VOTING, Edisi XXXXIV, 7 Mei -14 Mei 2014

Page 1

16 Halaman l Edisi XXXXIV/ 7 Mei - 14 Mei 2014

7 l Mukjizat dari Masa Lalu

T E R U J I T E P E R C AYA

Pidana Incar Komisioner PELANGGARAN dalam pemilu legislatif tentu bakal diproses sesuai dengan aturan. Jika pelanggaran etik dilakukan oleh penyelenggara, mereka akan diganjar dengan sanksi etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun, jika pidana, siapa pun bakal dijerat sanksi kurungan dan denda, tidak terkecuali para komisioner. Hingga kini Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Polda Lampung telah menjerat puluhan penyelenggara tingkat PPS dan PPK. Bahkan seluruh komisioner di KPU Lampung Barat juga telah resmi menjadi tersangka. Kelimanya, yakni Lukman Zaini (ketua), Ahmad Malik, Eri Ruslan, Faizo Rahman, dan Puspawati. Namun, komisioner di tingkat provinsi belum juga terjerat pidana pemilu itu. Pidana pemilu itu diatur dalam UU No. 8/2011 tentang Pemilu Legislatif. Sejumlah pasal mengatur berbagai kecurangan seperti penggelembungan suara, pergeseran suara, dan perbuatan yang mengakibatkan berubahnya perolehan suara dalam pemilu legislatif bakal dijerat. Sanksinya adalah maksimal 4 tahun penjara dan denda Rp40 juta. Data kepolisian itu adalah adanya laporan dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten/kota atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung. Kemudian barulah semua berkas laporan Bawaslu dan penanganan dari Gakkumdu kabupaten/kota setempat diambil alih Polda Lampung. Polda kemudian mengembangkan kasus penggelembungan suara di sejumlah daerah sesuai dengan rekomendasi Bawaslu Lampung. “Kami masih terus bekerja karena perkara ini ada batas waktunya,” kata Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih. Ketua Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Lampung Fatikhatul Khoiriyah memprediksi bakal ada tersangka lain dari unsur KPU kabupaten/kota. “Kami punya data akurat tentang dugaan pelanggaran di tingkat KPU,” ujarnya. Untuk itu, masyarakat hanya ingin penyelenggara menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan dalam menjaga kehidupan demokrasi yang maju. Sesuai tekad yang terus didengungkan KPU Lampung, ingin menempatkan perolehan suara sesuai apa yang dipilih masyarakat. Bahkan, Ketua KPU Lampung Nanang Trenggono terus-menerus menegaskan KPU Lampung tidak akan segan-segan mengulang kembali proses rekapitulasi dengan membuka kotak suara dan formulir lainnya untuk disesuaikan dengan berita acara. (BOY/UIN/CR11/U1) n ferial


Interupsi

l

2 7 Mei 2014

n Polling

Publik Belum Sepenuhnya Tertarik Capres

688

PEMILU presiden tinggal menghitung hari usai pemilu legislatif digelar. Namun, masyarakat hingga kini belum sepenuhnya tertarik untuk membicarakan calon presiden yang mereka pilih. Seperti hasil survei yang digelar beberapa waktu terkahir. T E R U J I T E P E R C AYA

- Belum Tentukan Pilihan

: 43,4%

- Pilih Sosok

: 56,6%

1. Joko Widodo

: 22,4%

2. Prabowo Subianto

: 12%

3. Wiranto

: 5,9%

4. Aburizal Bakrie

: 4,9%

5. Megawati Soekarnoputri

: 2,7%

6. Rhoma Irama

: 2,1%

7. Jusuf Kalla

: 1,6%

8. Dahlan Iskan

: 1,2%

9. Susilo Bambang Yudhoyono : 0,9%

10. Yusril Ihza Mahendra

: 0,4%

11. Hatta Rajasa

: 0,4%

12. Surya Paloh

: 0,4%

13. Mahfud M.D

: 0,3%

14. Hari Tanoesoedibjo

: 0,2%

15. Barnabas Suebu

: 0,2%

16. Nama Lain

: 0,1%

indeks : GAGAS Noda Pemilu 2014 . . .

5

perempuan Kerja Nyata Winarti . . .

6

ORATOR Parpol Kalah Langsung Tuding Curang . . .

9

PILAR

Koalisi Pamrih dan Ihklas . . .

10

jeda KPU Pertaruhkan Kualitas. . . .

13

Sumber: Indikator Politik Bekerja Sama dengan Rumah Kebangsaan

Metode: Survei digelar dalam kurun waktu 18 Januari—2 Februari 2014. Survei ini menggunakan 1.720 sampel dengan margin of error ± 2,4% pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk kebutuhan analisis, dilakukan oversampel di DKI Jakarta sebanyak 330 responden, total sampel secara keseluruhan 2.050 responden.

Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Kepala Divisi Pemberitaan: D. Widodo, Kepala Divisi Content Enrichment: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan: Umar Bakti, Sekretaris Redaksi: M. Natsir. T E R U J I T E P E R C AYA Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Ahmad Amri, Delima Napitupulu, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Karlina Aprimasyita, Wandi Barboy. LAMPOST.CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sayuti (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Mif Sulaiman, Widodo, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Kepala Departemen Marcomm: Amiruddin Sormin, Dedi Kuspendi. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampost.co e-mail: redaksi@lampungpost. co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kota­agung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim). DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, ­WARTAWAN LAMPUNG POST DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA ATAU M ­ EMINTA IMBALAN DENGAN ALASAN APA PUN.


Laporan Utama

l

3 7 Mei 2014

Ancaman Pidana Mulai Merambah Komisioner

KEPOLISIAN Daerah Lampung terus mengungkap kasus pidana dalam Pemilu Legislatif 2014. Setelah sejumlah penyelenggara tingkat PPS dan PPK, kini mulai merambah komisioner di kabupaten.

M

isalnya di Lampung Barat, lima komisioner, yakni Lukman Zaini (Ketua KPU), Ahmad Malik, Eri Tuslan, Faizo Rahman, dan Puspawati dijadikan tersangka oleh Polda Lampung. Sebelumnya dua staf di sekretariat KPU juga menjadi tersangka karena mengubah perolehan suara. “Kedua PNS itu bertugas sebagai operator saat pleno rekapitulasi. Mereka diduga mengubah hasil suara,” kata Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih. Tersangka lainnya, empat anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Blambangan Umpu, Way Kanan, yakni Arifin, Edwar Apriadi, Prio Handoko, dan Fery Gunawan. Berikutnya, lima anggota PPK Tulangbawang Udik, Tulangbawang Barat, yakni Fahmi Manan, Marzuki, Sukri, Alki Hasan, dan Roni Irawan. Kemudian enam PPK di Kota Bandar Lampung,

dua PPK di Tanggamus, dan satu PPS Pesawaran. Kini penanganan sudah dilakukan Tim Gakkumdu Polda Lampung. Sulis menjelaskan para tersangka dijerat Pasal 309 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu dengan ancaman penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal Rp48 juta. Dengan alasan ancaman penjara di bawah 5 tahun itulah, Polda tidak menahan para tersangka. Namun, ia menjamin 11 tersangka itu masih dalam pemantauan kepolisian. “Sesuai dengan undang-undang, mereka tidak ditahan karena ancamannya di bawah 5 tahun penjara,” kata Sulis. Sementara di Plres Tanggamus sedang menyelidiki dua perkara dugaan tindak pelanggaran pidana pemilu berupa pengubahan hasil rekapitulasi perolehan suara di tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK). Kasat Reskrim Polres Tanggamus AKP Joko Tamtomo mengatakan laporan dugaan pidana pemilu telah masuk pada 26 April lalu. Laporan itu berasal dari calon anggota legislatif (caleg) PDIP dan caleg Partai Demokrat. Kedua caleg itu malaporkan dugaan pelanggaran pemilu di Pekon

Talangpadang, Kecamatan Talangpadang, dan di Pekon Way Kerap, Kecamatan Semaka. Caleg PDIP, kata dia, melaporkan perubahan rekapitulasi perolehan suara caleg yang diduga dilakukan PPK, sedangkan caleg Demokrat melaporkan selisih rekapitulasi pada formulir D1 DPRD kabupaten/kota. “Kami sudah melakukan penyelidikan dan sudah beberapa kali melakukan pemanggilan saksi-saksi,” kata Joko. Dia mengungkapkan polisi akan menjerat tersangka dengan UU 28/2012 tentang Pemilu Legislatif. Kasus di Kecamatan Talangpadang diduga melanggar Pasal 312 tentang Kesengajaan Menghilangkan Berita Acara Penghitungan Suara dan Pasal 287 tentang kelalaiannya sehingga hasil rekapitulasi hilang atau berubah. Joko juga mengatakan pelanggaran di Kecamatan Semaka melanggar Pasal 309 tentang Perbuatan yang Menyebabkan Suara Seorang Pemilih Menjadi Tak Bernilai atau Menyebabkan Peserta Pemilu Tertentu Mendapat Tambahan Suara dan Pasal 312 serta Pasal 287. “Bila memang hasil penyidikan dalam perkara ini nanti benar terbukti, para pelaku akan mendapatkan ganjaran hukuman penjara dan denda,” kata dia. (CR11/ABU/U1)


Laporan Utama

B

l

4 7 Mei 2014

Manipulasi Rekapitulasi Masif Mulai di Tingkat PPS dan PPK

ANYAK kalangan menilai pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif 2014 merupakan yang paling brutal di sepanjang sejarah pemilu di Indonesia. Praktik politik uang merajalela. Terlebih lagi dugaan kecurangan paling masif, yakni penggelembungan suara melalui manipulasi formulir C1 alias data penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS), yang melibatkan penyelenggara pemilu dan caleg. Masifnya pelanggaran yang terjadi dalam pemilu kali ini ditengarai karena penegakan hukum yang masih lemah, padahal sudah dibentuk Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) hingga ke tingkat kabupaten/kota, yang terdiri dari unsur Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. Untuk mengupas lebih lanjut bagaimana upaya mengembalikan legitimasi dan penegakan hukum pemilu, wartawan mewawancarai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie yang mengaku risau dengan proses penyelenggaraan pemilu kali ini. Ia pun mendapatkan laporan bahwa kecurangan terjadi merata di seluruh Indonesia. Berikut petikannya. Banyak pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu kali ini? Indikasinya begitu, meski belum final, saya sendiri agak risau, laporannya merata dari seluruh Indonesia. Semua menderita, mengalami nasib yang sama. Terjadinya di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Data yang masuk di seluruh Tanah Air, meskipun tidak semua, masalahnya masif. Kalau kami telusuri ini rata-rata kejadiannya berada di tingkat kecamatan dan desa. Mengapa pelanggaran masif terjadi? Kalau dianalisis sementara, ada tiga soal. Pertama, karena sistem suara terbanyak. Ini sistem terlalu liberal. Sistem yang ternyata kalau dievaluasi menimbulkan banyak mudarat, meskipun ada keuntungan atau kelebihan. Namun, bayangkan, dengan sistem suara terbanyak ini, 15 ribu caleg kali 12 partai ditambah calon anggota DPD seluruh Indonesia itu dipaksa keadaan untuk berjuang sendiri-sendiri dengan segala cara. Manipulasi masif terjadi di tingkat desa dan kecamatan? Kalau di UU 10/2008 yang dipraktikkan pada Pemilu 2009, rekapitulasi dilakukan dari TPS langsung ke PPK (kecamatan). Menurut UU yang baru sekarang itu rekapitulasinya harus berjen-

jang mulai dari TPS ke PPS, lanjut ke PPK, lalu ke kabupaten, kemudian ke provinsi, dan kemudian ke pusat. Menjadi semakin tidak efisien. Dan ternyata di situlah masalah. Di TPS masih banyak mata memandang, begitu ke desa/kecamatan apalagi tidak ada saksi sekarang, semua orang main sendiri-sendiri di tingkat desa dan kecamatan. Ada kesempatan 7 hari untuk bermain sehingga sempurna ini sistem suara terbanyak dengan verifikasi berjenjang tanpa pengawasan, tanpa saksi jadi sumber masalah. Kami minta Bawaslu dan KPU selesaikan masalah yang ada, jangan lempar tanggung

jawab, sebab nanti akan menumpuk perkara ke Mahkamah Konstitusi. KPU sudah terbuka untuk menyelesaikan bukti-bukti yang ditemukan di dua tingkat di bawahnya, termasuk kabupaten. Untuk antisipasi pilpres, petugas yang bermasalah di tingkat PPS/PPK, saya sarankan langsung diganti kepada KPU maupun Bawaslu. Tidak perlu menunggu, langsung diberhentikan dan diganti. Harus ada cara yang lebih efisien jangan bertele-tele karena ini mendesak. Jika ada indikasi pidana pemilu, juga harus segera ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam UU 8/2012. (MI/U1)


Gagas

l

5 7 Mei 2014

Noda Pemilu 2014 P

EMUNGUTAN suara Pemilu Legislatif 9 April 2014 sudah selesai digelar. Berbagai catatan atas pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu disuarakan oleh banyak kalangan. Ada yang memberi penilaian positif, tetapi banyak pula yang memberi penilaian negatif terhadap penyelenggaraan pemilu karena menyisakan banyak noda. Dari sisi penyelenggaraan, pemilu tahun ini sebenarnya berjalan cukup baik karena sistemnya relatif lebih baik dari pemilu sebelumnya. Namun, di sisi lain, pelanggaran yang terjadi juga cukup masif dan melibatkan banyak pihak. Pelanggaran yang dominan terjadi adalah politik uang, manipulasi suara, kanibalisme, serta keberpihakan penyelenggara pemilu dengan partai politik maupun dengan caleg tertentu. Laporan politik uang, pelanggaran pemilu, hingga penggelembungan suara terjadi merata hampir di seluruh Lampung. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam Pemilu 2014 menandakan bahwa partai politik belum menjalankan perannya dalam memberikan pendidikan politik kepada kader dan masyarakat sebagai pemegang hak pilih dengan baik. Sistem proporsional terbuka ternyata juga memiliki dampak yang luar biasa terhadap maraknya politik uang (money politics) karena persaingan perebutan kursi menjadi sangat luar biasa. Kanibalisme Suara Praktik kanibalisme juga marak terjadi dalam Pemilu 2014 di Lampung. Dengan modus mencuri suara caleg yang masih satu partai dengan caleg tersebut. Maraknya praktik kanibalisme suara hasil ini sekaligus menghancurkan reputasi KPU yang sejak awal mengklaim formulir C1 berhologram bisa mencegah terjadinya praktik jual beli suara ataupun kanibalisme. Kasus kanibalisme di Lampung yang terang benderang terungkap ke

Slamet Riadi Mahasiswa Pascasarjana STAIN Metro, Pengurus PSI Lampung

publik itu setidaknya ada tiga kasus. Pertama adalah kanibalisme suara yang dilakukan oleh caleg DPR RI asal

Partai Golkar daerah pemilihan Lampung I, Reza Pachlevi, yang memindahkan suara partai sehingga merugikan rekan separtainya, Dwi Aroem Hadiati. Kasus ini kemudian terbongkar setelah

dilakukan penghitungan ulang atas rekomendasi dari Bawaslu Lampung. Kemenangan Reza Pachlevi yang sudah di depan mata langsung buyar karena kemenangan dikembalikan kepada Dwi Aroem Hadiati. Kasus kanibalisme kedua untuk DPR RI juga terjadi di Partai Demokrat. Praktik kanibalisme ini terjadi di Tulangbawang Barat yang dilakukan oleh Nizwar Affandi. Sementara kasus kanibalisme ketiga juga terjadi di PDIP. Kasus kanibalisme ini terjadi untuk DPRD Provinsi Lampung dari daerah pemilihan Tulangbawang, Tulangbawang Barat dan Mesuji. Kursi yang seharusnya diduduki oleh Dedi Afrizal, dicuri oleh caleg separtainya A.A. Syofandi dengan hanya selisih tujuh suara. Namun, setelah dilakukan penghitungan ulang, akhirnya kemenangan Syofandi dibatalkan oleh KPU dan selanjutnya kursi itu dikembalikan kepada Dedi Afrizal. Penggelembungan Suara Tak hanya politik uang dan kanibalisme suara, Pemilu 2014 juga menyisakan catatan buruk penyelenggara pemilu. Mengingat banyak dari mereka yang ikut terlibat dalam kasus penggelembungan suara. Mereka ikut bekerja sama dengan caleg mengubah hasil suara. Bahkan setidaknya sudah ada 11 penyelenggara pemilu yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pidana pemilu oleh Polda Lampung. Mereka adalah empat anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Blambangan Umpu Arifin, Edwar Apriadi, Prio Handoko dan Fery Gunawan. Kemudian lima anggota PPK Tulangbawang Udik masing-masing Fahmi Manan, Marzuki, Sukri, Alki Hasan, dan Roni Irawan. Serta dua PNS staf KPU Lampung Barat Dina Merlin dan Andri Oktoridhon. Tidak seperti pada Pemilu 2009,

Pemilu 2014 ini undang-undang relatif lebih tegas mengatur sanksi bagi pelaku pelanggaran pemilu. Tak hanya dipecat dari jabatannya oleh DKPP, penyelenggara pemilu serta caleg yang terbukti terlibat penggelembungan, perampokan, dan kanibalisme suara juga akan diproses secara hukum. Hal itu sesuai dengan Pasal 309 Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu yang menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah). Ketegasan dan kecepatan Bawaslu dan Polda Lampung dalam menangani kasus dugaan pidana pemilu yang melibatkan penyelenggara pemilu di tingkat PPS dan PPK juga patut diapresiasi. Namun, masyarakat Lampung tetap menunggu keberanian mereka mengusut dugaan pidana pemilu yang terindikasi melibatkan penyelenggara pemilu, baik di tingkat kabupaten/kota maupun Provinsi Lampung. Tidak hanya masalah politik uang, kanibalisme suara dan pelanggaran pidana pemilu, catatan pemilu di Lampung selanjutnya adalah penundaan penetapan anggota DPR dan DPD akibatnya banyaknya saksi partai politik yang tidak menerima hasil pemilu. Jika dilihat, hal itu menunjukkan memang ada masalah dalam pemilu di Lampung, seperti selisih daftar pemilih tetap yang mencapai 800 ribu lebih hingga banyaknya caleg yang sudah menyatakan akan mengajukan gugatan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terakhir, meskipun masih banyak catatan dan noda dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 kita tetap harus menghargai hasil pilihan rakyat, menghargai caleg yang terpilih bukan karena kecurangan, dan mengapresiasi penyelenggara pemilu yang masih menjaga integritas dan netralitasnya. n


Perempuan

l

6 7 Mei 2014

Kerja Nyata Antarkan Winarti Raih BPP T

Winarti Kadek Pekerjaan : Ketua DPRD Tulangbawang Organisasi : Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPC PDIP Tulangbaang

IDAK banyak caleg terpilih perolehan suaranya memenuhi bilangan pembagi pemilih (BPP), apalagi caleg perempuan. Namun, politikus PDIP Winarti mampu kembali duduk di DPRD dengan perolehan suara menyentuh BPP berkat investasi sosial dan kerja nyata. Perolehan suara signifikan itu diraih Winarti yang juga ketua DPRD Tulangbawang itu dalam Pemilu 9 April 2014. Dari sekian banyak caleg di Tulangbawang, politikus perempuan PDIP itu yang bisa menyentuh batas pembagi pemilih (BPP). “Perolehan suara perempuan bisa menyentuh angka BPP itu karena pilihan rakyat. Mengingat pemilu itu hakikatnya adalah daulat rakyat,” kata Winarti. Winarti mengatakan perolehan suaranya bisa menyentuh angka BPP itu karena sejumlah faktor. Pertama, karena masyarakat melihat kinerjanya selama menjadi wakil rakyat, faktor kedua karena silaturahmi dan kunjungan kerjanya kepada masyarakat tidak pernah putus. Faktor terakhir karena mayoritas tim pemenangannya adalah kaum perempuan. “Mungkin masyarakat melihat kinerja saya selama menjadi ketua DPRD sehingga kembali memilih saya. Padahal saya belum puas dengan apa yang sudah saya lakukan. Karena kembali mendapat amanah dari rakyat, saya akan berkomitmen meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada masyarakat,” kata Wakil Ketua Badan Kehormatan DPC PDIP Tulangbawang itu. Selain perolehan suara pribadi yang signifikan, perolehan suara PDIP di Tulangbawang juga sangat luar biasa karena mampu meraup 11 kursi. Padahal, pada pemilu lalu PDIP hanya memperoleh 7 kursi. Selain karena mesin partai yang bekerja dan anggota Dewan asal PDIP yang terus memaksimalkan kinerjanya di legislatif, faktor kedatangan calon presiden Joko Widodo saat berkampanye di Tulangbawang juga cukup berpengaruh mendongkrak suara. “Faktor kedatangan Pak Jokowi ke Tulangbawang ini juga berpengaruh. Karena masyarakat mengidolakan pemimpin yang merakyat. Kami juga menjalankan seluruh intruksi dan arahan Ketua Bapilu DPP Mbak Puan Maharani,” ujar politikus yang sudah bergabung dengan PDIP sejak 1997 itu. Meskipun perolehan suara PDIP di Tulangbawang sangat signifikan karena menjadi partai pemenang pemilu, Winarti tidak langsung merasa puas. Menurutnya, komitmennya saat ini adalah memenangkan Jokowi di Provinsi Lampung pada pilpres 9 April 2014. Karena dengan komitmen dan kerja keras seluruh kader PDIP, dia optimistis Jokowi akan menjadi presiden periode 2014—2019. Optimismenya mampu memenangkan Jokowi di Lampung dan khususnya di Tulangbawang itu karena PDIP berkoalisi dengan Partai NasDem sehingga dengan koalisi dua partai itu dia yakin Jokowi akan memperoleh suara signifikan di provinsi ini. “Menjelang pilpres ini komitmen saya adalah memenangkan Jokowi di Lampung. Kami terus bekerja menyosialisasikan beliau kepada masyarakat. Bergabungnya NasDem ke dalam koalisi ini juga menambah kekuatan,” ujar istri Kadek Swastika itu. (U1) n Fathul Muin


Perempuan

l

7 7 Mei 2014

Toeti Prahas Aditama

Mukjizat dari Masa Lalu

B

ERIRINGAN dengan gawe Pemilihan Umum 2014, ada tiga peringatan nasional penting dalam agenda, yakni peringatan Hari Kartini tanggal 21 April, peringatan Harkitnas (Hari Kebangkitan Nasional) tanggal 22 Mei, dan Hari Sumpah Pemuda tanggal 22 Oktober. Tiga-tiganya mengingatkan kita bahwa pada masa yang lalu pernah ada pemikir-pemikir yang dengan tulus secara intens berusaha mewujudkan aspirasi memajukan dan memperjuangkan masa depan bangsa demi kepentingan bangsa. Tersebutlah perempuan muda Kartini (1879— 1904) dengan cita-cita luar biasa untuk menjadi pelopor kebangkitan perempuan pribumi (Indonesia). Kemampuannya berbahasa Belanda memungkinkan dia banyak membaca penerbitan Eropa, yang berangsur membuatnya tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk meningkatkan status perempuan pribumi yang waktu itu tergolong rendah. Selain mulai membuka lembaga pendidikan sederhana untuk perempuan, dia juga banyak berkorespondensi dengan kenalan-kenalannya di Eropa dan menulis sejumlah buku tentang perempuan pribumi. Terungkaplah situasi kehidupan perempuan pribumi di mata dunia. Kartini meninggal pada usia muda, 25 tahun, pada 1904. Hari lahirnya, 21 April, sekarang diperingati secara nasional sebagai Hari Kartini. Kebangkitan pergerakan nasional Indonesia sebenarnya diawali dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam pada 1905 di Solo, yang berkembang menjadi organisasi pergerakan pada 1906 dengan nama Sarekat Islam. Benih-benih kebangkitan nasional yang belum pernah dirasakan di zaman Belanda mulai muncul dengan semangat persatuan dan kesatuan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting lain, yakni berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Tanggal berdirinya Boedi Oetomo dijadikan peringatan nasional: Hari Kebangkitan Nasional. Lebih dari satu abad telah berlalu sejak saat-saat yang mencatat tumbuhnya spirit kebersamaan sebagai suatu masyarakat bangsa. Spirit murni “demi kepentingan bangsa” selama perjalanan satu abad banyak dipengaruhi perkembangan zaman yang mencuatkan berbagai kepentingan. Maka bila akhir-akhir ini ada wacana “demi kepentingan bangsa”, timbul pertanyaan, apakah spirit ungkapan itu semurni seabad yang lalu? Persiapan menanti satria piningit pada perin-

gatan Sumpah Pemuda Oktober nanti, kita sudah akan memiliki RI-1 dan wakilnya. Rakyat tentunya mengharapkan mereka tokoh-tokoh yang mampu membawa mukjizat bagi bangsa ini. Sementara ini, tokoh-tokoh yang maju atau dimajukan sebagai capres/cawapres mudah-mudahan sadar apa yang diharapkan dari mereka untuk membangun masa depan bangsa ini. Bahwa sekarang terjadi hirukpikuk antarkita atau antarpartai untuk menjaring pasangan pemimpin tertinggi negeri ini, rasanya wajar. Idealnya, menjelang pemilihan RI-1 dan wakilnya pada Juli nanti, sudah mulai diwacanakan Indonesia seperti apa yang akan kita bangun di masa depan. Berdasarkan pola dan agenda yang kita bentuk, baru akan kita tentukan tokoh atau pasangan tokoh mana yang mampu dan cocok memimpin negara ini, sesuai tujuan; dari partai politik atau kelompok mana pun mereka. Akan tetapi, yang tampaknya sedang terjadi sekarang, kita lebih sibuk merekayasa situasi koalisi demi kepentingan partai politik masing-masing. Berbagai tokoh pilihan subjekif mereka tawarkan atau menawarkan diri. Unsur “demi kepentingan

bangsa” terkesan diabaikan. Sejarah tidak selalu berjalan sesuai ramalan atas dasar penalaran. Kecemasan yang berlebihan sama naifnya dengan keyakinan bahwa masa depan pasti akan membawa perbaikan. Apakah mungkin itu bisa dilakukan tanpa perencanaan yang cermat dan bernalar? Mengangankan pemimpin ideal, sejarawan Inggris Arnold Toynbee (1889—1975) pernah menyatakan memegang kepemimpinan demokratis lebih rumit dan sulit daripada kepemimpinan diktatorial dan karismastik. Kepemimpinan yang disebut terakhir dipatuhi, sebagian karena paksaan dan sebagian karena emosi yang tidak rasional. Adapun dalam suatu negara demokrasi, pemimpin harus mendapatkan kerja sama rakyatnya dengan cara meyakinkan mereka secara rasional bahwa kebijakan politik yang diusulkannya dapat dibenarkan. Untuk itu, sang pemimpin harus berdialog dengan rakyatnya dengan kadar emosi rendah. Jika menginginkan demokrasi yang ideal, yang dibutuhkan bukan pemimpin yang pandai mengelabui rakyat dengan pencitraan, yang pandai menggerakkan emosi dan prasangka demi kepentingan pribadi, melainkan pemimpin yang secara etis ataupun intelektual mempunyai kemantapan sehingga rakyatnya bersedia mengikuti kepemimpinannya bukan karena merasa terpaksa atau karena emosi. Menurut Toynbee, pemimpin ideal seperti itu memang sulit dijumpai. Kalaupun ada, dia mungkin enggan mengambil tanggung jawab sulit itu, yang belum tentu mendapat rasa terima kasih yang dipimpinnya. Toynbee selanjutnya menyatakan sejauh pengalamannya, pemimpin-pemimpin yang bisa mendekati peranan seperti itu di dunia baru ada tiga: Roosevelt, Churchill, dan Nehru. Namun, ia mengakui pemimpin-pemimpin itu berhasil karena kepemimpinan mereka berlangsung ketika negara dalam keadaan krisis sehingga rakyat mau menerima keadaan yang berat dan memberikan pengorbanan. Dalam hal Winston Churchill, dengan sikap kepahlawanannya dia menyelamatkan Inggris dari mimpi buruk Perang Dunia II. Tetapi setelah perang usai, dan rakyat tidak menganggapnya pemimpin yang tepat untuk tugas pembangunan, dengan sikap perwira Churchill menyerahkan kekuasaan politiknya kepada tokoh lain. Sejarah tidak kurang memberikan contoh tentang spirit kepemimpinan di masa revolusi kita sendiri ataupun yang dialami masyarakat luar. Kita bisa mencari inspirasi dan berguru dari sejarah masa lalu. n


Orator

l

8 7 Mei 2014

Butuh Sanksi Membuat

Jangan Rendahkan Martabat Partai MENJALIN kerja sama dengan partai lain merupakan keniscayaan politik, tapi kerja sama itu jangan sampai merendahkan martabat partai yang perolehan suaranya lebih besar.

H

al itu menjadi reaksi dari rencana kaolisi Prabowo-Ical (Gerindra-Golkar). Politikus senior Golkar, Zainal Bintang, menilai pertemuan tersebut kurang taktis dan cenderung merendahkan martabat politik Golkar. “Kelihatan ARB (Aburizal Bakrie) nekat banting harga, dan itu mempermalukan Golkar,” kata Zainal. Pada 29 April lalu, Prabowo bertandang ke kediaman Ical. Kemarin, Ical yang mendatangi kediaman Prabowo di Desa Bojong Koneng, Hambalang, Bogor. Zainal Bintang berharap Ical bisa

Zainal Bintang

menahan diri. Jangan ada gelagat politik dari Ical yang ingin tetap berkuasa di pemerintahan dengan bersedia menjadi cawapres mendampingi capres Prabowo. “Sehubungan dengan adanya rencana ARB untuk banting harga inilah yang dipermasalahkan oleh petinggi Golkar. Soalnya perolehan suara Golkar pada pemilihan legislatif 14,5%, jauh lebih tinggi daripada Gerindra yang hanya 12%,” kata Zainal. Ia mengingatkan bahwa rekomendasi Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III Golkar, yakni mengusung Ical sebagai capres, bukan cawapres. “Jadi kalau mau diubah, ya tentu harus melalui forum rapimnas,” ujarnya. Peran Ormas Golkar Organisasi kemasyarakatan (ormas) Golkar dinilai memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan partai itu. Terlebih ormas yang menjadi kelompok induk organisasi (kino) Golkar, yakni

SOKSI, MKGR, dan Kosgoro 1957, dalam realitas politik selama ini kerap menjadi kendaraan politik bagi para kader partai beringin itu. Dalam kaitan itu, pendiri SOKSI yang sekaligus pendiri Golkar Suhardiman mengingatkan Ical untuk menjadi king maker atau dalang. “Dalang jelas lebih berperan daripada wayangnya,” ujarnya. Suhardiman justru mendukung Priyo Budi Santoso untuk maju sebagai cawapres yang mendampingi Prabowo. Sementara itu, dalam menanggapi sikap Ketua Umum SOKSI Ade Komaruddin yang mendukung pencapresan Ical, Suhardiman mengatakan akan mengumpulkan petinggi SOKSI untuk memecat Ade. Tadi malam, perwakilan ormas Golkar antara lain Setya Novanto, Idrus Marham, dan Yorrys Raweyai menemui Ical di Jakarta. Mereka menyampaikan hasil pertemuan 10 ormas Golkar yang berlangsung di kantor DPP Partai Golkar. (MI/U1)


Orator

l

9 7 Mei 2014

Parpol Kalah Langsung Tuding Pemilu Curang KOMISI Pemilihan Umum (KPU) meminta peserta pemilu tidak langsung menuduh Pemilu Legislatif 2014 sarat dengan kecurangan. Menurut Ketua KPU Husni Kamil Manik, sering tuduhan kecurangan tersebut dilontarkan pihak yang kalah tanpa berdasarkan bukti akurat.

persoalan terjadi di formulir C1-nya atau dalam pengisian formulir C1. “Kan tinggal dicek mana yang faktual. Kalau cuma kesalahan pengisian, jumlah suara di formulir C1 itu bisa diperbaiki,” ujarnya. Mengenai tuduhan keterlibatan PPK dan PPS dalam melakuk a n pelanggaran pemilu, Husni menye butkan p a d a prinsipnya semua p e n y e lenggara

“Persepsi terhadap kecurangan itu harus diklarifikasi terlebih dulu. Apakah memang curang atau jangan karena kalah, seorang caleg kemudian langsung mengatakan pemilu curang apa pun hasilnya,” katanya. Ia menyebutkan sering para caleg langsung mengeluarkan tuduhan curang begitu mengetahui suaranya tidak sesuai dengan yang diharapkan, sementara bukti kecurangannya pun tidak bisa ditunjukkan. Terkait dengan adanya tuduhan bahwa terjadi pemalsuan formulir C1 hasil penghitungan suara, Husni Husni justru bertanya apakah

Kamil Manik

pemilu yang melakukan kesalahan akan diproses sesuai dengan UU No. 15/2011. “Namun, jika ternyata kesalahannya pidana, kepolisianlah yang berhak mengambil alih,” kata Husni. Caleg petahana dari Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, menuding kecurangan Pemilu 2014 masif terjadi di tingkatan paling bawah. Kecurangan tersebut salah satunya ialah adanya formulir C1 yang dipalsukan sehingga bisa bersebaran di mana-mana. “Yang masif terjadi itu politik uang. Ada sejumlah saksi yang dibayar untuk melakukan kecurangan dan kerja sama dengan penyelenggara di lapangan untuk melakukan pengalihan suara,” kata Sutan yang terancam kehilangan kursinya di DPR periode 2014—2019. “Formulir C1 asli dari KPU malah disembunyikan, C1 palsu banyak bertebaran di mana-mana sehingga dengan otomatis terjadi penggelembungan suara kepada caleg lain,” kata dia. (MI/U1)


Pilar

l

10 7 Mei 2014

Koalisi Pamrih dan Ikhlas KOALISI sangat wajar untuk membentuk kekuatan yang bisa mewadahi lebih banyak komunitas, dibanding sendiri-sendiri. Namun, untuk saling bersatu itu, ada kalangan yang ikhlas bergabung adanya juga yang berpamrih dengan mengajukan syarat.

H

al itu terjadi di koalisi yang dikumpulkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Untuk itulah koalisi ketiganya masih belum bisa dipastikan. Hanya Partai NasDem yang sudah memberi kepastian tanpa ada syarat apa pun darinya. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristanto mengatakan dalam koalisi tidak ada yang tanpa syarat. Namun, partai berlambang

banteng mocong putih itu sudah tegas mensyaratkan koalisi harus berlandaskan pada kerja dan agenda pemerintah ke depan, walau tidak miskin realita. “Koalisi itu bersyarat untuk kepentingan bangsa dan negara. Kita memegang teguh Pancasila, UUD ‘45, kebhinnekaan, dan ekonomi kerakyatan. Dan untuk mendorong agar tidak terjebak utang luar negeri. Itu syaratnya,” kata Hasto. Dia mengakui keputusan rencana koalisi dengan PKB alot. Tapi, itu bukan disebabkan pembagian kursi kabinet yang diinginkan PKB terlalu banyak. “Semua sudah sangat clear dengan pandangan dan gagasan ke depan untuk negara. Dan juga bagaimana menghasilkan pemimpin yang berkarakter, butuh dukungan NU. Jembatan penghubung itu harus diperkuat,” ujar Hasto. Wakil Ketua Umum PPP Hasrul Azwar mengakui Rapimnas PPP yang digelar 10 Mei mendatang akan memutuskan arah koalisi partai berlambang Kakbah itu. “Ya nama-nama figur itu kan sudah kami tahu, jadi itu termasuk

yang dibahas, tetapi arah koalisi akan diputuskan di rapimnas,” kata Hasrul. Sekjen DPP PPP Romahurmuziy mengatakan hingga saat ini PPP belum menentukan koalisi dengan partai mana pun. Menurutnya, sejauh ini PPP baru melakukan komunikasi politik kepada bakal calon presiden dan partai politik hanya dalam rangka membangun kerja sama politik. “Majelis musyawarah mengamanatkan kepada personel-personelnya untuk membangun komunikasi lebih intensif, lebih detail, dan lebih membumi, dalam tiga atau empat hari ini kepada seluruh bakal capres dan seluruh parpol untuk memastikan iktikad PPP dalam memberikan dukungan kepada seorang bakal capres. Bukan dukungan untuk mengantarkan kepada kekalahan,” kata dia. Ketua DPP PKB Marwan Jafar mengakui dalam pembicaraan koalisi partainya membawa nama cawapres. Namun, dia menyebutkan kepastian mengenai koalisi dan tokoh yang akan diusung masih menunggu hasil rekapitulasi resmi dari KPU, 9 Mei mendatang. (MI/U1)


Jejak

l

11 7 Mei 2014

Sam Ratulangi

Pahlawan Termasyhur dari Minahasa DOKTOR Ratulangi merupakan pribadi yang haus akan ilmu pengetahuan. Ia rela membanting tulang demi membiayai pendidikannya. Sebagai tokoh yang lahir dan hidup di zaman penjajahan, ia merasakan bahwa penjajahan itu sebagai penghalang perwujudan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, Ratulangi menggunakan segala daya dan upayanya untuk membebaskan bangsanya dari belenggu penjajahan. Dalam upaya mempersatukan seluruh Indonesia, doktor ilmu pasti pertama Indonesia ini pernah mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan “Manifes Ratulangi”, yakni seruan kepada pemimpin-pemimpin Indonesia bagian timur untuk menentang setiap usaha yang bertujuan memisahkan Indonesia bagian timur dari NKRI. Bernama lengkap Gerungan Saul Samuel Jacob (GSSJ) Ratulangi, lahir di Tondano, Sulawesi Utara, pada 5 November 1890. Namanya yang panjang itu merupakan gabungan antara nama kakek pihak ayah (Saul Ratulangi) dan kakek dari pihak ibu (Jacob Gerungan). Ayahnya, Jozias Ratulangi, adalah guru Hoofden School. Dalam masyarakat, sekolah setingkat SMP itu sering disebut “Sekolah Raja”. Di sekolah yang sama pulalah GSSJ Ratulangi menuntut ilmu. Para murid di sekolah itu, selain harus tinggal di asrama, juga diberi fasilitas penunjang lainnya seperti uang buku, uang saku, dan pakaian. Mereka juga diharuskan berpakaian rapi, baju dan celana putih, sepatu, memakai peci atau destar lengkap dengan selempangnya. Agar keberadaan mereka berbeda dengan anak-anak lainnya, mereka harus selalu menjaga penampilan di tempat-tempat umum. Semua peraturan tersebut harus ditaati oleh semua murid. Meski demikian, para murid yang merupakan anak-anak pejabat bumiputera, elite tradisional atau orang kaya itu, merasa bangga karena setelah berhasil menamatkan pendidikannya akan langsung diterima bekerja pada kantor pemerintah atau swasta. Meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi pun bukan hal mustahil buat mereka. Karena perlakuan istimewa yang diberikan kepada murid-murid di sekolah itulah membuat masyarakat menilai mereka sebagaimana halnya dengan “anak raja”. Hal itu pulalah yang membuat sekolah itu disebut Sekolah Raja. Setelah menamatkan pendidikannya di Hoofden School, ia kemudian meninggalkan tanah kelahirannya untuk belajar di Indische Artsenschool (Sekolah Dokter Hindia) di Jakarta. Namun, setibanya di Jakarta, ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke sekolah dokter dan lebih memilih untuk belajar di

Koningin Wilhelmina School (Sekolah Teknik) pada 1904. Empat tahun kemudian ia pun berhasil menamatkan pendidikannya dengan nilai gemilang. Latar belakang pendidikan itu membuka kesempatan baginya untuk bekerja sebagai ahli teknik mesin di daerah Priangan Selatan. Apalagi pada saat itu tengah dilakukan pembangunan kereta api di daerah Bandung, Maos sampai Cilacap. Ratulangi sangat bahagia serta menikmati pekerjaannya saat itu. Namun, kebahagiaan itu sirna seketika karena perlakuan tak adil yang diterimanya. Sebagai orang pribumi, Ratulangi menerima gaji yang lebih rendah dari kawan-kawan sekolahnya yang keturunan Indo-Belanda. Kenyataan itu kemudian memotivasinya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Ia pun meneruskan sekolahnya dengan menempuh pendidikan di Lager Onderwijs (LO) dan Middlebare Acte. Ijazah guru ilmu pasti untuk sekolah menengah di negeri Belanda pun berhasil diraihnya pada 1915. Ia sebenarnya berhasrat untuk kuliah di Jurusan Ilmu Pasti pada Vrije Universiteit Amsterdam, tetapi hasrat itu terpaksa gagal karena ia tak memiliki ijazah HBS (Hogere Burger School) atau AMS (Algemene Middlebare School) setingkat SMA. Dengan nasihat dari Mr. Abendanon, ia pun meneruskan studinya di Universitas Zurich. Pada

1919, setelah empat tahun bekerja keras, Ratulangi berhasil menyandang gelar doktor ilmu pasti dan ilmu alam di Swiss. Ia sekaligus menjadi doktor ilmu pasti pertama Indonesia. Meskipun sedang jauh dari Tanah Airnya, ia aktif terlibat dalam organisasi. Misalnya saat berada di Belanda, ia diangkat menjadi ketua Indische Vereniging yang merupakan organisasi pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda yang kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Jabatan ketua kembali dipercayakan kepadanya ketika ia berada di Swiss, kali ini organisasi yang dipimpinnya adalah Association d’Etudiant Asiatiques (Organisasi Pelajar-Pelajar Indonesia). Perkenalannya dengan Jawaharlal Nehru dan Tojo juga diawali dari keikutsertaannya dalam organisasi tersebut. (U1)


Luber

l

12 7 Mei 2014

Penetapan Hasil Pemilu

Paling Lambat 30 Hari Usai Pemungutan Suara

P

ENETAPAN perolehan suara pemilu legislatif tetap dibatasi masanya. Sebab, hal itu akan memengaruhi proses selanjutnya, yakni pemilu presiden. Untuk itu, diaturlah waktu penetapan hasil pemungutan suara tersebut sesuai UU 8/2011 tentang Pemilu Legislatif. Pasal 205 (1) Hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. (2) KPU wajib menetapkan secara nasional hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pasal 206 (1) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD ditetapkan oleh KPU dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan Bawaslu. (2) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU provinsi dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan Bawaslu Provinsi. (3) Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi peserta pemilu dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Pasal 207 (1) KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah hari pemungutan suara. (2) KPU Provinsi menetapkan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD provinsi paling lambat 15 (lima belas) hari setelah hari pemungutan suara. (3) KPU kabupaten/kota menetapkan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota paling lambat 12 (dua belas) hari setelah hari pemungutan suara.

Pasal 208 Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pasal 209 (1) Partai politik peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208, tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di setiap daerah pemilihan.

(2) Suara untuk penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di suatu daerah pemilihan ialah jumlah suara sah seluruh partai politik peserta pemilu dikurangi jumlah suara sah partai politik peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208. (3) Dari hasil penghitungan suara sah yang diperoleh partai politik peserta pemilu sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) di suatu daerah pemilihan ditetapkan angka BPP DPR, BPP DPRD provinsi, dan BPP DPRD kabupaten/kota dengan cara membagi jumlah suara sah partai politik peserta pemilu sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dengan jumlah kursi di satu daerah pemilihan. n


Jeda

l

13 7 Mei 2014

KPU Jangan Pertaruhkan Kualitas KOMISI Pemilihan Umum diminta untuk tidak memaksakan penetapan hasil rekapitulasi suara Pemilu Legislatif 2014 sesuai tenggat pada 9 Mei. Penetapan lebih baik ditunda jika memang masih bermasalah sehingga hasilnya berkualitas.

P

engamat pemilu dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan seabrek masalah dalam proses rekapitulasi mulai dari tingkat bawah mesti diselesaikan lebih dulu. “Kalau dipaksakan, sementara masih ada yang bermasalah, sama saja KPU membiarkan kesalahan itu terjadi. Konsekuensinya tentu akan mempertaruhkan kualitas hasil pemilu,” ujarnya. KPU awalnya menargetkan penyelesaian rekap hasil penghitungan suara pada 6 Mei, kemudian menetapkannya pada 9 Mei. Namun, hingga kemarin baru 12 dari 33 provinsi yang bisa disahkan. “Di sisa waktu yang tinggal empat hari lagi, KPU harus bekerja maksimal agar bisa selesai tepat waktu. Namun, jika memang belum selesai, KPU tidak perlu memaksakan. Akan aneh jika memaksakan sesuatu yang keliru,” kata Titi. Pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin, juga menilai kualitas hasil pemilu lebih penting ketimbang jadwal penetapan karena berkualitas atau tidaknya hasil akan berkorelasi dengan legitimasi. “Mengubah jadwal pengumuman hasil rekapitulasi tidak melanggar konstitusi. Selama alasan dan instrumennya sesuai hukum yang berlaku.” KPU mendapatkan amanat untuk menetapkan hasil Pemilu 2014 pada 9 Mei sesuai Pasal 207 Ayat (1) UU No. 8/2012. Namun, menurut Irman, UU tersebut lebih berisikan amanat proses, bukan tujuan. “Yang paling penting 1 Oktober para legislator terpilih sudah dilantik. Baru jika hal itu terhambat, KPU paling bertanggung jawab karena menghancurkan tatanan demokrasi.” Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengingatkan pula agar KPU menjaga legitimasi ha-

sil pemilu dengan tidak memaksakan penetapan hasil rekap pada 9 Mei. Ia mendesak dilakukannya evaluasi mulai dari sistem pemilu, yaitu proporsional terbuka, kurangnya fasilitas pendukung, lemahnya kualitas sumber daya manusia, hingga independensi KPU. Pesimistis KPU pesimistis bisa memenuhi target penyelesaian rekapitulasi suara hari ini. Ketua KPU Husni Kamil Manik memastikan rekap di beberapa daerah akan melewati jadwal di Peraturan KPU No. 21/2013 dan bisa berimbas pada molornya penetapan hasil nasional pada 9 Mei. “Karena itu, jika dibutuhkan perubahan PKPU, akan dilakukan karena kami pada awalnya membuat jadwal sedemikian rupa agar provinsi bisa lebih awal dari tenggat,” kata dia. Komisioner KPU Ida Budhiarti mengatakan pihaknya sudah mengajukan perubahan PKPU atas terlambatnya penyelesaian rekap itu ke Kemenkum dan HAM. Hingga kemarin, baru rekap 12 provinsi yang disahkan, yaitu Bangka Belitung, Banten, Jambi, Kalbar, Gorontalo, Sumbar, Bali, Kalteng, Aceh, NTB, Kalsel, dan Sulsel. (MI/U1)


Jeda

l

14 7 Mei 2014

Penentuan Capres-Cawapres

Jangan Instan

KANDIDAT capres-cawapres sebaiknya dimunculkan jauh sebelum pilpres supaya masyarakat dapat mengetahui rekam jejak, pengetahuan, pengalaman, dan kemampunan sang calon. Pasalnya, persiapan kandidat pemimpin bangsa merupakan bagian sejarah panjang yang baik dan mendukung pendidikan politik masyarakat. “Calon pemimpin bangsa harus dipersiapkan dan dimunculkan untuk membuat ketenangan di masyarakat, supaya masyarakat dapat menilai secara gamblang kriteria atas calon pemimpin yang akan dipilihnya,” kata politikus senior PDIP, Rahardi Zakaria, pada diskusi di Jakarta. “Namun, masih banyak parpol menarik capres atau cawapres karbitan, dicomot satu-dua hari prapilpres. Proses yang minim pertimbangan pendidikan politik, juga kaderiasasi tersebut, jelas tidak membangun sistem demokrasi yang baik,” kata anggota DPR Komisi II. Sementara itu, Ketua DPP Partai Hanura Yuddy Chrisnandi mengatakan proses persiapan PDIP menghadapi pilpres sangat baik, meliputi soliditas dan persiapan kandidat capres. “Saya meyakini dari berbagai sumber dan menyimpulkan bahwa PDIP paling solid dan matang langkah politiknya menjelang pilpres. PDIP sudah menghitung hambatan, serangan, dan langkah dalam persiapan panjang capres juga cawapresnya. Meskipun cawapres belum diumumkan, mereka sudah dikalkulasi secara matang, baik Ryamizard Ryacudu, Mahfud M.D., maupun JK,” kata Yuddy. Menurutnya, proses panjang persiapan PDIP menyimpulkan kematangan kandidat capres ataupun cawapres mereka. Setelah mematangkan capres, PDIP juga mematangkan cawapres untuk mendampingi Jokowi. “Seperti menganalisis kriteria untuk cawapres Jawa/luar Jawa, senior/ junior, religius/nasionalis, juga memperhitungkan psikologis internal dan eksternal PDIP. “Proses panjang PDIP tersebut menjadi nilai tambah bagi Jokowi,” ujarnya.

Prabowo-Ical Untuk koalisi Prabowo-Ical, Partai Golkar menunggu Rapat Pimpinan Nasional yang digelar pertengahan Mei. “Apabila mengubah haluan menjadi cawapres, rapimnas forum yang paling sahih untuk menentukan,” kata Ketua Umum Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Priyo Budi Santoso. Aburizal bakrie, yang kerap disapa Ical, mengundang pimpinan dan sayap Partai Golkar untuk menyampaikan aspirasi mereka. Mereka melakukan evaluasi terhadap hasil pemilu legislatif yang jauh dari target. Selain itu, ormas dan sayap minta dilibatkan dalam pengambilan kebijakan partai. Mereka juga mendesak segera dilakukan rapat pimpinan nasional. Ormas dan sayap Golkar meminta pelibatan DPD Golkar tingkat kabupaten/kota diundang sebagai peninjau. Mereka meminta penentuan

calon wakil presiden mesti dilakukan melalui rapimnas. Mereka juga mendesak agar Munas Golkar dilakukan lima tahun sekali. Sinyal Ical menjadi calon wakil presiden muncul setelah dia bertemu dengan calon presiden Gerindra, Prabowo Subianto, di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor. “Kalau saya tidak ada masalah (jadi calon wakil presiden). Prabowo juga tidak ada masalah,” kata Ical seusai bertemu Prabowo. Priyo mengatakan pertemuan itu berlangsung secara terbuka dan tulus. Menurut Wakil Ketua DPR ini, Aburizal mendengarkan aspirasi ormas dan sayap partai ini dengan baik. Meskipun Aburizal sempat beberapa kali merespons dengan bahasa yang keras. Terkait hasil pemilu legislatif yang di bawah target misalnya. Menurut Priyo, hasil itu merupakan hasil dari kinerja kolektif partai. (MI/U1)


Pernik Pemilu

l

15 7 Mei 2014

Sistem Proporsional Terbuka Rentan Politik Uang PENGAMAT politik Burhanudin Muhtadi menyebut Pemilu 2014 sebagai perhelatan politik paling brutal dan menjijikkan. Kesimpulan itu ia dapat setelah mendatangi berbagai daerah pemilihan dan mewawancarai puluhan calon anggota legislatif (caleg). “Wawancara caleg baru ataupun petahana, ada 60 caleg. Semua mengakui adanya money politics,” kata Burhanudin dalam diskusi terkait evaluasi sistem pemilu di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin. Dia heran kalau hal seterang itu tak bisa dideteksi Badan Pengawas Pemilu. Burhanudin menggarisbawahi, secara empiris, sistem proporsional

terbuka yang diterapkan Indonesia justru membuka peluang politik uang. Dia melanjutkan dalam sistem kelembagaan politik, ketika satu daerah pemilihan memiliki banyak kursi, peluang politik uang semakin besar. Pasalnya, ada partai yang mengharapkan kursi sisa di daerah pemilihan tersebut dengan memberi sejumlah uang ke daerah pemilihan dengan banyak kursi. “Ada sinyalemen, ada tiga partai melakukan money politics, termasuk di daerah pemilihan gemuk. Di daerah pemilihan Jawa itu gemuk-gemuk (banyak kursi sisa). Dalam sistem politik di mana konstituen yang diperebutkan lebih kecil, money politics lebih besar. Kalau elektoratnya kecil, jual beli suara lebih besar,” ujarnya. Sementara itu, ketika wilayah suara yang diperebutkan lebih besar, lanjut Burhanudin, kemungkinannya hanya pada diberikannya sejumlah dana

hibah atau bantuan sosial. Hal-hal seperti itulah yang harus diantisipasi. Pemerhati pemilu, Titi Angraini, tak merasa heran bahwa banyak wakil rakyat dan pemimpin hasil pemilu korup. Sebab, politik uang sangat terbuka. Bahkan, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi itu, sejak pembahasan UU terkait pemilu, kompromi demi kompromi sudah jelas terlihat. Menurut Titi, sistem apa pun yang digunakan Indonesia tak akan berhasil selama parpol tak melakukan kaderisasi dengan benar. Apalagi, dalam sistem proporsional terbuka dengan pemenang ditentukan suara terbanyak bisa menimbulkan kanibalisme antarcaleg dalam satu parpol yang sama. “Kader parpol biasanya ketutupan dengan mereka yang menjadikan parpol sebagai event organizer,” kata Titi. (MI/U1)


Geliat Antikorupsi

l

16 7 Mei 2014

Waspadai Jual Beli Perkara DEPUTI Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menduga akan ada panen perkara terkait Pemilu Legislatif 2014 ini. Hal tersebut, menurut Hafidz, berpotensi muncul karena adanya praktik jual beli dalam proses sengketa di Mahkamah Konstitusi. “Dimulai dari bawah hingga saat persidangan. Indikasi potensi tersebut dimulai dari banyaknya persoalan dokumen C1 sebagai salah satu basis data gugatan nanti pada saat persidangan di MK,” ujar Hafidz saat dihubungi Media Indonesia (grup Lampung Post), Sabtu (3/5). Persidangan di MK akan menyandingkan banyak sekali data angka dari hasil rekapitulasi di setiap tingkatan. Sekarang ini, lanjut Hafidz, persoalan mendasar tentang pemilu pascahari H terletak pada formulir rekapitulasi. “Potensi ini sebenarnya menjadikan MK perlu berhati-hati dalam melihat kembali bukti-bukti yang diajukan para pihak,” kata Hafidz. Ketelitian dalam memeriksa bukti akan mengurangi praktik kecurangan yang dilakukan. Namun, sebaliknya, sambung Hafidz, apabila MK bersama seluruh jajarannya justru bermain dengan situasi tersebut, potensi jual beli

perkara dari situasi yang memang rumit akan kian bermunculan. Pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin, menilai sebaliknya. Dia berpendapat tidak ada kecenderungan MK melakukan permainan jual beli suara pada pileg, seperti apa yang pernah terjadi pada kasus sengketa pemilukada yang melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar. Menurutnya, kasus tersebut merupakan problem individu yang melakukan korupsi sehingga tidak ada indikasi kelembagaan akan melakukan kecurangan. Pasca-kepemimpinan Akil, ia percaya hal serupa tidak akan terulang di tangan Ketua MK Hamdan Zoelva, apalagi saat ini MK sedang dalam sorotan publik. “Enggak ada, sampai sekarang indikasi kasus kemarin itu akibat individunya saja, bukan penyakit kronis kelembagaan,” ujar Irman. Ia melanjutkan publik tidak perlu khawatir akan hal tersebut sebab dampaknya bisa sampai diskualifikasi. “Karena mencoba-coba menggoda, yang bersangkutan bisa didiskualifikasi. Saya rasa tegaskan saja, MK harus beri sinyal ke publik jangan coba-coba atau dari 13 parpol menggoda siapa pun karena akan didiskualifikasi,” kata dia. (MI/U1)

Masykurudin Hafidz


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.