Analisis mutasi pejabat oleh incumbent

Page 1

ANALISIS MUTASI PEJABAT OLEH INCUMBENT/PETAHANA PASCA DISAHKAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Pasca disahkan UU Nomor 10 Tahun 2016 yang merupakan dasar pelaksanaan Pilkada 2017, terjadi banyak perubahan norma hukum signifikan terkait pelaksanaan Pilkada serentak di republik ini. Salah satunya adalah diaturnya ketentuan mengenai larangan bagi pejabat negara untuk membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Selain itu terdapat ketentuan larangan bagi petahana/incumbent untuk melakukan perombakan/rotasi kabinet 6 (enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan (Ps 72 Ayat 2 UU Nomor 10 tahun 2016) Sebelumya di Pasal 71 Ayat 2 UU 1 tahun 2015 sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2015, Petahana hanya dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir. Namun di dalam UU 10 Tahun 2016 terdapat tambahan ketentuan tidak hanya 6 bulan sebelum akhir masa jabatan namun dimajukan sejak tanggal penetapan pasangan calon. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016. Berikut isi berserta penjelasa pasal tersebut : Pasal 71 (1).

Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

(2).

Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

(3).

Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

(4).

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.

(5).

Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana


tersebut Provinsi (6).

dikenai sanksi pembatalan sebagai calon atau KPU Kabupaten/Kota.

oleh

KPU

Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Penjelasan Pasal 71 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pejabat negara” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara. Yang dimaksud dengan “pejabat daerah” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Ayat (2) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, Walikota menunjuk pejabat pelaksana tugas.

maka Gubernur, Bupati, dan

Yang dimaksud dengan “penggantian” adalah hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.

Yang dimaksud Pejabat dalam Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016, dalam penjelasan di jelaskan bahwa Yang dimaksud dengan “pejabat negara” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara. Sedangkan Yang dimaksud dengan “pejabat daerah” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 71 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tersebut, norma hukum dalam pasal ini adalah tegas, berupa larangan kepala daerah untuk melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Maka secara hukum, sejak UU Nomor 10 Tahun 2016 ini diundangkan pada tanggal 10 Juli 2016, maka terhitung sejak tanggal diundangkan hingga penetapan sebagai pasangan calon serta akhir masa jabatan, calon petahana dilarang untuk melakukan perombakan kabinet/rotasi dalam jabatan di struktur organisasi pemerintahan.


KESIMPULAN 1. Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, kepala daerah (Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota) dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Aturan ini merupakan perubahan dari UU sebelumnya (UU Nomor 8 Tahun 2015) dimana dalam aturan sebelumnya petahana tidak boleh merombak kabinet 6 bulan sebelum akhir masa jabatan namun di dalam ketentuan UU nomor 10 tahun 2016 ditambah ketentuan menjadi sampai penetapan pasangan calon dan akhir masa jabatan. 2. Kepala Daerah yang hendak mencalonkan diri (petahana) ingin melakukan perombakan kabinet, terhitung sejak tanggal ini diundangkan (21 Juli 2016) hingga 22 Oktober 2016 (penetapan pasangan calon) serta masa jabatan, diharuskan menyertakan izin tertulis dari Mendagri. Apabila tidak ada izin tertulis tersebut, petahana berkonsekuensi dikenakan sanksi yang terdapat pada ketentuan Pasal 71 Ayat 5, yaitu pembatalan sebagai Calon Kepala Daerah oleh KIP Provinsi dan/atau KIP Kabupaten/Kota. 3. Sebagaimana ketentuan yang termaktub dalam Pasal 199 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada (Perubahan kedua UU Nomor 8 Tahun 2015, ketiga UU nomor 10 Tahun 2016) , dimana disebutkan bahwa “ Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri�. Dalam UUPA tidak diatur mengenai larangan penggantian pejabat sebelum 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sebagai pasangan calon dan akhir masa jabatan sehingga UU ini secara hukum berlaku bagi Provinsi Aceh.

REKOMENDASI 1. Kepada DPRA untuk melakukan sinkronisasi Qanun Aceh tentang Penyelenggaran Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota Tahun 2017 dengan memasukan ketentuan dalam Pasal 71 ayat 1 s/d 6 dalam rangka mencegah adanya disharmonisasi Qanun Aceh dengan Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi. 2. DPRA harus menyiapkan langkah hukum, apabila tidak mensinkornisasi aturan ini kedalam Qanun Pilkada Aceh. Petahana dapat saja melakukan rotasi kabinet/penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, tanpa adanya konsekuensi hukum dari Qanun Pilkada Aceh tahun 2017. Dikhawatirkan kedepan akan ada gugatan ke Mahkamah konstitusi apabila Qanun Aceh tidak mengadopsi aturan dalam Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.