Artikel 27 “PERAN DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN” Fajra Rofiyanda SMAN Unggul Tapaktuan
Berangkat dari sejarah demokrasi, sebagaimana yang telah kita pelajari, bahawa sanya kata “DEMOKRASI” pertama muncul pada mazhab politik dan filsafat Yunani kuno di negara-kota Athena, dimana pada saat itu dipimpin oleh Cleisthenes yang saat ini dikenal dengan sebutan “Bapak Demokrasi Athena”, pada saat itu warga Athena mendirikan negara yang umum dianggap sebagai negara demokrasi pertama pada tahun 508-507 SM. Pada masa sekarang ini definisi atau pengertian dari demokrasi itu sendiri sudah sangat berkembang pesat, hal ini bisa kita perhatikan dari banyaknya definisi yang sudah dipaparkan oleh para ahli dalam berbagai referensi buku, diantaranya seperti Abraham Lincoln yang menyebutkan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kemudian menurut Charles Costello demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara. Sedangkan menurut John L. Esposito demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Dan di Indonesia sendiri demokrasi itu sangat terasa muncul saat diadakannya pertama kali pemeilihan presiden yang bersiifat JURDIL dan dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat saat pemilihan presiden Susilo bambang Yudoyhono saat itu. Maka inilah sekilas balik sejarah demokrasi dan pengertian demokrasi menurut para ahli yang bisa kita kutip dari pelajaran pendidikan kewarganegaraan selama ini yang kita dapatkan. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa Demokrasi itu sendiri suatu kondisi atau proses sistem yang memiliki batasan hukum yang mengatur dimana sisitem ini berlangsung dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Akan tetapi meskipun dalam dmeokrasi rakyat diberikan kebebasan dalam memberikan suara, tetap negara memiliki payung hukum yang membatasi gerak-gerik kebebeasan tersebut agar tetap berada pada jalur yang baik, dan demokrasi dapat berjalan tertib. Namun jika melihat pengertian demokrasi yang begitu luas, maka kita tidak perlu hanya menyimpulkan bahwa demokrasi hanya dapat dijalankan dalam sistem pemerintahan saja, atau hanya dpat dijalankan dan terlihat pada orang-orang dewasa atau aparatur pemerintahan saja, karna setiap kita bisa memberikan kontribusi yang baik dalam mewujudkan demokrasi yang baik di lingkungan kita masing-masing. Oleh karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Misalkan saja saya sebagai siswa menengah atas, atau sederhananya sebut saja saya pelajar, saya atau kita semua pelajar tidak perlu hanya menjadi penonton, atau bahkan karna kita belum cukup umur untuk ikut pemilihan umum di Indonesia, maka kita kita simpulkan bahwa kita belum saatnya untuk terlibat dalam demokrasi. itu jelas sekali pandangan yang keliru. Karna kita sendiri bisa menumbuhkan rasa, sifat, dan prilaku demokrasi dari dalam diri kita, dan berusaha terlibat dalam 82
lingkungan kecil misalkan di sekolah atau di lingkungan rumah untuk mewujudkan demokrasi tersebut. Peranan demokrasi dalam pendidikan memiliki pengertian yang sangat luas, di dalam pendidikan sendiri demokrasi terkait dengan bagaimana cara mengkomunikasikan pengalaman yang di dapatkan dalam memangdang suatu ras, kelas, dan juga kebangsaan. Sebenarnya diskriminasi tentang perbedaan ras, kelas, dan kebangsaan itu sendiri dalam proses belajar mengajar di sekolah harus dihilangkan, hal ini berguna agar semua pelajar dalam lingkungan sekolah tau pembelajaran mampu berpartisipasi secara merata dalam mengembangkan kretivitas dan kemampuannya dalam pendidikan tanpa pengecualian apapun. Mungkin penjelasan di atas terlihat masih terlalu umum dan bias,maka aan saya spesifikan lagi apa yang bisa saya lakukan sebagai pelajar dalam mwujudkan demokrasi di lingkungan. Adapun hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan sebagai pelajar di lingkungan sekolah untukmewujudkan demokrasi atau berpartisipasi dlam demokrasi lebih kepada perbaikan nilai dan moral dlam lingkungan sekolah, diantaranya : 1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai Dikarenakan saya bersekolah di sekolah negri yang memiliki asrma atau Boarding school maka tentu saja perselisihan diantara kami lebih sering terasa atau tampak dibandingkan dengan pelajar yang hanya bertemu dalam beberapa jam proses pembelajaran di sekolah. Nah karna seringnnya kami bertemu dalam 24 jam, membuat kami terus beljar untuk saling mengerti satu sma lain, apa lagi kami berasal dari kecamatan yang berbeda-beda dalam satu kabupaten yang dikumpulkan di dlam satu lingkup asrma. Namun agar lebih sistematais,biasanya kamiselalu membuat sistem kakak asuh dan adik asuh, nah dari situlah kami mulai beljar bagaimana cara menyelesaikan permasalahan tanpa menyindir via facebook, intagram, teitter, atau media sosial lainnya yang justru dpat memperkeruh suasana perselisihan. Namun jika tidak juga mencapai kesepakatan,maka akan naik ke ibu asrama, selanjutnya,baru dibahas di meja guru. Semua kami selesaikan dengan bijaksana dan slaing mengerti, dan itulah hal yang membiasakan kami untuk menyelesaikan permaslahan secara damai dan sistematis. 2. Membatasi pemakaikan kekerasan Hal ini yang seringkali terlihat dalam dunia pendidikan selama ini, terutama dalam lingkungan pendidikan menenah atas.selama ini kita sering kali melihat tawuran dimana-mana dan tidak jarang berakhir dengan kemtian. Hal ini jelas sangat merugikan kita semua. Lantas apa yang bisa kita lakukan? Hal ini jelas dengan mendiskusikan permaslahan secara damai dan dengan kepala dingin, tidak mengkonsumsi issue yang bisa memperkeruh suasana hati atau memancing emosi menjadi tidak stabil. Misalnya ada sebgaian kelompok menyebutkan bahwa kita bersalah, hal ini mereka dengar dari pihak lain, maka kita tidak perlu langsung mengambil kesimpulan bahwa itu benar, ada baiknya kita duduk bersama bermusyawarahmencari titik atau asal permasalahan dan membicaran bagaimana kemudian solusinya, misalnya bisa gunakan mushala atau tempat ibadah di 83
sekolah, atau menggunakan ruang rapat siswa, atau bahkan jika tidak mendapat jalan keluar, coba libatkan guru sebagai penengah. 3. Menghargai keanekaragaman Sebgaimana yang telah kami katakan tadi, bahwa kami berasal dari sekolah berasrama yang menjumpai begitu banyak karakter manusia yang berbeda-beda yang kemudian dikumpulkan dalam satu lingkup yang sama. Hal ini awalnya sangat berat bagi kami, terutama kami yang masih duduk dikelas sepuluh, dimana kami baru saja beradaptasi untuk tinggal jauh dari orangtua, kemudian berusaha mencoba mengenal karakteristik teman yang berbeda pyla, maka kami dibiaskan untuk slaing mengerti dan menghargai satu sama lain, dari hal kecil saja misalnya, mendengarkan teman saat bercerita, atau memberi kesempatan teman untukmenyampaikan ide saat berdiskusi di kelas, dengan tidak membuliyying teman, tidak menegjek, atau amalh bersikap acuh. Maka kami membiasakan untuk melakukan kultum saat setelah shalat subuh dan magrib, pidato bahasa inggris saat setelah makan pagi, siang, dan malam. Hal ini jelas membuat kami untuk memberi kesempatan kepada semua teman kami untuk dapat bebricara di depan. 4. Keadilan dalam menuntut ilmu Hal inila yang mungkin masih sering terlihat di lingkungan sekolah, sebut saja misalnya anak bupati yang mendapatkan perhatian khusus dibandingkan dengan anak nelayan. Pola inila yang tampaknya harus dirubah dalam lingkungan sekolah.misalnya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler yang melibatkan banyak siswa dan guru, agar satu sama lain bisa saling mengenal dan membantu dalam mengembangkan bakat dan keterampilan yang dimiliki, dan agar tidak ada lagi sitem pemikiran guru yang menganggap bahwa status sosial membedakan cara berfikir siswa. 5. Memberikan hak dan kewajiban yang sesuai Sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas, bahwa pola kesenjangan sosial yang seringkali membedakan kedudukan antara kewajiban dan hak perlu dihilangkan. Mungkin semua ini adalah kondisi yang sulit untuk dibentuk, akan tetapi tetap optimis bahwa semua ini bisa dibentuk dari kegiatan-kegiatan sekolah yang mempertemukan secara intens hubungan antara siswa dan guru, apalagi di sekolah itu banyak organisasi, seperti OSIS. Di sana siswa dapat belajar untuk berorganisasi, dan menjalankan organisasi dengan memenuhi segala tanggung jawab guna mendapatkan hak yang sesuai pula. Contoh lain itu ketika semua orang menuntut kondisi lingkungan yang bersih dan rapi, maka buang sampah ketempatnya, aturlah parkiran sekolah dengan meletakkan kendaraaan dengan posisi yang benar dan tidak sembarang tempat. Dan indahkanlah peraturan dan tata tertib sekolah dengan baik dan benar Oleh karena itu jika saya terpilih menjadi duta demokrasi, insyaallah ini akan menjadi tombak dan pelajaran yang berharga untuk saya dapat merangkul lingkungan, terutama teman-teman sebaya saya untuk dapat berpartisipasi demi mewujudkan demokrasi yang baik di Indonesia. Tidak perlu jauh melihat kepada pemerintahan, kita bisa melihat lingkungan yang kecil saja, misalnya membuat 84
organisasi di sekoalah dan menjalankan sistem dan fungsi dengan baik, atau membuang sampah pada tempatnya dengan mengajak teman-teman untuk memulai memisahkan sampah basah dan kering, menjaga ketertiban parkiran sekolah, dan bahkan dengan adanya organisasi atau tudung perkumpulan siswa, maka hal ini akan lebih mempermudah siswa untuk berdikusi dan menyelesaikan berbagai permasalahan dengan baik dan damai di lingkungan sekolah. Ini adalah saat dimana kita semua mulai mengukur diri tentang bagaimana kita dapat berbuat, bagaimana kita dapat berpartisipasi, atau apa yang bisa kita beri untuk demokrasi Indonesia. Semoga dengan adanya perlombaan duta demokrasi ini dapat memotivasi kami semua siswa atau pelajar untuk bangkit dan menyadari segala hal yang bisa kami lakukan untuk menjaga dan membangun demokrasi Indonesia yang baik dan utuh.
85