MINGGU, 03 09 2017 No.14254/ TAHUN XLIII
Terbit Sejak 1974
E-Mail: redaksi@lampungpost.co.id Layanan: 0721-783693 (hunting) 0721-773888 (redaksi) Faks: 0721-783598 (usaha) 0721-783578 (redaksi)
20
Rp3000/eks (di luar kota + ongkos kirim)
TERUJI TEPERCAYA
@lampostonline @buraslampost
TIMNAS PAHLAWAN BANGSA
Harian Umum LampungPost
ig@lampost
Tapis dan sulam usus merupakan seni kerajinan tradisional masyarakat Lampung. Aan Ibrahim membuat inovasi jas India dengan sentuhan tapis..
MUDA | Hlm. 9
HALAMAN
“Dari 70 kelompok peternak di bawah naungan HPDKI Lampung, sebagian besar hanya melakukan aktivitas peternakan untuk sampingan akibat ketidakpastian regulasi pasar.”
SENTUHAN TAPIS PADA BUSANA BOLLYWOOD
Pencapaian atlet Tanah Air di SEA Games yang dilaksanakan di Malaysia patut diapresiasi. Lantas bagaimana cara kita memberikan dukungan kepada Timnas Indonesia?
Rp75.000/bulan (di luar kota + ongkos kirim)
Hasrat Elharun Tanjung Ketua DPD HPDKI Lampung
FASHION | Hlm. 20
LENTERA | Hlm. 7
LAMPOST.CO
MENYEKOLAHKAN ANAK DI RUMAH Perlu pertimbangan matang bagi orang tua yang hendak memilih homeschooling untuk pendidikan putra-putrinya. NUR JANNAH
n LAMPUNG POST/M UMARUDINSYAH MOKOAGOW
HOMESCHOOLING. Beberapa murid melakukan kegiatan belajar-mengajar di Homeschooling Group Khoiru Ummah yang menerapkan sistem seperti belajar di rumah.
Homeschooling Solusi Pendidikan ADA banyak alasan orang tua memilih homeschooling bagi anak-anaknya. Bahkan homeschooling bukan lagi sebagai sistem pendidikan alternatif, melainkan justru menawarkan solusi. Homeschooling pun memiliki waktu belajar yang fleksibel, bisa dilakukan di rumah maupun tempat khusus, dengan guru privat atau orang tua sendiri yang mengajar. Ibu dua anak, Lia Evayana, mengaku awalnya memilih homeschooling karena suaminya bekerja di perusahaan yang kemungkinan ditempattugaskan di lokasi yang berpindahpindah selama beberapa waktu. “Kalau pindah-pindah sekolah, selain menurut kami tidak praktis, tidak berkesinambung an, juga kemungkinan standar pendidikannya tidak sesuai keinginan kami. Oleh sebab itu, kami memilih homeschooling,” ujar Lia yang kini tinggal di Depok, Jawa Barat. Lia mengajar sendiri anaknya karena masih setara kelas II SD. “Kalau nanti grade 4 baru 50% diajar sendiri, 50% memanggil guru,” ujar dia, yang mengaku tidak kesulitan memberikan pendidikan homeschooling bagi anaknya. Agar anak-anaknya tetap bersosialisasi dengan lingkungan luar, dia mengikutkan klub-klub bagi para siswa homeschooling, seperti klub menari, menggambar, pramuka, merajut, futsal, dan berenang. Di Bandar Lampung terdapat sekolah berkonsep homeschooling, yaitu Khoirul Um-
mah, di Jalan Untung Suropati, Labuhanratu. Staf Tata Usaha Homeschooling Group (HSG) Khoirul Ummah, Nurul Fadila, mengatakan sama dengan sekolah reguler pada umumnya, jam belajar siswa taman kanak-kanak di HSG Khoirul Ummah mulai dari pukul
n LAMPUNG POST/M UMARUDINSYAH MOKOAGOW
08.00—11.00 setiap hari. Namun, metode dan cara belajar yang diterapkan berbeda dengan sekolah reguler. “Konsep kami adalah bagaimana membuat anak belajar dengan rasa aman dan nyaman. Belajar di sekolah seperti di rumah dan menjadikan kami sama seperti ibu dan bapak untuk
anak-anak. Tidak terpaku dengan buku, sehingga anak tidak tertekan dalam belajar,” ujar Nurul. Berbeda dengan sekolah reguler pada umumnya, kurikulum yang diterapkan di homeschooling dibuat secara mandiri, sehingga tidak mengacu kepada pemerintah. “Kurikulum kami tidak mengacu dengan dinas karena kami adalah cabang, kita ikut pusat, akan tetapi silabus, RPP, semua buat sendiri,” ujarnya. Begitu juga dengan metode pengajaran yang diterapkan di HSG Khoirul Ummah, yang menggunakan metode talkiyah fikriyah, ketika siswa diajak untuk berpikir sehingga materi yang diberikan tidak semua dari guru. Untuk legalitas pendidikan, homeschooling mengacu kepada UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tentang Sekolah Nonformal, sehingga ketika siswa akan melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi ada dua alternatif yang diberikan, yakni kerja sama dengan sekolah negeri atau mengikuti ujian paket. Salah satu wali siswa HSG Khoirul Ummah, Yuniarsi Minarni, mengaku di HSG orang tua ikut dilibatkan dalam proses pendidikan anak, serta menekankan pendidikan akhlak dan pembentukan karakter anak secara Islami. “Di Khoirul Ummah pembentukan karakter dan pembiasaan beribadah pada anak lebih diutamakan, ketimbang pendidikan formal seperti calistung,” ujarnya. (NUR/R4)
P
ENDIDIKAN adalah hak setiap warga negara. Menempuh pendidikan tak mesti harus di sekolah-sekolah dengan banyak aturan dan pengawasan guru. Kini homeschooling (sekolah rumah) menjadi pilihan bagi para orang tua untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya. Negara Indonesia pun sudah mengeluarkan undangundang yang mengatur legalitas dan pelaksanaan homeschooling. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 disebutkan ada tiga jalur pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal (sekolah), nonformal (kursus, pendidikan kesetaraan), dan informal (pendidikan oleh keluarga dan lingkungan). Namun, tak bisa dimungkiri setiap proses pembelajaran tentunya menimbulkan dampak negatif dan positif, begitu juga homeschooling. Karena itu, perlu pertimbangan matang bagi orang tua yang hendak memilih homeschooling bagi pendidikan putra-putrinya. Pengamat pendidikan dari Universitas Lampung, Bujang Rahman, mengatakan pada dasarnya homeschooling baik untuk diterapkan. Dampak positifnya, anak yang homeschooling kemampuan akademiknya lebih terasah dibandingkan yang bersekolah formal. Anak akan mendapat ke sempatan seluas mungkin mengeksplorasi kemampuan dirinya. Akan tetapi, anak yang mendapat pendidikan homeschooling harus memiliki kegiatan lain agar tetap bersosialisasi dengan lingkungan luar. Misalnya dengan mengikuti kegiatan seni dan olahraga sehingga anak bisa bergaul dengan lingkungan sosial. Dalam pelaksanaan homeschooling juga perlu sistem yang mengatur, seperti kurikulum belajar anak, supaya ada penyesuaian kurikulum dari pemerintah. Materi yang diberikan memiliki standar sama dengan sekolah formal. “Jadi, harus ada penyamaan materinya supaya legalitasnya juga jelas, ikut ujian, dan sebagainya. Nah, untuk bisa sampai sana, harus ada regulasi yang mengatur,” kata Bujang. Menurutnya, homeschooling selama ini muncul dari prakarsa masyarakat sehingga perlu ada sistem
yang mengatur. “Perlu ada regulasi siapa yang harus dilayani dan siapa yang harus melayani,” ujarnya. Psikolog Diah Utami ningsih menambahkan anak yang homeschooling harus benar-benar mendapat perhatian. Sebab, anak homeschooling memiliki dua kemungkinan, yakni anak yang jadwalnya cukup padat sehingga tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah secara reguler atau anak yang memiliki kebutuhan khusus sehingga tidak bisa mengikuti di kelas. Oleh sebab itu, orang tua harus benar-benar punya pertimbangan yang cukup matang sebelum anak homeschooling. “Homeschooling juga bisa menjadi alternatif untuk anak yang memiliki kemampuan di atas rata-rata sehingga materi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak,” kata dia.
“
Homeschooling juga bisa menjadi alternatif untuk anak yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Waktu belajar yang fleksibel, membentuk pola pikir, anak juga bisa mengeksplorasi sesuai kemampuan menjadi salah satu pertimbangan. Namun, yang perlu diperhatikan dalam homeschooling ini bahwa anak harus tahu bahwa mereka tidak sendi ri, mempunyai lingkungan lain, sehingga anak tidak menjadi individual. Terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung Tatang Setiadi mengungkapkan sejauh ini pihaknya belum mendata jumlah homeschooling di Kota Tapis Berseri. Sebab, kata dia, belum semua homeschooling melapor. Disdikbud juga belum memiliki aturan mengenai homeschooling ini. (R4) nur@lampungpost.co.id