komunika 05 2008

Page 1


2

KomunikA satu kata Indonesia

BERANDA

Software Blocking Situs Porno

Membaca Realitas Penerima BLT

Saya dengar Depkominfo memberikan secara cuma-cuma software untuk memblokir situs-situs porno di dunia maya. Mohon informasi untuk memperoleh aplikasi tersebut dian molko <dianmolko@yahoo.co.id>

desain: ahass foto:sby.info, bf, net

Aplikasi tersebut dapat diunduh di situs www.depkominfo.go.id secara cuma-cuma. Ada juga cara penggunaannya. Selamat mencoba! Tower 30 Meter yang Membahayakan Di tempat tinggal kami, ada salah seorang tetangga yang mendirikan rumah bertingkat dan diatas bangunan tersebut didirikan tower antena triangle setinggi kurang lebih 30 meter, yang difungsikan untuk jaringan internet. Tower tersebut sangat mengganggu keselamatan jiwa dan bangunan sekitarnya yang sangat padat penduduk. Kami sudah mendekati dan minta agar tower tersebut di turunkan ketinggiannya, namun yang bersangkutan tidak bersedia. Untuk itu kami mohon informasi ke bidang apa di Depkominfo, untuk mengadukan masalah tersebut. Trimakasih

ricardo Jeffry <ricardojeffry@yahoo.com>

ROCHADI <rochadi@pln-jawa-bali.co.id>

Pedoman Komunikasi Mohon informasi apakah depkominfo memiliki pedoman komunikasi untuk publik, baik dalam bentuk PP atau Perpres atau mungkin juga Permen. Kalau memang ada apakah sudah di- publish pada website dan bisa saya download? Terimakasih. Aji Pusat Komunikasi Publik Depkes <puskom.publik@yahoo.co.id>

Ada Situs Resmi Untuk Melaporkan Situs Porno? Salam, saya sangat setuju dengan pemblokiran situs porno dan yang mengandung kekerasan. Saya adalah salah satu orang yang telah lama berkeluh kesah atas kehadiran situssitus yang tidak bertanggung jawab itu.

RALAT Dalam komunika edisi 4 terdapat kesalahan penamaan Lembaga pada kolom Kilas Lembaga pada halaman 11, disana tertuliskan Komisi Pemberantasan Korupsi seharusnya Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Demikian redaksi mohon maaf atas kekeliruan ini.

foto:hboy

Berbagai media massa melaporkan, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2008 diwarnai aksi unjuk rasa di sejumlah daerah. Sebagian unjuk rasa menolak BLT, sebagian lagi mendukung. Penolakan terhadap BLT diantaranya karena data orang miskin yang dipergunakan sebagai dasar pembagian BLT tahun ini adalah data tahun 2005, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan masalah saat diterapkan di lapangan. Sedangkan yang mendukung menilai program BLT sangat membantu kehidupan warga miskin pasca kenaikan harga BBM, sehingga perlu untuk dilanjutkan. Perbedaan pendapat adalah hal biasa dalam demokrasi, oleh karena itu seluruh aspirasi masyarakat baik yang setuju maupun tidak setuju BLT harus dihargai. Karena pro-kontra adalah bagian dari sarana monitoring dan evaluasi. Suara pro menjadi pranala bahwa program BLT telah memenuhi kehendak masyarakat. Sementara suara kontra adalah bahan masukan yang sangat berharga bagi pemerintah untuk menyempurnakan program serupa di masa datang. Di tengah berita beda pendapat tentang BLT, fakta menunjukkan ribuan warga miskin penerima BLT tetap berdesakan antri di kantor-kantor pos untuk mengambil BLT. Wajah-wajah dari kalangan akar rumput ini tampak gembira dan antusias saat menerima bantuan pemerintah sebesar Rp 300 ribu untuk tiga bulan.Inilah realitas sebenarnya yang ada di tengah masyarakat, bukan pseudorealitas yang dikonstruksi media. Kita harus jeli membaca realitas ini. Secara teoritis, media massa memang memiliki kecenderungan melaporkan opini minoritas yang berseberangan dengan otoritas kekuasaan, alih-alih meminggirkan opini yang sejalan dengan kebijakan otoritas kekuasaan kendati mungkin jumlahnya mayoritas. Pendapat yang kontra (dissenting opinion) selalu mendapat perhatian lebih ketimbang pendapat yang mendukung, karena memiliki kebernilaian berita (news worthiness) yang lebih tinggi. Wajar jika berita tentang penolakan terhadap BLT lebih ditonjolkan dalam liputan media massa belakangan ini, kendati bukan berarti itu gambaran opini masyarakat secara keseluruhan. Meskipun semua mahfum jika, BLT merupakan dana social security yang bersifat sementara. Konsep program social security adalah program mendesak yang kalau tertunda sehari saja penerima akan mengalami masalah dalam menghadapi kesehariannya. BLT hanya diberikan sebagai alat survival kepada suatu target group, khususnya orang miskin. Semua mahfum, jika masalah kemiskinan merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh negara-negara dunia ketiga. Kemiskinan sendiri pun tidak hanya sekadar didefinisikan sebagai kekurangan pendapatan, namun juga ketimpangan dalam akses terhadap barang-barang jasa kebutuhan dasar bagi rumah tangga atau perorangan atau mungkin juga terhadap media massa. Harus diakui, penerima BLT bukanlah kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan memadai untuk menyuarakan pendapat melalui media massa. Jumlah mereka memang sangat banyak, akan tetapi mereka hanyalah orang-orang sederhana yang cenderung diam. Mereka dikenal dengan istilah mayoritas diam (silent majority). Meskipun demikian, diam mereka bukan berarti diam tanpa opini. Sebagaimana karakteristik orang Indonesia pada umumnya, diam adalah salah satu cara untuk mengekspresikan persetujuan tentang sesuatu. Bisa dipastikan mereka yang antri di loket kantor-kantor pos untuk mengambil BLT, dengan wajah suka-cita, kendati tanpa sepatah pendapatpun tentang BLT terucap dari bibir, adalah bagian dari silent majority ini. Kalau saja suara kalbu mereka diperdengarkan kepada publik, mereka pasti akan menyatakan bahwa sejatinya mereka sangat senang menerima BLT karena memang mereka membutuhkan bantuan itu. Pertanyaannya adalah, berapa persen media massa yang dalam liputannya memiliki kepekaan untuk menyajikan “opini bersuara” dan “opini diam” dalam liputan mereka tentang BLT secara adil dan berimbang? Tidak banyak. Mayoritas media mengangkat pendapat bersuara dari mereka yang menentang, dan hanya sedikit yang memberi ruang bagi para pendukung (dalam hal ini penerima) BLT. Penyebabnya sederhana, suara dukungan terhadap BLT dianggap sebagai sebuah ‘kewajaran’. Padahal dalam ranah jurnalistik, sesuatu yang ‘wajar’ bukanlah bahan menarik untuk diangkat menjadi berita. Kita percaya, jumlah mereka yang memilih diam namun menyetujui BLT jauh lebih banyak daripada jumlah mereka yang lantang menyuarakan penolakan seperti yang ramai disiarkan media massa belakangan ini. Dengan bahasa yang lebih sederhana, mayoritas masyarakat miskin di Indonesia sejatinya dengan senang hati menerima BLT, meskipun suara mereka tidak terekspos secara terbuka melalui media massa. Kendati demikian, sekali lagi, kita tidak boleh apriori terhadap mereka yang memiliki opini berbeda tentang BLT. Justru dengan adanya beda pendapat itulah, kelemahan-kelemahan program BLT akhirnya dapat terkuak dan dengan demikian program tersebut dapat terus dievaluasi dan disempurnakan. ***(g)

Pertanyaan saya, apakah sudah ada situs resmi dari pemerintah yang menjadi tempat pelaporan atas situs-situs negatif di Indonesia ini? Saran saya, bila belum ada tempat penampungan tersebut, pemerintah sebaiknya membuat "SITUS PELAPORAN" dimana dikhususkan bagi masyarakat Indonesia untuk melaporkan situs-situs yang tidak bertanggung jawab itu. Saya kita jika itu dilakukan, pemerintah tidak perlu terlalu sibuk mencari situs-situs negatif, tetapi masyarakat sendirilah yang melaporkannya sebagai mitra kerja bagi pemerintah. Selanjutnya, pemerintah akan dengan mudah mendeteksi situs negatif yang akan langsung ditindaklanjuti. Terimakasih atas ditanggapinya surat ini.

Peringatan Harganas XV dan BBGRM V tahun 2008 mengambil tema “Dengan Semangat Gotong Royong, Kita Wujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”. Adapun motto peringatan adalah “Gotong Royong Keluarga Membangun Bangsa”. Hal tersebut menjadi bahan perbincangan dalam konferensi pers di Departemen Komunikasi dan Informatika, Jumat (20/6) lalu. Acara dihadiri Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Dr. Sugiri Syarief, MPA, Direktur Pemberdayaan Sosial Budaya Ditjen Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) Departemen Dalam Negeri Persada Girsang dan Asisten II Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jambi, Hasan Kasyim.

Diterbitkan oleh: DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Prof. Dr. Moh Nuh, DEA (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Dr. Suprawoto, SH. M.Si. (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Drs. Bambang Wiswalujo, M.P.A.(Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Drs. Supomo, M.M. (Sekretaris Badan Informasi Publik); Drs. Ismail Cawidu, M.Si. (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); H. Agus Salim Hussein, S.E. (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Drs. Sofyan Tanjung, M.Si. (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Drs. Sugito. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Dra. Fauziah; Drs. Selamatta Sembiring, M.Si.; Drs. M. Abduh Sandiah; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Koresponden Daerah: Amiruddin (Banda Aceh), Arifianto (Yogyakarta), Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Supardi Ibrahim (Palu), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Leonard Rompas. Desain: D. Ananta Hari Soedibyo. Pracetak: Farida Dewi Maharani, Amd.Graf, S.E. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


3

Edisi 5/Tahun IV/Juni 2008

POLHUKAM

Pererat Hubungan Indonesia-Malaysia

Departemen Komunikasi dan Informatika mengambil peran diplomasi dalam mempererat hubungan antara Indonesia-Malaysia. Apa yang dilakukan? Depkominfo akan melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU ) yang berkaitan dengan bidang komunikasi dan informasi. "Selain untuk mengambil peran diplomasi dalam mempererat hubungan antara Indonesia-Malaysia, juga mengembangkan empat nilai," kata Menkominfo Mohammad Nuh dalam jumpa pers bersama dengan Menteri Pene-rangan Malaysia, Dato’ Ahmad Shabery, di Jakarta, Kamis (12/6) siang. Dikatakan Menkominfo, sedikitnya ada empat nilai yang tiap kali dilakukan kerjasama atau penandatanganan nota kesepahaman (MoU) ada di dalamnya, yakni saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual respect), saling percaya (mutual trust), dan saling menguntungkan (mutual benefit). “Tanpa keempat nilai itu, maka MoU tidak akan efektif, dan rencana MoU antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia ini pun dilandasi dengan keempat nilai itu,” katanya. Itu sebabnya, sebelum MoU ini ditandatangani, masing-masing negara akan kembali mengkaji agar nantinya nota kesepahaman ini dapat efektif dan dijalankan dengan baik. “Kemarin telah dilakukan pertemuan awal dalam bentuk senior official meeting. Hari ini dilakukan penandatangan agreed minutes,” katanya. Kerjasama Negara Serumpun Berkait tentang bidang apa saja yang akan disepakati dalam nota kesepahaman, mantan Rektor ITS ini menjelaskan, ada banyak hal, terutama terkait dengan bidang

komunikasi dan informasi sebagai mana yang menjadi bidang garap Depkominfo, antara lain kerjasama dengan lembaga penyiaran publik, swasta, berbayar maupun komunitas, dimana pemerintah Indonesia sebagai fasilitator. “Kerjasama siaran radio di daerah perbatasan kedua negara seperti RRI Pontianak dengan Serawak Malaysia, RRI Medan dengan Penang, Tarakan dengan Sabah dan lainnya, juga perlu terus dikembangkan dan dilanjutkan,” katanya. Pertukaran karyawan di bidang penyiaran baik radio maupun televisi juga memungkinkan untuk dikerjasamakan, misalnya, staf RRI atau TVRI training di Malaysia dan sebaliknya staf lembaga penyiaran pemerintah Malaysia juga ke Indonesia. “Depkominfo memiliki fasilitas sangat lengkap di Multi Media Training Center di Jogjakarta dan itu bisa dimanfaatkan oleh Malaysia, karena beberapa negara seperti Vietnam, Laos, juga telah mengirimkan orangnya ke sini,” katanya. Di bidang pertelevisian juga ditekankan pada bentuk kerjasama tentang film doku-

Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah VII Makassar

Go Open Source

menter, pertukaran berita nasional serta pertukaran program siaran bersama, seperti yang selama ini telah terjalin untuk bisa ditingkatkan. Menteri mengungkapkan, memang sebagai negara serumpun, ada wacana dan keinginan untuk membuat televisi bersama dalam bentuk News TV Channel. Potensi penduduk yang hampir 300 juta jiwa serta penekanan terhadap berita aktual di kedua negara menjadi salah satu bahan pertimbangan.“Tapi ini baru wacana, karena dalam hal kehidupan bermedia antara di Indonesia dan Malaysia sangat berbeda. Di Malaysia pengaturan media masih dikontrol pemerintah sementara di kita hal itu sudah merupakan masa lalu, sehingga pemerintah tidak bisa mengintervensi sebagaimana terjadi di Malaysia,” katanya. Selain kerjasama itu, disinggung pula beberapa bentuk kerjasama spesifik di bidang kewartawanan antar lembaga profesi, PWI dengan Persatuan Wartawan Melayu Malysia (PWMM), Jakarta, 12 Juni 2008.

(kominfo)

Desa Menjadi Fokus Pembangunan Sulawesi Tengah Untuk membangun Sulawesi Tengah yang lebih maju ke depan Pemerintah Daerah Prvinsi Sulawesi Tengah melalui Gubernur HB Paliudju telah mencanangkan gerakan membangun desa sebagai upaya percepatan Pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Paliudju desa harus menjadi fokus perhatian, hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk Sulawesi Tengah berada di perdesaan dan mereka memegang peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. "Hampir seluruhnya kebutuhan masyarakat kota itu berasal dari desa terutama pangan," kata HB Palidju. Namun menurut Gubernur Sulawesi Tengah pihaknya juga harus jujur bahwa kemampuan mereka sangat terbatas, seperti pendidikan, kesehatan termasuk sarana dan prasarana belum memadai yang menyebabkan terisolir dan masuk mereka dalam katagori miskin. Tiga Pilar Utama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam upaya penanggulangan kemiskinan telah menuangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2006 – 2011 dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas dengan tiga pilar utama yaitu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan memperkuat ketahanan sosial.

Ada pun sektor pembangunan adalan adalah sektor pertanian dengan nilai kontribusi PDRB kurang lebih 45%. Ini menandakan bahwa ekonomi Sulawesi Tengah berciri agraris, namun demikian pendapatan petani masih sangat rendah sehingga menjadi basis kemiskinan di pedesaan. Oleh sebab itu menurut Paliudju dalam program percepatan pembangunan akan lebih diarahkan pada pembangunan infrastruktur pedesaan, terutama jalan-jalan yang dapat menghubungkan kantong kantong produksi pertanian, pelabuhan laut dan jaringan pelayanan pos serta pemasangan jaringan telephon baru agar terjadi peningkatan mobilitas masyarakat, "kita berharap pada gilirannya akses mereka lebih terbuka sehingga pemasarankan hasil – hasil produksi lebih lancar, dan hal itu tentunya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tandas Palidju. Undang Investor Pada tahun 2007 tercatat rumah tangga miskin berjumlah 168,238 KK (28%) dari jumlah rumah tangga sebanyak 600.863 KK. Berdasarkan lapangan usaha primer yakni pekerjaan pokok kepala rumah tangga terdistribusi pada pertanian dan palawija sebanyak 69.171 KK atau sebesar 41,11 persen, perkebunan 41.377KK (24,59 persen), jasa informal 19.521 KK (11,60 persen). Sedangkan peternakan, perikanan, industri kerajinan, jasa perdagangan, dan jasa

angkutan atau transportasi serta tidak bekerja (pengangguran) sebanyak 0,24 persen sampai dengan 6,86%. Jumlah masyarakat miskin relative cukup banyak yaitu 211,664 KK (35,24 persen) dari rumah tangga menurut lapangan usaha primer. Ini artinya masyarakat miskin itu banyak tersebar di pedesaaan. Kondisi umum Provinsi Sulawesi Tengah secara administrative terdiri dari 9 Kabuapten, 1 Kota, 144 wilayah kecamatan dan 136 kelurahan serta 1.537 desa jumlah penduduk 2.450.300 jiwa dengan kepadatan penduduk rata- rata mencapai 36 jiwa per km2, dengan luas wilayah daratan 68.033 km 2 dan luas lautan 193.932 Km2. Provinsi Sulawesi Tengah memiliki potensi sumber daya alam yang sangat menjanjikan, terutama sekor pertanian, perkebunan, kehutanan dan pertambangan, Sektor perikanan dan kelautan tidak kalah menjanjikan. Namun potensi yang besar itu belum mampu dikelola secara maksimal. HB Paliudju sangat berharap para investor bisa dan mau menanamkan modalnya diwilayah Sulawesi Tengah "dengan jaminan keamanan, menerapkan sistem pajak yang meringankan investor serta perizinan yang mudah," janjinya. (Supardi Ibrahim)

Sudah hampir lima tahun Indonesia Go Open Source yang biasa disingkat dengan IGOS dideklarasikan lima menteri, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Kehakiman Hukum dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri Pendidikan Nasional. Sebagai inisiatif untuk memperkuat sistem teknologi informasi nasional secara legal tentunya inisiatif 30 Juni 2004 lalu itu perlu mendapatkan dukungan dari seluruh instansi pemerintah. “Menurut saya perangkat lunak berbasis open source sangat cocok diterapkan di lingkup pemerintahan karena dapat menghemat anggaran pengadaan perangkat lunak, selain itu juga penggunaan perangkat lunak yang berbasis open source merupakan langkah yang terbaik untuk menghindari penggunaan perangkat lunak ilegal serta menciptakan nuansa baru bagi dunia industri perangkat lunak,” tutur Drs. Syarifuddin Akbar, M.Si, Kepala Seksi Publikasi BPPI Makassar. Tak berlebihan jika Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi wilayah VII Makassar juga tak mau ketinggalan ambil bagian dalam go open source. "Kita ingin menjadikan BPPI Makassar sebagai basis literasi penggunaan perangkat lunak open source," jelas Kepala BPPI Makassar, Baharuddin Dollah Migrasi Bertahap Menurut, Syarifuddin Akbar yang juga motivator migrasi ke sistem open source di BPPI Makassar, migrasi open source di BPPI telah menciptakan nuansa baru bagi kalangan pegawai. Berbekal keahlian sebagian stafnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi, seluruh pegawai yang berkantor di Jalan Racing Centre II/25 Makassar ini didorong menggunakan perangkat lunak yang berbasis open source di setiap komputer yang ada. Awalnya memang tak mudah, "karena itu kita lakukan secara bertahap. Pertama dipusatkan di ruang media center pada tahun 2007 lantas ke komputer lain. Saat ini migrasi ke open source sudah 80% dilakukan," aku Akbar. Memang kendala utama dalam proses migrasi ke open source adalah mengubah kebiasaan pengguna komputer yang sudah akrab dengan perangkat lunak yang lebih dulu digunakan. Ada beragam alasan, mulai dari tingkat rumit hingga berbagai alasan yang kadang dibuat-buat. Akan tetapi, setelah mencoba, bisa jadi akan berkomentar lain. “Tampilan yang bagus serta stabilitas sistem menjadikan perangkat lunak sangat cocok digunakan. Selain itu ada yang memiliki fitur baru yaitu compiz fusion sehingga tampilan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan misalnya dengan menggunakan efek tiga dimensi,” jelas Solehuddin Hasdin bangga setelah menggunakan open source beberapa lama. Memang bagi yang telah mencoba akan banyak ditemui keandalan perangkat lunak berbasis open source. "Perangkat lunak open source dapat meminimalkan kerusakan data akibat virus serta sniffing oleh orang yang tidak bertanggung jawab," jelas Ichal yang sehari-harinya bergelut dengan situs BPPI. Tapi hal terpenting untuk proses migrasi ke open source adalah dukungan para pengambil kebijakan. Sebab tanpa adanya dukungan tersebut bisa jadi akan mandeg di tengah jalan. “Saya mendukung penggunaan perangkat lunak berbasis open source. Semoga gerakan IGOS dapat diaplikasikan di semua stakeholder pengguna teknologi informasi,” pungkas Kepala BPPI Makassar, (bagus) Baharuddin Dollah.


4

KomunikA satu kata Indonesia

PEREKONOMIAN Kemajemukan ragam budaya mendukung perkembangan ekonomi kreatif. PPBI (Pekan Produk Budaya Indonesia) 2008 membukukan transaksi Rp34 miliar, meningkat 112,5 persen dibanding tahun sebelumnya.

Budaya, konon bagi sebagian orang hanya hal yang remeh temeh, ketinggalan jaman, dan semata menjadi bagian sejarah masa lalu. Tak heran jika penghargaan atas budaya bangsa dari waktu ke waktu kian surut, hanya menjadi pembicaraan para orang tua. Tapi siapa sangka, di tangan-tangan kreatif anak bangsa, keragaman budaya ini dapat dikembangkan dan dikelola menjadi produk industri kreatif yang bernilai signifikan. Budaya tak lagi semata bernilai sejarah, melainkan dapat bernilai ekonomi. Bahkan membantu perekonomian bangsa. Tak percaya? Tengoklah perhelatan Pameran Produk Budaya Indonesia (PPBI) yang digelar setiap tahunnya antara bulan Juni-Juli. Ekonomi kreatif yang bertumpu pada 14 subsektor industri kreatif yaitu periklanan, penerbitan dan percetakan, siaran televisi dan radio, film, video dan fotografi, musik, seni pertunjukkan, arsitektur, desain, fesyen, kerajinan, pasar barang seni, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, serta penelitian dan pengembangan, mampu menyumbang Rp 81,5 triliun atau 9,13 persen dari total ekspor nasional. Angka tersebut memberikan andil sebesar 6,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sementara kontribusi ekspor produk industri kreatif selama ini telah mencapai 10 persen. Sementara, selama 2002-2006, industri ini mampu menyerap sekitar 5,4 juta pekerja. Persentase kontribusi PDB subsektor industri kreatif pada 2006 didominasi oleh dunia mode sebesar 43,71 persen atau senilai Rp45,8 triliun. Sedangkan kerajinan sebesar 25,51 persen atau senilai Rp26,7 triliun, periklanan sebesar 7,93 persen atau senilai Rp8,3 triliun. Dengan perkembangan produk industri

Harga Tinggi Sebuah Budaya

kreatif yang kian pesat, pemerintah sendiri menargetkan ekspor produk industri kreatif berbasis budaya akan tumbuh sekitar 15-20 persen selama tahun 2008. Dan diharapkan produk industri kreatif itu mampu menggantikan ekspor komoditas yang diperkirakan melambat pertumbuhannya. Produk Industri Kreatif Berbasis Budaya Dengan keragaman budaya yang merata dari Sabang sampai Merauke, Indonesia punya peluang besar dalam meraup laba dari produk industri kreatif berbasis budaya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya mengatakan, pengembangan ekonomi kreatif ini mutlak dbutuhkan sebagai sebuah bangsa. Hal tersebut, kata Presiden, dikarenakan setiap negara yang ingin maju dan sejahtera, mutlak harus memiliki tiga syarat fundamental. Pertama, kemandirian bangsa. Kedua, daya saing atau keunggulan bangsa dan ketiga, peradaban bangsa yang tinggi dan terhormat. “Nah, kalau kita bicara tiga hal itu, kemandirian, daya saing dan peradaban bangsa, semuanya mengait pada aspek budaya, aspek kreatifitas bangsa, yang hendak kita tumbuh kembangkan dewasa ini,” kata Presiden Yudhoyono. Dalam perhelatan ke II PPBI 2008 antara 4-8 Juni lalu di selain berbagai produk kreatif anak bangsa juga ada berbagai kegiatan pendukung, semisal seminar, pelatihan, aneka demo, dan pertunjukkan film pemerintah bersama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia serta Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). Semua itu untuk memperluas wawasan masyarakat ataupun pebisnis dalam mengembangkan industri kreatif mereka. Pada pameran kali ini geliat pengem-

bangan ekonomi kreatif semakin meningkat. Menurut Ketua Umum PPBI Fauzi Aziz, hal ini ditunjukkan dengan membukukan transaksi penjualan sebesar Rp 34 miliar atau meningkat sekitar 112,5 persen dibanding tahun 2007 yang hanya Rp 16 miliar. “Pengunjungnya pun lebih dari 50.000 orang, itu artinya naik 79 persen dibanding tahun lalu. Pemerintah juga mempertemukan para pelaku pasar dalam industri ini dalam berbagai kesempatan yang digelar,” ujarnya. Cetak Biru Ekonomi Kreatif Dalam pameran kali ini, pemerintah juga meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif hingga 2025. Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Bachrul Chairi mengatakan, sampai pencapaian target pertama pada 2015, pemerintah telah mengidentifikasi lima permasalahan utama dalam upaya pengembangan industri kreatif. Kurangnya jumlah dan kualitas sumber daya manusia dikatakan Bachrul sebagai permasalahan utama ekonomi kreatif. Kare-na itu, pemerintah akan terus mengambangkan

lembaga pendidikan dan pelatihan yang bisa melahirkan pelaku industri kreatif. Selain itu, pengembangan iklim yang kondusif berupa sistem administrasi negara, kebijakan, dan peraturan serta infrastruktur juga akan menjadi perhatian pemerintah. “Hal ini juga termasuk perlindungan atas hasil karya berdasarkan kekayaan intelektual insan kreatif Indonesia,” kata Bachrul. Tak hanya itu pemerintah juga akan memacu pengembangan akses pasar dan inovasi industri kreatif seiring percepatan teknologi informasi dan komunikasi. Ada pula dukungan lembaga pembiayaan konvensional guna akses bagi pelaku usaha dalam industri kreatif untuk mendapatkan sumber dana alternatif. “Dengan semua itu, kami harap akan pelaku industri kreatif akan semakin dihargai, baik secara finansial maupun nonfinansial,” kata Bachrul. Ya, geliat produk ekonomi kreatif semakin besar. Berharap tak hanya tangan-tangan kreatif yang terus lahir. Dukungan pemerintah daerah pun juga penting dalam mengembangakan budaya daerahnya. (dimas@komunika.web.id)

Menjaring Wisman Asal Jepang

Seorang pengusaha hotel-resort melihat, bagaimana wisatawan asal Jepang selalu datang berbondong-bondong. Apalagi setelah melihat angka statistik wisatawan mancanegara (wisman) asal Jepang yang ke Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak setelah Signapura dan Malaysia. Tahun 2003 jumlahnya 463,088 orang tahun 2004 menjadi 615,720, tahun 2005 sejumlah 517,879, tahun 2006 turun menjadi 419,213 dan tahun 2007 naik lagi menajdi 593,784 orang.

Terpikir olehnya untuk menarik mereka berkunjung ke tempatnya. Ketika ditanyakan adakah hotel milik orang Jepang di sana? Adakah guides berbahasa Jepang? Toko souvenir asal Jepang? Restoran masakan Jepang? Dijawabnya: Tidak ada. Jadi no way, sebaiknya pikirkan menarik wisatawan nusantara (wisnu) saja. Wisman asal Jepang ke Indonesia memang menduduki peringkat ketiga terbesar sejak tahun 2.000 hingga 2007. Tapi menggaet mereka tidak mudah karena mereka memiliki sifat spesifik. Mereka hanya mau pergi berkelompok sesama orang Jepang, antara 10 hingga 15 orang atau lebih. Mereka akan naik pesawat milik Jepang, membawa guides sendiri, paling tidak orang lokal yang pandai berbahasa Jepang, menginap di hotel milik Jepang, makan di restoran milik Jepang, memakai kendaraan buatan negerinya, bermain golf atau berenang tempat milik warganya dan bahkan berbelanja di toko orang Jepang pula. Cita Identitas Negeri Menawarkan eco-tourism? Atau adventure? Atau cultural events? Percuma. Mereka menjadikan segalanya itu untuk meningkatkan identitas Jepang sendiri. Menurut sejumlah wartawan Asia, turis Jepang cuma menjadikan events semacam itu untuk back-

ground foto bersama mereka. Namun, Filipina pernah punya pengalaman menarik dan lucu untuk menggaet wisatawan asal Jepang. Filipina negara memang jadi tujuan utama wisman asal Jepang, baik karena faktor jarak tempuh hingga fasilitas yang cocok dengan pola keinginan turis Jepang tersebut. Ketika negeri itu mengalami pergolakan politik berat jelang kejatuhan Presiden Ferdinand Marcos di tahun 1986-an. Judul-judul berita yang menghiasai halaman utama koran sangat seram, seperti “Pemerintah Pertimbangkan Keadaan Darurat”, “Pembunuhan Massal Terjadi Lagi di Mindanao”, “Komunis Penggal Kepala Perwira Tentara” dan sebagainya, membuat sejumlah negara mengeluarkan travel warning agar warganya tidak mengunjungi Filipina. Namun, kenyataannya wisatawan asal Jepang masih memenuhi hotel-hotel di Provinsi Cebu, salah satu tujuan wisata utama di Filipina tengah. Padahal wisatawan Jepang terkenal paling tidak suka dengan kerusuhan, kericuhan, dan mereka sering cepat menghilang bila hal itu terjadi. Taktik Jitu Cebu Departemen Pariwisata Filipina mengumumkan akibat konflik politik itu kedatangan wisman ke negerinya memang merosot. Seorang petugas kantor pariwisata di Cebu bercerita kepada wartawan koran Neue Zürcher Zeitung, Friedemann Bartu, bahwa resminya secara nasional kedatangan wisman Jepang memang merosot, namun Cebu memiliki kiat jitu untuk menjaring wisman Jepang itu. Semua turis Jepang yang datang ke Cebu waktu itu ternyata tidak tahu bahwa distrik

dan kota itu adalah bagian dari negara Filipina! Para wisatawan datang menggunakan penerbangan langsung dari Jepang, membawa guides mereka sendiri dan segera disongsong oleh guides lokal yang berbahasa Jepang pula. Kepada guides lokal ditekankan agar tidak pernah menyebut kata Filipina selama wisman itu berlibur menikmati pantai tropis. Peristiwa lucu itu terjadi karena Badan Promosi Pariwisata Provinsi Cebu menjual paket wisatanya ke pasar Jepang sebagai liburan ke pantai tropis, Paradise atau Surga dari Lautan Pasifik, dan tidak pernah menyebut negara Filipina kepada wisman Jepang. Para turis itu pun menikmati berenang di pantai tanpa bertanya mereka ada di mana. Lucu dan aneh memang. Trik-trik yang bersifat akal bulus itu tentu tidak mudah diterapkan di mana saja dan oleh siapa saja. Pelajaran yang didapat barangkali, ada berbagai cara untuk menarik wisman berkunjung kendati di tengah krisis separah apa pun pada waktu itu. Banyak kritik menyebut, mengundang wisman Jepang tidak memberikan nilai tambah yang tinggi karena sebagian besar keuntungan akan tersedot kembali ke Jepang. Namun, di tengah kebutuhan akan kunjungan wisman ke negeri kita sekarang ini, maka trik-trik guna mengundang dan memberikan nilai tambah yang lebih tinggi ketimbang membiarkan uang mengalir kembali ke Jepang, perlu dipertimbangkan juga, sejauh mampukah kita menyediakan fasilitas yang bernuansa serba-Jepang itu tadi. (Jie/dari berbagai sumber)


5

Edisi 5/Tahun IV/Juni 2008

KESRA

“Yang Tak Setuju BLT Bukan Orang Miskin” Saat meninggalkan Kantor Pos Besar Semarang, mata Kardiman (49) berbinar. Maklum, di sakunya kini terselip uang Rp300 ribu, uang bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah. Bagi sebagian orang, uang sejumlah itu mungkin sedikit. Akan tetapi bagi orang miskin seperti Kardiman, apalagi pada saat harga-harga dan ongkos kendaraan melonjak seperti saat ini, uang ‘segitu’ dirasakan sangat berharga. Tak aneh, saat ditanya pendapatnya mengenai bantuan langsung tunai (BLT), lelaki dua anak ini secara tegas menjawab bahwa BLT sangat menolong kehidupan warga miskin pasca kenaikan harga BBM. “Dengan adanya BLT, masyarakat miskin yang terkena (dampak kenaikan) BBM bisa ambegan (bernafas— Red) untuk sementara. Menyelesaikan masalah sih enggak, mana ada uang Rp100 ribu sebulan bisa mengatasi (dampak) kenaikan BBM. Tapi bagaimanapun, bagi kami, uang BLT ini sangat membantu,” kata warga Tawang Semarang ini. Hal senada disampaikan Suci (66), warga Tlogosari Semarang yang hari itu juga mengambil BLT bersama Kardiman. Menurut janda lima anak ini, langkah pemerintah menyalurkan BLT pasca kenaikan harga BBM sudah benar. “Saya mendukung sekali BLT. Itu langkah nyata pemerintah untuk menolong warganya yang kesusahan,” katanya. Baik Suci maupun Kardiman tidak sependapat jika dikatakan program BLT tidak mendidik karena dikhawatirkan akan memunculkan masyarakat bermental pengemis. Menurut mereka, ada BLT atau tidak, kalau me-

mang mental aslinya tidak suka meminta-minta ya tidak akan jadi pengemis. “Sekarang dicek saja di lapangan, apakah setelah pembagian BLT tahun 2005, sekarang orang miskin jadi suka minta-minta? Saya kira tidak, jangan mengada-ada lah. Saya sendiri penerima BLT, tapi tidak lantas jadi orang yang tergantung pada pemberian orang lain,” kata Kardiman setengah protes, diiyakan oleh Suci. Suci bahkan mengaku tak habis pikir, mengapa masih ada warga yang menolak BLT. Ia yakin, mereka yang tidak setuju BLT pasti bukan orang miskin sesungguhnya. “Yang menolak BLT pasti bukan orang miskin. Kalau orang yang benar-benar miskin seperti saya sih nggak mungkin menolak. Wong dikasih bantuan tanpa syarat kok tidak mau, padahal mereka butuh,” katanya. Hanya saja, menurut perempuan berkerudung ini, seyogyanya pemerintah lebih teliti dalam mendata warga miskin, karena di daerahnya masih ada warga miskin yang luput tidak menerima BLT. “Ada tetangga saya yang hingga sekarang belum menerima BLT, padahal kondisi perekonomiannya sama dengan saya, sama-sama miskin. Karena itu, jika ke depan BLT masih dilanjutkan, saya harapkan seluruh warga miskin bisa menikmatinya. Ini penting, karena jika ada yang tidak dapat, bisa menimbulkan gejolak,” ujarnya. Buruk Data, BLT Dibelah Di belahan bumi Indonesia yang lain, tepatnya di Majene Sulawesi Barat, pagi itu wajah Nuraini masih tampak berkerut. Ibu tiga anak ini sewot lantaran tidak men-

dapatkan BLT seperti tetangga-tetangganya. Padahal menurut penilaiannya, dirinya termasuk miskin. Yang membuatnya penasaran, ada warga yang menurutnya ekonominya lebih mampu dari dirinya, namun justru memperoleh BLT. Sementara ia yang untuk makan sehari-hari saja sulit, malah luput dari pendataan. “Raskin (beras untuk warga miskin— Red) saya dapat, kartu PKPS BBM punya, kenapa kartu BLT saya tidak dapat, ini kan aneh?” ujar ibu yang baru saja bersitegang dengan staf kelurahan ini. Kejadian seperti yang dialami Nuraini tidak hanya terjadi di Majene saja, akan tetapi juga di daerah lain. Beberapa waktu lalu beberapa ibu di Kecamatan Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur, juga jengkel karena tidak dianggap sebagai warga miskin, yang berakibat mereka tidak mendapatkan jatah BLT. “Kalau begini caranya, mendingan kami semua tidak dapat BLT, biar adil,” ujar seorang ibu, seperti ditayangkan oleh salah satu televisi swasta. Apa yang menyebabkan proses pembagian BLT tahun 2008 ini menjadi kusut? Jawabnya tak lain karena kurang validnya data orang miskin yang dipergunakan sebagai dasar pemberian bantuan. Seperti disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Magelang, Bambang Dwi Hartono, data yang dipergunakan untuk dasar pembagian BLT tahun 2008 ini sebenarnya data tahun 2005 yang sudah di-update dan diverifikasi. Namun karena waktu update dan verifikasi sangat pendek, banyak data lama yang masih dipergunakan sebagai dasar. Padahal waktu dalam tiga tahun keadaan demografi sudah pasti banyak perubahan. “Akibatnya saat diterapkan, banyak terjadi masalah di lapangan. Misalnya ada warga yang sudah meninggal masih terdaftar, ada yang dulu miskin sekarang sudah tidak miskin tapi masih menerima BLT, ada yang dulu kaya sekarang jadi miskin tapi tidak menerima BLT, dan sebagainya,” tuturnya kepada wartawan. Sementara Lurah Majene, Sombara, yang baru saja menerima komplain dari beberapa warga yang mengaku miskin namun tidak menerima BLT, menyesalkan kurang terkoordinasinya proses verifikasi warga miskin di daerahnya pada tahun 2008 ini. Menurut Sombara, pendataan ulang warga miskin kurang melibatkan lurah setempat, akibatnya banyak data orang miskin yang kurang akurat. “Mungkin karena waktunya terlalu mendesak. Mana mungkin dalam satu dua minggu memverifikasi sekian banyak orang miskin,” imbuhnya. Benar apa yang dikemukakan praktisi Statistik Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, Dr Ir Sunnaru Samsi Hariadi, bahwa masalah sejatinya bukan pada program BLT itu sendiri, namun pada data warga miskin yang dipergunakan sebagai dasar pembagian BLT. “Kalau datanya akurat, tidak akan terjadi masalah di lapangan. Yang terjadi sekarang ini kan ibarat pepatah, buruk data BLT dibelah, yang salah datanya tapi yang dihujat banyak orang malah program (BLT)-nya,” katanya saat dihubungi komunika beberapa waktu lalu. Sunnaru menganjurkan, ke depan harus ada data warga miskin yang benar-benar valid dan dibuat dengan melibatkan seluruh stakeholder baik itu pembuat kebijakan, pelaksana maupun warga yang dijadikan sasaran. Data juga harus selalu di-update dan diverifikasi setiap saat untuk menghindari duplikasi dan keusangan. “Karena ini terkait dengan manusia secara langsung, maka pendataannya harus ekstra hari-hati. Salah data sedikit saja, social cost-nya bisa sangat tinggi,” jelasnya.

Perlunya Database Tingkat Desa Menurut Sunnaru, ketersediaan data terutama data kependudukan di tingkat desa sangat penting untuk mendukung kebijakan pemerintah seperti BLT. “Andai saja setiap desa memiliki database kependudukan yang valid, tentu tak akan terjadi karut-marut dalam pembagian BLT ini. Namun sayang, berdasar pengalaman saya di lapangan, jarang sekali desa yang memiliki data-data kependudukan dan database potensi desa yang lengkap dan valid.” Lelaki yang sering melakukan survei di sejumlah wilayah di Indonesia ini mengakui, hampir seluruh desa memiliki papan monografi yang berisi data-data yang terkait dengan desa bersangkutan termasuk data kependudukan. Akan tetapi, hampir seluruhnya berupa data mati yang jarang diperbarui. “Kemampuan dan kemauan perangkat desa untuk memperbarui data setiap saat sangat rendah. Oleh karena itu, jika data itu dipergunakan sebagai dasar penyusunan program, hasilnya jadi amburadul,” ujarnya. Ia bercerita, saat melakukan penelitian di sebuah desa di luar Jawa tahun 2007 lalu, ia bertanya kepada seorang kepala desa berapa jumlah penduduk desa itu. Kepala desa menjawab 1.500 orang. Saat dicek di lapangan, ternyata jumlah penduduk yang benar adalah 2.212 orang. “Selidik-punya selidik, ternyata data yang dipergunakan pak kades adalah data tahun 2000. Coba, kalau data itu dipergunakan begitu saja, misalnya untuk dasar pembagian sembako, pasti ada 712 orang yang tidak dapat. Maka riskan sekali menggunakan data yang tidak dicek kebenarannya berkali-kali di lapangan.” kata dosen Pascasarjana UGM ini. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar setiap desa atau kelurahan menyusun database secara baik dan benar. “Bukan sekadar papan monografi, tapi data yang tersusun secara sistematis, komplit dan valid, tentang segala hal. Lebih baik lagi kalau dalam bentuk digital, karena akan mudah diperbarui setiap saat.” Tentang media penyimpanan data di desa, Sunarru menyatakan tidak perlu hebat dan mahal, yang penting fungsional. “Sebuah komputer dengan memori 512 MB dan hard disk 80 GB saya kira lebih dari cukup untuk menyimpan data satu desa, termasuk gambar dan foto. Hanya saja seluruh data harus dibuatkan cadangan atau back-up-nya, bisa di cakram optik atau di flash disk, biar kalau kena virus tidak hilang,” ujarnya. Jika data di tingkat desa beres, Seluruh program pemerintah—tidak hanya BLT— pasti akan lebih mudah diterapkan. Untuk itu, Sunarru menganjurkan agar pendataan dilakukan oleh perangkat desa sendiri. “Karena hanya orang desa sendiri yang mengerti apa yang sesungguhnya ada di desa, jadi biarkan mereka yang melakukan pengumpulan, pengolahan dan verifikasi data,” imbuhnya. (gunarjo@bipnewsroom.info)


6

KomunikA satu kata Indonesia

"

Dua bulan lalu, Kasrodi (67) mungkin tak akan tahu jika ditanya penyakit apa yang paling banyak menyerang warga di desanya. Namun kini, lelaki berambut putih warga Desa Jengkol, Kec Garung, Kab Wonosobo, Jawa Tengah ini dengan lancar akan menjawab, bahwa infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)-lah yang menduduki peringkat satu penyebab sakit warga. Kasrodi memang bukan dokter atau paramedis, akan tetapi berkat musyawarah masyarakat desa (MMD) yang ia ikuti, ia jadi tahu permasalahan kesehatan di desanya yang mendesak untuk ditanggulangi. pengkajian masalah kesehatan melalui kegiatan survei yang dilakukan oleh tokoh masyarakat dan kader di bawah bimbingan bidan desa atau tenaga kesehatan setempat. Sedangkan MMD adalah musyawarah pleno seluruh warga untuk membahas hasil SMD dan menetapkan penanggulangan masalah kesehatan yang paling mendesak untuk dicarikan jalan keluarnya. “Jadi kalau mau diurutkan, dalam pelaksanaan program Desa Siaga harus dilakukan PTD dulu, disusul dengan SMD, dan hasilnya dibawa ke MMD untuk dibahas bersama dan disusun prioritas program penanggulangannya,” katanya. Adapun penanggulangan masalah kesehatan yang sudah diputuskan dalam MMD, salah satunya adalah melalui pemberdayaan upaya kesehatan bersumberdaya ma-syarakat (UKBM) yang ada di desa bersangkutan. “Seper-ti di Desa Jengkol, di sini ada UKBM berupa Poliklinik Ke-sehatan Desa (PKD), kelompok tabungan ibu bersalin (Tabulin), kelompok donor darah, kelompok ambulan desa, posyandu, posyandu lansia, dan kelompok kese-hatan lainnya,” urai Wahyu.

S

ejak Desa Jengkol ditetapkan sebagai percontohan Desa Siaga untuk wilayah Kabupaten Wonosobo, Kasrodi memang jadi lebih ‘melek kesehatan’. Semula ia menganggap bahwa kesehatan adalah urusan pemerintah, namun kini ia tahu bahwa masalah kesehatan— terutama di tingkat desa—tidak akan tertanggulangi tanpa peran serta masyarakat secara langsung. “Ternyata menjaga kesehatan itu tugas semua orang. Dengan kata lain, saya juga ikut bertanggungjawab jika ada warga yang sakit,” ujarnya serius. Oya, menurut definisi yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes), Desa Siaga adalah desa yang masyara-

Lima hari terakhir, Tanto, Wardi, Yanti, Sari, Andi, Majid dan Umi berkutat di depan tumpukan kuesioner. Mereka bukan sedang membuat koding data penelitian untuk skripsi, akan tetapi sedang mengolah data survei mawas diri (SMD) Desa Jengkol Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah, yang hasilnya baru saja mereka kumpulkan. “Lelah tapi asyik, dan yang pasti bangga karena bisa membantu masyarakat menemukan permasalahan kesehatan yang selama ini tidak diketahui datanya secara pasti,” kata Tanto diamini rekan-rekannya. Tujuh sekawan ini memang menyandang predikat sebagai kader Desa Siaga desa Jengkol. Mereka tidak direkrut, akan tetapi dengan penuh kesadaran mendaftarkan diri untuk turut serta menyukseskan program Desa Siaga. Tugas mereka seabreg, dan bekerja secara nirgaji alias tanpa bayaran. “Ini pekerjaan cap tengkyu, dengan gaji

katnya sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong-royong. “Kalau mau pakai ‘istilah jaman orba’, adalah desa yang menanggulangi permasalahan kesehatan secara swadaya, swakarya, dan swasembada,” tutur kakek dari enam cucu ini. Kesadaran Kasrodi untuk ikut mengenali dan menanggulangi masalah kesehatan secara mandiri, tak lepas dari program Desa Siaga yang mulai diterapkan secara efektif di desa yang terletak di lereng pegunungan Dieng ini. “Saya ikut aktif di program Desa Siaga sejak tahap PTD, SMD hingga MMD,” lelaki berambut putih ini nyerocos. Namun ketika ditanya kepanjangan singkatan yang diucapkannya, kakek empat cucu ini tergelak, “Saya lupa, ha ha ha!” Padahal PTD yang dimaksud Kasrodi adalah kependekan dari Pertemuan Tingkat Desa, SMD kependekan dari Survei Mawas Diri dan MMD adalah Musyawarah Masyarakat Desa, ketiganya adalah komponen dari program Desa Siaga. Wahyu Handayani, bidan desa dimana Kasrodi tinggal, secara detil mengungkapkan bahwa PTD adalah pertemuan seluruh eleman masyarakat desa untuk memahami konsep Desa Siaga. SMD adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan, dan

pahala sebesar-besarnya dari Yang Maha Kuasa,” ujar Wardi membanyol. Tugas kader Desa Siaga memang cukup banyak, mulai dari menggerakkan masyarakat dalam hal perilaku hidup bersih dan sehat, mengamati masalah-masalah kesehatan di desa, menyuluh kesehatan lingkungan, membantu meningkatkan kesehatan ibu, bayi dan anak balita, memasyarakatkan keluarga sadar gizi, hingga menyiapkan masyarakat menghadapi bencana. Pekerjaan paling berat adalah saat melakukan SMD. Selama tiga minggu penuh mereka berkeliling dari rumah ke rumah bersama perangkat desa dan tokoh masyarakat, menyebarkan kuesioner. “Di kota, kuesioner mungkin bisa ditinggal di rumah responden dan diambil hari kemudian dalam keadaan sudah terisi lengkap. Tapi di desa lebih ruwet, karena kami harus menuntun membacakan pertanyaan dan membantu menuliskan pengisian satu-persatu. Karena itu prosesnya lebih lama,” kata Umi. Setelah hasil kuesioner terkumpul, mereka harus melakukan coding dan entry data yang bisa memakan waktu sampai satu minggu. Praktis selama sebulan mereka mengorbankan waktu demi Desa Siaga. Toh demikian mereka tidak mengeluh, karena dari awal mereka sadar bahwa tanpa keterlibatan mereka kegiatan SMD tidak akan selesai. “Di desa ini yang agak ngeh tentang kegiatan survei ya cu-

Mengapa Harus Siaga? Menteri Kesehatan, Siti Fadhilah Supari menyatakan, dalam SK Menkes RI No 574/Menkes/SK/IV/2000 telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010, yang menggambarkan pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Namun di sisi lain, Menkes juga mengemukakan, saat ini angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Angka kesakitan masyarakat juga relatif tinggi, ditandai dengan merebaknya penyakit lama seperti malaria dan TB Paru serta munculnya penyakit baru seperti HIV/AIDS, SARS, dan flu burung. Di samping itu, penyakit endemis seperti diare dan demam berdarah juga masih mengancam di berbagai wilayah. “Fakta tersebut menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Maka diperlukan terobosan yang benar-benar memiliki daya ungkit bagi meningkatnya derajat kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Salah satunya adalah melalui program Desa Siaga yang ditargetkan bisa berjalan di seluruh desa di wilayah Indonesia,” kata Menkes dalam pencanangan program Desa Siaga di Jakarta tiga tahun lalu. Dalam Kep Menkes No 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, salah satu sasaran terpenting yang akan dicapai adalah, pada akhir tahun 2008 seluruh desa telah menjadi Desa Siaga. Oleh karena itu, keberadaan Desa Siaga adalah sebuah keniscayaan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. “Kita semua berharap, program Desa Siaga bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia,” imbuh Siti Fadhilah waktu itu.

Dengan data yang komprehensif masyarakat desa dapat menyusun prioritas penanggulangan permasalahan yang ada ma kami bertujuh. Jadi, kalau bukan kami yang turun tangan, siapa lagi?” imbuh Tanto terkekeh. Berkat mereka, kini Desa Jengkol memiliki data lumayan lengkap tentang hal ikhwal yang terkait dengan masalah kesehatan. Data tentang demografi secara umum, pasangan usia subur, jumlah ibu hamil dan melahirkan, kondisi rumah, kebiasaan hidup bersih dan sehat, sikap terhadap program kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan, sampai data balita dan status kesehatan balita, semua ada. “Dulu data semacam ini memang sudah ada, tapi yang kami kumpulkan terakhir ini lebih valid dan akurat,” imbuh Umi. Dengan data yang komprehensif yang diolah para kader itulah, Desa Jengkol mengadakan musyawarah masyarakat desa (MMD) dan menyusun prioritas penanggulangan permasalahan kesehatan. “Tanpa mereka, program Desa Siaga akan jalan di tempat,” tutur Kepala Desa Jengkol, Herlambang, dengan wajah bangga. (gunarjo@bipnewsroom.info).


7

Edisi 5/Tahun IV/Juni 2008

Memandirikan Masyarakat Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo, Azri Budi S, dalam bincang-bincang dengan komunika menyatakan, pengembangan Desa Siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa, menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, serta memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat. “Inti kegiatan Desa Siaga adalah agar masyarakat mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah edukatif berupa upaya memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses-proses pemecahan masalah kesehatan yang dihadapinya.” Menurut Azri, sebuah desa dapat dikatakan sebagai Desa Siaga apabila memiliki sekurang-kurangnya sebuah Poliklinik/Pos Kesehatan Desa (PKD), yang merupakan pengembangan dari Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang sebelumnya sudah ada di desa. Kegiatan PKD diselenggarakan oleh tenaga kesehatan, minimal seorang bidan, yang dibantu oleh sekurang-kurangnya dua orang kader kesehatan desa setempat. “Lebih banyak tenaga kesehatan yang terlibat sebenarnya lebih baik. Ditetapkannya standar minimal karena tidak seluruh wilayah di Indonesia memiliki tenaga kesehatan dalam jumlah cukup. Namun kalau PKD dan bidan, hampir semua desa memilikinya, kecuali desa terpencil dan desa-desa di pedalaman,” ujarnya. Namun jangan salah, bukan hanya bidan dan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak Desa Siaga. Bidan Wahyu yang sehari-hari berhadapan langsung dengan masyarakat desa mengakui, peran bidan dalam program Desa Siaga memang cukup sentral, karena harus menjadi motor sekaligus fasilitator dan motivator partisipasi masyarakat. Akan tetapi, kunci keberhasilan program ini di lapangan sejatinya berada di tangan elemen-eleman masyarakat di desa itu sendiri. “Selain bidan, peran perangkat desa, tokoh masyarakat dan kader kesehatan juga sangat vital. Jangan lupa, yang terpenting adalah partisipasi masyarakat dalam program ini, sebab tanpa mereka program Desa Siaga tak akan berjalan,” tegas bidan yang sudah bertugas di desa Jengkol 16 tahun ini. Perangkat desa dan tokoh masyarakat sangat berperan terutama dalam penggerakan dan pemberdayaan masyarakat seperti menggali

Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah berbenah. Sebagai tuan rumah puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XV dan Bulan Bakti Gotong Royong (BBGRM) V tahun 2008. Daerah pemekaran yang masih sangat muda di Provinsi Jambi ini bisa menjadi bukti keberhasilan pelaksanaan pemekaran daerah. "Harganas dan BBGRM ini semacam laboratorium untuk penyelenggaraan pemerintahan secara umum, saat para undangan nanti berada di sini diharapkan mereka mampu balajar bagaimana mengelola sebuah pemerintahan dengan baik khususnya di sini (Tanjung Jabung Timur)," ujar Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, ketika melihat persiapan peringatan Harganas XV dan BBGRM V di Desa Kota Baru Kecamatan Geragai beberapa waktu lalu. Bupati Tanjabtim H Abdullah Hich mengakui masih sangat banyak kekurangan di daerahnya sehingga belum pantas mendapatkan penilaian sebagai contoh keberhasilan otonomi daerah. "Memang sering kami mendengar sanjungan seperti itu, namun kami merasa upaya maksimal yang kami lakukan selama ini belumlah seperti yang diharapkan seluruh masyarakat. Untuk itu kami menganggap apa yang diungkapkan oleh Mendagri merupakan motivasi terhadap kami agar lebih baik lagi mengelola pemerintahan di daerah ini,’’ungkap Hich merendah. Desa Mandiri Terpadu Bangdesmadu yang merupakan program Pemkab Tanjabtim diharapkan menjadi model pembangunan desa lainnya. Di desa ini mulai dilaksanakan kegiatan yang berbasis teknologi moderen. Masuknya program KTM Geragai, diakui Bupati Abdullah Hich sebagai sebuah berkah yang sangat luar biasa bagi masyarakat Tanjabtim secara umum. "Kita melaksanakan Bangdesmadu, kemudian pemerintah pusat memberikan lagi KTM, dengan demikian kita sangat optimis percepatan pembangunan akan lebih baik di daerah ini," kata Bupati. Menanggapi beberapa pemikiran bahwa Harganas dan BBGRM berpotensi menjadi pemborosan, Hich sepakat dengan Mendagri bahwa pendapat itu sangat tidak berdasar. Kenyataannya, dengan adanya kedua event nasional tersebut, sangat banyak manfaat yang diterima oleh Tanjabtim. Jalan-jalan yang selama ini rusak sekarang sudah diperbaiki. Belum lagi alokasi dana yang diarahkan mendukung suksesnya acara tersebut. "Semua fasilitas yang diberikan pemerintah pusat itu nantinya akan dimanfaatkan oleh masyarakat secara umum. Jadi kita melihat ini sebagai sebuah berkah," papar Hich.

sumber daya untuk kesinambungan dan kelangsungan penyelenggaraan PKD, menaungi dan membina PKD, serta menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan PKD. Sedangkan peran kader adalah menggerakkan masyarakat dalam hal perilaku hidup bersih dan sehat, pengamatan terhadap masalah-masalah kesehatan di desa, upaya perbaikan kesehatan lingkungan, peningkatan kesehatan ibu, bayi dan anak balita, pemasyarakatan keluarga sadar gizi (Kadarzi), dan penyiapan masyarakat menghadapi bencana. Masih Ada Kendala Tiga tahun sudah program Desa Siaga dicanangkan, dan paruh waktu tahun 2009 akan segera terlewati. Jelas target Depkes bahwa pada akhir tahun 2008 seluruh desa di Indonesia sudah menjadi Desa Siaga tak tercapai. Bahkan jika melihat kondisi di lapangan, tampaknya pada akhir tahun 2009 ini pun sulit untuk mencapai target tersebut. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak turut membantu agar Desa Siaga bukan sekadar wacana, akan tetapi benar-benar bisa menjadi kenyataan. Secara konseptual, program Desa Siaga sangat baik dan ideal. Namun pelaksanaannya di lapangan masih mengalami kendala. Salah satunya adalah karena masalah budaya, serta kurangnya sumberdaya manusia yang mampu menjadi motor penggerak program ini di tingkat desa, baik kuantitas maupun kualitas. Seperti dikatakan Kepala Desa Jengkol, Herlambang, mendidik masyarakat desa agar memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri, bukan hal mudah. “Selain karena pendidikan mereka rata-rata rendah, budaya untuk berpola hidup bersih dan sehat juga masih rendah. Di samping itu, tenaga kesehatan dan kader yang menjadi penggerak Desa Siaga jumlahnya juga terbatas,” ujarnya. Hal lain yang turut menjadi kendala, menurut lelaki bere-

Jadi Bedah Rumah 2008 “Pemerintah senantiasa memberikan perhatian untuk peningkatan kualitas kehidupan keluarga, termasuk dalam rangka penataan lingkungan pemukiman keluarga yang bersih dan sehat, dan pada gilirannya dapat menjadi tempat belajar bagi masyarakat desa lainnya untuk melakukan hal yang sama di wilayahnya masing-masing,” tutur Mardiyanto. Pelaksanaan bedah kampung tahun 2008 dinamakan “Bangun Desa Mandiri Terpadu (Bangdesmadu)”, disebutkan lebih dimaknai sebagai upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat desa dalam melaksanakan pembangunan desanya secara terpadu, melalui fasilitas dari Pemda. “Keterpaduan pelaksanaan program Bangdesmadu terletak pada keterpaduan peran aktif seluruh instansi terkait dalam pembangunan desa, agar terlaksana kegiatan yang lebih komprehensif pada setiap desa atau kelurahan, sesuai kebutuhan masyarakat,” kata Mardiyanto. Mendagri menyarankan agar pelaksanaan program Bangdesmadu tetap mengutamakan peran aktif dan gotong royong masyarakat. Karena, melalui peran aktif masyarakat akan tercipta rasa memiliki dan rasa tanggung jawa masyarakat dalam melaksanakan dan memelihara hasil-hasil pembangunan. Sedangkan pemerintah pusat dan Pemda lebih berperan memfasilitasi, termasuk dalam penyediaan dukungan anggaran sebagai dana stimulan untuk pelaksanaan program Bangdesmadu. “Saya menilai kegiatan semacam ini sangat tepat dilaksanakan, apalagi bila melibatkan berbagai kepentingan, seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan unsur swasta, sehingga bersama-sama Pemda dan masyarakat dapat mewujudkan keberhasilan pelaksanaan program Bangdesmadu tersebut di setiap desa atau kelurahan,” kata Mendagri Mardiyanto. Empat Aspek Pemberdayaan Upaya pemberdayaan masyarakat, menurut Mendagri senantiasa harus difokuskan pada empat aspek utama, yakni bidang ekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan. “Oleh karena itu upaya pemberdayaan masyarakat menjadi tugas dan tanggung jawab semua instansi terkait,” tandas Mardiyanto. Mendagri menekankan, upaya pemberdayaan masyarakat

wok ini, adalah masalah biaya. Sebagai program pemberdayaan, Desa Siaga menseyogyakan masyarakat untuk membiayai sendiri program penanggulangan kesehatan secara swadana. “Namun di desa Jengkol, dimana hampir 70% warganya tergolong miskin, mencari sumber dana sungguh sangat sulit. Kerjasama dengan swasta juga mustahil dilakukan, karena tidak ada perusahaan swasta yang beroperasi di desa ini,” kata kades yang sudah menjabat dua periode ini. Padahal menurut Herlambang, tanpa dana memadai, mustahil sebuah program dapat dilaksanakan dengan tingkat keberhasilan tinggi. “Jalan sih jalan, tapi tidak maksimal,” imbuhnya. Ia memang tengah menanti kucuran dana dari pemerintah yang konon akan turun bulan ini. Namun benar-benar turun atau tidak, Herlambang tidak tahu. Oleh karena itu, ketika ditanya apakah akhir tahun 2000 ini Desa Jengkol bisa menjadi Desa Siaga, pak kades cuma angkat bahu. Tapi buru-buru ia menukas secara diplomatis, “Bagi kami, predikat Desa Siaga bukan tujuan. Yang penting kalau seluruh masyarakat secara berangsur-angsur bisa melaksanakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dan mulai mencoba mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, itu artinya kami sudah mulai siaga, walaupun mungkin predikat Desa Siaga tidak bisa kami raih. Dan sejauh ini, perkembangan di Desa Jengkol dalam hal yang saya sebutkan di atas, sangat menggembirakan.” Tentu akan sangat membanggakan jika seluruh desa di Indonesia bisa seperti Desa Jengkol. Tak perlu deadline bahwa tahun sekian seluruh desa akan menjadi Desa Siaga. Yang penting upaya membangun kesadaran masyarakat untuk tanggap terhadap masalah kesehatan mereka sendiri harus terus dilakukan, setiap saat, kapanpun, di manapun. (gunarjo@bipnewsroom.info)

harus dimulai dari pemberdayaan keluarga, karena keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan masyarakat. Tentu upaya pemberdayaan keluarga harus senantiasa menyentuh kehidupan setiap individu dalam keluarga yang dilakukan melalui berbagai program pemberdayaan keluarga, tegas Mendagri. Guna pemberdayaan masyarakat yang difokuskan pada pemberdayaan keluarga, Mardiyanto menyatakan pemerintah sedang melaksanakan ‘Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri’ atau PNPM Mandiri. “Tujuan PNPM adalah meningkatkan pendapatan dan mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin, agar secara bertahap dapat mengurangi jumlah keluarga miskin di Indonesia,” kata Mardiyanto. Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri, Mardiyanto mengingatkan, selain difokuskan pada upaya peningkatan pendapatan keluarga melalui ‘Progran nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan’ dan ‘Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan atau P2KP’, juga diarahkan untuk meningkatkan penyediaan berbagai parasarana sosial, seperti prasarana kesehatan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya peningkatan derajat kesehatan keluarga, menurut Mendagri, senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, pengaturan kelahiran melalui program keluarga berencana (KB), pemenuhan hak-hak dasar bagi anak, seperti pemberian akte kelahiran gratis dan program lainnya sesuai kebutuhan masyarakat. Berbasis Gotong Royong Kini Tanjung Jabung Timur sudah berbenah. Tak hanya untuk menjadi tuan rumah Harganas saja. "Para pimpinan daerah dari seluruh Indonesia diharapkan mampu mengambil pelajaran untuk selanjutnya melaksanakan pengelolaan pemerintahan sebagaimana yang dilaksanakan oleh Pemkab Tanjabtim," ungkap Mardiyanto. Pasalnya, sangat jelas terlihat Pemkab mengedepankan semangat penghematan. Salah satu hal kecil yang menjadi perhatian Mendagri adalah penempatan undangan di rumah-rumah penduduk. "Peserta dari daerah lain jangan berkecil hati, upaya itu untuk memperpendek transportasi dan penghematan biaya," lanjut Mendagri. Begitu pula untuk konsumsi undangan yang melibatkan para pengusaha dengan memanfaatkan salah satu gedung sebagai tempat pelayanan. Perbaikan jalan menjelang kedatangan presiden ditegaskan Mendagri pada akhirnya juga untuk dimanfaatkan masyarakat. Begitu pula dengan bulan bakti gotong royong. Hal itu agar semangat kepribadian gotong royong dapat digelorakan kembali. (m/berbagai sumber)


8

KomunikA satu kata Indonesia

WAWANCARA Kepala BKKBN, Dr. Sugiri Syarif, MPA

Momentum Percepat Target KB

Bagaimana Harganas tahun ini, apa yang membedakan dengan tahun sebelumnya? Kemungkinan Harganas kali ini akan memecahkan rekor karena dihadiri sekitar 40 ribu orang. Pasti me-manage 40 ribu orang bukan hal yang mudah. Nilai lebih dari sisi program lebih bergairah lagi. Dari sisi pencapaian, tahun lalu kita bisa meningkatkan peserta KB dengan rangkaian program sekitar 300 ribuan akseptor baru secara nasional. Kita berharap dapat meningkatkan akseptor kita dari 5,7 juta menjadi 6,6 juta, jadi ada sekitar 900 ribuan akseptor baru. Apa makna Peringatan Harganas? Sebagai pengendali program KB saya mengatakan hari keluarga adalah suatu momentum untuk kita pakai meningkatkan program kita. Secara umum saya mengatakan bahwa hari keluarga itu adalah upaya nasional bangsa Indonesia untuk mengingatkan bahwa keluarga itu adalah institusi yang penting. Kenapa dijadikan satu dengan hari Bakti gotong Royong? Supaya tidak bolak-balik menyelenggaarkan kegiatan sehingga lebih efektif dan efsien serta gaungnya lebih terdengar. Kebetulan juga ada sinergi antara harganas dan bulan bakti gotong royong (BBGR). BBGR itu merupakan kampanye untuk mengajak masyarakat kembali pada adat gotong royong yang mungkin di bagian tertentu terutama di kota-kota mulai meluntur. Dengan kampanye itu mereka akan membangkitkan kembali gotong royong, kalau bisa gotong royong bisa menghasilkan sesuatu. Target Harganas 2008? Hakikinya adalah sebagai momentum untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya institusi keluarga. Kalau keluarga bisa menjadi institusi yang diperhatikan oleh bangsa Indonesia, maka tidak ada itu yang namanya tauwuran-tawuran, karena memang dari dalam keluarga sudah dari awal anak-anak sudah di didik bahwa tawuran itu tidak baik. Kita harus mengingatkan kembali apakah 8 fungsi keluarga sudah berjalan atau blm, apa kita sudah memberi perhatian yg besar terhadap perecanaan keluarga, bagaimana kita membackup lingkungan keluarga untuk pertumbuhan keluarga. Tujuan parsial kita adalah meningkatkan peserta KB. Kenapa mesti Jambi? Kita memberi kesempatan semua provinsi untuk berpartisipasi dalam acara harganas ini. Jadi selalu kita tawarin yang berminat untuk menyelenggarakan. Tidak ada pertimbangan yang istimewa, paling hanya pertimbangan pemerataan lokasi, jika dulu di Indonesia Timur ya sekarang di Indonesia Barat. Tujuan harganas untuk memingkatkan kesadaraan masyarakat, bahwa kita keluarga di Indonesia hrs dibangun dan di bina dan merupakan wahana utama. Berapa daerah yang di kunjungi dalam program roadshow? 6 ProVinsi untuk selama 3 bulan, dan puncaknya 29 Juni di Jambi. 6 propinsi itu, Lampung, Kalimantan tengah, Sulawesi tengah, jawa tengah, jambi, Kalimantan selatan. Dan puncak Acara di adakan di Jambi. Apa roadshow dilakukan di provinsi yang sama?

Tidak, setiap tahun dilakukan diprovinsi yang berbeda-beda. Nantinya setiap provinsi yang kita lakukan roadshow juga akan mengadakan roadshow yang sama untuk tingkat kabupaten. Dan tingkat kabupaten juga harus melakukan roadshow ditingkat kecamatan. Seperti multilevel marketing saja lah, sehingga jangkauannya jadi luas.

Ada kendala gerakan di lapangan? Dalam rangka menggairahkan program di tigkat lapangan, saat ini kita rasakan gerakan di lapangan itu kurang, sambil mencermati kesulitan-kesultan apa saja dilapangan dan sambil berdialog dengan kabupaten kota. Jadi road show itu terbagi dalam 3 pokok penting, yaitu : 1. tim-tim masal, agar sadar kembali program kita. 2. untuk mencari kesulitan apa yang ada dilapangan dan mencoba mencarikan solusi bersama2, selalu kita adakan forum dialog ditingkat kabupaten, provinsi dan kota. 3. Memberikan motivasi kepada petugaspetugas lapangan bahwa perjuangan masih panjang. Tiga pokok pemikiran itulah menjadi okus kita ddalam pelaksanaan roadshow tsbt. Pesan utama pada road show? Ada dua hal yang menjadi sentral fokus kita, yaitu: pertama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sebab (menit 2:24) kependudukan yang dimiliki indonesia, misal penduduk masih cukup besar, pertumbuhan turun tapi tetap tinggi. Ini akan menyebabkan timbulnya permasalahan dalam kependudukan indonesia. Indonesia itu luas dan kaya, kekayaan itu harus dapat di manage dengan baik, agar tidak menjadi bencana. Untuk memanage itu memerlukan SDM yang berkualitas. KB merupakan salah satu tahapan perbaikan kualitas SDM.Dimulai dengan memanage SDM dalam keluarga kecil itulah akan lebih mudah dari pada memanage dalam cakupan luas. Fokus kedua, adalah meningkatkan keluarga menjadi lebih sejahtera melalui program KB. Marilah kita bentuk keluarga kecil, karena keluarga kecil ini dapat meningkatkan kualitas SDM dan menjadikan keluarga yang sejahtera. Dan KB akan mempengaruhi dalam banyak hal, misal menurunkan tingkat kematian pada ibu dan bayi, mempangaruhi tingkat kemiskinan juga. Hal itu merupakan tingkat nasional, bagaimana pelaksaan dalam tingkat daerah? Justru itu, masalah kependudukan itu kan bervariasi antar daerah, makanya kita mencoba berfikir rasional kedepan. karena tidak bisa masalah kependudukan itu di intervensi sekarang dan hasilnya bisa kelihatan sekarang. Kita mengajak mereka utk berpikir kedepan bukan berfikir saat ini. Kalau mereka kita ajak berfikir rasional, maka resistensi akan berkurang. Kecuali dalam masalah dokmatis, itu akan sulit. Sepanjang itu rasional dan pendekatan memadai dan dengan bahasa sesuai dengan bahasa mereka. Misal masalah kependudukan yang disampaikan kepada remaja maka kita

menggunakan bahasa remaja.

Masalah kendala di lapangan? Masalah kendala sangat bervariasi antar propinsi dan tidak sama per kabupaten atau per propinsi. Ada beberapa yang dapat ditarik, misal ada kejenuhan mengenai program PL KB, semua kabupaten mengeluh itu. Kemudian masalah kelembagaan, banyak kabupaten kota yang mengeluh, karena akibat penggabungan 2 atau 3 sektor itu perhatian jadi tidak fokus. Kemudian dalam persoalan pembiayaan, persepsi mereka kalau bisa pusat yang menanggung semua, padahal kan sudah ada dalam DAU dan mereka tidak menghitungnya kembali . Kita mencoba solusi parsial untuk masing-masing kota, contoh pada kasus di Palangkaraya kemarin. Walikota Palangkaraya menetapkan dalam pilkadanya pengobatan gratis untuk semua warga, padahal alat kontrasepsi yang kita perbantukan itu hanya untuk warga miskin, tapi akhirnya dipakai juga oleh orang-orang yang tidak miskin. Ya.. itu kan sudah menyalahi kebijakan kita, itu karena mereka tidak paham. Seharusnya Bupati/Walikota yang mempunyai kebijakan itu konsekuen, untuk orang-orang kaya alat-alat kontrasepsi dsediakan walikota. Tapi kenyataannya mengambil yang seharusnya kita berikan orang miskin, akhirnya timbul protes, "Pak alat kontrasepsi dipuskesmas kosong". Walikota/Bupati tidak mungkin memikirkan sampai ke hal-hal teknis seperti itu, harusnya kepala dinas BKKBN setempat yang mejelaskan pada walikota. Permasalahannya mereka tidak berani bilang ke Walikota/Bupati. Nah, itu perlu advokasi, orang propinsi harus turun ke kabupaten. Apa program Harganas hanya terkait masalah KB? Ooo tidak. Makanya kita barengkan dengan bulan bakti gotongroyong sehingga kerukunan inter dan antar keluarga dapat di bangun. Apalagi untuk kehidupan di kota, dimana individualis sangat tinggi, cuek banget ma tetangga. Nah, dengan moment ini kita mengingatkan sesibuk apapun ingatlah hidup berkeluarga dan bertetangga. Apa sama penanganan keluarga di kota dan desa? Jelas berbeda. Serbuan globalisasi lebih banyak dikota, Keluarga di desa pada umumnya lebih solid. Pengaruh-pengaruh informasi globalisasi lebih cepat terserap di kota, sehingga efek-efek negatif lebih besar terjadi pada keluarga yang tinggal di kota. Kalo di desa lebih pada kesulitan pemenuhan

kebutuhan ekonomi. Fungsi-fungsi perlindungan lain di keluarga berkembang lebih baik di desa, belum lagi permasalahan keluarga di kota terkait masalah waktu orang tua yang lebih sedikit untuk si anak, secara tidak langsung itu akan mempengaruhi si anak.

Banyaknya kejadian kekerasan di kota Apa karena pembinaan keluarga kurang? Karena kepedulian kita terhadap keluarga itu kurang. Sekarang coba lihat, berapa waktu yang disediakan orang tua untuk anakanaknya, terutama untuk keluarga di kota? Sedikit sekali. Padahal, memberikan waktu untuk anak merupakan proses pendidikan menularkan nilai-nilai yang kita punya. Akhirnya yang ada nilai-nilai yang ditularkan bukan nilai-nilai orangtuanya tapi pembantu, jadinya anaknya pembantu, hahah.. Dalam artian, peletakkan dasar pribadi, baik-buruk perilaku anak di bentuk oleh lingkungan si anak. Kontribusi BKKBN pada program Bandesmadu? Itu adalah merupakan konsep kita untuk membangun lingkungan keluarga menjadi nyaman dan memenuhi syarat untuk ditinggali. Dimulai dari pembangunan keluarga sejahtera,antarlain rumah yang kita tempati layak. Kita mengajak mereka untuk membangun lingkungan keluarga tersebut. Jadi program Bandesmadu ini merupakan upaya gotong royong membangun desa yang mandiri. Idialisme yang kita tuangkan adalah kampung tersebut akan menjadi kampung yang bisa berkembang secara mandiri, semua prasara dan sarana ada, rumah-rumahnya layak dihuni, lingkungan bersih sehingga tidak ada penyakit yang tumbuh disitu. Dan desa ini akan menjadi model untuk desa-desa lainnya. Bagaimana masalah resitensi budaya? Kalau budaya relatif tidak ada. Yang tumbuh sekarang justru dari persoalan pemahaman terhadap norma agama yang ada. Taro lah yg dari kalangan islam, ada beberapa kiyai berbicara kalau anak itu rejeki Tuhan. Ternyata memberi pengaruh kepada masyarakat banyak, masyarakat berkeinginan untuk memiliki banyak anak. Mereka tidak berfikir secara rasional. Untuk itu kita bekerjasama dengn tokoh agama untuk kembali menjelaskan kepada mereka mengenai manfaat KB (faridadewi@bipnewsroom.info)


9

Edisi 5/Tahun IV/Juni 2008

OPINI

Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jambi, Ratu Munawaroh

Keluarga Yang Terpenting Sebanyak 15.000 keluarga ikut serta dalam kegiatan makan kerang massal terpanjang, 124 kilometer, pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional Ke-XV dan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat V di Jambi, 29 Juni ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan juga akan menghadiri acara yang dipusatkan di Arena Olahraga Muara Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Ketua Pelaksana Harganas dan BBGRM Provinsi Jambi, Ratu Munawwaroh, mengemukakan, acara makan kerang massal melambangkan Harganas Ke-XV. Makan kerang ini mencapai sepanjang 124 km atau menempuh perjalanan darat 1,5 jam dari Kota Jambi ke lokasi puncak acara peringatan. ”Kegiatan ini sendiri ditargetkan akan mencapai rekor MURI (Museum rekor Indonesia),” tuturnya. Komunika beberapa waktu lalu sempat menemui Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi itu pertengahan Juni lalu, di Jakarta. Mengurai berbagai aspek gerakan perempuan di Jambi yang kini tengah digelutinya. Berikut kutipannya: Bagaimana persiapan Harganas, sehubungan Jambi jadi tuan rumah? Kita sudah melakukan berbagai kegiatan, mulai dari pelayanan KB, pengobatan dan operasi gratis, dan ada nikah massal. Uniknya peserta nikah massal ini adalah dari kalangan Suku Anak Dalam yang ada di Jambi. Selain itu ada sosialiasi keluarga sakinah, narkoba, pajak dan sebagainya. Bahkan kita juga turut menjelaskan kepada masyarakat

mengapa BBM naik. Dan ada pula kegiatan lainnya. Begitu banyak? Itu memang bagian dari kegiatan PKK yang ada di Jambi. Tiap kurun waktu tertentu kita langsung turun sendiri ke daerah. Dalam gambaran kami setiap kali turun ke daerah, respons masyarakat cukup bagus dan sangat antusias terhadap setiap informasi yang kita sampaikan, termasuk masalah Harganas. Bisa diceritakan sedikit tentang aktivitas PKK di Jambi? Alhamdulillah selama ini kegiatan kita berjalan dengan baik. Mulai dari kegiatan pemberian informasi hukum, kesehatan dan hingga pemberdayaan ekonomi rakyat. Misalnya ketika ada keluarga yang memiliki keahlian tertentu kita upayakan bisa dibantu. Kita prioritaskan untuk membantu ibu yang mempunyai anak. Kita bantu pemasaran di Dekranas, dan juga masalah manajemennya. Termasuk melibatkan BUMN dan BUMD untuk membina mereka melalui Dekranas agar tepat sasaran dan tidak tumpang tindih. Kita juga mencoba menggiatkan kembali gerakan gemar membaca dengan mendorong ibu untuk membaca. Ada juga penggiatan kader pangan dan berbagai kegiatan yang sangat semangat sekali. Ada unggulan atau yang lebih spesifik? Untuk detail spesifik kita serahkan pada masing-masing kabupaten/kota. Namun di tingkat provinsi ada pilot project. Masih kecil sih. Ada satu desa kita kasih buah sirsak.

POTRE POTRETT KELUARGA INDONESIA Pada zaman dulu, keluarga Indonesia adalah keluarga yang “digambarkan” Viddy AD sangat sederhana. SebaDaery* gaimana klasifikasi yang dikembangkan Emile Durkheim,Ferdinand Tonnies, George Simmel, keluarga Indonesia adalah keluarga inti ditambah sistem kekerabatan masyarakat. Artinya,sebuah keluarga bukanlah melulu ayah, ibu, dan anak; tapi juga jalur kekerabatan lain yakni menantu, cucu, kakak, paman, bibi, kakek, nenek dan sebagainya. Maka, jika anda berkeliling ke kawasan perdesaaan banyak ditemui bangunan rumah tradisional dengan tipologi kluster. Artinya bukan hanya terdiri dari satu rumah dan bertetangga dengan rumah tetangga lainnya, melainkan satu rumah utama orang tua yang dikelilingi rumah kerabatnya yang semua menghadap atau mengelilingi rumah utama. Karena itu, jika ada seorang anggota keluarga bepergian jauh, tak ada resah gelisah, karena ada bantuan tenaga serta kasih sayang dari kerabat yang relatif dekat cukup bisa diandalkan. Penulis:

Harmoni yang Terganggu Tetapi modernitas yang berlangsung sedikit banjyak mengganggu harmoni sosial tradisional tersebut. Satu keluarga inti di zaman sekarang, apabila terpaksa harus mempunyai masalah. Saat kehilangan anggota keluarga baik karena bercerai atau karena bekerja di tempat jauh, maka keluarga itu menjadi timpang.

Apapun permasalahan yang terjadi dalam keluarga kecil tersebut, harus ditanggung sendiri. Jika ingin meminta pertolongan dari kerabatnya belum tentu diberi dengan cepat atau sesuai permintaan. Apalagi kalau kerabatnya juga mempunyai permasalahan kemiskinan yang kurang lebih sama. Belum lagi meminta pertolongan orang lain di luar kerabatnya, tentu bukan perkara mudah. Hal itu terjadi di kota yang kohesi sosial masyarakat pada masa sekarang sangat renggang dikarenakan individualisme. Kompetisi di bidang ekonomi untuk saling berebut kue ekonomi juga disinyalir menjadi peregang kohesi sosial yang ada. Atau bahkan keragaman kultural karena perbedaan agama dan kebudayaan . Maka, persoalan keluarga saat ini tidak sekadar masalah ketidakharmonisan keluarga. Dalam hubungan dengan kelompok yang lebih luas sangat mungkin terjadi pergesekan kepentingan yang berujung pada konflik sosial. Kembali Menata Keluarga Inti Maka, tekad pemerintah Indonesia untuk kembali menata dari hal yang paling mendasar, yakni keluarga inti, sesungguhnya adalah langkah bijak. Memang upaya sistematis mengurai benang kusut masalah konflik sosial harus bermula dari keluarga. Pasalnya beberapa pandangan tentang keluarga mengartikan bahwa keluarga adalah suatu kebersamaan hidup yang dijalin kasih sayang. Atas dasar pandangan tersebut secara kualitatif, keluarga utuh yaitu keluarga terbentuk karena kesepakatan antar dua lain jenis yang disahkan oleh institusi dan

Buahnya mahal dan bisa diolah jadi sirup, keripik dan sebagainya. Ini yang coba kita kembangkan. Selain itu kita juga mengirimkan kader pangan kita ke IPB (Insitut Pertanian Bogor) untuk belajar selama tiga hari di sana tentang pangan dan cara pengolahannya. Hal itu kemudian dikembangkan oleh IPB ke daerah lain, mereka bilang ayo dong ikut ada paket pendidikan seperti yang dilakukan oleh Jambi. Tentang stigma PKK hanya untuk perempuan? Saya kita itu tidak ada, di Jambi semua bisa masuk. Kita juga banyak laki-laki yang ikut dalam kegiatan PKK. Bahkan ada mantan aktivis mahasiswa sekarang jadi pengurus PKK di Jambi. Ia sempat diledek kenapa jadi PKK. Tapi setelah mereka masuk PKK ternyata sangat bermanfaat sekali. Dan tak mudah untuk terlibat didalamnya. Bahkan ketika mereka ikut ke daerah seringkali mengeluh kalah dengan stamina para ibu-ibu. Akhirnya beberapa kawan mengerti tentang PKK dari cerita itu. Apa kendala selama ini yang dihadapi? Bagaimana solusinya? Memang, kendala utama adalah mengubah mindset. Baik masyarakat ataupun kalangan media, sebab selama ini eskpos media terhadap kegiatan PKK belum begitu banyak. Karena itu muncul ada anggapan bahwa kegiatan PKK kurang greget dan seba-

masyarakat.Bukan lantaran kelatahan gaya hidup yang membolehkan pernikahan sejenis atau kumpul kebo yang kontradiktif dengan nilai sosial di Indonesia. Memang, banyak alasan pembentukan suatu keluarga, namun pada umumnya alasan pembentukan keluarga diantaranya untuk biologis/memenuhi kebutuhan seks, ekonomi, keterjaminan atau keamanan secara phisik ataupun psikologis. Namun kalau dikaji lebih jauh maka alasan tersebut bukan utama mengapa orang menikah. Menurut R.E Baber yang disampaikan MI Soelaeman (1994:18) Seseorang menikah pada intinya adalah “Desire for respons and recognition”, secara harfiah adalah hasrat mendapat sambutan dan penghargaan. Menurut pendapatnya inti kehidupan keluarga ialah pemenuhan hasrat untuk berkumpul bersama secara kontinyu dengan orang yang dicintainya, saling memberi dan menerima, saling memperhatikan, memenuhi kebutuhan, saling mencintai dan mengasihi. Pendidikan Dini Satu hal yang perlu diperhatikan menyangkut kondisi keluarga yaitu aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera yang merupakan unsur penting untuk membentuk keluarga berkualitas. Amanat undang-undang ini harus mengikat bagi para penyelenggara Negara, institusi masyarakat, dan seluruh masyarakat Indonesia. Terbentuknya keluarga sejahtera yang menjadi unsur penting dalam mewujudkan keluarga berkualitas akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya alasan pembentukan keluarga itu sendiri. Proses pendidikan di dalam keluarga orang tua berperan sebagai mediator atau perantara antara anak dengan masyarakatnya, antara anak dengan norma-norma kehidupan, antara anak dengan orang dewasa. Jadi orang tua menyaring atau menyeleksi, menafsirkan kehidupan masyarakat yang hendak disampaikannya itu kepada anak menurut bahasa dan cara berpikir yang dapat ditangkap anak.

gainya. Namun, hal ini perlahan kami coba kikis dengan menjalin kerjasama dengan media massa. Untuk ke masyarakat, sering juga kita melibatkan tokoh masyarakat, misalnya ulama untuk memberikan informasi masyarakat. Terakhir, bagi anda apa arti keluarga? Keluarga merupakan tempat pertama dan utama terbentuknya kepribadian manusia, penanaman nilai sosial dan moral. Kehidupan keluarga akan menjadi penentu bagi keadaan masyarakat, bangsa dan negara, hal ini akan dapat dicapai apabila setiap keluarga dapat mewujudkan kondisi keluarga yang sejahtera. Proses perjalanan kehidupan keluarga yang dilalui merupakan mata rantai dengan berbagai persoalan yang dihadapi dari generasi ke generasi, dan seluruhya dimulai dari kehidupan di dalam rumah. (mth)

Atas dasar itu keluarga merupakan wahana pertama dan utama terjadinya proses pendidikan untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia. Dengan kata lain keluarga adalah wahana untuk membantu dan mempersiapkan anak dan anggota keluarga untuk menjadi anggota masyarakat yang mampu menempatkan dirinya sebagai pribadi yang mantap dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat secara konstruktif, dengan demikian keluarga menjadi penghubung anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial. Iklim demokratis harus dikembangkan dalam kehidupan keluarga, kehidupan bermasyarakat , dan kehidupan bernegara. Suasana demokratis harus dimulai dari keluarga ditandai dengan sikap saling menghargai antar anggota keluarga, memberi kesempatan untuk berpendapat, dan menerima setiap perbedaan pendapat untuk dicari jalan keluarnya. Apabila keharmonisan dalam keluarga telah tercapai, maka diharapkan dapat menular dan mewarnai lingkungannya dan akhirnya membentuk masyarakat yang damai dan saling menghargai. Momentum Maka, Harganas atau Hari Keluarga Nasional seharusnya menjadi momen berkaca diri. Seharusnya, Hari Keluarga merupakan moment yang penting bagi setiap keluarga untuk melakukan instrospeksi tentang apaapa yang telah dilakukan satu tahun ke belakang dan apa yang akan dilakukan satu tahun kedepan bagi upaya membangun kesejahteraan masing-masing keluarga. Siapa lagi yang harus merenungkan ini? Pemerintah di semua tingkatan dan pihak swasta. Kalau kita sepakat menjadikan keluarga sebagai wahana pembangunan bangsa dan menjadikan keluarga sebagai “ Family Development Center” , maka maka setiap ge-rak langkah upaya pembangunan yang dilak-sanakan harus mengarah pada upaya membantu keluarga mengakses peningkatan kesejahteraan keluarga dan kualitas keluarga. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? *)sarjana sosiologi, budayawan


10

KomunikA satu kata Indonesia

LINTAS DAERAH Sumatera Selatan Target Beras 1.8 Juta Akan tercapai Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Selatan,Trisbani Arief mengatakan, meski Sumsel telah memasuki musim kemarau, namun tanaman padi di sejumlah daerah masih aman dari dampak kekeringan, karena kemarau berlangsung normal. Menurut Trisbani di Palembang, Minggu (22/6), menyatakan, berdasarkan perkembangan pertanaman pada 2008 ini, diperkirakan produksi beras di daerah itu lebih dari 1,8 juta ton, karena adanya pertambahan areal tanam untuk sawah lebak. Dari target produksi beras sebesar 1,8 juta ton sekarang ini, saat ini panen sudah tercapai hampir 40 persen. Sementara mengenai harga beras tingkat petani masih berkisar antara Rp4800 sampai Rp5000/kg. menurutnya harga ini masih dalam batas normal walaupun di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Produksi beras di Sumsel berdasarkan angka sementara tahun 2007 sebesar 1.739.924 ton dan jika dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi penduduk di provinsi ini sebesar 856.304 ton, maka pada 2007 lalu terjadi surplus beras sebesar 883.620 ton. (www.sumsel.go.id/jul/id) Riau Riau Bangun SD-SMP Satu Atap Dinas Pendidikan Propinsi Riau, menganggarkan dana sebesar Rp927 juta untuk pengadaan SD,SMP satu atap di sembilan lokasi di Riau, dalam rangka mendukung program penuntasan Wajib Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun. Kasubdin SD Disdik Riau Dr Kasmianto MPd di Pekanbaru, Kamis (19/6) mengatakan, gedung SD dan SMP satu atap ini akan dibangun di daerah terpencil seiring akses pendidikan ke daerah lain yang sangat jauh, sementara kemampuan ekonomi keluarga yang ingin melanjutkan sekolah sangat tidak memungkinkan. Kesembilan lokasi tersebut adalah untuk Kabupaten Kampar diadakan di SDN 023 Babaso Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Indragiri Hulu di SDN 025 Tanjung Damu Kecamatan Sungai Lalak, Kabupaten Indragiri Hilir di SDN 011 Sungai Buluh Kecamatan Kuala Indragiri, Kabupaten Kuansing di SDN 009 Gunung Melintang Kecamatan Kuantan Hilir. Selanjutnya untuk Kabupaten Rokan Hulu diadakan di SDN 015 Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hilir di SDN 006 Raja Bejamu Kecamatan Senaboi, Kabupaten Siak di SDN 013 Suka Mulya Kecamatan Dayun, Kabupaten Bengkalis di SDN 023 Lukan Selat Panjang Kecamatan Tebing Tinggi, dan untuk Kabupaten Pelalawan diadakan di SDN 007 Lubuk Mandian Gajah Kecamatan Bunut. (http:// bikkb.riau.go.id)

Jatim Gubernur Jatim Tandatangani MoU Swasembada Daging Sapi Dirjen Peternakan Departemen Pertanian bersama Gubernur Jatim di Surabaya, Selasa (24/6), menandatangani kesepakatan bersama (MoU) pelaksanaan Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) 2010. “Program P2SDS tersebut selain untuk meningkatkan produktivitas ternak lokal secara bertahap, mengurangi ketergantungan negara terhadap impor daging dan ternak sapi, dan menyelamatkan devisa negara, juga untuk membuka lapangan kerja, serta mengurangi kemiskinan,” kata Dirjen Peternakan Tjeppy Soedjana. Program P2SDS pada 2010 menargetkan produksi daging dalam negeri mencapai 9095%, dengan mengintensifkan daerahdaerah prioritas Inseminasi Buatan (IB) dan Kawin Alam (KA). Ada lima daerah yang akan menjadi prioritas IB, yakni Propinsi Bali, Jateng, DIY, Jabar, dan Jatim, sedangkan sepuluh daerah prioritas campuran IB dan KA, yakni NTB, Sulsel, Gorontalo, Kalbar, Kalsel, NAD, Sumut, Sumbar, Sumsel, dan Lampung. Sementara daerah prioritas KA hanya tiga, yaitu NTT, Sulteng, dan Sultra. “Jatim dianggap sebagai tulang punggung dalam program ini, karena hampir 25% populasi ternak sapi potong ada di Jatim. Populasinya yang mencapai 2,6 juta ekor lebih, mampu menyumbang produksi daging secara nasional 82 ribu ton, atau 20,95% kontribusi Nasional. Dukungan Jatim pada program ini dengan menambah kelahiran sapi sebanyak 108.517 ekor, di luar kelahiran melalui program reguler sebesar 528.338 ekor. (www.d-infokom-jatim.go.id) Kalimantan Selatan Kekurangan Bidan Desa Kalimantan Selatan (Kalsel) kekurangan 816 bidan desa, untuk menanggulanginya Pemerintah Provinsi akan mengangkat bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) mulai tahun 2008 ini. Hal inidikemukakan Gubernur Kalimantan Selatan H Rudy Ariffin usai pertemuan koordinasi Dinas Kesehatan se-Kalimantan Selatan, Selasa di Banjarmasin. Menurut Rudy, di Kalsel terdapat 1892 desa, dan yang sudah memiliki bidan desa sebanyak 1076 orang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun dari PTT. Tinggal 816 desa yang belum memiliki bidan. Menyinggung tenaga honor yang akan diangkat, Rudy mengakui kebutuhan dengan jumlah lulusan bidan yang ada di Kalsel tidak sebanding. Pasalnya, di Kalsel hanya ada 6 Akademi Kebidanan, dan produksi pertahun hanya 170 orang bidan. “Itu pun tidak semuanya bisa diambil sebagai tenaga PTT bidan desa, karena ada yang berasal dari luar daerah,” ungkap Rudy. “Kita akan mengadakan open rekrutment,

apakah bidan lulusan dari pulau Jawa, Sulawesi atau pulau lainnya di Indonesia. Yang jelas, tahun 2010 semua desa sudah ada bidannya,” tegas Rudy. Sementara itu, Kepala Badan Kepawaian Daerah (BKD) Kalsel HM Thamrin mengatakan, pihaknya sudah mengkonsultasikan pengangkatan bidan PTT tersebut kepada Biro Organisasi dan Keuangan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan). Dari hasil konsultasi disimpulkan, daerah diperbolehkan mengangkat honorer tenaga medis dengan untuk keperluan mendesak. (zaman/newsroom) Kalimantan Barat Penertiban Perusahan Karet Tak Berizin Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sintang terus menertibkan perusahaan yang tidak mengantongi izin. Kali ini bidikan diarahkan pada perusahaan karet. ”Sekian banyak gudang karet di Sintang, tidak satupun mengantongi izin. Kami akan mengecek ke lapangan,” tegas Kasubdin Perdagangan Sintang, Mahadum Marikan, Minggu (22/6). Menurutnya, sebagai tahapan awal, pihaknya akan mendata perusahaan karet yang ada di Sintang, dan selanjutnya dilakukan himbauan tertulis agar setiap perusahaan mengurus izin operasional gudang. ”Jika dalam waktu tiga bulan tidak diurus maka gudang bersangkutan akan dibekukan. “Akan didata terlebih dahulu kemudian diikuti dengan imbauan secara tertulis. Jika itu tidak juga digubris selama waktu tertentu maka gudang bersangkutan dibekukan,” tegasnya. Ditegaskannya lagi, langkah Disperindag ini mengacu pada Permendag Nomor 16/MDAG/PER/3/2006 tentang Penataan dan Pembinaan Pergudangan.(www.sintang.go.id) Sulawesi Selatan AP Akan Bangun Dua Bandara di KTI PT. Angkasa Pura (AP) I menginvestasikan dana sekitar Rp1,5 triliun untuk membangun dua bandara besar di Kawasan Timur Indonesia (KTI), guna mendukung pengembangan ekonomi kawasan dan peningkatan kunjungan wisatawan. Kedua bandara itu, kata Dirut PT. AP I Bambang Darwoto, di Makassar, Jumat (20/ 6) adalah bandara internasional Hasanuddin Makassar, Sulsel, senilai Rp650 miliar dan bandara Lombok, NTB, senilai Rp800 miliar lebih. Khusus untuk bandara Makassar, nilai investasi diperkirakan masih akan bertambah sekitar Rp100 miliar untuk pembenahan di sisi darat, tidak termasuk pembangunan landasan pacu baru sepanjang 3.000 meter yang ditangani terpisah dengan menggunakan dana APBN. (id/toeb)

Ngeblog Bareng di Situs Kab. Bantul Tampilan situs ini cukup sederhana, isinya pun sangat biasa.Seperti pada umumnya website pemerintahan yang hanya memuat informasi administratif daerah setempat. Tetapi ada yang menarik di bagian sisi kanan bawah situs terdapat beberapa link ke situs lainnya. Coba anda klik "planet projotamansari" maka akan diarahkan pada lembar blog di www.projotamansari.com. Blog ini merupakan blog milik warga Bantul, baik yang bertempat tinggal di Bantul maupun diluar Bantul. Anda dapatmenambahkan tulisan dalam blog ini dengan mendaftarkan blog anda. Selain itu juga situs ini dilink ke jaringan blog Asis Blogging Network. Blog yang berbasis do Jakarta ini merupakan media blog dengan jaringan yang luas, dalam blog ini membahas berbagai topik mulai dari film, musik, teknologi, olahraga hingga gaya hidup. Blog sendiri merupakan salah satu teknologi web 2.0. Dengan teknologi inilah kita bisa berbagi informasi maupun gambar tanpa batasan tempat dan waktu. Dengan blog projotamansari ini digunakan sebagai wahana untuk membawa kontribusikontribusi yang mungkin dirasa kecil. Tapi bisa dibayangkan kontribusi yang kecil tersebut di kumpulkan dari jutaan orang di dunia melalui internet, ini akan bisa membawa bagi perkembangan peradaban manusia, setidaknya bagi kabupaten Bantul. Seperti diungkapkan oleh Pengamat TI Mohammad Adriyanto di acara Sosialisasi Open Source, bahwa tahun 2006 adalah Tahun dimulainnya revolusi kultur dunia baru, dunia kolaborasi online. "Penyebaran informasi ke kalangan luas secara cepat dan mudah dapat dilakukan, pengelompokan penguna bisa dilakukan berdasarkan minat, lokasi geografis dan lainnya sesuai kebutuhan, serta adanya keterikatan dalam setiap kelompok”ungkapnya. (faridadewi@bipnewsroom.info) Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Jawa Timur

Nikmatnya ‘Bersarang’ di Telaga Sarangan Bila pikiran sudah penat dan fisik sudah lelah sekali, maka ‘bersarang’ di Telaga Sarangan menjadi pilihan tepat. Telaga yang teduh dan sunyi ini seolah menyimpan tenaga gaib untuk mengusir segala kepenatan rohani dan ragawi. Terletak di sisi timur kaki Gunung Lawu yang magis di perbatasan Jateng-Jatim, telaga ini selalu menyambut pagi yang segar dengan wangi aroma khas pohon pinus, segarnya sayuran seperti kol, wortel, daun bawang, tomat, dan sebagainya, serta nikmatnya nasi pecel hangat gaya Madiun yang kondang itu. Embok-embok penjual pecel rajin menyambangi tamu-tamu hotel di sekitar Telaga Sarangan ini. Rempeyek kacang tanah atau udang khas Sarangan menjadi teman minum kopi pagi yang nikmat.

Hotel atau penginapan yang berderet dan bersap-sap dari tepi telaga hingga ke kaki bukit. Apalagi mulai pukul 09.00 pagi, pedagang sate kelinci mulai keluar menggelar dagangannya. Hidangan ini sudah beken sejak tahun 50-an, ketika Telaga Sarangan masih sangat rimbun dan sulit dicapai memakai kendaraan beroda empat, kecuali berkuda saja. Pun di tepi telaga berderet rumah makan – yang di sini disebut depot – menghidangkan masakan khas Jawa Timur seperti rawon, soto, pecel lele, tempe penyet, dan lain-lainnya. Pengunjung juga dapat berperahu atau berkuda berkeliling, kemudian menghirup wangi cemara atau menikmati makanan serta minuman bekal mereka di tepi telaga, di kaki bukit di bawah pohon cemara, di dangaudangau yang tersedia, atau di dekat monumen pesawat tempur MIG-17 yang pernah

bertugas dalam operasi Trikora awal era 60an dulu. Petang hari di sini bergerak terlalu cepat, karena matahari lekas sekali bersembunyi di balik Gunung Lawu. Bila malam bercuaca bagus, kita pun dapat menangkap siaran radio yang dipancarkan dari kota Surabaya, yang berjarak lebih kurang 100 km. Ini bisa terjadi karena Telaga Sarangan tepat segaris lurus dengan ibukota Jatim itu. Pada malam yang dingin dan tenang itu, banyak restoran yang masih buka, menghidangkan berbagai makanan penghangat suasana seperti berbagai masakan China, wedang jahe, dan masih banyak lagi. Telaga Sarangan terletak di Kabupaten Magetan, Jatim, sekitar 80 km ke arah barat dari kota Madiun. Dengan semakin majunya pembangunan, telaga ini bisa dicapai dari Ke-

camatan Purwantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, atau dari kota Ngawi di sebelah utara, melewati jalan-jalan beraspal klas tiga. Jalan-jalan itu bermuara di Desa Ngerong, sekitar empat kilometer di bawah telaga. Lewat Sarangan ini ke arah barat, kita dapat mencapai Tawangmangu, Jawa Tengah. Di Ngerong ini terdapat kolam renang, yang di jaman penjajahan amat populer di kalangan sinyo-sinyo serta noni-noni Belanda. Desa ini menjadi semacam pasar sentra sayur-mayur maupun buah-buahan produksi daerah Sarangan.(dji)


11

Edisi 5/Tahun IV/Juni 2008

LINTAS LEMBAGA Departemen Luar Negeri

Departemen Pendidikan Nasional Sekolah Tidak Boleh Memaksa Siswa Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo menghimbau pihak sekolah agar para murid tidak dipaksa membeli buku pada awal tahun pelajaran.”Murid yang mampu dianjurkan untuk memiliki buku, tapi tidak boleh dipaksakan dan caranya siswa membeli sendiri di toko buku,” kata Mendiknas dihadapan sejumlah Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia, pada acara Sosialisasi Program Pembelian Hak Cipta Buku, di Jakarta, Senin (23/6).Dalam kesempatan itu, Mendiknas membagikan 49 judul buku yang telah dibeli hak ciptanya oleh Departemen Pendidikan Nasional. Bukubuku ini juga dimasukkan ke dalam website Depdiknas, yakni http://bse.depdiknas.go.id. Buku-buku itu dapat dicetak, digandakan dan didistribusikan dengan harga eceran tertinggi (HET) berkisar antara Rp4.000 – Rp20.000.Mendiknas mengatakan, Pemda bisa menggandakan buku murah ini, karena biayanya hanya sebesar biaya percetakan saja, namun cara mencetaknya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu Keppres No. 80, melalui lelang. (Ad/mul)

Departemen Keuangan Komputerisasi di Tanjung Priok Cegah Penyuapan Departemen Keuangan dan Departemen Perhubungan memberlakukan sistem komputerisasi pada pelayanan bea dan cukai di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta guna memperkecil kemungkinan terjadinya bentuk suap menyuap. Menteri keungan Sri Mulyani di Istana Negara, Jakarta, Kamis (19/6) mengatakan, sistem tersebut akan mempercepat pelayanan sekaligus memperkecil terjadinya interaksi pemilik barang dan petugas dilapangan, meski hal itu tetap terjadi. “Untuk yang harus ketemu tidak harus pakai amplop selamat datang atau terima kasih, karena hal itu menganggu penertiban yang sedang dilakukan, kalau mereka minta tolong dilaporkan,” kata Menkeu Sri Mulyani yang juga menjabat plt Menko Perekonomian. Menkeu mennyatakan, pihaknya tidak pernah mempersulit siapapun yang akan melakukan transaksi barang, selagi proses administrasi dilakukan dengan baik dan benar. “Kami sedang melakukan penertiban lalu lintas barang, jadi tolong hal ini jangan dianggap sesuatu yang mempersulit dan dan mengurangi daya kompetisi,” katanya. (Ys.id/b) Depkominfo RI-Korut Tandatangai MoU Bidang Informasi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Mohammad Nuh dan Ketua Sekretariat Komite Informasi Korea Utara Kang Nung Su, menandatangani butir-butir kesepakatan (agreed minutes) kerjasama bidang informasi, di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Selasa (24/6). Dalam sambutannya, Menkominfo mengatakan bahwa hubungan baik yang telah terjalin selama ini antara pemerintah Indonesia dan Korea Utara, dengan dinamika politik sosial budaya yang berkembang di saat ini, tidak ada cara lebih baik selain senantiasa membangun jejaring antar masyarakat, antar pemerintah dan antar negara. “Tujuan kerjasama informasi adalah bersama-sama mempertahankan ciri-ciri atau sikap keadilan dan kemitraan di bidang penyiaran atau media massa,” ujar Kang Nang Su. (Maiz/Dr/mul)

Perluasan Wilayah Batas Landas Kontinen Pemerintah Indonesia membenarkan bahwa pada 16 Juni 2008 lalu mengajukan perluasan wilayah batas landas kontinennya (Extended Continental Shelf) ke PBB untuk wilayah bagian barat laut Sumatera. Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Teuku Faizasyah dalam penjelasan pers di Kantor Deplu, Jumat siang (20/6) mengatakan pengajuan dokumen batas landas kontinen yang sesuai dengan pasal 76, ayat 8 dari Konvensi Hukum Laut PBB (UN Covention on the Law of the Sea-UNCLOS) 1928 kepada Sekjen PBB itu di luar 200 mil laut. Dijelaskan, pengajuan perluasan wilayah batas landas Barat Laut Sumatera yang didaftarkan tersebut tidak menjadi obyek sengketa antara Indonesia dengan negara lainnya. “Penyampaian dokumen wilayah laut kita atau Extended Continental Shelf itu merupakan wujud komitmen pemerintah terhadap luas batas wilayah kita,” katanya. Wilayah Indonesia lainnya yang memiliki potensi Extended Continental Shelf dan bakal didaftarkan lagi adalah bagian selatan Nusa Tenggara dan Utara Papua.(Kus/id) Badan Usaha Milik Negara 139 BUMN Segera Ramping Menjadi 87 Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mentargetkan 139 BUMN yang ada saat ini akan dapat dirampingkan menjadi 87 BUMN dalam tahun 2008 ini. Sekertaris Menteri Negara BUMN, M Said Didu mengatakan program right sizing BUMN tersebut segera diterapkan melalui mekanisme pembentukan perusahaan induk (holding), likuidasi, merger, serta pengakuisisian oleh perusahaan lain. “Misalnya kalau PT Perkebunan Nusantara I hingga XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) bisa diholding jadi satu BUMN, BUMN konstruksi dari 16 perusahaan bisa dimerger jadi enam BUMN,” ujar Said di gedung Kemeneg BUMN, Jakarta, Jumat (20/6). Pembentukan holding BUMN perkebunan, pertambangan, konstruksi dan farmasi kini tinggal menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) sedangkan sekitar enam BUMN dengan saham minoritas maupun bidang usaha yang tidak kompetitif telah masuk program privatisasi 2008 untuk dilikuidasi serta penjualan beberapa kawasan Industri.(Ve) Departemen Keuangan Pemilik NPWP Pada 2009 Bebas Fiskal Dirjen Pajak Darmin Nasution mengatakan pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada tahun 2009 akan terbebas dari beban fiskal. “Ketentuan bebas bayar fiskal bagi pemilik NPWP mulai diberlakukan pada 1 Januari 2009 dan diharapkan mulai 1 Januari 2011 tidak ada lagi fiskal,” kata Darmin di gedung Depkeu Jakarta, Selasa (24/6). Menurutnya, ketentuan tersebut diatur dalam RUU tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang saat ini dalam pembahasan di DPR. Selama ini fiskal dikenakan untuk WNI yang pergi keluar negeri namun terdapat banyak pengecualian yang bebas atau tidak dikenakan fiskal keluar negeri. “Karena banyak pengecualian maka dalam praktek menjadi sulit untuk dilaksanakan sehingga melalui RUU PPh diubah konsepsinya di mana kalau sudah punya NPWP tidak perlu lagi membayar fiskal,” katanya. (Ia)

Departemen Dalam Negeri

Tugas Pengelolaan Urusan Dalam Negeri Zaman Hindia Belanda hingga tahun 1942 Depdagri disebut Departement van Binnenlands Bestuur. Departemen menjabat sebagai Kepolisian, Transmigrasi dan Agraria. Selanjutnya pada zaman Jepang (1942 – 1945) nama departemen ini diubah menjadi Naimubu. Ruang lingkup pekerjaannya pun berubah menjadi mengurusi bidang agama, social, kesehatan, pendidikan, pengajaran dan kebudayaan. Pada masa Kabinet Presidensial tahun 1945 dibentuklah Kementerian Dalam Negeri. Kemudian berdasarkan surat Edaran Pertama pada tanggal 26 Agustus 1959 No.1/MPR/ RI/1959. Departemen Dalam Negeri mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang urusan dalam negeri, antaralain; melaksanakan urusan pemerintah di bidang urusan dalam negeri dan otonomi daerah, pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas serta pelayanan administrasi Departemen, pelaksanaan penelitian pengembangan terapan serta pendidikan dan pelatihan tertentu dalam rangka mendukung kebijakan di bidang urusan dalam negeri dan otonomi daerah dan pengawasan fungsional. Program utama Depdagri antarlain program Penguatan Integrasi Nasional; Pengembangan Manajemen

Perlindungan dan Ketentraman Masyarakat, serta Ketertiban Umum; fasilitas dan pemantapan implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah; pemantapan pengelolaan keuangan daerah, pengembangan kelembagaan dan system politik demokrasi, peningkatan keberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, pembinaan pembangun daerah dan wilayah, dan pengembanga dan pembinaan administrasi kependudukan. Selain itu Depdagri juga memiliki program penunjang meliputi: program pengembangan kerjasama internasional, pembinaan dan penegakan hukum serta peningkatan kepemerintahan yang baik, penelitian dan pengembangan pemerintah dan politik dalam negeri, peningkatan kapasitasa SDM aparatur, dan program peningkatan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam dan koversi lingkungan. Depdagri sendiri mempunyai .. unit kerja: Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah, Inspektorat Jenderal, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Pendidikan dan Pelatihan.

Keluarga Adakah keluarga Indonesia yang ideal? Pertanyaan itu begitu mengusik ketika saya membaca sebuah laporan mengenai Harganas, hari keluarga nasional yang konon di Indonesia telah lebih dahulu ada sebelum dunia internasional mencanangkan Family Day. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saja baru sejak tahun 1994 menetapkan tanggal 15 Mei sebagai Hari Keluarga (International Day of the Families). Jadi, Indonesia sudah lebih dahulu mencanangkan Hari Keluarga dibanding PBB karena Indonesia sudah mencanangkannya sejak tahun 1992. Peringatan Hari Keluarga Internasional ini dicanangkan PBB sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman (negara, pembuat kebijakan atau orang-orang yang berminat) mengenai masalah-masalah yang dihadapi keluarga dan meningkatkan kemampuan semua bangsa untuk mengatasi masalah-masalah keluarga melalui kebijakan yang menyeluruh. Tidak seperti di negara maju sebelumnya, penduduk di negara berkembang mengalami transisi demografi yang sangat cepat karena intervensi langsung pemerintah dan masyarakat dalam bidang KB dan kesehatan. Kalau negara-negara Eropa yang maju memerlukan waktu antara 100 sampai 150 tahun untuk mengadakan penyesuaian, keluarga Indonesia “dipaksa” melakukannya dalam waktu kurang dari satu generasi. Ketidaksiapan itu juga nampak nyata dalam bidang politik dan budaya sehingga menimbulkan goncangan budaya dan politik yang mempunyai pengaruh sangat buruk terhadap pola kehidupan umat manusia seharihari. Perubahan pola budaya lingkungan ini mengacaukan seluruh kehidupan pribadi maupun dalam kelompok yang sangat dahsyat. Banyak yang kemudian berubah menjadi tidak menghargai budaya hormat menghormati sesamanya. Memandang rendah kepada keluarga dalam lingkungan dekatnya, dan bersifat asing terhadap sanak saudaranya. Tidak jarang yang makin tidak peduli terhadap tetangganya. Dalam sistem administrasi negara kita, keluarga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang tinggal bersama dan makan dari satu dapur yang tidak terbatas pada orang-orang yang mempunyai hubungan darah saja, atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang mengurus keperluan hidupnya sendiri. Bukti keabsahan keluarga adalah adanya kartu keluarga yang menunjukkan bapak, ibu, anak dan beberapa saudara lain yang punya hubungan keluarga. Saya tak bisa bayangkan kalau diatas kertas seperti itu tapi kenyataan bicara lain. Keluarga dalam masyarakat Indonesia dimaknai sebagai tidak hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang merupakan keluarga batih atau keluarga inti, tetapi merupakan konsep keluarga besar yang meliputi seluruh kerabat dekat bahkan seringkali termasuk kerabat jauh. Dalam konsep keluarga besar ini, yang termasuk dalam pengertian keluarga selain ayah, ibu, dan anakanak, juga termasuk kakek- nenek dari pihak ayah dan pihak ibu, paman-paman dan bibi-bibi dari pihak ayah maupun pihak ibu termasuk anak-anak mereka. Kemudian dalam tatanan sosial terdapat harapan peran agar supaya setiap individu ikut bertanggung jawab terhadap anggota-anggota keluarga (besar) yang sedang tidak beruntung. Meskipun konsep keluarga besar dan harapan peran untuk menyantuni anggota keluarga besar tersebut merupakan mekanisme yang andal dalam mengatasi masalah sosial seperti pengangguran dan kemiskinan, namun dalam situasi lain konsep ini juga kondusif bagi dilakukannya tindakan penyimpangan. Sebab, saat ini setiap individu yang sudah dewasa dalam masyarakat telah menghadapi beragam tantangan yang sangat pelik. Tanggung jawab mereka tidak terbatas hanya terhadap keluarga kecilnya saja tetapi meluas kepada keluarga besarnya. Padahal secara ekonomi, mereka belum tentu lebih berdaya. Pasalnya dalam perhitungan pemberian upah yang diperhitungkan hanyalah tanggungan de jure yaitu istri dan anak dalam bentuk tunjangan istri dan anak. Tanggungan de facto yaitu keluarga besarnya tidak pernah diperhitungkan. Sesungguhnya ide memperingati Hari Keluarga Nasional adalah ide yang sangat bagus. Rekayasa positif yang berada di balik ini semua adalah agar masyarakat sadar bahwa keluarga merupakan hal pokok dimulainya kehidupan bermasyarakat. Dalam dan melalui keluarga, kita pertama kali mendapat pangan, sandang, kasih sayang, pendidikan, perlindungan, nilai-nilai luhur, budaya, agama, pengetahuan dan sebagainya. Dengan merayakan Hari keluarga Nasional setiap keluarga dan orang Indonesia selalu diingatkan betapa pentingnya arti sebuah keluarga dalam hidup seseorang. (m)



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.