VOTING, Edisi XXXX 16 April - 23 April 2014

Page 1

16 Halaman l Edisi XXXX/ 16 April - 23 April 2014

7 l Berdayakan Kaum Perempuan

T E R U J I T E P E R C AYA

Siap Menang dan Siap Kalah Kemenangan dalam pemilu legislatif dan pilgub di Lampung baru sebatas hitung cepat. Namun, hasil hitungan ilmiah itu menjadi dasar para peserta untuk menyambutnya, dan mereka mesti siap menerima apa pun hasil pilihan rakyat itu.

B

AGI yang menang, tentu sebuah kebahagiaan dirasakannya. Namun, euforia itu jangan sampai membuat terlena sehingga justru akhirnya akan menyakiti hati pemilihnya. Sementara yang kalah, perasaan sedih karena tidak dipilih mayoritas rakyat harus menjadi penilaian tersendiri untuk evaluasi diri. Jangan pula kesedihan yang berlarut hingga mengantar diri ke rumah sakit jiwa atu padepokan terapi kejiwaan. Sejauh ini, di Lampung belum terpantau ada calon anggota legislatif (caleg) atau calon gubernur (cagub) di Lampung yang dirawat akibat depresi. Sebab, memang hitung manual oleh KPU akan digelar paling lama 17 April 2014 dan diplenokan siapa yang mendapatkan kursi di gedung wakil rakyat. Meski demikian, para pengamat memandang wajar jika caleg atau cagub mengalami stres usai pesta demokrasi. Psikolog politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan caleg yang bertarung sangat tidak realistis dalam mengikuti pemilu. “Gangguan kejiwaan karena kalah dalam pemilu dan sudah mengeluarkan uang banyak tentu saja menjadi faktor utamanya. Mereka tidak realistis dengan kemampuan mereka sendiri sehingga jorjoran mengeluarkan biaya banyak,� ujar Hamdi. Namun, Hamdi juga mengkritik sistem pemilu yang sudah berlangsung hampir 10 tahun ini, dengan sistem proporsional terbuka membuat para caleg bertambah banyak di setiap pemilunya dan bersaing dalam pembiayaan. “Ini juga akibat sistem proporsional terbuka mengakibatkan caleg bersaing secara tidak sehat, jorjoran mengeluarkan uang,� kata dia. Persaingan tidak sehat itu sampai dengan melakukan segala cara untuk menang, seperti transaksi suara baik dengan pemilih maupun penyelenggara. Bahkan kanibalisme atau saling mengambil suara dalam internal partai pun terjadi, dan membuat riak dalam pleno di PPS maupun PPK. Walau akhirnya ada penyelesaian atas hal itu, tetap saja kanibalisme merusak substansi demokrasi. (U1) n ferial


Interupsi

l

2 16 April 2014

n Polling

Bersiap Mencari Koalisi

688

MITRA koalisi memang harus dilakukan partai politik dalam menghadapi Pemilu Presiden 2014. Sebab, hingga kini hasil hitung cepat tidak ada satu partai pun mencapai presidential threshold (PT), yakni 20%. Salah satu hitung cepat dilakukan RRI dan dilansir LKBN Antara, hasilnya:

T E R U J I T E P E R C AYA

indeks : GAGAS Menimbang Koalisi Menuju Pilpres . . .

5

perempuan Perjuangkan KB yang Terbengkalai . . .

6

ORATOR Siap Meluncur ke Senayan . . .

9

PILAR

PDIP Golkar Gerindra Demokrat PAN NasDem PKB PKS PPP Hanura 6,67% 9,44% 6,61% 18,65% 14,86% 11,40% 10,26% 7,61% 6,52% 5,41%

PBB PKPI 1,60% 0,97%

Partai Lokal Aceh . . .

jeda Pluralisme sebagai Kekuatan. . .

10

13

Metode: Multistage random sampling (MRS). MRS yang digunakan memadukan dua teknik, yakni penarikan sampel stratifikasi (stratified random sampling) dan penarikan sampel cluster (cluster random sampling). LPP RRI menurunkan 2.000 sukarelawan nonpartisan se-Indonesia.

Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Redaktur Pelaksana: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti. Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Asisten Redaktur Pelaksana: D. Widodo, Umar Bakti. Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, T E R U J I T E P E R C AYA Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Ahmad Amri, Delima Napitupulu, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Karlina Aprimasyita, Wandi Barboy. LAMPOST. CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo, Dedi Kuspendi. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sayuti (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Mif Sulaiman, Widodo, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Kepala Departemen Marcomm: Amiruddin Sormin. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampungpost.com e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kotaagung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim).


Laporan Utama

l

3 16 April 2014

Ramai-Ramai Sambut Kemenangan Hitung Cepat BUKAN hanya kekalahan dalam pemilu yang membuat partai politik introspeksi dan evaluasi, tetapi juga kemenangan. Maksudnya pemenang pun harus bisa segera mengevaluasi untuk siap bergerak mengajak para pecundang bersama membangun bangsa ini.

W

ajar saja, jika begitu diumumkan hasil hitung cepat para elite partai bergerak safari politik menjadi mitra koalisi. Padahal, koalisi itu cenderung koruptif dan mengorbankan rakyat kecil. “Terlihat jelas siapa elite dan partai politik yang ngotot berkoalisi, padahal mayoritas rakyat tidak mengharapkan mereka memimpin bangsa ini. Tetapi para pemimpin parpol itu ngotot masuk lingkaran kekuasaan,” kata Koordinator Investigasi Fitra, Uchok Sky Khadafi. Untuk apa para elite partai itu ngotot berkoalisi? Menurut Uchok, pertanyaan itu sepantasnya ditujukan langsung ke partai-partai yang sudah bermanuver saat ini. “Untuk apa mereka berkoalisi, padahal rakyat tak menghendaki mereka memimpin negeri ini,” katanya. Partai yang perolehan suara kecil, katakan di bawah 10%, harus tahu diri, sadar diri bahwa mereka tidak diinginkan untuk memimpin bangsa ini. Mayoritas rakyat tidak memilih mereka sehingga perolehan suara partai tersebut kecil. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Partai yang perolehan suaranya kecil, justru sangat aktif dan gemar bermanuver dan berbicara soal koalisi. Partai NasDem menjadi salah satu contoh partai yang tahu diri. Setelah diajak PDIP berkoalisi, partai besutan Surya Paloh itu hanya siap mendukung pencapresan Joko Widodo (JOkowi) yang sudah ditetapkan partai pemenang Pemilu 2014 itu. Menurut Jokowi, Partai NasDem yang telah berkoalisi dengan PDIP telah menyetujui hal itu. “Kami mempunyai sebuah platform yang sama. Ini yang ingin kami bangun ke depan. Kemudian juga membuang jauh-jauh karakter transaksional, karakter bagi-bagi kursi, karakter bagi-bagi menteri. Kami, PDIP dan NasDem setuju dengan itu,” kata Jokowi. Jokowi mengatakan PDIP dan Partai NasDem memiliki pemikiran yang sama untuk menguat-

kan sistem presidensial pada pemerintahan ke depan. Pertemuannya dengan Surya Paloh, lanjut Jokowi, lebih banyak membahas kesamaan visi misi untuk kepentingan bangsa. “Yang paling substantif adalah memang ingin kami membalikkan lagi roh presidensial yang kuat dalam pemerintahan ke depan,” kata dia. Berbeda dengan Gerindra yang ingin membentuk koalisi gemuk dengan merangkul banyak partai politik. Gerindra menyebutnya dengan koalisi “tenda besar.” Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengaku pihaknya tengah menjalin komunikasi dengan enam partai politik, seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Dia tidak menampik nantinya akan ada pembagian kekuasaan terhadap partai-partai politik yang berkoalisi dengan Gerindra. “Harus ada power sharing. Tidak mungkin itu tidak ada. Tapi yang pasti, capres kami tetap yang akan diajukan yaitu Pak Prabowo,” ujar Fadli. (MI/U1)


Laporan Utama

l

4 16 April 2014

Caleg Stres karena Biaya Politik Tinggi

B

IAYA kampanye politik yang dikeluarkan para calon anggota legislatif (caleg) sangat besar untuk meraih kursi anggota Dewan. Tak sedikit para caleg kalah dalam pemilu stres dan depresi karena dana politik yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh, bahkan mengalami kekalahan sangat besar. Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, mengatakan faktor biaya besar yang dikeluarkan dalam kontestasi pileg oleh para calon legislator menyebabkan mereka tidak siap menghadapi kenyataan jika kalah. “Ketidaksiapan mental dari setiap caleg dan tidak mempunyai pengalaman banyak untuk mengikuti pertarungan politik,” kata Gun Gun. Menurutnya, kekalahan tersebut dikarenakan para caleg terlalu jorjoran mengeluarkan biaya politik sehingga tidak terkontrol besaran biaya yang dikeluarkan. Selain itu, Gun Gun mengungkapkan caleg stres dan depresi disebabkan tidak adanya pengalaman dari segi kedekatan dengan konstituen maupun pengelolaan biaya politik.

“Kalahnya mereka karena banyaknya yang nekat menjadi caleg serta tidak adanya pengalaman dan kedekatan dengan konstituen. Dari situ, praktik politik uang jorjoran dimulai. Karena itu, tidak salah jika stres karena sudah mengeluarkan uang banyak,” kata dia. Selain itu, banyak broker di belakang para caleg yang menjadi sumber dana, yang jika tidak menang, seluruh biaya yang dikeluarkan harus dikembalikan ke broker. Senada dengan Gun Gun, pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan caleg yang bertarung sangat tidak realistis dalam mengikuti pemilu. “Gangguan kejiwaan karena kalah dalam pemilu dan sudah mengeluarkan uang banyak tentu saja menjadi faktor utamanya. Mereka tidak realistis dengan kemampuan mereka sendiri sehingga jorjoran mengeluarkan biaya banyak,” ujar Hamdi. Namun, Hamdi juga mengkritik sistem pemilu yang sudah berlangsung hampir 10 tahun ini, dengan sistem proporsional terbuka membuat para

caleg bertambah banyak di setiap pemilunya dan bersaing dalam pembiayaan. “Ini akibat sistem juga sistem proporsional terbuka mengakibatkan caleg bersaing secara tidak sehat, jorjoran mengeluarkan uang,” kata dia. Memang di lampung belum terdeteksi adanya caleg yang dirawat di rumah sakit atau padepokan terapi kejiwaan. Namun, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung siap melayani jika memang ada yang berobat. Kepala Humas RSJ Provinsi Lampung David, Kamis (10/4), mengatakan sejauh ini belum ada caleg yang datang meski hanya sekadar berkonsultasi. “Saya tidak tahu kalau seminggu atau sampai akhir penghitungan suara nanti,” katanya. Terpisah, dokter spesialis kejiwaan RSJ Provinsi Lampung, Tendry Septa, menjelaskan sejauh ini yang datang ke RSJ memang belum ada. Namun, lanjut dia, kalau datang berkonsultasi ke kliniknya pernah satu orang caleg. “Tapi itu hanya berkonsultasi karena emosinya yang semakin meningkat dan tidak stabil,” ujarnya, saat dihubungi, kemarin. (MI/U1)


Gagas

l

5 16 April 2014

Menimbang Koalisi Menuju Pilpres T ERJAWAB sudah siapa pemenang hasil Pemilu 2014. Melalui hasil perhitungan cepat (quick count), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menempati posisi teratas lewat hitung cepat di berbagai lembaga survei. Berdasarkan hasil hitung cepat dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI), PDIP meraih 19,53% suara disusul Golkar 15,43%, Gerindra 11,76%, Demokrat 10,32%, PKB 9,40%, PAN 7,38%, PPP 6,91%, PKS 6,21%, Nasdem 6,01%, dan Hanura 5,31%. Sedangkan juru kunci ditempati oleh PKPI dengan suara tidak sampai 1%. Meskipun hasil quick count tidak menjadi barometer dalam menentukan siapa pemenang pemilu sesungguhnya, setidaknya publik sudah mendapatkan bayangan kekuatan partai politik pasca pemilu. Keberhasilan partai PDIP meraup suara sekitar 19,53% tidak lepas dari konsistensinya dalam berada di barisan oposisi. Hal itulah yang disinyalir bahwa PDIP diuntungkan dengan berbagai kebijakan tidak prorakyat yang dilakukan pemerintah. Misalnya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang selalu berseberangan dengan pemerintah. Sepertinya efek Jokowi (Jokowi effect) tidak terlalu berpengaruh dengan hasil pemilu kemarin. Hal ini dibuktikan dengan tidak tercapainya suara yang ditargetkan oleh partai berlambang banteng tersebut. Meskipun Jokowi menjadi primadona baru di kalangan pemilih (terutama pemilih pemula), keberadaan Jokowi tidak terlalu signifikan terhadap keberhasilan partai dalam meraup suara. Mungkin ini terjadi karena PDIP telat dalam mendeklarasikan Jokowi sebagai calon presiden (capres) sehingga banyak publik yang tidak tersentuh pemberitaan pencapresannya. Sedangkan partai penguasa, yakni Partai Demokrat terlempar dari tiga besar. Hal ini tidak lepas dari berbagai kasus yang membelit kadernya. Kasus korupsi yang melanda keder partai berlambang mercy tersebut menjadi salah satu penyebab kega-

Aminuddin Staf Peneliti Sosial Politik di Bulaksumur Empat, Yogyakarta

galannya dalam mendulang suara seperti Pemilu 2009 lalu. Di sisi lain, mandulnya kaderisasi Partai Demokrat memicu krisisnya suara partai. Diakui atau tidak, karisma Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menjadi penentu keberhasilan partai Demokrat memperoleh suara sampai 10,32%. Jadi tidak dapat dibayangkan jika sosok SBY tidak ada dalam roh Partai Demokrat. Kejutan terjadi di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai besutan Muhaimin Iskandar tersebut memperoleh hasil yang mencengangkan, yaitu 9,40% (versi LSI). Perolehan suara tersebut seolah-olah membangkitkan gairah partai Islam. Meskipun demikian, asas Islam tidak sepenuhnya dapat memengaruhi publik dalam menyerahkan suaranya. Menurut Muhaimin, keberhasilan PKB tidak lepas dari taktik politiknya dalam menempatkan Rhoma Irama dan Ahmad Dhani sebagai juru kampanye. Terlepas dari itu semua, pemilu kemarin merupakan pemilu yang paling berkualitas di antara pemilu sebelumnya, itu diakui sendiri oleh Presiden SBY. Pemilu 2014 merupakan cerminan dari kedewasaan berdemokrasi. Dia mengakui politik uang masih saja terjadi di berbagai daerah, tetapi itu semua tidak mut-

lak menjadi acuan bahwa proses demokrasi kurang matang. Antusiasme publik dalam menyambut pemilu tahun ini patut diapresiasi. Pelaksanaan pemungutan suara memperlihatkan bahwa publik sudah dewasa dalam memilih. Rakyat sudah tidak lagi tertarik dengan keberadaan tokoh-tokoh lama yang acap kali menjadi background caleg dan partai politik. Publik tampaknya juga sudah memperhatikan program kerja yang ditawarkan oleh caleg. Publik sudah tidak lagi tertarik dengan janji-janji kosong yang ditampilkan kontestan di media cetak maupun elektronik. Menerawang hasil parpol dalam mendulang suara, rasanya koalisi antarpartai tidak bisa dihindarkan. Partai Golkar yang selama ini sudah mendeklarasikan Aburizal Bakrie (Ical) menjadi Capres, PDIP yang mencapreskan Joko Widodo, masih harus berkoalisi jika melihat

hasil hitung cepat LSI. Begitu pun dengan Partai Demokrat. Demokrat harus siap-siap mencari koalisi dalam memenuhi ambang batas 20% untuk mengusung capres dari hasil konvensi. Jika partai Islam tidak menyimpan “ego� untuk berkoalisi, bisa saja mereka bersatu padu untuk mengusung capres. Tampaknya, pertarungan PDIP dan Gerindra tidak dapat dihindarkan pada pilpres nanti jika mengacu pada pengusungan kedua capres tersebut. Di lain pihak, aroma perjanjian Batu Tulis juga menjadi pemicu eskalasi persaingan dalam memperebutkan Cikeas. Meskipun demikian, capres dari partai lain seperti Ical, hasil konveksi Demokrat tidak boleh dilupakan. Bisa saja mereka menikung di lap terakhir guna menjadi pemenang di pilpres nanti. Apa yang terjadi pada pilpres nanti? Tunggu saja setelah hasil akhir perhitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umun (KPU) diumumkan. n


Perempuan

l

6 16 April 2014

Perjuangkan KB yang Terbengkalai U SIA muda bukanlah penghalang bagi Putih Sari untuk berjuang sebagai wakil rakyat. Perempuan yang berkecimpung di dunia politik sejak usia 25 tahun itu merupakan salah satu anggota DPR dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) periode 2009— 2014 dan duduk di Komisi IX. Sebagai anggota komisi yang membidangi masalah kependudukan, kesehatan, tenaga kerja, dan transmigrasi, Putih terlibat dalam pembahasan RUU yang sedang digodok di Senayan, misalnya RUU Keperawatan yang sekarang ini sudah sampai pada pembahasan akhir. Dia mendesak pemerintah untuk menghentikan penerapan praktik alih daya (outsourcing) dalam rekrutmen tenaga kerja di lingkungan perusahaan negara (BUMN), sehingga bisa memberikan contoh untuk perusahaan swasta agar tidak menerapkan sistem outsourcing di luar jenis usaha yang sudah diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Dalam RUU Keperawatan ini, kami ingin memberikan aturan yang jelas tentang profesi perawat, mulai dari pendidikannya, standardisasi, dan kompetensinya, serta tugas-tugasnya dalam menunjang pelayanan kesehatan masyarakat,” ujar perempuan kelahiran Jakarta, 20 Juli 1984 itu. Di Komisi IX, sambung dia, kesehatan dan tenaga kerja adalah bidang yang nyaris tak pernah usai dirundung masalah. Mulai dari penyiksaan TKI/TKW, tuntutan kesejahteraan dan upah yang layak bagi karyawan atau buruh, biaya pengobatan yang tak terjangkau, minimnya fasilitas kesehatan dan jaminan sosial, dan lainnya. Belum lagi persoalan program Keluarga Berencana (KB) yang nyaris tak diperhatikan lagi. Selain di Komisi IX, Putih juga dipercaya sebagai bendahara fraksi dan anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. Di luar pekerjaan di DPR, ia tetap berkecimpung di organisasi sayap partai yakni PIRA (Perempuan Indonesia Raya). Dia menambahkan tidak hanya dalam pembuatan produk UU yang dibahas di DPR, ia juga pernah memperjuangkan aspirasi penolakan pembangunan gedung baru DPR. Menurut dia, pembangunan gedung baru untuk DPR belum perlu dilakukan karena gedung yang ada masih cukup memadai. Tak berhenti di situ, ia juga pernah menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun lalu. “Kami menghormati kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi karena itu adalah kewenangan pemerintah sesuai dengan UU. Namun, kami menolak pasal yang memberi wewenang pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tanpa memberikan penjelasan,” kata Putih. (MI/U1)


Perempuan

l

7 16 April 2014

Berdayakan Kaum Perempuan P ERSOALAN perempuan, termasuk dalam hal politik, selalu menarik untuk dibicarakan. Namun, masalah seputar perempuan tidak cukup hanya menjadi topik dalam berbagai diskusi, tetapi harus diimplementasikan melalui tindakan konkret. “Perempuan itu punya kapasitas besar untuk membangun negeri. Jadi, saya bertekad mendorong kaum perempuan untuk lebih melek demokrasi, tahu akan hak-hak mereka, dan berani memperjuangkannya,” ujar Mira Rosana Gnagey, politikus Partai NasDem. Dia berniat menjadikan kaum perempuan lebih terpelajar dan mandiri dalam mengatasi persoalan sosial dan ekonomi. Sebab, saat turun ke daerah pemilihan, ia melihat tingkat pendidikan perempuan di desa-desa sangat tertinggal karena kultur yang membatasi perempuan untuk tidak memperoleh pendidikan setara dengan laki-laki. “Kultur itu masih kental. Hak perempuan masih banyak dibatasi di keluarganya, seperti laki-laki didahulukan untuk sekolah, karena perempuan akan tetap ke dapur,” kata Mira. Selain pendidikan, kesempatan kerja kaum perempuan juga kerap dibatasi. Ketua LSM Yayasan Indonesia Masa Depan itu mengatakan Bandung dan Cimahi yang terkenal sebagai kota kreatif masih menutup ruang bagi perempuan untuk berekspresi. “Perempuan perlu diberikan pelatihan dan pendidikan agar bisa mengoptimalkan pengetahuan yang mereka miliki untuk menopang ekonomi keluarga,” ujarnya. Mira yang berprofesi sebagai dosen luar biasa Universitas Pasundan, Bandung, itu melihat perempuan memiliki potensi yang luar biasa untuk membawa perubahan di Indonesia. Oleh karena itu, kesamaan visi dan misinya dengan Partai NasDem menjadi satu-satunya alasan yang membuatnya berminat menjadi calon anggota DPR periode 2014—2019. Ia menilai NasDem sangat memperhatikan kebutuhan dan hak-hak perempuan. “Sejak 2003 saya sudah diajak ikut berpolitik oleh partai tertentu. Saya tidak mau dan karena merasa tidak satu visi, baik dalam hal pergerakan maupun komunikasinya. NasDem memberikan saya kesempatan, menjalin rasa kekeluargaan dan keterbukaan sehingga kita merasa punya satu keluarga dan satu ideologi,” kata Mira yang memiliki jargon “partai baru, caleg baru, harapan baru untuk Indonesia masa depan”. Bila terpilih menjadi anggota DPR, selain fokus pada bidang pemberdayaan perempuan, ia juga berjanji menangani permasalahan lapangan kerja, agama, serta pendidikan. Dalam hal pemberdayaan perempuan, ia bertekad meningkatkan potensi perempuan baik melalui pendidikan formal maupun informal. “Kalau yang nonformal, itu bidang saya,” ujarnya. (MI/U1)

Rosana Gnagey


Orator

l

8 16 April 2014

Anggota DPR Asal Lampung Berkinerja Baik R

ISWAN Tony Dalem Kiay, anggota DPR asal Lampung, terpilih sebagai wakil rakyat berkinerja sangat baik. Hal itu karena persentase kehadiran rapat dan keaktifan mendatangi daerah pemilihan dinilai paling tinggi dibanding lainnya. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis rapor kinerja anggota DPR periode 2009—2014. Hasilnya, Riswan Tony D.K. atau yang akrab disapa Pak RT masuk kategori anggota DPR yang berkinerja sangat baik. Selain Riswan Tony, tiga anggota DPR lain yang juga berkinerja sangat baik, yaitu Muhidin Said, Ali Wongso H. Sinaga, dan Aditya Anugerah Moha. Riswan Tony adalah anggota DPR dari Fraksi Golkar asal DP Lampung II, yang terdiri dari Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Way Kanan, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Mesuji. Penilaian didasari atas beberapa kinerja, seperti persentase kehadiran, keaktifan rapat komisi, laporan harta kekayaan, kunjungan ke daerah pemilihan, dan laporan kegiatan. Penelitian dilakukan dengan menganalisis berbagai sumber data, seperti dokumen resmi DPR, daftar hadir komisi, risalah rapat komisi, dokumen fraksi, dokumen partai, dokumen anggota, dan situs milik anggota DPR selama 2012. “Penilaian dibagi atas beberapa kategori, yakni sangat baik, baik, cukup, buruk, dan sangat buruk,” kata Ketua Formappi Sebastian Salang, kemarin. Hasilnya, kinerja DPR periode 2009—2014 dinilai masih sangat buruk. Dari 519 anggotanya, 83,3% masih dinilai buruk, sedangkan yang dinilai berkinerja baik hanya 6,4% dan 9,8% anggota DPR memiliki kinerja cukup. “Ini adalah rapor anggota DPR pada 2012. Mengapa di 2012 yang kami ambil? Sebab, kami berpendapat pada tahun itulah DPR memiliki aktivitas paling tinggi. Rapor ini diharapkan menjadi bahan evaluasi diri bagi para anggota DPR sekaligus untuk mendorong perbaikan kinerja anggota DPR ke depan,” ujar dia. Menanggapi hasil penelitian dan analisis Formappi terhadap kinerja DPR itu, Riswan Tony mengaku berterima kasih. Namun, menurut dia, selama menjadi anggota DPR bukan predikat itu yang dia cari, melainkan kinerjanya bisa bermanfaat dan dirasakan oleh masyarakat. Politikus Golkar itu menambahkan dalam setiap rapat dia memang selalu hadir, kritis, dan berusaha selalu memberikan solusi setiap persoalan. “Prinsip saya memang banyak bekerja dan efisien bicara. Setiap rapat saya memang selalu hadir. Saya juga tidak tanggung-tanggung dalam mengkritik. Namun, tidak hanya sekadar kritik, tetapi juga disertai solusi,” kata dia. (U1) n Fathul Muin

Riswan Tony D.K.


Orator

l

9 16 April 2014

Siap Meluncur ke Senayan C

ALON anggota legislatif DPR daerah pemilihan Lampung II dari Partai Gerindra, Darussalam, berpeluang besar terpilih sebagai wakil rakyat di Senayan guna mengemban amanat rakyat lima tahun ke depan. Hal itu terbukti dari perolehan suara di sejumlah TPS daerah pemilihan Lampung II. Suherman, tim pemenangan Darussalam, menjelaskan di Lampung Timur, Darussalam yang menempati nomor urut empat memperoleh suara tak kurang 23 ribu. Angka itu didapat dari tim Darussalam dari seribu lebih TPS yang tersebar di 24 kecamatan dan 264 desa di Lampung Timur. Dari format C1 yang didapat, fungsionaris partai besutan Prabowo Subianto itu memperoleh suara tak kurang 23 ribu. “Hasil perolehan suara di Lampung Timur, Pak Darussalam berhasil meraih tak kurang 23 ribu suara. Dibanding caleg satu partai atau partai lain, perolehan suara bersangkutan menggembirakan,” ujar Herman. Selain perolehan suara yang signifikan di Lampung Timur, kata dia, Darussalam juga memperoleh suara yang cukup besar di Wai Kanan. Di kampung halamannya itu, Darussalam mampu mengumpulkan suara sekitar 14 ribu. Begitu pula di Lampung Tengah atau kabupaten lain yang merupakan daerah pemilihannya. “Jika kami gabungkan antarkabupaten, suara yang mencoblos Darussalam mencapai 40 ribu lebih. Oleh sebab itu, dia pantas kami hantarkan ke Senayan,” kata Herman. Melihat hasil suara yang diperoleh Darussalam cukup signifikan, Suherman optimistis pengusaha asal Lampung itu dipastikan mewakili daerah pemilihan Lampung II yang meliputi tujuh kabupaten, yakni Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, Way Kanan, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Mesuji mengemban amanat rakyat di Senayan untuk lima tahun ke depan. “Dari perolehan suara yang sangat signifikan, kami optimistis Darussalam bisa kami antarkan ke Senayan bersama delapan caleg lain daerah pemilihan yang sama,” ujarnya. Jangan Tanggung Bahkan Darussalam tak tanggung-tanggung dalam langkahnya menuju Senayan. Dia menggandeng beberapa artis untuk mengisi kampanye terbukanya, seperti Gogon, Gigin, Rere Rheina, dan Jamal Mirdad. Suherman mengatakan kampanye rapat umum terbuka juga akan dihadiri sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra. Darussalam bersama pengurus DPP akan menyampaikan orasi politik. “Darussalam juga akan menyantuni sedikitnya seratus yatim piatu serta wanita jompo,” ujarnya. Dia menambahkan Darussalam bersama tim telah menyambangi warga yang tinggal di 264 desa di 24 Kecamatan Lampung Timur. Fungsionaris Partai Gerindra itu tak asing lagi bagi warga Lampung Timur. (DIN/U1)


Pilar

l

10 16 April 2014

Partai Lokal Aceh, Komitmen Demokrasi Negara M

UNGKIN banyak orang tidak mengetahui, mengapa nomor urut partai politik meloncat dari 10 disambung ke 14 dan 15. Mereka menanyakan ke mana nomor 11, 12 dan 13, apa tabu untuk dijadikan nomor urut partai. Ternyata bukan itu jawabannya. Ada tiga partai politik lokal untuk daerah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai bentuk komitmen negara pada Aceh sebagai daerah istimewa. Maka dibentuklah partai lokal, yang tentu juga harus memenuhi persyaratan. Untuk Pemilu 2014, hanya tiga partai lokal yang memenuhi syarat itu, yakni Partai Aceh (PA), Partai Nasional Aceh (PNA), dan Partai Damai Aceh (PDA). Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menetapkan ketiganya sebagai peserta Pemilu Legislatif 2014. Keputusan ini ditetapkan dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil verifikasi faktual dan penetapan partai politik lokal pemilu anggota DPRA, DPRK 2014 di Sekeretariat KIP Aceh, tahun lalu. “Hasil verifikasi faktual tingkat kabupaten kota terhadap dua partai politik lokal menetapkan Partai Nasional Aceh dan Partai Damai Aceh dinyatakan memenuhi syarat, baik di provinsi maupun di kabupaten/ kota,” kata Ketua Pokja Partai Lokal KIP Aceh Zainal Abidin.

Sedangkan Partai Aceh dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2014 karena memenuhi electoral threshold (ambang batas) 5% dari jumlah kursi di DPRA. Ketiga partai politik lokal itu (PA, PNA, dan PDA) yang resmi menjadi peserta Pemilu 2014 ditetapkan dalam Surat Keputusan KIP Aceh Nomor 01 Tahun 2013. “Dengan demikian, partai politik lokal yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu DPRA maupun DPRK adalah PA, PNA, dan PDA,” ujar Zainal. Hasilnya memang luar biasa. Data penghitungan sementara untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang dikeluarkan desk Pemilu Legislatif 2014 Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Aceh menunjukkan Partai Aceh meraih suara terbanyak dengan 29,17%. Kemudian perolehan disusul Partai NasDem (11,36%), Partai Golkar (10,27%), dan Partai Demokrat (7,93%). Adapun Partai Nasional Aceh (PNA) hanya menduduki peringkat lima dengan perolehan 6,82% suara. Partai-partai lainnya memperoleh suara sementara di bawah angka 6,5%. Untuk pemilihan tingkat provinsi dan kabupaten, Pemilu 2014 di Aceh diikuti 15 partai. Selain partai nasional, ada tiga partai lokal yang berhak mengikuti pemilu. Di Aceh terdapat sebanyak 3.315.094 pemilih dengan 10.839 TPS yang tersebar di 6.455 desa. (U1)


Jejak

l

11 16 April 2014

Mr. Wirjono Prodjodikoro

Ketua MA, Wakil Pemerintah di Lembaga Pengadilan MR. Wirjono Prodjodikoro adalah ketua kedua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan terlama. Pria kelahiran Surakarta, 15 Juni 1903 itu menjabat ketua MA selama 14 tahun, mulai 1952 sampai 1966. Pada masa itu, posisi MA belum independen tetapi berada sebagai subordinasi pemerintah. Terlihat dari masuknya Wirjono (Ketua MA) sebagai Menteri Koordinator untuk Kompartemen Hukum dan Dalam Negeri, Kabinet Dwikora I (Agustus 1964—Februari 1966); juga merangkap jabatan Menteri Kehakiman, Kabinet Dwikora II (28 Maret 1966—25 Juli 1966). UU No. 19 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman lahir pada masa kepemimpinan Wirjono. Undang-undang ini semakin menegaskan posisi subordinasi MA dengan pemerintah. Hal mana, antara lain dalam Pasal 19 UU itu menegaskan: “Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, presiden dapat turut atau campur-tangan dalam soal-soal pengadilan.” Setelah menyelesaikan pendidikan Rechtsschool di Batavia (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) pada 1922, dia berkarier sebagai seorang hakim. Kemudian dia melanjutkan studi ke Universitas Leiden di Leiden, Belanda. Sebagai hakim, kariernya berpuncak sebagai ketua Mahkamah Agung (1952—1966). Mr. Wirjono Prodjodikoro menjabat ketua MA melalui proses politik. Dua orang atau lebih calon diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada presiden. Demikian pula untuk jabatan Wakil Ketua Mahkamah Agung. Dalam jabatan Ketua MA, dia menggantikan Koesoemah Atmadja (1950—1952) dan digantikan oleh Soerjadi (1966—1968). Soerjadi berkomitmen menegakkan independensi MA. Dalam jabatan Menteri Kehakiman, Kabinet Dwikora II (28 Maret 1966—25 Juli 1966), Wirjono menggantikan Astrawinata (Kabinet Kerja IV periode 13 November 1963—27 Agustus 1964 dan Dwikora I periode 27 Agustus 1964—28 Maret 1966); dan digantikan oleh Prof. Oemar Seno Adji yang menjabat Menteri Kehakiman dalam tiga kabinet, yakni Kabinet Ampera I periode 25 Juli 1966—17 Oktober

1967, Kabinet Ampera II periode 17 Oktober 1967—6 Juni 1968, dan Presiden Republik Indonesia Kedua (1966—1988) Demikian pula untuk jabatan Wakil Ketua Mahkamah Agung. Kala itu, untuk jabatan ketua Mahkamah Agung yang dicalonkan oleh DPR adalah Mr. Wirjono Prodjodikoro dan Mr. Tirtawinata mantan Jaksa Agung. Sedang untuk wakil ketua Mahkamah Agung, DPR mencalonkan Mr. R. Satochid Kartanegara sebagai satu-satunya calon. Kemudian dengan keputusan Presiden Republik Indonesia pada 13 Oktober 1952 diangkat pimpinan MA Mr. Wirjono Prodjodikoro dengan wakil Mr. R. Satochid Kartanegara. Kala itu susunan Majelis Hakim Agung hanya ada satu majelis. Di samping perkara yang masuk tidak terlalu padat, Ketua Majelis dimungkinkan pula bergantian antara ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung. Untuk memperlancar penyelesaian perkara pada waktu itu, Mahkamah Agung sudah mengenal pembidangan tanggung jawab, seperti bidang perdata dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung sendiri, dan bidang pidana dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung, dan sekaligus mengetuai sidang-sidang yang bersangkutan. Sedangkan para Hakim Agung tetap memeriksa baik perkara perdata maupun perkara pidana. Adanya Forum Privilegiatum yang dimungkinkan oleh undang-undang yang berlaku pada waktu itu, Mahkamah Agung mengadili dalam tingkat pertama dan terakhir. Salah satu perkara kala itu, tokoh politik Sultan Abdul Hamid yang mengaku terus terang ingin menggunakan tenaga Westerling untuk mempersiapkan pemberontakan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, yaitu akan membunuh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kol. Simatupang, dan Ali Budihardjo, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. (U1)


Luber

l

12 16 April 2014

DKPP Bidik Penyelenggara Menyimpang

B

UKAN tidak ada pengawasan bagi penyelenggara pemilu di setiap level, mulai dari KPPS. Sebab, ada lembaga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKP) yang siap memantau dan memberikan sanksi etik, di samping sanksi pidana dari aparat hukum. Pembentukan DKPP diatur dalam UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Pasal 109 (1) DKPP bersifat tetap dan berkedudukan di ibu kota negara. (2) DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU provinsi, anggota KPU kabupaten/kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi, dan anggota Panwaslu kabupaten/kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu Lapangan, dan anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri. (3) DKPP dibentuk paling lama 2 (dua) bulan sejak anggota KPU dan anggota Bawaslu mengucapkan sumpah/janji. (4) DKPP sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) terdiri dari: a. 1 orang unsur KPU; b. 1 orang unsur Bawaslu; c. 1 orang utusan masing-masing partai politik yang ada di DPR; d. 1 orang utusan pemerintah; e. 4 (empat) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah ganjil atau 5 (lima) orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah genap. (5) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari to-

koh masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) huruf d berjumlah 4 (empat) orang, presiden dan DPR masing-masing mengusulkan 2 (dua) orang. (6) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) huruf d berjumlah 5 (lima) orang, presiden mengusulkan 2 (dua) orang dan DPR mengusulkan 3 (tiga) orang. (7) Pengajuan usul keanggotaan DKPP dari setiap unsur disampaikan kepada presiden. (8) DKPP terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. (9) Ketua DKPP dipilih dari dan oleh anggota DKPP. (10) Masa tugas keanggotaan DKPP adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat dilantiknya anggota DKPP yang baru. (11) Setiap anggota DKPP dari setiap unsur dapat diganti antarwaktu berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan masing-masing unsur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (12) Pembentukan DKPP sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) ditetapkan dengan keputusan presiden. Pasal 110 (1) DKPP menyusun dan menetapkan satu kode etik untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota KPU, anggota KPU provinsi, anggota KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. (2) Dalam hal penyusunan kode etik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), DKPP dapat mengikutsertakan pihak lain. (3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota

KPU, anggota KPU provinsi, anggota KPU kabupaten/ kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. (4) Kode etik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan DKPP paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji. Pasal 111 (1) DKPP bersidang untuk melakukan pemeriksaan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu. (2) Dalam hal anggota DKPP yang berasal dari anggota KPU atau Bawaslu diadukan melanggar kode etik penyelenggara pemilu, anggota yang berasal dari anggota KPU atau Bawaslu berhenti sementara. (3) Tugas DKPP meliputi: a. menerima pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu; b. melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu; c. menetapkan putusan; dan d. menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti. (4) DKPP mempunyai wewenang untuk: a. memanggil penyelenggara pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan; b. memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihakpihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan c. memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik. n


Jeda

l

13 16 April 2014

Koalisi Tentukan Wajah Kabinet RENCANA PDI Perjuangan dan Partai NasDem membangun koalisi yang ramping disambut positif. Koalisi yang ramping itu diharapkan bisa menciptakan kabinet yang didominasi kalangan ahli atau profesional. “Kalau koalisinya terbatas, kabinetnya lebih profesional karena tidak harus mengakomodasi ketua partai dalam pemberian jabatan menteri, bisa diserahkan kepada orang yang kompeten di bidangnya. Hal itu kan tidak terjadi kalau koalisinya gemuk,” kata peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips Vermonte, saat dihubungi, kemarin. Menurut Philips, pada dasarnya semua partai politik mempunyai tujuan yang sama dan ingin yang lebih baik. Namun, yang membedakan ialah bagaimana platform atau cara pandang partai politik tersebut. “Hal ini diperlukan karena persoalan yang dihadapi Indonesia lebih modern dan kompleks. Maka itu, perlu berkoalisi dengan mengedepankan kemampuan pemerintahan,” kata Philips. Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan pertimbangan kestabilan pemerintahan memang berlandaskan akomodasi politik. “Namun, presiden bisa meminta parpol mengajukan orang zaken dengan seleksi ketat, kemudian oleh presiden. Pos-pos seperti ekonomi dan hukum harus diisi orang yang lebih paham, seperti dari kalangan profesional,” ujarnya. Hal sama ditegaskan pengamat politik UI, Andrinof A. Chaniago. “Zaken kabinet jangan basa-basi untuk mengatasi ketertinggalan Indonesia dengan bangsa lain. Minimal 60% kabinet terisi kalangan ahli/profesional,” ujarnya. Tidak sehat PDIP kembali mempertegas koalisi tidak mengobral kursi kabinet ke mitranya. Sikap itu diambil dengan belajar dari pemerintahan sebelumnya. “Sepuluh tahun PDIP berada di luar pusaran kekuasaan. Saat itu PDIP mempelajari baik. Kita simpulkan, lebih banyak partai menduduki posisi kekuasaan, semakin tidak sehat,” ujar Wakil Sekjen DPP PDIP Aria Bima pada diskusi bertajuk Tiga Skenario Koalisi Pilpres 2014, kemarin. Calon Presiden dari PDIP, Joko Widodo alias

Jokowi, menegaskan tidak akan royal menebar kursi kabinet ke partai. “Menteri akan diisi dari kalangan profesional,” kata Jokowi di sela-sela kunjungannya ke Waduk Pluit, Jakarta Utara, kemarin. Ketua DPP PKB Marwan Jafar mengatakan jumlah parpol yang banyak dalam koalisi tidak meningkatkan mutu demokrasi. Sebaliknya, itu cenderung pragmatis. “Lebih banyak parpol yang bergabung hanya menambah ruwet,” ujar Marwan. Pendapat serupa diungkapkan Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Andi Nurpati. Menurut dia, sudah cukup pembelajaran sistem koalisi pada era kabinet Indonesia Bersatu II. “Banyak partai hanya membuat singgungan keras di dalam koalisi, contohnya banyak, seperti kebijakan penaikan (harga) BBM,” jelas Andi.

P a d a bagian lain, Djayadi Hanan mengatakan tiga poros koalisi terbangun bersandar pada platform dan chemistry, yakni koalisi pertama antara PDIP, NasDem, dan PKB. Poros koalisi kedua antara Golkar dan Demokrat. Adapun poros koalisi terakhir ialah Gerindra, Hanura, dan PAN. (MI/U1)


Jeda

l

14 16 April 2014

Pemilu yang Melelahkan Penyelenggara

K

OMISIONER Komisi Pemilihan Umum Sigit Pamungkas mengungkapkan ada tiga petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal dunia pada saat pemungutan dan penghitungan suara pada 9 April lalu. “Laporan yang saya dapatkan ada petugas KPPS meninggal dunia, di Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Barat,” kata Sigit di Jakarta. Ketua KPPS Kecamatan Sukadana, Lampung Timur, meninggal dunia setelah tidak sadarkan diri pada saat pemungutan suara berlangsung. Sementara itu, Ketua KPPS Kecamatan Pauh, Kota Padang, meninggal dunia saat sedang menjalankan tugas di TPS 15, Kelurahan Limaumanis Selatan. “Lalu ada anggota KPPS di TPS 9, Kelurahan Lingkar Barat, Kecamatan Gadingcempaka, Kota Bengkulu, Yusirwan, meninggal sekitar pukul 19.00 ketika penghitungan suara memasuki tahap akhir,” kata Sigit. Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (Kornas JPPR) M. Afifudin mengatakan petugas KPPS yang meninggal saat menjalankan tugas adalah pahlawan demokrasi. Jasa mereka patut mendapat apresiasi. “Kelihatannya mereka terlalu capek akibat beban tugas yang berat. Ada yang kelelahan dan berujung meninggal,” ujarnya, kemarin. Ia menilai pemilu di Indonesia yang masih menganut sistem penghitungan manual telah menyiksa petugas karena membutuhkan waktu yang sangat lama. Selain itu, banyaknya varian surat suara juga membuat KPPS kebingungan sehingga di beberapa tempat terjadi salah hitung. Surat suara yang dicoblos pada logo partai dan nama atau nomor urut caleg, misalnya, dihitung dua dan kemudian direvisi dihitung satu. “Hal-hal tersebut tentu merepotkan dan membutuhkan waktu lama. Kelihatannya kita butuh penyederhanaan sistem pemilu,” kata dia. Dalam menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan KPU tengah melakukan registrasi petugas yang meninggal dunia pada saat menjalankan tugas. “Nanti akan ada pengahragaan kepada mereka. Bentuk penghargaannya sedang disiapkan.” Dalam kesempatan tersebut, Husni juga menyampaikan penghitungan suara di tingkat TPS pada pemilu legislatif kali ini sebenarnya lebih sederhana jika dibandingkan dengan Pemilu 2009. Proses penghitungan dan rekapitulasi menjadi panjang karena ada tiga hingga empat lembaga yang harus menghitung dan merekapitulasi suara. “Bebannya lebih berat pada Pemilu 2019, tapi kalau di sana-sini masih ada kekurangan tentu akan kami evaluasi bersama ke depannya,” kata Husni. (MI/U1)


Pernik Pemilu

l

15 16 April 2014

Jaminan Netralitas Petugas Pemilu

P

ELAKSANAAN Pemilu Legislatif 2014 telah berlangsung. Rakyat Indonesia sudah memilih anggota DRR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota periode 2014—2019. Kampanye dialogis dan rapat umum yang penuh dengan ingar-bingar telah berlalu. Segala upaya dan kemampuan sudah dilakukan partai politik peserta pemilu dan para caleg untuk meyakinkan calon pemilih bahwa mereka layak dipilih dalam pemilu. Pemilih (rakyat) ibarat menjadi raja dalam sehari karena suara merekalah yang akan menentukan arah perjalanan politik bangsa ini lima tahun ke depan. Idiom demokrasi yang menyebutkan kedaulatan ada di tangan rakyat terasa benar-benar hadir pada 9 April. Namun, di balik itu, muncul berbagai kekhawatiran akan munculnya beragam kecurangan pemungutan suara, termasuk kecurangan yang melibatkan petugas (penyelenggara) pemilu. Oleh karena itu, sejak awal berbagai pihak mewanti-wanti penyelenggara pemilu, mulai KPU Pusat hingga PPS, agar benar-benar menjaga ne-

tralitas. Intinya, sebagai wasit, mereka tidak boleh tergoda untuk ikut menjadi pemain, terutama permainan transaksional untuk meraup keuntungan materi dari pesta demokrasi. Dalam menghadapi pemilu kali ini, sejak awal KPU Pusat telah banyak mengambil langkah-langkah antisipatif, termasuk dalam hal mencegah kemungkinan adanya kecurangan saat pemungutan dan penghitungan suara. Misalnya, dengan menerapkan pengawasan berlapis, yakni hasil pemungutan suara di TPS diserahkan secara berjenjang ke panitia pemungutan suara (PPS) desa, panitia pemilihan kecamatan (PPK), hingga KPU kabupaten/ kota. Untuk itu, partai politik uga mengupayakan agar suaranya tidak disimpangkan. Seperti dikatakan Ketua DPP Partai NasDem Siti Nurbaya Bakar. Menurutnya, memang pihaknya yakin dengan penyelenggara di level pusat dan provinsi, tetapi tidak menjamin untuk yang di lapangan. Untuk itu, mereka berinteraksi di lapangan walaupun tidak secara langsung. “Saya agak khawatir. Kalau di lapangan sebetulnya bukan khawatir sama petugas PPS dan lainnya, melainkan mereka yang didesak caleg-caleg

yang mau mengambil jalan pintas. Mereka yang mengambil jalan pintas mendekati panitia pemungutan suara lokal,” kata dia. Misalnya, akan mengambil atau memanfaatkan sisa suara di setiap TPS. “Kami sudah diwantiwanti oleh Bappilu Pusat agar para saksi harus ekstrawaspada dalam mengawasi sisa surat suara. Itu celah kecurangan yang selama ini sering dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” kata dia. Hal senada dikatakan politikus PKB, Hanif Dhakiri, yang mengatakan yakin petugas penyelenggara pemilu akan bersikap netral. Dari proses persiapan dalam seluruh tahapan pemilu, bisa berharap KPU sekarang dan jajaran penyelenggara pemilu hingga ke PPS sudah bekerja lebih baik. “Jangan ada yang menggoda penyelenggara pemilu untuk aneh-aneh agar pemilu kita lancar dan tidak tercederai dengan praktik-praktik politik yang tak terpuji. Kita juga minta KPU dan seluruh jajarannya untuk terus bekerja profesional dan penuh integritas, serta membuktikan penyelenggara pemilu hari ini lebih baik daripada sebelumnya dan kebal godaan-godaan politik,” katanya. (MI/U1)


Geliat Antikorupsi

l

16 16 April 2014

Parpol Harus Sevisi Berantas Korupsi HASIL Pemilu Legislatif 2014 versi hitung cepat menunjukkan tidak ada satu pun partai yang meraih suara 20% atau mampu mengajukan capres dan cawapres tanpa koalisi. Partai-partai pun sibuk membangun komunikasi dalam rangka menata koalisi dalam menghadapi pilpres yang akan berlangsung 9 Juli 2014. Pembentukan koalisi untuk Pilpres 2014 diharapkan berkaca pada koalisi-koalisi terdahulu, terutama koalisi tambun yang mendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono periode 2009—2014 yang dipimpin Partai Demokrat. Koalisi tersebut dibentuk dengan landasan bagi-bagi kursi di kabinet. Akibatnya, menteri yang berasal dari partai politik justru menjadi ATM bagi partainya. Hal itu terlihat dari beberapa kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengingatkan koalisi yang akan dibentuk kelak agar jangan mengulang jejak buram koalisi sebelumnya. Berikut petikan perbincangan Media Indonesia (grup Lampung Post) dengan Busyro Muqoddas di Jakarta, beberapa waktu lalu. Koalisi partai akan menimbulkan bagibagi kekuasaan, khususnya kursi menteri, tanggapan Anda? Siapa pun presidennya, harus taat asas konstitusi, trias politika, dan aturan hukum yang menuntut keras kriteria intelektual cendekia yang berintegritas tinggi. Jika ia paham akan makna negara hukum, demokrasi, HAM, dan hormat pada penegakan hukum, KPK berharap agar tidak diulang budaya kaveling (kursi menteri). Sangat bahaya jika syarat koalisi dipaksakan, tidak sesuai dengan ideologi parpol pemenang. Jika parpol mengabaikan faktor penting itu, kabinet bayang-bayang parpol dan sektor bisnis dikhawatirkan akan terulang. Apa makna dari kabinet bayang-bayang parpol dan sektor bisnis? Macetnya demokrasi ekonomi dan liarnya regulasi sektor infrastruktur telah membuka karpet merah terhadap dominasi kekuatan modal asing dan sangat kurang kepada ekonomi domestik. Sektor ekonomi dikuasai dan dikendalikan pasar, bukan rakyat lagi yang berdaulat, melainkan pasar. Kajian akademis lintas pakar di KPK menemukan problem demokrasi dan keadilan ekonomi akibat selingkuh politikus, birokrasi, dan sektor bisnis yang mengandalkan sistem patronasi dan koneksi sehingga menyebabkan beranak-pinaknya “mafia calo megaproyek�. Konflik horizontal merupakan buah

semata situasi gelap itu. Sampai kapan lagi rakyat ditinggalkan dan dibuai dengan cara-cara Sinterklas yang tidak edukatif? Dominannya sistem kartel sektor raskin, impor daging sapi, beras, dan lainnya dan obral izin usaha pertambangan (IUP) di kawasan tambang, semuanya itu sebagai produk kabinet yang tidak meritokrasi. Artinya, melahirkan birokrasi kleptomaniak. Pantas sekali jika Indonesia masih sangat tinggi IPK-nya (terkorup) dalam skala dunia. Setujukah jika menteri diisi kader parpol? (Menteri yang berasal dari parpol) cenderung menyalahgunakan kewenangan yang ada. Dalam kebijakan presiden soal Setgab, bahasanya koalisi, pengavelingan kementerian kepada orang parpol, dan dalam faktanya ada kementerian yang timbulkan permasalahan. Inilah akibat kabinet itu formatnya tidak lagi mencerminkan meritokrasi yang menekankan profesionalisme tinggi, independensi tinggi, dan imparsialitas tinggi. Pelajaran presiden yang akan datang, kalau mau dipilih, ya, kabinetnya jangan parpol seluruhnya. Mengapa sekarang kursi menteri dijadikan alat lobi parpol? Sejak Orde Baru, ideologi tidak dipahami dalam tataran filsafat nilai dan implementasinya. Sebelum Setgab ada beberapa menteri sebagai ATM parpol, tetapi tetap lebih parah era Setgab yang vulgar. Menteri jelas salah pun tidak diganti. Kasus sapi dan lainnya adalah produk koalisi. Seharusnya kabinetnya ialah kabinet rakyat yang berdaulat, bukan alat parpol pemenang dan parpol koalisi. Jika ada menteri parpol yang imparsial, perlu uji publik dan geledah jejak rekamnya oleh tim independen dan masyarakat sipil. KPK sudah menyiapkan buku Panduan Tata Kelola Birokrasi, APBN, dan Kelola SDA. Menurut rencana, akan dipersembahkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih. Kami berkepentingan agar pemerintah mendatang berani dan kompeten membalik paradigma dan kebijakan tata kelola lama ke yang prokerakyatan dan menjaga muruah bangsa, kabinet yang propemberantasan korupsi. (U1)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.