Diterbitkan oleh LPM Suaka UIN Sunan Gunung Djati Bandung
ISSN: 1420-3113
Edisi 2013 Tahun XXII
YANG TERSANGKUT DI GEDUNG REKTORAT
www.suakaonline.com
MRI
MASYARAKAT RELAWAN INDONESIA
INDONESIA VOLUNTEER SOCIETY
JOIN US! Andri, Ketua MRI Bandung [081322632026] Kunjungi situs kami
juga bersama sukseskan program
BANDUNG JUARA
SELASAR
Dari Redaksi Assalamua’laikum
S
ebagian orang terdidik dan bermoral di kampus UIN SGD, mungkin sudah muak dengan sistem kampus hijau yang acap kali dinilai karut marut. Sepertinya tak ada wadah yang bisa menjadi pelabuhan terakhir demi mendapat jawaban atas segala pertanyaan yang mengambang kampus sendiri. Maka dari itu, kami selaku Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang mengemban tugas menyalurkan dan menjadi jembatan terhubungnya informasi dari titik satu hingga ke titik akhir, berkewajiban menjadi wadah yang bisa dijadikan kepercayaan seluruh mahasiswa dan sivitas akademik UIN SGD Bandung. Sebagai bukti nyata akan loyalitas kami dalam mengemban tugas, maka kami hadirkan rangkuman seluruh kejadian dan peristiwa secara mendalam yang terjadi pada beberapa bulan terakhir ini, lewat majalah yang khusus bagi orang beruntung yang hanya bisa membacanya. Termasuk Anda. Berbagai informasi dalam dan luar kampus tetap kami hadirkan lewat rubrik-rubrik yang setia kami sajikan. Tentunya dengan penambahan halaman yang lebih tebal dan ukuran lebih minimalis. Dalam majalah yang mengungkap tuntas UIN SGD
Bandung ini, kami hadirkan laporan keuangan kampus UIN hasil temuan BPK yang menjadi laporan utama. Serial drama perpolitikan mahasiswa dengan bangkitnya kembali DEMA menjadi pengenalan serta pemahaman yang bermanfaat bagi mahasiswa angkatan 2013 terkait dinamika perpolitikan kampus. Sejatinya Universitas Islam, kami juga menghadirkan rubrik keislaman dengan membahas tuntas bagaimana sebetulnya posisi pendakwah dalam hukum islam. Informasi kebudayaan pun tak luput dari mata tajam kami, suaka fresh, kampusiana, vakansi, opini, laporan khusus, galeri suaka, sastra, serta surat pembaca, masih bisa Anda nikmati dalam majalah ini. Saatnya kami pamit, dan ucapan syukur alhmadulilah tak akan lupa kami senandungkan sebagai rasa terima kasih pada sang maha pencipta yang masih memberikan izin serta kesempatan untuk bisa tetap berkarya di akhir kepengurusan. Laiknya manusia yang penuh dengan khilaf, ucapan maaf dan terima kasih, kami haturkan bagi para pembaca setia dan pihak-pihak yang telah membantu terkerjakannya produk kami selama satu periode kepengurusan. Pesan kami, jadilah mahasiswa yang aktif bukan apatis. Mari membaca.
LEMBAGA PERS MAHASISWA
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG Pemimpin Umum Salman Asyri Nahumarury Sekretaris Umum Siti Sarah Yulianti Putri Manajer Keuangan Ririn Purwaningsih Pemimpin Redaksi Iqbal Tawakal Lazuardi Siregar Sekretaris Redaksi Putri Galih Ning Gusti Editor Santi Sopia Redaktur Tabloid Resita Noviana, Ratu Tresna Ning Gusti, Zaenal Mustafa Redaktur Suplemen Fresh Alin Imani, Hilda Kholida Redaktur Online Riska Amelia, Iis Nurhayati Redaktur Artistik Norman Husein Layouter Norman Husein, Ahmad Rijal Hadiyan Redaktur Foto Ahmad Rijal Hadiyan Kru Redaksi Adi Permana, Ahmad Rijal Hadiyan, Anggara Adhe Putra, Ayu Pratiwi Ulfah, Anisyah Al Faqir, Ari Wahyuni, Dede Lukman Hakim, Dinda Ahlul Latifah, Desti Puspaningrum, Fadhila Humaira, Firda Firdianti Iskandar, Hengky Sulaksono, Irfan M. Zainuddin, Lia Wulan Safitri, Ramadhan Setia Nugraha, Ratu Arti Wulan Sari, Siti Nuraeni Agustia, Wisma Putra. Pemimpin Perusahaan Nirra Cahaya Pertama Iklan Nanang Suhendar Sirkulasi Sri Mulyani Produksi/Cetak Abu Nur Jihad Ketua Penelitian dan Pengembangan Panshaiskpradi Asia Sekretaris Penelitian dan Pegembangan Siti Maryam Nurul Ulfa Riset Siti Maryam Pengembangan Aparatur Organisasi Siti Hanifah, Charis Abdussalam *** TIM MAJALAH SUAKA 2013 Pemimpin Redaksi: Iqbal Tawakal Lazuardi Siregar Redaktur Pelaksana: Alin Imani, Hilda Kholida, Ratu Tresna Ning Gusti, Resita Noviana, Riska Amelia Reporter: Abu Nurjihad, Adi Permana, Anggara Adhe Putra, Ayu Pratiwi Ulfah, Anisyah Al Faqir, Ari Wahyuni, Dede Lukman Hakim, Dinda Ahlul Latifah, Charis Abdussalam, Desti Puspaningrum, Fadhila Humaira, Firda Firdianti Iskandar, Hengky Sulaksono, Irfan M. Zainuddin, Putri Galih, Ririn Purwaningsih, Sri Mulyani, Salman A. Nahumarury, Siti Sarah, Siti Maryam, Ramadhan Setia Nugraha, Ratu Arti Wulan Sari, Siti Nuraeni Agustia, Wisma Putra Layouter dan ilustrator: A. Rijal Hadiyan, Norman Husein Fotografer: A. Rijal Hadiyan Rancang Sampul: Gilang Adi/Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi 2012 *** Alamat Asrama 2 Saudara Lantai II No.11-12, Cipadung-Bandung, Jl. A. H. Nasution No. 276/36, kota Bandung-40614 Email redaksi.suaka@gmail.com - suakanews@gmail.com Web www.suakaonline.com WARTAWAN LPM SUAKA DIBEKALI KARTU IDENTITAS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA DAN MEMINTA IMBALAN APAPUN DARI NARASUMBER
1
#2 Index
Dari Redaksi #1 Surat Pembaca #4 Karikatur #5 Opini #6,#22,#49,#59 Laporan Utama #10 Sosok #24 Kampusiana #26 Laporan Khusus #33 Rana #47 Mata Media #51 Cerpen #55 Resensi #60 Stetoskop #61 Botram #63 Paguyuban #65 Mimbar #66 Proyektor #68 Mozaik #71 Musik #73 Vakansi #75 Sisi Kota #77 Sorot #79 Teater #81 Pendidikan #83
#3 TAJUK
#71
Yang Tersangkut di Gedung Rektorat
Seni Reak, antara Budaya dan Mistik
Ketika Duit Negara Masuk Kampus
Nelson Mandela dan Aktivis Mahasiswa Indonesia
#16 /LAPUT
Di Ambang Ultimatum Dua Lembaga Negara
TAJUK
Desember 2013/XXII
Yang Tersangkut di Gedung Rektorat
K
ratusan miliar yang bersumber dari APBN yang dialokasikan ke pihak UIN selama tiga tahun terakhir itu seolah menjadi hal yang tergadai. Masih ada hal yang mesti dibereskan. Akuntabilitas pengelolaan keuangan dan administrasi kampus UIN SGD Bandung masih menjadi pertanyaan besar di kalangan sivitas akademika. Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah, bagaiamana pengelolaan administrasi dan keuangan kampus ini berjalan tidak transparan. Masalah keterbukaan informasi publik di lembaga ini masih menjadi hal yang tabu. Seolah ada ketakutan dalam menyikapi pelbagi pertanyaan yang berasal dari mahasiswa terkait masalah dana. Padahal sikap transparan pada sebuah lembaga akan berdampak baik bagi kelangsungan administrasi pada lembaga tersebut. Jelas hal tersebut sudah lama menjadi perbincangan 'warung kopi' di lingkungan internal kampus. Isu-isu negatif yang berkembang seolah menjadi santapan para sivitas akademika. Entah ada motif apa yang melatarbelakangi hal tersebut, yang jelas kita yakini para pemangki kebijakan di kampus ini tidak menutup telinga. Gosip-gosip nyinyir mengenai pola kepemimpinan Rektor Deddy Ismatullah pun tak pernah lepas dari perbincangan 'warung kopi' di dalam kampus. Namun, tampaknya Rektor tak bergeming. Mungkin Rektor ingin lebih fokus untuk menyumbangkan torehannya untuk memperbaiki kelemahan yang dimiliki oleh kampus ini dengan lebih banyak duduk di kursi kantornya. Hingga pernah ada sitiran terhadapnya, yang mengatakan “Rektor tuh mukanya yang mana sih? Kok setiap shalat dzuhur di Mesjid tak pernah terihat?” Komentar tersebut menyiratkan bagaimana Rektor bekerja dalam membangun kepercayaan mahasiswa pada kapal yang ia nahkodai. Mungkin sedang galau atau apa, yang jelas seluruh warga kampus ini sedang menunggu dan berharap ada perbaikan dalam pengelolaan kampus ini. Atau minimal ada perubahan dalam pola kepemimpinan yang lebih populis. Demi terciptanya sebuah atmosfer yang lebih terbuka dan lebih akrab antara petinggi kampus dengan seluruh sivitas akademika dibawahnya. [REDAKSI]
etika membaca delapan temuan pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia terhadap pengelolaan keuangan dan administrasi si Kampus Hijau yang terbayang adalah wajah Rektor kita yang sedang bermuram durja. Betapa kesalnya Rektor—kala itu—ketika dalam kepemimpinannya yang sudah menginjak tahun ketiga ini belum bisa berbuat banyak membenahi lini per lini si Kampus Hijau. BPK RI menemukan penyimpangan-penyimpangan administrasi dan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan UIN SGD Bandung dalam periode 2010 hingga 2012 semseter awal. Di antara temuan tersebut terdapat indikasi yang merugikan keuangan negara. BPK RI mencatat dalam temuan tersebut Rektor UIN SGD Bandung yang juga merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dinilai lalai dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan dan belanja barang. Beberapa kelalaian itu seperti menyiratkan sebuah tanda: Ada apa dengan kondisi para birokrat di kampus saat ini? Apakah mereka benarbenar lalai tanpa kesengajaan ataukah ada permainan kotor di balik ini semua? Atau apakah ini memang sudah menjadi kebiasaan buruk para pejabat—tak hanya dalam lingkup daerah dan negara—yang hanya puas dengan kegiatan-kegiatan normatifnya. Terlepas dari itu semua, kini yang jelas para pejabat tinggi kampus ini sedang didera kegalauan. Bukan tanpa alasan, temuan tersebut seperti memberikan kesaksian bagaimana kampus ini dikelola. Temuan-temuan tim auditorat dari dua lembaga keuangan negara seperti memberi cambukan perih pada tubuh rektorat. Mungkin saja benar hawar-hawar dan keluhan para sivitas akademik di lingkungan kampus ini yang menilai kampus hampir gagal menerapkan manajemen rapih dengan pengelolaan yang apik. Temuan pemeriksaan BPK RI hampir membuktikan keresahan tersebut. Atas permasalahan tersebut, kini UIN SGD Bandung dan para unit-unit terkait sedang dikejar pertanggungjawaban untuk m e n y e l e s a i k a n s e mu a t e mu a n t e r s e b u t . B P K R I merekomendasikan agar pihak Kemenag terus mengultimatum pihak UIN untuk menyelesaikan semua temuan tersebut. Dana
3
SURAT PEMBACA
SUAKA/A. Rijal
MAHASISWA BUTA RASA MEMILIKI Seiring berjalannya waktu, tak terasa pembangunan gedung perkuliahan serta infrastruktur kampus hijau tercinta kita hampir menapaki batas waktu yang dituju. Kami sebagai mahasiswa merasa tak sabar menunggu momen ini. Ooh tahun depan tampilan kampus kita akan berubah, semoga gak katro. Semoga dengan gedung dan infrastruktur baru, suasana perkuliahan bisa kondusif dan menambah rasa semang at dalam menuntut ilmu kelak. Aamiin! Tapi, alangkah mirisnya jika dilihat dalam faktanya belum waktu peresmian gedung baru, sudah banyak terjadinya 'cacat. Kenapa hal ini bisa terjadi? Bingung.... rasa malu dan marah campur aduk di benak ini. Sebenarnya ini salah siapa? Pihak vendor proyek yang kurang maksimal dalam pengerjaan proyek. Ataukah mungkin saja si 'sivitas akademika' itu sendiri? “Miris lihat kamar mandi umum di tempat wudhu, baru selesai beberapa minggu, esoknya sudah ada cacat. Keran sudah ada yang copot, drainase mampet, dll. Pernah lihat dan mergokin ada seorang mahasiswa pakai kamar mandi, untuk keperluan pribadinya. Saya pernah lihat orang mandi di WC masjid, ada juga sampai yang cuci piring di situ, “Mas, maaf itu bukan tempatnya.� Contoh lain lihat dinding gedung sudah banyak yang kotor. Jujur malu dan sedihnya liat keadaan ini, di mana kesadaran anda menjaga serta merawat fasilitas yang ada?! DI MANA?? Janganlah jadi
mahasiswa yang berpikir sempit dan hanya ingin enak saja. Tolong hargai usaha orang lain. Fasilitas dibangun untuk kita dan dari jerih payah kita. Ganti pola pikir mahasiswa, jangan dibawa sifat sifat dari daerah yang kurang baik. ARIEZNA FADLY Mahasiswa Jurusan Biologi semester 3 UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Perbaiki Fasilitas Gedung Z Pada Rabu (11/12), saya merasa kecewa ketika harus belajar dengan fasilitas yang tidak mendukung, hingga mengharuskan saya berpindah kelas. Hal itu karena aliran listrik yang sering padam pada akhir-akhir ini. Padamnya listrik sering terjadi terutama di sebagian Gedung Z Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung. Selain masalah listrik, kondisi fasilitas lain seperti papan tulis, proyektor dan WC juga kebanyakan sudah tidak terawat dan tak layak pakai. Tak jarang saya harus naik turun tangga hanya untuk sekadar ke toilet. Karena tak tersedianya air di sebagian toilet. Kondisi toilet yang jauh dari kesan bersih dan nyaman menambah buruk masalah tersebut. Lalu masalah papan tulis yang sudah lapuk dan proyektor yang tidak berfungsi. Masalah-masalah ini sangat menggangu proses pembelajaran. Saya mohon pada rektor UIN SGD Bandung agar masalah ini bisa cepat terselesaikan, agar proses pembelajaran kami
4
berlangsung dengan baik sebagaimana mestinya. YOGGI DARWIS Mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik UIN SGD Bandung
Pembangunan Tahap 2: Kendaraan Dilarang Masuk (lagi) Mulai 21 Oktober 2013 sampai dengan pembangunan tahap dua selesai, semua kendaraan baik motor maupun mobil dilarang memasuki area kampus UIN Bandung. Pengumuman itu terpampang jelas dipasang di depan gerbang kampus yang kini mulai ditutupi seng demi pembangunan. Alhasil, kendaraan mahasiswa maupun dosen harus mengungsi ke luar kampus. Mau tidak mau, suka atau tidak, kebijakan itu harus dipatuhi segenap elemen kampus (mahasiswa, karyawan, dosen bahkan rektor sekalipun). Pembangunan memang harus didukung semua elemen kampus demi terciptanya kampus UIN Bandung lebih baik. Tapi perlu digaris bawahi pengumuman ini har us dilaksanakan segenap sivitas akademika UIN Bandung. Tidak boleh ada pengistimewaan, karena hal tersebut memicu terjadinya kecembur uan. Marilah kita dukung pembangunan kampus UIN Bandung ini. Mari kita jalan masuk ke dalam kampus UIN Bandung yang semakin hari semakin ngebul ini. YASSER BURHANI Mahasiswa Fakultas Psikologi 2012 UIN SGD Bandung
Karikatur
Koboi Donto
Per pus AM KRE a D t DIP ITAS i! ErT I AN YAK A
N!
5
OPINI
MAU DIBAWA KE MANA UIN? “Menjadi Universitas Islam yang unggul dan kompetitif"
SUAKA/A. Rijal
Oleh Maulana Abdul Aziz
T
idak banyak dari sivitas akademika UIN yang mengetahui apa maksud dari kalimat di atas. Kalimat normatif dan multi-intrepretatif yang bisa jadi pertama kali didengar. Kalimat di atas bukan lain adalah visi UIN SGD Bandung. Suatu pandangan akan masa depan UIN seperti apa ke depannya. Tulisan itu akan saya uraikan melalui pandangan saya terhadap kondisi UIN saat ini jika dibenturkan terhadap visi UIN itu sendiri. Sudah menjadi tanggung jawab bagi kita semua sivitas akademika UIN untuk bersama memikirkan bag aimana institusi besar ini akan bergerak ke arah mana di masa mendatang. Milestone apa yang akan dicapai, prestasi apa yang akan diraih, dan manfaat apa yang akan dirasakan Indonesia akan keberadaan Lembaga Pendidikan Tinggi Islam ini. Universitas Islam menjadi dua kata pertama yang memulai visi UIN SGD. Universitas tentu berbeda dengan Sekolah Ting gi, Institut, apalagi Politeknik. Dalam pemahaman saya, kata-kata selain Universitas masih mewakili beberapa r umpun ilmu tertentu dengan spesialisasi tertentu. Sekolah Tinggi misalnya, ia hanya fokus pada satu disiplin ilmu tertentu. Sedangkan Universitas memiliki makna
yang lebih dari itu. Selain lembaganya yang lebih besar dengan multidisiplin ilmu, siapapun bisa belajar di dalamnya (dalam hal ini sekalipun bukan muslim). Di sana ada juga penelitian, dan tentunya tuntutan pengabdian yang lebih besar untuk masyarakat. Selain penelitian dan pengabdian, di dalamnya juga terdapat transfer moral, stimulus inspirasi dan pembangunan karakter. Pertanyaan sederhananya adalah, karakter apa yang hendak dibangun bagi mahasiswa UIN SGD? Jika pertanyaan ini diajukan kepada para petinggi kampus, saya sangat yakin bahwa jawabannya akan berbeda. Atau dengan kata lain, UIN belum memiliki kejelasan mengenai karakter apa yang hendak diterapkan kepada seluruh mahasiswanya. Karena sejatinya, sebagai perguruan tinggi islam yang besar di Indonesia, layaknya memiliki pandangan jelas mengenai karakter apa yang akan diterapkan dan dimiliki mahasiswanya. Sehingga, masyarakat untuk mengenal UIN tidak perlu datang langsung ke kampusnya atau membaca brosurnya. Cukup dengan melihat bagaimana mahasiswanya bersikap. Artinya, mahasiswa benar-benar dilibatkan sebagai bagian penting dari sebuah pendidikan, tidak hanya sebatas
6
objek pendidikan yang bayar SPP sebagai tanda masuk kampus dan wisuda sarjana sebagai tanda selesai studi. Karakter memang permasalahan pribadi dan bawaan. Namun lingkungan adalah faktor yang cukup berpengaruh dalam pembentukan karakter. Mungkin bisa saja UIN menjadi kampus paling disiplin dalam waktu. Dengan kedisiplinan misalnya, mahasiswa dan segenap sivitas akademikanya menjadi bekerja serba cepat dan tepat. Atau bisa juga menjadi kampus berbasis lingkungan. Membuang sampah sembarangan dijadikan sebagai salah satu 'dosa besar' di lingkungan kampus. Sehingga lingkungan kampus bisa bersih bukan karena jasa petugas kebersihan, tapi karena kesadaran banyak pihak. Universitas Islam. Kombinasi kata itu menjadi lambang disiplin ilmu yang berkembang di kampus ini. Jurusannya tentang Islam semua atau segala sesuatunya diislamkan? Membicarakan ini, bahasannya menjadi beralih pada persoalan integ rasi. Satuan ilmu menyatu menuju Allah, kiranya menjadi makna paling tepat untuk menafsirkan kata Islam di belakang Universitas. Setahun terakhir ini, hangat dibicarakan mengenai jajak pendapat adanya jurusan umum di UIN SGD. Terlebih ketika Fakultas Ilmu Sosial dan
OPINI
Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab semester 3. Selain menjalani keseharian sebagai mahasiswa, penulis juga aktif bergiat sebagai Duta Bahasa Jawa Barat. Tulisannya dimuat dimuat di HU Pikiran Rakyat, Majalah Taqaddum, dan beberapa media Daring.
Ilmu Politik (FISIP) dikukuhkan, seolah menjadi saudara kembar dari Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) namun berbeda aliran. Sebenarnya, jurusan sebanyak apapun bukanlah sebuah masalah, malah ini menjadi nilai tambah bagi nilai Universitas yang bermakna luas dan universal. Ada eksistensi yang hidup sebagai tanda bahwa islam benar-benar masuk ke semua ranah peradaban, ilmu, kebudayaan, sesuai konsep rahmatan lil 'alamin. Tapi di mata saya, integrasi itu belum hadir dengan nyata. Seolah yang bernuansa islam semakin "islam", yang umum seolah masih berproses. Dalam pakaian misalnya, kenapa hanya Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) y a n g m e wa j i b k a n m a h a s i s w i n y a menggunakan rok? Bukankah kewajiban tidak menggunakan pakaian ketat itu tidak hanya untuk muslimah di FTK? Selain jurusan dan tradisi lingkungan, UIN juga memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masyarakat yang menyimpan harapan besar terhadap lembaga pendidikan ting gi islam, terlebih kepada para sarjananya. Dalam rangka menciptakan research university, UIN sudah sepatutnya memikirkan segala hal yang berkaitan dengan penelitian dan pengabdian. Seperti seimbangnya kuantitas
mahasiswa dengan fasilitas kampus. Jangan sampai jumlah mahasiswa baru yang setiap tahunnya selalu bertambah kisaran 4000 sampai 5000 orang hanya membuat fasilitas kampus semakin tidak terurus.
mata kuliah Bahasa Inggris dan Bahasa Arab saja. Kampus perlu tahu tentang dosen yang jarang masuk, dana bidikmisi yang kurang dari jumlah aslinya, beasiswa prestasi yang telat datang, manajemen KRS yang acak-acakan,
Laboratorium yang jauh tertinggal dari kampus lain, perpustakaan yang
prosedur pembayaran SPP yang rumit jika dilakukan di bank daerah dan lain sebagainya. Tidak hanya tahu, tapi kampus juga harus mengatasinya. Selain itu, kampus yang unggul jika merujuk ke banyak kampus dunia selalu memiliki asrama mahasiswa yang nyaman dan banyak, serta mewajibkan seluruh mahasiswanya untuk memiliki laptop.
terkesan fiksi dan kabur, kantin yang tidak tentu di mana letaknya, masjid yang masih sepi di waktu shalat, tidak adanya ruang hijau yang representatif untuk berdiskusi dan lain sebagainya. Saya hanya berharap, pembangunan yang tengah gencar-gencarnya dilaksanakan akan berbuah manis sesuai dengan apa yang kita harapkan sejak lama. Unggul dan Kompetitif, dalam istilah lainnya world class university. Yang menarik, kenapa begitu banyak kampus swasta yang menggembor-gemborkan kata itu, tapi kampus sebesar dan selegal UIN belum juga mengaungkan kata world class university di balik namanya? Memang pada kenyataannya, titel itu bukanlah suatu jaminan tentang seberapa besarnya sebuah kampus memberikan manfaat bagi Indonesia. Tapi untuk menjadi kampus yang unggul, manfaat menjadi nilai utama yang perlu diusung kampus dalam proses pendidikannya. Saya masih miris ketika melihat ranking universitas yang bertahan di angka ratusan untuk Indonesia, bahkan menjadi UIN ke sekian dari 6 UIN yang ada di Indonesia. Saya tidak bicara peringkat UIN SGD di tingkat dunia, karena melihat angka di atas seribu, seperti ada sesuatu yang membuat napas tertahan, jantung berhenti sejenak, dan ribuan kata yang tertahan di tenggorokan. Istilahnya nyesek. Belakangan terakhir, berita tentang ISO 9001 ramai diperbincangkan. Tapi sayang, hanya ada di satu fakultas. Dengan kata lain, baru satu fakultas yang siap untuk menciptakan UIN sebagai kampus yang unggul menuju world class university. Tapi untuk menjadi kampus yang unggul, tidak hanya perlu label dan embel-embel sertifikat di kampus dan ijazah lulusannya. Tapi kampus juga perlu meng evaluasi kualitas dosen dan karyawannya. Jangan sampai, billingual class yang diciptakan hanya terjadi ketika
7
Untuk asrama, memang sudah ada, meskipun masih jauh secara fasilitas bila disandingkan dengan asrama kampus lain. Di mata saya, asrama mahasiswa UIN lebih layak disebut pesantren, jika melihat dari banyak aspeknya. Tapi mungkin memang itulah pesantren, bukan asrama. Artinya, UIN tidak hanya sekadar kampus untuk mereka yang melanjutkan studi selepas SLTA. Tapi juga kampus untuk mereka yang lulusan pesantren. Di antara Perguruan Tinggi yang ada di Jawa Barat, anggaplah bahwa UIN adalah pesantrennya dan mahasiswanya adalah para santri intelek. Kampus yang unggul juga perlu memiliki kantin mahasiswa yang secara resmi dikelola kampus, menjual makanan murah dengan kualitas gizi yang terjamin. Sehing ga, tidak sembarangan makanan bisa dijual dan dikonsumsi secara bebas. Bukankan urusan bersih, sehat dan halal adalah utama dalam makanan. Terlepas dari itu semua, saya sangat sadar bahwa menciptakan kampus yang ideal tidaklah bisa dilakukan secara sepihak. Selain adanya kebijakan dan manajemen yang baik, dibutuhkan juga mahasiswa yang tidak hanya banyak kuantitasnya, tapi juga berkualitas. Apalagi dengan keberadaan kampus yang ada di kota besar, sudah selayaknya menjadi kampus favorit yang memberi banyak manfaat kepada masyarakat. Sekalipun dikenal sebagai kampus negeri termurah. "Masih untung murah, jadi jangan berharap banyak!" Jargon itu mungkin benar, tapi selama bisa menjadi lebih baik, kenapa tidak?
Suaka/A.Rijal
Di Ambang Ultimatum Dua Lembaga Negara Rektorat UIN SGD Bandung sedang berbenah. Lima temuan BPK RI terhadap UIN SGD Bandung salah satunya berindikasi merugikan keuangan negara. Ultimatum Inspektorat Jendral Kemenag pun sudah dilayangkan. Akhir bulan Desember ini nasib UIN ditentukan.
LAPORAN UTAMA
W
akil Rektor Bidang Kemahasiswaan, M. Ali Ramdhani tiba-tiba menelepon salah satu awak Suaka. Dari jauh sana melalui sambungan telepon Warek III tiba-tiba menanyakan laporan yang akan diterbitkan Suaka pada Majalah kali ini. Hal tersebut cukup membuat awak Suaka terheran-heran. Pasalnya hal tersebut kali pertamanya Warek III menghubungi Suaka untuk menanyakan hal demikian. Awak Suaka pun menjawab seadanya. Masih dalam saluran tersebut, ia tiba-tiba mengatakan untuk Suaka menunda dulu terbitan kali ini dengan alasan yang tak cukup jelas. “Lebih baik jangan diterbitin dulu lah,” ucapnya pada Rabu siang, 20 November 2013. Selang beberapa hari dari diterimanya telepon tersebut, atas permintaannya, awak Suaka langsung menemuinya. Saat itu ia sedang berada di kantornya di Gedung Al-Jamiah lantai dasar. Dalam pertemuan tersebut Ali Ramdani tampak santai. Ia mengenakan kemeja lengan pendek berwarna cerah. “Sudahlah, kalau bisa tahan dulu LHP itu,” ujarnya tersenyum simpul. Ia pun mengatakan hal itu merupakan instruksi langsung dari rektor. Sementara itu sumber Suaka menginfor masikan, pada saat ini Rektorat sedang kelimpung an menangani hasil pengauditan BPK RI. Rektor sempat marah pada beberapa unit yang melakukan kelalaian dalam administrasi. Yang menyebabkan hal tersebut masuk ke dalam temuan BPK RI. Sumber Suaka itu pun menyebutkan hingga kini gedung rektorat sedang memanas. Para pejabat universitas berbenah menyelesaikan ultimatum dari Inspektorat Jendral Kementrian Agama yang didesak pula oleh BPK RI. Setelah melalui proses cukup panjang. Pada 6 November 2013, Suaka akhirnya mendapatkan salinan Laporan H a s i l Pe n g a u d i t a n d a r i B a d a n Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Tak mau gegabah dengan salinan LHP itu, awak Suaka terus menggodok isi dari LHP tersebut dengan meminta konfir masi dari berbagai pihak. Orang yang pertama kali Suaka mintai keterangan adalah Warek yang
menangani bagian Administrasi dan Keuangan, yakni Warek II Muhtar Solihin. Namun, setelah dihubungi beberapa kali dan bolak-balik mendatangi kantornya, awak Suaka tidak mendapatkan apa-apa. Ada sumber yang mengatakan Warek II sedang berangkat umrah ke Tanah Suci, ada pun yang bilang Warek II sedang sibuk menghadiri rapat di Kota Subang. Namun, akhirnya setelah menunggu selama lebih dari dua minggu, Suaka bisa meminta konfirmasi dari yang bersangkutan. “Saya tidak tahu apa-apa terkait LHP. Itu urusan BPK,” ujar Muhtar pada Suaka melalui telepon, akhir November. Lembar PDF itu terdiri atas 66 halaman. Di lembar pertama menclok logo Burung Garuda Indonesia dengan keterangan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Tepat di bawahnya terdapat tulisan tebal, Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan UIN SGD Bandung Kementrian Agama RI Tahun Anggaran 2010, 2011, dan Semester I tahun 2012, yang dikeluarkan pada 12 Februari 2013. Pembaca sekilas akan menyangka dokumen tersebut bersifat rahasia. Namun, nyatanya dokumen tersebut bukan merupakan informasi yang dikecualikan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2008. “LHP bukan informasi yang dikecualikan, namun bila LHP itu sudah masuk tahap investigasi berbeda lagi. Itu sudah menjadi dokumen rahasia,” ujar Wahyu Priyono, Kepala Bagian Publikasi dan Layanan Informasi BPK RI kepada Suaka di kantornya di bilangan Gatot Subroto Jakarta Pusat, pertengahan November lalu. Dalam keterangan Laporan Hasil Pengauditan (LHP) tersebut, BPK RI menemukan kelemahan-kelemahan dalam pengelolaan keuangan di UIN SGD Bandung pada tahun anggaran 2010 hingga semester awal 2012. Hingga hal itu menyebabkan adanya indikasi kerugian keuangan negara. Kelemahankelemahan tersebut dijumpai pada Sistem Pengendalian Intern (SPI) atas pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja yang belum dirancang secara memadai, juga dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang belum
10
dilaksanakan sesuai dengan peraturan berlaku. Di antara cakupan itu, BPK RI mencatat UIN SGD Bandung berindikasi merugikan keuangan negara senilai miliaran rupiah. Dalam temuannya, BPK RI telah mencatat lima sektor kegiatan atau belanja barang di UIN SGD Bandung yang belum sesuai dengan pengelolaan dan pertanggungjawaban yang telah ditentukan. Di antaranya meliputi: (1) Realisasi biaya akomodasi dan konsumsi kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Tahun Anggaran (TA) 2011 yang berindikasi merugikan keuangan negara sebesar Rp 76.775.040,00,. (2) Dasar penetapan dan pengamanan tanah UIN SGD Bandung yang terletak di Cileunyi dan Jl. Soekarno Hatta (belakang Polda) tidak memadai; (3) Pengadaan peralatan dan mesin yang tidak ditemukan bukti fisiknya sebesar Rp182.748.666,00, tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp 29.645.000,00, dan denda keterlambatan yang belum dipungut sebesar Rp 73.025.000,00; (4) Terdapat biaya langsung nonpersonil sebesar Rp 1.450.234.901,24 yang belum dipertanggungjawabkan atas pekerjaan jasa konsultan perencanaan dan pengawasan TA 2010 dan 2011; (5) Penyaluran beasiswa berprestasi dan beasiswa tidak mampu belum didukung pedoman yang baku, serta pemberian beasiswa kepada tujuh penerima tidak tepat sasaran. Adapun dari hasil temuan tersebut BPK RI menyebutkan yang paling bertanggungjawab dalam hal tersebut adalah Rektor UIN SGD Bandung yang dalam hal ini ia pun merangkap sebagai Kuasa Panitia Anggaran (KPA). Dari hasil temuan itu BPK RI menilai KPA lalai dalam pengawasan pelaksanaan kegiatan. BPK RI pun merekomendasikan pada Ir jen Kemenag agar UIN SGD Bandung yang berada di bawah naungan Kementerian Agama, segera menyelesaikan masalah administrasi tersebut. Juga memberikan beberapa rekomendasi pada Irjen untuk memberi sanksi kepada Rektor UIN SGD Bandung. Di antara rekomendasi tersebut BPK RI memberi mandat pada Irjen agar Rektor UIN SGD Bandung cermat
Jaenudin,Kepala Biro A2K
SUAKA/Wisma
LAPORAN UTAMA
dalam pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pengunaan anggaran. Dalam LHP itu disebutkan UIN SGD Bandung belum memiliki aturan internal (khusus) mengenai kode etik tersendiri. Selain itu, aturan etika itu belum diterapkan sepenuhnya untuk dapat mencegah terjadinya kesalahan dan kecurangan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Dalam LHP itu juga BPK RI menyoroti lemahnya pengawasan yang dilakukan Irjen Kemenag. Hal itu menyebabkan penyimpangan yang terjadi tidak diketahui langsung. BPK RI melalui Kepala Bagian Informasi dan Layanan Informasi Wahyu Priyono mengatakan, hasil temuan BPK tidak seluruhnya menyoal kerugian keuangan negara. Namun BPK pun memeriksa penyimpangan dari segi administratif, ekonomis, absensi dan efektivitas. Pada dasarnya temuan BPK dalam LHP tersebut pun tidak semuanya bersifat penyimpangan kerugian negara. “Jika BPK menyimpulkan ada penyelewengan atau penyimpangan maka BPK akan tindaklanjuti dengan investigatif, jika BPK memandang pelanggaran tersebut sudah masuk pada pelanggaran investigatif maka akan ditindaklanjuti,” ujarnya. Menanggapi masalah ini, Kepala Biro Administrasi Umum UIN SGD Bandung Jaenudin mengatakan, semua temuan BPK RI itu sudah diselesaikan. Ia pun mengatakan universitas sudah berusaha rapi dalam hal administrasi dan keuangan. Namun, lanjutnya, unit-unit di bawahnya yang meliputi fakultas, kontraktor dan peng ada barang seringkali lalai. Ia juga mengatakan tidak semuanya yang direkomendasikan BPK RI ditangani oleh UIN. Misalnya, masalah pelaksanaan PLPG Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan pada 2011 itu yang bertanggungjawab adalah pihak fakultas. Selain itu, permasalahan pada dana IDB untuk pembangunan, seringkali kesalahan terjadi pada pihak kontraktor. Untuk mengganti kerugian negara tersebut, pihak universitas hanya menjadi p e r a n t a r a a n t a r a u n i t d i b awa h universitas dengan Inspektorat dan BPK. “Tapi yang jelas semua sudah clear. Temuan-temuan tersebut nihil. Pada S e p t e m b e r ke m a r i n , k i t a s u d a h menyelesaikan semua di hadapan Irjen dan BPK itu sendiri,” ujarnya. Pihak UIN pada 20 September 2013 lalu telah menghadiri rapat koordinator Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan ( T L H P ) d i Yo g y a k a r t a . R a p a t koordinator itu membahas pertanggungjawaban seluruh temuan baik dari pihak BPK RI maupun Irjen Kemenang. Dalam berita acara TLHP yang dibubuhkan pada satu lembar kertas itu dijelaskan terkait data temuan dan tindak lanjut hasil pengawasan Irjen Kemenang terhadap UIN SGD Bandung tidak ditemukan apa-apa.
Sementara itu, Kepala Bagian Pe n g e l o l a a n H a s i l Pe n g a w a s a n Inspektorat Jendral Kementrian Agama, Anshori mengatakan, beberapa rekomendasi dari BPK RI sudah diterima pihaknya. Ia berujar hingga kini pihaknya terus memantau perkembangan di UIN SGD Bandung. “Intinya dalam temuan-temuan tersebut pihak UIN sudah ada perbaikan,” ujarnya pada Suaka. Namun, pihak Irjen Kemenag mengatakan rekomendasi BPK itu belum dibereskan semuanya. Berbeda dengan pernyataan dari pihak UIN SGD Bandung, yang menyatakan semua sudah clear. Irjen hanya baru menerima pemutakhiran data pada 2012. Sedangkan untuk tahun sebelumnya yaitu pada 2010 hingga 2011 masih dalam proses. “Progressnya bisa kita lihat pada awal 2014,” ujar Anshori.[] Iqbal T. Lazuardi, Wisma Putra, Hengky Sulaksono
TABEL 1.1 LHP BPK RI Anggaran, realisasi dan cakupan pemeriksaan Mata Anggaran Keluaran (MAK) Belanja Barang, Belanja Modal, dan Belanja Bansos atas pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja UIN SGD Bandung TA 2010, 2011 dan Semester I TA 2012, dengan rincian pada tabel 1.1
11
LAPORAN UTAMA
Lumbung Guru
Rugikan Negara
Puluhan Juta Oleh Wisma Putra
Dalam Laporan Hasil Pengauditan (LHP) yang dikeluarkan BPK RI pada Februari 2013 lalu menyebutkan, realisasi biaya akomodasi dan konsumsi kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) tahun anggaran 2011 berindikasi merugikan negara sebesar Rp 76.775.040.00.
D
ari delapan Indikasi penyimpanganan keuangan Negara yang ditemukan Badan Pe m e r i k s a Ke u a n g a n Re p u b l i k Indonesia (BPK-RI) terhadap hasil audit UIN SGD Bandung pada tahun anggaran 2010, 2011 dan 2012 semester I, terdapat satu temuan berindikasi merugikan keuangan negara. Dalam Laporan Hasil Pengauditan (LHP) yang dikeluarkan BPK RI pada Febr uari 2013 lalu menyebutkan, realisasi biaya akomodasi dan konsumsi kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) tahun anggaran 2011 berindikasi merugikan negara sebesar Rp 76.775.040.00. Wahyu Priyono Kepala Bagian Publikasi dan Layanan Informasi BPK RI mengatakan, dalam delapan temuan BPK di UIN SGD Bandung hanya ada satu temuan yang berindikasi merugikan keuangan negara. “Setelah melihat laporan terakhir ini, hanya terdapat 1 temuan yang berindikasi merugikan keuangan negara,� ujarnya pada Suaka saat ditemui di kantornya di bilangan G a t o t S u b r o t o, Ja k a r t a P u s a t ,
12
pertengahan Oktober lalu. Dalam pelaksanaan kegiatan PLPG Fakultas Tarbiyah dan Keguruan tahun 2011 tersebut, mendapatkan sumber pendanaan yang berasal dari DIPA No. 0015/025-01.2/XII/2011 tanggal 20 Desember 2010 senilai Rp 8.150.625.000,00. Pekerjaan tersebut dilaksanakan CV. BCS selaku pemenang lelang senilai Rp 5.998.050.000,00. Dalam pelaksanaannya, FTK hanya memberikan fasilitas dalam materi bahan ajarnya, atau disebut juga Lembaga Pe n j a m i n Te n a g a Ke p e n d i d i k a n ( L P T K ) . Tu j u a n P L P G s e n d i r i meningkatkan kualitas dalam melakukan pembelajaran di Sekolah. Pelatihan ini diberikan pada guru-guru madrasah di Jawa Barat. Sesuai surat pencairan dana pemerintah (SP2D) pekerjaan telah selesai dan dibayarkan senilai Rp 5.331.600.000 untuk (peserta dan panitia sebanyak 7500 orang x 8hari x Rp 88.860,00), atas dokumen pertanggungjawaban PLPG diketahui dari keseluruhan peserta sertifikasi bagi guru RA/Madrasah sebanyak 7.170
jorjoran.wordpress.com
LAPORAN UTAMA
orang dan panitia PLPG sebanyak 270 orang. Namun dalam realisasi pembayaran menunjukkan jumlah peserta dan panitia yang melonjak sebanyak 108 orang (peserta dan panitia). Dalam kegiatan PLPG FTK tersebut ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 76.775.040.00. Atas permasalahan itu UIN SGD Bandung sepakat dengan temuan BPK, telah terjadi kekurangtepatan yang dilakukan panitia dalam menghitung biaya akomondasi dan konsumsi kegiatan PLPG. Namun, ketika Suaka meminta konfirmasi dari pihak FTK melalui Idad Suhada Ketua Prog ram Pengembangan Kerjasama (P2K) mengatakan, hasil pengauditan dari BPK RI sebelumnya tidak pernah ditemukan masalah. Pihaknya mengklaim setiap pelaksanaan PLPG dijalankan sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku. “Alhamdulillah tidak ada masalah, semuanya berjalan dengan lancar,” ujarnya saat ditemui di ruangannya, Kamis (21/11).
Ia juga mengungkapkan, pertanggungjawaban masalah dana BPK yakni langsung ke Al-Jamiah. Pe r s o a l a n t e m p a t j u g a y a n g menentukan ialah Al-Jamiah. Menurutnya hasil audit BPK RI terhadap kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan TA 2011 tidak ditemukan masalah apapun. “Pendanaan PLPG ini dari negara, dari APBN. Dari negara dimandatkan ke UIN (Al-Jamiah) baru ke Fakultas Tarbiyah. Untuk pertanggungjawaban masalah dana karena ini dari APBN nanti ada audit dari BPK ke Al-Jamiah,” ujarnya. Dalam permasalahan ini, BPK RI merekomendasikan agar Menteri Agama memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku pada Rektor UIN SGD Bandung selaku KPA dan PPK terkait atas kelalaian dalam melaksanakan tugas dan memproses kelebihan biaya akomodasi sebesar Rp 76.775.040,00.[]Kru Liput : Iqbal T. Lazuardi
13
BPK RI merekomendasikan agar Menteri Agama memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku pada Rektor UIN SGD Bandung selaku KPA dan PPK terkait atas kelalaian dalam melaksanakan tugas dan memproses kelebihan biaya akomodasi sebesar Rp 76.775.040,00.
Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK
LAPORAN UTAMA
Ketika Duit Negara Masuk Kampus
SUAKA/Wisma
U
IN SGD Bandung merupakan salah satu instansi yang mendapat asupan dana dari APBN. Melalui pagu anggaran dari Kementrian Agama RI, UIN SGD Bandung mendapatkan dana berupa biaya Bansos, biaya belanja barang dan biaya belanja modal. Berdasarkan catatan dari Laporan Hasil Pengauditan (LHP) yang dikeluarkan BPK RI pada Februari 2013 lalu, dari ketiga mata anggaran tersebut, setidaknya UIN SGD Bandung selama kurun waktu tiga tahun terakhir—dari 2010 hingga semester awal 2012—mendapatkan kucuran dana APBN sebesar Rp 642 Miliar. Selain itu UIN SGD Bandung pun mendapat kucuran dana dari Kemendikbud ber upa Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Dalam dua tahun terakhir ke belakang UIN SGD Bandung mendapat kucuran dana yang diper untukan kegiatan akademik tersebut sebesar Rp
37 Miliar. Dari sekian asupan dana yang diterima UIN SGD Bandung itu, ada beberapa persyaratan yang har us d i t e m p u h . Pe r s y a r a t a n t e r s e b u t ditempuh meng gunakan standar penerimaan dan penggunaan dana bersumber dari APBN yang telah ter tuang dalam Undang-undang. Sementara itu, dalam kegiatan penggunaan anggarannya, UIN SGD Bandung diaudit dua lembaga keuangan baik eksternal maupun internal. Seperti lembaga publik lainnya yang dibiayai negara, sistem administrasi keuangan UIN SGD Bandung ditopang eksistensi lembaga pengawasan eksternal seperti BPK RI. Wahyu Priyono Kepala Bagian Publikasi dan Informasi BPK RI mengatakan, BPK adalah satu-satunya Lembaga yang berfungsi memeriksa keuangan negara dan Lembaga tinggi negara yang sejajar dengan lembaga lain yang diatur UU 1945. Sedangkan
16
laporan pengauditanya diserahkan pada lembaga perwakilan yaitu DPR, DPD dan sebagainya. “BPK mempunyai jenis UU tersendiri,” ujarnya. Berdasarkan UU. No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, terdapat 3 jenis pemeriksaan, di antaranya: pemeriksaan keuangan, model pemeriksaan kiner ja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Khusus untuk lembaga negara seperti UIN, BPK melakukan pemeriksaan meng gunakan jenis ketig a yaitu, pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Adapun hal itu dilakukan untuk mengetahui apakah lembaga tersebut telah melakukan pengelolaan keuangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ia menambahkan, pemeriksaan lembaga seperti UIN, BPK tidak bisa memberi opini kewajaran atas laporan keuangan. Namun, untuk pemberian opini seperti wajar tanpa pengecualian,
SUAKA/Wisma
LAPORAN UTAMA
Wahyu Priyono, Kepala bagian Publikasi dan Informasi BPK RI ketika diwawancara dikantornya di gedung BPK, JL. Gatot Subroto, Jakarta Pusat
wajar dengan pengecualian, disclaimer dan tidak wajar itu hanya diberikan pada laporan keuangan di tingkat kementerian atau pemerintahan daerah. “Dalam hal ini BPK tidak memberikan opini atas laporan keuangan UIN SGD Bandung,” ujar Wahyu. Dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu itu terdapat tiga jenis pemeriksaan, antara lain, pemeriksaan sistem pengendalian intern, pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. Khusus untuk pemeriksaan investigatif, dilakukan bila ada sumber atau informasi awal yang menyebutkan ada kerugian negara yang mengandung unsur tindak pidana korupsi. Hal tersebut dilakukan untuk membuktikan tindak pidana korupsi dan mengetahui siapa penanggungjawabnya. Selain itu, masalah hukuman bila dalam pemeriksaan terdapat indikasi yang merugikan keuangan negara, Wahyu mengatakan, hal tersebut akan dilakukan dengan tahap investigatif. Dan bila ditemukan adanya kerugian negara akan ditindaklanjuti melalui jalur hukum, atau BPK bisa memberi rekomendasi kepada KPK. “Kalau kerugiannya di bawah ratusan juta BPK tidak perlu melakukan investigatif audit,
tapi kami akan langsung melaporkan kepada aparat penegak hukum,” ujarnya. Akuntabilitas Anggaran Namun, dalam tugasnya tersebut BPK tidak bekerja sendiri. Ada lembaga pengawas lain yang mengawasi dan mengaudit laporan keuangan dan administrasi UIN SGD Bandung yang bersifat internal. Lembaga pengauditan internal itu dilakukan Inspektorat Jendral (Irjen) Kemenag. Ketua Jurusan Administrasi Negara UIN SGD Bandung, Rahayu Kusuma Dewi mengatakan, Irjen memiliki fungsi bervariasi antar kementerian, namun pada umumnya Irjen mempunyai fungsi sebagai pengawasan dan pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan administrasi umum. Ia pun mengatakan dalam pelaksanaan pengauditannya kedua lembaga tersebut (BPK dan Irjen) memiliki sebuah perencanaan pengauditan (audit planning). “Sebagaimana kita ketahui pengauditan itu dibagi menjadi tiga jenis yaitu : audit kepatuhan, operasional audit dan finansial audit. Ketiga pengauditan itu telah masuk dalam audit planning yang dilakukan kedua lembaga tersebut. Setelah mendapat mandat audit planning
17
dari Irjen, lalu akan dilakukan pengauditan dari tim auditor,” ujarnya pada Suaka saat ditemui di kantornya, Jumat (13/12). Ia menambahkan, dalam pelaksanaanya, BPK dan Irjen harus memiliki sinergi yang baik, dan memiliki pandangan yang sama. “Namun masingmasing entitas tersebut seringkali memiliki pandangan berbeda dalam pelaksanaanya,” ungkapnya. Selain itu, ia mengatakan, akuntabilitas sistem keuangan negara dapat diukur dari kompetensi administrasi publik intansi tersebut. ketika Suaka menanyakan sistem keuangan di UIN SGD Bandung, Rahayu mengatakan dirinya tidak memiliki kompetensi dalam menilai sisi anggaran. “ N a mu n d a l a m a k u n t a b i l i t a s anggaran UIN SGD Bandung perlu ditingkatkan, karna masih banyak halhal yang belum tercantum dalam pelaksanannya,” ujarnya. Bahwa dalam mengukur suatu akuntabilitas suatu instansi, lanjutnya, ada beberapa unsur, yaitu, relevan dalam pelaksanaan, te pat waktu dalam pemeriksan, kesesuaian dan kelengkapan. Ia pun menyebutkan persoalan indikasi atau penyalagunaan wewenang atas dugaan yang merugikan negara selalu berbeda dalam pengawasannya. “BPK dan Irjen harus disamakan dahulu audit planning dan juga kesamaaan Visi dan Misi dalam meningkatkan kinerja Organisasi Publiknya sehingga tidak akan terjadi kesenjangan,” ucapnya. Ia memandang temuan-temuan audit internal sering tidak terdeteksi, namun oleh audit eksternal sering terdeteksi. “Dalam tug asnya tim auditor eksternal saya pandang lebih profesional dalam tugas, juga memiliki kewenangan dan keindependenannya. Kaitannya kewenangan ini sangat penting untuk memberi hak yang akurat terhadap hasil audit, kalaupun nanti ada audit internal ternyata tidak bisa medeteksi, saya yakin itu kaitannya dengan kebijakan politik,” pungkasnya.[] Iqbal T. Lazuardi, Wisma Putra
LAPORAN UTAMA
T PRAKTIKUM
ertutupnya kran informasi publik mengenai rincian anggaran praktikum membuat kalangan mahasiswa bertanya-tanya. Pasalnya, output dari biaya praktikum dalam SPP setiap semester rupanya tak d i r a s a k a n m a h a s i s wa . M a s a l a h transparansi dana praktikum di UIN SGD Bandung memang begitu miris. Apalagi transparansi dana praktikum yang di beberapa fakultas di kampus ini bisa diang g ap kurang dirasakan mahasiswa. Deng an dalih, dana praktikum adalah dokumen negara, para birokrat berusaha membolaping pongkan kejelasan transparansi dana praktikum tersebut. Karena masalah ini dinilai perlu untuk diketahui mahasiswa, Suaka kemudian berusaha mencari kejelasan terkait masalah transparansi dana praktikum tersebut. Jenis-jenis praktikum yang ada di beberapa fakultas di UIN SGD Bandung sendiri beragam. Memang kegiatan praktik ibadah maupun tilawah tetap rutin dilakukan, namun anggaran mengenai praktik mata kuliah sampai saat ini tidak dapat dijelaskan dan masih menjadi tanda tanya besar untuk mahasiswa. Saat dihubungi oleh Suaka, Banyu Putri Fatimah (18), mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Jurusan Teknik Informatika semester tiga, dirinya merasa belum puas dengan fasilitas laboratorium komputer yang belum maksimal untuk digunakan. “Komputer yang tersedia di lab b el u m n ya l a s emu a , j a d i u n tu k praktikumnya kita harus bawa laptop sendiri,” ujarnya, Sabtu (9/11). Meski praktikum eksak di tiga semester sebelumnya sudah dirasakannya namun dengan besaran uang praktikum Rp 500.000 per semester, Putri masih belum merasa puas karena dirinya belum merasakan fasilitas laboratorium yang sepenuhnya bisa digunakan mahasiswa. Beda halnya dengan pernyataan Anan Bahrul Khoir (20), Mahasiswa Fakultas Ushuludin Jur usan Perbandingan Agama semester tiga. Ia menilai keuang an di Fakultas Ushuludin terlalu dipaksakan dengan bayaran uang pratikum sebesar Rp
WACANA BERBIAYA Oleh Wisma Putra
SUAKA/A. Rijal
18
300.000 per semester, dan dirinya merasa keberatan. “Jika hanya sekadar praktik ibadah dan tilawah saja, terlalu besar jumlah uang yang dikumpulkan mahasiswa untuk membayar dosen praktikum,” ujarnya Sabtu (9/11). “Uangnya tidak tahu mengalirnya ke m a n a d a n b e r a k h i r d i m a n a ,” pungkasnya. Setelah menelusuri delapan fakultas yang ada di UIN SGD Bandung, salah satunya Fakultas Sains dan Teknologi, yang memungut uang praktik sebesar Rp 500.000 per semester. Fakultas yang menekankan praktik dalam hal eksperimental ini tidak secara penuh menganggarkan biaya praktikum. Ditemui di kantornya, Titi selaku bagian PUMK Fakultas Sains dan Teknologi menuturkan, “Fakultas kami menganggarkan dosen pembimbing Rp. 15.000/mahasiswa dalam satu kali pertemuan. Jika dihitung dengan bukubuku panduan dan kegiatankegiatannya, jumlah ini tentu tidak seimbang dengan jumlah Rp 500.000 yang dibayar oleh mahasiswa,” ujar Titi, Jumat (04/10). Namun ia sendiri urung menerangkan anggaran biaya praktikum secara rinci dengan alasan TOR yang dibuat setiap jurusan belum sepenuhnya rampung. Tidak beda halnya dengan Fakultas Ushuludin. Pembantu Dekan II U s h u l u d i n Wa w a n H e r n a w a n menyatakan, Fakultas Ushuludin menerapkan empat jenis praktik setiap semester. Empat jenis ini di antaranya, semester I dan II mengikuti praktik bahasa, semester III melaksanakan praktik ibadah, semester IV melakukan praktik tilawah dan semester V seterusnya mengikuti praktik profesi. “Setiap Fakultas memiliki anggaran yang berbeda-beda. Ushuludin sendiri hanya menganggarkan Rp 200.000 deng an upah tiap praktikum Rp 50.000/praktik dengan jumlah dosen 86 orang,” ujar Wawan Hermawan. Menyoal dana praktikum ini, meski Suaka mendapat mandat lisan dari PD II Ushuludin untuk menanyakan langsung pada Entin selaku PUMK, namun orang yang ditujukan PD II itu menolak diwawancarai dengan alasan sibuk. “Maaf saya sedang sibuk dan kalaupun saya memberi tahu itu kepada
LAPORAN UTAMA kalian, ini menyangkut pekerjaan saya ke depannya, karena ini adalah rahasia negara yang tidak boleh diketahui publik,” ujar Entin saat ditemui di Ruangan Tata Usaha Fakultas Usuludin, Jumat (04/10). Setelah melakukan pembicaraan dengan Suaka, ia tetap menolak menyebut besaran yang diajukan dan diterima dari pihak rektorat. Pada waktu yang sama, Suaka datang ke PD II Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Tedi Priatna, menyoal rincian dana praktikum. Berbeda dengan fakultas lain, ini justru berani blak-blakan. Suaka mendapat rincian secara umum dana praktikum untuk Fakultas Tarbiyah tahun lalu yakni berada di kisaran Rp 600.000.0000. Dana tersebut dikatakan Tedi Priatna merupakan dana murni yang didapat dari Al-Jamiah untuk Fakultas Tarbiyah. Sedangkan untuk dana tahun sekarang masih belum turun. Karena UIN menganut prinsip Badan Layanan Umum (BLU), uang tersebut tidak akan langsung masuk ke f a k u l t a s . Te t a p i f a k u l t a s y a n g mengajukan pada pihak Al-Jamiah. Tedi mengatakan, “Tidak boleh ada rekening lain di luar rekening rektor,” Jumat (04/10). “Untuk rincian dana secara umum saya pikir boleh tapi untuk rincian detail saya pikir gak bagus, karena ini dokumen negara dari Kementrian Agama. Kalau misalkan saya harus memberikan, harus ada izin dari atas katakanlah Rektor,” kata Tedi saat ditanya rincian dana secara detail. D a r i d a n a t e r s e b u t , Te d i menambahkan sejauh ini tidak ada masalah dalam hal transparansi dana. Bahkan untuk Fakultas Tarbiyah dana tersebut overload. “Sejauh ini untuk transparansi dana praktikum alhamdulillah tidak ada masalah karena m a h a s i s wa s u d a h m e r a s a k a n n y a langsung,” tambahnya. Untuk sistem pendanaan praktikum di setiap fakultas sendiri di UIN menggunakan prinsip subsidi silang. Karena kewajiban mahasiswa membayar uang praktikum tidak semua semester, melainkan dari semester I-V. Untuk semester VIII ke atas, masih tetap diberlakukan praktikum tapi mahasiswa tidak dibebankan bayaran, karena disubsidi dari mahasiswa semester
bawah. Sedangkan untuk pembiayaan dosen pembimbing dilakukan selama per semester. Dan tidak ada pungutan liar dari mahasiswa untuk dosen pembimbing. “Kalau ada yang seperti itu maka saya akan tindak,” pungkasnya. Setelah menelusuri ke delapan Fakultas UIN SGD Bandung memang tidak dipungkiri, Keterbukaan Informasi Publik sering menjadi perdebatan hangat di Birokrat UIN. Dan hal yang sangat kurang diperhatikan yaitu pentingnya pengertian Keterbukaan Informasi Publik. Hampir seluruh fakultas menuduhkan Kepala Bagian Keuangan dan IBMN Biro Administrasi Umum UIN SGD Bandung, Wardija, untuk dimintai perincian terkait dana tersebut. Namun, ketika Suaka menemui Wardija, orang yang berperan dalam hal biaya praktikum itu, enggan memberikan rincian peng gunaan dana karena diakuinya bukan wewenangnya. “Sebenarnya ini bukan ranah saya. Untuk mengetahui besaran dana praktikum, silahkan cek ke setiap fakultas masing-masing. Saya di sini hanya menyerahkan uang ke fakultas sesuai dengan yang diminta. Selanjutnya penggunaannya ada di Wakil Dekan 2 dan Kajur masing-masing,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (23/10). Setelah meng-cross check ke delapan fakultas dan Kepala Bagian Keuangan dan IBMN Biro Adm Umum akan permasalahan ini, kami seperti dibola pingpongkan TANPA HASIL. Jika dilihat lagi dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2 0 0 8 Tentang Keterbukaan Informasi Publik BAB I Pasal 1 No 2 yang berbunyi “Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyeleng garaan negara dan/atau penyelenggaran dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik”. Dalam permasalahan ini pengelola Lembaga Publik yang ada di UIN SGD Bandung telah melanggar UU RI KIP
BAB II Pasal II dan III, karena tidak mengetahui apa saja yang tidak boleh diketahui publik dan apa saja yang boleh diketahui publik.[] M. Faisal A, Adi Permana, Hengky Sulaksono
“Maaf saya sedang sibuk dan kalaupun saya memberi tahu itu kepada kalian ini menyangkut pekerjaan saya ke depannya, karena ini adalah rahasia negara yang tidak boleh diketahui publik”
SUAKA/A. Rijal
19
LAPORAN UTAMA
Wawancara Langsung Dan Satria, Ketua KIP Jabar
Istimewa
TRANSPARANSI BELUM JADI KONSUMSI
Dan eterbukaan Informasi Publik di UIN SGD Bandung Satriana
K
itu prosedur permintaan informasi maupun prosedur tanggapan informasi. Ketika Badan Publik (BP) menerima surat permintaan dari masyarakat, maka BP perlu memberikan tanggapan secara tertulis, kalaupun menolak, BP harus mencantumkan alasan penolakan.
merupakan hal yang sangat tabu di mata mahasiswa dan sivitas kampus lainnya. Berangkat dari permasalahan tersebut Tim Suaka Wisma Putra dan Ahmad Rijal, Rabu, 09 Oktober 2013 mengunjungi Kantor Layanan Keterbukaan Informasi Publik Jawa Barat yang bertempat di Jalan Turangga Kota Bandung. Berikut kutipan wawancara Dan Satriana, Ketua KIP Jabar.
Ada langkah-langkah yang bisa dilakukan pemohon jika mendapat penolakan dari Badan Publik ?
Pemohon bisa mengajukan sengketa informasi ini kepada pimpinan dari BP tersebut. jika masih belum ditanggapi, pemohon bisa melaporkan sengketa informasi ini ke Komisi Informasi Jawa Barat. Setelah itu KI akan melakukan mediasi dengan BP tersebut. Jika mediasi gagal, maka KI akan memberikan putusan. Kalau putusan ini masih belum ditanggapi atau tidak ditaati maka si pemohon bisa melakukan eksekusi ke pengadilan. Dan pengadilan yang akan memproses sengketa informasi ini .
Apa yang disebut dengan keterbukaan informasi publik ?
Keterbukan informasi di Undang-Undang dasar sudah dijelaskan, setiap warga negara mempunyai hak untuk memperoleh informasi. Artinya, hak orang untuk memperoleh informasi terutama yang dikuasai badan publik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak. Keterbukaan informasi dengan kata sebelumnya adalah transparasi. Ada tiga hak yang mengalahkan hak individu untuk mendapat informasi itu : 1. Kepentingan negara (sektor pertahanan, ekonomi negara skala besar harus dilindungi). 2. Hak pribadi juga dilindungi (kecuali pejabat publik). 3. Hak yang terkait dari perlindungan usaha yang tidak sehat. Di luar itu informasi yang dikelola badan publik adalah informasi yang terbuka.
Apa yang dimaksud dengan tahap Mediasi ?
Maksud dari tahap mediasi di sini adalah mempertemukan antara pemohon dengan Badan Publik (BP). Mungkin jika ada BP yang tidak memberikan informasi, mereka kurang memahami dan KI di sini berfungsi sebagai fasilitator untuk mencapai kesepakatan sesuai peraturan UU. Jika tahap mediasi tidak berhasil dan tidak tercapai antara pemohon dan termohon, maka KI akan memberikan sidang. Bedanya dengan mediasi, kesepakatan akan diberikan kepada dua belah pihak. Tapi jika di sidang, KI akan menentukan apakah informasi yang diminta itu terbuka atau tertutup. Dan KI memerintahkan BP untuk memberikan informasi itu dalam jangka waktu tertentu. Jika putusan itu tidak diindahkan, maka pemohon bisa mengajukan penetapan eksekusi pada pengadilan yang berwenang.
Apakah hal tersebut termasuk dengan Perguruan Tinggi Negeri seperti UIN SGD Bandung?
UIN SGD Bandung merupakan badan Lembaga Negara. Dalam konteks ini, UIN SGD Bandung mempunyai kewajiban untuk membuka informasi, termasuk yang dijamin adalah informasi tentang laporan keuangan dari perencanaan sampai program-program. Tujuannya agar masyarakat khususnya yang terlibat dalam komunitas UIN baik mahasiwa atau sivitas lain adalah kita bisa memberi masukan, memonitoring, jika ada indikasi-indikasi penyimpangan.
Masalah yang pernah ditemukan?
Ada banyak masalah yang kami temukan tapi kebanyakan tidak selesai. Hanya ada dua universitas di Indonesia yang transparan terhadap keuangan dan diposting di web-nya, dari mulai program sampai keuangan. Biasanya keterbukaan bukan diberikan, tapi harus diminta.
Seperti yang diatur dalam Undang-Undang KIP, Badan Publik (BP) bisa juga menolak permintaan tapi harus dalam pertimbangan yang tertulis ?
Salah satu yang diatur dalam UU KIP adalah prosedur. Baik
20
LAPORAN UTAMA Dan kemungkinan Badan Publik sudah terlalu nyaman dengan ketertutupan itu di mana mereka bisa mengelola dirinya sendiri tanpa mau direcoki orang lain. Sekarang bukan eranya untuk BP menutup segala informasi yang menyangkut lembaganya. Tapi kini eranya terbuka bahwa BP itu harus menyadari, uang yang dikelolanya adalah uang yang berasal dari masyarakat dan publik mempunyai hak untuk mengetahuinya. Keterbukaan informasi dan ketertutupan informasi akan memengaruhi kepercayaan rakyat. Keterbukaan informasi terhadap masyarakat akan berdampak baik bagi lembaganya, soalnya tingkat kepercayaan masyarakat akan sungguh besar terhadap lembaga tersebut. Deng an keterbukaan infor masinya, UI mampu mengumpulkan 60 sampai 70 persen sumbangan dari orang tua mahasiswa karana ada kepercayaan yang terjalin dengan baik.
penyalahgunaan laporan keuangan dan kebijakan justru terjadi dalam sebuah sistem pemerintahan yang tertutup. Penguasaan informasi yang tidak seimbang, ketika hanya sebagian kecil orang yang memiliki informasi banyak justru berpotensi memungkinkan munculnya aktor yang kita kenal dengan istilah makelar atau calo. Kita misalnya sudah akrab dengan istilah calo anggaran atau calo di sebuah lembaga pelayanan publik. Itu semua terjadi karena mereka memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat dan ketertutupan BP dalam mengelola anggaran dan pelayanan publik. Bahkan tidak jarang pula akhirnya BP sendiri menjadi korban “pemerasan” dari orang-orang sejenis ini. Kedua, UU juga memberikan batasan terhadap penggunaan informasi publik. Dalam Pasal 51 misalnya, disebutkan ada sanksi pidana bagi orang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum. Termasuk menggunakan informasi keuangan yang tidak semestinya tadi. Berkaitan dengan kekhawatiran tersebut, perlu dipahami, UU mengenai keterbukaan informasi ini juga memberikan kepastian kepada BP. Kini sebuah BP mendapatkan acuan hukum yang jelas jika akan menerima atau menolak sebuah permintaan informasi publik. BP juga mempunyai kepastian dalam penyelesaian sengketa jika ada pemohon yang tidak puas terhadap tanggapan yang diberikan BP.
Sejauh mana masyarakat harus mengetahui laporaan keuangan atau kebijakan lain dari lembaga publik?
Laporan keuangan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Publik (BP) jelas merupakan informasi yang terbuka. Dalam UU mengenai Keterbukaan Informai Publik dan peraturan Komisi Informasi disebutkan, BP wajib menyediakan dan mengumumkan ringkasan program dan laporan keuangan yang dikuasainya. ...penyalahgunaan Lebih jauh lagi BP wajib menyediakan laporan keuangan seluruh dokumen lengkap terkait laporan Untuk masalah laporan keuangan dan kebijakan justru keuangan dan kebijakan tersebut jika ada bukannya sudah ada BPK atau terjadi dalam sebuah Inspektorat yang sudah mengaudit. pemohon yang memintanya. Hal ini Lantas, bagaimana dengan peran sistem pemerintahan sejalan dengan peraturan perundangan lain masyarakat itu sendiri? yang disusun dalam era transparansi saat yang tertutup... Informasi publik yang diperoleh warga ini. UU mengenai keuangan negara dan BPK bukan untuk menjadikan warga kemudian misalnya, menyebutkan, hasil pemeriksaan menggantikan peran sebuah lembaga yang BPK yang sudah diberikan pada DPR atau berwenang dan kompeten dalam melaksanakan DPRD merupakan informasi yang terbuka untuk pemeriksaan keuangan seperti BPK dan inspektorat. umum. Begitu pula UU yang mengatur penyusunan Tujuan dari keterbukaan informasi, selain menambah peraturan perundangan menyebutkan, rancangan dan pengetahuan warga, adalah meningkatkan peran dan partisipasi peraturan yang dihasilkan BP harus disosialisasikan kepada warga dalam program dan pengambilan kebijakan yang umum. memengaruhi hidupnya. Pada tahapan perencanaan program Semua keterbukaan itu diharapkan meningkatkan kualitas dan anggaran misalnya, keterbukaan informasi memberikan partisipasi warga dalam program dan pengambilan kebijakan kesempatan lebih luas bagi warga untuk memberikan masukan yang memengar uhi kehidupan mereka. Selanjutnya terhadap perencanaan tersebut. Pada tahapan pelaksanaan dan keterbukaan dan partisipasi warga diyakini akan meningkatkan pertanggungjawaban keuangan, keterbukaan informasi akuntabilitas sebagai unsur menciptakan tata kelola memberikan kesempatan warga untuk melakukan pengawasan. pemerintahan yang baik. Namun tentu saja informasi keuangan Namun tujuan dari keterbukaan informasi yang lebih luas yang diberikan kepada umum adalah informasi keuangan yang adalah mendorong tata kelola pemerintahan yang baik. sudah secara resmi ditetapkan atau selesai diaudit. Mendorong BP, pemerintah dan pelayanan publik semakin Sebelum proses pemeriksaan selesai, laporan keuangan belum dapat diakses publik karena sebuah laporan keuangan partisipatif dan akuntabel. Dengan kemudahan mengakses informasi, saya meyakini, tersebut masih mungkin mengalami perubahan dan perbaikan kualitas partisipasi warga pun akan semakin meningkat. Warga sebelum pemeriksaan selesai dilakukan. akan menjadi “mitra” yang berkualitas bagi BP. Pada akhirnya dengan mitra yang berkualitas seperti ini, maka BP akan Ada alasan dari Badan Publik (BP) ketika masyarakat mendapat keuntungan karena mereka seperti mempunyai mengetahui laporan keuangan, disinyalir akan dipergunakan dengan tidak semestinya. Bagaimana “cermin” untuk meningkatkan kualitas pelayanan menjadi tanggapan bapak terkait hal tersebut? semakin baik. Di sinilah hubungan antara warga dan BP Saya berpendapat berbeda. Pertama, saya berkeyakinan, menjadi saling menyehatkan.
21
OPINI
Nelson Mandela dan Aktivis Mahasiswa Indonesia Oleh M.R Aulia
Internet/Reuters
B
aru-baru ini, awal Desember 2013, dua orang pria berpengaruh meninggal dunia. Dua pria yang memiliki pengaruh dalam bidangnya masing-masing. Antara film, cerita kehidupan hasil karya manusia, dan ke pemimpinan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Paul Walker dan Nelson Mandela. Dunia berkabung atas kepergian mereka berdua. Sampaisampai menjadi trending topic baik di jejaring sosial dan kehidupan nyata. Salah satu pria inspiratif di antara mereka adalah Nelson Mandela. Mulai dari Sekjen PBB, Pangeran Inggris, Presiden dunia, legenda sepak bola, pemain terkenal dunia, pemain Indonesia, dan lain sebag ainya. Semuanya tur ut berduka dan berterimakasih atas ketegaran dan cara hidup yang diperlihatkan Mandela. Penuh kedamaian antar sesama. Tak hanya sekadar mengucapkan melalui bahasa verbal saja, melainkan ada juga sebagian masyarakat dunia melakukan ritual sebagai bentuk simbol ke p e r g i a n M a n d e l a . M a s y a r a k a t Amerika contohnya. Mereka melepaskan kertas terbang ke angkasa. Salah satu tim elit premiere league, Manchester City pun tak ketinggalan.
Satu tim kesebelasan menggunakan jersey yang sama. Sama-sama menggunakan nomor punggung 95 dan dengan satu nama, yaitu Mandela. Berbagai cara dan ungkapan berkabung masyarakat dunia atas kepergian Mandela. Seorang tokoh dunia yang dikenal sebagai peraih nobel perdamaian 1993, ikon anti-Apartheid, presiden kulit hitam Afrika Selatan pertama, dan sebagai pejuang keadilan dalam bentuk lainnya. Semua penghargaan yang didapatkannya selama hidup adalah sekadar bonus yang sangat layak dia terima dan dapatkan. Sebelum dikenal luas masyarakat dunia, Mandela telah memperlihatkan tajinya sejak ia masih duduk di bangku kuliah. Ia berani menyuarakan bentuk ketidakadilan di kampus di mana ia menimba ilmu di program B.A Fort Hare University. Kebijakan universitas yang dinilai Mandela tidak memenuhi rasa keadilan. Ia bersama teman-temannya menentang kebijakan tersebut. Sehingga pada akhirnya, Ia dan temannya, harus drop out dari kampus dikarenakan suara lantangnya dalam menentang kebijakan universitas. Bagaimana dengan aktivis kampus sekarang. Terutama kampus yang berada
22
di Indonesia. Tidak jarang dari aktivis tersebut, lebih berani dan sering melakukan aksi di jalan-jalan dan di tempat umum lainnya. Berteriak dan bersuara keras dengan bantuan alat pengeras suara yang mereka bawa. Berbeda halnya, jika dihadapkan dengan kebijakan di dalam kampus, seringkali lumpuh tak berdaya. Di dalam kampus, mereka juga sering melakukan aksi dan mengkritik kebijakan kampus. Namun, harus diam seribu bahasa, ketika beberapa peting gi aktivis mendapat bagian atau ancaman dari pihak universitas. Bagian dalam arti keuntungan secara materi. Ancaman berupa surat drop out yang disodorkan petinggi kampus kepada mereka masingmasing. Akhirnya mau tidak mau, mereka harus membisu dan buta. Kebijakan yang pada awalnya ditentang habis-habisan, harus mendadak tenang karena bagian atau ancaman tersebut. Bukan karena kebijakan kontroversial tersebut telah ditinjau ulang oleh pengambil kebijakan tersebut. Ironis sekali jika melihat aktivis mahasiswa yang memiliki cara berjuang seperti itu. Pada dasarnya, kampus adalah tempat bersemainya calon pemimpin
OPINI dunia. Mereka yang akan mendapatkan godaan dan ancaman lebih besar daripada apa yang mereka dapatkan di lingkungan kampus dan sebagainya. Karena itu, keberangkatan damai seorang tokoh dunia Nelson Mandela, sejatinya bisa menjadi contoh bagi kaum muda di seluruh dunia, terutama yang meng aku sibuk mengur us dunia kemahasiswaan, atau yang lebih dikenal sebagai aktivis kampus. Mandela berani mengambil risiko apapun demi memperjuangkan segala bentuk ketidakadilan. Sejatinya aktivis kampus pun demikian. Ketika mendapatkan isu ketidakadilan, mulai dari ruang lingkup terkecil, seperti kampus, harus segera ditindaklanjuti. Mulai dari riset dan crosschek data, demi akurasi dan satu hal yang penting, yaitu usulan atau for mulasi peng ganti kebijakan yang dianggap menyimpang. Sodoran surat drop out, formulir beasiswa ataupun berbagai bentuk ancaman atau godaan lainnya, tak harus menjadi air yang akan memadamkan semangat dalam memperjuangkan aspirasi mahasiswa lainnya. Aktivis mahasiswa harus berani menolak itu semua. Tidak ada alasan berbaik hati atau berdamai dengan cara yang tidak mencerminkan idealisme sebagai seorang pembelajar.
Banyak orang mencomooh arti dari idealisme seorang mahasiswa. Entah itu dari kalangan mereka yang melek dunia mahasiswa atau yang sengaja menutup mata akan urgensi dari sebuah idealisme. Menurut saya, sangat wajar bila idealisme harus dipertahankan. Apalagi dalam menegakkan sebuah kebenaran yang menyangkut nasib banyak orang. Pada dasarnya, dunia mahasiswa atau kampus adalah di mana idealisme selalu hadir dan berada di pusaran dan kasta yang sebenarnya. Idealisme akan selalu bersemai di masa-masa itu. Masa di saat menjadi mahasiswa aktif. Di sinilah aktivis kampus diuji, seberapa besar idealisme yang mereka miliki. Pantang layu ketika mendapatkan ancaman dan godaan sebesar apapun. Inilah yang telah dicontohkan Nelson Mandela, seorang aktivis kampus pada masanya. Ia harus ikhlas dikeluarkan secara tidak hormat dari kampus dan tidak mau menerima pembebasan dari penjara. Maka dari itu, mungkinkah ada aktivis mahasiswa Indonesia, selain Soe Hoek Gie dan lain sebagainya, yang mau menerima risiko itu. Terasingkan demi pemenuhan gizi Idealisme. Kita semua tidak ada yang mengetahui, bakal menjadi siapa di masamasa mendatang. Aktivis mahasiswa saat ini, jika ia mudah terjebak dengan rayuan
dan ancaman yang berakibat lunturnya semangat idealisme yang mereka miliki, maka bagaimana kelak, jika mereka benar-benar menjadi seorang pemimpin bangsa. Nyalinya akan mudah terombang-ambing atau sebaliknya. Karena itu, sangat wajar bila Nelson Mandela, seorang tokoh utama dunia, memiliki kharismatik uar biasa. Ia sudah membuktikan dengan cara-cara luar biasa yang ia tunjukkan kepada dunia dalam kehidupan nyata. Mulai dari keberanian di kampus dan sebagainya. tidak dendam karena dipenjara selama tiga dasawarsa dan sebagainya. Berharap aktivis kampus di Indonesia mau mengikuti jejak seorang legenda, Nelson Mandela. Bila tidak, masihkah berani mengaku, saya aktivis kampus, saya aktivis mahasiswa dan sebagainya. Selamat jalan Nelson Mandela.
*Penulis adalah Alumni Administrasi Negara, FISIP UIN SGD Bandung
Dokumen SUAKA
23
KERJA KERAS, SETALI TIGA UANG Oleh Siti Mariam
SUAKA/A. Rijal
SOSOK Dedi Supriadi, S.Ag., M.Hum. Jabatan : Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Tempat Tanggal Lahir : Majalengka, 6 Nopember 1970 Latar Balakang Pendidikan Formal SD/MI : M.I P.U.I Majalengka, 1985. SMP/MTS : M.T.S P.P. Wali Songo Ponorogo, 1988. SMA/MAN : M.A P.P. Wali Songo Ponorogo, 1991. Sarjana (S1) : I.A.I.N Sunan Gunung Djati Bandung, 1996. Magister (S2) : Universitas Padjadjaran Bandung, 2005. Doktor (S3) Universitas Padjadjaran Bandung (Sedang)
S
eluruh sivitas akademika Bahasa dan Sastra Arab (BSA) patut bangga dengan hasil akreditasi yang didapatkannya sekarang. Mengapa tidak, BSA merupakan prodi yang tergolong masih muda dibandingkan Prodi lainnya yang lebih dulu mendapatkan akreditasi A. BSA dapat menyusul ketertinggalannya, sebuah prestasi yang patut diapresiasi. Tidak dapat dipungkiri keberhasilan ini didukung kinerja seorang Dedi Supriadi. Ia merupakan ketua Jurusan BSA. Selain menjabat sebagai Kajur, ia pun masih aktif menjalankan tugasnya, mengajar para mahasiswanya. Dosen yang dikenal disiplin ini mengaku, selama i n i a d a n y a ke s u n g g g u h a n d a l a m mempersiapkan proses akreditasi Prodi ini. Mengingat penilaian dari Badan Akreditasi Negara Perguruan Tinggi (BAN-PT) dilihat dari banyak aspek. “Ada tujuh standar penilaian yang dibuat BAN-PT. Ketujuh standar tersebut berkaitan dengan visi, misi dan tujuan Program Studi, kemahasiswaan, dosen dan tenaga pendukung, kurikulum, sarana dan prasarana, pendanaan, tata pamong, pengelolaan program, proses pembelajaran, suasana akademik, sistem informasi, sistem jaminan mutu, lulusan, penelitian, publikasi dan pengabdian masyarakat,” paparnya. Saat ditanyakan tentang proses penilaian yang dilakukan BAN-PT, Dedi menuturkan ber mula dari mengisi laporan dalam borang yang disampaikan kepada BAN-PT, merupakan laporan akademik lima tahun ke belakang, dari 2007 sampai 2012. “Laporan tersebut berisi tujuh standar seperti yang saya sampaikan tadi. Lalu BAN-PT lewat Assesor melakukan penilaian terhadap laporan borang yang kami sampaikan tersebut,” lanjutnya. Dalam menghadapi proses akreditasi ini tentunya ada hal-hal yang mesti dipersiapkan sebuah Prodi, begitu pun BSA. “Satu tahun setelah kami menyerahkan laporan borang kepada BAN-PT, baru kami divisitasi dua orang Assesor yang ditugasi BAN-PT. Dua Assesor tersebut merupakan perwakilan dari dua perguruan tinggi yang berbeda. Mereka datang untuk mencocokan data yang kami tulis dalam borang dengan wujud fisik data yang kami miliki. Dalam
SUAKA/A. Rijal
visitasi tersebut, kami mempertanggungjawabkan semua data yang kami tulis dan memperlihatkan bukti satu demi satu kepada Assessor,” pungkasnya pada tim Suaka. Dari C BSA Lewati nilai B Hal yang menjadi istimewa ialah keberhasilan BSA dalam mencapai nilai A untuk akreditsinya sekarang. Sebelumnya BSA memiliki akreditasi C hasil dari akreditasi pada 2007 yang tertuang dalam SK BAN-PT Nomor 025/BAN-PT/AkX/S1/X/2007. “Setelah enam bulan kami mendapatkan nilai tersebut, kami melakukan evaluasi total dalam berbagai aspek. Satu keputusan yang kami buat adalah dibentuknya tim per umus laporan borang akreditasi pada tahun 2008. Semenjak itulah kami bekerja keras memperbaiki semua kekurangan yang ada. Baik berkaitan dengan sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM), dan lain sebagainya. Lewat modal perbaikan itulah, pada tahun 2012, laporan borang kami susun dengan sejumlah data yang kami miliki,” jelanya. Dedi mengungkapkan akan keberhasilan yang didapatkan Prodinya ini semata-mata bukan hanya kerja keras dari ia seorang, namun banyak aspek yang membantu prosesi ini. “Buat kami, nilai A merupakan buah manis hasil kerja keras yang kami lakukan. Segenap sivitas akademika Fakultas Adab dan Humaniora mulai dari dekan sampai cleaning service bahu mambahu bekerja
25
sama dengan satu tujuan yang sama, yaitu menjadikan mutu jurusan BSA lebih baik dari sebelumnya. Hasilnya, alhamdulilah keinginan kami bisa menjadi kenyataan. Setelah diraihnya nilai A tersebut, kewajiban kami diJur usan BSA adalah mempertahankannya dengan selalu menjaga mutu pendidikan. Kini ada tiga hal yang menjadi harapan dosen yang sedang melanjutkanS3 itu. Pertama, semoga mutu pendidikan di Jurusan BSA tetap terjaga kualitasnya sehingga dapat mempertahankan nilai akreditasi A. Kedua, mudah-mudahan alumni BSA dapat kesempatan kerja lebih terbuka, baik menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun di perusahaan-perusahan swasta. Ada beberapa instansi pemerintah yang mensyaratkan nilai akreditasi sebagai syarat multak untuk mengikuti seleksi lowongan kerja. Bahkan beberapa perusahaan swasta sudah mensyaratkan calon tenaga kerjanya harus dari perguruan ting gi yang terakreditasi minimal B bahkan harus A. K e t i ga , h a s i l a k r e d i t a s i d a p a t dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam transfer kredit perguruan tinggi, pemberian bantuan dan pengakuan dari badan atau instansi yang lain.
KAMPUSIANA
Serial Drama Pemerintahan Mahasiswa Oleh Santi Sopia
Dokumen SUAKA
D
alam dinamika pergerakan politiknya yang fluktuatif, dari pergumulan kisruh hingga 'mati suri', kini pemerintahan mahasiswa tertinggi kemahasiswaan di kampus ini bagai bangkit dari kubur. Pasalnya, usai kampus sekaliber UIN ini menelan asam garam dua tahun lebih tanpa pimpinan tertinggi, adalah gembong pimpinan Fakhru Roji Ishak yang akhirnya memutus rantai vacum of power dalam arus perpolitikan di tataran mahasiswa itu. Dirinya terpilih sebagai Ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) periode 2013/2014 melalui Musyawarah SENAT Mahasiswa (Musema) dan perwakilan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) lainnya pada Juli lalu. Di mana hal tersebut berbeda dengan sejumlah Perguruan Tinggi baik regional maupun nasional yang sudah mengadopsi sistem Pemilu Raya. Berdasar konsepsi politik Student Govenrment (SG) yang sudah ada sejak periode 70-an, nama DEMA tercetus dengan lika liku sepak terjangnya hingga berujung pupus saat memasuki masa reformasi negri yang kemudian diganti
ke m b a l i d e n g a n s e b u t a n B a d a n Eksekutif Mahasiswa (BEM). Laiknya Organisasi Mahasiswa (Or mawa), DEMA memikul beban Tri Dharma Perguruan Tinggi. “Berbicara tentang DEMA itu romantisme masa lalu yang sangat besar. Masa-masa kejayaan mahasiswa tahun 70-an itu ada di wadah organisasi yang namanya DEMA. Saya pikir ada DEMA di UIN pertama hanya membicarakan romantisme masa lalu tapi UIN belum mampu mengedewasakan bagaimana nilai-nilai DEMA pada tahun itu. Kenapa misal tidak memilih label BEM saja atau lainnya agar memiliki khas sendiri. Namun pemilihan nama DEMA maka itu menjadi ciri khas teman-teman UIN. Saya tidak heran, karena di balik itu tarik menariknya sangat kuat,” ujar Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNPAD Iman Soleh kepada Suaka, pada akhir Oktober. Gerbang kevakuman DEMA sebelumnya dibuka melalui jalan p e r d e b a t a n m e n g e n a i Pe d o m a n Organisasi Kemahasiswaan (POK) yang pada perjalanannya kemudian laksana
26
menemui jalan buntu. Walaupun telah disodorkan rumusan dari Wakil Rektor III se-Indonesia meski tidak Trias Politika, masih menyisakan benih pro dan kontra. Tidak kunjung menemukan benang merah antara birokrasi dan mahasiswa. Berkaca dari sejarah tersebut, Fakhru Roji meng aku akan mencoba mengambil peran dalam merumuskan sistem. “Kevakuman kemarin itu karena membutuhkan proses yang panjang, tidak mudah dalam membongkar pasang sistem. Bila di kepengurusan saya hari ini kita akan menjalin kerja sama dengan semua pihak lebih baik lagi. Kita akan mencoba mengambil merumuskan sistem ke depannya walaupun secara kelembagaan tidak ada kapasitas ke situ karena kita sebagai eksekutif bukan legislatif,” ujar Fakhru di Sekretariat DEMA, Kamis siang (17/10). Kompleksitas analisis kevakuman DEMA yang menyeruak seperti kekeliruan sistem, ketidakbecusan kepengurusan hingga menukik pada lemahnya perhatian birokrat kampus, tak ayal merembet
KAMPUSIANA pada eksistensi DEMA saat ini. Pengamat Ilmu Politik UIN SGD Bandung Indira Sabet pun berani menyatakan ada atau tiadanya DEMA dari dulu hingga kini, sama sekali tidak memberi pengaruh khususnya bagi eksistensi kampus. Realitas eksistensi DEMA tidak tertangkap jelas. “Kalau pas ada kisruh, konflik ke konflik baru terdengar kabarnya. Ramenya pas pergantian ketua, pas laporan anggaran. Yang digiatkan bukan Program Kerja (Proker) tapi suksesi. Akhirnya DEMA hanya sibuk mengurusi suksesi saat menjelang pemilihan maupun lengser kepemimpinan. Urgensitas DEMA khususnya bagi mahasiswa memang penting, namun jangan sampai DEMA hanya menjadi target orang yang ingin berorganisasi, dikejar tujuan kepentingan kekuasaan belaka. DEMA itu sarana menunjukkan dan memperjuangkan hak-hak mahasiswa,” terang dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi itu. Senada dengan Indira, Iman Soleh menganggap permasalahan ada pada kepengurusan DEMA atau SENAT yang tidak bisa mengakar. “Bila idealnya DEMA itu menampung aspirasi, menjadi wadah eksistensi masyarakat kampus, dengan periodenya hanya satu tahun, mereka lebih berkecimpung pada pergerakan Proker dan kegiatan yang sifatnya politik. Katakan satu periode terbagi tiga caturwulan atau semester. Caturwulan pertama merekrut anggota, kedua menjalankan Proker, ketiga menyiapkan laporan. Menyiapkan laporan ini juga jangan sampai diserang lawan. Jadi praktis kegiatan DEMA hanya empat bulan. Bagaimana empat bulan itu bisa meng aspirasikan, m e n g a r t i k u l a s i k a n ke p e n t i n g a n mahasiswa. Akhirnya tadi, kecenderungannya mahasiswa pada ogah, ngapain juga ngomongin DEMA,” seloroh Iman. Dari kaca mata Iman, kevakuman itu juga disebabkan kuatnya tarik menarik antar organ politik ekstra hingga menimbulkan ketidaktertarikan yang kuat juga bagi aktivis intra pada DEMA. Namun, Fakhru menanggapi adanya pro kontra sebagai fitrah dan sesuatu yang wajar. “Pro kontra DEMA itu legal atau ilegal sudah rahasia umum. Harus
diakui saya tidak diterima dua fakultas yaitu Psikologi dan Adab, karena mungkin ada konteks yang terpandang keliru oleh mereka. Yang terpenting sekarang bagaimana memanfaatkan keberadaan DEMA,” ujar Fakhru.
“...Ada masalah dalam sistem yang menaungi kemahasiswaan kita...”
“Ada masalah dalam sistem yang menaungi kemahasiswaan kita. Ketika terpilih DEMA yang baru tapi dengan sistem yang lama ya buat apa. Dengan sistem sebelumnya sudah membuktikan organisasi tidak bisa berjalan dengan baik,” kata Ketua SENAT Mahasiswa Fakultas Psikologi (SMF) Arizki Aulia, awal Oktober. Sementara Indira Sabet kembali menangkap, alotnya perumusan sistem POK berawal dari tawaran-tawaran dalam sistem yang tidak memberi kesempatan luas untuk maju (meraih kekuasaan/red.). “Dalam perdebatan rumusan tersebut, setiap yang memiliki kepentingan berpikir kalau misal aturan begini nanti susah dong, kalau aturannya begitu akan mudah. Jadi sama-sama ingin membuat celah kemudahan untuk kepentingan masing-masing,” ujar Indira. Peng amat yang jug a Dosen Pengampu Mata Kuliah Komunikasi Politik itu juga menuding lemahnya perhatian birokrat sebagai salah satu indikator kevakuman DEMA. “Karena, birokrasi juga mungkin terbingungbingung melihat pergolakan politik di tataran mahasiswa itu sendiri,” terang Indira. Namun, mengingat telah terpilihnya jajaran DEMA yang baru itu, Indira menitikberatkan keterbukaan mekanisme yang harus muncul dari tubuh DEMA. “Mekanisme baik dari segi pemilihan pejabat, pedoman organisasi dan lainnya cukup tidak bisa tertangkap. Publik tidak bisa menangkap mekanisme dan sistem apa yang sedang berjalan, yang tahu hanya kalangan tertentu. Seperti tingkat negara jelas
27
pengumuman klasifikasi calon, masa kampanye dan sebagainya. Kuncinya keterbukaan pada mahasiswa bila tidak ingin mengulangi perjalanan yang sama (vakum/red.),” tambah Indira. Membedah Program Kerja DEMA Berangkat dari berbagai macam polemik setidaknya DEMA berharap bisa menawarkan solusi. Bagaimana m e m b u a t v i s i D E M A “ Po p u l i s Konstruktif ” dengan telah memutuskan membuat dua aturan main atau tata kelola organisasi sebagai program prioritas di samping program lainnya berjalan lancar. Tata organisasi yang dicanangkan DEMA akan direlasikan dengan pengurus SENAT, karena hasil dari tahun sebelumnya ada banyak perbedaan di pusaran fakultas. “Permasalahan sistem yang berbeda, perbedaan penamaan, sehingga turun pada aturan main yang berbeda di fakultas masing-masing. Itu terjadi karena tidak ada sebuah komitmen atau jalinan kebersamaan dalam organisasi yang dinamakan Keluarg a Besar Mahasiswa UIN Bandung. Permasalahan lain seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Unit Kegiatan Kampus (UKK) dan mungkin masalah ra n a h a ka demik ma h a siswa . Ke depannya kita akan bangun komitmen keberjalanan Ormawa di UIN,” ungkap Fakhru. Selain itu, lahir dua konsep yakni DEMA sebagai Mediator dan Eksekutor. DEMA sebagai Mediator mengambil peran mediasi baik antar mahasiswa maupun antara mahasiswa dengan birokrat. Sedangkan DEMA sebagai Eksekutor berfungsi sebagai penyelenggara kegiatan berbasis secara langsung tidak dalam bentuk advokasi. “Sebagai mediator bagaimana DEMA bisa menyalurkan aspirasi, keinginan maupun kebutuhan mahasiswa baik ke p e n t i n g a n a k a d e m i k m a u p u n lembaga. Kita terbuka kapanpun,” papar Fakhru. Ia juga mengaku DEMA berupaya meningkatkan kepekaan problematika mahasiswa melalui jejaring sosial dan saat ini tengah menggarap sebuah website khusus. Sebagai eksekutor, salah satunya DEMA telah menggelar hajat
KAMPUSIANA peringatan Hari Sumpah Pemuda. Dan akan menggulirkan UIN Award, sebuah gelaran penghargaan atau apresiasi khusus untuk para mahasiswa yang telah m e n g h a r u m k a n n a m a U I N. Klasifikasinya berpondasikan tingkat atau kancah Jawa Barat, nasional maupun internasional. “Temen-temen mahasiswa yang berprestasi atas nama UIN Bandung kita coba beri penghargaan, yang jelas ini apresiasi besar,” kata Fakhru. Program lain seperti Wirausaha Kreatif yang akan diterjunkan melalui bentuk pelatihan-pelatihan dan bazar serta puncak Prokernya yaitu DEMA On The Moon pada Maret 2014 mendatang. “Yang jelas sudah dipersiapkan dari sekarang hingga rencana Kongres yang akan dilaksanakan April. Karena berkaca ke belakang, bila Kongres mepet pada OPAK dikhawatirkan tidak maksimal dalam penggarapan OPAK-nya,” terang aktivis Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu. Rancangan program itu diakui Fakhru atas hasil studi banding dengan berbagai kampus. “Artinya kita belajar ke berbag ai kampus, bukan berar ti mengambil lalu diterapkan di sini. Bicara inovasi, mungkin ada kesamaan dengan kepengurusan sebelumnya. Namun tetap ada bedanya. DEMA On The Moon bisa dibilang konteks baru. Kita ingin menggelar hajat ketiga yang dihadiri seluruh lapisan mahasiswa selain OPAK dan Kongres,” tutur Fakhru. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Galih Soleh pun merespon visi DEMA dengan memilih menung gu bukti riil dari rencana tersebut. “Namun yang terpenting bukan janji tapi bukti,” katanya. Sedangkan Indira memandang visi 'Populis Konstruktif' cukup prospektif bila dioptimalkan. Merujuk pada populis yang berarti 'dikenal dan dirasakan', alangkah eloknya bila langkah awal kepemimpinan DEMA merangkul seluruh lapisan mahasiswa. “Kebayang di awal terpilihnya, DEMA membuat Open House (OH) di Aula misalnya. Mengundang perwakilan selur uh Ormawa. Menjadi wadah penumpahan s e g a l a a s p i r a s i . Wa l a u p u n b i s a menghadirkan Rektor atau bahkan
pembicara nasional sebagai keynote speaker misalnya. Minimal berusaha memancing ketertarikan para mahasiswa dulu –belum ke tingkat paham politik kampus--. Mau itu mahasiswa apatis, organisatoris, aktivis dan lainnya,” papar Indira di Masjid Iqomah. Karena bagi Indira, sangat penting mahasiswa mengetahui bahkan memahami situasi politik yang sedang bergulir di kampusnya. “Mahasiswa tahu keadaan sekelilingnya termasuk kondisi politik di kampusnya justru sangat urgen. Bukan malah kebanyakan hanya suka nonton film Korea misalnya,” cetusnya. Terlepas dari menurutnya pula, program UIN Award cukup berat dan perlu ketelitian klasifikasi khususnya bidang tertentu. Masih menyoal gaung DEMA yang menurut Indira sama sekali belum terdengar. Ia mengkomparasikan dengan keberadaan keras mahasiswa pra dan saat reformasi. Bagaimana mahasiswa bisa sangat berpengaruh besar. “Bisa dengan cara DEMA menanggapi isu-isu level nasional misalnya. Dia harus bicara. Bersuara atas kebutuhan mereka. Harus berpengaruh. Saya membayangkan keluar pernyataan untuk isu ini misalnya. DEMA nyebar pernyataan sikap untuk isu itu. Contoh dekat misalnya tentang kasus bidan kemarin, korupsi, APEC. Atau khsususon UIN angkat isu tentang keislaman. Mahasiswa bisa ambil entry point dari berbagai isu yang ada, ambil solusi. Menjadikan mahasiswa sebagai penyuara idealitas, moralitas dan kebenaran. Baru saya pikir organisasi mahasiswa itu akan kedengaran,” papar Indira. Masih menurutnya, UIN belum sampai pada tahap tersebut. Dari pengamatannya, Ormawa seperti di UI, Trisakti, UGM dan ITB yang cukup aktif dalam menyikapi isu sosial maupun politik di masyarakat. Sementara itu, permasalahan lain y a n g m e n g g a n j a l d i a k u i Fa k h r u dikungkung dua aspek. Aspek normatif atau akademis dan anggaran organisasi yang tak kunjung cair. “Besaran dana kabarnya sekitar 40 juta per semester. Meski sudah minta, semester sekarang belum dapat,” ujar Fakhru. Menurutnya, itu masalah bersama karena hampir seluruh Ormawa seperti BEM-F, BEM-J,
28
UKM dan UKK menghadapi hal serupa. Ketua DEMA asal Kuningan itu juga mengungkap kekagumannya pada eksistensi Ormawa baik di saat ada maupun tiadanya DEMA. “Saya sangat bangga dan salut pada Ormawa yang masih bisa menunjukkan eksistensi terutama saat tiadanya garis instruksi dari DEMA dan itu menjadi sebuah prestasi. Hanya harus ada perbedaan setelah DEMA ada,” imbuhnya. Kepengurusan DEMA yang telah berjalan kurang lebih satu semester itu kini banyak mendapat dukungan penuh atas keberlangsungannya ke depan dari Indira maupun Iman. “Mendukung, mengapresiasai, DEMA optimislah. Butuh sosok yang tagguh menghadapi berbagai permasalahn pelik yang ada ini. Dibutuhkan daya dukung yang kuat dari semua pihak. DEMA sekali-kali bikin kerja bareng, merangkul semua pihak. Mulailah dengan membangun keterbukaan,” pesan Indira. “DEMA harus mulai evaluasi. Ketika masih IAIN, pergerakan mahasiswa lebih aktif. Saya tahu karakter temanteman UIN. Pasti bisa lebih baik lagi. Yang penting itu bukan nama tapi kiprah,” terang Iman. “Saya ingin UIN memiliki unsurunsur politik yang tidak terlalu keras. Jadi bagaimana membangun UIN dengan paradigma jelas ke depan dan UIN bisa dikenal dengan prestasinya bukan s t i g m a b u r u k n y a ,” h a r a p P J S Ushuluddin, Abdillah. Fakhru juga menekankan ia dan seluruh Ormawa tidak berhenti belajar dan menciptakan kebanggan untuk kampus. Menurutnya, kebanggaan adalah sebuah hal yang dipersepsikan dan diciptakan. Menanam pola pikir adalah soal keputusan. Bila kita memutuskan bang ga, maka akan tercipta walau tak sesuai realita. “Kenapa saya harus takut diturunkan jika saya melakukan kesalahan. Selama secara aturan main harus mundur. Konteksnya kita berusaha. Permasalahannya benar atau tidak itu di penilaian di samping kita juga menilai dan evaluasi,” tegas Fakhru mengakhiri.
KAMPUSIANA
terawang Jatah Dan Produktivitas
SENAT
SUAKA/A. Rijal
Oleh Adi Permana
S
ebuah organisasi yang mampu menghimpun mahasiswa dari berbagai jurusan tanpa adanya intervensi perpolitikan, tentulah masih menjadi idaman sebagian pihak. Yang merindukan independensi sebuah organisasi tanpa adanya campur tangan golongan luar yang dianggap akan memicu sebuah keharmonisan suatu organisasi terbelah. M a k a t a k h e r a n , ke b e r a d a a n himpunan mahasiswa tingkat fakultas yang kini dikenal dengan sebutan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM-F) atau SENAT Fakultas, masih menjadi primadona bagi mahasiswa yang ingin beroganisasi secara waras. Namun sayangnya, keberadaan SENAT di tiap fakultas, bisa dikatakan masih sebatas hiasan dinding semata. Hal tersebut terbukti dengan data yang berhasil didapat divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) LPM Suaka termuat pada tabloid Suaka No.9/Tahun XXVI/Edisi Desember 2012 terkait kinerja SENAT mahasiswa priode 2011-2012, sebanyak 65 persen mahasiswa dari 240 responden mengaku belum merasakan sumbangsih maupun kinerja SENAT Fakultasnya sendiri. Beberapa kalangan mengira,
merosotnya eksistensi SENAT Fakultas terkait kevakuman Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN SGD Bandung yang sempat berhenti beroperasi selama dua tahun menjadi penyebab koaran SENAT Fakultas ikut meredup. Tapi pada kenyataannya, Arizki Aulia selaku ketua SENAT Fakultas Psikologi menepis tuduhan tersebut, ia bersikukuh ada dan tiadanya DEMA, seluruh program kerja di Fakultas Psikologi tetap berjalan sesuai rencana. “Kalau dampak untuk SENAT Psikologi sendiri saya rasa tidak ada, karena dengan ada atau tidak adanya DEMA kita tetap bergerak, tetap mengadakan kegiatan atau advokasi mahasiswa, “ kata Arizki, Kamis (07/11). Menanggapi perihal tuduhan tak terdengarnya kiprah kinerja SENAT di kalangan mahasiswa sendiri, Ihsan Alimi selaku ketua SENAT Fakultas Tarbiyah dan Kegur uan, meng aku adanya masalah lain yang paling memengaruhi, yaitu masalah keuangan dianggap Ihsan sebagai salah satu pemicu kiprah SENAT Fakultas masih dinilai belum terasa manfaat eksistensinya. “Dana yang diberikan Al-Jamiah sebesar 32 juta rupiah selama satu semester kepengurusan memang belum cukup menutupi kebutuhan program ker ja yang sebelumnya sudah dirancang,” kata mahasiswa asal Pendidikan Biologi tersebut. Berbeda dengan jumlah nominal yang didapat SENAT Tarbiyah, Azhar Ilyas selaku ketua SENAT Fakultas Syariah dan Hukum, menyebut mendapat dana dari Al-Jamiah sebesar 21 juta rupiah. “Dana yang diperoleh SENAT Syariah dan Hukum hanya sebesar 21 juta rupiah untuk di semester genap, dan 20 juta untuk semester ganjil,” kata Azhar. Azhar mengakui, dana yang dikucurkan dari Al-Jamiah memang cukup bila benar-benar dialokasikan hanya untuk program kerjanya selama satu periode. Namun tentu kepengurusanya masih mempunyai beban karena har us meng ganti keuangan yang terpakai pengurus sebelumnya. “Untuk alokasi keuangan kegiatan jumlah uang segitu ya, alhamdulilah cukup. Tapi sebagian
29
dialokasikan untuk pajak dan membayar hutang SENAT sebelumnya” kata Azhar saat di wawancara, Selasa (12/11). Dosen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Imam Soleh, menilai anggaran dana yang telah dikucurkan tersebut memang bisa menjadi tidak efektif dalam merealisasikan seluruh program kerja SENAT bila manajerial di t u b u h S E N AT s e n d i r i k u r a n g. “Permasalahan sumber daya manusia sebetulnya faktor utamanya, mungkin bila di UIN, mahasiswanya belum sebanyak seperti di Unpad, jadi bila ada program kerja SENAT yang tak berjalan itu kentara, manejerial suatu organisasinya tentu yang har us diperbaiki, agar anggaran tersebut bisa mencukupi,” kata Imam soleh. Mengatasi kekurangan tersebut, SENAT Tarbiyah memilih mengusahakan sendiri dengan mencari sponsor agar program kerjanya tetap berjalan dengan dana setipis mungkin. “Yah kita coba bekerja sama dengan sponsor yang tidak mengikat dari donasi, paling saat ini itu solusi kami,” ucap Ihsan Alimi. Meskipun dari segi keuang an keduanya mengakui bisa mengatasi permasalahan tersebut, kinerja SENAT yang masih belum terasa oleh mayoritas mahasiswa pun terbilang g anjil, mengingat dana yang telah dikuncurkan itu bukanlah jumlah yang sedikit. Hingga akhirnya, eksistensi SENAT Fakultas yang mulai pudar ditengarai juga karena kurangnya profesionalisme kerja para pengurus SENAT itu sendiri. “Tidak sedikit pengurus SENAT yang menjabat juga di organisasi lain (double), jadi fokus mereka dalam membenahi organisasi tentu terbagi, pasti ada salah satu organisasi yang tidak sepenuhnya dia perhatikan, pasti ada yang terbengkalai,” jelas Ihsan. Terlepas dari perihal itu semua, Ihsan menganggap kinerja SENAT kini sudah bisa dibuktikan lewat program kerja yang terlaksana. “Sejauh ini SENAT mahasiswa yang ada di lingkungan UIN Bandung sudah berjalan dengan baik. Terbukti dengan adanya konsolidasi antar SENAT sendiri dari satu tahun ke belakang alhamdulilah berjalan lancar,” pungkas Ihsan.
KAMPUSIANA
Oleh Charis Abdussalam
SUAKA/Wisma, Norman
Kala Organ Ekstra Merangsek Kampus
K
ar ut mar ut per masalahan perpolitikan mahasiswa terkait kepatuhan akan UndangUndang Tentang Organisasi Politik Ekstra yang dilarang masuk ke dalam kampus masih menyisakan tanda tanya besar. Hiruk pikuk organ ekstra seakan sudah mengakar pinak, tak hanya di UIN namun hampir seluruh Perguruan Tinggi. Tentunya hal itu dirasakan mereka yang berada di bawah naungan organisasi-organisasi ekstra membuat para aktivis di dalamnya harus semakin ekstra waspada jika tidak ingin kegiatan mereka dicoret dalam jajaran nama organisasi kampus. “Berbicara legalitas mereka legal. Hanya ketika membuka komisariat itu tidak dibenarkan. Tidak boleh membawa organisasi yang sifatnya politik ke dalam kampus. Seharusnya D i n a s Pe r g u r u a n T i n g g i t i d a k memberikan bantuan, advokasi, ataupun binaan terhadap organ-organ ekstra. Yang diakui Perguruan Tinggi hanyalah organ-organ intra seperti BEM
atau sejenisnya,” papar Iman Soleh Diakui Iman, masalah itu menjelma menjadi problem terbesar perpolitikan mahasiswa. “Kepentingan warna dan ideologi itu paling kental di setiap universitas. Misal saat pencalonan ketua. Idealnya dari organ ekstra maupun intra yang dimunculkan itu almamaternya tapi nyatanya tidak. Elemen ekstra itu mencoba masuk lalu membawa kepentingan perpolitikan yang lebih besar. Yang ter jadi menimbulkan dinamika yang kurang baik dan semakin tinggi, gejolak politiknya semakin besar serta ber ujung pada yang saya khawatirkan yaitu penyekatanpenyekatan,” kata Iman. “Padahal dalam aturannya organ ekstra tidak boleh membuka komisariat dalam kampus. Tapi aturan seperti itu seolah tidak ada. Sehingga solidaritas almamaternya menjadi terhilangkan. Dan ini terjadi hampir di semua perguruan tinggi,” tambahnya. Wacana mengenai hal itu, ditanggapi Harun selaku pengurus cabang
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)Bandung. “Iya saya pernah d e n g a r t e n t a n g i t u , s ay a h a n y a menanggapi aturan itu sebenarnya baik karena perintah itu dilayangkan agar organ ekstra tidak masuk kampus, karena memang dominasi dan pengaruh organ ekstra terlalu besar. Saya akui itu. Hanya saja sebenarnya dominasi itu bisa masuk ke kampus. Maksudnya, dihalangi atau tidak, itu bakal terjadi,” ujarnya. “Kalau memang yang dikhawatirkan itu ketika organ ekstra masuk di kampus tidak memberikan kontribusi untuk kampus, itu yang jadi masalah menurut saya. Nah kalau misalnya ada kaderkader organ ekstra yang berprestasi dan memberikan kontribusi untuk kampus tidak masalah kalau menurut saya,” tambah Harun. Harun menyadari, peraturan tersebut memang pernah dikeluarkan Menteri Agama namun pihak kampus sendiri seperti acuh, bahkan cenderung tutup mata pada wacana ini. “Saya pikir peraturan itu juga pernah dikeluarkan di
Kepentingan warna dan ideologi itu paling kental di setiap universitas. Misal saat pencalonan ketua. Idealnya dari organ ekstra maupun intra yang dimunculkan itu almamaternya tapi nyatanya tidak 30
KAMPUSIANA Menag, tapi faktanya kan kampus sendiri tidak berani konsisten untuk itu, toh orang-orang kampus itu bagian dari organ ekstra, jadi tidak ada konsistensi karena orang-orang di dalam kampus itu semua perwakilan dari organ ekstra. Kira-kira begitu,” kata Harun. Hal serupa juga ditanggapi Dhamiry selaku ketua cabang Perg erakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bandung. “Sebetulnya bagus. Saya juga sepakat, mungkin tujuan utamanya supaya mahasiswa belajar, orientasinya akademik, cepet lulus, nilainya bagus. Kalau ingin aktif di kegiatan intra banyak UKM. Tapi di satu sisi ketika itu terjadi, proses demokrisasi kampus artinya tercangkeng. Mahasiswa yang ingin aktif dan menimba ilmu selain daripada kampus, ya salah satunya adalah organ ekstra,”ujarnya. “Dalam hal ini, saya juga tidak sepakat kalau tujuannya untuk proses pengkerangkengan karena itu adalah salah satu bentuk pembatasan hak mahasiswa,” tambahnya. Disinggung mengenai status legalitas organisasi ekstra kampus berkenaan dengan peraturan tersebut di atas, D h a m i r y m e m b e r i k a n tang gapannya.“K alau ada bahasa legalitas berarti kan harus ada tata aturan jelas, legal dan tidak legal dalam perspektif apa. Kita daftar ke pemerintah. Kita juga daftar ke Kesbang. Kita punya Surat Keterangan Daftar. Naungannya adalah perihal UndangUndang ormas yang hari ini masih berlaku, jadi kita juga tidak sekonyongkonyong masuk kampus tanpa tata aturan dan legalitas,” kata Dhamiry. “Kita legal, kita punya naungan undang-undang perihal organisasi kemasyarakatan, kita terdaftar di kantor Kesbang di masing-masing daerah, tercatat sebagai organisasi pemuda dan kita masuk dalam KNPI. Karena segmentasinya mahasiswa, maka kita masuk kampus, kalau segmentasinya mahasiswa kita masuk kecamatan atau RW, kan gak nyambung,” tambahnya. Menur ut pandangan Har un, memang keberadaan organisasi ekstra di kalangan universitas adalah hal kurang layak jika dipandang secara tersurat. Hanya saja Harun yakin organ ekstra ini punya cara tersendiri yang bisa dilakukan
secara lebih real”. “Bisa dibilang legal, maka aturan itu harus berbicara sampai tataran teknis, kalau hanya sebatas hal umum akan multitafsir lagi, sehingga organ ekstra bisa cari-cari alasan-alasan argumentasi yang kira-kira dianggap mereka logis,” ungkapnya. “Sebenarnya kalau organ ekstra membuka komisariat di dalam kampus itu hanya sebagai wilayah kerja saja, tujuan idealnya mampu berkembang ke arah positif,” tambahnya. “Sub-sub dan bagian di tingkat masing-masing agar koordinasinya dan instruksinya jelas, poin-poinnya pun kita batasi. Dalam artian rayon fokusnya di mana, di komisariat fokusnya apa, di cabang fokusnya apa, di provinsi fokusnya apa,” ungkap Dhamiry. “Ketika ada UU, maka ada regulasi di sana, paling dari alumni kalau dari kampus tidak ada,” tambahnya.
Tidak ada anggaran. Biaya itu didapatkan dari sumbangan alumni, iuran kader, dan beberapa sumbangan yang tidak mengikat
Mengenai dana, Harun mengakui, selama ini finansial yang masuk di catatan kebendaharaan hanyalah sumbangsih dari luar.“Tidak ada anggaran. Biaya itu didapatkan dari sumbangan alumni, iuran kader, dan beberapa sumbangan yang tidak mengikat. Tapi ada dana bantuan kegiatan ber upa proposal, secara anggaran rutin dari pemerintah. Setahu saya tidak ada, paling dari KNPI ada,” kata Harun. Mengenai peran organisasi ekstra, Wahyu yang turut serta dalam kegiatan ekstra seperti KAMMI, HMI, dan IPNU ikut menyuarakan pendapat. Menurutnya, organ ekstra itu penting bagi kaderisasi. Ketika organ ekstra mengutus seseorang menjadi pemimpin
31
di organ intra, akan ada proses yang tidak sembarangan karena harus melalui penyeleksian yang ketat. “Di organ ekstra justru mahasiswa mempelajari langsung dinamika organisasi yang tak ada di organ intra. Justru dengan adanya organ ekstra, organisasi di kampus tidak statis. Tapi harus dicermati, ketika anak organ ekstra sudah masuk ke organ intra, mereka tidak lagi membawa nama organ esktranya, tapi bersatu dalam organ intra tersebut," ucap mahasiswa Tarbiyah tersebut, (31/10). Senada dengan Wahyu, Harun juga sangat mengamini keterlibatan langsung organ ekstra dalam peliknya permasalahan kampus. “Hanya organ ekstra loh yang memikirkan bagaimana kaderisasi penguasaan di kampus. Kalau tidak ada organ ekstra, saya khawatir sekali dan terlihat ternyata mahasiswa tidak memikirkan kekosongan DEMA, toh lagi-lagi organ ekstra yang secara tersirat membereskan hal itu,” ujar Harun. “Peranannya banyak, tergantung mau dilihat dari sebelah mana. Dari semua lini kita berperan kok, secara akademik juga kita berperan. Perihal penelitian, kita melakukan penelitian b a h k a n k i t a l a n g s u n g t u r u n ke masyarakat, perihal pengabdian, kita juga melaksanakannya,” katanya. Sementara menurut aktivis Anshor Tasik non partai yang enggan disebut namanya ini, Org an Ekstra bisa merangsek masuk ke dalam kampus karena terbawa tradisi leluhurnya. “Bila dilihat dari aturan, itu sebenarnya berbicara etika. Karena banyak aktivis tidak sadar, mereka telah terbawa tradisi yang tidak baik. Tradisi dari dulu (senior) yang tidak memberi penyadaran keorganisasian,” katanya. Larangan organisasi ekstra kampus atau Partai Politik membuka Sekretariat (perwakilan) dan atau melakukan aktivitas politik praktis di kampus diatur dalam Surat Keputusan (SK) Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pe n d i d i k a n N a s i o n a l R e p u b l i k Indonesia No. 26/DIKTI/KEP/2002. []Tim Liput Kampusiana: Siti Sarah, A r i Wa h y u n i , R a m a d h a n S Nugraha/SUAKA//
Riwayat Kampus yang Berganti
Status
Oleh Dede Lukman Hakim dan Ratu Tresna Ning Gusti
LAPORAN KHUSUS sekaligus Gedung Perkuliahan, Masjid dan Gedung Asrama. Kala itu IAIN memboyong lima fakultas di atas tanah Cipadung. Mulanya, lima fakultas tidak berpusat di Bandung. Tiga fakultas di Bandung terdiri dari Fakultas Syari'ah, Tarbiyah dan Ushuluddin. Sedang dua sisanya yakni Fakultas Syari'ah dan Fakultas Tarbiyah berlokasi di Serang dan Cirebon. Resminya IAIN berkat Keputusan Menteri Agama No. 57 tahun '68, 28 Maret 1968 atau 10 Asyuro 1388 H, dipelopori banyak alim ulama dan cendekiawan muslim yang terbelenggu kehawatiran akan nasib Umat Islam masa depan. Dari sekian nama alim ulama dan cendikia muslim itu, tercatat nama K.H.A. Muiz Ali, K.H.R. Sudjai dan Ar thata. Per juang an mereka pun ditunjang Gubernur KDH Jawa Barat, pejabat/instansi sipil dan militer tingkat Provinsi Jawa Barat dalam menyatukan pemikiran dan bersepakat mendirikan IAIN di Bandung. Setelah 19 tahun berhasil mendirikan perguruan tinggi dengan napas Islam, IAIN berhasil mentransformasikan diri menjadi UIN. Perubahan status Insititut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), terjadi di tahun pertama Nanat Fathah Nashir menjabat sebagai Rektor. Perubahan status tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) Peraturan Presiden
(Perpres) tentang perubahan IAIN menjadi UIN yang disahkan pada 10 Oktober 2005 bertepatan dengan 16 Ramadhan 1426 H ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Wacana perubahan status tersebut, sudah menjadi pembahasan utama sejak kursi tertinggi IAIN Sunan Gunung Djati Bandung masih di duduki Endang Soetari selaku Rektor. Kala itu, di bawah pimpinan Endang, Dirjen Departemen Agama (Depag) menawarkan perubahan status kepada Rektor ke tujuh itu. Bagai gayung bersambut, Endang pun menerima dengan suka cita. Bukan demi citra pribadinya, namun karena status “universitas” mer upakan komitmen IAIN dalam prog ram transformasi. Dengan cekatan, segala perangkat penunjang menuju perubahan status tersebut dipersiapkan seluruh sivitas akademik, termasuk Nanat yang saat itu masih menjadi Pembantu Rektor satu, yang menurut sejarah ikut menyaksikan serta berperan aktif dalam perjanjian rapat penyutujuan transformasi saat itu. Bibit bakal tumbuh suburnya status universitas itu terus disemai, seperti berksinambungannya berbagai kegiatan lokakarya pun digelar kampus hijau saat itu. Termasuk membuka Prodi bersifat umum demi memenuhi persyaratan
Dokumen SUAKA
S
etelah kemerdekaan digenggam Indonesia pada 17 Agustus 1945, tugas rakyat Indonesia tentu belum selesai. Umat Islam yang menjadi mayoritas rakyat Indonesia pun tak berpangku tangan. Mereka mempertahankan kemerdekaan dengan caranya sendiri. Dengan harapan mencerdaskan bangsa dari sisi spiritual dan mempersiapkan ahli di Indonesia, pada 28 Maret 1968 lahirlah IAIN Sunan Gunug Djati Bandung dengan K.H. Anwar Musaddad sebagai Rektor pertama. “Pada saat didirikan kampus itu, belum di sini (Cipadung-red), tapi di Lengkong. Lalu pindah ke Jalan Tangkuban Perahu. Nah, dari Jalan Tangkuban Perahu baru pindah ke Cipadung atas usaha rektor ke tiga, Solahudin Sanusi,” ujar Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UIN, Sukriadi Sambas. Hamparan tanah seluas 25.000 m2, bekas bangunan Pusdiklat Departemen Agama menjadi saksi turunnya Keputusan Menteri Agama. Tanah tersebut merupakan tanah yang dibeli dari keluarga besar Almarhum Ahmad Tombah, yang tak lain adalah Pendiri Yayasan Pendidikan Islam Kifayatul Achyar. IAIN tak lahir dengan keadaan finansial berlebih, empat tahun pasca pendiriannya, IAIN hanya memiliki tiga bangunan, yaitu Gedung Rektorat atau Al-Jamiah sebag ai kantor rektor
LAPORAN KHUSUS
Jejak Nanat, Mantan Rektor IAINUIN Nama besar Nanat Fathah Nashir tentunya tidak akan pernah hilang dari catatan memori penting kisah perubahan status IAIN. Nanat sebagai rektor ke delapan mampu membawa IAIN menjadi UIN di tahun pertama ia menjabat. Peran aktif Nanat pun, diakui Guru besar Tarbiyah dan Keguruan, Ahmad Tafsir, dalam komentarnya yang dikutip dokumen sejarah UIN, Nanat berhasil menorehkan catatan sejarah penting dalam transformasi IAIN. Meskipun perubahan status IAIN telah digawangi terlebih dulu Endang Soetari, tak membuat pemilik nama lengkap Prof. Dr. H. Nanat Fatah Nasir, MS lantas bersantai pada masa transfor masi tersebut. Pada awal kepemimpinanya dihabiskan Nanat melakukan kampanye wacana perubahan tersebut. Kala itu Nanat berkampanye tak hanya berdiam di dalam kandang sendiri, ia pun gigih berkampanye di berbagai elemen masyarakat, baik daerah maupun pusat, termasuk pemerintah. “UIN yang kita perjuangkan ini adalah untuk kemajuan dan peningkatan peradaban masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Barat. Makanya, kita har us melibatkan pemerintah dan masyarkat (stakeholder) untuk mendukung terwujudnya Universitas ini,” ujar Nanat dikutip dari d o k u m e n s e j a r a h k a m p u s, s a a t mengomentari kiprahnya dalam mensosialiasikan UIN.
Pertengahan Jalan Transformasi Kampanye Nanat disambut baik pemerintah dan masyarakat Jawa Barat. Tahun 2004, dukungan dan harapan yang makin menggunung, mendorong Nanat menyegerakan perubahan itu. Rengrengan Panitia Konversi IAIN menjadi UIN yang diketuai Ahmad Tafsir pun mengawali sebuah langkah besar yang mengubah segalanya hingga kini. “Yang pertama ingin menjadi UIN adalah IAIN Bandung, IAIN Jakarta dan Yogya belakangan. Kalau memang nanti bakal ada IAIN jadi UIN, IAIN Bandung-lah yang duluan, dasarnya apa? Dasarnya SDM IAIN Bandung
“ Tugas utama UIN itu dalam SK adalah mengintegrasikan Ulumul Quraniya dan Ulumul Qauniyah
“
yang dibutuhkan untuk segera bertransformasi menjadi UIN itu. Belum sempat bibit tersebut tumbuh menjadi batang yang kuat, Endang Soetari tiba pada akhir masa jabatannya, dan menurunkan tampuk kepemimpinan pada Nanat Fathah Nashir, sekaligus menjadi penerus perjuangan menuju perubahan status IAIN.
kebanyakan dari umum dan paling bervariasi keahliannya. Lalu diajukan ke Jakarta, dan penyelesaiannya susah. Sebab masih ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatakan IAIN hanya memelihara delapan bidang Studi Agama Islam, kemudian IAIN Jakarta dan Yogya mulai bekerja dan bisa. Lalu STAIN Malang, sudah itu IAIN Pekan Baru,” papar Guru Besar Ahmad Tafsir, selaku
34
Ketua Panitia Konversi. Dengan cekatan, persiapan yang sekiranya dibutuhkan untuk memenuhi segala persyaratan dalam rangka menuju perubahan itu selalu dipenuhi pihak panitia konversi agar wacana perubahan tersebut bisa terlaksana. Berbagai rapat pun digelar, dalam rangka menentukan mekanisme kerja, jadwal yang dibuat sebijak mungkin, seminar, lokakarya hingga sarasehan pembukaan berbagai Prodi baru yang hasilnya dijadikan proposal. Sebanyak 16 proposal Prodi dan satu proposal induk pun rampung dan diajukan pada Mendiknas agar mendapatkan persetujuan. Syarat menyebutkan, setidaknya ada enam Prodi eksak dan empat Prodi sosial yang wajib ada pada sebuah universitas. Alasan Di Balik Transformasi IAIN menjadi UIN IAIN yang memposisikan diri sebagai perguruan tinggi beraroma agamis tidak selalu mendapat tanggapan bernilai positif. Seiring perjalanannya, IAIN dianggap sebagai perguruan tinggi yang mementingkan akhirat saja. Demi menyingkirkan stigma masyarakat itu, keinginan mengubah IAIN menjadi UIN kian menggelora di benak sivitas IAIN. “Sebenarnya dari semula IAIN itu sudah menjadi Universitas, dengan nama Al-Jamiah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah. Al-Jamiah itu Universitas. Karena itu ketika diubah dari Institut menjadi Universitas, alasannya ingin merealisasikan konsep keilmuan Islam yang universal,” ujar Syukriadi Sambas selaku salah seorang Dosen senior IAIN. Lebih lanjut, Syukriadi berharap UIN dapat mene pis pandang an yang mendikotomikan ilmu agama dengan ilmu umum. Sebab, dalam wadah Universitas itu, selain akan diajarkan ilmu agama juga diajarkan ilmu umum. Kedua ilmu itu dipadukan secara integral sehingga tidak lagi tampak kedua ilmu itu terpisah secara tajam. Meskipun keinginan segera berubah demikian menggebu, namun legalitas itu
LAPORAN KHUSUS sendiri tidak datang begitu cepat sebagaimana yang diharapkan. Mengubah institut menjadi universitas, bukan perkara 'makan sambal yang langsung terasa pedas'. Proses memakan waktu jelas harus dihadapi, apalagi yang berhak menetapkan apakah IAIN layak menjadi UIN atau tidaknya adalah presiden. Sebagai orang nomor satu di Indonesia, presiden tentu tidak mau gegabah mengeluarkan k e p u t u s a n n y a t a n p a mempertimbangkan berbagai hal. Belum lagi menilik tugas yang harus dilakukan pasca transformasi IAIN. Setelah SK Presiden turun, integrasi Ilmu Quran dan Ilmu Alam harus mampu dilakukan IAIN. “Tugas utama UIN itu dalam SK adalah mengintegrasikan Ulumul Quraniya dan Ulumul Qauniyah,” jelas Ahmad Tafsir.
Setelah delapan tahun bertransformasi menjadi UIN, berbagai langkah demi kemajuan serta kematangan sebuah Universitas yang bergelar kampus hijau itu gencar dilakukan berbagai kalangan sivitas akademik. Berbagai Prodi yang tidak lagi menjurus pada stigma agamis pun berusaha menerapkan sistem yang mampu menarik minat masyarakat mengejar ilmu di UIN SGD Bandung. Meskipun Prodi umum makin bertambah tiap waktu, eksistensi Prodi berbasis agama pun tak pernah kalah pamor. Berbagai kalangan menilai UIN mampu mensejajarkan keduanya dalam satu waktu. Salah satu bukti, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, hingga kini masih menjadi Fakultas peminat terbanyak setiap tahun ajaran baru. Apalagi kini, UIN tengah mencoba
#1
REKAM JEJAK REKTOR
AWAL BERDIRI HINGGA KINI
Prof.KH.Anwar Musaddad (1968-1972) Adanya jaminan pembangunan mahasiswa dan masyarakat dengan pembinaan, pemeliharaan dan kultural baik.
#5
Rahmat Jatnika (1986-1995) Menggagas peningkatan mutu akademis yang dirumuskan kedalam program pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi dengan self development sebagai prioritas
#2
Letkol.Abjan Sulaeman (1972-1973) Tokoh yang dipercaya pada periode transmisi mahasiswa. Rektor yang anggun dan menyenangkan.
#6
Endang Soetari (1995-2003) Perintis Perubahan status IAIN ke UIN. 10 keys succes factor menjadi jargon kepemimpinannya; Kelembagaan, Keuangan, Kurikulum, Pembelajaran, Perpustakaan, Penelitian, Pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaan, manajemen, sarana dan dana.
proses pembelajaran E-Learning sebagai salah satu cara belajar mengajar mahasiswa di bangku perkuliahan. Sistem E-Learning tersebut merupakan proses perkuliahan yang memungkinkan mahasiswa belajar lewat dunia maya. Akan tetapi, sebagai seorang manusia yang diberi fitrah untuk terus berikhtiar dalam mencapai suatu hal, sudah seharusnya tidak merasa berbangga diri dengan berhasilnya transformasi IAIN menjadi UIN. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan para petinggi UIN kini. Masalah pembangunan gedung yang masih berjalan, masih menjadi agenda besar sang Rektor Deddy Ismatullah untuk seg era diselesaikan.[]Ayu Pratiwi, Dede Lukman, Desti Puspaningrum, Ratu Tresna, Resita
#3
Drs. Solahudin Sanusi (1973-1977) Menggagas “Pengamalan nilai-nilai keagamaan bagi ketahanan & pembangunan nasional” sebagai tema dari periode kepemimpinannya.
#7
Nanat Fatah Natsir (2003-2007&2007-2011) Berhasil merubah status IAIN menjadi UIN. Penggagas paradigma wahyu memandu ilmu.
#4
Drs. Djauharuddin AR (1977-1981&1981-1986) Mewujudkan cita-cita kepemimpinan berupa konsolidasi internal dari yang menyangkut akademis, administrasi dan managemen.
#8
Endang Soetari (1995-2003) Perintis Perubahan status IAIN ke UIN. 10 keys succes factor menjadi jargon kepemimpinannya; Kelembagaan, Keuangan, Kurikulum, Pembelajaran, Perpustakaan, Penelitian, Pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaan, manajemen, sarana dan dana.
*Dari berbagai sumber
35
LAPORAN KHUSUS
Kampus Hijau di Bekas Tanah Merah SUAKA/Salman A. Nahumarury
Banyak yang berubah pada masyarakat Cipadung sejak kampus UIN SGD Bandung ini berdiri pada tahun 1968
H
amparan sawah luas membentang. Bambu-bambu di ping girannya seolah menjelma benteng yang melindungi. Lingkungan di luar 'benteng hijau' pun tak jauh dari warna yang sama; rimbun p e p o h o n a n m e m ay u n g i j a l a n a n . Singkong dan beragam tanaman umbiumbi yang tumbuh pun menjadi tanda, masyarakat sekitar menggantungkan hidupnya dari kegiatan bertani. Setengah abad lalu, begitulah gambaran situasi Desa Cipadung. Cipadung, nama yang melekat di daerah persawahan itu bukan sertamerta ada. Menengok zaman penjajahan Indonesia yang kelam, Cipadung memang menjadi pusat pemakaman para pahlawan yang gugur di tangan Belanda. Dari hijaunya pesawahan yang menghampar, rimbunan bambu yang berjejer, jasad para pahlawan terbaring menjadi saksi kemerdekaan Indonesia. Kini “ci” yang berarti air dan “padung” yang berarti pemakaman itu bukan lagi
bertanamkan padi dan pohon rimbun, melainkan bangunan-bangunan menjulang tinggi. Salah satunya yang paling mencolok, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung yang berdiri sejak 1974. Sesuai dengan kondisi tanahnya yang subur, pada saat itu mayoritas masyarakat Cipadung bekerja sebagai petani. Tapi setelah IAIN berdiri, masyarakat sekitar banyak yang beralih profesi. Dalam jangka waktu sekian tahun, tempat perbelanjaan, rumah kos-kosan dan pertokoan menjamur di mana-mana. Kerimbunan dan kehijauan Cipadung pun berg eser deng an bangunanbangunan pemukiman dan pertokoan yang padat berkelok. Hal tersebut dipaparkan Ella, warga sekitar yang merupakan cucu dari Hj. Muhammad Ahyat (Pendiri Yayasan Kifayatul Akhyar). Dengan berdirinya IAIN di kawasan Cipadung, telah merubah perekonomian masyarakat di lingkungan sekitar. Masyarakarat memilih beralih profesi dengan menyewakan tempat tinggal bagi mahasiswa. Menurutnya, berbondongbondongnya warga pindah profesi karena m ayo r i t a s m a s y a r a k a t C i p a d u n g mengang gap keuntungannya lebih
36
menjanjikan tanpa harus lelah bekerja. “Pengaruh adanya IAIN terasa pada pekerjaan masyarakat sekitar. Awalnya bertani, jadi mulai usaha kosan,” ucap Dosen Unpad itu saat ditemui di kediamannya, Jalan Kujang, Cipadung. “Mungkin dari kemalasan juga, kalo bertani kan harus nunggu sekian lama, harus proses dulu, kebanyakan orang kan gak suka proses, tidak menikmati proses itu. Pengennya hasil yang cepet, dengan kos kosan kan lebih instan. Istilahnya pinjem uang ke bank berapa puluh juta bisa buat kos-kosan sekian dan bisa balik modal dalam dua musim. Kalo bertani kan belum gagalnya panen,” ujarnya. Ella tidak memungkiri, dengan ada Kampus IAIN di daerah Cipadung membantu meningkatkan perekonomian m a s y a r a k a t s e k i t a r. Ta p i E l l a menyayangkan, kini mahasiswa UIN bersikap acuh. “Yah mahasiswa UINnya seperti merasa siapa elo? Mahasiswa menilai masyarakat sekitar bukanlah orang-orang akademis,” tuturnya. Padahal menurut Ella, di 1976 jika UIN menggelar wisuda, masyarakat dan tokoh-tokoh agama sekitar, sering di undang langsung pihak Al-Jamiah secara resmi. “Biasanya camat, polisi dan lurah termasuk tokoh agama diundang,”
LAPORAN KHUSUS ceritanya. Sikap ketidakpedulian UIN yang makin bergeser dari tahun ke tahun pada warga sekitar Desa Cipadung, tentunya memberikan dampak yang kurang baik bagi UIN sendiri, di mana masyarakat di lingkungan UIN pun menjadi bersikap apatis dengan kehidupan UIN. Bahkan sekadar membantu pun masyarakat sekitar, mayoritas terkesan enggan. Hal itu ditengarai karena oknum mahasiswa UIN dinilai lebih banyak menyusahkan warga sekitar dengan munculnya berbagai masalah baru. Salah satunya seperti peristiwa mahasiswa Nusa Tenggara Timur (NTT) yang membawa parang dan bambu runcing serta melakukan pembacokan terhadap warga sekitar dan melakukan perusakan saat beberapa tahun lalu. “Termasuk yang menjadi korban saudara saya sendiri,” ujarnya. Sejak si kampus hijau ini berdiri, faktor sosial dan budaya pun rupanya turut memengaruhi. Salah satunya berpengaruh pada kondisi lingkungan di sekitaran daerah tersebut. Sesuai dengan penuturan Ella, Cipadung yang dulunya rimbun akan tanaman, kini makin terasa gersang dan banjir datang ketika curah hujan tinggi. “Masyarakat ditambah mahasiswa sekitar sering membuang sampah di selokan, jadi ketika hujan besar tak bisa dihindari lagi,” katanya. Perihal keyakinan pun, sebelum berdirinya kampus di Cipadung, warga sekitar sudah memeluk agama Islam. Namun, sejak berdirinya IAIN majelis talim dan forum pengajian di sekitaran kampus semakin hidup. Hal tersebut dikarenakan pada saat angkatan pertama IAIN, hubungan mahasiswa dengan warga sangat erat. Hal tersebut diakui Anang, Lurah Cipadung pada tahun 80an. Ia mengatakan, adanya IAIN yang merupakan lembaga pendidikan agama Islam otomatis membawa pengaruh pada warga sekitar dalam memahami Islam. “Warga Cipadung 90 % memeluk agama Islam dan setelah ada kampus IAIN pengetahuan dari keislaman itu sendiri jadi sangat menambah,” jelas Anang Meskipun demikian, masyarakat Cipadung jauh sebelum IAIN berdiri telah menyimpan perhatian khusus pada
ranah pendidikan dan keagamaan. Sebab jauh sebelumnya, Umat Islam Cipadung dan Bandung Timur telah mendirikan Pesantren. Berada dalam payung agama yang sama, menjadikan masyarakat lebih mudah menerima kehadiran mahasiswa IAIN. Realisasi pengabdian kepada masyarakat pun terjalin erat. Banyak kontribusi dari mahasiswa untuk meningkatkan pendidikan di daerah Cipadung. Salah satunya pendirian Corp Dakwah SENAT Mahasiswa (CDSM) pada 1977 dipelopori Sukriadi Sambas yang kini menjabat sebagai ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UIN SGD Bandung. “Yang saya amati dan saya rasakan belum ada integrasi antara warga kampus dengan masyarakat dalam hal pengisian kegiatan keg amaan di masyarakat. Maka melalui CDSM itulah saya mulai berintegrasi dengan temanteman, tokoh masyarakat, seperti K.H. Ahmad Tombah, Pak Eyek, juga Pak A b d u l Fa t a h ,” S u k r i a d i S a m b a s menuturkan. Sebagai tindak lanjut, mereka merintis berbagai jenis pendidikan, khususnya dalam bidang keagamaan. Salah satunya di rumah RW yang sekarang didirikan mesjid Al-Ijtihad, RT04/RW01, Kelurahan Cipadung Wetan. Sejak 1977, wilayah sekitar kampus pun menjadi penuh warna dengan kegiatan-kegiatan mahasiswa (CDSM). Tak sedikit pula didirikan majelis ta'lim dan beberapa masjid, salah satunya masjid Al-Huda yang beralamat di Permai II. Kegiatan itu merambah ke Tanjung Sari, Cigombong, Cigendel dan Cigorowong. Sayangnya, segala kegiatan yang mencerahkan masyarakat itu perlahan luntur di makan waktu. 1982 tercatat sebagai tahun dimulainya degradasi kiprah CDSM. Berbagai pertanyaan pun berseliweran di benak masyarakat, termasuk di benak para ustadz dan pimpinan masyarakat. Setelah ditilik lebih jauh, ter jawablah mengapa kegiatan CDSM kian memudar. CDSM yang melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyambungkan hubungan kampus dengan masyarakat, telah berganti menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang melakukan berbagai
37
kegiatannya di internal kampus. Selain itu, ada pula sebagian mahasiswa yang fanatik terhadap p erb ed a a n m a d z h a b. Perb ed a a n madzhab yang merupakan hal tak terelakkan tak dapat mereka tolerir, dan berdampak pada mundurnya mereka dari tugas pengabdian masyarakat. Hal ini tentu berbeda dengan tahun 70-an. Di mana mahasiswa dan masyarakat saling menghargai akan perbedaan. Te r b u k t i d e n g a n t i d a k a d a n y a permasalahan kapan awal puasa, jumlah rakaat sholat tarawih, bersatunya tokohtokoh dari berbagai madzhab, bahkan diadakannya musyawarah antar tokoh masyarakat Se-Bandung Timur di Masjid Kifayatul Akhyar setiap sebelum Shalat Jumat. “Saya pernah melihat mahasiswa UIN yang berbeda madzhab. Mereka menyikapinya dengan saling menjatuhkan, padahal dulu meskipun t e r j a d i p e r b e d a a n a n t a r a N U, Muhammadiyah, atau pun Persis, mahasiswa IAIN bersikap baik, sekarang berbeda,” papar Ella. Banyaknya dampak yang tidak membawa per ubahan signifikan terhadap kemajuan warga Cipadung dengan berdirinya UIN sekarang, ditengarai Ella disebakan karena pudarnya jiwa pemuda islami dalam diri mahasiswa UIN itu sendiri. Terlepas dari itu semua, masyarakat Cipadung pun mengapresiasi sikap UIN yang berkenan memberikan kuota beasiswa bagi warga sekitar. Beasiswa yang dimaksudkan agar tidak terjadi ketimpangan antara jumlah mahasiswa luar dengan masyarakat sekitar. “Tahun ini merupakan tahun ke tiga pemberian beasiswa tersebut,” kata Sukriadi Sambas. Dengan adanya beasiswa tersebut Ella berharap akan menghilangkan sekat antara mahasiswa dan masyarakat Cipadung. “Mahasiswa kan tinggal di daerah sini. Jangan merasa bahwa mahasiswa yang disebut kaum intelek menjadi sombong terhadap masyarakat. Karena mahasiswa tidak selamanya akan ting g al di kampus,” pungkasnya mengakhiri.[] Ayu Pratiwi, Dede Lukman, Desti Puspaningrum, Ratu Tresna, Resita
LAPORAN KHUSUS
Tetap Setia Meski Gaji “Pur Manuk” Oleh: Dede Lukman dan Ratu Tresna Ning Gusti
Seperempat abad ia habiskan umurnya untuk mengabdi di Universitas Islam ini. Setiap harinya membuat teh dan kopi bagi karyawan lainnya. Meski gaji pas-pasan ia tetap istiqomah melayani. Tawaran bekerja di Mesir dan Belanda pun sempat ia tolak. Sebagai balas jasa atas pengabdiannya, tahun 2010 UIN memberangkatkan ia ke Tanah Suci. Dokumen UIN SGD Bandung
M
atahari membakar kulit, namun lelaki lebih dari setengah abad itu tak beranjak masuk ke rumah. Seolah ada yang wajib ia saksikan, kuli-kuli bangunan yang berpeluh membangun sebidang lahan di samping rumahnya. Ia bukan mandor, bukan pula kuli yang sedang beristirahat. Lelaki itu bernama Ukat Sukatma. Sebidang tanah yang sedang dibangun itu adalah miliknya, hasil masa muda yang menyerap warna hitam di matanya, menyerap kekokohan di tubuhnya. Ukat yang sederhana, menyiratkan tanda tanya saat Suaka datang bertandang. Ia seolah tak merasa, dirinya adalah saksi hidup Kampus Hijau yang kini sedang dirombak habis-habisan. Berkopiah putih, berbaju safari, Ukat menyilakan Suaka masuk. Sesaat kemudian, lelaki asal Sukabumi itu membawa Suaka melambung ke masa lalu. Kembali ke 1968, tahun di mana IAIN lahir dan merangkak menjadi perguruan tinggi berbumbu Islam. Setengah abad lalu, Ukat berhijrah dalam gandengan tangan MB Hidayatulloh, seorang dosen ketika IAIN berdiri di Dago. Selama 6 tahun, Ukat yang memposisikan diri sebagai ahli bangunan, tergagap hidup di Kota Kembang. Dalam himpitan mencari solusi agar perut tetap terisi, MB Hidayatulloh datang seolah membawa
pelangi. “Kersa damel di IAIN? Upami kersa, sok kaditukeun serat, ka IAIN,” ujar Ukat, menirukan tawaran Hidayatulloh, di pertengahan 1968 itu. Dahi Ukat berkerut, nama IAIN begitu asing di telinganya. Saat Ukat bertanya di mana IAIN, Hidayatulloh menjawab dengan sumringah, seolah yakin Ukat tertarik akan tawarannya. “Di Lengkong Kecil, nomor 5,” ujar Ukat, kembali menirukan Hidayatulloh. Tak lama dari tawaran itu, Ukat menyerahkan lamarannya pada Adnan, Sekretaris Al-Jamiah. Esok harinya, Ukat sudah resmi menjadi pegawai honorer yang menjaga kebersihan koridor kelas. Dengan upah Rp 500/bulan, Ukat melepas pekerjaan lamanya menjadi ahli bangunan. Ukat tak ingin membagi konsentrasi. Ia merasa bertanggungjawab atas kenyamanan dan keselamatan mahasiswa, juga dosen, dalam menggunakan fasilitas kelas. “Da bapak mah jalmi teu gaduh (Bapak itu orang gak punya),” ujar Ukat, merendah saat menceritakan pengalamannya berjalan kaki hampir setiap pergi kerja. Sebenarnya, Ukat bisa menaiki oplet sampai kampus dengan ongkos serupiah. Namun hal mewah semacam menaiki oplet hanya dapat Ukat rasakan jika ada uang tambahan. Jika tidak, seperti hari-hari biasanya, Ukat menyusuri jalan sepanjang 5 km itu dengan berjalan kaki.
38
Upah yang tak seberapa menjadikan Ukat sering mengencangkan ikat pinggang. Tiga bulan masa kontrak kerjanya terasa begitu menggigit perut. Jatah makan yang disediakan pihak kampus bersyarat pemotongan upah. “Tilu sasih teh pur manuk,” ucap Ukat. Akhirnya, dengan berat hati, Ukat merelakan jatah makan ditelan upah yang utuh. Bagi Ukat, tangan Allah terulur melalui mahasiswa-mahasiswa berhati mulia. Seringkali, ada mahasiswa yang memberinya makanan saat Ukat tengah bekerja. Meski tak setiap hari, Ukat bersyukur perutnya masih bisa terisi. Di samping itu, Ukat tetap percaya, hidup tak akan selamanya sulit dan rumit. Masa kontrak 3 bulan Ukat selesai. Hidup baru ia dapatkan saat dimutasi ke Gedung Rektorat. Berkat ketekunan Ukat, 'pur manuk' tak lagi dia rasakan. Kebutuhan pokok Ukat tak lagi menjadi beban di pikiran, sebab selain menyajikan konsumsi bagi birokrat, Ukat turut menyajikan konsumsi bagi dirinya. Dedikasi penuh tak kunjung henti Ukat terapkan pada setiap profesi yang diembannya, mengantarkan surat ke sana-sini, menjaga kebersihan kantor sudah pasti, menyiapkan air minum bagi para pejabat rektorat pun tak pernah lengah.
LAPORAN KHUSUS Cobaan yang Silih Berganti Seusai Solat Jumat, Ukat tengah menyusuri jalan menuju kampus. Tak ada hal lain yang terbayang di benaknya. Kakinya ikhlas mengayuh pedal sepeda kesayangannya. Saat hendak menyebrang jalan, naas melandanya. Sepeda motor yang tengah melaju cukup kencang menghantam sepeda milik Ukat. Sontak, puluhan pasang mata dibuat terbelalak oleh kejadian itu. Segera Ukat diboyong ke Rumah Sakit Rancabadak. Matanya terpejam cukup lama, barulah pukul 17.00, Ukat tersadar. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Kabar buruk tak berhenti sampai di situ. Kini berita buruk datang dari bibinya yang mesti dirawat. Hati bak ditikam belati, sebentar ia siuman, Ukat lalu kembali tak sadarkan diri. Hari itu, Ukat tak sadarkan diri dua kali. Pa s c a p e r i s t i wa Ru m a h S a k i t Rancabadak menerpa Ukat, Ukat mengajukan cuti ke Al-Jamiah. Rasa rindu yang mendidih di hati Ukat mengantar Ukat pulang ke Sukabumi. Sambutan kedatangan Ukat dibanjiri air mata rindu, dan kesedihan. Sedih karena ke t i k a U k a t p u l a n g , Ay a h U k a t dikabarkan telah tiada. “Bapak ti dinya sedih dikantunkeun ku rama,” ungkap Ukat sambil tersedu-sedu, tangisnya pecah dialiri kenangan masa lalu. Yang ada di benak Ukat selanjutnya hanya kembali bekerja, ia tak ingin larut dalam setiap cobaan yang menerpanya. Semangat hidup pun menggiring Ukat kembali ke Bandung. Hari-hari kerja yang letih, rutinitas kembali Ukat hadapi, meski kini sebuah lubang kehilangan tertoreh di hatinya. Ukat berjuang menjahit lubang itu, menyemangati diri, hidup akan lebih baik dari yang kini. Luka Ukat yang belum terjahit rapat, mendadak robek kembali. Tak lama setelah kembali ke Bandung, kabar buruk hinggap di telinga Ukat. Ibunya di Ja k a r t a s e d a n g s a k i t p a r a h d a n memintanya datang ke sana. “Ari Bapak teh gaduh ibu kawalon, ibu asli mah di Jakarta, ibu kawalon mah di Sukabumi,” ungkapnya lagi sambil menghela napas. Izin tidak bekerja dia
mohonkan kembali kepada rektor, dan syukur, rektor pun menyetujuinya. Ukat tentu ingin berlama-lama, mendampingi hari-hari tua perempuan yang melahirkannya. Namun tanggung jawab di kampus menanti Ukat. “Jaga tangan, jaga mata dan sering membaca Surat Yasin,” ujar Ukat menirukan amanat ibu tercinta. Itulah nasihat terakhir yang Ukat bawa sekembalinya ke B a n d u n g. S e l a n g b e b e r a p a h a r i , datanglah surat dari Jakarta yang memberitakan, ibunya telah meninggal. Ukat tak kuasa membendung kesedihan. Ukat kini menjadi seorang yatim piatu. Tak habis luka batin, luka lahir mendera Ukat. Lutut Ukat pernah keluar dari persendian dalam perjalanan mengantarkan surat kepada Makmun, salah satu birokrat IAIN SGD Bandung, di Cigending. Ukat menginjak tumpukan yang dikiranya bekas pembakaran sampah, yang sebenarnya adalah lubang. Ta k d a p a t d i h i n d a r i , U k a t p u n terperosok. Akibatnya Ukat tak mampu berdiri sendiri, sampai ke Cigending pun Ukat diboyong tig a orang santri Sukamiskin yang kebetulan lewat. Sesampainya di tempat tujuan, Ukat belum merasakan sakit. Pukul 1 malam, rasa sakit mulai menjalar, membawa Ukat pada jeritan dan teriakan kesakitan di Rumah Makmun. “Mang tong jejeritan! Keun baé, keun baé. Abdi isukan anu laporan ka Rektor Dua!” Ukat menir ukan Makmun yang menenangkannya kala itu. Pelangi Seusai Badai Tahun 1974, IAIN berpindah tempat ke Cipadung. Bersamaan dengan itu, berpindah pula status kepegawaian Ukat m e n j a d i P N S d e n g a n g a j i R p. 4.005/bulan. Tanggung jawab dan dedikasi Ukat bukan tuntutan atasan, melainkan timbul dari kesadaran diri Ukat. Segala ketulusan Ukat ini berbuah manis, simpati yang berlimpah tercurah pada Ukat. Hal ini terlihat dari ajakanajakan para pembesar IAIN padanya. Ajakan pertama datang dari Yamin, Mantan Sekretaris Al-Jamiah. Bukan tawaran yang mudah ditolak, sebab Yamin memintanya tinggal di Mesir, bersama Yamin dan keluarganya. Di luar dugaan, Ukat menolak. Ia tetap memilih melayani IAIN ketimbang terbang ke
39
Ukat Sukatma
Dokumen SUAKA
Mesir dengan segala kemudahankemudahan hidup di dalamnya. Habis penolakan, tawaran lain pun datang pada Ukat. Kali ini, Adnan, yang juga Mantan Sekertaris Al-Jamiah menawarkan untuk tinggal di Negeri Kincir Angin. “Mang, tugas bapak teh se'ep. Ngiring ka Netherland, kersa teu?” ajak Adnan kala itu. Penolakan keduapun diluncurkan Ukat. Bukan tanpa sebab, namun karena ketidakmampuannya menggunakan bahasa asing. Beda dengan tawaran ketiga, Ukat tak kuasa menolaknya. Harapan Ukat menunaikan Rukun Islam yang terakhir, yaitu menunaikan ibadah haji, tampak di depan mata. Pembiayaan ibadah haji Ukat didapatkan dari zakat, infak dan shadaqah di lingkungan Al-Jamiah. Rapat Al-Jamiah tahun 2010lah yang memutuskannya benar-benar berangkat ke Tanah Suci. Masa bakti Ukat selesai di penghujung 90an dengan gaji sekitar 1.200.000,-/bulan. Kini Ukat menikmati hari tuanya bersama keluarg a di Sukabumi dengan gaji pensiunan Rp 1.930.000,-/bulan. Setiap awal bulan, Ukat selalu menyempatkan diri datang ke rumah di Cipadung, pinggir kampus, mengenang masa mudanya yang penuh asam garam perjuangan.
LAPORAN KHUSUS
Degradasi Norma Mahasiswa,
Cipadung Murka
D
egradasi etika, norma, dan moral mahasiswa UIN SGD Bandung sepertinya makin membuat jengkel masyarakat di sekitarnya. Kehadiran mereka di tengah masyarakat Cipadung pun, tampaknya tak lagi diharapkan sebagian masyarakat. Pasalnya beberapa tingkah pola sebagian mahasiswa UIN sudah tak bisa ditolerir lagi. Salah satu kasusnya di mana terjadi pelanggaran norma asusila yang mengakibatkan warga berduyunduyun menggerebek rumah kos salah seorang mahasisiswi UIN, yang dicurigai membawa laki-laki ke dalam kamarnya. “Di Permai V, minggu kemarin digrebek. Itu si ceweknya padahal kuliah di UIN masukin cowok. Memang itu sudah diintai beberapa hari oleh warg a sini, begitu didobrak sore-sore, lagi mandi bareng,� cerita Ahmad Subagja ketua RT 2 Permai. Sebelumnya, sebagai Ketua Rukun Warga (RT) Ahmad selalu mewanti-wanti pada pemilik kosan untuk memperhatikan tamu-tamu yang berkunjung ke kosan mahasiswi khususnya. Ahmad menekankan, apa yang dia lakukan semata-mata untuk mencegah halhal yang tidak diinginkan bukan bermaksud mencampuri urusan orang lain. “Ini kosan cewek, tolong sedikit ketatlah, Ya kalau misalkan dia bertamunya diam di teras sih gak jadi masalah. Ini kan ke kamar. Ngapain ke kamar? Kalo berdua gitu kan ketiganya setan,� kata Ahmad dengan dahi berkerut. Selain pernah tejadi pelanggaran norma asusila di lingkungan rukun tetangganya, mahasiswa UIN pun tak hentinya b e r u l a h . Wa r g a C i p a d u n g menganggap mahasiswa UIN tidak tahu waktu. Setiap malam, koskosan yang ada di sekitaran Cipadung sering membuat kebisingan yang mengakibatkan masyarakat terg ang gu ketika
SUAKA/A. Rijal
40
LAPORAN KHUSUS hendak beristirahat. Ahmad ingat benar saat itu sudah jam 1 dini hari, suara ribut-ribut dari luar rumahnya membuat telinga Ahmad panas. “Anda ribut begitu! Saya juga waktu muda nakal. Bahkan lebih dari Anda. Anda gak ada apa-apanya dibanding saya, tapi kalau sudah malam saya gak mengganggu orang lain!” dengan berapi-api, Ahmad menirukan amarahnya itu. Bukan hanya di kos-kosan, beberapa warga juga mengeluh dengan aktifitas organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang sekretariatnya berada di sekitar hunian warga. “Contohnya saja, keberadaan sekretariat organisasi itu dilematis sebetulnya. Warga di sini sudah tidak mau ada sekretariat itu karena sering ribut. Gitar-gitaran yang bukan pada waktunya. beberapa kali ditegur tetap saja begitu,” keluh Ahmad. “Akhirnya tetangga sebelahnya berusaha menegurnya “puntenlah ulah ribut, ulah gandeng” (maaf ya jangan ribut, jangan berisik-red) baru bisa tenang, tapi besoknya karena orang yang ngumpulnya ganti lagi, ribut lagi,” lanjut Ahmad. Salah seorang warga yang jarak rumahnya hanya 10 meter dari Sekretariat HMI tersebut juga mengungkapkan keluhannya. “Sejak saya di sini saya sudah beberapa kali menyampaikan keluhan kepada temanteman organisasi. Kami terganggu jika ada rapat hingga malam,” ujar Indira Sabet Rahmawaty warga Cipadung yang juga dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Ade Rahmat Satria Mandala, Kabid Kail Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kabupaten Bandung memang mengakui adanya kebisingan yang ditimbulkan dari roda organisasi yang dijalankannya. “Namanya Sekre wajarlah kalau suka ribut-ribut. Biasanya ribut juga karena rapat. Tapi rapat juga berbatas waktu, paling sampai jam 11 malam,” kilah mahasiswa Pascasarjana jurusan KPI ini. Indira paham benar HMI adalah organisasi yang dinamis, ia mengakuinya karena memang begitu adanya. Namun soal kebisingan yang ditimbulkan di
malam hari, Indira dan Ahmad sepakat, itu adalah hal yang mengganggu. Mencari Solusi Indira, sebagai pendidik dan pengajar di UIN, jelas tak mau cap buruk dilekatkan pada semua mahasiswa UIN. Karena tentu, tidak semua mahasiswa UIN melanggar norma asusila dan sosial yang terjadi. “Dulu mahasiswa UIN adalah pemakmur masjid. Tukang adzan. Tukang pengisi ceramah ibu-ibu,” kenang Indira Sabet Rahmawaty. Ia menyayangkan hal tersebut sudah perlahan pudar pada kultur mahasiswa sekarang. Menurutnya mahasiswa setelah tahun 2000-an sudah banyak perubahan dari mulai kesopanan, aqidah dan cara berpakaian. Hal tersebut pun dirasakan Ella salah seorang warga Cipadung. Ia merasakan kultur islami dari mahasiswa UIN sekarang telah pudar. Menurutnya waktu masih IAIN, mahasiswa sopan dan berisikap baik pada masyarakat sekitar. Sebagai solusi dalam pemecahan masalah tersebut, mahasiswa yang melanggar norma asusila dan sosial menurut Indira harus segera “membersihkan diri” agar nama UIN tak terseret lebih jauh lagi. “Tidak semua seperti itu, namun terkadang masyarakat bisa mengeneralisir semua mahasiswa UIN,” ujar Dosen pemangku mata kuliah Komunikasi Politik itu. Hal ini jug a diiyakan Ahmad, “Kadang-kadang kalo dibilang meresahkan bagi masyarakat yang berdekatan ada kalanya mengganggu, ada kalanya engga. Intinya, tak semua mahasiswa UIN yang ada di sekitar masyarakat selamanya dilabeli buruk,” katanya. “Kalau menurut saya sih bagusnya ada sedikit himbauan atau warning dari pihak kampus, terutama karena institusi ya. Jadi harus ada perhatian dari kampus,” ujar Ahmad ketika ditanyai soal solusi dari permasalahan di lingkungannya. Sakrim Miharja, Pejabat Humas UIN SGD Bandung tak menutup mulut mendengar harapan-harapan ini. Jika laporan dan data yang bersangkutan memang lengkap, pihaknya berjanji melakukan tindakan tegas. “Kalau memang berbuat asusila kami pasti
41
keluarkan mahasiswa itu, terlebih jika memang melakukan hal di luar batas peraturan mahasiswa UIN,” ujarnya. Tindakan tegas yang dikeluarkan pihak kampus jelas akan dikenakan pada yang bersangkutan jika ia melanggar norma asusila. Namun jika pelanggarannya tidak melampaui itu, pihak kampus jelas tidak bisa berbuat banyak. “Jika masalah yang diadukan lebih mengenai ketidaknyamanan karena barangkali mahasiswa/mahasiswi UIN berisik saat malam hari atau sejenisnya, itu lain cerita,” jelas Sakrim. Indira pun tak kelewatan menanam harapan, bukan pada pihak kampus, tapi terkhusus pada segenap mahasiswa UIN. “Harus ada orang yang bisa mengubah perilaku itu semua. Karena jika mereka (mahasiswa UIN-red) baik dan memberi manfaat, maka mereka malah dibutuhkan dan diminta masyarakat. Malah bisa memberi ruang lebih. Namun jika mereka tidak memberi manfaat, mereka akan tidak diinginkan masyarakat,” ungkap Indira.[]Ayu Pratiwi, Dede Lukman, Desti Puspaningrum, Ratu Tresna, Resita
...Dulu mahasiswa UIN adalah pemakmur masjid. Tukang adzan. Tukang pengisi ceramah ibuibu...
LAPORAN KHUSUS
P
Harimau Mati Tinggalkan Belang, Mandor Pergi Tinggalkan Utang
SUAKA/A.Rijal
Oleh Salman A. Nahumarury & Hengky Sulaksono
ara pekerja bangunan masih saja mempersolek bangunan Universitas Islam Negeri di Timur Bandung. Alat pengangkut beban menjulang tinggi ke langit. Bangunan setengah jadi menghiasi mata siapapun yang memandang. Saat istirahat tiba, para pekerja berbondong-bondong menuju sebuah warung makan pada jam istirahat. Ai Tati, pedagang kaki lima, mulai menjamu para pekerja bangunan yang berlangganan di warung makannya. Setiap hari puluhan pekerja makan di sana, mereka berutang. Pada waktu gajian, para mandor yang melunasinya. Satu mandor bisa saja mempunyai lima sampai tujuh pekerja. “Ada 12 mandor yang anak buahnya makan di warung ibu,” tutur Ai sembari melayani para pekerja itu. Semakin hari semakin cantik saja gedung UIN SGD Bandung. Ai jadi saksi pembangunan kampus walaupun hatinya sedang dir undung gelisah karena mandor-mandor yang nakal. Siapa sangka, pikirannya tengah dihantui uang berjumlah belasan juta. Bukan karena dikejar utang, tapi karena mandormandor itu berulah. Mulanya, para mandor rutin membayar uang makan kepada Ai. Bulan-bulan selanjutnya, mandormandor itu mulai mangkir dari tanggung jawabnya. Ai terpaksa menunggu bulan b e r i k u t n y a a g a r s e mu a m a n d o r membayar utang. Meski demikian, ia tetap melayani tanpa keluh, para pekerja bangunan tetap saja dapat makan. Pembangunan kampus kian rampung. Warna kuning gading serta rupa bangunan bernuansa modern membuat kampus ini makin mentereng. Sementara para pekerja ter us mendandani gedung-gedung, kegelisahan Ai tak kunjung sirna. Para mandor belum juga melunasi utangnya. Setelah tak henti-hentinya bersabar, Ai mendapat kabar bahwa tujuh mandor yang berutang kepadanya tak lagi bekerja di proyek pembangunan kampus. Walhasil, mandor-mandor itu kabur dengan setumpuk utang berjumlah kurang lebih 12 juta rupiah. Ai pun merugi. “Mandor-mandornya sekarang gak tahu ke mana. Ibu sampai stress mikirinnya,” tutur Ai, ibu yang memiliki empat anak ini.
42
Ta k a d a y a n g t a h u d i m a n a keberadaan mandor-mandor itu. Piutang yang terlampau besar kini menjadi benalu yang terus bersarang di pikiran Ai. Sampai pada suatu saat, Ai terjatuh di rumahnya. Kepalanya membentur lantai, ia tergeletak dan tak sadarkan diri. Darah pun bercucuran, lalu memerahi lantai keramik yang putih. Didi Rohaedi, suami Ai, bergegas memboyong istrinya ke rumah sakit di tengah keheningan subuh. Dokter pun mesti menjahit kulit kepalanya agar cairan merah pekat itu berhenti mengalir. “Ibu sempat jatuh di rumah, terus dijahit empat jahitan,” ucap Ai. Pikiran sepasang suami istri itu tak keruan. Kesehatan Ai makin memburuk. Ia kerap keluar masuk rumah sakit untuk memeriksakan kesehatannya. Hasil pemeriksaan menunjukkan kolesterol dan tekanan darahnya melampaui batas normal. “Sampai-sampai darah tinggi sama kolesterol ibu naik,” tutur ibu yang kini berusia hampir setengah abad. Terus Berupaya Bagi Ai, 12 juta adalah angka yang begitu besar. Butuh bertahun-tahun baginya untuk memperoleh uang sebesar itu. “Darimana kita dapat uang sebanyak itu. Selama ini ibu cuma dagang. Bapak (suami Ai,-red) 10 tahun nganggur, baru sekarang-sekarang aja bapa bantu-bantu di Puskesmas,” kata Ai. Suaminya hanya petugas kebersihan Puskesmas di daerah Cibiru, Bandung. Pontang-panting ke sana kemari, mereka berupaya agar uangnya kembali. Ai bersama deng an suaminya mencoba menghubungi mandormandor yang pergi entah ke mana. Namun, nomor handphone dari sebagian mandor itu tak bisa dihubungi, SMS pun tak berbalas. Benar adanya, saat Suaka mencoba menghubungi mereka, hanya ada satu mandor yang dapat dihubungi. Ia akan segera menepati janji untuk melunasi utangnya pada Ai, Wahid namanya. “Saya mohon maaf, keuangan saya lagi collaps. Saya bukan tidak bertanggung jawab, nanti saya bayar kalau ada uang,” tutur Wahid melalui telepon selular kepada Suaka pertengahan Oktober lalu. Seminggu kemudian, Wahid menyicil utangnya. Ia membayar satu juta dari
LAPORAN KHUSUS Walhasil, mandormandor itu kabur dengan setumpuk utang berjumlah kurang lebih 12 juta rupiah. total kurang lebih tiga juta. Piutang Ai pun mulai berkurang. “Lumayan, buat tambah-tambah modal dagang,” kata Ai. Hari-hari berikutnya Ai tetap berdag ang sambil ber upaya ag ar piutangnya dibayar lunas. Proyek pembangunan UIN SGD Bandung digarap oleh PT PP. Ai dan Didi memberanikan diri ke tempat di mana mandor-mandor itu sempat bekerja. Pimpinan PP pun mereka jumpai. Upaya pasangan suami istri itu menuai hasil. Pihak PP bersedia menutup sejumlah kerugian yang dialami Ai dan Didi. Ai memperoleh empat juta dari pihak PP. Kerugian Ai memang berkurang, namun sisanya masih cukup besar. Pihak PP eng gan men g ganti semua kebuntungan Ai. “Itu bukan tanggung jawab PP. Ketika para mandor itu gak bayar, mereka (pedagang,-red) malah menyalahkan pihak PP. Status mandor sebenarnya bukan karyawan PP, mereka hanya terikat sesuai kontrak kerja,” ujar Yudi, salah seorang karyawan PP . Ada s o l u s i y a n g Yu d i t a w a r k a n , i a menyarankan agar pedagang melaporkan para mandor ke pihak yang berwajib. Bisa saja pedagang yang merugi itu melapor ke Polisi. Namun, upaya itu terkendala masalah administrasi. Dulu, saat mandor-mandor itu hendak dimintai KTP, mereka enggan memberikannya. Meski demikian, Ai tetap saja mempersilakan para pekerja makan di tempatnya, hanya ber modalkan keihklasan dan kepercayaan. “Syukur Alhamdulillah kalau mandor-mandor mau bayar. Tapi kalau engga, berarti mereka sudah tidak jujur, dosa,” ucap Ai. Sudah Buntung Berutang Pula Di kediaman Ai, ia terlihat menyuapi anak keempatnya yang masih duduk di Sekolah Dasar. Suaminya baru saja selesai
Ai Tati
SUAKA/A. Rijal
Solat Isya. Baju muslim dan sarung masih ia kenakan. Kepalanya bertudung songko, menutupi rambut yang sebagian beruban. Didi mengawali cerita malam itu. Ceritanya dimulai dengan penggusuran PKL oleh pihak retorat UIN SGD Bandung. Kala itu, di per teng ahan Oktober, para PKL memang sedang gusar karena dilarang berjualan di dalam kampus. Akhirnya, lapak dagangan mereka berpindah ke kantin sementara, di samping kampus. Sembari Didi bercerita, Ai menghidangkan kopi dan beberapa makanan ringan pada kru Suaka yang menyambanginya. Sudah sekitar enam bulan sejak mandor-mandor itu pergi meninggalkan utang. Kerugian Ai tinggal delapan juta, angka yang masih cukup besar. Supaya kebutuhan keluarga mereka terpenuhi, Ai dan Didi mesti ber upaya lebih keras ag ar tetap berdagang. Mereka perlu modal setelah merugi jutaan rupiah. Mencoba menghubungi mandormandor yang pergi sudah mereka lakukan, meminta pertanggungjawaban pihak PP pun sudah. Tak ada jalan lain, Ai dan Didi sepakat meminjam sejumlah uang agar usahanya tetap berjalan. “Akhirnya kita pinjam uang. Pinjam ke ibu guru (tetangga Ai,-red), terus pinjam ke tetangga-tetangga yang lain juga. Kalau tidak seperti itu, kita mana bisa
43
dagang,” ucap Didi. Hari-hari berikutnya Ai tetap berdagang bersama gerobak tua yang betahun-tahun menyertainya. Petang itu, di pertengahan November, penampilanya nampak berbeda. Ada yang hilang rupanya. Pergelangan tangan Ai tak lagi berhiaskan gelang emas pemberiasang buah hati. Kesehatannya mesti ditebus mahal, darah tinggi dan kolesterolnya belum juga membaik. Setelah berutang sanasini, gelang pemberian anak jua yang harus ia korbankan. “Ibu jual gelang dari anak. Padahal, dia (anak Ai, -red) beli hasil dari main bola,” tutur Ai. Selain untuk biaya berobat, uang itu juga ia pakai untuk menambah modal dagang. Segala upaya telah Ai lakukan. Hanya doa yang terus dipanjatkan Ai dan Didi kepada sang Ilahi. Kini pembangunan kampus tak perlu menunggu lama. Rupa bangunan yang elok terlihat di setiap sudut kampus. Infrastruktur jalan kian tertata rapi. Jika malam tiba, bangunan kampus nampak anggun, memancarkan cahaya keemasan dari pantulan sinar lampu yang berderet di tepi jalan. Siapa sangka, ada kepiluan yang terpatri selama proses pembangunan kampus yang semakin megah. “Ibu bukannya tidak senang kalau kampus jadi bagus. Kalau melihat kampus yang semakin mentereng, hati ibu sakit,” ujar Ai dengan lirih.
LAPORAN KHUSUS
WCU, Mimpi Manis Kampus Hijau Oleh Resita Noviana Iskandar dan Dede Lukman Hakim
P
erubahan status Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung yang telah disahkan delapan tahun lalu itu tidak serta merta membawa UIN termasuk pada golongan universitas kelas internasional. Kualitas mutu UIN yang dinilai masih jauh bisa mendapat level internasional, sudah sepatutnya berkaca lebih dulu untuk mampu mensejajarkan diri dengan Universitas Negeri lain yang bermukim di kota kembang. Belumnya keseteraan tersebut didapat, menjadi salah satu faktor UIN sulit menggapai impiannya berlabel universitas berkelas internasional atau world class university. “Kampus UIN juga kini tengah bermimpi menjadi kampus kelas internasional, begitu kampus ini dirancang para elit pengelolanya,” kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Asep Saepul Muhtadi. Menjadikan universitas berkelas internasional memang tidak sebatas
bunga tidur saja, impian tersebut kini tengah dibuat menjadi nyata. Para petinggi UIN pun dibuat sibuk dengan menggerakkan langkah serta usaha-usaha yang dianggap mampu membawa mimpi UIN menjadi sebuah kenyataan, salah satunya mengedepankan sistem belajar e-learning. “Untuk sistem pembelajaran, beberapa Prodi telah melaksanakan program e-learning, sehingga mahasiswa dan dosen bisa melakukan pembelajaran melalui dunia maya,” kata Pembantu Rektor 1 Affifuddin. Selain program e-learning Affifuddin. juga menyebut, untuk menjadi universitas berkelas internasional, UIN berencana membuat program dual degree di mana UIN bisa menjalin kerja sama dengan negara lain. “Seperti dengan negara Malaysia, mahasiswa bisa kuliah di UIN dan Malaysia, yang akhirnya mendapat dua gelar. Dan sekarang setiap Pembantu Dekan satu di tiap jurusan, sedang disuruh menyusun program tersebut,”
44
jelas Affifuddin. Lebih lanjut Affifuddin mengatakan, untuk tercapainya program tersebut, dibutuhkan keaktifan dan kesiapan mahasiswa dalam melancarkan program tersebut. “Segala sesuatunya tentulah harus dipersiapkan, karena jika kuliah di luar negeri pembiayaan dan lain sebagainya tentulah berbeda. Dari segi penguasaan bahasa juga, mahasiswa dituntut mahir berbahasa inggris atau arab,” katanya. Lain halnya dengan Asep Saepul Muhtadi yang menganggap agenda dan langkah-langkah serta berbagai usaha nyata bagi pengembangan tradisi akademik yang dilakukan UIN saat ini, masih belum terlihat adanya gejala positif akan membawa UIN pada label Universitas berkelas internasional. Hal itu diteng arai gur u besar ilmu komunikasi tersebut akibat kondisi pergerakan UIN saat ini yang dinilainya masih lamban. Jika dilihat dari iklim akademik yang terjadi di lingkungan mahasiswa, kata
LAPORAN KHUSUS Asep Saepul Muhtadi, masih adanya bebagai indikasi yang bisa menjadi pemicu UIN sulit menggapai impian menjadi Universitas berkelas Internasional. “Dari hal paling sederhana saja, kegiatan kemahasiwaan yang memiliki muatan peningkatan mutu akademik dibandingkan kegiatan lainnya hanya menyumbangkan beberapa persen saja bagi kemajuan UIN,” kata guru besar yang akrab disapa Samuh itu. Gairah mahasiswa dalam ruang pembelajaran secara for mal pun diakuinya belum mampu mendukung menuju impian UIN sebagai Universitas berkelas internasional. “Bukan tidak mungkin terjadi, tapi dengan melihat kampus-kampus kelas dunia, persyaratan yang harus dilaluinya masih terlalu banyak, jaraknya masih sangat jauh. Kampus kita masih lamban merangkak. Mungkin sampai ke level mimpi saja belum,” ucap Asep Saepul Muhtadi yang juga dosen pemangku mata kuliah Metodologi Penelitian itu. Berbagai per masalahan yang berujung sulitnya UIN mendapat status Universitas berkelas internasional, ditengarai akibat adanya “pergeseran” yang terjadi baik di dunia intra maupun ekstra kampus. Untuk itu, Samuh mengimbau UIN agar fokus terlebih dulu pada kualitas pendidikan dan lebih baik tidak bermimpi dulu ke arah sana. “Saat ini bisa menjadi universitas lokal dengan mutu yang bagus saja sudah cukup, atau bisa menjadi universitas lokal yang dapat bersaing dengan universitas-universitas tetangganya saja dulu sudah untung,” ucapnya. Menanggapi hal tersebut, guru besar Filsafat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Ahmad Tafsir menilai untuk menjadikan UIN sebagai Universitas berkelas Internasional jangan hanya mengandalkan dari metodologi p e m b e l a j a r a n s a j a . M e nu r u t n y a diperlukan perbaikan manajemen perguruan tinggi, di mana Rektor dan Pembantu Rektor (PR) menjadi aktor utama dalam pengembangan manajemen ilmu tersebut. “Bagian ini yang belum kita lakukan, jadi harus ada yang mengaturnya termasuk pembiayaan,” kata mantan ketua panitia konversi transformasi perubahan IAIN-
UIN tersebut. Salah seorang mahasiswi Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuludin menyoroti kesulitan UIN menaikkan status pada tingkatan yang lebih baik, dikarenakan fasilitas kampus UIN yang masih minim. “K alau berbicara mengenai tingkatan UIN dengan Universitas lain, misalnya Unpad dan ITB, tentunya masih jauh, dari segi fasilitas saja jelas tak bisa disamakan, a p a b i l a U I N i n g i n s e j a j a r, d a r i fasilitasnya dulu saja minimal setara,” kata Nur Mahmudah mahasiswi semester tujuh asal Ciamis. Berbicara mengenai fasilitas, Asep Samuh justru menganggap hal tersebut bukanlah menjadi faktor utama sulitnya UIN meng gapai label Universitas berkelas internasional. Berkaca pada pengalamannya terdahulu saat masih m e n j a d i m a h a s i s wa I A I N S G D Bandung ia beserta teman-teman seperjuanganya masih mampu berkarya dengan fasilitas alakadarnya. “Dulu, di era IAIN, pada zaman saya masih menjadi mahasiswa, tidak banyak fasilitas seperti saat ini, baik fasilitas kampus maupun fasilitas baru sebagai berkah perkembang an teknologi informasi dan komunikasi. Tapi dalam keterbatasan seperti itu, saya, dan juga teman-teman, merasa memiliki gairah belajar relatif lebih tinggi dibanding era UIN saat ini,” ceritanya. Ia mencontohkan, dalam hal keseriusan menger jakan tugas terstruktur dalam perkuliahan saja, dirinya masih sering menemukan mahasiswa yang asal-asalan dalam membuat tugas. “Gairah memiliki buku juga sangat berbeda. Saya pernah bertanya pada mahasiswa yang tengah saya uji dalam ujian komprehensif, mereka umumnya tidak memiliki buku dalam jumlah yang patut layaknya mahasiswa semester akhir. Atau mungkin mereka merasa telah cukup membaca buku-buku elektronik (e-books). Termasuk adanya pergeseran tingkat (maaf) apresiasi terhadap guru,” paparnya. Menjawab itu semua, Affifuddin selaku PR I bagian akademik mengaku akan terus berusaha dan mengupayakan berbagai program demi tercapainya visi UIN menjadi universitas islam yang
45
unggul dan kompetitif. “Yah kita doakan saja, semoga impian UIN jadi universitas kelas internasional bisa tercapai di kemudian hari, tentunya hal itu bisa didukung mahasiswa dengan meningkatan daya saing di berbagai sektor pendidikan yang akan mengarah ke jalan sana, kedepankan prestasi, bukan prestise,” ucap Nur mengakhiri. Kru Liput : Wisma, Ayu, Dede/Suaka.
“Dulu, di era IAIN, pada zaman saya masih menjadi mahasiswa, tidak banyak fasilitas seperti saat ini, baik fasilitas kampus maupun fasilitas baru sebagai berkah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Tapi dalam keterbatasan seperti itu, saya, dan juga teman-teman, merasa memiliki gairah belajar yang relatif lebih tinggi dibanding era UIN saat ini,”
RANA
Gang Affandi, Sisi Papa Jalan Braga Oleh A.Rijal Hadiyan dan Dede Lukman H
M
Oleh Hilda
asih hangat dalam ingatan kita, perhelatan Braga Festival 2013 (28/9). Saat itu kemeriahan dan kemegahan dapat kita temukan di sepanjang Jalan Braga. Warga Bandung tumpah-ruah dalam euphoria hari jadi kota Bandung yang ke-203. Kemeriahan acara juga antiknya arsitektur Braga berhasil membius masyarakat juga turis yang datang. Masih di Braga, sebuah perkampungan padat, terasing oleh mewahnya pembangunan dan glamornya gaya hidup kota. Adalah Kampung Affandie, sebuah saksi bisu kontrasnya taraf hidup warga kampung dan gemerlapnya Braga. Kampung Affandie dapat kita temukan dengan menyusuri beberapa gang, di antaranya Gang Apandi III, Jalan Afandi Dalam, serta melalui sebuah lorong di bawah bangunan Toko Buku Jawa, tepat di depan Restoran Braga Permai. Menurut catatan Perkampungan Afandi sudah ada sejak 1925 (Hutagalung, 2008:118). Aktivitas-aktivitas warga Kampung Afandi tak jauh beda dengan Kholida aktivitas warga di kampung lain. Yang membedakan hanya ruang yang lebih sempit dan penduduk yang terlalu padat. Sehingga suasana sore di Kampung Afandi tak kalah ramainya dengan pasar. Anak-anak yang bermain di gang, bapak-bapak yang merokok sambil berbincang, ibu-ibu yang mengasuh anaknya, dan beberapa remaja yang bermain bola di lapang di tengah kampung menjadi pemandangan menarik. Ya, karena semua kegiatan tadi dilakukan bersamaan dan dalam ruang yang terbingkai sepasang mata saja.. Inilah sebagian potret kehidupan Kampung Afandi, kampung padat di antara gemerlap kemewahan Bragaweg.
“Masih Ada Fajar Untukmu Nak�
Masih Ada Kerja Bakti
46
“Mensana Encorporesano�
RANA
“Di mana-mana Hatiku Senang”
“Di mana-mana Hatiku Senang”
47
“Teras Rumah Dua Jengkal”
OPINI
Korupsi
dan Kontekstualisasi Spirit Sumpah Pemuda Oleh Zulfi Saeful
D
ari beribu permasalahan yang membelit Indonesia, korupsi merupakan salah satu yang mengakar dan selalu menjadi hot trending topic di berbagai media. Mengapa “hot”? Karena berita mengenai korupsi oknum aparat dan birokrat seringkali membuat telinga publik, terutama rakyat kecil, seperti terbakar. Di Indonesia, korupsi sudah seperti kanker ganas stadium akhir, yang mer usak sendi-sendi penopang kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi, kata Goenawan Mohamad, adalah privatisasi kekuasaan yang didapat dari orang banyak (“Recehan”, Tempo, 2010). Korupsi memang selalu mengandaikan kekuasaan. Hasrat untuk korupsi tak akan terealisasi bila tak mempunyai otoritas. Maka dari itu, mereka yang memiliki otoritas tinggi, akses kekuasaan berlebih, korupsi menjadi semacam anasir yang berada di dalam diri subjek, ingin selalu terlibat dan mengambil bagian dalam cerita “mereka” yang berkuasa. Beberapa waktu lalu, kita sontak dikagetkan oleh berita tertangkapbasahnya ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar terkait kasus suap penyelesaian sengketa pemilu di beberapa daerah. Salah satunya adalah sengketa Pilkada kabupaten Lebak Provinsi Banten. Keterlibatan Akil ini, telah mencoreng citra MK sebagai lembaga hukum tertinggi di negeri ini. Akil telah mengkhianati konstitusi dan sumpah jabatannya. Kewibawaan hukum yang memang sudah retak oleh perilaku nista oknum penegak hukum sebelumnya dan pilar demokrasi, seakan runtuh seketika oleh perilaku tercela ini. Perilaku pengrusakan dari dalam.
“Sang ketua” seperti semakin membenarkan pameo “hukum tak identik dengan keadilan”. Toh, “sang ketua” yang berada di pucuk lembaga hukum tertinggi juga korupsi. Mereka yang korupsi, seperti dikatakan Yasraf Amir Piliang, laiknya disebut “parasit” yang “menghisap” lembaga di mana mereka tinggal (HU Kompas, 2013). Kasus Akil ini memiliki efek domino. Menyeruaknya keterlibatan Tubagus Chaeri Wardani –kerap dipanggil Wawan, seorang pengusaha, suami walikota Tangerang Selatan, juga adik kandung Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Prosedur setelah ditetapkannya seseorang menjadi tersangka ialah penelusuran aset harta kekayaan. Sedikitnya tigal mobil mewah Akil telah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belum beberapa rumah mewah dengan taksiran miliyaran rupiah. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK tahun 2011, kekayaan Akil mencapai Rp 5,1 miliyar. Bagaimana dengan tahun ini? Kemungkinan besar bertambah banyak. Telinga publik semakin terbakar setelah isu dinasti politik-bisnis Ratu Atut di Banten kembali mengemuka. Harta kekayaannya melimpah ruah di beberapa penjuru Tanah Jawara itu. Mulai dari harta tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Jug a har ta bergerak, seperti mobil mewah, logam mulia dan surat-surat berharga lainnya. Harta keseluruhannya ditaksir lebih dari Rp 30,6 miliyar. Anggapan bahwa kekayaannya adalah hasil korupsi dan monopoli tender dengan perusahaan milik keluarg a, ditampik deng an agumentasi, kekayaan itu merupakan
48
warisan dari ayahnya. Apapun alasannya, kenyataan itu telah melukai perasaan rakyat Indonesia—khususnya Banten. Di tengah berbagai ketimpangan sosial, tidak meratanya distribusi kesejahteraan, mereka, para “parasit” itu, malah asik membelanjakan harta yang dihisap dari uang rakyat untuk membeli dan mengonsumsi barang mewah; pelesir ke luar negeri untuk menonton balap mobil F1; memelihara pola hidup glamour; merasa gagah dengan Lamborgini dan Bentley terparkir apik di garasi, seolah ingin memperjelas perbedaan mereka dengan kalangan bawah. Tampaknya mereka ingin menunjukkan, mereka lebih superior dan tinggi derajat serta status sosialnya. Gengsi Sosial Kelas Pemboros Memang di era ketika individu dipandang dari kelas dan status sosialnya, hal di atas seolah mendapat pembenaran. “Konsumsi yang berlebih” atau “conspicious consumption” menjadi salah satu cara untuk manaikkan status sosial. Adalah teoritisi sosial asal Amerika bernama Thorstein Veblen (1857-1929) yang melihat adanya hubungan antara kelas sosial dengan kegiatan konsumsi. Dalam bukunya yang berjudul Theory of Leisure Class (1899), Veblen mengutarakan, tujuan mengonsumsi berbagai macam barang atau produk, bukanlah sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi membuat pembedaan martabat (status) individu, juga untuk membangun rasa c e m b u r u k a l a n g a n l a i n . Ve b l e n mengkategorikan orang-orang yang mengamalkan “konsumsi yang berlebih” sebagai “leisure class” atau
OPINI “kelas pemboros”. Bukan hanya dari segi perilaku konsumsi, tabiat memuja gengsi dan gila status sosial pun tercermin dari pelekatan gelar kebangsawanan pada nama depan Ratu Atut dan Tubagus Chaeri. Seperti d i l a n s i r t e m p o. c o ( 2 1 / 1 0 ) , d a l a m dokumen-dokumen resmi Ratu Atut, begitu pula Tubagus Chaeri, tidak tercantum gelar kebangsawanan “Ratu” dan “Tubagus”. Kiranya kita hendak berpikir, untuk apa mobil-mobil mewah itu dibeli dengan harga mahal, ketika ruas jalan semakin padat dan tak lagi menjamin mobilitas dengan banyaknya kendaraan ber motor? Kemungkinan besar jawabannya adalah untuk pamer demi mendongkrak kasta sosial. Perilaku “kelas pemboros” itu tentunya bisa menimbulkan perilaku konsumsi kompetitif yang merusak, dengan menghalalkan berbagai cara untuk bisa mengonsumsi lebih demi menaikkan status sosial. Bagi mereka, penghematan bukanlah yang utama. Yang penting ialah berbelanja barang-barang impor berkelas. Tak peduli rak yat berpendidikan rendah, kemiskinan meningkat, pengangguran meluas dan berpenyakit. Sangatlah menyedihkan bila benar terbukti perilaku “boros” demi gengsi sosial para “parasit” itu hasil dari “menghisap” uang rakyat. Status sosial hanyalah salah satu dari sekian motif si “parasit” menghisap yang “ada”. Namun ini tetap membuktikan, korupsi yang menjalar di tubuh lembaga hukumpemerintahan, memiliki dampak negatifganda. Kerugian materil bagi keuangan dan pembangunan negara dan imateril –mental dan moral- bagi rakyat banyak. Makna dan Aktualisasi Semangat Sumpah Pemuda Mental korup oknum pemegang kebijakan serta penggawa hukum di negeri ini hendaknya segera kita cegah dan berantas. Kita mulai dari diri sendiri, keluarga, juga lingkungan kampus. Mahasiswa, yang kerap disebut “agent of change” har us bisa membuktikan perannya sebagai pemuda-pemudi yang bisa membawa perubahan kampus dan negara ini ke arah yang lebih baik. Salah satu caranya ialah dengan bercermin dari semangat pemuda-pemudi Indonesia di
tahun 1928, yang ingin negaranya merdeka dan terbebas dari penjajahan dan pembodohan. Bulan Oktober 1928, tepatnya pada tanggal 28, sebuah peristiwa bersejarah yang di kemudian hari disebut sebagai Hari Sumpah Pemuda, berlangsung. Peristiwa itu merupakan pengakuan dari p e mu d a - p e mu d i I n d o n e s i a y a n g mengikrarkan satu tanah air, bangsa, dan bahasa. Ikrar sumpah pemuda ini mer upakan hasil r umusan dari Kerapatan Pemuda-Pemudi atau Kongres Pemuda II. Kongres yang dilaksanakan di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta Pusat itu diseleng garakan Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) dan dihadiri berbagai wakil organisasi kepemudaan waktu itu. Seperi Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond dan lain sebag ainya. Para pengamat dari pemuda Tiong Hoa pun hadir, misalnya Kwee Thiam Hong. Ru m u s a n S u m p a h Pe m u d a , mungkin bagi sebagian kalang an dianggap enteng. Pasalnya, redaksi dalam ikrar Sumpah Pemuda tersebut bisa dibilang sederhana, mudah, dan pendek. Hal itu bisa saja benar adanya, tapi yang perlu dihayati adalah proses perjuangan di balik itu. Sumpah Pemuda merupakan bentuk kontinuitas momen Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908. Tidak se per ti masa sebelumnya, perlawanan yang bersifat kedaerahan, desentralistik, dan terpisah-pisah, acap kali berakhir dengan kekalahan dan tak jarang malah diadu domba dengan sesama kaum bangsa kita. Namun, ketika para pemuda bersatu memperjuangkan kemerdekaan, perlawanan terhadap penjajah pun jadi lebih terintegrasi, terorganisir, dan terarah. Implikasi jangka panjangnya ialah kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Sama halnya dengan Pacasila, Ikrar Sumpah Pemuda bukan sekadar untuk dihafal dalam kepala, dibaca saat upacara, dites di ruang kelas, dan disablon di kaos. Agar tidak sekadar menjadi simbol yang kosong, Sumpah Pemuda perlu dihayati dan diamalkan. Kiranya bagi saya, apa yang harus dihayati dari peristiwa Sumpah Pemuda, ialah semangat
49
persatuan dalam melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, penjajahan, pembodohan, serta ekploitasi manusia dan alam. Semangat persatuan yang didasari rasa kemanusiaan dan kemerdekaan tanpa pandang warna kulit, agama dan golongan. Jika masa pra-kemerdekaan yang menjadi musuh utama adalah penjajah. Kini, dari sekian banyak musuh yang harus mendapat perhatian, musuh utama kita adalah korupsi. Korupsi dan penjajahan mengandaikan hal yang sama, yakni memanfaatkan kekuasaan untuk mengambil keuntungan dari orang banyak. Bedanya penjajahan mutakhir tidak belangsung secara terang-terangan. Dampaknya pun tidak terasa seketika. Bila tidak dicegah, dengan kata lain dibiarkan, korupsi akan sama halnya dengan penjajahan prakemerdekaan dahulu: ketimpangan sosial, penderitaan rakyat banyak, dan kayanya segelintir orang tak bisa dielakan. Ketika pendidikan, agama, dan nor ma tak lagi mampu menjadi penghalang bagi “parasit boros” untuk “menghisap” yang ditumpanginya. Kesadaran dan semang at untuk memberantas perilaku korup harus dibangkitkan dari dalam pribadi kita masing-masing. Bahwa korupsi itu merugikan orang banyak. Dan itu tidak manusiawi. Mereka yang tidak manusiawi, bisa jadi bukan manusia. Pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa dimulai dari lingkungan sekitar kita. Seperti jurusan, fakultas, juga rektorat. Misalnya, ketika pihak kampus tidak terbuka mengenai laporan keuangan. Berarti patut dicurigai di sana terdapat penyelewengan kekuasaan. Semoga kita dapat membangkitkan s e m a n g a t S u m p a h Pe mu d a d a n meningkatkan rasa kemanusiaan, dengan turut mencegah dan memberantas korupsi. *Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP UIN SGD Bandung, aktif di UKM Lembaga Pengkajian Ilmu KeIslaman
MATA MEDIA
Ramai Politikus Bersolek di Media Oleh Ririn Purwaningsih dan Putri Galih Ning Gusti
I
ndependensi lazim disematkan pada sebuah media massa (pers). Perannya yang aktif dan berpengaruh pun menjadi bagian terpenting dalam kehidupan. Namun sejak bertatap muka dengan pemilik modal dan perpolitikan, media massa menjadi goyah. Pers acap kali dijadikan alat politik dan kekuasaan bagi sebagian pihak. Independensi sebuah media massa sempat dipertanyakan karena menayangkan sebuah acara parpol. TVRI menayangkan konvensi partai politik Demokrat yang durasinya di luar batas kewajaran. Banyak pihak menyatakan, hal itu merupakan pelanggaran yang harus ditindak secara serius. Media massa tersebut banyak menerima kritikan dan peringatan dari lemba-lembaga seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan lembaga lainnya. Menurut Ketua AJI Bandung Zaki Yamani, persoalan itu tidak sesederhana kasusnya. “Tapi juga melibatkan dan harus dipikirkan posisi TVRI dalam skema negara, pemerintahan media itu seperti itu, apa TVRI itu TV publik, negara atau pemerintah,” ungkap Zaki pada Suaka, Rabu (9/10). Dalam kasus itu AJI sendiri mengaku masih menimbang apakah itu termasuk pelanggaran atau tidak. “Masih diperdebatkan kita harus melihat dulu latar belakangnya apa juga harus compare dengan media lain,” tambahnya. Independensi media massa bisa sangat rawan jika sudah terindikasi adanya keberpihakan pada sebuah partai
politik. Apalagi beberapa kepemilikan media massa saat ini dipegang elit politik partai. Hal itu membawa sebuah tanda tanya besar mengenai independensi media massa yang sudah dicampur adukan dengan perpolitikan. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UIN SGD Bandung Sahya Anggara menyatakan, setiap media awalnya pastilah menjaga independensinya. “Kalau misalnya sekarang berubah itu bukan dari visi dan misinya tapi mungkin karena ada kepentingan sesaat, ada tekanan politik, ungkapnya. Sedangkan menurut Zaki, kepemilikan media massa partai politik merupakan ujian bagi media itu sendiri. “Kalau medianya dimiliki sebuah Parpol itu ujian bagi media. Dan saya belum melihat ada yang lulus dari ujian itu karena susah, tetap saja misalnya TvOne tidak akan berani melawan agenda Aburizal Bakrie atau Metro TV dengan Surya Palohnya,” tuturnya. Ia juga menerangkan, tidak salah jika sebuah media massa membela sebuah Parpol karena misalnya sepaham dan setuju dengan kebenaran yang dianut dalam partai tersebut. “Yang harus digaris bawahi pembelaan pers dalam jurnalis yaitu pada nilai kebenarannya. Jadi menurut saya sah-sah saja asal sebuah media membela nilai-nilai kebenaran pada suatu Parpol misalnya. Sebenarnya bukan karena membela intuisi tertentu,” ungkapnya. Ia juga menambahkan, walaupun media massa mendukung sebuah
50
Parpol masih bisa terjaga independensinya dengan cara tidak menerima sogokan dari Parpol tersebut. Artinya media massa menjunjung sebuah partai karena terdapat nilai kebenaran bukan karena rupiah. Zaki melanjutkan, media juga mer upakan cer minan dari situasi masyarakatnya. Misalnya saja sebuah media menyoroti sebuah Parpol bisa saja itu karena masyarakat memang mendukung figur tersebut. Pers sebagai Alat Politik? “Pers itu, akan selalu dipandang sebagai alat politik oleh mereka yang punya kepentingan. Se-independen apapun dia akan selalu dipandang sebagai alat politik oleh mereka yang menginginkannya di dalam politik,” ujar Zaki Yamani. Menur utnya yang t e r p e n t i n g n i l a i ke b e n a r a n d a n objektivitas. “Semua tergantung pada persnya. Sebuah media harus membela nilai kebenaran pada suatu Parpol misalnya. Dan juga media bisa tetap kritis, independen, dan objektif,” kata Zaki. Sedangkan Sahya menerangkan, media massa merupakan alat transformasi perpolitikan. Dirinya menegaskan, media itu jangan dijadikan sebagai alat politik. “Media itu kan salah satu alat untuk transformasi ke yang lain. Untuk mempertajam, menyambung bukan alat politik, kalau alat politik media itu jadi ngeblock, pers itu harus netral dan independen,” ungkapnya. Sahya mengakui, dengan pers, kiprah perpolitikan menjadi besar. “Peran pers
MATA MEDIA memang sangat besar sekali dalam membesarkan seseorang dalam dunia politik,” ujarnya. Pun dengan kampanye dan pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu), menurut Sahya media massa memiliki peranan penting. “Pers juga membantu dalam berkampanye. Para calon pemimpin kadang tidak bisa langsung berkampanye pada masyarakat. Hanya media lah yang bisa menyampaikan pada masyarakat,” tambah Sahya. Media penyiaran sebagai bagian dari media massa tak luput menjadi incaran para elit politik. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar, Neneng Athiyatul Faiziyah menyatakan, a k t iv i t a s k a m p a n y e p a d a m e d i a penyiaran seringkali membuat KPID gerah. Masa kampanye sendiri telah memiliki aturan baku. Menurut Neng Athia sapaan akrabnya, tak sedikit pelanggaran kerap terjadi dalam kegiatan kampanye. “Pelanggaran selalu saja ada, kita selalu mengingatkan idealnya kampanye itu hanya 21 hari saja, dan pada masa tenang, apapun bentuknya tidak boleh,” ungkapnya. Melakukan kampanye di luar tanggal tersebut, pelanggaran yang akan ditindak KPU. Sementara KPI hanya melaporkan saja. Lebih lanjut Neneng menjelaskan, aktivitas kampanye memiliki tahapan yang dilalui. “Tiga hari pasca penetapan peserta Pemilu, ada tahapan masa penyiaran 11-15 Januari Maret, 21 hari masa kampanye iklan 16 Maret-5 April, dan masa tenang 6-8 April,” ujar Neneng pada Suaka. Neneng juga bentuk siaran kampanye pun hanya acara talkshow dan iklan. “KPID mengharapkan kampanye dalam bentuk lainnya di TV dan radio tidak ada. Dan hanya talkshow dan iklan yang boleh, itu pun tidak boleh blocking time,” jelas Neneng. Namun para elit politik tidak kehabisan ide. Untuk bisa tetap eksis di luar tanggal kampanye yang ditentukan, mereka biasanya muncul di media baik cetak ataupun elektronik dalam bentuk lain. Misalnya ucapan selamat hari raya atau lainnya. Mereka bisa mengelak, itu bukan bentuk kampanye sebab tidak ada unsur-unsur kampanye. Unsur kampanye antara lain visi dan misi partai dan ajakan untuk mengajak atau memilih.
KPID yang diwakili Neneng tak m e n a m p i k m e n g a l a m i ke s u l i t a n mengenai aturan baku tentang Pemilu. Padahal, KPID sendiri memiliki pedoman hukum yang disebut Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) mengenai siaran Pemilu termasuk kampanye yang tercantum pada bab 28 pasal 71, yang menjadi acuan semua lembaga penyiaran di seluruh Indonesia. Kendati KPID bukan lembaga penyelenggara Pemilu. Kata Neneng, aturan mengikat Pemilu sangat diperlukan. KPID bersama tiga lembaga lain, seperti KPU, Banwaslu dan KID yang berwenang mengurusi kampanye dan Pemilu teng ah menung gu hasil. “Memang aturan Pemilu itu belum kita putuskan, masih menung gu. Ada beberapa hal harus disepakati semua pihak jangan sampai merugikan, baik pada KPID, maupun lembaga penyiaran itu sendiri misalnya Parpol,” katanya. Aturan Pemilu dan kampanye ranah penyiaran yang kali ini, menurut Neneng akan diperjelas dan lebih terperinci. Sebab aturan yang ada masih bersifat umum. Beberapa aturan yang akan diperinci antara lain program siaran yang tidak boleh dominan, iklan dan talkshow sebagai bentuk kampanye, aturan mengatur kandidat saat kampanye diluar itu belum diatur, dan penggunaan media oleh pemilik. Aturan Pemilu ini diperketat, pasalnya media masaa seringkali terindikasi melakukan pelanggaran dalam menyiarkan kampanye dan Pemilu. “Sekarang masyarakat sudah banyak tahu, ada pemilik-pemilik TV yang sudah dominan, mereka kebanyakan mencuri-mencuri moment seperti mengucapkan selamat hari raya dan lainnya. Dan ini yang sering dilanggar pemiliknya, mereka nggak bayar, lalu ada siarannya di luar talkshow dan iklan,” ujar Neneng. Ia juga menambahkan, inilah yang ditakutkan masyarakat. “Banyak sekali yang ditakutkan masyarakat tentang kampanye, yaitu adanya kepentingan pada salah satu pihak, padahal mereka harus memberikan pendidikan politik pada masyarakat,” tegas Neneng. Masyarakat harus melek media Menyikapi masalah media massa dan
51
politik, peran masyarakat dalam media literasi (melek media) dianggap sangat vital. Politik dalam media hadir untuk masyarakat. Seperti yang dikatakan Neng Athia, media tidak boleh berhenti memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Pertanyaannya apakah media sudah memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat? Dalam hal ini Yahya angkat bicara, menurutnya ada saja pendidikan politik yang dinilai tidak terlalu baik jika dikonsumsi masyarakat. Contohnya debat politik yang ditayangkan di salah satu TV swasta. “Di situ bukan sebagai pendidikan politik bukan sebagai pemecah masalah tapi itu debat kusir. Saling menjatuhkan, saling serobot jadi bukan pendidikan lagi. Ini keluar dari konteksnya. Har usnya media itu memberikan pendidikan politik tapi di situ terjadi penyelewengan pergeseran,” ungkapnya.
“Di situ bukan sebagai pendidikan politik bukan sebagai pemecah masalah tapi itu debat kusir. Saling menjatuhkan, saling serobot jadi bukan pendidikan lagi. Ini keluar dari konteksnya. Harusnya media itu memberikan pendidikan politik tapi di situ terjadi penyelewengan pergeseran,”
MATA MEDIA Ia juga menambahkan, media yang seperti itu harus diingatkan dalam tugas pokok dari media itu sendiri. Tak hanya itu, masyarakat juga akan dirugikan ke t i k a m e d i a n y a m e n y a m p a i k a n pendidikan yang tidak sehat. Masyarakat yang seharusnya mendapat pendidikan politik malah dibuat bingung tentang kondisi perpolitikan saat ini. “Ini pembelajaran kepada masyarakat. Jadi jangan menerima begitu saja berita yang ada tapi harus bisa memilih memilah mana yang harus dimakan dan dimuntahkan ke tempat sampah,” papar Yahya. Ia juga menegaskan, masyarakat terlebih dulu harus melakukan cross check dengan media lain agar mendapatkan berita yang seobjektif mungkin. Masyarakat juga bisa dijadikan sebuah refleksi apakah sebuah media massa itu sudah bersifat objektif atau belum. “Masyarakat itu semakin kritis kepada media dan itu bagus untuk masyarakatnya. Bagus untuk media jadi medianya dituntut untuk selalu harus memberikan seobjektif mungkin,” ujar Zaki. Sedang menurutnya, selama ini masyarakat belum sepenuhnya sadar akan pentingnya pengawasan media masyarakat. Dibuktikan dari laporan pada AJI, selama ini belum ada laporan mengenai pelanggaran Pemilu. Padahal selama ini ia yakin, mungkin ada pelanggaranpelanggaran yang terjadi selama Pemilu. Namun AJI sendiri sebenarnya telah menulis buku berjudul “Wajah retak media” yang di antaranya menyangkut pelanggaran Pilkada. “Secara institusi, medianya tidak menunjukkan kesalahan tapi seperti terlalu menampilkan figurfigur tertentu jadi tidak terkontrol menajemen,”tambahnya. Menurut Zaki, masyarakat juga harus cerdas melihat peta pokoknya seperti apa. Masyarakat juga harus mengenali hal-hal berkaitan media tersebut. Pemiliknya siapa? mendukung partai apa? didanai siapa? Dan lainnya. Hal tersebut harus dipetakan agar masyarakat bisa menilai media itu secara objektif. Ini juga penting jika ada indikasi suatu media terlalu berpihak pada sebuah partai. Masyarakat harus mulai melek tentang apa yang media massa sampaikan.
Pemilik Media yang Terjun 20 Politik
7 1
Media Online
Media Cetak
Media Radio
22
Media Televisi
PT. Global Mediacomm, Tbk.
1 0
Media Online
0
Media Cetak
2
Media Radio
Media Televisi
CT Corp
0 1 171 Media Radio
20
Media Online
Media Cetak
Media Televisi
Jawa Pos Group
0 1 0 Media Online
Media Radio
2
Media Cetak
Media Televisi
Bakrie & Brothers
Visi Media Asia
1
Media Televisi
3 0
Media Online
Media Cetak
Media Group Ilustrasi:Norman Husein
52
0
Media Radio
Sumber data: Nugroho, Y.,Putri,Da.,Laksmi.S.2012.m emetakan lanskap industri media kontemporer di Indonesia
suakaonline.com
VISIT
NOW! @lpmsuaka lpmsuaka redaksi.suaka@gmail.com
MENYAJIKAN BERITA SECARA AKURAT, Interaktif, dan menarik
CERPEN
You Are
the Apple of My Garden Hujan turun...
Oleh Yudha Apriansyah
P
erbincangan itu berhasil ku rekam dalam otakku. Perbincangan yang berlangsung di sebuah taman mini yang sebenarnya adalah halaman sebuah rumah yang sengaja dijadikan asri oleh sang penghuni. Berisikan bermacam-macam tanaman. Ada apel, jeruk purut, mahkota dewa, cabe, pohon saga, sirih, bonsai, bunga mawar dan pohon tomat. Ya, mereka berbincang-bincang kawan, pohonpohon itu berbicara. Perbincangan yang sulit diterima akal sehat memang, namun jika kita mau menanggalkan kewarasan kita, kita bisa mendengar mereka yang sedang berbincang, semakin tidak waras semakin jelas tiap kata yang mereka ucapkan. Hanya saja kita masih bebal mempertahankan kewarasan yang kita anggap paling mumpuni dan ampuh mencapai tujuan hidup. Tapi lihat? Bisa terlihat? Keadaan bumi seakan menunjukkan tujuan kewarasan kita sekarang. Kehancuran. “Namaku tomat, tanpa hujan aku akan kehilangan nyawa. Maka dari itu aku lebih tertarik menyembah air, ketimbang api. Banyak agama di taman ini, aku memercayai air yang memberiku kehidupan. Sirih sahabatku beragama tanah, pohon nangka beragama matahari, lebih jauhnya para pohon menjulang di pelataran rumah tetangga menyembah api. Karena menurut mereka jika matahari tak berapi, takkan ada kehidupan di dunia ini. Tapi aku lebih suka air, karena hujan lebih segar, memberikanku kesejukan. Teman baikku adalah tanah alluvial coklat kehitaman yang kaya akan hara, semacam rizobium, cacing dan seekor ulat bulu hitam. Hal yang menarik adalah aku berbakat merubah segala bentuk kekotoran dalam tanah menjadi daftar nutrisi yang melimpah seperti magnesium, kalium, besi, yodium, tembaga, seng, Vitamin A, C dan masih banyak lagi. Aku besar secara organik, maka dari itu si ulat bulu masih dengan nyaman
54
CERPEN mengunyah dedaunanku. Aku lebih baik dari manusia yang tidak mengetahui apa-apa mengenai kehidupan sebelum mereka dilahirkan. Aku tahu benar bagaimana aku bisa tumbuh besar.” “Kira kira begini ceritanya.” “Satu biji yang dibuang seorang anak muda dari mulutnya yang merasa tidak nyaman ketika menyeruput jus tomat dari warung di mana aku disenangi dan dijajakan untuk dipotong, diblend dan diberi es. Aku terima saja, karena aku menyimpan ribuan informasi dalam bagian bagian diriku takkan hilang, yang saat itu hanya berupa biji-biji. Aku menyimpan semua informasi lengkap tentang dunia, bumi, tanah, serangga, cuaca, termasuk anak muda tadi dalam manifestasi mungil, biji bijiku. Sengaja ataupun tidak, anak muda itu meludahkan satu bijiku ke pekarangannya. Aku bahagia.” “Dan inilah aku, kau lah anak muda itu. Kita terikat takdir,” katanya padaku ketika kami saling berhadapan. Kulihat dari tanah yang gembur, menjulang sebatang hijau kecil pohon tomat berumur dua bulan. Tidak lebih dari satu meter, pohon itu memiliki buah buah yang mungil, masih hijau. Dengan daun yang cukup rimbun untuk ukuran sebangsa Solanaceae (terong-terongan). Di ujung salah satu daun daunnya yang berbulu dari tangkai yang menjauh ke barat, bertengger seekor ulat bulu hitam gendut dengan tenang sedang tertidur pulas, sedangkan aku di timur.
tanaman tomat yang hijau, terlalu mencolok. Dia seakan membuatku gatal-gatal.” “Dia belum sama sekali menyentuhmu. Itu perasaanmu saja.. Manusia, saat ini sangat lemah terhadap alam, mereka menjauh dari kekerasan alam dan berlindung di titik nyaman tanpa mau belajar menjadi the fittest. Sedikit sedikit alergi. Seperti gelas tipis yang mudah pecah saja kau ini. Jika seleksi alam berlangsung seperti yang terjadi di ribuan tahun lalu, gas racun, ledakan meteor, gunung meletus dan lain-lain. Spesies manusia hanya akan punah seketika. Sedangkan para tanaman akan mempertahankan keberlangsungan kehidupan di bumi dengan menyimpannya baik-baik dalam biji-biji mereka.” “Tolong katakan pada ulat itu untuk tidak mengganggu manusia.” “Tidak ada yang mau ikut campur dengan urusan manusia di taman ini. Manusia yang mencampuri urusan kami para tanaman. Apalagi si ulat, dia hanya bisa makan, kau tidak akan menyesal tidak membunuhnya setelah melihat dia mengepakkan sayap-sayapnya.” “Baiklah, aku harus pergi.” “Ya, pergilah.”
Seakan menyadari perhatianku pada sang ulat, si tomat berbicara melalui stomata-stomata di sekujur tubuhnya. 3333“Jangan ganggu dia. Dia berhak hidup.”
Aku pergi, karena tuntutan peradaban yang sedang dan harus ku jalani. Rutinitas. Namun, perbincangan dengan tomat ku pikirkan terus menerus, semua terjadi tanpa bisa ku jelaskan dengan akal sehat. Aku gila. Yang jelas, aku bisa mendengarnya mengatakan semua itu melalui semacam senyawa kimiawi yang dia keluarkan dari sekujur tubuhnya lalu kucerna di otakku begitu saja. Mungkin stomatastomata yang menyerupai mulut itu membuatnya bisa bicara. Bukan
“Aku geli melihat seekor ulat hitam di
hanya tomat sebenarnya, tapi pohon
55
lain pun, semua seperti sambungan telefon, memiliki koneksi dan kode masing masing agar terhubung yang bisa kau koneksikan dengan hati dan otakmu. Dalam hal ini aku lebih terikat dengan tomat karena ikatan takdir kami. Pernah ku pertanyakan fenomena ini kepada si tomat. Dalam umurnya yang hanya 4 bulan, dia mengatakan mungkin saja kulitku menerima semua impuls senyawa k i m i a w i d a r i n y a d a n menerjemahkannya dengan proses neuron biasa. “Neurosis? Psikoneurosis kah? Itu artinya mentalku terganggu!” pekikku di tengah rutinitas yang mengagetkan orang orang di sekitar. Aku malu. Ya, rasa malu menunjukkan aku masih menjaga kehidupan sosialku. Bagaimanpun juga, aku hidup dalam peradaban yang tidak menganggap normal sebuah perbincangan dengan pohon tomat. Aku harus menyimpan kegilaanku bersama tomat dan mengedepankan kewarasanku bersama manusia. Aku harus sadar betul itu, menjadi the fittest yang dikatakan tomat tidak sama dengan the fittest abad ini, semua tentang uang. Jika seseorang memiliki uang banyak, dia yang akan menjadi the fittest. Ku pikir tak ada yang mau mempekerjakan orang yang berbicara dengan pohon tomat, aku harus jadi the fittest. Aku bisa langsung dipecat jika ketahuan punya semacam ketidakwarasan berbincang-bincang bersama tomat. Ta t a n a n a b a d i n i , m e n u n t u t kewarasan sebelum menjadi tidak waras sepenuhnya karena mabuk kekayaan. Aku belum kaya, untuk itu aku butuh kewarasan lebih dari apapun saat ini. Setelah itu akan kutanam berhektar-hektar perkebunan tomat untuk kuajak mereka berbincang-bincang sepanjang waktu hingga tutup
CERPEN usiaku. Tapi belum saatnya, tidak.. Maafkan aku tomat, saat itu kuputuskan tuk menjauhi tomat. Aku harus menjauhimu. Dan kujauhi tomat pelan-pelan. Hasrat untuk menjadi waras selalu saja terganggu jika aku melewati taman dan melihat si tomat yang sedang tersiram sinar matahari, menjadi tidak waras ternyata adalah kemampuan alami yang menyenangkanku. Jadi, sesekali aku masih menguping pembicaran si tomat dengan pohon lain. Hampir dua minggu aku tak duduk di taman rumah. Bisa dibayangkan betapa gilanya aku di mata orang ketika mereka melihat aku berbincang dengan pohon tomat. Tapi semua berubah.. Suatu hari, ketika pohon apel berbuah. Semua tanaman di halaman seperti sibuk membicarakan sang primadona yang baru saja lahir, merah menyala. “Lihat, aku iri sekali pada apel merah itu... Begitu merah menggoda,” kata si mawar yang kalah merah. “Sebenarnya menjadi cantik adalah kutukan, apel dikutuk dalam banyak cerita. Snow White, kau tahu bagaimana apel dikesankan di sana. Adam dan Hawa. Isaac Newton, walapun kasusnya berbeda, setidaknya cerita-cerita manusia itu memberi kesan mistis pada buah itu,” Sirih menyangkal. “Bukan itu saja. Kalian tahu Alan Turning, si bapak komputer modern, meninggal bunuh diri karena frustasi terlahir gay, dia mati dengan mengigit apel yang mengandung sianida,” Mahkota Dewa menambahkan. “Aku sirih, jika kupunya kekuatan sihir aku akan merubah daun-daunku menjadi merah menyala. Tangkaiku akan kurubah jadi kuning keemasan,
lalu kuncupku akan berwarna merah muda yang lembut menenangkan hati yang melihatnya.” “Kalian, bisakah kalian bersyukur? Mawar, duri, kita adalah anugrah. Apel merah itu hanya akan menggoda penjahat untuk memetiknya. Percayalah kita tercipta dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing,” Jeruk purut yang sedari tadi mengerut dahi, mulai angkat suara. “Ini keinginan yang sangat alami. Aku bosan diciptakan tidak mampu bergerak kesana kemari. Hanya terpaku, diam hingga akhir hayat. Aku ingin menusukkan duri-duriku pada mereka yang sengaja merusak keindahanku. Kita diciptakan Tuhan menjadi makhluk yang sangat pasif, patutkah kita bersyukur?” sanggah mawar. “Bayangkan saja, jika kita berjalanjalan, aktivitas bumi akan kacau karena banyak dari kita yang terlampau besar jika berjalan bersama makhluk lainnya. Bagaimana burung-burung bisa bersarang dan bertengger jika kita hilang dari tempat seharusnya kita berada. Tanah yang kita pijak sudah beraspal dan berbatu. Tidakkah kau mengerti, kita akan mati jika diciptakan bisa bergerak bebas. Kita harusnya bersyukur tercipta pasif, tanah yang kita pijak adalah bentuk kekokohan hidup kita,” timpal jeruk purut. “Kau lupa aku percaya matahari? Kau memang penganut kepercayaan tanah yang taat.” Entahlah, dari perbincangan para pohon, aku menangkap banyak pesan bijak. Mereka menyimpan banyak informasi yang luar biasa tentang bumi. Bahkan banyak hal menyangkut manusia. Perbincangan sebenarnya
56
masih berlanjut. Hanya saja, dari tadi aku tak mendengar si tomat berbicara sepatah kata pun. Biasanya dia ceriwis. Kulirikkan mataku pada sudut taman yang lain. Kuperhatikan dia. Ah... Dia masih berdiri anggun di atas tanah, si ulat sudah menjadi kepompong ternyata. “Hey tomat, sudahlah dia bukanlah jodohmu,” kali ini cabe angkat suara. “Aku tak ingin mendengar apapun darimu.” “Kau bukanlah sebangsa buah buahan, apalagi apel yang merah merona indah. Bahkan hingga saat ini kau masih membingungkan banyak makhluk, kau termasuk buah atau sayuran.” “Aku ya aku. Aku tomat.” “Pupuskan saja rasa cintamu itu pada apel, lihat dia... Tingginya 4 kali lipat lebih tinggi derajatnya ketimbang kita.” “Aku hanya mengaguminya, tidak mencintainya... Kau tahu? Semacam perasaan yang tidak bisa kau sampaikan pada bulan di angkasa, jika kau hanya punguk yang bisa terbang di ketinggian 20 meter.” Tomat menyukai apel? Pertanyaan itu tumbuh seperti rumput dalam hati. Rasanya lucu memikirkan hal ini. Tapi dari postur yang terlihat, entah karena sikap angin yang terlau menghembus, tubuh tomat seakan miring dengan pose yang sedang menengadah memandangi apel yang menjulang di hadapannya, membuatku miris. Lalu pandanganku kualihkan ke pohon apel yang lebih tinggi tersebut. Merah. Siapapun penghuni rumah termasuk aku bisa memetiknya kapanpun mereka mau. Tapi yang lebih berhak adalah nenek, karena dia yang senantiasa mengurus taman.
CERPEN “Aku hanya mengaguminya, tidak mencintainya... Kau tahu? Semacam perasaan yang tidak bisa kau sampaikan pada bulan di angkasa, jika kau hanya punguk yang bisa terbang di ketinggian 20 meter.”
Ilustrasi:A. Rijal
Seakan ingat Tuhan, aku ingat rutinitasku esok hari. Gila banyaknya tugas dan kerjaan kantor. Kusimpan saja semua ketidakwarasan ini, kulupakan tomat. Pukul 23 di menit ke 37 detik ke 10, terbersit kejantananku. Kupikirkan kekasihku Eva yang esok hari setelah pulang dari rutinitas kantor, kami akan membicarakan soal keseriusan kami pada ayah dan ibuku, juga nenekku. Setelah itu baru ke rumah Eva untuk melamarnya langsung pada kedua orangtuanya. Ah... Bahagia namun sedikit menegangkan. Tapi itulah lakilaki, menyukai ketegangan dan tantangan. Esok hari adalah tantangan. Harus kupersiapkan energiku untuk besok. Kupejamkan mata. Pagi. Matahari seakan tak mau bertanggung jawab telah menghamili bumi, bersembunyi di balik awan-awan yang tebal. Aku melangkah kokoh menuju hari ini, Aku bukan matahari. “A, aduh neng deg-degan, takut sama mamah kamu...” “Emang si mamah teh mau ngapain kamu? Da aa teh udah gede, udah mantap sama kamu. Kamu ge harus mantap. Sing pede nyak...”
“Fiuuhh..” kulihat senyum di bibir Eva, dia melihat ke arahku, raut mukanya seakan mengatakan “Aku siap”. Senyum tipis menghiasi kami yang memasuki rumah, senyum berkembang menjadi tawa, tawa merekah jadi riang canda. “Tinggal ke rumah kamu, Sayang...” kataku sembari mencubit pipi Eva sembari ke luar dari pintu. “Iyaaa.. Alhamdulillah ya a,” katanya sumringah, mukanya seperti mawar yang mekar. Seketika pandanganku langsung tertuju pada bunga mawar indah di taman yang juga merekah merah muda sepeti pipi Eva. Akan kupetik dan kusisipkan di telinga Eva untuk menambah kebahagiaannya. Namun tanpa kusadari mata Eva telah terpaku pada hal lain. Perhatianku pun teralihkan. “A, apelnya meunii merah... Jigana enak.” Tanpa pikir panjang kulangkahkan kakiku menuju apel yang bisa kupetik dengan mudah. Hanya tinggal beberapa inci antara tanganku dan apel, aku mendengar jeritan-jeritan. 10 suara pekikan tajam menusuk telingaku. “Tidaaaaaaaaaaaaak!” sirih dan cabe menjerit.
57
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaakk!” mawar, jeruk purut menjerit histeris. “Jangaaaaaaaaaaaannnn!” tomat menangis. Tanaman-tanaman itu menjerit. Apa boleh buat, apel sudah di tangan. Dengan bingung kujauhi taman, tak mau disangka gila oleh Eva, aku berlagak tak mendengar mereka. Kuserahkan apel itu pada Eva dengan tenang aku mengatakan, “You are the apple of my heart” . Eva tersipu, pipi dan senyumnya merona indah. Lalu kami memakannya berdua. Semenjak itu tak pernah ku dengar perbincangan para tanaman lagi, telingaku jadi tuli. Atau mereka yang tak mau bicara padaku lagi, entahlah. Pernikahanku akan berlangsung di penghujung musim hujan. Dan hari ini musim peralihan, hujan memang t i d a k t u r u n . Ta p i k e h a n g a t a n matahari menyiram tubuhku. Untuk tomat, kutitikan air mataku.
*Penulis adalah mahasiswa BSI, Fakultas Adab dan Humaniora UINSGD Bandung angkatan 2009
OPINI bangsa dan terakhir keamanan bangsa. Hal inilah yang menjadi landasan bangsa Indonesia dapat bertindak secara optimal efisien. Perekonomian tak dapat lagi dipungkiri adanya. Hal ini menduduki peranan penting dalam membangun bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai perekonomian kuat daya saing globalnya, kebijakannya. Indonesia har us benar-benar memikirkan hal ini tanpa adanya pengecualian yang ada. Ada banyak hal yang perlu manajemen perekonomian mengingat Indonesia masih belajar banyak dari bangsa lain. Sosial budaya Indonesia mempunyai banyak ragam. Memainkan potensi ini secara optimal dapat mengantarkan bangsa Indonesia dapat berperan aktif dalam memainkan Global Market. Sosial budaya dengan semua bentuk potensinya perlu perhatian ekstra. Aktivitas ini merupakan refleksi dari budaya wacana (mampu membaca, menulis dan menganalisa setiap gejala sosial), biasa disebut sebagai cultural literacy. Jikalau bangsa Indonesia mau bangun dan ber martabat di mata bangsa-bangsa lain, “bangsa Indonesia adalah bangsa yang keren dengan catatan mau mengambil wawasan dari negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Lalu yang terakhir Security ( keamanan bangsa ) artinya, bangsa Indonesia perlu memperhatikan keeksistensian bangsa, mengingat bangsa Indonesia masih dalam tahap pembangunan pangkalan pertahanan. Pasar bebas atau akrab disebut Global Market ini berpotensi memicu gejolak tergeseknya kekuatan bangsa sebagai kawasan pemain utama Global Market di kawasan ASEAN. Peran pemuda Indonesia; generasi baru sangat menentukan keberlanjutan akan bangsa Indonesia. Jadi peran pemerintah dan semua komponen bangsa perlu berpikir mengenai hal ini. Jika tidak, maka bangsa Indonesia sedang menunggu lembah kehancuran sebagai bangsa yang besar dan subur sebagaimana orang-orang mengatakan, Indonesia laksana percikan surga di tengah gersangnya daratan pasir yang kering.
CATATAN UNTUK BANGSA INDONESIA DARI PPI SINGAPURA
Dokumen Pribadi
Oleh M. Irfan E
S
ebagai suatu bangsa yang mendeklarasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 yang dipelopori sederetan pahlawan nasional, Indonesia akhir-akhir ini menghadapi berbagai tantangan dahsyat terlepas dari hal-hal kecil juga kompleks. Sebagai peserta yang ingin mengetahui peran Indonesia, saya mengikuti konferensi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Singapura yang dilaksanakan di Kedutaan Besar Republik Indonesia ( KBRI ) Singapura. Sebagai bagian dari negara ASEAN, Indonesia secara geografis mempunyai posisi cukup meyakinkan untuk dapat memaksimalkan potensi perekonomian saat diberlakukannya Global Market 2015 nanti. Ada tiga hal penting har us diperhatikan Indonesia sebagai kawasan Pemain Utama Global Market ini yaitu, kontrolling perekonomian dan segala yang melatarbelakanginya, kontrolling dan memainkan peranan sosial budaya
58
Mungkinkah Indonesia mampu menghadapi Global Market? Demi Allah, Indonesia jangan pernah takut dengan segala bentuk kengerian yang ditimbulkan pasar bebas. Jikalau orang-orang muslim cinta pada Allah maka Allah akan mendesain apa yang tidak mungkin menjadi MUNGKIN. Bila Allah mengatakan “tidak mungkin”, ada sebuah cerita ketika berangkat ke Singapura dengan berbekal 47 dolar, saya merencanakan tinggal di sana empat hari dan memang tiket masa berlakunya empat hari juga. Pendek cerita ketika sampai di airport Singapura, perut menuntut dipenuhi permintaannya, lalu saya langsung mencari tempat makan dengan harga 5 dolar sekali makan. Dengan kalkulasi manusia, 47 dolar yang saya bawa tidak memungkinkan saya bisa bertahan di sana sampai empat hari. Apalagi ada biaya MRT dalam setiap perjalanan menghabiskan 2 dolar lebih. Dengan rasa kegalauan dan kehawatiran yang m en ceka m sera m ka ren a en g ga k mungkin dapat menginap di hotel dengan biaya permalamnya yang 60 dolar. Belum lagi yang lain tapi Allah menakdirkan berbeda. Ketika berjalan menuju KBRI Singapura, Kami diberikan tempat tinggal di sana dan makan yang lebih dari cukup, pokoknya makmur. Singkat cerita akhirnya saya bisa membeli sebagian oleh-oleh dan di bandara yang saya kira akan membayar karena biasanya membayar, tapi Allah mendesainnya menjadi tidak membayar. Sampai di Bandara Husen (Bandung) Allah turun tangan lagi. Ada jemputan datang dari salah satu orang tua teman. Akhirnya sampai di rumah, uang tersebut tersisa 10 dolar lebih karena ada receh, hehe... Dalam hati saya mengatakan, pasti ada faktor X yang super dahsyat. I love you my God , Allah” “Allah Engkau tidak menghitung uang saya dengan hitungan saya,, tapi Engkau menghitung uang saya dengan hitunganMu sendiri”
*Penulis adalah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris semester VII
RESENSI
Soekarno ; Ketika Bung di Ende Oleh Ratu Arti Wulan Sari
Produser Sutradara Pemeran
K
etika Bung di Ende merupakan salah satu judul film yang diproduksi Kementrian dan Kebudayaan. Selain Ketika Bung di Ende, berikut judul – judul film yang diproduksi ; Soekarno: Indonesia Merdeka ! , Kuantar ke Gerbang , 9 Reasons : Great Leaders Great Lovers. Di awal film Ketika Bung di Ende, diceritakan per juangan Soekarno melawan Kolonial selama di Bandung dan diceritakan secara cepat pengalaman beliau menjadi tahanan (di penjara Banceuy dan Sukamiskin, Bandung). Setelah ditetapkan menjadi tahanan politik, pada 1934 beliau diasingkan ke Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur tepatnya di Ambugaga, Ende. Di sinilah kisah “Ketika Bung di Ende” dimulai. Soekarno (diperankan Baim Wong) ditemani istri Ing git Ganarsih (diperankan Paramitha Rusadi), anak angakatnya Kartika, serta Ibu mertua, bertolak menggunakan kapal laut dari Surabaya menuju Ende. Di Ende, Soekarno menjadi tahanan politik yang mewajibkannya untuk melapor setiap hari ke Perwakilan Pemerintahan Kolonial Belanda. Pada mulanya Beliau beserta keluarga terpaksa tinggal di salah satu ruang kantor Pemerintahan Belanda, sampai akhirnya menyewa sebuah rumah. Beliau dan keluarga bertekad untuk berbaur dengan masyarakat asli Ende. Pada awal kedatangan Soekarno di Ende, tak banyak yang mengenal sosok Soekarno. Dalam awal pembuangannya tersebut, Soekarno merasa dirinya
: Catur Puja Sulistiwan bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan : Viva Westi : Baim Wong, Paramita Rusadi, Tio Pakusadewo, dll
tertekan. Jauh dari nuansa politik dan tak ada teman untuk berdiskusi membuatnya banyak merenung. Inggit Ganarsih membaca situasi suaminya yang merasa terasingkan. Dengan di bantu Ibunya, Ing git berusaha memenuhi semua kebutuhan suaminya (Soekarno) bahkan memastikan suasana rumah tidak asing. Serta menyajikan makanan yang sama ketika mereka masih di Bandung. Setiap pagi, seusai mengisi daftar lapor ke Pemeritah Kolonial Belanda. Soekarno berjalan - jalan dengan radius yang telah ditentukan. Beliau ditemani seorang anak laki – laki asli masyarakat Ende yang membantunya membawakan tongkat. Gerak – geriknya selalu diawasi pemerintah Belanda. Tak banyak masyarakat Ende yang mengenal sosoknya. Maka tak heran jika sapaan selamat pagi yang beliau lontarkan setiap berpapasan dengan masyarakat Ende tidak dihiraukan. Sampai suatu hari ketika tengah berjalan – jalan di pinggir pantai, beliau berpapasan dengan seorang laki – laki yang tengah memancing. Berbincang sebentar lalu menawarakn agar laki – laki itu mampir ke rumah. Dalam situasi yang sulit bergerak semacam itu Soekarno tetap berupaya agar ia dan keluarga dekat dengan masyarakat Ende. Beliau mengusulkan kepada istrinya Ing git untuk mengadakan pengajian di rumah mereka. Ide tersebut Inggit sambut dengan baik. Semakin hari, hubungan keluaraga Soekarno pada masyarakat Ende kian
59
hangat. Upaya – upaya dalam menggerakan masyarakat Ende adalah dengan membentuk teater yang diberi nama Rahasia Kalimoetoe. Naskah dan latihan drama diampu Soekarno sendiri. Dengan dibantu salah satu pastor dari Gereja di Ende. Kelompok teater Rahasia Kalmoetoe akhirnya bisa ditampilkan. Walaupun sebelumnya dihalang – halangi pihak Belanda. Rahasia Kalimoetoe sukses merebut hati masyarakat Ende. Te t a p i c o b a a n t a n p a d i d u g a menghampiri mereka. Ibu mertua Soekarno, Ibu kandung Inggit sakit parah dan menghembuskan nafas terakhir di Ende. Pukulan terbesar yang mereka terima dengan ikhlas. Ada sebuah tekanan yang membuatnya mencari makna dari Indonesia, dalam perenungannya yang panjang di bawah pohon sukun di pinggir pantai. Beliau seolah menemukan makna Indonesia dari lima gerigi daun sukun yang jatuh bertiup ke arahnya. Empat tahun sudah ketika beliau sakit parah di 1938, Kolonial Belanda memutuskan memindahkan Soekarno ke Bengkulu. Pada sebuah bagian ketika debur ombak menjadi lagu pelatarannya, Inggit bertanya pada Soekarno apa makna Indonesia bagi dirinya. Ia menjawab ; Indonesia adalah pohon yang kuat yang indah, Indonesia adalah langit biru yang terang, Indonesia adalah mega putih yang lamban, dan Indonesia adalah udara yang hangat ini.
STETOSKOP
Sarapan untuk Gaya Hidup Sehat
Oleh Firda Firdianti Iskandar
M
akan bagi manusia sudah menjadi aktivitas sehari-hari yang tidak bisa dilewatkan. Karena dari asupan makanan lah manusia dapat menjalankan segala macam kegiatannya. Sebelum menjalankan rutinitas harian, manusia layaknya mengisi tubuh mereka dengan energi yang cukup. Maka, makan di pagi hari atau sarapan dapat dikatakan waktu yang paling tepat untuk menimbun energi. Namun banyak anggapan salah kaprah tentang sarapan, sehing ga banyak orang memilih untuk menghindari makan pagi ini. Umumnya, waktu makan manusia dibagi menjadi 3, yaitu makan pagi, siang dan malam. Sayangnya tidak semua orang makan dengan pola umum tersebut. Banyak orang menghilangkan salah satunya, biasanya makan pagi atau makan malam yang dihilangkan. Sarapan sendiri dapat diartikan memasukkan makanan ke dalam tubuh setelah semalaman tidak diberi asupan apapun. Setelah beristirahat selama beberapa jam, tentunya tubuh memerlukan gizi untuk memulihkan metabolisme. Dengan pengertiannya pun kita jelas bisa paham, sarapan adalah hal esensial. Namun ironisnya, menurut survey oleh Pakar Gizi IPB, 60% masyarakat Indonesia melewatkan makan pagi. Mengabaikan Sarapan Fakta membuktikan, masyarakat khususnya yang tinggal di daerah perkotaan, lebih jarang melakoni aktivitas pagi ini. Seperti yang diungkapkan Jenny
Goenawan, Senior Business Development Manager Excelso, kesibukan orang perkotaan menuntut kepraktisan dalam melakukan sesuatu. Maka, sarapan dianggap bukan perkara penting. Bermacam alasan ditemui tentang mengapa orang tidak sarapan. Di antaranya karena jadwal yang padat, seperti dikatakan Ghemy Widi Astuti yang mengaku kerap kali melewatkan sarapan karena takut terlambat masuk kelas. “Kalau saya bikin sarapan dulu pasti telat. Lagian udah kebiasaan gak suka sarapan dari SMA,� ujar mahasiswi Jurusan Psikologi ini pada Suaka, Senin (7/10). Menurutnya, ia selalu baik-baik saja walaupun tanpa sarapan terlebih dahulu. Ada pula pemikiran, sarapan dapat berisiko sebagai pemicu peningkatan berat badan. Pemikiran itu didasari bahwa dengan sarapan, kita akan merasa semakin lapar kemudian makan banyak di siang hari yang tentunya akan berpengaruh pada berat tubuh. Memang banyak orang yang beranggapan sama dengan pendapat di atas. Namun, ternyata sarapan itu sangat penting adanya. Daripada membawa dampak buruk, tentunya sarapan memiliki banyak manfaat, salah satunya memberi energi untuk otak, sehingga orang yang kerap makan pagi akan lebih mudah berkonsentrasi di kelas. Ini terjadi karena selama tidur beberapa jam, otak kita akan sangat kelaparan, maka sarapan menjadi hal tepat untuk mengembalikan energi ke
60
organ yang paling krusial dalam tubuh manusia ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan K.A. Wesnes. C. Pincock D. Richardson, G Helm, ahli Gizi Inggris dalam risetnya kepada anak sekolah yang diberi glukosa sebelum memasuki kelas, dan ada yang tidak mengonsumsi apapun. Ketika diberi persoalan hafalan, anak yang makan pagi terlebih dahulu terbukti dapat mengingatnya lebih baik. Didapat kesimpulan, dengan sarapan yang baik, dapat meningkatkan kemampuan otak sehingga mempertajam daya ingat. Manfaat selanjutnya adalah sarapan dapat mengurangi risiko Coronary Heart Desease (CHD) atau penyakit jantung koroner. Ini dibuktikan deng an penelitian teranyar pada April lalu oleh American Heart Association. Mereka menemukan, orang yang melewatkan sarapan dapat meningkatkan kemungkinan ter jangkit penyakit mematikan ini dibanding yang menyempatkan diri untuk makan pagi. Hal ini dikarenakan setiap waktu tubuh membutuhkan toksin (zat yang dihasilkan tubuh menyatu dengan toksin, dihasilkan bakteri yang menyebabkan toksin itu tidak berbahaya-red) juga imun dari dalam. Jika kita tidak mengisi perut kita di pagi hari, virus dan penyakit akan mudah memasuki badan yang kosong. “Selain mencegah CHD, sarapan juga dapat mengurangi risiko hipertensi, kolesterol dan diabetes mellitus, jika mendapat asupan yang sesuai,� jelas mereka dalam jurnal internasionalnya yang berjudul Circulation, Jumat (4/10).
STETOSKOP Kemudian, sarapan juga terbukti ampuh mencegah stres. Kita semua tahu, manusia sangat mudah stres dengan berbagai alasan, salah satunya lelah. Dengan mendapat asupan yang cukup sebelum melakukan aktivitas rutin, badan akan lebih segar dan tidak mudah letih karena energi dalam tubuh cukup untuk menjalani hari. Kita bahkan bisa mengidentifikasi seseorang yang sarapan dan yang tidak. Biasanya yang sempat makan pagi, wajahnya terlihat lebih berseri. Namun, kita harus ingat, berbagai manfaat sarapan yang telah disebutkan di atas hanya bisa didapatkan jika kita memakan makanan yang sesuai dengan kalori yang dibutuhkan. Salah-salah, bukannya menyehatkan malah membawa dampak buruk. Sayangnya banyak orang belum memahami prosedur sarapan yang baik. Beberapa kebiasaan buruk yang biasa dilakukan masyarakat adalah memakan bahan makanan yang mengandung
TIPS!
S
esuai dengan kebutuhan kalori manusia per harinya yaitu sekitar 2000-2500 kkal (kilo kalori-red), maka kita harus bijak memilih menu makanan untuk disantap pada waktu sarapan. Makan pagi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan 1/4 kalori yang dibutuhkan tersebut. Berikut bahan makanan yang baik dikonsumsi untuk sarapan: 1.Susu dan segala produk olahannya Susu yang merupakan protein hewani memiliki banyak vitamin A, B2 dan D yang baik untuk mata, darah dan tulang untuk pertumbuhan. Protein dalam susu pun ampuh untuk membangun jaringan dan otot dalam tubuh. Cukup minum segelas susu atau yoghurt yang tak terlalu asam cukup memberikan energi hingga siang nanti! 2.Telur Kandungan yang dimiliki telur sebenarnya tidak begitu jauh dengan susu. Namun yang menjadikannya lebih dari susu adalah telur mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan manusia setiap harinya. Ratu juga
sangat banyak karbohidrat kompleks, seperti mie instan. Dalam satu kemasan mie, terdapat sekitar 330 kalori, Anda dapat mengeceknya sendiri di kemasan mie instan. Dengan mengonsumsi 2 bungkus mie instan saja sudah memenuhi 1/3 kebutuhan kalori manusia tiap harinya. Parahnya lagi, orang senang memadukan mie instan dengan nasi yang kita tahu keduanya mer upakan karbohidrat murni. Mengonsumsi makanan seperti ini ketika sarapan tentunya tidak baik karena tidak diragukan lagi akan menambah berat badan bahkan menjadi penyebab obesitas. Selain itu, mie memiliki kandungan gizi yang tidak lebih banyak dari bahan kimia di dalamnya. Misalnya Monosodium Glutamat (MSG) yang mana merupakan pemicu kanker jika mengendap terlalu lama di dalam tubuh manusia. Apalagi jika dikonsumsi untuk sarapan. Ketika organ pencernaan kita masih kosong, kandung an bahan peng awet dan
penyedap rasa seperti itu akan menyakiti lambung dan usus manusia. Mengerikan bukan? Kebiasaan buruk lain yang dilakukan manusia kini adalah budaya memakan junk food untuk sarapan. Restoranrestoran ce pat saji bahkan kini menyediakan paket khusus breakfast. Entah karena memang tidak sempat membuat sarapan sendiri atau karena sudah adiktif terhadap fast food. Orang memang banyak yang memilih makanan tersebut untuk menu makan pagi mereka. Padahal makanan cepat saji memiliki kandungan gizi yang rendah, sebaliknya kalori dari lemaknya sangat ting gi. Tidak heran makanan ini memiliki padanan kata junk food yang berarti makanan sampah. Seperti pula yang diutarakan mahasiswa Teknik Pangan Universitas Padjadjaran, Ratu Gita Prilia. “Fast food itu sangat sedikit gizinya, sangat tidak baik dimakan kalau sarapan. Makanya disebut junk food.� jelasnya pada Suaka, Selasa (8/10).
menjelaskan lebih lanjut manfaat dari protein di dalam tubuh manusia. Menurutnya, sarapan berprotein sangat penting karena protein dapat mengatur dan membentuk zat di dalam tubuh manusia. 3.Serealia Sereal di sini termasuk nasi di dalamnya merupakan sumber karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang dimasukan ke dalam tubuh akan dibakar menjadi energi yang dibutuhkan tubuh sebagai sumber tenaga. Walaupun kalorinya cukup tinggi, namun kadar lemak di dalam serealia seperti roti, nasi dan gandum terhitung sedikit. Karbohidrat kompleks akan melepaskan energi sepanjang pagi sehingga mencegah terjadinya ketegangan otot. 4.Buah-buahan Tidak diragukan lagi kandungan vitamin dan mineral yang dimiliki buah. Segala vitamin terdapat pada buah-buahan yang berbeda. Makanan yang satu ini juga rendah kalori lemaknya sehingga sangat menguntungkan bagi yang tidak ingin badannya bertambah. Memang sangat dianjurkan pada saat sarapan untuk tidak mengonsumsi makanan dengan lemak tinggi untuk mencegah
kolesterol. Daya tahan tubuh setiap orang memang berbeda. Ada yang rentan terjangkit penyakit, ada pula yang cukup kebal terhadap virus atau bakteri. Ini tergantung zat imun yang dimiliki tiap individu. Maka memang tidak heran banyak yang melewatkan sarapan sebagai aktivitas penting namun tidak berdampak apa-apa, seperti yang dirasakan Gemy dan bahkan mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal dalam Islam pun, jika kita berpuasa, kita dianjurkan untuk sahur sebelum adzan Subuh berkumandang sebagai pengganti sarapan di pagi hari. Dengan berbagai manfaat yang didapat dari sarapan, alangkah baiknya mulai membiasakan diri mengonsumsi makanan bergizi di pagi hari, tentunya dengan prosedur yang benar. Sediakanlah waktu 10 menit untuk bersarapan sebelum memulai aktivitas. Maka dengan membiasakan diri sarapan, Anda telah memulai gaya hidup sehat. Ingat selalu pepatah, “The greatest wealth is health�. Dan adalah suatu kewajiban bagi semua manusia untuk menjaga kesehatan mereka masing-masing. Jika kita tidak menjaga tubuh kita, lalu siapa lagi?
61
BOTRAM
B
anyak orang menyukai daging ayam. Dengan sajian digoreng, dibakar, dipepes atau diracik sedemikian rupa. Namun, ternyata bukan hanya bagian tubuh ayam saja yang diminati banyak orang seperti bagian dada, sayap atau paha. Bagian kaki ayam atau lebih akrab dengan sebutan ceker pun begitu diminati masyarakat Indonesia. Di Indonesia, seiring berkembangnya kreativitas masyarakat kita, kini ceker ayam tidak hanya dihadirkan sebagai makanan pelengkap, melainkan menu utama yang diracik sedemikian rupa. Dari mulai ceker bercita rasa ekstra pedas yang sedang diminati masyarakat zaman sekarang, hingga keripik ceker ayam sebagai cemilan ringan. Adakah Manfaat dari Ceker Ayam? Meski letaknya berada di paling bawah bagian tubuh ayam dan selalu menginjak kotoran di tanah, namun kelebihannya tak bisa diragukan. Dikutip dari Wikipedia, ceker ayam banyak mengandung gelatin sebagai penyusun kolagen juga zat fosfor yang sangat baik untuk pertumbuhan tulang. Kedua zat tersebut berkhasiat mencegah penyakit Osteoporosis. Kolagen ini juga berguna untuk mempertahankan elastisitas otot tubuh manusia, karena
Cekeran Midun, Bisnis Sukses Berawal dari Rasa Suka
J
angan salah. Ternyata hobi juga bisa menjadi peluang bisnis bagi sebagian orang. Salah satunya adalah Tiara Puspita Indah. Wanita berjilbab ini merupakan alumni Manajemen UIN Bandung angkatan 2009. Bersama 3 orang kawannya dari kampus yang berbeda, yakni Rizky, Akhmad dan juga Lisna, mereka
Oleh Hilda Kholida ISTIMEWA
merupakan struktur organik pembangun tulang, gigi, sendi, otot dan kulit.
Bagaimana dengan Ceker Ayam di Luar Indonesia? Tidak hanya itu, kolagen juga Jika masyarakat Indonesia begitu membantu menurunkan kadar renin d a l a m p l a s m a , s e h i n g g a t i d a k menggemari bagian kaki ayam atau meningkatkan tekanan darah, sangat baik ceker, lain pula dengan masyarakat untuk dikonsumsisi penderita hipertensi. A m e r i k a S e r i k a t s a n a . M e r e k a Selain kolagen dan fosfor ada juga menganggap bagian ceker sebagai protein, kalsium, omega 3 dan omega 6 limbah yang hanya layak dimakan oleh binatang ternak. Tak hanya bagian kaki, yang dimiliki kaki ayam ini.
mendirikan sebuah tempat makan yang diberi nama Cekeran Midun. Tempat makan ini sudah cukup terkenal di Kota Bandung. Dari kalangan remaja SMA, mahasiswa hingga orang tua datang untuk menikmati hidangan ala Cekeran Midun ini. Dan tempat makan ini adalah yang pertama di Kota Bandung yang menjadikan ceker sebagai menu utamanya. “Karena banyak peminat ceker, dan kalo di Bandung sendiri kan belum ada tempat makan yang menyajikan ceker sebagai menu utama. Nah, kita pengin menjadi pendobrak utama yang buka restoran bermenu ceker,� ungkap Tiara saat ditemui di tempat usahanya, Selasa
62
(1/10). Namun, siapa yang menyangka ternyata usaha yang dirintisnya sejak 2011 itu dimulai deng an cara menawarkannya ke kampus-kampus hanya deng an ber modal plastik pembungkus. Hingga Februari 2013 mereka baru mendirikan tempat makan yang tak lama menjadi bahan pembicaraan masyarakat karena rasanya yang mantap. Tiara dan keluarganya mengaku sangat gemar terhadap ceker. Hingga dibukalah Cekeran Midun. Kata Midun sendiri berasal dari nama panggilan Rizki, yang tak lain adalah kakak dari Tiara, serta penanggung jawab utama
BOTRAM merupakan olahan ceker ayam lezat seperti yang ada di negeri kita, Indonesia. Sebutannya saja Zombie Ceker, sudah pasti terdengar mengerikan. Ini karena beberapa waktu lalu ditemukan ribuan kilogram ceker, babat, dan tenggorokan ayam yang sudah disimpan selama lebih dari 10 tahun lamanya dan d i s e g a r k a n ke m b a l i menggunakan zat kimia berbahaya.
bagian kepala, usus, hati, ampela, jantung dan juga tungir ayam sama-sama dianggap sebagai makanan tak layak dikonsumsi manusia. Sedangkan di negeri Cina, ceker menjadi bahan pembiacaraan akhir-akhir ini. Jiangshi Fengzhao dalam bahasa Cina yang berarti Zombie Ceker cukup menghebohkan masyarakat Cina. Tapi, namanya yang unik bukan berarti
tempat makan ini. Tidak hanya namanya yang unik, cara pengolahannya pun lebih istimewa lagi. Ceker ayam direbus hingga empuk dengan proses perebusan yang cukup lama, dari mulai 1 hingga 2 jam lamanya. Lalu dipadukan dengan bumbu racikan khusus. “Kalau faktor menarik, kita tiap bulannya rutin buat promo, baik itu di twitter setiap hari. Kita gak hanya nyediain menu sama pelayanan aja, tapi kita tuh pengin nyediain konsep yang berbeda dari orang-orang,� ungkapnya. Menu yang menjadi favorit di tempat makan ini adalah Lapindo dan Setan Merapi. Dalam sehari mereka
Diambil dari Liputan6.com, Beijing. Kasus itu terungkap di Barat Daya Guangxi, Cina pada Bulan Mei 2013 oleh pihak kepolisian Cina. Dikatakan juga di Antara News, beberapa pengusaha ilegal mengimpor makanan beku seper ti ceker ayam tanpa pemeriksaan kemudian mengolahnya di pabrik-pabrik kecil sebelum dijual ke pengecer di seluruh Cina. Wah seram juga ya.. Nah ini bisa menjadi pelajaran untuk kita dalam mengolah makanan apa pun, teliti dan hati-hati ya!
bisa menghabiskan ceker dari 60 hingga 70 kg. Omsetnya sendiri berkisar 5 sampai 7 juta rupiah untuk setiap bulannya. Tiara bercerita ingin membuka cabang di daerah sekitar Buah Batu, Cihampelas dan Kiaracondong. Meski tempatnya sampai saat ini belum didapat. Wah keren banget ya, belum genap 8 bulan, namun namanya sudah terkenal di mana-mana. Dan pada intinya hobi itu gak melulu menguras habis uang kita. Hobi juga ternyata bisa menjadi ladang kita untuk mendapatkan keuntungan.
63
PAGUYUBAN
Belajar Aksara Kuno Bersama AKSAKUN Oleh Dinda Ahlul
A
nda tertarik mempelajari tulisan kuno, atau ingin mengetahui lebih luas bagaimana cara aksara-aksara kuno itu bisa dibaca di zaman seperti sekarang? Segala rasa penasaran Anda bisa terjawab serta teratasi di Komunitas Aksara Kuno Nusantara (Aksakun) yang membuka kelas belajar tentang berbagai jenis aksara kuno yang ada di Nusantara secara gratis. M e l a l u i ke m a p a n a n t e k n l o g i inter net, komunitas yang fokus mengkaji aksara kuno dan budaya di Nusantara itu, menyediakan kelas belajar berbasis online. Kini, siapa pun yang ingin belajar tidak usah repot lagi mengunjungi program kelas belajar Aksakun yang rutin digelar setiap Jum'at di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Balai Bahasa Unpad. “Dengan mengakses aksakun.org, semua orang bisa mengikuti kelas aksara kuno free, kelas ini terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar. “Program belajar secara online ini sengaja kami sediakan agar memudahkan metode pembelajaran. Dan website kami pun dilengkapi games serta berbagai aplikasi yang menunjang proses belajar sehingga tidak membosankan,” kata Wisnu salah
seorang anggota aktif di Komunitas Aksakun saat diwawancarai Suaka. Menurut Wisnu, lewat pemanfaatan dunia maya itulah, Komunitas Aksakun mampu bertahan dengan tetap konsisten membagi ilmu lewat metode belajar mengajar, baik secara tatap muka langsung, maupun hanya sebatas online. Lebih lanjut Wisnu mengatakan, hal itu tetap dilakoni komunitas yang berdiri atas gagasan Shinta Ridwan bersama sekelompok anak muda yang peduli terhadap keberlangsungan aksaraaksara kuno yang tersebar di bumi pertiwi itu, untuk bisa menjadi wadah masyarakat dalam melestarikan berbagai aksara kuno dan budaya masyarakat yang dinilainya semakin redup. “Apa yang dilakukan Aksakun sesuai dengan visi misi komunitas saat pertama dibentuk. Komunitas Aksakun memang didirikan atas dasar keprihatinan kita selaku anak muda dengan melihat kenyataan yang ada, bahwa sekarang minat remaja untuk mempelajari atau hanya sebatas mengenali aksara-aksara kuno sangat minim,” tutur Wisnu saat ditemui di Common Room. Komunitas yang pernah diundang sebagai bintang tamu di program acara Kick Andy di Metro TV tersebut, diakui Wisnu pada awalnya kegiatan menulis aksara kuno yang digelar Aksakun hanya diminati sebagian orang dan fokus mengkaji aksara Sunda Kuno. Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat yang ingin bergabung di Aksakun muncul tidak hanya dari masyarakat sunda. “Kebanyakan yang ikut malah anak Punk. Tapi sekarang peminatnya malah datang dari berbagai daerah, dari anak kecil sampai yang sudah lanjut usia. Mereka ikut belajar bersama di kelas, maka kami pilih untuk mengkaji juga aksara kuno lainnya yang tersebar di Nusantara,” katanya. Tidak hanya sebatas di Kota Kembang saja, dengan bertambahnya peminat dari berbagai belahan Nusantara. Program kelas menulis aksara kuno Nusantara juga dilakukan penggiat Aksakun di daerahnya masing-masing. Salah seorang penggiat Aksakun asal Bali dan Jawa misalnya, ia turut ikut membuka kelas menulis Aksakun di
64
tanah kelahirannya dan memperkenalkan aksara kuno bahkan aksara sunda pada masyarakat di sana. “Ini juga bisa menjadi salah satu senjata ampuh, untuk memperkenalkan budaya dan bahasa Parahyangan pada orang-orang di sebrang pulau sana. Selain itu kita juga bisa sekaligus mempelajari budaya Nusantara lainnya,” ucap Wisnu. Bukan hanya sebatas menggelar kegiatan belajar munulis aksara kuno, Komunitas Aksakun pun kadang melakukan tour ke beberapa museum dan sering mengikuti berbagai pameran serta memperkenalkan aplikasi karya mereka di pameran tersebut. Selain itu, aksara-aksara sunda yang mereka buat, biasanya dituangkan dalam berbagai karya tulis. Dan tak jarang tulisan hasil dari Komunitas Aksakun ini muncul di berbagai media, khususnya cetak. Yang lebih menarik lagi, karya dari Komunitas Aksakun ini, dituangkan dalam lukisan-lukisan yang mereka pamerkan pada acara pameran-pameran tertentu. Sedangkan untuk aksara sunda sendiri, mereka amalkan ilmunya dengan mengkaji dan menerjemahkan naskahnaskah hingga prasasti-prasasti sunda kuno. “Salah seorang anggota kami telah selesai menerjemahkan naskah sunda kuno sunda asli yang ditulis menggunakan aksara sunda. Rencananya tulisan tersebut akan dituangkan ke dalam sebuah buku yang akan diterbitkan salah satu penerbit di Bandung,” tutur Wisnu. Wisnu berharap, anak muda di seluruh Nusantara mulai peduli pada aksara-aksara kuno dengan tetap mempelajarinya. K arena hal itu menurutnya bisa menjadi satu bukti dan juga tolok ukur, bahwa anak-anak muda masih memperdulikan akan kekayaan budayanya sendiri. “Lewat Komunitas Aksakun inilah, kepedulian anak-anak muda di Bandung bisa terlihat dan ternilai. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan peduli dengan budaya dan aksara-aksara kuno di Nusantara. Mari bergabung,” ujar Wisnu mengakhiri.[]Dinda Ahlul, Resita Noviana/Suaka.
MIMBAR
PRAKTIK JUAL BELI DAKWAH LEWAT DA’I BERTARIF Pendakwah yang memasang tarif di setiap ceramahnya, akan memicu timbulnya komersialisasi dan komodifikasi Agama atau bahasa sederhananya disebut dengan praktik jual beli agama.
Oleh Resita Noviana
SUAKA/A.Rijal
D
unia dakwah baru-baru ini dibuat malu dengan munculnya pemberitaan pada s a l a h s e o r a n g u s t a d z k o n d a n g. Setidaknya hal itu diungkapkan Sekretaris DPD Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Ustadz H. Novel Bamu'min. Seperti dilansir dari portal berita liputan6.com, Ustadz Kondang Mahmoed Solehudin atau yang dikenal dengan sebutan Ustadz Solmed batal mengisi pengajian di Hongkong pada September 2013. Seperti diberitakan, Ustadz Solmed di undang jemaah pengajian Thariqul Jannah untuk mengisi ceramah. Namun rencana tersebut gagal karena pihak jemaah yang diwakili Lifah Khilafah terpaksa membatalkan kerja sama lantaran sang ustadz kondang meminta tarif bayaran lebih tinggi berbeda dari kesepakatan sebelumnya. Melihat fenomena demikian, Dai muda yang pernah megikuti akademi sahur indosiar 2013 Muslim Asmi, menganggap adanya pendakwah yang memasang tarif di setiap ceramahnya, akan memicu timbulnya komersialisasi dan komodifikasi agama atau bahasa
sederhananya disebut dengan praktik jual beli agama. “Apabila hal itu memang betul-betul dilakukan oleh seorang da'i, dengan memasang tarif khusus, misalnya baru mau datang isi ceramah dengan bayaran sekian, kalau dibayarnya kurang dia tidak mau datang, maka jelas itu menurut saya tidak boleh. Karena hal itu sudah bisa dimasukan dalam kategori memperjualbelikan agama,” kata laki-laki yang sedang menempuh pendidikan di pascasarjana UIN SGD Bandung. Salah seorang da'i yang sudah 35 tahun menjalani dakwah, mengatakan sudah menjadi sebuah keharusan bagi seorang da'i mejalankan dakwahnya dengan penuh keikhlasan hati dan niat yang kokoh untuk tepat mengharapkan ridho ilahi. "Mubaligh haruslah memiliki sifat uswatun hasannah, rendah hati, sopan dan ia harus memiliki lalu memahami ilmu secara lebih, supaya tidak menyesatkan," kata Abdul Hamid yang juga merupakan dosen UIN SGD Bandung. Kasus yang menimpa Ustadz Solmed, tentunya tidak lepas keterkaitannya dengan realita yang
65
terjadi dalam dunia dakwah. Seperti sudah menjadi rahasia umum, da'i yang telah selesai mengisi ceramah, akan diberikan honor oleh jemaat yang mengundangnya. “Bahkan yang saya alami dan para mubaligh lain, jumlah nominal yang dikatakan tarif tersebut diberikan serta ditetapkan oleh jemaah tabligh itu sendiri, bukan keputusan atau pun ketentuan mubaligh-nya, itu bisa dikatakan bentuk kesukarelaan dan kesadaran pihak yang mengundang,” kata laki-laki lulusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Fakultas Tarbiyah Keguruan UIN Bandung itu. menekankan. Selain itu ia beranggapan seorang da'i menerima imbalan berupa uang atau apapun setelah memberikan ceramah merupakan suatu hal yang wajar. Hal itu didasari atas hukum islam yang m e n y e b u t k a n , ke t i k a s e s e o r a n g mengajarkan Al-Quran dan ilmu-ilmu yang ber manfaat memang berhak mendapatkan upah atas jasanya itu. “K arena kalau mereka semua berhenti mengajar ilmu-ilmu Islam dan beralih profesi berdagang di pasar, maka siapa lagi yang akan mengajarkan dan
MIMBAR ...yang haruslah dipahami, manajemen da'i tentu berbeda dengan manajemen artis... memfokuskan diri menjadi seorang pendakwah. Apalagi mengingat hukum dakwah bagi umat islam adalah wajib. "Dakwah bisa ditetapkan wajib kifayah, yakni bisa diwakili oleh sebahagian orang yang ahli (lulus seleksi) baik secara moral, intelektual maupun spiritual. Sedangkan dalam rangka menambah kuantitas da'i, dakwah bisa ditetapkan sebagai wajib 'ain yaitu setiap individu muslim mukallaf," ucap laki-laki yang berhasil masuk keputaran final itu. Untuk itu, menghindari munculnya kembali permasalahan mengenai da'i yang memasang tarif, Asmi Muslim mengimbau agar siapa pun muslim yang memilih menjadi pengingat bagi kaum yang lupa agar tetap berada di jalan sesuai syariat islam, har uslah kembali m e n g o ko h k a n n i a t d a n keimanan mereka, bahwa dakwah yang dilakukan hanya demi mendapat ridha ilahi tak ada yang lain. “Sesung guhnya semua berakar dari managerial da'i itu sendiri. Tidak ada yang salah apabila da'i memiliki management sendiri, tapi satu hal yang haruslah dipahami, management da'i tentu berbeda dengan manajemen artis, di mana manajemen ini bukan dimaksudkan untuk mengorbitkan atau menjadikan seseorang terkenal di mata masyarakat selaiknya manajemen selebritis, bisa fatal akibatnya apabila dai dimanajemeni ala selebritis,” tegas Asmi Muslim. Perlu diyakini bahwasanya seorang da'i yang tulus dan ikhlas dalam berdakwah tanpa pernah sedikit pun terbersit d a l a m hatinya menjala
66
nkan tugas mulia (berdakwah) tersebut untuk bisa mengumpulkan pundi-pundi kekayaan duniawi, serta ketenaran yang sifatnya sesaat, maka ia pun akan merasakan kenikmatan dari Allah SWT pada nantinya. “Tunggu saja pada akhirnya, tanpa diminta, seorang da'i yang demikian akan dikenal sendirinya oleh masyarakat luas. Hal itu tak lain karena skenario Allah, dan perlu diingat pendakwah seperti itu dikenal karena hasil buah kegigihan, kesabaran, dan kesungguhannya dalam berdakwah demi menyeru umat berada di jalan Allah SWT,” ucap Asmi Muslim mengakhiri. “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat,,(HR.Turmudzi)”. []Kru Liput : M.Zein.
SUAKA/A. Rijal
mempertahankan agama ini. Karena itu, mereka berhak mendapatkan upah atas kerja mereka yang sangat berharga,” terangnya. Namun, Asmi pun menyadari, pemberian honor tersebut masih menimbulkan perdebatan, karena hal seperti itu menurut dia tidak bisa secara langsung divonis haram dan juga tidak bisa dikatakan secara umum boleh. Jadi ia lebih menilai hal seperti itu merupakan tradisi masyarakat Indonesia. “Tapi yah perlu dilihat kasus dan kondisinya, bagi pengundang yang memiliki dana besar, mungkin tidak masalah. Lha kalau yang ingin mengundangnya seret dipendanaan, apa harus tidak jadi menggelar pengajian atau tabligh di tempatnya, tentu tidak dong,” imbuhnya. H a mp ir ser up a den g a n A smi Muslim, Tsani Liziah, da'i muda yang berhasil masuk tujuh besar dalam program acara Dai Muda pilihan AnTV tersebut memilih untuk mengingatkan kembali masyarakat ag ar tidak sembarangan menilai para pendakwah di Indonesia seperti yang diberitakan. “Pendakwah adalah pelayan umat. Mungkin saja da'i yang memasang tarif memiliki alasan tersendiri, dan tidak menutup kemungkinan, bukan secara pribadi da'i itu yang memasang tarif, bisa saja pihak lain,” kata mahasiswi semester tujuh asal Sukabumi tersebut. Secara teoritis, seseorang yang mengajak serta memerintahkan orang untuk berada di jalan Allah lalu memahami juga mengamalkan AlQuran dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW maka bisa disebut seorang dai. Namun bukan hanya sebatas mengajak serta menyeru, da'i pun harus memiliki kompetensi yang menyangkut pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan keterampilan yang harus dimiliki seorang da'i dan dituntut menguasai kompetensi substantif maupun ideologis. Seruan untuk berada di jalan Allah SWT ditekankan dalam surat An-Nahl ayat 125 " Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...". Atas dasar itulah, tidak sedikit umat muslim, yang memilih
PROYEKTOR
Internetl
Film Indonesia dalam Perjalanan
Oleh: Alin Imani
I
ndonesia mungkin boleh berbangga hati dengan naiknya The Raid (2012) film laga garapan Gareth Evans, sutradara asal Wales ke pentas . Hasilnya, Iko Uwais dan Joe Taslim, atlet-atlet bela diri yang berperan di film tersebut bisa bermain di film Man of Taichi (film laga garapan Keanu Reeves)
dan Fast & Furious 6 yang juga sempat menjadi film box office Amerika. Namun, apakah The R a i d s a j a ya n g s a m p a i ke s a n a ? Bagaimana dengan film-film di era 7080an? Sejak kapan film Indonesia dibuat? Kronik Film Indonesia Sejarah film Indonesia rupanya tak bisa lepas dari masa kolonial Belanda.
67
Loetoeng Kasaroeng tercatat sebagai film bisu pertama Indonesia yang dibuat pada tahun 1926 oleh perusahaan film Belanda, Java Film Coy. Lima tahun berikutnya, dibuat juga film berbicara Indonesia pertama garapan Tan's Film yang merupakan sebuah perusahaan film Cina. Film-film inilah yang akhirnya menjadi abjad-abjad pertama dalam kamus perfilman Indonesia sampai saat ini. Selain sebagai media hiburan, film juga disadari beberapa pihak sebagai media propaganda politik. Jepang salah satunya. Di 1940 dengan perusahaan filmnya yang bernama Nippon Eiga Sha, Jepang telah memproduksi 3 film propaganda di negeri ini, salah satunya ber judul Berdjoeang (1943) yang disutradarai seorang pribumi bernama Rd. Arifin. Pasca kemerdekaan, Usmar Ismail sebagai pelopor gerakan film muncul dan mengawali sejarah baru perfilman nasional. Usmar jugalah yang menyutradarai film sejarah kontroversial, Lewat Djam Malam (1954) yang pada 2012 lalu diputar di Festival Film Cannes sebagai kategori Cannes Klasik. Ia jugalah yang mempelopori terbentuknya Persatuan Artis Film Nasional (PARFI) di 1956. Lalu, di masa-masa ini bermunculan pelopor sineas-sineas seperti Asr ul Sani, Djamaludin Malik, Wim Umboh, Sjumandjaja dan lain-lain. Selain pengar uh kolonialisasi, kondisi perpolitikan rupanya juga berpengaruh terhadap perkembangan film negeri ini. Di periode 1950-an, Partai Komunis Indonesia (PKI) mendominasi. Tak hanya dominasi politik, ideologi komunis sempat merabah hingga ke produk budaya, salah satunya film. Namun, saat itu produksi film nasional sedang lesu, yang disebabkan inflasi tinggi. Maka filmfilm barat ramai di bioskop-bioskop tanah air. Di 1960, Sarikat Buruh Film dan Sandiwara (Sarfubis) yang dibentuk PKI menuai konflik dengan PARFI. PARFI disebut-sebut oleh PKI menjadi corong imperialisme dengan banyak mendukung film barat. Sementara mereka tak bisa mengisinya dengan film nasional karena bioskop lokal dipenuhi
PROYEKTOR film asing dari negara-negara berhaluan Kiri, seperti Rusia, Eropa Timur, dan RRC. Walhasil, bioskop sepi. Setelah masa kiri berakhir di 1967, film-film lokal dibantu Kementerian Penerangan kembali bangun bergairah. Sembilan menjadi film berwar na Indonesia pertama yang dibuat Wim Umboh. Di periode 1980-1990an, film Indonesia mulai bertumbuhan banyak genre baru. Dari komedi sensual yang dipopulerkan Warkop DKI (Dono, Kasino, dan Indro), horor dengan kemunculan Suzanna, sampai pop remaja dengan munculnya Catatan Si Boy. Sineas-sineas muda berbakat juga bermunculan dengan pelbagai film berkualitasnya, seperti Tjoet Njak Dhien (1986) yang diperankan Christine Hakim. Film ini berhasil meraih penghargaan “Best International Film” di festival film paling bergengsi dunia, Cannes Film Festival pada 1989 sekaligus menjadi pelopor film biog rafi sejarah di Indonesia. Lalu yang tak pernah hilang di ingatan, dibuatnya film Pengkhianatan G30-S PKI (1982) karya Arifin C. Noer yang merupakan film propaganda orde baru, rutin diputar setiap tahunnya. Perfilman Indonesia sempat mati suri di era 1990-1998 diukur dari menurunnya jumlah produksi film nasional bersamaan dengan munculnya TV swasta di era 80-an. Serta teknologi VCD, LD dan DVD. Kematisurian ini uniknya berbarengan dengan kemunculan UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Selain itu, bermunculan juga para sineas independen di luar PARFI berani unjuk gigi.
Sebutlah mereka Riri Riza, Mira Lesmana, Rizal Mantovani dan Nan Achnas dengan memproduksi film Kuldesak di 1997. Film di Era Reformasi Pasca orde baru hingga sekarang merupakan momentum kebangkitan film-film nasional. Di era ini, para sineas mulai berani mengeksplor tema film yang digarap dan meningkatkan kualitas gambar dan sinematografinya. Ditandai oleh Cinta dalam Sepotong Roti karya Garin N u g r o h o. D i l a n j u t k a n d e n g a n Petualangan Sherina (1999) karya Mira Lesmana dan Ada Apa dengan Cinta? (2002) besutan Rudi Soedjarwo sukses ditonton 62 ribu lebih pasang mata hanya dalam tiga hari. Dan Laskar Pelangi besutan Riri Riza di 2008. Era reformasi ini juga ditandai banyaknya sineas mulai berani meng angkat berbag ai tema yang sebelumnya dianggap tabu, abstrak hingga membutuhkan pemahaman tinggi yang kebanyakan kurang laku dari segi bisnis namun mendapat tempat di luar negeri. Sebut saja Pasir Berbisik (2000), Opera Jawa (2006) atau Novel Tanpa R (2003). Juga teranyar, Sang Penari (2011) yang diminati penikmat film luar negeri. Tak hanya bergenre popular, film religi pun juga bermunculan meramaikan atmosfer sinema nasional. Diawali Kiamat Sudah Dekat (2003) arahan Deddy Mizwar dan Ayat-Ayat Cinta (2008) arahan Hanung Bramantyo yang menambah ensiklopedi film religi di negeri ini. Berkembang Eric Sasono, seorang pakar perfilman sekaligus anggota Honorary International Advisors Asian Film Awards menanggapi
geliat perfilman Indonesia relatif tidak mengalami lonjakan besar. Menurutnya tahun ini dari segi peminat terbilang menurun dari tahun lalu. “Tetap belum bisa mendekati keberhasilan Laskar Pelangi (2008) yang sudah ditonton 4.8 juta orang,” katanya via surel, (7/9). Namun, ia mengaku dari keikutsertaan di pentas-pentas film penting berskala internasional, Indonesia sudah mendapat perhatian besar. “Beberapa film sudah ditayangkan di seksi kompetisi film seperti Locarno, Sundance bahkan kompetisi utama di Berlinale. Ini perkembangan yang baik,” ujar pria berkacamata ini pada Suaka. Buktinya tahun ini Indonesia mengirimkan film Sang Penari dan Rectoverso ke Festival Film Cannes Mei lalu. Namun, jika dilihat dari jumlah produksi film nasional yang ditayangkan di jaringan bioskop utama, jumlah film Indonesia meningkat dengan pesat dibandingkan film impor. Kondisi ini menurut Eric berbeda jauh dengan 10 tahun lalu. Di mana film Indonesia dan impor berbanding 1:2. Indonesia Wall Street Journal mencatat, produksi film lokal beberapa tahun terakhir sudah mencapai antara 80-100 judul baru per tahun. Disadur dari Okezone, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Marie Elka Pangestu mengungkapkan, film lokal tahun ini sudah melebihi target. "Tahun ini kita menargetkan 100 buah film. Sekarang sudah mencapai 123 film, jadi sudah melebihi target," ungkapnya.
Salah satu scene dalam film Tjoet Njak Dhien (1986)
68
PROYEKTOR Selain itu, Eric menambahkan, para film maker sudah mempunyai strategi finansialnya dengan mulai memanfaatkan jalur pendanaan dan distribusi internasional. Pengaruh Positif Seorang tokoh menyebutkan, 80 % pengetahuan didapat dari menonton film. Hal ini membuktikan sebegitu kuatnya pengaruh film dalam menyampaikan pesan. Walaupun secara harfiah, pengaruh ini bisa berarti luas, positif dan negatif. Menanggapi hal tersebut, Eric yang saat ini sedang studi magister di The U n ive r s i t y o f N o t t i n g h a m , U K berpendapat, tak melihat sebuah film itu memberi pengaruh bagai satu arah seperti bola bowling menghantam pin, karena penonton tidak statis. “Maka, pengaruhnya bisa positif ataupun negatif sebagaimana tang gapan penontonnya,� ujar co-founder dan editor Rumah Film ini kepada Suaka. Menurut Eric film sebagai hiburan juga punya nilai ekonomi yang penting, hal ini tentu positif mengingat film adalah industri padat tenaga kerja dan memberi sumbangan pajak yang cukup besar. Namun, kondisi terkini memperlihatkan yang sebaliknya. D i s a d u r d a r i t e m p o. c o , B a l i n a l e International Film Festival ketujuh yang diselenggarakan pada 3-10 Oktober lalu kurang didukung pemerintah. Christine Hakim, aktris senior, anggota juri Festival Film Cannes sekaligus founder Balinale International Film Festival ini mengaku kecewa. Padahal menurutnya festival ini bisa menjadi salah satu sumber devisa negara yang besar. Melihat itu semua, secara garis besar insan perfilman Indonesia memang dituntut berinovasi dalam pengembangan ide. Tak lupa untuk penikmat film sebaiknya jangan segan mereview dan berpartisipasi aktif pada film yang diputar di pasaran agar terjalin komunikasi antara sineas dan masyarakat. Mungkin, jika ada komunikasi tersebut tema-tema film yang sekiranya tak punya kontribusi terhadap pembangunan karakter bangsa bisa diminimalisir.
Pengkhianatan G-30-S PKI (1982) karya Arifin C. Noer yang merupakan film propaganda orde baru yang rutin diputar setiap tahunnya.
Ada Apa dengan Cinta? (2002) besutan Rudi Soedjarwo yang sukses ditonton oleh 62 ribu lebih pasang mata hanya dalam tiga hari,
Suksesnya film The Raid (2012) mengantarkan Joe Taslim ke kancah Hollywood. Fast & Furious 6 menjadi debut pertamanya.
69
MOZAIK
S
iang itu, orang-orang mulai berdatangan ke sebuah lapangan sepak bola di Jalan Legit, RW 01, Cipadung, Cibiru, Bandung. Meski mereka berada di lapang sepak bola, tapi bukan sedang menonton pertandingan sepak bola. Melainkan sedang melihat sebuah pertunjukan Gebyar Seni Reak 2013, Minggu (01/12). Mereka terlihat begitu antusias. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak kecil pun ikut berdesakan membentuk sebuah riungan di tengah lapangan itu, seakan tak menghiraukan teriknya mentari. Pada pengeras suara terdengar imbauan dari panitia untuk tidak terlalu dekat menonton dan melewati garis pembatas yang terpasang. Himbauan itu seolah bakal ada sebuah pertunjukan berbahaya. Sejurus kemudian, sebuah nampan berisikan sesajen berupa kelapa muda, kopi hitam, pisang dan makanan khas sunda lain seperti Peuyeum ikut disajikan ke tengah lapang. Seolah melengkapi ritual mistik, kemenyan pun tak lupa dinyalakan. Tak berselang lama, muncullah tiga orang pemain Reak sambil membawa dua “bambarongan” ke tengah lapang. Bambarongan adalah sejenis barongsai yang populer di China. Bedanya, kepalanya berupa ukiran dari kayu berbentuk kepala naga, berambut hitam dari injuk atau dari tali plastik dan sisanya berupa kain dari karung goni yang menutupi tubuh pemain. Terlihat salah seorang pemain seperti berkomat-kamit membacakan mantra. Seketika dua orang itu seperti kesur upan, lalu masuk ke dalam bambarongan dan menari berjingkrakjingkrak tak terkendali. Selain itu, mereka juga memperagakan perilaku hewan seperti macan dan kera. Ratusan pasang mata yang hadir semakin terpukau dengan pertunjukan itu. Mereka rela ber jemur di tengah lapangan dan mengabaikan terik matahari yang kian menyengat. Sedikitnya dua belas kelompok Seni Reak ikut meramaikan acara yang bertemakan Pemberdayaan dan Peningkatan Kualitas Seni Tradisional Reak dalam Menunjang Program Bandung Juara tersebut. Dalam pertunjukan, beberapa lingkung seni mencoba menampilkan perpaduan antara kesenian Reak dengan
Seni Reak, antara Budaya dan Mistik Oleh Adi Permana
kesenian anak tradisional. Seperti permainan egrang, congkak, bakiak dan kelereng. Seakan memberi pesan, Seni Reak tidak hanya dikhususkan bagi orang dewasa. Tetapi anak-anak pun bisa ikut andil dalam kesenian yang lebih berkembang dan tumbuh di daerah Cibiru itu. Ta k h a n y a i t u , a c a r a y a n g dipunggawai kelompok pecinta Seni Reak yang menamakan diri sebagai Balad Reak Bandung (BRD) itu pun turut menghadirkan tokoh seni Sunda Oni SOS dan para tokoh-tokoh Seni Reak lainnya. Sepintas, kesenian ini memang mirip dengan Seni Reog. Karena Seni Reak merupakan pengembangan dari Seni Reog. “Seni reak itu tidak jauh berbeda dengan reog, menggunakan alat musik dog-dog, memakai terompet pencak. Kalau reak yang tradisionalnya
70
biasanya suka ada ritual mistik seperti dalam sunda bisaanya di sebut nebar, ngupus dan pakai bambarongan,” kata Asep Mulyadi, seksi acara dalam acara tersebut kepada Suaka saat ditemui sehari sebelum acara itu digelar. Tak banyak yang bisa menjabarkan sejarah terbentuknya kesenian ini. Karena kesenian ini tidak begitu terdokumentasikan secara apik. Pipin misalnya, ia sendiri tak begitu paham mengenai sejarah terbentuknya kesenian ini. Yang ia pahami, kesenian ini adalah kesenian yang tumbuh dan berkembang di Sunda khususnya Cibiru. “Untuk mengulas masalah reak abdi ( saya-red) belum paham. Karenanya di sini kami jug a ingin membedah mengenai sejarah dan segala macamnya tentang reak. Karena reak teh identik dengan mistik. Yah, Karenanya kita perlu bedah supaya tidak timbul rasa
MOZAIK inilah Reak, salah satu kesenian khas Bandung Timur. “Ngukus” dan sesaji menjadi elemen khas dalam kesenian ini
suudzon di masyarakat,” kata Ketua Aliansi Kelompok Seni (Aksi) itu di waktu yang sama. Tetapi bagi Abah Enjum, salah satu tokoh Seni Reak, Reak adalah kesenian khas Sunda yang memadukan beberapa jenis seni tradisional, seperti Reog, Dogdog, pencak silat, angklung dan tarian. “Pada mulanya, Reak adalah kesenian yang biasanya digelar pada acara khitanan atau sunatan. Tetapi kini, seni ini sudah tidak terbatas pada acara khitanan saja namun juga sudah bisa digelar pada acara seperti ini (gebyar seni –red), “ kata Abah di atas panggung saat ditanya pembawa acara ihwal Seni Reak. Pria dengan perawakan tambun dan berjenggot itu pun menjelaskan, dalam kesenian Reak, adaya bambarongan itu adalah hal yang mesti ada. Dan di situlah ritual mistik hadir. “Pami masalah ayana nebar, ngupus sareng nu sejena dina Reak
Karena itu, para pemuka agama memerlukan suatu cara agar anak-anak yang akan dikhitan tidak takut, maka diciptakanlah suatu jenis kesenian yang disebut “Seni Reak”. Hal paling prinsip dari pertunjukan ini, keramaian atau kemeriahannya ag ar banyak masyarakat yang menonton, terutama anakanak. Karena hiruk-pikuk dan sorak-sorai dari pemain dan penonton itulah, kesenian ini d i n a m a k a n “ S e n i Re a k ” diambil dari kata hiruk-pikuk atau sorak-sorai gemuruh tetabuhan yang dalam Bahasa Sunda yaitu “susurakan atau eakSUAKA/A. Rijal eakan”. Meskipun Seni Reak identik eta mangrupikeun aksi. Soalna dina Reak aya ritual mistik seperti adanya sesajen dan nu namina atraksi sareng kreasi. Atraksina yang lainnya. Tetapi bagi Pipin, sekarang sapertos debus sareng nu sanesna (Kalau kebanyakan kesenian ini memadukan masalah adanya ritual mistik dan yang kreasi-kreasi dari kebudayaan Sunda lain lainnya dalam Reak itu merupakan aksi. dalam pertunjukan Reak. Seperti yang Sebab dalam Reak ada yang namanya dilakukan beberapa lingkung Seni Reak atraksi dan kreasi. Atraksinya seperti yang memadukan antara Seni Reak Debus dan yang lainnya – red),” jelas dengan seni tradisional sebagai upaya Abah dengan logat sundanya yang dalam pelestarian budaya. “Reak jangan kental. ditakuti tetapi harus didekati,” katanya Sementara itu, dilansir dari situs singkat dan penuh makna. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Terkadang suatu kebudayaan Barat, konon, Seni Reak lahir sekitar abad memang tidak dapat terlepas begitu saja ke-12 di mana saat itu Prabu pada ritual-ritual mistik. Seperti halnya Kiansantang, putera Prabu Siliwangi, Seni Reak yang identik hal-hal semacam bermaksud menyebarkan agama Islam di itu. Meskipun demikian, suatu Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat. kebudayaan tetap harus kita lestrikan Dalam agama Islam, setiap laki-laki wajib bersama sebagai aksi atas kecintaan kita hukumnya untuk dikhitan (sunat). pada suatu budaya. Supaya kelak anak Namun, pelaksanaan khitanan bagi anakcucu kita juga bisa ikut merasakan dan anak ini mendapat kendala karena si anak mencicipi kebudayaan itu. selalu merasa ketakutan dikhitan.
71
MUSIK
Lagu Anak Tiada, Jatuh Cinta Kurasa Oleh Salman A. Nahumarury & Abu Nurjihad
D
i era 90-an sampai awal milenium ke-III, bocah-bocah gandrung akan musik anakanak. Sang pelantun lagu pun acapkali tayang menghiasi layar kaca juga di berbagai media lainnya. Sebut saja Zaskia dan Geofani, Joshua, dan Chikita Meidi yang tenar dengan lagu anak-anak. Anak-anak usia dini pun kerap melantunkan lagu anak-anak, sehingga lirik dan nadanya begitu akrab di telinga. Lagu Menabung contohnya. Buah karya Titiek Puspa ini mengajarkan pada anak betapa pentingnya menabung. Ada lagi lagu berjudul Cinta untuk Mama yang dilantunkan Kenny. Lagu ini bercerita tentang kasih sayang dan bakti seorang anak kepada ibu. Belum lagi lagu anakanak lainnya yang sarat nilai pendidikan, berbicara tentang cita-cita, alam, desa, dan banyak lagi. Pada era sekarang, lagu anak model Menabung dan Cinta untuk Mama nyaris hilang di panggung hiburan. Artis cilik memang sering muncul di banyak stasiun televisi, tapi dengan gaya, penampilan, dan isi lagu yang berbeda. Ada Coboy Junior dan JKT 48 misalnya. Penampilan dan lagu yang mereka lantunkan tak ubahnya seperti orang dewasa. Pakaian terbuka pun kerap dipertontonkan pada khalayak yang kebanyakan anak-anak.
SUAKA/A. Rijal
Andika, seorang siswa kelas 5 Sekolah Dasar (SD) ini mengaku tidak begitu kenal dengan lagu anak-anak. Ia lebih senang menyanyikan lagu orang dewasa ketimbang lagu anak. Menurut Andika, tak ada yang istimewa dari lagu anak. “Lagu anak-anak itu membosankan, lagunya begitu-begitu saja,” ujar Andika pada Suaka, Rabu (16/10). Begitu juga dengan Ari, siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD). Ia hanya mengenal Joshua saja sebagai artis cilik. Itu juga karena ia sering mendengar lagu Diobokobok dari odong-odong yang lewat saja. Ari mengaku mengidolakan Iqbal, salah seorang personil Boy Band cilik Coboy Junior. “Aku suka Iqbal Coboy Junior. Dia ganteng, keren, suaranya juga bagus. Kalau lagu anak-anak, aku cuma tahu lagu Diobok-obok,” tutur Ari, Rabu (16/10). Te n t u s a j a , l i n g k u n g a n a k a n mempengaruhi perkembangan anak, termasuk musik yang mereka dengarkan. Ening Ningsih, Psikolog yang juga merupakan Dosen di Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung menuturkan, bagi anak yang belum memahami konten lagu
72
memang bukan masalah. Tapi lain hal dengan anak yang sudah mulai mengerti makna dari sebuah lagu. “Hal tersebut sedikit banyak akan berpengaruh pada perkembangan anak. Itu semua tergantung perkembangan zaman. Bukan hanya musik, anak zaman sekarang pun gemar menonton sinetron orang dewasa,” kata Ening saat ditemui disela-sela aktifitasnya, Senin (14/10). Zaman memang menentukan segalanya. Pada zaman dahulu, perilaku berpacaran sejak usia anak dianggap tabu. Perilaku tersebut disebabkan karena lingkungan yang ada masih dalam porsinya anak-anak. Lain hal dengan sekarang, perilaku tersebut dianggap lumrah karena sejalan dengan lingkungan yang ada. “Dulu, anak SD dan SMP pacaran itu malu, tapi beda dengan sekarang, hal itu dianggap biasa. Apa yang disajikan lingkungan akan berpengaruh pada semua aspek. Tapi, seberapa besar pengaruhnya tergantung pada banyak faktor. Bagi anak yang pendidikan keluarganya kurang, efek negatif yang
MUSIK ditimbulkan akan semakin besar,” ucap Ening. Kemampuan berbahasa pada anak juga menjadi salah satu faktor pertumbuhan. Pada umumnya, anak usia 3 tahun ke atas sudah mulai memahami kalimat sederhana. Pada usia tersebut, anak sudah bisa meniru syair sebuah lagu walaupun belum sepenuhnya mengerti. Memasuki usia Sekolah Dasar (SD), anak mulai bisa merefleksikan apa yang didengar dan dilihat ke dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Ening, disinyalir usia puber
akan semakin muda. Idealnya, pubersitas terjadi pada anak antara usia 11 sampai 15. Kini, pubersitas bisa dirasakan anak di bawah 9 tahun. “Sekarang anak usia 8 tahun pun sudah banyak yang puber, mengalami menstruasi dan mimpi basah. Itu berarti sudah berfungsinya alat-alat reproduksi,” kata Ening. Pubersitas nyatanya tidak berlangsung alami, lingkungan pun berperan terhadap proses kedewasaan pada anak. Jika pubersitas sudah dirasakan, tidak menutup kemungkinan
seorang anak mengenal konten-konten berbau pornografi dengan sendirinya. Hal tersebut sangat mungkin terjadi mengingat tayangan kerap disajikan pada anak saat ini. Lagu-lagu yang kental tentang hasrat terhadap lawan jenis amat digandrungi di zaman sekarang. Kini perkembangan dunia hiburan bagi anak bukan lagi hal sepele. “Musiknya memang bukan soal, tapi konten dari sebuah lagu bisa jadi mempengaruhi pertumbuhan anak,” tutur Ening.
Naif Tak Cuma
“Benci untuk Mencinta” SUAKA/Nirra
B
iasanya, musik anak hanya dilantunkan bocah usia dini. Namun berbeda dengan yang dilakukan band jebolan Institut Kesenian Jakarta, Naif. Berangkat dari kekhawatiran terhadap eksistensi musik anak yang kian redup, band ini mencoba menghidupkannya kembali di pentas hiburan. Pada 2008, band yang beranggotakan David, Emil, Jarwo dan Pepeng ini menelurkan album anak yang dinamai Bon Bin Ben. “Latar belakang album Bon Bin Ban waktu 2008, itu karena kekhawatiran kita ngeliat industri musik pada zaman itu khususnya musik anak udah jarang,” ujar Pepeng pada Suaka usai tampil dalam sebuah pagelaran musik di Sasana Budaya Ganesha Bandung, Sabtu (9/11). Redupnya musik anak di jagat hiburan Indonesia tidak semata-mata
dipengaruhi selera musik anak-anak sekarang. Industri musik di Indonesia kini belum melihat musik anak sebagai lahan bisnis menjanjikan. Hal demikian juga dialami Naïf saat menelurkan album Bon Bin Ben. “Waktu kita rilis album Bon Bin Ben memang agak susah untuk cari investor sama sponsor,” tutur Pepeng. Akibatnya, tidak ada sajian musik khusus untuk anak-anak sehingga mereka terpengar uh musik orang dewasa. Menjamurnya musik melayu, korea dan sebagainya, bukanlah mesti dihapuskan. Pelaku industri musik Tanah Air hanya perlu menyeimbangkan musik orang dewasa dengan musik anak. “Sebenarnya hal tersebut mengecewakan, tapi bukan berarti ditiadakan, hanya perlu diseimbangkan saja,” kata Pepeng. Album Bon Bin Ben berisi delapan lagu anak. Tidak melulu soal cinta, dalam album Bon Bin Ben, Naif turut berbicara
73
tentang orang tua, hutan, keceriaan, dan pendidikan. Bersamaan dengan rilisnya album musik tersebut, Naif jug a menerbitkan buku cerita anak dengan nama yang sama dengan album musik anak mereka. Pepeng ingin, ada budaya yang diketuktularkan orang dewasa kepada anak-anak. Tentunya budaya yang bisa memberi energi positif pada lingkungan anak-anak. Selain Naif, ada pula yang turut meramaikan dunia hiburan di Indonesia dengan menciptakan lagu anak. Hal itu yang menjadi keinginan Pepeng. “Orang dewasa juga jangan lupain anak-anak. Selain kita (Naif,-red), ada juga The Dance Company yang bikin lagu anak. Dulu juga gitu Koes Ploes gak cuma bikin lagu cinta, mereka juga buat lagu untuk anak,” tutur Pepeng.[] Nirra C. Pertama
VAKANSI
SEPenggal kisahP mengikuti forum pemimpin dunia Oleh Gugun Gumilar
agi itu sangat fantastis, pada 29 Agustus 2013 bertempat di ruang sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam acara I n t e r n a s i o n a l Yo u n g L e a d e r Assembly di New York, Amerika Serikat. Pada saat itu saya mewakili pemuda Indonesia. Acara ini dihadiri lebih dari 60 negara dan 600 pemuda terbaik yang terpilih oleh I n t e r n a s i o n a l Yo u n g L e a d e r Assembly.
Kala musim panas di negeri Paman Sam itu, dalam perayaan ulang tahun ke-50 pidato Dr Martin Luther King Jr "I Have a Dream", pemimpin muda lebih dari 60 negara di seluruh dunia berkumpul untuk simulasi kepemimpinan. Kegiatan bertajuk “Kepemimpinan Moral dan Inovatif � itu dirancang untuk mengatasi tantangan global dunia dari generasi pemuda saat ini. Pa r a p e m u d a d u n i a y a n g berkumpul di Head Quarter New York itu salah satunya membahas 18 permanent mission to UN termasuk Indonesia dalam sidang komisi pemuda. Hal itu dimaksudkan untuk berbagi ide dan gagasan dengan pemuda suluruh dunia mengenai kepemimpinan dan isuisu terhangat yang dihadapi bangsa seluruh dunia.
Kenya, Lithuania, Belanda, Ru m a n i a , Ru s i a , A r a b S a u d i , Singapura, Sri Lanka, Swaziland, Swiss, Thailand dan Zambia. Adapun pembicara di Hall Conference Head Quarter UN saat itu antara lain, Julia Maciel, Counselor, Permanent Mission of Paraguay to the UN, Jose Antonio Dos Santos, Pe r m a n e n t Re p r e s e n t a t ive o f Paraguay to the UN, John Dickson, Chairman, Global Young Leaders Academy, Ahmad Alhendawi, United Nations Secretary-General's Envoy on Youth, Mr. Desra Percaya, Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of Indonesia to the UN. Ambassador Josephine Ojiambo, Former Permanent Representative of Kenya to the UN, Loida Lewis, Former Chair and CEO of TLC Beatrice International, James Flynn, President, Global Peace Foundation, Direktur Bank Dunia Dr. Sri Mulyani juga berbicara mengenai ekonomi dan kewirausahaan.
Tidak kalah penting kegiatan puncak acara dihadiri Presiden Barack Obama ketika memperingati Martin Luther King Jr di Washington DC. Dan mantan president Bill Clinton akan ikut bergabung dengan sekitar 1000 orang I have a dream speech di F o r u m i n i f o k u s p a d a Washington DC, US. kepemimpinan pemuda, khusus Pelajaran yang saya dapatkan dari memeriksa agenda Sekretaris sidang PBB mengenai konstitusi Jenderal PBB Ban Ki-Moon lima Amerika Serikat tentang UU bangsa tahun pada pemuda. Dengan Amerika di dalamnya ditetapkan penekanan pada pengurangan bentuk pemerintahan nasional dan kemiskinan dan pengangguran penentuan hak-hak serta kebebasan melalui kewirausahaan dan layanan. rakyat Amerika. Saya memahami hal Forum para pemimpin dunia ini tersebut sebagai konstitusi penyusun mempertimbangkan misi PBB suatu sistem federal dengan membagi s e b a g a i b a d a n p e r w a k i l a n kekuasaan di antara pemerintah terkemuka inter nasional dan nasional dan negara bagian. Selain itu kepemimpinan yang diperlukan konstitusi juga menetapkan suatu untuk secara efektif mencapai cita- pemerintahan nasional yang seimbang cita pendiri piagam PBB. dengan memisahkan kekuasaan ke Forum menyimpulkan dengan dalam tiga cabang independen, yaitu briefing bagi peserta di Misi Tetap eksekutif (presiden dengan tugas PBB sebagian besar negara-negara memberlakukan UU nasional), sponsor seperti Chili, Kosta Rika, legislatif (kongres dengan tugas Republik Dominika, Mesir, Estonia, membuat UU nasional) dan yudikatif (Mahkamah agung dan pengadilanEl Salvador, India, Indonesia, Irak, Dokumen Pribadi
VAKANSI pengadilan federasi lainnya. Dalam pemaparan mengenai konstitusi Amerika, berlaku tidak saja suatu persekutuan negara-negara bagian, tapi juga pemerintahan yang melaksanakan kewenangannya secara langsung terhadap semua warga negara. Konstitusi menentukan kekuasaan yang didelegasikan pada pemerintahan nasional dan melindungi kekuasaan yang disediakan bagi negara-negara bagian dan hak setiap individu. Tokoh- tokoh y a n g b e r p e r a n d a l a m p e nu l i s a n konstitusi itu antara lain seperti John Dickson, Gouverneur Morris, Edmund Randolph, Roger Sherman, James Wilson dan George Wythe. Momen yang paling penting dalam kegiatan ini, saya berkesempatan berpidato di Capitol Hill untuk mewakili Indonesia memberikan pandangan terhadap hubungan Amerika-Cina. Berikut inti petikan pidato yang saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: Saya memiliki kehormatan dan hak istimewa untuk memberikan pidato pada kesempatan International Young Leader Assembly menganalisa pandangan Indonesia dalam hubungan AmerikaChina di era globalisasi dan peran pemuda berdampak kepada Indonesia pada abad ke-21 . Saya ingin mengemukakan, pemuda adalah sumber daya yang paling kuat. Saya yakin, kekuatan pemuda jika benar diarahkan dan dikontrol bisa membawa perubahan transformasional dalam kemanusiaan untuk kemajuan memenuhi tantangan dan membawa perdamaian dan kemakmuran. Pengaruh antara Amerika Serikat dan China kemungkinan akan berdampak mendalam bagi Indonesia pada abad ke21. Sementara China dalam bidang ekonomi dan militer mungkin sedang meningkat. Kebijakan pada isu-isu seperti Laut Cina Selatan, Amerika telah mengambil tindakan untuk melindungi kepentingan regionalnya. Washington telah dimasukan ke dalam gerak yang disebut "Poros Asia" yang memiliki i n ve s t a s i e k o n o m i , m i l i t e r d a n diplomatik di tingkatkan Amerika ke wilayah tersebut.
Indonesia memiliki politik bebas aktif untuk membuat dan melaksanakan kebijakan luar negeri yang diinginkan. Dalam hal ini sikap hormat dan ramah dengan negara-negara luar negeri Indonesia telah melayani dengan baik. Seperti saya erdiri sekarang untuk mengatasi persaingan adidaya sekaligus melindungi kepentingan nasionalnya. Sejak revolusi, kebijakan luar negeri Indonesia telah berkomitmen mematuhi prinsip - Aktif (bebas dan aktif). Prinsip ini pertama kali dideklarasikan pada 1948. Indonesia tidak memihak dalam setiap persaingan antara kekuatan besar. Hubungan Indonesia dengan China yang dihentikan pada 1967 sampai dengan pemulihan hubungan diplomatik pada Agustus 1990, telah meningkat pesat selama dua dekade terakhir. Pe r u b a h a n s i g n i f i k a n d a l a m kebijakan luar negeri China sejak awal 1980-an, terutama penghentian dukung an untuk pemberontakan k o m u n i s d i A s i a Te n g g a r a d a n per ubahan kebijakan terhadap kecurigaan Tionghoa, secara efektif dihapus. Pada April 2005, Indonesia bahkan menyimpulkan per janjian kemitraan strategis dengan China, yang berfungsi sebagai dasar hubungan yang stabil dan saling menguntungkan. Di bawah pemerintahan Obama, Amerika telah mulai melihat Indonesia sebagai mitra regional yang penting. Kedua, Indonesia dan Amerika Serikat kini berkomitmen menjalin hubungan yang lebih dekat dalam Perjanjian Kemitraan Komprehensif (CPA). Yang telah membawa perjanjian penting dalam ilmu pengetahuan dan kerja sama teknologi, investasi dan fasilitas kredit untuk memfasilitasi perdagangan bilateral dan kerangka kerja pengaturan kontrak kerja sama pertahanan . Pendekatan kedua, Indonesia mengangkat prinsip Bebas - Aktif ke tingkat regional dan berusaha bersamasama dengan negara-negara ASEAN lainnya, untuk menciptakan sebuah 'keseimbangan dinamis ' di antara negara besar di Asia Tenggara. Indonesia menyadari, tidak ada negara yang dapat mengatasi tantangan keamanan yang muncul dengan bekerja sendirian.
75
Dalam hal ini, kerja sama regional menjadi relevan dan penting untuk mengatasi tantangan keamanan yang berasal dari ketidakpastian strategis dibawa oleh perubahan geopolitik. Indonesia telah memainkan peran aktif dalam membentuk arsitektur regional di kawasan dengan memastikan sentralitas ASEAN serta mendorong partisipasi yang lebih besar dengan negara-negara besar dan regional lainnya dalam proses regional. Persiapan Indonesia ke depan : Pertama, perlu pemimpin yang inovatif. Hal ini saya percaya bahwa kita perlu melihat Indonesia di ASEAN dalam per timbang an yang lebih menyeluruh. Kedua, kita harus berusaha untuk menciptakan komunitas global dalam hubungan Amerika-China. Kita akan membutuhkan kontribusi orang-orang muda dari seluruh lapisan masyarakat serta dukungan dari mitra-mitra dialog Indonesia itu. Ketiga, saya ingin melihat masa depan Indonesia dalam hubungan Amerika-China memiliki perbaikan dalam bidang kesehatan, sistem pendidikan, kesempatan kerja dan akses informasi. Saya ingin ASEAN untuk mendorong negara-negara anggotanya. Untuk menjadikannya salah satu prioritas pemuda harus didorong untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam proyek pembangunan. Di sini kita bisa belajar dari hubungan Amerika-China. Saya pikir peran pemuda hubungan AmerikaChina harus diberikan ruang dalam banyak pertemuan bahwa pemuda adalah masa depan hubungan AmerikaChina. Pemuda akan menjadi pemimpin di masyarakat global dan pemimpin di negara mereka. *Penulis adalah Alumni Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) UIN SGD Bandung 2011, President of Indonesian Student Association In the North America 2013
SISI KOTA
Menuju Bandung Smart City
Lapor Keluhan dan Aspirasi Secara Online Oleh Ratu Arti Wulan Sari & Riska Amelia
SUAKA/A. Rijal
D
uet Ridwan Kamil dan Oded M.Danial untuk tahun 20132018 langsung tancap gas membenahi setumpuk masalah yang melilit Kota Bandung. Strategi utama yang dilakukan yaitu menjadikan Kota Bandung sebagai Smart City atau kota cerdas. Walikota Bandung Ridwan Kamil menjelaskan salah satu konsep Bandung Smart City adalah dengan penyampaian keluhan dan peristiwa secara langsung melalui media online. Selain itu, akan dibuat pula aplikasi yang menyajikan rute-rute angkutan kota agar masyarakat tak kebingungan ketika berpergian, dan sistem laporan online bernama LAPOR di lapor.ukp.go.id. “Kita luncurkan sistem lapor, jadi masyarakat bisa langsung melaporkan masalah secara online. Sistemnya menyerupai jejaring sosial Facebook dan bisa langsung direspon. Konsep ini akan dikombinasikan dengan kepolisian Kota Bandung dan Jabar,� ucapnya kepada wartawan, Sabtu (14/9). Untuk mendukung prog ram tersebut,
ruang publik akan difasilitasi internet gratis guna memberikan ruang publik yang nyaman serta mendukung perkembangan teknologi serta informasi. Konsep Bandung Smart City sejalan dengan program 2 juta wifi di Indonesia pada 2015. Bandung sendiri saat ini sudah memiliki 5.000 titik wifi di mana setiap titik memiliki sekitar 3 sampai 4 wifi. Targetnya, pada 2014 di Bandung akan terpasang 100.000 wifi. Kota Bandung merupakan kota tersibuk di sosial media. Atas penelitian Forbes oleh Semiocast yang berbasis di Paris merilis analisisnya, Bandung termasuk peringkat ke-6 kota tersibuk di Twitter mengalahkan Paris dan Los Angles. Ini membuktikan, kebutuhan akan akses informasi dan teknologi mendorong masyarakat Kota Bandung tidak lepas dan konsumtif terhadap internet, dalam melakukan berbagai kegiatan baik kegiatan vital maupun berjejaring. Ridwan berharap dengan konsep Smar t City tersebut maka antara masyarakat pemerintah, dan aparat tidak lagi ada
76
alasan untuk terputusnya koordinasi dan komunikasi. Selain itu, Kota Bandung pun menjadi masyarakat yang cerdas karena kemudahan mengakses informasi. Langkah Ridwan Kamil dalam membangun Kota Bandung mendapat sambutan yang beragam dari masyarakat Bandung. Eka seorang pendidik di SMA Surya Pasundan mengatakan, konsep seperti Bandung Smart City merupakan bukti, sudah seharusnya masyarakat sadar teknologi dan informasi. Guna mendukung perbaikan pendidikan, budaya serta wawasan yang lebih baik. “Tetapi fasilitas internet harus digunakan dengan bijak. Jangan sampai setelah difasilitasi internet gratis malah menjadikan masyarakat Kota Bandung l e b i h i n d i v i d u a l i s, t i d a k s a l i n g berinteraksi dengan sekitar karena sibuk berjejaring lewat internet,� jelasnya. Sementara itu, mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kala optimis Ridwan Kamil dan timnya dapat membawa Bandung menuju ke arah lebih baik. Karena suatu kota bisa maju atau mundur, bergantung pada
SISI KOTA sikap pemimpinnya, kedekatan pemimpin dengan rakyatnya dan semangat rakyatnya dalam membangun kotanya. “Di mana pun, kota yang maju harus memiliki perencanaan, pelaksanaan dan ketegasan. Juga partisipasi masyarakat, serta semangat baru. Kalau tanpa ada kemauan dan semangat, maka masalah kebersihan, kemacetan akan bertambah terus. Banyak kultur yang harus diubah,” ucap pria yang akrab disapa JK ini saat hadir dalam acara pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali kota Bandung periode 20132018, Selasa (17/9), di Balai Kota Bandung. Dikatakan JK, pemimpin harus mau mendengarkan laporan dan aspirasi masyarakat serta menjalankannya dengan penuh keyakinan. “Pemimpin harus bisa memengaruhi rakyat, tapi meskipun demikian pemimpin harus pula mendengarkan suara rakyatnya,” tandasnya. Pejabat Sibuk Buat Akun Twitter Dengan konsep Smart City, proses pelayanan publik akan jauh lebih cepat
dan mudah. Ridwan Kamil beberapa waktu lalu telah menekankan dan menginstruksikan pada jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKDP), camat, dan lurah untuk membuat akun Twitter dan terbiasa bersentuhan dengan dunia teknologi informasi. Saat ini, pemerintah Kota Bandung sudah aktif di jejaring sosial Twitter. Berdasarkan pantauan Suaka, sejak memiliki akun Twitter kurang lebih satu bulan lalu Pemkot Bandung kebanjiran laporan usulan warga. Laporan tersebut seperti jalan rusak, gelandangan. Ada pula laporan soal kinerja polisi dan pungutan di kantor kecamatan. Secara umum, informasi mengenai Pemkot Bandung bisa diikuti lewat akun @PemkotBandung. Sementara akun resmi SKDP lainnya di antaranya yakni Dinas Pemadam Kebakaran (@diskar_bdg), Dinas Tenaga Kerja (@bdg_disnaker), Dinas Sosial (@dinsos_bdg), Dinas Perhubungan (@dishub_kotabdg), Bappeda (@bappedakotaband), Bagian Hukum dan HAM (@puu_baghukham), Bagian Ekonomi dan Sekretaris Daerah Kota
Ilustrasi: A.Rijal
77
Bandung (@ekonomisetdabdg), Dinas Pemuda dan Olahrag a (@disporakotabdg), Dinas Pelayanan Pajak (@disyanjakkotbdg), Dinas Pendidikan (@disdik_bandung). Pakar perencanaan kota sekaligus dosen Teknik Planologi Universitas Islam Bandung (Unisba) Sri Hidayati Djoeffan mengatakan, konsep Smart City ini dapat menjadi upaya konkret dalam mengatasi permasalahan yang ada di Bandung. Menurutnya, berbagai masalah harus ditangani bersama, bukan hanya tang gung jawab pemerintah saja. Mengingat SDM yang beragam, ia mengimbau masyarakat untuk terus terlibat aktif dalam pembangunan. “Jadikanlah Kota Bandung ini kota cerdas, yang pertama tegakkan penegakan hukum yang dalam kegiatannya yaitu memberi tahu dan mengawasi perubahan fungsi. Misalkan saya melihat ada limbah yang dibuang ke sungai, maka saya informasikan atau lapor lewat jejaring tersebut. Tak hanya itu, kekayaan aset Pemda pun bisa diawasi,” jelasnya saat ditemui Suaka di Kampus UNISBA, Jumat (13/09).
SOROT
K
Anak Tiri Ibu Pertiwi Oleh Ratu Arti Wulan Sari
SUAKA/A. Rijal
SUAKA/A. Rijal
78
ami anak jalanan Indonesia meng aku masih lapar di jalanan. Kami anak jalanan Indonesia mengaku masih kurang pendidikan. Kami anak jalanan Indonesia mengaku masih kurang kesehatan. Deklarasi anak jalanan dipadu dengan lagu Indonesia Raya beserta teatrikal sederhana. Sekitar sepuluh anak berlatih membaca deklarasi, bernyanyi juga membaca puisi. Ruangan tempat mereka berlatih tidak terlalu besar. Tapi tentu tidak menyekat ruang kreatifitas mereka. Sebuah rumah di Jalan Sukaresmi no 111 Dago Bengkok, kerap menjadi sorotan sebagai rumah anak – anak jalanan. Tentu karena menjadi tempat berkumpulnya anak – anak jalanan. Priston si empunya rumah sudah terbiasa dengan tingkah laku para anak, hasil dari didikan jalanan, tempat di mana mereka bergelut setiap hari. Umurnya relatif dari lima hingga belasan tahun. Fasilitas yang disediakan secukupnya. Ada satu rak buku bacaan di ruang tengah dan berbagai alat musik di lantai dua dengan dipan kayu sebagai tehelnya. Tetapi sudah bisa menyalurkan serta mengembangkan potensi dalam diri para nak. Setidaknya mengarahkan mereka dalam bermain musik. Nyanyian Indonesia Raya yang mereka bawakan terdengar pilu. Ada kerisauan yang tengah mereka pikirkan. Kebijakan Peraturan Daerah tentang K3 (Kebersihan, Keindahan, Kenyamanan) yang menginstruksikan agar menertibkan para anak jalanan merupakan kebijakan yang berkontribusi besar menyiutkan hati mereka. Disadari atau tidak fenomena anak jalanan memang selalu menarik untuk diperbincangkan. Akar permasalahan yang mendasari adanya anak jalanan, haruslah kita pahami terlebih dahulu. Sebelum akhirnya mengambil langkah – langkah dalam upaya melindungi serta memberikan hak – hak anak jalanan. Dalam hal ini, Priston seorang seniman juga peduli terhadap anak jalanan angkat bicara. Menurutnya fenomena yang mendasari adanya anak jalanan adalah
karena krisis kemanusiaan. Di mana adanya sebuah penurunan kualitas hidup Sumber Daya Manusia (SDM). Baik dari segi kualitas kesehatan fisik, mental dan pemikiran. “Krisis kemanusiaan seperti itu yang membawa manusia pada ketidak produktif-an. Kualitas hidup yang menurun akan mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup deng an cara – cara yang mudah menghasilkan uang seperti turun ke jalan,” jelas Priston, Sabtu (5/10). Krisis kemanusiaan adalah faktor utama yang berdampak anak turun ke jalan, bahkan dalam jumlah yang tidak sedikit. Perlu diteka n ka n la gi bahwasannya perilaku kecenderungan negatif yang sudah tercap pada diri mereka tidak serta merta kita salahkan begitu saja. Faktor lingkungan tempat mereka berkembang tidak memiliki akses pendidikan serta pengarahan – pengarahan moral yang berlaku dalam masyarakat. Akibatnya bukan hanya isapan jempol belaka, jika kebanyakan dari mereka berperilaku menyimpang dari apa yang masyarakat yakini sebagai moral atau perilaku sosial yang patut. Hal di atas seharusnya menjadi sebuah pekerjaan r umah bagi penyelenggara kota khususnya Bandung. Bukankah sudah jelas dalam UndangUndang Dasar Pasal 34 ayat (1) disebutkan, “Fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Artinya negara serta perangkatnya sudah tentu harus memberikan upaya – upaya kesejahteraan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Kepala Pusat Penelitian Universitas Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Deden Efendy menjelaskan fenomena anak jalanan dari sudut sosiologi. “Beberapa faktornya, pertumbuhan ekonomi yang timpang, percepatan pertumbuhan kota dan pembangunan sehingga meledaknya kaum urban yang hijrah ke kota,” jelas Deden Efendy, Minggu (6/10). Adapun tentang kebijakan pemerintah, ia berpendapat, seharusnya pemerintah bisa menyelesaikan akar permasalahannya terlebih dahulu. “Untuk meminimalisir banyaknya anak yang turun dan bekerja di jalan,
pemerintah harus bisa mengatasi faktor per masalahannya terlebih dahulu. Seperti mengurai kesulitan ekonomi dengan cara koordinasi sinkronisasi program – prog ram sosial, misalnya dengan meningkatkan program kerja Dinas Sosial,” papar nya. Atas dasar kepedulian terhadap anak jalanan yang menjadi anak tiri di negerinya sendiri, maka Santi Safitri berinisiatif membuat sebuah organisasi kemasyarakatan bernama Kelompok Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika. Menangani per masalahan komunitas jalanan seperti anak jalanan serta memberikan pengarahan terhadap orang tua mereka. Khusunya terhadap ibu dari para anak jalanan. Mereka diberi pengarahan memiliki kesadaran akan pentingnya kemandirian. Sehingga semangat kemandirian akan tertular pada anak – anak mereka. Dengan begitu akan ada upaya pengasuhan yang lebih baik untuk para anak yang terpaksa turun ke jalan. “Awal terbentuknya KPM Dewi Sartika banyak tantangan yang menguji, mulai dari problem anak yang susah diatur hingga ibu mereka yang juga masih sulit untuk diarahkan. Tetapi dengan niat yang besar saya dan kang Priston tetap pada pendirian untuk kemandirian mereka,” terang Santi Safitri ketua KPM Dewi Sartika, Sabtu (5/10). Visi misi nya sendiri sudah jelas, yakni KPM Dewi Sartika sebagai organisasi kemasyarakatan memperjuangkan hak – hak masyarakat yang termarjinalkan menuju kemandirian dan mewujudkan manusia cerdas, bermartabat, hidup sehat dan sejahtera. Dengan begitu taraf hidupnya akan lebih baik. Tidakkah fenomena anak jalanan menjadi cambuk yang memilukan. Di tengah megahnya kota sebuah negara, terdapat kaum yang dipandang nyinyir. Ja n g a n k a n m e n g h a r a p s e n y u m , legitimasi moral yang buruk memaksanya menjadi bagian yang harus dienyahkan guna memenuhi kebijakan kebersihan, keindahan dan kenyamanan. Anak tiri ibu pertiwi, mari nyanyikan untuk kami lagu Indonesia Raya sekali lagi.
79
SUAKA/A. Rijal
SOROT
TEATER
S
abtu pagi (26/10/3013), aula Fakultas Adab Dan Humaniora kedatangan para seniman teater. Mereka menamakan dirinya dengan Darah Rouge. Pagi itu, Kerensa Dewantoro, yang merupakan salah satu pemain DarahRouge, menyapa para peserta workshop. Ia duduk di atas kursi properti yang ia bawa dan mulai memperkenalkan dirinya. Dengan menggunakan celana dan kaos panjang hitam yang santai, Kerensa sangat ramah menyapa para peserta workshop dengan setengah bahasa Indonesia dan setengah bahasa Inggris. Wanita asal Australia itu menerangkan, pagi itu para peserta workshop yang berjumlah 30 orang, akan diajak berlatih akting. Tidak berlama-lama, Kerensa mulai mengajak peserta melakukan pemanasan dibantu deng an dua temannya yang sedang menuntut ilmu Pendidikan Bahasa Inggris, tingkat magister di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Pemanasan berlangsung menarik. Peserta diminta melepas alas kaki dan tidak membawa handphone lalu membuat lingkaran besar. Kerensa membuat gerakan-gerakan yang unik dan sedikit aneh. Dan gerakan itu lalu diikuti peserta lainnya. Peserta workshop lalu dibagi menjadi dua kelompok besar. Kerensa mulai memberi instruksi pada tiap kelompok untuk membayangkan memegang bola dan membayangkan hewan lebah ada di sekitar kita, walaupun kedua benda itu nyatanya tidak ada. Setiap peserta memiliki ekspresi dan imajinasi tersendiri. Yang unik, Kerensa tetap mengingatkan peserta untuk memiliki harmonisasi gerakan yang sama dengan sesama anggota kelompok tanpa bersuara dan komunikasi. Sesi berikutnya, wanita berkulit putih pucat itu,membagi peserta kembali menjadi empat kelompok. Dia mulai memancing para peserta mengeluarkan ide yang ada dalam pikiran peserta. Ketika salah satu peserta UIN mengusulkan topik 'agama', Kerensa mengerutkan dahinya. Dengan seyumnya ia berucap, ia sedikit tidak setuju dengan
ide itu, k a r e n a menur utnya hal itu terlalu pribadi. Akhir nya dipustuskan empat tema besar, yaitu Lingkungan, M i s s Wo r l d , Poligami dan Galau. Empat tema ini, didiskusikan dan menjadi b a h a n penampilan t i a p kelompok. Empat kelompok menampilkan asahan akting m e r e k a . Peserta berimajinasi, berekspresi, meluapkan bakat akting masing-masing. Di pertengahan dan akhir penampilan tiap kelompok, Kerensa tidak canggung memberikan kritikannya sambil merekam penampilan peserta dengan cam corder miliknya. Sekitar pukul 12.30 WIB, workshop selesai dengan tepuk tangan riuh dari peserta dan para pemain Darah Rouge lainnya. Semua peserta workshop dan pemain Darah Rouge beristirahat dan menunggu penampilan Darah Rouge di petang harinya. Teater Menjahit Marat /Sade Sabtu petang, Fakultas Adab dan Humaniora diramaikan dengan orangorang yang ingin nenonton teater menjahit marat/ sade. Sebelum menonton teater marat sade di Aula Fakultas Adab dan Humaniora, para pengunjung disuguhkan flashmob teater dari para peserta worksop di sekitar area di Bawah Pohon Rindang (Dpr). Tidak hanya pengunjung teater yang menonton pertunjukan secara flashmob itu, namun para pejalan kaki yang hilir mudik di sekitar Dpr menonton pertunjukan tersebut. Penampilan peserta worksop tersebut sekitar 10 menit. Setelah selesai, langsung disambung penampilan seniman SUAKA/Ayu Pratiwi
80
Darah Rouge di fakultas adhum. Tidak hanya pengunjung dari Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris (BSI) saja yang menonton, namun jurusan lain, seperti Sosiologi dan kampus lain seperti Polban dan STT Tekstil. Penampilan teater Marat/Sade dimulai dengan sesosok perempuan sedang duduk dan menjahit. Sosok itu bernama Kerensa. Dengan iringan instrumen lagi Abdulmajid-Philip Glass, ia fokus menjahit beberapa kain berwarna putih. Selama hampir 20 menit, Kerensa melakukan adegan menjahit tersebut dan sesekali ia bermonolog tentang revolusi. Setelah itu dia berperan sebagai badut, dengan menggunakan properti hidung merah jambu dan tetap bermonolog. Tidak lama kemudian, ia kembali menjahit lagi. Te a t e r m e n j a h i t m a r a t / s a d e menceritakan tentang revolusi -baik personal (khususnya dalam hal berteater) maupun sosial. Marat sendiri diceritakan sebagai tokoh penguasa yang radikal. Teater ini diadaptasi dan diberi sentuhan yang berbeda oleh seniman Darah Rouge dari naskah aslinya yang berjudul Marat/Sade oleh Peter Weiss. Sehingga
TEATER
Oleh: Ayu Pratiwi Ulfah
Kerensa menggabungkan dirinya sendiri dengan tokoh Marat. Dalan teater ini Kerensa sendiri menempati sosok orang gila yang hidup di r umah sakit jiwa. Di dalam penampilannya ia menyampaikan banyak kritik tentang Kota Kembang yang sudah tidak berkembang lagi. Tidak banyak ruang untuk mengekspresikan teater. Selain itu, kritikannya tertuju pada seniman teater saat ini yang apatis terhadap latihan-laihan teater dan kebiasaan jam karet orang Indonesia yang mendarah daging. Kritikannya sangat jelas dan lugas. Teater Indonesia dibatasi hirarki antara seniman senior dan yunior dengan perempuan selalu berada di bawah. Tidak banyak peran istimewa untuk wanita. Banyak hal nyata dalam drama ini, tapi tak selalu realita. "Saya selalu ingin membuat cerita yang relevan. Saya selalu melakukan research dahulu sebelum membuat naskah ceritanya," ujar Kerensa Dewantoro yang ditemui setelah penampilannya, di aula fakultas Adab. Ucapannya ini menguatkan, teater menjahit marat/sade, tentang gairah terus berkarya dan bukan ego untuk 'terlihat saja' di atas panggung semata. Kerensa banyak melakukan atraksi
dengan sebuah kursi. Ia terlihat jatuh beberapa kali. Banyak penonton yang menganggap semua itu adalah akting semata. Namun ada satu adegan jatuh, yang memang ia tidak rencanakan. 'Sakit sekali kaki saya. Serasa ingin dipercepat. But show must go on," ujar Kerensa dengan tertawa. Di pertengahan pertunjukan, ia sempat mengajak beberapa penonton ikut maju ke depan panggung dan mengajak penonton lain bernyayi. Hampir seluruh penonton ikut bernyanyi lagu what's up k a r y a L i n d a Pe r r y, s e h i n g g a meng g aungkan aula fakultas Adhum. Sehingga secara tidak sadar, bahwa penonton ikut berada di dalam drama tersebut. Drama di dalam drama. Pa d a p u n c a k c e r i t a , Ke r e n s a dihampiri seorang perawat. Ia mengikat tangan Kerensa, karena ia berusaha mengakhiri hidupnya sendiri dengan sebuah gunting. Kerensa dianggap berkhayal tentang hal-hal yang tidak nyata. Setelah itu Kerensa bermonolog kembali dengan durasi yang cukup panjang. Tidak lama setelah Kerensa terlihat kembali normal dan tenang, perawat mengizinkan Kerensa keluar dari rumah sakit gila. Kerensa dianggap sembuh. Lalu di akhir dengan cerita Kerensa membayangkan dirinya sebagai penyayi. Mukanya dihias make-up memakai wadges, bandana, baju putih hasil jahitannya dan mulai bernyayi. Bernyanyi sangat riang hingga ia berjalan terus ke balik layar. Tepuk tangan dari lebih 60 orang penonton sangat riuh, setelah pertunjukan selesai. Banyak penonton yang memuji pada penampilan Kerensa dan tim Darah Rouge. "Penampilan teaternya bagus, saya suka da. Kerensa nya ekspresif," puji Filia, mahasiswi Polban.
81
Sosok
Karensa Dewantoro Kerensa adalah wanita asal Australia. Ia datang ke Indonesia tahun 1990. Setelah lulus kuliah, awalnya ia berniat belajar seni ke Jepang. Karena biaya yang tidak mencukupkan, ia memutuskan belajar tari topeng di Bali. Ia tinggal di Bali selama 12 tahun. Ketika awal datang ke Indonesia, ia belum terlalu menyukai seni. Namun, semakin ke sini, seni adalah darahnya. Hal ini yang menginspirasi nama Darah Rouge itu sendiri. Darah Rouge dibentuk sekitar awal tahun 2011 oleh suami, ia sendiri dan dua teman lainnya. Hingga sekarang Darah Rouge sudah menciptakan 4 karya, dengan berkali-kali tampil. Empat karya itu adalah, Menjahit Marat/Sade, Cooking and Murder, You and Me Artaud dan Acrobolanca. Darah Rouge bisa berkolaborasi dengan siapa saja. Asalkan jelas dan serius. Kerensa tidak suka orang yang terlambat. Sebagai ibu, dia harus kerja, dan dia tidak punya jam ke dua untuk menunggu orang. Kerensa butuh loyalitas. Kerensa berpendapat, bakat akting saja tidak menjamin. Semua orang harus mau latihan dan mengasah bakat. Jangan pernah malu untuk berakting. Saat di Australia, ia pernah mempromosikan teaternya kepada orang-orang di jalan menggunakan pamf let. Kerensa Dewantoro meyakini, orang yang mau menonton teater tetapi banyak yang tidak tahu kapan berlangsungnya. Sekitar 5 tahun lalu, Kerensa pernah ke fakultas Adhum juga. Ia mengadakan workshop menulis yang akhirnya menghasilkan sebuah karya pentas berjudul 'Maunya Apa?' menceritakan tentang identitas dan bahasa.
PENDIDIKAN
Gelora Memperjuangkan Pendidikan ala Kampung Belajar yang didapat hasil jerih payah mereka sendiri.
Oleh Aghniya I. Hasan dan Desti Puspaningrum Dokumen Kampung Belajar
B
isa dibilang, Tepas Institute merupakan cikal bakal lahirnya Kampung Belajar. Komunitas dengan misi pengembangan kreativitas ini banyak menyumbang ide dalam hal pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Mereka rasa laik untuk dijadikan aksi riil dalam membentuk lingkungan pendidikan. Maka pada tahun 2008, Roni Tabroni dan segenap jajaran Tepas lainnya merintis Kampung Belajar yang perdana dibuka di Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Kampung Belajar adalah sebuah gerakan pemberdayaan masyarakat yang dibuat setelah melihat kondisi masyarakat golongan bawah yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Mereka membentuk suatu model pendidikan bar u yang masuk ke pedesaan berbasis swadaya masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat menjadi penentu berhasilnya Kampung Belajar ini, karena pelaksana sepenuhnya kegiatan ini adalah masyarakat sendiri. “Maka jika melihat Kampung Belajar sukses, ya sudah pasti karena masyarakat yang menyukseskannya,� ujar Roni saat ditemui Suaka, Selasa (03/12). Ia pun menambahkan bahwa tujuannya adalah masyarakat bisa merasakan kemajuan
Mengubah Paradigma Masyarakat yang cenderung masih memperkerjakan anak usia dini, atau bahkan memutuskan rantai pendidikan demi mengais rizki, menjadi sorotan utama Kampung Belajar. Tujuan jangka panjang mereka adalah mengubah paradigma masyarakat meng enai pendidikan. Paradigma ini diubah agar masyarakat menyadari bahwa status sosial mereka bisa berubah dengan pendidikan yang mereka dapat. Seperti dalam siklus budaya, hal ini memang bar u bisa dirasakan 20-25 tahun mendatang ketika paradigma orang tua sekarang terganti oleh orang tua masa datang yang pernah menjalani pendidikan di Kampung Belajar. Roni pun merumuskan tujuan jangka pendek, yaitu menciptakan suasana belajar yang kondusif di pedesaan. Pesertanya pun tidak terbatas pada mereka yang bersekolah saja, namun juga pada masyarakat yang putus sekolah. Siapapun boleh masuk ke dalam Kampung Belajar, apalagi kegiatan ini tidak membebani masyarakat dengan biaya apapun. Pemilihan lokasi pedesaan pun dipikirkan secara seksama. Ketika pemekaran Bandung, Bandung Barat merupakan tempat yang angka buta hurufnya paling tinggi. Khusus untuk Cipatat, Roni menyebut bahwa Cipatat merupakan daerah yang mayoritas masyarakatnya putus sekolah. Mereka yang saat itu fokus untuk memberantas buta huruf, akhirnya memutuskan Cipatat sebagai lokasi gerakan mereka. Support Masyarakat Ketika Kampung Belajar datang, masyarakat terbukti sangat mendukung kegiatan ini. RT dan RW setempat pun lantas menyediakan tempat yang cocok
82
untuk pelaksanaan belajar. Beragam fasilitas belajar pun disediakan. Tak hanya itu, mereka pun membantu memilih relawan yang berasal dari desa setempat untuk dijadikan pengajar di Kampung Belajar ini. Roni pun menekankan pentingnya relawan yang berasal dari desa setempat. Ini berguna agar masyarakat terbangun jika yang mengajar mereka adalah masyarakat dari kalangan mereka sendiri. Relawan Kampung Belajar diwajibkan berasal dari desa setempat, meskipun banyak dari daerah lain yang jauh lebih berpendidikan. Dalam hal metode belajar pun, pihak Kampung Belajar menyerahkan pada relawan tentang pengembangan yang nantinya diberikan pada masyarakat. Pihak Kampung Belajar hanya menjadi Supervisi yang mengarahkan metodis pendidikannya, dan sebagai fasilitator buku-buku disana. Namun demikian, Roni mengaku mereka tetap melakukan evaluasi dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan. Ditanyai mengenai kegiatan, ia berujar banyak sekali kegiatan yang dilakukan oleh Kampung Belajar. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, kegiatan Kampung Belajar secara komprehensif juga membahas program-program yang juga dilakukan Pemerintah. Sebut saja Pemberantasan Buta Huruf, atau Konsultasi Belajar dengan metode pendekatan yang berbeda dari Pemerintah. Di Kampung Belajar, anak-anak usia 3-6 tahun masuk dalam kelas PAUD, yaitu pendidikan pra sekolah setiap Senin-Kamis. Sementara pendidikan untuk mereka yang sudah sekolah atau yang putus sekolah, disebut dengan Kelas Perpustakaan yang dilakukan setiap Jumat-Ahad. Selain itu, ada pula pemberian motivasi belajar, kelas keterampilan, dan pembinaan. Adapun kegiatan pembinaan ibu-ibu, dilakukan
PENDIDIKAN secara insidental pada momen-momen tertentu. Yang menarik, setiap satu tahun sekali Kampung Belajar mengadakan kampanye belajar ke desa-desa lain dan berkonvoi mengumandangkan pentingnya belajar. Selain cara persuasif ini, mereka pun membagikan buku secara gratis pada masyarakat yang mereka lalui. Ini dimaksudkan agar menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakat tersebut. Progresnya Bagus “Saya berani bersaing dengan PKBM dengan seluruh Indonesia,” seloroh Roni seraya tertawa saat ditanyai mengenai progres Kampung Belajar saat ini. Ia pun menambahkan, Kampung Belajar masuk dalam ukuran bagus sebagai PKBM yang didirikan secara mandiri. Hal penting lainnya adalah Kampung
Tapak Prestasi Roni Tabroni
S
epak terjang pria kelahiran 27 September 1978 ini diakui banyak pihak dengan berbagai penghargaan yang diraihnya. Dengan l a t a r b e l a k a n g p e n d i d i k a n I l mu Komunikasi yang dimilikinya, berbagai b u k u t e n t a n g ko mu n i k a s i t e l a h diterbitkan. Kehidupannya dipenuhi berbagai aktivitas baik yang bergerak di bidang sosial, pendidikan dan politik. Roni Tabroni, profesinya sebagai dosen tidak menutup peluang kompetisi
Belajar memiliki konsistensi untuk terus mengembangkan diri. Ia mencontohkan tentang kegiatan PKBM yang dibantu perpustakaan nasional yang tidak jalan, atau PAUD yang pembinaan anakanaknya masih belum jelas. Apalagi jika dilihat keberhasilan Kampung Belajar saat ini. Banyak orangtua mengaku, dulu mereka minder m e n y e ko l a h k a n a n a k n y a k a r e n a seringkali ditolak dengan alasan anak mereka tidak dapat membaca maupun menulis. Dengan adanya Kampung B e l a j a r, a n a k - a n a k m e r e k a b i s a membaca sejak dini yang menumbuhkan kebang gaan dan kepercayaan diri mereka. Tak hanya itu, kemajuan yang didapat oleh Kampung Belajar juga dapat dilihat dari meningkatnya minat baca di desa tersebut. Kini desa yang dibina oleh masyarakat terbilang memiliki 99%
keaktifan dalam aktivitas belajar. Nuansa belajar ini tentu hadir berkat dukungan masyarakat. Keinginan orangtua yang lebih memilih anaknya untuk belajar daripada bermain menjadi alasan dasar orangtua terdorong memasukkan anaknya ke Kampung Belajar. Kampung Belajar berkembang seperti ini semata-mata karena tumbuhnya kesadaran masyarakat. “Meskipun pada awalnya tidak semua masyarakat mendukung, pada akhirnya mereka menyadari kesadaran akan kebutuhan mereka terhadap pendidikan,” katanya. Kini selain berada di Desa Mandalasari Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat, Kampung Belajar direplikasi di sejumlah daerah seperti Sukahening di Tasik Malaya, dan Cibingbin di Kuningan. (Aghniya, Desti/Suaka)
dan berkarya dalam dirinya. Selama dua tahun berturut-turut ia pernah menjuarai Musabaqah Menulis kandungan AlQuran [M2KQ-MTQ] baik yang diselenggarakan LPTQ Kota Bandung ataupun LPTQ Provinsi Jawa Barat. Selain itu juga ia pernah menjadi juara dalam Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan Anak Depdiknas. Salah satu komunitas yang ia gagas adalah TEPAS Institute yang kemudian menjadi cikal bakal kelahiran Kampung Belajar yang mendapatkan banyak apresiasi dari berbagai pihak. Keter tarikannya di bidang sosial mendorongnya menjadi aktivis di berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat. LSM yang diikutinya sampai saat ini di antaranya Lembaga Kajian komunikasi dan Sosial [LeKKaS], LetsForm!, NUSA Institute, LatsPeka!, Lembaga Bungur Cemerlang dan yang saat ini hangat diperbincangkan adalah kampung Belajar. Kegigihan dalam melakukan bermacam inovasi baru dalam kegiatan komunitas yang ia geluti meng antarkannya pada satu ide, membentuk sebuah atmosfer belajar di sebuah kampung. Terpilihlah satu daerah yang cocok untuk terselenggaranya program kampung belajar. Dengan kehadiran Kampung Belajar
ini, banyak orang memberikan apresiasi atas usaha yang dilakukan pria asal Tasikmalaya ini. Profil pribadinya sudah banyak dimuat di berbagai media nasional maupun regional. Sosok pribadinya telah bertengger di dua stasiun televisi, seperti di 2011 SCTV menayangkan liputan ekslusif sosok Roni Tabroni. Di tahun yang sama Ko m p a s T V m e n ay a n g k a n F i l m Dokumenter ” Roni Tabroni Mengabdi di Kampung Belajar”. Pada 2012 SCTV kembali menayangkan sosok Roni Tabroni dan Kampung Belajarnya dalam Program Liputan6 Award. Sosok Roni Tabroni tak hanya mewarnai layar kaca tapi juga mengisi halaman di beberapa surat kabar dan tabloid. Tulisan terhangat yang dimuat di 2013 tentang sosok Roni Tabroni, Penggagas Kampung Belajar dimuat dalam Harian Umum Inilah Koran. Sebelum itu Media Indonesia, Tabloid Nikita, Tabloid Genie, Harian Umum Sindo, Tribun Jabar, Radar Tasik dan masih banyak lagi media cetak yang telah terlebih dahulu memuat sosok Roni Tabroni dalam medianya. Berbag ai pengharg aan yang ia dapatkan diakuinya bukan karena ia atau teman-temannya daftarkan, tapi semua i t u mu r n i p e n i l a i a n p i h a k y a n g bersangkutan.[] Desti Puspaningrum
83
Informasi adalah AMUNISI
BACA ITU SENJATANYA!
SUAKA/A. Rijal
Tabloid SUAKA, menghadirkan sajian informatif, interaktif, dan mendalam seputar kampus dan luar kampus. Terbit Bulanan.
Dan tiadalah kehidupan dunia melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, jika mereka mengetahui {Al-Ankabut:64}
moc.enilnoakaus.www