VOTING, Edisi XXXV, 5 Februari -12 Februari 2014

Page 1

16 Halaman l Edisi XXXV/ 5 Februari - 12 Februari 2014

7 l Perempuan Jangan Salah Pilih Caleg

T E R U J I T E P E R C AYA

Parpol Makin Rakus Gerogoti Uang Rakyat PARTAI politik (parpol) adalah sebuah organisasi yang berhak mengikuti pesta demokrasi untuk membangun bangsa dan menyejahterakan rakyat. Namun, kini justru wadah “mulia” itu menjadi semakin rakus menggerogoti uang rakyat pada anggaran pemerintah.

P

ULUHAN ribu kader parpol yang duduk di lembaga legislatif selama bertahun-tahun selalu diberikan “upah” melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBD. Hal itu dimaksudkan sebagai imbal jasa mereka untuk mengurus kepetingan rakyat dalam mengimbangi pemerintah menjalankan pembangunan. Bahkan, rakyat pun terpaksa mengupah sejumlah kader yang duduk di eksekutif sebagai menteri atau kepala lembaga negara. Namun, kini parpol terus asyik dengan sejumlah fasilitasnya tanpa memikirkan nasib rakyat yang memberinya upah. Tak tanggung-tanggung, kini kader parpol lainnya pun ikut diberi upah itu saat dia menjadi saksi-saksi di tempat pemungutan suara (TPS) saat Pemilu 9 April 2014. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengucurkan dana Rp700 miliar yang dialokasikan untuk membayar saksi perwakilan 12 partai politik dalam Pemilu 2014. Sungguh tidak etis, mern FERIAL

eka yang menjaga kepentingan partainya atau golongan tertentu harus diupah dari anggaran hasil keringat rakyat itu. Padahal, bermiliar-miliar telah dianggarkan dalam APBN dan APBD untuk parpol, selain upah legislatif dan eksekutif. Sebab, parpol juga masih menerima dana bantuan yang dihitung dari jumlah perolehan suaranya dalam pemilu sebelumnya. “Dana saksi partai politik ini kan sebenarnya area internal partai, bukan negara ikut campur dan ikut menanggung. Kemampuan partai dan kesadaran partai untuk mengamankan suaranya. Kalau negara ikut-ikutan membiayai, artinya ada intervensi negara terhadap internal partai,” kata fungsionaris PDI Perjuangan, Sudiatmiko Ariwibowo, beberapa waktu lalu. Alangkah baiknya jika dana honor saksi itu untuk penanggulangan bencana alam. Selain itu, kondisi ekonomi juga tidak bagus-bagus amat. “Ini sungguh tidak etis,” katanya. Pandangan berbeda dilontarkan Ketua DPP Partai Demokrat Ikhsan Modjo yang menyambut baik dana saksi untuk Pemilu 2014 dibiayai negara. “Kebijakan dana saksi ini merupakan bentuk kesetaraan antarpartai karena tidak semua partai politik peserta pemilu mampu membiayai honor seluruh saksi,” kata Ikhsan di Jakarta. Ketua DPP PKS Indra mengatakan PKS menilai positif adanya dana saksi dibiayai pemerintah. Hal ini agar proses pemilu berjalan akuntabel. “Secara prinsip, itu untuk Pemilu 2014 yang akuntabel, jujur, bersih, dan berkualitas dengan pengawalan dari berbagai pihak,” ujarnya. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan usulan terkait honor saksi dibiayai negara muncul dari Badan Pengawas Pemilu yang menampung usulan dari partai politik. “Itu Bawaslu dulu yang usul, pada waktu pembahasan muncul ide untuk saksi parpol. Dalam hal ini, pemerintah akan mempertimbangkan kalau ini sudah matang antara parpol dan Bawaslu,” kata Gamawan. (U1)


Interupsi

l

2 5 Februari 2014

n Polling

Publik Tak Percaya pada Parpol Tidak tahu 11,4%

Kurang percaya 39,2%

688

Percaya 9,4%

Tidak percaya 40%

T E R U J I T E P E R C AYA

indeks : LAPORAN UTAMA Dana Saksi Untuk Pemilu. . .

4

GAGAS Mencari Caleg Bervisi Pendidikan. . .

5

ORATOR Ideologi Bagian dari Napas Perjuangan . . .

9

PILAR

- 75,4% responden menyatakan parpol tak menyuluh atau melatih demokrasi, pemerintahan, dan pemilu.

75,1% responden menganggap parpol gagal menyampaikan dan merealisasikan visi misi dan program kerjanya.

80,9% responden menganggap partai politik tidak mampu melakukan kaderisasi dan perekrutan anggota yang berkualitas.

74,8% responden menganggap partai politik melalui legislatornya tak mengunjungi daerah pemilihannya secara berkala.

Metode Survei terhadap 2.200 responden di 33 provinsi pada 20 November—30 Desember 2013. Tingkat kepercayaan 95% dengan margin eror kurang lebih 2%.

Terus Bergeliat Bangkitkan Semangat Umat . .

jeda Demokrasi Bangsa . . .

10

13

Sumber: Survei Cirus

Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Redaktur Pelaksana: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti. Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Asisten Redaktur Pelaksana: D. Widodo, Umar Bakti. Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, T E R U J I T E P E R C AYA Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Ahmad Amri, Delima Napitupulu, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Karlina Aprimasyita, Wandi Barboy. LAMPOST. CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo, Dedi Kuspendi. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sayuti (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Mif Sulaiman, Widodo, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Kepala Departemen Marcomm: Amiruddin Sormin. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampungpost.com e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kotaagung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim).


Laporan Utama

l

3 5 Februari 2014

Hanya Sebagian Kecil Parpol Menolak

P

EMBERIAN uang honor kepada saksi di tempat pemungutan suara (TPS) memang menjadi pro-kontra di kalangan partai politik (parpol). Sayangnya, hanya sebagian kecil parpol yang menolaknya, sedang lainnya seperti keenakan menyambut kebijakan yang menguntungkan mereka itu. Parpol yang menolak itu, misalnya Partai NasDem. Walau NasDem bukanlah partai yang memiliki keistimewaan dana dan fasilitas yang besar, NasDem dengan tegas menolak rencana pemerintah memberikan bantuan dana saksi kepada partai politik peserta Pemilu 2014. “Rencana pemerintah memberikan dana saksi pemilu sebesar Rp55 miliar untuk setiap partai politik peserta pemilu sangat bertolak belakang dengan salah satu prinsip Partai NasDem. Kita tidak ingin membebani rakyat dengan menggunakan dana ini untuk kepentingan partai,” kata Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, beberapa waktu lalu. Dia mengatakan sebaiknya dana saksi

pemilu itu digunakan untuk korban bencana di beberapa daerah di Indonesia. Menurutnya, rakyat lebih membutuhkan dana itu, alih-alih digunakan untuk kepentingan partai politik. “NasDem dengan rendah hati menolak dana Rp55 miliar uang saksi. Simpan saja dana itu untuk kepentingan yang lebih baik. Kami akan kembalikan kepada negara,” ujarnya. Surya mengakui Partai NasDem bukanlah partai yang memiliki keistimewaan dana dan fasilitas yang besar. Karena itu, kader-kader partai harus melakukan kerja ekstrakeras untuk bisa mengungguli partai-partai lain. “Kemampuan kami terbatas. Duit boleh kurang, tapi harga diri harus tetap terjaga. Kami bukan partai yang sudah disediakan semuanya. Pikiran modal, semangat, dan militansi. Semua itu harus kami ciptakan sendiri melalui kerja keras,” kata Surya. SelaiN NaDem, Partai Golkar dan PDI Perjuangan juga ikut menolaknya. Negara dinilai tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk membiayai saksi dari partai politik.

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menilai pemberian dana saksi parpol oleh pemerintah merupakan pemborosan uang negara. Semua partai peserta Pemilu 2014 sudah menyiapkan alokasi dana untuk membayar transportasi saksi di setiap TPS. “Pakai dana masingmasing partai politik saja. Ya buat apa, buang-buang uang,” kata Aburizal, usai memberikan motivasi kepada mahasiswa di Gedung Serbaguna IAIN Raden Intan, Bandar Lampung, Senin (27/1). Partai Golkar, kata dia, sudah menyiapkan saksi-saksi yang akan dibekali tentang pola pengawasan yang baik. “Saksi Golkar ya dari Golkar dong. Soal anggaran, insya Allah nanti kami lihat. Kalau sekarang, belum ditentukan berapa anggarannya,” ujarnya. Penolakan PDIP atas honor saksi yang dibiayai negara disampaikan liaison officer (LO) dari PDIP, Sudiatmiko Ariwibowo. Dia menilai saksi parpol yang dibiayai negara menjadi keanehan dan indikasi intervensi pemerintah terhadap partai yang sifatnya mandiri. Bahkan di Kabupaten Lampung Timur, PDI Perjuangan menyiapkan honor sanksi menggunakan anggaran sendiri yang besarnya Rp150 ribu per saksi. Sekretaris PDIP Lamtim Agus Witono mengatakan berdasar hasil rapat pleno pembahasan honor saksi yang telah dilakukan di internal partai pada 10 Januari lalu, memutuskan untuk membiayai honor per saksi Rp150 ribu. PDIP akan menyiapkan satu saksi untuk setiap tempat pemungutan suara (TPS). Menurut dia, di Lampung Timur ada 1.922 TPS. Jika dijumlahkan honor per saksi dan jumlah TPS, anggaran yang dibutuhkan sebanya Rp288,3 juta. “Sumber dana saksi PDIP dari dana kas partai yang dikumpulkan dari pengurus PDIP kabupaten, provinsi, dan pusat,” kata Agus. (GUS/MI/U1)


Laporan Utama

l

4 5 Februari 2014

Dana Saksi untuk Pemilu Berkualitas?

D

ANA honor saksi yang dibagikan pemerintah ke partai politik (parpol) itu bukan tanpa dukungan. Alasan dukungan itu, keberadaan dana tersebut untuk menciptakan pemilu berkualitas. Direktur Madani Nusantara, Nanat Fatah Natsir, mengatakan dana yang diberikan pemerintah untuk saksi perwakilan 12 partai politik di tempat pemungutan suara (TPS) akan membuat pemilihan umum lebih baik dan berkualitas. “Lebih baik pemerintah mengeluarkan uang untuk menciptakan pemilu yang lebih baik dan berkualitas daripada dana saksi dibebankan pada partai politik, tetapi pemilunya tidak berkualitas,” kata Nanat. Mantan Rektor UIN Bandung itu mengatakan di beberapa negara segala biaya terkait pemilihan umum memang dianggarkan pemerintah, termasuk anggaran untuk mendanai saksi-saksi. Dia mencontohkan Jerman sebagai negara yang membiayai seluruh keperluan pemilihan umum, bahkan untuk kampanye partai politik. “Kalau dibiayai negara seluruhnya, tentu pertanggungjawabannya juga harus jelas. Itu semuanya untuk menjamin penyelenggaraan pemilu yang baik dan berkualitas. Kalau ada

partai politik yang menolak, menurut saya itu hanya pencitraan, karena perwakilan mereka di DPR kan sudah menyetujui itu,” ujar anggota Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia itu. Dukungan juga tentu keluar dari parpol penguasa, yakni Partai Demokrat (PD), PPP, dan PKS. Ketua DPP PD Ikhsan Modjo menyambut baik kebijakan dana saksi untuk Pemilu 2014 yang dibiayai negara. “Kebijakan dana saksi ini merupakan bentuk kesetaraan antarpartai karena tidak semua partai politik peserta pemilu mampu membiayai honor seluruh saksi,” kata Ikhsan. Ketua DPP PKS Indra mengatakan PKS menilai positif adanya dana saksi dibiayai pemerintah. Hal ini agar proses pemilu berjalan akuntabel. “Secara prinsip, itu untuk Pemilu 2014 yang akuntabel, jujur, bersih, dan berkualitas dengan pengawalan dari berbagai pihak,” ujarnya. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan kendati pemerintah menyepakati usulan partai politik terkait biaya pendanaan saksi, tidak serta-merta dana tersebut diberikan dan dibagi-bagi kepada 12 partai

politik peserta pemilu. Dengan demikian, anggaran pengawasan pemilu membengkak menjadi Rp1,5 triliun. Jumlah tersebut sebanyak Rp700 miliar dialokasikan untuk keperluan pembiayaan saksi yang berasal dari 12 partai politik peserta pemilu. Sementara sisanya sebanyak Rp800 miliar digunakan Bawaslu untuk mendanai Gerakan Sejuta Relawan dan juga pembayaran mitra pengawas pemilu lapangan (PPL). Dia menjelaskan pada Pemilu 2014 setidaknya setiap TPS akan ada 14 saksi, yaitu 12 orang saksi perwakilan partai politik peserta pemilu dan dua berasal dari mitra pengawas pemilu lapangan (mitra PPL) bentukan Bawaslu. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan memang usulan terkait honor saksi dibiayai negara muncul dari Badan Pengawas Pemilu yang menampung usulan dari partai politik. “Itu Bawaslu dulu yang usul, pada waktu pembahasan muncul ide untuk saksi parpol. Dalam hal ini, pemerintah akan mempertimbangkan kalau ini sudah matang antara parpol dan Bawaslu,” kata Gamawan. (MI/U1)


Gagas

l

5 5 Februari 2014

Mencari Caleg Bervisi Pendidikan P ESTA demokrasi Pemilu 2014 sudah di depan mata. Semua partai politik dan calon anggota legislatif semakin gencar turun ke masyarakat guna tebar pesona meraih simpati dengan mengumbar janji-janji dan harapan. Namun, barangkali kita melupakan satu hal tentang fondasi pembangunan bangsa dan daerah ini, yakni pendidikan. Sejauh mana partai politik dan para calon anggota legislatifnya memikirkan karut-marut dunia pendidikan di negeri dan daerah ini. Jika kita melihat kondisi dunia pendidikan kita, akan terlihat sisi gelap dari masa ke masa, dari pemimpin ke pemimpin, seolaholah menyentakkan kita bahwa bangsa dan daerah ini memiliki kepedulian yang sangat rendah dan kurang menyadari arti penting pendidikan. Meski berganti pemimpin dan wakil rakyat setiap pemilu dan pemilukada, dunia pendidikan tidak banyak berubah. Mereka sering mempermainkan dan mencari keuntungan pribadi dari dunia pendidikan. Kebijakan pendidikan tidak tentu arah. Kesadaran berpendidikan dari kalangan masyarakat yang meningkat seiring dengan waktu tidak diiringi oleh kebijakan Pemerintah Pusat dan daerah yang kondusif. Termasuk peran wakil rakyat yang kurang dirasakan dalam memperjuangkan pendidikan berkualitas. Untuk itulah, momentum Pemilu 9 April 2014 harus dijadikan sarana untuk memilih partai dan caleg yang peduli pendidikan. Meskipun dalam masa kampanye ini masih jarang kita jumpai caleg mengampanyekan pendidikan berkualitas. Problematika Pendidikan Mencari caleg bervisi pendidikan tidak harus mereka yang berlatar belakang pendidikannya tinggi, tidak pula mereka yang berlatar

Khoirul Abror Guru SMKN 1 Seputihagung, Lampung Tengah; Alumnus Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung

belakang guru. Akan tetapi, caleg yang layak dipilih adalah mereka yang memiliki komitmen tinggi untuk menyelesaikan sejumlah persoalan yang sedang dihadapi dunia pendidikan kita. Seperti keterbatasan anggaran, kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal, proses pembelajaran yang masih konvensional, jumlah buku yang belum memadai, bangunan dan fasilitas sekolah tidak memadai hingga minimnya mutu sumber daya manusia. Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaran pendidikan sangat memengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas. Pada Pasal 49 tentang pengalokasian dana pendidikan yang menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Permasalahan lainnya yang juga penting untuk diperhatikan

adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal, kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati, sumber energi, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi karena selama ini penanganannya secara kapitalistik, return dari kekayaan tersebut malah dirampas para pemilik modal. Tak hanya keterbatasan anggaran, kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin baik di kalangan pendidik. Berdasarkan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 14 sampai dengan 16 menyebutkan tentang hak dan kewajiban, di antaranya bahwa hak guru dalam memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan, berbagai fasilitas untuk meningkatkan kompetensi, berbagai tunjangan seperti tunjangan profesi, fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus. Undang-undang tersebut memang sedikit membawa angin segar bagi kesejahteraan masyarakat pendidik, tetapi dalam realisasinya tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Sementara dalam hal proses pembelajaran, selama ini sekolah-sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana, dana, serta kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif. Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang sangat pent-

ing dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sementara terkait dengan sumber daya pengelola pendidikan bukan hanya seorang guru atau kepala sekolah, melainkan semua sumber daya yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan suatu satuan pendidikan. Rendahnya mutu dari SDM pengelola pendidikan secara praktis tentu dapat menghambat keberlangsungan proses pendidikan yang berkualitas, sehingga adaptasi dan sinkronisasi terhadap berbagai program peningkatan kualitas pendidikan juga akan berjalan lamban. Komitmen Caleg Anggota Dewan ke depan harus mampu menyelesaikan persoalan-persoalan di atas. Baik anggota DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota. Untuk itu, sebelum pemungutan suara kita harus meminta sejauh mana komitmen mereka terhadap dunia pendidikan. Komitmen terhadap pendidikan harus diikrarkan sejak dini oleh caleg. Kalau tidak demikian, mereka akan lebih fokus pada urusan ekonomi dan politik. Padahal pendidikan juga penting dan jauh lebih penting dari kedua hal tersebut. Untuk mengantisipasinya, semua pihak diminta untuk memberikan masukan positif bagi para caleg untuk komitmen membuat inovasi pendidikan. Caleg yang berkualitas akan menawarkan program, bukan uang. Keberpihakan program yang dicanangkan bagi rakyat kecil dan dunia pendidikan menjadi salah satu parameter penilaiannya. Masyarakat bisa mengikat komitmen caleg melalui kontrak politik kepada caleg di daerah pemilihannya. Pertanyaan selanjutnya adakah caleg di daerah ini yang bervisi pendidikan dan berorientasi kepada rakyat? Kita tunggu saja.


Perempuan

l

6 5 Februari 2014

Membangun Pendidikan, Seni, dan Budaya Lampung BIODATA May Sari Berty Mogni Lahir : Tanjungkarang, 1 November 1950 Agama : Islam Suami : A. Mogni Harun (alm.) Anak : 1. Jares Mogni Harun 2. A. Barden Mogni 3. Pui Virida Mogni 4. A. Sajid Mogni Ayah : M. Tabrani Kepala Mega (alm.) Ibu : Siti Soleha (almh.)

B

AGI perempuan energik satu ini, pendidikan berkualitas tidak harus mahal. Kecerdasan intelektual anak dapat dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang menekankan prinsip memanusiakan manusia dan menjadikan anak sebagai subjek pendidikan. “Pendidikan berkualitas adalah sistem pendidikan yang berorientasi pada usaha mengembangkan daya nalar anak dan sistem pedidikan terintegrasi,” kata May Sari Berty, tokoh pendidikan dan seni budaya Lampung, saat ditanya soal pembangunan pendidikan yang akan dia lakukan bila kelak menjadi wakil rakyat. Berty menjelaskan konsep pendidikan berkualitas itu ada dua. Pertama, sistem pendidikan yang membangkitkan kesadaran kritis anak, dan kedua, sistem pendidikan yeng integral dengan kondisi, ambisi, pergaulan anak dengan lingkungannya. “Untuk mewujudkan hal itu, sekolah atau komunitas belajar tidak perlu mengeluarkan biaya mahal. Sebab, konsep pendidikan yang mengedepankan anak sebagai subjek pendidikan tidak memerlukan fasilitas serta sarana pendukung yang mahal,” kata dia. Terkait pengembangan seni dan budaya di Lampung, Ketua Sanggar Raden Intan yang juga koreografer ini mengatakan pengembangan seni budaya Lampung agar dapat diapresiasi oleh kalangan luas diperlukan sinergi antara pihak pemerintah, lembaga seni budaya, para seniman, dan masyarakat. Pemerintah, lanjut dia, di samping menerbitkan regulasi yang memungkinkan perkembangan seni budaya secara dinamis, juga penyediaan dana yang

layak. Lembaga seni budaya membuat program-program yang prospektif dan futuristik dengan memilah dan memilih bidang-bidang seni budaya untuk dilestarikan dan dikembangkan. Sedangkan para seniman menciptakan karyakarya kreatif yang produktif dan inovatif, bahkan dituntut membuat karya-karya yang berkarakter khas daerah Lampung sebagaimana para seniman Bali, misalnya. Dengan demikian, masyarakat akan mengapresiasi dengan baik karena adanya produktivitas seni budaya yang dinaungi regulasi secara potensial. Meskipun pembangunan bidang pendidikan dan seni budaya saat ini telah menampakkan geliat yang cukup baik, untuk pengembangan secara kualitas perlu ditingkatkan agar daerah Lampung bisa sejajar dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Di bidang seni budaya, misalnya, mengenai lagu-lagu Lampung dan karya seni lainnya yang selama ini belum banyak dikenal di skala nasional, diperlukan upaya-upaya yang lebih konkret untuk mempromosikan. Didasarkan hasrat pengabdian untuk meningkatkan kualitas dan pengembangan seni budaya di Lampung itulah dia mencoba merambah ke dunia politik. Pada Pemilu Legislatif 2014 ini, Berty dicalonkan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) nomor urut 3 untuk DPRD Provinsi Lampung dari daerah pemilihan 1 Kota Bandar Lampung. “Paling tidak, saya mewakili kaum perempuan Lampung dalam meningkatkan dunia pendidilkan, seni, dan budaya di Lampung,” kata pensiunan dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung ini. (U1) n Lukman Hakim

Riwayat Pendidikan: - SRN Tanjungkarang (1962) - SMPN Gunungsugih (1965) - SMAN 2 Bandar Lammpung (1968) - Sarjana Muda Unila (1970) - SPGN/KPG Bandar Lampung (1973) - FKIP Unisab Bandar Lampung (1994) - Institut of Management Studeis (1999) - Sekolah Tinggi Manajemen IMMI Jakarta (2011) Riwayat Pekerjaan - Guru SD 1 Sumurbatu (1970-1980) - Kepala SDN 2 Pahoman (1980–1994) - Kepala SD 1 Pengajaran (1994–1998) - Pengawas TK/SD Tanjungkarang Barat (1996) - Kantor Dekdibud Telukbetung Barat (1996– 1999) - Kantor Dekdibud Tanjungkarang Timur (1999) - Kasubdin Diknas Dinas P dan P Bandar Lampung (2001-2004) - Kasubdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung (2004–2005) - Kasubdin Dinas Pendidikan Provinsi Lampung (2005–2006) Pengalaman Organisasi - Ketua Badan Akreditasi Provinsi S/M (BAP/ S/M) Lampung - Ketua Dep. Pengabdian Masyarakat PB PGRI Jakarta - Pembina PGRI Provinsi Lampung - Waka Badan Musyawarah Pendidikan Swasta Lampung - Waka Himpunan Pramuwisata Indonesia Lampung - Pengurus PWRI (Persatuan Wredatama Republik Indonesia) - Pengurus Kwarda Pramuka Lampung - Pengurus PAUD Provinsi Lampung - Ketua Sanggar Radin Intan Lampung


Perempuan

l

7 5 Februari 2014

Perempuan Jangan Salah Pilih Caleg SALAH memilih seorang pemimpin atau wakil rakyat tentu akan membawa penyesalan dalam lima tahun ke depan. Untuk itu, kaum perempuan diingatkan agar tidak salah pilih dalam memilih calon anggota legislatif (caleg). Apalagi, saat ini banyak caleg yang tebar pesona untuk memenangkan pemilu. “Awas perempuan jangan salah pilih caleg. Sebab sekali salah, maka kekecewaan yang ditanggung selama lima tahun,” kata Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam. Karena itu, ia pun memberikan pendidikan politik bagi 6.000 perempuan marginal agar mereka tidak salah memilih caleg. Sasarannya perempuan marginal yang punya hak pilih dan terpinggirkan. Seperti pemulung, pengemis, pembantu rumah tangga, buruh migran, petani, nelayan, pekerja seks komersial, ibu rumah tangga dari keluarga miskin, juga ODHA. Dia menjelaskan pendidikan politik yang diberikan, antara lain bagaimana memilih caleg yang baik dan memiliki visi untuk kepentingan kaum perempuan. Kemudian, memantau agar tidak ada kecurangan dalam pemilu, mengawal suara mereka, juga menagih janji jika caleg yang dipilih menang. “Jangan sampai

Linda Gumelar

perempuan hanya memberi suara, tapi calegnya ingkar janji,” ujarnya. Peneliti Riset Center for Politic and Goverment UGM Utan Parlindungan juga meminta agar perempuan tidak salah pilih. Ini bisa dilakukan menggunakan teknik political tracking, yaitu mencari tahu latar belakang caleg yang akan dipilih. Caranya, lanjut Utan, menelusuri aktivitas politiknya di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang melalui visi misi caleg. Misalnya, apakah caleg pernah melakukan KDRT atau tidak. Kemudian, apakah ia berpoligami sehingga istrinya merasa disakiti atau tidak. “Semua itu bisa dilihat melalui penelurusan rekam jejak sang caleg. Seorang calon pemimpin yang baik, pasti memiliki jejak yang baik,” kata Utan.

Wahidah Rustam Menurutnya, memilih caleg yang baik bisa dilakukan dengan melihat dan mendengar isi kampanye caleg. Selain itu, juga melakukan diskusi dengan tokoh masyarakat dan tokoh yang dianggap mengerti politik untuk memahami siapa caleg yang akan dipilih. “Namun jangan sampai terjebak berdiskusi dengan tim sukses kampanye caleg tertentu. Sebab pasti mereka tidak akan objektif,” ujarnya. Lebih jauh, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar justru meminta perempuan untuk tidak golput alias tidak memilih dalam Pemilu 2014. Sebab, tujuan utama berpolitik bagi perempuan Indonesia adalah membangun bangsa dan menciptakan kesejahteraan bersama. “Saya masih mendengar ada perempuan yang enggan menggunakan hak pilihnya. Ini kenapa? Apa perempuan tidak punya akses atau memang apatis? Jumlah perempuan itu lebih banyak dari laki-laki,” kata Linda, beberapa waktu lalu. Karena itu, kaum perempuan diminta aktif dalam proses Pemilu 2014 mengingat keterlibatannya sangat strategis, baik dalam pemilu legislatif maupun pemilihan presiden (pilpres). “Bagi yang memiliki hak pilih harus aktif. Jangan golput karena keterlibatan perempuan penting dalam menyukseskan pemilu, baik dari sisi penyelenggaraan dan keterlibatan. Gerakan perempuan harus punya komitmen bersama demi suksesnya Pemilu 2014,” ujarnya. Linda juga mengingatkan kepada caleg perempuan agar tidak mudah tergoda dengan politik transaksional. Sikap tersebut bisa membawa degradasi moral politik dan kualitas demokrasi berkurang. “Perempuan yang duduk di parlemen juga harus bisa menjadi contoh dan teladan bagi generasi penerus, dengan moral dan kejujuran yang tinggi,” kata dia. (U1)


Orator

l

8 5 Februari 2014

Bangun Kemandirian Masyarakat

S

Sanuri Kelahiran : Serang, 2 Agustus 1962 Istri : Lasiyem (kepala desa Kedaung periode 2013-2018) Anak : Tiga Alamat : Desa Kedaung, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan Riwayat Pendidikan: - SDN Sumuranja, Serang, Banten, 1975 - MTsN Serang, Banten, 1978 - MAN Serang, Banten, 1981 Karier: -Dua periode menjabat sebagai kepala Desa Kedaung tahun 2002-2013.

EMUA orang mempunyai mimpi. Begitu juga dengan mimpi Sanuri, yang belum terwujud selama menjadi kepala Desa Kedaung, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan. Ia ingin memperbaiki kondisi hidup masyarakat agar mampu mandiri secara ekonomi. Jika secara ekonomi masyarakat sudah mampu, negara Indonesia terutama di daerahnya, yakni Sragi dan sekitarnya, akan bangkit dari keterpurukan. Demikian disampaikan Sanuri, calon anggota legislatif (caleg) yang menggantungkan impiannya pada Partai NasDem. Sebelas tahun menjalankan kebijakan pemerintah untuk pembangunan desa, ia rasa belum menyentuh langsung pada persoalan yang dihadapi rakyat. Untuk itu, suami dari Kepala Desa Kedaung Legiyem ini memilih partai besutan bos Media Group, Surya Paloh, guna mengantarkan impiannya untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah pemilihan (DP) 7. “Saya hanya ingin lebih dekat dengan masyarakat sehingga hidup saya bermanfaat, dan bisa berbuat, untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah pemilihan tujuh yang belum terwjud ini,” Ujar Sanuri. Meski tanpa didukung dengan dana yang mencukupi, tidak membuat ia kendur semangat. Dengan sepeda motor Yamaha Vega R, bapak tiga anak ini membangun dan meningkatkan tali silaturahmi dengan masyarakat pelosok desa yang ada di DP 7. “Jadi kepala desa cuma modal dengkul. Sekarang nyalon Dewan juga hanya modal dengkul. Dengan modal dua dengkul yang kokoh ini, saya bertekad membawa Partai NasDem menjadi wakil rakyat yang dapat melakukan gerakan perubahan melalui restorasi,” kata Sanuri. Untuk memdapat rasa simpati

kepada sesama karena punya tujuan tertentu, tidak lagi tulus untuk meringankan beban sesama karena kepentingan politik, pencitraan, dan lain-lain, bukanlah tujuan tersembunyi Sanuri untuk mendapatkan suara pada pemilu legislatif yang akan dilaksanakan pada 9 April mendatang. Namun, pendekatan tersebut sudah ia lakukan saat ia menjadi kepala Desa Kedaung. Kepercayaan warga akan ketulusan dan kejujuran Sanuri saat menjabat kepala desa kembali diteruskan oleh istrinya, Legiyem. Saat itu Legiyem menang telak dengan dua kandidat lainya dengan mengantongi 1.200 suara dari 1.800 mata pilih di desa tersebut. Menurut dia, pekerjaan Partai NasDem masih cukup banyak, tidak hanya masalah nonfisik, tetapi juga fisik. Selain mengemban aspirasi masyarakat kelak, Sanuri mengaku akan memperbaiki sistem pendidikan menjadi sebuah kebutuhan, bukan suatu kewajiban sehingga sumber daya manusia (SDM) Kecamatan Sragi tidak tertinggal, tetapi maju karena mengejar pendidikan. “Walau di pelosok, saya bangga dengan masyarakat Desa Kedaung yang punya pemikiran pendidikan itu sangat penting. Di sini banyak generasi penerus yang kuliah di Bandar Lampung maupun Serang, Banten,” kata dia. Ia mengingatkan bahwa pendidikan merupakan faktor paling penting dalam kehidupan. Untuk itu, ia mendorong generasi muda untuk tidak hanya berkewajiban menimba ilmu saja, tetapi juga mengaplikasikan ilmunya demi kemajuan daerah. “Namun, apresiasi pemerintah kepada pelajar berprestasi masih minim. Atas restu masyarakat, kami bersamasama Partai NasDem akan berjuang untuk kecerdasan rakyat. Kecerdasan yang berpendidikan,” ujarnya. (U1) n Aan Kridolaksono


Orator

l

9 5 Februari 2014

Ideologi Bagian dari Napas Perjuangan

H

IDUP adalah pilihan, tetapi menentukan pilihan bukanlah hal mudah, melainkan sebuah keputusan yang harus dijalani secara konsisten dan dipertanggungjawabkan apa pun risikonya. Itulah yang selalu dipegang teguh oleh Rizani Bina Putra, calon anggota DPRD Lampung Barat asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Rizani yang akrab disapa Uke itu mengaku memilih terjun ke dunia politik bukanlah keputusan yang mudah. Sebab, dia harus meletakkan jabatan peratin (kepala desa) Pekon Gunungsugih, Kecamatan Balikbukit, Lampung Barat, setelah terpilih dan dilantik untuk periode kedua pada 2010. Baginya, keputusan untuk meletakkan jabatan yang seharusnya habis pada 2016 mendatang itu, tak lain adalah keinginan untuk bisa berbuat lebih banyak untuk kepentingan masyarakat Lampung Barat khususnya. “Kalau hanya sekadar untuk mengejar jabatan, saya rasa menjadi peratis selama lebih dari 8 tahun menjadi peratin sudah cukup bagi saya. Tapi saya putuskan mencalon anggota Dewan karena banyak hal yang selama ini ingin saya perjuangkan untuk masyarakat, tetapi di luar kapasitas kepala pekon,” kata dia saat Lampung Post menyambanginya, Jumat (31/1). Keinginannya untuk memperjuangkan program pembangunan seperti jalan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat melalui kelompok-kelompok usaha kecil dan menengah menjadi salah satu alasan ia berjuang untuk duduk di lembaga wakil rakyat pada 9 April mendatang. “Namanya harapan, banyak hal yang ingin saya perjuangkan untuk masyarakat saya, maka saya putuskan untuk maju dan mengundurkan diri sebagai peratin yang masih 4 tahun lagi.” Bagi Uke, menentukan partai politik sebagai wadah untuk berjuang di parlemen harus didasari dengan kesamaan sudut pandang sesuai dengan ideologi, serta konsistensi perjuangan partai dalam dinamika berpolitik menjadi pijakannya maju melalui Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. Selain itu, ketokohan sang proklamator Soekarno yang semangat juangnya menjadi kiblat partai besutan Megawati Soekarnoputri itu membuat ia jatuh

hati untuk bergabung dengan partai wong cilik tersebut. Prinsip paling mendasar memutuskan bergabung di PDIP, kata Ketua Asosiasi Pemerintah Desa (Apdesi) Kecamatan Balikbukit itu, adalah pola pembinaan dan pengaderan kepartaian yang diterapkan kepengurusan PDIP Lampung Barat yang berlangsung kontinu, mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, pekon, hingga pemangku. “Khusus di Lambar pengaderannya jalan. Bukan hanya saat mau pemilihan saja, jadi kadernya militan dan siap berjuang,” kata dia. Mendapat nomor urut 4 sebagai caleg di daerah pemilihan III untuk Labupaten Lambar, ternyata tidak mengendurkan semangatnya berjuang dan meyakinkan hati masyarakat untuk memilihnya pada hari pencoblosan. Begitu juga kecintaannya terhadap partai berlambang moncong putih itu, membuat ia menolak pinangan dari beberapa partai lain yang juga menawarkan untuk bergabung. “Mau nomor urut berapa pun bagi saya tidak masalah, itu kan murni suara terbanyak. Kalau hanya untuk mendapat nomor urut 1, sudah berapa partai yang nawarin saya untuk maju, tapi saya tolak karena saya hanya akan maju lewat PDIP,” kata dia. Risiko terberat dari proses pencalonannya yang tidak hanya sekadar menguras tenaga dan pikiran, tetapi materi sebagai biaya politik telah dipertimbangkan secara matang. Memiliki semangat juang dan rasa percaya diri serta optimistis bisa duduk di kursi wakil rakyat menjadi motivasi suami dari Erliana untuk terus berkeliling dari dari pekon-pekon hingga ke dusun yang susah dijangkau sekalipun. “Optimistis sudah pasti, perjuangan harga mati. Itu pasti menjadi spirit semua calon, tinggal bagaimana, apakah usaha dan perjuangan kita bisa meyakinkan masyarakat atau tidak,” kata dia. Meski demikian, rasa optimistis tersebut tak lantas membuatnya lengah karena ia sadar betul akan risiko terburuk dari pencalonan. Sebab, semua calon saat ini terus berjuang untuk meraih simpati warga. “Artinya kalau semua sudah usaha sudah maksimal, jika terpilih itu tujuan utama, tapi kalau belum terpilih tetap legawa,” ujarnya. (U1) n Aripsah

Rizani Bina Putra Kelahiran Agama Istri

: Gunungsugih, Lampung Barat, 5 Agustus 1972 : Islam : Erliana

Anak: 1. Nova Anesta 2. Andeska Zera


Pilar

l

10 5 Februari 2014

Terus Bergeliat Bangkitkan Semangat Umat

P

ARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) terus bergeliat. Partai besutan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu membangkitkan semangat umat agar Pemilu 2014 menjadi pertaruhan besar itu, partai dapat menang. Pemilu 2009 lalu seolah menjadi titik nadir bagi PKB. Perolehan suara dalam dua pemilu sebelumnya, 1999 dan 2004 yang mencapai dua digit, langsung anjlok tinggal tersisa hanya 4,94%. Perpecahan internal dan konflik kepengurusan, terutama sejak tersingkirnya Gus Dur dari struktur partai, membuat suara partai ini anjlok. Meski masih kerabat Gus Dur, Ketua Umum PKB sekarang Muhaimin Iskandar ternyata dianggap pengkhianat dan perusak partai. Akibatnya, suara kalangan nahdliyin yang pro-Gus Dur beralih ke berbagai partai lain atau golput. Muhaimin pun sadar dengan semakin turunnya elektabilitas PKB dari hari ke hari. Berbagai strategi telah dilakukan, termasuk mendeklarasikan partai ini sebagai partai hi-

jau yang fokus terhadap masalah lingkungan alias green party pada 2011 lalu. Akhirnya sejumlah artis pun digaetnya menjadi caleg, seperti Cinta Penelope, Tommy Kurniawan, Tia “AFI”, Ridho Rhoma, Vicky Irama, Dedi Irama, Shoji Mandala, Said Bajuri, Khrisna Mukti, Ressa Herlambang, Arzetti Bilbina, Akri Patrio, dan Iyeth Bustami. “Kami berharap dengan bergabungnya para artis ini akan menambah kecintaan masyarakat pada PKB,” kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Selain caleg artis, PKB juga menjadikan Rhoma Irama sebagai kandidat calon presiden. Si Raja Dangdut bahkan dijadikan ikon untuk berbagai kampanye PKB dalam pemilu legislatif mendatang. Langkah ini cukup efektif karena kehadiran Rhoma belakangan membuat PKB ramai dibicarakan. “Saya mendeklarasikan diri sebagai bakal calon karena didukung oleh sebagian ulama di PKB. Kalau ditanya seberapa yakin, saya sih selalu berpikir optimistis kalau sudah melangkah,” kata Rhoma, beberapa waktu

lalu. Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Ja’far menilai salah satu penyebab kenaikan elektabilitas partainya adalah figur Rhoma Irama, Jusuf Kalla, dan Mahfud M.D. Ketiga tokoh ini disebut sebagai calon presiden PKB sehingga kerap dibicarakan oleh masyarakat. Dia menegaskan ketiga tokoh ini serius ingin menjadi calon presiden melalui PKB. Karena itu, kata Marwan, mereka juga harus punya peranan meningkatkan elektabilitas partai. Termasuk, mengampanyekan PKB dalam kunjungan ke daerah. “Istilahnya ada simbiosis mutualisme atau sinergi,” ujar dia. Namun, kata Marwan, rekonsiliasi yang dibuat partainya sudah menunjukkan hasil. Dia mencontohkan banyak ulama yang awalnya tersebar di sejumlah partai, seperti PKNU, kembali ke partai bentukan Abdurahman Wahid itu. Selain itu, dia mengingatkan, ada partai yang pada pemilu berhasil mencuri suara PKB. “Sekarang mereka menurun dan suaranya kembali ke kami.” (U1)


Jejak

l

11 5 Februari 2014

Kiai Haji Samanhudi

Pendiri Partai Indonesia, Awal Pergerakan Bangsa KIAI Haji Samanhudi memiliki nama kecil Sudarno Nadi. Pria kelahiran Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868, adalah pendiri Sarekat Dagang Islamiyah (SDI), sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta.

Persatuan Pancasila. Sewaktu Belanda melancarkan aksi Agresi Militer II, beliau membentuk suatu laskar yang bernama Gerakan Kesatuan Alap Alap yang ditugaskan untuk menyediakan perlengkapan, terutama bahan makanan untuk tentara yang sedang bertempur.

D

alam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa penjajahan Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dan pedagang China pada 1911. Oleh sebab itu, Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada 1911, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya. Walaupun termasuk tokoh pergerakan nasional, sejarah dan perjuangan K.H. Samanhudi hingga kini tidak banyak orang yang mengenalnya. Ayahnya seorang pengusaha batik bernama H. Ahmad Zein. Pada umur 20 tahun, dia berganti nama menjadi Wirjowikoro. Beliau tidak mengikuti pendidikan SD sampai tamat. Namun, beliau belajar mengenai Islam di Surabaya. Selain belajar agama, beliau juga berdagang batik di Surabaya. Batik Laweyan sangat berperan dalam sejarah Serikat Islam dengan tokoh sentral K.H. Samanhudi. Usaha batiknya berkembang bagus dengan ratusan pegawai. Keuntungannya rata-rata 800 gulden per hari. Sebagai perbandingan, waktu itu gaji seorang bupati 1.000 gulden per bulan. Tahun 1904, Wirjowikoro atau Samanhudi menjalankan ibadah haji. Pada 16 Oktober 1905, lahir SDI yang menjadi gerakan nasional pertama yang benar-benar melawan pemerintah Belanda. Sarekat ini bertujuan membela kepentingan pedagang-pedagang Indonesia. Dibentuk di Kampung Sondakan, Solo, dengan pendiri Haji Samanhudi, Sumowardoyo, Wiryotirto, Suwandi, Suryopranoto, Jarmani, Haryosumarto, Sukir, dan Martodikoro. Kongres Umum SI kedua di Surakarta pada 23 Maret 1913, diselenggarakan di Taman Istana Susuhunan. Dalam kongres itu diputuskan bahwa SI hanya terbuka untuk bangsa Indonesia. Sedangkan pegawai pangreh praja tidak diperkenanakan menjadi anggota SI. Tindakan ini dipandang perlu untuk menjaga soliditas SI sebagai perkumpulan indepen-

den dan agar tidak berubah corak SI sebagai organisasi rakyat. Dalam kongres terpilih H. Samanhudi sebagai ketua dan Cokroaminoto sebagai wakil ketua. Pada 30 Juni 1913, Belanda menolak permintaan SI supaya disahkan menjadi badan hukum (rechtspersoon) karena anggota SI terlalu banyak. Belanda sanggup mengesahkan perkumpulan SI ke tempat-tempat yang tidak besar jumlah anggotanya. Pemerintah Belanda menetapkan bahwa cabang-cabang harus berdiri sendiri untuk daerahnya masing-masing (SI daerah). Pemerintah tidak berkeberatan SI-SI daerah itu bekerja bersama-sama dengan badan perwakilan pengurus sentral. Sejak 1920, Samanhudi tidak aktif lagi dalam partai karena masalah kesehatannya yang mulai terganggu. Tetapi perhatian dan ide-ide pemikiran beliau terhadap pergerakan nasional tidak pernah padam. Sesudah Indonesia merdeka, beliau mendirikan Barisan Pemberontak Indonesia Cabang Solo. Hal ini untuk menghadapi ancaman serangan Belanda. Samanhudi juga mendirikan Gerakan

Persaingan Sekitar 1911 terdapat persaingan yang tidak sehat antara pedagang-pedangang Indonesia dan pedangang-pedagang China. Pedagang-pedagang Indonesia banyak mendapat tekanan dari Pemerintah Belanda, sedangkan pedagang-pedagang China banyak mendapat bantuan. Karena itu, perdagangan bangsa Indonesia tidak dapat berkembang. Melihat keadaan yang pincang itu, Haji Samanhudi berusaha menyusun kekuatan di bidang perdagangan dan agama. SDI-lah yang menjadi pembela kepentingan pedagang-pedagang Indonesia. Dalam waktu singkat cabang-cabang SDI berdiri di luar kota Solo. Pemerintah Belanda terkejut melihat perkembangan tersebut. Sesudah itu, SDI ditingkatkan menjadi partai politik. Pada 10 September 1912 nama SDI diubah menjadi Serikat Islam (SI). Haji Samanhudi diangkat menjadi ketua kehormatan sampai tahun 1914. Sesudah itu, SI dipimpin Haji Umar Said Cokroaminoto, dan tumbuh menjadi partai massa.(U1)


Luber

l

12 5 Februari 2014

Transparansi Penetapan Caleg Pemilu D ALAM menentukan calon anggota legislatif (caleg) pemilu, semua pihak dituntut transparan. Salah satunya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara untuk membuka seluruh informasi tentang caleg. Hal itu seperti diatur dalam PKPU No. 13/2013 tentang Perubahan PKPU No. 7/2013 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Pronvinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota. Terutama pada pasal-pasal berikut ini:

Pasal 31 (1) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota meminta klarifikasi kepada partai politik atas masukan dan tanggapan dari masyarakat terhadap DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota paling lambat 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya masa masukan dan tanggapan dari masyarakat. (2) Pimpinan partai politik wajib memberikan kesempatan kepada calon yang bersangkutan untuk mengklarifikasi terhadap masukan dan tanggapan dari masyarakat. (3) Pimpinan partai politik sesuai tingkatannya menyampaikan hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) secara tertulis kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima klarifikasi. (4) Dalam hal hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) menyatakan bahwa calon yang tercantum dalam DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tersebut tidak memenuhi syarat, KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota memberitahukan secara tertulis dan memberi kesempatan kepada partai politik untuk mengajukan pengganti calon dan DCSHP anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (3). (5) Pengajuan pengganti calon dan DCSHP anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) paling lama 7 (tujuh) hari setelah surat pemberitahuan dari KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota diterima oleh partai politik. (6) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota melakukan verifikasi terhadap kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen pemenuhan persyaratan pengganti calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, selama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya dokumen pengganti calon dari partai politik yang bersangkutan. Pasal 32 (1) DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat berubah apabila: a. adanya masukan dan tanggapan dari masyarakat

terkait dengan tidak terpenuhinya persyaratan administrasi calon; b. calon meninggal dunia; c. calon mengundurkan diri. (2) Perubahan DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a dan huruf b tidak mengubah susunan nomor urut calon. (3) Apabila partai politik mengubah nomor urut DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota mengembalikan nomor urut ke susunan semula. (4) Perubahan DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dapat diajukan pengganti calon partai politik dan urutan nama dalam DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diubah oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/ kota sesuai urutan berikutnya.

Pasal 33 (1) Berdasarkan hasil verifikasi syarat pengganti calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Ayat (6), KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menyusun berita acara (Model BB-14). (2) Apabila hasil verifikasi terhadap pemenuhan persyaratan pengganti calon DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dinyatakan memenuhi syarat, pengganti calon tersebut dimasukkan dalam: a. formulir DCSHP anggota DPR (Model BC2) oleh KPU; b. formulir DCSHP anggota DPRD provinsi (Model BD2) oleh KPU provinsi; c. formulir DCSHP anggota DPRD kabupaten/kota (Model BE2) oleh KPU kabupaten/kota. (3) Penempatan nomor urut pengganti calon dalam DCSHP anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan daftar bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota (Model BA), sesuai dengan no-

mor urut calon yang diganti. (4) Apabila partai politik tidak mengajukan pengganti calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Ayat (5), urutan nama dalam DCS anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diubah oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sesuai urutan berikutnya, dengan ketentuan nama-nama bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota (Model BA) disesuaikan dengan perubahan nomor urut tersebut. Daftar Calon Tetap Pasal 34 (1) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menyusun DCT anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berdasarkan DCS atau DCSHP anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota dalam rapat pleno dengan ketentuan: a. KPU menyusun dan menetapkan DCT anggota DPR menggunakan formulir Model BC1-DPR; b. KPU provinsi menyusun dan menetapkan DCT anggota DPRD provinsi dengan menggunakan formulir Model BD1-DPRD provinsi; c. KPU kabupaten/kota menyusun dan menetapkan DCT anggota DPRD kabupaten/kota dengan menggunakan formulir Model BE1-DPRD kabupaten/kota. (2) DCT anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota memuat tanda gambar dan nomor urut partai politik serta nomor urut, nama-nama, dan pasfoto diri terbaru calon. (3) Rancangan DCT anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dimintakan persetujuan kepada pimpinan partai politik atau petugas penghubung partai politik dengan membubuhkan paraf. (4) Dalam hal pimpinan partai politik atau petugas penghubung partai politik tidak bersedia membubuhkan paraf, KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota melanjutkan tahapan pencalonan. (5) DCT anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dan Ayat (3) ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

Pasal 35 (1) Daftar calon tetap anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 diumumkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota pada media cetak harian nasional/daerah dan media massa elektronik nasional/ daerah selama 3 (tiga) hari. (2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota mengumumkan persentase keterwakilan perempuan dalam DCT anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang diajukan oleh partai politik masing-masing pada media cetak harian nasional/daerah dan media elektronik nasional/daerah. n


Jeda

l

13 5 Februari 2014

Demokrasi Bangsa ‘Terpeleset’ Sistem Otoriter

SISTEM demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tentu sangat berbeda dengan otoriter yang menunjuk orang per orang sebagai pemegang kekuasaan. Sistem otoriter itu kini ditunjukkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menyikapi aspirasi rakyatnya.

P

residen dinilai membungkam sistem demokrasi di Tanah Air. “Itu membungkam demokrasi, itu bukan sebuah sikap kenegarawanan,” kata Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Muhammadiyah Din Syamsuddin. Menurutnya, kritik yang disampaikan beberapa pihak kepada Presiden SBY sebagai sebuah kontrol dari publik bagi setiap kebijakan pemerintah. “Itu kan kontrol sosial, yang dianggap seolah fitnah. Maka kemudian lucu, kalau Presiden (SBY) menyomasi rakyatnya. Ini bisa membungkam

demokrasi,” kata Din. Din mengatakan dengan somasi ini Presiden SBY telah mempertontonkan kekuasaan yang otoriter. Untuk itu, ia meminta agar beberapa pihak yang mendapat somasi tidak perlu takut. “Ini pertanda sebuah kepemimpinan yang otoriter. Maka saya mengingatkan agar yang disomasi itu tidak takut, bila perlu somasi balik,” ujarnya. Sebelumnya, Presiden SBY melayangkan somasi ke beberapa lawan politiknya. Rizal Ramli disomasi lantaran pernyataannya soal pemberian posisi Boediono sebagai wapres adalah gratifikasi kasus bailout Bank Century. Sri Mulyono disomasi karena tulisannya di Kompasiana berjudul Anas: Kejarlah Daku Kau Terungkap. Sementara Wasekjen PKS Fahri Hamzah sempat dilayangkan surat lantaran desakannya agar KPK memeriksa putra SBY yang juga Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. Bahkan pengamat pun menilai Indonesia tidak hanya terpeleset dalam jurang otoriter, tetapi justru sistem demokrasi Indonesia yang tidak jelas. Seperti diketahui, Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi presidensial, yang seharusnya Presiden memiliki kedudukan lebih

tinggi di atas parlemen (DPR). Tapi kini DPR terkesan memiliki kedudukan yang sama dengan presiden. Menurut peneliti LIPI Siti Zuhro, ketidakjelasan sistem demokrasi yang banci seperti yang terjadi pada sistem demokrasi Indonesia sekarang dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. “Jadi demokrasi kita abu-abu, presidensial tidak, parlementer tidak, akhirnya banci. Nah ketika banci, banyak distorsi, ketika banyak distorsi, negara enggak bisa mengelola lagi,” ujar Siti Zuhro. “Giliran yang menguntungkan, urusan iniurusan itu DPR ikut menentukan segala macam. Tapi giliran merugikan, ada penyelewengan, ada penyimpangan, ada korban segala macam, saling lempar,” kata Siti Zuhro. Menurut dia, harus ada langkah yang diambil untuk menegaskan kembali sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Langkah yang diambil nantinya harus bisa mengembalikan presiden dan DPR kepada kedudukan dan kewenangannya masing-masing. “Kita kembalikan, ya sudah, berarti kalau ada apa-apa yang enggak becus presiden, karena presidensial, otoritasnya ada di sana, jelas,” kata Siti Zuhro. (U1)


Jeda

l

14 5 Februari 2014

Pemilu 2014 Jadi Momentum Luruskan Demokrasi

S

ISTEM demokrasi yang baik terus digulirkan sejumlah lembaga dalam membentuknya sehingga Pemilu 2014 dinilai menjadi momentum dalam meluruskan jalannya demokrasi. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva memaparkan konsolidasi demokrasi di negara demokrasi baru akan tercipta pada pemilu ketiga dan keempat. “Pada pemilu pertama dan kedua pascademokrasi masih mencari bentuk. Maka, kita menemukan banyak yang terasa kurang, itu merupakan hal yang wajar,” kata Hamdan, beberapa waktu lalu. Pemilu 2014 merupakan kesempatan untuk kembali meluruskan jalannya demokrasi. “Pengalaman saya selama ini menangani lebih dari 500 perkara pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), saya menemukan belum ada perbaikan yang signifikan dari proses pemilu. Masih terdapat kecurangan dalam penyelenggaraan demokrasi,” ujarnya. Motor utama dalam rangka memperbaiki demokrasi adalah partai politik. Hal tersebut lantaran dari wakil rakyat sampai pemerintahan ada unsur parpol. “Pimpinan parpol perlu kader calon pemimpin untuk mengatur

jalannya negara dan bangsa ke depan. Ada bahaya ketika parpol tidak bisa mengontrol dirinya,” kata Hamdan. Ia memaparkan Indonesia telah mengalami berbagai macam demokrasi, yakni sistem demokrasi yang sangat liberal dengan sistem pemerintahan parlementer menggunakan UUD Sementara (UUDS) 1950. “Jadi selama 1950-1959 Indonesia sangat liberal, perdebatan dan parpol bebas mengikuti pemilu dan mendapat kursi legislatif.” Selanjutnya adalah demokrasi terpimpin yang dicetuskan Presiden Soekarno. “Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang bekerja dan berjalan sesuai budaya Indonesia,” kata Hamdan. Pada era kepemimpinan Soeharto, dicetuskan demokrasi Pancasila berlandaskan dasar negara. Sayangnya, demokrasi tersebut tidak memberikan kebebasan bagi rakyatnya hingga Soeharto lengser pada 1998. “Sampai memasuki era reformasi, namanya masih demokrasi Pancasila. Namun, kita telah mengubah UUD, struktur pemerintahan. Sistem pemilu dimasukkan ke UUD. Anggota DPR, DPD, dan DPRD kemudian bisa dipilih di pemilu,” kata Hamdan. Secara garis besar, lanjut, Hamdan reforma-

si telah berjalan baik di Indonesia. “Kita merasa sangat bangga, reformasi memberi kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memimpin negara, ini luar biasa.” Namun, ujar Hamdan, dalam reformasi, kebebasan luar biasa menjadi tidak terkontrol dan menimbulkan anarki. “Ini tidak salah, tapi mekanisme kontrol mesti ada. Kalau masyarakat terlalu kuat dan negara sangat lemah akan menimbulkan permasalahan baru,” ujar Hamdan. Pada bagian lain, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai uji materi UndangUndang Pilpres yang diajukan Yusril Ihza Mahendra dan Effendi Ghazali tidak akan sekompleks yang dibayangkan. Ia menilai justru uji materi UU itu akan menyehatkan sistem demokrasi yang tengah berjalan. “Malah implikasi mundurnya pelaksanaan pemilu legislatif akan memberi kesempatan bagi KPU dan Bawaslu untuk menuntaskan sejumlah agenda,” ujarnya. Agenda yang dimaksud Mahfudz, di antaranya penyiapan saksi tempat pemungutan suara (TPS) yang diperkirakan memakan waktu lama dan memantapkan daftar pemilih tetap (DPT) yang masih belum rapi. (U1)


Pernik Pemilu

l

15 5 Februari 2014

Pemilu Berintegritas Ciptakan Pemimpin Dambaan

P

EMILIHAN umum (pemilu) harus berjalan secara berintegritas sehingga akan bermunculan pemimpin bangsa yang menjadi dambaan rakyat. Pemilu berintegritas itu bersyarat jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia. Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan pemilu berintegritas menciptakan pemerintahan yang baik. “Pemilu 2014 juga haruslah berintegritas,” kata Jimly, beberapa waktu lalu. Namun, pernyataan Jimly itu justru di balik oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon. Partai itu mempertanyakan dasar hukum penyelenggaraan Pemilu 2014 terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini sebagai akibat dari keputusannya dalam uji materi UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres terhadap UUD 1945. “Jangan sampai nantinya di kemudian hari legitimasi Pemilu 2014 dipertanyakan,” kata Fadli.

MK mengabulkan uji materi tersebut dan menganggap pemilu terpisah bertentangan dengan UUD 1945 meskipun MK memutuskan pemilu serentak baru akan dilaksanakan pada 2019. Namun, hal ini berimplikasi Pasal 3 Ayat (5), Pasal 12 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 Undang-Undang (UU) No. 42/2008 tentang Pilpres yang mengatur Pemilu 2014 yang terpisah tersebut juga dapat dinilai melanggar konstitusi. “Untuk itulah KPU perlu menanyakan hal itu kepada MK. KPU sebagai penyelenggara pemilu seharusnya aktif mempertanyakan kepada MK Pasal 3 Ayat (5), Pasal 12 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 Undang-Undang (UU) No. 42/2008 tentang Pilpres, apakah masih dapat digunakan sebagai dasar hukum penyelenggaraan Pemilu 2014,” kata Fadli. Ia mengatakan hal ini sangat penting untuk menghindari perdebatan konstitusional dan juga untuk meminimalisasi kemungkinan munculnya permasalahan politik dan hukum di kemudian

hari. Sebelumnya, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan putusan MK perihal pemilu serentak yang dilaksanakan mulai 2019 yang dinilainya memberikan dampak inkonstitusional. Menurut dia, pada putusan yang mengabulkan gugatan uji materi dari Effendi Gazali tersebut, hakim konstitusi, di satu sisi berpandangan, beberapa pasal UU Pemilu Presiden bertentangan dengan UUD 1945 sehingga pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Namun, di sisi lain, hakim konstitusi juga berpandangan bahwa pemilu serentak baru diberlakukan pada 2019 dan seterusnya. “Padahal, putusan MK itu berlaku seketika setelah diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum,” katanya. Jika putusan itu berlaku seketika tapi baru berlaku pada Pemilu 2019 dan seterusnya, keabsahan Pemilu 2014 dilaksanakan dengan pasal-pasal UU Pemilu yang inkonstitusional. (U1)


Geliat Anti Korupsi

l

16 5 Februari 2014

Berpolitik itu Kerja Memuliakan Publik B ANYAK yang terkejut ketika Djadjat Sudradjat masuk politik praktis. Banyak yang bilang, Djadjat seperti mencari “penyakit” yang bisa menggerogoti tubuhnya. Bahkan, ada yang bilang ia masuk pusaran api, yang bisa membakar diri. Ada seorang temannya yang kirim SMS, “Keputusan masuk politik di tengah langit politik Indonesia yang keruh, itu sinting.” Namun, Djadjat menanggapi santai, “La, justru masih keruh saya jadi tertantang untuk ambil bagian menjernihkannya. Kalau sudah jernih, apa tantangannya?” Banyak pihak menilai Djadjat, yang dikenal sebagai wartawan yang antikorupsi dan pengamat kebudayaan ini, tak punya potongan sebagai politikus. Ia bisa menjadi “mangsa” empuk permainan politik yang keras. “Kalau politik untuk kekuasaan belaka memang keras dan kotor. Segala cara akan ditempuh. Tapi kalau berpolitik untuk memuliakan publik, pasti terpuji, dan dia akan memilih jalan yang beretika,” kata suami Rita Zahara itu dalam sebuah perbincangan. Tapi, menurut Djadjat, kekhawatirankekhawatiran itu wajar. Sebab, masyarakat sudah amat kecewa dan marah terhadap politik yang tak memuliakan publik itu. Komitmen Partai NasDem, kata Djadjat, ingin mengembalikan bagaimana cara berpolitik secara benar. Di Media Group, Djadjat pernah menjadi Pemimpin Redaksi Media Indonesia dan dua kali menjadi Pemimpin Redaksi Lampung Post. Kini, ia menjabat Wakil Pemimpin Umum Lampung Post dan anggota Dewan Redaksi Media Group. Menurut Djadjat, sekarang masyarakat boleh kecewa dan marah pada politik dengan laku sebagian politikus yang menyakiti hati publik. Tapi, tak bisa menjauhinya. Karena politik sangat menentukan dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan negara kita. Pemilu 9 April 2014 nanti kita akan memilih 560 anggota DPR RI, 2.137 anggota DPRD provinsi, dan 17.560 anggota DPRD kabupaten/kota, itu dipilih melalui partai politik. Presiden, gubernur, bupati, juga dari partai politik. Kalaupun bukan kader partai, mereka dicalonkan partai politik. Amat sedikit yang dari nonpartai (independen). Tak ada pemerintahan bisa terbentuk tanpa hajatan politik. “Semula saya memang sebal dengan

politik praktis yang gaduh, semrawut, dan jorok. Politik kok seperti sarang tikus. Tapi, dalam sejarah kita jelas, partai politik lahir sebelum negeri ini merdeka. Politik adalah alat perjuangan kemerdekaan. Kini dalam sistem demokrasi kita, dalam ketatanegaraan kita, bukankah tak bisa ada pemerintahan tanpa peran partai politik?” katanya. Salah satu motivasi dia masuk politik, karena betapa banyak kemiskinan di sekeliling kita. Masyarakat yang jauh dari akses pendidikan, kesehatan, bahkan hukum. “Saya kadang tak tahan. Saya ingin membantu, tetapi paling maksimal saya bisa membantu satu-dua orang. Saya ingin membantu banyak orang, karena itu saya masuk politik supaya bisa membantu banyak orang lewat sistem.” Djadjat menjelaskan bukan berarti lewat pers selama ini ia tak punya peran dalam perubahan. “Bekerja di pers itu kebanggaan saya. Pekerjaan yang sudah saya geluti selama 24 tahun,” kata dia. Menurut budayawan itu, tak ada strategi sosialisasi terbaik selain terjun langsung bertemu masyarakat karena ini cara melawannya. “Mereportase keadaan. Ini kan kultur kerja pers. Berkomunikasi, mengunjungi mereka, kalau perlu ke rumahnya. Saya beberapa kali tidur di desa-desa.” Djadjat menuturkan pengalaman itu sebagai hal yang luar biasa. Ia merasakan getar kesederhanaan, kesabaran, spirit, dan harapan mereka. Mereka tak pernah memupuskan harapan. Mereka tetap percaya pada harapan, meski harapan demi harapan itu kerap sirna karena elite yang tak menepati janjinya. “Inilah yang bisa menghapus politik uang itu,” kata dia. Bahkan secara terang-terangan, Djadjat pernah mengaku ke konstituennya menolak politik wani piro. “Saya katakan, sudah sowan ke hadapan bapak ibu sekalian, wajah saya sudah dilihat, pikiran-pikiran saya sudah bapak ibu dengar, silakan kalau memang cocok. Kalau di antara bapak ibu ada yang tanya wani piro pada saya, itu salah alamat. Itu artinya bapak/ibu merendahkan diri sendiri dan merendahkan saya juga. Karena suara hati bapak ibu sudah dibeli,” kata dia. (U1) n Eka Setiawan

Djadjat Sudradjat Lahir : Lumbir, Banyumas, Jawa Tengah, 20 Desember 1963 Istri : Rita Zahara Anak : 1. Gibran Tabamas Sudradjat 2. Riqmadita Nawang Sudradjat 3. Fasya Abimata Sudradjat Pendidikan: - SD Lumbir II - SMP Muhammadiyah Ajibarang - SMA PAMI Jakarta - Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta Pekerjaaan: - Reporter Media Indonesia (1990-1993), - Asisten Redaktur Media Indonesia (1994-1998), - Redaktur Media Indonesia (1998-2000) - Asisten Redaktur Eksekutif Media Indonesia (2001-2002), - Pemimpin Redaksi Lampung Post (2002-2005, 2009-20011) - Pemimpin Redaksi Media Indonesia (2005-2008) - Wakil Pemimpin Umum Lampung Post (2011-sekarang) - Anggota Dewan Redaksi Media Group (2002—sekarang) Perjalanan Jurnalistik Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Myanmar, Kamboja, Korea Selatan, China, Jepang, Arab Saudi, Korea Selatan, Jerman, Swiss, Belgia, Finlandia.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.