VOTING, Edisi XXXIV 9 April - 16 April 2014

Page 1

16 Halaman l Edisi XXXIX/ 9 April - 16 April 2014

7 l Perempuan Harus Berperandi Segala Sektor

T E R U J I T E P E R C AYA

3 Menit untuk 5 Tahun HARI ini, Rabu (9/4), menjadi hari yang menentukan masa depan bangsa dalam lima tahun ke depan. Sebab, seluruh rakyat diberi hak menentukan para pemimpinnya yang bisa membawa amanah di bilik tempat pemungutan suara (TPS). Walau hanya 3 menit di bilik itu, hasilnya akan menentukan nasib Republik Indonesia (RI).

H

ak memilih itu diatur dalam konstitusi bangsa yang dibentuk sejak kemerdekaan Indonesia bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan diatur dalam undang-undang. Dalam UUD 1945, hak memilih bagi rakyat itu diatur dalam sejumlah pasal, yakni Pasal 1, 2, 6A, 19, dan 22C. Kemudian diperjelas dengan berbagai aturan, salah satunya UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 43 Ayat (1) menyatakan “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Dengan begitu, sangat kuatlah dasar bahwa setiap warga negara Indonesia yang telah berumur 17 tahun atau sudah pernah menikah untuk datang ke TPS memberikan suaranya. Apalagi di Lampung, ada dua pesta demokrasi yang diikuti para pemilih, yakni pemilu legislatif dan pemilihan gubernur (pilgub). Ketua KPU Lampung Nanang Trenggono mengatakan lembaganya terus bekerja maksimal demi berlangsungnya proses demokrasi di Lampung. Meskipun banyak dinamika yang dilalui, semua yang dibutuhkan untuk pilgub dan pemilu legislatif sudah siap. “Semua sudah selesai,” kata dia. Untuk diketahui, tingkat partisipasi pemilih dalam tiga pemilu terakhir terus merosot. Memang pada Pemilu 1999 usai reformasi mencapai 93,6%. Saat itu semangat masyarakat meletup untuk mencari pemimpin dan wakil rakyat untuk menggeser era Orde Baru. Tapi kemudian pada Pemilu 2004, tingkat partisipasi turun menjadi 84,1%. Partisipasi pemilih makin merosot pada pelaksanaan Pemilu 2009. Angkanya turun menjadi hanya 72,23%. Nanang mengimbau kepada masyarakat untuk menjadi pemilih yang cerdas. “Pilih calon legislatif, anggota DPD, dan gubernur yang amanah, kemudian membawa prospek yang baik ke depan,” kata dia. (CR11/U1)

n ferial


Interupsi

l

2 9 April 2014

n Polling

MK Bolehkan Pengumuman Quick Count MAHK AMAH Konstitusi membatalkan ketentuan larangan pengumuman hasil penghitungan cepat (quick count) pemilu yang diatur dalam UU No. 8/2012 tentang Pemilu DPR, DPD, DPRD (Pemilu Legislatif). Lembaga itu memenangkan uji materi dari sejumlah lembaga hitung cepat, di antaranya PT Indikator Politik Indonesia, PT Saiful Mujani, PT Pedoman Riset. Menurut pemohon, norma yang diuji tersebut sebenarnya telah dibatalkan dalam putusan MK Nomor 09/PUU-VII/2009, yakni menghapus Pasal 245 Ayat (2), (3) UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif. Pasal 247 Ayat (2) berbunyi: “Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilarang dilakukan pada masa tenang.” Pasal 247 Ayat (5): “Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat” dan Ayat (6)nya menyebutkan: “Pelanggaran terhadap ketentuan Ayat (2), Ayat (4), dan Ayat (5) merupakan tindak pidana pemilu.” Sementara Pasal 291 menyebutkan: “Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu dalam masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 Ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.” Sedangkan Pasal 317 mengatur ancaman pidana dan denda jika lembaga survei tidak memberitahukan hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil

resmi pemilu dan memberitahukan hasilnya sebelum dua jam. Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva mengatakan permohonan yang diajukan oleh sejumlah lembaga survei ini telah diputuskan oleh MK dalam Putusan Nomor 9/PUU-VII/2009, tanggal 30 Maret 2009, atas pengujian Pasal 245 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (5), Pasal 282 dan Pasal 307 UU 10/2008, yang telah menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “Pertimbangan Putusan Nomor 9/PUU-VII/2009, tanggal 30 Maret 2009 tersebut mutatis mutandis berlaku pula terhadap permohonan a quo,” kata anggota Majelis, Maria Farida, saat membacakan pertimbangan hukumnya. Dalam putusan tersebut, Mahkamah mempertimbangkan bahwa jajak pendapat atau survei maupun penghitungan cepat (quick count) hasil pemungutan suara dengan menggunakan metode ilmiah adalah suatu bentuk pendidikan, pengawasan, dan penyeimbang dalam proses penyelenggaran negara, termasuk pemilihan umum. Maria mengatakan tidak ada data yang akurat untuk menunjukkan bahwa pengumuman quick count itu telah mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. “Dari sejumlah quick count selama ini tidak satu pun yang menimbulkan keresahan atau mengganggu ketertiban masyarakat, sebab sejak awal hasil quick count tersebut memang tidak dapat disikapi sebagai hasil resmi,” katanya.(ANT/U1)

688 T E R U J I T E P E R C AYA

indeks : GAGAS Memilih yang Layak Dipilih . . .

5

perempuan Pentingnya Perempuan Aktif di Politik . . . 6 ORATOR Memilih Pemimpin yang Dikenal . . .

9

PILAR

10

Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Redaktur Pelaksana: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti. Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Asisten Redaktur Pelaksana: D. Widodo, Umar Bakti. Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, T E R U J I T E P E R C AYA Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Ahmad Amri, Delima Napitupulu, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Karlina Aprimasyita, Wandi Barboy. LAMPOST. CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo, Dedi Kuspendi. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sayuti (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Mif Sulaiman, Widodo, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Kepala Departemen Marcomm: Amiruddin Sormin. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampungpost.com e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kotaagung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim).


Laporan Utama

l

3 9 April 2014

Tidak Seorang pun yang Tidak Bisa Memilih

P

EMILU legislatif dan Pilgub Lampung hari ini digelar. Seluruh warga yang berumur 17 tahun atau pernah menikah berhak memberikan suaranya. Mayoritas masyarakat pemilih tentu berharap bisa memilih calon terbaiknya untuk mewakili mereka duduk di kursi DPR, DPD, dan DPRD. Sebuah peristiwa lima tahunan yang mungkin bisa membawa angin perubahan yang lebih baik bagi mayoritas penduduk bangsa ini. Yang kemudian menjadi pertanyaan bagi setiap calon pemilih, yaitu bagaimana kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menggelar perhelatan akbar ini. Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan kesiapannya dalam sebuah wawancara, kemarin. Pemilu kurang dari 48 jam lagi. Bagaimana kesiapan KPU saat ini? Secara keseluruhan kebutuhan logistik untuk pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014 sudah bisa dipenuhi. Posisi logistik per Senin sudah berada di antara kecamatan dan kelurahan/desa. Pada H-1 ditargetkan akan bergerak dari kelurahan/desa menuju tempat pemungutan suara. Pergerakan dilakukan pada malam hari. Kenapa kerjanya terlihat mepet? Hal ini dilakukan supaya tanggung jawab petugas KPPS tidak lama. Kalau disimpan sempat bermalam, tanggung jawab petugas KPPS semakin besar. Dikhawatirkan terjadi gangguan pada logistik. Kecuali di daerah yang sulit terjangkau di mana butuh alat transportasi reguler untuk menjangkaunya. Bagaimana tingkat kesiapan petugas KPPS di daerah dalam mengawal pemilu ini? Sama halnya dengan logistik, persoalan kesiapan petugas KPPS sudah bisa diselesaikan dan siap menjalankan tugas. Umumnya tak lama setelah direkrut, petugas ini langsung dilatih. Satu hal yang agak menguntungkan KPU, kebanyakan petugas KPPS ini ternyata pernah terlibat dalam pemilu sebelumnya. Artinya KPU tidak terlalu berat melatihnya. Mungkin hanya sejumlah perubahan aturan yang harus diberitahukan ke mereka. Lantas mengenai pemilihnya, apakah mereka sudah mendapat surat pemberitahuan untuk memilih? Itu pasti. Ini yang paling terakhir dan masif kita lakukan sebelum pemilu digelar, yaitu menyampaikan formulir C6 kepada calon pemilih. Selama ini banyak pemahaman di kalangan masyarakat bahwa formulir C-6 merupakan surat undangan. Jika tidak mendapat pemberitahuan dia tidak mau datang. Ini persepsi yang salah. Surat pemberitahuan kepada pemilih merupakan upaya terakhir KPU dalam menyosialisasikan pemilu itu sendiri. Diharapkan

masyarakat bisa menanyakan kepada petugas KPPS mengenai proses pemilu sebelum mencoblos. Apa saja yang bisa dan tidak bisa ditanyakan kepada petugas KPPS? Mereka bisa tanya tentang cara memilih apakah mencoblos atau mencontreng. Atau misalnya kalau seseorang buta huruf bisa didampingi atau tidak, siapa pendampingnya. Sementara yang tidak boleh ditanyakan, yaitu preferensi mengenai caleg atau parpol yang mau dipilih seperti siapa calon yang paling baik untuk dipilih. Bagaimana jika seorang pemilih ternyata belum juga mendapatkan surat pemberitahuan? Di beberapa daerah ternyata masyarakat belum memperoleh surat pemberitahuan? Seharusnya sih sudah dapat. Namun, kalau belum, masyarakat seharusnya bisa proaktif menanyakan kepada ketua RT dan petugas KPPS mengapa belum mendapat surat pemberitahuan itu. Jika memang terdaftar di DPT, tetapi tidak peroleh surat pemberitahuan, mereka cukup datang ke TPS dan menunjukkan kartu identitas. Namun, kalau tidak terdaftar di DPT, mereka bisa datang ke TPS dengan membawa kartu identitas di lokasi dia berada, tetapi dilayani satu jam sebelum pencoblosan ditutup. Artinya tidak ada seseorang yang tidak bisa memilih. Bagaimana dengan tata cara pemilihan?

Kalau masalah tata cara tidak ada yang proses pemilu sebelumnya. Namun, jika calon pemilih masih membutuhkan informasi, petugas KPPS pasti bakal membantu. Bagaimana dengan pengamanan suara pascapemilu? Banyak parpol menduga hal inilah yang dianggap rawan untuk dicurangi. Begitu usai langsung dilakukan penghitungan suara. Ditargetkan sebelum matahari terbenam, seluruh proses penghitungan suara di TPS sudah selesai. Semua proses penghitungan itu dicatat di formulir C1 beserta lampirannya. Formulir C1 sudah diberi penandaan khusus untuk membedakan asli dan salinan. Asli untuk KPU, salinannya untuk Bawaslu dan saksi. Pada hari itu juga seluruh surat suara dibawa ke PPS untuk direkap keesokan harinya. Dalam penghitungan suara di PPS, formulir C1 plano harus dipublikasi dan disesuaikan dengan formulir C1 yang sudah disertifikasi. Setelah direkapitulasi, formulir C1 salinan dikirim ke KPU kabupaten/kota. Gunanya untuk proses digitalisasi dokumen. Apakah KPU kali ini menggunakan IT dalam proses penghitungan suara secara nasional? Kali ini kami tidak meng-IT-kan proses penghitungannya, tetapi hanya mendigitalisasi dokumen hasilnya. Sehingga apabila ada sengketa, setiap pihak bisa merujuk data yang telah terdokumentasi tersebut. (MI/U1)


Laporan Utama

l

4 9 April 2014

Konsentrasi Pecah di Lampung

PESTA demokrasi dalam wujud pemilihan umum yang digelar hari ini akan lebih meriah di Provinsi Lampung. Karena pemilih di Lampung tidak hanya memilih calon anggota DPR, DPRD tingkat I, DPRD tingkat II, dan DPD. Selain pelaksanaan pemilu legislatif, digelar pula Pemilihan Gubernur Lampung yang baru.

P

elaksanaan pemilihan gubernur diputuskan pada 9 April, setelah mengalami penundaan beberapa kali. Tunda-menunda pelaksanaan Pilgub Lampung berawal dari Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi Nomor 270/2305/Sj. Dalam surat itu, Mendagri meminta KPU provinsi, kabupaten, kota, dan Komisi Informasi Publik (KIP) di 43 daerah melaksanakan percepatan pemilukada pada 2013, atau sebelum pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014. Sementara Gubernur Lampung Sjahroedin Z.P. berbeda pendapat. Ia menilai percepatan pilkada tidak cukup hanya dilandasi surat edaran Mendagri. Karena surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum bagi KPU untuk mempercepat pemilukada 2014.

Berbekal alasan itu, Pemerintah Provinsi Lampung belum menganggarkan dana pemilu dalam APBD 2013 sehingga jadwal atau tahapan pemilu yang telah disusun oleh KPU Lampung jadi berantakan. Jadwal pilgub pun terpaksa digeser ke tahun 2014, mengikuti penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Pelaksanaan pemilu gubernur yang direndeng dengan pemilu legislatif ini dinilai justru menguntungkan negara karena biayanya lebih hemat. Selain itu, juga bisa menjadi percontohan untuk pelaksanaan pemilu serentak yang akan diberlakukan pada pemilu periode berikutnya. Tetapi pelaksanaan pemilu saat ini belum dirancang untuk menggelar pemilu serentak. Pertanyaannya, bisakah semua pihak fokus pada pelaksanaan kedua pemilu ini bersamaan? Pertama dari partai politik dan peserta pemilu. Saat ini konsentrasi partai politik dan caleg bertumpu pada pemenangan pemilu legislatif. Apalagi pelaksanaan pemilu legislatif ini menjadi titik mula penentuan pemilu presiden yang tanpa diikuti incumbent. Bagaimana partai politik mengerahkan energinya sekaligus untuk pemilihan gubernur. Saat kompetisi di pemilu legislatif membutuhkan perhatian besar. Kalaupun bisa, bagaimana dengan pemilih-

nya. Konsentrasi masyarakat pun menjadi terpecah antara pemilu legislatif dan pemilu gubernur. Mereka tidak punya cukup waktu untuk membolak-balik rekam jejak partai, caleg ataupun cagub-cawagub. Mereka langsung dijejali sekaligus kampanye dan janji-janji para calon pemimpin dan wakil rakyat. Sisi paling rawan adalah pada penyelenggara pemilu. Bagaimana bisa memiliki cukup energi untuk proses penghitungan suara untuk ke semua proses pemilu. Penghitungan suara pemilu gubernur akan dilakukan belakangan setelah hitung suara untuk pemilu legislatif dirampungkan. Apakah petugas, pemantau, saksi dan masyarakat masih memiliki cukup energi untuk memantau proses pengitungan suaranya? Energi yang sudah terkuras di awal menjadikan konsentrasi lepas dan rawan terjadi kecurangan manipulasi suara dalam pilgub. Belum lagi apabila para pendukung calon gubernur dan calon wakil gubernur ini tidak puas dengan hasil final penghitungan suara. Potensi perpecahan rawan terjadi. Dengan konsentrasi yang terpecah-pecah itu, dibutuhkan kedewasaan bagi semua pihak untuk mengawal proses pemilu di Lampung agar berjalan kondusif. Untuk Bawaslu dan kepolisian tentu harus menyediakan energi lebih untuk pasang mata dan memantau sungguh-sungguh prosesnya. (MI/U1)


Gagas

l

5 9 April 2014

Memilih yang Layak Dipilih

H

ARI ini sebanyak 5,8 juta masyarakat Lampung yang masuk daftar pemilih tetap (DPT) akan berbondong-bondong datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Mereka akan menyalurkan hak suaranya untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, serta calon gubernur dan wakil gubernur Lampung. Segenap warga yang tinggal di provinsi ini berharap pemilu legislatif dan Pemilihan Gubernur Lampung akan berhasil memilih orang-orang yang memang layak dipilih. Hal itu penting karena tidak semua kandidat, baik caleg maupun cagub, tidak layak dipilih. Masyarakat harus benar-benar menyeleksi terlebih dahulu sebelum menentukan pilihannya. Selanjutnya, siapakah calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta calon gubernur dan wakil gubernur Lampung yang layak dipilih?

Sabiqul Iman Mahasiswa Pascasarjana FISIP Unila

Memilih Partai Politik Partai politik sejak jauh-jauh hari sudah melakukan kampanye dan sosialisasi. Semua mengklaim menyuarakan kepentingan rakyat, antikorupsi, dan paling getol memperjuangkan kepent-

ingan masyarakat kecil. Membedakan mana partai politik yang benar-benar peduli dan menyuarakan kepentingan rakyat dengan yang sekadar menjual janji manis saat kampanye tentunya bukan perkara mudah, melainkan juga harus dilakukan. Cara untuk melihat suatu partai itu apakah benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat atau tidak adalah dengan mencermati perilaku dari kader-kader partai itu. Partai politik peserta Pemilu 2014 tentu punya rekam jejak (track record) yang bisa dilacak dan dipelajari. Dengan begitu, masyarakat bisa melihat perilaku maupun dapur dari partai itu. Mulai dari kinerja anggota Dewannya, moral kadernya, maupun berapa jumlah anggota dari partai itu yang tersangkut masalah korupsi maupun masalah hukum lainnya. Partai yang baik adalah yang mengutamakan kepentingan rakyat dari kepentingan yang lain. Karena ukuran baik bagi partai politik juga harus dilihat dari kemampuannya menghindari tindakan-tindakan yang merugikan negara maupun kepeduliannya kepada masyarakat yang tidak hanya dilakukan menjelang pemilu.

Memilih Caleg dan Cagub Dalam memilih calon wakil rakyat yang akan duduk di eksekutif maupun legislatif baik untuk DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota masyarakat juga perlu memilahnya. Agar dalam memilih nanti masyarakat benar-benar memilih yang memang benar-benar layak dipilih. Bukan memilih yang paling banyak iklannya, paling banyak atribut kampanyenya atau mereka yang paling banyak uangnya. Calon wakil rakyat di semua tingkatan yang layak dipilih adalah mereka yang benar-benar berkualitas. Setidaknya ada empat kriteria caleg dan cagub Lampung itu layak dipilih adalah bermoral baik, merakyat, antikorupsi, dan aspiratif. Bermoral baik artinya dia memiliki track record yang baik di masyarakat. Bahkan saat memimpin organisasi politik maupun pemerintahan tidak pernah bermasalah. Mereka juga tidak pernah tersangkut kasus pidana maupun kasus negatif lainnya. Sedangkan merakyat, artinya dia selalu rajin menemui masyarakat secara langsung, baik sebelum pemilu atau sesudah pemilu. Mereka tidak mengandalkan tim suksesnya, tetapi ikut turun menyapa masyarakat. Sementara antikorupsi adalah caleg maupun cagub yang berkomitmen mewujudkan pemerintahan yang bersih (good governance) jika terpilih menjadi anggota Dewan maupun gubernur Lampung. Bukan mereka yang ingin memperkaya diri dengan menyuburkan KKN dalam lembaganya. Kemudian yang dimaksud aspiratif dalam standar minimalnya adalah kemampuan untuk memahami dan mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Program-program yang dia lakukan semuanya berasal dari usulan dari masyarakat. Itulah kira-kira kriteria mendasar bagi partai, caleg maupun cagub yang layak dipilih. Mari kita datang ke TPS untuk menyalurkah hak suara yang kita miliki dengan memilih mereka yang benar-benar layak untuk dipilih. Karena suara kita akan menentukan nasib Provinsi Lampung dan bangsa Indonesia lima tahun ke depan. n


Perempuan

l

6 9 April 2014

Wanita Lampung Inginkan Caleg Perempuan Matang

Pentingnya Perempuan Aktif di Politik

KETERLIBATAN perempuan di panggung politik sangat penting untuk memperjuangkan hak-hak mereka sekaligus membela kepentingan publik secara lebih baik. “Kaum perempuan harus semakin menyadari bahwa keterlibatan di berbagai bidang, khususnya politik, penting bagi perjuangan hak-hak perempuan itu sendiri maupun masyarakat umumnya,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung Yoso Muliawan. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), dari 26 calon anggota DPD pada Pemilu 2014, hanya ada tiga perempuan yang mencalonkan diri menjadi anggota senator ini dari Provinsi Lampung, yakni Rida Budiyati, ketua Fatayat NU Lampung, nomor urut 18, Tuti W. Malano nomor urut 24, dan Woro Ary Werdhani nomor urut 25. “Padahal dengan terlibat dalam bidang politik seperti pencalonan legislatif, kaum perempuan bisa memperjuangkan hak-hak kaumnya di parlemen terkait kesejahteraan, kesetaraan gender di berbagai bidang, perjuangan isu-isu kekerasan dalam rumah tangga, kesehatan reproduksi bagi kaum ibu, ekonomi kreatif bagi kaum perempuan, dan hal penting lainnya,” kata Yoso. (ANT/U1)

Perempuan Harus Tunjukkan Perannya di Publik

ANGGOTA Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung Juniardi menyarankan perempuan setempat yang berkualitas untuk menunjukkan perannya di publik. “Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebenarnya legitimasinya lebih kuat dibandingkan caleg. Karena mereka seperti capres, dipilih langsung oleh masyarakat,” kata Juniardi menanggapi minimnya perempuan Lampung yang maju menjadi anggota DPD RI. Hal tersebut, kata Juniardi, yang juga Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung, menjadi peluang besar untuk membawa aspirasi masyarakat lokal, dalam hal ini Lampung. “Keterwakilan perempuan memang sering menjadi permasalahan, bahkan misalnya dalam pileg keterwakilan perempuan menjadi hanya semacam pemenuhan kuota,” ujar Juniardi. (ANT/U1)

SEJUMLAH perempuan di Provinsi Lampung menginginkan calon anggota legislatif (Caleg) DPR, provinsi, kabupaten/kota periode 2014-2019 dari kaumnya merupakan individu yang matang berpolitik, berorganisasi atau beraktivitas sosial sejak lama. “Saya kira soal kriteria umum caleg layak pilih sama persis dengan kriteria calon pemimpin atau caleg pada umumnya, seperti integritas, kapabilitas, track record (rekam jejak), dan jiwa kepemimpinannya,” kata komisoner Komisi Informasi Lampung, Khalida. Namun, dalam perspektif perempuan, katanya, tentu ada ekspektasi yang kita harapkan untuk para caleg-caleg, representasi perempuan, di antaranya memiliki mainstrem tentang perspektif gender yang memadai. Lalu punya jiwa kejuangan dalam hal merepresentasikan perempuan untuk tampil di wilayah publik. “Dan yang lebih penting dari segalanya, ia merupakan caleg yang memang berkarir dari bawah, yang sudah lama beraktivitas sosial, yang sudah dikenal cukup dekat dengan masyarakat, sudah berperan maksimal pada peran-peran publik. Saya kira itulah yang harus menjadi pertimbangan dalam memilih caleg perempuan,” kata Khalida. (ANT/U1) Indonesia Perlu Caleg Perempuan Peduli TKI INDONESIA memerlukan calon anggota legislatif (caleg) perempuan yang memiliki kredibilitas, kapabilitas, kompetensi, dan rekam jejak teruji, serta peduli terhadap nasib tenaga kerja Indonesia, untuk duduk di Komisi Ketenagakerjaan dan Badan Legislasi DPR 2014—2019. Capacity Building Specialist Promote Project International Labour Organization (ILO) Jakarta, Irham Ali Saifuddin, di Bandar Lampung, Sabtu, mengatakan berbagai persoalan masih dihadapi para TKI di luar negeri. Persoalan ini, ujar Irham, disebabkan banyak hal yang kompleks. Salah satu yang paling signifikan adalah kelemahan produk peraturan atau perundangan yang benar-benar menjamin perlindungan dan berpihak kepada TKI. “Persoalan Satinah, TKI asal Jawa Tengah yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi, terjadi akibat buruknya produk perundang-undangan. Kalau jaminan perlindungan normatif saja tidak ada, dengan cara apalagi basis kita untuk memberikan perlindungan pada TKI atau pekerja rumah tangga,” ujarnya. (ANT/ U1)

Caleg Perlu Suarakan Penegakan Hukum Perempuan

SANGAT penting bagi caleg DPR, DPRD provinsi, kabupaten/kota di Lampung periode 2014—2019 untuk menyuarakan penegakan hukum bagi kaum perempuan, kata seorang advokat di Way Kanan, Provinsi Lampung, Maslia Maharani. “Masih sedikit caleg yang menyuarakan penegakan hukum bagi perempuan, padahal itu sangat penting. Hukum itu adalah dasarnya, karena tidak mungkin negara itu bisa berdiri tanpa hukum,” ujar Maslia Maharani. Penegakan hukum bagi perempuan di daerah yang menetapkan, Selasa, sebagai Hari Sadar Hukum Bangkit, menurut perempuan kelahiran Kotabumi, Lampung Utara, 17 Agustus 1988 yang tercatat sebagai anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu, masih belum maksimal. “Misalnya perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Masih banyak perempuan di Way Kanan yang awam hukum. Ketika mereka menjadi korban KDRT mereka hanya diam karena merasa mereka di posisi lemah,” katanya. (ANT/U1)


Perempuan

l

7 9 April 2014

Perempuan Harus Berperan di Segala Sektor MENJADI calon anggota legistlatif (caleg) tidak bisa instan saat akan dimulai pemilihan umum (pemilu). Namun, memang harus terjun langsung dan berkiprah untuk masyarakat dengan ikhlas sehingga masyarakat pun bisa menilai kapabilitasnya. “Jangan harap bisa memanen, jika tidak menanam,” kata politikus PDI Perjuangan, Arofah Nizarwa, saat diwawancarai, kemarin. Memang masih banyak partai politik beranggapan memberi porsi caleg perempuan hanya sebagai pemenuh kuota menjalankan aturan. Padahal dari sisi peran, perempuan tak kalah pentingnya dengan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. “Contohnya di organisasi rumah tangga, peran ibu sangat besar untuk menjadikan keluarga harmonis dan membangun generasi mendatang. Sebab ibu yang mengetahui segala aktivitas rumah itu,” kata perempuan yang

berulang tahun bertepatan dengan Hari Kartini itu. Namun, memang porsi perempuan itu harus diisi dengan proporsional dan para profesional. Terutama bagi perempuan-perempuan yang memiliki kapabilitas dalam segala sendi sosial kemasyarakatan. “Memang salah satu cara memberi pendidikan politik perempuan adalah dengan memberikannya porsi menjadi wakil rakyat sehingga ke depan dia bisa mendapatkan ilmu dan menularkan ke perempuan lain,” kata dia. Arofah mengakui kini kesiapan caleg perempuan belum begitu maksimal. Sebab, selama ini perempuan hanya beranggapan bisa berkiprah menjadi karyawan, pegawai, buruh atau ibu rumah tangga. Dunia politik yang lebih besar tantangannya, jarang sekali disentuh. “Padahal dunia politiklah yang bisa membantu perempuan dalam memperjuang-

kan hak-haknya. Sebab, kebijakan pemerintah tak lepas dari panduan eksekutif dan legislatif, anggota legislatif perempuan yang harus berjuang,” kata dia. Secara pribadi, Arofah menjelaskan perjuangan dia pun dilakukan bukan dalam setahun dua tahun, melainkan sudah puluhan tahun dia berkiprah di masyarakat melalui kegiatan sosial keagamaan, seperti lembaga ESQ 165. “Saya terus bekerja dengan ikhlas, tanpa ada tujuan apa pun. Pokoknya memberi pemahaman masyarakat tentang ESQ,” kata dia. Tak disangka hikmah di balik itu, saat dia kembali berkecimpung di dunia politik masyarakat sudah mengenalnya. Dia mengaku hanya tinggal meneruskan perjuangannya selama ini, tetapi kini dari jalur politik praktis di PDI Perjuangan. “Semua kiprah kita memang tidak akan sia-sia. Yang penting berbuat, berbuat, dan berbuat,” kata Arofah. (CR11/U1)

Arofah Nizarwa Lahir : Kedondong, 21 April 1965 Pekerjaan : Wiraswasta


Orator

l

8 9 April 2014

Berharganya Satu Suara Rakyat SATU suara masyarakat sangat berharga dalam pemilu hari ini, 9 April 2014. Mengingat suara masyarakaat yang tinggal di kampung dan di desa-desa sama nilainya dengan suara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

K

oordinator Koalisi Prodemokrasi Lampung Edi Agus Yanto mengungkapkan masyarakat Lampung harus benar-benar menyalurkan hak suaranya dalam pemilu legislatif dan Pilgub Lampung karena satu suara sangat menentukan nasib provinsi Lampung dan bangsa Indonesia lima tahun ke depan. “Suara petani di kampung, buruh, dan profesi lainnya itu sama nilainya dengan suara Presiden SBY sehingga harus dimanfaatkan dengan baik. Jangan sampai ditukar dan dijualbelikan,” kata Edi. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan ajakan untuk menggunakan hak pilih guna memilih wakil rakyat berkualitas itu selalu disampaikan saat sosialsiasi menemui masyarakat selama setahun belakangan ini. Menurutnya, suara yang sangat berharga itu jangan sampai ditukar dengan uang, sembako maupun janji-janji. Dia menuturkan yang menentukan hasil pemilu itu adalah masyarakat itu sendiri sehingga masyarakat harus memilih caleg yang benar-benar turun ke masyarakat guna melihat persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat. “Untuk itu caleg harus menghargai masyarakat. Caranya dengan menemui masyarakat, bukan hanya menurunkan tim sukses dan atributnya,” kata aktivis Muhammadiyah itu. Selain itu, masyarakat juga perlu memilah karakter caleg. Caranya dengan melihat asal-muasal caleg tersebut sehingga mereka yang layak dipilih adalah caleg yang berasal dari Lampung yang dinilai lebih memahami karakteristik dan potensi yang dimiliki provinsi ini untuk dibangun dan dikembangkan. “Mudah-mudahan nanti anggota DPR yang terpilih semuanya tinggal di Lampung. Dengan begitu komitmennya membangun provinsi ini tidak diragukan lagi. Seperti memperjuangkan jalan bagus di DPR serta memperjuangkan anggaran untuk dialokasikan ke Lampung,” kata dia. Edi juga menceritakan suka dukanya selama bersosialisasi di masyarakat. Dia mengutamakan blusukan dari gunung ke gunung, talang ke talang, pekon ke pekon, bahkan dari pulau ke pulau. Setidaknya ada 107 titik yang sudah didatanginya dengan penuh perjuangan. Dia tidak pernah memberikan uang maupun janji muluk kepada masyarakat, tetapi silaturahmi dari pintu ke pintu (door to door) yang diandalkannya sejak lama. “Saya merasakan betul bagaimana bermalam di rumah warga. Untuk itu, saya sudah bersumpah untuk terus mendatangi mereka jika nanti terpilih sebagai anggota DPR,” ujarnya. (UIN/U1)

Edi Agus Yanto

Lahir : Sumsel, 17 Juli 1981 Alamat : Jalan Padat Karya Bayur, Rajabasa Jaya, Rajabasa, Bandar Lampung Istri : Illa Tanzila, S.K.M. Anak : Nadiya Ulfha


Orator

l

9 9 April 2014

Memilih Pemimpin yang Dikenal MENJELANG pemilihan umum (pemilu) 9 April 2014, para calon anggota legislatif makin gencar bersosialisasi ke masyarakat. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai tema. Memperkenalkan diri sebagai calon wakil rakyat sekaligus pendekatan dengan rakyat adalah salah satu bagian dari ibadah. Menurut politikus asal PKB, Sudiono, keuntungan melakukan sosialisasi di tengah masyarakat selain membangun silaturahmi, juga memperbanyak saudara. Sebab, dengan memperbanyak saudara akan tercipta sebuah hubungan keluarga. “Bila dengan masyarakat sudah tercipta hubungan keluarga, lingkungannya akan tercipta hubungan yang harmonis,” ujar dia. Dia menyatakan melalui sosialisasi juga bisa menampung aspirasi masyarakat, baik persoalan sosial, budaya, maupun pembangunan. Menjadi caleg sangatlah berat, selain harus menjaga mental juga harus siap secara lahiriah dan batiniah. Caleg harus kerja keras dan berani menyuarakan aspirasi rakyat. “Menjadi wakil rakyat sekaligus mendapat amanah berat yang harus dijalankan sehingga harus mampu memberikan kontribusi demi kepentingan umum. Salah satu tugas wajib sebagai wakil rakyat, di antaranya menyuarakan aspirasi rakyat,” kata dia. Mantan wartawan itu berpesan untuk memilih calon pemimpin yang cerdas, masyarakat diminta berhati-hati sehingga tidak salah pilih. “Masyarakat harus selektif dan hati-hati dalam menentukan pilihannya sehingga tidak menyengsarakan rakyat pada lima tahun mendatang.” Menurut dia, jangan karena uang masa depan bangsa, negara, dan harga diri tergadaikan. Banyak konstituen mendapatkan sembako, sehelai kain, dan uang. Pola demokrasi seperti ini selain merusak tatanan demokrasi juga tidak memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat. “Politik dagangan dengan istilah wani piro menjadi tren di tengah masyarakat sejak proses pemilu digelar. Pemilih agar hati-hati saat memilih wakilnya nanti di bilik pemungutan suara. Sebab, tangan pikiran untuk menentukan masa depan bangsa, khususnya pembangunan di masa mendatang,” ujar Sudiono. (WID/U1)


Pilar

l

10 9 April 2014


Jejak

l

11 9 April 2014

Mr. Moh Daliyono

Pejuang Oposisi Antikomunis SAAT Masyumi berdiri pada 24 Oktober 1943, Mr. Moh Daliyono tergerak untuk bergabung berjuang menuju Indonesia yang merdeka. Masyumi pada zaman pendudukan Jepang belum menjadi partai, tetapi merupakan federasi dari empat organisasi Islam.

K

eempatnya, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia. Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi massa Islam yang sangat berperan dalam pembentukan Masyumi. Tokoh NU, K.H. Hasyim Asy’arie, terpilih sebagai pimpinan tertinggi Masyumi saat itu. Kedekatan Mr. Moh Daliyono dengan K.H. Hasyim Asy’arie bermula dari sini. Mr. Moh Daliyono Bin Hardjosudiro lahir pada 9 September 1909. Pada 21 maret 1936, ia menikah dengan Suyati binti Mangunsudomo Prodjodiwirjo keturunan ke-13 dari Sampeyan Dalem Sultan Hanyokrowati Sedo Krapyak di Klaten, Jawa Tengah. Kiprahnya di bidang politik dimulai dari terjunnya beliau di bidang hukum dengan memperoleh gelar mister di bidang hukum yang pada era penjajah gelar itu sangat sulit didapat. Di Solo baru terdapat dua orang yang mendapat gelar mister pada waktu itu, yaitu Mr Moh. Daliyono dan Mr. Wiji. Dengan kepiawaiannya di bidang hukum itu, beliau berprofesi sebagai advokat procureur. Ketika Indonesia merdeka , Mr. Moh Daliyono bersama banyak rekan yang mempresentasikan wakil dari Masyumi seperti Moh. Natsir menjadi anggota Badan Pekerja KNIP (BPKNIP) pada 30 Oktober 1945. BPKNIP sendiri adalah pelaksana pekerjaan sehari–hari Komite Nasional Pusat yang semula merupakan pembantu presiden dalam lingkup kegiatan eksekutif. Perubahan tugas ini berdasarkan maklumat Wakil Presiden Nomor X (eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menetapkan bahwa sebelum terbentuknya MPR dan DPR, Komite Nasional Pusat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan pekerjaan sehari-hari Komite Nasional Pusat dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP karena gentingnya keadaan. Melalui perubahan fungsi ini, maka Komite Nasional Pusat tidak lagi berkedudukan sebagai pembantu presiden, tetapi melaksanakan fungsi legislatif yang keanggotaannya dipilih

di kalangan anggota dan bertanggung jawab kepada KNIP. Badan Pekerja KNIP (BPKNIP) ini diketuai Sutan Sjahrir. Dengan syarat anggota BPKNIP diambil dari kalangan anggota Komite Nasional Pusat, secara otomatis Mr. Moh Daliyono juga merupakan salah satu pembantu dan penasihat dari Presiden Soekarno pada waktu itu. Kedekatan Mr. Moh Daliyono dengan K.H. Hasyim Asy’arie dapat dilihat dari terpilihnya Mr. Moh Daliyono sebagai anggota BPKNIP sebagai wakil dari Masyumi. Melihat kultur politik pada waktu itu, saat peran ulama sangat dominan dalam perjuangan Indonesia merdeka, tidaklah mungkin seorang bisa maju ke depan tanpa restu dan izin ulama besar seperti K.H. Hasyim Asy’arie (K.H. Hasyim Asy’arie adalah pendiri NU dan sekaligus pendiri Masyumi). Merupakan kehilangan besar ketika beliau K.H. Hasyim Asy’arie meninggal pada 1946. Majalah Suara Partai Masjumi Mr. Moh Daliyono pada sekitar tahun 1951 aktif menulis di majalah Suara Partai Masjumi yang diterbitkan oleh Sekretariat Pimpinan Partai Masjumi Departemen Penerangan di Jakarta bersama Sjarif Usman sebagai pemimpin umum, Tamar Djaja dan Anwar Rasjid sebagai redaksi, serta sejumlah penulis lain, seperti Moh. Natsir, Dr. Sukiman, Mr. Jusuf Wibisono, Mr. Sjaruddin Prawiranegara, Dr. Abu Hanifah, M. Isa Anshary, Z.A. Ahmad, M. Yunan Nasution, Nj. Sunarjo, dan S. Fathimah Usulu. Majalah resmi Partai Masyumi ini terbit sebulan sekali. Rubrik-rubriknya, antara lain Pokok Perhatian, Ilmu Pengetahuan, Halaman Bergambar, dan Soal-Djawab. Selain itu, banyak tulisan-tulisan lepas tentang berbagai soal. Baik yang berkaitan dengan Masyumi atau yang bersifat umum. Sepeninggal K.H. Hasyim Asy’arie, Masyumi mulai mengalami pergesekan politik sehingga NU dan Muhammadiyah keluar dari barisan Masyumi. NU mendirikan partai sendiri pada 1952. Mr, Moh Daliyono memilih tetap di Masyumi dan ikut membawa Masyumi me-

menangkan Pemilu 1955 hingga beliau bisa duduk sebagai anggota DPR Republik Indonesia. Pada era ini pergesekan politik dengan Ir. Soekarno terus terjadi. Mr. Moh Daliyono dengan rekan-rekan anggota DPR dari Masyumi meneruskan memosisikan diri sebagai oposisi dan menentang keras kebijakan demokrasi terpimpin yang digariskan Presiden Soekarno. Masyumi juga menolak komunisme. Selain itu juga karena komunisme itu sendiri antidemokrasi, karena komunisme hendak menghapuskan pluralisme dan membentuk suatu masyarakat yang monolitik. Karena penolakan Masyumi terhadap demokrasi terpimpin dan keterlibatan beberapa pimpinan Masyumi dalam PRRI, Soekarno memiliki alasan untuk membubarkan Masyumi. Rencana pembubaran Masyumi oleh Soekarno ini ditanggapi oleh tokoh-tokoh Masyumi dengan mengatakan bahwa di bawah demokrasi terpimpin, Masyumi akan menjadi “mayat berjalan”. (U1)


Luber

l

12 9 April 2014

Kedaulatan Rakyat U

NTUK mewujudkan kedaulatan rakyat yang diatur dalam konstitusi UUD 1945, maka digelarlah pemilihan umum (pemilu) yang penyelenggaraannya diatur dalam UU No. 8/2012 tentang pemilu. Ada sejumlah batas dan pengertian tentang pemilu, peserta dan penyelenggaranya, seperti tercantum dalam: Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum, selanjutnya disebut pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemilu anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah adalah pemilu untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/ kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Dewan perwakilan rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Dewan perwakilan daerah, selanjutnya disingkat DPD, adalah dewan perwakilan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Dewan perwakilan rakyat daerah, selanjutnya disingkat DPRD, adalah dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan pemilu. 7. Komisi Pemilihan Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi, adalah penyelenggara pemilu yang bertugas melaksanakan pemilu di provinsi. 8. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota, adalah penyelenggara pemilu yang bertugas melaksanakan pemilu di kabupaten/kota. 9. Panitia pemilihan kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh

KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemilu di kecamatan atau nama lain. 10. Panitia pemungutan suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk melaksanakan pemilu di desa atau nama lain/kelurahan. 11. Panitia pemilihan luar negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan pemilu di luar negeri. 12. Kelompok penyelenggara pemungutan suara, selanjutnya disingkat KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.

13. Kelompok penyelenggara pemungutan suara luar negeri, selanjutnya disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri. 14. Petugas pemutakhiran data pemilih, selanjutnya disebut pantarlih, adalah petugas yang dibentuk oleh PPS atau PPLN untuk melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih. 15. Tempat pemungutan suara, selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara. 16. Tempat pemungutan suara luar negeri, selanjutnya disingkat TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri. 17. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 18. Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disebut Bawaslu Provinsi adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di provinsi. 19. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemi-

lu di kabupaten/kota. 20. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/ Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di kecamatan atau nama lain. 21. Pengawas pemilu lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di desa atau nama lain/kelurahan. 22. Pengawas pemilu luar negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di luar negeri. 23. Penduduk adalah warga negara Indonesia yang berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri. 24. Warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. 25. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. 26. Peserta pemilu adalah partai politik untuk pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk pemilu anggota DPD. 27. Partai politik peserta pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu. 28. Perseorangan peserta pemilu adalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu. 29. Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu. 30. Masa tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye. 31. Bilangan pembagi pemilihan bagi kursi DPR, selanjutnya disingkat BPP DPR, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah seluruh partai politik peserta pemilu yang memenuhi ambang batas tertentu dari suara sah secara nasional di satu daerah pemilihan dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi partai politik peserta pemilu. 32. Bilangan pembagi pemilihan bagi kursi DPRD, selanjutnya disingkat BPP DPRD, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi partai politik peserta pemilu dan terpilihnya anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/ kota.n


Jeda

l

13 9 April 2014

Golput Jadi Momok Pemilu PARTISIPASI politik warga negara akan lebih menguatkan sendi-sendi demokrasi yang susah payah dibangun di era reformasi setelah 32 tahun dicengkeram kekuatan politik Orde Baru.

G

olongan putih, sebutan untuk mengelompokkan warga negara yang mempunyai hak pilih dalam pemilu tapi tidak menggunakan hak mereka itu, masih menjadi momok bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Alasannya logis, kualitas rezim demokrasi di sebuah negara juga bisa dinilai dari adanya kesadaran politik warga negaranya dalam hajatan pemilu. Betapa tidak menakutkan keberadaan hantu golput ini. Kementerian Dalam Negeri mencatat pascareformasi yang ditandai dengan beralihnya rezim Orde Baru yang cenderung totalitarian ke arah demokrasi (liberal) justru diikuti meningkatnya angka golput. Tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu waktu itu mencapai 93,6%, tapi pada Pemilu 2004 turun menjadi 84,1%. Kemudian pada Pemilu 2009, tingkat partisipasi tambah terjun bebas menjadi hanya 72,23%. Untuk pemilu kali ini (2014), Ke-

Gamawan Fauzi

mendagri pun memprediksi tingkat partisipasi pemilih hanya mencapai 75%. Sebuah angka prediksi yang cukup tinggi. “Dari hasil penelitian lima lembaga survei, diperkirakan 75% (tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2014). Padahal di samping KPU, Kemendagri sudah setahun lalu melakukan sosialisasi, termasuk dengan televisi daerah dan juga mendorong pemda untuk sosialisasi,” kata Mendagri Gamawan Fauzi di Jakarta. Menurut Mendagri, sikap untuk menjadi golput akan sangat merugikan warga negara itu sendiri karena haknya akan dihitung dari yang memilih. Artinya, sikap yang mereka ambil tersebut berbalik pengaruhnya ke mereka sendiri dan dampaknya itu yang menentukan orang lain. Masih tingginya angka golput yang diprediksi terjadi pada Pemilu 2014 juga dibenarkan pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro, yang yakin angka golput tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan Pemilu 2009. “Bahkan, bisa lebih tinggi. Angka golput nanti berada di kisaran 30%—37%,” ujarnya. Siti mempunyai alasan. Pemilih pemula dan muda juga rentan tidak menggunakan hak pilih mereka. Adapun saat ini jumlah mereka mencapai 53 juta jiwa atau sekitar 27% dari total pemilih dari Sabang sampai Merauke. Siti pun menyayangkan sikap penyelenggara pemilu yang kurang tanggap dan cepat untuk merangkul dan menyosialisasikan tentang pemilu secara maksimal. “Sebenarnya mereka antusias, tapi tidak paham siapa yang harus dipilih,” kata dia. Pernyataan serupa juga diutarakan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Noer Fajriensyah. “Angka golput masih akan tinggi dalam pemilu nanti.” Untuk kalangan pemilih pemula dan muda, Noer memperkirakan angka golput berada di kisaran 20%—30%. Menurut Noer, kalangan pemilih pemula dan muda lebih memilih apatis dengan politik. “Salah satunya karena pendidikan sosial mereka. Mereka sudah enjoy dengan berbagai aktivitas mereka dengan sekolah ataupun kuliah,” kata Noer. Tidak hanya itu, mereka juga berpandangan bahwa masalah politik bukan urusan mereka, melainkan urusan orang dewasa. Karena rata-rata pemilih pemula dan muda ialah anak sekolah ataupun kuliah, yang lebih memilih mengerjakan tugas-tugas mereka ketimbang memikirkan politik. Hal itu diperparah sosialisasi yang keliru. “KPU kurang optimal melakukan sosialisasi. Target sosialisasi dari parpol dalam kampanye ialah orang-orang yang sudah berkeluarga,” ujarnya.


Jeda

l

14 9 April 2014

Proaktif Banyak sebab terkait golput yang masih tinggi. Menurut pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Gungun Heryanto, hal itu disebabkan parpol belum dilembagakan dan difungsikan secara optimal sebagai wadah penampung dan penyalur kepentingan masyarakat. “Saya melihat parpol justru mempertontonkan kepentingan sendiri dan kelompoknya serta berperilaku melanggar hukum.” Akibatnya, banyak pemilih merasa apatis, skeptis bahkan kecewa terhadap parpol. Kekecewaan itu pun berantai dari mulut ke mulut dan generasi ke generasi. “Banyak politikus yang berperilaku kotor dan memalukan, seperti korupsi berjemaah, malas, mempertontonkan kemewahan di tengah kondisi masyarakat yang prihatin. Akhirnya, pemilih beranggapan tidak ada manfaat memilih karena sistem yang terbentuk akan begitu lagi,” katanya. Masih minimnya pendidikan politik pemilih juga disebabkan sosialisasi kesadaran berpolitik tidak di lakukan reguler. Artinya, menjelang pemilu, pemerintah, LSM, lembaga pemantau, dan kekuatan masyarakat memang bergerak melakukan pendidikan politik, tapi ketika pemilu selesai, pendidikan politik sepi. “Makhluk politik balik ke habitatnya yang dikaji elite, kampus, akhirnya politik menjadi elitis,” ujar Gungun. Menurut Gungun, perpolitikan Indonesia butuh tokoh inspirasi yang mampu mengerakkan pemilih dan menjadi role model sehingga politik menjadi apa yang didambakan, bukan dihindari. Namun, kenyataannya tokoh inspirasi yang punya integritas seperti itu sangat minim. Jika fenomena golput terus terjadi dan tidak dibenahi, dalam jangka pendek jumlah pemilih akan semakin menurun. “Jika ada yang berpartisipasi, mereka ialah yang tidak memiliki kesadaran dan kecerdasan dan mereka memilih karena digerakkan oleh politik uang dan loyalitas ke partai, bukan demi kemajuan bangsa.” Untuk itu, Gungun menyarankan dalam waktu dekat ini, penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa warga negara yang punya hak pilih difasilitasi untuk tahu dan mau memilih karena sampai sekarang masih banyak pemilih yang belum tahu mekanisme memilih. Parpol, kata dia, juga harus memastikan kadernya, kekuatan kampus, dan LSM mengampanyekan gerakan antigolput. Siti Zuhro menambahkan prediksi tingginya golput pada Pemilu 2014 disebabkan faktor lain, yaitu tutup buku pemerintahan di akhir 2013 yang memalukan. “Kita tidak beruntung menutup tahun 2013. Saat itu terlihat keburukan pemerintah dengan skandal-skandal korupsi,” kata dia. Terlebih lagi, 90% caleg yang bermunculan ialah wajah-wajah lama. (MI/U1)

Siti Zuhro


Pernik Pemilu

l

15 9 April 2014

Serangan Fajar, Diwaspadai dan Ditunggu

S

ETELAH kampanye terbuka Pemilu Legislatif 2014 yang berlangsung sejak 16 Maret berakhir, mulai Minggu hingga Selasa (8/4) tahapan pemilu memasuki masa tenang dan masa perenungan bagi rakyat untuk memutuskan pilihan. Namun, pelanggaran dan kecurangan tetap membayangi. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak mengatakan pelanggaran dan kecurangan pada masa tenang dilakukan lewat berbagai cara dan modus demi kepentingan partai politik atau calon anggota legislatif (caleg). Salah satunya ialah serangan fajar dengan memberikan uang atau barang untuk memengaruhi pemilih. Modus seperti itu, kata dia, biasa terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya dan diyakini juga akan dilakukan pihak-pihak tertentu pada pemilu kali ini. “Kami mengimbau para caleg dan tim sukses tidak melakukannya karena hal itu merusak moral masyarakat. Mari jadikan Pemilu 2014 ini sebagai pendidikan politik sesempurna mungkin,” ujar Nelson, saat dihubungi di Jakarta, kemarin. Ia mengingatkan masyarakat yang mempunyai

hak pilih untuk tak mudah tergiur dengan bujukan uang. Kesadaran dan peran aktif masyarakat sangat diperlukan demi terciptanya pemilu bersih. Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto mengatakan sulit untuk memastikan masa tenang berada dalam konteks sebagaimana mestinya. “Masa tenang ini kan peninggalan Orde Baru. Pemilu di mana pun tidak ada yang namanya masa tenang, yang ada masa terakhir kampanye dan besoknya langsung pemilu.” Menurut Didik, pada masa tenang semua kontestan akan tetap berkampanye secara terselubung karena mereka berpikir masih ada waktu dan kesempatan untuk meyakinkan pemilih. “Permainan politik uang dan lainnya justru puncaknya saat masa tenang. Tim sukses dan caleg berpikir masa tenang ialah pertarungan terakhir,” kata Didik. Ia juga meragukan efektivitas pengawasan dari penyelenggara pemilu karena di satu sisi mereka sibuk mengawasi masalah logistik, di sisi lain juga mesti mengawasi pelanggaran pada masa tenang. “Realitasnya masa tenang justru tidak tenang. Yang penting jauhkan tindakan intimidasi dan kekeras-

an kepada pemilih,” ujarnya. Manajer Program Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto sependapat bahwa kampanye terselubung dan politik uang akan marak saat masa tenang. “Yang paling menonjol masih serangan fajar. Masyarakat harus cerdas. Jangan gadaikan masa depan dengan uang. Jangan terima uangnya, tetapi laporkan pemberinya,” kata Sunanto. Secara terpisah, Wakil Sekjen Partai NasDem Willy Aditia mengingatkan kemungkinan kampanye terselubung melalui lembaga survei. Potensi itu terbuka setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan peraturan yang melarang hasil survei dipublikasikan pada masa tenang. Anggota Bawaslu Daniel Zuchron mewanti-wanti agar parpol ataupun caleg tidak coba-coba menodai proses demokrasi dengan berkampanye dalam bentuk apa pun pada masa tenang. “Kegiatan sosial, bahkan keagamaan sekalipun, jangan ditumpangi kepentingan kampanye. Pasti akan ketahuan dan kami akan bertindak tegas dengan memidanakan,” kata Daniel. (MI/U1)


Geliat Antikorupsi

l

16 9 April 2014

Butuh Proses Berangus Politik yang Lecehkan Bangsa PRAKTIK politik uang (money politics) masih menjadi bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. Masih banyak partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) yang menempuh jalan pintas dengan politik uang untuk memikat simpati masyarakat.

M

ereka yakin cara itu lebih efektif ketimbang menjual gagasan dan visi-misi partai. Selain itu, saling sikut antarcaleg dan parpol turut memacu praktik curang tersebut. Apalagi, pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu kurang garang sehingga tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Akibatnya, mereka yang terpilih lewat cara curang tersebut bukanlah wakil rakyat yang merepresentasikan kebutuhan dan aspirasi publik yang sesungguhnya. Karena itu, tak mengherankan bila banyak anggota DPR terpilih saat menjalankan tugas di lembaga legislatif tidak mencerminkan apa yang dikehendaki rakyat. Menanggapi hal itu, Ketua DPP Partai NasDem Taufik Basari mengatakan untuk menghilangkan politik uang butuh proses. Pandangan masyarakat bahwa pemilu ialah ajang transaksional sudah sangat mengakar. “Sayangnya, kemudian partai-partai politik juga memanfaatkan pandangan masyarakat itu dalam menjalankan proses pemilu,” kata dia. Masyarakat banyak yang melihat bahwa dukungan terhadap caleg atau parpol harus dapat memberikan manfaat secara material. Masih sedikit masyarakat yang melihat bahwa manfaat yang diharapkan semestinya dalam bentuk kinerja, program, dan sebagainya. “Bahkan, kepedulian caleg dan partai juga diukur dari hal-hal yang materiil, seperti seberapa sering partai atau caleg memberikan sumbangan materi (uang

atau barang) kepada masyarakat,” katanya. Sebenarnya kondisi itu merugikan partai politik dan para caleg sendiri. Bahkan, partai politik dan para caleg pun jengah dengan praktik politik uang. Mereka menginginkan persaingan yang adil, terbuka, tanpa kecurangan. Namun, karena dihantui perasaan takut kalah, peserta pemilu akhirnya—mau tidak mau— terkesan permisif terhadap cara kotor tersebut. Praktik money politics secara tegas dilarang UU No. 8/2012 Pasal 86 ayat 1. Undang-Undang tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD itu jelas mengatur bahwa memberikan atau menjanjikan imbalan uang atau barang saat kampanye dan pemungutan suara merupakan pelanggaran. Namun, dalam perjalanan pemilu selama ini, tidak banyak parpol atau caleg yang terjerat oleh ketentuan tersebut. Aturan itu hanya menjadi macan kertas, ibarat anjing menggonggong kafilah terus berlalu. “Karena tidak adanya ketegasan dalam menindak para pelaku, politik uang terus tumbuh subur di negeri ini. Bahkan, cara itu dianggap sudah menjadi budaya yang mengiringi pesta demokrasi di Tanah Air,” kata dia. Selama ini, dalam menghadapi persoalan itu, penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu, selalu berkilah dengan alasan yang itu-itu juga, yakni sulit untuk membuktikan adanya politik uang karena si pemberi dan si penerima uang tidak diketahui. (MI/U1)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.