Ekraf 18 juli 2013

Page 1

Wisata Tulangbawang,

Warisan UNESCO Halaman. 3 No III / 18 Juli-22 Agustus 2013

Kain Maduaro, Kreasi Budaya Tulangbawang H

ASIL kebudayaan Lampung ternyata banyak ragam dan rupa. Selain sulaman usus dan tapis yang kini sudah mendunia, di Kabupaten Tulangbawang ada juga kain tradisional yang nyaris dilupakan orang, yaitu kain maduaro. Saat ini kain maduaro telah dijadikan ikon Tulangbawang. Tulangbawang pun siap menjadi sentra perajin terbesar kain maduaro yang dipusatkan di Kecamatan Banjaragung. Ketua Dekranasda Kota Bandar Lampung Erna Suud menjelaskan kain maduaro sebenarnya sudah lama ada. Kain ini sempat terkenal saat masa pemerintahan Tulangbawang dipimpin Santori Hasan. Waktu itu, saat otonomi daerah (otda) dikembangkan di Lampung, tidak terkecuali Tulangbawang, kain maduaro sudah diperkenalkan kembali oleh ibu Santori Hasan, selain sulaman usus. “Namun, setelah masa pemerintahan beliau (Santori Hasan) berakhir, kain maduaro kurang dipromosikan kembali sehingga perajinnya pun satu per satu mulai meninggalkan menyulam kain maduaro,” kata Erna Suud, saat ditemui wartawan Ekraf di Rumah Makan Kayu, Minggu (7-7). Kini saat Tulangbawang dipimpin ­Hanan A. Rozak-Heri Wardoyo, kain maduaro kembali diangkat ke permukaan. Bahkan, sekitar 30 perajin yang dulu sempat berhenti mulai digiatkan kembali. “Semua sudah kami kumpulkan. Namun, memang dalam pembinaan perajin dan pengembangan kain maduaro kami butuh biaya yang cukup besar dan itu sudah mulai dilakukan,” kata Erna. Kain maduaro, kata dia, saat ini sudah menjadi ikon Kabupaten Tulangbawang. Apalagi, Dinas Koperindag Tuba dan Dekranasda setempat telah bekerja sama membangkitkan kembali gairah kain maduaro. “Kami bersama Koperindag Tuba sudah menggelar pelatihan pembuatan kain maduaro dengan

mengumpulkan warga putus sekolah untuk menjadi perajin andal.” Ketua Tim Penggerak PKK Tulangbawang itu juga menjelaskan saat ini kain maduaro mulai dipamerkan di eventevent provinsi maupun nasional. Saat ini pula, sudah banyak peminat kain maduaro dari dalam maupun luar negeri. “Alhamudullilah juga perajin di Tulangbawang aktif. Saat ini kami sedang mengembangkan maduaro melati kuncup,” kata dia. Erna, didampingi Kepala Koperindag Tulangbawang Supriyanti, juga menjelaskan saat ini kain maduaro sudah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk desain dan modelnya. Hal itu mengingat adanya kaitan erat dengan sejarah Tulangbawang sebagai kabupaten. “Kami melakukan hak paten juga agar desain dan model kain maduaro tidak diakui oleh negara lain. Ditanya apakah kain maduaro hanya terfokus dibuat fashion saja, Erna menjelaskan kalau kain tradisional itu sudah dibuat motifnya pada kopiah, selendang, baju gamis, serta baju koko corak maduaro. Sulaman maduaro juga sudah dibuat kaligrafi, seperti nama Allah dan Muhammad. “Kami ingin kain maduaro juga seperti tapis dan sulaman usus yang memang sebenarnya juga banyak perajinnya di Tulangbawang. Ke depan, kain maduaro bisa go international dan warga asing banyak yang menggunakannya,” kata dia. (LUKMAN HAKIM/KRAF)

n EKRAF/ ZAINUDDIN

Erna Suud Hanan A. Razak

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Dekaranasda Tulangbawang


2 18 Juli 2013

ekraf

torial DAFTAR ISI

Wisata dan Budaya Jati Diri Daerah

S

Lukman Hakim

EBELUM kemerdek a a n , Kota Menggala, Tulangbawang, biasa disebut Paris van Lampung. Menurut peta sejarah kebudayaan dan perdagangan di nusantara, Tulangbawang merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, di sam­ping Kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan sejarah yang meng­ ungkapkan keberadaan kerajaan ini, catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4, seorang pe­ ziarah Buddha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya To-Lang PoHwang (Tulangbawang) di pedalaman Chrqse (Pulau Emas Sumatera). Menggala (juga Pagardewa) merupakan salah satu kota tertua di Provinsi Lampung. Tidak heran, sejak dahulu seni dan budaya daerah ini sudah berkembang dan salah satu hasil budaya yang terus dikembangkan sampai saat ini adalah kain maduaro. Kain maduaro yang sudah ada sejak abad ke-18, kini sudah menjadi ikon Tulangbawang.

Memang diakui, maduaro belum se­ tenar sulaman usus dan tapis yang memang juga berasal dari Tulangbawang. Dibutuhkan peran pemerintah daerah yang sangat besar dan konsisten dalam pengembangan kain tradisional asli Tulangbawang ini mengingat kain maduaro sebenarnya sempat berjaya pada masa Bupati Santori Hasan. Saat ini semua kabupaten/kota dan provinsi memiliki lembaga Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang dipimpin langsung istri kepala daerah. Hal ini seharusnya makin menunjukkan eksitensi kain tradisional Lampung, tidak terkecuali kain maduaro, yang diperkenalkan ke dunia luar sebagai salah satu warisan budaya yang wajib dilestarikan. Tidak mudah memang, tetapi selagi kita mau, pasti ada jalan dan bisa dilaksanakan. Siapa sangka, sulaman usus yang dulu hanya pelengkap pakaian adat Lampung (sebagai bebe), kini sudah menjadi fashion yang sangat eksotik dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Siapa sangka tapis yang nyaris tidak ada perajinnya, kini justru makin dikenal di dunia internasional. Ke depan, kain maduaro dapat sejajar dengan kain-kain tradisional Lampung khususnya, dan kain tradisional nusantara umumnya. Kita pun kini berharap agar kain maduaro menjadi salah satu identitas warisan budaya nusantara asal Tulangbawang yang diakui secara nasional dan internasional, seperti tapis dan sulaman usus. Semoga. n

INFO Tulangbawang Banyak Potensi Wisata

4

TRADISI ‘Cuak Mengan’, Tingkatkan Silaturahmi

5

REPCIL Kreasi Seniman di Pasar Seni Enggal

6 7

GALERI CORAK Dekranasda Tulangbawang Giat Promosikan Maduaro

8-9

WISATA Kota Budaya Bernama Tulangbawang

10-11

SANTAP Menikmati Serabi di Enhaii Soerabi Bandung

12

RESEP Engkak Ketan

13

BUDAYA Rumah Adat itu Tak Habis Digerus Zaman

14-15

Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Wakil Pemimpin Umum: Djadjat Sudradjat. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Djafar H. Assegaff, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Redaktur Pelaksana: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti. Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Asisten Redaktur Pelaksana: D. Widodo, Umar BaktiRedaktur: Heru Zulkarnain, Hesma Eryani, Muharam Chandra Lugina, Nova Lidarni, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Kristianto, Lukman Hakim, Musta’an Basran, Rinda Mulyani, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Delima Napitupulu, Iyar Jarkasih, Ricky P Marly, Sony Elwina Asrap. LAMPOST.CO Redaktur: Amirudin Sormin. Asisten Redaktur: Adian Saputra, Sulaiman. Content enrichment redaktur: Alhuda Muhajirin. Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Susilowati. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Nani Hasnia. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo, Dedi Kuspendi. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Sudiono (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Meza Swastika, Mif Sulaiman, Sayuti, Widodo. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Harga: Eceran per eksemplar Rp3.000 Langganan per bulan Rp75.000 (luar kota + ongkos kirim). Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampungpost.com e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@yahoo. com. DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, ­WARTAWAN LAMPUNG POST DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA ATAU ­MEMINTA IMBALAN DENGAN ALASAN APA PUN.


3 18 Juli 2013

ekraf

Tabik Pun

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemkab Tulangbawang

Wisata Tulangbawang,

Warisan UNESCO POTENSI Pariwisata Way Tulangbawang merupakan salah satu pekerjaan rumah bagi pasang­ an Handoyo (Hanan A. RozakHeri Wardoyo) dalam melakukan pengembangan pariwisata di daerah itu. Banyak sekali yang perlu digali dalam pengembangan kawasan wisata di daerah tersebut.

Hanan A. Razak

Menurut Bupati Tulangbawang Hanan A. Rozak, potensi Way Tulangbawang memberikan peluang untuk peningkatan pariwisata, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, agar dapat menjaga sifat keandalannya yang belum tampak konstribusinya pada masalah peningkat­an fungsi dan peran. Kurangnya investor menjadikan kendala dalam pengembangan wisata Way Tulangbawang. “Suasana tradisional dengan arsitektur khas Lampung banyak sekali ditemui di sepanjang sungai tersebut, seperti rumah maupun tempat singah. Pada waktu tertentu, upacara tradisional masih banyak ditemui,” kata dia. Proses akulturasi budaya memengaruhi pembentukan pola-pola daerah permukiman. Perkampungan penduduk asli di Lampung masih banyak dijumpai mengikuti jalan, garis pantai, serta aliran sungai dengan pola linear dan pola mengelompok secara sporadis pada wilayahwilayah pertanian. Sementara penduduk pendatang umumnya bermukim pada kantong-kantong permukiman yang sudah terbentuk dengan dan atau tanpa pengaturan, seperti lahan transmigrasi dan permukiman tradisional/perkampungan (desa-desa). Menurut Hanan, Way Tulangbawang dapat dijadikan sebagai arena olahraga rutin tahunan, misalnya lomba perahu hias, lomba dayung, dan lomba memancing, serta dapat dijadikan sebagai objek wisata petualangan, berperahu, dan berkemah di pinggir sungai sambil me-

mancing. Selain itu, bisa dijadikan sebagai tempat mencari rezeki para nelayan. Di samping itu juga dapat dibangun rumah makan terapung dan pusat penjualan makan­ an khas serta suvenir Tulangbawang. Apalagi, wilayah itu memiliki event tahunan, seperti Festival Megou Pak Tulangbawang. Tujuannya mempromosikan potensi objek pariwisata dan pelestarian kebudayaan lokal serta dapat mendatangkan kunjungan wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Sementara Wakil Bupati Tulangbawang Heri Wardoyo menjelaskan memang sangat antusias membangun potensi wisata daerah yang dipimpinya. “Memang potensi wilayah untuk mengembangkan Way Tulangbawang sangatlah banyak dan bisa dibagi menjadi beberapa objek wisata yang berbeda. Sektor wisata perairan adalah andalan yang banyak disukai oleh wisatawan asing maupun lokal. Itu yang akan kami pikirkan dan secara bertahap saya akan melakukan konsultasi dengan beberapa pakar pariwisata, ter­ utama dalam mengembangkan potensi wilayah tersebut menjadi objek wisata yang bisa dijual ke mancanegara,” kata Heri. Dia juga menjelaskan daerahnya memiliki potensi wisata yang cukup banyak dan menjanjikan. Bahkan, banyak potensi wisata yang bisa dijual ke dunia internasional dan menjadi warisan UNESCO. “Salah satunya potensi wisata adalah melepasliarkan kerbau di kawasan Way Tulangbawang,” kata dia. (RIAN PRANATA/KRAF)

Heri Wardoyo


4 18 Juli 2013

ekraf

Info

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemkab Tulangbawang

Tulangbawang Menyimpan Banyak Potensi Wisata Danau Wirabangun dan Bawanglambu Bawanglambu terletak di Kecamatan Pagardewa, sekitar satu jam dari Kota Menggala, adalah sebuah danau yang memiliki pemandangan indah (flora). Kawasan itu juga dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai mata pencaharian untuk mencari ikan. Di danau ini terdapat dua makam yang dianggap keramat oleh masyarakat sekitar, yaitu makam Menak Makdum dan Menak Melako. Konon, menurut sejarah, adalah kakak beradik dan merupakan keturunan Menak Indah (Tuan Rio Sanak) dari Panaragan. n EKRAF/DOKUMENTASI

Salah satu rumah adat di Kabupaten Tulangbawang

SELAIN sebagai ibu kota Kabupaten Tulangbawang, Menggala merupakan salah satu kota tua yang berkembang sejak Pemerintahan Kolonial Belanda. Ciri khas kehidupan tradisional, kesibukan sebagai kota pelabuhan sungai, pola permukiman, rumah-rumah tua, dan tata kehidupan asli masih sangat terlihat. Beberapa fasilitas yang tersedia, yaitu hotel, wartel, rumah makan. Menggala cukup menarik bagi mere­ka yang menyenangi budaya dan sejarah lama, kehidupan tradisional dan kesibukan perdagangan tradisional di Pasar Lama dan Pelabuhan Sungai Tulangbawang yang membelah Kota Menggala. Potensi kepariwisataan Kabupa­ ten Tulangbawang meliputi potensi produk dan produksi pasar pariwisata. Potensi produk pariwisata di kabupaten ini, terdiri dari objek, akomodasi, restoran, kerajinan/ cendera mata, serta pos dan telekomunikasi. Sementara potensi pasar terdiri dari potensi pasar potensial dan pasar aktual. Kabupaten Tulangbawang memiliki berbagai objek wisata budaya/sejarah dan wisata alam yang dapat diandalkan. Objek wisata ini tersebar di beberapa

kecamatan. Objek wisata alam terdiri dari rawa-rawa, sungai, dan danau. Kabupaten Tulangbawang menyimpan berbagai potensi pariwisata yang layak dikembangkan, antara lain tur sungai di Sungai Tulangbawang. Di sana terdapat perkampungan di atas air di Kualateladas, areal konservasi Rawapitu, Rawapacing, dan Bujungtenuk. Kawasan rawa Bujungtenuk di Kota Menggala merupakan daerah rawa pasang surut yang menjadi tampungan air di musim hujan secara alami, sehingga saat musim hujan terlihat seperti danau yang sangat luas dan tentu saja pemandangannya sangat indah. Pada musim kemarau kawasan ini menjadi padang luas yang dilalui oleh berbagai jenis burung spesies langka di dunia dan dapat dijadikan untuk menggembala ternak masyarakat. Objek wisata ini berlokasi di jalan lintas timur Sumatera dan sebagian berada di trans-Asean. Selain itu, Kawasan rawa Bawanglatak juga berada di Kecamatan Menggala, merupakan objek wisata alam dan petualang­ an yang berada kurang lebih 3

km dari pusat kota. Sementara kawasan wisata Rawapacing terletak di Kecamatan Banjaragung (Bakung, Kecamatan Menggala), merupakan lahan basah dengan luas 12 ribu ha yang memiliki pemandangan yang indah, kekayaan flora, dan fauna. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah berperahu, berkemah, tracking, dan lain-lain. Objek wisata lainnya adalah kawasan Cakat, yang merupakan objek wisata alam berupa kawasan rawa di Kecamatan Menggalasu­ ngai dan Danau Way Tulangbawang. Sementara Rawapitu merupakan salah satu areal konservasi di Kabupaten Tulangbawang yang terletak di Kecamatan Gedungaji. Di sini terdapat berbagai jenis vege­ tasi, hewan tropis, serta ratusan spesies burung yang bermigrasi antarbenua. Tempat ini sangat cocok untuk berwisata sambil mengadakan penelitian ilmiah. Selanjutnya, di Kualateladas terdapat perkampungan masyarakat di atas air. Namun, mereka juga memanfaatkan sungai untuk keramba yang hasilnya di jual ke luar Lampung. Wisatawan dapat menikmati river tour serta farm and rural tourism. n

Wisata Kuliner RUMAH MAKAN COMMETHA Jalan Buaybulan, Desa Lebuhdalam III/44, Menggala, Telp. (0726)21084 RUMAH MAKAN SIMPANGJAYA Desa Lebuhdalam, Dusun Talangdagang, Kecamatan Menggala, Tulangbawang. RUMAH MAKAN LESTARI Desa Dwi Wargajaya, Tulangbawang RUMAH MAKAN SOPONYONO Desa Dwi Wargajaya, Tulangbawang RUMAH MAKAN JATIWANGI Kecamatan Tulangbawang Tengah, Tulangbawang

Kota Bandar Lampung - Pantai Duta Wisata - Jl. R.E. Marthadinata - Pantai Tirtayasa - Jl. R.E. Marthadinata - Pantai Puri Gading - Jl. R.E. Marthadinata - Taman Wisata Bumi Kedatun - Jl. Wan Abdurahman - Wisata Alam Batu Putu - Jl. Wan Abdurahman - Taman Kupu-kupu - Jl. Wan Abdurahman - Taman Dipangga - Jl. W.R. Supratman - Nuwo Olok Gading - Jl. Basuki Rahmat - Taman Hutan Kota - Jl. Soekarno-Hatta - Lembah Hijau - Jl. Wan Abdurahman


5 18 Juli 2013

ekraf

Tradisi

‘Cuak Mengan’,

Tingkatkan Silaturahmi

M

AKANAN bagi masyarakat Indonesia merupakan alat pemersatu keluarga, teman, atau orang yang tidak dikenal. Bagi masyarakat Lampung sendiri, setiap ada kegiatan pesta adat selalu ada hidangan santap yang dimakan bersama-sama. Bagi masyarakat Lampung, makanan yang sudah menjadi tradisi adalah seruit (hidangan utama dengan menu ikan dan sambal). Bahan-bahan utamanya, yaitu ikan, sambal terasi, tempoyak (durian fermentasi), mangga, serta lalapan. Semua­ nya dicampur menjadi sambal beraroma khas. Rasanya yang asam, pedas, dan segar nikmat disantap bersama nasi ­hangat. Apalagi jika ditemani dengan pindang patin dan serbat (jus mangga kuini). Seruit sering disajikan saat berkumpul dan bersilaturahmi. Tradisi turun temurun ini terutama dimiliki suku Lampung Pepadun. Tuan rumah akan menggelar aneka lauk-pauk, seruit, serta lalapan di tikar untuk disantap bersama-sama dengan tangan. Semua orang duduk mengelilingi hidangan tersebut sambil asyik mengobrol tentang apa saja. Sayur atau lalapan juga sering dimasuk-

kan. Daun singkong, daun pepaya, terung hijau, kangkung, atau bayam biasanya direbus terlebih dahulu, sementara mentimun, jengkol, daun jambu mete muda, kacang panjang, wortel, serta daun kemangi dibiarkan mentah. Tradisi nyeruit (menyantap seruit bersama-sama) memang asli Lampung, tetapi undangan perjamuan ini tidak hanya berlaku bagi warga setempat. Kegiatan inilah yang biasa disebut cuak mengan (makan bersama) yang menjadi bagian dari prosesi perkawinan adat Lampung juga sering dihadiri warga pendatang. Dengan berkumpul menyantap seruit, pendatang merasa diterima dengan ­hangat dan dapat melebur dengan warga asli. Nyeruit memang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Lampung. Seruit merupakan hidangan rumahan yang sulit ditemui di warung-warung makan atau restoran. Bukan saja hanya seruit yang menjadi pokok pembahasan dalam pertemuan silaturahmi, tetapi cuak mengan itu yang kadang menjadi pengikat tali silaturahmi antara warga asli dan pendatang. Anda pernah mencobanya? (LUKMAN HAKIM/DBS/EKRAF)

n EKRAF/ZAINUDDIN

Suasana nyeruit yang menjadi budaya masyarakat Lampung

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemkab Tulangbawang


6 18 Juli 2013

ekraf

Repcil

Kreasi Seniman di Pasar Seni Enggal B EBERAPA waktu lalu, kami berempat jalan-jalan ke Pasar Seni Enggal, Bandar Lampung. Hmm, tetapi kok sepi sekali ya? Di sana ada beberapa pondokan kecil. Ya, beberapa ada barang-barangnya sih, pondokan itu tidak benar-benar kosong. Namun, banyak yang tutup. Kami intip ke dalam, barang-barang berupa lukisan, patung-patung banyak yang berdebu. Hari itu hanya ada tiga pondokan yang buka, termasuk gedung utama Enggal. Di sana ada pondok Sanggar Sangsaka, yang membuat perlengkapan untuk seni tari. Kami bertemu dengan Pak Helmi yang asyik meraut buluh untuk membuat kipas untuk para anggota seni tari di sebuah sekolah di Bandar Lampung. Menurut dia, Sanggar Sangsaka itu sudah sejak Pasar Seni Enggal berdiri sekitar tahun 1990. “Jadi, saya sendiri di sini sudah sejak berdirinya Pasar Seni ini,” ujar Pak Helmi yang terus meraut buluh-buluh itu. “Selain bikin kipas, bikin apalagi Pak?,” tanya kami. “Macam-macam, kadang bikin topeng, tombak, kendi dari gernuk, atau tampah untuk tari-tarian tradisi dan kreasi,” ujar dia. Wah, hebat, Pak Helmi kreatif juga ya! Pak Helmi mengatakan yang paling ba­nyak dipesan adalah kipas sebagai perlengkapan tari kreasi. Kipas yang dibuat Pak Helmi berbeda dengan kipas biasa. Jika ditutup dan dibuka, kipas ini menimbulkan bunyi yang keras. Nah, bunyian ini menjadi salah satu daya tarik dalam tari-tarian kreasi. “Sanggarsanggar tari dari sekolah dan kampus sering memesan kepada kami,” ujar dia. Pak Helmi tidak bekerja sendirian, mereka ada beberapa tim yang terdiri dari seniman seni rupa, seni tari, dan seni lukis. Selanjutnya, kami berjalan mendekati GOR Saburai. Pas di belakang gedung besar ini terdapat pondok Gudang Rupa. Kami bertemu dengan Kak Riky Def dan Kak Andre. Mereka berdua sedang asyik membuat

n EKRAF/IKHSAN

Riki, salah seorang pelukis di pasar seni Enggal sedang menunjukkan beberapa lukisan kepada repcil Lampost.

lukisan orang. Di dalam pondokan itu terdapat banyak lukisan, ada yang besar dan ada juga yang kecil-kecil. Ada satu lukisan yang cukup menarik, yaitu gambar tikus berwarna hitam abuabu yang sedang menggigit apel berwarna merah. “Lukisan ini bagus ya Kak, siapa yang melukisannya” ujar kami. “Itu saya yang melukis,” jawab Kak Riki Def. Eh, iya, di sana ada tanda tangan dan nama Kak Riky Def kok, hehehe. Temanteman mau tahu berapa harganya? Kak Riki menawarkannya sekitar Rp20 juta. Wow, kalau lukisan para seniman itu laku semua, pastinya mereka pada kaya-kaya ya? Menurut Kak Riky, di Gudang Rupa itu berkumpul banyak pelukis, di antaranya ada Kak Wicak, Kak Ucok, dan Kak David. Mereka semua secara bergantian membuka pondokan di Pasar Seni ini sambil terus melukis. Menurut Kak Riky, para pelukis itu sering melukis sesuatu yang dipikirkan dan diinginkan.

Contohnya lukisan tikus-tikus yang memakan apel-apel merah menyala itu. “Saya melukis ini karena senang saja dengan pilihan warnanya yang kontras,” ujar dia. Nah, lukisan-lukisan seperti ini akan dipamerkan di acara-acara pameran seni. Selain melukis yang indah-indah sesuai pikiran mereka, para pelukis ini juga menerima pesanan lukisan. Misalnya, melukis foto pasangan suami-istri atau foto keluar­ ga sesuai pesanan pelanggan. Siang itu, kami hanya melihat dua pondokan ini saja yang terbuka. Sementara yang lainnya tertutup. Padahal, menurut Pak Helmi, di sini ada 27 pondokan, 10 pondokan merupakan binaan Dinas Pariwisata Bidang Ekonomi Kreatif dan sisanya dikelola oleh pihak swasta. Bagaimana ya, agar Pasar Seni Enggal ini ramai dan menjadi salah satu tujuan wisata di Lampung? Mari, kita pikirkan bersama! (RINDA MULYANI/KRAF)

n EKRAF/IKHSAN

Repcil Lampost sedang mengamati seorang pelukis

n EKRAF/IKHSAN

Repcil Lampost sedang mengamati pengrajin bambu.

Reporter Cilik ‘Lampung Post’ Bientang Matahacinmi Zoelvan Sidiq (SD Al Azhar 2), Dyah Ayu Elsa Pitaloka Marantika (SD Sejahtera 1), Nabila Qumairanita (SD Al Azhar II), dan Zeva Dimi ­Imtiyaz (SDIT Permata Bunda)


7 18 Juli 2013

ekraf

Galeri

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Dekaranasda Tulangbawang

Selendang Maduaro Motif Setengah Rp700.000

Kopiah Rp100.000-Rp175.000

Kaligrafi

(Tanpa Bingkai) Rp175.000

Selendang Maduaro Motif Penuh Rp1.300.000

Baju Koko Maduaro Rp400.000


8 18 Juli 2013

ekraf

Corak

Dekranasda Tulangbawang Giat Promosikan Maduaro PEMERINTAH Kabupaten Tulangbawang melalui Dekranasda setempat sedang giat mempromosikan kain maduaro yang kini menjadi ikon daerah setempat. Upaya yang dilakukan Dekranasda Tulangbawang saat ini adalah mengumpulkan kembali perajin yang sudah mati suri akibat kurangnya peran Pemkab setempat dalam pengembangannya. “Saat ini, kami bangunkan kembali perajin yang sudah vakum. Kain maduaro adalah kain khas Tulangbawang, memang sudah seharusnya, kami dari Dekranasda mengembangkan warisan budaya ini,” kata Ketua Dekranasda Tuba Erna Suud, kepada Ekraf, Minggu (7-7). Pada pemerintahan Hanan A. Rozak-Heri Wardoyo, kata Erna, Pemkab setempat sangat peduli dengan warisan budaya yang se-

meningkat menjadi 85 orang. Namun, pada 2010, akibat otonomi daerah, Tulangbawang dipecah menjadi tiga kabupaten (Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Mesuji), perajin yang aktif hanya tinggal lima orang. “Waktu itu, pusat perajin terba­ nyak di Desa Banjaragung, Unit II. Karena, memang waktu itu tidak ada peran dari Dekranasda, perajin mati suri. Selain kurang modal juga tidak ada jalur pemasaran hasil kerajinan yang mereka kerjakan,” kata dia. Saat ini, seiring pergantian pemimpin di Kabupaten Tulangbawang dengan Ketua Dekranasda Erna Suud, geliat perajin kain maduaro kembali bersema­ ngat. Dia juga mengatakan saat ini pengembangan kain maduaro

n EKRAF/ZAINUDDIN

Pengurus Dekranasda Tulangbawang sedang menunjukkan kain maduaro

jak ratusan tahun lalu ada. Apalagi, perajin kain maduaro memang asli dari Tulangbawang selain sulaman usus yang sudah dimodifikasi dalam berbagai bentuk fashion. Ruslan Ali dari Bidang Program Pengembangan dan Promosi Dekranasda Tuba menjelaskan pada 2003, saat Kabupaten Tulangbawang berdiri, sebenarnya sudah ada 65 perajin kain maduaro. Setelah dilakukan pelatihan sebanyak tiga kali, jumlah perajin

dipusatkan di Sanggar Besapen II, yang mana Sanggar Besapen I adalah perajin sulaman usus. Kepala Dinas Koperindag Tulangbawang Supriyanti menjelaskan setelah dilakukan kerja sama antara pihaknya dan Dekranasda, saat ini sudah ada puluhan perajin yang dilatih dalam pengembangan kain maduaro. “Sudah kami awali pengembangannya dengan melakukan pelatihan-pelatihan bagi perajin

muda dari perajin senior. Nantinya, hasil dari pembuatan kain maduaro akan kami tampung dan siap kami pasarkan ke beberapa event lokal di Lampung maupun event nasional dan internasional,” kata dia. Dia juga mengatakan kain maduaro bukan hanya dijadikan sebagai pakaian adat asal Tulangbawang, melainkan siap dijadikan beberapa produk unggulan lainnya, di antaranya jilbab, fashion, selendang, dan berbagai macam model hiasan dinding. “Kami akan perkenalkan secara perlahan, tetapi pasti kerajinan asal Tulangbawang ini. Ke depan seluruh kecamatan ada perajin kain maduaro yang sudah menjadi warisan nenek moyang kami dulu.” Kain maduaro merupakan kain sulam asal Lampung berupa selendang yang biasa dijadikan sebagai penutup kepala bagi kaum perempuan. Kain ini biasanya digunakan dalam acara sakral, misalnya, digunakan dalam upa­ cara adat Menggala. Dalam ajang Lampung Fair 2013, Pemkab Tuba mengemas serta memamerkan kain maduaro dalam berbagai bentuk kerajinan. “Ditetapkannya Banjaragung sebagai pusat kerajinan kain maduaro karena wilayah tersebut masih didapati perajinnya sehingga ke depan wilayah itu dapat menjadi pilot project pengembangan kerajinan sulaman kain maduaro,” ujar dia. Supriyanti menjelaskan kain maduaro sengaja dijadikan produk unggulan yang dipamerkan Kabupaten Tuba sebagai upaya pelestarian budaya leluhur masyarakat Lampung. “Kain ini sudah ada sejak abad ke-18, ini merupakan warisan budaya leluhur yang patut dilestarikan. Kami jadikan produk kerajinan unggulan supaya kain ini dapat dikenal masyarakat luas,” kata Supriyanti. (LUKMAN HAKIM/KRAF)

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Dekaranasda Tulangbawang


9 18 Juli 2013

ekraf

Corak

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Dekaranasda Tulangbawang

Maduaro

Warisan Budaya Daerah G

ELIAT promosi seni, budaya, dan kerajinan Tulangbawang saat ini memang sangat terasa. Walaupun kurang dalam setahun memimpin Dekranasda Tulangbawang, sang Ketua Erna Suud Hanan sudah tancap gas demi majunya hasil kerajinan daerah setempat. Bahkan, saat ini semua kecamat­ an di Tulangbawang telah dibentuk grup kerajinan dengan pola one

n EKRAF/ ZAINUDDIN

Erna Suud Hanan A. Razak/Zaidirina Heri Wardoyo

villege one produck (OVOP), satu daerah satu produk unggulan yang harus dikembangkan. Misalnya, kawasan Banjaragung dengan produk utamanya kain maduaro, kawasan Teladas dengan produksi terasi, dan Kecamatan Menggala dengan produk unggulan ikan asin.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Tulangbawang Supriyanti menjelaskan dalam pengembangan seni, budaya, dan kerajinan yang ada di Tulangbawang, pihaknya bekerja sama dengan Dekranasda setempat untuk giat mengembangkan produk kerajinan yang ada, salah satunya, kain maduaro yang dipusatkan di Banjaragung. “Kelemahan kami selama ini memang pada pembinaan dan bantuan pemasaran yang dialami perajin. Namun, kami sudah berbuat dengan melakukan pembinaan dan pelatihan. Bulan lalu, kami sudah melakukan pelatihan bagi 20 orang perajin kain maduaro,” kata dia. Supriyanti yang biasa disapa Upik ini, juga menjelaskan kalau Dekranasda Tulangbawang menarget 15 kecamatan yang ada di kabupaten ini, pada 2015 sudah memiliki OVOP, yang dapat menonjolkan kekhasan kecamatan masing-masing. Terkait pengembangan kain madua­ ro, Erna Suud menjelaskan pihaknya sudah memberikan bantuan modal pengadaan alat kepada perajin. Dia menjelaskan untuk proses pembuatan kain maduaro, masing-masing motif sulaman membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Misalnya, motif bulu ayam penuh, dapat dikerjakan selama dua minggu, sedangkan motif mawar dengan bunga di atas dapat dilakukan dalam waktu 4 sampai 5 hari. “Semua hasil kerajinan kain maduaro dari perajin sudah kami kenalkan dalam pameran Inacraf di Jakarta. Alhamdulillah, prospek pasar sangat tinggi. Saat ini saja, sudah ada pemesan dari Singapura dan Batam,” kata dia. Soal penjualannya sendiri, kata Erna, perajin bisa menjual langsung kepada pembeli atau pemesan. Atau juga bisa menjual melalui Dekranasda. “Intinya, kami ingin kain maduaro dapat dikenal luas, baik di dalam maupun luar negeri,” kata dia, yakin. (LUKMAN HAKIM/KRAF)

BIODATA Nama : Erna Suud Hanan A. Rozak Lahir : Jakarta, 21 September 1963 Ayah : Drs. H. Ibnu Suud (Alm.) Mantan Asisten II Sekprov Lampung Ibu : Umillah Suud Anak : 1. M. Aris Pratama Hanan (23) 2. Sella Rahmi Putri (21) 3. Triana Puspita Putri (17) 4. Salsabillah Ramadani Putri (10) Kurang dari 1 tahun memimpin Dekranasda Tulangbawang, Erna Suud sudah banyak meraih prestasi di lembaga binaannya, di antaranya: 1. Juara 1 PHBS Nasional (Pakarti Madya I) 2013 di Kendari 2. Juara 1 PHBS Tingkat Provinsi Lampung 2013 3. Harapan I Kesrak PKK, KB, dan Kesra Tingkat Provinsi Lampung 4. Juara I Lomba Budaya (Nyanyi) 5. Juara I Lomba Mekhanai Tingkat Provinsi Lampung 2013 6. Juara III Lomba Muli Provinsi Lampung 2013 7. Juara I Tari Kreasi Provinsi Lampung 2013 8. Juara I Kader Lestari Provinsi Lampung 2013


10 18 Juli 2013

ekraf

Wisata

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemkab Tulangbawang

Kota Budaya Bernama Tulangbawang

P

EMKAB Tulangbawang melalui Dinas Pariwisata setempat berupaya mengembalikan kejayaan daerah itu yang sejak masa lalu dikenal dengan kota budaya dan menjadi Paris Van Lampung. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tulangbawang Hasbi mengatakan pihaknya sudah mendata potensi wisata yang ada di daerah ini. Misalnya, Sesat Agung, yang di dalamnya terdapat rumah adat dari empat Megou (Kebuayan), yaitu rumah adat Megou Tegamo’an, Buay Bulan, Suay Umpu, dan Aji. Selain itu, ada juga miniatur Kerajaan Tulangbawang dan beberapa rumah adat masyarakat yang saat ini telah turun-menurun berdomisili di wilayah Tulangbawang. Seperti, rumah adat Jawa, rumah adat Minangkabau, dan rumah adat Batak. Harapannya, tempat-tempat tersebut di samping nantinya dijadikan tempat objek wisata, sekaligus sebagai tempat pengembangan budaya Megou Pak dan pengembangan antarbudaya masyarakat yang ada di Kabupaten Tulangbawang.

Hasbi juga mengatakan di Tulang- mewujudkan Tulangbawang seba- umum event parade Lagu Daerah bawang juga ada gedung kesenian gai kota wisata bertaraf nasional Nusantara. Untuk menjaring bibit-bibit seniyang diberi nama Gedung Kesenian dan internasional. Walau memang R.A. Kartini. Gedung tersebut cukup Tulangbawang saat ini banyak sekali man serta menggali berbagai porepresentatif dalam upaya melaksana­ potensi objek wisata yang dapat tensi seni budaya, setiap tahun kan pentas seni dan budaya. Guna dikembangkan,” kata Hasbi. juga digelar Festival Megou Pak mendukung sepenuhnya pengemDia juga menjelaskan banyak Tulangbawang. Kegiatan itu sekabangan seni tari dan teater yang kini prestasi yang ditoreh Tulang- ligus untuk memeriahkan HUT dibina oleh Sanggar Besappen. Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan penyimbang-penyimbang adat Megou Pak Tulangbawang memberikan penghargaan gelar adat kepada tokoh-tokoh masyarakat di luar adat Megou Pak. “Kami juga mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk pengembangan budaya Megou Pak yang saat ini secara teknis dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulangbawang,” kata dia. Menurut Hasbih, Tulangbawang terus mengalami perkembangan yang cukup positif dan menjadin EKRAF/RIAN PRANATA kan daerah ini cukup disegani Keberadaan kerbau liar di Tulangbawang menjadi salah satu objek wisata. dalam pentas seni budaya. Banyak catatan prestasi yang telah diraih, bawang dalam pentas seni budaya Kabupaten Tulangbawang. “Bahkan, baik di tingkat provinsi maupun dan pariwisata. Di antaranya, juara kami mendapat apresiasi tinggi nasional. Namun, memang untuk umum Festival Krakatau sejak ta- dari Kementerian Pariwisata dalam potensi pariwisata pihaknya masih hun 2003—2008 berturut-turut. mengembangkan kearifan lokal perlu kerja keras. Pada tingkat nasional, Tulang- dalam rangka menjaga NKRI,” kata “Kami memang perlu ekstrakeras bawang juga pernah menjadi juara dia. (RIAN PRANATA/KRAF)


11 18 Juli 2013

ekraf

Wisata

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemkab Tulangbawang

Objek Wisata di Tulangbawang Makam Kerjaan Makam dari peninggalan Kerajaan Tulangbawang dan makan-makam yang diyakini penduduk setempat sangat keramat.

Way Tulangbawang Way Tulangbawang yang merupakan sungai terbesar di Lampung dengan lebar 200 meter. Sungai yang melintasi Kota Menggala ini akan dijadikan arena olahraga rutin tahunan, seperti lomba perahu hias, lomba dayung, dan lomba memancing. Ke depan di sini juga akan 足dibangun rumah terapung, pusat penjualan makanan khas, dan suvenir daerah Tulangbawang

Tulangbawang

Wisata Rawapitu

Objek Wisata Alam dan Budaya MENGUNJUNGI objek wisata budaya dapat menjadi pilihan mengisi liburan. Selain waktu liburan bermanfaat, menambah pengetahuan, dan mungkin cinta budaya sendiri juga kian bertambah. Miniatur berbagai rumah adat

dan budaya di kawasan perbukitan Cakatraya, Tulangbawang, memang masih dalam proses pembangunan. Namun, sebagian sudah dapat dinikmati, setidaknya rumah adat Jawa, Bali, Padang, Batak, dan Candi Prambanan.

Ke depan di sini dibuat miniatur dunia fantasi yang berkiblat kepada Dunia Fantasi Jakarta. Pembangunannya bekerja sama dengan Dufan Jakarta. Selain miniatur rumah adat, di Tulangbawang juga terdapat objek wisata lain. (GUNTUR TARUNA/KRAF)

Wisata Rawapitu, Kecamatan Gedungaji, merupakan satu areal konservasi di Kabupaten Tulangbawang. Di sini terdapat berbagai macam tipe vegetasi tropis, hewan tropis, serta ratusan spesies burung yang berimigran antarbenua.

Danau Wirabangun Danau ini terletak di Kecamatan Simpangpematang dan saat ini dimiliki Kabupaten Mesuji. Dari danau tersebut para wisatawan dapat melihat indahnya pemandangan danau serta banyak terdapat wisata kuliner khas Jawa, Lampung, dan Padang.

Danau Bawang Bambu Danau Bawang Bambu, Kecamatan Pagardewa, Tulangbawang Barat, merupakan danau dengan pemandangan indah, biasa digunakan sebagai tempat mencari ikan para nelayan setempat.

Kualateladas Jika mengunjungi kawasan ini akan menyaksikan banyak perkampungan masyarakat air, seperti keramba untuk memelihara ikan baung, patin, emas, serta ikan lainnya.

Bujungtenuk dan Bawanglatak Keduanya terletak di tengah-tengah Kota Menggala dan merupakan wisata musiman. Jika musim hujan tiba, tempat tersebut terlihat seperti danau yang sangat luas dan ditumbuhi pepohonan serta biota sungai dan biota darat lainnya.

Rawapacing Jika berkunjung ke Rawapacing sebaiknya saat musim hujan. Sebab, setiap musim hujan Rawapacing menjadi tempat transit ratusan macam burung langka, termasuk burung dari Australia yang hijrah cukup lama di kawasan ini.

Wisata Budaya

n EKRAF/RIAN PRANATA

Berbagai rumah adat Nusantara di Tulangbawang yang kini menjadi objek wisata setempat.

Wisata Budaya Sesat Agung yang merupakan tempat atau rumah adat yang dibangun sesuai dengan marga yang berjumlah empat marga.


12 18 Juli 2013

ekraf

Santap

Menikmati Serabi di Enhaii Soerabi Bandung

SATU lagi pilihan tempat santap menarik hadir di Lampung. Enhaii Soerabi Bandung yang buka sebulan lalu itu bak magnet kuat yang mampu menarik minat masyarakat dari semua kalangan usia untuk menikmati beragam menu yang ditawarkan. Mengandalkan serabi sebagai kudapan unggulan, Enhaii yang berjarak beberapa meter dari Perguruan Tinggi Teknokrat itu selalu dibanjiri pengunjung setiap hari. Outlet Manager Enhaii Soerabi Bandung Cabang Bandar Lampung Yen Sriyono mengisahkan restoran yang kini sangat digandrungi masyarakat Lampung itu berasal dari Jawa Barat. Awalnya, sang pemilik Soerabi

Bandung berjualan di dekat suatu kampus bernama National Hotel Institute. Kemudian, untuk memudahkan penyebutan nama serabi yang dijajakan, muncullah kata “enhaii”. Kampus tersebut kemudian berganti nama menjadi Balai Pelatihan Pariwisata Bandung, tetapi kata “enhaii” sudah telanjur melekat di benak masyarakat setempat, yang kemudian dijadikan merek dagang serabi tersebut. Diawali dengan menjual serabi di warung sederhana, Andri Anis mematenkan merek tersebut pada 2007. Saat ini Enhaii merupakan waralaba ­dengan 32 outlet tersebar di Jawa dan Sumatera. Enhaii pertama dibuka di Padang 2007, selanjutnya di Palembang, Jakarta, Pekanbaru, Depok, Jambi, dan Lampung. “Sambutan warga Lampung di luar prediksi kami. Kami tidak menyangka akan animo masyarakat sebesar ini,” kata Yon, panggilan akrab Yen Sriyono. Tempat santap yang terdiri dari dua lantai itu dilengkapi dengan 80 meja makan yang bervariasi, ada yang untuk 2 orang dan 4 orang. Untuk memenuhi hasrat para pelanggan untuk menikmati serabi yang nikmat, Enhaii memiliki sembilan pekerja yang bertugas khusus membakar serabi. Terdapat 49 tungku serabi berbahan bakar arang. Total karyawan di restoran tersebut mencapai 80 orang. (DELIMA NAPITUPULU/KRAF)

n EKRAF/DELIMA NAPITUPULU

Ada dua jenis serabi, yaitu manis dan pedas. Master Chef Serabi Asep mengatakan pihaknya sebenarnya memiliki 250 jenis serabi, tetapi yang disediakan di restoran tersebut baru 50 jenis serabi. Tidak hanya serabi tradisional, ada pula serabi yang dimodifikasi dengan gaya western, seperti sosis dan kornet sapi. Menu serabi pedas yang paling banyak dipesan para langganan adalah serabi ayam kornet, dengan rasa pedas gurih. Sementara untuk serabi manis, yang terfavorit adalah serabi duren keju. Untuk minuman, Enhaii Soerabi Bandung mengan­dalkan es shanghai, yang terdiri dari es serut, beberapa jenis buah, disiram sirup manis, dan dipercantik dengan dua stik cokelat di atasnya. n


13 18 Juli 2013

E

ekraf

Resep

ngkak Ketan

ENGKAK ketan jika dilihat sekilas mirip dengan kue lapis legit. Cara pembuatan足nya hampir sama, tetapi berbeda citarasanya. Ada sedikit sensasi kenyal saat digigit. Engkak ketan cocok disajikan untuk acara pesta. Saat hari raya besar, seperti Lebaran ataupun Natal. Cocok juga untuk teman minum teh atau kopi. Kue ini bahan dasarnya dominan telur dan mentega. Engkak ketan dipanggang berlapis-lapis dengan menggunakan 足loyang (cetakan). Engkak ketan merupakan kue basah khas nusantara yang populer di daerah Palembang, 足Sumatera Selatan, Lampung, dan daerah di Sumatera lainnya. (SRI WAHYUNI/KRAF)

n EKRAF/DOKUMENTASI

Resep Engkak Ketan Bahan-bahan: 1. 15 butir telur ayam 2. 1 kg gula pasir 3. Susu kental manis 1 kaleng 4. 7 sendok makan terigu 5. 3 sendok makan Blue Band cair 6. 1/2 kilogram tepung ketan Rose Brand 7. 5 gelas santan kental

Cara pembuatan: 1. Campurkan tepung ketan, santan, dan terigu, lalu aduk biasa sampai semua bahan menyatu. 2. Kocok telur dan gula hingga mengembang dan berubah warna putih. 3. Campurkan semua adonan poin satu dan dua. 4. Panggang dalam oven api sedang. Cara pemanggangan dibuat per lapis dengan takaran satu cangkir adonan. Jika sudah masak atau berwarna kuning, tekan-tekan kue dan oleskan Blue Band cair di bagian atas, lalu lakukan kembali pemanggangan hingga cetakan penuh. Catatan: Untuk telur 15 butir berarti ukuran cetakan 22 x 22 sentimeter.


14 18 Juli 2013

ekraf

Budaya

Rumah Adat itu

Tak Habis

Digerus Zaman B ANGUNAN yang kuat tergambar dari kekokohannya yang turun-temurun tak habis tergerus zaman. Itu pula yang tampak pada rumah adat Lampung di Kelurahan Kuripan, Kecamatan Telukbetung Barat. Rumah itu terlihat berusia tua dengan polesan cat putih di dinding pintu rumah panggung bertutupkan kayu merbau. Tapi, di balik rentanya usia rumah itu memunculkan kisah yang penuh makna dari sang penghuni rumah. Padahal, pada 2013, saat setiap orang berpacu membangun rumah ke arah modern, keluarga Husni yang berprofesi sebagai marketing di salah satu perusahaan swasta itu tetap mempertahankan rumah warisan leluhur yang terus dijaga selama 200 tahun. “Karena ini rumah warisan nenek moyang kami, jadi tidak mungkin dirobohkan, apalagi dijual. Paling direnovasi bagian atas (atap) saja yang mudah rapuh dimakan usia. Alhamdulillah, dinding sampai lantai rumah masih sama seperti saat awal dibangun leluhur saya,” kata Husni. Dengan usia rumah hampir dari dua dasawarsa, pria berusia 22 tahun ini mengaku banyak kenangan yang tersimpan di rumah berlantai dua tersebut. Lebih dari itu, dia menilai rumah adat Lampung itu rumah yang akan didiami sanak familinya, sampai kapan pun.

Dia beranggapan bukannya tidak sanggup membuat rumah, melainkan rumah itu sudah menjadi satu-satunya rumah turuntemurun yang didiami keluarga besar dalam adatnya. Dia juga beranggapan melestarikan rumah adat itu karena rumah adat Lampung sendiri sudah langka. “Di daerah sini ada tinggal dua rumah seperti ini (Kuripan) yang tersisa. Satu lagi, di daerah Negeri Olokgading,” kata dia. Husni juga mengatakan sudah enam keluarga di delapan generasi yang menempati rumah tersebut. Meskipun rumah adat masih berdiri kokoh di tengah pesatnya kemajuan zaman, Husni menjamin rumah adat Lampung akan terus berdiri karena nilai sejarahnya. “Nilai bersejarahnya banyak, dan banyak kenangannya. Salah satunya kaca (di ruang tengah) yang merupakan warisan yang masih ada sejak dulu. Tidak hanya itu, rumah ini jadi pemersatu keluarga karena semua keluarga dapat tinggal di sini,” kata pria bertinggi badan 165 sentimeter itu. Lebih lanjut, Husni berjanji akan terus mempertahankan nilai dan keberadaan rumah tersebut untuk generasi penerusnya. Walaupun sering dipakai, dia menjamin rumah itu masih kokoh, mungkin perbaikan hanya di bagian atap. Selain itu, dia cukup miris dengan berkurangnya barang-barang peninggalan adat yang hilang tanpa jejak. (INSAN ARES/KRAF)

n EKRAF/INSAN ARES

Kondisi rumah adat di Kelurahan Kuripan yang sudah berusia lebih dari 200 tahun.


15 18 Juli 2013

ekraf

Budaya

Negeri Olokgading Miliki

‘Lamban Dalom’

n EKRAF/DOKUMENTASI

K

ELURAHAN Negeri Olokgading war­ ganya banyak bekerja sebagai buruh swasta. Kelurahan ini memiliki lamban dalom atau lamban balak (rumah besar adat Lampung). Rumah panggung yang tidak berpenghuni dan mulai rapuh itu berada di Jalan Setia Budi, RT 01, Lingkungan I. Menurut cerita, rumah ini dulunya dibuat warga Sekampung dan merupakan rumah pertama kali. Peristiwa itu terjadi kurang lebih saat Gunung Krakatau meletus. Saat itu kondisinya masih hutan rimba dan belum ada penerangan. Masyarakat di sana mempunyai aturan, kalau belum punya usaha, belum boleh keluar kampung. Menurut data dokumentasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandar Lampung, rumah ini merupakan rumah tempat tinggal keturunan Ibrahim gelar Raja Pemuka.

Ibrahim adalah saudara muda dari Husin gelar Mangkubumi yang merupakan generasi keenam dari keturunan Batin Pemuka Pesirah Alam 1 (pimpinan adat Marga Bengkunat, pesisir selatan Krui) yang pada mulanya berasal dari Pagaruyung, Padang Darat. Yang menjaga rumah adat saat ini masih keponakan dari keturunan terakhir silsilah keturunan adat tersebut. Rumah Adat Kebandaran Marga Balak Lampung Pesisir ini mencakup tiga warga, yaitu Kampung Negeri, Sukarame, dan Batuputu. Ketiganya mengurusi hal-hal kemasyarakatan, seperti perkawinan dan sunatan. Mulai dari dandan pengantin, pinjam alat pengantin, masang kebung atau tirai, seperti selendang yang digantung, sampai pemberian gelar atau adok para pengantin. Rumah ini berisi rantai, gelang, siger, dan semua alat perkawinan yang dimasukkan langseng besar. Aturannya, jika ada warga yang menikah, diharuskan melapor ke lamban balak atau lamban dalom. Kepala adat akan menikahkannya, tetapi jika kepala adat berhalangan akan diwakilkan kerabat dari kepala adat itu.

Lamban balak yang berbentuk panggung dengan bahan dasar kayu ini pun kini tidak berpenghuni. Bangunannya tidak terawat dan terdapat banyak rumput ilalang di depan dan di pinggiran rumah itu. Tiang penyangga tampak mulai rapuh dan berlubang. Sejak 1998, Disbudpar Kota Bandar Lampung telah mengambil alih pengelolaan lamban balak atau lamban dalom ini. Namun, sejak tiga tahun lebih ini,

Disbudpar menyerahkan kepada keluarga yang tinggal di lamban balak atau lamban dalom tersebut. Selain ada rumah adat, di kelurahan ini pun memiliki benda peninggalan saat Gunung Krakatau meletus, yaitu benda besi atau logam dari kapal Berau. Lokasi tempat peninggalan benda yang berada di Jalan Sunda, RT 05, Lingkung­ an II tersebut sering dikunjungi para wisatawan. (LUKMAN HAKIM/KRAF)


16 18 Juli 2013

ekraf

Mersial

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Dekaranasda Prov. Lampung

Dekranasda Provinsi Lampung Cucuk Tapis Massal, Lestarikan Budaya D

EKRANASDA merupakan salah satu organisasi yang menangani secara khusus tentang produk-produk yang dihasilkan oleh para perajin dari berbagai jenis produk di Provinsi Lampung dengan manajemen yang profesional. Hal itu dikatakan Ketua Dekranasda Provinsi Lampung Trully Sjachroedin Z.P. pada pemecahan Rekor Muri Cucuk Tapis Massal yang dilakukan lebih dari 1.000 orang. “Kegiatan ini sangat luar biasa. Kami bisa mengenalkan hasil budaya Lampung berupa tapis ke dunia internasional,” kata dia. Trully mengatakan diselenggarakannya kegiatan ini untuk memotivasi para perajin tapis Lampung. Sebab, saat ini banyak para perajin tapis yang sudah berusia lanjut dan perlu diadakan regenerasi. Dengan demikian, diharapkan anak-anak remaja Lampung bisa belajar membuat tapis sebagai bentuk pelestarian budaya serta pengembangannya. Apalagi, kata Trully, kain tapis sudah menjadi cenderamata bagi wisatawan mancanegara maupun nusantara. Sementara itu, Ketua Umum Dekranas Pusat Herawati Boediono mengatakan ia merasa sangat gembira serta memberikan apresiasi yang

tinggi untuk Dekranasda Provinsi Lampung atas terselenggaranya kegiatan yang cukup langka ini. Yaitu, cucuk tapis secara massal. Dia juga mendukung pengurus Dekranasda Provinsi Lampung untuk terus berkarya demi membantu dan membina para perajin di Provinsi Lampung ini. Sebagai ketua Dekranasda, kata Herawati, dituntut untuk mampu menciptakan ikon-ikon yang bernilai seni dan budaya di dalam menghasilkan produk para perajin. “Banyak ikon budaya Lampung, bukan hanya tapis, sulaman usus, bahkan Menara Siger. Semua ini harus menjadi ciri khas Lampung dan perkenalkan ke dunia internasional,” kata dia. Sebelumnya, Trully Sjachroedin Z.P. juga mengatakan banyak produk hasil kerajinan Lampung yang sudah dipasarkan ke mancanegara, seperti Jerman, Amerika, Australia, Kanada, dan Belgia. Trully berharap tapis yang sudah menjadi ikon Lampung dapat mendunia seperti halnya kain batik. Apalagi, Lampung juga memiliki batik dan kerajinan hasil peninggalan sejarah yang beragam dan saat ini dapat terus dikembangkan. (LUKMAN HAKIM/KRAF)

n EKRAF/DOKUMENTASI

Ketua Dekranasda Provinsi Lampung Trully Sjachroedin Z.P. dan Ida Mustika Zaini (pengerajin tapis) sedang menunjukkan tapis motif kapal pada pemecahan Rekor Muri Cucuk Tapis Massal beberapa waktu lalu.

n EKRAF/ DOKUMENTASI

Sejumlah pelajar Provinsi Lampung sedang menyulam tapis pada pemecahan Rekor Muri Cucuk Tapis Massal beberapa waktu lalu.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.