2 minute read
RISET
Ilustrator: Agil Mila Tri Astuti
Oleh: Tim Riset LPM Kentingan
Advertisement
Sebagai wujud komitmen terhadap pene- rapan transisi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan, Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022. Secara garis besar, Inpres ini berisi perintah Presiden terhadap beberapa pejabat pemerintahan dari pusat sampai daerah untuk menyusun dan menetapkan regulasi untuk mendukung percepatan pelaksanaan penggunaan kendaraan listrik. Presiden juga menginstruksikan penyusunan alokasi anggaran untuk mendukung program tersebut (Ibid.). Penerbitan Inpres ini mendapat respons positif dari banyak kalangan. Honda (dalam bisnis.com, 2022), salah satu contohnya, meng- anggap bahwa Inpres ini selaras dengan visinya untuk menghentikan produksi kendaraan berbahan bakar fosil secara keseluruhan pada 2040. DKI Jakarta dari kalangan pemerintah melalui pernyataan Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria dalam beritasatu.com juga mendukung program ini yang diwujudkan dengan telah tersedianya beberapa kendaraan umum berupa kendaraan listrik, seperti tiga puluh bus Transjakarta yang akan terus ditambah jumlahnya. Di sisi lain, kalangan pengamat mempermasalahkan biaya pembelian kendaraan listrik yang dua kali lipat lebih besar dari kendaraan konvensional akan membuat anggaran untuk mobil dinas membengkak (Yannes, dalam tribunnews.com, 2022). Isu mengenai limbah ken- daraan listrik yang berbahaya bagi lingkungan juga dinilai banyak kalangan sebagai kekurang- an dari wacana pengembangan kendaraan listrik.
Atas dasar diskusi itulah, Tim Riset LPM Kentingan mengadakan survei mengenai respons mahasiswa UNS terhadap wacana ini. Riset berjudul “Inovasi Kendaraan Listrik: Bebas Emisi atau Sumber Polusi?” bertujuan untuk meng-
himpun pendapat masyarakat terutama mahasiswa UNS terkait fenomena tersebut. Adapun periode riset dimulai sejak 19 sampai 22 September 2022 dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui beberapa pertanyaan terbuka. Dalam riset ini, terdapat 23 responden tanpa kriteria (simple random sampling). Berdasar hasil riset yang telah dilakukan, kendaraan listrik dapat menjadi salah satu alat untuk mendukung penghijauan bumi kembali. Namun, dengan beberapa syarat yaitu salah satunya harus adanya fasilitas penunjang yang memadai. Fasilitas yang dimaksud dimulai dari awal pembuatan hingga pengolahan limbah baterainya. Padahal banyak dari responden yang beranggapan Indonesia masih belum memenuhi kesiapan pengolahan limbah baterai, apalagi dalam skala yang besar. Hal ini disebabkan oleh kualitas SDM, daya tampung dan daya dukung yang belum memadai, serta adanya kandungan emisi berbahaya yang memiliki risiko tinggi jika kontak langsung dengan manusia. Mengapa energi listrik terus-menerus digaungkan sebagai energi bersih? Responden berpendapat selain minimnya emisi yang ditimbulkan, listrik merupakan kekuatan politik yang dapat dimonopoli serta dilihat dari segi bisnis cukup menguntungkan. Dengan adanya kendaraan listrik, minat masyarakat untuk mengampanyekan gerakan penghijauan bumi kembali ikut meningkat. Namun, perlu juga dilihat dari sisi lain bahwasanya produksi kendaraan maupun bahan baterai listrik malah menyumbang limbah yang besar dan sulit untuk terurai. Produksi listrik berasal dari pembangkit listrik yang pada saat ini sebagian besar masih menggunakan batu bara sebagai bahan utamanya. Jika permintaan kebutuhan terhadap listrik meningkat, akan semakin banyak juga emisi yang ditimbulkan. Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali dengan matang kebijakan yang akan dikeluarkan ke depan- nya. Mereka harus memikirkan jangka panjang dampak yang akan ditimbulkan, tidak melulu hanya manfaatnya saja. Alangkah baiknya pemerintah membenahi dahulu apa yang sebenarnya sangat perlu dibenahi, seperti pemerataan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat kelas bawah. Penghijauan bumi kembali dapat ditempuh dalam berbagai cara, tidak harus dengan mendorong penggunaan kendaraan listrik secara besar-besaran.