NO. 9/TAHUN XXIV/EDISI AWAL MEI 2011 NO. 1/TAHUN XXV/EDISI OKTOBER 2011
Pembangunan Kampus, Di Antara Dua Tuntutan
S
panduk itu membentang di tembok seberang Gedung Al-Jamiah. Isi tulisannya cukup provokatif: Kepedulian Pejabat Kampus Terhadap Lingkungan Telah Mati! Ketika Alam Terancam, Kami Siap Mengancam. Spanduk tersebut adalah bentuk perlawanan. Sebuah perlawanan dari UKM Mahasiswa Pecinta Kelestarian Alam (Mahapeka) terhadap kebijakan kampus. Masalah bermula sekitar dua minggu sebelumnya. Saat itu, para anggota Mahapeka menyaksikan penebangan pohon yang ada di dekat mesjid. Mahapke tidak bisa menerima aksi penebangan ini. “Mereka (yang menebang, red-) beralasan pohon-pohon itu sudah kering. Padahal, itu hanya sedang mengalami fase gugur saja.” Mahapeka makin meradang setelah muncul informasi jika pohon yang ditebang tidak hanya satu atau dua saja, namun mencapai 239 pohon. “Ada 235 pohon yang sudah diberi tanda dengan kain putih. Itu yang direncanakan akan ditebang. Empat pohon udah di tebang, yang dua memang pohon kering dan hampir mati, namun yang dua lagi masih hidup.” Terkait hal ini, Mahapeka langsung bertindak cepat. Mereka memutuskan untuk mengadakan audiensi kepada Rektor UIN Sunan Gunung Djati, Nanat Fatah Natsir. "Kedatangan kami ini ibarat anak mengadu kepada orang tuanya soal pembangunan dan renovasi kampus yang akan menebang sebanyak 239 pohon," papar Ketua Mahapeka, Arif, seperti yang dikutip oleh www.uinsgd.ac.id. Mahapeka beralasan, setiap pembangunan selalu melibatkan masyarakat berkenaan dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) dan UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup). Mereka merasa tidak pernah dilibatkan mengenai hal. Padahal, mereka menengarai, Mahapeka mewakili masyarakat kampus untuk hal seperti ini. Akibatnya, Mahapeka menganggap proyek pembangunan ini cacat hukum. Iman Suparman, salah satu anggota Mahapeka, menyatakan cacat ini lebih ke masalah perizinan. “Harusnya pihak kampus memberi konfirmasi dulu soal perizinan itu ke mahasiswa, selaku pengguna. Jadi, mereka minta surat pengantar dari kita. Eh, nggak tahu salah mengerti atau apa, pihak kampus malah minta izin (soal penebangan pohon ini, red-) ke warga. Terkait tuduhan adanya kecacatatan prosedural dan hukum, Jaenudin, Kepala Bagian Umum agar Mahapeka melaporkannya. “Jika memang selama ini prosesnya ada yang dianggap cacat, kami
memohon kepada Mahapeka untuk dicatat dan dilaporkan kepada kami supaya kelihatan mana yang cacatnya" paparnya. Kontradiktif Tuntutan Mahapeka ini kontradiktif dengan target penyelesaian infrastruktur bangunan. Pasalnya, menurut Ariel Soemadiningrat selaku Wakil Kepala Pelaksana dari PT Nindya Karya, penebangan ini dimaksudkan untuk melancarkan pembangunan infrastruktur, pemasangan kabel listrik antar-bangunan, serta pemasangan drainase. Dengan adanya tuntutan dari Mahapeka, maka pembangunan infrastruktur yang direncanakan selesai Desember tahun ini, terancam molor. “Hambatan terbesar memang dari masih adanya aktivitas mahasiswa dan larangan penebangan pohon itu,” kata alumnus ITB ini. Kini, Ariel menjadi pesimis target pembangunan ini tercapai. “Bagaimana ya Mbak, kalau melihat situasinya seperti ini mah. Kita terima tugas, kerja, beres. Tapi, bagaimana mau gerak kalau mahasiswanya sendiri yang menghambat. Bingung sama mahasiswa, maunya apa? Pembangunan kampus harusnya didukung. Katanya mau kampus segera dibangun. Tapi saat mau dibangun, malah dicegah,” katanya sambil garuk-garuk kepala. Padahal, lanjut Ariel, pihaknya hanya menandai sebagian pohon saja. Selain itu, pihak kampus juga siap melakukan reboisasi. “Saya percaya, pihak UIN pastinya juga ingin punya kampus yang bagus dan hijau.” Permasalahan makin rumit, karena ternyata sebagian mahasiswa justru ingin pembangunan ini cepat selesai. Terakhir, keinginan ini diungkapkan dengan aksi demonstrasi oleh gabungan mahasiswa Forum Demokratisasi Kampus (FDK) dan Himpunan mahasiswa Islam (HMI) pada Dies Natalis ke-43 lalu. Harapan agar pembangunan cepat selesai didukung pula oleh Rita, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. “Kalau buat penataan jalan sesuai denah, kenapa tidak di tebang saja. Asalkan pihak UIN menjanjikan ada reboisasi. Lagipula kan tidak semua pohon akan ditebang. Kita mah inginnya pembangunan cepat selesai, tapi dengan tetap menjaga lingkungan.” Hal senada diungkapkan Rosi, juga dari Fakultas tarbiyah dan Keguruan. Ia menyatakan, lebih baik rektorat bisa bersikap tegas. “ Repot-repot ribut masalah pohon. Kalau rektorat udah tegas bilang mau ditebang, ya tebang aja. Kan sudah ada konsep pembangunannya. Jalankan yang sudah dirancang sebelumnya, biar pembangunan cepet
Atas: Beberapa pohon di kawasan kampus dibalut kain, sebagai tanda akan ditebang untuk memperlancar pembangunan. Bawah: Pembakaran jas almamater saat aksi demo menuntut percepatan pembangunan kampus, pada Dies Natalis lalu.
Namun, meski suara-suara yang mengharapkan pembangunan cepat selesai terus bermunculan, pihak Mahapeka tetap menolak adanya penebangan. “Kami bukannya tidak mau berkompromi. Justru sekarang kita sedang berusaha berkompromi, bahwa pembangunan dan penabangan pohon harus sesuai dengan aturan main,” kata Ukon, anggota Mahapeka. Menurut Ukon, meski pembangunan sudah berjalan beberapa bulan, Mahapeka akan tetap memberi tuntutan pada rektor agar proses pembangunan ini dikaji ulang dari awal. Sarah, mahasiswa Hubungan Masyarakat mencoba memberi jalan tengah. Menurutnya, kalau pun memang terpaksa harus dilakukan penebangan, pihak UIN pasti mampu untuk melakukan
penanaman kembali pohon yang sudah ditebang. “Walau tidak menggunakan media tanah secara langsung, tapi melalui media pot berbentuk drum. Saya rasa itu sudah bisa digunakan untuk menjaga pasokan oksigen di UIN. Namun, tentunya pohon pengganti itu harus sama besar dan sama banyak.” Lain halnya dengan solusi yang ditawarkan Iman Suparman. Ia mengharapkan UIN Bandung bisa mencontoh Universitas Indonesia. “Di UI, saat mereka tengah membangun, dilakukan pemindahan pohon. Jadi, pohon-pohon tersebut dipindahkan beserta akar-akarnya, kemudian setelah bangunan jadi, si pohon di pasang lagi.Jadi tidak perlu ada penebangan.” []Sonia Fitri, Ratih Rianti, Fajar Fauzan/SUAKA//www.uinsgd.ac.id
LAPORAN KHUSUS
2
NO. 1/TAHUN XXV/EDISI OKTOBER 2011
Menilik Manfaat Sospem
T
ahun ini, mahasiswa baru UIN Sunan Gunung Djati mulai merasakan penerapan Sosial Pembelajaran (Sospem). Sospem, yang baru diterapkan tahun ini bertujuan untuk untuk mengetahui metode pembelajaran di perguruan tinggi. “Manfaatnya adalah alih budaya bagi mahasiswa baru, dari SMA atau Aliyah menjadi budaya mahasiswa yang harus terus belajar,” ungkap Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Ujang Saefullah. Menurut Ujang, Sospem adalah istilah yang didapat dari kunjungan ke UIN Sunan Kalijaga Yogja. Di sana, dalam kuliah taarufnya ada tambahan pengenalan akademik, yaitu sosial pembelajaran. Materi-materinya, kata Ujang, adalah untuk menyiapkan mereka agar belajar lebih kondusif sebagai mahasiswa baru seperti menulis, meresensi buku, membaca buku, membaca dengan cepat, dan mengerjakan tugas. “Kemudian hasil studi komperatif itu dibawa oleh kita ke sini. Kami merasa perlu menerapkannya juga di UIN Bandung, saat Orientasi Pengenalan
Akademik (OPAK),” jelasnya. Namun, pada akhirnya sospem tidak terlaksana dalam kegiatan OPAK, melainkan teknisnya kembali pada setiap fakultas masing-masing. Ujang menyatakan, hal ini disebabkan karena adanya pengunduran jadwal. Namun, meski pelaksanaan sospem terpisah dari OPAK, Ujang mengaku bahwa kegiatan Sospem berjalan sangat efektif dan mendapat sambutan yang baik dari para mahasiswa baru. “Sospem untuk Fakultas Dakwah dan Komunikasi dilaksanakan Senin 12 September 2011 dari pagi sampai sore. Kami terpaksa mengganggu jadwal perkuliahan.” Terlepas dari tujuan baiknya, ternyata ada isu yang berkembang jika pelaksanaan Sospem ini tidak diimbangai dengan legalitas dan anggaran yang jelas. Ujang memberikan penjelasan yang terperinci mengenai anggaran sospem ini. Awalnya, para ketua senat, PD III, dan bagian kemahasiswaan memutuskan anggaran Rp175.000, dengan asumsi Rp150.000 untuk OPAK dan Rp25.000 untuk Sospem. Namun, anggaran ini masih
Teror Bom Solo dan RUU Intelijen
T
erkait kasus Bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Jalan Arif Rahman Hakim, Solo, Jawa Tengah, Ahad (25/9) ini, Badan Intelijen Negara (BIN) harus menanggung resiko atas tudingan rekayasa sosial. Kasus ini dituding ada kaitanya dengan RUU Intelijen. Momentumnya yang bertepatan dengan bom Solo membuat RUU Intelijen masih dipandang sebagian kalangan secara negatif. “BIN dapat keuntungan pembenaran need assesment sekaligus harus menanggung resiko atas tudingan rekayasa sosial. Pandangan negatif itu misalnya, berkaitan dengan wilayah hakhak sipil yang dikhawatirkan akan t e r g a n g g u . Kekhawatirankekhawatiran ini bisa saja menjadi salah satu pemicu “hasrat” melakukan terror bom bunuh diri,” ungkap Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung sekaligus pengamat Politik saat diwawancarai Suaka via email, Senin (10/10). Menurutnya, ada sejumlah variabel yang kemudian mendorong pelaku untuk nekad melakukannya. Salah satunya, misalnya, adalah situasi sosial politik yang dalam pandangan subyektif para
pelaku sebagai suasana timpang yang harus diperjuangkan. Kemungkinan faktor lainnya adalah soal kontrol yang seharusnya diperankan oleh lembaga control. Kasus terror seperti bom bunuh diri ini bukan terjadi sekali atau dua kali. Inilah yang dapat dijadikan umpan balik untuk melakukan kontrol yang lebih ketat. Jadi, kalau masih saja terjadi, maka dapat dipertanyakan aspek kontrol ini. "Dari perspektif pandangan keagamaan, perlu dikakukan ikhtiar edukasi yang lebih utuh dan menyeluruh, khususnya berkaitan dengan tafsiran ajaran terkait perilaku terror bom bunuh diri. Usaha ini akan melibatkan banyak s e k t o r, t e r m a s u k sektor pendidikan dan, tentu saja, sektor pelayanan publik yang kerap memicu kecemburuan sosial yang dapat menjadi trigger tindak kekerasan.” Jelasnya. A s e p menambahkan bahwa sebaiknya perlu dilakukan tindakantindakan preventif yang lebih produktif, bukan hanya tindakan reaktif yang kerap mengundang kesan tidak professional. Dalam konteks itu, dapat dilakukan, salah satunya, dengan melakukan evaluasi komprehensif atas berbagai kemungkinan penyebab terjadinya tindakan bom bunuh diri. []Sri Cahya Lestari /SUAKA
mengalami perdebatan, khususnya di kalangan kepanitiaan mahasiswa. Pada akhirnya, PD III mengalah dan menyerahkan keputusan sepenuhnya pada mahasiswa. Maka diputuskanlah anggaran Sospem sebesar Rp5.000.000 per fakultas. “Entah ini bagus atau tidak, tapi fakultas-fakultas besar seperti Tarbiyah dan Syariah yang mempunyai mahasiswa yang banyak, merasa kurang sepakat. Mereka menganggap tidak adil. Namun, karena ini sudah diputuskan sebagai langkah awal pelaksanaan
Sospem, akhirnya semua setuju.” Hal ini dibenarkan pula oleh Pembantu Dekan III Fakutas Ushuludhin, Afghoni. “Dalam penentuan anggaran OPAK dan Sospem, semua PD III menyerahkannya pada panitia OPAK dan Kepala Biro A2KPSI,” katanya. Terkait isu legalitas Sospem, Afghoni memaparkan Sospem ini sudah menjadi keputusan rektor. “Sospem itu menyatu dengan OPAK, diturunkan dalam satu Surat Keputusan (SK). Jadi sospem ini sah, legal, dan formal.” Pungkasnya. []Sova, Bayu, Tri/SUAKA
ASSALAMU’ALAIKUM
NO. 1/TAHUN XXV/EDISI OKTOBER 2011
EDITORIAL
Berkorban Demi Pembangunan Dilematis. Mungkin itulah kata yang tepat untuk mengungkapkan bagaimana perasaan kontraktor pembangunan kampus ini. Ya, keadaan mereka kini dilematis, karena dihadapkan pada dua tuntutan yang bertolak belakang satu sama lain. Semakin membingungkan, karena kedua tuntutan tersebut sama-sama muncul dari mahasiswa. Tuntutan pertama muncul dari UKM Mahasiswa Pecinta Kelestarian Alam (Mahapeka). Mereka menolak jika hanya demi pembangunan, ratusan pohon di kampus ini akan ditebang. Sepintas, tuntutan ini tampak wajar. Bagaimana pun, pembangunan tidak harus selalu mengorbankan lingkungan. Masalahnya, menurut kontraktor pembangunan, penebangan ini memang diperlukan. Diperlukan, agar sesuai dengan yang termuat dalam cetak biru pembangunan kampus ini. Selain itu, penebangan juga bertujuan untuk mempermudah pemasangan kabel dan pembuatan drainase. Audiensi Mahapeka terkait hal ini tentu saja membuat kontraktor kebingungan. Bingung, karena jika harus dituruti, maka pembangunan ini terancam molor, bahkan macet. Jika benar-benar terjadi, maka ini kontradiktif dengan tuntutan kedua, yakni akselerasi pembangunan kampus. Padahal, tuntutan ini muncul lebih dulu, sejak beberapa bulan lalu. Terakhir, tuntutan ini kembali disampaikan oleh Forum Demokratisasi Kampus (FDK) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada Dies Natalis lalu. Penyebab adanya tuntutan ini adalah ketidaknyamanan sebagian besar mahasiswa atas pemindahan sementara lokasi kampus. Mereka menganggap hal ini mengganggu proses pendidikan dan kegiatan organisasi. Kedua tuntutan ini sama-sama penting. Namun, rasanya tidak mungkin jika harus memenuhi keduanya sekaligus. Mengorbankan salah satunya pun bukan pilihan bijak. Karena itu, harus dicari win-win solution antara keduanya. Pertemukan kedua pihak yang memiliki tuntutan dengan pihak pemilik kebijakan. Rembukkan masalah ini, dan cari solusinya. Mungkin nantinya semua pihak harus sedikit berkorban. Misalnya, penebangan tetap terjadi, namun hanya beberapa pohon saja. Pohon yang memang sudah tua dan tidak produktif. Dengan demikian, pihak Mahapeka harus merelakan beberapa pohon ditebang, dan pihak lain yang ingin p e m b a n g u n a n c e p a t s e l e s a i , h a r u s re l a pembangunan ini sedikit terlambat. Tapi itu jauh lebih baik ketimbang hanya salah satu pihak yang merasa dikorbankan. Jauh lebih baik ketimbang terjadi perpecahan di kalangan civitas akademik kampus ini sendiri. Jadi, janganlah egois. Jangan hanya mendahulukan keinginan pribadi.
Anda ingin mengomentari editorial ini? Kirimkan opini anda ke nomor 081809975259, atau kirim ke Email: redaksi.suaka@gmail.com
3
KARTUN JANGAN TEBANG POHON!
GAK
! PAT NAN E C U PER BANG PEM
G G N N A TEB NIH?
KONTRAKTOR BINGUNG
ON POH N A NG GGU EBA NGGAN N M E P E ALA N M AN G AKA N BA EIM KES
KONTRAKTOR BINGUNG, DEADLINE DESEMBER, TAPI ADA TUNTUTAN JANGAN TEBANG POHON. KAPAN BERESNYA?
Redaksi LPM Suaka menerima tulisan berupa opini, esei, cerpen, ringkasan skrips/tesis/disertai atau pun gambar berupa komik dan karikatur. Pihak Redaksi Suaka berhak mengedit naskah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu pada pengirim. Informasi lebih lanjut mengenai syarat dan ketentuan, hubungi 081809975259.
SALAM REDAKSI Salam Suaka!!! Sampai pertengahan bulan oktober ini, kita masih dihadapkan dengan situasi-situasi baru. Kedatangan mahasiswa baru, logo UIN yang baru, serta bangunan-bangunan kampus yang mulai dibangun untuk menjadi baru. Di ranah internal, Suaka baru saja melakukan reformasi, pergantian kepengurusan lama menjadi baru. Mari sedikit kita uraikan satu persatu. OPAK, kegiatan seremonial dalam rangka menyambut kedatangan mahasiswa baru, tahun ini di atur dalam manajemen dan formatan baru. Dengan tenda di tengah lapangan terbuka. Bukan hanya itu, wacana Sosialisasi Pembelajaran (Sospem) juga di usung sebagai rangkaian kegiatan OPAK. Berhasilkah? Logo kampus kita yang mengalami perubahan drastis dari segi disain dan gambar lantas mengundang kontroversi. Banyak yang setuju, tapi tak sedikit juga yang menentang. Di sini, Suaka mencoba menelisik. Ada apa dengan logo baru UIN Bandung. Kita juga patut tersenyum lagi melihat pembangunan kampus yang mulai tampak dimulai lagi. Meski terkesan berlarut-larut, sudah ditunjuk pihak kontraktor yang akan bertanggung jawab menyelesaikan bidang infrastruktur. Meski tak lantas berjalan mulus karena timbul aksi porters dari kalangan mahasiswa dengan alasan cinta
lingkungan. Maka yang kita harapkan, pembangunan cepat diselesaikan sementara penghijauan tetap diupayakan. Kepedulian mahasiswa akan lingkungan yang bertabrakan dengan kepentingan pembangunan. Bagaimana titik temu keduanya? Selain hal-hal baru dan perubahan yang tengah berlangsung, ada pula yang masih menjaga kontinuitasnya. Ialah kegiatan kultum Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM) Ikomah, ba'da Shalat Dzuhur berjamaah. Inilah ajang berbagi ilmu dan silaturahim para pejabat kampus maupun 'jamaah' mahasiswa. Kami juga menyajikan kisah singkat para sasterawan UIN yang terancam terhambat untuk mengembangkan diri karena terhambat biaya. Sayangnya, pihak rektorat tak lantas berbuat banyak meski pada akhirnya memberi suntikan dana. Inilah Suaka. Setelah vakum kurang lebih tiga bulan lamanya, akhirnya kami kembali. Berita-berita ini dengan bangga kami sajikan dalam tabloid perdana, dibawah kepengurusan baru. Kami tak betah berlama-lama bungkam. Cukuplah kurang lebih tiga bulan lamanya Suaka berdiam diri. Semoga para pengurus baru bisa meneruskan rintisan para pejuang suaka terdahulu. Bahkan bisa lebih baik lagi. Terakhir, kami ucapkan selamat datang pada para kelompok mahasiswa baru. Bersiaplah menghadapi situasi baru. Selamat membaca!!!
Pemimpin Umum: Fazar Fauzan Sekretaris Umum: Nirra Cahaya Pertama Manajer Keuangan: Sopi Sopiah Pemimpin Redaksi: Sonia Fitri Sekretaris R e d a k s i : Ya n e L i l a n a n d a B e n d a h a r a R e d a k s i : S i t i P a t i m a h R e d a k t u r : L a y o u t e r : I y a n S u f i a n s y a h , F i r m a n W i j a k s a n a , F i k r i F. H a s a n , N u r fa l a h H i d ay at Kr u Re d a ks i : N o ra M e i l i n d a , I n d a h N u ra e n i , R at i h R i a nt i , S o va S a n d ra wat i , , H a m d a n Yu a p i , N a s r u l A f i d i n , Suherlan Ahmad, Tina Suhartini, Miftahul Khoer, Godi Rangga Budi Anshary, Ulfah, Nira, Miftah, Nurfalah Hidayat, Sri C, Sri Rahayu, Sri Mulyani, Dewi, Aris, Annisa, Nanang, Ramina, Rifky, Penny, Resita, Ririn, Santi, Zaenal, Fitri Pemimpin Perusahaan: M. Riza Pahlevi Ketua Litbang: Fazar Fauzan Alamat: Gedung Student Center Lt. I Ruang B2-B3, Kompleks UIN Sunan Gunung Djati Bandung, JL. A. H. Nasution No. 40614 e-mail: redaksi.suaka@gmail.com atau suakanews@gmail.com web: www.suakaonline.com
4
CIVITAS AKADEMIK
S
Dana Turun, Keempat Sastrawan Jadi Berangkat
etelah sempat dilanda ketidakpastian, empat peserta Temu Sastra Indonesia (TSI) yang berasal dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung kini bisa bernafas lega. Pihak rektorat akhirnya mau mengeluarkan biaya untuk keberangkatan Pungkit Wijaya, Restu A. Putera, Galah Denawa dan Herton M a r i d i k e Te r n a t e , t e m p a t berlangsungnya TSI tahun ini. “Sekarang dana dari rektorat sudah turun sebanyak 10 juta. Uang tersebut sebenarnya ditujukan hanya untuk dua orang, tapi akan kami cukup-cukupkan untuk empat orang. Sebenarnya, kami nggak terlalu banyak berharap dari kampus, Mereka (pihak rektorat, red-) memang ngasih, tapi seperti yang nggak niat. Apalagi, kita juga sempat dipingpong dulu pas minta dana,” tutur Galah Denawa, Sabtu (15/10). Beberapa waktu lalu, renacana keberangkatan keempat sastrawan muda ini sempat terganjal akibat ketiadaan biaya. Bahkan, akibatnya, Konsorsium Sastra UIN Bandung sempat menyelenggarakan penggalangan dana sosial untuk mengusahakan keberangkatan empat wakilnya ke acara TSI denggan membuka posko “Koin Untuk Empat Sastrawan UIN Sunan Gunung Djati Bandung”. Konsorsium ini melakukan pengumpulan dana secara sukarela di Pusat Informasi dan Kajian
Islam (PIKI) Gedung Al-Jamiah lantai III, serta di sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK), Lembaga Pers Mahasiswa SUAKA dan Women Studies Center (WSC). Rektor UIN Sunan Gunung Djati Nanat Fatah Natsir, beralasan dirinya tidak tahu menahu soal gerakan tersebut. Karena itu, wajar jika permohonan bantuan tersebut sempat terhambat.
KILAS MENTERI KELAUTAN HADIRI DIES NATALIS UIN BANDUNG KE-43 Acara Dies Natalis UIN SGD Bandung ke-43 digelar di Auditorium UIN Sunan Gunung Djati Bandung Senin (10/10). Tema dies natalis kali ini mengusung tema “Strategi Pembangunan Nasional Berbasis Kebaharian menuju Indonesia Mandiri dan Sejahtera”. Acara ini dihadiri pula oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhamad. Dalam sambutannya, Fadel menyampaikan orasi ilmiahnya mengenai pembangunan. Ia juga menyarankan, supaya kampus UIN Bandung mendirikan Fakultas Perikanan. []Ririn, Sopi, Resita/Suaka. FORUM KRISTAL MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR Talk show dengan tema “Mahasiswi Muslim: bukan Mahasiswi biasa” digelar di Mesjid AL-Huda, belakang kampus UIN SGD Bandung, sabtu (15/10). Acara diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Kajian Representatif Insan Intelektual ini bertujuan memberikan pemahaman dari segi pola pikir kepada mahasiswi, untuk tidak menjadi yang biasa tapi menjadi mahasiswi luar biasa. Talk show ini menampilkan Nurvictory, aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Yeyen Hamidah, alumni Pendidikan Bahasa Inggris UIN SGD Bandung
AGENDA TRAINING INTISHAB HIMA PUI HIMA PUI News akan mengadakan kegiatan training dengan tema “Training Intishab 1”. Acara dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 23 oktober di Cigendel Tanjungsari. Selain mendapatkan ilmu, parapeserta akan mendapatkan materi training motivasi, out bound sekaligus teman baru. Dengan membayar uang pendaftaran sebesar 25 ribu, peserta akan mendapatkan fasilitas seperti sertiifikat, stiker, penginapan, snack dan jasa transportasi. Untuk informasi lebih lanjut hubungi Nurul (087820127102) atau Ridwan (087823436022).[]Sri Mulyani/Suaka. SEMINAR EKONOMI ISLAM DAN MOTIVASI Seminar ekonomi islam dan motivasi dengan mengusung tiga tema utama, Peran mahasiswa demi tercapainya SDI berkualitas ekonomi Islam, mnajemen waktu: agar waktu tidak hanya sekedar hitungan dan mengenal tentang FOSSEI dan FORDES. Rukmana,S.E.,MM.,M.Ag (Eks. Direksi Bank BJB Syari'ah), Kemas Mahmud (Motivator Mata Air Sungai Training Centre) dan Muhammad Arriza Pasha (Ketua Koordinator Regional FOSSEI Jawa Barat) di daulat menjadi pembicara dalam seminar nanti. Biaya pendaftaran sebesar 15 ribu, mendapatkan sertifikat, pin dan doorprize. Acara bertempat di Aula Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Rachmat Fadilah Amin (082116911689), Anggi Kristanti (085723078072), Nisa Rohmaniyah (085793342615).[]Sri Mulyani/Suaka.
"Yang jelas saya dan pihak rektorat sangat mendukung keempat mahasiswa tersebut berangkat ke Ternate. Saya juga meminta biro kemahasiswaan agar bantuan atas keberangkatan keempat mahasiswa itu segera terealisasi,” katanya. Galah merasa sangat bersyukur dengan turunnya bantuan ini. Sebab, menurutnya, acara tersebut bisa menambah wawasan dan pengalaman.
NO. 1/TAHUN XXV/EDISI OKTOBER 2011
“Acara ini bisa dibilang sebagai acara bergengsi di kalangan sastrawan. Menjadi suatu gengsi tersendiri kalau bisa ikut.” Temu Sastra Indonesia adalah acara tahunan yang bertujuan sebagai perhatian terhadap kesusasteraan dalam konteks kebangsaan, untuk mendobrak pola pikir bangsa agar bangkit dari keterpurukan. Tahun ini, acara digelar di Ternate pada 25-29 Oktober 2011. Dari 124 sastrawan yang terpilih, 18 di antaranya merupakan perwakilan Jawa Barat. Mereka adalah Anis Sayidah, Ahmad Faisal Imron, Fina Sato pada kategori puisi; Neneng Nurjanah, Miftah Fadhli, Norman Erikson pada kategori cerpen; Fatkurrahman Karim, Rudi Ramdani, Herton Maridi, Dian Hartati, Galah Denawa, Restu A Putra, Pungkit Wijaya, Ahmad Syahid, Alya Salaisha Sinta, Jun Nizami, Matdon, Sutan Iwan Soekri Munaf pada kategori penyair. Banyak kegiatan yang akan dilangsungkan di sana. Menurut Herton, di sana akan ada acara bengkel sastra, penerbitan buku, dan seminar yang akan di buka oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. “Selain itu, para peserta yang hadir juga akan merumuskan wacana sastra abad 21, keragaman dan silang budaya serta problematikanya.” []Sopi Sopiah/SUAKA
UKK, UKM, dan Organisasi EkstraKampus Buka Pendaftaran
M
emasuki semester ganjil atau tahun ajaran baru saat ini, para aktivis kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung seperti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), UKK (Unit Kegiatan Khusus), mau pun organisasi ekstrakampus membuka stand pendaftaran. Beberapa stand telah berjajar di sepanjang jalanan kampus yang menjadi lintasan strategis para mahasiswa guna memberi informasi seputar organisasi mereka ataupun m e l a k u k a n o p e n re c r u i t m e n t (penerimaan anggota) untuk para mahasiwa yang berminat. Salah satunya adalah organisasi ekstrakampus Persatuan Umat Islam (PUI) yang mendirikan stand-nya di depan gedung Student Center (SC) yang juga berada diantara deretan stand-stand yang lain. “Hari ini hari pertama kita membuka stand dan baru mendapat 3 orang pendaftar,” ungkap Mala selaku Sekretaris bidang kaderisasi Himpunan mahasiswa (HIMA) PUI UIN SGD Bandung ini, Rabu (12/10). Organisasi Persatuan Umat Islam (PUI) merupakan organisasi yang berada dibawah naungan Ormas (Organisasi Massa) Islam. Selain itu, disamping stand PUI, berdiri pula stand UKK Koperasi Mahasiswa (Kopma) yang juga mengaku merupakan hari pertama mereka menggelar open recruitment bagi para mahasiswa yang berminat. Kopma adalah sebagai salah satu UKK yang bergerak di bidang kewirausahaan. “Tujuan diadakannya recruitment itu sendiri, selain untuk regenerasi kepengurusan, juga kami sangat perlu sekali enterpereneur-enterpreneur yang mampu bersaing,” jelas Jainudin, selaku
mantan pengurus KOPMA 2010. Biaya pendaftaran masuk Kopma sebesar Rp. 85.000, dengan rincian Rp. 40.000 untuk kaos, dan Rp. 45.000 untuk keperluan kegiatan seminar, seperti makan, fasilitas notebook, sticker,dan lain-lain. “Tahun ini, target pencapaian peserta yang daftar sebanyak 200 orang,” ungkap Dede yang mengaku bakal calon Ketua Kopma ini. Berbeda halnya dengan UKM Lembaga Dakwah Mahasiswa (LDM). Stand-nya terletak di pelataran masjid UIN SGD Bandung. Salah satu UKM yang sudah seringkali mendapat peminat terbayak se-UIN Bandung ini juga baru menggelar open recruitment-nya pertama kali pada hari Rabu (12/10). “Saat ini yang sudah mendaftar baru 3 orang,” ujar Asmaul Husna salah satu anggota yang sedang menjaga stand. Biaya pendaftaran sebesar Rp. 35.000. “Tahun kemarin, kita sampai menggelar recruitment sampai 3 kali, karena ketika menggelar open recruitment yang kedua kalinya, tetapi apabila masih banyak peminat, ya kita buka lagi. Dalam satu kali recruitment, pendaftar bisa mencapai sebanyak sekitar 100 orang lebih, dan tiap tahun selalu meningkat,” lanjut Asmaul Husna. Kegiatan dari LDM sendiri bukan hanya berkonsentrasi pada dakwah untuk publik saja, tetapi juga untuk bidang Hubungan Masyarakat, Taman KanakKanak (TK), Tutorial, Muslimah, dan Center Dakwah Islami. S e l a i n o rg a n i s a s i - o rg a n i s a s i tersebut, masih banyak lagi organisasiorganisasi menarik lainnya yang dapat diikuti dan ditekuni bidangnya guna mengembangkan diri dan potensi yang d i m i l i k i m a h a s i s w a . []Santi/www.suakaonline.com
NO. 1/TAHUN XXV/EDISI OKTOBER 2011
M
a'had Al-Jamiah Assayidah Khodijah, pesantren modern program rektorat UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini kembali menjadi sorotan. Bangunan kokoh nan tegap itu telah memasuki tahun kedua dihuni oleh para santri ma'had. Berbeda dengan tahun lalu, santri yang diseleksi bukan hanya dari Penerimaan Calon Mahasiswa Baru (PCMB) dan Bidik Misi melainkan dari Penelitian Prestasi Akademik (PPA), tes tulis juga Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Barzan, salah seorang musrif (pembina laki-laki/red.) menyatakan bahwa santri Ma'had Al-Jamiah tahun ajaran 2011/2012 sudah mencapai 101 santri. Sebagian besar santri yang terpilih adalah mahasiswi yang dinyatakan lulus melalui PPA dan PCMB. “Berbeda dengan tahun kemarin yang diambil 50% : 50% dari bidik misi dan jalur biasa. Kali ini kita hanya menyediakan 25 kuota untuk santri dari bidik misi dan sisanya adalah jalur biasa,” lanjut Barzan ketika ditemui di ruang administrasi Ma'had Al-Jamiah, Rabu (13/10). Mengenai jumlah santri dari bidik misi yang lebih sedikit daripada santri biasa, Barzan tidak mau berkomentar banyak. Menurutnya ini adalah kebijakan dari rektorat dan ia hanya berperan sebagai pelaksana. Selain itu, Barzan mengatakan ada kenaikan biaya masuk Ma'had AlJamiah. Jika tahun lalu para santri dibebankan biaya 1.750.000 maka tahun ini naik menjadi 2.500.000. “Ini adalah keputusan para senat dari semua fakultas. Karena melihat pengalaman sebelumnya, 1.750.000 itu tidak cukup untuk biaya operasional selama satu tahun, khususnya untuk pengajar yang hanya mendapat honor dari Ma'had,” jelasnya. Hal ini diamini Desti, salah satu santri Ma'had. “Untuk pertahunnya saya membayar 2.500.000. Itu sudah
SOROT termasuk fasilitas kasur, lemari dan fasilitas tambahan seperti mesin cuci. Jadi saya hanya membawa perlengkapan pribadi saja” ungkap mahasiswa jurnalistik yang juga menjabat sebagai ketua umum Himpunan Mahasiswa Ma'had Al-Jamiah (HIMAJA) Kamis (13/10). Terkait peraturan, Barzan turut menegaskan bahwa santri Ma'had dilarang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Unit Kegiatan Khusus (UKK). Menurutnya, untuk tahun pertama santri tidak boleh aktif di organisasi luar, karena salah satu dampak negatifnya ditakutkan tidak fokus dalam kegiatan di Ma'had AlJamiah dan kegiatan kuliah. “Mengikuti organisasi bisa dilakukan pada semester tiga dan semester berikutnya, lagipula di Ma'had Al-Jamiah sendiri sudah ada HIMAJA yang bertugas untuk membantu musrif dan musrifah (pembina perempuan/red.) menjalankan program Ma'had AlJamiah. Pihak Ma'had akan dengan tegas memberi peringatan kepada santri yang terganggu belajarnya karena mengikuti kegiatan di luar Ma'had. Barzan juga menambahkan bahwa peraturan di Ma'had sudah jelas, semua penghuni harus menaatinya. Sementara itu, pernyataan berbeda diungkapkan Desti. Ia mengungkapkan sebenarnya tidak ada peraturan yang melarang santri memiliki kegiatan selain kuliah di luar Ma'had. Mereka hanya dianjurkan untuk fokus dengan tidak mengikuti kegiatan lainnya. “Saya s en d iri m en j a d i a n g go ta s u at u komunitas buku di kampus. Karena sebenarnya kan kegiatan di luar itu ditakutkan mengganggu. Saran dari Ma'had Al-Jamiah ada benarnya, agar bisa fokus mengikuti kegiatan internal.” Disinggung mengenai program pengembangan bahasa yang merupakan program unggulan Ma'had Al-Jamiah, Barzan optimis dengan
5
“Untuk Per Tahunnya, Saya Membayar 2,5 Juta,”
keberhasilannya. Ia menjelaskan dalam seminggu ada dua kali pertemuan untuk bahasa Inggris dan Arab, ada juga kegiatan ekstra seperti speaking dan juga ada pemberian kosakata yang dilaksanakan setiap satu minggu empat kali sebelum kegiatan formal. “Jadi dengan adanya harian ini, secara alamiah para santri juga terdorong untuk menguasai bahasa asing.” Iis, santri Ma'had angkatan satu turut b e r ko m e nta r te r ka i t p ro g ra m pembinaan bahasa. “Pembelajaran yang diberikan di Ma'had sangat menunjang mata kuliah di kampus terutama dalam bidang bahasa. Makanya buat angkatan baru, jangan sampe ketinggalan pelajaran, karena di sana cuma sebentar. Di sana banyak pengajar professional seperti Mrs. Aini, siti Nuraini, guru bahasa inggris,” tutur mahasiswi fakultas Ushuludin yang sekarang tinggal di pesantren al Ihsan ini, Sabtu (15/10). Hal serupa diungkapkan Fuah yang
juga merupakan santri angkatan pertama Ma'had. “Status kita tetep sebagai santri, hanya berpindah tempat aja ke pesantren Al-Ihsan, Manfaat yang di dapat selama tinggal di sana, selain bisa nambah keilmuan di bidang bahasa dan ilmu lainnya, kita juga dapet kenalan anak-anak dari semua jurusan di UIN. Buat mahasiswa angkatan baru, Be the best for your live now.” Meki banyak keuntungan yang dirasakan Iis, ia juga turut menyampaikan kritikannya. “Hmm, karena di situ diutamain dalam hal bahasa, yang saya rasain kemarim mah, bahasa teh cuma pas ketemu musyrif atau mustrifahnya aja. Gak ada p e n gawa s a n s e ca ra te ga s b u at menggunakan bahasa arab dan inggris sama temen-temen Ma'had. Jadi kalo bisa ya lebih diperketat lagi penggunaan bahasa arab inggrisnya dimanapun itu.” []Penny Yuniasri, Fitri/SUAKA.
Kultum, Dakwah Singkat Ajang Silaturahmi
P
elaksanaan program Kuliah Tujuh Menit (Kultum) setelah shalat Dzuhur berjamaah di mesjid Ikomah masih berjalan hingga saat ini. Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM) UIN Bandung didaulat menjadi pihak pelaksana kegiatan yang dilaksanakan empat hari dalam satu minggu ini (Senin sampai Kamis/red.). Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor, Kultum rutin yang dimulai pada akhir November 2009 ini bertujuan menjalin silaturahmi dan membina keakraban, sekaligus memperkokoh iman, islam serta ihsan antara pimpinan dengan civitas akademik UIN Bandung. Bahrun Rifa'i, Sekretaris DKM saat ditemui SUAKA di Pusat Informasi Kajian I s l a m ( P I K I ) m e m a p a r ka n awa l p e r e n c a n a a n p r o g ra m K u l t u m . “Tercetusnya gagasan tersebut bermula saat saya dan Pak Undang (Ketua DKM/red.) terpilih untuk kepengurusan DKM, tapi rencana itu belum landing. Kebetulan saat itu rektorat studi banding ke UIN Malang, setelah pulang dari sana Pak Rektor mengusulkan untuk diadakan
kultum. Ibarat gayung bersambut, program ini pun terlaksana,” ujar Bahrun. Para khatib yang mengisi Kultum awalnya bersifat struktural (berdasarkan jabatan/red.). Mulai dari jabatan tertinggi (Rektor) sampai para Dekan, namun pada akhir tahun 2010 diganti menjadi atas nama perorangan saja. “Hal ini dilakukan karena kalau secara struktural sulit, karena nanti akan ada perubahan jabatan,” ucap Bahrun lagi. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini mengaku kerap menemui kendala kususnya dalam hal koordinasi dan pemberitahuan jadwal khatib. Koordinasi khatib yang bertugas dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Biasanya, para khatib diberitahu sehari sebelum jadwal yang ditetapkan dan ketika hari H lewat SMS. “Suka susah sih, mungkin karena beliau-beliau (para khatib/red.) ada tugas di luar sehingga kesulitan untuk menyamakan jadwal. untuk mengantisipasinya kami dari DKM yang menggantikan mengisi Kultum,”
katanya. Respon mahasiswa mengenai keberadaan Kultum ini beragam. Nada Getih Pertiwi, mahasiswi Jurusan Jurnalistik semester 6 ini menilai program kultum ini cukup bermanfaat. “Saya pribadi kadang menyimak Kultum selepas shalat Dzuhur disini ketika punya banyak waktu. Senang, apalagi kalau tema pembahasannya menarik dan enggak monoton, selain itu banyak manfaatnya juga.” Undang Ahmad Kamarudin, Ketua DKM Iqomah menuturkan bahwa efektivitas Kultum tidaklah bergantung pada jumlah pendengar, melainkan lebih ditekankan pada keberlangsungan pelaksanaan Kultum itu sendiri. “Kultum ini efektif, tidak masalah berapa orang yang mendengarkan. Nabi Muhammad saja sahabatnya hanya empat orang,” ucapnya saat ditemui di kantor LPM yang berlokasi di gedung Pascasarjana lantai dua. “Selain itu Kultum bisa juga dipahami s e b a ga i a j a n g p e m b i n a a n ata u kaderisasi mahasiswa. Banyak
mahasiswa yang berpotensi untuk menjadi da'i misalnya, tapi kondisi kampusnya tidak memungkinkan,” tambahnya. Undang juga berencana melibatkan mahasiswa UIN ikut terlibat dalam program Kultum, tapi karena mereka bebas terikat, semua perencanaan harus melewati Rapat Pimpinan (Rapim) terlebih dahulu. Kultum rutin ini sejatinya adalah ajang dakwah, di samping juga sebagai ajang silaturahmi dan kaderisasi mahasiswa Islami. Meski pengelolaan dilakukan secara sukarela, namun profesionalisme harus tetap terjaga. Seperti yang diungkapkan Bahrun mengakhiri wawancaranya, “Tidak ada gaji untuk mengelola Kultum ini sih, tapi saya senang. Dakwah itu semacam p a n g g i l a n h a t i . Tu ga s d a n profesionalisme harus diterapkan dengan konsisten, ada atau tidak ada pemimpin. Selain itu karena ini hobi, maka saya kerjakan dengan sebaikbaiknya.” []Sri Rahayu, Sova, Nora, Nasrul/SUAKA.
OPINI
6
NO. 1/TAHUN XXV/EDISI OKTOBER 2011
IHWAL PENCIPTAAN KATA BARU Oleh Dedi Sulaeman Words are the daugters of earth and that things are the sons of heaven. -- Samuel Johnson --
D
i akhir abad 19, berbagai ahli, baik filosof, linguls, antropolog, psikolog maupun para ahli yang lainnya telah meneliti masalah mengenai asal-usul bahasa atau kaitan antara kata dengan maknanya. Berbagai spekulasipun bermunculan. Alhasil, tidak ada satu kesepakatan bulat mengenai hat tersebut. Padahal, asal-usul kata serta persoalan mengenai ada tidak-nya hubungan antara kata dan maknanya telah jauh dibahas oleh Plato dalam tulisannya (dialog) yang berjudul Cratylus. Adapun materi yang dibahas oleh Plato terbagi menjadi dua, yaitu antara bahasa yang alami (fisei) dan bahasa yang konvensional (nomos). Sebagian orang berkeyakinan bahwa bahasa itu bersifat alami, bertolak dari pemikiran bahwa (sebagian) kosakata suatu bahasa itu memiliki kaitan dengan maknanya. Hal itu dikarenakan kosakata tersebut dihasilkan dari tiruan bunyi yang dihasilkan oleh hewan, benda serta gejala alam lainnyayang juga dikenal dengan istilah onomatopoeia. Katakata seperti: kresek, meong, gong, cecak, tokek, dor dan geluduk, merupakan contoh-contoh onomatopoeia dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian kata-kata tersebut memiliki hubungan langsung dengan makna yang diacunya (alami). Adapun orang yang berpendapat bahwa bahasa itu bersifat konvensional (arbitrer), bertolak dari pemikiran bahwa (sebagian) kosakata suatu bahasa itu dihasilkan secara sewenang-wenang. Namun, jikalah ada kaitan antara kata dan makna, tentu saja ada beberapa fonem yang sama atau setiap katanya sama, atau setidaknya ada kemiripan dari bentukan katanya itu. Karena bedanya
setiap kata suatu bahasa itu, maka dengan demikian bahasa itu memang benar-benar arbitrer. Jika begitu, bagaimana halnya dengan hal seperti berikut: jika makna "besar" dalam bahasa Inggris great, bahasa Prancis grand, bahasa Spanyol grande bahasa Italia grande? bahasa Jerman gross, bahasa Belanda grout. Atau makna "agama" dalam bahasa Inggris religion, bahasa perancis religion, bahasa Spanyol religion, bahasa Italia religions, bahasa Jerman Religion bahasa Belanda religie. Apakah kedua contoh di atas sama kategorinya dengan istilah arbitrer seperti contoh sebelumnya? Sebagian besar kosakata suatu bahasa pasti terdiri dari serapan berbagai bahasa. Bahasa Sunda misalnya terdiri dari bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Portugis bahasa Jawa bahasa Jepang dan lainlain. Begitupun dengan Bahasa Indonesia yang kosakatanya terdini dari bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Portugis bahasa Inggris, bahasa Jawa bahasa Jepang dan lainlain. Bahkan bahasa Inggris punyang notabenenya sebagai bahasa Internasionalsebagian besar kosakatanya banyak diambil dari bahasa Latin, bahasa Yunani, bahasa Prancis, dan bahasa-bahasa Scandinavia (Encarta, 2005). Lantas bagaimana dengan penciptaan kosakata baru-yang benar-benar baru, bukan serapan dari bahasa lain? Setiap urutan fonem yang membentuk sebuah morfem atau tersusun menjadi sebuah bentuk dan makna. Karena melekatnya antara bentuk dan makna ini, maka penggunaan serta perkembangan bentuk dan makna bahasa ini bersifat stabil dan cenderung mapan, khususnya dalam penggunaan sebagai native. Ihwal Penciptaan Kata Baru Menurut Marchand (1969:239) bahwasannya suatu kata baru itu akan
muncul dengan tiga kemungkinan. Pertama, bentuk baru dengan makna yang lama. Kedua, makna baru dengan bentuk lama. Ketiga, adanya makna baru dengan bentuk baru. Menciptakan satu kata baru itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Seperti lingkaran setan yang tidak ada ujungnya. Jangankan orang awam, untuk kalangan dosenpun akan merasa kesulitan untuk bisa menciptakan kata baru untuk istilahistilah yang mereka pahami dalan bahasa Inggrisnya yang (hampir) tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesianya. Hal ini terjadi karena kita tidak memiliki makna untuk konsep-konsep di atas. maka dengan "terpaksa" kita pun menyerap kata-kata tersebut. Kalaupun ada padanannya, terkadang orang yang memahami arti dalam bahasa aslinya tidak puas dengan padanan kata yang ada itu. Sehingga yang ada, kita hanya meminjam katakata itu kemudian lama kelamaan kata-kata tersebut akan menjadi kata baru bahasa sasaran. Pada dasarnya sebagai seorang manusia yang berpikir, ia akan mengeluarkan sesuai dengan apa yang ia terima sebelumnya. Begitupula dengan kata, suatu kata akan keluar atas dasar apa yang ia dapatkan, atau setidaknya atas dasar apa yang telah ia ketahui sebelumnya. Terkait bahasa gaul yang marak dipakai orang, setiap kata atau istilahistilah yang dipakai dalam bahasa gaul itu pasti mengacu kepada kata atau istilah sebelumnya, yang kemudian dimodifikasi baik itu bentuknya ataupun maknanya. Toponomicabang ilmu Onomastikaadalah ilmu khusus yang menelusuri asal-usul serta latarbelakang historis penamaannya (Iskar, 2003). Jika istilah-istilah rekayasa bahasa tadi ada dalam kajian morfologi, maka apabila kita menemukan bahasabahasa yang “aneh� yang ada dan dipakai oleh sebagian orang, maka kita, bisa menganalisisnya dengan
menggunakan pendekatan (proses) morfologis. Seperti dikatakan dimuka, bahwasannya bentuk dan makna ini merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, sehingga dalam penganalisisan bahasa yang marak dipakai (bahasa gaul) itu, kita bisa mencermati baik dari bentuk maupun maknanya. Dalam contoh kata-kata berikut inidata yang diambil dari Kamus Bahasa Gaul Debby Sahertain: akika (aku), ambarawa (ambil), bajay (baju), bodrex (bodoh), cakra (cakep), capung (capek), cintrong (cinta), ember (emang), merupakan contoh bahasa (kata) gaul yang berasal dari kata yang sudah diketahui sebelumnya. Secara singkat, muculnya katakata dalam bahasa gaul hanya pada tataran bentuknya saja. Adapun maknanya tidaklah barumasih makna yang lama. Adapun prosesnya adalah: kata bahasa gaul itu tercipta dari kata sebelumnya yang mengalami penghliangan gugusan fonem akhir (apokop) kemudian gugusan fonem akhir itu dibuang sekaligus diganti dengan gugusan fonem yang baru. Kesimpulannya, bahwa konsep bahasa yang arbitrer (sesuka hati) tidaklah sesuka hati untuk menciptakan kata yang baru. Sebab, walaupun bahasa itu arbitrer, ternyata untuk menciptakan kata yang baru itu sangatlah sulit. Kedua, bahwa konsep konvensi adalah hasil kesepakatan, dan yang namanya kesepakatan itu pasti ada apabila ada seseorang atau sekelompok orang yang mengusulkan untuk kemudian disepakati (tersepakati), baik secara dibuat-buat maupun secara alami. Ketiga, bahwa fenomena kata-kata bahasa gaul itu timbul hanyalah memodifikasi kata (bahasa sebelumnya) yang kebanyakan modifikasinya itu modifikasi dari segi bentuknya. []Penulis adalah Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
KLIK www.suakaonline.com
FOR MORE INFORMATION
NO. 1/TAHUN XXV/EDISI OKTOBER 2011
SASTRA
7
Gempa Oleh Anan Suryana
P
utaran roda sepedaku berkilatkilat memantulkan terik siang itu. Badanku kuyup terhujani panas matahari. Peluh-peluh semakin ramai melintasi kening, memantul-mantulkan cahaya terang dari kulit legamku. Nafasku tersengal. Hanya panas, suara angin dan decitan sepeda reyot saja yang menemani perjalananku siang itu. Laju sepedaku, begitu cekatan melintasi jalanan aspal hotmix yang beringsut menjadi jalanan berbatu kala memasuki perkampungan tempat tinggalku. Jalanan rusak tak pernah benar-benar menjadi halangan bagiku untuk terus menggenjot sepedaku. Sepeda yang telah berumur lebih tua dari umurku. Suasana hening, dibuai oleh decitan sepeda. Kali ini, tampaknya awan berbelas kasihan padaku, ia berarakarak memenuhi langit, sesaat melindungi penghuni bumi dari terik matahari. Angin tak mau kalah, ia bertubi-tubi mencumbu wajahku, membelai rambutku. Suasana ini, membawaku pada lamunan tak karuan. Hingga.. “Tiiiid..!!” Suara itu benar-benar memecah lamunanku. “Duluan ya Anto!” Tiba-tiba saja, aku merasa sebongkah es batu raksasa telah menabrak jantungku. Mataku terus mengekor mengikuti Wisnu dan sepeda motor barunya yang terus melaju, hingga menghilang dari pandangan di ujung jalan. *** Kali ini, Wisnu dan sepeda motornya benar-benar telah meng gang gu pikiranku. Bayangan mereka merangsek
memenuhi otakku. Bagaimana bisa Mbok-nya memberi sepeda motor pada Wisnu? Wisnu dan aku sama-sama anak yatim, kami sama miskinnya. Tapi mengapa ia bisa memiliki sepeda motor dan aku masih terus berkutat dengan sepeda bututku? Kulihat dari selasar jendela kamarku, simbok sedang sibuk menginjak-injak kacang kedelai untuk dijadikan tempe benguk. Hanya itu satu-satunya keahlian simbok. Setidaknya, dari tempe benguk, simbok masih bisa menyekolahkanku dan Yanti. Tapi...argh! Lagi-lagi bayangan Wisnu dan motornya mengklakson pikiranku! Seandainya simbok bukan penjual tempe benguk, seandainya simbok menyanggupi tawaran Pak Lek Samidi untuk pergi ke Saudi, mungkin saat ini aku sudah bisa lepas dari sepeda bututku. Akhirnya aku memberanikan diri meminta pada simbok. “Mbok..” “Opo Lek? Nek arep duit, mbok ndak punya..” Jawab simbok sembari tetap fokus pada pekerjaannya. Ucapan mbok tadi benar-benar membuatku bimbang. Mana mungkin dengan penghasilan 10 ribu perhari simbok sanggup memberikanku sepeda motor? Tapi, aku tetap harus meminta, ini hakku, kurasa tak berlebihan jika aku hanya meminta sebuah sepeda motor. Toh, selama ini aku tak pernah meminta macam-macam pada simbok. “Anu mbok, iku.. anu..aku iku..” Rupanya ucapanku masih tersendat dikerongkongan. “Ojo guyon to Lek, jangan bercanda, simbok sedang repot ni..” Ujar simbok. “Anu mbok, aku njaluk montor..!!
(Aku minta motor),” Jantungku b e rd e ra p c e p at s e s a at s ete l a h mengutarakan keinginanku. Simbok tak berekspresi sama sekali. Jangan-jangan, selama ini simbok menyimpan warisan dari bapak. Jangan-jangan ia akan mengabulkan keinginanku. Janganjangan dari gulungan jarik-nya ia akan mengeluarkan segepok uang. Janganjangan.., “Ngomong opo to lek? Ngomong apa kamu ini? Aku ra ndue duit.. Simbok enggak punya uang..” Jawaban yang sebenarnya telah aku ketahui, jawaban yang menegaskan bahwa aku memang anak miskin. Tapi mengapa simbok benar-benar tak mau berusaha lebih keras untuk mengabulkan keinginanku? Kali ini, untuk pertama kalinya aku berontak. “Simbok egois! Kenapa simbok ndak usaha pinjem uang buat membelikanku motor? Kenapa simbok ndak mau pergi ke Saudi? Aku menyesal jadi anakmu mbok!!” Ujarku dalam satu nafas. Simbok terbelalak, kata-katanya tak bersuara, suaranya lenyap. Lesap. Matanya mulai basah, air mata yang mengalir mengikuti kerut wajah tua simbok. Aku tau aku salah, aku dapat merasakan hancurnya perasaan simbok. Tapi aku ingin memberikan pelajaran bagi simbok. Aku harus egois agar keinginanku terkabul. Yanti yang terkejut melihat sikapku, langsung menangis dan melemparkan apapun yang ada di sekitarnya. Adik kecilku, maafkan masmu. Ujarku dalam hati. Sepanjang malam, aku terus berdiam dalam kamar. Aku mulai menyesal, simbok tak henti-hentinya meratapi ucapanku tadi siang. Ia tampak
begitu terpukul dan frustasi. Tapi aku tak boleh kalah. Aku tak akan meminta maaf secepat itu. Aku akan meminta maaf besok sore saja. Lamat-lamat pandanganku menghilang tertelan kesadaranku sendiri. Aku tertidur. *** Aku tersentak dari tidurku oleh satu guncangan dahsyat. Aku melihat lampu kamarku bergoyang begitu cepat. Aku langsung beranjak cepat dari kamarku. Ini Gempa. Aku harus segera mencari tempat aman. Simbok dan Yanti masih berada di kamar. Segera kubangunkan mereka dan ku papah untuk berlari. Dari tatapan matanya, aku tau bahwa simbok masih menyimpan satu kepedihan yang tak tergambarkan. Aku berjanji akan segera meminta maaf begitu keadaan membaik. Begitu Gempa ini reda. Semua orang tampak panik. Jeritan saling sahut menyahut. Kematian ada dimana-mana. Aku tak akan membiarkan simbok dan Yanti mati. Ku papah mereka menuju tanah lapang. Hingga tak sadar sebuah pohon tumbang ke arah kami. Dan... Aku tak percaya, akan kehilangan Yanti dan Simbok secepat ini. Kini aku sebatang kara, aku menyesal telah membuat simbok sedih dan terpuruk begitu hebat. Semua ini begitu cepat. Bahkan aku belum meminta maaf pada simbok. Hatiku tersayat, ketika tau simbok dan Yanti terkulai lemas. Gempa mulai reda, tim evakuasi mulai bermunculan, dan simbok tetap terkulai lemas, ia terus terkulai lemas melihat jenazahku dievakuasi dari reruntuhan pohon. [] Penulis Adalah Mahasiswa UIN Bandung. Aktif Dalam Komunitas Literatur and Philosofi (Liphi).
Apakah Aku Sudah Mati? Oleh Pipin Nurullah
D
i sebuah perbatasan perumahan mewah, mulutku tengah asyik melahap sepiring baso tahu di sebuah kedai favorit, kedai Pak Romdon. Sesekali ku teguk segelas teh hangat gratis pemberian dari si Babeh (sapaan akrab dari para pelanggannya). Sudah setengah jam lamanya aku berada disini, bukan tengah menunggu seseorang, melainkan memang menyengaja berlama-lama menikmati proses bergulirnya waktu yang mulai redup. Malam pun tiba, keramaian yang sedari tadi menemani kesendirianku perlahan sepi seakan tanpa penghuni. Rangkaian senandung Illahi menggema ke setiap penjuru kota mencoba mengajak segenap ummat muslim sejenak melebur bersama ke-Maha Agungan Sang Pencipta. AllahuAkbar… AllahuAkbar… AllahuAkbar… AllahuAkbar… Sayangnya, tak banyak yang tersentuh dengan panggilan suci ini. Mungkin karena saking sibuknya kehidupan yang mereka jalani itu. Begitupun juga dengan aku yang malah menganggap suara itu sangat
mengganggu. Kupikir persoalan sholat itu urusan orang-orang yang sudah bau tanah. Malam semakin larut. Walaupun bulan dan bintang belum nampak menghiasi sepinya hiasan langit. Setelah puas menikmati pesona malam dengan gemerlapnya cahaya lampu dari beberapa rumah mewah, Aku berjalan menyusurijalan yang berliku dalam gang yang sempit. Bau kumuh langsung menusuk hidung. Sebuah kondisi yang berbanding terbalik dengan deretan rumah mewah yang sebelumnya aku lihat. Beberapa menit kemudian sampailah di rumahku. Kurebahkan tubuhku di atas kursi panjang. Sejenak ku pejamkan mataku, mencoba melupakan hari-hari yang telah ku lalui. Namun, mata ini sulit terpejam. Bila ku coba memejamkan kedua mata ini barang sesaat, sejuta permasalahan yang tengah ku hadapi menyeruak seketika. Sudah lama aku kehilangan pekerjaan, pendamping hidup, bahkan semangat hidup. Sungguh aku tak mengerti apa yang salah dengan hidupku ini. Dulu aku yang rajin menyembah-Nya lima kali sehari,
berpuasa pada bulan semua ummat m u s l i m b e r p u a s a , m e ny i s i h ka n p e n g h a s i l a n ku u n t u k ya n g ta k berpenghasilan. Namun satu per satu orang yang ku cintai malah meninggalkanku. Apakah hanya karena aku belum mengunjungi rumah-Nya? Sejak saat itu, wajar bila aku marah pada-Nya. Tak jarang ide mengakhiri hidup, sering terlintas dibenakku. Namun aku makhluk yang bosan hidup dan sebenarnya takut mati. Tapi harus bagaimana lagi?? Untuk kesekian kalinya saat aku berusaha menidurkan diri. Suara adzan dari surau terdekat menusuk gendang telingaku. Rasanya sakit sekali bila mendengarkan suara itu. Sakit karena merasa dibohongi Tuhan sendiri. Kuamati lewat jendela rumah, segerombolan pemuda dengan baju putih menyandang sejadah dan Alquran. Ku lihat mereka melangkah pergi ke surau itu. Namun, tak ada lagi kesan kerinduan menyambangi tempat itu, walaupun hanya secuil. Malas melihat pemandangan itu, aku melenggang pergi ke luar rumah. Ku ambil beberapa uang yang masih tersisa
secukupnya. Setelah lama berjalan, sudah jauh dari rumahku. Sekumpulan anak muda yang nongkrong dengan sebotol minuman keras melihatku berjalan ke arahnya. Sejurus kemudian mereka menyergapku dan mencekek leherku. Aku berusaha berontak karena aku tau apa yang akan mereka lakukan padaku. Karena kesal, tiba-tiba salah satu dari pemuda itu memukul perutku bertubitubi hingga aku termuntah-muntah karena pukulannya, kedua tanganku diremas erat oleh pemuda yang lainnya, dompet beserta harta yang ku punya dirampas tanpa sisa. Aku yang sebenarnya tak berdaya mencoba melawan sebisa mungkin, namun aku babak belur. aku tersungkur… badanku mendarat keras… aku hanya bisa pasrah… Hingga semua menjadi gelap, tanpa secercah cahaya… Inikah kematian??? Apakah aku sudah mati??? []Penulis Merupakan Mahasiswa Jurnalistik.
8
“Pro kontra dan perbedaan pendapat itu biasa. Yang pasti logo baru ini bukan semata-mata kemauan Rektor," tegas Rektor UIN Bandung, Nanat Fatah Nashir, seperti yang dilansir dalam situs berita inilahjabar.com sesaat setelah acara launching logo baru UIN SGD Bandung berlangsung, Hari Rabu (7/9). Launching tersebut bersamaan dengan acara silaturahmi pasca lebaran 1432 H di Aula Utama Al-Jamiah. Berbagai elemen civitas Akademika UIN hadir memenuhi Aula utama tersebut dengan turut dihadiri Dewan Penyantun UIN SGD Bandung, Miftah Faridl. Perubahan logo tersebut berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 57 Tahun 2005, tanggal 10 Oktober 2005 (6 Ramadhan 1426 H) tentang Perubahan IAIN ke UIN SGD Bandung dan diresmikan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Proses pergantian logo awalnya dilaksanakan dengan proses panjang, dimulai dengan sayembara selama enam bulan, penyeleksian oleh para senator dan Tim Seleksi, kemudian diajukan ke Kementrian Agama untuk disetujui dengan mengalami sedikit revisi kembali. Dari tiga besar finalis pemenang sayembara, antara lain Alumnus Seni Rupa ITB, Alumnus Seni Rupa UPI, Alumnus UIN. Setelah dibahas dalam rapat senat UIN SGD Bandung, maka ditentukan pemenangnya adalah alumnus ITB, Prayitno. Sosialisasi terhadap berbagai elemen kampus pun dilakukan, terutama pada saat pada saat pelaksanaan Wisuda ke-54 pada tanggal 17 September 2011 dan masa Penerima Mahasiswa Baru (PMB) UIN SGD Bandung 2011. Jika ditelisik, desain logo tersebut, sepintas memang nampak lebih baik dan bersifat kemodernan. Begitupun dengan nilai filosofis yang tertanam di dalamnya. Selain mendapat apresiasi penuh dari seluruh civitas akademika UIN SGD Bandung, namun sebaliknya hal tersebut mengundang banyak pro dan kontra. Beberapa kritikan tajam terkait desain logo tersebut bermunculan. Di beberapa situs internet dan jejaring sosial semacam eramuslim.com, kompasiana.com, f a c e b o o k . c o m d a n t w i t t e r. c o m menunjukkan wacana tajam dari berbagai pihak seperti yang pernah terjadi juga pada saat pergantian logo UIN Jakarta. Diwacanakan bahwa logo UIN SGD Bandung memiliki kesamaan dengan madzhab aliran tertentu. Perihal itu
SELISIK
NO. 1/TAHUN XXV/EDISI OKTOBER 2011
manifestasi dari tujuan penting sebuah institusi. Maka dalam penentuan logo UIN SGD Bandung pun harusnya tidak dilaksanakan dengan ceroboh, asal-asalan, sewenang-wenang, atau atas kepentingan tertentu. Pergantian logo harusnya mampu diilhami sebagai representasi visi dan tujuan sebuah institusi yang lebih besar. Terutama untuk kampus tercinta, UIN SGD. Sejatinya, pergantian logo lebih mampu mendorong perubahan ke arah yang lebih baik, masyarakat kampus yang lebih dinamis serta kinerja para pemegang kebijakan yang mampu adil dalam melaksanakan kewajiban dan memberikan hak. Sudahkah yang demikian itu tercapai? Mari bermimpi! []Fajar Fauzan/SUAKA
Dosen Teologi, Ahmad Gibson AlBusthomi, berpendapat bahwa pro kontra tersebut bersifat mengada-ngada dan ditafsir berlebihan di luar maksud UIN SGD yang sesungguhnya. “Orang bisa saja membuat penafsiran apapun, tapi seperti itukah yang dimaksud oleh UIN sendiri? Makanya, bagi saya, terlalu mengada-ada kalau Logo UIN ditafsir terlalu jauh, apalagi dihubungkan dengan gerakan zionisme atau apapun itu,” ungkapnya. Lantas ia sendiri tidak pernah memandang logo tersebut dari sisi teologis, ia menganggap logo uin baru ini tidak memiliki unsur teologis dan menegaskan bahwa logo hanya sebuah simbol dari sebuah komunitas akademis. “Saya sendiri tak pernah memaknai logo uin dari sisi teologis, rasanya tak perlu kok. Logo UIN bukan dimaksudkan sebagai simbol keagamaan dari satu madzhab keagamaan tertentu, jadi ya sama sekali tak memiliki unsur-unsur teologis itu. Logo hanya sebagai simbol dari komunitas akademis, tak lebih,” tegasnya. Asep Saeful Muhtadi, yang turut menjadi Tim Seleksi dalam menentukan logo baru UIN SGD Bandung menuturkan kekecewaannya pada hasil logo tersebut. Wacana plagiasi sudah muncul di permukaan kala logo baru UIN SGD Bandung masih dalam tahap seleksi. “Logo itu memang hasil seleksi. Dan yang menang lomba memang orang ITB. Saya juga kan jadi tim penyeleksi. Ya, saya tunjukkan ke senat mana hasi plagiasi. Dia tidak jujur ketika terbukti logo hasil plagiasi,” ujarnya. Ia menjelaskan ketidaksetujuannya
dengan logo baru tersebut. Selain diramalkan akan mengundang banyak sorotan, logo baru tersebut terbukti plagiat. Ia sendiri pernah membuktikannya sendiri ke senator dan Tim Seleksi. Namun diacuhkan. “Sejak awal saya memang tidak setuju, itu plagiasi. Lalu diajukan ke senat, tapi malah dimodifikasi sama rektor terus disetujui di senat. Saya waktu itu menunjukkan kesamaannya dengan......... Tapi kan suara saya cuma satu di senat, makanya ga berpengaruh. Segi enamnya itu kan bintang david. Banyak disorot orang. Jadi timbul kontrovesi,” tambahnya. Namun dalam sisi lain. Ahmad Tafsir menyatakan kesetujuannya dengan logo baru tersebut dari bentuk desainnya. Namun dalam setiap sidang senat berlangsung, ia sendiri sering mengaku berhalangan. “Saya kan Tim Seleksi. Saya tidak sempat hadir, berhalangan terus. Kalau dari gambarnya saya setuju-setuju saja.” Meski bagaimanapun, menurutnya logo tersebut merupakan keputusan senator. Jika menuai banyak pro-kontra dan ada keinginan untuk diubah, mekanisme yang dilalui akan sangat sulit. “Logo itu sudah keputusan senat. Ya, kan tidak bisa diubah. Memang selalu ada penafsiran yang berbeda-beda. Kalaupun mau menolak, harus ada alasan yang kuat,” jelasnya. Logo memang tidak penting, hanya sebuah simbol dan gambar biasa. Namun sebuah logo adalah