Kata Pengantar Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Perencanaan Tata Guna Lahan ini dengan baik. Berbagai hambatan kami hadapi dalam penyusunan Laporan ini, namun kelancaran dan kemudahannya tidak luput karena kontribusi dan dorongan dari berbagai pihak, maka dari itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Kepada Orang tua kami atas doa dan kasih sayangnya
2.
Kepada Bapak Retno Widodo Dwi Pramono, S.T., M.Sc.,Ph.D. , bapak Irsyad Adhi Waskita Hutama, S.T.,M.Sc dan bapak Rendy Bayu Aditya, S.T., MUP selaku dosen mata kuliah Perencanaan Tata Guna Lahan
3.
GhinaaďŹ a Putri D. P. selaku asisten dosen mata kuliah Perencanaan Tata Guna Lahan
4.
Teman-teman mata kuliah Perencanaan Tata Guna Lahan
5.
Pihak-pihak lain yang belum bisa kami sebutkan satu persatu
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Maka dari itu, kami meminta maaf dan bersedia menerima segala kritik dan saran yang membangun untuk kami jadikan bahan penyempurnaan di kemudian hari.
Yogyakarta, 2020
Temu Redaksi
Fica Nikita 406185
Agung Satrio
Eliza SaďŹ ra
443524
439591
Fairuzia Putri R.
Haydar M. H.
443535
443536
M. Izzuddin Zaki
Rachmiani A. D.
443541
443548
Daftar Isi
Pendahuluan - 1 5 - Gambaran Umum Metodologi - 7 9 - Konsep Agropolitan Analisis Guna Lahan - 14 33 - Kesesuaian Lahan Potensi Guna Lahan - 48 61 - Rencana Penutup - 71
Latar Belakang Lahan adalah keseluruhan lingkungan yang menyediakan kesempatan bagi manusia menjalani kehidupannya (Rahayu, 2007). Lahan adalah tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya, baik perorangan atau lembaga (Budiono, 2008). Berdasarkan pada dua pengertian tersebut, maka dapat diartikan bahwa lahan merupakan bagian dari ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia sebagai ruang maupun sumber daya, karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada lahan yang dapat dipakai sebagai sumber penghidupan, yaitu dengan mencari nafkah melalui usaha tertentu selain sebagai pemukiman. Penggunaan lahan merupakan wujud nyata dari pengaruh aktivitas manusia terhadap sebagian ďŹ sik permukaan bumi. Faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan adalah semakin meningkatnya jumlah penduduk, sedangkan luas lahannya tetap. Pertambahan penduduk dan perkembangan tuntutan hidup akan menyebabkan kebutuhan ruang sebagai wadah semakin meningkat. Perubahan fungsi lahan ini merupakan suatu transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan/fungsi pada penggunaan lainnya dikarenakan adanya faktor internal maupun eksternal. Menurut Bintarto (1983), mengungkapkan bahwa telah terjadi gerakan penduduk yang terbalik yaitu dari kota ke daerah pinggiran kota yang sudah termasuk wilayah desa. Daerah pinggiran kota sebagai daerah yang memiliki ruang relatif masih luas memiliki daya tarik bagi penduduk dalam memperoleh tempat tinggal. Perkembangan kota terjadi beriringan dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk ini juga akan meningkatkan kebutuhan ruang untuk kegiatan mereka. Menurut Doxiadis (1968), antara manusia (man), kegiatan (activity), dan ruang (space) memiliki keterkaitan.
2
Jumlah manusia (man) di dalam kota dapat terus meningkat disebabkan oleh migrasi penduduk yang menuju kawasan perkotaan maupun karena tingkat kelahiran yang tinggi. Kegiatan (activity) juga semakin beragam dan tinggi intensitasnya seiring dengan pertambahan jumlah manusia. Sedangkan ruang (space) kapasitasnya tetap karena sifat ďŹ siknya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya persaingan dalam mendapatkan lahan karena jumlah lahan yang terbatas. Maka dari itu diperlukan perencanaan guna lahan sebagai solusi untuk dapat mewujudkan kota yang berkelanjutan.
Tujuan Penulisan 1.
Mengetahui konsep perencanaan yang akan digunakan dalam memproyeksikan serta merencanakan guna lahan Kota Wedi, Klaten selama 20 tahun ke depan.
2.
Mengetahui proyeksi guna lahan serta perencanaan Kota Wedi, Klaten selama 20 tahun ke depan.
Manfaat Penulisan Dapat menerapkan ilmu mata kuliah Perencanaan Tata Guna Lahan dan mengetahui tata guna lahan Kota Wedi, Klaten.
Ruang Lingkup 1.
Ruang Lingkup Spasial Kota Wedi terletak di Bagian selatan Kabupaten Klaten. Letak Astronomisnya berada di 7 LS dan 110 BT dengan luas 726 Ha dan jumlah penduduk 23.220 jiwa serta mencakup 6 desa/kelurahan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Utara
: Kecamatan Jogonalan
Barat
: Kecamatan Gantiwarno
Timur
: Kecamatan Klaten Selatan
Selatan
: Desa Tanjungan
3
2.
Ruang Lingkup Temporal Perencanaan tata guna lahan pada Kota Wedi ini dilakukan 20 tahun mendatang yaitu dari tahun 2020 sampai tahun 2040
3.
Ruang Lingkup Substansial Lingkup substansial yang akan dilakukan adalah perencanaan guna lahan Kota Wedi yang mencakup : ●
Konsep perencanaan yang diterapkan
●
Proyeksi serta perencanaan guna lahan selama 20 tahun mendatang (tahun 2020 – 2040)
4
Gambaran Umum Kota Wedi Terletak di dalam wilayah administratif Kecamatan Wedi dengan letak astronomis 7.44째- 7.46째 Lintang Selatan dan 110.34째-110.36째 Bujur Timur. Kota Wedi berbatasan dengan Kecamatan Jogonalan di sebelah Utara, Desa Tanjungan di Sebelah Selatan, Kecamatan Klaten Selatan di sebelah timur, dan Kecamatan Gantiwarno di sebelah barat. Kota Wedi terdiri dari 6 desa yakni Desa Kalitengah, Desa Gadungan, Desa Pandes, Desa Canan, Desa Birit, dan Desa Sukorejo. Dengan luas keseluruhan Kota Wedi adalah 726 Ha.
Kota Wedi pada bagian utara atau Desa Kalitengah utara dan Desa Pandes memiliki kepadatan bangunan yang lebih tinggi dibanding bagian selatan. Pada bagian barat Kota Wedi atau Desa Canan dan Desa Kalitengah sisi selatan memiliki kepadatan bangunan yang sangat rendah dan didominasi oleh lahan pertanian. Guna lahan di Kota Wedi didominasi oleh lahan pertanian dengan persentase mencapai 61% dari keseluruhan lahan di Kota Wedi atau seluas 442.86 Ha, kemudian permukiman sebesar 25% atau seluas 181.5 Ha, serta sisanya berupa area komersial, pendidikan, instansi, dan lain-lain.
6
8
Konsep Agropolitan Menurut John Friedman, pendekatan agropolitan sebagai salah satu konsep perencanaan kota memiliki tujuan untuk dapat menjaga kawasan perdesaan tetap sebagai daerah penyangga bagi perkotaan dengan cara menerapkan sektor pertanian sebagai sumber utama ekonomi kota, secara singkat, agropolitan diberi istilah “kota di ladangâ€?, kota yang terbangun di daerah lahan pertanian. Sedangkan berdasarkan Undang - Undang No.26 Tahun 2007 mengenai penataan ruang, agropolitan sebagai suatu kawasan yang memiliki satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai suatu sistem produksi dan pengelolaan pertanian yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan sistem permukiman dengan agrobisnis. Agropolitan terdiri dari kota yang terfokus pada sektor pertanian dengan desa desa di sekitarnya yang menjadi sentra produksi hasil pertanian, antara daerah kota dengan desa tidak memiliki batas administrasi yang terlihat secara jelas. Namun menurut Friedman, dapat dibedakan berdasarkan skala ekonominya. Untuk dapat mengidentiďŹ kasi kawasan agropolitan, dapat dilihat cirinya sebagai berikut: 1.
Populasi penduduk banyak bekerja di sektor pertanian Dalam menciptakan kota agropolitan jumlah penduduknya mencapai 50.000 hingga 100.000 dan mayoritas bekerja di sektor pertanian, hal ini berkaitan dengan pendapatan terbanyak bersumber dari agribisnis.
2.
Aktivitas terbanyak di sektor pertanian Dalam kawasan agropolitan akan terlihat banyak kegiatan bertani atau agribisnis. Contohnya berupa produksi pertanian dengan jumlah yang massive, industri pengolahan hasil tani, kegiatan perdagangan hasil tani, hingga agrowisata beserta jasa pelayanan.
3.
Hubungan kota dengan area hinterland Kawasan agropolitan dengan hinterland—area di luar delineasi—akan memiliki hubungan timbal balik yang harmonis. Kawasan pertanian yang ada di desa - desa sebagai sumber utama produksi untuk pengolahan, sedangkan untuk
10
desa - desa sebagai sumber utama produksi untuk pengolahan, sedangkan untuk proses pemasaran dalam perdagangan hasil produksi akan dibantu oleh kota disertai dengan bantuan di bidang fasilitas, infrastruktur, dan juga informasi.
4.
Devolusi Kekuasaan Kepada Pemerintah Lokal Sistem pemerintahan yang mengatur seluruh kebutuhan maupun aktivitas kota dilimpahkan kepada pemerintah lokal. Dengan ini kantor desa maupun organisasi lainnya seperti kelompok tani yang ada di kota tersebut akan memiliki wewenang untuk mengatur sepenuhnya aktivitas pertanian di setiap desa sebagai penggerak siklus ekonomi.
Pembangunan yang menggunakan pendekatan agropolitan, akan mengarahkan perkembangan desa yang menekankan pada perkembangan perkotaan pada tingkat lokal pedesaan (Friedman dan Douglass, 1974). Model pembangunannya nanti akan menghasilkan suatu kota yang terdesentralisasi, kualitas infrastruktur perkotaan yang dapat ditemukan di area pedesaan sehingga tercapainya urbanisasi yang positif, berkurangnya migrasi penduduk massal, dan pemberdayaan masyarakat pedesaan. Kawasan Agropolitan dapat dibedakan menjadi beberapa zona sebagai berikut: 1.
Lahan pertanian Sentra produksi dan aktivitas pertanian terbesar pada area kota, dengan cakupan aktivitasnya berupa budidaya, pembenihan, hingga proses pengolahan.
2.
Kawasan permukiman Lahan permukiman bagi petani dan seluruh penduduk kota agropolitan.
3.
Kawasan distribusi dan pelayanan umum Secara umum di kota dapat dikatakan sebagai area perdagangan dan jasa atau area komersial. Ditemukan banyaknya pasar, pertokoan, fasilitas perbankan dan koperasi sebagai penunjang aktivitas perdagangan, serta fasilitas umum lainnya.
4.
Kawasan industri pengolahan Industri atau gudang pengolahan hasil produksi pertanian yang selanjutnya akan diproses untuk didistribusikan ke pasar.
11
Gambar 4.1 Struktur Ruang Agropolitan
Sumber: Departemen Pertanian, 2002.
Kriteria agropolitan terdapat faktor limitasi dan juga faktor pendukung. Faktor limitasi berupa area rawan bencana, kawasan budidaya, serta kawasan lindung. Faktor pendukung berupa jaringan jalan, lokasi yang dekat dengan kawasan komersial seperti pasar, lokasi yang dekat dengan permukiman. Kawasan pertanian lebih baik terbangun dekat dengan kawasan permukiman karena lebih mudah dijangkau oleh para petani desa, ketika lokasinya dekat dengan pasar maka hal ini juga mendukung efektivitas distribusi hasil panen, tentunya hal ini berkaitan dengan kualitas jaringan jalan baik untuk memudahkan aksesibilitas. Penulis memilih pendekatan agropolitan sebagai konsep rencana Kota Wedi untuk proyeksi ke depan karena kondisi eksisting yang mendukung arah perkembangan kota menuju agropolitan. Pertimbangan jelasnya adalah sebagai berikut:
12
1.
Luas lahan pertanian Kota Wedi Kota Wedi memiliki luas wilayah seluas 726 Ha yang terdiri dari 6 desa. Luas lahan pertanian di Kota Wedi mencapai 61% dari luas wilayah total, dengan luas lahan sawah produktif mencapai 95% dari total luas lahan pertanian. Kriteria ini tentunya mendukung perkembangan Kota Wedi menuju agropolitan.
2.
Jumlah penduduk pada sektor pertanian Jumlah penduduk di Kota Wedi pada tahun 2019 mencapai 22.174 jiwa dengan banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 30%, sektor pertanian merupakan sektor pekerjaan terbesar ke dua di Kota Wedi setelah sektor perdagangan.
3.
Sektor pertanian sebagai potensi kota Sektor pertanian merupakan salah satu potensi Kota Wedi, ketika potensi pertanian ini tidak terus dikembangkan dan didukung aktivitasnya maka pertumbuhan ekonomi di Kota Wedi dapat hancur karena sumber ekonomi Kota Wedi yang eksisting sangat didukung oleh aktivitas pertanian di seluruh desa. Ketika potensi pertanian ini tidak terus dijaga maka perkembangan Kota Wedi kedepannya dapat menyebabkan banyaknya penduduk yang kehilangan pekerjaan, Kota Wedi bisa collapse karena ekonomi kotanya didukung sektor pertanian.
4.
Kawasan peruntukan pertanian Sesuai dengan Pasal 32 pada Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2011 mengenai RTRW Kabupaten Klaten tahun 2011-2031, Kota Wedi termasuk ke dalam kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Klaten. Kawasan pertanian pangan di Kota Wedi ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LPPB), selain difokuskan pada pertanian padi, lahan yang ada juga ditetapkan sebagai kawasan peruntukkan perkebunan khususnya untuk komoditas tembakau. Maka dari itu, untuk menyesuaikan dengan regulasi yang ada, penulis melakukan rencana guna lahan di Kota Wedi dengan menggunakan pendekatan agropolitan.
13
Analisis Eksisting 1.
Analisis Pemanfaatan Lahan Peta 5.1 Peta Persentase Pola Ruang Kota Wedi
Sumber: Analisis Penulis, 2020
Berdasarkan peta pola ruang di atas, dapat diketahui jenis penggunaan ruang yang ada di Kota Wedi. Secara garis besar, pola ruang dapat dibagi menjadi fungsi lindung dan fungsi budidaya. Fungsi lindung di Kota Wedi berupa sempadan sungai sebesar 50 meter dari tepi sungai. Sedangkan kawasan budidaya terlihat mendominasi Kota Wedi. Guna lahan yang paling mendominasi adalah pertanian sebesar 61% atau seluas 442,86 ha, kemudian permukiman sebesar 25% atau seluas 181,5 ha, serta sisanya berupa area komersial, pendidikan, instansi, dan lain-lain. Berdasarkan peta pola ruang diketahui bahwa pada kawasan pusat Kota Wedi penggunaan ruang didominasi oleh area komersial pada layer pertama dari jalan raya, serta layer kedua dan seterusnya berupa kawasan permukiman. 2.
Analisis Intensitas Pemanfaatan Ruang KoeďŹ sien Dasar Bangunan Peta 5.2 Peta KoeďŹ sien Dasar Bangunan
15
Sumber: Analisis Penulis, 2020
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang ada di Kota Wedi terbagi menjadi 5 kelas, yaitu 0-10%, 11-30%, 31-60%, 61-80% dan 81-100%, dimana warna yang semakin gelap menunjukan semakin tinggi koefisien dasar bangunannya. Berdasarkan peta KDB, blok yang memiliki KDB tinggi dominan berada di bagian pusat kota yang berada di sisi utara. Dengan dominasi perkerasan berupa beton dan aspal membuat Koefisien Dasar Bangunan di area pusat kota cenderung tinggi. Area dengan KDB sedang yaitu 30-80% umumnya merupakan area pemukiman pedesaan yang masih alami. Area dengan KDB sedang ini sebagian besar berada di dekat area pertanian. Dan area dengan KDB rendah yaitu 0-30% berupa lahan pertanian, lapangan, tegalan, dan kebun. Koefisien Lantai Bangunan Peta 5.3 Peta Koefisien Lantai Bangunan
Sumber: Analisis Penulis, 2020
16
KLB merupakan indikator untuk mengukur kualitas bangunan karena menunjukkan hubungan antara tinggi bangunan dengan pencahayaan dan konsumsi air. Besaran angka KLB di Kota Wedi diklasifikasikan dalam empat kelas, yaitu 0-0.3; 0.3-0.5; 0.5-0.7; dan 0.7-1.5. Secara umum jumlah lantai bangunan di Kota Wedi masih satu lantai. Hal ini dikarenakan ketersediaan lahan yang belum terbangun masih sangat luas serta diperkuat dengan klasifikasi tingkat kota yang masih tergolong kota kecil dengan jumlah penduduk sebesar 22.174 jiwa pada tahun 2019. Kota Wedi didominasi oleh bangunan dengan koefisien lantai bangunan 0.3 – 0.5. Nilai koefisien lantai bangunan terendah merupakan lahan pertanian dengan nilai kurang dari 0.3. Sedangkan koefisien lantai bangunan tertinggi berada pada area perkotaan Kota Wedi di sisi utara. Koefisien Dasar Hijau Peta 5. 4 Koefisien Dasar Hijau
Sumber: Analisis Penulis, 2020
Koefisien Daerah Hijau (KDH) merupakan perbandingan antara lahan terbuka yang diperuntukan untuk penghijauan dengan luas tanah yang dikuasai. Semakin tinggi angka KDB atau KLB maka angka KDH akan semakin rendah. Koefisien Dasar Hijau Kota Wedi terbagi kedalam lima kelas yaitu <5%; 5.1% 10%; 10.1% - 20%; 20.1% - 35%; dan > 35%. KDH di Kota Wedi sebagian besar berada pada persentase 20% ke atas. Hal ini disebabkan area Kota Wedi masih tergolong alami dengan dominasi lahan pertanian sebesar 61%. Area dengan
17
persentase tergolong rendah dominan berada di pusat kota, hal ini juga berhubungan dengan KDB pusat kota yang terhitung tinggi. 3.
Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk menentukan lahan yang termasuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada kawasan lindung tidak diperbolehkan membangun bangunan apapun. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 dibutuhkan tiga kriteria untuk menentukan kesesuaian lahan, yaitu kelerengan, jenis tanah, dan curah hujan. Selain itu, juga terdapat ketentuan ketentuan yang menyatakan kawasan tertentu sebagai kawasan lindung, salah satunya adalah sempadan sungai. Kriteria-kriteria tersebut nantinya akan di-overlay sehingga menghasilkan peta kesesuaian lahan.
18
4.
Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Analisis Daya Tampung Analisis daya tampung dilakukan untuk mengetahui dan mengontrol pertumbuhan penduduk dan kapasitasnya agar tetap seimbang. Menurut SNI 03-1733-2004, setiap orang dewasa membutuhkan ruang seluas 9,6 m². Perhitungan daya tampung Kota Wedi yaitu sebagai berikut.
Berdasarkan hasil hitung di atas, jumlah penduduk yang bisa ditampung oleh Kota Wedi adalah 756.250 jiwa. Dengan mempertimbangkan luas RTH dan area sempadan sungai. Didapatkan luas area yang bisa dibangun adalah sebesar 4.926.002 m2. Sehingga perhitungan daya tampung Kota Wedi menjadi sebagai berikut.
19
Berdasarkan perhitungan di atas, Kota Wedi dapat menampung penduduk sebesar 516.875 jiwa. Sehingga dapat disimpulkan Kota wedi masih sangat mencukupi untuk proyeksi kebutuhan lahan pada tahun 2040. Proyeksi penduduk pada tahun 2040 adalah 48.999 jiwa. Angka ini masih sangat jauh dari daya tampung maksimal Kota Wedi. Analisis Daya Dukung Agar kebutuhan dan aktivitas kehidupan tetap optimal, pelestarian daya dukung perlu dilakukan. Pelestarian daya dukung lingkungan adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan. Penentuan daya dukung lingkungan dilakukan dengan menganalisis ketersediaan atau kapasitas sumber daya alam terhadap kebutuhan penggunaan manusia dalam menggunakan ruang. Keadaan dan karakteristik lokasi akan mempengaruhi sumber daya yang ada di wilayah tersebut. Perbedaan setiap lokasi menjadikan penentuan pemanfaatan ruang yang berbeda. Kota Wedi memiliki beberapa sumber daya alam yang dapat dianalisis sebagai daya dukung lingkungan, diantaranya sebagai berikut. a.
Analisis Daya Dukung Air Analisis daya dukung air untuk mengetahui kemampuan Kota Wedi dalam
memenuhi kebutuhan air per harinya bagi setiap penduduknya. Berdasarkan Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya PU, Kota Wedi tergolong ke dalam
kategori kota kecil yang membutuhkan air sebanyak 120 liter/orang/ hari. Berdasarkan hal itu, maka terhitung kebutuhan air Kota Wedi adalah 2.753.400 liter/orang/hari. Berdasarkan data dari PDAM Kota Wedi, jumlah distribusi air oleh PDAM sebesar 1.555.200 liter/hari atau memenuhi 56% dari kebutuhan air Kota Wedi. Masyarakat yang tidak menggunakan pelayanan air perpipaan dari PDAM menggunakan air tanah pribadi sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari nya.
20
b.
Analisis Daya Dukung Lahan Nilai daya dukung lahan adalah besaran kapasitas yang mampu disediakan
oleh lahan untuk setiap konsumsi lahan per jiwa. Analisis daya dukung lahan Kota Wedi menggunakan perbandingan dari luas area terbangun Kota Wedi dengan Standar Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan untuk Rumah Sederhana Sehat yang berpedoman pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 403/Kpts/M/2002.
Kota Wedi memiliki luas lahan terbangun sebesar 2.867.000 m2 dengan jumlah penduduk 22.945 jiwa. Berdasarkan hasil perhitungan diatas, didapatkan bahwa daya dukung lahan Kota Wedi sebesar 318.555 jiwa sehingga masih bisa memenuhi kebutuhan lahan permukiman hingga tahun 2040.
21
Analisis Proyeksi Penduduk Proyeksi penduduk merupakan analisis perhitungan perkiraan jumlah penduduk di masa yang akan datang berdasarkan kepada asumsi-asumsi yang telah ditentukan. Proyeksi penduduk Kota Wedi dilakukan dengan metode Geometrik dengan asumsi bahwa pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun meningkat mengikuti tren data yang telah ditentukan. Tren data pertumbuhan yang ditentukan didapatkan dari rata-rata laju pertumbuhan pada 5 tahun terakhir. Dapat dilihat pada tabel dibawah, jumlah penduduk Kota Wedi hanya akan mengalami peningkatan yang cukup rendah hingga 20 tahun mendatang.karena memiliki laju yang kecil.
Proyeksi penduduk Kota Wedi cenderung monoton dengan laju yang rendah. Jumlah penduduk Kota Wedi pada tahun 2019 sebesar 22.174 jiwa. Desa yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi berada di Desa Kalitengah dengan laju pertumbuhan sebesar 5.3%. Sedangkan Desa Gadungan memiliki laju pertumbuhan terendah diantara kelima desa lainnya dengan laju pertumbuhan minus.
22
Hal ini sesuai dengan data kepadatan penduduk Kota Wedi menurut desa dimana Desa Kalitengah sebagai desa terpadat sedangkan Desa Gadungan memiliki kepadatan yang sangat rendah. Perhitungan dalam graďŹ k menggunakan metode geometri untuk mengetahui proyeksi penduduk maksimal Kota Wedi di antara kedua metode lainnya. Menggunakan metode geometri dan rasio pertumbuhan 3.2%, diproyeksikan pada tahun 2040 jumlah penduduk Kota Wedi mencapai 48999 jiwa.
23
Analisis Kebutuhan Lahan 1.
Analisis Kebutuhan Lahan Permukiman Analisis perhitungan kebutuhan lahan permukiman ini kami mengacu pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Berdasarkan standar tersebut diasumsikan bahwa 1 rumah terdiri dari 5 orang dengan kebutuhan lahan per satu rumah adalah 100 m2 Kebutuhan Lahan Permukiman tahun 2020 - Jumlah penduduk
: 22.174 jiwa
- Asumsi orang per KK
: 5 orang
- Jumlah rumah
: 4.435 unit
- Kebutuhan lahan permukiman
: 44.350 m2
- Lahan permukiman eksisting
: 262.700 m2
Berdasarkan jumlah kebutuhan lahan dan jumlah lahan permukiman eksisting pada tahun 2020. Hal ini berkaitan dengan sebagian besar masyarakat Kota Wedi yang bekerja sebagai petani dan pedagang sehingga memiliki pendapatan rendah. Kebutuhan Lahan Permukiman tahun 2040 - Jumlah penduduk proyeksi
: 48.999 jiwa
- Asumsi orang per KK
: 5 orang
- Jumlah rumah proyeksi
: 9.800 unit
- Kebutuhan lahan permukiman
: 98.000 m2
Kebutuhan lahan permukiman Kota Wedi pada tahun 2040, dengan jumlah penduduk yang diproyeksikan mencapai 48.999 jiwa, maka lahan yang dibutuhkan untuk permukiman seluas 98.000 m2. Jika dilihat dari luas lahan yang tersedia atau belum terbangun seluas 2.033.502 m2, maka Kota Wedi masih dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan lahan pemukiman hingga pada tahun 2040.
24
Analisis Kebutuhan Lahan 2.
Analisis Kebutuhan Lahan Perdagangan dan Jasa
Berdasarkan perhitungan tabel 5.3, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan lahan sarana perdagangan di Kota Wedi pada tahun 2020 adalah nol atau kebutuhan akan fasilitas perdagangan dan jasa saat ini sudah terpenuhi .
25
Proyeksi penduduk pada tahun 2040 sebesar 48.999 jiwa membuat beberapa sarana perdagangan dan jasa sudah mulai tidak memenuhi standar. Sarana perdagangan dan jasa yang membutuhkan lahan tambahan adalah pasar dan pasar hewan yang hanya menampung sebesar 30.000 jiwa. Hal ini dinilai kurang memenuhi SNI 03-1733-2004 karena proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2040. Akan tetapi perluasan lahan pasar atau pasar hewan massif cukup tentatif karena jumlah penduduk pendukung belum terlalu berlebih atau kebutuhannya tidak terlalu besar. 3.
Analisis Kebutuhan Lahan Sarana Pendidikan
Berdasarkan perhitungan pada tabel 3.17, sarana pendidikan di Kota Wedi pada tahun 2020 masih belum mencukupi standar yang ada. Menurut jumlah penduduk usia sekolah yang ada di Kota Wedi, pada fasilitas TK dan SMA perlu dilakukan penambahan unit agar seluruh masyarakat dapat merasakan
26
pelayanan pendidikan secara merata. Jumlah TK yang perlu ditambah sebanyak 7 unit sedangkan penambahan SMA perlu sebanyak 2 unit. Total lahan yang dibutuhkan untuk menambah sarana pendidikan ini yaitu sebesar 28. 500 m².
Berdasarkan tabel proyeksi di atas, terhitung bahwa beberapa fasilitas pendidikan di Kota Wedi masih belum memenuhi kebutuhan penduduknya pada tahun eksisting, yaitu TK dan SMA. Sama seperti pada tahun 2020, jumlah TK dan SMA belum dapat melayani semua masyarakat usia sekolah. Hal ini juga memiliki implikasi pada kurangnya fasilitas pada tahun proyeksi 2040. Berdasarkan tabel 3.18 luas lahan total yang dibutuhkan dalam kebutuhan tambahan fasilitas pendidikan yaitu 407.000 m².
27
4.
Analisis Kebutuhan Lahan Perdagangan dan Jasa
Berdasarkan data diatas, sebagian besar fasilitas kesehatan di Kota Wedi sudah mencukupi kebutuhan penduduk pada tahun 2020. Terdapat fasilitas posyandu yang jumlahnya belum mencukupi sesuai dengan standar pelayanan jumlah penduduk yang ada sehingga total jumlah layanan yang dibutuhkan adalah 11 buah dengan luas lahan total sebesar 660 m².
28
Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2040, terdapat fasilitas kesehatan yang mengalami kekurangan jumlah sehingga perlu direncanakan penambahan jumlahnya. Fasilitas kesehatan yang memerlukan penambahan jumlah yaitu posyandu dan praktek dokter. Fasilitas posyandu membutuhkan 32 unit tambahan dengan kebutuhan luas lahan sebesar 1.920 m², sedangkan fasilitas praktek dokter membutuhkan penambahan sebesar 5 unit dengan kebutuhan luas lahan sebesar 900 m². Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan fasilitas kesehatan di Kota Wedi masih dapat memenuhi kebutuhan penduduknya hingga tahun 2040 melalui klinik, puskesmas, dan apotek.
5.
Analisis Kebutuhan Lahan Ruang Terbuka Publik
Berdasarkan fasilitas ruang terbuka publik yang ada,terdapat dua jenis ruang terbuka publik yang memiliki jumlah cukup sedikit sehingga membutuhkan penambahan jumlah layanan yang cukup banyak, fasilitas tersebut adalah tempat bermain dan taman. Tempat bermain disini diartikan sebagai lahan terbuka, (taman, lahan kosong, dsb) yang dikhususkan untuk tempat bermain anak-anak yang letaknya di tengah neighborhood. Sedangkan taman adalah ruang terbuka hijau yang terletak di dalam community center.
29
Berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2040, terjadi penambahan kebutuhan jumlah layanan yang cukup besar dengan jenis sarana yang sama seperti pada tahun 2020, yaitu tempat bermain dan taman. Sedangkan untuk fasilitas lapangan masih sangat mencukupi kebutuhan hingga tahun 2040.
30
Faktor Limitasi Faktor Limitasi merupakan faktor mutlak yang tidak diperkenankan untuk kegiatan tertentu. Faktor limitasi merupakan aspek penting dalam perencanaan guna lahan, hal ini berkaitan dengan potensi suatu kawasan kepada ancaman bahaya baik bagi masyarakat maupun kepada lingkungan itu sendiri. 1.
Kawasan Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam penggunaan lahan. Pengembangan suatu lahan untuk kepentingan tertentu tidak boleh berada di kawasan rawan bencana hal ini berkaitan dengan keselamatan masyarakat yang beraktivitas di area tersebut. Secara administratif Kota Wedi masuk dalam Kabupaten Klaten yang merupakan salah satu wilayah rawan bencana erupsi Gunung Merapi. Kawasan yang memiliki potensi terhadap bencana di Kota Wedi hanya berada di area sempadan Kali Wedi yang rawan terhadap banjir ketika musim hujan. Namun bila dilihat dari kelerengan dan topograďŹ yang datar dan homogen, Kota Wedi tidak berpotensi mengalami bencana banjir bahkan. Berdasarkan proďŹ l desa maupun wawancara dengan penduduk setempat didapati bahwa Kota Wedi merupakan kota yang aman dari bencana. Terbukti dari tahun 2016 hingga 2020 tidak terdapat bencana yang terjadi di kota wedi, sehingga Kota Wedi dapat dikatakan aman sebagai tempat beraktivitas bagi masyarakat.
31
2.
Kawasan Lindung
Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung dapat berupa kawasan yang melindungi kawasan lain di bawahnya, seperti cagar alam, hutan kota, dan kawasan sempadan baik sungai maupun pantai, Maka dari itu dalam pengembangan permukiman tidak diperbolehkan berada di kawasan lindung karena bisa membahayakan bagi penduduk setempat maupun sekitarnya. Kawasan lindung Kota Wedi berada di area sempadan sungai. Pada area sempadan sungai sebaiknya tidak boleh ada bangunan guna kelestarian sungai dan menjaga aliran air sungai agar tetap lancar.
32
Pemanfaatan Pola Ruang Eksisting Ditinjau dari peta pola ruang eksisting, lahan yang ada di Kota Wedi didominasi oleh pemukiman dan persawahan. Kota Wedi juga dilintasi oleh sebuah sungai yaitu Kali Ujung. Sementara itu pada area sekitar Kali Ujung tidak ditemukan bangunan melebihi batas sempadan. Bangunan yang ada terletak 5-15 meter dari badan sungai. Guna lahan pada area sekitar sungai pun bermacam-macam mulai dari sawah, pemukiman, hingga komersil. Selain itu, Kota Wedi juga dilalui oleh tiga jalan kolektor yang bertemu di pusat kotanya. Pertemuan ketiga jalan ini menimbulkan adanya aglomerasi beberapa pola ruang seperti kesehatan, pendidikan, instansi, serta perdagangan dan jasa dalam satu area yang sama. Persebaran pola ruang di Kota Wedi dipengaruhi oleh adanya jalan-jalan kolektor sehingga persebaran pola ruangnya pun tidak jauh dari letak jalan-jalan kolektor tersebut.
34
Indikator Kriteria Guna Lahan Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Permukiman
35
36
Kriteria Kesesuaian Lahan Kesehatan
37
38
Kriteria Kesesuaian Lahan Pendidikan SMP
39
40
Kriteria Kesesuaian Lahan Pendidikan SMP
41
42
Kriteria Kesesuaian Lahan Industri
43
44
Kriteria Kesesuaian Lahan Perdagangan dan Jasa
45
46
47
Rencana Pemanfaatan Lahan untuk Permukiman
Kesesuaian pemanfaatan lahan untuk permukiman menggunakan pertimbangan dengan beberapa kriteria spasial yaitu kriteria pendukung dan kriteria pembatas. Masing-masing dari kriteria tersebut memiliki bobot tersendiri sesuai dengan urgensinya, berikut kriteria beserta bobotnya : Kriteria Pendukung 1.
Kelerengan (20%) Kelerengan memiliki bobot paling besar untuk kriteria pendukung, hal ini karena kelerengan berkaitan erat dengan keselamatan jiwa dari individu yang tinggal di pemukiman tersebut. kelerengan lahan tidak boleh terlalu curam karena berpotensi untuk terjadi longsor namun juga tidak boleh terlalu landai karena akan mempersulit aliran drainase dan air limbah.
2.
Jarak dengan pelayanan umum (10%) Kedekatan dan kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan umum seperti kantor kecamatan, polsek dan layanan perkantoran patut dijadikan pertimbangan karena berkaitan tentang pemenuhan kebutuhan masyarakat.
49
1.
Jarak dengan fasilitas kesehatan (10%) Urgensi kriteria ini adalah agar masyarakat memiliki kemudahan akses terhadap fasilitas kesehatan. Hal ini akan sangat diperlukan apabila masyarakat menemui kondisi darurat.
2.
Pendidikan (10%) Suatu permukiman lebih baik memiliki kedekatan dan kemudahan akses dengan fasilitas pendidikan. Hal ini berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia pada permukiman tersebut dengan memiliki kedekatan dengan fasilitas pendidikan diharapkan dapat menjamin kebutuhan masyarakat.
3.
Ruang terbuka hijau publik (10%) Keberadaan ruang terbuka hijau diperlukan untuk area penyerapan air hujan sehingga menurunkan resiko terjadi banjir. selain itu keberadaan ruang terbuka hijau juga sebagai fasilitas rekreasi bagi masyarakat untuk dapat beraktivitas secara bebas.
Kriteria pembatas atau limitasinya yakni 1.
Daerah Rawan Bencana (20%) Daerah rawan bencana memiliki bobot yang tinggi dikarenakan daerah rawan bencana memiliki risiko tinggi untuk membahayakan individu yang tinggal disana.
2.
Kawasan lindung (20%) Yang termasuk ke dalam kawasan lindung diantaranya, hutan kota, sempadan sungai, atau sempadan pantai, cagar alam, cagar budaya, serta kawasan yang rentan terhadap bencana alam. Kriteria limitasi berupa kawasan lindung ini berkaitan dengan pelestarian ekosistem. permukiman yang ada diharapkan tidak merusak ekosistem yang merupakan habitat dari ďŹ&#x201A;ora dan fauna. Dari overlay setiap kriteria yang ada didapatkan lahan yang sesuai untuk
dibangun permukiman ditunjukan dengan warna biru. Lahan sawah masuk dalam lahan yang sesuai dikarenakan sawah sendiri boleh untuk alih fungsi dengan mengikuti batasan-batasan yang ada. Lahan yang sesuai untuk permukiman di Kota Wedi kurang lebih 80% dari keseluruhan luas lahan Kota Wedi dengan basis agropolitan.
50
Rencana Pemanfaatan Lahan untuk Perdagangan & Jasa
Kesesuaian pemanfaatan lahan untuk perdagangan dan jasa menggunakan pertimbangan dengan beberapa kriteria spasial yakni 3 kriteria pendukung dan 2 kriteria pembatas. Masing-masing dari kriteria tersebut memiliki bobot tersendiri sesuai dengan urgensinya, berikut kriteria beserta bobotnya : Kriteria Pendukung 1.
Jarak dengan Permukiman (20%) Kriteria jarak dengan permukiman perlu dan memiliki bobot yang juga tinggi dikarenakan pelayanan perdagangan dan jasa sejatinya ada untuk memenuhi masyarakat. Maka dari itu kriteria ini penting untuk dipertimbangkan.
2.
Jarak dengan Fasilitas penunjang perdagangan (bank, kantor polisi, dan tempat ibadah) (20%)
51
Keberadaan bank sangat diperlukan untuk fungsi perdagangan dan jasa hal ini berkaitan dengan kebutuhan perputaran uang seperti kredit dll. Keberadaan kantor polisi penting terkait keamanan masyarakat yang sedang melakukan transaksi. Tempat ibadah masuk dalam kriteria ini, dikarenakan sebagian masyarakat ada yang mengutamakan untuk berpergian di tempat yang menyediakan sarana peribadatan. 3.
Jarak dengan jalan arteri/kolektor (10%) Tidak semua fasilitas perdagangan dan jasa harus berada di jalan arteri/kolektor contohnya seperti toko kelontong yang hanya melayani masyarakat setempat. maka dari itu untuk jarak dengan jalan arteri/kolektor sebesar 10% (lebih rendah dari dua kriteria sebelumnya). Kedekatan dengan jalan arteri/kolektor memberikan kemudahan akses bagi masyarakat.
Kriteria pembatas atau limitasinya yakni 1.
Daerah Rawan Bencana (20%) Daerah rawan bencana memiliki bobot yang tinggi dikarenakan daerah rawan bencana memiliki risiko tinggi untuk membahayakan individu yang berada di area tersebut sehingga akan menurunkan minat masyarakat untuk berbelanja disana.
2.
Kawasan lindung (20%) Yang termasuk ke dalam kawasan lindung diantaranya, hutan kota, sempadan sungai, atau sempadan pantai, cagar alam, cagar budaya, serta kawasan yang rentan terhadap bencana alam. Setiap pembangunan hendaknya tidak hanya mengutamakan kepentingan manusia namun juga makhluk hidup lain. Kriteria limitasi berupa kawasan lindung ini berkaitan dengan pelestarian ekosistem. kegiatan perdagangan dan jasa yang ada diharapkan tidak merusak ekosistem yang menjadi habitat dari ďŹ&#x201A;ora dan fauna. Dari overlay setiap kriteria tersebut didapatkan 5 klasiďŹ kasi lahan yakni sangat
sesuai, sesuai, cukup sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. untuk lahan yang sangat sesuai berada di sekitaran pusat kota dibagian utara hal ini berkaitan dengan kepadatan penduduk dan tingginya tingkat aksesibilitas dan mobilitas. Hal ini sesuai dengan konsep agropolitan dimana dibutuhkan lahan strategis sebagai pusat jual-beli.
52
Rencana Pemanfaatan Lahan untuk Industri
Kesesuaian pemanfaatan lahan untuk industri didapat dengan pertimbangan beberapa kriteria spasial yakni 4 kriteria pendukung dan 2 kriteria pembatas. Masing-masing dari kriteria tersebut memiliki bobot tersendiri sesuai dengan urgensinya, berikut kriteria beserta bobotnya : Kriteria Pendukung 1.
Jarak dengan Permukiman (20%) Area industri tidak boleh terlalu dengan dengan permukiman, hal ini berkaitan dengan dampak negatif seperti polusi baik udara maupun suara dan yang terburuk adalah adanya risiko pencemaran terkait sumber air baik permukaan maupun air tanah. Namun disisi lain industri juga harus dekat dengan permukiman berkaitan dengan tenaga kerja
2.
Jarak dengan jalan arteri/kolektor (15%) Pengembangan kawasan industri dengan pemanfaatan truk kontainer yang memiliki akses utama dari dan ke pelabuhan/bandara, maka jaringan jalan arteri atau kolektor harus tersedia untuk melayani lalu lintas kegiatan industri.
53
3.
Kelerengan (15%) Kondisi topograďŹ yang baik untuk industri adalah yang memiliki kemiringan landai hal ini untuk mengurangi biaya dan memudahkan pekerjaan konstruksi karena minim untuk melakukan pematangan lahan (cut and ďŹ ll) dan dapat memanfaatkan lahan secara optimal. TopograďŹ /kemiringan tanah maksimal 15%
4.
Jangkauan kepada infrastruktur jaringan komunikasi dan tenaga listrik (10%) Suatu industri utamanya memerlukan energi terutama untuk alat-alat pengolahannya yang memerlukan energi besar maka diperlukan akses yang mudah mendapatkannya.
Kriteria pembatas atau limitasinya yakni 1.
Daerah Rawan Bencana (20%) Daerah rawan bencana memiliki bobot yang tinggi dikarenakan daerah rawan bencana memiliki risiko tinggi yang membahayakan pekerja dan secara ďŹ nansial tentunya tidak akan menguntungkan.
2.
Kawasan lindung (20%) Yang termasuk ke dalam kawasan lindung diantaranya, hutan kota, sempadan sungai, atau sempadan pantai, cagar alam, cagar budaya, serta kawasan yang rentan terhadap bencana alam. Setiap pembangunan hendaknya tidak hanya mengutamakan kepentingan manusia namun juga makhluk hidup lain. Kriteria limitasi berupa kawasan lindung ini berkaitan dengan pelestarian ekosistem. Pembangunan industri yang ada diharapkan tidak merusak ekosistem yang merupakan habitat dari ďŹ&#x201A;ora dan fauna. Dari keenam kriteria yang didapatkan hasil 4 klasiďŹ kasi lahan yakni sangat baik,
baik, buruk, dan sangat buruk sedikit lahan yang memiliki predikat sangat baik kurang dari 10% dari keseluruhan lahan Kota Wedi karena industri memiliki eksternalitas negatif yang dapat merugikan masyarakat sekitar. Namun bila dilihat dari peta, mayoritas lahan memiliki predikat baik hal ini sejalan dengan konsep agropolitan yang akan dikembangkan. karena agropolitan memerlukan dukungan industri untuk pengolahan pertanian.
54
Rencana Pemanfaatan Lahan untuk Pendidikan SMP
Kesesuaian pemanfaatan lahan untuk pendidikan SMP didapat dengan pertimbangan beberapa kriteria spasial yakni 4 kriteria pendukung dan 2 kriteria pembatas. Masing-masing dari kriteria tersebut memiliki bobot tersendiri sesuai dengan urgensinya, berikut kriteria beserta bobotnya : Kriteria Pendukung 1.
Jarak dengan Permukiman (15%) fasilitas pendidikan hendaknya memiliki kedekatan dengan permukiman karena fasilitas pendidikan memberikan pelayanan atau memenuhi kebutuhan dari masyarakat.
2.
Dekat dengan community center (15%) fasilitas pendidikan hendaknya dekat dengan community center atau pusat-pusat permukiman agar memudahkan masyarakat untuk menjangkaunya.
55
1.
Jauh dari jalan kolektor (15%) Jauh disini dalam artian fasilitas SMP tidak berada di jalan kolektor, hal ini berkaitan dengan tingkat bahaya apabila terdapat anak sekolah yang bermain-main di jalan dan juga berkaitan dengan tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh kendaraan yang berlalu lalang.
2.
Jauh dari pusat perdagangan (10%) Pusat perdagangan memiliki kegiatan yang dapat mendistraksi seperti kendaraan yang melintas kemudian keramaian kerumunan yang dapat berdampak negatif (mengganggu) terhadap kegiatan belajar mengajar. Kriteria pembatas atau limitasinya yakni
1.
Daerah Rawan Bencana (25%) Daerah rawan bencana memiliki bobot yang tinggi dikarenakan daerah rawan bencana memiliki risiko tinggi untuk membahayakan pelajar maupun tenaga pendidik dan secara ďŹ nansial tentunya tidak akan menguntungkan.
2.
Kawasan lindung (20%) Yang termasuk ke dalam kawasan lindung diantaranya, hutan kota, sempadan sungai, atau sempadan pantai, cagar alam, cagar budaya, serta kawasan yang rentan terhadap bencana alam. Setiap pembangunan hendaknya tidak hanya mengutamakan kepentingan manusia namun juga makhluk hidup lain. Kriteria limitasi berupa kawasan lindung ini berkaitan dengan pelestarian ekosistem. Pembangunan industri yang ada diharapkan tidak merusak ekosistem yang merupakan habitat dari ďŹ&#x201A;ora dan fauna. Dari keenam kriteria yang ada didapatkan 4 klasiďŹ kasi lahan yakni sangat sesuai,
cukup sesuai, kurang sesuai, dan sangat tidak sesuai. Fungsi pendidikan diperlukan untuk mendukung konsep agropolitan, hal ini berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia karena untuk menjadi agropolitan juga dibutuhkan tenaga kerja yang cakap. Selain itu fungsi pendidikan ini dapat lebih optimal bila generasi muda sedari awal telah dikenalkan dengan pertanian yang menjadi potensi kotanya maka tidak ada salahnya apabila fungsi pendidikan berada di dekat lahan pertanian.
56
Rencana Pemanfaatan Lahan untuk Pendidikan SMA
Kesesuaian pemanfaatan lahan untuk pendidikan SMA didapat dengan pertimbangan beberapa kriteria spasial yakni 3 kriteria pendukung dan 2 kriteria pembatas. Masing-masing dari kriteria tersebut memiliki bobot tersendiri sesuai dengan urgensinya, berikut kriteria beserta bobotnya :
1.
Jarak dengan Permukiman (20%) Fasilitas pendidikan hendaknya memiliki kedekatan dengan permukiman karena fasilitas pendidikan memberikan pelayanan atau memenuhi kebutuhan dari masyarakat.
2.
Jauh dari Pusat Perdagangan (10%) Pusat perdagangan memiliki kegiatan yang dapat mendistraksi seperti kendaraan yang melintas kemudian keramaian kerumunan yang dapat berdampak negatif terhadap kegiatan belajar mengajar.
57
3.
Dekat dengan Jalan Kolektor (20%) Kelompok usia SMA telah memiliki legalitas untuk mendapatkan surat izin mengemudi sehingga lebih efektif apabila dekat dengan jalan kolektor. Hal ini juga didukung dengan jangkauan SMA yang luas sehingga apabila letaknya dekat dengan jalan kolektor maka akan meningkatkan aksesibilitas.
Kriteria pembatas atau limitasinya yakni 1.
Daerah Rawan Bencana (25%) Daerah rawan bencana memiliki bobot yang tinggi dikarenakan daerah rawan bencana memiliki risiko tinggi untuk membahayakan pekerja dan secara ďŹ nansial tentunya tidak akan menguntungkan.
2.
Kawasan lindung (25%) Yang termasuk ke dalam kawasan lindung diantaranya, hutan kota, sempadan sungai, atau sempadan pantai, cagar alam, cagar budaya, serta kawasan yang rentan terhadap bencana alam. Setiap pembangunan hendaknya tidak hanya mengutamakan kepentingan manusia namun juga makhluk hidup lain. Kriteria limitasi berupa kawasan lindung ini berkaitan dengan pelestarian ekosistem. Pembangunan industri yang ada diharapkan tidak merusak ekosistem yang merupakan habitat dari ďŹ&#x201A;ora dan fauna. Dari kelima kriteria yang ada didapatkan 4 kriteria lahan yakni sangat sesuai,
cukup sesuai, kurang sesuai, dan sangat tidak sesuai. Fungsi pendidikan diperlukan untuk mendukung konsep agropolitan, hal ini berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia karena untuk menjadi agropolitan juga dibutuhkan tenaga kerja yang cakap. Selain itu fungsi pendidikan ini dapat lebih optimal bila generasi muda sedari awal telah dikenalkan dengan pertanian yang menjadi potensi kotanya maka tidak ada salahnya apabila fungsi pendidikan berada di dekat lahan pertanian.
58
Rencana Pemanfaatan Lahan untuk Kesehatan
1.
Jarak dengan kawasan permukiman (15%) Fasilitas kesehatan adalah salah satu layanan sosial yang harus terpenuhi pada suatu permukiman, oleh karenanya kedekatan fasilitas kesehatan dengan permukiman akan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat.
2.
Jarak dengan jalan arteri/kolektor (10%) Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah yang memiliki jangkauan luas atau regional sehingga memberikan pelayanan kepada masyarakat luas juga maka kemudahan akses adalah hal yang penting. selain itu jalan kolektor memiliki hambatan (polisi tidur) yang dibatasi sehingga akan lebih aman untuk membawa pasien
3.
Kelerengan Kondisi topograďŹ yang baik untuk fasilitas kesehatan adalah yang memiliki kemiringan landai hal ini untuk mengurangi biaya dan memudahkan pekerjaan konstruksi karena minim untuk melakukan pematangan lahan (cut and ďŹ ll) dan dapat memanfaatkan lahan secara
59
optimal. selain itu hal ini berkaitan dengan kekokohan bangunan dan keselamatan jiwa individu yang berada dalam bangunan. 4.
Jarak dengan community center Fasilitas kesehatan merupakan pelayanan sosial yang sangat penting karena bisa berhubungan dengan nyawa. Maka fasilitas kesehatan lebih baik apabila dekat dengan community center karena lebih mudah dijangkau masyarakat. Kriteria pembatas atau limitasinya yakni
1.
Daerah Rawan Bencana (20%) Daerah rawan bencana memiliki bobot yang tinggi dikarenakan daerah rawan bencana memiliki risiko tinggi untuk membahayakan pasien dan tenaga kesehatan yang berada didalamnya
2.
Kawasan Budidaya (20%) Yang termasuk ke dalam kawasan budi daya di antaranya, kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan. Kriteria limitasi berupa kawasan budi daya ini berkaitan dengan pelestarian ekosistem. Pembangunan industri yang ada diharapkan tidak merusak ekosistem yang merupakan habitat dari ďŹ&#x201A;ora dan fauna.
3.
Luas lahan minimum (15%) Fasilitas kesehatan memiliki standar terkait jumlah kamar sekaligus luas tiap kamar pada tiap bangunan oleh karenanya terdapat luas lahan minimal yang harus terpenuhi agar dapat menampung pasien yang ada. Keberadaan
fasilitas
kesehatan
diperlukan
untuk
menunjang
konsep
agropolitan. karena agropolitan tidak melulu mengenai pertanian dan komersial namun juga diperlukan jaminan kesehatan bagi penduduk dan pendatang dari luar. Dari hasil overlay didapatkan enam kriteria yakni sangat sesuai, sesuai, sedang, cukup, buruk, dan sangat buruk. untuk kriteria sangat sesuai adalah lahan yang memiliki kedekatan dengan permukiman dan community center serta memiliki kemudahan akses atau dekat dengan jalan kolektor. Untuk lahan yang mendapat predikat buruk dan sangat buruk adalah kawasan yang berada di sempadan sungai.
60
Hasil Rencana Pemanfaatan Lahan 1.
Lahan Permukiman Analisis perhitungan kebutuhan lahan permukiman ini kami mengacu pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Berdasarkan standar tersebut diasumsikan bahwa 1 rumah terdiri dari 5 orang dengan kebutuhan lahan per satu rumah adalah 100 m2 i. Kebutuhan Lahan Permukiman tahun 2020 - Jumlah penduduk : 22.174 jiwa - Asumsi orang per KK : 5 orang - Jumlah rumah : 4.435 unit - Kebutuhan lahan permukiman : 443.500 m2 - Lahan permukiman eksisting : 262.700 m2 Berdasarkan jumlah kebutuhan lahan dan jumlah lahan permukiman eksisting pada tahun 2020, diketahui bahwa jumlah lahan permukiman eksisting lebih sedikit dibanding dengan standar menurut SNI 03-1733-2004 yaitu sebesar 100 m2/kavling. Hal ini berkaitan dengan sebagian besar masyarakat Kota Wedi yang bekerja sebagai petani dan pedagang sehingga memiliki pendapatan rendah. ii. Kebutuhan Lahan Permukiman tahun 2040 - Jumlah penduduk proyeksi : 48.999 jiwa - Asumsi orang per KK : 5 orang - Jumlah rumah proyeksi : 9.800 unit - Kebutuhan lahan permukiman : 980.000 m2 Kebutuhan lahan permukiman Kota Wedi pada tahun 2040, dengan jumlah penduduk yang diproyeksikan mencapai 48.999 jiwa, maka lahan yang dibutuhkan untuk permukiman seluas 980.000 m2. Jika dilihat dari luas lahan yang tersedia atau belum terbangun seluas 2.033.502 m2,
62
maka Kota Wedi masih dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan lahan pemukiman hingga pada tahun 2040. Berdasarkan hal tersebut terhitung luas lahan yang dibutuhkan untuk direncanakan adalah luas lahan yang dibutuhkan bruto dikurangi dengan luas lahan eksisting. Yaitu 980.000 m2 - 262.700 m2 = 717.300 m2. Maka berdasarkan kebutuhan tersebut kami merencanakan model tata guna lahan sebagai berikut :
Direncanakan bahwa terdapat 717.300 m2 kebutuhan lahan untuk permukiman pada tahun 2040, sehingga kami menggunakan model hexagon dengan panjang sisi adalah 50 meter sehingga terhitung 1 buah hexagon memiliki luas 6500 m2. Maka dibutuhkan 110 buah hexagon untuk memenuhi kebutuhan lahan permukiman di Kota Wedi.
63
2.
Lahan Sarana Perdagangan dan Jasa
Berdasarkan perhitungan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan lahan sarana perdagangan di Kota Wedi pada tahun 2020 adalah nol atau sudah cukup lahan.
64
Proyeksi penduduk pada tahun 2040 sebesar 42. 965 jiwa membuat beberapa sarana perdagangan dan jasa sudah mulai tidak memenuhi standar. Sarana perdagangan dan jasa yang membutuhkan lahan tambahan adalah pasar dan pasar hewan yang hanya menampung sebesar 30.000 jiwa. Hal ini dinilai kurang memenuhi SNI 03-1733-2004 karena proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2040. Maka dari itu kami merencanakan model guna lahan untuk perdagangan dan jasa sebagai berikut :
Diketahui bahwa kebutuhan lahan perdagangan dan jasa adalah 30.000 m2, maka dibutuhkan 5 buah hexagon dengan luas per hexagon pada peta adalah 6500 m2. Hal tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah lahan perdagangan dan jasa pada tahun 2040 di Kota Wedi.
65
3.
Lahan Sarana Kesehatan
Berdasarkan data diatas, sebagian besar fasilitas kesehatan di Kota Wedi sudah mencukupi kebutuhan penduduknya pada tahun 2020. Terdapat fasilitas posyandu yang tidak sesuai dengan standar pelayanan jumlah penduduk yang ada sehingga terhitung jumlah layanan yang dibutuhkan adalah 11 buah dengan luas lahan total sebesar 660 m².
Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2040, terdapat fasilitas kesehatan yang mengalami kekurangan jumlah sehingga perlu direncanakan penambahan jumlahnya. Fasilitas kesehatan yang memerlukan penambahan jumlah yaitu posyandu dan praktek dokter. Fasilitas posyandu membutuhkan penambahan sebesar 27 unit dengan kebutuhan luas lahan sebesar 1.620 m², kemudian fasilitas praktek
66
dokter yang membutuhkan penambahan sebesar 3 unit dengan kebutuhan luas lahan sebesar 540 m². Maka dari itu kami merencanakan model guna lahan dengan metode hexagonal sebagai berikut:
Diketahui bahwa kebutuhan lahan kesehatan total pada tahun 2040 adalah 2.160 m2 . Hexagon pada peta memiliki sisi sebesar 50 meter sehingga luasnya adalah 6500 m2. Maka dari itu diperlukan 1 buah hexagon untuk memenuhi kebutuhan lahan sarana kesehatan di Kota Wedi pada tahun 2040. 4.
Lahan Sarana Pendidikan
67
Berdasarkan tabel diatas pendidikan di Kota Wedi pada tahun 2020 masih belum mencukupi standar yang ada. Menurut jumlah penduduk usia sekolah yang ada di Kota Wedi, pada fasilitas TK dan SMA perlu dilakukan penambahan unit agar seluruh masyarakat dapat merasakan pelayanan pendidikan secara merata. Jumlah TK yang perlu ditambah sebanyak 7 unit sedangkan penambahan SMA perlu sebanyak 2 unit. Total lahan yang dibutuhkan untuk menambah sarana pendidikan ini yaitu sebesar 28. 500 m².
68
Berdasarkan tabel proyeksi di atas, terhitung bahwa beberapa fasilitas pendidikan di Kota Wedi masih belum memenuhi kebutuhan penduduknya pada tahun eksisting, yaitu TK dan SMA. Sama seperti pada tahun 2020, jumlah TK dan SMA belum dapat melayani semua masyarakat usia sekolah. Hal ini juga memiliki implikasi pada kurangnya fasilitas pada tahun proyeksi 2040. Berdasarkan tabel 3.18 luas lahan total yang dibutuhkan dalam kebutuhan tambahan fasilitas pendidikan yaitu 407.000 m². Maka dari itu kami merencanakan model guna lahan menggunakan metode hexagon sebagai berikut :
Diketahui bahwa kebutuhan lahan sarana pendidikan adalah 407.000 m², maka dengan luas hexagon pada peta adalah 6.500 m2, dibutuhkan 62 buah hexagon. Hal ini untuk mengatasi kebutuhan lahan di Kota Wedi pada tahun 2040.
69
5.
Lahan Untuk Industri Berdasarkan analisis kriteria kesesuaian lahan, tingkat kesesuaian lahan untuk fungsi
industri
yang
paling
baik
berada
dalam
kategori
cukup.
Kami
mempertimbangkan salah satu kriteria Kawasan Industri (Peraturan Menteri Perindustrian No.35 tahun 2010) yaitu berada minimal 2 km dari permukiman dan 10 km dari pusat kota. Oleh karena itu, dengan pertimbangan optimalisasi fungsi kota sebagai pusat aktivitas masyarakat, kami tidak merencanakan pemanfaatan lahan industri di Kota Wedi.
70
Evaluasi Kota Wedi memiliki luas 726 ha yang dapat menampung penduduk hingga 756.250 jiwa. Dengan jumlah penduduk sekarang dan proyeksi penduduk pada tahun 2040, maka Kota Wedi masih sangat cukup untuk menampung pertambahan penduduknya. Akan tetapi masih terdapat beberapa fasilitas pendukung yang diproyeksikan akan mengalami kekurangan dari segi jumlah dan lahan, maka dari itu kami merencanakan model guna lahan pada beberapa kriteria, seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan perdagangan dan jasa.
Pembelajaran Dari analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa setiap sektor memiliki kriteria masing-masing. Kriteria-kriteria dari setiap sektor ini dapat digunakan sebagai landasan penentuan lahan yang paling sesuai. Penentuan penggunaan lahan dapat menentukan arah perkembangan dan pemerataan sarana suatu kota.
Kesimpulan Dari hasil perhitungan proyeksi kami pada tahun 2040, Kota Wedi masih sangat bisa untuk menampung pertambahan penduduknya. Akan tetapi pada proyeksi kebutuhan lahan pada tahun 2040, Kota Wedi masih bermasalah. Seperti halnya jumlah lahan permukiman yang akan mengalami penambahan pada tahun 2040, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan perdagangan dan jasa yang mengalami masalah dalam hal kebutuhan lahan dan jumlah. Maka dari itu, tulisan ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan untuk merencanakan model tata guna lahan di Kota Wedi.
72
Daftar Pustaka Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007. Penataan Ruang. 26 April 2007. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68. Jakarta Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2011. RTRW Kabupaten Klaten tahun 2011-2031. Pemerintah Kabupaten Klaten. Klaten Doddy, W., 2020. JOHN FRIEDMANN. - Ppt Download. [online] Slideplayer.info. Available at: <https://slideplayer.info/slide/11939084/> [Accessed 18 December 2020]. Faraby, 2020. Agropolitan Strategy Development Theories And Strategies. [online] Slideshare.net.
Available
at:
<https://www.slideshare.net/jimalfaraby/agropolitan-strategy-development-theories-an d-strategies> [Accessed 18 December 2020].