Ruang Perjalanan sebagai Ruang Meditatif

Page 1

UNIVERSITAS INDONESIA

RUANG PERJALANAN SEBAGAI RUANG MEDITATIF

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur

INTEN GUMILANG 1106071214

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR DEPOK JUNI 2015

i


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME KARYA SKRIPSI DEPARTEMEN ARSITEKTUR FTUI

Saya, Nama

: Inten Gumilang

NPM

: 11061071214

Program Studi

: Arsitektur

bertanda tangan di bawah ini dengan sadar dan sebenarnya menyatakan bahwa tugas skripsi berjudul: RUANG PERJALANAN SEBAGAI RUANG MEDITATIF

saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika dikemudian hari ternyata saya terbukti melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 25 Juni 2015

Inten Gumilang NPM.1106071214

ii

Universitas Indonesia


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Inten Gumilang

NPM

: 1106071214

Tanda Tangan

:

Tanggal

: 25 Juni 2015

iii

Universitas Indonesia


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh Nama

: Inten Gumilang

NPM

: 1106071214

Program Studi

: Arsitektur

Judul Skripsi

: Ruang Perjalanan sebagai Ruang Meditatif

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Paramita Atmodiwirjo, S.T., M.Arch., Ph.D. ( Penguji 1

: Nina Dwi Handayani S.Sn., M.Ars

Penguji 2

:Ir. Sukisno, M.Si.

(

(

) )

)

Ditetapkan di : Depok Tanggal

: 25 Juni 2015

iv

Universitas Indonesia


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam program studi Arsitektur Saya menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Paramita Atmodiwirjo, S.T., M.Arch., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing yang penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Sukisno, M.Si. dan Ibu Nina Dwi Handayani S.Sn., M.Ars, selaku Penguji Sidang Skripsi atas kesediaannya untuk mengkritisi hasil kajian skripsi saya. 3. Teman-teman satu kelompok bimbingan saya ADL, Putu, Riri, dan Sunny atas masukan positif, dan atmosfir menyenangkan didalam kelompok belajar skripsi ini. 4. Partisipan studi kasus saya Ozi, Nabila, dan Mary atas kesediannya meluangkan waktu untuk menjadi objek studi kasus saya. 5. Keluarga saya atas do’a nya yang membuat proses penulisan skripsi ini berjalan lancar.

v

Universitas Indonesia


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: Inten Gumilang

NPM

: 1106071214

Program Studi : Arsitektur Departemen

: Arsitektur

Fakultas

: Teknik

Jenis Karya

: Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Ruang Perjalanan sebagai Ruang Meditatif Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal :25 Juni 2015 Yang menyatakan

(Inten Gumilang)

vi

Universitas Indonesia


ABSTRAK

Nama

: Inten Gumilang

Program Studi : Arsitektur Judul

: Ruang Perjalanan sebagai Ruang Meditatif

Pertanyaan besar mengenai ada tidaknya potensi ruang yang bersifat meditatif didalam ruang perjalanan user menjadi basis pengkajian skripsi ini. Pendalaman teori dibagi menjadi tiga bagian, pertama adalah aktivitas berjalan dan ruang seperti apa yang tergolong meditatif, lalu yang kedua adalah hubugan antara jenis karakter ruang meditatif yang sesuai dengan aktivitas berjalan meditatifnya, dilanjutkan dengan yang ketiga yakni mengkaji bagaimana proses mengalami ruang oleh user sewaktu aktivitas berjalan meditatif terjadi. Hasil pendalaman teori menjadi basis studi kasus yang melibatkan tiga user yang masing-masing berjalan di empat ruang perjalanan yang berbeda, tiap proses pengalaman perjalanannya digambarkan lewat diagram. Dari hasil studi kasus, ditemukan bahwa ada potensi ruang meditatif dalam ruang perjalanan user yang melakukan aktivitas berjalan meditatif, karena di dalamnya user dan ruang bisa saling berinteraksi dengan cara yang lebih intim dan personal. Membuktikan bahwa ruang mampu mempengaruhi manusia dititik yang tidak mereka sadari. Kata kunci : Arsitektur, ruang perjalanan, meditatif, berjalan, pengalaman ruang, wellbeing

vii

Universitas Indonesia


ABSTRACT

Name

: Inten Gumilang

Study Program: Architecture Title

: Space of Journey as a Meditative Space

“Is there any meditative potential space that could be found in a space of journey by user ? ” will becoming a base foundation for research in this thesis. It started by the assessment of theories that divided in three section, first is walking activity and character of space that has meditative quality, second is relation between each character of meditative space with its meditative walking activity, and third is analysing the spatial experience process by user when the meditative walking activity is happening. The theory assessment will be the foudation of case studies which involves 3 partisipant. Each of them will be doing a walking journey in 4 different space characteristic, every experience in every journey will be depicted by diagram. The conclusion of the case studies are : meditative potential space could be found in a space of journey by user who do the meditative walking activity, because user and space could communicate in a very intimate and personal way. It proves that space could affect human in a way that sometime we are unconscious about it. Keywords : Architecture, Spatial Journey, Meditative, Walking, Wellbeing

viii

Universitas Indonesia


DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................................i HALAMAN BEBAS PLAGIARISME .....................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iv KATA PENGANTAR. ..............................................................................................v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................................................vi ABSTRAK .................................................................................................................vii ABSTRACT .................................................................................................................viii DAFTAR ISI ..............................................................................................................ix DAFTAR TABEL ......................................................................................................x DAFTAR GAMBAR .................................................................................................xii DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................xiii 1. PENDAHULUAN .................................................................................................1 1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1 1.2 Ruang Lingkup .....................................................................................................3 1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................3 1.4 Metode Pembahasan ............................................................................................3 1.5 Urutan Penulisan ..................................................................................................3 2. RUANG PERJALANAN DALAM AKTIVITAS BERJALAN MEDITATIF .....5 2.1 Potensi Ruang Perjalanan sebagai Ruang yang bersifat Meditatif.......................5 2.2 Variasi Ruang Perjalanan Meditatif .....................................................................6 2.3 Pengalaman Ruang Berjalan oleh Pengguna........................................................14 3. STUDI KASUS ......................................................................................................24 3.1 Ruang Perjalanan Normal ....................................................................................26 3.2 Ruang Perjalanan Extent ......................................................................................33 3.3 Ruang Perjalanan Compatible ..............................................................................40 3.4 Ruang Perjalanan Being Away .............................................................................46 3.5 Kesimpulan Studi Kasus .....................................................................................52 4. KESIMPULAN ......................................................................................................54 DAFTAR REFERENSI .............................................................................................56 LAMPIRAN ...............................................................................................................58

ix

Universitas Indonesia


DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbandingan Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk dari segi Karakter Keruangannya .............................................................................................8 Tabel 2.2 Perbandingan Tipe Ruang Perjalanan de Youngmenurut contoh Aktivitas Berjalan Meditatif.......................................................................................9 Tabel 2.3 Perbandingan Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk dari Sisi Pencapaian Keberhasilan sebagai Tujuan Berjalan Meditatif ....................................12 Tabel 2.4 Peran Distraktor sebagai Penghambat dan Pendukung pada Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk ................................................................................13 Tabel 2.5 Bentuk Respon Pengalaman Visual dan Pengalaman Pengembangan Pikiran ........................................................................................................................21 Tabel 3.1 Landasan Pemilihan Ruang........................................................................24 Tabel 3.2 Penjelasan Layer Diagram .........................................................................25 Tabel 3.3 Yang Diharapkan Tercapai dari Setiap Ruang Perjalanan Partisipan ........26 Tabel 3.4 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 1 di Ruang Rutinitas...27 Tabel 3.5 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 1 di Ruang Rutinitas .....................................................................................................................28 Tabel 3.6 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 2 di Ruang Rutinitas...29 Tabel 3.7 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 2 di Ruang Rutinitas .....................................................................................................................30 Tabel 3.8 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 3 di Ruang Rutinitas...32 Tabel 3.9 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 3 di Ruang Rutinitas .....................................................................................................................32 Tabel 3.10 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 1 di Ruang Extent .....34 Tabel 3.11 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 1 di Ruang Extent .........................................................................................................................35 Tabel 3.12 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 2 di Ruang Extent .....37 Tabel 3.13 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 2 di Ruang Extent .........................................................................................................................37 Tabel 3.14 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 3 di Ruang Extent .....38 Tabel 3.15 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 3 di Ruang Extent .........................................................................................................................39 Tabel 3.16 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 1 di Ruang Compatible .................................................................................................................41

x

Universitas Indonesia


Tabel 3.17 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 1 di Ruang Compatible .................................................................................................................41 Tabel 3.18 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 2 di Ruang Compatible .................................................................................................................42 Tabel 3.19 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 2 di Ruang Compatible .................................................................................................................43 Tabel 3.20 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 3 di Ruang Compatible .................................................................................................................45 Tabel 3.21 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 3 di Ruang Compatible .................................................................................................................45 Tabel 3.22 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 1 di Ruang Being Away ...........................................................................................................................47 Tabel 3.23 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 1 di Ruang Being Away ................................................................................................................47 Tabel 3.24 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 2 di Ruang Being Away ...........................................................................................................................49 Tabel 3.25 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 2 di Ruang Being Away ................................................................................................................49 Tabel 3.26 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 3 di Ruang Being Away ...........................................................................................................................50 Tabel 3.27 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 3 di Ruang Being Away ................................................................................................................51

xi

Universitas Indonesia


DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kutipan Thoreau yang diabadikan saat melakukan Sauntering Hutan Maine ........................................................................................................................6 Gambar 2.2 Ilustrasi Pemilihan Ruang Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk ...........................................................................................................................8 Gambar 2.3 Ruang Menyepi Thoreau sewaktu melakukan Aktivitas Sauntering tahun 1861 ..................................................................................................................9 Gambar 2.4 Taman yang memang dikhususkan untuk bermeditasi ..........................10 Gambar 2.5 Diagram Rute yang Menceritakan Pengalaman Visual User saat Berjalan ......................................................................................................................16 Gambar 2.6 Psychogeographical Mapping oleh John Ledger ...................................19 Gambar 2.7 Narasi Pengembangan Pikiran Prescott sewaktu melakukan Deriving ..20 Gambar 2.8 Psychogeographical Mapping “Feeling” by Brian Hughes....................21 Gambar 2.9 Urutan Proses Ruang Perjalanan mempengaruhi Pengalaman Ruang User saat Berjalan secara Meditatif ...........................................................................23 Gambar 3.1 Warna mood ...........................................................................................26 Gambar 3.2 Diagram Ruang Perjalanan Normal User 1............................................27 Gambar 3.3 Diagram Ruang Perjalanan Normal User 2............................................29 Gambar 3.4 Diagram Ruang Perjalanan Normal User 3............................................31 Gambar 3.5 Diagram Ruang Perjalanan ExtentUser 1...............................................34 Gambar 3.6 Diagram Ruang Perjalanan ExtentUser 2...............................................36 Gambar 3.7 Diagram Ruang Perjalanan ExtentUser 3...............................................38 Gambar 3.8 Diagram Ruang Perjalanan CompatibleUser 1 ......................................40 Gambar 3.9 Diagram Ruang Perjalanan CompatibleUser 2 ......................................42 Gambar 3.10 Diagram Ruang Perjalanan CompatibleUser 3 ....................................44 Gambar 3.11 Diagram Ruang Perjalanan Being AwayUser 1....................................47 Gambar 3.12 Diagram Ruang Perjalanan Being AwayUser 2...................................48 Gambar 3.13 Diagram Ruang Perjalanan Being AwayUser 3....................................50

xii

Universitas Indonesia


DAFTAR ISTILAH Attention Restoration

: Mengembalikan Konsentrasi Pikiran

Berjalan Meditatif

:Aktivitas berjalan dengan pengkondisian diri layaknya bermeditasi

Being present

: Menikmati momen saat ini

Defamiliarisasi

: Mengubah rasa familiar menjadi asing

Deriving

:Aktivitas berjalan meditatif di area sekitar ruang rutinitas

Eksistensialis

: Hubungan eksistensi satu individu dengan apapun diluar batas tubuh mereka sendiri

Eskapisme

: Bentuk pelarian, biasanya dari hal-hal rutinitas yang dianggap membosankan

Fascination

: Hal yang menarik perhatian

Meditasi

: Aktivitas pengkondisan diri (jiwa dan pikiran) untuk mencapai aktualisasi diri

Meditatif

: Hal-hal yang memiliki tujuan sama seperti aktivitas meditasi

Mental fatigue

: Kondisi mental yang lelah

Mental vitality

: Kondisi mental yang baik

Mood

: Perasaan

Revitalizing walk

: Aktivitas berjalan meditatif di area yang memang dikhususkan untuk relaksasi

Ruang Meditatif

: Ruang yang dapat membuat user bisa melakukan aktivitas meditatif

Ruang Perjalanan

: Ruang yang menjadi medium aktivitas berjalan

Sauntering

: Aktivitas berjalan meditatif di area yang baru nan asing

Self place connection

: ikatan intelektual dan emosional manusia dengan ruangnya

Wellbeing manusia

: kondisi psikologis dan psikis yang baik pada

xiii

Universitas Indonesia


1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitek merancang ruang hidup manusia dan tanpa sadar menentukan ritme keseharian mereka, tentang apa yang mereka lihat, apa yang mereka sentuh, atau mungkin apa yang akan mereka temui.Jika arsitek berpikir bahwamaterial dinding, warna lampu, dan peletakan elemen pohon yang berjejer hanyalah atribut yang dihadirkan untuk memenuhi kriteria estetis tanpa tahu bagaimana itu mempengaruhi penggunanya. Maka sulit untuk mengharapkan arsitektur menjadi solusi untuk permasalahan wellbeing manusia dalam kesehariannya. Padahal arsitektur memiliki potensi untuk membentuk hubungan manusia dan ruang bahkan dari hal-hal kecil. (Zumthor, 2010)

Setiap ruang dirancang sedemikian rupa untuk memberi kenyamanan pada manusia didalamnya. Pada prosesnya sang arsitek meyakini bahwa rancangannya bisa menimbulkan interaksi, relaksasi, dan hal-hal yang dapat memanusiakan manusia itu sendiri. Tetapi belum tentu makna yang ingin dihadirkan ini bisa tersampaikan kepada user secara tepat sasaran. Sewaktu saya memposisikan diri saya sebagai user, terkadang saya melihat tujuan dari itu semua menjadi sangat utopis. Wajah-wajah lelah dengan tatapan kosong memenuhi mall yang dirancang untuk menimbulkan kegembiraan bagi pengunjungnya. Ironis. Semua tujuan rancangan nan mulia tadi nyatanya tidak pernah bisa menyentuh manusia di titik yang seharusnya. Sebuah lingkungan dapat mempengaruhi apa yang manusia rasakan, pikirkan dan lakukan. (Day, 2004)

Saya tertarik dengan pendekatan tentang bagaimana wellbeing bisa dicapai dalam relasi manusia dan ruang. Contoh aktivitas manusia yang memilki potensi untuk menciptakan wellbeing dalam hidupnya adalah bermeditasi, yakni sebuah kegiatan mental terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku (wikipedia, 2014). Saya ingin mencari tahu bagaimana ruang arsitektur bisa memberikan pengaruh kepada aktivitas ini.

Bermeditasi selalu diidentikan dengan aktivitas duduk diam, tetapi akhir-akhir ini aktivitas bermeditasi sudah dikemas dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah meditasi yang Universitas Indonesia


2 dilakukan dalam keadaan berjalan.Aktivitas berjalan kaki dalam keseharian individu memiliki potensi untuk menjadi kegiatan yang bersifat meditatif. Jika dikaji lebih dalam akan terlihat proses pengembangan pikiran sewaktu berjalan sendirian. Ritme yang konstan dari pergerakan tubuh saat berjalan menyebabkan konsentrasi individu akan terfokus pada satu hal.Timbul sebuah konversasi dengan dirinya sendiri (Didion, 1979).Ini membuat aktivitas berjalan kaki sehari-hari menjadi bentuk meditasi. “Walking is a spiritual practice that yields so many dividends: replenishment of the soul, connection with the natural world, problemsolving, self-esteem, health and healing, and heightened attention. Movement seems to encourage dialogue and conviviality, leading to richer conversations with soul mates, friends, and even strangers. Artists report that walking activates the imagination and opens up the creative process. It is deeply restorative. Throughout time, walking has played an enormous role in the devotional life of people from all the world's religions: prayers and mantra practice while walking, pilgrimage to sacred sites, walking the labyrinth, walking meditation, and informal spiritual practices that make the most of strolling, Sauntering, or cavorting.” (sumber : http://www.spiritualityandpractice.com/blogs/maps.php?id=23744 )

Pada dasarnya selain kondisi psikologis individu, wellbeing juga ditentukan lewat relasi individu tersebut dengan kondisi dan kualitas lingkungan sosialnya (McNulty, 2012). Dan salah satu cara untuk membantu manusia memperoleh kondisi wellbeing adalah dengan membentuk relasi yang baik antara individu dengan lingkungannya (Prilleltensky, 2014). Lalu bagaimana dengan ruang aktivitas kita sehari-hari ? . Dalam rutinitas yang biasa kita lakukan sehari-hari, aktivitas berjalan merupakan bentuk aktivitas perpindahan yang tanpa sadar

membuat

kita

mengeksplorasi

ruang

hidup

kita

dengan

bergerak

didalamnya.(Thoreau, 1861).Dari titik asal ke titik tujuan.Pengalaman manusia saat bergerak didalam ruang perjalanannya, yang mampu memberi pengaruh positif layaknya bermeditasi sangat menarik perhatian saya. Didalam ruang hidup manusia adakah potensi ruang yang bersifat meditatif yang bisa manusia rasakan dalam pengalamannya lewat aktivitas berjalan ?

Universitas Indonesia


3 1.2 Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam skripsi ini akan dibatasi pada bahasan tentang aktivitas berjalan apa saja yang tergolong meditatif, jenis karakter ruang yang mendukung, distraktor, tujuan, serta apa saja proses yang terjadi saat user berjalan dalam ruang perjalanan meditatifnya. Studi kasus difokuskan pada user dalam cakupan umur remaja – dewasa. Bukan lansia ataupun anak-anak

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mencari tahu bagaimana proses terbentuknya hubungan antara ruang dan user didalam aktivitas berjalan meditatif, dan bagaimana keduanya saling mempengaruhi. Dari sini diharapkan saya bisa menemukan relasi paling sederhana yang dapat menjadi celah bagi arsitektur untuk akhirnya bisa menyentuh manusia dititik yang tepat, agar tujuan penciptaan ruang berkehidupan yang dapat memberikan pengaruh wellbeing pada manusia menjadi terlihat.

1.4 Metode Pembahasan Metode pembahasan pada skripsi ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama merupakan pengkajian literatur yang berasal dari buku, artikel, dan jurnal. Ini akan menjadi basis teori dan analisis pada tahap kedua yang merupakan studi kasus. Studi kasus akan melibatkan beberapa partisipan yang mengharuskan mereka untuk melakukan aktivitas berjalan sesuai dengan kriteria basis teori di tahap pertama, lalu hasil output tiap partisipan akan diolah hingga ditemukan kesimpulan.

1.5 Urutan Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi jadi 4 bagian, yaitu : BAB 1 Pendahuluan Berisi mengenai latar belakang, lingkup masalah,tujuan penulisan, dan metode pembahasan, serta urutan penulisan skripsi dan penjelasannya.

BAB 2 Ruang Perjalanan dalam Aktivitas Berjalan Meditatif Menjelaskan landasan teori yang digunakan, dan dikelompokkan dalam tiga bagian, yakni Potensi Ruang Berjalan sebagai Ruang yang Meditatif ; Variasi Aktivitas Berjalan Meditatif dan Karakter Keruangannya; serta Pengalaman Ruang Berjalan oleh Pengguna. Universitas Indonesia


4

BAB 3 Studi Kasus Studi kasus berisi pengalaman berjalan tiap partisipan di beberapa jenis ruang dengan karakter meditatif yang berbeda. Semua data diolah lewat diagram dan tabel, lalu dianalisis serta diperbandingkan sampai didapatkan sintesisnya.

BAB 4 Kesimpulan Hasil akhir kesimpulan pembahasan keseluruhan mengenai hubungan antara ruang dan user didalam aktivitas berjalan meditatif.

Universitas Indonesia


5 BAB 2 Ruang Perjalanan dalam Aktivitas Berjalan Meditatif 2.1 Potensi Ruang Perjalanan sebagai Ruang yang bersifat Meditatif Sebuah ruang bisa memiliki potensi untuk menjadi ruang yang bersifat meditatif apabila ruang tersebut mampu membuat pikiran user didalamnya berkembang menjadi lebih kritis dan membuat perasaannya menjadi lebih positif, baik saat terfokus akan suatu hal ataupun lewat distraksi (de Young, 2000). Dari sini kita melihat bahwa potensi ruang seperti ini sangat sering kita temukan dalam kehidupan kita sehari-hari yang tidak kita sadari.Contohnya adalah ruang yang dilewati saat kita melakukan aktivitas berjalan. Aktivitas berjalan bisa menjadi bentuk eskapisme yang menyenangkan saat kita menemukan sudut pandang baru terhadap ruang perjalanan kita, misalkan sebuah kota bisa terlihat seperti labirin bangunan-bangunan dimana kita bebas ‘berpetualang’ didalamnya. (Prescott, 1975).Selain memiliki sisi sebagai medium penyegaran pikiran dan mood, ruang perjalanan juga bisa menjadi medium untuk mengembangkan pikiran kita. Ruang perjalanan yang dibahas disini adalah ruang yang dilalui oleh user sewaktu melakukan aktivitas berjalan yang meditatif, proses mengalami ruang perjalanan inilah yang membuat proses berkembangnya pikiran dan jiwa user terjadi. Aktivitas mengeksplor ruang lewat berjalan juga terkadang bisa membuat kita menemukan siapa diri kita.Selalu ada kemungkinan bahwa keterikatan yang intim antara manusia dan ruang tidak harus berada didalam rumahnya (Bachelard, 1964).Rasa dimana manusia merasa ‘i belong to this place’ semacam ini berpotensi ditemukan oleh manusia saat berjalan didalam ruang perjalanannya. Sama seperti pengalaman Thoreau (1861) dalam pengalaman perjalanannya, “The walker in the familiar fields which stretch around my native town sometimes finds himself in another land than is described in their owners' deeds.” Kajian tentang ruang yang bersifat meditatif didalam ruang perjalanan, bisa membuat kita mengetahui bahwa untuk melakukan meditasi tidak diperlukan ruang khusus, karena aktivitas ini bersifat sangat fleksibel dan bisa dilakukan diruang manapun. Tapi sebelum itu ada baiknya kita mengetahui aktivitas berjalan yang seperti apa yang tergolong meditatif, dan hubungan dengan ruangnya masing-masing.

Universitas Indonesia


6 2.2 Variasi Ruang Perjalanan Meditatif Disini saya akan menjelaskan beberapa bentuk berjalan yang tergolong meditatif, masingmasing karakter keruangannya, manfaat memilih

ruang berjalan yang tepat, dan juga

distraktor yang umum dialami oleh user. 2.2.1 Contoh Aktivitas Berjalan Meditatif dan Karakter Keruangannya Pada saat pikiran bermeditasi secara sadar, pelaku bisa mengontrol pikirannya secara sadar pula, pelaku bisa menyadari kapan pikirannya terfokus, kapan pikirannya terdistraksi, dan kapan dirinya tidak memikirkan apapun (de Young, 2000).Yang membedakan aktivitas berjalan biasa dengan yang bersifat meditatif ini adalah ketika pelaku tidak lagi memikirkan tujuan dan asal mereka sewaktu melakukan aktivitas berjalan (Didion, 1979). Tidak lagi melihat aktivitas berjalan sebagai bentuk perpindahan, melainkan mengkoneksikan diri mereka dengan ruang disekitarnya saat itu juga . Berdasar pada pemahaman ini, berikut adalah variasi bentuk aktivitas berjalan yang tergolong meditatif : 

Sauntering, yakni aktivitas mengeksplorasi ruang dengan berjalan kaki secara soliter. Pada prosesnya individu yang berjalan sendirian dialam bebas akan menjadi lebih sensitif dengan dirinya sendiri juga keadaan lingkungannya. Adrenalin yang muncul sewaktu menapakkan kaki di ruang baru dapat menantang eksistensi dirinya di dunia (Thoreau, 1861). (Gambar 2.1)

Universitas Indonesia


7 Gambar 2.1 Kutipan Thoreau yang diabadikan saat melakukan Sauntering Hutan Maine 

Deriving merupakan aktivitas mengeksplorasi ruang dengan berjalan yang terinspirasi oleh Sauntering khas Thoreau. Perbedaannya terdapat pada karakter ruang yang dipilih. Deriving sengaja melakukan defamiliarisasi terhadap ruang keseharian, melihatnya dari perspektif lain, dan menciptakan sensasi rasa asing. Aktivitas ini mengharuskan kita untuk sementara waktu memisahkan diri dari semua rutinitas keseharian (Debord, 1958). Interaksi yang timbul lebih dominan pada individu dan apapun yang berada didalam ruang perjalanannya. Deriving sering disebut juga philosophy walking, karena banyaknya para filsuf yang mencoba cara ini untuk mengembangkan pikirannya, contohnya Nietzche. (Precsott 1975). Alain de Botton juga menggunakan metode yang sama sewaktu menulis dan mengembangkan pikiran pada bukunya Architecture of Happiness. “Derive involve playful-constructive behaviour and awareness of psychogeographical effect, and are those quite different from the classis notions of journey or stroll...a person, during a certain period drop their relations, their work and leisure activities, and all their visual motives for movement and action, and let themselves be drawn by the attraction of the terrain and the encounters they find there.” (Debord, 1958)

Revitalising Walkmerupakan praktik berjalan yang lebih dominan kepada meditasi sebagai metode penghilang stress. Bentuk ini tidak begitu mengedepankan eksplorasi ruang, tetapi lebih kepada pemfokusan diri terhadap kondisi being present. Tipe ruang yang dipilih pun diutamakan kepada faktor keamanan dan familiar seperti taman, reaksi visual yang spektakuler dianggap kurang baik karena akan membuyarkan atensi pikiran user (de Young, 2000). Rasa aman dan familiar dapat membuat individu memiliki kontrol terhadap ruangnya (Toby, 2003), karenanya hal ini dapat meminimalisir keperluan pelaku meditasi untuk berkonsentrasi kepada ruangnya, melainkan dirinya sendiri.

Hubungan Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk dengan ruang yang digunakannya, memiliki kekhasan masing-masing (Tabel 2.1)

Universitas Indonesia


8

Ruang yang dipilih

Pemaknaan terhadap ruang yang dipilih Cara mengeksplorasi ruang

Contoh

Pengkondisian diri khusus

Tujuan pemilihan ruang tertentu

Sauntering

Deriving

Ruang yang asing , tergantung latar belakang ruang keseharian pelaku

Ruang rutinitas pelaku itu sendiri

Revitalizing Ruang yang dikhususkan untuk relaksasi seperti Taman Meditasi Melihat ruang rutinitas dari Melihat ruang nature Melihatnya sebagai ruang yang baru sudut pandang lain sehingga sebagai ruang yang diluar ruang rutinitas yang bisa menjadi ruang asing kembali membuat fokus pikiran dijelajahi sebebas mungkin (defamiliarisasi) terjaga dan minim distraksi Bergerak mengikuti arah gerak tubuh, tidak memikirkan tujuan, wandering Berjalan-jalan disekitar area rumah/kampus/kantor saat Menjelajah area hutan, Travelling ke Berjalan-jalan mengitari waktu senggang, Pergi ke negara asing taman meditasi tempat rutinitas dengan jalur yang berbeda Fokus kepada tubuhnya, jangan sampai terdistraksi tidak ada tidak ada oleh apapun dalam ruang pergerakannya membuat konsentrasi Mengkondisikan persepsi ruang individu terhadap dirinya menjadi asing, memberikan memaksa individu untuk bisa menjadi terjaga dan tidak pengalaman mengeksplorasi ruang melihat sudut pandang lain dari ingin konsentrasi yang benar-benar baru, sehingga dapat ruang rutinitasnya meditasinya pecah oleh memacu adrenalin individu faktor visual pada ruang yang menarik perhatiannya

Tabel 2.1 Perbandingan Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk dari segi Karakter Keruangannya Kekhasan karakter ruang serta bagaimana interaksinya inilah yang membedakan aktivitas berjalan ini satu sama lain . Gradasi yang tegas antara ruang rutinitas dan ruang sebagai medium untuk bermeditasi terlihat pada aktivitas Sauntering. Defamiliarisasi ruang rutinitas agar menjadi kembali asing untuk dirasakan pada Deriving.Sedangkan, ruang yang minim distraksi visual terdapat pada aktivitas Revitalising Walk karena pelaku perlu fokus memeditasikan pikirannya sewaktu berjalan. (gambar 2.2)

Gambar 2.2 Ilustrasi Pemilihan Ruang Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk (sumber : ilustrasi pribadi)

Universitas Indonesia


9 2.2.2 Karakter Ruang Berjalan yang Mendukung Tiap Contoh Aktivitas Berjalan Meditatif Ruang

perjalanan

berfungsi

sebagai

sarana

untuk

pengembangan

diri

dan

aktualisasi.Ruang seperti ini bisa ditemukan dimanapun, bahkan ruang asing diluar rutinitas pelaku.(Toby, 2003).Berikut adalah beberapa karakter ruang berjalan yang dikemukakan de Young,yang saya rasa mirip dengan contoh aktivitas berjalan meditatif sebelumnya.(Tabel 2.2). Berjalan yang bersifat Meditatif Sauntering Deriving Revitalizing

Ruang Perjalanan oleh de Young Being Away Extent Compatible

Tabel 2.2 Perbandingan Tipe Ruang Perjalanan de Young, 2000 menurut contoh Aktivitas Berjalan Meditatif 

Being Away. Kriteria ruang dibuat berbeda dengan ruang rutinitas user. Ruang seperti ini dianggap mampu untuk memberi nuansa berpikir baru kepada user yang dapat mereduksi timbulnya Mental fatigue. Ruang kebaruan ini menjadi medium eskapis bagi user (de Young, 2000). Sauntering melihat alam bebas sebagai bagian dari ruang ini, tentunya jika memposisikan user sebagai individu yang tinggal di area metropolis. Memilih kriteria ruang jenis ini harus disesuaikan dengan latar belakang ruang berkehidupan user. (gambar 2.3)

Gambar 2.3 Ruang Menyepi Thoreau sewaktu melakukan Aktivitas Sauntering tahun 1861 (Sumber : Internet) Universitas Indonesia


10 

Compatibility.Ruang seperti ini akan memperkecil kebutuhan user dalam memfokuskan pikirannya untuk mencari cara dalam pemenuhan kebutuhannya. Jika dari awal kondisi ruang berkehidupan user sudah seperti ini, maka Revitilizing Walk bisa dengan mudah dilakukan (de Young, 2000), misalkan dengan melakukan aktivitas berjalan meditatif di taman khusus untuk meditasi (gambar 2.4).Derivingmengenal konsep defamiliarisasi, yakni cara pandang yang dapat mengubah hal-hal rutinitas menjadi sesuatu yang asing kembali, maka faktor compatibility menjadi tidak relevan bagi metode Deriving.

Gambar 2.4 Taman yang memang dikhususkan untuk bermeditasi (Sumber : Internet) 

Extent. Ruang yang memberikan kesempatan user-nya untuk mengalami pengalaman asing didalam ruang rutinitasnya (de Young, 2000). Ruang ini berbentuk seperti ruang keseharian, yang dirasa familiar oleh user. Aktivitas Deriving menggunakan ruang semacam ini.

2.2.3 Manfaat yang Ruang Perjalanan Berikan terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Ruang perjalanan sangat berpengaruh pada user sewaktu melakukan aktivitas berjalan meditatif.Selain membantu mempermudah user dalam menjalin hubungan dengan dirinya,

juga

membantu

user

untuk

menjalin

hubungan

dengan

ruang

disekitarnya.Menjalin hubungan dengan dirinya bisa terlihat pada Attention Restoration dan Mental Vitality yang dialami user.Sedangkan menjalin hubungan dengan ruang disekitarnya bisa terlihat pada Self-Place Connection yang tercapai oleh user dalam ruang geraknya. 

Attention Restoration, yakni melatih konsentrasi dan fokus tiap individu. Kesederhanaan dalam aktivitas berjalan ini ialah sifatnya yang soliter, yang membuat variabel interaksi individu dengan manusia lain menjadi berkurang, maka kesempatan untuk fokus pun menjadi lebih besar(de Young, 2000). Titik fokus biasanya hanya terbagi menjadi dua, yakni topik permasalahan pribadi yang muncul dikepala individu, dan apapun yang menarik perhatiannya dari apa yang ia Universitas Indonesia


11 lihat sewaktu berjalan. Dua hal ini akan menjadi topik perbincangan utama antara individu dengan

dirinya sendiri.

Latihan pemusatan

pikiran ini akan

mempermudah individu dalam mengarahkan pusat konsentrasinya dalam menyelesaikan masalah. 

Mental Vitality. Sewaktu berpikir sendirian, individu akan melatih dirinya untuk menjadi lebih kritis dalam berpikir, diharapkan individu menjadi pencari solusi untuk semua permasalahan yang timbul didalam dirinya, juga menjadi pencari solusi atas masalah sosial yang lebih besar (de Young, 2000)

Self-Place Connection, adalah timbulnya ikatan antara individu dan tempat ia berkehidupan lewat pemahaman sosial, budaya, estetis, dan psikologis (Bachelard,1964). Eksplorasi terhadap ruang berkehidupan dapat membuat rutinitas menjadi asing kembali. Ini adalah cara baru untuk memperkaya sudut pandang kita terhadap bagaimana cara kita melihat ruang berkehidupan itu sendiri (Prescott, 1975). Ikatan emosional yang timbul terhadap ruang berkehidupan ini pun akan menjadi bagian dari memori tiap individu dimasa depan.Sewaktu memilih ruang perjalanan, terkadang userakan memilih bentuk-bentuk ruang yang ternyata berelasi dengan memori masa lalunya, dalam alam bawah sadarnya. Ini akan menjadi pengingat individu terhadap siapa dirinya disaat ia mengalami kegamangan psikologis sewaktu tertimpa masalah, lewat sensitifitas individu itu sendiri terhadap ruang berkehidupannya (Toby, 2003). Place dihasilkan dari pergerakan individu lewat tubuh dalam ruang yang selalu berubah. Setiap sekuens akan menghasilkan placeyang baru, konteks yang baru, aksi yang baru, dan makna yang baru (Seth dan Silverman,2014). Self-PlaceConnection didapatkan lewat pengalaman-pengalaman baru yang user rasakan didalam ruangnya. Pengalaman ruang ini akan dimaknai oleh user, lewat koneksi yang timbul antara dirinya dengan ruang itu sendiri. “The goal is the sociability of the walking and the sense that during the paseo the city is one’s own, legible through bodiliy movement and at the same time a kind of placemaking to accomodate a realm for more intimiate and relaxed social relations. These ritua strolls create a safe place for our friendship group to loiter, and they inscribed those spaces in my mind and body such that each time i return i can feel the person i was and the places i enjoyed through the rhythm of my walking.” (Seth dan Silverman, 2014)

Universitas Indonesia


12 Jika dihubungkan dengan aktivitas Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk, terdapat dominasi yang berbeda dibeberapa bagian (Tabel 2.3) .Ini dipengaruhi oleh karakter ruang perjalanan dan pengkondisian diri yang mempengaruhi persepsinya.

Attention Restoration Mental Vitality Self-Place Connection

Sauntering

Deriving

Revitalizing

**

*

*****

****

***

***

****

*****

*

***** = sangat baik ; **** = baik ; *** = cukup ; ** = kurang ; * = sangat kurang

Tabel 2.3 Perbandingan Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk dari Sisi Pencapaian Keberhasilan sebagai Tujuan Berjalan Meditatif Pada Sauntering, pemilihan ruang yang benar-benar asing membuat atensi pelaku menjadi terfokus pada rasa penasaran untuk mengeksplorasi ruangnya, sehingga fokus untuk mengembangkan pikirannya sendiri menjadi terpecah. Disisi lain, pemilihan ruang yang umumnya merupakan alam bebas yang minim kebisingan dan hingar bingar visual akan membuat proses mengkritisi sewaktu berpikir menjadi lebih nyaman (de Young, 2000). Pada Deriving, proses defamiliarisasi menyebabkan rasa intim akan lebih banyak muncul dalam relasi antara pelaku dengan ruang rutinitasnya sendiri, dikarenakan pelaku akan menerima banyak informasi baru yang tidak ia ketahui sebelumnnya mengenai ruang rutinitasnya. Sedangkan pada aktivitas Revitalising Walk, ruang yang minim variasi akan membuat rasa bosan sehingga keintiman pelaku dengan ruang akan sangat kurang, tetapi fokus pelaku akan tertuju pada pikirannya sendiri (de Young, 2000). Meditasi dalam bentuk berjalan akan memberikan kesempatan pada pelaku untuk memberikan makna pada ruang yang ia lewati lewat eksplorasi terhadap ruang itu sendiri. Ini akan membuat individu tersebut memiliki nilai eksistensi terhadap ruang. Membuatnya keluar dari rutinitas dimana pelaku biasanya terdikte oleh ruang kesehariannya (Schactel pada Toby, 2003) 2.2.4 Distraktor pada Ruang Perjalanan yang Mempengaruhi user

Universitas Indonesia


13 Dalam ruang berjalannya user selalu menemukan gangguan yang menyulitkan dirinya untuk berkonsentrasi atau bahkan memulai aktivitas berjalan meditatifnya, saya membaginya berdasarkan distraktor internal, yakni distraksi berpusat pada pikiran subjek yang berpengaruh pada tindakannya dalam ruang.Dandistraktor eksternal, yakni distraksi yang berpusat pada elemen apapun diluar tubuh individu pelaku. Contoh distraktor internal adalahMental fatigue, yakni kondisi kelelahan pada pikiran yang disebabkan fokus pikiran yang terlalu lama pada satu hal, kurangnya waktu istirahat, distraksi terus menerus baik secara internal maupun eksternal, serta pemaksaan pikiran untuk berpikir kepada lebih dari satu hal. Kondisi ini mampu membuat individu menjadi cepat lelah, dan stress. (de Young, 2000) Sedangkan contoh distraktor eksternal adalah Fascination, yakni kondisi dimana perhatian individu sewaktu berjalan buyar dalam sekejap, dikarenakan ia menemukan sesuatu yang menarik di ruang perjalanannya. Biasanya timbul jika pemusatan pikiran pada satu topik sudah begitu membosankan individu itu sendiri . Pemaksaan untuk kembali pada titik fokus utama sewaktu individu ada dalam fase terdistraksi oleh fascination, akan membuat terjadinya Mental fatigue.(de Young, 2000) . Meskipun secara umum distraktor mengganggu aktivitas berjalan meditatif, tetapi terkadang distraktor ini bisa memberikan pengaruh positif.Misalnya, pada Sauntering dan Deriving, Fascination tidak dianggap sebagai distraktor negatif, melainkan distraktor positif (Tabel 2.4). Ini dikarenakan sifatnya yang dapat membuat berjalan seakan-akan adalah kegiatan tanpa paksaan, sehingga ketika atensi mereka terpecah oleh hal-hal yang menarik perhatian mereka, justru akan menjadi saat relaksasi pikiran pelaku sehingga terhindar dari Mental fatigue (de Young, 2000). Selain itu hal menarik yang ditemukan pelaku dalam ruang asing maupun ruang rutinitas akan menambah keintiman yang berpengaruh pada faktor self-place connection yang ingin dicapai. (Prescott, 1975)

Fascination Mental Fatigue

Sauntering + -

Deriving + -

Revitalizing -

Tabel 2.4 Peran Distraktor sebagai Penghambat dan Pendukung pada Sauntering, Deriving, dan Revitalising Walk Setelah mengetahui tentang variasi bentuk berjalan yang tergolong meditatif, jenis ruang yang digunakan, manfaat yang diberikan, serta distraktor yang umum ditemukan. Maka saya Universitas Indonesia


14 akan mulai membahas proses seperti apa yang terjadi antara user saat berjalan didalam ruang berjalannya yang membuat aktivitas ini menjadi sebuah aktivitas yang meditatif. 2.3 Pengalaman Ruang Berjalan oleh Pengguna 2.3.1 Gerak Tubuh dan Sekuens sebagai Penentu Awal Pengalaman Berjalan Ritme konstan pada ayunan kaki saat berjalan, akan membuat konsentrasi user menjadi terfokus, sehingga aktivitas mengembangkan pikiran dan penyegaran jiwa khas meditasi menjadi

mudah dilakukan.

Aktivitas berjalan membentuk sebuah

sekuens yang

mengintegrasikan individu, memori, pengalaman, dan apapun yang ia temui didalam ruang yang ia bentuk. Hubungan tubuh dan ruang semacam ini dihasilkan lewat gestur, ritme, dan irama (Ingold pada Seth dan Silverman, 2014). Pelaku yang mempersepsikan, dan ekspresi gerak tubuh ketika berjalan ditentukan oleh peran persepsi indera(Thomas pada Seth dan Silverman,2014). Maka dari itu tubuh berperan penting lewat persepsi indera yang dimiliknya dalam menentukan rute berjalan. Dari sini terlihat bahwa tubuh berperan sebagai pusat terbentuknya sebuah space yang berpotensi membentuk sebuahplace, karena gerak linear saat berjalan dalam ruang dapat mengkoneksikan tubuh dan persepsi visual lewat garis dan alur ruang berjalan. (Setha pada Sen dan Silverman,2014). Dengan berfokus pada relasi tubuh dan ruang sewaktu berjalan dalam sekuens tertentu, kita juga mengetahui bahwa sebuah physical environment tidak akan tercipta tanpa adanya manusia yang mengalaminya di kesehariannya. (Seth dan Sileverman,2014).“Any experince of materiality must be understand a continual production and reproduction of that condition : an acting subejct,

a mode of engagement, a condition of materiality, and a resultant

meaning and critique.” (Borden, pada Seth dan Silverman,2014) Sekuens memegang peranan penting untuk menciptakanmood lewat skenario cerita yang dibentuk saat melakukan aktivitas berjalan, karena sekuensmembentuk susunan cerita sepanjang user meruang. Gradasi sekuens yang tegas atau halusyang individu lewati ketika berjalan dapat mempengaruhi alur pikiran dan perasaannya saat itu juga (Day,2004). Perkembangan pemikiran individu akan mempengaruhi persepsinya. Dimana persepsinya merupakan respon intelektual dan emosional terhadap lingkungannya (Prescott, 1975). Dalam sekuens, keragaman spasial yang user alami akan mempengaruhi user sewaktu melakukan aktivitas berjalan yang meditatif. Bisa saja user menemukan distraktor eksternal Universitas Indonesia


15 yang mungkin akan bersifat negatif ataupun positif terhadap dirinya. Ini bisa tergambarkan lewat diagram rute yang menjelaskan seberapa jauh jarak rute yang tempuh, dan apa saja atribut ruang yang memiliki makna bagi user tersebut. Secara kontinyu dalam ruang dan durasi waktu selama aktivitas berjalan meditatif dilakukan. (Pred dalam Seth dan Silverman, 2014) 2.3.2 Merekam Pengalaman Berjalan lewat Diagram Dari gerak tubuh, sekuens, dan keragaman spasial dalam ruang perjalanan kita telah mendapatkan data yang bisa digunakan untuk menganalisis pengalaman yang terjadi pada aktivitas berjalan meditatif ini. Pengalaman berjalan adalah proses yang menentukan apakah suatu perjalanan bisa tergolong meditatif atau tidak. Dari manfaat dan distraktor yang dijelaskan sebelumnya kita mengetahui bahwa yang terpenting adalah pengalaman yang akan mempengaruhi mental dan jiwa. Untuk itu saya membagi 3 jenis tahap mengalami yang ada pada aktivitas berjalan meditatif terhadap ruangnya, yakni pengalaman visual, pengalaman pengembangan pikiran, dan pengalaman mood. 2.3.2.1 Pengalaman Visual Berdasarkan pada contoh diagram mapping psikogeografis, yang menggambarkan tentang proses user mengalami ruang sewaktu berjalan. Terlihat bahwa sebuah rute perjalanan yang terbentuk dari sekuens user lewat gerak tubuhnya dalam mengeksplorasi ruang, ternyata memiliki banyak elemen kompleks dalam sebuah aktivitas pengalaman yang terlihat sederhana. (Gambar 2.5)

Universitas Indonesia


16

Gambar 2.5 Diagram Rute yang Menceritakan Pengalaman Visual User saat Berjalan (Sumber :https://www.pinterest.com/pin/304626362264718890/ ) Pengalaman visual lewat mata saat melakukan aktivitas berjalan, merupakan fungsi indera utama untuk memaknai ruang disekitarnya. ‘The eyes are the organic prototype of philosophy. Their enigma is that they not only can see but are also able to see themselves seeing. This gives them a prominence among the body’s cognitive organs. A good part of philosophical thinking is actually only eye reflex, eye dialectic, seeing-oneselfsee.’(Sloterdijk dalam Palasmaa, 2005). Yang membedakan carauser melihat ruang saat berjalan dengan tujuan sebagai perpindahan dibandingkan saat user berjalan sebagai aktivitas yang bersifat meditatif adalah kecenderungannya dalam mempersepsikan latar belakang dan figur ruang lewat apa yang ia Universitas Indonesia


17 lihat.Aktivitas berjalan meditatif yang dilakukan dengan santai, diharapkan membantu user untuk melihat latar belakang ruang rutinitasnya, dan mulai melihatnya dari sudut pandang layaknya figur. Pada mapping sebelumnya terdapat beberapa layer yang menceritakan pengalaman visual ruang perjalanan user. Ada dua bagian yang paling dominan yaitu : 

Yang Menarik Perhatian Aktivitas berjalan meditatif yang dilakukan dalam keadaan santai dapat membuat user memiliki banyak kesempatan untuk melihat banyak hal secara seksama. Sedangkan pada saat terburu-buru akan membuat proses melihat menjadi hanya sekilas saja (Prescott, 1975). Ini menyebabkan

pengembangan pemikiran dari objek yang

menarik perhatiannya menjadi tidak begitu matang. Apa yang menarik perhatiannya bisa saja berelasi dengan pengalaman, ataupun memori user. Sekuens dari ruang perjalanan bisa mengintegrasikan itu semua (Seth dan Silvermann,2014). Tetapi terkadang saat berjalan, apa yang user lihat justru mengingatkannya pada aktivitas rutinitasnya sendiri. Kondisi seperti ini justru memberikan kesempatan bagi user untuk melihat keasingan dari ruang rutinitasnya (Prescott, 1975). Atau bisa juga terjadi hal yang berkebalikannya, yakni dimana berjalan membuatnya menjadi distraksi positif dari rutinitasnya seperti yang dialami Thoreau saat Sauntering “The thought of some work will run in my head and I am not where my body is. I am out of my senses.In my walks I would fain return to my senses.” Sensasi rasa asing saat user menemukan hal yang menarik perhatian didalam ruang rutinitas yang biasanya tidak ia hiraukan, bisa membantu merefleksikan diri user dengan cara melihat semua ruang rutinitasnya dari sudut pandang orang ketiga. Lewat respon intelektual dan emosional antara user dengan ruang perjalanannya (Prescott,1975) . Jika yang menarik perhatiannya adalah hal yang benar-benar bagi user, maka ini bisa menjadi bagian dari aktivitas meditatif pengembangan pikiran dengan cara mengkritisi hal baru tersebut. Ini merupakan hal yang langka ditemui user dalam ruang rutinitasnya karena sesuatu yang sudah familiar bagi diri kita, biasanya membuat kita menjadi kurang kritis saat menilainya (Prescott, 1975). 

Yang Tidak Menarik Perhatian

Universitas Indonesia


18 Pengalaman berjalan yang terlalu intense, biasanya terjadi jika hal yang menarik perhatiannya terlalu banyak. Bagian dari ruang perjalanan yang tidak terlalu menarik perhatiannya dapat menjadi ruang relaksasi yang membuat user tidak lagi fokus kepada ruangnya, tetapi kepada dirinya sendiri. User bisa istirahat sejenak untuk memikirkan opini pribadinya terhadap apapun yang ia lihat (Prescott, 1975) Sebenarnya apa yang tidak menarik perhatiannya bukan berarti tidak dihiraukan, ini mungkin bisa jadi adalah bentuk user untuk melihat latar belakang ruang berjalannya sama seperti ia melihat figur dari sesuatu yang menarik perhatiannya.Bahwa terkadang mata manusia hanya terfokus pada figur tanpa memperhatikan latar belakang (Pallasmaa, 2005). 2.3.2.2 Pengalaman Pengembangan Pikiran Selain pengalaman visual, ada pula bentuk pengembangan pikiran yang tergambarkan lewat diagram psikogeorgrafis yang dibuat oleh John Ledger.Ini menceritakan narasi yang terjadi dalam pikiran user sewaktu bergerak mengeksplor ruang perjalanannya, dalam narasi berbentuk diari ini terlihat bagaimana user memaknai ruang perjalanannya tersebut. (Gambar 2.6)

Universitas Indonesia


19

Gambar 2.6 Psychogeographical Mapping oleh John Ledger (Sumber :https://www.pinterest.com/pin/451908143831046514/) 

Diari Pengembangan Pikiran Ruang arsitektur bisa menyentuh manusia , karena persepsi manusia itu sendiri sewaktu melihat ruang itu. Arsitektur akan memberi makna kepada manusia yang juga menciptakan makna kepada arsitektur itu sendiri. Kepekaan manusia yang meningkat bisa merubah sudut pandang mereka terhadap ruang berkehidupan yang biasanya jarang mereka (de Botton,2006). Hubungan timbal balik saling memaknai ini terlihat pada pengalaman pengembangan pikiran saat manusia melakukan aktivitas berjalan yang meditatif.

Universitas Indonesia


20 Pengalaman pengembangan pikiran merupakan reaksi yang terjadi dari pengalaman visual yang dijelaskan sebelumnya. Berikut adalah diagram yang menceritakan potongan skenario perjalanan aktivitas Deriving yang dilakukan oleh Prescott pada tahun 1975.Ruang yang ia lewati adalah sepanjang Church.St lalu belok ke Brunswick.St. Apa yang ia lihat pada Church.St akan mempengaruhi persepsinya atas apa yang ia lihat di Brunswick.St. Ini terlihat dari diari narasi tentang apa yang ia pikirkan saat melewati salah satu bagian ruang perjalanannya (gambar 2.7).

Gambar 2.7 Narasi Pengembangan Pikiran Prescott sewaktu melakukan Deriving (sumber : ilustrasi pribadi) Disaat diari narasi user hanya menceritakan objek apa yang ia lihat tanpa memberi opini terhadap hal itu, maka user ada didalam fase dimana ia sedang tidak memikirkan apapun. Pada aktivitas Revitalising Walk ini dianggap baik karena artinya user berada dalam kondisi pikiran yang rileks (de Young, 2000). Dalam aktivitas berjalan, ada pula saat dimana alur pengembangan pikiran menjadi terlalu sering membahas suatu topik hingga user mengalami Mental fatigue. Hal ini juga bisa membuat user menjadi tidak bisa mendapatkan esensi dari kegiatan berjalan meditatif. Seperti apa yang pernah terjadi pada Prescott dalam kegiatan Deriving-nya “not too dwell too much on this detail because it could mean that i run the risk of looking without noticing.” Bentuk respon yang user alami sewaktu mengalami pengalaman visual, dan pengalaman pengembangan pikiran

dalam ruang perjalanannya juga akan menjadi penentu tercapai

tidaknya tujuan dari setiap perjalanan meditatif ini. Respon ini bisa bersifat menjadi distraktor positif ataupun negatif bagi user (Tabel 2.5) Universitas Indonesia


21 Yang Menarik Perhatian .Fokus Terpecah .Memperhatikan Detail Secara Seksama .Flashback Memori Teringat akan Rutinitasnya .Self Remembering .Berganti Topik Pemikiran .Menemukan Hal Baru .Keingintahuan Muncul

Yang Tidak Menarik Perhatian .Kembali Fokus .Melanjutkan Analisis Topik Sebelumnya .Relaks Menikmati Ruang .Tidak Memikirkan Apapun

Narasi Pengembangan Pikiran .Mengingatkan akan suatu Memori Pengalaman .Mengalami hal Baru .Mendeskripsikan tentang Keadaan Saat Itu .Terlalu Intens Membahas suatu Topik

Tabel 2.5 Bentuk Respon Pengalaman Visual dan Pengalaman Pengembangan Pikiran (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 2.3.2.3 Pengalaman Mood Setelah pengalaman visual dan pengembangan pikiran terjadi, maka hubungan keterikatan antara user dengan ruangnya menjadi terlihat. Ini tergambar lewat diagram mapping psikogeografis milik Brian Hughes, yang menceritakan perasaan yang user rasakan dalam ruang berkehidupannya. (Gambar 2.8)

Gambar 2.8 Psychogeographical Mapping “Feeling” by Brian Hughes (Sumber : Mapping Manhattan:A Love (and sometimes Hate) Story in Maps by 75 New Yorkers) Universitas Indonesia


22 

Respon Mood

User melihat dan merasakan sebuah ruang, yang dapat memunculkan pemikiran, memori, atau cerita, pada saat yang sama user bisa melewati batas hubungan antara tubuh dan ruang lewat interaksi pikiran serta emosinya (Seth dan Silverman,2014). Ikatan emosional berupa mood yang turut berubah saat user bergerak dalam ruang perjalanannya akan membuat ruang tersebut memilki makna yang intim, sehingga bisa menjadi sebuah place bagi user yang mengalaminya. Proses keterikatan emosional dan intelektual yang berlangsung secara natural tentunya akan berpengaruh pada manfaat yang ingin dicapai pada aktivitas berjalan meditatif terutama poin Mental Vitality dan Self-Place Connection. Proses mengalamai ruang membentuk keragaman sudut pandang dalam diri user. Ini akan melatih sikap kritis user atas apa yang ia lihat dalam kesehariannya. Serta membantu user untuk menciptakan dan menemukan place bagi dirinya. Pengalaman mood dalam ruang berjalan user lebih seperti efek yang timbul dari pengalaman visual dan pengembangan pikiran sebelumnya. Tetapi moodakan menggambarkan kesan user terhadap ruang perjalanannya, yang menentukan apakah ruang perjalanannya berpotensi untuk menjadi sebuah place baginya atau tidak. 2.3.3 Potensi Placemaking lewat Makna yang terbentuk dari Pengalaman Berjalan Userakan melihat banyak hal dalam pengalaman ruang perjalanannya. Apa yang ia liat akan diolah didalam pikirannya. Disini pelaku mulai memunculkan makna terhadap ruang itu sendiri (Pallasmaa,2005). Pemaknaan akan ruang ini bisa mengarah kepada bentuk makna Place akan ruang tersebut bagi pelaku meditasi (Sen dan Silvermann, 2014). Acuan pemaknaan bisa dilihat lewat perkembangan pikiran dan mooduser saat berjalan. Dalam aktivitas berjalan yang meditatif, gerak tubuh userakan menjadi kendali dimana ia menentukan kearah mana ia akan melangkah. Dengan mengkondisikan mental dan jiwanya agar tidak memikirkan tujuan dan asal ia berjalan, akan membuat tiap sekuens pergerakan dalam ruang perjalanan menjadi medium utama untuk bermeditasi. Sekuens dalam ruang perjalanan akan membuat user menjadi lebih sensitif dalam mengalami keragaman spasial yang ia temukan, Dari keragaman spasial yang dialami secara visual, mental, dan mood, user mulai menciptakan makna akan dirinya terhadap ruang itu, ataupun akan ruang itu terhadap dirinya. Maka timbulah koneksi antara individu dengan keruangannya sewaktu berjalan yang mengarah pada bentuk Placemaking (Gambar 2.9) Universitas Indonesia


23

Gambar 2.9 Urutan Proses Ruang Perjalanan mempengaruhi Pengalaman Ruang User saat Berjalan secara Meditatif (Sumber : Ilustrasi Pribadi)

Universitas Indonesia


24 BAB 3 STUDI KASUS Metode studi kasus ini adalah dengan membandingkan pengalaman tiap user ditiap ruang perjalanannya berdasarkan distraktor dan tujuan yang diharapkan tercapai di tiap perjalanan. Ini akan mengetahui pengaruh ruang yang seperti apa saja yang membuat suatu perjalanan meditatif gagal dan berhasil. Proses pengambilan data studi kasus yang dilakukan adalah dengan memilih 3 orang partisipan secara acak, dan meminta mereka untuk melakukan aktivitas berjalan di ruangruang perjalanan yang telah ditentukan (Tabel 3.1). Lalu setiap selesai melakukan satu perjalanan, partisipan akan diminta memberikan output berupa essay diari perjalanannya dan juga Mental Map yang menjadi rute perjalanannya. Essay perjalanan akan berisi apa saja yang partisipan lihat, pikirkan, dan rasakan sewaktu ia berjalan. Sedangkan Mental Mapakan berisi hal apa saja yang ia ingat telah ia lewati didalam ruang perjalanannya. Jenis Aktivitas Berjalan Meditatif

Karakter Ruang yang Dibutuhkan

Non Meditatif

Rutinitas Normal

Deriving

Extent

Ruang Perjalanan yang Ditentukan Perjalanan menuju kelas perkuliahan Perjalanan disekitar kampus UI

Revitalizing

Compatible

Perjalanan menyusuri trayek Sepeda Kuning UI

Being Away

Perjalanan yang diawali dengan titik mula Stasiun Sudirman

Sauntering

Tabel 3.1 Landasan Pemilihan Ruang (Sumber : Ilustrasi pribadi) Berdasarkan essay dan Mental Map tiap perjalanan yang telah dituliskan oleh partisipan, saya akan mentracing perjalanan mereka dengan mengikuti alur perjalanan mereka keesokannya, lalu mengambil foto-foto ruang sembari juga menikmati ruang itu. Berusaha memposisikan diri saya seperti partisipan agar bisa mengalami apa yang mereka alami. Output dari ini adalah diagram rute partisipan yang berisi kolase foto-foto tentang apa yang partisipan mereka lewati dan objek yang menarik perhatiannya, beserta dengan diari pengembangan pikiran juga perubahan mood pertisipan. Untuk mendetailkan data yang didapat maka juga dilakukan wawancara dengan tiap partisipan dengan apa yang sebenarnya mereka rasakan di Universitas Indonesia


25 tiap ruang perjalanan. Setiap pengalaman berjalan partisipan ditiap ruangnya, akan dirangkum dalam sebuah Diagram Rute Psychogeographical yang memiliki empat layer (Tabel 3.2). menggambarkan tentang

digambarkan dengan

detail penggambaran

1 .apa yang tidak menarik perhatian user

kolase foto hitam putih

Matriks Analisis : Kembali Fokus, Relaks Menikmati Ruang, Tidak Memikirkan Apapun

2. apa yang menarik perhatian user

kolase foto berwarna

Matriks Analisis : Fokus Terpecah, Memperhatikan Detail secara Seksama, Flashback Memori, Teringat akan Rutinitasnya, Self Remembering, Berganti Topik Pemikiran, Menemukan Hal Baru, Keingintahuan Muncul

3. diari alur pikir

berhubungan dengan

Merah = mengingatkannya akan suatu memori pengalaman Biru = pengalaman baru yang didapatkan potongan cerita ditiap titik rute. Hitam = deskripsi tentang keadaan saat itu

4. perubahan mood

perubahan gradien warna

Persepsi, Pembentukan Makna dan Aktivitas Placemaking

Gambar 3.2

Tabel 3.2 Penjelasan Layer Diagram (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Analisis akan berlanjut kepada pengaruh apa saja yang terjadi pada pikiran partisipan saat pengalamannya berada pada layer 1, 2, 3, dan 4. Ini akan mengarah pada kesimpulan bagaimana proses tiap partisipan mengalami ruang perjalanan meditatifnya. Saya membuat pembagian ini berdasarkan data yang paling sering muncul pada penggambaran pengalaman yang diceritakan langsung oleh partisipan lewat essay diary perjalanan mereka dan hasil wawancara lebih lanjut. 

Layer 1 (Yang Menarik Perhatian)  Fokus Terpecah  Memperhatikan Detail Secara Seksama  FlashbackMemori  Teringat akan Rutinitasnya  Self Remembering  Berganti Topik Pemikiran  Menemukan Hal Baru  Keingintahuan Muncul

Layer 2 ( Yang Tidak Menarik Perhatian)  Kembali Fokus  Relaks Menikmati Ruang. Universitas Indonesia


26  Tidak Memikirkan Apapun 

Layer 3 (Diari Pengembangan Pikiran)  Mengingatkan akan suatu memori pengalaman  Pengalaman baru yang didapatkan  Deskripsi tentang keadaan saat itu  Pembahasan topik terlalu intens yang menyebabkan Mental fatigue

Layer 4 (Respon Mood terhadap Ruang Perjalanan)

Gambar 3.1 Warna mood (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Setelah mengetahui proses tiap partisipan dalam mengalami ruang perjalanannya, maka mulai dibandingkan pengalaman ruang perjalanan seperti apakah yang paling bersifat meditatif. (Tabel 3.3) Aktivitas Berjalan

Karakter Ruang Perjalanan

Asumsi Distraktor Positif

Asumsi Distraktor Negatif

Tujuan yang Ingin Dicapai

Non Meditatif

Rutinitas Normal

-

-

Mengetahui Pola User dalam Mengamati Ruang secara Normal

Deriving

Extent

Memperhatikan Detail Secara Seksama; Flashback Memori; Self Remembering ; Menemukan Hal Baru ; Keingintahuan Muncul

Teringat akan Ruang Rutinitasnya ; Pembahasan topik terlalu intens yang menyebabkan Mental Fatigue

User mendapatan sudut pandang baru tentang ruang rutinitasnya

Revitalizing

Compatible

Relaks Menikmati Ruang ; Tidak Memikirkan Apapun ; Self Remembering

Fokus Terpecah ; Flashback Memori ; Teringat Akan Rutinitasnya ; Mental Fatigue

User menjadi lebih rileks dan tingkat stress nya berkurang

Being Away

Memperhatikan Detail Secara Seksama; Self Remembering ; Menemukan Hal Baru ; Keingintahuan Muncul; Flashback Memori; Relaks Menikmati Ruang; Berganti Topik Pemikiran; Fokus Terpecah

Tidak memikirkan apapun; Masih membahas topik lamanya ; Mental Fatigue

User menjadi lebih semangat dalam mengeksplorasi ruang baru yang dapat menantang adrenalin dan mempertanyakan eksistensi dirinya sendiri

Sauntering

Tabel 3.3 Yang Diharapkan Tercapai dari Setiap Ruang Perjalanan Partisipan (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 3.1 Ruang Perjalanan Normal Ruang Perjalanan Normal adalah ruang perjalanan rutinitas sehari-hari user.Berjalan yang dilakukan user disini tidak ditujukan kedalam aktivitas berjalan meditatif manapun.Ini

Universitas Indonesia


27 dimaksudkan untuk mengetahui pola user biasanya dalam mengamati ruang sewaktu aktivitas berjalan seperti biasanya. 3.1.1 User 1

Gambar 3.1 Diagram Ruang Perjalanan Normal User 1 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Normal : Halte Asrama UI – H.309 Fakultas Psikologi UI. (Gambar 3.1). Dan berikut adalah hasil analisis tiap layer : 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Keingintahuan Hal Baru Muncul

pohon besar yang ditebang sampai dikelas

Tabel 3.4 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 1 di Ruang Rutinitas (Sumber : Ilustrasi Pribadi)

Universitas Indonesia


28 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

menunggu bikun di halte asrama memandang pemandangan dari balik jendela bikun turun di halte psikologi UI berjalan didalam gedung H menaiki tangga menuju kelas

Tabel 3.5 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 1 di Ruang Rutinitas (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Hal baru yang ia temukan didalam ruang perjalanannya menjadi topik yang sempat menarik perhatiannya sesaat, tetapi fokusnya dengan cepat kembali lagi kepada rutinitasnya. Penyebabnya, adalah waktu yang dihabiskan untuk mengalami pengalaman baru tersebut hanya sekilas saja.

Layer 4 . Perubahan Mood Perubahan mood disebabkan oleh perubahan temperatur ruang yang dialami user dalam pergerakannya. Selain itu hal yang menarik perhatiannya dapat mendistraksi user sehingga muncul rasa ingin tahu ditengah-tengah kondisi dirinya yang terfokus pada tujuan akhir perjalanannya.

Universitas Indonesia


29 3.1.2 User 2

Gambar 3.2 Diagram Ruang Perjalanan Normal User 2 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Normal : Kos Loe Loe – Gedung. H Fakultas Psikologi UI. (Gambar 3.2 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Hal Baru

Keingintahuan Muncul

gerobak tukang sayur rumah yang sedang dibangun pangkalan ojek pengamen

Tabel 3.6 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 2 di Ruang Rutinitas (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Universitas Indonesia


30 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

keluar dari kosan berjalan menyusuri gang menyebrang jalan margonda menyusuri gang kober menyebrang rel kereta api menyusuri pinggir hutan ui berjalan menuju gedung H

Tabel 3.7 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 2 di Ruang Rutinitas (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Hal-hal kecil yang ia lewati sehari selalu diingat oleh user dikarenakan interaksi yang pernah terjadi didalam ruang tersebut di masa lampau. Akhirnya hal-hal kecil tersebut memilki makna personal bagi dirinya, dan begitu pula dengan ruang yang menaungi pengalaman itu sendiri.

Layer 4 . Perubahan Mood Perubahan mood sepanjang perjalanannya dipengaruhi oleh memori pengalaman user terhadap ruang itu.

Universitas Indonesia


31 3.1.3 User 3

Gambar 3.3 Diagram Ruang Perjalanan Normal User 3 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Normal : Apartemen Margonda Residence – Gedung. D Fakultas Psikologi UI. (Gambar 3.3)

Universitas Indonesia


32 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Keingintahuan Hal Baru Muncul

melihat kertas iklan melihat loker yang berantakan menemui orang yang berjalan lambat di gang kaleng sumbangan kosong posko penyebrangan deretan mobil mewah toko roti second bite bertemu teman

Tabel 3.8 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 3 di Ruang Rutinitas (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

menyusuri lorong apartemen menyusuri taman apartemen menyebrang lewat jembatan menyusuri gang sempit menyusuri jalan area barel menyebrang menuju hukum melewati parkiran mobil melewati lorong gedung H

Tabel 3.9 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 3 di Ruang Rutinitas (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Hal-hal kecil yang ia lewati sehari-hari yang kebetulan terlihat berbeda hari itu menjadi sesuatu yang menarik perhatian user. Narasi yang diceritakan dari pengalaman di ruang perjalanannya diceritakan secara detail, ini disebabkan kecepatan pergerakan tubuhnya yang tidak terburu-buru sehingga ia memiliki waktu yang banyak untuk menikmati tiap detik ruang geraknya.

Layer 4 . Perubahan Mood

Universitas Indonesia


33 Perubahan mood tidak terlalu signifikan, dan gradasinya terkesan halus. Dibeberapa titik moodnya dipengaruhi oleh sesuatu pada ruang geraknya yang menganggu rasa nyamannya dalam bergerak. 3.1.4 Pola Karakter Tiap Partisipan dalam Mengamati Ruang Perjalanannya secara Normal User 1 dan User 2 memiliki kesamaan dimana fokus perhatian mereka sewaktu berjalan bisa terganggu oleh hal-hal yang terlihat berbeda pada hari itu.Hal-hal tersebut memang sudah sering mereka perhatikan sebelumnya, sehingga menjadi informasi pembanding manakala ada perubahan yang tertangkap oleh mata mereka. Sedangkan fokus perhatian user 3 selalu berkisar tentang makna dari ruang itu baginya, memori pengalaman dirinya dalam satu ruang bisa memberikan kesan yang akan selalu diingatnya. Untuk hal-hal yang tidak menarik perhatian dari ketiga userakan menjadi bagian dari ruang perjalanan yang membuat diri mereka menjadi relaks dalam berpikir, serta membantu diri mereka untuk fokus terhadap apapun topik yang sedang dipikirkan. Aktivitas seperti menyusuri suatu jalan setapak tanpa apapun yang menarik perhatian mereka juga bisa berfungsi menjadi jeda aktivitas berpikir user, sampai akhirnya topik baru ditemukan. Kecepatan berjalan yang santai maupun yang tergesa-gesa juga dapat mempengaruhi proses menikmati ruang. Semakin santai dan rileks maka semakin banyak yang bisa user lihat, dan semakin kuat pula hubungan user dengan ruang berjalannya dikarenakan lebih banyak makna yang dibentuk oleh pikiran user. Ruang berjalan juga dapat mempengaruhi kondisi emosional user lewat peristiwa yang kebetulan hadir seperti pada user 2, maupun peristiwa dimasa lampau yang selalu diingatnya seperti pada user 3. 3.2 Ruang Perjalanan Extent Ruang Perjalanan Extent adalah ruang perjalanan disekitar rutinitas sehari-hari user, tapi yang membedakannya adalah user diminta untuk tidak memikirkan tujuan kemana ia akan melangkah seperti yang terjadi pada ruang perjalanan normal. Aktivitas berjalan meditatif yang dilakukan user disini tergolong pada aktivitas Deriving. Tujuan perjalanan Deriving yang ingin dicapai adalah agar user mendapatkan sudut pandang mengenai ruang rutinitasnya melalui keterasingan yang ia rasakan saat memperhatikan segalanya menjadi dengan lebih detail.

Universitas Indonesia


34 3.2.1 User 1

Gambar 3.4 Diagram Ruang Perjalanan ExtentUser 1 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Extent : Halte Asrama UI – Taman Geografi Fakultas MIPA UI. (Gambar 3.4) 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Keingintahuan Hal Baru Muncul

bertemu teman melihat halte FKM UI berjalan di lorong FMIPA menemukan taman di FMIPA

Tabel 3.10 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 1 di Ruang Extent (Sumber : Ilustrasi Pribadi)

Universitas Indonesia


35 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

pemandangan dari jendela bikun asrama-stasiun UI pemandangan dari jendela bikun MUI - Pocin pemandangan dari jendela bikun Pocin - FKM pemandangan dari jendela bikun FKM-FMIPA

Tabel 3.11 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 1 di Ruang Extent (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Rasa asing terhadap aktivitas berjalan tanpa tujuan mempengaruhi pikiran user.Ini membuat user menjadi terlalu fokus memikirkan tujuan selanjutnya yang mana akhinya membuat dirinya mengalami Mental fatigue. Distraksi dalam bentuk teman yang tidak sengaja bertemu dalam perjalanan ini memberikan pengaruh positif yang bisa meredakan Mental fatigue-nya.

Layer 4 . Perubahan Mood Rasa cemas yang timbul akibat pengaruh Mental fatigue sebelumnya, ternyata bisa hilang setelah ia menemukan hal baru sewaktu dirinya mengeksplorasi ruang. Rasa cemas mulai tergantikan oleh rasa ingin tahu.Perubahan mood ini juga mempengaruhi perilaku user sewaktu bergerak dalam ruang, saat dirinya cemas ia menjadi takut dalam mengeksplorasi ruang perjalanannya sehingga dirinya menjadi tidak bebas.

Universitas Indonesia


36 3.2.2 User 2

Gambar 3.5 Diagram Ruang Perjalanan ExtentUser 2 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Extent : Resto Mie Ayam Berkat – Perpusat – Pulang lewat Fakultas Hukum UI. (Gambar 3.5)

Universitas Indonesia


37 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Keingintahuan Hal Baru Muncul

proses pemasangan banner pameran wayang halte bikun hukum

Tabel 3.12 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 2 di Ruang Extent (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

menyusuri gang kober menyusuri hutan UI menyusuri psikologi melewati jalan tembus hukum

Tabel 3.13 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 2 di Ruang Extent (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Sama seperti user 1, rasa asing dari aktivitas Deriving ini nampaknya masih belum familiar bagi user 2, sehingga pikirannya masih terbiasa untuk terfokus pada kemana ia harus berjalan. Ini membuat user menjadi sulit untuk menikmati momen berjalan itu sendiri.

Layer 4 . Perubahan Mood Rasa ingin tahu hanya muncul sesaat setelah user memilih melewati ruang yang tidak pernah ia lewati sebelumnya, dan juga saat dirinya melihat hal baru seperti sebuah event atau peristiwa. Tetapi disaat ia kembali lagi ke ruang perjalanan yang familiar maka kebaruan itu kembali hilang

Universitas Indonesia


38 3.2.3 user 3

Gambar 3.6 Diagram Ruang Perjalanan ExtentUser 3 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Extent : Stasiun UI – Fakultas FIB UI. (Gambar 3.6) 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Hal Baru

Keingintahuan Muncul

pagar dan alang-alang kandang rusa ramp lingkar PSJ pemandangan teksas dan danau dari gedung X kantin samping FIB loker BIPA candi bertemu teman lama

Tabel 3.14 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 3 di Ruang Extent (Sumber : Ilustrasi Pribadi)

Universitas Indonesia


39 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

berjalan dari stasiun menuju hutan UI berjalan dari hutan UI menuju PSJ berjalan dari PSJ menuju gedung X berjalan melewati sela-sela gedung 4

Tabel 3.15 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 3 di Ruang Extent (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir User memilih ruang perjalanan yang pernah menjadi bagian dari memori hidupnya dimasa lalu, sehingga rasa asing yang ingin dihadirkan tidak begitu kuat. Ruang perjalanan user 3 menjadi bersifat nostalgic. Hal-hal baru yang ia temukan tidak begitu membuatnya penasaran, karena ia cenderung membandingkannya dengan memori dimasa lalunya saja.

Layer 4 . Perubahan Mood Beberapa hal menjadi menarik perhatiannya sewaktu ia sengaja membuat dirinya menjadi lebih sensitive dengan lingkungannya. Ada pemaknaan pengalaman perjalanan yang terlihat lebih menonjol terutama saat ia menjadi lebih sensitive terhadap hal-hal yang dahulu tidak pernah ia hiraukan.

3.2.4 Sudut Pandung Baru yang Partisipan Temukan didalam Ruang Rutinitasnya Berdasarkan essay partisipan, terlihat bahwa user yang memilih ruang perjalanan diluar lingkup rutinitasnya akan lebih banyak merasakan rasa asing sewaktu melakukan perjalanannya.Tetapi rasa asing di ruang baru inilah yang nantinya akan membuat user menemukan sudut pandang baru. Deriving adalah tentang mengeksplorasi ruang dengan memperlebar jangkauan ruang rutinitas sehari-hari. Sesuai dengan pengalaman masing-masing partisipan didalam ruang, semuanya mendapatkan sudut pandang baru mengenai ruang rutinitasnya : Universitas Indonesia


40 “Sebagai mahasiswa baru dari Aceh, imej yang saya sering dengar mengenai Kampus UI sebagai kampus favorit ternyata benar. Saya tidak menyangka bahwa kampus ini dirancang cukup baik, bahkan untuk sudut kecil diujung Fakultas MIPA saja sangat dipikirkan detail estetisnya.” (Ozi, User 1) “Sangat disayangkan mengetahui bahwa fasilitas yang disediakan oleh kampus sebenarnya cukup baik, tapi sepertinya minat untuk memanfaatkannya dari mahasiswa sangat kurang, contohnya sepeda yang selalu menumpuk dibeberapa halte.” (Mary, User 2) “Prinsip Go Green pada Kampus UI sudah diterapkan cukup baik, namun sepertinya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan fasilitasnya masih terkesan pelit. Selain itu meski kampus identik dengan imej akademis yang kaku, ternyata Kampus UI bisa menjadi area entertainment bagi segala kalangan. Ini terlihat dari banyaknya spot berkumpul remaja, area olahraga yang banyak digunakan umum, serta banyak spot kuliner.” (Nabila, User 3) 3.3 Ruang Perjalanan Compatible Yang dimaksud dengan Ruang Perjalanan Compatible adalah ruang perjalanan didalam ruang yang memang ditujukan untuk aktivitas berjalan meditatif, ruang ini sengaja akan membuat fokus karena minim distraksi. Ruang ini bersifat aman, nyaman, dan menenangkan dengan banyaknya pepoohonan yang membuat user merasa sejuk. Aktivitas berjalan meditatif yang dilakukan user disini tergolong pada aktivitas Revitalising Walk Walk. Tujuan perjalanan Revitalising Walk yang ingin dicapai adalah agar user mendapatkan relaksasi penyegaran jiwa, lewat pengalaman ruang yang jauh dari hingar bingar rutinitas yang membuatnya jenuh. 3.3.1 user 1

Gambar 3.7 Diagram Ruang Perjalanan CompatibleUser 1 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Universitas Indonesia


41 Rute Ruang Perjalanan Compatible : Halte Spekun Psikologi UI – Taman Firdaus. (Gambar 3.7) 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Keingintahuan Hal Baru Muncul

pepohonan taman firdaus orang-orang yang memperhatikannya

Tabel 3.16 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 1 di Ruang Compatible (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

perjalanan dari halte spekun psikologi - halte spekun pocin perjalanan dari halte spekun pocin - taman firdaus suasana hening dan rindang di taman firdaus

Tabel 3.17 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 1 di Ruang Compatible (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Hampir tidak ada distraksi sehingga user bisa menjadi fokus dalam berpikir. Distraksi hanya muncul saat dirinya kembali merasa asing diakibatkan reaksi orang-orang yang memperhatikannya, karena ruang yang dipilih sangat sepi sehingga apapun yang dilakukan bisa menarik perhatian. Distraksi ini membuat fokus relaksasinya terpecah sehingga user kembali mengingat tuntutan rutinitasnya kembali.

Layer 4 . Perubahan Mood Elemen ruang seperti deretan pepohonan, suasana teduh , minim sumber bunyi, tidak banyak warna, dan lingkup ruang yang terbuka bebas membuat mata user nyaman

Universitas Indonesia


42 memandang dan menikmati ruang sekelilingnya. Mood diruang ini lebih banyak rasa damai 3.3.2 user 2

Gambar 3.7 Diagram Ruang Perjalanan CompatibleUser 2 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Compatible : Perpusat UI – Taman Firdaus. (Gambar 3.8) 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Flashback Memori

Pengaruh terhadap pikiran Teringata akan Rutinitasnya

Self Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Keingintahuan Hal Baru Muncul

melihat pasangan muda mudi melihat anjing yang lewat area saat dahulu mentoring

Tabel 3.18 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 2 di Ruang Compatible (Sumber : Ilustrasi Pribadi)

Universitas Indonesia


43 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

perjalanan dari perpusat - taman firdaus suasana hening dan rindang di taman firdaus

Tabel 3.19 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 2 di Ruang Compatible (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Mirip dengan User 1, juga tidak ada distraksi sehingga user bisa menjadi fokus dalam berpikir. Karena ruang yang dipilih sangat sepi sehingga hal kecil apapun yang terlintas dimata user bisa menarik perhatiannya.Yang menarik disini adalah user yang duduk melihat apapun yang bergerak didepannya seperti penonton didalam sebuah ruang. Ia bersifat aktif secara visual dan pasif dari segi gerak.

Layer 4 . Perubahan Mood Elemen ruang seperti deretan pepohonan, suasana teduh , minim sumber bunyi, tidak banyak warna, dan lingkup ruang yang terbuka bebas membuat mata user nyaman memandang dan menikmati ruang sekelilingnya. Mood diruang ini lebih banyak rasa damai.

Universitas Indonesia


44 3.3.3 user 3

Gambar 3.9 Diagram Ruang Perjalanan CompatibleUser 3 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Compatible : Gedung H Fakultas Psikologi UI – Taman Lingkar Perpusat UI. (Gambar 3.9)

Universitas Indonesia


45 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Hal Baru

Keingintahuan Muncul

pemandangan di halte bikun hukum bunga kamboja pasangan muda mudi pemandangan di halte bikun pocin atm bni cat kuning balairung atap rektorat aktivitas dance gold gym

Tabel 3.20 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 3 di Ruang Compatible (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

deretan pohon sepanjang jalur spekun psikologi - hukum berjalan menyusuri jalur spekun

Tabel 3.21 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 3 di Ruang Compatible (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Meskipun ruang perjalan user 3 kali ini mirip seperti ruang perjalanan sebelumnya, tetapi fokus pemikiran user lebih terasa, meskipun tidak sekuat user 1 dan user 2. Aktivitas menyusuri jalur ruang yang identik dengan deretan pohonnya tersebut mampu membuat fokusnya tetap terjaga, tetapi distraksi dari apapun yang terlintas di matanya membuat pemandangan visual yang teratur tersebut menjadi terganggu. Sehingga distraksi yang timbul menjadi lebih banyak terjadi.

Layer 4 . Perubahan Mood Rasa damai adalah hal yang diharapkan terjadi di ruang perjalanan ini. Tetapi karena banyaknya distraksi yang muncul, rasa damai hanya muncul dibeberapa bagian ruang yang memiliki deretan pepohonan yang menaungi user saja. Efek menaungi ini bisa Universitas Indonesia


46 membuat gangguan dari kebisingan dan apa pun yang melintasnya menjadi kurang jelas, sehingga mood damai bisa dirasakan. 3.3.4 Tingkat Stress tiap Partisipan Setelah Selesai Melakukan Aktivitas Berjalan Meditatif Kesamaan karakter ruang user 3 dengan user 2 ataupun 1 adalah adanya elemen yang mampu mempertahankan konsentrasi user. Di ruang perjalanan user 2 dan 1 warna ruang yang senada hijau dan keheningan bisa memberikan kesan keteraturan, sedangkan pada user 2 karakter semacam itu dapat ditemukan pada deretan pepohonan. Dari sini terlihat bahwa pada ruang perjalanan Compatible, karakter yang bisa membuat user fokus ternyata adalah yang minim distraksi visual, bunyi, dan memiliki kesan keteraturan. Berdasarkan hasil wawancara lebih lanjut, pengaruh Revitalising Walkyang erat hubungannya dengan relaksasi dalam mengurangi tingkat stress user, hanya terjadi pada user 1 dan 3 saja.Sedangkan user 2 merasa perjalanan itu tidak memberikan dampak apapun. 3.3 Ruang Perjalanan Being Away Yang dimaksud dengan Ruang Perjalanan Being Away adalah ruang perjalanan dimana user ditempatkan diruang yang benar-benar baru baginya.Ruang ini haruslah ruang diluar ruang rutinitasnya sehari-hari.Untuk itu background infromasi ruang rutinitas user sangat dibutuhkan untuk menentukan manakah ruang yang benar-benar Being Away baginya. Aktivitas berjalan meditatif yang dilakukan user disini tergolong pada aktivitas Sauntering. Tujuan perjalanan Being Away adalah memunculkan adrenalin user dengan menantang eksistensi dirinya diruang yang benar-benar asing baginya.

Universitas Indonesia


47 3.4.1 User 1

Gambar 3.10 Diagram Ruang Perjalanan Being AwayUser 1 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Being Away : Sekitaran Sudirman saat Car Free Day. (Gambar 3.10) 

Layer 1 . Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Keingintahuan Hal Baru Muncul

pasar tumpah di sudirman orang orang berolahraga gedung gedung tinggi komunitas

Tabel 3.22 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 1 di Ruang Being Away (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

area disekitaran stasiun sudirman

Tabel 3.23 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 1 di Ruang Being Away (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Universitas Indonesia


48 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Sangat banyak hal yang menarik perhatian user disini, kebetulan ruang ini merupakan ruang yang benar-benar baru baginya. User merasa sangat bebas berada disini dalam mengeksplorasi ruangnya. Banyaknya orang yang lalu lalang memberikan rasa aman sewaktu berjalan sendirian tanpa ada rasa terkucilkan seperti pada ruang perjalanan Compatible-nya.

Layer 4 . Perubahan Mood User tidak lagi terfokus pada dirinya sendiri, dia fokus terhadap ruangnya sepenuhnya. Meski begitu kebaruan yang ia temukan membuat poin self place connection nya muncul lewat pengalaman yang cukup banyak meninggalkan kesan. Dan rasa senang pasca perjalanan user bisa dibilang lebih banyak ditemukan diruang ini.

3.4.2 user 2

Gambar 3.11 Diagram Ruang Perjalanan Being AwayUser 2 (Sumber : Ilustrasi Pribadi) Rute Ruang Perjalanan Being Away : Stasiun Sudirman – KFC Juanda. (Gambar 3.11)

Universitas Indonesia


49 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Hal Baru

Keingintahuan Muncul

kerumunan para pekerja kantor di stasiun deretan PKL prosedur menaiki busway bunderan HI ruko daerah di juanda berjalan di trotoar sudirman

Tabel 3.24 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 2 di Ruang Being Away (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

gedung-gedung yang dilewati saat berjalan ditrotoar sudirman

Tabel 3.25 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 2 di Ruang Being Away (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Berbeda dengan User 1, dalam ruang perjalanan kali ini User 2 tidak merasa bebas sewaktu mengeksplorasi ruangnya, sehingga fokus pikirannya hanya seputar bagaimana agar perjalanan ini cepat selesai. Ini membuat user tidak bisa menikmati ruang perjalanannya dengan santai karena semuanya dilakukan terburu-buru.

Layer 4 . Perubahan Mood Banyak hal baru yang ditemukan oleh user, tetapi rasa takut untuk mengeksplor ruang baru ini, membuat aktivitas mengalami ruang hanya sebatas penglihatan saja. Rasa takut

membuat

user

seakan-akan

membatasi

pergerakannya

dalam

ruang

perjalanannya sendiri.

Universitas Indonesia


50 3.4.3 user 3

Gambar 3.12 Diagram Ruang Perjalanan Being AwayUser 3 (Sumber : Ilustrasi Pribadi)

Rute Ruang Perjalanan Being Away : Stasiun Sudirman – Grand Indonesia. (Gambar 3.11) 

Layer 1. Yang Menarik Perhatian

yang menarik perhatian

Fokus Terpecah

Memperhatikan dengan Seksama

Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif Flashback Teringata akan Self Memori Rutinitasnya Remembering

Berganti Topik Pemikiran

Menemukan Hal Baru

Keingintahuan Muncul

mobil mewah yang melintas aksara cina di gedung CBC infrastruktur jembatan penyebrangan bule tampan bentuk gedung UOB tangga menuju kempinski tersesat didalam kempinski

Tabel 3.26 Pengaruh Variabel Yang Menarik Perhatian User 3 di Ruang Being Away (Sumber : Ilustrasi Pribadi)

Universitas Indonesia


51 

Layer 2. Yang Tidak Menarik Perhatian Pengaruh terhadap Aktivitas Berjalan Meditatif

Yang tidak menarik perhatian

Kembali Fokus

Rileks Menikmati Ruang

Tidak Memikirkan Apapun

berjalan dari UOB - pintu masuk kempinski

Tabel 3.27 Pengaruh Variabel Yang Tidak Menarik Perhatian User 3 di Ruang Being Away (Sumber : Ilustrasi Pribadi) 

Layer 3 . Diari Alur Pikir Yang menarik perhatian user adalah pengalaman baru yang dialaminya saat berada diruang yang pernah ia lewati sebelumnya, tetapi dengan kondisi yang berbeda. Tentu ini terlihat dari dialog yang terjadi pada diari pengembangan pikirannya, berjalan dengan santai membuat dirinya menjadi lebih sensitif terhadap ruang.

Layer 4 . Perubahan Mood Terdapat dua fase mood yang cukup kontras disini, yakni fase mood saat user masih merasa nyaman mengalami ruang dan fase mood saat user tersesat didalam ruang. Sebelum merasa tersesat user didominasi rasa semangat dan rasa ingin tahu. Tetapi saat ia tersesat rasa panik, bingung, cemas, dan kesal membuatnya tidak lagi betah berlama-lama didalam ruang perjalanannya. Disaat posisi eksistensi diri user diintimidasi oleh ruang sekitarnya maka pengalaman inilah yang membuat adrenalin user terpancing, sesuai tujuan dari aktivitas Sauntering itu sendiri.

3.4.4 Posisi Eksistensi Diri tiap Partisipan didalam Ruang Perjalanannya Eksistensi diri user 1 dan user 3 sama-sama teruji lewat pengalamannya di ruang perjalanannya masing-masing, yang membedakan adalah makna yang mereka ciptakan terhadap ruang perjalanannya itu.User 1 merasa bahwa pengalaman berjalan dalam ruangnya sangatlah menyenangkan, sehingga baginya makna ruang tersebut juga menjadi positif. Sedangkan pada User 3, pengalaman buruk yang ia rasakan dimana ia merasa terintimidasi membuat makna ruang tersebut menjadi negatif. Terlepas dari itu tujuan aktivitas berjalan Sauntering telah tercapai oleh kedua user ini.Sedangkan pada User 2, dikarenakan kurang berani mengeksplor ruang perjalanannya membuatnya menjadi tidak memilki makna yang begitu berarti terhadap aktivitas Sauntering ini.

Universitas Indonesia


52 3.5 Kesimpulan Studi Kasus Dari studi kasus yang sudah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pada: 

Perjalanan Non-Meditatif di Ruang Normal

Disela rutinitas kesehariannya yang tidak diintensikan untuk melakukan aktivitas meditatif.Ternyata semua user sudah sering melakukan aktivitas berjalan yang meditatif ini tanpa disadari. Ini terlihat dari bagaimana ruang keseharian yang awalnya saya pikir selalu memiliki imej membosankan ternyata masih bisa mereka eksplorasi dari hal-hal sepele seperti :  memperhatikan bagian dari ruang perjalanan yang memilki makna lewat memori peristiwa dimasa lampau.  Memperhatikan komposisi ruang yang bisa mereka tangkap jika terjadi perubahan pada ruang itu Terlihat bahwa self-place connection timbul dengan cara yang sangat halus, bahkan tanpa intensi yang disadari atau disengajakan. 

Perjalanan Deriving di Ruang yang Berkarakter Extent

Rasa asing dalam sebuah ruang bisa menimbulkan rasa ketidaknyamanan user sewaktu mengeksplorasi ruangnya, sehingga user tanpa sadar membatasi ruang geraknya sendiri. Selama ini terkadang user menjadi pihak yang selalu berasumsi bahwa ia merasa ruang geraknya dibatasi, terutama dalam ruang rutinitasnya, yang menyebabkan kondisi bosan dan depresif. Padahal, jika ia mau berusaha untuk mengikuti rasa penasarannya, pengalaman dan sudut pandang baru akan ia dapatkan. Yang mungkin akan berimbas kepada rasa semangat untuk menjalani hari-harinya. 

Perjalanan Revitalising Walk di Ruang yang Berkarakter Compatible

Sisi relaksasi khas meditasi didalam ruang yang memilki karakter Compatible memang cenderung mudah didapatkan, dikarenakan minimnya distraksi yang didapatkan. Tetapi disisi lain, minimnya distraksi ini bisa membuat user menjadi bosan, sehingga potensi untuk timbulnya Mental fatigue masih besar. Karakter ruang dengan suhu yang sejuk, visual yang bebas dan tidak terlalu ramai, serta adanya keteraturan bisa membuat user merasa aman dan nyaman.Hampir semua usermemilki Universitas Indonesia


53 mood relaksasi dan pemusatan pikiran yang baik dibagian ruang perjalanan yang memiliki karakter tersebut. 

Perjalanan Sauntering di Ruang yang Berkarakter Being Away

Pengalaman yang menguji eksistensi diri setiap user lewat aktivitas Sauntering adalah yang paling memberikan makna dalam dibandingkan dengan ketiga ruang lainnya. Kegiatan ini juga membuktikan bahwa self-place connection bisa timbul dengan cepat tergantung seberapa dalam kesan pengalaman manusia didalam ruang. Peran waktu pada sekuens perjalanan ini bisa dilihat dari 2 sudut pandang yakni : 

Sebagai pencipta rasa rileks padauser Ritme konstan yang ditimbulkan pada gerak tubuh akan membuat rasa tenang pada user. Kondisi ini bisa membuat user berfokus pada aktivitas mengalami ruang, semakin rileks maka semakin banyak ia merasakan keragaman spasial dalam perjalanannya, yang nantinya akan berpengaruh pada manfaat yang ia dapatkan pada setiap momen berjalan di tiap ruangnya.

Sebagai bagian dari momen yang user rasakan Ada beberapa bagian dalam ruang perjalanan user dimana ia merasa sangat terikat dengan ruang itu, dan ada yang tidak. Keterikatan antara user dengan ruangnya akan membuat user merasakan seolah-olah waktu berjalan cepat disitu, dan user akan sangat menikmati tiap detiknya. Di bagian dimana keterikatan itu tidak muncul akan membuat usermerasa waktu bergerak dengan sangat lambat hingga mungkin akan timbul kebosanan pada user

Universitas Indonesia


54 BAB 4 KESIMPULAN Ruang perjalanan memiliki potensi untuk bisa memberikan efek meditatif terhadap manusia yang bergerak didalamnya lewat aktivitas berjalan. Tetapi efek yang diberikan bisa dibilang hampir tidak sama dengan efek ruang yang biasanya digunakan untuk meditasi duduk. Sisi meditatif dari ruang perjalanan bersifat sangat kompleks karena adanya interaksi antara manusia dan ruangnya.Dimana jika melihat aktivitas meditasi duduk, user hanya berfokus pada dirinya dan tidak menghiraukan ruangnya. Perbedaan timbul dari bagaimana cara subjek memperlakukan ruang aktivitasnya. Hal menarik yang saya temukan dari pengkajian topik skripsi ini adalah tentang bagaimana proses melihat-lihat sewaktu berjalan ternyata bisa membentuk narasi yang membuat manusia mengetahui siapa dirinya lebih dalam. Padahal, interaksi yang terlihat secara kasat mata terkesan hanya manusia sebagai subjek aktif, sedangkan ruang hanya menjadi medium pasif.Tetapi saya akhirnya menyadari bahwa ruang ‘berbicara’ dengan bahasa yang tidak bisa didengar, tetapi bisa dirasakan. Proses wawancara dan mengkonstruksikan cerita user dengan diagram merupakan bagian pengkajian skripsi yang terasa paling ‘hidup’. Disaat saya sebisa mungkin memposisikan diri menjadi user dengan cara menyusuri garis ruang perjalanan mereka secara langsung. Saya bertanya-tanya kepada diri saya tentang apa yang mereka rasakan saat berada disini, apa yang mereka pikirkan sewaktu melihat ini, dan sebagainya. Ini mengingatkan saya pada satu kutipan : “People’s paths can cross each day without them ever knowing who has gone before them or who is yet to arrive. The city is alive with the experiences of its inhabitants. They make it what it is. As individual lives comes and go, new threads add to the multitude of desires, interests, adventures, and interactions that are woven into an ever knowing cultural fabric.” (Prescott, 1975) Peran ruang sebagai medium perkembangan manusia, ternyata tidak begitu pasif. Bahkan dalam studi kasus terlihat bahwa elemen mati yang tidak dihiraukan pun akan menjadi medium aktif yang dapat membantu aktivitas berjalan meditatif dengan caranya sendiri. Disaat yang sama, sebuah bentuk emansipasi desain terlihat dari manusia yang memiliki kontrol terhadap apa-apa saja yang mereka putuskan berhak membentuk dirinya, tidak lagi menjadi boneka yang terdikte oleh ruang kesehariannya. (Cooper pada Toby, 2003). Universitas Indonesia


55 Aktivitas berjalan meditatif adalah contoh paling sederhana tentang bagaimana proses mengalami ruang terjadi sehingga bisa mempengaruhi tingkatwellbeing manusia yang bergerak didalamnya. Dari studi kasus yang dilakukan terlihat bahwa dalam sebuah pengalaman berjalan.Hal-hal yang menarik perhatian ataupun tidak dapat mempengaruhi alur berpikir dan perasaan manusia itu sendiri.Lebih jauhnya, ruang dan manusia bisa saling memaknai. Ruang perjalanan yang berbeda akan memberi pengalaman berjalan yang berbeda pula. Pengalaman yang berbeda akan menimbulkan makna yang berbeda pula. Dan manusia akan menemukan makna siapa dirinya lewat ruang yang memberikan kesan sewaktu dialami lewat pergerakannya.

Universitas Indonesia


56

DAFTAR REFERENSI Bachelard, Gaston (1964), The Poetics of Space. Boston : Beacon Press, 1964 Cooper, Clare (1976). The House as Symbol of Self. In H.Proshansky, W.Ittelson and Leanne Rivlin (eds) .New York Day, Cristopher (2004). Places of The Soul : Architecture and Environmental Design as a Healing Art. Second Edition. The Aquarian Press. England Debord, Guy (1958). Theory of the Derive. Ken Knabb, ed. Situationist International Anthology. Berkley Didion, Joan (1979). The White Album. Farrar, Straus and Giroux. De Young, Raymond (2000). Walking for Mental Vitality: Some Psychological Benefits of Walking in Natural Settings. Michigan De Botton, Alain (2006). The Architecture of Happiness. Vintage Books. New York McNulty, James (2012). The Science of Meditation .Diakses Tanggal 10 Maret 2015. (http://articles.mercola.com/sites/articles/archive/2014/02/20/meditation-relaxationresponse.aspx) Prescott, David (1975). The Psychogeography of Urban Architecture. Brown Walker Press. Florida Prilleltensky, Isaac (2014).TEDxMIA - Dr. Isaac Prilleltensky - Community Wellbeing: Socialize or Social-Lies. Diakses Tanggal 10 Maret 2015(https://www.youtube.com/watch?v=WJlx8CI-rRg) Palasmaa, J (2005). The Eyes Of Skin. Wiley Academy. England Seth.A dan Silvermann.L (2014). 21st Century Studies : Making Place : Space and Embodiment in the City. Indiana University Press. Thoreau, David Henry (1861). Essay : Walking Toby, Israel (2003). Some Place Like Home. Wiley Academy. England Toby, Israel (2003). Design Psychology. Wiley Academy. England Zumthor, Peter (2010). Thinking Architecture. Birkhäuser Architecture Pengertian Meditasi. Diakses Tanggal 10 Maret 2015. http://id.wikipedia.org/wiki/Semadi

Universitas Indonesia


57 Walking Meditation. Diakses Tanggal 10 Maret 2015. http://www.spiritualityandpractice.com/blogs/maps.php?id=23744 Mapping Psikogeorgrafis John Ledger. Diakses Tanggal 20 Mei 2015. https://www.pinterest.com/pin/451908143831046514/ Mapping Route Diagram Psikogeografis. Diakses Tanggal 20 Mei 2015 https://www.pinterest.com/pin/364650901051663951/ Mapping Psikogeografis Feeling (2013). Cooper, Becky Mapping Manhattan:A Love (and sometimes Hate) Story in Maps by 75 New Yorkers.

Universitas Indonesia


58 LAMPIRAN

Lampiran 1. Essay dan Mental MapUser 1 Pada Ruang Rutinitas

Universitas Indonesia


59 Lampiran 2. Essay dan Mental MapUser 1 Pada Ruang Extent

Universitas Indonesia


60 Lampiran 3. Essay User 1 Pada Ruang Compatible

Lampiran 4. Essay User 1 Pada Ruang Being Away

Universitas Indonesia


61 Lampiran 5. Essay dan Mental MapUser 2 Pada Ruang Rutinitas

Universitas Indonesia


62 Lampiran 6. Essay dan Mental MapUser 2 Pada Ruang Extent

Universitas Indonesia


63 Lampiran 7. Essay User 2 Pada Ruang Compatible

Universitas Indonesia


64 Lampiran 8. Essay User 2 Pada Ruang Being Away

Universitas Indonesia


65 Lampiran 9. Essay dan Mental MapUser 3 Pada Ruang Rutinitas

Universitas Indonesia


66 Lampiran 10. Essay dan Mental MapUser 3 Pada Ruang Extent

Universitas Indonesia


67 Lampiran 10. Essay dan Mental MapUser 3 Pada Ruang Compatible

Universitas Indonesia


68 Lampiran 10. Essay dan Mental MapUser 3 Pada Ruang Being Away

Universitas Indonesia






Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.