VOTING, Edisi XXXIV, 29 Januari - 5 Februari 2014

Page 1

16 Halaman l Edisi XXXIV/ 29 Januari - 5 Februari 2014

7 l Perempuan Perlu Strategi Efektif

T E R U J I T E P E R C AYA

Korbankan Pohon demi Politik

TAHUN politik membuat semua kalangan terfokus dalam urusan untuk menyambut pesta demokrasi yang digelar pada 2014. Dari sana, terlihat semua hal yang tidak menyangkut politik akan dikalahkan, termasuk kelestarian lingkungan hidup yang menjadi korban.

T

ak sedikit calon anggota legislatif (caleg) atau elite partai politik tiba-tiba “peduli” untuk menanam pohon kembali alias reboisasi. Dalam upaya memberikan perhatian ke alam itu, mereka pun mengadakan penanaman pohon dengan mengajak masyarakat tempatnya bersosialisasi. Namun, mereka lupa untuk memberi pemahaman tentang cinta lingkungan kepada para kader partai dan tim suksesnya. Terbukti, jejeran poster, pamflet, atau alat peraga sosialisasi caleg lainnya terpasang di pohon pelindung jalan. Tak tanggungtanggung, mereka pun memaku alat peraga itu di pohon. Bukan hanya “penghuni” pohon itu yang mati, melainkan juga pohon bakal mati atau pertumbuhannya terhambat akibat pakupaku itu. Hal inilah yang luput dari perhatian para caleg yang “peduli” lingkungan itu. Para politikus mungkin lupa belajar dari aktivis lingkungan yang tidak mengambil kesempatan politik dalam mencintai alam. Seperti salah satunya Direktur Eksekutif Watala Suhendri, yang mendorong dan mengajak masyarakat mencintai lingkungan tidak pada momentum politik. Bahkan melalui siswa di Bandar Lampung, dia mengajak mereka menanam pohon di lingkungan sekolah dan rumahnya. “Saya pernah mengajak siswa untuk menanam pohon di 11 sekolah di Bandar Lampung, salah satunya di SMAN 1 Bandar Lampung,” kata dia, beberapa waktu lalu. Sebagai pencinta lingkungan, Suhendri selalu melibatkan dan berinteraksi dengan generasi muda untuk merawat dan menjaga lingkungan. “Lingkungan adalah tempat kita hidup. Jika lingkungan rusak, bagaimana kita bisa hidup,” ujarnya. Ketua Umum Sarekat Hijau Indonesia Chairil Syah mengatakan kini saatnya masyarakat Indonesia sebagai pemilik saham negara ini ikut mencermati dan mengawasi berbagai agenda partai-partai politik dan calon anggota legislatif terhadap pelestarian lingkungan. “Kita tidak bisa bersandar pada partai politik dan berharap membawa agenda kelestarian lingkungan,” kata Chairil dalam sebuah diskusi. Hal itu pun diakui anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Asmin Amin. Menurutnya, memang sulit untuk berharap kepada parpol untuk memperjuangkan keberpihakan pada lingkungan. (U1)

n FERIAL


Interupsi

l

2 29 Januari 2014

n Polling

688

Caleg Artis Bukan Surprise CALEG dari kalangan artis ternyata tidak terlalu disukai pemilih. Publik masih lebih memercayai caleg dengan latar belakang politikus atau pengurus partai untuk duduk di parlemen. Mungkin hanya beberapa yang bisa dikatakan meningkat kariernya setelah terjun ke politik, seperti Dedi Gumelar (Miing), Tantowi Yahya, dan Rachel Maryam.

T E R U J I T E P E R C AYA

Latar Belakang Caleg Dipilih

48,3%

47,5%

50,9%

indeks :

50,9% 48,3% 47,5% 47,2% 47,1% 39,9% 16,8%

47,2%

47,1%

39,9%

16,8%

- Politikus/pengurus partai - Caleg baru/muda - Pejabat pemerintah - Pengusaha - Purnawirawan militer - Putra daerah - Artis

LAPORAN UTAMA Pembangunan Bervisi Lingkungan. . .

4

GAGAS Mencari Caleg Bervisi Ekologis?. . .

5

ORATOR Fisik Politikus . . .

9

PILAR

NasDem Menang, Restorasi Indonesia. . .

10

Metode Survei dilakukan pada 16—23 Desember 2013 di 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang. Tingkat kesalahan atau margin of error survei itu sebesar 2,83% dengan tingkat kepercayaan 96% dan penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Responden minimal berumur 17 tahun atau sudah mempunyai hak pilih pada saat survei.

jeda Sengketa Pemilu Menumpuk . . .

13

Sumber: Survei Pol Track Institute

Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Redaktur Pelaksana: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti. Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Asisten Redaktur Pelaksana: D. Widodo, Umar Bakti. Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, T E R U J I T E P E R C AYA Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Ahmad Amri, Delima Napitupulu, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Karlina Aprimasyita, Wandi Barboy. LAMPOST. CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo, Dedi Kuspendi. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sayuti (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Mif Sulaiman, Widodo, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Kepala Departemen Marcomm: Amiruddin Sormin. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampungpost.com e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kotaagung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim).


Laporan Utama

l

3 29 Januari 2014

Parpol Abaikan Isu Lingkungan K

EBERADAAN partai politik saat ini masih sulit diharapkan untuk ikut menyukseskan agenda pelestarian lingkungan. Apalagi kini di tahun politik, saat seluruh pikiran dan gerak mereka ditujukan untuk pemenangan pemilu, tanpa memperhatikan kerusakan lingkungan. Kini saatnya rakyat ikut mencermati dan mengawasi berbagai agenda partai-partai politik dan calon legislatif, termasuk sepak terjang politikus dan para birokrat terhadap pelestarian lingkungan. Chairil Syah, ketua umum Sarekat Hijau Indonesia, mengatakan kini kita tidak bisa bersandar pada partai politik dan berharap membawa agenda kelestarian lingkungan. “Alasannya, politik di Indonesia sekarang semua berjalan secara transaksional, yang penting untung,” katanya. Ia pun menegaskan sistem politik di Indonesia yang padat modal telah mencetak politikus korup. Akibatnya, produk-produk legislasi tidak bisa bersih dari kepentingan pemilik modal. “Hal itu ditambah dengan praktik berdemokrasi yang bertumpu pada logika dagang, bahkan kriminal,” kata Chairil. Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abet-

nego Tarigan juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, Indonesia masih menganut paradigma pembangunan berbasis pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam oleh penyelenggara negara. Bahkan, dekade terakhir menunjukkan percepatan perusakan lingkungan hidup jauh meningkat akibat adanya pertautan politik kekuasaan dan bisnis ekstraktif. “Terbongkarnya berbagai kasus korupsi yang terkait dengan bisnis ekstraksi sumber daya alam makin menegaskan pertautan tersebut,” kata dia. Walhi mencatat frekuensi bencana banjir dan longsor di Indonesia meningkat 293% pada 2013. “Pemerintah Pusat dan parlemen tidak menjadikan masalah lingkungan hidup sebagai arus utama.” Walhi melansir data frekuensi bencana ekologis di Indonesia terus meningkat. “Frekuensi bencana ekologis yang di Indonesia pada 2013 sebanyak 220-an kasus, naik hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya (2012), 127 kasus,” kata Abetnego. Walhi mencatat frekuensi banjir dan longsor mengalami peningkatan yang sangat tajam. Pada 2012, banjir dan longsor hanya terjadi 475 kali den-

gan korban jiwa sebanyak 125 orang, naik 293% pada 2013 menjadi 1.392 kali. Bencana banjir dan longsor pada 2013 itu tersebar di 6.727 desa/kelurahan, 2.787 kecamatan, 419 kabupaten/kota, 34 provinsi. Bencana itu menimbulkan korban jiwa 565 orang. “Provinsi yang tercatat paling parah adalah Jawa Barat dan Kalimantan Barat.” Namun, peran penegakan hukum lingkungan tidak bisa diambil alih oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan berbagai alasan. Alasan itu, antara lain karena kedudukan dan posisi koordinasi lintas sektoral KLH cukup lemah bila dilihat dari cluster undang-undangnya. “Salah satu penyebabnya Pemerintah Pusat dan parlemen yang tidak menjadikan masalah lingkungan hidup sebagai arus utama.” (U1)


Laporan Utama

l

4 29 Januari 2014

Selamatkan Bangsa dengan Pembangunan Bervisi Lingkungan D

ALAM pembangunan, sektor infrastruktur memang menjadi sangat penting dan bukti paling nyata para politikus telah melaksanakan amanat konstituennya membangun daerah. Namun, pembangunan infrastruktur harusnya memperhatikan kelestarian lingkungan. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan memberikan dampak pada alam dan bisa menyebabkan bencana alam. “Bencana alam yang terjadi, seperti gempa, banjir, tsunami, serta pemanasan global disebabkan pembangunan gedung yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan. Oleh sebab itu, UBL sebagai perguruan tinggi swasta di Lampung berperan aktif menyosialisasikan kepada masyarakat pentingnya memperhatikan lingkungan dalam setiap pembangunan, khususnya infrastruktur seperti mal, bangunan-bangunan, dan sebagainya,” kata Pembantu Rektor I UBL Khomsahrial Romli dalam sebuah seminar, beberapa waktu lalu. Menurutnya, kegagalan perlindungan pantai terjadi jika pengelola tidak efektif dalam menyelesaikan masalah sehingga mengakibatkan kerusakan struktur di pantai dan lingkungan sekitarnya. “Perlindungan pantai dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan pertimbangan yang matang,” ujarnya. Di lain kesempatan, Direktur Eksekutif Watala Suhendri mengatakan lingkungan adalah warisan dari generasi ke generasi. “Jika lingkungan sudah rusak pada generasi ini, generasi yang akan datang akan hidup di dunia yang tidak nyaman,” kata Suhendri. Perubahan bisa dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga, pendidikan tentang lingkungan juga bisa dimulai sejak kecil. Suhendri menyebutkan menanam pohon dan membuang sampah pada tempatnya adalah langkah sederhana dengan dampak yang sangat berarti. Dengan begitu, apakah partai politik tidak tersentuh untuk lebih mengarahkan proyeksi pemenangannya di Pemilu 2014 dengan mengusung tema lingkungan. Lebih jauh, para politikus pun mestinya bukan hanya mengusung tema, melainkan mewujudkannya. Janganlah mereka mengorbankan program

penanaman pohon hanya untuk kepentingan politik sesaat, tanpa melihat ada kepentingan yang jauh lebih besar. Atau juga jangan mereka justru merusak lingkungan dengan memesan alat peraga di pohon-pohon pelindung jalan, yang bisa mengakibatkan kematian pohon itu. Keberpihakan politikus pada lingkungan itu pun diakui anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Asmin Amin. Menurutnya, partai politik yang ada di Indonesia saat ini palsu dan tidak punya pendirian. Sehingga memang sulit untuk berharap pada parpol untuk memperjuangkan keberpihakan pada lingkungan. “Harus diakui fokus politikus belum mengarah pada lingkungan. Ini harus segera diubah,” kata dia. (MI/U1)


Gagas

l

5 29 Januari 2014

Mencari Caleg Bervisi Ekologis?

Muhammad Akib Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung

H

IRUK pikuk Pemilu 2014 kian dekat. Media dan ruang publik dibanjiri oleh berbagai gambar, program, atau visi-misi para kandidat calon anggota legislatif. Isu pengentasan kemiskinan, pendidikan, antikorupsi, dan penegakan hukum, menjadi isu yang paling sering digunakan para caleg untuk mengambil simpati pemilih. Sementara di media, kita saksikan banjir dan bencana alam lainnya yang terjadi di berbagai daerah yang tidak kunjung teratasi. Isu-isu keberlanjutan ekologis tampaknya tidak banyak digunakan karena dirasa kurang menjual. Isu lingkungan dianggap bukan isu yang seksi dan mujarab untuk menarik minat pemilih. Harus diakui minimnya input dari masyarakat sendiri menyangkut berbagai persoalan lingkungan hidup, membuat urusan lingkungan hidup seakan menjadi kurang penting dibandingkan dengan urusan lainnya. Padahal, kesejahteraan yang diperjuangkan sekuat tenaga di negeri ini, tidak akan ada artinya jika tidak didukung oleh keberlanjutan ekologis. Kesejahteraan yang dicapai mungkin hanya sesaat. Untuk itu, berbagai fenomena alam sebagai akibat terdegradasinya kualitas lingkungan, baik secara global, regional, maupun nasional, tentu membutuhkan perhatian dan aksi konkret dari berbagai kalangan, tidak terkecuali kalangan politikus.

Terjadinya perubahan iklim yang ekstrem, krisis energi, krisis air bersih, serta bencana alam terjadi di berbagai belahan dunia, terutama Indonesia, mengindikasikan masih lemahnya komitmen para pembuat kebijakan terhadap isu-isu keberlanjutan ekologis. Hal ini makin diperparah dengan eksploitasi besar-besaran sumber daya alam yang dilakukan oleh korporasi-korporasi besar yang notabene hanya bertujuan profit. Terlebih korporasi-korporasi besar dengan pendanaan yang kuat akan terus berupaya menekan negara agar menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada sektor swasta. Di level global, kita bisa saksikan bagaimana kekuatan korporasi-korporasi besar dalam World Water Forum di The Hague tahun 2000 yang melahirkan kesepakatan air adalah kebutuhan manusia, bukan hak asasi manusia. Sepertinya sepele, tetapi implikasinya sangat luas. Jika air hanya dianggap kebutuhan, korporasi bisa leluasa memperdagangkan air bersih. Padahal, jika air dianggap sebagai hak asasi manusia, negara harus menjamin setiap rakyatnya memiliki akses terhadap air bersih (Barlow and Clarke, 2005). Di dalam negeri kita sendiri, laporan akhir Walhi pada 2013, menyebutkan selama kurun waktu 2013 sedikitnya ada 52 perusahaan yang menjadi pelaku berbagai konflik lingkungan, sumber daya alam, dan agraria. Selain itu, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyebutkan ada 15 temuan yang dilakukan 22 perusahaan di Kalimantan Tengah, Riau, Maluku Utara, dan Papua Barat. Di empat provinsi tersebut disebutkan perusahaan menambang dan eksplorasi sampai eksploitasi di kawasan hutan tanpa izin.

an hijau atau ekologis yang program politiknya mengombinasikan antara ekonomi pasar dan tuntutan akan perlindungan alam dan lingkungan hidup yang pemenuhannya harus diawasi oleh negara. Di Indonesia sendiri, sejauh yang penulis ketahui, tidak banyak partai yang memiliki visi-misi dan program hijau. Dulu pernah ada partai hijau Indonesia, yang dideklarasikan pada 21 Oktober 1998 oleh Rer. Nat. H. Widyatmoko dan beberapa orang lainnya. Partai ini mengusung isu-isu pengelolaan lingkungan dan keberlanjutan ekologis. Sayangnya, partai ini tidak berhasil lolos sebagai partai peserta pemilu. Beberapa tahun terakhir Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam berbagai kesempatan memang telah berusaha mencitrakan diri sebagai partai hijau. Muhaimin Iskandar pertama-tama menyerukan kader-kader PKB untuk mendorong pembangunan nasional berorientasi lingkungan. Kedua, juga mendorong dan mengawal pelaksanaan kebijakan politik melalui UU atau peraturan terkait lingkungan. Ketiga, menggerakkan massa pendukung sebagai kader penyelamat lingkungan. Sayangnya, hal tersebut belum banyak diimplementasikan para caleg PKB sebagai isu maupun program konkret dalam Pemilu 2014. Sejatinya, keterlibatan partai politik dalam persoalan lingkungan hidup akan memiliki dampak yang cukup penting dalam proses legislasi, pengambilan kebijakan, hingga pengawasan. Kita membutuhkan intervensi langsung dalam politik hukum lingkungan yang tidak sekadar bersifat seremonial.

Partai Hijau Di banyak tempat di dunia, isu hijau (green) kini telah menjadi tren sekaligus harapan hidup di negeri yang lestari, sejuk, dan nyaman. Kita bisa melihat berbagai slogan maupun dalam berbagai produk istilah go green kini digunakan sebagai manifestasi atas visi dan harapan tersebut. Di banyak negara Eropa, isu lingkungan secara khusus digarap oleh partai sebagai platformnya. Di Jerman, misalnya, kehadiran Bundnis 90/Die Grunen atau Partai Hijau sejak tahun 1980-an membawa halu-

Dicari Caleg Bervisi Ekologis Pertanyaan penting yang layak diajukan adalah adakah calon-calon anggota legislatif tersebut memiliki visi ekologis dalam menghambat laju penurunan kualitas lingkungan hidup. Visi ini tentu harus dilengkapi pula dengan rencana program aksi yang konkret tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Belum banyak kita saksikan caleg yang memiliki visi, misi, dan program konkret untuk lingkungan. Yang terjadi umumnya para Caleg hanya menyosialisasikan dirinya dengan menebar sejumlah foto tanpa

diikuti program yang jelas. Ironisnya lagi, foto atau banner para Caleg dipasang dengan cara dipaku di pohon-pohon. Hal ini selain mengganggu keindahan lingkungan, juga merusak pertumbuhan pohon sebagai penyerap karbon. Tampaknya belum ada pemahaman dan kesadaran ekologis yang kuat dari para caleg. Mengutip Fritjof Capra, kita membutuhkan caleg yang memiliki kesadaran deep ecology, yaitu yang benar-benar melihat dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling kebergantung satu sama lain secara fundamental. Kesadaran demikian tentu mengakui nilainilai intrinsik semua makhluk hidup dan memandang manusia tidak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan. Dengan demikian, para caleg jika terpilih tidak terjebak pada orientasi ekonomi semata, tetapi selalu memperjuangkan keberlanjutan ekologis sebagaimana diamanahkan oleh berbagai peraturan di bidang lingkungan hidup. Seperti disebutkan di atas, politik hukum lingkungan kita tidak bisa dipungkiri juga ditentukan oleh para politikus di parlemen. Persoalannya, harus diakui visi lingkungan hidup dan sumber daya alam belumlah begitu populer, baik dalam program partai maupun anggota legislatif. Tak pelak, kehadiran caleg yang bervisi ekologis adalah sebuah kebutuhan. Caleg yang bervisi pada keseimbangan antara daya topang ekologi dan pembangunan, baik fisik maupun nonfisik. Harapannya pada saat caleg tersebut terpilih akan dapat mendorong berbagai kebijakan yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi berorientasi pada kepentingan rakyat secara menyeluruh. Kita berharap dalam perhelatan Pemilu 2014 akan tampil caleg-caleg yang mengusung dan memperjuangkan isu-isu ekologis. Saatnya rakyat sebagai pemilih cerdas mempertimbangkan isu ekologis dalam menentukan wakil-wakilnya. Rakyat perlu mempertimbangkan dan menganalisis latar belakang serta track record politik para calon, terutama di bidang lingkungan hidup. Bagaimanapun, kelestarian lingkungan hidup adalah kunci keberlanjutan pembangunan dan keutuhan negara kita. n


Perempuan

l

6 29 Januari 2014

Wujudkan Niat Bangkitkan Semangat Kaum Perempuan K

ECENDERUNGAN partisipasi politik banyak dipegang kaum laki-laki di daerah memang membuat para pejuang perempuan merasa gerah. Salah satunya fungsionaris Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Etty Musnihatty yang mengaku “gemas” melihat semangat perempuan di daerah yang loyo. Untuk itu, meski pertarungan menuju kursi DPR tidak mudah, bukan menjadi penghalang baginya tetap maju. Calon DPR RI asal Lampung ini bahkan tidak kapok kembali maju meski sebelumnya sudah dua kali gagal. Menurut Etty, kecintaannya terhadap Partai Golkar yang memacunya untuk kembali maju dalam pemilihan calon anggota legislatif tahun ini. “Dan tetap memilih Lampung II sebagai daerah pemilihan. Sebab, saya sudah mengenal sekian banyak masyarakat di sana. Saya punya kebun kopi di Lampung Utara sehingga saya sering datang ke sana dan berinteraksi dengan masyarakat setempat,” kata Etty di kediamannya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Selain itu, kata Etty, dirinya mengaku “gemas” dengan kenyataan

bahwa masih banyak perempuanperempuan di daerah, termasuk Lampung, yang belum memiliki semangat untuk bangkit. “Di daerah, laki-laki masih banyak berperan, sementara perempuan sangat kurang.”

Etty menceritakan ketika jadi caleg pada pada 2009 lalu, dia sering menggelar seminar-seminar bertemakan perempuan untuk membangkitkan semangat mereka. Dia juga mengajarkan cara membuat kue atau kerajinan. “Tapi memang sulit. Paling banter mereka itu pengajian. Makanya saya sering panggil ustaz. Kalau dialihkan ke kegiatan lain, malah enggak jalan. Mudahmudahan lah kali ini ada perubahan,” kata dia. Perempuan yang aktif sebagai pengurus Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) ini sudah terjun di dunia politik (Partai Golkar) sejak 1989. Tadinya, kata dia, bergabung di organisasi politik untuk sekadar mengisi kekosongan. “Tapi, lamalama malah semakin cin-

ta. Ibaratnya, hidup saya sudah ‘kuning’ semua, hehehehe,” ujarnya. Di tengah persaingan memanas antarpartai politik saat ini, Etty mengaku tetap optimistis jika Golkar masih bisa berkibar, utamanya di daerah. “Mereka sudah mengenal Golkar. Contoh, ada satu desa di Lampung yang belum masuk listrik dari era Pak Harto sampai sekarang, tapi mereka masih memilih Golkar. Di desa-desa Golkar masih kuat. Itu yang kami pertahankan,” kata Etty. Karena itu, lanjut Etty, tak ada strategi khusus yang dilakukannya untuk memenangi persaingan. Bagi perempuan kelahiran Padang, 60 tahun silam dan besar di Lampung ini, menang kalah dalam percaturan politik sudah hal biasa. “Saya tidak ngoyo. Lolos syukur, enggak juga tidak apa-apa. Saya hanya memanfaatkan kuota 30% perempuan. Sama rekan separtai yang juga menjadi caleg di Lampung, kami saling mendukung untuk memajukan Partai Golkar. Persaingan mungkin ada, tapi bukan yang utama,” ujarrnya. Jika dirinya lolos jadi anggota parlemen, Etty siap memberikan nomor telepon pribadinya sebagai media komunikasi dengan warga masyarakat. “Saya akan sampaikan keluh kesah mereka. Anggap saja ini hubungan ibu dan anak, atau anak dan ibu,” ujarnya. (U1) n Inge Mangkoe


Perempuan

l

7 29 Januari 2014

Perempuan Perlu Strategi Efektif UNTUK menang dalam pesta demokrasi, yakni terpenuhinya 30% kuota kursi di lembaga legislatif, setiap perempuan perlu memiliki strategi yang efektif. Selain bersaing antarperempuan, juga persaingan dilakukan dengan para calon anggota legislatif (caleg) laki-laki.

P

engamat perempuan dari Women Research Institute (WRI), Edriana Noerdin, mengatakan caleg perempuan perlu memperhatikan strategi agar bisa terpilih. Menurutnya, bila caleg perempuan bisa fokus dan melihat berapa suara yang dibutuhkan untuk menang, kesempatan mereka untuk menduduki kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lebih besar. “Misalnya membutuhkan 5.000 atau 6.000 suara di DP-nya (daerah pemilihan), maka fokus saja dengan angka itu. Jangan berusaha menjangkau sebanyak mungkin atau bahkan semua penduduk. Pikirkan juga dana yang terbatas,” ujarnya sebuah diskusi. Menurutnya, langkah pertama adalah usahakan mendapat data atau nama-nama orang di DP-nya sesuai dengan jumlah yang ditentukan. “Data itu penting sekali. Kalau sudah mendapat nama-namanya baru melakukan pendampingan ke masyarakat,” kata Edriana. Ada harapan besar yang dimiliki caleg perem-

puan untuk bertarung. Sebab, publik mulai tidak percaya dengan calon anggota legislatif pria karena lebih banyak melakukan korupsi daripada caleg perempuan. “Kalau dari hasil penelitian kami di lapangan, justru kini masyarakat berharap banyak ke (caleg) perempuan karena memang mulai tidak percaya dengan anggota DPR pria,” kata dia. Dalam penelitian tersebut, publik menganggap caleg perempuan bisa diharapkan tidak sekorup caleg pria. Bahkan, jika dilihat dari pemilu sebelumnya, ada peningkatan jumlah anggota DPR perempuan. “Kenaikan itu cukup signifikan. Belum lagi aturan tahun ini yang mewajibkan partai politik wajib memenuhi kuota caleg perempuan sebesar 30%. Tentu ini menumbuhkan optimisme untuk bisa meningkatkan kuota perempuan sebagai anggota legislatif,” katanya. Pada bagian lain, ratusan caleg di DIY mendeklarasikan diri sebagai caleg yang bersih, efektif, dan aspiratif. Dwi Rusjiyati Agnes, perwakilan caleg dari PDIP, mengatakan sejauh ini penerapan UU kuota 30% sudah terlaksana, tetapi keterwakilan di DPRD masih minim. “Tantangan caleg perempuan banyak, budaya patriarki, pragmatisme dan stereotipe masih menjadi kendala bagi perempuan untuk berkiprah dalam politik,” ujarnya. Padahal, menurutnya, perempuan juga memiliki potensi besar untuk melakukan perubahan

Noviarukmi

Edriana Noerdin

Dwi Rusjiyati Agnes

dalam politik yang kian karut-marut. “Kami yakin kalau diberikan kesempatan, kami bisa melakukan perubahan,” kata dia. Sementara itu, , salah satu caleg perempuan dari Golkar, menilai perempuan seharusnya diberikan ruang lebih luas dalam politik. “Kami juga mampu berkarya dan juga berkomitmen untuk menciptakan politik yang bersih,” ujarnya. Dalam kesempatan tersebut, para caleg perempuan mengikrarkan komitmen bersama untuk turut mewujudkan pemilu yang bersih, santun, beretika, dan berbudaya. “Tidak ada money politics,” kata Novia. (U1)


Orator

l

8 29 Januari 2014

Mendatangi Ratusan Desa BIODATA Nama Lahir Istri Anak Alamat

: Toto Herwantoko : Cimahi, 4 November 1955 : Sri Widianti : 4 Orang : Jalan Way Ngarip No. 8, Pahoman, Bandar Lampung

Riwayat Pendidikan: - SDN 1 Kejapanan, Jatim - SMPN 36 Jakarta - SMAN 5 Jakarta - S-1 STIE Paripurna Jakarta - Pascasarjana Universitas Saburai Bandar Lampung Riwayat Organisasi dan Pekerjaan: - Ketua Hiswana Migas Lampung - Wakil Ketua Bapilu DPD Demokrat Lampung - Ketua Seni Pernafasan Satria Nusantara Lampung - Dewan Penasihat Majelis Zikir Nurussalam SBY Lampung - Ketua Fraksi Demokrat DPRD Lampung

T

IDAK banyak politikus yang sudah duduk di legislatif mau rajin turun ke daerah pemilihannya untuk menyerap aspirasi maupun membawa program pembangunannya. Namun, bagi Toto Herwantoko, meskipun sudah dua periode duduk di Dewan, dia tidak pernah kapok mendatangi ratusan kampung yang ada di daerah pemilihannya, Lampung Tengah. Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Lampung Toto Herwantoko mengatakan meskipun sudah dua periode menjadi wakil rakyat dari daerah pemilihan Lampung Tengah, silaturahminya tidak pernah putus dengan masyarakat. Bahkan, dari 304 kampung yang ada di kabupaten itu hampir seluruhnya sudah pernah didatanginya, baik untuk silaturahmi, menyerap aspirasi, maupun menyampaikan program pembangunan yang sudah dia perjuangkan di legislatif. “Politik itu kuncinya silaturahmi. Mendatangi kampung dan rumah-rumah warga di Lampung Tengah ini sudah menjadi rutinitas saya. Oleh sebab itu, dari 304 kampung itu 90%

sudah pernah saya datangi,” kata dia. Pendiri Partai Demokrat di Lampung itu menambahkan menjadi wakil rakyat yang bermanfaat kepada masyarakat Lampung secara umum dan daerah pemilihan secara khusus, itu sudah menjadi komitmennya. Untuk periode ketiga ini, Toto Herwantoko bertekad akan lebih memprioritaskan program pembangunan di bidang infrastruktur jalan, pertanian, dan pendidikan. Mengingat masyarakat yang tinggal di perdesaan saat ini membutuhkan jalan yang layak dan pendidikan berkualitas. “Hasil silaturahmi dengan masyarakat saat ini mereka butuh jalan bagus dan sektor pertanian harus diperhatikan sehingga itulah nanti yang akan kami perjuangkan di Dewan,” kata dia. Menjelang Pemilu 2014, Toto Herwantoko juga meningkatkan intensitasnya bertemu masyarakat Lampung Tengah. Bahkan, tidak jarang dia menginap di rumah warga maupun posko-posko yang ada di Lampung Tengah. Langkah itu dia lakukan selain agar lebih dekat dengan masyarakat, juga bagian dari

pembinaan terhadap konstituennya yang sudah memercayainya menjadi wakil mereka di Dewan pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Dalam pertemuan dengan masyarakat itu guna menyerap aspirasi dan menyampaikan program pembangunan serta bantuan, juga menyosialisasikan dirinya sebagai caleg DPRD Lampung. “Sekalian saya menyosialisasikan ketua DPD sebagai cagub Lampung. Alhamdulillah respons masyarakat juga cukup baik.” Tidak hanya hubungan baik dengan masyarakat, Toto Herwantoko juga mengaku menjalin hubungan yang baik dengan para kepala kampung se-Kabupaten Lampung Tengah. Dia tidak segan menyebar nomor ponsel yang dia miliki kepada seluruh masyarakat dan kepala kampung agar bisa berkomunikasi langsung dengannya. “Insya Allah dengan begitu saya selalu dekat dengan masyarakat Lampung Tengah. Mereka tidak segan-segan menghubungi saya, baik sekadar silaturahmi maupun menyampaikan aspirasi yang akan saya perjuangkan,” kata dia. (U1) n Fathul Mu’in


Orator

Fisik Politikus Harus Prima untuk Melayani Rakyat

P

ARTAI Keadilan Sejahtera (PKS) memiliki korps kepanduan yang bertugas melatih fisik kader untuk siap menjadi relawan masyarakat sekaligus mengamankan suara dalam pemilu dan pemilukada. Cucu Mulyono adalah komandan kepanduannya PKS Lampung yang siap masuk legislatif dengan membawa semangat perbaikan. Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga DPW PKS Lampung ini mengatakan sebagai partai politik yang ingin terus bekerja melayani masyarakat, PKS memiliki struktur organisasi yang lengkap, salah satunya adalah kepanduan. Pandu Keadilan di partainya memiliki tugas untuk melakukan pembinaan, pengamanan, dan pelayanan. Fungsi pembinaannya, yakni bertugas melakukan pendidikan fisik (tarbiyyah jasadiyyah) melalui program perkemahan (mukhayyam) yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun. “Tugas kami ini banyak. Mulai dari membina fisik kader, mengamankan suara pemilu, dan membantu masyarakat saat terjadi bencana atau musibah,” kata Cucu. Menurut dia, seluruh kader partai politik harus memiliki fisik yang sehat dan prima agar setiap ada panggilan untuk mengabdi, kader partai tersebut selalu siap sedia. Termasuk kader partai yang sudah duduk di eksekutif dan legislatif harus memiliki fisik yang kuat agar bisa terus bersilaturahmi dengan masyarakat. “Jadi politikus itu juga harus punya fisik yang kuat agar mampu mengemban amanah dengan baik. Membina fisik itu salah satu tugas kepanduan,” ujar pria kelahiran Bandung, 2 Maret 1973 itu. Selain tugas membina fisik, kepanduan DPW PKS Lampung juga memiliki tugas untuk membantu dan melayani masyarakat yang sedang tertimpa musibah. Relawan kepanduan PKS, kata dia, akan langsung diterjunkan ke lokasi itu untuk membantu masyarakat yang sedang tertimpa bencana,

mulai dari banjir, longsor, kebakaran, tertimpa pohon maupun bakti sosial membersihkan sampah maupun tempat publik. “Tugas yang terakhir adalah mengamankan suara PKS di pemilu dan pemilukada, serta mengamankan aset vital maupun pimpinan PKS,” ujarnya. Kepanduan sebagai salah satu bagian dalam partai ini juga tidak mau ketinggalan dalam membuktikan sumbangsihnya kepada negeri ini dengan mengirimkan anggotanya untuk bersaing di Pemilu 2014 sebagai calon anggota legislatif, baik di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Salah satunya adalah dia yang maju sebagai caleg DPRD Provinsi Lampung dari daerah pemilihan Lampung Selatan. Menurut dia, salah satu motivasinya masuk legislatif selain karena tugas partai, juga karena ingin memperjuangkan anggaran pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan memperjuangkan anggaran untuk pembinaan kaum muda Lampung agar nantinya ikut berpartisipasi dalam membangun bangsa dan daerah ini. Selain itu, jika nantinya mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk mengabdi di Dewan, dia juga akan memaksimalkan pengawasan program-program pemerintah daerah agar tidak melenceng. “Sudah saatnya program-program prorakyat itu diperjuangkan di legislatif,” ujar pria lima anak itu. (U1) n Fathul Mu’in

Biodata Cucu Mulyono Kelahiran : Bandung, 2 Maret 1973 Alamat : Jl. Purnawirawan, Gang Swadaya, Gunungterang, Bandar Lampung Istri : Indah Lestari Anak : 5 orang Pengalaman Organisasi: - Pengurus FKPPI Lampung - Pengurus Karang Taruna Lampung - Ketua Kepanduan DPW PKS Lampung - Kepala Cabang PT Gibraltar Lampung


Pilar

l

10 29 Januari 2014

NasDem Menang, Restorasi Indonesia di Segala Bidang

K

ETUA Umum Partai NasDem Surya Paloh optimistis mampu menjadi partai tiga besar pemenang Pemilu 2014, bila perolehan suara di luar Pulau Jawa mampu mengimbangi suara di Pulau Jawa. Jika persentase suara ini dapat berimbang, NasDem yakin akan mendapat suara di atas 12%. Surya mengatakan dengan pergerakan para kader di Pulau Jawa, persentase Partai NasDem saat ini 9%. Sementara di luar Pulau Jawa hanya 3%. “Kalau kenaikannya dapat mengimbangi atau naik sekitar 6% lagi, sedikit-dikitnya tambahan 3%—4% saja akan di atas 12%,” kata Surya. Saat ini pergerakan para kader dan di Pulau Jawa lebih dinamis. Namun, dia menjanjikan dalam tempo satu-dua bulan ke depan para kader di luar Pulau Jawa dapat mengimbanginya. “Dari 3,5% akan mendapatkan lompatan yang jauh sekali dalam waktu satudua bulan ke depan. Di luar Pulau Jawa ini,” katanya, yakin. Jika terbukti NasDem menang dalam Pemilu 2014, Indonesia bersiap menuju kemajuan

dan kesejahteraan dengan restorasi yang diusung partai itu. Akan ada perubahan yang mendorong Indonesia menjadi negara yang disegani karena perkembangan pembangunannya dan kesejahteraan rakyatnya. “Hal itu saya yakin terwujud, untuk itu kader harus berupaya agar kita menang,” kata Surya. Lima parpol tinggi perolehan suara Pemilu Legislatif 2014 berdasarkan survei Litbang Kompas, Partai NasDem menempati posisi tertinggi sebagai partai dengan tone pemberitaan paling positif, dengan perolehan 34,54%. Partai Hanura menyusul di tempat kedua dengan 31,9%. Sedangkan PDI Perjuangan dan Gerindra di posisi ketiga dan keempat dengan perolehan 26,26% dan 26,19%. Setidaknya itu ditunjukkan oleh hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas. Lembaga independen tersebut menggunakan 1.380—1.400 responden berusia minimal 17 tahun, yang dipilih secara acak di 34 provinsi di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error sekitar 2,6%. Bagi Partai NasDem hasil ini membawa an-

gin segar setelah beberapa survei dari lembaga riset menempatkan NasDem di posisi bawah. “Ya rilis Kompas ini mencerminkan kerja parpol hingga saat ini, dan tentu hasil yang dicapai dalam masa survei menunjukkan bahwa kerja keras NasDem sebagai satu-satunya partai baru, mulai diakui oleh publik,” kata Sekjen DPP Partai NasDem Patrice Rio Capella. NasDem optimistis bisa menembus tiga besar partai politik pemenang Pemilu 2014. “Jika sekarang NasDem masuk lima besar, target berikutnya adalah tiga besar. NasDem berkeyakinan dalam waktu dua bulan akan bisa melampaui elektabilitas Partai Demokrat yang hanya berbeda 0,3% saja,” kata Rio. Menurutnya, target tiga besar itu merupakan rekomendasi Rapat Kerja Nasional Partai NasDem pada awal Desember 2013. “Survei Litbang Kompas yang positif itu akan menjadi penyemangat NasDem untuk semakin mendekatkan diri secara nyata dengan rakyat. Mesin politik NasDem pun akan semakin panas,” kata dia. (MI/U1)


Jejak

l

11 29 Januari 2014

I Gusti Ketut Pudja

Pahlawan dari Singaraja Pembentuk Ideologi Nasionalis Bangsa SOSOK I Gusti Ketut Pudja tampaknya tak semua anak bangsa mengetahuinya. Padahal, dia ikut ambil bagian pada saat penyusunan naskah proklamasi dan memegang peranan sangat penting dalam memperbaiki butir pertama dari Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Pancasila.

A

tas jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional pada 2011. Putra asli Bali ini lahir di Singaraja, 19 Mei 1908, dari pasangan I Gusti Nyoman Raka dan Jero Ratna Kusuma. Tahun 1934, di usia 26 tahun, Pudja berhasil menyelesaikan kuliah di bidang hukum dan meraih gelar Meester in de Rechten dari Rechts Hoge School, Jakarta. Setahun kemudian, ia mulai mengabdikan dirinya pada kantor Residen Bali dan Lombok di Singaraja. Pada 7 Agustus 1945, Pemerintah Angkatan Darat XVI Jepang yang berkedudukan di Jakarta membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai Soekarno. I Gusti Ketut Pudja kemudian terpilih sebagai salah satu anggota PPKI mewakili Sunda Kecil yang saat ini dikenal sebagai Bali dan Nusa Tenggara. PPKI bertugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia di mana sebelum panitia ini terbentuk, telah berdiri BPUPKI tetapi dibubarkan Jepang karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan. Selanjutnya, pada 16 Agustus hingga 17 Agustus 1945 dini hari, Pudja turut hadir dalam perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta Pusat. Pudja juga menyaksikan momen bersejarah pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Sehari setelah proklamasi, PPKI mengadakan rapat guna membahas Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang merupakan hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia. Piagam tersebut merupakan hasil rumusan Panitia Sembilan, yakni panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI yang terdiri dari Soekarno, Proklamator, Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia (1945—1956) Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Di dalam Piagam yang disetujui pada 22 Juni

1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis) itu terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila, yaitu: - Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; - Kemanusiaan yang adil dan beradab; - Persatuan Indonesia; - Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan - Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagian dari warga Indonesia bagian timur termasuk I Gusti Ketut Pudja tidak menyetujui butir pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”. Pudja kemudian menyarankan agar menggantinya dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perubahan butir pertama dilakukan oleh M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo. Istilah mukadimah pun diubah menjadi pembukaan UUD. Mereka menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan bangsa. Setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, pada sidang kedua yang beragendakan penyusunan UUD, Piagam Jakarta dijadikan mukadimah (preambule). Bersamaan dengan penetapan ran-

cangan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I, 18 Agustus 1945, Pancasila pun ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia. Proklamator, Presiden Pertama Republik Indonesia (1945—1966) Presiden Soekarno kemudian mengangkat Pudja sebagai Gubernur Sunda Kecil yang waktu itu disebut Wakil Pemimpin Besar Bangsa Indonesia Sunda Kecil pada 22 Agustus 1945. Keesokan harinya, Pudja tiba di kampung halamannya, Bali, dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai gubernur dan langsung memulai tugasnya. Hal pertama yang dilakukannya adalah menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan Indonesia hingga ke desa-desa terpencil di Bali. Pudja menjelaskan latar belakang proklamasi dan struktur pemerintahan Republik Indonesia serta menyampaikan bahwa ia adalah gubernur Sunda Kecil hasil pemilihan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang disahkan oleh Soekarno. Pudja juga mulai mengadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda Kecil dengan ibu kotanya Singaraja. Saat itu, walau sebenarnya sudah menyerah, Jepang tetap saja masih berkuasa di sejumlah daerah di Bali. Pudja kemudian mengerahkan para pemuda untuk melucuti senjata tentara Jepang pada akhir tahun 1945. Sayang, usaha itu gagal dan Pudja bahkan sempat ditangkap tentara Jepang. Selain sebagai gubernur, suami dari I Gusti Ayu Made Mirah ini pernah mendapat amanat dari Presiden Soekarno untuk menjadi pejabat di Departemen Dalam Negeri. Jabatan lain yang pernah diemban bapak lima anak ini adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga ia memasuki masa purnabakti pada 1968. (U1)


Luber

l

12 29 Januari 2014

Pedoman Pemasangan Alat Peraga Kampanye DALAM berkampanye, para calon anggota legislatif (caleg) mulai memasang strategi untuk menyosialisasikan pencalonannya. Salah satunya dengan pemasangan alat peraga kampanye. Namun, ada pedoman dalam memasang alat peraga kampanye yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai PKPU No. 13/2013, terutama: Pasal 17 (1) Kampanye pemilu dalam bentuk pemasangan alat peraga di tempat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, diatur sebagai berikut: a. alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempattempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan; b. Peserta Pemilu dapat memasang alat peraga kampanye luar ruang dengan ketentuan: 1. baliho atau papan reklame (billboard) hanya diperuntukan bagi partai politik 1 (satu) unit untuk 1 (satu) desa/kelurahan atau nama lainnya memuat informasi nomor dan tanda gambar partai politik dan/atau visi, misi, program, jargon, foto pengurus partai politik yang bukan calon anggota DPR dan DPRD; 2. Calon anggota DPD dapat memasang baliho atau papan reklame (billboard) 1 (satu) unit untuk 1 (satu) desa/kelurahan atau nama lainnya; 3. bendera dan umbul-umbul hanya dapat dipasang oleh partai politik dan calon anggota DPD pada zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU/KIP provinsi, dan atau KPU/KIP kabupaten/kota bersama pemerintah daerah. 4. spanduk dapat dipasang oleh partai politik dan calon anggota DPR, DPD dan DPRD dengan ukuran maksimal 1,5 x 7 m hanya 1 (satu) unit pada 1 (satu) zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU/KIP provinsi, dan atau KPU/KIP kabupaten/kota bersama pemerintah daerah. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4 berlaku 1 (satu) bulan setelah peraturan ini diundangkan.

kota, PPK, PPS, dan PPLN berkoordinasi dengan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan kantor perwakilan Republik Indonesia untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye pemilu; d. Penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf c memuat lokasi dan penyediaan media pemasangan alat peraga kampanye yang dilakukan oleh KPU, KPU/KIP provinsi, dan atau KPU/ KIP kabupaten/kota; e. Pemasangan alat peraga oleh peserta pemilu baik partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan/atau DPRD kabupaten/kota atau calon anggota DPD hanya diperkenankan dilakukan dalam media pemasangan alat peraga yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud huruf d.

c. KPU, KPU/KIP provinsi, KPU/KIP kabupaten/

(2) Peserta pemilu wajib membersihkan alat

peraga kampanye paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara. (3) KPU, KPU/KIP provinsi, dan atau KPU/KIP kabupaten/kota berwenang memerintahkan peserta pemilu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Ayat (1) huruf a dan Ayat (2) untuk mencabut atau memindahkan alat peraga tersebut. (4) Dalam hal peserta pemilu tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), pemerintah daerah setempat dan aparat keamanan berdasarkan rekomendasi Bawaslu, Bawaslu provinsi atau Panwaslu kabupaten/kota berwenang mencabut atau memindahkan alat peraga kampanye dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada peserta pemilu tersebut. n


Jeda

l

13 29 Januari 2014

Pengawasan Tumpul Membuat Sengketa Pemilu Menumpuk TUJUH bulan lagi Pemilu Legislatif 2014 akan berlangsung. Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara pemilu diharapkan dapat mempersiapkan dan mengawal pesta demokrasi yang digelar 9 April 2014 itu agar berjalan lancar, jujur, dan berkualitas.

T

ahapan pemilu baru memasuki proses penetapan daftar caleg tetap (DCT). Masih panjang proses yang akan dilalui ke depan, tetapi berbagai sengketa mulai mengalir ke meja Bawaslu, bahkan ada yang sampai ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Salah satu kunci sukses penyelenggaraan pemilu ialah adanya sinergi di antara sesama lembaga penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu). Pertanyaannya, apakah kedua lembaga itu selama ini telah bersinergi dalam mempersiapkan Pemilu 2014? Menurut Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, hingga saat ini sinergi KPU-Bawaslu masih dipertanyakan. Pasalnya, dalam beberapa hal, kedua lembaga itu justru memperlihatkan sikap berseberangan. “Misalnya, ketika Bawaslu melakukan pengawasan, mereka selalu mengatakan peraturan KPU (PKPU) tidak ada. Tapi sekarang setelah PKPU ada, mereka tidak melakukan apa-apa. Saya rasa Bawaslu kurang optimal melakukan pengawasan,” kata Ray, beberapa waktu lalu. Ia memprediksi Pemilu 2014 akan menimbulkan banjir gugatan ke Bawaslu karena pintu untuk menggugat dibuka penuh bagi masyarakat. Gugatan soal kampanye hingga penetapan calon terpilih akan menumpuk di Bawaslu. Nah, yang menjadi persoalan, apakah Bawaslu sudah siap untuk menghadapi gugatan-gugatan tersebut? “Saya ragu lembaga itu akan efektif menyelesaikan semua gugatan itu. Secara teori, aturan Bawaslu sudah bagus, tetapi teknis di lapangan memiliki standar yang berbeda. Ini soal keahlian, dan pertanyaan besarnya apakah mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah?” Mengenai supporting system, Ray menegaskan tidak ada alasan bagi Bawaslu untuk mengeluh karena Bawaslu telah menjadi lembaga yang mandiri. “Sistem pendukung tidak kurang di Bawaslu, mungkin itu cara mereka mengelak. Idealnya harus di-

lakukan evaluasi karena sampai sekarang belum terlihat kiprahnya seperti apa,” ujar Ray. Ilusi pemilu yang jujur dan adil, kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Angraeni, akan menjadi ilusi belaka bila Bawaslu hanya mengandalkan jajarannya. Untuk itu, Bawaslu perlu mendorong masyarakat untuk aktif memberikan perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu. “Memang Bawaslu tidak hanya bekerja dengan mengandalkan jajarannya saja. Sumber daya yang mereka miliki, dari pengamatan kita, tidak bisa memproses semua laporan yang masuk dan mereka selalu berkeluh kesah. Tapi, perlu peran aktif Bawaslu untuk mengakali keterbatasan itu dengan memberdayakan masyarakat,” kata Titi. Perludem menilai hingga saat ini belum terlihat secara nyata bagaimana Bawaslu berupaya melibatkan dan menyadarkan masyarakat agar peduli akan bahaya kecurangan pemilu. Padahal, pemilu yang sukses harus diawali dengan kampanye yang adil. “Kalau masyarakat terlalu luas, dimulai dengan kelompok yang kritis dan peduli pemilu. Dengan parpol sekian banyak, jika Bawaslu seorang diri, tentu tidak akan berjalan. Rangkul keterlibatan masyarakat. Jika tidak, ya siap-siap saja menghadapi pengaduan yang membeludak,” ujar Titi. Setelah KPU mengeluarkan PKPU tentang tata

cara kampanye, Titi melihat hal itu secara substansial lebih baik ketimbang Pemilu 2009. Namun, jika aturan itu tidak tersosialisasi dengan baik, pelanggaran bukan tidak mungkin lebih banyak ketimbang 2009. “Sebenarnya sederhana, kita sudah punya panduan. Nah, tantangannya adalah ada aturan, tapi apakah aturan itu bisa tersosialisasi atau tidak. Itu yang memengaruhi banyak tidaknya penyelewengan,” ujarnya. Koordinator Divisi Pengawasan dari Bawaslu, Daniel Zuchron, mengatakan dalam melakukan pengawasan Bawaslu biasanya menyikapi dengan dua aspek, yakni pencegahan dan penindakan. Pada prinsipnya, fungsi pengawasan dilakukan secara bertahap dimulai dari pemetaan potensi kecurangan sampai dengan menyusun teknis pengawasan melekat yang melibatkan partisipasi berbagai pihak. “Melekat itu maksudnya kita terjun langsung ke lapangan dan ikut dalam peristiwa pemilu, berupa pertemuan-pertemuan dan kegiatan di lapangan. Selain itu, ada persiapan yang dilakukan, salah satunya membuat standar kerja, yakni pengaturan pengawasan melalui perbawaslu. Kemudian ada jadwal pengawasan. Misalnya, saat ini kan sudah masuk masa kampanye (tatap muka) hingga Maret 2014. Ada pemeriksaan atribut alat peraga tiap minggu,” kata Daniel. (MI/U1)


Jeda

l

14 29 Januari 2014

TNI Buktikan Netralitas dalam Pemilu Jenderal Budiman diwawancarai terkait hal itu. Berikut petikannya. Pemilu 2014 sudah di depan mata. Apakah Anda bisa menjamin TNI, khususnya Angkatan Darat, akan bersikap netral dalam pemilu mendatang? Sejak tahun 1998, sistem demokrasi mulai ditegakkan, dan sejak saat itu TNI berkomitmen untuk bersikap netral. Kami sudah membuktikan itu pada 2004 dan 2009, kami full netral. Para anggota pun sudah dewasa dan mengerti demokrasi. Kita tak bisa lagi memihak salah satu calon. Konyol jika berani berpihak. Jelas kami harus netral. Terus bagaimana dengan anggota keluarga TNI? Kami (tentara) memang tidak punya hak pilih. Tapi keluarga memiliki kebebasan tanpa pengaruh siapa pun. Keluarga bebas untuk memilih.

S

ALAH satu perubahan fundamental dari era reformasi ialah keluarnya TNI dari arena politik praktis di Indonesia. Namun, kerisauan akan netralitas TNI dalam pemilu masih menghantui perhelatan pesta demokrasi itu di Tanah Air. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD)

Bagaimana Anda dalam meningkatkan profesionalisme TNI AD? Kami memiliki kewajiban untuk meningkatkan profesionalisme. Mulai dari peningkatan kualitas fisik, rasa tanggung jawab, keahlian, kedisiplinan, dan sebagainya. Saat ini anggota Angkatan Darat sebanyak 315 ribu. Setiap tahun kami memecat 50 anggota yang melakukan pelanggaran. Ini bentuk profesionalisme kami. Meskipun kami akui saat ini memang memiliki kesulitan dalam hal rekrutmen. Karena keinginan masyarakat

untuk menjadi tentara berkurang. Soal pembelian peralatan perang baru, sering mendapat sorotan? Kami telah membeli High Mobility Artilery Rocket System (Himars) untuk dua batalion. Kami pilih Himars karena memiliki efek counter terorisme yang lebih fokus. Kami tidak beli lewat broker, langsung dari pabrik. Dengan bernego untuk memperoleh harga termurah dengan kualitas terbaik dari Eropa. Kami begitu terbuka soal pembelian alat. Bagaimana perencanaan jangka panjang TNI AD ke depan? Kami telah menyeleksi 100 lulusan Akademi Militer yang paling aktif dan terbaik dari tahun 1984 hingga 2003. Untuk menyusun konsep lima tahun ke depan. Mereka akan mendesain visi jangka panjang menuju TNI AD yang profesional dan modern. Dalam pandangan TNI AD, apa ancaman bangsa ini sekarang? Berbicara soal ancaman, TNI AD lebih berkonsentrasi untuk mempersiapkan ancaman dari luar. Contohnya, Papua ada banyak kepentingan di dalamnya yang sewaktu-waktu bisa pecah. Berbicara soal Papua, masalahnya begitu berat dan tidak bisa dianggap enteng. Kami juga melakukan serangkaian ekspedisi dalam upaya pertahanan wilayah Papua. Kami pun mencoba masuk bagaimana rakyat mencintai kita, dan memberikan kemajuan pembangunan di dalamnya. Bagaimana soal kesejahteraan anggota TNI AD, apakah alokasi anggaran yang ada sudah memadai? Gaji prajurit lumayan, pangkat terendah bisa mencapai Rp3,9 juta. Cukup ditambah dengan renumerasi. Secara keseluruhan biaya belanja barang di bawah 20%, 80% untuk gaji. (MI/U1)


Pernik Pemilu

l

15 29 Januari 2014

Korupsi Politik akibat Sistem Memberi Celah D

OSEN Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, Hibnu Nugroho, memprediksikan kasus korupsi masih dominan pada 2014 ketimbang kasus hukum lainnya. “Kenapa masih tetap marak? Ini karena sistem administrasi pemerintahan yang tetap memberikan celah untuk melakukan tindak pidana korupsi,” katanya di Purwokerto kemarin. Dalam hal itu, kata dia, tindak pidana korupsi dilakukan seseorang karena sistem yang memberikan celah dan peluang untuk melakukannya, bukan disebabkan adanya kesempatan. Karena itu, tiada jalan lain selain segera membenahi sistem administrasi pemerintah agar tidak memberi celah untuk korupsi. “Dengan adanya pembenahan pada sistem administrasi ini, tindak pidana korupsi bisa dihindarkan atau dikurangi,” kata dia. Akademisi yang pernah mengikuti seleksi calon hakim agung pada 2012 itu menambahkan hakim harus berani memberikan hukuman maksimal terhadap terdakwa kasus korupsi agar bisa memberikan efek jera bagi para calon koruptor.

Menurut dia, putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukuman sejumlah terpidana kasus korupsi seperti Irjen Djoko Susilo maupun Angelina Sondakh (Angie), dapat menjadi yurisprudensi bagi penegak hukum dalam menjatuhkan vonis bagi para terdakwa kasus korupsi. “Putusan Mahkamah Agung saya kira bisa dijadikan cambuk bagi polisi dan jaksa untuk memaksimalkan tuntutan pidana maupun bagi hakim dalam memberikan vonis,” katanya. Di Makassar, Sulawesi Selatan, Direktur Lembaga Anti-Corruption Committee (ACC) Abdul Muthalib menyebutkan sektor yang paling mudah terjadi praktik korupsi di daerah ialah penggunaan dana hibah, bantuan utang, dan dana bantuan sosial (bansos). “Modus praktik korupsi sangat besar berpeluang terjadi pada dana bantuan hibah dan bansos karena bantuannya utang dari Bank Dunia, APBN, dan APBD,” ujar Thalib.

Ia mencontohkan proyek-proyek Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang bersumber dari APBN melalui Bappenas. Pada 2013, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menerima dana PNPM sebesar Rp354,875 miliar yang dibagi habis untuk 304 kecamatan di 24 kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan. “Di Jeneponto, Kejaksaan Negeri setempat tengah mengusut tuduhan penggelapan dana PNPM Rp300 juta. Jadi pengelolaan dana PNPM ini sangat rentan diselewengkan sebab pengelolaan dana itu belum mengikuti standar pengelolaan keuangan. Hasilnya, di beberapa kabupaten diduga dikorupsi,” kata dia. (MI/U1)


Geliat Anti Korupsi

l

16 29 Januari 2014

Kami Memang Perang dengan Korupsi

K

ORUPSI memang menjadi musuh bersama dan harus menjadi fokus utama pemimpin bangsa dalam mengurus negara ini untuk memberantasnya. Hal itu juga menjadi salah satu tugas mahapenting yang bakal disandang Pramono Edhie Wibowo saat terpilih menjadi calon presiden konvensi Partai Demokrat dan dilanjutkan menang dalam pemilu presiden. Saat berkunjung ke Lampung Post, beberapa waktu lalu, jenderal bintang empat yang juga mantan KSAD TNI itu mengaku sudah jelas faktanya, partai tempatnya bernaung ditempati kader-kader yang terjerat korupsi. Namun, partai juga telah melakukan langkah-langkah konstruktif untuk memperbaiki. Kebijakan yang diambil partai menunjukkan jika partai melakukan pembersihan. “Terbukti dengan dicopotnya semua kader yang terbukti korupsi. Ini bukti kami juga perang dengan korupsi,” kata Pramono. Kader korupsi diperiksa, artinya kita bersih-

bersih. Ambil positifnya saja untuk menjadikan kita lebih hati-hati dalam bertindak. Kenapa Demokrat tidak membela kadernya yang terlibat karena Demokrat tidak akan membela yang salah, biar dia bertanggung jawab. “Ke depan saat menjadi pemimpin bangsa ini, saya juga tetap melanjutkan visi Demokrat yang perang dengan korupsi. Yang pada akhirnya segala potensi Indonesia mampu mendorong bangsa menjadi pemimpin dunia dengan rakyat yang sejahtera,” kata anak mantan tokoh pejuang Sarwo Edhie Wibowo itu. Apalagi, di Indonesia menjadi lumbung energi dari berbagai sumber. Tentunya pengelolaan dan pemanfaatan energi yang ada pada kita, baik sumber energi berbahan fosil, terlebih pemanfaatan berbagai sumber energi yang terbarukan, sudah seyogianya menjadi prioritas. “Energi yang berasal dari fosil seperti minyak bumi, memang tidak bisa dihindarkan karena sumber energi terbarukan belum maksimal. Tetapi, ke depan kita harus mengembangkan

terus secara masif upaya menciptakan energi terbarukan,” kata dia. Ada banyak sumber energi. Ada panas bumi, matahari, air, uap, dan biodiesel. Itu semua harus dikembangkan agar energi tidak kurang tanpa menghabiskan yang ada. “Kita banyak kampus, harus ada penelitian yang didukung negara,” kata dia. Terkait keunggulannya dibanding calon lain, Pramono mengaku dia sebagai purnawirawan jenderal saya terbiasa menjadi pemimpin yang disiplin. Hal ini disebabkan pendidikan militer sangat berbeda dengan lainnya. Perbedaan paling mendasar, contohnya begini. Kalau seorang yang berkarier di militer, itu jenjang kepangkatannya sangat jelas dan terukur. “Misalnya, tentara berpangkat letnan dua tidak bisa langsung naik jadi kapten. Apalagi mau langsung jadi jenderal, itu mustahil,” katanya. Tetapi kalau ekonom atau pengusaha, bisa saja dari bawah atau dari biasa saja langsung naik ke atas jadi pimpinan. Kalau tentara tidak bisa, betul-betul bertarung sampai dengan naik menjadi pimpinan. “Memimpin tentara itu homogen. Tetapi menjadi direktur, meski sebetulnya sama, tapi kalau baris tentara itu keras lurus, sementara sipil bilang A tahu-tahu Z itu biasa.” Menurut Pramono, dirinya sudah 33 tahun mengabdi sebagai tentara. “Saya sudah menjelajahi seluruh daratan dari ujung barat hingga timur Indonesia sehingga mengetahui kondisi riil yang dihadapi masyarakat Indonesia. Semua perbatasan darat dengan negara tetangga saya sudah tahu semua. Kehidupan perbatasan mungkin orang belum lihat, sampai di pulau-pulau kecil saya sudah tahu sehingga teritorial saya cukup tahu banyak. Alhamdulillah, dengan karier sebagai seorang militer, saya mengerti dan memahami kondisi bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke,” katanya. Terkait mitos tentang presiden harus orang jawa, Pramono menolaknya karena dia mengaku tidak memercayai mitos. Namun, memang bisa saja disebabkan banyaknya pemilih dari Jawa. Kalau ketentuan harus Jawa tidak ada, tapi mungkin karena pemilihnya banyak orang Jawa. “Harus diakui suku Jawa menyebar di seluruh penjuru Tanah Air.” Kemudian untuk Lampung yang merupakan salah satu lumbung suara Partai Demokrat, terbukti dengan menangnya PD pada dua kali pemilu sebelumnya. “Saya tetap berharap setiap kader tak hanya bereuforia. Harus bekerja, turun ke masyarakat mendekati semua lapisan dalam rangka meningkatkan kembali elektabilitas,” kata dia. (U1) n Eka Setiawan


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.