Kunjungi kami di http://www.manunggal.undip.ac.id
RSND sebagai Rumah Sakit Rujukan bagi Pengguna BPJS Foto: Amanda/Manunggal Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) seharusnya sudah dapat menerima pasien anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan termasuk mahasiswa Undip. Namun dalam praktiknya, masih banyak mahasiswa yang tidak mengetahui prosedur penggunaan BPJS. RSND merupakan fasilitas kesehatan (faskes) yang dapat menjadi rujukan dalam program BPJS yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial. Menurut Bagian Humas dan Pemasaran Rumah Sakit Nasional Diponegoro, Erika Astasari, ada banyak pengguna kartu BPJS Kesehatan yang datang ke RSND tanpa adanya surat rujukan dari faskes tingkat pertama. Hal tersebut, tambah Erika, merupakan prosedur yang harus dilakukan oleh pengguna kartu BPJS Kesehatan sebelum berobat ke faskes tingkat kedua, yaitu rumah sakit. “Nanti kita akan perlakukan sesuai dengan ketentuannya yang ada di BPJS karena berkaitannya dengan pengklaiman terhadap BPJSnya,” ujar Erika saat ditemui tim Joglo Pos pada Kamis (30/11) di kantor Humas dan Pemasaran RSND. Lebih lanjut, Erika mengatakan ada beberapa mahasiswa atau pun pengguna BPJS Kesehatan, yang langsung berobat melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD). Hal tersebut dapat dilakukan, namun bukan berarti biaya berobat itu dapat ditangani oleh BPJS Kesehatan dikarenakan penyakit yang diderita belum tentu masuk kedalam kriteria gawat darurat oleh BPJS Kesehatan. “Tergantung diagnosa dari dokternya nanti. Apakah ini urgent, hal yang masuk kriteria gawat daruratnya BPJS,” jelasnya. Banyak Mahasiswa Tidak Memahami Prosedur Saat verifikasi mahasiswa baru, semua mahasiswa baru diwajibkan untuk membuat BPJS. Pihak RSND sendiri berperan sebagai tim kesehatan, namun dalam pembuatan BPJS
Rumah Sakit Nasional Diponegoro merupakan fasilitas kesehatan tingkat kedua yang menjadi rujukan dalam penggunaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. (28/11)
dilakukan oleh Rektorat dan BPJS Kesehatan. Erika juga menambahkan, untuk sosialisasi seharusnya dilakukan langsung oleh BPJS Kesehatan. “Hal itu karena RSND disini berposisi sebagai faskes tingkat kedua, bukan penyelenggara BPJS Kesehatan,” ujarnya. Oleh karena itu, RSND hanya berperan sebagai penerima pengguna BPJS dari faskes tingkat pertama. “Kita kan hanya sebuah rumah sakit, kita melakukan pelayanan sesuai ya, itu tadi, kita pelayanan tingkat dua. Jadi dari BPJSnya yang harusnya dia sudah tahu, ini ada mahasiswa apalagi mahasiswa mungkin banyak yang dari daerah. Otomatis berarti kan penanganannya seperti apa,” ujar Erika. Erika mengakui banyak sekali mahasiswa yang bertanya soal penggunaan BPJS. Padahal menurut dia, RSND sebagai faskes tingkat dua hanya berkewajiban untuk melayani pasien. “Kalau mau menanyakan silahkan ke BPJSnya atau ke Bagian Administrasi Akademik (BAA) itu, yang bagian teman-teman anda mahasiswa baru itu membuat BPJSnya itu yang baru,” jelasnya. Meski begitu, Erika juga mengatakan RSND selalu memberikan informasi terkait dengan rujukan dan prosedur kepada setiap pengguna yang datang tanpa rujukan ke RSND.
EDISI V/TAHUN XVII/14 Desember - 14 Januari 2017
Kurangnya Sosialisasi Namun sayangnya, sosialisasi mengenai prosedur pemakaiaan BPJS di Undip dirasa masih kurang hingga tidak diketahui oleh beberapa mahasiswa. Hal itu diungkapkan oleh Anggit Sapta Raudina, mahasiswa Departemen Ilmu Kelautan. “Sejauh ini belum pernah sih (sosialisasi, red). Entah belum pernah atau aku yang enggak tahu, kayaknya belum pernah deh,” ungkapnya. Anggita mengaku selama ini dia berobat di RSND menggunakan pasien umum atau membayar sendiri. Hal tersebut dikarenakan dirinya tidak memindahkan faskes BPJS miliknya dari yang semula Yogyakarta ke Semarang. “Kalau faskesnya asal Yogya itu enggak bisa, harus dipindah dulu. Lah kan aku males ya kalau kudu ke Yogya cuma buat minta surat rujukan. Jadi ya sudah mending bayar aja gitu,” tuturnya. Saat ditanya dari mana dia mengetahui prosedur BPJS, Anggita mengaku mengetahui hal itu dari orang tua dan teman – temannya. “Temanku kan kebetulan ada yang di dinas kesehatan, alumni Undip juga kan, di Yogya temanku itu. Aku sempet nanya-nanya soal kalau mau pake BPJS di RSND itu gimana caranya,” ungkapnya. (Juan, Erlin, Zakiya)
1
Salam dari Joglo
Pemanfaatan Fasilitas di Undip Belum Maksimal
Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) menyediakan layanan kesehatan menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada saat verifikasi berkas mahasiswa baru tahun 2017 ini, mahasiswa diwajibkan untuk membuat BPJS. Namun, hal tersebut tidak seiring dengan sosialisasi yang baik. Masih banyak mahasiswa atau pun masyarakat yang belum mengetahui mengenai prosedur penggunaan BPJS di RSND. Pasalnya, RSND hanya menjadi fasilitas kesehatan (faskes) tingkat kedua, yang berarti pasien harus memiliki rujukan dari faskes tingkat pertama untuk dapat berobat di RSND. Namun, masih ada pasien yang langsung datang berobat melalui Instansi Gawat Darurat (IGD). Hal tersebut tidak bisa ditangani, karena harus ada diagnosa terlebih dahulu dari dokter, apakah urgent atau tidak. Ketidaktahuan pasien ini membuatnya lama ditangani dan diberikan pilihan untuk berobat menggunakan jalur pasien umum. Selain
itu, malasnya pasien untuk mengurus BPJS yang berasal dari kota yang berbeda pun juga menjadi alasan. Sosialisasi yang dilakukan dari pihak RSND hanya dengan memasang spanduk di depan RSND. Spanduk tersebut bertuliskan bahwa RSND menerima pasien yang menggunakan BPJS, tidak ada prosedur penggunaan BPJS itu sendiri. Mungkin hal tersebut yang membuat masyarakat masih ada yang salah memahami prosedur. Berpindah dari masalah kesalahan dan ketidaktahuan pasien BPJS di RSND, sekarang mari kita lihat bagaimana penggunaan gedung-gedung yang sudah berdiri di Undip. Pada tahun 2016 dan 2017 ini, Undip giat melakukan pembangunan infrastruktur. Salah satunya adalah pembangunan Gedung Laboratorium Terpadu yang berada di Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Gedung tersebut sudah selesai dibangun sejak awal tahun 2017, namun hingga saat ini gedung tersebut belum bisa difungsikan. Dikatakan bahwa gedung Laboratorium
Terpadu itu belum digunakan karena belum tersedianya alat – alat pendukung. Pengadaan alat tersebut masih dalam proses perencanaan. Selain itu, akses jalan menuju gedung laboratorium tersebut masih belum dirapikan. Nantinya, gedung itu akan digunakan oleh setiap program studi (prodi) yang berada di FIB untuk menunjang kegiatan belajar – mengajar. Direncanakan gedung tersebut akan siap digunakan pada tahun depan. Namun, semakin lama gedung itu tidak dipakai, maka semakin banyak kerusakan yang timbul. Saat ini saja, warna dari cat dinding gedung lab itu sudah memudar, lalu akan ada kerusakan seperti apa lagi yang muncul nantinya? Semoga tidak ada kerusakan lainnya yang membuat gedung tersebut semakin lama digunakan. Semoga dengan rangkaian berita yang disajikan Joglo Pos ini, dapat memberikan pembaruan informasi seputar Undip. (Redaksi)
Pemira Vokasi, Kurangnya Antusias Mahasiswa dalam Pemilihan Foto: Dok. Istimewa Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Vokasi (BEM SV) Undip melaksanakan Pemilihan Umum Raya (Pemira) pada 15 November 2017 untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua BEM SV periode 2018. Pada Pemira tahun ini, mahasiswa program D3 dari seluruh fakultas memilih Ketua dan Wakil Ketua BEM SV untuk periode 2018. Dalam pelaksanaannya, mahasiswa dirasa masih kurang antusias terhadap pemilihan BEM SV. Menurut Ketua Bidang Hubungan Masyarakat BEM SV, Sifva Mardiana mengatakan pemira BEM SV sudah banyak yang melakukan pemilihan untuk BEM SV. “Kebanyakan adalah dari jurusan teknik dan FISIP. Di jurusan teknik, masih ada yang tidak memilih paslon dan antusiasnya sudah cukup banyak,” kata Sifva. Selama pelaksanaan Pemira, masingmasing fakultas yang memiliki program D3 memilih Ketua dan Wakil Ketua BEM SV dengan adanya kotak suara untuk Pemira BEM SV. “Masing-masing fakultas yang ada D3-nya juga dikirim kotak suara,” ujar Sifva. Selama pelaksanaan Pemira di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), mahasiswa D3 dari fakultas antusias dalam Pemira BEM SV. Menurut mahasiswa D3 Hubungan Masyarakat, Nisrina Itsnadewi, mahasiswa sudah antusias terhadap Pemira dari BEM SV. “Banyak mahasiswa vokasi yang ramai dan mau antre dalam pemira,” jelas Nisrina. Sedangkan untuk pelaksanaan Pemira di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), mahasiswa mengalami kebingungan karena dalam Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) masih berstatus mahasiswa FIB, bukan SV. “Mahasiswa D3 di FIB masih bingung karena KTM angkatan
Mahasiswa Sekolah Vokasi sedang melakukan pencoblosan calon Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Vokasi periode 2018.
2016 keatas masih di FIB, jadi mereka tidak terlalu antusias dengan pemira vokasi,” kata Aditya, mahasiswa D3 Perpustakaan dan Informasi. Selama Pemira, calon Ketua dan Wakil Ketua BEM SV melakukan kampanye visi dan misi. Kampanye yang dilakukan masih kurang partisipasi oleh mahasiswa. “Saat kampanye Pemira Vokasi di joglo FIB, peminat yang hadir hanya sedikit, kebanyak mahasiswa mengacuhkan kampanye itu,” jelas Aditya. Dengan hanya satu pasangan calon (paslon), menurut Sifva, mahasiswa menjadi kurang antusias terhadap jalannya kampanye. “Karena hanya satu paslon, kalau paslon enggak menang, maka kotak kosong yang menang, jadi mahasiswa tidak antusias untuk mengikuti kampanye,” jelas Sifva. Dalam tempat pemilihan Pemira BEM SV, tempat pemilihan masih ada yang berada di fakultas masing-masing. “Tempat pemilihan itu dilakukan di SV dan juga di fakultas yang ada jurusan D2nya,” kata Sifva. Untuk
EDISI V/TAHUN XVII/14 Desember - 14 Januari 2017
tempat pemilihan BEM SV di FISIP, tempat yang digunakan berbeda dengan Pemira BEM FISIP. “Tempat untuk Pemira Vokasi masih di FISIP tapi tempatnya dibedakan sama S-1 FISIP, intinya proses Pemira beda tempat tapi masih di FISIP,” jelas Putri Anjar, mahasiswa D3 Manajemen Pemasaran. Sebelum pelaksanaan Pemira, Sifva mengatakan tidak ada sosialisasi mengenai pelaksaan pemilihan. “Langsung ke pemilihan saja yang ada kampanye,” jelas Sifva. Sependapat dengan Sifva, Nisrina mengatakan sosialisasi Pemira kurang meluas kepada mahasiswa. “Promosi tentang Pemira kurang meluas sehingga masih banyak yang tidak mengerti apa itu Pemira,” ujar Nisrina. Untuk pemilihan BEM SV, tutur Sifva. mahasiswa masih dapat memilih Pemira di fakultasnya masing-masing. “Dari SV tidak memaksakan untuk memilih di SV, jika lebih lebih nyaman di fakultas silahkan, jadi dari vokasi menyerahkan kembali ke mahasiswanya masing-masing,” jelas Sifva. (Khofifah)
2
BREAK
Masukan agenda Anda lewat twitter: @LPM_Manunggal
Pemberian Buku Untuk Papua Melalui Komunitas Book of Papua
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undip secara resmi menggelar acara Grand Closing, Talkshow Interaktif dan Launching buku Gerakan Undip Mengajar (GUM) V dengan tema Penggerak Pendidikan Bangsa yang diselenggarakan pada Minggu (26/11) di Gedung B Fakultas Kedokteran, Undip Tembalang. Acara tersebut mengundang Co-Founder Book for Papua, Arum Ratna Pratiwi, dan relawan Komunitas Inspirasi Jelajah Pulau, Sabrina Suseno Putri, sebagai pembicara. Dalam acara tersebut, Arum menceritkan kehadiran Book for Papua sejak tahun 2013. Hal tersebut diawali dengan kedatangan Arum dan teman-temannya ke Papua tanpa tujuan khusus. Karena memiliki ketertarikan yang sama dengan temannya, mereka berinisiatif untuk menyeriuskan kegiatan memberikan buku ke Papua. “Dulunya kami mengumpulkan semua buku apa saja yang akan dikirimkan, termasuk buku-buku yang harus mikir untuk mengerti. Tapi sampai sana, jangankan paham
isi bukunya, baca saja tidak bisa,” jelasnya. Awalnya, menurut Arum, temantemannya tidak mau pakai sosial media untuk mempublikasikan kegiatan sosial mereka. “Tapi saya pikir, di luar sana pasti banyak orang yang ingin membantu tapi tidak tahu mau ke mana harus menyalurkan bantuannya,” lanjut Arum. Namun dari situ, Arum dan teman-temannya mulai menulis di Instagram dan Facebook apa yang terjadi di Papua dan bagaimana pendidikan di sana. Arum juga menyebutkan bahwa gedung sekolah bukan penyebab yang mendasari orang-orang di sana sulit belajar, tapi karena minimnya tenaga pengajar. “Kalau gedung bukan masalah. Di Papua itu banyak rumah kosong tapi tidak ada penghuninya, termasuk juga sekolah. Banyak sekolah yang tutup karena tidak ada guru-gurunya,” jelas Arum. (Zihan)
Redaksi Menerima tulisan berupa opini, esai, cerpen, surat pembaca, maupun liputan kegiatan. Tulisan dapat dikirim melalui email ke redaksi@manunggal.undip.ac.id. Redaksi berhak melakukan penyuntingan seperlunya.
Pentingnya Pascapanen bagi Komoditas Hasil Pertanian Program Studi S1-Teknologi Pangan Undip mengadakan Kuliah Dosen Tamu dengan tema Penanganan Pasca Panen yang diselenggarakan pada Senin (20/11) di Ruang Sidang Unit Pelaksana Tugas (UPT) Laboratorium Terpadu Undip, Tembalang. Acara tersebut mengundang Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Wisnu Broto dan Peneliti bidang Teknologi Pasca Panen, Mulyana Hadipernata. Pada sesi pertama, Wisnu Broto menjelaskan tentang peringkat Indonesia dalam produksi komoditas. “Sawit nomer satu, cengkeh, pala, rempah-rempah ini mulai kembali diberdayakan,” kata Wisnu. Tambahnya, jagung berada peringkat nomor tujuh dalam produksi, gula nomor sepuluh. Menurut Wisnu, terdapat peningkatan hasilhasil komoditas pertanian, contohnya beras dan jagung. “Ini adalah hasil yang dicapai, beras meningkat, jagung juga meningkat, semua meningkat hanya kedelai yang menurun,” jelas Wisnu. Selain itu, terdapat juga beberapa faktor yang menjadi masalah dalam hasil komoditas pertanian. “Yang menjadi masalah, yaitu iklim, biaya produksi lebih mahal dari harga beli, pelambatan luas lahan,” tambah Wisnu.
Lebih lanjut, Mulyana mengatakan produksi rendemen beras sangat penting dalam penanganan pascapanen dari beras. “Rendemen beras kenapa penting, produksi beras kita sekitar 70 juta ton gabah kering panen, kalau seandainya rendemennya rendah, bayangkan misal cuman 1% saja dikali 70 juta ton, jadi disini pentingnya nilai pengukuran beras, salah satunya itu akan mempengaruhi kebijakan ekspor atau impor,” jelas Mulyana. Hal lain yang diperhatikan, tambah Mulyana, nilai rendemen penggilingan, yaitu rendemen penggilingan laboratorium, yang digunakan sebagai kontrol. “Artinya hal itu perlu dilakukan, karena dengan begitu selisih persis nilai rendemen yang ada di laboratorium dan di penggilingan dapat diketahui,” ujarnya. Menurut Mulyana, masing-masing beras telah diklasifikasikan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128 :2015. “Ada klasifikasi beras berdasarkan SNI, jadi dulu ada kelas premium, medium 1, medium 2 medium 3,” jelas Mulyana. “Ini salah satu mutu beras itu bebas hama dan penyakit, bebas bau apek asam, bebas dari campuran dedak, bekatul, kemudian bahan kimia,” tuturnya dalam menjelaskan beras premium. (Dewi)
Pembac a menyam yang ingin p tar, kelu aikan komenh saran se an, kritik, atau putar pe rs Undip d apat me oalan di n girimka pesan l n ewat sm s ke nom 089681 or 074061
Semoga gedung parkir bersama yang sedang dibangun dapat digunakan oleh mahasiswa dengan harga yagn terjangkau. (08564xxxxxxxx)
Kapan Dekanat Baru Teknik bakal dipakai? GKB sudah penuh, perlu dipindah. (0821781160xxx)
Semoga yang dikampus bawah untuk D3 bisa seger naik ke atas, ke tembalang. Biar tidak banjir lagi (085797233236xxx)
Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Manunggal Universitas Diponegoro Pelindung: Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum., Penasihat: Prof. Dr. Ir. M. Zainuri, DEA., Dr. Darsono, S.E., MBA., Akt., Dr. Budi Setiyono, S.Sos., M. Pol. Admin., Prof. Dr. Ir. Ambariyanto, M.Sc., Dr. Adi Nugroho Pemimpin Umum: Faqih Sulthan. Sekretaris Umum: Suryaningrum Ayu I. Pemimpin Redaksi: Putri Rachmawati. Pemimpin Litbang: Lilis Sujianto. Pemimpin Perusahaan: Anissa Dyah P. Wakil Pemimpin Redaksi: Aryo Aji A.. Redaktur Pelaksana: Dinda Sukma A. Staf Redaksi: Ulfa Mawaddah A., Yana Laras W. A., Rivan Triardhana P. Redaktur Fotografi: Normawati Susanto. Staf Fotografi: Verensia Audre S., Nur Chamidah. Redaktur Design: Fatma Khosiah. Staf Artistik: Ika Octaviani. Staf Layout: Annisa Zafira, Ayu Muntiah. Manajer Rumah Tangga: Safira Irfani M. Manajer Produksi Distribusi dan Iklan: Ma’ruf Hidayat. Staf Produksi Distribusi dan Iklan: Diyah Ayu C., Dyah Ayu Laras P. Alamat Redaksi, Iklan dan Sirkulasi: Sekretariat LPM Manunggal Student Centre Universitas Diponegoro Jalan Prof Soedarto SH, Tembalang Semarang 50275 Email: persmanunggal@yahoo.com Website: www.manunggal.undip.ac.id
EDISI V/TAHUN XVII/14 Desember - 14 Januari 2017
3
Sorotan Gedung Baru, Nasibnya Belum Menentu Ilustrasi: Sinta/Manunggal
Oleh Rahma Wulan Septiana Lahan yang dulunya hanya terdapat pohon-pohon dan belukar, hampir satu tahun ini telah didirikan sebuah gedung bertingkat di atas lahan tersebut. Gedung baru Laboratorium Fakultas Ilmu Budaya (FIB) yang selesai dibangun pada awal tahun 2017, hingga saat ini masih belum digunakan.
Pada awalnya, gedung tersebut didirikan sebagai laboratorium masing-masing program studi (prodi). Namun sampai saat ini, gedung tersebut belum ditempati. Mengenai ketersediaan fasilitas gedung laboratorium tersebut, Suharyo, Wakil Dekan II FIB, mengatakan ketersediaan perlengkapan masih dalam proses perencanaan.. “Direncanakan Insya Allah, kalau tidak dalam dua bulan terakhir ini, kalau memang universitas membolehkan,” ungkapnya. Selain itu, tambah Suharyo, mengenai kesiapan gedung untuk laboratorium bahasa Inggris dan ditambah laboratorium perpustakaan, akan mulai beroperasi tahun depan. “Insya Allah tahun depan untuk lab bahasa Inggris ditambah kemungkinan juga ada lab perpustakaan untuk prodi perpustakaan,” ujarnya. Sebelum dibuka secara resmi, gedung tersebut akan diperiksa terlebih dahulu oleh
para ahli yang berasal dari karyawan FIB. “Operatornya itu, yang dilatih dari tenaga pendidik (tendik) itu dua dan yang dari dosen seingat saya juga ada dua,” ujar Suharyo. Penggunaan tendik dari fakultas sendiri dipekerjakan agar tidak terjadi pembengkakan biaya. Lebih lanjut, Suharyo menuturkan desain awal dari bangunan tersebut direncanakan untuk masing – masing program studi. “Dulu desainnya adalah untuk setiap prodi, tentu saja nanti prodi yang lebih tau. Karena yang mengetahui kebutuhan adalah prodi masingmasing,” terang Suharyo. Meskipun begitu, gedung keempat yang berada di kawasan FIB tersebut tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan tiap prodi, tapi juga salah satu penunjang akreditasi. “Nah, salah satu di antaranya adalah pengadaan lab untuk indikator penilaian akreditasi,” jelasnya. Anisah Chamalia, mahasiswi jurusan Sastra Indonesia angkatan 2015 mengatakan masih belum mengetahui keadaan gedung baru tersebut. ”Karena belum berjalan secara maksimal ya jadi belum bisa dikatakan apa sudah baik atau belum sih kalau untuk keberjalanannya,” ungkapnya. Selain itu, tambah Anisah, tata cara peminjaman atau penyewaan gedung diharapkan tidak dipersulit. “Harapannya tidak dipersulit saat mahasiswa akan menggunakan gedung, semoga gedung yang baru jangan cepet rusak dan lebih enak ketika akan dipinjam dan lebih dipermudah,” ujarnya.
EDISI V/TAHUN XVII/14 Desember - 14 Januari 2017
Selain sarana dan prasarana yang ada dalam gedung laboratorium baru tersebut, diharapkan akses untuk menuju gedung lebih mudah. Hal itu karena akses untuk menuju ke lokasi gedung hanya dapat dilewati dari satu jalur, sehingga menyulitkan mahasiswa yang ingin menuju ke gedung tersebut. “Aksesnya kan memang bisanya dari belakang dan gak bisa langsung kesana. Harapannya lagi adalah dibuatkan jalan langsung kesana jadi gak perlu ribet-ribet muter dulu lagi buat kesana,” tambah Anisah.
Bang Jo
RSND sebagai Rumah Sakit Rujukan bagi Pengguna BPJS
Semoga RSND ramah bagi pengguna BPJS Pemira Vokasi, Kurangnya Antusias Mahasiswa dalam Pemilihan Semoga ada kesadaran pada fakultas sendiri Gedung Baru, Nasibnya Belum Menentu Semoga cepat digunakan untuk mahasiswa
4