Artikel 41 “MERAPIKAN LANGKAH MENUJU DEMOKRASI IMPIAN” Siti Syifa Az-zahra SMA Fatih Bilingual School Putri Banda Aceh
“Demokrasi adalah pemerintahan darirakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” -Abraham Lincoln“DEMOKRASI” adalah rangkaian kata yang tak pernah absen kita dengarkan dalam berbagai kesempatan di republik ini. Kalangan remaja, dewasa, hingga ansia pun pasti pernah mendengarnya walau hanya sekedar. Tak banyak memang yang tahu pasti, apakah sesungguhnya demokrasi itu? “Demos” dan “kratos”! Benar, demokrasi memang berasal dari Bahasa Yunani, yaitu demos berarti masyarakat dan kratos berarti aturan atau kekuasaan. Itulah jawaban yang dapat diberikan kalangan mudamudi khususnya pelajar masa ini. Namun, apalah arti paradigma tersebut tanpa adanya kemafhuman yang jelas dari kita? Dapatkah kita menjawab mengapa kita tidak pernah paham demokrasi yang sesungguhnya, padahal Republik Indonesia yang terhormat ini sudah berkali-kali mengganti jenis sistem demokrasinya? Mulai dari demokrasi liberal, terpimpin, pancasila, sampai demokrasi era reformasi yang aromanya kita hirup sekarang ini. Suara hati seorang kawula muda sesekali berkata ditengah kericuhan negeri ini, dapatkah kami salahkah para pemimpin? Atau justru kami sebagai rakyat yang memang bersalah? Benar adanya bahwa sebagian besar dari muda-mudi sekarang ini tak paham tentang demokrasi walau hanya definisi. Akan tetapi, setidaknya kami yakin bahwa tak ada negara demokrasi yang masih membeda-bedakan hak rakyatnya, mengambil keuntungan dari rakyat, dan kaum mayoritas menindas minoritas. Keraguan kami semakin memuncak ketika mendengar bahwa suara kami sebagai pemuda-pemudi yang bangga berbangsakan Indonesia ini tak pernah didengar oleh para petinggi negeri. Kami melakukan demonstrasi sejujurnya bukanlah karena ingin semata, tetapi karena suara kami tak pernah didengar dan bahkan kami diperlakukan bagai orang bersalah saat kami hanya ingin didengarkan. Membeda-bedakan hak rakyat sesungguhnya bukanlah tindakan yang dilakukan di negara demokrasi, bukan juga tindakan yang pantas dilakukan di negara dengan sistem pemerintahan manapun.“Posisi rakyat dalam sistem demokrasi sederajat di hadapan hukum dan pemerintah, rakyat memiliki kedaulatan dan hak yang sama di segala aspek kehidupan,” itulah konsep demokrasi yang seharusnya terpatri di zamrud khatulistiwa ini. Namun, kami masih ragu, karena kami anggap hal itu mustahil keberlakuannya. Tidak jarang kami lihat betapa kontrasnya perbedaan antara kami yang berorangtua-kan parapejabat dengan tukang becak. Dari segi materi yang didapatkan, tentulah kami tidak pernah mempermasalahkannya karena Allah Swt telah mengatur benang takdir kita masing-masing. Namun, betapa mirisnya kami yang tak berkesempatan mendapatkan beasiswa atau sekedar dana bantuan pendidikan dari pemerintah padahal kami berhak dan berkualitas. Haruskah kami 113
diam saja melihat seseorang yang materialnya jauh diatas dan kualitas dibawah merampas hak kami? Diam dalam keraguan selalu kami lakukan sambil menerkanerka tentang keberadaan sila kelima Pancasila, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Terkaan tinggal terkaan, apalah yang dapat kami perbuat melawan mereka yang berkaki-tangan kuat di dalam sana? “Ada uang, adab arang” adalah ungkapan yang sering kita dengarkan dalam bisnis jual-beli. Entah mengapa segelintir orang salah kaprah tentang ini. Mereka mengambil keuntungan dari rakyat dengan ungkapan diatas. Dimana-mana pasti uang didahulukan, prosesnya belakangan. Negara demokrasi macam apa yang menyengsarakan rakyat? Indonesia mungkin menganggapnya budaya, pantaskah budaya yang seperti ini dibiarkan berakar merajalela di bumi pertiwi? Tentulah kami sebagai generasi muda memiliki pengalaman masing-masing tentang masalah tadi. Saya sendiri pernah merasakan ketika ditilang karena boncengan tidak memakai helm, selanjutnya sepeda motor dan STNK ditahan, itu mungkin memang salah kami yang tidak mengikuti peraturan lalu lintas. Selanjutnya, kami pun dimasukkan kekantor Polantas dan diberitahukan bahwa kami harus mengikuti proses persidangan yang rumit dan membayar sejumlah denda yang besar. Tiba-tiba seorang ibu menyelipkan sesuatu dibawah map yang ada di meja polisi tersebut, tak lama kunci beserta STNK-nya langsung dikembalikan, ibu tersebut keluar dari kantor Polantas dengan sumringah. Berkali-kali saya melihat kejadian sejenis itu, barulah saya mengerti ternyata lembar uang merahlah yang diselipkan dibawah map tersebut. Melihat kami yang masih duduk diam tanpa reaksi, polisi itu masih berkoar-koar bahwa kami harus ikut persidangan dan sepeda motor tetap ditahan hingga hari sidang sampai akhirnya ia terdiam saat saya menyelipkan lembar uang merah dibawah mapnya. Ia pun langsung mengembalikan kunci motor dan STNK saya sambil berkata: “Makasihya, dek!” Malu yang saya rasakan tak tertahan lagi, malu karena menyogok, juga malu mengingat perubahan kelakuan polisi tersebut, uang mengubah segalanya. Mayoritas menindas minoritas, adalah ciri khusus demokrasi di Indonesia. Tidak pernah sekalipun pendapat rakyat kecil didengarkan. Kaum beradalah yang memegang peran di segala aspek kehidupan. Sawah diubah menjadigedung, pasar tradisional diubah menjadi mall, hingga rumah sederhana kami digusur dengan paksa tanpa ganti rugi sepadan. Kami ini bukan Sudra, kalian bukan Brahma! Negara ini demokrasi, kita semua setara, teman! Keraguan kami generasi muda akan arti demokrasi yang sesungguhnya semakin bertambah kian hari. Masalah diatas membuat spekulasi kami tentang demokrasi nanar. Demokrasi yang kami pahami adalah “Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat!” Benar bukan? Walaupun sederhana, tetapi kami yakin sistem pemerintahan di Indonesia ini bukanlah demokrasi, entah nama apa yang cocok untuk sistem sekarang ini. Kami, generasi muda Indonesia, sesungguhnya pernah bermimpi Indonesia menjadi negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sesungguhnya. Seluruhlapisanmasyarakatmendapatkanhakdankesempatan yang adil, para petinggi tidak lagi menggunakan rakyat sebagai ladang keuntungan, pemimpin 114
dekat dengan rakyat, dan mendengar keluhan serta pendapat rakyat. Apabila hal-hal dasar dan sederhana tadi diwujudkan di Indonesia, maka pahamlah kami tentang demokrasi secara menyeluruh. Tidaklah mudah mencapai semua itu, diperlukan adanya perubahan besar-besaran pada pola pikir pejabat pemerintah dan rakyat tentunya. Pemerintah dan rakyat harus saling percaya satu sama lain dan bahumembahu membangun Negara Indonesia ketahap yang lebih baik lagi. Kami yakin, mimpi kami pasti terwujud suatu hari nanti! Pelajar dan OSIS, kami memang tidak dapat dipisahkan, dengan OSIS kami bisa mendengarkan pendapat dan keluhan teman-teman tentang sekolah, sekuat tenaga kami akan membantu dan mewujudka harapan mereka. Disinilah kami akan mulai memahami arti demokrasi secara perlahan. Indonesiaku, kami akan menjadi agen rahasiamu dalam memperkenalkan demokrasi. Bersiap-siaplah menyambut kami sebagai pemimpin Indonesia dimasa yang akan datang! Dimana rakyat dan pemerintah bersatu-padu menjadikan Indonesia yang adil dan makmur. Bangun pemuda-pemudi Indonesia! Negara ini butuh bantuan kalian! Wujudkan mimpi kita bersama!
115