Majalah INOVASI ISSN: 0917-8376 Volume 10/XX/MARET 2008 No. Hal EDITORIAL Membangun Jakarta dengan Transportasi yang Nyaman dan Manusiawi
1
TOPIK UTAMA 1.
Sistem Transportasi Yang Berkesinambungan Di DKI Jakarta
3
2.
Tautan Morfologi, Transport, Dan Lingkungan Kota: Perspektif Kebijakan Kota-Kota Jepang
8
3.
Reformasi Transportasi Publik Di Jakarta : Sebuah Kisah Sukses
14
INOVASI 1.
Pemanfaatan Teknologi Informasi Sebagai Salah Satu Solusi Untuk Mengurangi Kemacetan
19
Dan Polusi Di Jakarta 2.
Sistem Navigasi Kendaraan Bermotor Di Jakarta
25
IPTEK 1.
Produksi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) Di Daerah Bercurah Hujan Tinggi Di
29
Kabupaten Bogor 2.
Potret Kondisi Emisi Gas Buang Kendaraan Di Jakarta
38
KESEHATAN 1.
Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan
45
2.
Germline Stem Cells: Regenerasi Sel Telur Ilmu Baru Dari Paradigma Lama
49
3.
Sehat Dan Cantik Dengan Bekatul
51
NASIONAL 1.
Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Peranan Komisi Yudisial Dalam Menjaga
55
Kekuasaan Kehakiman
HUMANIORA 1.
Apa Yang Seharusnya Diajarkan Kepada Anak Tentang Kota Dan Transportasi ?
61
2.
Jakarta Di Antara Kuda Dan Mesin Bertenaga Kuda
67
3.
Kenangan Transportasi Kereta Uap : Antara Ambarawa Dan Pinjarra
71
4.
Halal Food In The Global Market: Benefits, Concerns And Challenges
75
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
EDITORIAL Membangun Jakarta dengan Transportasi yang Nyaman dan Manusiawi Nufransa Wira Sakti Graduate School of Modern Society and Culture, Niigata University E-mail: frans1108@yahoo.com Jakarta, dengan penduduknya yang sangat padat mempunyai permasalahan yang cukup berat berkaitan dengan transportasi. Kemacetan di Jakarta bukan hanya terjadi di jalan-jalan utama tapi juga sudah sampai ke jalan-jalan kecil serta jalan di kawasan perumahan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tidak diikuti dengan penambahan jumlah jalan dan perbaikan kualitas jalan yang memadai. Jumlah kendaraan bermotor didominasi oleh kendaraan bermotor roda dua. Berdasarkan data dari Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, kelompok pengendara kendaraan bermotor roda dua adalah penyebab utama kemacetan, pemicu kecelakaan lalu lintas serta pelanggar rambu lalu lintas terbanyak. Perilaku ini diikuti oleh angkutan umum mikrolet, metromini, hingga bus umum dan besar. Ketidaknyamanan dalam menggunakan jasa angkutan umum dengan sendirinya juga menyebabkan meningkatnya pemakaian kendaraan pribadi yang pada akhirnya menambah parah kemacetan. Padatnya kendaraan bermotor di Jakarta juga menyebabkan polusi udara yang berdampak buruk pada kesehatan warga Jakarta. Terobosan yang dilakukan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta dengan memperkenalkan sistem transportasi busway dalam upaya mengatasi kemacetan dianggap cukup tepat. Walaupun banyak mengundang kontra pada awal pengembangannya, busway yang menawarkan kenyamanan dengan fasilitas AC serta dapat mempersingkat waktu tempuh, mendapat sambutan yang hangat dari warga Jakarta. Busway juga dianggap lebih “manusiawi� bila dibandingkan dengan sarana angkutan umum lainnya. Dalam jangka pendek, tingkat efektivitas pemanfaatan busway diikuti dengan pemadatan pemukiman penduduk di pusat kota (pemusatan pemukiman penduduk) dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Sepanjang koridor, terminal atau halte busway dapat dibangun tempat tinggal / rumah susun dan didukung oleh fasilitas umum seperti bank, kantor pos, rumah sakit dan lain-lain. Di Jepang, pemadatan kota ini sudah berjalan lama seiring dengan pembangunan sarana tranportasi kereta api di dalam kota. Di sekitar stasiun kereta api di Jepang, dapat dengan mudah dijumpai sarana tempat tinggal / apartemen, pertokoan dan faslitas umum lainnya. Teknologi informasi juga dapat menjadi alternatif untuk mengurangi kemacetan. Sistem navigasi pada kendaraan bermotor dapat memberikan informasi yang akurat tentang kondisi jalan agar mempercepat mencapaian tujuan perjalanan. Selain itu, tingkat perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan canggih menjadikan berbagai aktifitas dapat dilakukan secara online. Kegiatan belajar mengajar, bekerja, belanja maupun aktifitas lainnya yang dapat dilakukan secara online menjadi alternatif bagi masyarakat sehingga tidak perlu melakukan suatu perjalanan. Terlepas dari keberhasilan pengadaan busway dalam mengatasi kemacetan, alat transpotasi ini tidak bisa sepenuhnya diandalkan untuk mengatasi kemacetan secara keseluruhan. Busway belum berhasil mengalihkan masyarakat kelas menengah ke atas untuk mengendarai kendaraan umum. Masyarakat kelas menengah ke atas inilah yang sebagian besar mempunyai kendaraan pribadi, bahkan memiliki lebih dari satu kendaraan pribadi, yang menambah hiruk pikuknya berkendaraan di Jakarta. Masih diperlukan moda transportasi alternatif selain busway yang nyaman, aman dan berkelas sehingga dapat mengalihkan sebagian besar pengguna kendaraan pribadi untuk menggunakan kendaraan umum. Di kota-kota besar di Jepang, para pemilik kendaraan pribadi dikenal dengan istilah �week end driver�. Mereka hanya menggunakan kendaraan pribadi pada saat menghabiskan akhir pekan ke tempat-tempat tertentu yang lebih nyaman dicapai dengan kendaraan pribadi. Untuk Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
1
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
bepergian ke tempat kerja, kebanyakan orang menggunakan kendaraan umum seperti kereta, kereta bawah tanah dan bis kota. Mulai dari buruh harian sampai pegawai tinggi pemerintahan lebih menyukai berkendaraan umum yang nyaman dan bebas dari kemacetan. Di samping itu, dengan kendaraan umum, waktu perjalanan dapat diperhitungkan dengan tepat serta selama perjalanan mereka dapat menghabiskan waktu dengan melakukan sesuatu yang bermanfaat seperti membaca atau berisitrahat. Model transportasi seperti kereta bawah tanah dan monorail dapat menjadi alternatif bagi pemerintah daerah Jakarta dalam mengalihkan para pengendara kendaraan pribadi agar mau mengendarai kendaraan umum. Tentunya alternatif ini harus dipikirkan secara matang sehingga target pemakai alat transportasi alternatif ini benar-benar tepat sasaran dan dapat mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Tingkat kenyamanan, kebersihan, keamanan dan ketepatan waktu yang tinggi, dapat menjadi daya jual bagi masyarakat segala lapisan. Selain alternatif di atas, sepeda juga bisa menjadi pilihan alat trasportasi untuk pergi bekerja. Pada saat ini, sudah banyak komunitas �bike to work� di Jakarta yang merupakan kumpulan para karyawan yang menggunakan sepeda menuju tempat kerjanya. Tentunya komunitas ini perlu mendapat perhatian agar dapat terus dikembangkan jumlahnya. Dengan bersepeda, tidak hanya dapat mengurangi tingkat polusi tapi juga dapat mengurangi tingkat kemacetan. Pemerintah daerah dapat menunjang komunitas ini dengan membuat jalur sepeda yang aman dan nyaman bagi pengendara sepeda. Pada tempat-tempat tertentu juga dapat disediakan tempat beristirahat bagi parta pengendara sepeda ini. Yang masih sangat jarang adalah tersedianya tempat parkir bagi para pengendara sepeda. Dalam jangka panjang, perencanaan tata kota yang matang, berkesinambungan dan terpadu serta edukasi kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengurangi kemacetan di ibukota. Sudah sangat sering kita menyaksikan perbaikan dan pembangunan jaringan baru di jalan umum oleh instansi yang berbeda seperti PAM atau PLN dalam jangka waktu yang berdekatan, sehingga menjadi penyebab kemacetan. Contoh paling parah adalah kemacetan luar biasa yang disebabkan oleh ekspansi pembangunan koridor busway serta banjir yang disebabkan oleh perencanaan tata kota yang tidak berjalan dengan baik. Edukasi kepada masyarakat usia muda juga tidak kalah pentingnya dalam membangun masyarakat yang sadar atas pentingnya fasilitas umum disertai dengan disiplin yang tinggi. Yang paling penting untuk ditanamkan kepada generasi masa depan adalah sosialisasi tentang kotanya secara umum dan secara khusus tentang pentingnya sarana umum termasuk sarana transportasi melalui praktik secara langsung.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
2
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
UTAMA SISTEM TRANSPORTASI YANG BERKESINAMBUNGAN DI DKI JAKARTA (Resume hasil Studium Generale bertema �Sustainable Transportation System in DKI Jakarta� yang dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2007 di Nagoya University, Jepang)
Penyusun Panel ahli: 1. Dr. Heru Sutomo (Direktur Pusat Studi Transportasi dan Logistik, Universitas Gadjah Mada) 2. Dr. Fauzy Ammari (Konsultan Senior, Dainichi Consultant, Inc, Gifu, Jepang) Tim Pembahas: 1. Institute for Science and Technology Studies (ISTECS) Chapter Jepang 2. Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang) 3. Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang) Komisariat Nagoya
Alamat korespondensi: Agustan Ketua PPI Komisariat Nagoya Kandidat Doktor di Graduate School of Environmental Studies, Nagoya University, Jepang. Aichi-ken, Nagoya-shi, Showa-ku, Kamimura-cho, 2-30 chome, Furo Mansion, 202, 466-0802, Japan. Telepon: +81-52-752-9029. Email: agustan@seis.nagoya-u.ac.jp
Ringkasan Eksekutif Akar Masalah Transportasi di DKI Jakarta: Penyegaran Semenjak dihentikannya pengoperasian trem oleh pemerintah DKI Jakarta era 1970an, bus sudah menjadi sarana transportasi umum yang penting disamping sarana transportasi yang lain. Namun, selama 30 tahun lebih, porsi penggunaan bus semakin menurun dibandingkan dengan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor, dimana rasio kendaraan pribadi (92%) dan umum (8%) menjadi semakin lebar perbedaannya), sehingga public transport share nya menurun dari sekitar 70% (tahun 1970-an) menjadi 57% (1985) dan 45% (2000). Di sisi lain, paling tidak dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, angkutan kereta hanya mengangkut sekitar 3% penumpang dan angka penumpang yang tidak membayar (free rider) mencapai 67%. Motorisasi mencapai puncaknya dengan pertumbuhan tertinggi 16% pertahun. Tahun 2004, angka penjualan mobil mencapai 500 ribu unit dan sepeda motor 4,5 juta unit tanpa pertumbuhan pembangunan dan perbaikan kualitas jalan, memperburuk kondisi transportasi Jakarta. Belum lagi bila dikaitkan dengan pelayanan sarana transportasi publik yang sangat minim kualitas, supervisi dan monitoring yang lemah, dan sarana penunjang yang tidak nyaman (terminal), yang bahkan memberikan kesan menyeramkan. Menurunnya public transport share, pertumbuhan jumlah pengguna kendaraan pribadi, dan kualitas dan kuantitas sarana jalan yang kurang optimal inilah yang diyakini menjadi penyebab utama masalah transportasi di Jakarta.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
3
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008 Sementara itu, isu premanisme di sektor transportasi1 dan rendahnya kualitas udara perkotaan (urban air quality)2 menambah kompleksitas masalah dan merambah area multi-disiplin dan multi-institusi. Sayangnya, efektivitas koordinasi antar lembaga-lembaga terkait dan berwenang untuk pemecahan masalah ini belum terlihat signifikansi hasilnya. Proposal Solusi Jangka Pendek: Prioritas Program Bus Priority or Bus Rapid Transit (BRT/Busway) Solusi masalah transportasi jangka pendek dapat dicapai dengan efektivitas pemanfaatan busway dan pemadatan kota (land consolidation) atau pemusatan pemukiman penduduk (lihat Diagram 1 dan Gambar 1). Dengan kata lain, jumlah penduduk di sepanjang koridor/sekitar terminal dipadatkan dengan apartemen yang berlantai banyak dan didukung oleh sarana-sarana umum dan sosial seperti pusat perbelanjaan, bank, kantor pos, rumah sakit dan ibadah, dan daerah hijau, sehingga dapat mengundang minat orang-orang tinggal di sekitar koridor. Hal ini direkomendasikan dengan pertimbangan bahwa kota Jakarta ternyata masih dapat dipadatkan sehingga memiliki potensi dukungan kebijakan land consolidation yang sangat potensial. Dengan jumlah pengguna yang lebih padat, biaya yang dikeluarkan setiap pengguna akan menjadi lebih murah. Implementasinya mengacu pada kerangka Rencana Tata Ruang dan Wilayah dan didukung komunikasi intensif kepada masyarakat sehingga menjadi insentif bagi perubahan pola hidup dan cara berpikir masyarakat dalam masalah kepemilikan rumah dan tanah. Lebih lanjut, program BRT yang menjadi prioritas utama dalam Pola Transportasi Makro (PTM) merupakan sebuah terobosan yang perlu untuk didukung dan dilanjutkan pembangunannya. Percepatan pembangunan koridor yang masih tertunda seyogyanya menjadi prioritas utama dengan tetap memperhatikan kualitas layanan, pemeliharaan, biaya operasional yang terjangkau dan dukungan tata kelola manajemen BRT yang efektif dan efisien. Beberapa dukungan teknis untuk menunjang solusi jangka pendek ini adalah: 1. Perlu kebijakan dalam pengembangan sistem transportasi di daerah penyangga (yang berpopulasi padat) ke tempat pemberhentian bus/stasiun, baik dilakukan dengan bantuan perusahaan transportasi swasta maupun pembangunan koridor penyangga baru. 2. Distribusi informasi dan simulasi sistem transportasi secara konsisten. Ini dilakukan dengan memanfaatkan media massa untuk distribusi informasi BRT dan tur promosi (promotional tour) kepada lembaga-lembaga (termasuk sekolah-sekolah) yang tertarik dengan BRT. 3. Perhatian terhadap kualitas dan perawatan sarana dan prasarana BRT, seperti stasiun/pemberhentian dan jembatan penyeberangan untuk menjaga keberlangsungan operasional dengan baik. 4. Pengadaan sarana yang memberikan insentif kepada konsumen untuk melakukan park and ride dengan penyediaan tempat parkir yang aman dan baik di area-area tertentu koridor BRT yang pada gilirannya menawarkan pilihan BRT daripada menggunakan kendaraan pribadi. 5. Menunjang promosi didalam BRT untuk mendukung biaya operasional dan mengurangi beban subsidi pemerintah dalam hal terjadi defisit.
1
Dari data perkiraan minimum jumlah pungli di sektor transportasi darat yang dikeluarkan oleh awak angkutan umum penumpang dan barang di seluruh Indonesia per tahun, diperoleh angka sebesar 11.8 trilyun rupiah dengan asumsi jumlah mobil barang sekitar 4,26 juta unit dan mobil bus 2,013 juta unit dan masing-masing beroperasi selama 250 hari/tahun serta jumlah pungli yang dibayar 7.500 rupiah per unit mobil. Angka jumlah kendaraan ini mengacu pada data tahun 2005 yang dikeluarkan oleh POLRI. 2 Penyebab utama polusi udara perkotaan disebabkan oleh sektor ini, yaitu mencapai 79%, akibar dari pertumbuhan volume kendaraan, konsentrasi kendaraan dan emisi gas buang.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
4
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Diagram 1. Perbandingan Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Besar Dunia
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
5
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Gambar 1. Ilustrasi Pengaruh Land Compacting terhadap Transportasi Jakarta
Proposal Solusi Jangka Panjang: Edukasi, Proporsionalitas Pelayanan dan Visi Kota yang Berkualitas Proposal rekomendasi kebijakan jangka panjang ditujukan untuk mengingatkan kembali pentingnya sinergi strategi jangka pendek dan jangka panjang agar pengembangan sistem transportasi di Jakarta tidak menjadi tambal sulam. Beberapa catatan penting dalam rekomendasi jangka panjang ini adalah: 1. Memberikan perhatian yang khusus terhadap sistem angkutan sungai, hal ini menjadi pertimbangan karena jaringan sungai di wilayah DKI cukup terhubung dengan baik, pembangunan sistem transportasi secara tidak langsung akan berdampak positif pada proses pembersihan lingkungan di sepanjang sungai. Jika memungkinkan, perlu ada kebijakan dalam perizinan pendirian bangunan, jalur kereta api di atas sungai. 2. Mengkaji pemanfaatan dan pengembangan industri dalam negeri dalam mendukung pengadaan sarana dan suku cadang BRT, Mass Rapid Transit, dan angkutan air, sehingga tidak menggantungkan diri kepada sarana dengan muatan impor. 3. Edukasi kepada masyarakat sejak dini (dengan fokus pada siswa/i sekolah dasar dan menengah) dengan pengenalan sistem transportasi dan praktiknya secara langsung baik dalam kerangka kegiatan ekstrakurikuler maupun study tour. 4. Proporsionalitas dalam sisi pelayanan khususnya untuk memberikan perhatian kepada Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
6
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
golongan ekonomi lemah dengan sistem potongan tarif untuk golongan tersebut. 5. Kebijakan transportasi seyogyanya memperhatikan dan dapat memanfaatkan land mark dan peninggalan sejarah yang dimiliki oleh kota Jakarta yang unik sehingga menambah keindahan estetika dalam kerangka modernisasi. 6. Perlunya menyelaraskan visi PTM dalam kerangka strategis dengan visi pembangunan kota yang berkualitas yang yang menyediakan kenyamanan tempat tinggal, berkarya dan berinteraksi antar anggota masyarakat. Semoga butir-butir rekomendasi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi perbaikan sistem transportasi di DKI Jakarta dan berada dalam prioritas strategi para penentu kebijakan transportasi dan bidang lain yang terkait. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada tim ahli, tim pembahas, ketua PPI Jepang, pihak Education Center for International Students (ECIS – Nagoya University), Nusantara Co.Ltd., Dr. Meifal Rusli, Wempi Saputra (Phd. Cand), Dr. Edi Suharyadi, seluruh rekan PPI Nagoya dan pendengar radio ISTECS.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
7
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
UTAMA TAUTAN MORFOLOGI, TRANSPORT, DAN LINGKUNGAN KOTA: PERSPEKTIF KEBIJAKAN KOTA-KOTA JEPANG Muhammad Sani Roychansyah Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada E-mail: saniroy@ugm.ac.id
1.
Trimatra Kota: Morfologi, Transportasi, dan Lingkungan
Kota secara garis besar, terutama dilihat dari makro-fisik kota, bisa dibedakan ke dalam 3 bagian yang besar atau trimatra. Pertama, bentuk kota yang menggambarkan perwujudan fisik kota yang sangat dipengaruhi oleh fungsi lahan perkotaan, termasuk pembagian maupun penggunaan ruang oleh beragam aktivitas dalam kota. Kedua, transportasi kota yang berfungsi sebagai penghubung warga, barang, dan kegiatan manusia antar-ruang kota. Keduanya, menurut Wegener (2005), mempunyai hubungan kuat untuk mempengaruhi kondisi lingkungan kota. Sebaliknya, kondisi lingkungan akan secara langsung memberi umpan balik pada model morfologi sebuah kota dan model transportasinya (Gambar 1).
Morfologi
Transportasi
Lingkungan
Pengaruh Umpan balik
Gb. 1. Tautan antara Morfologi, Transportasi, dan Lingkungan (diadopsi dari Wegener, 2004).
Perubahan berbagai faktor dalam sebuah entitas wilayah kota (penduduk, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan alam, dan lain sebagainya) akan membawa perubahan pada ketiganya. Perubahan pada morfologi kota membawa perubahan cepat pada transportasi dan lingkungan kota. Sebaliknya kondisi transportasi yang berubah cepat ini, meskipun lambat, akan membawa perubahan pada bentukan dan lingkungan kota selanjutnya. Akibat sifat perubahan yang cepat (fast speed of change) pada matra transportasi ini, maka perubahan kebijakan transportasi kota pun lebih dinamis dibandingkan matra yang lain. Tautan aksi-reaksi ini berjalan begitu dinamis dan menerus-menerus seiring dengan perubahan waktu, seperti diilustrasikan pada Gambar 2. Dewasa ini, masalah pelik isu lingkungan yang makin tidak bersahabat dan beberapa ide responsif untuk mengusung pembangunan yang makin bersahabat dengan masa depan dalam sebuah ruang kota (sustainable urban development), menempatkan ketiga matra ini sebagai titik terpenting menuju perubahan yang lebih baik. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi perubahan-perubahan interaksi ketiganya dapat diprediksi jauh hari sebelumnya. Dengan sebuah “urban model� yang berguna untuk mensimulasikan interaksi ketiganya, para pengambil Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
8
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
kebijakan makin terbantu tugasnya. Hal ini bermanfaat dalam tataran perencanaan kota, terutama untuk memberi arahan pengembangan kota dalam jangka panjang sekaligus sangat baik dalam tataran evaluasi program terutama untuk menghindari efek buruk perubahan yang telah terjadi.
Waktu t1
Waktu t2
Waktu t3
Morfologi
Morfologi
Morfologi
Transportasi
Transportasi
Transportasi
Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan
Kebijakan Kota
Gb. 2 Sekuen Aksi-Reaksi pada Perubahan Morfologi, Transportasi, dan Lingkungan.
2.
Perkembangan Model Tautan di Jepang
Riset model tautan morfologi, transportasi, dan lingkungan kota ini telah berkembang dengan pesat, terutama di Amerika, Eropa, dan sebagian kecil Asia terutama di Jepang. Sampai saat ini perkembangan hasil analisis (output) model-model ini makin lengkap dan sangat komprehensif, Namun, penerapannya untuk program nyata masih terbatas, terutama untuk kota-kota metropolitan yang mempunyai kompleksitas permasalahan tinggi dan hanya terlayani oleh beberapa model saja, seperti Tranus (De la Barra, 1989). 2 .5
Perubahan
2 1 .5 1 0 .5 0 2015
2030
T o ta l T r ip s
2015
2030
N um ber of C ar T rip s
C o r d o n L in e (C L )
2015
2030
N um ber of S u b w a y T rip s
2015
2030
N um ber of N on M o to riz e d T rip s
2015
2030
A v erag e T rav el D s ta n c e (W o r k )
P u b lic T r a n s p o r t P r io r ity (P T P )
2015
2030
A v erage T rav el T im e (W o r k )
CL + PTP
Gb. 3 Efek Implementasi Kebijakan Kota, baik Tunggal maupun Kombinasi, pada Beberapa Indikator Transportasi di Kota Sapporo, Hokkaido (Roychansyah, 2002)
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
9
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Terbukti, berdasar studi Roychansyah (2002) maupun Vichiensan dkk. (2005) untuk Kota Sendai dan Kota Sapporo, Jepang, urban model tersebut (TRANUS) memang mampu memberi arah kebijakan jangka panjang yang paling menguntungkan untuk mendukung skenario pembangunan berkelanjutan. Hasil secara keseluruhan dibandingkan “Do Nothing� atau tanpa kebijakan khusus dan membiarkannya sesuai kondisi saat ini, penerapan sebuah kebijakan yang relevan mampu menghasilkan efek positif untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Terlebih lagi, seperti terlihat dalam Gambar 3, untuk Kota Sapporo, Hokkaido, kombinasi 2 kebijakan yang saling mendukung akan mampu memberi hasil yang lebih optimal lewat beberapa indikator transportasi ramah lingkungan, dibanding penerapan sebuah kebijakan tunggal misalnya. Kebijakan itu adalah kebijakan Cordon Line atau pembatasan eksklusif sebuah daerah dalam kota dengan menarik tarif lebih bagi kendaraan yang memasukinya, kebijakan Prioritas Transportasi Umum (Public Transport Priority) dengan jalan subsidi tambahan untuk kendaraan umum sehingga bertarif lebih murah, dan kombinasi antara keduanya. Lebih lanjut, perubahan struktur sosial masyarakat yang saat ini terjadi di Jepang secara langsung turut mempengaruhi lahirnya beberapa pendekatan baru dalam penciptaan kualitas hidup yang lebih baik melalui kebijakan-kebijakan ujud kota, transportasi, maupun lingkungannya. Bila kota-kota lain di Asia masih dalam taraf penggelembungan penduduk dan perluasan wilayah kota-kota mereka, maka Jepang saat ini mengalami hal sebaliknya. Waktu
Skenario Penduduk
Morfologi Kota
Indikator-Indikator Kemacetan Emisi
Pembiayaan
2000
2025
2050 Kapital Waktu
Skenario Penduduk
Morfologi Kota
Indikator-Indikator Kemacetan Emisi
O&M
Pembiayaan
2000
2025
2050
Kapital
O&M
Gb. 4 Skenario Pertumbuhan Kota-Kota di Jepang (Atas) dan Kota-Kota di Asia (bawah) dan Beberapa Indikasi Perubahan yang Terjadi pada Bentuk Kota, Transportasi, Lingkungan, Maupun Pengelolaan di Dalamnya.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
10
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Analisis terakhir dari IPSS (National Institute of Population and Social Security Research) tahun 2007 lalu, yang menggunakan data sensus penduduk tahun 2005 sebagai dasar analisisnya, saat ini penduduk manula Jepang (65 tahun ke atas) telah mencapai 20.1% dari total penduduk yang ada. Jumlah ini akan mengalami pelipatgandaan pada tahun 2050 nanti. Jika pada tahun 2005 satu penduduk manula ditopang oleh 3.3 penduduk usia produktif, maka pada tahun 2050 itu penduduk manula hanya akan ditopang oleh 1.3 penduduk usia produktif. Secara langsung ini berpengaruh pada eksistensi kota maupun wilayah di Jepang, yang beberapa di antaranya telah mengalami apa yang disebut genkai shuuraku atau kesulitan untuk menjalankan hidup normal sehari-hari dalam sebuah wilayah dikarenakan menuanya penduduk dan depopulasi yang sangat mencemaskan. Perbedaan kondisi antara apa yang tengah terjadi di Jepang yang mungkin akan menimpa kota-kota di luar Jepang pada suatu saat dan kota-kota di Asia lainnya bisa diilustrasikan seperti pada Gambar 4. 3.
Implementasi Kebijakan Kota-Kota Jepang
Dengan melihat kondisi yang terjadi di Jepang, yakni perubahan struktur masyarakat yang makin menyusut dan menua di satu sisi dan tuntutan untuk lebih memprioritaskan keselarasan hidup dengan lingkungan dan masa depan di sisi lain, maka beberapa kebijakan kota-kota di Jepang secara umum telah mulai condong untuk mengantisipasi keduanya. Meskipun begitu, beberapa perbedaan besaran masalah dan spesifikasi maupun prioritas kebijakan antara kota besar, menengah, dan kecil sangat berlainan. Tentu saja karena meskipun permasalahan yang dihadapi mirip, tetapi skala masalah maupun karakter wilayah cukup berbeda. Dalam Gambar 5 sebagai contoh, kota-kota yang termasuk 40 besar di Jepang saja mempunyai sebaran yang luas saat dipetakan potensi mereka untuk mengadopsi skenario “Kota Kompak� sebagai salah satu alternatif pembangunan kota yang berkelanjutan.
Gb. 5 Pemetaan Potensi 40 Kota Besar di Jepang Berdasar Atribut Kota Kompak: Densifikasi Penduduk, Konsentrasi Kegiatan, Transportasi Umum yang Intensif, Ukuran Kota, dan Kesejahteraan (Sumber: Roychansyah, 2005).
Di tingkat nasional, untuk mengantisipasi beberapa perubahan yang terjadi, secara garis besar kebijakan kota-kota Jepang diarahkan pada pencapaian keselarasan antara penduduk kota dengan kualitas hidup yang tinggi, dukungan layanan kota dalam kehidupan kota yang optimal
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
11
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
sehari-hari, maupun kondisi yang lebih mandiri serta aman dari gangguan atau pun bencana alam. Kebijakan makro kota ini langsung dikendalikan oleh sebuah komite khusus langsung di bawah komando Perdana Menteri, bernama chiiki kasseika tougou honbu kaigou (komisi gabungan kegiatan wilayah). Di dalam komisi gabungan ini terdapat empat komite khusus yang masing-masing membidangi peremajaan kembali kota, peremajaan kembali wilayah, pengoptimalan (kembali) pusat kota, dan reformasi struktur wilayah khusus. Di bagian lain, pergeseran kebijakan transportasi yang dilakukan tidaklah terlalu fundamental, disebabkan kuatnya aturan baku perkotaan yang telah terbentuk sejak Periode Taisho di awal abad ke-19. Dalam peraturan ini, terutama pemintakatan (zoning) dan pengaturan kembali lahan (land readjustment) secara prinsip tak banyak berubah hingga saat ini. Dewasa ini, upaya pengetatan syarat bagi bahan buangan kendaraan, pengoptimalan penggunaan jalan yang ada, atau pengoptimalan penggunaan kendaraan umum adalah beberapa di antara regulasi yang umum ditemui di beberapa kota dalam upaya menyelaraskan transportasi dengan lingkungan.(Morichi, 2005)
Gb. 6 Revitalisasi Tranportasi Umum Menggunakan “Light Rail� di Kota Toyama, Jepang Barat yang Mampu Menaikkan Angka Penggunaan Transportasi Umum Sekaligus Memicu Aktivitas dan Pembangunan Baru di Sepanjang Jalurnya (foto: pribadi).
Untuk tingkat lokal, seiring dengan menguatnya otonomi daerah sejak Pemerintahan Perdana Menteri Koizumi Junichiro (2001-2006), kebijakan-kebijakan kota dan daerah seperti yang diindikasikan Yagi (2004), benar-benar variatif, beberapa di antaranya mampu memicu kreativitas kota untuk mengantisipasi tuntutan dan perubahan kondisi yang ada. Selain itu, terjadi kecenderungan yang disinyalir oleh Niikawa (2001) sebagai jalan menguatnya entitas masyarakat dalam pembangunan daerah. Ini terbukti bahwa partisipasi masyarakat dalam menentukan arah kebijakan wilayah mereka tampak makin menjadi sebuah prioritas, misalnya lewat pembangunan (oleh) masyarakat atau lebih dikenal dengan istilah machizukuri di Jepang (Watanabe, 2006). Beberapa di antara kebijakan lokal ini mampu menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan di tingkat nasional atau pun sebagai materi belajar daerah lain. Sebagai contoh seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6 adalah suksesnya revitalisasi transportasi publik di Toyama (PORTRAM), sekaligus upaya mendorong kebijakan Transit Oriented Development (TOD). Meskipun begitu, Trinity Reforms yang didominasi oleh upaya “penyapihan� keuangan daerah dari ketergantungannya dengan pusat itu bagi wilayah-wilayah kecil dengan keterbatasan potensi hanya menyisakan sebuah beban tambahan yang begitu berat. Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
12
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
4.
Penutup
Tautan morfologi, transportasi, dan lingkungan di Jepang telah mencapai taraf lanjut dengan implementasi kebijakan yang selaras antar ketiga matra ini. Beberapa perubahan yang tengah terjadi baik di lokal Jepang maupun global telah mampu ditransformasikan ke dalam suatu arahan kebijakan besar yang telah dan siap diimplementasikan lebih lanjut. Meskipun mempunyai latar belakang mapun substansi yang sama sekali berlainan dan banyak tahapan masyarakat Jepang yang belum dialami oleh Indonesia misalnya, namun strategi mereka mengemas dan mengelola wilayahnya dengan karakter yang spesifik tentu akan mampu sebagai sumber inspirasi serupa di kemudian hari. 5.
Daftar Pustaka
1.
De la Barra, T, (1989), Integrated Transport and land Use Model: Decision Chains and Hierarchies, Cambridge University Press, Cambridge, U.K. 2. Morichi, S., 2005, Enhancement of Urban Transport Sustainability in Japan: A Brief Overview on Basic Policy Framework. and Future Direction of Urban Transport, Institute for Transport Policy Studies, Japan 3. National Institute of Population and Social Security Research (2007), Analysis of 2005 Population Census of Japan, IPSS, Tokyo 4. Niikawa, T., (2001), The Decentralization Reform and the Local Government System in Japan, Paper for the Workshop Local Governance in a Global Era, In Search of Concrete Visions for a Multi-Level Governance, 7-8 December 2001. 5. Roychansyah, M. S. (2002), An Evaluation System of Policy Alternatives from the Viewpoint of a Compact City (Konpakuto Shiti no tame no Seisaku Hyouka Sisutemu no Kouchiku), Tesis Master di Departemen Teknik Sipil, Universitas Tohoku, Sendai. 6. Roychansyah, M.S. (2005), A Study on Characterizing and Evaluating Cities toward Implementations of Compact City Strategy (Konpakuto Shiti Senryaku no Kanten kara no Toshi Tokusei no Haaku to Hyouka ni Kansuru Kenkyuu), Disertasi Doktor di Department Arsitektur dan Ilmu Bangunan, Universitas Tohoku, Sendai. 7. Vichiensan, V., Miyamoto, K., Roychansyah, M. S., Tokunaga, Y., 2005, Evaluation System of Policy Alternatives for a Metropolis based on TRANUS from the Viewpoint of Sustainability, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 6, pp. 3803 – 3818. 8. Watanabe, S. (2006), Machizukuri in Japan, in Hein, C., Pelletier, P. (eds.), City, Aoutonomy, and Decentralization in Japan, Routldge, U.K. 9. Wegener, M. (2004), Overview of Land-Use Transport Models, in: Hensher, D.A., Button, K. (eds.), Transport Geography and Spatial Systems. Volume 5 of Handbook in Transport, Pergamon/ Elsevier Science, Kidlington, UK. 10. Yagi, K., 2004, Decentralization in Japan, Policy and Governance Working Paper Series No. 30, The 21st Century COE Program in Policy Innovation Initiative: Human Security Research in Japan and Asia�, Graduate School of Media and Governance, Keio University, Japan.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
13
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
UTAMA REFORMASI TRANSPORTASI PUBLIK DI JAKARTA : SEBUAH KISAH SUKSES (Rangkuman makalah Dr Heru Sutomo Visiting fellows/professor Graduate School of Environmental Studies, Nagoya University Director of Centre for Transportation and Logistics Studies, Gadjah Mada University, Indonesia , pembicara pada Studium Generale bertema �Sustainable Transportation System in DKI Jakarta� yang dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2007 di Nagoya University, Jepang )1
1. Gambaran Transportasi Umum di Jakarta Jakarta sebagai ibu kota Indonesia memiliki tingkat perekonomian yang lebih baik dibandingkan dengan kota-kota lain. Dengan GDP yang relatif tinggi pada tahun 2004 sekitar $ 3,033 US, Jakarta dapat melewati masa krisi dan mengalami recovery cukup cepat. Posisi Jakarta dikelilingi oleh daerah-daerah penyangga berpenduduk padat dan juga memiliki perekonomian yang cukup baik, yaitu Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi yang secara total memiliki populasi penduduk sekitar 15.4 juta. Ditambah dengan populasi Jakarta yang berkisar 8.5 juta jiwa, maka wilayah JABODETABEK dihuni oleh sekitar 22.7 juta jiwa. Kepadatan Penduduk Jakarta berkisar 11,300 jiwa per km2. Kondisi ini hampir menyamai kepadatan Tokyo, metropolitan Jepang. Perkembangan JABODETABEK dapat dikatakan sebagai monocentric menempatkan Jakarta sebagai pusat ekonomi dan bisnis. Sebagian besar bertempat tinggal di luar kota atau di daerah penyangga yang memerlukan tempuh untuk mencapai pusat ekonomi dan bisnis. Kondisi ini adalah salah kemacetan di Jakarta
pattern yang warga Jakarta 1-2 jam waktu satu penyebab
Pada tahun 1970an pemakaian kendaraan umum sebesar 70% total pemakaian kendaraan di jalan. Angka ini mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu sebesar 57% di tahun 1985 dan hanya 45% di tahun 2000. Penurunan minat pengguna kendaraan umum disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya karena terjadinya motorisasi besar-besaran, bahkan lebih tinggi dibandingkan sebelum krisis terjadi yaitu meningkat 16%-18% per tahun. Sekitar 5 juta kendaraan bertambah setiap tahun, dan tahun 2007 diperkirakan sekitar 35 juta populasi kendaraan. Kondisi lain yang menurunkan minat berkendaraan umum adalah ketidaknyamanan sarana transportasi, baik dari alat transport yang kurang pemeliharaan maupun gangguan keamanan. Naiknya peningkatan jumlah kendaraan pribadi secara otomatis menyebabkan polusi udara yang memperparah lingkungan di Jakarta dan menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, yaitu US $ 181.4 juta di tahun 1985 dan diperkirakan akan meningkat menjadi US $ 402.64 di tahun 2015. Transportasi publik di Jakarta dapat dikategorikan sebagai berikut : ojek, bajaj (13,000 kendaraan), taksi (22,000), mini bus (13,000 unit), metromini (6000 unit), bus (AC, economi, limited-stop, 5000 unit), BRT (busway, 230 unit) dan kereta listrik. Berkebalikan dengan penduduk Jepang yang memanfaatkan kereta lebih besar daripada bis (pengguna bis hanya sekitar 5%), di Jakarta kereta hanya digunakan oleh 2% - 3% dari total penumpang. Kereta yang menghubungkan Jakarta dengan wilayah-wilayah penyangga ini pun sangat buruk kondisinya. Perkeretaan kita masih disubsidi oleh pemerintah dan parahnya lagi 2 dari 3 orang penumpang kereta tidak memiliki karcis (free rider), atau sekitar 60% total penumpang. Kereta-kereta listrik JABODETABEK pun sangat penuh sesak dan tidak ada dampak land use karena kondisi stasiun di Jakarta tidak sama seperti stasiun-stasiun di Jepang yang memiliki nilai komersial. 1
Rangkuman disusun oleh Murni Ramli, mahasiswa Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, berdasarkan hasil rekaman dan slide presentasi pembicara.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
14
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Masalah transportasi di Jakarta, tidak saja berupa buruknya sarana transportasi tetapi kemacetan yang hampir terjadi di setiap sudut jalan termasuk jalan tol, polusi yang muncul dari kendaraan pribadi dan kendaraan umum yang tidak terpelihara dengan baik. Sumbangan polusi terbesar adalah motor, bus, truk, dan mobil (Gb.1)
Gb.1 Dampak Emisi Beberapa Kendaraan di Jakarta pada Tahun 1998
2. Pengembangan Transportasi Bus di Indonesia Perjalanan sejarah transportasi bis di Indonesia dapat dikelompokkan dalam lima generasi. Generasi pertama terjadi saat pemerintah menghentikan pengoperasian trem pada tahun 1970an di beberapa kota di Indonesia, lalu muncul kendaraan kecil seperti oplet. Tahun 1985 adalah generasi kedua dengan munculnya PPD. Saat itu terdapat kurang lebih 5 perusahaan bis besar. Pada era ini pula terjadi penggabungan (merger), restrukturisasi organisasi dalam pengelolaan transportasi bis di Indonesia. Tahun 1987 adalah generasi ke-3 yaitu dikembangkannya bis-bis besar seperti bis tingkat di beberapa kota di Indonesia. Tahun 1992, generasi ke-4, yaitu lajur bis yang diproriotaskan di sebelah kiri, namun sistem ini pun tidak bejalan dengan baik. Generasi kelima adalah pengoperasian busway. Transportasi busway (BRT – Bus Rapid Transit) di Indonesia dikembangkan berdasarkan analisis faktor-faktor yang menyebabkan buruknya pengelolaan angkutan umum di Indonesia selama ini. Untuk tidak mengulang dan melakukan kesalahan yang sama maka berbagai konsep baru dalam transportasi publik dilaksanakan dalam sistem busway. Beberapa konsep tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah menanggung kerugian jika terjadi defisit. Pihak swasta sebagai penyelenggara tidak menanggung semua resiko. 2. Proses lisensi kendaraan yang “berbau� korupsi dihilangkan 3. Sistem rute yang jelas sehingga menghindari terjadinya penyabotan rute yang biasa dilakukan antar kendaraan umum 4. Tarif bis yang relatif layak 5. Pelayanan yang nyaman 6. Pembayaran bukan di dalam kendaraan (on-board cash payment) untuk mengurangi kerugian akibat penyetoran yang dimanipulasi 7. Sistem tiket 8. Supervisi dan pengontrolan yang ketat 9. Keamanan di terminal dan di dalam busway yang dijaga 10. Integrasi sistem
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
15
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Kemunculan busway sangat erat kaitannya dengan reformasi di era 1997. Krisis yang menghantam armada angkutan umum menyebabkan hanya sekitar 60% angkutan yang beroperasi di jalan raya, ditambah lagi engan harga suku cadang yang melambung, menyebabkan banyak perusahaan angkutan bangkrut, sementara tarif tidak bisa dinaikkan. Oleh karena itu muncullah pemikiran untuk menyelematkan angkutan umum. Didorong oleh semangat reformasi, sistem busway diluncurkan sebagai upaya untuk memperbaiki sistem transportasi publik di Jakarta. Proses kemunculan busway pun sangat menarik karena membuktikan komitmen politik yang tinggi antara Gubernur DKI dan DPRD. Dengan adanya kesepakatan dan kesolidan pemerintah dalam mendukung program ini, juga dengan dukungan dunia internasional, peluncuran BRT menjadi lancar. Beberapa staf ahli mendapatkan technical assistance di Bogota yang terkenal dengan sistem BRT-nya. Proses ini mempercepat munculnya sistem busway di Jakarta yang hanya makan waktu 2,5 tahun. Waktu yang cukup pendek jika dibandingkan dengan kemunculan busway di Bogota yang membutuhkan waktu 4 tahun. Karena proses yang dipercepat ini, maka armada pertama dibeli oleh pemerintah sebenarnya kurang sehat dalam sistem pengelolaan busway. Pilihan transportasi bis dianggap tepat karena Indonesia sudah menguasai pengelolaan bis sejak lama. Beberapa sarana yang sudah ada pun dapat dimanfaatkan seperti jembatan penyeberangan. Pengembangan busway dimulai sejak tahun 2004 dengan membangun Rute 1 (koridor 1) sepanjang 13 km dengan jenis bis Diesel. Rute 2 dan 3 sepanjang 33.8 km dibangun pada tahun 2006 dengan bis CNG (compressed natural gas). Dan pada tahun 2007, rute 4,5,6,7 dibangun sepanjang 51.2 km dengan konsep baru yaitu mulai digunakannya bis articulated CNG pada rute 5.
(a)
(b)
Gb. 2. Jenis bis transjakarta tipe diesel (a) dan tipe CNG (b) Busway juga memberikan image baru tentang transportasi bis di Indonesia, yaitu semua bis ber-AC, pelayanan cepat, yaitu dapat mempersingkat waktu tempuh separuhnya, tarif murah Rp 3500 (US 3 cent), atau tarif khusus pada pagi hari (jam 07.00) yaitu Rp 2000, frekuensi pemberangkatan 3-5 menit, dan pelayanan yang lebih lama yaitu dari jam 5 pagi hingga 10 malam. Kemunculan busway juga menimbulkan dampak yang cukup sehat baik secara ekonomi maupun sosial dan kebiasaan pengguna kendaraan umum, misalnya tidak ada kebut-kebutan, berhenti hanya di perhentian bis, tidak ada masa menunggu lama, promosi kebiasaan jalan kaki, pedestrian yang dipercantik dan dikelola agar dapat digunakan dengan nyaman, kebiasaan menyeberang di jembatan penyeberangan dan kebiasaan untuk lebih tertib sebagai penumpang bis. Busway juga memungkinkan pengguna dari segala lapisan masyarakat. Kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi berubah, yaitu munculnya kebiasaan parkir kendaraan pribadi di daerah tertentu yang berdekatan dengan pemberhentian busway kemudian melanjutkan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
16
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
perjalanan dengan busway (park + ride and kiss + ride). Pola-pola baru ini membawa dampak kepada pengembangan daerah sepanjang koridor dan lebih atraktifnya kegiatan bisnis di daerah sekitar stasiun busway. Tercatat 14% pengguna kendaraan pribadi, 6% pengguna motor dan 5% pengguna taksi beralih ke busway. Untuk menjaga kualitas pelayanan busway, berbagai kebijakan diterapkan kepada supir dan pegawai busway di antaranya denda atas beberapa tindakan yang tidak memuaskan atau pelanggaran aturan (Tabel 1) Tabel 1. Denda terhadap Pelanggaran dalam Pengoperasian Busway
Pengelolaan busway membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bis diesel yang dibeli oleh pemerintah saat operasional busway pertama kali mempunyai pembiayaan yang relatif murah dibandingkan dengan bis CNG. Bis CNG membutuhkan biaya pengelolaan dua kali lipat biaya pengelolaa bis Diesel (Tabel 2). Untuk membiayai pengelolaan busway, pemerintah melakukan tender yang pemenangnya ditentukan berdasarkan harga terendah yang ditawarkan pengusaha, dengan masa kontrak 7 tahun, yaitu sama dengan usia bis. Tabel 2. Biaya Pengoperasian Busway Route/Bus Type
1 : Regular-diesel 2,3 : Regular -CNG 4,6,7 : Regular – CNG 5 : Articulated – CNG
Cost/km
Rp 6,000 (US$ 0.66) Rp 13,200 (US$ 1.45) Rp 12,600 (US$ 1.38) Rp 18,700 (US$ 2.10)
3. Pengembangan Busway di Masa Mendatang Pengembangan kapasitas busway di masa mendatang perlu dipikirkan mengingat saat pembukaan koridor 1, pengelolaan busway dapat mencapai BEP (Break Event Point) , namun
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
17
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
pembangunan koridor selanjutnya mengalami hambatan dalam pencapaian BEP karena biaya operasional yang mahal dan penumpang masih sedikit. Yang perlu dikembangkan sejalan dengan pengembangan busway adalah upaya pemadatan kota. Dibandingkan kota-kota Asia lainnya, Jakarta masih terlihat longgar dari segi densitas antara penduduk dengan luas lahan yang digunakan. Beberapa kota di dunia yang menerapkan sistem busway menempuh kebijakan untuk memadatkan kota dengan cara membangun apartemen, rumah susun atau perkantoran sekaligus perumahan. Dengan upaya ini, lahan untuk pengembangan busway tersedia dengan cukup. Tempat-tempat pemukiman yang padat harus dibangun dengan kapasitas jalan yang memadai. Pengembangan kedua yang mungkin dapat dilaksanakan pembukaan koridor busway di jalan tol sehingga memungkinkan penumpang segala lapisan memanfaatkan busway. Konsep ini masih menjadi tarik ulur dengan pengusaha jalan tol. Tetapi belajar kepada masa inisialisasi busway, yang dibutuhkan sebenarnya adalah kemauan dan keberanian untuk melaksanakan konsep yang diyakini memberikan manfaat yang lebih baik kepada masyarakat banyak.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
18
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
INOVASI PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI SALAH SATU SOLUSI UNTUK MENGURANGI KEMACETAN DAN POLUSI DI JAKARTA Erkata Yandri Researcher: Hi Tech Research Project - Innovative Application of Solar Energy Kanagawa Institute of Technology Atsugi, Kanagawa – Japan E-mail : erkata_yandri2003@yahoo.com Abstrak Jakarta dengan daerah sekitarnya, Jabodetabek, mempunyai luas 6.850 km2, mempunyai masalah yang hampir sama dengan kota besar di negara berkembang lainnya, yaitu transportasi dan polusi udara. Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan Pemda DKI untuk mengatasi masalah ini yang umumnya lebih bersifat pembangunan fisik transportasi semata. Tulisan ini menawarkan sebuah solusi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk mengurangi mobilitas penduduk, khususnya untuk pelajar, pekerja, dan ibu rumah tangga. Kata Kunci; urbanisasi, transportasi, kemacetan, polusi udara, teknologi informasi, Jakarta
1. Pendahuluan Jakarta dengan luas 655.7 km2, berpenduduk sebanyak 8,36 Juta orang pada tahun 2000, sehingga kerapatan penduduk Jakarta adalah 12.756 orang/km2, yang kurang lebih sebanding dengan kota besar di dunia yaitu Tokyo (13.333 orang/km2), dan yang menjadikan Jakarta sebagai salah satu kota terpadat di dunia. Tidak lengkap rasanya, membicarakan Jakarta tanpa mengikutsertakan Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi yang mempunyai wilayah sebesar 5.924 km2 dengan penduduk 12,6 Juta orang sehingga total luas Jabodetabek menjadi 6.580 km2 dengan total penduduk sebanyak 20,964 orang [7], peringkat kedua untuk kota besar di Asia (Gb.1).
Gb.1. Populasi Kota Besar di Asia Tahun 2000 [6][7]
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
19
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
2. Permasalahan 2.1. Masalah Fasilitas Transportasi Jakarta telah menjadi sebuah kota metropolitan yang menghadapi masalah transportasi yang sangat parah. Transportasi umum di Jakarta lebih tergantung kepada jasa bus, baik besar maupun kecil, yang rata-rata berumur sudah tua dengan pelayanan yang sangat jauh dari yang diharapkan, baik kenyamanan maupun keamanan. Bus berhenti untuk mengambil dan menurunkan penumpang seenaknya karena tidak ada tempat perhentian (halte) yang jelas untuk itu, kalaupun ada, sudah berubah fungsi untuk hal lain. Pelayanan transportasi yang ada sekarang ini sangatlah tidak layak, baik dari segi fasilitas pelayanan dan keamanan, yang mengakibatkan semakin meningkatnya pemilik kendaraan pribadi, baik roda dua atau sepeda motor maupun roda empat atau mobil pribadi. Untuk kepemilikan kendaraan roda empat, berdasarkann penelitian yang dilakukan oleh JICA dan BAPPENAS, diketahui bahwa rata-rata kepemilikan mobil per 100 penduduk adalah 20.7 dan rata-rata kepemilikan mobil per kepemilikan rumah adalah 1.2, yang setara dan bahkan melebihi negara maju. Dijelaskan pula bahwa, ada 28.8% penduduk yang tidak menggunakan kendaraan bermotor dan 78.2% menggunakan kendaraan bermotor, dengan komposisi, 52,7% menggunakan bus, 30.8% menggunakan mobil pribadi, 14.2% menggunakan sepeda motor, dan hanya 2.0% saja yang menggunakan kereta api (Gb.2).
Gb. 2.Komposisi Jenis Transportasi Kendaraan Bermootor [1]
2.2. Masalah Konsumsi Energi Dengan komposisi jenis transportasi kendaraan bermotor seperti data di atas, maka penumpang mobil pribadi menduduki peringkat paling atas atau paling boros dalam konsumsi energi, 3.015 kJ/penumpang-km, disusul oleh bus menengah, bus Kecil, bus besar, dan kereta api yaitu sebesar 504, 481, 383, 129 kJ/penumpang-km (Gb.3).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
20
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Gb.3. Konsumsi Energy Beberapa Jensi Alat Transportasi (kJ = kilojoule) [4]
2.3. Masalah Polusi Udara Untuk masalah kota terpolusi di dunia, Jakarta sudah menduduki peringkat ketiga menurut data yang dikeluarkan oleh WHO. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh JICA dan BAPEDAL tahun tahun 1997, diketahui bahwa kendaraan bermotor adalah penyumbang emisi CO dan SO2 terbesar di Jakarta, yang mencemari udara sebesar 599.180 dan 411.140 Ton/tahun, jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan utility/rumah tangga, industri, dan limbah padat (Gb.4).
Gb.4. Jumlah Kendaraan Bermotor Terdaftar [1]
2.4. Masalah Jauhnya Jarak Tempuh Perkembangan Jakarta, menuntut kebutuhan perumahan untuk semua kalangan yang yang hanya dapat disediakan oleh kota sekitarnya (Botabek), yang mengakibatkan semakin jauhnya jarak dari rumah ke tempat tujuan lainnya. Sebagai perbandingan pada tahun 1985 dan 2000, untuk ke tempat kerja, 6.7 km pada tahun 1985 meningkat menjadi 9.6 km pada tahun 2000. Berangkat ke sekolahpun juga terjadi peningkatan dari 2.7 km pada 1985 menjadi 5.5 km pada tahun 2000. Begitu juga dengan pergi berbelanja, terjadi peningkatan dari 2.6 km pada tahun 1985 menjadi 4.8 km pada tahun 2000 (Gb.5).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
21
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Gb.5. Perubahan Jarak Perjalanan [2 ][5]
Apa yang seharusnya dilakukan oleh Jakarta untuk menghadapi masalah transportasi (fasilitas transportasi, konsumsi energi, dan polusi udara, jarak tempuh) seperti yang sudah dijelaskan di atas?
3. Pembahasan Kalau mau jujur, penyebab utama ini semua adalah urbanisasi yang tidak terkendali, yang akhirnya menimbulkan masalah transportasi dan juga perumahan. Dengan semakin menjauhnya rumah yang umumnya di pinggiran Jakarta (Botabek) dari lokasi aktifitas yang umumnya di Jakarta, sehingga memicu peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) yang semakin memperparah situasi di Jakarta. Sampai kapanpun, kalau masalah urbanisasi yang tidak terkendali ini tidak bisa diselesaikan, maka pembangunan fisik transpotasi yang ditujukan untuk mengurangi kemacetan akan sia-sia belaka alias tidak akan membuahkan hasil yang maksimal, walau sudah menghabiskan dana dan waktu yang tidak sedikit jumlahnya. Masalah urbanisasi adalah masalah yang terkait erat dengan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia dan tulisan ini lebih menitikberatkan pembahasan terhadap masalah transportasi di Jakarta. Sebenarnya, sudah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan DKI Jakarta dalam mengatasi kemacetan ini, tetapi semuanya lebih cenderung berpihak kepada pemilik kendaraan bermotor khususnya pemilik mobil pribadi, seperti pembangunan fisik jalan toll, jalan layang dan underpass. Belum ada terobosan yang mengarah pada pemanfaatan teknologi informasi dan manajemen operasional yang mengurangi masalah transportasi ini. 3.1. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dari survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian, didapat data bahwa pelajar dan pekerja lebih banyak melakukan perjalanan yaitu 2.32 dan 2.28 perjalanan per orang per hari, disusul hampir setengahnya oleh pensiunan dan ibu rumah tangga. Perjalanan yang dilakukan oleh pelajar adalah dari rumah – sekolah begitu sebaliknya, untuk pekerja adalah dari rumah ke tempat kerja dan begitu juga sebaliknya, untuk ibu rumah tangga adalah dari rumah - tempat lain (sekolah, belanja, dll) dan sebaliknya (Gb.6).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
22
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Gb.6. Tingkat Perjalanan Sesuai Tujuan dan Status [3]
Dengan mempelajari grafik di atas, fokus kepada pelajar, pekerja, dan ibu rumah tangga, sebenarnya ada peluang untuk mengurangi tingkat perjalanan mereka hanya dengan menerapkan kemajuan teknologi informasi yang sudah ada saat ini, caranya adalah sebagai berikut: Pelajar: Khususnya untuk mahasiswa, sudah saatnya kampus perguruan tinggi untuk mengkombinasikan sistem perkuliahan tatap muka secara fisik dengan sistem perkuliahan secara online. Jika dilakukan secara kombinasi beberapa hari dalam seminggu, maka akan lebih efektif jika dilakukan sistem perkuliahan online pada hari Senin, karena hari Senin adalah hari puncaknya kemacetan di Jakarta. Konsep ini dapat dibahas secara internal di masing-masing kampus sesuai dengan kesiapan infrastruktur teknologi informasi yanga ada. Satu hal yang perlu juga digaris bawahi bahwa sistem ini diusahakan tidak akan mengurangi kesempatan dari mahasiswa sebagai calon intelektual dalam berkomunikasi dan berorganisasi sesama mereka. Untuk langkah awal, bisa dimulai dengan kombinasi sistem online dan tatap muka secara fisik. Pekerja: Sudah saatnya untuk mulai memikirkan konsep kerja yang berbasis teknologi informasi yang tidak mengharuskan pekerja untuk datang ke tempat kerja secara fisik, tetapi pekerjaan dapat dilakukan di rumah dengan tetap melakukan komunikasi secara online sesama komunitas perusahaan tersebut. Memang tidak semua pekerjaan bisa dilakukan dengan sistem online seperti ini, tetapi beberapa jenis pekerjaan tertentu yang sifatnya administrasi, pengolahan data, atau pekerjaan lain yang tanpa banyak berinteraksi dengan orang lain mempunyai potensi untuk melakukan pekerjaannya di rumah. Konsep sistem kerja seperti ini dapat dipikirkan lebih lanjut sesuai dengan jenis usaha dari perusahaan tersebut. Biaya yang akan dikeluarkan untuk menyiapkan sistem ini di sebuah perusahaan akan bisa dieliminasi seperti, mengurangi tunjangan transportasi, mengurangi luas sewa perkantoran, dan berbagai biaya lainnya. Keberhasilan sistem ini bergantung kepada kepercayaan pimpinan yang diberikan kepada sang karyawan dan pertanggung jawaban karyawan terhadap kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan.. Ibu Rumah Tangga: Dengan kemajuan teknologi informasi, seperti internet, maka sudah saatnya sistem belanja secara online dikembangkan. Dalam hal ini, beberapa pasar swalayan dan toko lainnya seperti toko elektronik, toko buku, dan lainnya mempunyai kesempatan untuk mengembangkan sistem yang tidak mengharuskan para ibu rumah tangga (konsumen) untuk datang secara fisik dari tempat yang jauh untuk mendapatkan barang yang diinginkan. 3.2. Dukungan Pemerintah Perlu adanya dukungan dari pemerintah untuk berjalannya sistem ini. Dukungan yang yang dimaksud adalah dalam bentuk insentif atau kemudahan lainnya, seperti insentif pajak untuk perusahaan, pengurangan pajak kendaraan bermotor untuk yang punya kendaraan, dan lain
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
23
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
sebagainya, serta aktif membantu kampanye sistem ini sehingga banyak yang memulai.
4.
Kesimpulan
Permasalahan transportasi di Jakarta sudah saatnya untuk diatasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, seperti bekerja secara online di rumah bagi pekerja, sistem perkuliahan yang dikombinasi secara online bagi mahasiswa, dan sistem berbelanja secara online bagi ibu rumah tangga. Tujuannya adalah mengurangi tingkat mobilitas dari mereka tanpa mengganggu atau mengurangi arti dari aktifitas mereka tersebut. Keberhasilan dari sistem ini tergantung dari tingkat kepercayaan dan kesiapan masing-masing pihak terkait, adanya saling kepercayaan, dan juga adanya dukungan dan dorongan dari pihak pemerintah. Bagaimana implementasinya secara lebih lengkap dan jelas, sebaiknya dibahas sesuai dengan bidang atau cakupan masing-masing. Perlu diingat bahwa, solusi yang ditawarkan di sini hanyalah untuk memecahkan sebagian dari masalah transportasi yang ada.
5.
Daftar Pustaka
1.
JICA, BAPEDAL. The Study on the Integrated Air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area. June 1997 JICA, BAPPENAS. The Study on Integrated Transport Master Plan for JABOTABEK (Phase 1), Household Visit Survey, Pacific Consultants International and ALMEC Corporation, Jakarta, 2000 JICA, BAPPENAS. The Study on Integrated Transport Master Plan for JABOTABEK (Phase 2), Interim Report 2: Technical Report Vol. 1, Pacific Consultants International and ALMEC Corporation, Jakarta, 2003 JICA, BAPPENAS. The Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) for the Jabodetabek Phase 2. Final Report. Technical Report. PCI & ALMEC Corp. Jakarta. 2004 JICA, DEPHUB. Arterial Road System Development Study in Jakarta Metropolitan Area, Jakarta, 1985 Laksmanan, T.R. Air Quality in Asian Megacities – Issues and Policies. Center for Transportation Studies. Boston Univ, 2004 Statistical Year Book of Indonesia, 1996 – 2001
2. 3.
4. 5. 6. 7.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
24
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
INOVASI SISTEM NAVIGASI KENDARAAN BERMOTOR DI JAKARTA Agustan Anggota Ikatan Surveyor Indonesia Graduate School of Enviromental Studies, Nagoya University, Japan E-mail : agustan@seis.nagoya-u.ac.jp
Transportasi jalan raya sebagai salah satu bagian dari sistem transportasi sering dianalogikan dengan pembuluh darah dalam sistem peredaran darah tubuh manusia. Apabila peredaran darahnya lancar, tubuh akan terlihat sehat. Sebaliknya apabila terjadi kemacetan, misalnya penyempitan pembuluh darah, kemungkinan ada gangguan penyakit yang parah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kelancaran transportasi suatu kota membantu kesehatan kota beserta penduduknya. Kelancaran transportasi menjamin kelancaran distribusi barang kebutuhan dan juga perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya. Khusus untuk tranportasi jalan raya, kelancaran dan kenyamanan merupakan aspek yang selalu diutamakan. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai tujuan ini, mulai dari memperbanyak jalan raya, membangun jalan tol, pengaturan rute dan pemberian informasi yang akurat tentang jalan itu sendiri. Informasi dapat diperoleh dari peta yang merupakan salah satu produk dari pekerjaan survey dan pemetaan. ’Map speaks louder than words’ demikian salah satu idiom yang sering didengungkan oleh dunia perpetaan. Dalam lembar peta, jaringan transportasi merupakan salah satu unsur yang wajib ditampilkan. Khusus untuk peta perkotaan, jaringan jalan dan persil merupakan dua unsur yang mendominasi informasi dari peta tersebut. Perkembangan teknologi juga mempengaruhi media penyampaian informasi peta. Pada akhir tahun 90-an, ’Peta Gunther’ merupakan peta navigasi yang menjadi tumpuan bagi masyarakat Jakarta. Informasi diperoleh dari lembar peta yang dibukukan dan interaksinya masih manual. Teknologi informasi digital saat ini memungkinkan peta dalam bentuk buku menjadi informasi dalam multimedia yang bisa disajikan di dalam layar monitor mini yang dapat dipasang di dalam mobil. Informasi yang disajikan pun bisa ditingkatkan menjadi ’knowledge’ dan ’wisdom’ dalam piramida alur pemanfaatan data melalui berbagai analisis yang terpadu. Sistem Navigasi Digital Kendaraan Bermotor Sistem navigasi digital kendaraan bermotor roda empat atau lebih pada umumnya terdiri dari 2 sub-sistem yaitu sub-sistem peta dasar dan sub-sistem alat penentu posisi. Peta dasar merupakan informasi tentang lokasi jalan beserta atributnya (utamanya nama jalan) hasil pengolahan data dari pekerjaan survey pemetaan. Karena tujuannya untuk navigasi, maka peta dasar ini lebih difokuskan kepada informasi jalan secara detil. Untuk mendapatkan peta dasar jalan yang detil, diperlukan proses pemetaan yang menggabungkan metode extra-terestris dan terestris, dan ini merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Peta Gunther misalnya menggunakan foto udara Jakarta sebagai informasi awal kemudian dilengkapi dengan survey terestris selama 2 tahun. Penentu posisi di lapangan, saat ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut GPS (Global Positioning System) receiver. Sebenarnya sistem penentu posisi saat ini tidak hanya GPS yang merupakan produk Amerika Serikat, tetapi juga ada Glonass produk dari Rusia dan GNSS (Global Navigation Satellite System) produk dari Uni Eropa. Penentu posisi ini mampu memberikan informasi koordinat di permukaan bumi, sehingga jika digabungkan dengan peta dasar yang mempunyai sistem koordinat yang sama, maka terbentuklah suatu sistem navigasi yang handal. Sistem navigasi digital untuk kendaraan bermotor dapat dikelompokkan menjadi 2 sistem yang berbeda, yaitu sistem navigasi aktif dan sistem navigasi pasif. Sistem navigasi pasif adalah
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
25
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
sistem yang dalam proses navigasinya hanya melibatkan unit dari kendaraan bermotor itu sendiri, misalnya pengendara dengan sistemnya. Pada sistem navigasi aktif, selain unit kendaraan, unit pemantau dari tempat lain juga dilibatkan. Armada taxi merupakan salah satu contoh dari sistem navigasi aktif. Keadaan di Jakarta dan Harapan Masa Depan Saat ini di Jakarta, aplikasi sistem navigasi kendaraan bermotor roda empat atau lebih sedang berkembang. Mulai dari aplikasi perencanaan dan operasional kepolisian (Polda Metro Jaya), pemantauan armada taxi Blue Bird, pemantauan distribusi bahan bakar minyak oleh armada truk BBM sampai kenyamanan pengguna pribadi. Untuk aspek komersial, yang melibatkan institusi atau organisasi besar, maka sistem navigasi aktif dapat meningkatkan efisiensi melalui tambahan analisis dengan menggunakan sistem informasi geografis (GIS, geographical information system) terutama metode analisis jaringan (network analysis). Dengan lengkapnya data atribut tentang jalan itu sendiri, misalnya panjang jalan, kondisi jalan, keadaan jalan-jalan pada waktu tertentu, keadaan sosial sekitar jalan; analisis lebih mendalam tentang pemilihan rute dapat dilakukan. Misalnya untuk perencanaan pengawalan oleh pihak kepolisian, sistem ini sudah digunakan. Pertamina juga sedang berusaha untuk mengembangkan sistem pemantau dan navigasi tiap saat (real time monitoring) armada penyalur BBM untuk menghilangkan fenomena kebocoran BBM dalam perjalanan. Untuk pengguna pribadi, sistem navigasi pasif yang digunakan, hanya bergantung pada alat penentu posisi dan peta dasar. Apabila salah satu unsur ini tidak akurat, maka informasi navigasi pun akan tidak sesuai dengan harapan. Alat penentu posisi saat ini mempunyai ketelitian sampai 5 meter, artinya informasi posisi (koordinat) yang diberikan berada dalam toleransi radius 5 meter dari posisi sebenarnya. Hal ini sudah memenuhi kebutuhan untuk sistem navigasi di perkotaan sehingga unsur ini sudah bukan merupakan hambatan lagi. Lagipula dengan makin beragamnya produk dari negara lain seperti Belanda, Korea dan China, maka alat penentu posisi makin gampang dan mudah didapatkan dengan harga yang terus bersaing. Sesungguhnya sistem navigasi yang digunakan oleh masyarakat umum saat ini di Jakarta baru pada taraf awal. Sistem ini hanya terdiri dari alat penerima sinyal (receiver) GPS yang mempunyai fitur (feature) layar tampilan (display) mini dan kemampuan menyimpan data koordinat dan gambar (image). Peta jalan yang ada kemudian direktifikasi (didefinisikan sistem koordinatnya menjadi sistem koordinat yang sama dengan sistem GPS) kemudian disimpan di alat GPS sebagai peta dasar (background image). Apabila alat GPS dinyalakan dan akan digunakan untuk navigasi, maka posisi alat GPS saat itu akan tampil dengan latar belakang peta dasar yang akan terus mengikuti pergerakan alat GPS. Dengan cara ini maka pengendara yang menggunakan GPS sebagai alat bantu navigasi akan mengetahui kira-kira di mana posisi (koordinat) sebenarnya. Sistem ini sebenarnya bukan sistem navigasi yang ideal. Sistem navigasi ideal seharusnya mampu memberikan analisis yang lebih jauh data yang ada. Misalnya sistem navigasi kendaraan bermotor yang ada di Jepang atau negara lainnya yang mampu memberikan informasi rute terpendek, rute tercepat, beserta beberapa pilihan dalam perjalanan. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan algoritma analisis jaringan (network analysis) dalam sistem informasi geografis. Yang menjadi kendala utama pada sistem navigasi perkotaan di Indonesia, terutama Jakarta adalah peta dasar. Kelengkapan peta dasar sangat bergantung kepada kemutakhiran informasi yang diberikan. Khusus untuk Jakarta, peta dasar dikeluarkan oleh Dinas Pemetaan dan Pengukuran Tanah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DPPT Prov DKI Jakarta) (Gb.1). Peta ini memberikan informasi gambaran secara geometrik yang diperoleh dari hasil pemotretan udara dan menghasilkan peta detail dengan skala 1:1000 yang artinya 1 milimeter di peta sama dengan 1000 milimeter atau 1 meter di lapangan. Ini merupakan peta dasar yang paling akurat dari segi geometrik yang terdapat di Jakarta. Sayangnya, tidak semua atribut yang dibutuhkan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
26
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
untuk keperluan navigasi terdapat dalam peta ini, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk melengkapinya. Pemutakhiran informasi secara tematik untuk keperluan navigasi dilakukan oleh banyak pihak, baik institusi (pemerintah atau swasta) maupun perorangan dengan cara survey lapangan secara langsung (terestris). Hal ini tidak menutup kemungkinan duplikasi pekerjaan, misalnya pemutakhiran nama jalan dilakukan oleh beberapa pihak. Beberapa komunitas, khususnya dari komunitas otomotif berinisiatif untuk mengembangkan sendiri peta dasar untuk keperluan navigasi mereka, dan hasilnya dapat digunakan oleh masyarakat luas.
Gb.1 Contoh tampilan peta dasar Jakarta produk DPPT (Sumber http://dppt.jakarta.go.id/) Salah satu komunitas yang cukup aktif dalam kegiatan pemetaan partisipatif ini adalah �id-gps�. Komunitas ini pada awalnya terbentuk melalui milis (mailing list) yang mempunyai kegemaran akan pemetaan, navigasi dan otomotif. Kegiatan pemetaan partisipatif ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang seakurat dan semutakhir mungkin tentang posisi suatu obyek yang dianggap penting, misalnya posisi seluruh rumah sakit, apotik, tempat menarik, bahkan sampai pemutakhiran nama jalan (Gb.2).
Gb.2 Contoh tampilan peta jalan Jakarta hasil inisiatif dari komunitas id-gps (Sumber: Judhi Prasetyo, id-gps) Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
27
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Perkembangan kota Jakarta yang demikian cepat juga sangat mempengaruhi atribut untuk persil. Atribut yang sebelumnya masih berupa tanah kosong, beberapa bulan kemudian sudah menjadi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) atau sebaliknya. Hal ini juga merupakan tantangan tersendiri bagi dunia pemetaan Indonesia yang harus mengembangkan sistem survey cepat untuk perkotaan dan pemutakhiran data secara cepat, akurat dan terpadu. Untuk itu juga diperlukan semacam metadata yang dikelola secara tunggal dan bersifat koodinasi dari berbagai data yang terkait dengan navigasi.
Gb.3 Contoh sistem navigasi kendaraan bermotor di Jepang. Gambar sebelah kiri memperlihatkan informasi peta dan posisi real time, dan gambar sebelah kanan memperlihatkan antena GPS (dilingkari dengan warna merah) yang diletakkan di dalam mobil. (Sumber foto: Agustan, koleksi pribadi) Melihat perkembangan dunia pemetaan dan otomotif di Jakarta, tidak lama lagi sistem navigasi yang sering dijumpai di negara lain (misalnya Jepang) akan bisa dijumpai di Jakarta.
Referensi 1. Dinas Pemetaan dan Pengukuran Tanah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, http://dppt.jakarta.go.id/ 2. Komunitas mailing list id-gps@yahoogroups.com
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
28
INOVASI Vol.10/XIX/Maret 2008
IPTEK PRODUKSI TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI DAERAH BERCURAH HUJAN TINGGI DI KABUPATEN BOGOR Tatang Sopian Dinas Kehutanan dan Perkebunan / Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta ; United Graduate School of Agricultural Science, Tokyo University of Agriculture and Technology E-mail: tsopian@yahoo.com Abstrak Budidaya tanaman karet di daerah bercurah hujan tinggi kurang optimal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman karet itu sendiri, sebagaimana ditampilkan pada kajian ini. Di daerah yang bercurah hujan tinggi seperti di Kabupaten Bogor produktivitas karet per areal tanam menjadi lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas rata-rata wilayah se-propinsi Jawa Barat. Dalam kondisi wilayah yang memiliki curah hujan tinggi, lama penyinaran matahari yang bermanfaat untuk fotosintesis tanaman menjadi lebih rendah. Hujan dengan intensitas tinggi di wilayah Kabupaten Bogor sering disertai dengan angin kencang atau angin berkecepatan tinggi yang dapat menumbangkan pohon atau mematahkan batang tanaman karet dan mengakibatkan menurunnya populasi tanaman per hektar. Intensitas hujan yang tinggi juga menyebabkan kelembaban udara yang tinggi dan mengakibatkan mudahnya tanaman karet terserang penyakit. Siklus musim setahun turut mempengaruhi pula siklus produksi tanaman karet yaitu, terdapat musim-musim dengan produktivitas rendah dan terdapat pula musimmusim dengan produktivitas tinggi. 1.
Pendahuluan
Karet alam adalah salah satu komoditas utama sub sektor perkebunan di Indonesia. Data tahun 2006 menunjukkan luas areal tanaman karet di Indonesia adalah seluas 3,31 juta hektar (ha) dan menempati areal perkebunan terluas ketiga setelah kelapa sawit (pertama) dengan luas 6,07 juta ha dan kelapa (kedua) dengan luas 3,82 juta ha. Setelah karet, kopi adalah tanaman perkebunan yang menempati posisi keempat dengan areal penanaman seluas 1,26 juta ha dan kakao (kelima) seluas 1,19 juta ha (Deptan, 2006). Produksi nasional karet pada tahun 2006 adalah sebesar 2,27 juta ton karet kering (KK) dengan produksi terbanyak berasal dari Sumatera (termasuk Bangka-Belitung dan Riau Kepulauan) dengan total produksi sebesar 1,66 juta ton. Produktivitas karet nasional pada tahun tersebut mencapai 868 kg KK / ha dan telah mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan satu dekade yang lalu yang hanya mencapai 575 kg KK / ha (tahun 1996). Bila dibandingkan produktivitas areal tanaman karet antar propinsi, terdapat kecenderungan produktivitas tertinggi berasal dari propinsi-propinsi di Sulawesi dan Jawa yang mencapai lebih dari 1000 kg KK / ha, sedangkan di pulau-pulau lainnya hanya mencapai kurang dari 1000 kg KK / ha (Gb.1). Hal ini diperkirakan sangat terkait dengan kondisi kesuburan lahan yang berbeda di kepulauan yang ada di Indonesia.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
29
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
1,300
Productivity ( kg dry rubber / ha )
Sulawesi Selatan
1,200
Sulawesi Tengah Jawa Timur
1,100
Jawa Tengah Jawa Barat Sulawesi Barat
1,000
Sumatera Utara Lampung Irian Jaya Barat Kalimantan Tengah Bengkulu Riau Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Bali Sumatera Barat Riau Kepulauan Bangka Belitung Kalimantan Barat Jambi Kalimantan Timur Nanggroe Aceh Banten Darussalam
900 800 700 600 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Gb.1. Produktivitas areal tanaman karet di 23 propinsi di Indonesia (Diolah dari basis data Deptan, 2006). Anak panah berwarna merah menunjukkan nilai produktivitas 1.000 kg KK/ha yang menjadi petunjuk batas produktivitas tinggi dan rendah dalam deskripsi pada tulisan ini.
Bila ditinjau lebih spesifik lagi dengan mengambil kasus pada daerah yang lebih sempit lagi dibandingkan dengan daerah sekitarnya, akan tampak adanya pengaruh keadaan iklim (agroklimat) lokal terhadap produktivitas areal tanaman karet. Setidaknya hal ini dapat dilihat dengan rendahnya produktivitas lahan kebun karet di lokasi studi yang terletak di Kabupaten Bogor, yang pada saat studi dilakukan pada tahun 1997 memiliki produktivitas rata-rata sebesar 771 kg KK / ha sedangkan produktivitas tingkat propinsi Jawa Barat pada saat itu adalah sebesar 804 kg KK / ha dan produktivitas sementara karet nasional pada saat itu adalah sebesar 601 kg KK / ha. Berdasarkan studi tersebut, tulisan ini akan menguraikan bagaimana pertumbuhan dan produksi tanaman karet di wilayah bercurah hujan tinggi. 2.
Metodologi
2.1. Lokasi Studi dan Keadaan Iklim Studi dilakukan di salah satu kebun di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (nama perusahaan perkebunan tidak disebutkan). Kabupaten dan Kota Bogor adalah daerah yang dikenal memiliki curah hujan yang cukup tinggi, bahkan khusus untuk Kota Bogor diberi julukan sebagai Kota Hujan di Indonesia. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh pihak kebun selama 5 tahun sebelum studi dilakukan, curah hujan rata-rata di daerah tersebut sebanyak 4.470 mm dengan frekuensi rata-rata 191,2 hari hujan setahun. Dari sebaran data di dalamnya diketahui bahwa curah hujan terendah dalam periode tersebut adalah sebanyak 4.009 mm dengan frekuensi 178 hari hujan setahun dan curah hujan tertinggi sebanyak 5.407 mm dengan frekuensi 213 hari hujan setahun (Gb.2a). Hujan yang turun dalam sehari lebih sering terjadi pada waktu sore hari (pukul 12.00-15.00) (Gb.2b). Lokasi kebun tersebar di daerah dengan ketinggian rata-rata 64 m di atas permukaan laut (dpl), 360 m dpl dan 707 m dpl (Gb.3) dengan kondisi tanah didominasi oleh jenis latosol. Lokasi kebun memiliki pembatas geologis di sebelah utara merupakan dataran rendah yang seterusnya menghadap ke Laut Jawa, di sebelah timur merupakan sub-daerah aliran sungai (DAS) Cisadane, sebelah barat merupakan sub-DAS Cidurian, dan sebelah selatan merupakan dataran tinggi yang terdapat dua buah gunung masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) yaitu Gunung Salak (selatan-tenggara) dan Gunung Halimun (selatanbarat daya). Pembatas geologis pegunungan (termasuk dengan adanya Gunung Gede dan Gunung Pangrango) di bagian selatan ini diduga merupakan salah satu penyebab tingginya curah hujan di daerah Kabupaten Bogor yang umumnya terkait dengan pembentukan hujan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
30
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
5500
230
5300
220
5100
210
4900
200
4700
190
4500
180
4300
170
4100
160
3900
1992
1993
1994
1995
1996
Rainfall (mm) 4009 178 Rainy days
4430 188
4231 163 Year
5407 213
4273 214
Frequency (rainy days)
Rainfall (mm)
orografik yaitu hujan yang terbentuk akibat pendinginan uap air (awan) yang disebabkan karena desakan angin dari arah pantai naik ke atas pegunungan.
24.00-06.00 11%
06.00-12.00 16%
18.00-24.00 29%
12.00-18.00 44%
150
(b) (a) Gb.2. Grafik curah hujan dan hari hujan di lokasi studi selama 5 tahun terakhir sebelum studi (a) dan waktu terjadinya hujan dalam 24 jam (b). (Data kebun, diolah)
Gb.3. Peta lokasi kebun yang terkonsentrasi pada elips yang ditunjuk oleh anak panah berwarna merah (360 m dpl), sebaran lainnya terletak agak ke utara (64 m dpl) dan agak ke selatan (707 m dpl). Dimodifikasi dari Peta Topografi skala 1:250.000, (Direktorat Topografi AD, 1955)
2.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data Data-data pertumbuhan dan produksi tanaman karet bersumber dari data-data yang dimiliki oleh kebun. Demikian pula data-data iklim yang berupa curah hujan dan hari hujan bersumber dari data-data yang dimiliki kebun yang sejak tahun 1960 pengukuran data-data tersebut telah dilakukan untuk keperluan yang terkait dengan usaha kebun. Data-data lain yang berupa lama penyinaran, suhu udara dan kecepatan angin diperoleh dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor, sedangkan data curah hujan dan hari hujan yang diperoleh dari stasiun klimatologi ini dipergunakan pula untuk perbandingan. Data-data produksi / produktivitas karet nasional dan propinsi menggunakan data yang diperoleh dari basis data Departemen Pertanian.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
31
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Data-data yang terkumpul direkapitulasikan dan diolah secara sederhana dengan menggunakan program ‘worksheet’ MS-Excel dan disajikan dalam bentuk gambar ataupun grafik di dalam tulisan ini. 3. Pembahasan 3.1. Produktivitas Karet Relatif Rendah Berdasarkan data produktivitas areal yang terkumpul pada periode 1990-1996 produktivitas tanaman karet di kebun yang terdapat di daerah Kabupaten Bogor relatif lebih rendah dibandingkan daerah sekitarnya di Propinsi Jawa Barat (Gb.4). Jika dibandingkan dengan daerah lainnya pada skala nasional produktivitasnya masih relatif lebih tinggi berhubung di beberapa propinsi terdapat daerah-daerah yang mempunyai produktivitas yang sangat rendah yaitu khususnya yang terletak di luar Pulau Jawa dan di luar Pulau Sulawesi dan mengakibatkan rendahnya produktivitas tanaman karet di propinsi tersebut (Gb.1). 950.0
Productivity(kgdryrubber/ha)
900.0 850.0 800.0 750.0 700.0 650.0 600.0 Bogor
Jawa Barat
Indonesia
Gb.4. Grafik perbandingan produktivitas tanaman karet kebun lokasi studi di Kabupaten Bogor dengan rata-rata produktivitas propinsi Jawa Barat dan nasional Indonesia.
3.2. Hubungan Antar Parameter-Parameter Iklim dan Siklus Musim
220
85
210
S u n s h in e le n g t h (% )
F r e q u e n c y (r a in y d a y s /y e a r )
Berdasarkan data-data iklim tahunan dalam rentang periode 1989-1996 maupun siklus musim di kebun lokasi studi, terdapat hubungan antar parameter iklim yang satu dengan yang lainnya. Curah hujan yang tinggi di daerah studi berhubungan erat dengan frekuensi hari hujan yang sering terjadi (Gb.5a). Frekuensi hari hujan yang semakin sering terjadi dalam siklus musim berakibat semakin rendahnya rata-rata frekuensi penyinaran matahari (Gb.5b), di samping itu juga mengakibatkan semakin tingginya rata-rata kelembaban udara (Gb.5c) dan rata-rata kecepatan angin yang datang per bulannya (Gb.5d).
75
200
y = -3.4141x + 112.18 2 R = 0.8115
65
190 180 170
55
3
2
y = 5E-09x - 1E-04x + 0.5947x - 994.9 R2 = 0.5451
35
160 150 3800
45
25
4300 4800 5300 Rainfall (mm/year)
(a)
5800
8
10 12 14 16 18 20 22 24 Frequency (rainy days per month)
(b)
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
32
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
2.1 Wind velocity (km/h)
Relative humidity (%)
90 88 86 84 y = 0.629x + 74.99 R2 = 0.6726
82 80 78
1.9
y = 0.0431x + 0.8967 2 R = 0.6183
1.7 1.5 1.3 1.1
7
12 17 22 Frequency (rainy days per month)
8
12 16 20 Frequency (rainy days per month)
24
(c) (d) Gb.5. Hubungan antara curah hujan per tahun dengan frekuensi hari hujan per tahun (a) serta hubungan antara frekuensi hari hujan per bulan dengan lama penyinaran matahari (b), kelembaban udara (c) dan kecepatan angin (d).
88 81 74 67 60 53 46 39 32 25
Month
Month
Wind velocity
Rainy days
(a)
R e la tiv e h u m id ity (% )
90
25.8 25.6 25.4 25.2 25 24.8 24.6 24.4 24.2 24
88 86 84 82 80
(b)
Ja n Fe b Ma r Ap r Me Ju i n Ju Au l g Se p Oc No t v De c
78
Sunshine length (%)
T e m p e ra tu re (ยบC )
Rainfall (mm)
S u n s h in e le n g th (% )
25 23 21 19 17 15 13 11 9 7 Ja n Fe b M ar Ap r M e Ju i n Ju Au l g Se p Oc No t v De c
Ja n Fe b Ma A pr r Me Ju i n Ju Au l g Se p Oc No t v De c
R a in f a ll ( m m )
2.1 2 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1
F re q u e n c y (ra in y d a y s )
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150
W in d v e lo c it y ( k m /h )
Siklus musim dalam setahun menunjukkan bahwa puncak musim hujan ditandai dengan curah hujan tertinggi yang jatuh pada bulan Desember sampai dengan Februari (Gb.6a). Demikian pula frekuensi hari hujan (Gb.6b) dan kecepatan angin yang tinggi (Gb.6a) sering terjadi pada bulan Desember sampai dengan Februari tersebut bersamaan pula terjadi penyinaran matahari dengan lama penyinaran yang rendah (Gb.6b). Sedangkan sebaliknya puncak musim kemarau jatuh pada bulan Juni sampai dengan Agustus ditandai dengan curah hujan terendah (Gb.6a) dan frekuensi hari hujan yang rendah (Gb.6b). Kelembaban udara yang tinggi dengan suhu udara terendah dialami pada puncak musim hujan yaitu pada bulan Januari dan Februari (Gb.6c). Suhu udara mengalami dua kali puncak panas tertinggi yaitu pada awal musim kemarau pada bulan Mei dan pada awal musim hujan yaitu pada bulan September dan Oktober (Gb.6c).
Month
Relative humidity (%)
Temperature (ยบC)
(c) Gb.6. Siklus musim di kebun lokasi studi dengan parameter curah hujan dan kecepatan angin (a) serta frekuensi hari hujan dan lama penyinaran matahari (b).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
33
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
3.3. Hubungan Antara Parameter-Parameter Iklim dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Karet Parameter lingkungan khususnya iklim dapat mempengaruhi produksi tanaman karet (Raj et al. 2005 ; Rao et al, 1998). Curah hujan yang terlalu tinggi di atas 4000 mm mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman karet per pohon (Gb.7a). Parameter hari hujan pada frekuensi kurang dari 190-200 hari hujan per tahun cenderung meningkatkan produktivitas tanaman karet per hektar lahan kemudian menurun setelah melampaui 200 hari hujan (Gb.7b), hal ini terkait pula dengan lama penyinaran matahari di mana peningkatan produktivitas lahan tanaman karet kuadratik terhadap lama penyinaran matahari (Gb.7c). Sedangkan kecepatan angin yang tinggi cenderung meningkatkan jumlah kerusakan tanaman karet (Gb.7d) dalam bentuk patah batang ataupun tumbang.
33 31 29 27 25 23 21 19 17 15 3500
960 2
P ro d u c tiv ity (k g d ry ru b b e r/h a )
P r o d u c t iv it y (g d r y r u b b e r /t r e e /t a p )
Curah hujan yang cukup sebetulnya dapat meningkatkan produktivitas setiap tanaman karet akan tetapi pada kasus di kebun lokasi studi secara jelas mengalami penurunan, hal ini diduga karena curah hujan di atas 4000 mm per tahun sudah melampaui curah hujan optimal untuk produksi tanaman karet. Penyebab lainnya yaitu bahwa sebagaimana digambarkan di awal yaitu, di kebun lokasi studi sering terjadi hujan di sore hari (Gb.2b). Hal ini menyebabkan saat dilakukan sadap pada keesokan harinya, keadaan tanaman karet masih belum kering dan kadar air dalam lateks yang dihasilkan masih tinggi, akibatnya kadar karet kering relatif lebih rendah daripada keadaan normal.
y = -6E-08x - 0.0053x + 49.012 2 R = 0.7298
4000
4500
5000
5500
3
910 860 810 760 710 660 145
6000
2
y = -0.0054x + 2.854x - 496.86x + 29381 2 R = 0.8921
160
175
190
205
220
Frequency (rainy days)
Rainfall (mm)
(a)
(b) N u m b e r o f b ro k e n tre e / ha
P r o d u c t iv it y ( k g d r y r u b b e r /h a )
35 900 y = -1.1167x2 + 142.15x - 3683.6 R2 = 0.623 850
32.5 y = 8.4286x2 - 13.287x + 25.391 R2 = 0.3226
30
27.5
800
25
750
22.5
700
20
650
17.5
50
52.5
55
57.5
60
Sunshine length (%)
(c)
62.5
65
0.7
0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 Average wind velocity per year (km/h) (d)
Gb.7. Grafik hubungan antara curah hujan dengan produktivitas karet per pohon (a), hubungan antara frekuensi hari hujan dengan produktivitas karet per hektar (b), hubungan antara lama penyinaran matahari
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
34
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
dengan produktivitas karet per hektar (c) dan hubungan antara kecepatan angin dengan jumlah pohon karet yang rusak (patah atau tumbang) per hektar (d).
Produktivitas per pohon karet dan produktivitas per hektar lahan tanaman karet agak berbeda parameter iklim yang mempengaruhinya. Jika produktivitas per pohon dipengaruhi langsung oleh curah hujan, maka produktivitas per hektar lahan sebetulnya dipengaruhi langsung oleh lama penyinaran matahari (Gb.7c), hal ini diduga karena kepadatan populasi tanaman karet turut berpengaruh di dalam keefektifan dan efisiensi fotosintesis tanaman karet. Berhubung lama penyinaran matahari mempunyai korelasi linier yang kuat dengan frekuensi hari hujan (Gb.5b), maka di sini ditampilkan pula hubungan antara hari hujan dengan produktivitas lahan (Gb.7b). Menurut Darmandono (1995) produksi karet menurun dengan semakin banyaknya hari hujan setahun. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa hal tersebut disebabkan karena semakin tingginya resiko kerusakan lateks sebelum dikumpulkan atau meningkatnya serangan penyakit daun dan bidang sadap seiring dengan meningkatnya curah hujan. Kecepatan angin yang tinggi telah banyak dilaporkan mengakibatkan kerusakan terhadap tanaman karet dalam bentuk pohon tumbang, patah batang, patah cabang dan terpuntir / bengkok sebagaimana dilaporkan pula oleh Thomas (1993) di Sumatera Utara dengan gambaran keadaan angin yang disebabkan oleh pergerakan angin muson barat. Pada kasus di kebun lokasi studi, ditemukan hubungan langsung (korelasi polynomial kuadratik) antara semakin cepatnya rata-rata kecepatan angin dengan kecenderungan semakin banyaknya tanaman karet yang rusak (Gb.7d). Berhubung korelasi pula dengan frekuensi hari hujan, maka diperkirakan ada hubungan tidak langsung antara frekuensi hari hujan dengan jumlah tanaman karet yang rusak. Kerusakan tanaman karet ini mengakibatkan rendahnya populasi tanam kebun lokasi studi yaitu hanya rata-rata 271 pohon karet/ha, sementara potensi populasi dapat mencapai 400-450 pohon/ha sesuai perhitungan jarak tanam yang umum di perkebunan karet. Di samping karena kerusakan tanaman karet akibat angin, kerusakan tanaman karet juga terjadi akibat serangan penyakit. Di berbagai tempat terlihat adanya tanaman karet yang menderita penyakit batang dan ditambah dengan penyakit akar yang turut mengakibatkan mudah patah atau tumbangnya pohon karet (Gb.8a). Di pembibitan tanaman karet, serangan penyakit yang terjadi saat curah hujan tinggi mengakibatkan keadaan bibit yang tidak seragam (Gb.8b). Serangan-serangan penyakit ini juga diduga terkait dengan keadaan iklim yang bercurah hujan tinggi dan menjadi tempat yang nyaman bagi bakteri dan cendawan penyebab penyakit.
(a) (b) Gb.8. Serangan penyakit batang pohon karet (anak panah berwarna kuning) dan akar pohon karet (anak panah berwarna merah) (a), serta keragaan pembibitan tanaman karet setelah terserang penyakit pada pembibitan (b)
3.4. Siklus Musim dan Fluktuasi Produksi Tanaman Karet
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
35
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
70 60 50 40 n b r r ei n ul g p ct v c Ja Fe M a A p M Ju J A u Se O N o D e
100
88
90
86
80
84
70
82
60
80
50
78
40
Productivity (kg dry rubber/ha)
80
90
Ja n Fe b M ar Ap r M ei Ju n Ju Au l g Se p O ct No v De c
90
R elative hum idity (% )
100
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150
P r o d u c t iv it y (k g d r y r u b b e r /h a )
R a in fa ll (m m )
Siklus musim di kebun lokasi studi dalam setahun mempengaruhi fluktuasi produksi tanaman karet. Puncak produktivitas tertinggi tanaman karet terjadi pada awal musim kemarau yaitu pada bulan Mei dan puncak terendah produksi terjadi pada akhir musim kemarau dan awal musim hujan yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober (Gb.9) atau disingkat bulan ASO.
Month (a) (b) Gb.9a. Fluktuasi produksi tanaman karet dalam siklus curah hujan (a) dan kelembaban udara (b) selama setahun. Month
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa puncak musim kemarau di kebun lokasi sebetulnya terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus yang diindikasikan dengan curah hujan yang rendah (Gb.6a) dan frekuensi hari hujan yang tinggi (Gb.6b). Namun puncak terendah produktivitas agak bergeser dua bulan setelahnya (Gb.9a), Hal ini diduga terkait respon fisiologis tanaman karet sendiri yang pada bulan-bulan puncak musim kemarau (khususnya Juli-Agustus) terjadi pengguguran daun. Pada bulan Juli saat mulai terjadi pengguguran daun, hasil fotosintesis pada bulan sebelumnya (Juni) masih cukup membantu produksi lateks tanaman karet itu sendiri, sedangkan pada bulan September saat ada pucuk baru (daun muda) hampir tidak ada simpanan hasil fotosintesis bulan sebelumnya (Agustus) sehingga tidak mampu membantu produksi lateks. Di samping penyebab tersebut, ada pula penyebab lain yang diduga mengakibatkan rendahnya produktivitas pada periode tersebut, yaitu serangan embun tepung Oidium heveae saat terbentuknya pucuk baru setelah pengguguran daun (sekitar akhir Agustus - awal September). Serangan penyakit ini rutin terjadi di setiap blok (31 blok) lahan tanaman karet pada periode tersebut sebagaimana terdapat di dalam laporan tahunan pihak kebun. Penyakit embun tepung Oidium heveae merupakan penyakit yang cukup dikenal menyerang tanaman karet di Amerika Latin maupun Asia Tenggara (Limkaisang et al. 2005) termasuk di Indonesia. Puncak tertinggi produktivitas lahan tanaman karet (bulan Mei) terjadi agak bergeser 4 bulan setelah puncak tertinggi musim hujan (bulan Januari) (Gb.9a). Hal ini diduga terkait dengan curah hujan yang terlalu tinggi (lebih dari 450 mm) per bulan kurang optimal bagi produksi karet, di mana saat curah hujan (Gb.9a) dan kelembaban tinggi (Gb.9b) kadar karet kering dalam lateks cenderung lebih rendah. Selain itu, pengaruh efisiensi fotosintesis saat kematangan daun yang terjadi pada bulan April - Mei turut berperan dalam produktivitas tanaman karet. 4.
Kesimpulan
Curah hujan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman karet. Kabupaten Bogor mempunyai keunikan karena curah hujannya yang relatif sangat tinggi. Curah hujan yang tinggi ini mengakibatkan produktivitas tanaman karet di kebun karet yang terdapat di dalamnya menjadi relatif lebih rendah dibandingkan produktivitas tingkat Propinsi Jawa Barat meskipun bila dibandingkan dengan skala nasional masih lebih tinggi.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
36
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Selain faktor utama curah hujan yang tinggi, penyebab produktivitas yang relatif rendah ini juga disebabkan karena inefisiesi fotosintesis akibat rendahnya intensitas / lama penyinaran matahari, dan rendahnya populasi tanaman per hektar akibat rusaknya tanaman karet yang merupakan pengaruh langsung dari tingginya kecepatan angin selama hujan. Faktor penyebab lainnya adalah serangan penyakit, yang selain mempengaruhi produksi karet juga turut mengganggu pertumbuhan tanaman karet. Kesemua faktor-faktor penyebab tersebut, ternyata bermuara pada permasalahan parameter iklim curah hujan yang parameter iklim lainnya turut terkait. Demikian pula dengan fluktuasi produksi tanaman karet turut dipengaruhi pula oleh musim yang dikaitkan pula dengan volume curah hujan yang terjadi setiap bulannya. 7. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4.
5.
6. 7.
Darmandono. 1995. Pengaruh Komponen Hujan Terhadap Produktivitas Karet. Jurnal Penelitian Karet, 13(3), 223-238. Deptan. 2006. Basis Data Statistik Pertanian ( http://database.deptan.go.id/ ) Direktorat Topografi AD. 1955. dalam T. Sopian. 1998. Laporan Keterampilan Profesi Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB( data sekunder). P.S. Rao, C.K. Saraswathyamma, M.R. Sethuraj. 1998. Studies on the Relationship Between Yield and Meteorological Parameters of Para Rubber Tree (Hevea brasiliensis), Agric. & For. Meteorol, 90(3), 235-245. S. Limkaisang, S. Kom-un, E.L. Furtado, K.W. Liew, B. Salleh, Y. Sato & S. Takamatsu. 2005. Molecular Phylogenetic and Morphological Analyses of Oidium heveae, a Powdery Mildew of Rubber Tree. Myoscience, 46(4), 220-226. S. Raj, G. Das, J. Pothen, S.K. Dey. 2005. Relationship Between Latex Yield of Hevea brasiliensis and Antecedent Environmental Parameters. Int’l J. Biometeorol, 49 (3), 189-196. Thomas. 1993. Beberapa Usaha untuk Mengatasi Kerusakan Tanaman Karet Karena Angin. Warta Perkaretan, 12(2), 27-29.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
37
IPTEK
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
POTRET KONDISI EMISI GAS BUANG KENDARAAN DI JAKARTA Sudarmanto Budi Nugroho Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia E-mail : nugrohobudis@hotmail.com 1. Pendahuluan Mengutip dari laporan APMA(Hag, et al, 2002), total estimasi pollutan CO yang diemisikan dari seluruh aktifitas di kota Jakarta adalah sekitar 686864 ton/tahun atau 48.6 % dari total emisi lima pollutant (PM, SO2, NOx, HC and CO). Hasil penelitian dari kerjasama study antara JICA dan Kementrian Lingkungan Hidup (1997) menyatakan bahwa kendaraan pribadi dan sepeda motor berkontribusi sebesar 50 % dan 20% emisi CO di Jakarta. Lebih lanjut disebutkan bahwa kendaraan pribadi mengemisikan 40% dari total emisi HC di Jakarta (SEI, UNEP and Kei, 2002). Hasil study oleh penulis tahun 2005, berdasarkan hasil estimasi di jalan-jalan utama kota Jakarta untuk tahun 2002, kendaraan pribadi berkontribusi 50 % dari total emisi HC dan 68 % dari total emisi CO yang berasal dari emisi kendaraan bermotor. Sehingga berdasarkan hasil-hasil studi terdahulu menunjukkan bahwa emisi dari kendaraan bermotor di Jakarta memberikan kontribusi yang lebih dominant dibandingkan dari sumber lainnya (industri dan sumber terbuka) khususnya untuk parameter CO. Kendaraan pribadi (mobil pribadi) berkontribusi dominan terhadap emisi CO dan HC, diantara berbagai jenis kendaraan lainnya. Tahun 2005 pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan perda pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak yang akan mulai berlaku efektif bulan februari tahun 2006. Perda tersebut menyatakan bahwa pemilik kendaraan pribadi wajib melakukan uji emisi kendaraan setiap enam bulan (Simamora, A.P, 2006) yang lebih popular diketahui sebagai program pemeriksaan dan perawatan emisi (I/M). Pemilik kendaraan akan diberikan insentif berupa sertifikat kelulusan uji emisi yang akan dipergunakan untuk mengurus perpanjangan surat STNK Kendaraan (BPLHD, 2005). Jika kendaraan telah lolos uji emisi, pemilik akan diberikan sertifikat dan sebuah stiker yang harus dipasang di bagian kiri kaca bagian depan kendaraan. Prasyarat lolos uji emisi adalah kondisi emisi kendaraan tersebut harus berada dibawah baku mutu emisi yang berlaku sesuai dengan SK Gub DKI no 95 tahun 2000 (Tabel 1). Namun demikian sebaliknya, jika kendaraan tersebut gagal dalam uji emisi, kendaraan tersebut harus di perbaiki atau menjalani prosedur perawatan sehingga emisi yang dihasilkan lebih rendah dari standar yang diijinkan. Untuk pengujian dan perawatan emisi kendaraan harus dilakukan oleh bengkel dan teknisi yang terakreditasi. Dalam studi ini, pertama-tama kita menganalisis kondisi emisi kendaraan di Jakarta berdasarkan data hasil uji petik emisi di beberapa jalan utama di kota Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek). Tahap selanjutnya adalah menganalisis beberapa factor/karakteristik kendaraan yang mempengaruhi hasil uji emisi gas buang dengan menggunakan model Bivariat Probit. 2. Metodologi 2.1. Lokasi Pengambilan Sampel Sembilan lokasi dipilih sebagai lokasi uji petik emisi kendaraan. Lima lokasi berada di kota Jakarta, sedangkan empat lainnya berada di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (gambar 1). Pada saat yang bersamaan juga dilakukan pengumpulan data karakteristik kendaraan yang dilakukan pengujian emisi seperti nomer registrasi kendaraan, pabrikan, umur kendaraan/taun produksi, kapasitas silinder mesin, karburator dan sistem injeksi serta bahan bakar yang dipergunakan.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
38
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Gb. 1. Lokasi Uji Petik Emisi Kendaraan Pribadi
Pengukuran emisi dilakukan pada saat kondisi kendaran diam(idle) dan sudah beroperasi normal. Pengujian berlangsung singkat: pertama kondisi persneling dalam keadaan netral, dan pendingin udara dalam kabin kendaraan/AC dimatikan dan setelah itu dibiarkan dalam kondisi idle selama 30 detik. Setelah itu pedal gas ditekan hingga 2500 rpm kurang lebih selama 30 detik. Dengan menggunakan alat pengukuran emisi milik BPLHD DKI Jakarta yaitu Optima 4040 dan/atau SAGEM digunakan untuk mengukur kadar emisi kendaraan yang langsung terlihat di monitor. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan april dan mei tahun 2004. Jumlah total sample kendaraan pribadi berbahan bakar bensin adalah 1023, namun hanya 787 sampel kendaraan yang lengkap data karakteristik kendaraannya. Hasil analisis diskripsi data diperlihatkan pada tabel 2 dan tabel 3. Ssebagian besar populasi adalah non-sedan (76.49%) dan sekitar 64.55 % menggunakan karburator. Sebanyak 81.45 % menggunakan bahan bakar bensin premium (regular) nilai rata-rata AFR (rasio udara dan bahan bakar) sekitar 1.0067. lebih dari 51 % kendaraan yang diuji berumur kurang dari atau sama dengan 6 tahun. Sebagian besar kendaraan memiliki kapasitas mesing umumnya berkisar antara 1000 -2000 cc (Lebih dari 88%). 2.2 .
Analisis Data
Dalam study ini hanya difokuskan pada analisis untuk kendaraan berbahan baker jenis bensin. Kami menggunakan analisis regresi bivariat probit untuk menguji probabilitas kegagalan uji emisi CO dan HC.. Kegagalan hasil uji emisi didefinisikan sebagai pengaruh dari karakteristik kendaraan seperti jenis kendaraan, tahun pembuatan, kapasitas mesin kendaraan , system pembakaran dengan karburator atau sistem injeksi. Faktor lain yang juga digunakan untuk menganalisis yang merepresentasikan kondisi operasional kendaraan seperti jenis bahan bakar yang digunakan dan rasio komposisi udara dan bahan bakar sebagai indikator perawatan kendaraan. Model regresi bivariat probit didasarkan pada observasi simultan dari dua variable diskrit biner yang diobservasi dan bersifat dependen seperti yi1 and yi2 yang mengindikasikan kegagalan test emisi CO dan HC. Berdasarkan variabel terikat yang diobservasi yang mengunakan dua nilai biner, mengarisbawahi variable terikat yang kontinyu zi1 dan zi2 yang dapat dinyatakan dengan rumus:
z i1 = β ′1 x i1 + ε i1
z i 2 = β ′2 x i2 + ε i 2 Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
39
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008 yij = 1 jika zij > 0, yij = 0 kondisi lainnya, j = {1, 2} Dimana i merupakan sebuah observasi; β and x merepresentasikan vector dari parameter dan variable bebas, εi1 and εi2 yang merupakan random variasi yang terdistribusi secara gabungan dalam standard bivariate normal anda parameter yang bebas berkorelasi , i.e., BNV [0,0,1,1, ]. Berdasarkan persamaan yang diberikan diatas, fungsi logaritmic dari kecenderungan kegagalan uji emisi dari sampel tersebut seperti tertulis dalam rumus :
log L = ∑ log Φ 2 [qi1β ′1 x i1 , qi 2 β ′2 x i 2 , qi1qi 2 ρ ]
(2)
i
DimanaФ2 dinyatakan sebagai standar biariate yang terdistribusi normal; q adalah variable indicator seperti qim = 2yim-1, m = {1, 2}. Berdasarkan data yang dikumpulkan dengan pengukuran langsung di sembilan lokasi di Jabodetabek taun 2004, hasil perhitungan diestimasi menggunakan perangkat lunak ekonometrik LIMDEP versi 8.0 (Greene, 2002). Analisis usia kendaraan menggunakan tahun 2005 sebegai referensi, dan keseluruhan sampele bagi menjadi 10 grup dengan masing-masing interval 3 tahun. Berdasarkan distribusi sampel ukuran mesin kendaraan, dikategorikan menjadi 5 kategori (Tabel 2). Tabel 1. Standard Emisi Kendaraan di Jakarta
Karburator
Injeksi
Tahun Pembuatan Pre-1985 1986-1995 1996 and newer 1986-1995 1996 and newer
CO (%) 4.0 3.5 3.0
HC (ppm) 1000 800 700
3.0 2.5
600 500
Source: SK Gubernur DKI Jakarta 95/2000
Untuk jenis kendaran, klasifikasi berdasarkan jenis sedan dan non-sedan. Sedangkan untuk jenis bahan bakar yang digunakan dikategorikan menjadi pengguna bahan bakar regular (premium) dan non-reguler (pretamax, pertamax-plus). Tabel 2. Definisi Variable: Nilai Rata-Rata dan Standard Deviasi Parameter yang Terukur
Tidak Lolos Uji Emisi Variabel
Emisi CO
HC
CO & HC
Sampel CO (% volume)
348 6.086 (2.286) 539.6 (366.0) 0.9041 (0.206)
90 6.059 (2.286) 1047.5 (457.0) 0.9516 (0.351)
69 7.440 (2.647) 1051.3 (504.5) 1.0907 (0.287)
HC (ppm) Lambda (air to fuel ratio)
CO atau HC 369 5.826 (2.485) 567.8 (378.1) 0.9144 (0.212)
Total Sampel 787 3.309 (2.987) 390.6 (322.1) 1.0067 (0.274)
Berdasarkan hasil analisis deskriptif seperti terlihat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa 418 kendaraan menghasilkan emisi paramater CO dan HC yang lebih rendah dari standard yang diperkenankan. Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
40
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008 Tabel 3 Definisi Karakteristik Kendaraan
Variabel
Non-sedan FCARB Karburator Fuel Premium ENGSCL: kapasitas silinder mobil (dalam 1000 cc)
AGECL: Klasifikasi umur kendaran dihitung dari 2005 (th)
Definisi
=1, =0, lainnya =1, =0, lainnya =1, =0, lainnya (1) ≤1 (2) 1 – 1,5 (3) 1,5 - 2 (4) 2 – 2,5 (5) ≥ 2,5
(1) 1 -3 (2) 4 -6 (3) 7 -9 (4) 10-12 (5) 13-15 (6) 16-18 (7) 19-21 (8) 22 -24 (9) 25-27 (10) > 28
Hasil Uji Emisi (kegagalan uji dalam %) CO CO CO HC & atau HC HC 48.8 13. 11. 51.2 5 0 54.1 13. 9.8 57.9 6 48.2 13. 9.7 51.5 0 63.6 10. 9.1 65.5 47.3 9 8.0 50.8 40.3 11. 9.7 42.4 22.6 6 0.0 25.8 62.5 11. 25. 62.5 8 0 3.2 25. 0 34.4 5.0 3.8 35.6 39.9 11. 9.5 41.6 45.1 1 8.8 48.4 53.3 12. 11. 55.5 46.3 1 52.2 0 54.1 13. 9.0 62.2 51.9 1 16. 55.6 80.0 14. 2 80.0 66.7 9 11. 66.7 50.0 24. 1 66.7 0.0 3 14. 11. 1 8 0.0 16. 11. 7 1 33. 3
Total (%)
76.5 64.6 81.5 7.0 39.5 48.5 3.9 1.0
20.3 30.9 11.6 17.4 8.5 4.7 3.4 1.3 1.1 0.8
Catatan: angka tertulis didalam tiap kolom, pada baris pertama menyatakan nilai rata-rata sedangkan angka pada baris kedua (dalam tanda kurung) menunjukkan angka standard deviasi.
Bila dibandingkan dengan nilai ambang batas (SK Gub 95/2000), tingkat emisi HC dari kendaraan pribadi di Jakarta relative lebih baik dibandingkan dengan emisi CO, dalam rangka memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan 3. Estimasi Model Bivariat Probit Agar dapat membedakan pengaruh dari faktor utama/inti (usia, kapasitas mesin, non sedan dan AFR) dan faktor tambahan (Jenis bahan bakar dan sistem suplai bahan bakar karburator atau sistem injeksi), digunakan dua jenis model. Model pertama digunakan untuk mengestimasi pengaruh dari faktor inti, sedangkan model 2 digunakan untuk menganalisis keseluruhan (faktor inti dan faktor tambahan). Hasil analisis untuk kedua jenis model dapat dilihat pada tabel 4.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
41
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008 Dengan membandingkan hasil simulasi model 1 dan 2, nilai rho (disturbance correlation) hampir sama. Hasil estimasi loq-likelihood untuk model 2 lebih rendah daripada model 1. Nilai koefisien konstanta untuk parameter CO selalu positif, namun demikian bertolak belakang dengan konstanta untuk HC. Variabel non-sedan, usia kendaraan dan AFR selalu berpengaruh signifikan dalam menentukan probabilitas kegagalan uji emisi CO dan HC. Dengan menambahkan dua variabel bebas sehingga keseluruhan terdapat 6 variabel bebas (model 2), hubungan antara usia kendaraan dan probabilitas kegagalan uji emisi CO maupun HC selalu positif dan signifikan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa lambda atau AFR tetap signifikan untuk menentukan probabilitas kegagalan uji emisi CO dengan tingkat keyakinan 99% dan tingkat keyakinan 95 % untuk parameter HC. Salah satu parameter kunci yang sangat efektif dalam menentukan kesempurnaan proses pembakaran bahan bakar yang menghasilkan CO dan HC adalah rasio udara dan bahan bakar (AFR) (Rubin, E.S., 2001). Dalam studi ini nilai AFR dinyatakan dalam nilai kesetimbangannya (nilai 1) yaitu kondisi pembakaran yang ideal. Sehingga apabila nilainya lebih rendah dari 1, pembakaran kurang sempurna karena tidak cukup udara dan demikian pula sebaliknya, apabila nilai AFR lebih dari 1, artinya tidak cukup bahan bakar. Kapasitas mesin kendaraan berpengaruh signifikan terhadap CO untuk model 1 dan 2. Disisi lain, kapasitas mesin kendaraan tidak signifikan dalam menentukan probabilitas kegagalan uji emisi HC.
Gb. 2. Hubungan probabilitas Kegagalan uji emisi CO dan HC dan usia kendaraan
Gb. 3. Hubungan Probabilitas Kegagalan Uji Emisi CO dan HC dan Kapasitas Mesin
Dengan menambahkan variabel jenis bahan bakar dan sistem pembakaran (karburator) kedalam model, hanya memberikan pengaruh yang signifikan pada probabilitas kegagalan pengujian emisi CO. Jenis bahan bakar yang digunakan juga berkontribusi signifikan pada tingkat emisi CO dan HC yang menentukan hasil uji emisi kendaraan. Dalam studi ini, kita membagi jenis bahan bakar menjadi bahan bakar reguler (premium) dan non-reguler (pertamax dan pertamax plus).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
42
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Tabel 4a and 4b. Hasil Estimasi Model Bivariate Probit untuk Kendaraan Pribadi di Jakarta Model 1 Variabel Non-sedan AGECL ENGCL I/M Code Constant Jumlah sample Log Likelihood Rho-square
CO koeffisien 0.587 0.119 -0.234 -2.314 1.914
HC t-score 4.47 4.43 -3.33 -18.8 6.83
Koefisien 0.583 0.111 0.004 -0.615 -1.45 787 -708.4 0.435
t-score 3.30 3.37 0.05 -2.21 -3.46
Model 2 Variabel
CO koeffisien
Non-sedan AGECL ENGCL I/M Code Carburetor Fuel Constant Jumlah sample Log Likelihood Rho-square
0.329 0.022 -0.066 0.369 0.379 0.238 -1.706
HC t-scor Koefisie e n 2.67 0.481 2.65 0.081 -2.00 0.070 -17.3 0.280 2.97 -0.036 2.13 0.406 4.46 -3.179 787 -697.4 0.426
t-score 2.67 2.67 0.46 -2.05 0.29 2.03 -3.95
4. Kesimpulan dan Saran Sebagai studi pendahuluan untuk menganalisis program baru yang dijalankan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta, hasil studi menunjukkan bahwa jenis kendaraan non-sedan, usia kendaraan, rasio udara dan bahan baker serta system suplai bahan bakar ke mesin kendaraan, serta jenis bahan baker yang digunakan secara keseluruhan berperan secara signifikan dalam menentukan hasil uji emisi. Sedangkan ukuran silinder mesin berpengaruh signifikan pada hasil pengujian CO dan menjadi tidak signifikan untuk HC. Hasil studi dapat juga digunakan sebagai bahan awal kajian akademik untuk usulan wacana program pembatasan usia kendaraan di DKI Jakarta. Diperlukan studi lebih lanjut terutama difokuskan pada sample kendaraan yang berusia lebih dari sepuluh tahun dengan berbagai variasi tingkat perawatan kendaraan sehingga dapat dirumuskan atau dihasilkan dokumen akademis untuk kajian program pembatasan usia kendaraan. 5. References 1.
2. 3.
4.
Japan International Cooperation Agency (JICA) (1997). The Study on the Integrated Air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area, Final Report collaborated with the Environmental Impact Management Agency (BAPEDAL) the Republic of Indonesia, Nippon Koei Co., Ltd., and Suuri Keikaku Co., Ltd. SEI, UNEP, KEI (2002). Benchmarking Urban Air Quality Management and Practice in Major and Mega Cities of Asia, Stage 1. Adianto P. Simamora, (2006). “Garages ask for speedier emission testing approval.� The Jakarta Post-The Journal of Indonesia Today, City News. http://www.thejakartapost.com May 01 2006 Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, Propinsi DKI Jakarta, Kumpulan Peraturan Tentang Pengendalian Pencemaran Udara di Propinsi DKI Jakarta, BPLHD, 2005.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
43
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008 5. 6.
Greene, W. (2002). Econometric Analysis, Prentice-Hall, New Jersey. Rubin, E.S. (2001) Introduction to Engineering and the Environment. McGraw-Hill International Edition, Singapore.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
44
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
KESEHATAN DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN Jamal Zaini Residen, Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Pusat Respirasi Nasional RS Persahabatan, Jakarta Graduate Student, Dept of Respiratory Oncology & Molecular Medicine, Institute Development, Aging & Cancer, Tohoku University, Sendai. E-mail : jamal.zaini@gmail.com 1. Pendahuluan Polusi udara perkotaan diperkirakan memberi kontribusi bagi 800.000 kematian tiap tahun (WHO/UNEP). Saat ini banyak negara berkembang menghadapi masalah polusi udara yang jauh lebih serius dibandingkan negara maju. Contoh klasik pengaruh polusi udara terhadap kesehatan dapat dilihat pada kota-kota di negara maju seperti Meuse Valley, Belgia tahun 1930; Donora, Pennsylvania tahun 1948; dan London, Inggris tahun 1952; di mana terjadi peningkatan angka kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas) akibat polusi udara yang berakibat pada penurunan produktivitas dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Oleh sebab itu polusi udara juga merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup penting. Di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Menurut World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak 1995 hingga 2001 terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misal: kadar timbal/Pb yang tinggi) . World Bank juga menempatkan Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City. Polusi udara yang terjadi sangat berpotensi menggangu kesehatan. Menurut perhitungan kasar dari World Bank tahun 1994 dengan mengambil contoh kasus kota Jakarta, jika konsentrasi partikulat (PM) dapat diturunkan sesuai standar WHO, diperkirakan akan terjadi penurunan tiap tahunnya: 1400 kasus kematian bayi prematur; 2000 kasus rawat di RS, 49.000 kunjungan ke gawat darurat; 600.000 serangan asma; 124.000 kasus bronchitis pada anak; 31 juta gejala penyakit saluran pernapasan serta peningkatan efisiensi 7.6 juta hari kerja yang hilang akibat penyakit saluran pernapasan - suatu jumlah yang sangat signifikan dari sudut pandang kesehatan masyarakat. Dari sisi ekonomi pembiayaan kesehatan (health cost) akibat polusi udara di Jakarta diperkirakan mencapai hampir 220 juta dolar pada tahun 1999.
2. Polusi Udara Polusi udara berasal dari berbagai sumber, dengan hasil pembakaran bahan bakar fosil merupakan sumber utama. Contoh sederhana adalah pembakaran mesin diesel yang dapat menghasilkan partikulat (PM), nitrogen oksida, dan precursor ozon yang semuanya merupakan polutan berbahaya. Polutan yang ada diudara dapat berupa gas (misal SO2, NOx, CO, Volatile Organic Compounds) ataupun partikulat. Polutan berupa partikulat tersuspensi, disebut juga PM (Particulate Matter) merupakan salah satu komponen penting terkait dengan pengaruhnya terhadap kesehatan. PM dapat diklasifikasikan menjadi 3; yaitu coarse PM (PM kasar atau PM2,5-10) berukuran 2,5-10 Âľm, bersumber dari abrasi tanah, debu jalan (debu dari ban atau kampas rem), ataupun akibat agregasi partikel sisa pembakaran. Partikel seukuran ini dapat masuk dan terdeposit di saluran pernapasan utama pada paru (trakheobronkial); sedangkan fine PM (<2,5 Âľm) dan ultrafine (<0,1 Âľm) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan dapat dengan mudah terdeposit dalam unit terkecil saluran napas (alveoli) bahkan dapat masuk ke sirkulasi darah sistemik. Klasifikasi berdasar ukuran ini juga terkait dengan akibat buruk partikel tersebut terhadap kesehatan sehingga WHO dan juga US Environmental Protection Agency menetapkan standar PM dan polutan lain untuk digunakan sebagai dasar referensi (Tabel 1).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
45
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Tabel 1. Standar polutan udara menurut EPA
Pollutan PM10 (Âľg/m3) PM2,5 (Âľg/m3) Ozone (ppm) NO2 (ppm) SO2 (ppm)
Waktu 150 (/24jam) 65 (/24 jam) 0.12 (/1jam) 0.14 (/24 jam)
50 (/tahun) 15 (/tahun) 0.08 (/8 jam) 0.053 (/tahun) 0.03 (/tahun)
3. Mekanisme terjadinya gangguan kesehatan akibat polusi udara secara umum Efek yang ditimbulkan oleh polutan tergantung dari besarnya pajanan (terkait dosis/kadarnya di udara dan lama/waktu pajanan) dan juga faktor kerentanan host (individu) yang bersangkutan (misal: efek buruk lebih mudah terjadi pada anak, individu pengidap penyakit jantung-pembuluh darah dan pernapasan, serta penderita diabetes melitus). Pajanan polutan udara dapat mengenai bagian tubuh manapun, dan tidak terbatas pada inhalasi ke saluran pernapasan saja. Sebagai contoh, pengaruh polutan udara juga dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata. Namun demikian, sebagian besar penelitian polusi udara terfokus pada efek akibat inhalasi/terhirup melalui saluran pernapasan mengingat saluran napas merupakan pintu utama masuknya polutan udara kedalam tubuh. Selain faktor zat aktif yang dibawa oleh polutan tersebut, ukuran polutan juga menentukan lokasi anatomis terjadinya deposit polutan dan juga efeknya terhadap jaringan sekitar. Fine PM (<1 Âľm) dapat dengan mudah terserap masuk ke pembuluh darah sistemik. Indikator akibat pajanan jangka pendek dan jangka panjang polutan terhadap kesehatan dapat dilihat pada Tabel 2. Berikut ini beberapa mekanisme biologis bagaimana polutan udara mencetuskan gejala penyakit: 1. Timbulnya reaksi radang/inflamasi pada paru, misalnya akibat PM atau ozon. 2. Terbentuknya radikal bebas/stres oksidatif, misalnya PAH(polyaromatic hydrocarbons). 3. Modifikasi ikatan kovalen terhadap protein penting intraselular seperti enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh. 4. Komponen biologis yang menginduksi inflamasi/peradangan dan gangguan system imunitas tubuh, misalnya golongan glukan dan endotoksin. 5. Stimulasi sistem saraf otonom dan nosioreseptor yang mengatur kerja jantung dan saluran napas. 6. Efek adjuvant (tidak secara langsung mengaktifkan sistem imun) terhadap sistem imunitas tubuh, misalnya logam golongan transisi dan DEP/diesel exhaust particulate. 7. Efek procoagulant yang dapat menggangu sirkulasi darah dan memudahkan penyebaran polutan ke seluruh tubuh, misalnya ultrafine PM. 8. Menurunkan sistem pertahanan tubuh normal (misal: dengan menekan fungsi alveolar makrofag pada paru).
Tabel 2. Pengaruh polusi udara terhadap kesehatan jangka pendek dan jangka panjang Pajanan jangka pendek - Perawatan di rumah sakit, kunjungan ke Unit Gawat Darurat atau kunjungan rutin dokter, akibat penyakit yang terkait dengan respirasi (pernapasan) dan kardiovaskular. - Berkurangnya aktivitas harian akibat sakit - Jumlah absensi (pekerjaan ataupun sekolah) - Gejala akut (batuk, sesak, infeksi saluran pernapasan) - Perubahan fisiologis (seperti fungsi paru dan tekanan darah) Pajanan jangka panjang - Kematian akibat penyakit respirasi/pernapasan dan kardiovaskular - Meningkatnya Insiden dan prevalensi penyakit paru kronik (asma, penyakit paru osbtruktif kronis)
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
46
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
-
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin Kanker
Sumber: WHO dan ATS (American Thoracic Society) 2005
4. Polutan udara spesifik yang banyak berpengaruh terhadap kesehatan 4.1. Particulate Matter (PM) Penelitian epidemiologis pada manusia dan model pada hewan menunjukan PM10 (termasuk di dalamnya partikulat yang berasal dari diesel/DEP) memiliki potensi besar merusak jaringan tubuh. Data epidemiologis menunjukan peningkatan kematian serta eksaserbasi/serangan yang membutuhkan perawatan rumah sakit tidak hanya pada penderita penyakit paru (asma, penyakit paru obstruktif kronis, pneumonia), namun juga pada pasien dengan penyakit kardiovaskular/jantung dan diabetes. Anak-anak dan orang tua sangat rentan terhadap pengaruh partikulat/polutan ini, sehingga pada daerah dengan kepadatan lalu lintas/polusi udara yang tinggi biasanya morbiditas penyakit pernapasan (pada anak dan lanjut usia) dan penyakit jantung/kardiovaskular (pada lansia) meningkat signifikan. Penelitian lanjutan pada hewan menunjukan bahwa PM dapat memicu inflamasi paru dan sistemik serta menimbulkan kerusakan pada endotel pembuluh darah (vascular endothelial dysfunction) yang memicu proses atheroskelosis dan infark miokard/serangan jantung koroner. Pajanan lebih besar dalam jangka panjang juga dapat memicu terbentuknya kanker (paru ataupun leukemia) dan kematian pada janin. Penelitian terbaru dengan follow up hampir 11 tahun menunjukan bahwa pajanan polutan (termasuk PM10) juga dapat mengurangi fungsi paru bahkan pada populasi normal di mana belum terjadi gejala pernapasan yang mengganggu aktivitas. 4.2. Ozon Ozon merupakan oksidan fotokimia penting dalam trofosfer. Terbentuk akibat reaksi fotokimia dengan bantuan polutan lain seperti NOx, dan Volatile organic compounds. Pajanan jangka pendek/akut dapat menginduksi inflamasi/peradangan pada paru dan menggangu fungsi pertahanan paru dan kardiovaskular. Pajanan jangka panjang dapat menginduksi terjadinya asma, bahkan fibrosis paru. Penelitian epidemiologis pada manusia menunjukan pajanan ozon yang tinggi dapat meningkatkan jumlah eksaserbasi/serangan asma. 4.3. NOx dan SOx NOx dan SOx merupakan co-pollutants yang juga cukup penting. Terbentuk salah satunya dari pembakaran yang kurang sempurna bahan bakar fosil. Penelitian epidemologi menunjukan pajanan NO2,SO2 dan CO meningkatkan kematian/mortalitas akibat penyakit kardio-pulmoner (jantung dan paru) serta meningkatkan angka perawatan rumah sakit akibat penyakit-penyakit tersebut. 5. Penutup Polusi udara dan dampaknya terhadap kesehatan merupakan masalah nyata terkait dengan urbanisasi/pembangunan. Untuk mengurangi pengaruh polusi udara tergadap kesehatan, pengurangan sumber polutan sudah pasti harus merupakan target utama jangka panjang baik dengan pemanfaatan teknologi maupun regulasi pemerintah. Namun demikian, untuk jangka pendek, mengurangi pajanan individual merupakan salah satu cara yang cost-effective. Pengurangan pajanan secara makro dapat dilakukan misalnya dengan pemberlakuan zona khusus kendaraan bermotor ataupun penentuan lokalisasi industri. Secara mikro misalnya dengan memperbaiki ventilasi/sirkulasi udara di tempat tinggal/kerja ataupun memberikan pendidikan/informasi bagi populasi yang rentan agar mengurangi pajanan tersebut serta meningkatkan daya tahan tubuh. 6. Daftar Pustaka 1. 2.
American Thoracic Society. What constitutes and adverse health effect of air pollution? Am J Respir Crit Care Med 2000;161:665â&#x20AC;&#x201C;73. Air Pollution and Cardiovascular Disease: A Statement for Healthcare Professionals From the Expert Panel on Population and Prevention Science of American Heart Association. Circulation
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
47
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
2004;109;2655-2671 Bhatnagar A. Environmental Cardiology: Studying Mechanistic Links Between Pollution and Heart Disease. Circ. Res. 2006;99:692-705. Holguin F. Traffic related exposures and lung function in adult. Thorax 2007;62:837-8. Jerrett M. Does traffic-related air pollution contribute to respiratory diseases formation in children? Eur Respir J 2007;29:825â&#x20AC;&#x201C;6. Lippmann M. Health Effects of Airborne Particulate Matter. N Engl J Med 2007;357:23. Napitupulu L, Resosudarmo BP. Health and Economic Impact of Air Pollution in Jakarta. Economic Record 2004;80:s1:s65-75 Nel A. Atmosphere. Air Pollutionâ&#x20AC;&#x201C;Related Illness: Effects of Particles. Science 2005;308:804-6. Ostro, B. 1994 Estimating Health Effects of Air Pollutants: A Methodology with an Application to Jakarta. Policy Research Working Paper 1301. Washington, D.C. the World Bank WHO Regional Office for Europe. Air quality guidelines for Europe, 2nd ed. Copenhagen, 2005 (WHO Regional Publications, European Series). www.who.int Accessed on February 19, 2008 www.epa.gov Accessed on February 19, 2008 www.worldbank.org Accessed on February 19, 2008
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
48
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
KESEHATAN GERMLINE STEM CELLS: REGENERASI SEL TELUR ILMU BARU DARI PARADIGMA LAMA Leri S. Faried Department of Gynecology and Reproductive Medicine, Graduate School of Medicine, Gunma University, Japan E-mail: leri@med.gunma-u.ac.jp
1. Pendahuluan Doktrin utama dalam biologi reproduksi pada mamalia betina adalah bahwa saat lahir mereka dibekali oleh sejumlah sel telur dengan jumlah tertentu, yang akan matang satu persatu seiring perkembangannya; yang dikenal dengan fenomena menstruasi. Secara umum, sel telur (oocyte) pada wanita akan terus berkurang setelah kelahiran melalui mekanisme apoptosis (kematian sel yang terprogram).1 Pada manusia, cadangan oocytes akan menipis dan diperkirakan habis dalam kurun waktu Âą 5 dekade; dan kemudian wanita mulai memasuki masa menopause.2 Pada tahun 1921, Pearl dan Schoppe mengusulkan doktrin dasar biologi reproduksi yang menyebutkan bahwa pada mamalia betina tidak akan dihasilkan sel telur baru setelah dia dilahirkan oleh induknya.3 Konsep ini diterapkan sebagai dogma sentral pada tahun 1951.4 Dogma ini telah dipercaya dan dianut lebih dari 50 tahun, dan hingga kini fakultas-fakultas kedokteran di Indonesia masih sangat kental mengajarkan dogma yang juga masih dianut oleh para dokter spesialis kebidanan. 2. Ilmu Baru dari Paradigma Lama Hasil penelitian terbaru oleh tim yang dipimpin oleh Professor Jonathan L. Tilly dari Harvard Medical School, Boston, memberikan bukti baru yang cukup mencengangkan, yang mungkin akan meruntuhkan teori yang selama ini kita pelajari, saya pelajari, dan kita percaya berpuluhpuluh tahun. Professor Tilly membuktikan dengan gamblang menggunakan tikus-tikus betina dari 3 jenis yang berbeda (C57BL/6 nude mice, CD1 dan AKR/J), bahwa tikus-tikus betina dewasa masih dapat menghasilkan sel-sel telur baru (yang diamati dengan munculnya germline stem cells atau GSCs dalam populasi sel-sel telur lama, di mana GSCs ini merupakan cikal-bakal terbentuknya cadangan folikel). Tim peneliti ini mendapatkan bahwa GSCs akan kembali diproduksi dan menghasilkan Âą 77 oocytes primordial baru per hari di dalam ovarium tikus tersebut, bahkan setelah tikus-tikus tersebut diterapi oleh Busulfan, yang secara spesifik menghancurkan GSCs. Penemuan ini, walaupun masih sangat kontroversi, menimbulkan banyak ide baru khususnya dalam bidang ilmu keganasan. Seperti kita ketahui bahwa hal yang paling ditakutkan dalam pemberian kemo- dan atau radioterapi pada wanita usia produktif adalah ikut rusaknya cadangan sel telur yang dapat menyebabkan infertilitas (kemandulan). Bukti-bukti baru ini akan merangsang penelitian selanjutnya untuk mengefektifkan GSCs dalam memproduksi sel-sel telur baru secara aktif pada pasien paska pemberian kemo-radioterapi.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
49
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Pro dan kontra terus membayangi hasil penemuan kontroversi ini. Salah satu pertanyaan yang masih tersisa adalah “Bila memang ternyata tubuh dapat membentuk sel-sel telur baru setelah proses kelahiran, mengapa masih ada proses menopause pada wanita?” Mereka yang pro berspekulasi bahwa meskipun wanita memiliki cadangan sel telur, akan tetapi kesehatan reproduksinya akan menurun pada usia 30-an dan ini akan sangat mempengaruhi GSCs sebagai mesin pencetak sel-sel telur tadi. Hal ini juga disertai dengan akan banyaknya defek atau kerusakan pada sel-sel telur yang sudah matang seiring dengan bertambahnya usia reproduktif tadi. Masih banyak hal yang harus dibuktikan dari penemuan tadi, bukan tidak mungkin paradigma lama tentang sel telur ini akan runtuh dan memaksa kita membuat textbook baru. Satu hal yang menarik adalah bahwa ternyata “tidak ada ilmu pasti yang pasti”. 3. Daftar Pustaka 1. Tilly JL. Commuting the Death Sentence: How Oocyte Strive to Survive. Nature Rev Mol Cell Biol 2001; 2: 838-48.
2. Richardson SJ, et al. Follicular Depletion During the Menopausal Transition: Evidence for Accelerated Loss and Ultimate Exhaustion. J Clin Endocrinol Metab 1987; 65: 1231-7.
3. Pearl S, et al. Studies on the Physiology of Reproduction in the Domestic Fowl. J Exp Zool 1921; 34: 101-18.
4. Zuckerman S. The Number of Oocytes in the Mature Ovary. Recent Prog Horm Res 1951; 6: 63-108.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
50
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
SEHAT DAN CANTIK DENGAN BEKATUL Ardiansyah Michwan Laboratory of Nutrition Graduate School of Agricultural Science Tohoku University, Sendai-Japan E-mail: ardy@biochem.tohoku.ac.jp 1.
Pendahuluan
Rice bran atau bekatul yang dikenal sebagian besar masyarakat kita hanya sebagai pakan ternak ternyata memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa beberapa senyawa bioaktif yang terkandung di dalam bekatul diketahui sebagai bahan untuk perawatan kulit. Menurut BPS, angka produksi padi tahun 2007 mencapai 53,13 juta ton berupa gabah kering giling (Tempo online, 4 Maret 2007). Sebagai perbandingannya di USA bahwa 10 persen dari total produksi padi dapat menghasilkan bekatul, sehingga jika kita konversi dari 53,13 juta ton produksi padi nasional kita maka diperkirakan akan dapat menghasilkan 5,3 juta ton bekatul. Mengingat potensi bahan baku yang sangat besar jumlahnya tersebut menurut hemat penulis perlu dilakukan usaha-usaha pemanfaatan bekatul yang lebih beragam, tidak hanya terbatas sebagai pakan ternak. Bekatul adalah hasil samping penggilingan padi menjadi beras yang terdiri dari lapisan aleurone beras (rice kernel), endosperm, dan germ. Pada Gb. 1 ditampilkan pohon industri manfaat bekatul. Bekatul diketahui sebagai limbah dan hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Penggunaan bekatul di luar negeri (misalnya di Jepang atau USA) secara komersil diperoleh dengan mengekstraksi bekatul menjadi minyak goreng. Selain itu bekatul juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan maupun industri farmasi. Untuk mendapatkan bekatul yang bersifat food grade dengan mutu yang tinggi, seluruh komponen penyebab kerusakan harus dihambat. Bekatul sangat mudah rusak disebabkan oleh aktivitas hidrolitik dan oksidatif enzim lipase yang berasal dari dalam bekatul (endogenous) maupun aktivitas mikroba. Untuk memperoleh bekatul yang awet dengan mutu yang tinggi, seluruh komponen penyebab kerusakan harus dikeluarkan atau dihambat, dan kandungan komponen bioaktifnya harus tetap dijaga.
Rice bran
Penggunaan langsung Pakan Ternak
Stabilisasi (Pemanasan)
Ekstraksi Minyak
Non-minyak
Fiber Ingredient
Minyak
Isolat protein/asam amino Dietary Fiber Concentrate Pharmaceutical compounds
Gb.1. Pohon Industri Pemanfaatan Bekatul (Modifikasi dari [7])
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
51
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Metode yang sering digunakan adalah perlakuan fisik, mekanis, atau kombinasi keduanya. Contoh metode yang tergolong perlakuan fisik dan mekanis adalah drum berputar dan ekstrusi pindah panas. Keuntungan metode ini adalah tidak dibutuhkan aliran uap air dari luar, peralatannya relatif kecil, dan instalasi serta operasionalnya cukup mudah. Dengan demikian unit pengolahan ini dapat digabungkan dengan unit penggilingan beras dengan sedikit modifikasi. Untuk kondisi di tanah air, menurut penulis unit industri ini sangat potensial untuk dijalankan. Selain menghasilkan produk utama dari penggilingan padi yaitu beras olahan, produk sampingan juga dapat dihasilkan yaitu bekatul awet. Metode lain juga dapat digunakan adalah penggunaan enzim, prinsip reaksi kimia, fisik, atau kombinasinya. 2. Komposisi Fitokimia dan Manfaat Bekatul untuk Kesehatan Senyawa fitokimia (phytos-tanaman, chemicals- zat kimia) menjadi topik penelitian penting karena dapat memberikan fungsi-fungsi fisiologis. Komposisi fitokimia bekatul sangat bervariasi, tergantung kepada faktor agronomis padi, termasuk varietas padi, dan proses penggilingannya. Fraksi tak tersabunkan dari minyak bekatul mencapai 5 persen berat minyak, dengan kandungan utama sterol. Sterol yang terdapat dalam jumlah banyak adalah Ď&#x2026;-sitosterol yang jumlahnya 50 persen dari total sterol. Pada Tabel 1 disajikan komposisi asam lemak yang terdapat pada minyak bekatul. Tabel.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Bekatul Asam Lemak Asam lemak tidak jenuh 1. Asam oleat 2. Asam linoleat 3. Asam linolenat Asam lemak jenuh 1. Asam palmitat 2. Asam stearat Komponen tak tersabunkan 1. Tokoperol 2. Îł-oryzanol 3. Skualen
Jumlah 38,4 % 34,4 % 2,2 % 21,5 % 2,9% 181.3 mg 16 mg 320 mg
Sumber : Rukmini dan Raghuram (1991) [2]
Pada Tabel 1 terlihat bahwa hampir 75 persen kandungan asam lemak minyak bekatul terdiri dari asam lemak tidak jenuh. Sementara itu sisanya terdiri dari asam lemak jenuh dan komponen-komponen tidak tersabunkan. Tingginya kandungan asam lemak jenuh pada bekatul akan memberikan efek positif bila kita mengkonsumsinya. Efek hipoklesterolemik bekatul dan beberapa fraksinya (neutral detergent fiber, hemiselulosa, dan bahan tak tersabunkan) telah banyak dilaporkan baik pada percobaan dengan menggunakan hewan maupun manusia. Minyak bekatul menurunkan secara nyata kadar kolesterol darah, yaitu low density lipo-protein (LDL) colesterol dan very low density lipo-prortein (VLDL) colesterol. Selain itu minyak bekatul juga dapat meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL) kolesterol darah [6]. Kemampuan minyak bekatul menurunkan kadar kolesterol disebabkan adanya Îł-oryzanol, bahan yang tidak tersabunkan, dan kandungan asam lemak tidak jenuh [5]. Disamping terbukti mampu menurunan kadar kolesterol darah, penelitian lain juga berhasil membuktikan bahwa fraksi bekatul mempunyai kemampuan menurunkan tekanan darah dan meningkatkan metabolisme glukosa dengan menggunakan hewan percobaan, yang disebut stroke-prone spontaneously hypertensive rats (SHRSP); spesies tikus yang secara genetik mengalami hipertensi dan hiperlipidemia [1]. Asam ferulat dan total fenol yang terkandung
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
52
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
dalam fraksi bekatul diketahui sebagai komponen bioaktif yang dapat menurunkan tekanan darah. Mekanisme penurunan tekanan darah oleh asam ferulat adalah melalui penghambatan kerja enzim angiotensin I-converting enzyme (ACE); suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan darah [1]. Di beberapa negara maju, khususnya di Jepang dan Amerika Serikat, komponen bioaktif yang terdapat pada bekatul telah disuplementasi ke dalam produk-produk kecantikan. Produkproduk tersebut antara lain sabun mandi, pelembab dan pembersih kulit, serta pelembab muka. Tujuan penggunannya adalah untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan kulit. Silab (2002), melaporkan bahwa Hydrolyzed Rice Protein Product (Nutriskin) adalah suatu produk perawatan kulit dengan kandungan asam amino yang cukup beragam (Tabel 2). Dalam kosmetika, â&#x20AC;&#x153;serumâ&#x20AC;? merupakan bahan cair yang kandungannya sebagian besar asam amino, dan penggunaannya dioleskan langsung ke kulit. Kandungan asam amino yang terdapat pada bekatul diketahui sangat sesuai untuk memberikan efek perlindungan kulit [4]. Bekatul juga mengandung asam ferulat, yang telah diketahui secara luas sebagai antioksidan dan bahan fotoprotektif. Asam ferulat akan melindungi asam lemak melawan kerusakan oksidasi yang disebabkan oleh berbagai jenis polutan, peroksida, dan radikal bebas yang dibentuk selama proses metabolisme tubuh. Asam ferulat juga dapat bekerja secara sinergis dengan komponen antioksidan lain, seperti asam kafeat, vitamin C, dan betakaroten, untuk menghilangkan radikal bebas, peroksida, dan zat berbahaya potensial lain [3].
Tabel.2. Komposisi Asam Amino pada Nutriskin Asam amino
Persentase
Asam glutamat Arginin Leusin Tirosin Phenilalanin Asam aspartat Serin Alanin Glisin Valin Lisin Threonin Histidin Isoleusin Methionin
18,5 10,5 9,2 9,1 8,1 8,0 7,6 6,1 4,6 4,6 4,0 3,3 3,0 2,0 1,1
Sumber : Silab (2002)
3.
Bekatul Sebagai Pangan Fungsional
Seiring dengan peningkatan pengetahuan tentang komsumsi bahan pangan, konsumen akhirakhir ini memiliki kecenderungan memperhatikan dan mengutamakan aspek kesehatan dan kebugaran tubuh. Artinya, pangan tidak hanya membuat tubuh sehat, tetapi juga mampu mengusir efek negatif penyakit. Tuntutan itu kemudian melahirkan konsep pangan fungsional (functional foods). Untuk dijadikan sebagai penganan, bekatul dapat dicampur dengan bahan lain pada pembuatan biskuit, kue, dan lain-lain. Bekatul yang diawetkan juga telah dimanfaatkan sebagai makanan sarapan sereal, dengan perbandingan (%) tepung beras : bekatul dari 90 : 10
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
53
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
sampai dengan 30 : 70. Substitusi 15 persen bekatul padi dalam tepung terigu, dilaporkan mengakibatkan penerimaan konsumen yang optimal terhadap produk kue kering dan roti manis. Dari uraian di atas terlihat bahwa bekatul mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional. Potensi ini berkorelasi dengan produksi beras sebagai konsumsi utama masyarakat Indonesia. Pemanfaatan limbah penggilingan padi dapat diolah menjadi bekatul awet dan kemudian diolah lanjut sebagai pangan fungsional. 4. Daftar Pustaka 1.
2. 3.
4. 5. 6.
7.
Ardiansyah, H. Shirakawa, T. Koseki, K. Hashizume, dan M. Komai, 2006, Rice Bran Fractions Improve Blood Pressure, Lipid Profile, and Glucose Metabolism in Stroke-Prone Spontaneously Hyper-tensive Rats, J. Agric. Food Chem., 54, 1914-1920. Rukmini, C., dan T. C. Raghuram, 1991, Nutritional and Biochemical Aspects of The Hypolipidemic Action of Rice Bran Oil: A Review, J. Am. Coll. Nutr., 10, 593-601. Saija, A., A, Tomaino, R.L. Cascio, D. Trombetta, A. Proteggente, A. Pasquale, N. Uccella, dan F Bonina, 1999, Ferulic and Caffeic Acids as Potential Protective Agents Against Photo oxidative Skin Damage. J. Sci. Food Agric., 79, 476-480. Silab, 2002. Nutriskin Hydrolyzed Rice Protein Analysis Data. Unpublished data submitted to CTFA, June 20 p. 11. Sugano, M., dan E. Tsuji, 1997, Rice Bran Oil and Cholesterol Metabolism, J. Nutr., 127, 521S-524S. Wilson, T.A., R.J. Nicolosi, B. Woolfrey, D. Kritchevsky, 2007, Rice Bran Oil and Oryzanol Reduce Plasma Lipid and Lipoprotein Cholesterol Concentrations and Aortic Cholesterol Ester Accumulation to a Greater Extent than Ferulic acid in Hypercholesterolemic Hamsters, J. Nutr. Biochem., 18, 105112. Cosmetic Ingredient Review Expert Panel, 2006, Amended Final Report on the Safety Assessment of Oryza Sativa (Rice) Bran Oil, Oryza Sativa (Rice) Germ Oil, Rice Bran Acid, Oryza Sativa (Rice) Bran Wax, Hydrogenated Rice Bran Wax, Oryza Sativa (Rice) Bran Extract, Oryza Sativa (Rice) Extract, Oryza Sativa (Rice) Germ Powder, Oryza Sativa (Rice) Starch, Oryza Sativa (Rice) Bran, Hydrolyzed Rice Bran Extract Hydrolyzed Rice Bran Protein, Hydrolyzed Rice Extract, and Hydrolyzed Rice Protein, Int. J. Toxicol., 25 (Suppl. 2):91-120.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
54
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
NASIONAL DAMPAK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP PERANAN KOMISI YUDISIAL DALAM MENJAGA KEKUASAAN KEHAKIMAN Azhar Dosen FH UNSRI PPA, PBEPS, UBD E-mail : aazhar_2000@yahoo.com 1. Pendahuluan Pada tanggal 8 Juni 2005, komisi III DPR menetapkan tujuh anggota Komisi Yudisial melalui voting tertutup dalam rapat pleno khusus [1]. Pelantikan dan pengambilan sumpah tujuh anggota Komisi Yudisial dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara [4]. Sejak saat itu Komisi Yudisial dinyatakan aktif mulai bekerja melaksanakan salah satu kewenangannya yang diatur dalam pasal 20 UU No.22, 2004 yang menyatakan : “Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.” [5] Harapan masyarakat tehadap Komisi Yudisial sangat tinggi. Kehadirannya pun dinantikan oleh khalayak ramai terbukti dengan telah diterimanya 833 laporan pengaduan dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam jangka waktu lebih kurang satu tahun semenjak pelantikannya, Komisi Yudisial telah menunjukkan kerja keras dengan berhasil memproses sebanyak 286 laporan pengaduan. Sangat disayangkan bagaikan bunga yang layu sebelum berkembang, pada tanggal 16 Agustus 2006, kewenangan Komisi Yudisial dalam bidang pengawasan telah dicabut dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No 005/PUU-IV/2006. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut meliputi pembatalan sebagian pasal-pasal yang berkaitan dengan kewenangan pengawasan terhadap Hakim, Hakim Agung dan Hakim Konstitusi yang terdapat di dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial antara lain [5]: 1. Pasal 1 angka 5 sepanjang mengenai kata-kata “Hakim Mahkamah Konstitusi”; 2. Pasal 20, yang berbunyi, “Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim; 3. Pasal 21, yang berbunyi, “Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi”; 4. Pasal 22 ayat (1) e, yang berbunyi, “Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pasal 20, Komisi Yudisial membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahakamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.” 5. Pasal 22 ayat (5), yang berbunyi,”Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mahkamah Agung dan/atau Mahakamah Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta.”
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
55
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
2. Peranan Komisi Yudisial Dalam menjalankan peranannya sebagai penjaga kekuasaan kehakiman, Komisi Yudisial diberikan beberapa kewenangan, yaitu : 1) melakukan proses seleksi dan menjaring calon anggota Hakim Agung berkualitas, potensial, mengerti hukum dan profesional; 2) menjaga dan menegakkan integritas hakim dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia dan menjaga agar hakim dapat menjaga hak mereka untuk memutuskan perkara secara mandiri. Pasal 24 b ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin Komisi Yudisial untuk bersifat mandiri yaitu berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung. Namun, sebaliknya kewewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Agustus 2006 No.005/PUU-IV/2006. Kewenangan tersebut sangat terbatas penguraiannya dalam Undang-undang No 22 tahun 2004. Disebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan wewenangnya dalam mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, Komisi Yudisal diberi tugas (Pasal 14 UU No. 22, 2004) : melakukan pendaftaran calon Hakim Agung; melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; menetapkan calon Hakim Agung; dan mengajukan calon Hakim Agung ke Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya untuk melaksanakan peranannya menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, tugas yang diberikan kepada Komisi Yudisial ialah melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 20 UU No 22, 2004) telah dicabut dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Disamping itu, kewenangan lainnya ialah mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 21 UU No 22, 2004) pun telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sebaliknya Komisi Yudisial di dalam menjalankan peranannya diberi kewenangan untuk dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran matabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 24 UU No 22, 2004). Terhadap pasal ini Mahkamah Konstitusi telah membatalkan kata-kata â&#x20AC;&#x153;dan/atau Mahkamah Konstitusi.â&#x20AC;? Ini berarti Komisi Yudisial tidak mempunyai kewenangan untuk mengawasi para hakim Mahkamah Konstitusi. Dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Agustus 2006 No 005/PUUIV/2006, kewenangan untuk menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, tidak lagi dimiliki oleh Komisi Yudisial. Dengan kata lain Komisi Yudisial tidak lagi mempunyai kewenangan antara lain: pengawasan terhadap perilaku hakim; pengajuan usulan penjatuhan sanksi terhadap hakim; pengusulan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya khususnya terhadap Hakim Konstitusi. Semuanya dikembalikan ke lembaga masing-masing untuk mengawasi perilaku hakim, yang selama ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari apa yang terjadi, kita dapat melihat adanya kerancuan atau benang kusut dalam bidang ketatanegaraan di Republik Indonesia. Pertama dalam Pasal 65 Undang-undang No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa â&#x20AC;&#x153;Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, akan tetapi justru para Hakim Agung yang mengajukan permohonan pengujian Undang-undang No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan menghasilkan Putusan Mahkamah Konstitusi, kewenangan
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
56
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Komisi Yudisial dipangkas [6]. Kedua, Komisi Yudisial yang diberi kewenangan untuk mengawasi hakim, Hakim Agung dan termasuk di dalamnya Hakim Konstitusi, dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan kata lain Komisi Yudisial yang merupakan pengawas Hakim Konstitusi dapat disidang oleh Hakim Konstitusi. Ini bagaikan durian dimakan pepaya. Seharusnya para pembuat undang-undang dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dari jauh hari sudah dapat memprediksi dan mendeteksi secara dini akan adanya conflict of interest di dalam diri para Hakim Konstitusi karena mereka merupakan obyek pengawasan dari Komisi Yudisial. Sehingga lahirlah putusan yang kontroversial yang berbunyi bahwa Hakim Konstitusi tidak bisa diawasi oleh Komisi Yudisial. Dari apa yang terjadi ini, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden di masa yang akan datang harus melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap sistem peradilan Indonesia yang carut marut. Peranan kedua institusi ini diperlukan dalam menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap undang-undang kekuasaan kehakiman, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi. Disamping itu, perlu pencantuman salah satu pasal di dalam Undang-undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Komisi Yudisial tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Dengan demikian, Komisi Yudisial tidak dapat dimohonkan (menjadi salah satu pihak termohon) di Mahkamah Konstitusi yang notabene para hakimnya diawasi oleh Komisi Yudisial. Walaupun demikian, beberapa peranan Komisi Yudisial tersebut di atas khususnya kewenangan untuk mengusulkan pengang-katan Hakim Agung diperkirakan sangat berkaitan dengan proses seleksi yang dilembagakan dalam suatu lembaga negara. Tentu saja ada dampak positif terhadap hasil kerja yang diharapkan. Anggota Komisi Yudisial dapat bekerja maksimal dan bersifat mandiri dalam rangka memilih Hakim Agung yang berkualitas, potensial, mengerti hukum dan profesional. Anggota Komisi Yudisial lebih mapan dan terjamin sebab dibentuk berdasarkan undang-undang dasar dan pelaksanaan tugasnya dipayungi oleh suatu undangundang. Sebalikya peranan Komisi Yudisial yaitu melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim secara otomotis beralih kepada Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi lembaga peradilan dan dilakukan secara internal (pasal 32 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung). Peranan ini tidak berjalan karena antara pengawas dengan yang diawasi mempunyai hubungan administrasi, struktural, kolega dan psikologis yang dapat menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan pengawasan di sebuah instansi atau lembaga [2]. Telah terbukti lembaga peradilan dari tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung menjadi tempat merajalelanya mafia peradilan [6]. Sedangkan, Mahkamah Konstitusi semakin menguatkan dirinya menjadi lembaga superbody yang tidak dapat disentuh oleh hukum (untouchable). Kembalinya pengawasan terhadap Hakim pengadilan negeri, tinggi, Hakim Agung ke tangan Mahkamah Agung dan tidak bisa diawasinya Hakim Konstitusi, menyebabkan keputusan Mahkamah Konstitusi disesalkan banyak pihak dengan pertimbangan antara lain, 1) bahwa pada prinsipnya tidak ada lembaga yang tidak bisa dikontrol, 2) Mahkamah Konstitusi mengesampingkan prinsip check and balance yang menjadi roh bangunan reformasi dan selalu didengungkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam mempromosikan dan mempertahankan keberadaannya, 3) Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menjadi lembaga tidak tersentuh dari pengawasan oleh lembaga luar, 4) Mahkamah Konstitusi yang seharusnya sebagai penjaga konstitusi justru bisa terjebak dalam upaya penyuburan praktek mafia peradilan, 5) putusan Mahkamah Konstitusi dianggap inkonstitusional, karena putusan tersebut bertentangan dengan Pasal 24 b Ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 [3].
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
57
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Hal ini tidak sesuai dengan apa yang berlaku di negara yang menganut paham demokrasi, transparansi dan check and balance seperti Amerika dan Australia. Sebaliknya peranan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim terlihat dari usul penjatuhan sanksi seperti teguran tertulis, pemberhentian sementara atau pemberhentian yang dilakukan oleh Komisi Yudisial yang bersifat mengikat sebagaimana termaktub dalam pasal 23 (2) UU No 22, 2004 pun telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, anehnya pasal mengenai usulan tersebut masih dapat dianulir oleh ketentuan yang berbunyi bahwa hakim yang akan dijatuhi sanksi diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim pasal 23 (4) UU No 22, 2004). Pasal ini tidak dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. 3.
Tata Cara Pengusulan Hakim Agung
Mekanisme pengusulan dan pengang-katan Hakim Agung kepada DPR merupakan salah satu wewenang yang dimiliki oleh Komisi Yudisial (pasal 13 (a) UU No 22, 2004). Untuk itu Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pendaftaran calon, seleksi, menetapkan dan mengajukan calon Hakim Agung ke Dewan Perwakilan Rakyat. Timbul beberapa pertanyaan antara lain: Siapa yang mengajukan calon Hakim Agung? Apa yang menjadi persyaratan untuk menjadi calon Hakim Agung? Kapan Komisi Yudisal melakukan pendaftaran, seleksi dan penetapan calon Hakim Agung? Di dalam pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 22 tahun 2004 jelas diatur bahwa yang dapat mengajukan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial antara lain : Mahkamah Agung, pemerintah, dan masyarakat. Dari ketentuan tersebut dapat kita simpulkan bahwa calon Hakim Agung dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu: karir dan non karir. Ini membuka kesempatan bahwa bilamana dibutuhkan maka seseorang dapat dicalonkan menjadi Hakim Agung tidak berdasarkan sistem karir kepada Komisi Yudisial (pasal 7(2) UU No 5, 2004). Komisi Yudisial dalam melaksanakan peranannya sebagaimana tersebut di atas, memiliki waktu kerja paling lama 6 bulan sejak menerima pemberitahuan dari Mahkamah Agung mengenai lowongan Hakim Agung (pasal 14 (3) UU No.22, 2004). Komisi Yudisial hanya mempunyai waktu 15 hari semenjak menerima pemberitahuan mengenai lowongan Hakim Agung untuk mengumumkan pendaftaran penerimaan calon Hakim Agung (pasal 15 (1) UU No.22, 2004). Pengumuman pendaftaran tersebut dilakukan 15 hari berturut-turut. Selanjutnya Mahkamah Agung, pemerintah dan masyarakat dapat mengajukan calon Hakim Agung selama waktu tersebut. Setelah 15 hari berakhirnya masa pengajuan calon, Komisi Yudisial melakukan seleksi persyaratan administrasi calon Hakim Agung. Paling lama dalam jangka waktu 15 hari, Komisi Yudisial sudah harus mengumumkan daftar calon yang memenuhi persyaratan administrasi. Kemudian masyarakat diberikan hak seluas-luasnya untuk memberikan informasi atau pendapatnya dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak diumumkanya daftar nama calon Hakim Agung yang memenuhi persyaratan administrasi. Dalam jangka waktu paling lama 30 hari semenjak informasi atau pendapat diterima dari masyarakat luas berakhir, Komisi Yudisial melakukan penelitian tentang kesahihan informasi tersebut. Proses penyeleksian terhadap calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi difokuskan kepada kualitas, dan kepribadian calon berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Disamping itu calon hakim Agung wajib membuat/ menyusun karya ilmiah dengan topik yang telah ditentukan. Karya ilmiah tersebut sudah diterima Komisi Yudisial dalam jangka waktu paling lambat sepuluh hari sebelum seleksi dilaksanakan. Seleksi dilaksanakan secara terbuka dalam jangka waktu paling lama 20 hari. Kemudian dalam jangka waktu paling lama 15 hari terhitung sejak seleksi berakhir, Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan tiga orang nama calon Hakim Agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk setiap satu lowongan Hakim Agung, dengan tembusan disampaikan kepada presiden. Sayangnya pada penyeleksian Hakim Agung yang dilakukan oleh Komisi Yudisial untuk pertama kali, Komisi Yudisial hanya mengajukan enam calon Hakim Agung ke DPR untuk mengisi kekosongan enam orang Hakim Agung. Sehingga menuai banyak kritik dari berbagai kalangan termasuk dari DPR sendiri.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
58
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Sehingga Komisi Yudisial harus membuka seleksi sekali lagi karena DPR meminta 18 calon Hakim Agung dari Komisi Yudisial dan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Diharapkan untuk masa yang akan datang Komisi Yudisial tidak melakukan kesalahan dalam penafsiran pasal 18 Ayat (5). Dengan demikian Komisi Yudisial dapat bertindak secara professional, tidak asal-asalan dan tidak melakukan pemborosan. 4. Tata Cara Pengawasan Hakim Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Agustus 2006 No. 005/PUU-IV/2006 yang memuat tentang pembatalan kewenangan Komisi Yudisial sangat mengejutkan dan menyentak banyak pihak dan kalangan. Dengan putusan tersebut di atas, sebanyak 12 pasal dalam Undangundang No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang mengatur tentang kewenangan Komisi Yudisial dinyatakan tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk melaksanakan peranannya mengawasi hakim, Komisi Yudisial dapat melakukan beberapa hal antara lain (pasal 22 UU No.22, 2004) menerima laporan dari masyarakat tentang perilaku hakim; meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan tentang perilaku hakim; melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran perilaku hakim; memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan membuat hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR. Walaupun Mahkamah Konstitusi tidak membatalkan pasal 22 Ayat (1a) yang berbunyi â&#x20AC;&#x153;menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakimâ&#x20AC;?, yang sangat terkait dengan pasal 20 yang berbunyi â&#x20AC;&#x153;Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakimâ&#x20AC;?, Mahkamah Konstitusi justru menghapus pasal 20. Dengan dibatalkannya pasal yang merupakan roh eksistensi Komisi Yudisial, kewenangan Komisi Yudisial dalam bidang pengawasan tidak ada sama sekali. Komisi Yudisial bagaikan macan ompong yang bahkan tidak mempunyai cakar. Sebagai dampaknya Komisi Yudisial tidak menerima lagi pengaduan dari masyarakat tentang perilaku hakim, baik hakim negeri, Hakim Tinggi, Hakim Agung maupun Hakim Konstitusi. Komisi Yudisial menindaklanjuti 547 laporan yang telah masuk dan selebihnya belum ditangani karena wewenangnya sudah dilucuti. Laporan ini seharusnya disampaikan kepada Mahkamah Agung, Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya dampak yang lebih besar adalah kepada siapa pencari keadilan harus meminta pertanggungjawaban atas pupusnya harapan yang selama ini mereka harapkan dari Komisi Yusdisial untuk dapat membasmi atau mengikis keberadaan mafia peradilan yang merajalela di seluruh tingkat pengadilan dari pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung ? 5. Kesimpulan Peranan Komisi Yudisial dalam menjaga kekuasaan kehakiman meliputi pengusulan dan pengangkatan Hakim Agung masih tersisa, sedangkan roh Komisi Yudisial berupa kewenangan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim dianulir dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi 16 Agustus 2006 No. 005/PUU-IV/2006. Peranan pengusulan dan pengangkatan Hakim Agung meliputi pendaftaran, penyeleksian, penetapan dan pengajuan calon Hakim Agung ke Dewan Perwakilan Rakyat tetap diakui. Sedangkan peranan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim adalah pengawasan terhadap perilaku hakim yang akan menghasilkan dua hal yang berbeda yaitu hal yang negatif berupa pengusulan penjatuhan sanksi, dan sebaliknya hal yang positif yaitu pengusulan pemberian penghargaan terhadap hakim atas prestasi dan jasanya menegakkan kerhormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim sudah dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
59
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Diharapkan di masa yang akan datang ada perbaikan secara menyeluruh dalam sistem peradilan. Yaitu perlunya Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden melakukan perubahan dalam rangka harmonisasi dan sinkronisasi atas undang-undang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi. Di samping itu juga perlu pencantuman pasal khusus di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwaâ&#x20AC;? Komisi Yudisial tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Dengan demikian Komisi Yudisial tidak dapat dijadikan sebagai pihak yang termohon kepada Mahkamah Konstitusi yang notabene para hakimnya diawasi oleh Komisi Yudisial. Mengingat semakin sedikit beban, tugas dan cakupan yang diberikan untuk melakukan peran tersebut di atas, diharapkan anggota Komisi Yudisial yang terdiri dari anggota yang potensial, berkualitas, energik dan berpengalaman dapat menfokuskan diri dalam penyeleksian hakim agung. Sebagai hasilnya, diharapkan agar anggota Komisi Yudisial dapat menjalankan perannya menjaga kekuasaan kehakiman dalam bidang seleksi Hakim Agung seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 dan UU nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, yaitu dapat menghasilkan calon-calon Hakim Agung yang professional, potensial, jujur dan adil. 6. Daftar Putaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Harian Kompas 9 Juni, 2005. Harian Kompas 26 Agustus, 2006. Harian Kompas 29 Agustus, 2006. Tempo Interaktif, 2 Agustus 2005. Undang-undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas undang-undang No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
60
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
HUMANIORA APA YANG SEHARUSNYA DIAJARKAN KEPADA ANAK TENTANG KOTA DAN TRANSPORTASI ? Murni Ramli Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University Japan E-mail : moernier@gmail.com
1. Pendahuluan Pendidikan di Indonesia saat ini tengah dikembangkan sebagai pendidikan berbasis keunggulan daerah. Bagaimana pemahaman dan persepsi para pendidik, pemerintah dan tokoh masyarakat tentang pendidikan berbasis keunggulan daerah menarik untuk dicermati. Misalnya bagaimana pemerintah daerah mengembangkan kebijakan pendidikan dengan prinsip mengangkat karakter daerah. Perubahan pengelolaan pendidikan di suatu negara dengan kecenderungan pelimpahan wewenang sepenuhnya kepada pemerintah lokal daripada mengkonsentrasikan pengelolaanya di tingkat pusat adalah paradigma baru di banyak negara. Sejak ide desentralisasi mulai diprovokasikan terutama lembaga-lembaga dunia (IMF, World Bank, PBB dll) dalam 15 tahun terakhir, pertanyaan mendasar seperti, siapa yang harus membuat kebijakan dalam pengelolaan sekolah publik, siapa yang harus membiayai sekolah di daerah, dan bagaimana pengaturan personalia pendidikan tingkat lokal, adalah hal yang sering memancing perdebatan pakar dan pembuat kebijakan [9] Tidak hanya itu bahkan kurikulum apa yang harus diberlakukan di suatu daerah pun menjadi materi perdebatan yang tak kunjung habis. Kurikulum pendidikan di Jepang mengalami pembaharuan yang cukup kentara tatkala Kementerian Pendidikan Jepang (MEXT) mengeluarkan kebijakan `shougou teki kamoku` atau integrated course yang memungkinkan guru untuk menggabungkan materi pelajaran wajib dengan materi yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya, sejarah dan karakter setempat. Dengan adanya jam khusus ini, anak-anak di Jepang diajak untuk mengenal lingkungannya dengan lebih baik. Tidak hanya itu, Jepang yang sangat pesat dengan kemajuan teknologinya termasuk sarana transportasinya telah berhasil mendidik penduduknya untuk menjadi pengguna jalan dan sarana transportasi yang baik. Sehingga dapat kita saksikan pemeliharaan kendaraan, sarana umum, ketertiban pemakai, kesopanan berkendara dan rasa penghargaan kepada sesama penumpang atau pengguna alat transportasi. Bagaimana dengan Indonesia ? Di Indonesia trend kemajuan sarana transportasi belum dibarengi dengan pendidikan untuk warganya sebagai pengguna. Sebagus apapun sarana transportasi yang diintroduksikan di suatu daerah, upaya untuk memelihara, menjaga dan mematuhi aturan pemakaiannya masih sulit untuk ditegakkan. Penulis beranggapan bahwa kemajuan suatu bangsa harus dibarengi dengan pendidikan adab yang harus dimulai sejak bangku pra sekolah, pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Namun berdasarkan konsep pengajaran yang menyitir bahwa usia TK dan SD adalah masa yang paling tetap untuk mengenalkan hal-hal yang baik berkaitan dengan kedisiplinan, maka usulan pembelajaran tentang kota dan transportasi sebaiknya ditekankan pada kedua level ini. Tulisan ini akan memaparkan bagaimana konsep pendidikan berbasis keunggulan daerah dipahami dan diterapkan di Indonesia dan bagaimana pendidikan tentang kota dan transportasi diajarkan di sekolah-sekolah. Paparan akan banyak diselingi dengan contoh penerapan di beberapa SD di Jepang. 2.
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
61
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Pemahaman tentang pendidikan berbasis keunggulan lokal (PBKL) sangat beragam. Beberapa kepala sekolah yang penulis wawancarai tatkala melakukan penelitian di Indonesia tahun 2007 menyebutkan bahwa pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan untuk mencetak tenaga kerja yang akan menjadi sumber daya manusia di daerah setempat. Yang karenanya PBKL hanya bisa diselenggarakan di SMK atau Sekolah Kejuruan lainnya. Tentu saja pemahaman ini tidak salah karena setelah konsep PBKL ini dicetuskan di tahun 2006, Direktur Jenderal PMPTK, dr. Fasli Jalal, Ph.D dalam Temu Nasional yang diselenggarakan oleh LOBBI (Lingkar Orientasi Bantuan Belajar Indonesia) pada tangga 19 - 22 Mei 2007 di Bandung menyampaikan mengenai model-model Pendidikan yang Berbasis Keunggulan Lokal yang tepat dan efektif untuk diterapkan di Indonesia. Paparan beliau yang mengarah kepada pengembangan dunia usaha dan perlunya mempersiapkan sumber daya manusianya jelas mengarah kepada pengertian pendidikan kejuruan [1]. Penulis berpandangan lain terhadap konsep PBKL. Jika PBKL dicetuskan sejalan dengan pelimpahan wewenang pengelolaan pendidikan termasuk peramuan kurikulum di level sekolah melalui penerapan kurikulum yang baru-KTSP- Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, maka konsep PBKL akan mengalami penyempitan makna jika hanya ditujukan kepada pengembangan SMK. Secara signifikan lulusan SMA di kota Madiun mengakses kerja di beberapa industri dan pusat kerja dalam kota lebih banyak daripada lulusan SMK. Banyak perusahaan atau bidang jasa yang lebih mempercayai lulusan SMA karena anggapan bahwa anak-anak yang masuk ke SMK adalah anak-anak dengan NEM SMP yang rendah. Alasan ini tentu saja tidak bisa kita bantah karena masyarakat kita sudah terkooptasi pula dengan opini, SMA lebih bermutu daripada SMK. Menurut penulis pembangunan daerah tidak bisa berjalan dengan baik tanpa adanya kesadaran. Kesadaran yang muncul dari orang-orang yang tinggal di daerah tersebut. Bukan hanya keahlian yang dibutuhkan untuk membangun sebuah kota, tetapi yang lebih penting adalah kesadaran untuk memupuk semangat dan mendalami keahlian hidup dari warganya. Kesadaran membangun kota tidak akan lahir jika warga tidak tahu tentang kotanya. Oleh karena itu sangat layak memasukkan materi pengenalan kota dalam kurikulum sekolah di daerah tidak hanya di tingkat SMK, tapi dari level SD hingga SMA. Anggapan bahwa lulusan SMK akan langsung bekerja dan lulusan SMA akan melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi adalah teori dan harapan para pembuat kebijakan. Pada kenyataannya, banyak sekali lulusan SMA yang berasal dari golongan ekonomi lemah yang tidak bisa melanjutkan ke PT. Oleh karena itu jika PBKL diarahkan sebagai konsep mencetak SDM daerah, maka PBKL harus tampak mulai dari level pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
3. Pengenalan Kota dan Tranportasi Sebagai Salah Satu Materi Muatan Lokal Di dalam UU Sisdiknas 2003 pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa; d. matematika; e. ilmu pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. seni dan budaya; h. pendidikan jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
62
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Kemudian dalam pasal 38 ayat (2) disebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Terlihat jelas bagaimana posisi hukum muatan lokal sebagai komponen yang harus ada dalam kurikulum sekolah. Tetapi apa sebenarnya yang diajarkan di dalam muatan lokal ? Diknas dalam program Sosialisasi KTSP menyebutkan bahwa tujuan khusus dari mulok adalah : memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Lebih jelas lagi terutama agar peserta didik dapat: 1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya. 2. Memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya sebagai bekal siswa. 3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional [3] Definisi dari muatan lokal menurut DIKNAS adalah kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal dapat ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. DIKNAS juga mengelompokkan beberapa materi pelajaran sebagai bagian atau dapat dijadikan sebagai materi muatan lokal yaitu, bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Daerah-daerah menginterpretasikan mulok dalam bentuk yang bermacam-macam, misalnya sebuah SMK di Jakarta menjadikan bahasa mandarin sebagai mulok [7], di sekolah yang lain budaya betawi menjadi pilihan, pemerintah kota Banten memilih materi keislaman, dan beberapa sekolah di Jawa Barat memilih bahasa Sunda sebagai mulok, di Gorontalo karena terkenal sebagai daerah Jagung, pemerintah membuka kelas jagung untuk anak-anak sekolah dan di Jambi, pelajaran budi pekerti menjadi salah satu muatan lokal sekolah [2,4,5,6,7]. Dalam daftar mapel yang dapat dijadikan sebagai mulok, seperti disebut di atas, Bahasa Inggris menjadi salah satu pilihan. Pilihan ini dapat membawa kerancuan baru jika mulok ditekankan untuk mengangkat dan memperkenalkan nilai-nilai daerah kepada siswa. Sewaktu penulis melakukan wawancara kepada beberapa siswa SMA di Madiun, penulis mendapati bahwa banyak siswa yang tidak memahami dengan baik geografis kota Madiun, karakter daerah, tradisi, mata pencaharian utama, jenis usaha rakyat atau keberadaan beberapa fasilitas belajar di daerah, seperti museum, perpustakaan kota, dll. Pemahaman yang awam ini dapat dianggap sebagai pemahaman yang merata di kalangan siswa di daerah manapun dia berada. Karena kurikulum sekolah lebih menitikberatkan kepada pencapaian prestasi akademik, maka pelajaran pengenalan daerah atau kota tidak dianggap penting. 4.
Pendidikan tentang Kota dan Transportasi di Jepang
Dua tahun yang lalu tatkala penulis berkesempatan mengunjungi sebuah SD di Kota Wakkanai,
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
63
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Souya, Prefektur Hokkaido Jepang, ada sebuah metode pengajaran menarik yang penulis amati. Dalam sebuah mata pelajaran IPS kelas 5 SD, guru meminta siswa secara berkelompok untuk membuat peta bagian atau sudut tertentu kota Wakkanai. Dalam pembuatan peta ini, siswa tidak diperkenankan mencopy dari internet peta jadi, tetapi diminta untuk membuat sendiri peta berdasarkan hasil pengamatan dan survey yang mereka lakukan sendiri. Dalam sebuah presentasi, seorang siswa mewakili regunya maju menjelaskan kepada teman-temannya beberapa tempat-tempat penting di sekitar sekolah sambil menunjukkan peta buatan regunya yang sangat unik karena benar-benar menggambarkan peta dalam imaginasi anak, misalnya museum digambar sesuai dengan gedung tua, rumah sakit digambar dengan dokternya. Si anak kemudian menjelaskan apa saja fungsi gedung atau tempat tersebut sambil tak lupa menambahkan bagaimana caranya pergi ke sana, berapa menit waktu yang diperlukan, dan jika naik kendaraan umum berapa ongkos yang harus dibayar. Dalam sebuah kunjungan yang lain ke sebuah SD di Kota Reibun yang ada di Pulau Rhiziri, Hokkaido, penulis juga menyaksikan bagaimana para guru mengajarkan kedisiplinan berkendara terutama penggunaan sepeda yang marak di kota-kota di Jepang. Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tata cara bersepeda yang salah yang dipasang di papan pengumuman sekolah. Gambar-gambar ini adalah hasil karya siswa.
Gb. 1. Tata cara bersepeda yang berbahaya, 1)bersepeda sambil lepas tangan, 2) bersepda sambil makan/minum, 3) bersepeda berboncengan (ini dilarang di beberapa kota di Jepang-red), 4) bersepeda dengan kecepatan tinggi (sumber : foto pribadi)
Di sekolah-sekolah Jepang pelajaran tentang adab berkendara atau adab dalam menggunakan fasilitas umum diajarkan dalam mata pelajaran, misalnya seikatsu ka untuk kelas 1 dan 2 SD atau pelajaran shakai ka (IPS) untuk kelas 3-6 SD dan kelas 1-3 SMP. Pembelajaran tentang adab dimasukkan sebagai pembelajaran moral. Berbeda dengan sekolah di Indonesia, yang menjadikan pelajaran moral dan kewarganegaraan sebagai salah satu mata ajaran wajib, di Jepang pelajaran moral tidak dikelompokkan sebagai mata pelajaran, tetapi pembelajaran moral dimasukkan dalam salah satu ryouiki (domain) pengajaran di semua sekolah SD dan SMP. Sebuah buku pegangan tingkat SD menguraikan tata cara menggunakan fasilitas umum secara aman, misalnya bagaimana seharusnya menggunakan jalan raya, menyeberang di zebra cross, budaya antri menaiki kendaraan umum, adab kesopanan dan keamanan sebagai penumpang kendaraan umum, misalnya tidak boleh berdiri di pintu masuk, berteriak-teriak, menggunakan HP, atau tindakan apa saja yang mengganggu kenyamanan penumpang lain. Sedemikian detilnya penggambaran tentang tata aturan warga kota dalam memanfaatkan transportasi dijelaskan kepada anak-anak baik melalui buku maupun lisan para guru, membuat kita menjadi tidak heran dengan kedisiplinan warga Jepang dan kerapihan dan kebersihan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
64
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
kotanya. Pemerintah Jepang menyadari betul bahwa kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan kedisiplinan pemanfaatannya akan membawa kehancuran bangsa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pembelajaran di level TK dan SD adalah pembelajaran tentang sikap, semangat kemandirian, aturan hidup bersama dan kedisiplinan, selain tentu saja mereka diajak untuk mengenal kecanggihan baru teknologi buatan orang Jepang. Di SMA Tatsuno, Nagano, siswa bekerjasama dengan mahasiswa Universitas membentuk kelompok studi untuk mempelajari lebah penghasil madu di Nagano. SMA ini juga terkenal dengan kegiatannya yang tidak lazim yaitu menyelenggarakan forum sekolah yang menghadirkan pemerintah dan masyarakat dalam arena diskusi untuk membahas masalah-masalah daerah/kota Tatsuno, misalnya masalah transportasi ke sekolah, sistem dan tata cara penanganan sampah kota, hingga masalah merger daerah yang berakibat kepada dimergernya beberapa sekolah. 5.
Kesimpulan
Materi pengenalan kota dan transportasi yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar maupun menengah dapat meliputi tema-tema berikut: 1) pengenalan fasilitas umum, tempat bersejarah atau secara garis besar dikelompokkan sebagai pengenalan geografis kota 2) pengenalan penduduk, budaya dan aktivitasnya 3) pengenalan potensi alam 4) pengenalan bahasa 5) pendidikan norma-norma hidup bersama : tata cara berkendara dan menggunakan fasilitas umum 6) pengenalan terhadap kebijakan kota : meliputi pendidikan, transportasi, problematika sosial, dll 7) pengenalan pemerintahan kota 8) pengenalan potensi ekonomi kota dan ilmu atau keahlian apa yang diperlukan
Materi pengenalan kota hendaknya melatih kepekaan siswa melalui pemahaman yang baik terhadap kondisi sekitarnya. Sebagai contoh beberapa kota di Indonesia setiap tahun mengalami bencana banjir. Sudah selayaknya pendidikan tentang banjir dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Kita sangat meragukan apakah anak-anak di Jakarta mampu menjelaskan penyebab banjir tahunan di ibu kota, selain alasan bahwa banjir terjadi karena kiriman air dari Bogor. Tidak saja menjawab penyebab masalah, tetapi yang selanjutnya ingin ditumbuhkembangkan adalah kesadaran untuk menjaga lingkungan kota, ikut andil memikirkan pengembangan kota, berempati terhadap korban banjir, dan berbagai pemahaman dan sikap yang dapat dibina melalui pembelajaran ini. Masalah kesopanan berkendara, menggunakan fasilitas jalan raya dan fasilitas kendaraan umum di kota seperti Jakarta sudah selayaknya dimasukkan dalam materi pembelajaran sejak dari TK hingga SMA. Ajakan untuk berfikir tentang problematika kemacetan di Jakarta sudah sepantasnya dirembukkan dengan siswa-siswa SMA di Jakarta. Rasa kepedulian yang berlandaskan pemahaman inilah yang semestinya menjadi dasar pengenalan kota sebagai salah satu materi mulok di sekolah. Sebagaimana diharapkan dalam tujuan pembelajaran mulok yang disusun oleh DIKNAS, pengenalan kota sekaligus dapat mendorong kesadaran anak terhadap lingkungannya. Materi pengenalan kota hendaknya tidak diajarkan dengan cara menghafal tetapi cenderung kepada dorongan untuk memahami masalah/kondisi melalui observasi mandiri atau kelompok secara langsung. Untuk menjalankan ini, pihak sekolah dapat mengundang berbagai pihak untuk terlibat, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat setempat. Pemerintah dapat membantu segi pengadaan sumber belajar baik berupa bangunan, nara sumber, artikel, pamflet, buku, dll.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
65
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Sekolah atau guru pun harus membuka diri terhadap dunia luar sekolah dengan cara mengundang pakar/sesepuh kota untuk memberikan pemaparan keilmuan/keahliannya di depan para siswa. 6.
Daftar Pustaka
1.
Adhit. Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, DIKNAS. 2007. Temu Nasional Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Ditunduh pada tanggal 12 Februari 2008 dari http://www.pmptk.depdiknas.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=110&Itemid=101. DikmentiDKI.go.id. Budaya Betawi Masuk ke Kelas SMA. August,23,2006. Ditunduh pada tanggal 4 Juni 2007 dari http://www.dikmentidki.go.id/beritapendidikan.php?subaction=showfull&id=1156303196&archive=&sta rt_from=&ucat=1& Diknas. Pengembangan Model Mata Pelajaran Muatan Lokal. Sosialisasi KTSP. Diknas. http://www. ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_sma/12.ppt Gorontalo-Provinsi Agropolitan. 2005. Gubernur canangkan jagung masuk sekolah. Ditunduh pada tanggal 5 Juni 2007 dari http://www.gorontaloprov.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=608&Itemid=2 Kompas Cyber Media. Pendidikan Budi Pekerti Muatan Lokal Sekolah di Jambi. 21 October,2005. Ditunduh pada tanggal 4 Juni 2007 dari http://kompas.com/kompas-cetak/0510/21/sumbagsel/2144353.htm Pikiran Rakyat. Muatan Lokal Bahasa Sunda Sudah Mulai Bergulir. August,19,2006. Ditunduh pada tanggal 4 Juni 2007 dari http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/082006/19/99forumguru.htm Ramli, Murni. 2008. Indonesia ni okeru chuutou kyouiku kaizen ni kan suru senryaku teki kokka kyouiku keikaku no hihan teki kenkyuu. Gakkou kaizen wo mezasu seido kaisei no hitsuyousei no kousatsu. Journal of Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan (dalam proses penerbitan). Republika Online. Kembangkan Sekolah Unggulan Bercorak Islami. June,2,2003. Welsh, Thomas and Noel F. McGinn. 1999. Decentralization of Education : Why, When, What and How ?. UNESCO International Institute for Educational Planning. Ditunduh pada tanggal 11 Februari 2008 dari http://www.unesco.org/iiep
2.
3. 4.
5.
6. 7.
8. 9.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
66
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
HUMANIORA JAKARTA DI ANTARA KUDA DAN MESIN BERTENAGA KUDA I W. Kastawan Historical Architecture, Nagoya Institute of Technology, Japan
Jakarta, Jakarta, Jakarta...nasibmu, adalah desahan hati yang keluar dalam kata dari mulut seorang pejalan kaki, disuatu siang diantara terik matahari dan panasnya suasana serta himpitan gedung-gedung tinggi yang seolah-olah menyombongkan dirinya .... aku yang paling tinggi...................
Jakarta, 1930 Dalam persfektif dan kaca mata orang-orang kebanyakan di daerah lain di Indonesia datang ke Jakarta adalah sebuah impian sebelum mati. Sehingga boleh dikatakan Jakarta bagai kota surgawi yang diharapkan bisa memanjakan segala kebutuhan akan kehidupan penghuninya. Akan tetapi, kata impian dan surgawi masihkah melekat di Ibukota Jakarta kini? Seperti kita ketahui, mungkin juga kita baca dalam setiap media cetak Nasional ataupun lokal yang selalu memuat berita tentang Ibukota Jakarta terutama dengan berbagai masalahnya. Kota ibarat tubuh manusia; ada kepala, badan serta kaki. Dari ketiga bagian utama organ tersebut ada jaringan penghubung yang fungsinya sangat vital, yang memberi magnet-magnet kehidupan. Kalau jaringan itu ibarat sebuah sistem transportasi yang memiliki kedudukan sangat strategis dalam hal ini, maka sudah sepatutnya untuk ditelanjangi sehingga kita semakin tahu dimana sakitnya. Karena ibarat luka kronis yang tidak tersembuhkan oleh obat dari tabib sehebat Ratanca dalam Legenda Majapahit sekalipun, selalu akut dan muncul dengan tiba-tiba. Ibukota yang seharusnya lebih baik dari kota-kota lainnya, bagaimana tidak, semenjak masa kuda masih mengigit besi sampai kuda naik besi, dari masa Batavia hingga masa dekonstruksi, selalu dan selalu tak terselesaikan. Permasalahan-permasalahan yang ada telah juga dikaji secara ilmiah yang dilihat dari berbagai aspek oleh para akademisi serta ahli yang pakar di bidangnya. Oleh karena itu paparan dibawah ini ibarat catatan-catatan kecil yang tercecer dalam benak hati seorang pejalan di antara deru debu dan panasnya Jakarta. Berdasarkan sketsa lama yang dibuat sekitar tahun 1850, membawa pikiran dan kenangan kita kejaman kolonial, yang pastinya ketika kompeni Belanda masih berkuasa di Batavia. Ini terlihat jelas dari bendera Belanda yang terpasang tegak di atas atap gerbong kereta, kemungkinan ini
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
67
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
adalah cikal bakal transportasi modern di Jakarta. Karena modern disini dapat diartikan sebagai suatu sistem yang dapat memberikan kemudahan, utamanya kemudahan dalam perpindahan itu sendiri. Hal ini terlihat dari adanya roda besi seperti roda kereta saat ini, yang mana berjalan di atas relrel seperti biasanya. Kereta itupun berlari dalam perintah sang Masinis, satu berada di depan dan seorang ada di belakang yang bertugas memberi kode kepada Masinis yang berada di depan ketika kereta siap untuk dijalankan. Tak ubahnya seperti kereta modern terakhir saat ini. Hanya saja kereta itu tidak ditarik oleh mesin berdaya kuda, akan tetapi ditarik oleh kuda itu sendiri. Dan satu hal penting yang perlu dicatat adalah jalan kereta saat itu sudah dibuat dua jalur. Posisi duduk penumpangnya juga didesain berhadapan, sehingga memudahkan kontak visual secara langsung sesama penumpang. Hal yang sangat menyenangkan disepanjang jalan yang dilalui kereta adalah dapat menikmati asrinya taman-taman rumah bergaya Belanda dan lestarinya pepohonan lingkungan di sekitar rel kereta
Batavia, 1850
Sehingga kalau dipikirkan kembali, rupanya kereta dulu lebih humanis, yang mana alat transportasi tersebut telah direncanakan dengan baik serta mempertimbangkan kelancaran akses, keselamatan penumpang, kenyamanan perjalanan dan tidak menyumbang polutan yang membahayakan lingkungan. Unik dan menggelitik ketika kita memikirkannya saat ini, memang demikian adanya gambaran Batavia saat masih terjajah? Begitu juga halnya dengan angkutan sungai di era Batavia, di kala sungai-sungai masih bersih dan tak terlalu tercemar seperti sekarang. Kita bisa mengarungi sungai dengan rakit, menelusuri alur berbatas bangunan, jalan dan alam terbuka disepanjang jalur buritan. Ibarat Gondola di negeri Venesia, bisakah Jakarta kini berbedah seperti sedia kala di saat orangorang masih peduli dengan keberadaannya. Semua bisa dilakukan, sepanjang kita semua ingin dia berubah, asri seperti ketika dia ada dan diciptakan untuk semua penghuni Jakarta.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
68
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Transportasi air dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pendukung gerak roda transportasi darat, ibaratkan air yang bergerak bebas memberi kesejukan dan kesuburan buat semua. Di zaman Batavia, sungai difungsikan, di samping dapat memperpendek jalur buat orang untuk pergi dari satu tempat ketempat lainnya, paling tidak dapat menciptakan konsekuensi untuk setiap orang berperilaku bijak terhadap lingkungannya. Nilai-nilai kearifan telah ditanamkan pada setiap penghuninya untuk saling menghargai. Sebuah untaian kehidupan surgawi yang pernah tercipta.
Kali Besar - Batavia, 1880 Tapi kini, semua telah berubah, kalau kita menengok potret sungai-sungai di Ibukota Jakarta tercinta, sedih dan tak berani menatapnya, bagai sebuah coreng serta luka yang tidak sepatutnya hadir dalam gemerlap kota metro dan hedonis kaum urbannya. Gundukan sampah menutupi airnya, deretan rumah gubuk menghias bantarannya, merona kelabu airnya, bau busuk yang tak pernah hilang dari raganya, sungguh tragis nasibmu Jalanan di Ibukota Jakarta sebelum masa kemerdekaan tampak lengang dan sepi, hanya beberapa buah kendaraan yang terlihat lalu lalang. Mungkin saja para petinggi kompeni dan masyarakat borjuis saja yang bisa memakainya. Kondisi jalan yang lebar, sangat tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang ada. Pepohonan pun masih tumbuh sepanjang jalan, tetapi kondisi jalan tidak semulus sekarang. Dalam rentang waktu kurang lebih enam dasa warsa sejak kemerdekaan dan ketika milenium pun telah berubah, laju perubahan sangat cepat terjadi, bahkan lebih cepat dari apa yang kita pikirkan dan bahkan membuat semua rekomendasi ataupun perencanaan yang tertuang dalam kertas-kertas karya ilmiah dan penelitian kita menjadi usang dan tak berguna. Tapi sejatinya, masih ada titik terang kedepan kalau kita bersama menghendaki perubahan. Masalahnya hanya sepele saja, masalah Manusia dan Budaya.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
69
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Menteng - Jakarta, 1925 Banyak pakar dan pemerhati Ibukota yang mengusulkan sebaiknya Ibukota Negara Republik Indonesia dipindahkan saja dari Jakarta, dengan harapan di tempat lain bisa diimplementasikan sebuah grand design Ibukota Negara yang lebih representatif, sehingga semua masalah bisa teratasi. Cukup sederhana memang, tetapi dalam catatan perjalanan ini tak pernah terpikirkan untuk lari dari kenyataan, walaupun sangat sakit sekalipun, dan tak seharusnya kita meninggalkan Ibukota Jakarta seperti sekarang ini, berpindah ke tempat lain yang tentunya bakal lebih baik. Kita harus menghargai sejarah, bahwa Jakarta adalah kota Proklamasi dan merupakan salah satu kota pelabuhan terbaik di dunia yang pernah direncanakan oleh Pemerinta Belanda, dari ketika awal bernama Batavia Revitalisasi Kota, Manusia dan Budayanya. Dalam konteks pembangunan Ibukota Jakarta kini, sudah seharusnya kita bercermin pada masa lalu sehingga kita bisa memprediksikan seperti apa kita kedepannya. Sudahkah Ibukota kita lebih baik dari kemarin? Sepertinya tidak perlu dijawab, kita sudah tahu jawabnya, ketika orang belum mengajukan pertanyaan kepada kita. Karena kita malu melihat wajah kita sendiri, dan berharap orang lain tak menanyakannya. Akan berbeda halnya, ketika kita tanyakan pada orang dari negara-negara maju di daratan Eropa, seperti apa Ibukota negaramu? Dalam raut muka bangga dan senangnya mereka akan menjawab, karena Ibukota Negara mereka kebanyakan patut untuk dibanggakan. Tapi tak perlu berkecil hati, sebagai anak bangsa Indonesia, apapun milik kita seharusnya patut untuk dibanggakan. Konsep Revitalisasi menjadi sebuah pilihan ke depan untuk memajukan dan menempatkan kembali nilai-nilai yang melekat pada Ibukota sejak dilahirkan sampai berusia ratusan tahun seperti sekarang ini. Nilai-nilai berharga itu bisa kita bangkitkan serta hidupkan agar kita kembali mempunyai Ibukota yang dapat dibanggakan seperti mereka diluar sana. Sebagai sasaran utama Revitalisasi Ibukota Jakarta memang ditujukan kepada elemen-elemen fisik kota, salah satunya adalah sistem transportasi yang humanis dan berbudaya. Akan tetapi yang lebih utama dari perencanaan itu semua adalah keseriusan pemerintahnya untuk menjadi panutan dalam posisi garda terdepan setiap perubahan, di samping dukungan secara aktif dan kritis serta kesanggupan penghuninya untuk mengikuti dan mendukung setiap perubahan. Jadi kesimpulannya adalah bagaimana membudayakan masyarakat agar tercipta masyarakat yang berbudaya serta menghargai setiap perubahan itu sendiri. Semoga Jakarta sembuh dari sakitnya.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
70
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
HUMANIORA KENANGAN TRANSPORTASI KERETA UAP : ANTARA AMBARAWA DAN PINJARRA Devi Kausar Graduate School of International Development, Nagoya University Japan E-mail : devikausar@gmail.com Pada masanya kereta uap pernah berjasa menjadi alat transportasi di berbagai belahan dunia. Kereta uap pertama kali digunakan sebagai alat angkutan umum pada tahun 1825 di jalur yang menghubungkan kota Stockton dan Darlington di Inggris (Ganeri et al. 2001). Bentuk lokomotif kereta uap sangat berbeda dengan kereta bertenaga diesel maupun kereta listrik yang menggantikan keberadaannya. Lokomotif kereta uap mempunyai fitur yang khas berupa tempat menyimpan batu bara sebagai bahan bakarnya, sebuah tangki air (boiler), dan sebuah cerobong asap. Saat berjalan kereta uap akan terus mengeluarkan uap dari cerobongnya. Warna lokomotif pun bermacam-macam dan dengan bentuk lokomotifnya yang khas menjadi keindahan tersendiri yang masih dikenang hingga kini. Nostalgia kereta uap sering dituangkan dalam film dan buku, antara lain film seri anak-anak “Thomas the Tank Engine” tentang kehidupan kereta uap yang dapat berbicara dan mempunyai karakter yang berbeda-beda di Pulau Sodor, Inggris dan di film-film Harry Potter sebagai kereta yang mengangkut murid-murid sekolah sihir Hogwarts dari London ke Hogwarts. Kereta uap juga menjadi karakter utama dalam buku anak-anak “The Little Engine that Could” yang bercerita mengenai keteguhan hati sebuah kereta uap kecil yang harus melewati bukit yang menanjak sambil menarik gerbong-gerbong yang berat di belakangnya. Di Indonesia, kereta uap pertama kali dioperasikan pada masa penjajahan Belanda di jalur Kemijen dan Tanggung, Jawa Tengah pada tanggal 17 Juni 1864 (Lee 2003). Jarak antara Kemijen dan Tanggung hanya 26 km, namun jalur tersebut kemudian berkembang menjadi jalur rel yang menghubungkan Semarang, Solo, dan Yogyakarta. Sejak saat itulah kereta uap turut mewarnai dan menjadi saksi sejarah dinamika kehidupan di Pulau Jawa dan Sumatra sampai sekitar tahun 80an. Nostalgia Kereta Uap sebagai Atraksi Pariwisata Di beberapa tempat di penjuru dunia, kereta uap saat ini menjadi atraksi utama pariwisata. Bahkan beberapa pihak menginginkan jalur-jalur kereta bersejarah seperti jalur Ipswich – Toowoomba di Australia, the Darjeeling Himalayan Railway, dan jalur Ambarawa – Bedono di Jawa Tengah dijadikan sebagai salah satu Pusaka Dunia (World Heritage) (Lee 2003).
Gb. 1. Kereta Uap Tertua koleksi Ambarawa, C1218 Hartmann (2152/1896). Sumber foto http://www.internationalsteam.co.uk/ambarawa/locos/C1218.htm
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
71
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Museum Kereta Api Ambarawa yang dulunya bernama Stasiun Willem I Ambarawa (didirikan oleh the Netherlands Indische Spoorweg Maatschappij â&#x20AC;&#x201C; NIS pada tahun 1873) diresmikan pada tahun 1976. Museum ini memiliki sekitar 21 loko uap yang terletak di halaman museum. Beberapa di antara loko uap tua tersebut mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Loko C28 buatan pabrik lokomotif Jerman (Henschel, Hartmann Chemnitz, dan Esslingen pada 1921-1922) misalnya merupakan loko penarik kereta Kepresidenan Republik Indonesia setelah 1945. Loko C28 yang kecepatannya bisa mencapai 110 kilometer per jam dan merupakan salah satu loko tercepat pada masa 1920an itu telah berjasa besar dalam membantu pelarian Presiden Soekarno dari Jakarta ke Yogyakarta pada tanggal 3 Januari 1946. Koleksi lain yang bahkan menyimpan cerita sejarah dunia adalah loko D5106. Loko produksi Hartmann Chemnitz tahun 1920 ini pernah bertugas di jalur Hedjaz Railway untuk melayani perjalanan KA penumpang yang khusus mengangkut jemaah haji dan logistik tentara Turki pada masa pemerintahan Utsmaniyah di Turki. Pada masa itu, jalur Hedjaz Railway menghubungkan Damaskus, Suriah dengan Amman, Yordania, serta Madinah, Arab Saudi. Namun sayangnya, koleksi loko-loko bersejarah tersebut kini kondisinya cukup memprihatinkan dan tak terawat. Sebagian besar lapisan cat pada bodi loko tersebut telah mengelupas dan tak lagi menarik dipandang mata.
Gb. 2. Staf Museum Kereta Api Ambarawa Sumber foto: http://www.internationalsteam.co.uk/ambarawa/shed.htm
Museum Kereta Api Ambarawa juga menawarkan kesempatan naik kereta uap ke Stasiun Bedono yang terletak 9 kilometer dari museum. Sebuah loko yang masih berfungsi dengan cukup baik beserta dua gerbong penumpang siap untuk mengangkut wisatawan. Tetapi untuk naik kereta ini pengunjung tidak bisa membeli karcis secara perorangan. Kereta uap yang masih berfungsi ini hanya dapat disewa secara penuh untuk satu kali perjalanan, yaitu kira-kira sebesar 3,2 juta rupiah. Oleh karenanya, sulit bagi pengunjung yang tidak datang bersama rombongan dan tidak memesan lebih dulu paket perjalanan untuk merasakan pengalaman naik kereta uap di Ambarawa.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
72
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Antara Ambara dan Pinjarra Lain Ambarawa, lain pula halnya atraksi kereta uap di Pinjarra, Australia Barat yang dikelola oleh Hotham Valley Tourist Railway, sebuah perusahaan swasta yang sengaja mengemas nostalgia kereta uap menjadi atraksi wisata. Tidak seperti Museum Kereta Api Ambarawa yang koleksi lokonya adalah loko yang memang pernah digunakan di Indonesia, beberapa koleksi Hotham Valley Tourist Railway sengaja dibeli dan didatangkan dari belahan dunia untuk beroperasi di jalur wisata tersebut. Kesamaan jalur Hotham Valley dan jalur Ambarawa – Bedono adalah bahwa keduanya merupakan jalur yang pada masa silam memang berfungsi sebagai jalur transportasi umum.
Gb. 3. Lokomotif di Hotham Valley. Sumber foto: www.hothamvalleyrailway.com.au
Hotham Valley Tourist Railway tidak mempunyai museum secara khusus seperti di Ambarawa karena hampir seluruh koleksi loko serta gerbongnya digunakan untuk mengangkut para wisatawan lokal maupun mancanegara di Pinjarra maupun Dwellingup (kedua kota kecil ini terletak kira-kira 90an kilometer dari ibukota Australia Barat, Perth). Pada akhir minggu, perusahaan ini bahkan membuat paket wisata kereta uap yang berangkat dari Stasiun Perth di Kota Perth ke Kota Pinjarra, Dwelingup, atau kota lainnya. Jenis paket yang ditawarkan juga beragam, mulai dari “Forest Railway” yaitu menyusuri hutan di Dwellingup, “Steam Rangers” di jalur yang menghubungkan Pinjarra dan Dwellingup, “Restaurant Train” yaitu paket perjalanan berikut makan di kereta uap, sampai “The Mistery Train” yaitu paket perjalanan yang di dalamnya para penumpang akan terlibat dalam sebuah permainan untuk memecahkan persoalan misteri. Untuk mengikuti perjalanan di jalur wisata kereta uap ini, wisatawan dapat membeli karcis secara perorangan dengan harga yang cukup terjangkau. Membandingkan sejarah loko-loko yang digunakan pada jalur Pinjarra dan sekitarnya mungkin tidak sebanding dengan sejarah beberapa loko di Museum Kereta Api Ambarawa yang sangat tinggi nilainya. Namun demikian, pengelolaan Museum Kereta Api Ambarawa sebagai tempat menyimpan benda bersejarah, sebagai saksi sejarah perkeretaapian di Indonesia, dan khususnya sebagai atraksi pariwisata masih bisa lebih ditingkatkan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi wisatawan. Di Museum Kereta Api Ambarawa, fasilitas umum seperti toilet yang memadai kurang tersedia. Sedangkan fasilitas-fasilitas lain yang dapat meningkatkan kualitas pengalaman berwisata, seperti tempat makan atau restoran yang menawarkan menu khas setempat atau toko cindera mata tidak tersedia.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
73
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Di lain pihak, Kota Pinjarra yang merupakan pusat dari Hotham Valley Tourist Railway adalah juga sebuah kota kecil seperti halnya Ambarawa. Namun demikian, pengelola paket kereta uap yang merupakan perusahaan swasta bersinergi dengan badan promosi pariwisata kota dalam hal promosi jalur wisata Hotham Valley dan dalam menjual cindera mata Hotham Valley di pusat informasi pariwisata Kota Pinjarra maupun Kota Dwellingup. Pengalaman berwisata pun menjadi lebih lengkap karena wisatawan dapat membeli aneka cindera mata (baik yang berhubungan dengan kereta uap maupun tidak), mencicipi hidangan di restoran setempat, bahkan dapat memperoleh informasi tentang berbagai obyek wisata lain dari pusat informasi pariwisata yang terletak tidak jauh dari stasiun kereta uap. Walaupun Museum Kereta Api Ambarawa dikelola oleh pemerintah dan Hotham Valley Tourist Railway dikelola oleh swasta, namun tidak menutup kemungkinan pengelola museum dapat bersinergi dengan pihak swasta dalam menciptakan atraksi pariwisata atau dalam menyediakan fasilitas yang lebih memadai bagi para wisatawan. Kuncinya adalah kreativitas dan kesadaran bahwa aset yang dimiliki adalah aset yang sangat berharga. Daftar Pustaka 1. 2.
3. 4.
Ganeri, A., Hibbert, A., Malam, J., Oliver, C., Oxclade, C., Pickering, J. And Robson, D. (2001) Amazing Questions and Answers. Parragon Book, UK. Lee, R. (2003) Potential Railway World Heritage Sites in Asia and the Pacific. Institute of Railway Studies, University of York. http://www.york.ac.uk/inst/irs/irshome/papers/robert2.htm Harian Kompas edisi 25 Juni 2005, Museum KA Ambarawa, dari Soekarno hingga Hedjaz Railway. http:// 64.203.71.11/kompas-cetak/0506/25/Wisata/1794597.htm
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
74
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
HUMANIORA HALAL FOOD IN THE GLOBAL MARKET: BENEFITS, CONCERNS AND CHALLENGES Dwiyitno Researcher at Agency for Marine & Fisheries Research, Jakarta MSc Student on Food Science, Technology & Nutrition, Gent-Belgium E-mail: dwiyitno@yahoo.com
ABSTRACT The demand of halal food is increasing as the growing of Moslem population. Knowledge of the halal dietary laws is important to the Muslim populations who observe these laws and to food companies that wish to market to this population and to interested consumers who do not observe these laws. Generally all things created by God (Allah) are permitted, with a few exceptions that are prohibited. In term of meat, those exceptions include pork, blood, meats of animals that died of causes other than proper slaughtering. The basic reasons for the prohibition of things are due to impurity and harmfulness. Basically, halal requirements are in accordance with the conventional quality standards (ISO, HAACP, Codex, GHP, etc). Therefore halal products are typically also viable for non-Muslim consumers. With a population more than 1.6 billion, the halal food demand is estimated US$ 550 billion/year. The increase of global meat demand is affected by the increasing population, increasing meat consumption and may also by the decreasing meat price. Requirements for meat exporters to provide halal certificate arise to the growth of halal meat supply. The unified standard of halal certification is important to globalize halal products as well as for consumer convenience. Keyword: halal food, Islamic law, meat, market
1. Introduction In connection with religion, there are some rules associated with food, especially from animal origin, which are accepted to consume. Traditionally, Hindus are prohibited to kill cattle and eat any products related to beef and its derivatives. Vegetarian is suggested to Buddhism, while Seventh Day Adventists has also dietary restrictions. Nevertheless, Jewish and Muslims have the relatively similar law concerning to the permissible animal to eat as they are not permitted to consume pork and its products. The permissible food for Muslim calls as halal, while kosher associates with clean food for Jewish community (Codex, 1997; Regenstein, et, al., 2003). Hundreds of millions of people around the world live according to halal laws. Their numbers are growing, from China, to Central Asia, to the Middle East, Africa, and Europe. Recently, Islam is the second largest religious group (after Christians) in the world. Base on the recent data, the number of Moslem population is estimated more than 1.6 billion (+25% of world population), which the majority domesticates in Asia (66.7%) (Table 1). Muslims are also known as the most growing population by over 235% (in 1989-1998), compare to Christians (47%), Hinduism (117%), and Buddhism (63%). By 2010, with the growing rate 2%/year Moslem population is projected approximately 3 billion (+30% of world population) (Anonim, 2005; 2007). Following halal rules in a world that remains largely oriented to non-Muslim consumers can be difficult for Moslem. Since Islamic law considers a very strict rule for halal product, it frequently barriers Moslem to consume conventional (questionable) food, especially for prepackaged and processed foods. On the other hand, the availability of halal food in the market is still less than the demand as the growing of Muslim population. Total halal food in recent trade is estimated Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
75
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
US$ 150 billion/yr. This amount is much less than the demand of approximately US$ 550 billion/year (Egan, 2002; Anonim, 2007). Table 1. The Distribution of Muslim Population
Continent
Population Muslim Percent (million) Population (million)
Asia
3,921.0
1,043.7
26.6
Africa
906.0
461.8
51.0
Europe
727.4
51.2
7.0
North America
329.0
6.6
2.0
South America
559.0
1.6
0.3
Oceania
33.0
0.4
1.2
Total
6,475.4
1,565.3
24.2
Source: Anonim (2005)
Increasing awareness of Muslim consumers worldwide on halal food is the main factor affecting the growing of halal products in the market. Today, around 1000 halal products are available within the U.S. market. This number is not comparable to kosher products which have established widely. Technology of information also contributes significantly to ease the consumer access any information regarding halal products. This review focuses on the basic knowledge of halal foods and their current status, particularly associated with meat and meat product. Understanding the importance of halal food for Moslems is also essential to evaluate the market opportunities in the global market. The purpose of this article is to overview a better understanding of the concept halal and how halal applies to not only for Muslims but also to non-Muslim community. 2. Basic Concept of Halal Food Originally, there are two terms associated with Islamic permissible food: halal (clean) and toyyiban (wholesome/good) (Qurâ&#x20AC;&#x2122;an II:168). The word halal means lawful and permitted by Islamic law. Basically, halal food not only associated with spiritual aspect (ritually clean), but also physical aspect (wholesome, clean, safe, healthy, nutritious). Opposite to halal is haram, which means unlawful or forbidden. Therefore, Moslems typically only consume healthy and proper foods that are permitted by Islamic law. Basically, four types of foods have been considered as haram (unlawful) for Muslims. Those prohibited foods according to the Holy Qurâ&#x20AC;&#x2122;an (Al Baqarah:173) are: 1) The flesh of a dead animal (carrion), 2) Blood and blood by product, 3) Pig meat and its derivatives, and 4) Meat from any animal on which the name of someone other than Allah (God) was invoked when it was slaughtered. Whereas animals permitted for human consumption under Islamic law include: cattle, sheep, goats, camels, deer, poultry, etc. Carnivorous animals and predators are not permitted, while permissible animals must be slaughtered in accordance to Islamic law. Intoxicants of any kind (alcohol, drugs etc.) are prohibited for Muslims to consume, even in small quantities. By implication, any product derived from the above prohibited food and drinks or any food containing ingredients from them will also be unlawful. Originally, fish, seafoods, grains, fruits and all vegetables which have no harmful effect are halal. The rules for those foods that are not specifically prohibited may be interpreted differently by various scholars. Essentially, the things that are specifically prohibited are just a few in numbers (Regenstein, et, al., 2003).
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
76
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
The basic reasons for the prohibition of things are due to impurity and harmfulness. The habitual consumption of haram foods may also affect the exhibition of impure spirit, unsound mind, impairment of personal character and unhealthy body. Intoxicants are considered harmful for the nervous system, affecting the senses and human judgment, leading to social and family problems and in some cases even deathly. What is permitted is sufficient and what is prohibited is then superfluous. People can survive and live better without consuming unhealthful carrion, unhealthful pork, and unhealthful blood. Basically, God prohibited only things that are unnecessary or dispensable while providing better alternatives (Regenstein, et, al., 2003). 3. Stunning and Slaughtering Slaughtering is the crucial step in producing halal meat. Islamic law requires that animals intended for human consumption be slain in a certain manner. The conditions for halal slaughter can be summarized as follows (Zakir, 1994; Regenstein, et. al., 2003; AFIC, 2004; IFI, 2007): 1. The animal to be slaughtered must be from the categories which are permitted by Islamic law. 2. The animal must be alive and healthy at the time of slaughtering. 3. Slaughtering must be done by a sane adult Muslim. 4. Electric shock/stunning by bullet or any other means should not be used prior slaughtering. 5. The animal must be slaughtered by the use of a sharp knife. The knife must not kill due to its weight otherwise the meat may not be permissible. 6. The name of Allah must be invoked (mentioned) at the time of slaughtering. 7. Slaughtering must be made in the neck from the front (chest) to the back. The throat, esophagus and the two jugular veins must be cut. The head of the animal must not be cut off during slaughtering but later after the animal is completely dead and bleed. 8. Skinning or cutting any part of the animal is not allowed before the animal is completely dead. 9. The slaughtering must be done manually not by a machine as one of the conditions is the intention which is not found in a machine. 10. The slaughtering should not be done on a production line where pigs are slaughtered. Any instrument used for slaughtering pigs should not be used in the halal slaughtering. Since Islamic law believes that animals have also their own right, spirit, instinct, consciousness, they should be killed in a comfortable way. Water should be offered to the animal before slaughter, and it should not be slaughtered when hungry. The knife should be hidden from the animal, and slaughtering should be done out of sight of other animals waiting to be slaughtered. In conclude, unnecessary suffering to them must be avoided (Zakir, 1994; IFI, 2007). Stunning an animal prior to slaughter is a controversial issue. Not only violates the animal welfare, stunning is also associated with unhealthy, low quality meat as well as resulting nonhalal product. The common stunning techniques are: 1) The captive bolt pistol for cattle, calves and goats, 2) Carbon dioxide (CO2) or Argon gas (chemical strangulation) for pigs, 3) Electrical stunning for sheep, and 4) Electrified water bath for poultry (chicken and turkey). Direct slaughtering (without stunning) is considered painless at the time of death and after the cut, because of the huge haemorrhage induced by cutting the jugular veins in the neck. As the cut is made, blood pressure drops rapidly, so that the brain is instantaneously deprived of its normal blood supply. Basically, any kinds and any reasons of stunning can not be accepted by Islamic law (El-Awady, 2003; IFI, 2007). The adverse effect of stunning can be attributed to the low quality of meat after slaughtered. Stunning that does not kill the animal may resulting stress prior slaughtered. Consequently, meat from the stress animal will express unfavorable quality such as dark, firm and dry (DFD) or pale, soft, and exudative (PSE) due to reducing glycogen prior to slaughter which resulting lack Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
77
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
of lactic acid on the tissue. The economic lost resulted by DFD or PSE might be up to 40% (Schaefer, et. al., 2001; Berg, 2007; IFI, 2007). Stunning is not only unnecessary but also cruel to the animal, and moreover affects the draining of blood from the carcass thereby producing inferior quality meat. It is estimated that one third of chicken die before slaughter. This fact tent to lead the new method of stunning by killing before slaughter, which means the meat is less healthy, as more blood stays inside the carcass. Captive bolts may also cause blood splash into muscles and more harmful blood stays inside the meat. Retained blood in meat is a major cause of food poisoning and infections (IFI, 2007). 4. Halal Requirements and Healthy Life It is widely believed that the Islamic dietary laws are based on health reasons that suggest impurity or harmfulness of prohibited foods. Carrion and dead animals, for example, are unfit for human consumption because the decaying process leads to the formation of chemicals harmful to humans. Blood that is drained from an animal contains harmful bacteria, and toxins. Swine serves as a vector for pathogenic worms to enter the human body. Infections by Trichinella spiralis and Traenia solium are common (Regenstein, et, al., 2003). Cross contamination halal product by non-halal materials must be strictly avoided to ensure the hygiene of the halal products. Scientific and medical research prove that stunning animals prior to slaughter is painful as many animals remain conscious and paralyzed due to improper stunning, re-stunning, bone shattering, suffocation, strangulation, bruising, depressed skull fracture, etc. A stun gun used on cattle before slaughter may send brain tissue scattering throughout the animal, which could provide a route for bovine spongiform encephalopathy (BSE) or madcow disease to spread to either humans or other part of animal carcass. On the other hand, using any such method may lead to the death of the animal before it is slaughtered. Islam prohibits Muslims from eating any meat coming from an animal which is dead prior to slaughter. For that reason, Egypt, Pakistan and Saudi Arabia don't allow poultry to be given electric shocks before slaughter, while Malaysia permits non-lethal stunning. Slaughtering without stunning is also permitted for religious purposes, both for Islam and Jewish, in UK, Germany and EU (93/119/EC) (El-Awady, 2003; Mukherjee, 2006). As in many countries are becoming increasingly concerned about rising health care costs associated with preventable diseases, Islamic law has established the preventable way of particular diseases by forbidding any harmful substances. Basically halal requirements meet the conventional quality standard, such as ISO, Codex Alimentarius, Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), Good Hygienic Practice (GHP), etc. Additionally, implementing halal requirement will produce the better quality products compare to those that only implement conventional standard. Therefore, halal products basically not only subjected for Muslim consumers, but also appropriate for non-Muslim community. 5. Halal Products As Moslems are prohibited to eat any products associated with pork and its derivatives, it is essential to understand alternative products to substitute those non-halal ones. Such names as bacon, ham, gammon steaks and rashers are known as haram, while all types of sausages, including beef sausages, contain pork and therefore are also forbidden. It is also widely known that most ingredients available in the market are derived from pig and it by products. Foods containing animal fat, lard, shortening, or just fat are not suitable to be eaten by Muslims. Conversely, foodstuffs containing vegetable oils, vegetable shortening, and of course butter are safe to eat. Margarine is often made from animal fats otherwise stated (IFI, 2007). Originally, any products derived from permitted animal and plant origin are halal. Table 2. presents such non halal food and its alternative halal products to substitute.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
78
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Tabel 2. Some Non-Halal Meat/Meat Products and the Alternatives for Muslim Category Fresh meat
Processed meat
Non-halal products
Alternative Product
• Pork/swine
• Beef, goat, sheep, turkey, chicken, etc.
• Bacon • Ham
• • • •
Beef/chicken bacon Chicken/turkey/beef ham Beef/chicken sausages Beef frankfurter's
• • • •
Vegetable fat Lecithin Vegetable enzyme Fish/beef gelatine, vegetable gum, carrageen, alginate
• Sausage • Salami
Ingredient
• • • •
Animal fat Shortening/emulsifier Rennet Gelatine
It is widely recognized that cross contamination halal product by non-halal materials must be avoided. Contaminated product with a small part of non-halal ingredient will result non halal product. Contamination could exist during processing, storing, or transporting of the products. Meat chilled or frozen for export to Muslims should be stored in separate cold storages where pork or other non-halal meat is stored. Meat minced or processed for Muslims should not be minced in the same machines used to mince pork or other non-halal meat (Codex, 1997; IFI, 2007). 6. Prospect of Halal Food in the Global Market As the growing of kosher market, global awareness on halal product is increasing. It implies the growing availability of halal product in the market. For example, in the recent years about 1,000 halal products are available in the U.S. market. This number is of course not comparable with kosher product which available more than 70,000 products. Consequently, many U.S. Muslims are buying kosher products because halal products are not being offered. Muslims account for 16 percent of the $100 billion-a-year U.S. kosher market (Regenstein, et. al., 2003; Mukherjee, 2006). Today, halal food including meat and meat products is also available at Muslim shops in several Western countries from Australia, New Zealand, Canada to European countries (Anonim, 2006; Hardgrave, 2007; IFI, 2007). International concern contributes remarkably in developing global awareness on halal products. Even though in some countries halal products have established in 1970s, the global trend of halal awareness popped up in 1990s. World Halal Food Council (WHFC) responsible as an important hub in unifies global understanding regarding halal principal. WHFC has established several international events, such as symposium, forum, expo and seminar, in order to provide the better understanding regarding halal products. Nevertheless, not only governments of Muslim majority countries, such Muslim minority countries widely support the growing halal awareness by existing Halal Accreditation Authorities. 7. Halal Accreditation Scheme In the recent years, at least 40 halal accreditation authorities have established in 24 countries. Australia is found as the first country established halal authority in 1970s. Singapore then established halal certificate in 1976, while Malaysia in 1982. Today, 24 halal certificate authorities are established in 13 different states within Australia. Halal accreditation authority is also established in the New Zealand, U.S., Canada, Brazil, Argentina, UK, Germany, France, Ireland, Singapore, Indonesia, Malaysia, China, Japan, Hong Kong, Brunei, South Africa, Egypt and Morocco (JAKIM, 2006). Traditionally, the member of halal authority is locally Muslim institution, while in some country also collaborated with government institution. Basically, halal
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
79
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
accreditation authority responsible in monitoring halal products in the market as well as supervising in issuing halal certificate to the manufacturer including meat plant. Typically, halal accreditation procedure is not different to the conventional quality standard, and even from country to country. The process is started with application from the company/manufacturer to propose the halal certificate. Halal authority auditors response the proposal by inspection/auditing to the company/plant. If necessary, such samples are needed for the laboratory test. The report of the inspection/audit will be evaluated by the halal certificate panel regarding to halal requirements. If everything meets the halal requirement, the certificate will be issued as the company may exist the halal logo on the packaging (Girindra, 2005; Anonim, 2006; JAKIM, 2006; Hardgrave, 2007). Figure 1 shows the halal accreditation procedure in Malaysia. The Malaysian model has been regarded as the role model for the development of world halal food industries.
Application Reject No
Process
Application
Yes
Dicumentation
•Request for Halal Certification
No
Complete? Yes
Fee No
Payment? Yes
Inspection/ Auditing
Premise Inspection Testing
No
Yes
Sampling
•Auditing process to the plant site •Take several samples
Testing Reject
No
OK? Yes
Report
Evaluation
Halal Certificate Panel
•Meetings of Auditors •Halal Panels
Result
Fail
Pass
Issue Certificate Surveillance
Certification
Fig. 1. Malaysian’s Halal Accreditation Procedure
Halal certification is voluntary, as also existed for any conventional quality standards, such as ISO, HACCP, Codex, GMP, etc. Yet, while conventional quality standards present globally, halal standard is regulated locally. On the other word, different country may provide different requirements on the halal standard. Halal logos used on the packaging may also differ among different countries that make less convenience to the consumer. Therefore, establishing the globally standard is essential to convince the world-wide consumers. Halal certification, for meat and meat products in particular, is developed with regard a total quality health and sanitary system which involves adopting procedures for slaughtering,
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
80
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
processing and other related operations as prescribed by Islamic rules. It certifies raw materials, ingredients and products based on quality, sanitary and safety considerations. In addition to meeting halal requirements, food producers are encouraged to adopt and maintain standards that meet global benchmarks such as ISO 9000, Codex Alimentarius, HACCP, GHP and Sanitation Standard Operating Procedures (SOPs) (Mukherjee, 2006). Halal accreditation is known beneficial not only to consumers but also to manufacturer /producers as well as the government/authority. Halal certification convinces Muslim consumers on products they purchase and consume. Furthermore, halal certificate may protect consumers from deceptive and fraudulent, while non-Muslim consumers may also get benefit from the high quality products. For that reason, halal products, of course, are profitable by improving their competitiveness and marketability. For the government and halal authority, halal accreditation is an effective tool to monitor halal products in the market as well as supervising their production, during storing and transportation (Mukherjee, 2006; Shaleh, 2006). Therefore, collaboration and better understanding among involved institutions is essential (Figure 2). PUBLIC SECTOR • Muslim consumers • Mosques/muslim org’s • Grassroots & Welfare org’s
GOVERNMENT SECTOR • Agri-Food & Veterinary Authority • Ministry of Trade & Industry • Ministry of Religion Affairs MEDIA SECTOR • Electronic media • Printed media
HALAL CERTIFICATION FRAMEWORK
FOREIGN SECTOR • Foreign Halal certifying authorities/bodies • World Halal Food Council (WHFC)
LEGAL SECTOR • Private legal firms
PRIVATE SECTOR • Halal certificate holders • Analytical laboratory • Food consultants • Food Manufacturer’s Association
Fig.2. Halal Certification Framework (Shaleh, 2006)
8. Market Opportunities of Halal Meat and Meat Products With a Muslim population more than 1.6 billion, and based on the estimated expenditure per capita for food of US$0.85/day, it is estimated that the market for halal products is US$ 550 billion/year. Conversely, halal food trade in the recent market is only US$ 150 billion/year (Egan, 2002). As the many of the countries have significant Muslim community, Asia becomes an important market for halal food that contributes more than 60% of total marketplace (Table 3). Indonesia and India are known having predominantly Muslim population in the world. Generally, the major global halal food products are being imported from countries such as Australia, New Zealand, Ireland, the United States, U.K., Brazil and Canada (Anonim, 2006). Meat and meat product remains the major source of protein. Additionally, world meat production and trade is still slightly increasing. World meat production in 2005 and 2006 is 269.1 and 275.7 million tons respectively. The production in 2007 is projected 285.3 million ton (increase 3.1%). The main countries in meat production are U.S., Australia, Brazil, Argentina, Canada, New Zealand, Ireland, China, France, and former USSR countries. Global meat consumption is also increasing either in developed countries or developing countries. Meat consumption average in 2005 and 2006 is 41.7 and 42.2 kg/cap/year respectively. This amount is estimated increase to
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
81
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
43 kg/cap/year in 2007. In contrast, meat price slightly decreased in 2006 compared to 2005. Base on FAO index, average of meat price in 2005 and 2006 is 121 and 115 respectively (FAO, 2006) Table 3. Estimated Annual Market Size for Halal Food (2005)
Population (million)
Muslim (million)
3,921.0
1,043.7
350
Market Size (US$ million) 365,299
Africa
906.0
461.8
200
92,360
Europe
727.4
51.2
1,500
76,800
N. America
329.0
6.6
1,750
11,550
S. America
559.0
1.6
500
800
33.0
0.4
1,500
600
6,475.4
1,565.3
NA
547,409
Continent Asia
Oceania Total
Food Expenditure (US$/cap)
Table 4. Imports of Meat by Type & Country in 2003 (Metric Ton)
S. Arabia
72,248
Mutton & Goat 54,891
UEA
19,039
23,871
6,318
158,749
208,236
Malaysia
120,789
11,671
8,248
40,709
181,555
Egypt
117,616
334
97
89
118,154
Kuwait
5,551
4,628
NA
78,608
88,992
Algeria
47,637
3,040
136
1,239
52,060
Iran
42,164
0
2
5,175
47,340
Indonesia
15,300
476
3,570
669
20,521
Brunei
293
308
1,719
1,101
3,440
Morocco
851
38
70
1,995
2,958
Country
Bovine Meat
Pig
Poultry
Total
NA
401,366
529,688
The global trade of meat in 2006 is 20.7 million tons and projected increase 6.7% to 22 million tons in 2007. Specifically, total halal meat trade is approximately 5 milion tons/year. This number is estimated from total meat trade within main countries with predominant Muslim population and other countries, which have Muslim population, including Europe and America. Total halal meat imported by main Muslim countries is estimated 1.25 million tons/year (Table 4). Brazil, Argentina and Ireland contribute 51.08%, 17.2% and 6.12% respectively, mainly on bovine meat market supply. Additionally, New Zealand and Australia are the main exporter of mutton and goat that contribute 10.35% and 6.47% respectively, while France is the main supplier of poultry (FAO, 2006; Anonim, 2007). In many countries, halal requirement has become necessary for products to be imported. Therefore halal certificate is important for countries that export such meat and meat products to Muslim countries. Halal trading has also affected the requirement of appropriate transport facilities. For that reason, the Rotterdam Port for instance, responses to position as the Halal Gateway to Europe. About three million tons of halal meats are consumed annually in that Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
82
INOVASI Vol.2/XVI/November 2004
region. As part of its plans, Rotterdam port is building a dedicated warehouse for halal products to meeting the exact religious requirements (Mukherjee, 2006). 9. Conclusion To most non-Muslims, halal just means no pork, while for Muslims, halal is a way of life. In general, every food is considered lawful in Islam unless only few which are prohibited by islamic law. In term of meat, those exceptions include pork, blood, meats of animals that died of causes other than proper slaughtering. The basic reasons for the prohibition of things are due to impurity and harmfulness. Basically, halal requirements are in accordance with the conventional quality standards (ISO, HAACP, Codex, GMP, etc). Implementing halal requirements will produce the better quality products compare to those that only implement conventional standard. Therefore, halal products basically not only subjected for Muslim consumers, but also appropriate for non-Muslim community. Halal accreditation is essential for convincing Muslim consumer from deceptive and fraudulent. Halal certification is also profitable to increase the marketability & competitiveness of the products. The demand of halal food is increasing as the growing of Moslem population. With a population more than 1.6 billion, the halal food demand is estimated US$ 550 billion/year. The increase of global meat demand is affected by the increasing population, increasing meat consumption and may also by the decreasing meat price. Requirements for meat exporters to provide halal certificate arise to the growth of halal meat supply. The unified standard of halal certification is important to globalize halal products as well as for consumer convenience. 10. References 1.
AFIC. 2004. Halal and Haram Fact Sheet. The Australian Federation of Islamic Council http://www.afic.com.au/Halal.htm#Halal. Accessed on February 5, 2007.
2.
Anonim, 2005. Muslim Population Worldwide. http://islamicpopulation.com/worldgeneral. html. Accessed on February 5, 2007.
3.
Anonim. 2006. Halal Food Products: Market Report (Canada). International Markets Bureau Market and Industry Services Branch Agriculture and Agri-Food. Canada
4.
Anonim, 2007. Development of The Halal Industry. Malaysian Government. www.worldhalalforum.org/content/pdf/chapter21.pdf. Accessed on February 5, 2007.
5.
Berg, E.P. 2007. Influence of Stress on Composition and Quality of Meat, Poultry and Meat Products. University of Missouri. Columbia. P.1-17
6.
Codex, 1997. General Guidelines for Use Of The Term â&#x20AC;&#x153;Halalâ&#x20AC;?. CAC/GL 24-1997. The Codex Alimentarius Commission.
7.
Corcoran, L. 1997. Cattle Stun Gun May Heighten "Madcow'" http://www.iol.ie/~afifi/BICNews/Health/health4.htm. Accessed on February 5, 2007.
8.
Egan, M. 2002. Overview of Halal from Agri-Canada Perspective. Presented at the Fourth Intl Halal Food Conference; April 21-23; Sheraton Gateway Hotel, Toronto, Canada.
9.
El-Awady, A. 2003. Is Islamic Slaughtering Cruel to Animals? www.iccservices.org.uk/ downloads/reports/stunning_issues_definitions_reasons_humaneness.pdf. Accessed on February 5, 2007.
Risk.
10. FAO, 2006. Production of Meat and Share in The World. http://www.fao.org/waicent/portal/ statistics_en.asp. Accessed on February 5, 2007.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
83
INOVASI Vol.2/XVI/November 2004
11. Girindra, A. 2005. Procedure to Obtain The Halal Certificate. The Assessment Institute for Food, Drugs and Cosmetics. The Indonesian Council of Ulama. pp.1-21 12. Hardgrave, H.G. 2007. Australia’s Halal Food Industry: Current and Potential Contribution to The Australian Economy. Australian Government’s Department of Immigration and Multicultural and Indigenous Affairs. www.diversityaustralia.gov.au or www.ausmeat.com.au. Accessed on February 5, 2007. 13. IFI. 2007. Halal Food. The Islamic Foundation of Ireland. http://www.islaminireland.com/ IFI/publications.html. Accessed on February 5, 2007. 14. JAKIM. 2006. Islamic Organisation Recognised By Jakim. Department of Islamic Development Malaysia (Jakim). www.halaljakim.gov.my 15. Mukherjee, A. 2006. Viewpoint: The hubbub about Halal. Bloomberg News. http://www.iht.com/articles/2006/08/10/bloomberg/sxmuk.php . Accessed on February 5, 2007. 16. Regenstein, J.M., M.M. Chaudry, and C.E. Regenstein. 2003. The Kosher and Halal Food Laws. Comp. Rev. Food Sci. & Food Safety. Vol. 2:111-127. 17. Saleh, A.R. 2006. Halal Standards, Auditing & Certification: A Singapore Experience. Majlis Ugama Islam Singapore. www.worldhalalforum.org/content/2006/id/whf-id-2006.html. Accessed on February 5, 2007. 18. Schaefer, A.L., P.L. Dubeski, J.L. Aalhus, and A.K.W. Tong. 2001. Role of Nutrition in Reducing Ante Mortem Stress and Meat Quality Aberrations. J. Anim. Sci. 79 (E. Suppl.): E91–E101. 19. Zakir, N. 1999. Islamic Way of Slaughtering Looks Cruel. Islamicvoice.com.09/1999 http://www.islamicvoice.com/september.99/zakir.htm. Accessed on February 5, 2007.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
84
INOVASI Vol.10/XX/Maret 2008
Susunan Dewan Redaksi Inovasi
Penanggung Jawab Pemimpin Redaksi
Ketua PPI-Jepang (Deddy Nur Zaman) Sorja Koesuma
Redaktur Murni Ramli Bambang Widyantoro Nufransa Wira Sakti Agustan Konsultan Bahasa
Imelda
Produksi
Zainal Muttaqin
Cover
Murni Ramli (Foto) Nufransa Wira Sakti (Setting)
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
85