www.lampost.co
TERUJI TEPERCAYA
Bermasalah, Anggaran Jamkeskot Dilanjutkan Pengajuan klaim pembayaran program Jamkeskot diakui sejumlah rumah sakit di Bandar Lampung banyak masalah. Febi Herumanika
P
EMERINTAH Kota Bandar Lampung berkukuh Program Jaminan Kesehatan Kota (Jamkeskota) tidak akan diintegrasikan ke Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Walau dinilai melanggar UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, program yang dianggarkan senilai Rp40 miliar per tahun itu tetap berlanjut. Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kota Bandar Lampung Edwin Rusli mengatakan alasan Pemkot mempertahankan program itu lantaran dapat mengover semua masyarakat Kota Tapis Berseri tanpa terkecuali. Masyarakat pun, ucap dia, tidak perlu direpotkan untuk mengurus pendaftaran. Sebab, dengan adanya Jamkeskot, seluruh warga kota dapat menikmati dengan syarat kartu keluarga (KK) dan KTP asli.
“
Itu kan otonomi. Boleh-boleh saja kalau untuk pemerintah daerah. “Karena berdasarkan hitung-hitungan kami juga lebih besar dana BPJS ketimbang Jamkeskot. Jamkeskot mengover keseluruhan masyarakat tanpa terkecuali bisa berobat jika sakit,” ujar Edwin, kemarin (25/10). Terkait adanya aturan yang dilanggar dengan tidak mengintegrasikan Jamkeskot ke SJSN, Edwin mengatakan persoalan itu telah dipelajari sebelumnya. Bahkan, dia juga mengatakan hal yang dilakukan Pemkot wajar-wajar saja karena alasan otonomi. “Itu kan otonomi. Boleh-boleh saja kalau untuk pemerintah daerah,” kata Edwin. Untuk diketahui, dana Jamkeskot dianggarkan di APBD Kota Bandar Lampung mencapai sekitar Rp40 miliar. Dana itu yang kemudian un-
tuk membayar klaim warga Bandar Lampung yang ber obat di rumah sakit di Bandar Lampung pada kelas III. Jika diasumsikan warga Bandar Lampung diikutkan ke program SJSN BPJS, untuk kelas III biaya preminya Rp25.500, berarti sebanyak 1,6 juta orang yang bisa diko ver dana yang anggarakan Pemkot sekitar Rp40 miliar. Padahal, jumlah penduduk Bandar Lampung sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung hanya 979.287 jiwa. Itu pun belum dikurangi penduduk yang PNS dan karyawan yang jaminan kesehatannya didaftarkan mandiri alias tidak ikut Jamkeskot. Di sisi lain, sejumlah rumah sakit di Bandar Lampung mengaku kesulit an menagih pembayaran klaim program Jamkeskot. Setelah pengakuan RSUDAM Bandar Lampung, kini Rumah Sakit Swasta Graha Husada juga meng akui klaim pembayaran Jamkeskot bermasalah. “Ya, sejauh ini kami terima pasien Jamkeskot. Tapi, tidak bisa dimungkiri lagi, Mas. Klaim akan program Jamkeskot bermasalah,” kata Humas Rumah Sakit Graha Husada Bandar Lampung Shanty, kemarin.
Ikut Aturan Pada bagian lain, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung Alian Setiadi mengatakan dalam hal kesehatan, pemerintahan mana pun harus bertanggung jawab terhadap masyarakatnya. Namun, Alian menegaskan pemerintah daerah harus ikut serta dalam aturan yang berlaku dan telah ditetapkan Pemerintahan Pusat. “Bandar Lampung satusatunya kabupaten/kota yang tidak ikut program yang di amanatkan Undang-Undang itu. Kabupaten lain pun sudah ikut bahkan seluruh Indonesia diikutsertakan ke dalam program BPJS tersebut,” ujar Alian ditemui di kantor Pemkot Bandar Lampung, kemarin. (WIR/R5) febi@lampungpost.co.id
l
No. 13959 TAHUN XLll
l Terbit Sejak 1974 l Rp3.000 l rabu, 26 OKTOber 2016 l 24 Hlm.
n LAMPUNG POST/DOK.
Budi Karya Menteri Perhubungan PEMERINTAH Pusat, melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub), akan mengambil alih pengelolaan jembatan timbang yang selama ini dikelola pemerintah daerah (pemda). Langkah
@lampostonline @buraslampost
TAJUK
Jaminan Kesehatan dalam Bingkai NKRI
1
2
Parosil Mabsus-Mad Hasnurin
Edy Irawan Arief-Ulul Azmi S
1
2
1
Febrina L Tantina-Adam Ishak
Khamami-Sapli
Umar Ahmad-Fauzi Hasan
1
2
3
Syarnubi-Sholihah
Hanan A Razak-Heri Wardoyo
Winarti-Hendriwansyah
1
2
3
Ardian Saputra-Dewi Arimbi
Sujadi-Fauzi
Siti Rahma-Edi Agus Yanto Sumber: KPU Lima Kabupaten
Calon Yakin Nomor Urutnya Terbaik SEBANYAK 10 pasangan calon kepala daerah empat kabupaten meliputi Tulangbawang, Mesuji, Pringsewu, dan Lampung Barat telah mendapat nomor urut peserta Pilkada 2017, kemarin. Uniknya, tiga pasangan calon petahana sama-sama mendapat nomor urut 2, kecuali pasangan petahana Umar Ahmad-Fauzi Hasan sebagai calon tunggal di Pilkada Tulangbawang Barat. Namun, semua pasang an yakin nomor urut mereka yang terbaik. Hasil pengundian dan penetapan nomor urut yang diselenggarakan KPU Tuba di Gedung Kartini, Menggala, pasangan independen Syarnubi-Sholihah (Bisa) mendapat nomor urut 1. Sedangkan pasangan petahana Hanan A Razak-Heri Wardoyo (Handoyo) mendapatkan nomor urut 2 (dua). Kemudian, pasangan Winarti-Hendriwansyah (Win-Hen) memperoleh nomor urut 3. Pengundian dan penetap an nomor urut berlangsung kondusif meski masing-ma
sing calon sama-sama diiringi puluhan pendukung. “Alhamdullilah, pengambilan nomor urut berjalan lancar. Semoga ketiga pasangan dapat menjalankan pilkada damai dan lancar,” ujar Ketua KPU Tuba Reka Punatta. Di Mesuji, pengundian dan penetapan nomor urut berlangsung di aula sekretariat Pemkab setempat. Pasang an Febrina L Tantina-Adam Ishak mendapat nomor urut 1, sedangkan pasangan petahana bupati Khamami-Sapli mendapat nomor urut 2. Khamami memaknai nomor urut dua ini untuk melanjutkan pembangunan. “Kami siap untuk melanjutkan pembangunan yang tengah berjalan ini. Kami berharap semua pihak dapat menjadikan pemilu ini sebagai sarana berdemokrasi dengan cara yang baik dan profesional,” kata dia. Kemudian, KPU Pringsewu menyelenggarakan pengundian nomor urut 3 pasangan calon di aula Stikes Aisyah Pringsewu. Petahana Bupati Sujadi dan Fauzi yang
mendapat giliran mengundi pertama mendapat nomor urut 2. Selanjutnya, pasangan Ardian Saputra-Dewi Arimbi mendapat nomor urut 1, sedangkan pasangan Siti Rahma-Edi Agus Yanto memperoleh nomor urut 3. Di Lambar, pleno pengundian nomor urut digelar di Aula Kagungan, kantor Bupati setempat. Pasangan calon Parosil Mabsus-Mad Hasnurin mendapat nomor urut 1 dan pasangan Edy Irawan AriefUlul Azmi Soltiansa memperoleh nomor urut 2. “Bersatu untuk semua, satukan tekad menuju Lampung Barat hebat,” kata Parosil memaknai nomor urut pencalonannya. (NAS/ATA/ONO/RIP/U2)
Dewi Perssik Jadi Primadona... Hlm. 16
Cegah Pungli, Pusat Ambil Alih Jembatan Timbang itu dilakukan lantaran maraknya praktik pungutan liar (pungli) dan membuat biaya logistik meningkat. Tercatat ada 140 jembatan timbang yang akan diambil alih pusat, termasuk empat di antaranya berada di Lampung, yaitu Way Urang dan Gayam, Lampung Selatan; Simpangpematang, Mesuji; dan Blam bangan Umpu, Way Kanan. “Kemenhub akan menge lola jembatan timbang. Ada 140 jembatan timbang yang harus dikelola. Semua ini notabene banyak pungli,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Selasa (25/10).
facebook.com/ lampungpost
Budi mengaku masih anyak yang perlu dibenahi b Pemerintah Pusat terkait pengelolaan jembatan timbang yang selama ini menjadi lahan basah bagi praktik pungli. “Karena itu, kami bilang perlu ada solusi kare na masih ada fakta pungli seperti ini,” ujar dia. Ia menjelaskan jembatan timbang yang diambil alih pusat tersebut akan menjadi pilot project dan percontoh an. “Jembatan timbang bukan sebagai pendapatan daerah. Jembatan timbang dibuat untuk jalan yang bagus. Kemudian akan dibentuk peraturan pemerintah
dan peraturan menteri,” ujarnya. Sementara itu, Ketua Organisasi Angkatan Darat (Organda) Kota Bandar Lampung Tony Eka Chandra mendukung adanya pengalihan wewenang pengelolaan jembatan timbang tersebut. Ini sesuai dengan aturan yang ada bahwa mulai Januari 2017 seluruh jembatan timbang dialihkan ke pusat. “Mudah-mudahan, pene rapan sanksi terhadap angkutan barang yang melebihi tonase sesuai aturan. Jadi, ketika melebihi berat angkutannya, ya disimpan dalam gudang, bukan dikenakan
sanksi denda,” kata Tony, melalui telepon, kemarin. Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Lampung Idrus Effendi, melalui Sekretaris Minto Rahardjo, menga takan secara de jure aset jembatan timbang memang sudah dimiliki Pemerintah Pusat. Namun, Pemprov Lampung masih mempunyai hak untuk mengelolanya hingga Desember 2016. “Ini sesuai dengan berita acara serah terima personel, sarana dan prasarana, serta dokumen peralihan wewenang jembatan timbang ke pusat pada Agustus kemarin,” ujar Minto. (MI/MAN/K1)
BIAYA pengobatan yang cukup mahal menjadi momok menakutkan JKN-KIS bagi rakyat kalangan prasejahtera. Karena itu, negara wajib hadir dalam hal penyediaan layanan kesehatan terjangkau bagi semua kalangan, terutama si miskin. Pemerintah Pusat pun telah memberikan jaminan terhadap layanan kesehatan itu melalui program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Program JKN bersifat wajib berdasarkan UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). JKN bertujuan memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat secara layak kepada yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Sebagai amanat UU, selayaknya setiap pemerintahan menjalankan JKN. Sayang, masih ada pemerintah daerah yang setengah hati menjalankan JKN. Pemerintah Kota Bandar Lampung, misalnya, memilih program sendiri, yakni Jaminan Kesehatan Kota (Jamkeskot). Pada dasarnya, pemberian jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat Bandar Lampung itu sudah baik. Sayang, Jamkeskot tidak terintegrasi SJSN sesuai amanat undang-undang. Akibatnya, cakupan program tersebut pun terbatas. Daya jangkau Jamkeskot terbatas wilayah kota. Padahal, jika Pemkot Bandar Lampung mau menyisihkan sedikitnya 10% APBD di luar gaji untuk bidang kesehat an, masyarakatnya akan mendapat cakupan pelayanan kesehatan lebih luas di seluruh Indonesia. Lantas, kenapa Pemkot Bandar Lampung mempertahankan program miliknya yang justru dapat menyusahkan warga kota jika dirujuk ke rumah sakit Ibu Kota? Wajar jika muncul kerisauan publik untuk memperoleh layanan kesehatan di tingkat lebih tinggi. Di tingkat daerah saja, klaim Jamkeskot di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM), Pemkot Bandar Lampung menunggak utang hingga miliaran rupiah sejak Juli 2015. Belum lagi di rumah-rumah sakit swasta di Bandar Lampung. Jamkeskot menjadi simalakama bagi pihak rumah sakit. Bagaimana masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan memadai jika biaya operasional tidak terpenuhi? Sementara jika rumah sakit tidak memberikan pelayanan prima, masyarakat protes. Karena itu, haruslah kita katakan melayani kesehatan rakyat haruslah sepenuh hati, juga jauh dari ego sektoral. Terlebih, pemerintah daerah sejatinya perpanjangan tangan Pemerintah Pusat, termasuk dalam memberikan jaminan kesehatan. Sudah seharusnya Pemkot Bandar Lampung mengikuti regulasi. Menyinergikan Jamkeskot dengan SJSN tidak membutuhkan biaya mahal. Malahan biaya Jamkeskot lebih mahal ketimbang JKN-KIS. Perbedaan anggaran jaminan kota itu sangat signifikan dibanding JKN. Ini menjadi pintu masuk jaksa dan polisi mulai bekerja keras menyelidiki penggunaan uang rakyat itu. Jangan berbangga diri dan membusungkan dada, semaunya melanggar undang-undang. Belajar berpikir cerdas untuk kemaslahatan rakyat dari pada mempertahankan egoisme jabatan. Pusat dan daerah bersinergi menyehatkan anak bangsa. Harus tegas dikatakan Bandar Lampung masih dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). n
oasis
Menyetir dan Depresi SEBUAH penelitian yang dilakukan di University of Queensland, Australia, menemukan perempuan yang menginjak masa tua dan berhenti mengemudi lebih mungkin untuk menderita depresi. Namun, mereka tetap bisa mengatasi hal tersebut dengan mempertahankan gaya hidup aktif secara sosial. Dalam penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa perempuan yang berhenti mengemudi dilaporkan meng alami masalah kesehatan mental. Namun, mereka yang berhenti mengemudi tetapi mempertahankan kontak sosial mereka, seperti tetap terlibat dalam kegiatan sosial semisal teater, keagamaan, dan acara olahraga, meng alami tingkat kesehatan mental yang lebih baik. “Ada rasa kehilangan kontrol dan kemerdekaan ketika Anda berhenti mengemudi. Maka itu, menjadi penting untuk memiliki dukungan sosial dan mengambil tindakan sosial sebagai alternatif,” kata peneliti. (MI/R5)