Exploring
EDITORIAL BOARD: Farhan Effendy Adi Sasono Endah Imawati Hariyanto Dodo Hawe REPORTERS: Faiq Nuraini Benni Indo Faisol Sugiharto Erfan Hazransyah PHOTOGRAPHER: Hayu Yudha Prabowo Erfan Hazransyah Dodo Hawe DESIGN & ARTWORK: Oscar Nugroho Edy Minto Prasaro DISTRIBUTION CHANNELS: Wahyu Nofiantoro PUBLISHER: PT. Antar Surya Media
The Sunrise of Java Kabupaten paling timur pulau Jawa, Banyuwangi, banyak menyimpan kekayaan alam dan budaya yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Kekayaan alam berupa pantai, bawah laut hingga gunung menjadi pilihan yang layak dipertimbangkan. Kekayaan budaya Banyuwangi pun sangat pantas menjadi pilihan pertama berwisata di Jawa Timur, bahkan sebelum memutuskan menyeberang ke Pulau Dewata Bali. Di kabupaten berjuluk Sunrise of Java ini budaya Osing memberi warna yang sangat kental. Dengan sentuhan manajemen profesional, rasa dan aroma kopi asli Banyuwangi malah menginternasional. Contohnya, kopi dari Desa Kemiren. Meski dihasilkan para petani desa, kopi Kemiren mampu menyandingkan diri di pentas kopi internasional. Karena itulah, majalah Jatim Travel Guide edisi ke-2 ini memberikan porsi lebih banyak kepada konten tentang Banyuwangi. Kopai Osing merupakan salah satunya. Kopi yang hanya bisa dinikmati di Sanggar Genjah Arum Kecamatan Glagah ini sangat nikmati, apalagi kalau disajikan si pemilik, Iwan Subekti, seorang tester kopi berkelas internasional. Tidak lengkap liburan kita ke Banyuwangi kalau tidak mengunjungi Kawah Ijen. Namun, sebelum menghirup bau belerang, menatap kawah dan api biru yang mempesona, wisatawan bisa singgah dulu di Desa Banjar Kecamatan Licin. Produk-produk desa wisata berupa olahan aren bisa menjadi bekal mendaki ke Kawah Ijen. Kurang maksimal kita menikmati alam, kalau hanya singgah di Banyuwangi. Di Kabupaten Lumajang, kita juga bisa menikmati sunrise secara lebih menakjubkan, yaitu di kawasan Gunung Bromo. Setelah menyaksikan upacara Yadnya Kasada yang berlangsung 21 Juli 2016, wisatawan bisa bergeser sedikit ke timur, tepatnya di kawasan Bromo yang masuk Kabupaten Lumajang. Di situ kita bisa menikmati ketinggian gunung Bromo dengan cara yang lain. Kawasan wisata B29, tepatnya di Desa Argosari, kita bisa berdiri di atas awan sembari tetap menikmati keindahan Bromo. Karena berdiri di pucuk tertinggi, awan putih menyebar bagai karpet putih. Karena itu, kawasan B29 itu juga dikenal sebagai Negeri di atas Awan. (red)
CHIEF EXECUTIVE OFFICER: Herman Darmo GENERAL MANAGER: FX Agus Nugroho VICE GENERAL MANAGER: M. Taufiq Zuhdi ADVERTISING MANAGER: Margaretha Sandra M. MARKETING PROMOTION: Yohanna T. Christiana PHOTO COVER BY: Erfan Hazransyah 2
JATIM TRAVEL GUIDE
7
BY TRBUN NEWS
Content PUBLISHED BY:
30
ADVERTISING SALES: Yohanna T. Christiana 0822 2655 8518 Oscar Nugroho 0822 3355 0860 Ahmad Wahyudi 0813 3424 2443 Safa Lovita Khalida 0822 2683 9303
Kami menantikan komentar, saran, dan kritik Anda. Silakan kirimkan ke: Redaksi Harian SURYA ADDRESS: Jl. Rungkut Industri III No. 68 & 70, Surabaya PHONE: 031 - 841 9000 Fax: 031 - 847 0000 Email: redaksi@surya.co.id
TRANSLATED BY:
LOOKS
Sekali Seduh, Kita Bersaudara Di satu sudut Kabupaten Banyuwangi ada sebuah warung kopi, tepatnya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Warung milik Iwan Subekti itu dibuat unik, menjadi miniatur desa adat Osing.
10
Merayakan Persahabatan dengan Bromo PERCETAKAN: PT. Antar Surya Jaya
Amazing Images
Bromo dan Suku Tengger tidak bisa dipisahkan. Keduanya laksana ibunda dan anak. Ada hubungan kasih yang tak kasat mata, namun terasa kental. 4
Content
Content Edisi II 2016
40
Desa Banjar Banyuwangi What’s On Ada baiknya, sebelum naik ke Kawah Ijen, mampirlah dulu ke Desa Banjar, Kecamatan Licin. Itu adalah desa wisata dengan suguhan utama produk-produk aren
50
Rumah Apung Pantai Bangsring Traveler Air terjun di Kabupaten Malang yang disebut-sebut sebagai Niagaranya Indoensia
58 B29 Lumajang: Kabut Putih itu Melayang di Bawah Perbukitan
Also in this edition 16
Kampung Ketandan
22
Travel Events
28
Cover Story
Traveler Negeri di atas awan itu bukan dongeng belaka. Tempat itu betul-betul ada. Tepatnya di Desa Argosari, Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
65 Distribution 66
Hotel Directory
5
K
asada Merayakan Persahabatan dengan Bromo Bromo dan Suku Tengger tidak bisa dipisahkan. Keduanya laksana ibunda dan anak. Ada hubungan kasih yang tak kasat mata, namun terasa kental.
R
omansa antara Bromo dengan masyarakat Tengger telah berlangsung lama. Konon, kedekatan keduanya telah terjalin sejak nenek moyang Suku Tengger: Roro Anteng dan Joko Seger mengadakan perjanjian dengan Dewata. Kesepakatan itulah yang terkenang sampai kini dan dimanifestasikan melalui perayaan Yadnya Kasada. Yadnya Kasada bukan pula sebuah perayaan biasa. Digelar di setiap purnama penuh di hari ke-14 atau ke-15 bulan Kasada (bulan kesepuluh penanggalan Jawa), Yadnya Kasada sejatinya adalah perayaan agar orang Tengger mengingat betapa mereka tidaklah boleh melupakan dan melepaskan ikatan sejarahnya dengan Bromo.
Maka, di setiap momentum itu diperingati, dukun pandhita yang memimpin rangkaian upacara Kasada, akan selalu menembangkan kisah sejarah tentang leluhur yang mewariskan mereka nama Tengger. Diiringi aroma wangi dupa, cerita itu ditembangkan di kompleks Pura Poten Luhur, lalu dilanjutkan dengan menaikkan puja dan puji bagi Dewata. “Setelah rangkaian prosesi itu selesai, barulah ongkek yang dibawa masing-masing desa diangkat ke kawah Bromo untuk dilemparkan ke dalamnya sebagai persembahan tanda ucapan syukur,� ujar Karna, pemangku Dukun Pandita Desa Pandansari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo, yang ditemui di sela-sela rangkaian prosesi itu, Kamis (21/7/2016) dini hari.
Ongkek yang dimaksud Karna adalah persembahan yang terdiri atas hasil bumi dari desa. Hasil bumi seperti jagung, tomat, dan aneka sayuran itu dijalin sedemikian rupa pada batang pikulan. Sementara persembahan berupa hewan ternak seperti ayam dan kambing, setelah ritual di Pura Poten Luhur usai, akan dibawa secara terpisah ke bibir kawah Bromo. Saat sudah dilemparkan ke dalam kawah nantinya, ongkek dan ternak itu telah sah disebut yadnya, kurban suci. Tidak semua desa boleh memberikan yadnya. Dalam tradisi orang-orang Tengger, yadnya hanya boleh diberikan oleh desa yang selama kurun waktu mulai tanggal 1 hingga tanggal 14 bulan Kasada, tidak tertimpa “halangan”. “Halangan itu maksudnya, kalau ada satu saja warga desa yang meninggal dunia antara tanggal itu,
maka desa tidak boleh mempersembahkan yadnya. Sebaliknya, kalau antara tanggal itu desa diluputkan dari halangan, persembahan diizinkan,” lanjut pria berusia 30-an tahun itu. Perayaan Yadnya Kasada 2016 berlangsung di tengah erupsi dan musim hujan. Gunung setinggi 2.329 meter itu pun oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sudah ditetapkan berada dalam status waspada. Namun demikian, orang-orang Suku Tengger tidak takut. Mereka percaya bahwa Bromo tidak akan “menyakiti” mereka. “Kami tidak takut,” ucapnya. “Erupsi yang terjadi pada Bromo, justru merupakan anugerah bagi kami sebab dengan adanya erupsi itu, hasil bumi kami justru meningkat berkali-kali lipat. Inilah anugerah dari Bromo,” pungkas Karna. (ben)
14
Sarung dan Udeng Tanda Selamat dan Hormat
P
erayaan Kasada memang sudah berakhir, Kamis (21/7/2016). Permainan alat musik gamelan, serta doa-doa untuk dukun baru yang akan diangkat, semakin lirih suaranya menjelang pukul 05.00 WIB di pura yang tak jauh dari Gunung Bromo. Mereka kemudian berbondong-bondong menuju lereng gunung yang sedang berstatus waspada itu. Kepulan asap belerang dan debu dari lereng gunung nyatanya tak menghalangi mereka untuk tetap mengirimkan sesajen yang sudah didoakan pemangku adat. Para lelaki bersarung dan udeng (ikat kepala) khusyuk mengangkut sesajen. Sarung dan udeng menjadi bagian busana yang tidak boleh ditanggalkan saat di luar rumah, terutama ketika upacara adat. “Sarung sudah jadi simbol masyarakat Tengger. Fungsinya untuk menjaga keselamatan. Sarung sekaligus menjadi senjata menghalau ketika tiba-tiba diserang. Sudah barang tentu, sarung untuk menghangatkan tubuh mengingat leluhur kala itu belum mengenal jaket. Sementara udeng dipakai untuk menutup kepala dan sebagai simbol kehormatan. Sarung juga dikenakan perempuan, tetapi mereka tidak memakai udeng,” tutur Mulyono Hadi, Asisten Dukun Warga Desa Wonokero, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo.
“Kami menirukan apa yang mereka lakukan sebagai bentuk penghormatan mulai dari sarung, topi, hingga tradisi lainnya,” ujarnya. Menjaga tradisi leluhur berarti menjauhkan mereka dari sejumlah bahaya. Sukartoyo (40), warga Desa Ngadisari, turut mendengarkan pesan-pesan pemangku adat saat upacara Kasada. “Kalau kita patuh, hidup juga akan tenang dan tenteram,” katanya. (Pipit Maulidiya)
15
Tak Tergoda Gemerlap Metropolitan Kampung Ketandan Surabaya
Di tengah riuhnya kawasan Segi Tiga Emas Surabaya, terselip sebuah geliat kehidupan yang tenang dan damai. Di sela-sela gedung tinggi dan modern, Kampung Ketandan tetap hidup dengan iramanya sendiri Teks: Saktia Golda / Rorry Nurmawati
K
ampung kecil yang bisa diakses lewat Jalan Tunjungan ini bertahan ratusan tahun dan karenanya menjadi saksi perkembangan Kota Pahlawan yang usianya sudah mencapai 723 tahun. Di kampung itu, kita bisa menyaksikan sejumlah rumah yang mempertahankan arsitektur lawas, kontras dengan gedunggedung di kiri kanan kampung. Kampung yang konon pernah bernama Ketandang ini diyakini ada sejak era Kerajaan Majapahit eksis di Tanah Jawa. “Sejak zaman Kerajaan Majapahit kampung ini telah berdiri sebagai tempat berkumpul serdadu militer yang berperang dengan suku Tartar dari Mongolia,” kisah Siswandoko, ketua RT di kampung Ketandan lama. Meskipun tidak ditemukan candi peninggalan Majapahit di dataran Surabaya, jejak Majapahit bisa ditemukan dalam punden atau makam keramat yang salah satunya ada di Kampung Ketandan. Punden yang terlindungi pohon beringin besar ini merupakan makam Mbah Buyut Tondo dan dua pengawal setianya. Dialah yang membabat alas untuk membuka kampung itu. Di dekat punden itu, kini didirikan sebuah bangunan kayu berbentuk joglo dan dinamai Balai Cak Markeso, diambil dari nama tokoh ludruk Surabaya, Markeso. Joglo ini akan difungsikan sebagai area publik dan bisa dimanfaatkan untuk banyak sekali kegiatan warga. Tak hanya itu, di Kampung Ketandan masih berdiri kokoh sebuah masjid tua yang pada masa perang kemerdekaan digunakan sebagai tempat berkumpul pemuda yang melawan Belanda.
Menurut Siswandoko, para pemuda Kampung Ketandan juga terlibat dalam insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Oranje, sekarang Hotel Majapahit. “Setelah merobek bendera belanda kemudian orang tersebut ditembak mati,” ujar pria yang akrab disapa Sis ini. Keistimewaan Kampung Ketandan ini pula lah yang menjadi alasan Pemkot Surabaya memamerkannya kepada para delegasi negara-negara peserta Prepcom 3 UN Habitat III yang berlangsung pada 25-27 Juli 2016. Soal bertahannya Kampung Ketandan, Siswandoko punya cerita. Pada era Orde Baru, kampung itu pernah nyaris digusur untuk pembangunan gedung baru. “Namun, berkat kerja sama seluruh warga Ketandan yang meninggikan harga jual tanah, upaya itu bisa digagalkan,” katanya. Apa arti penting Kampung Ketandan bagi sekitarnya? Ir Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya, punya jawaban menarik. Kampung Ketandan, menurutnya, hidup 24 jam non stop, karena warganya terus beraktivitas. Padahal kawasan di sekitarnya sudah ‘mati’ mulai pukul 22.00. “Mereka lah yang jaga kota selama 24 jam karena toko-toko tutup jam 10 malam. Karena itu, saya berusaha semampu saya untuk mempertahankan kampung ini. Karena sejarah Surabaya itu terbentuk dari kampung-kampung,” ujar wali kota.
Janji Pasca PREPCOM
Setelah Prepcom berlalu, Pemkot Surabaya berjanji akan ikut menjaga kelestarian kearifan lokal di setiap kampung itu. Kabag Humas Kota Surabaya, M Fikser mengatakan, masyarakat sebagai pemilik kampung akan punya peran besar, apalagi
PETA KAMPUNG KETANDAN, SURABAYA
17
kampung itu sudah eksis sebelum Prepcom berlangsung. “Kami (Pemkot) di sini hanya sebagai fasilitator untuk memberikan ruang kepada mereka dalam kesempatan Prepcom, yang di mana dalam rangkaian kegiatan yang disuguhkan kepada para tamu ada kunjungan paket perkampungan yang masih menjaga kearifan lokalnya,” tegasnya kepada Surya, Jumat (29/7). Kata Fikser, Surabaya tidak hanya punya 14 kampung unggulan itu. Masih banyak lagi yang belum terekspose. “Surabaya itu bukan cuma soal kampung, tetapi ada sejarah, kuliner, tempat wisata dan ikon lainnya. Masih banyak hal yang bisa dijadikan percontohan. Tetapi, Prepcom kemarin sangat singkat, jadi tidak semua bisa diungkap,” katanya. Selama ini, lanjut Fikser, banyak wisatawan luar yang berkunjung ke Surabaya yang sengaja ingin belajar ke kampung percontohan. “Kalau wisatawannya ingin belajar soal APAL (alat pengolahan air limbah) langsung ke kampung Bratang Binangun sama Candirejo, kalau soal budaya bisa langsung ke kampung budaya Ketandan,” terang dia. Tidak ada pengawasan khusus buat Pemkot untuk mengetahui perkembangan perkampungan. Sebab, disetiap kampung mempunyai paguyuban sendiri yang selalu berdiskusi dengan kampung lainnya. Yang kemudian akan dituangkan dalam media sosial masing-masing perkampungan. “Dari anak-anak karang taruna yang menginformasikan kampungnya melalui medsos, kami share juga di web Pemkot. Ini supaya, para wisatawan bisa memilih sendiri kampung mana yang mau dikunjungi,” tandasnya.
GENERAL MANAGER PT. ANGKASA PURA , KOLONEL YUWONO. (ZAIMUL HAQ)
Interview
General Manager PT. Angkasa Pura, Kolonel Yuwono
M impikan
Juanda tanpa K eluhan General Manajer PT. Angkasa Pura 1 Cabang Juanda Surabaya, Kolonel Yuwono, resah tiap kali muncul keluhan di Bandara Internasional Juanda. Keluhan yang datang dari penumpang maupun tenant itu membuat alumnus penerbang TNI AL ini tidak bisa tidur. “Harus terus diupayakan dan didorong suasana bandara yang nyaman dengan menomorsatukan keselamatan sistem penerbangan,” ucap Yuwono saat berbincang dengan tim Jatim Travelguide, Rabu (3/8). Bandara Juanda saat ini menempati urutan 6 dunia sebagai bandara internasional dengan layanan terbaik pada kategori bandara dengan jumlah penumpang 15 juta - 25 juta orang per tahun. Bahkan tahun sebelumnya pernah di rangking 5. Selama ini bandara ini masuk 10 besar mengalahkan bandara luar negeri. Yuwono yang baru delapan bulan memimpin Bandara Juanda ini terus memantau kondisi dan fasilitas bandara. Tidak segan pria rendah hati ini turun mengecek sendiri. Dari hal kecil menyangkut kebersihan bandara sangat diperhatikan, tak terkecuali toilet. “Etika, sopan santun, dan keramahan harus dibudayakan. Petugas kami harus menyapa lembut dan mengarahkan penumpang secara
halus ,” kata pria kelahiran Bondowoso 4 Oktober 1961 ini. Yuwono begitu terbuka dan tak alergi kritik demi memberi layanan di bandara internasional Juanda. Dia akan selalu menunggu koreksi dari siapa pun, termasuk dari seluruh staf PT Angkasa Pura I selaku operator Bandara juanda. Terobosan terus dilakukan di bandara ini. Untuk menampung kritik itu, tidak hanya SMS center tapi juga contact center melalui berbagai media sosial. “Kami mengimpikan no complain guarantee di bandara ini,” ucap pria dengan kemampuan pilot militer andal ini. Untuk merealisasikan impian itu, dia mempercayakan penuh pada setiap karyawan di bidang tugasnya masing-masing. Bahkan saat ini sedang dipilih Duta Bandara Juanda yang diseleksi dari lingkungan luar bandara. “Harus smart, cakap dan baik secara sosial maupun pikiran. Semua harus memberi pelayanan terbaik,” kata Yuwono. (nuraini faiq)
19
Interview
Jawa GeNding
Bangun Suasana Culture Port
Bandara Internasional Juanda
S
uara sinden menyapa lembut ribuan penumpang di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda. Suara khas sang sinden itu pun mengalun menemani penumpang di ruang tunggu bandara. Inilah warna baru Bandara Juanda dengan suguhan Culture Port. Suasana ini bisa dinikmati tiap hari mulai pukul 09.00 hingga 15.00 WIB. Tak hanya di Terminal 2, di Terminal 1 Juanda juga mengalun suara lembut yang sama dari pegiat seni tradisi sinden. Iringan gending Jawa semakin menguatkan suasana bandara yang berhias seni tradisi. “Tapi kami memilih gending Jawa Timuran,� kata General Manajer PT Angkasa Pura 1
20
Juanda, Kolonel Yuwono. Pengelola Bandara Juanda Surabaya ini memang bertekad menciptakan nuansa Jawa Timuran di bandara. Atmosfer dan nuansa daerah itu direalisasikan dengan menghiasi ruang dengar penumpang dengan gending Jawa. Sementara di hari lain, sajian budaya Jatim lain juga tersaji. Yang menarik, gending Jawa tersebut disajikan secara live bersama para seniman. Suara lembut kenong, saron, kendang, hingga gong terus bersahutan membentuk gending Jawa yang lembut. Dipadu dengan lengkingan sinden membuat suasana bandara identik dengan warna tradisi.
GENERAL MANAGER PT. ANGKASA PURA , KOLONEL YUWONO. (ZAIMUL HAQ)
“Kalau disuruh menikmati, saya termasuk yang tak bisa menikmati sinden. Tapi saya salut dengan bandara Juanda yang menghargai budaya asli,” reaksi Fajarika Lusmaya, salah satu dosen asal Surabaya yang hendak ke Jakarta. Fajarika memang tak bisa memaksakan diri larut dalam alunan lembut gending Jawa itu. Namun begitu mendengar alunan suara sinden dan menjiwainya para penabuh, dia memberi apresiasi. “Mereka seniman yang bisa jadi jarang tampil. Kali ini bisa tampil di bandara menjadikan para seniman tradisi mendapat penghasilan juga,”
tambah Fajarika. Sang sinden pun terus bernyanyi. Apalagi tampilan mereka banyak diabadikan para penumpang. Bahkan tidak sedikit yang juga berfoto selfie degan latar belakang pemain gamelan ini. Sadar menjadi perhatian penumpang, baik sinden maupun yang mengiringi makin semangat. “Kami jarang tampil. Kalah sama hiburan elekton atau dangdut. Tapi bandara mengajak kami, ini sama saja membuat kami hidup kembali. Apalagi kami semacam dikontrak juga,” kata seorang pemain. (nuraini faiq)
21
Travel Events Bulan Agustus - Oktober 2016 menjadi momen yang penuh dengan agenda event yang berkaitan dengan budaya, wisata, dan petualangan.
JEMBER FASHION CARNAVAL 2016 24 - 28 Agustus 2016 Jember Central Park, Jember Jember Fashion Carnaval International Exhibition 2016 merupakan satu kesatuan event fashion, seni, dan budaya yang rutin digelar setiap tahunnya dengan antusiasme luar biasa dari masyarakat baik nasional maupun internasional.
22
Travel Events
upacara bendera di puncak mahameru
kompas.com
17 Agustus 2016 Puncak Mahameru, Gunung Semeru, Kab. Malang Upacara bendera pada setiap Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 merupakan acara rutin yang digelar oleh para pendaki gunung. Biasanya ribuan orang akan memenuhi puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa itu hanya sekadar untuk membentangkan sang merahputih, sambil berfoto ria bersama kelompok masing-masing. Namun tentunya hal ini jika kondisi Gunung Semeru saat itu memungkinkan untuk didaki.
PEMERINTAH KOTA SURABAYA
FESTIVAL SENI LINTAS BUDAYA Agustus 2016 Balai Budaya, Surabaya Pertemuan berbagai budaya ini semakin tahun semakin dipadati oleh penonton. Selain budaya dari tanah air, budaya dari mancanegara juga ditampilkan. Misalnya, tarian dan musik khas Korea Selatan, tarian India yang penuh makna, dan musik Jepang, turut ambil bagian dalam acara ini.
JEMBERFASHIONCARNAFAL.COM
23
Travel Events
PEMERINTAH KOTA SURABAYA
surabaya auto expo 2016
TRIBUNNEWS.COM
MALANG FLOWER CARNIVAL 4 September 2016 Ijen Boulevard, Malang Sebagai Kota Bunga, tak lengkap tentunya jika di Malang tidak digelar Malang Flower Carnival, parade busana dan bunga se-Malang Raya. Jangan ketinggalan aksi parade jalanan yang penuh warna di Ijen Boulevard ini.
PEMERINTAH KOTA SURABAYA
31 Agustus - 4 September 2016 Grand City Mall, Surabaya Surabaya Auto Expo merupakan pameran besar otomotif menjelang akhir tahun 2016. Banyak industi di bidang otomotif dan para pendukungnya siap hadir meramaikan event akbar akhir tahun 2016 ini. Bagi pecinta otomotif, jangan lewatkan event ini.
PEROBEKAN BENDERA 19 September 2016 Hotel Majapahit, Surabaya
Acara ini merupakan rekonstruksi peristiwa penyobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Hotel Majapahit. Dengan mengenakan kostum ala pejuang kemerdekaan dan atribut tentara zaman kolonial, para partisipan memadati Jl. Tunjungan, tepat di depan Hotel Majapahit.
24
Travel Events
the 7th jatim fair PEMERINTAH KOTA SURABAYA
SURABAYA KREATIF Oktober 2016 Balai Pemuda, Surabaya Surabaya Kreatif diselenggarakan untuk memperkenalkan karya cipta para penggiat bidang industri kreatif yang penuh dengan inovasi.
PEMERINTAH KOTA SURABAYA
6 - 10 Oktober 2016 Grand City Convex, Surabaya Kembali produk-produk UKM diberi kesempatan untuk dipamerkan. Jatim Fair ke-7 ini diadakan di Grand City Convex. Pameran ini dapat mempertemukan para pelaku bisnis. Kesempatan baru mungkin akan Anda dapatkan. Jangan lewatkan pameran terbesar di Indonesia Timur ini.
Travel Events
FESTIVAL SAPI SONOK SEMADURA
SEDEKAH BUMI Oktober 2016 Surabaya Meski Kota Surabaya telah menjadi identik dengan hal yang serba modern, ternyata masih ditemukan budaya lokal yang terus dilestarikan. Salah satunya adalah Sedekah Bumi, yang merupakan acara adat yang melambangkan rasa syukur manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rezeki melalui tanah/Bumi berupa hasil panen yang melimpah. 23 Oktober 2016 Stadion R. Soenarto Hadiwidjojo, Pamekasan
Festival sapi sonok merupakan semacam “kontes kecantikan� bagi para sapi betina, yang tidak hanya dinilai dari segi fisik, namun juga menilai penampilan aksesoris yang digunakan dan keserasian. Pemenang kontes sapi sonok juga tidak kalah dengan sapi karapan yang harga jualnya dapat melambung tinggi, bahkan dapat mencapai ratusan juta rupiah.
Cover Story
BANYU WANGI
FESTIVAL
2016
Padukan
Budaya Lokal
&
Global
BANYUWANGI – Ajang wisata sejuta pesona Banyuwangi Festival kembali digelar. Tahun ini, kalender wisata tahunan yang sudah digelar sejak 2012 itu menampilkan berbagai potensi Banyuwangi, mulai kekayaan seni dan budaya, event olahraga dan pariwisata, sampai kearifan lokal melalui sebuah festival yang unik dan kreatif.
Kami angkat belasan tradisi lokal. Abdullah Azwar Anas Bupati Banyuwangi
Cover Story
P
uluhan event akan dihelat sepanjang 2016. Agenda tahunan berskala besar seperti, Jazz Pantai (13 Agustus), Festival Gandrung Sewu (17 September), Banyuwangi Batik Festival (9 Oktober), dan Banyuwangi Ethno Carnival (12 November), akan dilengkapi sejumlah event baru yang lebih semarak. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, Banyuwangi Festival digelar untuk mempromosikan pariwisata sekaligus memaksimalkan potensi daerah. ”Kami angkat belasan tradisi lokal. Selain untuk menjaga keberlanjutannya, ini adalah ikhtiar untuk mengenalkan kebudayaan lokal kepada publik global. Kami ingin memberikan apa yang disebut dengan ”Banyuwangi Experience”, yang tak akan bisa dijumpai di daerah lain,” kata Anas. Tahun ini, terdapat 52 event di Banyuwangi Festival. Penyelenggaranya pun makin lengkap karena ada event yang dihelat langsung oleh dunia usaha, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat. ”Bertambahnya jadwal ini karena kami memasukkan tradisi dan budaya yang sudah mengakar. Kami berdiskusi dengan Dewan Kesenian Blambangan, sepakat memasukkan tradisi masyarakat yang tahun-tahun lalu belum dimasukkan ke agenda Banyuwangi Festival. Seperti tradisi arung kanal di kawasan Bangorejo, Puter Kayun di kawasan Boyolangu, dan Gredoan. Bahkan kita gelar Festival Lagu Using.
Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) yang digelar 12 November, akan mengusung tema ”The Legend of Sritanjung”, yang mengangkat tiga tokoh sentral yakni Sritanjung, Sidopekso, dan Sulahkromo Hadi.
Teks: Ook Foto: Benny Hazriansyah
Semua tak lain hanya untuk mengenalkan budaya Banyuwangi ke khalayak luas,” ujar Anas. Using adalah suku masyarakat asli Banyuwangi. Sejumlah tradisi asli Banyuwangi yang akan difestivalkan tahun ini antara lain Barong Ider Bumi, Tari Seblang, Tumpeng Sewu, Kebo-keboan, hingga tradisi lomba tahunan perahu layar. ”Kami juga menggelar Festival Padi dan Banyuwangi Fish Market Festival untuk menguatkan dan mempromosikan produk pertanian serta perikanan. Misalnya, bakal ditampilkan beras organik dan beras merah organik. Juga ada Agro Expo yang kami gelar saat durian merah ramai dipanen April nanti,” ujar Anas. Selain menampilkan tradisi lokal, Banyuwan-
29
gi juga mendorong kombinasi kultur lokal dan global, sehingga menghasilkan daya kreasi senibudaya yang unik dan memikat, seperti Banyuwangi Ethno Carnival dan Banyuwangi Beach Jazz Festival. Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) yang digelar 12 November. BEC kali ini akan mengusung tema ”The Legend of Sritanjung”, yang mengangkat tiga tokoh sentral yakni Sritanjung, Sidopekso, dan Sulahkromo Hadi. “Legenda ini menceritakan tentang asal usul nama Banyuwangi. Kisah ini bercerita tentang kesetiaan seorang istri kepada suaminya. Tiga tokoh sentral di atas akan menjadi tematik parade kostum dalam BEC nanti,” pungkas Anas. (adv)
Sekali Seduh
KITA BERSAUDARA
Teks & Foto: Haorrahman
Di satu sudut Kabupaten Banyuwangi ada sebuah warung kopi, tepatnya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Warung milik Iwan Subekti itu dibuat unik, menjadi miniatur desa adat Osing. Un moment de partage et d’amitié autour d’un café Dans le village de Kemiren, situé dans l’agglomération de la ville de Banyuwangi, se trouve le café d’Iwan Subekti. Cet endroit unique est conçu comme une reconstitution miniature d’un village traditionnel Osing.
SANGGAR GENJAH ARUM
Looks
S
udah banyak pendatang dari luar Banyuwangi mengenal warung berjuluk Sanggar Genjah Arum Banyuwangi ini. Sesuai niatnya melestarikan budaya Osing, sanggar yang berdiri di atas lahan 7.000 meter persegi ini diperindah dengan ornamen-ornamen khas Osing tempo dulu. Di atas lahan itu berdiri tujuh bangunan khas Osing. Unsur-unsur khas Osing itu terwakili oleh meja kursi serta bagian-bagian rumah lain yang terbuat dari kayu. Rumah-rumah kayu itu dikumpulkan oleh sang pemilik, Iwan Subekti dari berbagai tempat di Banyuwangi. Ada yang usianya di atas 100 tahun. Untuk menegaskan bahwa sanggar itu ditujukan bagi orang-orang yang ingin ngopi nikmat, di sekitar rumahrumah ngopi itu ditanam sejumlah pohon kopi mini.
Connu des voyageurs sous le nom de Sanggar Ganjah Arum Banyuwangi, ce « petit village » bâti sur un terrain de 7 000m2, se veut un lieu de préservation de la culture Osing. On y trouve notamment sept maisons traditionnelles en bois décorées d’ornements, dont les meubles originels ont été conservés. Elles ont été collectées par Iwan de différents endroits de la région. Certaines d’entre elles ont plus d’un siècle. De petits caféiers ont été plantés autour des bâtisses afin de signaler aux visiteurs qu’ils peuvent déguster ici un café d’exception.
Looks
SANGGAR GENJAH ARUM
Tampak depan Sanggar Genjah Arum
Sanggar itu memang dibangun untuk membuktikan kecintaan pada kabupaten paling timur di Pulau Jawa itu. “Sebagai orang asli Banyuwangi, saya ingin melestarikan budaya Osing,” kata Iwan Subekti, sang pemilik sanggar. Di ranah perkopian, Iwan bukanlah orang sembarangan. Ia pengusaha sekaligus peracik kopi kaya pengalaman. Ia punya koleksi kopi dari berbagai belahan dunia yang harus diracik dengan cara berbeda-beda pula. Namun, ia pun punya kopi andalan, yakni Kopai
Osing yang asli Banyuwangi. Iwan punya ungkapan khas ketika menyuguhkan kopi kepada para tamunya, “Sekali seduh kita bersaudara.” Di Sanggar Genjah Arum, setiap tamu wajib ngopi. Yang perutnya tidak bersahabat dengan kopi tidak perlu khawatir, Iwan akan menyuguhkan kopi yang tidak bakal memulaskan perut. Tetapi, rugi rasanya kalah ke Genjah Arum tidak nyruput kopi, karena peraciknya sudah layak disebut suhunya kopi.
“Sebagai orang asli Banyuwangi, saya ingin melestarikan budaya Osing”
Iwan Subekti - Pemilik Sanggar Genjah Arum
34
Kopai Osing
Banyuwangi termasuk
terbaik di dunia Iwan Subekti Pemilik Sanggar Genjah Arum
Le propriétaire souhaite également montrer de cette manière son attachement à « la ville la plus à l’est de Java », Banyuwangi. « En tant que natif de cette région, j’aimerais protéger la culture Osing » confie-t-il. Iwan est une personnalité connue dans le monde du café. Il est à la fois un entrepreneur et un torréfacteur de talent. Il collectionne des cafés du monde entier, chaque cépage exigeant une préparation différente. D’entre tous, le
Kopai Osing de Banyuwangi reste néanmoins son préféré. Lorsqu’il sert le café à ses invités, Iwan a cette formule bien particulière : « Ce café, une fois préparé et savouré, nous lie d’amitié ». A Sanggar Genjah Arum, la pause café est incontournable pour les visiteurs. Pour les estomacs les plus sensibles, Iwan proposera un café moins corsé. Ceux qui ne gouteraient pas le nectar noir de ce torréfacteur réputé pourraient le regretter.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas saat mengunjungi Sanggar Genjah Arum.
En tant que natif de cette région, j’aimerais protéger la culture Osing Iwan Subekti le cafetier
35
Looks
SANGGAR GENJAH ARUM
Di situ disuguhkan pula “teman-teman” ngopi, yang berupa jajanan tradisional seperti tempe, tahu, pisang goreng dan kue cucur. Semua jajanan itu dimasak di tempat itu juga. Bila beruntung, pengunjung dapat pula menikmati durian di situ. Biasanya, sambil menikmati kopi, para tamu akan mendapatkan suguhan ‘musik’ penumbuk padi yang dimainkan para perempuan sepuh berkebaya. Kalau si tamu ingin mencoba menumbuk juga boleh. Pria kelahiran 1957 itu mengatakan, Kopai
36
Osing Banyuwangi termasuk kopi terbaik di dunia. Iwan telah membandingkan dengan kopi asal Banyuwangi dengan kopi-kopi lainnya, Kopai Osing masih lebih unggul. “Saya ingin menjadikan Banyuwangi sebagai kota kopi. Mempunyai kopi dan kedai kopi yang benar,” kata Iwan. Bagi Banyuwangi, Desa Kemiren tidak bisa dipisahkan dengan kopi. Desa itu merupakan penghasil kopi yang dikelola oleh masyarakat. Meski begitu, kopi yang dihasilkan berkualitas tinggi, sehingga menjadi buruan banyak pabrik kopi di luar Banyuwangi.
Des encas traditionnels faits maison, comme le tempe, le tofu, la banane frite ou le Kue Cucur, un petit gâteau sucré à base de farine de riz, sont servis avec la boisson. Les plus chanceux se verront proposer du durian, un fruit typique d’Asie du Sud-Est, au goût très prononcé. Et ce n’est pas tout ! Un groupe de femmes âgées vêtues de kebayas, le costume traditionnel javanais, rythmera la dégustation au son des pilons frappant le riz dans de grands mortiers en pierre. Les clients pourront même essayer de
jouer cette musique s’ils le souhaitent. Iwan certifie que le Kopai Osing est l’un des meilleurs cafés du monde. Il a réalisé plusieurs comparaisons avec d’autres breuvages et l’a trouvé supérieur. « Je souhaiterais faire de Banyuwangi une ville réputée pour son bon café » a-t-il souligné. Pour les habitants de Kemiren, la vie du village est indissociable de la production de café, l’activité étant gérée par la communauté locale. Le café obtenu est par ailleurs de haute qualité et est aujourd’hui très prisé
Looks
SANGGAR GENJAH ARUM
Jangan Asal
Seruput
Iwan Subekti yang juga dikenal sebagai juri kopi berkelas internasional itu mengatakan, di sanggar, para tamunya diajak menikmati kopi dengan melewati proses yang benar. “Sebelum diminum nikmati dulu aroma kopinya. Angkat cangkir dan dekatkan pada bibir. Hirup aromanya, baru diseruput,” katanya. Menyeruput pun ada prosesnya. “Jangan langsung ditelan. Tahan dulu di mulut agar rasa kopinya menempel di lidah,” kata Iwan.
Kalau ingin menambahkan gula, lakukan pada seruputan kedua, karena rasa asli kopi harus dirasakan pada seruputan pertama. “Kopi sudah punya rasa manis yang unik. Setelah itu, silakan tambah gula sesuai selera,” katanya.
Iwan Subekti est un goûteur de café à la renommée internationale. Il explique que dans son établissement, les clients apprennent à déguster le café correctement. « Avant de le goûter, humez la vapeur qui monte de la tasse. Sentez l’arôme, puis sirotez » explique-t-il. «
Mais ne le buvez pas d’une traite. Faites-le rouler en bouche pour qu’il atteigne toutes les parties de la langue » continue-t-il. Si vous voulez rajouter du sucre, faites-le après la première gorgée : la saveur originelle du café doit être d’abord appréciée. »
38
Lyon, Rhône-Alpes Kota Peninggalan UNESCO Le Vieux
Notre-dame de la Fourviere
Presquile
Place Bellecour
Pont Wilson et l’hotel Dieu
Fete de la lumiere
IFI SURABAYA Jalan Ratna No.14 Blok C2 Kompleks AJBS Surabaya 60246 Tel: (62-31) 5035 035
Lyon menjadi saksi bisu evolusi peradaban manusia selama 2.000 tahun dari zaman Romawi, Abad pertengahan, Revolusi Perancis dan peradaban modern yang kita lihat sekarang. Sejak ditemukan pada tahun 43 sebelum masehi, Lyon telah menjadi kota penting pada masa kerajaan Romawi. Letaknya yang strategis, Lyon dijadikan ibukota Gallia Lugdunensis (sebuah daerah pada zaman Romawi). Seiring berjalannya waktu, berbagai monumen termasuk jembatan, saluran air, dan amfiteater juga turut dibangun. Kota Lyon terus berkembang. Industri kain menjadi sumber pendapatan yang menumbuhkan ekonomi kota tersebut. Pada era perang dunia kedua, Lyon menjadi pusat pertahanan Perancis melawan Nazi. Lyon telah menjadi bagian penting dari berbagai perisitwa bersejarah dunia dan terdaftar sebagai kota peninggalan UNESCO pada tahun 1988. Beberapa situs di kota Lyon yang terdaftar sebagai peninggalan UNESCO antara lain distrik Romawi, Vieux Lyon, Croix-Rousse dan Presqu’ile.
Warisan Budaya dan Sejarah
Berkat kekayaan sejarahnya, kota Lyon memliki warisan arsitektur yang megah. Bangunan-bangunan kuno dijaga keasliannya sedangkan bangunan baru dibangun tanpa menutup keindahan bangunan lama. - Presqu’île Surga belanja dari Place Belle Cour sampai dengan Place des Terreaux. Tak hanya itu, Presqu’île juga kawasan sarat kafe, restoran dan toko-toko di Lyon. - Basilika of Notre-Dame de Fourvière Kunjungilah sisa-sisa peninggalan dari ibukota kuno zaman Romawi. Naiklah ke puncak bukit Fourvière dengan berjalan kaki atau dengan kereta kabel. Selain dapat menikmati pemandangan kota Lyon yang luar biasa dan pegunungan Alpen, Anda juga dapat melihat teater Gallo-
Romawi dan Basilika Notre-Dame de Fourvière. Basilika tersebut dikenal sebagai pelindung kota dan destinasi penting bagi para pengunjung. - La Croix-Rousse La Croix-Rousse adalah sebuah bukit dan nama kawasan yang terletak di kakinya. Selain menjaga keaslian kawasannya yang sudah ada sejak tahun 1852, Croix-Rousse juga dijuluki “desa” karena gaya hidupnya yang santai. Di sini, Anda juga dapat melihat pemandangan Lyon dan pinggirannya yang menakjubkan. - Le Vieux Lyon Di Le Vieux Lyon atau Lyon tua, terdapat bangunanbangunan bergaya Renaissance, dan jalanan sempit yang sudah ada sejak abad pertengahan di mana Anda dapat menemukan restoran Bouchons, restoran khas Lyon. - Musée des confluences Museum Confluences menggambarkan cerita tentang umat manusia dan mempunyai lebih dari dua juta koleksi dari abad ke-16 sampai sekarang. Lewat koleksi-koleksinya , museum Confluences adalah kunci untuk mengungkapkan pengetahuan di bidang sains, teknik, kemanusiaan, sejarah dan geografi.
Pusat Kuliner dan Anggur
Lyon, kota terbesar ketiga di Perancis, memiliki warisan kuliner yang amat beragam dan siap memanjakan lidah dan disebut-sebut sebagai ibukota kuliner.
- Makanan khas kawasan Rhône-Alpes dan Restoran Bouchons Lyon Makanan khas Lyon dikenal sederhana dan berkualitas tinggi. Di restoran tradisional Bouchons, biasanya terdapat salad cervelat, andouillette, daging babi, keju musiman yang diberi bumbu herbal, bawang, zaitun dan cuka yang disebut cervelle de canut atau “otak pekerja sutra”. Di daerah gunung, cobalah tartiflette tradisional, sebuah kuliner khas Haute-Savoie yang dibuat dengan kentang dan keju reblochon. Cicipi juga farcement, makanan yang terbuat dari kentang, daging babi bacon, prun dan anggur. Di daerah Isère, Gratin Dauphinois adalah makanan yang wajib dicoba sedangkan di Drôme, ravioli romawi adalah pemeran utama. - Beaujolais Anggur Beaujolais terbuat dari anggur Garmay. Beberapa kebun anggur yang terkenal di Lyon adalah Morgon, Brouilly, Fleurie, dan Juliénas. Anggur Beaujolais adalah pasangan tepat untuk hidangan kuliner Lyon.
Acara dan Kegiatan
- Fete de la lumière Acara yang paling dinantikan di Prancis! Selama Fete de la lumière atau pesta cahaya, monumen bersejarah di Lyon akan diterangi dengan cahaya warna-warni yang apik. Menurut sejarah, pada tahun 1643 rakyat Lyon bersumpah
untuk mendirikan patung Bunda Maria jika terbebas dari wabah penyakit. Berabad-abad kemudian, kota Lyon memperingatinya dengan perayaan 4 hari pesta cahaya pada malam hari dari tanggal 6 sampai dengan 9 Desember. - Lyon Dance Biennale Perhelatan internasional ini menjadikan Lyon sebagai tempat ternama untuk tari. Sebagian orang bahkan menyebut Lyon sebagai ibukota tari dunia. Lyon Dance Biennale diadakan di bulan September setiap tahunnya. - Lyon Contemporary art Biennale Pameran seni kontemporer bertaraf internasional yang memamerkan benda-benda seni dari seluruh dunia. - Les nuits de Fourvière Dalam 10 tahun belakangan, Les Nuits de Fourvière telah menjadi acara penting dalam dunia seni pertunjukkan internasional dan dihadiri oleh lebih dari 100,000 penonton. Menuju ke sana: • 460 km, 285 mil dari Paris • 2 jam dari Paris dan 1,5 jam dari Marseille dengan kereta cepat TGV • Pesawat : 1,5 jam dari Paris, 1 jam 40 menit dari London, 1,5 jam dari Amsterdam, dan 1 jam dari Frankfurt • Mobil : 5 jam dari Paris, 2,5 jam dari Jenewa, 5 jam dari Milan. (adv)
Desa Banjar B a n y u w a n g i
Tak ada yang membantah Kawah Ijen sebagai tujuan wisata yang super ciamik. Asap belerang dan blue fire di kawasan itu menjadi pengalaman tak tertandingi.
40
ďż˝ Manis Nira di Kaki Ijen ďż˝
T
etapi ada baiknya, sebelum naik ke Kawah Ijen, mampirlah dulu ke Desa Banjar, Kecamatan Licin. Itu adalah desa wisata dengan suguhan utama produk-produk aren. Desa yang didominasi pemandangan hamparan sawah terasering dan kebun aren/nira ini menyajikan banyak sekali menu kuliner berbahan dasar aren. Sebut saja bolu kuwuk, jenang procot, semut gula, iwel-iwel, kulupan sawi (singkong yang dibalut
gula aren). Semuanya manis. Bahkan jenang procot dipercaya berkhasiat melancarkan proses kelahiran bagi ibu hamil. Ada juga nasi lemang khas Banjar, nasi yang dimasak dalam bambu yang bisa dijadikan bekal naik Ijen. Ada juga suguhan kopi pahit yang diminum dengan gigitan gula aren. Cara minumnya, bisa sruput dulu kopi lalu menggigit aren. Atau juga bisa dibalik, gigit gula aren lalu nyruput kopi. Kalau masyarakat Banjar biasanya menggunakan cara pertama.
A
da delapan tahapan untuk menyadap nira. Dimulai dari menyiapkan alat-alat atau disebut dendeng lirang (persiapan), muket atau mengikatkan tubuh pada pohon aren dengan kulit bambu, ngenyun (mengayun), malu (memukul), ngiris (memotong) batang aren, nadah (menampung), nggeneni (memasak), dan terakhir nyorog (mengasapi) air nira.
42
Yang tak kalah istimewa di desa Banjar adalah tradisi sadap nira. Tidak sembarang orang di desa ini bisa menjadi penyadap nira atau yang di desa ini dipanggil Paman Iris. Haini (54), warga setempat mengatakan, hanya mereka yang mendapatkan mimpi bertemu gadis atau sosok perempuan saja yang bisa melakukan penyadapan dengan lancar. Selain itu seseorang yang menyadap nira juga harus bersih hatinya, kalau tidak pohon nira yang disadap tidak akan mau mengeluarkan air. “Misalnya saja saya selingkuh. Saat sadap aren, walaupun berair tapi tadah yang
43
dipasang tidak akan penuh,” tutur Haini. Penyadap nira di Banjar meyakini, saat akan menyadap harus harum bau tubuhnya. Selain itu, baju yang dikenakan harus sama dengan baju saat pertama kali mereka menyadap. ”Kalau dua syarat itu tidak dipenuhi, biasanya air hasil sadapannya tidak akan maksimal,” kata pria yang telah lebih dari 30 tahun menjadi Paman Iris. Ada delapan tahapan untuk menyadap nira. Dimulai dari menyiapkan alat-alat atau disebut dendeng lirang (persiapan), muket atau mengikatkan tubuh pada pohon aren dengan kulit bambu, ngenyun (mengayun), malu (memukul), ngiris (memotong) batang aren, nadah (menampung), nggeneni (memasak), dan terakhir nyorog (mengasapi) air nira. Mulai dari dendeng lirang hingga nadah hanya bisa dilakukan oleh laki-laki. Sedangkan nggeneni dan nyorog bisa dilakukan kaum perempuan. Apabila seluruh rangkaian proses itu dilakukan, kata Haini, batang dari pohon aren bisa dengan deras mengeluarkan air hingga satu tahun lamanya. Bagi masyarakat Banjar, ada legenda yang mengisahkan tentang Aren. Konon ada seorang Rondo (Janda) Reni yang sangat mencintai anak laki-laki satu-satunya. Namun, takdir memisahkan mereka. Reni meninggal dunia. Tak kuasa menahan sedih ditinggal ibunya, sang anak terus menangis di makam ibunya. Lalu ada seekor burung gagak di atasnya, karena takut dilemparlah burung itu. Lemparan sang anak tersebut ternyata mengenai batang pohon aren di sebelahnya. Bekas lemparan pohon tersebut ternyata meneteskan air. Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengatakan, Desa Banjar memiliki potensi menjadi desa wisata. Selain memiliki potensi alam dan makanan khas, juga banyak terdapat tradisi dan adat istiadat. “Potensi besar lainnya, masyarakat di sini sangat grapyak atau mudah bergaul. Mereka sangat terbuka pada tamu, sehingga itu menjadi modal utama untuk menjadi desa wisata,” kata Anas. Apalagi, letak Desa Banjar satu arah dengan Gunung Ijen, sehingga dilewati oleh wisatawan yang hendak ke Ijen. “Jadi sebelum naik ke Ijen, bisa mampir di Desa Banjar lebih dulu untuk menikmati makanan khas dan tradisi budayanya,” kata Anas. (haorrahman)
Home Stay
I
Menginap dan Terlibat dalam Tradisi
ngin seoptimal mungkin memberikan kenyamanan pada wisatawan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, bekerja sama dengan Bank BTN, membangun 1000 home stay di desa wisata. “Konsepnya tidak hanya sekadar menginap saja, namun di homestay itu ada aktivitas masyarakat, yang bisa menjadi atraksi wisata,” kata Anas. Jadi wisatawan selain menginap bisa melihat secara langsung, tradisi unik yang ada di masyarakat setempat. Menurut Anas, kreativitas masyarakat ini yang membuat dunia pariwisata Banyuwangi berkembang. Lantaran basis pertumbuhan pariwisatanya berasal dari tradisi masyarakat yang berkembang secara turun temurun. Wisatawan bisa menikmati makanan tradisional, lanskap alam, dan menyelami kebudayaan lokal dengan melihat aktivitas masyarakat sekitar. Seperti di Banjar, wisatawan bisa menginap sambil melihat proses penyadapan, pembuatan gula aren, pengolahan menjadi bahan makanan, dan aktivtitas lainnya. Sekarang, banyak wisatawan terutama mancanegara yang lebih suka berwisata di desa. Mereka ikut membajak sawah, memasak gula, memarut kelapa, dan sebagainya. Seperti wisatawan asal Spanyol, Paula Gracia (22), tampak asyik mengambil gambar proses pembuatan gula merah. Menurut Paula prosesnya ini sangat menarik bagi dia karena tidak ditemui di negara asalnya. “Ini pertama kalinya saya melihat proses pembuatan gula merah (brown sugar). Very local dan sangat menarik. Saya sangat terkesan dengan yang ada di sini,” ujarnya. Bukan hanya menikmati, Paula pun mencoba setiap olahan gula aren ini. “Nice, I like it.” (haorrahman)
44
45
Wisata
Laut Jadi Favorit
Pekan terakhir Juni 2016, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas membuat meluncurkan objek wisata baru di laut Banyuwangi. Wisata baru itu dibuka dengan Banyuwangi Underwater Festival.
T
empat wisata itu terletak di Pantai Bangsring di Kecamatan Wongsorejo. Festival itu sendiri dipusatkan di Zona Perlindungan Bersama, Rumah Apung, tepatnya di wilayah laut Bangsring di Selat Bali. Dengan luas sekitar 15 hektare, objek wisata itu menyajikan pemandangan bawah laut aduhai yang menjadi rumah bagi berbagai jenis ikan hias. Menurut Bupati Anas, telah ada perubahan perilaku yang sangat besar di kalangan nelayan. “Kalau
dulu mereka mengebom untuk dapat ikan, sekarang mereka justru menjaga ekosistem dan mencari ikan dengan cara aman,� katanya. Bangsring Underwater selama empat tahun terakhir ini telah menjelma menjadi salah satu obyek wisata favorit di Banyuwangi. Bangsring Underwater berada di Dusun Krajan, Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo yang berjarak sekitar 27 kilometer dari kota Banyuwangi menuju utara. Di lokasi wisata ini, wisatawan bisa menikmati wisata bahari seperti berenang bersama anak ikan hiu di keramba rumah apung, serta memberi makan ikan laut liar yang ada di Selat Bali.
46
ah ada,� ujar Ikhwan. Wisata laut sudah beberapa tahun menjadi andalan bagi Kabupaten Banyuwangi untuk mendatangkan turis, baik domestik maupun mancanegara. Yang sebelumnya dilakukan adalah mengembangkan Pantai Plengkung dan Pantai Pulau Merah menjadi lokasi kompetisi surfing internasional. Ombak di kedua pantai ini tidak kalah jika dibandingkan pantai-pantai di Bali yang selama ini dikenal sebagai tempat surfing. Tahun depan, bahkan event dua tahunan di Australia Barat, Fremantle Yacht Rally akan digelar di Banyuwangi pada 22 Mei 2017. Puluhan kapal layar (yacht) itu akan berlabuh di Pantai Boom yang akan dibangun dermaga untuk kapal pesiar. (ook)
Selain itu, wisatawan bisa juga diving dan snorkeling di sekitar keramba hingga ke Pulau Tabuhan yang terkenal dengan pasir pantainya yang putih. Saat snorkeling, wisatawan bisa menikmati eksotisme pemandangan bawah laut yang dipenuhi dengan terumbu karang, koloni soft coral dan aneka ikan hias. Zona Perlindungan Bersama (ZPB) Bangsring, sendiri saat ini telah ditetapkan sebagai area konservasi. Dituturkan pengelola Bangsring Underwater, Ikhwan Arief, bahwa di kawasan ini dulunya ekosistemnya lautnya rusak. Ikan berkurang dan karang-karang hancur. “Upaya kami menjaga laut justru berbuah lebih. Kawasan konservasi ini akhirnya bisa menjadi obyek wisata bahari, tanpa harus kami merusak apa yang tel-
W
i
s
a
t
a
Pantai Pulau Merah Destinasi yang satu ini sudah berkaliber internasional, antara lain karena menjadi lokasi kompetisi surfing dunia. Butuh waktu 2,6 jam (60 km) arah selatan pusat kota Banyuwangi dengan menggunakan kendaraan pribadi. Selain pemandangan yang luar biasa indah, para wisatawan bisa menikmati suasana matahari tenggelam. Bulan Mei hingga Desember dianggap menjadi saat paling sempurna untuk menikmati pantai ini. Soal penginapan, wisatawan sudah tidak perlu khawatir lagi, karena di desa sekitar pantai sudah banyak penduduk yang merombak rumahnya menjadi homestay.
A
l
a
m
Agrowisata Kalibendo Agrowisata Kalibendo terletak kira-kira 25 km dari Kota Banyuwangi. Agrowisata ini terletak di dataran tinggi. Tepatnya pada jalur perjalanan utama dari Gunung Ijen. Perkebunan yang memproduksi karet, kopi dan cengkeh menjadi pemandangan yang khas, dengan udara yang sejuk. Para pengunjung juga bisa melihat bangunan tua bekas kantor kerja kolonial Belanda. Wisata perkebunan lain yang bisa dikunjungi adalah Bayu Lor, Kali Klatak, Kendeng Lembu, Glenmore dan Kali Telepak. Air Terjun Kampung Anyar Air terjun ini terletak di Dusun Kampung Anyar, Desa Taman Suruh Kecamatan Glagah. Objek wisata ini termasuk yang sedang ‘ngehits’ di Banyuwangi dan julukannya pun beragam. Misalnya, Air Terjun Bersaudara, Air Terjun Kembar, Air Terjun Kampung Anyar, Air Terjun Jagir, Air Terjun Bidadari. Bahkan ada yang menyebut Air Terjun 3 in 1, karena ada tiga kelompok besar air yang jatuh, tetapi ditampung pada satu kubangan besar. Air terjun ini bisa ditempuh dalam waktu 20 menit (15 km) arah barat pusat kota Banyuwangi.
Pantai Wedi Ireng Pantai ini terletak di Desa Pancer Kecamatan Pesanggrahan. Seperti namanya Wedi Ireng (pasir hitam) pantai ini dihiasi pasir putih dan pasir hitam yang menjadi satu. Pantai ini masih sangat asri dan dilingkungi pepohonan hijau. Pantai ini terletak sekitar 3 km dari Pantai Pulau Merah. Panorama sunset pun sangat cantik bila dinikmati dari pantai ini. Kawah Ijen Meski sudah lama dikenal, kawah Ijen masih menjadi destinasi penting di Banyuwangi. Gunung Ijen merupakan gunung berapi aktif dengan ketinggian 2443 mdpl. Lewat Banyuwangi (jalur selatan) kawah Ijen bisa dicapai Banyuwangi perjalanan menuju Desa licin kemudian dilanjutkan ke Paltuding dengan jarak 35 km dengan jarak tempuh 1,5 jam. Selain panorama matahari terbit dan eksotisme penambangan belerang, hal lain yang bisa dilakukan di Kawah Ijen adalah menyaksikan keindahan blue fire atau api biru. Api ini bisa dinikmati pada dini hari hingga pukul 05.00.
47
Oleh-oleh khas Banyuwangi Kue Bagiak Kue Bagiak adalah salah satu jajanan khas asal Banyuwangi, jajanan yang satu ini terbilang unik,kue kering berbentuk bulat panjang atau lonjong ini terbuat dari tepung sagu larut telur,tapioka,margarine, baking powder yang dicampur dengan kelapa parut dan bahan lainnya. Kue ini bertekstur lembut ketika masuk ke dalam lidah, ada beberapa varian rasa dari kue bagiak ini rasa jahe, kacang, keningar ( kayu manis ) , susu dan original.
yaitu kacang merah, pandang , keju , coklat, durian, ayam, strawberry, kurma capucino dan pisang keju.
Pia Glenmore Pia Glenmore adalah salah satu jajanan khas Banyuwangi dan bisa menjadi oleh oleh khas Banyuwangi. Dinamakan Pia Glenmore karena Pusat dari pembuatan jajanan khas ini dari sebuah kecamatan yang ada di Banyuwangi yaitu Glenmore. rasa yang khas dengan warna pia kuning mengkilat menggugah selera bagi penikmat kuliner. terdapat berbagai varian isian dari Pia Glenmore
Pusat Oleh - Oleh Outlet Dapur Oesing : Jl. Ahmad Yani. Outlet PelangiSari : Jl. Letjen Sutoyo. Outlet Pelangi Sari 2 : Jl.Brawijaya Oleh- oleh khas Banyuwangi : Jl.Kh.Wachid Hasyim. Istana Gandrung : Jl. Raya Dadapan Banyuwangi. Bagiak gajah Oling : Jln. Imam Bonjol 34 Tukang Kayu
Nama Hotel Santika Hotel Mahkota Pelengkug Hotel Ijen Resort Hotel Baru Indah Hotel Banyuwangi Beach Hotel Ail Hotel Angsa Lestari Hotel Bali Adyana Hotel Baru Hotel Bhakti Hotel Blambangan Hotel Cawang Indah Hotel Ijen Resto Hotel Kalibaru Cotage Hotel Ketapang Asri Hotel Pelengkung Indah Hotel Pelengkung Indo Hotel Ritansa Roebuck Hotel Sinar Ayu Hotel Sri Wulan Cotage Kalibaru Cotage Rumah Senang Cotage Trianggulasi Cotage Wisata Irjen Cotage DWU Cotage Garden Penginapan Appink Penginapan Wisma Mulia Ijen Resort & Villa Java Banana
Tape Buntut Tape Buntut tidak sama dengan tape pada umumnya, yang dibungkus dengan daun pisang, Tape Buntut dengan menggunakan daun jati yang telah dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai bentuk Buntut / Ekor.
Alamat Jl. S Parman no 15 Banyuwangi Jl. Yos Sudarso Banyuwangi Jl. Lijen (Licin) Banyuwangi Jl. Raya Genteng no 241 Jajag Jl. Gatot Subroto no 07 Banyuwagi Jl. Karangbendo Rogojampi Jl. Yos Sudarso no 171 Banyuwangi Jl. Wahid Hasyim no 48 Banyuwangi Jl. Jetjen Hariyono no 82-84 Banyuwangi Jl. PB. Sudirman no 115 Banyuwangi Banyuwngi Jl. Dr. Wahidin S Banyuwangi Jl. Raya Sitibondo no 52 Banyuwangi Jl. Lijen (Licin) Banyuwangi Jl. Raya Jember Kalibaru Jl. Gatot Subroto no 14 Banyuwangi TN. Alas Purwo Banyuwangi TN. Alas Purwo Banyuwangi Jl. Sayu Wiwit no 52 Banyuwangi Ds. Krajan Mangir Rogojampi Jl. Grajagan Banyuwangi Jl. Raya Jember Kalibaru Kajarharjo Kalibaru TN. Alas Purwo Banyuwangi Perkeb. Kaliklatak Banyuwangi Ds. Kemiren Glagah Dsn. Cementuk Cluring Jl. Gatot Subroto no 141 Banyuwangi Jl. Gatot Subroto no 162 Ketapang Jl. Randu Angung Ds. Tamansari
Telepon 0333-4465123 0333-416586 0333-7744039 0333-396515 0333-427605 0333-636377 0333-427700 0333-424359 0333-421369/421398 0333-421129 0333-421598 0333-7701111 0333-7744039 0333-837333-34 81331803424 81331803424 0333-416896 0333-898481 0333-424675 0333-837333-34 0333-898602 0333-511073 0333-424061 0333-412456 0333-396766 0333-425176 0333-412402 0333-429000 811303818
48
50
Rumah Apung Pantai Bangsring—
Jadi Saksi
Virus Positif Nelayan 51
Sepuluh hari menjelang berakhirnya bulan Mei 2016, Bupati Azwar Anas membuka Underwater Festival. Ini merupakan satu dari 53 festival yang digelar di kabupaten paling timur pulau Jawa itu selama 2016.
52
F
estival bawah air itu dipusatkan di sebuah bangunan kayu ‘terapung’ di lepas Pantai Bangsring, sebuah pantai yang terletak di Kecamatan Wongsorejo. Bangunan itu juga disebut sebagai Zona Perlindungan Bersama (ZPB) Rumah Apung. Sudah tak terhitung festival atau event yang digelar di pinggir pantai, seperti pergelaran musik jazz, paragliding hingga Gandrung Sewu. Tetapi festival bawah air di Pantai Bangsring itulah yang pertama.
53
Tidak berbeda dengan wisata bawah laut di tempat lain di Indonesia, di Bangsring orang bisa menikmati pemandangan bawah laut yang luar biasa. Berbagai jenis ikan hias dan terumbu karang yang luar biasa indah. Bedanya, di tempat lain seperti Bunaken, Sulawesi Utara misalnya, obyek semacam ini tercipta secara alami. Sedangkan di Bangsring, peran nelayan ikan hias setempat sangat besar dalam konservasi ragam hayati di situ. Berkat kegigihan para nelayan itu, keindahan alam bawah laut itu bisa dinikmati dengan cara diving atau snorkeling. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas ingin para nelayan Bangsring menyebarkan virus positif ke nelayan di daerah daerah sekitarnya. “Semoga dari Bangsring ini tersebar virus positif untuk menjaga ekosistem laut,� kata Anas. Para nelayan yang tergabung dalam kelompok Bangsring Underwater inilah yang mengelola spot wisata bawah laut itu. Untuk menandaskan peran penting di ranah konservasi Bangsring, 58 nelayan menyelam di perairan selat Bali selama 28 jam. Mereka mengawasi, memantau perubahan yang terjadi di sekitar perairan Bangsring, mulai dari perubahan arus, jenis ikan dan kondisi karang. Hasil dari monitoring ini nantinya menjadi data acuan bagi penglola ZPB Rumah Apung, selain juga menjadi acuan Pemkab Banyuwangi untuk mengenal kondisi perairan di sana. Penularan virus positif Bangsring kemudian dilanjutkan dengan program penanaman 5.00 terumbu karang di pantai di sembilan kecamatan di Banyuwangi. Terumbu karang itu akan menjadi tempat paling sempurna bagi ikan untuk bertelur. “Satu ikan saja menghasilkan jutaan telur, terumbu karang yang menjadi tempat bertelur ikan ini juga berfungsi melindungi telur-telur tersebut. Jika satu persen saja dari telur itu menjadi ikan maka jumlah ikan di lautan akan luar biasa,� ujar Pujo Raharjo, Kepala Dinas Perikanan Banyuwangi. (haorrahman)
Semoga dari Bangsring ini tersebar virus positif untuk menjaga ekosistem laut
INFORMATION: 031-8419000
Member of
Kabut Putih itu Melayang di Bawah Perbukitan Negeri di atas awan itu bukan dongeng belaka. Tempat itu betul-betul ada. Tepatnya di Desa Argosari, Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dikenal sebagai B29, bukan sejenis pesawat pengebom, melainkan bukit ke-29 dari jajaran tanah tinggi yang melingkari kawasan Bromo.
58
J
ARAK Desa Argosari menuju B29 tidak terlalu jauh. Kurang lebih 3 km. Jangan membayangkan cukup mudah dan cepat menggapainya. Perjalanan bisa memakan waktu 30 menit, bahkan lebih, karena medan yang berat. Setidaknya, hingga Pos Retribusi B29, ada tiga kombinasi kondisi jalan. Tim Jatim Travel Guide (JTG) harus melewati jalanan beraspal kasar yang sebagian sudah hancur, kemudian menanjak dalam bentuk paving, dan terakhir merupakan jalur off road berupa tanah merah. Ketika musim hujan tiba dan mampu mencapai Pos Retribusi sudah sangat bagus. Kalau mengendarai sendiri (roda 2), JTG menyarankan sebaiknya tidak memainkan kopling. Bisa-bisa hangus. Cukup masukkan gigi satu dan gas sebisanya. Kalau tidak kuat, tinggal dorong saja. Tim JTG berkunjung saat
59
Beruntung, JTG men-carter ojek dengan pengemudi yang berpengalaman. Motornya bukan bukan motor bebek. Jantung berdetak kencang sehingga memicu adrenalin. Beberapa kali harus menyeimbangkan motor dengan kedua kaki selama di perjalanan. “Sangat disarankan tidak pake motor matik, apalagi pas hujan begini,� tutur pengemudi ojek. Maklum, medan setelah Pos Retribusi sangat tricky. Ada belokan ke kanan yang sangat tajam, diikuti tanjakan tinggi, dan dilanjutkan tikungan tajam ke kiri. Salut kepada warga setempat yang berprofesi sebagai tukang ojek. Kemampuan dan skill mereka mengendalikan kendaraan roda dua di atas rata-rata para biker. Mereka dengan mudah melewati rintangan ekstrem sebelum menggapai B29. Bahkan, kadang,
berboncengan bertiga. Padahal, motornya bukan jenis terbaru. Hanya roda dua biasa semacam GL Pro, Mega Pro, atau Revo yang bannya saja masih standar, belum diubah menjadi ban enduro atau sejenisnya. Memang sangat berisiko apabila sampai motor tidak terkendali dan terjerembab ke lereng bukit. Sebagian warga memberikan layanan ojek bagi pengunjung menuju B29. Tarifnya berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000, tergantung proses tawar menawar. Layanan ojek itu melayani rute pulang pergi. Jadi, tidak perlu khawatir untuk bisa turun kembali ke desa terdekat. Suasana masih cukup gelap ketika Tim JTG bergerak ke B29. Kalau tidak salah jarum jam menunjukkan
Sangat disarankan tidak pake motor matik, apalagi pas hujan begini
60
pukul 03.00 WIB. Tidak terlihat pemandangan sekitar selama perjalanan. Tentu saja ini berbanding terbalik saat turun. Kalau cuaca cerah akan tampak perbukitan yang indah, hamparan perkebunan sayur warga dan udara segar. Semua itu berlatar belakang puncak tertinggi di Pulau Jawa, yakni Gunung Semeru dengan puncaknya Mahameru. Tingginya sekitar 3.676 meter di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan destinasi favorit para pecinta alam dan wisatawan karena punya danau dan kawah yang menawan. Selama perjalanan menanjak, pengunjung akan tiba di area yang berdiri warung-warung. Menu makanan dan minuman di sini relatif sederhana. Harganya relatif terjangkau. Kopi hangat Rp 3.000,
mie instan Rp 5.000, gorengan Rp 1.000. Hangatkan badan dengan kopi atau teh hangat. Biasanya ada juga yang memilih tidur untuk istirahat. Tidak masalah, namun pastikan tidak telat bangun. Sebenarnya, dari kawasan warung itu dapat terlihat kawasan Bromo. Tapi itu masih belum B29. Sedikit naik lagi, jalan kaki, sekitar 15 menit barulah disebut B29. Dari lokasi ini, pengunjung, termasuk Tim JTG waktu itu, bisa melihat Bromo dengan leluasa. Ada Gunung Batok, Pasir Berbisik, dan Savana Bromo. Maklum, ketinggiannya 2.900 meter di atas permukaan laut. Pemandangan begitu menakjubkan, menyaksikan Bromo dari sudut pandang yang lain. Biasanya mentari terlihat sekitar pukul 05.30 WIB.
Selama perjalanan menanjak, pengunjung akan tiba di area yang berdiri warungwarung. Menu makanan dan minuman di sini relatif sederhana.
61
perbukitan, juga di bawah B 29. Gerakan kabut itu seperti arus laut. Terjun ke daerah yang lebih rendah. Dalam beberapa saat, kabut menutupi seluruh daratan. Saat itulah, pengunjung, termasuk JTG waktu itu, merasakan betul-betul seperti di atas awan. Nikmati suasana itu. Pastikan kamera tidak tertinggal. Abadikan momen di situ. Saat Bromo menyemburkan asapnya ke angkasa, kabut tebal menutupi daratan, dan sorotan cahaya mentari dari timur akan semakin membuat latar belakang pemandangan indah. Duduklah di rumput yang basah. Perhatikan baik-baik kabut-kabut yang bergerak. Tenangkan napas dan pikiran. Nikmati pagi yang cerah. Memang benar, Tuhan sebaik-baiknya seniman. B29 betul-betul negeri di atas awan! Let’s go! (benni indo)
Butuh perhitungan waktu yang pas untuk melihat sunrise selain cuaca. Tim JTG menyarankan, jika datang ke Argosari pukul 03.00 WIB, lalu menghabiskan 30 menit menuju B 29, maka pukul 03.30 WIB, sudah berada dekat B29. Setelah istirahat, barulah siap-siap meyaksikan sunrise itu. Tidak jauh dari B29, ada bukit lagi, namanya B30, berada di ketinggian 3.000 meter. Letaknya di perbatasan Lumajang dan Probolinggo. Secara administratif, B30 termasuk wilayah Probolinggo. “Di B30, kalau beruntung dapat menemukan buah ‘Glunggung Kebo’, bentuknya kecil seperti berry merah, rasanya asam manis,” tutur penjaga warung. Ketika matahari mulai merangkak naik, mulai terasa hangatnya sinar. Kabut putih melayang-layang di bawah
Tidak jauh dari B29, ada bukit lagi, namanya B30, berada di ketinggian 3.000 meter. Letaknya di perbatasan Lumajang dan Probolinggo. Secara administratif, B30 termasuk wilayah Probolinggo.
63
R u t e
k e
D
B 2 9
siapkan peralatannya. Ini bisa menjadi alternatif lain menikmati sunrise. Setidaknya, tidak perlu berangkat malam hari. Berangkat siang hari lalu mendirikan tenda, tidur di tenda, dan pastikan bangun pagi untuk melihat percikan sinar mentari dari ufuk timur. Apabila tidak sempat mendirikan tenda, menginaplah di rumah warga dengan biaya Rp 300.000 hingga Rp 500.000 per malam, tergantung ukuran rumahnya. Perkirakan waktu keberangkatan. Misalnya, dari Surabaya, ada baiknya berangkat sekitar pukul 23.00 WIB. Dengan estimasi perjalanan 4 jam, tiba di Argosari pukul 03.00 WIB. Kalau dari Malang, estimasi 5 jam. Mobil hanya dapat sampai di desa. (benni indo)
ESTINASI B29 semakin populer dan banyak dikunjungi belakangan ini. Banyak orang mengabadikan momen di sana. Lalu mengunggahnya ke sosial media. B29 menjadi pilihan tepat untuk berlibur bersama keluarga atau kerabat. Jalur menuju Desa Argosari, Lumajang, tidaklah sulit. Sebaiknya membawa kendaraan pribadi. Tidak ada angkutan umum yang dapat mengantarkan ke sana. Bisa saja ojek, tapi harus mengeluarkan banyak biaya untuk itu. Apalagi, untuk dapat menikmati sunrise, perlu berangkat malam hari. Perjalanan dari Surabaya ke Desa Argosari kurang lebih 4 jam. Kalau dari Malang sekitar 5 jam. Di B29, boleh mendirikan tenda. So, per-
64