Lampung post senin, 10 oktober 2016

Page 1

www.lampost.co

TERUJI TEPERCAYA

Polres Mesuji-OKI Sisir Senpi Ilegal

l

No. 13943 TAHUN XLll

l Terbit Sejak 1974 l Rp3.000 l senin, 10 OKTOber 2016 l 24 Hlm.

KEPOLISIAN Resor (Pol­ res) Kabupaten Mesuji dan Ogan Komering Ilir (OKI) terus berkoordinasi dan menyisir peredaran senjata api (senpi) ilegal. Hal itu disampaikan Ka­ polres Mesuji AKBP Pur­ wanto Puji Sutan menyusul tewasnya warga Desa Pa­ gardewa, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumate­ ra Selatan, Yopid (38). Korban yang ditembak warga Desa Kagungan­dalam, Kecamatan Tanjungraya, Mesuji, Sandra (25), tengah melintas di kawasan hak guna usaha (HGU) PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), Blok P-Q 40, Sabtu (8/10), pukul 16.30. Dia menegaskan per­ edaran senpi ilegal di se­ b a g i a n w i l aya h M e su j i telah diberantas. Namun, Purwanto mengakui masih adanya peredaran senpi tersebut dari luar wilayah hukum Polresnya. “Yang masih banyak bere­ dar ada di perbatasan Me­ suji dan OKI. Permasalah­an ini tengah kami koordi­ nasikan dengan Polres OKI, mengingat sebagaian besar senpi ilegal berasal dari kabupaten seberang,” kata Kapolres melalui telepon, tadi malam (9/10). Berdasarkan informasi yang dihimpun, Yopid kala itu akan membawa keluar buah sawit hasil panen dari lahan PT BSMI. Akan tetapi, tidak ada pemilik kelotok (sejenis perahu) yang mau membawa sawit hasil cu­ rian itu, Yopid menghenti­ kan kelotok milik Sandra (25), warga Desa Kagungan­ dalam, Kecamatan Tanjung­ raya, Mesuji, yang tengah melintas. “Karena kelotok Sandra juga sudah penuh, Sandra menolak permintaan kor­ ban. Namun, Sandra di­ paksa oleh korban sehingga terjadi cekcok dan kemu­ dian pelaku menembak korban sebanyak tiga kali sehingga korban mening­ gal dunia di tempat,” kata sumber Lampung Post yang enggan disebut namanya, Minggu (9/10). Pada Minggu (9/10), pukul 07.00, sekitar 30 orang massa dari Pagardewa, Sungai­ ceper, dan Gajahmati, OKI, tiba-tiba mendatangi Desa Kagungandalam mencari keberadaan pelaku. Berun­ tung, aksi anarkistis tidak sempat terjadi karena jajar­ an Polres Mesuji dibantu jajaran TNI AD dari Koramil 0426-01/Mesuji langsung mengamankan Desa Ka­gung­ an­dalam. (NAS/D2)

Anomali RSUD Abdul Moeloek

Pasal 74

(1) Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih. Penjelasan Yang tidak termasuk “memberikan uang atau materi lainnya” meliputi pemberian biaya makan minum peserta kampanye, biaya transportasi peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan peraturan KPU.

(1) Dana kampanye pasangan calon yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik dapat diperoleh dari: a. sumbangan partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon; b. sumbangan pasangan calon; dan/atau c. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.

UU 10/2016 tentang Pilkada

(5) Sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf c dan Ayat (2) dari perseorangan paling banyak Rp75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). (6) Partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan dapat menerima dan/atau menyetujui sumbangan yang bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan kampanye yang jika dikonversi berdasar harga pasar nilainya tidak melebihi sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada Ayat (5).

(7) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (5) dan Ayat (6) harus mencantumkan identitas yang jelas. (8) Penggunaan dana kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sesuai standar akuntasi keuangan. (9) Pembatasan dana kampanye pasangan calon ditetapkan oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dengan mempertimbangkan jumlah pemilih, cakupan/luas wilayah, dan standar biaya daerah.

PKPU 12/2016 tentang Kampanye

Pasal 69 (5) Dalam hal kampanye dilaksanakan dalam bentuk perlombaan... Pasangan calon dan/atau tim kampanye dapat memberikan hadiah, dengan ketentuan: a. dalam bentuk barang; dan b. nilai barang sebagaimana dimaksud pada huruf a paling banyak Rp1.000.000 (satu juta rupiah).

KPU Batasi

Dana Kampanye Pembatasan dana kampanye pilkada bisa membuat kampanye menjadi lebih padat substansi. TRIYADI ISWORO

K

OMISI Pemilihan Umum (KPU) lima kabupaten yang akan melaksanakan Pilka­ da 2017 di Lampung belum menentukan batasan dana kampanye para calon. “Kami belum menerima laporan dari KPU lima ka­ bupaten. Sebab, batasan dana kampanye merupa­ kan kewenangan KPU lima kabupaten,” kata komisio­ ner KPU Lampung, Ahmad Fauzan, kepada Lampung Post, tadi malam (9/10). Ketua KPU Pringsewu A Andoyo menerangkan pihaknya belum memba­ has batasan dana kam­ panye pilkada. “Karena belum penetapan calon. Kemungkinan pekan de­ pan,” ujarnya. Sementara itu, komisioner KPU, Ida Budhiati, menjelas­ kan Pilkada 2017 menetap­ kan batas dana kampanye

bagi pasangan calon kepala daerah. Se­suai Peraturan KPU No. 13 Tahun 2016 ten­ tang Dana Kampanye, KPUD menjadi penanggung jawab ­p enyusunan batas dana kampanye setiap pasangan.

Tujuannya itu supaya kalau terpilih bisa menjamin integritas. “Tujuannya itu supaya ka­ lau terpilih bisa menjamin integritas. Bukannya nanti malah pusing bagaimana supaya bisa mengembalikan dana kampanye yang begitu besar dikeluarkan,” ujar Ida. Dia berharap pembatasan dana kampanye pemilihan kepala daerah itu bisa mem­ buat kampanye menjadi lebih padat substansi. Terlebih, ke­ bijakan itu juga bisa mengu­ rangi risiko terjadinya politik

uang. “Kalau ada temuan mencurigakan, Badan Peng­ awas Pemilu bisa bergerak. Itu bisa ditelusuri.”

Biaya Transportasi Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Lampung Fathikatul Khoi­ riyah menjelaskan biaya transportasi berupa uang atau berbentuk kendaraan dan sebagainya saat kampa­ nye di dalam PKPU tentang kampanye dijelaskan biaya tersebut berdasarkan standar biaya masing-masing daerah. Biaya tersebut istilahnya stan­ dar biaya umum (SBU). “Nah, kalau itu secara teknis akan disepakati oleh pihak KPU dan para calon kepala daerah terkait ­b erapa besaran dananya untuk transportasi kampa­ nye yang tidak melanggar ketentuan,” ujarnya. Di sisi lain, Direktur Ek­ sekutif Perkumpulan un­ tuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan UU No. 1/2015 jo UU No. 8/2015 telah me­

netapkan batas maksimal sumbangan perseorangan Rp50 juta, sedangkan ba­ dan usaha swasta Rp500 juta. Namun, UU ini tidak membatasi sumbangan dari pasangan calon dan partai politik atau gabungan par­ tai politik pengusung. “KPU harus berani mem­ batasi sumbangan pasang­ an calon dan partai poli­ tik pendukung. Caranya, menetapkan persentase maksimal sumbangan dari masing-masing terhadap to­ tal penerimaan atau penge­ luaran,” kata dia. (MI/U2) triyadi@lampungpost.co.id

Sophia Latjuba Jadi... Hlm. 16

kolom pakar

Membangun Fondasi KPK di Daerah

n LAMPUNG POST/DOK.

Rudy Dosen FH Unila KO N ST I T U S I O NA L I S M E dengan ruh negara hukum idealnya menjaga bangunan negara ini. Syarat mutlak pencapaian itu tentu harus

dengan terwujudnya sup­ remasi hukum. Alih-alih menjadi negara dengan sup­ remasi hukum, Indonesia mengalami paradoks konsti­ tusionalisme dengan menja­ di negara yang mempunyai indeks negara hukum yang sangat rendah. Beberapa penelitian menge­n ai indeks negara hukum menempatkan Indo­ nesia dalam rangking yang tidak begitu baik. Dari skala 1—10, survei dan analisis yang dilakukan Indonesia Legal Roundtable hanya memberikan angka 5,32 bagi

indeks hukum di Indonesia. Angka ini menunjukkan In­ donesia mengalami masalah hukum yang sangat akut. Potret buram tersebut dapat kita lihat juga dari semakin ganasnya kanker korupsi di negeri ini. Yang lebih memprihatinkan lagi wabah korupsi tersebut terus menyebar dari tingkat pusat hingga daerah, dari eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif. Termasuk juga melibatkan para petinggi partai penguasa, pejabat, sampai level rakyat. Di Lampung, misalnya,

kita melihat bagaimana vi­ deo pembagian upeti proyek oleh salah satu pejabat pe­ merintah daerah terekspos luas di dunia maya. Unt u k p e r m a s a l a h a n korupsi, Lembaga Trans­ parency International (TI) menempatkan Indonesia di peringkat ke-88 dengan skor CPI 36 dari skor maksimal 100. Skor ini menempatkan Indonesia masih di bawah rata-rata skor persepsi dunia. Di Asia Tenggara, Indone­ sia ada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Skor

@lampostonline @buraslampost

TAJUK

DANA KAMPANYE DAN PENGGUNAANNYA Pasal 73

facebook.com/ lampungpost

tersebut meningkat dua poin dari tahun 2014 yang berada di peringkat ke-107. Transparansi International menyatakan peningkatan CPI Indonesia ini dipenga­ ruhi akuntabilitas publik yang meningkat dan juga pencegahan korupsi yang dinilai efektif oleh KPK. Perlu diingat, sebelum adanya KPK, indeks korupsi Indonesia hanya berada di nilai 19, sampai akhirnya beranjak naik pelan-pelan sampai posisi 36 saat ini.

BERSAMBUNG KE Hlm. 12

ADA apa dengan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM)? Institusi yang tugas utamanya melayani kesehatan masyarakat itu tidak pernah lepas dari sorotan publik. Masih segar dalam ingatan bagaimana rumah sakit pemerintah itu memulangkan pasien yang kondisinya masih sakit, Winda Sari. Perempuan pemulung itu ke­ mudian meninggal karena penyakit yang dideritanya pada Januari 2015. Wajar jika Ombudsman Perwakilan Lampung men­ catat RSUDAM menjadi salah satu instansi yang paling banyak dikeluhkan publik masyarakat selama 2015. Hingga kini rumah sakit Tipe B ini belum kunjung melakukan perbaikan dan pembenahan. Terbaru, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwaki­ lan Lampung dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahun anggaran 2015 dan semester I tahun anggaran 2016 menilai RSUD Abdul Moeloek belum maksimal menggunakan sistem informasi. Menurut BPK, masih banyak petugas rumah sakit belum paham teknologi dan belum memahami sistem informasi. Imbas dari minimnya sistem tersebut lam­ batnya pelayanan yang ada, juga tidak ada transparansi memberikan informasi. Tidak cakapnya RSUDAM mengelola sistem informasi itu persoalan klasik. Daftar tunggu operasi di RSUD Abdul Moeloek berbulan-bulan. Pasien dilayani bukan lantaran ketersediaan ruangan atau kesiapan tenaga kesehatan, melainkan karena kesanggupan dana operasi. Rumah sakit berpelat merah itu tidak kekurangan pegawai. Data 2013, jumlah pegawainya 1.533 orang: 1.094 PNS dan 439 non-PNS. Jumlah terbanyak petugas administrasi 665, bidan dan perawat 586, serta dokter spesial dan umum 135 orang. Kita tidak habis pikir, dengan ribuan sumber daya manusia itu, tidak satu pun menguasai sistem informasi. Bukankah penerimaan pegawai seharusnya berdasarkan kebutuhan? Jika memang kekurang tenaga pengelola informasi, seharusnya diajukan jauh hari. Hingga kini rumah sakit terbesar di Provinsi Lampung itu tidak memiliki web yang bisa diakses publik. Ini menjadi hal sangat aneh. Di era teknologi informasi yang serbacanggih, RSUDAM sama sekali belum memanfaat­ kan perangkat online. RSUDAM bukan pula badan layanan umum dengan anggaran terbatas. Justru institusi ini memiliki alokasi dana besar. Berdasarkan dokumen pelaksanaan ang­ garan (DPA) tahun 2016, total alokasi belanja RSUDAM mencapai Rp367.255.474.000. Dana tersebut cukup besar jika dialokasikan secara tepat untuk meningkatkan kualitas pelayanan, termasuk dari segi informasi. Kita pun menunggu langkah Direk­ tur Utama RSUDAM Heri Joko Subandryo membanahi pelayanan informasi di lembaganya. Ia masih memiliki waktu hingga 60 hari ke depan untuk merespons dan memperbaiki kinerja pegawai di RSUDAM. Jika tidak memiliki terobosan yang capat dan tepat, kepada siapa lagi publik berharap adanya pembe­ nahan pelayanan di rumah sakit ini? n

oasis

Selfie Tanda Kesepian PENELITIAN termutakhir menyebutkan orang yang selfie cenderung merasa kesepian dan memiliki masalah kesehatan mental. Penelitian dilakukan di Thailand dan dipublikasikan dalam jurnal penelitian psikologi di Cyberspace itu, ter­ hadap 300 pelajar rata-rata perempuan yang suka selfie berusia 21—24 tahun. Kepribadian seperti narsisme, pencari perhatian, dan ingin menjadi pusat perhatian dianalisis dari mereka. Hasilnya, lebih dari 50% menghabiskan waktu senggang dengan ponsel berinternet untuk memerhatikan jumlah selfie-liking dan variabel kontrol lainnya. Para ahli percaya baik perempuan dan laki-laki yang cenderung kesepian menggunakan selfie sebagai pengakuan dari orang lain. Selfie juga bukan kecanduan, melainkan gejala dari gangguan dismorfik tubuh (suatu bentuk kecemasan) dalam ilmu psikologi. Mereka yang sering selfie terlalu fokus pada diri sendiri dan kurang mengekspresikan kepedulian terhadap orang lain. (MTVN/R5)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.