikit. Jumlah yang paling tinggi diperoleh dari silika yang terlarut pada konsentrasi larutan NaOH 6 M yaitu 5342,9 ppm. Hal tersebut menunjukkan proses ekstraksi pada konsentrasi ini sangat efektif membuat ikatan Si-O dari silika yang terdapat pada lumpur menjadi putus.

Pada waktu pelarutan yang sama maka jumlah silika yang terlarut dalam larutan NaOH 7 M lebih sedikit dibandingkan NaOH 6 M. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum dalam ekstraksi silika dari lumpur Sidoarjo diperoleh pada konsentrasi larutan NaOH 6 M. Berdasarkan hasil tersebut, maka produksi natrium silikat sebanyak-banyaknya dilakukan pada konsentrasi larutan NaOH 6 M. Menurut Deshmukh et al. [4], pembentukan natrium silikat melalui proses ekstraksi mengikuti reaksi berikut: SiO2 (s) + 2NaOH(aq) → Na2SiO3(aq) + H2O(l) Mekanisme reaksi yang terjadi pada pembentukan natrium silikat ini diperkirakan mengikuti mekanisme pada Gambar 2.

-

HO

O

O

O

HO

Si O

O

-

Si

O O O

O

O

O H2O

+

-

-

+

O Na

......... OH

O

+

ONa

Si

O Si

2NaOH

+

-H 2O Si

HO

OH

HO

HO

OH Si OH

Gambar 2. Mekanisme penyerangan atom Si Gambar 1. Jumlah silika terlarut pada berbagai konsentrasi NaOH

B. Pembentukan Nanopartikel Silika Pada setiap peningkatan konsentrasi larutan NaOH maka jumlah silika yang terlarut akan meningkat, namun pada konsentrasi tertentu akan menurun. Fenomena tersebut terjadi pada silika yang terlarut dalam larutan NaOH 7 M. Penurunan jumlah silika yang terlarut tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi larutan NaOH yang terlalu tinggi menyebabkan kompetisi diantara ion-ion OH- dalam pemutusan ikatan Si-O.

Nanopartikel silika terbentuk melalui reaksi hidrolisis dan kondensasi asam silikat yang diperoleh dari ekstraksi silika lumpur Sidoarjo. Natrium silikat hasil ekstraksi mengalami hidrolisis terlebih dahulu kemudian diasamkan dengan HCl sehingga terbentuk asam silikat. Reaksinya adalah: Na2SiO3 + H2O + 2HCl → Si(OH)4 + 2NaCl

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

12


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

Gambar 4. Difraktogram silikon produk reduksi (a) dan hasil pencucian (b) Gambar 3. Terbentuknya gel nanopartikel silika

Asam silikat yang terbentuk kemudian mengalami polimerisasi dan kondensasi lebih lanjut membentuk struktur polimer yang berukuran nanometer. Oleh karena itu proses ini sering disebut sebagai polimerisasi nanopartikel silika. Proses polimerisasi ini terjadi melalui 3 tahap, yaitu (1) pembentukan partikel-partikel melalui polimerisasi dari monomer-monomer silikat yang kemudian membentuk dimer, trimer dan tetramer; (2) Pertumbuhan partikel-partikel membentuk agregat polimer; (3) Penghubungan partikel-partikel menjadi rantai kemudian membentuk jaringan yang memperpanjang terus dalam media larutan, dan akhirnya mengental menjadi gel berukuran nano (Brinker dan Scherer [5]). Mekanisme polimerisasi tersebut sesuai dengan kajian hasil analisis NMR yang dilaporkan oleh Iler [6].

C. Karakterisasi Nanokristal Silikon Pola XRD dari produk reduksi metalotermal nanopartikel silika ditunjukkan pada Gambar 4 (a). Hasil ini menunjukkan bahwa produk reduksi silika mengandung fasa silikon, Mg2SiO4, MgO, dan Mg2Si. Pola XRD dari produk pencucian menggunakan asam ditunjukkan pada Gambar 3 (b). Proses pencucian ini menunjukkan dapat menghilangkan fasa Mg2SiO4 dan MgO dari produk reduksi menggunakan HCl dan CH3COOH. Hal ini karena pada umumnya garam klorida dan asetat dapat larut dalam media air. Namun pencucian ini tidak dapat menghilangkan fasa Mg2Si dari produk reduksi secara sempurna. Hal ini dikarenakan energi (b) aktivasi pelarutan Mg2Si yang sangat tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk akhir yang diperoleh berupa silikon sebagai komponen yang dominan serta sedikit fasa Mg2Si. (a)

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

13


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Berikut adalah reaksi reduksi metalotermal dan proses pencucian asam yang terjadi: SiO2 + 2Mg → Si + 2MgO HCl (aq) + H2O (aq) → H3O+(aq) + Cl- (aq) CH3COOH + H2O(l) → H3O+ (aq) + CH3COOMgO(s) + 2H3O+(aq) → Mg2+ (aq) + 3H2O (l) Mg2+ (aq) + 2 Cl- → MgCl2 (aq) Mg2+ (aq) + 2CH3COO- → (CH3COO)2Mg (aq)

D. Sel Surya Super Efisien Penelitian mengenai sel surya terus dikembangkan dengan tujuan untuk menciptakan sel surya dengan kinerja yang lebih baik, efisiensi yang tinggi dan dengan biaya fabrikasi yang rendah. Suatu tipe sel surya biasanya hanya menghasilkan satu elektron per foton sinar matahari yang masuk. Penelitian yang dilakukan oleh Jihun et al. [1] menunjukkan bahwa nanokristal silikon dapat menghasilkan tiga elektron per foton sinar matahari yang berenergi tinggi. Elektron terluar yang berasal dari foton cahaya biru dan ultraviolet memiliki lebih banyak energi daripada elektron terluar dari spektrum cahaya matahari lainnya, terutama cahaya merah dan inframerah. Pada umumnya sel surya, energi terluar pada cahaya biru dan ultraviolet tersebut dibuang sebagai panas. Tetapi dalam ukuran kecil seperti kristal nano, yang juga disebut quantum dot, menyebabkan munculnya efekefek kuantum mekanik baru yang mengubah energi tersebut menjadi elektron. Dalam menghasilkan elektron, sel surya nanokristal silikon secara teoritis dapat mengkonversi lebih dari 40 persen energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Sedangkan sel surya yang terbaik saat ini secara teoritis baru mencapai efisiensi 30 %. Keberadaan cermin konsentrator yang memfokuskan cahaya matahari menuju permukaan sel

EDISI KHUSUS menyebabkan intensitas cahaya yang ditangkap sel surya biasa dapat meningkat menjadi sekitar 39 %, namun dengan perangkat yang sama juga dapat meningkatkan efisiensi sel surya nanokristal silikon hingga lebih dari 60 % (Nozik et al. [7]). Selain efisiensi yang tinggi, sel surya nanokristal silikon juga terbukti lebih rendah biaya produksinya, sehingga sel surya ini memiliki keuntungan yang signifikan. Efek multijunction suatu sel surya dapat meningkatkan efisiensinya menjadi lebih dari 40 persen, namun hal ini memerlukan proses pembuatan yang sangat rumit. Pada nanokristal silikon, untuk mendapatkan efek tersebut relatif mudah dibuat. Nanokristal silikon juga memiliki keunggulan ramah dan aman untuk digunakan sebagai sel surya dibandingkan dengan bahan nanokristal lain. Beberapa bahan tersebut mengandung unsur-unsur beracun seperti timbal, kadmium dan indium yang persediaannya juga terbatas (Nozik et al. [7]).

IV. KESIMPULAN

Nanokristal silikon telah berhasil disintesis dengan bahan dasar lumpur Sidoarjo menggunakan metode reduksi metalotermal. Konsentrasi NaOH untuk memproduksi silika paling optimum dari lumpur Sidoarjodiperoleh pada 6 M. Nanokristal silikon dapat digunakan sebagai sel surya yang memiliki efisiensi super. Kebijakan Energi Nasional menetapkan target energi baru terbarukan (EBT) sebesar 25% pada tahun 2025 yang kemudian dijadikan sebagai Visi Energi 25/25. Kelimpahan lumpur Sidoarjo yang sangat besar dengan kandungan silika yang tinggi memberi peluang besar bagi berkembangnya industri panel surya nasional. Pembangunan Industri panel surya yang didukung oleh kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi panel surya sudah saatnya untuk dipersiapkan, bahkan sifatnya sudah sangat mendesak. Kebergantungan industri panel surya pada komponen dan bahan baku impor masih belum dapat dihindari, melalui tulisan ini, diharapkan tercipta suatu gagasan kolaborasi antara lembaga akademis, litbang pemerintah dan industri

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

14


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award nasional dalam mewujudkan industri bahan baku panel surya nasional. DAFTAR PUSTAKA

[1]

O. Jihun, C.Y. Hao dan M.B. Howard, “An 18.2%-Efficient BlackSilicon Solar Cell Achieved Through Control of Carrier Recombination in Nanostructures”, Nature Nanotechnology, 7, 2012, pp. 743-748.

EDISI KHUSUS [5] C.J. Brinker dan Scherer, Sol-Gel Science: The Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing, Academic Press, 1990, San Diego. [6] R.K. Iler, The Chemistry of Silica, Willey Publisher, 1979, New York. [7] J.A. Nozik, M.C. Beard, K.P. Knutsen, P. Yu, J.M. Luther, Q. Song, W.K. Metzger dan R.J. Ellingson, “Multiple Exciton Generation in Colloidal Silicon Nanocrystals”, Nano Letters, 7, 2007, 2506-2512, Colorado.

[2] M. Åkesson, Mud Volcanoes-A Review Examensarbeten I Geologi Vid Lunds Universitet, 16 sid. 15 ECTS poäng, Nr. 219, 2008. [3]

A.F. Fadli, R.T. Tjahjanto dan Darjito, “Ekstraksi Silika Dalam Lumpur Sidoarjo Menggunakan Metode Kontinyu”, Kimia Student Journal, 1, 2013, pp. 182-187, Malang.

[4] P. Deshmukh, J. Bhatt, D. Peshwe dan S. Pathak, “Determination of Silica Activity Index and XRD, SEM and EDS Studies of Amorphous SiO2 Extracted from Rice Husk Ash”, Trans. Ind. Inst. Met., 65, 2012, 63-70.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

15


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Potensi Pemanfaatan Limbah Industri Tepung Aren sebagai Bahan Baku Panel Akustik The Potential of Utilization of Industrial sugar palm flour's Waste as Raw Material of Acoustic Panel Ula.N.M1,a, Wibawati.D.Z2,b dan Mitrayana3,c 1,2

Jurusan Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. aEmail: nur.mufidatul.u@mail.ugm..ac.id, b

Email: dianita.zuama.w@mail.ugm.ac.id

3

Jurusan Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. cEmail: mitrayana@ugm.ac.id

Abstrak- Penambahan jumlah kendaraan bermotor mengakibatkan bertambahnya polusi suara yang mengganggu kenyamanan akustik. Ketersediaan panel akustik dengan harga yang terjangkau sangat dibutuhkan. Hal ini bisa dicapai dengan pemanfaatan limbah sebagai bahan bakunya. Salah satu limbah yang belum termanfaatkan adalah limbah industri tepung aren. Maka dilakukan pengujian untuk mengetahui potensi limbah industri tepung aren sebagai bahan material dengan menggunakan metode tabung impedansi dengan fariasi frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 750 Hz and 900 Hz. Penelitian dimulai dengan pembuatan sampel uji dengan variasi komposisi serabut dan serbuk sebesar 1:0, 2:1, 1:1, 1:2, and 0:1 dngan total berat 6 gram. Masing-masing sampel direkatkan dengan lem tepung tapioka dan dicetak berbentuk silinder dengan diameter 3,2 cm dan ketebalan 1,8 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien absorbsi panel akustik berbahan baku limbah tepung aren sangat baik pada variasi serabut dan serbuk 1:1. Nilainya mendekati 1 pada semua frekuensi. Hal ini menunjukkan bahwa panel akustik berbahan baku limbah industri tepung aren berpotensi menjadi panel akustik.

Abstract- Increasing the number of vehicles resulting in increased the noise pollution, actually this is disturbing the acoustic comfort. Availability of acoustic panels at cheaper prices is needed. This can be achieved by utilization of waste as its raw material. One of untapped waste is industrial sugar palm flour’s waste. The test to determine the potential of industrial sugar palm flour’s waste as raw material was carried out by using the impedance tube method with 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 750 Hz and 900 Hz. The research began with making the sample with composition variations of fibers and powders 1:0, 2:1, 1:1, 1:2, and 0:1 with total of weight in 6 grams. Each sample is glued together with starch glue and molded in thin cylindrical of 3.2 cm diameter and 1.8 cm thickness. Result of the research show that the absorption coefficient of acoustic panels made from industrial palm flour waste is excellent on variation of fibers and powders 1:1. The absorption coefficient value close to 1 at all frequencies. This suggests that the acoustic panels that made from industrial palm flour waste have the potential to be used acoustic panels as a sound absorber.

Kata Kunci—Panel Akustik, Limbah Industri Tepung

flour’s waste, absorbtion coefficient, Impedance Tube Method.

Aren, Koefficien Absorbsi, Metode Tabung Impedansi.

Keywords— Acoustic Panels, Industrial Sugar Palm

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

16


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

I. PENDAHULUAN Panel akustik adalah sebuah partisi yang digunakan untuk menyerap suara. “Sedangkan serapan suara adalah sebuah proses yang dapat merubah suara menjadi bentuk energi lain seperti vibrasi, panas dan yang lainnya”..Karlinasari et.al.[1]. Serapan suara sangat berhubungan erat dengan kualitas akustik sebuah tempat. “Kualitas akustik dinyatakan dengan angka 1 untuk serapan penuh dan angka 0 untuk material yang tidak menyerap suara”..Himawanto [2]. Material yang bisa menyerap suara dengan baik adalah material yang dapat menyerap dan masiv. Bio-material bisa digunakan sebagai alternative dalam pembuatan panel akustik karena memiliki serat dan dapat menyerap. Dan salah satu bio-material yang dapat berpotensi dimanfaatkan sebagai panel akustik adalah limbah dari industri tepung aren yang diberi nama pati Onggok. Selain limbah ini memiliki ciri-ciri material yang masiv dan berpori, pemanfaatan limbah ini bisa mengurangi pencemaran lingkungan terutama di sungai. “Dari perbandingan hasil analisis dari bahan baku industri berupa hasil parutan batang,

II. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN A. Persiapan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah industri tepung/pati onggok yang telah dipisahkan antara serat dan serbuknya setelah dijemur selama 3 hari dibawah terik matahari. Untuk perekat digunakan campuran tepung tapioka dan air dengan campran 1:4 (air:tapioka). Cetakan yang digunakan terbuat dari besi dengan diameter 3,2 cm.

B. Pembuatan Sampel Panel Akustik Pembuatan sampel dilakukan dengan mencamurkan beberapa variasi antara serat dan serbuk. Bahan dipisahkan dengan spesifikasi sebagai berikut: • Label A, serat: serbuk = 1:0 = 6 grams: 0 grams • Label B, serat: serbuk = 2:1 = 4 grams: 2 grams • Label C, serat: serbuk = 1:1 = 3 grams: 3 grams • Label D, serat: serbuk = 1:2 = 2 grams: 4 grams • Label E, serat: serbuk = 0:1 = 0 grams: 6 grams

kemudian pengendapan pati yang pertama dan limbah ampas menunjukkan bahwa proses produksi utamanya mengurangi C-organik saja, dalam hal ini diduga pati, itupun hanya sekitar 10%”.. Firdayati et.al.[3]. Pemanfaatan limbah industri ini masih sebatas digunakan sebagai pakan ternak dan alat perkembang biakan cacing di daerah Yogyakarta yang nilai ekonomisnya masih rendah dan kurang menyerap banyak limbah.

Setelah bahan serat dan serbuk dipisahkan sesuai label diatas, maka bahan dicampur dengan lem yang terbuat dari tepung tapioka dan air dengan berat 20 grams untuk air dan 5 gram untuk tapioka. Setelah menjadi adonan, bakal sampel dicetak dalam cetakan besi dan di beri tekanan 100 mmhg. Setelah terbentuk silinder tipis, sampel di oven untuk mengurangi kadar airnya selama 2 jam dengan suhu 100˚C.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

17


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award C. Pengambilan Data

D. Hasil dan Pembahasan

Pengujian dan pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode tabung impedansi. Metode ini betujuan untuk mengetahui koefisien serapan masingmasing sampel. Hasil koefisien serapan nantinya bisa menjadi acuan seberapa baik kualitas suatu material untuk digunakan sebagai panel akustik. Skema percobaan dalam penelitian bisa dilihat dengan gambar berikut:

Analisa data untuk mendapatkan koefisien serapan dilakukan dengan menggunakan analisa dekriptif., dengan membandingkan koefisien serapan antar sampel dengan variasi bahan dengan frekuensi yang berbedabeda. Perbandingan juga dilakukan dengan bahan panel akustik yang sudah ada di pasaran. Kelebihan dari metode tabung impedansi ini adalah mudah dalam analisa dan murah dalam perangkaian, namun pengujian dengan metode ini memiliki kekurangan yakni tidak praktis dalam pembuatan sampel karena harus menyesuaikan bentuk dari tabung ujinya sehingga kurang efisien waktu.

Percobaan ini menggunakan suara murni yang dibangkitkan oleh pembangkit suara menggunakan speaker dengan frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 750 Hz dan 900 Hz. Suara akan dideteksi oleh 3 mikrofon yang letaknya berbeda. Mikrofon 1 mendeteksi suara murni dari speaker, mikrofon 2 mendeteksi suara yang dipantulkan oleh sampel sedangkan mikrofon 3 mendeteksi suara yang diloloskan (ditransmisikan) oleh sampel. Data yang didapatkan dari ketiga mikrofon berbentuk intensistas suara dengan satuan db. Setelah itu hasil data mentah diolah sehinga bisa berupa frekuensi. Data frekuensi dihitung untuk mendapatkan koefisien serapan menggunakan rumus dibawah ini: �=

4 1 đ?‘›+ +2 đ?‘›

(1)

đ?‘›=

đ??źđ?‘šđ?‘–đ?‘?2 − đ??źđ?‘šđ?‘–đ?‘?1 đ??źđ?‘šđ?‘–đ?‘?2 + đ??źđ?‘šđ?‘–đ?‘?1

(2)

Deskripsi:

Coefficient of absorption

Gambar1. Skema Percobaan dengan Tabung Impedansi

Perhitungan yang telah dilakukan kepada 5 sampel mendapatkan hasil sebagai berikut:

1:01 1:02 2:01 1:00 0:01 Frequency (Hz)

Gambar 2. Grafi Data 5 Variasi

Dari gambar 2 bisa diketahui bahwa bahan baku limbah industri aren/pati onggok bisa memberikan koefisien serapan yang sangat baik terutama pada variasi 1:1. Pada variasi ini, semua koefisien serapannya tinggi (mendekati 1) untuk semua frekuensi. Untuk variasi lainnya, rata-rata juga memiliki hasil yang baik. Hasil dari pengujian ini sudah mememnuhi standar yang telah ditetapkan dalam ISO 11654:1997 yang menyatakan bahwa panel akustik yang bisa dimanfaatkan adalah panel akustik yang memiliki koefisien serapan minimal 0,15.

Îą = koefisien serapan n = rasio gelombang berdiri I = intensitas suara

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

18


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Dari hasil yang didapatkan, diambil 2 frekuensi yang bisa mewakili frekuensi rendah dan tinggi yakni frekuensi 125Hz dan 500 Hz untuk dibandingkan dengan hasil koefiisien serapan bahan-bahan akustik yang sudah ada di pasaran. Hasil dari perbandingan tersebut bisa dilihat dari gambar dibawah ini:

Dari hasil perbandingan pada gambar 3 dan gambar 4 bisa dilihat bahwa panel akustik berbahan baku limbah industri tepung aren/pati onggok memiliki koefisien serapan yang tidak kalah baik dengan bahan-bahan panel akustik yang sudah ada dipasaran saat ini. hasil ini menunjukkan bahwa limbah industri tepung aren sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai panel akustik.

III. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: a. pemanfaatan limbah industri tepung aren sebagai bahan baku panel akustik bisa menambah nilai ekonomis limbah.

Gambar 3. Perbedaan Koefisien Serapan pada Frekuensi 125Hz

b. dari sifatnya yang berporos dan masiv, limbah industri tepung aren/ pati onggok memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku panel akustik c. Variasi bahan terbaik yang didapat dari penelitian ini adalah dengan komposisi serat: serbuk = 1:1 dengan koefisien serapan yang hampir mendekati 1 di semua frekuensi. DAFTAR PUSTAKA

Gambar 4. Perbedaan Koefisien Serapan pada Frekuensi 500Hz

[1]

Karlinasari L, dkk. 2011. “Sifat Penyerapan dan Isolasi Suara Papan Wol Berkerapatan Sedang-Tinggi dari Beberapa Kayu Cepat Tumbuh”. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan ,4(1):8-13

[2]

Himawanto D.A.2007.”Karasteristik Panel Akustik Sampah Kota pada Frekuensi Rendah dan Frekuensi Tinggi Akibat Variasi Kadar Bahan Organik”. Jurnal Teknik Gelagar, Vol. 18, No. 01: 19-24

[3]

Firdayati M, dkk. 2005. “Studi Karakteristik Dasar Limbah Industri Tepung Aren”. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, vol.2 No.2.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

19


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Kendali Paralel Manipulator menggunakan Neural Network Control of Parallel Manipulator using Neural Network A Rifqi Thomi Irfan1,a, Ardik Wijayanto2,b dan Endah Suryawati Ningrum3,c 1

Teknik Mekatronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya. aEmail: rifqi@student.pens.ac.id, 2

3

Teknik Mekatronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya. bEmail: ardik@pens.ac.id Teknik Mekatronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya. cEmail: endah@pens.ac.id

Abstrak- Penelitian ini menerapkan kecerdasan buatan sebagai kendali pada robot paralel manipulator yang miliki kinematik yang kompleks. Target kendali robot tersebut adalah keseimbangan pada sebuah meja yang menghubungkan end of effector antar kaki paralel manipulator tersebut. Struktur robot ini memiliki manipulator yang saling terhubung dalam struktur parallel. Struktur tersebut adalah tiga kaki penyangga yang menopang meja robot. Setiap kaki penyangga meja harus mampu merekonfigurasi sudut pergerakannya sehingga meja dalam kondisi seimbang meskipun alas dari robot dalam keadaan miring. Sudut kemiringan yang diukur hanya pada roll dan pitch dengan menggunakan sensor Accelerometer dan Gyro. Penggunaan metode complementary filter menjadi sangat penting karena data Accelerometer dan Gyro memiliki noise yang berbeda-beda. Kecerdasan buaran yang diterapkan adalah neural network dengan error backpropagation. Kendali yang kompleks pada paralel manipulator terbukti dapat diselesaikan dengan menggunakan backpropagation dengan error yang kecil dan dapat ditoleransi.

AbstractThis research applies artificial intelligence as a control in parallel robotic manipulators that has complex kinematic. Control of the robot is to be balance on a table that connects the end of effector parallel manipulator between the legs. The structure of this robot has a manipulator which is connected in parallel structure. The structure is a three-foot buffer that supports the robot table. Each foot buffer must be able to reconfigure the corner of the table so that the table movement in equilibrium even though the base of the robot in a tilted state. The tilt angle is measured only on the roll and pitch using accelerometer and gyro sensor. The use of complementary methods filters becomes very important because the data Accelerometer and Gyro has a different noise. Artificial Intellegent is applied to the error back propagation neural network. Complex control of the parallel manipulator shown to be solved by using back propagation with a small error that can be tolerated. Keywords: Parallel manipulator, Neural Network, Gyro, Accelerometer, Complementary Filter.

Kata kunci: Parallel manipulator, Neural Network, Gyro, Accelerometer, Complementary Filter.

I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknik kendali semakin pesat, karena semakin banyak sistem yang sangat kompleks. Hal ini

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

20


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award memacu perkembangan kendali untuk lebih mampu menyelesaikan sistem-sistem kompleks. Salah satu sistem kompleks yang dikendalikan pada penelitian ini adalah robot paralel manipulator dengan tujuan sebagai keseimbangan meja (platform). Paralel manipulator merupakan sistem manipulator yang kompleks, diantaranya memiliki lengan yang banyak dan area kerja yang terbatas. Paralel manipulator memiliki kelebihan pada struktur mekanik yang rigid, memiliki kecepatan pergerakan yang tinggi dan mampu membawa beban yang besar dibanding dengan serial manipulator. Struktur paralel manipulator yang rumit menjadi kelemahan manipulator jenis ini. Karena setidaknya dalam paralel manipulator memiliki dua rangkaian manipulator yang saling terhubung.1 Kendali keseimbangan pada robot ini membutuhkan kinematik sebagai penghubung pergerakan aktuator dan posisi-posisi yang dicapai. Inverse kinematic menjadi perhitungan yang sangat kompleks karena paralel manipulator memiliki struktur yang kompleks. Perkembangan solusi untuk mencari inverse kinematic sudah cukup pesat, beberapa diantaranya dengan menggunakan analisa struktur, analisa geometri, dan menggunakan kecerdasan buatan.2 Kecerdasan buatan menjadi pilihan menarik karena sedikit mengabaikan analisa sistem yang mendalam dan rumit. Kecerdasan yang digunakan pada paper ini adalah Neural Network.

Penggunaan metode Neural Network sebagai kendali pada robot sudah sangat populer, khususnya pada aplikasi robot manipulator. Namun pada aplikasi paralel manipulator dengan banyak batasan area kerja menjadi metode yang membutuhkan kepresisian dan ketelitian yang tinggi.

Pendekatan yang digunakan pada paper ini adalah peningkatan kepresisian kendali dengan menggunakan neural network pada penerapan robot paralel manipulator dengan aplikasi keseimbangan meja.

II. LANDASAN TEORI A. Balancing Robot Robot keseimbangan adalah robot yang didesain untuk menjaga orientasi keseimbangan robot tersebut. Robot keseimbangan yang sudah popular adalah tipe pendulum yang bekerja dengan dua roda. Pada paper ini merancang dan mengaplikasikan kendali pada balancing robot yang memiliki tipe paralel manipulator.

B. Robot Paralel Manipulator Merlet menjelaskan bahwa parallel manipulator dapat didefinisikan sebagai sebuah mekanisme kinematik secara tertutup yang ujung lengannya dihubungkan pada base dengan beberapa rangkaian kinematik sendiri. Parallel manipulator memiliki mekanisme yang rumitrumit karena bentuk strukturnya yang memiliki banyak lengan dan batasan-batasan.2 Merlet mengatakan bahwa permasalahan utama pada penentuan area kerja parallel manipulator adalah pada keterbatasan derajat kebebasan yang biasanya berpasangan. Setiap lengannya pada parallel manipulator memiliki ketergantungan pergerakan oleh lengan-lengan yang lain.3

Parallel manipulator memiliki kemampuan menjangkau atau memiliki daerah yang mampu diraih oleh sistem mekanisnya. Kemampuan posisi dan orientasi pada parallel manipulator berdasarkan kemampuan robot untuk bergerak translasi dan kemampuan end of efector robot untuk menuju posisiposisi ekstrim. Struktur yang rumit pada parallel

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

21


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award manipulator membuat area kerja pada robot tersebut menjadi sangat terbatas dan dipengaruhi oleh beberapa constrain (batasan gerak).

Sensor

C. Neural Network Definisi struktur neural network adalah kumpulan pemroses yang terhubung secara paralel dalam bentuk grafik yang terarah, terorganisir seperti neuron yang menuju masalah yang diselesaikan.4 Neuron merupakan jaringan syaraf yang terdapat pada otak manusia, dan memiliki komponen-komponen penyusun jaringan syaraf tersebut. Jaringan syaraf atau neuron memiliki 3 komponen-komponen utama yaitu:

a. b. c.

Gambaran umum pada robot ini dijelaskan pada skema berikut ini:

Dendrit: berfungsi untuk mengumpulkan informasi. Soma (badan sel): berfungsi untuk tempat pengolahan informasi. Akson (Neurit): berfungsi untuk mengirimkan impuls-impuls ke syaraf yang lain.

Pembahasan pada paper ini fokus pada tipe feedforward neural network yaitu metode backpropagation. Metode backpropagation adalah algoritma neural network multiperceptron yang menambahkan layar tersembunyi diantara layar masukan dan layar keluaran. Backpropagation memiliki 3 fase pada proses pelatihannya untuk memperbaiki error yang dihasilkan. Tiga fase tersebut adalah fase propagasi maju, propagasi mundur, dan perubahan bobot. Proses pelatihan terdapat tiga fase tersebut dalam satu iterasi. D. Sensor Kemiringan Sensor yang digunakan untuk mengukur kemiringan yang dialami robot diukur dengan menggunakan sensor. Terdapat dua macam sensor yang digunakan. Sensor tersebut adalah Accelerometer dan Gyroscope. Dengan menggunakan kedua sensor tersebut diolah untuk mendapatkan data kemiringan robot pada sumbu x dan sumbu y. III. PERANCANGAN

Processor

Acceleromet

(Microcontrole

Gyroscope

Pergerakan Robot (Motor Servo)

Gambar 1. Skema Hardware

Dari skema pada Gambar 1 menunjukkan masukan sistem didapat dari kemiringan meja yang diukur dengan menggunakan sensor Accelerometer dan Gyroscope. Data dari kedua sensor tersebut diolah pada prosesor yang digunakan. Pada robot ini menggunakan Microcontroler ARM STM32F4, microcontroler ini memiliki fitur yang banyak termasuk untuk komunikasi dengan sensor yang digunakan. Aktuasi yang dikeluarkan dari sistem tersebut adalah pada motor servo. Motor servo yang digunakan terdapat 9 buah. Pergerakan motor servo membutuhkan PWM yang dikeluarkan oleh microcontroler. a. Perancangan Mekanik Perancangan mekanik yang dibuat sebagai penerapan metode kendali yang digunakan adalah pada robot paralel manipulator. Robot paralel manipulator tersebut memiliki 3 kaki sebagai manipulatornya yang saling terhubung dengan yang lain pada ujung efektornya. Dengan penyambung tersebut berupa sebuah meja.

Setiap manipulator tersebut memiliki 3 lengan dengan setiap lengan memiliki penggerak tersendiri. Perancangan yang dibuat ditunjukkan dengan Gambar 2 berikut.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

22


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award 1.

Proses pengukuran kemiringan Proses ini merupakan proses mengolah data yang didapatkan dari sensor Accelerometer dan Gyroscope. Pengolahan tersebut untuk meningkatkan ketelitian dari sensor sehingga hasil kemiringan robot yang didapatkan sesuai dengan kemiringan yang sebenarnya.

Meja Robot

Kaki Robot

Alas Robot

Metode yang digunakan adalah Complementary Filter. Complementary filter merupakan gabungan dari dua filter yaitu, low pass filter (LPF) dan high pass filter (HPF). Sehingga filter ini bekerja seperti layaknya band pass filter (BPF).5

đ?œƒ = đ?‘Ž + (đ?œƒ + (đ?‘”đ?‘Śđ?‘&#x;đ?‘œ ∗ đ?‘‘đ?‘Ą)) + (1 − đ?‘Ž) ∗ đ?‘Žđ?‘?đ?‘?đ?‘’đ?‘™đ?‘’đ?‘&#x;đ?‘œđ?‘šđ?‘’đ?‘Ąđ?‘’đ?‘&#x;

Gambar 2. Bentuk Perancangan Mekanik Robot Dengan perancangan mekanik tersebut, robot memiliki batasan-batasan pergerakan. Setiap kaki pada robot memiliki 3 lengan dan setiap lengan tersebut terdapat motor servo sebagai penggeraknya. Dengan tujuan keseimbangan meja robot maka setiap penggerak membentuk sudut tertentu agar kondisi meja tetap berada pada orientasi keseimbangan.

‌ (1)

2. Proses learning secara offline Kecerdasan buatan yang digunakan sebagai kendali adalah backpropagation. Backpropagation membutuhkan pelatihan pada jaringannya agar masukan sudut kemiringan robot dapat mengeluarkan nilai yang sesuai dengan target yang diharapkan. Proses pelatihan tersebut dilakukan secara offline, dimana jaringan akan mencari pembobotanpembobotan yang sesuai dengan data pelatihan yang telah diberikan. Berikut adalah bentuk jaringan backpropagation yang dijelaskan pada Gambar 3.

b. Perancangan Software Pada software yang dibuat terdapat tiga proses:

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

23


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Sudut Servo 1

Sudut Servo 2 Sudut Servo 3 Sudut X

Sudut Servo 4

. .

c. Area Kerja Robot Paralel manipulator memiliki jangkauan yang terbatas, sehingga memiliki batas-batas kerja robot tersebut. Batas-batas kerja tersebut harus diketahui sebagai data untuk pelatihan offline pada backpropagation. Pencarian batas-batas tersebut dapat dicari dengan menggunakan kinematik maju. Kinematik maju yang digunakan merupakan kinematik satu lengan, sehingga kinematik maju secara global digunakan perubahan posisi lengan terhadap sebuah titik global.

Sudut Servo 5

.

Sudut Y

EDISI KHUSUS

Sudut Servo 6 Sudut Servo 7 Sudut Servo 8

Sudut Servo 9

Layar

Layar

Layar

masukan

tersembunyi

keluaran

Gambar 3. Skema Backpropagation

Gambar 5: Diagram Kendali Robot

Dengan menggunakan kinematik maju, dapat diketahui posisi-posisi end of effector A, B, dan C. Perbedaan posisi-posisi ini yang menyebabkan meja mengalami kemiringan.

3. Proses kendali Dari jaringan yang telah dilatih maka bobotbobot yang sesuai telah didapatkan. Diagram alir pada robot dengan menggunakan kendali ini adalah sebagai berikut:

đ?œƒđ?‘Ľ

Neural Network

đ?œƒđ?‘Ś

(Backpropagatio n)

Sudut pergerakan motor servo

Gambar 4: Diagram Kendali Robot

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

24


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award III. PEMBAHASAN DAN PENGUJIAN

a. Mekanik dan Hardware Elektronika

b. Software Software pelatihan offline backpropagation dilakukan pada komputer dengan menggunakan software yang telah dibuat. Berikut adalah tampilan software yang telah dibuat, digambarkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Tampilan Software pelatihan offline

Gambar 6. Bentuk Mekanik Robot

Hardware elektronika terdiri dari 4 bagian yaitu, sensor, mikrokontroler, aktuator, dan supply regulator. Sensor kemiringan diletakkan pada meja robot dan pada alas robot. Peletakan pada alas robot digunakan untuk mengukur kemiringan robot, sedangkan pada meja robot digunakan untuk mengetahui keseimbangan meka akibat rekonfigurasi ketinggian setiap kaki pada robot.

Pada software pelatihan offline data yang digunakan sebagai pelatihan adalah pasangan data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan kinematik maju. Hasil dari pelatihan ini adalah bobot-bobot yang digunakan pada proses kendali robot. c. Pengujian Complementary Filter Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kepresisian sensor yang digunakan. Perubahan parameter pada penggunaan metode complementary filter mempengaruhi hasil sudut yang didapatkan. Terdapat 3 perubahan nilai konstanta alpha yang diuji yaitu 0.85, 0.90, dan 0.93.

comp (a=0.85)

comp (a=0.90) Error Roll

comp (a=0.93)

5

Error (째)

Robot yang direalisasikan disesuaikan dengan perencanaan, dimana robot memiliki tiga kaki dengan setiap kaki terdiri dari 3 lengan. Setiap lengan memiliki aktuator berupa motor servo. End of effector setiap kaki terhubung dengan end of effector kaki yang lain dengan sebuah meja. Meja yang dibuat berbentuk segitiga dengan bahan aluminium.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819 Pengambilan data ke - n Gambar 8. Grafik Error Roll

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

25


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa penggunaan complementary filter bekerja dengan lebih optimal pada penggunaan konstanta alpha (0.9). Perubahan konstanta tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan pengolahan data kemiringan terhadap data accelerometer cukup tinggi. Dengan menggunakan nilai alpha tersebut dapat meningkatkan kepresisian dari data kemiringan yang didapat.

d. Pengujian Pelatihan Offline Backpropagation Proses yang harus dilakukan sebelum menerapkan kendali backpropagation pada robot adalah melakukan pelatihan terhadap jaringan yang telah dirancang. Jaringan yang telah dirancang adalah 2 unit masukan dan 9 unit keluaran. Jumlah layar tersembunyi dan jumlah unit yang ada didalamnya diuji pada pengujian ini.

Table 1: Data pengujian pelatihan offline Backpropagation. Root Mean Square Error 1,552 1,658 1,282 1,252

Jumlah Iterasi 5000 5000 5000 5000

learning rate 0,2 0,2 0,4 0,4

Layer Root Mean Square Error ke-n unit 1 2 1 2 3 4 10 10 0,739 0,900 0,861 0,752 10 15 0,856 0,798 0,843 0,781 10 20 0,830 0,820 0,961 0,884 15 10 0,785 0,797 0,852 0,768 15 15 0,898 1,013 0,984 0,958 15 20 0,937 0,991 0,985 1,111 20 10 0,860 0,823 1,000 0,840 20 15 0,882 1,095 0,893 0,863 20 20 1,089 1,200 1,128 1,152 unit pada layer tersembunyi 2.

Pengujian tahap 2 ditunjukkan pada Tabel 2. Pada pengujian ini menunjukkan pengaruh jumlah unit pada layer tersembunyi dengan jumlah layer tersembunyi yaitu 2 layer. Berdasarkan pengujian menunjukkan

0,814 0,822 0,887 0,798 0,949 0,998 0,865 0,815 1,306

Gambar 9. Grafik respon roll

0,2 0,4 0,2 0,4

Table 2: Data pengujian pasangan jumlah unit

5 0,822 0,835 0,943 0,788 0,896 0,966 0,805 0,815 1,962

Berdasarkan pada Tabel 2 menunjukkan dengan menggunakan 2 layar tersembunyi nilai RMSE menjadi lebih kecil dengan iterasi yang sama. Jumlah unit pada layar kedua lebih optimal pada 10 unit. Maka besar jaringan pelatihan offline yang dikerjakan adalah 2 unit input, 15 unit layar tersembunyi-1, 10 unit layar tersembunyi-2, dan 9 unit keluaran.

Momentum

Pada pengujian tahap 1 yang ditunjukkan pada Tabel 1, menunjukkan pengaruh perubahan nilai momentum dan learning rate terhadap nilai rms yang dihasilkan. Berdasarkan data yang dihasilkan menunjukkan bahwa nilai learning rate 0,4 dan momentum 0,4 menghasilkan nilai rms yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai rms yang lain.

Ratarata

Grafik Respon Roll 10°

Sudut Meja Robot

Sudut Alas Robot

Nilai Sudut(°)

Uji ke-n 1 2 3 4

jumlah unit layer tersembunyi 2 buah layer lebih optimal pada penggunaan jumlah unit 15-10, jumlah ini menunjukkan 15 unit pada layer tersembunyi 1 dan 10

waktu (ms)

Grafik 9 menunjukkan pada pergerakan menuju 10° dari keadaan berdiri yaitu 0° sudut meja. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa perubahan sudut alas robot bermula pada waktu ke 350ms dan konstan pada waktu ke 1400ms, berdasarkan data tersebut maka robot telah digerakkan dengan kecepatan angular 10°/1100ms. Dan meja robot kembali pada keseimbangan pada waktu ke 1650ms, dengan data tersebut menunjukkan bahwa terdapat selisih waktu

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

26


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award 250ms terhadap perubahan sudut pergerakan meja robot untuk menuju pada posisi seimbang. Pengujian sistem juga meliputi penggujian collision(tubrukan), pengujian ini adalah untuk mengetahui collision yang terjadi saat pergerakan robot. Pengujian ini dilakukan dengan menggerakkan robot dimulai pada kondisi seimbang hingga sudut roll dan pitch 20 ° . Gambar 10 menunjukkan collision yang terjadi pada robot.

unit. Sedangkan nilai learning rate dan momentum yang maksimal bernilai 0,4 dan 0,4. 3. Penerapan metode backpropagation juga meningkatkan respon robot terhadap sudut kemiringan yang didapatkan dari alas robot, peningkatan tersebut ditunjukkan dengan hasil respon yang telah diuji yang hanya membutuhkan 200ms hingga 350ms, sedangkan pada tugas akhir sebelumnya membutuhkan delay yang lebih lama karena jika data kemiringan tidak ada dalam tabel maka robot akan menurunkan kaki penyangganya hingga dalam seimbang. VI. KESIMPULAN

Pengujian Collision Antar Kaki Robot

Collision Kaki B dan C

Jarak Collision (mm)

Collision Kaki A dan B Collision Kaki A dan C

Kendali neural network dapat bekerja dengan baik pada robot rekonfigurasi meja. Robot rekonfigurasi meja merupakan salah satu tipe dari robot paralel manipulator. Proses pelatihan secara offline sangat lama, maka pada pengembangan lebih lanjut dapat dipertimbangkan pada penggunaan pelatihan secara offline namun dengan metode neural network yang lebih cepat proses pelatihannya.

Waktu (ms)

DAFTAR PUSTAKA Gambar 10. Grafik collision antar end of effector robot [1]

Merlet, J. P. 1996, “Direct Kinematics of Planar Parallel Manipulator”, Proceedings International Conference on Robotics and Automation, Minnesota.

Berdasarkan hasil pengujian pada disimpulkan beberapa hal:

[2]

Stewart, D., 1965, “A Platform with six degree of Freedom”, Proc Instrn Mech Engrs 1965-66, Vol 180, Pt 1, No 15.

1. Peningkatan kepresisian sensor sebagai peningkatan dari tugas akhir sebelumnya dengan menambahkan sensor dan metode filter complementary ditunjukkan dengan nilai rata-rata error sudut yang didapatkan tahun lalu adalah 0,6° dan tugas akhir ini bernilai 0,4° sumbu X dan 0,5° sumbu Y.

[3]

Merlet, J. P. 2006, Parallel Robots, 2nd edition, Springer, Netherlands.

[4]

Freeman J.A. and Skapura B.M., 1990, "Neural Networks, Algorithms Applications and Programming Techniques", Addison-Wesely,

[5]

Colton. S., 2007, ”The Balance Filter A Simple Solution for Integrating Accelerometer and Gyroscope Measurements for a Balancing Platform”.

V. DISKUSI

2. Pada sistem ini, pelatihan backpropagation dapat bekerja optimal dengan jumlah layer tersembunyi 2, jumlah unit pada layer tersembunyi 1 adalah 15 unit, dan jumlah unit pada layer tersembunyi 2 adalah 10

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

27


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

OPTIMASI KELAJUAN SUHU ANNEALING UNTUK EKSTRAKSI SILIKA DARI ABU SEKAM PADI SERTA UJI KANDUNGAN MOLEKUL

OPTIMIZATION OF ANNEALING TEMPERATURE RATE FOR SILICA EXTRACTION FROM RICE HUSK ASH WITH MOLECULES CONTENT TEST Verina, Herlin, Irmansyah, dan Irzaman Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor

Abstrak- Sekam padi sebagai hasil sampingan dari proses penggilingan padi mengandung silika yang cukup tinggi berkisar antara 87-97 %. Abu sekam padi ketika dibakar pada suhu terkontrol (500-600°C) akan menghasilkan silika yang dapat digunakan untuk berbagai proses kimia. Silika yang dihasilkan dari sekam padi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan silica mineral. Silika dari sekam padi memiliki butiran halus, lebih reaktif, dapat diperoleh dengan cara yang mudah dengan biaya yang relatif rendah, serta didukung oleh ketersediaan bahan baku yang melimpah. Penelitian sebelumnya oleh Faiz dan Muzikarno menginformasikan semakin rendah laju kenaikan suhu dalam proses annealing, maka pengabuan akan lebih sempurna .Pada penelitian ini dilakukan variasi kelajuan suhu annealing (0.7oC/menit dan 0.9oC/menit) dengan harapan dapat memperoleh kemurnian silika yang lebih tinggi dari penelitian sebelumnya. Hasil uji sampel dengan EDX diperoleh kemurnian silika sebesar 81.96% pada kelajuan suhu 0.7 oC/menit dan 87.48 pada kelajuan suhu 0.9 oC/menit. Analisis sampel dengan menggunakan FTIR menunjukkan

adanya dua gugus fungsi utama dalam silika yaitu Siloksan (Si-O-Si) dan Silanol (Si-OH). Kata Kunci— Annealing, EDX, FTIR, Sekam Padi, Silika Abstract- Rice husk as a byproduct of rice milling process contain a high concentration of silica ranged between 87-97%. Rice husk ash when burned at a controlled temperature (500-600°C) will produce silica that can be used for a variety of chemical processes. Silica produced from rice husk has several advantages compared to the silica mineral. Silica from rice husk has a fine grains, more reactive, can be obtained in an easy way with relatively low cost, and also supported by the availability of abundant raw materials and can be renewed. Previous research by Faiz and Muzikarno informed that the lower rate of temperature increase in the ashing process becomes more perfect. Based on this information, the researchers extract silica from rice husk ash with variation rate of increase annealing temperature (0.7°C/min and 0.9°C/min), in which this variations rate of increase in the annealing temperature is lower

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

28


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award than previous studies. EDX results showed that the rate of increase annealing temperature 0.7oC/min obtained 81.96% purity silica, whereas the rate of increase annealing temperature 0.9oC/min obtained 87.48% purity silica. Analysis of the samples by using

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi padi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Data Badan Pusat Statistik tahun 2013, pada tahun 2012 Produksi padi (ATAP) sebesar 69,06 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami peningkatan 3,30 juta ton (5.02 persen) dibandingkan tahun 2011.1 Dengan meningkatnya produksi padi, maka jumlah sekam dari hasil penggilingan padi akan meningkat pula. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%.2 Sedangkan abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi sekitar 18%.3 Berbagai penelitian4,5,6 melaporkan bahwa abu sekam secara umum mengandung silika yang cukup tinggi berkisar antara 87-97 %. Presentase silika yang mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang kandungan silikanya rendah.7,8 Abu sekam padi apabila dibakar secara terkontrol pada suhu tinggi (500– 600oC) dengan menggunakan tungku sekam padi akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses kimia.9 Selanjutnya abu silika tersebut dibakar pada rentang suhu 600oC sampai 800 oC selama 3 jam, kemudian dicuci dengan HCl untuk menghasilkan silicon murni. Silika yang dihasilkan dari sekam padi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan silika mineral, dimana silika sekam padi memiliki butiran halus, lebih reaktif, dapat diperoleh dengan cara mudah dengan biaya yang relatif murah, serta didukung oleh ketersediaan bahan baku yang melimpah dan dapat diperbaharui.10 Dengan kelebihan tersebut, menunjukkan silika sekam padi berpotensi cukup besar untuk digunakan sebagai sumber silika, yang merupakan bahan material yang memiliki aplikasi yang cukup luas penggunaannya.

FTIR showed the presence of two major functional groups in silica which is a siloxane (Si-O-Si) and silanol (Si- OH) Keywords— Annealing, EDX, FTIR, Rice Husk, Silica

Pada tahun 2012, Ahmad11 mengekstrak silika dari sekam padi dengan kelajuan suhu annealing 5 oC/menit dan kecepatan putar 240 rpm selama 2 jam pada suhu 200 oC pada proses pengadukan menghasilkan silika sekitar 5,6-6,8 gram. Penelitian selanjutnya oleh Faiz12 dengan variasi kelajuan suhu annealing 1oC/menit, 3oC/menit, 5oC/menit, 7oC/menit diperoleh kemurnian silika terbesar tanpa pengotor pada kelajuan suhu 1oC/menit dengan kemurnian silika sebesar 62.7%. Selanjutnya oleh Muzikarno13 dengan variasi kelajuan suhu annealing 1oC/menit dan 5oC/menit diperoleh hasil yang sama, yaitu kemurnian silika terbesar tanpa pengotor pada kelajuan suhu 1 oC/menit dengan kemurnian silika sebesar 76.17%. Hal ini menginformasikan bahwa semakin rendah laju kenaikan suhu maka proses pengabuan akan semakin sempurna, karena seluruh unsur organik dan pengotor hilang menguap sehingga hanya unsur silikon dan oksigen yang tersisa. Berdasarkan informasi tersebut, peneliti mengekstraksi silika dari abu sekam padi dengan variasi kelajuan suhu annealing (0.7 oC/menit dan 0.9 oC/menit). Tujuan 1.

Menentukan kelajuan suhu yang optimum pada proses annealing untuk ekstraksi Silika. 2. Mengetahui kemurnian silika pada ekstraksi silika dari abu sekam padi. 3. Menguji kandungan molekul silika yang dihasilkan dari proses ekstraksi tersebut Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan silika dari limbah arang sekam padi yang dapat digunakan untuk membuat silikon sebagai bahan semikonduktor.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

29


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sekam Padi Pada proses penggilingan beras, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50% selulosa, 25 – 30% lignin, dan 15 – 20% silika.14 Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan abu yang dikenal di dunia sebagai RHA (rice husk ask). Abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 400 – 500 oC akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar dari 1.000 oC akan menjadi silika kristalin. Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan komposisi kandungan kimia seperti tersebut pada Tabel 1, sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: (a) sebagai bahan baku pada industri kimia, (b) sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah, (c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia.

Table 1. Komposisi kimia sekam padi dalam kondisi kering.15 Elemen

Persentase Massa %

Karbon

41.44

Hidrogen

4.94

Oksigen

37.32

Nitrogen

0.57

Silikon

14.66

Kalium

0.59

Sodium

0.035

Belerang

0.3

Fosfor

0.07

Kalsium

0.06

Besi Magnesium

0.006 0.003

B. Silika Silika adalah senyawa hasil polimerisasi asam silikat, yang tersusun dari rantai satuan SiO2 tetrahedral dengan formula umum SiO2. Di alam senyawa silika ditemukan dalam beberapa bahan alam, seperti pasir, kuarsa, gelas,

dan sebagainya. Silika murni terdapat dalam dua bentuk yaitu kuarsa, dan kristobalit. Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat, serta memiliki struktur lokal yang jelas: empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon. Struktur lokal dari silikon dioksida diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Lokal Silika dioksida.16

C. EDX (Energy Dispersive X-ray) EDX merupakan karakterisasi material menggunakan sinar-x yang diemisikan ketika material mengalami tumbukan dengan elektron. Sinar-x diemisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom, karena itu tingkat energinya tergantung dari tingkatan energi kulit atom. Setiap elemen di dalam tabel periodik atom memiliki susunan elektronik yang unik. Dengan mendeteksi tingkat energi yang dipancarkan dari sinar-x dan intensitasnya, maka dapat diketahui atom-atom penyusun material dan persentase masanya.17 D. FTIR (Fourier Transform Infrared) Spektroskopi FTIR merupakan spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Inti spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang ( Âľ m) atau bilangan gelombang (cm-1).17 Analisis gugus fungsi suatu sampel dilakukan dengan membandingkan pita absorbsi yang terbentuk pada spektrum infra merah menggunakan tabel korelasi dan menggunakan spektrum senyawa

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

30


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award pembanding (yang sudah diketahui). Berikut adalah contoh tabel gugus fungsi yang terdapat pada senyawa silika.

L=T–V

Persamaan (1.1) diferensial gerak didefinisikan sebagai berikut:

Table 2. Bilangan gelombang dan gugus fungsi pada senyawa silika Bilangan Gugus Fungsi Gelombang (cm−1) 470.63

tekuk Si-O18

794, 67

(1.1)

đ?‘‘

(

đ?œ•đ??ż

đ?‘‘đ?‘Ą đ?œ•đ?‘Łđ?‘–

)−

đ?œ•đ??ż đ?œ•đ?‘Ľđ?‘–

=0

đ?‘“=

(i=1, 2...) 1

2đ?œ‹

đ?‘˜

(1.2) (1.3)

√đ?œ‡

dengan nilai đ?œ‡ sebagai berikut :

ulur asimetri

Si-O19

1130–1000

ulur asimetri

Si-O19

3700–3200

ulur –OH dari Si-OH atau air19

đ?œ‡=

�� �+�

keterangan đ?‘“ = đ?‘“đ?‘&#x;đ?‘’đ?‘˜đ?‘˘đ?‘’đ?‘›đ?‘ đ?‘– (đ??ťđ?‘§)

Suatu senyawa dapat bergerak secara translasi, vibrasi, maupun rotasi. Vibrasi dari suatu senyawa dibedakan menjadi vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi ulur dibedakan menjadi vibrasi simetri dan asimetri, sedangkan vibrasi tekuk dibedakan menjadi vibrasi goyangan (rocking), guntingan (scissoring), kibasan (wagging), dan pelintiran (twisting). Gambar 2 menunjukkan vibrasi dua molekul yang terikat. Jumlah energi total adalah sebanding dengan frekuensi dan tetapan gaya dari pegas dan massa (m1 dan m2) dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki oleh sinar infra merah hanya cukup kuat untuk mengadakan perubahan vibrasi.20 X1

X2

đ?‘˜ = đ?‘˜đ?‘œđ?‘›đ?‘ đ?‘Ąđ?‘Žđ?‘›đ?‘Ąđ?‘Ž đ?‘?đ?‘’đ?‘”đ?‘Žđ?‘ ( đ?‘ â „đ?‘š) đ?œ‡ = đ?‘šđ?‘Žđ?‘ đ?‘ đ?‘Ž đ?‘Ąđ?‘’đ?‘&#x;đ?‘’đ?‘‘đ?‘˘đ?‘˜đ?‘ đ?‘– (đ?‘˜đ?‘”) Analisis frekuenasi, konstanta anharmonik dan konstanta pegas ikatan molekul dalam spektrum FTIR untuk model anharmonik sederhana dirumuskan sesuai persamaan (2), (3), (4), (5), (6)

1

1

2

2

đ?œ€đ?‘Ł = (đ?‘Ł + ) đ?œ” Ě…đ?‘’ −(đ?‘Ł + )2 đ?œ”đ?‘’ đ?‘Ľđ?‘’ cm-1(đ?‘Ł = 1,2, ‌ ), (2) 1

đ?œ” Ě…đ?‘œđ?‘ đ?‘?. = đ?œ” Ě…đ?‘’ {1 − đ?‘Ľđ?‘’ (đ?‘Ł + )} 2

(3)

(i)v=0→v=1, ∆v=+1, Ě… e (1-2xe ) cm-1 ω

(4)

(ii)v=0→v=2, ∆v=+2, Ě… e (1-3xe ) cm-1 2ω Gambar 2. Molekul diatomik

(5)

(iii)v=0→v=3, ∆v=+3, Ě… e (1-4xe ) cm-1 3ω

(6)

Berdasarkan persamaan Lagrange (1.1) yang merupakan selisih dari energi kinetik total (T) dengan energi potensial total (V), maka dihasilkan suatu energi vibrasi yang nilainya sebanding dengan frekuensi dan massa suatu senyawa (1.5).

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

31


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Februari 2014. Pembuatan dan karakterisasi sampel dilakukan di Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Analisis FTIR dilakukan di Departemen Fisika. Analisis SEM-EDX dilakukan di Laboratoarium Kimia Terpadu Balai Kehutanan Bogor. B. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tungku sekam IPB sebagai penghasil limbah arang sekam padi, crusibel, gelas arloji, cawan porselin, mortar, furnace (tanur), alumunium foil, neraca analitik, magnetic stirrer, spatula, gelas piala, termometer digital, termometer laser, pipet tetes, gelas ukur, batang pengaduk, kertas pH, kertas saring, penyaring ukuran mikro, dan wadah. C. Bahan Bahan yang digunakan yaitu sekam padi yang didapatkan berasal dari limbah pertanian. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain asam klorida (HCl) 3% p.a, dan akuades. D. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu pembuatan arang sekam padi, Ekstraksi Silika, dan Uji Kandungan Molekul yang terdiri dari uji EDX dan analisis dengan FTIR. Pembuatan Arang Sekam Padi Pembuatan arang sekam padi melalui beberapa tahap, yaitu penimbangan sekam padi yang merupakan sisa pertanian yang dihasilkan oleh mesin penggiling padi. Mula-mula sekam padi dikeringkan menggunakan sinar matahari lalu ditimbang sebesar 2000 gram (2 kg) dan memasukannya ke dalam tungku sekam padi dilanjutkan dengan proses pembakaran.22 Setelah proses ini, maka arang sekam padi ditimbang. Ekstraksi Silikon dioksida Pembuatan silika dari sekam padi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya.11,13,23 Arang

EDISI KHUSUS sekam padi hasil dari pembakaran sekam padi dimasukan dalam cawan porselin lalu dibakar dalam tanur dengan suhu mula-mula 400 oC selama 2 jam. Selanjutnya suhu pemanasan ditingkatkan menjadi 900 oC selama 1 jam. Pada proses ini kelajuan suhu annealing divariasikan 0.7, 0.9 oC/menit. Penelitian sebelumnya telah dilakukan variasi kelajuan suhu annealing.12,13,24 Setelah pemanasan lalu ditimbang dan abu sekam padi dicuci menggunakan asam klorida (HCl). Proses pencucian ini bertujuan untuk mengurangi impuritis yang ada dalam abu sekam padi selain silikon dioksida. Mula-mula abu sekam padi yang telah ditanur ditimbang 40 gram kemudian dimasukan dalam gelas piala, lalu dicampur dengan HCl 3% (hasil pengeceran HCl 37%), yaitu 12 ml HCl 3% untuk 1 gram, kemudian dipanaskan di atas penangas (tombol pengatur suhu pada penangas diatur sehingga menunjukkan skala suhu sebesar 200 oC) dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet pada kecepatan 240 rpm selama 2 jam. Selanjutnya dicuci menggunakan akuades panas berulang-ulang sampai bebas asam (diuji menggunakan kertas lakmus), lalu disaring dengan kertas saring bebas abu. Hasil penyaringan (residu+kertas saring) dipanaskan dalam tanur dengan suhu 900 oC sampai silikon dioksida putih yang tersisa. Analisis EDX Silika yang dihasilkan semua perlakuan dianalisis menggunakan EDX. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi komposisi unsur yang terkandung dalam sampel sehingga dapat menentukan kemurnian dari silika. Analisis EDX dilakukan di Labolatoarium Kimia Terpadu Balai Kehutanan Bogor. Analisis FTIR Pada analisis ini silika dikarekterisasi gugus fungsinya. Mula-mula sampel dilarutkan dengan larutan KBr. kemudian sampel tersebut ditembak dengan sinar inframerah sehingga sinar ada yang ditrasmisikan dan diserap. Penyerapan sinar tersebut akan menentukan gugus molekul dari sampel.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

32


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembuatan Arang Sekam dan Ekstraksi Silika Pada penelitian ini, silika dihasilkan dari abu sekam padi. Mula – mula sekam padi sebanyak 3 Kg dibakar dengan menggunakan tungku sekam padi dan dihasilkan arang sebesar 0.54 Kg (18%). Presentase arang yang dihasilkan dari proses pembakaran sekam padi ini sesuai dengan teori bahwa arang atau abu yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi sekitar 18% .3 Pembakaran sekam menjadi arang dimaksudkan untuk menurunkan temperatur pengabuan. Jika sekam padi langsung diabukan tanpa melalui proses pembakaran menjadi arang terlebih dahulu maka panas yang diperlukan untuk menghasilkan abu akan sangat tinggi. Energi yang dibutuhkan untuk pengabuan pun akan semakin tinggi. Pengarangan sekam ini bertujuan untuk mendekomposisi senyawa organik dalam sekam.25 Arang sekam yang diperoleh berwarna abu-abu kehitaman seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Warna tersebut mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa organik belum teroksidasi sempurna. Setelah diperoleh arang sekam, dilanjutkan dengan proses pengabuan untuk memperoleh silika putih. Abu yang dihasilkan setelah proses ini masing-masing 26,85 gram dan 26,53 gram sehingga didapatkan massa susut sekitar 15% 16% .

(a)

(b)

(c)

Gambar 3. Sampel hasil penelitian (a). Arang Sekam padi, (b). Abu Sekam Padi, (c). Silika. Setelah pemanasan, abu sekam padi dicuci menggunakan HCL, dilanjutkan dengan aquades kemudian disaring. Hasil penyaringan dipanaskan 0 dalam tanur dengan suhu 900 C sehingga dihasilkan silika berwarna putih dengan struktur yang halus seperti pada Gambar 3. Selanjutnya silika yang dihasilkan dianalisis dengan EDX dan FTIR.

Karakteristik Silika ( Hasil Uji EDX) Unsur – unsur yang terdapat pada silika dapat dideteksi dengan menggunakan EDX. Apabila suatu sampel mengasilkan silika murni, maka hasil uji sampel tersebut akan diperoleh oksigen dan silicon saja. Apabila diperoleh unsur – unsur yang lain, maka kemurnian silika tersebut akan berkurang karena adanya pengotor.

Table 3 Hasil analisis EDX silikon dioksida Persentase (%) atom Laju Kenaikan suhu

Laju Kenaikan suhu

0.7 °C / menit

0.9 °C / menit

Oksigen

70.05

69.43

Silikon

27.32

29.16

Rubidium

2.24

1.41

Potassium

0.39

-

Kemurnian

81.96

87.48

Unsur

Tabel 3 merupakan hasil analisa EDX yang menunjukkan komposisi kimia yang berbeda pada laju kenaikan suhu yang berbeda. Pada laju kenaikan suhu 0.7 oC/menit terdapat unsur pengotor Rubidium dan Potassium dengan kemurnian silika sebesar 81.96%. Pada laju kenaikan suhu 0.9 oC/menit terdapat unsur pengotor Rubidium dengan kemurnian silika sebesar 87.48%. Kemurnian silika dihitung dengan menggunakan persentase atom. Pada penelitian ini muncul pengotor berupa Rubidium. Hal ini dikarenakan sejak awal sekam padi yang digunakan memang mengandung rubidium. Silika yang baik adalah silika yang memiliki pengotor paling sedikit atau tanpa pengotor. Sehingga pada penelitian ini, laju kenaikan suhu 0.7 oC/menit dan 0.9 oC/menit bukanlah laju kenaikan suhu yang optimum untuk menghasilkan silika murni dengan kualitas yang baik.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

33


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Hasil EDX pada kedua laju kenaikan suhu pada penelitian ini menunjukkan adanya rubidium dan potassium yang merupakan logam yang tersisa yang masih terdapat dalam sampel silika. Logam – logam tersebut secara alami terdapat di dalam sekam padi.26 Potassium yang masih tersisa pada proses ekstraksi silika dapat dihilangkan dengan menggunakan asam sitrat.27 Asam sitrat digunakan karena diketahui bahwa gugus karboksil akan dengan mudah bereaksi dengan elemen logam.28 Gugus karboksil tersebut akan mengikat logam alkali sehingga kandungan logam tersebut dapat berkurang atau hilang. Sedangkan rubidium yang semula merupakan senyawa Rb2O pada sekam padi dapat dihilangkan dengan menggunakan

(a)

saat pencucian abu sekam padi. Senyawa Rb2O akan larut dalam suasana basa dan akan mengendap dalam suasana asam. basa

pada

Karakteristik Silika (Hasil Uji FTIR) Metode spektroskopi inframerah digunakan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat pada silika, dimana setiap gugus fungsional pada silika memiliki serapan yang karakteristik pada bilangan gelombang tertentu. Pola serapan inframerah silika yang dihasilkan dari proses pengolahan sekam padi ditunjukkan dalam Gambar 4. Pada gambar tersebut kedua spektra IR mempunyai bentuk yang mirip. Spektra yang terbentuk dari silika masing-masing perlakuan memiliki puncak-puncak yang dominan sama. Pada laju kenaikan suhu 0.7oC/menit dan 0.9oC/menit pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang 471 cm-1 mengindikasikan adanya vibrasi tekuk Si-O dari siloksan (Si-O-Si).18 Pita serapan pada 795 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur asimetri Si-O dari SiO-Si.19 Pita serapan pada 1095 cm-1 dan 1080 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur asimetris Si-O dari SiO-Si.19 Pita serapan disekitar 3610 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur -OH dari Si-OH atau air pada laju kenaikan suhu 0.9oC/menit.19

(b) Gambar 5. Spektra FTIR (a) Silika dengan laju kenaikan suhu 0.7 oC/menit, (b) Silika laju kenaikan suhu 0.9 oC/menit.

Berdasarkan kedua spectra IR tersebut terlihat bahwa silika yang diekstraksi dari abu sekam padi memiliki kandungan air relatif rendah. Selain itu kemungkinan besar silika lebih didominasi oleh gugus siloksan (Si-OSi), dibandingkan dengan gugus silanol (Si-OH). Hal tersebut ditunjukkan dengan rendahnya intensitas serapan lebar dari gugus –OH di 3610 cm-1. Dengan munculnya puncak Si-O sebanyak 2 kali pada kedua spektra IR tersebut, maka dapat dilakukan analisis konstanta anharmonik dan konstanta pegasnya. Vibrasi ulur asimetri Si-O untuk kelajuan suhu 0.7°C/menit memiliki konstanta pegas sebesar 997.78 N/m, sedangkan pada kelajuan suhu 0.9°C/menit konstanta pegas yang diperoleh sebesar 1081.48 N/m.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

34


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award IV. SIMPULAN Kelajuan suhu annealing 0.7oC/menit dan o 0.9 C/menit mampu meningkatkan kemurnian silika, namun belum mampu membebaskan pengotor seluruhnya. Pada laju kenaikan suhu annealing 0.7oC/menit diperoleh kemurnian silika sebesar 81.96% sedangkan pada laju kenaikan suhu annealing 0.9oC/menit diperoleh kemurnian silika sebesar 87.48%. Silika yang dihasilkan mengandung gugus fungsi silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Vibrasi ulur asimetri SiO untuk kelajuan suhu 0.7°C/menit memiliki konstanta pegas sebesar 997.78 N/m, sedangkan pada kelajuan suhu 0.9°C/menit konstanta pegas yang diperoleh sebesar 1081.48 N/m.

DAFTAR PUSTAKA

1.

[BPS] Badan Pusat Statistik. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Ramalan I Tahun 2013). [diunduh 3 September 2013]. Tersedia pada [http://www.bps.go.id/brs_file/aram_01jul13.pdf], 2013. 2. Artini, Ni Putu J. Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida (HCL) Terhadap Rasio C/Sio2 dan Adsorptivitas Silika Hitam dari Sekam Padi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia, 2009. 3. Folleto E. et al: Mat. Res. 9, 335, 2006. 4. Enymia, Suhanda, dan Sulistarihani, N. Pembuatan Silika Gel dari Sekam Padi untuk Bahan Pengisi Karet Ban. Jurnal Keramik dan Gelas Indonesia, Vol. 7 No. 1 dan 2, 1998. 5. Kalapathy. U.. A. Proctor. and J. Schultz. A Simple Method for Production of Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresources. Technology. Vol.73, 257-262, 2000. 6. Nuryono, Narsito, dan Astuti, E. Sintesis Silika Gel Terenkapsl Enzim dari Abu Sekam Padi dan Aplikasinya Untuk Biosensor, (Laporan Penelitian Hibah Bersaing XI/2), Lembaga Penelitian UGM, Yogyakarta, 2004. 7. Houston, D.F. Rice,Chemistry and Technology, Vol IV. American Association of Cereal Chemist Inc. St Paul, Minnecota, pp. 245, 1971. 8. Prasad C.S., Maiti K,N., Venugopal R. Effect of rice husk ash in whiteware compositions. Ceramic International, 27, 629-635, 2001. 9. Irzaman, H. Alatas, H. Darmasetiawan, A. Yani dan Musiran. Tungku Sekam Padi sebagai Energi Alternatif dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Kajian Ekonomi dan Finansial Tungku Sekam Padi : Skala Rumah Tangga). Laporan Kegiatan Pengembangan IPTEK. Institut Pertanian Bogor, 2007. 10. Sembiring, Simon dan Karo-Karo, Pulung. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Termal Dan Mikrostruktur Silika Sekam Padi. Jurnal Sains dan Teknologi MIPA. Universitas Lampung, 2007. 11. Ahmad, Lius. Uji Sifat Listrik dan Sifat Struktur Bahan Silikon Dioksida dan Semikonduktor Silikon dari Sekam Padi.[Tesis].

12.

13.

14.

15.

Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Petanian Bogor, 2012. Faiz, M Afif. Teknologi Proses Ekstrasi Silikon dari Sekam untuk semikonduktor [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor, 2013. Muzikarno, Otto. Penambahan Magnesium Berlebih dalam Menghasilkan Silikon Murni dari Sekam Padi sebagai Bahan Semikonduktor. [Tesis]. Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Petanian Bogor, 2013. Ismail, M. S. and Waliuddin, A. M. Effect of Rice Husk Ash on High Strength Concrete. Construction and Building Materials. 10 (1), 521-526, 1996. [IPSIT] Indian Institute of Science Precipitated Silikon dioksida Technology. Precipitated silikon dioksida from rice husk ash. [diunduh 3 September 2013]. Tersedia pada [http://cgpl.iisc.ernet.in/site/Portals/0/Technologies/ PrecipitatedSilikon dioksida.pdf], 2010.

16. Genieva SD, Turmanova SC, Dimitrova AS, Vlaev LT. Characterization of rice husks and the product of its thermal degradation in air or nitrogen atmosphere. J of Thermal Analysis and Calorimetry. 9(2), 387-396, 2008. 17. Samsiah, Robiatuh. Karakterisasi Biokomposit Apatit-Kitosan dengan XRD (X-Ray Diffraction) FTIR (Fourier Transform Infrared), SEM (Scanning Electron Microscopy). [Skripsi]. Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Petanian Bogor, 2009. 18. Hamdan, H. Introduction to Zeolites: Synthesis, Characterization and Modification. Universiti Teknologi Malaysia, Kualalumpur, 1992. 19. Silverstein. R. M.. G. C. Bassler and T. C. Morril. Spectrometric Identification of Organic Compound. 5th ed. John Wiley & Sons. Inc. New York, 1991. 20. Thomas N, Sorrell. Interpreting Spectra of Organic Molecules. University of North Ccarolina at Chapel Hill : University Science Books Mill Valley California, 1988. 21. Yakin Khusnul. Perhitungan Energi Disosiasi Ca-O dan C-O pada Gugus Fungsi Hidroksiapatit Menggunakan Pemodelan Spektroskopi Inframerah [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor, 2013. 22. Irzaman, H. Darmasetiawan, H. Alatas, Irmansyah, A.D. Husin, M.N. Indro. Development of Cooking Stove with Rice-Husk Fuel. Workshop on Renewable Energy Technology Applicaitons to Support E3i Village, Jakarta Indonesia, 22 – 24 July, 2008. 23. Hikmawati. Produksi Bahan Semikonduktor Silikon dari Silikon dioksida Limbah Arang Sekam Padi sebagai Alternatif Sumber Silikon [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, 2010. 24. Masrur. Optimasi Penambahan Magnesium Berlebih dan Kelajuan Pemanasan pada Ekstraksi Silikon Dioksida dan Silikon Berbahan Dasar Sekam Padi. [Tesis]. Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Petanian Bogor, 2014. 25. Wogo, dkk. Sintesis Silika Gel Terimobilisasi Dithizon melalui Proses Sol-Gel. Jurnal Sains dan Terapan Kimia, Vol.5, No. 1, 84-95, 2011. 26. Onojah, A., dkk. Comparative Studies of Silicon from Rice Husk Ash and Natural Quartz. Am. J. Sci. Ind. Res. 3(3): 146149, 2012.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

35


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award 27. A. M. Venezia and V. La Parola. Journal of Solid State Chemistry. 161, 373-378, 2001.

EDISI KHUSUS 28. Junko, Umeda. Process Optimization to Prepare High Purity Amorphous Silika from Risk Husk via Citric Acid Leaching Treatment. Transaction of JWRI, Vol. 37, No.1, 2008.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

36


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MESOPORI ZSM-5 DARI LUMPUR SIDOARJO MELALUI PENDEKATAN GREEN CHEMISTRY SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF MESOPOROUS ZSM-5 FROM SIDOARJO MUD THROUGH GREEN CHEMISTRY APPROACHES Muhibullah Abdisy Syakur Al Mubarok1,a, Lisna Putri Setiawan2,b, Maisari Utami3,c, Hurul Aini As Silmi4,d, Wega Trisunaryanti5,e, Sutarno6,f dan Akhmad Syoufian7,g 1,2,3,4Jurusan bEmail: 5,6,7

Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. aEmail: muhibullah.asa91@gmail.com,

lisna.putri.s@gmail.com, cEmail: umaisari@yahoo.com dan dEmail: aini.hurul92@gmail.com

Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. eEmail: wegatri@yahoo.com, fEmail: sutarno@ugm.ac.id, gEmail: faisalarya@hotmail.com

Abstrak- Metana telah dijadikan sebagai sumber bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan. ZSM-5 merupakan katalis yang digunakan untuk konversi metana menjadi bensin. Material ini umumnya disintesis menggunakan templat organik yang dapat menimbukan permasalahan lingkungan. Mesopori ZSM-5 telah berhasil disintesis dari lumpur Sidoarjo sebagai sumber silika tanpa templat organik. Silika dari lumpur Sidoarjo diekstraksi menggunakan larutan natrium hidroksida untuk mendapatkan larutan natrium silikat kemudian dilanjutkan dengan pengendapan melalui penambahan HCl sampai pH=8 untuk membentuk silika alcogel dan pengeringan untuk membentuk silika gel. Produk ini kemudian digunakan sebagai prekursor dalam sintesis ZSM-5

menggunakan natrium aluminat sebagai sumber alumina. Sintesis ZSM-5 dilakukan di bawah kondisi reaksi berikut: SiO2/Al2O3 = 50, Na2O/SiO2 = 0,13, H2O/SiO2 = 27 pada 190 oC selama 48 jam. Silika gel dihasilkan dari lumpur Sidoarjo dengan kemurnian 98,1 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mesopori ZSM-5 telah berhasil dibentuk dengan rasio SiO2/Al2O3 = 21,63, luas permukaan spesifik = 5,166 m2/g, volume pori total = 6,515x10-3 cc/g dan rata-rata radius pori = 2,522 nm. Hasil ini jelas menunjukkan bahwa kation Na+ berperan penting dalam mengarahkan struktural serta menyeimbangkan muatan. Kata Kunci — Lumpur Sidoarjo; Mesopori ZSM-5; Green Chemistry; Metana menjadi Bensin.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

37


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

Abstract- Methane has been used as a source of renewable fuels that are environmentally friendly. ZSM-5 catalyst is used for the conversion of methane into gasoline. These materials are generally synthesized using an organic template that is likely to cause environmental problems. Mesoporous ZSM-5 was synthesized successfully from Sidoarjo mud as silica source without any organic template. Silica from Sidoarjo mud was extracted using sodium hydroxide solution to obtain sodium silicate solution then proceeded with precipitation by adding HCl until pH = 8 to form silica alcogel and drying to form silica gel. The product was then used as a precursor in the synthesis of ZSM-5 with sodium aluminate used as aluminum source. The synthesis of ZSM-5 was conducted under the following reaction conditions: SiO2/Al2O3=50, Na2O/SiO2=0.13, H2O/SiO2=27 at 190 oC for 48 hours. Silica gel was produced from Sidoarjo mud with a purity of 98.1%. The results showed that mesoporous ZSM-5 was successfully formed with ratio of SiO2/Al2O3=21,63, specific surface area=5,166 m2/g, total pore -3 volume=6,515x10 cc/g, and average radius pore=2,522 nm. The results clearly show that Na+ cations playing a structural directing role as well as charge balancing role. Keywords — Sidoarjo Mud; Mesoporous ZSM-5; Green

Chemistry;

Methane

to

Gasoline.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

38


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

I. PENDAHULUAN

Krisis bahan bakar minyak (BBM) sedang mengancam dunia saat ini seiring dengan meningkatnya penggunaan bahan bakar. Hal tersebut menyebabkan defisit pada cadangan minyak yang ada sehingga harganya pun terus meningkat tajam. Salah satu solusi dari permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan konversi metana menjadi bahan bakar berupa bensin menggunakan suatu katalis yang dapat memberikan fraksi bensin dengan nilai oktan yang tinggi sehingga kualitasnya lebih baik dibandingkan bensin yang ada. Bensin yang dihasilkan juga lebih ramah lingkungan daripada bensin biasa, baik dari segi emisi gas yang ditimbulkan maupun dari limbah produksinya [1]. Katalis yang sering digunakan dalam konversi tersebut adalah ZSM-5. Penelitian mengenai penggunaan katalis ini dalam konversi metana menjadi bensin telah banyak dilakukan [2-4]. Pada awalnya, ZSM-5 merupakan katalis utama dalam perengkahan minyak bumi. Namun seiring dengan semakin defisitnya cadangan minyak yang ada membuat para peneliti mencoba melakukan inovasi untuk mengatasi masalah ini. Mereka berhasil mengkonversi gas metana menjadi bensin menggunakan katalis ZSM-5. Kemudian proses ini mulai banyak dilakukan oleh para pelaku industri minyak bumi di dunia, salah satunya Chevron. ZSM-5 merupakan zeolit yang mempunyai pori sedang dengan unit sel orthombik. Salurannya terdiri dari beberapa cincin yang membentuk selektivitas zeolit. ZSM-5 memiliki aktivitas dan selektivitas yang tinggi pada beberapa reaksi konversi hidrokarbon dan tidak mudah terdeaktivasi [5]. Katalis ini memiliki harga yang sangat mahal dan sampai saat ini Indonesia masih mengimpor dari negara lain. Sintesis ZSM-5 dari bahan alam telah dilakukan oleh banyak peneliti [6-7]. Namun metode tersebut umumnya dilakukan menggunakan templat organik (TPA+). Walaupun efek templat organik bagus dalam

EDISI KHUSUS

sintesis ZSM-5 namun menimbulkan permasalahan seperti bersifat toksik, biaya produksi tinggi, terjadi kontaminasi dengan limbah cair dan terjadi polusi udara dari hasil dekomposisi termalnya. Untuk mengatasi masalah ini, telah berhasil dilakukan sintesis katalis ZSM-5 tanpa templat organik oleh beberapa peneliti [8]. Selain itu, silika dari bahan alam yang digunakan juga harus diperoleh dengan pembakaran pada temperatur tinggi. Sehingga dibutuhkan energi yang besar untuk memperoleh sumber silika. Padahal kandungan silika yang cukup tinggi dari lumpur Sidoarjo dapat disintesis menjadi silika amorf hanya dengan temperatur yang cukup rendah [9]. Hal ini membuat lumpur Sidoarjo berpotensi besar digunakan sebagai sumber silika untuk sintesis ZSM-5. Jalur metode sintesis ZSM-5 ini merupakan suatu metode sintesis dengan pendekatan Green Chemistry. Hal tersebut karena metode ini memiliki beberapa poin dari prinsip tersebut, diantaranya yaitu peningkatan efisiensi energi, desain sintesis yang tidak berbahaya dan peminimalan resiko kecelakaan kerja. Lumpur Sidoarjo yang memiliki kandungan silika tinggi dapat digunakan sebagai bahan dasar sintesis ZSM-5. Hal ini diharapkan dapat membantu dalam mengembangkan solusi alternatif bahan bakar selain minyak bumi yang harganya terus meningkat tajam tiap tahunnya. Dengan adanya konsep ini, kita perlu mempertimbangkan setiap aspek, bukan hanya di akhir suatu proses, tapi dari awal kita melakukan proses produksi, apakah menghasilkan limbah yang berpotensi membahayakan lingkungan atau tidak. Green chemistry merupakan konsep penting yang perlu dikembangkan dan dilakukan secara berkelanjutan agar bumi ini tetap menjadi tempat tinggal yang layak bagi manusia. Konsep ini dapat mengundang dan menantang setiap ilmuwan untuk mengembangkan inovasi dalam proses kimia dengan memperbaharui proses kimia konvensional menjadi lebih ramah terhadap

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

39


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award lingkungan dan manusia tanpa meninggalkan prinsip-prinsip optimasi dalam proses produksi.

B. Sintesis Mesopori ZSM-5 II. METODE PENELITIAN A. Preparasi Sumber Silika Batuan lumpur Sidoarjo ditumbuk sampai berukuran kecil menggunakan mortar dan lumpang. Kemudian direndam dengan akuades dalam gelas beker sambil diaduk selama 24 jam menggunakan magnetic stirrer pada temperatur kamar. Lumpur tersebut lalu disaring dengan kertas saring biasa menggunakan Buchner. Lumpur yang telah disaring dikeringkan dalam oven pada temperatur 100 oC selama 12 jam. Lumpur kering kemudian ditumbuk kembali hingga halus sampai membentuk serbuk. Serbuk diayak menggunakan pengayak 150 mesh. Selanjutnya serbuk lumpur Sidoarjo dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan XRF. Lumpur yang telah dipreparasi kemudian direfluks dengan 100 mL larutan NaOH sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam pada temperatur 90 oC. Konsentrasi NaOH yang digunakan yaitu 6 M. Sampel hasil refluks dipisahkan menggunakan alat sentrifugasi dengan kecepatan 2100 rpm selama 10 menit. Filtrat kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman No. 1. Larutan yang diperoleh merupakan larutan natrium silikat. Natrium silikat hasil pelarutan dititrasi dengan HCl sedikit demi sedikit sampai pH 8. Gel yang terbentuk didiamkan selama sehari kemudian dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas whatman No. 1. Gel kemudian dicuci dengan akuabides sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama sehari pada temperatur kamar. Gel disaring kembali kemudian dikeringkan dalam oven selama 5 jam pada temperatur 100 oC. Serbuk silika gel dianalisis menggunakan FTIR, XRD dan XRF.

Katalis ZSM-5 disintesis melalui reaksi hidrotermal di dalam autoklaf menggunakan sumber alumina, sumber silika dan NaOH sebagai agen pengarah struktur. Sumber silika yang digunakan berasal dari silika gel hasil pelarutan silika lumpur Sidoarjo. Sintesis katalis ZSM-5 menggunakan sumber alumina berupa natrium aluminat. Sebanyak 1 gram natrium aluminat (Al2O3=55%, Na2O=45%) ditambahkan dengan 2,87 gram NaOH yang telah dilarutkan dalam 10 mL air. Campuran tersebut ditambahkan 83,30 mL air dan diaduk pada temperatur kamar. Setelah 30 menit kemudian ditambahkan 16,51 gram silika gel. Campuran diaduk selama 30 menit pada temperatur kamar kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf. Campuran dipanaskan pada temperatur 170 oC selama 48 jam. Produk hasil hidrotermal tersebut merupakan ZSM5. Produk sintesis kemudian dikalsinasi pada temperatur 550 oC selama 3 jam dengan laju pemanasan 3 oC per menit. C. Karakterisasi Material Sampel lumpur Sidoarjo, silika gel dan produk ZSM-5 dikarakterisasi dengan X- Ray Difraction (XRD Shimadzu 6000) menggunakan filter Cu (位= 0.15 nm) dengan kondisi operasi pada 40 kV dan 30 mA untuk mengetahui fasa kristal. Fourier Transform Infrared Spectrometer (FTIR Shimadzu 8201 PC) digunakan untuk karakterisasi struktur kerangka sampel yang diukur pada bilangan gelombang 300-1600 cm-1. X-ray Fluorescence Spectrometer (XRF PANalytical MiniPal 4)

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

40


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spektra Inframerah Gambar 1 (a) menunjukkan terdapat serapan inframerah lumpur Sidoarjo pada bilangan gelombang 470,63 dan 1033,58 cm-1 yang merupakan vibrasi tekuk dan ulur dari gugus Si-O-Si pada sistem lembar TO4 suatu lempung, sedangkan puncak pada 532,35 dan 1427,32 cm -1 merupakan vibrasi tekuk dan ulur gugus fungsi Si-O-Al dimana Al merupakan kation pusat dari sistem TO6 pada suatu lempung [10]. Keberadaan gugus Si-O untuk sistem TO4 dan gugus Al-O untuk sistem lembar TO6 mengindikasikan bahwa lumpur (c) Sidoarjo merupakan material aluminosilikat dengan jenis lempung. Gambar 1 (b) menunjukkan serapan yang kuat dan (b) tajam pada bilangan gelombang 1095,57 cm -1 merupakan serapan dari vibrasi ulur asimetri gugus Si-O pada gugus siloksan -1 (Si-O-Si). Serapan di sekitar 1200 cm merupakan serapan dari vibrasi ulur asimetri Si-O pada gugus silanol (Si-OH). Bahu yang muncul pada serapan (a) tersebut menunjukkan telah berlangsungnya polimerisasi silika dan merupakan karakter vibrasi eksternal SiO4.

JEM 1400) dengan kondisi operasi pada 120 kV digunakan untuk mengetahui morfologi ZSM-5 dan Surface Area Analyzer (SAA NOVA 1000) untuk mengetahui luas permukaan spesifik, volume total pori dan jari-jari rerata pori.

Berdasarkan Gambar 1 (c), pada spektra inframerah ZSM-5 muncul dua serapan cincin ganda pada bilangan gelombang 563,21 dan 632,65 cm-1. Menurut Jacobs dan Martens [11] serapan vibrasi cincin ganda dari ZSM-5 muncul pada dua bilangan gelombang, yaitu 580 dan 560 cm-1. Serapan vibrasi ulur simetris eksternal ZSM-5 muncul di bilangan gelombang 810,10 cm-1. Jacobs dan Martens [11] juga menyatakan bahwa vibrasi ulur simetris eksternal dari ZSM-5 ditunjukkan pada bilangan gelombang 800 cm-1. Sehingga produk diindikasikan merupakan ZSM-5.

Intensitas (a.u)

digunakan untuk menentukan komposisi kimia sampel dengan kondisi operasi pada 7 kV menggunakan atmosfir udara dan helium. Transmission Electron Microscopy (TEM JEOL

1600

1400

1200

1000

800

600

400

-1

panjang gelombang (cm )

Gambar 1. Spektra Inframerah Lumpur Sidoarjo (a), Silika Gel (b) dan ZSM-5 (c)

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

41


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

B. Difraktogram Sinar-X

Berdasarkan Gambar 2 (b), pola difraksi dari silika gel menunjukkan puncak yang muncul pada 2θ = 21,74o dan 22,38o yang memiliki kesesuaian dengan JCPDS kuarsa no. 86-1565. Menurut Kalapathy et al. [12], pola difraksi silika dengan pucak melebar di sekitar 2θ = 22,00o menunjukkan telah terbentuknya struktur silika amorf. Berdasarkan Gambar 2 (c), semua puncak yang muncul pada ZSM-5 hasil sintesis memiliki kesesuaian dengan nilai d pada JCPDS no. 79-1638 mineral ZSM-5. Oleh karena itu puncak-puncak tersebut dapat diidentifikasikan sebagai puncak mineral ZSM-5.

Berdasarkan Gambar 2 (a), terlihat puncak-puncak difraksi lumpur Sidoarjo muncul pada 2θ = 5,78o dan 6,52o yang memiliki kesesuaian dengan JCPDS montmorillonit pada no. 13-135 dan 29-1498. Kesesuaian nilai d pada puncak 2θ = 20,06 o; 25,27o; 28,04o dan 36,79o dengan JCPDS illit no. 29-1496; 43-685; 29-1496 dan 26-911 sehingga puncak tersebut diidentifikasi sebagai puncak dari mineral illit.

Tabel 1. Hasil Analisis Komposisi Kimia Material

% Berat relatif

Intensitas (a.u)

Oksid a

SiO2 Al2O3 K2O

Lumpur Sidoarjo

Silika gel

ZSM-5

50,1 14,4 4,82 10,4 3,93

98,1 0,17 0,68 0,06

89,4 6,70 1,30 0,89 -

8,40

-

0,03

CaO 5

10

15

20

25

30

35

40

45

2Theta (derajat)

50

TiO2 MnO

Gambar 2. Difraktogram Lumpur Sidoarjo (a) Silika Gel (b) dan ZSM-5 (c)

21,05o

Puncak 2θ = merupakan puncak khas dari mineral kuarsa yang sesuai dengan data JCPDS kuarsa no. 82-511. Puncak dengan intensitas tertinggi muncul pada 2θ = 26,87 o yang memiliki kesesuaian dengan JCPDS montmorilonit no. 13-135. Puncak pada 2θ = 12,40o; 24,24o dan 28,76o memiliki kesesuaian dengan JCPDS kaolinit no. 80886. Berdasarkan hasil tersebut maka lumpur Sidoarjo mengandung mineral montmorillonit, kaolinit, illit dan kuarsa.

C. Komposisi, Morfologi dan Isoterm Adsorpsi Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia dari lumpur Sidoarjo yang terdiri dari campuran beberapa unsur dengan silika sebagai komponen paling dominan. Sedangkan komposisi kimia silika gel menunjukkan kemurnian silika hasil sintesis yang tinggi sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber silika untuk sintesis ZSM-5. Hasil analisis komposisi kimia ZSM5 pada Tabel 1 menunjukkan bahwa metode hidrotermal tanpa templat organik dapat menghasilkan produk dengan rasio Si/Al = 21,64.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

42


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Hasil ini jelas menunjukkan bahwa kation Na + berperan penting dalam mengarahkan struktural serta menyeimbangkan muatan sehingga dapat membentuk ZSM-5.

(a)

(b)

Gambar 4. Morfologi mesopori ZSM-5 hasil sintesis (a) dan mesopori ZSM-5 standar (b) (Zhang et al. [13])

Gambar 3. Kurva isoterm adsorpsi gas nitrogen dari ZSM-5

Berdasarkan Gambar 3, maka dapat dilakukan perhitungan analisis BET dan BJH dari ZSM-5 hasil sintesis. Hasil perhitungan tersebut memberikan informasi bahwa ZSM-5 hasil sintesis memiliki luas permukaan spesifik = 5,166 m2/g, total volume pori = 6,515x10-3 cc/g, dan jari-jari rerata pori = 2,522 nm. Data ini menunjukkan bahwa material tersebut termasuk dalam kelompok mesopori. Sedangkan Gambar 4 menunjukkan bahwa morfologi ZSM-5 hasil sintesis memiliki kemiripan dengan mesopori ZSM-5 standar.

Kation Na+ merupakan agen pengarah struktur dalam sistem sintesis zeolit. Keberadaan spesies ini sangat diperlukan sebagai pemacu mobilitas ion-ion silikat dan aluminat dalam proses nukleasi. Proses ini terjadi melalui pelarutan spesies silikat yang membentuk monomer-monomer kemudian menjadi dimer, trimer, tetramer dan akhirnya menjadi oligomer-oligomer silikat yang pada gilirannya akan bereaksi dengan spesies aluminat. Spesies aluminosilikat yang dihasilkan akan membentuk inti kristal yang perlahan-lahan mengendap. Spesies tersebut selanjutnya tumbuh menjadi kristal secara spontan pada tahap kristalisasi. Hal ini membuat terbentuknya struktur zeolit dengan keteraturan tertentu seperti mesopori ZSM-5.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

43


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Menurut Subagjo [14], zeolit ZSM-5 mempunyai sifat unik yaitu mempunyai ukuran pori 0,54 x 0,57 nm (lebih kecil dari ukuran molekul hidrokarbon C 11), berstruktur tiga dimensi dan bersifat organofil. Kombinasi ketiga sifat diatas menyebabkan ZSM-5 bersifat selektif terhadap pembentukan hidrokarbon

IV. KESIMPULAN

Mesopori ZSM-5 telah berhasil disintesis menggunakan pendekatan Green Chemistry, dimana sintesis dilakukan tanpa templat organik dengan sumber silika dari lumpur Sidoarjo. ZSM-5 yang diperoleh memiliki rasio SiO2/Al2O3 = 21,63 dengan luas permukaan spesifik = 5,166 m2/g, volume pori total = 6,515x10-3 cc/g, dan rerata jari-jari pori = 2,522 nm sehingga material ini termasuk dalam kelompok mesopori. Pemanfaatan lumpur Sidoarjo sebagai sumber silika untuk sintesis ZSM-5 perlu

DAFTAR PUSTAKA

[1]

D.C. Bressler and K.D. Maher, “Pyrolysis of triglyceride materials for the production of renewable fuels and chemicals”, Bioresource Technology, Vol. 90, 2007, pp. 2351-2368, Canada.

[2] C-J. Liu, R. Malloinson and L. lobban, “Comparative investigations on plasma catalytic methane conversion to higher hydrocarbons over zeolites”, Applied Catalysis A, Vol. 178, 1999, pp. 17-27. [3] A.K.A. Gheit, A.E. Awadallah, A.A.A. Enein and A.L.H. Mahmoud, “Molybdenum substitution by copper or zinc in H-ZSM-5 zeolite for catalyzing the direct conversion of natural gas to petrochemicals under non-oxidative conditions”, Fuel, Vol. 90, 2011, pp. 3040-3046. [4] D.D Anggoro and N.A.S Amin, “Methane to liquid fuels over metal loaded HZSM-5 catalyst”, Journal of Sustainable Energy and Environment, Vol. 2, 2011, pp. 57-59. [5] A.A. Fernandes, E.U. Frajndlich dan H.G Riella, “A low cost ZSM-5 zeolite obtained from rice hull ash”, Materials Science Forum, Vol. 498-499, 2005, pp. 676-680, Trans Tech Publications, Switzerland.

≤ C11, mempunyai umur katalis yang panjang serta tahan terhadap perlakuan panas dan asam. Oleh karena itu, bensin yang dihasilkan akan memiliki nilai oktan yang lebih tinggi daripada bansin yang ada saat ini. Bensin yang berbahan dasar metana akan bersifat lebih ramah lingkungan dibandingkan bensin biasa, baik dari segi emisi gas yang ditimbulkan maupun dari limbah produksinya.

dikembangkan supaya material ini dapat digunakan secara masal sebagai katalis dalam konversi metana menjadi bensin. Bensin yang dihasilkan akan memiliki nilai oktan tinggi serta lebih ramah lingkungan, baik dari segi emisi gas yang ditimbulkan maupun pembakarannya. Penelitian ini juga dapat menjadi usulan yang sangat strategis untuk dilaksanakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi buruk yang dialami Indonesia dalam menghadapi permasalahan kenaikan harga minyak mentah dunia, sehingga perlu suatu solusi yang cepat dan tepat untuk mencegah semakin buruknya dampak dari kondisi tersebut.

[6]

M. Chareonpanich, T. Namto, P. Kongkachuichay, J. Andlimtrakul, “Synthesis of ZSM-5 zeolite from lignite fly ash and rice husk ash”, Journal of Fuel Processing Technology, Vol. 85, 2004, pp. 1623- 1634.

[7] L.T.H. Nam dan N.T.T. Loan, “Influence of silica resource from rice husk on structure of HZSM-5 zeolite”, Journal of Chemistry, Vol. 47, 2009, pp. 586-590. [8] L.A. Putro dan D. Prasetyo, “Abu sekam padi sebagai sumber silika pada sintesis zeolit ZSM-5 tanpa menggunakan templat organik”, Akta Kimindo,Vol. 3, 2007, pp. 33-36. [9] A.F. Fadli, R.T Tjahjanto and Darjito, “Ekstraksi silika dalam lumpur lapindo menggunakan metode kontinyu”, Kimia Student Journal, Vol. 1, 2013, pp. 182-187. [10] W. Xue, H. He, J. Zhu and P. Yuan, “FTIR Investigation of CTAB-Al-Montmorillonite complexes”, Spectrochim. Acta, Part A, Vol. 67, 2006, pp. 1030-1036. [11] P.A. Jacobs and J.A. Martens, Synthesis of high-silica aluminosilicate zeolites, 1987, Elsevier Science Publisher. [12] U. Kalapathy, A. Proctor and J. Shultz, “A simple method for production of pure silica from rice hull ash”, Biores. Tech., Vol. 73, 2000, pp. 257-262. [13] F. Zhang, X. Chen, J. Zhuang, Q. Xiao, Y. Zhong and W. Zhu, “Direct oxidation of benzene to phenol by N2O over meso-Fe-

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

44


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

ZSM-5 catalysts obtained via alkaline post-treatment”, Catal. Sci. Technol., Vol. 1, 2011, pp. 1250-1255. [14] Subagjo,” Zeolit I, Struktur dan Sifat-sifatnya”, Warta Insinyur Kimia, Vol 7, 1993.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

45


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Konversi Limbah Pertanian (Lignoselulosa) Menjadi Bio-aftur Conversion of Agricultural Waste (Lignocellulose) to Aviation Biofuel Jindrayani Nyoo Putroa Pembimbing: Suryadi Ismadjib dan Felycia Edi Soetaredjoc aEmail:

jindranyoo@yahoo.com, bEmail: suryadiismadji@yahoo.com, cEmail: felyciae@yahoo.com Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Kalijudan 37, Surabaya 60114, Indonesia.

Abstrak- Limbah pertanian dengan jumlahnya yang melimpah di dunia dan tidak memiliki nilai guna dapat dimanfaatkan untuk produksi bioavtur yang distandarisasi dengan ASTM D1655 yang dipakai secara internasional sebagai spesifikasi bahan bakar avtur pesawat terbang. Pemanfaatan limbah pertanian ini bisa mengatasi masalah menipisnya minyak bumi dan pemanasan global di dunia yang akan membawa dampak baik bagi sektor aviasi di dunia. Konversi limbah pertanian ini dapat dilakukan dengan berbagai macam rute yang berbeda yaitu gasifikasi, likuifasi dan hidrolisis yang memiliki keunggulan masing-masing. Karakterisasi bio-avtur nantinya akan dibahas secara rinci di penelitian ini. Kemungkinan penggunaan ampas tebu sebagai bahan baku pembuatan bio-avtur juga diberikan pada makalah ini. Kata Kunci: Limbah pertanian, bioavtur, aviasi.

Abstract- Agricultural waste has abundant availability in the world and has no value can be utilized for the aviation biofuel production that is standardized by ASTM D1655 which is internationally used for aviation fuel specifications in aircraft. Utilization of agricultural waste could solve the problem of petroleum oil depletion and global warming in the world that will bring good impact for aviation sector in the world. Conversion of agricultural waste can be done through different routes, namely gasification, hydrolysis, and liquefaction which have their own advantages. This study also will discuss the characterization of aviation biofuel in detail. The possibility of using sugarcane bagasse as the raw material for bio-jet fuel production also given in this paper. Keywords: Agricultural waste, biofuel, aviation.

Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

46


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

1.

EDISI KHUSUS

Pendahuluan

Perkembangan transportasi khususnya sektor penerbangan di Indonesia saat ini sangat pesat. Pada tahun 2001 konsumsi avtur di transportasi udara sebesar 716 juta liter per hari dan terus meningkat secara stabil hingga 751 juta liter per hari di tahun 2008, bahan bakar avtur menyumbang sekitar 10-15% dari biaya operasi maskapai penerbangan [1]. Banyaknya jumlah konsumsi avtur ini memberi kontribusi yang signifikan terhadap semakin menipisnya cadangan minyak bumi di dunia. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan harga bahan bakar yang tidak stabil menuntut manusia untuk mencari sumber daya terbarukan yang bisa menggantikan bahan bakar avtur. Dalam beberapa dekade terakhir banyak penelitian yang membahas tentang bahan bakar dengan sumber terbaharukan dari berbagai jenis biomassa [2]. Dari biomassa terdapat 3 jenis bahan baku yang bisa dimanfaatkan untuk produksi bahan bakar yaitu: pati, trigliserida, dan lignoselulosa (lihat Gambar 1). Bahan baku pati biasanya diolah untuk menjadi bioethanol karena struktur kimianya yang mudah dihidrolisa menjadi gula monomer. Trigliserida merupakan bahan baku yang biasanya diolah untuk menjadi biodiesel, sumber bahan yang mengandung trigliserida bisa didapatkan dari tanaman dan hewan, contoh: minyak sayur atau lemak hewan. Lignoselulosa merupakan bahan baku yang paling melimpah di dunia dibandingkan 2 jenis bahan baku yang lainnya, karena pati dan trigliserida hanya terdapat di tanaman tertentu sedangkan lignoselulosa ada di semua tanaman untuk menunjang struktural dalam suatu tanaman [3].

Gambar 1. Biomassa dan konversi menjadi bahan bakar [3]

Limbah pertanian merupakan biomassa lignoselulosa yang melimpah di Indonesia karena negara kita memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Contoh limbah pertanian yang bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan bio-avtur dapat dilihat pada Tabel 1. Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang memiliki keuntungan dalam menghasilkan produk pertanian seperti jagung, tebu, asam jawa, kapas, pisang, padi dan produk pertanian lainnya. Dengan banyaknya sumber pertanian dan perkebunan di Indonesia, sudah bisa dipastikan limbah pertanian yang dihasilkan juga banyak dan hal ini bisa dimanfaatkan untuk produksi bahan bakar yang akan meningkatkan nilai jual dan guna dari limbah tersebut.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

47


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Tabel 1. Limbah pertanian dan komposisinya (% berat kering) [4] Limbah pertanian

Selulosa

Hemiselulosa

Lignin

Kulit pisang

13

15

14

Tongkol jagung

32,345,6

39,8

6,7-13,9

Brangkasan jagung

35,139,5

20,7-24,6

11-19,1

Jerami padi

29,234,7

23-25,9

17-19

Ampas tebu

25-45

28-32

15-25

Sekam padi

28,735,6

11,96-29,3

15,4-20

Ampas kopi

33,736,9

44,2-47,5

15,619,1

Biji asam jawa

10-15

55-56

-

Batang kapas

31

11

30

Lignoselulosa merupakan biomassa yang terdiri dari 2 komponen utama yaitu karbohidrat dan lignin, dimana sekitar 50-60% bagiannya terdiri dari karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) dan 20-35% lignin.

2. Pretreatment limbah pertanian Karena struktur lignoselulosa yang kompleks maka dibutuhkan pretreatment untuk memecah ikatan kompleks antara lignin-hemiselulosa-selulosa. Ada 4 jenis pretreatment untuk menghancurkan ikatan kompleks lignoselulosa yaitu fisik, kimia, suhu, dan biologis. Pretreatment secara fisik biasanya dilakukan dengan mengecilkan ukuran partikel dari limbah pertanian tersebut, akan tetapi ada pro dan kontra mengenai pretreatment ini. Efek yang diberikan pretreatment secara fisik ini berbeda tergantung dari tiap karakteristik biomassa [7]. Liu melakukan penelitian dengan menggunakan brangkasan jagung mengungkapkan bahwa seiring bertambah besarnya ukuran partikel brangkasan jagung, maka konversi gula

Kandungan karbohidrat dan lignin pada tiap biomassa berbeda tergantung dari spesiesnya. Selulosa memiliki ikatan rantai hydrogen yang kuat sehingga tidak bisa larut dalam larutan yang umum, termasuk air, dan sangat mudah terhidrolisa secara enzimatis. Hemiselulosa terdiri dari ikatan pendek yang memiliki banyak rantai percabangan dari berbagai macam pentosa, yaitu xylosa dan arabinosa, dan heksosa (manosa, galaktosa dan glukosa). Lignin merupakan komponen yang memiliki senyawa polifenolik yang sangat kompleks dan melekat dengan karbohidrat [5]. Pemanfaatan limbah pertanian ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi dimana struktur karbohidrat dan lignin sangat susah untuk diproses lebih lanjut menjadi bahan bakar, maka dari itu pretreatment merupakan tahap yang sangat penting, dimana tahapan ini mempengaruhi hasil akhir dari proses khususnya dari segi ekonomi [6]. Dalam karya tulis ini penulis akan membahas pembuatan bahan bakar bio-avtur dari limbah pertanian mulai dari tahap pretreatment, pembuatan bio-avtur (3 jalur konversi: gasifikasi, likuifasi dan hidrolisa) beserta karakterisasi bio-avtur. Pembuatan bio-avtur dari ampas tebu dengan menggunakan katalis bentonite dan Pt/TiO 2 dengan proses hidrolisis pada kondisi subcritical water juga akan disajikan dalam karya tulis ini.

dari biomassa meningkat [8], sedangkan Khullar menguji biomassa miscanthus dengan hasil yang bertolak belakang dari Liu [9]. Pretreatment dengan bantuan kimia merupakan pretreatment yang banyak digunakan untuk proses delignifikasi, salah satu faktor yang memberikan pengaruh sangat penting dalam pretreatment kimia ini adalah pH. Nilai pH sangat mempengaruhi perbandingan dan selektifitas komponen lignoselulosa yang terlarut, contohnya hemiselulosa memiliki kelarutan yang sangat baik pada pH rendah (kondisi asam) sedangkan kelarutan lignin yang baik terjadi pada pH tinggi (kondisi basa) [10]. Pretreatment dengan bantuan suhu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan 3 jenis pretreatment lainnya karena tidak menggunakan bahan kimia, memanfaatkan kandungan

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

48


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award hemiselulosa yang optimal dalam biomassa, dan biaya energi yang rendah. Lignin dapat larut dalam air pada suhu 200ËšC, akan tetapi proses ini memiliki reaktifitas tinggi yang menyebabkan kondensasi yang nantinya akan mengendapkan biomassa sehingga muncul produk sampingan seperti humin [11]. Pretreatment biomassa yang terakhir adalah dengan bantuan enzim untuk menghidrolisa selulosa menjadi monomer yang lebih sederhana, biasanya pretreatment ini selalu dibantu 3. Konversi limbah pertanian menjadi bio-avtur

oleh pretreatment kimia atau suhu menghilangkan bagian lignin pada biomassa.

untuk

3.1 Gasifikasi Gasifikasi adalah proses termo-kimia dengan reaksi oksidasi di suhu yang tinggi dengan bantuan gas [12]. Gasifikasi dilakukan dengan membakar biomassa sehingga dihasilkan syngas, yang mengandung CO2, CH4 dan N2 (producer gas) [3]. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 727oC, dan gas yang dipakai pada umumnya untuk proses ini adalah CO2 [12, 13, 14]. Dan hasil akhir syngas yang didapatkan dari proses ini akan ditingkatkan menjadi bio-avtur dengan proses tambahan yaitu Fischer-Tropsch (FT). Keuntungan dari proses gasifikasi ini adalah prosesnya tidak dibatasi oleh jenis biomassa yang ada, sehingga semua jenis biomassa bisa dikonversi menjadi bio-avtur dengan proses ini, tetapi kandungan air dan pengotor di biomassa yang terkandung oleh syngas bisa menjadi kendala pada bagian peningkatan hasil melalui proses Fischer-Tropsch dimana gas harus dialirkan terus-menerus [3]. Berikut ini merupakan skema proses gasifikasi dan peningkatan hasil menjadi bio-avtur dengan proses Fischer-Tropsch:

Gambar 2. Skema proses gasifikasi [3]

3.2 Likuifasi Proses likuifasi merupakan konversi secara termokimia yang dilakukan secara anaerobik, yang mengubah biomassa ke produk cair seperti bio-oil. Proses ini mengubah polimer biomassa menjadi senyawa dengan ukuran yang lebih sederhana dengan suhu sekitar 252452oC dan tekanan sekitar 5-20 atm (proses likuifasi bisa dilihat pada Gambar 3). Pada proses likuifasi, selulosa mulai terdegradasi pada suhu 200oC. Seiring meningkatnya suhu, maka reaksi akan berlangsung lebih cepat. Faktor suhu, tekanan dan waktu ini membuat proses likuifasi menghasilkan produk bio-oil yang memiliki kandungan oksigen sekitar 12-14%, dan membutuhkan proses yang lebih sederhana untuk pengolahan bio-oil menjadi bio-avtur dibandingkan proses gasifikasi [3, 15].

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

49


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Gambar 3. Skema proses likuifasi [3]

3.3 Hidrolisa Hidrolisa merupakan proses yang sangat cocok untuk memproses biomassa lignoselulosa dengan selektifitas yang tinggi, seperti produksi kimia atau hidrokarbon 4. Karakterisasi bio-avtur Avtur merupakan bahan bakar yang dipakai untuk pesawat terbang, di dunia aviasi bahan bakar avtur ini disebut Jet A-1. Bahan bakar selalu memiliki standar tertentu mengenai karakter fisiknya, badan internasional yang mengatur mengenai standar dari bahan bakar tersebut adalah American Society for Testing and Material (ASTM). Spesifikasi karakter fisik yang umum mengenai avtur sesuai dengan ASTM D1655 bisa dilihat pada Tabel 2. Beberapa alat yang dipakai untuk analisa karakter fisik adalah sebagai berikut: untuk analisa energy density dilakukan dengan bantuan alat bomb calorimeter, analisa flash points diukur dengan metode Tag Closed Cup Tester dan analisa densitas dihitung dengan alat hydrometers. Sedangkan untuk analisa

5. Bio-avtur dari ampas tebu 5.1. Persiapan bahan baku Ampas tebu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pedagang kaki lima minuman tebu di sekitar lokasi kampus. Sebelum digunakan ampas tebu

untuk bahan bakar transportasi [3]. Proses ini dilakukan dengan cara depolimerisasi selulosa menjadi glukosa, proses ini sangat mudah dibandingkan proses gasifikasi dan pirolisis, akan tetapi untuk mencapai efisiensi tinggi dalam proses degradasi selulosa ada beberapa faktor yang perlu diketahui, salah satunya adalah kandungan lignin dalam biomassa yang cukup banyak. Maka dari itu diperlukan pretreatment pada biomassa sebelum melalui proses hidrolisa ini. Secara umum faktor yang mempengaruhi reaksi ini adalah suhu, jenis katalis, rasio biomassa dan pelarut, lamanya proses. Pada proses hidrolisa ada berbagai macam reaksi yang terjadi untuk mencapai produk akhir bio-avtur, berikut ini penjabaran reaksi biomassa menjadi bio-avtur: Selulosa

Glukosa

HMF

LA

GVL

Bio-Avtur

*HMF = Hydroxymethylfurfural, LA = Levulinic acid, GVL = Gamma-valerolactone

kandungan senyawa pada bio-avtur dapat digunakan Gas Chromatography. Tabel 2. Spesifikasi karakter fisik bio-avtur ASTM D1655 Komponen

Metode analisa

Energy density (MJ/kg)

Min. 42,80

ASTM D240

Viskositas @ -20˚C (cSt)

Maks. 8,000

ASTM D445

Densitas @15˚C (kg/m3)

775 – 840

ASTM D1298

Flash point (˚C)

Min. 38,0

ASTM D56

Freezing point (˚C)

Maks. -47

ASTM D2386

dicuci berulang-ulang untuk memisahkan kotorankotoran yang menempel pada ampas, kemudian dikeringkan hingga kadar air mencapai sekitar 10% dan dihancurkan dalam grinder. Sebelum proses hidrolisis, dilakukan penghilangan lignin pada ampas tebu

proses dengan

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

50


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award menggunakan larutan NaOH 18%. Ampas tebu direndam dalam larutan NaOH selama 24 jam dan setelah proses penghilangan kadar lignin selesai, dilakukan pencucian berulang ulang dan ampas tebu dikeringkan hingga kadar air mencapai 10%.

EDISI KHUSUS Topografi permukaan ampas tebu dan katalis dianalisa dengan mengunakan metode Scanning Electron Microscope (SEM). Analisa SEM dilakukan dengan menggunakan alat SEM JEOL JSM 6390 yang dilengkapi dengan pendeteksi backscattered electron (BSE) pada akselerasi voltase sebesar 20 KV dan jarak kerja 12 mm.

5.2. Pembuatan katalis Pada percobaan pembuatan bio-avtur dari ampas tebu ini terdapat 3 jenis katalis yang digunakan yaitu Pt/TiO 2, bentonite termodifikasi (SiO2/Al2O3) dan Amberlyst 70. Bentonite termodifikasi dibuat dengan cara merendam bentonite dengan larutan asam sulfat 2 N selama 24 jam pada suhu 60oC. Selama perendaman dilakukan pengadukan secara konstant pada kecepatan pengadukan 300 putaran/menit. Katalis Pt/TiO2 dibuat dengan cara perendaman TiO2 dalam larutan H2PtCl6 selama 24 jam, kemudian dilanjutkan dengan proses kalsinasi pada suhu 400oC selama 2 jam. Katalis Amberlyst 70 diperoleh dari Rohm and Haas, Philadelphia USA.

5.3. Karakterisasi ampas tebu dan katalis Komposisi kimia ampas tebu ditentukan dengan menggunakan metode analisa thermogravimetry (TGA). Analisa TGA dilakukan dengan menggunakan alat TGA/DSC-1 star system (Mettler toledo). Laju pemanasan dan pendinginan selama proses analisa adalah sebesar 20oC/menit. Analisa TGA dilakukan pada rentang suhu 30oC hingga 800oC. Selama proses analisa berlangsung gas nitrogen dengan laju alir sebesar 20 mL/menit dialirkan ke dalam system. Struktur pori dan luas permukaan BET dari katalis diukur dengan menggunakan nitrogen sorption analyzer Quadrasorb SI. Kurva adsorpsi-desorpsi nitrogen pada katalis yang digunakan pada penelitian ini diperoleh pada suhu -196oC dan tekanan relative 0,001 hingga 0,995. Luas permukaan BET dihitung dengan menggunakan perangkat lunak persamaan BET yang terdapat di dalam alat Quadrasorb SI.

5.4. Hidrolisis ampas tebu menjadi asam levulinat Hidrolisis ampas tebu menjadi asam levulinat pada kondisi subcritical water dilakukan pada suhu 180oC dan tekanan 30 bar. Katalis yang digunakan adalah bentonite termodifikasi sebanyak 2% berat/berat. Prosedur pembuatan asam levulinat dari ampas tebu adalah sebagai berikut: 10 gram ampas tebu dimasukkan ke dalam reaktor hidrolisa, kemudian ke dalam reaktor ditambahkan 90 mL air dan 2 gram bentonite termodifikasi. Setelah itu reaktor ditutup rapat dan sistem dialirkan gas nitrogen selama beberapa saat. Setelah kondisi inert di dalam reaktor tercapai, tekanan sistem dinaikkan dengan mengalirkan gas nitrogen hingga tekanan terbaca pada manometer menunjukkan angka 10 bar dan pemanas dinyalakan hingga suhu mencapai 200oC. Jika pembacaan pada manometer kurang dari 30 bar, maka aliran gas nitrogen dihidupkan hingga tekanan mencapai 30 bar. Setelah waktu reaksi selama 180 menit tercapai, reaktor didinginkan dan tekanan diturunkan hingga mencapai tekanan atmosfer. Campuran dalam reaktor kemudian dipisahkan antara padatan dan cairan. Kandungan gula (heksosa dan pentose), furfural, HMF, dan asam levulinat dianalisa dengan menggunakan HPLC (Jasco HPLC system). Campuran air dan asetonitril (20:80 v/v) digunakan sebagai fase bergerak. Laju alir fase bergerak adalah 1 mL/menit. Kolom yang digunakan adalah Luna C-18 (5 lm particle size, 250 mm x 4.6 mm, Phenomenex, USA).

5.5. Hidrogenasi asam levulinat menjadi Îł-valerolactone

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

51


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Hidrogenasi asam levulinat menjadi γ-valerolactone dilakukan pada suhu 200oC dan waktu reaksi selama 6 jam. Katalis yang digunakan untuk proses hidrogenasi asam levulinat menjadi γ-valerolactone adalah campuran antara Pt/TiO2 dan bentonite termodifikasi. Proses hidrogenasi dilakukan pada tekanan hydrogen sebesar 50 bar. Prinsip kerja proses hidrogenasi asam levulinat menjadi γ-valerolactone adalah sebagai berikut: 100 mL filtrat asam levulinat yang diperoleh dari percobaan hydrolysis diumpankan ke dalam reaktor, kemudian 1 gram katalis Pt/TiO2 dan 1 gram katalis bentonite termodifikasi ditambahkan ke dalam filtrat tersebut. Selanjutnya reaktor ditutup rapat dan dialirkan gas hydrogen hingga tekanan dalam reaktor mencapai 50 bar, kemudian reaktor dipanaskan hingga suhu mencapai 200oC dan reaksi dijaga pada suhu tersebut selama 6 jam. Setelah waktu 6 jam tersebut tercapai, reaksi dihentikan dengan cara mendinginkan reaktor dan tekanan pada reaktor diturunkan hingga mencapai tekanan atmosfer. Padatan katalis dan filtrat kemudian

dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Komposisi senyawa kimia dalam filtrate ditentukan dengan menggunakan gas kromatografi (Shimadzu 2014). Fase diam yang digunakan adalah kolom kapiler Agilent DBWaxetr. Gas helium digunakan sebagai carrier gas dengan laju alir 30 cm/s. Detektor yang digunakan adalah tipe FID.

5.6. Konversi γ-valerolactone menjadi avtur Reaksi γ-valerolactone menjadi hidrokarbon dilakukan dalam sebuah reaktor unggun (fixed bed). Metode yang digunakan untuk pembuatan avtur dari γ-valerolactone adalah metode dari Serrano-Ruiz dkk [16]. Katalis yang digunakan adalah bentonite (SiO2/Al2O3) dan Amberlyst 70. Sebagai variable proses dalam pembuatan hidrokarbon dari γ-valerolactone adalah suhu (150, 200, 250, dan 300oC) dan waktu reaksi (1, 2, 3, 4, dan 5 jam). Tekanan sistem 30 bar. Analisa komposisi kimia dilakukan dengan menggunakan GC-MS.

6. Hasil dan Pembahasan

6.1. Karakterisasi ampas tebu dan katalis Hasil karakterisasi TGA ampas tebu dan ampas tebu yang telah mengalami pretreatment dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia ampas tebu dan ampas tebu yang mengalami perlakuan awal Suhu, oC

Komponen

Ampas tebu, %

Ampas tebu dengan perlakuan awal, %

30-200

Kadar air

9,3

6,8

200-350

Selulosa dan hemiselulosa

44,1

62,6

400-500

Lignin

28,6

6,3

Abu

18,0

24,3

> 500

Dasar dari analisa TGA adalah proses pirolisis yaitu perengkahan atau dekomposisi bahan pada suhu tinggi tanpa adanya oksigen. Pada suhu 30 sampai 200oC ampas tebu kehilangan massa diakibatkan oleh penguapan air baik dalam bentuk air bebas (free moisture content) atau air terikat (bound water). Pada suhu 200-350oC, penurunan massa ampas tebu diakibatkan oleh dekomposisi termal selulosa dan hemiselulosa menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan produk dari dekomposisi selulosa dan hemiselulosa adalah gas dan tar (bio-oil). Dekomposisi lignin terjadi pada suhu 400-500oC, hasil dekomposisi dari lignin adalah tar dengan komponen utama senyawasenyawa fenol dan turunannya. Sedangkan sisa dari dekomposisi termal tersebut adalah abu dan karbon tetap. Perlakuan awal ampas tebu dengan larutan NaOH berhasil menghilangkan sebagian besar lignin seperti terlihat pada Tabel 3. Dengan hilangnya sebagian besar lignin diharapkan pembentukan heksosa dan pentose

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

52


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award selama proses hidrolisis pada kondisi subcritical water akan berjalan dengan baik. Struktur pori dari ampas tebu, ampas tebu sesudah pretreatment, bentonite, bentonite termodifikasi, penyangga katalis TiO2 dan katalis Pt/TiO2 dapat dilihat pada Tabel 4. Secara keseluruhan perubahan struktur pori tidak terlalu signifikan. Untuk ampas tebu yang merupakan bahan alam dan tidak berpori, setelah mengalami proses perlakuan awal dengan NaOH juga tidak berpori, tetapi BET surface area mengalami peningkatan cukup signifikan, hal ini karena hilangnya sebagian besar lignin menimbulkan suatu rongga-rongga kosong diantara struktur ampas tebu.

a

b

c

d

Tabel 4. Struktur pori bahan baku dan katalis Sifat

AT

ATT

Ben

BenT

TiO2

Pt/TiO2

BET, m2/g

5,1

9,8

197

184

55

52

Vmikro, cm3/g

-

-

0,10

0,08

0,02

0,02

Vmeso, cm3/g

-

-

0,20

0,21

0,11

0,10

VTotal, cm3/g

0,01

0,01

0,31

0,32

0,15

0,14

Keterangan: AT = ampas tebu; ATT = ampas tebu terdelignifikasi; Ben = bentonite; BenT = bentonite termodifikasi

Penurunan luas permukaan BET bentonite termodifikasi disebabkan terjadinya kenaikan jarak antar lapisan (interlayer spacing) penyusun bentonite karena perlakuan asam. Sedangkan pada katalis Pt/TiO2 penurunan luas BET disebabkan oleh penempelan logam Pt pada struktur pori TiO2. Gambar SEM dari ampas tebu, ampas tebu dengan perlakuan awal, bentonite termodifikasi dan katalis Pt/TiO2 dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. SEM (a) ampas tebu, (b) ampas tebu dengan pretreatment, (c) Bentonite termodifikasi, dan (d) Pt/TiO2

Dari gambar 4 terlihat bahwa berkurangnya kadar lignin dalam ampas tebu menyebabkan terjadinya perubahan topografi permukaan dari ampas tebu (gambar 4a dan 4b). Gambar 4c menunjukkan topografi permukaan bentonite termodifikasi. Modifikasi dengan asam menghilangkan ciri khas permukaan bentonite yaitu susunan antar lapisan yang berbentuk seperti trombosit mulai berkurang. Bentuk partikel dari katalis Pt/TiO 2 cenderung tidak beraturan (gambar 4d) dengan diameter partikel rata-rata antara 0,2 sampai 0,3 ď ­m. Modifikasi dengan menggunakan asam sulfat 2 N selama 24 jam tidak merubah kristalitas dari bentonite, sedikit pergeseran harga d spacing teramati yaitu dari d100 = 1,42 nm ke d100 = 1,45 nm. Struktur montmorillonite dari bentonite teramati pada sudut refleksi 2θ = 8o, 19o, dan 35o. Sedangkan untuk katalis

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

53


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Pt/TiO2 juga dijumpai fenomena yang sama, yaitu adanya logam Pt dalam struktur TiO 2 tidak merubah kurva XRD dari TiO2. Kemungkinan yang terjadi dengan tidak berubahnya kurva XRD TiO2 karena logam Pt terdistribusi merata dalam struktur penyangga katalis TiO2. Kurva karateristik XRD dari bentonite termodifikasi dan Pt/TiO2 dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Kurva XRD (a) bentonite termodifikasi, dan (b) katalis Pt/TiO2

Pada suhu tinggi, proton (H3O+ dari subcritical water dan H+ dari katalis bentonite termodifikasi) yang terdapat dalam sistem akan sangat reaktif, monomermonomer gula C6 (glukosa, manosa dan galaktosa) yang terbentuk akan terdehidrasi menjadi 5-hidroksimetilfurfural (HMF), sedangkan monomer-monomer gula C5 (xilosa dan arabinose) terdehidrasi menjadi furfural. Selanjutnya HMF yang terbentuk akan terdehidrasi lebih lanjut menjadi asam levulinat dan asam format. Pada suhu 200oC dan tekanan 30 bar, produk reaksi yang dihasilkan antara lain glukosa (1,15 g/L), xilosa (3,71 g/L), galaktosa (0,11 g/L), arabinose (0,08 g/L), HMF (0,13 g/L), furfural (0,34 g/L), dan asam levulinat (12,53 g/L). Dengan kandungan selulosa dan hemiselulosa sebesar 62,6% maka yield asam levulinat yang dihasilkan adalah sebesar 20%. Hasil yang diperoleh cukup rendah karena sebagian dari asam levulinat dan produk intermediate yang lain terdehidrasi lebih lanjut membentuk humin.

6.2. Hidrolisis ampas tebu menjadi asam levulinat

6.3. Hidrogenasi asam levulinat menjadi γ-valerolactone

Pada proses hidrolisis ampas tebu dengan menggunakan proses subcritical water disertai penambahan katalis bentonite termodifikasi dihasilkan beberapa senyawa kimia dengan produk utama asam levulinat. Reaksi pembentukan asam levulinat dari ampas tebu ini merupakan reaksi berkelanjutan yang cukup komplek.

γ-valerolactone merupakan salah satu bahan kimia penting yang banyak digunakan sebagai bahan baku untuk parfum dan perisa, pelarut dan campuran untuk bio-fuel, dan bahan baku berbagai macam produk farmasi dan bahan kimia lainnya. Konversi asam levulinat menjadi γ-valerolactone terjadi dalam 2 mekanisme reaksi, yang pertama adalah dehidrasi asam levulinat menjadi angelica lakton dan diikuti reaksi reduksi angelica lakton menjadi γ-valerolactone. Mekanisme yang kedua ialah reduksi asam levulinat menjadi asam 4-hidroksi pentanoat dan dilanjutkan dengan dehidrasi asam 4-hidroksi pentanoat menjadi γvalerolactone. Pada penelitian yang kami lakukan ini, reaksi samping juga terbentuk, sebagian γ-valerolactone tereduksi menjadi 1,4 pentanadiol dan senyawa ini terhedirasi lebih lanjut menjadi metiltetrahidrofuran (MTHF).

a

b

Intensity

Intensity

Pt/TiO2

TiO2

20

0

20

40

60

2 ,o

30

40

50

60

70

80

80

2 ,o

Pada kondisi subcritical, molekul air akan terdisosiasi menjadi ion-ion H3O+ dan OH-. Ion H3O+ ini bersamasama dengan ion H+ dari katalis bentonite termodifikasi akan menyerang ikatan β-1,4-glycosidic yang mengikat beberapa monomer D-glukosa menjadi suatu rantai panjang. Selulosa akan terpecah menjadi monomermonomer glukosa, sedangkan hemiselulosa akan terpecah menjadi heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa) dan pentose (xilosa dan arabinose).

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

54


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Konversi reaksi dari asam levulinat pada suhu 200 oC dan tekanan hydrogen 50 bar selama 6 jam adalah sebesar 96,4% dan γ-valerolactone yang terbentuk adalah sebesar 91,2%. γ-valerolactone yang terbentuk lebih rendah dari asam levulinat yang terkonversi menunjukan adanya reaksi pembentukan MTHF.

6.4. Pembentukan hidrokarbon dari γ-valerolactone Gambar 6 menunjukan yield hidrokarbon dari konversi katalitis γ-valerolactone sebagai fungsi waktu pada berbagai macam suhu reaksi.

30 150oC

Total yield hidrokarbon (%)

25

200oC 250oC 300oC

20

15

EDISI KHUSUS Gambar 6. Pengaruh suhu dan waktu terhadap total yield hidrokarbon

Reaksi pembentukan hidrokarbon dari γ-valerolactone merupakan reaksi yang komplek dan bersifat endotermis dan biasanya berlangsung pada suhu tinggi. Dengan naiknya suhu maka konversi γ-valerolactone menjadi hidrokarbon juga akan naik seperti terlihat pada gambar 6. Total yield hidrokarbon yang dihasilkan adalah 25,6%. Dari hasil analisa GC-MS senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam bio-fuel adalah C9, C10, C12, C16, C20, C22, C24 dan beberapa senyawa lain. Senyawa C9, C10, C12, dan C16 adalah komponen penyusun avtur yang merupakan bahan bakar untuk pesawat terbang. Sehingga hasil yang diperoleh dengan proses pemurnian akan didapatkan bahan bakar terbarukan yang dapat digunakan untuk industri pesawat terbang. Energy density dari produk yang diperoleh adalah 43,2 MJ/kg dengan densitas 810 kg/m3.

10

5

0 0

1

2

3

4

5

6

Waktu, jam

7. Kesimpulan Limbah pertanian di Indonesia memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar bio-avtur dengan berbagai macam jalur konversi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

[1]

G. Liu, B. Yan, G. Chen, “Technical review on jet fuel production,” Renewable and Sustainable Energy Reviews 25, 59-70, 2013.

[2] R. E. H. Sims, W. Mabee, J. N. Saddler, dan M. Taylor, “An overview of second generation biofuel technologies,” Bioresource Technology 101, 1570-1580, 2010. [3] D. M. Alonso, J. Q. Bond, J. A. Dumesic, “Catalytic conversion of biomass to biofuels,” Green Chemistry, 12, 1493-1513, 2010. [4] V. Menon, M. Rao, “Trends in bioconversion of lignocellulose: Biofuels, platform chemicals & biorefinery concept,” Progress in Energy and Combustion Science 38, 522-550, 2012.

Pemanfaatan limbah pertanian memerlukan pretreatment untuk semakin meningkatkan hasil bioavtur. Hasil bio-avtur yang diperoleh dari bahan baku ampas tebu mempunyai kandungan energi sebesar 43,2 MJ/kg dan densitas 810 kg/m3.

[5] M. Galbe, G. Zacchi, “Pretreatment: The key to efficient utilization of lignocellulosic materials,” Biomass and Bioenergy 46, 70-78. [6] J. K. Kurian, G. R. Nair, A. Hussain, G. S. V. Raghavan, “Feedstocks, logistics and pre-treatment processes for sustainable lignocellulosic biorefineries: A comprehensive review”, Renewable and Sustainable Energy Reviews 25, 205-219, 2013. [7] P. Adapa, L. Tabil, G. Schoenau, “Grinding performance and physical properties of non-treated and steam exploded barley, canola, oat and wheat straw,” Biomass and Bioenergy 35, 549-561, 2011. [8] Z. H. Liu, L. Qin, F. Pang, M. J. Jin, B. Z. Li, Y. Kang, B. E. Dale, Y. J. Yuan, “Effects of biomass particle size on steam explosion pretreatment performance for improving the enzyme digestibility of corn stover,” Industrial Crops and Products 44, 176-184, 2013.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

55


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award [9] E. Khullar, B. S. Dien, K. D. Rausch, M. E. Tumbleson, V. Singh. “Effect of particle size on enzymatic hydrolysis of pretreated Mischantus,” Industrial Crops and Products 2013, 44, 11-17. [10] A. Garcia, M. G. Alriols, J. Labidi, “Evaluation of different lignocellulosic raw materials as potential alternative feedstocks in biorefinery processes,” Industrial Crops and Products 53, 102-110, 2014. [11] K. Wormeyer, T. Ingram, B. Saake, G. Brunner, I. Smirnova, “Comparison of different pretreatment methods for lignocellulosic materials. Part II: Influence of pretreatment on the properties of rye straw lignin,” Bioresource Technology 102, 4157-4164, 2011. [12] L. Lin, M. Strand, “Investigation of the intrinsic CO2 gasification kinetics of biomass char at medium to high temperatures,” Applied Energy, 109, 220-228, 2013.

EDISI KHUSUS [13] S. Irmak, M. Kurtulus, A. Hasanoglu (Hesenov), O. Erbatur, “Gasification efficiencies of cellulose, hemicellulose and lignin fractions of biomass in aqueous media by using Pt on activated carbon catalyst,” Biomass and Bioenergy, 49, 102-108, 2013. [14] T. G. Madenoglu, N. Boukis, M. Saglam, M. Yuksel, “Supercritical water gasification of real biomass feedstocks in continuous flow system,” International Journal of Hydrogen Energy 36, 1440814415, 2011. [15] Y. Gao, X. H. Wang, H. P. Yang, H. P. Chen, “Characterization of products from hydrothermal treatments of cellulose,” Energy, 42, 457-465, 2012. [16] J.C. Serrano-Ruiz, D. Wang, J.A. Dumesic, “Catalytic upgrading of levulinic acid to 5-nonanone,” Green Chemistry, 12, 574-577, 2010.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

56


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Tinjauan Daktilitas Lentur Dinding Bata Merah dengan Perkuatan Strapping Band (Studi Kasus: Dinding Plesteran 1 cm dengan Beban Siklik Quasistatik dan Arah Retak Vertikal) Ductility Flexural Review of Brick Masonry Wall Strengthened by Strapping Band (Case Study: 1 cm Plastered Wall with Cyclic Quasistatic Loads and Vertical Direction of Crack) Frederica Neo1,a dan Andreas Triwiyono2,b 1,2

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA. a fredericaneo92@gmail.com, b ahdreactri@yahoo.com

Abstrak- Dinding bata merah sering digunakan pada rumah tinggal dan berbagai bangunan gedung lainnya. Di kawasan rawan gempa seperti Indonesia, dinding tersebut perlu untuk diberi perkuatan. Salah satu perkuatan yang mudah didapatkan dan murah adalah strapping band. Penelitian ini bertujuan meninjau pengaruh strapping terhadap daktalitas dinding pada daerah gempa, dimana pada penelitian ini, beban gempa tersebut diwakili dengan pembebanan lentur siklik quasistatik arah tegak lurus bidang dinding. Benda uji dinding dibuat dengan variasi: tanpa strapping, dengan strapping interval 20 cm, 15 cm dan 10 cm. Pada proses pengujian, benda uji diberi pembebanan bolakbalik sebanyak 12 siklus. Setiap siklus dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan strapping band tidak meningkatkan kekuatan selama dinding belum rusak. Dinding dengan kekuatan maksimum awal tertinggi adalah dinding tanpa strapping dan dinding dengan strapping 15 cm. Strapping band mulai memberi pengaruh setelah dinding retak, yaitu dengan adanya kekuatan residual. Penambahan jumlah strapping berpengaruh pada peningkatan kekuatan akhir. Dengan strapping interval 10 cm, kekuatan akhir pada defleksi 0,02 L sebesar 56,4 % kekuatan awalnya. Kata Kunci—Bata Merah, Strapping Band, Beban Siklik.

Abstract- Brick masonry wall is usually used as chamber partition in Indonesia. As Indonesia is at earthquake-prone area, those brick masonry walls need to be strengthened. One of the applicable and cheap wall strengthening method is by using strapping-band meshes. The purpose of this research is to review about the flexural ductility of the wall at earthquake-prone area, on which that earthquake load was represented by cyclic quasistatic flexural load in out-of plane direction of walls. Wall specimens were made in 4 variations: without strapping, with strapping interval of 20 cm, 15 cm and 10 cm. Reversed cyclic load was applied to all of the walls in 12 cycles with 3 repetitions for each. These experiment results show that applying strapping band on the walls doesn’t increase the initial maximum strength. The specimens with highest initial maximum strength were wall without strapping and wall with strapping interval of 15 cm. Strapping band starts to give effects after initial crack occured by giving additional residual strength. The increasing number of strapping will cause the increasing of final strength. Wall with strapping interval of 10 cm has final strength 56,4% of it’s initial strength, at displacement of 0,02 L. Keywords— Brick Masonry, Strapping Band, Cyclic Load.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

57


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

variasi jumlah 1, 2 dan 3. Dinding juga diberi variasi berupa tebal plasteran 1cm. Pembebanan dilakukan secara statik satu arah hingga dinding mengalami retak lentur vertikal dengan jarak perletakan 500 mm. Ukuran dinding 738,33 x 164,96 x 114,30 mm3. Hasil Penelitian Adiartha, kuat lentur dinding semakin besar dengan semakin bertambah jumlah strapping. Untuk dinding tanpa plasteran dan strapping kuat lentur sebesar 0,79 MPa, dinding dengan tali strapping 1 sebesar 1,79 MPa, dinding dengan tali strapping 2 sebesar 1,83 MPa dan dinding dengan tali strapping 3 sebesar 1,87 MPa.

I. PENDAHULUAN Indonesia berada di jalur pertemuan lempeng benua dan hal ini menyebabkan sebagian besar wilayahnya rawan bencana gempa. Dalam beberapa kasus gempa yang telah terjadi, banyak bangunan yang mengalami kegagalan dan menimbulkan korban jiwa. Keruntuhan dinding merupakan salah satu dari kegagalan tersebut. Berbagai metode perkuatan pun dilakukan untuk mengatasi permasalahan keruntuhan dinding. Tali strapping band yang berbahan dasar plastik, mudah ditemukan dan cukup ekonomis[1], menarik perhatian peneliti untuk mengkaji lebih dalam terhadap penggunaan strapping band sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Khusus dalam arah tegak lurus dinding, penelitan terdahulu yang berkaitan dengan perkuatan menggunakan strapping band dilakukan dengan pembebanan statik, sedangkan pembebanan dinamis umumnya menggunakan meja getar yang jauh lebih kompleks. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu meninjau secara sederhana terhadap kuat lentur arah tegak lurus dinding bata merah melalui pembebanan yang relatif lebih mewakili kondisi gempa dibandingkan beban statik, yaitu pembebanan siklik quasistatik. Penelitian ini bertujuan mendapatkan kurva beban terhadap deformasi akibat pembebanan siklik quasistatik, membandingkan nilai kapasitas momen lentur, daktalitas lentur arah retakan vertikal dari dinding tanpa perkuatan strapping dan dinding dengan perkuatan strapping. Tujuan lainnya yaitu memberikan informasi kelayakan penggunaan strapping band sebagai perkuatan dinding dari segi peningkatan biaya material. Mayorca et. al. [2] melakukan penelitian terhadap lentur out of plane dinding bata merah yang diberi perkuatan strapping. Benda uji berupa dinding bata (burned) berukuran 475 mm x 235 mm x 50 mm dengan variasi tanpa strapping dan dengan strapping interval 45 mm. Panjang bentang pengujian 440 mm. Pengujian statik out of plane pada arah retak vertikal, menghasilkan beban maksimal awal rerata dinding tanpa strapping sebesar 0,67 kN dan dinding dengan tali strapping jarak 45 mm sebesar 0,52 kN. Strapping menurunkan kemampuan awal dinding saat retak, namun apabila pembebanan dilanjutkan untuk deformasi yang lebih besar, dinding tanpa strapping langsung runtuh atau gagal, sementara dinding dengan tali strapping jarak 45 mm mengalami penurunan kemampuan hingga pada kekuatan residualnya yaitu setidaknya 30% kekuatan maksimum awal dinding. Pembebanan lebih lanjut lagi masih dapat diterima oleh dinding, bahkan melebihi kekuatan awal dinding saat retak. Hal ini berarti daktilitas dari dinding meningkat setelah diberi perkuatan strapping band dan tembok semakin kecil kemungkinannya untuk runtuh atau mencederai penghuni. Adiartha [3] melakukan penelitian kuat lentur tegak lurus bidang dinding bata merah pejal dengan benda uji dinding diberi perkuatan tali strapping, lebar 7 mm dan tebal 0,8 mm, dengan

Sathiparan, et al. [4] melakukan penelitian terhadap strapping sebagai perkuatan dinding batu. Pengujian statik dilakukan untuk mendapatkan karakteristik geser diagonal (inplane). Ukuran dinding batu 300 x 300 x 150 mm3. Tali strapping yang dipakai memiliki kuat tarik 1,592 kN. Dari hasil pengujian statik tersebut, diperoleh hasil bahwa dengan semakin rapat strap yang terpasang, kemampuan geser diagonal residual (Vr) dan kemampuan geser diagonal ultimit (Vf) dibandingkan dengan kemampuan geser maksimum inisial (Vo) mengalami peningkatan. Pengaruh positif ini juga diperkirakan berlaku pada arah tegak lurus bidang dinding. Kuat lentur dinding dihitung menggunakan persamaan (1). đ?‘“đ?‘™ =

3đ?‘ƒđ??ż 2đ?‘?đ?‘‘2

(1)

Dimana P adalah beban maksimum yang dapat ditahan dinding, L bentang atau jarak antar tumpuan, b lebar dinding, dan d tebal dinding. Untuk menghitung daktilitas, digunakan perhitungan seperti dalam ASTM E 2126-02a [5]. ď „yield memerupakan simpangan leleh yang didapatkan dari equivalent elastic-plastic curve. ke merupakan kekakuan geser elastis yang didapatkan dengan persamaan (2). đ?‘˜đ?‘’ =

0,4đ?‘ƒđ?‘?đ?‘’đ?‘Žđ?‘˜ ∆0,4đ?‘ƒđ?‘?đ?‘’đ?‘Žđ?‘˜

(2)

Untuk menghitung daktilitas, digunakan perhitungan seperti dalam ASTM E 2126-02a. Dimana ke merupakan kekakuan geser elastis (kN/mm); 0,4Ppeak merupakan beban pada saat 0,4 kali beban puncak (kN) dan Δ0,4Ppeak merupakan simpangan saat beban 0,4 beban puncak (mm). Beban saat leleh (Pyield) diperoleh dari menyamakan luasan di bawah kurva elastis plastis dengan luasan di bawah envelope curve (A). Pyield dapat dihitung dengan persamaan (3). đ?‘ˇđ?’šđ?’Šđ?’†đ?’?đ?’… = (∆đ?’– − √∆đ?’– đ?&#x;? −

đ?&#x;?đ?‘¨ ) đ?’Œđ?’† đ?’Œđ?’†

(đ?&#x;‘)

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

58


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award DIMANA PYIELD MERUPAKAN BEBAN LELEH (KN), ΔU SIMPANGAN ULTIMIT (MM), A MERUPAKAN LUASAN DI BAWAH ENVELOPE CURVE, DARI NOL HINGGA SIMPANGAN ULTIMIT (KNMM) DAN KE MERUPAKAN KEKAKUAN GESER ELASTIS (KN/MM).

2), setelah itu, dinding yang berstrap ditutup dengan plesteran 1 cm.

DAKTILITAS, ÎœS DIHITUNG DENGAN : Δđ?‘Ś (4) Δđ?‘˘ DIMANA ÂľS MERUPAKAN DAKTILITAS, ΔY MERUPAKAN SIMPANGAN YIELD (MM) DAN ΔU MERUPAKAN SIMPANGAN ULTIMIT (MM). Âľs =

II. METODE PENELITIAN Pengujian dimulai dengan pengujian kualitas bahan, antara lain: kuat tekan bata merah, kuat tekan mortar dan kuat tarik strapping band. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengujian dinding. Benda uji dinding memiliki ukuran rata-rata 120 cm x 77 cm x 12,3 cm (lihat Gambar 1). Variasi yang digunakan adalah dinding tanpa strapping (TP), dengan strapping interval 20 cm (DS-20cm), 15 cm (DS-15cm) dan 10 cm (DS10cm). Seluruh dinding diberi plesteran tebal 1 cm dan berjumlah 1 buah untuk masing-masing variasi.

GAMBAR 2 PEMASANGAN ANYAMAN STRAPPING

BAND

Benda uji dibiarkan mengeras selama lebih dari 28 hari. Kemudian dipasang ke set-up pengujian yang telah disiapkan (lihat Gambar 3 dan Gambar 4). Tumpuan mewakili tumpuan sendi-rol dan dipasang dengan bentang 100 cm. Pengukuran beban menggunakan loadcell kapasitas 5 ton. Loadcell dipasang di depan hydraulic jack dan dihubungkan ke data logger. Beban titik yang diberikan oleh hydraulic jack perlu diubah menjadi beban garis setinggi benda uji. Oleh karena itu, setelah load cell dan sendi penghubung, dipasang pemberi beban. Dua buah LVDT dipasang di dekat tumpuan dan satu buah LVDT dipasang pada tengah bentang benda uji.

GAMBAR 1 BENDA UJI BERUKURAN 120 X 77 CM2

Untuk menghubungkan dinding dengan strapping, digunakan konektor berupa kawat bendrat yang diselipkan di antara mortar pada saat proses pembuatan dinding. Pada benda uji dengan strap interval 10 cm, kawat dipasang setiap jarak 20 cm arah vertikal dan 30 cm arah horizontal. Pada benda uji dengan strap interval 15cm, kawat dipasang setiap jarak 30 cm arah vertikal dan 30 cm arah horizontal. Sementara pada benda uji dengan strap setiap 20 cm, kawat dipasang setiap jarak 20 cm arah vertikal dan 40 cm arah horizontal. Strapping band dibuat dengan mengayam tali strapping terlebih dahulu sesuai jarak yang dibutuhkan, perpotongan antar strap direkatkan dengan lem bakar. Kemudian dipasang ke dinding bata yang siarnya telah mengering. Antar strap dihubungkan dengan klep plastik dan lem bakar (lihat Gambar

GAMBAR 3 SETTING ALAT DAN DINDING

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

59


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award (c)

Dari hasil pengujian dan grafik hysteresis loop, kondisi dinding sebelum dinding mengalami retak berbeda dengan kondisi setelah retak. Sebelum mengalami retak, hysteresis loop cenderung langsing dan tegak, dinding masih sangat kaku. Namun setelah terjadi retak, hysteresis loop menjadi lebih gemuk.

(e) (a)

(b) (f)

GAMBAR 4 DETAIL SET-UP PENGUJIAN: (A) TUMPUAN HYDRAULIC JACK, (B) HYDRAULIC JACK, (C) TUMPUAN, (D) PEMBERI BEBAN, (E) PENGHUBUNG TUMPUAN DENGAN DASAR FRAME SEKALIGUS PENGAKU, (F) DASAR FRAME

Hydraulic Jack dipompa dengan kecepatan konstan, pembacaan dilakukan pada LVDT dan beban diberikan hingga defleksi yang direncanakan. Pembebanan diberikan hingga defleksi benda uji mencapai 64 mm. Lihat Gambar 5. Series1, 102, 8 Series1, 90, 4 Series1, 78, Series1, 54, 2 26, Series1,Series1, 2, 1 0.125 0.5 Series1, 16, 0.25 Series1, 40, -0.75 Series1, 64, -1.5 Series1, 88, -4

Defleksi (mm)

Hysteresis Loop

B.

dst s/d 64 mm

Sebelum dinding mengalami retak, keadaan hysteresis loop hampir sama untuk semua benda uji. Kemampuan maksimal baik tarik maupun tekan berkisar antara 3-5 kN.

Lendutan (mm)

Lendutan (mm)

(a) Benda Uji TS

(b) Benda Uji DS-20cm

Beban (kN)

Series1, 104, -8

Pada pengujian benda uji TS yaitu dinding tanpa perkuatan strapping band (Gambar 6(a)), setelah dinding mengalami retak, dinding langsung kehilangan kekuatan lenturnya. Benda uji dinding mengalami patah, sehingga grafik hysteresis loopnya hanya terbatas pada lendutan kecil sebelum dinding patah.

Beban (kN)

(e)

(d)

Beban (kN)

(c)

GAMBAR 5 SIKLUS PEMBEBANAN Lendutan (mm)

III. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Kualitas Bahan Dinding

Hasil pengujian terhadap bahan penyusun dinding dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Kualitas Bahan Dinding Bahan Bata Merah

Karakteristik Kuat Tekan

Strapping band

Kuat Tarik

Hasil 1,832 MPa 0,912 kN 61,456 MPa 18,9 %

Tegangan Maks. Mortar

Regangan Maks. Kuat Tekan

3,988 MPa

Beban (kN)

A.

Lendutan (mm)

(c) Benda Uji DS-15cm

(d) Benda Uji DS-

10cm loop pre-crack crack

loop post-

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

60


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

GAMBAR 6 HYSTERESIS LOOP Setelah dinding mengalami retak, hyteresis loop menjadi lebih gemuk dan semakin tegak seiring dengan pertambahan jumlah strapping. Bila membandingkan kondisi kurva pada lendutan 32 mm baik tarik maupun tekan, benda uji DS-20cm membutuhkan beban 1-2 kN (Gambar 6(b) loop hitam), DS15cm membutuhkan 2-2,5 kN (Gambar 6(c) loop hitam) dan DS-10cm membutuhkan 2,5-3 kN (Gambar 6(d) loop hitam). Hal ini menunjukkan kekakuan dinding semakin meningkat bila strapping band yang dipasang semakin rapat.

C.

Envelope Curve

Envelope curve diperoleh dengan menghubungkan puncak -puncak pada hysteresis loop dari siklus pertama hingga akhir. Terdapat perbedaan beban puncak pada fase tarik dan fase dorong meskipun lendutan yang dijadikan acuan sama. Hal ini karena kekakuan tumpuan dan alat pada kedua arah berbeda. Seluruh benda uji mengalami kegagalan pada salah satu arah pembebanan (fase dorong), oleh karena itu, pembahasan mengenai envelope curve didasarkan pada hasil dari fase tersebut. Tabel 2 Pengaruh Kerapatan Strapping band Benda uji

Po (kN)

Pr (kN)

Pf (kN)

Pr / Po

Pf / Po

DS-10cm DS-15cm DS-20cm

4,346 4,846 4,444

0,510 0,775 0,579

2,968 2,413 1,530

0,117 0,160 0,130

0,683 0,498 0,344

Dimana Po merupakan gaya maksimum awal, Pr merupakan gaya setelah crack atau gaya residual dan Pf merupakan gaya akhir atau ultimit. Karena kemampuan alat yang terbatas, maka Pf diambil dari gaya pada saat lendutan 28,5 mm. TP-Tekan DS-20cm-Tekan DS-15cm-Tekan DS-10cm-Tekan

Beban (kN)

Po

Pf Pr Defleksi Tengah Bentang (mm)

GAMBAR 7 ENVELOPE CURVE PADA FASE DORONG

Seperti hasil perbandingan dari Sathiparan et al. (2013), perbandingan antara kemampuan ultimit dengan kemampuan awal (Pf/Po) meningkat dengan pertambahan kerapatan strapping band. Perbandingan kemampuan residual dengan kemampuan awal (Pr/Po) naik dari DS-20cm ke DS-15cm namun menurun saat DS-10cm. Hal ini akibat perbedaan tegangan pada strapping yang terpasang. Bila strapping yang terpasang lebih longgar, maka pergantian penahanan beban dari dinding bata ke strapping akan membutuhkan deformasi yang lebih besar, sehingga pada deformasi kecil setelah crack, kemampuan dinding menjadi sangat rendah. Bentuk envelope curve dalam penelitian ini memiliki kemiripan dengan grafik beban-deformasi hasil Mayorca et al.(2006). Dalam grafik Mayorca et al, kurva naik hingga puncak, kemudian menurun tajam dan kembali naik. Begitu pula dengan hasil penelitian ini (Gambar 7), dimana pembebanan yang diberikan berupa beban bolak-balik. Namun, kekuatan residual tidak mencapai 30% kekuatan awal seperti pada penelitian Mayorca et al (2006). Kekuatan residual terbesar hanya 0,16 atau 16% dari kekuatan awal yaitu pada dinding DS-15cm. Perbedaan yang besar dari penelitian ini dibandingkan penelitan Mayorca et al (2006) adalah jenis pembebanan siklik quasistatik. Dengan pembebanan bolakbalik sebelum dinding mencapai kekuatan awal, strapping band telah mengalami pembebanan berulang-ulang yang menyebabkan tegangan strapping telah jauh berkurang. Pada saat dinding mengalami crack, transfer tanggungan beban dari dinding ke strapping menjadi semakin tidak kontinu (strapping lebih longgar dan membutuhkan deformasi yang lebih besar untuk bekerja), sehingga pada deformasi kecil setelah crack, dinding telah rusak, sementara strapping belum bekerja sepenuhnya. Hal ini berakibat pada kemampuan residual quasistatik lebih rendah dari kemampuan residual statik. D.

Kuat Lentur Dinding

Perhitungan kuat lentur dinding menggunakan Persamaan (1), hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 3. Pada Tabel 3, benda uji dengan kuat lentur terbesar adalah benda uji TP dan DS-15cm, yaitu sebesar 0,624 MPa. Ada indikasi bahwa penambahan kerapatan strapping band menurunkan kuat lentur awal (lihat Gambar 8), karena strapping band mengurangi area lekatan antara dinding dengan plasteran. Terdapat kecenderungan kuat lentur yang menurun dengan penambahan strapping, namun benda uji DS15cm memiliki kuat lentur yang sama dengan benda uji TP. Selain itu, dengan benda uji dinding bata yang tingkat homogenitasnya rendah, jumlah benda uji belum dapat memberikan kesimpulan tersebut. Dibutuhkan lebih banyak benda uji untuk menyimpulkan hal itu. Tabel 3 Hasil Perhitungan Kuat Lentur Tipe Benda Uji

Beban Maksimum P

Tebal dinding

Kuat Lentur

d

fl

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

61


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

(kN) 4,846 4,444 4,846 4,346

TP DS-20cm DS-15cm DS-10cm

(m) 0,123 0,123 0,123 0,123

(MPa) 0,624 0,572 0,624 0,560

dimana L = 100 cm dan b = 77cm, sama untuk seluruh benda uji.

Kuat Lentur Inisial Crack (MPa)

Series1, TP, 0.624

Series1, DS-15cm, 0.624 Series1, DS-20cm, y =0.572 -0.014x

F.

Pola Kerusakan Dinding

Seluruh benda uji mengalami retak di sekitar tengah bentang, seperti pada Gambar 9. Posisi ini sesuai dengan letak tegangan maksimum. Pembebanan garis pada tengah bentang menghasilkan momen maksimum yang terjadi terletak di tengah bentang. Momen maksimum tersebut akan menyebabkan tegangan tarik maksimum pada salah satu sisi dinding dan tegangan tekan maksimum pada sisi dinding lainnya.

Series1,

+ 0.63DS-10cm, R² = 0.2852 0.56

GAMBAR 8 KUAT LENTUR AWAL DINDING

E.

Daktalitas Dinding

Perhitungan daktalitas dinding menggunakan Persamaan (2), (3) dan (4), hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Hasil Perhitungan Daktalitas Benda Uji Dinding Benda Uji TP DS-20cm DS-15cm DS-10cm

Ppeak (kN) 4,846 4,444 4,846 4,346

Δu (mm) 1,07 64 64 64

Pyield (kN) 1,67 2,25 2,22

Δyield (mm) 0,086 0,091 0,094

Daktilitas μs 1 743,17 701,23 682,76

GAMBAR 9 POLA KERUSAKAN BENDA UJI DS10CM

Pada pengujian bahan, diperoleh nilai kuat tekan rata-rata bata adalah 1,832 MPa, lebih rendah dari kuat tekan rata-rata mortar yang digunakan yaitu 3.988 MPa. Lihat Tabel 1. Ini menunjukkan inhomogenitas dinding dan bata yang menjadi bagian lemah dari dinding. Oleh karena itu, pada pengujian benda uji dinding, kerusakan dimulai dari bata dan diikuti oleh siar yang melekatkan diantara bata, sehingga rusak/retak cenderung lurus dan melewati kedua bahan.

Nilai simpangan maksimum (Δu) pada DS-20cm, DS15cm dan DS-10cm tidak diperoleh karena keterbatasan alat LVDT untuk bisa mengukur lendutan yang cukup besar saat strapping band putus. Oleh karena itu, dalam perhitungan ini digunakan Δu = 64 mm, dimana pada kondisi dinding dengan strapping band yang sebenarnya nilai Δu melebihi 64 mm dan μs akan lebih besar dari μs perhitungan ini.

G. Pengaruh Pemasangan Strapping terhadap Biaya Material

Perhitungan benda uji TP tidak dapat menggunakan rumus seperti pada ASTM, karena kondisi grafik yang tidak memungkinkan untuk menentukan nilai yield (lihat Gambar 7). Benda uji TP langsung gagal setelah crack, tidak ada daerah elastis plastis. Oleh karena itu, nilai daktilitas dianggap 1. Pada Tabel 4, Nilai μs benda uji TP < 2 dan μs semua benda uji dengan perkuatan > 5. Berdasarkan FEMA 306 [6], benda uji TP diklasifikasikan dalam daktilitas rendah dan semua benda uji DS diklasifikasikan dalam daktilitas tinggi.

Tabel 5 Biaya Material 1 m2 dinding

Dengan menggunakan harga material selama pembuatan benda uji, dilakukan perhitungan terhadap harga material untuk dinding plasteran 1 cm. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tipe Dindin g

Harga Kebutuha n Material

Tanpa (-) Strap Strap

Rp 72.500,0 0 Rp

% Kenaika n Terhada p dinding tanpa strap -

9%

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

62


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Interva l 20 cm Strap interva l 15 cm Strap interva l 10 cm

79.300,0 0 Rp 81.300,0 0

12%

Rp 84.400,0 0

16%

Dinding yang memiliki kekuatan akhir paling besar terhadap kekuatan maksimum awalnya adalah dinding dengan jumlah strapping yang paling banyak (jarak 10 cm), yaitu 54,6%. Namun untuk variasi jarak strapping yang lain, 20 cm dan 15 cm, tidak jauh berbeda yaitu 30,2% dan 42,8%. Dapat disimpulkan dari kenaikan harga pemasangan strapping, kekuatan maksimum awal dinding, dan kekuatan akhir dinding, dinding dengan jarak strapping 15 cm yang paling optimal.

Tabel 6 Persentase Peningkatan Kekuatan Akhir Dinding K e k u a t a n M a k s i m u m

Tipe Dinding

% Kekuatan Akhir Δ = 0,02L thdp Kekuatan Maksimum Awal

A w a l ( k N ) Tanpa (-) Strap Strap Interval 20 cm Strap interval 15 cm Strap interval 10 cm

-

IV. KESIMPULAN Berikut ini kesimpulan yang didapat dari penelitian ini. a. Perkuatan dengan strapping band tidak meningkatkan kapasitas momen dan kuat lentur awal dinding sebelum terjadi retak pada bata dan siar. Kuat lentur awal terbesar terjadi pada dinding tanpa perkuatan dan dinding dengan jarak strapping 15 cm, yaitu sebesar 0,624 MPa. Sedangkan dinding dengan jarak strapping 20 cm dan 10 cm masing-masing 0,572 MPa dan 0,56 MPa. b. Penambahan strapping memberikan kekuatan residual setelah dinding mengalami retak. Kekuatan residual setelah dinding retak yang paling rendah hanya mencapai 11,7% dari kekuatan awal dinding. Namun, dengan penambahan beban, kemampuan residual ini akan terus meningkat. Peningkatan kerapatan strapping meningkatkan kekuatan akhir. Dengan strapping interval 10cm, kekuatan akhir 56,4% dari kekuatan awal pada deformasi 0,02 L.

c.

4,846 30,2%

d.

4,444 42,8%

Pada dinding dengan plasteran 1 cm, penggunaan strapping band interval 20cm, 15cm dan 10cm sebagai perkuatan dinding, secara berurutan meningkatkan biaya material pembuatan dinding sebesar 9%, 12% dan 16%. Dengan membandingkan biaya material dan peningkatan kekuatan dengan adanya strapping band, jarak pemasangan strapping paling optimum adalah 15 cm.

4,846 56,4% 4,346

Dari Tabel 5 dan Tabel 6, berdasarkan kekuatan maksimum awal, jarak pemasangan strapping yang optimum berkisar pada jarak 15 cm. Pada jarak optimum ini, luasan lekatan plasteran dengan bata yang berkurang akibat strapping dapat tergantikan oleh jumlah strapping. Sehingga beban maksimum awal yang mampu ditahan dinding dengan strapping jarak 15 cm ini sama besarnya dengan dinding tanpa strapping. Namun bila jumlah strapping bertambah lagi (pada percobaan ini jarak 10 cm), luas lekatan yang berkurang tidak dapat diimbangi lagi oleh penambahan jumlah strapping.

DAFTAR PUSTAKA [1] P. Mayorca and K. Meguro, “A step towards the formulation of a simple method to design pp-band mesh retrofitting for adobe/masonry houses,” The 14th World Conference on Earthquake Engineering, Beijing, China, 12-17 October 2008. [2] P. Mayorca, S. Navaratnaraj and K. Meguro, Report on The State of The Art in The Seismic Retrofitting of Unreinforced Masonry Houses by PPBand Meshes, Tokyo: Institute of Industrial Science The University of Tokyo, 2006. [3] G. Adiartha, Tugas Akhir Penggunaan Tali untuk Meningkatkan Daktalitas Lentur Tegak Lurus Bidang Dinding Bata Merah Pejal untuk Retakan Arah Vertikal studi kasus : Plesteran 1:4 Mortar 1:6, Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, 2009. [4] N. Sathiparan, K. Sakurai, M. Numada, and K. Meguro, “Experimental investigation on the seismic performance of pp-band strengthening stone masonry house,” Springer Science Business Media Dordrecht, 2013.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

63


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

[5] ASTM, “Standard Test Methods for Cyclic (Reversed) Load Test for Shear Resistance of Walls for Buildings,” In Annual Books of ASTM Standards, E 2126-02a, USA, 2003. [6] ATC-43 Project, “Evaluation of earthquake damaged concrete and masonry wall building,” In FEMA 306, California: Applied Technology Council,1998

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

64


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Modifikasi Dolomit Gresik Sebagai Katalis dalam Sintesis Biodiesel dari Minyak Nyamplung (Tamanu Oil) Modified Gresik Dolomite as Catalysts in Synthesis of Biodiesel from Nyamplung Oil (Tamanu Oil) Heri Septya Kusuma, Hendarta Agasi, Mohammad Taufiq Akbar, dan Abdulloh Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

Abstrak- Transesterifikasi minyak nyamplung (Tamanu Oil) dapat dilakukan dengan menggunakan katalis heterogen dengan cara mereaksikan metanol dengan dolomit yang telah dimodifikasi pada suhu 60oC. Modifikasi dolomit Gresik dilakukan dengan dikalsinasi pada suhu 850oC. Setelah dikalsinasi, dolomit Gresik diuji dengan menggunakan XRD. Hasilnya menunjukkan bahwa dolomit yang telah dikalsinasi mengalami perubahan struktur. Hal ini dapat diamati dari difraktogram XRD yang menunjukkan adanya perubahan yang terjadi pada sudut 2 theta. Selain itu, luas area dari katalis dolomit termodifikasi yang diukur dengan metode BET adalah 17,288 m2/g. Sedangkan kekuatan dan jumlah situs basa dari katalis dolomit termodifikasi adalah 7,2 < H– < 15,0 dan 0,035 mmol/g. Ketika katalis heterogen ini digunakan untuk proses transesterifikasi dalam sintesis biodiesel, maka katalis dolomit termodifikasi mempunyai nilai konversi yang mencapai 92,34% dengan waktu reaksi 4 jam. Kata Kunci — dolomit Gresik, katalis heterogen, minyak nyamplung transesterifikasi, biodiesel.

(Tamanu

Abstract- Transesterification of nyamplung oil (Tamanu Oil) can be done by using a heterogeneous catalyst by reacting methanol with dolomite which has been modified at a temperature of 60oC. Modifications of Gresik dolomite made by calcined at 850oC. After calcined Gresik dolomite tested using XRD. The results showed that the calcined dolomite undergo structural changes. It can be observed from the XRD diffractogram shows the changes in the angle 2 theta. In addition, the area of modified dolomite catalyst which measured by the BET method is 17.288 m2/g. While the strength and amount of base site from modified dolomite catalyst is 7.2 < H- < 15.0 and 0.035 mmol/g. When these heterogeneous catalysts used for transesterification process in the synthesis of biodiesel, the modified dolomite catalyst has a conversion value reached 92.34% with a reaction time of 4 hours. Keywords — Gresik

dolomite,

catalysts, nyamplung oil transesterification, biodiesel

heterogeneous

(Tamanu

Oil),

Oil),

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

65


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award I. PENDAHULUAN

Pertumbuhan industri dan transportasi di Indonesia semakin meningkat. Seiring dengan adanya peningkatan tersebut, maka komsumsi bahan bakar pun semakin meningkat pula. Sedangkan ketersediannya di alam tidaklah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sampai dengan masa mendatang, karena bahan bakar dari minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui. Selain itu, penggunaan bahan bakar minyak bumi memiliki dampak negatif. Hal ini disebabkan karena hasil pembakaran bahan bakar minyak bumi yang berupa CO2 sangat mungkin mempengaruhi kandungan gas-gas diatas atmosfer bumi, dan kondisi ini dapat mengakibatkan peningkatan temperatur bumi diatas rata-rata. Alasan tersebut memacu manusia untuk mencari bahan bakar alternatif yang ketersediaannya dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Salah satu bahan bakar alternatif yang sesuai dengan masalah seperti ini adalah dengan memanfaatkan minyak nabati sebagai biodiesel. Biodiesel dapat digunakan untuk menggantikan solar karena ketersediaannya yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani, atau minyak goreng bekas/daur ulang. Saat ini telah dikembangkan bahan bakar alternatif dari bahan biji nyamplung, kacang kedelai, kelapa sawit, dan biji jarak pagar untuk biodiesel sebagai pengganti BBM. Produksi biodiesel dari berbagai tanaman tersebut dalam tiap tahun adalah sebagai berikut: biji nyamplung (2.200 liter per hektar) [1], kacang kedelai (446 liter per hektar), biji jarak pagar (1.500 liter per hektar) dan kelapa sawit (5800 liter per hektar) [2]. Produksi minyak nyamplung menjadi biodiesel dilakukan melalui reaksi transesterifikasi, yaitu reaksi antara suatu alkohol dengan trigliserida yang hasilnya berupa senyawa metil ester. Pada minyak nyamplung, proses transesterifikasi menghasilkan metil ester asam lemak (FAME = Fatty Acid Methyl Ester). Reaksi

EDISI KHUSUS transesterifikasi ini memerlukan katalis basa, dan pada umumnya katalis basa yang digunakan adalah CaO. CaO merupakan salah satu katalis heterogen yang sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi. Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa katalis CaO dapat mengubah trigliserida menjadi FAME dengan nilai konversi mencapai 93%, dan mudah dipisahkan dari hasil reaksi [3]. Dolomit merupakan sumber lain dari CaO. Dolomit adalah mineral alam yang memiliki rumus kimia CaMg(CO3)2. Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa dolomit juga dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi dengan terlebih dahulu dimodifikasi dengan proses kalsinasi menjadi CaO.MgO [4]. Penyebaran dolomit di Indonesia yang cukup besar terdapat di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura dan Papua. Di beberapa daerah sebenarnya terdapat juga potensi dolomit, namun jumlahnya relatif jauh lebih kecil dan hanya berupa lensa-lensa pada endapan batugamping. a. Propinsi Nangroe Aceh Darussalam; Aceh Tenggara, desa Kungki berupa marmer dolomit. Cadangan masih berupa sumberdaya dengan kandungan MgO = 19%. b. Propinsi Sumatera Utara; Tapanuli Selatan, desa Pangoloan, berupa lensa dalam batugamping. Cadangan berupa sumberdaya dengan kandungan MgO = 11 - 18%. c. Propinsi Sumatera Barat; Daerah Gunung Kajai. (antara Bukittinggi - Payakumbuh). Umur diperkirakan Permokarbon. d. Propinsi Jawa Barat; daerah Cibinong, yaitu di Pasir Gedogan. Dolomit di daerah ini umumnya berwarna putih abu-abu dan putih serta termasuk batugamping dolomitan yang bersifat keras, kompak dan kristalin. e. Propinsi Jawa Tengah; 10 km timur laut Pamotan. Endapan batuan dolomit dan batugamping dolomitan. f. Propinsi Jawa Timur;  Gn. Ngaten dan Gn. Ngembang, Tuban, formasi batu-gamping Pliosen. MgO = 18,5% sebesar 9

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

66


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

juta m3, kandungan MgO = 14,5% sebesar 3 juta m3; Tamperan, Pacitan. Cadangan berupa sumberdaya dengan jumlah sebesar puluhan juta ton. Kandungan MgO = 18%; Sekapuk, sebelah Utara Kampung Sekapuk (Sedayu - Tuban). Terdapat di Bukit Sekapuk, Kaklak dan Malang, formasi gamping umur Pliosen, ketebalan 50 m, bersifat lunak dan berwarna putih. Cadangan sekitar 50 juta m3; Kandungan MgO di Sekapuk (7,1 - 20,54%); di Sedayu (9,95 - 21,20 %); dan di Kaklak (9,5 20,8%); Gunung Lengis, Gresik. Cadangan sumberdaya, dengan kandungan MgO = 11,1 - 20,9 %, merupakan batuan dolomit yang bersifat keras, pejal, kompak dan kristalin; Socah, Bangkalan, Madura; satu km sebelah Timur Socah. Cadangan berupa sumberdaya dengan jumlah sebesar 430 juta ton. Termasuk Formasi Kalibeng berumur Pliosen, warna putih, dan agak lunak. Ada di bawah batugamping dengan kandungan MgO 9,32 - 20,92%.

II. METODOLOGI

 Pacitan, Sentul dan Pancen; batugamping dolomitan 45,5 - 90,4%, berumur Pliosen. g. Propinsi Sulawesi Selatan; di Tonassa, dolomit berumur Miosen dan merupakan lensa-lensa dalam batugamping. h. Propinsi Papua; di Abe Pantai, sekitar Gunung Sejahiro, Gunung Mer dan Tanah Hitam; kandungan MgO sebesar 10,7-21,8%, dan merupakan lensa-lensa dan kantong-kantong dalam batugamping. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan upaya pemanfaatan dolomit sebagai katalis basa dalam produksi biodiesel dari minyak nyamplung (Tamanu Oil). Dengan dilakukannya produksi biodiesel dari minyak nyamplung (Tamanu Oil) dengan katalis dolomit yang dimodifikasi diharapkan biodiesel yang dihasilkan mempunyai nilai konversi yang tingga serta dapat meningkatkan daya guna dolomit sebagai mineral tambang, sehingga nilai jual dari dolomit pun semakin meningkat pula.

vacum evaporator, desikator, dan kertas saring.

A. Bahan

C. Pembuatan Katalis Dolomit

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nyamplung (Tamanu Oil) yang diperoleh dari Desa Karangmangu, Kroya, Cilacap dan dolomit yang diperoleh dari Gresik. Sedangkan bahan yang digunakan metanol 99%, H2SO4, H3PO4, nheksana, etanol, aquades, KOH, indikator PP (Phenol Pthalein), bromthymol biru, 2,4-dinitroanilin, dan 4nitroanilin.

Dalam pembuatan katalis dolomit ini, dolomit yang diperoleh dari Gresik mula-mula dikalsinasi pada suhu 850oC. Selanjutnya katalis yang telah terbentuk di uji sifat kristalinnya dengan XRD, luas permukaannya dengan BET, dan penentuan kekuatan dan jumlah situs basa.

D. Pretreatment Minyak Nyamplung (Tamanu Oil) B. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat refluks, labu leher tiga, hot plate, furnace, magnetic stirrer, sentrifuge, neraca analitik, pipet volume, buret, erlenmeyer, rotary

Minyak nyamplung (Tamanu Oil) yang didapatkan dari Desa Karangmangu, Kroya, Cilacap terlebih dahulu di lakukan proses degumming untuk memisahkan minyak dengan getah dan lendir yang terkandung di dalamnya. Proses degumming dilakukan pada suhu 80oC selama 15 menit dengan menggunakan H3PO4. Minyak hasil degumming kemudian diesterifikasi

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

67


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award selama 4 jam untuk menurunkan kadar FFA (bilangan asam) sampai dengan 2%. Reaksi esterifikasi menggunakan perbandingan rasio molar metanol dengan minyak nyamplung (Tamanu Oil) yaitu 20:1.

E. Proses Transesterifikasi Minyak hasil proses esterifikasi kemudian di transesterifikasi dengan menggunakan katalis dolomit yang telah terbentuk. Pada proses transesterifikasi,

direaksikan sebanyak 7,6 gr metanol, 10,0 gr minyak hasil proses esterifikasi, dan katalis dolomit 0,5 b/b pada suhu 60oC dengan pengadukan selama 1 jam (Shuli Yan, 2009). Dilakukan variasi waktu pada proses transesterifikasi ini yaitu 1 – 5 jam. Pemisahan katalis dengan hasil reaksi dilakukan dengan menggunakan sentrifuge. Biodiesel yang telah terbentuk dari proses ini kemudian di uji dengan GCMS untuk melihat nilai konversi dan senyawa yang menyusun biodiesel ini. Selain itu juga di lakukan uji kadar FFA.

A. Karakterisasi Katalis Berdasarkan difraktogram XRD dapat dilihat bahwa

d-spacing

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

telah terjadi pergeseran sudut 2θ dan d-spacing pada katalis dolomit termodifikasi. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan modifikasi terhadap dolomit mengakibatkan terjadinya pergeseran sudut 2θ dan dspacing antara dolomit alam dan katalis dolomit termodifikasi Pergeseran yang terjadi pada difraktogram menunjukan bahwa pada katalis dolomit telah terbentuk senyawa CaO.MgO. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan difraktogram dolomit sebelum kalsinasi dan dolomit setelah kalsinasi dengan difraktogram dari CaO dan MgO. Apabila difraktogram dari dolomit setelah kalsinasi dan CaO dibandingkan, maka dapat dilihat adanya peak yang berada pada sudut 2 theta yang sama, yaitu pada sudut 2 theta sebesar 32o, 53o, dan 64o. Selain itu, pada difraktogram dolomit setelah kalsinasi dan MgO juga tampak adanya peak yang berada pada sudut 2 theta yang sama, yaitu pada sudut 2 theta sebesar 62o.

2 theta

Gambar 1. Difraktogram Dolomit Gresik Sebelum Kalsinasi

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

68


EDISI KHUSUS

d-spacing

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

2 theta

Gambar 2. Difraktogram Dolomit Gresik Setelah Kalsinasi

Hasil dari uji BET menunjukan bahwa bahwa katalis dolomit termodifikasi memiliki luas permukaan yaitu sebesar 17,288 m2/g. Luas permukaan katalis dolomit termodifikasi ini lebih besar apabila dibandingkan dengan katalis CaO yang digunakan oleh Kouzhu pada tahun 2007, yaitu sebesar 13 m2/g. Dengan luas permukaan yang lebih besar, maka kontak antara permukaan katalis dolomit temodifikasi dengan reaktan juga menjadi semakin besar, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan yield pada proses transesterifikasi.

Gambar 3. Grafik Isotherm Adsorbtion Hasil Uji BET

Untuk mengetahui kekuatan situs basa digunakan indikator bromthymol biru, Phenol Pthalein, 2,4dinitroanilin, dan 4-nitroanilin. Tiap-tiap indikator dimasukan pada katalis yang sebelumnya telah ditambahakan dengan pelarut toluena. Saat penambahan indikator pada katalis terjadi perubahan warna katalis. Berikut ini adalah perubahan warna yang terjadi pada katalis.

Grafik isotherm adsorbtion hasil uji BET menunjukan bahwa interaksi antara katalis dan reaktan relatif lemah. Hal ini mengindikasikan atau menunjukkan bahwa katalis membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengabsorb reaktan.

A

B

C

D

Gambar 4. Perubahan Warna pada Katalis Setelah Dilakukannya Penambahan Indikator; (A) 4-

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

69


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

nitroanilin, (B) 2,4-dinitroanilin, (C) Phenol Pthalein, (D) bromthymol biru

Pada gambar diatas terlihat bahwa terjadi perubahan warna pada katalis yang ditambahkan dengan indikator bromthymol biru, phenol pthalein, dan 2,4dinitroanilin. Sedangkan pada katalis yang ditambahkan dengan indikator 4-nitroanilin tidak terjadi perubahan warna. Ini menunjukan bahwa rentang kekuatan dari katalis yaitu antara pKBH bromthymol biru sampai dengan 2,4-dinitroanilin (pKBH = 7,2 – 15,0). Perubahan warna yang terjadi pada katalis dikarenakan terjadinya pendonoran elektron dari katalis terhadap indikator yang pada hal ini berperan sebagai asam yang teradsorbsi. Sedangkan jumlah situs basa adalah jumlah (atau mmol) situs basa per unit berat atau per unit luas permukaan. Dari hasil uji penentuan situs basa yang dilakukan dengan metode titrasi, dapat diketahui bahwa jumlah situs basa yang terdapat pada katalis dolomit yaitu sebesar 0,035 mmol/g. Jumlah dan kekuatan situs basa sangat erat dengan aktifitas katalitik suatu katalis. Jumlah dan rentang kekuatan situs basa yang besar menunjukan bahwa katalis dolomit ini memiliki aktifitas katalitik yang besar. Sehingga pada proses sintesis biodiesel, reaksi akan berjalan dengan cepat dan asam lemak yang terkonversi dapat mencapai nilai maksimumnya.

B. Sintesis Biodiesel Pada proses esterifikasi, lamanya reaksi yang berlangsung memberi pengaruh terhadap turunnya bilangan asam minyak nyamplung (Tamanu Oil). Lama reaksi yang memberikan hasil bilangan asam paling kecil adalah reaksi selama 4 jam yaitu 1,742 mg KOH/g. Berikut ini adalah grafik penurunan bilangan asam yang terjadi pada reaksi esterifikasi.

Gambar 5. Grafik Penurunan Bilangan Asam Setelah Reaksi Esterifikasi

Pada tahap transesterifikasi dilakukan proses transesterifikasi terhadap minyak nyamplung (Tamanu Oil) yang telah diesterifikasi sebelumnya. Proses transesterifikasi ini dilakukan dengan menggunakan minyak nyamplung (Tamanu Oil) yang telah diesterifikasi dengan waktu reaksi 4 jam. Penggunaan minyak nyamplung (Tamanu Oil) yang telah diesterifikasi selama1 4 jam disebabkan karena minyak nyamplung (Tamanu Oil) pada kondisi tersebut memiliki bilangan asam yang paling kecil. Dimana dengan semakin kecilnya bilangan asam, maka reaksi penyabunan pada saat proses transesterifikasi dapat dihindari (tidak terjadi transesterifikasi). Proses transesterifikasi ini dilakukan dengan menggunakan katalis dolomit termodifikasi. Hasil dari proses transesterifikasi kemudian diuji dengan menggunakan GC-MS. Melalui kromatogram GC-MS dapat diketahui besarnya konversi minyak nyamplung (Tamanu Oil) menjadi biodiesel. Dari perhitungan dapat diketahui bahwa rendemen reaksi transesterifikasi pada 1 jam (0,27%), 2 jam (0,57%), 3 jam (19,41%), 4 jam (92,34%) dan 5 jam (54,33%). Hasil ini menunjukan bahwa reaksi yang menghasilkan rendemen maksimal yaitu pada waktu reaksi 4 jam. Biodiesel dari minyak nyamplung (Tamanu Oil) ini memiliki karakteristik, yaitu kadar FFA atau bilangan asam sebesar 0,11 mg KOH/g, angka penyabunan sebesar 190,0446 mg KOH/g, dan kadar gliserol total sebesar 0,74%. Dari data-data tersebut dapat ditentukan besar konversi hasil biodiesel melalui perhitungan, yang kemudian diketahui bahwa konversi hasil biodiesel mencapai 92,82%. Bila

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

70


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award dibandingkan dengan standar SNI, biodiesel ini kurang memenuhi syarat yang ditetapkan SNI yaitu angka penyabunan maksimal 115 mg KOH/g dan kadar gliserol total maksimal 0,24%. Lamanya waktu reaksi yang diperlukan katalis dolomit termodifikasi untuk mengkonversi dengan maksimal disebabkan karena tingkat interaksi antara katalis dengan reaktan yang relatif lemah, sehingga

III. KESIMPULAN

Katalis dolomit termodifikasi dapat dibuat dengan cara mengkalsinasi dolomit pada suhu 850oC. Katalis dolomit termodifikasi yang dihasilkan memiliki luas permukaan 17,288 m2/g, sedangkan kekuatan dan jumlah situs basa dari katalis dolomit termodifikasi yaitu sebesar 7,2 < H– < 15,0 dan 0,035 mmol/g.

DAFTAR PUSTAKA

waktu yang diperlukan agar reaktan dapat terdifusi pada katalis juga menjadi lebih lama. Oleh karena itu, untuk mengkonversi trigliserida menjadi metil ester (biodiesel) pun juga semakin lama. Dalam reaksi ini yang berperan penting dalam reaksi bukanlah interaksi antara katalis dengan reaktan (absorbatabsorban), namun antara metoksi dengan trigliserida (absorban-absorban).

Katalis dolomit termodifikasi dapat digunakan untuk proses transesterifikasi dalam sintesis biodiesel. Dengan katalis dolomit termodifikasi nilai konversinya mencapai 92,34% pada waktu reaksi 4 jam. Biodiesel dari minyak nyamplung (Tamanu Oil) memiliki karakteristi antara lain, kadar FFA (bilangan asam) sebesar 0,11 KOH mL/g, angka penyabunan sebesar 190,0446 mg KOH/g, dan kadar gliserol total sebesar 0,74%.

[6]

Darnoko, D dan M. Cheyan, Kinetics of Plam Oil Transestrification in a Bstvh Reactor, JAOCS, Vol 77, No. 12, pp.1263-1267, 2000.

[1]

Mahfuds, 2008. Potensi Pengembangan Nyamplung. “Potensi dan Peluang Nyamplung sebagai Bahan Baku Biodiesel di Indonesia”. Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jogjakarta.

[7] Liu Xuejun, Xianglan Piao, Yujun Wang, Shenlin Zhu, Huayang He, Calcium Methoxide As A Solid Base Catalyst for the Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel With Metahnol, Elsevier Fuel, Vol. 87 pp.1076-1082, 2008.

[2]

Amri, I. 2007. Dilema, Biofuel sebagai Sumber Energi Alternatif. Faculty of Chemical and Natural Resource Engineeering. UTM. Malaysia.

[8] Ngamcharussrivichai, C., Wipawee W., Sarunyarak W., Modified dolomides as catalyst for palm kernel oil transesterification, Journal of Molecular Catalyst, Vol. 276, pp.24-33, 2007.

[3] Kouzu, Masato., Takekazu Kasuno., Masahiko Tajika., Yoshikazu Sugimoto., Shinya Yamakanaka., Jusuke Hidaka, Calcium Oxide as Solid Base Catalyst for Transesterification of Soybean Oil and its Application to Biodiesel Production, Elsevier Fuel, Vol 87, pp.798-2806, 2008. [4]

[3]

Warren, John. 2000. Dolomite: occurence,evolution and economically important associations. University Brunai Darussalam. Bandar Seri Begawan. Andya, W. F. 2011. Pengembangan Katalis Kalsium Oksida untuk Sintesis Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, pp.66-73, 2012.

[9]

Pakpahan, A. 2001. Palm Biodiesel Its Potency, Technology, Business Prospect, and Environmental Implication in Indonesia. Proceeding of the International Biodiesel Workshop, Enhancing Biodiesel Development and Use. Dalam skripsi Kajian Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Biji Nyamplung oleh Dedeh muniarsih, 2009.

[10] Scuchardt Ulf, Ricardo Sercheli, Rogerio Matheus Vargas, Transesterification of Vegetable Oils: a Review. Chem. Soc, Vol. 9, No. 1, pp.199-210, 1998. [11] Yan, Shuli., Manhoe Kim., Steven O. Slley., K.Y. Simon Ng., Oil Transesterification over Calcium Oxide Modified with Lanthanum, Elsevier Applied catalysis A, Vol. 360, pp.163-170, 2009.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

71


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

Restrukturisasi Perdagangan: Identifikasi Potensi Industri Domestik Menggunakan Analisis Pemetaan Produk untuk Meningkatkan Daya Saing Ekspor Trade Restructurization: Identification of Domestic Industry Potentials Using Product Mapping Analysis to Enhance Exports Competitiveness Dyah Savitri Pritadrajati1,a Faculty of Economics and Business, Universitas Gadjah Mada, Jln. Sosio Humaniora Bulaksumur No. 1, Yogyakarta 55281, Indonesia a Email: dyah.pritadrajati@gmail.com

1

Abstrak- Keluhan akan banjir produk impor, terutama produk murah dari Cina, ke dalam pasar Indonesia sebagai hasil liberalisasi perdagangan kerap muncul. Sebagian besar mengungkapkan bahwa produk Indonesia belum dapat bersaing dengan produk asing karena harganya yang relatif mahal. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu mengidentifikasi kekuatan dan merancang strategi perdagangan agar dapat bersaing dalam pasar internasional. Penulisan paper ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi industri dalam negeri menggunakan analisis pemetaan produk (product mapping) yang dapat digunakan untuk merancang strategi peningkatan daya saing. Analisis pemetaan produk disusun dengan menggunakan Revealedp Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dan Trade Balance Index (TBI). Dalam analisis tersebut,

makna produk ekspor yang unggul dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu neraca perdagangan domestik dan daya saing internasional. Selanjutnya dari pemetaan produk yang dilakukan dapat diketahui industri mana saja yang memiliki potensi untuk dikembangkan demi meningkatkan daya saing ekpor produk dalam negeri. Selain itu, pemerintah dan swasta juga mampu menyusun kebijakan serta rencana investasi yang lebih terarah berdasarkan potensi-potensi industri yang ada. Kata Kunci —

perdagangan internasional, daya

saing, pemetaan produk.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

72


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Abstract- Complaints toward the overflowing imported products, especially cheap products from China, into the Indonesian market as a result of trade liberalization often arise. Most of the products produced by Indonesia are considered unable to compete with other imported products since the price is relatively expensive. Therefore, Indonesia must be able to identify its strengths as well as to devise trading strategies in order to be able to compete in international markets. This paper aims to identify the potentials of the domestic industries using product mapping analysis that can be used to design strategies to enhance competitiveness. Product mapping analysis is developed using the Revealed Symmetric Comparative Advantage

I. PENDAHULUAN

Keluhan akan banjir produk impor, terutama produk murah dari Cina ke dalam pasar Indonesia sebagai hasil liberalisasi perdagangan kerap muncul di berbagai media. Sebagian besar mengungkapkan bahwa produk Indonesia belum dapat bersaing dengan produk asing karena harganya yang relatif mahal terutama jika dibandingkan dengan produk import lainnya. Namun jika diteliti lebih lanjut pernyataan tersebut tidak dapat begitu saja dijustifikasi karena sebenarnya Indonesia memiliki jumlah kekayaan alam dan jumlah tenaga kerja berupah rendah (low-cost labor) yang cukup signifikan. Keunggulan komparatif ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan industri yang unggul dan meraih keuntungan dari liberalisasi perdagangan. Tidak hanya tugas pemerintah namun juga pihak swasta untuk dapat mendorong potensi industri manufaktur dengan melakukan investasi sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Sebuah industri yang kompetitif akan mampu membantu menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja yang terus tumbuh dan membantu sektor perdagangan Indonesia untuk memperoleh keuntungan dari liberalisasi perdagangan. Namun sejauh ini industri

(RSCA) and the Trade Balance Index (TBI). In this analysis, leading exported products can be seen from two different viewpoints, namely the domestic trade balance and international competitiveness. Furthermore, the product mapping can be used to analyze which industries have the potentials to be developed in order to enhance the domestic product competitiveness in the international market. In addition, the government and private sectors are also able to formulate a more targeted policy and investment planning based on the existing industry potentials. Keywords— international trade, competitiveness, product mapping.

di Indonesia belum cukup kuat untuk memenuhi tantangan berbagai liberalisasi perdagangan. Kondisi ini adalah akibat langsung dari kurangnya investasi dalam industri ketimbang liberalisasi perdagangan itu sendiri. Misalnya, tingginya biaya produksi adalah hasil dari biaya transportasi yang tinggi, waktu pengiriman yang lama, tarif listrik yang tinggi dan lain sebagainya. Investasi dalam pembentukan industri yang kompetitif akan menjadi indikator kunci dari kesuksesan restrukturisasi di Indonesia. Ada banyak rintangan untuk investasi tersebut, termasuk infrastruktur yang buruk, peraturan ketenagakerjaan serta perizinan yang ketat. Menurut Doing Business Index yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, Indonesia di tahun 2013 berada pada posisi 128 dari 185 negara. Posisi tersebut masih menunjukkan prestasi yang buruk bagi investasi di Indonesia karena investor masih menganggap bahwa investasi di Indonesia kurang menguntungkan dan cukup berisiko walaupun Indonesia telah meningkat dua poin dari tahun sebelumnya [1]. Rintangan tersebut harus diatasi melalui intervensi kebijakan dari pemerintah antara lain dengan adanya restrukturisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kerangka kelembagaan, peraturan dan kebijakan untuk meminimalkan hambatan dan dengan demikian mampu meningkatkan daya saing dan kinerja ekonomi Indonesia. Kesempatan yang dapat diperoleh melalui

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

73


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award keterbukaan perdagangan dan investasi asing (foreign direct investment) tidak dapat terwujud jika kebijakan yang ada tidak mendukung persaingan dan efisiensi. Restrukturisasi perdagangan akan membantu mendukung liberalisasi perdagangan dengan meningkatkan daya saing industri di Indonesia. Suatu kebijakan tidak dapat mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat walaupun demikian perlu adanya komitmen atau political will dari pihak pemerintah untuk melaksanakan restrukturisasi yang menyakitkan ini demi mencapai perdagangan terbuka dan masa depan yang lebih baik industri dan perdagangan di Indonesia. Untuk membantu mendukung jalannya restrukturisasi dalam perdagangan Indonesia perlu dilakukan identifikasi potensi industri dalam negeri sebagai dasar untuk merancang strategi perdagangan melalui paketpaket kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, dalam penulisan paper ini dilakukan identifikasi potensi industri dalam negeri menggunakan analisis pemetaan produk (product mapping) yang dikembangkan oleh Widodo (2009) dan disusun dengan menggunakan Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dan Trade Balance Index (TBI). Selanjutnya dari pemetaan produk (product mapping) yang dilakukan dapat diketahui industri mana yang memiliki potensi untuk dikembangkan demi meningkatkan daya saing ekpor dalam negeri. Selain itu, pemerintah dan swasta juga mampu menyusun paket-paket kebijakan dan rencana investasi yang mendukung secara lebih terarah berdasarkan potensi-potensi industri yang ada.

II. DASAR TEORI

A. Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) Dalam ilmu ekonomi, keunggulan komparatif mengacu pada kemampuan suatu pihak untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan biaya marjinal (marginal cost) dan biaya kesempatan (opportunity cost) yang lebih rendah dibandingkan

pihak yang lain [2]. David Ricardo adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep keunggulan komparatif ini. Ungkapan “komparatif” berarti relatif, bukan mutlk atau absolute [3]. Bahkan jika satu negara lebih efisien dalam memproduksi semua barang (absolute advantage) dibandingkan pihak yang lain, kedua negara masih akan mendapatkan manfaat dari perdagangan, selama di antara keduanya masih memiliki efisiensi relatif yang berbeda. Suatu negara harus melakukan speasialiasi dalam produksi dan ekspor komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan melakukan impor komoditas yang tidak memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif negara atas suatu komoditas dapat direpresentasikan dengan indikator-indikator sebagai berikut: i.

Revealed Comparative Advantage (RCA) Indeks RCA menggunakan pola perdagangan untuk mengidentifikasi sektor-sektor dalam perekonomian yang memiliki keunggulan komparatif, dengan membandingkan proporsi ekspor komoditas suatu negara dengan dengan rata-rata dunia [4]. RCA dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1)

RCAij merupakan Revealed Comparative Advantage negara i untuk kelompok produk j; dan Xij menunjukkan total ekspor negara i pada kelompok produk j. Subscript r mengacu pada semua negara-negara tanpa negara i, dan subscript n mengacu pada semua kelompok produk kecuali kelompok produk j. Nilai indeks bervariasi dari 0 hingga tak terbatas (0 ≤ RCAij ≤ ∞). RCAij lebih besar dari satu berarti negara i memiliki keunggulan komparatif dalam kelompok produk j. Sebaliknya, RCAij kurang dari satu menunjukkan bahwa negara i memiliki

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

74


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award comparative produk j.

disadvantage

dalam

kelompok

ii. Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) RCAij menghasilkan nilai yang tidak dapat dibandingkan pada kedua sisi distribusi, Dalum et al. (1998) dan Laursen (1998) menyusun RSCA, yang dirumuskan sebagai berikut [5] [6]:

(2 )

Nilai-nilai indeks RSCAij dapat bervariasi dari minus satu hingga satu (-1 ≤ RSCAij ≤ 1). RSCAij lebih besar dari nol menunjukkan bahwa negara i memiliki keunggulan komparatif dalam kelompok produk j. Sebaliknya, RSCAij kurang dari nol menyiratkan bahwa negara i memiliki comparative disadvantage dalam kelompok produk j.

B. Spesialisasi Ekspor Dari sudut pandang domestik, produk ekspor yang unggul adalah produk ekspor yang dapat memberikan jumlah devisa yang lebih besar bagi perekonomian domestik. Oleh karena itu, Trade Balance Index (TBI) digunakan untuk menganalisis apakah negara memiliki spesialisasi dalam ekspor (sebagai net-eksportir) atau impor (sebagai netimportir) untuk kelompok produk tertentu [7]. TBI dapat dirumuskan sebagai berikut: (3 )

TBIij menunjukkan indeks neraca perdagangan negara i untuk kelompok produk j; Xij dan Mij masing-masing mewakili ekspor dan impor dari

EDISI KHUSUS kelompok produk j oleh negara i. Rentang nilai indeks berada dari minus satu hingga satu (-1 ≤ TBIij ≤ 1). Jika TBI sama dengan -1 berarti sebuah negara hanya melakukan impor, sebaliknya, TBI sama dengan +1 berarti sebuah negara hanya melakukan ekspor. Indeks tidak dapat didefinisikan (undefined) ketika sebuah negara tidak ekspor dan tidak impor. Setiap nilai di antara -1 dan +1 menyiratkan bahwa negara melakukan ekspor dan impor komoditas secara bersamaan. Suatu negara disebut sebagai "net-importir" dalam kelompok produk tertentu jika nilai TBI adalah negatif, dan sebagai "net-eksportir" jika nilai TBI adalah positif.

III. METODOLOGI

Analisis pemetaan produk (product mapping) yang dilakukan mengikuti metode yang dikembangkan oleh Widodo (2009). Dalam model tersebut makna produk ekspor yang unggul dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu neraca perdagangan domestik dan daya saing internasional [8]. Pertama dari sudut pandang domestik, argumen ini mengarah pada produk ekspor yang dapat memberikan cadangan devisa yang lebih besar bagi perekonomian domestik. Dari sudut pandang ini, semakin tinggi porsi produk tertentu dalam total ekspor domestik maka semakin signifikan kontribusi ekspor produk ini bagi perekonomian domestik. Kedua, dari sudut pandang daya saing internasional, produk yang unggul adalah produk yang memiliki keunggulan komparatif yang tinggi di pasar internasional. Suatu produk yang unggul adalah yang memiliki porsi besar dalam total ekspor dunia. Menurut Widodo (2009) terdapat dua variabel penting dalam analisis keunggulan komparatif catching-up economies yakni neraca perdagangan domestik (domestic trade-balance) dan daya saing internasional (international competitiveness). Dengan demikian alat analisis yang meliputi kedua variabel tersebut perlu dikembangkan. Revealed Symmetric Comparative

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

75


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award Advantage (RSCA) yang dikembangkan oleh Dalum et.al (1998) dan Laursen (1998) digunakan sebagai indikator keunggulan komparatif dan Trade Balance Index (TBI) yang dikembangkan oleh Lafay (1992) digunakan sebagai indikator aktivitas ekspor dan impor [8]. Pemetaan produk (product mapping) disusun dengan menggunakan RSCA dan TBI. Produk dalam SITC dapat dikategorisasikan menjadi empat yaitu kelompok A, B, C, dan D seperti yang digambarkan dalam Gambar 1. Kelompok A terdiri dari produk yang memiliki keduanya, keunggulan komparatif dan spesialisasi ekspor; kelompok B terdiri dari produk yang memiliki keunggulan komparatif namun tidak memiliki spesialisasi ekspor; kelompok C terdiri dari produk yang memiliki spesialisasi ekspor namun tidak memiliki keunggulan komparatif; dan kelompok D terdiri dari produk yang tidak memiliki keduanya [8].

Categories (BEC). Penelitian ini menggunakan SITC Revisi 2, 3 digit dan fokus pada 237 kelompok produk. Sesuai dengan hasil pengolahan data ekspor dan impor Indonesia yang menghasilkan nilai Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA), Trade Balance Index (TBI), serta pemetaan produk (product mapping), komoditas yang dihasilkan oleh industri dalam negeri dapat dikelompokkan sebagai berikut: kelompok A (52 komoditas), kelompok B (7 komoditas), kelompok C (29 komoditas), dan kelompok D (149 komoditas). Dalam kata lain, 22 persen produk Indonesia ada dalam kelompok A, 3 persen dalam kelompok B, 12 persen dalam kelompok C, dan 63 persen dalam kelompok D. Pernyataan tersebut dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Komoditas berdasarkan Product Mapping

Jumlah Komoditas

Persentase (%)

Kelompok A

52

22

Kelompok B

7

3

Kelompok C

29

12

Kelompok D

149

63

Kelompok

Gambar 1. Pemetaan Produk (Product Mapping)

Gambar 2 memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai IV. HASIL ANALISIS

pemetaan produk berdasarkan RSCA dan TBI.

Data yang digunakan dalam paper ini adalah data ekspor dan impor yang dipublikasikan oleh Perserikatan BangsaBangsa (PBB), yaitu United Nations Commodity Trade Statistics Database (UNCOMTRADE) [9]. Komoditas yang diperdagangkan secara internasional diklasifikasikan berdasarkan standar klasifikasi seperti, Standard International Trade Classification (SITC), Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) and the Broad Economic

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

76


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

431 232 424

1.00

687 72

267 335

651 751 641

74

653 554 625

333 785

RSCA2013

266 531 81 0.00 726

635

598 98

562 273

656 652 551

522

513

591

898

62 292

691

514

265

642 899

34

842 269

845

35

666 848 821

671 288 894 723 612 847 46 223 895 664 693 582 775 772585 663 58 48 684 793 659 583 873 941 628 771 57 665 883 1 661 658 711 655 831 893 553 764 677 697 784 713 233 884 743 712 281 749 61 662 277759 881 592 694 782 781 263 54 73 323 22 681 776 679 742 745 56 812 334 897 541 695 725 896 786872 47 774 752 674 511

289 246

851

846

762 773 682

621

778

763 761 248

37

122 843

532

844

71

341

512

121

36

634

251 0.50

322 91 245

75

611

971

678

-0.50

42 25

41

724 411 12

-1.00 -1.00

892

244 885

112

268 613 -0.50

Secara rinci, komoditas dalam kelompok B dan C tersebut dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini: 688

667

286 0.00

yaitu yang memiliki keunggulan komparatif dan spesialisasi ekspor. Agar komoditas dalam kelompok B dapat unggul menjadi komoditas dalam kelompok A, maka perlu dilakukan peningkatan ekspor yang menjadi ranah kebijakan Kementrian Perdagangan. Sedangkan agar komoditas dalam kelompok C dapat unggul menjadi komoditas dalam kelompok A, maka perlu dilakukan dorongan industri secara sektoral yang merupakan ranah kebijakan Kementrian Perindustrian.

0.50

1.00

TBI2013

Tabel 2. Komoditas SITC Rev. 2 dalam Kelompok B SITC

Gambar 2. Product Mapping untuk Komoditas SITC Rev.2 Tahun 2013

Gambar 2 selain menjelaskan pemetaan produk, juga menunjukkan hubungan positif antara keunggulan komparatif dengan keseimbangan perdagangan (trade balance). Semakin tinggi keunggulan komparatif dari komoditas tertentu, maka semakin tinggi pula kemungkinan suatu negara untuk menjadi net-eksportir. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ricardo (1817) mengenai teori keunggulan komparatif bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan dengan melakukan ekspor barang dan jasa yang memiliki keunggulan komparatif yang lebih besar dan melakukan impor barang dan jasa yang memiliki keunggulan komparatif yang lebih kecil [3]. Dari keempat kelompok tersebut, pemerintah selaku pembuat kebijakan dan swasta selaku investor baiknya fokus pada komoditas dalam kelompok B dan C. Kelompok B terdiri dari produk yang memiliki keunggulan komparatif namun tidak memiliki spesialisasi ekspor, sedangkan kelompok C terdiri dari produk yang memiliki spesialisasi ekspor namun tidak memiliki keunggulan komparatif. Upaya peningkatan daya saing dilakukan agar komoditas dalam kelompok B dan C dapat menjadi komoditas dalam kelompok A,

Rev. 2

Description

RSCA 2013

TBI 2013

Product Mapping

121

Tobacco unmanufactured; tobacco refuse

0.156507

-0.51725

B

266

Synthetic fibres suitable for spinning

0.085918

-0.62269

B

333

Crude petroleum and oils obtained from bituminous minerals

0.211367

-0.14212

B

531

Synthetic dye, natural indigo, lakes

0.062143

-0.46209

B

562

Fertilizers, manufactured

0.016268

-0.44365

B

653

Fabrics, woven, of man-made fibres (not narrow or special fabrics)

0.390981

-0.04371

B

785

Cycles, scooters, motorized or not; invalid carriages

0.162042

-0.10589

B

Tabel 3. Komoditas SITC Rev. 2 dalam Kelompok C SITC Description

RSCA 2013

TBI 2013

Product Mapping

Rev. 2 047

Other cereal meals and flour

-0.87227

0.624159

C

048

Cereal, flour or starch preparations of fruits or vegetables

-0.2509

0.056257

C

058

Fruit, preserved, and fruits preparations

-0.34649

0.443057

C

112

Alcoholic beverages

-0.95082

0.324117

C

223

Seeds and oleaginous fruit, whole or broken, for other fixed oils

-0.22993

0.472924

C

-0.15292

0.513573

C

265

Vegetable textile fibres, excluding cotton, jute, and

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

77


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award waste 281

Iron ore and concentrates

-0.59023

0.161983

C

288

Non-ferrous base metal waste and scrap, nes

-0.20542

0.281817

C

514

Nitrogen-function compounds

-0.05893

0.061359

C

642

Paper and paperboard, precut, and articles of paper or paperboard

-0.11239

0.033643

C

658

Made-up articles, wholly or chiefly of textile materials, nes

-0.46658

0.571039

C

659

Floor coverings, etc

-0.38484

0.34273

C

664

Glass

-0.25395

0.04417

C

667

Pearl, precious and semiprecious stones, unworked or worked

-0.96711

0.908919

C

671

Pig and sponge iron, spiegeleisen, etc, and ferroalloys

-0.12667

0.018465

C

681

Silver, platinum and other metals of the platinum group

-0.73935

0.632684

C

688

Uranium depleted in U235, thorium, and alloys, nes; waste and scrap

-0.90554

1

C

691

Structures and parts, nes, of iron, steel or aluminium

-0.05069

0.191875

C

775

Household type equipment, nes

-0.24908

0.094326

C

821

Furniture and parts thereof

-0.02637

0.61774

C

831

Travel goods, handbags etc, of leather, plastics, textile, others

-0.49574

0.040094

C

847

Clothing accessories, of textile fabrics, nes

-0.22868

0.575505

C

883

Cinematograph film, exposed and developed

-0.35099

0.342484

C

894

Baby carriages, toys, games and sporting goods

-0.24851

0.377456

C

896

Works of art, collectors' pieces and antiques

-0.91751

0.76796

C

897

Gold, silver ware, jewelry and articles of precious materials, nes

-0.77113

0.664401

C

899

Other miscellaneous manufactured articles, nes

-0.15682

0.146233

C

941

Animals, live, nes, (including zoo animals, pets, insects, etc)

-0.41003

0.721634

C

971

Gold, non-monetary (excluding gold ores and concentrates)

-0.22642

0.968028

C

V. DISKUSI KEBIJAKAN

Melakukan restrukturisasi perdagangan dapat diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan perekonomian untuk meningkatkan hasil yang diperoleh dari produk dimana suatu negara memiliki keunggulan komparatif dan mampu menghasilkan devisa bagi negara (net-ekspor). Dalam hal ini, peningkatan daya saing ekspor dan industri dapat dilakukan melalui beberapa strategi, baik strategi yang dilihat dari perspektif peningkatan efisiensi maupun pemasaran hasil produksi. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam infant industry cenderung membutuhkan waktu dan biaya yang lebih tinggi untuk melakukan pengembangan teknologi. Secara agregat, pengembangan teknologi ini dapat dilihat dalam analisis learning curve (Krugman, 2006). Perusahaan atau industri yang bergerak dalam skala kecil akan menghadapi biaya rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang mapan. Dari perspektif harga jual produk, infant industry cenderung tidak dapat bersaing dengan industri serupa yang sudah matang milik negara lain. Rendahnya daya saing dalam variabel harga sangat berpengaruh kepada kemampuan produk untuk memenangkan persaingan di pasar, sehingga apabila penurunan biaya tidak dilakukan maka produk akan gagal di pasaran. Arahan bagi perusahaan-perusahaan dalam perekonomian untuk bersikap lebih kooperatif ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk secara nasional. Khususnya dalam fase infant industry, pola interaksi antarpelaku bisnis dalam industri akan berkembang lebih cepat melalui kegiatan-kegiatan kooperatif. Kooperasi ini dapat diartikan sebagai sinkronisasi faktor-faktor produksi dan pemanfaatan keunggulan masing-masing perusahaan secara kolektif. Kooperasi antarpelaku bisnis akan membantu industri mencapai level biaya rata-rata yang lebih rendah. Namun, hasil ini mensyaratkan adanya fungsi biaya yang identik antarpelaku bisnis dalam industri tersebut. Identifikasi

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

78


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award fungsi biaya ini dapat tercapai melalui sinkronisasi faktor-faktor produksi, khususnya teknologi dan barang modal yang cenderung lebih beragam dibandingkan tenaga kerja. Apabila teknologi dapat diklasifikasikan sebagai barang publik dalam industri, maka kebijakan yang pro pengembangan teknologi layaknya menjadi tanggungjawab pemerintah dalam mendorong kemajuan industri secara kolektif. Insentif sebaiknya diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang berprestasi dalam pengembangan teknologi di industrinya masing-masing. Bentuknya dapat berupa tax holiday atau pemberian subsidi sebagai kompensasi pengganti biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan. Alternatif lain yang dapat dijadikan solusi adalah pengadaan transfer teknologi oleh pemerintah kepada industri, baik dengan cara pemberian kredit khusus bagi pembelian barang modal berteknologi tinggi maupun pelatihan-pelatihan yang melibatkan pelaku bisnis. Melalui kerjasama dengan sektor swasta, pemerintah juga dapat berperan sebagai agen yang melakukan pemasaran secara kolektif bagi perusahaan-perusahaan dalam infant industry. Secara individual, perusahaan yang masih berproduksi dalam skala kecil akan menghadapi biaya dengan proporsi yang tinggi apabila akan melakukan penetrasi ke dalam pasar baru (ekspor). Subsidi dan pemasaran kolektif dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu strategi peningkatan ekspor. Model Sogo Shosha (Yoshino et al, 1986) yang dikembangkan di Jepang menjadi salah satu contoh sukses dari strategi collective marketing bagi industriindustri kecil. Dengan memfokuskan usaha-usaha pemasaran dalam satu instansi, biaya dalam memasarkan produk dapat ditekan [10]. Fenomena assymetric information yang sering terjadi antarpelaku bisnis juga dapat diminimalisasi dengan memfokuskan pusat informasi dalam instansi ini. Instansi ini akan bertanggungjawab dalam memasarkan produk dan menginisiasi penetrasi pasar bagi produk-produk infant industry. Pembentukan instansi collective marketing ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan pihak swasta dan pemerintah dalam bentuk private-public partnership (PPP). Pihak swasta bertanggungjawab dalam

EDISI KHUSUS pengelolaan secara profesional dan pihak pemerintah dapat mendukung instansi ini dalam penyediaan ekuitas. Pemanfaatan koneksi dan hubungan luar negeri juga bisa menjadi nilai tambah yang dapat disediakan pemerintah dalam PPP. Pemasaran dilakukan dengan pengadaan dan partisipasi dalam acara-acara pameran internasional maupun penetrasi langsung berdasarkan kerjasama-kerjasama yang telah dijalin baik oleh pihak pemerintah maupun swasta. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan instansi ini antara lain adalah model institusi, model pemberian insentif dan tata kelola organisasi. Desain institusi harus mengatur tentang hubungan-hubungan antarpihak secara jelas dan aturan-aturan main diarahkan dalam membangun kooperasi antarpelaku bisnis. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan hak dan kewajiban yang sama, tentunya tanpa mengabaikan sistem insentif yang baik untuk mendorong perkembangan industri. Karakter rent seeking yang sering dijumpai dalam instansi pemerintahan tidak boleh diadopsi ke dalam suatu organisasi yang mengedepankan daya saing sebagai ujung tombak. Untuk pihak swasta, kontribusi melalui information sharing memiliki peranan penting dalam membangun sumber daya institusi. Kapasitas jaringan individual yang dimiliki oleh suatu produsen dapat dibagikan, tentunya dengan insentif-insentif yang disepakati. Kemudian, penyediaan SDM oleh sektor swasta yang dikelola secara profesional menjadi salah satu poin tersendiri yang dapat menjadi kontribusi swasta dalam pengembangan industri ini demi mencapai economies of scale. Peningkatan daya saing industri tidak hanya dilakukan dari segi marketing, namun juga perlu memperhatikan aspek infrastruktur dan aksesibilitas industri terhadap faktor produksi. Berdasarkan pemeringkatan infrastruktur yang dibuat oleh World Economic Forum, dari 100 negara yang disurvei Indonesia berada pada peringkat 78. Hal ini menandakan Indonesia masih kurang kompetitif dalam hal infrastruktur dalam menjalankan bisnis. Padahal, infrastruktur merupakan salah satu faktor utama yang menentukan efisiensi dari suatu bisnis. Infrastruktur yang baik akan menghasilkan

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

79


EDISI KHUSUS

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award low cost economy di mana perusahaan dapat melakukan aktivitas ekonomi dengan biaya rendah. Hal ini menjadi suatu masalah umum yang seharusnya diperhatikan juga oleh pemerintah, mengingat infrastruktur merupakan barang publik yang menjadi tanggungjawab otoritas publik. Selain infrastruktur, pola aglomerasi industri menjadi salah satu cara yang dapat digunakan dalam menekan biaya perusahaan. Pendirian suatu kawasan industri yang khusus pada produksi produk tertentu menghilangkan assymetric information dalam pasar, dimana seluruh perusahaan memiliki kesempatan yang sama dalam hal aksesibilitas terhadap faktor produksi. Selain itu, pembangunan infrastruktur dalam kawasan industri akan lebih efektif dibandingkan apabila harus membangun konektivitas antarkawasan yang berbedabeda.

industri dalam negeri, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan pemerintah yaitu: (1) pengembangan institusi collective marketing, (2) kooperasi antarpelaku dalam industri, dan (3) insentif pajak beserta pembangunan infrastruktur. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi industri dan daya saing dalam pasar dunia. Untuk mencapai efisiensi dalam pelaksanaan strategi peningkatan daya saing perdagangan ini, pemerintah dan pelaku industri harus melakukan koordinasi dan penyelarasan informasi antarkedua belah pihak agar tidak terjadi kebijakankebijakan yang tidak tepat. Selain itu, sifat-sifat rent seeking yang seringkali ditemui dalam birokrasi harus dihilangkan agar tidak menjadi bumerang bagi efisiensi. Komitmen semua pihak untuk bekerjasama demi kepentingan kolektif menjadi syarat mutlak yang diperlukan agar tujuan akhir yaitu kesejahteraan bersama dapat tewujud.

DAFTAR PUSTAKA V. KESIMPULAN [1]

Suatu negara sebaiknya melakukan spesialisasi dan fokus terhadap pengembangan industri tertentu agar bisa menghasilkan output yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan analisis menggunakan model product mapping, pemerintah selaku pembuat kebijakan dan swasta selaku investor baiknya fokus pada komoditas dalam kelompok B dan C. Kelompok B terdiri dari produk yang memiliki keunggulan komparatif namun tidak memiliki spesialisasi ekspor, sedangkan kelompok C terdiri dari produk yang memiliki spesialisasi ekspor namun tidak memiliki keunggulan komparatif. Upaya peningkatan daya saing dilakukan agar komoditas dalam kelompok B dan C dapat menjadi komoditas dalam kelompok A, yaitu yang memiliki keunggulan komparatif dan spesialisasi ekspor. Berbagai kendala masih dihadapi oleh beberapa industri, terutama yang masih tergolong infant industry. Untuk mendukung perkembangan

The World Bank, Doing Business Index, dikutip 9 Oktober 2013 dari The World Bank: http://www.doingbusiness.org/. [2] P. Krugman, International Economics: Theory and Policy, Boston: Pearson, 2006. [3] D. Ricardo, On the Principles of Political Economy and Taxation, London: John Murray, 1817. [4] B. Balassa, “Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage”, The Manchester School of Economics and Social Studies, Vol. 33, No. 2, pp. 99-123, 1965. [5] B. Dalum, K. Laursen, G. Villumsen, “Structural Change in OECD Export Specialization Patterns: Despecialization and Stickiness”, International Review of Applied Economics, Vol. 12, pp. 447-467, 1998. [6] K. Laursen, “Revealed Comparative Advantage and The Alternatives as Measures of International Specialization”, DRUID Working Paper, No. 98-30, Danish Research Unit for Industrial Dynamics (DRUID), 1998. [7] G. Lafay. “The Measurement of Revealed Comparative Advantages”, in M.G. Dagenais and P.A. Muet (eds.), International Trade Modeling.London: Chapman & Hill, 1992.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

80


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

[8] T. Widodo, “Comparative Advantage: Theory, Empirical Measures and Case Studies�, Review of Economic and Business Studies, Issue 4, pp 57-82, 2009. [9] The United Nations (UN), United Nation Commodity Trade Statistics Database (UN COMTRADE), dikutip 23 Juni 2014 dari http://unstats.un.org/unsd/servicetrade/. [10] M. Yoshino dan L. Thomas. The Invisible Link: Japan's Sogo Shosha and the Organization of Trade, Boston: MIT Press.

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

81


Tokyo Tech Indonesian Commitment Award

EDISI KHUSUS

Vol. 1 No. 23, Feb 2015

82


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.