ISSN : 1420-3117 Tabloid Bulanan
No.11/Tahun XXVII/Edisi April 2013 Lembaga Pers Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
20 HALAMAN + FRESH E-mail : redaksi.suaka@gmail.com
www.suakaonline.com
Pemasangan Iklan : 085723660443 (Nirra) Sirkulasi : 085795538570 (Sri M)
Cita, Cipta, Cinta dan Karsa
Fresh : Earth Hour Solusi Selamatkan Bumi halaman 10
Vakansi : Menggapai Atap Jawa Barat halaman 18
lpm suaka
@lpmsuaka
Sosok : Sariban, Pahlawan Lingkungan halaman 13
2 Assalamu’alaikum
No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 |
Editorial Pemimpin Umum Salman Asyri Nahumarury Sekretaris Umum Siti Sarah Manajer Keuangan Ririn Purwaningsih Pemimpin Redaksi Iqbal Tawakal Lazuardi Siregar Sekretaris Redaksi Putri Galih Ning Gusti Editor Santi Sopia Redaktur Tabloid Resita Noviana, Ratu Tresna Ning Gusti, Zaenal Mustafa Redaktur Fresh Alin Imani, Hilda Kholida Redaktur Online Riska Amelia, Iis Nurhayati Layouter Norman Husein Kru Redaksi Sopi Sopiah, Yane Lilananda Belawati, Ratih Rianti, Nasrul Afidin, Sova Sandrawati, Hamdan Yuapi, Sri Cahyani, Fajar Fauzan Pemimpin Perusahaan Nirra Cahaya Pertama Iklan Nanang Suhendar Sirkulasi Sri Mulyani Produksi/Cetak Abu Nur Jihad Ketua Penelitian dan Pengembangan Panshaiskpradi Asia Sekretaris Penelitian dan Pegembangan Siti Maryam Nurul Ulfa Riset Siti Maryam Pengembangan Aparatur Organisasi Siti Hanifah, Charis Abdussalam Alamat Asrama 2 Saudara Lantai II No.11-12, Cipadung-Bandung, Jl AH Nasution No. 276/36 Email redaksi.suaka@gmail.com - suakanews@gmail.com Web www.suakaonline.com Facebook: LPM Suaka Twitter: @lpmsuaka
B
egitu santer terdengar dari beberapa krisis yang terjadi di negara ini, krisis lingkungan adalah salah satu krisis yang cukup pelik untuk dicarikan solusi. Selama beberapa dekade ke belakang, kita seing menjumpai berita media massa mengenai hutan-hutan kita yang terus dieksploitasi besar-besaran. Sungai-sungai kita tercemar, dan telah jauh berubah menjadi saluran-saluran limbah hajat manusia. Begitu pun dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki negara ini; sama-sama hampir tak memiliki masa depan yang cerah. Hal tersebut kian meyakinkan dari hasil berbagai survei yang telah dilakukan. Beberapa hasil survei terhadap kondisi lingkungan di Indonesia, menyatakan negara ini mengalami peningkatan dalam hal perusakan alam. Dan hal tersebut akan semakin parah, mengingat kini kesadaran masyarakat akan kelestarian alam semakin rendah. Seperti kebiasaan membuang sampah sembarangan, menebang pohon-pohon secara liar, pemakaian produk yang tak ramah lingkungan dan lain-lain. Dan yang lebih disayangkan lagi, peran pemerintah sendiri sebagai pemangku kebijakan, nyatanya turut mendukung dan memelihara kerusakan tersebut. Dengan dalih percepatan pembangunan, pemerintah kita rela menjual sektor strategis kita kepada investor asing. Sumber daya alam kita dilacurkan semata-mata hanya untuk tercapainya pembangunan ekonomi yang justru melupakan paradigma pembangunan ekologi dan sosial. Negara seolah menggelar karpet merah bagi para investor asing. Untuk mengeruk segala sumber daya alam yang dimiliki negara ini. Seperti kebijakan pemerintah yang mengeluarkan peraturan memperbolehkan hutan lindung kita disewakan. Dan itu masih sebagian kecil dari kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap masa depan lingkungan kita. Apabila kita mengacu kepada amanat konstitusi yang tertuang dalam UUD 1945, bahwasannya kekayaan sumber daya alam yang meliputi air, tanah dan udara merupakan tanggung jawab negara yang semata-mata hanya ditujukan demi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat. Namun pertanyaannya sekarang adalah: kesejahteraan dan kepentingan siapa yang diutamakan? Investor atau masyarakat secara keseluruhan? Yang jelas masa depan anak dan cucu kita akan kian terancam, dengan eksploitasi habis-habisan yang terjadi selama ini. Kini saatnya semua elemen masyarakat harus bersatu mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang semakin tidak menyentuh kepada kepentingan masyarakat luas. Saat ini kita membutuhkan pemimpin yang mampu menerapkan langkah strategis bagi terwujudnya bangunan Indonesia yang lestari, mandiri dan sejahtera.[Redaksi]
Anda ingin mengomentari editorial ini? Kirimkan opini Anda ke nomor 081809529297 Atau kirim ke email: redaksi.suaka@gmail.com
Dari Redaksi
P
ada tanggal 22 Maret lalu, masyarakat dari berbagai kalangan berbondong-bondong ikut serta merayakan hari air sedunia, World Day for Water. So, sebagai bentuk rasa syukur kami pada Allah SWT yang masih mengizinkan kita untuk tetap bisa menikmati kehidupan ini dengan air yang masih melimpah. Maka dari itu, tabloid Suaka edisi ke-3, kami menyajikan berbagai informasi mengenai hari air sedunia. Dalam laporan utama kami hadirkan informasi terkait bahaya air isi ulang, karena fakta yang kami dapat di lapangan, tidak semua produsen penyuplai air telah memenuhi standar dan bersurat izin legal.
Wartawan LPM Suaka dibekali kartu identitas dan tidak diperkenankan menerima dan meminta imbalan apapun dari narasumber
Lanjut pada rubrik laporan khusus, barulah kami mengangkat terkait peringatan hari air sedunia serta krisis air bersih di kawasan Bandung. Masih terkait dengan isu lingkungan, rubrik sorot memilih menyoroti kawasan Cikapundung yang kini beralih fungsi laiknya tong sampah. Rubrik selisik pun ikut membahas isu lingkungan, kali ini mengenai pentingnya hutan kota.
Keterangan kulit muka:
Suplemen mahasiswa suaka fresh ikut membahas lingkungan. Fresh report mengajak pembaca untuk menyelamatkan bumi serta mengurangi efek dari global warming. Berbicara mengenai global warming, resensi film An Inconvenient Truth pun bercerita mengenai kehancuran bumi akibat global warming. And fresh free, menyajikan informasi mengenai diet plastik.
Gambar mentah dan desain: :\ Ahmad Rijal Hadiyan /Magang
Rubrik sastra, opini, tanggap, vakansi, kampusiana, dan lensa suaka, masih kami hadirkan untuk menemani para pembaca. Dan terakhir, kami ucapkan, selamat hari air sedunia. Save water save life.[Redaksi]
Tanggap 3
| No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013
Air yang dimasak dan air galon, manakah yang lebih dipilih masyarakat? Keterangan: Data ini diambil secara acak dari 300 responden dari dua lokasi berbeda, yakni Cipadung dan Manisi.
56,3%
-56,3% responden memilih menggunakan air isi ulang. -31,6% responden memilih menggunakan air rebus (air yang dimasak).
12%
-12% responden menggunakan air isi ulang dan air rebus. Hasil Riset Pola Konsumsi Air Minum Warga CipadungManisi. Responden 300 orang yang terdiri dari keluarga rumah tangga. Responden = 300 orang
56,3% 31,6%
Konsumsi daerah Cipadung: Air isi ulang Air yang dimasak Air isi ulang + air yang dimasak Komsumsi Daerah Manisi: Air isi ulang Air yang dimasak Air isi ulang + air yang dimasak
Air isi ulang Air yang dimasak Air isi ulang + yang dimasak
: 68 Orang : 63 Orang : 19 Orang : 101 Orang : 32 Orang : 17 Orang
Sumber: Litbang Suaka
Apa
kata mereka M tentang air minum? “Saya di rumah minum pakai air galon udah lama, sejak tahun 86-an lah. Soal masalah kesehatannya, alhamdulillah saya tidak ragu, kan saya pakai air galon bermerek dan bukan isi ulang. Jadi terjamin gitulah. Pernah sih, dulu pakai air isi ulang. Tapi gak cocok, anak-anak pada batukbatuk, sakit perut, makanya ke air galon asli saja, praktis.”
Ibu Hj. Atih Sumiati (57), Ibu Rumah Tangga “Udah ada 6 tahunan kali ya saya pakai air galon isi ulang, sejak si bungsu lahir. Alesannya sih kan zaman modern ya semuanya serba gampang. Enak gitu gak harus repot-repot rebus dulu. Tapi pernah sih ada saudara yang bilang kalau lebih dari tiga hari bakteri yang di galon bakalan nyebar, katanya. Khawatir sih, tapi da saya mah gak pernah sampai 3 hari juga udah habis.”
araknya depot-depot isi ulang air minum di Bandung tampaknya mulai menggeser budaya “naheur cai” atau rebus air di kalangan masyarakat. Walau demikian, sebagian masyarakat masih memilih air yang dimasak terlebih dahulu untuk diminum. Adapun keunggulan masing-masing cara pengolahan air, masyarakat memiliki opini masing-masing tentang hal ini. Berikut berbagai opini masyarakat Cipadung dan Manisi tentang air minum. “Saya mah pakai dua-duanya, isi ulang galon iya, masak juga iya. Kalau isi ulang galon mah buat anak-anak saya saja. Kalau saya gak suka, gak cocok gitulah. Liat aja tangki airnya juga perasaan kurang steril.” Ibu Tati Sulastri (57), Ibu Rumah tangga. “Awalnya masak sendiri, baru-baru ini pakai air galon. Praktis , kalau pake air masak cuman buat bikin teh, buat di termos. Masalahnya kesehatannya sih gak tahu ya, da kan baru. Tapi buat ibu mah yang penting praktis.”
Ibu Eulis Suryati (35), Pedagang Kelontong Ibu Oting Rohayati Ningsih (43), Pemilik Warung Nasi “Kalau aku sih seringnya pake galon, tapi yang gak bermerk asli. Bukan isi ulang. Udah lama sih sejak nikah sampe sekarang punya anak pakainya air galon. Dulu pernah pakai air galon isi ulang di depot, cuma trauma aja dulu sampe bermasalah, kayak ada jentik-jentik nyamuk gitu. Padahal aku punya anak kecil, jadi wah kayaknya gak aman deh.”
Ibu Alfin Manurung (26), Usaha Laundry
“Buat minum mah, ibu ngerebus sendiri. Enak aja rasanya, beda sama air yang dari galon isi ulang. Udah mah gampang, sehat juga kan kalo masak sendiri mah”
Ibu Rahayu Ani, Wijayanti (50), Ibu Rumah Tangga
4 Laporan Utama
No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 |
Di Balik Jernihnya Air Isi Ulang Oleh Wisma Putra
A
ir adalah kebutuhan pokok manusia. Sebuah survei membuktikan bahwa manusia tidak bisa bertahan hidup lebih dari 3 hari tanpa air. Di zaman yang semakin modern ini, teknologi semakin canggih. Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat, terlebih lagi sumber daya manusia kian meningkat, begitu pun dengan teknologi pengelolaan air. Jika dulu masyarakat hanya bisa memanfaatkan air sumur atau mata air untuk kebutuhan sehariharinya, kini muncul berbagai alternatif produsen penyuplai air instan. Fleksibel dan praktis, merupakan keuntungan yang didapat dari penyuplai air instan ini. Air kemasan, baik dalam bentuk isi ulang (galon) atau dalam botol sekali pakai, kini mewabah di masyarakat. Menjamurnya penyuplai (depot) air isi ulang membuat masyarakat semakin dimanjakan. Tak hanya mudah didapat, air yang disediakan penyuplai pun cenderung lebih murah ketimbang memasak air sendiri. Namun timbul pertanyaan, apakah air isi ulang yang kita konsumsi selama ini sehat? Berdasarkan data yang diperoleh, tidak semua penyuplai depot isi ulang mendapat izin resmi. Di samping itu, ada pula penyuplai yang menolak melakukan uji laboratorium. Berbagai alasan pun dibuat. Misalnya penolakan karena biaya pengujian air yang mahal. Perwakilan Dinas Kesehatan Jawa Barat (Dinkes Jabar) Setia Kahadiwan menyatakan, Dinkes memang berperan sebagai pengawas pada penyuplai air isi ulang. Namun yang berwenang mengeluarkan izin usaha terhadap agen-agen depot isi ulang tersebut adalah Dinas Perindustrian. Selanjutnya, Setia menerangkan, peran Dinkes sebagai pengawas terhadap penyuplai air isi ulang, tertera dalam Permenkes No. 736. Bicara soal kandungan bakteri yang terdapat pada air galon, Setia memaparkan bahwa semua itu memiliki standar keamanan. “Berapa minimal kadar Potential of Hydrogen (PH) dan mikroba yang ada. Jika dibandingkan dengan air godogan biasa yang melalui pemanasan, memang air galon sebaiknya tidak dikonsumsi secara langsung. Namun baiknya, air galon harus mengalami proses pemanasan dahulu. Setidaknya untuk
meminimalisir kuman, racun dan bakteri,” papar Setia yang menjabat di bagian Kesehatan Lingkungan Dinkes Jabar. Ia juga menambahkan, terjamin atau tidaknya air isi ulang itu tergantung dari cara pengolahannya. Kebanyakan penyuplai air isi ulang melakukan penyinaran/Ultra Violet dalam upaya pembunuhan bakteri dan kuman dalam air. Selebihnya, mereka harus melakukan pemeriksaan sampel air ke laboratorium kesehatan 3 bulan sekali, untuk memastikan tidak ada zat berbahaya pada air mereka. Namun, mahalnya biaya pemeriksaan sampel memang membuat beberapa penyuplai isi ulang enggan memeriksakan air mereka. Keengganan melakukan pemeriksaan air ini memicu Asosiasi Depot Isi Ulang untuk berperan lebih. Asosiasi inilah yang bisa menjadi penyokong bagi penyuplai atau depot air yang tertinggal. Masyarakat Instan Masyarakat sekarang dapat dikatakan sebagai masyarakat dengan budaya serba instan. Memilih harga ekonomis dibanding kualitas dan kesehatan sudah bukan hal yang aneh lagi. Tak beda jauh dari masyarakat sekarang, mahasiswa yang tinggal di rumah kos pun 'latah' memilih air galon isi ulang tanpa menggodoknya lagi. Alasannya? Tak mau membuang-buang tenaga dan lebih suka menikmati yang instan saja. Bicara soal kesehatan air godok, Setia menjelaskan, menggodok air memang dapat membunuh bakteri. Tapi di zaman yang serba canggih ini, tentu saja ada banyak alternatif cara pembunuhan bakteri lain yang lebih sederhana. Namun, ketidaksiapan masyarakat dalam menerima temuan-temuan baru soal air membuat cara penggodokan air masih jadi pilihan utama. Hingga saat ini, Dinkes Jabar masih belum menerima laporan kasus berat dan besar yang diakibatkan air galon atau air kemasan. Kualitas Air Galon Menurut Aang, dosen Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung, kualitas air galon sangat tergantung pada proses yang dilakukan pada air galon tersebut. Perlu diketahui, tidak semua depot isi ulang melakukan proses filtrasi air secara benar dan tepat. “Ada depot yang hanya asal-asalan dalam melakukan pengolahan air. Alat-alat yang digunakan seperti sinar Ultra Violet yang berwarna
suakaonline.com Portal Informasi Kampus UIN SGD Bandung
Terkini Kampusiana Sastra
Agenda E-paper Polling Index
biru, sebenarnya hanya lampu a qua rium. Sela in itu, pengecekan terhadap alat-alat penyaringan pun tidak dilakukan secara berkala,” kata Aang. Namun Aang tidak mengeneralisirkan pendapatnya. Menurutnya, tidak semua depot seperti itu, masih ada depot yang menjalankan usaha sesuai izin dan standar yang berlaku. Selanjutnya, A a n g menyarankan untuk menggodok air isi ulang terlebih dulu. “Tidak ada yang m e n j a m i n kebersihan air isi ulang, meskipun sudah difilter di depot sebelumnya. Bisa saja mikroorganisme Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) bakteri justru menyebar melalui galon, jika pemanasan dalam dispenser itu kurang baik. Karena suhu dispenser tidak mencapai 100o, bakteri di dalamnya tidak menjamin akan mati semua,” katanya. Untuk meminimalisir risiko dalam penggunaan air isi ulang, Aang juga menyarankan, galon yang dipakai harus diganti. “Usahakan galon dipakai hanya sekali, setelah itu ganti dengan galon yang lain. Karena proses pencucian galon di depotdepot cenderung kurang higienis,” pungkasnya. Pengalaman Air Bermasalah Dadang, salah satu staf fakultas di mana Aang mengajar mengatakan, ia pernah membeli air galon yang bermasalah. Selang 3 hari dari pembelian, muncul cacing-cacing dalam galon dari depot. Kemunculan cacing-cacing tersebut disinyalir karena proses penyaringan air galon tidak steril. Ketidaksterilan ini menyebabkan larva cacing yang ada di air tumbuh berkembang ketika terkena
| No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013
Laporan Utama 5
Bak penampungan air di salah satu perusahaan air minum di Ujung Berung.[] Foto oleh Anggara/Magang
Refleksi “...Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Dia hasilkan dengan itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu...” QS Al-baqaroh :22 “...apa yang diturunkan Allah berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati...” QS Al-baqaroh :164
6 Laporan Utama
Alur Distribusi Air Isi Ulang
No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 |
1
Mata air Gunung Manglayang menjadi salah satu sumber utama bagi pendistribusian air minum isi ulang di Bandung.
Mata air gunung kemudian disalurkan melalui pipa dan ditampung di bak-bak penampungan. Di penampungan ini dilakukan filtrasi pertama. 2
Air yang telah mengalami filtrasi kedua kemudian dimasukan ke mobil-mobil tangki untuk didistribusikan ke depot-depot air minum di seluruh Bandung. 4
3
Setelah ditampung di bak-bak penampungan, air tersebut disalurkan ke rumah pengisian air dan mengalami filtrasi kedua.
6
5
Setelah mengalami berbagai proses, air tersebut sampai di tangan konsumen. Satu galon air isi ulang dibandrol dengan harga di bawah Rp 5000,-.
Di depot-depot, air tersebut difiltrasi kembali menggunakan sinar Ultra Violet guna menghilangkan bakteri-bakteri yang masih menempel dalam molekul air
Permenkes No. 736
BAB III TATA LAKSANA PENGAWASAN Bagian Umum Kesatu Pasal 6 Pengawasan Eksternal dan Internal dilakukan dengan 2 cara, meliputi : a. Pengawasan berkala, dan b. Pengawasan atas indikasi pencemaran. Dalam Pasal 10 No 1 dan 2 1. Kegiatan pengawasan kualitas air minum meliputi: a. Inspeksi sanitasi dilakukan dengan cara pengamatan dan penilaian kualitas fisik air minum dan faktor risikonya. b. Pengambilan sampel air minum dilakukan berdasarkan hasil inpeksi sanitasi. c. Pengujian kualitas air minum dilakukan di laboraturium yang terakreditasi. d. Analisis hasil pengujian laboratorium. e. Rekomendasi untuk pelaksanaan tindak lanjut, dan f. Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut. 2. Pen yel en g g a ra a n a i r m i nu m d a l a m m e l a k s a n a k a n p e n g awa s a n i n t e r n a l wa j i b melaksanakan analisis risiko kesehatan.
Ilustrasi: A.Rijal/Suaka
Kami segenap pengurus LPM SUAKA turut berduka cita atas berpulangnya Nuri Widya Lestari, Kru Magang LPM SUAKA. Semoga amal dan ibadahnya diterima disisi Allah SWT
| No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013
Hari Air Sedunia
Laporan Khusus 7 Rp
dan Krisis Air Bersih di Kota Bandung
Oleh Anisyah A.F ir merupakan kebutuhan pokok manusia setelah oksigen. Tanpa ada air tidak akan ada kehidupan dan tiga perempat tubuh kita terdiri dari air. Jarang sekali manusia yang mampu bertahan tanpa minum selama 4-5 hari. Manusia menggunakan air untuk memenuhi kebutuhannya, baik untuk minum, memasak, mencuci atau kebutuhan lainnya seperti keperluan industri, pertanian, peternakan, pemadam kebakaran, dan lain-lain.
A
Lalu bagaimana kondisi Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah perairan? Indonesia adalah sebuah negara yang tediri dari 17.000 lebih pulau-pulau. Sebagian besar wilayahnya terdiri dari perairan. Hingga akhirnya Indonesia memiliki julukan negeri Bahari. Karena itu, seharusnya Indonesia menjadi negara yang mampu mensejahterakan warganya. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Indonesia adalah negara yang sering mengalami kekeringan dan kekurangan bahan pangan. Bukan hanya itu, masih banyak lagi permasalahan lingkungan yang ada di Indonesia, salah satunya, krisis air bersih yang melanda Kota Bandung. Kota kembang yang dulu disebut sebagai Paris Van Java kini sedang dilanda krisis air bersih. Pasalnya, Sungai Citarum telah tercemar dan berada pada status mutu air bernilai D. Itu artinya banyak bahan kimia berbahaya yang terkandung di dalamnya, seperti nitrit, koli, tinja, deterjen, dan lainnya. Padahal Sungai Citarum, adalah sumber air untuk sembilan kabupaten dan tiga kota di Jawa Barat, termasuk Bandung di dalamnya. Ada 25 juta orang lebih yang sangat bergantung pada sumber air ini. Belum lagi masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai. Survei di lapangan yang dilakukan oleh Pusat Lingkungan Geologi, Departeman Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan, bahwa penyebab utama dalam mempercepat terjadinya degradasi sumber daya air adalah manusia. Ini membuktikan, telah terjadi eksploitasi besarbesaran terhadap sumber air. Penelitian lebih lanjut pernah dilakukan oleh Kelompok Kerja Komunikasi Air (K3A) pada bulan April-Oktober 2008. Hasilnya menunjukkan, adanya penurunan ...(DO) secara signifikan di titik pengukuran Sukaresmi dengan kadar DO menurun dari angka 5,8 mg/L menjadi 1,3 mg/L. Artinya air telah mencapai pada level yang sangat buruk. Kepala Badan Penelitian Lingkingan Hidup Daerah (BPLHD), Iwan Setiawan mengatakan, pencemaran air sungai di Kota Bandung, 60% disebabkan oleh limbah domestik yang dihasilkan
oleh rumah tangga. Sebagai contoh, kawasan Sukapakir, Kecamatan Bojongloa, Kota Bandung, dahulunya dikenal dengan sebutan negara beling. Istilah ini muncul karena jika ada yang datang ke kawasan ini, jalannya harus berjinjit dan behatihati saat menjejakkan khaki. Bukan takut menginjak beling, tapi takut menginjak tahi manusia dan hewan, karena dulu orang sini memang suka berak sembarangan. World Water Day dan Permasalahan Air di Kota Bandung Untuk menarik perhatian masyarakat dunia (internasional/red.), dalam pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan, maka pada tanggal 22 Desember 1992 dalam sidang umum PBB menetapkan World Water Day atau Hari Air Sedunia diperingati setiap tanggal 22 Maret, melalui Resolusi No. 147/1993. Tema yang diusung dalam peringatan World Water Day setiap tahunnya berbeda. Dan tahun ini, merupakan peringatan yang ke-20. Dengan tema “ Tahun Kerjasama Air Internasional” atau “International Year of Water Cooperation” yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan air dan menjalin kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah dalam hal penggunaan air. Karena faktanya, persediaan air yang layak konsumsi setiap tahunnya selalu mengalami penurunan. Terkait peringatan World Water Day, rasanya tidak memberikan dampak yang begitu berarti dalam mengatasi krisis air bersih di Kota Bandung. Hal ini hanya menjadi formalitas belaka. Perkara ini juga diungkapkan Dodi ALF (25), relawan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), saat ini konsen Walhi pada isu komersialisasi air yang dimiliki oleh per usahaanperusahaan. Padahal seharusnya ini menjadi hak masyarakat. Anehnya, pemerintah seolah diam dan dengan mudah memberikan izin pada perusahaan tersebut. “Karena air hak hidup orang,” ujarnya saat ditemui di Sekertariat Walhi, Jalan Piit, Jumat (15/3). Walaupun demikian, setiap tahunnya Walhi tetap melakukan kampanye air. Tujuan utama kampanye yang dilakukan Walhi adalah membuka informasi sebesarbesarnya kepada publik terkait fakta-fakta air dan permasalahan air yang ada saat ini. Karena tidak banyak masyarakat yang mengetahuinya. Harapannya, agar masyarakat juga ikut peduli dengan kondisi masalah air dan ikut membantu upaya menanggulanginya. Karena dari data yang diperoleh, 60% pencemaran air di Sungai Citarum akibat limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga.
Dalam mengatasi permasalahan air, Green Peace yang diwakili oleh Ahmad Ashov Birry (28) ,Toxics – Free Water Campaigner for Greenpeace Southeast Asia, Indonesia Office, memberikan jalan tengahnya, yaitu dengan win-win solution bagi keselamatan sumbersumber air dan lingkungan kita. Bagi masa depan generasi mendatang, kemajuan industri dan ekonomi kita. Hal itu bisa tercapai, hanya bila kita mau merubah paradigma dalam mengelola bahan kimia berbahaya dan mengendalikan pencemaran industri terhadap air, udara dan tanah. Yaitu paradigma yang mengedepankan pendekatan pencegahan, menggunakan prinsip kehati-hatian, dan bersama-sama berkomitmen menuju 'Nol Pembuangan' bahan kimia berbahaya. Berbagai studi telah menunjukkan, perubahan paradigma tersebut memberikan keuntungan tidak hanya bagi industri, tapi juga terutama bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Berbagai studi pun menunjukkan, sumber air yang lestari merupakan prasyarat bagi kemajuan ekonomi suatu bangsa, bukan sumber-sumber air yang tercemar. Kini, kita tunggu saja apakah tahun ini peringatan World Water Day yang bertemakan “Tahun Kerjasama Air Internasional” mampu mengatasi atau setidaknya membantu menyelesai kan permasalahan krisis air bersih di Kota Kembang. Atau hanya menjadi peringatan yang diperingati karena formalitas belaka.[]Kru liput: Dede Lukman/Magang
8 Sorot
No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 |
Foto: Milda/Magang
Cikapundung Bukan Tong Sampah Oleh Adi Permana
T
otong masih ingat betapa segarnya mandi di Sungai Cikapundung sekitar dasawarsa 1960-an. Saat usianya masih di bangku Sekolah Dasar dulu, sehabis pulang sekolah ia langsung mandi tidak ingat makan dan ganti baju. “Saya dulu dari SD, setelah pulang sekolah biasanya suka langsung mandi di sungai, gak inget makan atau ganti baju dulu,” tutur Totong, lelaki usia 59 tahun yang kini menjabat sebagai ketua RT 08 Babakan Ciamis, Sabtu (16/03). Tidak hanya sekadar mandi, ia pun sering menggunakan Sungai Cikapundung sebagai tempat bermain perahu-perahuan dari batang pisang. Bahkan saking beningnya, dasar sungai bisa terlihat dan sering digunakan warga untuk beraktifitas. “Kalau dulu bisa dipakai buat mandi, mencuci beras, air bening sampai-sampai bisa melihat ikan,” tambah Totong. Kisah jernih dan segarnya sungai sepanjang 28 kilometer yang melintasi 11 kecamatan di tiga kabupaten kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat ini, kini mungkin hanya tinggal kenangan. Bila kita sekadar berjalan-jalan ke Jalan Braga, samping Gedung Indonesia Menggugat, bisa kita lihat Sungai Cikapundung sekarang betapa kotor, keruh dan lalu lalang sampah yang kita jumpai. Kita tidak menjumpai Totong-totong dulu yang begitu riang gembiranya bermain dan mandi di sungai. Penyebab tercemarnya Sungai Cikapundung tidak lain karena sebagian orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab dengan membuang sampah ke sungai. Ditambah kurangnya kesadaran masyarakat untuk peduli dengan menjaga dan melestarikan lingkungan. Dari keterangan Asep Religi selaku Koordinator Komunitas Konci 78 mengatakan, dulu Sungai Cikapundung pernah sangat tercemar akibat limbah dari perusahan obat dan limbah kotoran sapi yang dibuang langsung ke sungai. “Cikapundung sungai paling tercemar karena dulu ada limbah obat PT. Kina. Tapi sekarang sudah enggak,” kata Asep saat ditemui di Saung Baca Cikapundung, RW 07 Babakan Ciamis. Senada deng an Ase p, Totong pun menjelaskan, penyebab Sungai Cikapundung menjadi tercemar karena semakin padatnya
penduduk dan warga yang membuang limbah rumah tangga ke sungai. “Kalau sekarang warganya yang bertambah banyak. Kebanyakan dari sampah rumah tangga yang dibuang ke kali, kotoran manusia, kotoran sapi. Tapi kotoran sapi itu dulu sekarang sudah tidak ada,” jelas Totong. Berbagai upaya sosialisasi pun sudah banyak dilakukan. Seperti yang dilakukan Komunitas Konci 78 yang setiap 2 minggu sekali rutin membersihkan sungai, membuat tong sampah, dan membuat tulisan-tulisan, seperti ‘Cikapundung bukan tong sampah’. “Dengan cara itu, pemahaman yang buang sampah jadi berkurang,” ujar Asep. Limbah “Septic Tank” Pencemaran dari limbah-limbah pabrik saat ini sudah tidak lagi kita jumpai di aliran Sungai Cikapundung. Tapi yang jadi permasalahan kini yakni limbah kotoran manusia atau dikenal dengan limbah septic tank yang menghiasi sungai. Dari limbah tersebut, menyebabkan sungai itu tercemar bakteri e-coli, nitrogen, dan fosfat. Akhirnya, proses oksidasi di dasar sungai terhambat, dan oksigen terlarut di Cikapundung terus menipis. Dilansir dari kompas.com, Senin (18/03), Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, menyebutkan, oksigen terlarut di sungai itu telah mendekati nol miligram per liter. Sedemikian kotornya sehingga ikan mas yang hanya bisa hidup dengan oksigen terlarut lebih dari 3 miligram per liter tak bakal ada lagi di Cikapundung. Penelitian BPLHD Jawa Barat pada 2007 juga menunjukkan, dari 30 sampel air sumur warga di tepian Cikapundung, tercatat 75 persen diantaranya tercemar bakteri e-coli, yang semestinya hanya ditemui di usus manusia. Ditambah lagi, 68 persen dari total luas subDaerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung berupa pemukiman padat. Setidaknya, ada 2.000 hingga 5.000 keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I yang tinggal di sub-DAS tersebut. Salah satu solusi dari maraknya warga di belantaran Sungai Cikapundung yang membuang limbah kotoran manusia ke sungai, yakni membuat septic tank komunal yang menampung setiap limbah kotoran manusia dalam satu tempat, sehingga warga tidak lagi membuang limbahnya ke
sungai. Namun, tidak semudah membalikan telapak tangan, sebab ada permasalahan yang harus dihadapi yakni tidak adanya lahan untuk membuat septic tank komunal tersebut. “Dulu pernah ada inisiatif membuat septic tank untuk warga, cuma karena tidak ada lahan, jadi tidak terlaksana,” ujar Totong. Pemerintah pun sudah banyak melakukan upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat supaya tidak membuang lagi limbah ke sungai. Salah satunya dengan kegiatan Kukuyaan. Kukuyaan adalah kegiatan mengitari Sungai Cikapundung menggunakan perahu karet dari ban dalam. kegiatan yang diselenggarakan Desember silam ini. Bertujuan untuk memahamkan masyarakat supaya tidak membuang lagi sampah ke sungai. Selain kegiatan Kukuyaan yang dilakukan pemerintah, Komunitas Konci 78 pun membuat p r o g r a m p e n g h i j a u a n ke m b a l i S u n g a i Cikapundung dengan menanam pohon di pinggiran Sungai Cikapundung. “Kita membuat pembibitan tanaman, menanam tanaman, supaya masyarakat malu untuk membuang sampah ke sungai, lainnya bekerjasama antara 2 RW untuk menanggulangi sampah,” tutur Asep. Harapan Sungai Cikapundung bisa kembali seperti yang dirasakan Totong saat masa kecilnya jelas ada, namun untuk menjadikannya seperti demikian, dibutuhkan kerja keras dari berbagai pihak. Dan yang paling utama adalah kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya. Pemerin ta h Ko ta Ba n dun g suda h memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2004 tentang ketertiban, keamanan, dan kebersihan sungai. Dalam Perda itu disebutkan, jika ada yang membuang sampah ke sungai akan didenda Rp 5 juta. Untuk perusahaan akan didenda Rp 50 juta, atau kurungan 3 bulan penjara. So, mari kita selamatkan Sungai Cikapundung. Agar Totong yang masa kecilnya gemar bermain dan mandi di sungai itu pun, bisa tersenyum melihat bocah-bocah Bandung zaman milenium merasakan sensasi segarnya Sungai Cikapundung, seperti yang ia rasakan puluhan tahun silam.[]Kru liput : Lia Wulan Safitri, Milda H.A/Magang.
| No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013
Kampusiana 9
Dedi Sulaeman,
Dari Indonesia untuk LIMUN
A
pa yang pertama kali terlintas di benak kita saat mendengar kata 'limun'? Hal yang paling banyak terlintas pasti merujuk pada minuman menyegarkan dari sari buah atau soda. Namun jauh dari gambaran minuman, 'limun' yang satu ini tidak menyegarkan dahaga akan air, tapi dahaga akan ilmu pengetahuan, berbagi, berorganisasi dan memimpin. LIMUN yang satu ini merupakan singkatan London International Model United Nation. Yakni sebuah ajang cikal bakal pemilihan delegasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diselenggarakan di London. Di dalamnya dibahas perihal pendidikan, budaya, perang, dan banyak lagi untuk kemajuan umat manusia. 15-17 Februari 2013 tercatat sebagai tanggal diselenggarakannya. Melibatkan mahasiswa dan dosen dari 29 negara di dunia, Indonesia turut andil sebagai delegasi negara satu-satunya dari Asia Tenggara. Lalu siapa delegasi Indonesia ke LIMUN 2013? Dedi Sulaeman, jawabannya. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UIN SGD Bandung ini memang tak ada habisnya dalam berkiprah. Perhelatan akbar LIMUN ke-14 ini menjadi saksi bisu bagi kiprahnya di luar kampus selain dari program 4 bulan di Amerika, 2009 silam. Bicara soal tahap menjadi delegasi ke LIMUN 2013, Dedi tak pelit menjabarkan. “Ada informasi di website, soal diadakannya LIMUN. Lalu dipersilahkan untuk registrasi (mendaftarkan diri/red.), setelah itu diverifikasi dari pihak LIMUN,” ujar dosen yang lahir di bulan Desember ini. Kemudian Dedi memaparkan, calon delegasi harus mengikuti tes soal kemampuan bahasa inggris, retorika dan tak terlewat soal wawasan. Selain itu, calon delegasi juga diwajibkan untuk menuls karya ilmiah. Mewakili United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (Unesco), karya Dedi mengenai pendidikan dan budaya akhirnya masuk ke dalam nominasi tulisan terbaik LIMUN 2013. Setelah lolos dari serangkaian tes itu, barulah dosen kelahiran Bandung ini ditetapkan sebagai delegasi. Bersama delegasi-delegasi dari Unpad, UI dan Undip, Dedi pun bertolak ke London. Bicara soal kesan, Dedi berujar “Allah is The Greatest itu betul-betul terasa,” karena di LIMUN 2013, ia berkesempatan melihat betapa Allah menciptakan orang-orang yang berbeda namun dapat disatukan. “Juga dengan budaya yang berbeda-beda. Betul-betul mengesankan,” tambahnya lagi. Terlepas dari itu, Dedi sangat menyayangkan kurangnya sensitifitas masyarakat kampus. “Mungkin bagi kita, yang seperti ini (LIMUN/red.) jarang terjadi. Entah itu karena kerja samanya yang tidak ada, tidak tahu informasi, atau ada yang tidak mampu untuk bisa sampai sana,” sesal Dedi. Maka, sekembalinya dari London, Dedi membawa harapan akan perhelatan serupa LIMUN di Indonesia. Rencananya perhelatan ini akan diadakan setiap bulan Februari. Dedi juga sangat mengharapkan, dosen maupun mahasiswa dapat berkiprah di tingkat nasional dan internasional. “Semoga nanti, step by step bisa ke tingkat nasional atau internasional, baik mahasiswa ataupun dosen,” tutup dosen yang juga dinobatkan sebagai dosen favorit BSI 2011 ini. []Ratu Tresna N. Gusti/Suaka, Hera Irawan/Magang
o:
t Fo k.P
Do i ad rib
B
Foto:Dok.Pribadi
Ali Muhammad:
“Indonesian are good to me”
elum lancar berbahasa Indonesia tidak menjadi halangan bagi Ali Muhammad untuk melanjukan studi di Indonesia. Berbekal tuntunan Kedutaan Somalia, Ali menjejakan kakinya di Nusantara sejak April 2012. Dalam tuntunan Kedutaan Somalia pula, UIN Sunan Gunung Djati Bandung kemudian menjadi sasarannya meraih gelar sarjana. “I wanna be an engineer and I love plants,” ujarnya ketika ditanya mengapa menjatuhkan pilihan pada Agroteknologi, salah satu jurusan di Fakultas Sains dan Teknologi. Selain memuaskan rasa keingintahuannya terhadap tanaman, Ali juga ingin mempelajari teknologi yang digunakan untuk mengembangkannya. Bagi Ali, jurusan yang ia ambil saat ini merupakan gerbang menuju cita-citanya menjadi seorang insinyur pertanian. Bicara soal hidupnya di Indonesia, Ali tidak merasa sendirian. Selain teman-temannya di kampus, Ali juga memiliki paman yang tingal di Jakarta. “My uncle lived for 10 years in Indonesia. He's businessman,” tukas Ali ketika memberitahukan ia tak sendirian di Nusantara. Selanjutnya Ia mengemukakan bahwa beberapa temannya dari Somalia banyak pula yang melanjutkan studi di Indonesia. Seperti juga Ali, universitas yang mereka ambilpun didasarkan pada ajuan Kedutaan Somalia. “Sometime they visit me, and at another time, I visit them too,” jelas Ali dengan senyum lebar. Kembali soal komunikasi dan bahasa, Ali mengaku tak sia-sia bersosialisasi. Hampir setahun menimba ilmu di Nusantara, Bahasa Indonesia yang dipelajarinya secara otodidak membuahkan hasil. Hingga saat ini ia merasa tidak ada masalah dalam berkomunikasi. “Sampai saat ini belum ada masalah. Saya mencoba juga bicara dengan Bahasa Indonesia,” ujarnya dalam Bahasa Inggris yang lancar. Berkat kemampuannya bersosialisasi, tak hanya bahasa yang mampu dirangkul Ali, tapi juga pertemanan yang terjalin baik. “Indonesians are good to me, not bad,” katanya pendek dan mantap. []Ratu Tresna N. Gusti/Suaka
Earth Hour Solusi Selamatkan Bumi Oleh Fadhila Humaira
F
reshReader pasti sering sekali kan tahu isu mengenai Global Warmingyang akhir-akhir inis edang diperbincangkan? (kebangetan yang masih melongo dan nggak tahu apa itu Global Warming!) Yup isu mengenai Global Warming memang menjadi masalah yang perlu diperhatikan belakangan ini. Kesadaran akan perubahan iklim di bumi yang semakin tidak bersahabat nyatanya hanya menyadarkan beberapa kalangan saja untuk memulai aksi “penyelamatan bumi”. Padahal masalah yang dihadapi ini merupakan dampak yang dihasilkan dari para manusia yang ceroboh menggunakan bahan yang ada dibumi, dan sekarang kita tidak bertanggung jawab atas semua kerusakan ini? Sangatketerlaluan! Global Warming terjadi karena banyak faktor. Meningkatnya kehidupan industri didunia dewasa ini kabarnya menjadi penyumbang awal dari pemanasan global di bumi karena penyumbangan gas-gas yang kurang baiksepertikarbondioksida untuk bumi semakin berkembang pesat. Perlu diakui bahwa sedikit sekali masyarakat serta industri yang open minded mengenai hal ini. Tidak banyak kalangan yang mau memperhatikan mana zat yang ramah untuk bumi dan mana yang mengancam keselamatan planet kita tercinta. SejamTanpaListrik Berbagai upaya dan aksi pun dilakukan demi pemulihan bumi dari kerusakan. Kampanye demi kampanye yang dilakukan oleh orang-orang yang bersimpati kepada dunia, salah satunya adalah aksi hemat listrik selama satu jam atau yang kini sering didengar dengan sebutan “earth hour” As we know guys di minggu ketiga bulan Maret setiap tahunnya adalah watu mematikan listrik selama satu jam sedunia dalam rangka penghematan energy bumi. Aksi ini merupakan kampanye global dan inisiatif dari WWF (Word Wildlife Fund) yaitu organisasi konservasi terbesar didunia yang mengajak seluruh komunitas, praktisi, juga individu untuk mematikan lampu yang tidak terpakai. Masih heran kenapa aksinya harus mematikan listrik selama satu jam? Perlu diketahui, mematikan listrik selama satu jam bisa mengasilkan ketersediaan oksigen bagi setidaknya 534 orang loh atau setara dengan daya serap emisi (gas buangan) dari 267 pohon. *ayo matikan listrik yang tidak terpakai!* Linimasa dari akun Twitter resmi Earth Hour @EHIndonesia disibukkan dengan kicauan kabar dari followers pecinta lingkungan untuk ikut berpartisipasi hemat energi. Tak mau ketinggalan, setelah digalakkan dibeberapa kota di Indonesia, Cimahi, yang kini sudah menjadi kota otonom sejak tahun 2011 pun kini ikut berpartisipasi mengadakan komunitas resmi Earth Hour Cimahi yang mulai disosialisasikan sebulan yang lalu, bertempat di Car free Day Cimahi. Tidak hanya pemberitaan mengenai hemat listrik yang pasti mereka melakukan kampanye yang berhubungan dengan penyelamatan bumi, salah satu buktinya mereka mengadakan kegiatan seperti membuat banyak sumur resapan di berbagai tempat dan membagikan 100 pohon yang bisa ditukar dengan sampah plastik oleh masyarakat kotaCimahi. Wow keren nggaktuh? Selain kita bias membuang sampah dengan bijak kita pun bias ikut menyumbang menanam pohon demi penghijauan. Great! Mulai adem deh ini bumi! Memulaidari yang Sederhana Semua kegiatan juga aksi-aksi yang kamu dengar sangat sia-sia jika kamu tidak mampu merubah seseorang untuk melakukan hal ini, ya..diri kamu sendiri. Perubahan besar itu akan terjadi dimulai dari yang kecil kan guys? Sekedar info lagi aja nih Fresh Reader, menurut data yang diambil dari http:/cdiac.esd.ornl.gov/ peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer belakangan ini lebih tinggi sebesar I ppm(part per million) pertahun, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ini dikarenakan sumbangan gas gas dari industry termasuk juga dari knalpot kendaraan di
jalan raya semakin hari semakin meningkat. Terlebih lagi tidak ada usaha reboisasi dari kita. Alhasil ya seperti inilah, lapisan ozon semakin menipis karena karbon dioksida yang mengakibatkan efekrumah kaca di bumi. Efek rumah kaca ini menyebabkan suhu di bumi meningkat sekitar 1-5derajat C di bumi, fyuh makin panaskan? Salah seorang mahasiswi jurusanBiologi Fakults Sains danTeknologi, Ismi Farah (21) mengaku, anak muda masih banyak yang tidak peduli untuk hal ini. “Padahal aku yakin mereka ngerti betul dan sering mendengar mengenai isu ini (lapisan ozon menipisred), some how aku nggak ngerti kenapa mereka masih ga melek. Bikin usaha apapun kayanya sia-sia kalau mereka masih nggak ngerti” keluhnya kepada Fresh. Meski begitu Ismi mengaku usaha masih harus dijalankan karena ia berpikir mungkin orang lain akan sadar akhirnya jika ada yang mulai berubah duluan, makanya doi bersama kawan-kawan HMJ Saintek pernah tuh adain acara “Save The Earth” dikampusnya yang masihbertempat di AlJawami sekitar setahun silam dan hasilnya lumayan positif. “Mereka antusias dan itu pertanda mereka sudah mulai sadar. Cuma mungkin langkah awal memulainya mereka belum mengerti”tambah nya kepada Fresh (18/3). Gak sulit kok kalau mau memulai perubahan, hal kecil seperti mencabut colokan listrik saat sedang tidak terpakai lalu mematikan lampu saat berpergian itu bias sangat membantu menghemat energy sekitar 350 watt, wow! Coba bayingkan semua orang melakukan hal itu berapa energi yang bias terselamatkan. Selain itu penggunaan air dengan bijak, mengurangi penggunaan plastik juga ikut membantu penyelamatan lingkungan lho. Last but not least Fresh mau terus-terusan ingetin nih mulai bijak untuk melakukan semua hal. Jangan egois ya fresh reader bumi ini bukan milik kita loh tetapi milik anak cucu kita nanti, kalau sekarang ajau dah rusak gimana ntarnya? Ayo mulai aksi ini dari sekarang!
Editofresh
A
lohaa,Fresh Reader! Ketemu lagi ya di edisi bulan ini. Eh sebelum baca rubrik Fresh edisi sekarang udah dicek belum listrik di rumah sama di kamar kamu? Lho kok jadi bahas listrik? Yup! Karena di edisi kali ini Fresh menyajikan tema mengenai penyelamatan bumi serta aksi hemat energi, pokoknya kalian akan mengerti sesudah baca rubrik edisi sekarang! Tidak hanya tips dan cara untuk menyelamatkan bumi lho, guys! Di edisi kali ini kami juga menyuguhkan bagaimana komunitas-komunitas yang aware juga terhadap lingkungan yang bisa kalian baca di Fresh Free. Jangan hanya mengikuti pemberitaannya aja tapi kita juga ikut melakukan aksinya dong. Nggak cuma bacaan, kita juga punya recommended movie yang pastinya kamu suka nontonnya. Final words we wanna thank you guys, dear our Fresh Reader for reading, please enjoy! Jangan lupa untuk follow dan mention kami di @suakafresh.See you in the next edition. Xoxo!
Now Playing: Selamatkan Bumi Kita - Netral.
An Inconvenient Truth Resensi
Oleh M Rauf
Sutradara : Davis Guggenheim, Lawrence Bender, Scott Z. Bums, Laurie David Durasi : 94 menit Dirilis : 24 Mei 2006 Bahasa : Inggris Fresh Reader suka sama film dokumenter dan ingin menyelamatkan lingkungan? Kalo gitu mesti nonton film ini! An Inconvenient Truth adalah film dokumenter besutan sutradarawan Davis Guggenheim yang mengisahkan tentangmantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Al Gore yang sedang mempresentasikan kerusakan alam. Ia mempresentasikan gambaran kehancuran dunia yang diakibatkan pemanasan global di masa depan bila tidak ada penanganan. Stanislapetrov.deviantart.com Film yang dirilis Paramount Classics inimemperlihatkan begitu banyak perubahan alam yang membuat kita terus mengucap Subhanallah. Dijelaskan oleh Gore bahwa di Atlantika, ribuan mil bongkahan daratan es setebal 35 KMmengapung di atas laut, setengahnya mencair hanya dalam kurun 3 bulan pada tahun 2002. Para ilmuwan dan peneliti bingung.Setelah dilakukan penelitian, ternyata air di kawasan tersebut menghangat karena volume air laut dunia meningkat. Inilah yang menyebabkan daratan dunia banyak tenggelam. Dalam film ini para ilmuwan memprediksiperubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global akan berdampak terhadap kepunahan massal spesies tertentu, penyebaran penyakit baru yang menular, dan kerusakan ekosistem makhluk hidup. Apapun bisa kita rubah, tidak ada yang tidak mungkin. Dulu, menerbangkan manusia ke luar angkasa adalah mimpi, tapi sekarang itu hal yang biasa. Begitu juga kita mengatasi pemanasan global, tidak ada yang tidak mungkin bila seluruh dunia bekerja sama.
Menurut Kamu
Bagaimana Caramu Menyelamatkan Bumi? Imam Munajat (Bahasa dan Sastra Inggris) Semester 4 ”Jika melihat sampah, saya akan langsung memungutnya dan membuangnya ke tempat sampah.” -Heru Haruman,Tafsir Hadits “Memulai dari diri sendiri seperti dengan tidak merokok, menghemat listrik dan membuang sampah pada tempatnya. Tentunya semua pihak harus ikut andil…” Yani, Warga “Pertama mulai dari diri sendiri. Seperti menjaga kebersihan rumah dan menanam tanaman,”
Faiz (Pendidikan Bahasa Arab)Semester 4 “Menanam pohon dan go green,”
[]Kru liput: Yuyun /Magang
Fresh Free
Diet Plastik,
F
Yuk!
resh Free kali ini kita awali dengan pertanyaan. Pernah nggak sehari saja kalian nggak menggunakan plastik? Fresh yakin 99% kalian menjawab tidak. Mengapa? Karena memang kehidupan kita yang modern dan sophisticated ini tidak bisa lepas dari penggunaan plastic dalam bentuk apapun. Diperkirakan, setiap tahunnya 500 juta hingga 1 milyar plastik digunakan didunia. Bahkan, jika dibentangkan bisa membungkus planet bumi sekitar 10 kali lipat. Wow! Tapi, Fresh Reader harus tahu kalau kegunaan plastik yang sangat banyak itu berbanding lurus dengan kerugian yang dapat ditimbulkannya. Plastik yang umum beredar adalah thermoplastic. Sampah plastik ini sangat sulit hancur di tanah, butuh waktu sekitar 200-500 tahun untuk membuatnya benar-benar terurai. Namun, jika telah terurai pun, zat yang terkandung didalamnya dapat merusak unsur hara tanah. Karenanya, banyak orang yang akhirnya mencoba memusnahkan sampah plastik dengan cara membakarnya. Tetapi, hal ini malah menimbulkan masalah baru. Ternyata, gas yang dihasilkandari pembakaran tidak sempurna plastic ini mengandung zat karsinogen atau pemicu kanker, juga dapat mengakibatkan gangguan sistem syaraf, dan memicu depresi jika dihirup oleh manusia. Hii... ngeribanget kan, Fresh Reader? Bahaya besar yang ditimbulkan plastik ini menggerakkan banyak pihak untuk
Oleh Firda Firdianti Iskandar menanggulanginya. Salah satunya dengan diet plastik atau pengurangan dan penghematan penggunaan plastik. Upaya ini telah diberlakukan Denmark di 1994 lampau.Negara-negaraAsia pun turut memberdayakannya. Saat ini pun, di berbagai supermarket mancanegara, memilih menggunakan kertas sebagai kantong belanja, dibanding kantong plastik. Lantas, bagaimana di negara kita tercinta ini? So far, pemerintah Indonesia sudah acap kali memberlakukan hal serupa, tapi masalah cilik namun pelik ini masih belum ditanggapi serius, terbukti sampai sekarang belum secara resmi dikeluarkan peraturan tentang penekanan jumlah plastik ini. Hmm.. Maka dari itu, banyak komunitas serta pihak-pihak pribadi yang mencoba mencanangkan program diet plastik. Salah satunya komunitas Green Peace, pecinta alam yang sudah memiliki anggota dari 41 negara. Menurut salah satu anggotanya, Mukti Satia, mengurangi penggunaan plastik dan menggantinya dengan bahan lain adalah hal yang paling efektif dibanding mendaur ulang plastic itu. “Percuma, jika didaur ulang pun, malah menimbulkan masalah baru, yaitulimbah di sungai,”ujarnya kepada Fresh(16/3). Namun, sekarang ini, ditemukan ide yang lebihkeren, yaitu mendaur ulang plastic menjadi barang-barang yang memiliki daya jual tanpa menimbulkan limbah. Adalah Idayati (52) yang merupakan salah satu pengrajin daur ulang sampah plastik di Bandung. Bungkus plastik yang digunakan adalah seperti bungkus kopi, susu sachet, hingga deterjen. Bungkus-bungkus sampah ini di tangan handal Idayati dapat berubah menjadi tas, dompet, tempat pensil dan lainnya. Bentuk dan physical look nya yang unik membuat kerajinan ini pemasarannya telah melanglang buana ke Padang,Ujung Pandang, Papua, Pekan Baru hingga Belanda. Cool!
“Yah, selain membawa keuntungan bagi pribadi, Insya Allah bermanfaat untuk lingkungan sekitar juga”ucap Ibu yang telah memulai usahanya dari 4 tahun silam. Ditemui di tempat menjajakan kerajinannya, Gasibu, Minggu (17/3) Idayati juga menjelaskan bahwa proses pembuatannya mudah, namun membutuhkan ketelitian serta ketekunan. Harga yang dibandrol cukup terjangkau, dari mulai Rp 20.000 hingga ratusan ribu, tergantung jenis dan volume kerajinan. Dua jenis diet plastik diatas merupakan bentuk nyat kepedulian manusia terhadap habitatnya sendiri. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu mengurangi maraknya penggunaan bahan complicated bernama plastik. Yang pasti, kalau ingin lingkungan lebih baik, kita harus save the earth dengan salah satunya diet plastik ini.Ya, minimal kalau jajan cakue di DPR minta nggak usah pake kantong plastik, bawa tempat sendiri deh. Sesuai jargon Aa Gym, mulai darihal yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai sekarang! Do better, live longer. Siap diet plastic dari sekarang ya, Fresh Reade r? (KruLiput: Yuyun/ Magang )
12 Selisik
No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 |
Urgensi Hutan Kota Oleh Ahmad Rijal Hadiyan
G
lobalisasi dan modernisasi telah membawa paradigma baru tentang ukuran kemajuan sebuah peradaban, yakni “Pembangunan”. Demi paradigma ini, tak sedikit jumlah hutan yang terpaksa hilang. Suasana kota makin hari makin silau dengan gemerlap pohon-pohon beton. Belum lagi, banyaknya jumlah kendaraan bermotor dan polusi udaranya menambah kekeruhan suasana kota, yang seyogyanya nyaman untuk kehidupan manusia. Polusi dan populasi manusia yang terus berkembang dan tak terkendali lambat laun akan menjadi suatu ancaman bagi keseimbangan ekologi lingkungan. Kemudian, masalah buruknya udara dan sulitnya akses air bersih menjadi keniscayaan bagi masa depan ekosistem kota-kota besar di Indonesia. Hutan kota sebetulnya dapat menjadi sebuah solusi atau paling tidak sebuah pencegah dari berkembangnya masalah-masalah tersebut. Departemen Kehutanan dalam website-nya menjelaskan, berbagai manfaat dari hutan kota bagi lingkungan perkotaan. Menurutnya, hutan kota dapat menjadi penahan dan penyaring partikel padat yang ada di udara. Partikel-partikel padat yang tersebar di udara seperti debu-debu aspal, asap knalpot dan sebagainya dapat terjaring oleh tajuk-tajuk pohon dan daun-daunnya, khususnya daun-daun yang berbulu seperti pohon kersen (Muntingia calabura L). Kemudian, timbal yang terkandung dalam asap kendaraan bermotor, sebetulnya juga dapat terjaring oleh pohon-pohon seperti damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus) dan pala (Mirystica fragrans), asam landi (Pithecelobiumdulce), johar (Cassia siamea). Hutan kota juga dapat berperan sebagai penyerap Karbon-dioksida dan penghasil Oksigen. Cahaya matahari akan dimanfaatkan semua tumbuhan, dalam hal ini hutan kota, pada proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian, proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan, serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak, proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan manusia dan hewan. Sehingga dengan adanya hutan kota, kualitas udara suatu kota menjadi lebih bersih dan sehat dibandingkan kota yang tidak memiliki hutan. Selain itu, hutan kota juga dapat menjadi sarana pelestari air tanah. Dalam hutan kota, sistem perakaran tanaman dan serasah (ranting atau daun yang mati) yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena, humus bersifat lebih higroskopis (mudah mengisap dan melepaskan uap air) dengan kemampuan
menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Sehingga masalah kelangkaan air dapat sedikit teratasi dengan adanya hutan kota. Dwi Sawung, ketua bidang advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar mengatakan, selain menjadi penghasil oksigen dan pelestari air tanah, hutan kota juga dapat menjadi sarana rekreasi bagi masyarakat kota. Masyarakat kota yang telah lelah dengan hiruk-pikuk perkotaan dapat melepas kepenatan di hutan kota yang asri dan sejuk. Tidak hanya itu, hutan kota pun dapat menjadi ruang publik untuk masyarakat bersosialisasi satu sama lain. Babakan Siliwangi Kota Bandung pernah terkenal sebagai kota yang asri, hijau, dan sejuk, sehingga menjadi destinasi para turis dari luar kota hingga mancanegara. Bahkan iklim dan kondisi alam Bandung pada abad-19 menjadi salah satu daya tarik Bandung (Hutagalung dan Nugraha, 2008). Namun kini, Bandung hanya memiliki kurang dari 20% Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari total luas Kota Bandung. “Minimalnya, suatu kota memiliki 20% RTH dari total luas kota tersebut. Itu pun masih terbilang gersang. Jadi makin banyak dan luas RTH makin baik,” papar Sawung pada Suaka Jumat (15/3). Angka tersebut jelas masih jauh dari cukup untuk menyebut Bandung sebagai kota yang asri, sejuk, dan sehat. Kurangnya RTH di Bandung berimbas pada buruknya iklim kota yang semula sejuk menjadi gersang. Bandung yang dulu terkenal sebagai kota pelesiran karena kenyamanan iklimnya, kini menjadi kota metropolitan yang jauh dari kesan nyaman. Babakan Siliwangi sebagai salah satu kawasan RTH di Kota Bandung. Dilansir dari blog resmi Bandung Inisiatif, sebuah komunitas yang concern terhadap isu lingkungan (khususnya Bandung), bahwa lokasi Babakan Siliwangi berbatasan dengan Jalan Siliwangi dan Jalan Taman Sari dengan luas kurang lebih 8 ha. Di dalam kawasan ini termasuk Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), Sarana Olahraga (Sorga), dan lahan terbuka yang masih ditumbuhi pepohonan rindang. Luas ruang terbuka hijaunya sendiri kurang lebih 7 ha (71.000 m2). Sedangkan ruang terbuka hijau yang masih memiliki pohon tegakan hanya sekitar 3, 7 ha yang berbentuk Tapal Kuda. Babakan Siliwangi menjadi habitat bagi lebih dari 24 spesies burung, antara lain Tekukur (Streptopelia chinensis), Takur Ungkut-ungkut (Megalaima haemacephala), Madu Kuning/Sriganti (Nectarinia jugularis), Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), dan Cekakak Sungai (Halcyon cloris). Beberapa dari spesies tersebut merupakan spesies yang dilindungi undang-undang. Menurut Taufikurachman (“PR”, 15/2/2003) : “Di Babakan Siliwangi terdapat 61 spesies tumbuhan
yang merupakan hutan buatan, bukan hutan alami”.) Sehingga jelas pentingnya Babakan Siliwangi bagi kestabilan ekosistem Bandung, dan pelestarian flora dan fauna. Dalam perkembangannya, Babakan Siliwangi diiringi berbagai pembangunan. Masih dalam blog Bandung Inisiatiif, sekitar tahun 1930 di kawasan tersebut masih terdapat hamparan sawah yang sangat luas. Lalu, sekitar tahun 1940 mulai dibangun banyak rumah di kawasan tersebut. Sekitar tahun 1970 muncul komplek seni dan budaya serta rumah makan di kawasan tersebut. Beberapa galeri lukisan masih ada hingga sekarang. Kemudian sekitar tahun 1990, di kawasan Babakan Siliwangi dibangun Sabuga dan Sarana Olahraga Ganesha. Pada kurun waktu itu juga Babakan Siliwangi dibuka menjadi kawasan wisata alam yang terbuka untuk umum. Hutan yang semula dikenal dengan Hutan Lebak Gede ini kini tengah ramai oleh aktivitas para seniman, komunitas-komunitas dan forumforum yang peduli pada lingkungan, khususnya Babakan Siliwangi. “Untuk mempertahankan Babakan Siliwangi dari pembangunanpembangunan, salah satu caranya yaa tentu kita harus menghidupkannya dengan aktivitasaktivitas positif. Selain dihidupkan, tentu harus dijaga. Caranya sederhana, jangan buang sampah sembarangan,” ujar Sawung. Hal ini senada dengan pendapat Nur Shomaddin, lurah Lebak Siliwangi. “Untuk menjaga kawasan ini (Babakan Siliwangi-red), kami mengajak seluruh masyarakat yang peduli untuk melakukan aksi nyata, seperti kerja bakti, dan sebagainya. Kemudian acara-acara yang hendak dilaksanakan di kawasan Babakan Siliwangi hendaknya tidak mengganggu kawasan Babakan Siliwangi sendiri, dari flora dan faunanya. Misalnya konser musik yang hingar-bingar sebetulnya dapat membuat fauna seperti burungburung terganggu dan stress,” jelasnya pada Suaka Kamis (14/3). Untuk berkontribusi dalam pelestarian lingkungan, menurut Sawung, kita tidak perlu terpaku pada Babakan Siliwangi saja, tetapi bisa berkontribusi dengan menjaga lingkungan kita masing-masing.[]Kr u liput : Hengk y Sulaksono, Ayu Pratiwi Ulfah/Magang
Sosok 13
| No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013
Sariban,
Pahlawan Lingkungan
Oleh Ratu Arti Wulan
M
atahari sedang berada pada seperempat hari menuju tenggelam. Ketika melewati sebuah jalan di Kota Bandung, Jalan Pahlawan. Di sanalah kami temui sesosok laki – laki paruh baya yang sedang asik membersihkan saluran air yang berada di tepi jalan. Memakai baju kebanggaan berwarna kuning. Serta sepeda ontel dengan perlengkapan clean & clear-nya yang setia menemani. Ia adalah pahlawan sampah. Pahlawan yang memerangi sampah dan mencintai kebersihan. Siapa yang tak mengenal Pak Sariban. Sosoknya sudah mondar–mandir di media elektronik maupun cetak. Berkat loyalitas dan dedikasinya terhadap pekerjaan, dan tidak mengharap imbalan materi. “Tetap mengharap imbalan, tetapi imbalan dari Allah SWT,” kata Pak Sariban sambil santai duduk lesehan dirumput, Jumat (15/3). Pak Iban, begitu sapaan akrabnya. Sosoknya ramah dan ramai. Seorang bapak yang memiliki 4 orang anak ini, lahir di Magetan pada 8 Agustus 1943. Telah mencintai kebersihan dan kesehatan lingkungan sejak ia masih kecil. “Orang tua saya telah meninggal saat saya berumur lima setengah tahun,” kenangnya. Nyatanya, sejak saat itulah pak Iban dengan gigih berjuang dalam hidupnya sendiri. Menata hidupnya sendiri tanpa harus merepotkan orang lain. Dia menamatkan Sekolah Rakyat (SR) selama 6 tahun dan KDP –setingkat SMP-3 tahun, dengan membiayai sekolah sendiri. Tahun 1963, dia memutuskan merantau ke Bandung. Lalu menikah dengan perempuan perantau pada tahun 1967. Setelah menikah, ternyata Pak Sariban tetap ingin bersekolah lagi. Akhirnya pada 1969, ia melanjutkan sekolah di Kursus Karyawan Pekerja Tingkat Atas (KKPTA) dahulu tempatnya di Jalan Supratman. Setelah lulus dari KKPTA, ia melamar pekerjaan di Rumah Sakit Mata Cicendo dan pensiun pada tahun 2000. Selama 18 tahun bekerja di Rumah Sakit Mata, yang dilakukan Pak Iban masih menyangkut lingkungan. Yaitu menjaga dan merawat kebersihan, serta kesehatan lingkungan
Rumah Sakit. Kegiatan menjadi relawan kebersihan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sudah dilakukannya saat menjadi pegawai di Rumah Sakit. Pagi hari bekerja, lalu sore hari menjadi relawan. Dirinya tidak kenal lelah. Rasa cintanya terhadap lingkungan merupakan harga mati yang tak bisa ditawar. Saat ini Pak Iban masih tetap pada aktivitas relawannya. Walaupun badannya sudah tidak muda lagi. Tetapi semangatnya masih begitu besar. “Siapa yang tidak suka jika lingkungan bersih. Kitalah yang merawat sebag ai hamba–hamba Allah di bumi,” jelasnya. Kegiatan yang dilakukan Pak Iban dimulai dari pukul 7 pagi hingga menjelang magrib. Ia hanya istirahat untuk makan dan salat. Selain di Jalan Pahlawan, Pak Iban biasanya berkelililng ke seluruh Kota Bandung. Apalagi saat banyak demonstrasi yang biasa mangkal di Gedung Sate. Saat itulah Pak Iban ikut berdemo. Tetapi mendemo para demontrasi untuk tidak membuang sampah sembarangan. Ditemani dengan sepeda ontel dan speaker kecilnya, Pak Iban siap bercerita. Mengapa kita tidak boleh membuang sampah sembarangan? Mengapa kita harus menjaga lingkungan kita? Jawabannya adalah karena Semua Orang Akan Rindu Indah Bersih Aman Nyaman (Sariban). Kegiatan tulus seperti ini pun tidak berjalan dengan mulus. Saat awal Pak Iban memutuskan menjadi relawan kebersihan Pemkot Bandung, tak sedikit yang mencibir dan memandang sebelah mata. Mereka menganggap Pak Iban kurang waras. Karena setiap hari membersihkan jalan–jalan di Kota Bandung tanpa dibayar sepeser pun. Tetapi Pak Iban tak bergeming. Tak peduli apa kata orang. Buktinya buah manis telah terasa saat ini. Walaupun Pak Iban sendiri tidak mengharapkan hal itu. Sudah banyak penghargaan yang ia terima baik dari pemerintahan, pegiat lingkungan, masyarakat, hingga media. “Kalau semua penghargaan dipasang di rumah, tidak akan cukup. Banyak sekali,” kata Pak Iban bercerita dengan semangat. Sepeda ontel yang setia menemaninya pun
merupakan hadiah dari Wali Kota Bandung. Saat Kota Bandung mendapat Adipura tahun 1987. Harapan sederhana yang Pak Iban inginkan, tidak hanya untuk Kota Bandung, tetapi masyarakat di seluruh Indonesia agar selalu menjaga dan mencintai lingkungan. Minimalnya, lingkungan terdekat seperti rumah, sekolah atau kampus. “Bisa menahan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan,” imbuhnya. Satu pesan darinya, “Awas di Jakarta ada Sule, awas di Bandung ada Pak Sariban,” kata Pak Iban dengan semangat sambil membolak–balik caping yang ia pakai. Intinya, sebagai khalifah di muka bumi ini sudah sepatutnya kita menjaga dan merawat lingkungan tempat kita hidup sendiri. “Berbuatlah ketika kita masih diberi kesempatan untuk berbuat,” tambahnya di akhir.[]Kru Liput: Ratu Arti Wulan/Magang.
ISTIMEWA
Kru Magang LPM Suaka 2013 Adi Permana, Desti Puspaningrum, Fadhilla Humaira, Anggara Adhe Putra , Lia Wulan Safitri, Yuyun Yuliani, Firda Firdianti Iiskandar, Adam Rahadian A, Firman Juliansyah, Fatia R. Irfani S.F , Irfan M. Zain, P, Dede Yudi, Milda H. A., M. Rauf W, Aulia Indah L , Ari Wahyuni, Anisyah A.F., Hera Nurlinawati, Aghniya Ilma Hasan, Ayu Pratiwi Ulfah, Siti Nuraeni Agustia, Yudi Suhendi, Ramadhan Setia N, Nuri Widya lestari, Ahmad Sidik, Sri Apriliani, Muhamad Faisal A., Asditya Fajar Rahmani, Peni Fuziah, Utami, Dede Lukman , D. Ahlul , Hengky Sulaksono, Nabilla L, Solehudin Hikmatiar, Ahmad Rijal Hadiyan, Robby Darmawan, Siti Nur Isma Yanti, Yustiani Meyseliana, Syifa Nuratifah, Ratu Arti Wulan Sari, Wisma Putra, Ratih Haryati, Siti Maryanti, Putri Ulfah Bilqisa, Hera Erawan, Farid M. Ihsan, Titin Edeh Watini,
Download aplikasi suakaonline di BB-mu!!
14 Opini
No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 |
Selamatkan Hutan dan Orangutan, atau Hilang
B
Foto:Dok.Pribadi
Oleh Tommy Apriando Penulis adalah Jurnalis di media online Mongabay Indonesia. Berdomisili di Yogyakarta
erbagai bentuk ancaman terhadap habitat orangutan akibat aktivitas pembukaan hutan di Indonesia—untuk perkebunan kelapa sawit, terus mengintai primata besar Indonesia yang jumlahnya terus berkurang. Apalagi di kawasan yang memiliki lahan yang masih sangat luas, memenuhi syarat dasar ekspansi masif bagi lahan perkebunan kelapa sawit. Seperti di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatra yang menjadi habitat asli orangutan. Pembukaan lahan ini, sangat merugikan bagi satwa liar karena kehilangan habitat mereka. Belum lagi, upaya pembukaan lahan yang sangat masif juga menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat setempat. Di Sumatra saja, kerasnya hantaman terhadap habitat orangutan tampaknya belum akan berhenti. Satu-satunya primata besar yang hidup di Asia Tenggara dan merupakan satu-satunya primata besar di luar benua Afrika ini kini tinggal tersisa antara 6000 hingga 7000 ekor saja di alam liar. Dari data yang dirilis Forest Watch Indonesia, setiap tahun, hutan di Sumatra hilang sekitar 0,37 juta hektar per tahun di tahun 2009 silam. Sementara, fakta di lapangan menunjukkan, antara tahun 1985 hingga tahun 2007, tutupan hutan di Sumatra mengalami laju kerusakan sangat tinggi, yaitu sekitar 12 juta hektar atau sekitar 48% dari seluruh tutupan hutan dalam 22 tahun. Data lima tahun silam ini, tentu sudah bertambah, mengingat lajunya perizinan yang diberikan pemerintah untuk membuka hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan di Sumatra. Sementara data dari International Union for the Concervation of Nature (Iucn) mengatakan, selama 75 tahun terakhir populasi orangutan Sumatra mengalami penurunan sebanyak 80%. Saat ini, orangutan Sumatra sudah masuk dalam kategori terancam punah dalam Daftar Merah IUCN. Fakta ini, membuat upaya perlindungan terhadap orangutan tak hanya dilakukan di dalam negeri melalui berbagai program yang dilakukan berbagai organisasi perlindungan alam. Namun juga berbagai organisasi melakukan hal serupa untuk melakukan upaya penyelamatan orangutan lewat berbagai cara kreatif. Di Kalimantan, laju investasi perkebunan sawit, pertambangan, dan permukiman tak hanya
Redaksi LPM Suaka menerima tulisan berupa artikel atau esai untuk rubrik Opini. Syarat dan ketentuan; tema bebas (selama tidak mendiskreditkn suatu pihak), panjang tulisan maksimal 45000 karakter tanpa spasi. Pihak Redaksi Suaka berhak mengedit naskah tanpa pengetahuan terlebih dahulu pada pengirim. Kirim tulisan anda ke e-mail: redaksi.suaka@gmail.com
Foto:Dok.Pribadi
memicu konflik horizontal antar kelompok masyarakat. Pembukaan skala besar itu, telah merampas habitat satwa liar dilindungi seperti orangutan. Di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara, Kalimantan Barat, Yayasan Palung mencatat 17 kasus orangutan berhasil dievakuasi sejak Januari hingga November 2012. Angka ini meng alami peningkatan signifikan jika dibandingkan tahun sebelumnya, 12 kasus. Grafik ini terus menanjak akibat pembukaan lahan skala besar, baik di hutan rawa gambut maupun dataran rendah. Padahal, kawasan itu merupakan tempat hidup paling nyaman bagi orangutan. Dinas Perkebunan Ketapang mencatat 54 perusahaan sawit yang beroperasi dengan seluas 783.151 hektar. Sedangkan data Dinas Pertambangan, perusahaan pertambangan yang mengantongi izin eksplorasi 78 seluas 990.060 hektar. Pemegang izin pertambangan operasi produksi 56 perusahaan seluas 196.592,8 hektar. Luas total pertambangan di Ketapang mencapai 1.186.661,8 hektar. Beberapa persoalan yang hanya sebagian kecil saja terjadi di wilayah Sumatra dan Kalimantan ini, sudah seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah Indonesia, dan menjadi kepedulian semua masyarakat. Apabila penebangan hutan masih terus terjadi, perdagangan satwa khususnya orangutan, pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan sawit tidak juga berhenti, maka kemungkinan besar, beberapa puluh tahun lagi orangutan akan punah. Pemerintah harus menegakkan hukum yang berlaku, bukan malah mengenyampingkan hukum hanya demi memuluskan jalan investor merusak habitat orangutan. Akan tetapi, kenyataannya, salah satu penyakit di Indonesia, korupsi sebagai
| No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 akarnya. Jadi, aturan hukum yang sudah baik dan seharusnya dijalankan dan ditegakkan, tapi banyak sekali pelanggaran yang terjadi, dan penegak hukum juga menjadi pemain sebagai aktor pelanggar hukum. Seandainya sang penegak hukum berjalan baik, maka akan signifikan. Kerusakan hutan tidak akan terjadi secara masif. Ada beberapa negara lain yang perlindungan hukum terhadap hutannya bagus seperti n e g a r a tetang g a di Asia. Mereka b i s a membeli kayu dan membuat perkebu n a n sawit di Indones i a . Artinya, kesalaha
n dominan b u k a n berada pada negara tetangga atau negara lain, tapi pemerintah kitalah yang tidak pernah serius menjaga kelestarian hutannya. Mari Selamatkan Hutan dan Orangutan Tanggal 1 Maret 2013, Sumatran Orangutan Society yang berbasis di London, Inggris, melakukan upaya penggalangan dana untuk konservasi orangutan Sumatra lewat program Jungle VIP Action. Upaya ini mengajak para selebritas dunia untuk melelang barang-barang mereka lewat situs lelang ebay, dan seluruh keuntungan yang diperoleh dari hasil lelang ini akan diberikan kepada lembaga Sumatran Orangutan Society untuk membiayai operasional mereka sehari-hari. Sejumlah nama besar dunia, sudah menyumbangkan barang-barang milik mereka, tentu lengkap dengan tanda tangan asli para
Opini 15
pesohor ini. Seperti yang dilakukan oleh juara dunia balap mobil Formula 1 asal Jerman, Sebastian Vettel yang melelang pakaian dalam balapnya. Harga lelang pakaian balap milik Vettel ini kini sudah mencapai 1.500 poundsterling. Sementara artis lainnya, musisi Jason Mraz melelang albumnya yang bertitel 'Love' beserta sebuah foto yang ditandatangani artis pelantun lagu I'm Yours ini. Harga album milik Jason, kini baru dibuka dengan harga 30 poundsterling. Aktris pemenang Oscar sebagai pemeran pembantu wanita terbaik dalam film Les Miserables, Anne Hathaway melelang naskah film lamanya. Ella Enchanted sudah ditandatanganinya bersama dengan dua rekannya yang bermain di film yang sama, Joanna Lumley dan Minnie Driver. Di Indonesia sendiri grup band Shaggydog sempat menjadi duta penyelamatan orangutan, bahkan menciptakan lagu khusus berjudul “Selamatkan atau Hilang. Lagu tersebut bisa diunduh secara gratis oleh berbagai kalangan. Berbagai bentuk kepedulian musisi dan artis dunia serta beberapa musisi Indonesia terhadap orangutan sebagai satwa asli Indonesia bisa juga dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hal terkecil saja, ketika aparatur negara ini sudah tidak mampu lagi menegakkan hukum secara benar dan lebih peduli kepada para investor, maka aksi konkret yang bisa dilakukan masyarakat adalah menghukum pasar. Artinya, masyarakat bisa menghindari berbagai bentuk produk yang dihasilkan dari perusakan hutan sebagai habitat orangutan. Seperti, menghentikan pembelian minyak dari bahan dasar sawit, mulai berhenti memakai kertas dari perusahaan yang merusak hutan tropis Indonesia, serta melakukan pembuatan petisi untuk mendesak pemerintah agar peduli akan ancaman kehidupan orangutan dan kondisi hutan di Indonesia yang terus tergerus berbagai kepentingan. Jika bukan kita yang peduli, lalu siapa lagi? Jika hanya diam, maka yang terjadi orangutan kita tidak akan lagi selamat, tapi akan hilang. Foto: Internet
“Apabila penebangan hutan masih terus terjadi, perdagangan satwa khususnya orangutan, pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan sawit tidak juga berhenti, maka kemungkinan besar, beberapa puluh tahun lagi orangutan akan punah�
16 Aspirasi KOLOM
®
No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 |
Karikartun
Telat Sadar Oleh Riska Amelia
S
ebuah negeri hidup, tumbuh dan berkembang. Segala wilayah di dalamnya niscaya memiliki “ruh”, tetap hidup dan menjadi ruang kehidupan jika ruhnya terawat dengan baik. Sebaliknya, negeri mati lantaran “jantungnya “ tak dijaga agar tetap berdegup. Mungkin hari ini kita menyaksikan metamorfosis alam di sebuah negeri yang “kaya”. Dulu, kita bersenandung tentang keindahan dan kekayaan alam. Kini, kita dengan cemas mengikuti berita kerusakankerusakan alam. Hujan di negeri ini pun kini ibarat seekor naga yang tengah memporakporandakan negeri. Berbagai bahan sejarah yang mengaitkan keberadaan Indonesia di masa lalu dengan Indonesia masa kini, terserak bak harta karun. Lantas, apakah bangsa ini mau belajar? Mengenal sejarah, namun tidak belajar sama sekali dari sejarah. Guru, singkatan dari digugu dan ditiru, tidak menjadi pegangan dalam berpikir dan berperilaku. Bencana ekologis di Indonesia berlanjut sampai hari ini. Kerusakan hutan dan daerah resapan air, pencemaran udara meningkat akibat aktivitas industri, serta banjir menjadi momok tahunan. Begitu luas kesengsaraan. Dalam film The Happening yang disutradarai M. Night Shyamalan, fenomena ini dijawab dengan cara pikir yang nyentrik. Konon, alam memiliki rasa, dan bisa marah atas perbuatan manusia yang mengancam dan merusak kehidupan mereka. Untuk membalas, tanaman dan tumbuhan berevolusi menciptakan toksin beracun dan menjadi bencana umat manusia. Pesan film ini adalah ancaman terhebat datang dari sesuatu yang tak terduga. Masalahnya, kesadaran akan hal itu selalu datang terlambat. Film itu setidaknya meninggalkan semacam tekateki: siapkah kita menghadapi bencana alam? Fenomena lingkungan negeri ini menunjukkan disorientasi nilai yang sangat memprihatinkan. Bersama waktu, ribuan orang di pedalaman seolah-olah terhenyak di sekitar tanah, sawah, ladang, yang makin sempit. Hutan dengan cepat gundul, pohon masih lama tumbuh, dan banjir akan datang lagi. Ya, kesadaran memang selalu datang terlambat. Tak selamanya kita sadar dengan sifat tamak. Padahal, sumber daya alam yang menjadi monopoli pemerintah, yang diambil untuk pusat tiap area tanah pembelanjaan, tiap liter bensin yang diuapkan sebagai CO2, tiap butir zat sintesis yang mengalir ke sungai, semua itu pada akhirnya terhimpun menjadi sebuah daya yang membalik dan merusak. Pembangunan yang bertujuan untuk membuat kualitas hidup dan kehidupan masyarakat semakin baik dan sejahtera, kenyataan yang terjadi di lapangan bisa sebaliknya. Manusia seperti tak berdaya di depan alam yang hampir hancur. Tantangan generasi penerus saat ini adalah memelihara pembangunan. Memelihara sebuah tanah air yang kaya. Sebuah negeri sejatinya adalah ruang publik bagi seluruh warganya. Pola hubungan antara individu dengan lingkungan merupakan aktualisasi dari laku budaya setiap individu. Orang dapat bersyukur, dapat pula bertanya, apa artinya kesadaran yang datang telat.
Gambar oleh Gilang Adi
Surat Pembaca Tertibkan Pengemis di UIN Saya selaku mahasiswa UIN Bandung merasa prihatin dengan maraknya pengemis yang berkeliaran di kampus ini. Bahkan sampai ada pengemis yang berani masuk ke dalam kelas saat waktu jam perkuliahan sedang berlangsung dan itu sangat mengganggu. Seperti laiknya sudah menjadi profesi seharihari, mereka dengan bebas berkeliaran dilingkungan kampus. Puncaknya pada tanggal 14 Maret 2013. Mohon untuk diperhatikan agar tidak berdampak buruk untuk UIN dikemudian hari.[]Difa Rusaditya Fachry, Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Humas Semester IV.
Harap Lebih Diperhatikan Lagi Kebersihan kampus Islam mencintai keindahan dan Islam itu mencintai kebersihan. Ya, itulah muslim yang ideal, mencintai kebersihan dan keindahan. Sungguh sangat ironis ketika melihat kampus yang bertitel “Islam” tidak memerhatikan kedua aspek tersebut. Jujur ketika pertama kali saya menginjakkan kaki ke toilet masjid UIN, saya tidak betah berada di situ. Terlepas dari hal itu, saya ingin memberikan masukan kepada pengelola renovasi pembangunan dan infrastruktur UIN. Pertama, apabila renovasi ataupun pembangunan yang dilakukan sudah selesai, tolong ada tindak lanjut untuk merawat agar ruangan tersebut tetap terjaga kebersihannya. Kedua, tolong adanya tindakan sigap ketika ada laporan yang memberitahukan bahwa projector di kelas tidak jalan. Ketiga, saya sangat prihatin melihat kondisi kebersihan di sekitar kampus. Bagaimana tidak, tempat untuk membuang sampah nya pun sangat minim, bahkan tidak ada. Entah pihak universitas tidak tahu tentang kondisi tersebut, atau pura-pura tidak tahu melihat kenyataan ini, atau bahkan mungkin tidak bisa membeli tempat sampah yang layak untuk menjaga kebersihan? Apa perlu kita (mahasiswa) harus mengumpulkan koin peduli tempat sampah? Jangan sampai ada perkataan, “Biarin buang sampah dimana aja, toh di sini nggak ada tempat sampah.” Mau jadi apa kampus kita kalau tidak ada tindakan yang berarti untuk menanggulangi problematika ini? Jangan sampai kampus ini terkenal dengan universitas lautan sampah. Mari kita sama-sama realisasikan untuk bisa menjadi muslim yang ideal. Karena Allah pun menyukai muslim yang kuat, tangguh dan pantang mengeluh.[]Dian Ekawati, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Jurnalistik Semester II
| No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013
Sastra 17
Cerpen:
Layang-layang Oleh : Agina Puspanurani
R
asa, suasana, jarak semua akan jelas dan terang pada saat yang tepat. Yang tak terungkap dan tak ingin diungkap tak pernah kupaksakan. Waktu akan memberikan jawaban. Hanya saja, kemarin, besok dan lusa tidak akan pernah sama. Akan selalu ada yang berputar dan berjalan diluar kendali manusia. Haruskah menyalahkan keadaan? Waktu telah memberikan kesempatan. Baik untukku maupun untuknya sehingga dapat berpijak di tanah yang sama. Sejujurnya, aku tidak ingin waktu pergi begitu saja, meninggalkan kami yang masih bungkam berbalut tanya. Sampai dihinggapi rasa asing yang merambat ke dasar hati. Keadaanku yang tak sanggup memulai meskipun radarnya telah memancar kuat bahkan mampu kubaca. Sampai disana aku berhenti, perhatianku teralihkan oleh sosok cantik yang sejak tadi hanya diam di tempatnya. Dia memilih sudut ruangan untuk termenung kemudian menikmati dunia yang diciptakannya sendiri. Ini jelas tidak biasa, wajahnya terlihat lebih sendu. Seperti mentari terhalang awan hitam. Seandainya aku punya daya, inginku terobos dunianya kemudian melukiskan pelangi agar langit dunianya tak lagi mendung. Ya, bahkan seandainya aku punya daya … akan kudobrak dinding pemisah yang selama ini menjadi sekat antara aku dan dia. Namun keadaanku benar-benar tak berdaya. “Kamu serius suka dia?” pertanyaan centil dari Melta mulai menggaung di sela-sela istirahat dari rangkaian rapat kerja organisasi kami. Aku hanya tersenyum untuk menjawabnya. “Yeeh, dia malah senyum. Jawab weii …” sela Arlita, nampaknya mereka sama sekali belum puas dengan jawaban berupa isyarat ini. Aku bergeming, enggan menjelaskan lebih banyak tentang hal tersebut. Mereka tidak perlu tahu sedalam apa rasa yang kumiliki terhadap sosok itu. Tiga tahun setia memendam rasa yang sama terhadap orang yang sama, rasanya tak perlu dijelaskan lagi seperti apa. Sayangnya, keadaanku tidak pernah tepat untuk mendekati jalan setapak yang biasa dilaluinya. “Ada tanggungjawab lain yang lebih penting dari hal itu,” jawabku. Selain kewajiban menyelesaikan pendidikan sar jana dan menjalankan organisasi kampus, aku harus menyisihkan waktu untuk mengumpulkan genggam rupiah. Setidaknya genggaman rupiah inilah yang sanggup menghidupiku saat kucuran rupiah tidak kunjung datang dari kedua orangtua. Mereka nampaknya belum puas. Namun tidak ada lagi pertanyaan yang meluncur dari keduanya. Sepertinya mereka mengerti. Aku memilih untuk menghindar dari keduanya, dan menikmati sisa-
sisa istirahat dengan berdiam diri dibalik jendela yang mulai basah oleh hujan. ** “Hujannya melankolis ya. Kalau hujan begini mana bisa main layang-layang,” ujarnya, sosok yang semula termenung disudut ruangan itu kini hanya berada sejengkal dari tubuhku. “Ini masih ada yang salah …” ujarnya lagi sambil menyerahkan beberapa dokumen yang pagi tadi kupresentasikan dalam rapat. “Oke, nanti saya revisi lagi,” jawabku masih dengan keadaan yang terperanjat. Seketika seluruh tubuhku menjadi kaku. “Boleh duduk disini juga?” izinnya agak kikuk, namun tetap tersenyum. Aku hanya mengangguk. Sekarang, aku ingin berlari namun tubuhku enggan bergerak. Ada jeda waktu yang cukup lama antara aku dan dia. Dia menikmati butiran air yang turun dari langit. Dan aku hanya mampu melihatnya dari ujung mataku saja. Dia terlalu dekat untuk kutatap. “Kamu tahu kemana layang-layang yang lepas dari pemiliknya pergi?” tanyanya masih memandang jauh ke luar jendela. “Kemana?” tanyaku lagi, bibirku terlalu kelu untuk bertanya lebih banyak. “Dia pergi mengikuti arah angin. Tanpa pernah tahu dapat bertuan lagi atau tidak,” “Bukankah dengan demikian layang-layang tersebut lebih bebas bergerak? Lebih banyak diburu?” tanyaku masih menerjemahkan setiap kata yang terlontar darinya. “Tidak ada yang mau memburu layang-layang rusak. Paling-paling dia berakhir di tiang listrik atau pohon,” ucapnya tersenyum kecut kemudian kembali melanjutkan “Layang-layang itu menunggu untuk dapat bertuan lagi.” Ada sentakan seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuhku. Aku tersadar kemana arah pembicaraannya. Namun tak kuasa untuk menyela bahkan mengelak. “Sayangnya, sang tuan tidak pernah datang. Bahkan saking cintanya, sang tuan lebih memilih berubah wujud menjadi layang-layang. Sesama layang-layang tentu tidak dapat saling memiliki, bukan?” Mataku membelalak hendak memburu matanya. Aku kembali melihat wajah sendu yang sejak tadi terus bergelayut di wajahnya. Aku bukan layang-layang, akulah tuanmu! teriakku, yang hanya mampu menggema sampai ujung hati. ** [] Penulis adalah mahasiswa Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung semester 6.
Puisi SENJA seperti biasa kepul asap tak henti memuisi pada langit yang gaduh dan terisak sudah kukirim kusam doa padamu sunyi. lalu apakah kita bayang mengurai cerita lama dan memahat memoar kita adalah adam yang terbuang dan kau adalah hawa yang kerap merengek perjalanan sungguh sunyi
MAAF seraya menarik kafan janji pada lidah matahari aku menari menoleh tepian kata-kata semenjak kau kutinggalkan setahun lalu. kini kutinggalkan kau kembali tanpa pamit dan lambaian penyesalan sambil menembus kabut rindu seraya menarik kafan janji kusaksikan bangkai tergeletak bersama setumpuk detik yang tanpa henti melaju kau selalu menjadi nadi di kemah-kemah gelap maaf aku harus pergi
[]Penulis Dede Yadi, Mahasiswa semester VI, Jurusan PAI, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
18 Vakansi
No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013 |
Menggapai Atap Jawa Barat
Oleh Rezsa Yushardiansyah*
S
atu dari sekian banyak cerita, suka dan duka ketika berpetualang merambah pesona alam di bumi Indonesia. Kisah ini memang seakan tiada bosannya untuk diceritakan. Aku bersama seorang sahabat, Rizal Hasrul Sidiq berencana melakukan pendakian menuju Gunung Ciremai, yang memiliki ketinggian 3078 Meter di atas Permukaan Laut (Mdpl). Ekspedisi perjalanan menuju Puncak Sunan Mataram rencana awalnya menggunakan jalur yang cukup populer di kalangan para pendaki, yakni melalui jalur Linggar Djati di daerah Kuningan Jawa Barat. Jalur ini disebut sebagai jalur yang paling sulit untuk dicapai menuju puncak Gunung Ciremai. Juga sebagai jalur paling terjal di antara gunung-gunung di Pulau Jawa. Kamis 7 Februari 2013, kami mulai melakukan packing. Barang bawaan standar pendakian wajib kami bawa. Tidak lupa pada malam itu, aku bersama Rizal membahas tentang manajemen perjalanan dan pendakian. Jumat 8 Februari 2013, selepas salat subuh kami memulai perjalanan menuju lokasi pendakian. Pukul 01.00 WIB kami pun tiba di Kota Kuningan Jawa Barat. Perjalanan dari Bandung menuju Kuningan ditempuh kurang lebih selama enam jam. Setelah tiba, kami pun langsung menuju Pos Pendakian Linggar Djati. Tiba di lokasi, kami menitipkan KTP dan membayar registrasi. Diiringi doa dan restu warga kaki Gunung Ciremai, pukul 14.00 WIB kami melakukan start awal pendakian. Jalan aspal yang cukup panjang membuka perjalanan kami. Lalu kami melintasi perkebunan warga, dan rumah-rumah penduduk yang terlihat mulai jarang. Kami tiba di pemberhentian pertama Pos 1 Cibunar. Kemudian kami singgah sejenak di warung untuk membeli persediaan air. Pos Cibunar adalah pos terakhir yang masih menyimpan sumber air, sehingga untuk perbekalan air sebaiknya dipersiapkan di sini. Tak terasa kami tiba di pemberhentian selanjutnya, yaitu Pos Leuweung Datar. Pos ini hanya ditandai dengan suatu benda berupa sebuah plang bertuliskan “Leuweung Datar� yang berada di antara salah satu pepohonan. Maka kami putuskan untuk terus melanjutkan perjalanan. Pos Leuweung Datar kami tinggalkan menuju pemberhentian selanjutnya, yaitu Pos Condang Amis. Setibanya di sana, kami langsung beristirahat sejenak sambil menikmati belantara Hutan Condang Amis. Kami melanjutkan perjalanan dengan track yang berupa lintasan jalanan setapak yang membelah hutan rimba dan masih begitu tertutup rapat. Kami pun tiba di Pos Kuburan Kuda yang dianggap sebagai tempat yang keramat. Menurut cerita warga, pos ini
Foto:Dok. Pribadi
merupakan tempat dikuburnya kuda-kuda pasukan tentara penjajah Jepang. Sabtu 9 Februari 2013, pukul 05.00 WIB pagi kami bangun dengan disambut hangat oleh panorama jingga merah terang yang menyingsing di ufuk timur. Sungguh indah, meskipun terhalang rapatnya pepohonan hutan. Pukul 06.00 WIB pagi kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju Pos 5 Pengalap. Kami rehat sejenak setelah tiba, lalu melanjutkan perjalan di tengah kabut yang mulai mengepung, dan menutupi sinar mentari. Namun semua ini tak akan membuat langkah kami terhenti, kami mulai berjalan perlahan menuju Tanjakan Bin-bin yang kami anggap sebagai awal dari track pendakian yang sebenarnya. Karena selepas Tanjakan Bin-bin menuju Tanjakan Seruni,
“...Kami bersujud syukur hingga tak terasa meneteskan air mata, karena begitu takjub akan kemahabesaran-Nya, setelah semua terpaan hujan badai hingga petir...�.
kami akan terus dihajar oleh tanjakan-tanjakan terjal tiada ampun. Tanjakan Seruni mulai kami pijak, langkah kaki ini pun kian melambat. Bagi kami Tanjakan Seruni ini akan menjadi yang paling melelahkan sepanjang perjalanan. Ditambah cahaya matahari yang tersamar oleh kabut, serta rindang pepohonan yang semakin menambah bumbu-bumbu eksotis perjalanan kami. Dengan langkah yang semakin perlahan, akhirnya kami tiba di Pos 8 Tanjakan Bapa Tere. Sesuai namanya, Tanjakan Bapa Tere (Ayah Tiri) ini menggambarkan begitu kejamnya medan yang akan kami hadapi, seperti kejamnya seorang ayah tiri. Kontur tanah Tanjakan Bapa Tere yang datar memaksa kami untuk mendaki secara vertikal, dengan berpegangan pada akar-akar pepohonan untuk menggapai tepiannya. Perlahan kami terus berjalan untuk menuju pos selanjutnya. Terkadang terbesit dalam hati kecil, berharap agar kami bisa lekas sampai. Di sela perjalanan, tantangan lain pun muncul.
Hujan gerimis menghujam bumi. Di celah-celah jalur terjal kami membuat bivak sementara dari plesit plastik yang dibentangkan dan diikat di antara pepohonan. Sembari berteduh dan membuat teh hangat untuk menghangatkan badan. Karena hujan tak kunjung henti, akhirnya bivak sementara kami dilanda banjir. Maka kami memutuskan untuk terus bergegas pergi dan melanjutkan perjalanan menuju Pos Batu Lingga. Konon di tempat ini terdapat sebuah batu yang cukup besar. Di atas batu ini salah seorang penyebar agama Islam, bernama Sunan Gunung Djati memberikan dakwahnya dan menyebarkan syiar-syiar Islam. Dengan kondisi yang kian tak menentu, aku menjadi pesimis untuk dapat menggapai puncak tertinggi di Jawa Barat ini. Sempat terpikir dalam benak kami untuk mangakhiri saja perjalanan sampai di sini. Kami merenung sembari menunggu cuaca berkompromi. Badai pun akhirnya berhenti. Maka tak ada salahnya untuk mencoba berusaha kembali melangkah selangkah demi selangkah, dan akhirnya kami pun tiba di Pos Sangga Buana Bawah. Minggu 10 Februari 2013, pagi menjelang. Kami meninggalkan tenda dan tas, serta barang bawaan di tempat, untuk mempermudah dan mempercepat langkah kami menuju puncak. Tanpa banyak rehat dengan metode pendakian Gas Pol Rem Sedikit (GPRS), akhirnya kami tiba di Pos terakhir, yakni Pos Pengasinan. Taman bunga legendaris Edelweis yang masih kuncup menyambut kedatangan kami di Pos Pengasinan. Menandakan bahwa sudah semakin dekat bagi kami untuk menggapai titik tertinggi Gunung Ciremai ini. Hari ini pula kami akan menjadi orang tertinggi di Jawa Barat. Hingga sampailah kami pada titik puncak. Semua keringat, pengorbanan, dan perjuangan akhirnya terbayar sudah dengan menyaksikan kemegahan kawah gunung tertinggi di Jawa Barat, Gunung Ciremai. Kami bersujud syukur hingga tak terasa meneteskan air mata, karena begitu takjub akan kemahabesaran-Nya, setelah semua terpaan hujan badai hingga petir. Akhirnya, merekalah menjadi cerita yang mengantarkan penaku untuk menuliskan sebuah kisah suka dan duka dalam perjalanan menggapai puncak tertinggi Jawa Barat, Sunan Mataram, Gunung Ciremai 3078 Mdpl. 21
*Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Humas Semester 6
Jejak 19
| No. 11/Tahun XXVI/Edisi April 2013
Dok.Istimewa
Bandung dalam Rekam Sejarah kolonial Hindia Belanda merupakan salah satu bukti mahakarya arsitektur-arsitektur negeri kincir angin tersebut. Sebagian besar bangunan peninggalan Belanda dirancang oleh arsitekturarsitektur Belanda. Tetapi ada salah satu pribumi yang merancang sebuah gedung yang terletak di Jalan Gatot Subroto No. 54 dan 56. Gedung tersebut dinamakan gedung kembar. Arsiteknya tidak lain dan tidak bukan adalah The Founding Fathers, Ir. Soekarno. Bangunan tua yang terdapat di sepanjang Jalan Braga dan sekitar jalan AsiaAfrika merupakan secuil bukti peninggalan Belanda yang sarat akan nilai sejarah. Nuansa Eropa Jika kita berada di sekitar Jalan Braga, rasanya bak berada pada masa pemerintah Hindia Belanda.
Oleh M. Faisal A
Dok.Istimewa
S
iapa tak kenal Kota Bandung? Kota yang dikenal dengan Gedung Satenya ini memang tersohor karena daya tarik wisatanya yang fantastis. Meski berada di antara pegunungan, Bandung sama sekali tak kehilangan pesonanya. Bisa dibilang, pesona Bandung terletak pada udaranya yang sejuk, juga pada wisata kuliner dan industri Factory Outlet-nya. Tak hanya itu, Bandung pun memiliki banyak bangunan bersejarah. Hal ini tentunya dilihat dari banyaknya peristiwa yang berkaitan dengan kemerdekaan terjadi di kota ini. Bahkan awalnya, Bandung ditetapkan sebagai ibu kota Hindia Belanda sebagai pengganti Batavia. Perjalanan sejarah Kota Bandung telah meninggalkan berbagai peninggalan berupa warisan yang tidak ternilai harganya. Yang memberikan kekhasan tersendiri. Di antara berbagai peninggalan tersebut, adalah bangunanbangunan yang tersebar di berbagai pelosok wilayah Kota Bandung, yang karena keindahannya menjadi daya tarik tersendiri. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, bahwa di Kota Bandung tercatat sebanyak 637 cagar budaya peninggalan zaman Hindia Belanda. Bangunan-bangunan tersebut meliputi kantor, lembaga pendidikan, tempat tinggal, kegiatan bisnis dan tempat kegiatan sosial. Dari 637 jumlah bangunan tersebut, 100 diantaranya dilindungi Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 19 tahun 2009 tentang pengelolaan kawasan dan bangunan cagar budaya. Dalam buku tentang peraturan daerah Kota Bandung Nomor 19 tahun 2009 tentang pengelolaan kawasan dan bangunan cagar budaya yang diterbitkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010, bahwa penetapan kawasan dan bangunan cagar budaya ditetapkan berdasarkan kriteria nilai sejarah, nilai arsitektur, nilai ilmu pengetahuan, nilai sosial budaya, dan umur. Belanda banyak dikenal oleh warga Negara Indonesia sebagai bangsa penjajah, penguras sumber daya alam dan sumber daya manusia selama 3,5 abad. Sistem kerja paksa yang dilakukan meneer-meneer Belanda telah menimbulkan kesengsaraan yang begitu memilukan bagi warga pribumi kala itu. Kemiskinan dan kebodohan merupakan produk yang dihasilkan sistem yang diterapkan para petinggi-petinggi pemerintahan Belanda selama menjajah nusantara Tetapi tak disangka, Belanda mempunyai andil besar dalam pembangunan Kota Bandung kala itu. Bangunan-bangunan tua peninggalan zaman
Bangunan berbaris rapi dengan persimpangan jalan yang teratur dan tampak indah di pelupuk mata. Dalam buku yang berjudul Braga Jantung Paris Van Java karangan Ridwan Hutagulung dan Taufanny Nugraha, dijelaskan pada dekade pertama abad ke-20, Jalan Braga masih dirimbuni pepohonan yang rindang. Memasuki tahun 1920an, kawasan Braga secara bertahap mulai dibangun menjadi lintasan pertokoan modern dengan segala fasilitasnya yang serba Eropa. Braga pada masa keemasannya sempat mendapat sanjungan “de meest Europe schewinkelstraat van Indie� jalan pertokoan yang paling (bernuansa) Eropa di seluruh Hindia. Beberapa gedung tua yang terdapat di Jalan Braga diantaranya Rathkamp, bioskop Majestic dan Bank Indonesia. Rathkamp dulunya digunakan sebagai apotek. Kini gedung tersebut ditempati apotek Kimia Farma. Berikutnya adalah bioskop Majestic. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, bioskop ini dikenal sebagai bioskop paling elit di Kota Bandung. Pada tahun 1924, gedung ini dirancang Wolf Schoemaker. Bangunan selanjutnya adalah Bank Indonesia. gedung yang dahulunya bernama De Javasche
Bank ini merupakan bank sentral pada masa pemerintahan Hindia Belanda di Tanah Priangan. Proses pembangunannya rampung pada tahun 1918. Arsitek dari gedung tersebut ialah Edward Cuypers. Pada tahun 1953, pemerintah Indonesia mengambil alih De Javasche Bank dan meresmikannya sebagai Bank Indonesia. Seiring bertambahnya bangunan komersil, pada tahun 1910-an, lanjut Ridwan Hutagulung dan Taufanny Nugraha dalam bukunya, jalanan ini mulai berkurang keasriannya. Banyak pohon besar yang ditebang dan trotoar semakin berkurang. Pada saat itu mulailah berbagai aktivitas muncul dan meramaikan daerah ini. Sehingga jalan ini dikenal sebagai wilayah pertokoan elit. Di persimpangan gedung Jalan Naripan dan Jalan Braga terdapat sebuah gedung peninggalan kolonial Hindia Belanda. Gedung tersebut bernama Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK). Gedung ini dahulunya bernama Ons Genoegen. Ridwan dan Tauffany juga menjelaskan tentang kehadiran gedung ini sangat penting bagi aktivitas Jalan Braga kala itu, karena dapat menampung masyarakat dari berbagai kasta atau golongan. Dibandingkan dengan tempat lain, seperti gedung Merdeka (Gedung Concordia) yang hanya digunakan oleh kalangan elit (penjabat pemerintah kolonial), gedung Ons Genoegen sering dihadiri golongan koloni, Indo-Belanda (sipil maupun militer), dan bahkan warga pribumi. Gedung ini jug a seringkali mementaskan pelbag ai pertunjukan. Salah satu pentas yang terkenal bagi warga pribumi kala itu ialah pertunjukan Tonil dari Batovis (Bandoengsche Toneel Vareeniging van Indonesische) atau Perkumplan Tonil Mahasiswa Indonesia di Bandung. Penampilan ini sangat dikenang karena salah satu pentolan kelompok ini adalah Sutan Sjahrir. Penduduk Jawa Barat pada umumnya dan orang Bandung khususnya, harus menyadari bahwa kota yang menjadi tempat tinggal penduduk Bandung saat ini adalah kota yang memiliki jejak sejarah yang bernilai tinggi. Jejak sejarahnya ini berwujud bangunan, taman, jembatan, rel kereta api dan yang lainnya. Jejakjejak sejarah itu harus dilihat sebagi petunjuk bahwa Kota Bandung terbentuk pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Sentuhan arsitektur-arsitektur pada masa pemerintahan Hindia Belanda telah memberikan sumbangsih bagi corak kebudayaan Eropa di Kota Bandung melalui bentuk bangunan yang ditinggalkannya.[]Kru liput : Aghniya Ilma C, Ra'uf/Magang.
Contact:
Rent: Sound System, Stage, Aras Abdul Rasyid No. Telephone : 0859360787/ Artistic Decoration, Lighting, 08983010843 Music Equipment BB Invite Pin : 2A9C08DE 0
.
Rp
0 25
Dikarenakan Tidak Mengandung Peledak, Tidak Menyebabkan Kantuk, Penafsu Makan, Garing dan Tidak Lucu. Maka segera dapatkan di: Angkringan Yoga (depan kampus IPDN Jatinangor) el djulianista (02270091994)
Menjual dan menerima rajutan: -Rompi -Baju -Selendang -Jilbab -Ciput -Cardigan tua-muda, pria-wanita, besar-kecil
[087 825 985 151 / 022-70767176]
Jl. Desa Cipadung No.3 Tlp. 085221093303/081220062260
TOEFL
SELECT
Hav e Only fun with god i we t t... rust
SECOND ENGLISH LANGUANGE COURSE CORPORATION
l
Boto + Teh cok .o 0 0 K e .0 2 Mi Rp. 1
CLASS University student General Speaking I General Speaking II Master Speaking
100% Menggunakan Bahasa Inggris
University student
TOEFL, 400 common words, listening characteristic, 3 kali scoring, error analysis, reading secret
TOEFL
I
Jl.Cikuya Margahayu No.7 Cicalengka Jl.Raya Barat depan SDN 7 Cicalengka Bdg Tlp 087722641106 - 081220869954
PROGRAM
FEE
Speaking for specifik purpose, presentatiom to economy, politic, culture, memorizing 50 vocab, game and song by CA, GMT, TTT, DM, 80.000 TPR, CLL, SW, and ALM METHODS
110.000
Irfan : 087825325223
JL. LIO Utara No. 4 / Samping UIN
TIME CHOICE
05.30-07.00 07.00-08.30 14.00-15.30 16.00-17.30
05.30-07.00 07.00-08.30 14.00-15.30 16.00-17.30