16 Halaman l Edisi XXXIII/ 22 - 29Januari 2014
8 l Tetap Istikamah Jalani Amanah Rakyat
T E R U J I T E P E R C AYA
Pemilu 2014 Masih Dibayangi Politik Uang POLITIK uang seperti tidak ada matinya dan terus menjalar ke seluruh bagian demokrasi. Tak hanya rakyat yang dicekoki politik uang, lembaga penyelenggara juga terindikasi politik uang demi kepentingan seseorang atau parpol tertentu.
P
olitik uang tidak dibenarkan karena melanggar Undang-Undang Pemilu dan merupakan praktik menyesatkan. Suara rakyat yang terjebak dalam transaksi uang atau materi otomatis bakal menjatuhkan wibawa rakyat sebagai pemegang kekuasan tertinggi. “Sebab itu, jadilah pemilih yang cerdas. Jangan sampai suara rakyat tergadaikan hanya dengan sejumlah uang atau materi,” kata Subadra Yani, caleg DPRD Lampung dari Partai Golongan Karya (Golkar). Seperti dugaan orang selama ini, indikasi politik uang yang menghinggapi penyelenggara pemilu itu pun terungkap sejumlah pihak. Misalnya PKB yang keberatan dengan hasil pleno KPU Lampung. Partai besutan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu merasa ditelikung komisioner KPU sehingga calon mereka, E.C. Indah Surya Utari, gagal menduduki kursi DPR. Padahal, menurut hitungan suara caleg dan parpol, Indah mestinya berhak mendapat satu kursi. Cerita itu menjadi pelajaran berharga untuk penyelenggaraan pemilu ke depan. Sebab, selama ini yang disoroti hanya politik uang di tingkat masyarakat. Para caleg berlomba memberikan uang atau sembako ke publik agar memilihnya. Hal itu sudah mulai diendus lembaga pengawas pemilu untuk dijadikan delik hukum. Indikasi politik uang di tingkat penyelenggara itu pun juga terendus Indonesian Coruption Watch (ICW). “Risiko terbesar ada pada KPPS dan KPU daerah. Kemungkinan money politics diarahkan ke penyelenggara pemilu,” kata Koordinator ICW Danang Widoyoko. Menurutnya, potensi politik uang tersebut dikhawatirkan memengaruhi hasil Pemilu 2014. Pasalnya, hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, sekitar 40% masyarakat menganggap wajar praktik politik uang. “Masyarakat (yang terlibat politik uang) belum tentu memilih. Artinya, ada masalah efektivitas politik uang,” ujar Danang. (U1)
n FERIAL
Interupsi
l
2 22 Januari 2014
n Polling
Media Massa dan Pilihan Politik
688
OPINI yang dibentuk media massa berpengaruh besar dalam mengubah pola pikir masyarakat. Bukan hanya pada pemikiran publik terhadap pemerintahan dan pembangunan, melainkan juga terkait dengan pilihan politiknya. Hasil survei Pol-Tracking Institute menunjukkan media sangat memengaruhi pilihan politik.
T E R U J I T E P E R C AYA
Apakah media berpengaruh dalam pilihan poilitik?
indeks :
Sumber informasi pilihan politik
Tidak : 8% Ikut memilih jika umur kandidat ada yang <55 tahun - 81,66%
Berita partai politik 46,96%
Ya : 75%Ikut memilih jika umur
Lingkungan 13,09%
kandidat ada yang >55 tahun - 63,3%
Tidak Jelas : 17% Iklan politik 23,01%
Keluarga 2,59% Sosialisasi parpol 4,09%
Akan menggunakan hak pilih - 51,3% Internet
7,2%
Jenis media massa berpengaruh Televisi 77,1%
Tidak tahu - 38,22% Metode
Survei pada 16—23 Desember 2013 dengan multistage random sampling. Jumlah sampel dalam survei ini adalah 1.200 responden dengan margin of error 2,83% pada tingkat kepercayaan 95%. n
Surat kabar 10%
LAPORAN UTAMA Warga Cerdas Memilih. . .
4
GAGAS Politik Pencitraan. . .
5
ORATOR Jaga Kedaulatan . . .
9
PILAR
pkpi Siap Majukan Bang Yos . . .
jeda Rakyat Berpartisipasi . . .
10
13
Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Redaktur Pelaksana: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti. Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Asisten Redaktur Pelaksana: D. Widodo, Umar Bakti. Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, T E R U J I T E P E R C AYA Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Ahmad Amri, Delima Napitupulu, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Karlina Aprimasyita, Wandi Barboy. LAMPOST. CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo, Dedi Kuspendi. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sayuti (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Mif Sulaiman, Widodo, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Kepala Departemen Marcomm: Amiruddin Sormin. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampungpost.com e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kotaagung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim).
Laporan Utama
l
3 22 Januari 2014
Penyelenggara Lebih Bisa Beri Kursi?
Danang Widoyoko KERAWANAN permainan suara dalam pemilu ternyata dapat dilakukan di setiap tingkatan penyelenggara pemilu. Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan penyelenggara pemilu agar mewaspadai adanya politik uang saat pesta demokrasi tahun 2014.
K
oordinator ICW Danang Widoyoko mengatakan potensi politik uang tersebut dikhawatirkan memengaruhi hasil Pemilu 2014. Pasalnya, hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, sekitar 40% masyarakat menganggap wajar praktik politik uang. Selain waspada politik uang terhadap penyelenggara pemilu, lanjutnya, manipulasi juga mungkin terjadi pada partai politik yang tidak lolos parliamentary threshold (PT) yang ditengarai menjual suaranya. “Manipulasi mungkin melalui transaksi dengan partai politik tak lolos PT yang menjual suara ke parpol lain,” ujar Danang. Pihaknya mengingatkan masyarakat untuk menolak politik uang menjelang pemungutan suara karena hal itu dapat memicu tindakan korupsi yang semakin meningkat. Selain itu, ICW juga mengingatkan caleg agar tidak menggunakan dana bantuan sosial untuk kegiatan kampanye. “Menjelang pemilu, bansos dan hibah banyak dan meningkat karena tidak perlu tender,” kata Danang. Pada bagian lain, profesionalisme dan independensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) ialah hal paling sering
dikritik pada Pemilu 2009. Kecaman dan ragam tudingan nyaris tanpa jeda diarahkan ke KPU sejak penetapan parpol peserta pemilu, penentuan daftar pemilih tetap (DPT), hingga penghitungan suara. Tudingan tidak cuma tertuju pada komisioner pusat, tetapi juga KPU provinsi ataupun kabupaten/kota. Isu politik uang, intimidasi, suap-menyuap, pencurian suara, hingga penggelembungan merebak di mana-mana. Salah satu cerita isu politik uang KPU itu yang terjadi pada caleg asal PKB, Indah Surya Utari. Untuk meraih simpati pemilih, Indah Surya Utari tidak hanya mengandalkan mesin politik parpol, tapi juga membentuk tim sukses di tingkat provinsi dan kabupaten. Tim bersama saksi-saksi dari PKB mengawal seluruh proses pemilu sejak masa kampanye, pencoblosan, hingga pleno penetapan suara. Secara matematis prediksi Idhan masuk akal. Dari dokumen yang diperoleh Media Indonesia, Indah/PKB (64.564 suara) masuk tujuh besar di daerah pemilihan I. Di urutan atas ada Demokrat (334.367), PDIP (209.498), PAN (196.330), Golkar (164.829), PKS (132.732), dan Hanura (73.523). Di bawah PKB ada Gerindra (62.564), PPP (48.395), dan PBR (37.936). Dengan posisi itu, Indah/PKB dipastikan mendapat kursi ke-9 di daerah pemilihannya. Penggelembungan suara kalkulasi matematis tersebut ternyata tidak linear dengan kalkulasi politik. Semua kalkulasi buyar saat KPU Pusat menggelar rapat pleno penghitungan suara pada 29 April 2009 di Hotel Borobudur, Jakarta. Ketika itu komisioner KPU Provinsi Lampung membacakan rekapitulasi suara dari daerah pemilihan I Lampung yang menyebutkan jumlah perolehan suara Gerindra di Kabupaten Lampung Barat melonjak dari 5.803 menjadi 15.215 suara. Alhasil, total suara Gerindra menggelembung dari 62.564 menjadi 72.696 suara. Angka itu berbeda dengan hasil pleno KPU Lampung di Gedung Pusiban. PKB kemudian melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan KPU Pusat sebagai termohon dan KPU Lampung termohon 1. Sidang dipimpin Mahfud M.D. yang saat itu juga menjabat Ketua MK, beranggotakan Abdul Mukhthie Fadjar, Maria Farida Indrati, Achmad Sodiki, Harjono, Maruarar Siahaan, M. Akil Mochtar, dan Alfius Ngatrin sebagai panitera pengganti. Ketika dihadirkan di MK, saksi dari KPU Lampung, Pattimura, komisioner yang menjadi Ketua Pokja Penghitungan Suara, menyatakan surat pernyataan Ketua KPU Lampung Barat tidak memiliki nilai bukti karena tidak melibatkan saksi peserta pemilu. Pattimura juga menyatakan tidak benar ada kesalahan dalam perolehan suara Gerindra di Lampung Barat. Gugatan PKB itu pun bubar. (MI/U1)
Laporan Utama
l
4 22 Januari 2014
Warga Cerdas Memilih, KPU Harus Amanah
DEMOKRASI wani piro menjadi hantu politik yang membayangi Pemilu Legislatif 2014. Sejumlah partai politik berharap masyarakat lebih cerdas dalam menentukan pilihan agar pemilu menghasilkan pemimpin yang kredibel dan mampu mengantarkan Indonesia lebih sejahtera.
K
etua DPW PKB Lampung Musa Zainudin mengatakan politik uang merupakan salah satu kejahatan politik yang tidak dapat diampuni. Sebab, dampak dari politik transaksional ini benar-benar menyengsarakan rakyat Indonesia. Anggota DPRD Lampung ini berharap masyarakat Lampung menjadi pemilih yang cerdas sehingga mampu mengantarkan pemimpin-pemimpin tumpuan harapan masyarakat. “Bukan yang lahir dari politik jual-beli, sogok-menyogok, atau politik transaksional,” kata dia. Sebagai komitmen, Musa menegaskan kepada setiap kader, calon anggota legislatif,
hingga simpatisan PKB untuk terus memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat serta mengharamkan praktik politik wani piro. “Jangan sampai pemilu ini menghasilkan pemimpin yang rampung lali,” ujar Musa. Hal senada dikatakan Ketua DPD Partai Hanura Lampung Albertus. Menurut dia, masyarakat Lampung jauh lebih cerdas dari pemilu sebelumnya. Meskipun masih ada caleg yang melakukan politik uang berbungkus serangan fajar, masyarakat tetap pada pilihannya dan tidak bergantung dengan apa yang diberi sesaat. Hal senada dikatakan Subadra Yani, caleg DPRD Lampung dari Partai Golongan Karya (Golkar). Menurut Subadra, dalam era politik demokrasi seperti sekarang, rakyat memiliki peran strategis dalam memandatkan kekuasaan kepada para wakilnya, mulai dari tingkat eksekutif hingga legislatif. Rakyat adalah penentu kekuasaan karena pemilihan dipilih langsung oleh rakyat. Jika dari awal rakyat sudah terpengaruh politik uang, bisa dipastikan posisi sebagai
pemegang kedaulatan akan hilang dengan sendirinya. Akibatnya, rakyat tidak lagi mempunyai kewibawaan untuk menuntut dan meminta pertanggungjawaban para wakilnya yang tidak menunaikan tugasnya dengan baik. “Rakyat harus segera menyadari hal ini. Politik uang itu banyak mudaratnya dan menyesatkan, baik untuk caleg maupun masyarakat,” kata dia. Ia mengingatkan para caleg juga selayaknya bisa memberikan pendidikan politik yang baik. Jangan melakukan politik uang karena hal ini dapat berpotensi terjadinya praktik korupsi. Subadra Yani menilai anggota Dewan yang duduk di kursi legislatif tidak lebih sebagai pesuruh rakyat. Selain digaji dari uang raykat, anggota legislatif juga dipilih oleh rakyat. “Jadi jangan terjadi sebaliknya, rakyat justru tidak berani menuntut anggota Dewan. Ingat, rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi di negeri ini,” ujar Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung ini. (CR11/U1)
Gagas
l
5 22 Januari 2014
Politik Pencitraan dan Dagelan Kebijakan
Ribut Lupiyanto Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration, Yogyakarta
Galang Rambu Anarki anakku, Lahir awal Januari menjelang pemilu, Galang Rambu Anarki dengarlah, Terompet tahun baru menyambutmu, Galang Rambu Anarki ingatlah, Tangisan pertamamu ditandai BBM, Membumbung tinggi.....
L
IRIK lagu Iwan Fals di atas adalah fakta sejarah ketika anaknya, Galang Rambu Anarki, lahir pada 1 Januari 1982. Fenomena tersebut tampaknya terus terjadi repetisi dengan kata kunci jelang pemilu dan kenaikan harga. Tahun 2008, Pemerintah SBY sempat menaikkan harga BBM, lalu diturunkan lagi pada awal 2009. Tepat 1 Januari 2014, ketika sebagian rakyat terlena dalam pesta pora menyambut Tahun Baru, Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg. Pertamina menaikkan harga elpiji nonsubsidi sebesar Rp3.959/kg (57%) di seluruh Indonesia mulai 1 Januari 2014, pukul 00.00 WIB. Anehnya, Presiden SBY langsung berkicau di Twitter hanya 10 menit sejak pemberlakuan kenaikan dengan nada implisit penolakan. Susah dipercaya jika SBY tidak mengetahui sama sekali sebelumnya. Pertamina di bawah koordinasi Kementerian BUMN yang juga pemegang
saham dan kebetulan peserta konvensi Partai Demokrat. Komisaris Pertamina salah satunya juga dijabat dari Ditjen Kementerian ESDM yang notabene menterinya separtai. Kepekaan politik wajar akan langsung mengarah pada dugaan aroma politisasi, yaitu pencitraan ataukah pengerukan dana politik. Dugaan SBY sedang mementaskan dagelan kebijakan untuk pencitraan terbukti. Pertamina atas perintah SBY mengevaluasi dan menurunkan kembali harga elpiji. Pertamina memutuskan kenaikan per 7 Januari 2014 menjadi Rp1.000/kg. Harga elpiji 12 kg kini turun dari Rp117.708 menjadi Rp82.200. Dagelan pencitraan persis dengan drama kenaikan dan penurunan kembali harga BBM jelang Pemilu 2009. Politik Citra Sebelum kasus kenaikan harga elpiji, terjadi polemik seputar kebijakan fasilitasi berobat bagi pejabat hingga ke luar negeri. SBY akhirnya mencabut Perpres Nomor 105 dan 106 Tahun 2013 yang baru saja diteken 16 Desember 2013. Drama ini meninggalkan banyak komentar, mulai dari angkat topi, penilaian sikap plinplan, meragukan tim hukum, hingga tudingan rekayasa pencitraan. Antara kebijakan tunjangan kesehatan pejabat dan penaikan harga elpiji memiliki kemiripan konstruksi politisasi. Citra dalam kajian komunikasi politik melibatkan aspek emosi (afeksi) dan penalaran (kognisi). Citra pada khalayak dapat terbentuk sebagai dampak afeksi dan kognisi dari komunikasi. Baudrillard (1993) menyebutkan terdapat empat fase citra, yaitu (1) representasi, citra merupakan cermin dari realitas, (2) ideologi, citra memberikan gambaran yang salah akan realitas, (3) citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas, dan (4) citra tidak memiliki hubungan sama sekali dengan realitas apa pun. Realitas politik di Indonesia, menurut Yasraf Piliang (2005), didominasi rekayasa seakan-akan. Tradisi politik citra booming semenjak era reformasi yang memberikan ruang pers sebebas-bebasnya. SBY dan Partai Demokrat menjadi pihak paling sukses mereguk laba poli-
tik citra. SBY bermain citra terzalimi oleh Megawati pada Pemilu 2004. Hasilnya ia sukses melenggang ke kursi RI-1. Pada Pemilu 2009, SBY berpolitik citra menurunkan BBM dan membagikan bantuan langsung tunai (BLT) serta mencitrakan Partai Demokrat antikorupsi. Hasilnya, SBY berhasil mempertahankan kekuasaan dan Partai Demokrat keluar sebagai jawara. Sementara pada Pemilu 2014 ini SBY sudah tidak bisa maju lagi, tetapi pasti bertekad melanggengkan kemenangan Partai Demokrat. Politik citra jelas tidak bisa menjual partainya, yang paling memungkinkan adalah mengulang strategi rekayasa kebijakan di detik-detik akhir kepemimpiannya. Kebijakan populis paling potensial dimanfaatkan dengan judul kepahlawanan membela rakyat. Penyadaran Publik Pencitraan dalam konotasi negatif sebagaimana terjadi selama ini tidak ubahnya seperti sihir politik. Kebijakan populis rentan diboncengi kepentingan politik yang tidak bertanggung jawab jelang Pemilu 2014. Publik mesti dibangunkan agar bersikap sadar dan proporsional dalam menyikapi setiap dinamika kebijakan yang ada. Politik melalui kebijakan memiliki tugas mulia mewujudkan agar urusan rakyat berjalan seperti yang seharusnya. Implikasi atas konsistensi kebijakan yang prorakyat itu wajar jika berbuah dukungan. Jangan sampai demi merengkuh dukungan yang dilakukan adalah rekayasa politik kebijakan, padahal sebenarnya hanya kamuflase. Berbagai elemen bertanggung jawab dalam pendidikan politik demi menyadarkan publik. Pertama, pemimpin mesti menunjukkan keteladanan sikap kenegarawan. Politik citra mesti ditempatkan berdasar realita, bukan rekayasa. Zalim jika memanfaatkan polemik kebijakan untuk pencitraan. Apalagi pencitraan dilakukan dengan mempermainkan kebijakan menyangkut perut publik. Lebih zalim lagi jika mengeruk keuntungan finansial untuk dana politik di balik kebijakan yang keluar. Kedua, dunia pers mesti proporsional dan independen. Pencitraan selalu me-
manfaatkan pers dalam komunikasinya. Insan pers jangan sampai menggadaikan kemulian tugasnya hanya demi imbalan rente. Investigasi jurnalistik yang berimbang dibutuhkan untuk menguak setiap fenomena politik dan dinamika kebijakan. Informasi media sangat berharga bagi pencerahan publik. Ketiga, politikus dan partai politik mesti berpolitik secara jujur dan berpihak hanya kepada kepentingan khalayak. Pro dan kontra terhadap kebijakan jangan justru dipermainkan untuk ikut mereguk pencitraan. Dukungan adalah efek alamiah terhadap konsistensi dan keberpihakan. Keempat, kaum intelektual dan akademisi memiliki tanggung jawab moral mendidik dan menyadarkan publik. Produk akademik mesti disumbangkan untuk mengkaji fenomena yang terjadi. Analisis akademik yang objektif ditunggu dalam setiap keluarnya kebijakan, apalagi ketika terjadi polemik. Kelima, lembaga nirlaba memiliki tanggung jawab mencerahkan dan mengadvokasi kepentingan publik. Kontestasi Pemilu 2014 jangan sampai menggiurkan lembaga sipil ini untuk melakukan perselingkuhan dalam praktik politik kotor. Lembaga nirlaba mesti tahan godaan dan konsisten dalam garis perjuangannya membela kepentingan publik. Keenam, lembaga auditor, seperti Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), penting meyakinkan publik melalui audit investigasi. Publik membutuhkan keyakinan kebijakan pada tahun politik ini tidak dimanfaatkan untuk pendanaan politik oknum tertentu. BUMN, partai politik, dan kementerian mesti diprioritaskan dalam audit investigasi ini. Politik citra dalam konotasi positif berupa komunikasi publik terhadap realitas adalah sah dan dibutuhkan. Sebaliknya, pencitraan yang bersifat seakanakan adalah praktik politik tidak jujur yang membahayakan demokrasi. Publik yang kian cerdas dapat menangkal hingga menjadikan pencitraan sebagai bumerang bagi pelakunya. Aroma pencitraan yang sampai tercium publik dapat kontraproduktif dan berbuah antipati kepada sang pelaku. Pemilu 2014 menjadi pertaruhan bagi kedewasaan dan kejujuran berpolitik. n
Perempuan
l
6 22 Januari 2014
Perempuan Harus Bersama-sama Perjuangkan Nasibnya
L
Nadrah Izahari
AHIR dan tumbuh besar di Lampung, khususnya Kotabumi, membuat Nadrah Izahari intens memperjuangkan daerahnya, terlebih terhadap nasib kaum perempuan. Wanita kelahiran 27 Agustus 1971 ini paham betapa tidak mudahnya membangun kepercayaan masyarakat terhadap anggota Dewan. Alumnus Universitas Saburai (S-1) dan Universitas Diponegoro (S-2) ini menyadari masyarakat merasa pesimistis dan apatis lantaran banyak kasus, khususnya kasus korupsi yang menimpa para wakil rakyat. Namun, alumnus SMPN 1 Kotabumi dan SMA Slamet Riyadi Kotabumi ini berharap masyarakat tetap penuh optimistis dan harapan karena dari 560 anggota DPR itu yang melakukan korupsi tak sampai 1%. “Tolong jangan di-judge semua buruk. Masih banyak yang bersungguh–sungguh memperjuangkan nasib rakyat,” ujar anggota Komisi III DPR periode 2004—2009 ini. Menurut dia, berbagai persoalan negeri ini, khususnya soal perempuan, harus dipikirkan bersama, tak bisa diselesaikan oleh satu orang atau oleh anggota Dewan saja. Soal perempuan harus dipikirkan bersama. “Saya tahu soal perempuan masih dilihat dengan sebelah mata. Saya men-support para wakil rakyat untuk memberikan perhatian agar tercipta kemajuan. Mari kita bangun daerah kita,” katanya. Namun, sebagai anggota Dewan, Nadrah berharap masyarakat memahami bagaimana kita ini berperan. Jangan lupa, anggota Dewan itu bekerja sesuai dengan proporsinya, seperti legislasi dan pengawasan. Sekarang kita melihat kebutuhan masyarakat. Misalnya, ada persoalan yang ada di masyarakat, dan ternyata persoalan itu sulit diselesaikan karena tidak ada payung hukum, maka yang kita lakukan adalah membuat payung hukum. Misalnya, kasus-kasus menyangkut perempuan seperti kekerasan dalam rumah tangga) dan perda-
gangan perempuan (human trafficking). Maka yang anggota Dewan lakukan adalah membuat payung hukum agar KDRT itu tidak terjadi. Maka, keluarlah UU tentang KDRT dan human trafficking. “Tetapi dalam implementasinya kan tidak sederhana karena bukan di tangan kami. Itu menjadi kewenangan eksekutif untuk mengimplementasikannya dalam bentuk PP,” katanya. Kemudian soal anggaran yang dibutuhkan daerah. Di sini, para wakil rakyat akan memperjuangkan anggaran yang dibutuhkan untuk daerahnya. Hal ini tentunya tidak mudah karena semua wakil rakyat akan bekerja keras memperjuangkan anggaran daerahnya, sementara jumlah anggaran terbatas. “Namun, di sinilah kita diuji bisa tidak kita memperjuangkan agar dana itu ada,” katanya. Jika masyarakat jeli, kata Nadrah, mereka harus memilih wakil, termasuk wakil perempuan, yang bisa membawa aspirasi perempuan di daerah tersebut agar dapat direalisasikan. Jika tak ada wakil perempuan yang bisa memperjuangkan untuk diberi anggaran guna memajukan perempuan, bagaimana mungkin program untuk memajukan perempuan dapat dilakukan. “Karena itu, saya mengimbau tolong berikan suara untuk wakil perempuan agar aspirasi para perempuan dapat disalurkan,” katanya seraya mengatakan hanya perempuan yang bisa memahami secara jeli persoalan yang dihadapi para perempuan. Dengan memberikan suara perempuan kepada para perempuan, insya Allah para perempuan bisa maju. Dia memiliki perhatian intens, khususnya menyangkut kaum perempuan. Dia ingin perempuan benar–benar mendapat persamaan hak secara proporsional dan tidak bias gender. “Perlakuan terhadap perempuan akan sangat berpengaruh pada kreativitasnya. Jika perempuan selalu ditekan atau disakiti, kreativitasnya juga akan terganggu, dan itu dapat menghambat kemajuan para wanita,” kata wanita yang berprofesi sebagai notaris ini. Nadrah mengingatkan masalah perempuan tidaklah sederhana karena perempuan merupakan tiang negara. Jika para perempuan tidak diayomi dan diperhatikan, jangan disalahkan jika negara hancur karena tiangnya hancur, apalagi jumlah perempuan sangat disgnifikan. (U1) n Hesma Eryani
Perempuan
l
7 22 Januari 2014
Pendidikan Jadi Kunci Jauhkan Ketertinggalan
Itet Tridjajati Sumarijanto Pekerjaan : Anggota Komisi X DPR RI Karier dan organisasi - Orang Indonesia pertama berpendidikan formal MRA dari luar negeri - Sarjana Sastra Jurusan Bahasa Inggris Universitas Indonesia - Master of Business Administration (MBA) dari LPPM, Jakarta - Kepala Medical Record Departement, Sydney Eye Hospital (1970-1973), Australia - Mantan Kabag Medical Record, RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta - Pengajar Akademi Perawat Negeri, Radiologi, dan Calon Dokter Spesialis di Jakarta - Konsultan bidang medical record - Ketua Forum Pecinta Kawasan Menteng Lestari, Jakarta - Pencipta, pemegang hak paten paspor kesehatan dan baju ASI - Anggota DPR Komisi X Fraksi PDI Perjuangan 2009-2014
PINTU masuk untuk menjadi bangsa yang cerdas itu dari pendidikan. Pendidikan juga merupakan dasar untuk menata negara. Diperlukan kualitas serta fasilitas bagi pendidik dan anak didik agar tak tertinggal di era globalisasi. “Pendidikan yang tak berbasis penelitian ini harus dibenahi. Bagaimana mau membangun kalau sumber daya manusia kita tidak cerdas. Maka harus serius,” kata anggota Komisi X DPR, Itet Tridjajati Sumarijanto, melalui ponselnya kemarin. Sebagai politikus perempuan, peranannya di parlemen cukup aktif dalam memperjuangkan pendidikan. Sudah tepat baginya ditempatkan pada komisi yang membidangi pendidikan karena latar belakangnya juga seorang pengajar akademi perawat negeri, radiologi, dan calon dokter spesialis di Jakarta. “Pendidikan itu fondasi dalam menata negara. Itu alasan saya sedikit proaktif ketika bicara soal kebijakan pendidikan di Indonesia,” ujar politikus PDIP itu. Meski sudah berjalan, dia sangat menyesalkan langkah Menteri Pendidikan M. Nuh yang mengganti kurikulum. Padahal, kurikulum sebelumnya sudah dalam proses penerapan yang profesional. “Sebentar-sebentar ganti kurikulum. Apa tugas Kementerian Pendidikan
itu tugasnya hanya mengganti kurikulum,” kata Itet. Di sisi lain, dia juga mengkritik kompetensi guru saat ini akibat kebijakan pemerintah yang hanya concern pada peserta didik saja. Padahal, menurut dia, guru seharusnya tidak hanya disejahterakan secara fisik saja, tapi juga harus selaras dengan intelektualitasnya. “Guru harus memiliki wawasan luas. Jangan biarkan guru seperti katak dalam tempurung. Artinya, guru harus keluar agar wawasannya lebih luas. Guru-guru berprestasi kirim ke Yogyakarta, kalau perlu ke Australia untuk membuka wawasan,” kata dia. Dia menerangkan pada APBD 2014 ini pemerintah masih mengalokasikan 20% anggaran untuk pendidikan. APBD 2014 dibagi kepada 18 kementerian dan lembaga. “Dari Rp400 triliun APBD 2014, Rp80 triliunnya untuk pendidikan. Baik belanja langsung maupun tidak langsung,” kata dia. Itet mengatakan sejauh ini alokasi pendidikan yang sudah diterapkan hingga saat ini merupakan perjuangan Komisi X DPR. Dia menjelaskan dari alokasi 20% ini dibagi dari Sabang hingga Merauke. “Misalnya saya dari Lampung, saya harus turun untuk mengetahui kondisi di lapangan. Kalau orang enggak turun, mana tahu kondisi sesungguhnya. Dari hasil temuan di lapangan, itu dijadikan input pada saat sidang komisi. Itu gunanya DPR turun ke bawah,” ujar dia. Hal itu yang mendasari Itet untuk membuka Itet Center di Lampung. Dia mengatakan bila dirinya juga memiliki orang-orang yang turun untuk mencari data dan fakta kondisi pendidikan di Lampung. “Artinya, saya tidak hanya berjanji ini-itu, ketika saya belum dilantik pun saya sudah buat itu, karena saya melihat kalau tidak ada komunikasi yang intens, bagaimana saya tahu kondisi di lapangan. Dengan adanya Itet Center itu dijadikan tempat untuk menampung aspirasi di masyarakat. Aspirasi itu setelah ditampung, kami olah, kami sampaikan pada saat sidang komisi,” kata Itet. Meski sebagai perempuan, dia juga tidak mau tertinggal dengan politikus pria lainnya. Saat duduk di Komisi X, ia bersama komisi akhirnya sepakat menghapuskan ujian nasional SD di tahun pendidikan 2014—2015. “Keluarnya UU Ujian Nasional SD yang dihapuskan, kemudian UU Kedokteran. Itu semua inisiatif DPR. Sekarang siswa tidak mampu yang ada di daerah, apabila ingin melanjutkan studi di fakultas kedokteran bisa diterima dan diberikan beasiswa. Itu kan hasil kami berkomunikasi dengan masyarakat,” kata dia. Menurut dia, UU Kedokteran hampir saja tidak dilanjutkan. “Tapi saya menegaskan kalau ini tidak dilakukan kita akan tetap kekurangan dokter,” ujarnya. Itet menjelaskan sudah seharusnya anggota DPR bekerja seperti itu, membangun kepercayaan masyarakat. “Saya menjalankan sesuai tugas dan fungsi. DPR adalah wakil rakyat, tugas utamanya menyejahterakan rakyat melalui sistem pendidikan dan kesehatan. Kalau kita kasih uang, itu kan cuma sementara, tidak menyejahterakan. Hanya mengatasi sesaat. Itu yang harus dipahami rakyat. Tiga bulan selesai kembali lagi melarat. Maka kalau ada anggota DPR yang lupa dengan tugasnya, jangan dipilih lagi.” (U1) n Eka Setiawan
Orator
l
8 22 Januari 2014
Tetap Istikamah Jalani Amanah Rakyat K
EMARIN (21/1), sekitar pukul 09.30, kantor DPRD Lampung terlihat seperti biasanya, sepi aktivitas. Hanya beberapa staf lalu lalang lantaran kesibukannya. Ruangan Komisi I, II, IV, dan V juga hanya dihuni beberapa staf sekretariat. Berbeda dengan keempat komisi itu, di Komisi III sudah ada anggota Dewan yang bekerja, meski hanya satu orang saja. Pria berambut plontos berpakaian batik dan celana dasar dengan pentol penanda wakil rakyat menempel di dada kanannya, Ketua Komisi III Ahmad Bastari tengah duduk di depan komputer, sibuk dengan jari-jari yang menari di atas keyboard. Saat Lampung Post masuk ke ruangannya, dia sangat ramah menyambut dan mempersilakan untuk berbincang-bincang. Ditanyakan ada kesibukan apa gerangan sehingga membuatnya harus datang pagi, Ahmad atau yang biasa dipanggil Iyan mengatakan kalau dirinya memang selalu tiba di kantor setidaknya pada pukul 09.00. “Saya enggak mau dianggap wakil rakyat yang makan gaji buta,” kata dia seraya tertawa menyinggung berita utama koran ini edisi Selasa (21/1) yang menyebut Anggota DPRD Makan Gaji Buta. Dia menuturkan sebelum menjadi wakil rakyat merupakan seorang jurnalis senior di Lampung Post. Kebiasaannya melakukan kontrol sosial membuat dirinya menjadi seorang yang harus disiplin ketika lepas dari profesi jurnalis. “Saya ini kan representasi pers di parlemen. Saya ingat dulu sering juga melakukan kontrol sosial. Kalau dulu saya mencari narasumber, sekarang saya jadi narasumber. Jadi harus baik dong kinerjanya,” kata dia yang mengaku sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan tingkat utama itu. Tanggung jawabnya sebagai pemegang mandat rakyat, menurut dia, harus mampu membagi waktu kapan harus bekerja di kantor dan kapan harus turun ke masyarakat. “Saya akan sangat terganggu manakala saya melupakan latar belakang saya yang juga terbiasa melakukan kontrol sosial. Saya harus tetap ngantor menunggu aspirasi masyarakat. Saya juga harus turun menjemputnya. Saya biasanya Senin sampai Kamis ngantor, kalau Jumat enggak ada agenda. Saya Jumat sampai Minggu turun ke daerah pemilihan saya di Way Kanan dan Lampung Utara,” kata dia. Politikus PAN itu menyebutkan dirinya akan terus membangun idealisme sebagai pemegang amanah rakyat di parle-
men. “Saya akan coba membangun idealisme ini, supaya anggota Dewan itu kerjanya bukan makan gaji buta. Jadi saya harus bisa menunjukkan bahwa kita tidak melakukan itu,” kata Ahmad Bastari. Dia mengakui memang menjelang pemilu legislatif dirinya padat aktivitas, baik urusannya sebagai ketua komisi maupun wakil rakyat yang juga wakil partai. Di sisi lain, ia juga harus turun menjumpai konstituen bersosialisasi sekaligus memberikan pendidikan politik. “Saya kan juga punya kewajiban menyapa konstituen di daerah pemilihan saya. Sekaligus memberikan pendidikan politik kepada mereka agar tidak mudah terhasut dengan politik uang sesaat. Karena politik wani piro ini kan selalu terjadi di setiap pemilihan umum. Dengan adanya pendidikan politik dari saya, mudah-mudahan masyarakat bisa lebih rasional dan memilih yang dia kenal dan peduli dengan masyarakatnya,” kata Iyan, panggilan akrab Ahmad Bastari. Dia memastikan tidak akan mengambil jalan pintas agar dapat terpilih kembali untuk periode kedua. “Saya tidak mau melakukan politik jalan pintas. Jadi harus benar-benar turun menjumpai rakyat.” (U1)
n Eka Setiawan
Ahmad Bastari
Orator
l
9 22 Januari 2014
Jaga Kedaulatan Harus Tahu Teritorial
S
EORANG presiden di negara mana pun mempunyai tugas utama, yakni menjaga kedaulatan negara. Hal itu menjadikan negara kuat dan mampu bersaing sehingga disegani negara lainnya. Namun, untuk itu seorang presiden juga harus tahu teritorial negara agar mengetahui secara pasti kondisi di wilayah-wilayah pelosok, terutama perbatasan. Hal itulah yang menjadi salah satu modal Pramono Edhie Wibowo maju dalam konvensi calon presiden Partai Demokrat. Modal itu menjadi pembeda dirinya dengan peserta konvensi lainnya atau bahkan capres dari partai lain. “Ya, tentu saja beda. Bahkan perbedaannya jauh dengan peserta konvensi capres Partai Demokrat lainnya. Perbedaan yang paling utama adalah latar belakang karier. Saya basisnya adalah seorang militer, sedangkan peserta konvensi lainnya berkarier sebagai seorang ekonom dan pengusaha,” kata purnawirawan jenderal bintang empat itu. Menurutnya, sebagai purnawirawan jenderal dirinya selalu terbiasa menjadi pemimpin yang disiplin. Hal ini disebabkan pendidikan militer sangat berbeda dengan lainnya. “Perbedaan paling mendasar, contohnya begini. Kalau seorang yang berkarier di militer itu jenjang kepangkatannya sangat jelas dan terukur. Misalnya, tentara berpangkat letnan dua tidak bisa langsung naik jadi kapten. Apalagi mau langsung jadi jenderal, itu mustahil,” kata mantan KSAD dan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu. Tapi, katanya, kalau ekonom atau pengusaha bisa saja dari bawah atau dari biasa saja langsung naik ke atas jadi pimpinan. “Kalau tentara enggak bisa, betul-betul bertarung sempai dengan naik menjadi pimpinan.” Menurut Pramono, memimpin tentara itu homogen. Tetapi menjadi direktur, meski sebetulnya sama, kalau baris tentara itu keras lurus, sementara sipil bilang A tahutahu Z itu biasa, ujar anak pejuang Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, mantan Komandan RPKAD Kostrad itu. Dari pengalaman menjadi seorang prajurit yang telah ke seluruh penjuru Tanah Air itulah dirasanya siap menjadi capres. Setelah 33 tahun mengabdi sebagai tentara, Pramono mengaku menjelajahi seluruh daratan dari ujung barat hingga timur Indonesia sehingga mengetahui kondisi riil yang dihadapi masyarakat Indonesia. “Semua perbatasan darat dengan negara tetangga saya sudah tahu semua. Kehidupan perbatasan mungkin orang belum lihat, sampai di pulau-pulau kecil saya sudah tahu
Pramono Edhie Wibowo sehingga teritorial saya cukup tahu banyak. Alhamdulillah, dengan karier sebagai seorang militer saya mengerti dan memahami kondisi bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke,” kata dia. Terkait dengan Partai Demokrat yang sedang dibelit banyak masalah korupsi yang disangkakan kepada kader-kadernya, menurut dia, adalah fakta yang terjadi pada partai, dan partai juga telah melakukan langkahlangkah konstruktif untuk memperbaiki.
Kebijakan yang diambil partai menunjukkan jika partai melakukan pembersihan. Terbukti dengan dicopotnya semua kader yang terbukti korupsi. “Kader korupsi diperiksa, artinya kita bersih-bersih. Ambil positifnya saja untuk menjadikan kita lebih hati-hati dalam bertindak. Kenapa Demokrat tidak membela kadernya yang terlibat, karena Demokrat tidak akan membela yang salah, biar dia bertanggung jawab,” kata dia. (U1) n Eka Setiawan
Pilar
l
10 22 Januari 2014
PKPI Siap Majukan Bang Yos Jadi Capres
P
ARTAI Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) siap bertarung pada Pemilu 2014, baik dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Apalagi saat gugatan UU Pilpres dimenangkan oleh MK, setiap parpol berhak mengajukan capresnya. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso mengaku siap maju menjadi calon presiden di pemilu presiden mendatang. “Kalau gugatan Yusril di MK menang, saya sudah 100 persen siap maju pilpres,” ujar Sutiyoso. Sebaliknya, jika gugatan tidak dikabulkan, Bang Yos mengaku sudah menjalin komunikasi dengan beberapa capres untuk kepentingan pilpres. “Sudah ada beberapa capres yang komunikasi dengan saya. Tapi kami masih konsentrasi dulu untuk pemilu legislatif. Pokoknya, capres PKPI benar-benar yang dipilih rakyat,” kata dia. Soal target pemilu legislatif, Bang Yos berharap DPP PKPI Jawa Timur mampu mendapatkan delapan kursi. “Paling tidak
bisa membentuk fraksi PKPI. Dan, saya berterima kasih kalau survei di media, kami terendah. Namun, saya tidak percaya, karena PKPI mempunyai survei internal dan hitungan sendiri,” ujar dia berdalih. Humas DPP PKPI Jatim Kris Kawelarang mengaku optimistis target bisa terpenuhi. “Saya yakin PKPI di Jawa Timur bakal mendapat suara signifikan, minimal bisa membuat fraksi sendiri di DPRD Jatim,” ujar Kris. Keyakinan mereka itu, walau di tengah minimnya sumbangan kampanye untuk PKPI. Dua belas parpol peserta Pemilu 2014 telah melaporkan sumbangan dana kampanyenya kepada Komisi Pemilihan Umum. Empat parpol, Gerindra, Demokrat, Hanura, dan PDI Perjuangan mendominasi perolehan sumbangan terbanyak dengan sumbangan di atas Rp100 miliar. Tapi ada juga lima parpol yang sumbangan dana kampanyenya di bawah Rp50 miliar. Kelima parpol dengan sumbangan paling sedikit adalah Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia pimpinan mantan Gu-
bernur DKI Jakarta Sutiyoso, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan Sejahtera, Partai NasDem, dan Partai Persatuan Indonesia. PKPI mempunyai total sumbangan dana kampanye Rp19.682.719.813 yang bersumber dari parpol iuran Rp4.000.000.000, caleg Rp15.682.719.813. Sementara dari perorangan, kelompok, dan badan usaha tidak ada sumbangan ke PKPI. Sumbangan tersedikit kedua adalah PBB dengan total sumbangan dana kampanye Rp29.654.547.785. Asalnya sama dengan PKPI, yakni dari parpol (Rp50.000.000) dan barang senilai Rp496.675.000, juga dari caleg (Rp29.107.872.785). Dari perorangan, kelompok maupun badan usaha pun tidak ada. Pelaporan dana sumbangan kampanye ini tertuang dalam Pasal 22 Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pengurus Partai Politik Peserta Pemilu wajib melaporkan penerimaan sumbangan Dana Kampanye kepada KPU, KPU/KIP provinsi, dan KPU/KIP kabupaten/kota. (U1)
Jejak
l
11 22 Januari 2014
R.M. Suryo Polisi yang Jadi Gubernur Pertama AWAL kemerdekaan, ada dua golongan yang menentukan perjuangan dan kelangsungan Republik Indonesia. Golongan pertama disebut sebagai golongan administrator, mereka biasanya memperoleh pendidikan Belanda dan memiliki pengalaman sebagai birokrat dalam pemerintah kolonial.
S
edangkan golongan yang kedua disebut golongan â&#x20AC;&#x153;penggalang persatuanâ&#x20AC;? (solidarity maker), mereka yang termasuk golongan ini biasanya para politikus. Mereka tidak memiliki pengalaman sebagai birokrat, tetapi berpengalaman dalam menggerakkan massa. Salah satu tokoh yang termasuk dalam golongan administrator, yakni Raden Mas Suryo. Pria Jawa yang lahir pada 9 Juli 1898 di Magetan, Jawa Timur, ini adalah putra dari Raden Mas Wiryosumarto, seorang Ajun Jaksa di Magetan. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya di HIS, ia kemudian melanjutkan sekolah ke OSVIA (Sekolah Pamongpraja) di Magelang. Pada 1918, ia merampungkan pendidikannya di OSVIA kemudian bekerja sebagai pamong praja di Ngawi. Dua tahun kemudian ia dipindahkan ke Madiun sebagai Mantri Veldpolitie. Pada 1922, ia masuk pendidikan Kapolri (1968â&#x20AC;&#x201D;1971) polisi di Sukabumi, Jawa Barat. Usai menyelesaikan pendidikannya, ia bertugas sebagai asisten wedana di sejumlah tempat. Berkat prestasinya yang gemilang, ia mendapat tugas belajar di Bestuur School (Sekolah Calon Bupati) di Jakarta. Setelah tamat dari sekolah itu, ia menjalankan tugasnya sebagai wedana di sejumlah tempat sampai ia terpilih untuk memimpin Kabupaten Magetan pada 1938. Jabatan sebagai bupati Magetan disandangnya hingga kedatangan bala tentara Jepang. Para mantan pejabat Hindia Belanda banyak yang disingkirkan Jepang, tetapi R.M. Suryo justru dipilih untuk memangku jabatan syuchokan (residen) di Bojonegoro. Pada zaman penjajahan Jepang, jarang sekali orang Indonesia yang dipercaya untuk mengisi jabatan tersebut. Ibarat bayi yang baru lahir, Republik Indonesia yang baru saja memperoleh kemerdekaannya saat itu sangat membutuhkan tenaga birokrat untuk menjalankan roda pemerintahan. Untuk mem-
bantu tugas Pemerintah Pusat menjalankan fungsi pemerintahan di daerah, dipilihlah beberapa orang untuk memimpin suatu provinsi (gubernur). Salah satunya R.M. Suryo, ia diangkat menjadi gubernur Jawa Timur yang berkedudukan di Surabaya. Beberapa saat kemudian, kedatangan tentara Inggris pada 23 Oktober 1945 di Pelabuhan Tanjung Perak menimbulkan bentrokan dengan para laskar rakyat Surabaya. Pasalnya, kedatangan tentara Inggris yang pada awalnya bertugas untuk melucuti persenjataan tentara Jepang yang mengalami kekalahan dan memulangkan mereka ke negeri asalnya malah diboncengi pasukan NICA (Nederlandsch Indies Civiel Administration). Ternyata Inggris melindungi kepentingan Belanda yang bermaksud menjajah Indonesia kembali. Bentrokan yang terjadi pada 28â&#x20AC;&#x201D;30 Oktober 1945 itu pun memakan korban. Terbunuhnya komandan Inggris Jenderal Mallaby menimbulkan amarah pasukan Inggris. Sesudah terbunuhnya jenderal berbintang satu itu, pada 9 November 1945 Inggris mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan kepada semua orang Indonesia yang bersenjata untuk menyerah selambat-lambatnya tanggal 9 November 1945, pukul 18.00. Bila tidak, Surabaya akan digempur habis-habisan dari segala penjuru, baik darat, laut, maupun udara. Pemerintah Pusat yang berkedudukan di Jakarta menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah Jawa Timur. R.M. Suryo selaku gubernur menghadapi keadaaan kritis itu dengan kepala dingin, ia kemudian mengadakan perundingan dengan Tenaga Keamanan Rakyat (TKR) serta tokoh masyarakat lain. Perundingan tersebut membuahkan hasil berupa penolakan terhadap ultimatum Inggris. Penolakan tersebut langsung disampaikannya dalam pidato di depan
corong radio pada 9 November 1945, pukul 23.00. Peristiwa yang di kemudian hari dikenal sebagai Pertempuran Surabaya itu hanya berlangsung selama tiga minggu. Sebagai langkah antisipasi, pemerintah Indonesia telah bersiap-siap menyelamatkan sarana penting, misalnya pemancar radio RRI, bahkan sudah mencari lokasi di luar kota. Sementara itu, para pejabat yang memegang peranan penting dalam pemerintahan daerah Jawa Timur, seperti Gubernur R.M. Suryo, Residen Panglima Besar TKR/TNI Sudirman, Ketua KNI Doel Arnowo telah menyediakan kantor gubernur di luar kota, yakni Mojokerto kemudian Malang. Atas jasa-jasanya kepada negara, R.M. Suryo diberi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 294 Tahun 1964, tanggal 17 November 1964. (U1)
Luber
l
12 22 Januari 2014
Memilih Senator yang Jadi Harapan Daerah S
ELAIN memilih anggota parlemen, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)/DPRD, rakyat Indonesia juga pada pemilihan umum nanti memilih para senator. Senator adalah perwakilan rakyat dari masing-masing daerah nonpartisan. Proses penetapan pencalonannya seperti tercantum dalam Peraturan KPU No. 8/2013 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Pasal 49 (1) KPU menyusun DCT anggota DPD dengan menggunakan formulir DCT anggota DPD untuk setiap provinsi berdasarkan abjad nama calon anggota DPD. (2) Daftar calon tetap anggota DPD sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berasal dari DCS anggota DPD yang telah mendapat masukan dan/atau tanggapan masyarakat, serta telah dilakukan klarifikasi kepada bakal calon anggota DPD yang bersangkutan. (3) Susunan daftar calon tetap anggota DPD sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) memuat pasfoto diri calon anggota DPD terbaru dan nama lengkap bakal calon anggota DPD yang disusun berdasarkan abjad. Pasal 50 (1) Penyusunan dan penetapan DCT anggota DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Ayat (3) dilaksanakan dalam rapat pleno KPU. (2) Daftar calon tetap anggota DPD sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), digandakan sesuai keperluan untuk keperluan penetapan DCT anggota DPD. (3) Daftar calon tetap sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU. Pasal 51 Penyusunan DCT anggota DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, dilakukan selama 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya penetapan calon anggota DPD. Pasal 52 (1) KPU menggandakan DCT anggota DPD yang sudah ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Ayat (3), untuk keperluan pengumuman dan publikasi melalui media massa yang jumlahnya ditetapkan dengan keputusan KPU. (2) Daftar calon tetap anggota DPD dipublikasikan
oleh KPU paling sedikit pada 1 (satu) media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional, 1 (satu) media massa cetak di provinsi dan media massa elektronik di provinsi, serta melalui pengumuman lainnya. (3) Daftar calon tetap anggota DPD diumumkan di masing-masing kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan, dengan menempelkannya pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan/atau dijangkau masyarakat. (4) Pengumuman daftar calon tetap anggota DPD sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), dilakukan selama 3 (tiga) hari sejak berakhirnya penyusunan daftar calon tetap anggota DPD. Pasal 53 (1) Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan administrasi bakal calon anggota DPD, KPU dan/atau KPU provinsi berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) disampaikan kepada Bawaslu dan Bawaslu Provinsi untuk ditindaklanjuti. Pasal 54 (1) Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa bakal calon anggota DPD tidak terbukti melakukan perbuatan pidana pemalsuan dokumen dan/ atau penggunaan dokumen palsu yang diucapkan
dalam sidang pengadilan, setelah KPU menetapkan DCT anggota DPD, tidak memengaruhi DCT Anggota DPD. (2) Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa bakal calon anggota DPD terbukti melakukan perbuatan pidana pemalsuan dokumen dan/atau penggunaan dokumen palsu yang diucapkan dalam sidang pengadilan, setelah KPU menetapkan DCT anggota DPD, bakal calon yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat calon. (3) Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa bakal calon anggota DPD terbukti melakukan perbuatan pidana pemalsuan dokumen dan/atau penggunaan dokumen palsu yang diucapkan dalam sidang pengadilan, sebelum KPU menetapkan DCT anggota DPD, bakal calon yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat calon dan tidak dicantumkan dalam DCT anggota DPD. Pasal 55 (1) Dalam hal calon meninggal dunia atau terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen dan/ atau penggunaan dokumen palsu dinyatakan tidak memenuhi syarat berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, KPU menyusun berita acara dan menerbitkan perubahan keputusan KPU tentang penetapan DCT anggota DPD. (2) Keputusan KPU sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diubah dengan menghapus nama calon yang bersangkutan tanpa mengubah nomor urut calon.
Jeda
l
13 22 Januari 2014
Rakyat Berpartisipasi Tentukan Pemimpin PEMILU 2014 kian menjelang. Rakyat Indonesia juga sudah memasuki 2014 sebagai tahun politik. Sebab, pada tahun ini rakyat Indonesia dapat berpartisipasi menentukan pemimpin, baik di legislatif maupun pada pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres).
proses yang harus dilakukan dalam memberikan pendidikan politik kepada rakyat. Perlu kita jaga, tetapi jangan berlebihan dan seperti mencari-cari masalah.
K
etua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh memberikan pemikirannya mengenai kondisi kekinian. Berikut petikan wawancara dengan Surya Paloh itu. Bagaimana pandangan tentang kondisi perpolitikan Indonesia saat ini? Negara yang bisa memberikan tempat bagi rakyat di atas kepentingan golongan, partai bahkan kepentingan pribadi. Tetapi itu sulit diwujudkan. Karena saat ini maksimal hanya berhenti pada kepentingan kelompok. Perjuangan harus terus-menerus dilakukan melalui lokomotif penggerak dan itu kelas menengah, para elite bangsa ini. Elite yang mampu memelopori sifat dan semangat kebersamaan yang lebih kokoh. Partai NasDem melihat kita sering meninggalkan hal-hal yang fundamental. Kita sedang mengalami inflasi negarawan. Mencetak politikus bisa secara instan dan seketika, tetapi kita sulit menciptakan negarawan baru. Bagaimana pandangan Anda tentang kondisi masyarakat Indonesia? Kita sudah tidak percaya satu sama lain. Kita hanya mengutamakan kepentingan pragmatisme yang berujung pada praktik transaksional. Ini bahkan terjadi di kehidupan sehari-hari. Asas ketaatan dari publik terhadap produk undang-undang sangat rendah, partisipasi publik masih semu. Bagaimana pandangan Anda tentang sosok pemimpin yang dibutuhkan Indonesia? Potret sosial semakin parah ketika masyarakat Indonesia yang memiliki nilai budaya patrilineal, tetapi tidak ada pemimpin yang mampu memberikan nilai keteladanan. Kita membutuhkan tokoh perubahan yang
Surya Paloh tidak berhenti hanya di wacana, tetapi mampu mengimplementasikan gagasannya. Bagaimana memulai suatu politik gagasan seharusnya bisa dijadikan modal awal yang baik dengan mengajak masyarakat kita kembali kepada batiniah dan nurani dengan mengakui semua kekurangan dan kelebihan. Sehingga perubahan ke arah yang lebih baik lagi bisa terlaksana. Namun, perjuangan membutuhkan waktu, tenaga, dan energi yang sangat besar. Semua aspek itu memang kompleks, tapi harus diperbaiki. Partai NasDem sempat ditegur Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena dinilai telah melanggar aturan kampanye. Bagaimana tanggapannya? Saya menerima kritik tersebut. Sangat menerima. Tetapi yang ingin saya tekankan, kenapa kita selalu berbicara soal hal-hal kecil. Saya ingin membuka cakrawala penyiaran. Kita perlu menjaga kepentingan menjaga frekuensi. Bagaimana asing menguasai frekuensi di Indonesia, seperti Qatar dan lain-lain. Kenapa bukan itu yang disoroti? Bahkan hingga soal frekuensi, negara kita dikuasai asing. Kampanye itu
Apakah Anda akan maju sebagai calon presiden (capres)? Ini murni soal asas kepantasan. Partai baru kok tiba-tiba usung capres. Tidak ada asas kepantasan bagi kami. Kemarin saya bilang jika Partai NasDem posisi tiga besar pada Pemilu 2014, Partai NasDem akan terlibat dalam bursa capres. Kalau menurut saya, jika Partai NasDem berhasil meraih peringkat pertama, baru ikut mencapres. Partai NasDem sebagai partai baru tidak mau ikut capres-mencapres. Ketika Gunung Merapi meletus, pemerintah bereaksi cepat dengan menaikkan status sebagai bencana nasional. Namun, ketika Gunung Sinabung meletus sejak November 2013, pemerintah belum menetapkan sebagai bencana nasional. Apakah ini ada diskriminasi antara penanganan bencana di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra? Seharusnya treatment-nya harus sama baik di Jawa dan di luar Jawa. Menurut saya, pemerintah harusnya bisa memberikan reaksi cepat. Saya lebih bangga pemerintah melakukan rapat kabinet daripada kunjungan dan lainnya. Bagaimana tanggapan Anda tentang langkah Yusril Ihza Mahendra yang menguji materi UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden? Pertimbangan itu muncul tiba-tiba di ujung, jelang 80 hari pemilu akan diselenggarakan. Kalau mau mengajukan uji materi, kenapa tidak dari setahun yang lalu? Jadwal pemilu akan terganggu. Kalau 2019 dilakukan, sangat cukup waktunya dilakukan sosialisasi. Selain itu, jika semua partai bebas mencalonkan capres, di mana proses selektifnya? Pada Pemilu 2009, memang sempat ada perubahan penetapan caleg untuk Pemilu 2009 ditentukan dengan sistem suara terbanyak. Tetapi itu kan di internal partai dan tidak ada implikasi ke luar. (MI/U1)
Jeda
l
14 22 Januari 2014
Mengembalikan Fungsi GBHN yang Terlupakan
G
ARIS-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diwacanakan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bukan merupakan bias atau penyimpangan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Karena GBHN merupakan blueprint pembangunan nasional jangka panjang, yang menjadi rujukan presiden dalam melaksanakan programnya. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai NasDem Ferry Mursyidan Baldan mengatakan 2013 merupakan tahun kelam bagi politikus karena banyak politikus dan kepala daerah yang terjerat korupsi. “Titik kelam ini terjadi karena adanya disorientasi pemahaman, terutama dalam penataan bentuk pemerintahan,” kata Ferry dalam sebuah diskusi. Oleh karena itu, mantan anggota Komisi II DPR ini mengusulkan perlu adanya amendemen proses bernegara. Ia berharap MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara. “GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) harus dihidupkan lagi. Dan ini dimungkinkan jika wewenang MPR dikembalikan lagi,” katanya. Selain itu, pemerintah di masa mendatang harus menegaskan soko guru kedaulatan negara atas sumber daya alam. Sinergi Pemerintahan Pusat dan daerah harus diperkuat dan perlu
adanya desain ulang terhadap lembaga perwakilan yang saat ini wewenangnya kebablasan. “GBHN adalah produk MPR yang menjadi pedoman pembangunan nasional. Dengan GBHN pembangunan dapat dilaksanakan secara konsisten dan tidak hanya berdasarkan program partai politik. Penyusunan GBHN berarti mengembalikan peran MPR dalam memberi arah pembangunan nasional,” ujar Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) 2014 Ravik Karsidi. Menurut Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo itu, pemanfaatan GBHN dalam sistem ketatanegaraan bukan berarti mengembalikan sistem politik ke era Orde Baru. Sebab, sejak reformasi 1998 sistem politik Indonesia sudah meninggalkan sistem perwakilan, yaitu MPR sebagai representasi wakil rakyat merumuskan GBHN yang harus dilaksanakan presiden sebagai mandataris MPR. “Usulan mengembalikan GBHN sekarang ini, karena kita sadar ada yang salah pada bangsa ini. Upaya tersebut ibarat nututi layangan pedhot (memburu layang-layang putus). Kita juga sadar, untuk memulihkan peran MPR sebagai institusi perumus haluan negara sekaligus sebagai pengendali pelaksanaannya belum tentu gampang,” kata dia lagi. Pengamat hukum tata negara Universitas An-
dalas, Saldi Isra, mengatakan usulan untuk mengembalikan mekanisme GBHN masuk logika, terlebih mekanisme perencanaan dari Bappenas dan Kementerian Keuangan tak berjalan lancar. “Apa yang sudah direncanakan Bappenas dengan baik, tak sinkron dengan rencana keuangan yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Lebih parah lagi, rencana keuangan diobrak-abrik oleh proses politik di DPR,” kata Saldi. Ke depan, kata dia, harus ada GBHN sehingga perencanaan yang ada tak diobrak-abrik DPR, baik dari rencana pembangunan maupun perencanaan keuangan. Di tempat yang sama, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Yudi Latief, juga berpendapat usulan agar MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara adalah sangat ideal, apalagi setelah amendemen keempat UUD 1945 kedudukan kedaulatan tak jelas. “Sistem pemerintahan menjadi tak jelas. Bahkan dalam beberapa hal Mahkamah Konstitusi menggantikan fungsi MPR,” ujar Ferry Mursyidan Baldan. Idealnya, sambung Ferry, sistem pemerintahan ke depan berkaca pada sistem yang mapan pada masa lalu. “Apa yang baik dari Orde Lama, Orde Baru, dan masa reformasi harus kita pertahankan. Saatnya pemimpin ke depan mencari keseimbangan baru,” katanya. (U1)
Pernik Pemilu
l
15 22 Januari 2014
Parpol Diragukan Lahirkan Presiden Berkualitas P
ARTAI politik (parpol) diragukan bisa melahirkan presiden berkualitas dan bersih. Lekat dengan korupsi yang jadi musuh rakyat Indonesia. Tidak sedikit publik yang pesimistis bahwa Pemilu 2014 nanti tidak akan melahirkan tokoh baru yang bisa membawa kebangkitan Indonesia. Ramai publik kembali memperbincangkan soal kepemimpinan nasional menyambut pemilihan presiden tahun 2014. Ada yang optimistis pemilu mendatang akan melahirkan figur dan tokoh yang bisa membawa Indonesia dari kondisi keterpurukan. Namun, tidak sedikit pula publik yang pesimistis bahwa Pemilu 2014 nanti tidak akan melahirkan tokoh baru yang bisa membawa kebangkitan Indonesia. Pasalnya, keterbatasan publik dalam memilih figur pemimpin hanya dibatasi melalui proses seleksi partai poltik. Di sisi lain, partai politik saat ini menjadi sorotan tajam akibat para elitenya terjerat dalam kasus korupsi yang menjadi musuh bersama rakyat Indonesia. Kasus korupsi yang menyeret mantan Presiden Partai Keadilan sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum hanya sebagian kecil kasus korupsi yang bisa diangkat ke permukaan, betapa partai politik saat ini seolah menjadi tempat berkumpulnya para konseptor ulung untuk menggerus uang rakyat. Belum lagi kasus lain yang masih mengendap dan be-
lum terungkap ke permukaan. Merespons hal ini, politikus sepuh Partai Golkar, Akbar Tandjung, mengakui bahwa selama ini fungsi partai politik dalam melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik masih belum maksimal dilakukan. Dengan nada seolah pasrah, Akbar mengatakan bahwa tidak ada pilihan lain publik “dipaksa” memilih figur pemimpin jebolan partai politik dari pilihan yang ada saat ini. “Karena sistemnya memang demikian, sekarang kita tinggal memilih beberapa pilihan yang ada,” ujarnya. Menyadari dilema dari proses demokrasi seperti ini, Akbar kemudian menyarankan partai politik untuk mau membuka diri kepada publik dalam proses seleksi kepemimpinan. Salah satu caranya, menurut mantan Ketua Umun PB HMI ini, adalah dengan melalui konvensi. Konvensi yang memungkinkan orang luar nonpartai politik juga bisa dilibatkan dalam proses penjaringan pemimpin nasional. Sementara, politikus PDIP, Aria Bima, dengan enteng memberikan satu pilihan untuk mendirikan partai politik baru jika masyarakat tidak lagi percaya kepada partai politik untuk melahirkan pemimpin yang benar-benar berkualitas dan bersih. “Kalau rakyat tidak percaya partai, ya jangan bikin partai politik, jangan tabrak sistemnya,” ujarnya enteng seolah melepas tanggung jawab bahwa ia bagian dari partai politik. Selain itu, Aria Bima juga menuding, bahwa kelompok-kelompok yang tidak
propartai politik dan akhirnya maju melalui jalur independen adalah bagian dari kelompok yang pragmatis yang memungkinkan adanya gerakan-gerakan primordialisme yang mengancam keutuhan NKRI. Sementara itu, Direktur Eksekutif Political Communication Institute Heri Budianto mengatakan tidak ada jalan lain selain mengikuti aturan dan sistem politik yang ada saat ini, bahwa memilih presiden harus lewat jalur partai politik. “Mau tidak mau kita harus melalui cara itu, sampai akhirnya kita menemukan model lain yang memungkinkan konstitusi kita menemukan cara lain selain partai politik,” ujarnya. Meski jalan ini dianggap sebagai jalan buntu yang harus dilalui, Heri Budianto menyarankan agar partai politik bisa lebih memperbaiki diri dalam menjalankan rekrutmen politiknya. Tidak lagi mengandalkan ketenaran dan bermodal kapital atau uang semata yang bisa membeli suara dengan mudah. Jika tren hanya mengandalkan popularitas dan kekuatan kapital yang dilestarikan, lanjut Heri, politikus-politikus macam inilah yang akhirnya merusak lembaga negara. “Nantinya akan menghancurkan lembaga negara, karena yang akan mengisi adalah mereka kader partai politik,” kata doktor ilmu komunikasi politik jebolan UGM Yogyakarta ini. (U1)
Geliat Anti Korupsi
Katakan Tidak pada Demokrasi Wani Piro T AHUN politik 2014 menjadi momentum tersendiri bagi pedagang politik. Mengatasnamakan rakyat, biasanya perilaku politik pragmatis ini ditujukan pada calon anggota legislatif yang enggan turun menyapa konstituennya. Punya biaya tapi tak punya waktu, kemudian ingin menang agar duduk di kursi parlemen. Anggota DPRD Lampung Barat, Dadin Ahmadin, mengatakan perilaku politik model ini masih akan terus berlangsung hingga Pemilu 9 April nanti. Meski demikian, dia optimistis rakyat, khususnya wong cilik, sudah cerdas dan tidak akan tergiur hanya karena uang dan sembako. “Saya dari sebelum dapat amanah, sampai jadi terus sekarang mau nyalon lagi enggak ada main politik wani piro. Itu kenapa saya ketika terpilih terus turun menjumpai rakyat dan menjemput semua aspirasi wong cilik,” kata konsultan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Wilayah Kerja Lampung Barat itu, kemarin. Mantan Ketua Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Lampung itu menjelaskan demokrasi wani piro itu merupakan biang terjadinya korupsi di semua lini. Bagaimana tidak, pelaku pembeli politik mau tidak mau harus mengembalikan semua modal yang dikeluarkannya pada saat kampanye. “Jadi makin besar uang yang dia keluarkan untuk membeli suara, makin banyak pula biasanya korupsinya.” Di sisi lain, sudah dipastikan politikus instan pemodal besar itu akan melupakan rakyat yang memilihnya. “Lah orang sudah beli, tuntas dong berarti tanggung jawabnya. Nah tinggal masyarakat saja yang berpikir, jika daerahnya mau maju, masyarakatnya mau sejahtera, didukung dengan kebijakan yang prorakyat, jangan pilih calon legislatif yang begitu,” ujar alumnus Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Lampung itu. Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Lampung Barat ini menuturkan bekal pengalamannya dalam berorganisasi dan mengawali karier hingga tataran paling bawah menuntutnya untuk tahu banyak tentang keadaan masyarakat di bawah. “Saya tahu dan pernah merasakan ba-
gaimana rasanya ditinggal wakil rakyat. Maka ketika saya duduk, saya tidak mau melupakan konstituen saya. Meski fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran tidak dikhususkan pada daerah pemilihan saya, tapi sudah pasti rakyat di daerah pemilihan saya harus merasakan keberadaan saya di legislatif,” kata Dadin saat menghadiri perayaan HUT ke-41 PDIP di Balai Krakatau. Dia menjelaskan ketika menyandang predikat mahasiswa, kerap turun aksi mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat. Pada reformasi 1997 lalu, dia bersama rekan-rekan mahasiswa lainnya turut andil dalam memperjuangkan runtuhnya rezim orde baru. “Dulu masih ekstraparlemen saja saya sering kritik pemerintahan tidak prorakyat. Apalagi sudah di dalam parlemen. Beruntungnya, Bupati kita Pak Mukhlis Basri merupakan sosok yang bersahaja, santun, dan low profile. Semua kebijakannya prorakyat. Maka itu yang melatarbelakangi untuk bergabung dengan partainya wong cilik yakni PDIP,” kata dia. Lima tahun ini dirasa belum cukup untuk melakukan misi politiknya. Karena itu, pada Pemilu 2014 mendatang suami dari Lisa Gustina ini memutuskan untuk kembali maju sebagai caleg PDIP Lambar nomor urut 1 pada daerah pemilihan III (Lumbok Seminung, Sukau, Balikbukit, Batubrak, Belalau, dan Batuketulis). ”Sebagai kader partai saya harus siap ditempatkan di daerah pemilihan mana saja. Mudah-mudahan bukan hanya kader PDIP Lambar saja yang mendukung, melainkan seluruhnya. Mohon doa dari sahabat-sahabat,” ujar ayah dari Devona Chalista Bilgis itu. Disinggung soal strategi untuk menang kembali pada pencalonan keduanya ini, Dadin mengaku tidak lebih dari blusukan dan membangun komunikasi dengan masyarakat. “DPRD itu kan Dewan Perwakilan Rakyat. Kalau merasa wakil rakyat, ya harus benar-benar turunlah. Membangun komunikasi dengan masyarakat yang akan kita wakili, dengar keluh kesahnya. Dorong lewat kebijakan pemerintah. Bukan beli suara. Masyarakat itu enggak menuntut banyak, cuma minta diperhatikan saja. Insya Allah bisa terpilih, insya Allah bisa kembali amanah,” kata Ketua PC Ansor Lambar itu. (U1) n Eka Setiawan
Dadin Ahmadin Kelahiran : Mekarjaya, 1 Juni 1980 Alamat : Negeri Ratu Ulu, Buay Nyerupa, Sukau Pendidikan: S-1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Lampung, 2005 Pengalaman Kerja: 1. Anggota DPRD Kabupaten Lampung Barat, 2009-2014 2. Konsultan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Wilayah Kerja Kabupaten Lampung Barat
16
l