16 Halaman l Edisi XVI/2 - 8 Oktober 2013
7 l Peran Strategis Membangun Peradaban
T E R U J I T E P E R C AYA
Berburu Panggung
Kekuasaan Baru KEKUASAAN merupakan hal alami terhadap manusia yang diciptakan menjadi penguasa di bumi. Untuk itulah di Indonesia, termasuk di Lampung, para mantan pejabat kembali berburu panggung kekuasaan baru setelah pensiun. Salah satu ladang buruannya, yakni di panggung politik. Namun, meraihnya dengan ambisi tentu akan bernilai buruk saat kekuasaan itu diraih, menjadi arogan, otoriter atau bahkan serakah. Hal yang sama saat sejumlah periode atau rezim kekuasaan di Indonesia menjaring kekuasaan hingga daerah dan terus berupaya mempertahankannya dengan berganti-ganti panggung. Pada Pemilu 2014, setidaknya ada 10 mantan orang berkuasa dan duduk di kursi jabatan birokrat, maju menjadi calon anggota legislatif (caleg) di sejumlah partai politik. Mereka menjadi caleg untuk DPR ataupun DPRD Lampung, seperti mantan bupati Tamanuri yang maju dari Partai NasDem, mantan bupati Ahmadsyah Putra (NasDem), mantan wali kota Mozes Herman (PAN), dan mantan penjabat bupati Husodo Hadi (Demokrat). Ada juga mantan sekda Mundjidi Asmarantaka (PAN), mantan kepala BKD Thamrin Bachtiar (NasDem), mantan kepala Dinas Pertanian Bihikmi Soefian (PDI Perjuangan), dan mantan kepala Bidang Humas Polda dan Kasat Pol. PP Akmal Nesal (Hanura), serta mantan Wadir Intelkam Polda dan staf Menhut Yusril Hakim (PAN). Selain itu, ada juga yang sudah melanglang buana dari militer, birokrat, ke jalur legislatif, kini menjadi calon senator DPD, yakni Kolonel (Purn.) Sunardi. Jika ditanya tujuan mereka maju menjadi caleg, tak lain adalah untuk kembali berkiprah membangun daerahnya. Dengan cara memberi kontribusi dalam perencanaan pembangunan dari sisi legislasi. Itulah panggung baru mereka. “Untuk yang masih aktif, mereka harus tetap mengikuti ketentuan perundang-undangan,” kata Kapuspen Kemendagri Restuardy Daud, beberapa waktu lalu. (U1)
CMYK
Interupsi
l
2 2 Oktober 2013
Politik AMPI Hesma Eryani
DI era Orde Baru, singkatan ormas Angkata Muda Pembaruan Indonesia (AMPI), salah satu underbow Golkar, dipelesetkan menjadi anak, menantu, paman, dan istri. Singkatan ini muncul karena hampir di semua struktur kekuasaan (politik, pemerintahan, ekonomi, dan lainnya) semua diisi nyaris oleh sanak famili penguasa dan kroni–kroni terdekat mereka.
Wartawan Lampung Post
K
etika Orde Baru rontok dan orde reformasi muncul, orang berharap model AMPI ini terhapus. Namun, ternyata tidak, bahkan makin parah, khususnya di ranah politik. Di ranah pemerintahan, model AMPI perlahan tereliminasi. Namun, di dunia politik, tidak demikian, bahkan nyaris subur dan cenderung melahirkan politik dinasti. Lihatlah, jika ketua umumnya si A, dipastikan semua posisi strategis diisi orang terdekat si A. Jika posisi tidak diisi oleh sanak famili, keluarga terdekat dan kroni–kroni, dipastikan ada unsur gratifikasi dan kolusi di sana. Awam hanya bisa mengurut dada. Hem, kolusi, nepotisme, dan gratifikasi itu memang hal yang sangat menyenangkan karena (bagi pelaku and his/her gang) memudahkan urusan. Coba bayangkan, kalau kita berkolusi untuk suatu urusan, pasti deh cincai, elu suka, gue suka, deal-nya jelas, selesai deh. Asal tahu sama tahu, enggak perlu ngikuti aturan karena galibnya sesuatu yang bernama aturan pastilah penuh batasan–batasan yang terkadang tidak menyenangkan. Nepotisme? Apalagi dalam suatu organisasi/sistem sering kita menggunakan spoil system. Secara naluri kita akan memilih orang– orang yang kita kenal, kita percaya, untuk memperkuat posisi kita dan
agar organisasi berjalan lancar? Untuk memenuhi hal ini terkadang ukuran–ukuran atau persyaratan dan prosedur tidak perlu kita gunakan. Nepotisme lebih memberikan rasa aman ketimbang kita memilih orang yang tidak kita kenal track recod-nya dan karakternya meski secara fit and proper test ia layak. Apalagi fit and proper test lebih pada hal–hal berkaitan intelektual, sementara yang terkait karakteristik/kepribadian/behaviour sering terabaikan. Oleh karena itu, nepotisme menjadi pilihan demi keberlangsungan eksistensi kita. Soal gratifikasi, saya percaya menjadi salah satu impian ketika dua orang berjibaku merebut kekuasaan. Hasil gratifikasi jauh berlipat ganda ketimbang penghasilan/pendapatan resmi. Mana ada pejabat bisa kaya hanya lewat gaji? Mana ada wartawan atau guru bisa kaya tanpa gratifikasi luar biasa (faktanya memang wartawan dan guru enggak ada yang kaya). So, kalau kolusi, nepotisme, dan gratifikasi merebak, tentu saja sangat dapat dimaklumi. Impian kita bisa terwujud, privilese bisa kita peroleh manakala jalur ini kita pilih. Persoalannya, kolusi, nepotisme, dan gratifikasi hanya menguntungkan sebelah pihak (pelaku), tetapi merugikan dan menyakitkan pihak lain. Jamak dipahami pihak lain ini jumlahnya jauh lebih besar dari pihak pelaku.
Tidak hanya itu, dengan melakukan kolusi, nepotisme, dan gratifikasi kita bukan saja membunuh kesempatan atau hak orang–orang yang terbaik untuk memiliki haknya menduduki suatu jabatan atau posisi atau tempat, juga melecehkan dan merusak sistem, serta membunuh kompetensi sehat dan harapan indah banyak orang. Bayangkan ada jutaan orang terpinggirkan, orang–orang berpotensi tidak dapat menjadi PNS, menjadi mahasiswa Akabri/Akpol, IPDN, dan kepala daerah hanya karena mereka tidak memiliki jaringan untuk kolusi, nepotisme, dan kemampuan memberikan gratifikasi. Kemudian, bekerjalah sebagai ibadah dan jalan mengabdikan hidup kita pada-Nya. Komitmen ini menuntun kita tetap memiliki energi untuk bekerja, bahkan dalam situasi sangat menekan dan menyakitkan sekalipun. Komitmen ini insya Allah menjadi benteng untuk melakukan halhal dilarang norma dan agama, serta institusi pun terselamatkan karena moral menjadi sandaran dalam lembaga tempat kita bernaung. Kita bersemangat jika pekerjaan tidak lagi memberi uang, jabatan, atau apresiasi yang kita inginkan, setidaknya Allah telah mencatat setiap langkah kita dalam bekerja. Tuhan tidak pernah tidur. Suatu ketika, kita pasti memetik apa yang kita tanam.
T E R U J I T E P E R C AYA
Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Wakil Pemimpin Umum: Djadjat Sudradjat (Nonaktif). Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Redaktur Pelaksana: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti. Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Asisten Redaktur Pelaksana: D. Widodo, Umar Bakti Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Delima Napitupulu, Ricky P Marly, Fathul Mu’in. LAMPOST.CO Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman.
CONTENT ENRICHMENT Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Nani Hasnia. Desain Grafis Redaktur: DP. Raharjo, Dedi Kuspendi. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Ilustrator: Ferial, M. Irsyad MP. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampungpost.com e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/ SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, WARTAWAN LAMPUNG POST DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA ATAU MEMINTA IMBALAN DENGAN ALASAN APA PUN.
indeks : LAPORAN UTAMA Kepala Daerah yang . . .
4
GAGAS Mengurai Persepsi Masyarakat . . .
5
ORATOR Fokus Bekerja . . .
8
PILAR PPP Perjuangkan Kepentingan. . . 10 JEDA ‘Noda’ Bawa Demokrasi . . .
13
CMYK
Laporan Utama
l
3 2 Oktober 2013
Dulu Diminta Rezim Berpolitik, Sekarang Cari Sendiri PENCALONAN pejabat atau mantan pejabat harus mengikuti aturan tertulis, yakni perundang-undangan ataupun pernyataan langsung sebuah rezim. Namun, sekarang mereka harus mencari panggung sendiri untuk masuk dunia politik.
P
ada rezim Orde Baru, para pejabat birokrat diminta berpolitik praktis untuk memperkuat penguasa. Mulai dari camat menjadi pembina partai politik, terkait dirinya sebagai pembina wilayah. Namun, dia hanya menjadi pembina salah satu partai politik, yakni milik penguasa. Begitu seterusnya hingga tingkat jabatan yang lebih tinggi membuat jejaring yang kuat agar rezim tetap bertahan. Bahkan, seorang pejabat yang memasuki masa pensiun pun diminta tetap bertahan dalam lingkaran rezim. Caranya, dia didaftarkan menjadi calon anggota legislatif (Caleg). Dengan begitu, loyalitas yang diberikannya selama menjadi birokrat tak terputus usai pensiun. Namun, kini tidak. Pada pensiunan pejabat itu mencari panggung politiknya sendiri. Hal itu agar aktivitasnya masih terus berjalan di panggung baru sehingga tetap masuk dalam lingkaran kekuasaan. Di Lampung, dari 891 caleg yang diloloskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masuk daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2014, ada puluhan yang merupakan mantan pejabat. Baik pejabat dari birokrat dan anggota legislatif yang ingin meraih rendezvouz kekuasaan sebelumnya. Juga sejumlah pejabat politik yang ingin melebarkan wilayah kekuasaan, seperti anggota DPR kabupaten/kota
menjadi caleg DPRD provinsi, anggota DPRD provinsi menjadi caleh DPR. Kini juga menjadi tren seorang kepala desa yang rela mundur demi mencalonkan diri menjadi caleg. Mereka yang masuk jajaran 12 partai politik itu akan memperebutkan 85 kursi DPRD Lampung. Adapun jumlah caleg yang lolos dalam DCT, masingmasing dari NasDem 85 caleg, PKB (83), PKS (85), PDIP (83), Golkar (85), Gerindra (85), Demokrat (81), PAN (80), PPP (72), Hanura (79), PBB (34), dan PKPI (39). Akan tetapi, secara nasional, sejumlah kepala daerah yang aktif justru kini mencalonkan diri. Bahkan, keputusan pemberhentiannya masih terkatung-katung dan tidak ada pihak yang berkompeten dengan tegas mempercepat prosesnya. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengaku tidak ada lagi tenggat kepala daerah yang nyaleg segera memberikan kepastian resmi berhenti kepada KPU. Sebab, untuk masalah pemberhentian KPU terbentur dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). UU tersebut menyatakan pengunduran diri kepala daerah dilakukan melalui persetujuan DPRD. “Mekanismenya di kami (KPU) sudah selesai sebab dalam UU 8/2012 juga menyebut demikian. Selebihnya untuk masalah pemberhentian itu su-
dah masuk ranah UU Pemda,” kata Husni. Terkatungnya, pengunduran diri kepala daerah itu langsung disorot Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Koordinator Nasional JPRR M. Afifuddin mengatakan kerja KPU sangat minimalis. “Ketika persyaratan sudah dibuat lantas tidak melakukan verifikasi atas persyaratan yang dimaksud. Mestinya KPU dapat bersikap tegas jika memang ada caleg yang tidak memenuhi syarat termasuk yang masih berstatus kepala daerah aktif,” katanya. (U1)
Laporan Utama
l
4 2 Oktober 2013
Kepala Daerah yang ‘Nyaleg’
Harus Mundur pihaknya tidak merasa perlu mengirim surat agar kepala daerah yang bersangkutan diberhentikan. Soal ini KPU sudah sangat tahu. Usulan pemberhentian juga harus melalui mekanisme DPRD setempat. Ketika seorang kepala daerah mencalonkan diri sebagai anggota Dewan, ia harus mnyerahkan surat pengunduran diri dari jabatannya. Surat pengunduran diri itu menjadi dasar KPU untuk memprosesnya. Menurut Ardy, dalam revisi UU No. 32, pemberhentian kepala daerah diusulkan tidak melalui mekanisme paripurna DPRD agar lebih memudahkan. Karena UU tersebut masih dalam wacana, yang berlaku UU sekarang. Untuk itu, DPRD setempat harus memproses penghentiannya.
SEJUMLAH kepala daerah di Indonesia mencalonkan diri menjadi anggota DPR/DPRD. Sesuai ketentuan, mereka harus mengundurkan diri dari jabatannya.
N
amun, ternyata sampai saat ini masih saja ada kepala daerah yang belum mengundurkan diri, padahal mereka sudah jelas masuk daftar calon tetap (DCT). Salah siapa ini? Bagaimana tindakan Mendagri terhadap mereka? Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Restuardy Daud mengatakan sikap Mendagri sudah jelas bahwa mereka harus mundur. “Itu ketentuan perundang–undangan,” kata Ardy, panggilan Restuardy Daud, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut dia, pertanyaan yang harus dijawab adalah siapakah yang paling berhak memasukkan mereka ke DCT atau DCS? Jawabannya sudah jelas adalah KPU. Karena itu, KPU yang seharusnya melakukan filter terhadap kepala daerah yang masih aktif bertugas. Sementara itu, Mendagri hanya berwenang melakukan pemberhentian jika ada usulan, dan proses sudah selesai. “Soal dia masuk menjadi DCS atau DCT kan urusan KPU. Kalau KPU tetap memproses, itu kan risiko KPU,” katanya. Karena ketentuannya sudah jelas,
Manfaatkan Fasilitas Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M. Afifuddin mengatakan dikhawatirkan para kepala daerah yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif akan memanfaatkan fasilitas negara untuk keperluan kampanye. Afif menilai hal itu sebagai kelengahan KPU yang seolah-olah menerapkan persyaratan ketat, tapi ujung-ujungnya ada aturan lain yang belum tentu sejalan. “Begitu tidak ada surat pemberhentian, lantas apa dia sah jadi caleg?” kata dia. Hal itu belum dijawab oleh KPU. Menurut Afif, KPU seharusnya tidak hanya berharap ada laporan atau keberatan masyarakat. Kalau KPU tahu memang ada persyaratan yang belum terpenuhi, semestinya disampaikan ke publik sehingga tidak melempar masalah ke pihak lain. Afif juga menilai masalah DCT kepala daerah ini merupakan tanggung jawab Bawaslu yang seharusnya tidak tinggal diam. “Bawaslu terlalu pasif, hanya menunggu laporan dari masyarakat. Ini kritik kepada kedua penyelenggara pemilu kita yang mestinya bisa bertindak lebih profesional. Baik KPU atau Bawaslu kalau tak ada laporan dari masyarakat seakan menganggap semua baik-baik saja,” ujarnya. (HES/U1)
Gagas
l
5 2 Oktober 2013
Dulu Diminta Rezim Berpolitik, Sekarang Cari Sendiri PENCALONAN pejabat atau mantan pejabat harus mengikuti aturan tertulis, yakni perundang-undangan ataupun pernyataan langsung sebuah rezim. Namun, sekarang mereka harus mencari panggung sendiri untuk masuk dunia politik.
P
ada rezim Orde Baru, para pejabat birokrat diminta berpolitik praktis untuk memperkuat penguasa. Mulai dari camat menjadi pembina partai politik, terkait dirinya sebagai pembina wilayah. Namun, dia hanya menjadi pembina salah satu partai politik, yakni milik penguasa. Begitu seterusnya hingga tingkat jabatan yang lebih tinggi membuat jejaring yang kuat agar rezim tetap bertahan. Bahkan, seorang pejabat yang memasuki masa pensiun pun diminta tetap bertahan dalam lingkaran rezim. Caranya, dia didaftarkan menjadi calon anggota legislatif (Caleg). Dengan begitu, loyalitas yang diberikannya selama menjadi birokrat tak terputus usai pensiun. Namun, kini tidak. Pada pensiunan pejabat itu mencari panggung politiknya sendiri. Hal itu agar aktivitasnya masih terus berjalan di panggung baru sehingga tetap masuk dalam lingkaran kekuasaan. Di Lampung, dari 891 caleg yang diloloskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masuk daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2014, ada puluhan yang merupakan mantan pejabat. Baik pejabat dari birokrat dan anggota legislatif yang ingin meraih rendezvouz kekuasaan sebelumnya. Juga sejumlah pejabat politik yang ingin melebarkan wilayah kekuasaan, seperti anggota DPR kabupaten/kota
menjadi caleg DPRD provinsi, anggota DPRD provinsi menjadi caleh DPR. Kini juga menjadi tren seorang kepala desa yang rela mundur demi mencalonkan diri menjadi caleg. Mereka yang masuk jajaran 12 partai politik itu akan memperebutkan 85 kursi DPRD Lampung. Adapun jumlah caleg yang lolos dalam DCT, masingmasing dari NasDem 85 caleg, PKB (83), PKS (85), PDIP (83), Golkar (85), Gerindra (85), Demokrat (81), PAN (80), PPP (72), Hanura (79), PBB (34), dan PKPI (39). Akan tetapi, secara nasional, sejumlah kepala daerah yang aktif justru kini mencalonkan diri. Bahkan, keputusan pemberhentiannya masih terkatung-katung dan tidak ada pihak yang berkompeten dengan tegas mempercepat prosesnya. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengaku tidak ada lagi tenggat kepala daerah yang nyaleg segera memberikan kepastian resmi berhenti kepada KPU. Sebab, untuk masalah pemberhentian KPU terbentur dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). UU tersebut menyatakan pengunduran diri kepala daerah dilakukan melalui persetujuan DPRD. “Mekanismenya di kami (KPU) sudah selesai sebab dalam UU 8/2012 juga menyebut demikian. Selebihnya untuk masalah pemberhentian itu su-
dah masuk ranah UU Pemda,” kata Husni. Terkatungnya, pengunduran diri kepala daerah itu langsung disorot Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Koordinator Nasional JPRR M. Afifuddin mengatakan kerja KPU sangat minimalis. “Ketika persyaratan sudah dibuat lantas tidak melakukan verifikasi atas persyaratan yang dimaksud. Mestinya KPU dapat bersikap tegas jika memang ada caleg yang tidak memenuhi syarat termasuk yang masih berstatus kepala daerah aktif,” katanya. (U1)
CMYK
Perempuan
l
6 2 Oktober 2013
Manfaat Perempuan Berpolitik Harus Dirasakan Masyarakat PEREMPUAN yang mengambil jalur politik sebagai salah satu jalan pengabdian dituntut mampu memerankan dua peran sekaligus, yakni mengurus dan membesarkan partai serta membina keluarga. Selain itu, manfaat dari peran perempuan di politik juga harus bisa dirasakan masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
P
Khairuna Arfalah Lahir : Kotabumi, 2 Februari 1982 Suami : Ibadurrahman Anak : - Muhammad Shidqy Al Faruq - Hifzha Huda Robbani Pendidikan : - MIN 1 Kotabumi - MTsN 1 Kotabumi - SMKN 1 Kotabumi - S-1 Universitas Lampung - S-2 IAIN Raden Intan Lampung Aktivitas : - Pengelola Majelis Taklim dan Sekolah Ibu Salimah Terpadu (Sister) - Dosen STAI Ibnu Rusyd Lampung Utara - Ketua Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) - Wirausahawan muda, pemilik Griya Shidqy - Ketua PD Persaudaraan Muslimah (Salimah) Lampung Utara - Bidang Kajian Muslimah Dewan Dakwah Islam Indonesia Lampung Utara - Pelatih dan narasumber pelatihan pada organisasi kepemudaan dan sosial kemasyarakatan.
rinsip berpolitik agar peranannya bisa dirasakan oleh masyarakat tempat tinggalnya itu berusaha dipegang oleh politikus perempuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Khairuna Arfalah. Menurutnya, perempuan memiliki potensi yang luar biasa jika mampu memaksimalkan waktu. Hal itulah yang mendorongnya terlibat aktif dalam berbagai organisasi, baik partai, organisasi kepemudaan, dan organisasi sosial kemasyarakatan. “Dengan terlibat aktif di partai, politikus perempuan juga harus aktif di organisasi masyarakat agar peranan kita bisa dirasakan secara langsung,” kata Khairuna. Ketua Pengurus Daerah Persaudaraan Muslimah (Salimah) Lampung Utara itu mengatakan perempuan yang berpolitik tidak hanya mengurusi politik semata, tetapi juga berperan aktif bersama masyarakat. Seperti aktif di majelis taklim, membina remaja dan anak-anak, serta membantu menyelesaikan persoalan yang sedang dialami masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. “Perempuan punya peran publik dan peran domestik. Jika kita bisa memanfaatkannya, itu adalah kebahagiaan yang luar biasa. Peran itu yang sedang dimaksimalkan oleh perempuan PKS,” ujar caleg DPRD Lampung nomor urut 3 daerah pemilihan Lampung Utara dan Way Kanan itu. Semangat ingin maju dan membangun bersama-sama masyarakat itu dilakukannya dengan membentuk kelompok-kelompok Sekolah Ibu Salimah Terpadu (Sister) di daerahnya sebagai bentuk kontribusi bagi pengembangan potensi perempuan dan mewujudkan kemandirian perempuan di berbagai sektor. Mengingat ibu cerdas akan menjadikan anak dan keluarga berkualitas, ketika berkumpul dengan keluarga-keluarga berkualitas, secara otomatis masyarakat yang berkualitas pun akan mudah diwujudkan. “Politik tidak semata-mata soal pemerintahan. Namun, dengan aktivitas-aktivitas sosial itu manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Itu juga bagian dari politik,” kata dia. Selain sebagai caleg DPRD Lampung, Khairuna saat ini diamanahi mengelola ratusan kelompok majelis taklim yang tersebar di seluruh penjuru Lampung Utara. Berbagai program dan kegiatan diselenggarakan, baik pelatihan, seminar, bakti sosial, serta program-program pemberdayaan kaum perempuan lainnya. Peranan itu bisa lebih ditingkatkan jika dia dipercaya oleh masyarakat untuk memperjuangkannya di legislatif. “Semua aktivitas yang kita lakukan ketika manfaatnya bisa dirasakan masyarakat itu juga bagian dari politik. Terlebih jika kita mampu memperjuangkan kepentingan masyarakat itu melalui kebijakan-kebijakan di DPRD,” ujarnya. (FATHUL MUIN/U1)
CMYK
Perempuan
l
7 2 Oktober 2013
Peran Strategis Membangun Peradaban PEREMPUAN memiliki peran strategis bukan hanya dalam membentuk generasi bangsa yang berkualitas, melainkan juga dalam berbangsa dan bernegara, terlebih dalam pembangunan peradaban manusia.
P
Fatikhatul Khoiriah
Linda Amalia Sari
Rahayu Saraswati
ascareformasi ini banyak perempuan yang sudah berperan langsung dalam pembangunan, baik dalam dunia politik, pendidikan, juga ekonomi. “Bagi saya, jenis kelamin perempuan bukan menjadikan perempuan lemah atau tertinggal, melainkan justru menjadi bonus jika bisa mengaktualisasikan kompetensinya sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi bangsa,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung Fatikhatul Khoiriah, beberapa waktu lalu. Menurut dia, modal utama bagi perempuan untuk terjun ke dunia politik yang terkesan keras adalah kepercayaan diri, kecerdasan, dan kesantunan dalam bersikap. Nilai-nilai kasih sayang yang dimiliki perempuan bisa menjadikan dinamika politik lebih soft (lembut) dan menyenangkan. Dia menyebutkan banyak perempuan yang sukses dalam bidangnya masingmasing. “Misalkan, kita pernah memiliki presiden perempuan, Megawati, dan kita punya ekonom perempuan, Sri Mulyani. Belum lagi para pejuang perempuan tempo dulu, seperti Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, dan lainnya. Di Lampung, kita punya banyak tokoh perempuan yang juga luar biasa, ada Mba Lela, ketua Komnas HAM. Ada anggota DPR perempuan dari Lampung,” ujar dia. Bahkan, dalam Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera diungkapkan keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari suami dan istri dengan anaknya atau ibu dengan anaknya atau ayah dengan anaknya. Dari batasan tersebut, peran seorang ibu dalam lingkup domestik atau dalam lingkup keluarga memiliki entitas pengabdian yang tinggi. Dalam konteks yang demikian itu, peran seorang ibu dalam
memaksimalkan fungsi keluarga menjadi makin penting untuk mendapatkan perhatian khusus. “Kiprah perempuan Indonesia di berbagai bidang pun dalam mengisi kemerdekaan sudah tidak diragukan lagi. Salah satu bidang peran perempuan sangat menonjol adalah di bidang kemanusiaan,” ujar Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari. Ia mengemukakan semenjak masa perang kemerdekaan, banyak perempuan yang tergabung secara sukarela sebagai anggota Palang Merah yang bertugas mengobati para pejuang yang terluka saat berperang. Selain itu, menurut dia, peran perempuan dalam menyediakan pelayanan logistik bagi para pejuang kemerdekaan juga memberikan andil yang besar dalam meningkatkan semangat dan tekad untuk selalu berjuang mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Semangat kemanusiaan dalam diri perempuan pejuang kemerdekaan perlu dihidupkan dan dibangkitkan kembali di masa kini. Tanggapan lainnya dari politikus perempuan asal Gerindra, Rahayu Saraswati. Dia mengaku sedih setiap kali ketika membicarakan masalah perempuan di Indonesia. “Saya sedih menyaksikan perempuan Indonesia dan anak-anak selalu menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” ujar dia. Putri Hashim Djojohadikusumo, yang biasa disapa Sara, ini percaya pada prinsipnya perempuan itu multitasking dan sangat kuat. Namun, karena peran domestiknya, terutama pada ibu rumah tangga, yang berat yang dikebiri dengan hak preogatif suami dan bapak, banyak perempuan menjadi tergantung. “Ketika hak-haknya terabaikan seperti mengalami musibah atau perceraian, mereka merasa tidak berdaya.” (EKA SETIAWAN/U1)
CMYK
Orator
l
8 2 Oktober 2013
Fokus Bekerja
untuk Rakyat
POLITIK bukan sebuah retorika atau sekadar permainan lips service dalam mencari simpati rakyat. Politikus sejati, seperti halnya anggota legislatif, wajib memberikan hasil nyata yang bermuara jelas untuk kepentingan rakyat.
P
rinsip inilah yang selalu dipegang teguh anggota Komisi IV DPR, Sudin. Baginya, tidak ada kamus untuk bermain-main dengan amanat rakyat. “Saya komitmen, hanya fokus bekerja untuk rakyat. Tidak ada bargaining apa pun dari semua yang telah saya lakukan. Saya percaya, jika menyangkut masalah pilihan, rakyat bisa menilainya secara bijak,” kata Sudin, Sabtu (28-9). Ketua Bendahara DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Lampung ini mengatakan tugasnya sebagai anggota legislatif tidak hanya bertanggung jawab kepada konstituen, tetapi juga kepada Tuhan. Sebab itu, kepercayaan yang telah diberikan wajib dibayar tuntas dengan perjuangan dan kerja
keras dalam membela kepentingan rakyat. “Sebelum dilantik sebagai anggota DPR, saya telah bersumpah dan berjanji untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili. Tentu saja, saya tidak ingin menodai kepercayaan yang telah mereka berikan,” ujar dia. Dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota legislatif, Sudin mengaku lebih senang untuk turun langsung bertemu dengan rakyat, terutama konstituennya di daerah pemilihan (DP) Lampung I, yang mencakup Bandar Lampung, Lampung Barat, Tanggamus, Pringsewu, Metro, Pesawaran, Lampung Selatan, dan Pesisir Barat. Sudin menilai komunikasi tatap muka secara langsung dengan konstituen dapat menjalin ikatan emosional yang lebih erat. Selain
Sudin Lahir Istri Anak
: Panjang, 15 November 1964 : Jo Lin Sumbardi : -Sherly -Marscia Andriani -Veronica Valencia Alamat : Jalan Yos Sudarso, Pidada II, Panjang Utara, Bandar Lampung Pendidikan : -SD Negeri 01 Panjang, 1979 -SMP Persiapan Panjang, 1982 -SMA Utama 2 Tanjungkarang, 1985 -S-1 STIE PBM Jakarta, 2009 Organisasi : -OSIS SMA Utama 2 Tanjungkarang -Bendahara DPD PDI Perjuangan Lampung, 2010—sekarang -PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia) Pekerjaan
: -Anggota DPR/MPR RI 2009—2014 -Komisaris PT Gindo Mitra Pratama, Jakarta, 2008 -Direktur PT Cahaya Dewata Persada, Jakarta, 1999 -Komisaris PT Gindo Jaya Mitra Abadi, Jakarta, 1997 -Direktur PT Gindo Jaya Mitra Abadi, Jakarta, 1993 -Direktur PT Langgeng Cakra Lestari -Area Manager PT Wira Niaga Langgeng, Jakarta, 1989 -Area Manager PT Sungai Budi, Jakarta, 1986
itu, dirinya juga bisa mengetahui secara detail beragam persoalan yang sedang melilit rakyat. “Saya selalu rutin turun langsung menemui konstituen karena disinilah saya bisa mengetahui masalah yang ada dan sekaligus bisa segera mencarikan solusinya.” Menurut Sudin, selama duduk di Komisi IV DPR yang menangani bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan, banyak persoalan di Lampung yang telah berhasil diselesaikan dengan baik. Ia mencontohkan kendala rehab saluran irigasi di Way Sragi kini sudah tertangani dengan baik. Lalu, pemberian beasiswa bagi siswa SMP pada tiga kecamatan di Lampung Selatan, yakni Jatiagung, Merbaumataram, dan Tanjungbintang, serta pembangunan dermaga di Tanggamus dan bantuan peralatan pertanian di Pesisir Barat kini sudah bisa dinikmati para nelayan dan petani. “Apa yang saya perjuangkan untuk mengatasi persoalan yang membebani rakyat harus ada progres. Bersyukur, sejauh ini sebagian besar masalah bisa selesai dengan baik,” ujar satu-satunya wakil Lampung yang duduk di Komisi IV DPR ini. Jika infrastruktur pendukung sektor pertanian tersedia dengan baik, Sudin optimistis sektor unggulan di Lampung ini akan makin solid menjadi tulang punggung stok pangan nasional. “Ini yang akan selalu saya perjuangkan. Saya akan buktikan itu kepada rakyat, seperti halnya apa yang telah saya lakukan selama ini,” ujar ayah tiga putri ini. Hal ini pulalah yang kemudian menjadi salah satu alasan Sudin untuk kembali mencalonkan diri sebagai calon legislatif di DPR dari DP Lampung I pada 2014. Ia berharap apa yang telah dan akan dilakukannya sebagai wakil rakyat bisa selalu bermanfaat dan memberikan hasil positif bagi kesejahteraan rakyat. “Sebuah kebanggaan bagi saya jika apa yang saya perjuangkan bisa bermanfaat bagi rakyat,” kata dia. (IYAR JARKASIH/U1)
CMYK
Orator
l
9 2 Oktober 2013
Olahragawan Jadi Politikus, Menjadikan Politik
Lebih Sportif dan Lincah
TAK sedikit olahragawan sukses berkarier di parlemen. Sebab, nilai-nilai sportivitas dan kelincahan yang selalu dijunjung tinggi mampu menggadang karakter seseorang untuk lebih mudah dalam bergaul dan diterima masyarakat.
M
Ferri Frisal Parinusa Lahir Alamat
: Jakarta, 26 Juni 1970 : Jl. Dr. Harun 2, Kotabaru, Bandar Lampung
Riwayat Organisasi: - Ketua PAC PD Tanjungkarang Timur (2008—2013) - Wakil Ketua I DPC PD (2011—2016) - Ketua Fraksi PD DPRD Bandar Lampung
eski sebenarnya politik dan olahraga berbeda karena politik identik dengan culas yang menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan, sementara olahraga cenderung kooperatif, keduaduanya membutuhkan energi dan waktu ekstra untuk meraih kemenangan. Sebut saja Ferri Frisal Parinusa, yang kini menjabat sebagai ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Bandar Lampung. Sebelum sukses di karier politik, dia adalah salah satu atlet sofbol yang pertama kali mampu mengantarkan olahraga ini menjadi salah satu cabang olahraga dari Lampung di kancah Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-12 pada 1989 lalu. Sejak kecil, Sekretaris Komisi A DPRD Lampung ini sudah hobi menggeluti olahraga, seperti sepak bola, bulu tangkis, dan sofbol. Hanya dirinya lebih jatuh cinta pada sofbol. “Olahraga yang saya suka pertama kali waktu saya kecil sepak bola, bulu tangkis. Ketika saya tamat SD, saya mulai berlatih sofbol. Akhirnya saya tertarik dan bisa dikatakan jatuh cinta dengan olahraga ini. Dengan sungguh-sungguh saya tekuni sampai pada 1986, saya memperkuat tim sofbol junior Provinsi Lampung yang diadakan di Jakarta,” kata dia di sela-sela aktivitasnya sebagai wakil rakyat, kemarin. Tak sampai di situ saja, dia terus mengikuti semua kejuaraan junior hingga akhirnya pada 1989 dia bersama timnya lolos di PON 12. “Itulah pertama kali sofbol putra Lampung lolos di PON dan itulah pencapaian terbaik saat itu. Meski kami tak dapat medali, saya bangga dengan pencapaian prestasi itu karena PON itu hajat yang paling ditunggu di Indonesia ini,” ujarnya.
Dari olahraga ini, Ferri mengaku memiliki pergaulan yang luas dan mempelajari karakter setiap orang. “Saya belajar bagaimana menghadapi teman sedang emosi, sedih, frustrasi, gembira, dan galau. Bagaimana kita mengemas itu dalam suatu persahabatan kekal dan abadi. Karena dengan dasar itu timbul team work,” kata dia. Menurut dia, melalui seorang olahragawan, Allah swt. telah menjadikannya pandai berkomunikasi dan lebih arif serta bijaksana dalam melihat suatu persoalan. “Saya menggeluti olahraga ini dari 1982 sampai sekarang ini. Ternyata selama puluhan tahun ini Allah memberikan ilmu kepada saya lewat interaksi dengan orang lain, secara tidak langsung memahami karakter seseorang, interaksi dan komunikasi dengan orang, tanpa saya sadar ternyata ini membuat saya belajar menyikapi sesuatu dengan arif dan bijaksana. Ini jadi modal saya ketika duduk di parlemen,” kata dia. Karena kecintaannya akan olahraga, berbekal jabatan di parlemen, menjadi poin penting baginya untuk meningkatkan olahraga di Bandar Lampung, khususnya dengan memperjuangkan agar olahraga mendapatkan porsi anggaran yang cukup sehingga setiap atlet bisa berlatih dengan fasilitas lengkap. “Alhamdulillah selama periode kemarin, perhatian Pemkot ada terhadap olahraga. Dan itu memang ada di hibah KONI yang menaungi induk-induk olahraga ini. Ada kegiatan pembinaan berupa kejuaraan maupun internal. Saya berusaha sekuat mungkin agar tahun demi tahun anggaran olahraga bisa terus ditingkatkan. Karena olahraga bisa menjadi hal yang dapat mengangkat harkat derajat bangsa ini,” ujar Ferri yang sudah periode kedua di DPRD Bandar Lampung. Baginya, berpolitik harus bisa mengikuti ritmenya dan yang terpenting bisa berpolitik yang santun, cerdas, dan bersih. Politik ini baginya menjadi sarana dan wadah untuk memperjuangkan rakyat. (EKA SETIAWAN/U1)
CMYK
Pilar
l
10 2 Oktober 2013
PPP Perjuangkan Kepentingan atau Ditinggalkan Umat PARTAI Persatuan Pembangunan (PPP) khawatir akan hilang dari percaturan politik Indonesia setelah Pemilu 2014. Sebab, satusatunya partai penghuni parlemen yang berasaskan Islam itu kini makin kendur dukungan.
K
etua Umum PPP Suryadharma Ali mengatakan umat Islam besar jumlahnya, tetapi tidak bersatu sehingga kurang berguna. “Karena itu, mari bersatu dan kembali ke PPP. Bagi petugas, tolong jaga TPS agar suara PPP tetap aman tanpa dicurangi,” kata dia. Suryadharma mengingatkan jika PPP hilang dari parlemen, secara tidak langsung umat Islam juga tidak akan memiliki suara secara politik. Dia mengklaim PPP telah memperjuangkan berbagai suara ketidakadilan umat Islam. Misalnya, bagaimana PPP memperjuangkan nilai keislaman yang berlindung atas nama kebebasan beragama. “Kasus Ahmadiyah, PPP di parlemen berkomitmen kuat kalau Ahmadiyah menyimpang dari Islam.” Namun, ada suara-suara di parlemen yang ingin memperjuangkan kebebasan keyakinan Ahmadiyah. Jika ini tidak dikawal dengan baik oleh PPP, ujar dia, nilai keyakinan Islam akan tercemar. Ini yang ia khawatirkan ketika PPP hilang dari kancah politik di Indonesia. Ia mengakui PPP memang masih perlu pembenahan internal dan eksternal. Namun, bukan berarti umat Islam harus meninggalkan PPP. “Kalau kader PPP kurang islami, itu karena kiainya masih berada di
luar PPP. Karena itu, mari pak kiai dan masyarakat, kita ajak kiai bersama kembali ke PPP,” ujar dia. Ia bahkan sampai harus keluarmasuk pesantren untuk mengajak kiai kembali ke PPP. Karena itu, tidak ada alasan bagi para kiai untuk tidak kembali ke PPP. Sementara jumlah pemilih loyal dan fanatik PPP, yang umumnya telah berusia lanjut, makin menurun. Wakil Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa mengaku khawatir hal itu dapat menurunkan raihan suara dalam Pemilu 2014. “Pemilih loyal PPP turun karena termakan usia,” kata dia. Menurut dia, ancaman makin rendahnya suara PPP diperparah dengan keberadaan pemilih muda rasional yang belum terlalu men-
genal PPP. Untuk mengatasi hal itu, ujar Suharso, seluruh kader PPP harus fokus dalam mendekati masyarakat, terutama caleg di daerah pemilihan masing-masing. Secara konkret, kata dia, seluruh kader harus dapat menyusun rencana kerja untuk mendekatkan dan makin memperkenalkan PPP ke tengah masyarakat. “Tanpa perencanaan, berarti Anda tidak serius.” Dia menegaskan seluruh kader, terutama caleg, harus menunjukkan militansi dengan memaksakan diri untuk memenangkan PPP. Salah satu upaya yang perlu dilakukan ialah mendekati masyarakat dengan agenda yang hilang dari parpol selama ini, yakni pendidikan politik. (U1)
CMYK
Jejak
l
11 2 Oktober 2013
Menteri ‘Maraton’, Pencetus Negara Kepulauan SOSOK yang dikenal dengan Haji Juanda terlahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 14 Januari 1911. Dia merupakan Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir dan namanya diabadikan menjadi nama Bandar Udara Djuanda Surabaya.
D
i kalangan pers, tokoh ini dijuluki “menteri maraton” karena sejak awal kemerdekaan (1946) sudah menjabat sebagai Menteri Muda Perhubungan sampai menjadi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (1957— 1959). Kemudian menjadi menteri pertama pada masa Demokrasi Terpimpin (1959— 1963). Dari 1946 sampai meninggalnya pada 1963, dia menjabat sekali sebagai menteri muda, 14 kali sebagai menteri, dan sekali menjabat perdana menteri. Juanda merupakan anak pertama pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat, ayahnya seorang mantri guru pada Hollandsch Inlansdsch School (HIS). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di HIS dan kemudian pindah ke sekolah untuk anak orang Eropa Europesche Lagere School (ELS), tamat 1924. Selanjutnya oleh ayahnya dimasukkan ke sekolah menengah khusus orang Eropa, yaitu Hogere Burger School (HBS) di Bandung dan lulus 1929. Kemudian Juanda masuk ke Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hooge School) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, mengambil jurusan teknik sipil dan lulus 1933. Semasa mudanya, Djuanda hanya aktif dalam organisasi nonpolitik, yaitu Paguyuban Pasundan dan anggota Mu-
hamadiyah, dan pernah menjadi pimpinan sekolah Muhamadiyah. Karier selanjutnya dijalaninya sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Barat, Hindia Belanda, sejak 1939. Dia memilih mengajar di SMA Muhammadiyah di Jakarta dengan gaji seadanya. Padahal, kala itu dia ditawari menjadi asisten dosen di Technische Hogeschool dengan gaji lebih besar. Setelah empat tahun mengajar di SMA Muhammadiyah Jakarta, pada 1937 Djuanda mengabdi dalam di-
Deklarasi Djuanda Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada 13 Desember 1957 Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja. Ketetapan itu menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeen en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam pera-
nas pemerintah di Jawaatan Irigasi Jawa Barat. Djuanda sempat ditangkap tentara Belanda saat Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Dia dibujuk agar bersedia ikut dalam pemerintahan Negara Pasundan. Tetapi dia menolak. Dia seorang abdi negara dan masyarakat yang bekerja melampaui batas panggilan tugasnya.
turan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau itu. Deklarasi Djuanda menyatakan Indonesia menganut prin-
R. Djoeanda Kartawidjaja sip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya, luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar (kecuali Irian Jaya), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut. Setelah melalui perjuangan yang panjang, deklarasi ini pada 1982 dapat diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB III Tahun 1982 (United Nations Convention on The Law of The Sea/ UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU No. 17/1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. (U1)
Luber
l
12 2 Oktober 2013
Menentukan Siapa yang Berhak Memilih (1) DALAM menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) tentunya ada sejumlah penetapan terkait pemilih. Tolok ukur pemilih itu diatur agar dapat diseleksi bahwa pemilih adalah warga dewasa dan ditetapkan dalam UU No. 8/2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Terkait pembuatan daftar pemilih itu, diatur pada:
tugas dan tata kerja pantarlih diatur dalam peraturan KPU.
Pasal 34 (1) KPU kabupaten/kota melakukan pemutakhiran data pemilih berdasarkan data penduduk potensial pemilih pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Ayat (5). (2) Pemutakhiran data pemilih oleh KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diselesaikan paling lama 4 (empat) bulan setelah diterimanya data penduduk potensial pemilih pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Ayat (6). (3) Dalam melaksanakan pemutakhiran data pemilih, KPU kabupaten/ kota dibantu oleh pantarlih, PPS, dan PPK. (4) Dalam melaksanakan pemutakhiran data pemilih, pantarlih memberikan kepada pemilih tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih. (5) Hasil pemutakhiran data pemilih digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara.
Bagian Keempat Penyusunan Daftar Pemilih Sementara
Pasal 35 (1) Pantarlih terdiri atas perangkat desa atau nama lain/kelurahan, rukun warga, rukun tetangga atau nama lain, dan/atau warga masyarakat. (2) Pantarlih sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh PPS. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pasal 36 (1) Daftar pemilih sementara disusun oleh PPS berbasis domisili di wilayah rukun tetangga atau nama lain. (2) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) disusun paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya pemutakhiran data pemilih. (3) Daftar pemilih sementara diumumkan selama 14 (empat belas) hari oleh PPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat. (4) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), salinannya harus diberikan oleh PPS melalui PPK kepada yang mewakili peserta pemilu di tingkat kecamatan sebagai bahan untuk mendapatkan masukan dan tanggapan. (5) Masukan dan tanggapan masyarakat dan peserta pemilu sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) dan Ayat (4) diterima PPS paling lama 21 (dua puluh satu) hari sejak daftar pemilih sementara diumumkan.
(6) PPS wajib memperbaiki daftar pemilih sementara berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat dan peserta pemilu paling lama 14 (empat belas hari) sejak berakhirnya masukan dan tanggapan masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada Ayat (5). Pasal 37 (1) Daftar pemilih sementara hasil perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Ayat (6) diumumkan kembali oleh PPS selama 7 (tujuh) hari untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat dan peserta pemilu. (2) PPS wajib melakukan perbaikan terhadap daftar pemilih sementara hasil perbaikan berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat dan peserta pemilu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari setelah berakhirnya pengumuman. (3) Daftar pemilih sementara hasil perbaikan akhir sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) disampaikan oleh PPS kepada KPU kabupaten/ kota melalui PPK untuk menyusun daftar pemilih tetap. ď Ž
Jeda
l
13 2 Oktober 2013
‘Noda’ Bawa Demokrasi Indonesia ke Jalan Sesat NODA yang terpelihara tentu akan semakin membawa keburaman dalam waktu panjang. Begitulah gambaran demokrasi Indonesia yang sudah ternoda menuntun ke dalam jalan sesat.
M
antan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. mencontohkan saat awalawal reformasi terdapat pemilihan di sebuah kabupaten di Yogyakarta. Calon yang lemah bisa menang karena ternyata mengeluarkan kocek bayaran. “Untuk anggota DPRD. Di karantina di hotel. Yang tadinya tak pantas, jadilah bupati saat itu. Pemilu tahun 1999 juga, kebablasan melahirkan kebebasan yang berlebih,” kata dia. Namun, Mahfud mengakui era reformasi selama 15 tahun membawa kemajuan yang cukup signifikan. Dulu, kata dia, demokrasi berjalan semu di mana pemerintahan yang timbul saat itu hegemoni dikuasai Golkar dan tak ada hak yang substantif bagi rakyat untuk mengekspresikan diri. “Kalau mau reformasi harus dimulai dari reformasi politik. Muncul dari kekuasaan politik, yang menggumpal. Politik yang mau kita reformasi, kesepakatannya pada waktu itu adalah amendemen UUD 1945,” katanya. Mahfud menilai dulu UUD 1945 yang asli ternyata di dalam faktanya telah melahirkan otoriterisme. Itu sebabnya, parpol-parpol pada saat itu menya-
takan agenda utama reformasi adalah amendemen UUD 1945. “Apakah amendemen ini bawa hasil atau tidak, sebenarnya beberapa catatan positif, dari era reformasi, pemilu sekarang jauh berjalan lebih demokratis dibanding era Orde Baru. Namun, demokrasi saat ini banyak transaksi besar, demokrasi transaksional. Demokrasi yang dicapai karena orang mampu membayar,” ujarnya. Lain lagi yang diutarakan pengamat politik Yunarto Wijaya. Menurutnya, budaya demokrasi di Indonesia setelah reformasi pada 1998 masih saja “mendewakan” tokoh-tokoh partai atau demokrasi kultus. “Kita masih terjebak dalam budaya demokrasi pop atau demokrasi kultus,” kata Yunarto.
Dia menjelaskan demokrasi kultus ini juga yang menyebabkan banyaknya swing voters dalam beberapa kali pemilihan umum dan pemilihan tingkat daerah. “Dalam sebuah hasil studi, terlihat sejak 1998 interaksi parpol dengan masyarakat hanya di kisaran 16%, paling tinggi hanya mencapai 30% saja,” kata dia. Kondisi itu juga menunjukkan peran pentingnya media dalam membingkai pemberitaan politik. Seharusnya media tidak hanya mengedepankan sisi sensasionalnya saja, tetapi yang lebih substansial. “Sebenarnya figur politik jangan hanya terlena dengan medium pemberitaan media, tetapi lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat, bukan menganggap diri mereka sendiri sebagai iklan,” ujarnya. (U1)
CMYK
Jeda
l
14 2 Oktober 2013
Sengketa Pemilu sebagai Bentuk Demokrasi DEMOKRASI memang membuka ruang bagi segala ketidaknyamanan dan rasa tak puas dari para pesertanya sehingga perlu ada kepastian hukum untuk menengahi adanya perbedaan pendapat persepsi itu. Untuk itulah Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk.
K
etua MK Akil Mochtar mengatakan banyaknya sengketa pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang terjadi dinilai merupakan demokrasi benar-benar berjalan di Indonesia. “Justru itu menunjukkan kita negara demokrasi, semua proses demokrasi, harus dilihat sebagai semua proses demokrasi,” kata dia. Pemilihan langsung, kata Akil, merupakan bentuk demokrasi formal dari sebuah negara yang mengakui demokrasi berdasarkan asas hukum. Pemilu yang dilaksanakan adalah setiap lima tahun sekali dan dijamin dalam UUD 1945 yang dijalankan berdasarkan prinsip langsung umum bebas rahasia, jujur, dan adil. Untuk menyelesaikan sengketa pilkada tersebut, lanjut Akil, dibutuhkan suatu peradilan konstitusi. Walau beberapa pihak mengklaim sebagai pe-
menang pemilukada, sengketa tersebut akan dibuktikan di pengadilan. “Ya biasa itu, namanya orang tanding, tapi nanti kan kita buktikan di peradilan,” kata Akil. Kesempurnaan demokrasi di Indonesia itu pun dapat nyata dirasakan kini. Bahkan, kualitas demokrasi di Indonesia telah mengalahkan negara lain, terutama Amerika Serikat (AS) yang selalu disebut “mbahnya” demokrasi. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama mengatakan demokrasi dan pluralisme di Indonesia jauh lebih hebat daripada di Amerika Serikat. Di Indonesia, terbukti minoritas bisa jadi pemimpin. Di AS yang katanya demokratis saja belum tentu bisa. Dia sempat berdebat dengan senator dan para politikus AS soal ini. “Tidak ada masalah soal agama
di sini. Bahkan bisa jadi, demokrasi kami lebih baik dari Amerika. Kalau Obama muslim mungkin belum tentu beliau terpilih. Di Belitung yang penduduknya 93% muslim bisa pilih saya jadi bupati. Nah, maka itu demokrasi kita berarti lebih hebat,” kata Ahok dalam sejumlah kesempatan. Ahok menjelaskan dahsyatnya kata-kata Bhinneka Tunggal Ika. Kata itu yang membuat Jokowi yang orang Solo bisa jadi gubernur di Jakarta dan dirinya yang keturunan Tionghoa dan orang Belitung bisa jadi wagub. Ke depan, Ahok berharap siapa pun orang dan latar belakangnya punya kesempatan sama maju di bidang politik. “Dulu saya sempat frustrasi dan minta pindah ke Kanada. Saya pikir apa benar orang kayak saya dibutuhkan di Indonesia. Bapak saya marah mendengarnya. Saya lalu bertahan,” kata Ahok. (U1)
CMYK
Geliat Ridho Berbakti
l
15 2 Oktober 2013
Warga Idamkan Pemimpin Muda yang Rendah Hati SEORANG pemimpin memang diminta dapat menjalankan sikap rendah hati terhadap rakyatnya sehingga dapat dicintai sepenuh hati. Untuk kriteria pemimpin yang rendah hati itu, warga Pekon Purwodadi, Gisting, Tanggamus, memberi kesan pada calon gubernur (cagub) Lampung, Muhammad Ridho Ficardo.
H
al itu terucap oleh warga saat pergelaran wayang kulit semalam suntuk bersama Ridho Berbakti dengan dalang Ki Enthus Susmono Ortega di lapangan Pekon Purwodadi, Gisting, Kamis (26-9) malam. Sekitar 7.000-an warga pekon itu dan sekitarnya berkumpul di lapangan Pekon Purwodadi. Dalam sambutannya, salah seorang tokoh masyarakat mengatakan mereka sangat tersanjung dan takjub karena Ridho betul-betul menerapkan konsep melayani. “Buktinya penonton dipersilakan menonton di depan bangku tamu/ pejabat sehingga prinsip kepentingan rakyat yang dikedepankan bukan isapan jempol belaka,” kata tokoh itu di hadapan warganya. Sementara itu, Ridho Ficardo mengatakan visinya menjadikan Lampung sebagai provinsi terdepan dalam akselerasi pembangunannya. Untuk menjalankan visinya itu, setiap kebijakan berorientasi kepada masyarakat dengan membangun percaya diri semua elemen rakyat Lampung. “Saya juga tidak mengambil gaji sebagai gubernur, dan akan saya serahkan ke fakir miskin. Dari rakyat memang seharusnya untuk rakyat,” kata Ridho. Harapan Ridho menjalankan visinya membangun Lampung itu didukung pula koalisi pengusung pasangan calon gubernur Lampung, M. Ridho FicardoBactiar Basri (Ridho Berbakti), makin
solid. Mereka juga terus membuktikan jika koalisi ini adalah koalisi yang paling kompak dan akan mendukung pasangan Ridho Berbakti kapan pun pilgub dilaksanakan. Wakil Sekretaris DPD Partai Demokrat Lampung Muhammad Junaidi mengatakan diakui atau tidak masyarakat Lampung saat ini sudah antipati terhadap partai. Karena itu, pihaknya ingin mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap partai. Jika rakyat percaya dengan partai, pasangan calon yang diusung partai juga akan mendapat kepercayaan masyarakat. “Untuk itu, kami akan membuktikan jika kami adalah koalisi pendukung pasangan calon yang akan menjawab kerinduan masyarakat akan sosok pemimpin yang ideal untuk Lampung ke depan,” katanya. Menurut Adi, sosok Ridho juga sosok politikus muda yang layak jual karena kegigihannya dan kesungguhannya untuk melakukan perubahan di Lampung. Hal itu dapat dilihat dari semangatnya yang tidak mengenal lelah. Meskipun dua malam berturut-turut begadang bersama ribuan masyarakat Way Kanan dan Lampung Tengah menyaksikan pergelaran wayang, Ridho masih menyempatkan diri untuk
menghadiri pertemuan dengan para tokoh salah satu organisasi profesi di Lampung. “Dari lima pasang calon gubernur dan calon wakil gubernur yang akan bersaing pada Pilgub Lampung mendatang, pasangan Ridho Berbakti dinilai sebagai pasangan yang mendekati kriteria ideal untuk Lampung lima tahun ke depan. Itu sebabnya, dalam setiap kesempatan Ridho selalu didaulat untuk menyampaikan visi dan misinya.” Saat ini, ujar Adi, kerja sama dan sinergisitas semua kalangan sangat penting untuk bisa mendewasakan cara pandang masyarakat dalam menentukan pemimpin. Tujuannya agar pada saat menentukan pilihan, masyarakat mampu lebih cerdas dalam memilih pemimpin sehingga melahirkan pemimpin yang sesuai dan mampu menangani permasalahan-permasalahan yang krusial saat ini. “Kita membutuhkan pemimpin yang energik, cerdas, berwawasan, dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, serta bervisi melayani, bukan dilayani. Karena itu, semua elemen harus menularkan paradigma itu kepada masyarakat. Menurut saya, Ridho Berbakti adalah jawaban dari kerinduan masyarakat,” kata dia. (U10)
CMYK
Geliat Ridho Berbakti
l
16 2 Oktober 2013
Pemuda Menjadi Harapan Bangsa PEMUDA adalah harapan bangsa untuk memimpin, membangun, dan memberdayakan potensi yang ada pada hari mendatang. Ridho mengajak para pemuda Lampung untuk aktif di berbagai kegitan yang positif, salah satunya lewat gerakan pramuka.
K
egiatan pramuka dapat menjadi media pembentukan jiwa kepemimpinan sejak dini. Perkemahana Wira Karya adalah kegiatan bakti sosial pramuka dalam membantu masyarakat. “Kegiatan semacam ini adalah upaya untuk menjaga tradisi gotong royong. Saat ini, disadari atau tidak, jiwa gotong royong sudah mulai luntur. Saya berharap perkemahan semacam ini dapat memupuk rasa kebersamaan dan bakti yang dilakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat,” kata dia. Cagub yang diusung koalisi Partai Demokrat, PKS, PDK, dan PBB ini memang aktif di pramuka. Ridho juga memegang jabatan penting kepramukaan di tingkat Lampung dan nasional. Pada bagian lain, Ridho mengatakan Lampung memiliki kekayaan budaya yang tidak sedikit, baik seni tari, bahasa, hingga aksara. Ironisnya, hal tersebut kini di ambang kepunahan. Generasi muda memiliki tanggung jawab besar untuk terus menjaga dan melestarikan budaya Lampung. Dia mengatakan sepatutnya generasi muda dan seluruh elemen masyarakat dapat bersinergi untuk mengembangkan kebudayaan di bumi Lampung. Sebab, dirinya meyakini jika semua berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan, adat budaya Lampung akan mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. “Kebudayaan kita ini sangat kaya. Dari tari, bahasa, bahkan aksara pun kita punya. Tugas kita
CMYK
untuk menjaga, mengembangkan, menghidupkannya. Tantangan untuk itu memang sulit. Namun, dengan energi yang ada, jelas kebudayaan kita akan dapat hidup di tengah masyarakat,” kata politikus muda itu. Menurutnya, peran serta seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk dapat menjaga warisan leluhur yang berada di masyarakat sangatlah penting. Minimal mengenalkan bahasa Lampung kepada masyarakat dan lingkungannya yang saat ini kian terpinggirkan di era modern. “Ya, pemerintah sudah memberikan warning. Beberapa bahasa daerah di Indonesia, termasuk Lampung, kondisinya memprihatinkan dan menjelang kepunahan,” ujarnya. Tampil dalam kesempatan tersebut Didik Hadi Prayitno atau yang lebih populer dengan nama Didi Nini Thowok dari Padepokan Tari. Selain sebagai juri penilai, penari legendaris tersebut juga menjadi bintang tamu. Didi Nini Thowok mengatakan Lampung memiliki budaya yang beragam dan potensial untuk diangkat hingga pentas nasional. Karena itu, pemerintah daerah harus lebih serius menangani seni budaya sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai seni dan budayanya. “Pemerintah Lampung harus lebih serius memajukan seni budaya lokal. Mestinya harus ada anggaran khusus di APBD untuk meningkatkan seni budaya Lampung ini,” kata Didi. Dia menjelaskan untuk dapat meningkatkan seni budaya agar dapat terangkat hingga pentas internasional harus ada pembenahan manajemen budayanya. “Kalau ingin budaya kita bisa dikenal hingga pentas internasional, manajemennya yang harus kita dikritisi. Saya kan pernah belajar mengenai manajemen budaya ini, bagaimana kita bisa mengenalkan budaya kita ke pentas nasional hingga nasional,” ujarnya. Untuk itu, berbagai terobosan harus dilakukan. Di sinilah peran pemerintah sangat dibutuhkan. “Ya pasti adalah anggaran untuk seni budaya ini. Indonesia ini kan kaya, masak untuk meningkatkan seni budaya saja enggak ada anggarannya. Ya, jangan dikorupsi melululah, pakai untuk kepentingan kesenian,” kata dia. (U10)