ANSIS
PRODUK
速
analisis situasi
JA R I N GA N S URV E Y I NI SI ATI F
MENYOAL PERSYARATAN JALUR PERSEORANGAN
DALAM DRAFT
QANUN PILKADA
Volume 7
APRIL 2016
DAFTAR ISI 1. 5.
LATAR BELAKANG
6.
MENYOAL PERSYARATAN JALUR PERSEORANGAN DALAM DRAF QANUN PILKADA
7.
QANUN PILKADA DAN POTENSI JUDICIAL REVIEW ATAU EXECUTIVE REVIEW
CALON PERSEORANGAN DAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)
10. REKOMENDASI JSI JARINGAN SURVEY INISIATIF HEAD OFFICE Jln. Tgk. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, INDONESIA Telp. (0651) 6303 146 Web: www.jsithopi.org Email: js.inisiatif@gmail.com
TIM RISET JSI
latar belakang
A
ceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kekhususan Aceh merupakan efek dari perjuangan panjang baik ketika konflik dan bencana tsunami. Jika membaca sejarah maka perjuangan yang dilakukan rakyat Aceh dimulai jauh sebelum Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di deklarasikan.
EDITOR IN CHIEF Aryos Nivada WRITERS Ahmad Mirza Safwandy DESAIN LAYOUT Teuku Harist Muzani SENIOR EXPERT ANDI AHMAD YANI, CAROLINE PASKARINA, ELLY SUFRIADI, CHAIRUL FAHMI, MONALISA, FAHRUL RIZA YUSUF
Pergolakan demi pergolakan menandakan bahwa Aceh begitu penting dimata republik. Oleh sebab itu semua persoalan masa lalu terselesaikan dengan damai adalah sebuah keniscayaan. Perjuangan panjang menuju damai menyimpan pesan tentang mendesain sebuah demokrasi lokal adalah sebuah keharusan. ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
1
Sejalan dengan itu prinsip-prinsip yang diatur didalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada preambule alenia kedua telah memuat ketentuan kepada para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.1 Selain kehadiran partai lokal, hal lain yang mengindikasikan kemajuan dalam ketatanegaran pada saat Aceh dimungkinkan keikutsertaan calon perseorangan/independen untuk menjadi peserta pilkada selain Parpol. Pasangan Calon perseorangan adalah peserta pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi syarat sebagai pemilih berdasarkan Undang-Undang.2 Pilkada tahun 2006 tersebut merupakan pilkada pertama yang dilaksanakan pasca perdamaian di Aceh. Sebagai negara yang menganut demokrasi konstitusional kehadiran calon perseorangan adalah langkah maju guna memperkuat dominasi sipil. Bahkan calon perseorangan yang di mulai dari Aceh menginspirasi nasional dengan mengakomodir calon perseorangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Badan Legislasi (Banleg) DPR Aceh Senin 12 April 2016 menggelar rapat pembahasan lanjutan dengan agenda Perubahan Qanun Pilkada Nomor 5 Tahun 2012. Pasca pembahasan yang dilkakukan Banleg DPRA pro-kontra pun muncul laksana anak panah yang keluar dari busur, beberapa kalangan beranggapan draf rancangan qanun (raqan) Pilkada tersebut telah mencederai demokrasi. 1 Memorandum of Understanding between the government of Republic of Indonesia and the free Aceh Movement in Helsinki, 15 Agustus 2005. 2 Pasal 1 Ayat (22) Qanun Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pemilihan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota
2
Pengaturan mengenai calon perseorangan diperketat. Pasal 24 Rancangan Qanun (Raqan) Pilkada Perubahan atas Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil bupati, Walikota/Wakil Walikota memperberat calon perseorangan dengan menambah ketentuan pernyataan dukungan tertulis sebagaimana diatur pada huruf d dan huruf e, harus ditandatangani atau dibubuhi cap jempol, dibuat secara individu, dilengkapi materai, dan mengetahui keuchik setempat. Daftar nama pendukung itu kemudian ditempelkan di kantor keuchik atau meunasah gampong. Ketentuan raqan Pilkada pada Pasal 24 tersebut telah mengkudeta hak konstitusional calon perseorangan, betapa tidak keberadaan calon perseorangan dalam Pilkada merupakan kemajuan yang lahir dari rahim demokrasi lokal, bahkan menginspirasi pembentuk undang-undang hingga berlaku secara nasional. Kehadiran calon perseorangan merupakan jawaban atas kegundahan politik masyarakat dalam menentukan atau menggunakan hak pilih dan dipilih yang selama ini hanya tersalurkan melalui jalur partai politik (parpol) saja. Memperberat syarat bagi calon perseorangan sama saja dengan menghentikan langkah calon perseorangan dengan cara membajak “prosedural”. Pembahasan yang dilakukan oleh Banleg yang merupakan representasi Parpol tidak mampu mengalihkan stigma bahwa Parpol lebih baik, justru parpol semakin terbelenggu. Jika ketentuan pembatasan terhadap calon perseorangan tetap dipaksakan, Banleg tidak hanya merobek demokrasi yang sudah dirajut bersama melainkan membuat masyarakat akan apatis dalam setiap pesta demokrasi. Idealnya Parpol dalam sistem politik demokrasi melakukan tiga kegiatan, yaitu, penyeleksian terhadap calon-calon, melaksanakan kampanye, dan melaksanakan fungsi pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif. 3 3 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta,2010, hal, 149. ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
Menurut James Rosnau yang dikutip oleh Prof. Sedangkan menurut Dicey ada 3 (tiga) elemen Abdul Mukhtie Fadjar, Parpol sebagai sarana peng- sebuah negara hukum, yaitu; 10 hubung antara berbagai kepentingan dalam suatu a. absolute supremacy of law, yaitu berlawanan sistem politik, berperan sebagai penetratif (penetradengan kekuasaan sewenang-weang dan mengetive linkage), yaitu berperan dalam proses pemben4 sampingkan penguasa yang sewenang-wenang, tukan kebijakan negara. Kemudian Parpol berperan reaktif (reactive linkage), yaitu reaktif atas kebijakan maupun diskresi pemerintah; 5 yang dikeluarkan oleh negara. b) equality before the law, yaitu persamaan dimuSecara umum konflik yang terjadi antar elit loka hukum; dan kal dalam Pilkada meliputi konflik prosedural atau precedural conflict, konflik sederhana, antar personal c) due proses of law, yaitu segala tindakan negara versus personal, konflik eksternal yaitu konflik antara harus berdasarkan hukum, dan tidak ada tindadua pihak diakibatkan ketidaksenangan antara pihak kan negara yang tidak berdasarkan hukum. yang satu dengan pihak yang lain, interpersonal con6 flict yaitu konflik dalam organisasi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya konsep demokrasi berhubungan erat dengan konsep negara hukum. Bahwa demokrasi tidak dapat terwujud tanpa hak berpartisipasi dalam pemerintahan, dalam Banleg Antara Demokrasi Elitis dan demokrasi rakyat mengontrol kekuasaan negara, bukan sebaliknya. 11 Sejalan dengan konsep diatas, maka Demokrasi Partisipatif Indonesia merupakan negara demokrasi dan negara Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie konsep- hukum (nomokrasi), seperti yang termuat dalam si HAM dan demokrasi dalam perkembangannya Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 1 Ayat terkait erat dengan konsep negara hukum, dengan (2) “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakprinsip yang memerintah adalah hukum bukan ma- sanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Kemudian nusia. 7 Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa hu- pada Ayat (3), “Negara Indonesia adalah negara hukum dimaknai sebagai kesatuan hierarkhis tatanan kum.” Menurut Janedjri M. Gaffar hakikat dan prinhukum yang berpuncak pada konstitusi (supremasi sip-prinsip dasar demokrasi harus dilaksanakan baik konstitusi), prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat oleh penyelenggara negara maupun warga negara, menjamin peran serta masyarakat dalam setiap pen- jika tidak dilaksanakan maka demokrasi akan terjebgambilan keputusan, harapannya adalah ketika pera- ak sebagai legitimasi. 12 turan-perundang-perundangan tersebut diterapkan Bagaimana dengan prinsip-prinsip yang termampu memenuhi perasaan keadilan masyarakat. 8 kandung dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Menurut Julius Stahl ciri negara hukum Sipil dan Politik yang diratifikasi oleh Pemerintah(rechtsstaat) yaitu, adanya perlindungan HAM, adan- an Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 12 ya pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan Tahun 2005. Dalam UU tersebut diatur hal-hal yang undang-undang, dan peradilan tata usaha negara.9 berkenaan dengan hak-hak sipil dan politik, diantaranya adalah seperti yang termuat dalam Pasal 25 yang berbunyi; “Setiap warga negara harus mempu4 Abdul Mukhtie Fadjar, Partai Politik Dalam nyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, Setarasebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa Press, Malang, 2012, hal, 18 pembatasan yang tidak layak, untuk: 5 Ibid 6 Suharizal, Pemilukada Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang,RajaGrafindo, Jakarta, 2011, hal, 190. 7 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Konpress, Jakarta, 2006, hal, 229 8 Ibid, hal 299-230. 9 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekjend MK, Jakarta, 2006, hal, 141. ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
10 Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal, 16. 11 YLBHI, Autralian Aid, Panduan Bantuan Hukum Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, 2014, hal, 369 12 Janedjri M. Gaffar, Mengawal Demokrasi, Opini di Media Seputar Indonesia yang dimuat tanggal 8 Juni 2007
3
a. Ikut serta dalam pelaksanaan urusan pemer- mengatur perlindungan HAM, setiap penduduk berintahan, baik secara langsung ataupun melalui hak: wakil-wakil yang dipilih secara bebas; 1. atas kedudukan yang sama di depan hukum; b. Memilih dan dipilih pada pemilihan umum 2. atas kebebasan berbicara, kebebasan pers dan berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang publikasi, kebebasan berserikat,kebebasan beruniversal dan sama, serta dilakukan melalui kumpul, bergerak dari satu tempat ke tempat pemungutan suara secara rahasia untuk menlain, berdemonstrasi secara damai, dan hak unjamin kebebasan menyatakan keinginan dari tuk mendirikan dan bergabung dalam serikat para pemilih; pekerja dan hak mogok; c. Memperoleh akses pada pelayanan umum di 3. atas kebebasan untuk melakukan penelitian aknegaranya atas dasar persamaan dalam arti ademik, kreasi seni, sastra, dan aktivitas budaya umum.” lain yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam; Menurut Prof. Aswanto seperti dikutip oleh 4. memilih dan dipilih sepanjang memenuhi Nurul Qamar adapun yang menjadi pengelompokan syarat yang ditentukan dengan peraturan peHAM dalam perspektif Political Rights yaitu melirundang-undangan; dan puti; 13 5. mendapatkan pelayanan dan bantuan hukum, fasilitasi melalui pengadilan, memilih penga. Opinion and expression, yaitu hak kebebasan acara/penasihat hukum untuk pelindungan mengeluarkan pendapat dan pikiran. pada saat dibutuhkan atas hak-hak hukum dan b. Assembly and association, yaitu hak untuk kepentingan mereka di depan pengadilan. berserikat dan berkumpul. c. Take part in government, yaitu hak ikut serta Mengutip pernyatan advokat senior Adnan dalam pemerintahan. Buyung Nasution yang menyampaikan bahwa hakd. Equal access to public service, yaitu hak un- hak perorangan begitu penting untuk dihormati, tuk mendapatkan akses pelayanan publik yang menurut beliau“Apapun sistem kemasyarakatan yang sama. dianut suatu negara, hak-hak dan martabat kemae. Elect and be elected, yaitu hak untuk memilih nusiaan perorangan yang hidup dalam masyarakat dan dipilih. itu harus dihormati dan dijamin, supaya manusia itu tetap utuh harkat martabat kemanuasiaannya.” 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga ikut mengatur menge Kemudian dari pada itu pandangan demokranai hak-hak yang melekat pada setiap orang, Pasal 43 si elitis suatu masyarakat dibentuk oleh kekuaAyat (1) berbunyi, ”Setiap warga negara berhak un- tan-kekuatan impersonal atau apa yang dimaksud tuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum ber- oleh Harold Lasswell adanya fungsi manipulatif dan dasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara kemampuan para elit.16 Berbeda dengan pandanyang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil gan penganut demokrasi partisipatif. Menurut John sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Ayat Dewey yang dikutip oleh Jazim Hamidi, bahwa ke(2), “Setiap warga negara berhak turut serta dalam beradaan suatu masyarakat demokrasi tergantung pemerintahan dengan langsung, atau dengan per- pada konsensus sosial yang didasarkan pada prinsip antara wakil yang dipilihnya dengan bebas menurut kebebasan, persamaan dan partisipasi politik. 17 Jika cara yang ditentukan dalam peraturan perundangun- mencermati dua pandangan yang disampaikan oleh dangan.”Ayat (3), “Setiap warga negara dapat diang- kedua ahli tersebut maka pembahasan yang dilakukat dalam setiap jabatan pemerintahan.” 14 kan oleh banleg perlu dikawal oleh semua pihak agar produk hukum yang dihasilkan lebih partisipatif. Dalam Pasal 227 Ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006 juga turut 13 Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal, 98 14 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
4
15 Adnan Buyung Nasution, Demokrasi Konstitusional, Kompas, Jakarta, 2011 16 Jazim Hamidi dkk, Optik Hukum Peraturan Daerah Bermasalah, Prestasi Pustaka, 2011, hal, 49. 17 Ibid. Hal 50 ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
CALON PERSEORANGAN & MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)
S
ebagai the guardian constitution MK merupakan intitusionalisasi perkembangan konsep negara modern, yaitu negara hukum dan demokrasi.18 Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Mei 2010 menerima perkara dengan registrasi Nomor 35/PUU-VIII/2010. Para pihak yang memberi kuasa kepada advokat Mukhlis Mukhtar dan advokat Safaruddin menggugat Pasal 256 UU 11/2006 yang hanya memberikan peluang kepada calon perseorangan hanya pada Pilkada pertama sejak UUPA diundangkan. Pasal 256 UU 11/2006 dianggap bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.19 MK berpendapat bahwa dengan tidak memberikan kesempatan kepada calon perseorangan dalam Pemilukada maka hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, semenjak Putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007, bertanggal 23 Juli 2007 calon perseorangan diakui dan diperbolehkan. MK memberi pertimbangan bahwa Pasal 256 UU 11/2006 dapat menimbulkan terlanggarnya hak warga negara. Adapun Pasal 256 tersebut 18 Janedri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, Konpress, Jakarta, 2012, hal, 180. 19 Undang-Undang Dasar 1945. ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
berbunyi, “Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang ini diundangkan.” Menurut MK dalam pertimbangan putusan Nomor 35/PUU-VIII/2010 berdasarkan putusan a quo, pembentuk Undang-Undang dalam kemudian mengakomodasi calon perseorangan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan menganggap Pasal 256 Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)sudah tidak relevan lagi.20 Kemudian MK menganggap calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak termasuk dalam keistimewaan Pemerintahan Aceh menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. UU Pemda dan UUPA tidak dapat diposisikan dalam hubungan hukum yang bersifat umum dan khusus (vide Putusan Mahkamah Nomor 5/ PUU-V/2007. 21 20 21
Putusan MK Nomor 35/PUU-IIIV/2010 ibid
5
h. i. j. k.
MENYOAL PERSYARATAN JALUR PERSEORANGAN DALAM DRAF QANUN PILKADA
D
idalam ketentuan UUD 1945 tidak ditemukan adanya pembatasan norma yang membatasi calon kepala daerah harus melalui satu pintu yaitu melalui parpol. Oleh sebab itu konstitusionalitas calon perseorangan tidak perlu diperdebatkan lagi. Menyangkut dengan pembatasan atau upaya pemberatan kepada calon perseorangan pada Pasal 24 raqan Pilkada oleh Banleg DPRA harus disikapi cepat agar Aceh tidak kehilangan Pilkada yang demokratis. Ketentuan calon mengenai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 67, berbunyi ; 1. Pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) diajukan oleh : a. partai politik atau gabungan partai politik; b. partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal; c. gabungan partai politik dan partai politik lokal; dan/atau d. perseorangan.
“ 6
2. Calon Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/ wakil bupati, dan walikota/wakil walikota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. warga negara Republik Indonesia; b. menjalankan syari’at agamanya; c. taat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau yang sederajat; e. berumur sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun; f. sehat jasmani, rohani, dan bebas narkoba berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter; g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara minimal 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali tindak pidana makar atau politik yang telah mendapat amnesti/reha-
bilitasi; tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; tidak pernah melakukan perbuatan tercela; mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; jtidak dalam status sebagai penjabat Gubernur/bupati/walikota; dan tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara.
Syarat-syarat khusus bagi calon perseorangan Pasal 68, berbunyi; 1. Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2), calon perseorangan harus memperoleh dukungan sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) dari jumlah penduduk yang tersebar di sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur dan 50% (lima puluh persen) dari jumlah kecamatan untuk pemilihan bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota.
2. Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan identitas bukti diri dan disertai dengan pernyataan tertulis. Pernyataan Ketua Banleg Iskandar Al Farlaky seperti yang dikutip di Harian Serambi Indonesia (Rabu 13/04/2016) ditanggapi berbeda oleh Anggota Banleg Bardan Sahidi, pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Banleg belum merupakan pandangan Banleg, menurutnya ada proses yang harus dilalui minimal ditingkat Pleno. (aceHTrend.co, 13/04/2016). Meskipun pernyataan Ketua Banleg tersebut belum merupakan sikap kolektif, namun sebagai bagian masyarakat tentu perlu kiranya mengawal raqan tersebut agar nantinya ketentuan yang dihasilkan lebih partisipatif. Berikut ketentuan mengenai pembentukan qanun yang diatur dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan Qanun yang menjamin adanya partisipasi publik, Pasal 23, berbunyi; 1. Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin adanya ruang partisipasi publik. 2. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan qanun. 3. Masyarakat dalam memberi masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap. 4. Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat pokok-pokok materi yang diusulkan. 5. Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diagendakan dalam rapat penyiapan atau pembahasan rancangan qanun.
... MK menganggap calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak termasuk dalam keistimewaan Pemerintahan Aceh menurut Pasal 3 UndangUndang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
7
Sebagai penutup ada beberapa hal yang perlu disampaikan agar penyelenggaraan sarana kedaulatan rakyat dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dapat dilaksanakan dengan prinsip-prinsip yang demokratis, oleh sebab itu 5 (lima) hal yang menjadi kesimpulan penulis.
QANUN PILKADA DAN POTENSI JUDICIAL REVIEW ATAU EXECUTIVE REVIEW Jika merujuk pada defenisi qanun Aceh, maka qanun Aceh merupakan peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah (perda) provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh. Konskwensi dari sebuah perda/qanun yaitu adanya dualisme pemikiran hak uji oleh Mahkamah Agung (MA) dan Pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945 memberi wewenang kepada MA, “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Perda/qanun merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang, oleh sebab itu MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
ketentuan yang termuat dalam undang-undang yang lebih tinggi menyangkut HAM dan demokrasi sehingga peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah (lex superior derogat legi inferior). Selain itu pengujian dan pengawan perda/qanun oleh pemerintah (executive review) dilakukan oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), diatur dalam Pasal 145 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Perda/qanun dilarang bertentangan dengan kepentingan umum. Apa yang dimaksud dengan betentangan dengan kepentingan umum, menurut penjelasan Pasal 136 Ayat (4) adapun yang termasuk kepentingan umum yaitu, kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum dan terganggunya ketenteraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif. Pengawasan terhadap Perda/ Lebih lanjut pada Pasal 30 Ayat (2) Un- Qanun meliputi hal-hal yang melanggar seperti pendang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 berbunyi, jelasan pasal diatas. Dengan demikian diharapkan ke“Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peratur- pada DPRA dan Gubernur dalam pembahasan qanun an perundang-undangan di bawah undang-undang Pilkada memperhatikan peraturan perundang-unatas alasan bertentangan dengan peraturan perun- dangan sehingga materi muatan yang dihasilkan sedang-undangan yang lebih tinggi atau pembentu- suai dengan ketentuan dan asas yang berlaku. kannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku”. Dengan demikian dengan segala kewenangan yang Pada akhirnya perdebatan hukum berhenti dimiliki oleh MA diatas, jika setiap orang merasa pada apa yang menjadi tujuan hukum, seperti yang haknya dirampas oleh ketentuan yang diatur oleh se- disampaikan oleh Gustav Radbruch, bagaimana sebuah qanun, maka peluang atau sarana untuk judicial buah produk hukum baik dalam bentuk regeling, review tersedia secara hukum. beschikking, dan vonnis meliputi tiga nilai, yaitu, kepastian, kemanfaatan dan keadilan. Oleh sebab itu Oleh Jika ketentuan mengenai ditandatangani DPRA bersama Gubernurs udah seharusnya mematau dibubuhi cap jempol dan materai dan menge- perhatikan setiap produk politik bersama tersebut tahui keuchik setempat serta ketentuan mengenai guna tercapainya tujuan hukum. Jika tidak maka nama pendukung ditempelkan di kantor keuchik atau akan berpotensi adanya judicial review dan atau exmeunasah gampong berpotensi bertentangan dengan ecutive review.
8
ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
laras dengan ketentuan Pasal 46 draf raqan pilkada (draf tanggal 28 september 2015) yang membatasi sumbangan dana kampanye, jika dalam kampanye saja dana dibatasi, tentu hal tersebut dapat dimaknai sebagai bagian tahapan pemilihan sehingga terikat dengan norma-norma yang mengatur tentang tahapan pemilihan, hal tersebut untuk menghindarkan para calonterjebak praktek corrupt campaign practice, yaitu jika dari para kontestan pilkada adalah incumbent/patahana berpotensi menggunakan fasilitas negara untuk mendapatkan KTP dan melibatkan perangkat gampong/desa.
Pertama, Jika ketentuan yang disampaikan oleh Ketua Banleg tersebut tetap dipaksakan menjadi ketentuan qanun pilkada, maka hal tersebut akan berpotensi munculnya pemerintahan yang terbelah (devided government) dimana indikasinya pemer Keempat, pengumpulan KTP tersebut akan intah Aceh dalam pembahasan qanun pilkada tidak sepakat dengan usulan qanun Pilkada dari DPRA, mendorong kandidat untuk melakukan dengan cara maka terjadinya disharmonis hubungan DPRA dan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu maka hal tersebut berpotensi kepada kejahatan pemilu daGubernur. lam istilah election fraud, yaitu kecurangan dalam Kedua, regulasi pilkada (electoral law) yang pemilihan. Kelima, menyangkut daftar nama ditemakan dihasilkan (seperti pernyataan ketua banleg) pelkan di kantor keuchik atau meunasah gampong tidak mencerminkan proses demokrasi dalam pemi- akan menyelisihi karakter Pilkada yang Luber Jurdil lihan (demokratic elections) padahal dalam UUPA (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil) serPasal 26 Ayat (2) huruf b menyatakan bahwa ang- ta individu yang memberikan dukungan KTP, dengota DPRA/DPRK mempunyai kewajiban membina gan dicantumkan nama dikantor keusyik atau tempat demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan umum, merupakan bentuk teror terhadap demokrasi dan membahayakan keselamatan, padahal keselaAceh dan pemerintahan kabupaten/kota. matan rakyat adalah hukum yang tertinggi (salus poKetiga, ditandatangani atau dibubuhi cap jem- puli suprema lex). pol disertai satu materai untuk satu individu/KTP tidak rasional dalam hal pembiayaan, dikarenakan tidak efektif dan efesien (Pasal 2draf raqan), tidak se-
“...jika ketentuan mengenai ditandatangani atau dibubuhi cap jempol
dan materai dan mengetahui keuchik setempat serta ketentuan mengenai nama pendukung ditempelkan di kantor keuchik atau meunasah gampong berpotensi bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam undang-undang yang lebih tinggi . ..”
ANSIS JSI Vol. VII - April 2016
9
rekomendasi jsi 1. Banleg bersama Tim Pemerintah dalam dalam pembahasan Qanun Pilkada agar memperhatikan Pasal 68 Undang-Undang Pemerintah Aceh yang mengatur syarat-syarat calon perseorangan, dengan syarat-syarat tersebut dianggap proporsional dan tidak memberatkan. 2. Banleg bersama Tim Pemerintah sebagai perumus Qanun Pilkada agar memperhatikan Pasal 6 huruf g, h, dan i, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang menegaskan bahwa materi muatan peraturan pembentukan peraturan perundangundangan mengandung asas keadilan, kesamaan kedudukan hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum. Banleg bersama Tim Pemerintah agar memperhatikan Pasal 2 dan 3 Qanun Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan Qanun. 3. Banleg agar memperhatikan ketentuan yang akan diatur dalam PKPU tentang Pencalonan pada Pilkada serentak tahun 2017, dimana KPU telah putuskan bahwa penggunaan meterai itu cukup per desa saja, bukan per orang per materai. 4. Segera mencabut usulan Ketua Banleg DPRA pada pasal 24 mengenai satu materai untuk satu individu, daftar nama ditempelkan di kantor keuchik atau meunasah gampong yang membahayakan demokrasi dan membahayakan keselamatan masyarakat dari teror dan intimidasi. 5. Mengundang para pihak yang berkompeten untuk ikut membahas Qanun Pilkada, sehingga qanun yang dihasilkan responsif dan partisipatif. 6. Agar tidak terjadi diskriminasi dalam verifikasi KTP calon perseorangan yang mengakibatkan kekeliruan dalam verifikasi sehingga berdampak pada pengurangan KTP, maka dipandang perlu membentuk tim verifikasi KTP dari internal calon perseorangan yang akan melakukan pendampingan tim verifikasi KIP yang berintegritas dan independen untuk melakukan verifikasi KTP, sehingga verifikasi yang dilakukan lebih transparan dan akuntabel. 7. Sebagai bagian dari cabang kekuasaan dalam arti mikro KIP dapat melakukan peran pro aktif dalam mengordinasikan aturan teknis dari KPU Pusat terkait syarat/ketentuan jalur perseorangan agar dapat dilaksanakan di Aceh, sehingga tidak bertentangan dengan UUPA.
10
ANSIS JSI Vol. VII - April 2016