edisi 18/IV/2005 lia Aspirasi Kampus
*- t j t 71
■■■ m
JNG
h
M ed ia Aspirasi Kampus Ballroom LPM SUAKA IAIN Sunan Gunung Djati, Jl. AH Nasution No. 105 Gedung G-6 Lantai II Bandung 40614
Assalamu’alaikum
KKN
a. i ‘-:
KKN adalah bentuk pengabdian masyarakat. KKN hanyasebatas ritual tahunan. KKN merupakan kewajiban mahasiswa untuk menyelesaikan kuliah. KKN ialah ajang mencari jodoh. KKN hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Dan masih banyak pendapat lain mengenai Kuliah Kerja Nyata. Setiap tahun, kampus IAIN mengutus mahasiswanya ke berbagai daerah. Kemarin, pada 15 Maret 2005, dengan di bagi menjadi 150 kelompok, sekitar seribu mahasiswa IAIN, dari berbagai fakultas dan jurusan berangkat ke daerah yang telah ditentukan panitia KKN. Lalu, seberapa pentingkah KKN itu, sampai-sampai mahasiswa harus menguras duitnya untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Bahkan, KKN tahun ini harus mengorbankan nyawa mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Kalau KKN itu bentuk pengabdian masyarakat, apa yang telah diabdikan mahasiswa kepada masyarakat dalam jangka waktu sebulan? Kalau KKN adalah ritual tahunan, bermaknakah ritual tersebut? Jika KKN merupakan kewajiban mahasiswa, seberapa besarkah duit yang harus dikeluarkan untuk menggugurkan kewajiban mahasiswa itu? Dan, jika KKN itu bukan ajang pembelajaran, tapi moment mencari jodoh, maka jangan bosan untuk mempertanyakan, masih perlukah KKN? Berbagai cerita seringkali terdengar dari mahasiswa yang melaksanakan KKN. Tapi, yang terdengar sanferhanya sebuah cerita romantis. Entah itu mahasiswa yang mendapat kabogoh, maupun mahasiswa yang bobogohan dengan wanita desa, tempat KKN-nya. Sedangkan yang (seharusnya) pantas terdengar ialah, pelajaran apa yang kita dapat dari masyarakat, setelah selesai Kuliah Kerja Nyata itu? Lalu, mana cerita dari KKN yang bisa kita jadikan pelajaran? Terlepas dari pelajaran apa yang kita dapat, pastinya tidak sedikit pengalaman KKN yang bisa dijadikan pelajaran. Tidak sedikit pula pengalaman yang perlu kita renungkan bersama. Bukankah belajar bisa dimana-mana? Dan bisa sama siapa saja. Mengenai Kuliah Kerja Nyata, dari sisi persiapan hingga di lapangan kami mencoba untuk menyajikannya. Bahkan pro-kontra yang sempat bergulir mengenai KKN pun kami sajikan pada Suaka News edisi kali ini. Tapi tak bisa dipungkiri, kalau edisi ini tidak mengupas tuntas tentang KKN. Toh, kami manusia biasa yang punya tangan dan kaki dua. Selain itu, juga ada beberapa tulisan yang perlu disimak. Salah satunya tentang KKN dimata dosen IAIN Sunan Gunung Djati Bandung sendiri. Bagaimanakah mereka memandang Kuliah Kerja Nyata? Tentunya, hal tersebut ada pada rubrik yang telah tersedia. Tak lain tujuan kami hanya sekadar memberi gambaran sederhana dalam memandang sesuatu.
SUAKA j IHV ) w Assalamualaikum .......................2 Bidik ................................ .......... 12 O p in i............... ............... .............8 S a s tra .......................... ............15 S o r o t.......................... ............. 14 Suara U ta m a ................. ............. 6 Surat Pem baca............ ............ 3
6
Suara Utama
“...Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilakukan selama sebulan, dianggap tak cukup memahami persoalan di masyarakat. Namun tak sepi dari tuntutan warga. Apa boleh buat...”
Keterangan kulit muka: Dadang Syarief Sodikin
Selamat membaca! i Redaksi
Redaksi m enerim a Surat, Artikel, Resensi yang disertai lampiran foto co p y kartu identitas, pengiriman lewat BOX surat atau langsung ke-Ballroom SUAKA G edung G-6 lantai II. Komp. UKM IAIN SGD Bandung.
Pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) SUAKA IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Periode 2004-2005: ■ Ketua Umum: Fifit Ramdhan Nugraha »Sekretaris Umum: Nanik Mustika »Manajer Keuangan: Ema Rosmawati ■ Staf Keuangan: Subiha »Kepala Litbang: Anis Muhtadi Diterbitkan oleh LPM SUAKA IAIN Sunan Gunung Djati Bandung melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Agama Islam Nomor: 46/E/91~Nomor STT: 2348/SK/DITJEN PPG/STT 1998-Nomor ISSN: 1410-3117. ■ Pemimpin Umum: Ujang Marmukslnudin »Pemimpin Redaksi: M. Ali Khumaini »Pemimpin Perusahaan: Indra Gustiana »Staf Ahli: Ahmad Yunus (NA), Ekos Koswara, Syamsul Hadi »Sekretaris Redaksi: Hendriyanto Attan »Redaktur Bahasa: Asep Irfan Adfaruddin »Artistik/Lay-out: Dadang Syarief Sodikin »Fotografer: Fuad Fauzi »Bagian Produksi: Cecep M Kosasih »Bagian Iklan: Arif Budianto »Bagian Sirkulasi: Asep Diden »Koordinator Liputana: Arif Budiyanto ■Staf Magang: Aceng Abdul Qodir, N. Rina Sumartina, Nani Suryani, Anastasia, Habibie, Demi Yogaswara, Yudi Kosasih, Adil Hakim Nasuha, Agus Sonjaya, Juhriansyah, Marlia, Nia Kurniasari »Alamat Redaksi/Perusahaan: Gedung G-6 Lantai II Komp. UKM IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Jalan Raya A.H Nasution No.105 Bandung 40614. [t] 081573196019 081572071961 [e] majalah_suaka@yahoo.com Wartawan Suaka dibekali tanda pengenal dan tidak diperkenankan meminta/menerima apapun dari narasumber.
S uaka N ew s »
m.__________ v-tetiiis
:
■
edisi 18/111/2005 ■ '
u rat P em baca
Dari Redaksi r " ,%asa terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pembaca l a y a n g telah memperhatikan Suaka News kami. Dari halaman I «ke halaman, hingga rubrik ke rubrik, semua tersaji memang untuk para pembaca. Sekali lagi, terima kasih. Dalam dunia kami, kerja keras adalah modal utama untuk meraih segala keinginan. Lembar demi lembar kertas bertuliskan kata-kata merupakan kerja nyata kami. Tak lain tujuannya hanya sekadar berbagi informasi kepada seluruh pembaca dan memberi gambaran sederhana dalam memandang sesuatu. Tak ada secuil niat pun untuk ‘menyerang’ dan menjelek-jelekkan salah satu pihak. Segala yang ada pada Suaka merupakan realita yang ada. Karenanya, kami hanya memberikan dan sekadar berbagi tentang realita tersebut. Sungguh kami bukan ‘penjahaf yang memanipulasi data sekehendak hati. Tapi kami hanya menyajikan sesuai data dan fakta yang kami dapatkan di lapangan, tanpa ada rekayasa sedikitpun. Kasarnya, kami menyajikan apa adanya, sesuai dengan apa-apa yang kami dapatkan di lapangan. Walau begitu, kami mengakui bahwa kerja kami jauh dari nilai-nilai profesional. Namun dengan sekuat tenaga yang ada, kami berusaha untuk mencapai nilai-nilai profesional itu. Kendala-kendala teknis kadang muncul tiba-tiba. Entah itu komputer error, deadline motor, hingga terbentur pada minimnya fasilitas liputan .termasuk terbatasnya tape recorder yang tersedia. Karenanya, kami dituntut agar /egowodalam menghadapi suatu hal. Dan mau tak mau belajar mencari solusi, mengenai kendala yang senantiasa mampir dalam dunia kerja kami. Hal tersebut bukan mengada-ada, tidak pula rekayasa. Apalagi hanya sekadar berapologi. Juga bukan berniat untuk mengumbar segala keluh kesah. Bukan..., bukan...! Tapi itu sudah menjadi bagian dari realita yang kami rasakan. Bukankah kita tidak bisa lari dan sembunyi dari kenyataan? Beberapa pekan lalu, Ballroom Suaka kedatangan tamu dari kawan-kawan yang merasa dirugikan atas pemberitaan Suaka News. Kawan-kawan Himpunan Mahasiswa Islam merasa keberatan atas salah satu ucapan Drs. M. Yamin Mahmud pada Rubrik Wawancara Khusus, yang dimuat di Suaka News edisi 17. “Saya mendengar turunnya Dian itu ada kaitan politis. Anda tahu bahwa mayoritas pejabat mahasiswa itu kanorganisasi ekstranya dari HMI. Nah mungkin ini menjadi faktor juga, kalau saya dengar,” begitu ucapan M. Yamin Mahmud yang membuat keberatan kawan-kawan Himpunan Mahasiswa Islam tersebut. Maka, sesuai kode etik jurnalistik yang telah disepakati. Kami merasa bertanggungjawab jika ada salah satu pihak -per sonal maupun lembaga- yang merasa dirugikan. Adapun bentuk tanggung jawab kami dan demi memenuhi kode etik tersebut, kami menyediakan halaman untuk hak jawab pihak-pihak -personal maupun lembaga- yang keberatan dalam pemberitaan Suaka News. Hal itu guna mengarahkan dan mencoba memberi penjelasan lebih lanjut kepada para pembaca
T a n p a d iu n d a n g , b encana d e m i b en ca na d a ta n g b e rg ilira n . T a n p a k o m p ro m i dan k e tu k p in tu ... J e rit d an ta n g is m e n ja d i m a n tra , p u is i-p u is i bagai u capan b e la su n g ka w a , dan d o a -d o a hanya m e n g u n d a n g d u k a lara... B a n g k itla h ... sebab harapan dan c ita -c ita ta k boleh m a ti d i hem p as g e m p a !!! (U n tu k sa ud a ra ku ya ng te rk e n a bencana)
Suaka News »
edisi 18/111/2005
Kami Butuh KTM... Assalamu’alaikum Wr. Wb Saya adalah mahasiswa semester II. Suatu hari saya ingin masuk disalah satu klub perpustakaan kampus, di kota Bandung. Namun batal. Sebab, salah satu syaratnya itu harus melampirkan fhoto copy KTM (Kartu Tanda Mahasiswa). Sebagai mahasiswa IAIN yang hampir setahun ini, tentu saya kecewa. Karena sampai saat ini, saya (dan mungkin teman-teman seangkatan lainnya) belum mendapatkan KTM tersebut. Padahal ini adalah kampus negeri. Sedangkan yang saya tahu, teman seangkatan saya yang kuliah di kampus swasta, sudah dapat KTM dua bulan setelah ia masuk kuliah. Jadi, melalui surat pembaca ini kami memohon agar pihak terkait segera mengurus KTM kami. Sebab kami sangat membutuhkannya. Dan kartu itu bukan sebagai identitas saja. Tapi masih banyak fungsinya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb TriGunawan Mahasiswa Semester II, Jurusan Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah.
Surat Buat BEM, DPM dan MPM Assalamu’alaikum Wr. Wb Menanggapi Suaka News edisi 17, tentang lengsernya Presiden Mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, Dian Nugraha. Saya kaget dan tidak percaya. Sebab terlalu banyak perubahan ke arah yang lebih baik, yang dilakukan Dian dan kabinet intelektual prophetik yang diusungnya. Kalau misalkan DPM menuduh BEM telah melakukan pelanggaran konstitusi, yang katanya tidak menjalankan Anggaran Rumah Tangga (ART) pasal 2 ayat 1 dan 2, serta tidak menjalankan GBHO, mungkin itu benar secara konstitusi. Tapi please dong... lihat kinerja BEM yang begitu profesional dan sistematis. DPM yang terhormat, kalau kalian mau jujur dan adil, terlalu banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan BEM sebelumnya. Walaupun saya tidak bisa membuktikan kesalahan mereka secara konstitusi. Bahkan sampai akhir laporan pertanggungjawabannya, kabinet sebelumnya masih menyisakan hutang, sebesar 47 juta dan entah kemana uang itu. DPM yang tetap saya hormati, kalau kalian memang benar-benar dewan pengawas dan penyalur aspirasi mahasiswa, silahkan tanyakan BEM sebelumnya, kemana 47 juta itu? Dan perubahan apa yang telah dilakukan BEM sebelumnya, untuk kampus ini? Majelis Permusyawaratan Mahasiswa yang saya banggakan, pengabulan pengajuan DPM dengan tema menyelamatkan konstitusi, itu terlalu cepat. Memang benar tidak ada standardisasi persyaratan pengajuan Sidang Istimewa. Tapi apa salahnya kalau dipikir-pikir terlebih dahulu, sebelum memutuskan SI. Saudara Dian yang kami cintai, Anda pengecut dan lari dari masalah. Jika memang kebenaran dan perubahan yang kalian usung, sok tunjukkan! Ketidakhadiran Anda dan jajaran BEM menunjukan bahwa Anda beserta jajaran Anda, benar-benar salah dan menerima seluruh keputusan SI. Maaf, alasan ketidakhadiran Anda karena tidak mendapatkan undangan resmi dari pihak MPM dan DPM, sungguh sangat tidak
03
uirat P em baca dewasa. Saya pikir MPM dan DPM bukan organisasi kacangan. Sidang istimewa yang diselenggarakan itu justru ingin mengklarifikasi pelanggaran konstitusi yang Anda dan kabinet Anda lakukan. Rasanya sangat tidak masuk akal jika Anda dan kabinet Anda tidak diundang. Kang Dian yang tetap kami cintai, katanya awal bulan Maret Anda dan kabinet Anda akan aktif lagi, dengan tidak menghiraukan hasil putusan Sidang Istimewa. Tapi nyatanya Anda bohong, saya jadi ragu dengan kabinet Anda. Jangan- jangan terlalu banyak kebohongan-kebohongan publik yang Anda lakukan. Baju Toga yang Anda pakai Februai lalu, menunjukan kalau Anda memang benar-benar kalah dan lari dari tanggung jawab, maaf. Kepada Pjs mudah-mudahan Anda sebagai penyelamat konstitusi, bukan pemanfaat dana semester genap. Saya tidak tahu, siapa lagi yang harus saya percayai, DPM yang tidak adilkah, MPM yang tergesa-gesakah atau BEM yang pengecut. Dan saya jadi ragu pula, apakah nanti ketika pemilu raya, saya akan memberikan suara lagi atau tidak. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Nomor
Istimewa
Lamp. Perihal
Permohoman Kik Jawab
Bandung, 29 Maret 2005
Kepada Yth. Pengelola Media LPM SUAKA IAIN SGD Bandung Di Tempat
Assalamu alaikum Wr. Wb. Bersama ini saya sampaikan bahwa surat saudara tertanggal 25 Maret 2005, perihal sebagaimana pokok surat telah diterima. Dan setelah membaca seluruh isi Suaka News Edisi No. 17, sebenarnva hasil wawancara khusus sdr Ujang Marmuksinudin dengan saya sebagai Kepala Biro A2KPSI tidak terlalu menonjol. Hanya saja, untuk memberikan klarifikasi atas hasil wawancara khusus tersebut, yang dimungkinkan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan, saya menyampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Saya selaku Kepala Biro A2KPSI. hanya menginformasikan hal-hal yang terkait dengan mang lingkup wilayah yang ditangani, yaitu kegiatan administrasi akademik dan kemahasiswaan.
Ratnawati Mahasiswa semester VI, Jurusan Jurnalistik, Fakultas Dakwah, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung
2. Dalam hal kemahasiswaan, hanya meliputi UKM dan HMJ yang ada di IAIN SGD Bandung, tidak pernah menyinggung organisasi ekstra, seperti HMI dsb. Demikian hal ini saya sampaikan, agar menjadi maklum dan atas perkenan saudara memuat klarifikasi ini, diucapkan terima kasih.
Wassalam Kepala Bht>A2Ki’SI,
M . Y an in M ahmud NIP. 150183283
Suaka Kiews Âť
edisi 18/111/2005
MENYIKAPI UCAPAN M. YAMIN MAHMUD (KEPALA BIRO A2KPSI) Assalamu’alaikum Wr. Wb. Lima bulan lalu, HMI disibukkan dengan berbagal program kerja kemanusiaan. Sesuai dengan Nilai Dasar Perjuangan Organisasi (Demi Umat dan Bangsa), seperti penggalangan dana untuk Aceh, bakti sosial di lokasi gempa -Kabupaten Bandung, advokasi umat (TPA Leuwi Gajah, Cimahi), aksi menolak kenaikan BBM, sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang pilkada langsung. Dan masih banyak kegiatan yang lainnya. Dengan kesibukan program kerja yang sedang dijalani, tiba-tiba dikejutkan dengan pemberitaan Suaka News edisi 17/111/ 2005, rubrik wawancara khusus, yang mewawancarai M. Yamin Mahmud (Kepala Biro A2KPSI). Di sana tertulis, bahwa Dian Nugraha (Presma terpilih 2004) turun dari Presiden Mahasiswa karena dimotori HMI. Ini adalah fitnah yang sangat memalukan, dan anehnya dilakukan oleh Kepala Biro yang membidangi kemahasiswaan. HMI merupakan organisasi ekstra kampus. Karenanya, tidak ada kaitan sama sekali dengan permasalahan intra kampus. Setiap organisasi ekstra memang tidak berhak mencampuri urusan intra kampus. Ini semua adalah upaya pembusukkan terhadap organisasi ekstra (HMI) yang selama ini dipandang baik oleh mahasiswa, demi kepentingan pribadi atau golongan. Kita memahami permasalahan ini adalah perseteruan antara legislatif dan eksekutif yang keduanya dipilih oleh mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Rektorat sekalipun kita pikir tidak berhak mencampurinya, apalagi organisasi ekstra. Disadari atau tidak, HMI selalu menciptakan dan mencatat sejarah gemilang di bidang organisasi, intelektual, kemahasiswaan, kemasyarakatan, dll. Dengan berbagai persoalan kekinian yang serba menantang dan kompleks, kita jadi teringat bahwa dunia Islam pernah menjadi pusat peradaban selama beberapa abad, kemudian runtuh. Bukan untuk ditangisi dan diratapi. Begitu juga yang dialami HMI. pasang surut yang dialami HMI kita baca secara kritis berdasarkan data historis. Kita pelajari faktorfaktor yang membuatnya pasang, hingga mencapai puncak keberhasilan yang tinggi. Kemudian kita tengok sebab musabab pokok, mengapa ia mengalami proses pembusukan. Kalau bukan menjadi beban kemanusiaan penerus HMI, kelangsungan hidup sebuah pemikiran dan perjuangan, tergantung kepada manusia pendukung yang punya wawasan jauh ke depan. Dengan kualitas intelektual dan spiritual yang prima, memiliki kiat jawaban untuk memberikan solusi terhadap sebuah tantangan merupakan modal utama dalam melangkah maju dan maju. Islam mempunyai doktrin yang teramat kaya bagi sebuah kemajuan yang positif dan konstruktif bila dipahami secara benar, utuh dan cerdas. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Muhammad Lili Pengurus HMI Cabang Kabupaten Bandung & Ketua Perguruan Tinggi dan Kepemudaan
KENALI PERUBAHAN SEBAGAI PARADOKS Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pemimpin harus mengenali paradoks perubahan yang tengah di hadapinya. Paradoks adalah dua karakter yang kontradiktif, saling berlawanan, tetapi kedua substansi itu benar dan saling melengkapi. Kita bisa mengamati kehidupan air di sungai yang berakhir di laut. Muara sungai Itu menjadi awal dari perjalanan baru sang air. Air mati sebagai sungai tetapi memulai hidup baru sebagai laut. Jadi, apa yang menjadi akhir adalah sebuah permulaan. Itulah sifat paradoksal air. Demikian juga dengan paradoks kekuasaan, ia adalah akhir dari sesuatu. Tapi juga awal dari sesuatu yang baru. Kekuasaan adalah akhir sebuah kemapanan sekaligus awal pembaruan. Jika pemimpin gagal memahami sifat paradoksal sebuah perubahan, konsekuensinya la akan kehilangan pemahaman yang utuh tferhadap perubahan itu. Pemahaman yang tidak utuh (fragmented) akan mengakibatkan sikap dan persepsi yang keliru, dan menyebabkan tindakan yang keliru pula (seperti presiden yang mendemo rakyatnya). Pemimpin yang baik justru harus proaktif mengubah status quo demi menciptakan era baru yang lebih cemerlang. Inilah yang disebut orang sebagai creative destruction (Kreatif mengubah yang lama dalam rangka membangun yang baru). Apabila pemimpin harus mereformasi organisasinya, dia harus mulai dengan mereformasi dirinya. Caranya, ia harus bersikap positif dengan menjadi pemimpin yang terbuka, kritis, optimis, tapi realistis, bersikap prudent, hati-hati, dan membina komunikasi positif sementara terus memikirkan, mengharapkan, melakukan, dan mendo’akan yang terbaik. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Muhammad Lili Pengurus HMI Cabang Kabupaten Bandung & Ketua Perguruan Tinggi dan Kepemudaan
Suaka New s »
05
edisi 18/111/2005 ....
.................................... ......................
Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilakukan selama sebulan, dianggap tak cukup memahami persoalan di masyarakat. Namun tak sepi dari tuntutan warga. Apa boleh buat. Oleh Ekos Koswara
U
pada konflikyang ada di masyarakat" katanya. Karena itu, kata Engkus, setiap program harus didasarkan pada kebutuhan lingkungan. Pasalnya dengan begitu dukungan dari warga akan mengalir dengan sendirinya. Disamping itu, lanjut Engkus, paling penting adalah cermat terhadap kebutuhan masyarakat. “Juga melakukan komunikasi dengan aparat desa,” kata ayah satu anak itu, menyarankan. Selama dua minggu kegiatan KKN berjalan, ia mengaku, mahasiswa miskin komunikasi. Tuesty Septianty, ketua kelompok 113, mengaku kalau komunikasi dengan pemerintah desa minim. Menurutnya, hal ini dampak negatif dari lokalisasi. “Tapi bukan berarti tidak ada komuniksi,” katanya. la menganggap kalau kegiatan di tingkat RW merupakan bagian kontribusi bagi desa. “Meski sedikit yang bisa dilakukan,” kata mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab. Mulanya melaksanakan program KKN, baginya, hanya
sekadar menggugurkan kewajiban. Namun setelah berada di masyarakat persoalannya jadi lain. Karena itu, la harus putar kepala. Aneka strategi mulai disusun. Apalagi untuk meladeni tuntutan masyarakat yang berlebihan. Walau begitu, ia dan teman kelompoknya berusaha sekuat tenaga untuk mengikuti keinginan masyarakat Cibodas. “Kami hanya mengikuti keinginan masyarakat,” kata wakil Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung periode 2004-2005. Lantaran itu, banyak agenda yang harus dikorbankan. Sebab bila tak begitu, menurut ketua kelompok KKN 113, kita bisa ditinggalkan masyarakat. Meski banyak perkara yang segera dituntaskan, la senang dengan kelompoknya yang cukup solid. Sehingga berbagai persoalan bisa diantisipasi bersama. Caranya, kelompok yang dipimpinnya selalu melakukan rapat evaluasi, walau hingga larut malam. Tujuannya
Diatas Panggung: Seorang warga setempat tampil diatas panggung, n e -a d : MC saat acara perpisahan KKN Doc. KKN Kel.113
dara Selasa sore pekan lalu di daerah pasar Cibodas terasa segar. Di rumah berukuran sederhana m ilik Anjar, keponakan Abah lyo. Sehari-hari, lelaki tua itulah yang merawat rumah keponakannya. Di rumah yang dijadikan Posko KKN kelompok 113 itu, Ujang Supriatna nampak semangat dan optim is dengan rencananya. DI depan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung yang tengah m elaksanakan KKN, ia m em aparkan kegiatannya. Apa boleh buat kegiatan khitanan massal dan tabligh akbar sudah di depan mata. Karena itu, tak boleh satu jam pun yang terbuang sia-sia. Mau tak mau berbagai peluang pun dimanfaatkan. Yang penting, kata Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat, Desa Banjarsari, hajatan Itu haras terlaksana. Dua mlnggu berlalu sejak 15 Februari. Sebagian kegiatan mulai berjalan. Pada hari pertama, kelompok 113 yang bertugas di Desa Banjarsari sudah disuguhi dengan setumpuk pekerjaan. Salah satunya tawaran mengurus perhelatan khitanan massal dan tabligh akbar. Meski awalnya penuh dengan keraguan, tapi setelah dibicarakan akhirnya tawaran itu diterima mahasiswa KKN. Kegiatan yang dimotori Lurah -panggilan Ujang Supriatna, seakan bukan program KKN. Masalahnya, hajatan itu sudah direncanakan sebelum mahasiswa KKN datang. ‘Walau tidak ada yang KKN, khitanan massal pasti dilaksanakan,” kata Supriatna. Tentu baginya dengan kehadiran mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung merasa terbantu. ‘‘Saya sangat bersyukur dengan datangnya para m ahasiswa,” kata mantan Kepala Desa Banjarsari. “Kita kan bisa saling memanfaatkan,” tambahnya. Kondisi masyarakat yang beragam tentu tak membuat acara lainnya monoton. Karena itu, kata mantan kepala Desa Banjarsari, jangan sampai terlibat dengan persoalan yang terjadi. Masalahnya, akunya, para ajengan sulit bersatu di wilayahnya. Karena Itu, bersikap netral dari KKN adalah pilihan tepat. Engkus Kuswara, Sekretaris Desa Banjarsari, berharap agar peserta KKN dapat h ati-hati dalam melaksanakan setiap programnya. Hal ini tak lain agar program yang akan dilaksanakan berjalan mulus. “Jangan sampai terpancing
Suaka Mews »
edisi 18/111/2005
Doc. KKN Kel.113
untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Desa Banjarsari yang terbagi pada enam RW, memiliki pemahaman beragam tentang keagamaan. Soal itu, bagi Tuesty dan teman kelompoknya tak jadi persoalan. Sebab, menurutnya, program KKN tak membawa misi apa-apa. Variasinya pemahaman tentang agama adalah kenyataan yang harus dihadapi. “Dan ini merupakan realita yang harus dihadapi oleh peserta KKN,” kata Engkus. Untuk itu di desanya mahasiswa yang tengah KKN terbagai pada tiga wilayah. Pembagian ini didasarkan pada letak geografis. Tujuannya agar dapat menam pung kepentingan masyarakat sekitar. “Setiap lingkungan masyarakat yang dijadikan lokasi KKN memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda,” kata alumni STM Negeri 2 Garut, menandaskan. Sebab itu, lanjutnya, melakukan kerjasama adalah persoalan penting. Meski ada nilai manfaatnya, pembagian wilayah, bagi Ujang Supriatna, dianggap kurang sreg. Soalnya, pembagian wilayah KKN di desanya itu tidak efektif. “Salah satu diantaranya wawasan mahasiswa akan sempit,” katanya. Selain itu, akan muncul ego kelompok. Perihal itu, Tuesty mengaku kalau pembagian kelompok dalam satu desa cenderung menonjolkan egonya masing-masing. ‘Tapi kalau untuk fastabiqulkhairat, tak masalah,” katanya. Walau begitu, Engkus berharap, agar mereka (mahasiswa, red) dapat menerapkan ilmu dilapangan. Soal jurusan bukan jadi ukuran. Yang penting baginya, program yang dilakukan dapat membangun kesadaran moral. Salah satunya sadar dengan adanya perbedaan. Oleh karena itu, peserta harus mampu m elakukan so sialisasi tentang programnya. Persoalan yang ada di masyarakat, kata Ujang Supriatna, perlu dijadikan sebuah peluang untuk menggali potensi diri. “Anggap saja ini jihad fisabilillah,” kata laki-laki gemuk berkumis tebal itu, menegaskan. “Di masyarakat itu butuh suri tauladan,” lanjut Ujang. Karena itu, peserta KKN harus bisa memberi contohnya. Walau waktu singkat, tak mesti dijadikan kendala. Muamar Syahroni punya penilaian lain tentang KKN. Menurut Ketua kelompok 135, kegiatan KKN tidak efektif lagi. Apalagi latar belakang pendidikan tidak diberdayakan secara maksimal. “Kita di sini disuguhi manejemen kemasyarakatan,” kata Syahroni. Terlebih lagi konflik tokoh dengan generasi muda tak bisa dihindari. Karenanya Syahroni dan teman kelompoknya segera menyiapkan aneka jurus untuk menghadangnya. Siasatnya dengan merealisasikan program yang betui-betul hasil analisa lapangan. Kelom poknya yang ditempatkan di Desa Kandang Mukti Kecematan Leles, Garut, cukup kedodoran menghadapi masyarakat. Masalahnya, apa yang di dapat selama di kelas kurang mumpuni. Nah, pro gram yang disusun pun jauh dari teori kelas. Apa boleh buat. Tak hanya itu, masalah inter
nal di kelompok pun kerap mengganggu kegiatan yang telah dirancang. “Ini hanyalah masa pembelajaran,” kata Lutfi. Sementara itu, di kelompok 100 juga ada cerita lain. Kodir, Ketua RW 06, Desa Bayongbong, pusing dengan warganya yang susah diajak kumpul. Terlebih saat mengadakan pertemuan dengan peserta KKN. la merasa malu. Karena kepalang tanggung, akhirnya Kodir menganjurkan mahasiswa KKN untuk mendatangi setiap Ketua RT dahulu, sebelum melakukan lokakarya. Setelah dibicarakan bersama, mahasiswa KKN kelompok 100 pun menerima anjuran Kodir. Meski begitu, keberadaan mahasiswa KKN disana justru sangat dinantikan. Setidaknya ada buah tangan. Soalnya bagi mereka tamu itu dapat membawa angin surga. Karenaya, tak aneh jika pada pertemuan pertama dengan warga, aneka tuntutan terus mengalir. Dari persoalan pengajian hingga lowongan kerja. Harapan itu sontak bikin Djamaludin keteteran. Karena itu, ia buru-buru m enjelaskan segamblangnya didepan warga mengenai maksud kedatangannya. “Kami hanya untuk belajar,” katanya. “Yang namanya orang belajar, uangnya masih minta ke orang tua,” kata Djamal. Tuntutan masyarakat memang komplek. Tapi apa boleh buat, itulah realitas. Walau banyak tuntutan, bagi Sutardi, ketua kelompok 100, itu menjadi pengalaman barunya. Berbagai langkah pun terus dilakukan. Salah satunya dengan menjajakan proposal kegiatan ke berbagai pihak. Nah, bersam a kelom poknya, ia menawarkan program pelatihan menjadi fa silita to r. Tujuannya tak lain untuk mengantisipasi minimnya pengajar madrasah diniyah al-Furqon, dan pengajian anak-anak yang diadakan di mesjid al-lkhlas. Setidaknya, dengan acara itu akan lahir
tenaga pengajar baru. “Itulah tujuan adanya ToF,” kata Djamal, koordinator kegiatan Training of Fasilitator. Djamal sumringah, sebab gagasan kelompoknya disambut hangat warga, saat diiokakarya-kan seminggu setelah penginventarisiran masalah. Walau masalah yang mesti diselesaikan dalam waktu singkat di masyarakat setumpuk gunung. Nampaknya, obrolan yang diselangi canda tawa sembari meneguk segelas kopi adalah kegiatan yang menghibur. Agus Jokotak ambil pusing dengan konflik di masyakat. Masalahnya, kataAgus, persoalan tersebut diluar kewenangan KKN. Meski begitu ia mencoba mengomunikasikan dengan kelompoknya. “Itu diluar wewenang kita,” kata mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Namun bukan tak peduli. Bila mau menyelesaikan, ia akan bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk mecari jalan keluar. Lantaran tak lama lagi warga disana akan pesta akbar, pemilihan kepala desa. Secara tidak langsung suhu politik berpengaruh. Sebab itu, peserta KKN dituntut waspada dalam melaksanakan programnya. Termasuk ‘bergaul’ dengan masyarakat. Karenanya, dikelompok 117 dalam rapat tak hanya membahas pro gram. Situasipun dibuat sesantai mungkin. Kadang diselingi canda tawa. Berdasarkan pengamatan sekitar dua minggu di Desa Sim pang Sari RW. 06 Nyalindungdan RW.01 Simpang, kelompok ini menemukan konflik. Salah satunya mengenai perbedaan paham keagamaan. Namun hal itu bukan berarti kegiatan KKN kelompok 117 macet total. Apalagi dengan waktu yang singkat. Sayangkan kalau terganggu. Tim Liput: Fifit Ramdhan Nugraha, Ali Khumaini dan Ema Rosmawati
07
Belajar bukan hanya didapat dari bangku kuliah. Asal ada kemauan, disitulah jalan terbentang. Bahkan tanpa ada silabus dan kurikulum kita bisa belajar sesuai dengan kemauan. Oleh Bambang Q-Anees* Apa yang bisa diceritakan dari KKN? aya tak akan menjawab banyak kecuali melalui suatu kisah. Kisah ini dari salah satu seri Dragon Bali. Konon, pada suatu ketika (entah kapan) bumi akan diserang pendekar asing dari Planet Nemo. Mereka pendekar tiada tanding, kecepatannya melebihi kecepatan suara. Tentu saja, karena mereka memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa. Sun Go Ku, pendekar utama di bumi dan pemelihara keamanan bumi, merasa gamang menghadapi serangan pendekar musuh ini. “Saya harus berguru la g i!” , begitu kesimpulannya. Dan berangkatlah la ke suatu planet tempat King Emperor berdiam. Telah termasyhur dalam buku kuno bahwa King Em peror adalah guru tersakti di galaksi Bima Sakti. Singkat cerita sampailah Goku di planet itu. “ King Em peror, izinkan saya berguru padamu!!,” Goku mengajukan permohonannya. King Emperor menolak dan mengajukan syarat, “Ajukan satu teka-teki yang sulit kujawab dan jawabannya membuat ku terbahak-bahak”. Sejumlah pertanyaan diajukan, tapi semuanya dapat dijawab King emperor. Go Ku yang putus asa mengajukan pertanyaan pamungkas, “Siapakah yang mencari, tapi apa yang dicarinya itu tidak ada, ia justru merasa senang?,” King Emperor lalu mengernyitkan kening, “Pemburu singa...!”. Bukan, jawab Go Ku. “ Pencari harta karun..., p olisi..., Pramuka...”. Semuanya bukan. King Emperor lalu menyerah, dan akhirnya Go Ku menjawab, “Mahasiswa yang sedang kuliah...” King em peror diam sejenak, lalu ia tertawa terbahakbahak. “Baiklah kamu lulus,” seru King Emperor setelah memegangi perutnya yang kesakitan. “Ini menggelikan, mencari itu mestinya harus terus dilakukan sampai ketemu. Kok, mahasiswa di bumi begitu aneh, ya?” Seraya ia melihat ke
08
bawah, terlihat di sana sejumlah mahasiswa yang terlihat girang ketika dosennya tidak datang. “Kenapa tidak mencari ilmu lainnya, memangnya hanya pada dosen saja sumber ilmu itu?”. “Nah, sekarang inilah syarat kedua yang harus kamu penuhi", ujar King Emperor. “Sebelum kuajari ilmu pamungkasku, kau harus mengejar monyet ini”. Di Planet tempat bertahta King Emperor memang ada seekor monyet. Sekadar informasi, planet King Emperor planet yang cukup kecil, dua jam saja sudah terkitari seluruh bulatan planetnya. Di atas planet ini hanya ada satu rumah (rumah King Emperor), satu pohon, dan satu ekor m onyet. Kelebihannya, planet ini memiliki seratus kali gaya gravitasi bumi. Tanpa pikir panjang, Go Ku pun mengiyakan syarat itu. Lalu ia mulai mengejar monyet kecil yang lincah. Tentu saja, ia kerepotan. Di atas bumi saja, yang gravitasinya sudah bisa ia atasi dengan ilmu meringankan tubuh, tak mudah menangkap monyet lincah, apalagi di planet 100 kali gravitasi bumi. Namun bayangan bumi yang akan hancur diserang pendekar Planet Nemo membuat ia tak habis semangat. Go ku terus berjuang mengejar monyet itu. Singkat cerita, setelah berhari-hari lamanya, dengan kecepatan dan kecerdikannya, akhirnya Go Ku bisa menangkap monyet tersebut. ‘‘King Emperor, aku sudah bisa menangkap monyet ini. Angkatlah saya sebagai muridmu. Master..., kini aku akan memanggilmu Master,” begitu kata Go Ku sambil merayu. King Em peror mengangguk-angguk, tak lama kemudian ia berkata, “Pulanglah ke bumi, tak ada apa-
apa yang bisa kuajarkan padamu. Semua yang kamu harapkan sudah kau dapat!”. Go Ku merayu dan terus merayu, la merasa belum diajarkan satu jurus sakti pun. “Pulanglah, besok pendekar Planet Nemo akan menyerang bumi. Kau harus segera menjaga bumi”. Mendengar informasi itu, dengan kesal Go Ku pulang, ia memang harus menyelamatkan bumi dengan segala kemampuannya. Dengan perasaan gagal dan sia-sia, karena belum mendapatkan jurus sakti, Go Ku kembali ke bumi menghadapi serangan musuh. Saatnya tiba, pendekar Planet Nemo datang menyerang bumi. Go Ku menapaki serangan musuh, pukulan ditangkis dengan serangan ganas. Pendekar Nemo melesat terbang, Go Ku menyusulnya. Eh,..ternyata ia bisa m enyusul pendekar itu. Ternyata kecepatannya telah menyamai -bahkan lebih cepat ketimbang para pendekar Nemo. Saat itulah ia sadar bahwa dirinya telah diajari ilmu meringankan tubuh oleh King Em peror. Diam -diam King Em peror telah mengajarinya ilmu meringankan tubuh, tanpa silabus dan kurikulum. Memang yang diperintah King Emperor hanya mengejar monyet, itupun sebagai syarat pelajaran. Namun justru syarat itu adalah inti pelajarannya. Pada pelajaran tanpa silabus dan kurikulumlah terletak ilmu yang sesungguhnya: inilah kesimpulannya. * **
Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah ritual perkuliahan paling akhir. Seorang mahasiswa dinyatakan selesai belajar bila telah mengikuti kuliah dalam kehidupan nyata di tengah masyarakat. Melalui KKN, mahasiswa hidup bersama masyarakat; mengobrol, menyusun
Suaka Biews »
edisi 18/111/2005
kegiatan bersama, dan tentu saja berguru. Apakah kurikulumnya, apa pula silabusnya, dan siapa yang menjadi dosennya? Tak ada kurikulum atau silabus, karena seperti kesimpulan Goku “Pelajaran tanpa silabus dan kurikulumlah terletak ilmu yang sesungguhnya’’. Ini tak masuk akal, absurd, dan mengada-ada. Tetapi memang begitulah kenyataannya. Bagaimana mungkin? Ya, bagaimana mungkin? Kalau pada pelajaran tanpa silabus dan kurikulumlah terletak ilmu yang sesungguhnya, untuk apa kita kuliah? Mending menuruti ‘sunnah’ Bill Gates bahwa “kalau ingin kaya tak usah kuliah”. Bill Gates benar, tapi tak sempurna. Tujuan kuliah bukanlah menjadi kaya. Kaya hanyalah efek dari usaha. Semakin terampil seseorang dalam satu keahlian, semakin ia dihargai, dan saat itu semakin kayalah la. Keterampilan khas Ini memang menghasilkan banyak uang, tapi akan menjebak seseorang menjadi mesin. Yaitu ketika ia hanya memiliki satu kemampuan saja, serta satu tujuan saja; mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Kemudian, petuahnya untuktidak usah kuliah jug a te rla lu berlebihan. Seperti yang dicanangkan UNESCO bahwa visi pendidikan umat manusia adalah leaming live together, jadi pada bagaimana kita hidup secara baik, bukan pada menghasilkan uang saja. Bagaimanapun kuliah cukup penting untuk dilalui setiap anak manusia, asalkan dengan kesadaran yang lebih baik. Alfred North Whitehead, filsuf Proses dari Amerika, pernah bilang bahwa tujuan semua upaya manusia adalah; 1) untuk hidup, 2) untuk hidup baik, dan 3) untuk hidup lebih baik lagi. Tujuan untuk hidup cukup dilakukan meniru, bagaimana kebiasaan orang di sekitar kita. Dan binatang atau tetumbuhan memiliki daya yang sama untuk sekadar hidup. Namun untuk sampai pada tujuan kedua dan ketiga, untuk hidup baik dan hidup lebih baik lagi, kita membutuhkan keterampilan dan wawasan yang tidak selesai dengan hanya meniru. Nah, kuliah yang baik adalah sejumlah Ikhtiar untuk melengkapi kita, bagaimana cara menjadi hidup baik dan lebih baik lagi. Salah satu caranya adalah dengan menguji teori yang didapatkan selama mengikuti perkuliahan ke tengah masyarakat, ke dalam kehidupan nyata. Di bangku perkuliahan, seorang mahasiswa mungkin merasa paling hebat karena menguasai banyak teori-teori asing yang adiluhung. Semua teori itu bisashahih, karena m em iliki argum entasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Tapi belum tentu benar dan betul. Suatu teori bisa benar bila ia menunjukkan buktinya dalam kehidupan nyata. Teori juga bisa dikatakan betul bila la sanggup menjawab persoalan-persoalan tertentu. Nah, melalui KKN-lah, sejumlah teori dari bangku perkuliahan diuji, dicarikan buktinya dan d ijadikan salah satu jaw aban dalam
S u a k a N e w s » edisi 18/111/2005
menghadapi persoalan kehidupan nyata. Jika terdapat bukti dan sanggup menjawab persoalan kehidupan nyata, teori selama perkuliahan akan bisa diandalkan dalam kehidupan sebenarnya. Bila tidak, mahasiswa akan dapat kesadaran baru, bahwa kehidupan nyata ternyata tak semudah seperti yang digambarkan dosen di ruang kuliah. Itulah yang seharusnya bisa diceritakan dari rutinitas KKN. Tetapi, bukankah kenyataannya tidak seperti itu? Bukankah KKN hanya rutinitas ritual yang tanpa makna? Begitukah? Bila ya, sangat disayangkan. Namun tak usah khawatir, semua ritual di negeri ini memang hampir tak menghasilkan makna. Jangankan ritual KKN, ritual haji saja beberapa orang hampir tak menghasilkan kemabrur-an. Hampir sulit ditemukan haji yang menunjukkan kebaktiannya kepada Tuhan, sesuai dengan ayat lan tanaalu al-birra hatta tunfiquuna mimmaa tuhibbun. Padahal, konon, selama ritual hai1mereka mengenakan pakaian putih-putih yang secara simbolik berarti sedang menjalani saat-saat kematian. Kepulangan dari Makkah Ke negeri sendiri, dengan demikian, dapat drtafsir sebagai kesempatan kehidupan kedua setelah mengalami kematian. Lazimnya, orang yang lolos dari kematian dan telah diberi kehidupan kedua akan menghargai kehidupan
“...melalui KKN-lah, sejumlah teori dari bangku perkuliahan d i u j i , dicarikan buktinya dan d ij a d i k a n salah satu j awaban d
a
l
a
m
menghadapi persoalan kehidupan n y a t a . . . ”
secara lebih arif dan dipenuhi amal shaleh. Tetapi semua kemestian ideal itu, nyaris tak terdengar, tanpa jejak (ada banyak koruptor yang sudah berhaji berulang kali). Kalaupun demikian, bukan berarti kita membiarkan ritual KKN (apalagi haji) bergulir tanpa m akna. Siapapun harus dapat memulainya. Di kampus ini mungkin tak ada dosen secerdik (dan sejenaka) King Emperor. Namun saya percaya ada banyak mahasiswa sehebat Go Ku. Melalui semangat Go Ku saya percaya ada banyak mahasiswa yang dapat menimba kearifan dari masyarakat. Mungkin juga ada banyak kesimpulan mengenal bagaimana mahasiswa menyusun kehidupan pribadinya setelah diwisuda kelak. Maka percayalah, pada mahasiswa seperti Go Ku, KKN masih memiliki daya penyadaran yang dapat diandalkan. Jangankan 40 hari bersentuhan dengan realitas nyata, satu hari saja seorang Siddharta berjalan-jalan ke pasar (dan melihat orang-or ang miskin kepayahan mencari nafkah) langsung m enghasilkan pencerahan kesadaran. Sebagaimana juga Rasulullah bisa mendapatkan wahyu setelah ia melakukan tahannuts dan qunut. (Tahannuts adalah “berderma, memberi makan” fakir miskin. Dan qunut adalah berdzikir dalam keadan sunyi sepi. Menurut Husein Mu'nis dalam Dirasatfi al-Shirah al-Nabawiyah Rasulullah melakukan tahannuts dulu selama perjalanan dari rumah ke gua hira. Baru setelah itu ia qunut dan berujung dengan turunnya wahyu). Terlihat jelas bahwa berhubungan dengan kehidupan nyata m erupakan syarat penemuan pencerahan. Apa yang bisa diceritakan dari KKN? Ada. Sepuluh hari setelah menjalani KKN 2005 Ini, seorang mahasiswa yang sedang izin pulang ke kampus menghampiri saya, lalu berkata, “Mas, sekarang saya mulai rajin shalat kembali!”. Saya terperanjat. Pertama, karena ia bukan mahasiswa Filsafat. Kedua, karena hampir tak terbayangkan bahwa KKN bisa mengubah kemalasan menjadi ketaatan. Tetapi begitulah kenyataannya. Sementara Itu, mahasiswa lain yang dari Filsafat bercerita, “Mas, saya sekarang rajin diminta khutbah dan tablighl”. Ini lebih mengagetkan saya, “Lho? Apa masih ada yang percaya?”. Mahasiswa itu bilang, “Alhamdulillah...!”. Ada lagikah yang bisa diceritakan dari KKN? Masih ada. Tapi tanyakanlah pada sejumlah dosen pembimbing yang berkunjung ke lokasi KKN di jauh tempat, sampai-sampai mereka harus menginap. Tanyakan pada mereka, “Apa saja yang dapat mereka ceritakan?” Kita pasti akan lebih terperanjat lagi. ‘ Pengajar Filsafat dan Teologi Jurusan Aqidah Filsafat IAIN Sunan Gunung Djati Bandung
09
p IH l
Dalam waktu sebulan, mahasiswa harus mengubah kultur dasar yang ada di masyarakat. Lalu, mampukah ia menimbulkan kepribadian rakyat untuk mandiri, tangguh dan subyek seperti ikan Bushido? Entahlah
Oleh A. Damn Setiady*
Terminal: Kampus IAIN Sunan Gunung D a: Bandung, menjadi ‘terminal’ saat mahasiswa berangkat KKN uliah Kerja Nyata (KKN) merupakan bentuk tindakan nyata mahasiswa. Hakikatnya berupaya untuk menclptakan struktur progresif masyarakat. Dengan demikian, proses pembangunan masyarakat merupakan pengejaw antahan pola pem aham an, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan untuk mencapai keshalehan indi vidual dan sosial, dari suatu kehidupan masyarakat. Adapun esensinya Ialah penguatan peran kelembagaan sosial yang progresif. Secara keseluruhan berfungsi memasukkan input dari kampus ke masyarakat, dan mengeluarkan output dari masyarakat ke kampus, yang kesemuanya diperuntukkan bagi empowering rakyat yang harus dilecut dengan berbagai Inovasi, motivasi, adopsi teori-teori dan konsepkonsep ilmiah yang diprodukclvitas akademika Perguruan Tinggi, guna memecahkan masalah sosial keagamaan. Karena KKN mahasiswa IAIN Ini bernuansa religius, maka kegiatannya banyak terfokus oada aspek penanaman aqidah, mental spiri tual, dakwah bil lisan, penerapan syariat praktis, membantu urusan administrasi desa, khitanan massa:, dan lebih idealnya mengadakan :e a tfia n manajemen koperasi syariah. Tetapi mungkinkah itu dilakukan dalam waktu singkat? Saiah satu unsur kelembagaan yang ada d masyarakatadaiah penyuluhan keagamaan.
K
Berfungsi untuk m elakukan proses pembelajaran kepada masyarakat, De-ga" demikian, inti dari pembelajaran itu merupakan perubahan perilaku (“changing behav ourT. yang dibalik perubahan perilaku itu acaia" berubahnya kepribadian masyarakat menjac mandiri. Kemampuan rakyat yang mandi' adalah “self-help”. Karena itu pembelajaran penyuluhan keagamaan IAIN sepantasnya bermotto: “help people help them selves'. Selanjutnya kita bertanya, dengan cara apakah KKN mahasiswa dapat mencapai Itu semua (dalam waktu secepat itu)? Tak lain jalannya adalah PEREKAYASAAN (engineer ing). Artinya, masyarakat harus direkayasa. Dalam necesitas (keharusan) pemberdayaan seperti ini, “KKN mahasiswa” mau tak mau harus berubah m enjadi “perekayasaan KKN bersama masyarakat”. Dalam “perekayasaan” tersebut, kemandirian rakyat tidak diperlukan. Tapi yang dibutuhkan ialah kepatuhan. Mereka harus dijadikan “prajurit-prajurit patuh yang siap menerima perintah dan bisa melaksanakannya”, at any time and at any place. Sebenarnya, “perekayasaan” adalah penyimpangan dari falsafah, azas, teori dan praktik penyuluhan keagamaan. Kemudian, kalau kita menghendaki terjadinya perubahan masyarakat secara cepat, hal itu merupakan penyimpangan asas-asas penyuluhan sebagai
suatu suatu proses pembelajaran. Kini kita dihadapkan pada masyarakat yang - s :;-: gen. oluralistlk, dan strata yang berbedaceca Demikian pula dalam hal praktik-praktik penyuluhan keagam aan, kita harus meninggalkan “perekayasaan” dan kembali ~ e" gac - :aca esas-asas pembelajaran. Untuk itu, mematangkan program KKN merupakan suatu keniscayaan. =e c :~ a ' : ^ jg a selaras dengan rencana s • a . i ' : ¿-e- terjun ke masyarakat, /argsece j m p " e ; ngmasing telah memiliki .\ ■■r d is i masyarakat yang ar:.e' ; e anuK K N , baik pandanganpandangannya, budayanya dan potensipotens: yang a : a : a : a ~e reka. Jangan-jangan budaya pa:_" car :aa: oah masyarakat sudah berubah. Dar setar . r . a model rekayasanya pun harus sudah berubah. ‘ ::e m-a asa s, = =•'=: a- esok yang mandiri, tangguh dan subyek. Inilah tujuan dari KKN era baru ini yang harus diwujudkan KKN mahasiswa sekarang. Setelah jelas tujuan apa yang harus kita capai, maka dengan mudah kita jabarkan, bagaimana mencapai tujuan dari kegiatan KKN tersebut? Tujuan dari KKN adalah tim bulnya kepribadian rakyat yang bersifat mandiri, tangguh dan subyek. Implikasi dari pernyataan ini adalah kepribadian rakyat yang belum mandiri, belum tangguh, dan belum subyek. Ini
Suaka News »
edisi 18/111/2005
bukan sekadar sikap kita terhadap rakyat. Akan tetapi dalam realitanya memang demikian. Benar bahwa ada rakyat yang bersifat mandiri, tangguh, dan subyek, “type personality” yang bersifat “agilitiy and restless”, namun jumlahnya hanya sedikit. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa mayoritas dari rakyat kita itu bersifat demikian. Hal ini tak lain karena kultur kita bersifat “soft culture”, atau budaya lunak, santai, atau “cuek”, “type per sonality” yang bersifat “relaxed and unhurries”. Herman Soewardi (2004), Guru Besar (Emeretus) Unpad merinci sifat-sifat budaya santai/cuek beserta kepribadian yang bersemayam di dalam budaya itu: (1) tidak ada orientasi ke depan. (2) tidak ada “growth phi losophy” atau keyakinan bahwa hari esok dapat dibuat lebih cerah dari pada hari ini. (3) cepat menyerah. Sifat inilah yang disebut “tidak tawakal” atau tidak ada sifat “strive for excel lence”. (4) retreatism atau berpaling ke akhirat, dan (5) inertia atau lamban. Namun, lima sifat itu tentunya sudah banyak berubah, kecuali nomor tiga. Selanjutnya, kita tinjau sifat ini dengan seksama, karena sifat inilah yang mengkarakterisir budaya tersebut Sudah menjadi kebiasaan masyarakat, bila melaksanakan suatu pekerjaan, kebanyakan diantara kita melaksanakannya “asal saja”. Artinya, kita cepat merasa puas bila pekerjaan itu selesai dilaksanakan tanpa m elihat bagaimana hasilnya. Semua pelaksanaan pekerjaan harus “dimandori”, karena bila tidak, tipis harapan kita bahwa hasil pekerjaan akan baik. Pengalam an pem bim bing KKN mahasiswa adalah di dalam melakukan observasi pendahuluan. Bila tidak disupervisi,
“membangkang”. Sedangkan bagi anak yang tidak beropini dan selalu mengatakan “ya” diberikan hadiah perm en, coklat dan sebagainya. Demikian pula jika anak jatuh, dengan segera orang tua datang dan membangunkannya. Berlainan dengan pola asuh Barat. Anakanak mereka bersifat “belegug” untuk ukuran kita. Mereka begitu “berani” terhadap orang tuanya. Mereka tidak bisa dilarang, selalu berbuat sesuai kehendaknya. Mereka tidak mau diam dan tidak bisa nurut kepada orang tua. Dan sebaliknya, orang tua tidak menolong bila mereka jatuh. Dibiarkannya agar mereka bisa berdiri kembali dengan kekuatannya. Jadi, pola asuh kita adalah pola ketergantungan. Ketika anak dewasa, ia tidak memiliki kepribadian, la selalu ingin ditolong, dan tidak pernah berprakarsa. Beropini sulit baginya, dan berprakarsa dianggap besar resikonya. Karena itu. pada umumnya orang-orang kita tidak berpribadi. Dirinya adalah “nothing”, dan dia tidak pernah merasa bangga pada dirinya, melainkan dia selalu menyombongkan bahwa dirinya adalah “anak buah”, “begundal”, atau “keturunan” si Anu. Dalam hal ini orang Sunda selalu ingin disebut “keturunan raja Padjadjaran”. Ketidakm andirian berkaitan dengan ketidaktangguhan. Maka orang yang tidak mandiri atau tergantung, jelas tidak memiliki ketangguhan. Ketangguhan ialah tidak cepat menyerah. Baiklah kita bandingkan antara Jepang dan kita. Jepang m enganut “sem angat Bushido” , ketangguhan ikan Bushido untuk naik keatas
akan sumber daya alam berutang kepada Jepang, padahal negara Jepang sangat miskin dengan sumber daya aiam. Maka, sifat-sifat rakyat Indonesia yang tidak mandiri, tidak tangguh dan tidak subyek adalah sifat-sifat kultural yang sangat mendasar. Dan semuanya berpusat pada pola asuh atau sosialisasi, dari sejak kanak-kanak sampai dewasa. Dari segi inilah kita harus meneropong penyuluhan keagamaan dengan paradigma nalar-baru. Atau menumbuhkan kepribadian yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pembangunan, term asuk pembangunan dibidang keagamaan yang mandiri, tangguh dan subyek. Karena itu, teori keilmiahan ilmu-ilmu keislaman perlu direkonstruksi kembali secara seksama, dalam upaya untuk menimbulkan “changing behaviour”. Untuk negara seperti kita yang didominasi oleh “soft culture”, perlu juga diupayakan “changing personality” atau perubahan kepribadian. Bagi mereka yang pernah mengikuti KKN semasa menjadi mahasiswa, kini mereka tidak akan asing dengan teori perubahan keperilakuan (changing behaviour) yang dilandaskan pada berbagai teori. Baik teori sosiologi, antropologi, psikologi maupun komunikasi. K epribadian setiap individu dalam masyarakat perlu inovasi dan motivasi. Dengan s ifa t-s ifa t seseorang yang m em iliki kecenderungan berpartisipasi sosial yang bersifat horizontal, cara menggunakan kekayaan yang boros, kurang memiliki daya tepa selira terhadap unsur-unsur modern.
“Tujuan dari KKN adalah timbulnya kepribadian rakyat yang bersifat mandiri, tangguh dan subyek” kuesioner akan diisi asal terisi saja. Maka banyak jawaban-jawaban dari responden yang kontradiktif dari butir satu ke butir lain. Suiit kita mencari mahasiswa yang bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Semua pekerjaan dilaksanakan dengan “rutinitas”, dan dengan irama kerja yang tidak meningkat. Pada dasarnya, kultur kita itu menghendaki ketergantungan, bukan kemandirian. Hal ini diterapkan sejak kecil, dengan pola asuh (sosialisasi). Lihatlah hubungan antara orang tua dengan anak didalam pola asuh kita. Anakanak, kita didik supaya diam dan nurut. Tidak boleh mengemukakan pendapatnya. Bila m engem ukakan pendapat, dikatakan
S uaka N ew » »
edisi 18/111/2005
curugan. la gagal 5 atau 6 kali, tapi ke 7 kalinya ia berhasil. Ikan Bushido sangat tangguh. Dan m asyarakat kita menunjukkan sifat-sifat kebalikannya. Dalam dua kali mencoba bila gagal, terus mengundurkan diri, seperti dalam peribahasa; ‘jatuh dihimpit tangga”, “keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya”, dan dalam bahasa Sundanya, “katurug katutuh”. Semua itu hanya dua kali mencoba dan terus berhenti. Orang Jepang mengatakan peribahasa mulut harimau dan mulut buaya itu dengan versi lain; “keluar dari mulut harimau sambil membawa taring harimau, dan masuk ke dalam mulut buaya, agar kelak keluarnya membawa kulit buaya”. Inilah sebabnya negara kita yang sarat
Maka, melalui KKN inilah perubahan kepribadian rakyat harus diupayakan sekarang dan esok. Nasib mereka perlu diperbaiki, karena mereka lah sesungguhnya yang disebut ujung tombak pembangunan. Disini peran mahasiswa IAIN mengemban Tri Dharma harus tercermin didalamnya. Dari KKN, kita melihat tiga hal yang terpenting; kem andirian, keteguhan, dan kesubyekan. ini memerlukan penjabaran yang bersifat sosio-kulturalpsikologis.
‘ Penulis adalah staff pengajar Fakultas Ushuluddin
Spanduk: Demi terbentangnya spanduk KKN, merunduk untuk naik ke mobil tak jadi masalah
MENYOAIKKN
Dari tahun ke tahun, Kuliah Kerja Nyata IAIN Sunan Gunung Djati Bandung terus bergulir. Tapi tidak semua mahasiswa yang menyambut baik. Ada apa gerangan dibalik KKN itu? Oleh Arif Budianto Terhitung sejak bulan Januari lalu, kampus ertengahan Februari lalu, kampus IAIN berlabel Islam ini menyiapkan agenda KKN. Sunan Gunung Djati Bandung bagaikan Otomatis pihak Rektorat dan mahasiswa pun terminal. Sejumlah jenis mobil angkutan disibukkan dengan agenda tersebut. Tampak kota dan elf yang parkir, seperti mendukung rektorat sebagai pelaksana KKN, getol kalau kampus IAIN memang benar-benar ter mempersiapkan segala sesuatunya. Tak minal. Tapi bedanya, mobil-mobil tersebut dibubuhi spanduk bertuliskan KKN IAIN Sunan ketinggalan juga para mahasiswanya hilir mudik mempersiapkan KKN, walau berbarengan Gunung Djati Bandung. Begitulah suasana dengan liburan semester. kampus bila mahasiswa hendak Kuliah Kerja Nyata (KKN). Meski begitu, kedudukan KKN sempat Hampir saban tahun, kampus Ini melepas menimbulkan pro dan kontra. Masih relevankah sekitar seribu mahasiswa ke setiap pelosok konsep KKN yang sejak tahun 1970 an ini di desa, maupun kota. Tak lain tujuannya selain berlakukan. Atau memang sudah saatnya di mengabdi kepada masyarakat. Pada KKN ganti dengan konsep baru. Semisal Uninus dan tahun ini, mahasiswa disebar ke Kabupaten Unisba yang tidak lagi menerapkan KKN. Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Luci, mahasiswa peserta KKN 2005, Sumedang, dan Kabupaten Garut. Jurusan BPI menganggap, karena KKN itu
P
bentuk pengabdian m ahasiswa kepada masyarakat. Maka KKN merupakan sesuatu yang penting. "Saya kira KKN sangat penting," kata mahasiswa angkatan 2001. Selain itu, KKN juga tempat pembuktian, sejauh mana mahasiswa bisa bersosialisasi kepada masyarakat. "KKN bukan ritual mainmain, bukan pula ajang pencarian jodoh," kata Fikri, mahasiswa angkatan 2001, Jurusan Aqidah Filsafat. Tapi, lanjut Fikri, tidak menutup kemungkinan kalau ada beberapa mahasiswa yang menjadikan KKN sebagai momen untuk mencari jodoh. Dari tahun ke tahun, sambutan mahasiswa mengenai KKN beraneka ragam. Ada yang menolak juga ada yang menerima. Makanya bukan suatu keanehan jika ada sebagian
12
S uaka N ew s Âť _
|,
edisi 18/111/2005 ........... — -----------
dan harus dihapuskan. Selain karena esensi KKN sudah tidak ada, kata Ade, m asalah finansial yang besar, waktu pem binaan terhadap m asyarakat SPP yang sebentar, dan tidak ĂŠ-SrPfssJia ada output apa-apa bagi l^ 0 W m K A T A N ; m asyarakat m enjadi alasan penolakannya. la juga mengatakan kalau KKN hanya dijadikan ajang mainmain, pacaran, jalanjalan dan jauh sekali dengan m aksud pengabdian. "Bahkan, pada tatarannya KKN itu m e r e s a h k a n masyarakat," kata Dayak, panggilan akrab Ade Irawan. Ha senada juga dikatakan Luci, m ahasisw a BPI, angkatan 2001. Katanya, ada kesan bahwa KKN adalah ajang mencari jodoh. Sebab, katanya, didalam satu rumah, m ahasisw i dan mahasiswa itu berbaur menjadi satu. Melihat Pengumuman: M enurut Rubi Beberapa mahasiswa tampak sibuk melihat pengumuman kelompok KKN Robana, konsep KKN ditemui Suaka. harus dipertimbangkan kembali. “Bentuk KKN Bentuk pengkajian ulang KKN di Uninus yang dahulu harus dikaji ulang," kata laki-laki inipun berimbas pada pergantian KKN menjadi lulusan Missisipi State University USA itu ketika sesuatu yang lebih bermanfaat bagi mahasiswa. Dan formatnya diserahkan pada masingSibuk: Seorang panitia KKN tampak sibuk menghadapi beberapa formulir KKN masing fakultas. Alias disesuaikan dengan pro gram studinya masing-masing. Sama halnya dengan apa yang dikatakan Rubi Robana. Ade Irawan dan Dirman Setiawan, mahasiswa angkatan 2001 yang kebagian KKN di Sam arang, Garut mengusulkan, kalau seharusnya kegiatan tersebut lebih diarahkan kepada praktik lapangan yang di sesuaikan dengan jurusan masing-masing. Namun, ketika diminta tanggapannya mengenai perguruan tinggi yang masih mengadakan KKN, ia mengatakan dengan panjang lebar. Katanya, kalau konsep KKN yang dulu, 'mereka jangan diberi ikan, tapi harus diberi pancing.1Sedangkan sekarang, mereka (masyarakat, red) sudah punya pancing dan ikannya. Lalu mau dikasih apa? "Jadi, KKN sekarang harus ada motivasi atau visi lain," katanya mengakhiri pembicaraan.
mahasiswa yang menolak keberadaan KKN. Fahrudin, mahasiswa angkatan 2001, Jurusan Muamalah, menganggap KKN hanya sebagai ritual akademik yang harus di penuhi oleh setiap mahasiswa jika ingin mendapatkan gelar kesarjanaan. "KKN hanya sebatas ajang ritual formal akademik yang tidak sedikit menguras finansial kami," katanya ketika ditemui Suaka. KKN juga, lanjutnya, tidak pernah menjadi kontribusi untuk peningkatan kompetensi atau profesionalitas mahasiswa dibidangnya. Hal senada juga menjadi pertimbangan pihak Uninus untuk mengubah konsep KKN. Saat ini KKN di Uninus sudah tidak ada. Tapi yang ada hanya Pelatihan Kerja Lapangan (PKL) atau internship. Rubi Robana, Purek III Uninus mengatakan, bahwa masalah ekonomi yang menjadi beban m ahasiswa dalam melaksanakan KKN menjadi perhatian serius. "Salah satu alasan Uninus mengubah konsep KKN adalah masalah perhitungan ekonomi mahasiswa," kata Rubi ketika ditemui di kantornya. Lebih lanjut ia juga memaparkan. -:alau sekarang ini persepsi masyarakat dengan perguruan tinggi sudah sanga: berbeda ientang KKN. Misalnya persepsi perguruan tinggi, adalah m em bantu m asyarakat. Tetapi masyarakat menganggap jika ada KKN mereka akan mendapat bantuan. Nah kita tahu sendiri kan keadaan mahasiswa. "Persepsi seperti itu tentu saja memberatkan mahasiswa," katanya, memaparkan. Penolakan terhadap KKN pun keluar dari salah seorang mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan 2000, Jurusan Sosiologi Agama, Ade Irawan, Selanjutnya Ade mengatakan kalau KKN sudah tidak relevan
k| f
Tim liput: Arif, Aceng dan Anastasia
Melainkan harus dibumbuhi foto pribadi dan agi menjelang slang kala Itu, meski masih stempel jurusan masing-masing. keadaan libur, tidak sedikit mahasiswa Lantaran tidak satu-dua mahasiswa saja yang terlihat di lingkungan kampus IAIN yang punya hajat KKN, pastinya mengantri Sunan Gunung Djati Bandung. Ada yang m erupakan budaya yang tid ak boleh berjalan terburu-buru, ada yang berjalan ditinggalkan saat Itu. Dan, para calon pengabdi santai, juga ada yang hanya sekadar masyarakat itu juga harus rela menunggu nongkrong-nongkrong. Tampak ramal namanya dipanggil. Hal Itulah yang membuat memang, apalagi jika melewati gedung alrepot para petugas yang melayani pembayaran Jam iah dan se kita r depan auditorium . registrasi dan petugas yang menangani KKN. Sepertinya mahasiswa tumpah ruah di sana, di Terlebih petugas KKN yang hanya satu orang satu titik. pada setiap fakultas. Ternyata, suasana ramai tersebut Ialah Sekitar seribu mahasiswa lebih disebar segerombolan mahasiswa yang hendak kesetiap pelosok desa dan kota. Baikdldaerah melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Bandung, Sumedang maupun daerah Garut. Sejum lah m ahasisw a tersebut sedang Mahasiswa pun di bagi 150 kelompok. Karena melakukan registrasi, yang menjadi salah satu daerah penempatan KKN yang berbeda, syarat untuk mengikuti KKN. persiapan masing-masing kelompok yang Setelah memenuhi syarat yang satu Itu, dilakukan pun berbeda-beda. Mulai masalah mahasiswa yang rata-rata angkatan 2001 administrasi keuangan, akomodasi, konsumsi, tersebut lalu mengambil formulir pendaftaran tem pat lokasi, dan lain-lain. Semuanya KKN di ruang panitia, gedung al-Jamiah lantai dipersiapkan. Bahkan, tidak sedikit dari mereka I. Dan tentunya formulir tersebut untuk diisi yang melakukan obrolan santai dengan peserta dengan lengkap. Namun, setelah mengisi lain. Juga berdiskusi dengan kelompoknya formulir pendaftaran, mereka tidak langsung masing-masing, untuk membicarakan segala m enyerahkan kem bali kepada panitia.
permasalahan yang berkaitan dengan KKN Topan Hendra Prlatna, m ahasiswa angkatan 2001, Jurusan KPI, mengaku dirinya sudah mempersiapkan diri secara penuh. Terutama dari segi keilmuan. Sedangkan dari segi mental, ia juga mengaku sudah siap. Hal Itu lantaran seringnya mengikuti bakti sosial di organisasinya. Begitu juga dengan Metty Luthfiyah. Mahasiswa angkatan 2001, Jurusan BSA itu m engaku sudah m enyiapkan fis ik dan mentalnya. “Sekitar 75% sudah saya persiapkan,” katanya, ketika ditemui Suaka. Sedangkan Irma Handayanl mengatakan, kalau persiapan dan kesan yang dirasakan mengikuti KKN ini biasa-biasa saja. Sebab ia belum tahu KKN itu apa dan formatannya bagaimana. Hal senada juga dirasakan Yayan Heriyana, mahasiswa angkatan 2001, Jurusan Jinayah Siyasah. Katanya, persiapan dalam mengikuti KKN itu biasa-biasa saja. Sebab, ia m enganggap kalau kegiatannya hanya mengajar, mempraktikkan ilmu yang didapat dibangku kuliah. Dan mencoba memberikan keahlian kepada masyarakat, supaya dapat bermanfaat kelak. Selanjutnya, ia menganggap kalau KKN sama saja dengan bakti sosial yang biasa diadakan organisasi mahasiswa. Karenanya, Yayan tidak menganggap wah KKN yang diadakan pihak rektorat itu. Lain orang, lain pula pendapatnya. Menurut Topan, KKN merupakan proses akhir kuliah, yang disana mahasiswa bisa melihat dan mengukur diri, sampai sejauh mana potensi yang dimilikinya. Sedangkan, menurut Chatib Saefullah, ketua panitia KKN 2005, Kuliah Kerja Nyata (KKN) m em iliki tujua n -tuju an tertentu. Diantaranya, membantu menyelenggarakan program pemerintah dibidang agama dan kem asyarakatan, mengem bangkan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan merumuskan masalah berbasis konpetensi, professional, dan Interdisipliner dibidang agama, dan menciptakan integritas peran civitas akademika IAIN kepada masyarakat. Selain itu, Chatib Saefullah mengatakan, bahwa pada prinsipnya KKN ialah bentuk kegiatan intrakulikuleryang mempunyai bobot 2 (dua) SKS (Satuan Kredit Semester). “Sehingga dengan berbagai konsekuensi, mahasiswa wajib mengikuti program KKN tersebut,” katanya saat ditemui Suaka di ruang kerjanya. Sedangkan, masih kata Chatib, KKN bertujuan agar m ahasisw a mampu memecahkan masalah yang kerap muncul di kalangan masyarakat. Tak hanya itu, laki-laki kelahiran Sukabumi Itu juga menganggap, kalau KKN merupakan kesempatan besar bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan potensi dan minatnya ditengah masyarakat.
14
S uaka N ew s »
Antri: Di lantai I gedung al-Jamiah, terlihat mahasiswa mengantri, mengambil dan menyerahkan formulir KKN
KKN, SEBUAH K im U " Oleh Indra Gustiana Baik mahasiswa, dosen maupun panitia, semua melakukan persiapan demi menyambut Kuliah Kerja Nyata. Persiapannya pun beraneka ragam.
P
edisi 18/111/2005
Asa Detak Saat bulan merayuku Untuk minta bintang padaku Aku tak mau Karena bintang bukan milikku Tapi saat bulan tak merayuku Untuk minta bintang padaku Aku mau Dan.... Kuberikan bintang serta pelangiku Di angkasa bulan menari Bersama bintang dan pelangi Tiba-tiba kabut dan mendung datang Tapi..... Yakinku berkata Detik selalu pada detaknya Yakinlah....
Anis Muhtadi/Suaka
Dahlia, mahasiswi angkatan 2002 program studi PAI Jurusan Tarbiyah STAIN Pontianak KALBAR
Mobil Bak: Dengan menggunakan mobii bak dan sepeda motor, mahasiswa berangkat KKN la juga mengatakan, bahwa berdasarkan kondisi obyektif, kompleksitas permasalahan, dan kemampuan Sumber Daya Manusia serta Sumber Daya Alamnya, KKN dilakukan atas kesepakatan bersama, antara peserta dengan masyarakat. Agar di lapangan sesuai dengan konsepan yang telah ditentukan sebelumnya, maka dibentuklah dosen pembimbing lapangan (DPL). Adanya dosen pembimbing lapangan juga bisa memudahkan proses komunikasi antara peserta KKN dengan pihak kampus. Sedangkan mengenai ketentuan dosen pembimbing lapangan, Chatib mengaku tidak ada aturan khusus yang mengaturnya. “Hal itu atas usulan masing-masing Dekan Fakultas,” kata Chatib. la juga mengatakan, bahwa berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, dosen pembimbing lapangan harus melaksanakan bimbingan kepada para peserta KKN. Mereka (DPL, red), masih kata Chatib, harus benar-benar mampu membimbing langsung proses kegiatan peserta dan memberi masukan, dialog konsultasi serta mengevaluasi kegiatan bersama mahasiswa, sejak orientasi lokasi sampai perpisahan dengan masyarakat setempat. Kustadi Suhandang, salah satu dosen pembimbing KKN, mengatakan bahwa kita bekerja sesuai dengan apa yang ada dalam buku petunjuk teknis (melakukan bimbingan, penyuluhan, koordinasi dan lainnya kepada kelompok peserta KKN, serta mengontrol peserta KKN dilapangan). “Dengan demikian permasalahan yang terjadi di masyarakat dapat di konsultasikan,” katanya. la juga mengatakan, bahwa ada targetan khusus yang harus dicapai seorang dosen pembimbing lapangan, salah satunya dilihat dari keberhasilan peserta KKN dalam melakukan praktik kerja di msayarakat, sehingga mereka tahu bagaimana bekerja dengan masyarakat. “Saya kira, KKN adalah bentuk praktik mahasiswa bersama masyarakat, bergaul, dan memecahkan permasalahan,” katanya dengan nada kalem. Dan KKN adalah, masih kata Kustandi, salah satu pengabdian mahasiswa kepada mayarakat. Pada kesempatan lain, Dekan Fakultas Adab, Ahmad Syihabuddin mengatakan, ada beberapa kriteria dosen pembimbing lapangan. Salah satunya, mereka belum pernah menjadi dosen pembimbing lapangan. Sedangkan yang utama, seorang dosen pembimbing lapangan harus betul-betul dosen yang sudah berpengalaman, bukan asdos (asisten dosen, red). Akhirnya, tahap persiapan untuk melaksanakan KKN pun usai. Persiapan yang memakan waktu berbulan-bulan ini pun harus segera dilaksanakan. Alhasil, ribuan mahasiswa harus meninggalkan kampus IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam kurun waktu sebulan. Topan, Metty, Yayan dan mahasiswa angkatan 2001 lainnya juga harus pergi, guna melaksanakan Kuliah Kerja Nyata.
Modulir Akankah generasi kebijaksanaan Keramahan dan cinta dari kecerahan intelektual Menggerayangi tiap impian jiwa muda yang bergejolak Lalu impian terealisasikan? Atau sepotong kekerasan hati Memecahkan kekuatan persaudaraan Kobaran api serta gelayut asap Menentramkan batin miris Lalu keserakahan -yang kukasihanitersenyum? Keramahan atau gelayut asap H anyalah jiw a kita Dalam ruang persaudaraan Pergantian dan perebutan Pergantian dan perbedaan Maka tidak perlu api maniak itu
Lisna Yulianti, mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, program D3-Terjemah Bahasa Inggris.
Tim liput: Arif, Habibi dan Hendri
Suaka Mew§ »
edisi 18/111/2005
15 ...................