Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
1
Salam Redaksi Hidup pers mahasiswa! Setelah melewati proses panjang, akhirnya kami bisa bernapas lega karena telah menunaikan salah satu tanggung jawab terhadap sivitas akademika Undip. Puji syukur, atas karunia Tuhan yang Maha Esa, Tabloid Manunggal Edisi II Tahun XVI April 2017 telah terbit dan dapat hadir di hadapan pembaca. Semoga kami bisa terus menginspirasi melalui informasi-informasi sekitar kampus yang kami sajikan. Menjadi salah satu universitas terbaik bangsa, Undip memiliki reputasi sebagai kampus dengan kegiatan akademik yang berkualitas di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, kali ini Tabloid Manunggal fokus menyoroti kredibilitas dosen sebagai salah satu kualifikasi penting dalam terciptanya kegiatan perkuliahan yang baik. Beberapa usaha ternyata tengah dilakukan oleh kampus dalam rangka memperbaiki dan mengembangkan kredibilitas dosen Undip, salah satunya evaluasi dosen. Simak uraian mengenai isu tersebut lengkap dengan polling jajak pendapat mengenai evaluasi dosen pada ru-
brik Sajian Utama dan Polling. Masih kabar dari kampus kita tercinta, ada Kantor Urusan Internasional (KUI) yang juga tengah gencar melakukan sosialisasi mengenai program perkuliahan ke luar negeri atau pun program pertukaran pelajar. KUI merupakan salah satu unit pelayanan yang sudah menjembatani banyak mahasiswa untuk sekolah ke luar negeri. Ingin tahu informasi lengkapnya? Ayo cari tahu di rubrik Fokus! Tidak kalah membanggakan, sekumpulan mahasiswa dari Fakultas Teknik Undip berhasil merancang sistem mobilisasi pada Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Mereka berhasil membuat konsep penataan kawasan di bandara dengan merancang bentuk pergerakan jaringan informasinya. Simak pengalaman membanggakan mereka dalam rubrik Penelitian! Tidak hanya menyoal Undip, Tabloid Manunggal juga menyajikan informasi mengenai kearifan lokal di daerah Jawa Tengah. Pada rubrik Perjalanan, Tim Tabloid meliput Museum Gunung Merapi yang menyimpan sejarah dan kisah keberadaan Gunung Merapi di Yogyakarta. Kearifan lokal lainnya adalah kesenian Kresendo dari Kendal yang diulas dalam rubrik Sastra dan Budaya. Kresendo menjadikan bahan bekas sebagai benda bermelodi yang digunakan untuk berkesenian. Bagaimana cerita selanjutnya? Mari baca kedua rubrik tersebut! Selain itu, bagi pembaca Tabloid Manunggal yang tertarik dengan hal-hal unik, bergabung dengan komunitas ini mungkin adalah jawabannya. Ya, komunitas ini bernama SemarAngker. Tidak seseram namanya, komunitas ini justru mengungkap halhal mistis dengan cara yang menyenangkan. Penasaran? Temukan jawabannya pada rubrik Profil! Terakhir, petikan Wawancara Khusus dengan salah satu sastrawan terbaik Indonesia mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Beliau adalah salah satu dosen di Undip dan karya sastranya sudah dikenal secara nasional. Lihat liputan lengkapnya di rubrik Wawancara Khusus! Akhir kata, selamat menjelajahi informasi!
Surat Pembaca Undip kampus riset, sudahkah ada pelatihan untuk mahasiswa Sejak 2008 lalu Undip memiliki program menjadi Universitas Riset yang Unggul pada tahun 2020. Akan tetapi saya merasakan saat ini usaha undip untuk mewujudkan kampus riset belum terlalu terlihat, ada tapi tidak di imbangi dengan pelatihan dan fasilitas penunjang. Serta ditambah birokrasi yang ruwet dan publikasi undip untuk mahasiswanya kurang. Andai saja mahasiswa dibekali pelatihan dan fasilitas yang baik mungkin mahasiswa sudah berinovasi tanpa batas. Nyatanya banyak penghargaan yang masih di ambil kampus lain, itu bukti jika undip kurang dalam pengembangan untuk kampus riset. Terimakasih Nina Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2015
Oleh : Laras/Manunggal
Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Manunggal Universitas Diponegoro Pelindung: Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum . Penasihat : Prof. Dr. Ir. M. Zainuri, DEA., Dr. Darsono, S.E., MBA., Akt., Dr. Budi Setiyono, S.Sos., M. Pol. Admin., Prof. Dr. Ir. Ambariyanto, M.Sc., Dr. Adi Nugroho Pemimpin Umum: Gina Mardani C. Sekretaris Umum: Rizko Prasada F. Pemimpin Redaksi: Astrid Nurhasanah Pemimpin Litbang: Erdidhah Putri P. Pemimpin Perusahaan: Kalista Vidyadhara Sekretaris Redaksi: Fauziah Citra R. Redaktur Pelaksana Tabloid : Verawati Meidiana Staf Redaksi Tabloid : Moch. Fajrin Ardi P., Ika Octaviani., Eko Rizal Saputra. Redaktur Fotografi : Hayyina Hilal H. Reporter Fotografi: Annisa Tiara L., Normawati Susanto. Redaktur Design: S. Adi Nurrokhim Staf Artistik: Dyah Ayu L., Kiky Extiana. Staff Layout: Sri Wilda A., Fatma Khosiah., Fitri Indriyani. Redaktur Pelaksana Cyber News: Suryaningrum Ayu I. Reporter Cyber News: Intan Dwi Artikasari., Putri Aulia Tuzhara., Jazak Firdaus Syafaat., RR Clara Ariski P. Redaktur Pelaksana Joglo Pos: Putri Rachmawati. Reporter Joglo Pos: Aryo Aji A., Dinda Sukma A., Iga Tikah R., Diyah Ayu C. Redaktur Pelaksana Majalah: Ma’ruf Hidayat. Reporter Majalah: Safira Irfani Maulida., Ulfa Mawaddah A., Amalia Safira A., Nooradha Satrio H. Manajer Rumah Tangga: Sholihatun Nissa. Manajer Produksi, Distribusi dan Iklan: Moh. Shaleh Alfarisi. Produksi dan distribusi: Annisa Dyah P., Fachrizal Kurniadi W., Devy Oktaviany. Kadiv Kaderisasi: Lilis Sujianto. Staf Kaderisasi: Damedo Winsantana., Yunita Mahda S. Kadiv Jaringan Kerjasama: Bayu Ninik Wijayanti. Staf Jaringan Kerjasama: Noor Santi., Hamid Safrijal. Kadiv Data dan Informasi: Bonna Nur Ischaq D. Staf Data dan Informasi: Rachmat Saleh., Reyuni Adelina., Fini Septiani. Manajer EO: Faqih Sulthan. Staf EO: Haninda Rafi W., Muhammad Afandi., Dwi Harti Pujiana. Alamat Redaksi, Iklan dan Sirkulasi: Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Joglo Universitas Diponegoro Jln. Imam Bardjo, SH No.2 Semarang 50241 Telp: (024) 8446003 Email: persmanunggal@yahoo.com Website: www. manunggal.undip.ac.id
GONG Kredibilitas dosen Undip dipertanyakan mahasiswa, lho, bukannya sudah akreditasi A? Undip punya sistem evaluasi dosen sebagai tampungan aspirasi mahasiswa terhadap kinerja para dosen. Bukan sekadar formalitas, kan, Pak? KUI, gencar lakukan programprogram internasionalisasi kampus. Wah, kejar target World Class University, nih, jangan lupa risetnya.
Redaksi menerima tulisan berupa opini, esai, puisi, cerpen, surat pembaca, dan akademika. Tulisan diketik rapi dengan spasi 2, maksimal 3 folio. Redaksi berhak melakukan penyuntingan naskah seperlunya. Tulisan dapat dikirim melalui email ke redaksi@manunggal.undip.ac.id atau persmanunggal@yahoo.com.
2
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
Peran Penting Dosen dalam Pembelajaran Oleh: Rizko Prasada Fitriansyah*
Ketika diamanahi untuk menulis rubrik Gaung bertopik ini, saya teringat dua buah kutipan. Pertama, “Jika ada guru yang bisa digantikan dengan teknologi, maka ia memang pantas untuk digantikan.” Kedua, “Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau.” Antara dosen dengan guru, teknologi, dewa, dan kerbau. Apa kaitannya? Mengacu pada UU nomor 14 tahun 2005, guru dan dosen memiliki tugas yang tidak sepenuhnya sama namun tetap memiliki keterkaitan, yakni sama-sama sebagai pendidik profesional. Meski dosen memiliki sejumlah tugas utama yang harus disalurkan melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian, saluran pendidikanlah yang paling dapat dirasakan manfaatnya oleh kalangan mahasiswa. Bahkan kasarannya, keberhasilan dalam mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu ketika proses belajar mengajar adalah tolok ukur utama seorang dosen dinilai baik
atau tidak dari sudut pandang mahasiswa. Kaitan dosen dengan teknologi? Seperti yang sama-sama kita rasakan, di milenium ini, teknologi hadir semakin bervariatif dan berkembang semakin pesat, kecerdasan buatan misalnya. Profesi-profesi yang sebelumnya diemban oleh manusia, berpotensi untuk digusur oleh keberadaan teknologi ini, namun tidak untuk pendidik. Ya, teknologi memang memungkinkan mahasiswa untuk mengulik lebih dalam keilmuan yang tengah ditekuni secara mandiri. Namun, tak peduli sebanyak apapun referensi-referensi yang dapat diakses, peran dosen dalam hal menstimulus, memahami masalah, dan memberi masukan kepada mahasiswanya tidak akan bisa digantikan oleh teknologi. Sehingga, jika peran tersebut hilang dalam bakti seorang dosen, maka menghilang sajalah profesi tersebut untuk digantikan oleh teknologi. Sistem pendidikan saat ini tak
lagi menjadikan pendidik sebagai pusat atau “dewa”, melainkan mahasiswalah yang dituntut untuk aktif dalam mengembangkan potensinya. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi tersebut adalah melalui pembelajaran yang baik. Pembelajaran yang tak lain merupakan salah satu bentuk interaksi antara dosen dengan mahasiswa memiliki fungsi penting dalam memicu tingkat keaktifan dan rasa penasaran. Interaksi yang kurang berhasil berbanding lurus dengan hasilnya, yakni kurang maksimal. Ketika hal tersebut terjadi, cara yang lazim digunakan adalah dengan melakukan evaluasi. Idealnya, evaluasi bukan hanya sebatas pada adanya penilaian dan seperti apa hasilnya, namun berlanjut hingga bagaimana hasil penilaian tersebut diolah lalu menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Sayangnya, fakta di lapangan sepertinya belum mampu mencapai kondisi idealnya. Mungkin saja, perlu dilakukan evaluasi atas sistem yang dibuat. Karena rasanya
sangat sia-sia telah dibuat sistem evaluasi hanya untuk formalitas atau pun terbuangnya sepuluh menit waktu tiap mahasiswa untuk mengisi evaluasi jika tak ada perubahan sama sekali. Atau mungkin, untuk hasil yang lebih efektif, dilepaskan saja sistem yang sifatnya seakan-akan hanya untuk memenuhi formalitas tersebut dengan sistem lain. Evaluasi secara personal misalnya. Di pertemuan terakhir tatap muka, Sang Dosen berujar di muka kelas “Ya, karena ini pertemuan terakhir kita, saya ingin masukan dari kalian semua. Tidak perlu banyak-banyak, cukup di secarik kertas dibagi dua. Masukan yang paling masuk di akal, akan saya berikan nilai A.” Niscaya, para mahasiswa akan berpikir keras untuk memberi masukan terbaik kepada dosennya. Ah, tapi hanya mahasiswa kerbau yang mengharapkan nilai bagus tanpa melakukan bakti utamanya.
*) Sekertaris Umum LPM Manunggal Universitas Diponegoro
OPINI Membangun Kredibilitas Dosen Undip di Era PTN BH Oleh: Dr. Yudo Prasetyo, ST. MT.*
Awal penulisan artikel ini didasari atas tergelitiknya pemikiran penulis terhadap diskusi sesama rekan dosen yang kerap mengatakan bahwa profesi dosen adalah pekerjaan yang berat. Berdasarkan pemahaman terhadap UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 dan pasal 72 dapat digambarkan secara umum bahwa tugas pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat merupakan tugas pokok profesi dosen yang harus dijalankan. Tidak hanya itu, profesi dosen nyatanya juga merangkap profesi pendidik profesional dan ilmuwan. Hal ini tentu berbeda dengan peran guru yang hanya diarahkan kepada fungsi pendidik profesional semata. Kredibilitas profesi dosen secara sederhana terbangun oleh dua aspek tersebut yang dijalankan dengan loyalitas dan semangat kerja yang baik.
Peningkatan Kompetensi dan Profesionalisme Profesi Dosen Amat penting seorang dosen memiliki kualifikasi dan standarisasi yang telah ditetapkan oleh organisasi keahlian untuk mendapatkan pengakuan secara nasional dan internasional. Selain itu, bergabung ke dalam organisasi keahlian akan membantu untuk meningkatkan wawasan keilmuannya. Profesionalisme dosen juga dapat terasah dengan melaksanakan penelitian, pengabdian masyarakat serta pekerjaan lainnya sesuai bidang keahlian. Selain hal tersebut, diperlukan juga adanya dukungan institusi (Undip) dan kesadaran pribadi untuk menekankan pentingnya peningkatan kompetensi dan profesional melalui jalur formal. Pendidikan lanjut hingga jenjang tertinggi perlu terus disosialisasikan ke setiap dosen di lingkungan Undip terutama kepada dosen muda. Hal ini dikarenakan reputasi Undip sebagai universitas riset hanya dapat terwujud apabila mayoritas dosennya telah berpendidikan tinggi dan berpengalaman riset. Selain itu, akreditasi mutu pendidikan Undip tentu saja akan meningkat seiring peningkatan kompetensi dan kualitas pendidikan dosen di dalamnya. Sehingga materi pendidikan dan penelitian yang diberikan jauh lebih maju dan sesuai dengan kebutuhan pasar secara global. Peningkatan Penguasaan Teknologi Media Ajar dan Metode Pendidikan Ter-
kini Menjadi dosen di era serba digital sangatlah tidak mudah, peningkatan kompetensi tidak hanya dituntut dari segi keilmuan tetapi juga dari penguasaan teknologi dan pendekatan komunikasi efektif. Penulis masih kerap menjumpai seorang dosen hanya mengejar bagaimana seluruh materi yang tertuang dalam GBPP dan SAP (kini dikenal sebagai RPS) bisa tuntas disampaikan dikelas tanpa memerhatikan proses transfer ilmunya. Ibaratnya, mahasiswa hanya dijejali oleh materi perkuliahan tanpa diberikan ruang diskusi dan proses evaluasi terhadap penguasaan materi. Di sisi lain, peranan Gugus Penjaminan Mutu di lingkungan universitas, fakultas bahkan departemen serta LP2MP (Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan) di lingkungan Undip juga harus menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi hal ini melalui program pelatihan dan sosialisasi mutu pendidikan bagi profesi dosen. Metode pembelajaran yang lebih mengedepankan diskusi dan menjadikan mahasiswa sebagai pusat pembelajaran akan mendorong kredibilitas dosen sebagai pendidik profesional. Termasuk menyesuaikan media komunikasi seperti penggunaan media sosial populer untuk membangun suasana diskusi yang lebih cair dengan mahasiswa. Walaupun metode ini tidak bisa efektif sepenuhnya tanpa dikombinasikan dengan metode konvensional.
dibalik kebebasan tersebut, setiap individu yang menyandang profesi dosen memiliki beban yang lebih berat dalam menjaga independensi dan integritasnya. Hal ini dikarenakan di mata masyarakat, individu berprofesi dosen akan lebih melekat dan lebih dikenal sebagai akademisi di manapun berada. Justru di pundak seorang akademis, masyarakat menaruh kepercayaan akan objektivitas pendapat. Pendapat yang dilandasi oleh kebenaran ilmiah dan sesuai kompetensi keahliannya. Kredibilitas seorang dosen juga dipertaruhkan dalam berpendapat di setiap ruang publik dan akademik. Tentu saja, saat Penulis menulis artikel ini diiringi perasaan cemas dan khawatir (sambil tersenyum kecut). Harapan Penulis, profesi dosen bisa menjadi suri tauladan dalam era keterbukaan informasi saat ini. Bahkan, dengan tetap menjaga independensi dan integritas bisa menjadi bentuk perlawanan terhadap berbagai bentuk ketidakadilan di masyarakat. Selain itu, bentuk integritas lainnya yang perlu diperhatikan juga adalah moralitas dan sikap baik yang terus dijaga. *) Dosen Universitas Diponegoro Foto: Dok. Pribadi
Penguatan dan Perlindungan Profesi Dosen Secara Kelembagaan Penguatan dan perlindungan profesi dosen secara struktural dan sistematis lebih didorong pada pembentukan organisasi profesi. Namun, saat ini profesi dosen tidak memiliki naungan organisasi yang melindungi dan mengayomi. Padahal organisasi profesi lainnya begitu kuat melindungi kredibilitas profesinya ketika profesi tersebut dirugikan atau ‘diserang’, seperti melakukan gerakan moral dan pembelaan seperti demonstrasi, pendampingan hukum bahkan perlawanan hukum. Sementara profesi Dosen masih mengandalkan institusi masing-masing dalam mengayomi dan melindungi profesinya. Mungkin hal ini dianggap tidak perlu bagi sebagian orang atau bahkan tidak penting. Namun, kita perlu mewaspadai perkembangan zaman yang mengarah pada globalisasi dan kapitalisasi segala aspek. Tuntutan masyarakat akan
semakin meningkat seiring tuntutan kemandirian PTN BH. Suatu saat bisa saja profesi dosen juga menghadapi kasus yang sama seperti yang dialami profesi lainnya. Dimana pengguna (mahasiswa) dan stakeholder lainnya bisa menuntut lebih untuk sikap profesional dan kompetensi dosen dibandingkan sebelum Undip berubah menjadi PTN BH.
Independensi dan Integritas Profesi Dosen Profesi dosen mendapat tantangan hebat di era keterbukaan informasi saat ini. Tentu saja dengan kemajuan teknologi maka ada banyak ruang bagi setiap untuk mengemukakan pendapatnya, termasuk para dosen. Namun
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
3
Menilik Kredibilitas Dosen Kampus Diponegoro Pendidikan merupakan aset penting yang harus dimiliki oleh setiap manusia.Melalui pendidikan pula, setiap bangsa mampu mencetak generasi penerus yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Dalam memberikan pendidikan yang berkualitas, setiap tenaga pendidik di instansi pendidikan diharuskan memiliki kompetensi dan kredibilitas yang memadai.
Diatur Undang-Undang No. 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi, tenaga kependidikan memiliki fungsi utama yakni sebagai pilar penunjang penyelenggaraan pendidikan tinggi. Dalam hal tersebut, dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tugas utama itu sejalan dengan pengamalan fungsi tridarma perguruan tinggi, wujud dari keseriusan perguruan tinggi untuk menyajikan perguruan tinggi yang berkualitas. Ketiga poin perguruan tinggi tersebut adalah pengabdian pada masyarakat, pendidikan dan pengajaran, serta penelitian dan pengembangan. Dengan begitu, peran dan wewenang dosen sudah cukup jelas. Di samping memberikan pengajaran kepada murid-muridnya, ia pun harus mampu membagi waktu untuk melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tidak sedikit jumlah dari para dosen di Undip yang menerapkan fungsi dari tridarma perguruan tinggi dengan baik dan benar.Namun, tidak dipungkiri masih terdapat beberapa laporan yang dikeluhkan oleh mahasiswa dari berbagai fakultas terkait buruknya sistem pengajaran dan kredibilitas dosen yang mengajar mereka. Pengalaman tersebut dikeluhkan oleh salah satu mahasiswa jurusan Fisika Fakultas Sains dan Ilmu Matematika (FSM) 2014, Achmad Fajar Putranto. Menurutnya, selama dua tahun menjadi mahasiswa di Undip,ia telah menemui berbagai macam karakter dosen di jurusannya. Beberapa di antaranya ia nyatakan kurang memenuhi kriteria yang layak untuk menjadi dosen disebabkan oleh beberapa faktor. “Pertama, aku tuhenggak menitikberatkan dosen itu harus serba bisa.Tapi paling enggak, mereka pun juga harus profesional dalam melakukan sistem pengajaran. Dosenku di semester-semester sebelumnya ada yang punya track record buruk tuh, mulai dari segi pengajaran, penyampaian materi, sampai masalah kontrak kuliah yang sering banget dilanggar,” ungkapnya. Beberapa faktor tersebut bertentangan dengan tugas dan wewenang dosen seperti yang disebut-
44
kan dalam pasal 12 ayat pertama Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Ayat pertama pada pasal tersebut menyebutkan bahwa dosen sebagai sivitas akademika memiliki tugas mentransformasikan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang dikuasainya kepada mahasiswa dengan mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran sehingga mahasiswa aktif dalam mengembangkan potensinya. Fajar mengatakan selama melakukan pengajarandi kelas, beberapa dosen yang mengampunya kurang mendalami materi yang disampaikan sehingga mengganggu keseluruhan sistem pengajaran. Salah satu hal pahit yang pernah ia rasakan adalah ketika ia dan temanteman satu kelasnya diberikan materi ujian yang bobotnya terlampau jauh dari apa yang diajarkan oleh dosen yang bersangkutan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai macam penanganan dan tindak lanjut yang dilakukan Undip sebagai universitas yang menyandang gelar PTN-BH untuk mencapai gelar World Class University. Menanggapi hal tersebut, salah satu dosen terbaik Psikologi Undip, Dian Ratna Sawitri menegaskan bahwa dosen dengan standar baik ialah dosen yang mampu melakukan tridarma perguruan tinggi secara proporsional. “Jadi, memang harus proporsional. Untuk 2016 ini, saya pribadi ingin menumbuhkan riset environment di universitas sehingga dosen itu bisa lebih terlibat di penelitian. Harus seimbang, dan dulu pun kalau penelitian saya pun tetap mengajar. Kalau pun kosong ya itu diganti, gitu aja,” papar Dian. Ia mengungkapkan, selama ia menjabat sebagai dosen di Undip, ia selalu mengedepankan tridarma perguruan tinggi tanpa meninggalkan kewajibannya mengajar sebagai seorang dosen. Dian berpedoman bahwa kekosongan selama perkuliahan sudah seharusnya diganti dengan kelas perkuliahan pengganti atau dengan tugas. “Ada kalanya memang kita tidak mungkin tidak meninggalkan kelas, tapi harus tetap kita ganti sehingga mahasiswa tetap menerima haknya itu,” imbuhnya. Pendapat serupa dikemukaan oleh Kepala Lembaga Pengembangan dan Penjaminan
Mutu Pendidikan (LP2MP), Edy Riyanto mengatakan, “Jadi mereka tetap harus masuk kelas. Justru mereka penelitian itu, dalam kerangka pengembangan ilmu, pengembangan pengetahuan dia sendiri, dan yang ketiga adalah upaya meningkatkan proses pembelajaran agar mahasiswanya dapat lebih berkembang,” Minimnya Dosen Bergelar Doktor Berkaca pada fakta di lapangan, hingga saat ini Undip nampaknya masih memiliki kekurangan dalam proporsi jumlah dosen di beberapa fakultas. Menurut Dian, di fakultas Psikologi hingga saat ini hanya memiliki 5 dosen bergelar doktor. Padahal, untuk membentuk jurusan jenjang S2, sebuah fakultas harus memiliki minimal 6 dosen bergelar doktor. Hal tersebut menurut Dian juga mengacu pada usia fakultas Psikologi yang terbilang masih muda, sehingga membutuhkan waktu untuk berkembang. Menanggapi hal tersebut, Wakil Rektor 1 Undip, Zaenuri mengatakan bahwa selama ini Undip telah mengupayakan beberapa metode dalam meningkatkan mutu dan pengembangan dosen. Beberapa diantaranya meliputi peningkatan mutu metode pembelajaran, pekerti, applied approach, media komunikasi, penelitian dan pengabdian masyarakat. Zaenuri berasumsi bahwa implementasi dari upaya-upaya tersebut telah membuahkan hasil yang cukup memuaskan. “Jadi, kalau sebuah program studi terakreditasi A atau B, tentu sudah melaksanakan program pembelajaran tersebut. Nah, itu (red: data fisik dan online) dijamin dengan audit internal yang dilaksanakan oleh LP2MP, jadi setiap semester itu ada buku biruyang berisi audit internal pelaksanaan sistem penjaminan mutu,” kata dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tersebut. Meningkatkan Kualitas Dosen Di tengah kritik mahasiswa mengenai kredibilitas dosen, pada dasarnya Undip telah menerapkan beberapa sistem atau peraturan pengajaran sebagai acuan kegiatan akademik. Ditemui di ruangannya, Wakil rektor 1 Undip, Prof Zainuri menjelaskan, Undip telah menetapkan Standar Operasional Prosedur
Manunggal -- Edisi Edisi IIII Tahun Tahun XVI XVI April Agustus Manunggal 20172017
(SOP) pengajaran dosen. SOP tersebut merupakan acuan bagi para dosen Undip dalam mengajar. “Yaitu Kepmen 108, 232, 243, dan yang terakhir adalah 54 tahun 2015, yang menjelaskan semua metode pembelajaran diterjermahkan menjadi beberapa bagian dari mulai metode pembelajaran, pekerti, apply approach, media komunikasi dan penelitian,” tegas pria tersebut. Selain sebagai acuan, sistem pengajaran dosen ini juga bertujuan untuk meningkatkan mutu pengajaran para dosen. Hal ini dikarenakan kualitas sebuah perguruan tinggi juga ditentukan oleh kegiatan akademik yang baik, salah satunyamemiliki dosen yang kredibel dengan komitmen untuk mengajar, meneliti, dan mengabdi. Ditemui di gedung ICT Undip, Prof Edy selaku ketua LP2MP menjelaskan Undip tengah melakukan beberapa hal untuk meningkatkan mutu dosen. Pertama,meningkatkan metode proses pembelajaran melalui pelatihan pekerti yang meliputi pelatihan mengajar,akademik approach, dan penulisan buku kinerja. Kedua, menyekolahkan kembali dosen yang masih bergelar S2 untuk melanjutkan studi ke jenjang S3. Ketiga,melakukan pengawasan terhadap dosen ketika mengajar. “Bentuk darimemonitori (pengawasan, red) sendiri adalah monitorionline seperti evaluasi dosen yang dilakukan oleh mahasiswa saat pengisian KRS,” jelas Prof Edy. Tindak lanjut dari hasil evaluasi dosen berupa pemberitahuan kepada dosen mengenai penilaian darimahasiswa. Ia menambahkan “Evaluasi dosen bersifat poligial yaitu asah asih asuh yaitu saling mengingatkan, saling memberi input, bukan ketika melakukan kesalahan langsung diberi sanksi atau dipotong gaji”. Akan tetapi, terkait dengan sistem evaluasi dosen pada SiaKad Undip ini, Dian menilai belum terdapat dampak signifikan terhadap pengawasan kinerja dosen di Undip. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini tindak lanjut dari hasil evaluasi dosen tersebut belum dilakukan pembahasan secara komprehensif mengenai hasil evaluasi dosen. Secara garis besar, Dian berpendapat bahwa fungsi dari evaluasi dosen hanya sebagai masukan kepada dosen yang bersangkutan.“Harusnya sistem itu diwajibkan untuk keseluruhan mahasiswa, dan seharusnya hasilnya ada yang mengkoordinir,” kata Dian.
Hal ini senada dengan pendapat mahasiswa yang mengaku tidak mengetahui tindak lanjut dari evaluasi ini. Ida Uswatun Khasanah, Mahasiswa FIB, mengatakan, “Saya tahu adanya evaluasi dosen dan ikut mengisi akan tetapi saya tidak tahu bagaimana tindak lanjut evaluasi dosen,” ucapnya. Berdasarkan jajak pendapat yang dilterbitkan oleh litbang LPM Manunggal, didapatkan hasil bahwa 93% mahasiswa mengetahui adanya sistem evaluasi dosen, namun 6% di antaranya memilih untuk tidak mengisi evaluasi tersebut. Sekitar 67% mahasiswa beralasan malas, 16% mahasiswa beralasan rumit dan sisanya yakni 17% mahasiswa merasa tidak adanya perubahan meski telah mengisi evaluasi dosen tiap akhir masa ajar.
Di sisi lain, Undip memang tidak mewajibkan mahasiswa untuk mengisi evaluasi tersebut. Padahal, menurut Prof Zainuri, mahasiswa memiliki peranan yang penting dalam melakukan evaluasi kinerja dosen saat mengajar di kelas. “Mahasiswa juga ikut menilai atau pelaporan pada akademi. Hal-hal yang dinilai tidak sesuai dengan kontrak yang sudah di sepakati oleh dosen dengan mahasiswa, karena selain evaluasi dosen, mahasiswa boleh menyampaikan keluhan kepada akademik mengenai dosen,” tandasnya. Selain evaluasi dosen yang dilakukan oleh mahasiswa, Undip juga memiliki dua bentuk pengawasan lain. Pertama, evaluasi yang dilakukan oleh LP2MP mengenai sistem yang meliputi kurikulum, eva-
luasi prodi dan evaluasi sarana dan prasarana. Evaluasi tersebut dilakukan setiap tahun dan merupakan evaluasi internal dibidang akademik. Kedua,Undip memastikan adanya kesesuaian antara konten pembelajaran mata kuliah dengan soal ujian mahasiswa. Bentuk pengawasan inibaru dilaksanakan pada 2016 lalu.Sedangkan penilaiannya berupa pengawasan langsung dan input data yang dilakukan oleh para dosen. Akan tetapi, terdapat beberapa kendala dalam melaksanakan usaha-usaha tersebut. Salah satunya adalah kendala saat menyekolahkan kembali para dosen. Menurut Prof Edy, tidak sedikit dosen yang menolak untuk melanjutkan studinya ke jenjang S3. “Kendalanya adalah permasalahan sosial kemasyara-
katan dalam hal ini keluarga, pertimbangan- pertimbangan internal keluarga seperti umur yang sudah tua, jadi sudah tidak ada cita-cita sehingga perlu didorong dan dimotivasi untuk melanjutkan studi,” ungkapnya. Selain itu, batasan umur dalam persyaratan beasiswa studi di luar negeri juga kerap menjadi hambatan bagi sebagian dosen Undip yang tidak bisa memenuhi persyaratan tersebut. Sebagai solusinya, Undip akan menyediakan beasiswa bagi para dosen yang tidak memenuhi kriteria tersebut “Sejauh ini pelaksanaan untuk dosen yang melanjutkan studi diatas 50 tahun belum dilaksanakan sebab baru dimulai, dosendosen terus dimotivasi agar melanjutkan studi yang setinggi-tingginya untuk menciptakan dosen yang bermutu,” tambah Prof Edy. (Ika, Fajrin)
Selamat dan Sukses
Zulfa Ayu A, S. Hum Sekretaris Umum 2015
M. Irzal Adiakurnia, S. I. Kom Pemimpin Umum 2015
Mizan Ikhlasul Rahman, S.E. Pemimpin Perusahaan 2014
Faiz Balya Marwan, S. I.P. Sekretaris Redaksi 2015
Shela Kusumaningtyas, S. I. Kom Kadiv Jarkem 2015
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017 Manunggal - Edisi II Tahun XVI April 2017
55
Laris Manis yang Tak Habis-habis Foto: Nina/Manunggal Pembangunan beberapa kampus di
Tembalang menjadikan kecamatan ini kawasan yang ramai huni oleh ribuan mahasiswa. Hal ini tentu
berdampak pada peningkatan jumlah penduduk. Tak heran, kawasan
dengan jumlah penduduk yang kian meningkat ini memiliki daya tarik
besar bagi para pedagang. Sejumlah
pertokoan yang menyediakan berbagai kebutuhan mulai menjamur di
kawasan ini, salah satunya penjual kartu perdana internet.
Salah satu pedagang kartu perdana internet, Joe mengatakan berjualan di Tembalang memiliki banyak keuntungan. Menurutnya, Tembalang merupakan lokasi yang strategis untuk berjualan kartu perdana internet. Tak heran, barang dagangannya selalu laris manis di pasaran. “Ramelah, mbak, bisa lihat sendiri toh. Jumlah barang yang terjual lumayan banyak setiap hari, karena ‘kan kita tempat ecer dan grosir,” ucapnya. Memiliki beberapa pegawai, Joe mengoperasikan tokonya selama 24 jam dalam sehari. Toko tersebut tetap ramai dikunjungi para pembeli hingga larut malam. Dengan cara berjualan tersebut, Joe berhasil menjual kurang lebih 200 kartu perdana internet perhari. Jumlah itu diakui Joe menghasilkan omzet yang cukup besar sehingga ia bisa membuka dua cabang lain dari usahanya tersebut. Omzet ini didapatkan karena strategi pemasarannya, ia memilih Tembalang sebagai lokasi yang strategis untuk berjualan kartu perdana internet. “Di sini (Tembalang, red) cocok buat berjualan kuota internet karena ‘kan mahasiswanya tidak hanya Undip saja,” terangnya. Mencari keuntungan yang sama, Emo Budi Haryono, juga banting setir dari usaha menjual nasi kucing menjadi penjual kartu perdana internet di Tembalang. Ia berpendapat, menjual kartu perdana internet merupakan usaha yang cukup menjanjikan jika berlokasi di Tembalang. “Tempatnya dekat kampus, kira-kira produk yang dibutuhkan mahasiswa itu ya di telekomunikasi, setiap mahasiswa pasti punya HP satu atau dua, akhirnya saya berani mencoba jual pulsa dan perdana internet,” ungkap laki-laki paruh baya tersebut. Sesuai dengan penuturan para penjual kartu perdana internet tersebut, sejumlah mahasiswa yang diwawancarai oleh Reporter Tabloid juga mengatakan bahwa kuota internet merupakan hal penting yang wajib dimiliki. Salah satunya Shifa Karima Hayati, mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2015 tersebut mengaku hampir seluruh aktivitasnya bergantung pada paket internet telepon genggamnya terutama
6
Kegiatan jual-beli kuota internet di salah satu kios di Tembalang. dalam berkomunikasi. “Penting banget soalnya kalau di hari biasa kuliah ‘kan kadang harus browsing buat tugas dan banyak informasi di sosmed yang enggak bisa ditingal seperti kepanitiaan dan organisasi,” tuturnya. Selain Shifa, Reporter Tabloid juga mewawancarai dan memilih secara acak mahasiswa lain untuk mengetahui konsumsi kuota internet di kalangan mahasiswa, yaitu Dessy Pintoko (Hukum 2014), Rizky Pratama Ningrum (Planologi 2014), dan Dinar Astari (Geologi 2015). Hasilnya, ketiga mahasiswa tersebut juga menganggap penting keberadaan paket kuota internet dalam aktivitas sehari-hari, seperti berkomunikasi atau media belajar dan mencari informasi. Oleh karena itu, membeli kuota internet sudah menjadi suatu kebutuhan bagi mereka. Konsumsi Internet di Kalangan Mahasiswa Sama halnya dengan lapisan masyarakat yang lain, mahasiswa membutuhkan internet sebagai sarana mencari informasi, berkomunikasi, hiburan, dan lain sebagainya. Internet sebagai sarana mencari informasi biasanya erat kaitannya dengan kegiatan perkuliahan. Sumber informasi yang melimpah bisa dengan mudah didapatkan hanya dengan satu kali klik. Dari mulai artikel, makalah, skripsi, hingga e-book dapat dimiliki seolah semua informasi ada dalam genggaman. Hal inilah yang dialami oleh mahasiswa sekarang ini, termasuk Shifa. “Terkadang ingin off (internet, red) tapi enggak bisa. Terus karena keseringan ak-
ses internet, jadi aneh juga sih kalau enggak akses,” tuturnya. Melihat fenomena ini, salah satu Pakar Psikologi Undip, Annastasia Ediati berpendapat, saat ini internet memang sudah menjadi sebuah kebutuhan yang begitu penting. Kebutuhan tersebut diciptakan oleh fenomena sosial yang terjadi saat ini. “Dengan kemudahan mendapatkan informasi, wifi, serta harga paket kuota yang terjangkau, maka dengan mudah kebutuhan tersebut diciptakan dan dibiasakan,” jelasnya. Annas berpendapat, jika mahasiswa dapat memanfaatkan sejumlah peluang kemudahan internet dengan tepat dan cerdas, maka internet akan menjadi hal yang sangat bermanfaat. Menurutnya saat ini banyak sekali situs-situs yang menyediakan sarana pembelajaran yang bisa dimiliki dengan gratis. Seperti mata pedang, selain memiliki sisi positif, menggunakan internet sebagai media pembelajaran juga memiliki beberapa sisi negatif. Salah satu akibat negatif yang saat ini banyak terjadi di kalangan mahasiswa adalah tindakan plagiasi. “Saking praktis dan mudahnya, tugas dan skripsi pun berjibun di internet. Banyak mahasiswa yang memilih browsing tugas dan contoh tugas daripada berpikir keras mengerjakan tugasnya sendiri. Tidak adanya rasa malu atau keinginan untuk bangga dengan buah karyanya sendiri, itulah yang sesungguhnya paling memprihatinkan,” ungkap dosen di Fakultas Psikologi Undip tersebut. Selain tindakan plagiasi, Annas juga
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
mengkhawatirkan etika mahasiswa menjadi berkurang saat kegiatan perkuliahan kerap dilakukan melalui akses internet. Salah satu contohnya pada kegiatan mengirim tugas melalui email. Menurutnya, terkadang banyak mahasiswa yang kurang berwawasan dalam menempatkan diri ketika melakukan relasi tersebut. “Mahasiswa mengumpulkan tugas lewat email seperti yang diminta dosen tetapi hanya file dalam attachment saja, tidak ada surat yang menyapa atau menjelaskan si pengirim ini siapa, yang dikirimkan ini tugas apa, dalam subjek berita tidak dicantumkan apa-apa dan parahnya lagi, mengirim menggunakan email temannya,” tambah Annas. Oleh karena itu, pengawasan menjadi hal yang amat penting dalam menggunakan internet. Pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang yang memiliki otoritas dalam hal ini, akan tetapi Annas lebih mementingkan adanya pengawasan yang dilakukan oleh pribadi pengguna secara sadar. “Kita seringkali sibuk mencari figur eksternal sebagai kontrol perilaku negatif, misalnya aturan, hukuman, otoritas kekuasaan, dan sebagainya. Hal ini seolah manusia tidak bisa berpikir, mengendalikan dirinya sendiri, dan mengambil keputusan terbaik untuk dirinya. Perlu ditumbuhkembangkan sejak dini, kemampuan seseorang untuk memilih, mengambil keputusan, dan menanggung konsekuensi dari keputusan yang dia buat sendiri,” tandas wanita itu. (Mei)
Gerbang Dunia Internasional di
WP Undip Foto : Nina/Manunggal
Salah satu mahasiswa berkonsultasi di Kantor Urusan Internasional
Meskipun telah tujuh tahun berdiri, beberapa mahasiswa belum mengetahui keberadaan KUI. Padahal, KUI merupakan sarana yang menghubungkan Undip dengan dunia internasional, termasuk menjembatani mahasiswa yang hendak kuliah di luar negeri. Kantor ini baru diresmikan pada akhir Juni 2016 lalu dengan nama Kantor Urusan Internasional (KUI). Walau begitu, KUI telah lama didirikan yaitu sejak 2009 dengan nama International Office (IO) Undip. Sebagai ‘gerbang’ Undip terhadap dunia internasional, kantor ini memiliki peran yang penting. Akan tetapi, banyak mahasiswa yang belum mengetahui eksistensinya. Nabilla Arvianti, mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan 2016, mengaku tidak mengetahui adanya kantor bernama IO atau KUI. “Aku malah baru denger, temen-temenku pada bingung juga pas aku tanyain ini,” jawabnya saat ditanya mengenai IO Undip. Hal tersebut juga dikatakan oleh Dinar Astari, mahasiswa Jurusan Teknik Geologi 2016, ia mengatakan tidak tahu jika Undip memiliki International Office atau Kantor Urusan Internasional.
Ditemui oleh Tim Tabloid, RullyRahadian, Kepala KUI juga mengatakan bahwa salah satu kendala yang dimiliki KUI adalah masih banyak yang belum mengetahui keberadaan kantor tersebut. Hal ini menjadi pekerjaan rumah dari segi internal Undip yang harus diselesaikan oleh KUI. “Sebetulnya tantangan selain eksternal juga ada dari internal Undip sendiri, yaitu masih banyak yang belum ngeh dengan IO ini,” ungkap dosen FSM tersebut. Salah satu hal yang mungkin menjadi penyebab kurang dikenalnya KUI oleh para mahasiswa adalah lokasi kantornya yang selalu berpindah-pindah. Awalnya, kantor yang mengurusi permasalahan internasionalisasi kampus ini berada di gedung Rektorat Lama Undip. Di gedung tersebut, KUI sempat dua kali berpindah ruangan, kemudian pada akhir 2011 dipindahkan ke gedung ICT Undip sampai 2015. Setelah itu, KUI kembali dipindahkan ke Widya Puraya hingga saat ini. Menurut Rully, lokasi yang selalu berpindah-pindah ini juga menjadi salah satu kendala bagi KUI. Ia berpendapat, lokasi yang terus berpindah mengakibatkan tempat yang tidak terlalu nyaman terlebih KUI ini merupakan tempat berkumpulnya para mahasiswa asing. “Dulu kita (KUI, red) pernah punya ruangan yang lebih besar. Ada ruang berkumpul para
mahasiswa asing, ruang meeting, dan lain-lain,” tuturnya. Selain lokasi kantor, KUI juga memiliki kendala lain saat ini, yaitu tenaga kerja yang kurang memadai. Saat ini KUI hanya memiliki satu orang kepala dan dua orang staf. Menurut Rully, jumlah program yang banyak tidak berimbang dengan jumlah SDM yang tersedia. Kemudian, kendala lain yang cukup besar bagi KUI adalah tidak ada kebijakan yang jelas mengenai pedoman dasar serta perencanaan tugas kantor tersebut. “Di tempat kita tidak jelas policy dari pimpinan tentang IO ini, arahnya ke mana itu tidak jelas,” ungkap salah satu staf, Abdul Rohman. Hal tersebut berimbas pada kinerja KUI terutama dalam hal koordinasi dengan badan internal Undip lainnya. Rully berpendapat, saat ini KUI belum memiliki koordinasi yang baik dengan badan lain dalam hal internasionalisasi kampus. “Seharusnya program-program yang berhubungan dengan internasionalisasi di fakultas bisa terhubung dengan kita (KUI, red). Kita ngelink ke bawah belum bagus jadi info kurang lengkap,” tukasnya. Meloloskan 25 Mahasiswa Undip dalam Beasiswa SHARE Beberapa kendala tersebut tidak menyurutkan kinerja KUI dalam melayani sivitas akademika kampus. Hal
ini terlihat dari prestasi yang berhasil diraih KUI baru-baru ini, yaitu berhasil membantu 25 mahasiswa Undip sehingga lolos mengikuti program SHARE. Program tersebut merupakan beasiswa penuh untuk kegiatan pertukaran mahasiswa S1 antar negara ASEAN. Menurut Rully, Undip memiliki mahasiswa penerima beasiswa SHARE terbanyak jika dibandingkan dengan universitas lainnya. “Itu cukup membanggakan sekali bagi kita (KUI, red), artinya kan itu juga perlu berstrategi supaya bisa memenangkan banyak,” jelas pria itu. Program SHARE merupakan salah satu program kuliah di luar negeri yang disosialisasikan oleh KUI. Kantor ini kerap bekerja sama dengan agen-agen maupun lembaga resmi internasional mengenai program beasiswa ke luar negeri bagi mahasiswa dan dosen Undip. Sosialisasi tersebut dilakukan secara rutin baik melalui kegiatan langsung seperti pertemuan sosialisasi atau melalui website serta akun media sosial KUI lainnya. Selain membantu mahasiswa Undip yang hendak belajar di luar negeri, KUI juga memiliki peran yang amat penting bagi para mahasiswa asing yang berkuliah di Undip. Menurut Abdul Rohman, saat ini Undip memiliki kurang lebih 60 mahasiswa asing. Beberapa keperluan penting dari seluruh mahasiswa asing tersebut diurus oleh KUI, seperti izin untuk tinggal di Indonesia, tempat tinggal selama belajar di Undip, menyelenggarakan masa orientasi akademik, serta pembekalan cara hidup di Indonesia seperti pengenalan budaya, dan sebagainya. “Pelayanan Undip benar-benar baik! Saya ingin mengucapkan terima kasih banyak untuk setiap orang dari KUI. Perkuliahan kami (para mahasiswa asing, red) tidak akan menyenangkan tanpa bantuan mereka,” ujar salah satu mahasiswa asing, Dmitry Ignatof. Laki-laki asal Rusia tersebut mengatakan, KUI telah banyak membantu ia dan teman-temannya selama berkuliah dan tinggal di Indonesia. Bantuan tersebut berupa akomodasi dan permasalahan imigrasi. Beberapa program kerja KUI lainnya adalah menyelenggarakan acara-acara rutin, seperti “Darmasiswa Got Talent” dan “International Food an Culture”. Selain untuk mengenalkan para mahasiswa asing serta budayanya terhadap sivitas kampus, acara-acara tersebut juga diharapkan mampu mengenalkan nama KUI di lingkungan Undip. (Mei)
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
7
Dosen dan Kualitas Pendidikan Oleh: Anissa Dyah Pertiwi*
untuk kreatif dan proaktif mencari ilmu sebanyak banyaknya dan tidak sepenuhnya mengandalkan dosen, bahwa pendidikan bukan hanya berasal dari kelas-kelas mata kuliah dan dibatasi jam-jam tertentu. Namun, hal ini juga tidak bisa dijadikan alasan bagi dosen untuk berlaku sesuka hati tanpa memikirkan tanggung jawabnya mendidik mahasiswa. Sudah merupakan kewajiban bagi Undip sebagai universitas yang terakreditasi A untuk memperhatikan kualitas dosennya. Undip perlu berbenah! * Mahasiswa S1- Sastra Inggris 2014
i
ngan fasilitas memadai yang mendukung proses perkuliahan. Pihak universitas memang menyediakan sarana bagi mahasiswa untuk dapat mengkritisi dosen pengampu mata kuliah tertentu melalui sistem evaluasi dosen di setiap akhir semester. Melalui evaluasi dosen, mahasiswa berhak memberikan nilai terhadap dosen tertentu sesuai penilaian masing masing. Hal yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah evaluasi tersebut benar-benar memberi pengaruh yang signiďŹ kan terhadap proses perkuliahan selanjutnya? Apakah dosen yang bersangkutan benar-benar mencermati evaluasi yang diberikan mahasiswa terhadap dirinya atau bahkan pernahkah evaluasi tersebut dibaca? Apakah ada tindak lanjut menyikapi permasalahan yang ada, ataukah hanya sekadar formalitas supaya Undip nampak demokratis? Permasalahan ini tentu bukanlah permasalahan sepele yang bisa serta merta diabaikan. Bukan pula permasalahan jangka pendek yang hanya berlabuh dan bersarang dalam obrolan serta keluh kesah antar mahasiswa. Perlu adanya tindakan dan ketegasan dari pihak universitas karena masalah ini menyangkut masa depan bangsa. Bukan berlebihan, namun pendidikan terakhir bagi mahasiswa adalah di bangku perkuliahan, dan role mode yang dimiliki mahasiswa dapat berasal dari dosen. Memang benar bahwa mahasiswa dituntut
. Pribad
itu, beberapa dosen justru kerap melanggar peraturan dengan datang terlambat hingga taraf yang paling mengecewakan adalah tidak datang sama sekali tanpa pemberitahuan sebelumnya. Akhirnya, dosen tersebut akan meminta kuliah pengganti di hari lain yang terkadang memberatkan mahasiswa. Keterlambatan maupun ketidakhadiran dosen pada proses perkuliahan masih bisa dimaklumi apabila disertai alasan yang kuat dan dengan pemberitahuan sebelumnya. Namun, apabila hal ini terus menerus terjadi dan tanpa pemberitahuan, tentu akan berimbas pada berkurangnya respect mahasiswa terhadap dosen tertentu dan menurunnya ketertarikan mahasiswa terhadap mata kuliah yang diampu dosen tersebut. Hasilnya, proses perkuliahan pun menjadi tidak maksimal dan output yang diharapkan dari proses perkuliahan akan sulit untuk dicapai. Bukan rahasia bahwa banyak pula mahasiswa yang berperilaku tidak disiplin seperti contoh di atas. Namun, hal tersebut hanya berpengaruh bagi mahasiswa itu sendiri. Sementara bila dosen yang berperilaku tidak disiplin, bisa berpengaruh kepada seluruh mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut. Hal ini tentu merugikan mahasiswa, terlebih mengingat biaya kuliah yang bisa dibilang tidaklah murah. Dengan membayar mahal, mahasiswa tentu berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas melalui dosen yang disiplin dan profesional, serta de-
ok Foto: D
Sebagai seorang yang tengah menempuh pendidikan di jenjang perguruan tinggi, mahasiswa tentu menginginkan pendalaman ilmu yang jauh lebih baik daripada ketika duduk di bangku sekolah. Ilmu tersebut akan mereka himpun sebanyak-banyaknya dan dijadikan bekal untuk menghadapi dunia persaingan di luar sana. Hal ini menjadikan mahasiswa secara tidak langsung membangun ekspektasi-ekspektasi tertentu terhadap dosen pengampu mata kuliah yang akan mereka ambil. Mendapatkan dosen yang berkualitas serta memiliki metode pengajaran yang bermutu lantas menjelma menjadi impian setiap mahasiswa. Sangat disayangkan bahwa ekspektasi tidak selalu berbanding lurus dengan kenyataan yang dihadapi mahasiswa. Beberapa dosen mungkin bisa memenuhi kriteria dosen ideal yang diharapkan mahasiswa, namun tidak jarang beberapa dosen justru dirasa kurang kompeten dan cenderung mengecewakan. Contoh paling sederhana adalah terkait ketepatan waktu kuliah. Di awal perkuliahan, dosen akan selalu membuat kontrak kuliah berdasarkan kesepakatan bersama tentang kegiatan perkuliahan, salah satu poinnya adalah ketepatan waktu dan dispensasi keterlambatan kehadiran baik untuk mahasiswa maupun untuk dosen. Ada beberapa dosen yang sangat tegas terkait kontrak tersebut dan menjadikan mahasiswa terlatih untuk disiplin mematuhi peraturan yang dibuat. Sementara
Apa Kabar Kredibilitas Dosen Undip? Oleh: Zahra Atika* Foto: Dok. Pribadi
Salah satu yang turut menjadi aspek penentu keberhasilan studi seorang mahasiwa dalam menempuh tujuan perkuliahan adalah dosen. Tidak dapat dipungkiri, dosen adalah sosok pembimbing yang kehadirannya masih sangat dibutuhkan oleh mahasiswa. Maka, ketika terjadi benturan antara mahasiswa dengan dosen, hal tersebut bisa menimbulkan sejumlah masalah; mulai dari prestasi perkuliahan yang terusik hingga semangat belajar yang menurun saat mengikuti perkuliahan. Dengan kata lain, eksistensi dosen tersebut sangat krusial dan bisa berimbas pada tingkat pemahaman materi mahasiswa. Oleh karena itu, para pengampu mata kuliah diharapkan memiliki kualiďŹ kasi yang memadai dan kompetensi yang dapat diandalkan guna memenuhi tanggung jawabnya. Selain itu, seorang dosen juga harus memenuhi standar etika – baik secara langsung maupun tidak – yang telah ditetapkan. Dalam lingkup sempit yang masih terjangkau oleh pengamatan kita, yaitu kampus ini, terdapat beberapa problematika mengenai hal tersebut. Salah satu yang kerap “menghiasiâ€? perkuliahan mahasiswa ialah permasalahan kehadiran para dosen yang datang tidak tepat waktu bahkan tidak dapat hadir. Mungkin untuk beberapa alasan yang jelas, hal tersebut masih dapat dimaklumi. Akan tetapi,
8
bagaimana bila hal tersebut terus berulang dan meresahkan mahasiswa? Padahal, mahasiswa membutuhkan durasi waktu tertentu dalam satu kali perkuliahan untuk mempelajari sebuah materi secara holistis, tentunya didampingi dosen untuk memberi arahan dan bantuan. Bila dosen tidak menganggap serius mengenai jam perkuliahan ini, maka secara tidak langsung mereka telah memangkas hak mahasiswa untuk mendapatkan porsi perkuliahan yang seharusnya. Ini bukanlah hal sepele yang lantas tidak perlu dilakukan pembenahan (evaluasi). Beberapa mahasiswa mungkin saja tidak memerdulikan bahkan diamdiam merasa beruntung dengan kinerja dosen yang melalaikan urusan waktu. Namun, apakah dosen tidak memertimbangkan mahasiswa dengan semangat tinggi yang menantikan uraian materi darinya? Ironisnya, mahasiwa tidak dapat menentukan langkah pembenahan bagi kinerja beberapa dosen yang seperti itu. Hal yang terdapat pada lapangan justru sebaliknya; dosen memiliki peluang untuk menentukan waktu keterlambatan mahasiswa. Kenyataan ini penulis peroleh dari sebuah fakultas di mana terdapat toleransi yang tidak adil bagi keterlambatan. Salah satu contohnya adalah kebijakan seorang dosen yang bebas menentukan jam masuk perkuliahan bagi dirinya, tetapi tak satupun mahasiswa diperbolehkan masu
k terlambat setelah kedatangan dosen tersebut walau hanya selisih hitungan detik. Adilkah jika hal seperti ini terjadi? Di lain sisi, peningkatan kualitas mahasiswa dari segi pengetahuan dan pemahaman merupakan harapan sivitas akademika kampus di setiap tahun ajaran baru. Namun, beberapa dosen kurang memerhatikan materi bahan ajar yang telah “usangâ€?, padahal sudah seharusnya diperbarui. Memperbarui materi bahan ajar sangat diperlukan karena ilmu pengetahuan terus mengalami perkembangan, tuntutan jaman semakin tinggi, dan persaingan di masa depan pun akan sangat besar. Bila dosen tidak berupaya menyiapkan mahasiswa dari segi penguasaan ilmu, dikhawatirkan daya saing mereka akan lemah di masa mendatang. Tidak hanya itu, akreditasi A milik Undip seharusnya memperlihatkan kualiďŹ kasi mahasiswanya yang (seharusnya) meningkat dari tahun ke tahun dengan bukti bobot kompetensi yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Mahasiswa berhak mendapatkan kualitas perkuliahan yang setara dengan biaya yang mereka keluarkan sehingga bisa memiliki kualiďŹ kasi tersebut. Setidaknya, dengan adanya pembaharuan bahan ajar, mahasiswa dapat lebih mengkaji secara dinamis perkembangan bidang ilmu yang menjadi konsentrasi mereka. Ketika hal tersebut tercapai, maka sangat mudah bagi mereka untuk mendapatkan kepercayaan pihak lain.
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
Dosen memiliki wewenang untuk memberitahu secara langsung kepada para mahasiswa letak kesalahan mereka. Lantas permasalahan yang timbul selanjutnya adalah, apakah dosen juga telah memerhatikan aspirasi para mahasiswa terhadap dirinya? Sudahkah dosen-dosen memiliki kredibilitas yang merepresentasikan citra Universitas Diponegoro yang cukup mendapat perhatian dari berbagai dunia pendidikan sebagai 10 besar universitas negeri? Kami berharap tulisan ini dapat meneriakkan aspirasi kami - selaku mahasiswa - lebih vokal daripada sistem evaluasi dosen yang tiap semester kami isi namun nyaris menghasilkan perubahan yang nihil.
*Mahasiswa Sastra Inggris 2014, FIB
Ukir Prestasi Melalui Sistem Mobilisasi Foto: Dok. Pribadi
nanti ada stasiun KRL, ada tempat parkir, ada juga ruko-ruko. Jadi semua moda transportasi itu berkumpul di situ,” tutur Hafidz. Variasi moda transportasi ini juga dimaksudkan untuk menyediakan transportasi umum yang ekonomis bagi para penumpang bandara. Menurut Syaifuddin hal itu terjadi karena saat ini backpacker sedang menjadi tren di kalangan para turis lokal maupun mancanegara, sehingga para turis lebih memilih moda transportasi yang murah.
Manusia akan mencari jalan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat dan berkembang. Salah satunya dengan melakukan inovasi melalui ide atau gagasan. Itulah yang dilakukan sekelompok mahasiswa Universitas Diponegoro yang tergabung dalam Tim Dipocition. Beranggotakan empat orang, yaitu Hafidz Satria, M. Syaifuddin Amanullah, Godlive Handel, serta Ika Rachmawati, Tim Dipocition berhasil merancang inovasi sistem mobilisasi kawasan Bandar Udara Internasional Soekarna Hatta. Berbekal pengalaman dan pengetahuan di bidang teknik planologi serta teknik sipil, tim tersebut membuat suatu konsep yang bernama Transit Intermoda Building (TIB). TIB merupakan inovasi penataan kawasan di bandara dengan merancang bentuk pergerakan jaringan transportasinya. Menurut Syaifuddin, rancangan tersebut dibuat berdasarkan permasalahan dan tantangan yang akan terjadi di masa mendatang. Salah satu masalah dan tantangan itu berupa transportasi umum menuju bandara yang kurang memadai sehingga terjadi kemacetan yang dipenuhi oleh kendaraan pribadi. Oleh sebab itu, tim dipocition merancang sistem mobilisasi bandara berupa berbagai macam transportasi umum yang dapat dijangkau dengan mudah. Ditemui oleh awak Tabloid Manunggal di kampus Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Hafidz dan Sayifuddin menceritakan gagasan tersebut. “Kalau kita ketahui, sekarang
mode choice yang ada (di bandara, red) itu kendaraan pribadi, taksi dan bus damri, ya, ‘kan? Kita lihat bahwa salah satu masalahnya itu ialah transportasi menuju bandara yang bersifat eksklusif,” tutur Syaifuddin. Karena itulah, tim yang seluruhnya merupakan mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, kecuali Ika yang merupakan mahasiswa Teknik Sipil tersebut menginisiasi adanya intermoda transportasi yaitu pengangkutan barang atau penumpang dengan menggunakan lebih dari satu moda transportasi. Moda transportasi tersebut terdiri dari Bus Bandara, Automated People Mover System (APMS), Kereta Bandara, dan Commuter Line. “Moda tersebut dipadukan dengan kondisi atau track existing saat ini, seperti commuter line nanti dikoneksikan dengan bandara dan stasiun-stasiun terdekat lainnya, stasiun sentral seperti manggarai, atau duri, atau tanah abang tempat transit dari berbagai trase dari commuter line tersebut,” ujar Syaifuddin menjelaskan konsep pembuatan jalur transportasi di bandara tersebut. Untuk memudahkan para penumpang bandara, Tim Dipocition menempatkan seluruh moda transportasi dalam satu kawasan yaitu di gerbang barat Bandara Soekarno-Hatta. Hal ini bertujuan supaya penumpang lebih mudah dalam mengakses seluruh kendaraan tersebut. “Commuter line, bis, semua berkumpul di satu tempat atau satu titik, jadi kita lebih membatasi akses kendaraan pribadi menuju bandara. Bentuknya seperti lapangan luas,
Kendala Mengatur Waktu Untuk merancang sistem Transit Intermoda Building ini, Tim Dipocition membutuhkan waktu selama dua bulan. Hafidz mengaku dalam menyusun gagasan tersebut sempat terjadi kendala. Kendala tersebut berupa kesulitan membagi waktu antara tugas kuliah dan merancang konsep. Namun, kendala itu tidak berarti karena Tim Dipocition mampu mengatasi dan mangatur waktu dengan baik sehingga projek tersebut dapat terselesaikan tepat waktu. “Itu agak lama, mungkin sekitar sebulan sendiri hanya untuk mencari ide konsepnya. Sebelum menyiapkan konsep kita ketemu dosen dulu sih, nanya masalah bandara itu apa, ternyata terlalu eksklusif, lalu kami cari lagi di berita-berita, lalu dari masalah itu kami tuangkan menjadi desain,” ungkap Hafidz.
Karena sebagian besar anggota Tim Dipocition berasal dari Jabodetabek, maka tim tersebut juga mencari konsep berdasarkan pengamatan dan pengalaman mereka ketika menaiki transportasi di daerah asalnya. Dengan begitu, hafidz dan teman-temannya dapat memperkirakan moda transportasi yang sesuai. Selain melakukan pengamatan, Tim Dipocition juga menggunakan riset melalui data sekunder. Menjuarai Ajang ICEE 2016 Gagasan Transit Intermoda Building ini dirancang untuk mengikuti Lomba Call For Paper bertemakan Pengembangan Sistem Transportasi dan Tata Kota Berbasiskan Aerocity di Bandara Soekarno-Hatta yang diadakan oleh ITB Civil Engineering Expo (ICEE) 2016. Saat itu, Tim Dipocition berhasil mendapatkan juara pertama. Atas hasil tersebut, Hafidz dan kawan-kawan berhak atas sertifikat penghargaan dan uang senilai Rp12 Juta. Menurut Syaifuddin, poin utama yang mempengaruhi kemenangan Tim Dipocition adalah rancangan visibilitas yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan. Menurutnya, selain untuk menjawab masalah dan tantangan di masa mendatang, Tim Dipocition juga menantang dirinya agar mampu membuat analisis visibilitas atau analisis kelayakan ekonomi yang sesuai. “Mungkin yang paling make sense analisis visibilitasnya itu dari Tim Dipocition itu sendiri. Itu juga dikuatkan dengan statement dari juri kita yang dari ITB, beliau mengakui bahwa analisis visibilitas perhitungan kita benar dan masuk akal,” Jelas Hafidz. (Mei)
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
Foto: Dok . Pribadi
9
Evaluasi Dosen Meningkatkan Kualitas Dosen? Sebelum mengisi Kartu Rencana Semester (KRS), beberapa fakultas di Universitas Diponegoro mewajibkan mahasiswa untuk mengisi evaluasi dosen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pengajaran dosen terhadap mahasiswanya. Kualitas pengajaran dan standar akademik perlu selalu dievaluasi untuk dapat ditingkatkan. Akan tetapi, dalam praktiknya separuh dari 100 responden mahasiswa Undip mengisi evaluasi dosen dengan tidak sungguh-sungguh. Berikut Rinciannya. Tidak Tahu
Malas Tidak Tahu
Tahu
Tidak ada perubahan setelah evaluasi
Tidak Ya
Ya Tidak
Malas Rumit Tidak ada perubahan setelah evaluasi
Sebatas memenuhi kewajiban
METODELOGI
Harapan responden untuk sistem evaluasi dosen Evaluasi adalah untuk mengevaluasi bukan sekedar formalitas. Selama saya kuliah dari semester satu sampai semester tujuh akhir, evaluasi dosen tidak banyak mengubah kualitas mengajar dosen. Saya harap gaji dosen bisa disesuaikan dengan evaluasi dosen tersebut, agar tidak sewenang-wenang dalam ngajar. Sistem evaluasi menggunakan bahasa yang singkat dan jelas. Serta dalam sistemnya tidak rumit harus kembali ke menu awal untuk memilih dosen. Mungkin bisa dibuat lebih sederhana, sedikit pertanyaan tetapi berbobot. Kalau sistem kuesioner tetap tidak efisien, mungkin perlu diadakan evaluasi tertulis di akhir pertemuan dengan dosennya sebagai harapan tulisannya dibaca oleh sang dosen terkait pesan dan kritik mahasiswa. Usahakan ada perubahan dari dosen. Mahasiswa malas mengisi dengan sungguh-sungguh karena tidak adanya perubahan dan hanya sebagai kewajiban saja. Kalau bias, evaluasi tidak digunakan syarat untuk melakukan kegiatan akademik, karena mahasiswa nantinya hanya mengisi sembarangan.
10
Jajak pendapat ini ditujukan kepada seluruh mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang sebagai populasi. Pencuplikan sampel diambil dengan metode sampel random sederhana yang dipilih secara acak dari 11 fakultas. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan formulir online dan responden dipilih secara acak tanpa tendensi / kepentingan apapun terhadapnya. Pengumpulan data dilaksanakan tanggal 7 - 21 Januari 2017, melalui kuesioner berupa formulir online. Tingkat kepercayaan 90% dengan sampling error batas kesalahan 10%. Hasil jajak pendapat ini tidak bertujuan untuk menggambarkan pendapat seluruh sivitas akademika Undip Semarang.
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
Rekam Jejak Lava Panas di Kaki
Merapi
Selain dijadikan wahana edukasi kebencanaan dan konservasi yang berkelanjutan, Museum ini juga didirikan sebagai wahana rekreasi dan wisata lokal yang berada di lereng Gunung Merapi. Foto : Nina/Manunggal
Foto : Nin a/Manun ggal
jenis yang beragam. Beberapa di antaranya yaitu Vulcano World, sejarah bencana letusan Merapi dan On the Merapi Vulcano Trail. Beranjak ke ruangan berikutnya, terdapat zona dunia Gunung Merapi yang berisikan foto-foto dokumentasi dan alat peraga tentang fenomena kegunungapian yang ada di seluruh dunia. Foto-foto dan alat peraga tersebut disajikan lengkap dengan tampilan dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pada zona khusus Gunung Merapi, Anda dapat mengetahui informasi lengkap Gunung Merapi secara jelas, meliputi mitos hingga rekam jejak pengamatan Gunung Merapi dari era kolonialisme Belanda hingga sekarang. Uniknya, di sini pengunjung juga akan ditunjukkan tentang penanganan diri ketika terjadi bencana letusan gunung berapi. Sementara itu, di lantai dua pengunjung dapat menyaksikan alat peraga kebencanaan tsunami dan dokumentasi erupsi Gunung Merapi dari 1930 hingga 2010. Di lantai dua ini terdapat pula teater mini dengan kapasitas 100 orang yang menampilkan film dokumenter berjudul “Di Bawah Langit Merapi” yang berdurasi 20 menit.
Foto : Nina/Manunggal
tuk umum pada tanggal 1 Januari tahun 2010. Kali ini, tim Tabloid LPM Manunggal memiliki kesempatan untuk bertemu Kepala UPT Museum Gunung Merapi, Suharna di ruangannya (25/9). Menurutnya, Museum Gunung Merapi ditujukan untuk memberikan pengetahuan yang berkaitan dengan kebencanaan dan pengetahuan mengenai gunung berapi. “Khususnya ya gunung api Merapi, tapi secara umum ini pembelajaran kaitannya dengan karakteristik gunung berapi,” ujar Suharna. Ia menambahkan, secara garis besar Museum Gunung Merapi memiliki fungsi sebagai sarana edukasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan gunung berapi. Suharna menjelaskan mengenai pentingnya berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat dari merapi, seperti contohnya sumber daya hutan, konservasi air, dan objek pariwisata,. Sejarah dan Fungsi Memasuki pintu masuk, pengunjung Museum Gunung Merapi diresmikan pada 1 Oktober 2009 dan dibuka un- akan disuguhkan dengan sebuah miniatur Merapi berukuran raksasa yang terus menerus mengeluarkan asap. Di lobby utama ini, pengunjung dapat melihat langsung fenomena aliran magma Gunung Merapi dari tahun 1969, 1994 dan 2006. Di lantai pertama tersebut pula, Anda dapat menemukan berbagai macam benda-benda koleksi Museum Gunung Merapi yang terbagi menjadi beberapa ruangan dengan Bangunan artistik yang berdiri di lereng selatan Gunung Merapi pada 2010 silam ini merupakan museum 2 lantai yang menjadi salah satu tempat wisata menarik, tepatnya di jalan Boyong, dusun Banteng, desa Hargobinangun, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Berbentuk limas segitiga tidak beraturan, Museum Gunung Merapi dibangun sesuai filosofi bangunan Jawa yang dikombinasikan dengan teknologi dan pakem di adat kebudayaan Jawa. Sebagai salah satu gunung api teraktif di dunia, Merapi selalu menyisakan berbagai kisah manis maupun pahit. Berbagai kisah tersebut selama ini seolah hilang tertelan waktu. Akan tetapi, sejak didirikannya Museum Gunung Merapi tahun 2005 berbagai macam hal yang berkaitan dengan Merapi lengkap bisa kita temukan di dalamnya.
menjadi salah satu pilihan wisata berbagai macam pengunjung, baik lokal maupun internasional setiap tahunnya. Tercatat, setiap tahun jumlah pengunjung yang memadati area wisata museum Gunung Merapi selalu mengalami kenaikan. “Tahun 2010 itu kita baru dikunjungi kurang lebih 41 ribu sekian. 2011, kita sudah dikunjungi 65 ribu sekian. 2012 sudah dikunjungi 103 ribu sekian. 2013 itu sudah 130 ribu, 2014 150 ribu, 2015 kemarin sudah 250 ribu, peningkatannya terus meningkat. Lha sekarang saja 2016 ini kita sudah 150 ribu, semoga kita bisa mencapai 200-300 ribu pada akhir tahun,” ujar Suharna. Suharna menjelaskan, dari ribuan pengunjung yang datang mayoritas dipadati oleh murid-murid sekolah, mahasiswa, dan selanjutnya dari kalangan umum. Hal ini cukup terasa ketika menginjak liburan panjang seperti akhir tahun, lebaran, dan natal, di mana lonjakan jumlah pengunjung selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di samping itu, peningkatan jumlah pengunjung tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang mulai mengintensifkan program “Wajib Kunjung Museum” untuk murid-murid sekolah. Dalam mengintensifkan minat dan daya tarik wisatawan, pihak Museum Gunung Merapi juga melakukan berbagai macam sosialisasi ke beberapa sekolah, instansi dan promosi edukatif melalui media sosial. Dalam perjalanan menuju kawasan
Museum Gunung Merapi, tim Tabloid LPM Manunggal tidak menemukan angkutan umum yang melayani jasa akomodasi. Untuk itu, sangat disarankan untuk membawa kendaraan pribadi ketika Anda hendak berkunjung ke Museum Gunung Merapi. Beberapa rumah penginapan atau hotel dapat Anda temukan sebagai alternatif pilihan apabila Anda berminat untuk bermalam di jantung kota Yogyakarta ini. Untuk Anda yang tertarik berkunjung, museum ini melayani kunjungan setiap hari Selasa-Minggu pukul 09.00 – 15.30 WIB. Tarif masuk yang dikenakan pun cukup terjangkau. Hanya dengan membayar Rp 3.000 per orang, Anda bisa mengunjungi Museum Guung Merapi. Sedangkan, Daya Tarik Wisatawan Mengusung semboyan “Merapi Jendela bagi wisatawan yang ingin menyaksikan Bumi”, museum yang berlokasi sekitar 5 film dokumenter letusan Merapi di teater kilometer dari objek wisata Kaliurang ini mini, Anda cukup membayar tarif tambahan sebesar Rp 5.000. (Fajrin)
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
11
Angker
Singkap Mitos Tempat dengan Cara Asyik Foto: Dok. Pribadi Fenomena ganjil yang terjadi di tempat-tempat yang dianggap angker oleh masyarakat kerap dijadikan sugesti bahwa hal-hal gaib adalah sesuatu yang harus ditakuti. Lantas, bagaimana cara menyikapi kejadian-kejadian misterius tersebut?
Sikapi dengan Bijak SemarAngker merupakan komunitas para penjelajah tempat-tempat yang dianggap angker oleh masyarakat. Tempat-tempat angker tersebut biasanya memiliki berbagai mitos dan dipercaya sering muncul penampakan makhluk gaib. Berdiri sejak 13 Maret 2007, komunitas yang diprakarsai oleh Pamuji Yuono, Andhi, Ari Songkel, Handaka, Zacky ini memiliki beberapa visi dan misi. Salah satu diantaranya adalah untuk menyikapi segala macam hal tentang fenomena gaib secara cermat dan bijak. Setiap menjelajahi tempat yang dianggap angker, SemarAngker selalu mengajak seluruh anggota dan peserta untuk berdoa dan memohon perlindungan kepada Tuhan yang Maha Esa. Walaupun ekspedisi penjelajahan kerap diiringi dengan fenomena kerasukan, namun, SemarAngker selalu menanamkan berbagai sugesti dan mengingatkan seluruh peserta untuk tetap menjaga daya imajinasi mereka. Tujuannya tidak lain supaya para peserta menikmati penjelajahan dan tidak tegang dalam menghadapi tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.
tempat-tempat angker ataupun mitos munculnya penampakan setelah mendapatkan informasi dan izin dari pemilik tempat yang bersangkutan. Hal ini bertujuan supaya dalam setiap pelaksanaan kegiatannya, tidak ada kendala tertentu yang dihadapi. “SemarAngker mengemas segala sesuatu yang horor, angker, tegang, dan menakutkan menjadi sesuatu yang fun, rileks, santai dan menyenangkan. Kami tidak asal menebak terjadinya penampakan, melainkan dengan metode yang benar dan pembuktian bersama-sama ke Bukan Para Pemburu Hantu subjek yang disinyalir untuk menenDitemui oleh Tim Tabloid di sekretukan mitos dari hal tersebut” imtariat SemarAngker, Ketua Umum buhnya. SemarAngker, Pamuji Yuono menjelaskan tentang tujuan terbentuknya Struktur Organisasi dan Kegiatan SemarAngker. Menurutnya, SemarangTerdapat tujuh divisi dalam Angker merupakan komunitas yang SemarAngker yang masing-masing bergerak dalam bidang spiritual dan dipimpin oleh satu orang kepala divibidang sosial. Pamuji menegaskan, si dan dua orang wakil kepala divisi. seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Ketujuh divisi tersebut adalah divisi SemarAngker, baik itu kegiatan tour sosial & alam, divisi seni & kreatif, umum dan internal, bukanlah kegiatan divisi jelajah & survei, divisi srikandi, pencarian makhluk astral atau gaib. divisi perlengkapan, divisi keama“Tidak ada acara mediasisasi & rinan, dan divisi humas. tual apapun untuk pemanggilan/menUniknya, dalam struktur kepengedatangkan/mengundang/penarikan/ lolaan SemarAngker tidak pernah memasukkan/melukis arwah, setan, melakukan pembukaan pendaftjin, danyang, mbaurekso, pusaka, aran untuk anggota baru. Sebalikjimat, dan sebagainya. Hanya kepada nya, anggota yang ingin bergabung Tuhan Yang Maha Esa tempat kami harus berinisiatif datang ke markas menyembah, meminta, memohon SemarAngker untuk mendaftarpertolongan dan perlindungan,” ujar kan dirinya menjadi anggota kopria yang akrab dipanggil Pamerado munitas tersebut. “SemarAngker ini. tidak pernah merekrut, mengajak, Lebih lanjut, Pamuji menjelaskan ataupun menawarkan orang untuk SemarAngker akan mengunjungi bergabung. Justru, Anda lah yang
12
datang ke markas SemarAngker dan mengajukan diri untuk menjadi anggota,” ungkap pria kelahiran Semarang ini. Selama hampir dari 10 tahun SemarAngker telah mengadakan berbagai kegiatan. Terdapat Tour Internal & Umum yang merupakan salah satu kegiatan penjelajahan yang paling sering diadakan. Tour Internal merupakan agenda penjelajahan yang hanya diikuti oleh anggota SemarAngker, sedangkan Tur Umum bisa diikuti oleh masyarakat umum yang berlangsung setiap 1 bulan sekali. Selain itu, SemarAngker juga memiliki acara unggulan lainnya bernama Tripple S (Sarang Setan SemarAngker). Acara ini merupakan serangkaian horror fun tour tahunan pada bulan suro. Dengan mengikuti acara ini, para peserta dapat menantang adrenalin mereka dengan melewati rumah hantu yang berlokasi di tempat angker dan bermitos penampakan makhluk gaib. Di samping hal tersebut, SemarAngker juga rutin melakukan pengajian setiap hari Jumat yang dilanjutkan dengan Rapat Tirakat Jumat Keramat Semarangker (Ratijukers). Ratijukers merupakan rapat kepengelolaan SemarAngker yang membahas segala macam bentuk persoalan, kritik, saran, dan kondisi kegiatan serta progam kerja yang dilakukan sebagai bahan evaluasi.
an oleh SemarAngker. Selain sebagai kota yang terkenal akan keanekaragaman budaya dan masyarakatnya, Pamuji juga mengatakan bahwa kota tempat tinggalnya tersebut merupakan salah satu dari tujuh tempat di Indonesia yang mendapat julukan “7 Titik Terangker di Indonesia”. “SemarAngker selama ini sudah ratusan kali menjelajah ke berbagai wilayah di Semarang, dan sudah terdapat ribuan masyarakat yang kita ajak untuk merasakan fenomena mistis di sekitar mereka. Bukit Angker Gombel merupakan salah satunya. Di sana merupakan spot terfavorit dengan jumlah peserta terbanyak, yakni 800an peserta. Kami tidak pernah menduga bahwa antusiasme masyarakat terhadap kami sungguh besar,” kata Pamuji. Sejalan dengan hal tersebut, pada setiap kegiatannya, SemarAngker juga selalu mengedepankan misinya, yaitu untuk belajar mengasah mata hati untuk peduli dan berbagi. Bentuk kegiatan yang dilakuan mencakup bakti sosial untuk kaum dhuafa dan anak yatim, serta melakukan pelestarian alam dalam bentuk reboisasi. Pamuji mengatakan SemarAngker tidak pernah meminta anggaran dana dari para anggota. “Alhamdulillah, walaupun komunitas kami cukup sering melakukan acara dan kegiatan, seluruh dana yang dibutuhkan selama ini dapat ditutupi oleh bantuan langsung masyarakat, sumbangan Lokasi Penjelajahan dari anggota secara sukarela, dan Semarang merupakan wilayah uta- sponsor-sponsor yang bekerja sama ma yang dijadikan lokasi penjelajah- dengan kami,” jelasnya. (Fajrin)
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
Fara: Bisnis itu, Jangan Gampang Bosan Foto: Dok. Pribadi
Rizky Fara, mahasiswa jurusan Satra Indonesia 2015 bersama kedua temannya menjalankan bisnis hijab yang diberi nama Hijab Falihah sejak tahun 2015. Meski tidak dalam satu kampus yang sama, bersama Arum Uswatun Hasanah berkuliah di Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) dan Ainun Fadhila di Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), tidak menghalangi mereka untuk menjalankan bisnis hijabnya. Letak rumah yang saling berdekatan, sering bertemu serta adanya dukungan dari orang tua, tercetuslah ide untuk berbisnis bersama. Awalnya, Fara dan teman-temannya melakukan iuran sebesar Rp200 ribu perorang sebagai modal awal bisnis tersebut. Dari modal itu diproduksi delapan warna jilbab pashmina tipe ima scraf. Akan tetapi, semua jilbab yang telah diproduksi tersebut, tidak langsung terjual. “Orang usaha itu harus sabar, soalnya enggak mungkin awal buka langsung laku,” ucap Fara. Tren hijab fesyen yang semakin berkembang setiap tahunnya, membuat Fara beserta kedua temannya harus mengikuti tren tersebut jika bisnisnya ingin berkembang. Oleh sebab itu, Hijab Falihah mendesain sendiri model jilbab terbaru seperti bergo, khimar, sekaligus dress dan outer yang dijualnya. Fara dan kedua teman-temannya bekerja sama dengan beberapa penjahit untuk memenuhi per-
Rizky Fara, owner sekaligus model dengan mengenakan produk jilbab dan dress dari Hijab Falihah.
mintaan pembeli yang beragam. Bahan yang digunakan didapat dari toko kain-kain yang ada di Semarang, terkadang juga pesan online dari luar Kota Semarang. Menginjak usia satu tahun, promosi Hijab Falihah dilakukan dari berbagai media online seperti akun Instagram, Line, dan promosi langsung dari mulut ke mulut. Saat ini Hijab Falihah sudah memiliki 9000 pengikut di akun Instagram, dan memiliki pelanggan di Kalimantan, Su-
lawesi, Sumatra, bahkan Papua. Hjab Falihah menggunakan sistem pembayaran transfer melalui atm untuk pembeli luar Semarang, dan Cash on Delivery (CoD) untuk pembeli dalam Kota Semarang. Jatuh bangun menjalani bisnis Hijab Falihah telah dirasakan oleh Fara dan kedua temannya, mulai dari produk yang sama sekali tidak terjual, mendapat keluhan dari pembeli karena terjadi kesalahan pengiriman barang, hingga ditipu
oleh pembeli dengan bukti transfer palsu. “Pernah ada yang ngirim bukti transfer palsu, jadi kita ada atm khusus untuk Hijab Falihah, pendapatan bersih kan dihitung setelah semua order-an dikirim, dan ternyata minus hampir sejuta, sempet nyalahin satu sama lain juga dan akhirnya kita iuran buat ganti itu,” jelas Fara. Persaingan yang semakin ketat pun dirasakan oleh Fara, melihat sudah banyak online shop (olshop) yang menjual produk serupa dengan Hijab Falihah. Tak jarang pula, beberapa olshop “nakal” mengambil gambar produk dari akun Instagram Hijab Falihah tanpa izin terlebih dahulu. “Saya pernah kepo ke salah satu olshop lain, dan itu bener, dari cara marketing mereka itu sama kayak kita, foto produk dan model dari kita diambil dari Ig (instragram, red). Terus kita ‘kan bikin vi_deo behind the scene produksi dan mereka juga bikin sama persis, ya kayak tinggal ambil gitu, tapi ya konsekuensinya emang gitu sih kalau olshop,” jelas Fara. Fara menambahkan bahwa ia berharap bisa memiliki butik sendiri untuk menunjang bisnisnya, supaya pelanggannya bisa berkunjung secara langsung. Untuk saat ini, rumah produksi masih bertempat di rumah Fara. Diusia yang masih tergolong muda, Fara memilih untuk kuliah sekaligus berbisnis. “Intinya jangan mudah menyerah, dalam usaha sejatuh-jatuhnya itu pasti akan pernah mengalami. Juga jangan gampang bosen dan harus sabar banget, serta jangan lupa untuk jujur,” pesan Fara. (Dwi)
Putaran Kebaikan Alkhawarizmi Bermula dari keinginan untuk memberikan manfaat bagi lingkungan sosial, Muhammad Alver Syahputra, pendiri asosiasi bisnis Al Khawarizmi mengusung konsep sociopreneurship dalam keberlangsungan usahanya. Sociopreneurship ini dilakukan sebagai upaya yang tepat untuk memperoleh pendapatan dari berbagai kegiatan wirausaha yang kelak dimanfaatkan untuk kegiatan sosial. Menjadi inspirasi bagi sesama merupakan tujuan utama usaha yang berbentuk asosiasi bisnis ini. Inspirasi tersebut dilaksanakan dalam bentuk menyambangi rumah belajar bagi anak-anak. Terbentuk sejak 2014, Al Khawarizmi lahir sebagai pusat bimbingan belajar bagi siswa SD hingga SMA. Usaha yang melibatkan mahasiswa dalam kepengurusannya ini, membagi anggotanya ke dalam berbagai peran seperti personalia untuk pengelolaan mentor dan pemasaran untuk promosi. Mahasiswa juga dilibatkan secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar privat para siswa SD hingga SMA dengan berperan sebagai mentor. Keterlibatan penuh mahasiswa dalam usaha ini, rupanya mampu mempermudah ketersediaan modal. Al Khawarizmi berhasil mendapatkan pendanaan dari Program Mahasiswa Wirausaha sebesar Rp36 juta dan dana investasi sebesar Rp12 juta yang dimanfaatkan untuk perputaran modal Al Khawarizmi, hingga berhasil membentuk beberapa anak perusahaan pada akhir 2015. Hingga saat ini telah terbentuk delapan anak perusahaan yang lahir dari para CEO dengan bekal pengetahuan bisnis dari Al Khawarizmi. Anak perusahaan tersebut antara lain Bilqis
Pro-Rent, Dhyeta Renting, Rubbik, Rumah Kardus, ALC Private and Course, ALC Software Training, Dwi’s Laundry, serta Annisa Bimbingan Studi. Bekal pengetahuan para anggota Al Khawarizmi yang ingin memulai bisnis dapat diperoleh dari Bussiness Intensive Class yang digelar setiap enam bulan. Pelatihan ini terbatas untuk sepuluh orang, namun terbuka bagi anggota maupun non anggota Al Khawarizmi. Bilqis Nabila, Public Relation Staff Al Khawarizmi menjelaskan bahwa pelatihan tersebut berbeda dengan pelatihan bisnis lainnya yang hanya mengandalkan penyampaian motivasi. “Kalau mulai bisnis pakai motivasi buta banget kan. Dalam seminggu di Bussiness Intensive Class ada pelatihan penghitung peluang usaha, ngitung fixed cost, variable cost, dan uji kelayakan usaha,” kata Bilqis. Pembentukan asosiasi bisnis yang diterapkan Al Khawarizmi merupakan solusi bagi para mahasiswa yang ingin belajar berbisnis namun terkendala modal dan keterampilan bisnis. “Kenapa asosiasi bisnis? Kenapa ada anak perusahaan? Karena banyak teman-teman yang ingin belajar berwirausaha. Kasarannya, temanteman yang belajar di Al Khawarizmi dan ingin punya usaha sendiri, ya minjemnya ke Al Khawarizmi atau kerjasama dengan anak perusahaan yang lain,” jelas Bilqis. Perputaran uang di Al Khawarizmi dikelola dengan sistem kekeluargaan. Setiap anak perusahaan diberi kebebasan untuk mengelola keuangan mereka, setelah membagi dua puluh persen dari pendapatan untuk bendahara Al Khawarizmi pusat. Uang kas bendahara pusat akan dimanfaatkan untuk amal dan de-
Foto: Dokumen Istimewa
Foto bersama anak-anak di salah satu rumah belajar
presiasi yaitu simpanan bagi pengeluaran tak terduga seperti kerusakan alat operasional. Selain diberi kebebasan untuk mengelola keuangan, anak perusahaan juga diberi wewenang untuk menentukan sistem rekrutmen sumber daya manusia. Rekrutmen dapat dilakukan melalui pendaftaran maupun rekomendasi dari awak perusahaan. Bermula dari hal sederhana, memulai bisnis dapat dilakukan siapa pun terlebih para mahasiswa. Hal tersebut disampaikan Bilqis mengenai salah satu anak perusahaan di Al Khawarizmi yaitu Dwi’s Laundry. CEO Dwi’s Laundry memulai usahanya dengan menawarkan jasa cuci tanpa mesin cuci maupun timbangan. Ia mengganti mesin cuci dengan tenaga tangannya dan mengganti timbangan
dengan takaran satu kilogram beras. Ia memperoleh modal berupa mesin cuci dan timbangan setelah bergabung dengan Al Khawarizmi. Status sebagai mahasiswa merupakan kesempatan terbaik untuk belajar berwirausaha, termasuk peluang untuk memperoleh suntikan modal. Selain itu, berkontribusi bagi kebaikan orang lain juga penting untuk dilakukan beriringan dengan pembelajaran selama berwirausaha. “Jadikan bisnis ajang untuk menginspirasi yang lain, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Ketika kita bisa menginspirasi orang lain, itu kan rantai kebaikan. Ketika kita menginspirasi orang lain, orang lain bisa melakukan kebaikan juga. Berputar seperti itu,” papar Bilqis. (Kalista)
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
13
Kibarkan Bendera Merah Putih di Kancah Internasional Ala Gianina Gemar membaca jurnal dan blog tentang kesehatan, menginspirasi Gianina untuk berinovasi di bidang kesehatan dengan memanfaatkan tanaman herbal.
Sejak kecil Gianina Dinda Pamungkas bercita-cita bisa mengibarkan bendera sang saka merah putih di hadapan khalayak. Awal Desember 2015 lalu, melalui lomba karya inovatif mahasiswa yang berskala internasional, Gianina berhasil mengibarkan bendera merah putih untuk pertama kalinya di Taiwan. Bukan lagi di hadapan masyarakat Indonesia, akan tetapi ia mewujudkan mimpinya tersebut di hadapan masyarakat luar negeri. Hal ini merupakan buah dari karya inovatif yang ia ciptakan dengan memanfaatkan tanaman herbal. Perempuan kelahiran kota Semarang itu mengikuti ajang perlombaan Gold Asia Young Inventor Exhibition-competition di Taiwan. Saat itu ia menampilkan sebuah produk berupa es krim herbal yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh yang berbahan dasar tanaman cipluk atau Physalis Peruviana dan Green Tea (Camellia Sinensis). Gianina mempresentasikan karya inovatif tersebut dan berhasil meraih medali perak.
Selain di Taiwan, Gianina juga mendapatkan 2 medali emas dari lomba karya inovatif yang diikutinya di Malaysia dan Indonesia. Di kedua negara tersebut, Gianina mengikuti lomba yang sama dengan menampilkan karya inovatif yang memanfaatkan tanaman cincau atau cycleabarbata untuk mencegah penyakit pencernaan dalam bentuk kapsul. Prestasi yang didapatkan oleh perempuan dengan hobi travelling dan menari itu terinspirasi oleh para mahasiswa berprestasi (mawapres) yang sempat ia temui beberapa waktu lalu. “Saya terkesan pada mereka karena mengikuti berbagai lomba dan mendapatkan penghargaan, saya menjadi terinspirasi untuk mengikuti lomba-lomba seperti mereka,” ungkap Gianina. Semenjak itu, Gianina sering mencari informasi mengenai lomba yang bisa diikutinya dan sesuai dengan bidangnya. Gianina banyak mingikuti lomba bertema bidang kesehatan atau hal-hal berjenis herbal, bukan tanpa alasan, selain karena ia ingin mengaplikasikan ilmunya sebagai mahasiswa kedokteran, ia juga membawa misi untuk membuat karya yang bermanfaat bagi masyarakat. Tidak seindah kilauan emas, di balik kemenangan Gianina terdapat kendala saat mempersiapkan perlombaannya. Mulai dari pendanaan yang mengharuskan Gianina mendanai secara mandiri seluruh kebutuhannya
pada saat lomba dikarenakan tidak adanya waktu untuk mencari sponsor hingga produk inovatifnya yang diamankan oleh pihak imigran Taiwan. Saat itu, karya yang akan tampilkan yaitu es krim tidak diperbolehkan masuk oleh pihak imigran dikarenakan adanya larangan membawa benda cair. Selain itu, hijab yang ia kenakan juga menjadi salah satu kesulitan bagi Gianina. Di Taiwan, wanita yang memakai hijab kerap dipersulit pada saat mengurus keimigrasian karena dicurigai membawa benda-benda terlarang. Kejadian tersebut lantas membuat Gianina panik dan menangis. Tak hilang arah, Gianina mencoba membuat ulang produk kesehatannya di Taiwan. “Saya membuat ulang es krim dengan bahan yang saya bawa, serta alat yang seadanya,“ tutur Gianina. Karena hal itulah, pada saat mengikuti lomba di Malaysia, Gianina tidak lagi membawa produknya dalam bentuk cair, tetapi ia membuat dalam bentuk teblet. Selain mendapatkan medali, Gianina juga mendapatkan special award yang diberikan oleh juri pada saat lomba di Taiwan. Salah satu juri tersebut tertarik dengan karya yang dibuatnya, bahkan ingin membeli karya itu. Nya. Akan tetapi Gianina menolak hal tersebut “Saya tidak berniat menjualnya karena saya berniat mengembangkannya di Indonesia,“ tegasnya. Gianina menolak bukan tanpa alasan dikarenakan dia ingin Indonesia bisa
tampil seperti negara lainnya dengan sebuah karya yang mendunia. Mahasiswa kedokteran ini juga berkeinginan untuk mematenkan karya yang dibuatnya agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Akan tetapi, karyanya harus diujicoba dan disempurnakan sebelum bisa dikomersilkan. “Sejauh ini saya masih melakukan penelitian untuk menyempurnakan karya saya,” ujar Gianina. (Ika)
Foto: Dok. Pribadi
Laboran Berprestasi, Cermat Mengatur Waktu Sesuai Porsi Waktu tetaplah waktu. Ia tetap memiliki porsi terhitung. Ya, 24 jam. Mengatur waktu merupakan salah satu upayanya dalam bersikap adil terhadap pekerjaan, pendidikan, dan keluarga.
Dok. Istimewa
Begitulah cara Marissa Widiyanti dalam menyikapi waktu ketika ditemui RepoterManunggal beberapa saat lalu. Padatnya jadwal kerja
14
seorang laboran membuatnya harus pintar mengatur waktu. Hal tersebut dilakukannya agar semua pekerjaan mendapat porsinya, hingga masih tersedia cukup waktu untuk menuntaskan hak dan kewajiban lain di luar profesinya itu. Seorang laboran (teknisi laboratorium) di Undip merupakan bagian dari tenaga kependidikan. Tak hanya memfasilitasi mahasiswa dalam penelitian dan praktikum, seorang laboran juga turut membantu penelitian dosen yang membutuhkannya. Menjadi seorang laboran adalah profesi dipilih Marissa saat melepas profesi sebelumnya. Ia sempat bekerja di perbankan, lalu akhirnya memutuskan alih profesi yang linear dengan studinya yaitu menjadi seorang laboran. Kini Marissa menjabat sebagai Teknisi Laboratorium OTK (Operasi Teknik Kimia) di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Belum genap enam tahun menggeluti profesinya itu, Marissa berhasil mendapat penghargaan dari universitas. Melalui SK Rektor nomor 1035/
UN7.P/HK/2016 tentang penetapan tenaga kependidikan berprestasi kategori pustakawan, laboran, administrasi akademik, dan pengelola keuangan tahun 2016, Ia dinyatakan sebagai laboran berprestasi I tingkat Universitas. Prestasi tersebut tak lain adalah buah dari kerja keras sekaligus bersaing dengan laboran lain. Proses seleksi yang tak singkat harus Ia tuntaskan mulai pertengahan Juli hingga Agustus. “Senang, pasti! Bisa membanggakan jurusan (Teknik Kimia, red) pada khususnya,” ungkap perasaan Marissa atas prestasi barunya itu. Mendapat penghargaan tersebut membuatnya yakin bahwa ia harus memberikan pelayanan lebih baik lagi di laboratorium . Selama menjadi laboran, Marissa tak banyak menemui kesulitan yang berarti. Hampir semua masalah yang berkaitan dengan kewajiban profesinya itu bisa Ia tangani. Akan tetapi, banyak peralatan laboratorium yang sudah berumur, sehingga dalam perawatannya membutuhkan penanganan ekstra dan tenaga lebih
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
kuat. Ia mengungkapkan kalau alatalat (laboratorium) penunjang praktikum dirasa masih kurang optimal. “Untuk alat-alat praktikum juga diperhatikan,” harapan Marissa untuk Undip yang tengah menggalakkan penelitian menuju universitas riset. Tidak berhenti pada profesi yang membuatnya meraih penghargaan laboran berprestasi I, lulusan S1 Teknik Kimia Undip ini juga semangat melanjutkan studinya. Di tengah kesibukan profesinya itu, Marissa aktif mengikuti perkuliahan magister teknik kimia di almamater yang sama. Usai merampungkan tugasnya sebagai teknisi laboratorium sekaligus sebagai mahasiswa program pascasarjana, ibu dari dua orang anak ini tak lupa meluangkan waktu untuk mengurus keluarga. Menemani kedua putra-putrinya bermain dan belajar bersama menjadi prioritas Marissa saat pulang kerja. Setelah kedua anaknya lelap tertidur, barulah ia mengerjakan tugas kuliah magisternya. Begitulah cara Marissa, laboran berprestasi I Universitas Diponegoro mengatur waktunya. (Nissa)
Kresendo,
Ubah Bahan Bekas Jadi Benda Bermelodi
Barang bekas kerap dianggap sampah bagi sebagian orang, namun hal tersebut tidak berlaku bagi grup Kresendo Kaliwungu. Di tangan kreatifnya, mereka mengubah barang bekas menjadi benda yang menghasilkan melodi. Foto: Nina/Manunggal
Foto: N ina/Ma nungga l
Kaliwungu terkenal dengan sebutan kota santri karena pada kecamatan tersebut terdapat banyak pondok perantren dan situs-situs religi. Terlepas dari itu, terdapat hal yang unik di daerah Kaliwungu, kabupaten Kendal tersebut, yaitu adanya sebuah komunitas yang memanfaatkan barang bekas menjadi sebuah alat kesenian. Adalah Dram Bloeng, komunitas yang mengadopsi dram band dan marching band. Dibandingkan dengan nama Dram Bloeng, mereka lebih dikenal dengan nama Kresendo, yaitu Kreativitas Kampung Pesantren Dram Bloeng. Alat musik yang digunakan Kresendo terbuat dari bahan yang sederhana serta barang-barang tak terpakai, seperti ember bekas dan galon
air mineral. Kemudian, barang-barang tersebut dimodiďŹ kasi dan dimainkan dengan alat-alat musik pada umumnya, sehingga menghasilkan melodi jika dimainkan secara bersama-sama. Selain menggunakan alat musik yang unik, para anggota Kresendo juga kerap mengenakan kostum yang mengundang perhatian penonton dalam penampilannya, salah satu contohnya adalah dengan berdandan seperti badut. Anak-anak yang melihat pertunjukan Kresendo selalu antusias dan terhibur dengan penampilannya. Komponen utama alat musik kresendo adalah alat perkusi dan melodi, serta aransemen lagu yang membuat penampilannya menjadi semakin apik. Biasanya Kresendo mengaransemen lagu-lagu yang sedang populer di kalangan masyarakat, kemudian dikombinasikan dengan ciri khas musik Kresendo. Kresendo biasanya mengaransemen beberapa lagu dan digabungkan menjadi satu sehingga membentuk warna musik baru. Selain itu, dalam beberapa penampilannya Kresendo juga mengiringi tari-tari jawa atau tarian lainnya. Kresendo terbentuk pada tahun 2000-an dengan nama komunitas
Dram Bloeng Kampung Pesantren Kaliwungu, namun nama tersebut berganti menjadi Kresendo pada tanggal 21 juli 2010. Anggota yang masih aktif untuk sekarang ini sekitar 25 orang. Seluruh anggotanya adalah warga Kaliwungu dan latihannya diadakan setiap seminggu sekali. Akan tetapi, dari awal terbentuknya Kresendo sampai sekarang jumlah anggotanya masih tetap. Hal tersebut dikarenakan kurangnya SDM serta kurangnya minat bergabung dengan Kresendo karena banyak pemuda yang memilih bekerja, sekolah dan kuliah ketimbang mempelajari atau belajar kebudayaan tradisional. Kresendo sering membawakan lagu-lagu tradisional, menurut mereka hal tersebut merupakan wujud pelestarian terhadap kebudayaan tradisional di Indonesia yang mulai tergantikan dengan budaya-budaya barat. “Anak muda sekarang lebih suka budaya luar negeri ketimbang kebudayaan sendiri dan yang paling memperihatinkan ketika orang tua lebih suka anaknya berbicara menggunakan bahasa Indonesia ketimbang memakai bahasa Jawa yang merupakan bahasa asli Pulau Jawa,â€? ungkap Teguh Eko Kurniawan, ketua Kresendo. Kresendo banyak mengisi acara seperti karnaval, diantaranya dalam rangka Haah
di Kaliwungu dan Kabupaten Kendal, festival Lima Gunung di Magelang, serta Festifal Payung Indonesia. Tak jarang juga Kresendo mendapatkan berbagai penghargaan seperti juara 3 karnaval tingkat kecamatan, juara 1 dan 2 Gus Alam Cup tahun 20152016, dan juara Tradisional Culture dari Pemuda Pancasila. Dari berbagai penghargaan itulah nama Kresendo cukup banyak dikenal. Kemajuan jaman memang tidak dapat dipungkiri perkembangannya, akan tetapi Kresendo berharap bisa menjadi sebuah komunitas budaya yang terus eksis diantara kebudayaan-kebudayaan modern. Selain itu kresendo berkeinginan untuk dapat tampil di kancah nasional bahkan internasional. (Ika)
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
Manunggal Foto: Nina/
15
Eksistensi Perpustakaan di tengah Mahasiswa Oleh: Fatma Khosiyah* Bermula dari rilisnya data statistik UNESCO pada tahun 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia hanya 0,001%. Berarti, dari total 1000 penduduk, hanya ada satu penduduk yang tertarik untuk membaca. Keadaan ini diperkuat dengan keluarnya data dari The United Nations Development Programme (UNDP) yang merilis data angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya berkisar 65,5%. Data itulah yang myang semakin menjelaskan masalah ini sangat klasik. Tak lain karena setelah lima tahun berlalu, indeks membaca masyarakat dewasa ini masih masih terbilang rendah. Dengan kesenjangan tersebut, sangat tampak pentingnya membaca seringkali masih dihiraukan. Sebagai salah satu tonggak penerus sebuah bangsa, mahasiswa dituntut aktif dan inovatif dalam menanggapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan. Membaca adalah salah satu dari sekian solusi yang dapat dimanfaatkan untuk menambah kajian ilmu pengetahuan. Dengan membaca, seseorang mampu melihat dan menganalisa sebuah permasalahan dari berbagai sudut pemikiran yang berbeda. Hal itu memicu pengembangan pola pikir seseorang, memperluas cara berďŹ kir dan bersikap, meningkatkan pengetahuan yang dimiliki, memperluas apa yang dipelajari untuk mengembangkan pengetahuan yang strategis dan inovatif serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan sekian banyak manfaat membaca, mengapa mahasiswa masih saja enggan membaca? Meskipun para dosen seringkali menyarankan buku sebagai referensi utama dalam jalannya perkuliahan, sebagian besar mahasiswa lebih memilih memanfaatkan gawai untuk mencari informasi dibandingkan perpustakaan. Dalam hal ini tentu saja berkaitan dengan kecepatan mereka dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dengan hanya sekali klik mereka sudah dapat memperoleh informasi yang diinginkan. Sedangkan saat di perpustakaan, mereka harus berdialog dan berkonsultasi dengan pustakawan terlebih dahulu untuk mencari di mana informasi itu dapat ditemukan. Itupun kalau ditemukan, tak jarang pustakawan juga menyarankan untuk mencari referensi dari Google mesin pencari saat informasi tak kunjung ditemukan. Dalam hal ini tentu saja berkaitan dengan kecepatan mereka dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dengan hanya sekali klik mereka sudah dapat memperoleh informasi yang diinginkan. Sedangkan saat di perpustakaan, mereka harus berdialog dan berkonsultasi dengan pustakawan terlebih dahulu untuk mencari di mana informasi itu dapat ditemukan. Itupun kalau ditemukan, tak jarang pustakawan juga menyarankan untuk mencari referensi dari Google saat informasi tak kunjung ditemukan. Berkait dengan minat membaca, eksistensi perpustakaan juga menjadi masalah tersendiri. Peran perpustakaan sebagai ujung tombak dalam
16
upaya peningkatan minat baca dikalangan masyarakat juga sering dipertanyakan. Begitu pula dengan perpustakaan di Perguruan Tinggi. Seakan hanya menjadi tempat pelarian saat mahasiswa mulai memasuki semester tua. Skripsi menjadi salah satu motivasi mereka untuk mencari referensi di perpustakaan. Terkait perannya, perpustakaan di perguruan Tinggi sendiri masih sering diperbincangkan. Upaya-upaya yang dilakukan serasa kurang optimal untuk meningkatkan eksistensinya di mata mahasiswa. Melihat banyaknya faktor yang menggeser eksistensi perpustakaan di
tengah mahasiswa, seharusnya perpustakaan menyediakan pelayanan optimal yang dapat menarik kembali minat para mahasiswa. Pada dasarnya,penyebab permasalahan ini karena kurangnya kesadaran mahasiswa terhadap minat baca dan pelayanan diperpustakaan yang kadang tak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh mahasiswa sebagai pemustaka. Minat pengunjung pun menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar bagi para praktisi di perpustakaan. Oleh karena itu, perpustakaan yang ramai pengunjung biasanya dilengkapi dengan kualitas pelayanan yang bagus baik dari segi pelayanan ataupun
manajemen perpustakaannya. Perbedaan tersebut bisa ditemui dalam kaitan soal kualitas sumber daya manusia, Pengelolaan, pelayanan, kelengkapan koleksi, Informasi, fasilitas, dan sarana prasarana yang dimiliki.Dengan melihat hal itu, perpustakaan seharusnya dapat memperbaiki dan mengoptimalkan potensi internal mereka untuk menarik pengunjung untuk datang ke perpustakaan. Tempat yang nyaman, Informasi yang sesuai kebutuhan, pelayanan yang memuaskan, fasilitas yang memadai dengan koleksi yang lengkap pasti akan menjadi idaman bagi mahasiswa untuk belajar sekaligus tempat rekreasi pikiran. Hal inilah yang seharusnya mulai dibenahi oleh perpustakaan. Selain itu,adanya kreativitas dan inovasi dari perpustakaan jugamemiliki andil dalam perkembangan eksistensi perpustakaan ditengah akademisi. Citra yang tertanam akan berubah seiring perbaikan yang dilakukan. Dengan itu, mahasiswa tak akan lagi segan masuk ke perpustakaan saat mereka membutuhkan hiburan, referensi, bacaan dan sebagainya. Perpustakaan akan mampu mempertahankan eksistensinya dimasa yang akan datang. Lalu pertanyaannya, mampukah perpustakaan melakukan perubahan?
PUISI Sampaikan Rinduku Ilustrasi: Laras/Manunggal
Tentang Sepasang Sepatu Bolaku Sepasang sepatu bolaku meringkuk malas di beranda. Menghayati sekelebat senja yang gemilang permainya. Keduanya sedang berbisik entah apa. Kasihan aku melihatnya, sudah reot tua dan tubuhnya penuh luka pula. Teringat bagaimana dulu ketika aku mengenakannya di tengah deru campur debu menyalak menggebu-gebu menjarah serdadu-serdadu yang melempariku peluru-peluru sendu. Bahkan saat hujan mengguyur dengan gencar mereka berjuang begitu tanpa gentar menghunus setiap cecunguk-cecunguk ilalang yang cukup kurang ajar. Di khusyuknya senja ini sepasang sepatu bolaku menerka-nerka. Habis ini kita dibuang ke tempat sampah dan berkumpul bersama rongsokan-rongsokan atau membusuk di rak sepatu seperti nafas zaman yang busuk.
Rumus Cinta Ketika senja mulai bercerita Langit pun menyambut dengan gembira Ketika perasaan ini datang tak berencana Ku ingin angka menjelaskannya Seandainya matematika menjadi rumus cinta Ku jelaskan perasaan ini lew at aritmatika
Sampaikan rinduku, Hanya tergoda namun tersadar kembali Jari jemari masih berlari dalam layar ini Merangkai kata dalam sebuah ilusi Bahkan aku sadar diri Sampaikan rinduku, Aku menulis sebuah nama Mengukir kisah dalam rangkaian kata Mengingat memori yang pernah indah
Bersama angin yang datang silir berganti Selalu kukirimkan lantunan doa suci berharap dia paham perasaan ku ini Tapi mungkin hanya sekedar mimpi
Sampaikan rinduku, Dalam kata kau ada Dalam nyata kau pergi ke sana Mencoba hal baru dengan usaha Melupakan hal yang terindah
Saat ini diamku kan menjadi sebuah cerita Cerita cinta yang tak ada ujungnya Harapan yang mulai hilang dan sirna Bagai matahari yang tenggelam di kala senja
Sampaikan rinduku, Tuhan, dia harus tahu Di sini rindu di sana Di sini tampak tangis dan taw a Tak temukan yang terindah
Ketika rembulan kuutus menjadi saksi Kujabarkan perasaan ini lew at geometri Akan kurekam w ajahmu dalam memori Agar kelak kau tau rasaku aku berteori
Sampaikan rinduku, Sekarang.. Dia tak ada lagi lisan Melihat pun sudah usang Merasa bimbang dengan keadaan Sampaikan rinduku, Pada orang yang terindah Aku lelah dengan rindu Rindu yang terbuang Oleh yang tersayang Yang selalu ada pada akhir sembahyang
Di senja yang sama ini sepasang sepatu bolaku tidak sedikit pun tergoda untuk berujar. Tentang siapa duluan yang akan menemani Tuhan. (Audrian Firhannusa Sastra Indonesia 2015)
Sampaikan rinduku, Lampu kamar ini masih menyala terang Kipas angin merayu bola mataku Membuat rasa kantuk merayu
(Tatik kundriati Sejarah 2015)
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
(Putri Annisa Noviani, Sastra Indonesia 2015)
Lika-liku Menjadi Warga Sastra Dunia Mimpi Indonesia menjadi bagian dari w arga sastra dunia sebenarnya telah dirajut oleh sastraw an terdahulu. Sebut saja Pramoedya Ananta Toer yang pernah diusulkan sebagai penerima Nobel Sastra. Usulan tersebut tak lain berkat novel-novelnya yang dikenal sebagai tetralogi Bumi Manusia: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Meski Nobel Sastra tersebut tak Pram terima, mimpi tersebut terus dirajut oleh anak bangsa. Potensi Indonesia menjadi warga sastra dunia semakin terbuka lebar sejak aktifnya mengikuti pameran buku internasional. Meski demikian, masih cukup banyak pekerjaan rumah yang perlu diperhatikan sastrawan, orang-orang di penerbitan, pembaca hingga para penerjemah untuk mengenalkan karya sastra Indonesia di kancah internasional. Oleh karena itu, Reporter Manunggal Astrid Nurhasanah mewawancarai Triyanto Triwikromo, seorang sastrawan, dosen sastra, dan Redaktur Pelaksana surat kabar Suara Merdeka untuk menggali hal tersebut lebih dalam.
Beberapa tahun sebelumnya, Pak Tri pernah menulis esai dan berstatement bahwa karya Pak Tri belum bisa dikatakan sebagai sastra yang mendunia.Apa landasan bapak berstatement seperti itu? Kenapa saya bilang bahwa karya saya belum bisa dikatakan sastra yang mendunia adalah pertama, belum diterjemahkan dalam bahasa asing terutama bahasa Inggris dan diterbitkan oleh penerbit asing. Karena kebanyakan sastra dari berbagai belahan dunia, menjadi sastra dunia ketika diterbitkan oleh penerbit asing dan berbahasa inggris. Satu contoh yang menarik terjadi di Indonesia, karyanya Eka Kurniawan begitu terbit dalam bahasa Inggris dan diterbitkan oleh penerbit asing dengan cepat juga membuat karya tersebut mendapat apreasiasi dari pembaca-pembaca dunia. Karya Eka pun ternyata bisa mendapatkan perhargaan. Hal tersebut membuktikan bahwa sastra Indonesia bisa memasuki sebuah area internasional. Pernyataan saya juga terbukti pada tahun 2015, saat saya mengikuti Frankfurt Book Fair di Jerman. Karya saya ada tiga yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, “The Serpent in The Holy Grail” (Ular di Mangkuk Nabi, red), “Upside-Down Heaven“ (Surga Sungsang, red), “A Conspiracy of God-killers” (Persekongkolan Para Pembunuhan Tuhan, red) itu baru dilirik juga oleh penerbit Amerika dan Australia untuk diproses, terkait mempelajari kemungkinan pasar. Tetapi justeru teks saya yang lain “Bersepeda ke Neraka” itu dibeli hak terbitnya di Malaysia dan tahun ini akan terbit dalam bahasa Melayu. Itu artinya yang disebut karya dunia adalah saat dibaca di luar diri kita, bisa Malaysia, bisa Amerika. Intinya, jika sudah terbit di Amerika sudah terbit di dunia. Belum tentu, kalau terbit di Jerman bisa mendunia karena tidak semua orang bisa membaca karya berbahasa Jerman. Saya sedang memproses karya saya “Ka�ka Kaf�ka” itu akan terbit dalam bahasa Jerman. Tapi Jerman juga tidak terlalu dipahami oleh banyak orang, sehingga kalau terbit di Jerman ya masih belum dianggap punya dunia. Batasan dunia itu ya jika sudah diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh penerbit Amerika atau pun penerbit Australia. Saya kira, perjuangan terbesar para pengarang kita saat ini adalah bagaimana menarik minat para penerbit dunia untuk menerjemahkan sastra Indonesia dalambahasa Inggris dan terbit oleh penerbit berbahasa Inggris. Saya kira dulu ketika Pramoedya Ananta Toer sudah diusulkan untuk Nobel, itu karena karya-karyanya sudah ada dalam bahasa Inggris. Jadi masa depan sastra Indonesia, kemartabatan sastra Indonesia adalah ketika sudah dibaca oleh pembaca dunia. Sebenarnya cita-cita menjadi warga sastra dunia itu sudah lama. Siapa pun, sudah pernah menginginkan itu. Tapi yang secara masif adalah ketika Indonesia mengikuti Frankfurt Book Fair, Shanghai Book Fair, apa pun diikuti. Itulah upaya-upaya kita untuk menjual karya kita ke luar negeri.
menghidupkan rubrik-rubrik di koran,sastra majalah dihidupkan. Sekarang karena era virtual ya sastra virtual dihidupkan, itu bisa menolong. Tapi jika itu makin terpuruk, maka hasil dunia sastra kita ya akan ditulis oleh pengarang dan dibaca oleh pengarang lain. Itu bahaya. Sangat bahaya.
Foto: Dok. Pribadi
BIODATA Triyanto Triwikromo Salatiga, 15 September 1964 Redaktur Pelaksana sastra harian umum Suara Merdeka dan dosen Penulisan Kreatif Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang
Mutu apa yang harus digali lagi oleh pengarang Indonesia untuk menarik minat penerbit luar? Ini kan era yang disebut glokal, glokal itu gabungan antara global dan lokal. Itu memungkinkan karya-karya yang basis lokalnya kuat, justeru akan diminati oleh penerbit internasional. Salah satu contoh, bukunya Arumdati “The God of Small Things” itu lokal banget, India banget. Tapi karena ditulis juga dalam bahasa Inggris dan orang ingin mengetahui misteri dia, buku itu laku terus. Karya Eka, sekali lagi karena sekarang Eka bisa dijadikan contoh, adalah lokal juga. Dia berbicara mengenai “Manusia Harimau” itu sangat sunda. Kemudian yang satu lagi “Cantik Itu Luka” juga sangat sunda. Juga karya saya, yang diminati “SurgaSungsang” juga sangat lokal. Jadi artinya, glokalisasi itu memungkinkan orang ingin menilik kita, kelokalan kita yang nilai-nilai universalnya muncul, karena dalam kelokalan kan juga ada pergolakan manusia. Jadi sebenarnya mutu yang pertama adalah tema. Kita harus menggarap tema-tema yang unik, tema kemanusiaan, tema kelokalan, tema tema yang memungkinkan orang luar negeri itu melirik. Tema yang seksi di Indonesia antara lain tema perlawanan 65-an atau tahun 98 itu menarik juga karena menggambarkan Indonesia dalam konteks yang lain. Tapi, Indonesia memiliki banyak harta karun, misalnya kelokalan. Contoh yang menarik misalnya karyanya Oka Rusmini, terbit dalam bahasa inggris juga dalam bahasa Italia juga karena mereka ingin mengintip Bali dengan konsep yang lain, bukan Bali yang dijual. Nah saya kira sekarang orang jawa juga punya banyak hal yang istimewa. Surealisme jawa itu sangat luar biasa, itu akan jadi teks yang saya kira akan menarik pembaca sastra dunia. Soal mutu, itu tentu, namun mutu itu relatif. Mutu itu harus selalu mengikuti, karena mutu dalam konteks sastra itu banyak. Selain hal yang sudah disebutkan,apakah ada hal lain yang perlu dipersiapkan? Misal seperti penerjemah di Indonesia yang harusnya bisa mendukung sastra Indonesia lebih mendunia? Saya kira sebenarnya kalau bisa, pengarang itu menulis dalam bahasa Inggris. Karena dalam menulis bahasa Inggris, orang akan tahu benar. Misalnya saya mahir baha-
sa Inggris, lalu saya menulis hal-hal yang lokal, maka apa yang saya tulis dan apa yang saya bayangkan bahwa pembacanya adalah pembaca sastra dunia itu akan lebih pas. Tetapi kalau belum, maka diperlukan penerjemah-penerjemah yang benar canggih, yang matanya itu mata awas, yang matanya itu mata dunia. Karena kalau diterjemahkan oleh orang-orang yang sekadar memindah bahasa, itu bahaya. Mereka harus tahu benar, matanya itu mata pembaca asing. Makanya buku saya yang “Persekongkolan Para Pembunuhan Tuhan” itu penerjemahnya orang Amerika, yang setiap saat wawancara dengan saya selama satu tahun proses menerjemahkan buku itu. Dia dengan persepsi pembaca asing, tidak persepsi pembaca Indonesia. Dalam konteks tari bisa terjadi, karyanya Eko Pece, dia punya agen pertunjukan yang memberi tahu tren dunia, tren yang sedang dibutuhkan saat ini. Nah, bukan tidak mungkin dalam sastra juga bisa, ini loh sastra yang sedang dibutuhkan dunia saat ini. Maka, beberapa karya saya yang diterjemahkan dalam Amerika dan Australia itu dipandang oleh seseorang yang sangat asing. Jadi memang penerjemah itu penting. Nah, Indonesia belum memiliki penerjemah yang luar biasa, yang menggunakan mata yang asing itu untuk melihat ini loh yang dibutuhkan sastra dunia. Kalau di rumah sendiri, sudah sejauh mana apresiasi pembaca Indonesia terhadap sastra Indonesia? Lemah. Sangat lemah. Anda bisa cek angka-angkanya. Jangankan membaca karya sastra, membaca buku yang lain saja sangat rendah. Maka sebenarnya perjuangan para sastrawan Indonesia itu berlipat lipat. Dia harus nulis, dia menerbitkan karya sendiri, dia harus mengurus karyanya sendiri, yang kadang-kadang membuat hati jengkel, karena pengarang juga harus menjadi pedagang sekaligus. Tugasnya pengarang itu yang mengarang saja sebenarnya. J.K. Rowling itu ya menulis saja, yang memikirkan manajemen bukunya itu orang lain. Kalau di Indonesia itu nggak gitu, kadang harus beli pada penerbit lalu saya jual lagi pada orang lain dengan harga yang rendah. Hal tersebut bukan hal yangs seharusnya dilakukan, tapi ya memang tingkat daya membaca yang tinggi itu harus dimunculkan kembali. Ya itu dengan cara
Karya-karya: • 1987. Rezim Sex (short stories) (dalam Indonesian). Semarang. • 2002. Ragaula (short stories) (dalam Indonesian). Semarang: Aini. • 2003. Sayap Anjing (short stories) (dalam Indonesian). Jakarta: Kompas. • 2003. Anak-anak Mengasah Pisau (short stories) [Children Sharpening the Knives translated by Ignatia M. Hendrarti, Kristian Tamtomo] (dalam Indonesian). Semarang: Masscom Media. • 2004. Malam Sepasasang Lampion (short stories) (dalam Indonesian). Jakarta: Kompas. • 2008. LA Underlover (short stories) (dalam Indonesian). Yogyakarta:Katakita. • 2009. Ular di Mangkuk Nabi: Kumpulan Cerita • 2010. Pertempuran Rahasia (poetry) (dalam Indonesian). Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. • 2013. Celeng Satu Celeng Semua – 10 cerpen pilihan Kompas, 2003–2012(short stories) (dalam Indonesian). Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. • 2014. Surga Sungsang (short stories) (dalam Indonesian). Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. • 2015. A Conspiracy of God-killers translated by George A. Fowler (short stories). Jakarta:Lontar Foundation. • 2015. Kematian Kecil Kartosoewirjo: Sehimpun Puisi • 2016. Bersepeda ke Neraka • 2016.Sesat Pikir Para Binatang, Selir Musim Panas. PRESTASI: • Penyair terbaik Indonesia versi Majalah Gadis (1989) • Penyair terbaik versi Dirjen Kesenian RI (1990) • ‘’Mata Sunyi Perempuan Takroni’’ terpilih sebagai salah satu cerpen terbaik Kompas 2002. • Cerpennya “Cahaya Sunyi Ibu” termuat dalam 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 Anugerah Sastra Pena Kencana • Cerpennya “Lembah Kematian Ibu” juga masuk 20 Cerpen Terbaik Indonesia 2009 Anugerah Sastra Pena Kencana • Penerima Penghargaan Sastra 2009 Pusat Bahasa untuk antologi cerpen Ular di Mangkuk Nabi. • Tokoh Seni 2015 Majalah Tempo untuk antologi puisi Kematian Kecil Kartosoewirjo • Penghargaan 10 Tokoh Bahasa dan Sastra dari Balai Bahasa Jawa Tengah Kategori Sastrawan Indonesiatahun 2015
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
17
Diasuh oleh: Dra. Endang Sri Indawati, M. Si. Psikolog, dan Dosen Fakultas Psikologi Undip Sudah 4-5 tahun belakangan ini saya tidak bisa tidur pada jam normal. Awalnya, saya mengira karena terlalu lama tidur siang, tetapi setelah saya berhenti tidur siang, saya tetap tidak bisa tidur. Saya hanya bisa tidur pada pukul 02:00 atau 03:00 pagi jika tubuh saya sudah merasa lelah. Saya selalu merasa gelisah ketika malam hari. Berbagai cara saya lakukan termasuk bersiap-siap tidur dan mematikan lampu tetapi tidak membuahkan hasil. Mengapa saya masih sulit untuk tidur? Bagaimana solusinya? (Dini) Hal yang terjadi pada Anda adalah Insomnia. Semua orang yang mengalami insomnia adalah orangorang yang tidak bisa mengikhlaskan apa yang telah terjadi dan mencemaskan apa yang belum terjadi. Dua hal tersebut menyebabkan adanya perasaan menyesal dan gelisah secara berlebihan. Hal yang harus Anda lakukan adalah menyalurkan pikiran-pikiran tersebut menjadi suatu kegiatan positif seperti menulis diary atau menulis daftar tugas yang harus Anda kerjakan esok hari.
Setelah mengerjakan tugas semalaman saya sering tertidur kembali di pagi hari. Namun ketika saya tertidur di pagi hari, saya selalu bermimpi buruk. Mengapa hal itu bisa terjadi? (NN) Ada sesuatu yang salah dengan cara hidup Anda. Ada baiknya Anda melakukan penyembuhan secara lebih lanjut dengan orang yang profesional. Penyembuhan itu berupa katarsis yang dilakukan dengan cara mengeluarkan segala pikiran dan perasaan yang tertahan pada diri Anda. Selain itu, mimpi buruk di pagi hari secara berulang bisa juga dikarenakan adanya guilty feeling. Hal ini karena pagi hari merupakan jam produktif bekerja sehingga Anda merasa bersalah karena tertidur dan mengakibatkan mimpi buruk.
Saat lapar, saya menjadi lebih mudah marah dan menangis. Keadaan ini terkadang menimbulkan perselisihan di antara saya dan temanteman. Mengapa bisa demikian? (Siska)
Tidak ada yang salah pada diri Anda. Makan adalah kebutuhan dasar yang harus dpenuhi oleh manusia sehingaa jika hal tersebut tidak terpenuhi bisa mengakibatkan adanya gangguan metabolisme tubuh. Gangguan itu membuat tubuh tidak merasa nyaman sehingga Anda lebih mudah merasa marah.
Mengapa saya terkadang tidak bisa menahan emosi, padahal emosi tersebut berasal dari diri saya? (Ajeng) Manusia memiliki tiga emosi dasar, yaitu marah, cinta, dan takut. Hal yang Anda alami biasanya terjadi karena Anda merupakan pribadi yang terbuka atau ceplas-ceplos sehingga lebih mudah mengeluarkan uneg-uneg dalam bentuk uangkapan, sikap, dan lain sebagainya. Hal ini wajar terjadi jika sesuai dengan situasi dan kondisi yang Anda alami.
Illustrasi: Laras/Manunggal
18 18
Manunggal Manunggal -- Edisi Edisi IIII Tahun Tahun XVI XVI April Agustus 2017 2017
O, Monyet yang Ingin Menjadi Manusia
Foto: Dok. Istimewa
Judul Penulis Terbit Penerbit Tebal ISBN
:O : Eka Kurniawan : Maret 2016 : PT Gramdia Pustaka Utama : 470 halaman : 978-602-03-2559-0
“Kau tahu kenapa ayahmu almarhum memberimu nama yang lucu itu? Nama yang pendek? Hanya satu huruf?� tanya ibunya. Si gadis menggeleng. “Itu untuk mengingatkan betapa hidup ini tak lebih dari satu lingkaran.Yang lahir akan mati. Yang terbit di timur akan tenggelam di barat, dan muncul lagi di timur. Yang sedih akan bahagia, dan yang bahagia suatu hari akan bertemu sesuatu yang sedih, sebelum kembali bahagia. Dunia itu berputar, semesta ini bulat. Seperti namamu, O.� (Hal. 418) Judul yang sangat irit ini membuat saya penasaran sekaligus bertanya-tanya ketika pertama kali mendengarnya. Ditambah lagi dengan sinopsis di balik buku yang tak kalah irit dengan judul novelnya. Novel O ini menceritakan tentang seekor monyet yang ingin menikah dengan kaisar dangdut. Terdengar menggelitik, rasa penasaran pun semakin menjadi-jadi. Bagaimana bisa seekor monyet menikah dengan seorang kaisar dangdut? Tak sesederhana judulnya, novel ini ternyata menceritakan kisah yang sangat kompleks dengan banyak tokoh yang datang silih berganti. Bermula dari kisah Entang Kosasih, seekor monyet yang banyak tingkah dan pemberani di Rawa Kalong. Entang
Kosasih ingin mengikuti jejak pendahulunya, Armo Gundul, yang konon kata monyet-monyet tua telah berhasil bertransformasi menjadi manusia. Kendati banyak monyet lain yang menertawakan mimpinya itu, Entang Kosasih tetap berjuang dan giat berlatih mengikuti gerak-gerik manusia. Sementara kekasih Entang Kosasih, O merasa dilema. O tidak ingin menghancurkan impian pacarnya. Tetapi, O merasa gundah. Jika Entang Kosasih berubah menjadi manusia, maka hancurlah rencana pernikahan idamannya. Kemudian, Entang Kosasih tiba-tiba menghilang setelah ditembak mati oleh seorang polisi bernama Sobar, yang saat itu bertugas di Rawa Kalong. Hal yang lebih mengherankan, jasad Entang Kosasih tidak ditemukan di tempat kejadian dan sekitarnya. O meyakini bahwa kekasihnya itu telah berubah menjadi manusia, menjadi Kaisar Dangdut yang terkenal. Demi mengejar Entang Kosasih, O akhirnya memutuskan untuk pergi dari Rawa Kalong dan berlatih menjadi manusia lewat sirkus topeng monyet jalanan milik Beta lumur. O sangat giat berlatih dan menghayati kehidupan manusia lewat perannya, meskipun pawangnya Beta lumur sering kali menyiksa O jika ia
melakukan kesalahan sekecil apapun. Di sini pula O bertemu dengan Kirik, anjing kecil yang selalu menertawakan impian O. Bagi Kirik, impian O yang ingin menjadi manusia adalah hal paling tolol dan mustahil. Saya mendapat banyak pengetahuan dan pembelajaran melalui kisah O dan tokoh-tokoh yang terkait dengannya. Tidak hanya soal romansa perjuangan cinta, keteguhan hati, novel ini juga membawa kita menjelajahi kehidupan setiap makhluk ataupun benda yang kerap diabaikan. Misalnya saja kisah tentang kaleng sarden yang digunakan Beta lumur untuk menampung uang dari penonton sirkus topeng monyetnya. Eka Kurniawan benar-benar lihai menceritakan kisah yang mengharukan dari sekadar kaleng sarden yang terbuang. Begitu pula dengan revolver milik Sobar, yang diceritakan sangat mendetail seolah-olah benda itu memiliki hati dan perasaan. Eka Kurniawan juga menggambarkan sudut pandang kehidupan manusia yang menyedihkan. Ia menekankan bahwa hidup sebenarnya adalah upaya untuk bertahan. Memakan atau dimakan, meninggalkan atau ditinggalkan. Lewat tokoh-tokohnya, tujuan Eka seolah tersampaikan dengan baik. Banyak makna
yang bisa dipetik melalui kehidupan para tokohnya itu. Inilah yang menjadi keunggulan novel O. Karakter tokoh-tokoh yang matang membuat cerita tak masuk akal menjadi masuk akal. Meskipun memiliki tokoh yang cukup banyak, tetapi semua karakternya akan membekas dan memberikan pengalaman baru. Hal itu karena setiap tokoh tersebut memiliki kisah dan problema masing-masing dengan kisah yang saling berkaitan satu sama lain. Awalnya cerita ini membuat saya bingung dengan alurnya yang maju mundur, bahkan terkesan berantakan karena satu kisah dimulai dari kisah yang lain, lalu melompat ke kisah lainnya di saat satu kisah belum selesai diceritakan. Tetapi itulah yang menjadikan novel ini berbeda. Eka Kurniawan berani ambil risiko. Alur yang acak memberikan banyak twist yang membuat saya tidak sabar untuk menuntaskan novel setebal 470 halaman ini. Penggambaran tiap babak yang detail membuat saya seolah bisa merasakan apa yang dirasakan oleh si tokoh dan lebih menghargai makhluk yang lain. Dimulai dengan banyak pertanyaan-pertanyaan, pada akhirnya, novel ini akan berhasil membuatmu berdecak kagum. (Reyuni)
Manunggal - Edisi II Tahun XVI Agustus 2017
19