VOTING, Edisi LVIV, 17 September- 24 September 2014

Page 1

16 Halaman l Edisi LVIV/ 17 September - 24 September 2014

6 l Perjuangkan Masyarakat

DP 3 Bandar Lampung

T E R U J I T E P E R C AYA

Ancaman Jerat Korupsi untuk Penguasa Legislatif PEMILIHAN Umum (Pemilu) 2014 menghasilkan para legislator yang bersiap mengawasi jalannya pemerintahan. Parpol pemenang tentu menjadi penguasa kursi di gedung wakil rakyat itu.

n ferial

N

amun, dari pengalaman pemilu berulang, banyak cerita miris dari para kader partai pemenang pemilu, bahkan untuk juga duduk di kursi eksekutif. Untuk periode lalu, misalnya, Partai Demokrat menjadi penyumbang paling banyak kadernya yang terjerat lingkaran korupsi. Bahkan, sampai harus mengganti ketua umumnya karena Ketua Umum DPP Anas Urbaningrum terjerat suap-menyuap. Bukan hanya dia, kader lainnya, seperti Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh, dan terakhir Jero Wacik pun terjerat. Padahal mereka bukan sembarang kader, elite parpol yang tentu mempunyai pengaruh kuat di parpolnya. Terhitung ada sekitar 16 kader terlibat korupsi yang kini terpilih kembali. Kini di Pemilu 2014 PDIP menjadi partai pemenang. Namun, catatan ICW ada 10 kadernya yang terjerat korupsi tetapi terpilih lagi di lembaga legislatif. Dikhawatirkan mereka justru akan merusak citra partai, atau bahkan menularkan pengalaman keterlibatannya dalam korupsi ke legislator baru. Deputi Eksekutif Perludem Veri Junaedi mengatakan parpol sebagai organisasi publik mempunyai kewajiban untuk menyaring kadernya sehingga parpol harus punya komitmen untuk mencari kader-kader yang baik. “Kalau ditemukan kader yang kena kasus korupsi, mestinya dianulir saja sebagai kader politik. Kalau mereka sudah dilantik dilakukan PAW. Partai kan masih punya banyak kader-kader yang baik, kenapa harus dipertahankan orang-orang yang kena kasus korupsi,� kata Veri. Namun, selama ini partai dinilai seperti main-main dalam menentukan calon anggota legislatifnya. Padahal mereka mengirimkan kadernya untuk mengurus rakyat. “Saat duduk di lembaga wakil rakyat, mereka ini bukan hanya wakil rakyat, melainkan juga penentu proses kebijakan-kebijakan publik. Kalau masih dipaksakan dilantik, ini akan bahaya bagi masyarakat,� kata Koordinator ICW Ade Irawan. (MI/U1)


Interupsi

l

2 17 September 2014

Pilih Pilkada atau Pemilukada

indeks : Laporan utama

48 Legislator Baru Terlibat Korupsi . . .

GAGAS

PERUBAHAN situasi politik di Indonesia membuat pemerintah membentuk aturan yang dinamis, sebagai upaya penyesuaian dengan kondisi bangsa. Salah satunya pembentukan RUU Pilkada yang dipilih oleh anggota DPRD, bukan pilihan rakyat langsung. Namun, hal itu menuai pro kontra, sampai akhirnya dibuatlah survei untuk mencari aspirasi masyarakat.

Daulat Rakyat Vs Daulat Partai . . .

Perempuan Perlu Terus Diperjuangkan . . .

Mengembalikan Rezim Politik Uang ke DPRD. . .

Tidak tahu:

10,24%

5

PEREMPUAN

pILAR

Kepuasan Pemilukada Langsung

3

6

10

pernik Pemilu

Model

Kisruh PPP Bukan soal Koalisi. . .

15

Setuju pemilukada/langsung:

81,25% Setuju pilkada/DPRD:

10,71% Tidak pua

s : 20%

Puas: 69,76%

Ditunjuk presiden:

4,91%

688

Metode Survei ini dilakukan melalui quick pool pada 5—7 September 2014 dengan menggunakan metode multistage random sampling. Survei dilakukan kepada 1.200 responden dari 33 provinsi. Survei dilengkapi dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media. Margin of error sebesar 2,9%.

T E R U J I T E P E R C AYA

Sumber: LSI

Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Kepala Divisi Pemberitaan: D. Widodo, Kepala Divisi Content Enrichment: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan: Umar Bakti, Sekretaris Redaksi: M. Natsir. T E R U J I T E P E R C AYA Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Ahmad Amri, Delima Napitupulu, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Karlina Aprimasyita, Wandi Barboy. LAMPOST.CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sayuti (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Mif Sulaiman, Widodo, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Kepala Departemen Marcomm: Amiruddin Sormin, Dedi Kuspendi. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampost.co e-mail: redaksi@lampungpost. co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kota­agung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim). DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, ­WARTAWAN LAMPUNG POST DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA ATAU M ­ EMINTA IMBALAN DENGAN ALASAN APA PUN.


Laporan Utama

l

3 17 September 2014

48 Legislator Baru Terlibat Korupsi KORUPSI politik sepertinya bakal berlanjut sebab masih banyak legislator yang terpilih dalam Pemilu 2014 terlibat kasus korupsi.

I

ndonesia Corruption Watch (ICW) menyebut ada 48 legislator itu. Di antara mereka, 26 orang di antaranya menjabat anggota DPRD kabupaten/ kota, 17 orang menjadi anggota DPRD provinsi, dan 5 orang jadi anggota DPR. Sementara itu, berdasarkan status hukum, sebanyak 32 orang tersangka korupsi, 15 orang terdakwa, dan satu orang merupakan terpidana. “Saat duduk di lembaga wakil rakyat, mereka ini bukan hanya wakil rakyat, melainkan juga penentu proses kebijakan-kebijakan publik. Kalau masih dipaksakan dilantik, ini akan bahaya bagi masyarakat,” kata Koordinator ICW Ade Irawan. Jika para caleg itu dikelompokkan berdasarkan asal partai, Partai Demokrat menjadi partai politik yang kadernya paling banyak terjerat korupsi, tapi terpilih lagi menjadi anggota Dewan periode 2014—2019, yakni 13 orang. Diikuti PDIP dengan 10 orang dan Golkar 10 orang yang terjerat korupsi. Sementara itu, dari PKB terdapat lima orang kader, sedangkan Gerindra dan Hanura masing-masing sebanyak tiga kader. Selanjutnya PPP sebanyak dua orang, NasDem dan PAN masing-masing ada satu orang. Ikut pelantikan Di Medan, Sumatera Utara, tiga tersangka kasus korupsi disumpah bersama 97 anggota DPRD Sumut lainnya di gedung DPRD provinsi, kemarin. Dari tiga wakil rakyat berstatus tersangka itu, dua di antaranya tengah menjadi tahanan polisi. Ketiga tersangka yang turut dilantik itu, yakni Zulkifli

Siregar (Partai Hanura), Eveready Sitorus dari Partai Gerindra, dan Hartoyo (Partai Demokrat). Zulkifli Siregar ialah tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di enam kabupaten/kota di Sumut. Meski sudah menetapkan status tersangka, polisi masih belum menahan Zulkifli. Eveready Sitorus merupakan tersangka kasus penggelapan uang perusahaan perkebunan sawit senilai Rp200 juta. Dia sudah ditahan penyidik Polda Sumut sejak awal bulan lalu. Seusai mengikuti pengambilan sumpah, dengan pengawalan ketat, ia dibawa kembali ke sel tahanannya oleh polisi. Senasib dengan Eveready, Hartoyo juga langsung dibawa masuk ke mobil tahanan seusai acara. Ia menjadi tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan satu unit mobil Toyota Innova BK-1285-OD. Dia menjadi tahanan Polres Sergai sejak Juli lalu. “Statusnya masih tersangka dan kami tahan. Kasusnya dalam proses pelimpahan ke kejaksaan,” kata Kasat Reserse Kriminal Polres Sergai AKP Hady Saputra Siagian. (MI/U1)


Laporan Utama

l

4 17 September 2014

Parpol Berperan Besar Berantas Korupsi Politik

KORUPSI politik biasanya melibatkan para anggota legislatif yang merupakan kader partai politik.

P

artai politik sangat berperan besar untuk menekan laju pertumbuhan korupsi politik itu. Salah satunya dengan memecat kadernya yang terlibat korupsi dan segera memberhentikan atau melakukan penggantian antarwaktu (PAW) dari lembaga legislatif. “Kami mendesak partai politik untuk segera memberhentikan atau melakukan PAW terhadap kadernya yang tersangkut korupsi,” kata Koordinator ICW Ade Irawan. Selain sebagai bentuk dorongan partai terhadap parlemen bersih, kata Ade, hal tersebut dapat menjadi bentuk komitmen antikorupsi partai sebagaimana sering partai akui dalam kampanye pemilu. Menurut Ade, komitmen antikorupsi semua parpol peserta Pemilu 2014 patut dipertanyakan. Mayoritas semua parpol masih menerima orang yang bermasalah atau tersangkut perkara korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif. Hal tersebut juga dapat dilihat dari sikap parpol yang tidak

mau mengganti kader mereka yang bermasalah dan terpilih menjadi anggota Dewan. Padahal, saat ini parpol adalah pihak yang paling memungkinkan tindakan proaktif. Parpol mempunyai cukup alasan dan wewenang untuk memecat kadernya yang tersangkut kasus korupsi dan menggantikan kader yang tidak bermasalah sebagai anggota Dewan. Kalaupun dilantik, dapat dilakukan mekanisme PAW sebagaimana diatur dalam peraturan KPU. Deputi Eksekutif Perludem Veri Junaedi menyatakan parpol sebagai organisasi publik mempunyai kewajiban untuk menyaring kadernya. “Parpol harus punya komitmen untuk mencari kader-kader yang baik. Kalau ditemukan kader yang kena kasus korupsi, mestinya dianulir saja sebagai kader politik. Kalau mereka sudah dilantik dilakukan PAW. Partai kan masih punya banyak kader-kader yang baik, kenapa harus dipertahankan orang-orang yang kena kasus korupsi,” kata Veri.

Direktur Komite Pemantau Legislatif Kopel Syamsuddin Alimsyah menyayangkan masih banyak anggota legislatif yang sudah tersandung kasus korupsi tetapi masih dipertahankan. “Jangan berharap di parpol buat reformasi karena parpol melihat seberapa kandidat itu bisa bawa massa. Di Sulawesi Selatan pernah ada tiga anggota DPRD yang masuk penjara tetapi tidak diberhentikan, sampai keluar penjara lalu meneruskan lagi masanya di DPRD yang masih sisa empat bulan. Reformasi DPRD tidak akan terjadi karena reformasi di partai tidak ada,” kata Syamsuddin. ICW menemukan jumlah caleg tersangkut korupsi yang terpilih pada 2014 lebih banyak dibandingkan dengan calon legislatif (caleg) yang tersangkut korupsi dan terpilih lagi pada 2009. Sebelumnya dalam pemantauan ICW hanya ada enam orang caleg yang tersangkut korupsi kemudian terpilih lagi dan dilantik pada 2009. Parpol pun didesak untuk melakukan perbaikan proses rekrutmen terhadap kadernya di masa mendatang untuk menghindari masuknya orang bermasalah terpilih menjadi wakil partai dan juga wakil rakyat di parlemen. (ANT/U1)


Gagas

l

5 17 September 2014

Daulat Rakyat Vs Daulat Partai

P

OLEMIK RUU Pilkada terus menjadi perhatian publik. Pangkal persoalannya adalah keinginan sebagian besar parpol di DPR untuk mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah dari pemilihan langsung menjadi pemilihan melalui DPRD. Beberapa kepala daerah, baik secara pribadi maupun organisasi yang memayunginya, bahkan telah ikut melakukan penolakan terhadap usulan pemilihan lewat DPRD. Para kepala daerah tersebut tampaknya sejak awal menyadari dampak serius yang akan dihadapi bilamana RUU Pilkada disahkan. Sekilas berbagai argumentasi yang disampaikan parpol pengusung usulan perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah memang logis. Argumen efisiensi biaya, banyaknya kisruh akibat pilkada hingga biaya politik yang mahal pada gilirannya menyebabkan banyak kepala daerah yang pada gilirannya tersandung urusan korupsi dan masuk bui. Terlebih argumen ini juga diperkuat dengan data Kemendagri yang menyatakan bahwa lebih dari 300 kepala daerah produk pemilukada langsung yang tersangkut masalah korupsi. Meski memiliki berbagai argumen yang logis, argumen paling menarik para pendukung RUU Pilkada ini, menurut penulis, terletak pada isu hendak mengembalikan kembali semangat demokrasi Pancasila yang dianggap telah bergeser menjadi demokrasi liberal akibat pemilukada langsung. Argumen ini sesungguhnya menjadi pokok perdebatan tentang pemaknaan kedaulatan rakyat. Debat penting dalam isu pilkada ini bersumber pada pemaknaan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan: gubernur, bupati, dan wali kota sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Frasa ”dipilih secara demokratis” memang memiliki banyak makna. Pemilihan melalui mekanisme DPRD juga tentunya juga tidak dapat dikatakan tidak demokratis.

Meski kedua mekanisme, baik dipilih langsung maupun melalui sistem perwakilan, adalah sama-sama demokratis, kita perlu lebih jernih dalam melihat mekanisme mana yang seiring dengan asas kedaulatan rakyat. Karena itu, kita tentu perlu melacak semangat apa yang terkandung dalam proses amendemen konstitusi untuk kemudan merefleksikanya dengan berbagai undang-undang lain dan juga putusan Mahkamah Konstitusi. Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Tentu tak cukup sampai di situ, kita juga bisa membandingkannya dengan Pasal 56 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang notabene secara eksplisit menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Tampak jelas perumus undang-undang juga memahami semangat dari amendemen konstitusi yang menghendaki adanya penerapan asas kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung. Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri dalam salah satu putusan uji materinya telah menyatakan bahwa hak untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak konstitusional setiap warga negara. Seorang sahabat mengatakan kenapa harus ribut-ribut bukannya pemilihan kepala daerah baik langsung maupun lewat DPRD pada hakikatnya adalah sama-sama menerima calon kepala daerah yang diusulkan oleh partai politik. Sekilas pandangan ini benar, tapi tentu tidak sepenuhnya tepat. Benar adanya baik mekanisme pemilihan lewat DPRD maupun lewat pemilihan langsung, rakyat sesungguhnya hanya disodorkan caloncalon kepala daerah yang juga notabene diusulkan partai politik. Tapi jangan lupa, dalam pemilukada langsung belum tentu calon yang diusung mayoritas partai bisa otomatis menang.

Sebaliknya, bila pemilihan dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD, peluang calon yang diusung mayoritas partai untuk menang tentu saja lebih besar. Di sinilah makna kedaulatan rakyat menemukan konteksnya, kehendak partai politik belum tentu mencerminkan kehendak rakyat. Di sisi lain, lewat aturan yang ada saat ini juga masih memberikan ruang bagi rakyat untuk mencalonkan pemimpin dari jalur nonpartai atau jalur perseorangan. Aturan ini sesungguhnya dibuat dengan semangat untuk memperkuat penghormatan kedaulatan rakyat. Penulis sependapat dengan banyak ahli yang menyatakan bahwa usulan perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah ini pada hakikatnya semata-mata adalah upaya merampas kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat yang selama ini tecermin dari kebebasan rakyat untuk memilih pemimpinnya hendak digantikan dengan kehendak wakil-wakil rakyat di DPRD yang notabene adalah kader-kader parpol. Ditinjau dari perspektif sejarah, hal semacam ini sesungguhnya telah kita rasakan di Era Orde Baru. Kala itu, atas nama demokrasi perwakilan, rakyat tidak memiliki kuasa sedikit pun untuk menentukan siapa yang dianggap pantas untuk menjadi pemimpinnya. Pertanyaan mendasarnya adalah apakah mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah merupakan sebuah langkah maju bagi penguatan demokrasi kita atau justru sebaliknya. Benar bahwasanya pemilukada langsung menyebabkan berbagai ekses negatif sebagai konsekuensi dari sistim politik yang belum matang dan perkembangan tingkat kesadaran politik rakyat. Tapi di sisi lain, menyerahkan kembali urusan memilih kepala daerah pada DPRD juga sesungguhnya tak lain adalah adalah upaya merebut kembali kedaulatan rakyat. Tidak bisa dipungkiri bahwa hukumdalam konteks undang-undang pada hakikatnya adalah produk politik. RUU

Oki Hajiansyah Wahab Rakyat biasa, tinggal di Metro Pilkada sebagai produk politik tentunya juga mencerminkan aspirasi politik dan juga ekonomi para pengusungnya. Parpol pendukung mekanisme pemilihan kepala daerah lewat DPRD tampaknya sedang galau ketika kehidupan demokrasi perlahan terus bergerak menuju proses yang semakin rasional. Absennya ideologi dan mandulnya fungsi parpol dalam meningkatkan kesadaran politik rakyat menyebabkan parpol dengan mudah ditinggalkan oleh para pemilihnya. Hal ini sesunggguhnya merupakan dampak dari cara pandang partai politik kita yang masih melihat rakyat sebagai ”suporter”, bukan sebagai ”voters” dalam makna yang sesungguhnya. Semakin rasionalnya rakyat tentu menyulitkan para elite partai untuk terusmenerus memaksakan kehendaknya. Bila hal tersebut terus terjadi tentu tidak menguntungkan para elite partai politik. Para elite parpol kita selama ini telanjur menjalankan gaya manajemen ala korporasi. Besarnya biaya politik yang dikeluarkan elite parpol sering tak sebanding hasilnya dengan apa yang mereka harapkan. Karena itu, upaya para elite parpol untuk mengubah aturan main pemilihan kepala daerah sesungguhnya hanya akan membuat rakyat kecewa dan marah karena hal tersebut sama artinya dengan merebut kedaulatan rakyat. n


Perempuan

l

6 17 September 2014

Perempuan Perlu Terus Diperjuangkan Wiwik Angraini Alamat : Jalan Nangka No 4 Sepang Jaya Kelahiran : Bengkulu, 14 Juni 1963 Suami : Syaifudin Zuhri Anak : 1. Widya Rizki Eka Putri 2. Azzam Ahmad Aksya 3. Andina Azmi Zhusifa Organisasi: Bendahara Fraksi PDIP

BERKIPRAH di dunia politik harus didasari niatan yang tulus, yaitu berjuang untuk masyarakat. Anggota DPRD Bandar Lampung, Wiwik Angraini, bertekad akan memperjuangkan masalah perempuan di legislatif. “Kalau kami tidak duduk di Dewan kan sulit mau menyuarakan aspirasi rakyat,” ujar anggota DPRD Bandar Lampung dari Fraksi PDIP, Wiwik Angraini, di kantornya, belum lama ini. Wiwik menjelaskan pencalonannya pada Pemilu Legislatif 9 April lalu merupakan pencalonan yang kedua kalinya. Beruntung, konstituen yang terus dibinanya tetap konsisten dan setia sehingga dia terpilih menjadi wakil rakyat dari daerah pemilihan 1 Bandar Lampung. “Alhamdulillah mereka masih konsisten dan setia, walaupun ada yang pakai uang, tapi karena kami terus berbuat, jadi itu enggak laku. Masyarakat tetap membela

saya,” kata dia. Dalam berpolitik, Wiwik sangat menghargai pendapat orang lain. Dia lebih memilih diam daripada menyinggung perasaan rekan politikus lainnya. “Di panggung politik ini kan lebih sensitif sehingga rasa curiga itu tinggi,” ujar politikus perempuan itu. Dia juga merasa beruntung suami dan anak-anaknya mendukung karier politiknya sehingga bekerja untuk rakyat menjadi lebih mudah. “Kami enjoy saja, kebetulan anak-anak saya sudah pada dewasa dan suami juga mendukung. Malahan mereka terkadang memberikan masukan dan motivasi,” ujarnya. Sebagai kaum perempuan, keterwakilannya ini juga akan dimanfaatkan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. “Persamaan gender itu sudah ada, tapi perempuan selalu terkalahkan. Saya ingin mengajak kaum perempuan, yuk sama-

sama berkiprah dalam bentuk apa pun,” kata Wiwik. Di samping itu, Wakil Ketua Bidang Kesra dan Perempuan ini mengatakan setelah alat kelengkapan Dewan terbentuk dan pembahasan APBD 2015, dia bersama rekan fraksi dan komisi akan menertibkan perizinan di Bandar Lampung. Itu disebabkan banyaknya hotel berdiri tanpa izin dan melanggar perda. Kemudian, pada saat pembahasan APBD 2015, dia akan mengusulkan perbaikan infrastruktur di beberapa titik rawan banjir, seperti di Jalan Sultan Agung, persimpangan Telkom. “Itu kan sering banjir, sebelumnya itu enggak pernah banjir. Sekarang kalau musim banjir daerah itu pasti terendam. Jadi infrastruktur itu yang kami dahulukan. Masyarakat ini kan enggak minta muluk-muluk. Yang terpenting bagi mereka infrastruktur baik,” kata dia. (CR11/U3)


Perempuan

l

7 17 September 2014

Keterwakilan Perempuan Perlu Ditingkatkan

Venna Melinda

Kelahiran: Surabaya, Jawa Timur, 20 Juli 1972 Anggota DPR Fraksi Demokrat

A

N G G O TA D e wa n Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014—2019, Venna Melinda, berharap keterwakilan perempuan di parlemen meningkat pada pemilihan umum tahun 2019 mendatang. Jika tidak, dikhawatirkan tidak ada lagi yang memperjuangkan masalah kaum perempuan. “Permasalahan partai adalah merekrut kader perempuan,” kata Venna yang juga Humas Forum Perempuan Partai Demokrat ini, saat ditemui di gedung DPR. Ia mengatakan kesulitan merekrut kader perempuan disebabkan oleh pandangan yang berlaku di masyarakat bahwa perempuan harus berada di rumah dan kesulitan mendapatkan izin suami bila

sudah berkeluarga. “Anak muda juga tidak banyak tertarik, masih apatis,’ katanya. Untuk itu, ia berharap sosialisasi tentang kegiatan di parlemen lebih dapat menjangkau masyarakat menengah ke bawah, misalnya bagaimana caranya agar siaran televisi milik DPR, TV Parlemen, dapat dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas, terutama anak muda. I a b e r h a r a p l e g i s l ato r perempuan yang duduk di parlemen lebih kompak dalam berjuang mengahadapi masalah masayarakat yang pelik. Hasil persentase keterwakilan perempuan di DPR dan Dewan Perwakilan Daerah belum memenuhi kuota minimal 30 persen. Pemilu legislatif 9 April 2014, tercatat sebanyak 17,32

persen (97 kursi) perempuan atau menurun bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 18,3 persen (103 kursi). Dari 132 anggota DPD 2014—2019, perempuan baru memperoleh 35 kursi (26,51 persen) atau menurun dari 38 kursi (28 persen) dari tahun 2009. Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan partai politik perlu menyiapkan kader perempuan sejak dini agar kuota minimal 30 persen dari total anggota DPR dapat terpenuhi. Ia berpendapat setidaknya pada 2015 partaipartai politik sudah menginisiasi kemungkinan tersebut sehingga waktunya cukup untuk menghadapi Pemilu 2019. (MI/U4)


Orator

l

8 17 September 2014

Fokus pada Tiga Isu Penting

F Nama : Ade Utami Kelahiran : 19 Desember 1975

Ibnu

Riwayat Pekerjaan: 1. Ketua Fraksi PKS DPRD Lampung 2. Ketua Bappilu PKS Lampung

RAKSI PKS DPRD Lampung mengaku fokus pada tiga isu riil selama lima tahun ke depan. Ketiganya adalah masalah energi kelistrikan, implementasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan persoalan keamanan. Masalah pendidikan, infrastrukur, dan kesehatan masih menjadi isu besar yang butuh perhatian oleh semua pihak, khususnya DPRD Lampung. Namun, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD Lampung menganggap tiga isu riil, yakni masalah energi kelistrikan, implementasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan persoalan keamanan, juga membutuhkan perhatian serius. Ketua FPKS Lampung Ade Utami Ibnu mengatakan energi kelistrikan perlu menjadi perhatian karena rasio elektrifikasi Lampung hanya berkisar 72%. “Itu lebih rendah dari rata-rata nasional 78%. Lampung ini masih defisit listrik 100—160 megawatt,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPW PKS Lampung ini. Rasio elektrifikasi menjadi krusial karena sangat berhubungan den-

gan tingkat pertumbuhan ekonomi. Terkait BPJS, FPKS menyoroti kepesertaan BPJS tenaga kerja, khususnya tenaga kerja nonformal. “Dari total 900 ribu tenaga nonformal terdata di Lampung, BPJS baru menjangkau 15,3%,” kata Ade. FPKS akan mendorong peningkatan alokasi anggaran Jaminan Kesehatan Nasional pada APBD. Terakhir, kerawanan keamanan di Lampung masih cukup tinggi. FPKS DPRD Lampung berkomitmen mendorong pemerintah dan institusi berwenang menjalankan fungsi untuk menciptakan rasa aman bagi masyarakat Lampung. Kepemimpinan FPKS DPRD Lampung sendiri untuk periode 2014— 2019 diamanahkan pada Ade Utami Ibnu, sedangkan untuk pimpinan Dewan dari PKS diamanahkan pada Johan Sulaiman. Pada periode ini PKS Lampung berhasil menduduki delapan kursi DPRD Lampung, bertambah satu dibanding periode sebelumnya, yaitu terdiri dari Hantoni Hasan, Prio Budi Utomo, Mardani Umar, Akhmadi Sumaryanto, Mufti Salim, dan Antoni Imam. (VER/U4)


Orator

l

9 17 September 2014

Perjuangkan Masyarakat DP 3 Bandar Lampung

L Nama Alamat Kelahiran Istri

: Ipan Setiawan, S.E. : Jalan Soekarno-Hatta, Kampung Karangmaritim No. 007, Panjang : Telukbetung, 19 Mei 1979 : Rima Wardhani

Anak

: 1. Salsabila Sahibah Setiawan 2. Zalika Alhena Dinar Setiawan 3. Ammar Dirgham Setiawan

Riwayat Organisasi: Wakil Ketua PAC PDIP Panjang Wakil Ketua DPC Bandrong Kota Ketua Himpunan Masyarakat Kelautan dan Perikanan Bandar Lampung

ETAK geografis daerah pemilihan (DP) 3 Kota Bandar Lampung yang terdiri dari Kecamatan Panjang dan Bumiwaras adalah daerah pesisir. Mayoritas penduduknya bermata pencarian sebagai buruh dan nelayan. Sebagai wakil rakyat, Ipan Setiawan bertekad memperjuangkan masyarakat di daerah itu agar bisa lebih makmur dan sejahtera. Menurut anggota DPRD Bandar Lampung dari Fraksi PDIP, Ipan Setiawan, ada beberapa kebijakan yang harus ditinjau kembali untuk kesejahteraan masyarakat di dua kecamatan itu. “Kita harus peduli dengan masyarakat pesisir. Ada area industri yang harapannya dapat mengentaskan pengangguran. Tapi faktanya masih banyak warga yang nganggur,” kata dia di kantornya, belum lama ini. Sebagai wakil rakyat periode 2014—2019, dia merasa memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk melakukan fungsi pengawasan guna mengingatkan perusahaan memprioritaskan warga sekitar agar dapat bermata pencarian di perusahaan itu. Selain itu, Ipan juga akan membangun komunikasi dengan Pemkot dalam rangka usulan mempersiapkan infrastruktur penopang pembangunan di wilayah itu.

Ipan m e n jelaskan dirinya merupakan anak buruh. Dengan demikian, dia sangat mengetahui apa yang menjadi keluhan dan persoalan buruh. “Back ground saya dari perburuhan. Saya anak seorang buruh, banyak anak-anak buruh yang punya potensi. Kami tidak ingin orang tuanya buruh anak-anak kami juga bernasib sama. Harus ada perubahan untuk anak-akan buruh yang juga anak bangsa agar terdidik lebih pintar sehingga kelak bermanfaat di masyarakat,” ujarnya. Bahkan, ketertarikannya untuk terjun berpolitik juga disebabkan dukungan dan dorongan kawan-kawan buruh. Untuk mengubah sistem, maka harus masuk ke sistem itu. “Saya berpolitik ini karena amanah dari rekan-rekan buruh. Saya merasa harus mewakili mereka untuk menyuarakan aspirasinya di parlemen. Kita tahu sangat keras di dunia politik, tapi ini adalah pilihan hidup. Keras itu hanya tampak di luar, sesungguhnya berpolitik itu indah jika kita bekerja sesuai dengan aturan dan niatan yang baik,” kata dia. Dia menjelaskan kemenangannya bukan lantaran memiliki modal keuangan yang besar.

Modal u t a many a , yaitu bany a k silaturahmi, bersaudara, dan berteman dengan siapa pun dari kalangan apa pun dengan niatan yang tulus. “Bukan mau nyalon baru bergaul, tapi memang sudah dari kecil kami sudah bergaul. Dan keseharian saya bergaul dengan buruh,” kata Ipan. Mendapat mandat ini, Ipan menegaskan akan memperjuangkan nasib kaum buruh. Beberapa poin penting yang akan disuarakannya di parlemen, yakni upah minimum yang pantas dan tidak memberatkan semua pihak, baik pengusaha maupun pekerja. “Kami akan memberikan masukan pada Pemkot, dewan pengupahan koordinasi dengan tripartit (pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja) supaya UMP lebih pantas dan tidak ada yang merasa diberatkan, baik pengusaha maupun pekerja. Saya akan mendorong agar iklim investasi tetap kondusif, dengan banyaknya investasi akan semakin banyak lapangan kerja, dengan begitu pengangguran berkurang dan kesejahteraan meningkat. Kalau sudah sejahtera tidak akan ada lagi kriminal,” ujar dia yang berhasil mendapat dukungan dari 3.500 orang lebih itu. (CR11/U4)


Pilar

l

10 17 September 2014

Mengembalikan Rezim Politik Uang ke DPRD

R

ENCANA fraksi-fraksi di DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih mengembalikan sistem pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) lewat DPRD langsung mengundang polemik di masyarakat. Berbagai sikap penolakan atau dukungan terhadap rencana koalisi tersebut deras mengalir karena waktu pengesahan RUU Pilkada tinggal hitungan hari, tepatnya 25 September 2014. “Berdasarkan kajian kami, kepala daerah harus tetap secara langsung dipilih oleh rakyat. Itu esensi dari pilihan kita sendiri untuk menjadi negara demokratis,” ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, akhir pekan lalu. Berdasarkan kajian lembaganya pula, sistem pemilihan secara langsung tak dimungkiri juga punya nilai minus dalam penerapannya di lapangan. Menggilanya politik uang di masyarakat dan gesekan antarpendukung para calon kepala daerah menjadi catatan hitam sistem pemilihan langsung. “Namun, dari segi akuntabilitas, pemilukada langsung jauh lebih jelas. Pasalnya, kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat harus benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat. Sebaliknya, jika pemilukada melalui DPRD, kepala daerah nantinya hanya akan sibuk melayani DPRD ketimbang rakyat,” kata dia. Besarnya ongkos menggelar pemilukada langsung, sambung Robert, juga tak bisa jadi alasan untuk kembali ke rezim perwakilan di DPRD. Ia mencontohkan biaya penyelenggaraan pemilukada di Provinsi DKI Jakarta yang mencapai Rp25 miliar. Ongkos sebesar itu dinilainya tidak signifikan jika dibandingkan dengan APDB DKI Jakarta yang setiap tahunnya mencapai sekitar Rp72 triliun. “Ini untuk memilih kepala daerah dan keberlangsungan kehidupan masyarakat buat lima tahun mendatang, kok segitu dibilang mahal? Ini bukan pekerjaan yang mudah untuk membangun suatu daerah. Yang penting jangan boros. Boros dan mahal itu beda. Kalau yang namanya demokrasi,

pasti ada ongkosnya, jadi jangan hitung-hitungan,” ujarnya. Robert mengatakan bukan berarti pemilukada melalui DPRD kemudian akan lebih menghemat anggaran. Justru bisa jadi akan jauh lebih mahal bagi para kandidat lantaran mereka harus menanggung biaya untuk mendapatkan tiket partai agar bisa menduduki jabatan yang diinginkan. “Saya khawatir politik uang justru jauh lebih masif jika kepala daerah dipilih lewat DPRD. Bisa miliaran rupiah mainnya. Apalagi distribusinya terbatas hanya untuk puluhan anggota DPRD,” kata dia. Tidak berhenti di situ, politik uang diyakininya akan terus berlanjut selama lima tahun mendatang, setelah calon kepala daerah menjabat. “Pascapemilihan, politik uang terus berlangsung. Itu perlu dipertahankan untuk membeli kesetiaan dan dukungan di tingkat DPRD,” ujarnya. Berbeda dengan pemilukada langsung, sambung Robert, meski politik uang tetap akan terjadi di masyarakat, praktik kotor itu hanya terjadi satu kali, yakni pada saat pemilukada. Begitu calon kepala daerah menjabat, dia harus mempertahankan loyalitas dan dukungan para pemilihnya lewat program-program pembangunan yang dijalankannya. “Tapi seiring berjalannya waktu, pendidikan politik masyarakat juga terus meningkat. Sekarang ini sudah terjadi praktik ‘ambil uangnya, jangan pilih orangnya’. Sudah susah sekarang

membeli suara rakyat pakai uang,” kata dia. Pemimpin Inovatif Lewat sistem langsung, ujar Robert, pemilukada juga akan menghasilkan kepala daerah yang kreatif, inovatif, dan lebih dikenal masyarakatnya. Dengan sistem pemilihan lewat DPRD, jarang sekali lahir pemimpin yang kreatif. “Sejak pemilukada langsung digelar mulai 2005, sudah ada sekitar 50 kepala daerah yang bagus dan inovatif. Jadi rakyat menemukan sendiri kepala daerah yang terbaik. Jika tidak ada pemilukada langsung, kita tidak akan menemukan pemimpin yang inovatif seperti Joko Widodo dan Tri Rismaharini, atau kepala daerah lainnya.” Sementara itu, lewat pemilihan di DPRD, sambung Robert, rakyat tidak akan menemukan kepala daerah yang seperti itu. Itu lantaran para kepala daerah hanya bertindak dan berbuat untuk menyenangkan orang-orang di DPRD. “Tidak akan ada pemimpin yang bergairah. Karena prinsipnya mereka hanya butuh untuk meyakinkan anggota DPRD. Prestasinya jadi tidak harus hebat-hebat amat,” ujarnya. Dengan pemilukada langsung, intervensi kepentingan parpol pun bisa terhindari. “Pemilukada langsung lebih ke masyarakat. Jadi harus akuntabel kepada masyarakat. Kepala daerah harus membuktikan janji-janji kampanyenya,” kata Robert. (MI/U1)


Jejak

l

11 17 September 2014

Gatot Mangkoepradja

Nasionalis Padanan Proklamator GATOT Mangkoepradja, begitu nama anak seorang dokter pertama di Sumedang, Jawa Barat, yang lahir 25 Desember 1898.

K

eterlibatan Gatot Mangkoepradja dalam pergerakan nasional diawali ketika ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI). Ketika Partai Nasional Indonesia (PNI) berdiri di Bandung pada 4 Juli 1927, Gatot Mangkoepradja segera menggabungkan diri dengan organisasi yang dipimpin oleh Soekarno itu. Akibat menjunjung tinggi konsep revolusi Indonesia, maka pada 24 Desember 1929 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Gatot Mangkoepradja dan para pemimpin PNI lainnya.

Penangkapan terhadap Gatot Mangkoepradja baru dapat dilakukan pada 29 Desember 1929 di Yogyakarta. Gatot ditangkap bersama-sama dengan Soekarno. Mereka kemudian dibawa ke Bandung dan dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada 18 Agustus 1930, Gatot Mangkoepradja mulai dihadapkan ke Landraad Bandung bersama-sama dengan Soekarno, Maskoen Soemadiredja, dan Soepriadinata. Mereka dijerat dengan tuduhan Pasal 169 bis dan 153 bis Wetboek van Strafrecht (KUHP-nya zaman kolonial). Mereka diadili dengan Hakim Ketua: Mr. Siegenbeek van Heukelom dengan Jaksa R. Soemadisoerja. Peristiwa ini dikenal dengan nama Indonesia Menggugat. Pada 25 April 1931, akibat perpecahan PNI menjadi Partindo dan PNI-Baru, maka Gatot Mangkoepradja

bergabung dengan Partindo karena ia merasa partai ini mempunyai persamaan ideologi dengan PNI. Namun, tak lama, akhirnya ia keluar dari Partindo karena merasa kecewa dengan Soekarno dan bergabung dengan PNI-Baru pimpinan Hatta. Pa d a m a s a p e n j a j a h a n Jepang, Gatot Mangkoepradja yang telah dikenal baik oleh Jepang diberi wewenang untuk menjalankan Gerakan 3A, yaitu Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia. Akan tetapi, usaha Jepang ini gagal karena Gatot Mangkoepradja tidak mau kooperatif. Karena penolakan ini, ia ditahan Kempeitei. Setelah keluar dari tahanan, beliau mengajukan usul kepada Jepang untuk membentuk Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Akhirnya pada 3 Oktober 1943 dibentuklah

secara resmi Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) melalui Osamu Seirei No. 44 Tahun 1943. Setelah kemerdekaan, Gatot Mangkoepradja kembali bergabung dengan PNI pada 1948. Setahun kemudian ia menjabat Sekretaris Jenderal PNI menggantikan Sabillal Rasjad yang ditarik ke BP KNIP. Ia meninggalkan PNI pada 1955 karena kecewa bahwa anggota PNI tidak boleh turut serta dalam organisasi kedaerahan. Setelah peristiwa Gestapu tahun 1965, Gatot Mangkoepradja menyatakan dirinya masuk ke Partai IPKI karena partai ini berjuang untuk menyelamatkan Pancasila dari ancaman komunisme. Gatot Mangkoepradja meninggal dunia pada 4 Oktober 1968 dan dimakamkan di permakaman umum Sirnaraga, Bandung. (U1)


Luber

l

12 17 September 2014

Tata Cara Pencalonan Kepala Daerah D ALAM pelaksanaan pemilihan kepala daerah, baik langsung maupun melalui DPRD, tentu ada aturan yang harus dilaksanakan. Seperti tertuang dalam UU 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah.

(3) Apabila pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada Ayat (1a), pasangan calon perseorangan dimaksud dinyatakan gugur dan tidak dapat diganti pasangan calon perseorangan lain.

Pasal 62 (1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan calonnya serta pasangan calon atau salah seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota. (1a) Pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota. (1b) Pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada Ayat (1a) dikenai sanksi tidak dapat mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partai politik/ gabungan partai politik sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah untuk selamanya di seluruh wilayah Republik Indonesia. (1c) Apabila pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada Ayat (1a) setelah ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan calon sehingga tinggal 1 (satu) pasang calon, pasangan calon tersebut dikenai sanksi sebagaimana diatur pada Ayat (1b) dan denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). (2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti.

Pasal 63 (1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meninggal dunia dapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pasangan calon meninggal dunia. (1a) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan menetapkannya paling lama 4 (empat) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran. (1b) Dalam hal salah seorang dari atau pasangan calon meninggal dunia sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/ kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon paling lama 10 (sepuluh) hari. (2) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur. (3) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik meninggal dunia pada saat dimulainya kam-

panye sampai hari pemungutan suara, calon kurang dari 2 (dua) pasangan tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari. (4) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama 7 (tujuh) hari sejak pasangan calon meninggal dunia. (5) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi usulan pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) dan menetapkannya paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak pendaftaran pasangan calon pengganti. (6) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon perseorangan berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai dengan hari pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari. (7) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) paling lama

30 (tiga puluh) hari. Pasal 64 (1) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 30 (tiga puluh) hari. (2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lama 4 (empat) hari terhitung sejak pendaftaran pasangan calon pengganti. (3) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon perseorangan berhalangan tetap pada saat dimulainya pemungutan suara putaran kedua sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota menetapkan pasangan yang memperoleh suara terbanyak ketiga pada putaran pertama sebagai pasangan calon untuk putaran kedua. n


Jeda

l

13 17 September 2014

SBY Bisa Tarik RUU Pilkada

P

RESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum mau menghentikan pembahasaan RUU Pilkada yang menuai pro-kontra di masyarakat. Dengan alasan bukan domain pemerintah, SBY menyerahkan bola panas itu ke DPR. Hal itu ditegaskan Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha seusai rapat terbatas kabinet bidang polhukam di Kantor Presiden, kemarin. “Ada banyak pandangan yang satu sisi menginginkan agar tidak dilanjutkan pembahasannya mengenai RUU Pilkada, di satu pihak ada yang setuju. Nah, sekarang kan mekanismenya sudah diserahkan ke DPR, kita tinggal lihat bagaimana pembahasannya di sana. Ini tidak hanya domain pemerintah, tetapi juga DPR yang akan memberikan keputusan bersama pada 25 September mendatang,” ujar Julian. Ia membenarkan ada opsi yang ditawarkan Kepala Negara. Namun, Julian menolak mengungkapkannya ke publik. “Saya tidak mungkin mendahului beliau. Pastinya kalau memang ada yang sudah diputuskan oleh beliau dan upaya yang dikelola oleh beliau dan juga menyampaikannya lebih dari itu,” kata dia. Namun, kata Julian, opsi tersebut bukan keputusan, melainkan hanya pilihan yang akan diambil. Dalam hal ini, Presiden akan melihat pandangan yang berkembang dan aspirasi dari

masyarakat sehingga pada akhirnya ada suatu keputusan dengan suatu pertimbangan yang dianggap paling baik. Saat disinggung mengenai pernyataan Mendagri Gamawan Fauzi tentang opsi pemilukada langsung untuk provinsi dan pilkada tidak langsung untuk kabupaten/kota, Julian membenarkan hal itu. Menurutnya, hal itu salah satu opsi pemerintah dan sedang diinisasi atau motifnya muncul dari pemerintah di dalam pembahasan RUU dimungkinkan. Oleh karena itu, kata Julian, jika dalam pembahasannya nanti dianggap ada hal-hal yang berkaitan langsung di tingkat II, tinggal dibahas di DPR. Harus Tegas Jojo Rohi, wakil Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu, mengatakan SBY seharusnya menarik pembahasan RUU Pilkada dan menaruh pembahasannya ke rezim pemerintahan berikut. Hal itu agar SBY bisa meninggalkan masa pemerintahannya dengan cara smooth landing. “SBY mau lengser. Dia seharusnya memikirkan bagaimana agar smooth landing. Setiap rezim yang mau turun harus berpikir praktis. Salah satu kunci agar bisa mulus dan tanpa beban sejarah di masa depan, dia harus segera menarik RUU Pilkada dan selanjutnya pembahasan tersebut ditaruh di pundak rezim yang baru,” kata Jojo di Ja-

karta, kemarin. Ia pun mengaku tidak mengerti sikap SBY yang masih bungkam, sedangkan polemik RUU Pilkada terus bergulir panas. Jika SBY berniat menarik pembahasan RUU Pilkada, Partai Demokrat juga tidak akan memaksakan kehendaknya seperti sekarang. “SBY seharusnya mendahului untuk menginstruksikan Partai Demokrat untuk mundur perlahan,” ujarnya. Hal berbeda diutarakan Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jerry Sumampouw. Menurutnya, sikap

tidak tegas SBY bukan karena tersandera oleh Koalisi Merah Putih. Ia menilai posisi SBY justru lebih bebas. Jerry mengatakan SBY kini mempunyai tanggung jawab moral terkait pemilukada langsung, lantaran SBY sendiri merupakan produk pemilu langsung. “Dia akan jadi blunder kalau tidak bersikap dalam polemik ini. Apalagi, kalau dia mendukung pemilu kada lewat DPRD,” ujarnya. Jerry menilai ketidaktegasan SBY disebabkan masih adanya urusan politik yang belum selesai. (MI/U1)


Jeda

l

14 17 September 2014

Berharap pada 18 Menteri Kalangan Profesional

Joko Widodo Presiden Terpilih

PRESIDEN terpilih Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan 16 menteri dalam kabinetnya kelak akan dijabat oleh profesional yang memiliki latar belakang partai politik. Sedangkan 18 lainnya berasal dari kalangan profesional. “Kami sudah memutuskan kementerian ada 34, yang pembagian menterinya nanti akan diduduki oleh 18 profesional (nonpartai politik) dan 16 profesional berasal dari partai,” kata Jokowi di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9). Mantan Wali Kota Solo itu tidak menyebutkan alasan spesifik mengapa dirinya memutuskan 16 menterinya akan dijabat oleh kader partai. Dia juga tidak menyebutkan bakal terdiri dari partai mana saja 16 menterinya kelak. Sementara itu, untuk 18 menteri dari kalangan profesional nonparpol, Jokowi mengatakan di antaranya akan mengisi Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian ESDM. Lebih jauh Jokowi membeberkan akan tetap dibantu oleh tiga kementerian koordina-

tor dan sedikitnya seorang wakil menteri yang dinilainya masih diperlukan keberadaannya di Kementerian Luar Negeri. Meski demikian, Jokowi enggan merinci nama-nama 34 kementeriannya itu. Menurut Jokowi, ada sejumlah nama kementerian yang belum final. “Intinya kami ingin membangun kabinet yang kuat, yang siap menjalankan programprogram. Perubahan nama atau kementerian yang baru kami akan menyampaikan lain waktu, karena nama-namanya belum final betul. Setelah itu baru kami siapkan kriteria menteri seperti apa,” kata dia. Jokowi sempat menerima pertanyaan mengapa dirinya seolah sudah membagi jatah menteri untuk 16 partai politik, meskipun nama-nama kementeriannya belum selesai. Menjawab ini, Jokowi mengaku ingin memastikan lebih dulu seluruh pembantunya di kabinet berisi orang-orang profesional. “Ini pembagiannya agar semua dari profesional, cuma yang nonparpol lebih banyak,” ujar Jokowi. (MI/U4)


Pernik Pemilu

l

15 17 September 2014

Kisruh PPP Bukan soal Koalisi

P

ARTAI Persatuan Pembangunan (PPP) telah merampungkan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III. Rapat menghasilkan sejumlah poin, di antaranya mengukuhkan Emron Pangkapi sebagai ketua umum menggantikan Suryadharma Ali. Namun, partai berlambang Kakbah itu juga menegaskan pihaknya belum membahas arah koalisi. Sekretaris Jenderal PPP Muhammad Romahurmuziy menyampaikan dalam Rapimnas III tersebut seluruh peserta yang hadir sepakat untuk mendukung keputusan Rapat Pengurus Harian (RPH) DPP PPP ke-18 pada 9 September lalu yang memberhentikan dengan hormat Suryadharma Ali sebagai ketua umum DPP PPP masa bakti 2011—2015. “Seluruh peserta juga mendukung keputusan RPH ke-18 yang mengangkat Emron Pangkapi sebagai ketua umum DPP PPP masa bakti 2011—2015,” ujar Rommy di Hotel Aryadhuta, Jakarta Pusat, Senin (15/9). Disepakati juga, kata Rommy, ada amanat kepada DPP PPP di bawah kepemimpinan Ketua Umum Emron Pangkapi dan Sekretaris Jenderal M. Romahurmuziy untuk mendaftarkan perubahan susunan pengurus DPP PPP

ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). “Selanjutnya, mengamanatkan penyelenggaraan Mukernas sebagaimana diputuskan RPH DPP PPP 9 September pada waktu secepat-cepatnya yang dibolehkan dalam AD/ART PPP. Serta menginstruksikan kepada DPW PPP seluruh Indonesia untuk melaksanakan rapat pimpinan wilayah atau musyawarah kerja wilayah selambat-lambatnya 21 September 2014 untuk menyosialisasikan keputusan Rapimnas dan persiapan Mukernas IV PPP,” kata dia. Dalam Rapimnas III tersebut, lanjut Rommy, juga mengamanatkan kepada DPP PPP menerbitkan maklumat, pemberitahuan, dan instruksi kepada DPW dan DPC PPP untuk melaksanakan seluruh keputusan partai di bawah kepemimpinan Ketua Umum Emron Pangkapi dan Sekjen M. Romahurmuziy. “Rapimnas mendukung langkahlangkah yang dilakukan oleh pengurus harian DPP PPP dalam rangka mengamankan keputusan partai yang telah ditetapkan secara sah sesuai dengan AD/ART PPP demi menjaga harkat dan martabat partai,” kata dia. Pada kesempatan itu, Rommy juga membantah tudingan kubu pendukung

Suryadharma Ali, yang mengatakan Rapimnas III ilegal. Ia menegaskan rapat tersebut sudah sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) PPP. “Rapimnas ini dilaksanakan sesuai dengan AD/ART dan dihadiri oleh 29 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) seIndonesia. Selain itu, Rapimnas juga dihadiri para ketua Majelis DPP Partai, ketua Majelis Pertimbangan Syariah, dan ketua Majelis Pakar,” ujarnya. Sementara itu, Ketua Umum DPP PPP Emron Pangkapi mengatakan dalam Rapimnas III tersebut belum membahas arah koalisi PPP. Pihaknya juga menegaskan partainya ingin fokus terlebih dahulu melakukan konsolidasi DPW dan DPC menuju soliditas internal PPP. Lebih lanjut, mengenai pemberhentian Suryadharma Ali telah disampaikan kepada Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan Kiai Maimun Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, pada Jumat malam pekan lalu. Emron menuturkan Kiai Maimun dapat menerima keputusan pemberhentian Suryadharma dan berharap kepadanya bersama jajaran DPP PPP lainnya untuk kembali menjalankan roda organisasi partai. (MI/U4)


Geliat Antikorupsi

l

16 17 September 2014

Tradisi Isi Staf Khusus yang Rawan Korupsi

K

Refly Harun

EBERADAAN staf khusus menteri kembali menjadi sorotan setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menjadi tersangka kasus korupsi di kementerian yang ia pimpin. Staf khusus Jero, I Ketut Wiryadinata, patut diduga memiliki keterkaitan dengan kasus itu. Berdasarkan Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) No Kep-1019 /0123/09/2014, Ketut dicegah ke luar negeri selama enam bulan. Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, menyatakan staf khusus menteri memang rawan terlibat tindak pidana korupsi. Menurutnya, staf khusus yang tanpa kompetensi, tapi lincah dalam berkomunikasi bisa menjadi kolaborator dalam kasus korupsi. “Jika (orang) yang direkrut tanpa latar belakang jelas, tapi cukup lincah dalam berkomunikasi, itu bisa dilihat nantinya (terlibat korupsi atau tidak),” kata Refly di Jakarta. Sekadar informasi, Wiryadinata yang karib disapa Wir ialah sahabat Jero sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kedekatan di antara keduanya terus berlanjut ketika sama-sama mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Jero merupakan angkatan 1970, sedangkan Wir satu tingkat di bawahnya. Ketika Jero menjabat menteri pariwisata dan budaya, Wir menjabat staf khusus tepatnya pada 2006. Sejak itu, ia selalu mendampingi Jero hingga di Kementerian ESDM. Informasi terse-

but dikutip dari laman Ikatan Alumni ITB (http://www.ia-itb.org). Cegah Korupsi Refly menambahkan untuk menghindari terjadinya praktik korupsi, seorang menteri seharusnya merekrut staf khusus yang memiliki keahlian di bidang tertentu. “Staf khusus harus memiliki keahlian tertentu bekerja di bidang itu. Bukan yang hanya bisa bicara tanpa keahlian,” ujarnya. Refly optimistis tindak korupsi yang melibatkan staf khusus menteri dapat dicegah bila dibangun sistem yang antikorupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal tersebut, lanjutnya, dapat terealisasi karena staf khusus merupakan sebuah subsistem yang berada dalam sebuah bangunan sistem. “Staf khusus ini kan subsistem yang dibangun. Kalau kita bangun sistem yang anti-KKN, bisa saja (upaya pencegahan) itu berjalan,” ujarnya. Bukan kali ini saja staf khusus menteri ikut terbawa-bawa ketika sebuah kasus korupsi terkuak. Pada 2011, tiga staf khusus Menteri Muhaimin Iskandar, yakni Ali Mudhori, Sinduk Malik, dan M. Fauzi, juga pernah disebutsebut tersangkut kasus infrastruktur transmigrasi. KPK pun kini tengah gencar-gencarnya memeriksa Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini, Muamir Muin Syam. Muamir sejak 7 Juli lalu bahkan telah dicegah bepergian ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan. (MI/U1)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.